Kajian Identifikasi Indikator Sukses Klaster - bi.go.id · Program klaster yang telah dilaksanakan...
Transcript of Kajian Identifikasi Indikator Sukses Klaster - bi.go.id · Program klaster yang telah dilaksanakan...
i
Kajian
Identifikasi Indikator Sukses
Klaster
ii
Halaman ini sengaja dikosongkan
iii
KataPengantar
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita, sehingga kajian “Identifikasi Indikator Sukses Klaster“ ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Dalam pengembangan UMKM, klaster merupakan salah satu pendekatan yang komprehensif dari hulu
sampai hilir dalam meningkatkan daya saing sektor. Di Indonesia, program pengembangan klaster telah
dilaksanakan oleh beberapa Kementerian antara lain Kementerian Negara Koperasi dan UKM dalam bentuk
program One Village One Product (OVOP) serta Kementerian Perindustrian dalam bentuk klaster industri.
Lembaga Non Pemerintah lainnya juga melaksanakan antara lain dalam bentuk program peningkatan
daya saing rantai nilai komoditas atau program peningkatan pendapatan UMKM. Bank Indonesia juga
telah mengembangkan 134 klaster sejak tahun 2007 sampai dengan akhir tahun 2014 di seluruh Kantor
Perwakilan BI.
Program klaster yang telah dilaksanakan Bank Indonesia dan berbagai pihak tersebut tentunya mempunyai
berbagai macam pembelajaran yang dapat dipergunakan sebagai best practices kunci sukses keberhasilan
klaster. Untuk itu, kajian ini dilakukan guna mengidentifikasi indikator keberhasilan klaster. Ke depan,
indikator yang telah diidentifikasi ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan atau replikasi klaster,
sekaligus untuk dijadikan parameter dalam melakukan evaluasi dan penghargaan atas kinerja klaster.
Akhir kata, saya berharap kajian ini dapat dimanfaatkan oleh para pihak, para penggiat klaster, pemerintah,
akademisi maupun para pelaku klaster. Disamping itu, kajian juga dapat memberikan inspirasi bagi para
pengambil kebijakan dalam mengembangkan perekonomian melalui program-program yang sinergis,
komprehensif dan fokus pada keunggulan kompetitif dan komparatif wilayah, sehingga program yang
dilaksanakan dapat memberikan kemanfaatan bagi masyarakat serta berkelanjutan/sustainable.
Halim Alamsyah
Deputi Gubernur Bank Indonesia
Kata Pengantar
iv
Halaman ini sengaja dikosongkan
Ringkasan Eksekutif
v
RingkasanEksekutif
Dalam pengembangan ekonomi, klaster industri merupakan cara pandang yang komprehensif
dalam meningkatkan daya saing sektor tertentu dalam suatu wilayah geografis dengan melibatkan
seluruh entitas yang saling tergantung (interdependence) dalam rantai nilai seperti pelaku usaha
(hulu dan hilir), industri pendukung, lembaga pendukung, serta industri terkait. Menurut Michael Porter
dalam bukunya Clusters and The New Economics of Competition (1998), Klaster didefinisikan sebagai
“konsentrasi geografis perusahaan yang saling berhubungan, pemasok, penyedia jasa, perusahaan-
perusahaan di industri terkait, dan lembaga-lembaga terkait (misalnya universitas, lembaga standar, dan
asosiasi perdagangan) di bidang-bidang tertentu yang bersaing tetapi juga bekerja sama (Porter 1998).
Penumbuhkembangan klaster mengandung empat faktor penentu atau dikenal dengan nama diamond
model yang mengarah kepada daya saing industri, yaitu (1) faktor input (input condition factor), (2) kondisi
permintaan (demand condition), (3) industri pendukung dan terkait (related and supporting industries),
serta (4) strategi perusahaan dan persaingan (context for firm and rivalry strategy)”.
Untuk melihat keefektifan klaster sebagai pendekatan, Bank Indonesia bekerjasama dengan PUPUK
(Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil) melakukan kajian untuk memetakan program klaster
yang dikembangkan oleh Bank Indonesia dan mitra lainnya, mengidentifikasi faktor kunci dan indikator
keberhasilan klaster sesuai dengan metode analisis yang ditetapkan, merekomendasikan aspek/kategorisasi
untuk pemberian penghargaan klaster dan panduan/tahapan proses pengembangan klaster Kantor
Perwakilan Bank Indonesia, dan menyusun panduan yang dapat digunakan bagi KPwDN yang akan
melaksanakan replikasi klaster.
Objek kajian dilakukan terhadap 15 inisiasi klaster dan dikelompokkan pada 6 subsektor ekonomi, yaitu
subsektor tanaman pangan, subsektor hortikultura, subsektor peternakan, subsektor perkebunan, subsektor
perikanan budidaya, dan subsektor industri manufaktur, dengan rincian sbb :
1. Klaster Cabai Merah di Maros, Sulsel
2. Klaster Bawang Merah di Cirebon, Jabar
3. Klaster Bawang Putih di Sembalun, NTB
4. Klaster Paprika di Bandung Barat, Jabar
5. Klaster Padi Organik di Oku Timur, Sumsel
6. Klaster Padi Lokal di Barito Kuala, Kalsel
7. Klaster Jagung di Timor Timur Utara, NTT
8. Klaster Kopi di Bondowoso, Jawa Timur
9. Klaster Kakao di Ende, NTT
10. Klaster Domba Juhut di Pandeglang , Banten
11. Klaster Sapi Potong di Semarang, Jateng
12. Klaster Lele di Medan, Sumatera Utara
13. Klaster Rumput Laut di Nunukan, Kaltim
14. Klaster Rotan di Sukoharjo, Jateng
15. Klaster Komponen Kapal di Tegal, Jateng
vi
Ringkasan Eksekutif
Secara agregat terdapat 16 faktor keberhasilan dalam pengembangan klaster yang diperoleh berdasarkan
telaah pustaka (A Report to the Departement of Trade and Industry and the English Regional Development
Agencies) dan telah dikonfirmasi kepada responden, sbb :
No. Aspek Rata-rata Persepsi Responden
1 Akses pasar 5,5
2 Terdapat networking dan kemitraan 5,5
3 Akses informasi (pasar, teknologi) 5,3
4 Terdapat modal sosial yang kuat 5,3
5 Kedekatan dengan pemasok 5,1
6 Terdapat basis inovasi yang kuat (R&D tinggi) 5,1
7 Infrastruktur memadai 5
8 Spesialisasi 5
9 Terdapat kompetensi/keahlian yang kuat 5
10 Kepemimpinan dan visi bersama 5
11 Akses pada sumber keuangan 4,9
12 Akses terhadap jasa pendukung bisnis 4,8
13 Persaingan 4,7
14 Budaya kewirausahaan yang kuat 4,7
15 Akses ke jasa spesialis 4,4
16 Terdapat perusahaan besar 3,9
Berdasarkan temuan di lapangan, terdapat indikator kebijakan pemerintah yang mendukung yang juga
merupakan faktor penting yang menurut responden dapat mendorong perkembangan klaster. Dari ketujuh
belas faktor tersebut, terbangun sebuah konsep klaster berkelanjutan, yang terdiri atas 4 aspek sebagai
pilar, yaitu prasarana bisnis, SDM klaster, kelembagaan klaster dan peran pemerintah.
Infrastruktur
DUKUNGAN PEMERINTAH
Dukungan Kebijakan
KLASTER YANG BERKEMBANG DAN
BERKELANJUTAN
PRASARANA BISNIS1. Akses Pasar2. Akses Informasi Pasar3. Akses Jasa Spesialis4. Kedekatan dengan
pemasok5. Akses pada jasa
pendukung bisnis6. Akses pada sumber
keuangan 7. Terdapat perusahaan
besar
KELEMBAGAAN KLASTER1. Modal Sosial2. Kemitraan & Networking3. Kepemimpinan & Visi
Bersama4. Budaya Kewirausahaan
yang kuat5. Persaingan6. Spesialisasi
SDM KLASTER1. Kompetensi dan
keahlian yang kuat2. Basis inovasi yang kuat
Ringkasan Eksekutif
vii
Hasil temuan di lapangan juga menunjukkan bahwa klaster memberikan dampak, sbb :
a. Dampak kualitatif :
1. Meningkatkan pendapatan masyarakat bahkan dapat mengurangi kesenjangan sosial dan
perlindungan lingkungan/konservasi, misalkan menggeser minat SDM di tingkat lokal untuk tidak
melakukan mobilisasi keluar daerah, mendorong pemanfaatan lahan tidak produktif dll
2. Mempermudah terjadinya branding produk maupun daerah sehingga memperkuat dampak sosial
maupun ekonomi daerah secara berkelanjutan.
3. Menumbuhkan spesialisasi di dalam klaster
4. Menumbuhkan peran/fungsi bisnis baru atau inovasi baru di bidang produk dan jasa terkait dalam
klaster
5. Menumbuhkan teknologi baru dalam klaster
6. Meningkatkan akses pada lembaga keuangan/permodalan
7. Mendukung upaya stabilisasi harga pada komoditas ketahanan pangan yang dikembangkan
dalam klaster
b. Dampak kuantitatif dengan rincian sbb :
Secara rata-rata program klaster memberikan dampak peningkatan jumlah anggota, kapasitas produksi,
nilai transaksi, jumlah tenaga kerja, jumlah pengusaha baru yang muncul, peningkatan investasi dan
penerapan teknologi baru dengan prosentase rata-rata berkisar antara 15% sd 100%.
Dalam hal kemungkinan pelaksanaan replikasi klaster, responden menyebutkan bahwa manajemen
produksi dan teknologi merupakan aspek yang paling mudah direplikasi dengan alasan bahwa produksi/
tehnologi merupakan aspek teknis yang bisa dipelajari dan dapat dikenali dalam keseharian. Sedangkan
aspek marketing merupakan aspek yang paling sulit untuk direplikasi karena membutuhkan keahlian
khusus dalam pelaksanaanya terutama kemampuan dalam membangun jejaring yang luas.
Selanjutnya, untuk indikator/aspek yang akan dipergunakan dalam pelaksanaan penghargaan kinerja
klaster KPw atau untuk menentukan keberhasilan kinerja klaster dari KPw ditetapkan 10 faktor dengan
hasil pembobotan secara agregat sebagai berikut :
No. Aspek Faktor Keberhasilan Bobot (%)
1 Kelembagaan
1. Modal sosial yang kuat 10.5
2. Kemitraan dan networking 10.89
3. Kepemimpinan dan visi bersama 9.9
2 SDM4. Kompetensi dan keahlian yang kuat 9.9
5. Basis inovasi yang kuat 10.1
3 Prasarana Bisnis
6. Terdapat perusahaan besar 7.72
7. Akses pada sumber keuangan 9.7
8. Akses pasar 10.89
9. Akses informasi pasar 10.5
4 Pemerintah 10. Infrastruktur yang memadai 9.9
viii
Ringkasan Eksekutif
Pembobotan secara agregat dapat digunakan jika penyelenggaraan penghargaan klaster bersifat umum
(tanpa kategori). Pembobotan juga dapat dilakukan berdasarkan subsektor ekonomi, dengan rincian untuk
masing-masing sub sektor sebagai berikut :
Bobot (%)
No. Aspek Faktor KeberhasilanTanaman Pangan
Horti-kultura
Perke-bunan
Peter-nakan
Peri-kanan
Industri
1 Kelembagaan
1. Modal sosial yang kuat 10.73 11.16 9.52 10.42 10.31 9.63
2. Kemitraan dan networking 10.17 11.36 10.99 10.42 11.03 11.01
3. Kepemimpinan dan visi ber-sama
10.92 9.94 9.52 9.69 7.91 11.01
2 SDM4. Kompetensi dan keahlian yang
kuat9.42 10.34 10.26 9.69 9.35 10.09
5. Basis inovasi yang kuat 10.17 9.74 10.26 10.79 10.31 10.09
3P r a s a r a n a Bisnis
6. Terdapat perusahaan besar 8.29 7.1 10.26 8.04 5.52 7.8
7. Akses pada sumber keuangan 9.23 8.92 9.89 10.42 11.51 9.17
8. Akses pasar 10.73 11.16 10.62 10.79 11.51 10.55
9. Akses informasi pasar 10.55 10.75 8.79 10.42 11.51 10.55
4 Pemerintah 10. Infrastruktur yang memadai 9.79 9.53 9.89 9.32 11.03 10.09
******
Daftar Isi
ix
Daftar Isi
Kata Pengantar ....................................................................................................................................... iii
Ringkasan Eksekutif ................................................................................................................................. v
Daftar Isi ................................................................................................................................................. ix
Daftar Tabel ........................................................................................................................................... xiii
Daftar Gambar ...................................................................................................................................... xvii
Daftar Singkatan ................................................................................................................................... xix
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................................................... 2
1.3 Ruang Lingkup Kajian .................................................................................................................... 3
1.4 Metode Kajian .............................................................................................................................. 3
1.4.1 Metode Analisis ...................................................................................................................... 4
1.4.2 Metode Pengumpulan Data .................................................................................................... 5
1.4.3 Responden ............................................................................................................................. 5
1.4.4 Pengambilan Sampel ............................................................................................................... 5
2. Gambaran Umum Klaster
2.1 Tinjauan Teoritis ........................................................................................................................... 13
2.1.1 Definisi Klaster ...................................................................................................................... 13
2.1.2 Penilaian Kinerja Klaster ........................................................................................................ 14
2.1.3 Siklus Klaster (Life Cycle Cluster) ............................................................................................ 15
2.2 Kondisi Umum Klaster .................................................................................................................. 17
2.2.1. Subsektor dan Prakarsa Klaster ............................................................................................. 17
2.2.2. Kelembagaan Klaster ............................................................................................................ 27
2.2.3. Tantangan dan Kendala Klaster ............................................................................................ 35
2.2.4. Replikasi Klaster ................................................................................................................... 36
2.3 Kondisi Klaster Sektoral ................................................................................................................ 38
2.3.1 Subsektor Tanaman Pangan .................................................................................................. 38
2.3.1.1 Profil Umum Klaster Subsektor Tanaman Pangan (Jagung, Padi Lokal, Padi Organik) ..... 38
2.3.1.2 Deskripsi Komoditas Kajian Klaster Subsektor Tanaman Pangan ................................... 41
A. Profil Kelembagaan Klaster .................................................................................................. 41
B. Rantai Nilai Klaster ............................................................................................................... 61
C. Tantangan dan Kendala ...................................................................................................... 65
D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi ................................................................... 66
E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster ............................................................................. 71
2.3.2 Subsektor Hortikultura (Bawang Merah, Bawang Putih, Cabai dan Paptika ............................. 77
2.3.2.1 Profil Umum Klaster Subsektor Hortikultura ................................................................. 77
2.3.2.2 Deskripsi Komoditas Kajian Klaster Subsektor Hortikultura ........................................... 79
A. Profil Kelembagaan Klaster ................................................................................................. 79
x
Daftar Isi
B. Rantai Nilai Klaster ............................................................................................................. 100
C. Tantangan dan Kendala Klaster ......................................................................................... 105
D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi ................................................................. 107
E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster ........................................................................... 117
2.3.3 Subsektor Peternakan ......................................................................................................... 121
2.3.2.1 Profil Umum Klaster Subsektor Peternakan ................................................................. 121
2.3.2.2 Deskripsi Komoditas Subsektor Peternakan ................................................................ 122
A. Profil Kelembagaan Klaster ................................................................................................ 122
B. Rantai Nilai Klaster ............................................................................................................. 132
C. Tantangan dan Kendala Klaster ......................................................................................... 134
D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi ................................................................. 135
E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster ........................................................................... 137
2.3.4 Subsektor Perkebunan (Kopi dan Kakao) ............................................................................. 141
2.3.4.1 Profil Umum Klaster Subsektor Perkebunan ................................................................ 141
2.3.4.2 Deskripsi Klaster Komoditas Subsektor Perkebunan .................................................... 142
A. Profil Kelembagaan Klaster ................................................................................................ 143
B. Rantai Nilai Klaster ............................................................................................................ 152
C. Tantangan dan Kendala Klaster ......................................................................................... 154
D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi ................................................................. 155
E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster ........................................................................... 159
2.3.5 Subsektor Perikanan Budidaya (Ikan Lele dan Rumput Laut) ................................................. 163
2.3.5.1 Profil Umum Klaster Subsektor Perikanan Budidaya .................................................... 163
2.3.5.2 Deskripsi Klaster Komoditas Subsektor Perikanan Budidaya ......................................... 164
A. Profil Kelembagaan Klaster ................................................................................................ 165
B. Rantai Nilai Klaster ............................................................................................................. 174
C. Tantangan dan Kendala Klaster ......................................................................................... 175
D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi ................................................................. 176
E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster ........................................................................... 179
2.3.6 Subsektor Industri Manufaktur ............................................................................................ 183
2.3.6.1 Profil Umum Klaster Subsektor Industri Manufaktur .................................................... 183
2.3.6.2 Deskripsi Komoditas Kajian Klaster Subsektor Industri Manufaktur .............................. 184
A. Profil Kelembagaan Klaster ................................................................................................ 184
B. Rantai Nilai Klaster ............................................................................................................. 199
C. Tantangan dan Kendala Klaster ......................................................................................... 202
D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi ................................................................. 203
E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster ........................................................................... 208
3. Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
3.1. Analisis Konsep Kinerja Klaster ................................................................................................... 213
3.1.1. Analisis Faktor Keberhasilan Klaster ..................................................................................... 213
3.1.1.1 Faktor Keberhasilan Agregat Klaster ........................................................................ 218
3.1.1.2 Faktor Keberhasilan Klaster berdasarkan Subsektor Ekonomi ................................... 220
3.1.2. Analisis Indikator Keberhasilan Klaster ................................................................................. 226
Daftar Isi
xi
3.2 Analisis Penilaian Program Championship Klaster ......................................................................... 247
3.2.1 Modal Sosial ............................................................................................................................ 247
3.2.2 Kemitraan dan Networking ...................................................................................................... 250
3.2.3 Kepemimpinan dan Visi Bersama .............................................................................................. 253
3.2.4 Kompetensi/Keahlian ............................................................................................................... 253
3.2.5 Terdapat Basis Inovasi yang Kuat .............................................................................................. 256
3.2.6 Terdapat Perusahaan Besar ....................................................................................................... 257
3.2.7 Akses pada Sumber Keuangan ................................................................................................. 257
3.2.8 Aspek Pasar ............................................................................................................................. 258
3.2.9 Akses Informasi ....................................................................................................................... 259
3.2.10 Infrastruktur Klaster ............................................................................................................... 259
3.3. Mekanisme Penyelenggaraan Championship atau Penghargaan Kinerja Klaster ........................ 260
3.3.1. Latar Belakang, Maksud dan Tujuan Penyelenggaraan Penghargaan Klaster ............................. 260
3.3.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................................................. 261
3.3.3 Hasil yang Diharapkan .............................................................................................................. 261
3.3.4 Mekanisme Penyelenggaraan Penghargaan Kinerja Klaster ....................................................... 262
4. Kesimpulan dan Rekomendasi
4.1. Kesimpulan ............................................................................................................................... 265
4.2. Rekomendasi ............................................................................................................................ 272
xii
Daftar Isi
Halaman ini sengaja dikosongkan
Daftar Tabel
xiii
Daftar Tabel
Tabel I-1 Kategori Penilaian Persepsi terhadap Aktifitas Manajemen, Tingkat Pengaruh, Faktor
Keberhasilan dan Dampak Klaster ............................................................................................. 5
Tabel I-2 Nama Klaster, Wilayah dan Jumlah Kelompok Responden ........................................................... 5
Tabel I-3 Profil Manajemen Klaster ........................................................................................................... 6
Tabel I-4 Peran Stakeholder Klaster ........................................................................................................... 7
Tabel I-5 Pelaku Klaster .......................................................................................................................... 10
Tabel I-6 Non Pelaku Klaster .................................................................................................................. 11
Tabel II-1 Matriks Fase-fase Perkembangan Klaster ................................................................................. 16
Tabel II-2 Subsektor, Komoditas dan Lokasi Klaster ................................................................................. 17
Tabel II-3 Alasan Bank Indonesia Mengembangkan Klaster di Berbagai KPw BI ........................................ 22
Tabel II-4 Matriks Profil Umum Klaster Subsektor Tanaman Pangan ......................................................... 39
Tabel II-5 Inisiator, Alasan dan Komitmen Pihak-pihak Inisiator di 3 Wilayah Pengembangan Klaster
Tanaman Pangan ................................................................................................................... 43
Tabel II-6 Penentuan Dasar/Kriteria Pengembangan Klaster Tanaman Pangan .......................................... 44
Tabel II-7 Matriks Tahapan Pengembangan Klaster ................................................................................... 47
Tabel II-8 Jenis dan Kontributor Intervensi Stakeholder ............................................................................ 50
Tabel II-9 Tujuan Jangka Panjang Klaster ................................................................................................. 53
Tabel II-10 Tujuan Jangka Pendek Klaster ................................................................................................ 54
Tabel II-11 Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster ............................................................................ 55
Tabel II-12 Sumber Pendanaan Klaster .................................................................................................... 55
Tabel II-13 Kerja sama yang Pernah Dibangun ......................................................................................... 56
Tabel II-14 Aktivitas Champion Klaster .................................................................................................... 57
Tabel II-15 Pemetaan Fase Perkembangan Klaster di Subsektor Tanaman Pangan .................................... 59
Tabel II-16 Penilaian Responden terhadap Tantangan dan Kendala Ketahanan Pangan Subsektor
Tanaman Pangan ................................................................................................................. 66
Tabel II-17 Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Tanaman Pangan ..................................... 67
Tabel II-18 Penilaian Responden terhadap Faktor Keberhasilan pada Subsektor Tanaman Pangan ............ 69
Tabel II-19 Penilaian Responden (Manajemen) atas Dampak Kualitatif Klaster Tanaman Pangan ............... 72
Tabel II-20 Penilaian Responden (Pelaku Inti) atas Dampak Kualitatif Klaster Tanaman Pangan ................. 73
Tabel II-21 Penilaian Responden (Stakeholders) terhadap Dampak Kualitatif Klaster Tanaman Pangan ...... 74
Tabel II-22 Penilaian Responden (Masyarakat Umum) terhadap Dampak Kualitatif Klaster tanaman
Pangan .................................................................................................................................. 75
Tabel II-23 Penilaian Responden terhadap Dampak Kuantitatif Klaster Tanaman Pangan ....................... 76
Tabel II-24 Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster Subsektor
Hortikultura ......................................................................................................................... 80
Tabel II-25 Penentuan Dasar/Kriteria Pengembangan Klaster Hortikultura ................................................ 81
Tabel II-26 Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Susektor Hortikultura .............................................. 85
Tabel II-27 Bentuk dan Kontributor Intervensi Inisiator dan Stakeholder Klaster Subsektor
Hortikultura .......................................................................................................................... 88
Daftar Tabel
xiv
Tabel II-28 Visi dan Tujuan Jangka Panjang Pengembangan Klaster ......................................................... 93
Tabel II-29 Tujuan Jangka Pendek Pengembangan Klaster ....................................................................... 93
Tabel II-30 Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster ........................................................................... 94
Tabel II-31 Sumber Pendanaan Klaster .................................................................................................... 94
Tabel II-32 Kerja Sama Yang Pernah Dibangun Dengan Klaster Lain yang Sejenis ..................................... 95
Tabel II-33 Sistem Pengelolaan Klaster .................................................................................................... 96
Tabel II-34 Aktivitas Manajemen Klaster ................................................................................................. 97
Tabel II-35 Pemetaan Fase Perkembangan Klaster di Subsektor Hortikultura ............................................ 98
Tabel II-36 Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Hortikultura Terhadap Masalah Ketahanan
Pangan ................................................................................................................................. 106
Tabel II-37 Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Hortikultura Terhadap Masalah Ekspor .................... 106
Tabel II-38 Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Subsektor Hortikultura ........................... 107
Tabel II-39 Penilaian Responden terhadap Faktor Keberhasilan pada Subsektor Hortikultura .................. 113
Tabel II-40 Penilaian Manajemen Klaster Atas Dampak Kualitatif ........................................................... 117
Tabel II-41 Penilaian Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif .................................................................. 118
Tabel II-42 Penilaian Stakeholder Atas Dampak Kualitatif ....................................................................... 119
Tabel II-43 Penilaian Non Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif ............................................................ 120
Tabel II-44 Dampak Kuantitatif Pengembangan Klaster ......................................................................... 120
Tabel II-45 Matriks Profil Umum Klaster Subsektor Peternakan ............................................................... 121
Tabel II-46 Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster Subsektor
Peternakan ......................................................................................................................... 124
Tabel II-47 Penentuan Dasar/Kriteria Pengembangan Klaster ................................................................. 124
Tabel II-48 Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Peternakan ............................................................ 125
Tabel II-49 Jenis dan kontributor intervensi Stakeholder ......................................................................... 126
Tabel II-50 Tujuan Jangka Panjang Klaster ............................................................................................. 127
Tabel II-51 Tujuan Jangka Pendek Klaster .............................................................................................. 128
Tabel II-52 Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster ......................................................................... 128
Tabel II-53 Sumber Pendanaan Klaster .................................................................................................. 128
Table II-54 Kerja Sama yang Pernah Dibangun Dengan Klaster Sejenis .................................................. 129
Tabel II-55 Sistem Pengelolaan Klaster .................................................................................................. 129
Tabel II-56 Persepsi Responden Terhadap Aktivitas Manajemen Klaster .................................................. 130
Tabel II-57 Pemetaan Fase Perkembangan Sektor Peternakan ................................................................ 131
Tabel II-58 Persepsi Manajemen Klaster Terhadap Masalah/Kendala Ketahanan Pangan ......................... 134
Tabel II-59 Matriks Faktor kunci keberhasilan Klaster ............................................................................. 135
Tabel II-60 Penilaian Responden Terhadap Faktor Keberhasilan Klaster .................................................. 135
Tabel II-61 Aspek yang Bisa Direplikasi .................................................................................................. 137
Tabel II-62 Aspek yang Mempengaruhi Keberhasilan Replikasi ............................................................... 137
Tabel II-63 Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Manajemen Klaster .......................................... 138
Tabel II-64 Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Manajemen Stakeholder .................................. 138
Tabel II-65 Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Manajemen Pelaku .......................................... 139
Tabel II-66 Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Manajemen Non Pelaku ................................... 139
Tabel II-67 Penilaian Responden Terhadap Dampak Klaster Kuantitatif ................................................... 140
Daftar Tabel
xv
Tabel II-68 Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster Subsektor
Perkebunan ........................................................................................................................ 143
Tabel II-69 Penentuan Dasar/Kriteria Pengembangan Klaster Subsektor Perkebunan .............................. 144
Tabel II-70 Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Subsektor Perkebunan ........................................... 146
Tabel II-71 Bentuk dan Kontributor - Intervensi Inisiator dan Stakeholder Klaster Subsektor
Perkebunan ........................................................................................................................ 147
Tabel II-72 Visi dan Tujuan Jangka Panjang Pengembangan Klaster ....................................................... 149
Tabel II-73 Tujuan Jangka Pendek Pengembangan Klaster ..................................................................... 149
Tabel II-74 Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster ......................................................................... 149
Tabel II-75 Sumber Pendanaan Klaster .................................................................................................. 150
Tabel II-76 Sistem Pengelolaan Klaster .................................................................................................. 150
Tabel II-77 Aktivitas Manajemen Klaster ................................................................................................151
Tabel II-78 Pemetaan Fase Perkembangan Klaster Di Subsektor Perkebunan .......................................... 151
Tabel II-79 Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Perkebunan Terhadap Masalah Ekspor .................... 154
Tabel II-80 Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Subsektor Perkebunan ........................... 155
Table II-81 Penilaian Responden Terhadap Faktor Keberhasilan Klaster Subsektor Perkebunan ............... 157
Tabel II-82 Penilaian Manajeman Klaster Atas Dampak Kualitatif ........................................................... 160
Tabel II-83 Penilaian Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif .................................................................. 160
Tabel II-84 Penilaian Stakeholder Atas Dampak Kualitatif ....................................................................... 161
Tabel II-85 Penilaian Non Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif ............................................................ 162
Tabel II-86 Dampak Kuantitatif Pengembangan Klaster ......................................................................... 162
Tabel II-87 Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster Subsektor Perikanan ... 165
Tabel II-88 Penentuan/Dasar Kriteria Pengembangan Klaster Subsektor Perikanan ................................. 166
Tabel II-89 Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Subsektor Perikanan .............................................. 167
Tabel II-90 Bentuk dan Kontributor-Intervensi Inisiator dan Stakeholder Klaster Subsektor Perikanan ..... 168
Tabel II-91 Visi dan Tujuan Jangka Panjang Pengembangan Klaster ....................................................... 170
Tabel II-92 Tujuan Jangka Pendek Pengembangan Klaster ..................................................................... 170
Tabel II-93 Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster ......................................................................... 171
Tabel II-94 Sumber Pendanaan Klaster .................................................................................................. 171
Tabel II-95 Kerja Sama yang Pernah Dibangun dengan Klaster Lain yang Sejenis .................................... 171
Tabel II-96 Sistem Pengelolaan Klaster .................................................................................................. 172
Tabel II-97 Aktivitas Manajemen Klaster ................................................................................................ 172
Tabel II-98 Pemetaan Fase Perkembangan Klaster di Subsektor Perikanan .............................................. 173
Tabel II-99 Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Perkebunan Terhadap Masalah Ketahanan
Pangan .............................................................................................................................. 176
Tabel II-100 Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Subsektor Perikanan Budidaya .............. 176
Tabel II-101 Penilaian Responden Terhadap Faktor Keberhasilan Klaster Subsektor Perikanan dan
Budidaya ......................................................................................................................... 178
Tabel II-102 Penilaian Manajeman Klaster atas Dampak Kualitatif ......................................................... 180
Tabel II-103 Penilaian Pelaku Klaster atas Dampak Kualitatif ................................................................ 180
Tabel II-104 Penilaian Stakeholder atas Dampak Kualitatif ..................................................................... 181
Tabel II-105 Penilaian Non Pelaku Klaster atas Dampak Kualitatif .......................................................... 181
Tabel II-106 Dampak Kuantitatif Pengembangan Klaster ....................................................................... 182
Daftar Tabel
xvi
Tabel II-107 Matriks Profil Umum Klaster Subsektor Manufaktur ............................................................ 183
Tabel II-108 Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster Subsektor
Manufaktur ..................................................................................................................... 187
Table II-109 Penentuan Dasar/Kriteria Pengengembangan Klaster ......................................................... 188
Tabel II-110 Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Perkebunan ......................................................... 191
Tabel II-111 Jenis dan kontributor intervensi Stakeholder Klaster Subsektor Manufaktur ........................ 193
Tabel II-112 Visi/Target Jangka Panjang Subsektor Industri .................................................................... 195
Tabel II-113 Tujuan Jangka Pendek Klaster ............................................................................................ 195
Tabel II-114 Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster ....................................................................... 196
Tabel II-115 Sumber Pendanaan Klaster ................................................................................................ 196
Tabel II-116 Sistem Pengelolaan Klaster ................................................................................................ 196
Tabel II-117 Aktivitas Manajemen Klaster .............................................................................................. 197
Tabel II-118 Pemetaan Fase Perkembangan Sektor Industri Manufaktur ................................................. 198
Tabel II-119 Matrik Tantangan dan Kendala Klaster Komoditas Ekspor .................................................. 202
Tabel II-120 Matriks Faktor Kunci Keberhasilan ..................................................................................... 204
Tabel II-121 Penilaian Responden terhadap Faktor Keberhasilan Klaster Subsektor Manufaktur .............. 206
Tabel II-122 Faktor yang bisa direplikasi ................................................................................................ 207
Table II-123 Faktor Penyebab Keberhasilan/Kegagalan Klaster ............................................................... 208
Tabel II-124 Penilaian Responden Terhadap Dampak Kualitatif – Manajemen Klaster ............................. 208
Tabel II-125 Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif – Pelaku Klaster ............................................. 209
Tabel II-126 Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif – Stakeholder Klaster ..................................... 209
Tabel II-127 Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif - Non Pelaku Klaster ....................................... 209
Tabel II-128 Penilaian Responden terhadap Dampak Klaster Kuantitatif ................................................. 211
Tabel III-1 Tiga Peringkat Tertinggi dan Terendah Faktor Keberhasilan Klaster berdasarkan Sektor
Ekonomi .............................................................................................................................. 220
Tabel III-2 Aspek, Faktor, Indikator dan Parameter Keberhasilan Klaster ................................................. 227
Daftar Gambar
xvii
Daftar Gambar
Gambar I-1 Metodologi Pelaksanaan Kajian ........................................................................................... 4
Gambar II-1 Sektor Pendukung Karena Dampak Klaster .......................................................................... 18
Gambar II-2 Jumlah Champion Klaster .................................................................................................... 19
Gambar II-3 Jumlah Penggerak Klaster ................................................................................................... 19
Gambar II-4 Faktor-Faktor Penentu Klaster .............................................................................................. 20
Gambar II-5 Tahapan pengembangan Klaster Bank Indonesia ................................................................. 21
Gambar II-6 Visi/Target Jangka Panjang Pengembangan Klaster Usia 1-3 Tahun ...................................... 27
Gambar II-7 Visi/Target Jangka Panjang Pengembangan Klaster Usia 4-6 Tahun ...................................... 28
Gambar II-8 Visi/Target Jangka Panjang Pengembangan Klaster Usia Lebih Dari 6 Tahun .......................... 28
Gambar II-9 Target Jangka Pendek Pengembangan Klaster Usia 1-3 Tahun .............................................. 29
Gambar II-10 Target Jangka Pendek Pengembangan Klaster Usia 4-6 Tahun ............................................ 29
Gambar II-11 Target Jangka Pendek Pengembangan Klaster Usia Lebih Dari 6 Tahun ............................... 29
Gambar II-12 Strategi Pengembangan Klaster Usia 1-3 Tahun ................................................................. 30
Gambar II-13 Strategi Pengembangan Klaster Usia 4-6 Tahun ................................................................. 30
Gambar II-14 Strategi Pengembangan Klaster Usia Lebih Dari 6 Tahun .................................................... 31
Gambar II-15 Sistem Pengelolaan Klaster Usia 1-3 Tahun ........................................................................ 31
Gambar II-16 Sistem Pengelolaan Klaster Usia 4-6 Tahun ........................................................................ 32
Gambar II-17 Sistem Pengelolaan Klaster Usia Lebih Dari 6 Tahun ........................................................... 32
Gambar II-18 Bentuk Kerja Sama dengan Klaster Lain - Usia 1-3 Tahun ................................................... 32
Gambar II-19 Bentuk Kerja Sama dengan Klaster Lain - Usia 4-6 Tahun ................................................... 33
Gambar II-20 Bentuk Kerja Sama dengan Klaster Lain - Usia Lebih Dari 6 Tahun ...................................... 33
Gambar II-21 Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen - Klaster Usia 1-3 Tahun ...................................... 33
Gambar II-22 Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen Usia 4-6 Tahun ................................................... 34
Gambar II-23 Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen Usia Lebih Dari 6 Tahun ...................................... 34
Gambar II-24 Rerata Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen ................................................................ 34
Gambar II-25 Penilaian Hambatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Keberhasilan Klaster Pada
Komoditas Tanaman Pangan ............................................................................................ 35
Gambar II-26 Penilaian Hambatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Keberhasilan Klaster Pada
Komoditas Ekspor ........................................................................................................... 36
Gambar II-27 Faktor Penyebab Kegagalan dan Keberhasilan Klaster ........................................................ 36
Gambar II-28 Persentase Kemungkinan Replikasi Klaster berdasar Jawaban Manajemen Klaster .............. 37
Gambar II-29 Aspek Kemudahan Replikasi Berdasarkan Penilaian Manajemen dan Stakeholder Klaster .... 37
Gambar II-30 Tantangan dan Kendala serta Nilai Pengaruh terhadap Pengembangan Klaster
Tanaman Pangan ............................................................................................................ 41
Gambar II-31 Urutan Penilaian Aktivitas Champion Klaster ...................................................................... 58
Gambar II-32 Rantai Nilai Klaster Jagung - Timor Tengah Utara ............................................................... 62
Gambar II-33 Rantai Nilai Padi Organik – OKU Timur ............................................................................... 63
Gambar II-34 Rantai Nilai Klaster Padi Lokal – Barito Kuala ...................................................................... 64
Gambar II-35 Peringkat Kepentingan Indikator Keberhasilan Klaster Subsektor Tanaman Pangan ............ 70
xviii
Daftar Gambar
Gambar II-36 Rantai Nilai Klaster Bawang Merah Cirebon ...................................................................... 101
Gambar II-37 Rantai Nilai Klaster Bawang Putih Sembalun ..................................................................... 102
Gambar II-38 Rantai Nilai Klaster Cabai Maros ....................................................................................... 103
Gambar II-39 Rantai Nilai Klaster Paprika Pasirlangu .............................................................................. 104
Gambar II-40 Peringkat Faktor Keberhasilan Rerata Subsektor Hortikultura ............................................ 114
Gambar II-41 Grafik Tantangan dan Kendala yang Paling Berpengaruh ................................................. 122
Gambar II-42 Penilaian Responden Terhadap Aktivitas Champion .......................................................... 130
Gambar II-43 Rantai Nilai Klaster Domba Juhut – Pandeglang ................................................................ 133
Gambar II-44 Rantai Nilai Klaster Sapi Potong – Kab. Semarang ............................................................. 134
Gambar II-45 Peringkat Faktor Keberhasilan – Rerata Sub Sektor Peternakan ......................................... 136
Gambar II-46 Rantai Nilai Klaster Kopi Rakyat – Bondowoso .................................................................. 153
Gambar II-47 Rantai Nilai Klaster Kakao – Sikka ..................................................................................... 154
Gambar II-48 Peringkat Indikator Keberhasilan Rerata Subsektor Perkebunan ........................................ 158
Gambar II-49 Rantai Nilai Klaster Rumput Laut – Nunukan .................................................................... 174
Gambar II-50 Rantai Nilai Klaster Ikan Lele – Kuta Baru .......................................................................... 175
Gambar II-51 Peringkat Faktor Keberhasilan-Rerata Subsektor Perikanan Budidaya ................................ 179
Gambar II-52 Grafik Tantangan dan Kendala Komoditas Ekspor ............................................................ 184
Gambar II-53 Penilain Responden terhadap Aktivitas Champion yang Paling Intensif ............................. 198
Gambar II-54 Rantai Nilai Klaster Rotan Trangsan – Kabupaten Sukoharjo ............................................. 200
Gambar II-55 Rantai Nilai Klaster Komponen Kapal Kebasen – Kabupaten Tegal .................................... 201
Gambar II-56 Peringkat Faktor Keberhasilan - Rerata Subsektor Industri Manufaktur .............................. 207
Gambar III-1 Konsep Program Pengembangan Klaster ........................................................................... 213
Gambar III-2 Hubungan Hirarki Faktor Keberhasilan Klaster ................................................................... 217
Gambar III-3 Peringkat Faktor Keberhasilan Klaster secara Agregat ........................................................ 219
Gambar III-4 Perbandingan Peringkat Faktor Keberhasilan Klaster Menurut Subsektor Ekonomi ............. 222
Gambar III-5 Target Visi Jangka Panjang berdasar Target/tujuan ............................................................ 233
Gambar III-6 Target Jangka Pendek Berdasar Isu-isu Spesifik .................................................................. 234
Gambar III-7 Isu Strategi Pengembangan Klaster ................................................................................... 234
Gambar III-8 Jumlah Kontributor Dana Pengembangan Klaster .............................................................. 235
Gambar III-9 Indikator Sistem Pengelolaan Klaster ................................................................................. 235
Gambar III-10 Jenis Kerja Sama Antar Klaster ........................................................................................ 236
Gambar III-11 Tingkat Pentingnya Aktivitas Manajemen sebagai Parameter Kinerja Klaster .................... 237
Gambar III-12 Dampak Kualitatif Klaster yang Dirasakan Anggota Klaster .............................................. 237
Gambar III-13 Dampak Layanan Sosial Klaster dan Layanan Lainnya berdasar persepsi Masyarakat
Umum .......................................................................................................................... 238
Gambar III-14 Bentuk Intervensi Stakeholders dalam Klaster .................................................................. 238
Gambar III-15 Jenis Champion Klaster ................................................................................................... 242
Gambar III-16 Entitas Penggerak Klaster ............................................................................................... 242
Daftar Singkatan
xix
Daftar Singkatan
A
ALSINTAN : Alat mesin pertanian
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APR : Applied Plant Research
B
Batola : Barito Kuala
BDS : Business Development Service
BPMD : Balai Pendidikan Masyarakat Desa
BAPPEDA : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BPPT : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
BPSBTPH : Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan.Hortikultura
BPTP : Balai Penelitian Tanaman Pangan
BP3K : Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
BP4K : Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dam .
Kehutanan
C
CLC : Cocoa Learning Centre
CSR : Corporate Social Responsibility
D
DEBNAS : Dewan Bawang Merah Nasional
DIKTI : Pendidikan Tinggi
DKBU : Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
DKED : Dewan Kerjasama Ekonomi Daerah
DPDS : Dewan Pembina Daya Saing
F
FPESD : Forum Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya
FEDEP : Forum for Economic Development and Employment Promotion
G
GTZ-RED : Deutsche Gesselschaft Technische Zussamenarbeit Regional Economic Development
GAP : Good Agriculture Process
GAPOKDAKAN : Gabungan Kelompok Budidaya Ikan
GAPOKTAN : Gabungan Kelompok Tani
Daftar Singkatan
xx
H
HDI : Human Development Index
HPT : Hama Penyakit Dan Tanaman
FGD : Focus Group Discussion
I
IFEX : International Furniture Expo
IFFINA : International Furniture and Craft Fair Indonesia
IKM : Industri Kecil dan Menengah
J
JICA : Japan International Cooperation Agency
K
KADIN : Kamar Dagang dan Industri Indonesia
KBB : Kabupaten Bandung Barat
KBLI : Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia
KIID : Kompetensi Inti Industri Daerah
KKPE : Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
KPRS : Kredit Kepemilikan Rumah Sapi
KPwDN : Kantor Perwakilan Dalam Negeri
KSU : Koperasi Serba Usaha
KTNA : Ketua Kelompok Tani Andalan
L
LED : Local Economic Development
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
M
MEA : Masyarakat Ekonomi ASEAN
MOU : Memorandum of Understanding
MSM : Mitra Suka Maju
M4P : Making Market for Poor
N
NTB : Nusa Tenggara Barat
O
OKU Timur : Ogan Komering Ulu Timur
OVOP : One Village One Product
Daftar Singkatan
xxi
P
POKJA : Kelompok Kerja
PPE : Personal Protective Equipment
PSBI : Program Sosial Bank Indoneisia
PTPN : Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara
PHT : Pengendalian Hama Terpadu
POC : Pupuk Organik Cair
PRISMA : Promoting Rural Income through Support for Markets
PROSPECT : Promotion Sustainable Consumption and Production Eco Friendly Rattan Products
Indonesia
PUPUK : Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil
R
RDK : Rencana Definitif Kegiatan
RFA : Rain Forest Alliance
RKA : Rencana Kerja dan Anggaran
RKPJMD : Rencana Kerja Program Pengembangan Jangka Menengah Daerah
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
S
SMD : Sarjana Membangun Desa
SMIDEP : Small and Medium Industry Development
SOP : Standar Operasional Prosedur
SPSCF : Support of Poor Small Cocoa Farmer
SPL : Sekolah Pendamping Lapangan
T
TTU : Timor Tengah Utara
U
UD : Usaha Dagang
UNIDO : United Nations Industrial Development Organization
UPH : Unit Pembelian Hasil
UPJA : Usaha Persewaan Jasa Alsintan
UPT PPL : Unit Pelaksana Teknis
USP : Usaha Simpan Pinjam
UTZ : Universal Trade Zone
Y
YSC : Yayasan Sahabat Cipta
YMTM : Yayasan Mitra Tani Mandiri
Daftar Singkatan
xxii
Halaman ini sengaja dikosongkan
Pendahuluan
1
Bab IPendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam lima tahun terakhir, beberapa indikator perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan. Tingkat kemiskinan nasional telah berkurang dari 15,10% pada tahun 1990 menjadi
14,15% pada tahun 2009 dan 13,33% pada tahun 2010 (BPS, SUSENAS 2010). Indeks Pembangunan
Manusia Indonesia (HDI) meningkat rata-rata 1,4% per tahun. Demikian juga, pertumbuhan ekonomi
tumbuh rata-rata 5,9 %1 per tahun (2009 s.d 2013). Hal tersebut dikuatkan oleh Chairman McKinsey Global
Institute, Raoul Oberman (Kompas.com), yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia
dinilai paling stabil di dunia dalam 4-5 tahun terakhir. Sejalan dengan laporan McKinsey Global Institute
Report (2012) “Menuju Indonesia 2030 - Unleashing Indonesia’s Potential”, Indonesia berpotensi menjadi
negara maju pada tahun 2030, dengan indikator : 1) Indonesia akan menempati peringkat ke-7 negara
dengan ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2030; 2) Kebutuhan tenaga kerja akan mencapai 113 juta
orang (bertambah 58 juta orang); 3) Didukung oleh empat sektor kunci, yaitu jasa, pertanian, perikanan,
sumber daya dan pendidikan; 4) Kenaikan consuming class sebesar 90 juta, sebagai pangsa pasar yang
sangat besar.
Membaiknya indikator perekonomian Indonesia tersebut belum diikuti dengan pemerataan pendapatan
masyarakat, yang tercermin dari indikator gini ratio yang selama 5 (lima) tahun terakhir meningkat dari 0,37
(2009) menjadi 0,41 (2013)2. Hal tersebut terutama disebabkan sektor-sektor yang berbasis sumber daya
alam dan daya serap tenaga kerja tinggi, antara lain sektor pertanian (termasuk perkebunan, kehutanan,
perburuan belum menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Sedangkan sektor yang padat modal dengan
porsi penyerapan lapangan kerja hanya 4% (pengangkutan dan komunikasi) tumbuh 10,19% dan sektor
keuangan, real estate, dan jasa tumbuh 7,56%3.
Dari sisi pelaku usaha, perekonomian Indonesia masih didominasi oleh UMKM. Bahkan UMKM merupakan
pilar penyangga dari dampak keterpurukan ekonomi nasional, karena memiliki kemampuan menghadapi
krisis ekonomi yang berkepanjangan. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM (2012), jumlah
UMKM secara nasional tercatat sebesar 56,53 juta unit, mendominasi lebih dari 99% total unit usaha
dengan menyerap tenaga kerja sebesar 97,6 % serta berkontribusi terhadap PDB sebesar 57,48%.
Dengan melihat kedudukan, potensi dan peranan yang strategis dari UMKM dalam mewujudkan stabilitas
perekonomian nasional, diperlukan upaya dari berbagai pihak termasuk Bank Indonesia untuk menumbuhkan
pusat-pusat ekonomi baru yang berdaya saing. Salah satu program yang dilakukan Bank Indonesia adalah
melaksanakan program pengembangan UMKM melalui pendekatan klaster industri. Program ini telah
dilaksanakan sejak tahun 2007 sampai dengan sekarang di seluruh Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank
1 BPS, 20142 BPS, 20143 BPS, 2014
Pendahuluan
2
Indonesia (KPw DN BI). Keterlibatan seluruh KPw DN ini merupakan salah satu wujud peran Bank Indonesia
di daerah seperti disampaikan GBI dalam sambutannya pada tanggal 19 Juni 2013 sebagai berikut: “Kunci
stabilitas perekonomian nasional adalah stabilnya perekonomian daerah sehingga Bank Indonesia harus
dapat berperan maksimal di daerah, baik dalam pelaksanaan fasilitasi program pengembangan sektor riil
dan UMKM (klaster) atau sebagai sumber referensi data dan informasi, serta sebagai advisor terpercaya
yang mengerti lika-liku ekonomi dan bisnis di daerah”.
Istilah program pengembangan klaster industri itu sendiri telah dilaksanakan di beberapa Kementerian,
antara lain klaster industri yang dikembangkan Kementerian Perindustrian dan program One Vilage One
Product (OVOP) yang dikembangkan Kementerian Koperasi dan UKM. Klaster industri telah dikembangkan
Kementerian Perindustrian semenjak tahun 2006 - 2012, telah membina 64 klaster industri yang terdiri dari
7 klaster komoditas industri (minyak atsiri, gerabah dan keramik hias, batu mulia dan perhiasan, kerajinan
dan barang seni, makanan ringan, garam rakyat serta fashion) yang tersebar di 64 kabupaten/kota di
Indonesia. Sementara Kementerian Koperasi dan UKM juga telah mengembangkan 66 program OVOP di
66 Kabupaten dan Kota di 27 Provinsi sejak tahun 2010 – 2013.
Di Bank Indonesia, istilah klaster didefinisikan sebagai sekelompok UMKM yang beroperasi pada sektor/
sub sektor yang sama atau merupakan konsentrasi perusahaan yang saling berhubungan dari hulu ke hilir
(Pedoman Kerja Pelaksanaan Klaster, 2010). Program klaster itu sendiri telah diawali Bank Indonesia pada
tahun 2006 dengan melaksanakan kajian “Pembiayaan dalam rangka Pengembangan Klaster”. Kemudian
mulai diimplementasikan dalam bentuk pilot project pengembangan klaster pada tahun 2007 di 5 (lima)
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (Medan, Surabaya, Bandung, Semarang dan Serang). Pada tahun 2009
– 2011, program klaster telah dilaksanakan hampir di seluruh KPw DN dan sampai dengan 2013 telah
dilaksanakan di seluruh KPw DN. Adapun jumlah klaster yang telah dikembangkan sebanyak 69 klaster
dengan melibatkan 8.607 UMKM dan telah meningkatkan produksi rata-rata sebesar 35% per tahun serta
akses kredit sebesar Rp.104,32 miliar.
Program klaster yang dikembangkan Bank Indonesia di daerah tersebut telah mendapat apresiasi dan
dukungan dari para stakeholders karena dilakukan secara komprehensif dari hulu ke hilir serta mensinergikan
berbagai pihak. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia tersebut sangat
penting untuk diberikan apresiasi untuk mendorong percepatan program pengembangan klaster yang
dilaksanakan KPw DN ke depan sekaligus dapat membangun best practice program klaster yang sustainable
dalam bentuk penghargaan kinerja klaster yang melibatkan seluruh KPw DN pelaksana klaster.
1.2 Tujuan
Tujuan Kajian Penghargaan Kinerja Klaster Kantor Perwakilan Bank Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Memetakan program klaster yang dikembangkan Bank Indonesia, kementerian, negara lain dan
lembaga lainnya (Perguruan Tinggi, Asosiasi, dll) melalui studi literatur dan survei.
2. Mengidentifikasi faktor kunci dan indikator keberhasilan klaster.
3. Merekomendasikan mekanisme dan kategorisasi penilaian klaster (misalkan kategori klaster ketahanan
pangan, klaster produk ekspor, klaster sektoral : pertanian, perikanan, dan industri; klaster pelopor;
klaster unggulan daerah) sebagai acuan pelaksanaan program Penghargaan Kinerja Klaster Kantor
Perwakilan Bank Indonesia.
Pendahuluan
3
1.3 Ruang Lingkup Kajian
Ruang lingkup kajian sebagai berikut :
1. Pengumpulan data dan informasi melalui studi literatur dan perbandingan antar klaster.
2. Klaster yang akan dikaji merupakan klaster yang dikembangkan oleh Bank Indonesia, Kementerian,
negara lain dan lembaga lain (PT, Asosiasi, dll) di seluruh wilayah KPw DN
3. Klaster yang akan disurvei merupakan sekelompok UMKM yang beroperasi pada sektor/sub sektor
yang sama atau merupakan konsentrasi perusahaan yang saling berhubungan dari hulu ke hilir,
dengan kriteria sebagai berikut :
a. Sudah dibina minimal 1 tahun, termasuk yang sudah phasing out paling lama 3 tahun.
b. Diutamakan mewakili sektor ekonomi/komoditas tertentu (komoditas yang menjadi sumber
tekanan inflasi atau komoditas ketahanan pangan atau komoditas berorientasi ekspor)
c. Mewakili tingkat kematangan klaster (1 – 3 tahun; >3 – 6 tahun; dan >6 tahun).
d. Mewakili sebaran wilayah/keterwakilan wilayah klaster di bagian Timur, Tengah dan Barat.
1.4 Metode Kajian
Kajian diawali dengan studi pustaka untuk mendapatkan informasi dan gambaran awal tentang teori/
konsep serta pelaksanaan klaster dan faktor kunci keberhasilan pelaksanaan klaster. Untuk memperkaya
informasi tentang pelaksanaan klaster, akan dilakukan interview dan field visit di lapangan baik dengan
pelaku di dalam klaster langsung maupun stakeholders dan fasilitator yang mendukung pengembangan
klaster. Hal ini dilakukan terhadap klaster binaan Bank Indonesia, Kementerian/Dinas terkait, swasta dan
lembaga lain.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, akan disusun mengenai profil klaster secara umum, baik yang
bersifat individual maupun secara sektoral. Berdasarkan profil dan data yang diperoleh selanjutnya dilakukan
identifikasi dan analisis faktor keberhasilan sebuah klaster. Berdasakan hasil analisis faktor keberhasilan
klaster, disusun konsep dan mekanisme Championship klaster. Selanjutnya disusun rekomendasi pelaksanaan
penghargaan kinerja klaster yang bisa diimplementasikan oleh Bank Indonesia. Kerangka kajian tersebut
dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Pendahuluan
4
Gambar I -1 Metodologi Pelaksanaan Kajian
1.4.1 Metode Analisis
Pendekatan yang digunakan dalam rangka melakukan kajian Penghargaan Kinerja Klaster menggunakan
metode deskriptif analitis yang menggabungkan dasar – dasar pelaksanaan survei dan investigasi lapangan,
pemikiran teoritis, logis dan pragmatis yang relevan.
Deskriptif :
Bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan keberadaan data primer maupun sekunder, khususnya
yang berkaitan dengan persepsi, pengetahuan dan pengalaman dalam pengembangan klaster.
Analitis :
Bertujuan mengetahui hubungan antara data primer dan sekunder yang dilakukan dengan menggunakan
instrumen/alat analisis tertentu yang bisa digunakan.
Untuk memudahkan analisis, maka hasil analisis dikategorikan dalam empat tingkatan penilaian,
sebagaimana disajikan pada Tabel I-1 berikut :
Analisis Faktor KeberhasilanKlaster
Konsep dan Teori Klaster
Pelaksanaan Klaster di KPw BI
Pelaksanaan Klaster di Kementerian atau
lembaga lain
Profil Umum Klaster
Konsep dan Mekanisme ChampionshipKlaster
Rekomendasi Pelaksanaan Program Championship Klaster
Pendahuluan
5
Tabel I-1. Kategori Penilaian Persepsi terhadap Aktifitas Manajemen, Tingkat Pengaruh, Faktor
Keberhasilan dan Dampak Klaster
NilaiKategori terhadap persepsi
Aktifitas manajemen Tingkat pengaruh Faktor keberhasilan Dampak klaster
4,6 – 6,0 sangat tinggi sangat kuat sangat penting sangat besar
3,1 – 4,5 tinggi kuat penting besar
1,5 – 3,0 cukup tinggi/sedang sedang cukup penting sedang
< 1,5 rendah lemah kurang penting kecil
1.4.2 Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data dilakukan sebagai berikut:
1. Data primer diperoleh dari wawancara (pemilik proyek, masyarakat), kuesioner dan FGD dengan
stakeholders pelaksana klaster, tenaga ahli klaster, akademisi dan pelaku klaster.
2. Data sekunder diperoleh dari studi literatur, data dan informasi dari stakeholders pelaksana program
klaster, kementerian/dinas, swasta, lembaga dll.
1.4.3 Responden
Sampel ditetapkan dengan purposive sampling, yaitu memilih klaster binaan Bank Indonesia dan Kementerian/
lembaga lain yang sudah dibina minimal 1 (satu) tahun (termasuk yang sudah phasing out paling lama 3
tahun apabila ada), mewakili sektor ekonomi/komoditas tertentu, mewakili tingkat kematangan klaster dan
mewakili sebaran wilayah/keterwakilan wilayah klaster.
1.4.4 Pengambilan Sampel
Responden dalam kajian adalah manajemen klaster/pengelola klaster, stakeholders klaster, pelaku dalam
klaster dan masyarakat sekitar klaster (non pelaku) pada 15 wilayah klaster. Total responden berjumlah
91 orang/lembaga, yang terdiri dari 16 responden manajemen klaster/pengelola klaster, 31 responden
stakeholders klaster, 25 responden pelaku usaha dalam klaster serta 19 responden masyarakat sekitar
klaster (non pelaku). Kelompok responden dan wilayah klaster dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel I-2. Nama Klaster, Wilayah dan Jumlah Kelompok Responden
No Nama Klaster Wilayah Manajemen Klaster
Stakeholder Pelaku Non
Pelaku
1 Jagung TTUKabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur
1 1 2 1
2Padi Organik OKU Timur
Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan 2 3 2 1
3 Padi Lokal Batola Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan 1 2 3 1
4Bawang Merah Cirebon
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat 1 3 2 2
5Bawang Putih Sembalun
Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat
1 1 1 1
6 Cabai Maros Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan 1 2 2 1
7Paprika Pasirlangu
Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
1 3 2 2
Pendahuluan
6
No Nama Klaster Wilayah Manajemen Klaster
Stakeholder Pelaku Non
Pelaku
8 Kopi Bondowoso Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur 1 1 1 1
9 Kakao Sikka Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur 1 2 3 1
10 Domba Juhut Kabupaten Pandeglang, Banten 1 2 1 2
11Sapi Potong Polosiri
Desa Polosiri, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang Jawa Tengah
1 3 1 1
12Ikan Lele Kutabaru
Desa Kutabaru, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara
1 2 2 1
13Rumput Laut Nunukan
Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara 1 3 1 1
14 Rotan Trangsan Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah 1 1 1 1
15Komponen Kapal Tegal
Kabupaten Tegal, Jawa Tengah 1 2 1 2
JUMLAH 16 31 25 19
a. Profil Manajemen/Pengelola Klaster
Berdasarkan hasil wawancara terhadap 16 responden dalam 15 klaster yang disurvei, teridentifikasi bahwa
seluruh klaster telah memiliki manajemen/pengelola klaster dengan bentuk yang berbeda-beda, antara
lain koperasi, gapoktan, asosiasi, perguruan tinggi dan badan usaha/perusahaan/Champion lokal. Bentuk
manajemen klaster yang paling banyak ditemui adalah koperasi sebesar 43,75% (7 responden), gapoktan
sebesar 37,5% (6 responden) dan dua lainnya adalah Yayasan (6,25%) dan Kelompok Kerja (Pokja) (6,25%).
Adapun rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel I-3. Profil Manajemen Klaster
No Nama Klaster WilayahManajemen Klaster
Nama Lembaga Jenis
1 Jagung TTUKabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur
Yayasan Mitra Tani Mandiri Yayasan
2Padi Organik OKU Timur
Kabupaten OKU Timur, Sumatera SelatanGapoktan dan Gapoktan Sumber Suko
Gapoktan
3 Padi Lokal Batola Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan Gapoktan Gapoktan
4Bawang Merah Cirebon
Kabupaten Cirebon, Jawa BaratKoperasi Serba Usaha Nusantara Jaya
Koperasi
5Bawang Putih Sembalun
Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat
Gapoktan Jorong Mandiri Gapoktan
6 Cabai Maros Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan LKMA Koperasi Tanralili Koperasi
7 Paprika PasirlanguDesa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
Koperasi Mitra Suka Maju (MSM)
Koperasi
8 Kopi Bondowoso Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur Koperasi Tani Rejo Koperasi
9 Kakao Sikka Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur Koperasi Plea Puli Koperasi
10 Domba Juhut Kabupaten Pandeglang, Banten Gapoktan Juhut Mandiri Gapoktan
11 Sapi Potong PolosiriDesa Polosiri, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang Jawa Tengah
Kelompok Tani Ternak Bangun Rejo
Gapoktan
12 Ikan Lele KutabaruDesa Kutabaru, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara
Gabungan Kelompok Budidaya Ikan
Gapokdakan
13 Rumput Laut Nunuka Kabupaten Nunukan, Kalimantan UtaraKoperarasi Berkah Bahari Perbatasan
Koperasi
Pendahuluan
7
No Nama Klaster WilayahManajemen Klaster
Nama Lembaga Jenis
14 Rotan TrangsanKabupaten Sukoharjo, Jawa TengahKabupaten Sikka, Nusa Tenggara TimurKabupaten Pandeglang, Banten
Pokja klaster dan FEDEP Lainnya
15Komponen Kapal Tegal
Desa Polosiri, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang Jawa Tengah
Koperasi Mandiri Sejahtera Koperasi
b. Profil Stakeholder Klaster
Dalam pelaksanaan program pengembangan klaster, stakeholders atau fasilitator dalam klaster memberikan
peran yang cukup besar dalam mensinergikan peran semua pihak sehingga dapat memberikan dampak
tehadap penciptaan daya saing yang optimal dalam klaster. Masing-masing pihak dengan peran yang berbeda
perlu untuk dikoordinasikan intervensinya sehingga dapat terbangun visi, tujuan, strategi maupun langkah
bersama yang sejalan. Beberapa stakeholders yang teridentifikasi dalam survei antara lain kementerian/
dinas terkait, pemerintah daerah, Bank Indonesia, perbankan, pusat penelitian, akademisi, learning centre,
Unit Pelaksana Teknis (UPT), Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K), Badan Pelaksana
Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K), dan lain-lain. Rincian masing-masing stakeholders
klaster beserta perannya dapat dilihat pada tabel dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel I-4. Peran Stakeholder Klaster
No. Nama Klaster Wilayah
Stakeholder
Nama Lembaga Peran
1 Jagung TTUKabupaten Timor Tengah Utara
YayasanMitraTaniMandiri (YMTM)
Pengelola Program PengembanganKlaster: Peningkatan Usaha TaniJagung TTU
2Padi Organik OKU Timur
Kabupaten OKU - Sumsel
BP3K
a. Mendampingi aspek teknis :- Pemetaan- Budidaya padi,
b. mediator/komunikator
Konsultan Lokal KPw BI Palembang
Mendampingi klaster padi organik OKU Timur atas nama KPw BI Palembang, khususnya pada pengetahuan dan keterampilan budaya padi organik (tidak pada aspek pasca panen)
KPw BI Palembanga. Inisiatorb. Bantuan teknis
3Padi Lokal Botal
Kabupaten Barito Kuala –Kalsel
Dinas Pertanian Kabupaten Batola
a. Fasiltatorb. Konsultanc. Motivator
KPw BI BanjarmasinIdentifikasi stakeholders sebagai fasilitator, inisiator, pelaksana
Pendahuluan
8
No. Nama Klaster Wilayah
Stakeholder
Nama Lembaga Peran
4Bawang Merah Cirebon
Kabupaten Cirebon -Jawa Barat
KPw BI Cirebon
a. Bantuan teknis : - penguatan kelembagaan koperasi, - penguatan & peningkatan kapasitas petani - penguatan akses produksi melalui penyediiaan
tenaga pendamping;b. Fasilitasi :
- Peningkatan akses pasar dengan distributor/ eksportir/pasar modern/ tradisional
- Akses perbankan atau bantuan keuangan untuk permodalan.
Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Cirebon
a. Pendampinganb. Penyaluran bantuanc. Penyediaan bantuan teknis
BUKOPINa. Simpananb. Pinjaman
5Bawang Putih Sembalun
Kabupaten Lombok Timur - NTB
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur
Pendampingan di proses on farm seperti budidaya dan pasca panen
6Cabai Merah Maros
Kabupaten Maros - Sulsel
Dinas Pertanian Kab. Maros
a. Kebijakanb. Program pendukung (hibah benih dan pupuk,
pendampingan, pelatihan dll)
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Pelaksana Penyuluhan & Ketahanan Pangan Kec. Tanralili, Kab. Maros
Pendampingan lapangan (staf pendamping lapangan)
7Paprika Pasirlangu
Kabupaten Bandung -Barat Jawa Barat
Bank Indonesia Kantor Perwakilan Bandung
a. Bantuan teknis: penyelenggaraan pelatihan budidaya,
b. Penguatan kelembagaan koperasi,c. Fasilitasi akses perbankan/lembaga keuangan
untuk permodalan
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia
Lembaga Penelitian yang mengembangkan solusi pengendalian hama terpadu (PHT), berupa teknologi budidaya paprika dalam rumah kasa secara hidroponik
Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat
Lembaga pemerintah kabupaten yang memberikan pembinaan dan pendampingan masalah budidaya dan agribisnis
8Kopi Bondowoso
Kabupaten Bondowoso - Jawa Timur
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember (Puslit Koka)
Lembaga (Puslit Kopi dan Kakao) sebagai lembaga penelitian dan pengembangan meneliti kopi di Bondowoso yang ada sejak lama.
Pendahuluan
9
No. Nama Klaster Wilayah
Stakeholder
Nama Lembaga Peran
9Kakao Sikka
Kabupaten Sikka- NTT
Dewan Kerjasama Ekonomi Daerah (DKED)
a. Memberikan masukan, usulan dan saran terkait ekonomi daerah serta merumuskan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi.
b. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan dan memfasilitasi kajian-kajian potensi dan peluang perekonomian lokal untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah kabupaten.
c. Mediasi antara BUMN, swasta, stakeholders dalam rangka pengembangan ekonomi salah satunya kakao dan melalukan monitoring evaluasi bersama mitra kerja.
Cocoa Learning Centre (CLC)
a. Resources dari tenaga ahli tentang budidaya dan pasca panen kakao untuk Kab. Sikka.
b. Memberikan pendampingan lapanganc. Sertifikasi kakao lestarid. Fasilitasi akses pasar.
10Domba Juhut
Kabupaten Pandeglang - Banten
BP4K Fasilitasi akses pemasaran dan teknologi.
KPw BI Serang Fasilitator, pemberdayaan sektor riil.
11Sapi Potong Polosiri
Kabupaten Semarang - Jawa Tengah
Ass. Pembangunan Dua Sekda Kab. Semarang
Koordinator percepatan pembangunan dalam pengembangan klaster yang merupakan penjabaran visi misi daerah.
Dinas Peternakan Kab. Semarang
Pembina klaster dan juga sebagai penyusun pedoman pengembangan klaster (Sapi Potong) di Kab. Semarang.
BRI Cabang UngaranPenyaluran kredit usaha bagi petani melalui skema KKPE, KPRS - Business Development Support untuk klaster sapi potong dan sapi perah.
12Ikan Lele Kutabaru
Kabupaten Serdang Bedagai - Sumatera Utara
Dinas Perikanan Kabupaten Serdang Bedagai
a. Bimbingan teknis :- Pembinaan- Pemberian motivasi
b. Fasilitasi sarana dan prasarana pengembangan bisnis seperti fasilitas mesin pakan.
KPW BI MedanInisiator dimulai dari pengkajian dan analisa usaha. Fasilitator dalam implementasi klaster
13Rumput Laut Nunukan
Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara
Asisten 2 Bidang Ekonomi Pemerintah Kabupaten Nunukan
a. Kebijakan Ekonomib. Fungsi koordinasi pengembangan ekonomi daerah
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan
a. Kebijakanb. Pendataanc. Penguatan kelembagaan/ pendampingand. Pelatihan teknise. Dukungan saprodi
Bank Kaltim Cabang Nunukan
a. Simpananb. Pinjaman
14Rotan Trangsan
Kabupaten Sukoharjo - Jawa Tengah
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Koordinator Pengembangan Klaster
Pendahuluan
10
No. Nama Klaster Wilayah
Stakeholder
Nama Lembaga Peran
15Komponen Kapal
Kabupaten Tegal - Jawa Tengah
Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) Tegal sebagai mitra kerja JICA dalam proyek SMIDEP
a. Bekerja sama dengan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, melakukan penelitian pengembangan produk pompa dan baling-baling dengan pembiayaan dari DIKTI;
b. Menggerakkan Service Provider terkait IKM Logam Komponen Kapal untuk meningkatkan daya saing dengan melakukan sertifikasi BKI, bekerjsama dengan JICA dalam program SMIDEP
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal
a. Penanggung jawab tingkat kabupaten: program pengembangan kompetensi inti industri komponen perkapalan;
b. Pendorong dan penanggung jawab fungsi koordinasi dan sinergi antar pemangku kepentingan terkait untuk pelaksanaan kegiatan yang berada di bawah peta panduan pengembangan kompetensi inti industri daerah komponen perkapalan Kabupaten Tegal
c. Pelaksana fungsi penyaluran bantuan, pembinaan dan pendampingan
c. Profil Pelaku Klaster
Tabel I-5. Pelaku Klaster
No Nama Klaster WilayahPelaku
Nama/ Lembaga Perorangan/ Badan Usaha
1 Jagung Timor Timur Utara NTTAna Lemanas Perorangan
Daniel Khikan Perorangan
2 Padi Organik Oku Timur SumselSuryono Perorangan
M. Ishak Perorangan
3 Padi Lokal Barito Kuala Kalsel Haderani Perorangan
4 Bawang Merah Cirebon Jawa BaratAmin K. Danopa Perorangan
Kasid Perorangan
5 Bawang Putih Sembalun NTB Sumarlin Perorangan
6 Cabai Merah Maros SulselLKMA Koperasi Tanralili/Sholeh Koperasi
Kios Sumber Rejeki/MuhYahya UD
7 Paprika Bandung Barat Jawa BaratEman Suparman Perorangan
Dadan Darmawan Perorangan
8 Kopi Bondowoso Jawa Timur Suheri Perorangan
9 Kakao Ende, NTT
Kansius Ani Perorangan
Thomas Kuremas Perorangan
Eustachius Gleko Perorangan
10 Domba Juhut Pandeglang Banten Muhammad Utin Perorangan
11 Sapi potongKabupaten Semarang Jawa Tengah
Ari Bowo Perorangan
12 Lele (perikanan) MedanSuratno Perorangan
Saidi Perorangan
13 Rumput Laut Nunukan Koperasi Mamolo Sejahtera Koperasi
14 Rotan Sukoharjo Jawa Tengah Agung Rejeki UD
15 Komponen Kapal Tegal Jawa Tengah Setia Kawan UD
Pendahuluan
11
Berdasarkan hasil survei, mayoritas pelaku klaster adalah perorangan (belum memiliki badan usaha) yaitu
sebesar 78,26% atau sebanyak 18 responden. Selain itu, terdapat bentuk lainnya yaitu koperasi dan usaha
dagang (UD), sedangkan bentuk badan hukum PT atau CV tidak ditemukan pada saat dilakukan survei.
d. Profil Non Pelaku
Tabel I-6. Non Pelaku Klaster
No Nama Klaster WilayahNon Pelaku
Nama Pekerjaan
1 Jagung Timor Timur Utara NTT Paulinus Mineh Kepala Desa
2 Padi Organik Oku Timur Sumsel Suyono Petani sawah
3 Padi Lokal Barito Kuala Kalsel Hardiyansyah petani pemilik & penggarap
4 Bawang Merah Cirebon Jawa BaratZaenuddin Pekerja
Eko Yulianto Pemilik Warung
5 Bawang Putih Sembalun NTB Basuki Rahmat Wiraswasta Penginapan
6 Cabai Merah Maros Sulsel Daeng Taba Petani
7 Paprika Bandung Barat Jawa BaratOmay Komar Mantan Kepala Sekolah Dasar Pasirlangu
Asep Witarli Pengawas Koperasi MSM
8 Kopi Bondowoso Jawa Timur Samsul Buruh Tani Serabutan
9 Kakao Ende, NTT Sotar Sane Nurak Kepala Desa Bloro
10 Domba Juhut Pandeglang BantenAde Usmadi Petani
H. A dimyati Lurah
11 Sapi potong Kabupaten Semarang Jawa Tengah Pujianto Sekdes/Kaur Kesbang
12 Lele (perikanan) Medan Wagiri Sekretaris desa
13 Rumput Laut Nunukan Jalil Petani rumput laut
14 Rotan Sukoharjo Jawa Tengah Sriyana Kepala Desa
15Komponen Kapal
Tegal Jawa TengahSaripah Pedagang Kelontong
Hidayat Pedagang Mesin
Selain manajemen klaster, stakeholders, dan pelaku klaster, survei juga dilakukan kepada non pelaku klaster
(masyarakat). Responden non pelaku klaster terdiri dari pihak-pihak yang memiliki profesi terkait seperti
petani, pengawas koperasi, lurah, kepala desa, pedagang dan lain-lain.
Pendahuluan
12
Halaman ini sengaja dikosongkan
13
Gambaran Umum Klaster
Bab IIGambaran Umum
Klaster
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Definisi Klaster
Beberapa definisi klaster yang dikutip dari beberapa sumber sebagai berikut :
Michael Porter dalam bukunya Clusters and The New Economics of Competition (1998) : Klaster didefinisikan
sebagai “konsentrasi geografis perusahaan yang saling berhubungan, pemasok, penyedia jasa, perusahaan-
perusahaan di industri terkait, dan lembaga-lembaga terkait (misalnya universitas, lembaga standar dan
asosiasi perdagangan) di bidang-bidang tertentu yang bersaing tetapi juga bekerja sama (Porter 1998).
Penumbuhkembangan klaster mengandung empat faktor penentu atau dikenal dengan nama diamond
model yang mengarah kepada daya saing industri, yaitu: (1) faktor input (input condition factor), (2) kondisi
permintaan (demand condition), (3) industri pendukung dan terkait (related and supporting industries),
serta (4) strategi perusahaan dan pesaing (context for firm and strategy)”
1. UNIDO (United Nations Industrial Development Organizations) :
Klaster didefinisikan sebagai “konsentrasi geografis perusahaan yang saling terkait dan lembaga terkait
yang menghadapi tantangan yang sama dan kesempatan”. Jumlah perusahaan yang dianggap sebagai
klaster dapat bervariasi tergantung pada ukuran suatu negara.
2. Thomas Andersson dalam The Cluster Policies Whitebook (2004) :
“Klaster secara umum didefinisikan sebagai proses perusahaan dan aktor-aktor lain yang saling bekerja
sama di dalam konsentrasi area geografis, bekerja sama dalam fungsional tertentu dan membangun
hubungan serta aliansi yang bekerja untuk meningkatkan daya saing kolektif mereka.”
3. Enright, M. J., (1992) :
Klaster didefinisikan sebagai “perusahaan-perusahaan yang sejenis/sama atau yang saling berkaitan,
berkumpul dalam suatu batasan geografis tertentu.”
4. Kementerian Perindustrian (PP. No. 28/2008)
“Klaster didefinisikan sebagai sekelompok industri inti yang terkonsentrasi secara regional maupun
global yang saling berhubungan atau berinteraksi sosial secara dinamis, baik dengan industri terkait,
industri pendukung maupun jasa penunjang, infrastruktur ekonomi dan lembaga terkait dalam
meningkatkan efisiensi, menciptakan aset secara kolektif dan mendorong terciptanya inovasi sehingga
tercipta keunggulan kompetitif.”
14
Gambaran Umum Klaster
2.1.2. Penilaian Kinerja Klaster
Dalam menentukan keberhasilan program klaster yang dikembangkan, terdapat beberapa kriteria yang
perlu dibangun. Di bawah ini beberapa kriteria yang digunakan dalam melakukan evaluasi dan monitoring
untuk Cluster Initiatives sebagai berikut:
1. Cluster Initiatives Greenbooks (Orjan Solvell, Goran Lindqvist, Christian Ketels, 2003), beberapa kriteria
untuk melakukan penilaian kinerja klaster:
a. Peningkatan daya saing klaster (indikator a.l : inovasi, teknologi, branding)
b. Peningkatan pertumbuhan klaster (indikator a.l. : ekspansi klaster)
c. Pencapaian tujuan program pengembangan klaster
2. A Report to the Department of Trade and Industry and the English Regional Development Agencies
(RDAs), (2002), Semua klaster memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi terdapat beberapa indikator
umum yang menjadi kunci sukses dalam melaksanakan program pengembangan klaster, yaitu :
A. Faktor kunci sukses (Critical Success)
a. Terdapat networking dan kemitraan
b. Terdapat basis inovasi yang kuat yang mendukung aktifitas R & D,
c. Terdapat kompetensi/keahlian yang kuat.
B. Faktor penyumbang sukses (Contributing Success)
a. Infrastruktur yang memadai
b. Terdapat perusahaan besar
c. Budaya kewirausahaan yang kuat
d. Akses pada sumber keuangan
C. Faktor pelengkap/komplementer (Complementary success)
a. Akses ke jasa spesialis
b. Akses pasar
c. Akses terhadap jasa pendukung bisnis
d. Persaingan
e. Akses informasi
f. Komunikasi dan kepemimpinan
g. Aspek virtual
h. Dampak ekonomi eksternal.
3. Rosenfeld (1997). Keberhasilan klaster dapat dilihat dari beberapa faktor penentu kekuatan klaster
yaitu :
1. Spesialisasi,
2. Kapasitas penelitian dan pengembangan
3. Pengetahuan dan keterampilan
4. Pengembangan sumber daya manusia
5. Jaringan kerjasama dan modal sosial
6. Kedekatan dengan pemasok
7. Ketersediaan modal
15
Gambaran Umum Klaster
8. Jiwa kewirausahaan
9. Kepemimpinan dan visi bersama
4. GIZ (2011) dan Action for Enterprise (AFE) - Value Chain Market Based Solutions.Terdapat 3 (tiga)
level untuk mengukur keberhasilan (dampak) suatu program, yaitu dilihat pada level UMKM, level
intervensi/solusi berbasis pasar dan level program secara keseluruhan.
5. Bank Indonesia. Penilaian kinerja klaster di Bank Indonesia berdasarkan pengukuran Indeks Kinerja
Utama (IKU) pada tahun 2014, terdiri dari :
a. Nama IKU: “Peningkatan jumlah klaster ketahanan pangan/volatile food/komoditas ekspor” (klaster
baru)
Formula pengukuran : Peningkatan jumlah wilayah/desa atau jumlah komoditas pada klaster
ketahanan pangan/volatile food/ komoditas ekspor
b. Nama IKU : “Peningkatan kinerja klaster eksisting” (klaster lama) adalah :
Formula pengukuran :
Prosentase peningkatan kinerja 1 (satu) klaster (lanjutan/eksisting) dibandingkan tahun sebelumnya,
yang diukur dengan indikator (pilihan) peningkatan produksi, peningkatan jumlah tenaga kerja dan
peningkatan jumlah UMKM yang terlibat.
2.1.3. Siklus Klaster (Life Cycle Cluster)
Seperti halnya produk, industri juga mengikuti siklus tahapan pengembangan. Klepper dalam Industry Life
Cycles In: Industrial and Corporate Change, Klepper, S (1997: 148) membedakan menjadi tiga tahapan
yang berbeda dari siklus hidup industri, yaitu Embryonic, Growing and Mature. Max-Peter Menzel dan Dirk
Fornahl (2007) dalam Cluster Life Cycles-Dimensions and Rationales of Cluster Development, menjelaskan
bahwa kondisi klaster pada tahap awal atau disebut tahap embrio (embriyonic stage) : volume pasar
rendah, terdapat ketidakpastian yang tinggi, desain produk masih primitif, dan mesin yang digunakan
untuk produksi tidak terspesialisasi. Pada tahap kedua, atau yang disebut tahap pertumbuhan (growth
stage), klaster memiliki output yang tinggi, desain produk mulai stabil, inovasi produk menurun dan proses
produksi menjadi lebih halus sebagai hasil penggunaan mesin khusus yang menggantikan tenaga kerja
manusia. Dalam tahap ini, terjadi penurunan dan seleksi produsen. Selanjutnya pada tahap ketiga atau
disebut tahap dewasa (mature stage), terjadi pertumbuhan output yang melambat, pangsa pasar stabil,
inovasi kurang signifikan serta manajemen, pemasaran, dan teknik produksi menjadi lebih terspesialisasi.
