ujian kasus pasien

24
KASUS KATARAK SENILIS IMATUR ODS, NON ARTERITIK ANTERIOR ISKEMIK OPTIK NEUROPATI Pembimbing: Dr. Michael Indra Lesmana, Sp.M Disusun oleh: Grace Irene L. Toruan 11.2014.215 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA 1

description

kjjk

Transcript of ujian kasus pasien

KASUS KATARAK SENILIS IMATUR ODS, NON ARTERITIK ANTERIOR ISKEMIK OPTIK NEUROPATI

Pembimbing:

Dr. Michael Indra Lesmana, Sp.M

Disusun oleh:

Grace Irene L. Toruan

11.2014.215

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

PERIODE 4 MEI s/d 6 JUNI 2015

RS FAMILY MEDICAL CENTER (FMC), SENTUL

I. IDENTITAS

Nama

: Tn. O

Umur

: 78 tahun

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pensiun

Tanggal pemeriksaan: 27 Mei 2015

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis pada tanggal 27 Mei 2015 jam 10.20 WIB

Keluhan utamaPada kedua mata terasa buram sejak lima minggu yang lalu.

Keluhan tambahanKedua mata terasa buram disertai pandangan sebelah kanan seperti melihat ada orang-orang.

Riwayat Penyakit Sekarang

Lima minggu sebelum masuk rumah sakit, kedua mata pasien terasa buram secara perlahan. Keluhan juga disertai seperti melihat orang di mata sebelah kanan, seperti melihat kabut pada kedua mata. Pasien mengatakan kedua matanya semakin buram, dan mengganggu kenyamanan saat ingin melihat jauh ataupun dekat. Pasien juga mengeluh suka merasa pusing di kepala. Pasien mengaku pernah ada trauma jatuh terpeleset sekitar lima tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa seperti ini sebelumnya. Ada riwayat hipertensi dan diabetes melitus sejak lima tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum: .

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital: Tekanan Darah: 120/80 mmHg

