KASUS 1-Sepsis Pada Anak-2003

download KASUS 1-Sepsis Pada Anak-2003

of 11

description

sepsis

Transcript of KASUS 1-Sepsis Pada Anak-2003

BAB IPENDAHULUAN

Sepsis adalah penyakit yang umum di perawatan intensif dimana hampir 1/3 pasien yang masuk ICU adalah sepsis. Sepsis merupakan satu di antara sepuluh penyebab kematian di Amerika Serikat. Angka kejadian sepsis meningkat secara bermakna dalam dekade lalu. Telah dilaporkan angka kejadian sepsis meningkat dari 82,7 menjadi 240,4 pasien per 100.000 populasi antara tahun 1979 2000 di Amerika Serikat dimana kejadian Savere Sepsis berkisar antara 51 dan 95 pasien per 100.000 populasi.1

Sepsis masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak. Berdasarkan studi yang telah dilakukan, mortalitas akibat sepsis telah berkurang dimana mortalitas akibat sepsis sekarang ialah sekitar 10%.2 Namun, sepsis berat masih merupakan penyebab utama kematian pada anak dimana lebih dari 4.300 anak meninggal setiap tahunnya karena sepsis (7% dari semua kematian pada anak). Biaya perawatan akibat sepsis diperkirakan mencapai $1.97 biliar dalam setahun.2,3

Dalam waktu yang bersamaan angka kematian sepsis turun dari 27,8% menjadi 17,9%. Jenis kelamin, penyakit kronis, keadaan imunosupresi, infeksi HIV dan keganasan merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis. Beberapa kondisi tertentu seperti gangguan organ secara progresif, infeksi nosokomial dan umur yang lanjut juga berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian. Angka kematian syok septik berkurang dari 61,6% menjadi 53,1%. Turunnya angka kematian yang diamati selama dekade ini dapat disebabkan karena adanya kemajuan dalam perawatan dan menghindari komplikasi iatrogenik.1,4

Sejak 2002 The Surviving Sepsis Campaign telah diperkenalkan dengan tujuan awal meningkatkan kesadaran dokter tentang mortalitas Severe sepsis dan memperbaiki hasil pengobatan. Hal ini dilanjutkan untuk menghasilkan perubahan dalam standar pelayanan yang akhirnya dapat menurunkan angka kematian secara bermakna.BAB II

LAPORAN KASUS

PRIMARY SURVEY ( An. M)

a. Vital Sign

Denyut nadi : 142 kali/menit, reguler, lemah, isi kurang.

RR

: 30 kali/menit

Suhu

: 38,6 oC

b. Air way: Tidak ada tanda sumbatan jalan nafas

c. Breathing: Spontan, 30 kali/menit, abdomino-torakal, pergerakan toraks simetris, retraksi (-)

d. Circulation : Nadi: 142 kali/menit, reguler, lemah, volume kurang, akral hangat, CRT 38oC), takikardi (>140 kali/menit), takipnea (RR >30 kali/menit) dan peningkatan leukosit yaitu sebesar 21.170/uL serta ditemukan adanya tempat infeksi yaitu abses pada paha kanan pasien.

Adapun faktor risiko terjadinya sepsis pada anak ialah sebagai berikut:

Prematuritas 6 Anak dengan usia diantara 3 bulan sampai 3 tahun 5 Anak dengan cedera yang serius (seperti luka bakar yang luas) 5,6 Anak dengan penyakit yang serius (seperti keganasan, galaktosemia, sindroma nefrotik, kecanduan obat intravena, infeksi gonokokus pada traktus urinarius) 5,6 Anak yang sedang menjalani terapi antimikroba jangka panjang 5 Anak dengan gizi buruk atau malnutrisi 5,6 Anak dengan penyakit yang kronik 5 Anak yang immunocompromised (pasien pasca transplantasi, anak yang mendapat obat-obatan kemoterapi, anak yang mendapat kortikosteroid, dan anak dengan defisiensi sistem imun: anak yang menderita agamaglobulinemia, neutropenia dengan imunosupresi, anemia bulan sabit, severe combined immunodeficiency syndrome, HIV-AIDS, asplenia, defisiensi komplemen, atau neutrophil chemotactic factor defect) 5,6 Anak dimana dilakukan prosedur/ instrumentasi medik (seperti pemasangan kateter intravena, kateter urin, intubasi endotrakeal, atau atrioventricular shunt; dan dilakukan prosedur seperti pembedahan, continous peritoneal dialysis, dan pemakaian katup jantung protesa) 5,6

