kasbes

80
LAPORAN KASUS BESAR SEORANG WANITA 55 TAHUN DENGAN PNEUMONIA KOMUNITI, BEKAS TB, SOPT, DAN UNDERWEIGHT Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Komprehensif di RSU RA Kartini Disusun oleh : Monica Sari Gunawan 22010113210069 Dosen Pembimbing : Dr. Triadi Kurniawan, SpP, MKes

description

TB SOPTpneumonia

Transcript of kasbes

Page 1: kasbes

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG WANITA 55 TAHUN DENGAN PNEUMONIA

KOMUNITI, BEKAS TB, SOPT, DAN UNDERWEIGHT

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Komprehensif

di RSU RA Kartini

Disusun oleh :

Monica Sari Gunawan

22010113210069

Dosen Pembimbing :

Dr. Triadi Kurniawan, SpP, MKes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

2015

Page 2: kasbes

2

HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Monica Sari Gunawan

NIM : 22010113210069

Judul kasus :Seorang Wanita 55 Tahun dengan Pneumonia Komuniti,

Bekas TB, SOPT, dan Underweight

Pembimbing : dr. Triadi Kurniawan, SpP

Semarang, 3 September 2015

Pembimbing

dr. Triadi Kurniawan, SpP, MKes

,

Page 3: kasbes

BAB 1

LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS

Nama : Ny. M

Umur : 55 tahun

Jenis kelamin : Wanita

Alamat : Babalan, Jepara

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Suku : Jawa

Masuk RSU : 20 Agustus 2015

Keluar RSU : 26 Agustus 2015

Bangsal : Cempaka 3B1

No CM : 492894

1.2. DAFTAR MASALAH

No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Pasif Tanggal

1. Pneumonia komuniti 24-08-2015

2. Bekas TB 24-08-2015

3. SOPT 24-08-2015

4. Underweight 24-08-2015

1.3. DATA DASAR

A. Anamnesis (Autoanamnesis dengan pasien tanggal 24 Agustus 2015, pukul

10.00 WIB di ruang Cempaka 3B1)

Keluhan Utama : Sesak napas

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sesak napas,

sesak napas dirasakan semakin lama bertambah berat, terutama sejak 2 hari

sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas tidak disertai mengi, tidak

Page 4: kasbes

2

dipengaruhi cuaca. Terbangun malam hari karena sesak napas (-). Pasien

tidur dengan 1 bantal dan lebih nyaman saat berbaring miring ke kanan.

Sesak napas membuat pasien sulit beraktifitas, pasien lebih banyak duduk.

Sesak napas dirasakan terus menerus. Sesak napas memberat saat pasien

beraktifitas. Jika istirahat, sesak napas berkurang.

Gejala Penyerta:

Batuk (+) sejak ± 5 bulan SMRS. Dahak (-), darah (-). Batuk tidak

mengganggu tidur.

Demam (-), berkeringat malam hari (-)

Nafsu makan turun (+), berat badan dirasakan turun (+)

Nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-), kaki bengkak (-)

Lemas (+), nyeri kepala (-), nyeri tenggorokan (-), mual (+), muntah

(-), nyeri ulu hati (-).

BAK warna kuning jernih, jumlah cukup, nyeri berkemih (-). BAB

<2 kali/hari, mencret (-), darah (-)

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien pernah menderita batuk lama pada tahun 2014 dan sudah berobat

ke RSU RA Kartini, diberi obat yang membuat urin berwarna merah,

namun hanya berobat selama 3 bulan karena merasa sudah sembuh

Riwayat merokok (-)

Riwayat asma (-), alergi (-)

Riwayat trauma (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat darah tinggi (-)

Riwayat kencing manis (-)

Riwayat keganasan (-)

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada keluarga yang menderita batuk lama

Tidak ada anggota keluarga yang sedang menjalani pengobatan paru

,

Page 5: kasbes

3

Tidak ada tetangga yang mempunyai riwayat batuk lama atau sedang

menjalani pengobatan paru

Tidak ada keluarga yang menderita kencing manis, hipertensi dan asma

Riwayat Psikososial Ekonomi dan Lingkungan :

Pasien adalah ibu rumah tangga. Suami sudah tidak bekerja. Penghasilan

didapat dari anak. Pasien mempunyai 9 anak, 5 anak belum mandiri. Pasien

tinggal bersama istri dan kelima anak. Biaya pengobatan ditanggung JKN

PBI. Kesan sosial ekonomi kurang.

B. Pemeriksaan Fisik (24 Agustus 2015, pukul 10.30 WIB di ruang Cempaka

3B1)

Keadaan umum : lemas, tampak kurus, dispneu (+), tampak terpasang infus

RL 20tpm, terpasang nasal kanul O2 3 lpm

Kesadaran : komposmentis, GCS = E4M6V5 = 15

TV : TD : 110/70 mmHg (berbaring)

N : 88x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

RR : 28x / menit, kussmaul (-)

t : 37 °C (aksiler)

Status gizi : BB : 23 kg TB : 140 cm

BMI : 11,73 kg/m2

Kesan : underweight

Kepala : bentuk mesosefal, jejas (-)

Kulit : sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit cukup

Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),

kornea jernih, pupil isokor ϕ 3mm/3mm, reflek cahaya

(+/+), sekret (-/-)

Hidung : discharge (-/-), nafas cuping hidung (-), epistaksis (-)

Telinga : discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)

Mulut : bibir pucat(-), bibir sianosis (-), pursed lips breathing (-)

Tenggorokan : T1-1, faring hiperemis (-), uvula di tengah.

,

Page 6: kasbes

4

Leher : JVP tidak meningkat, trakea deviasi (-), pembesaran

kelenjar getah bening leher dan kelenjar tiroid (-)

Toraks : bentuk normal, simetris saat statis dan dinamis, retraksi

suprasternal (-), retraksi supraclavicula (-), retraksi

intercostal (-), sela iga melebar (-), iga mendatar (-)

Paru-paru depan

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Kiri : Sonor seluruh lapangan paru

Kanan : Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : Kiri : Suara dasar vesikuler

Suara tambahan: ronkhi basah kasar (-),

Wheezing (-)

Kanan : Suara dasar vesikuler melemah setinggi SIC

V ke bawah

suara tambahan : Suara tambahan ronkhi

basah kasar (-), Wheezing (-)

Paru-paru belakang

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : Stem fremitus kanan > kiri

Perkusi : Kiri : Sonor seluruh lapangan paru

Kanan : Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler

,

Sonor

SD : vesikuler

Depan

ST RBK -

Sonor

SD : vesikuler

Belakang

ST RBK -

ST RBK - SD : vesikuler ↓

Page 7: kasbes

5

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tampak

Palpasi : iktus kordis teraba di SIC IV 2 cm lateral linea parasternal

sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar, pulsasi

parasternal (-), pulsasi epigastrial tidak ada (-), sternal lift

(-), thrill (-)

Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra

Batas kiri : SIC V 2 cm lateral linea midclavicula

sinistra

Batas kanan : linea parasternalis dekstra

Pinggang jantung cekung

Auskultasi : HR 88x/menit, reguler, Bunyi Jantung I-II Murni, bising

(-), gallop (-).

