Askep Efusi Pleura New
-
Upload
non-steroid -
Category
Documents
-
view
99 -
download
2
Transcript of Askep Efusi Pleura New
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EFUSI PLEURA
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dalam pleura berupa trans sudat atau eksudat yang di akibatkan terjadinya
ketidak seimbangan antara produksi dan absorbsi di kapiler dan pleura
viseralis.
Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang menggangu sistem
pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit melainkan
hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura
adalah suatu keadaan dimana terdapat suatu cairan berlebihan di rongga pleura,
jika kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya.
Terdapat empat tipe cairan yang dapat ditemukan pada efusi pleura,
yaitu :
1. Cairan serus (hidrothorax)
2. Darah (hemothotaks)
3. Chyle (chylothoraks)
4. Nanah
B. TIPE EFUSI PLEURA
1. Efusi transudatif
Cairan pleura bersifat transudat (kandungan konsentrasi protein atau
molekul besar lain rendah.
Penyebabnya:
a. Gagal jantung kongestif
b. Sindrom nefrotik
c. Sirosis hati
d. Sindrom meigs
e. Dialisis peritoneal
f. Hindronefrosis
g. Efusi pleura maligna/paramaligna
2. Efusi eksudat
Cairan pleura bersifat eksudat (konsentrasi protein lebih tinggi dari
transudat)
Penyebabnya
a. Penyakit abdomen
b. Penyakit pankreas
c. Penyakit kolagen
d. Trauma perikardium
e. Tuberkulosis
C. ETIOLOGI
Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal jantung,
adanya neoplasma (carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang
berasal dari organ lain), tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni,
syndroma nefrotik, hipoalbumin dan lain sebagainya. (Allsagaaf H, 1998, 68)
Penyebab paling sering efusi pleura transudatif di USA adalah oleh
karena penyakit gagal jantung kiri, emboli paru, dan sirosis hepatis, sedangkan
penyebab efusi pleura eksudatif disebabkan oleh pneumonia bakteri, keganasan
(ca paru, ca mammae, dan lymphoma merupakan 75 % penyebab efusi pleura
oleh karena kanker), infeksi virus.
Tuberkulosis paru merupakan penyebab paling sering dari efusi pleura
di Negara berkembang termasuk Indonesia. Selain TBC, keadaan lain juga
menyebabkan efusi pleura seperti pada penyakit autoimun systemic lupus
erythematosus (SLE), perdarahan (sering akibat trauma). Efusi pleura jarang
pada keadaan rupture esophagus, penyakit pancreas, abses intraabdomen,
rheumatoid arthritis, sindroma Meig (asites, dan efusi pleura karena adanya
tumor ovarium).
D. PATOFISIOLOGI
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan
ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik,
tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh
kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir
kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter
seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi
bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada
hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia),
peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat
dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada
gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik,
dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun.
Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi.
Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat
jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih.
Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat
jenisnya rendah.
E. TANDA DAN GEJALA
TANDA
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak,
penderita akan sesak napas.
2. Trakea mengalami pergeseran tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
3. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
4. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis lengkung. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
5. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
GEJALA
1. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
2. Nyeri perut.
F. MANIFISTASI KLINIS
Manifestasi klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang
ada serta tingkat kompresi paru. Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya <
250 ml), mungkin belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat
dideteksi dengan X-ray foto thorakks. Dengan membesarnya efusi akan
terjadi restriksi ekspansi paru dan pasien mungkin mengalami :
1. Dispneu bervariasi
2. Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura
3. Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
4. Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
6. Perkusi meredup di atas efusi pleura
7. Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi
8. Suara nafas berkurang di atas efusi pleura
9. Fremitus vokal dan raba berkurang
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk
mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab
dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
1. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan
specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
2. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa
hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan
protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini
kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang
dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk
mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
3. Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan
kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah
akumulasi cairan lebih lanjut.
4. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding
dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
EFUSI PLEURA
1. Pengkajian
Identitas
Penyakit efusi pleura biasanya diderita oleh orang laki-laki dengan usia
menengah keatas. Hal ini disebabkan karena penyakit efusi pleura ini
banyak disebabkan oleh penyakit sistem yang lain maupun bakteri atau
virus. Mengapa yang sering terkena penyakit ini adalah laki-laki dengan
usia menengah keatas ? Karena pada orang dengan kondisi tersebut
mempunyai faktor resiko yang lebih. Hal ini disebabkan manusia
dengan usia menengah keatas mulai mengalami degenerasi fungsi-
fungsi dalam tubuhnya, termasuk sistem imunnya. Dengan adanya
proses degenerasi ini maka m.o. asing yang bisa menyebabkan efusi
pleura lebih mudah untuk menginvasi tubuh kita. Apalagi dengan
ditambah oleh adanya gangguan psikologis, hal ini akan lebih
mempermudah terjadinya masalah dalam tubuh kita. Selain itu ada
faktor khusus yang menyebabkan seseorang pria lebih mudah terkena
efusi pleura, yaitu faktor gaya hidup ( merokok, dll.) Hal tersebut dapat
memperburuk kondisi kesehatan dari klien
Keluhan utama
Pasien datang ke RS akan mengatakan nyeri pada dadanya. Ia juga akan
mengatakan bahwa ada kesulitan bernafas, demam, menggigil, banyak
keringat, batuk , dan banyak riak. Hal ini disebabkan karena gejala yang
diakibatkan oleh efusi pleura.
Riwayat penyakit dahulu
Di sini kita tanyakan kepada klien penyakit-penyakit yang pernah
dialami oleh klien, seperti tuberkulosis, kanker, dll. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui dari riwayat penyakit tersebut apakah ada yang bisa
menyebabkan permasalahan yang timbul saat ini sehingga akan
mempermudah dalam penentuan diagnosa dan tindakan.
Riwayat penyakit sekarang
Di sini kita tanyakan kepada klien tentang gejala awal yang dirasakan
berikut waktu dan durasinya. Selain itu kita juga tanyakan masalah-
masalah yang muncul selanjutnya dan upaya apa yang telah dilakukan
untuk mengatasi masalah tersebut serta bagaimana hasil yang
didapatkan dari usaha yang telah ditetapkan. Kemudian kita tanyakan
juga keluhan utama yang paling dirasakan klien saat ini.
a. Anamnesis:
Pada umumnya tidak bergejala . Makin banyak cairan yang
tertimbun makin cepat dan jelas timbulnya keluhan karena menyebabkan
sesak, disertai demam sub febril pada kondisi tuberkulosis.
b. Kebutuhan istrahat dan aktifitas
1) Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya,
kesulitan tidur, demam pada sore atau malam hari disertai keringat
banyak.
2) Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha
bernapas sekuat-kuatnya, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut),
kelemahan otot, nyeri dan stiffness (kekakuan).
c. Kebutuhan integritas pribadi
1) Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan
kebutuhan akan pertolongan dan harapan
2) Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan
kecemasan
d. Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri
1) Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk
2) Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi,
dan kurang istrahat/kelelahan
e. Kebutuhan Respirasi
1) Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif, napas
pendek, nyeri dada
2) Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit lanjut
dan fibrosis paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada yang
asimetris, fremitus vokal menurun, pekak pada perkusi suara nafas
menurun atau tidak terdengan pada sisi yang mengalami efusi pleura.
Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat
ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat
ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.
3) Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak
darah
4) Dapat pula ditemukan deviasi trakea
f. Kebutuhan Keamanan
1) Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker,
AIDS , demam sub febris
2) Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris
g. Kebutuhan Interaksi sosial
1) Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang
diderita, perubahan pola peran.
h. Pengkajian Pola Fungsi
1) Pola persepsi dan tata laksana hidupsehat
a) Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang
juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan.
b) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol
dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolism
a) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien,
b) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu
makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur
abdomen.
c) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.
3) Pola eliminasi
a) Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
b) Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih
banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain
akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan
peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
a) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
b) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
c) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
d) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.
5) Pola tidur dan istirahat
a) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat,
b) Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak
orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
6) Pola hubungan dan peran
a) Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami
perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga,
pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang
harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya.
b) Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami
perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal
pasien. Pola persepsi dan konsep diri
c) Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah.
d) Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas,
nyeri dada. Pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya
adalah penyakit berbahaya dan mematikan.
e) Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya
7) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan,
demikian juga dengan proses berpikirnya.
8) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks
intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien
berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
9) Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada
perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin
dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
10) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan
dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah
suatu cobaan dari Tuhan.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum
b. Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap
dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk
mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
c. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.
d. Sistem Respirasi
1) Inspeksi
Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR
cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
2) Palpasi
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang
jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang
sakit.
3) Perkusi
Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya.
Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat
batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke
medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-
Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas
di punggung.
4) Auskultasi
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada
posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada
kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar
batas atas cairan.
Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta
mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang
disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol,
1994,79)
e. Sistem Cardiovasculer
1) Inspeksi
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran
jantung.
2) Palpasi
Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan
harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung,
perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis.
3) Perkusi
Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
4) Auskultasi
Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal
atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala
payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
f. Sistem Pencernaan
1) Inspeksi
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit
atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau
tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan
atau massa.
2) Palpasi
Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk
mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah
lien teraba.
3) Perkusi
Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta,
tumor).
4) Auskultasi
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana
nilai normalnya 5-35 kali permenit.
g. Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau
comma. Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
h. Sistem Muskuloskeletal
1) Inspeksi
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial.
2) Palpasi
Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat
perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time.
Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan
otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
i. Sistem Integumen
1) Inspeksi
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada
tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effuse biasanya akan tampak
cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2.
2) Palpasi
Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit
(dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar)
serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan
adanya cairan. Pada permulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan
permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
b. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan
bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
c. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh
melalui torakosentesis, yaitu pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan,
warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea
aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang
mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau
kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil
bendungan) atau eksudat (hasil radang). (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada
dibawah pengaruh pembiusan lokal).
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya,
maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar
diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.
f. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi
lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura
sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA
paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto
thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang
tidak tajam.
Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti:
1) Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH),
albumin, amylase, pH, dan glucose
2) Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui
kemungkinan terjadi infeksi bakteri
3) Pemeriksaan hitung sel
4) Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk
membedakan apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau
eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang
mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan
pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis
hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor local
yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi
pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia
bakteri, infeksi virus, dan keganasan
g. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan
dan upaya batuk menurun
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
permukaan paru dan atalektasis
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan suplai 02 di jaringan
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan
kelemahan, dispnea dan anoreksia
5. Intervensi
a. Ketidak efektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan
kelemahan dan upaya batuk buruk.
NOC :
1) Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif dan dibuktikan
dengan status pernafasan, pertukaran gas dan ventilasi yang tidak
berbahaya :
a) Mempunyai jalan nafas yang paten
b) Mengeluarkan sekresi secara efektif.
c) Mempunyai irama dan frekuansi pernafasan dalam rentang yang
normal.
d) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
2) Menunjukkan pertukaran gas yang adekuatditandai dengan :
a) Mudah bernafas
b) Tidak ada kegelisahan, sianosis dan dispnea.
c) Saturasi O2 dalam batas normal
d) Rontgen toraks dalam rentang yang diharapkan.
NIC :
1) Kaji dan dokumentasikan
a) Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain.
R : untuk mengetahui apakah upaya terapi yang diberikan tepat
sasaran, dan hasilnya sesuai dengan apa yang kita harapkan.
b) Keefektifan pengobatan.
R : untuk mengetahui efek dari obat apakah hasilnya sesuai
dengan apa yang kita inginkan dan untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi kinerja obat.
c) Kecenderungan pada gas darah arteri.
R : mengetahui status metabolik dan saturasi O2 dari klien.
2) Auskultasi dada anterior dan posterior untuk mengetahui adanya
penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi hambatan.
R : mengetahui adanya kelainan pada paru (sekret, abnormalitas
pernafasan) dan gambaran tentang kondisi paru.
3) Penghisapan jalan nafas
a) Tentukan kebutuhan penghisapan oral/trakeal.
R : untk memastikan kepatenan jalan nafas dan agar intervensi
yang kita berikan menjadi tepat serta mencegah terjadinya
komplikasi akibat penghisapan.
b) Pantau status oksigen dan status hemodinamik serta irama jantung
sebelum, selama dan setelah penghisapan.
R : menghindari masalah yang ditimbulkan akibat penghisapan,
dan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah penghisapan.
4) Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunan viskositas
sekresi.
R : air berfungsi sebagai pelarut zat. Dengan hidrasi yang adekuat
sekret akan larut ke dalam air sehingga kekentalan sekret akan
berkurang.
5) Jelaskan penggunaan peralatan pendukung dengan benar, misalnya
oksigen, alat penghisap lendir.
R : agar klien menjadi kooperatif, dan tahu prosedur yang akan
dilakukan.
6) Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam
untuk memudahkan keluarnya sekresi.
R : agar klien tahu teknik pengeluaran sekret yang benar sehingga
bisa melakukannya secara mandiri untuk mempertahankan jalan
nafas.
7) Rundingkan dengan ahliterapi pernafasan sesuai dengan kebutuhan.
R : untuk memberikan tindakan yang tepat kepada klien sehingga
masalah dapat segera teratasi.
8) Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi.
R : humidifikasi dapat membuat udara yang masuk menjadi lebih
lembab sehingga udara yang masuk tidak kering dan meminimalisir
terjadinya iritasi pada mukosa hidung.
9) Beritahu dokter tentang hasil analisa gas darah yang abnormal.
R : agar dokter dapat menginterpretasi masalah yang ada secara tepat
dan merencanakan tindakan untuk mengatasinya.
10) Bantu dalam pemberian aerosol. Nebulizer dan perawatan paru lain
sesuai dengan kebijakan dan protocol institusi.
R : aerosol dan nebulizer akan mempermudah proses pengenceran
sekret sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan. Selain itu
pemberian obat dengan cara aerosol juga tidak mempengaruhi sitem
yang lain.
11) Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekresi.
R : aktifitas fisik dapat merangsang otot dan pembuluh darah untuk
kontraksi dan relaksasi sehingga memudahkan pergerakan sekresi.
12) Jika pasien tidak mampu untuk melakukan ambulasi, letak posisi
tidur pasien diubah tiap 2 jam.
R : mencegah terjadinya gangguan status integritas kulit seperti
ulkus dekubitus.
13) Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur
R : untuk menurunkan kecemasan dan peningkatan kontrol diri.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
permukaan paru dan atalektasis.
NOC :
1) Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan
status pernafasan yang tidak bermasalah.
2) Pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan indicator :
a) Status neurologist dalam rentang yang diharapkan.
b) Tidak ada dispnea saat istirahat dan aktifitas.
c) Tidak ada gelisah, siamosis dan keletihan
d) Pa O2, Pa CO2, pH arteri dan saturasi O2 dalam batas normal.
NIC :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman, usaha bernafas,
produksi sputum.
R : mengetahui kelainan yang terjadi pada sistem pernafasan dan
penyebab kelainan tersebut, serta mengetahui status respiratorik
klien saat ini.
2) Pantau saturasi O2 dengan oksimeter.
R : memantau julah oksigen dalam darah sehinngga bisa segera
memberikan tindakan bila ada masalah sehingga kita bisa
memastikan bahwa tubuh mendapatkan asupan oksigen yang
adekuat.
3) Pantau hasil analisa gas darah.
R : untuk mengetahui saturasi oksigen, karbondioksida dan Be pada
darah klien sehingga perawat bisa menggambarkan status metabolik
dari klien.
4) Pantau status mental ( tingkat kesadaran, gelisah, confuse)
R : mengetahui kondisi psikologis dan neurologis klien.
5) Peningkatan frekuanse pemantauan pada saat pasien tampak
somnolen.
R : mencegah terjadinya masalah berlanjut (klien menjadi tak sadar)
dan agar kita bisa segera memberikan tindakan bila terjadi
ketidaksadaran pada klien.
6) Observasi terhadap sianosis, terutama membrab mukosa mulut.
R : mengetahui ada atau tidaknya masalah yang terjadi pada perfusi
oksigen ke jaringan, dan untuk mengetahui adanya hipoksia.
7) Jelaskan penggunaan alat bantu yang digunakan.
R : memunculkan kemandirian pada klien sehingga mereka dapat
menggunakan peralatan bantuan yang serimg dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari.
8) Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi.
R : agar klien tahu tehnik bernafas dan relaksasi yang benar serta
bisa melakukannya, sehingga bila suatu masalah terjadi berhubungan
dengan aspek tersebut, klien dapat mengatasinya sendiri.