Dalam model ini, pada tahap embrio terdapat sedikit jumlah perusahaan dan tenaga kerja, sedangkan pada
tahap pertumbuhan terjadi peningkatan dan pada tahap dewasa terjadi penurunan jumlah perusahaan dan
tenaga kerja.
Sandee dan ter Wingel (2002) telah melakukan observasi terhadap karakteristik klaster di Indonesia dan
mengklasifikasikan taraf perkembangannya menjadi empat jenis:
1. Artisinal :
Pelaku di dalamnya merupakan usaha mikro, produktivitas dan upah yang rendah; kondisi usaha stagnan
(pasar, investasi dan produksi, metode produksi dan manajemen, organisasi dan pengembangan
produksi), orientasi pasar lokal (konsumen berpenghasilan rendah), peralatan dan perlengkapan usaha
masih primitif, banyak produsen yang buta huruf dan pasif dalam pemasaran produsen (tidak tahu
16
Gambaran Umum Klaster
tentang pasar mereka), peran tengkulak/pedagang yang dominan (produsen sepenuhnya tergantung
pada tengkulak atau pedagang untuk pemasaran), rendahnya kerjasama antar perusahaan dan
spesialisasi (tidak ada kerjasama vertikal antara perusahaan), tidak ada jaringan eksternal dengan
organisasi-organisasi yang mendukung. Sebagian besar klaster di Indonesia masih dalam tahap ini.
2. Active :
Telah menggunakan pekerja dengan keterampilan tinggi dan teknologi yang lebih baik, pasar nasional
dan ekspor, aktif dalam pemasaran, tingkat jaringan internal maupun eksternal tinggi (contoh : klaster
industri sepatu).
3. Dynamic :
Telah terdapat jaringan perdagangan luar negeri yang luas, heterogenitas dalam kelompok terkait
ukuran, teknologi dan pasar yang dilayani semakin tinggi, perusahaan besar/perintis memainkan peran
yang menentukan (contoh : klaster mebel Jepara)
4. Advanced :
Tingkat spesialisasi dan kerjasama antar perusahaan tinggi, jaringan bisnis antara perusahaan dengan
pemasok bahan baku, komponen, peralatan dan komponen pendukung lainnya, penyedia layanan
bisnis, pedagang, distributor dan bank sangat baik, terbangun kerjasama yang baik dengan lokal,
regional atau pemerintah nasional, serta dengan lembaga pelatihan dan penelitian (perguruan tinggi,
perusahaan yang berorientasi ekspor (klaster pariwisata Bali).
Menurut INOVISA - Uni Eropa (2012) dalam International Benchmarking Study of Competitiveness Pole and
Clusters & Clusters and Identification of Best Practices, Life Cycle Cluster dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Starting phase, kurang dari 1 tahun
2. Consolidating phase, 1 – 3 tahun
3. Development phase, 3 – 7 tahun dan
4. Reorienting phase
Pada kajian ini digunakan kriteria fase perkembangan klaster sebagai berikut:
Tabel II-1. Matriks Fase-Fase Perkembangan Klaster
No URAIANTAHAPAN KLASTER
Starting phase Consolidating phase Development phase Reorienting phase
1 Lama Berdiri kurang dari 1 tahun berdiri 1-3 tahun berdiri 4-6 tahun berdiri > 6 tahun
2 Koordinasibelum ada koordinasi
koordinasi masih sedikit
koordinasi berjalan baik
koordinasi mulai berkurang
3 Inovasibelum ada inovasi (produk, produksi, pemasaran)
mulai penjajakan inovasi (produk, produksi, pemasaran)
inovasi masih sedikitinovasi menjadi budaya (produk, produksi, pemasaran)
4 Kegiatan belum ada kegiatan kegiatan sedikit banyak kegiatankegiatan sudah mulai berkurang
5 Kelembagaankelembagaan belum jalan
kelembagaan mulai dirintis
kelembagaan jalan mantap
kelembagaan jalan lamban
6 Kepengurusankepengurusan belum dibentuk
kepengurusan sudah terbentuk
kepengurusan mantapkepengurusan bertransformasi
17
Gambaran Umum Klaster
No URAIANTAHAPAN KLASTER
Starting phase Consolidating phase Development phase Reorienting phase
7 Keanggotaankeanggotaan masih terbatas
keanggotaan sudah mulai bertambah
keanggotaan solid keanggotaan berkurang
8 Perencanaan belum ada rkasudah ada rka namun belum berfungsi sepenuhnya
rka sudah berfungsi sebagai acuan pelaksanaan kegiatan
rka sebagai acuan pelaksanaan kegiatan sudah mulai menurun fungsinya
9Pertanggung jawaban
belum ada mekanisme pertanggung jawaban
sudah ada mekanisme pertanggung jawaban tapi belum berjalan
sudah ada mekanisme pertanggung jawaban dan berjalan dengan baik
Pertanggung jawaban mulai menurun
2.2. Kondisi Umum Klaster
2.2.1. Subsektor dan Prakarsa Klaster
Subsektor
Kajian mencakup klaster yang tersebar di 15 kabupaten dan 10 provinsi di Indonesia. Lima belas komoditas
ditetapkan untuk setiap kabupaten terpilih, dan terbagi dalam 6 sub sektor. Tabel II-2 menyajikan informasi
terkait sub sektor, komoditas, dan lokasi kajian.
Tabel II-2 Subsektor, Komoditas dan Lokasi Klaster
Sub Sektor KomoditasLokasi Kajian
Kabupaten Provinsi
Sub Sektor Tanaman Pangan
Jagung Timor Tengah Utara (TTU) Nusa Tenggara Timur
Padi Organik Ogan Komering Ulu Timur Sumatera Selatan
Padi Lokal Barito Kuala Sumatera Utara
Sub Sektor Hortikultura
Bawang Merah Cirebon Jawa Barat
Bawang Putih Lombok Timur Nusa Tenggara Barat
Cabai Maros Sulawesi Selatan
Paprika Bandung Barat Jawa Barat
Sub Sektor PerkebunanKopi Bondowoso Jawa Timur
Kakao Maumere Nusa Tenggara Timur
Sub Sektor PeternakanDomba Pandeglang Banten
Sapi Potong Semarang Jawa Tengah
Sub Sektor Perikanan Budidaya
Rumput Laut Nunukan Kalimantan Utara
Lele Serdang Bedagai Sumatera Utara
Sub Sektor Industri Manufaktur
Rotan Sukoharjo Jawa Tengah
Logam Komponan Kapal Tegal Jawa Tengah
Klaster-klaster dalam kajian ini diinisiasi pada waktu yang beragam. Usia inisiasi klaster dikelompokkan
untuk melihat fase perkembangan kematangannya. Kelompok-kelompok klaster tersebut adalah :
18
Gambaran Umum Klaster
< 1 Tahun : -
1-3 Tahun : Klaster Domba Juhut, Klaster Padi Organik, Klaster Ikan Lele, Klaster Logam Komponen
Kapal, Klaster Cabai, Klaster Rumput Laut
4-6 Tahun : Klaster Bawang Merah, Klaster Padi Lokal, Klaster Rotan Trangsan, Klaster Sapi Potong
Polo Siri, Klaster Kopi Bondowoso
> 6 Tahun : Klaster Paprika Pasirlangu, Klaster Bawang, Putih Sembalun, Klaster Jagung TTU, Klaster
Kakao Sikka.
Dalam kajian ini ditemukan juga kemunculan sektor pendukung selain sektor utama, sebagai dampak dari
inisiasi klaster. Dalam klaster-klaster ini muncul usaha-usaha baru yang termasuk ke dalam sektor-sektor
sebagai berikut:
- Sektor jasa di Klaster Domba Juhut, Klaster Padi Organik OKU Tiur, Klaster Padi Lokal Batola, Klaster
Paprika Pasirlangu, Klaster Bawang Merah Kabupaten Cirebon, Klaster Sapi Potong Polo Siri, Klaster
Kopi Bondowoso dan Klaster Kakao Sikka.
- Sektor peternakan di Klaster Jagung TTU
- Sektor industri di Klaster Domba Juhut, Klaster Paprika Pasirlangu, Klaster Sapi Potong Polo Siri dan
Klaster Kopi Bondowoso
- Sektor pertanian Klaster Domba Juhut dan Klaster Sapi Potong
Gambar II-1. Sektor Pendukung Karena Dampak Klaster
Sektor jasa cenderung lebih mudah tumbuh, disusul dengan sektor industri. Munculnya entitas-entitas ini
sangat relevan dengan kebutuhan dan peluang yang tersedia ketika titik masuk pengembangan klaster dipilih
atau ditetapkan pada sektor primer, khususnya komoditas pertanian. Dimana, sektor industri merupakan
sektor sekunder, sementara sektor jasa merupakan sektor tersier dalam tahapan proses transformasi barang
dan jasa. Entitas baru tersebut terbukti telah mempercepat proses produksi padi (contoh : unit instalasi
Pupuk Organik Cair (POC) di OKU Timur, Unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) di Barito Kuala), dan jasa-jasa
pemasaran yang mempercepat distribusi barang/jasa kepada konsumen (contoh : villa sapi di Semarang).
Pada proses industri di sektor pertanian merupakan langkah terdekat dalam penciptaan nilai tambah output
berupa barang turunan, seperti yang dilakukan oleh Kelompok Wanita Kuta Baru yang memproduksi
berbagai olahan lele (abon, baso, nugget, dll), walaupun tingkat komersialisasinya belum optimal.
19
Gambaran Umum Klaster
Prakarsa Klaster
Prakarsa klaster didefinisikan sebagai kegiatan kemitraan yang meningkatkan daya saing klaster (Solvell,
dkk. 2003). Kemitraan dapat terjadi antar entitas, baik entitas bisnis ataupun non bisnis, individual ataupun
lembaga, yang memangku kepentingan dalam klaster. Dalam kajian ini, prakarsa klaster diasumsikan untuk
secara utama digerakkan oleh sebuah atau sejumlah lembaga yang disebut dengan istilah inisiator atau
penggerak terjadinya kemitraan dalam klaster.
Dalam kajian ini penginisiasi pengembangan klaster dan komoditas yang dikembangkan dalam klaster telah
ditetapkan dan dikelompokkan sebagai berikut :
No. Inisiator Klaster
1. Bank Indonesia Klaster Bawang Merah Kabupaten CirebonKlaster Cabai MarosKlaster Domba JuhutKlaster Sapi PotongKlaster Rumput Laut NunukanKlaster Padi Organik OKU TimurKlaster Ikan Lele Kuta Baru Klaster Padi Lokal BatolaKlaster Kopi Bondowoso
2. Pemerintah Klaster Logam Komponen Kapal TegalKlaster Bawang Putih SembalunKlaster Rotan Trangsan
3. Lembaga Donor Klaster Kakao Sikka Klaster Jagung TTU
4. Swasta Klaster Paprika Pasirlangu
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan prakarsa klaster. Selain peran inisiator, dalam kajian ini
membuktikan bahwa penggerak klaster dan penggerak klaster lain juga merupakan pelaku penting dalam
mendorong keberhasilan klaster. Entitas penggerak klaster tersebut berupa Koperasi, UMKM Pelopor,
Perusahaan Inti, Asosiasi dan LSM. Sedangkan penggerak klaster penting yang saling bermitra, seperti
tokoh masyarakat, perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Komposisi dari penggerak klaster dapat dilihat
pada Gambar II-2 dan II-3.
Gambar II-2. Jumlah Champion Klaster Gambar II-3. Jumlah Penggerak Klaster
Dalam kajian ini, disusun suatu pemetaan tentang pendekatan dan strategi inisiasi prakarsa atau
pengembangan klaster yang dikembangkan oleh masing-masing inisiator. Pemetaan tersebut semata-mata
bertujuan untuk menangkap keunikan aspek-aspek inisiasi prakarsa klaster dari masing-masing stakeholders.
20
Gambaran Umum Klaster
a. Bank Indonesia
Bank Indonesia memulai program pengembangan klaster UMKM di tahun 2006, diawali dengan
pelaksanaan kajian “Pembiayaan dalam rangka Pengembangan Klaster”. Implementasi dari program klaster
itu sendiri mulai dilaksanakan pada tahun 2007 dalam bentuk proyek pilot (pilot project) di lima 5 (lima)
wilayah Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia, yaitu Medan, Surabaya, Bandung, Semarang dan Serang.
Tujuan pengembangan klaster Bank Indonesia pada awal pelaksanaan program di tahun 2007 adalah :
(1) meningkatkan kinerja suatu klaster yang berbasis komoditas keunggulan daerah dan (2) memberikan
rekomendasi kepada para stakeholders terkait mengenai upaya yang ditujukan untuk pengembangan klaster
komoditas unggulan. Berikut adalah diagram kerangka kerja (framework)/metodologi pengembangan
program klaster yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
Gambar II-4. Faktor-FaktorPenentu Klaster
Sumber : Dokumen DKBU Bank Indonesia, 2008
Pelaksanaan program pengembangan klaster Bank Indonesia tersebut merupakan bagian dari upaya
percepatan pertumbuhan sektor riil yang dilakukan melalui pemberdayaan UMKM dengan pendekatan
klaster (Percepatan Pertumbuhan Sektor Riil Melalui Kegiatan Pengembangan Klaster UKM, DKBU Bank
Indonesia, 2008). Dasar pertimbangan pemilihan pendekatan klaster oleh Bank Indonesia tersebut karena
nilai strategis pendekatan ini yang bersifat terintegrasi, meningkatkan daya tawar, efisiensi biaya dan
berdampak bagi pengembangan ekonomi wilayah. Pendekatan klaster juga mampu menstimulasi inovasi
melalui pertukaran pengalaman dan pengetahuan antar pelaku dalam hubungan hulu-hilir serta mendorong
peningkatan keterkaitan sosial dan peningkatan keahlian masing-masing anggota klaster.
21
Gambaran Umum Klaster
Secara garis besar kegiatan tahapan pengembangan klaster yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah sbb :
a. Pemilihan klaster
b. Identifikasi permasalahan dan kebutuhan bantuan teknis
c. Melaksanakan pemberian bantuan teknis
d. Evaluasi dan Monitoring
Gambar II-5 Tahapan pengembangan Klaster Bank Indonesia
Sumber: Dokumen DKBU Bank Indonesia 2008
Pada pelaksanaan proyek pilot pengembangan klaster, Bank Indonesia menetapkan indikator pencapaian
klaster sebagai berikut : peningkatan volume penjualan, peningkatan penjualan, peningkatan penyerapan
tenaga kerja (penambahan jumlah jam dan/atau tenaga kerja) dan penambahan jumlah kredit/pembiayaan.
Dari 9 klaster yang diinisiasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, 7 (tujuh) narasumber masing-
masing KPw BI menyatakan dasar pengembangan klaster yang diinisiasi oleh BI didasari oleh alasan karena
core lembaga, CSR (Corporate Social Responsibility), kebijakan pusat, dan juga kebijakan internal (Tabel
II-3).
22
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-3. Alasan Bank Indonesia Mengembangkan Klaster di Berbagai KPw BI
Kantor Perwakilan Core Lembaga CSR Kebijakan Pusat Kebijakan Internal
KPw BI Serang √ √ 0 0
KPw BI Provinsi Sumatera Selatan √ √ √ √KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan √ √ √ √KPw BI Provinsi Sumatra Utara √ √ √ √KPw BI Banjarmasin √ √ √ √KPw BI Provinsi Jawa Barat √ 0 √ √KPw BI Cirebon 0 √ √ 0
Core lembaga. Sesuai dengan Undang-Undang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagai mana telah
diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2004 , tugas Bank Indonesia adalah mencapai dan menjaga
kestabilan nilai rupiah. Hal tersebut tercermin dari dua aspek yang harus dikelola oleh Bank Indonesia, yaitu
kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar dan
menjaga kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin pada laju inflasi. Hal Ini. Secara
empiris, komoditas bahan pangan merupakan sumber tekanan inflasi di Indonesia, dengan kontribusi yang
cukup signifikan dan cepat terpengaruh terhadap gangguan. Beberapa komoditas bahan pangan yang
dimaksud adalah beras, daging, bawang merah, cabai merah dan bawang putih. Peran Bank Indonesia adalah
mewujudkan misi menjaga sisi pasokan komoditas bahan pangan dalam bentuk program pengembangan
klaster komoditas bahan pangan unggulan. Salah satu tujuan kajian ini adalah mengidentifikasi praktik baik
dari pengembangan klaster pada komoditas ketahanan pangan baik yang diinisiasi Kantor Perwakilan Bank
Indonesia, maupun yang diinisiasi oleh pihak lain. Sesuai dengan kategori komoditas ketahanan fokus Bank
Indonesia, maka beberapa pengembangan komoditas ketahanan pangan pun menjadi target kajian ini.
CSR (Corporate Social Responsibility) Bank Indonesia. Selain dituntut untuk melaksanakan tugas-
tugas utamanya tersebut, BI juga diminta untuk tetap memiliki kepedulian terhadap lingkungan
(komunitas) sebagai wujud CSR-nya atau lebih dikenal dengan istilah Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).
PSBI mendukung pencapaian tujuan Millenium Goals Development, salah satu di antaranya pengurangan
angka kemiskinan menjadi setengah pada tahun 2015. Dukungan tersebut tercermin dalam tema PSBI
yaitu meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat khususnya masyarakat ekonomi menengah dan kecil;
membantu program Pemerintah dalam menyiapkan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas
serta mampu berkompetisi dengan SDM asing; dan meningkatkan dan memelihara ekosistem melalui
kerjasama dengan segenap masyarakat UMKM. Dalam konteks pengembangan klaster, PSBI difokuskan
dalam rangka mendukung pemberdayaan sektor riil dan usaha mikro kecil dengan pemberian bantuan
berupa sarana dan prasarana.
Kebijakan Pusat. Kebijakan pusat yang dimaksud adalah kebijakan nasional khususnya dalam masalah
ketahanan pangan. Dalam RPJMN 2010-2014, pembangunan ketahanan pangan menjadi program prioritas
ke-5, dengan arah pembangunan ketahanan pangan untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian
pangan, melalu peningkatan produksi dan produktivitas, peningkatan nilai tambah dan daya saing, serta
peningkatan kapasitas pertanian, perikanan dan kehutanan. Kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan
pangan dari sektor pertanian diarahkan untuk mencapai ”Empat Sukses” yaitu sukses dalam: (a) swasembada
berkelanjutan; (b) diversifikasi pangan; (c) nilai tambah, daya saing, dan ekspor; dan (d) peningkatan
kesejahteraan petani. Sementara itu, peningkatan ketersediaan pangan dari sektor perikanan dan kelautan
23
Gambaran Umum Klaster
diprioritaskan pada daerah yang memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar dan diarahkan untuk:
(a) pengembangan sumber daya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil, (b) peningkatan produktivitas
sumber daya perikanan tangkap, dan (c) peningkatan produksi perikanan budidaya, dan peningkatan daya
saing produk perikanan (Dewan Ketahanan Pangan, 2010). Mengacu kepada Kebijakan Umum Ketahanan
Pangan Nasional dan RPJMN 2010-2014, maka pengembangan klaster sebagai pendekatan dalam program
pemberdayaan sektor riil dan UMKM sangat relevan, walaupun pemerintah pusat tidak secara eksplisit
menggunakan pendekatan klaster sebagai platform pada sektor ini.
Kebijakan Internal. Beberapa KPw Bank Indonesia menyatakan bahwa pengembangan klaster juga
merupakan kebijakan internal KPw. Inisiasi KPw atas dasar kebijakan dari Kantor Bank Indonesia Pusat
melalui mekanisme yang telah ditetapkan.
Dalam proses inisiasi klaster, Bank Indonesia telah melakukan serangkaian tahapan pengembangan
intervensi klaster yang memenuhi prinsip-prinsip dasar pengembangan klaster sebagai berikut :
§Mobilisasi : membangun kepentingan dan partisipasi. Proses mobilisasi dilakukan melalui penggalangan
komitmen dengan stakeholders yang akan terlibat dalam pengembangan klaster, yaitu Champion/
pengelola klaster, pemerintah terkait, entitas usaha dan lembaga-lembaga lainnya, seperti lembaga
penelitian dan perguruan tinggi. Usaha mobilisasi ini baik itu berupa penggalangan komitmen atau
kemitraan dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan koordinatif yang dilakukan seperti pertemuan (rapat)
koordinasi, fasilitasi pertemuan, FGD dan lain sebagainya.
§Diagnosis : mengidentifikasi dan mendefinisikan klaster, kemudian mendefinisikan kekuatan dan
kelemahan klaster. Pada tahap ini biasanya diawali dengan kegiatan kajian potensi ekonomi pada
wilayah alternatif pengembangan. Proses diagnosis dilakukan pada tahap analisis klaster di mana
analisis potensi dan analisis masalah dilakukan dengan berkoordinasi dengan stakeholders pemerintah
terkait terutama untuk menggali informasi tentang program Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan
pengembangan klaster yang akan diintervensi.
§Strategi kolaboratif : mengidentifikasi tindakan-tindakan atau aksi-aksi yang diperlukan untuk
mempromosikan pengembangan klaster dalam kerja sama dengan para pemangku kepentingan di
dalam klaster. Agar terjadi sinergi dalam membangun kolaborasi dapat disusun MoU antara pemerintah
daerah atau pemangku kepentingan lainnya atau dalam bentuk kesepakatan kerjasama lainnya dalam
rangka penyelenggaraan program tersebut.
§Implementasi : menerapkan rencana aksi yang dilakukan pada tahap pelaksanaan. Dalam tahapan
ini, Bank Indonesia berkoordinasi dan bersinergi dengan stakeholders terkait sesuai dengan bentuk
intervensi yang dapat dilakukan masing-masing pihak. Terkait dengan intervensi berupa bantuan teknis,
Bank Indonesia mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/22/PBI/2012 Tentang Pemberian
Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah.
§Peninjauan : monitoring dan evaluasi hasil-hasil serta meninjau implementasi strategi/kegiatan.
b. Pemerintah
Dalam kajian ini terdapat tiga klaster yang diinisiasi oleh pihak pemerintah, yaitu klaster bawang putih
Sembalun, klaster logam komponen kapal Tegal dan klaster rotan Trangsan.
24
Gambaran Umum Klaster
Pada Klaster Bawang Putih Sembalun, inisiator utama keberadaan klaster ini adalah Dinas Pertanian
dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur, didukung oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian
Pertanian. Kementerian Pertanian memiliki visi dan misi untuk memajukan usaha tani (agribisnis) dan
meningkatkan kesejahteraan hidup petani di Indonesia. Melalui perangkat kebijakan dan aspek-aspek
intervensi pengembangan usaha tani yang dikembangkan oleh Kementerian Pertanian, walaupun tidak
secara definitif menggunakan istilah klaster, menunjukkan bahwa terdapat irisan dengan konsep klaster
industri (klaster agribisnis) yang mendukung keberadaan dan pengembagan klaster agribisnis. Seperti
misalnya dengan konsep pengembangan kelembagaan petani yang dibangun oleh Kementerian Pertanian,
mendukung terbentuknya suatu jaringan dan kemitraan antar petani yang merupakan salah satu faktor
kunci terbentuk dan berkembangnya suatu klaster usaha tani. Konsep pengembangan kelembagaan
petani dari Kementerian Pertanian dilakukan melalui pembentukan kelompok tani, kontak tani dan
gabungan kelompok tani. Kementerian Pertanian melalui hampir semua Dinas Pertanian di setiap daerah
administrasi kabupaten memiliki visi terintegrasi akan pengembangan agribisnis yang berkelanjutan serta
misi khusus terkait pengembangan usaha tani yaitu mendorong peran peningkatan sektor pertanian dalam
perekonomian wilayah serta meningkatkan peran dan keterkaitan antar pelaku usaha tani melalui integrasi
wilayah produksi dan konsumsi komoditas serta produk pertanian. Sementara Dinas Pertanian di banyak
Kabupaten memilliki program pembinaan dan penyuluhan.
Pada Klaster Logam Komponen Kapal yang diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Tegal dengan
difasilitasi oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) membentuk Dewan Pengembangan
Daya Saing (DPDS) bersama dengan masyarakat yang peduli pengembangan daya saing daerah. Intervensi
pengembangan klaster lebih jauh, salah satunya dirancang dan dilaksanakan oleh Kementerian Perindustrian
bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengan dan Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Kabupaten Tegal melalui program Kompetensi Inti Industri Daerah, sebagaimana akan
diuraikan dalam pembahasan tentang sub sektor industri manufaktur (penjelasan pada Bab II).
Sebagaimana juga telah dibahas pada Bab II, Klaster Rotan Trangsan diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten
Sukoharjo melalui dukungan dari Forum Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya (FPESD) Provinsi Jawa
Tengah, Forum for Economic Development and Employment Promotion (FEDEP) Kabupaten Sukoharjo
dan lembaga kerjasama Indonesia - Jerman Gesselschaft Fuer Technische Zusammenarbeit (GTZ RED) pada
tahun 2009, sebagai perluasan klaster mebel yang dibentuk pada tahun 2003. Pada saat itu, GTZ-RED
sedang melakukan pengembangan ekonomi regional di wilayah Surakarta-Boyolali-Karanganyar-Wonogiri-
Sragen-Klaten (SuBoSuKaWonoSraTeN).
c. Lembaga Donor
Dua klaster pada kajian ini merupakan klaster yang diinisiasi oleh lembaga donor, yaitu Klaster Kakao Sikka
dan Klaster jagung TTU. Klaster Kakao Sikka diinisiasi oleh Swiss Contact Indonesia melalui Local Economic
Development Project di NTT (LED-NTT), dan dilanjutkan oleh Yayasan Sahabat Cipta (YSC) melalui program
“Support of Poor Small Cocoa Farmer (SPSCF)” pada tahun 2012. Sedangkan klaster jagung TTU diinisiasi
melalui Program PRISMA (Promoting Rural Income through Support for Markets) yang didanai oleh AUSAID.
Informasi tentang kedua inisiator klaster ini telah dibahas pada Bab II.
Intervensi pengembangan klaster oleh lembaga donor ini dilakukan berdasarkan core lembaga masing-
masing. Lembaga donor yang bergerak sebagai organisasi non pemerintah mengembangkan pendekatan-
25
Gambaran Umum Klaster
pendekatan atau metodologi-metodologi dalam mencapai tujuan/sasaran program mereka. Framework
pengembangan program mereka juga mencakup tahapan-tahapan mulai dari menentukan tema program,
menyusun strategi dan aktivitas intervensi, pelaksanaan intervensi dan monitoring evaluasi. Kedua lembaga
ini tidak mengacu pada istilah klaster dalam pengembangan programnya, namun menggunakan pendekatan
klaster dalam intervensinya.
d. Perusahaan Swasta
Keterlibatan pihak swasta dalam inisiasi klaster sebagaimana hubungan bisnis yang dibangun oleh PT Saung
Mirwan dengan petani paprika Pasirlangu, secara spesifik adalah dalam konteks menjaga suplai. Dalam arti
luas dapat disebut sebagai pengembangan sistem nilai perusahaan dengan memperkuat kegiatan mata
rantai nilai pada lini produksi.
Dengan demikian terdapat 4 (empat) hal yang membedakan dasar keterlibatan keempat entitas inisiator
tersebut, yaitu :
a. Bank Indonesia : melaksanakan mandat untuk mendukung upaya pengendalian inflasi melalui pemberian
bantuan teknis dalam klaster dengan didukung program PSBI
b. Pemerintah : merupakan kebijakan nasional untuk pencapaian Millennium Development Goals (MDGs)
di tahun 2015 melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat
c. Lembaga donor : mewujudkan misi global pengentasan kemiskinan melalui kegiatan ekonomi
berkeadilan,
d. Swasta : memperkuat kegiatan mata rantai nilai industrinya.
Pada kajian ini, terdapat 3 (tiga) hal penting yang mendorong sukses inisiator dalam pengembangan klaster
tanpa melihat sektor dan komoditas yang dipilih maupun lokasi pengembangannya. Ketiga hal tersebut
adalah strategi kerjasama yang dibangun, strategi operasi, dan strategi phasing out (exit policy).
1. Strategi Kerja Sama. Bentuk kerja sama yang terjadi antara pihak yang ‘memimpin’ inisiasi dan
yang terlibat dalam prakarsa inisiasi dapat berupa kerja sama antara kedua belah pihak, sinergi/
konsorsium, ataupun dilakukan secara individual lembaga pemrakarsa. Kerja sama yang terjadi pun
beragam, mulai dari pendanaan bersama (joint funding), kegiatan bersama dan berbagi sumber daya
(resource sharing). Kerja sama ini dilangsungkan dalam berbagai tingkatan koordinasi dan sinergi serta
penetapan komitmen yang berbeda-beda dari masing-masing pihak. Pada kajian ini ditemukan 2 (dua)
implementasi kerja sama yaitu : 1) Kerja sama antar dua entitas seperti komitmen yang dibangun oleh
Bank Indonesia dengan pemerintah daerah, dan 2) inisiator dalam bentuk konsorsium seperti yang
terjadi dalam pengembangan klaster jagung di TTU, klaster bawang merah, dan klaster kopi rakyat
di Bondowoso. Model konsorsium dibangun atas dasar adanya permintaan berskala besar, sehingga
dalam intervensi diperlukan upaya integrasi yang kuat dari berbagai komponen/stakeholders. Market
driven pada klaster ini dicirikan oleh adanya “lead firm” yang merupakan bagian entitas dalam klaster
tersebut. Sedangkan model bi-partner selain mendorong sinergi/keterlibatan pemerintah daerah,
juga bertujuan mengidentifikasi keberhasilan pemerintah daerah dalam mengembangkan ketahanan
pangan. Namun demikian, dalam prakteknya masih perlu dilakukan upaya yang lebih intensif.
2. Strategi Operasionalisasi/Implementasi Inisiasi. Paling tidak ada tiga hal yang perlu mendapat
perhatian pada tahap implementasi, yaitu mobilisasi sumber daya dan pelaksanaan aktivitas, pencapaian
26
Gambaran Umum Klaster
target-target serta pengelolaan sinergi. Tidak semua inisiator menerapkan strategi khusus dalam
implementasi pengembangan klaster. Dalam kajian ini ditemukan bahwa terdapat dua strategi yang
ditempuh inisiator dalam penyelenggaraan program yaitu : a) jasa personal profesional/ spesialis (contoh
: spesialis tanaman organik & spesialis budidaya kopi), dan b) jasa lembaga profesional (contoh : YMTM
dan YSC). Penempatan tenaga ahli/spesialis tanaman padi organik terbukti mempercepat proses adopsi
pengetahuan dan keterampilan petani padi di OKU Timur. Kemampuan memproduksi biopestisida dan
pupuk organik di tingkat kelompok tani telah meningkatkan efisiensi dalam budidaya padi organik.
Jasa spesialis budidaya juga ditempatkan oleh Bank Indonesia untuk pengembangan klaster bawang
merah di Cirebon yang bertugas untuk menyelesaikan masalah yang bersifat teknis. Sedangkan untuk
pelaksanaan/intervensi program yang bersifat strategis dilakukan oleh inisiator/stakeholders yang
terlibat. Berbeda apabila pada tahap implementasi inisiator melibatkan lembaga profesional yang akan
bertindak sebagai mitra pelaksana program secara keseluruhan yang bertanggung jawab terhadap
aspek teknis maupun aspek strategis. Pelibatan mitra seperti ini akan efektif pada cakupan wilayah yang
relatif luas seperti klaster jagung di TTU dan klaster kakao di Sikka, NTT. Keefektifan bisa juga dinilai dari
kesiapan sumber daya organisasi pelaksana yang terstruktur dan terspesialisasi.
3. Strategi Phasing Out. Setiap inisiator memiliki strategi phasing out yang berbeda-beda, ada yang
berdasarkan jangka waktu atau kriteria-kriteria yang dianggap sebagai indikator keberhasilan. Jangka
waktu pelaksanaan merupakan strategi yang diambil oleh Bank Indonesia sebagai inisiator. Minimal
inisiasi klaster oleh Bank Indonesia dialokasikan dalam waktu satu tahun hingga tiga tahun, berdasarkan
MoU yang disepakati bersama pemerintah daerah atau stakeholders lain. MoU yang di bangun
tersebut merupakan upaya Bank Indonesia untuk membangun komitmen kebersamaan dengan Pemda
maupun stakeholders lain sekaligus memungkinkan peran serta Pemda/pihak lain untuk menguatkan
klaster hingga mencapai kemandirian. Dengan demikian, peran serta Pemda sebagai pemilik otoritas
wilayah menjadi sangat penting dan berperan besar dalam mendukung program tersebut pada masa
phasing out. Klaster yang relatif berkembang cepat dimana peran pemerintah sangat intensif, telah
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pandeglang, Barito Kuala, TTU, Serdang Bedagai, dan Semarang.
Peran langsung pemerintah daerah juga terlihat pada klaster rotan di Sukoharjo, komponen kapal di
Tegal, dan kakao di Maumere. Strategi phasing out yang dikawal oleh Pemda hingga klaster tersebut
mencapai kemandirian akan membutuhkan waktu yang relatif lebih panjang. Pada umumnya ini terjadi
pada pemerintah yang konsisten dengan pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) yang
merupakan hasil kajian komparatif sebagai acuan pengembangan klaster.
Sama halnya yang dilakukan oleh pihak swasta seperti pengembangan klaster paprika di Pasirlangu,
yang telah membangun hubungan inklusif antara perusahaan tersebut dengan pelaku inti dalam klaster
dalam bentuk kemitraan bisnis. Strategi lainnya adalah dengan menyiapkan institusi baru sebagai salah
satu entitas dalam klaster itu sendiri seperti yang dilakukan oleh Swiss Contact dalam mengembangkan
klaster kakao di Sikka, Maumere dengan membentuk Forum Kakao Sikka di bawah pengawalan Dewan
Kerja Sama Ekonomi Daerah (DKED) dan Cocoa Learning Center. Peran mitra lokal seperti YMTM yang
sejak awal terlibat sebagai bagian dari kegiatan transaksi (peran pemasar bersama) dalam pengembangan
klaster jagung di TTU yang diinisiasi oleh AusAid, juga merupakan strategi mempersiapkan masa phasing
out. Tumbuhnya instalasi POC di setiap Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN), unit pemasaran oleh
GAPOKTAN, pengembangan biopestisida, dan penangkar benih, yang disiapkan secara simultan oleh
KPw BI Provinsi Sumatera Selatan juga dalam rangka menyiapkan strategi kebijakan phasing out. Unit
27
Gambaran Umum Klaster
bisnis disiapkan dalam membangun penguatan sistem kelembagaan bisnis dalam klaster. Demikian
juga yang dilakukan oleh KPwBI Kalimantan Selatan dengan mendorong unit UPJA-nya, atau villa sapi
yang dibangun entitas klaster sapi potong di Semarang.
2.2.2. Kelembagaan Klaster
Kelembagaan klaster dapat dilihat dari sudut pandang kelembagaan manajemen klaster dan kelembagaan
sistem klaster. Klaster-klaster yang tercakup dalam kajian ini dikelola oleh beragam lembaga pengelola
klaster. Daftar manajemen klaster yang menjadi responden telah disampaikan pada tabel I-2. Kajian ini
berusaha memetakan kondisi kelembagaan dan keorganisasian dari setiap pengelola klaster di 15 klaster
yang ada. Berikut adalah aspek-aspek dari kelembagaan klaster yang dipetakan melalui survey :
Visi/Target Jangka Panjang Pengembangan Klaster
Keberadaan pernyataan visi atau target jangka panjang baik secara lisan ataupun terdokumentasi dalam
bentuk Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) menunjukkan bahwa pengelola klaster setidaknya sudah mulai
menyusun strategi dan rencana untuk mencapai tujuan jangka panjang, atau sudah mulai melaksanakan
hal-hal yang mengawali proses pencapaian tujuan tersebut.
Visi/target jangka panjang dapat menunjukkan bagaimana pengelola klaster mendefinisikan nilai yang
ditawarkannya, baik itu yang istimewa, berbeda dengan yang ditawarkan oleh pelaku usaha penghasil
produk/jasa yang sejenis ataupun potensi daya saing. Nilai ini menjadi sasaran pencapaian yang diusahakan
secara berkesinambungan. Gambar II-6, II-7 dan II-8 berikut memaparkan hasil pemetaan keberadaan visi/
jangka panjang pengembangan klaster berdasarkan usia klaster:
Gambar II-6. Visi/Target Jangka Panjang Pengembangan Klaster Usia 1-3 Tahun
Kecuali klaster komponen kapal, klaster-klaster lain sudah memiliki visi jangka panjang pengembangan
klaster pada 5 target. Komponen kapal belum menargetkan pada keanggotaan dan pasar karena masih
terfokus pada target operasi dan kinerja produk sebagai klaster embrio. Klaster padi organik adalah satu
kasus klaster yang telah menyatakan visi/target jangka panjang yang komprehensif, namun belum tertuang
secara definitif dalam bentuk RKA. Visi/target jangka panjang ini dapat disebut sebagai wacana bersama
yang disepakati secara konvensi dan non formal oleh para anggota klaster, dalam hal ini para GAPOKTAN
dan anggotanya. Kecuali pengelola klaster ikan lele Kutabaru, pengelola klasternya tidak memiliki dokumen
RKA. Keberadaan RKA tertulis ini sangat penting, di mana visi/target jangka panjang yang telah disepakati
secara non formal ini harus dibakukan secara formal agar lebih mengikat dan rasional.
28
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-8. Visi/Target Jangka Panjang Pengembangan Klaster Usia Lebih dari 6 Tahun
Dari empat klaster yang berusia lebih dari 6 tahun ini hanya klaster bawang putih Sembalun yang belum
memiliki RKA. Target kinerja tetap menjadi tujuan seluruh klaster, mengingat kinerja yang baik menjadi
tolok ukur keberlanjutan klaster.
Target Jangka Pendek Pengembangan Klaster
Target jangka pendek dapat tertuang adalam rencana kegiatan, di mana hampir semua klaster yang
tergolong berusia 1-3 tahun sudah memiliki target ekspansi, kecuali klaster komponen logam Tegal. Klaster-
klaster ini sudah memiliki target jangka pendek pendidikan dan pelatihan, inovasi dan teknologi serta
kerja sama komersial. Target-target ini akan mendefinisikan faktor-faktor kunci keberhasilan klaster, yaitu
keberadaan kompetensi inti, inovasi dan kemitraan usaha. Pada usia klaster 1-3 tahun, diasumsikan mulai
terjadi pembentukan kompetensi atau kapabilitas, spesialisasi mulai bertumbuh dan secara keorganisasian/
Gambar II-7. Visi/Target Jangka Panjang Pengembangan Klaster Usia 4-6 Tahun
Salah satu pengelola klaster usia 4-6 tahun yang memiliki visi/target jangka panjang yang unik adalah
klaster bawang merah dengan visinya untuk menjadi referensi dalam pengembangan agribisnis bawang
merah (terkait dengan benchmark sentra bawang merah). Kesemua pengelola klaster di fase ini sudah
memiliki RKA, hanya di klaster padi lokal Batola, RKA ini belum berfungsi sepenuhnya. Klaster padi lokal
dan klaster sapi potong tidak memiliki target jangka panjang untuk stakeholders, sedangkan klaster kopi
Bondowoso tidak memiliki target operasional untuk tujuan jangka panjangnya.
29
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-10. Target Jangka Pendek Pengembangan Klaster Usia 4-6 Tahun
Gambar II-9. Target Jangka Pendek Pengembangan Klaster Usia 1-3 Tahun
Gambar II-11.Target Jangka Pendek Pengembangan Klaster Usia Lebih Dari 6 Tahun
kelembagaan, koordinasi dan konsolidasi mulai dilakukan. Pada usia 4-6 tahun, klaster diasumsikan sudah
mulai memantapkan dan menajamkan kompetensi atau kapabilitasnya di mana spesialisasi mulai lebih
banyak. Spesialisasi mungkin terjadi karena adanya inovasi atau kebutuhan untuk mengelola satu fungsi
bisnis dalam skala ekonomi.
Pada usia 6 tahun, klaster harus lebih lincah dalam melakukan orientasi terhadap kondisi pasar yang
bisa jadi mulai diisi oleh pesaing yang menawarkan keunggulan nilai. Gambar II-9, II-10 dan II-11 berikut
memaparkan pemetaan target jangka pendek pengembangan klaster para pengelola klaster.
30
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-13. Strategi Pengembangan Klaster Usia 4-6 Tahun
Gambar II-12. Strategi Pengembangan Klaster Usia 1-3 Tahun
Strategi Pengembangan Klaster
Gambar II-12, II-13 dan II-14 berikut memaparkan pemetaan strategi pengembangan klaster yang dilakukan
oleh para pengelola klaster. Kita dapat melihat bahwa strategi yang diambil oleh semua pengelola klaster
yang berada di usia 1-3 tahun adalah penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster (modal sosial),
di mana modal sosial ini merupakah salah satu modal awal berjalannya dan berhasilnya klaster. Kegiatan-
kegiatan yang bertujuan untuk mengeratkan modal sosial, seperti pendampingan, pertemuan rutin,
konsultasi, pertemuan non formal dan lain sebagainya menjadi sangat penting untuk dilakukan di tahap
usia 1-3 tahun ini.
31
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-15. Sistem Pengelolaan Klaster Usia 1-3 Tahun
Gambar II-14. Strategi Pengembangan Klaster Usia Lebih dari 6 Tahun
Jika diamati lebih jeli di semua usia klaster, perkuatan keanggotaan menjadi strategi utama, disusul dengan
perkuatan bisnis anggota klaster, dan perbanyakan R & D merupakan strategi terakhir.
Sistem Pengelolaan Klaster
Berikut adalah gambaran sistem pengelolaan klaster di setiap usia klaster (Gambar II-15, II-16 dan II-17),
di mana di klaster cabai Maros dan rumput laut Nunukan yang masih berusia 1-3 tahun, belum terdapat
struktur pengelolaan klaster dan kepercayaan serta keterbukaan antar anggota masih dibangun. Pengelola
klaster komponen kapal Tegal juga masih dalam tahap menguatkan kepercayaan dan keterbukaan antar
anggota yang sudah mulai terbangun.
32
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-18. Bentuk Kerja Sama dengan Klaster Lain - Usia 1-3 Tahun
Gambar II-16. Sistem Pengelolaan Klaster Usia 4-6 Tahun
Gambar II-17. Sistem Pengelolaan Klaster Usia Lebih dari 6 Tahun
Secara umum pengelola memiliki sekretariat dan kegiatan rutin. Pengembangan organisasi dan networking
terlihat sebagai titik krusial dalam pengelolaan klaster.
Bentuk Kerja Sama dengan Klaster Lain
Berikut dalam Gambar II-18, II-19 dan II-20 adalah pemaparan kerjasama klaster-klaster yang dikaji :
33
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-19. Bentuk Kerja Sama dengan Klaster Lain - Usia 4-6 Tahun
Gambar II-20. Bentuk Kerja Sama dengan Klaster Lain - Usia Lebih dari 6 Tahun
Tidak semua klaster melakukan kerja sama antar klaster. Kalaupun terjadi, aspek pemasaran dan produksi
merupakan bentuk kerja sama yang dilakukan. Sedangkan kerja sama dalam hal teknologi terjadi pada
klaster yang membutuhkan pasokan teknologi tertentu, seperti teknologi organik, pengolahan rumput laut,
dan teknologi budidaya hidroponik dan teknologi benih paprika.
Aktivitas Manajemen
Berikut dalam Gambar II-21, II-22, II-23 dan II-24 adalah pemaparan tentang persepsi pengelola klaster
terhadap aktivitas pengelolaan klaster:
Gambar II-21. Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen - Klaster Usia 1-3 Tahun
34
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-24. Rerata Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen
Secara teoritis, kelembagaan klaster akan selalu bertumbuh seiring bertambahnya usia, baik dalam konteks
kegiatan-kegiatan dalam rantai nilai, kinerja kegiatan-kegiatan ataupun jumlah entitas yang terlibat dalam
keseluruhan kelembagaan klaster. Gambar II-24 menunjukkan bahwa semakin matang usia klaster intensitas
kegiatan manajemen semakin tinggi.
Gambar II-22. Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen Usia 4-6 Tahun
Gambar II-23. Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen Usia Lebih dari 6 Tahun
35
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-25. Penilaian Hambatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Keberhasilan Klaster Pada
Komoditas Tanaman Pangan
Dalam mengembangkan klaster komoditas tanaman pangan, ketersediaan infrastruktur fisik yang kurang
memadai akibat tidak cukup alokasi dana, dan kebijakan yang kurang mendukung merupakan hambatan
tertinggi dalam mengembangkan klaster. Dua elemen tersebut merupakan domain pemerintah sebagai
penanggung jawab. Kedekatan pelanggan dan supplier merupakan komponen kunci beberapa klaster dan
posisi ini akan terjadi apabila didukung oleh infrastruktur transportasi yang baik. Kualitas lahan sebagai
media tanam tentu saja sangat menentukan kapasitas produksi dan berkaitan dengan penilaian klaster
secara kuantitatif. Kendala utama kualitas lahan terletak pada nilai kesuburan akibat penggunaan pupuk
anorganik dan pola budidaya yang kurang tepat, dan kandungan asam yang tinggi seperti di daerah pasang
surut di Barito Kuala.
Infrastruktur juga diungkapkan oleh penyelenggara klaster komoditas ekspor sebagai faktor penting (lihat
Gambar II-26). Apalagi komoditas ini dalam skala besar terdapat kegiatan dengan mobilitas yang tinggi.
Pada kajian ini komoditas ekspor diwakili oleh klaster paprika Pasirlangu, kopi Bondowoso, rotan Trangsan,
rumput laut Nunukan, dan kakao Sikka. Seperti halnya dalam pengembangan klaster tanaman pangan,
adanya hambatan dalam kebijakan akan menghambat perkembangan capaian klaster. Akan berbeda
gerakan entitas dalam klaster ketika pengembangan klaster secara definitif tertuang dalam RPJMD, dan
pemerintah daerah secara intensif ikut terlibat (Rumput laut-Nunukan, padi lokal Barito Kuala, dan domba
2.2.3. Tantangan dan kendala Klaster
Banyak faktor yang menjadi tantangan dan hambatan dalam pengembangan klaster. Beberapa tantangan
secara ekonomi telah terbukti dipecahkan oleh inisiasi klaster dalam kajian ini, seperti produktivitas, inovasi,
serapan tenaga kerja, dan sebagainya yang akan dibahas pada sub bab dampak klaster. Kajian ini lebih
menyoroti tantangan pada isu-isu pengembangan ekonomi masyarakat, melalui penilaian manajemen
klaster terhadap beberapa kondisi penghambat pengembangan klaster yang dibagi dalam dua kelompok
yaitu : a) kelompok komoditas ketahanan pangan, dan b) komoditas ekspor.
Penilaian manajemen terhadap tantangan dan kendala dalam klaster ketahananan pangan dapat di lihat
pada grafik Gambar II-25.
36
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-27. Faktor Penyebab Kegagalan dan Keberhasilan Klaster
2.2.4 Replikasi Klaster
Pertanyaan tantang kemungkinan replikasi klaster, disampaikan baik kepada manajemen klaster maupun
kepada stakeholders klaster. Indikator replikasi yang ditanyakan kepada responden terdiri dari 5 dimensi
indikator yaitu kelembagaan klaster, manajemen produksi dan teknologi, marketing klaster, modal sosial
klaster, dan pengembangan SDM klaster. Dari seluruh pihak manajemen klaster yang disurvei, 75%
menyatakan bahwa klaster dapat direplikasi, sementara 25% lainnya menyatakan tidak bisa direplikasi
Gambar II-26. Penilaian Hambatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Keberhasilan Klaster pada
Komoditas Ekspor
Keberhasilan dan Kegagalan Klaster
Pada sub pembahasan kendala pengembangan klaster tanaman pangan dan komoditas ekspor teridentifikasi
bahwa kurangnya dana untuk dukungan infrastruktur dan dukungan kebijakan dalam pengembangan
klaster merupakan hambatan terpenting dalam menentukan keberhasilan pengembangan kedua komoditas
tersebut. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh stakeholders dimana isu terkait menempati peringkat
pertama dan kedua. Manajemen juga konsisten bahwa dukungan pemerintah dalam pengembangan klaster
adalah hambatan paling penting dalam pengembangan klaster, jika keberadaannya tidak mendukung.
Juhut- Pandeglang). Bagi komoditas ekspor kurangnya inovasi di perusahaan hulu akan menghambat
keseimbangan suplai, karena inovasi ini akan berkaitan dengan kualitas dan kuantitas produksi.
37
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-29. Aspek Kemudahan Replikasi Berdasarkan Penilaian Manajemen
dan Stakeholder Klaster
Manajemen produksi dan teknologi merupakan aspek teknis, dimana dalam penerapannya SDM yang ada
telah memiliki keterampilan yang cukup pada lini usaha yang akan dikembangkan melalui pendekatan
klaster. Perlu diingat bahwa dalam inisiasi klaster ini pemilihan komoditas sebagai titik masuk berdasarkan
KIID, sehingga sudah dipastikan merupakan kegiatan ekonomi yang umum dilakukan oleh masyarakat.
Gambar II-28. Persentase Kemungkinan Replikasi Klaster berdasar Jawaban Manajemen Klaster
Aspek lain yang juga ditanyakan dalam kajian ini yaitu kemudahan dan tantangan dalam melakukan replikasi.
Secara umum (Gambar II-29) penilaian kedua pihak cenderung sama kecuali pada aspek kelembagaan dan
modal sosial. Manajemen berpendapat bahwa kelembagaan lebih mudah direplikasi daripada modal sosial,
sementara stakeholders berpendapat sebaliknya. Bagi manajemen, kelembagaan klaster merupakan bagian
dari peran sehingga secara teknis dan operasional sudah sangat memahami esensinya.
Baik manajemen klaster dan stakeholders, keduanya menyatakan bahwa manajemen produksi dan
teknologi merupakan aspek yang paling mudah direplikasi, dan marketing adalah aspek yang paling sulit.
Ini menunjukan bahwa dalam memasarkan produk perlu keahlian khusus, terutama kemampuan pada
bidang jaringan kerja sama yang luas. Selain itu diperlukan strategi pemasaran yang tepat, dan mediasi
oleh pihak yang kompeten. Walaupun telah tumbuh unit-unit pemasaran kolektif dalam klaster, namun
keberadaan jasa pemasaran tersebut tentu saja tidak mudah diadakan pada awal inisiasi klaster, kecuali
motor penggerak klaster memiliki kemampuan pada bidang ini, atau jika fokus pengembangan klaster telah
ditetapkan pada tema pemasaran, seperti strategi klaster rumput laut dan jagung.
(gambar II-28). Sementara stakeholders klaster menyatakan bahwa 100% klaster yang dikembangkan
dapat direplikasi di tempat lain. Bahkan beberapa di antaranya sedang dalam proses replikasi, seperti yang
terjadi pada klaster sapi potong di Kabupaten Semarang.
38
Gambaran Umum Klaster
Kendala dalam replikasi klaster akan dihadapi sama kompleksnya dengan inisiasi awal klaster. Namun
demikian praktek baik beberapa klaster dalam kajian ini dapat digunakan sebagai benchmark bagi inisiasi
klaster lainnya.
2.3 Kondisi Klaster Sektoral
Sub bab ini mengungkapkan secara agregat dari informasi pengembangan komoditas yang dikelompokkan
dalam beberapa sub sektor, yaitu: 1) Sub sektor Tanaman Pangan, 2) Sub Sektor Hortikultura, 3) Sub
sektor Tanaman Perkebunan, 4) Sub Sektor Peternakan, 5) Sub sektor Perikanan Budidaya, dan 6) Sub
Sektor Perindustrian. Informasi dirangkum bersumber dari hasil investigasi di lapangan terhadap data-data
pragmatis, sehingga analisis yang disajikan bersifat kasuistik. Kalaupun terdapat temuan-temuan yang
bersifat umum tidak berarti menunjukkan kondisi sub sektor secara keseluruhan.
2.3.1 Subsektor Tanaman Pangan (Jagung, Padi Lokal, Padi Organik)
Ketahanan pangan selalu menjadi perhatian setiap negara. Pemerintah Indonesia juga telah menempatkan
masalah ketahanan pangan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional yang tertuang dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Upaya mencapai ketahanan
pangan difokuskan pada peningkatan ketersediaan pangan, pemantapan distribusi pangan, percepatan
diversifikasi pangan, dan pengawasan keamanan pangan segar sesuai karakteristik daerah. Ini berarti
pencapaian ketahanan pangan nasional terkait erat dengan upaya mendorong pemenuhan kebutuhan
pangan domestik dengan harga yang terjangkau sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selama ini komoditas tanaman pangan juga menjadi komoditas yang menjadi sumber tekanan inflasi
(volatile food). Pengaruh gangguan produksi maupun distribusi menjadi faktor yang menyebabkan sisi
penawaran menjadi tidak stabil sehingga menimbulkan fluktuasi harga komoditas pangan yang pada
akhirnya berimplikasi kepada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Menjaga sisi penawaran komoditas
pangan menjadi strategi penting, tanpa harus mengesampingkan sisi permintaan. Keseimbangan supply
dan demand hanya dapat dicapai jika terjadi sinergi antar pemangku kepentingan. Salah satu pendekatan
untuk mendukung upaya menjaga stabilitas pasokan adalah dengan melakukan program pengembangan
klaster dengan dukungan dari Pemda maupun pihak-pihak lain untuk mendukung upaya pengembangkan
ketahanan pangan di daerah.
Beberapa best practice program pengembangan klaster ketahanan pangan yang diinisiasi Bank Indonesia
menunjukkan perkembangan yang menggembirakan karena memberikan dampak yang positif secara
kualitatif maupun kuantitatif, seperti peningkatan kapasitas produksi maupun peningkatan daya saing
klaster sehingga terjadi peningkatan berbagai macam akses bagi pelaku maupun klaster itu sendiri, misalkan
akses keuangan, akses pasar, akses input dll.
2.3.1.1. Profil Umum Klaster Subsektor Tanaman Pangan
Komoditas tanaman pangan yang dikaji dalam pengembangan klaster tanaman pangan ini meliputi
komoditas jagung di Timor Tengah Utara (TTU), padi organik di OKU Timur, dan padi lokal Barito Kuala.
Lokasi dan sebaran masing-masing klaster disajikan pada tabel berikut ini :
39
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-4. Matriks Profil Umum Klaster Subsektor Tanaman Pangan
No Nama Klaster Kecamatan Desa Petani (org)
Kap. Prod. (ton/ha)
Komitmen pengembangan ke depan
1
Klaster Jagung Timur Tengah Utara (inisiasi tahun 2011)
15 kecamatan di TTU
47 desa/kelompok tani 7.489 2.5Sampai target terpenuhi 30% kenaikan net income di tahun 2017
2
Klaster Padi Organik OKU Timur (inisiasi 14 Sep 2012)
Buay Madang1 Kurungan Nyawa I 49 7,79
Sesuai dengan MoU dengan Bupati berakhir di 14 September 2014. Namun akan ditinjau kembali untuk perpanjangan hingga 1x musim tanam
2 Sumber Agung 19 7,73
Buay Madang Timur
3 Tanjung Mulya 54 5,75
4 Sumber Harjo 32 6,76
5 Bangun Harjo 22 7,20
6 Bukit Emas 26 5,80
Belitang7 Karang Kemiri 8 5,90
8 Sumber Suko 10 9,50
Belitang III 9 Karang Sari 51 9,60
TOTAL – RERATA 271 7,34
3
Klaster Padi Lokal Barito Kuala (inisiasi tahun 2011)
Anjir Muara
1 Anjir Muara Kota 52 5.97 Mengembangkan klaster di lokasi lain, karena sudah cukup banyak kontribusi ke lokasi sentra padi ini, termasuk kontribusi dari stakeholders lain
2 Anjir Muara Kota 68 4.51
Anjir Pasar1 Andaman I 60 6.5
2 Anjir Pasar Kota II 70 4.7
TOTAL – RERATA 250 5,42
Temuan yang bersifat umum untuk 3 komoditas yang dikembangkan pada sub sektor tanaman pangan
adalah:
1. Dalam hal penentuan Inisiasi Klaster Tanaman Pangan :
a. Dasar/kriteria penentuan pengembangan klaster tanaman pangan dipengaruhi oleh jenis komoditas
yang dikembangkan.
b. Untuk efektivitas dan efisiensi klaster ditetapkan pada lokasi sentra kawasan pertanian komoditas
unggulan daerah.
c. Jumlah pelaku yang cukup banyak pada sentra dan hamparan yang tersedia secara kolektif
mendorong cepatnya pertumbuhan klaster.
d. Sebagai produk unggulan, pada umumnya menjadi prioritas pengembangan, sehingga relatif
mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah setempat, sehingga pemerintah berkontribusi dalam
mendorong percepatan pengembangan klaster.
e. Terdapat 3 isu yang dapat dijadikan sebagai daya ungkit dalam mengembangkan klaster tanaman
pangan, yaitu pembangunan wilayah pedesaan, perbaikan lingkungan dan kesehatan serta
mengangkat sumber daya lokal (pemuliaan tanaman - untuk contoh di klaster padi lokal Barito
Kuala).
2. Produk diprioritaskan terutama untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan masyarakat lokal (berupa
pertanian subsistem).
3. Kepemilikan lahan terbatas, rata-rata dibawah 1 ha.
4. Untuk peningkatan pada skala ekonomi dapat dilakukan melalui kerja sama bisnis dengan industri
pengolahan (contoh : klaster jagung TTU), menciptakan nilai tambah melalui branding (contoh : klaster
40
Gambaran Umum Klaster
padi organik OKU Timur), dan mengangkat sumber daya lokal (kasus padi lokal Barito Kuala). Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman pangan juga merupakan komoditas yang berpotensi meningkatkan
sumber ekonomi keluarga/masyarakat.
5. Intervensi yang diberikan melalui klaster pada umumnya berupa penerapan teknologi seperti perbaikan
pola tanam, dan penyediaan/pembuatan pupuk dan pestisida organik. Temuan juga menunjukkan
bahwa bentuk fasilitasi dalam pengembangan klaster tanaman pangan adalah dalam bentuk
penyediaan saprotan (sarana produksi pertanian). Sedangkan pada akses permodalan dapat dilakukan
dengan fasilitasi sertifikasi tanah hak milik secara kolektif, sehingga dapat digunakan sebagai kolateral
untuk akses pendanaan pada lembaga keuangan (bank). Mekanisasi pertanian sebagai salah satu
bentuk intervensi pada subsektor ini menyebabkan serapan tenaga kerja menjadi tidak signifikan.
Namun demikian, adanya peluang nilai tambah dan efisiensi melalui pengembangan klaster telah
menarik perhatian generasi muda kembali menggiatkan bercocok tanam (sebagai petani). Disamping
itu, hal ini juga menumbuhkan entitas bisnis baru seiring dengan tumbuhnya klaster, seperti jasa
operator alat pertanian, jasa penggilingan padi, instalasi pembuatan pupuk dan pestisida organik,
dsb). Sedangkan intervensi peningkatan kapasitas SDM lebih banyak dibutuhkan untuk kemampuan
teknik produksi. Sedangkan inovasi dan teknologi dilakukan dengan percepatan mekanisasi budidaya
sehingga terjadi efisiensi biaya, sedangkan berbagai intervensi teknologi menunjukkan bahwa dalam
pengembangan klaster tanaman pangan teknologi tepat guna sangat diperlukan untuk mempercepat
perkembangan klaster.
6. Walaupun dengan cara/teknik pelaksanaan berbeda, secara umum dalam pengembangan klaster
tanaman pangan dimulai dengan tahapan penentuan klaster, dengan tahapan akhir intervensi (exit
phase) berupa perluasan akses pasar sebagai strategi utama.
7. Dari sisi pengelolaan, klaster tanaman pangan tidak selalu diperankan oleh gapoktan namun gapoktan
tetap memiliki peran penting dalam mengorganisir kelompok-kelompok tani dan merupakan modal
sosial yang kuat. Contoh : pengelolaan klaster jagung TTU dilakukan oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat, namun gapoktan tetap berperan dalam mengorganisir kelompok tani.
8. Pengembangan klaster tanaman pangan dapat dimulai dengan peran komersial melalui peran
gapoktan bersama unit-unit usaha yang dikembangkan sehingga tidak harus didasari pada pelaksanaan
kebijakan semata. Selain itu agar memberikan dampak sosial dan ekonomi ditekankan pada bagaimana
memperbaiki harga dan kestabilannya untuk meningkatkan pendapatan dan memperluas areal tanam.
9. Dalam kajian ini ditemukan 4 tantangan yang pengaruhnya sangat kuat terhadap pengembangan
klaster tanaman pangan berdasar penilaian manajemen antara 4,5-6 (penjelasan sub bab Tantangan
dan Kendala), yaitu :
a. Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai
peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)
b. Kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster
c. Kualitas lahan sebagai media tanam yang semakin menurun
d. Produk pertanian diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan
yang diperoleh sedikit
41
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-30 . Tantangan dan Kendala serta Nilai Pengaruh terhadap Pengembangan Klaster
Tanaman Pangan
10. Dari 16 indikator keberhasilan dalam pengembangan klaster tanaman pangan hanya satu indikator
yaitu “keberadaan perusahaan besar” yang hanya pada peringkat penting, sementara 15 indikator
lainnya pada kategori sangat penting yang ditunjukkan dengan nilai antara 4,5-6 penilaian skala 6.
11. Peningkatan produktivitas tergantung pada cakupan luasan klaster dan jenis komoditas yang
dikembangkan. Kenaikan volume produksi mencapai hingga lebih dari 30%.
2.3.1.2. Deskripsi Komoditas Kajian Klaster Subsektor Tanaman Pangan
A. Profil Kelembagaan Klaster
Inisiator
Pengembangan Klaster Jagung Timor Tengah Utara secara terstruktur dimulai tahun 2011, diinisiasi
melalui program PRISMA (Promoting Rural Income through Support for Markets in Agriculture) yang
dibiayai oleh AUSAID. Pada tahap awal telah melibatkan beberapa pihak dari Pemerintah Kabupaten TTU
(Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal, AUSAID,
Kementerian Pertanian (Dirjen Tanaman Pangan) dan juga perusahaan produsen benih Aurora dan Intan.
Tujuan dari program ini adalah meningkatkan pendapatan petani di sektor pertanian sebanyak 30% yang
akan dicapai pada tahun 2017. Hingga saat ini pelibatan petani telah melampaui target 7.000 Kepala Keluarga
(KK) yang ditetapkan pada awal inisiasi dimulai. Pada tahap implementasi peran lebih besar dijalankan oleh
YMTM dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan TTU melalui peran PPL dilapangan. Misi inti
dari Program PRISMA adalah mengentaskan kemiskinan di pedesaan melalui peningkatan akses pasar bagi
usaha-usaha ekonomi di pedesaan.
Sedangkan tantangan dan kendala yang lain tingkat pengaruhnya kuat (Gambar II-30).
42
Gambaran Umum Klaster
Klaster Padi Organik Oku Timur diinisiasi oleh KPw BI Provinsi Sumatera Selatan, berdasarkan MoU antara
KPw BI Provinsi Sumatera Selatan dengan Bupati OKU Timur pada tanggal 14 September 2012 selama
jangka waktu 3 tahun dan akan ditinjau kembali setelah masa MoU. MoU ini penting karena merupakan
media yang mengatur peran bersama dimana masalah pangan juga menjadi tanggung jawab pemerintah.
Peran KPw BI Provinsi Sumatera Selatan adalah memperkuat sektor hulu (budidaya) dan hilir (pasar) melalui
dukungan berupa bantuan teknis. Strategi yang ditempuh adalah tidak dengan menambah luasan lahan,
namun akan meluas secara alamiah karena inisiatif masyarakat sendiri karena merasakan dampaknya.
Melalui brand “O3”-nya, KPw BI Provinsi Sumatera Selatan mulai mengoperasikan strategi pengembangan
Klaster Padi Organik, sesuai tujuan organik padi, yaitu :
1. Mengembalikan kesuburan tanah. Pupuk anorganik dalam jangka panjang akan mengurangi kesuburan
tanah. Namun, dengan input pupuk organik terbukti kesuburan tanah berangsur angsur pulih setelah
2-3 musim tanam.
2. Kesehatan konsumen dan petani. Produk anorganik mengandung konten residu tinggi, untuk
kesehatan generasi tidak baik. Kesehatan terhadap petani juga akan lebih baik dengan berkurangnya
volume pestisida yang dihirup.
3. Kemandirian petani. Dengan budidaya organik petani tidak lagi tergantung pada subsidi pupuk dari
pemerintah yang juga tetap sulit didapatkan ketika musim tanam tiba. Selain itu harga pupuk subsidi
tetap mahal. Pupuk anorganik menyebabkan produktivitas turun, sehingga petani mengalami kerugian
dua kali. Jika pupuk dibuat sendiri maka akan lebih efisien. Karena saat ini di setiap sub-sub klaster
sudah terpasang instalasi alat pembuatan POC (Pupuk Organik Cair).
Pengembangan Klaster Padi Lokal di Barito Kuala juga diinisiasi oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Banjarmasin. Berdasarkan kesepakatan antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Banjarmasin
dan Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Kuala tanggal 15 Mei 2012, pengembangan Klaster Padi Lokal
Barito Kuala ditetapkan di dua sentra padi lokal, yaitu Kecamatan Anjir Muara dan Kecamatan Anjir Pasar.
Sasaran pengembangan klaster padi lokal Barito Kuala berdasar kesepakatan KPw BI Provinsi Sumatera
Selatan dengan Pemerintah Daerah adalah :
1. Membangun sinergi program antara program pengembangan produksi padi dan kesejahteraan petani
dan mendorong pemberdayaan sektor riil dan UMKM yang selaras dengan pengendalian inflasi daerah.
2. Akselerasi program pengembangan padi sesuai dengan potensi dan kompetensi masyarakat.
3. Melaksanakan program pasca panen dan perbaikan mekanisme pasar, serta pemanfaatan lembaga
keuangan yang ada, memanfaatkan fasilitas sistem resi gudang, dan program terkait yang lainnya.
Alasan dalam mengembangkan klaster antar inisiator memiliki perbedaan karena perbedaan visi/misi masing-
masing lembaga secara internal, pengaruh kebijakan global ataupun perbedaan mandat masing-masing dll.
Tabel II-5 menunjukkan inisiator, alasan, dan komitmen pihak-pihak inisiator di 3 wilayah pengembangan
klaster tanaman pangan.
43
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-5. Inisiator, Alasan dan Komitmen Pihak-Pihak Inisiator di 3 Wilayah Pengembangan
Klaster Tanaman Pangan
Klaster Jagung TTU Klaster Padi Organik OKU Timur
Klaster Padi Lokal Barito Kuala
Inisiator AusAid KPw BI KPw BI
Alasan
Core lembaga
Pengentasan kemiskinan dan pembangunan pedesaan
Menjaga laju inflasi dalam rangka pertumbuhan ekonomi berkesinambungan
Mendukung upaya pengendalian inflasi
CSRProgram Sosial Bank Indonesia (PSBI)
Program Sosial Bank Indonesia (PSBI)
Kebijakan Pusat
Pengentasan kemiskinan Klaster komoditas ketahanan pangan
Klaster komoditas ketahanan pangan
Kebijakan Internal
Bagi daerah: melaksanakan program pusat
Inisiator dari kebijakan pusat Bottom up proses
Komitmen Keterlibatan
Mencapai target di tahun 2017
Akan ditinjau di tahun terakhir (2014)
Exit phase dan telah diserahkan kepada pemerintah daerah
Ada perbedaan alasan dari 2 inisiator, dimana Bank Indonesia sebagai inisiator pengembangan klaster
padi organik di OKU Timur dan padi lokal di Barito Kuala memiliki salah satu alasan sebagai pelaksanaan
tanggung jawab sosial. Sementara inisiator dari donor (AusAid) tidak terdapat alasan tersebut. Bank Indonesia
mengusung fokus isu sektor, sedangkan donor fokus pada isu desa dan kemanusiaan (kemiskinan).
Kajian ini juga ingin mengetahui dasar/kriteria inisiator dalam menetapkan pengembangan klaster yang
diprakarsai. Dari beberapa alasan yang telah disediakan, ketiga pemrakarsa menyatakan bahwa potensi
bersaing dengan pesaing internasional tidak/belum menjadi alasan. Secara fakta, produk komoditas yang
dikembangkan masih diprioritaskan untuk kebutuhan lokal yang belum terpenuhi. Kriteria penentuan
pengembangan klaster dari ketiga wilayah tersebut dituliskan dalam Tabel II-6.
44
Gambaran Umum Klaster
Tab
el II
-6. P
enen
tuan
Das
ar/K
rite
ria
Pen
gem
ban
gan
Kla
ster
Tan
aman
Pan
gan
Das
ar /
Kri
teri
aJa
gu
ng
TTU
Pad
i Org
anik
OK
U T
imu
rPa
di L
oka
l Bar
ito
Ku
ala
a) B
erda
sark
an
kebe
rada
aan
klas
ter
sebe
lum
nya
1) M
erup
akan
kla
ster
yan
g su
dah
ada/
dike
mba
ngka
n se
belu
mny
a
Kom
odita
s ja
gung
sud
ah s
ejak
lam
a di
usah
akan
ole
h m
asya
raka
t, 1
0 ta
hun
tera
khir
ada
perh
atia
n in
tens
if da
ri Pe
mer
inta
h D
aera
h (D
inas
Per
tani
an)
Beru
pa s
entr
a ta
nam
an p
adi
Beru
pa s
entr
a ta
nam
an p
adi
2) M
erup
akan
kla
ster
ya
ng s
ama
seka
li be
lum
di
kem
bang
kan
sebe
lum
nya
Ole
h Y
MTM
mel
alui
pro
yek
PRIS
MA
: ko
mod
itas
yang
pe
ngem
bang
anny
a m
asih
bel
um o
ptim
al.
Mas
ih m
erup
akan
pot
ensi
yan
g be
lum
dig
ali
Khu
susn
ya p
erta
nian
org
anik
, mas
ih
mer
upak
an in
isia
tif b
eber
apa
peta
ni
b) B
erda
sark
an
nila
i str
ateg
is
klas
ter
1) M
endu
kung
pen
gend
alia
n in
flasi
dan
ata
u pe
ngem
bang
an e
kono
mi
daer
ah
Tida
k m
endu
kung
infla
si, n
amun
mer
upak
an k
omod
itas
yang
men
duku
ng p
enge
mba
ngan
eko
nom
i dae
rah
khus
usny
a un
tuk
kons
umsi
rum
ah t
angg
a.
Wal
aupu
n tid
ak m
endu
kung
in
flasi
, tet
api m
endu
kung
dal
am
peny
edia
an k
etah
anan
pan
gan
mel
alui
kon
sum
si c
ara
seha
t.
Men
duku
ng p
enge
ndal
ian
infla
si d
an
turu
t m
enge
mba
ngka
n ek
onom
i dae
rah.
Se
belu
m k
last
er h
arga
ber
as in
i nai
k tu
run,
na
mun
sek
aran
g su
dah
stab
il
2) M
erup
akan
pro
duk
ungg
ulan
dae
rah
Jagu
ng m
erup
akan
pro
duk
ungg
ulan
dae
rah
Pote
nsi h
ampa
ran
dan
sara
na
iriga
si b
aik,
ser
ta is
u or
gani
k ya
ng m
ulai
ber
kem
bang
.
Mer
upak
an p
rodu
k un
ggul
an d
aera
h,
men
duku
ng d
alam
pen
yedi
aan
keta
hana
n pa
ngan
mel
alui
kon
sum
si b
eras
seh
at
(kon
sum
si g
ula
rend
ah).
3) T
erm
asuk
dal
am
Renc
ana
Ker
ja P
rogr
am
Peng
emba
ngan
Jan
gka
Men
enga
h D
aera
h (R
KPJ
MD
)
Term
asuk
dal
am d
okum
en R
PJM
D
Isu
orga
nik
buka
n ya
ng d
iusu
ng
pem
erin
tah,
seh
ingg
a is
u or
gani
k tid
ak m
asuk
dal
am
RPJM
D
Term
asuk
dal
am R
KPJ
MD
(200
7-20
14).
4) M
anda
t kh
usus
(mis
al:
part
isip
asi w
anita
, kot
a/de
sa,
dam
pak
lingk
unga
n)
Tida
k ad
a m
anda
t kh
usus
gen
der
(ket
erlib
atan
pe
rem
puan
) nam
un u
ntuk
pro
gram
PRI
SMA
ses
uai
deng
an w
ilaya
h ya
ng h
arus
dik
emba
ngka
n ya
itu d
esa)
Seca
ra t
ertu
lis t
idak
ter
cant
um
dala
m s
uatu
dok
umen
seb
agai
m
anda
t ya
ng h
arus
dija
lank
an,
nam
un m
embe
rikan
dam
pak
posi
tif p
ada
(kes
ubur
an),
dan
kese
hata
n ba
gi y
ang
men
gons
umsi
.
Seca
ra t
ertu
lis t
idak
ter
cant
um d
alam
sua
tu
doku
men
seb
agai
man
dat
yang
har
us
dija
lank
an, n
amun
mem
berik
an d
ampa
k po
sitif
pad
a pe
mul
iaan
var
ieta
s pa
di, d
an
kese
hata
n ba
gi y
ang
men
gons
umsi
.
5) B
esar
nya
jum
lah
pela
ku
usah
a (U
MK
M) t
erm
asuk
pe
gaw
ainy
a
Berb
udi d
aya
jagu
ng m
erup
akan
keg
iata
n ut
ama
mas
yara
kat/
pela
ku u
saha
. Jag
ung
seba
gai s
umbe
r al
tern
atif
baha
n m
akan
an p
okok
.
May
orita
s pe
ndud
uk a
dala
h pe
tani
, seh
ingg
a m
erup
akan
m
odal
sos
ial y
ang
cuku
p ba
ik.
May
orita
s pe
ndud
uk a
dala
h pe
tani
, se
hing
ga m
erup
akan
mod
al s
osia
l yan
g cu
kup
baik
.
c) P
oten
si
peng
emba
ngan
kl
aste
r
1) P
erm
inta
an p
asar
yan
g be
sar/
belu
m t
erpe
nuhi
Prod
uk ja
gung
bai
k se
gar,
pip
il da
n ol
ahan
unt
uk
pang
an s
elal
u la
ku d
an t
erse
rap
pasa
r (lo
kal d
an a
ntar
da
erah
di T
imor
)
Terd
apat
per
min
taan
2 t
on p
er
bula
n be
lum
ter
penu
hi
Perm
inta
an p
asar
yan
g cu
kup
tingg
i. M
asya
raka
t lo
kal m
erup
akan
pas
ar
pote
nsia
l, di
man
a m
engo
nsum
si p
adi
loka
l mer
upak
an m
enu
waj
ib. B
elum
lagi
pe
rmin
taan
dar
i lua
r.
45
Gambaran Umum Klaster
Das
ar /
Kri
teri
aJa
gu
ng
TTU
Pad
i Org
anik
OK
U T
imu
rPa
di L
oka
l Bar
ito
Ku
ala
2) P
oten
si b
ertu
mbu
h
Laha
n pe
tani
cuk
up lu
as, y
ang
dike
lola
bel
um s
emua
ar
tinya
mas
ih b
anya
k la
han
para
pet
ani y
ang
belu
m
dim
anfa
atka
n. S
alah
sat
u ke
ndal
a ad
alah
ten
aga
kerja
ya
ng t
erba
tas,
seb
agia
n be
sar
dike
rjaka
n se
ndiri
.
Did
ukun
g ol
eh s
umbe
r da
ya
cuku
p (la
han
dan
air
iriga
si),
juga
kei
ngin
an d
an k
esad
aran
m
asya
raka
t da
lam
ber
peril
aku
pola
hid
up s
ehat
. Dan
ter
bukt
i be
bera
pa p
etan
i ber
inis
iatif
m
emul
ai p
erta
nian
pad
i org
anik
ol
eh d
iriny
a se
ndiri
.
Did
ukun
g ol
eh h
arga
yan
g le
bih
tingg
i, se
hing
ga a
da p
oten
si d
ibud
iday
akan
ole
h m
asya
raka
t le
bih
luas
. Wal
aupu
n se
cara
su
mbe
r da
ya a
lam
kur
ang
men
duku
ng
(jeni
s ta
nah,
kea
sam
an, r
awan
ban
jir),
nam
un m
asih
ter
sedi
a la
han
yang
cuk
up
untu
k m
elak
ukan
per
luas
an t
anam
.
3) P
oten
si b
ersa
ing
deng
an
pesa
ing
inte
rnas
iona
lta
rget
mem
enuh
i pas
ar lo
kal
kabu
pate
n da
n pr
ovin
si
ta
rget
mem
enuh
i pas
ar lo
kal k
abup
aten
da
n pr
ovin
si
4) P
oten
si k
enai
kan
pend
apat
an b
agi U
MK
MPo
tens
i pen
ingk
atan
cuk
up b
esar
jika
pro
duks
i m
enin
gkat
dan
har
ga ju
al t
ingg
i.N
ilai j
ual p
adi o
rgan
ik 3
0% le
bih
tingg
i dib
andi
ng p
adi a
norg
anik
.
Bera
s lo
kal B
arito
Kua
la d
iseb
ut s
ebag
ai
bera
s pr
emiu
m (h
arga
lebi
h tin
ggi d
ari b
eras
bi
asa
hing
ga m
enca
pai s
elis
ih R
p3.0
00.
5) K
eber
adaa
n “l
ead
firm
” ya
ng m
empu
nyai
jarin
gan
UM
KM
Seba
gian
has
il da
ri ja
gung
diju
al k
e pe
ngus
aha
kom
odita
s ag
ro d
ari A
tam
bua
(Tok
o G
ajah
Mad
a)
yang
dik
irim
dar
i ped
agan
g-pe
daga
ng lo
kal d
esa
dan
kabu
pate
n.
Ada
pel
uang
pas
ar, s
eper
ti pe
rusa
haan
per
tam
bang
an d
an
min
yak,
tet
api t
idak
men
jadi
al
asan
Ada
pel
uang
pas
ar, s
eper
ti pe
rusa
haan
pe
rtam
bang
an d
an m
inya
k, t
etap
i tid
ak
men
jadi
ala
san
6) P
oten
si u
ntuk
men
cipt
akan
la
pang
an k
erja
Men
urut
din
as in
i mas
ih b
elum
ber
dam
pak
seca
ra
sign
ifika
n na
mun
set
idak
nya
mas
yara
kat
bera
ktiv
itas
di
sekt
or p
erta
nian
. Unt
uk b
eber
apa
loka
si p
engo
laha
n la
han
perlu
ada
nya
mek
anis
asi (
mes
in) k
aren
a SD
M/
peke
rja t
erut
ama
kaum
mud
a ku
rang
beg
itu t
erta
rik
bert
ani,
mer
eka
lebi
h m
emili
h ke
kot
a un
tuk
beke
rja d
i se
ktor
jasa
dan
per
daga
ngan
.
Pote
nsi p
enci
ptaa
n la
pang
an
kerja
mel
alui
pel
uang
usa
ha
inpu
t se
pert
i pem
buat
an p
upuk
da
n pe
stis
ida
orga
nik.
Kar
ena
perlu
asan
laha
n, o
pera
tor
rice
mill
ing
dan
jasa
per
beng
kela
n se
rta
oper
ator
tra
ktor
.
