kasus depresi ujian
-
Upload
dwiwidyahariska -
Category
Documents
-
view
239 -
download
0
description
Transcript of kasus depresi ujian
BAB I
PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan suatu deskirpsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.1
Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa
muda. Awitan laki-laki biasanya 15-25 tahun pada perempuan 25-35
tahun.Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan
perempuan. Awitan setelah umur 40 tahun jarang terjadi.2,3
Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara
pasti.Namun, berbagai teori telah berkembang seperti model diastasis-stres dan
hipotesis dopamine. Model diastasis stress merupakan satu model yang
mengintegrasikan faktor biologis, psikososial, dan lingkungan.2
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta afek yang tidak wajar (inappropriate)
atau tumpul (blunted). Kesadaran composmentis dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat terjadi
dikemudian hari.1
Gangguan skizofrenia berdasarkan PPDGJ III yaitu skizofrenia paranoid,
skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci, depresi pasca
skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia lainnya,
skizofrenia ytt. Beberapa kriteria diagnostik untuk subtipe skizofrenia menurut
DSM-IV yaitu tipe paranoid, tipe terdisorganisasi, tipe katatonik, tipe tak
tergolongkan, dan tipe residual.1,2
BAB II
LAPORAN KASUS
1
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 75 tahun
Status Perkawinan : Duda
Bangsa : Indonesia
Suku : Melayu
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : TAC RT 39 No 30 Payo Lebar
Pernah masuk Rumah Sakit : Belum pernah dirawat di RSJ sebelumnya
2.2 IDENTITAS DARI ALLOANAMNESIS :
Nama : Ny. I
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 35 tahun
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : IRT
Alamat : TAC RT 39 No 30 Payo Lebar
Hubungan dengan pasien : Anak kandung
Keakraban dengan pasien : Akrab
Kesan pemeriksaan/ dokter terhadap keterangan yang diberikan : Dapat dipercaya
I. Anamnesis
Keterangan/ anamnesis di bawah ini diperoleh dari :
Pasien dan informan (alloanamnesis/anak pasien)
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan :
Keluarga/Anak pasien
2. Sebab utama :
2
Os mengeluh sering pegal-pegal pada kaki, nyeri di punggung
belakang, sulit tidur.
3. Keluhan utama :
Os mengeluh sulit tidur
Os kehilangan nafsu makan
4. RPS/RPP:
Keluhan dan gejala :
Os mengeluh sulit tidur sejak ditinggal istrinya sejak 2 tahun yang
lalu. Os tidur dari jam 9 malam dan terbangun jam 11 kemudian
tidak bisa tidur lagi hingga pagi.
Os sering menangis saat tengah malam sejak istrinya meninggal.
Saat ini os menarik diri dari lingkungannya dan menjadi lebih
tertutup
Os kehilangan nafsu makan, BB os turun hingga 15 kg.
Terkadang os bermain keroncong untuk menghibur dirinya.
Os merasa dikendalikan oleh orang lain seperti wali songo.
Os merasa mudah tersinggung dan menganggap dirinya selalu
benar.
Os merasa sulit tidur, nafsu makan berkurang.
Riwayat NAPZA : disangkal
5. Hendaya/disfungsi dalam hubungan sosial, pekerjaan dan
penggunaan waktu senggangnya.
Os mudah bergaul dengan orang-orang disekitarnya baik keluarga
maupun teman-temannya.
6. Riwayat Penyakit Dahulu
Os memiliki riwayat trauma kepala (+), DM (-), kejang (+), hipertensi
(-), alcohol (+).
3
7. Riwayat premorbid
7.1 Riwayat Kehamilan
Anak yang diinginkan
Kesehatan fisik : dalam batas normal
Kesehatan mental : dalam batas normal
7.2 Riwayat Persalinan :
Os lahir cukup bulan dibantu oleh dukun
Os lahir dengan berat badan lahir nornal
7.3 Riwayat perkembangan motorik :
Tidak ada masalah dalam perkembangan
7.4 Kemampuan bicara
Os bisa bicara dengan baik
7.5 Interaksi sosial
Os memiliki sifat yang periang dan mudah bergaul dengan teman-
temannya
7.6 Perilaku
Ketika anak-anak os memiliki kepribadian yang periang
dan memiliki banyak teman
Ketika remaja os mengalami keluhan
7.7 Riwayat sosial
Os mudah bergaul dengan teman sebayanya semasa anak-anak.
7.2 kepribadian serta tempramen : os mau bersosialisasi dengan
orang-orang disekitar dan teman sebayanya.
7.3 Situasi sosial saat ini :
1. Tempat tinggal : tinggal bersama suami dan anak (rumah
sendiri)
2. Polusi lingkungan : bising (-), ramai (+)
4
8. Riwayat Keluarga
a. Identitas orang tua
Identitas ORANGTUA
Ayah Ny. D Ibu Ny. D
Bangsa Indonesia Indonesia
Suku Melayu Melayu
Agama Islam Islam
Pendidikan SD Tidak sekolah
Pekerjaan Petani Petani
Umur 60 55
Hubungan Ayah kandung Ibu kandung
b. Kepribadian, dijelaskan oleh kakak Os
Ayah : ayah os seorang yang baik (+), perhatian (+), tegas (+)
Ibu : ibu os seorang yang penurut (+), perhatian (+), perhatian (+),
penyabar (+), tertutup (+)
Os bersaudara 2 orang, Os anak pertama
Keterangan :
: laki – laki
: perempuan : pasien
5
Struktur keluarga pasien saat ini
a. Urutan saudara dan usiannya : os. merupakan anak kedua
b. Gambaran kepribadian orang lain yang tinggal dirumah os dan
hubungan terhadap os. : os. tinggal bersama suami dan satu orang
anak perempuan
c. Orang lain yang tinggal; dirumah os dengan gambaran
kepribadiannya dan bagaimana os dengan mereka.