Abdomen

Inspeksi : datar, venektasi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani, area traube timpani, pekak sisi (+) normal, pekak

alih (-), nyeri ketok CVA (-/-)

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Superior Inferior

- Oedem -/- -/-

- Sianosis -/- -/-

- Pucat -/- -/-

- Akral dingin -/- -/-

- Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”

C. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Hematologi

Laboratorium 21/08/201 Nilai Normal /satuan

,

Page 8: kasbes

6

5

Hemoglobin 10,4 12,0-16,0 g%

Hematokrit 33,0 37-43 %

Leukosit 11470 4000-10000 /mmk

Trombosit 270000 150000-400000 /mmk

Pemeriksaan Gula Darah

Pemeriksan 21/08/2015 Nilai normal

GDS 270 80-150 mg%

X Foto Thoraks AP (19 Agustus 2015)

USG Thoraks (25 Agustus 2015)

Kesan: cairan bebas intrapleura (-)

,

Page 9: kasbes

7

RESUME

Pada anamnesis didapatkan bahwa sejak ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit

pasien mengeluh sesak napas, sesak napas dirasakan semakin lama bertambah

berat. Sesak napas dirasakan semakin memberat dan terus-menerus dalam 2 hari

sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidur dengan 1 bantal dan lebih nyaman

dengan posisi berbaring ke kanan. Sesak napas membuat pasien sulit beraktifitas.

Sesak napas memberat saat pasien beraktifitas. Jika istirahat, sesak napas

berkurang. Batuk (+) tidak berdahak sejak ± 5 bulan SMRS. Batuk tidak

mengganggu tidur. Nafsu makan turun (+), berat badan dirasakan turun (+) +18kg

dalam 1 tahun terakhir. Lemas (+), mual (+), muntah (-). BAK warna kuning

jernih, jumlah cukup, nyeri berkemih (-). BAB <2 kali/hari, mencret (-), darah (-).

Pada pasien didapatkan, riwayat pengobatan TB selama 3 bulan tahun 2014,

namun tidak melanjutkan karena pasien merasa sudah sembuh.

Pada pemeriksaan fisik tanggal 24 Agustus 2015, didapatkan kesan umum

tampak lemas, kurus, dispneu (+), tampak terpasang infus RL 20tpm, terpasang

nasal kanul O2 3 lpm, dengan tanda vital : TD 110/70 mmHg (berbaring), nadi

88x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, RR : 28 x / menit, kussmaul (-), suhu

37,7 °C (aksiler). Pada pemeriksaan antropometri, didapatkan BMI 11,73 kg/m2,

kesan underweight. Pada inspeksi pulmo bagian depan didapatkan simetris saat

statis dan dinamis, stem fremitus kanan = kiri. Perkusi pulmo dekstra dan sinistra

sonor seluruh lapangan paru. Pada auskultasi pulmo, suara dasar vesikuler

melemah (+/-) setinggi SIC V ke bawah pada pulmo dekstra, suara tambahan(-).

Kulit, kepala, mata, THT, cor, abdomen, dan ekstremitas dalam batas normal.

Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 21 Agustus 2015 didapatkan

leukositosis, peningkatan LED, peningkatan neutrophil segmen, dan peningkatan

GDS. Dari hasil x-foto toraks AP tanggal 19 Agustus 2015, didapatkan cor tidak

membesar, gambaran fibrosis pasca TB, dan curiga efusi pleura kanan.

DAFTAR ABNORMALITAS

1. Dispneu

2. Batuk tidak berdahak

,

Page 10: kasbes

8

3. Lemas

4. Mual

5. Nafsu makan turun

6. Berat badan turun

7. Riwayat pengobatan TB putus obat tahun 2014

8. BMI: 11,73 kg/m2 (underweight)

9. Pemeriksaan pulmo

Auskultasi : Kanan : Suara dasar vesikuler melemah setinggi SIC

V ke bawah

Suara tambahan : Suara tambahan ronkhi

basah kasar (-), Wheezing (-)

10. Leukositosis

11. Peningkatan neutrofil segmen

12. Peningkatan LED

13. X- foto thoraks: fibrosis pasca TB, curiga efusi pleura kanan

ANALISA SINTESIS

1. Abnormalitas 1,2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,12, 13 = Pneumonia komuniti

2. Abnormalitas 1, 2, 3, 5, 6, 7 = Bekas TB

3. Abnormalitas 1,2, 3, 7, 9, 13 = SOPT

4. Abnormalitas 8 = underweight

PEMECAHAN MASALAH

1. Problem 1: Pneumonia komuniti

Assessment : Etiologi kuman

IpDx : x foto thoraks ulang, pengecatan sputum gram, BTA dan jamur,

kultur sputum dan sensitivitas antibiotik

IpTx : O2 3 liter/menit

Infus RL 20 tpm+ aminofilin 1 amp

Inj ceftriaxone 1x2gr IV

Salbutamol 3x 4mg

,

Page 11: kasbes

9

Astein 2x 1 tab

IpMx : Tanda vital, keadaan umum, keluhan sesak

IpEx :- Menjelaskan pada pasien dan keluarga pasien mengenai

penyakitnya, meminum obatnya secara teratur, dan kompres bila

demam.

- Memotivasi pasien untuk kontrol ke dokter untuk evaluasi

respon pengobatan, efek samping obat dan komplikasi penyakit

setelah keluar dari rumah sakit.

2. Problem 2: Bekas TB

Assessment : TB putus obat

TB kambuh

IpDx : Pengecatan sputum BTA, x foto ulang

IpTx : O2 3 liter/menit

Infus RL 20 tpm + aminofilin 1 amp

Inj ceftriaxone 1x2gr IV

Salbutamol 3x 4mg

IpMx : Tanda vital, keadaan umum, keluhan sesak

IpEx : Menjelaskan pada pasien dan keluarga pasien mengenai

penyakitnya, pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan, dan

pengobatan yang akan dilakukan

3. Problem 2: SOPT

Assessment : Faal paru

IpDx : Spirometri

IpTx : O2 3 liter/menit

Infus RL 20 tpm + aminofilin 1 amp

IpMx : Tanda vital, keadaan umum, keluhan sesak

IpEx : Menjelaskan pada pasien dan keluarga pasien mengenai

penyakitnya dan pengobatan yang akan dilakukan

,

Page 12: kasbes

10

3. Problem 3 : Underweight

Assessment : Penyakit kronis

Intake kurang

IpDx : Reanamnesis intake

IpTx : Diet biasa 1500 kkal

IpMx : Keadaan umum, acceptabilitas makanan, kenaikan BB per

minggu, status gizi

IpEx : Menjelaskan kemungkinan penyebab dan menghabiskan diet

yang diberikan

,

Page 13: kasbes

11

PROGRES NOTE

Tanggal Problem & Assessment Subyektif / Obyektif Terapi Program

21/08/2015 Problem 1: Infeksi paru

pasca TB

Assessment :

Pneumonia pasca TB

TB paru putus obat

Problem 2: SOPT

Assessment :

Faal paru

Problem 3 : Underweight

Assessment :

Penyakit kronis

Intake kurang

S : sesak (+), batuk (+)

O :

KU : tampak lemah, sesak

TV : TD : 110/70 mmHg

N : 88 x/menit

T : 360C

O2 3 liter/menit nasal kanul

Infus RL 20 tpm + aminofilin 1

amp

Ceftriaxon inj 2 gr/24 jam

Salbutamol 4 mg/ 8 jam

Astein 1 tab/12 jam

Alprazolam 0,5 mg/24 jam

(malam)

KU/TV

Pengecatan sputum

Cek GDS, ur/cr,

SGOT/SGPT, H2TL

22/08/2015 Problem 1: Infeksi paru

pasca TB

Assessment :

Pneumonia pasca TB

TB paru putus obat

Problem 2: SOPT

Assessment :

Faal paru

S : sesak (+) ↓, batuk (+) ↓

O :

KU : tampak lemah

TV : TD : 110/80 mmHg

N : 86 x/menit

T : 360C

GDS: 125 (80-150 mg%)

Sputum: BTA (-), candida (+)

O2 3 liter/menit nasal kanul

Infus RL 20 tpm + aminofilin 1

amp

Ceftriaxon inj 2 gr/24 jam

Salbutamol 4 mg/ 8 jam

Astein 1 tab/12 jam

Alprazolam 0,5 mg/24 jam

(malam)