7) K
eter
libat
an p
emer
inta
h/
dono
r (s
take
hold
ers)
AU
SAID
mel
alui
pro
gram
PRI
SMA
dan
PEM
DA
Belu
m a
da k
eter
tarik
an s
ecar
a kh
usus
. K
eter
libat
an p
emer
inta
h da
erah
yan
g in
tens
if da
lam
men
gem
bang
kan
padi
loka
l
8) L
ingk
unga
n us
aha
yang
ko
ndus
if
Pem
erin
tah
mem
berik
an d
ukun
gan
kegi
atan
eko
nom
i m
asya
raka
t di
ber
baga
i bid
ang
term
asuk
infr
astr
uktu
r.
Men
urut
pih
ak Y
MTM
, dae
rah
TTU
cuk
up a
man
, ke
kelu
arga
an d
an g
oton
g ro
yong
mas
yara
kat
mas
ih
tingg
i.
Isu
orga
nik
terk
enda
la k
ebija
kan
kont
rapr
oduk
tif.
Ling
kung
an u
saha
kon
dusi
f ya
ng
ditu
njuk
kan
oleh
duk
unga
n pe
mer
inta
h da
lam
ben
tuk
kebi
jaka
n, d
an s
iner
gi
prog
ram
.
46
Gambaran Umum Klaster
Dari Tabel II-6 Penentuan dasar/kriteria pengembangan klaster dapat diintepretasikan bahwa lembaga donor
tidak menggunakan istilah klaster dalam strategi pengembangan ekonomi dan pedesaan. Sedangkan Bank
Indonesia secara eksplisit istilah klaster ditetapkan sebagai brand pendekatan dalam menjalankan salah
satu program di sektor riil. Isu organik bagi klaster padi Organik merupakan tantangan dimana terdapat
distorsi kebijakan pemerintah daerah yang berkaitan dengan subsidi sarana produksi pertanian (pupuk dan
pestisida), selain persyaratan teknis yang harus dipenuhi (sertifikasi dan kepatuhan terhadap ketentuan
organik itu sendiri). Oleh karena itu pada klaster organik dukungan pemerintah tidak menjadi alasan, karena
memang belum ada dukungan yang signifikan.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, setiap inisiator menyusun strategi yang berbeda dalam pelaksanaan
pengembangan klaster yang diinisiasi. Berdasarkan pengalaman Bank Indonesia, inisiasi pengembangan
klaster dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu. Bagaimana tahapan tersebut dilalui sebagai mekanisme
pengembangan klaster oleh ketiga inisiator tersaji pada Tabel II-7.
47
Gambaran Umum Klaster
Tab
el II
-7. M
atri
ks T
ahap
an P
eng
emb
ang
an K
last
er
Tah
apan
Pe
ng
emb
ang
anK
last
er J
agu
ng
TTU
Kla
ster
Pad
i Org
anik
OK
U T
imu
rK
last
er P
adi L
oka
l Bar
ito
Ku
ala
1. M
enen
tuka
n
klas
ter
Pene
ntua
n kl
aste
r di
dasa
rkan
RPJ
MD
yan
g di
turu
nkan
ke
dal
am R
enca
na K
erja
tah
unan
. Dis
ampi
ng it
u be
bera
pa in
form
asi a
tau
kajia
n da
ri BP
TP d
ijadi
kan
acua
n un
tuk
pere
ncan
aan
terk
ait
pene
litia
n te
ntan
g ke
coco
kan
laha
n da
n ad
apta
si v
arie
tas
di t
ingk
at lo
kal
(agr
oklim
at)
Berd
asar
kan
kebi
jaka
n K
P BI
unt
uk m
endu
kung
pe
ngem
bang
an k
omod
itas
keta
hana
n pa
ngan
. Pe
neta
pan
tem
a or
gani
k di
laku
kan
terle
bih
dahu
lu
deng
an t
ujua
n m
empe
rtah
anka
n ke
sina
mbu
ngan
lin
gkun
gan
deng
an m
empe
rtah
anka
n ke
subu
ran
tana
h se
baga
i med
ia t
anam
Berd
asar
kan
kebi
jaka
n K
P BI
unt
uk m
endu
kung
pe
ngem
bang
an k
omod
itas
keta
hana
n pa
ngan
, dip
ilih
kom
odita
s pa
di u
ntuk
dik
emba
ngka
n m
elal
ui k
last
er.
2. A
nalis
is k
last
er
Ana
lisis
kla
ster
/kom
odita
s, p
engg
alan
gan
kom
itmen
da
n pe
nyus
unan
ren
cana
dila
kuka
n be
rsam
aan
saat
pr
oses
per
enca
naan
dar
i dus
un h
ingg
a K
abup
aten
. Pr
oses
pem
atan
gan
renc
ana
usul
an d
an p
riorit
as
dila
kuka
n be
rsam
a Ba
pped
a.
Berd
asar
kan
Kaj
ian
UN
SRI y
ang
tela
h m
engi
dent
ifika
si d
ua k
abup
aten
yai
tu O
KU
Ti
mur
dan
Ban
yu A
sin,
dip
erol
eh r
ekom
enda
si
bahw
a K
ab. O
KU
Tim
ur le
bih
berp
oten
si, k
aren
a m
erup
akan
ham
para
n iri
gasi
yan
g lu
as d
an
seca
ra t
ekni
s ai
r m
encu
kupi
. Sed
angk
an B
anyu
A
sin
wal
aupu
n ha
mpa
ran
lebi
h lu
as, n
amun
m
erup
akan
dae
rah
pasa
ng s
urut
.
Kan
tor
Perw
akila
n Ba
nk In
done
sia
Banj
arm
asin
m
elak
ukan
iden
tifik
asi d
an a
nalis
is p
oten
si d
an
perm
asal
ahan
hin
gga
men
entu
kan
Cal
on P
eser
ta d
an
Cal
on L
okas
i (C
PCL)
. H
asil
ters
ebut
diti
ndak
lanj
uti F
GD
per
enca
naan
in
terv
ensi
hin
gga
kepu
tusa
n m
embu
ka la
han
tana
m
baru
di a
rea
yang
tid
ak p
rodu
ktif
3. P
engg
alan
gan
kom
itmen
Pene
rbita
n M
oU s
ebag
ai b
entu
k ko
mitm
en
anta
ra K
Pw B
I Pro
vins
i Sum
ater
a Se
lata
n de
ngan
Pe
mer
inta
h da
erah
unt
uk b
ersi
nerg
i. Pa
da t
ahap
in
i dite
tapk
an b
erap
a ju
mla
h pe
tani
yan
g ak
an
terli
bat,
ber
apa
luas
laha
n ya
ng a
kan
digu
naka
n.M
oU d
isep
akat
i pad
a ta
ngga
l 14
Sept
embe
r 20
12.
Unt
uk s
alin
g m
engi
kat
diri
dan
beke
rja s
ama
peng
gala
ngan
kom
itmen
dila
kuka
n an
tara
Bup
ati
Barit
o K
uala
den
gan
KPw
BI K
alim
anta
n Se
lata
n de
ngan
tuj
uan
men
doro
ng p
ertu
mbu
han
sekt
or
riil d
an U
MK
M m
elal
ui p
enge
mba
ngan
Kla
ster
Pad
i Lo
kal.
Not
a K
esep
aham
an d
itand
atan
gani
pad
a ta
ngga
l 5 M
ei 2
0011
No.
181
/5/K
UM
/201
1 –
13/2
/D
KBU
/BPB
U/B
jm.
4. M
enyu
sun
pere
ncan
aan
Dal
am b
entu
k w
orks
hop
disu
sun
beru
pa R
DK
K
setia
p aw
al t
ahun
dib
uat
renc
ana
kerja
unt
uk
men
entu
kan
jeni
s in
terv
ensi
dan
sia
pa p
enan
ggun
g ja
wab
nya
48
Gambaran Umum Klaster
Tah
apan
Pe
ng
emb
ang
anK
last
er J
agu
ng
TTU
Kla
ster
Pad
i Org
anik
OK
U T
imu
rK
last
er P
adi L
oka
l Bar
ito
Ku
ala
5. M
elak
sana
kan
peng
emba
ngan
kl
aste
r
Impl
emen
tasi
keg
iata
n be
rsifa
t la
ngsu
ng d
an
tidak
lang
sung
. Keg
iata
n la
ngsu
ng b
iasa
nya
bant
uan/
peng
adaa
n fis
ik m
elal
ui k
elom
pok
tani
, pe
ndam
ping
an m
elal
ui P
PL d
an k
erja
sam
a de
ngan
LS
M u
ntuk
pem
berd
ayaa
n.
Dal
am 2
tah
un k
ebel
akan
g di
nas
dan
YM
TM
mem
buat
78
dem
plot
ham
pir
di s
etia
p de
sa,
mel
aksa
naka
n st
udi b
andi
ng/k
unju
ngan
sila
ng d
i se
sam
a ke
lom
pok
tani
unt
uk p
rose
s be
laja
r (t
rain
ing)
.
Dia
wal
i den
gan
sosi
alis
asi,
Laha
n ya
ng d
igun
akan
sa
ma
luas
sup
aya
lebi
h m
udah
pem
anta
uan
hasi
lnya
. Sal
ah s
atu
stra
tegi
ada
lah
men
empa
tkan
ko
nsul
tan
loka
l (ah
li di
bida
ngny
a), s
ebag
ai
pena
nggu
ng ja
wab
keg
iata
n pr
oduk
si.
Inte
rven
si p
erta
ma
ditu
juka
n un
tuk
peni
ngka
tan
prod
uk, d
isus
ul m
endo
rong
sta
bilit
as h
arga
, dan
pe
ngem
bang
an p
asar
.
6. M
onito
ring
dan
eval
uasi
Dila
kuka
n be
rsam
a da
n pa
rtis
ipat
if be
rsam
a be
bera
pa
piha
k se
pert
i din
as, L
SM d
an B
KP4
(Bad
an K
etah
anan
pa
ngan
dan
Pel
aksa
na P
enyu
luha
n Pe
rtan
ian)
Unt
uk m
enge
tahu
i per
kem
bang
an k
last
er, m
aka
BI m
elal
ui k
onsu
ltann
ya m
elak
ukan
mon
itorin
g se
cara
rut
in k
e la
pang
an, m
enga
wal
mau
pun
sela
ma
pros
es u
ntuk
ver
ifika
si. L
apor
an s
etia
p bu
lan
mas
uk d
ari k
onsu
ltan
lapa
ngan
. Per
tem
uan
deng
an k
elom
pok
tani
sec
ara
lang
sung
tet
ap
dila
kuka
n.
Saat
kaj
ian
dila
kuka
n, m
onito
ring
mas
ih t
erus
di
jala
nkan
ole
h ko
nsul
tan
loka
l yan
g di
tunj
uk o
lah
KPw
BI
, mon
itorin
g da
n pe
man
taua
n di
laku
kan
bers
ama
stak
ehol
ders
dae
rah.
7. E
xit
Phas
e
Din
as t
entu
saj
a m
emili
ki t
angg
ungj
awab
lebi
h da
n te
rus
men
erus
did
aera
h, t
idak
dem
ikia
n de
ngan
LSM
. Re
ncan
a ex
it m
erek
a ad
alah
bag
aim
ana
kelo
mpo
k ta
ni b
isa
tum
buh
berk
emba
ng d
an m
andi
ri be
rusa
ha
dibe
rbag
ai k
omod
iti
Tida
k m
enet
apka
n se
cara
kua
ntita
tif t
etap
i leb
ih
kepa
da k
onsi
sten
si d
alam
men
jala
nkan
bud
iday
a or
gani
k da
n ke
man
diria
n, m
isal
nya
akse
s pa
sar
yang
sem
akin
luas
dan
kua
t, s
erta
pen
ingk
atan
ak
ses
keua
ngan
den
gan
lem
baga
keu
anga
n
Keb
ijaka
n in
i sud
ah t
erja
di p
ada
Bula
n Ju
ni 2
013,
de
ngan
mas
a be
rakh
irnya
tug
as p
enda
mpi
ngan
K
oper
asi T
ani S
epak
at, y
ang
disi
apka
n se
baga
i med
ia
pem
asar
an a
nggo
ta k
last
er. K
PwBI
Ban
jarm
asin
set
elah
im
plem
enta
si p
rogr
am k
last
er a
dala
h te
tap
mel
akuk
an,
men
doro
ng in
term
edia
si d
enga
n pe
rban
kan
sehi
ngga
te
rjadi
aks
es m
odal
unt
uk u
saha
dib
idan
g pe
rtan
ian.
49
Gambaran Umum Klaster
Pada tahap implementasi beberapa intervensi diberikan, dengan teknik yang berbeda antara pengembangan
komoditas satu dengan yang lain. Namun pada dasarnya para pemrakarsa klaster tersebut tidak memberikan
bantuan berupa dana tunai. Hal yang menarik adalah strategi yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sumatera
Selatan memberikan stimulasi berupa saprotan untuk mengganti kerugian karena beralih pada budidaya
tanaman padi organik. Tabel III-8 menyajikan jenis dan kontributor selama intervensi klaster.
Sinergi Pemerintah Pusat dan Daerah (contoh: klaster jagung TTU dan padi lokal Barito Kuala) terbukti telah
mempercepat perkembangan klaster tanaman pangan. Demikian pula swadaya kolektif yang dilakukan
masyarakat klaster padi organik OKU Timur dan padi lokal Barito Kuala telah memberikan kontribusi hasil
capaian klaster.
50
Gambaran Umum Klaster
Tab
el II
-8 J
enis
dan
Ko
ntr
ibu
tor
Inte
rven
si S
take
ho
lder
Kel
om
po
k in
terv
ensi
Jen
is B
antu
anK
on
trib
uto
r
Jag
un
g T
TUPa
di O
rgan
ik O
KU
Ti
mu
rPa
di L
oka
l Bar
ito
Ku
ala
Jag
un
g T
TUPa
di O
rgan
ik O
KU
Ti
mu
rPa
di L
oka
l Bar
ito
Ku
ala
1. B
antu
an p
eral
atan
, sa
rana
, dan
in
fras
truk
tur
bant
uan
beni
h ja
gung
, pe
rala
tan
(sap
rota
n),
pupu
k, d
ll
Rum
ah k
ompo
s G
APO
KTA
N
Rum
ah R
MU
Has
rat
Maj
u, m
esin
ay
ak, m
esin
pem
utih
, ken
dara
an
roda
3, t
hres
her,
Sap
rodi
APB
D, A
PBN
KPw
BI S
umat
ra
Sela
tan,
D
inas
Per
tani
an
Bang
unan
: K
P w
BI P
rov
Kal
iman
tan
Sela
tan
(PSB
I),
pera
lata
n pe
nggi
linga
n (P
EMD
A),
laha
n (k
elom
pok
tani
)
2. B
antu
an p
enda
naan
Inse
ntif
kom
pens
asi
keru
gian
kar
ena
turu
nnya
pr
oduk
tivita
s ke
pada
an
ggot
a G
APO
KTA
N. @
RP1.
100.
000
per
Ha
(PSB
I) un
tuk
luas
laha
n 0,
36 H
a/K
K
Fasi
litas
i aks
es p
erba
nkan
mel
alui
se
rtifi
kasi
tan
ah
KPw
BI P
rovi
nsi
Sum
ater
a Se
lata
n,
Din
as P
erta
nian
BI, B
PN
3. A
kses
kep
ada
pem
asar
anPr
omos
i ben
ih u
nggu
lPr
omos
i, pa
mer
anFa
silit
asi a
kses
ke
pasa
r m
oder
n Lo
tte
mar
t da
n hy
perm
art,
pro
mo
pam
eran
YM
TMD
inas
per
tani
an, B
ID
inas
per
tani
an, B
I, D
EKRA
NA
SDA
4. A
kses
kep
ada
sum
ber
baha
n ba
kuM
ende
katk
an d
enga
n pe
nang
kar
beni
h di
TTU
Aks
es k
e Sa
ng H
yang
Sri
-Y
MTM
PPL,
Dis
tan
-
5. P
engu
atan
ke
lem
baga
an
Fasi
litas
i pem
bent
ukan
LK
M-A
Pend
ampi
ngan
G
APO
KTA
N
1. F
asili
tasi
pem
bent
ukan
Uni
t Pe
laya
nan
Jasa
Als
inta
n (U
PJA
), 2.
pen
guat
an p
eran
kop
eras
i tan
i ya
ng n
antin
ya a
kan
men
jadi
m
edia
pem
asar
an d
enga
n m
enem
patk
an k
onsu
ltan,
dan
fa
silit
as
BPTP
Sum
sel,
BI, P
PLBI
, PEM
DA
6. P
embu
atan
dem
oplo
tpe
mbu
atan
dem
oplo
t di
78
tem
pat
Inse
ntif
kom
pens
asi
seka
ligus
ber
fung
si
seba
gai d
emop
lot
seca
ra
man
diri
Pend
anaa
n pe
mbu
atan
dem
oplo
t
Din
as
pert
ania
n &
pe
rkeb
unan
, LS
M Y
MTM
BI
BPTP
, BPK
51
Gambaran Umum Klaster
Kel
om
po
k in
terv
ensi
Jen
is B
antu
anK
on
trib
uto
r
Jag
un
g T
TUPa
di O
rgan
ik O
KU
Ti
mu
rPa
di L
oka
l Bar
ito
Ku
ala
Jag
un
g T
TUPa
di O
rgan
ik O
KU
Ti
mu
rPa
di L
oka
l Bar
ito
Ku
ala
7. K
ompe
tisi i
nova
si
tekn
olog
i
Mem
berik
an r
ewar
d (m
isal
nya
perb
aika
n ja
lan)
bag
i yan
g m
au
men
anam
2x
satu
tah
un (g
ilir
deng
an p
adi u
mum
)
PEM
DA
8. P
enin
gkat
an k
apas
itas
pela
ku u
saha
(t
rain
ing,
mag
ang,
st
udi b
andi
ng
Bim
bing
an t
ekni
s m
elal
ui
tena
ga p
enyu
lu la
pang
, pe
ngua
tan
kele
mba
gaan
ke
lom
pok
tani
,
1. P
embu
atan
pupu
k da
n pe
stis
ida
orga
nik
2. S
LPT
1. S
LPTT
2. P
elat
ihan
ope
rato
r A
LSIN
TAN
3. P
embu
atan
age
n ha
yati
PPL
1. D
inas
TPH
2. B
I, BP
TP S
umse
l, PP
L
1. D
inas
TPH
2. B
I, BP
TP S
umse
l, PP
L
3. P
enda
mpi
ngan
Pe
mbi
naan
pen
angk
ar
beni
h (ja
gung
kom
posi
t)
untu
k 10
ha
di 7
des
a
akse
s ba
han
baku
(San
g H
yang
Sri)
filte
risas
i ece
ng g
ondo
kFo
rum
-for
um
YM
TM
dan
Din
as
Pert
ania
n &
Pe
rkeb
unan
PPL-
BP3K
PPL,
BPK
4. La
inny
aPe
ngua
tan
kele
mba
gaan
kop
eras
i BI
52
Gambaran Umum Klaster
Manajemen Klaster
Manajemen Klaster jagung ini adalah lembaga swadaya lokal yang berkantor pusat di Kota Kefamenanu,
TTU bernama Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM). Lembaga yang berdiri sejak tahun 1996 ini memiliki
pendekatan dalam pengembangan masyarakat di NTT melalui sistem agrosilvopastoral dimana diperlukan
pendekatan secara holistik untuk peningkatan pendapatan petani dan kelestarian lingkungan. GAPOKTAN
dalam pengembangan klaster ini berperan penting dalam mengorganisir kelompok tani.
Sementara itu, pengembangan klaster padi organik OKU Timur saat ini memasuki tahun kedua, sehingga
masih pada tahap implementasi/intervensi. Setiap GAPOKTAN merupakan Champion sekaligus pengelola
klaster di masing-masing desa yang menjadi wilayah kerjanya. Atau lebih tepatnya dapat disebut sebagai
Sub Klaster Padi Organik OKU Timur. Masing-masing memiliki kegiatan yang sama, dan beberapa diantara
mereka sudah menjalin kerja sama perdagangan beras organik dibawah pendampingan oleh KPw BI Provinsi
Sumatera Selatan.
Sedangkan pada pengembangan Klaster Padi Lokal Barito Kuala telah melewati fase keluar pada bulan Juni
2013. Namun, hingga saat ini sistem organisasi klaster masih berjalan dengan baik. Peran pemerintah sangat
kuat dalam menjalankan komitmen sebagai fasilitator daerah. Berbagai fasilitas yang telah diberikan Bank
Indonesia maupun pihak lain telah dimanfaatkan secara optimal (sesuai kemampuan operasional SDM).
Setiap wilayah klaster memiliki sistem pengelolaan sendiri. GAPOKTAN menjalankan peran koordinasi.
Untuk menjalankan sistem bisnis yang berlaku, maka dibentuk Unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yaitu
sebuah unit bisnis kelompok yang sekaligus berperan dalam mengkoordinasikan kegiatan budidaya padi
antar anggota. Model bisnis yang dibangun adalah berbasis komunitas/keanggotan. Seluruh anggota
klaster menjadi anggota dalam UPJA dan mendapat pelayanan khusus bagi anggota yang menggunakan
jasa ALSINTAN UPJA. Modal usaha UPJA diperoleh dari subsidi BI, APBN, PEMKAB, dan swadaya anggota
kelompok.
Visi dan Arah Pengembangan Klaster Jangka Panjang
Klaster selayaknya organisasi yang hidup, tentunya juga memiliki visi sebagai target jangka panjang, target
jangka pendek, dan prioritas pengembangan kelembagaannya. Walaupun sama-sama mengembangkan
komoditas pada sub sektor yang sama (tanaman pangan), ketiga klaster ini menetapkan visi yang berbeda
pada aspek-aspek tertentu. Tabel II-9 berikut ini merupakan kompilasi dari target jangka panjang yang akan
dicapai klaster, walaupun target tersebut tidak tertulis secara eksplisit.
53
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-9 Tujuan Jangka Panjang Klaster
Target Visi Klaster Jagung TTU Klaster Padi Organik OKU Timur Klaster Padi Lokal Barito Kuala
Stakeholders
Bekerjasama dengan pihak swasta untuk pengembangan bibit, melibatkan dinas terkait lainnya seperti dinas koperasi dan UMKM (selain dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan), memperluas pasar.
Seluruh GAPOKTAN membangun jaringan membentuk klaster terintegrasi
Meningkatkan memperluas hubungan antar klaster
PasarLokal maupun luar TTU jika produksi melimpah.
Memenuhi pasar modernMemenuhi pasar modern lebih luas selain Lotte Mart (pendekatan dengan hypermart)
Operasional
Memperbaiki sistem termasuk pengembangan sumberdaya manusia melalui konsultan, penyuluh, UPTD tanaman pangan.
Memiliki manajemen/sistem pengelolaan yang baik
AnggotaMeningkatkan jumlah petani yang terlibat
Mendorong seluruh anggota GAPOKTAN tergabung dalam kegiatan klaster
Mendorong seluruh anggota GAPOKTAN tergabung dalam kegiatan klaster
KinerjaLuasan lahan yang dikelola dan produktivitas
Seluruh desa membudidayakan padi organiK
Memperbaiki sistem termasuk pengembangan sumberdaya manusia, dan pengembangan unit-unit usaha
Dari Tabel II-9 tersebut terlihat bahwa pada tanaman pangan, visi terhadap stakeholders adalah bekerja
sama dengan pihak swasta dan membangun hubungan antar sub klaster dalam kelompok GAPOKTAN.
Sedangkan dilihat dari visi dan arah pengembangan klaster jangka panjang terdapat kesamaan dalam
sasaran pemasaran menembus pasar modern dan jangkauan pasar yang lebih luas, misalnya sampai di luar
wilayah kendali/wilayah kerja klaster.
Visi operasional yang ingin dicapai adalah klaster memiliki sistem pengelolaan yang baik dan dapat
diterapkan sehingga mampu mengelola klaster secara berkelanjutan. Pada aspek keanggotaan klaster
berharap dapat memperluas keterlibatan pelaku inti pada cakupan yang lebih luas. Dan pada aspek kinerja
visi jangka panjang adalah meningkatkan produktivitas, tercapainya nilai-nilai yang diusung seperti perbaikan
kesehatan konsumen dan petani, dan tumbuh unit-unit usaha yang beragam di tingkat lokal. Untuk tujuan
jangka pendek dalam pengembangan klaster pada ketiga komoditas dapat dilihat pada Tabel II-10.
54
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-10. Tujuan Jangka Pendek Klaster
Tujuan Jangka Pendek Klaster Jagung TTU Klaster Padi Organik
OKU Timur Klaster Padi Lokal Barito Kuala
Pengembangan sosial-ekonomi
Pengembangan sosial ekonomi masyarakat melalui komoditas agribisnis
Menambah anggota klaster pada kelompok lain yang berimbas pada peningkatan pendapatan petani.
Dengan menambah anggota klaster pada kelompok lain yang berimbas pada peningkatan pendapatan petani, khususnya penyediaan bibit pada wilayah lahan pasang surut yang saat ini sedang mengalami kendala gagal panen
Ekspansi klasterEkspansi ke 12 kecamatan yang belum disentuh, termasuk desa-desa yang belum
Kerja sama antar sub klaster.
Pembukaan lahan yang tidak produktif di daerah non pasang surut
Inovasi & Teknologi
Penerapan inovasi teknologi khususnya dalam budidaya dan pengembangan pembenihan (menumbuhkan penangkar benih relatif sulit) dengan lahan ujicoba 10 hektar dan hasilnya diharapkan memperoleh sertifikat dari BPSP.
Mewujudkan unit-unit instalasi POC dan berproduksi sebagai alternatif pendapatan klaster.
Teknologi kemasan yang lebih baik untuk memenuhi pasar modern, dan teknologi pengairan yang lebih baik
Pendidikan & Training
Mengoptimalkan fasilitasi dari YMTM, sebagai fasilitator.
Fokus meningkatkan keterampilan pada teknik pembuatan biopestisida, pupuk organik, dan keadministrasian klaster
Peningkatan kapasitas petani melalui pengelolaan hama terpadu dengan mengoptimalkan peran Regu Pengendalian Hama Tanaman (RPHT), forum-forum anggota dengan fasilitasi PPL.
Kerja sama komersial
Menumbuhkan unit usaha benih unggul, khususnya dengan pemerintah
Perdagangan padi organik untuk memenuhi permintaan varietas yang beragam antar GAPOKTAN
Antar GAPOKTAN dalam perdagangan padi dan penyediaan benih padi lokal.
Melaksanakan kebijakan
-Berpartisipasi menyukseskan program Pemerintah Daerah Barito kuala sebagai penyangga pangan di Kalimantan Selatan
Lainnya - - -
Jika dilihat dari Tabel II-10, ada perbedaan sasaran jangka pendek antara klaster yang diinisiasi oleh
donor dan Bank Indonesia. Sasaran donor untuk ekspansi klaster melalui cara menambah luasan wilayah,
sedangkan Bank Indonesia melalui penambahan anggota dalam wilayah klaster.
Ketiga klaster juga menetapkan prioritas pengembangan klasternya pada beberapa aspek, dan dapat dilihat
pada Tabel II-11. Ketiga klaster memiliki fokus yang pada tiga aspek prioritas: penguatan bisnis untuk
kepentingan anggota, penguatan anggota dan kelembagaan, serta R&D. Kecuali klaster Padi Lokal, tidak
memprioritaskan R&D prioritas pengembangan adalah pada peningkatan produksi padi. R&D pada dua
klaster yang lain dilakukan untuk mendukung proses budidaya seperti penyediaan bibit, dan pupuk dan
pestisida organik.
55
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-11 Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster
Aspek Klaster Jagung TTU Klaster Padi Organik OKU Timur Klaster Padi Lokal Barito Kuala
Penguatan bisnis untuk kepentingan pelaku
Permodalan, dllMengembangkan unit bisnis pembuatan pupuk organik cair di seluruh GAPOKTAN Klaster
Perbaikan manajemen bisnis UPJA, sehingga mampu melayani anggota secara maksimal, menumbuhkan jasa perbengkelan
Penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster
Penguatan kelompok (bisnis dan kelembagaan) dari gapoktan dan 47 kelompok tani seperti tentang organisasi
Regenerasi kepengurusan untuk GAPOKTAN Maju Bersama, dan Perbaikan manajemen untuk kedua GAPOKTAN Maju Bersama, GAPOKTAN WONO SUKO
Menarik anggota di luar kelompok, untuk mengembangkan bisnis
Perbanyakan R & D
Pengembangan pembenihan Pembuatan pupuk dan pestisida organik -
Lainnya… - - -
Sumber Pendanaan Klaster
Aspek finansial merupakan faktor penting dalam mengembangkan usaha apapun. Dalam pengembangan
klaster, pendanaan diperlukan untuk membangun sistem ketergantungan entitas satu dengan yang lain.
Pendanaan tersebut sebetulnya merupakan stimulasi, sehingga biasanya bersifat subsidi dari pihak-pihak
pemangku kepentingan. Tabel II-12 merupakan komposisi pendanaan dalam klaster jagung, padi organik,
dan padi lokal.
Tabel II-12 Sumber Pendanaan Klaster
Sumber dana (%) Klaster Jagung TTU Klaster Padi Organik OKU Timur Klaster Padi Lokal Barito KualaPemerintah daerah 10% - 25%Pemerintah pusat 70% - 25%Perusahaan swasta - - -Anggota klaster - - -Lainnya 20% (donor) 100% (Bank Indonesia) 50% (Bank Indonesia)
Selain strategi pengelolaan, pendanaan juga merupakan faktor penting dalam pengembangan klaster.
Pendanaan yang efektif tergantung pada jumlah dana dan jumlah sumber dana. Keterlibatan pemerintah
dalam mengalokasikan anggaran mendorong perkembangan klaster lebih cepat dan menjamin keberlanjutan
program.
Sumber pendanaan pengembangan Klaster Jagung di TTU (inisiasi donor) relatif lebih bervariasi
dibandingkan dengan klaster padi organik dan klaster padi lokal (keduanya diinisiasi BI). Pada tahun 2011-
2012 pemerintah pusat (terbesar) mengalokasikan dana pengembangan komoditas jagung mencapai 7
milyar terutama untuk benih, Dinas melengkapi dengan pendampingan sekitar 500 juta. Pada tahun 2013-
2014 Pemerintah Provinsi juga mengalokasikan dana dengan komposisi 80% berasal dari Pemerintah dan
sisanya dari sumber lain seperti donor, LSM. Pihak YMTM juga mengalokasikan dana terutama bersumber
dari donor yang rata-rata terjadi peningkatan antara 10-20% setiap tahunnya mulai dari 2011. Setiap tahun
dan sampai lima tahun kedepan (RPJMD), dinas mengalokasikan anggaran dalam APBD dan begitu juga
dari APBN Kementan menganggarkan sejak tahun 2012 sampai dengan saat ini.
Pada klaster padi organik maupun padi lokal, Bank Indonesia memberikan stimulasi melalui dana PSBI
(Program Sosial Bank Indonesia), sedangkan dari Pemkab Barito Kuala terdapat kontribusi program. Hal ini
56
Gambaran Umum Klaster
menunjukkan adanya kepedulian pemerintah Kabupaten Barito Kuala untuk membangun sinergi dengan
inisiator pengembangan klaster (Bank Indonesia).
Kerja Sama yang Pernah Dibangun
Salah satu faktor keberhasilan klaster adalah sejauh mana kerjasama dibangun antar entitas dalam klaster.
Tabel II-13 menunjukkan bidang kerja sama yang dibangun di dalam aktivitas ketiga klaster sub sektor
tanaman pangan pada kajian ini.
Tabel II-13 Kerja Sama yang Pernah Dibangun
Bidang Kerja Sama Klaster Jagung TTU Klaster Padi Organik OKU Timur
Klaster Padi Lokal Barito Kuala
Pemasaran
Asosiasi Nekmese Tateu Miomaffa, Forum Lopo Mutis di 10 desa yang bergerak di bidang sumber daya alam dan pemasaran kolektif. Asosiasi Bituna dalam hal pemasaran di 18 desa.Asosiasi Fatinesu (5 desa) dan Asosiasi Taitoh Mandiri.
Pemasaran beras antar GAPOKTAN
Pemasaran beras dan benih padi lokal antar GAPOKTAN
ProduksiKWT Lestari membuat makanan ringan kering dari jagung
Antar kelompok dalam memproduksi biopestisida alami (penyediaan bahan herbal)
-
Teknologi -
Dengan tenaga ahli untuk penyediaan jasa spesialis instalasi dan maintenance peralatan POC dan produksinya. Jasa perbaikan ALSINTAN
Kerja sama jasa perbaikan ALSINTAN dengan UPJA,
Pengembangan SDMKerjasama dengan YMTM dan PPL
Pendampingan PPL -
Lainnya
LSM/forum/asosiasi lokal dalam pengembangan ekonomi spesifik di daerah dalam bidang SDA, lingkungan
- -
Ada karakter yang sama dalam kerja sama pemasaran, yaitu adanya mediasi oleh Champion klaster dalam
akses pemasaran produk sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Namun dilihat dari perannya, klaster
jagung TTU lebih intensif dalam mediasi akses pemasaran produk. Hal ini sesuai dengan fokus PRISMA
dalam program ini yang secara eksplisit menyatakan strategi intervensi adalah mendukung pemasaran hasil
pertanian (support for market in agriculture).
Pada klaster jagung TTU, teknologi yang digunakan masih relatif sederhana yaitu mesin pipil manual.
Sementara pada klaster padi organik kehadiran teknologi tepat guna dibutuhkan untuk memproduksi
pupuk dan pestisida organik (contoh: instalasi POC). Sama halnya sektor primer yang mulai melakukan
pergeseran teknik budidaya modern (penggunaan mesin) akan diikuti kebutuhan terhadap jasa perbaikan
mesin, dan hal ini merupakan peluang bisnis yang dapat dikembangkan sebagai entitas baru.
Kegiatan Champion/Manajemen
Untuk melihat sejauh mana Champion klaster telah melakukan aktivitas, dapat dilihat pada table II-14
berikut ini :
57
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-14 Aktivitas Champion Klaster
NoAktifitas manajemen klaster Jagung Padi Organik Padi Lokal
Re rataSejauh mana manajemen setuju dengan aktivitas manajemen MK 1 MK
1MK 2
Rata-rata MK 1
1
Peng
emba
ngan
K
egia
tan
Jarin
gan
Kla
ster a. Pertemuan Rutin Tahunan untuk Topik
Tertentu*6 4 5 4,5 5 5,17
b. Kunjungan tahunan kepada anggota klaster 6 3 5 4 5 5
2Anggotanya Terlibat dalam organisasi klaster mis. Komitmen manajemen
5 4 5 4,5 3 4,17
3Adanya tim manajemen klaster yg kuat, fleksibel*
5 5 4 4,5 6 5,17
4Memiliki strategi pendorong bisnis (business-driven) sebagai faktor keberhasilan*
5 4 5 4,5 5 4,83
5
Klaster memiliki kemampuan mengelola sumberdaya, membuat diagnosis kebutuhan sektor yang spesifik, dan menyusun strategi untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki*
5 4 6 5 5 5
6Adanya hubungan yang baik, dengan lembaga pemerintah daerah dan pusat, berdasarkan kemitraan yang stabil dan berkesinambungan *
5 4 5 4,5 6 5,17
7Memiliki dan menawarkan teknologi baru dan tepat guna sebagai layanan yang berharga kepada anggota klaster
6 3 6 4,5 4 4,83
8Menginisiasi dan memberi dukungan untuk kegiatan bersama antara perusahaan, R&D dan lembaga pelatihan
6 2 4 3 6 5
9 Sentralisasi informasi /akses (sumber daya)* 5 4 5 4,5 5 4,83
Dilihat dari rerata penilaian terlihat bahwa aktivitas manajemen klaster paling tinggi adalah klaster padi
lokal Barito Kuala, disusul klaster jagung TTU, dan terakhir klaster padi organik. Hampir seluruh kegiatan
manajemen klaster yang mendukung perkembangan klaster di klaster jagung TTU dilakukan oleh
manajemen klaster atau Champion klaster yang dalam hal ini dimotori olah YMTM. GAPOKTAN klaster padi
lokal di Barito Kuala juga telah melakukan intensitas dan jenis kegiatan yang tinggi. Perlu dicatat kembali
bahwa secara usia pengembangan klaster padi lokal sudah berada pada fase menjelang perkembangan,
demikian juga klaster jagung TTU. Sementara klaster padi organik saat ini masih pada masa intervensi. Ini
menunjukkan bahwa kematangan klaster dipengaruhi oleh usia klaster. Sedangkan jika dilihat dari intensitas
kegiatan dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah, dapat dilihat pada Gambar II.31 berikut ini.
58
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-31. Urutan Penilaian Aktivitas Champion Klaster
Secara umum kegiatan manajemen termasuk sangat tinggi intensitasnya. Hanya keterlibatan anggota
dalam pengelolaan organisasi yang berada pada kategori tinggi dengan nilai antara 3 – 4,5 pada skala 6.
Fase Perkembangan Klaster
Berdasarkan parameter pada Tabel II-1, hasil kajian memetakan fase Klaster jagung TTU, Klaster Padi
Organik, dan Klaster Padi Lokal sebagaimana pada Tabel II-15 berikut ini:
59
Gambaran Umum Klaster
Tab
el II
-15.
Pem
etaa
n F
ase
Perk
emb
ang
an K
last
er d
i Su
bse
kto
r Ta
nam
an P
ang
an
No
UR
AIA
NTA
HA
PAN
KLA
STER
Star
tin
g p
has
eC
on
solid
atin
g p
has
eD
evel
op
men
t p
has
eR
eori
enta
tin
g p
has
eJa
gu
ng
Pad
i Org
anik
Pad
i lo
kal
Jag
un
gPa
di O
rgan
ikPa
di l
oka
lJa
gu
ng
Pad
i Org
anik
Pad
i lo
kal
Jag
un
gPa
di O
rgan
ikPa
di l
oka
l
1La
ma
Berd
iri
2K
oord
inas
i
3In
ovas
i
4K
egia
tan
5K
elem
baga
an
6K
epen
guru
san
7K
eang
gota
an
8Pe
renc
anaa
n
9Pe
rtan
ggun
gjaw
aban
60
Gambaran Umum Klaster
Perkembangan klaster tanaman pangan sejalan dengan usia inisiasi klaster secara terstruktur. Klaster
jagung TTU dan Klaster Padi Lokal berada pada fase yang relatif sama, yaitu fase konsolidasi menuju fase
pengembangan. Berdasarkan usia, kedua klaster ini berada pada fase sesuai dengan tahapannya, dimana
keduanya telah berusia berusia 4 tahun. Lain halnya dengan Klaster Padi Organik OKU Timur masih berada
pada fase konsolidasi, dimana usianya baru menginjak 2 tahun.
Berikut adalah penjelasan posisi klaster-klaster tersebut berdasarkan parameter yang telah disebutkan.
1) Klaster Jagung TTU
Menurut YMTM, klaster jagung TTU diinisiasi pada tahun 2011. Beberapa ciri menunjukkan bahwa klaster
ini telah berada pada fase pengembangan. Parameter yang memenuhi pada posisi tersebut adalah: 1)
Inisiasi sudah lebih dari 3,5 tahun atau lebih dari 3 tahun, 2) Koordinasi sudah berjalan dengan baik, melalui
47 kelompok tani (Lopo Tani) dan ada pendamping lokal dari YMTM di setiap desa sehingga memudahkan
dalam koordinasi dan implementasi program. Peran pendamping lokal pada kasus klaster jagung TTU
sangat membantu dalam akselerasi pencapaian program, 3) Inovasi mulai dijajaki dengan membuat produk
pangan olahan berbasis jagung yang dilakukan oleh beberapa Lopo Tani. Model pemasaran bersama yang
dikoordinir oleh YMTM melalui divisi bisnis untuk transaksi ternak maupun komoditas agro dapat diakui
juga sebagai inovasi yang mulai dikenalkan, 4) Cukup banyak kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani
maupun pendampingan YMTM, 5) Kelembagaan berjalan mantap, baik di kelompok tani, maupun YMTM.
Sebagian besar Lopo Tani memiliki unit simpan pinjam yang mereka sebut UBSP (Unit Bersama Simpan
Pinjam) meskipun pengelolaan keuangan masih sangat tradisional, 6) Kepengurusan relatif mantap di level
kelompok tani dan YMTM (memiliki divisi bisnis), 7) Keanggotaan sudah mulai bertambah. Usaha kelompok
tani (Lopo Tani) bukan hanya mengusahakan komoditas jagung namun juga komoditas tanaman pangan
lainnya, hortikultura dan peternakan, 8) Sudah ada perencanaan sebagai acuan pelaksanaan kegiatan
terutama dimiliki oleh YMTM. Peran tim lapangan YMTM membantu membuat rencana kerja masing-
masing Lopo Tani, 9) Terdapat mekanisme pertanggungjawaban yang berjalan baik, dalam hal ini YMTM.
2) Klaster Padi Organik OKU Timur
Klaster Padi Organik berdasarkan usia klaster (2 tahun) berada pada fase konsolidatif, 1 tahap di bawah
fase klaster jagung dan fase klaster padi Lokal. Fase konsolidatif tersebut dicirikan oleh: 1) Berada pada usia
antara 1-3 tahun (2 tahun), 2) Koordinasi yang masih sedikit, masih terbatas pada anggota yang ada, dan
anggota klaster belum terspesialisasi pada peran-peran bisnis spesifik. Namun demikian intensitas kerjasama
diantara petani dan kelompok tani cukup tinggi seperti pengadaan bahan-bahan input untuk pupuk
orgaik dan biopestisida, 3) Inovasi baru mulai dijajaki. Inovasi yang mulai dikembangkan adalah teknologi
pembuatan Pupuk Organik Cair (POC), yang dibangun di setiap GAPOKTAN, 4) Kegiatan masih sedikit
sebatas pertemuan rutin antar anggota klaster, karena masing-masing anggota masih fokus pada kegiatan
budidaya masing-masing, 5)Kelembagaan mulai dirintis. Sebagai contoh gerakan ini adalah penumbuhan
unit usaha pendukung seperti pembuatan POC dan biopestisida, dan kerjasama manajemen klaster dengan
lembaga keuangan mikro (LKM Agung Lestari – kasus sub klaster di Belitang III/GAPOKTAN Hasrat Maju), 6)
Kepengurusan sudah terbentuk, namun demikian ada kendala regenerasi khususnya pada Kelompok Sub
Klaster Belitang III – GAPOKTAN Hasrat Maju, 7) Keanggotaan mulai bertambah walaupun masih dalam
kelompok dan beberapa diantara mereka berinisiatif sendiri, 8) Ada RKA namun belum berfungsi, pada
ciri ini bahkan sama sekali belum dimiliki oleh klaster. Kapasitas SDM menurut pengakuan masih menjadi
61
Gambaran Umum Klaster
kendala pada proses perencanaan (pengakuan GAPOKTAN Hasrat Maju), 9) Pertanggung jawaban sudah
ada namun belum berjalan.
3) Klaster Padi Lokal Barito Kuala
Sementara Klaster padi Lokal Barito Kuala berdasarkan usia klaster, dapat dikatakan bahwa klaster sedah
berada berada pada fase pengembangan, yang dicirikan oleh : 1) Usia klaster 4-6 tahun. Klaster padi lokal
ini berusia 3,5 tahun, 2) Koordinasi sudah berjalan baik, 3) Inovasi baru mulai dijajaki. Inovasi yang mulai
dikembangkan adalah beras kemasan untuk suplai ke pasar modern, 4) Terdapat kegiatan yang banyak,
seperti pengemasan, jasa sewa alsintan, perbengkelan, 5) Kelembagaan mulai mantap, 6) Kepengurusan
mulai mantap, 7) Keanggotaan mulai bertambah, beberapa anggota diluar klaster mulai menjadi anggota
UPJA, 8) Ada RKA namun belum berfungsi, pada ciri ini bahkan sama sekali belum memiliki, 9) Pertanggung
jawaban sudah ada namun belum berjalan.
B. Rantai Nilai Klaster
Dari berbagai informasi yang dihimpun selama proses wawancara, maka dapat digambarkan peta rantai
nilai klaster yang dikembangkan. Walaupun tahapan transformasi mata rantai nilai relatif sama, namun
demikian kegiatan pada setiap mata rantai nilai tergantung pada komoditas yang dikembangkan.
Kondisi lahan (sebagai input) yang digunakan untuk padi adalah lahan basah, sedangkan budidaya jagung
pada lahan kering. Penyesuaian jenis tanah menyangkut bibit yang harus disediakan, demikian juga
peralatan budidaya yang digunakan. Pada tahapan budidaya, teknis budidaya merupakan faktor penting
dan menjadi perhatian utama. Sebagian besar kegiatan pertanian berada pada tahapan ini. Tahap budidaya
membutuhkan paling banyak sumber daya seperti tenaga kerja, biaya, dan teknologi. Mendekatkan akses
teknologi khususnya teknologi penanaman yang dimulai dari pengolahan tanah hingga teknik panen
yang efektif menjadi strategi sentral dalam mengembangkan klaster tanaman pangan. Kondisi lahan
juga berpengaruh terhadap teknologi budidaya yang diterapkan. Oleh karena itu fasilitas pengembangan
lebih banyak didukung dalam bentuk peralatan pertanian dan peningkatan kapasitas/keterampilan petani
melalui pendampingan teknik budidaya yang efektif. Sedangkan pada kegiatan transformasi yang dilakukan
berupa pengeringan, pengupasan, pengepakan, dan penyimpanan yang biasa dikenal dengan kegiatan
penanganan paska panen. Cara penyimpanan pun berbeda antara satu komoditas dengan komoditas
lainnya. Berikut ini adalah penjelasan rantai nilai untuk setiap komoditas yang dikembangkan.
62
Gambaran Umum Klaster
Rantai Nilai Klaster Jagung TTU
Gambar II-32. Rantai Nilai Klaster Jagung - Timor Tengah Utara
Klaster Jagung TTU telah melibatkan proses produksi sebagai transformasi dari hasil budidaya jagung,
sebagai produk turunan (pangan olahan). Terlihat peran YMTM dalam mediasi akses pasar kelompok
tani (melalui pengepul) ke pedagang besar di Atambua. Dalam konteks mediasi ini YMTM mendapatkan
fee karena proses fasilitasi yang dilakukan. Benefit lain yang diperoleh kelompok tani dari YMTM adalah
peningkatan kapasitas petani dari sisi keterampilan budidaya, dan kemudahan mendapatkan benih lokal.
Jagung yang dibudidayakan petani adalah jenis varietas lokal dan varietas unggul (Aurora dan Intan). Varietas
lokal sebesar 30% dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pangan alternatif selain beras, sedangkan
varietas unggul sebesar 70% dibudidaya sejak intervensi klaster bertujuan memenuhi kebutuhan industri
pakan ternak. Diversifikasi varietas telah menyokong pertambahan nilai transaksi, yang disebabkan oleh
kenaikan harga varietas baru dan adanya perbaikan pola tanam yang sebelumnya tidak dikenal oleh mereka
seperti, penggunaan pupuk kompos output dari budidaya ternak, dan penerapan jarak tanam. Petani Jagung
mengusahakan lahan rata-rata seluas (0,1-0,41) Ha, cukup mempekerjakan 2 orang anggota keluarga
dalam berbudidaya. Dua orang narasumber (petani) pada kajian ini, mengaku mengalami kenaikan volume
produksi hingga 75%, dan nilai transaksi hingga 110% setelah terlibat dalam kegiatan pengembangan
klaster.
Rantai Nilai Klaster Padi Organik OKU Timur
Gambar II-33 menunjukkan peta rantai nilai pada komoditas Padi Organik di OKU Timur. Pada klaster ini
tahapan proses rantai nilai sama dengan tahapan proses yang terjadi pada komoditas jagung di TTU.
63
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-33. Rantai Nilai Padi Organik – OKU Timur
Jika pada komoditas jagung sudah terjadi diversifikasi produk, sebaliknya diversifikasi tersebut tidak terjadi di
Klaster Padi Organik. Pendistribusian barang juga relatif lebih simpel. Menurut data dari Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Palembang (sebagaimana tercantum pada Tabel II-4. Klaster Padi Organik OKU Timur hingga
saat ini telah melibatkan 271 petani. Mereka membudidayakan padi organik pada hamparan seluas 99,9
Ha, dengan kapasitas produksi pada Musim Tanam (MT II) Oktober 2013 – Mei 2014 mencapai 7,34 ton/Ha,
lebih tinggi dari produktivitas padi biasa (padi unggul) yang hanya sebesar 5,41 ton per Ha pada tahun 2013
(OKU Timur dalam Angka, 2013). Setiap petani menanam pada lahan seluas 0,36 Ha secara seragam atau
kelipatannya. Produktivitas padi organik terendah adalah 4,4 ton/Ha dan tertinggi mencapai 11,2 ton/Ha.
Perbedaan tersebut bisa jadi terjadi karena periode tanam yang berbeda. Karena, pengalihan dari padi non
organik ke padi organik akan memberikan risiko penurunan kapasitas produksi pada tahap awal, namun
akan berangsur naik pada periode musim tanam berikutnya. Terdapat 2 varietas padi yang ditanam yaitu
Ciliwung, dan Pandanwangi. Petani mendapatkan sumber benih dari toko saprotan (benih berlabel), dan
beberapa diantara mereka membuat benih sendiri. Pemasaran padi organik masih dilakukan secara retail
dalam bentuk beras, dan masih terbatas untuk memenuhi pasar lokal (kabupaten), dan provinsi.
Dari 2 petani sebagai narasumber diperoleh informasi bahwa keikutsertaannya dalam pengembangan
klaster padi organik memberikan dampak pada kenaikan kapasitas dan volume produksi per hektar hingga
33,3%, dan kenaikan nilai transaksi per tahun hingga 31,8% pada saat kajian ini dilakukan. Total 33 orang
dibutuhkan selama 1 musim tanam dalam budidaya padi organik pada lahan 4,5 Ha.
Rantai Nilai Klaster Padi Lokal Barito Kuala
Tahapan proses dalam rantai nilai klaster padi lokal sama dengan yang terjadi pada kedua klaster yang telah
dijelaskan sebelumnya.
64
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-34. Rantai Nilai Klaster Padi Lokal – Barito Kuala
Hingga saat ini klaster padi lokal Barito Kuala telah melibatkan 250 petani, dengan kapasitas produksi
per ha lahan rata-rata saat ini mencapai 5,42 ton. Lokasi Klaster Padi Lokal di Kabupaten Barito Kuala
merupakan area gambut yang sebagian merupakan daerah rawa, kondisi air mengalami pasang surut yang
berdampak kekeringan pada musim kemarau, dan banjir pada musim hujan. Perlakuan khusus tentu saja
dibutuhkan agar ketersediaan media tanam sesuai dengan pertumbuhan padi yang akan dibudidayakan.
Dengan menambahkan kapur 200-300 kg/ha selama pengolahan lahan mampu menaikkan kapasitas
produksi padi. Sebelum dilakukan perbaikan pola budidaya (salah satu intervensi klaster), kapasitas produksi
hanya mencapai 3,7 ton/ha (informasi dari petugas PPL Kecamatan Anjir Pasar). Ekstensifikasi budidaya
padi lokal masih sangat berpotensi. Dari 800 ha potensi lahan sawah baru diupayakan seluas 550 ha terdiri
atas 350 ha lahan sawah yang sudah ada, dan 200 ha lahan pembukaan baru selama program klaster
berlangsung. Peningkatan penggunaan lahan meningkat hingga 96% dibandingkan dengan pemanfaatan
lahan pada tahun 2011 (awal klaster). Peningkatan kapasitas produksi juga terjadi selama intervensi klaster,
demikian juga peningkatan nilai transaksi.
Pengelolaan bisnis juga sudah mulai terspesialisasi dan melembaga seperti hadirnya unit persewaan
ALSINTAN oleh UPJA. Unit ini telah mendorong efisiensi biaya dan perbaikan lahan budidaya. Sejak klaster
diterapkan terdapat 3 UPJA, yaitu :
1. UPJA MANDIRI untuk wilayah Handil Alalak, Desa Andaman I, Kecamatan Anjir Pasar. Berdiri pada tahun
2012, melayani 60 anggota pada total garapan 70 ha lahan sawah. Selain modal subsidi kelompok
mengeluarkan modal swadaya sebesar Rp70 Juta. Pernah meraih Juara I Lomba UPJA tingkat Provinsi
Kalimantan Selatan pada tahun 2013, dan berhak mengikuti Penas Tani dan Nelayan di Malang pada
tahun 2014.
2. UPJA HASRAT MAJU dengan wilayah kerja Handil Daham, Desa Anjir Muara Kota, Kecamatan Anjir
Muara. Sejak Bulan Juli 2013 sampai sekarang menjadi pemasok Lotte Mart beras kemasan 5 kg.
65
Gambaran Umum Klaster
3. UPJA AIR MAS untuk wilayah kerja Handil Air Mas, Desa Anjir Pasar Kota II, Anjir Pasar, berdiri pada
tahun 2014. Modal usaha swadaya yang dikeluarkan sebesar Rp30.000.000.
Dari 3 petani padi lokal yang menjadi narasumber, memberikan informasi bahwa kapasitas produksi padi
mereka naik mulai dari 17% sampai dengan 33%, sedangkan kenaikan transaksi mencapai 77% sampai
dengan 129%. Dampak klaster dari aspek finansial mendorong keterlibatan BRI melalui penyaluran dana
KKPE (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi). Dari 37 petani peserta program sertifikasi, 33 petani telah
melakukan akses ke BRI (Bank Rakyat Indonesia) dengan nilai kredit Rp348.000.000, setelah memiliki
agunan berupa tanah bersertifikat hak milik. Sertifikasi lahan petani diperoleh dari program sinergi antara
KPwBI Kalimantan Selatan dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kantor Pertanahan Kabupaten Barito
Kuala melalui program sertifikasi kolektif. Modal petani mulai bergeser 50%-100% dipenuhi oleh dana
yang berasal dari perbankan yang sebelumnya 100% berasal dari dana pribadi.
Mekanisasi penggunaan hand tractor menyumbang efisiensi biaya hingga 37,5%, efisiensi waktu hingga
90%, serta menjaga keasaman lahan di Barito Kuala. Mungkin manfaat ini berbeda yang dirasakan oleh
Klaster Padi Organik di OKU Timur. Namun demikian, beberapa wilayah di Barito Kuala tidak seluruhnya
mengalami keberuntungan yang sama. Kondisi lahan gambut pasang surut dengan keasaman yang
tinggi (di Kecamatan Anjir Muara misalnya) memberikan pilihan kepada petani di tepian Sungai Barito
ini melakukan pola tanam bergilir. Musim tanam padi disesuaikan dengan kondisi pasang dan surutnya
air sungai. Oleh karena itu kebutuhan tenaga kerja tidak sebanyak dibutuhkan seperti lahan pertanian
yang normal. Salah satu petani anggota klaster (Hadarani) hanya membutuhkan 4 tenaga kerja (anggota
keluarga) untuk mengelola lahannya seluas 3 ha, dengan pola tanam bergilir. Penggunaan hand tractor pun
hanya bisa dilakukan ketika kondisi air surut. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi jumlah produksi dan
nilai transaksi yang dihasilkan.
Dari ketiga gambaran peta rantai nilai tersebut, dapat dikatakan bahwa Jagung TTU dan klaster padi lokal
Barito Kuala mulai merintis usaha-usaha terspesialisasi, sehingga terlihat lebih banyak melibatkan entitas/
pelaku pelaku bisnis baru. Namun demikian, hadirnya penyedia pupuk dan pestisida organik yang mulai
dirintis pada skala industri oleh GAPOKTAN, merupakan inovasi yang cukup untuk diapresiasi.
C. Tantangan dan Kendala Klaster
Ketahanan pangan selalu dikaitkan dengan pembangunan pedesaan dan sektor pertanian. Pada pandangan
ini akan dijumpai suatu kondisi dimana kelembagaan desa menjadi tantangan. Kelembagaan desa tersebut
salah satunya adalah menyangkut penguasaan tanah, apakah keterbatasan luas kepemilikan atau kondisi
fisik tanah seperti keasaman tinggi di Barito Kuala, dan lokasi pasang surut. Realita bahwa sebagai
aset penting lahan budidaya sekarang semakin sempit karena perubahan fungsi sebagai pemukiman,
industri, atau perkebunan. Kondisi-kondisi tersebut akan menentukan keputusan petani sehingga turut
memengaruhi derajat ketahanan pangan. Tantangan lain adalah kemungkinan akan terjadinya pergeseran
kesempatan kerja karena terjadi mekanisasi pertanian seperti yang terjadi di OKU Timur dan Barito Kuala.
Lain lagi dengan isu organik yang diangkat oleh klaster padi organik di OKU Timur, persyaratan teknis
seperti penggunaan input hingga pada sertifikasi juga merupakan tantangan yang harus dihadapi.
Penilaian manajemen klaster terhadap tantangan dalam mengembangkan klaster, dapat dilihat pada Tabel
II-16. Dan secara grafis dapat dilihat pada Gambar II-29 yang telah disampaikan pada sub bab sebelumnya.
66
Gambaran Umum Klaster
Kurangnya infrastruktur dan kebijakan yang mendukung, kualitas lahan, dan keuntungan yang rendah
berpengaruh sangat kuat dalam pengembangan klaster.
Tabel II-16. Penilaian Responden terhadap Tantangan dan Kendala Ketahanan Pangan Subsektor
Tanaman Pangan
NoMasalah Klaster Pertanian / Ketahanan Pangan Jagung Padi Organik Padi Lokal
RerataSeberapa penting/setuju indikator tersebut dalam menyumbang keberhasilan MK MK-1 MK-2 Rata-rata MK
1Kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster
5 5 5 5 6 5,3
2Kurangnya insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi
2 5 4 4,5 5 3,8
3
Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)
5 5 5 5 6 5,3
4Kendala budaya, perlunya perubahan dalam pendekatan anggota klaster dengan berbagai isu terkait dengan inovasi
2 5 5 5 3 3,3
5Kurangnya semangat inovatif di perusahaan agroindustri
5 4 4 4 2 3,7
6Kesenjangan antara perusahaan pertanian dan industri/perusahaan agro industri
5 4 4 4 2 3,7
7Produk pertanian diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang diperoleh sedikit
5 4 4 4 5 4,7
8Status kepemilikan lahan yang terbatas dan semakin mengecil
2 5 5 5 5 4,0
9Kualitas lahan sebagai media tanam yang semakin menurun
5 5 5 5 5 5,0
D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan Klaster dan Replikasi
Faktor Kunci Klaster
Pengembangan klaster tidak terlepas dari proses pengembangan inovasi, networking/pengembangan
jaringan, dan kompetensi inti SDM. Aspek-aspek yang memengaruhi pengembangan ketiga aspek tersebut
adalah akses pengetahuan dan teknologi, budaya, manajerial, dan finansial. Namun demikian pengaruh
tersebut berbeda kekuatannya satu dengan yang lain. Tabel II-17 menunjukkan pengaruh aspek-aspek
terhadap faktor kunci pendukung pengembangan klaster di sub sektor tanaman pangan.
67
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-17. Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Tanaman Pangan
Faktor Kunci Klaster Klaster Jagung TTU Klaster Padi Organik OKU Timur Klaster Padi Lokal Barito Kuala
Inovasi
1. Akses pengetahuan dan teknologi
Kemudahan dalam memperoleh pengetahuan
Sangat berpengaruh pada proses penemuan hal baru
Keempat faktor tersebut merupakan pendukung dan penghambat dalam proses inovasi dan networking.
Sementara dalam proses penumbuhan kompetensi inti, teknologi dan budaya merupakan tantangan dalam pengembangan klaster.
2. BudayaMengangkat budaya lokal wanatani, gotong royong
Kebiasaan masyarakat terbuka dalam menerima hal-hal baru -
3. ManajerialPeran POKTAN sangat berpengaruh
Peran promotor sebagai pendorong
4. FinansialBerpengaruh namun inovasi tidak selalu biaya tinggi
Dibutuhkan untuk mendapatkan input inovasi
Networking
1. Teknologi Khususnya teknologi komunikasi
2. Budaya
Budaya tidak signifikan mendukung networking, karena masyarakat sudah merasa nyaman berada di lingkungannya
Pengaruhnya kecil karena belum ada kemampuan
3. ManajerialPenting sebagai mediator, peran tersebut dilakukan oleh fasilitator
Peran GAPOKTAN dan ketokohan
4. Finansial
Dibutuhkan untuk jual beli produk dengan distributor (sistem pembayaran diatur)
Merupakan faktor pengaruh
Kompetensi Inti
1. Teknologi Untuk proses transferDiperlukan untuk membangun kompetensi spesifik contoh : teknologi pembuatan POC
2. BudayaUntuk menerima perubahan
Keinginan mengembangkan diri
3. Manajerial Kepeloporan Manajerial dari pemerintah sebagai pendorong
4. FinansialUntuk menyediakan tenaga ahli
Untuk mendapatkan akses pada teknologi
Faktor yang mendorong terjadinya kompetensi inti di TTU adalah adanya teknologi yang mendukung,
budaya masyarakat untuk menerima perubahan (metode baru) dan pendampingan yang intensif.
Pendampingan intensif dari ahli di bidang tertentu menjadi cara yang efektif untuk mentransfer suatu
knowledge, kemampuan (skill) kepada pelaku/petani sehingga kompetensi ada ditingkat masyarakat
(petani). Penempatan konsultan pendamping di setiap desa membantu percepatan capaian program klaster.
Pada kasus pengembangan Klaster Padi Organik, manajerial merupakan faktor yang paling kuat berpengaruh
pada pengembangan inovasi. Kemampuan manajerial ini melekat pada ketua GAPOKTAN sebagai penggerak
klaster dan tenaga ahli lokal yang mendorong terjadinya praktik baik. Teknologi khususnya informasi
paling dibutuhkan dalam proses pengembangan jaringan dan kompetensi inti. Untuk mempercepat proses
pengembangan kompetensi inti juga dibutuhkan peran pemerintah sebagai pendorong. Hal ini menyangkut
branding yang akan dibangun yaitu OKU Timur sebagai daerah yang memiliki kompetensi dalam budidaya
padi organik (Kelompok Wonosuko mendapatkan juara I dalam lomba Budidaya Padi Organik di Tingkat
Provinsi Sumatera Selatan, dan mendapatkan apresiasi dari presiden di tahun 2014).
Sementara dalam proses penumbuhan kompetensi inti, teknologi dan budaya merupakan tantangan dalam
pengembangan klaster padi lokal di Barito Kuala. Contoh: selama intervensi klaster telah terjadi penghematan
dari sisi waktu dan tenaga pada saat pengolahan lahan sawah, karena penggunaan mesin traktor yang
68
Gambaran Umum Klaster
sebelumnya menggunakan tenaga manusia. Ada dampak pergeseran budaya kerja sama, sekaligus
pergeseran peluang ekonomi bagi tenaga kerja manual pada proses pengolahan lahan. Ini merupakan
tantangan, namun dengan tumbuhnya unit jasa ALSINTAN, maka peluang kerja baru ditumbuhkan antara
lain jasa perbengkelan dan operator ALSINTAN.
Faktor Keberhasilan Klaster Tanaman Pangan
Tabel II-18 berikut merupakan tabel yang menunjukan skala penilaian 16 indikator keberhasilan pada klaster
sub sektor tanaman pangan.
69
Gambaran Umum Klaster
Tab
el II
-18.
Pen
ilaia
n R
esp
on
den
ter
had
ap F
akto
r K
eber
has
ilan
pad
a Su
bse
kto
r Ta
nam
an P
ang
an
NO
Keb
erad
aan
Ind
ikat
or
yan
g m
enyu
mb
ang
keb
erh
asila
n
Ad
a /
Tid
akPa
di O
rgan
ikPa
di L
oka
lJa
gu
ng
Rer
ata
MK
-1M
K-2
SK-1
SK-2
SK-3
MK
-1SK
-2SK
-2M
KSK
1Te
rdap
at N
etw
orki
ng d
an k
emitr
aan
Ada
55
56
56
56
56
5,4
2Te
rdap
at m
odal
sos
ial y
ang
kuat
Ada
56
66
66
65
65
5,7
3Te
rdap
at b
asis
inov
asi y
ang
kuat
(R&
D t
ingg
i)A
da5
66
66
55
55
55,
4
4K
epem
impi
nan
dan
visi
ber
sam
aA
da5
65
66
66
66
65,
8
5Te
rdap
at k
ompe
tens
i/kea
hlia
n ya
ng k
uat
Ada
45
55
65
55
55
5,0
6Sp
esia
lisas
iA
da4
55
66
55
45
44,
9
7In
fras
truk
tur
yang
mem
adai
Ada
44
56
46
65
66
5,2
8Te
rdap
at p
erus
ahaa
n be
sar
Ada
45
45
54
55
34
4,4
9Bu
daya
kew
iraus
ahaa
n ya
ng k
uat
Ada
55
46
66
55
55
5,2
10K
edek
atan
den
gan
pem
asok
Ada
55
56
55
65
66
5,4
11A
kses
pad
a su
mbe
r ke
uang
anA
da5
44
64
56
65
44,
9
12A
kses
ke
jasa
spe
sial
isA
da4
53
64
55
55
54,
7
13A
kses
pas
arA
da5
56
66
65
66
65,
7
14A
kses
ter
hada
p ja
sa p
endu
kung
bis
nis
Ada
45
56
54
56
56
5,1
15Pe
rsai
ngan
Ada
45
66
45
55
55
5,0
16A
kses
info
rmas
i (Pa
sar,
tek
nolo
gi d
ll)A
da5
65
66
65
65
65,
6
70
Gambaran Umum Klaster
Range penilaian pada ketiga komoditas klaster terhadap faktor keberhasilan klaster cenderung sama dan
sangat tinggi berkisar di angka 4,5-6 untuk skala 6. Nilai tertinggi adalah kepemimpinan dan visi bersama,
disusul berturut-turut: akses pasar, terdapat modal sosial yang kuat, terdapat networking dan kemitraan,
dan terdapat basis inovasi dan R & D. Secara grafis dapat dilihat pada grafik penilaian di bawah ini.
Gambar II-35. Peringkat Kepentingan Indikator Keberhasilan Klaster Subsektor
Tanaman Pangan
Hanya keberadaan perusahaan besar yang berada pada tingkatan penting sebagai faktor keberhasilan
klaster tanaman pangan, sedangkan faktor lainnya berada pada kategori sangat penting.
Replikasi Klaster
Ketiga stakeholders dan manajemen klaster menyatakan bahwa klaster yang telah dikembangkan relatif
berhasil degan indikator capaian generiknya berupa peningkatan nilai transaksi, dan serapan tenaga kerja.
Selain tantangan operasi, terjadi juga tantangan dalam replikasi, karena tidak sepenuhnya praktek baik
sebuah klaster dapat diusung seluruh dimensinya. Tanggapan tentang replikasi dari pengalaman baik
mereka teridentifikasi sebagai berikut.
Klaster
Jagung
TTU
: Menurut mereka keberhasilan ini karena adanya pendamping (tenaga ahli) dan intensif,
budaya mau maju dari masyarakat, respon positif terhadap program, serta dukungan
dinas terkait cukup kuat serta pendekatan program yang market oriented (M4P –
Making Market for Poor). Dari hasil tersebut tentu saja bisa direplikasi ke komoditas lain,
wilayah lain yang baru dengan pendekatan yang market driven dan proses usahanya.
Aspek yang bisa direplikasi dan urutan kemudahan (ranking) untuk replikasi adalah :
- Manajemen produksi dan pendekatan klaster
- Marketing klaster
- Dan kelembagaan klaster
71
Gambaran Umum Klaster
Klaster
Padi
Organik
OKU
Timur
: Berangkat dari hambatan dan tantangan yang sudah disebutkan sebelumnya,
maka aspek-aspek yang dapat direplikasi berdasarkan tingkat keberhasilan dalam
mengembangkan Klaster Padi Organik dapat diurutkan sebagai berikut (kasus sub
klaster Maju Bersama) : 1) Kelembagaan klaster-transparansi anggota, 2) manajemen
produksi dan teknologi – kompetensi pada tata kelola budidaya padi organik, 3)
Marketing klaster – GAPOKTAN sebagai simpul, modal sosial klaster, 3) marketing
klaster, dan 4) model bisnis – berupa kerja sama bisnis antar kelompok, antar
GAPOKTAN, dan sistem pengelolaan GAPOKTAN yang relatif kuat. Sumber lain sub
klaster (Sub Klaster Wono Suko) memberikan pendapat yang berbeda. Kelompok ini
berpendapat urutan replikasi berdasarkan pengalaman klasternya yaitu : 1) modal
sosial - memetakan lokasi dengan modal sosial yang kuat seperti rasa kebersamaan yang
tinggi, b) manajemen produksi dan teknologi - pola budidaya dan teknik produksi POC,
c) kelembagaan klaster – penumbuhan unit usaha yang dapat menggerakkan sistem
bisnis yang terjadi (unit produksi POC), d) marketing klaster, e) pengembangan SDM
klaster
Klaster
Padi
Lokal
Barito
Kuala
: Menurut penggerak Klaster Padi Lokal Barito Kuala, efisiensi yang terjadi merupakan
alasan klaster padi lokal dapat direplikasi di tempat lain, walaupun hanya 2 aspek yang
dapat direplikasi, berdasarkan rating adalah : 1) modal sosial, yang ditunjukkan dengan
pola kerjasama yang baik antar anggota, terbukti dengan kemauan swadaya yang tinggi
dan kolektif untuk investasi bersama dalam bentuk lahan usaha (kasus; UPJA MANDIRI
dan UPJA HASRAT MAJU, dan 2) kelembagaan klaster, dengan model pengembangan
unit bisnis UPJA memperkuat sistem bisnis yang terjadi di dalam klaster, hubungan antar
pelaku menjadi lebih baik dan tertata. Namun demikian stakeholders (Kepala Dinas
Pertanian Kabupaten Barito Kuala) berpendapat bahwa dalam replikasi faktor-faktor
yang mendukung keberhasilan klaster, harus dilaksanakan secara simultan. Keberhasilan
replikasi menurut penggerak klaster maupun stakeholders klaster dipengaruhi oleh :
1. Budidaya dan perilaku masyarakat
2. Persyaratan teknis
3. Sarana dan prasarana (jalan, komunikasi, air dan listrik)
4. Dukungan pemerintah/stakeholders
5. Ketersediaan SDM klaster
6. Sinergi antar stakeholders (faktor penting)
E. Dampak Kualitatif dan Kuantitaif Klaster
Dampak kualitatif mengarahkan pada ukuran dampak yang tidak secara langsung terlihat, contohnya
bertambahnya kapasitas SDM klaster karena intervensi training teknik produksi yang telah dilakukan oleh
klaster. Analisis dampak secara kualitatif akan melihat berdasarkan skala dampaknya, dari hanya memiliki
kemampuan dasar hingga kemampuan lanjut, atau kempeten/profesional. Sedangkan aspek kuantitatif
melihat dampak dilakukan dengan mengukur jumlah perubahan yang terjadi pada waktu tertentu dari setiap
indikator yang akan diukur. Perkembangan yang terjadi bisa naik atau turun. Tidak seluruhnya dampak
dapat diukur secara tepat menggunakan nilai angka, juga tidak bisa pula dilakukan hanya mengutamakan
asumsi kualitatif yang cenderung subjektif, sehingga kedua aspek kajian ini idealnya dapat saling menutupi
kelemahan pada masing-masing aspek.
72
Gambaran Umum Klaster
Dampak Kualitatif
Dampak secara kualitatif klaster dirasakan oleh seluruh kelompok entitas dalam klaster, dan masyarakat
luar klaster. Penilaian dampak kualitatif dilakukan oleh Penggerak/pengelola klaster, pelaku inti klaster,
stakeholders, dan masyarakat umum (non pelaku klaster).
1) Penilai Manajemen Klaster
Penilaian oleh manajemen klaster di tiga klaster tanaman pangan tersaji pada Tebel II-19 sebagai berikut :
Tabel II-19. Penilaian Responden (Manajemen) atas Dampak Kualitatif Klaster Tanaman Pangan
NoDampak Kualitatif Klaster dari indikator keberhasilan Klaster dan tingkat kepentingannya
Jagung Padi Organik Padi Lokal RerataTotalMK-1 Rata-Rata MK-1 MK- 2 Rata-Rata MK-1 Rata-Rata
1Anggota Klaster merasa nyaman dengan klaster
6 6,00 5 5 5,00 6 6 5,67
Dam
pak
Ada
nya
Kla
ster
Men
gaki
batk
an
2ameningkatkan jumlah tenaga kerja
5 5,00 5 5 5,00 6 6 5,33
2bmenciptakan usah / pengusaha baru
5 5,00 4 6 5,00 6 6 5,33
2c Iklim usaha yang kondusif 6 6,00 4 4 4,00 6 6 5,33
2dPerpanjangan tangan dari jasa dan kegiatan anggota klaster
5 5,00 4 4 4,00 5 5 4,67
2eHubungan yang lebih erat antara industri dan akademisi
5 5,00 4 4 4,00 5 5 4,67
2fSecara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya
5 5,00 4 4 4,00 5 5 4,67
2gkomunikasi lebih lancar dan mapan dengan pembuat kebijakan
6 6,00 5 5 5,00 6 6 5,67
2hPelatihan secara khusus / terspesialisasi
6 6,00 4 4 4,00 6 6 5,33
2i Peningkatan produktivitas 5 5,00 5 6 5,50 6 6 5,50
2j Peningkatan efisiensi 6 6,00 5 6 5,50 6 6 5,89
2k
Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan,listrik, air, kesehatan, dan fasilitas dan jasa layanan publik
6 6,00 4 4 4,00 6 6 5,33
2l
Peningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana ibadah, dan kesehatan
5 5,00 4 4 4,00 6 6 5,00
3Jumlah anggota klaster meningkat
6 6,00 5 5 5,00 5 5 5,33
4Klaster telah menarik perusahaan-perusahaan baru di wilayahnya
6 6,00 3 5 4,00 6 6 5,33
5Teknologi baru telah muncul melalui klaster
5 5,00 5 5 5,00 6 6 5,33
Jika dilihat dari peringkat dampak yang dirasa oleh manajemen peningkatan efisiensi merupakan dampak
yang paling kuat (5,89), disusul dengan rasa nyaman berada di lingkungan klaster (5,67), dan kelancaran
73
Gambaran Umum Klaster
komunikasi dengan pemerintah (5,67). Dari 14 indikator yang dinilai pengaruh terkecil adalah hubungan
antara industri dan akademisi, peran manajemen sebagai perpanjangan tangan, dan meningkatnya investasi
anggota. Namun demikian, seluruh indikator tersebut berada pada kategori bahwa klaster berdampak
sangat kuat terhadap indikator-indikator yang dinilai, dimana seluruhnya berada pada kisaran nilai 4,5 – 6
(skala 6).
2) Penilai Pelaku Inti Klaster
Penilaian dampak kualitatif klaster oleh pelaku inti klaster disajikan pada Tabel II-20 berikut ini :
Tabel II-20. Penilaian Responden (Pelaku Inti) atas Dampak Kualitatif Klaster Tanaman Pangan
No Persepsi Pelaku Klaster terhadap indikator
Jagung Padi Organik Padi LokalRerata TotalPK-1 PK-2 Rata-
rata PK-1 PK-2 Rata-rata PK-1 PK-2 PK-2 Rata-
rata
1Merasa nyaman bergabung dengan Klaster
5 6 5,5 5 6 5,5 5 5 6 5,33 5,44
2Penambahan jumlah asset usaha
4 4 4,00 4 5 4,50 6 5 6 5,67 4,72
3Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus / terspesialisasi
4 4 4,00 3 6 4,50 6 6 6 6,00 4,83
4 Produk lebih inovatif 5 4 4,50 5 5 5,00 5 5 5 5,00 4,83
5Kemitraan yang lebih solid dan transparan
5 5 5,00 6 5 5,50 6 5 5 5,33 5,28
6Peningkatan produksi dan penjualan
5 5 5,00 5 5 5,00 6 6 6 6,00 5,33
7Kemudahan untuk memperoleh bahan baku
4 4 4,00 5 4 4,50 6 5 5 5,33 4,61
8Kemudahan memasarkan produk
5 5 5,00 6 6 6,00 5 5 6 5,33 5,44
9Kemudahan akses lembaga
4 5 4,50 4 4 4,00 6 5 6 5,67 4,72
10Permasalahan yang dihadapi lebih cepat teratasi
5 5 5,00 5 5 5,00 6 6 5 5,67 5,22
11Adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha
5 5 5,00 3 5 4,00 6 6 6 6,00 5,00
Lima indikator yang merupakan dampak dari yang terkuat menurut penilaian pelaku adalah sbb:
No. Indikator Penilaian
1 Merasa nyaman bergabung dengan klaster 5.44
2 Kemudahan memasarkan produk 5.44
3 Peningkatan produksi dan penjualan 5.33
4 Kemitraan yang lebih solid dan transparan 5.28
5 Permasalahan yang dihadapi lebih cepat teratasi 5.22
74
Gambaran Umum Klaster
Kemudahan memasarkan produk merupakan dampak yang paling kuat menurut penilaian pelaku inti
klaster, dan sama kuatnya dengan kenyamanan yang dirasakan selama bergabung dalam klaster. Mereka
juga mendapatkan dampak peningkatan produk dan penjualan. Sebagaimana halnya penilaian oleh
manajemen, pelaku inti juga menyatakan bahwa dampak klaster sangat kuat terhadap indikator yang
dinilai, yang ditunjukkan dengan penilaian lebih dari 4,5 pada skala 6.
3) Penilai Stakeholder
Tabel II-21 menunjukkan hasil penilaian dampak secara kualitatif yang dilakukan oleh stakeholders.
Tabel II-21. Penilaian Responden (stakeholders) terhadap Dampak Kualitatif
Klaster Tanaman Pangan
NoDampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya
Jagung Padi organik Padi Lokal Rerata
SH Rata-rata SH-1 SH-2 SH-3 Rata-
rata SH-1 SH-2 Rata-rata
1Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya
6 6 5 6 5 5,33 5 6 5,5 5,61
Den
gan
adan
ya k
last
er
men
gaki
batk
an
2Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 6 6 5 5 6 5,33 4 5 4,5 5,28
4 Iklim usaha yang kondusif 6 6 5 5 5 5 4 6 5 5,33
5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)
6 6 6 4 3 4,33 6 5 5,5 5,28
6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)
6 6 4 5 3 4,00 5 5 5 5
Lima indikator tersebut jika diurutkan berdasarkan kekuatan dampaknya adalah, sebagai berikut :
No. Indikator Penilaian
1 Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 6.00
2 Memberi manfaat reputasi bagi lembaga dan daerah 5.61
3 Iklim usaha yang kondusif 5.33
4 Meningkatkan jumlah tenaga kerja 5.28
5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan,listrik, air, kesehatan, dan
fasilitas dan jasa layanan publik5.28
6Peningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana
ibadah, dan kesehatan5.00
Pengembangan klaster membrikan dampak yang sangat kuat (nilai lebih dari 4,5) terhadap beberapa aspek
yang dinilai oleh stakeholders. Bahkan dampak memberi manfaat bagi ekonomi masyarakat sekitar klaster
mendapatkan apresiasi yang sangat tinggi yaitu dengan memberikan nilai 6 pada skala tertinggi 6.