No. Status os.
Dengannya
Gambaran
kepribadian
Hubungan os.
dengannya
1. Suami Baik (+), perhatian
(+), penyabar (+)
Akrab
2. Anak perempuan Baik (+), penurut
(+)
Akrab
d. Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami os. :
Rumah tempat
tinggal
Keadaan Rumah
Tenang Cocok Nyaman
Rumah orang
tua os.
√ √ √
Rumah Os
bersama suami
√ √ √
9. Faktor keturunan (genetik) :
Riwayat keluarga os (-)
10. Faktor organik :
Nyeri kepala (-), kejang (+), trauma kepala (+), kelumpuhan (-),
tumor(-)
11. Faktor pencetus
6
Masalah dengan suami, kemudian diperberat dengan adanya factor
genetic
12. Riwayat penggunaan NAPZA :
disangkal
13. Persepsi dan tanggapan pasien mengenai diri dan kehidupan
Os merasa bahwa ia mempunyai kelebihan untuk bisa mengetahui
masa lalu seseorang dan mengetahui bahwa lawan bicaranya sedang
berbohong atau tidak.
II. Status Mental
1. Deskripsi Umum
1) Penampilan
Sikap tubuh : Gelisah (-), perhatian tidak mudah
teralihkan
Cara berpakaian : Rapi
Kesehatan fisik : Tampak sehat
2) Perilaku dan aktifitas psikomotor
Cara berjalan : Normoaktif
Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif, kontak mata (+)
3) Pembicaraan
Cara berbicara : suka mengoceh (logorea)
Produktifitas : asosiasi longgar
4) Afek, mood dan emosi lainnya
Afek : Appropriate
Mood : Stabil
5) Pikiran
Bentuk pikir : Terganggu
Proses berpikir : Waham curiga (+), waham
kebesaran (+)
7
Isi pikiran : Terganggu
6) Persepsi
Halusinasi visual (+), halusinasi auditorik (+), ilusi (-)
7) Sensorium
Kesadaran : Compos mentis
Orientasi W/T/O : Baik
Konsentrasi dan kalkulasi : Tidak Terganggu
Memori : Tidak Terganggu
Pengetahuan umum : Tidak terganggu
8) Pengendalian impuls : Terganggu
9) Daya nilai
Normal sosial : Terganggu
Uji daya nilai : Terganggu
Penilaian realitas : Terganggu
Tilikan : 1
10) Taraf dapat dipercaya : Tidak dapat dipercaya
11) Pemeriksaan psikiatrik khusus lainnya :
Tidak ada
III. Status Interna :
Tekanan Darah :130/80 mmHg
Nadi : 92x/menit
Suhu : 36,5OC
RR : 22x/menit
IV. Status Neurologi :
Nyeri kepala (-)
Kejang (-)
V. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Khusus Lainnya
Tidak ada
8
VI. Pemeriksaan Oleh Psikolog/ Petugas Sosial dan lain-lain
Tidak ada
VII. Diagnosis Banding
1. F20.0 Skizofrenia Paranoid
1) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2) Sebagai tambahan :
a. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
Suara – suara halusinasi yang mengancam pasien atau
memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa entuk
verbal berupa bunyi peluit (whistling), mendengung
(humming), atau bunyi tawa (laughing)
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain – lain perasaan tubuh, halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau passivity (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar – kejar yang beraneka ragam, adalah
yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendah dan pembicaraan,
serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata / tidak
menonjol1
2. Gangguan waham (F22.0)
Alasan memilih
Os mengamuk sejak tadi malam
Akhir-akhir ini os cepat marah dan melempar barang ke orang lain
Os merasakan cemburu atau curiga yang berlebihan kepada
suaminya dan menuduh suaminya berselingkuh dengan iparnya
9
Os merasa dirinya cantik seperti bidadari dan ingin kembali ke
kayangan dan mengaku mendengar suara bisikan yang
menyuruhnya kembali ke kayangan.
Alasan menyingkirkan :
Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau
gejala yang paling mencolok. Waham-waham tersebut (baik
tunggal maupun suatu sistem waham) harus sudah ada sedikitnya
3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas pribadi (personal) dan
bukan budaya setempat.
Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang
lengkap/ “full-blown” (F32.-) mungkin terjadi secara intermitten,
dengan syarat bahwa waham-waham tersbut menetap pada saat-
saat tidak terdapat gangguan afektif itu.
Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak.
Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang
saja ada dan bersifat sementara.
Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan,
siar pikiran, penumpulan afek, dsb)
3. F23 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara
Gejala psikotik harus dalam masa dua minggu/kurang.
VIII. Diagnosis Multiaksial
Aksis I : Skizofrenia paranoid
Aksis II : Tidak ada
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah dengan keluarga (suami)
Aksis V : GAF 60-51 (Gejala sedang (moderat), disabilitas sedang)
IX. Terapi
10
Farmakoterapi :
Halloperidol tab 5 mg 2x1 tab/hari
Chlopromazine tab 100 mg dPasienis 2x1
Trihexiphenidil tab 2 mg 2x1
Non farmakoterapi
Psikoedukasi terhadap pasien jika kondisi sudah membaik:
1. Pengenalan terhadap penyakit, manfaat pengobatan, cara
pengobatan, efek samping pengobatan.
2. Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dan rajin
kontrol setelah pulang dari perawatan.
3. Membantu pasien agar dapat kembali melakukan aktivitas sehari-
hari secara bertahap.
4. Menggali kemampuan pasien yang bisa dikembangkan.
Psikoedukasi terhadap keluarga :
1. Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai gangguan yang
dialami pasien sehingga dapat mendukung kearah kesembuhan.
2. Menyarankan kepada keluarga agar lebih telaten dalam pengobatan
pasien dengan membawa pasien kontrol secara teratur, dan
memperhatikan pasien agar minum obat secara teratur dan
memberi dukungan agar pasien mempunyai aktivitas yang positif
X. PROGNOSIS PASIEN
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Skizofrenia merupakan sindroma klinis dari berbagai keadaan patologis
yang sangat mengganggu yang melibatkan gangguan proses berpikir, emosi
dan tingkah laku. Menurut PPDGJ-III, Skizofrenia adalah suatu sindrom
dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah
akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial
budaya.1
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikirin dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(Inappropriate) atau tumpul (Blunted). Kesadaran yang jernih dan
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara walaupun kemunduran
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.1
Menurut DSM-IV, adapun klasifikasi untuk skizofrenia ada 5 yakni
subtipe paranoid, terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan
dan residual. Untuk istilah skizofrenia simpleks dalam DSM-IV adalah
gangguan deteriorative sederhana. Sedangkan menurut Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang ke-
III skizofrenia dibagi ke dalam 6 subtipe yaitu katatonik, paranoid,
hebefrenik, tak terinci (undifferentiated), simpleks, residual dan depresi pasca
skizofrenia. 1,2,3,4
3.2 Epidemiologi
Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun menunjukkan
perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset
yang lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki
adalah 15 sampai 25 tahun, sedangkan perempuan 25 sampai 35 tahun.
12
Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin
daripada wanita untuk terganggua oleh gejala negative dan wanita lebih
mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki. Pada
umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenia wanita adalah lebih baik
daripada hasil akhir untuk skizofrenia laki-laki.2,3,4
Penelitian insiden pada gangguan yang relative jarang terjadi, seperti
skizofrenia, sulit dilakukan. Survei telah dilakukan diberbagai Negara, namun
dan hampir semua hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia
pada orang dewasa dalam rentang yang sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per
1000 penduduk. Ini merupakan temuan utama dari penelitian di 10 negara
yang dilakukan oleh WHO. Untuk prevalensi atau insiden skizofrenia di
Indonesia belum ditentukan sampai sekarang, begitu juga untuk setiap
subtipe skizofrenia.2,3,4
3.3 Etiologi
1. Model diatesis stres
Menurut teori ini skizoprenia dapat timbul karena adanya integrasi
antara faktor biologis, faktor psikososial dan lingkungan. Seorang yang
rentan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi
skizoprenia. 3
Faktor genetik mempunyai peranan dalam terjadinya suatu
skizooprenia. Ada 7 gen yang mempengaruhi perkembangan skizoprenia.
Kembar identik dipengaruhi oleh gen sebesar 28% sedangkan pada
kembar monozygot dan kembar dyzigot pengaruhnya sebesar 1,8 – 4,1%.
Skizoprenia kemungkinan berkaitan dengan kromosom 1,3,5,11 dan
kromosom X. Penelitian genetik ini dihubungkan dengan COMT
(Catechol-O- Methyl Transferse) dalam encoding dopamin sehingga
mempengaruhi fungsi dopamin. 3
Faktor pencetus dan kekambuhan dari skizoprenia dipengaruhi oleh
emotional turbulent families, stressful life events, diskriminasi, dan
kemiskinan. Lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai resiko
13
yang besar pada perkembangan skizoprenia. Stressor sosial juga
mempengaruhi perkembangan suatu skizoprenia. Diskriminasi pada
komunitas minoritas mempunyai angka kejadian skizoprenia yang lebih
tinggi. Skizoprenia lebih banyak didapatkan pada masyarakat di
lingkungan perkotaan dibandingkan dengan masyarakat di pedesaan. 3
2. Faktor neurobiologis
Perkembangan awal saraf selama masa kehamilan ditentukan oleh
asupan gizi selama hamil (wanita hamil yang kurang gizi mempunyai
resiko anaknya berkembang menjadi skizoprenia) dan trauma psikologis
selama masa kehamilan.3
Pada masa kanak – kanak disfungsi situasi sosial seperti trauma kecil,
kekerasan, hostilitas dan hubungan interpersonal yang kurang hangat
diterima anak, sangat mempengaruhi perkembangan neurologikal anak
sehingga anak lebih rentan mengalami skizoprenia dikemudian hari. 3
Penelitian saat ini melihat adannya perbedaan struktur dan fungsi dari
otak pada penderita skizoprenia. Dengan Positron Emission Tomography
(PET) dapat terlihat kurangnya aktivitas di daerah lobus frontal, dimana
lobus frontal itu sendiri berfungsi sebagai memori kerja, penurunan dari
aktivitas metabolik frontal dihubungkan dengan perjalanan penyakit yang
lama dan gejala negatif yang lebih erat. Penderita skizoprenia memiliki
kadar fosfomonoester (PME) yang lebih rendah dan katar fosfodiester
(PDE) yang lebih tinggi dibandingkan nilai normal. Konsentrasi fosfat
inorganik menurun dan konsentrasi ATP meningkat. Hal ini disebabkan
karena terjadinya hipofungsi di daerah korteks frontal dorsolateral. 3
Pemeriksaan dengan menggunakan PET menunjukkan gejala negatif
memiliki abnormalitas yang lebih besar di daerah sirkuit frontal, temporal
dan serebelar dibandingkan dengan penderita skizoprenia dengan gejala
positif. Menurunnya atensi pada penderita skizoprenia berhubungan
dengan hipoaktivitas di daerah korteks singulat anterior. Retardasi
motorik berhuungan dengan hipoaktivitas di daerah basal ganglia. 3
14
Gangguan bicara dan mengekspresikan emosi berhubungan dengan
rendahnya metabolisme glukosa di area Brodmann 22 (korteks bahasa
asosiatif sensoris), area Brodmann 43 (transkortikal), area Brodmann 45
dan 44 (premotorik), area Brodmann 4 dan 6 (motorik). 3
Gejala positif berhubungan dengan peningkatan aliran darah didaerah
temporomedial, sedangkan gejala disorganisasi berhubungan dengan
peningkatan aliran darah di daerah korteks singulat dan striatum. 3
Halusinasi sering berhubungan dengan perubahan aliran darah di regia
hipokampus, parahipokampus dan amgdala. Halusinasi yang kronik
berhubungan dengan peningkatan aliran darah di daerah lous temporal kiri.