Frekuensi Nadi: 88 kali/menit

Frekuensi Nafas: 20 kali/menit

STATUS OPHTALMOLOGIS

KETERANGAN

OD

OS

1. VISUS

Visus0,15 ph 0,20,15 ph 0,4

KoreksiS +4,50 C -3,00 X 1,00 ->0,4S +4,50 C -2,25 X 90 ->0,4

Addisi+3,00+3,00

Distansi pupil64/6264/62

Kacamata Lama--

2. KEDUDUKAN BOLA MATA

EksoftalmosTidak adaTidak ada

EnoftalmosTidak adaTidak ada

DeviasiTidak adaTidak ada

Gerakan Bola MataBebas ke segala arahBebas ke segala arah

StrabismusTidak adaTidak ada

NistagmusTidak adaTidak ada

3. SUPERSILIA

WarnaHitamHitam

SimetrisSimetrisSimetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR

EdemaTidak adaTidak ada

Nyeri tekanTidak adaTidak ada

EktropionTidak adaTidak ada

EntropionTidak adaTidak ada

BlefarospasmeTidak adaTidak ada

TrikiasisTidak adaTidak ada

SikatriksTidak adaTidak ada

PtosisTidak adaTidak ada

5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR

HematomaTidak adaTidak ada

HiperemisTidak adaTidak ada

KrepitasiTidak adaTidak ada

FolikelTidak adaTidak ada

PapilTidak adaTidak ada

SikatriksTidak adaTidak ada

AnemisTidak adaTidak ada

LithiasisTidak adaTidak ada

Korpus alienumTidak adaTidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI

SekretTidak adaTidak ada

Injeksi KonjungtivaAdaAda

Injeksi SiliarTidak adaTidak ada

Pendarahan SubkonjungtivaTidak adaTidak ada

PterigiumTidak adaTidak ada

PinguekulaTidak adaTidak ada

Nevus PigmentosusTidak adaTidak ada

Kista DermoidTidak adaTidak ada

7. SKLERA

WarnaPutihPutih

IkterikTidak AdaTidak ada

8. KORNEA

KejernihanJernihJernih

PermukaanRataRata

SensibilitasBaikBaik

InfiltratTidak adaTidak ada

Keratik PresipitatTidak adaTidak ada

SikatriksTidak adaTidak ada

UlkusTidak adaTidak ada

PerforasiTidak adaTidak ada

Arkus SenilisAdaAda

EdemaTidak adaTidak ada

9. BILIK MATA DEPAN

DangkalSedangDangkal

KejernihanJernihJernih

HifemaTidak adaTidak ada

HipopionTidak adaTidak ada

10. IRIS

WarnaCoklatCoklat

Kripte--

SinekiaTidak adaTidak ada

KolobomaTidak adaTidak ada

11. PUPIL

LetakDitengahDitengah

BentukBulatBulat

Ukuran3 mm3 mm

Refleks Cahaya Langsung++

Refleks Cahaya Tak Langsung++

12. LENSA

KejernihanKeruhKeruh

LetakDi tengahDi tengah

Shadow testPositifPositif

13. BADAN KACA

KejernihanJernihJernih

14. SEGMEN POSTERIORBatasTegasTegas

WarnaOrangeOrange

EkskavasioTidak adaTidak ada

Rasio Arteri :Vena2:32:3

C/D Ratio0,30.3

Reflex Makula++

EksudatTidak adaTidak ada

PerdarahanTidak adaTidak ada

SikatriksTidak adaTidak ada

AblasioTidak adaTidak ada

15. PALPASI

Nyeri TekanTidak adaTidak ada

Massa TumorTidak adaTidak ada

Tensi OkuliN/palpasiN/palpasi

Tonometri Schiotz1011

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak ada

V. RESUME

Perempuan bernama Ny A berusia 31 tahun datang ke poliklinik mata dengan keluhan kedua mata terasa ada yang mengganjal sejak satu hari yang lalu. Keluhan juga disertai mata merah, berair, perih, silau saat melihat cahaya. Dan kepala terasa pusing dan pegal-pegal.

ODOS

1,0Visus1,0

Telengektasis, nyeri tekan +Palpebra superior dan inferiorTelengektasis , nyeri tekan +

Injeksi Konjungtivitis, hiperemis, folikelKonjungtivaInjeksi Konjungtivitis, hiperemis, folikel

JernihKorneaJernih

DalamCOADalam

Bulat, reflex cahaya positif, RAPD-PupilBulat, reflex cahaya positif, RAPD negatif

Berwarna coklatIrisBerwarna coklat

JernihLensaJernih

NormalTIONormal

VI. DIAGNOSIS KERJA

Konjungtivitis akut ec suspect viral ODS, Meibomitis ODS.

Dasar diagnosis : Dari anamnesis pasien merasa ada yang mengganjal, perih, seperti kelilipan, mata berair dengan secret bening. Pada pemeriksaan fisik mata di temukan telengekstasis pada palpebra superior, injeksi pada konjungtiva, folikel pada konjungtiva tarsal.

VII. DIAGNOSIS BANDING

Klinik&sitologiViralBakteriAlergi

GatalMinimMinimHebat

HiperemiaProfuseSedangSedang

EksudasiMinimMenguncurMinim

Adenopati preurikularLazimJarangTidak ada

Pewarnaan kerokan & eksudatMonositBakteri, PMNEosinofil

Sakit tenggorokanKadangKadangTak pernah

Lakrimasi++++

VIII. KOMPLIKASI

-

IX. PENATALAKSAAN

Medika mentosa

Artificial tears 6x ODS

Tobramycin 3,00 mg, dexamethason 1,00 mg 5ML 6x ODS Hidrokortison asetat 0,5% , Kloramfenikol 0,2% EO 6x ODS

Vitamin B 1 x 1

Non medika mentosa

menjaga kebersihan mata.