Faktor resiko terjadinya sepsis yang didapatkan pada pasien ini adalah usia pasien di antara 3 bulan 3 tahun (usia pasien 1 tahun 3 bulan) dan adanya riwayat cedera yang serius pada pasien ini (riwayat diserempet mobil). Pasien ini juga terdiagnosis sebagai anemia defisiensi besi karena pada pemeriksaan fisik ditemukan conjungtiva anemis, kulit pasien tampak pucat dan kadar MCV, MCH dan MCHV pada pasien ini menurun.

Anemia defisiensi besi yaitu anemia yang disebabkan kekurangan besi untuk sintesis hemoglobin (Hb), etiologi dari anemia ini dapat berupa karena peningkatan kebutuhan besi, kekurangan masukan besi, atau akibat kehilangan darah.8Prinsip tatalaksana dari suatu sepsis ialah early recognition/deteksi dini, early antimicrobial therapy/pemberian antibiotika secara dini, serta early goal-directed therapy/terapi tertuju lainnya secara dini. Tatalaksana dini ialah yang terbaik untuk mencegah komplikasi daripada sepsis dan menurunkan angka mortalitas akibat sepsis. Administrasi antimikroba secara dini dapat menurunkan angka mortalitas. Tujuan dari pemberian antimikroba ialah untuk pengendalian dari infeksi. Pemilihan jenis antimikroba tergantung dari faktor risiko pasien serta gejala klinis pasien. Pola resistensi bakteri juga perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis antimikroba.6,7,9 Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan antimikroba ialah sebagai berikut:

Neonatus: Diberikan ampisilin dan sefotaksim atau gentamisin. Ditambahkan asiklovir bila dicuragai infeksi virus herpes simpleks.

Anak (seringkali terjadi infeksi N. meningitides, S. pneumonia, atau Haemophilus influenza): Diberikan terapi empiris antimikroba sefalosporin generasi ke-3 (seftriakson atau sefotaksim). Ditambahkan vankomisin bila dicurigai S. pneumonia yang resisten atau infeksi S. aureus.

Infeksi intra abdominal: Diberikan antimikroba untuk kuman-kuman anaerob seperti metronidazol dan klindamisin.

Infeksi kulit atau soft-tissue: Diberikan penisilin semisintetik atau vankomisin ditambah dengan klindamisin.

Sepsis nosokomial: Diberikan sefalosporin generasi ke-3 atau ke-4 (cefepime atau ceftazidin) yang sifatnya antipsuedomonas atau antimikroba golongan penisilin yang efektif untuk kuman gram negatif seperti piperasilin-tazobaktam atau karbamapenem ditambah dengan aminoglikosida (gentamisin atau tobramisin). Pada pasien dengan alat bantu yang berada dalam tubuh, ditemukan kokus gram positif pada darah, atau dicurigai infeksi S. aureus yang resisten terhadap metisilin dapat ditambahkan vankomisin selain antimikroba yang telah disebutkan.

Pasien immunocompromized: Sama seperti sepsis nosokomial. Ditambahkan antifungal amfoterisin B atau flukonazol untuk tatalaksana infeksi jamur secara empirik.

Area yang endemis terhadap tick atau dicurigai infeksi rikettsia: Tambahkan doksisiklin kepada regimen antimikroba yang sudah disebutkan diatas.