Waham sering dihubungkan dengan peningkatan aliran darah didaerah
lobus temporalmedial kiri dan penurunan aliran darah didaerah korteks
singulat posterior dan lobus temporal lateral kiri. 3
Gangguan penilaian realita pada penderita skizoprenia berhubungan
dengan aliran darah didaerah korteks prefrontal lateral kiri, striatum
ventral, girus temporalis superior, dan regio parahipokampus. 3
Disorganisasi veral pada penderita skizoprenia berhubungan dengan
menurunnya aktivitas didaerah korteks inferior, singulat, dan temporal
superior kiri. 3
Pada penderita skizoprenia didapati adanya penurunan fungsi kognitif.
Salah satu penurunan fungsi kognitif yang sering ditemukan adalah
gangguan memori dan fungsi eksekutif lainnya. Fungsi eksekutif yang
terganggu adalah kemampuan bahasa, memecahkan masalah, mengambil
keputusan, atensi dan perencanaan. Sedangkan gangguan memori yang
sering dialami adalah gangguan memori segera dan memori jangka pendek
yang dikenal sebagai memori kerja. 3
3. Hipotesis dopamine
Skizofrenia disebabkan Karena terlalu banyak aktivitas dopaminergik
dan tidak memperinci apakah hiperaktifitas dopaminergik adalah karena
terlalu banyaknya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor
15
dopamine atau kombinasi mekanisme tersebut. Neuron dopaminergik
didalam jalur tersebut berjalan dari badan selnya diotak tengah keneuron
dopaminoseptif disistem limbic dan korteks serebral2
Peranan penting bagi dopamine dalam patofisiologi skizofrenia adalah
penelitian yang mengukur konsentrasi plasma metabolit dopamine utama,
yaitu homovanillik acid pada plasma yang meningkat.2
4. Neurotransmitter lainnya
Serotonin
Aktivitas serotonin telah berperan dalam perilaku bunuh diri dan
impulsive yang juga dapat ditemukan pada pasien skizofrenik.2
Norepinefrin
Sistem noradrenergic memodulasi system dopaminergic dengan cara
tertentu sehingga kelainan sistem noradrenergik predisposisi pasien
untuk relaps.2
Asam amino
Neurotransmitter asam amino inhibitor gamma-aminobutiric acid
(GABA) mengalami penurunan dihipokampus yang menyebabkan
hiperaktivitas neuron dopaminergik dan noradrenergic.2
5. Neuropatologi
Sistem limbik
Sistem limbik karena peranannya dalam mengendalikan emosi. Pada
penelitian ditemukan penurunan ukuran daerah termasuk amigdala,
hipokampus, dan girus parahipokampus.2
Ganglia basalis
Karena ganglia basalis terlibat dalam mengendalikan pergerakan,
dengan demikian patologi pada ganglia basalis dilibatkan dalam
patologi skizofrenia.2
16
3.4 Patogenesis
Pada skizofrenia terdapat penururnan aliran darah dan ambilan glukosa,
terutama di korteks prefrontalis (pada pasien dengan gejala positif) dan juga
terdapat penurunan jumlah neuron (penurunana jumlah substansi grisea).