X. PROGNOSIS

OD

OS

Ad Vitam

:dubia ad bonam

dubia ad bonam

Ad Fungsionam:dubia ad bonam dubia ad bonam

Ad Sanationam:dubia ad bonam dubia ad bonam

Anatomi konjungtiva

Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari membran mukosa tipis yang melapisi kelopak mata, kemudian melengkung melapisi permukaan bola mata dan berakhir pada daerah transparan pada mata yaitu kornea. Secara anatomi, konjungtiva dibagi atas 3 bagian yaitu konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus, konjungtiva bulbi menutupi sclera dan mudah digerakkan dari sclera dibawahnya dan konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dan konjungtiva bulbi. Namun, secara letak areanya, konjungtiva dibagi menjadi 6 area yaitu area marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal. Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea pada limbus. Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen.1

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar pada mata. Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva membentuk jaringan vaskular konjungtiva yang sangat banyak. Konjungtiva juga menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V dengan serabut nyeri yang relatif sedikit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat pada tarsus, sedangkan bagian bulbar bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang dekat pada daerah kornea.3Definisi dan EtiologiKonjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Istilah ini mengacu pada peradangan yang tidak spesifik dengan penyebab yang beragam. Virus merupakan agen infeksi yang umum ditemukan selain konjungtivitis bakterial, alergi, dan lan-lain.3Berbagai jenis virus diketahui dapat menjadi agen penyebab konjungtivitis. Adenoviral merupakan etiologi tersering dari konjungtivitis virus. Beberapa subtipe dari konjungtivitis adenovirus antara lain demam faringokonjungtiva serta keratokonjungtivitis epidemika. Infeksi mata primer oleh karena herpes simplex sering ditemukan pada anak-anak dan biasanya menimbulkan konjungtivitis folikuler. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh HSV tipe I walaupun HSV tipe II dapat pula menyebabkan konjungtivitis terutama pada neonatus.

Penyebab lain yang lebih jarang antara lain infeksi virus varicella-zoster (VZV), pikornavirus (enterovirus 70, coxsakie A24), poxvirus (molluskum kontagiosum, vaccinia). Infeksi oleh pikornavirus menyebabkan konjungtivitis hemoragika akut yang secara klinis mirip dengan infeksi oleh adenovirus namun lebih parah dan hemoragik. Molluscum kontagiosum dapat menyebabkan konjungtivitis kronis yang terjadi akibat shedding partikel virus dari lesi ke dalam sakus konjungtiva. Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata, dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, akt ivitas lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa mekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA 1,2Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua grup besar yaitu 3,41. Penghasil musin

a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah inferonasal.

b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.

c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.

2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.

Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun karena suhunya yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah yang rendah menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air mata bukan merupakan medium yang baik. 1PatofisiologiKonjungtiva merupakan jaringan ikat longgar yang menutupi permukaan mata (konjungtiva bulbi), kemudian melipat untuk membentuk bagian dalam palpebra (konjungtiva palpebra). Konjungtiva melekat erat dengan sklera pada bagian limbus, dimana konjungtiva berhubungan dengan kornea. Glandula lakrima aksesori (Kraus dan Wolfring) serta sel Goblet yang terdapat pada konjungtiva bertanggung jawab untuk mempertahankan lubrikasi mata. Seperti halnya membrane mukosa lain, agen infeksi dapat melekat dan mengalahkan mekanisme pertahanan normal dan menimbulkan gejala kinis seperti mata merah, iritasi serta fotofobia. Pada umumnya konjungtivitis merupakan proses yang dapat menyembuh dengan sendirinya, namun pada beberapa kasus dapat menimbulkan infeksi dan komplikasi yang berat tergantung daya tahan tubuh dan virulensi virus tersebut.3Gejala dan Tanda KlinisKonjungtivitis folikuler virus akut dapat muncul sebagai gejala yang ringan dan sembuh sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan.a. Demam faringokonjungtival