4) Penilai Non Pelaku Klaster
Jika dilihat pada Tabel II-22 masyarakat merasa nyaman berada di lokasi klaster mendapatkan nilai
tertinggi 6. Masyarakat juga menilai bahwa reputasi daerah juga terangkat. Dampak ekonomi dirasakan
dengan meningkatnya pendapatan dan kesempatan kerja dengan tumbuhnya unit usaha baru. Walaupun
75
Gambaran Umum Klaster
peningkatan layanan klaster berada pada peringkat terendah, terlihat indikator tersebut berada pada
kategori sangat kuat dipengaruhi oleh klaster, dengan penilaian 4,67.
Tabel II-22. Penilaian Responden (Masyarakat Umum) terhadap Dampak Kualitatif Klaster
Tanaman Pangan
NoManfaat Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya
Jagung Padi Organik Padi LokalRerata Total
NPK-1 Rata-rata NPK-1 Rata-
rata NPK-1 Rata-rata
1Merasa nyaman tinggal di lokasi / sekitar lokasi klaster
6 6 6 6 6 6 6,00
Den
gan
adan
ya k
last
er m
enga
kiba
tkan 2
Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar
6 6 6 6 4 4 5,33
3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 5 5 5 5 6 6 5,33
4 Iklim usaha yang kondusif 5 5 4 4 6 6 5,00
5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)
6 6 4 4 5 5 5,00
6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)
4 4 4 4 6 6 4,67
7 Reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik 5 5 6 6 6 6 5,67
Pada penilaian dampak klaster ini juga dilakukan penilaian bersama terhadap 7 indikator yang dinilai oleh
keempat kelompok responden, dengan hasil rata-rata penilaian berdasarkan rangking tertinggi sebagai
berikut :
No. Indikator Penilaian
1 Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 6.002 Memberi manfaat reputasi bagi lembaga dan daerah 5.613 Iklim usaha yang kondusif 5.334 Meningkatkan jumlah tenaga kerja 5.28
5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan, dan
fasilitas dan jasa layanan publik5.28
6Peningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana
ibadah, dan kesehatan5.00
Dampak Kuantitatif
Dampak kuantitatif pada kinerja klaster ini diukur/dinilai dari seberapa jumlah perubahan yang terjadi selama
intervensi klaster. Hal-hal yang terukur seperti jumlah anggota, jumlah transaksi, jumlah tenaga kerja yang
terserap dalam klaster, dan aspek lainnya yang menjadi indikator kuantitatif dieksplorasi selama survei
Tabel II-23 menyajikan perubahan yang terjadi selama intervensi klaster.
76
Gambaran Umum Klaster
Tab
el II
-23
Pen
ilaia
n R
esp
on
den
ter
had
ap D
amp
ak K
uan
tita
tif
Kla
ster
Tan
aman
Pan
gan
No
.D
amp
ak
Jag
un
gPa
di O
rgan
ikPa
di L
oka
l
Man
ajem
enM
anaj
emen
1M
anaj
emen
2M
anaj
emen
Aw
al
Fasi
litas
iSa
at In
iPe
rub
ahan
Aw
al
Fasi
litas
iSa
at In
iPe
rub
ahan
Aw
al
Fasi
litas
iSa
at In
iPe
rub
ahan
Aw
al
Fasi
litas
iSa
at In
iPe
rub
ahan
1Ju
mla
h A
nggo
ta y
ang
mas
uk k
e da
lam
kla
ster
(ent
itas)
4581
7489
63%
3151
65%
1040
300%
3560
71%
2Ju
mla
h Te
naga
Ker
ja45
8174
8963
%24
840
865
%19
8432
6465
%87
510
2017
%
3Ju
mla
h us
aha/
peng
usah
a 30
5583
%0
210
0%0
210
0%0
310
0%
4Ju
mla
h ja
sa d
an k
egia
tan
untu
k an
ggot
a kl
aste
r (u
nit)
3747
27%
13
200%
11
0%0
310
0%
5Ju
mla
h in
dust
ri m
itra
(ent
itas)
119
-18%
00
0%0
210
0%0
00%
6Ju
mla
h ak
adem
isi m
itra
(inst
itusi
)1
320
0%1
0-1
00%
00
0%0
00%
7To
tal j
umla
h in
vest
asi a
nggo
ta50
0 5,
500
1000
%44
0,00
072
5,00
065
%50
,400
201,
600
300%
315,
000
540,
000
71%
8Ju
mla
h pe
latih
an s
ecar
a kh
usus
14
300%
03
100%
13
200%
03
100%
9Ju
mla
h pr
oduk
si (v
olum
e/bu
lan)
108
140
30%
41,4
00
51,7
50
25%
11
,025
90
,720
72
3%
11,2
50
25,2
00
106%
10Pr
oduk
tivita
s ou
tput
23
47%
810
25%
78
7%10
1220
%
11K
last
er t
elah
men
arik
pe
rusa
haan
bar
u di
wila
yahn
ya0
00%
00
0%0
00%
00
0%
12Te
knol
ogi b
aru
yang
mun
cul
mel
alui
kla
ster
15
400%
13
200%
01
100%
02
100%
13Pe
ning
kata
n tr
ansa
ksi/p
enju
alan
ko
mod
itas
324,
000
420,
000
30%
781,
200
1,37
7,00
076
%25
2,00
01,
080,
000
329%
894,
250
1,84
0,00
010
6%
77
Gambaran Umum Klaster
Matriks pada Tabel II-23 menunjukan dampak klaster hampir terjadi di semua aspek yang dinilai pada
kajian ini. Hampir semua peningkatan yang dicapai melebihi 50%. Bahkan ada yang lebih dari 100%. Yang
paling dirasakan pelaku klaster adalah adanya peningkatan nilai transaksi. Kasus ini memang terjadi pada
klaster padi organik maupun padi lokal. Peningkatan jumlah anggota menyumbang kenaikan transaksi.
Selain itu komoditas ini memiliki nilai jual yang tinggi, dimana terdapat perbedaan hingga 30% dengan
harga beras padi unggul. Lain halnya dengan klaster jagung TTU, kenaikan harga tidak setinggi harga beras
lokal dan beras organik. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas dengan membawa “mandat/nilai-nilai”
akan memiliki nilai tambah yang tinggi. Kenaikan serapan tenaga kerja dalam klaster masih setara dengan
kenaikan jumlah anggota klaster. Ini menunjukkan bahwa budidaya pertanian dengan luasan di bawah
1 ha masih mampu dikerjakan oleh anggota keluarga. Implikasi dari kondisi ini adalah perubahan nilai
investasi yang masih relatif kecil. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa para petani belum melakukan perluasan
lahan secara signifikan. Ini juga pengaruh dari akses pasar yang masih terbatas, sehingga produksi masih
berorientasi memenuhi pasar lokal.
2.3.2. Subsektor Hortikultura (Bawang Merah, Bawang Putih, Cabai dan Paprika)
2.3.2.1. Profil Umum Klaster Subsektor Hortikultura
Berikut ini adalah informasi umum tentang empat klaster penghasil produk atau komoditas, yang merupakan
bagian kelompok tanaman sayuran subsektor hortikultura dan sektor pertanian, yaitu bawang merah, cabai,
bawang putih dan paprika. Kajian ini menemukan beberapa hal, yang dapat dinyatakan sebagai pola atau
fenomena umum yang dijumpai di setiap klaster komoditas subsektor hortikultura.
Tiga dari empat komoditas yang termasuk ke dalam subsektor hortikultura ini merupakan komoditas
ketahanan pangan, yaitu bawang merah, bawang putih dan cabai. Bawang Merah dan Cabai merupakan
dua komoditas penyumbang laju inflasi. Bank Indonesia telah mencanangkan program pengembangan
klaster bertemakan ketahanan pangan dan komoditas pengendali laju inflasi di mana bawang merah dan
cabai merupakan dua komoditas yang disasar secara khusus. Program pengembangan klaster Bawang
Merah dan Cabai ini telah dicanangkan secara nasional oleh Bank Indonesia Pusat melalui MoU antara
Menteri Pertanian dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 Maret 2011 tentang Kerja Sama Pengembangan
Usaha Sektor Pertanian, Surat Menteri Pertanian No. 23/LB.200/M/2/2014 tentang Pengembangan Cabai
dan Bawang Merah.
Pada peran-peran pemasaran bersama yang dijalankan oleh klaster Champion, yaitu: Koperasi Serba Usaha
Nusantara Jaya di Klaster Bawang Merah Cirebon, Koperasi Mitra Suka Maju (MSM) di Klaster Paprika
Pasirlangu dan LKMA Koperasi Tanralili di Klaster Cabai Maros telah berupaya untuk menjalankan upaya
pemasaran produk komoditas masing-masing yang dipasok oleh para petani/pengusaha tani anggotanya.
Ketiga entitas ini juga turut menanggung risiko perdagangan ke entitas buyer selanjutnya.
Peran pemasok bahan baku sangat penting untuk keberlangsungan usaha di sepanjang rantai nilai klaster-
klaster subsektor hortikultura ini. Bahan baku berupa benih atau bibit harus andal ketersediaannya. Untuk
Klaster Bawang Merah Cirebon, Klaster Bawang Putih Sembalun dan Klaster Cabai Maros, pasokan benih
telah diproduksi secara lokal.
Dari keempat klaster, yaitu klaster bawang merah Cirebon, klaster cabai Maros dan klaster paprika Pasirlangu
telah memiliki wilayah pemasaran dengan cakupan lokal, regional, nasional dan ekspor. Sementara Klaster
78
Gambaran Umum Klaster
Bawang Putih Sembalun hanya memasarkan produknya secara lokal dan regional. Klaster Paprika Pasirlangu
telah berhasil melakukan ekspor secara rutin
Sebagaimana tanaman subsektor pertanian lain, keempat tanaman komoditas ini memiliki persyaratan
agroklimat untuk dapat dibudidaya secara optimal dan ekonomis. Paprika misalnya, hanya cocok ditanam
di wilayah-wilayah yang sejuk dengan ketinggian di atas 750 mdpl. Luas lahan yang digarap atau dimiliki
oleh para pelaku usaha tani subsektor ini beragam, khusus pada Klaster Paprika Pasirlangu, telah terjadi
penerapan teknologi budidaya berbasis rumah kasa (green house).
Pada dasarnya keempat komoditas ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi, namun bersifat tidak tahan lama
atau perishable (mudah rusak, mudah membusuk) sehingga agar bernilai tinggi harus dijual segera atau
dalam keadaan segar. Produk hortikultura-produk hortikultura ini, biasanya dikonsumsi dalam jumlah yang
tidak besar dalam tingkat rumah tangga, namun harus tersedia secara kontinu. Salah satu karakteristik
produk hortikultura adalah membutuhkan banyak tempat (voluminous). Karakteristik-karakteristik produk
hortikultura dalam ruang pasar ini menjadikan hal-hal terkait penanganan pasca panen, pengemasan
produk, distribusi dan pemasaran sangat penting untuk diperhatikan dan dilakukan dengan baik.
Subsektor hortikultura memerlukan solusi terintegrasi on farm dan off farm, terutama dalam hal pengelolaan
pasca panen, distribusi dan pemasaran dalam bentuk penyediaan sarana jalan yang memadai, gudang
penyimpanan, rumah kemas, moda transportasi pengangkutan produk yang efisien dan efektif serta ruang
pasar, terutama pasar tradisional yang masih perlu ditingkatkan dalam hal hygiene/kebersihan. Isu-isu ini
sejalan dengan penemuan-penemuan di lapangan. Intervensi – intervensi pengembangan klaster yang telah
dilakukan oleh pihak Bank Indonesia (KPw BI Cirebon, KPw Provinsi Sulawesi Selatan dan KPw Bandung)
telah mengupayakan solusi-solusi terintegrasi dalam meningkatkan kinerja klaster, mulai dari aspek teknis
di on farm dan off farm, aspek bisnis, aspek akses keuangan dan aspek pengembangan lingkungan usaha
yang kondusif (pengembangan jaringan dan kerja sama dengan stakeholders terkait)
Persepsi para responden pengelola dan stakeholders klaster menyatakan bahwa terdapat dua isu utama
terkait tantangan dan kendala dalam konteks ketahanan pangan, yaitu: status kepemilikan lahan yang
terbatas dan semakin mengecil serta kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan
klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik dan air). Dalam konteks
komoditas/produk ekspor, para responden pengelola dan stakeholders klaster menyatakan bahwa dua
isu: produk dari perusahaan hulu diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya
keuntungan yang diperoleh sedikit serta kesenjangan antara perusahaan hulu dan perusahaan eksportir
merupakan tantangan dan kendala utama dalam subsektor hortikultura.
Pihak pengelola klaster mempersepsikan secara kualitatif, lima dampak keberadaan dan pengembangan
klaster yang paling utama pada subsektor hortikultura ini adalah: (1) jumlah anggota klaster meningkat; (2)
meningkatkan jumlah tenaga kerja; (3) menciptakan usaha/pengusaha baru; (4) secara umum meningkatkan
jumlah investasi para anggotanya dan (5) pelatihan secara khusus terspesialisasi
Dampak-dampak berikut dipersepsikan oleh pihak pelaku klaster, sebagai dampak keberadaan dan
pengembangan klaster yang paling utama: (1) kemudahan memasarkan produk; (2) kemitraan yang lebih
solid dan transparan; (3) merasa nyaman bergabung dengan klaster; (4) kemudahan untuk memperoleh
79
Gambaran Umum Klaster
bahan baku; (5) memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus dan terspesialisasi; (6) produk lebih
inovatif dan (7) peningkatan produksi dan penjualan.
Sementara itu pihak stakeholders subsektor hortikultura mempersepsikan dampak-dampak berikut sebagai
dampak-dampak keberadaan dan pengembangan klaster yang paling utama: (1) memberi manfaat
reputasi bagi lembaga; (2) menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar dan (3) memberi manfaat positif bagi
perekonomian masyarakat.
Pihak bukan pelaku subsektor hortikultura mempersepsikan dampak-dampak berikut sebagai dampak-
dampak keberadaan dan pengembangan klaster yang paling utama: (1) merasa nyaman tinggal di lokasi/
sekitar lokasi klaster; (2) memberi manfaat positif bagi perekonomian masyarakat; (3) iklim usaha yang
kondusif; (4) reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik dan (5) menyerap tenaga kerja masyarakat
sekitar.
2.3.2.2. Deskripsi Komoditas Kajian Klaster Subsektor Hortikultura
A. Profil Kelembagaan Klaster
Inisiator
Masing-masing dari empat klaster subsektor hortikultura ini diinisiasi oleh entitas inisiator yang berbeda-
beda. Pengembangan klaster Bawang Merah Cirebon diinisiasi oleh KPw Bank Indonesia Cirebon, mulai
tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Inisiasi pengembangan klaster ini diselenggarakan berdasarkan
MoU dengan Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan serta
Koperasi Serba Usaha (KSU) Nusantara Jaya. Dalam melaksanakan inisiasinya, KPw Bank Indonesia Cirebon
bekerja sama dengan dengan banyak pihak, seperti Pemerintah Kabupaten Cirebon yang terdiri dari: Dinas
Koperasi dan UMKM serta Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas
Swadaya Gunung Jati, Dewan Bawang Merah Nasional dan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman
Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH). KPw Bank Indonesia Cirebon juga berusaha menggalang kerja sama
dengan para pelaku pasar komoditas Bawang Merah, terutama pembeli (buyer) dan pihak perbankan,
untuk dihubungkan dengan pihak KSU Nusantara Jaya dalam rangka penjajakan peluang kerja sama bisnis.
Pengembangan klaster Bawang Putih telah dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten
Lombok Timur semenjak tahun 1987. Bawang Putih telah lama dikenal sebagai komoditas ciri khas
Sembalun. Sampai saat ini belum ada entitas selain Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok
Timur yang secara khusus mengembangkan program pengembangan klaster komoditas Bawang Putih di
Sembalun.
Inisiasi pengembangan klaster Cabai Maros digulirkan oleh KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan.
Dalam inisiasi pengembangan klaster Cabai Maros ini, KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan
bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Maros yang dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU)
yang ditandatangani pada bulan Mei 2013.
Klaster Paprika Pasirlangu diinisiasi karena keberadaan transaksi usaha antara pelaku usaha dan lead firm,
PT. Saung Mirwan di sekitar tahun 1996. PT. Saung Mirwan adalah perusahaan yang bergerak dalam
produksi dan perdagangan komoditas dan produk hortikultura, yaitu sayuran dan bunga. Sebagai sebuah
80
Gambaran Umum Klaster
perusahaan selain mempertahankan permintaan, disisi lain harus memiliki strategi menjaga suplai. KPw
BI Provinsi Jawa Barat selanjutnya memperkuat keberadaan klaster Paprika pada sisi peningkatan akses
keuangan dan faasilitasi sarana bisnis pada tahun 2007-2008. Satu entitas lain, yang merupakan lembaga
penelitian, yaitu Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) yang merupakan bagian dari Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian
Republik Indonesia, juga berkontribusi secara signifikan dalam mengembangkan klaster Paprika Pasirlangu.
Masing-masing inisiator dan sejumlah stakeholders yang terlibat dalam inisiasi ini ataupun para stakeholders
yang pernah atau masih bekerjasama dengan klaster-klaster subsektor hortikultura ini memiliki alasan atau
rasionalisasi masing-masing dalam mengembangkan klaster. Alasan ini berbeda antara satu inisiator dengan
inisiator lainnya dan juga antara satu stakeholders dengan stakeholders lainnya, baik itu merupakan visi
yang melekat dalam internal lembaga inisiator atau kebijakan dan misi yang dijalankan lembaga inisiator.
Tabel II-24 menunjukkan alasan-alasan para inisiator 4 klaster subsektor hortikultura.
Tabel II-24. Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster
Subsektor Hortikulturan
Klaster Bawang Merah Cirebon
Klaster Bawang Putih Sembalun
Klaster Cabai Maros Klaster Paprika Pasirlangu
Inisiator KPw BI CirebonDinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur
KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan
PT Saung Mirwan 1996 dan KPw BI Provinsi Jawa Barat
Tanggal Bergabung 11 Agustus 2011 23 Mei 2013 9 Juli 2007
Lama Keterlibatan Dalam Klaster
2 Tahun (2011-2013)
17 Tahun (1987-2014)1 Tahun(2013-2014)
1 Tahun(2007-2008)
Alasan Mengem-bangkan Klaster
Core lembaga
Pengendalian laju inflasi (Bank Indonesia)
Pengendalian laju inflasi (Bank Indonesia)
Percepatan pertumbuhan sektor riil
CSRProgram Sosial Bank Indonesia (PSBI)
-Program Sosial Bank Indonesia (PSBI)
Program Sosial Bank Indonesia (PSBI)
Kebijakan Pusat
Program Klaster Ketahanan Pangan
-Program Klaster Ketahanan Pangan
Percepatan Pertumbuhan Riil Melalui Kegiatan Pengembangan Klaster UMKM
Kebijakan Internal
Inisiatif KPw yang sejalan dengan kebijakan pusat
-
Inisiatif KPw yang sejalan dengan kebijakan pusat
Inisiatif KPw yang sejalan dengan kebijakan pusat
Komitmen pengembangan
Sebatas kegiatan tertentu secara insidentil
Berlanjut sampai batasan mandiri
Sebatas kegiatan tertentu secara insidentil
Sepanjang hubungan rantai suplai (Saung Mirwan). Untuk KPw BI Provinsi Jawa Barat insidentil
Selanjtnya Tabel II-25 menguraikan tentang dasar/kriteria penentuan pengembangan empat klaster yang
termasuk ke dalam subsektor hortikultura.
81
Gambaran Umum Klaster
Tab
el II
-25.
Pen
entu
an D
asar
/Kri
teri
a Pe
ng
emb
ang
an K
last
er H
ort
iku
ltu
ra
Das
ar/K
rite
ria
Kla
ster
Baw
ang
Mer
ahK
last
er B
awan
g P
uti
hK
last
er C
abai
Kla
ster
Pap
rika
a) B
erda
sark
an
kebe
rada
aan
klas
ter
sebe
lum
nya
1) M
erup
akan
kla
ster
yan
g su
dah
ada/
dik
emba
ngka
n se
belu
mny
a
Sebe
lum
din
yata
kan
seba
gai k
last
er,
daer
ah E
nder
sud
ah d
ikem
bang
kan
seba
gai s
alah
sat
u se
ntra
Baw
ang
Mer
ah
Kab
upat
an C
irebo
n
--
Sebe
lum
din
yata
kan
seba
gai k
last
er,
Pasi
rlang
u su
dah
mer
upak
an s
entr
a pa
prik
a ya
ng u
tam
a di
Jaw
a ba
rat
dan
suda
h m
ampu
m
enge
kspo
r ke
Tai
wan
, Sin
gapu
ra d
an
Hon
gkon
g.
2) M
erup
akan
kla
ster
ya
ng s
ama
seka
li be
lum
di
kem
bang
kan
sebe
lum
nya
-
Sem
balu
n m
erup
akan
wila
yah
pena
nam
an b
awan
g pu
tih s
ecar
a tr
adis
iona
l dan
tur
un t
emur
un.
Sebe
lum
din
yata
kan
seba
gai k
last
er,
Sem
balu
n su
dah
mer
upak
an
sent
ra k
omod
itas
Baw
ang
Putih
K
abup
aten
Lom
bok
Tim
ur y
ang
mem
asok
sek
itar
95%
tot
al
prod
uksi
se-
Kab
upat
en L
ombo
k Ti
mur
Kla
ster
cab
ai in
i dik
emba
ngka
n be
rdas
arka
n pr
ogra
m K
abup
aten
M
aros
: Sat
u K
ecam
atan
Sat
u K
omod
itas
Ung
gula
n
-
b) B
erda
sark
an
nila
i str
ateg
is
klas
ter
1) M
endu
kung
pe
ngen
dalia
n in
flasi
dan
at
au p
enge
mba
ngan
ek
onom
i dae
rah
Prog
ram
dan
keg
iata
n K
last
er N
asio
nal
Baw
ang
Mer
ah B
ank
Indo
nesi
a di
arah
kan
untu
k m
emba
ntu
men
gata
si p
erso
alan
te
rkai
t de
ngan
per
baw
angm
erah
an
sehi
ngga
kes
ejah
tera
an m
asya
raka
t kh
usus
nya
peta
ni B
awan
g M
erah
m
enin
gkat
, ser
ta t
erci
pta
stab
ilita
s pa
soka
n da
n st
abili
tas
harg
a Ba
wan
g M
erah
se
hing
ga s
tabi
litas
infla
si t
erja
ga
-Pe
ngen
dalia
n la
ju in
flasi
Peng
emba
ngan
eko
nom
i dae
rah,
pe
rtum
buha
n se
ktor
riil
.
2) M
erup
akan
pro
duk
ungg
ulan
dae
rah
-Ba
wan
g pu
tih S
emba
lun
mer
upak
an p
rodu
k un
ggul
an
daer
ah K
abup
aten
Lom
bok
Tim
ur
Prod
uk u
nggu
lan
Kab
upat
en
Mar
os
Papr
ika
mer
upak
an p
rodu
k un
ggul
an s
ub
sekt
or h
ortik
ultu
ra t
anam
an s
ayur
an P
rovi
nsi
Jaw
a Ba
rat
3) T
erm
asuk
dal
am
Renc
ana
Ker
ja P
rogr
am
Peng
emba
ngan
Jan
gka
Men
enga
h D
aera
h (R
KPJ
MD
)
-Ba
wan
g Pu
tih S
emba
lun
mas
uk k
e da
lam
ren
stra
dan
RK
PJM
D d
aera
h 2
010-
2015
-
4) M
anda
t kh
usus
(mis
al:
part
isip
asi w
anita
, kot
a/de
sa, d
ampa
k lin
gkun
gan)
--
--
5) B
esar
nya
jum
lah
pela
ku
usah
a (U
MK
M) t
erm
asuk
pe
gaw
ainy
a
Laha
n ta
nam
Baw
ang
Mer
ah d
i Kab
upat
en
Cire
bon
men
capa
i 350
0 H
a de
ngan
jum
lah
peta
ni B
awan
g M
erah
men
capa
i leb
ih d
ari
3500
ora
ng. U
saha
tan
i Baw
ang
Mer
ah
bers
ifat
labo
ur in
tens
ive
deng
an a
sum
si
320
HO
K p
er h
ekta
r pe
r m
usim
. **)
--
-
82
Gambaran Umum Klaster
Das
ar/K
rite
ria
Kla
ster
Baw
ang
Mer
ahK
last
er B
awan
g P
uti
hK
last
er C
abai
Kla
ster
Pap
rika
c) P
oten
si
peng
emba
ngan
kl
aste
r
1) P
erm
inta
an p
asar
yan
g be
sar/
belu
m t
erpe
nuhi
Kon
disi
per
sedi
aan
dari
paso
kan
prod
uksi
da
lam
neg
eri s
elal
u m
enga
lam
i kek
uran
gan
di w
aktu
-wak
tu t
erte
ntu.
Hal
ini d
apat
di
lihat
seb
agai
pel
uang
den
gan
inte
rven
si
tekn
olog
i pen
anga
nan
pasc
a pa
nen
yang
te
pat
guna
.
Perm
inta
an p
asar
mas
ih t
ingg
i dan
be
lum
ter
penu
hi (s
etia
p pa
nen
past
i ter
sera
p de
ngan
har
ga y
ang
berb
eda-
beda
), pa
nen
raya
ter
jadi
di
bul
an S
epte
mbe
r-O
ktob
er
Cab
ai a
dala
h sa
lah
satu
ko
mod
itas
peny
umba
ng
infla
si, p
ada
saat
-saa
t te
rten
tu,
pers
edia
an d
ari p
asok
an p
rodu
ksi
dala
m n
eger
i men
gala
mi
keku
rang
an d
i wak
tu-w
aktu
te
rten
tu. H
al in
i dap
at d
iliha
t se
baga
i pel
uang
den
gan
inte
rven
si t
ekno
logi
pen
anga
nan
pasc
a pa
nen
yang
tep
at g
una.
Sera
pan
prod
uk p
aprik
a di
pas
ar d
alam
neg
eri
dan
pasa
r ek
spor
tin
ggi,
perm
inta
an e
kspo
r pa
da s
aat
itu b
elum
ter
penu
hi s
emua
nya
2) P
oten
si b
ertu
mbu
h
Prod
uksi
Baw
ang
Mer
ah n
asio
nal
cend
erun
g m
enga
lam
i pen
ingk
atan
dar
i se
gi v
olum
e da
n lu
as p
anen
, dat
a se
ri da
ri ta
hun
1989
-200
4 m
enun
jukk
an
pert
umbu
han
prod
uksi
rat
a-ra
ta B
awan
g M
erah
seb
esar
5,4
% p
er t
ahun
den
gan
tren
per
tum
buha
n ya
ng k
onst
an. *
)
Prod
uksi
Baw
ang
Putih
ham
pir
sela
lu t
erse
rap
habi
s, m
asih
ad
a ru
ang
untu
k m
enin
gkat
nya
perm
inta
an.
Pote
nsi p
ertu
mbu
han
terli
hat
dari
jum
lah
angg
ota
LKM
A K
oper
asi
Tanr
alili
yan
g te
rus
bert
amba
h
Pada
saa
t itu
pas
ar d
inila
i mas
ih t
erus
be
rtum
buh,
pro
duk
papr
ika
Pasi
rlang
u di
nila
i un
ggul
dal
am h
al r
asa
dan
kere
nyah
an,
prod
uksi
juga
mas
ih b
isa
teru
s di
tingk
atka
n te
rkai
t po
tens
i wila
yah
di J
awa
Bara
t ya
ng
agro
klim
atny
a se
suai
unt
uk t
anam
an p
aprik
a,
pote
nsi k
apab
ilita
s bu
dida
ya p
ara
peta
ni
papr
ika
dan
kebe
rada
an le
mba
ga p
enel
itian
ya
ng m
endu
kung
dan
men
doro
ng k
egia
tan
pene
litia
n da
n pe
ngem
bang
an b
udid
aya
papr
ika,
yai
tu B
alits
a.
3) P
oten
si b
ersa
ing
deng
an
pesa
ing
inte
rnas
iona
l
Indo
nesi
a m
emili
ki p
elua
ng u
ntuk
m
enge
kspo
r Ba
wan
g M
erah
ke
nega
ra-
nega
ra y
ang
bera
da d
i bag
ian
utar
a kh
atul
istiw
a, s
eper
ti In
dia,
Vie
tnam
, jug
a M
alay
sia
dan
Filip
ina,
kar
ena
di p
ola
mus
im
yang
ber
beda
men
yeba
bkan
neg
ara-
nega
ra
ini m
enga
lam
i kek
uran
gan
paso
kan
di s
aat
Indo
nesi
a be
rkel
impa
han
--
Prod
uk p
aprik
a Pa
sirla
ngu
jela
s m
emili
ki d
aya
sain
g de
ngan
pro
duk
papr
ika
dari
nega
ra la
in,
teru
tam
a M
alay
sia,
Vie
tnam
dan
Chi
na. H
al
ini t
erbu
kti d
enga
n m
enin
gkat
nya
perm
inta
an
eksp
or k
e Si
ngap
ura,
Hon
gkon
g da
n Ta
iwan
se
lam
a aw
al t
ahun
200
7.
83
Gambaran Umum Klaster
Das
ar/K
rite
ria
Kla
ster
Baw
ang
Mer
ahK
last
er B
awan
g P
uti
hK
last
er C
abai
Kla
ster
Pap
rika
c) P
oten
si
peng
emba
ngan
kl
aste
r
4) P
oten
si k
enai
kan
pend
apat
an b
agi U
MK
MBa
wan
g M
erah
mer
upak
an k
omod
itas
tana
man
say
uran
ber
nila
i tin
ggi
Den
gan
asum
si h
arga
yan
g st
abil
25-3
0 rib
u pe
r K
g ke
ring,
pel
aku
usah
a da
pat
men
ingk
atka
n pe
ndap
atan
Har
ga p
rodu
k ya
ng b
aik
berp
oten
si m
enin
gkat
kan
pend
apat
an b
agi U
MK
M
Nila
i eko
nom
i pap
rika
yang
tin
ggi
mem
ungk
inka
n te
rjadi
nya
kena
ikan
pe
ndap
atan
bag
i UM
KM
dan
ten
tuny
a ke
naik
an t
araf
hid
up/k
esej
ahte
raan
UM
KM
.
5) K
eber
adaa
n “l
ead
firm
’ ya
ng m
empu
nyai
jarin
gan
UM
KM
Kop
eras
i Nus
anta
ra J
aya
berp
eran
seb
agai
pe
ndor
ong
terja
diny
a ko
ordi
nasi
usa
ha,
pert
umbu
han
dan
kebe
rlanj
utan
usa
ha-
LKM
A K
oper
asi T
anra
lili b
erpe
ran
seba
gai p
endo
rong
ter
jadi
nya
koor
dina
si u
saha
, per
tum
buha
n da
n ke
berla
njut
an u
saha
Kop
eras
i Mitr
a Su
ka M
aju
berp
eran
seb
agai
pe
ndor
ong
terja
diny
a ko
ordi
nasi
usa
ha,
pert
umbu
han
dan
kebe
rlanj
utan
usa
ha
6) P
oten
si u
ntuk
m
enci
ptak
an la
pang
an k
erja
Pote
nsi b
ertu
mbu
hnya
usa
ha t
ani B
awan
g M
erah
den
gan
send
iriny
a ju
ga m
enyi
mpa
n po
tens
i pen
cipt
aan
lapa
ngan
ker
ja, d
enga
n as
umsi
sist
em p
rodu
ksi m
emili
ki in
put
tena
ga k
erja
yan
g ko
nsta
n.
Pote
nsi b
ertu
mbu
hnya
usa
ha
tani
Baw
ang
Putih
den
gan
send
iriny
a ju
ga m
enyi
mpa
n po
tens
i pe
ncip
taan
lapa
ngan
ker
ja
Pote
nsi b
ertu
mbu
hnya
usa
ha t
ani
Cab
ai d
enga
n se
ndiri
nya
juga
m
enyi
mpa
n po
tens
i pen
cipt
aan
lapa
ngan
ker
ja
Pert
umbu
han
budi
daya
pap
rika
dapa
t m
empe
rluas
kes
empa
tan
kerja
. Set
elah
pa
prik
a di
kem
bang
kan
di P
asirl
angu
, ham
pir
tidak
ada
ten
aga
kerja
loka
l Pas
irlan
gu y
ang
men
gang
gur,
bah
kan
men
arik
ten
aga
kerja
da
ri lu
ar P
asirl
angu
.
7) K
eter
libat
an p
emer
inta
h/do
nor
(sta
keho
lder
s)Te
rdap
at p
oten
si s
take
hold
ers
yang
ko
mpe
ten
dan
kola
bora
tif.
Kem
ente
rian
pert
ania
n pe
rnah
te
rliba
t da
lam
men
yalu
rkan
ba
ntua
n
Terd
apat
pot
ensi
sta
keho
lder
s ya
ng k
ompe
ten
dan
kola
bora
tif.
Terd
apat
pot
ensi
sta
keho
lder
s ya
ng k
ompe
ten
dan
kola
bora
tif y
ang
terd
iri d
ari t
enag
a ah
li pe
nelit
i yan
g ko
mpe
ten
di B
alits
a, t
erda
pat
bebe
rapa
eks
port
ir di
wila
yah
sent
ra p
rodu
ksi,
sehi
ngga
mem
udah
kan
peta
ni d
alam
men
jual
pr
oduk
nya.
8) L
ingk
unga
n us
aha
yang
ko
ndus
if
Ling
kung
an u
saha
tan
i Baw
ang
Mer
ah
di K
abup
aten
Cire
bon
cuku
p ko
ndus
if de
ngan
keb
erad
aan
fakt
or in
put,
indu
stri
pend
ukun
g, p
erm
inta
an d
an s
trat
egi
pers
aing
an y
ang
seha
t.
Terd
apat
ling
kung
an u
saha
yan
g ko
ndus
ifTe
rdap
at li
ngku
ngan
usa
ha y
ang
kond
usif
Ling
kung
an u
saha
tan
i pap
rika
di P
asirl
angu
cu
kup
kond
usif
*) D
ata
Kla
ster
Baw
ang
Mer
ah, L
apor
an T
ahun
201
1, K
anto
r Pe
rwak
ilan
Bank
Indo
nesi
a C
irebo
n
84
Gambaran Umum Klaster
Setiap inisiator menyusun strategi pengembangan klaster yang berbeda-beda. Berdasarkan pengalaman
Bank Indonesia, inisiasi suatu pengembangan klaster melalui serangkaian tahapan-tahapan tertentu, yang
merupakan mekanisme atau prosedur inisiasi pengembangan klaster. Berikut adalah uraian dari tahapan-
tahapan inisiasi pengembangan keempat klaster subsektor hortikultura yang dilakukan oleh masing-masing
inisiator:
85
Gambaran Umum Klaster
Tab
el II
-26.
Mat
riks
Tah
apan
Pen
gem
ban
gan
Kla
ster
Su
bse
kto
r H
ort
iku
ltu
ra
Tah
apan
Pe
ng
emb
ang
anK
last
er B
awan
g M
erah
Kab
up
aten
Cir
ebo
nK
last
er B
awan
g P
uti
hSe
mb
alu
nK
last
er C
abai
Mar
os
Kla
ster
Pap
rika
Pasi
rlan
gu
Men
entu
kan
klas
ter
Pene
ntua
n kl
aste
r di
laku
kan
berd
asar
kan
prog
ram
dan
keb
ijaka
n K
anto
r Pu
sat
Bank
In
done
sia
tent
ang
peng
emba
ngan
kla
ster
ke
taha
nan
pang
an, k
husu
snya
Kla
ster
Nas
iona
l Ba
wan
g M
erah
ser
ta p
erpa
njan
gan
nota
ker
ja
sam
a M
oU a
ntar
a M
ente
ri Pe
rtan
ian
dan
Gub
ernu
r Ba
nk In
done
sia
tang
gal 1
6 M
aret
20
11 t
enta
ng K
erja
Sam
a Pe
ngem
bang
an U
saha
Se
ktor
Per
tani
an, S
urat
Men
teri
Pert
ania
n N
o. 2
3/LB
.200
/M/2
/201
4 te
ntan
g Pe
ngem
bang
an C
abai
da
n Ba
wan
g M
erah
.
Din
as P
erta
nian
dan
Pet
erna
kan
Kab
upat
en L
ombo
k Ti
mur
sud
ah
terli
bat
dala
m p
enge
mba
ngan
ko
mod
itas
Baw
ang
Putih
sej
ak
1987
dan
sud
ah m
enja
di c
ore
lem
baga
, keb
ijaka
n pu
sat
dan
kebi
jaka
n in
tern
al, k
omod
itas
yang
sud
ah a
da d
an m
erup
akan
ci
ri kh
as S
emba
lun.
Pene
ntua
n kl
aste
r di
laku
kan
berd
asar
kan
prog
ram
dan
keb
ijaka
n K
anto
r Pu
sat
Bank
Indo
nesi
a te
ntan
g pe
ngem
bang
an
klas
ter
keta
hana
n pa
ngan
, khu
susn
ya
Kla
ster
Nas
iona
l Baw
ang
Mer
ah s
erta
pe
rpan
jang
an n
ota
kerja
sam
a M
oU a
ntar
a M
ente
ri Pe
rtan
ian
dan
Gub
ernu
r Ba
nk
Indo
nesi
a ta
ngga
l 16
Mar
et 2
011
tent
ang
Ker
ja S
ama
Peng
emba
ngan
Usa
ha S
ekto
r Pe
rtan
ian,
Sur
at M
ente
ri Pe
rtan
ian
No.
23/
LB.2
00/M
/2/2
014
tent
ang
Peng
emba
ngan
C
abai
dan
Baw
ang
Mer
ah.
Land
asan
per
umus
an d
an
pela
ksan
aan
prog
ram
pe
ngem
bang
an k
last
er P
aprik
a ad
alah
men
inda
klan
juti
sal
ah
satu
prio
ritas
Ban
k In
done
sia
pada
ta
hun
2007
yai
tu m
elak
ukan
ke
giat
an-k
egia
tan
yang
men
doro
ng
perc
epat
an p
ertu
mbu
han
sekt
or r
iil.
Bagi
an d
ari P
rogr
am K
erja
Inis
iatif
m
endo
rong
per
tum
buha
n se
ktor
rii
l, pr
ogra
m k
last
er u
ntuk
UM
KM
Ana
lisis
kla
ster
(A
nalis
is
perm
asal
ahan
, po
tens
i dan
re
ncan
a in
terv
ensi
)
An
alis
is p
ote
nsi
:-
Iden
tifik
asi p
oten
si B
awan
g M
erah
di
Kab
upat
en C
irebo
n-
Koo
rdin
asi d
enga
n D
inas
Per
tani
an,
Perk
ebun
an d
an K
ehut
anan
Kab
upat
en
Cire
bon
untu
k m
engg
ali i
nfor
mas
i pro
gram
Pe
mer
inta
h D
aera
h te
rkai
t pe
ngem
bang
an
Baw
ang
Mer
ah-
Iden
tifik
asi s
ejar
ah p
erke
mba
ngan
, kap
asita
s da
n pe
rmas
alah
an K
oper
asi N
usan
tara
Jay
aA
nal
isis
per
mas
alah
an :
- Id
entif
ikas
i mas
alah
yan
g di
hada
pi p
etan
i Ba
wan
g M
erah
di K
abup
aten
Cire
bon
Ren
can
a in
terv
ensi
:-
Peny
usun
an s
trat
egi d
an r
enca
na in
terv
ensi
pr
ogra
m d
idas
arka
n pa
da p
ende
kata
n D
iam
ond
Clu
ster
dar
i Mic
hael
Por
ter.
Inte
rven
si p
enge
mba
ngan
ko
mod
itas
Baw
ang
Putih
be
lum
dila
ksan
akan
sec
ara
sist
emat
is d
an t
erpr
ogra
m, b
aru
terb
atas
pad
a pe
laks
anaa
n ke
giat
an r
utin
yan
g di
mul
ai
dari
Mus
rem
bang
des
untu
k m
engu
mpu
lkan
usu
lan-
usul
an
kegi
atan
bai
k da
ri in
divi
du
atau
pun
kelo
mpo
k (t
erm
asuk
G
apok
tan
Joro
ng M
andi
ri).
Bias
anya
tid
ak t
erda
pat
usul
an
yang
spe
sifik
ten
tang
kom
odita
s Ba
wan
g Pu
tih. U
sula
n da
ri ke
lom
pok
tani
bia
sany
a be
rsifa
t um
um a
taup
un b
antu
an s
eper
ti sa
rana
pra
sara
na p
rodu
ksi s
eper
ti ha
nd t
ract
or, a
lat
kerja
.
Ana
lisis
pot
ensi
, per
mas
alah
an d
an
renc
ana
inte
rven
si d
ilaku
kan
Ana
lisis
per
mas
alah
an: a
spek
pr
oduk
si d
an a
spek
pem
asar
an,
tingk
at r
esid
u in
sekt
isid
a ya
ng
tingg
i dan
pro
dukt
ivita
s yg
ren
dah
Ana
lisis
pot
ensi
: Ide
ntifi
kasi
pot
ensi
us
aha
tani
pap
rika
Renc
ana
inte
rven
si:
Pela
tihan
PH
T da
n Bu
dida
ya p
aprik
a ya
ng t
epat
dan
ben
ar
Peng
gala
ngan
ko
mitm
en
Kan
tor
Perw
akila
n Ba
nk In
done
sia
Cire
bon
mel
akuk
an k
esep
akat
an/M
OU
den
gan
Pem
erin
tah
Kab
upat
an C
irebo
n m
elal
ui D
inas
Pe
rtan
ian,
Per
kebu
nan
dan
Keh
utan
an s
erta
K
oper
asi N
usan
tara
Jay
a
Peng
gala
ngan
kom
itmen
di
laku
kan
mel
alui
pen
dam
ping
an/
pem
bina
an o
leh
PPL
di s
etia
p K
ecam
atan
. G
apok
tan
mer
upak
an w
adah
be
rkoo
rdin
asi j
ika
mis
alny
a ad
a pe
latih
an a
taup
un p
enye
bara
n in
form
asi t
erka
it Ba
wan
g Pu
tih.
Kan
tor
Perw
akila
n Ba
nk In
done
sia
Prov
insi
Su
law
esi S
elat
an m
elak
ukan
kes
epak
atan
/M
OU
den
gan
piha
k Pe
mer
inta
h D
aera
h M
aros
mel
alui
Din
as P
erta
nian
dan
UPT
PP
L K
ecam
atan
Tan
ralil
i
Kan
tor
Perw
akila
n Ba
nk In
done
sia
Band
ung
mel
akuk
an k
esep
akat
an/
MO
U d
enga
n pi
hak
Kop
eras
i MSM
, Ba
litsa
dan
CV
. ASB
86
Gambaran Umum KlasterTa
hap
an
Pen
gem
ban
gan
Kla
ster
Baw
ang
Mer
ahK
abu
pat
en C
ireb
on
Kla
ster
Baw
ang
Pu
tih
Sem
bal
un
Kla
ster
Cab
ai M
aro
sK
last
er P
apri
kaPa
sirl
ang
u
Men
yusu
n pe
renc
anaa
n
Peru
mus
an t
arge
t pe
ncap
aian
dan
pro
gram
in
terv
ensi
yan
g ak
an m
enja
di p
rogr
am
peng
emba
ngan
kla
ster
Baw
ang
Mer
ah.
Pend
ekat
an d
an s
trat
egi i
nter
vens
i yan
g di
pilih
be
rdas
arka
n id
entif
ikas
i pot
ensi
dan
mas
alah
be
rdas
arka
n ra
ntai
nila
i ada
lah:
(a) P
engu
atan
ke
lem
baga
an K
oper
asi N
usan
tara
Jay
a, (b
) Pe
ngua
tan
dan
peni
ngka
tan
kapa
sita
s pe
tani
(b
udid
aya,
pas
ca p
anen
, div
ersi
fikas
i pro
duk)
dan
pe
ngua
tan
akse
s pr
oduk
si m
elal
ui p
enye
diaa
n te
naga
pen
dam
ping
, (c)
Pen
ingk
atan
aks
es p
asar
m
elal
ui f
asili
tasi
den
gan
dist
ribut
or/e
kspo
rtir/
pasa
r tr
adis
iona
l/pas
ar m
oder
n da
n (d
) Fas
ilita
si
akse
s pe
rban
kan
atau
lem
baga
keu
anga
n un
tuk
bant
uan
perm
odal
an.
Turu
nan
renc
ana
kegi
atan
ber
dasa
rkan
mas
ing-
mas
ing
pend
ekat
an in
terv
ensi
dik
oord
inas
ikan
de
ngan
sta
keho
lder
s da
n pe
nerim
a m
anfa
at
Saat
ini b
elum
ada
per
enca
naan
pr
ogra
m in
terv
ensi
khu
sus
Baw
ang
Putih
. G
apok
tan
mas
ih b
erja
lan
apa
adan
ya, s
udah
mem
iliki
str
uktu
r ke
orga
nisa
sian
nam
un f
ungs
i te
rkai
t pe
ngel
olaa
n ke
uang
an
belu
m b
erja
lan.
Peru
mus
an p
ende
kata
n da
n st
rate
gi
inte
rven
si y
ang
dipi
lih b
erda
sark
an
iden
tifik
asi p
oten
si d
an m
asal
ah.
Peru
mus
an t
arge
t pe
ncap
aian
dan
pr
ogra
m in
terv
ensi
yan
g ak
an m
enja
di
prog
ram
pen
gem
bang
an k
last
er.
Pela
tihan
PH
T da
n Bu
dida
ya p
aprik
a ya
ng t
epat
dan
ben
ar
Mel
aksa
naka
n pe
ngem
bang
an
klas
ter
(sos
ialis
asi,
dem
plot
, pe
latih
an,
pend
ampi
ngan
, ke
lem
baga
an,
pem
asar
an, d
an
lain
-lain
)
Foku
s ke
giat
an p
enge
mba
ngan
pad
a ta
hun
2011
ad
alah
pen
guat
an d
an p
enin
gkat
an k
apas
itas
peta
ni s
erta
pen
guat
an a
kses
pro
duks
i yan
g di
laku
kan
mel
alui
pen
deka
tan
pend
ampi
ngan
. Im
plem
enta
si: P
rogr
am p
enda
mpi
ngan
lapa
ngan
, SL
GA
P,pe
nyal
uran
ban
tuan
sar
ana
pras
aran
a pr
oduk
si.
Foku
s pe
ngem
bang
an d
i tah
un 2
012
pada
pe
ngua
tan
kele
mba
gaan
, aks
es p
emas
aran
dan
ba
ntua
n te
knis
ber
upa
peng
uata
n bu
dida
ya,
peng
uata
n m
odal
sos
ial/k
elem
baga
an d
an
jeja
ring
naik
den
gan
inst
ansi
pem
erin
tah
terk
ait,
as
osia
si m
aupu
n pe
laku
pas
ar f
orm
al. F
okus
lain
pe
ngem
bang
an k
last
er a
dala
h up
aya
pem
buka
an
akse
s ke
lem
baga
keu
anga
n fo
rmal
.
Mel
alui
pen
dam
ping
an d
an
pem
bina
an o
leh
PPL
di s
etia
p ke
cam
atan
.
Din
as P
erta
nian
dan
UPT
PPL
Kec
amat
an
Tanr
alili
: Pro
gram
cab
ai s
ebag
ai
kom
odita
s un
ggul
ans
satu
kec
amat
an
satu
kom
odita
s, p
erba
ikan
sar
ana
dan
pras
aran
a pr
oduk
si p
erta
nian
(sal
uran
iri
gasi
, jal
an t
ani,
dem
plot
), pe
ndam
ping
an
tekn
is d
an p
enye
diaa
n bi
bit.
Bank
Indo
nesi
a Pe
rwak
ilan
Prov
insi
Su
law
esi S
elat
an: p
enda
mpi
ngan
ke
lem
baga
an, m
anaj
emen
keu
anga
n da
n pe
nget
ahua
n ak
an p
asar
dan
pr
oduk
per
bank
an; b
angu
nan
kant
or
LKM
A K
oper
asi T
anra
lili d
an p
eral
atan
pe
ngol
ahan
cab
ai
Lang
kah
awal
yan
g di
laku
kan
adal
ah m
enyu
sun
kurik
ulum
pe
latih
an y
ang
terd
iri a
tas
20%
te
ori d
an 8
0% p
rakt
ek, m
elip
uti:
(1) A
nalis
is a
groe
kosi
stem
; (2)
Bu
dida
ya p
aprik
a se
suai
den
gan
prin
sip
”Goo
d A
gric
ultu
re
Prac
tices
”; (3
) Men
gena
l OPT
dan
m
usuh
ala
min
ya; (
4) A
mba
ng
ekon
omi d
an p
enga
mbi
l kep
utus
an
peng
enda
lian
OPT
; (5)
Pen
gam
atan
O
PT; (
6) M
emba
ndin
gkan
bud
iday
a pa
prik
a ya
ng d
ikel
ola
seca
ra
konv
ensi
onal
dan
sec
ara
PHT;
(7)
Din
amik
a ke
lom
pok;
dan
(8) T
opik
kh
usus
.Pe
laks
anaa
n pe
latih
an d
ilaku
kan
seba
nyak
32
kali
pert
emua
n ya
ng
dila
kuka
n se
tiap
min
ggu
seka
li pa
da
hari
Kam
is a
tau
sesu
ai k
esep
akat
an,
dim
ulai
bul
an S
epte
mbe
r 20
07-
Agu
stus
200
8.
Tem
u La
pang
, 10
Juli
2008
.Pe
nyus
unan
med
ia c
etak
dis
emin
asi
Mon
itorin
g da
n ev
alua
siM
onito
ring
dan
eval
uasi
--
Mon
itorin
g da
n ev
alua
si
Exit
Phas
eBe
rakh
irnya
MoU
-
-Be
rakh
irnya
MoU
87
Gambaran Umum Klaster
Pada ketiga inisiasi pengembangan klaster yang dilakukan oleh Bank Indonesia, KPw-KPw inisiator mengambil
peran sebagai arranger strategi dan pelaksanaan intervensi yang melakukan koordinasi dan sinergi dengan
stakeholders dan penerima manfaat (beneficiaries) intervensi, baik sebagai fasilitator, penghubung dan
penyandang dana intervensi (melalui bantuan teknis atau bantuan sarana prasarana). Berikut adalah uraian
tentang jenis-jenis intervensi yang dilakukan setiap inisiator pada pengembangan klaster masing-masing.
88
Gambaran Umum Klaster
Tab
el II
-27.
Ben
tuk
dan
Ko
ntr
ibu
tor
Inte
rven
si In
isia
tor
dan
Sta
keh
old
er K
last
er S
ub
sekt
or
Ho
rtik
ult
ura
Jen
is In
terv
ensi
Baw
ang
Mer
ah C
ireb
on
Baw
ang
Pu
tih
Sem
bal
un
Cab
ai M
aro
sPa
pri
ka P
asir
lan
gu
Ben
tuk
Inte
rven
siK
on
trib
uto
rB
entu
k In
terv
ensi
Ko
ntr
ibu
tor
Ben
tuk
Inte
rven
siK
on
trib
uto
rB
entu
k In
terv
ensi
Ko
ntr
ibu
tor
1. B
antu
an
pera
lata
n,
sara
na d
an
infr
astr
uktu
r
15 u
nit
peng
uji p
H u
ntuk
m
engu
kur
dera
jat
keas
aman
ta
nah;
3 u
nit
hand
tra
ctor
un
tuk
mem
bant
u pe
ngol
ahan
ta
nah
sebe
lum
dita
nam
i ba
wan
g m
erah
; 10
unit
mes
in
pom
pa a
ir un
tuk
mem
perla
ncar
pe
ngai
ran
pena
nam
an b
awan
g m
erah
; 1 u
nit
fert
ilize
r m
ixer
(p
enca
mpu
r pe
nyub
ur/n
utris
i) un
tuk
mem
buat
pup
uk y
ang
dibu
tuhk
an t
anam
an b
awan
g m
erah
-Be
nih
Kem
ente
rian
Pert
ania
n1.
Peny
edia
an d
an
pem
ulia
an b
enih
ca
bai d
alam
pro
gram
Pe
ngem
bang
an
Usa
ha A
grib
isni
s Pe
rtan
ian
(PU
AP)
2. Pe
ndiri
an
labo
rato
rium
min
i ya
ng m
engh
asilk
an
pupu
k da
n pe
stis
ida
alam
i3.
Ban
guna
n ka
ntor
LK
MA
Kop
eras
i Ta
nral
ili4.
Pera
lata
n pe
ngol
ahan
ca
bai
1. K
Pw B
I Pro
vins
i Su
law
esi S
elat
an
beke
rja s
ama
deng
an P
emer
inta
h K
abup
aten
Mar
os2.
KPw
BI P
rovi
nsi
Sula
wes
i Sel
atan
3. K
Pw B
I Pro
vins
i Su
law
esi S
elat
an4.
KPw
BI P
rovi
nsi
Sula
wes
i Sel
atan
Sara
na u
saha
un
tuk
Kop
eras
i M
SM b
erup
a ke
ndar
aan
usah
a da
n ko
mpu
ter
KPw
BI
Prov
insi
Jaw
a Ba
rat
2. B
antu
an
pend
anaa
nIn
term
edia
si p
erte
mua
n K
SU
Nus
anta
ra J
aya
deng
an B
TN
Syar
iah
dan
Bank
Jab
ar B
ante
n un
tuk
penj
ajak
an p
elua
ng
pem
biay
aan
mod
al k
erja
; In
term
edia
si p
erte
mua
n K
SU
Nus
anta
ra J
aya
deng
an B
ank
BNI S
yaria
h, B
ank
BJB
dan
CIM
B N
iaga
unt
uk p
enja
jaka
n pe
mbi
ayaa
n m
odal
ker
ja
peny
erap
an h
asil
pane
n pe
tani
KPw
BI
Cire
bon
Tida
k ad
a-
Fasi
litas
i ke
akse
s pe
rban
kan
KPw
BI P
rovi
nsi
Sula
wes
i Sel
atan
Fasi
litas
i ke
akse
s pe
rban
kan
KPw
BI
Prov
insi
Jaw
a Ba
rat
89
Gambaran Umum Klaster
Jen
is In
terv
ensi
Baw
ang
Mer
ah C
ireb
on
Baw
ang
Pu
tih
Sem
bal
un
Cab
ai M
aro
sPa
pri
ka P
asir
lan
gu
Ben
tuk
Inte
rven
siK
on
trib
uto
rB
entu
k In
terv
ensi
Ko
ntr
ibu
tor
Ben
tuk
Inte
rven
siK
on
trib
uto
rB
entu
k In
terv
ensi
Ko
ntr
ibu
tor
3. A
kses
kep
ada
pem
asar
anFa
silit
asi K
SU N
usan
tara
Ja
ya ik
ut s
erta
dal
am
Pam
eran
Pro
duk
Hor
tikul
tura
(P
enye
lang
gara
KRB
I Ban
dung
); Fa
silit
asi K
SU N
usan
tara
Ja
ya (p
engh
ubun
gan
bisn
is)
untu
k m
enja
lin k
erja
sam
a bi
snis
den
gan
PT. B
inag
loria
En
terp
rindo
dan
CV
. Ata
s En
terp
rise
, yai
tu e
kspo
r Ba
wan
g M
erah
kop
eras
i ke
Thai
land
, Sin
gapu
ra, V
ietn
am
dan
Mal
aysi
a.
KPw
BI
Cire
bon
Tida
k ad
a-
Fasi
litas
i LK
MA
Kop
eras
i Ta
nral
ili u
ntuk
men
jalin
ke
rja s
ama
bisn
is
deng
an s
uper
mar
ket
Hyp
erm
art
untu
k pe
mas
aran
pro
duk
Cab
ai O
rgan
ik
KPw
BI P
rovi
nsi
Sula
wes
i Sel
atan
Tida
k ad
a -
4. A
kses
kep
ada
sum
ber
baha
n ba
ku
Fasi
litas
i KSU
Nus
anta
ra
Jaya
den
gan
PT. B
inag
loria
En
terp
rindo
dan
CV
. Ata
s En
terp
rise
untu
k m
enja
lin
kerja
sam
a bi
snis
di m
ana
kope
rasi
ber
tinda
k se
baga
i ag
en p
enju
alan
ben
ih
impo
r as
al F
ilipi
na (v
arie
tas
iloco
s); P
enge
nala
n da
n pe
ngem
bang
an je
nis
baw
ang
mer
ah lo
kal u
nggu
l, je
nis
Man
jung
; Fas
ilita
si k
erja
sa
ma
deng
an B
PSBT
PH (B
alai
Pe
ngaw
asan
dan
Ser
tifik
asi
Beni
h Ta
nam
an P
anga
n da
n H
ortik
ultu
r) u
ntuk
m
ense
rtifi
kasi
ben
ih y
ang
dipr
oduk
si o
leh
kope
rasi
KPw
BI
Cire
bon
Tida
k ad
a-
Peny
edia
an d
an
pem
ulia
an b
enih
ca
bai d
alam
pro
gram
Pe
ngem
bang
an U
saha
A
grib
isni
s
KPw
BI P
rovi
nsi
Sula
wes
i Sel
atan
be
kerja
sam
a de
ngan
Pe
mer
inta
h K
abup
aten
M
aros
Tida
k ad
a-
5. P
engu
atan
ke
lem
baga
anPe
nam
baha
n ju
mla
h an
ggot
a ko
pera
si N
usan
tara
Jay
a;
Pem
buka
an c
aban
g K
oper
asi
Nus
anta
ra J
aya;
Pel
atih
an
Ach
ieve
men
t M
otiv
atio
n/Pe
latih
an K
epem
impi
nan
dan
Mot
ivas
i unt
uk p
engu
rus
kope
rasi
KPw
BI
Cire
bon
Tida
k ad
a-
Pem
bent
ukan
Lem
baga
K
euan
gan
Mik
ro
Agr
ibis
nis
(LK
MA
) yan
g di
tingk
atka
n st
atus
nya
men
jadi
kop
eras
i
-Ti
dak
ada
-
90
Gambaran Umum Klaster
Jen
is In
terv
ensi
Baw
ang
Mer
ah C
ireb
on
Baw
ang
Pu
tih
Sem
bal
un
Cab
ai M
aro
sPa
pri
ka P
asir
lan
gu
Ben
tuk
Inte
rven
siK
on
trib
uto
rB
entu
k In
terv
ensi
Ko
ntr
ibu
tor
Ben
tuk
Inte
rven
siK
on
trib
uto
rB
entu
k In
terv
ensi
Ko
ntr
ibu
tor
6. P
embu
atan
de
mpl
otTi
dak
ada
-Ti
dak
ada
-D
emon
stra
tion
plot
(d
empl
ot) u
ntuk
sek
olah
la
pang
GA
P C
abai
O
rgan
ik
KPw
BI P
rovi
nsi
Sula
wes
i Sel
atan
Tida
k ad
a-
7. K
ompe
tisi
inov
asi d
an
tekn
olog
i
Tida
k ad
a-
Tida
k ad
a-
Tida
k ad
a-
Tida
k ad
a-
8. P
enin
gkat
an
kapa
sita
s pe
laku
us
aha
(Pel
atih
an,
mag
ang,
stu
di
band
ing
dan
lain
-lain
)
Peny
usun
an k
urik
ukul
um d
an
peny
elen
ggar
aan
seko
lah
lapa
ng G
AP
(Goo
d A
gric
ultu
re
Prac
tices
);
KPw
BI
Cire
bon
beke
rja s
ama
deng
an
Faku
ltas
Pert
ania
n U
nive
rsita
s Sw
aday
a G
unun
g Ja
ti
Pela
tihan
bu
dida
ya p
asca
pa
nen
Din
as
Pert
ania
n da
n Pe
tern
akan
K
abup
aten
Lo
mbo
k Ti
mur
Peny
usun
an k
urik
ulum
da
n pe
nyel
engg
araa
n Pe
latih
an U
ntuk
Pel
atih
(T
rain
ing
of T
rain
ers,
To
T) d
an S
ekol
ah
Lapa
ng G
AP
(Goo
d A
gric
ultu
re P
ract
ices
) C
abai
Org
anik
;
KPw
BI P
rovi
nsi
Sula
wes
i Sel
atan
be
kerja
sam
a de
ngan
Fak
ulta
s Pe
rtan
ian
Uni
vers
itas
Has
anud
din,
Din
as
Pert
ania
n Ta
nam
an
Pang
an d
an
Hor
tikul
tura
Pro
vins
i Su
law
esi S
elat
an,
Din
as P
erta
nian
Ta
nam
an P
anga
n da
n H
ortik
ultu
ra K
abup
aten
M
aros
, Bal
ai P
engk
ajia
n Te
knol
ogi P
erta
nian
(B
PTP)
, Bal
ai P
rote
ksi
Tana
man
Per
tani
an
dan
Hor
tikul
tura
(B
PTPH
) dan
Lem
baga
Pe
mbe
rday
aan
Usa
ha
Mik
ro, K
ecil
dan
Men
enga
h (L
PUM
KM
) Su
law
esi S
elat
an
Peny
elen
ggar
aan
pela
tihan
PH
T de
ngan
te
knol
ogi r
umah
ka
sa b
erba
sis
hidr
opon
ik
KPw
BI
Prov
insi
Ja
wa
Bara
t be
kerja
sam
a de
ngan
Ba
litsa
, K
oper
asi
MSM
dan
PT
. ASB
(P
etan
i dan
Ek
spor
tir
Papr
ika)
9.
Pend
ampi
ngan
Peny
edia
an t
enag
a pe
ndam
ping
lapa
ngan
yan
g m
emba
ntu
peta
ni u
ntuk
m
enga
tasi
ken
dala
usa
ha d
an
tekn
is b
udid
aya
dan
pasc
a pa
nen
KPw
BI
Cire
bon
beke
rja s
ama
deng
an K
SU
Nus
anta
ra
Jaya
Pend
ampi
ngan
da
n pe
mbi
naan
ol
eh P
PL
Din
as
Pert
ania
n da
n Pe
tern
akan
K
abup
aten
Lo
mbo
k Ti
mur
Peny
edia
an t
enag
a PP
L (p
enyu
luh
pert
ania
n la
pang
an)
yang
mem
fasi
litas
i pe
mbe
laja
ran
GA
P C
abai
Org
anik
di
dem
plot
; Pe
ndam
ping
an
kele
mba
gaan
KPw
BI P
rovi
nsi
Sula
wes
i Sel
atan
be
kerja
sam
a de
ngan
U
PT P
PL K
ecam
atan
Ta
nral
ili
Tida
k ad
a-
91
Gambaran Umum Klaster
Klaster Champion/Manajemen Klaster
Klaster Champion Klaster Bawang Merah Cirebon adalah Koperasi Serba Usaha (KSU) Nusantara
Jaya. KSU Nusantara Jaya berlokasi di Desa Ender, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, yang juga
merupakan lokasi pusat kegiatan pemasaran produk Bawang Merah para petani anggotanya. Wilayah
operasional KSU Nusantara Jaya mencakup seluruh daerah penghasil Bawang Merah di Kabupaten Cirebon
dan sekitarnya (Kabupaten Brebes). Skala pemasaran dan perdagangan produk Bawang Merah KSU
Nusantara Jaya mencakup wilayah lokal (Kabupaten Cirebon dan sekitarnya), regional (Provinsi Jawa Barat
dan Pulau Jawa) serta nasional (Antar Pulau) dan ekspor ke luar negeri (Thailand, Vietnam, Filipina dan
Malaysia).
KSU Nusantara Jaya berdiri pada tahun 2009. KSU Nusantara Jaya mendapat pengesahan sebagai badan
hukum koperasi melalui Badan Koperasi dan UKM Kabupaten Cirebon Nomor: 01/BH/KUKM/I/2009 pada
tanggal 12 Januari 2009. KSU Nusantara Jaya mengambil peran sebagai pendorong terjadinya saling
keterhubungan usaha antar entitas usaha tani Bawang Merah dan penggerak dinamika usaha dalam
klaster yang berupaya mengkoordinasikan kerja sama dan kegiatan usaha dalam rantai nilai klaster yang
dilakukan oleh para pelaku usaha tani dan dagang Bawang Merah agar saling menguntungkan satu sama
lain juga mengkoordinasikan kerja sama dan kegiatan dengan stakeholders terkait lainnya, melalui program
pelayanan terintegrasi. Misi utama KSU Nusantara Jaya adalah membantu masyarakat petani (terutama
petani Bawang Merah) meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidupnya melalui pengembangan usaha
tani yang modern, mandiri dan berkelanjutan. Usaha-usaha yang dilakukan oleh KSU Nusantara Jaya
dalam meningkatkan usaha tani dan mengatasi kesenjangan usaha yang masih dihadapi oleh para petani
adalah (1) Melakukan atau menyediakan jasa pendampingan dan bimbingan teknis/teknologi yang intensif
terkait permasalahan budidaya dan usaha tani Bawang Merah melalui tenaga pendamping atau petugas
penyuluh lapangan dengan program penyuluhan lapangan dan konsultasi pertanian. Konsultasi pertanian
atau dikenal dengan Program Bengkel Tani bertempat di Kantor KSU Nusantara Jaya dan layanannya
dapat diakses pada jam kerja. Fokus pelayanan ini adalah penyadaran dan pendidikan tentang pentingnya
sistem usaha tani yang berbiaya murah, efisien dan efektif; (2) Melakukan pengembangan dan penyuluhan
teknologi budidaya yang diselenggarakan melalui kerja sama dengan pihak-pihak terkait: Fakultas Pertanian
Universitas Swagati, BPSBTPH (Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura),
lembaga pemerintahan; (3) Menyediakan pasokan bibit Bawang Merah dan saprotan (sarana produksi tani)
melalui toko; (4) Mengelola pasokan produk Bawang Merah para petani anggota untuk dipasarkan melalui
layanan pembelian hasil panen dan fasilitas penampung hasil panen dan (5) Menyediakan jasa permodalan
usaha (modal investasi dan modal kerja) bagi petani melalui kerja sama dengan Swamitra Bank Bukopin di
mana sistem yang diterapkan mengacu pada pola perbankan modern.
KSU Nusantara Jaya membentuk kelompok tani-kelompok tani mitra Nusantara Jaya yang tersebar hampir
di semua kecamatan penghasil Bawang Merah di Kabupaten Cirebon. Pembentukan kelompok tani mitra
ditujukan untuk memperkuat usaha tani Bawang Merah Cirebon melalui wadah kelembagaan petani
yang diharapkan dapat membuat koordinasi antara KSU Nusantara Jaya dan para petani lebih mudah.
Salah satu terobosan KSU Nusantara Jaya mengembangkan program rencana tanam, yaitu upaya untuk
mengkoordinasikan kapan dan seberapa luas penanaman Bawang Merah di setiap lokasi kelompok tani
mitra. Rencana tanam ini didasarkan pada prediksi kondisi pasar, seperti serbuan produk impor, keterserapan
92
Gambaran Umum Klaster
pasar dan kondisi cuaca. Rencana tanam ini dibuat untuk menghindari kerugian di pihak pelaku usaha tani
Bawang Merah dan kestabilan pasokan Bawang Merah itu sendiri.
Sementara itu, Klaster Champion Klaster Bawang Putih Sembalun adalah Gapoktan (Gabungan
Kelompok Tani) Jorong Mandiri, meski sejauh ini Gapoktan Jorong Mandiri baru berperan melakukan
koordinasi dengan para anggota apabila terdapat kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara berkelompok,
seperti pelatihan dan penyuluhan terkait dengan Bawang Putih atau komoditas lainnya. Gapoktan sudah
memiliki struktur keorganisasian, namun sampai saat ini fungsi pengelolaan keuangan tidak dijalankan dan
organisasi berjalan dengan cair. Gapoktan ini memiliki 120 anggota KK (orang) dan sudah berdiri selama
7 tahun.
Klaster Champion Klaster Cabai Maros adalah LKMA (Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis) Koperasi
Tanralili dan berlokasi di Desa Todopulia, Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Pendirian
LKMA Koperasi Tanralili pada 29 Desember 2011 tidak lepas dari bantuan KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan.
Sampai saat ini LKMA Koperasi Tanralili beranggotakan 214 petani yang sebagian besar merupakan bagian
dari Gapoktan Tanralili yang tersebar di dua (2) Desa dan lima (5) Dusun di Kecamatan Tanralili. LKMA
Koperasi Tanralili berperan sebagai penyedia sarana produksi, pengelola jasa simpan pinjam, membantu
pemasaran produk cabai anggotanya dan mengelola sekolah lapang baik untuk anggota maupun bagi
petani yang berasal dari daerah lain.
LKMA Koperasi Tanralili memfasilitasi terjadinya transaksi antara pedagang lokal dan pedagang antar
pulau (melalui ekspedisi laut ataupun pesawat udara) dengan kelompok tani-kelompok tani anggotanya,
termasuk membantu menentukan mekanisme transaksi dan pengiriman produk. LKMA Koperasi Tanralili
memperoleh marjin dari fasilitasi transaksi ini. Sampai saat ini, LKMA Koperasi Tanralili telah memfasilitasi
pemasaran produk cabai anggotanya dengan jumlah sekitar 30 ton per musim panen pada tahun 2013
atau senilai 130 Juta Rupiah.
Klaster Champion Klaster Paprika Pasirlangu adalah Koperasi Mitra Suka Maju (MSM) yang berlokasi
di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua. Koperasi MSM telah berdiri semenjak tahun 1994 dan memperoleh
pengesahan sebagai badan hukum Koperasi oleh Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Bandung pada 13
April 1999. Wilayah operasional Koperasi MSM mencakup Desa Pasirlangu. Koperasi MSM merupakan
koperasi pemasaran yang pelayanannya fokus pada peningkatan usaha tani Paprika para anggotanya
melalui penyediaan benih dan saprotan bagi para anggota, penyediaan bantuan permodalan usaha (modal
investasi dan modal kerja), peningkatan kapasitas budidaya paprika melalui saling tukar informasi dan
pengetahuan dan belajar bersama melalui percobaan teknologi baru di rumah kasa (green house) salah satu
satu anggota, pengelolaan pasca panen dan pemasaran. Sampai saat ini anggota Koperasi MSM berjumlah
108 petani Paprika. Skala pemasaran dan perdagangan produk Paprika Koperasi MSM mencakup wilayah
lokal (Bandung dan sekitarnya), regional (Provinsi Jawa Barat dan Pulau Jawa) dan ekspor ke mancanegara
(Singapura dan Hongkong).
Visi dan Arah Pengembangan Klaster Jangka Panjang
Pihak pengelola klaster/manajemen klaster, sebagaimana organisasi hidup lainnya memiliki visi dan target
jangka panjang, target jangka pendek serta prioritas pengembangan kelembagaannya. Semua pihak Berikut
adalah uraian tentang visi dan target jangka panjang dari masing-masing klaster subsektor hortikultura:
93
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-28. Visi dan Tujuan Jangka Panjang Pengembangan Klaster
Target Visi Klaster Bawang Merah Cirebon Klaster Bawang Putih Sembalun
Klaster Cabai Maros
Klaster Paprika Pasirlangu
Stakeholder
Kemitraan strategis dengan stakeholders dalam semua lini agribisnis Bawang Merah Indonesia
Upaya untuk mengembangkan jaringan
Mengembangkan jaringan bisnis dengan entitas industri pengolahan dan eksportir
Memelihara dan mengembangkan jaringan dengan para stakeholders terkait serta memanfaatkan potensi jaringan
Pasar
Pemasaran Bawang Putih ke Pasar Induk Kecamatan di Masbage, Lombok Timur
Memperluas jaringan dan cakupan pemasaran, menyasar ekspor; menjadi tempat pemasaran satu pintu, pusat komunikasi dan kerja sama dengan entitas lain, termasuk industri atau eksportir
Melakukan ekspor secara mandiri
OperasionalPerkuatan organisasi dan kelembagaan
Perkuatan organisasi dan kelembagaan
Perkuatan organisasi dan kelembagaan
Perkuatan organisasi dan kelembagaan; Perluasan lahan budidaya Paprika
AnggotaPeningkatan pelayanan secara terus menerus terhadap anggota
Peningkatan pengetahuan anggota tentang penanganan hama penyakit tanaman (HPT)
Pemantapan pelayanan yang ada kepada anggota
Perkuatan usaha anggota, salah satunya melalui pelayanan permodalan untuk perluasan lahan budidaya
KinerjaMenjadi sentra atau referensi pengembangan agribisnis Bawang Merah di Indonesia
Peningkatan produktivitas
Peningkatan penjualan
Membudidayakan jenis-jenis tanaman Paprika lain (diversifikasi produk)
Tujuan-tujuan jangka pendek para pengelola klaster subsektor hortikultura adalah sebagai berikut:
Tabel II-29. Tujuan Jangka Pendek Pengembangan Klaster
Tujuan Jangka Pendek Klaster Bawang Merah Cirebon Klaster Bawang Putih
Sembalun Klaster Cabai Maros Klaster Paprika Pasirlangu
Pengembangan sosial ekonomi
Meski tidak menyatakan secara tersurat tujuan ini, peningkatan usaha tani bawang merah akan memberikan dampak perkembangan sosial ekonomi bagi keluarga petani dan masyarakat sekitar
Meski tidak menyatakan secara tersurat tujuan ini, peningkatan usaha tani bawang putih akan memberikan dampak perkembangan sosial ekonomi bagi keluarga petani dan masyarakat sekitar
Meski tidak menyatakan secara tersurat tujuan ini, peningkatan usaha tani cabai akan memberikan dampak perkembangan sosial ekonomi bagi keluarga petani dan masyarakat sekitar
Meski tidak menyatakan secara tersurat tujuan ini, peningkatan usaha tani paprika akan memberikan dampak perkembangan sosial ekonomi bagi keluarga petani dan masyarakat sekitar
Ekspansi klasterTarget ini tidak dinyatakan secara definitif
Target ini tidak dinyatakan secara definitif
Target ini tidak dinyatakan secara definitif
Manajemen klaster memiliki rencana perluasan lahan, namun dalam jangka panjang
Inovasi dan teknologi
Melakukan pengembangan teknologi budidaya melalui kerja sama dengan pihak perguruan tinggi dan lembaga penelitian.
Target ini tidak dinyatakan secara definitif
Target ini tidak dinyatakan secara definitif
Target ini tidak dinyatakan secara definitif, namun usaha-usaha percobaan teknologi baru terjadi
94
Gambaran Umum Klaster
Pendidikan dan training
Pelaksanaan pendampingan dan bimbingan teknis/teknologi budidaya dan usaha tani Bawang Merah melalui program penyuluhan lapangan dan Bengkel Tani
Pelatihan oleh PPL, bekerja sama dengan distributor pupuk tentang pengetahuan dan keterampilan teknis budidaya
Melanjutkan kegiatan sekolah lapang
Tidak ada rencana definitif, namun terjadi saling belajar, bertukar pengetahuan dan pengalaman secara informal
Kerja sama komersial
Peningkatan penetrasi/akses pasar
Pemasaran Bawang Putih ke Pasar Induk Kecamatan di Masbage, Lombok Timur
Perluasan kerja sama dengan pihak industri pengolahan dan pembeli-pembeli baru
Memenuhi permintaan yang ada
Melaksanakan kebijakan
- - - -
Untuk mencapai tujuan-tujuan pengembangan klaster, pihak pengelola klaster perlu menetapkan prioritas-
prioritas pengembangan klaster. Dalam kajian ini, pihak pengelola klaster tidak menyatakan secara eksplisit
prioritas-prioritasnya, namun penelaahan wawancara menyatakan bahwa prioritas-prioritas klaster-klaster
subsektor hortikultura adalah sebagai berikut:
Tabel II-30. Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster
Aspek Klaster Bawang Merah Cirebon
Klaster Bawang Putih Sembalun Klaster Cabai Maros Klaster Paprika Pasirlangu
Penguatan bisnis untuk kepentingan pelaku
Peningkatan volume pembiayaan, peningkatan produktivitas, peningkatan penetrasi/akses pasar
Peningkatan produktivitas
Menjadikan LKMA Koperasi Tanralili sebagai pemasaran satu pintu produk cabai anggota serta pusat komunikasi dan kerja sama dengan entitas lain
Perluasan lahan budidaya paprika dengan mengalokasikan lebih banyak modal invetasi dan modal kerja bagi para anggota yang berniat meningkatkan produksinya melalui perluasan lahan tanam, ekspor secara mandiri, diversifikasi produk (menanam jenis Paprika lain)
Penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster
Penguatan kapabilitas anggota melalui penyuluhan dan pendampingan
Perkuatan kelembagaan, peningkatan pengetahuan dan keterampilan teknis budidaya
Penguatan kapabilitas anggota
Penguatan kapabilitas anggota
Perbanyakan R&D
Meski tidak melalui perencanaan R&D yang definitif, R&D dilakukan
Sejauh ini belum melakukan perencanaan R&D yang definitif
Meski tidak melalui perencanaan R&D yang definitif, R&D dilakukan
Meski tidak melalui perencanaan R&D yang definitif, R&D dilakukan
Sumber Pendanaan Klaster
Aspek finansial merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan usaha apapun. Pendanaan
diperlukan dalam pengembangan klaster untuk membangun suatu sistem usaha yang saling terhubung dan
tergantung satu dengan yang lainnya. Pendanaan ini sebetulnya dimaksudkan sebagai stimulasi, seringkali
sifatnya adalah subsidi dari para stakeholders. Berikut adalah komposisi pendanaan klaster-klaster subsektor
hortikultura.
Tabel II-31 Sumber Pendanaan Klaster
Sumber Dana Klaster Bawang Merah Cirebon
Klaster Bawang Putih Sembalun Klaster Cabai Maros Klaster Paprika
Pasirlangu
Pemerintah daerah 10% 90% 20% 19
Pemerintah pusat 10% 10% - -
Perusahaan swasta 10% - - -
Anggota klaster 30% - 30% 46%
Lainnya: Asosiasi 10% - - -
Lainnya (BI) 30% - 50% 35%
95
Gambaran Umum Klaster
Semua klaster subsektor hortikultura yang dikaji memperoleh pendanaan untuk pengembangan klaster dari
pihak pemerintah.
Kerja Sama yang Pernah Dibangun dengan Klaster Lain yang Sejenis
Kerja sama dengan klaster lain yang sejenis dapat mendorong kemajuan masing-masing klaster.
Tabel II-32.Kerja Sama yang Pernah Dibangun Dengan Klaster Lain yang Sejenis
Bidang Kerja Sama
Klaster Bawang Merah Cirebon
Klaster Bawang Putih Sembalun
Klaster Cabai Maros Klaster Paprika Pasirlangu
Pemasaran
Pemasaran bibit yang diproduksi oleh anggota/mitra klaster dengan klaster sejenis di Brebes dan Majalengka
- - -
Produksi - - -
Koperasi MSM menjalin kerja sama tak terikat dengan pengelola klaster sejenis dalam menjaga keterpenuhan pasokan masing-masing di mana, masing-masing pihak dapat membeli produk satu sama lain untuk menambah pasokan yang kurang
Teknologi - - -Eksperimen teknologi baru di rumah kasa salah satu anggota Koperasi MSM yang dapat diikuti oleh petani lain yang bukan anggota Koperasi MSM.