Selain itu, migrasi neuron yang abnormal selama perkembangan otak secara
patofisiologis sangat bermakna. 5,6
Atrofi penonjolan dendrit dari sel pyramidal telah ditemukan di korteks
prefrontalis dan girus singulata. Penonjolan dendrit mengandung sinaps
glutamatergik.; sehingga transmisi glutamatergiknya terganggu. Selain itu,
pada area yang terkena, pembentukan GABA dan/jumlah neuron
GABAergik tampaknya berkurang sehingga penghambatan sel pyramidal
menjadi berkurang. 5,6
Makna patofisiologis yang khusus dikaitkan dengan dopamin;
avaibilitas dopamin atau agonis dopamine yang berlebihan dapat
menimbulkan gejala skizofrenia, dan penghambat reseptor dopamine-D2
telah sukses digunakan dalam penatalaksanaan skizofrenia. Disisi lain,
penurunan reseptor D2 yang ditemukan di korteks prefrontalis, dan
penurunan reseptor D1 dan D2 berkaitan dengan gejala negative skizofrenia,
seperti kurangnya emosi. Penurunan reseptor dopamine mungkin terjadi
akibat pelepasan dopamine meningkat dan hal ini tidak memiliki efek
patogenetik. 5,6
Dopamin berperan sebagai transmitter melalui beberapa jalur :
1. Mesolimbik Dopamin Pathways
Mesolimbik dopamin pathways memproyeksikan badan sel
dopaminergik ke bagian ventral tegmentum area (VTA) di batang otak
kemudian ke nukleus akumben di daerah limbik.3
Jalur ini berperan penting pada emosional, perilaku khususnya
halusinasi pendengaran, waham, dan gangguan pikiran. Psikostimulan lain
seperti amfetamin dan kokain dapat menyebabkan peningkatan dari
dopamin pada jalur ini sehingga menyebabkan terjadinya simptom positif
17
dan menimbulkan psikosis paranoid jika pemberin zat ini dilakukan secara
berulang. 3
Nukleus akumbens adalah bagian dari sistem limbik yang
mempunyai peranan untuk mempengaruhi perilaku, seperti pleasurable
sensations (sensasi yang menyenangkan), powerful euphoria pada individu
yang memiliki waham, halusinasi serta pada pengguna zat. 3
Gambar 3.1 Jalur Dopamin
2. Mesokortikal Dopamin Pathways
Jalur ini dimulai dari daerah ventral tegmentum area ke daerah
serebral korteks khususnya korteks limbik. Peranan mesokortikal
dopamin pathways adalah sebagai mediasi dari simptom negatif dan
kognitif pada penderita skizophrenia. 3
Simptom negatif dan kognitif disebabkan terjadinya penurunan
dopamin di jalur mesokortikal terutama pada daerah dorsolateral
prefrontal korteks. 3
Penurunan dopamin di mesokortikal dipamin pathways dapat
terjadi secara primer maupun sekunder. Penurunan sekunder terjadi
melalui inhibisi dopamin yang berlebihan pada jalurr ini atau melalui
blokade antipsikotik terhadap reseptor D2. 3
18
Peningkatan dopamin pada mesokortikal dopamin pathways dapay
memperbaiki simptom negatif atau mungkin simptom kognitif. Keadaan
ini akan menjadi suatu dilemma karena peningkatan dopamin di jalur
mesolimbik akan meningkatan simptom positif., sementara penurunan
dopamin di jalur mesokortikal akan meningkatkan simptom negatif dan
kognitif. 3
Hal tersebut dapat diatasi dengan pemerian antipsikotik atipikal
pada penderita skizophrenia. Antipsikotik atipikal menyebabkan
dopamin di jalur mesolimbik menurun tetapi dopamin yang berada di
jalur mesokorteks meningkat. 3
3. Nigrostriatal Dopamin Pathways
Nigrostiatal dopamin pathways berjalan dari daerah substansia
nigra pada atang otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Nigrostriatal
dopamin pathways bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal dan
berfungsi untuk mengontrol pergerakan motorik. 3
Penurunan dopamin pada nigrostriatal dopamin pathways dapat
menyebabkan gangguan pergerakan seperti ditemukan pada penyakit
parkinson, yaitu rigiditas, akinesia, atau bradikinesia (pergerakan
berkurang atau pergerakan melambat) dan tremor. 3
4. Tuberoinfundibular Dopamin Pathways
Tuberoinfundibular dopamin pathways dimulai dari daerah
hipotalamus ke hipofisis anterior. Dalam keadaan normal
tuberoinfundibular dopamin pathways dipengaruhi oleh inhibisi dan
penglepasan aktif prolaktin. 3
Peningkatan level prolaktin antara lain dikarenakan terjadinya
gangguan dari fungsi tuberoinfundibular dopamin pathways yang
disebabkan oleh lesi atau pemakaian obat – obatan antipsikotik.
Manifestasi klinis akibat peningkatan level prolaktin dapat berupa
galaktorea, amenorea, atau disfungsi seksual. Hal ini sering terjadi
19
selama atau setelah pemberian obat antipsikotik. 3
Gambar 3.2 Patofisiologi Skizofrenia
3.5 Gejala dan diagnosis
1. Penampilan dan perilaku umum
Pasien dengan skizofrenia kronis cenderung menelantarkan
penampilannya.kerapian dan higienis pribadi juga terabaikan. Mereka juga
cenderung menarik diri secara sosial.2,5
2. Gangguan pembicaraan
Intinya terdapat gangguan pada proses pikir :
o Yang terganggu terutama adalah asosiasi. Asosiasi longgar berarti
tidak adanya hubungan antar ide. Kalimat-kalimatnya tidak saling
berhubungan. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah
ditemukan ide lainnya
20
o Inkoherensiasi
o Clang association : asosiasi bunyi: misalnya piring, miring
o Neologisme : membentuk kata baru untuk menyatakan arti yang hanya
dipahami oleh dirinya sendiri
o Mutisme : sering tampak pada pasein skizofrenia katatonik
o Blocking : kadang-kadang fikiran terhenti, tidak timbul ide lagi 2,5
3. Gangguan perilaku
o Gejala katatonik yang dapat berupa stupor atau gaduh dan gelisah
o Stereotipi : berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau mengambil
sikap badan tertentu misalnya menarik-narik rambut dapat berlangsung
beberapa hari atau beberapa tahun
o Manerisme : stereotipi tertentu pada skizofrenia yang dapat dilihat
dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya
berjalan
o Negativism : melakukan hal yang berlawanan dengan apa yang disuruh
o Otomatisme komando : menentang atau justru melakukan; semua
perintah justru dituruti secara otomatis. 2,5
4. Gangguan afek
o Kedangkalan respon emosi : pasien acuh tak acuh
o Anhedonia : perasaan halus juga hilang
o Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan
gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah
o Paramimi : penderita merasa senang dan gembira akan tetapi ia
menangis
o Ambivalensi : karena terpecah-pecahnya kepribadian, maka dua hal
yang berlawanan mungkin timbul bersama-sama
o Sensitivitas emosi : menunjukan hipersensitivitas pada penolakan
sering menimbulkan isolasi social untuk menghindari penolakan. 2,5
21
5. Gangguan persepsi
o Halusinasi
Halusinasi paling sering adalah auditorik dalam bentuk suara manusia,
halusinasi penciuman, halusinasi pengecapan, dan halusinasi rabaan
jarang dijumpai2,5
6. Gangguan pikiran
o Waham : waham sering tidak logis sama sekali.mayer gross membagi
waham dalam 2 kelompok : waham primer dan waham sekunder
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa
penyebab apa-apa dari luar
Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan
merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala
skizofrenia lain. 2,5
Kriteria Diagnosis menurut PPDGJ-III, adalah: 1
I. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :
(a) “Thought echo” : Isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kulitasnya berbeda; atau
“Thought insertion or withdrawal” : Isi pikiran yang asing dari luar
masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar (withdrawal); dan
“Thought broadcasting” : Isi pikirannya tersiar keluar
sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
(b) “Delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dati luar; atau
“Delusion of influence” : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
“Delusion of passivity” : waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;(tentang ‘dirinya”: secara
22
jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan atau penginderaan khusus);
“Delusional perception” : pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
(c) Halusinasi auditorik :
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya
perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan
kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan
cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
II. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang mauupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole
hide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
terus menerus;
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme;
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),
posisis tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, dan stupor;
23
(h) Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan
menurunnya kinerja social; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
III. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal).
IV. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Kri t etria penegakkan diagnosa berdasarkan DSM-IV (Kriteria resmi dari
American Psychiatric Association), antara lain : 2
A. Gejala karakteristik : Dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan
untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang
jika diobati dengan berhasil)
1) Waham
2) Halusinasi
3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau inkoheren)
4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
5) Gejala negatif,
B. Disfungsi sosial/pekerjaan : Untuk bagian waktu yang bermakna sejak
onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang
dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja,
kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik,
atau pekerjaan yang diharapkan)
24
C. Durasi : Tanda ganguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6
bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau
kurang jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu,
gejala fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodromal atau
residual. Selama periode prodromal atau residual, tanda gangguan mungkin
dimanifestasikan hanya oleh gejala negative atau 2 atau lebih gejala yang
dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya,
keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim)
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gannguan mood. Gangguan
skizoafektif dan ganggaun mood dengan cirri psikotik telah disingkirkan
karena :
(1) Tidak ada episode depresif berat, manic, atau campuran yang telah
terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif, atau
(2) Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya
adalah relative singakat dibandingkan durasi periode aktif dan residual
E. Penyingkiran zat / kondisi medis umum. Gangguan tidak disebabkan oleh
efek fisiologis lansung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan,
suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasive. Jika terdapat
riwayat adanya gangguan autistic atau gangguan perkembangan pervasive
lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau
halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu bulan
(atau kurang jika diobati secara berhasil)
3.6 Diagnosis Banding
1. Skizofrenia Paranoid (F20.0)
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
b. Sebagai tambahan :
1) Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
Suara – suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa entuk verbal berupa
25
bunyi peluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi
tawa (laughing)
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain – lain perasaan tubuh, halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau passivity (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar – kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
2) Gangguan afektif, dorongan kehendah dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol1
2. Gangguan waham (F22.0)1
a. Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khasklinis atau gejala
yang paling mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal
maupun suatu sistem waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan
lamanya, dan harus bersifat khas pribadi (personal) dan bukan
budaya setempat.
b. Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang
lengkap/ “full-blown” (F32.-) mungkin terjadi secara intermitten,
dengan syarat bahwa waham-waham tersbut menetap pada saat-saat
tidak terdapat gangguan afektif itu.
c. Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak.
d. Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja
ada dan bersifat sementara.
e. Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan,
siar pikiran, penumpulan afek, dsb)
3. F23 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara1
Gejala psikotik harus dalam masa dua minggu/kurang.
26
3.7 Terapi
1. Terapi obat Anti psikotik
Farmakoterapi merupakan terapi utama dalam pasien skizofrenia.
Penggolongan obat 2,7,8,9
a. Obat Anti-Psikosis Tipikal
Karakteristik :
Generasi lama, Memblok reseptor dopamine D2, Efek samping EPS
besar, Efektif untuk mengatasi gejala positif
Golongan obat :
1. Phenothiazine : Chlorpromazine, Perphenazine, Trifuoperazine,
Fluphenazine, Thioridazine, Pimizone
2. Butyrophenone : Haloperidol
3. Diphenul-butyl-piridine : Pimozide
b. Obat Anti Psikosis Atipikal
Karakteristik :
Generasi baru, Memblok reseptor 5HT2, efek blockade dopamine
rendah, Efek samping EPS lebih kecil, Efektif untuk mengatasi gejala
baik positif maupun negative
Golongan :
1. Benzamide : Supiride
2. Dibenzodiazepin : Clozapine, Quetiapine, Zotepine
3. Benzisoxazole : Risperidon, Aripiprazole
27
Pilihan obat 7
Indikasi penggunaan
1. Gejala sasaran : sindrome psikosis
Diagnosis sindrom psikosis
Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas.
Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental.
Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari.7
2. Sindrom psikosis dapat terjadi pada :
a. Sindrom psikosis fungsional : skizofrenia, psikosis paranoid,
psikosis afektif, psikosis reaktif singkat, dll.
b. Sindrom psikosis organik : sindrom delirium, dementia, intoksikasi
alcohol dll.7
28
Kontraindikasi 7
1. Penyakit hati (hepatotoksik)
2. Penyakit darah (hematotoksik)
3. Epileps (menurunkan ambang kejang)
4. Kelainan jantung (menghambat irama jantung)
5. Febris yang tinggi (thermoregulator diSSP)
6. Ketergantungan alcohol (penekanan SSP meningkat)
7. Penyakit SSP (Parkinson, tumor otak)
8. Gangguan kesadaran disebabkan CNS-depresan (kesadaran makin
memburuk
Efek samping 7
1. Sedasi dan inhibisi psikomotor
2. Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik; mulut
kering, kesulitan miksi & defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, TIO
meningkat, gangguan irama jantung)
3. Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut,akhatisia, sindrom Parkinson :
tremor, bradikinesia, rigiditas)
4. Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolic
(jaundice), hematologic (agranulositosis), biasanya untuk pemakaian
jangka panjang
Cara penggunaan 7
1. Pemilihan obat :
Pemilihan obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis
yang dominan dan efek samping obat.pergantian obat disesuaikan
dengan dosis ekivalen
Apabila obat anti-psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis
dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang
memadai dapat diganti dengan obat anti-psikosis lain dengan dosis
ekivalennya, dimana profil efek sampingnya belum tentu sama
29
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya
baik dapat digunakan kembali
2. Pengaturan dosis :
Perlu dipertimbangkan :
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 – 4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 – 6 jam
Waktu paruh : 12 – 24 jam (pemberian 1- 2 X /hari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak
dari efek samping sehingga tidak begitu menggangu kualitas hidup
pasien7
3. Cara pemberian :
Dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikan setiap 2 – 3 hari
dosis efektif (timbul sindrom psikosis) dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan
sekitar 8 – 12 minggu diturunkan setiap 12 minggu dosis
maintenance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun tapering off
(dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop7
4. Lama pemberian :
a) Pasien sindrom psikosis (multiepisode) terapi maintenance ± 5
tahun
b) Pada umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya
dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala
psikosis mereda sama sekali
c) Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap
setelah hilang gejala dalam kurun waktu 2 minggu- 2 bulan7
5. Penggunaan perenteral :
a) Obat anti-psikosis yang long-action (fluphenazine decanoate 25
mg/cc atau haloperidol decanoas 50 mg/cc, im, untuk 2- 4 minggu)
penting untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan
obat
30
b) Dosis mulai dari ½ cc setiap 2 minggu pada bulan pertama,
kemudian baru ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan7
2. Terapi psikososial 2,3
a. Terapi perilaku2,3
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan social untuk meningkatkan kemampuan
sosial,kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan
pujian atau hadiahyang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan dirumah
sakit.Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptive atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian
dimasyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga2,3
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluarga dimana pasien
skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi
keluarga yang singkat namun intensif (setiaphari). Setelah periode
pemulangan segera, topic penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya.Seringkali, anggota keluarga didalam cara yang jelas
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk
melakukan aktivitas teratur terlalu cepat.Rencana yang terlalu
optimistic tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat
skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti
skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati.Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif
dalam menurunkan relaps.Didalam penelitian terkontrol, penurunan
31
angka relaps adalah dramatik.Angka relaps tahunan tanpa terapi
keluarga sebesar 25-50% dan 5-10% dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok2,3
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata.Kelompok
mungkin terorientasi secara perilaku,terorientasi secara
psikodinamika atau tilikan atau suportif.Terapi kelompok efektif
dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif,
tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual2,3
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual
dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi
telah membantu dan menambah efek terapi farmakologis.Suatu
konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasienn skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapeutik yang dialami pasien
sebagaimana.Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat
dipercayanya ahli terapi,jarak emosional antara ahli terapi dan
pasien dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh
pasien.
Hubungan antara dokte rdan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan didalam pengobatan pasien non-psikotik.Menegakkan
hubungan seringkali sulit dilakukan.Pasien skizofrenia seringkali
kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika
seseorang mendekati.Pengamatan yangcermat dari jauh dan rahasia,
perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati,dan kepekaan terhadap
kaidah social adalah lebih disukai daripada informalitas yang
premature dan penggunaan nama pertama yang merendahkan
diri.Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah
32
tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.
3.8 Prognosis2
Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa selama periode 5 sampai 10
tahun setelah rawat inap psikiatrik yang pertama untuk skizofrenia, hanya
sekitar 10 sampai 20 persen pasien yang dapat dideskripsikan memiliki hasil
akhir yang baik. Lebih dari 50 persen pasien dapat digambarkan memiliki
hasil akhir yang buruk, dengan rawat inap yang berulang, eksaserbasi gejala,
episode gangguan mood mayor, dan percobaan bunuh diri.meski terdapat
gambaran yang kelam ini, skizofrenia tidak selalu memiliki perjalanan
penyakit yang memburuk sejumlah faktor dikaitkan dengan prognosis yang
baik.
Angka pemulihan yang dilaporkan berkisar dari 10 sampai 60 persen, dan
taksiran yang masuk akal adalah bahwa 20 sampai 30 persen dari semua
pasien skizofrenik mampu menjalani kehidupan yang kurang lebih normal.