Tipe ini biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang tipe 4 dan 7. Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3 - 400C, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis pada satu atau dua mata. Folikel sering mencolok pada kedua konjungtiva, dan pada mukosa faring. Penyakit ini dapat terjadi bilateral atau unilateral. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dapat disertai keratitis superficial sementara ataupun sedikit kekeruhan di daerah subepitel. Limfadenopati preaurikuler yang muncul tidak disertai nyeri tekan. Sindrom yang ditemukan pada pasien mungkin tidak lengkap, hanya terdiri atas satu atau dua gejala utama (demam, faringitis, dan konjungtivitis).1,2a. Keratokonjungtivitis epidemika

Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus subgroup D tipe 8, 19, 29, dan 37. Konjungtivitis yang timbul umumnya bilateral. Awitan sering pada satu mata kemudian menyebar ke mata yang lain. Mata pertama biasanya lebih parah. Gejala awal berupa nyeri sedang dan berair mata, diikuti dalam 5-14 hari kemudian dengan fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Fase akut ditandai dengan edema palpebra, kemosis, dan hiperemia konjungtiva. Dalam 24 jam sering muncul folikel dan perdarahan konjungtiva. Kadang-kadang dapat terbentuk pseudomembran ataupun membran sejati yang dapat meninggalkan parut datar ataupun symblepharon. Konjungtivitis berlangsung selama 3-4 minggu. Kekeruhan epitel terjadi di pusat kornea, menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa disertai parut.1,2

b. Konjungtivitis virus herpes simpleks (HSV)

Konjungtivitis HSV umumnya terjadi ada anak-anak dan merupakan keadaan luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, disertai sekret mukoid, dan fotofobia. Konjungtivitis dapat muncul sebagai infeksi primer HSV atau pada episode kambuh herpes mata. Sering disertai keratitis herpes simpleks, dengan kornea menampakkan lesi-lesi eptelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitis yang terjadi mumnya folikuler namun dapat juga pseudomembranosa. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palebra, disertai edema berat pada palpebra. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah gejala yang khas untuk konjungtivitis HSV.1,2

c. Konjungtivitis hemoragika akut

Konjungtivitis hemoragika akut disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan kadang-kadang oleh virus coxsakie tpe A24. Yang khas pada konjungtivitis tipe ini adalah masa inkubasi yang pendek (sekitar 8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). Gejala dan tandanya adalah rasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata, edema palpebra, dan perdarahan subkonjungtiva. Kadang-kadang dapat timul kemosis. Perdarahan subkonjungtiva yang terjadi umumnya difus, namun dapat diawali oleh bintik-bintik perdarahan. Perdarahan berawal dari konjungtiva bulbi superior menyebar ke bawah. Pada sebagian besar kasus, didapatkan limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelia. Pada beberapa kasus dapat terjadi uveitis anterior dengan gejala demam, malaise, dan mialgia. Transmisi terjadi melalui kontak erat dari orang ke orang melalui media sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air.1,2d. Konjungtivitis Newcastle

Konjungtivitis Newcastle disebabkan oleh virus Newcastle dengan gambaran klinis sama dengan demam faring konjungtiva. Penyakit ini biasanya terdapat pada pekerja peternak unggas yang ditulari virus Newcastle pada unggas. Umumnya penyakit bersifat unilateral walaupun dapat juga bilateral. Konjungtivitis ini memberikan gejala influenza dengan demam ringan, sakit kepala dan nyeri sendi. Konjuntivitis Newcastle akan memberikan keluhan rasa sakit pada mata, gatal, mata berair, penglihatan kabur dan fotofobia. Penyakit ini sembuh dalam jangkat waktu kurang dari satu minggu. Pada mata akan terlihat edema palpebral ringan, kemosis dan secret yang sedikit, dan folikel-folikel yang terutama ditemukan pada konjungtiva tarsal superior dan inferior. Pada kornea ditemukan keratitis epithelial atau keratitis subepitel. Pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri tekan.3Konjungtivitis virus menahun meliputi:

a. Blefarokonjungtivitis Mulloskum Kontagiosum

Molluscum kontagiosum ditandai dengan adanya reaksi radang dengan infiltrasi mononuclear dengan lesi berbentuk bulat, berombak, berwarna putih-mutiara, dengan daerah pusat yang non radang. Nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata apat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma.1