Toxic shock syndrome: Diberikan penisilin dan klindamisin. Dapat ditambahkan vankomisin bila dicurigai infeksi Staphylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin.3,5,9

IDAI merekomendasikan pemberian antibiotika inisial setelah diagnosis sepsis ditegakkan. Antibiotika yang dipilih harus mempunyai spektrum luas yang bisa mengatasi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis. Bila nanti sudah didapatkan hasil biakan atau uji kepekaan, jenis antibiotika dapat dirubah atau dipertahankan sesuai dengan hasil dan respons klinis pasien.6 Pada fase inisial, antibiotika yang dapat diberikan berupa:

Ampisilin 200 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 4 dosis + aminoglikosida (garamisin 5-7 mg/kgBB/hari diberikan IV atau netilmisin 5-6 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 2 dosis)

Ampisilin 200 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 4 dosis + sefotaksim 100 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 3 dosis

Metronidazol dan klindamisin diberikan untuk kuman enterik Gram negatif anaerob (bila dicurigai kuman penyebab anaerob karena ditemukan fokus infeksi di rongga abdomen, rongga panggul, rongga mulut, atau daerah rektum).6

Pada pasien ini diberikan penatalaksanaan berupa pemasangan IV line dengan pemberian terapi cairan berupa infus D5% NS sebanyak 10 tpm. Kebutuhan cairan pada pasien ini yaitu dengan berat 8 kg, menggunakan rumus 100-50-20 untuk kebutuhan perhari nya adalah sebanyak 800cc/24jam, sehingga kebutuhan cairan pasien perjam adalah 33cc/jam, oleh karena itu diperlukan tetesan infus sebanyak 8-10 tpm.9

Pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan kultur pada tempat terjadinya infeksi. Pemeriksaan kultur bertujuan untuk mengetahui etiologi dari sepsis dan sebagai acuan untuk pemberian antibiotik yang cocok dengan bakteri penyebab infeksi. Sehingga pada pasien ini, bila memungkinkan hendaknya dilakukan kultur. Selagi menunggu hasil biakan dan uji kepekaan, pemberian antibiotika inisial diberikan setelak ditegakkannya diagnosis sepsis. Pada pasien ini untuk fase insial, diberikan antibiotik berspektrum luas yaitu golongan cephalosphorin yaitu ceftriaxone dengan dosis 400 mg/12 jam. Dosis pemberian ceftriaxone sendiri yaitu 50-100mg/kgBB/hari dibagi menjadi 2 dosis. Pasien ini juga diberikan paracetamol 4x100 mg (IV) dengan tujuan sebagai terapi simptomatik yaitu mengobati keluhan demam dan juga sebagai analgetik untuk pasien ini. Paracetamol merupakan golongan acetaminofen, yang merupakan pilihan utama untuk mengurangi gejala nyeri tingkat ringan hingga sedang, dimana cara kerja paracetamol sebagai analgetik yaitu dengan mempengaruhi prostaglandin. Paracetamol bekerja dengan cara memblokade produksi prostaglandin.

Pasien ini juga dilakukan tindakan perawatan abses di IGD dan dilakukan penutupan lubang pada paha pasien yang mengeluarkan nanah luka dengan menggunakan kassa streril yang diberi antibiotik metronidazol. Pasien dikonsultasikan kebagian bedah, sehingga penatalaksaan abses femur lebih lanjut pada pasien ini ditatalaksana berdasarkan advice dari dokter spesialis bedah.

Penatalaksanaan anemia defisiensi besi yaitu dengan pemberian preparat besi sampai kadar Hb normal, dilanjutkan sampai cadangan besi terpenuhi. Besi dapat diberikan secara oral maupun parenteral berupa besi elemental dengan dosis pemberian 3-5 mg/kg dibagi menjadi 2 dosis. Evaluasi pengobatan dinilai dengan pemeriksaan Hb dengan retikulosit seminggu sekali. Indikasi transfusi hanya jika kadar Hb