Pengembangan SDM
Studi banding antar koperasi klaster KBI Cirebon: Koperasi Hortikultura Indramayu berkunjung ke KSU Nusantara Jaya untuk berbagi pengalaman mengelola koperasi
-
Mengadakan sekolah lapang bagi petani dari daerah atau kelompok tani lain
Berbagi dan bertukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan budidaya Paprika PHT berbasis Rumah Kasa secara Hidroponik, melalui program “Train the Chain” (Kegiatan Training for Trainers) yang terselenggara melalui kerja sama antara Balitsa dan Applied Plant Research (APR) Universitas Wageningen serta WUR Green House Horticulture Wageningen University and Research Center
Sistem Pengelolaan Klaster
Masing-masing manajemen klaster subsektor hortikultura ini telah berhasil membangun suatu sistem
pengelolaan klaster. Sistem pengelolaan klaster ini dicirikan dengan keberadaan unsur-unsur pengelolaan
klaster sebagai berikut:
96
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-33. Sistem Pengelolaan Klaster
Sistem Pengelolaan Klaster
Klaster Bawang Merah Cirebon Klaster Bawang Putih Sembalun Klaster Cabai
MarosKlaster Paprika
Pasirlangu
Adanya struktur pengelolaan klaster (struktur organisasi pengelola dan aturan main)
Klaster sudah memiliki struktur organisasi pengelola dan AD/ART
Klaster sudah memiliki struktur organisasi, di mana fungsi pengelolaan keuangan belum berjalan dan sampai saat ini organisasi masih berjalan cair apa adanya
Klaster sudah memiliki struktur organisasi pengelola
Klaster sudah memiliki struktur organisasi pengelola dan AD/ART
Adanya kantorSudah memiliki gedung kantor
Sudah memiliki gedung kantor
Sudah memiliki gedung kantor
Adanya kepercayaan dan keterbukaan antar anggota
Anggota saling berinteraksi dan berbagi informasi
Anggota sudah saling berinteraksi dan berbagi informasi
Anggota saling berinteraksi dan berbagi informasi
Anggota saling berinteraksi dan berbagi informasi
Aktivitas berjejaring (networking), seperti promosi, pembentukan jaringan
Terdapat kegiatan berjejaring yang aktif, dilakukan oleh para pengurus KSU Nusantara Jaya, baik itu pengembangan jaringan dan relasi dengan lembaga bisnis ataupun non bisnis. Sejumlah pengurus KSU Nusantara Jaya juga pengurus Dewan Bawang Nasional
Belum aktif
Aktivitas berjejaring baru mulai dilakukan, terutama dengan entitas pembeli, lembaga pemerintahan setempat
Terdapat kegiatan berjejaring yang cukup aktif, dilakukan oleh para pengurus Koperasi MSM, baik itu pengembangan jaringan dan relasi dengan lembaga bisnis ataupun non bisnis
Pengembangan organisasi
Tidak dinyatakan secara definitif
Ada motivasi untuk melakukan pengembangan organisasi, namun tidak dinyatakan secara definitif.
Tidak dinyatakan secara definitif
Tidak dinyatakan secara definitif
Kegiatan rutin: pertemuan rutin, kelompok kerja (working group), kerja sama protek dan lain-lain
Terdapat kegiatan pertemuan rutin pengurus organisasi
Sudah ada pertemuanSudah ada kegiatan pertemuan rutin
Terdapat kegiatan pertemuan rutin dan juga kegiatan pengembangan teknologi budidaya yang dilakukan secara swadaya.
Kegiatan Champion/Manajemen Klaster
Dalam kajian ini, para representasi pengelola klaster diminta untuk menilai aktivitas-aktivitas manajemen
yang sudah dilakukan. Berikut adalah rangkuman penilaian tersebut:
97
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-34. Aktivitas Manajemen Klaster
No Aktivitas
Klaster Bawang Merah Kabupaten
Cirebon
Klaster Bawang Putih
Sembalun
Klaster Cabai Maros
Klaster Paprika
Rata-Rata
Skala kesetujuan
1a Pertemuan rutin tahunan untuk topik tertentu 6 5 6 6 5.751b Kunjungan tahunan kepada anggota klaster 6 5 6 6 5.75
2Anggota terlibat dalam organisasi klaster misal komite manajemen
6 4 4 4 4.5
3Adanya tim manajemen klaster yang kuat, fleksibel, otonom dan dinamis yang bermanfaat bagi anggota klaster
6 5 4 6 5
4Memiliki strategi pendorong bisnis (business driven) sebagai faktor keberhasilan
6 6 4 6 5.5
5
Klaster memiliki kemampuan mengelola sumber daya, membuat diagnosis kebutuhan sektor spesifik dan menyusun strategi untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki
5 4 4 5 4.5
6Adanya hubungan yang baik, dengan lembaga pemerintah daerah dan pusat, berdasarkan kemitraan yang stabil dan berkesinambungan
6 5 6 4 5.25
7Memiliki dan menawarkan teknologi baru dan tepat guna sebagai layanan yang berharga kepada anggota klaster
6 4 4 5 4.75
8Memulai dan memberi dukungan untuk kegiatan bersama antara perusahaan, R&D dan lembaga pelatihan
6 4 4 5 4.75
9 Sentralisasi informasi/akses sumber daya 6 2 3 6 4.25
Dari penilaian atau persepsi masing-masing pihak manajemen klaster, dapat dilihat bahwa KSU Nusantara
Jaya adalah pengelola klaster yang telah menjalankan fungsi manajerialnya secara menyeluruh dan
merasa yakin dengan kinerjanya. Pihak Gapoktan Jorong Mandiri masih perlu meningkatkan kapabilitas
keorganisasian dan kapabilitas manajerialnya, dan kebutuhan ini terefleksikan dari pernyataan visi jangka
panjang Gapoktan untuk terus menerus melakukan perkuatan kelembagaan. Sementara itu pihak LKMA
Koperasi Tanralili menilai bahwa selain pertemuan rutin tahunan untuk topik tertentu, kunjungan tahunan
kepada anggota klaster dan hubungan baik dengan pihak pemerintah pusat atau lokal, aktivitas manajemen
mereka masih dinilai sedang. Penilaian LKMA Koperasi Tanralili ini sejalan dengan penemuan peneliti di
lapangan yang menyatakan bahwa kapabilitas pengelolaan organisasi dan tingkat pengetahuan teknis
pengurus masih perlu ditingkatkan. Secara keseluruhan sentralisasi informasi pada klaster menempati
rating terendah dan berada pada tingkatan tinggi (nilai di bawah 4,5), sementara aktivitas lainnya sangat
tinggi (nilai di atas 4,5).
Fase Perkembangan Klaster
Berdasarkan parameter yang telah ditetapkan, hasil kajian memetakan fase atau tahapan klaster-klaster
subsektor hortikultura sebagai berikut:
98
Gambaran Umum Klaster
Tab
el II
-35.
Pem
etaa
n F
ase
Perk
emb
ang
an K
last
er d
i Su
bse
kto
r H
ort
iku
ltu
ra
No
URA
IAN
TAH
APA
N K
LAST
ER
Star
ting
pha
seCo
nsol
idat
ing
phas
eD
evel
opm
ent
phas
eRe
orie
ntat
ing
phas
e
Baw
ang
mer
ahBa
wan
g pu
tih
Caba
iPa
prik
aBa
wan
g m
erah
Baw
ang
puti
hCa
bai
Papr
ika
Baw
ang
mer
ahBa
wan
g pu
tih
Caba
iPa
prik
aBa
wan
g m
erah
Baw
ang
puti
hCa
bai
Papr
ika
1La
ma
Berd
iri
2Ko
ordi
nasi
3In
ovas
i
4Ke
giat
an
5Ke
lem
baga
an
6Ke
peng
urus
an
7Ke
angg
otaa
n
8Pe
renc
anaa
n
9Pe
rtang
gung
jaw
aban
99
Gambaran Umum Klaster
1) Klaster Bawang Merah
Klaster Bawang Merah diinisiasi pada tahun 2011. Berikut adalah paparan tentang ciri atau parameter yang
menunjukkan bahwa klaster ini telah berada pada fase pengembangan atau development:
1. Dari awal inisiasi sampai dengan saat ini, terhitung telah berjalan selama 3 tahun, namun klaster telah
mulai dikelola secara terpadu oleh KSU Nusantara Jaya mulai tahun 2009 atau sudah berjalan selama
5 tahun.
2. Koordinasi sudah berjalan dengan baik, melalui sejumlah kelompok tani mitra Nusantara Jaya dan para
petugas atau penyuluh lapangan serta pengurus KSU Nusantara Jaya.
3. Ragam inovasi mulai dijajaki, seperti inovasi pada teknologi budidaya dan penanganan pasca panen:
penerapan dan komersialisasi cold storage yang dikelola secara profesional oleh entitas usaha, mitra KSU
Nusantara Jaya; penerapan pupuk organik dan teknologi perangkap serangga menggunakan lampu.
4. Telah banyak egiatan yang dilakukan oleh KSU Nusantara Jaya dan kelompok tani anggota-nya, salah
satu yang rutin adalah kunjungan dan penyuluhan lapangan. Para petani anggota telah memanfaatkan
layanan-layanan KSU Nusantara Jaya mulai dari jasa permodalan kerja sama dengan Swamitra Bukopin,
toko saprodi, pemasaran produk Bawang Merah dan program Bengkel Tani.
5. Kelembagaan KSU Nusantara Jaya berjalan mantap.
6. Kepengurusan KSU Nusantara Jaya juga berjalan dengan efektif, dengan fokus meningkatkan layanan
kepada anggota secara terus menerus.
7. Keanggotaan terus bertambah
8. Sudah ada perencanaan yang tertuang dalam RKA sebagai acuan pelaksanaan kegiatan.
9. Sudah memiliki mekanisme pertanggung jawaban dan berjalan cukup baik.
2) Klaster Bawang Putih
Klaster Bawang Putih Sembalun telah diintervensi oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok
Timur selama 17 tahun. Dilihat dari dimensi usia dan kelembagaan, Klaster Bawang Putih Sembalun
termasuk ke dalam fase re-orientasi. Sementara bila dilihat dari dimensi inovasi, perencanaan dan
pertanggungjawaban masih termasuk ke dalam fase memulai/starting dan dilihat dari dimensi koordinasi,
kegiatan, kepengurusan dan keanggotaan, termasuk ke dalam fase pengembangan/development. Berikut
adalah paparan tentang ciri atau parameter fase klaster Bawang Putih Sembalun:
1. Terhitung telah berdiri selama 17 tahun (1987-2014).
2. Koordinasi masih sedikit.
3. Belum ada inovasi.
4. Kegiatan masih sedikit, sebatas kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Dinas Pertanian dan Peternakan,
seperti pelatihan dan penyuluhan.
5. Kelembagaan berjalan lamban.
6. Kepengurusan sudah terbentuk namun belum berfungsi secara optimal.
7. Keanggotaan sudah mulai bertambah, sampai dengan 120 orang/KK.
8. Perencanaan belum tertuang dalam RKA.
9. Belum ada mekanisme pertanggung jawaban.
100
Gambaran Umum Klaster
3) Klaster Cabai Maros
Klaster Cabai Maros diinisiasi oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan semenjak tahun 2013. Berikut adalah
paparan tentang ciri atau parameter yang menunjukkan bahwa klaster ini telah berada pada fase konsolidasi:
1. Dari awal inisiasi sampai dengan saat ini, terhitung telah berjalan selama 1 tahun, namun klaster telah
mulai dikelola secara terpadu oleh LKMA Koperasi Tanralili mulai tahun 2011 atau sudah berjalan
selama 3 tahun.
2. Koordinasi masih sedikit.
3. Mulai ada penjajakan inovasi yaitu pembuatan produk turunan saus cabai.
4. Kegiatan masih sedikit, di mana kegiatan utama adalah sekolah lapang GAP cabai organik, laboratorium
mini dan fasilitasi pemasaran produk cabai anggota.
5. Kelembagaan baru mulai dirintis.
6. Kepengurusan sudah terbentuk.
7. Keanggotaan sudah mulai bertambah, mencapai 214 petani yang tersebar di 2 Desa dan 5 Dusun di
Kecamatan Tanralili.
8. Perencanaan belum tertuang dalam RKA.
9. Sudah memiliki mekanisme pertanggung jawaban dan berjalan cukup baik.
4) Klaster Paprika Pasirlangu
Klaster Paprika Pasirlangu pernah diinisiasi pengembangannya oleh KPw BI Provinsi Jawa Barat. Terkait
dengan dimensi lama berdiri dan inovasi, klaster ini termasuk ke dalam fase reorientasi, sementara parameter-
parameter dimensi-dimensi lain menunjukkan bahwa klaster ini termasuk dalam fase pengembangan.
Berikut adalah paparan tentang ciri atau parameter klaster Paprika Pasirlangu:
1. Klaster ini telah berdiri lebih dari 6 tahun, sudah berjalan hampir 20 tahun.
2. Koordinasi sudah berjalan dengan baik.
3. Dapat dikatakan bahwa secara relatif, inovasi teknologi budidaya telah menjadi budaya, terkait dengan
usaha untuk secara terus menerus memperbaiki kualitas paprika, terutama yang diekspor.
4. Terdapat banyak kegiatan.
5. Kelembagaan berjalan mantap.
6. Kepengurusan mantap.
7. Keanggotaan solid.
8. RKA sudah berfungsi sebagai acuan pelaksanaan kegiatan.
9. Sudah ada mekanisme pertanggungjawaban dan berjalan dengan baik.
B. Rantai Nilai Klaster
Dari berbagai informasi yang berhasil dihimpun selama proses wawancara penelitian, berikut adalah
gambaran rantai nilai klaster-klaster subsektor hortikultura:
101
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-36. Rantai Nilai Klaster Bawang Merah Cirebon
Jumlah pelaku usaha tani Bawang Merah yang tergabung menjadi anggota KSU Nusantara Jaya mencapai
360 orang. Berdasarkan pemetaan pelaku usaha yang saling terhubung dalam rantai nilai komoditas
Bawang Merah Ender, terdapat: lima (5) pemasok, yang terdiri dari tiga (3) pemasok saprotan dan dua (2)
pemasok benih; dua (2) rekanan produksi; empat (4) pembeli bawang merah, yang terdiri dari: distributor
antar pulau, eksportir, distributor nasional dan distributor pasar modern; dua (2) lembaga jasa penunjang
bisnis dan empat (4) pemangku kepentingan yang pernah menjalin kerja sama dengan pihak pengelola
klaster.
Klaster Bawang Merah Cirebon telah mengembangkan proses produksi yang mentransformasi hasil budidaya
Bawang Merah. Koperasi Nusantara Jaya mengambil peran dalam proses produksi ini, dengan membeli
produk Bawang Merah yang telah melalui penanganan pasca panen di tingkat petani yaitu pengeringan
dan pembersihan awal. Proses pemilahan membagi bawang ke dalam klasifikasi kualitas A, B, C dan Jumbo,
serta campuran ABC. Bawang Merah yang telah dipilah ini kemudian dikemas berdasarkan ukuran berat
tertentu dalam kemasan khusus. Proses pemilahan dan pengemasan ini meningkatkan nilai jual Bawang
Merah di tingkat pembeli selanjutnya. KSU Nusantara Jaya berperan aktif dalam meningkatkan usaha tani di
bagian on farm melalui pelayanan toko saprodi dan benih, program rencana tanam, penyuluhan lapangan,
bengkel tani ataupun off farm melalui layanan pembelian Bawang Merah dari petani, pemrosesan produksi
(mencakup juga penyimpanan) dan pemasaran produk. Klaster ini telah berupaya untuk menerapkan
inovasi teknologi budidaya yaitu penggunaan pupuk organik dan lampu penghalau hama. Di lini off-farm,
klaster sedang berusaha merumuskan model bisnis penyimpanan Bawang Merah dengan cold storage yang
merupakan bantuan dari Kementerian Pertanian RI. KSU Nusantara Jaya juga terus menerus berupaya untuk
memperluas pasar dan menjalin kerja sama usaha yang berkelanjutan dengan para pembeli produk. Klaster
ini juga telah melakukan ekspor ke Thailand, Malaysia, Vietnam dan Filipina di waktu-waktu tertentu.
Klaster Bawang Merah Cirebon
102
Gambaran Umum Klaster
Klaster Bawang Putih Sembalun
Gambar II-37. Rantai Nilai Klaster Bawang Putih Sembalun
Berdasarkan pemetaan pelaku usaha yang saling terhubung dalam rantai nilai komoditas Bawang Putih
Sembalun, terdapat: satu (1) pemasok saprotan; sebelas (11) pembeli bawang putih, yang terdiri dari:
distributor kecil dan retailer tradisional (pedagang pasar tradisional) dan tiga (3) pemangku kepentingan
yang pernah menjalin kerja sama dengan pihak pengelola klaster. Gapoktan memiliki anggota 120 KK dan
sudah berdiri selama 7 tahun.
Berbeda dengan komoditas Bawang Merah Cirebon, pada klaster Bawang Putih Sembalun ini, tidak terdapat
proses produksi. Setelah dipanen, Bawang Putih hanya dikeringkan melalui penjemuran oleh para petani
dan dijual langsung oleh masing-masing petani ke pedagang kecil yang ada di desa-desa dan pedagang
besar yang ada di Kecamatan Sembalun. Hasil panen Bawang Putih yang sudah dikeringkan dapat disimpan
sebagai pasokan sampai dengan kurun waktu 6-8 bulan. Daya tahan Bawang Putih ini dapat dimanfaatkan
untuk menyiasati naik turunnya harga.
Input supply
Budidaya Perdagangan Konsumsi
Bibit Bawang Putih (petani/Poktan)
Penyedia Bibit (Tegal & Pemalang)
Toko Saprotan di Sembalun (pupuk)
• Penanaman• Pemeliharaan• Panen• Penjemuran
• Perdagangan lokal• Perdagangan antar
daerah(bawang kering)
• Pembeli• Konsumen akhir
Gambar Rantai Nilai Bawang Putih Sembalun - Lombok Timur
• Bibit• Pupuk (obat-obatan)• Lahan, air irigasi dan
saprotan
PT. Belko, Sygenta, Darmaguna Wibawa, dll
6 Kelompok Tani
Petani BawangPutih (Hortikultur)
Gapoktan Jorong Mandiri #120 KK Rerata
memiliki @0,5 - 1 ha
Petani Bawang Putih Lainnya (Hortikultur)
Sekitar 1.300 ha
Pedagang Kecil Desa #10 (Kec.
Sembalun)
1 Pedagang Besar (Kec. Sembalun)
Pasar Induk Kota Mataram
(Bertais)
Retailer di Pasar Masbage,
Paok Motong (Lombok Timur)
KonsumenDan daerah
Lain
Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Lombok Timur, Kementan, BPTPH Mataram
103
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-38. Rantai Nilai Klaster Cabai Maros
Berdasarkan pemetaan pelaku usaha yang saling terhubung dalam rantai nilai komoditas Cabai Maros,
terdapat: satu (1) pemasok saprotan; satu (1) rekanan produksi; lima (5) pembeli cabai, yang terdiri dari:
retailer tradisional (pasar tradisional), retailer modern (supermarket) dan distributor; dua (2) lembaga jasa
penunjang bisnis dan lima (5) pemangku kepentingan yang pernah menjalin kerja sama dengan pihak
pengelola klaster.
Salah satu keunggulan klaster Cabai Maros adalah usaha untuk menerapkan teknik budidaya cabai secara
organik. Secara turun temurun, budidaya cabai di daerah Maros ini telah menerapkan cara-cara yang
sekarang ini dikenal sebagai cara budidaya yang organik, seperti membersihkan hama secara manual dan
memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk kandang. Kearifan lokal ini ditambah dengan pengetahuan baru
untuk memanfaatkan biourine sebagai pupuk dan pestisida. Produk yang dihasilkan pada proses produksi
lebih beragam dari tiga klaster subsektor hortikultura lainnya, yaitu: cabai mentah (keriting dan rawit), cabai
kering (keriting dan rawit) serta saus cabai. Diversifikasi produk telah terjadi di Klaster Cabai Maros. Dalam
perdagangan, LKMA Koperasi Tanralili berperan sebagai fasilitator transaksi antara petani/kelompok tani
dengan pembeli, baik itu pembeli lokal, ataupun antar pulau. Khusus untuk fasilitasi transaksi dengan Kios
Sumber Rejeki, skema yang diterapkan adalah berbagi marjin dengan LKMA Koperasi Tanralili.
Klaster Cabai Maros
104
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-39. Rantai Nilai Klaster Paprika Pasirlangu
Berdasarkan pemetaan pelaku usaha yang saling terhubung dalam rantai nilai komoditas Paprika Pasirlangu,
terdapat: empat (4) pemasok benih/bibit dan saprotan (sarana produksi tani); tiga belas (13) pembeli paprika
yang terdiri dari pengumpul/distributor tradisional, retailer tradisional (pasar tradisional), distributor pasar
modern, retailer modern (supermarket) dan eksportir; dua (2) lembaga jasa penunjang bisnis dan enam (6)
pemangku kepentingan yang pernah menjalin kerja sama dengan pihak pengelola klaster. Koperasi MSM
memiliki anggota sebanyak 108 orang pelaku usaha tani paprika.
Pada Klaster Paprika Pasirlangu, Koperasi MSM berperan besar dalam proses produksi. Klaster ini telah
berhasil mengekspor paprika ke Singapura dan Hongkong. Klaster Paprika Pasirlangu juga memiliki
keistimewaan tersendiri. Koperasi MSM dan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) (bagian dari Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian
Pertanian RI) bekerja sama dengan Universitas Wageningen telah mengembangkan suatu proses ko-inovasi
yang berlangsung dari tahun 2003-2008. Kerja sama ini awalnya berupa penelitian untuk mengatasi
masalah tingginya kandungan residu pada produk paprika, sehingga tidak dapat diekspor. Ko-riset ini
menghasilkan inovasi pengendalian hama terpadu (PHT) melalui teknologi budidaya paprika dalam rumah
kasa (green house) secara hidroponik. Teknologi budidaya ini didiseminasikan lebih lanjut kepada para
petani paprika di Pasirlangu melalui kegiatan pelatihan yang berlangsung dari tahun 2007-2008. Pelatihan
ini terselenggara melalui fasilitasi dari KPw BI Provinsi Jawa Barat. Saat ini hampir semua petani paprika
di Pasirlangu mengadopsi teknologi budidaya paprika dalam rumah kasa secara hidroponik dalam usaha
taninya, meski hanya sedikit petani yang mampu menerapkan teknologi ini secara menyeluruh.
Koperasi MSM membeli pasokan paprika petani dengan harga yang bersaing. Harga paprika yang akan
diekspor berbeda dengan harga yang disalurkan ke pasar dalam negeri, di mana harga paprika untuk
pasar dalam negeri lebih mahal daripada harga paprika yang diekspor. Koperasi MSM melakukan fungsi
proses produksi yang terdiri dari: pemilahan (grading/pengkelasan paprika: A <diameter buah 9,5-11 cm,
bobot 200-250 gram>, B <diameter buah 8-9,5 cm, bobot 160-200 gram>, dan C <diameter buah 6,5-8
Klaster Paprika Pasirlangu
105
Gambaran Umum Klaster
cm, bobot 120-160 gram>), pembersihan, pengemasan paprika (disesuaikan dengan permintaan setiap
pembeli, biasanya menggunakan karton/styrofoam), penghantaran paprika ke lokasi pembeli, penyimpanan
(stocking). Saat ini Koperasi MSM berhasil memasarkan sekitar 30-60 ton paprika per bulannya.
Koperasi MSM juga berperan dalam mengamankan pasokan benih dan saprodi para anggota dengan
mengembangkan layanan penjualan benih dan saprodi serta kemudahan dalam mengaksesnya.
C. Tantangan dan Kendala Klaster
Tantangan dan kendala yang saat ini masih dihadapi klaster Bawang Merah Ender adalah masalah-masalah
teknis terkait budidaya seperti harga sewa lahan tanam, pengairan, ketersediaan benih berkualitas baik,
cuaca, penanganan hama dan penyakit, penurunan kualitas lahan dan sebagainya.
Tantangan dan kendala yang saat ini masih dihadapi klaster Bawang Putih adalah lemahnya kapabilitas
keorganisasian dan manajemen pihak Gapoktan Jorong Mandiri dalam memunculkan suatu inisiatif kegiatan
yang menguntungkan banyak pihak. Perlu adanya satu usaha penguatan kelembagaan dan kapabilitas
Gapoktan. Pihak stakeholders terkait perlu merancang dan melakukan satu intervensi pengembangan
klaster yang menyeluruh, sistematis dan sedapat mungkin melibatkan stakeholders lain yang terkait secara
sinergis.
Tantangan dan kendala yang masih dihadapi dalam klaster Cabai Maros adalah masih kurangnya kapabilitas
keorganisasian dan manajemen LKMA Koperasi Tanralili. Usaha pengolahan saus cabai harus ditingkatkan,
dalam hal pemenuhan standardisasi GMP dan pemenuhan skala ekonomi produk. Pengetahuan dan
keterampilan pengelolaan produksi saus cabai (termasuk prinsip dan praktik GMP) serta pemasaran produk
harus ditingkatkan dan dapat dilakukan melalui pelatihan atau studi banding.
Salah satu permasalahan yang dihadapi klaster paprika Pasirlangu adalah bagaimana memasarkan sisa
paprika grade B. Pihak Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Bandung Barat melihat bahwa kapabilitas
manajemen agribisnis Koperasi Mitra Suka Maju masih perlu ditingkatkan, terutama terkait pemasaran
dan negosiasi bisnis. Hal lain yang juga perlu ditinjau adalah kebijakan RUTR terkait pemanfaatan dan
pengembangan lahan budidaya paprika di daerah Kecamatan Cisarua dan Desa Pasirlangu pada khususnya.
Sampai saat ini pihak Koperasi MSM belum melakukan dokumentasi data usaha yang baik. Koperasi MSM
juga belum melakukan perencanaan strategis yang lebih terstruktur. Dokumentasi pengelolaan organisasi
dan usaha juga masih perlu ditingkatkan.
Hal lain yang masih perlu dibenahi adalah peningkatan produktivitas budidaya terkait dengan kedisiplinan
para petani di Pasirlangu dalam menerapkan konsep PHT dan GAP dalam praktik budidaya paprikanya.
Dalam kajian ini, para pihak manajemen klaster subsektor hortikultura menilai bahwa 5 hal berikut ini sangat
kuat dalam mempengaruhi perkembangan klaster dalam isu ketahanan pangan subsektor hortikultura:
1. Status kepemilikan lahan yang terbatas dan semakin mengecil
2. Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai
peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik dan air)
3. Kurangnya semangat inovatif di perusahaan agroindustri
106
Gambaran Umum Klaster
4. Produk pertanian diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang
diperoleh sedikit
5. Kualitas lahan sebagai media tanam yang semakin menurun
Tabel II-36. Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Hortikultura Terhadap Masalah
Ketahanan Pangan
NoMasalah Klaster Pertanian / Ketahanan Pangan Skor
Rata-rataSeberapa penting/setuju indikator tersebut dalam menyumbang
keberhasilan Paprika Bawang Merah
Bawang Putih
Cabe Merah
1 Kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster 3 4 6 6 4,75
2Kurangnya insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi
3 6 4 6 4,75
3Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)
6 6 5 6 5,75
4Kendala budaya perlunya perubahan dalam pendekatan anggota kluster dengan berbagai isu terkait dengan inovasi
1 6 4 6 4,25
5 Kurangnya semangat inovatif di perusahaan agroindustri 5 6 5 6 5,5
6 Kesenjangan antara perusahaan pertanian dan industri/perusahaan agro industri 5 6 4 6 5,25
7Produk pertanian diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang diperoleh sedikit
6 6 4 6 5,5
8 Status kepemilikan lahan yang terbatas dan semakin mengecil 6 6 5 6 5,75
9 Kualitas lahan sebagai media tanam yang semakin menurun 5 6 5 6 5,5
Sementara itu, dalam konteks isu ekspor, pihak manajemen klaster-manajemen klaster subsektor
hortikultura menilai bahwa 5 hal berikut ini sangat kuat dalam mempengaruhi perkembangan klaster
subsektor hortikultura:
1. Produk dari perusahaan hulu diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya
keuntungan yang diperoleh sedikit
2. Kesenjangan antara perusahaan hulu dan perusahaan eksportir
3. Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai
peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)
4. Kurangnya Insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi
5. Kualitas produk belum memenuhi strandar yang diinginkan
Tabel II-37. Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Hortikultura Terhadap Masalah Ekspor
No Masalah Klaster Komoditas Ekspor Skor
Rata-RataSeberapa Penting / setuju Indikator tersebut dalam menyumbang
keberhasilan Paprika Bawang Merah
Cabe Merah
1 Kebijakan yang kurang mendukung 2 2 5 3,00
2 Kurangnya Insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi 3 6 5 4,67
3 Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)
6 6 5 5,67
4 Kendala budaya perlunya perubahan dalam pendekatan anggota kluster dengan berbagai isu terkait dengan inovasi
1 2 5 2,67
5 Kurangnya semangat inovatif di perusahaan hulu 5 2 5 4,00
6 Kesenjangan antara perusahaan hulu dan perusahaan eksportir 6 6 5 5,67
107
Gambaran Umum Klaster
7 Produk dari perusahaan hulu diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang diperoleh sedikit
6 6 6 6,00
8 Kualitas produk belum memenuhi strandar yang diinginkan 1 6 6 4,33
9 Lainnya 0 0 0 0,00
D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan Klaster dan Replikasi
Faktor Kunci Klaster
Tiga faktor yang dinyatakan sebagai faktor kunci keberhasilan klaster, yaitu: inovasi, networking/
pengembangan jaringan dan kompetensi inti. Berikut adalah uraian tentang pengaruh akses pengetahuan
dan teknologi, budaya, manajerial dan finansial terhadap tiga faktor kunci pendukung keberhasilan klatser
di subsektor hortikultura:
Tabel II-38. Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Subsektor Hortikultura
Faktor Kunci Klaster Bawang Merah Cirebon
Klaster Bawang Putih Sembalun Klaster Cabai Maros Klaster Paprika Pasirlangu
a) Ino-vasi
1.Akses pengetahuan dan teknologi
Relatif mudah dan tertanam dalam jaringan dan relasi dengan stakeholders perguruan tinggi dan lembaga penelitian.
Relatif belum mudah
Relatif mudah dan tertanam dalam jaringan dan relasi dengan stakeholders perguruan tinggi dan lembaga penelitian.
Relatif mudah dan tertanam dalam jaringan dan relasi dengan stakeholders perguruan tinggi dan lembaga penelitian.
2. Budaya
Pihak pengurus KSU Nusantara Jaya memiliki sikap yang terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta kemauan untuk mengambil risiko dalam menerapkan suatu perubahan dan kebaruan yang dinilai akan membawa keuntungan/manfaat
Sikap keterbukaan terhadap perubahan dan kebaruan masih perlu dibangun
Sikap keterbukaan terhadap perubahan dan kebaruan masih perlu dibangun
Pihak pengurus Koperasi MSM dan para anggota memiliki sikap yang terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta kemauan untuk mengambil risiko dalam menerapkan suatu perubahan dan kebaruan yang dinilai akan membawa keuntungan/manfaat
3. Mana jerial
Pihak pengurus KSU Nusantara Jaya memiliki kapabilitas manajerial dalam mengelola penerapan inovasi dan dalam konteks penerapan cold storage, aspek ini sangat berpengaruh.
Kemampuan manajerial terkait inovasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah
Kemampuan manajerial terkait inovasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah
Pihak pengurus Koperasi MSM sudah memiliki kapabilitas manajerial dalam mengelola penerapan inovasi, terbukti dengan penerapan teknologi rumah kasa, dan usaha-usaha percobaan teknologi baru
4. Finansial
Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya inovasi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial, mengambil risiko terkalkulasi
Kemampuan pengelolaan keuangan terkait inovasi dan pengambilan risiko terkalkulasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah
Kemampuan pengelolaan keuangan terkait inovasi dan pengambilan risiko terkalkulasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah
Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya inovasi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial, mengambil risiko terkalkulasi
b) Net-working
1. TeknologiTidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking
Tidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking
Tidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking
Tidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking
2. Budaya
Sangat berpengaruh, pihak pengurus KSU Nusantara Jaya memiliki visi pengembangan jaringan yang kuat semenjak awal, sehingga menjadi bagian budaya pengurus untuk mengembangkan jaringan
Sikap dan motivasi untuk menjajaki peluang kerja sama baru perlu ditumbuhkan dan diasah
Sikap dan motivasi untuk menjajaki peluang kerja sama baru perlu ditumbuhkan dan diasah
Pengurus Koperasi MSM sudah memiliki sikap dan motivasi untuk menjajaki peluang kerja sama baru
108
Gambaran Umum Klaster
Faktor Kunci Klaster Bawang Merah Cirebon
Klaster Bawang Putih Sembalun Klaster Cabai Maros Klaster Paprika Pasirlangu
b) Net-working
3. Manajerial
Cukup berpengaruh, dalam pengembangan jaringan, perlu mengalokasikan sumber daya dan waktu
Kemampuan manajerial terkait networking masih perlu ditumbuhkan dan diasah
Kemampuan manajerial terkait networking masih perlu ditumbuhkan dan diasah
Cukup berpengaruh, dalam pengembangan jaringan, perlu mengalokasikan sumber daya dan waktu
4. Finansial
Berpengaruh, dalam pengembangan jaringan bisnis, kemauan mengambil dan mengelola risiko finansial penting.
Kemampuan pengelolaan keuangan terkait networking dan pengambilan risiko terkalkulasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah
Kemampuan pengelolaan keuangan terkait networking dan pengambilan risiko terkalkulasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah
Berpengaruh, dalam pengembangan jaringan bisnis, kemauan mengambil dan mengelola risiko finansial penting.
c) Kom-pe tensi Inti
1. Teknologi
Berpengaruh dalam membentuk kompetensi inti, teknologi dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas produk dan kerja
Berpengaruh dalam membentuk kompetensi inti, teknologi dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas produk dan kerja
Berpengaruh dalam membentuk kompetensi inti, teknologi dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas produk dan kerja
Berpengaruh dalam membentuk kompetensi inti, teknologi dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas produk dan kerja
2. Budaya
Berpengaruh, sikap terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta mau belajar, mengadopsi hal baru yang dapat memberi manfaat untuk peningkatan kualitas dan produktivitas produk dan kerja
Berpengaruh, sikap terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta mau belajar, mengadopsi hal baru yang dapat memberi manfaat untuk peningkatan kualitas dan produktivitas produk dan kerja
Berpengaruh, sikap terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta mau belajar, mengadopsi hal baru yang dapat memberi manfaat untuk peningkatan kualitas dan produktivitas produk dan kerja
Berpengaruh, sikap terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta mau belajar, mengadopsi hal baru yang dapat memberi manfaat untuk peningkatan kualitas dan produktivitas produk dan kerja
3. ManajerialBerpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi
Berpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi
Berpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi
Berpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi
4. Finansial
Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang akan meningkatkan kompetensi
Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang akan meningkatkan kompetensi
Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang akan meningkatkan kompetensi
Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang akan meningkatkan kompetensi
Di dalam Klaster Bawang Merah yang dikelola oleh Koperasi Nusantara Jaya, inovasi terjadi, yaitu inovasi
teknologi budidaya (on farm) berupa penerapan teknologi perangkap serangga dengan lampu dan
teknologi pemupukan organik dan inovasi teknologi penanganan pasca panen (off farm) berupa penerapan
penyimpanan dingin (cold storage) untuk memperpanjang umur ekonomi bibit dan Bawang Merah.
Secara simultan empat faktor pendukung/penghambat utama inovasi dalam klaster, yaitu akses pengetahuan
dan teknologi, budaya, manajerial dan finansial saling mempengaruhi dalam mendukung terwujudnya
penerapan satu inovasi. Seperti dalam kasus penerapan teknologi cold storage, pihak Koperasi Nusantara
109
Gambaran Umum Klaster
Jaya adalah salah satu pihak penerima bantuan Kementerian Pertanian yang secara kelembagaan dan
manajerial menyatakan siap untuk mengelola pemanfaatan cold storage ini secara profesional. Koperasi
Nusantara Jaya bermitra dengan pihak swasta dalam mengelola usaha cold storage ini dan sedang
mengembangkan model bisnis.
Saat ini pihak Koperasi sedang mengawali eksperimen dengan pemupukan organik. Teknologi perangkap
serangga dengan lampu terbukti efektif menghalau hama serangga di malam hari.
Dalam Klaster Bawang Merah Cirebon, networking bisnis dan non bisnis terjadi. Dalam kurun waktu 2
tahun pembinaan KPw BI Cirebon, pada tahun kedua program pengembangan klaster, KPw BI Cirebon
salah satunya memfokuskan pada fasilitasi akses pemasaran, fasilitasi pengembangan jaringan baik
dengan instansi pemerintah terkait, asosiasi maupun pelaku pasar formal dan fasilitasi akses perbankan.
BI turut juga memfasilitasi terbentuknya Dewan Bawang Nasional, yang merupakan asosiasi payung
perbawangmerahan nasional yang menaungi semua stakeholders Bawang Merah nasional. Hasil dari
fasilitasi pembentukan kemitraan usaha dan non usaha ini adalah terwujudnya kontrak dengan dua pelaku
pasar, yaitu satu perusahaan impor benih asal Filipina yang sekaligus eksportir dan satu perusahaan ekspor.
Koperasi Nusantara Jaya semakin mampu dalam memantapkan hubungan bisnis dengan para pemasoknya,
pembeli dan penyedia jasa usaha terkait. Koperasi Nusantara Jaya juga telah berhasil menarik minat para
stakeholders terkait untuk bermitra dalam memajukan Bawang Merah nasional. Pihak manajemen menilai
bahwa faktor-faktor berikut dapat mendukung dan menghambat networking dalam klaster adalah secara
simultan sebagai berikut: (1). Budaya (2) Finansial; (3) Manajerial dan (4) Teknologi.
Klaster Bawang Merah Ender memiliki kompetensi inti yang diperlukan untuk mempertahankan dan
mengembangkan usaha tani Bawang Merah. Kompetensi inti budidaya Bawang Merah dilakukan oleh
pelaku usaha tani dan pengembangan budidaya difasilitasi oleh pihak koperasi. Koperasi Nusantara Jaya,
sebagai pengelola klaster berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi dan keahlian inti usaha tani
Bawang Merah, di mana klaster berkontribusi terhadap peningkatan yang terjadi melalui intervensi pelayanan
terpadu yang mencakup pembinaan usaha dan budidaya dan pelembagaan sistem usaha Bawang Merah
terintegrasi dengan induk koperasi yang meliputi penyediaan benih dan saprodi, penyediaan pembiayaan,
pengelolaan pasca panen dan pemasaran Bawang Merah. Pelayanan terpadu ini disosialisasikan dan
berusaha diterapkan kepada para pelaku usaha tani dengan pendekatan pendampingan dan pembinaan
langsung. Koperasi Nusantara Jaya juga semakin memantapkan kemampuan/kapabilitas bisnisnya dalam
penyediaan benih dan saprodi yang dapat diandalkan petani, pembinaan dan penyuluhan tentang usaha
tani Bawang Merah, pengelolaan pasca panen dan pemasaran. Menurut pengurus Koperasi Nusantara Jaya,
faktor-faktor berikut dapat mendukung dan menghambat kompetensi inti dalam klaster secara simultan
sebagai berikut: (1). Teknologi (2) Budaya; (3) Manajerial dan (4) Finansial.
Dalam klaster Bawang Putih Sembalun motivasi masyarakat untuk menanam Bawang Putih masih sangat
tinggi karena sudah dilakukan secara turun temurun, sehingga ketika petani tidak menanam Bawang
Putih dalam satu tahun, mereka merasa ada yang kurang. Namun demikian belum terjadi inovasi
dalam pengembangannya. Hal ini tentunya merupakan modal sosial, atau titik tolak yang kuat dalam
mengembangkan komoditas ini lebih lanjut. Kompetensi inti budidaya Bawang Putih telah ada dan terasah
secara turun temurun. Inovasi yang diharapkan oleh petani adalah penerapan jadwal atau siklus budidaya
dalam setahun, yang dapat menjaga stabilitas pasokan dan harga Bawang putih sehingga tidak mengalami
kelebihan suplai. Inovasi seperti ini yang mereka harapkan dan yang mendorong keberhasilan inovasi
110
Gambaran Umum Klaster
tersebut menurut mereka ada 2 yaitu budaya dan manajerial. Manajerial dalam hal ini adalah perlunya
seorang pelopor/pionir yang memulai, melihat hasilnya, sukses dan banyak yang akan mengikuti jejak
tersebut.
Networking usaha dan non usaha belum banyak terjadi. Kerjasama antar wilayah (daerah) masih dilakukan
terutama terkait pengadaan benih ketika panen melimpah. Ketersediaan benih di tingkat petani akan
diperjualbelikan terutama dengan Tegal dan Pemalang. Menurut petugas PPL dari dinas pengusaha di Tegal
dan Pemalang, mereka membeli langsung ke petani terutama jenis Sangga sembalun dan Lumbu Ijo. Begitu
juga dalam networking, faktor kapabilitas manajerial sangat diperlukan misalnya manajer/ketua Gapoktan/
Poktan diharapkan memiliki jaringan yang luas dan memiliki kemampuan bernegosiasi sehingga dapat
mendukung networking.
Inovasi telah terjadi di klaster Cabai Maros, yaitu penerapan cara budidaya organik, yang mampu menghasilkan
komoditas Cabai dengan nilai yang lebih tinggi dari cabai jenis lain di pasaran dan pengolahan saus cabai.
Khusus untuk pengolahan saus cabai, walaupun telah terdapat bantuan dari Bank Indonesia berupa
sarana pengolahan, namun produksi saus tersebut belum dalam skala ekonomi dan juga belum memenuhi
unsur kelayakan produksi (GMP), sehingga masih perlu penambahan pengetahuan GMP, pengetahuan
pengelolaan produksi saus cabai dan networking pemasaran yang bisa didapatkan melalui pelatihan atau
studi banding. Terkait inovasi, faktor manajerial dan finansial merupakan faktor-faktor penghambat dan
pendukung yang kritis dalam konteks klaster Cabai Maros
Terkait dengan networking, LKMA Koperasi Tanralili telah berhasil memfasilitasi transaksi antara pedagang
lokal, antar pulau dengan kelompok tani anggotanya termasuk mekanisme transaksi dan pengirimannya.
Terlepas dari pencapaian pengembangan jaringan usaha ini, kapabilitas LKMA Koperasi Tanralili dalam hal
networking, negosiasi bisnis dan penetrasi pasar masih perlu ditingkatkan. Komunikasi dengan perusahaan
industri, eksportir dan konsumen tentang kebutuhan pasokan bahan baku atau bahan olahan harus segera
dimulai.
Kompetensi inti budidaya cabai organik (on farm) telah terbentuk selama kurun waktu 2 tahun program
Satu Kecamatan Satu Komoditas Unggulan. Pengembangan kompetensi budidaya ini harus dilakukan
bersamaan dengan pengembangan kompetensi LKMA Koperasi Tanralili sebagai penyedia sarana produksi,
simpan pinjam, fasilitasi pemasaran dan sekolah lapang pertanian. LKMA Koperasi Tanralili belum memiliki
dokumen rencana definitif kegiatan (RDK) sebagai arah dan acuan organisasi. Secara keseluruhan kapabilitas
berorganisasi dan manajemen usaha LKMA Koperasi Tanralili masih perlu ditingkatkan.
Inovasi yang pada akhirnya memajukan usaha tani paprika terjadi di klaster Pasirlangu ini. Inovasi ini
diusahakan oleh para pelaku usaha tani itu sendiri, baik yang diselenggarakan dalam wadah koperasi, per
individu/usaha tani ataupun wadah usaha lain seperti kelompok tani lain. Inovasi utama yang terjadi di
klaster Pasirlangu ini adalah inovasi berupa aplikasi/penerapan teknologi budidaya paprika yang diinisiasi oleh
pihak Balitsa atas permintaan para petani paprika. Inovasi ini lahir dari proses penelitian dan pengembangan
selama 5 tahun yang dilakukan secara kolaboratif dengan petani paprika Pasirlangu. Proses R&D selama 5
tahun menghasilkan kesimpulan dan saran untuk menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT)
dalam mengatasi organisme pengganggu tumbuhan (OPT), berupa aplikasi rumah kasa secara hidroponik.
Inovasi budidaya ini menyumbang peningkatan produktivitas yang tadinya hanya 2-3 kilogram per pohon
paprika menjadi 3-4 kilogram per pohon paprika.
111
Gambaran Umum Klaster
Dalam klaster ini terdapat semangat inovasi dan kolaborasi dalam hal pengembangan teknologi budidaya
melalui kegiatan eksperimen/percobaan penerapan teknologi/tata cara budidaya paprika yang baru secara
kolektif melalui penyelenggaraan demonstration plot yang diadakan secara bergilir di setiap Green House
petani paprika yang secara sukarela mau dijadikan ajang eksperimen.
Menurut pengurus Koperasi MSM, faktor-faktor pendukung utama inovasi dalam klaster adalah secara
berurut sebagai berikut: (1). Akses pengetahuan dan teknologi; (2) Manajerial; (3) Finansial dan (4) Budaya.
Selama 20 tahun keberadaannya, klaster ini telah berhasil mengembangkan jaringan (networking) dan
kemitraan usaha dengan para pelaku pasar terkait, membentuk dan mengembangkan pola rantai nilai paprika
yang khas, sebagaimana dapat dilihat pada gambaran rantai nilai paprika Pasirlangu. Terdapat pertumbuhan
jumlah pelaku pasar yang terlibat dalam rantai nilai paprika Pasirlangu, berikut juga pertumbuhan jumlah
hubungan usaha (business relation). Setiap hubungan usaha ini mengalami perkembangan transaksi bisnis
yang dinamis dan dinegosiasikan secara terus menerus oleh kedua belah pihak berdasarkan persepsi akan
biaya dan manfaat yang diperoleh masing-masing pihak dalam hubungan bisnis ini. Hubungan-hubungan
usaha ini ada yang diselenggarakan secara terikat (kontrak bisnis) dan tidak terikat. Perkembangan jaringan
dan kemitraan usaha meningkat seiring dengan pertumbuhan permintaan dari waktu ke waktu.
Selain mengembangkan jaringan dan kemitraan usaha, Koperasi MSM juga mengembangkan jaringan dan
kemitraan dengan pihak-pihak stakeholders non usaha yang terkait dengan pengembangan usaha dan
peningkatan kapasitas SDM dalam hal peningkatan budidaya paprika (produksi), pengembangan pemasaran
paprika, penguatan kelembagaan koperasi, peningkatan manajemen usaha koperasi dan lain-lain.
Koperasi MSM juga menjalin kerja sama dengan pengelola klaster lain, seperti kelompok tani (KELTAN) dan
gabungan kelompok tani (GAPOKTAN) yang berada di Pasirlangu. Kerja sama ini mencakup kerja sama
dalam hal pemasaran, di mana kalau pihak Koperasi MSM dapat membeli paprika dari keltan, seperti Dewa
Family (sebuah kelompok tani yang juga berpengaruh di Pasirlangu), dan juga sebaliknya.
Kerja sama ini dilakukan secara informal dan mengalir dalam keseharian kehidupan para pelaku usaha di
Pasirlangu. Tukar pengetahuan dan informasi terjadi dalam ajang pertemuan formal dan informal, baik
yang diselenggarakan oleh Koperasi MSM, Gapoktan ataupun dalam keseharian.
Menurut pengurus Koperasi MSM, faktor-faktor pendukung utama networking dalam klaster adalah secara
berurut sebagai berikut: (1). Budaya (2) Finansial; (3) Manajerial dan (4) Teknologi. Salah satu kompetensi
dan keahlian yang terbentuk kuat adalah kompetensi budidaya paprika, yang dicirikan dengan kemauan
kuat petani untuk belajar dan melakukan perubahan bila diperlukan, keterbukaan terhadap pengetahuan
baru dan di sebagian petani, terjadi pengambilan risiko untuk menerapkan tata cara/teknologi budidaya
baru.
Koperasi MSM telah berhasil mengembangkan suatu tata kelola usaha klaster yang menaungi 108
anggotanya dalam memproduksi dan memasarkan paprika dengan volume sekitar 30-60 ton per bulan.
Para anggota, yaitu para petani (pengusaha tani paprika) fokus pada kerja produksi dan perlakuan pasca
panen sebelum dipasok ke Koperasi MSM. Koperasi MSM melakukan fungsi kerja pengolahan pasca panen
lanjutan untuk didistribusikan lebih lanjut ke para pembeli. Keanggotaan Koperasi MSM bersifat mengikat,
di mana anggota wajib memasok semua hasil produksinya ke Koperasi MSM. Fungsi kerja/usaha lain yang
dilakukan Koperasi MSM adalah pengadaan dan penjualan benih serta sarana produksi tani (saprotan)
112
Gambaran Umum Klaster
dengan harga bersaing. Salah satu bentuk pelayanan Koperasi MSM terhadap anggotanya adalah pasokan
benih dan saprotan yang dapat diandalkan dengan mekanisme pembayaran pasokan ini melalui pemotongan
harga pembelian paprika oleh Koperasi MSM.
Menurut pengurus Koperasi MSM, faktor-faktor pendukung utama kompetensi inti dalam klaster adalah
secara berurut sebagai berikut: (1). Teknologi (2) Manajerial; (3) Finansial dan (4) Budaya.
Faktor Keberhasilan Klaster
Penilaian responden klaster sub sektor hortikultura terhadap faktor keberhasilan klaster dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
113
Gambaran Umum Klaster
Tab
el II
-39.
Pen
ilaia
n R
esp
on
den
ter
had
ap F
akto
r K
eber
has
ilan
pad
a Su
bse
kto
r H
ort
iku
ltu
ra
NO
Kebe
rada
an In
dika
tor
yang
men
yum
bang
ke
berh
asila
n A
da/
Tida
kPa
prik
aBa
wan
g M
erah
Baw
ang
Puti
hCa
bai
Rer
ata
MK
SK-1
SK-2
SK-3
MK
SK-1
SK-2
SK-3
MK
SKM
KSK
-1SK
-2
1Te
rdap
at N
etw
orki
ng d
an k
emitr
aan
Ada
66
65
66
56
66
55
5
5,
62
2Te
rdap
at m
odal
sos
ial y
ang
kuat
Ada
66
66
65
56
45
56
6
5,
54
3Te
rdap
at b
asis
inov
asi y
ang
kuat
(R&D
ting
gi)
Ada
66
43
65
34
45
56
6
4,
85
4Ke
pem
impi
nan
dan
visi
bers
ama
Ada
46
65
65
56
44
45
4
4,
92
5Te
rdap
at k
ompe
tens
i/kea
hlia
n ya
ng k
uat
Ada
55
56
55
46
44
56
6
5,
08
6Sp
esia
lisas
iAd
a6
45
55
54
54
55
66
5,00
7In
frast
rukt
ur y
ang
mem
adai
Ada
44
44
65
35
56
46
5
4,
69
8Te
rdap
at p
erus
ahaa
n be
sar
Ada
44
34
64
26
45
11
1
3,
46
9Bu
daya
kew
iraus
ahaa
n ya
ng k
uat
Ada
65
35
65
56
44
13
3
4,
31
10Ke
deka
tan
deng
an p
emas
okAd
a6
56
66
44
65
55
56
5,31
11Ak
ses
pada
sum
ber k
euan
gan
Ada
46
54
66
56
44
13
3
4,
38
12Ak
ses
ke ja
sa s
pesia
lisAd
a4
55
66
64
54
41
55
4,62
13Ak
ses
pasa
rAd
a6
66
56
65
66
65
53
5,46
14Ak
ses
terh
adap
jasa
pen
duku
ng b
isnis
Ada
53
46
66
46
54
54
3
4,
69
15Pe
rsai
ngan
Ada
55
46
63
45
45
54
4
4,
62
16Ak
ses
info
rmas
i (Pa
sar,
tekn
olog
i dll)
Ada
65
66
55
56
65
45
5
5,
31
114
Gambaran Umum Klaster
Rerata penilaian responden manajemen dan stakeholder klaster subsektor hortikulutura menunjukan
bahwa 13 dari 16 faktor keberhasilan klaster berada pada kategori penilaian sangat penting. sebesar 5 pada
skala 6. Penilaian terbesar ada pada indikator terdapat networking dan kemitraan, selanjutnya Terdapat
modal sosial yang kuat, dan akses pasar. Sedangkan 3 faktor yaitu akses pada sumber keuangan, budaya
kewirausahaan yang kuat, dan terdapat perusahaan besar, berada pada kategori penting dengan nilai di
antara (3-4,5) pada skala 6. Secara lengkap, urutan penilaian responden terhadap indikator keberhasilan ini
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar II-40. Peringkat Faktor Keberhasilan Rerata Subsektor Hortikultura
Replikasi Klaster
Menurut pihak Koperasi Nusantara Jaya, klaster yang dikembangkan sudah cukup berhasil. Pihak pengurus
Koperasi Nusantara Jaya menyatakan bahwa sejauh ini mereka telah mencapai angka 7 dari angka 10
yang ingin mereka capai. Sampai saat ini, Koperasi Nusantara Jaya belum menetapkan pengukuran secara
kuantitatif untuk kinerja-kinerja pencapaian, namun pihak koperasi berpegang pada empat (4) indikator
keberhasilan utama mereka: (1) Petani tidak mengalami kerugian, bahkan dapat meningkatkan kapasitas
usaha mereka; (2) Petani melaksanakan saran/rekomendasi teknologi budidaya yang dianjurkan koperasi;
(3) Kepercayaan petani meningkat terhadap koperasi dalam hal penyediaan benih bermutu dan (4) Kegiatan
pemasaran berhasil.
Pihak mitra usaha, Bank Bukopin menilai Koperasi Nusantara Jaya berhasil dalam kinerja peningkatan
penyaluran dan nilai pembiayaan usaha para petani. Setiap tahunnya terjadi peningkatan nilai pembiayaan
yang dimanfaatkan oleh para pelaku usaha tani. Koperasi Nusantara Jaya juga mulai berhasil mencatatkan
keuntungan dari usaha simpan pinjam pada periode 2010-2011. Koperasi Nusantara Jaya juga dinilai
berhasil dalam mengelola masalah ketertunggakan pembayaran kembali pinjaman permodalaan para
pelaku usaha tani.
115
Gambaran Umum Klaster
Pihak Bank Indonesia menilai salah satu keberhasilan Koperasi Nusantara Jaya adalah dengan mulainya
koperasi ini dikenal sebagai sentra bawang merah yang berhasil pada tingkat nasional. Pengurus Koperasi
Nusantara Jaya adalah salah satu penggagas berdirinya Dewan Bawang Merah Nasional (DEBNAS), di mana
Bank Indonesia juga turut serta memfasilitasi pendirian dewan perbawang merahan Indonesia ini. Dewan
Bawang Merah Nasional dimaksudkan sebagai wadah koordinasi dan sinergi bagi seluruh stakeholders
agribisnis dan agroindustri yang berbasis Bawang Merah baik sebagai organisasi atau perorangan, meliputi
pelaku usaha tani/petani, pedagang, pelaku industri dan jas terkait, eksportir, akademisi, peneliti, konsumen,
pemerhati dan pihak pemerintah. DEBNAS memiliki tujuan untuk mendorong terciptanya tata kelola usaha
Bawang Merah yang kondusif untuk kesejahteraan para pelaku usaha tani dan masyarakat. Misi utama
DEBNAS adalah mewujudkan agribisnis Bawang Merah yang terintegrasi, modern, efisien dan berkelanjutan
serta ramah lingkungan dalam kerangka swasembada Bawang Merah Indonesia dan mewujudkan tata
niaga Bawang Merah yang transparan dan adil bagi semua pihak.
Pendekatan pengembangan usaha Bawang Merah yang diramu dan dilaksanakan oleh Koperasi Nusantara
Jaya mulai menjadi model acuan pengembangan agribisnis Bawang Merah di lokasi lain di Indonesia. Salah
satu kerja sama terkait diseminasi model pengembangan agribisnis Bawang Merah ini di daerah lain di
Indonesia adalah dengan Pemerintah Kabupaten Kampar Riau. Para pelaku usaha tani terpilih di Kabupaten
Cirebon yang sebagian besar merupakan anggota Koperasi Nusantara Jaya dikirim ke Kabupaten Kampar
sebagai pelatih dan pendamping pengembangan agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Kampar Riau.
Menurut manajemen klaster dan stakeholders terkait, replikasi memungkinkan untuk dilakukan, dalam
konteks pengembangan klaster komoditas yang sama, dengan alasan banyak wilayah di Indonesia memiliki
karakteristik alam yang mendukung untuk penerapan budidaya Bawang Merah. Saat ini pihak Koperasi
Nusantara Jaya juga sedang terlibat dalam pengembangan sentra Bawang Merah di daerah Kadipaten
Majalengka. Pemerintah Kabupaten Majalengka memiliki visi untuk mengembangkan model pengelolaan
agribisnis Bawang Merah terpadu yang serupa dengan model Koperasi Nusantara Jaya. Bank Indonesia
Perwakilan Cirebon menyatakan bahwa mereka mendukung visi ini dan sedang menjajaki untuk melakukan
intervensi pengembangan klaster di Majalengka. Bank Indonesia melihat replikasi klaster Bawang Merah di
banyak daerah di Indonesia dapat mendukung terciptanya suatu kondisi pasokan Bawang Merah nasional
yang andal sehingga dapat berkontribusi dalam mengendalikan inflasi di daerah ataupun nasional. Menurut
pihak manajemen klaster, kelembagaan klaster, manajemen produksi dan teknologi dalam klaster serta
pengembangan SDM klaster adalah 3 hal yang dapat direplikasi di lokasi sentra Bawang Merah lain,
pemasaran klaster dan modal sosial klaster juga namun bukan prioritas jawaban. Pihak Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Cirebon menyatakan bahwa kelembagaan klaster, manajemen produksi dan teknologi
dalam klaster serta modal sosial klaster dapat direplikasi, di mana marketing klaster dan pengembangan
SDM klaster juga dapat direplikasi namun bukan prioritas jawaban. Pihak Pihak Bukopin menyatakan bahwa
kelembagaan klaster, manajemen produksi dan teknologi dalam klaster, marketing klaster dan modal sosial
klaster dapat direplikasi.
Bank Bukopin pernah menjadikan Koperasi Nusantara Jaya sebagai objek studi banding dalam rangka
replikasi model pembiayaan pertanian berbasis komoditas di Makassar untuk padi dan di Jember untuk
jagung.
116
Gambaran Umum Klaster
Menurut manajemen dan stakeholders terkait, budaya dan perilaku pelaku usaha serta dukungan
pemerintah/stakeholders merupakan dua faktor kunci yang menjadi penentu keberhasilan suatu replikasi
pendekatan/model pengembangan klaster, dengan asumsi untuk direplikasikan pada klaster yang serupa
(asumsi persyaratan teknis, keberadaan sarana dan prasarana terpenuhi dan ketersediaan SDM klaster).
Keberhasilan klaster Bawang Putih Sembalun dilihat berbeda oleh dua sudut pandang, yaitu Gapoktan
dan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur. Menurut Gapoktan, keberhasilan tidak
hanya bisa dilihat dari produksi komoditas Bawang Putih, namun perlu melihat siklus tanam secara utuh
dalam setahun dan komoditas apa saja yang diusahakan oleh petani. Karena jika dibandingkan dengan
kondisi 20 tahun yang lalu, ada banyak perbedaan. Di mana pola tanam di masa lalu lebih ke monokultur
dengan menggunakan pupuk dan obat-obatan secara intensif. Saat ini pola tanam rotasi lebih banyak
dilakukan. Di masa lalu, peran pemerintah cukup besar, baik pemerintah pusat ataupun daerah, melalui
berbagai bantuan dan subsidi. Dinas menyatakan bahwa pengembangan klaster berhasil karena sejauh
ini pihak dinas berhasil membuat SOP budidaya yang baik dan petani mampu menerapkan panduan ini
dengan baik untuk komoditas bawang putih. Beberapa kali ada kunjungan studi banding dari pemerintah
dan pelaku di Pulau jawa untuk belajar dan melihat proses di Sembalun. Alasan lainnya adalah daerah lain
seperti Bima akan menjadi area pengembangan bawang putih yang baru dan diinisiasi oleh Kementerian
Pertanian dengan suplai benih dari Sembalun. Dalam konteks replikasi, Dinas Pertanian dan Perkebunan
juga akan mengembangkan/menanam bawang putih di dataran yang lebih rendah (dibawah 1000 m.dpl),
yaitu antara 800-900 m.dpl.
Terkait dengan keberhasilan klaster, walaupun organisasi LKMA Koperasi Tanralili belum berjalan dengan
baik, namun prakarsa tersebut telah memperlihatkan hasil yang cukup baik, sehingga perlu terus-menerus
dilakukan perbaikan dan perkuatan. Beberapa hal yang dapat direplikasi di tempat lain diantaranya
manajemen produksi dan teknologi dalam klaster serta modal sosial klaster dan pengembangan SDM
klaster, hal ini berdasarkan hasil wawancara langsung dengan anggota klaster dimana keberhasilan yang
menonjol dalam program tersebut adalah meratanya pengetahuan budidaya cabai dengan adanya sekolah
lapang pertanian dan kekompakan petani dalam mengikuti jadwal persiapan dan penanaman cabai.
Menurut stakeholders terkait, pengembangan klaster paprika ini sudah dapat dinyatakan cukup berhasil,
dalam konteks di mana tidak ada lagi ekspor paprika yang ditolak, baik yang ke Taiwan ataupun Singapura,
para pelaku usaha tani dapat meningkatkan tingkat pendapatan dan pada akhirnya tingkat kesejahteraan
hidupnya dan multiplier effect/dampak ekonomi lain seperti penyerapan tenaga kerja, tumbuhnya pelaku
usaha baru baik pelaku usaha inti ataupun penunjang.
Menurut pihak pengurus Koperasi Mitra Suka Maju, mewakili para anggota, menyatakan bahwa pihak
pelaku usaha tani merasa sangat terbantu dengan program yang pernah dikembangkan dan dijalankan
oleh Balitsa dan Bank Indonesia.
Menurut stakeholders terkait, replikasi memungkinkan untuk dilakukan, dalam konteks pengembangan
klaster komoditas yang sama, dengan alasan banyak wilayah di Indonesia memiliki karakteristik yang
mendukung untuk penerapan budidaya paprika. Kesulitan atau kemudahan replikasi akan sangat
tergantung pada banyak faktor. Pihak Bank Indonesia Perwakilan Bandung menyoroti soal budaya dan
perilaku masyarakat sebagai yang paling menentukan dalam pengembangan klaster.
117
Gambaran Umum Klaster
Menurut stakeholders terkait, budaya dan perilaku pelaku usaha serta dukungan pemerintah/stakeholders
merupakan dua faktor kunci yang menjadi penentu keberhasilan suatu replikasi pendekatan/model
pengembangan klaster, dengan asumsi untuk direplikasikan pada klaster yang serupa (asumsi persyaratan
teknis, keberadaan sarana dan prasarana terpenuhi dan ketersediaan SDM klaster)
E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster
Dampak Kualitatif
1) Penilaian Manajemen Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para pengelola klaster subsektor hortikultura:
Tabel II-40. Penilaian Manajeman Klaster Atas Dampak Kualitatif
No Dampak Kualitatif Klaster dari indikator keberhasilan Klaster dan tingkat kepentingannya
Skor
Paprika Bawang Merah
Bawang Putih Cabai Rata-
rata
1 Anggota Klaster merasa nyaman dengan klaster 5 5 5 5 5
Dam
pak
Adan
ya K
last
er M
enga
kiba
tkan
2a meningkatkan jumlah tenaga kerja 6 6 5 5 5,5
2b menciptakan usah / pengusaha baru 6 6 5 5 5,5
2c Iklim usaha yang kondusif 5 6 4 5 5
2d Perpanjangan tangan dari jasa dan kegiatan anggota klaster 5 6 4 5 5
2e Hubungan yang lebih erat antara industri dan akademisi 5 6 4 4 4,75
2f Secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya 6 6 5 5 5,5
2g komunikasi lebih lancar dan mapan dengan pembuat kebijakan 4 6 4 4 4,5
2h Pelatihan secara khusus / terspesialisasi 5 6 5 6 5,5
2i Peningkatan produktivitas 5 6 5 5 5,25
2j Peningkatan efisiensi 4 6 4 5 4,75
2kSarana dan prasarana lebih memadai (jalan,listrik, air, kesehatan, dan fasilitas dan jasa layanan publik
5 6 4 5 5
2lPeningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana ibadah, dan kesehatan
5 6 3 4 4,5
3 Jumlah anggota klaster meningkat 6 6 5 6 5,75
4 klaster telah menarik perusahaan-perusahaan baru di wilayahnya 5 6 4 4 4,75
5 Teknologi baru telah muncul melalui klaster 5 6 4 5 5
Lima dampak kualitatif yang paling dirasakan oleh pihak manajemen klaster secara berturut-turut adalah:
jumlah anggota klaster meningkat (5,75), meningkatkan jumlah tenaga kerja (5,5), menciptakan usaha/
pengusaha baru (5,5), secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya (5,5), pelatihan
secara khusus terspesialisasi (5,5). Sementara itu empat dampak kualitatif yang paling rendah penilaiannya
adalah komunikasi lebih lancar dan mapan dengan pembuat kebijakan (4,5), hubungan yang lebih erat
antara industri dan akademisi (4,75), peningkatan efisiensi (4,75) dan klaster telah menarik perusahaan-
perusahaan baru di wilayahnya (4,75). Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa klaster memberikan
dampak sangat kuat dimana seluruh indikator dinilai pada kisaran 4,5-6.
118
Gambaran Umum Klaster
2) Penilaian Pelaku Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para pelaku inti dalam klaster subsektor
hortikultura:
Tabel II-41. Penilaian Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif
No Persepsi Pelaku Klaster terhadap indikator
Skor
Rata-rataPaprika Bawang
MerahBawang
Putih Cabai
PK-1 PK-2 PK-1 PK-2 PK-1 PK-1 PK-2
1 Merasa nyaman bergabung dengan Klaster 6 5 6 5 5 5 6 5.43
2 Penambahan jumlah asset usaha 6 5 5 3 4 4 6 4.71
3 Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus / terspesialisasi 6 5 6 6 5 5 6 5.57
4 Produk lebih inovatif 5 6 5 4 4 5 5 4.86
5 Kemitraan yang lebih solid dan transparan 5 4 6 5 5 6 6 5.29
6 Peningkatan produksi dan penjualan 6 5 6 4 5 5 4 5.00
7 Kemudahan untuk memperoleh bahan baku 6 5 6 5 4 5 5 5.14
8 Kemudahan memasarkan produk 6 6 6 5 5 5 5 5.43
9 Kemudahan akses lembaga 5 5 6 5 4 2 4 4.43
10 Permasalahan yang dihadapi lebih cepat teratasi 5 5 6 4 4 2 6 4.57
11 Adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha 6 5 6 4 4 4 5 4.86
Lima indikator dampak kualitatif yang dirasa paling kuat oleh para pelaku klaster subsektor hortikultura
adalah:
1. Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus / terspesialisasi (5,57)
2. Merasa nyaman bergabung dengan klaster & Kemudahan memasarkan produk (5,43)
3. Kemitraan yang lebih solid dan transparan (5,29)
4. Kemudahan untuk memperoleh bahan baku (5,14)
5. Peningkatan produksi dan penjualan (5)
3) Penilaian Stakeholder Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para stakeholders dalam klaster subsektor
hortikultura:
119
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-42. Penilaian Stakeholder Atas Dampak Kualitatif
NoDampak Kualitatif Klaster dari
Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya
Skor
Rata-rataPaprika Bawang Merah Bawang
Putih Cabai
SK-1 SK-2 SK-2 SK-1 SK-2 SK-2 SK-1 SK-1 SK-2
1Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya
6 6 6 6 6 5 6 6 6 5.89
Deng
an a
dany
a kl
aste
r men
gaki
batk
an 2memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar
6 5 5 6 4 5 5 6 6 5.33
3Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar
6 6 5 6 5 5 6 6 6 5.67
4 Iklim usaha yang kondusif 6 5 5 6 4 5 4 6 6 5.22
5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)
5 5 6 5 3 5 3 6 6 4.89
6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)
5 6 6 5 3 5 2 6 6 4.89
Lima indikator dampak kualitatif yang dirasa paling kuat oleh para pelaku klaster subsektor hortikultura
adalah:
1. Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya (5,89)
2. Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar (5,67)
3. Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar (5,33)
4. Iklim usaha yang kondusif (5,22)
5. Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)
& Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan) (4,89)
Tiga indikator dampak kualitatif yang dirasa paling kuat oleh para stakeholders subsektor hortikultura
adalah:
1. Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya (5,89)
2. Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar (5,67)
3. Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar (5,33)
4) Penilaian Non Pelaku Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para non pelaku klaster pada subsektor
hortikultura:
120
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-43. Penilaian Non Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif
No Manfaat Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya
Skor
Rata-rata
Paprika Bawang Merah
Bawang Putih Cabai
NPK-1
NPK-2
NPK-1
NPK-2 NPK-1 NPK-
1
1 Merasa nyaman tinggal di lokasi / sekitar lokasi klaster 6 6 6 6 6 5 5,83
Deng
an a
dany
a kl
aste
r m
enga
kiba
tkan
2 memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 6 5 4 6 6 5 5,33
3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 4 5 4 6 6 5 5,00
4 iklim usaha yang kondusif 5 5 5 6 5 5 5,17
5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)
3 4 4 5 3 6 4,17
6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)
3 4 3 5 2 4 3,50
7 Reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik 6 5 5 5 5 5 5,17
Rerata penilaian non pelaku klaster terhadap dampak klaster, untuk indikator peningkatan pelayanan
klaster dan sarana dan prasarana lebih memadai menunjukan dampak yang kuat. Sementara lima indikator
lain menunjukan dampak sangat kuat (nilai 5-5,83).
Dampak Kuantitatif
Kajian ini juga berupaya untuk mengukur sejumlah indikator dampak kuantitatif dari keberadaan klaster,
sebagaimana dirangkum dalam tabel berikut:
Tabel II-44. Dampak Kuantitatif Pengembangan Klaster
No DampakKlaster Bawang Merah Klaster Bawang Putih Klaster Cabai Klaster Paprika
Awal Fasilitasi Saat Ini Awal
Fasilitasi Saat Ini Awal Fasilitasi
Saat Ini
Awal Fasilitasi Saat Ini
1Jumlah Anggota yang masuk ke dalam klaster (entitas)
22 360 0 120 100 214 10 108
2 Jumlah Tenaga Kerja 6.240 37.440 0 240
3 Jumlah usaha/pengusaha baru N/A N/A 0 0 1 5 N/A N/A
4Jumlah jasa dan kegiatan untuk anggota klaster (unit)
3 7 0 0 0 1 4 8
5 Jumlah industri mitra (entitas) 0 2 0 0 0 0 0 0
6Jumlah akademisi mitra (institusi)
0 2 0 0 1 2 0 1
7 Total jumlah investasi anggota 0 0 040 jt Rp.
5.000 Rp/bl
15.000 Rp./bln
8 Jumlah pelatihan secara khusus 3 11 0 0 0 2 0 1
9 Jumlah produksi (volume/bulan)100 ton/
bln200 ton/blnbulan
N/A324 ton/
bulan3.000 10.000
30 ton/bulan
60 ton/ bln
10 Produktifitas output10-15
ton/ ha/ musim
10-15 ton/ ha/musim
N/A12-14 ton/ ha/ musim
3000 70002-3 kg/ pohon
3-4 kg/pohon
11Klaster telah menarik perusahaan baru di wilayahnya
0 4 0 0 1 5
12Peningkatan transaksi/penjualan komoditas
700 Jt. Rp 1,5 M. Rp. N/A12 M/ 960 Juta Rp./th
300 Juta Rupiah
210 jt Rp.
210 Jt Rp./ bulan
495 Jt Rp/bln
121
Gambaran Umum Klaster
2.3.3. Subsektor Peternakan
Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha
di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produk-produk peternakan akan semakin meningkat setiap
tahunnya. Peternakan sebagai penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring
meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi guna meningkatkan kualitas hidup.
Pembangunan peternakan merupakan bagian pembangunan nasional yang sangat penting, karena salah
satu tujuan pembangunan peternakan adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang unggul.
Selain itu, tujuan pembangunan peternakan adalah peningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak,
pelesatarian lingkungan hidup serta peningkatan devisa negara. Dalam kajian klaster ini sub sektor
peternakan merupakan salah satu yang diteliti, karena merupakan sub sektor yang juga banyak kaitan
dengan isu ketahanan pangan.
2.3.3.1. Profil Umum Klaster Subsektor Peternakan
Komoditas peternakan yang dikaji dalam pengembangan klaster peternakan ini meliputi komoditas Domba
di Kelurahan Juhut Kabupaten Pandeglang dan komoditas sapi potong di Kelurahan Polosiri Kabupaten
Semarang. Lokasi dan sebaran masing-masing klaster disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel II-45. Matriks Profil Umum Klaster Subsektor Peternakan
No Nama Klaster Kecamatan Desa Petani (org) Kap. Prod.
(ekor/th)Komitmen
pengembangan ke depan
1Domba Juhut
Karang Tanjung
4 RW dari 5 RW yang ada di Kelurahan Juhut
7 kelompok tani yang terbagi pada 317 peternak
1500 ekor pertahun
Mencapai target di tahun 2017
2Sapi Potong Polosiri
Bawen Polosiri59 orang anggota di KTT bangun rejo dan 25 kelompok dg masing2 20 anggota
1500 ekor pertahun
Akan ditinjau di tahun terakhir ini (2014)
Temuan yang bersifat umum untuk dua komoditas yang dikembangkan pada subsektor peternakan di
antaranya:
1. Secara komoditas, peternakan merupakan usaha rakyat yang sudah biasa dilakukan terutama oleh para
petani, sehingga memudahkan dalam proses intervensi klaster. Apalagi hal ini didukung oleh budaya
guyub yang ada di masyarakat.
2. Intervensi yang diberikan berupa penerapan teknologi seperti penerapan kandang komunal,
pemanfaatan kotoran ternak menjadi kompos dan biogas, penerapan inseminasi buatan dalam proses
budidaya, dan pemanfaatan teknologi pengolah pakan konsentrat.
3. Pembiayaan untuk investasi di klaster domba masih bersifat perseorangan (personal investment) dan
belum berjejaring dengan lembaga keuangan. Sementara pada klaster sapi potong sudah berhubungan
langsung dengan lembaga keuangan terutama BRI melalui skema KKPE, KUPS dan KKRS.
4. Peningkatan produktivitas terlihat pada kedua klaster ini. Klaster Domba Juhut kenaikan produktivitas di
atas 100%, dari 6 ekor betina pertahun menjadi 12 ekor betina per tahun. Sementara pada klaster Sapi
Potong peningkatan produktivitas sebesar 25% dari 100 ekor per bulan menjadi 125 ekor perbulan.
5. Fasilitasi yang diberikan stakeholders sudah cukup besar, terlihat dari jumlah anggaran yang diberikan
baik oleh stakeholders pemerintah (pusat dan daerah), maupun yang diberikan oleh Bank Indonesia
122
Gambaran Umum Klaster
melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Namun yang menarik dari klaster Sapi Potong, fasilitasi
diberikan juga oleh PT. BRI Cabang Ungaran selaku bank penyalur KKPE.
6. Peran-peran petugas lapangan sangat besar dalam membantu peningkatan SDM dari para peternak.
Hubungan ini terjalin mengingat kedua komoditas ini menjadi komoditas unggulan daerah dalam
kerangka peningkatan ekonomi masyarakat.
7. Dalam klaster ini ditemukan tantangan yang ada memberikan pengaruh yang cukup kuat. Dua yang
paling lemah pengaruhnya yaitu:
a. Kurangnya semangat inovatif di perusahaan agroindustri
b. Kesenjangan antara perusahaan pertanian dan industri/perusahaan agro industry
Sementara yang paling tinggi tingkat pengaruhnya adalah “Kurangnya dana yang memadai untuk
kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi,
listrik, dan air)” dengan skor penilaian sebesar 6. Gambar berikut menunjukan tingkat pengaruh
tantangan dan kendala terhadap klaster subsektor peternakan.
Gambar II-41. Grafik Tantangan dan Kendala yang Paling Berpengaruh
8. Dari 16 Indikator keberhasilan dalam pengembangan klaster subsektor peternakan, persaingan dan
kedekatan dengan pemasok hanya pada peringkat penting. Sementara 14 indikator lainnya pada
kategori sangat penting (lihat gambar II-45 di bagian penilaian Indikator Keberhasilan)
2.3.2.2. Deskripsi Komoditas Subsektor Peternakan
A. Profil Kelembagaan Klaster
Inisiator
Inisiator pengembangan kedua klaster ini dimulai oleh Bank Indonesia dengan merespon terhadap
kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah daerah. Dengan demikian, strategi pengembangan klaster selalu
berlandaskan pada kolaborasi antar stakeholders. Klaster Domba Juhut pertama kali ditetapkan menjadi
sebuah klaster berdasarkan kepada kajian atas kelayakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada tahun
2011. Hal ini dengan mendasarkan kepada ketetapan pemerintah mengenai Kelurahan Juhut sebagai lokasi
123
Gambaran Umum Klaster
kampung ternak domba terpadu melalui SK Bupati Pandeglang No. 524.2/Kep 23-Huk/2010. Kegiatan
pengelolaan kampung ternak ini melingkupi 4 RW dari 5 RW yang ada di Kelurahan Juhut.
Sementara klaster Sapi Potong dikembangkan melalui strategi kolaboratif antar stakeholders, yang
dilembagakan dalam MoU antara KPw BI Semarang dengan pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemkab
Semarang. Pembentukannya dimulai pada tahun 2011 melalui sebuah kajian mendalam terhadap potensi
ekonomi. Melalui sebuah prakarsa kolaboratif, Bank Indonesia dan stakeholders menetapkan target
pengembangan klaster sebagai berikut:
1. Pemkab Semarang membangun infrastruktur, sarana dan prasarana serta memfasilitasi pelatihan
dan pendampingan menuju terwujudnya kabupaten semarang sebagai produsen sapi yang berdaya
saing dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mendorong SKPD terkait untuk
mengimplementasikan program pengembangan klaster sapi potong sesuai tupoksi masing-masing
secara sinergis.
2. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa
Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah, Kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah,
dan PT. BRI mempunyai tugas utama mengembangkan pelaku usaha sapi potong di Kabupaten
Semarang dalam bentuk bantuan teknis berupa pelatihan dan pembinaan serta kegiatan lainnya yang
dibutuhkan oleh pelaku usaha.
Pengembangan klaster sapi potong yang dilakukan Bank Indonesia ini sinergis dengan rencana pemerintah
daerah Kabupaten Semarang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berbasis kepada potensi
daerah. Hal ini seperti tertuang dalam RPJMD Kabupaten Semarang tahun 2010 – 2015 “Terwujudnya
Kabupaten Semarang Mandiri, Tertib, Sejahtera (MATRA)”, dengan misinya yaitu: 1) Meningkatkan kualitas
SDM yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berbudaya serta menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi; 2) Mengembangkan produk unggulan berbasis potensi lokal (intanpari) yang sinergi dan berdaya
saing serta berwawasan lingkungan untuk menciptakan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; 3)
Menciptakan pemerintahan yang katalistik dan dinamis dengan mengendepankan prinsip good governance
didukung kelembagaan yang efektif dan kinerja aparatur yang kompeten, serta pemanfaatan teknologi
informasi; 4) Menyediakan infrastruktur daerah yang merata guna mendukung peningkatan kualitas
pelayanan dasar dan percepatan pembangunan; 5) Mendorong terciptanya partisipasi dan kemandirian
masyarakat, kesetaraan dan keadilan gender serta perlindungan anak di semua bidang pembangunan;
6) Mendorong terciptanya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga
kelestarian.