9) Ajarkan batuk yang efektif.
R : agar klien tahu tehnik batuk yang efektif dan bisa melakukannya
secara mandiri sehingga sekret bisa keluar dan kepatenan jalan nafas
dapat terjaga.
10) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan pemeriksaan AGD
dan alat bantu yang dianjurkan sesuai dengan perubahan kondisi
pasien.
R : untuk mengetahui status metabolik klien agar tindakan yang kita
berikan tepat sasaran sehingga masalah dapat segera berkurang atau
teratasi
11) Laporkan perubahan kondisi pasien: bunyi nafas, pola nafas, hasil
AGD dan efek dari pengobatan.
R : agar tenaga kesehatan mengetahui kondisi klien seaktual
mungkin dan mengetahui efek dari tindakan yang telah diberikan
sehingga dapat ditentukan rencana tindakan yang lebih efektif.
12) Berikan obat-obat yang diresepkan.
R : agar efek terapi yang diharapkan dapat segera tercapai.
13) Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur.
R : untuk menurunkan ansietas, dan agar klien lebih kooperatif.
14) Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen.
R : masalah efusi pleura bisa menyebabkan asupan oksigen
seseorang menjadi tidak adekuat. Dengan penurunan konsumsi
oksigen diharapkan tercapai keseimbangan antara asupan dengan
penggunaan.
15) Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi
dispnea.
R : agar kebutuhan oksigen klien dapat terpenuhi sehingga klien
terhindar dari masalah yang bisa diakibatkan oleh kekurangan
oksigen.
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
NOC :
1) Mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan
daya tahan, penghematan energi dan aktifitas kehidupan sehari-hari.
2) Menunjukkan penghematan energi ditandai dengan indicator :
a) Menyadari keterbatasan energi.
b) Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat.
c) Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas.
NIC :
1) Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.
R : mengetahui kondisi psikologis dari klien sehingga jika terjadi
suatu masalah bisa segera dilakukan suatu tindakan.
2) Tentukan penyebab keletihan.
R : untuk mempermudah pemilihan tindakan keperawatan yang tepat
dalam mengatasi masalah keletihan dengan langsung mengatasi
penyebabnya, sehingga tindakan menjadi lebih efektif.
3) Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas.
R : mengetahui masalah yang terjadi pada sistem kardiovaskuler
yang mungkin timbul, sehingga bisa segera dilakukan suatu tindakan
untuk mengatasinya.
4) Pantau asupan nutrisi.
R : untuk memastikan keadekuatan sumber energi yang didapat oleh
klien.
5) Pantau pola istirahat pasien dan lamanya istirahat.
R : untuk mengetahui tingkat penggunaan energi dari klien, dan cara
yang dilakukan klien untuk mengembalikannya.
6) Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri
yang akan meminimalkan konsumsi oksigen.
R : agar energi yang dikeluarkan untuk aktifitas ini dapat efisien
sehingga energi dapat dimanfaatkan untuk yang lain dan terhindar
dari masalah defisit energi.
7) Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu.
R : untuk mencegah penggunaan energi yang berlebihan sehingga
terhindar dari masalah defisit energi dan untuk mencegah kelelahan.
8) Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat.
R : untuk mencegah penggunaan energi yang berlebihan sehingga
terhindar dari masalah defisit energi dan untuk memberikan waktu
istirahat yang cukup bagi klien.
9) Bantu pasien untuk mengubah posisi tidur secara berkala dan
ambulasi yang dapat ditolerir.
R : mencegah terjadinya masalah pada integritas kulit dan sistem
muskuluskeletal pada klien seperti kontraktur otot, maupun ulkus
dekubitus.
10) Rencanakan aktifitas dengan pasien / keluarga yang meningkatkan
kemandirian dan daya tahan.
R : untuk mengembalikan kemandirian dan daya tahan dari klien
sehingga klien bisa segera melakukan kegiatan sehari-hari seperti
biasanya.
11) Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktifitas.
R : untuk memastikan aktifitas yang benar-benar berguna dan sesuai
dengan kondisi klien sehingga tidak terjadi masalah berkelanjutan.
12) Rencanakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi paling
banyak.