KU/TV

Pengecatan BTA

Cek GDS

,

Page 14: kasbes

12

Problem 3 : Underweight

Assessment :

Penyakit kronis

Intake kurang

Laboratorium HasilNilai

Normal

Hemoglobin 12,012,0-16,0 g%

Hematokrit 37,2 37-43 %

Leukosit 106204000-10000 /mmk

Trombosit 312000150000-400000 /mmk

LED 1 jam 660-15 mm/jam

2 jam 99 mm/jamDiff count:Eosinofil 0 1-3%Basofil 0 0-1%Stab 3 2-6%Segmen 87 50-70%Limfosit 10 20-40%Monosit 0 2-6%Kimia darah:Ureum 20,9 10-50 mg

%Kreatinin 0,5 0,5-0,9mg

%SGOT 24 15-31 U/LSGPT 12 9-32 U/L

23/08/2015 Problem 1: Infeksi paru

pasca TB

S : sesak (+) ↓, batuk (+)↓

O :

O2 3 liter/menit nasal kanul

Infus RL 20 tpm + aminofilin 1

amp

KU/TV

Pengecatan BTA

,

Page 15: kasbes

13

Assessment :

Pneumonia pasca TB

TB paru putus obat

Problem 2: SOPT

Assessment :

Faal paru

Problem 3 : Underweight

Assessment :

Penyakit kronis

Intake kurang

KU : tampak lemah

TV : TD : 100/60 mmHg

N : 84 x/menit

T : 360C

GDS: 151 (80-150 mg%)

Sputum: BTA (-)

Ceftriaxon inj 2 gr/24 jam

Salbutamol 4 mg/ 8 jam

Astein 1 tab/12 jam

Alprazolam 0,5 mg/24 jam

(malam)

Cek GDS

24/08/2015 Problem 1: Infeksi paru

pasca TB

Assessment :

Pneumonia pasca TB

TB paru putus obat

Problem 2: SOPT

Assessment :

Faal paru

Problem 3 : Underweight

Assessment :

Penyakit kronis

Intake kurang

S : sesak (+) ↓, batuk (+) ↓

O :

KU : tampak lemah, sesak

TV : TD : 100/70 mmHg

N : 84 x/menit

RR : 28 x/ menit

T : 36,40C

Mata: konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera

ikterik (-/-)

Mulut : bibir pucat(-), bibir sianosis (-),

pursed lips breathing (-)

Pulmo

I : simetris saat statis dan dinamis

Pa : Stem fremitus kanan = kiri

O2 3 liter/menit nasal kanul

Infus RL 20 tpm + aminofilin 1

amp

Ceftriaxon inj 2 gr/24 jam

Salbutamol 4 mg/ 8 jam

Astein 1 tab/12 jam

Alprazolam 0,5 mg/24 jam

(malam)

KU/TV

Cek GD1 dan GD2

,

Page 16: kasbes

14

Pe: Sonor seluruh lapangan paru

Au : SD vesikuler melemah (+/-), ST (-/-)

Cor

I : IC tampak

Pa : IC teraba di SIC IV 2 cm lateral LPS

Pe: Batas kiri: SIC V 2 cm LMCS, Batas

kanan : SIC V 2 cm lateral LPD, Pinggang

jantung cekung

Au: HR 84x/menit, reguler, Bunyi Jantung I-

II Murni, bising (-), gallop (-)

Abdomen

I : datar, venektasi (-)

Au : BU (+) normal

Pa : timpani, area traube timpani, PS (+) N,

PA (-)

Pa: supel, hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas :

Sup Inf

Oedem -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Pucat -/- -/-

GDS: 169 (80-150 mg%)

Sputum: BTA (-)

25/08/2015 Problem 1: Infeksi paru

pasca TB

S : nyeri perut, sesak (-), batuk (+) sedikit

O :

O2 3 liter/menit nasal kanul (stop)

Infus RL 20 tpm (aminofilin

stop)

KU/TV

USG thoraks pro marker

,

Page 17: kasbes

15

Assessment :

Pneumonia pasca TB

TB paru putus obat

Problem 2: SOPT

Assessment :

Faal paru

Problem 3 : Underweight

Assessment :

Penyakit kronis

Intake kurang

KU : tampak lemah

TV : TD : 120/80 mmHg

N : 84 x/menit

RR : 22 x/ menit

T : 360C

Mata: konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera

ikterik (-/-)

Mulut : bibir pucat(-), bibir sianosis (-),

pursed lips breathing (-)

Pulmo

I : simetris saat statis dan dinamis

Pa : Stem fremitus kanan = kiri

Pe: Sonor seluruh lapangan paru

Au : SD vesikuler melemah (+/-), ST (-/-)

Cor

I : IC tampak

Pa : IC teraba di SIC IV 2 cm lateral LPS

Pe: Batas kiri: SIC V 2 cm LMCS, Batas

kanan : SIC V 2 cm lateral LPD, Pinggang

jantung cekung

Au: HR 84x/menit, reguler, Bunyi Jantung I-

II Murni, bising (-), gallop (-)

Abdomen

I : datar, venektasi (-)

Au : BU (+) normal

Pa : timpani, area traube timpani, PS (+) N,

Ceftriaxon inj 2 gr/24 jam (stop)

Alprazolam 0,5 mg/24 jam (stop)

Banadoz 200 mg/12 jam

Salbutamol 4 mg/ 8 jam

Astein 1 tab/12 jam

Forneuro 1 tab/24 jam

,

Page 18: kasbes

16

PA (-)

Pa: supel, hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas :

Sup Inf

Oedem -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Pucat -/- -/-

GD1: 89 (80-150 mg%)

GD2: 131 (80-150 mg%)

26/08/2015 Problem 1: Infeksi paru

pasca TB

Assessment :

Pneumonia pasca TB

TB paru putus obat

Problem 2: SOPT

Assessment :

Faal paru

Problem 3 : Underweight

Assessment :

Penyakit kronis

Intake kurang

S : sesak (-), batuk (+) sedikit

O :

KU : tampak lemah

TV : TD : 120/80 mmHg

N : 84 x/menit

RR : 22 x/ menit

T : 360C

Mata: konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera

ikterik (-/-)

Mulut : bibir pucat(-), bibir sianosis (-),

pursed lips breathing (-)

Pulmo

I : simetris saat statis dan dinamis

Pa : Stem fremitus kanan = kiri

Pe: Sonor seluruh lapangan paru

Au : SD vesikuler melemah (+/-), ST (-/-)

Banadoz 200 mg/12 jam

Salbutamol 4 mg/ 8 jam

Astein 1 tab/12 jam

Forneuro 1 tab/24 jam

Boleh Pulang

,

Page 19: kasbes

17

Cor

I : IC tampak

Pa : IC teraba di SIC IV 2 cm lateral LPS

Pe: Batas kiri: SIC V 2 cm LMCS, Batas

kanan : SIC V 2 cm lateral LPD, Pinggang

jantung cekung

Au: HR 84x/menit, reguler, Bunyi Jantung I-

II Murni, bising (-), gallop (-)

Abdomen

I : datar, venektasi (-)

Au : BU (+) normal

Pa : timpani, area traube timpani, PS (+) N,

PA (-)

Pa: supel, hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas :

Sup Inf

Sianosis -/- -/-

Pucat -/- -/-

USG Thoraks: cairan bebas intrapleura (-)

,

Page 20: kasbes

18

,

Page 21: kasbes

19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru

2.1.1 Etiologi

Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO)

telah mencanangkan tuberculosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004

menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9

juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik ada satu orang yang

terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman

tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh

kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk, terdapat 182 kasus per

100.000 penduduk.1,2,3

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet

yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang-orang yang

terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,

tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 μm dan panjang 1

– 4 μm. Dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak

cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel Mycobacterium tuberculosis ialah asam

mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut “cord factor”,

dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Struktur dinding yang

kompleks menyebabkan Mycobacterium tuberculosis bersifat asam, yaitu apabila sekali

diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan

asam alkohol.1,2,3

,

Page 22: kasbes

20

2.1.2 Patogenesis2

a. Tuberkulosis Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan

paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau

afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda

dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah

bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran

kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan

limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan

mengalami salah satu nasib sebagai berikut :

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis

fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara :

a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya. Salah satu contoh adalah

epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus,

biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga

menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat

atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang

tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada

lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru

sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat

bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang

yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak

terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan

cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,

,

Page 23: kasbes

21

typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan

tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,

genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir

dengan :

Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan

terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,

tuberkuloma ) atau

Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberculosis

primer.

b. Tuberkulosis Post-Primer

Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis

post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama

yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis,

tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi

problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-

primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus

superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik

kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat

2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan

penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih

keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.

Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk

jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti

akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya

,

Page 24: kasbes

22

berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).

Nasib kaviti ini :

Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru.

Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang

disebutkan diatas

Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut

tuberkuloma.

Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif

kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi

Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed

cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya

mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan

menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberculosis post primer dan perjalanan penyembuhannya

,

Page 25: kasbes

23

2.1.3 Klasifikasi Tuberkulosis3

Berdasarkan letak anatomis penyakit, tuberkulosis dibagi menjadi:

a. Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru.

Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya terletak

pada paru.

b. Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh

lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung

(perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran

kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur

spesimen positif, atau histologi, atau bukti klinis kuat konsisten dengan TB

ekstraparu aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh klinisi untuk

diberikan obat anti tuberkulosis siklus penuh.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi, tuberkulosis dibagi

menjadi:

a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah

Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan menunjukan

hasil positif pada pemeriksaan laboratorium yang memenuhi External Quality

Assurance (EQA). Sebaiknya satu kali pemeriksaan berasal dari dahak pagi

hari.

Pada laboratorium yang belum memenuhi EQA, TB paru positif bila:

- Sekurang-kurangnya 2 atau lebih spesimen dahak menunjukkan hasil

BTA positif.

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

biakan kuman TB positif.

,

Page 26: kasbes

24

b. Tuberkulosis paru BTA (-) apabila

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative tetapi hasil kultur

positif.

Jika hasil pemeriksaan BTA dua kali negative di daerah yang belum memiliki

fasilitas kultur, dan memenuhi kriteria berupa gambaran klinis dan kelainan

radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.

c. Kasus bekas TB

Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif) dan gambaran radiologi

paru menunjukan lesi TB yang tidak aktif atau foto serial 2 bulan menunjukan

gambaran menetap.

Berdasarkan tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,

tuberkulosis dibagi menjadi:

a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan denga OAT

atau sudah pernah mendapatkan terapi OAT kurang dari satu bulan. Pasien

dengan hasil dahak BTA positif maupun negatif dengan lokasi penyakit dimana

pun.

b. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian

kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan

positif.

c. Kasus lalai berobat adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan,

dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya

penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

d. Kasus gagal adalah pasien BTA posititf yang masih tetap posititf atau kembali

menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau

akhir pengobatan atau penderita dengan hasil BTA negatif, gambaran radiologik

positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran

radiologik ulang hasilnya perburukan.

,

Page 27: kasbes

25

e. Kasus kronik adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah

selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan

yang baik.

f. Kasus pindahan (transfer in) Adalah penderita yang sedang mendapatkan

pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain.

Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah

2.1.4 Diagnosis Tuberkulosis

Diagnosis tuberkulosis dapat berdasarkan gejala klinis. Gejala klinis tuberkulosis

dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang

terkena adalah paru, maka gejala lokal ialah gejala respiratori.1,2,3

1. Gejala respiratori:

Batuk selama 2 minggu atau lebih, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-

produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan

sputum).

Batuk darah, akibat robeknya pembuluh darah di sekitar bronkus.

Sesak nafas, dapat ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya

sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

Nyeri dada, bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan

pleuritits.

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala

yang cukup berat tergantung dari luas lesi.

2. Gejala sistemik

Demam dengan peningkatan suhu yang tidak begitu tinggi.

Malaise.

Anoreksia, badan makin kurus (berat badan turun).

Keringat malam hari

,

Page 28: kasbes

26

Untuk menegakkan diagnosis TB paru, selain dari gejala klinik yang didapatkan di

atas, juga perlu diperhatikan beberapa hal berikut:1,2,3

a. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, jeis kelainan yang dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.

Pada TB paru kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada

permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak ditemukan kelainan.

Kelainan pada paru umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apek

dan segmen posterior serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat

ditemukan antara lain suara nafas bronkhial, amforik, suara nafas melemah, ronki

basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan yang ditemukan tergantung dari banyaknya cairan

di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara nafas yang

melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis

tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher,

kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar getah bening tersebut dapat

menjadi cold abscess.

b. Pemeriksaan bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberculosis mempunyai arti yang

sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan dapat berasal

dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,

jaringan paru.

Cara pengumpulan dahak 3 kali (SPS):

Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

Pagi (dahak keesokan harinya)

Sewaktu / spot (dahak pada saat mengantarkan dahak pagi)

Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:

a) 3 kali positif atau 2 kali posititfdan 1 kali negatif: BTA positif

,

Page 29: kasbes

27

b) 1 kali posititf dan 2 kali negatif: ulang BTA 3 kali, apabila

Bila 1 kali positif dan 2 kali negatif: BTA positif

Bila 3 kali negatif: BTA negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (International

Union Againts Tuberculosis and Lung Disease):

a) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang : negatif

b) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis dalam jumlah kuman

yang ditemukan.

c) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang : + (1+)

d) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang : ++ (2+)

e) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang : +++ (3+)

Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam

medium biakan (Lowenstein Jensen, Kudoh, atau Ogawa), koloni kuman tuberkulosis

mulai tampak. Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan

dinyatakan negatif.

c. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat

member gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang

dicurigai sebagai lesi TB aktif:

Bayangan berawan / nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan

segmen superior lobus bawah.

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau

nodular.

Bayangan bercak milier.

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif:

Fibrotik

,

Page 30: kasbes

28

Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleura

Destroyed Lung (luluh paru): Gambaran radiologi yang menunjukan kerusakan jaringan

paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh

paru terdiri dari atelektasis,ektasis/multikaviti dan fibrosis parenkim paru.

Pada sebagian besar kasus, diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan dahak

secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto thoraks. Namun, pada kondisi tertentu

perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:4

- Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasil BTA positif. Pada kasus ini

pemeriksaan radiologis diperlukan untuk mendukung diagnosis Tb paru BTA

positif.

- Ketiga specimen dahak hasil negatif setelah specimen daha SPS sebelumnya

hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotic non

OAT

- Pasien mengeluh keluhan sesak napas berat yang memerlukan penanganan

khusus (pneumothoraks, pleuritis eksudativa, efusi pleura, efusi perikaditis) dan

pada pasien dengan hemoptisis berat

d. Pemeriksaan penunjang lainnya3,4

- Pemeriksaan tuberkulin (Mantoux Test)

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis TB

teruatama padaanak-anak dan balita. Di Indonesia dengan prevalens tuberculosis

yang tinggi, uji tuberculin sebagai alat bantu diagnostic penyakit kurang berarti

pada orang dewasa. Dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD

(Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5 TU (intermediate strength).

Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi

kemerahan yang terdiri dari infiltrate limfosit yakni reaksi persenyawaan antara

antibodi selular dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaanan

,

Page 31: kasbes

29

tibodi selular dan antgen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibody humoral, makin

besar pengaruh antibody humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.