b. Blefarokonjungtivitis varicella-zoster

Blefarokonjungtivitis varicella-zoster ditandai dengan hiperemia dan konjungtivitis infiltratif yang disertai erupsi vesikuler sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika. Konjungtivitis yang terjadi umumnya bersifat papiler, namun dapat pula membentuk folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Pada awal perjalanan penyakit dapat ditemukan pembesaran kelenjar preaurikula yang nyeri tekan. Selanjutnya dapat terbentuk parut palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah. Lesi palpebra dari varicella dapat terbentuk di bagian tepi ataupun di dalam palpebra sendiri dan seringkali meninggalkan parut. Sering timbul konjungtivitis eksudatif ringan, tetapi lesi konjungtiva yang jelas (kecuali pada limbus) sangat jarang terjadi. Lesi di limbus menyerupai phlyctenula dan dapat melalui tahap-tahap vesikel, papula, dan ulkus. Kornea di dekatnya mengalami infiltrasi dan bertambah pembuluh darahnya.1

c. Keratokonjungtivitis morbili.

Enantema khas morbili seringkali mandahului erupsi kulit. Pada tahap awal konjungtiva nampak seperti kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semilunar (tanda Meyer). Beberapa hari sebelum erupsi kulit timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret mukopurulen. Bersamaaan dengan munculnya erupsi kulit akan timbul bercak-bercak koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus. Keratitis epithelial dapat terjadi pada anak-anak dan orang tua.1

Konjungtivitis viral akutDemam faringokonjungtiva

Diagnosis demam faringokonjungtivitis dapat ditegakkan dari tanda klinis maupun laboratorium. Virus penyebab demam faringokonjungtiva ini dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan di identifikasi dengan uji netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit virus ini dapat di diagnosis secara serologis melalui peningkatan titer antibodi penetral virus. Namun, diagnosis klinis merupakan diagnosis yang paling mudah dan praktis. Pada kerokan konjungtiva didapatkan sel mononuklear dan tidak ada bakteri yang tumbuh pada biakan.6

Konjungtivitis viral merupakan penyakit infeksi yang angka penularannya cukup tinggi, sehingga pencegahan adalah hal yang sangat penting. Penularan juga bisa terjadi di fasilitas kesehatan bahkan ke tenaga kesehatan yang memeriksa pasien. Langkah langkah pencegahan yang perlu diperhatikan adalah mencuci tangan dengan bersih, tidak menyentuh mata dengan tangan kosong, serta tidak menggunakan peralatan yang akan digunakan untuk pemeriksaan pasien lain. Dalam penularan ke lingkungan sekitar, pasien sebaiknya disarankan untuk menghindari kontak dengan orang lain seperti di lingkungan kerja / sekolah dalam 1 2 minggu, juga menghindari pemakaian handuk bersama.2

MeibomitisMerupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akan mengakibatkan tanda peradangan lokal pada kelenjar tersebut. ini bisa menyebabkan penderita merasa ada sesuatu di matanya. Mata dan kelopak mata terasa gatal, panas dan menjadi merah. Bisa terjadi pembengkakan kelopak mata dan beberapa helai bulu mata rontok. Mata menjadi merah, berair dan peka terhadap cahaya terang. Bisa terbentuk keropeng yang melekat erat pada tepi kelopak mata; jika keropeng dilepaskan, bisa terjadi perdarahan. Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata. Hal ini mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada jaringan ,kerusakan sistem imun atau kerusakan yang disebabkan oleh produksi toksin bakteri , sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat ditingkatkan dengan adanya dermatitis seboroik dan kelainan fungsi kelenjar meibom.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol. 2011.

2. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc Graw-Hill; 2007.

3. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.

4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China: Elsevier : 2011. (e-book)

5. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B. Saunders Company ; 2006.

6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. FKUI; 2010.h.74-82.

7