Inisiator dan stakeholders daerah memiliki alasan dalam mengembangkan klaster tersebut. Beberapa alasan
inisiator dan stakeholders yang disampaikan terkait dengan pengembangan kedua klaster ini ditunjukan
pada tabel berikut.
124
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-46. Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster
Subsektor Peternakan
Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong
Inisiator Bank Indopnesia KPw Serang Bank Indopnesia KPw Semarang
Tanggal Bergabung April 2010 September 2011
Lama Keterlibatan Dalam Klaster 4 tahun 3 tahun
Alasan Mengem-bangkan Klaster
Core lembagaMenjaga laju inflasi dalam rangka pertumbuhan ekonomi berkesinambungan (swa sembada pangan)
Menjaga laju inflasi dalam rangka pertumbuhan ekonomi berkesinambungan (swa sembada pangan)
CSR Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) Program Sosial Bank Indonesia (PSBI)
Kebijakan Pusat Isu klaster ketahanan pangan – memicu KPw Isu klaster ketahanan pangan – memicu KPw
Kebijakan Internal Inisiator dari kebijakan pusat
Komitmen pengembangan Mencapai target di tahun 2017 Akan ditinjau di tahun terakhir ini (2014)
Sebagai kegiatan kolaboratif, peran-peran stakeholders tentu sangat penting dalam mengkonsolidasikan
berbagai kegiatan, sehingga capaian-capaian pembangunan bisa tepat sasaran. Dengan mendasarkan
kepada potensi pengembangan yang ada, maka dasar kriteria yang dijadikan indikator klaster terdapat
pada tabel berikut:
Tabel II-47. Penentuan Dasar/Kriteria Pengengembangan Klaster
Dasar/Kriteria Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong
a) Berdasarkan keberadaaan klaster sebelumnya
1) Merupakan klaster yang sudah ada/dikembangkan sebelumnya
- -
2) Merupakan klaster yang sama sekali belum dikembangkan sebelumnya
Embrionya sudah ada sejak tahun 2004Potensi peternakan sudah ada di masyarakat dan menjadi usaha sampingan dari petani
b) Berdasarkan nilai strategis klaster
1) Mendukung pengendalian inflasi dan atau pengembangan ekonomi daerah
Tidak mendukung inflasi, tetapi meningkatkan perekonomian dan daya beli masyarakat, terasa setelah dikembangkan melalui klaster. ada efek domino bagi sktor lainn seperti talas beneng
Mendukung pengendalian inflasi sekaligus meningkatkan perekonomian daerah
2) Merupakan produk unggulan daerah
Dicanangkan oleh kepala daerahSebaran pelaku peternakan hampir merata
3) Termasuk dalam Rencana Kerja Program Pengembangan Jangka Menengah Daerah (RKPJMD)
-RPJMD Kabupaten Semarang tahun 2010-2015(Visi dan misi nomor 2)
4) Mandat khusus (misal: partisipasi wanita, kota/desa, dampak lingkungan)
Dampak sosial mengurangi kejahatan pada pembalakan, konservasi hutan (lingkungan)
Ada upaya diversifikasi produk melalui pemberdayaan KWT dan komposting, serta pembuatan biogas skala rumah tangga
5) Besarnya jumlah pelaku usaha (UMKM) termasuk pegawainya
- -
125
Gambaran Umum Klaster
Dasar/Kriteria Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong
c) Potensi pengembangan klaster
1) Permintaan pasar yang besar/belum terpenuhi
Kajian BI menunjukkan bahwa pada tahun 2003-2008 pertumbuhan impor rata-rata tumbuh 11,4% dan 15,6%. Sementara kebutuhan untuk Provinsi Banten saja pertumbuhannnya rata-rata mencapai 43,63%. Menurut pengakuan peternak saat ini baru memenuhu 30% permintaan
-
2) Potensi bertumbuhDidukung oleh kecocokan sumber daya alam, pertumbuhan penduduk
3) Potensi bersaing dengan pesaing internasional
- -
4) Potensi kenaikan pendapatan bagi UMKM
Potensi kenaikan pendapatan bagi UMKM, dengan bertambahnya sumber ekonomi alternative
-
5) Keberadaan “lead firm” yang mempunyai jaringan UMKM
- -
6) Potensi untuk menciptakan lapangan kerja
Potensi penciptaan lapangan kerja Perluasan
7) Keterlibatan pemerintah/donor (stakeholders)
Keterlibatan pemerintah, yang ditunjukkan dengan dukungan beberapa instansi dalam pengadaan bibit domba dan bimbingan teknis lainnya sejak tahun 2008
Stakeholder berkontribusi sesuai dengan tupoksinya
8) Lingkungan usaha yang kondusifSalah satunya kebijakannya mencanangkan sebagai Kampung Ternak dan komoditas unggulan
-
Untuk mencapai hasil yang maksimal, setiap inisiator menyusun strategi yang berbeda dalam pelaksanaan
pengembangan klaster yang diinisiasi. Berdasarkan pengalamann Bank Indonesia, inisiasi pengembangan
klaster melalui tahapan-tehapan tertentu. Bagaimana tahapan tersebut dilalui sebagai mekanisme
pengembangan klaster oleh kedua inisiator tersaji pada tabel berikut.
Tabel II-48. Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Peternakan
Tahapan Pengembangan Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong
1. Menentukan klaster
Penetapan Lokasi Kampung Ternak Domba Terpadu berdasar SK Bupati Pandeglang No. 524.2/Kep. 23-Huk/2010 pada tahun 2010.
Tahap penentuan klaster, dimana KPw BI V Semarang melakukan kajian terhadap potensi yang ada;
2. Analisis klaster
Tahun 1: Melihat potensi ternak yang ada di Desa Juhut tersebut, KPw BI Serang melakukan Kajian kelayakan Pengembangan Usaha Ternak Domba dan Pola Pembiayaannya pada tahun 2010. Hasil Kajian Bank Indonesia ini meunjukkan bahwa usaha ternak domba layak untuk dikembangkan lebih lanjut dengan pendekatan klaster dan akhirnya menjadi ikon daerah.
Analisis terhadap permasalahan, potensi, dan rencana intervensi;
3. Penggalangan komitmen
Tahun 1 : Dilanjutkan MoU Bank Indonesia Serang dengan Pemerintaha Kabupaten Pandeglang menetapkan pengembangan Klaster Agrobisnis Terpadu, sebagai bentuk penggalangan komitmen bersinergi dengan MOU No: 13/10/DKBU/TBTPLKM/Sr & 520/852 – MOU/Pert./2011 Juli 2011.
Penggalangan komitmen, salah satunya terwujud dalam MoU antara KPw BI Prov. Jateng dengan stakeholders terkait, yakni Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah, Balai Besar Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Jawa Tengah, PT. BRI cabang Ungaran, dan Bank Jateng;
4. Menyusun perencanaan
Tahun 1 : Pada tahun pertama ini kebutuhan dalam rangka pengembangkan klaster diidentifikasi, dan disusun perencanaan bentuk intervensinya.
Menyusun perencanaan dalam sebuah FGD tanggal 2 Desember 2011;
126
Gambaran Umum Klaster
Tahapan Pengembangan Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong
5. Melaksanakan pengem -bangan klaster
Tahun 2 : Pemberian bantek pelatihan, pendampingan, penguatan kelembagaan dan peningkatan produksi ternak dengan bantuan teknologi sederhana bekerjasama dengan Fapet UNPAD, serta pemberian bantuan stimulan PSBI berupa pembangunan sarana-prasarana berupa rumah kompos, rumah biogas, gedung sekretariat LKMA, dan alat produksi pengolahan talas beneng.Tahun 3 : Pemberian bantek pelatihan, pendampingan,fasilitasi ke lembaga keuangan, penguatan kelembagaan dan pengembangan seni budaya lokalTahun 4 : serta pelatihan, pemberian PSBI berupa pembangunan Tembok Penyanggah Tebing dan exit phase
Melaksanakan pengembangan klaster dengan pemberian bantuan yang saling mendukung dan terukur di antara stakeholders. Selain bantuan teknis berupa pelatihan, pendampingan, studi banding, penelitian dan diseminasi, diberikan juga bantuan berupa sarana dan prasarana melalui Program Sosial Bank Indonesia untuk pembuatan kandang komunal, digester biogas, chopper, dan timbangan sapi;
6. Monitoring dan evaluasi Tahun 4: Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan Evaluasi yang dilakukan secara intensif dan menyiapkan exit phase
7. Exit Phase Berakhirnya MOU dengan pemerintah Daerah -
Pada tahap implementasi beberapa intervensi diberikan, dengan bentuk yang berbeda antara klaster satu
dengan yang lain. Tabel II.48 merupakan gambaran jenis dan kontributor intervensi, yaitu:
Tabel II-49. Jenis Dan Kontributor Intervensi Stakeholder
Kelompok intervensiJenis Bantuan Kontributor
Domba Juhut Sapi Potong Domba Juhut Sapi Potong
1. Bantuan peralatan, sarana, dan infrastruktur
Digester Biogas, Rumah Kompos, secretariat gapoktan, bibit domba
Kandang komunalTimbangan sapiDigester biogas, Bibit Sapi (indukan)
Dinas sosial Pandeglang, Dinas Peternakan Pandeglang, BP3KH Prov Banten, Balitnak Deptan dan Disnak Prov Banten
BI, PT. BRI Cabang Ungaran, UNDIP, Dinas Peternakan
2. Bantuan pendanaan -
Akses pembiayaan melalui skema kredit KKPE, KUPS dan KKRS, dan pembuatan sertifikat tanah
-
PT. BRI Cabang Ungaran, Bank Jateng, BPN Kanwil Jateng
3. Akses kepada pemasaran Pemasaran online Villa sapi AWI Net
BI dan SMD (Sarjana Membangun Desa)
4. Akses kepada sumber bahan baku
-Akses ke balai pembibitan dan supplier pedet
- Balai Pembibitan
5. Penguatan kelembagaan -Penguatan Gapoktan Bangun Rejo
-BI, Dinas Peternakan, SMD
6. Pembuatan demoplot - Kandang komunal di Polosiri -
BI, PT. BRI Cabang Ungaran, Dinas Peternakan, BPTP, SMD
7. Kompetisi inovasi teknologi
Lomba domba - BI -
8. Peningkatan kapasitas pelaku usaha (training, magang, studi banding
Pemberian bantek pelatihan,
Pelatihan pembuatan pakan, budidaya, dll
BIBI, Dinas Peternakan, SMD
9. Pendampingan Bantuan teknis dalam budidya
Bantuan teknis dan pendampingan
Dinas sosial Pandeglang, Dinas Peternakan Pandeglang, BP3KH Prov Banten, Balitnak Deptan dan Disnak Prov Banten
BI, Dinas Peternakan, SMD
127
Gambaran Umum Klaster
Klaster Champion/Manajemen Klaster
Yang menjadi pelaksana dan pengelola dari Klaster Domba Juhut ini yaitu Gapoktan Juhut Mandiri. Pelaku
inti yaitu peternak yang tergabung dalam kelompok tani dan GAPOKTAN. Sebelum pengembangangan
klaster terdapat 7 kelompok tani tergabung dalam GAPOKTAN, saat ini berkembang menjadi 11 kelompok.
Total keluarga yang terlibat dari 147 peternak menjadi 317 peternak , dengan rata-rata 3 ternak yang
dipelihara menjadi 6 ternak rata-rata (ada kenaikan 300%).
Hal yang sama terjadi pada pengelola klaster Sapi Potong. Klaster Sapi Potong dikelola oleh sebuah Gapoktan
yakni KTT Bangun Rejo. KTT Bangun Rejo merupakan salah satu kelompok di Desa Polosiri yang masuk ke
dalam wilayah Kecamatan Bawen dan berdiri sejak tahun 2001. Komoditas utama yang diusahakan adalah
penggemukan sapi potong, baik yang dikelola bersama dalam bentuk kandang komunal maupun pada
kandang masing-masing.
Kelompok peternak yang tergabung dalam KTT Bangun Rejo, pernah mendapatkan fasilitas kredit KKPE dari
PT. BRI sebesar Rp. 520.000.000,- (lima ratus dua puluh juta rupiah) (November 2009). Melalui skema kredit
ini KTT Bangun Rejo mengalokasikan untuk pembelian sapi sebanyak 67 ekor. Seiring dengan perkembangan
yang ada, pola pengelolaan sapi melalui kandang komunal telah menarik berbagai stakeholders untuk
terlibat, selain BI, Pemkab Semarang, PT. BRI dan Bank Jateng, namun juga dari stakeholders pemerintah
tingkat provinsi seperti Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Disperindag, BPN, dan BPTP. Bantuan yang
pernah diberikan pemerintah, dalam hal ini kementrian pertanian yaitu sebesar 140 juta yang kemudian
diperuntukan bagi pembangunan unit pelayanan jasa pengolahan pakan dan padi yang terintegrasi
dengan peternakan. Dalam perjalanannya saat ini, kelompok tani bangun rejo telah memiliki unit usaha
lain disamping penggemukan sapi yaitu: penggilingan padi, pengepresan jerami, pengolahan kompos, dan
penyediaan bahan pakan.
Visi dan Arah Pengembangan Klaster Jangka Panjang
Pengelola pada dua klaster ini bentuknya Gapoktan. Keduanya muncul sebagai pengelola klaster berdasar
kepada keberhasilannya dalam pengelolaan kelompok baik bisnis maupun non bisnis. Sebagai sebuah
organisasi, adanya visi atau arah pengembangan klaster merupakan sesuatu yang penting. Visi dan arah
pengembangan dari kedua klaster ini tersaji pada tabel berikut ini:
Tabel II-50. Tujuan Jangka Panjang Klaster
Target Visi Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong
Stakeholders Menempatkan stakeholders sesuai dengan kapasitasnya dan terjadi sinergi yang kuat
-
PasarPopulasi meningkat untuk memenuhi target permintaan yang belum dipenuhi hingga 70%
Penjualan satu pintu,
OperasionalMeningkatkan teknologi bibit, melalui inseminasi buatan sehingga selalu tersedia domba dengan umur yang lebih seragam
Intensif setiap tahun indukan bisa lahiran 18 bln / 4bln bisa birahi dan menjadikan kandang komunal sebagai Pusat Pelatihan Pertanian Pangan Swadaya (P4S), dan peningkatan kelembagaan kelompok menjadi koperasi
Anggota Melibatkan seluruh keluarga yang ada di Juhut untuk membudidayakan domba dengan minimal kapasitas 8-12 ekor/keluarga
Kaderisasi calon pelaku usaha peternakan dan Rekrut Kelompok baru untuk bergabung dengan Klaster
Kinerja Sistem berjalan didukung oleh SOPPengembangan sentra sapi potong terintegrasi dan mampu memenuhi kebutuhan pasar
128
Gambaran Umum Klaster
Untuk tujuan jangka pendek dalam pengembangan klaster pada kedua komoditas dapat dilihat pada tabel
II.50.
Tabel II-51. Tujuan Jangka Pendek Klaster
Tujuan jangka pendek Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong
Pengembangan sosial ekonomi
Industri kompos jika populasi domba mencukupiMengembangkan bisnis pengolahan daging sapi melalui KWT, diantaranya produksi nuget, baso, dan tahu baso
Ekspansi klaster Menjaring poktan yang belum aktif, Sharing knowledge dan intensifikasi usaha tani;
Inovasi dan teknologi Mengembangkan IB untuk birahi serentak,IB yang dipercepat, harus ada kerjasama dengan lembaga penelitian atau universitas yang mampu melakukan;
Pendidikan dan training Memberikan bimtekPusat aneka pelatihan baik P4S, indukan, kadangan komunal;
Kerja sama komersial Kerjasama komersial dengan sesama kelompok tani, Villa sapi merupakan inovasi pemasaran sapi yang diinisiasi oleh SMD dibawah koordinasi Bank Indonesia;
Melaksanakan kebijakanMelaksanakan kebijakan menjadi desa wisata terpadu 2017, dan fasilitasi kandang bagi anggota yang belum memiliki kandang.
Kontrak bisnis dengan villa sapi
Kedua klaster ini juga menetapkan prioritas pengembangan klasternya pada beberapa aspek yang dapat
dilihat pada tabel II.51.
Tabel II-52. Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster
Aspek Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong
Penguatan bisnis untuk kepentingan pelaku
Maksimalkan peran GAPOKTAN sebagai pembina kelompok dan peran spesifik sebagai media pemasaran,
Pembentukan koperasi dan menjual bukan sapi hidup akan tetapi sudah menjadi daging
Penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster
Pemanfaatan kandang koloni untuk efisiensi dan kebersamaan,
Pemanfaatan kandang koloni untuk efisiensi, kebersamaan, dan pusat pembelajaran;
Perbanyakan R & DPenerapan teknologi hasil kerja sama dengan lembaga pendidikan & Litbang.
UNDIP, IAIN, dan balai pembibitan kab. Semarang dan Provinsi Jawa Tengah
Lainnya - -
Aspek finansial merupakan faktor penting dalam mengembangkan usaha. Dalam mengembangkan klaster,
pendanaan diperlukan untuk membangun sistem ketergantungan entitas satu dengan yang lain. Pendanaan
yang merupakan stimulasi berasal dari seluruh stakeholders tergambar pada tabel berikut.
Tabel II-53. Sumber Pendanaan Klaster
Sumber dana (%) Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong
Pemerintah daerah 25% 25%
Pemerintah pusat 50% 50%
Perusahaan swasta - -
Anggota klaster - 10%
Lainnya 25% 20%
Kadua klaster ini pada proses pengembangannya sudah mendapatkan dana dari pemerintah. Dana ini
terutama diperuntukan untuk pembelian bibit dan anakan untuk penggemukan. Selain itu, alokasi dana
ini pun diperuntukan untuk pengembangan biogas, peralatan, dan pembangunan kandang. Yang menarik
pada alokasi pendanaan ini, pada Klaster Sapi Potong, manajemen sendiri mengeluarkan alokasi anggaran
terutama untuk kegiatan rutin bersama anggota. Dana ini didapatkan dari iuran anggota yang dikumpul
129
Gambaran Umum Klaster
setiap bulannya, sebesar Rp.7.000. Dari dana ini pun, digulirkan melalui pinjaman dan pengembalian. Rata-
rata peningkatan alokasi anggaran per tahun sebesar 10%.
Kerja Sama yang Pernah Dibangun dengan Klaster Lain yang Sejenis
Kerja sama dengan klaster lain yang sejenis dapat mendorong kemajuan masing-masing klaster. Namun
pada kasus kedua klaster ini, model kerjasama dengan klaster lain belum terlaksana. Kalau pun ada,
hubungan yang dibangun bukan dengan sesama klaster namun dengan supplier tertentu. Itu pun masih
hubungan dagang dan bukan hubungan bisnis yang sistematis. Beberapa hubungan tersebut diantaranya:
Table II-54.Kerja Sama yang Pernah Dibangun gengan Klaster Sejenis
Bidang kerjasama Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong
PemasaranMengembangan jaringan pemasaran online dengan Awi Net
Mengembangkan jaringan pemasaran bersama Villa Sapi. Sebuah model pemasaran dengan prinsip penjualan melalui timbangan
Produksi -Klaster mengembangkan pakan konsentrat yang dapat diakses oleh para anggota klaster dan juga oleh anggota dari kelompok tani lainnya.
TeknologiKerjasama dengan PPL untuk penerapan IB
Kerjasama dengan PPL untuk penerapan IB, dan diharapkan IB ini bisa mempersingkat waktu birahi dari sapi, sehingga produksi bisa makin cepat
Pengembangan SDM Bekerjasama dengan PPLBekerjasama dengan PPL dan dari Perguruan Tinggi, serta Sarjana Membangun Desa (SMD)
Sistem Pengelolaan Klaster
Masing-masing manajemen klaster subsektor peternakan ini telah berhasil membangun suatu sistem
pengelolaan klaster. Sistem pengelolaan klaster ini dicirikan dengan keberadaan unsur-unsur pengelolaan
klaster sebagai berikut:
Tabel II-55. Sistem Pengelolaan Klaster
Sistem Pengelolaan Klaster Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong
Adanya struktur pengelolaan klaster (struktur organisasi pengelola dan aturan main)
Ada struktur pengelola, tapi aturan main yang berbentuk SOP belum ada
Struktur organisasi sudah terbentuk dan mekanisme sudah berjalan
Adanya kantor Masih gabung dengan Gapoktan Memiliki kantor tetap untuk pengelolaan administrasi
Adanya kepercayaan dan keterbukaan antar anggota
Dalam sistem perdagangan, dan komitmen bagi hasil dengan kelompok
Adanya pembayaran keanggoraan 100rb (simpanan pokok) dan 7000 perbulan, serta rapat rutin anggota
Aktivitas berjejaring (networking), seperti promosi, pembentukan jaringan
Melalui GAPOKTAN dan HPDKI, melalui fasilitas temu bisnis dan promosi melalui pemerintah
Difasilitasi oleh kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh stakeholders
Pengembangan organisasi
Kegiatan rutin: pertemuan rutin, kelompok kerja (working group), kerja sama protek dan lain-lain
Sudah dilaksanakan pertemuan rutin, terutama untuk membahas permasalahan
1 bulan sekali, yang tidak hadir pertemuan didenda untuk sumber pemasukan lembaga
Kegiatan Champion
Dalam kajian ini, para representasi pengelola klaster diminta untuk menilai aktivitas-aktivitas manajemen
yang sudah dilakukan. Berikut adalah rangkuman penilaian tersebut:
130
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-56. Persepsi Responden Terhadap Aktivitas Manajemen Klaster
No Aktivitas Domba Juhut Sapi Potong Rerata
1
Peng
emba
ngan
Ke
giat
an
Jarin
gan
Klas
ter
Pertemuan rutin tahunan untuk topik tertentu 5 6 5,5
Kunjungan tahunan kepada anggota klaster 6 5 5,5
2 Anggota terlibat dalam organisasi klaster misal komite manajemen 5 6 5,5
3Adanya tim manajemen klaster yang kuat, fleksibel, otonom dan dinamis yang bermanfaat bagi anggota klaster
4 5 4,5
4Memiliki strategi pendorong bisnis (business driven) sebagai faktor keberhasilan
4 6 5
5Klaster memiliki kemampuan mengelola sumber daya, membuat diagnosis kebutuhan sektor spesifik dan menyusun strategi untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki
5 5 5
6Adanya hubungan yang baik, dengan lembaga pemerintah daerah dan pusat, berdasarkan kemitraan yang stabil dan berkesinambungan
6 6 6
7Memiliki dan menawarkan teknologi baru dan tepat guna sebagai layanan yang berharga kepada anggota klaster
3 5 4
8Memulai dan memberi dukungan untuk kegiatan bersama antara perusahaan, R&D dan lembaga pelatihan
5 6 5,5
9 Sentralisasi informasi/akses sumber daya 4 5 4,5
Dengan melihat kepada penilaian di atas, memiliki dan menawarkan teknologi baru dan tepat guna memiliki
tingkat aktivitas yang tinggi (nilai 4). Sementara sisanya menunjukan bahwa aktivitas klaster sudah sangat
tinggi (nilai 4,5-6).
Sedangkan jika dilihat perengkingan atas aktivitas klaster ini, berikut grafik yang menunjukkan penilaian
aktivitas klaster (gambar II-42).
Gambar II-42. Penilaian Responden Terhadap Aktivitas Champion
131
Gambaran Umum Klaster
Fase Perkembangan Klaster
Berdasar kepada indikator tahapan dan fase klaster, Klaster Domba Juhut dan Klaster Sapi Potong berada
pada fase yang sama fase konsolidatif. Akan tetapi, khusus untuk Klaster Sapi Potong, walau ada pada
fase konsolidatif, namun melihat fenomena yang terjadi saat ini sudah bisa dikategorikan pada fase
perkembangan. Kuncinya terletak pada inovasi baik inovasi dari sisi produksi (bisnis kelompok), pengelolaan
manajemen klaster, pengelolaann anggota, dan penyiapan perangkat klaster. Berikut adalah tabel yang
menunjukan fase klaster ini.
Tabel II-57. Pemetaan Fase Perkembangan Sektor Peternakan
NO URAIAN
TAHAPAN KLASTER
Starting phase Consolidating phase Development phase Reorienting phase
Domba Sapi Domba Sapi Domba Sapi Domba Sapi
1 Lama Berdiri
2 Koordinasi
3 Inovasi
4 Kegiatan
5 Kelembagaan
6 Kepengurusan
7 Keanggotaan
8 Perencanaan
9 Pertanggung jawaban
Berdasarkan kepada parameter di atas, berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing patameter
pada kedua klaster subsektor peternakan.
1) Klaster Domba Juhut
Pada klaster Domba Juhut, yang menunjukan ciri dari fase pengembangan dimaksud yaitu:
1. Lama berdiri klaster selama 1-3 Tahun
2. Koordinasi yang masih sedikit, masih terbatas pada anggota, dan anggota klaster belum terspesialisasi
pada peran-peran bisnis spesifik, sehingga waktu lebih banyak digunakan untuk menjalankan usaha
yang harus ditangani secara keseluruhan oleh dirinya sendiri.
3. Inovasi baru mulai dijajagi. Klaster Juhut telah memulai pemanfaatan kotoran domba sebagai kompos,
namun belum sampai pada komersialisasi (input belum memadai – perlu minimal 1000 ekor domba
dalam kandang komunal). Inovasi lainnya adalah inseminasi buatan untuk mendorong birahi serentak,
dan masih tahap eksperimen pada tahun 2013.
4. Kegiatan masih sedikit sebatas pertemuan rutin antar anggota klaster
5. Kelembagaan mulai dirintis. Dalam hal ini mulai perkuatan GAPOKTAN juhut Mandiri sebagai pengelola
klaster
6. Kepengurusan sudah terbentuk
132
Gambaran Umum Klaster
7. Keanggotaan mulai bertambah dari 1 kelompok menjadi 11 kelompok tani.
8. Pertanggung jawaban sudah ada namun belum berjalan.
2) Klaster Sapi Potong
Sementara Klaster Sapi Potong yang berada pada fase konsolidasi, berikut adalah ciri-ciri dari fase-fase
dimaksud:
1. Lama berdiri klaster selama 4-6 tahun
2. Koordinasi baik antar anggota klaster maupun dengan stakeholders sudah berjalan baik;
3. Inovasi sudah terjadi, seperti pada pengelolaan budidaya melalui kandang komunal, dimana didalamnya
dilengkapi dengan manajemen produksi yang lebih modern, penggunaan timbangan untuk mengukur
berat sapi, sehingga sapi tidak dibeli oleh belantik dengan taksiran, diperkenalkannya teknologi
pengolahan pakan, sehingga gapoktan dapat menjual pakan konsentrat kepada para anggotanya,
diperkenalkannya teknik inseminasi buatan untuk penyediaan pedet, dibangunnya villa sapi sebagai
tempat pemasaran sapi dengan sistem timbangan, dan dilakukannya diversifikasi usaha seperti pupuk
organik, penyewaan rice mill, jasa angkutan, dan pengolahan produk daging oleh kelompok usaha
wanita;
4. Kegiatan yang dilakukan, selain pengembangan bisnis kelompok, namun juga melakukan kegiatan
peningkatan kapasitas berupa training budidaya sapi yang modern (menjadikan Gapoktan Bangun Rejo
sebagai sentra pelatihan P4S);
5. Kelembagaan, dimana didalamnya ada kepengurusan dan pengelolaan anggota, berjalan dengan baik.
Yang belum terjadi adalah pengurusan badan hukum kelompok menjadi koperasi;
6. Penerimaan anggota melalui proses pendaftaran dengan membayar iuran pokok sebesar seratus ribu,
dan membayar iuran wajib sebesar tujuh ribu perbulan;
7. Dalam 1 tahun ada 2 perencanaan yang disepakati; dan
8. Mekanisme transaparansi dan akuntabilitas pengurus dilakukan dalam pertanggungjawaban yang
dilakukan 2 kali dalam satu tahun.
B. Rantai Nilai Klaster
Rantai nilai sebagai sebuah pendekatan yang digunakan dalam strategi pengembangan klaster, merupakan
upaya untuk memastikan dimana terjadinya bottle neck dari rantai usaha yang dihadapi oleh pelaku
klaster. pendekatan rantai nilai ini pun digunakan untuk memastikan berapa jumlah entitas yang terlibat
dalam keseluruhan rantai nilai, siapa entitas baru yang muncul akibat dari adanya opportunity bisnis dan
keinovasian yang terjadi, serta sejauh mana klaster ini mampu menarik perusahaan besar (lead firm) dalam
rantai nilai yang terjadi. Rantai nilai dari kedua klaster sub sektor peternakan (Domba Juhut dan Sapi
Potong Polosiri) adalah sebagai berikut.
Rantai nilai Domba Juhut dimulai dari input supply, yang terdiri dari kegiatan penyediaan bibit betina
dan pejantan, pakan dan obat-obatan. Entitas yang terlibat dari sisi input supply ini yaitu supplier bibit di
pangalengan, peternak, puskeswan, dan pedagang ampas tahu. Rantai selanjutnya yaitu proses budidaya
yang terdiri dari pemeliharaan domba, memandikan, potong kuku, pemberian pakan, pembersihan
kandang. Ada 315 orang yang terlibat dalam proses rantai kedua ini. Ke-315 orang ini tergabung dalam
11 kelompok tani dan gapoktan Juhut Mandiri, dimana kelompok dan gapoktan ini banyak melakukan
133
Gambaran Umum Klaster
aktivitas perdagangan daging domba. Aktivitas yang dilakukan meliputi pengangkutan, permodalan dan
penyediaan lapak. Pada rantai ini pun melibatkan investor perorangan yang berbisnis domba pada musim
kurban (investor musiman). Entitas lain yang terlibat pada proses budidaya dan perdagangan yakni jasa
angkutan ternak yang dilakukan terutama oleh Gapoktan Juhut Mandiri. Peran stakeholders tampak pada
rangkaian kegiatan mulai dari kegiatan input supply hingga ke kegiatan perdagangan domba. Hal ini untuk
memastikan bahwa produksi domba bisa menjamin kelangsungan ekonomi dari para pelakunya. Adanya
kepastian pasar domba ini juga didukung oleh pelaku pemasaran Awi Net, sebuah jasa e-commerce yang
memasarkan domba melalui model online.
Klaster Domba Juhut
Gambar II-43. Rantai Nilai Klaster Domba Juhut - Pandeglang
Rantai nilai Klaster Sapi Potong Polosiri sedikit lebih panjang dari sisi distribusi aktivitas. Pelaku pada sisi
input supply terdiri dari supplier bibit baik perorangan maupun yang berskala ekspor, pedagang pakan
(konsentrat atau pangan tambahan lain seperti dedak, singkong ampas tahu), dan pencari rumput
hijauan. Rantai selanjutnya yaitu produksi anakan (pedet), perawatan dan permodalan. Kelompok Tani
Ternak Bangun Rejo, sejak digulirkannya klaster ini sudah memiliki populasi indukan sebanyak 60 ekor.
Peternak perorangan pun sudah mulai ada kesadaran untuk penyediaan indukan dan produksi pedet untuk
digemukan. Pada rantai pengemukan, ada sekitar 25 kelompok tani ternak yang (satu kelompok rata-rata
20 orang) memiliki sapi perorang rata-rata 5 ekor sapi. Dari sisi permodalan, PT. Bank BRI Cabang Ungaran
termasuk satu entitas yang cukup berperan penting dalam penyaluran kredit untuk pembiayaan kelompok
ternak. Ada skema KKPE (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi), KKUP, dan KKPRS (Kredit Kepemilikan
Rumah Sapi). KTT bangun Rejo merupakan debitur yang mengakses pembiayaan tersebut.
Pada rantai perdagangan, klaster telah memunculkan sebuah entitas baru untuk pemasaran, dan ini
merupakan inovasi dalam penembangan klaster yakni keberadaan villa sapi. Perbedaan dengan entitas
lain seperti belantik (pembeli dengan taksiran) dan pasar hewan yakni pada penggunaan timbangan untuk
mengukur berat sapi. Petani diberikan jaminan kepastian timbangan sapi pada saat menjual, bukan ditaksir
134
Gambaran Umum Klaster
seperti yang selama ini terjadi dan dilakukan oleh belantik. Peran stakeholders, seperti BI, Pemkab, BPN,
BPTP, Pemprov, BRI memberikan bantuan teknis, pendampingan dan perkenalan teknologi dan inovasi
dalam pengelolaan klaster sehingga terjadi sinergi antar stakeholders.
Klaster Sapi Potong Semarang
Gambar II-44. Rantai Nilai Klaster Sapi Potong – Kab. Semarang
C. Tantangan dan Kendala Klaster
Dari persepsi mengenai permasalahan yang sering muncul dalam klaster komoditas pertanian (khususnya
sub sektor peternakan) dan seberapa kuat hambatan dan tantangan itu dalam jalannya klaster, berikut
tampak pada table II-57 yang merupakan penilaian dari manajemen klaster di bawah ini.
Tabel II-58. Persepsi Manajemen Klaster Terhadap Masalah/Kendala Ketahanan Pangan
NoMasalah Klaster Pertanian / Ketahanan Pangan Skor
Rata-rataSeberapa penting/setuju indikator tersebut dalam menyumbang keberhasilan Domba Juhut Sapi
1 Kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster 5 5 5,00
2 Kurangnya insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi 5 6 5,50
3Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)
6 6 6,00
4Kendala budaya perlunya perubahan dalam pendekatan anggota klaster dengan berbagai isu terkait dengan inovasi
5 6 5,50
5 Kurangnya semangat inovatif di perusahaan agro industry 4 5 4,50
6 Kesenjangan antara perusahaan pertanian dan industri/perusahaan agro industry 4 5 4,50
7Produk pertanian diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang diperoleh sedikit
4 6 5,00
8 Status kepemilikan lahan yang terbatas dan semakin mengecil 5 6 5,50
9 Kualitas lahan sebagai media tanam yang semakin menurun 5 6 5,50
135
Gambaran Umum Klaster
D. Faktor Kunci, Faktor Kaberhasilan, dan Replikasi
Faktor Kunci Klaster
Jika dikembalikan kepada teori mengenai faktor kunci keberhasilan klaster, ada 3 faktor kunci yang
menyebabkan keberhasilan klaster, yaitu inovasi, networking (bisnis dan non-bisnis), dan kompetensi inti.
Pada Klaster Domba Juhut inovasi memang agak sulit dilakukan, tapi sedikitnya sudah mulai diperkenalkan.
Sementara pada klaster sapi potong, inovasi merupakan kunci utama keberhasilan klaster. Inovasi ini
terwujud karena networking yang terbangun cukup kuat, baik antar stakeholders, maupun antar sesama
pelaku klaster. Dengan inovasi, terbangun pula kompetensi inti pengelolaan peternakan baik pada domba
juhut maupun sapi potong. Berikut adalah matriks faktor kunci keberhasilan klaster baik pada Klaster
Domba Juhut maupun Klaster Sapi Potong.
Tabel II-59. Matriks Faktor Kunci Keberhasilan Klaster
Indikator/ Klaster Domba Juhut Sapi Potong
Inovasia. Akses pengetahuan
dan teknologib. Budayac. Manajeriald. Finansial
Proses inovasi dalam klaster dipengaruhi oleh kemudahan akses dan ketersediaan pengetahuan dan teknologi
Inovasi akan terjadi ketika persyaratan berikut terpenuhi, yaitu: akses terhadap pengetahuan dan teknologi, budaya, manajerial dan finansialnya
Networking (bisnis dan non bisnis)a. Teknologib. Budayac. Manajeriald. Finansial
Akhirnya manajerial dalam klaster dengan membangun semakin banyak ketokohan lokal yang berperan sebagai motivator.
Keuntungan yang dirasakan oleh klaster sapi adalah sudah terbangunnya networking sejak awal program dijalankan. Stakeholder berperan sesuai dengan tupoksinya sehingga pembangunan cukup merata. Beberapa persyaratan sudah terpenuhi seperti teknologi, budaya, manajerial, dan finansial
Kompetensi Intia. Teknologib. Budayac. Manajeriald. Finansial
Sedangkan pada proses kompetensi inti teknologi dalam hal penguasaan dipengaruhi oleh kebiasaan/budaya masyarakat setempat, yang secara umum kurang reaktif merespon hal-hal yang baru.
Dilihat dari sisi ketersediaan kompetensi inti, yang dibutuhkan oleh pelaku klaster saat ini yaitu kelengkapan peralatan, komunikasi yang intensif dengan pembina, dan pemasaran dengan model penjualan daging, bukan menjual sapi seperti yang terjadi sekarang. Hal ini didasarkan pada lokal wisdom yang mengatakan: Makaryo (bekerja budidaya), Mas Ijo (pupuk cair), Mas Hitam (pupuk padat), mas merah (daging dijual sudah diolah), dan mas putih (susu)
Faktor Keberhasilan Klaster
Apabila melihat kepada 16 faktor yang menyumbang keberhasilan klaster, dari responden manajemen dan
stakeholders klaster, maka tabel berikut menggambarkan keberhasilan pada kedua klaster peternakan.
Tabel II.60. Penilaian Responden Terhadap Faktor Keberhasilan Klaster
No Keberadaan Indikator yang menyumbang keberhasilan
Ada/ Tidak
Domba Juhut Sapi Rerata
MK SK-1 SK-2 MK SK-1 SK-2 SK-3
1 Terdapat Networking dan kemitraan Ada 5 6 6 6 5 6 6 5,71
2 Terdapat modal sosial yang kuat Ada 5 6 6 5 6 6 6 5,71
3 Terdapat basis inovasi yang kuat (R&D tinggi) Ada 6 5 6 6 6 6 6 5,86
4 Kepemimpinan dan visi bersama Ada 5 5 6 5 5 5 6 5,29
5 Terdapat kompetensi/keahlian yang kuat Ada 5 5 5 5 6 5 6 5,29
6 Spesialisasi Ada 5 4 4 6 6 6 6 5,29
7 Infrastruktur yang memadai Ada 5 4 5 5 6 5 6 5,14
8 Terdapat perusahaan besar Ada 4 4 5 6 5 4 5 4,71
9 Budaya kewirausahaan yang kuat Ada 5 4 5 5 5 5 6 5,00
136
Gambaran Umum Klaster
No Keberadaan Indikator yang menyumbang keberhasilan
Ada/ Tidak
Domba Juhut Sapi Rerata
MK SK-1 SK-2 MK SK-1 SK-2 SK-3
10 Kedekatan dengan pemasok Ada 5 5 5 6 5 5 0 4,43
11 Akses pada sumber keuangan Ada 5 5 6 6 6 6 6 5,71
12 Akses ke jasa spesialis Ada 6 6 4 5 5 4 5 5,00
13 Akses pasar Ada 6 6 6 5 6 6 6 5,86
14 Akses terhadap jasa pendukung bisnis Ada 5 5 5 5 5 6 6 5,29
15 Persaingan Ada 6 5 5 5 0 5 5 4,43
16 Akses informasi (Pasar, teknologi dll) Ada 6 5 6 6 6 6 5 5,71
Melihat kepada penilaian responden di atas, faktor kedekatan dengan pemasok, dan terdapat perusahaan
besar merupakan faktor yang penting dalam mendukung keberhasilan klaster (nilai 4,43). Sementara faktor
lainnya merupakan faktor dengan tingkat kepentingan sangat penting (nilai di atas 4.5-5.86). Perangkingan
atas faktor-faktor di atas dapat di lihat pada gambar II-45 di bawah ini.
Gambar II-45. Peringkat Faktor Keberhasilan – Rerata Subsektor Peternakan
Replikasi Klaster
Menyoroti soal replikasi klaster, ada sedikit perbedaan antara klaster domba Juhut dan klaster sapi potong.
Klaster domba juhut belum sepenuhnya berhasil mewujudkan visi masyarakat sejahtera mandiri, sehingga
masih sulit untuk melakukan replikasi. Sementara pada klaster sapi, upaya replikasi justru sedang terjadi dan
dilakukan di wilayah lain, salah satunya yang terjadi di Desa Asinan Kecamatan Bawen. Di wilayah tersebut
dilakukan replikasi pengembangan budidaya dengan prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam klaster dan
juga koordinasi yang intensif dengan KTT Bangun Rejo sebagai manajemen klaster. Dengan mendasarkan
kepada indikator yang disampaikan kepada responden, beberapa aspek yang bisa direplikasi tergambar
pada tabel berikut.
137
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-61. Aspek yang Bisa Direplikasi
Indikator/Klaster Domba Juhut Sapi PotongKelembagaan klaster √ √Manajemen produksi dan teknologi √ √Marketing klaster √ -Modal sosial klaster √ √Pengembangan SDM √ √
Dari lima indikator mengenai replikasi, responden Klaster Domba Juhut menyebut semua indikator penting,
sementara responden Klaster Sapi Potong menyebut hanya empat indikator saja. Persepsi responden
terhadap aspek yang mempengaruhi keberhasilan replikasi, semuanya menyebut bahwa empat indikator
itu memberikan pengaruh. Hal ini terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel II-62. Aspek yang Mempengaruhi Keberhasilan Replikasi
Indikator/Klaster Domba Juhut Sapi Potong
Budaya dan perilaku masyarakat √ √
Persyaratan teknis √ √
Sarana dan Prasarana √ √
Dukungan pemerintah/stakeholders √ √
Ketersediaan SDM klaster √ √
E. Dampak Kualitatif dan Kuantitaf Klaster
Dampak Kualitatif
Dampak kualitatif yang dikaji mencakup dampak kualitatif yang dirasakan oleh entitas-entitas atau
kelompok-kelompok dalam klaster dan masyarakat luar klaster. Penilaian dampak kualitatif diberikan oleh
pengelola klaster, pelaku inti klaster, stakeholders dan masyarakat umum (non pelaku klaster).
1) Penilaian Manajemen Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak manajemen klaster.
138
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-63.Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Manajemen Klaster
No Dampak Kualitatif Klaster dari indikator keberhasilan Klaster dan tingkat kepentingannya
SkorRata-rata
Domba Juhut Sapi
1 Anggota Klaster merasa nyaman dengan klaster 6 5 5,50
Dam
pak
Adan
ya K
last
er M
enga
kiba
tkan
2a meningkatkan jumlah tenaga kerja 5 6 5,50
2b menciptakan usah / pengusaha baru 5 6 5,50
2c Iklim usaha yang kondusif 5 6 5,50
2d Perpanjangan tangan dari jasa dan kegiatan anggota klaster 5 6 5,50
2e Hubungan yang lebih erat antara industri dan akademisi 6 6 6,00
2f Secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya 5 6 5,50
2g komunikasi lebih lancar dan mapan dengan pembuat kebijakan 6 6 6,00
2h Pelatihan secara khusus / terspesialisasi 4 6 5,00
2i Peningkatan produktivitas 6 6 6,00
2j Peningkatan efisiensi 5 5 5,00
2kSarana dan prasarana lebih memadai (jalan,listrik, air, kesehatan, dan fasilitas dan jasa layanan publik
6 5 5,50
2lPeningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana ibadah, dan kesehatan
5 5 5,00
3 Jumlah anggota klaster meningkat 5 5 5,00
4 klaster telah menarik perusahaan-perusahaan baru di wilayahnya 3 5 4,00
5 Teknologi baru telah muncul melalui klaster 4 5 4,50
Rerata penilaian responden terhadap dampak kualitatif klaster, faktor klaster menarik perusahaan baru di
wilayahnya dan teknologi baru telah muncul melalui klaster merupakan faktor yang kuat pengaruhnya.
Sementara faktor yang lain berada pada pengaruh yang sangat kuat.
2) Penilaian Stakeholder klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak stakeholders klaster.
Tabel II-64.Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Manajemen Stakeholder
NoDampak Kualitatif Klaster dari Indikator
keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya
Skor
Domba Juhut 1 Domba Juhut 2 Sapi 1 Sapi 2 Sapi 3 Rata-rata
1 Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya 6 6 5 6 6 5,80
Deng
an a
dany
a kl
aste
r men
gaki
batk
an
2Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar
6 6 6 6 6 6,00
3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 5 5 6 5 6 5,40
4 Iklim usaha yang kondusif 5 5 5 6 5 5,20
5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)
6 5 5 6 6 5,60
6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)
5 5 6 6 6 5,60
Penilaian yang sama juga dilakukan oleh stakeholders klaster terhadap dampat kualitatif ini. Rata-rata skor
penilaian indikator sebesar 5 (pada skala 6). Skor paling tinggi diberikan kepada indikator memberi manfaat
positif bagi perekonomian masyarakat sekitar. Artinya dampak ekonomi dirasakan oleh masyarakat,
139
Gambaran Umum Klaster
mengingat peternakan adalah kegiatan sampingan petani yang terkadang tidak terlalu besar dampaknya.
Klaster telah memberikan dampak sangat kuat bagi pengembangan ekonomi masyarakat.
3) Penilaian Pelaku Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak pelaku klaster.
Tabel II-65. Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Manajemen Pelaku
No Persepsi Pelaku Klaster terhadap indikatorSkor
Domba Juhut Sapi Rata-rata1 Merasa nyaman bergabung dengan Klaster 5 6 5,5
2 Penambahan jumlah aset usaha 3 5 4
3 Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus / terspesialisasi 5 6 5,54 Produk lebih inovatif 4 4 45 Kemitraan yang lebih solid dan transparan 4 6 56 Peningkatan produksi dan penjualan 5 6 5,57 Kemudahan untuk memperoleh bahan baku 3 6 4,58 Kemudahan memasarkan produk 5 5 5
9 Kemudahan akses lembaga 3 6 4,5
10 Permasalahan yang dihadapi lebih cepat teratasi 4 6 511 Adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha 5 6 5,5
Rerata penilaian stakeholders klaster terhadap dampak klaster, factor Penambahan jumlah asset usaha,
Produk lebih inovatif, kemudahan untuk memperoleh bahan baku, dan kemudahan akses lembaga
merupakan faktor yang memberikan dampak sedang dalam pengembangan klaster (nilai 4-4,5). Sisanya
memberikan dampak sangat kuat (nilai 5-5,5).
4) Penilaian Bukan Pelaku Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak bukan pelaku klaster.
Tabel II-66. Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Non Pelaku Klaster
No Manfaat Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya
Skor
Domba Juhut 1 Domba Juhut 2 Sapi Rata-rata
1 Merasa nyaman tinggal di lokasi / sekitar lokasi klaster 5 6 6 5,67
Deng
an a
dany
a kl
aste
r m
enga
kiba
tkan
2 Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 5 4 6 5,00
3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 5 4 6 5,00
4 Iklim usaha yang kondusif 4 5 6 5,00
5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)
4 5 6 5,00
6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)
5 6 6 5,67
7 Reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik 5 6 6 5,67
Responden bukan pelaku klaster memberi penilaian rata-rata 5. Artinya secara signifikan klaster dipersepsikan
telah memberikan dampak yang sangat kuat bagi masyarakat sekitar.
140
Gambaran Umum Klaster
Dampak Kuantitatif
Penilaian terhadap dampak kuantitatif klaster dilakukan guna mendapatkan informasi seberapa besar
perubahan secara kuantitatif yang terjadi selama intervensi dilakukan. Penilaian ini dilakukan terhadap
beberapa indikator terukur seperti: jumlah anggota, jumlah transaksi, jumlah tenaga kerja yang terserap,
dan lain sebagainya. Gambaran lebih rinci mengenai indikator dampak kuantitatif ini ditayangkan pada
tabel di bawah ini.
Tabel II-67. Penilaian Responden Terhadap Dampak Klaster Kuantitatif
No. DampakDomba Juhut Sapi Potong
Awal Fasilitasi Saat Ini Keterangan Awal
Fasilitasi Saat Ini Keterangan
1Jumlah Anggota yang masuk ke dalam klaster (entitas)
147 317Gapoktan Juhut Mandiri
20 59 KTT Bangun Rejo
2 Jumlah Tenaga Kerja 294 468 3 7Pekerja langsung di dalam gapoktan, dan di luar anggota kelompok
3 Jumlah usaha/pengusaha 0 3
(mencakup usaha jasa angkut, pakan, bibit)
3 8
Jasa penggilingan padi, perontok padi, press jerami, jual beli gabah, jual beli beras, jual beli pakan, angkutan, pupuk
4Jumlah jasa dan kegiatan untuk anggota klaster (unit)
0 1 4 4
5Jumlah industri mitra (entitas)
0 0 1 2
6Jumlah akademisi mitra (institusi)
1 2 0 2
7Total jumlah investasi anggota
199,2 JT 732 JT 50 JT 750 JTTerjadi penambahan dari kredit yang diakses dari Bank BRI (KKPE)
8Jumlah pelatihan secara khusus
1 3 2 4
9Jumlah produksi (volume/bulan)
500 ekor tahun
1.500 ekor/ tahun
1.200 ekor/tahun
1.500 ekor pertahun
10 Produktifitas output6 ekor Per betina/th
12 ekor per betina/th
1.200 ekor/tahun
1.500 ekor pertahun
11Klaster telah menarik perusahaan baru di wilayahnya
0 1 2 4
12Teknologi baru yang muncul melalui klaster
0 3Teknologi pakan
4 5
13Peningkatan transaksi/penjualan komoditas
1,5M 2.25M 1,78 M 2,23 M
Pada mariks terlihat bahwa keberadaan klaster memberikan perubahan yang cukup berarti. Beberapa
indikator malah menunjukan persentase peningkatan di atas 100%. Hal ini menunjukan bahwa kinerja
klaster telah berjalan dengan baik dan masyarakat dapat merasakan dampak secara ekonomi secara
langsung. Secara signifikan, klaster telah mendorong peningkatan nilai investasi, dan nilai ini berbanding
lurus dengan peningkatan penjualan pada masing-masing klaster.
141
Gambaran Umum Klaster
2.3.4. Subsektor Perkebunan (Kopi dan Kakao)
2.3.4.1. Profil Umum Klaster Subsektor Perkebunan
Kajian ini mengkaji dua klaster penghasil komoditas, yang merupakan bagian kelompok tanaman sektor
perkebunan, yaitu: kopi dan kakao. Masing-masing klaster dikenal sebagai Klaster Kopi Rakyat Bondowoso
dan Klaster Kakao Sikka. Kedua komoditas ini merupakan komoditas unggulan daerah masing-masing.
Dua klaster ini menaungi wilayah operasional dengan luasan masing-masing untuk Klaster Kopi Rakyat:
7331 Hektar dan untuk Klaster Kakao Sikka: 21657 Hektar. Luasan wilayah ini merupakan salah satu ciri
perkebunan.
Dua komoditas ini merupakan komoditas ekspor, di mana Champion Klaster Koperasi Tani Rejo di Klaster Kopi
Rakyat Bondowoso dan Koperasi Plea Puli di Klaster Kakao Sikka telah berupaya untuk menjalankan upaya
pemasaran produk komoditas masing-masing yang dipasok oleh para petani/pengusaha tani anggotanya.
Koperasi Tani Rejo dan Koperasi Plea Puli telah melakukan fungsi pemasaran dengan membeli hasil panen
para petani anggota, melakukan proses produksi dan menerapkan kontrol kualitas, mentransformasi hasil
panen menjadi produk yang bernilai tambah. Kedua entitas ini juga turut menanggung risiko perdagangan
ke entitas buyer selanjutnya.
Dua komoditas ini merupakan komoditas ekspor yang terpapar pada situasi-situasi pasar global secara
langsung dan tidak langsung, termasuk liberalisasi pasar global. Dua komoditas ini telah dikenai hambatan
non tarif dalam mekanisme ekspor, di mana masing-masing negara ekspor telah menetapkan standar impor
komoditas kakao dan kopi berupaya pemenuhan persyaratan teknis dan atribut-atribut lain seperti atribut
keamanan produk (safety attributes), atribut nutrisi (nutritional attributes), atribut nilai (value attributes),
atribut pengepakan (packaging attributes), atribut lingkungan (ecolabelled attributes) atau isu lingkungan
dan kemanusiaan (humanistic attributes), seperti isu HAM dan ketenagakerjaan. Sebagian dari atribut ini
telah melembaga baik secara internasional seperti SPS ataupun secara inividual melalui penerapan standar
mutu produk pertanian setiap negara. Aspek sanitasi dan fitrosanitasi merupakan salah satu isu standar
komoditas kakao dan kopi. Saat ini, penjaminan pemenuhan persyaratan ini mulai dilakukan melalui
proses sertifikasi di mana banyak buyer menerapkan jenis sertifikasi yang berbeda-beda. Skema sertifikasi-
sertifikasi ini dikembangkan oleh beragam lembaga. Kemampuan entitas usaha tani kakao atau kopi untuk
memenuhi persyaratan atau atribut standar yang ditetapkan oleh beragam buyer menjadi penentu daya
saing komoditas kakao dan kopi Indonesia. Dalam kasus Klaster Kakao Sikka, pihak inisiator klaster, Yayasan
Sahabat Cipta berupaya untuk mendampingi para petani kakao di Sikka untuk dapat memenuhi sertifikasi
internasional UTZ dan RFA (Rain Forest Alliance).
Perkebunan Kopi Rakyat Bondowoso dan Kakao Sikka menghadapi masalah dan tantangan yang kompleks
dan membutuhkan kontribusi solusi dari beragam stakeholders. Sinergi dan kerja sama stakeholders
merupakan faktor pendorong dan faktor penentu keberhasilan klaster. Sinergi dan kerja sama antar
stakeholders ini tercermin dalam program intervensi pengembangan klaster di Klaster Kopi Rakyat
Bondowoso dengan inisiator KPw BI Jember dan Klaster Kakao Sikka dengan inisiator YSC (Yayasan Shabat
Cipta).
Sebagaimana komoditas-komoditas pertanian lain, komoditas-komoditas subsektor perkebunan juga
memerlukan upaya-upaya peningkatan on farm dan off farm yang terintegrasi. Intervensi pengembangan
142
Gambaran Umum Klaster
klaster mengupayakan peningkatan proses budidaya dan pasca panen di tingkat petani, di mana pada
Klaster Kopi Rakyat Bondowoso, klaster didampingi oleh Puslit Koka Jember dan di Klaster Kakao Sikka
melalui Cocoa Learning Center (CLC).
Dalam konteks komoditas/produk ekspor, para responden pengelola dan stakeholders klaster menyatakan
bahwa dua isu: kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster dan kurangnya dana yang
memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur
merupakan tantangan dan kendala utama dalam subsektor perkebunan.
Pihak pengelola klaster mempersepsikan secara kualitatif, dampak-dampak keberadaan dan pengembangan
klaster yang paling utama pada subsektor perkebunan ini adalah: (1) meningkatkan jumlah tenaga kerja; (2)
komunikasi dengan pembuat kebijakan lebih lancar dan mapan; (3) pelatihan secara khusus/terspesialisasi;
(4) menciptakan usaha/pengusaha baru; (5) secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya
dan (6) jumlah anggota klaster meningkat.
Dampak-dampak berikut dipersepsikan oleh pihak pelaku klaster, sebagai dampak keberadaan dan
pengembangan klaster yang paling utama: (1) merasa nyaman bergabung dengan klaster; (2) memiliki
pengetahuan dan keahlian secara khusus/terspesialisasi; (3) produk lebih inovatif; (4) peningkatan produksi
dan penjualan; (5) kemudahan memasarkan produk; (6) kemitraan yang lebih solid dan transparan dan (7)
adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha.
Sementara itu pihak stakeholders subsektor perkebunan mempersepsikan dampak-dampak berikut sebagai
dampak-dampak keberadaan dan pengembangan klaster yang paling utama: (1) memberi manfaat reputasi
bagi lembaga; (2) memberi manfaat positif bagi perekonomian masyarakat; (3) iklim usaha yang kondusif
dan (4) sarana prasarana lebih memadai.
Pihak bukan pelaku subsektor perkebunan mempersepsikan dampak-dampak berikut sebagai dampak-
dampak keberadaan dan pengembangan klaster yang paling utama: (1) reputasi daerah (branding) menjadi
lebih baik; (2) iklim usaha yang kondusif; (3) merasa nyaman tinggal di lokasi/sekitar lokasi klaster; (4)
memberi manfaat positif bagi perekonomian masyarakat sekitar dan (5) menyerap tenaga kerja masyarakat
sekitar.
2.3.4.2. Deskripsi Klaster Komoditas Subsektor Perkebunan
Berikut adalah paparan umum tentang dua klaster komoditas sektor perkebunan, yaitu: Klaster Kopi Rakyat
Bondowoso dan Klaster Kakao Sikka. Pusat pengelolaan Klaster Kopi Rakyat Bondowoso berlokasi di Desa
Rejoagung, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso, Provinsi Jawa Timur. Pengelola Klaster dan
sekaligus Klaster Champion dari Klaster Kopi Rakyat Bondowoso ini adalah Koperasi Rejo Tani . Wilayah
operasional Klaster Kopi Rakyat Bondowoso ini mencakup luasan perkebunan kopi rakyat yang mencapai
7331 Hektar dan tersebar di kawasan hutan PTPN XII dan di luar kawasan hutan yang tersebar di 10
kecamatan.
Klaster Champion dan pengelola klaster dari Klaster Kakao Sikka adalah KSU Plea Puli. Pengelolaan
klaster berpusat di Desa Bloro, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Wilayah
operasional Klaster Kakao Sikka mencakup lahan budidaya milik rakyat seluas 21657 hektar yang tersebar
di 21 Kecamatan di Kabupaten Sikka.
143
Gambaran Umum Klaster
A. Profil Kelembagaan Klaster
Inisiator
Masing-masing dari dua klaster subsektor perkebunan diinisiasi oleh entitas inisiator yang berbeda-beda.
Pengembangan Klaster Kopi Rakyat Bondowoso diinisiasi oleh KPw BI Jember dengan salah satu mitra
inisiator utama lain, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember (Puslit Koka Jember). Dalam melaksanakan
inisiasi pengembangan klaster ini, terjadi kemitraan dan penggalangan komitmen antar stakeholders yang
dituangkan dalam MoU antar tujuh (7) belah pihak, yang terdiri dari: Pemerintah Kabupaten Bondowoso,
KPw BI Jember, Puslit Koka Jember, BPD Jawa Timur, Perhutani, PT. Indokom Citra Persada dan APEKI
Sementara itu, inisiasi pengembangan Klaster Kakao Sikka digulirkan oleh Yayasan Sahabat Cipta (YSC)
mulai tahun 2012 melalui program Support of Poor Small Cocoa Farmer (SPSCF).
Klaster Kakao Sikka juga diinisiasi oleh Swiss Contact Indonesia melalui Local Economic Development
Project di NTT (LED-NTT) di mana Cocoa Sikka Project merupakan bagian dari program ini. Pengembangan
klaster kemudian dilanjutkan oleh Yayasan Sahabat Cipta (YSC) melalui program “Support of Poor Small
Cocoa Farmer (SPSCF)”. Misi inti (core lembaga) Swiss Contact adalah berkontribusi dalam meningkatkan
standar hidup di Indonesia, melalui pendorongan terjadinya akses yang berkeadilan terhadap partisipasi
ekonomi untuk semua bagian masyarakat melalui lingkungan yang memampukan bagi pengembangan
sektor swasta dan dengan mendorong dilakukannya praktik-praktik yang lebih sensitif secara ekologi di
lingkungan urban.
Masing-masing inisiator dan sejumlah stakeholders yang terlibat dalam inisiasi ini ataupun para stakeholders
yang pernah atau masih bekerjasama dengan klaster-klaster subsektor hortikultura ini memiliki alasan atau
rasionalisasi masing-masing dalam mengembangkan klaster. Alasan ini berbeda antara satu inisiator dengan
inisiator lainnya dan juga antara satu stakeholders dengan stakeholders lainnya, baik itu merupakan visi
yang melekat dalam internal lembaga inisiator atau kebijakan dan misi yang dijalankan lembaga inisiator.
Tabel II-67 menunjukkan alasan-alasan para inisiator 2 klaster subsektor perkebunan:
Tabel II-68. Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster
Subsektor Perkebunan
Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka
Inisiator KPw BI Jember Yayasan Sahabat Cipta
Tanggal Bergabung - -
Lama Keterlibatan Dalam Klaster 2011- 2012
Alasan Mengembangkan Klaster
Core lembaga Pengendalian laju inflasi (Bank Indonesia) -
CSR Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) -
Kebijakan Pusat Program Klaster Ketahanan Pangan -
Kebijakan Internal Inisiatif KPw yang sejalan dengan kebijakan pusat -
Komitmen pengembangan Sebatas kegiatan tertentu secara insidentil -
Kajian ini juga bermaksud mengetahui dasar/kriteria yang dijadikan acuan oleh para inisiator dalam memilih
atau menentukan pengembangan suatu klaster. Berikut adalah uraian tentang dasar/kriteria penentuan
pengembangan empat klaster yang termasuk ke dalam subsektor perkebunan:
144
Gambaran Umum Klaster
Tab
el II
-69.
Pen
entu
an D
asar
/Kri
teri
a Pe
ng
emb
ang
an K
last
er S
ub
sekt
or
Perk
ebu
nan
Das
ar /
Krit
eria
Kopi
Rak
yat
di K
abup
aten
Bon
dow
oso
Kaka
o di
Kab
upat
en S
ikka
a) B
erda
sark
an
kebe
rada
aan
klas
ter
sebe
lum
nya
1) M
erup
akan
kla
ster
yan
g su
dah
ada/
dike
mba
ngka
n se
belu
mny
a-
Mer
upak
an k
last
er y
ang
suda
h ad
a/di
kem
bang
kan
sebe
lum
nya
mes
kipu
n be
lum
in
tens
if.
2) M
erup
akan
kla
ster
yan
g sa
ma
seka
li be
lum
dik
emba
ngka
n se
belu
mny
aKl
aste
r kop
i rak
yat y
ang
sam
a se
kali
belu
m d
ikem
bang
kan.
-
b) B
erda
sark
an
nila
i stra
tegi
s kl
aste
r
1) M
endu
kung
pen
gend
alia
n in
flasi
dan
atau
pen
gem
bang
an
ekon
omi d
aera
h-
-
2) M
erup
akan
pro
duk
ungg
ulan
da
erah
Mer
upak
an p
rodu
k un
ggul
an d
aera
hAw
alny
a be
lum
ung
gula
n da
erah
, nam
un s
etel
ah in
terv
ensi
men
jadi
ung
gula
n da
erah
.
3) Te
rmas
uk d
alam
Ren
cana
Ker
ja
Prog
ram
Pen
gem
bang
an Ja
ngka
M
enen
gah
Daer
ah (R
KPJM
D)Te
rmas
uk re
ncan
a ke
rja p
emda
Kab
. Bon
dow
oso
Suda
h m
asuk
dok
umen
renc
ana
kerja
pem
da (m
elal
ui B
appe
da) d
enga
an d
ibua
t ro
ad m
ap.
4) M
anda
t khu
sus
(misa
l: pa
rtisip
asi w
anita
, kot
a/de
sa,
dam
pak
lingk
unga
n)
Ada
man
dat k
husu
s di
loka
si de
sa, s
ebag
ian
besa
r pek
erja
per
empu
an (m
enur
ut
pem
da)
Ada
man
date
khu
sus
mas
yara
kat k
ecil
dan
desa
5) B
esar
nya
jum
lah
pela
ku u
saha
(U
MKM
) ter
mas
uk p
egaw
ainy
aBe
sarn
ya m
asya
raka
t/pel
aku
yang
terli
bat
Besa
rnya
mas
yara
kat/p
elak
u ya
ng te
rliba
t
c) P
oten
si pe
ngem
bang
an
klas
ter
1) P
erm
inta
an p
asar
yan
g be
sar/
belu
m te
rpen
uhi
Pasa
r disi
ni a
da d
ua y
aitu
eks
por d
an d
alam
neg
eri d
enga
n je
nis
prod
uk y
aitu
bi
ji ko
pi d
an b
ubuk
. Khu
sus
eksp
or d
ari p
erm
inta
an P
T. In
doko
m C
itra
Pers
ada
saja
.
Terd
apat
ban
yak
peda
gang
kec
il (p
engu
mpu
l) de
sa, k
ecam
atan
dan
kab
upat
en
yang
sec
ara
inte
nsif
aktif
jem
put b
ola
ke p
etan
i nam
un te
ntu
saja
har
ga re
lativ
e re
ndah
, sel
ain
itu te
rdap
at s
atu
peru
saha
an b
esar
yan
g m
emili
ki p
erw
akila
n di
m
aum
ere
yaitu
PT.
Com
estra
May
ora
yang
har
ga ju
alny
a cu
kup
bagu
s sa
mpa
i tin
gkat
pet
ani.
Perm
inta
an s
anga
t tin
ggi u
tk p
asar
dom
estik
dan
eks
por.
2) P
oten
si be
rtum
buh
Seca
ra lu
asan
laha
n da
n pr
oduk
tivita
s m
asih
cuk
up lu
as d
an re
ndah
, sej
auh
ini m
asih
bel
um d
iinte
rven
si se
cara
inte
nsif
term
asuk
ker
jasa
ma
dala
m h
al
pem
asar
an. D
ari t
otal
10
keca
mat
an, s
elam
a pr
ogra
m b
erja
lan
mas
ih m
engc
over
5-
6 ke
cam
atan
dan
mas
ih b
elum
sem
ua p
etan
i.
Seca
ra lu
asan
laha
n da
n pr
oduk
tivita
s m
asih
cuk
up lu
as d
an re
ndah
, pad
a sa
at
awal
pro
dukt
ivita
s ha
nya
250-
300
kg p
er h
ekta
r dan
men
ingk
at a
ntar
a 50
0-75
0 kg
per
hek
tar d
enga
n po
tens
i ter
us b
ertu
mbu
h.
3) P
oten
si be
rsai
ng d
enga
n pe
sain
g in
tern
asio
nal
Kont
eks
pers
aing
an b
agi p
elak
u kl
aste
r kop
i di B
ondo
wos
o m
enja
di h
al y
ang
men
arik
kar
ena
seca
ra p
rodu
k ko
pi d
ari b
ondo
wos
o m
emili
ki c
itara
sa b
erbe
da
dgn
kopi
lain
bai
k di
dal
am n
eger
i mau
pun
luar
neg
eri y
aitu
rasa
kom
bina
si “m
anis
dan
peda
s”. D
alam
kon
teks
per
sain
gan,
stra
tegi
mas
uk k
e pa
sar k
husu
s se
perti
sup
ply
ke S
tarb
uck
men
jadi
keu
nggu
lan
ters
endi
ri ka
rena
per
lu tr
eatm
en
berb
eda
untu
k se
tiap
pasa
r di p
rose
singn
ya (p
asca
pan
en, d
ll).
Kebu
tuha
n ka
kao
duni
a tin
ggi d
an s
aat i
ni p
etan
i sed
dang
difa
silita
si un
tuk
mem
pero
leh
serti
fikas
i dar
i Rai
n Fo
rest
Alli
ance
(RFA
), UT
Z da
n ju
ga C
ocoa
Le
star
i seh
ingg
a m
enin
gkat
kan
posis
i taw
ar/p
ersa
inga
n di
inte
rnas
iona
l.
4) P
oten
si ke
naik
an p
enda
pata
n ba
gi U
MKM
Kena
ikan
pen
dapa
tan
UMKM
(pet
ani).
Tent
u sa
ja in
i sud
ah b
isa d
irasa
kan
oleh
pa
ra p
etan
i, da
ri pr
oduk
tivita
s aw
al h
anya
2 to
n pe
r/hek
tar p
er ta
hun
sebe
lum
in
terv
ensi
klas
ter n
aik
men
jadi
4-4
,5 to
n/ha
per
tahu
n te
rmas
uk h
arga
, sel
ain
itu
dive
rsifi
kasi
prod
uk m
enja
di b
ubuk
mem
berik
an n
ilai t
amba
h sig
nifik
an.
Kena
ikan
pen
dapa
tan
UMKM
(pet
ani).
Saa
t ini
min
imal
pen
dapa
tan
peta
ni d
ari
kaka
o se
besa
r 50%
dar
i tot
al p
enda
pata
n (m
inim
al p
etan
i mem
pero
leh
15 ju
ta
per t
ahun
per
hek
tar),
dan
jika
sec
ara
inte
nsif
ditin
gkat
kan
prod
uktiv
itas
dan
pros
es p
asca
pan
en m
aka
pote
nsi p
enda
pata
n se
mak
in ti
nggi
. Bel
um la
gi ji
ka
dita
mba
h de
ngan
kom
odita
s la
in s
eper
ti ke
lapa
, dan
lain
nya.
145
Gambaran Umum Klaster
Das
ar /
Krit
eria
Kopi
Rak
yat
di K
abup
aten
Bon
dow
oso
Kaka
o di
Kab
upat
en S
ikka
5) K
eber
adaa
n “l
ead
firm
” ya
ng
mem
puny
ai ja
ringa
n UM
KM
Dala
m h
al in
i eks
porti
r (PT
. Ind
okom
Citr
a Pe
rsad
a) y
ang
bera
lam
at d
i sid
oarjo
Ja
tim m
enja
di p
erus
ahaa
n te
rseb
ut, d
an s
ecar
a ru
tin b
erko
mun
ikas
i dgn
pet
ani,
kelo
mpo
k ta
ni d
an k
oper
asi t
erka
it ku
alita
s da
n ku
antit
as k
opi y
ang
kont
inu.
M
erek
a m
empu
nyai
ora
ng la
pang
an.
Kebe
rada
an p
erus
ahaa
n ek
spor
tir d
an in
dust
ry s
eper
ti PT
. Com
estra
May
ora
sang
at m
emba
ntu
siste
m p
erda
gang
an y
ang
ada,
bag
aim
ana
peru
saha
an
men
jadi
pili
han
bagi
pet
ani u
ntuk
men
jual
sel
ain
kepa
da p
edag
ang-
peda
gang
ya
ng p
embe
liann
ya re
ndah
. Hub
unga
n da
gang
ant
ara
peru
saha
an ju
ga
diba
ngun
den
gan
baik
mel
alui
UPH
(Uni
t Pem
belia
n Ha
sil) m
ilik
peta
ni d
an
kelo
mpo
k ta
ni d
iant
aran
ya U
PH P
lea
Puli
dan
UPH
Bakt
i.
6) P
oten
si un
tuk
men
cipta
kan
lapa
ngan
ker
ja
Dala
m 1
hek
tar l
ahan
kop
i mem
butu
hkan
tena
ga k
erja
min
imal
2 o
rang
unt
uk
mer
awat
keb
un te
ruta
ma
suam
i dan
istri
(ang
gota
kel
uarg
a), n
amun
ket
iga
mus
im p
anen
tiba
(4 k
ali s
etah
un) d
ibut
uhka
n te
naga
ker
ja y
ang
jum
lahn
ya
signi
fikan
dan
saa
t pan
en ra
ya ju
mla
h te
naga
ker
ja re
lativ
e ku
rang
seh
ingg
a pa
nen
tidak
mak
simum
teru
tam
a di
mus
im p
anen
pad
a bu
lan
Mei
-Jun
i dan
Ag
ustu
s-Se
ptem
ber.
Dila
han
lain
mas
ih b
anya
k ya
ng b
elum
dik
elol
a (te
rmas
uk
laha
n Pe
rhut
ani)
oleh
mas
yara
kat s
ekita
r (LM
DH/L
emba
ga M
asya
raka
t Des
a Hu
tan)
. Pen
gola
han
kopi
bub
uk ju
ga m
embu
tuhk
an te
naga
ker
ja y
ang
rela
tif
bany
ak te
ruta
ma
mel
ibat
kan
kaum
per
empu
an m
ulai
dar
i pro
ses
sam
pai d
enga
n pe
ngem
asan
.
Tena
ga k
erja
dib
utuh
kan
untu
k be
bera
pa p
erla
kuan
keb
un m
isaln
ya p
eraw
atan
, pe
mel
ihar
aan
dan
juga
pan
en. N
amun
dal
am p
elak
sana
anny
a bi
asan
ya a
nggo
ta
kelu
arga
saj
a ya
ng b
eker
ja d
an m
elib
atka
n 1-
2 or
ang
dlam
set
iap
hekt
arny
a.
Untu
k be
bera
pa k
egia
tan
kelo
mpo
k ta
ni s
udah
ada
mod
el k
erja
sam
a se
cara
be
rgan
tian
mem
bant
u ke
bun
angg
ota
dan
bias
anya
dila
kuka
n pa
da h
ari s
abtu
se
cara
ber
gilir
.
7) K
eter
libat
an p
emer
inta
h/do
nor
(sta
keho
lder
s)Ke
terli
bata
n m
inim
al a
dala
h &
piha
k, d
itam
bah
dari
pem
erin
tah
prov
insi,
pe
rgur
uan
tingg
i, dl
l ter
us m
enin
gkat
.
Pem
erin
tah
mul
ai te
rliba
t sec
ara
inte
nsif
dala
m p
enge
mba
ngan
kak
ao, L
SM
seba
gai p
elak
sana
dan
beb
erap
a le
mba
ga d
onor
men
yedi
akan
dan
a pr
ogra
m
dian
tara
nya
BMZ,
dan
yay
asan
dar
i Jer
man
.
8) L
ingk
unga
n us
aha
yang
ko
ndus
if
Seja
uh in
i tid
ak a
da k
ebija
kan
terk
ait p
enge
mba
ngan
kop
i dan
per
daga
ngan
ya
ng b
ersif
at n
egat
if, te
rmaa
suk
hubu
ngan
ker
jasa
ma
anta
ra p
etan
i den
gan
Perh
utan
i (ba
gi h
asil)
, pen
ggun
aan
laha
n ya
ng d
iluar
per
untu
kan
dan
juga
ta
ta n
iaga
. Di l
evel
per
usah
aan
(eks
porti
r) tid
ak m
enem
ui k
enda
la n
amun
yan
g m
asih
per
lu d
iting
katk
an a
dala
h ak
ses
dan
peni
ngka
tan
dari
skem
a pe
mbi
ayaa
n ke
pada
pel
aku
usah
a. P
emer
inta
h da
erah
mel
alui
Kep
ala
daer
ah ju
ga
men
duku
ng d
enga
n m
engi
nteg
rasik
an p
enge
mba
ngan
kop
i den
gan
pariw
isata
(a
grib
usin
ess)
di B
ondo
wos
o.
Infra
stru
ktur
di S
ikka
rela
tif b
agus
, beb
erap
a ja
lan
ke d
esa-
desa
sud
ah d
iasp
al
dan
teru
s da
lam
pen
gem
bang
an. D
ari s
isi p
emer
inta
h su
ppor
t mel
alui
din
as
terk
ait,
terd
apat
lem
baga
pem
biay
aan
mul
ai d
ari p
erba
nkan
, Kop
eras
i Kre
dit
Cred
it Un
ion
ters
edia
dan
mud
ah d
iaks
es.
146
Gambaran Umum Klaster
Setiap inisiator menyusun strategi pengembangan klaster yang berbeda-beda. Berdasarkan pengalaman
Bank Indonesia, inisiasi suatu pengembangan klaster melalui serangkaian tahapan-tahapan tertentu, yang
merupakan mekanisme atau prosedur inisiasi pengembangan klaster. Berikut adalah uraian dari tahapan-
tahapan inisiasi pengembangan keempat klaster subsektor hortikultura yang dilakukan oleh masing-masing
inisiator:
Tabel II-70. Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Subsektor Perkebunan
Tahapan Pengembangan Kopi Rakyat di di kab. Bondowoso Kakao
di Kabupaten Sikka
1. Menentukan klaster
Penentuan klaster berdasarkan arahan/kebijakan BI Pusat
Penentuan klaster biasanya didasarkan dari tema pemberi dana (donor).
2. Analisis klaster Melakukan kajian untuk menganalisa kondisi klaster yang dilaksanakan oleh Puslit Koka Jember bekerjasama dengan Bank Indonesia wilayah Jember
Penentuan klaster dan analisis bisanya dilakukan parallel. YSC melakukan assessment value chain untuk beberapa komoditas seperti kelapa, kakao, jambu mete, kemiri, pala, dll. Dari hasil tersebut ditentukan kakao karena faktor market driven, pelaku yang terlibat cukup banyak dan potensi tumbuh tinggi.
3. Penggalangan komitmen
Melibatkan 7 pihak dengan penandatanganan MoU. Tujuh pihak tersebut adalah Pemkab Bondowoso, BI Jember, Puslit Koka Jember, BPD Jatim, Perhutani, PT. Indokom Citra Persada dan APEKI.
Workshop menjalin kesepakatan/ penggalangan komitmen bersama dimana salah satunya terbentuk Forum Multistakeholders DKED dan menyusun rencana tindak.
4. Menyusun perencanaan
Penyusunan rencana tindak yang dituangkan dalam road map. Setelah itu masih-masing pihak terutama melalui dinas terkait, BI jember, Puslit Koka menurunkan dalam rencana kerja masing-masing lembaga kemudian disampaikan kepada stakeholders dan pelaku usaha
Beberapa rencana tindak strategis atau utama dilakukan dalam penggalangan komitmen. Pada dasarnya YSC sudah memiliki rencana kegiatan dalam program SPFCF (sudah ditentukan dalam tahap analisis) namun tetap ada beberapa kegiatan yg perlu didukung oleh stakeholders lainnya misalnya sertifikasi kakao lestari termasuk penganggarannya akan dibicarakan.
5. Melaksanakan pengembangan klaster
Implementasi kegiatan sesuai dengan rencana seperti pelatihan teknis (budidaya dan pasca panen), studi banding, demo plot, sertifikasi, pendampingan intensif, dll oleh lembaga yang terkait dan secara bersama-sama
Dalam tahap implementasi dilaksanakan bersama-sama kolaborasi antara LSM, pemda dan lembaga lainnya salah satunya membuat 64 demplot di 64 kelompok tani. Dalam kegiatan juga dibentuk beberapa unit untuk pemasaran bersama kelompok yang bisa langsung linkage dengan buyer (PT. Comestra Mayora). Salah satu output dalam implementasi ini muncul lembaga pelayanan (service provider) yaitu Cocoa Learning Centre (CLC) yang anggotanya merupakan petani pelopor mewakili beberapa wilayah.
6. Monitoring dan evaluasi
Melaksanakan monitoring bersama-sama antara 7 pihak. Tiap tahun BI Jember membuat evaluasi dan melihat perkembangan begitu juga pihak lain juga melakukan evaluasi.
Melaksanakan monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara parsial (lembaga) maupun bersama-sama misalnya YSC dengan CLC.
7. Exit Phase Tahap ini dimaknai tidak selalu harus lepas namun bentuk dan jumlah intervensinya berkurang, biasanya bentuk intervensi dipilih kepada pendampingan proses. Sebagai contoh, BI Jember masuk untuk mengembangkan komoditas/sektor lainnya.
Strategi exit phase dari program ini sudah dirancang sejak awal dimana munculnya DKED diharapkan mampu mengawal pengembangan ekonomi di level meso dan makro, kemudian CLC dan koperasi/unit penjualan berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya maka itu menjadi modal untuk keberlanjutan
Pada dasarnya sinergitas stakeholders yang terlibat cukup tinggi baik kopi maupun kakao. Yang menjadi
catatan penting dalam pengembangan ekonomi perlu adanya satu lembaga/kelompok yang menjadi
arranger semua kegiatan dalam klaster/program baik itu entitas bisnis maupun non bisnis. Apabila kita lihat
di program kakao yang berperan aktif adalah YSC selama proyek 3-4 tahun termasuk sebagian besar dana
untuk beberapa kegiatan kunci sudah dialokasikan sejak awal proyek. Sedangkan untuk kopi rakyat pada
dasarnya Bank Indonesia Jember menjadi arranger dan intensif bekerjasama dengan Puslit Koka jember
karena memiliki sumber daya serta core competence dibidang kakao.