Interpretasi hasil tes Mantoux, dibagi dalam:

Indurasi 0 – 5 mm : Mantoux negatif = golongan nosensitivity. Peran antibody

humoral paling menonjol.

Indurasi 6 – 9 mm : hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Peran

antibody humoral masih menonjol.

Indurasi 10 – 15 mm : Mantouxpositif = golongan normal sensitivity. Antibodi

humoral dan seluler seimbang.

Indurasi > 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Peran

antibody seluler paling menonjol.

- Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk

tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan

sebagai indicator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif,

tetapi LED yang normal tidak dapat menyingkirkan tuberculosis. Limfosit pun

kurang spesifik.

- Analisis cairan pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada

penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil

analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan

cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan

glukosa rendah.

- Pemeriksaan histopatologi jaringan.

,

Page 32: kasbes

30

Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan trans

bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka,

biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat

pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus).

Pemeriksaan biopsy dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama

pada tuberkulosis ekstra paru. Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila

pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru memberikan

hasil berupa granuloma dengan perkejuan.

- Polymerase chain reaction (PCR)

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk

DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah

kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai,

kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan

PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut

dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan

PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB,

maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB.

- Pemeriksaan BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik.

M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2

yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah

satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan

diagnosis.

Alur diagnosis TB Paru2

,

Page 33: kasbes

31

- +

Gambar 2. Alur diagnosis TB paru

,

Suspek TB Paru

2/3BTA (+) 3 BTA (-)

TB Paru BTA (+)

Tidak ada perbaikan

Beri antibiotik

Foto toraks dan pertimbangan dokter

Periksa ulang BTA sputum

≥ 1 BTA (+)

Foto toraks dan pertimbangan

dokter

3 BTA (-)

TBBukan TB

Periksa BTA sputum

Hanya 1 BTA (+)

Perbaikan

Page 34: kasbes

32

2.1.5 Pengobatan Tuberkulosis1,2,3,5,6

Pengobatan TB paru dilakukan melalui 2 fase yaitu:

a. Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan populasi kuman

yang membelah dengan cepat.

b. Fase lajutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek

atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional.

Seiring dengan berkembangnya pengetahuan dibidang farmakologi, saat ini telah

dibuat tablet kombinasi OAT yang dikenal dengan OAT fixed-dose combination atau

disingkat dengan OAT-FDC (sering disebut FDC saja). Dengan adanya FDC ini

diharapkan kepatuhan pasien TB dalam minum OAT dapat ditingkatkan sehingga akan

meningkatkan kesembuhan pasien.

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :

Rifampisin

INH

Pirazinamid

Etambutol

Streptomisin

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

Kanamisin

Amikasin

Kuionolon

Sikloserin

Etionamid

Para-amino salisilat

Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam

klavulanat

,

Page 35: kasbes

33

Obat lini kedua hanya digunakan pada kasus resisten obat terutama TB multi drug

resistance.

Kemasan

Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing ,rifampisin, INH,

pirazinamid dan etambutol.

Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC), kombinasi dosis

tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet.

Jenis dan dosis OAT

Obat

Dosis

(mg/kgB

B/hari)

Dosis yang dianjurkan Dosis

maks

(mg)

Dosis (mg) / berat

badan (kg)

Harian

(mg/kgBB/hari)

Intermitten

(mg/kgBB/hari)< 40

40-

60> 60

R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 150 300 450

Z 20-30 25 35 750 1000 1500

E 15-20 15 30 750 1000 1500

S 15-18 15 15 1000

sesu

ai

BB

750 1000

,

Page 36: kasbes

34

Kategori Pengobatan TB Paru (FDC)

Kategori Kasus Paduan Obat

I

BTA (+) TB paru

BTA (-) lesi luas

TB extraparu berat

TB + HIV

2RHZE/4R3H3

2RHZE/4RH

2RHZE/6HE

II

Kambuh

Gagal Pengobatan

Putus Obat

2RHZES/1RHZE/5R3H3E3

2RHZES/1RHZE lalu sesuai dengan hasil

tes resistensi

2RHZES/1RHZE/5RHE

III

BTA (-) lesi minimal

TB extraparu lebih

ringan

2RHZE/4R3H3

2RHZE/4RH

2RHZE/6RHE

IV

KronikRHZES sambil menunggu hasil uji resistensi

+ OAT lini kedua (min 18 bulan)

MDR-TBSesuai hasil uji resistensi + OAT lini kedua

atau H seumur hidup

Dosis Obat FDC

Obat Bentuk Dosis harianDosis 3 kali

seminggu

INH + rifampisin Tablet 75 mg + 150 mg 150 mg + 150 mg

INH + etambutol Tablet 150 mg + 400 mg 60 mg + 60 mg

INH + rifampisin +

pirazinamidTablet

75 mg + 150 mg + 400

mg

150 mg + 150 mg +

500 mg

INH + rifampisin +

pirazinamid + etambutolTablet

75 mg + 150 mg + 400

mg + 275 mg

,

Page 37: kasbes

35

2.1.6 Efek samping OAT dan penatalaksanaannya2,3,5,6

Efek Samping Kemungkinan Penyebab Tatalaksana

Minor OAT diteruskan

Tidak nafsu makan, mual,

sakit perut

Rifampisin Obat diminum malam

sebelum tidur

Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin/allopurinol

Kesemutan s/d rasa

terbakar di kaki

INH Beri vitamin B6

(piridoksin) 1 x 100mg

Warna kemerahan pada

air seni

Rifampisin Beri penjelasan, tidak

perlu diberi apa-apa

Mayor Hentikan obat

Gatal dan kemerahan

pada kulit

Semua jenis OAT Beri antihistamin dan

evaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

Ganggguan

keseimbangan (vertigo

dan nystagmus)

Streptomisin Streptomisin dihentikan

Ikterik / hepatitis imbas

obat (penyebab lain

disingkirkan)

Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT

sampai ikterik

menghilang dan boleh

diberikan hepatoprotektor

Muntah dan confusion

(suspected drug-induced

preicteric hepatitis

Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT

dan lakukan uji fungsi

hati

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol

Kelainan sistemik,

termasuk syok & purpura

Rifampisin Hentikan rifampisin

,

Page 38: kasbes

36

2.1.7 Komplikasi tuberculosis2,3,5,6

Adapun komplikasi dari tuberkulosis antara lain:

1. Komplikasi dini

Pleuritis

Efusi pleura

Empiema

Laringitis

2. Komplikasi lanjut

Obstruksi jalan nafas (SOPT)

Kerusakan parenkim berat: fibrosis paru

Kor pulmonal

Amiloidosis

Karsinoma paru

ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)

TB milier

2.2 Sindroma Obstruksi Pasca TB

Gejala sisa akibat TB masih sering ditemukan pada pasien pasca TB dalam praktik

klinik.7,8,9 Gejala sisa yang paling sering ditemukan yaitu gangguan faal paru dengan

kelainan obstruktif yang memiliki gambaran klinis mirip Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(PPOK). Inilah yang dikenal sebagai Sindrom Obstruksi Pasca TB (SOPT). Yang sering

dikeluhkan pasien adalah sesak terutama saat beraktivitas dengan gambaran radiologik

menunjukkan gambaran bekas TB (fibrotik atau kalsifikasi) yang minimal dan uji faal paru

yang menunjukkan adanya gambaran obstruksi jalan napas yang ireversibel. 10-13

Patogenesis timbulnya SOPT sangat kompleks, dinyatakan pada penelitian

terdahulu bahwa kemungkinan penyebabnya adalah akibat infeksi TB yang dipengaruhi