Sekitar 20 sampai 30 perse pasien terus mengalami gejala sedang, dan 40
sampai 60 persen pasien tetap mengalami hendaya secara signifikanakibat
gangguan tersebut selama hidup mereka. Pasien skizofrenia memang
memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan mood,
meski 20 sampai 25 persen pasien gangguan mood juga mengalami gangguan
yang parah pada tindak-lanjut jangka panjang.2
33
BAB IV
ANALISIS KASUS
Dari alloanamnesis dan pemeriksaan psikiatrik yang di lakukan terhadap
Pasien Ny.D umur 27 tahun datang ke IGD RSJ Jambi tanggal 18 Oktober
2015, pasien datang dengan keluarganya. Pasien datang dalam kedaan sangat
gelisah, tangan, kaki, perut diikat. Pasien mengamuk sejak tadi malam dan
akhir akhir ini pasien cepat marah dan melempar barang ke orang lain.
Pasien sering merasakan cemburu atau curiga yang berlebihan kepada
suaminya dan menuduh suaminya berselingkuh dengan iparnya, pasien mulai
gelisah dan sering marah sejak lebih kurang 6 hari yang lalu. Pasien juga
merasa depresi ketika ibunya ingin menikah lagi dan pernah berusaha untuk
bunuh diri dengan menggunakan pisau.
Pasien pernah dirawat sebelumnya lebih kurang 10 tahun yang lalu
dengan keluhan yang sama di RSJ Jambi. Pasien memiliki kepribadian yang
pendiam dan tertutup. Pasien merasa dirinya cantik seperti bidadari dan ingin
kembali ke kayangan dan mengaku mendengar suara bisikan yang
menyuruhnya kembali ke kayangan. Pasien juga mengalami sulit tidur.
Pada pemeriksaan status mental Pasien wanita, berpenampilan lusuh,
tampak tua tidak sesuai usia, saat wawancara pasien didampingi keluarga.
Selama wawancara, sikap pasien terhadap pemeriksa kooperatif, kontak mata
dengan pemeriksa ada, pasien menjawab pertanyaan pemeriksa, motorik tidak
terganggu, kesadaran (Compos mentis), orientasi waktu,orang baik, tapi
orientasi tempat tidak baik. Afek Inapropriate, Mood Labil Gangguan bentuk
pikir secara menyeluruh psikosis, ada gangguan bentuk piker, gangguan
proses pikir waham (+), gangguan isi pikir (+), Preokupasi (-), halusinasi
auditorik (+),
Penatalaksaan yang di berikan adalah Halloperidol tab 5 mg 2x1
tab/hari, Chlopromazine tab 100 mg dosis 2x1, dan Trihexiphenidil tab 2 mg
2x1
34
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan tersebut pasien didiagnosa sebagai
skizofrenia paranoid karena didapatkan tanda dan gejala yang memenuhi
kriteria umum skizofrenia paranoid.
Psikofarmaka yang diberikan adalah obat golongan tipikal yaitu halloperidol
untuk mengatasi gejala positif pada pasien ini. Selanjutnya diberikan juga
Chlopromazine untuk mengambil efek sedatifnya, dan Trihexiphenidil untuk
mencegah terjadinya EPS. Dari penjelasan diatas, prognosis Ny. D adalah
baik karena lebih menonjol adalah gejala positif.
35
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Skizofrenia merupakan sindroma klinis dari berbagai keadaan
patologis yang sangat mengganggu yang melibatkan gangguan proses
berpikir, emosi dan tingkah laku. Pada umumnya ditandai oleh
penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikirin dan persepsi,
serta oleh afek yang tidak wajar (Inappropriate) atau tumpul (Blunted).
Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.1
Angka pemulihan yang dilaporkan berkisar dari 10 sampai 60 persen,
dan taksiran yang masuk akal adalah bahwa 20 sampai 30 persen dari semua
pasien skizofrenik mampu menjalani kehidupan yang kurang lebih normal.
Sekitar 20 sampai 30 perse pasien terus mengalami gejala sedang, dan 40
sampai 60 persen pasien tetap mengalami hendaya secara signifikanakibat
gangguan tersebut selama hidup mereka. Pasien skizofrenia memang
memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan mood,
meski 20 sampai 25 persen pasien gangguan mood juga mengalami gangguan
yang parah pada tindak-lanjut jangka panjang.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, R. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Ed.K.jakarta
2003.bagian ilmu kedokteran jiwa FK unika atma jaya.hal : 48 - 49
2. Sadock B, Sadock VA. Kaplan & Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis,
Edisi 2. Jakarta : EGC. 2010
3. Sinaga, Benhard Rudyanto. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007
4. Kaplan,Sadock,Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku
Psikiatri Klinis Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara. 2010.
5. Maramis, F willy DKK. Skizofrenia dalam catatan ilmu kedokteran jiwa.
Edisi : II. Jakarta 2009. Airlangga University Press.hal : 259 – 281
6. Amir HA.Dr,dkk. Buku penuntun praktis pelayanan kesehatan jiwa.
Jakarta Barat: Tim Medis Rumah Sakit Jiwa Pusat. 1996.
7. Maslim, R SpKJ.. Panduan Praktis: Pengguanaan Klinis Obat Psikotropik,
Edisi Ketiga. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma
Jaya. 2007
8. Lehman A.F., Lieberman J.A., Dixon L.B., et al. Practice Guideline for
The Treatment of Patients with Schizophrenia. 2nd ed. Arlington:
American Psychiatric Association, 2004.
9. Herz M.I., Marder S.R. Schizophrenia Comprehensive Treatment and
Management. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002.
37