147
Gambaran Umum Klaster
Pada kedua inisiasi pengembangan klaster yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan YSC,masing-masing
inisiator mengambil peran sebagai arranger strategi dan pelaksanaan intervensi yang melakukan koordinasi
dan sinergi dengan stakeholders dan penerima manfaat (beneficiaries) intervensi, baik sebagai fasilitator,
penghubung dan penyandang dana intervensi (melalui bantuan teknis atau bantuan sarana prasarana).
Berikut adalah uraian tentang jenis-jenis intervensi yang dilakukan setiap inisiator pada pengembangan
klaster masing-masing:
Tabel II-71. Bentuk dan Kontributor - Intervensi Inisiator dan Stakeholder Klaster
Subsektor Perkebunan
Jenis IntervensiKopi Rakyat Bondowoso Kakao Sikka
Bentuk Intervensi Kontributor Bentuk Intervensi Kontributor
1. Bantuan peralatan, sarana dan infrastruktur
• Penyediaan kawasan hutan yang dapat dipergunakan dalam pengembangan klaster kopi dengan prinsip pengembangan hutan lestari
• Penyediaan infrastruktur, sarana dan prasarana
• Perhutani• Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Kabupaten Bondowoso
Data tidak tersedia -
2. Bantuan pendanaan Penyediaan pinjaman/kredit investasi BPD Jatim Data tidak tersedia -
3. Akses kepada pemasaran
Mitra pemasaran/eksportirPT. Indokom Citra Persada
Ada
Program SPSCF (Support of Poor Small Cocoa Farmer)
4. Akses kepada sumber bahan baku
Ada Puslit Koka Jember Bantuan benih kakaoDinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sikka
5. Penguatan kelembagaan
AdaProgram Intervensi Pengembangan Klaster KPw BI Jember
AdaCLC, YSC
6. Pembuatan demplot Tidak ada - Tidak ada -
7. Kompetisi inovasi dan teknologi
Tidak ada - Tidak ada -
8. Peningkatan kapasitas pelaku usaha (Pelatihan, magang, studi banding dan lain-lain)
Fasilitasi pelatihanPelatihan dan bantuan teknis
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten BondowosoKPw BI Jember
PelatihanYayasan Sahabat Cipta
9. Pendampingan
• Fasilitasi sertifikasi produk (UTZ dan Organik)
• Pendampingan• Pendampingan budidaya,
pengolahan, pemasaran dan sertifikasi
• PT. Indokom Citra Persada
• Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bondowoso
• Puslit Koka Jember
Pendampingan, bantuan teknis dan fasilitasi sertifikasi
Yayasan Sahabat Cipta
Klaster Champion/Manajemen Klaster
Dalam klaster, peran dari lembaga yang aktif (baik bisnis maupun non bisnis) sangat penting untuk
menggerakkan semua elemen sehingga rantai pasok dan nilai dalam komoditas tersebut berjalan mulai
dari hulu sampai hilir.
Profil kelembagaan komoditi kakao yang berperan dalam mengorganisasi anggota dan aktivitasnya
(manajemen) adalah Koperasi Serba Usaha (KSU) Plea Puli yang terletak di Desa Bloro Kecamatan Nita,
Kabupaten Sikka. Saat ini KSU Plea Puli beranggotakan 40 orang dan hanya 22 orang yang memiliki lahan.
Meskipun sudah lama berdiri namun perkembangan koperasi ini tidak begitu bagus, hal yang paling
148
Gambaran Umum Klaster
mudah adalah karena tidak bertambahnya jumlah anggota sejak tahun 2011. Baru bertambah dari 36
orang menjadi 40 orang pada tawal tahun 2014 ini. Namun demikian sejak terlibat dalam program di tawal
tahun 2012 koperasi ini pelan-pelan mulai membuka diri terutama pengembangan usahanya, bukan hanya
koperasi yang beranggotakan petani dan berbudidaya namun juga masuk kepada sektor perdagangan dan
jasa. Sehingga saat ini KSU Plea Puli memiliki 3 unit usaha yaitu:
1) Simpan Pinjam
2) Usaha Tani (budidaya)
3) Dan pembelian (Unit Pembelian Hasil/disebut UPH)
Koperasi ini membeli hasil kakao dari anggotanya yang tersebar di 3 desa yaitu Bloro, Lusitada dan Nita
di Kecamatan Nita. Selain itu juga melakukan pembelian kepada petani lain selain anggota dibeberapa
wilayah kemudian menjual ke PT. Comestra Mayora dengan memperoleh imbal hasil sebesar 1000 rupiah
per kilogramnya. Di Desa Bloro terdapat 20 kelompok tani (Poktan) lainnya.
Untuk lembaga yang disebut manager klaster di komoditi kopi rakyat adalah Koperasi Rejo Tani. Koperasi
Rejo Tani yang beralamat di Kecamatan Sumberwringin ini sudah berdiri sejak tahun 1999 namun dalam
prosesnya tidak berjalan sesuai yang diharapkan oleh anggotanya. Baru pada tahun 2011 mulai aktif
khususnya bergerak dalam usaha perdagangan kopi. Koperasi ini beranggotakan 84 orang yang sebagian
besar merupakan wakil dari 37 kelompok tani dibawah binaan (anggota koperasi) yang melibatkan 2500
orang (1250 KK) di 5 kecamatan. Keberadaan koperasi ini sangat penting terutama dalam mengkoordinir
pemasaran melalui satu pintu ke eksportir PT. Indokom Citra Persada untuk tujuan ekspor dan mencoba
menjadi pemain tengah yang mampu meningkatkan posisi tawar (nilai tambah) petani anggotanya.
Koperasi Rejo Tani memfasilitasi transaksi antara eksportir dengan kelompok tani anggotanya termasuk
bagaimana negosiasi dilakukan secara transparan sampai disepakati harga dan koperasi mendapatkan fee
dengan besaran bervariasi namun setidaknya setiap tahun ada pendapatan 70 juta dari proses 4 bulan
panen (setahun) dari fungsi yang dilakukan seperti pemasaran dan quality control. Peran koperasi masih
belum optimal karena belum mampu untuk membina seluruh anggota kelompok tani. Yang bisa dilakukan
saat ini terus menjalin kerjasama dengan Puslit Koka Jember dan dinas melalui PPL (penyuluh lapangan).
Untuk menghadapi persaingan bisnis dengan pedagang-pedagang lain yang cenderung menekan harga,
fungsi koperasi menjadi sangat penting namun karena kebutuhan modal untuk perputaran bisnis (transaksi)
masih belum optimal. Koperasi Rejo Tani kembali aktif dengan dorongan berbagai pihak untuk menjadi
simpul strategis penggerak klaster dari sisi pelaku usaha.
Visi dan Arah Pengembangan Klaster Jangka Panjang
Pihak pengelola klaster/manajemen klaster, sebagaimana organisasi hidup lainnya memiliki visi dan target
jangka panjang, target jangka pendek serta prioritas pengembangan kelembagaannya. Semua pihak Berikut
adalah uraian tentang visi dan target jangka panjang dari masing-masing klaster subsektor perkebunan:
149
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-72. Visi dan Tujuan Jangka Panjang Pengembangan Klaster
Target Visi Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka
Stakeholder Pengembangan jaringan dan peningkatan kerja sama Kesinambungan kerja jaringan dan skema multistakeholders
PasarPemenuhan permintaan eksportir sebanyak 1000 ton per tahun secara bertahap; peningkatan ekspor
Pemenuhan sertifikasi UTZ dan RFA
Operasional Penguatan kelompok dan anggota yang ada Penguatan kelembagaan
AnggotaPenguatan kapabilitas anggota lama dan menjaring lebih banyak anggota
Penguatan kapabilitas anggota lama dan menjaring lebih banyak anggota
KinerjaPemenuhan permintaan eksportir sebanyak 1000 ton per tahun secara bertahap; peningkatan produktivitas dan kualitas kopi
Tidak dinyatakan secara definitif
Tujuan-tujuan jangka pendek para pengelola klaster subsektor perkebunan adalah sebagai berikut:
Tabel II-73. Tujuan Jangka Pendek Pengembangan Klaster
Tujuan Jangka Pendek Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka
Pengembangan sosial ekonomi
Pelibatan masyarakat ke dalam usaha-usaha kopi
Pelibatan lebih banyak masyarakat ke dalam usaha-usaha kakao
Ekspansi klasterPerluasan area intervensi di beberapa desa dan kecamatan
Pemerintah Kabupaten Sikka memiliki program pemanfaatan lahan tidur untuk perkebunan kakao
Inovasi dan teknologi Inovasi budidaya, pasca panen dan pengolahan Inovasi budidaya, pasca panen dan pengolahan
Pendidikan dan trainingPelatihan budidaya, pasca panen dan pengolahan kopi kepada para anggota
Pelatihan budidaya, pasca panen pengolahan kakao dan usaha kepada para anggotaCocoa Learning Center (CLC)
Kerja sama komersial
Pemantapan usaha dengan PT. Indokom Citra PersadaPerluasan pemasaran produk kopi bubuk kelompok tani/UPH
Pemantapan usaha dengan PT. Comestra Mayora
Melaksanakan kebijakan -Kebijakan Gerakan Nasional KakaoProgram Gelora (Gerakan Ekonomi Rakyat) Kabupaten Sikka
Untuk mencapai tujuan-tujuan pengembangan klaster, pihak pengelola klaster perlu menetapkan prioritas-
prioritas pengembangan klaster. Dalam kajian ini, pihak pengelola klaster tidak menyatakan secara eksplisit
prioritas-prioritasnya, namun penelaahan wawancara menyatakan bahwa prioritas-prioritas klaster-klaster
subsektor perkebunan adalah sebagai berikut:
Tabel II-74.Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster
Aspek Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka
Penguatan bisnis untuk kepentingan pelaku
Pemantapan usaha dengan PT. Indokom Citra Persada. Memperkuat usaha produk hilir (kopi bubuk) dan kopi siap ekspor yang telah dikembangkan oleh kelompok tani/UPH (unit pengolahan hasil).
Pemantapan usaha dengan PT. Comestra Mayora
Penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster
Penguatan kelembagaan anggota baik dalam sebagai kelompok tani ataupun anggota koperasi; penguatan kapasitas anggota; pelatihan budidaya, pasca panen dan pengolahan kopi kepada para anggota serta pendampingan sertifikasi dan akses pasar, bekerja sama dengan Puslit Koka Jember
Penguatan kelembagaan anggota baik sebagai kelompok tani ataupun anggota koperasi; penguatan kapasitas anggota; pelatihan budidaya, pasca panen dan pengolahan kopi dan usaha kepada para anggota, salah satunya melalui wadah dan pendampingan CLC (Cocoa Learning Center)
Perbanyakan R&D
Inovasi budidaya, pasca panen dan pengolahan, bekerja sama dengan Puslit Koka Jember
Inovasi budidaya, pasca panen dan pengolahan
150
Gambaran Umum Klaster
Sumber Pendanaan Klaster
Aspek finansial merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan usaha apapun. Pendanaan
diperlukan dalam pengembangan klaster untuk membangun suatu sistem usaha yang saling terhubung dan
tergantung satu dengan yang lainnya. Pendanaan ini sebetulnya dimaksudkan sebagai stimulasi, seringkali
sifatnya adalah subsidi dari para stakeholders. Berikut adalah komposisi pendanaan klaster-klaster subsektor
perkebunan:
Tabel II-75. Sumber Pendanaan Klaster
Sumber Dana Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka
Pemerintah daerah 40% Tidak tersedia
Pemerintah pusat 20% Tidak tersedia
Perusahaan swasta 5% Tidak tersedia
Anggota klaster 10% Tidak tersedia
Asosiasi 5% Tidak tersedia
Lainnya: 20% 70%
Semua klaster subsektor perkebunan yang dikaji memperoleh pendanaan untuk pengembangan klaster
dari pihak pemerintah.
Sistem Pengelolaan Klaster
Masing-masing manajemen klaster subsektor perkebunan ini telah berhasil membangun suatu sistem
pengelolaan klaster. Sistem pengelolaan klaster ini dicirikan dengan keberadaan unsur-unsur pengelolaan
klaster sebagai berikut:
Tabel II-76. Sistem Pengelolaan Klaster
Sistem Pengelolaan Klaster Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka
Adanya struktur pengelolaan klaster (struktur organisasi pengelola dan aturan main)
Klaster sudah memiliki struktur organisasi pengelola dan AD/ART
Klaster sudah memiliki struktur organisasi pengelola dan AD/ART
Adanya kantor Sudah memiliki gedung kantor Sudah memiliki gedung kantor
Adanya kepercayaan dan keterbukaan antar anggota
Anggota saling berinteraksi dan berbagi informasiAnggota saling berinteraksi dan berbagi informasi, terutama dalam wadah CLC
Aktivitas berjejaring (networking), seperti promosi, pembentukan jaringan
Terdapat kegiatan berjejaring yang aktif, dilakukan oleh para pengurus Koperasi Tani Rejo, baik itu pengembangan jaringan dan relasi dengan lembaga bisnis ataupun non bisnis.
Terdapat usaha untuk berjejaring, meski masih terbatas
Pengembangan organisasi Tidak dinyatakan secara definitif Tidak dinyatakan secara definitif
Kegiatan rutin: pertemuan rutin, kelompok kerja (working group), kerja sama protek dan lain-lain
Terdapat kegiatan pertemuan rutin pengurus organisasi
Terdapat kegiatan pertemuan rutin pengurus organisasi
Kegiatan Champion/Manajemen Klaster
Dalam kajian ini, para representasi pengelola klaster diminta untuk menilai aktivitas-aktivitas manajemen
yang sudah dilakukan. Berikut adalah rangkuman penilaian tersebut:
151
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-77. Aktivitas Manajemen Klaster
No Aktivitas Kopi Rakyat Bondowoso
KakaoSikka Rerata
1a Pertemuan rutin tahunan untuk topik tertentu 6 5 5,5
1b Kunjungan tahunan kepada anggota klaster 6 5 5,5
2 Anggota terlibat dalam organisasi klaster misal komite manajemen 5 5 5
3Adanya tim manajemen klaster yang kuat, fleksibel, otonom dan dinamis yang bermanfaat bagi anggota klaster
5 6 5,5
4 Memiliki strategi pendorong bisnis (business driven) sebagai faktor keberhasilan 5 6 5,5
5Klaster memiliki kemampuan mengelola sumber daya, membuat diagnosis kebutuhan sektor spesifik dan menyusun strategi untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki
5 5 5
6Adanya hubungan yang baik, dengan lembaga pemerintah daerah dan pusat, berdasarkan kemitraan yang stabil dan berkesinambungan
6 6 6
7Memiliki dan menawarkan teknologi baru dan tepat guna sebagai layanan yang berharga kepada anggota klaster
5 6 5,5
8Memulai dan memberi dukungan untuk kegiatan bersama antara perusahaan, R&D dan lembaga pelatihan
5 6 5,5
9 Sentralisasi informasi/akses sumber daya 2 2 2
Dari penilaian atau persepsi masing-masing pihak manajemen klaster, dapat dilihat bahwa kedua pengelola
klaster menilai secara keseluruhan bahwa mereka telah menjalankan fungsi dan aktivitas manajerial di atas
dan merasa yakin dengan kinerjanya. Kedua koperasi ini menilai bahwa mereka belum berhasil melakukan
sentralisasi informasi/akses sumber daya.
Fase Perkembangan Klaster
Berdasarkan parameter yang telah dibuat dalam kajian ini, hasil kajian memetakan fase atau tahapan
klaster-klaster subsektor perkebunan sebagai berikut:
Tabel II-78. Pemetaan Fase Perkembangan Klaster di Subsektor Perkebunan
No Uraian
Fase Klaster
Starting Phase Consolidating Phase Development Phase Reorienting Phase
Kopi Rakyat Bondowoso
Kakao Sikka
Kopi Rakyat Bondowoso
KakaoSikka
Kopi Rakyat Bondowoso
Kakao Sikka
Kopi Rakyat Bondowoso
Kakao Sikka
1 Lama Berdiri
2 Koordinasi
3 Inovasi
4 Kegiatan
5 Kelembagaan
6 Kepengurusan
7 Keanggotaan
8 Perencanaan
9 Pertanggungjawaban
152
Gambaran Umum Klaster
1) Klaster Kopi Rakyat Bondowoso
Secara umum klaster kopi rakyat Bondowoso bisa dikatakan sudah pada tahap pengembangan/fase
development termasuk juga Koperasi Rejo Tani sebagai manajemen klaster. Koperasi Rejo Tani sudah
berada lebih dari 3 tahun (3,5 tahun). Koordinasi internal koperasi berjalan baik, koordinasi antar anggota
(kelompok tani), dan koordinasi dengan stakeholders juga demikian. Selain itu, sudah ada inovasi meskipun
masih sedikit seperti sertifikasi UTZ, sertifikasi organik, diversifikasi produk menjadi bubuk dan mengarah
kepada agrowisata. Kegiatan di klaster cukup banyak dan sistematis sesuai dengan road map. Kelembagaan
petani, kelompok tani serta kesepakatan berbagai pihak (MoU 7 pihak) berjalan cukup bagus meskipun
kelembagaan koperasi dan kelompok tani yang ada perlu diperkuat. Kepengurusan di setiap level masih
perlu diperkuat. Keanggotaan cukup solid, sudah ada rencana kerja terutama di level stakeholders dan di
koperasi/kelompok tani serta sudah ada mekanisme pertanggungjawaban seperti RAT.
2) Klaster Kakao Sikka
Sejak terlibat dalam program dan mendapatkan pendampingan teknis dari YSC dan Cocoa Learning
Center (CLC), perlahan KSU Plea Puli mulai tumbuh. Untuk lebih jelasnya sesuai tahapan pendekatan
klaster tidak bisa disebutkan berada dalam satu tahap pengelompokan 4 fase yang ada. Namun demikian
jika dikelompokkan sudah sampai ditahapan mana bisa disimpulkan pada tahap pengembangan/fase
development. KSU Plea Puli telah berdiri lebih dari 6 tahun. Koordinasi sudah berjalan dengan baik. Tiap
bulan, terdapat pertemuan antara pengurus dan anggota didampingi oleh CLC untuk membahas: a) hasil
penjualan; b) simpan pinjam; c) budidaya dan pasca panen seperti kualitas, produktivitas; d) sosial; dan
isu lainnya jika ada. Sudah ada inovasi meskipun sedikit seperti teknik budidaya sambung samping dan
sambung pucuk, kemudian penanganan pasca panen menggunakan alat pengeringan yang efektif (para-
para) atau lantai jemur dan penerapan kakao lestari (proses penerapan). Banyak kegiatan bisa dikatakan
telah dilakukan rutin seperti sekolah lapang dan pertemuan bulanan. Kelembagaan berjalan mantap,
kepengurusan berjalan mantap dan pembukuan dibuat serta dilaporkan secara transparan. Keanggotaan
sudah mulai bertambah meskipun lambat. Sudah ada perencanaan, mereka membuat Rencana Definitif
Kegiatan (RDK) tahunan yang penyusunannya difasilitasi oleh dinas terkait. Pertanggungjawaban sudah ada
mekanismenya dan berjalan baik terutama dilakukan setiap tahun dalam RAT (bulan ke-3).
B. Rantai Nilai Klaster
Rantai nilai dua komoditas (kopi dan kakao) dibawah menjelaskan beberapa fungsi yang dilakukan oleh
pelaku usaha inti mulai dari input, budidaya, produksi (transformasi) perdagangan dan konsumsi. Perbedaan
signifikan antara kopi dan kakao dalam fungsi yang dilakukan dalam rantai nilai adalah di produksi
(transformasi) dimana kopi sudah melakukan sampai pengolahan produk hilir menjadi bubuk sedangkan
kakao masih belum. Produksi untuk kakao hanya sebatas proses di pasca panen sampai dihasilkan kakao
biji yang sudah dipisah kualitasnya. Dua komoditas ini bekerjasama dengan lead firm yang berperan sebagai
eksportir dan dengan adanya perusahaan tersebut urusan pasar sudah terjamin dan bagaimana menjaga
serta menambah kualitas dan kuantitas pasokan karena permintaan (demand) lebih besar dibanding
persediaan/pasokan (supply).
Rantai nilai kopi rakyat di Bondowoso sebagian besar input supply untuk lahan berasal dari PTPN XII, hanya
sebagian kecil milik rakyat yang dikelola oleh 1.250 orang di lahan 1.750 hektar (tersebar di 6 kecamatan).
153
Gambaran Umum Klaster
Input supply
Produksi Perdaga-ngan Konsumsi
• Lahan • Peralatan
Kebun PTPN XII
Alat kemas/ plastik (Toko di
Surabaya)
• Penanaman• Pemeliharaan, panen• Sertifikasi (UTZ,
Organik, IG)
• Penjualan dan distribusi hasil
• Industri• Konsumen
Budidaya
Gambar Rantai Nilai Kopi - Bondowoso
• Penjemuran, sortasi• Pengolahan (kopi
bubuk)• Pengemasan, merek
Puslit Koka Jember
(peralatan)
Puslit Koka Jember
37 UPH (Unit Pengolahan Hasil)
Koperasi Rejo Tani
PT. Indokom Citra Persada (Eksportir)
Petani Lain (LMDH, lahan milik sendiri) di Bondowoso
Pengumpul Kecil (Desa) #20 di
Sbr.wringin #60 total
Pengumpul Besar di Bondowoso #15
Industri di Eropa, Jepang
dan luar negerilainnya.
Eksportir dan Industri Dalam
Negeri
Retail, Pasar, Konsumen
Pemkab Bondowoso, PTPN XII, Bank Indonesia Jember, APEKI, BPD Jatim, Pemprov Jatim, Pemerintah Pusat.
Petani #1.250#1.750 hektar#6 kecamatan
PTPN XII
Kebun PTPN XII
Gambar II-46. Rantai Nilai Klaster Kopi Rakyat – Bondowoso
Rantai nilai kakao di Kabupaten Sikka entitas yang terlibat tidak sebanyak kopi di Bondowoso namun ada
hal dan peran penting dari entitas baru selain pelaku inti yang muncul dalam rantai nilai tersebut yaitu
penyedia jasa (service provider) Cocoa Learning Centre (CLC). Peran CLC relatif sama yang dilakukan di
Bondowoso oleh Puslit Koka Jember, yang membedakan adalah CLC berasal dari petani dan untuk petani.
Mereka muncul dari petani karena tidak ada/sulit mengakses jasa keahlian (service provider) yang spesifik
untuk kakao didaerah. Peran CLC dalam rantai nilai membantu mulai dari input, budidaya, proses produksi
untuk pasca panen sampai akses pasar ke UPH atau perusahaan eksportir (PT. Comestra Mayora).
Jumlah tersebut hanya petani yang berada dibawah afiliasi Koperasi Rejo Tani, dan tentu saja masih banyak
petani dan lahan yang belum disentuh melalui program ini. Pemrosesan dalam produksi untuk menghasilkan
kopi siap ekspor dan produk hilir dilakukan di UPH (Unit Pengolahan Hasil) milik petani/kelompok tani.
Biji kopi siap ekspor dikirim ke Koperasi Rejo Tani dan selanjutnya dikirim ke eksportir PT. Indokom Citra
Persada. Selain PT. Indokom juga masih banyak lagi pedagang kecil yang bekerjasama dengan pedagang
besar yang berafiliasi dengan perusahaan eksportir lainnya termasuk juga PTPN XII yang mengekspor dan
menjual produk hilir dengan jumlah yang besar karena mereka memiliki semua sumber daya dari input
terutama lahan, budidaya, pemrosesan dan pasar. Untuk produk hilir (olahan bubuk kopi) masing UPH/
kelompok tani sudah memiliki merek kopi sendiri dan pemasarannya langsung ke pembeli (retail) baik di
lokal maupun antar daerah di Jawa Timur. Saat ini kelompok tani (UPH) sudah memiliki 24 merek berbeda
dengan kemasan dan varian produk yang berbeda pula. Peran stakeholders juga cukup signifikan seperti
Puslit Koka jember mendampingi mulai dari input supply (suplai peralatan untuk pengolahan kopi, dll)
sampai dengan membantu pendampingan sertifikasi dan akses pasar.
Klaster Kopi Bondowoso
154
Gambaran Umum Klaster
Input supply
Produksi Perdaga-ngan Konsumsi
• Lahan • Peralatan• Bibit• Pupuk
Bibit dari CLC
PT. Comestra Mayora (Karung
Goni)
• Penanaman• Pemeliharaan• Sertifikasi
• Penjualan dan distribusi hasil
• Industri• Konsumen
Budidaya
Gambar Rantai Nilai Kakao – Kabupaten Sikka
• Penjemuran• Pasca Panen• Pengemasan
Petani pemilik lahan 0-5 – 1 ha
Yayasan Sahabat Cipta (SC), WVI, Kopdit Sube Hutter (CU), CLC
CLC (Cocoa Learning Centre)
Pemkab Sikka (Dinas Pertanian dan Perkebunan), DKED (Dewan Kerjasama Ekonomi Daerah, Donor
KSU/UPH Plea Puli, Kec. Nita. Anggota 40 orang
KSU/UPH Bakti (Kec. Lintang)
64 Kelompok Tani #1.429 KKRerata @0,5 ha (di 33 desa, Kab. Sikka)
Toko Saprotan (Dirgahayu
Maumere, dll) Petani dan Poktan Lain
PT. Comestra Mayora
(Eksportir)
Pedagang Kecil (Desa dan Kec)
Pedagang Besar
(Maumere)
Industri Dalam Negeri dan Eksportir
Industri Dalam dan Luar Negeri
Konsumen
Gambar II-47. Rantai Nilai Klaster Kakao – Sikka
C. Tantangan dan Kendala Klaster
Dari persepsi mengenai permasalahan yang sering muncul dalam komoditas ekspor (kopi dan kakao) dan
seberapa penting menyumbang keberhasilan. Pihak responden menyatakan tidak mengetahui pertanyaan/
informasi mengenai kurangnya insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi.
Jika ada kebijakan yang kurang mendukung dan kurangnya dana pengembangan untuk infrastruktur akan
mempengaruhi keberhasilan klaster. Nilai yang diberikan rendah adalah kualitas produk belum memenuhi
standar yang diinginkan memang menjadi faktor pendorong keberhasilan meskipun saat ini sudah diterima
oleh pasar tetap masih perlu ditingkatkan.
Tabel II-79. Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Perkebunan Terhadap Masalah Ekspor
NoMasalah klaster komoditas ekspor Skor
Rata-rataSeberapa penting / setuju indikator tersebut dalam menyumbang keberhasilan Kopi Kakao
1 Kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster 5 6 5,50
2 Kurangnya insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi - - -
3Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik dan air)
5 6 5,50
4Kendala budaya; perlunya perubahan dalam pendekatan anggota kluster dengan berbagai isu terkait dengan inovasi
4 5 4,50
5 Kurangnya semangat inovatif di perusahaan hulu 5 5 5,00
6 Kesenjangan antara perusahaan hulu dan perusahaan eksportir 4 5 4,50
7Produk dari perusahaan hulu diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang diperoleh sedikit
5 5 5,00
8 Kualitas produk belum memenuhi strandar yang diinginkan 2 5 3,50
Klaster Kakao Sikka
155
Gambaran Umum Klaster
D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi
Faktor Kunci Klaster
Dalam kajian ini, terdapat tiga faktor yang dinyatakan sebagai faktor kunci keberhasilan klaster, yaitu:
inovasi, networking/pengembangan jaringan dan kompetensi inti. Aspek-aspek yang diasumsikan sangat
mempengaruhi pengembangan inovasi, networking dan kompetensi inti adalah akses pengetahuan dan
teknologi, budaya, manajerial dan finansial. Pengaruh masing-masing aspek terhadap tiga faktor kunci ini
berbeda-beda di setiap klaster. Berikut adalah uraian tentang pengaruh akses pengetahuan dan teknologi,
budaya, manajerial dan finansial terhadap tiga faktor kunci pendukung keberhasilan klaster di subsektor
perkebunan:
Tabel II-80. Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Subsektor Perkebunan
Faktor Kunci Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka
a) Inovasi1. Akses
pengetahuan dan teknologi
Relatif mudah dan tertanam dalam jaringan dan relasi dengan stakeholders perguruan tinggi dan lembaga penelitian.
Relatif mudah dan tertanam dalam jaringan dan relasi dengan stakeholders terkait
2. Budaya
Pihak pengurus Koperasi Tani Rejo memiliki sikap yang terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta kemauan untuk mengambil risiko dalam menerapkan suatu perubahan dan kebaruan yang dinilai akan membawa keuntungan/manfaat
Sikap keterbukaan terhadap perubahan dan kebaruan dari pihak petani dan pengurus Koperasi Plea Puli sudah ada, namun masih perlu terus diasah
3. Manajerial
Pihak pengurus Koperasi Tani Rejo memiliki kapabilitas manajerial dalam mengelola penerapan inovasi dan dalam konteks penerapan penerapan SOP wet process untuk pasar/pembeli khusu (misal Starbucks) dan peningkatan jenis kopi HS Kering dan kopi bubuk, serta teknologi lain, termasuk kapabilitas untuk bekerja sama dengan Puslit Koka Jember
Kemampuan manajerial terkait inovasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah
4. FinansialAspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya inovasi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial.
Kemampuan pengelolaan keuangan terkait inovasi dan pengambilan risiko terkalkulasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah
b) Net-working
1. TeknologiTidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking
Bisa jadi tidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking
2. Budaya
Sangat berpengaruh, pihak pengurus Koperasi Tani Rejo memiliki sikap yang terbuka terhadap peluang pengembangan jaringan dan kerja sama yang memajukan, sehingga menjadi bagian budaya pengurus untuk mengembangkan jaringan
Sikap dan motivasi untuk menjajaki peluang kerja sama baru perlu ditumbuhkan dan diasah
3. ManajerialCukup berpengaruh, dalam pengembangan jaringan, perlu mengalokasikan sumber daya dan waktu
Kemampuan manajerial terkait networking masih perlu ditumbuhkan dan diasah
4. FinansialBerpengaruh, dalam pengembangan jaringan bisnis, kemauan mengambil dan mengelola risiko finansial penting.
Kemampuan pengelolaan keuangan terkait networking dan pengambilan risiko terkalkulasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah
c) Kompe-tensi Inti
1. TeknologiFaktor teknologi, baik itu yang diterapkan dalam proses on farm atau off farm jelas mempengaruhi produktivitas dan kualitas kopi yang dihasilkan
Faktor teknologi, baik itu yang diterapkan dalam proses on farm atau off farm jelas mempengaruhi produktivitas dan kualitas kakao yang dihasilkan
2. Budaya
Berpengaruh, sikap terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta mau belajar, mengadopsi hal baru yang dapat memberi manfaat untuk peningkatan kualitas dan produktivitas produk dan kerja
Sikap terbuka terhadap hal-hal baru dan mau belajar serta menerapkan hal-hal baru yang bermanfaat bagi usaha merupakan faktor penentu
156
Gambaran Umum Klaster
Faktor Kunci Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka
3. ManajerialBerpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi
Berpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi
4. Finansial
Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadi peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang meningkatkan kompetensi
Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadi peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang meningkatkan kompetensi
Inovasi
Sudah terdapat inovasi di komoditas kopi Bondowoso salah satunya membuat menjadi kopi bubuk. Inovasi
produk ini dilakukan mulai tahun 2013 oleh beberapa kelompok tani dan sekarang sudah memiliki 24
merek produk yang berbeda. Menurut informasi manajemen klaster yaitu Koperasi Rejo Tani, inovasi bisa
terjadi jika empat hal seperti akses pengetahuan dan teknologi, budaya, managerial dan aspek finansial
terpenuhi. Dalam komoditas kakao juga sudah terdapat Inovasi diantaranya penerapan teknologi budidaya
sambung samping, sambung pucuk, kemudian pasca panen menggunakan para-para (alat jemur) sehingga
efektif, tingkat kekeringan maksimal dan tidak kotor. Selain itu penerapan praktik kakao lestari dalam hal
budidaya sedang dijalankan dan seritikasi RFA, UTZ. Dari hasil diskusi untuk mendukung terjadinya inovasi
faktor yang penting antara lain akses pengetahuan dan teknologi; manajerial dalam kelompok/koperasi;
dan aspek finansial yang mendukung misalnya ada dana untuk melakukan riset dan pengembangan.
Networking
Di komoditas kopi Bondowoso Begitu juga dengan membangunan networking baik bisnis dan non bisnis
terutama dari aspek managerial dan finansial. Mengapa aspek managerial penting (dalam konteks ini Ketua
dan Manager Koperasi) karena terkait dengan hubungan bisnis dengan buyer dan stakeholders. Melalui
aktor kunci ini maka hubungan akan semakin luas, hubungan non bisnis yang dilakukan tentu saja akan
mendukung proses bisnis pelaku usaha. Kemudian networking bisnis dan non bisnis juga terjadi di komoditas
kakao terjadi diantara para pelaku seperti transaksi antar kelompok tani, dan saling belajar sesama (tukar
ilmu) terutama dalam hal budidaya. Faktor yang mendukung hal tersebut antara lain teknologi (sebagai
contoh dan bukti untuk belajar), manajerial (perlu ada penghela), finansial dan satu lagi persaingan. Konteks
persaingan ini sebenarnya terkait dengan keberhasilan pihak lain sehingga memicu petani/pelaku lain untuk
lebih baik.
Kompetensi Inti
Ada beberapa kompetensi inti dalam pelaku di komoditas kopi terutama dimiliki oleh pelaku yaitu teknologi
budidaya, pasca panen, managerial, finansial dan pemasaran. Puslit Koka Jember menjadi aktor kunci untuk
teknologi, kemudian pengurus koperasi (Ketua dan Manager) melakukan fungsi manajerial dan pemasaran
yang bagus dalam kaitannya dengan petani/kelompok tani dan buyer, selain itu meskipun penting
kompetensi inti dalam hal pembiayaan masih tergantung pada pihak luar seperti lembaga pembiayaan
(internal koperasi masih belum kuat). Kompetensi inti sangat dibutuhkan bagi pelaku usaha terutama
terkait dengan dinamika sehari-hari. Dalam hal ini kompetensi yang dimiliki oleh pelaku di komoditas
kakao berada di KSU Plea Puli yaitu budidaya dan pasca panen terutama pengurus dan juga CLC memiliki
hal tersebut. Di koperasi, pemasaran dipegang oleh manager Koperasi. Tiga faktor yang mendukung hal
tersebut tentu saja teknologi (terkait dengan informasi dan bukti nyata), kemudian budaya, dan finansial.
157
Gambaran Umum Klaster
Faktor Keberhasilan Klaster
Faktor keberhasilan klaster subsektor perkebunan, penilaian responden ditampilkan pada data tabel berikut
ini.
Tabel II-81. Penilaian Responden Terhadap Faktor Keberhasilan Klaster Subsektor Perkebunan
No Keberadaan Indikator yang menyumbang keberhasilan
Ada/ Tidak
Kopi KakaoRerataManaje
menStakeholder Manajemen Stake
holderStakeholder
1 Terdapat Networking dan kemitraan Ada 6 6 6 6 6 6
2 Terdapat modal sosial yang kuat Ada 5 5 6 5 5 5,2
3 Terdapat basis inovasi yang kuat (R&D tinggi) Ada 5 6 6 6 5 5,6
4 Kepemimpinan dan visi bersama Ada 5 5 6 4 6 5,2
5 Terdapat kompetensi/ keahlian yang kuat Ada 5 6 6 5 6 5,6
6 Spesialisasi Ada 5 4 6 6 5 5,2
7 Infrastruktur yang memadai Ada 5 5 6 5 6 5,4
8 Terdapat perusahaan besar Ada 6 5 5 6 6 5,6
9 Budaya kewirausahaan yang kuat Ada 5 5 5 4 6 5
10 Kedekatan dengan pemasok Ada 5 5 6 5 5 5,2
11 Akses pada sumber keuangan Ada 5 5 6 5 6 5,4
12 Akses ke jasa spesialis Ada 5 5 5 5 6 5,2
13 Akses pasar Ada 6 5 6 6 6 5,8
14 Akses terhadap jasa pendukung bisnis Ada 5 5 5 5 5 5
15 Persaingan Ada 5 5 5 5 6 5,2
16 Akses informasi (Pasar, teknologi dll) Ada 5 4 5 4 6 4,8
Rerata penilaian responden manajemen dan stakeholders klaster sub sektor perkebunan adalah 5,34.
Penilaian tertinggi ada pada indikator terdapat networking dan kemitraan, akses pasar, dan terdapat
perusahaan besar. Berturut-turut kemudian penilaian dapat dilihat pada gambar berikut ini.
158
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-48. Peringkat Indikator Keberhasilan Rerata Subsektor Perkebunan
Replikasi Klaster
Menurut pelaku dan stakeholders dua komoditas perkebunan yaitu Koperasi KSU Plea Puli, Koperasi Rejo
Tani, YSC, Puslit Koka, CLC, dan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kab. Bondowoso model pengembangan
kopi dan kakao dalam program BI dan SPFCF ini bisa dikatakan berhasil karena keterlibatan berbagai pihak,
capaian ekonomi (transaksi meningkat), banyak pelaku yang terlibat,adanya inovsi dan diversifikasi produk
(olahan produk hilir untuk kopi) dan terus tumbuh potensi usahanya. Sehingga model ini bisa di replikasi
ke daerah lain, komoditas lain terutama model kerjasama pemasaran dengan perusahaan. Diharapkan
keberadaan perusahaan tidak hanya satu, jika ada beberapa bisa menambah dinamika baik dari sisi kualitas,
harga, dll yang membuat pelaku usaha semakin bergairah.
Beberapa aspek yang bisa diaplikasikan sekaligus menggambarkan rangking aspek yang paling mudah
direplikasi yaitu:
1) Marketing klaster/komoditi;
2) Manajemen produksi dan teknologi;
3) Kelembagaan;
4) Pengembangan SDM; dan
5) Modal sosial.
Adapun beberapa aspek yang mempengaruhi berhasilnya replikasi jika didukung antara lain:
a) budaya dan perilaku masyarakat;
b) persyaratan teknis;
159
Gambaran Umum Klaster
c) sarana dan prasarana (jalan, komunikasi, air dan listrik)
d) dukungan pemerintah/stakeholders
e) ketersediaan SDM klaster
f) proses pendampingan yang intensif dari pihak yang memiliki kompetensi/keahlian
Beberapa aspek yang bisa diaplikasikan sekaligus menggambarkan rangking aspek yang paling mudah
direplikasi yaitu:
1. Marketing klaster/komoditas
2. Manajemen produksi dan teknologi
3. Kelembagaan
4. Pengembangan SDM
5. Modal sosial
Adapun beberapa aspek yang mempengaruhi berhasilnya replikasi jika didukung antara lain:
1. Budaya dan perilaku masyarakat
2. Persyaratan teknis
3. Sarana dan prasarana (jalan, komunikasi, air dan listrik)
4. Dukungan pemerintah/stakeholders
5. Ketersediaan SDM klaster
6. Proses pendampingan yang intensif dari pihak yang memiliki kompetensi/keahlian
E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster
Dampak Kualitatif
1) Penilaian Manajemen Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para pengelola klaster subsektor perkebunan:
160
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-82. Penilaian Manajeman Klaster Atas Dampak Kualitatif
No Dampak Kualitatif Klaster dari indikator keberhasilan Klaster dan tingkat kepentingannya
Skor
Kopi Kakao Rata-rata
1 Anggota Klaster merasa nyaman dengan klaster 5 5 5
Dam
pak
Adan
ya K
last
er M
enga
kiba
tkan
2a Meningkatkan jumlah tenaga kerja 6 6 6
2b Menciptakan usaha / pengusaha baru 6 5 5,5
2c Iklim usaha yang kondusif 5 5 5
2d Perpanjangan tangan dari jasa dan kegiatan anggota klaster 4 4 4
2e Hubungan yang lebih erat antara industri dan akademisi 4 4 4
2f Secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya 5 6 5,5
2g Komunikasi lebih lancar dan mapan dengan pembuat kebijakan 6 6 6
2h Pelatihan secara khusus / terspesialisasi 6 6 6
2i Peningkatan produktivitas 6 5 5,5
2j Peningkatan efisiensi 5 5 5
2kSarana dan prasarana lebih memadai (jalan,listrik, air, kesehatan, dan fasilitas dan jasa layanan publik
4 4 4
2lPeningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana ibadah, dan kesehatan
3 4 3,5
3 Jumlah anggota klaster meningkat 6 5 5,5
4 Klaster telah menarik perusahaan-perusahaan baru di wilayahnya 4 3 3,5
5 Teknologi baru telah muncul melalui klaster 5 4 4,5
Dampak - dampak kualitatif yang paling dirasakan oleh pihak manajemen klaster secara berturut-turut
adalah: meningkatkan jumlah tenaga kerja (6), komunikasi dengan pembuat kebijakan lebih lancar dan
mapan (6), pelatihan secara khusus/terspesialisasi (6), menciptakan usaha/pengusaha baru (5,5), secara
umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya (5,5), peningkatan produktivitas (5,5) dan jumlah
anggota klaster meningkat (5,5).
2) Penilaian Pelaku Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para pelaku inti dalam klaster subsektor
perkebunan:
Tabel II-83. Penilaian Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif
No Persepsi Pelaku Klaster terhadap indikatorKopi Kakao
Rata-rataPK PK 1 PK 2 PK 3
1 Merasa nyaman bergabung dengan Klaster 6 6 6 6 6,00
2 Penambahan jumlah aset usaha 4 6 6 6 5,50
3 Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus / terspesialisasi 6 6 6 5 5,75
4 Produk lebih inovatif 6 6 6 5 5,75
5 Kemitraan yang lebih solid dan transparan 6 6 6 4 5,50
6 Peningkatan produksi dan penjualan 6 6 6 5 5,75
7 Kemudahan untuk memperoleh bahan baku 6 3 3 4 4,00
8 Kemudahan memasarkan produk 6 6 6 5 5,75
9 Kemudahan akses lembaga 6 4 4 5 4,75
10 Permasalahan yang dihadapi lebih cepat teratasi 5 5 5 5 5,00
11 Adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha 6 6 6 4 5,50
161
Gambaran Umum Klaster
Lima indikator dampak kualitatif yang dirasa paling kuat oleh para pelaku klaster subsektor perkebunan
adalah:
1. Merasa nyaman bergabung dengan klaster (6)
2. Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus/terspesialisasi (5,75)
3. Produk lebih inovatif (5,75)
4. Peningkatan produksi dan penjualan (5,75)
5. Kemudahan memasarkan produk (5,75)
3) Penilaian Stakeholder Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para stakeholders dalam klaster subsektor
perkebunan:
Tabel II-84. Penilaian Stakeholder Atas Dampak Kualitatif
No Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya
Skor
Kopi Kakao1 Kakao2 Rata-rata
1 Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya 6 6 6 6,00
Deng
an a
dany
a kl
aste
r m
enga
kiba
tkan
2 Memberi manfaat positif bagi perekonomian masyarakat sekitar 6 6 6 6,00
3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 6 4 5 5,00
4 Iklim usaha yang kondusif 5 5 6 5,33
5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)
4 6 6 5,33
6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)
4 3 4 3,67
Empat indikator dampak kualitatif yang dirasa paling kuat oleh para stakeholders subsektor perkebunan:
1. Memberi manfaat reputasi bagi lembaga
2. Memberi manfaat positif bagi perekonomian masyarakat sekitar
3. Iklim usaha yang kondusif
4. Sarana dan prasaran lebih memadai
4) Penilaian Non Pelaku Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para non pelaku klaster pada subsektor
perkebunan:
162
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-85. Penilaian Non Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif
No Manfaat Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya
Skor
Kopi Kakao Rata-rata
1 Merasa nyaman tinggal di lokasi / sekitar lokasi klaster 5 4 4,5
Deng
an a
dany
a kl
aste
r m
enga
kiba
tkan
2 Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 5 4 4,5
3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 6 2 4
4 Iklim usaha yang kondusif 4 6 5
5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)
4 2 3
6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)
4 4 4
7 Reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik 5 5 5
Lima indikator dampak kualitatif yang dirasa paling kuat oleh para non pelaku klaster subsektor perkebunan
adalah:
1. Iklim usaha yang kondusif (5)
2. Reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik (5)
3. Merasa nyaman tinggal di lokasi/sekitar lokasi klaster (4,5)
4. Memberi manfaat positif bagi perekonomian masyarakat sekitar (4,5)
5. Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar (4)
Dampak Kuantitatif
Kajian ini juga berupaya untuk mengukur sejumlah indikator dampak kuantitatif dari keberadaan klaster,
sebagaimana dirangkum dalam tabel berikut:
Tabel II-86. Dampak Kuantitatif Pengembangan Klaster
No. DampakKopi Kakao
Awal Fasilitasi Saat Ini Keterangan Awal Fasilitasi Saat Ini Keterangan
1
Jumlah Anggota yang masuk ke dalam klaster (entitas)
5 kelompok tani, 1 koperasi
37 poktan dan 1 koperasi
Koperasi Rejo Tani 36 40
22 orang memiliki lahan, sebagian kepala keluarga (KK)
2Jumlah Tenaga Kerja
300 2500Terdapat 1250 KK (kali 2)
36 40 22 KK
3Jumlah usaha/pengusaha
5 poktan, 1 koperasi
37 poktan, 1 koperasi
Sebagian besar unit baru dan pengolahan ada di kelompok (UPH)
3 3
KSU Plea Puli memiliki 3 unit: simpan pinjam, usaha tani dan pembelian
4
Jumlah jasa dan kegiatan untuk anggota klaster (unit)
1 (pemasaran) 3 jasaPemasaran, pasca panen dan pengolahan hasil (bubuk)
1 2Jual beli dan simpan pinjam
5Jumlah industri mitra (entitas)
PT. Indokom (eksportir)
PT. Indokom (eksportir)
Ekspor ke Eropa dan Jepang
Pedagang kecil (pengumpul)
1PT. Comestra Mayora
6Jumlah akademisi mitra (institusi)
1 1 Universitas Jember 2 3Unipa, Undana, dan Univ
7Total jumlah investasi anggota
- - Lahan milik Perhutani 11 hektar 11 hektarRata-rata petani memiliki
163
Gambaran Umum Klaster
No. DampakKopi Kakao
Awal Fasilitasi Saat Ini Keterangan Awal Fasilitasi Saat Ini Keterangan
8Jumlah pelatihan secara khusus
4 5
Budidaya, pasca panen, pengolahan, manajemen kelompok, citarasa kopi
2 4
Budidaya, pasca panen, manajemen kelompok dan sertifikasi
9Jumlah produksi (volume/bulan)
17 106Ton pertahun, data terakhir tahun 2013
200 kg/thn 500 kg/thnper hektar/tahun
10Produktivitas output
2 4.5 Ton per hektar/tahun 6.6 ton/thn 25 ton/thnTahun terakhir omzet 700
11
Klaster telah menarik perusahaan baru di wilayahnya
0 0 -Pedagang kecil (pengumpul)
Perusahaan besar
PT. Comestra Mayora, dan rencana perusahaan lain
12Teknologi baru yang muncul melalui klaster
2 4
Teknologi budidaya, pasca panen, pengolahan dan pengemasan
2 3
Teknologi budidaya, pasca panen, dan metode pemasaran bersama
13
Peningkatan transaksi/penjualan komoditas
Rp. 670,000,000
Rp. 5,220,000,000
Penjualan kopi biji dan bubuk
158,400,000 700,000,000Hasil kakao meningkat 340%
2.3.5. Subsektor Perikanan Budidaya (Ikan Lele dan Rumput Laut)
2.3.5.1. Profil Umum Klaster Subsektor Perikanan Budidaya
Dalam kajian ini terdapat dua klaster yang menghasilkan komoditas yang termasuk ke dalam subsektor
perikanan budidaya, yaitu Klaster Rumput Laut Nunukan dan Klaster Ikan Lele Kutabaru.
Terkait dengan kelembagaan klaster, di masing-masing klaster terdapat Champion klaster, yaitu:
GAPOKDAKAN Tunas Karya Muda di Klaster Ikan Lele Kuta Baru dan Koperasi Berkah Bahari Perbatasan
di Klaster Rumput Laut Nunukan, yang juga berperan sebagai pengelola klaster. Saat ini, Klaster Ikan Lele
Kuta Baru sedang dalam proses membentuk Koperasi Raja Jumbo yang akan berperan sebagai koperasi
pemasaran. Koperasi Berkah Bahari Pemasaran telah berupaya untuk menjalankan upaya pemasaran produk
komoditas masing-masing yang dipasok oleh para petani/pengusaha tani anggotanya dengan memfasilitasi
transaksi antara pedagang lokal dan pedagang antar pulau dengan kelompok tani anggotanya, termasuk
mekanisme transaksi dan pengirimannya serta mendapatkan komisi pemasaran.
Kedua komoditas ini merupakan produk unggulan daerah. Pengembangan usaha komoditas rumput laut
didukung oleh Pemerintah Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara melalui program Gerbang Emas dan
usaha komoditas Ikan Lele didukung oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang
Bedagai, Sumatera Utara.
Sebagaimana komoditas-komoditas pertanian lain, komoditas-komoditas subsektor perkebunan juga
memerlukan upaya-upaya peningkatan on farm dan off farm yang terintegrasi. Intervensi pengembangan
klaster mengupayakan peningkatan proses budidaya dan pasca panen di tingkat petani (on farm). Sementara
di bagian off farm, intervensi fokus pada penguatan kelembagaan kelompok usaha, penguatan kapabilitas
usaha termasuk aspek pengembangan produk dan pemasaran.
164
Gambaran Umum Klaster
Dalam konteks komoditas/produk ekspor, para responden pengelola dan stakeholders klaster menyatakan
bahwa lima isu berikut: kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster; kurangnya dana yang
memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur;
kendala budaya, perlunya perubahan dalam pendekatan anggota klaster dengan berbagai isu terkait inovasi;
kurangnya semangat inovatif di perusahaan agroindustri dan kesenjangan antara perusahaan pertanian dan
industri/perusahaan agroindustri, merupakan tantangan dan kendala utama dalam subsektor perikanan
budidaya.
Pihak pengelola klaster mempersepsikan secara kualitatif, dampak-dampak keberadaan dan pengembangan
klaster yang paling utama pada subsektor perikanan budidaya ini adalah: (1) menciptakan usaha/pengusaha
baru; (2) meningkatkan jumlah tenaga kerja; (3) jumlah anggota klaster meningkat; (4) anggota klaster
merasa nyaman dengan klaster; (5) pelatihan secara khusus/terspesialisasi; (6) peningkatan produktivitas
dan (7) sarana dan prasana lebih memadai.
Dampak-dampak berikut dipersepsikan oleh pihak pelaku klaster, sebagai dampak keberadaan dan
pengembangan klaster yang paling utama: (1) peningkatan produksi dan penjualan; (2) merasa nyaman
bergabung dengan klaster; (3) penambahan jumlah aset usaha; (4) memiliki pengetahuan dan keahlian
secara khusus/terspesialisasi; (5) kemitraan yang lebih solid dan transparan; (6) kemudahan memasarkan
produk; (7) kemudahan akses lembaga dan (7) adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan
usaha.
Sementara itu pihak stakeholders subsektor perkebunan mempersepsikan dampak-dampak berikut sebagai
dampak-dampak keberadaan dan pengembangan klaster yang paling utama: (1) memberi manfaat positif
bagi perekonomian masyarakat; (2) memberi manfaat reputasi bagi lembaganya; (3) menyerap tenaga
kerja masyarakat sekitar; (4) iklim usaha yang kondusif; (5) sarana dan prasarana lebih memadai dan (6)
peningkatan pelayanan masyarakat.
Pihak bukan pelaku subsektor perkebunan mempersepsikan dampak-dampak berikut sebagai dampak-
dampak keberadaan dan pengembangan klaster yang paling utama: (1) memberi manfaat positif bagi
perekonomian masyarakat sekitar; (2) iklim usaha yang kondusif dan (3) reputasi daerah (branding) menjadi
lebih baik.
2.3.5.2 Deskripsi Klaster Komoditas Subsektor Perikanan Budidaya
Dalam kajian ini terdapat dua klaster yang termasuk ke dalam subsektor perikanan, yaitu: Rumput Laut dan
Ikan Lele. Masing-masing klaster dikenal sebagai Klaster Rumput Laut Nunukan dan Ikan Lele Kuta Baru.
Pusat pengelolaan Klaster Ikan Lele Kuta Baru berlokasi di Desa Kuta Baru, Kecamatan Tebing Tinggi,
Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Klaster Rumput Laut Nunukan berlokasi di Desa
Tanjung Harapan, Kecamatan Nunukan Selatan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.
Klaster Champion yang sekaligus manajemen klaster pada Klaster Ikan Lele Kuta Baru adalah GAPOKDAKAN
(Gabungan Kelompok Budidaya Ikan) Tunas Karya Muda. Saat ini, klaster sedang merintis pembentukan
Koperasi Raja Jumbo yang akan berfungsi sebagai koperasi pemasaran. Klaster ini juga dimotori oleh
ketokohan penggerak-penggerak utamanya, yaitu: Poniman, Parjan, Hamdani dan Pak Lurah. Wilayah
165
Gambaran Umum Klaster
operasional klaster mencakup lahan budidaya seluas 12 Hektar di Desa Kuta Baru yang tersebar di 7 dusun.
Kecamatan Tebing Tinggi memiliki potensi lahan budidaya seluas 475 Hektar.
Klaster Rumput Laut Nunukan dikelola oleh Klaster Champion, Koperasi Berkah Bahari Perbatasan yang
kebanyakan anggotanya merupakan bagian dari GAPOKAN (Gabungan Kelompok Perikanan) Harapan
Mandiri. Wilayah budidaya klaster mencakup wilayah Kecamatan Nunukan Selatan di dua desa.
A. Profil Kelembagaan Klaster
Inisiator
Masing-masing dari dua klaster subsektor perikanan ini diinisiasi oleh KPw BI. Klaster Ikan Lele Kuta Baru
diinisiasi oleh KPw BI Provinsi Sumatra Utara dan Klaster Rumput Laut Nunukan diinisiasi oleh KPw BI
Kaltim (Kalimantan Timur). Pengembangan Klaster Ikan Lele Kuta Baru oleh KPw BI Provinsi Sumatra Utara
dimulai bulan Juni 2012, melalui penandatanganan MoU dengan Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai
dan direncanakan berlangsung sampai dengan Juni 2015. KPw BI Provinsi Sumatra Utara menggalang
kerja sama dengan sejumlah entitas/stakeholders lain dalam pengembangan klaster Ikan Lele Kuta Baru ini,
seperti: BPN, BRI, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perikanan dan Kelautan.
Dalam pengembangan Klaster Rumput Laut Nunukan, KPw BI Kaltim bekerja sama dengan Dinas Perikanan
Kabupaten Nunukan, PT. Gumindo dan Universitas Mulawarman.
Masing-masing inisiator dan sejumlah stakeholders yang terlibat dalam inisiasi ini ataupun para stakeholders
yang pernah atau masih bekerjasama dengan klaster-klaster subsektor perikanan ini memiliki alasan atau
rasionalisasi masing-masing dalam mengembangkan klaster. Alasan ini berbeda antara satu inisiator dengan
inisiator lainnya dan juga antara satu stakeholders dengan stakeholders lainnya, baik itu merupakan visi
yang melekat dalam internal lembaga inisiator atau kebijakan dan misi yang dijalankan lembaga inisiator.
Tabel II-87 menunjukkan alasan-alasan para inisiator 2 klaster subsektor perikanan:
Tabel II-87. Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster
Subsektor Perikanan
Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele Kuta Baru
Inisiator KPw BI Kaltim KPw BI Provinsi Sumatra Utara
Tanggal Bergabung 16 Juni 2012
Lama Keterlibatan Dalam Klaster Juni 2012-Juni 2015
Alasan Mengem-bangkan Klaster
Core lembaga Pengendalian laju inflasi (Bank Indonesia) Pengendalian laju inflasi (Bank Indonesia)
CSR Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) Program Sosial Bank Indonesia (PSBI)
Kebijakan Pusat Program Klaster Ketahanan Pangan Program Klaster Ketahanan Pangan
Kebijakan Internal Inisiatif KPw yang sejalan dengan kebijakan pusat Inisiatif KPw yang sejalan dengan kebijakan pusat
Komitmen pengembangan Sebatas kegiatan tertentu secara insidentil 1 tahun ke depan
Kajian ini juga bermaksud mengetahui dasar/kriteria yang dijadikan acuan oleh para inisiator dalam memilih
atau menentukan pengembangan suatu klaster. Berikut adalah uraian tentang dasar/kriteria penentuan
pengembangan empat klaster yang termasuk ke dalam subsektor perikanan:
166
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-88. Penentuan/Dasar Kriteria Pengembangan Klaster Subsektor Perikanan
Dasar / Kriteria Rumput Laut Nunukan Ikan Lele
a) Berdasarkan keberadaaan klaster sebelumnya
1) Merupakan klaster yang sudah ada/dikembangkan sebelumnya
Mata pencaharian masyarakat sebelum budidaya rumput laut adalah menangkap ikan laut
Modal fisik dan sosial sudah ada, merupakan kawasan minapolitan
2) Merupakan klaster yang sama sekali belum dikembangkan sebelumnya
Kegiatan ujicoba budidaya telah dilakukan sejak tahun 2008 di sekitar pulau sebatik, namun dikembangkan menjadi kegiatan ekonomi masyarakat berbasis kelompok setelah ada MOU Pemda dan Bank Indonesia
Pendekatan klaster dimulai Bulan Juni 2012, setelah melihat program minapolitan mengalami stagnan
b) Berdasarkan nilai strategis klaster
1) Mendukung pengendalian inflasi dan atau pengembangan ekonomi daerah
Tidak mendukung inflasi, namun merupakan komoditi yang mendukung pengembangan ekonomi daerah khususnya di wilayah pesisir dan pulau kecil
Komoditas lele tidak mendukung inflasi, namun merupakan potensi pengembangan ekonomi lokal, dan pemanfaatan lahan sawit sebagai nilai tambah
2) Merupakan produk unggulan daerah
Rumput Laut merupakan produk unggulan daerah
Produk unggulan disini terkait dengan pencanangan daerah sebagai kawasan minapolitan, serta 475 ha lahan perikanan, baru termanfaatkan 12 ha.
3) Termasuk dalam Rencana Kerja Program Pengembangan Jangka Menengah Daerah (RKPJMD)
Termasuk dalam dokumen RPJMD Sebagai program pemerintah pusat dan daerah Minapolitan tertuang dalam RPJMD.
b) Berdasarkan nilai strategis klaster
4) Mandat khusus (misal: partisipasi wanita, kota/desa, dampak lingkungan)
Tidak ada mandate khusus, namun pelibatan dan peranan kelompok wanita dalam kegiatan persiapan budidaya dan pasca panen sangat besar.
Tidak ada mandate khusus selain meningkatkan kegiatan ekonomi.
5) Besarnya jumlah pelaku usaha (UMKM) termasuk pegawainya
Mayoritas penduduk adalah petani, sehingga merupakan modal sosial yang cukup baik dan kegiatan ekonomi ini padat karya.
Mayoritas penduduk adalah sebagai pemilik kebun sawit dan pekerja perkebunan. Perikanan sebagai alternative sumber ekonomi mulai menggeser menjadi sumber ekonomi utama
c) Potensi pengembangan klaster
1) Permintaan pasar yang besar/belum terpenuhi
Permintaan untuk industry dalam negeri dan luar negeri melalui eksportir sangat besar, sehingga masih kekurangan dalam pemenuhan permintaan
Kapasitas produksi sekarang masih 50% memenuhi pasar. Masih ada 50% peluang pasar
2) Potensi bertumbuh Dengan adanya potensi panjang pantai kabupaten Nunukan dan iklim serta curah hujan yang mendukung untuk dapat produksi sepanjang tahun, maka potensi untuk pengembangan masih sangat besar yang tentunya disesuaikan dengan RTRW pesisir yang sementara sudah tahap final.
Potensi tumbuh yang disebabkan oleh pengetahuan mansyarakat tentang budidaya ikan bersih, dan produk turunan lele yang dapat dikembangkan seperti lele asap, lele kaleng dan sebagainya. Di Sumatera utara terdapat industry pengalengan ikan yang merupakan peluang kerja sama bagi klaster lele.
3) Potensi bersaing dengan pesaing internasional
Perlu kewaspadaan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, sehingga Koperasi Bahari Perbatasan sudah harus meningkatakan kemampuan dan kelengkapan legalitas untuk dapat ekspor sendiri.
Belum mengarah ke ekspor. Ekspor ikan masih didominasi oleh ikan laut.
4) Potensi kenaikan pendapatan bagi UMKM
Dengan adanya potensi lahan yang masih cukup luas, dan adanya tingkat poduktivitas tinggi dan didukung dengan harga international yang cenderung tinggi, maka pendapatan UMKM akan meningkat.
Melalui budidaya ikan bersih dan perluasan budidaya, juga industr turunan lele yang dapat dilakukan oleh masyarakat lokal (mis. Kelompok wanita).
5) Keberadaan “lead firm” yang mempunyai jaringan UMKM
Produksi rumput laut di Nunukan umumnya hanya terpasakan ke Eksportir di Sulawesi Selatan dan Jawa timur
Tidak ada, namun potensi menjual/mendistribusikan produk secara mandiri dapat dilakukan
167
Gambaran Umum Klaster
Dasar / Kriteria Rumput Laut Nunukan Ikan Lele
6) Potensi untuk menciptakan lapangan kerja
Sangat padat karya dan menciptakan lapangan kerja yang sangat besar mulai dari persiapan budidaya (pembuatan tali bentang, pengikatan bibit, penurunan bibit, pemeliharaan, panen, penjemuran, sortasi, grade, pengangkutan, dll)
Potensi penciptaan lapangan kerja pada sektor ini terletak pada perluasan lahan budidaya, dan tumbuh industri baru berbasis lele.
7) Keterlibatan pemerintah/donor (stakeholders)
Kerjasama Pemda dan Bank Indonesia serta pelibatan industri pengolahan (swasta)
Pemerintah sudah memulai dengan program Minapolitan.
8) Lingkungan usaha yang kondusif
Pemerintah memberikan dukungan kegiatan ekonomi masyarakat di berbagai bidang termasuk infrastruktur. Bahkan beberapa TKI yang sudah kembali maupun yang akan menuju ke Negara tetangga, diberi alternatif untuk berada pada sektor ini.
Dengan pelibatan pemerintah secara otomatis lingkungan usaha lebih kondusif. Ada pengalokasian dana dari pemerintah.
Setiap inisiator menyusun strategi pengembangan klaster yang berbeda-beda. Berdasarkan pengalaman
Bank Indonesia, inisiasi suatu pengembangan klaster melalui serangkaian tahapan-tahapan tertentu, yang
merupakan mekanisme atau prosedur inisiasi pengembangan klaster. Berikut adalah uraian dari tahapan-
tahapan inisiasi pengembangan kedua klaster subsektor perikanan yang dilakukan oleh masing-masing
inisiator:
Tabel II-89. Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Subsektor Perikanan
Tahapan Pengembangan Klaster Rumput Laut Klaster Ikan Lele
1. Menentukan klaster
Sesuai hasil Kajian KJPU-Bank Indonesia dan rekomendasi dari Dinas Perikanan Nunukan
Berdasarkan kajian potensi, hambatan dan tantangan dalam pengembangan usaha budidaya ikan yang dilakukan Bank Indonesia, maka disimpulkan bahwa desa Kuta Baru sesuai untuk pengembangan klaster lele.
2. Analisis klaster Analisa klaster/komoditi, penggalangan komitmen dan penyusunan rencana dilakukan melalui FGD melalui Dinas Perikanan Nunukan yang didukung oleh Bank Indonesia dengan melibatkan koperasi Berkah Bahari Perbatasan dan Gabungan Kelompok Perikanan .
KPw BI Provinsi Sumatra Utara menyebutkan sebagai proses sosialisasi bertujuan untuk : 1) penggalangan komitmen antara Bank Indonesia dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupapet Serdang Bedagai, 2) mengenalkan konsep kepada anggota kelompok dan budidaya lele, 3) menguatkan kelembagaan kelompok dalam menyatikan Visi dan tujuan usaha, dan 4) mengajak masyarakat bergabung dalam budidaya lele sebagai sumber ekonomi. Berdasarkan MOU dengan Bupati, maka pada tanggal 16 Juni 2012 secara formal BI merupakan salah satu stakeholders di Kuta Baru.
3. Penggalangan komitmen
4. Menyusun perencanaan
Bersama kelompok disusun rencana kegiatan sesuai kebutuhan kelompok mengacu kepada data hasil kajian mandiri KPw BI Provinsi Sumatra Utara dan informasi dari Dinas Perikanan dan kelautan.
5. Melaksanakan pengembangan klaster
Implementasi kegiatan bersifat langsung dan tidak langsung. Kegiatan langsung biasanya bantuan/pengadaan fisik melalui kelompok tani, pendampingan melalui PPL dan kerjasama dengan IPKANI untuk pemberdayaan. Bahkan beberapa training melibatkan unsur ABRI agar kedisiplinan anggota tetap terjaga dan kompak. Selain itu mendatangkan motivator bisnis dan studi banding juga dilakukan.
pada tahap pelaksanaan beberapa intervensi pembinaan budidaya lele dilakukan dengan pola budidaya ikan tebar tinggi, pemberian pakan buatan, diversifikasi usaha, dan menerapkan CBIB (Cara Budidaya Ikan Bersih). Indikator keberhasilan yang akan dipantau selama intervensi adalah : volume penjualan, nilai penjualan, penambahan tenaga kerja, dan penambahan/perluasan unit usaha.
6. Monitoring dan evaluasi
dilakukan bersama dan partisipatif dari beberapa pihak seperti Dinas, Bank Indonesia, IPKANI dan pihak akademisi.
Monitoring dilakukan secara regular bulanan dan laporan evaluasi dibuat setiap akhur tahun.
7. Exit Phase Pada fase ini, terlihat ketidaksiapan pelaku mengingat sasaran kelompok binaan belum tercapai dengan baik, selain itu dinas terkait belum turut ambil bagian dalam pengembangan usaha rumput laut ini. Selain itu kelembagaan klaster juga belum dapat mengambil alih peranan strategi yang diamanahkan termasuk mandiri.
berdasarkan MoU dengan Bupati Serdang Bedagai, maka pada Juni 2015 pembinaan oleh BI akan diserahkan kepada manajemen klaster, yang saat ini motor penggerak tersebut berada di tangan GAPOKDAKAN TUNAS KARYA MUDA
168
Gambaran Umum Klaster
Pada kedua inisiasi pengembangan klaster yang dilakukan oleh Bank Indonesia, masing-masing inisiator
mengambil peran sebagai arranger strategi dan pelaksanaan intervensi yang melakukan koordinasi dan
sinergi dengan stakeholders dan penerima manfaat (beneficiaries) intervensi, baik sebagai fasilitator,
penghubung dan penyandang dana intervensi (melalui bantuan teknis atau bantuan sarana prasarana).
Berikut adalah uraian tentang jenis-jenis intervensi yang dilakukan setiap inisiator pada pengembangan
klaster masing-masing.
Tabel II-90. Bentuk dan Kontributor - Intervensi Inisiator dan Stakeholder Klaster
Subsektor Perikanan
Intervensi
Jenis Bantuan Kontributor
Klaster Rumput Laut Ikan Lele Klaster Rumput Laut Ikan Lele
1. Bantuan Peralatan, sarana dan infrastruktur
Fasilitas BangunanGudang dan Kantor, Bantuan Peralatan Uji Mutu Rumput Laut, Bantuan Mesin Pompa Air untuk Pasca panen
PSBI (Program Sosial Bank Indonesia): untuk membantu pengambangan produk turunan ikan lele, maka Bank Indonesia memberi beberapa peralatan untuk mendukung produksi, berupa : spinner, kompor high pressure, pisau stenlis, chest preezer, timbangan bahan, pengiris kerupuk baku, hand sealer, pengepres daging.
Dukungan dari Pemerintah daerah Kabupaten Nunukan, BI KALTIM, Dinas Perikanan Nunukan
BI
2. Bantuan Pendanaan
Dalam bentuk bantuan Benih dan Uji Coba Benih unggul
Dinas Perikanan Nunukan dan Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung dan Balitro
BI
3. Akses kepada pemasaran
Fasilitasi Pasar berupa upaya kerjasama dengan Industri Rumput Laut yakni PT. Gumindo Perkasa
Sebagai wadah pengadaan bahan baku dan pemasaran produk dibentuk Koperasi Serba Usaha Raja Jumbo pada tahun 2013.
Dinas Perikanan Nunukan dan Bank Indonesia Kaltim
BI
4. Akses kepada sumber bahan baku dan
Pendirian Gapokan Harapan mandiri dan Koperasi Berkah Bahari Perbatasan
PPL dan Bank Indonesia kaltim
BI
5. Penguatan kelembagaan
Rakor Gapokan dan Rapat koordinasi dengan Pemerintah dan Klp Tani
Untuk memperkuat kelembagaan klaster, BI menginisiasi pembentukan GAPOKDAKAN (Gabungan Kelompok Pembudidaya Ikan) yang diberi nama Tunas Karya Muda untuk mempermudah koordinasi dan pengelolaan klaster. Kelembagaan semakin kuat manakala terjadi peningkatan keterampilan dalam pembuatan produk turunan lele sebagai unit usaha baru yang diprakarsai oleh kelompok perempuan.
Kegiatan ini melibatkan Dinas Perikanan/PPL, BI, IPKANI, Gapokan
BI
6. Pembuatan demoplot
- - - -
7. Kompetisi inovasi
- - - -
8. Peningkatan kapasitas pelaku usaha (training, magang, studi banding
- Pelatihan Teknis Budidaya dan Akses Pasar, kewirausahaan, dll, studi banding, dll
- Pelatihan Produk olahan dan fasilitasi pasar di UKM Centre
1. Penguatan teknis budidaya ikan lele, berupa pelatihan pembuatan pakan, pembenihan ikan lele, teknik budidaya ramah lingkungan, cara budidaya ikan bersih.
2. Pelatihan pembuatan produk turunan ikan lele deperti: pembuatan abon lele, kerupuk lele, kerupuk kulit lele, stik lele, nugget dan baso lele, serta pembuatan ikan asapan.
PPL, Bank Indonesia Kaltim, Dinas Perikanan KALTIM
BI
169
Gambaran Umum Klaster
Intervensi
Jenis Bantuan Kontributor
Klaster Rumput Laut Ikan Lele Klaster Rumput Laut Ikan Lele
9. Pendampingan 1. Pengurusan izin PIRT untuk produk turunan ikan lele.
2. Mediasi dengan perbank-an : hasil kerja sama dengan BPN dalam proses sertifikasi tanah secara kolektif telah mendorong peran BRI sebagai sumber permodalan dalam usaha budidaya ikan lele di Kuta Baru melalui program KKP-E (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi).
BI
10. Lainnya Akses Permodalan Kredit UMKM
Sosialisasi skim kredit program dengan per bank-an, Badan Pertanahan Nasional, dan Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Serdang Badagai
BRI, Bank Kaltim dan Bank mandiri
BI, BPN
Klaster Champion/Manajemen Klaster
Lembaga penggerak klaster pada Klaster Rumput Laut Nunukan adalah Koperasi Berkah Bahari
Perbatasan yang juga tergabung dalam Gapokan Harapan Mandiri. Koperasi Berkah bahari Perbatasani
ini beranggotakan 165 orang yang sebagian besar merupakan bagian dari Gapokan Harapan Mandiri.
Koperasi Berkah Bahari Perbatasan memiliki peranan sebagai penyedia sarana produksi, simpan pinjam,
fasilitasi pemasaran dan tempat belajar baik bagi anggota maupun bagi petani yang berasal dari daerah
lain. Koperasi Berkah Bahari Perbatasan memfasilitasi transaksi antara pedagang lokal, antar pulau dengan
kelompok tani anggotanya termasuk mekanisme transaksi dan pengirimannya. Dalam kegiatan bisnis ini
koperasi mendapatkan fee pemasaran. Sampai dengan saat ini, rata-rata Koperasi Berkah bahari Perbatasan
dapat mem fasilitasi pemasaran produksi rumput laut anggota sekitar 170 ton perbulan pada tahun 2014
atau senilai Rp. 2.380.000.000, baik yang dikirim ke Jawa Timur maupun ke Sulawesi Selatan. Jumlah ini
masih sangat kecil karena kemampuan koperasi masih terbatas baik secara SDM maupun finansial, sehingga
beberapa anggota cenderung memasarkan sendiri-sendiri atau kerjasama dengan yang lain. Agar kualitas
produk tetap terjaga, maka kerjasama dengan PPL (penyuluh lapangan) sangat penting dalam melakukan
pembinaan dan pendampingan teknis.
Peran manajerial Klaster Lele Kuta Baru terletak pada GAPOKDAKAN (Gabungan Kelompok Budidaya Ikan)
yang bernama Tunas Karya Muda. GAPOKDAKAN berperan dalam menkoordinasikan seluruh aktivitas
entitas klaster yang ada di lokasi. Manajemen GAPOKDAKAN, merupakan lembaga pengerak klaster yang
dibentuk setelah intervensi klaster dimulai. Berjalannya sistem dan kelembagaan klaster tidak terlepas dari
penggerak yang bersifat personal/ketokohan. Menurut informasi terdapat 4 orang penggerak (Poniman,
Parjan, Hamdani, dan Pak Lurah). Kelembagaan klaster sedang tumbuh dan pada klaster ini ditunjukkan
oleh sistem tata perilaku dan hubungan yang terbangun dan memfokuskan pada aktivitas-aktivitas untuk
memenuhi kebutuhan khusus dalam kehidupan antar pelaku klaster. Beberapa aktivitas telah ditunjukkan
pelaku dalam bekerja sama pengadaan bahan baku bibit. Pola pemasaran produk budidaya belum
terbangun dalam mekanisme yang terstruktur, karena institusi yang mengelola peran pemasaran (Koperasi
Raja Jumbo) saat kajian ini dilakukan masih pada tahap pengembangan kapasitas kelembagaannya.
170
Gambaran Umum Klaster
Visi dan Arah Pengembangan Klaster Jangka Panjang
Pihak pengelola klaster/manajemen klaster, sebagaimana organisasi hidup lainnya memiliki visi dan target
jangka panjang, target jangka pendek serta prioritas pengembangan kelembagaannya. Semua pihak Berikut
adalah uraian tentang visi dan target jangka panjang dari masing-masing klaster subsektor perikanan:
Tabel II-91. Visi dan Tujuan Jangka Panjang Pengembangan Klaster
Target Visi Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele
StakeholderMempererat kerja sama dan sinergi dengan stakeholders terkait dan memperluas jaringan kerja sama bisnis dan non bisnis
Memperluas jaringan kerja sama bisnis dan non bisnis, seperti dengan industri pengolahan untuk tujuan ekspor
PasarMenjadi eksportir rumput laut secara langsung dan mampu bekerja sama dengan industri pengolahan ataupun bahan baku
Pengembangan produk turunan yang juga dapat diekspor, seperti lele asap
OperasionalMeningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang ekspor yang mencakup aspek kebijakan dan legal sampai dengan aspek pasar dan usaha
Pengembangan sebagai koperasi pemasaran
AnggotaPerekrutan petani baru dan tenaga kerja baru untuk pembibitan dan penjemuran
Menambah lebih banyak anggota dan memperkuat kekompakan
KinerjaTurut serta terlibat dan berkontribusi dalam pengembangan ekonomi daerah melalui Program Gerbang Emas (Gerakan Pembangunan Ekonomi Masyarakat)
Perkuatan kelembagaan, khususnya pengelolaan keuangan
Tujuan-tujuan jangka pendek para pengelola klaster subsektor perkebunan adalah sebagai berikut:
Tabel II-92. Tujuan Jangka Pendek Pengembangan Klaster
Tujuan Jangka Pendek Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele
Pengembangan sosial ekonomi
Pelibatan masyarakat ke dalam usaha rumput laut melalui perekrutan petani baru dan tenaga kerja baru untuk pembibitan dan penjemuran
Pengembangan pendidikan perikanan melalui SMK Perikanan dengan kurikulum diversifikasi pangan olahan lele dengan memperbanyak praktik
Ekspansi klaster Pembentukan POKJA KlasterPerluasan lahan budidaya di luar lahan utama (ekspansi budidaya ke masyarakat di luar lokasi utama)
Inovasi dan teknologiMemantapkan teknologi budidaya yang ada dan bekerja sama dengan stakeholders terkait untuk terus menerus mengembangkan teknologi budidaya
Sudah mulai mengkomersialisasikan produk turunan berupa abon lele dan menjajaki produk lele asap
Pendidikan dan trainingBekerja sama dengan PPL Dinas Perikanan Kabupaten Nunukan untuk meningkatkan pelatihan dan bimbingan budidaya dan pasca panen
Pelatihan pengelolaan keuangan, difasilitasi oleh KPw BI Provinsi Sumatra Utara
Kerja sama komersialFokus pada usaha menjalin kerja sama dengan industri atau eksportir
Optimalisasi peran Koperasi Raja Jumbo
Melaksanakan kebijakan
Sebagai bagian dari RPJMD Kabupaten Nunukan, kegiatan budidaya rumput laut telah menjadi program unggulan kedua setelah kelapa sawit.Pengaturan zonasi dan sarana-prasarana produksi oleh Dinas Perikanan Kabupaten Nunukan
Bagian dari Program Minapolitan
Untuk mencapai tujuan-tujuan pengembangan klaster, pihak pengelola klaster perlu menetapkan prioritas-
prioritas pengembangan klaster. Dalam kajian ini, pihak pengelola klaster tidak menyatakan secara eksplisit
prioritas-prioritasnya, namun penelaahan wawancara menyatakan bahwa prioritas-prioritas klaster-klaster
subsektor perkebunan adalah sebagai berikut:
171
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-93. Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster
Aspek Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele
Penguatan bisnis untuk kepentingan pelaku
Target ekspor dan kerja sama dengan industri; Penguatan kelembagaan koperasi sebagai lembaga pemasaran satu pintu; Pemanfataan fasilitas gudang dan mesin pres dari Bank Indonesia
Perluasan jaringan pasar, penjajakan diversifikasi produk dan penjajakan ekspor
Penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster
Penguatan kelembagaan dan kapabilitas anggota, terutama dalam hal budidaya dan pasca panen
Penguatan kelembagaan dan kapabilitas anggota (pengelolaan usaha); Optimalisasi peran Koperasi Raja Jumbo
Perbanyakan R&D Tidak dinyatakan secara definitifPerbanyakan R&D produk turunan dan pembuatan pakan sebagai bentuk budaya inovasi yang dibangun bersama anggota klaster
Sumber Pendanaan Klaster
Aspek finansial merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan usaha apapun. Pendanaan
diperlukan dalam pengembangan klaster untuk membangun suatu sistem usaha yang saling terhubung dan
tergantung satu dengan yang lainnya. Pendanaan ini sebetulnya dimaksudkan sebagai stimulasi, seringkali
sifatnya adalah subsidi dari para stakeholders. Berikut adalah komposisi pendanaan klaster-klaster subsektor
perikanan:
Tabel II-94. Sumber Pendanaan Klaster
Sumber Dana Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele
Pemerintah daerah 60% 50%
Pemerintah pusat - 25%
Perusahaan swasta 20% -
Anggota klaster 10% -
Lainnya: BI: 10% BI: 25%
Kerja Sama yang Pernah Dibangun dengan Klaster Lain yang Sejenis
Kerja sama dengan klaster lain yang sejenis dapat mendorong kemajuan masing-masing klaster. Berikut
adalah kerja sama yang pernah dibangun dengan klaster lain yang sejenis:
Tabel II-95. Kerja Sama yang Pernah Dibangun dengan Klaster Lain yang Sejenis
Bidang Kerja Sama Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele
Pemasaran Pemasaran dan simpul pemasaran Belum ada
ProduksiKerja sama bahan baku berupa bibit unggul dengan kelompok pembudidaya rumput laut katonik di Sulawesi Selatan, lembaga penelitian di Maros (BRPAP) dan Lampung (BBPAL)
Belum ada
Teknologi Belum ada Belum ada
Pengembangan SDM Belum ada Belum ada
Sistem Pengelolaan Klaster
Masing-masing manajemen klaster subsektor perkebunan ini telah berhasil membangun suatu sistem
pengelolaan klaster. Sistem pengelolaan klaster ini dicirikan dengan keberadaan unsur-unsur pengelolaan
klaster sebagai berikut:
172
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-96. Sistem Pengelolaan Klaster
Sistem Pengelolaan Klaster Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele
Adanya struktur pengelolaan klaster (struktur organisasi pengelola dan aturan main)
Klaster sudah memiliki struktur organisasi pengelola
Klaster sudah memiliki struktur organisasi pengelola (GAPOKDAKAN), sedang membentuk Koperasi Raja Jumbo
Adanya kantor Ada Ada, rumah dari tokoh GAPOKDAKAN
Adanya kepercayaan dan keterbukaan antar anggota
Anggota saling berinteraksi dan berbagi informasi
Anggota saling berinteraksi dan berbagi informasi, terutama pada aktivitas
Aktivitas berjejaring (networking), seperti promosi, pembentukan jaringan
Terdapat kegiatan berjejaring, baik itu pengembangan jaringan dan relasi dengan lembaga bisnis ataupun non bisnis.