,

Page 39: kasbes

37

oleh reaksi imunologis perorangan sehingga terjadi mekanisme makrofag aktif yang

menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas. Peradangan yang berlangsung lama

ini menyebabkan proses proteolisis dan beban oksidasi sangat meningkat untuk jangka

lama sehingga destruksi matriks alveoli terjadi cukup luas dan akhirnya mengakibatkan

gangguan faal paru yang dapat dideteksi dengan uji faal paru.13,15,16 Penelitian lainnya

menunjukkan bahwa puncak terjadinya gangguan faal paru pada pasien pasca TB terjadi

dalam waktu 6 bulan setelah diagnosis.17

Kemajuan ilmu dalam pemberantasan TB dan gejala sisa dari TB masih menjadi

salah satu tantangan penting saat ini. Penyebaran dan penyembuhan TB masih belum

tertangani secara tuntas walaupun obat dan cara pengobatannya telah diketahui. SOPT

masih sering ditemukan dan dapat mengganggu kualitas hidup pasien, serta berperan

sebagai penyebab kematian sebesar 15% setelah durasi 10 tahun.7,18,19 Deteksi dini SOPT

dengan uji faal paru pada pasien pasca TB diperlukan untuk berperan dalam memperbaiki

kualitas hidup pasien. Semakin cepat pengobatan yang diberikan maka kerusakan yang

ditimbulkan oleh kuman TB diharapkan semakin minimal. 14

Penyakit obstruksi saluran pernapasan yang sering ada di Indonesia adalah asma

dan PPOK. Oleh sebab itu perlu dibedakan dengan SOPT karena terapinya berbeda. 10

Asma PPOK SOPTTimbul pada usia muda ++ - +Sakit mendadak ++ - -Riwayat merokok +/- +++ -Riwayat atopi ++ + -Sesak dan mengi berulang +++ + +Batuk kronik berdahak + ++ +Hipereaktiviti bronkus +++ + +/-Reversibiliti obstruksi ++ - -Variabiliti harian ++ + -Eosinofil sputum + - ?Neutrofil sputum - + ?

,

Page 40: kasbes

38

Makrofag sputum + - ?

2.3 Pneumonia

Pneumonia adalah peradangan yang megenai parenkim paru, distal dari bronkiolus

terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan

konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Secara klinis pneumonia

didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme

(bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi, aspirasi, obat – obatan.

Pneumonia atipik adalah bagian jenis akut pneumonia, mengacu pada setiap jenis

selain pneumonia bakteri. Organisme penyebab termasuk Mycoplasma pneumoniae dan

spesies Rickettsia, dan Chlamydia, serta virus, ditandai dengan infiltrasi luas tetapi berumur

pendek, demam, malaise, nyeri otot, sakit tenggorokan, dan batuk.20

2.3.1 Klasifikasi Pneumonia21,22

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologi

1) Pneumonia komunitas

2) Pneumonia nosokomial

3) Pneumonia pada penderita immunocompromised

4) Pneumonia aspirasi

2. Berdasarkan kuman penyebab

1) Pneumonia bacterial/tipikal

Gram-Positive Bacteria :

1. Streptococcus pneumoniae (disebut juga pneumococcal pneumonia).

2. Staphylococcus aureus

3. Streptococcus pyogenes atau Group A Streptococcus

Gram-Negative Bacteria :

,

Page 41: kasbes

39

Haemophilus influenzae → umumnya pada pasien penyakit paru kronik,

pasien umur tua dan alkoholik

Klebsiella pneumoniae → pneumonia pada alkoholik dan orang yang debil

Pseudomonas aeruginosa → penyebab paling banyak nosocomial pneumonia

dan penyakit paru kronik.

Moraxella catarrhalis → ditemukan pada nasal and oral passages. Juga

sebagai penyebab pneumonias tertentu, contohnya pada pasien asthma atau

emphysema.

Neisseria meningitides → salah satu penyebab terbanyak meningitis

Bakteri gram-negatif lain : E. coli , Proteus dan Enterobacter.

2) Pneumonia atipikal

Disebabkan oleh Micoplasma pneumoniae, Legionella pneumophila, Chlamydia

psittaki dan Coxiella burnetti.

3) Pneumonia virus

Disebabkan oleh virus influenza, respiratory syncytial virus (RSV), herpes

simplex virus, varicella-zoster virus dan adenovirus.

4) Pneumonia jamur

Mycobacterium avium.

3. Berdasarkan predileksi infeksi

1) Pneumonia lobaris

Sering pada pneumonia bacterial, jarang pada bayi dan orang tua.

Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder,

disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus, misal pada aspirasi benda asing atau

adanya proses keganasan.

2) Bronchopneumonia

,

Page 42: kasbes

40

Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapang paru. Disebabkan oleh

bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan

dengan obstruksi bronkus.

3) Pneumonia interstitial

Interstitial pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakeri atipikal.18

2.3.2 Etiologi Pneumonia

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri,

virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh

masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di

rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak

disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia

menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia

komuniti adalah bakteri Gram negatif.21,22

Pneumonia aspirasi dapat disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat

aspirasi bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya makanan atau lambung, edema

paru, dan obstruksi mekanik simpel oleh bahan padat, kuman patogen terutama kuman

anaerob obligat yang terdapat disekirat gigi disertai klebsiella pneumoniae, stafilococcus

atau fusobacterium nucleatum. Manifestasi pneumonia aspirasi dapat berupa

bronkopneumonia, pneumonia lobar, pneumonia nekrotikans atau abses paru.23

,

Page 43: kasbes

41

2.3.3 Patofisiologi Pneumonia

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi

radang berupa edema dari seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan

diapedesis dari eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi.

Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang

lain melalui pseudopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian difagositir.

Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan terdapat 4 zona

pada daerah parasitik tersebut yaitu:

1. Zona luar: alveoli yang terisi dengan kuman dan cairan edema

2. Zona pemulaan konsolidasi: terdiri dari sel-sel PMN dan beberapa eksudasi

sel darah merah

3. Zona konsolidasi yang luas: daerah dimana terjadi fagositosis yang aktif

dengan jumlah sel PMN yang banyak.

4. Zona resolusi: daerah dimana terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang

mati, leukosit, dan alveolar makrofag.

Daerah perifer dimana terdapat edema dan perdarahan disebut “Red hepatization”.

Sedangkan daerah konsolidasi yang luas disebut “Gray hepatization”.21,22

2.3.4 Diagnosis Pneumonia.

Pada foto toraks terdapat infiltrat paru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau

lebih gejala di bawah ini : 21,22

- batuk-batuk bertambah berat

- perubahan karakteristik dahak / purulen

- suhu tubuh >37,5oC(oral) / riwayat demam

- pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda konsolidasi

- leukosit >10.000 atau <4500

Diagnosis pneumonia atipik

,

Page 44: kasbes

42

a. Gejalanya adalah tanda infeksi saluran nafas yaitu demam, batuk non produktif dan

gejala sistematik berupa nyeri kepala dan mialgia.

b. Pada pemeriksaan fisis terdapat ronki basah tersebar, konsolodasi jarang terjadi

c. Gambaran radiologis menunjukkan infiltrat intertisial

d. Laboratorium menunjukkan leukositsis ringan dan pengecatan gram, biakan dahak

atau darah tidak ditemukan bakteri

e. Laboratorium untuk menemukan bakteri atipik:

Isolasi bukan sensivitinya sangat rendah

Deteksi antigen enzyme immunoassayys (EIA)

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Uji serologi:

- Cold agglutinin

- Uji fiksasi komplemen merupaan standar untuk diagnosis M. Pneumoniae

- Micro Immunofluorescence (MIF), stancar seologi untuk C. Pneumoniae

- Antigen dari urin untuk Lagionella

Gambaran klinis pneumonia atipik tidak sama dengan pneumonia tipik (bakterial).