R : agar tidak terjadi masalah kekurangan energi berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara input dan penggunaan
berhubungan dengan adanya suatu aktifitas.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan
kelemahan, dispnea dan anoreksia.
NOC :
1) Menunjukkan status gizi yang baik dengan indicator adekuatnya
makanan oral, pemberian makanan lewat NGT atau nutrisi
parenteral.
2) Mempertahankan berat badan dalam batas normal.
3) Nilai laboratorium albumin, transferin dan elektrolit dalam batas
normal.
NIC :
1) Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan.
R : agar klien mau makan dalam jumlah yang cukup sehingga
kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
2) Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin dan
elektrolit.
R : mengetahui status nutrisi dari klien sehingga dapat segera
dilakukan tindakan bila terjadi ketidak adekuatan.
3) Ketahui makanan kesukaan pasien.
R : agar klien merasa suka dengan asupan nutrisi yang kita sajikan
sehingga diharapkan klien mau makan dalam jumlah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
4) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
R : untuk mengetahui prognosis dari masalalah nutrisi klien dan
untuk memastikan kedepannya tentang asupan nutrisi yang dapat
diterima oleh klien sehingga dapat diperkirakan masalah yang akan
timbul dan dilakukan tindakan untuk mencegahnya.
5) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
R : untuk mengetahui dan memastikan bahwa makanan yang
disajikan kepada klien mempunyai kandungan nutrisi yang tepat dan
sesuai dengan kebutuhan dari klien.
6) Timbang pasien pada interval yang tepat.
R : untuk mengetahui perkembangan yang terjadi pada masalah
nutrisi klien dan untuk mengetahui kemajuan yang dicapai dari
tindakan yang telah dialkukan.
7) Ajarkan keluarga dan pasien tentang makanan yang bergizi dan tidak
mahal.
R : agar klien tahu tentang makanan yang bergizi sehingga
kebutuhan nutrisi klien dapat dipenuhi dan agar klien tahu bahwa
makanan yang bergizi itu bisa kita dapatkan dari sekitar kita dengan
harga yang murah.
8) Diskusikan dengan ahli gizi dalam memberikan asupan diet.
R : untuk mengatasi masalah kekurangan nutrisi secara tepat dan
cepat dengan diet yang proporsional dan sesuai kebutuhan dari klien.
9) Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi.
R : untuk memberikan tindakan yang lebih baik dengan
membawanya ke tim yang lebih mengetahui.
10) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.
R : untuk meningkatkan nafsu makan dari klien.
11) Bantu makan sesuai kebutuhan.
R : mengantisipasi adanya ketidakmampuan untuk makan sendiri
dan memastikan bahwa klien mendapatkan input nutrisi yang cukup.
12) Identifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya
nafsu makan.
R : mengetahui faktor yang dapat menurunkan nafsu makan klien
sehingga kita bisa berusaha untuk menghilangkan faktor tersebut
atau meminimalisir efek dari faktor tersebut hingga ahirnya
diharapkan nafsu makan dari klien meningkat.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dalam pleura berupa trans sudat atau eksudat yang di akibatkan terjadinya
ketidak seimbangan antara produksi dan absorbsi di kapiler dan pleura
viseralis.
Efusi pleura dibedakan menjadi efusi pleura transudatif dan eksudatif.
Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal jantung,
adanya neoplasma (carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang
berasal dari organ lain), tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni,
syndroma nefrotik, hipoalbumin dan lain sebagainya.
Manifestasi klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang
ada serta tingkat kompresi paru. Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya <
250 ml), mungkin belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat
dideteksi dengan X-ray foto thorakks.
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk
mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab
dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
Asuhan keperawatan pada klien dengan efusi pleura dilakukan dengan
cara pengkajian sampai evaluasi tindakan.
B. SARAN
Penulisan makalah ini hanya berdasarkan pada beberapa referensi saja.
Jika pembaca merasa kurang jelas terhadap isi makalah, dapat melengkapinya
dari daftar pustaka yang tercantum.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E Mailyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk
peencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta: ECG
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi Konsep klinis proses-proses penyakit, Ed4.
Jakarta: ECG
Tucker, Susan Martin. 1998. Standart perawatan Pasien: proses keperwatan,
diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta
:ECG