Untuk membantu / mempermudah gambaran perbedaan gejala klinis dan tipik dapat dilihat

pada tabel 2, meskipun tidak selalu dijumpai gejala-gejala sebagaimana berikut dibawah

ini:

Perbedaan gambaran klinik Pneumonia Tipikal dan Atipikal22

Tanda dan Gejala Pneumonia Tipikal Pneumonia Atipikal

Onset Akut Gradual

Suhu Tinggi, menggigil Kurang tinggi

Batuk Produktif Non produktif

Dahak Purulen Mukoid

Gejala lain Jarang Nyeri kepala, mialgia, sakit tenggorokan

Gejala di luar paru Lebih jarang Sering

Pewarnaan gram Kokus gram (+) atau (-) Flora normal atau spesifik

,

Page 45: kasbes

43

Radiologik Konsolidasi lobar Patchy

Laboratorium Lebih tinggi Leukosit normal kadang rendah

Gangguan fungsi hati Jarang Sering meningkat

2.3.5 Tatalaksana Pneumonia

1. Penderita rawat jalan

- Pengobatan suportif / simptomatik:

a. Istirahat di tempat tidur

b. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

c. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

d. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

- Pemberian antobiotik kurang dai 8 jam

2. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa:

- Pengobatan suportif / simptomatik

a. Pemberian terapi oksigen

b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

c. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

- Pengobatan antibiotik kurang dari 8 jam

3. Penderita rawat inap di ruang rawat intensif:

- Pengobatan suportif / simptomatik

a. Pemberian terapi oksigen

b. Pemasangan infus untuk terapi rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

c. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

- Pengobatan antibiotik harus diberikan kurang dari 8 jam

- Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

Petunjuk terapi empirik pneumonia komuniti menurut PDPI 2003

Rawat

jalan

Tanpa faktor modifikasi:

Golongan Beta laktam dan Beta laktam + anti Beta laktamase

,

Page 46: kasbes

44

Dengan faktor modifikasi:

- Golongan Beta laktam + anti Beta laktamase atau

- Fluorokuinolon respirasi

(levofloksasin, moksifloksasin gatifloksasin)

Bila dicurigai pneumonia atipik:

Makrolid baru (roksitromisin, klaritrimisin, azitromisin)

Rawat

inap

Tanpa faktor modifikasi:

Golongan beta laktam + anti beta laktamase iv, atau Sefalosporin

generasi 2, 3 iv, atau Fluorokuinolon respirasi iv

Dengan faktor modifikasi

- Sefalosporin generasi 2, 3 iv

- Fluorokuinolon respirasi iv

Bila dicurigai desartai infeksi bakteri atipik ditambah makroloid

baru

Ruang

rawat

intensi

f

Tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas:

Sefalosporin gen. 3 iv non pseudomonas ditambah makrolid baru

atau fluorokuinolon respirasi iv

Ada faktor resiko infeksi pseudomonas:

Sefalosporin antipseudomonas iv atau karbapenemiv ditambah

fluorokuinolon anti pseudomonas (siproflaksasin) iv atau

aminoglikosida iv

Bila curiga disertai infeksi bakteri atipik:

Sefalosporin antipseudomonas iv atau carbapenem iv ditambah

aminoglikosida iv, ditambah lagi makrolid baru atau fluorokuinolon

respirasi iv

Terapi pneumonia komuniti menurut IDSA 2000, Canada 2000 dan ATS 2001

IDSA 2000 Canada 2000 ATS 2001

,

Page 47: kasbes

45

Pasien

rawat

jalan

Makrolid atau

doksisiklin

atau

fluorokuinolon

Tanpa faktor modifikasi

- makrolid atau doksisiklin

Dengan faktor modifikasi

- makrolid baru

- fluorokuinolon respirasi

- amoksilin / klavulanat +

Makrolid

Tanpa penyakit

kardiopulmoner atau

faktor modifikasi:

- makrolid/doksisiklin

Dengan penyakit

kardiopulmoner atau

faktor modifikasi:

- beta laktam:

amoksilin dosis tinggi

-Amoksilin / klavulanat

atau parenter al

seftriakson + makrolid

atau doksisiklin atau

fluorokuinolon respirasi

saja

Pasien

rawat

inap

Sefalosporin

gen. 3 +

makrolid atau

beta- laktam /

penghambat

betalaktamase

+ makrolid

atau

fluorokuinolon

saja

Fluorokuinolon respirasi

atau gen. 2, 3 atau 4 +

makrolid

Tanpa penyakit

kardiopulmoner atau

faktor modifikasi:

- beta-laktam iv +

makrolid iv /

doksisiklin atau

- Fluorokuinolon iv saja

(anti pneumokokus)

Dengan penyakit

kardiopulmoner atau

faktor modifikasi:

,

Page 48: kasbes

46

- Azitromisin iv saja

jika alergi: dosisiklin,

beta-laktam atau

fluorokuinolon saja

(anti pneumokokus)

Pasien

ruang

rawat

intensi

f

Sefalosporin

gen.3 atau 4

atau

penghambat

beta-laktamase

+

fluorokuinolon

atau makrolid

Dengan resiko

pseudomonas:

- Fluorokuinolon respirasi

iv + sefotaksim,

seftriakson atau

penghambat beta-

laktamase

Dengan resiko

pseudomonas:

- Fluorokuinolon anti

pseudomonas + beta-

laktam anti pseudomonas

atau aminoglikosid

Tanpa resiko

pseudomonas:

- beta-latktam iv +

- Makrolid azitromisin

iv atau fluorokuinolon

iv

Dengan resiko

pseudomonas:

- Beta-laktam anti

pseudomonas iv +

fluorokuinolon anti

pseudomonas iv atau

beta-laktam anti

pseudomonas iv +

aminoglikosid +

makrolid

(azitromisin)iv atau

fluorokuinolon

nonpseudomonas iv

,

Page 49: kasbes

47

BAB 3

PEMBAHASAN

Pasien datang ke RSU RA Kartini dengan keluhan sesak napas yang dirasakan sejak

± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, sesak napas dirasakan semakin lama bertambah

berat, terutama dalam 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas membuat pasien sulit

beraktifitas dan hanya berbaring di tempat tidur dan dirasakan terus menerus. Sesak napas

memberat saat pasien beraktifitas. Jika istirahat, sesak napas berkurang. Batuk (+) sejak ± 5

bulan SMRS. Batuk tidak disertai dahak dan darah. Batuk tidak mengganggu tidur. Nafsu

makan turun (+), berat badan dirasakan turun (+) dalam 1 tahun ini ± 18 kg, nyeri dada

kanan (-). Pasien sebelumnya pernah didiagnosis menderita tuberkulosis paru tahun 2014

dan telah menjalani pengobatan TB selama 3 bulan, tetapi berhenti karena merasa sudah

sembuh. Pasien tidak kontrol lagi setelah itu.

Pada pemeriksaan fisik tanggal 24 Agustus 2015, didapatkan kesan umum tampak

lemas, kurus, dispneu (+), tampak terpasang infus RL 20 tpm, terpasang nasal kanul O2 3

lpm, dengan tanda vital : TD 110/70 mmHg (berbaring), nadi 88x/menit, reguler, isi dan

tegangan cukup, RR : 28 x / menit, kussmaul (-), suhu 37,7 °C (aksiler). Pada pemeriksaan

antropometri, didapatkan BMI 11,73 kg/m2, kesan underweight. Pada inspeksi pulmo

bagian depan didapatkan simetris saat statis dan dinamis, stem fremitus kanan = kiri.

Perkusi pulmo dekstra dan sinistra sonor seluruh lapangan paru. Pada auskultasi pulmo,

suara dasar vesikuler melemah (+/-) setinggi SIC V ke bawah pada pulmo dekstra, suara

tambahan(-). Kulit, kepala, mata, THT, cor, abdomen, dan ekstremitas dalam batas normal.

Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 21 Agustus 2015 didapatkan leukositosis,

peningkatan LED, peningkatan neutrophil segmen, dan peningkatan GDS. Dari hasil x-foto

,

Page 50: kasbes

48

toraks AP tanggal 19 Agustus 2015, didapatkan cor tidak membesar, gambaran fibrosis

pasca TB, dan curiga efusi pleura kanan.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat

disimpulkan bahwa pasien menderita pneumonia komuniti. Adanya riwayat putus obat pada

pasien menimbulkan kecurigaan TB paru pada awalnya. Namun anamnesis dan

pemeriksaan fisik, serta hasil pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali yang menunjukkan BTA

(-), tidak mendukung ke arah TB paru.

Pada pemeriksaan x foto thoraks didapatkan gambaran fibrosis pasca TB paru dan

curiga efusi pleura kanan. Namun kecurigaan adanya efusi pleura tidak terbukti dengan

pemeriksaan USG thoraks pada tanggal 25 Agustus 2015. Sebenarnya hasil x-foto thoraks

yang ada tidak layak untuk dibaca, dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan foto ulang.

Dari anamnesis didapatkan adanya keluhan sesak dan batuk lama. Pada

pemeriksaan fisik paru kanan didapatkan suara dasar vesikuler yang melemah. Hal ini

menunjukkan bahwa pasien menderita SOPT karena sebelumnya pasien pernah menderita

TB walaupun tidak menyelesaikan program terapi. Diagnosis SOPT juga didukung dengan

hasil x-foto thoraks serta USG thoraks yang menunjukkan adanya hiperinflasi paru sebagai

kompensasi dari fibrosis. Sebenarnya perlu dilakukan pemeriksaan spirometri setelah

pasien tidak sesak untuk memastikannya.

Hasil GDS yang meningkat pada pemeriksaan pertama tanggal 21 Agustus 2015

menimbulkan kecurigaan adanya penyakit diabetes melitus atau toleransi glukosa

terganggu (TGT) pada pasien ini. Namun pemeriksaan GDS selama tiga kali berturut-turut

setiap hari, serta pemeriksaan gula darah puasa dan gula darah post prandial tanggal 25

Agustus 2015, menunjukkan tidak adanya penyakit diabetes melitus maupun TGT pada

pasien.

Pada pemeriksaan antropometri, didapatkan BMI 11, 73 kg/m2, kesan underweight,

sehingga pasien sebaiknya diberikan asupan sesuai kebutuhan kalori orang dewasa per

harinya, yaitu berupa diet biasa 1500 kkal dengan melakukan monitoring terhadap

akseptabilitas makanan, kenaikan BB per minggu, dan status gizi.

,

Page 51: kasbes

49

Untuk penatalaksanaan pneumonia pada pasien ini, diberikan pengobatan berupa

obat simptomatis dan antibiotik, berupa injeksi Ceftriaxon 2 gr/24 jam. Pada hari perawatan

kelima didapatkan perbaikan klinis pasien, sehingga pemberian oksigen dihentikan.

Pemberian injeksi Ceftriaxon dihentikan dan diganti dengan antibiotik peroral yang satu

golongan, yaitu cefpodoxime (Banadoz) 200 mg/12 jam. Pasien juga mengeluh nyeri perut

sehingga drip aminofilin juga dihentikan.

Setelah didapatkan perbaikan klinis pada hari perawatan kelima, dilakukan

observasi kembali satu hari untuk memastikan keadaan pasien, sehingga pasien baru

diizinkan pulang pada tanggal 26 Agustus 2015.

,

Page 52: kasbes

50

DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA, Standridge MP. Tuberculosis Paru. Dalam buku Patofisiologi: Konsep Kllinis

Proses-Proses Penyakit Jilid 2. Edisi VI. Jakarta: EGC. 2005

2. Aditama TJ, dkk. Tuberkulosis pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta:Perhimpunan dokter paru Indonesia. 2006

3. Aditama TJ, dkk. Tuberkulosis pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta:Perhimpunan dokter paru Indonesia. 2011.

4. Satoto, Bambang. Gambaran radiologis tuberkulosis paru. Dalam kumpulan naskah

simposium tuberkulosis holistic approach of TB management. Semarang: Tim DOTS

TB RSUP Dr. Kariadi. 2013.

5. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam buku ajar penyakit dalam. Jilid III. Edisi

V. Jakarta:Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas

indonesia.2009

6. Mansjoer A, dkk. Ed. Tuberkulosis paru. Dalam kapita selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi

3. Jakarta: Media Aesculapius. 2009

7. Ramos, L.M.M., Sulmonett, N., Ferreira, C.S., Henriques, J.F., Spindola de Miranda, S.

Functional Profile of Patients with Tuberculosis Sequelae in a University Hospital. J.

bras. pneumol. 2006; 32(1): 43-47.

8. Shetty, A.J., Tyagi, A. Development of Post Tubercular, Bronchial Asthma - A Pilot

Study. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2010; 4: 2360 -2362.

9. Van Zyl Smit, R.N., Pai, M., Yew, W.W., Leung, C.C., Zumla, A., Bateman, E.D.,

Dheda, K. Global Lung Health: the colliding epidemics of tuberculosis, tobacco

smoking, HIV and COPD. Eur Respir J. 2010; 35: 27 -33.

,

Page 53: kasbes

51

10. PDPI. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006.

11. Jordan, T.S., Spencer, E.M., Davies, P. Tuberculosis, Bronchiectasis, and Chronic

Airflow Obstruction. Respirology. 2010; 15: 623 - 628.

12. Chakrabarti, B., Calverley, P.M.A., Davies, P.D.O. Tuberculosis and Its Incidence,

Special Nature, and Relationship with Chronic Obstructive Pulmonary Disease. 2007;

2(3): 263 - 272.

13. Kawashiro, T. Evaluation of Respiratory Failure Due to Sequelae of Tuberculosis.

PubMed, Kekkaku. 2005; 80(6): 491 - 7.

14. Aida, N. Patogenesis Sindrom Ostruksi Pasca Tuberkulosis. Jakarta : Bagian Ilmu

Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Unit Paru Rumah

Sakit Persahabatan. 2006; 1 – 5.

15. Danusantoso, H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates. 2000; 1 - 254

16. Amin, Z., Bahar, A. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI. 2007; 1576 - 1594

17. Pasipanodya, J.G., Miller, T.L., Vecino, M., Munguia, G., Garmon, R., Bae, S.,

Drewyer, G., Weis, S.E. Pulmonary Impairment After Tuberculosis. CHEST June.

2007; 131 (6): 1817 - 1824.

18. Menezes, A.M.B, Hallal, P.C., Padilla, R.P., Jardim, J.R.B., Muino, A., Lopez, M.V.,

Valdivia, G., Montes de Oca, M., Talamo, C., Pertuze, J., Victoria, C.G. Tuberculosis

and Airflow Obstruction: Evidence from the PLATINO Study in Latin America. ERJ.

2007; 30 (6) : 1180 - 1185.

19. Rekha, V.V.B., Ramachandran, R., Rao, K.V.K., Rahman, F., Adhilakshmi, A.R.,

Kaliselvi, D., Murugesan, P., Sundaram, V., Narayanan, P.R. Assessment of Long Term

Status of Sputum Positive Pulmonary TB Patients Successfully Treated with Short

Course Chemotherapy. Indian J. Tuberc. 2009; 56: 132 - 140.

20. Sherwood Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke sistem.Ed 2.Jakarta:EGC ;2001

21. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.Pneumonia Komuniti. Pedoman diagnosis dan

penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2003 tersedia di

,

Page 54: kasbes

52

22. Wibisono J,Winariani,Hariadi S.Buku ajar ilmu penyakit paru. Surabatya: Dept.ilmu

pnyakit pari FK UNAIR.2010.h 149

23. Zul Dahlan. Pneumonia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta:

Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009 : 2196 – 2207

,