Terdapat kegiatan berjejaring, baik itu pengembangan jaringan dan relasi dengan lembaga bisnis ataupun non bisnis.
Pengembangan organisasi Usaha pengembangan organisasi terjadi Pembentukan Koperasi Raja Jumbo
Kegiatan rutin: pertemuan rutin, kelompok kerja (working group), kerja sama protek dan lain-lain
Terdapat kegiatan pertemuan rutin pengurus organisasi
Terdapat kegiatan pertemuan rutin pengurus organisasi
Kegiatan Champion/Manajemen Klaster
Dalam kajian ini, para representasi pengelola klaster diminta untuk menilai aktivitas-aktivitas manajemen
yang sudah dilakukan. Intensitas kegiatan dinilai dari beberapa parameter. Tabel II-97 merupakan penilaian
manajemen dari kedua klaster. Rerata dari penilaian tersebut menunjukkan bahwa aktivitas manajemen
Klaster Lele lebih intensif (4.56) dibanding kegiatan yang dilakukan oleh manajemen Klaster Rumput Laut
Nunukan (2.44). Kendala organisasai (strutur dan sistem pengelolaan/aturan main) merupakan faktor
penghambat kegiatan, yang mana pada Klaster Rumput Laut struktur elemen tersebut belum tersedia.
Tabel II-97. Aktivitas Manajemen Klaster
NoAktifitas manajemen klaster Lele Rumput Laut
RerataSejauh mana manajemen setuju dengan aktivitas manajemen MK-1 MK-1
1
Peng
emba
ngan
Ke
giat
an Ja
ringa
n Kl
aste
r a. Pertemuan Rutin Tahunan untukTopikTertentu 3 4 3,50
b. Kunjungan tahunan kepada anggota klaster 5 5 5,00
2 Anggotanya Terlibat dalam organisasi klaster mis. Komitmen manajemen 4 1 2,50
3 Adanya tim manajemen klaster yg kuat, fleksibel 3 1 2,00
4 Memiliki stratgi pendorong bisnis (bisnis-driven) sebagai faktor keberhasilan 3 1 2,00
5Klaster memiliki kmampuan mengelola sumberdaya, membuat diagnosis kebutuhan sektor yang spsifik, dan menyusun strategi untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki
4 1 2,50
6Adanya hubungan yang baik, dengan lembaga pemerintah daerah dan pusat, berdasarkan kemitraan yang stabil dan berkesinambungan
5 1 3,00
7Memiliki dan menawarkan teknologi barudan tepat guna sebagai layanan yang berharga kepada anggota klaster
5 3 4,00
8Menginisiasi dan memberi dukungan untuk kegiatan bersama antara perusahaan, R&D dan lembaga pelatihan
4 4 4,00
9 Sentralisasi informasi /akses (sumberdaya) 5 1 3,00
Pada Klaster Lele terlihat pelibatan anggota dalam komite klaster, kemampuan mengelola sumber daya
dan menyelesaikan masalah, menginisiasi dan memberi dukungan R & D, pertemuan manajemen rutin,
dan adanya tim manajemen klaster yang dinamis masih perlu diperkuat (nilai kisaran 3 dan 4 pada skala 6).
173
Gambaran Umum Klaster
Fase Perkembangan Klaster
Kematangan kelembagaan klaster dapat dilihat dari fase mana klaster tersebut tumbuh sesuai dengan
indikator-indikator umum yang berlaku. Gambaran perkembangan kedua klaster tersebut dapat dilihat
pada matriks tabel berikut:
Tabel II-98.Pemetaan Fase Perkembangan Klaster di Subsektor Perikanan
No Uraian
Fase Klaster
Starting Phase Consolidating Phase Development Phase Reorienting Phase
Ikan Lele
Rumput Laut
Ikan Lele Rumput Laut Ikan
LeleRumput Laut
Ikan Lele
Rumput Laut
1 Lama Berdiri
2 Koordinasi
3 Inovasi
4 Kegiatan
5 Kelembagaan
6 Kepengurusan
7 Keanggotaan
8 Perencanaan
9 Pertanggung jawaban
1) Klaster Rumput Laut Nunukan
Selain dilihat dari usia inisiasi klaster, fase konsolidasi Klaster Rumput Laut Nunukan dapat dilihat dari kriteria:
koordinasi masih sedikit, kelembagaan mulai dirintis, kepengurusan sudah terbentuk, keanggotaan masih
terbatas. Namun demikian, 3 parameter telah mengarah kepada fase pengembangan, yaitu : 1) berdasar
inovasi sudah dalam penerapan (bukan penjajakan lagi) yaitu berupa teknologi pengeringan rumput laut
model gantung, yang biasanya hanya dihamparkan. Kegiatannya juga sudah melebihi fase konsolidasi,
demikian juga mekanisme pertanggungjawaban sudah berjalan dengan baik. Sayangnya, perencanaan
pengembangan klaster belum ada dalam bentuk RKA. Hal ini mungkin saja terkait dengan keorganisasian
yang belum disepakati struktur organisasinya, sehingga tata kelolanyapun belum disiapkan.
2) Klaster Lele Tebing Tinggi
Klaster Lele Tebing Tinggi juga menunjukkan peta yang sama, dimana 7 dari 9 parameter mengindikasikan
klaster ini berada pada fase konsolidasi. Kegiatan koordinasi antar pelaku masih sedikit, karena manajemen
klaster memang masih sedang dikembangkan kapasitasnya (terutama kapasitas pengurus yang sudah
dibentuk) dan bagaimana mengedukasi masyarakat sehingga anggota dalam klaster mulai bertambah
melalui praktek baik yang dilakukan oleh para pionir. Inovasi mulai dijajaki seperti mencoba produk-produk
174
Gambaran Umum Klaster
turunan lele juga merupakan ciri fase ini. Walaupun belum ada mekanisme pertanggungjawaban yang
sistematis (merupakan kelemahan), namun masyarakat/pelaku klaster ini memiliki kegiatan yang banyak,
sehingga mencirikan klaster ini dapat berkembang
B. Rantai Nilai Klaster
Berikut adalah gambaran rantai nilai komoditas masing-masing klaster subsektor perikanan.
Gambar II-49. Rantai Nilai Klaster Rumput Laut – Nunukan
Rumput laut yang dibudidayakan dan dikembangkan di sepanjang pesisir Kabupaten Nunukan adalah jenis
Eucheuma cottonii atau dikenal dengan istilah perdagangan katonik. Area budidaya untuk pengembangan
klaster ini berada pada wilayah 1 kecamatan di 2 desa, melibatkan 165 petani, dengan kapasitas produksi
saat ini mencapai 170 ton per tahun pada tahun 2014. Adanya hubungan baik dengan beberapa kelompok
pembudidaya katonik yang ada di Sulawesi selatan dan lembaga penelitian di Maros (BRPAP) dan Lampung
(BBPAL), maka ketersediaan bibit unggul dpat di akses, walaupun jaraknya sangat jauh. Selain itu, dengan
adanya pelatihan dan bimbingan dari PPL Dinas Perikanan Kabupaten Nunukan serta berbagai dukungan
oleh Bank Indonesia Perwakilan Kaltim maka pengembangan budidaya pun dapat terwujud. Dari hanya
puluhan bentang menjadi ratusan bentang per petani (rata-rata 300 bentang), dari produktivitas 3 kg
kering per bentang tali, menjadi 7 kg kering perbentang atau terjadi kenaikan 130 %.
Pada rantai nilai Klaster Rumput Laut Nunukan, tidak terjadi proses pengolahan produksi. Di mana setelah
dilakukan penanganan pasca panen, komoditas rumput laut langsung dijual. Perdagangan rumput laut
akan efisien jika melalui mekanisme perdagangan partai besar. Mekanisme perdagangan partai besar
ini membutuhkan keberadaan perusahaan/usaha skala menengah. Peta rantai nilai rumput laut juga
menunjukkan bahwa untuk sampai kepada konsumen akhir komoditas ini, melalui tahapan proses yang
lebih panjang dibandingkan dengan rantai nilai Ikan Lele. Panjangnya tahapan proses ini memunculkan
banyak peluang usaha.
175
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-50. Rantai Nilai Klaster Ikan Lele – Kuta Baru
Sementara itu pada rantai nilai Ikan Lele, proporsi terbesar Ikan Lele yang terdistribusi dalam bentuk segar,
yaitu 95%. Proses pertambahan nilai masih sedikit dilakukan, salah satunya adalah pembuatan abon lele.
Pengembangan dan penelitian terkait pembuatan produk turunan yang dapat menambah nilai ini perlu
dilakukan.
C. Tantangan dan Kendala Klaster
Kendala-kendala dalam mengembangkan usaha budidaya pertanian, terjadi juga dalam upaya budidaya
di sub sektor perikanan. Pengembangan Klaster Ikan Lele di Tebing Tinggi mendapatkan tantangan yang
cukup kuat. Program minapolitan yang menjadi cikal bakal klaster merupakan program pembangunan desa
dan harus tetap dilanjutkan misinya. Sementara infrastruktur (sebagai contoh) yang merupakan sarana
penting saat ini belum memadai sehingga dampak klaster belum menyeluruh kepada masyarakat. Kedua
Klaster Ikan Lele Kuta Baru sampai saat ini telah menggerakkan 22 kelompok usaha budidaya ikan lele
dengan masing-masing anggotanya berjumlah 10 orang. Anggota klaster ini 90% dikelola oleh etnis Jawa.
Selain itu 100 orang pembudidaya lele di luar kelompok juga sudah tergabung. Jadi total pembudidaya
lele dalam klaster berjumlah 320 orang. Anggota klaster tersebut tersebar di seluruh dusun berjumlah 7
dusun. Dusun V adalah dusun utama dimana 90% keluarga merupakan pembudidaya ikan lele, disusul
Dusun III (50%), Dusun VII (30%), Dusun I (20%), Dusun VI (20%), Dusun II (10%), dan Dusun IV (10%).
Di Kecamatan Tebing Tinggi sendiri terdapat 14 Desa, dan total 93 dusun. Pola budidaya yang dilakukan
adalah kolam tanah yang dibuat diantara kebus sawit milik masyarakat dengan status sewa selama kebun
sawit tersebut masih produktif. Pola ini menghasilkan simbiosis mutualisme, dimana dari sisi budidaya ikan
pemilik lebih mudah mengontrol, dan disisi budidaya sawit akan menambah kesuburan tanah yang menjadi
sumber hara bagi pertumbuhannya. Informasi dari nara sumber menyebutkan bahwa saat ini kapasitas
kolam baru mencapai 50% karena terkendala oleh suplai air.
Klaster Ikan Lele Kuta Baru
176
Gambaran Umum Klaster
manajemen klaster menilai beberapa masalah, dan pengaruhnya terhadap kegagalan klaster. Keseluruhan
penilaian terlihat pada tabel berikut :
Tabel II-99. Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Perkebunan Terhadap Masalah
Ketahanan Pangan
No Masalah Klaster Pertanian / Ketahanan Pangan Skor
Rata-rataSeberapa penting/setuju indikator tersebut dalam menyumbang keberhasilan Lele Rumput Laut
1 Kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster 5 6 5,5
2 Kurangnya insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi 4 6 5
3Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)
5 6 5,5
4Kendala budaya perlunya perubahan dalam pendekatan anggota kluster dengan berbagai isu terkait dengan inovasi
5 6 5,5
5 Kurangnya semangat inovatif di perusahaan agroindustri 5 6 5,5
6 Kesenjangan antara perusahaan pertanian dan industri/perusahaan agro industry 5 6 5,5
7Produk pertanian diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang diperoleh sedikit
4 6 5
8 Status kepemilikan lahan yang terbatas dan semakin mengecil 3 6 4,5
9 Kualitas lahan sebagai media tanam yang semakin menurun 4 6 5
Masalah ketahanan pangan pada umumnya akan terjadi pada komoditas yang dikembangkan pada sektor
primer (budidaya), sehingga rumput laut pada tingkat budidaya juga akan menghadapi masalah ini.
D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi
Faktor Kunci
Dalam kajian ini, terdapat tiga faktor yang dinyatakan sebagai faktor kunci keberhasilan klaster, yaitu:
inovasi, networking/pengembangan jaringan dan kompetensi inti. Aspek-aspek yang diasumsikan sangat
mempengaruhi pengembangan inovasi, networking dan kompetensi inti adalah akses pengetahuan dan
teknologi, budaya, manajerial dan finansial. Pengaruh masing-masing aspek terhadap tiga faktor kunci ini
berbeda-beda di setiap klaster. Berikut adalah uraian tentang pengaruh akses pengetahuan dan teknologi,
budaya, manajerial dan finansial terhadap tiga faktor kunci pendukung keberhasilan klaster di subsektor
perikanan:
Tabel II-100. Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Subsektor Perikanan Budidaya
Faktor Kunci Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele Kuta Baru
a) Inovasi 1. Akses pengetahuan dan teknologi
Relatif mudah dan tertanam dalam jaringan dan relasi dengan stakeholders perguruan tinggi dan lembaga penelitian.
Relatif mudah dan tertanam dalam jaringan dan relasi dengan stakeholders terkait
2. Budaya Sikap keterbukaan terhadap perubahan dan kebaruan masih perlu dibangun
Pihak pengurus klaster dan para anggota memiliki sikap yang terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta kemauan untuk mengambil risiko dalam menerapkan suatu perubahan dan kebaruan yang dinilai akan membawa keuntungan/manfaat
3. Manajerial Kemampuan manajerial terkait inovasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah
Pihak pengurus klaster sudah mulai membangun kapabilitas manajerial dalam mengelola penerapan inovasi, dimulai dengan pembuatan abon lele
4. Finansial Kemampuan pengelolaan keuangan terkait inovasi dan pengambilan risiko terkalkulasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah
Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya inovasi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial.
177
Gambaran Umum Klaster
Faktor Kunci Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele Kuta Baru
b) Networking 1. Teknologi Bisa jadi tidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking
Bisa jadi tidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking
2. Budaya Sikap dan motivasi untuk menjajaki peluang kerja sama baru perlu ditumbuhkan dan diasah
Pengurus klaster sudah memiliki sikap dan motivasi untuk menjajaki peluang kerja sama baru
3. Manajerial Berpengaruh Kemampuan manajerial terkait networking masih perlu ditumbuhkan dan diasah
Cukup berpengaruh, dalam pengembangan jaringan, perlu mengalokasikan sumber daya dan waktu
4. Finansial Berpengaruh, dalam pengembangan jaringan bisnis, kemauan mengambil dan mengelola risiko finansial penting.
Berpengaruh, dalam pengembangan jaringan bisnis, kemauan mengambil dan mengelola risiko finansial penting.
c) Kompe tensi Inti
1. Teknologi Faktor teknologi, baik itu yang diterapkan dalam proses on farm atau off farm mempengaruhi produktivitas dan kualitas rumput laut yang dihasilkan
Faktor teknologi, baik itu yang diterapkan dalam proses on farm atau off farm mempengaruhi produktivitas dan kualitas Ikan Lele yang dihasilkan
2. Budaya Sikap terbuka terhadap hal-hal baru dan mau belajar serta menerapkan hal-hal baru yang bermanfaat bagi usaha merupakan faktor penentu terbentuk dan terasahnya kompetensi
Sikap terbuka terhadap hal-hal baru dan mau belajar serta menerapkan hal-hal baru yang bermanfaat bagi usaha merupakan faktor penentu dan terasahnya kompetensi
3. Manajerial Berpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi
Berpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi
4. Finansial Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang akan meningkatkan kompetensi
Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang akan meningkatkan kompetensi
Cerita sukses dalam mengembangkan klaster bukan berarti tidak mengalami kendala dalam proses kepada
tujuan kematangan. Dari 4 aspek (akses teknologi, budaya, managerial, dan finansial) keempat aspek
tersebut mempengaruhi dalam proses pengembangan inovasi, networking, dan kompetensi inti SDM.
Sejauh mana aspek-aspek tersebut mempengaruhi faktor kunci, dan berimplikasi pada perkembangan
klaster, kedua nara sumber (manajemen klaster) memberikan penilaiannya.
Di klaster Rumput Laut terjadi inovasi pada lini pengolahan pasca panen, yaitu penerapan cara pengeringan
rumput laut model gantung. Menurut nara sumber manajemen klaster, faktor akses pengetahuan dan
teknologi, budaya, manajerial dan finansial sangat berpengaruh dalam mendukung atau menghambat
terjadinya pengetahuan. Di dalam klaster Rumput Laut Nunukan terjadi pengembangan jaringan
(networking) usaha ataupun non usaha. Networking usaha meliputi pengembangan kerja sama usaha
dalam penyediaan bibit saprodi. Networking non usaha yang terjadi adalah pengembangan kerja sama
dalam hal pengetahuan rumput laut dengan Kementerian Perikanan. Pihak manajemen klaster Rumput
Laut menyatakan bahwa faktor teknologi merupakan faktor pendukung dan penghambat networking.
Pelaku inti klaster Rumput Laut menguasai kompetensi budidaya rumput laut dan penanganan pasca
panen yang baik. Faktor teknologi, budaya, manajerial dan finansial dapat mendukung atau menghambat
pengembangan kompetensi inti di dalam klaster.
Pada klaster Ikan Lele Kuta Baru, inovasi yang terjadi adalah budidaya ikan lele di lahan kebun sawit, di
mana terjadi simbiosis mutualisme antara perkebunan sawit dan budidaya ikan Lele, yaitu perkebunan sawit
mendapatkan keuntungan berupa penyerapan unsur hara residu pakan di kolam ikan Lele yang terdifusi
ke lapisan tanah perkebunan dan meningkatkan kesuburan tanaman sawit. Pengusaha budidya ikan Lele
mendapatkan keuntungan berupa harga sewa tanah yang murah. Inovasi lain yang mulai diterapkan
adalah membuat produk turunan Ikan Lele. Akses pengetahuan dan teknologi merupakan faktor-faktor
yang berpengaruh penting dalam menggerakkan budaya inovasi di mana ketika BI mulai mengenalkan
178
Gambaran Umum Klaster
proses pengembangan produk turunan Ikan Lele, kelompok perempuan di lokasi klaster segera merespon
dan muncul produk-produk baru lainnya). Terkait dengan faktor budaya, masyarakat tersebut tidak ogah-
ogahan menerima hal-hal baru (budaya). Faktor manajerial berpengaruh penting terhadap terjadinya inovasi,
salah satunya didukung oleh ketokohan dan kemampuan mendorong masyarakat untuk bergerak maju dan
memotivasi masyarakat untuk mengikuti praktek baik yang telah dilakukan orang lain. Networking usaha
dan non usaha terjadi di klaster Ikan Lele, di mana faktor menajerial menjadi pengungkit faktor lain, seperti
finansial, teknologi dan budaya melalui stimulasi peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan, kendala
finansial dapat diatasi seiring berjalannya bisnis yang terjadi. Dalam klaster ikan Lele, pelaku inti menguasai
kompetensi inti budidaya ikan Lele. Kendala yang dihadapi terletak pada bagaimana mengubah pola pikir
pembudidaya ikan dari orientasi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ke usaha bisnis perikanan, sebagai
upaya untuk menciptakan usaha baru.
Faktor Keberhasilan Klaster
Rerata penilaian responden terhadap indikator keberhasilan klaster sub sektor perikanan dan budidaya
ditampilkan pada tabel penilaian di bawah ini.
Tabel II-101. Penilaian Responden Terhadap Faktor Keberhasilan Klaster Subsektor
Perikanan dan Budidaya
NO Keberadaan Indikator yang menyumbang keberhasilan
Ada / Tidak
Lele Rumput LautRerata
MK SK-1 SK-2 MK SK-1 SK-2 SK-3
1 Terdapat Networking dan kemitraan Ada 5 6 6 5 6 4 5 5,29
2 Terdapat modal sosial yang kuat Ada 5 6 5 5 3 5 5 4,86
3 Terdapat basis inovasi yang kuat (R&D tinggi) Ada 5 6 6 5 5 4 3 4,86
4 Kepemimpinan dan visi bersama Ada 4 5 5 4 4 2 2 3,71
5 Terdapat kompetensi/keahlian yang kuat Ada 5 5 6 5 5 3 2 4,43
6 Spesialisasi Ada 5 5 5 4 4 4 5 4,57
7 Infrastruktur yang memadai Ada 6 6 6 4 6 5 4 5,29
8 Terdapat perusahaan besar Tidak 5 4 5 1 1 1 1 2,57
9 Budaya kewirausahaan yang kuat Ada 5 6 6 2 3 5 5 4,57
10 Kedekatan dengan pemasok Ada 5 5 4 5 6 5 6 5,14
11 Akses pada sumber keuangan Ada 5 5 6 5 6 5 6 5,43
12 Akses ke jasa spesialis TIdak 5 5 5 1 1 1 1 2,71
13 Akses pasar Ada 5 6 6 5 4 6 6 5,43
14 Akses terhadap jasa pendukung bisnis Ada 4 5 4 4 4 5 6 4,57
15 Persaingan Ada 4 6 6 5 6 5 5 5,29
16 Akses informasi (Pasar, teknologi dll) Ada 5 6 6 4 5 6 6 5,43
Rerata penilaian responden terhadap indikator klaster adalah sebesar 4.63. indikator yang menyumbang
keberhasilan terbesar yaitu indikator akses informasi (pasar, teknologi, dll), akses pasar dan akses pada
sumber keuangan. Secara lengkap, peringkat indikator keberhasilan klaster sub sektor perikanan dan
budidaya, ada pada gambar di bawah ini.
179
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-51. Peringkat Faktor Keberhasilan-Rerata Subsektor Perikanan Budidaya
E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster
Dampak Kualitatif
1) Penilaian Manajemen Klaster
Dampak-dampak kualitatif yang paling dirasakan oleh pihak manajemen klaster secara berturut-turut
adalah:
1. Klaster menciptakan usaha/pengusaha baru
2. Meningkatkan jumlah tenaga kerja
3. Secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya
4. Jumlah anggota klaster meningkat
5. Anggota klaster merasa nyaman dengan klaster
6. Pelatihan secara khusus/terspesialisasi
7. Peningkatan produktivitas
8. Sarana dan prasarana lebih memadai
180
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-102. Penilaian Manajeman Klaster atas Dampak Kualitatif
NoDampak Kualitatif Klaster dari indikator keberhasilan Klaster dan tingkat
kepentingannya Skor
Indikator Lele Rumput Laut Rata-rata
1 Anggota Klaster merasa nyaman dengan klaster 5 5 5
Dam
pak
Adan
ya K
last
er M
enga
kiba
tkan
2a meningkatkan jumlah tenaga kerja 5 6 5,5
2b menciptakan usaha / pengusaha baru 6 6 6
2c Iklim usaha yang kondusif 4 4 4
2d Perpanjangan tangan dari jasa dan kegiatan anggota klaster 4 5 4,5
2e Hubungan yang lebih erat antara industri dan akademisi 4 3 3,5
2f Secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya 5 6 5,5
2g komunikasi lebih lancar dan mapan dengan pembuat kebijakan 5 2 3,5
2h Pelatihan secara khusus / terspesialisasi 5 5 5
2i Peningkatan produktivitas 5 5 5
2j Peningkatan efisiensi 4 5 4,5
2kSarana dan prasarana lebih memadai (jalan,listrik, air, kesehatan, dan fasilitas dan jasa layanan publik
5 5 5
2l Peningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana ibadah, dan kesehatan 4 4 4
3 Jumlah anggota klaster meningkat 5 6 5,5
4 klaster telah menarik perusahaan-perusahaan baru di wilayahnya 4 5 4,5
5 Teknologi baru telah muncul melalui klaster 5 3 4
2) Penilaian Pelaku Klaster
Berikut adalah penilaian responden pelaku klaster atas dampak kualitatif pengembangan klaster, dengan 8
indikator yang memperoleh rerata nilai di atas 5:
1. Peningkatan produksi dan penjualan
2. Merasa nyaman bergabung dengan klaster
3. Penambahan jumlah aset usaha
4. Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus dan terspesialisasi
5. Kemitraan yang solid dan transparan
6. Kemudahan memasarkan produk
7. Kemudahan akses lembaga
8. Adanya saluran/keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha
Tabel II-103. Penilaian Pelaku Klaster atas Dampak Kualitatif
No Persepsi Pelaku Klaster terhadap indikatorLele Rumput Laut
Rata-rataPK-1 PK-2 PK-1
1 Merasa nyaman bergabung dengan Klaster 5 5 6 5,33
2 Penambahan jumlah aset usaha 5 5 6 5,33
3 Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus / terspesialisasi 5 5 6 5,33
4 Produk lebih inovatif 5 4 6 5
5 Kemitraan yang lebih solid dan transparan 5 5 6 5,33
6 Peningkatan produksi dan penjualan 6 5 6 5,67
7 Kemudahan untuk memperoleh bahan baku 5 3 6 4,67
8 Kemudahan memasarkan produk 5 5 6 5,33
181
Gambaran Umum Klaster
9 Kemudahan akses lembaga 6 4 6 5,33
10 Permasalahan yang dihadapi lebih cepat teratasi 4 5 6 5
11 Adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha 5 5 6 5,33
3) Penilaian Stakeholder Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para stakeholders klaster pada subsektor
perikanan:
Tabel II-104 Penilaian Stakeholder atas Dampak Kualitatif
No Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya
Lele Rumput lautRata-rata
SK-1 SK-2 SK-1 SK-2 SK-3
1 Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya 4 6 6 6 6 5,6
Deng
an a
dany
a kl
aste
r m
enga
kiba
tkan
2 Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 6 6 6 6 6 6
3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 5 5 6 6 6 5,6
4 Iklim usaha yang kondusif 4 6 6 6 6 5,6
5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)
4 6 6 6 6 5,6
6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)
4 6 6 6 6 5,6
Indikator memberi manfaat positif bagi perekonomian masyarakat sekitar adalah indikator yang memperoleh
rerata penilaian paling tinggi.
4) Penilaian Non Pelaku Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para non pelaku klaster pada subsektor
perikanan:
Tabel II-105. Penilaian Non Pelaku Klaster atas Dampak Kualitatif
No Manfaat Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya
Skor
Lele Rumput Laut Rata-rata
1 Merasa nyaman tinggal di lokasi / sekitar lokasi klaster 4 6 5
Deng
an a
dany
a kl
aste
r m
enga
kiba
tkan
2 memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 5 6 5,5
3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 3 6 4,5
4 iklim usaha yang kondusif 5 6 5,5
5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)
3 6 4,5
6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)
3 6 4,5
7 Reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik 5 6 5,5
Tiga indikator yang memperoleh penilaian tertinggi adalah: memberi manfaat positif bagi perekonomian
masyarakat sekitar (5,5), iklim usaha yang kondusif (5,5) dan reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik
(5,5).
Dampak Kuantitatif
Kajian ini juga berupaya untuk mengukur sejumlah indikator dampak kuantitatif dari keberadaan klaster,
sebagaimana dirangkum dalam tabel berikut:
182
Gambaran Umum Klaster
Tab
el I
I-10
6. D
amp
ak K
uan
tita
tif
Pen
gem
ban
gan
Kla
ster
No.
Dam
pak
Lele
Rum
put
Laut
Rera
ta
Peru
baha
nAw
al F
asili
tasi
Saat
Ini
Peru
baha
nAw
al F
asili
tasi
Saat
Ini
Peru
baha
n
1Ju
mla
h An
ggot
a ya
ng m
asuk
ke
dala
m k
last
er (e
ntita
s)44
220
400
9716
570
,10
235,
05
2Ju
mla
h Te
naga
Ker
ja12
065
045
03
1023
3,33
341,
67
3Ju
mla
h us
aha/
peng
usah
a 0
880
02
515
047
5
4Ju
mla
h ja
sa d
an k
egia
tan
untu
k an
ggot
a kl
aste
r (un
it)0
00
01
100
50
5Ju
mla
h in
dust
ri m
itra
(ent
itas)
00
01
0-1
00-5
0
6Ju
mla
h ak
adem
isi m
itra
(inst
itusi)
10
-100
11
0-5
0
7To
tal j
umla
h in
vest
asi a
nggo
ta (R
p.)
2,6
40,0
00,0
00
13,
200,
000,
000
400
50,0
00,0
0055
0,00
0,00
01,
000
700
8Ju
mla
h pe
latih
an s
ecar
a kh
usus
14
300
01
100
200
9Ju
mla
h pr
oduk
si (v
olum
e/bu
lan)
1.5
736
6,67
10,0
00
1
70,0
00
1600
983,
33
10Pr
oduk
tivita
s ou
tput
150
150
03
713
3,33
66,6
7
11Kl
aste
r tel
ah m
enar
ik p
erus
ahaa
n ba
ru d
i wila
yahn
ya0
00
14
300
150
12Te
knol
ogi b
aru
yang
mun
cul m
elal
ui k
last
er0
00
01
100
50
13Pe
ning
kata
n tra
nsak
si/pe
njua
lan
kom
odita
s (R
p.)
7,5
60,0
00,0
00
35,
280,
000,
000
366,
6710
0,00
0,00
02,
380,
000,
000
2280
1,32
3,33
183
Gambaran Umum Klaster
2.3.6. Subsektor Industri Manufaktur
2.3.6.1. Profil Umum Klaster Subsektor Industri Manufaktur
Komoditas peternakan yang dikaji dalam pengembangan klaster peternakan ini meliputi komoditas Domba
di Kelurahan Juhut Kabupaten Pandeglang dan komoditas sapi potong di Kelurahan Polosiri Kabupaten
Semarang. Lokasi dan sebaran masing-masing klaster disajikan pada table berikut ini.
Tabel II-107. Matriks Profil Umum Klaster Subsektor Manufaktur
No Nama klaster/awal inisiasi Kecamatan Desa Pelaku (org) Kap. Prod
(vol/bln)Komitmen pengembangan
klaster
1Klaster Rotan Trangsan
Inisiator FEDEP/GTZ-REDGatak Trangsan
80 yang tercatat sebagai anggota dan 194 pelaku yang ada disekitar wilayah klaster
Terus sampai batasan mandiri
2Klaster Komponen Kapal
KebasenTalang Kebasen 29 IKM Terus sampai batasan mandiri
Temuan yang bersifat umum untuk dua komoditas yang dikembangkan pada sub sektor peternakan di
antaranya:
1. Kedua klaster ini merupakan klaster yang diinisiasi oleh pemerintah daerah, atas dukungan dari
berbagai pihak terutama pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Klaster logam terutama, mendapat
dukungan penuh untuk inisiasi klaster dari pemerintah pusat. Dalam proses inisiasi pembentukan
klasternya, keterlibatan forum pengembangan ekonomi pada level kabupaten FEDEP dan level provinsi
FPESD sangat besar. Hal ini dikarenakan Provinsi Jawa Tengah sangat peduli dalam pengembangan
ekonomi melalui pendekatan klaster industri.
2. Klaster manufaktur ini terdiri dari dua komoditas yang berbeda karakteristiknya. Komoditas rotan
dengan berbagai turunan merupakan produk dengan orientasi pasar ekspor. Sementara untuk produk
komponen kapal, walau peluang untuk ekspor bisa terjadi, namun sampai saat ini merupakan produk
yang masih terus dikembangkan dengan berbagai R & D dan produksinya.
3. Klaster ini merupakan klaster yang diinisiasi pemerintah, baik pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Klaster Rotan berdiri atas inisiiasi dari Bappeda dan FEDEP Kabupaten Sukoharjo. Dalam
perkembangannya kemudian didukung juga oleh pemerintah provinsi Jawa Tengah melalui FPESD,
pemerintah pusat melalui Kemenkop UKM dan Kemenperind, serta didukung oleh program dari GTZ-
RED, KPw BI Solo, dan Program PROSPECT Indonesia yang dilakukan oleh PUPUK Bandung. Sementara
Klaster Komponen Kapal Kebasen diinisiasi oleh Kementrian Perindustria, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Jawa Tengah dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal.
Program pengembangan klaster komponen logam pun diintervensi oleh Program SMIDeV JICA yang
diinisiasi bersama PUPUK Bandung.
4. Khusus untuk komoditas rotan, sebagai komoditas ekspor ditemukan tentangan yang memberikan
pengaruh cukup kuat terutama pada factor “Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan
pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan
air)”. Pada tenaga kerja, walau terjadi peningkatan secara jumlah yang terlibat dalam klaster, namun
di satu sisi juga menghadapi kendala pada ketersediaan tenaga kerja terampil yang terus berkurang
dikarenakan adanya serapa oleh perusahaan lain yang sedang bertumbuh di daerah sekitar klaster.
Secara lengkap dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
184
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-52. Grafik Tantangan dan Kendala Komoditas Ekspor
5. Dari 16 Indikator keberhasilan dalam pengembangan klaster sub sektor manufaktur, spesialisasi,
kepemimpinan dan visi bersama, dan terdapat networking dan kemitraan merupakan indikator yang
cukup menonjol dalam bisnis ini dengan skala penilaian 6. Artinya bisnis ini memang membutuhkan
keahlian spesifik, leadership yang kuat dan jejaring kemitraan baik pada level bisnis dan non bisnis.
Indikator yang kurang menonjol adalah persaingan. Pada kasus klaster rotan, persaingan yang sehat
masih sulit dilakukan oleh pelaku bisnis, terkadang masih terjadi perang harga di antara seama pelaku
klaster.
2.3.6.2. Deskripsi Komoditas Kajian Klaster Subsektor Industri Manufaktur
A. Profil Kelembagaan Klaster
Inisiator
Klaster subsektor industri ini keduanya diinisiasi oleh pemerintah melalui perkuatan keunggulan produk
daerah. Kedua klaster ini dikelola oleh lembaga multi stakeholders yang disahkan oleh pemerintah daerah
melalui SK dari pemerintah. Klaster rotan, kelembagaannya disahkan oleh SK FEDEP sebagai pendamping
pengembangan klaster di tingkat kabupaten. Sementara klaster komponen kapal, pengelola klaster disahkan
melalui SK Bupati Kabupaten Tegal.
Rotan Trangsan
Inisiator pembentukan Klaster Rotan Trangsan adalah FEDEP Sukoharjo, yang pada awalnya melakukan
kajian terhadap potensi pengembangan ekonomi di Kabupaten Sukoharjo. Bank Indonesia sendiri masuk
ke dalam pengembangan klaster dalam rangka meningkatkan fungsi intermediasi perbankan melalui
pendekatan cluster usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kantor Bank Indonesia (BI) Semarang
membangun kerja sama dengan GTZ RED- Lembaga kerjasama Indonesia Jerman - untuk mengembangkan
klaster mebel rotan di Desa Trangsan, Kabupaten Sukohardjo, Jawa Tengah. Kemitraan strategis yang
dilakukan BI tersebut didasari fakta belum optimalnya realisasi kredit perbankan selama tahun 2006 untuk
kalangan UMKM di Jateng. Pemilihan cluster mebel rotan di Trangsan menyangkut adanya potensi yang
besar di wilayah itu.
185
Gambaran Umum Klaster
KPw BI Provinsi Jawa Tengah kemudian melakukan kegiatan identifikasi klaster dengan menggunakan
metode Rural Rapid Appraisal, dengan memilih Klaster Mebel Kayu Bulakan – Sukoharjo, klaster mebel
Rotan Trangsan – Sukoharjo, klaster Produk Furniture Jepara, dan klaster mebel dan handycraft, Blora.
Hasil kajian tersebut kemudian memilih klaster mebel rotan untuk dijadikan pilot project pengembangan
klaster. Hal ini sejalan dengan program pemerintah Kabupaten Sukoharjo yang telah menjadikan klaster
unggulan daerah melalui FPESD. Selain bahwa klaster rotan ini telah menjadi wilayah binaan dari Deutsche
Geselischaft fur Technische Zusammenarbeit – Regional Economic Development (GTZ RED), produknya
berorientasi ekspor, adanya industry inti (leading company) dan lokal Champion.
Klaster Rotan Trangsan berdiri tanggal 24 Desember 2009. Tujuan dari pengembangan Klaster Industri Rotan
Trangsan adalah mengembangkan kawasan Trangsan secara terpadu sebagai kawasan industri kerajinan
rotan/handicraft (district industry), kawasan wisata (tourism district), dan kawasan budaya (cultural district)
yang maju sebagai salah satu unggulan daerah. Klaster rotan didirikan dengan beberapa pertimbangan
seperti: usaha sudah berjalan (pernah mengalami kejayaan), sudah terjadi linkage yang cukup baik antara
hulu dan hilir, cakupan wilayah usaha dan dampak ekonomi yang cukup besar (serapan tenaga kerja dan
pendapatan).
Klaster Rotan Trangsan ini dalam pengelolaannya dilakukan oleh sebuah tim kelompok kerja (Pokja) klaster
rotan yang diketuai oleh Mujiman dengan pembinaan langsung oleh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo.
Pengelola Forum Rembug Klaster Rotan Trangsan ini ditetapkan dengan surat keputusan ketua Forum
Pengembangan Ekonomi Kerakyatan/Forum for Economic Development and Employment Promotion
(FEDEP) Kabupaten Sukoharjo.
Komponen Kapal Kebasen
Klaster yang menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal terdiri dari sekitar 29
IKM (industri kecil menengah) logam penghasil komponen kapal, yang lokasi usahanya terkonsentrasi di
Desa Kebasen, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Klaster ini termasuk ke dalam
sektor industri dan sub sektor manufaktur.
Dimulai semenjak jaman penjajahan Belanda, Tegal sendiri telah lama menjadi salah satu lokasi pertumbuhan
industri kecil menengah berbasis logam. Kumpulan pelaku usaha yang menghidupi rantai nilai produk
logam ini, dapat dikatakan bertumbuh secara organik dari waktu ke waktu, mulai dari pelaku pengumpul
logam bekas dan penjual bahan baku fero dan non fero yang telah berusaha sejak lama sampai dengan
pelaku usaha perdagangan dalam berbagai skala yang juga telah berperan menjadi pendorong tumbuhnya
IKM penghasil produk logam.
Salah satu faktor pendorong pertumbuhan usaha industri dan perdagangan komponen perkapalan
adalah wilayah Tegal sendiri yang merupakan salah satu daerah maritim pantai utara Jawa yang memiliki
pengaruh kuat sebagai pelabuhan perdagangan dan usaha nelayan/penangkapan ikan. Di Tegal terdapat
banyak galangan kapal dan juga pedagang peralatan/komponen perkapalan. Beberapa pedagang telah
mampu menjalin hubungan usaha dengan pelaku industri besar perkapalan di Indonesia. Sebagaimana
digambarkan dalam visualisasi rantai nilai, koordinasi dan kerja sama antar pelaku sudah sejak lama terjalin
dan bertumbuh secara dinamis.
186
Gambaran Umum Klaster
Kelembagaan pengelolaan klaster terdiri dari pengelola klaster dan pelaksana pengembangan kompetensi
inti industri daerah Komponen Kapal Kabupaten Tegal yaitu Koperasi Mandiri Sejahtera dan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan sebagai pendorong dan penanggungjawab fungsi koordinasi dan sinergi
antar pemangku kepentingan terkait untuk kegiatan-kegiatan yang berada di bawah peta panduan
pengembangan kompetensi inti industri daerah komponen perkapalan Kabupaten Tegal serta pelaksana
fungsi penyaluran bantuan (baik sarana ataupun teknis), pembinaan dan pendampingan.
Sejalan dengan sejumlah amanat program pengembangan kompetensi inti industri daerah Kabupaten
Tegal ini, yaitu memperkuat asosiasi sebagai pelaksana pengembangan kompetensi inti komponen kapal,
memperkuat kerja sama dengan lembaga pembina melalui legalisasi kelembagaan, membangun linkage
antar IKM dalam klaster pada tahun 2011, sekelompok pelaku usaha komponen kapal dengan difasilitasi
oleh Disperindag Kabupaten Tegal memutuskan untuk mendirikan Koperasi Mandiri Sejahtera sebagai
wadah kelembagaan pengembangan klaster. Koperasi Mandiri Sejahtera memperoleh izin legalitas pada
akhir tahun 2012. Koperasi ini akan dikembangkan menjadi Koperasi Produksi dan Pemasaran. Struktur
kepengurusan sudah terbentuk dan keanggotaan masih dibatasi pada pengusaha produsen komponen
perkapalan. Koordinasi antar IKM Komponen Perkapalan sebagai anggota koperasi, sudah mulai berjalan
dan terwujud dalam beberapa kegiatan, termasuk kegiatan perencanaan pengelolaan unit usaha yang baru
saja dilakukan pada bulan Juli 2014.
Kelompok Kerja (POKJA) non formal yang fokus pada pengembangan IKM Logam Komponen Kapal telah
terbentuk pada September 2013 melalui SK Bupati Tegal. POKJA ini terdiri dari stakeholders-stakeholders
industri logam komponen kapal, yaitu Kementerian Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal, Bappeda Kabupaten Tegal,
Dinas Koperasi, UKM dan Pasar Kabupaten Tegal, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal, JICA dan KADIN
Kabupaten Tegal. Salah satu pendorong berdirinya POKJA ini adalah SMIDEP-JICA.
Setiap inisiator yang melakukan pengembangan klaster memiliki alasan yang berbeda-beda. Walaupun
begitu, alasan yang dikemukan merupakan pengejawantahan dari visi atau misi dari lembaga dimaksud.
Dan atau bisa juga sebagai upaya mendukung kebijakan dari pemerintah, baik merupakan produk
unggulan daerah dan kompetensi inti industri. Tabel II-108 menunjukkan alasan-alasan para inisiator 2
klaster subsektor manufaktur:
187
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-108. Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster
Subsektor Manufaktur
Klaster Rotan Trangsan Klaster Komponen Kapal Kebasen
InisiatorPemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo atas dukungan dari FPESD Provinsi Jawa Tengah dan FEDEP Kabupaten Sukoharjo
Kementerian Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal
Tanggal Bergabung 2009 – 2014 2012 – 2014
Lama Keterlibatan Dalam Klaster 4 Tahun 2 Tahun
Alasan Mengem-bangkan Klaster
Core lembaga Merupakan core lembaga yang sesuai dengan tupoksi Merupakan core lembaga yang sesuai dengan tupoksi
CSR
Kebijakan Pusat
Merupakan upaya memperkuat komoditas
Kebijakan Internal
Merupakan kebijakan internal lembagaMerupakan kebijakan internal untuk mewujudkan komptetensi inti industry daerah
Komitmen pengembangan Terus sampai batasan mandiri Terus sampai batasan mandiri
Kajian ini juga bermaksud mengetahui dasar/kriteria yang dijadikan acuan oleh para inisiator dalam memilih
atau menentukan pengembangan suatu klaster. Berikut adalah uraian tentang dasar/kriteria penentuan
pengembangan dua klaster yang termasuk ke dalam subsektor manufaktur:
188
Gambaran Umum Klaster
Tab
le II
-109
. Pen
entu
an D
asar
/Kri
teri
a Pe
ng
eng
emb
ang
an K
last
er
Das
ar/K
rite
ria
Klas
ter
Rota
n Tr
angs
anKl
aste
r Ko
mpo
nen
Kapa
l Keb
asen
a) B
erda
sark
an
kebe
rada
aan
klas
ter
sebe
lum
nya
1) M
erup
akan
kla
ster
yan
g su
dah
ada/
dike
mba
ngka
n se
belu
mny
aPe
rluas
an in
terv
ensi
dari
klas
ter m
ebel
yan
g le
bih
dahu
lu
dibe
ntuk
, tah
un 2
003
Sebe
lum
din
yata
kan
seba
gai k
last
er, d
aera
h Ke
base
n su
dah
mer
upak
an s
alah
sat
u w
ilaya
h in
dust
ri ke
cil m
enen
gah
loga
m d
i Kab
upat
en Te
gal.
2) M
erup
akan
kla
ster
yan
g sa
ma
seka
li be
lum
dik
emba
ngka
n se
belu
mny
a-
-
b) B
erda
sark
an
nila
i stra
tegi
s kl
aste
r
1) M
endu
kung
pen
gend
alia
n in
flasi
dan
atau
pen
gem
bang
an e
kono
mi
daer
ahEk
spor
rota
n m
enyu
mba
ng 0
.88
tota
l eks
por d
aera
h -
2) M
erup
akan
pro
duk
ungg
ulan
da
erah
Rota
n di
teta
pkan
seb
agai
pro
duk
ungg
ulan
dae
rah
kare
na
pote
nsi p
elak
u us
aha,
pro
duk
dan
mam
pu tu
rut s
erta
m
enge
ntas
kan
kem
iskin
anPr
oduk
ung
gula
n da
erah
3) Te
rmas
uk d
alam
Ren
cana
Ker
ja
Prog
ram
Pen
gem
bang
an Ja
ngka
M
enen
gah
Daer
ah (R
KPJM
D)
Seca
ra e
kspl
isit m
asuk
dal
am m
isi k
e-4
penj
abar
an v
isi d
aera
h 20
10-2
015
Peta
Pan
duan
(roa
d m
ap) P
enge
mba
ngan
Kom
pete
nsi I
nti I
ndus
tri K
ompo
nen
Kapa
l Ka
bupa
ten
Tega
l 201
2-20
14
4) M
anda
t khu
sus
(misa
l: pa
rtisip
asi
wan
ita, k
ota/
desa
, dam
pak
lingk
unga
n)-
-
5) B
esar
nya
jum
lah
pela
ku u
saha
(U
MKM
) ter
mas
uk p
egaw
ainy
aJu
mla
h pe
laku
Kla
ster
Rot
an y
ang
men
jadi
ang
gota
seb
anya
k 80
ora
ng, d
an p
elak
u ya
ng te
rdat
a se
bany
ak 1
94 o
rang
Jum
lah
pela
ku u
saha
IKM
Log
am K
ompo
nen
Kapa
l di
Keba
sen
adal
ah 2
9 us
aha
yang
m
empe
rker
jaka
n se
kita
r 171
ora
ng
c) P
oten
si pe
ngem
bang
an
klas
ter
1) P
erm
inta
an p
asar
yan
g be
sar/
belu
m te
rpen
uhi
Pasa
r pot
ensia
l ada
lah
eksp
or, n
amun
pas
ar d
omes
tik b
elum
te
rgar
ap d
enga
n op
timal
Perm
inta
an te
rus
bertu
mbu
h se
iring
den
gan
bertu
mbu
hnya
indu
stri
perk
apal
an n
asio
nal.
2) P
oten
si be
rtum
buh
Kebi
jaka
n m
enge
nai p
engg
unaa
n ro
tan
di ti
ngka
t ins
tans
i aka
n m
enja
di p
oten
si pe
ngem
bang
an p
asar
dom
estik
yan
g ba
gus.
Opt
imal
isasi
desig
n ak
an m
emun
culk
an p
asar
terte
ntu
Terd
apat
pel
uang
bag
i ind
ustri
kom
pone
n pe
rkap
alan
unt
uk b
ertu
mbu
h, y
ang
mun
cul d
ari
men
ingk
atny
a ju
mla
h ar
mad
a ka
pal;
kebu
tuha
n pe
rem
ajaa
n ka
pal,
di m
ana
seba
gian
bes
ar
kapa
l di I
ndon
esia
ber
usia
lebi
h da
ri 30
tahu
n da
n pe
ngem
bang
an in
dust
ri ka
pal n
asio
nal
yang
saa
t ini
mas
ih te
rgan
tung
pad
a 60
-70%
por
si ko
mpo
nen
kapa
l im
por.
IKM
man
ufak
tur l
ogam
mas
ih b
erpo
tens
i bes
ar u
ntuk
ber
tum
buh
kare
na p
elua
ng p
asar
mas
ih
terb
uka.
Keb
ijaka
n pe
mba
tasa
n im
por k
ompo
nen
kapa
l jel
as m
erup
akan
pel
uang
bag
i ind
ustri
da
lam
neg
eri u
ntuk
mem
anfa
atka
n m
omen
tum
men
gem
bang
kan
dan
men
ingk
atka
n da
ya
sain
g
189
Gambaran Umum Klaster
Das
ar/K
rite
ria
Klas
ter
Rota
n Tr
angs
anKl
aste
r Ko
mpo
nen
Kapa
l Keb
asen
c) P
oten
si pe
ngem
bang
an
klas
ter
3) P
oten
si be
rsai
ng d
enga
n pe
sain
g in
tern
asio
nal
Pesa
ing
prod
uk U
KM R
otan
Indo
nesia
ber
asal
dar
i CIn
a,
Viet
nam
, Mal
aysa
iaPr
oduk
IKM
Log
am K
ompo
nen
Kapa
l mem
iliki
pot
ensi
untu
k be
rsai
ng d
enga
n pe
sain
g in
tern
asio
nal,
teru
tam
a de
ngan
pro
duk
dari
Cina
, Mal
aysia
4) P
oten
si ke
naik
an p
enda
pata
n ba
gi
UMKM
Teru
tam
a ke
tika
perlu
asan
pas
ar b
isa d
ilaku
kan,
bai
k un
tuk
eksp
or m
aupu
n pa
sar d
omes
tikPe
ning
kata
n da
ya s
aing
pro
duk
IKM
Log
am K
ompo
nen
Kapa
l Keb
asen
ber
pote
nsi
men
ingk
atka
n ke
naik
an p
enda
pata
n IK
M
5) K
eber
adaa
n “l
ead
firm
” ya
ng
mem
puny
ai ja
ringa
n UM
KM
Ada
6 pe
rusa
haan
eks
porti
r bes
ar y
ang
terli
bat d
alam
pe
ngem
bang
an k
last
er, d
an m
emili
ki je
jarin
g ya
ng c
ukup
bai
k de
ngan
pen
graj
in (s
ubko
ntra
ktor
)-
6) P
oten
si un
tuk
men
cipta
kan
lapa
ngan
ker
jaSe
rapa
n te
naga
ker
ja c
ukup
bes
ar, t
erut
ama
mel
alui
pol
a su
b ko
ntra
ktor
yan
g di
laku
kan
oleh
eks
porti
rPe
ngem
bang
an k
last
er d
apat
men
ingk
atka
n pe
nyer
apan
tena
ga k
erja
yan
g di
seba
bkan
ole
h pe
ning
kata
n pe
rmin
taan
dan
pem
belia
n pr
oduk
.
7) K
eter
libat
an p
emer
inta
h/do
nor
(sta
keho
lder
s)G
TZ, B
I, PE
MKA
B, P
empr
ov, K
emen
trian
KUK
M, K
emen
perin
d,
PUPU
K m
elal
ui p
rogr
am P
rosp
ect y
ang
dida
nai o
leh
UNI E
ropa
Kem
ente
rian
Perin
dust
rian
beke
rja s
ama
deng
an P
emer
inta
h Ka
bupa
ten/
Kota
mad
ya d
an
Pem
erin
tah
Prov
insi
dala
m p
rogr
am in
i.
8) L
ingk
unga
n us
aha
yang
kon
dusif
190
Gambaran Umum Klaster
Setiap inisiator menyusun strategi pengembangan klaster yang berbeda-beda. Berdasarkan pengalaman
Bank Indonesia, inisiasi suatu pengembangan klaster melalui serangkaian tahapan-tahapan tertentu, yang
merupakan mekanisme atau prosedur inisiasi pengembangan klaster. Berikut adalah uraian dari tahapan-
tahapan inisiasi pengembangan keempat klaster subsektor manufaktur yang dilakukan oleh masing-masing
inisiator:
191
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-110. Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Perkebunan
Tahapan Pengembangan
Klaster Rotan Trangsan
Tahapan PengembanganKlaster Logam Komponen Kapal
Kebasen Kabupaten Tegal
Menentukan klaster
Penentuan pembentukan klaster diawali dari adanya permasalahan dalam SDM pelaku usaha rotan, seperti tenaga kerja yang terus mengalami penurunan diakibatkan oleh makin banyaknya persaingan dari industri lain yang berkembang di Sukoharjo, pelaku yang saling menjatuhkan dalam bisnis, sehingga merusak iklim usaha yang ada.
Penentuan kompetensi inti dan fokus pengembangannya didasarkan pada pertimbangan hasil analisa terhadap kondisi dan potensi ekonomi daerah dan potensi pengembangan 3 tahun ke depan dan keterkaitannya dengan industri penunjang, industri terkait dan industri di kabupaten dan provinsi lain.
Analisis klaster (Analisis permasalahan, potensi dan rencana intervensi)
Bappeda, melalui Fedep melakukan kajian terhadap potensi bisnis yang ada di Sukoharjo, dan merekomendasikan hasilnya kepada pemangku kepentingan yang ada di Sukoharjo
Beberapa potensi yang kemudian muncul diantaranya yaitu:Potensi Pertanian (POKJA Pertanian)Potensi Industri Perdagangan (POKJA Indag)Potensi Koperasi dan UMKM (POKJA Koperasi dan UMKM)Potensi Pariwisata (POKJA Pariwisata)POKJA Tenaga Kerja
Analisis potensi:Identifikasi dan verifikasi data: beberapa komoditas unggulan di Kabupaten TegalFGD yang menghasilkan daftar pendek dari komoditas unggulan: 1) logam, 2) makanan sehat/tahu, 3) tekstil, 4) bola bulutangkis dan 5) kerajinan kayu/bambuAHP (Analytic Hierarchy Process): LogamPelaku utama industri komponen perkapalan yang berjumlah 29 UKM dengan jumlah tenaga kerja 171 orangSumbangan PDRB tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 3,69% dibanding tahun 2008 sebesar 3% terhadap sektor alat angkut, mesin dan peralatannya.
Berdasarkan diskusi dengan stakeholders diketahui bahwa IKM pengecoran logam yang memproduksi komponen kapal memiliki kompetensi lebih daripada IKM pengecoran logam yang lain. Agar dapat menjadi kompetensi inti, maka diperlukan kompetensi untuk membuat standarisasi produk. Oleh karena itu, ditetapkan bahwa kompetinsi inti IKM di Tegal : Industri Komponen Kapal (IKM) dengan Kemampuan membuat komponen kapal yang terstandarisasi
Tujuan mengembangkan IKM komponen perkapalan yang standar produknya diakui oleh industri perkapalan (transportasi laut) nasional maupun internasional dengan sasaran: meningkatkan kemampuan para pelaku dalam industri pengecoran logam khususnya yang menghasilkan komponen kapal agar dapat menghasilkan produk yang terstandarisasi sesuai kebutuhan alat transportasi laut.
Analisis permasalahan:Analisis SWOTAnalisis Kesenjangan Potensi, dengan hasil sebagai berikut:Standardisasi: produk belum terstandardisasi, pengetahuan standardisasi produk masih terbatas, kesulitan pengujian standar produksiPenguatan dan efisiensi proses produksi dalam sentra/klaster: banyak alat produksi yang belum optimal penggunaan kapasitasnya, belum ada kerja sama pemakaian alat produksi antara IKM dalam klasterPeningkatan kualitas SDM: pengetahuan SDM akan standar mutu kurangPeningkatan teknologi pengolahan logam/produksi komponen kapal: peralatan sudah berusia tua (efisiensi dan efektivitasnya sudah jauh berkurang), kapabilitas alat yang ada terbatasPengembangan pasar: pasar masih terbatas secara tradisional, belum ada linkage resmi dengan industri perkapalan
Rencana intervensi:Penyusunan strategi dan sasaran. Sasaran yang ditetapkan adalah:Strategi penguatan rantai nilai utama: (1) Penguatan produk dan proses produksi: standardisasi produk, peningkatan efisiensi dan efektivitas fasilitas produksi, dan standardisasi proses; (2) Perluasan pasar: kerja sama dengan industri kapal dan industri komponen besarJangka Menengah (2012-2014):Terpenuhinya produk yang terstandardisasi menurut SNIMeningkatnya ketersediaan pasar baru dengan kontrak yang lebih pastiTerpenuhinya peralatan produksi pengecoran logam yang menghasilkan komponen kapal terstandardisasiMeningkatnya proses produksi standar mutu komponen kapalMeningkatnya kemampuan SDM dalam kendali mutu produk komponen kapal; danMeningkatnya jumlah unit usaha sebesar 5 unit usaha dengan kenaikan rata-rata nilai produksi 4-5%
Jangka Panjang (2012-2015):Terciptanya dan dikenalnya produk komponen kapal dari Kabupaten Tegal dengan kualitas yang terpercaya dan dapat diterima oleh masyarakat maritim internasionalKlaster IKM Pengecoran Logam semakin mandiriTerciptanya modernisasi mesin dan alat produksiMeningkatknya industri Komponen Perkapalan menjadi pemasok industri besar dengan kontrak jangka panjang dan lebih pasti
192
Gambaran Umum Klaster
Tahapan Pengembangan
Klaster Rotan Trangsan
Tahapan PengembanganKlaster Logam Komponen Kapal
Kebasen Kabupaten Tegal
Penggalangan komitmen
Bappeda/Fedep bersama dinas terkait lain berintegrasi dan bersinergi untuk membangun dan menginisiasi klaster. Berdasar kepada rekomendasi kebijakan pengembangan klaster yang disampaikan FEDEP kepada pemangku kepentingan, dari tingkat bupati sampai dinas teknis terkait. Komitmen ini didasarkan kepada RPJMD Sukoharjo (top down planning) namun juga
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah menyusun Peta Panduan (road map) Pengembangan Kompetensi Inti Industri Komponen Kapal Kabupaten Tegal 2012-2014
Menyusun perencanaan
Bappeda dengan Perindag menyusun perencanaan melalui FGD
Strategi pengembangan, Kerangka pengembangan KIID, Rencana Tindak Jangka Pendek, Rencana Tindak Jangka Panjang
Melaksanakan pengembangan klaster (sosialisasi, demplot, pelatihan, pendampingan, kelembagaan, pemasaran, dan lain-lain)
Pengembangan promosi produk rotan daerah Sukoharjo sebagai produk unggulan daerah (Pameran-pameran), pengembangan kapasitas SDM UKM terutama dari sisi desain, teknis produksi, pemberian bantuan peralatan, pengembangan terminal bahan baku, pengembangan design, temu bisnis, dll.
Pengembangan jaringan pasar baru (workshop, temu bisnis), Bantuan peralatan fasilitasi produksi; Bantuan pembangunan gedung kantor dan bengkel kerja Koperasi Mandiri Sejahtera di wilayah Kebasen; Sertifikasi BKI (Biro Klasifikasi Indonesia); Penambahan fasilitas laboratorium uji material; Fasilitasi pengujian material produk; Pembentukan Koperasi Mandiri Sejahtera
Monitoring dan evaluasi
Monitoring dilakukan bersamaan dengan rembug klaster dan koordinasi yang dilakukan
-
Exit Phase - -
Pada ketiga inisiasi pengembangan klaster yang dilakukan oleh Bank Indonesia, KPw-KPw inisiator mengambil
peran sebagai arranger strategi dan pelaksanaan intervensi yang melakukan koordinasi dan sinergi dengan
stakeholders dan penerima manfaat (beneficiaries) intervensi, baik sebagai fasilitator, penghubung dan
penyandang dana intervensi (melalui bantuan teknis atau bantuan sarana prasarana). Berikut adalah uraian
tentang jenis-jenis intervensi yang dilakukan setiap inisiator pada pengembangan klaster masing-masing:
193
Gambaran Umum Klaster
Tab
el II
-111
. Jen
is d
an k
on
trib
uto
r in
terv
ensi
Sta
keh
old
er K
last
er S
ub
sekt
or
Man
ufa
ktu
r
Kelo
mpo
k in
terv
ensi
Jeni
s Ba
ntua
nKo
ntri
buto
r
Rota
nKo
mpo
nen
kapa
lRo
tan
Kom
pone
n ka
pal
1.
Bant
uan
pera
lata
n,
sara
na, d
an
infra
stru
ktur
Pera
lata
n ka
ntor
, mes
in
prod
uksi,
M
esin
bub
ut, m
esin
Las
alu
mun
ium
, Ban
tuan
pe
mba
ngun
an g
edun
g ka
ntor
dan
ben
gkel
ker
ja
Kope
rasi
Man
diri
Seja
hter
a di
wila
yah
Keba
sen;
Pe
nam
baha
n fa
silita
s la
bora
toriu
m u
ji m
ater
ial;
APBD
(FED
EP, B
APPE
DA),
APBN
APBD
Kab
upat
en Te
gal,
APBD
Pro
vins
i Jaw
a Te
ngah
, AP
BN (D
irekt
orat
IMK
& AP
Kem
enpe
rind)
, PUP
UK
mel
alui
pro
gram
SM
IDEP
yan
g di
biay
ai o
leh
JICA
2.
Bant
uan
pend
anaa
nPe
rmod
alan
kla
ster
mel
alui
ko
pera
si-
Men
egko
p -
3.
Akse
s ke
pada
pe
mas
aran
Pam
eran
IFFI
NA,
PPE
, IFF
EX,
web
dan
bro
sure
Peng
emba
ngan
jarin
gan
pasa
r bar
u (w
orks
hop,
te
mu
bisn
is)AP
BN, A
PBD,
BI
APBD
Kab
upat
en Te
gal,
APBD
Pro
vins
i Jaw
a Te
ngah
, AP
BN (D
irekt
orat
IMK
& AP
Kem
enpe
rind)
, PUP
UK
mel
alui
pro
gram
SM
IDEP
yan
g di
biay
ai o
leh
JICA
4.
Akse
s ke
pada
sum
ber
baha
n ba
kuBi
snis
Link
aged
enga
n hu
lu,
dan
pem
buat
an te
rmin
al b
ahan
ba
ku
Akse
s ke
pada
bah
an b
aku
yang
men
duku
ng
fasil
itasi
BKI (
bant
uan
keua
ngan
unt
uk p
enca
rian
baha
n ba
ku)
APBD
, PUP
UK m
elal
ui p
rogr
am
PRO
SPEC
T In
done
sia y
ang
dibi
ayai
ole
h EU
, BI
APBD
Kab
upat
en Te
gal,
APBD
Pro
vins
i Jaw
a Te
ngah
, AP
BN (D
irekt
orat
IMK
& AP
Kem
enpe
rind)
, PUP
UK
mel
alui
pro
gram
SM
IDEP
yan
g di
biay
ai o
leh
JICA
5.
Peng
uata
n ke
lem
baga
anPe
mbe
ntuk
an P
OKJ
A Kl
aste
r, Pe
rkua
tan
asos
iasi
Pem
bent
ukan
Kop
eras
i Man
diri
Seja
hter
aFE
DEP-
Bapp
eda
Suko
harjo
, PUP
UK
mel
alui
pro
gram
PRO
SPEC
T In
done
sia
yang
dib
iaya
i ole
h EU
Disp
erin
dag,
Disk
op U
MKM
& P
asar
Kab
. Teg
al
6.
Pem
buat
an d
emop
lot
--
--
7.
Kom
petis
i ino
vasi
tekn
olog
iLo
mba
des
ign
-BI
-
8.
Peni
ngka
tan
kapa
sitas
pe
laku
usa
ha (t
rain
ing,
m
agan
g, s
tudi
ba
ndin
g)
Pela
tihan
any
aman
, man
ajem
en
usah
a, k
ewira
usah
aan
(CEF
E),
pela
tihan
des
ign,
bus
ines
s m
atch
ing
Fasil
itasi
kunj
unga
n ke
gal
anga
n ka
pal d
i Sur
abay
a da
n Ja
karta
, Fas
ilita
si pe
nguj
ian
mat
eria
l pro
duk
FEDE
P, Ba
pped
a, G
TZ-R
ED, B
I, Ke
men
kop
UMKM
, PUP
UK m
elal
ui
prog
ram
PRO
SPEC
T In
done
sia y
ang
dibi
ayai
ole
h EU
APBD
Kab
upat
en Te
gal,
APBD
Pro
vins
i Jaw
a Te
ngah
, AP
BN (D
irekt
orat
IMK
& AP
Kem
enpe
rind)
, PUP
UK
mel
alui
pro
gram
SM
IDEP
yan
g di
biay
ai o
leh
JICA
9.
Pend
ampi
ngan
Pe
mbi
naan
kep
ada
angg
ota
Serti
fikas
i BKI
(Biro
Kla
sifik
asi I
ndon
esia
)FE
DEP-
Bapp
eda,
BI,
GTZ
, PUP
UK
mel
alui
pro
gram
PRO
SPEC
T In
done
sia
yang
dib
iaya
i ole
h EU
APBD
Kab
upat
en Te
gal,
APBD
Pro
vins
i Jaw
a Te
ngah
, AP
BN (D
irekt
orat
IMK
& AP
Kem
enpe
rind)
, PUP
UK
mel
alui
pro
gram
SM
IDEP
yan
g di
biay
ai o
leh
JICA
194
Gambaran Umum Klaster
Klaster Champion/Manajemen Klaster
Klaster Rotan Trangsan ini dalam pengelolaannya dilakukan oleh sebuah tim kelompok kerja (Pokja) klaster
rotan yang diketuai oleh Mujiman dengan pembinaan langsung oleh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo.
Klaster rotan ditetapkan dengan keputusan ketua Forum Pengembangan Ekonomi Kerakyatan/Forum for
Economic Development and Employment Promotion (FEDEP) Kabupaten Sukoharjo. Visi dari Klaster Rotan
Trangsan ini yaitu menjadikan kawasan Trangsan sebagai klaster unggulan terpadu melalui pengembangan
industri rotan, pusat pendidikan dan latihan kerajinan, pusat inkubasi, sebagai tujuan wisata, lingkungan
alam serta sosial budaya sehingga menjadi salah satu identitas Sukoharjo
Sementara pada klaster komponen kapal, pengelola dari klaster ini yaitu pelaksana pengembangan
kompetensi inti industri daerah Komponen Kapal Kabupaten Tegal, Koperasi Mandiri Sejahtera, di bawah
koordinasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan, sebagai pendorong dan penanggungjawab fungsi
koordinasi dan sinergi antar pemangku kepentingan.
Sejalan dengan sejumlah amanat program pengembangan kompetensi inti industri daerah Kabupaten
Tegal ini, yaitu memperkuat asosiasi sebagai pelaksana pengembangan kompetensi inti komponen kapal,
memperkuat kerja sama dengan lembaga pembina melalui legalisasi kelembagaan, membangun linkage
antar IKM dalam klaster pada tahun 2011, sekelompok pelaku usaha komponen kapal dengan difasilitasi
oleh Disperindag Kabupaten Tegal memutuskan untuk mendirikan Koperasi Mandiri Sejahtera sebagai
wadah kelembagaan pengembangan klaster. Koperasi Mandiri Sejahtera memperoleh izin legalitas pada
akhir tahun 2012. Koperasi ini akan dikembangkan menjadi Koperasi Produksi dan Pemasaran. Struktur
kepengurusan sudah terbentuk dan keanggotaan masih dibatasi pada pengusaha produsen komponen
perkapalan. Koordinasi antar IKM Komponen Perkapalan sebagai anggota koperasi, sudah mulai berjalan
dan terwujud dalam beberapa kegiatan, termasuk kegiatan perencanaan pengelolaan unit usaha yang baru
saja dilakukan pada bulan Juli 2014 kemarin.
Kelompok Kerja (POKJA) non formal yang fokus pada pengembangan IKM Logam Komponen Kapal telah
terbentuk pada September 2013 melalui SK Bupati Tegal. POKJA ini terdiri dari stakeholders-stakeholders
industri logam komponen kapal, yaitu: Kementerian Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal, Bappeda Kabupaten Tegal,
Dinas Koperasi, UKM dan Pasar Kabupaten Tegal, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal, JICA dan KADIN
Kabupaten Tegal. Salah satu pendorong berdirinya POKJA ini adalah SMIDEP-JICA.
Visi dan Arah Pengembangan Klaster Jangka Panjang
Sebagai sebuah organisasi, adanya visi atau arah pengembangan organisasi merupakan sesuatu yang
penting. Demikian pun yang terjadi pada kedua klaster Champion ini, sama-sama menetapkan sebuah
target jangka panjang yang ingin dicapai. Tabel II-112 berikut menunjukan kompilasi dari target jangka
panjang yang akan dicapai oleh kedua klaster.
195
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-112. Visi/Target Jangka Panjang Subsektor Industri
Target Visi Klaster Rotan Trangsan Klaster Komponen Kapal Kebasen
Stakeholders
Integrasi dan sinergi dalam pengelolaan program; Menyiapkan Trangsan sebagai klaster yang memungkinkan intervensi dari berbagai pihak guna mengembangkan ke arah yang lebih baik.
Saat ini kelembagaan klaster masih fokus pada koordinasi dan sinergi antar stakeholders, terutama dalam memenuhi Rencana Aksi Jangka Menengah Pengembangan Industri Komponen Perkapalan 2012-2014 dan Tantangan Aksi Sertifikasi BKI SMIDEP
Pasar
Perluasan pasar melalui pengembangan design, untuk pasar ekspor dan menyasar pasar domestik. Khusus untuk pasar ekspor, bersama dengan program Prospect Indonesia yang dilaksanakan oleh PUPUK mengembangkan produk rotan ramah lingkungan (eco-friendly rattan product)
Disperindag telah memfasilitasi Koperasi Mandiri Sejahtera untuk mengembangkan jaringan pemasaran melalui pendalaman penetrasi pasar dengan melakukan kunjungan ke PT. PAL/Galangan Kapal di Surabaya, mengikuti kegiatan pameran/expo seperti: Maritim Expo, Batam Expo. Disperindag berencana untuk menyelenggarakan pameran Tegal Expo, mengikutsertakan semua IKM Logam, terutama yang berada di Jawa Tengah dan sekitarnya. Sampai saat ini, pihak koperasi belum memperoleh penawaran dari kegiatan pengembangan jaringan pasar barunya. Strategi produksi dan pemasaran yang akan dikembangkan oleh Koperasi Mandiri Sejahtera adalah koperasi akan menawarkan produk-produk yang dapat dibuat sesuai dengan kapabilitas existing para anggota dan kesepakatan transaksi dilakukan melalui koperasi
Operasional
Mengembangkan serta memberdayakan industri dan kerajinan rotan sebagai core business dan sebagai trade mark Klaster Rotan Trangsan
Target operasional yang ditetapkan oleh Koperasi Mandiri Sejahtera adalah mulai melakukan kegiatan-kegiatan. Pertama adalah pendirian fasilitas gedung dan bengkel kerja. Target dalam waktu dekat adalah pada konsolidasi organisasi untuk menyusun dan menyepakati aturan main kegiatan-kegiatan koperasi terkait dengan produksi dan pemasaran produk.
Anggota Membangun kelembagaan klaster dan meningkatkan capacity building forum rembug klaster industri trangsan
-
KinerjaMeningkatkan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia pelaku industri rotan trangsan
Penguatan usaha klaster untuk kepentingan pelaku klaster dengan prioritas pencapaian sasaran-sasaran jangka menengah 2012-2014 program pengembangan kompetensi inti industri daerah melalui pelaksanaan rencana-rencana aksi.
Untuk tujuan jangka pendek dalam pengembangan klaster pada kedua komoditas dapat dilihat pada tabel
II-113.
Tabel II-113. Tujuan Jangka Pendek Klaster
Tujuan jangka pendek Klaster Rotan Trangsan Klaster Komponen Kapal Kebasen
Pengembangan sosial ekonomi
Perkuatan koperasi trangsan manunggal jaya sebagai soko guru perekonomian dan memperkuat bisnis klaster
Perkuatan koperasi Mandiri Sejahtera untuk mengembangkan jaringan pemasaran, melakukan pembinaan kepada anggota, dan workshop bersama
Ekspansi klaster - -
Inovasi dan teknologiInovasi dan teknologi, terutama dalam pengembangan design, bekerjasama dengan STIMIK Nusantara
Terpenuhinya produk komponen perkapalan yang terstandarisasi menurut SNI melalui sertifikasi dari BKI (Biro Klasifikasi Indonesia).
Pendidikan dan training
Pendidikan dan training untuk menjaring tenaga kerja terampil yang saat ini jumlah semakin berkurang, kerjasama dengan BLK Kabupaten Sukoharjo
Saat ini belum ada rencana lebih lanjut terkait dengan kegiatan pendidikan dan pelatihan, namun telah diadakan pelatihan perbaikan manajemen produksi melalui prinsip 3s (5S) yang difasilitasi oleh program SMIDEP-JICA (bagian dari rencana aksi peningkatan proses produksi standar mutu komponen kapal)
Kerja sama komersial
Membangun linkage bisnis dengan petani rotan yang ada di wilayah hulu (Katingan, Palu, dan Aceh), melalui fasilitasi yang dilakukan oleh PUPUK dalam program Prospect Indonesia
Usaha penetrasi pasar, melalui studi banding, kunjungan dan temu bisnis, penyelenggaraan pameran/expo.
Melaksanakan kebijakan - -
Kedua klaster juga menetapkan prioritas pengembangan klasternya pada beberapa aspek, dan dapat dilihat
pada tabel II-114.
196
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-114. Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster
Aspek Klaster Rotan Trangsan Klaster Komponen Kapal Kebasen
Penguatan bisnis untuk kepentingan pelaku
Pengembangan terminal bahan baku rotan yang dikelola oleh Koperasi Trangsan Manunggal Jaya dan juga penguatan designer untuk anggota klaster, diharapkan nanti dapat menunjang bisnis melalui design yang lebih inovatif
Penguatan usaha klaster untuk kepentingan pelaku klaster dengan prioritas pencapaian sasaran-sasaran jangka menengah 2012-2014 program pengembangan kompetensi inti industri daerah melalui pelaksanaan rencana-rencana aksi
Penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster
Rembug klaster yang rutin dilaksanakan setiap bulan, koordinasi dengan pemerintah daerah untuk pembinaan kelembagaan dan peningkatan kapasitas
Konsolidasi kelembagaan antar anggota untuk menyepakati hal-hal keorganisasian koperasi, terutama yang terkait dengan kegiatan usaha koperasi dan bagaimana pengelolaan unit-unit usaha ini
Perbanyakan R & D
Terutama untuk kepentingan pengembangan designTelah dilakukan kerja sama dengan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro untuk mengembangkan produk baling-baling komponen kapal.
Lainnya - -
Aspek finansial merupakan faktor penting dalam mengembangkan usaha. Dalam mengembangkan klaster,
pendanaan diperlukan untuk membangun sistem ketergantungan entitas satu dengan yang lain. Pendanaan
yang merupakan stimulasi berasal dari seluruh stakeholders tergambar pada tabel berikut.
Tabel II-115. Sumber Pendanaan Klaster
Sumber dana (%) Klaster Rotan Trangsan Klaster Komponen Kapal Kebasen
Pemerintah daerah 12% 35%
Pemerintah pusat 46% 65%
Perusahaan swasta - -
Anggota klaster - -
Lainnya 42% -
Variasi alokasi anggaran pemerintah daerah menujukan perhatian yang cukup besar dalam pengembangan
klaster. Seperti halnya pada klaster-klaster di sub sektor sebelumnya, peran pemerintah telah berkontribusi
cukup besar dalam pengembangan klaster itu sendiri. Namun yang berbeda pada alokasi anggaran pada
klaster rotan, peran lembaga lainnya dalam melakukan pendanaan. Dan jumlah ini didukung oleh lembaga
lain yang turut mengintervensi pengembangan klaster, diantaranya KPw BI Solo, GTZ Red, PUPUK, dan lain
sebagainya. Pada Klaster Rotan Trangsan, manajemen sendiri mengeluarkan alokasi anggaran terutama
untuk kegiatan rutin bersama anggota, namun dari sisi jumlah belum terlalu besar. Rata-rata peningkatan
alokasi anggaran per tahun sebesar 10%.
Sistem Pengelolaan Klaster
Masing-masing manajemen klaster subsektor manufaktur ini telah berhasil membangun suatu sistem
pengelolaan klaster. Sistem pengelolaan klaster ini dicirikan dengan keberadaan unsur-unsur pengelolaan
klaster sebagai berikut:
Tabel II-116. Sistem Pengelolaan Klaster
Sistem Pengelolaan Klaster Klaster Rotan Trangsan Klaster Komponen Kapal Kebasen
Adanya struktur pengelolaan klaster (struktur organisasi pengelola dan aturan main)
Struktur pengelolaan klaster dibentuk melalui SK dari FEDEP Kab. Sukoharjo
Struktur pengelola klaster telah terbentuk dalam wadah Koperasi Mandiri Sejahtera
197
Gambaran Umum Klaster
Sistem Pengelolaan Klaster Klaster Rotan Trangsan Klaster Komponen Kapal Kebasen
Adanya kantorDifasilitasi oleh Desa di lingkungan kantor desa, dengan status menyewa sebesar 1 juta per tahun
Sedang dalam proses pembangunan
Adanya kepercayaan dan keterbukaan antar anggota
Dalam sistem perdagangan, dan komitmen bagi hasil dengan kelompok
-
Aktivitas berjejaring (networking), seperti promosi, pembentukan jaringan
Terlibat aktif dalam berbagai promosi dagang (pameran-pamera) baik yang dilaksanakan di tingkat lokal, nasional, dan internasional
Belum begitu masif
Pengembangan organisasi - -
Kegiatan rutin: pertemuan rutin, kelompok kerja (working group), kerja sama protek dan lain-lain
1 bulan sekali, diberlakukan sharing biaya sebesar 10000 sekali pertemuan
Pertemuan rutin dilakukan oleh koperasi dan difasilitasi oleh dinas dan pendamping
Kegiatan Champion
Dalam kajian ini, para representasi pengelola klaster diminta untuk menilai aktivitas-aktivitas manajemen
yang sudah dilakukan. Berikut adalah rangkuman penilaian tersebut:
Tabel II-117. Aktivitas Manajemen Klaster
No Aktifitas manajemen klaster Rotan Logam Komponen Kapal Rerata
1
Peng
emba
ngan
Ke
giat
an
Jarin
gan
Klas
ter
a. Pertemuan Rutin Tahunan untuk TopikTertentu 5 1 3
b. kunjungan tahunan kepada anggota klaster 5 1 3
3 Adanya tim manajemen klaster yg kuat, fleksibel 5 1 3
4Memiliki strategi pendorong bisnis (business-driven) sebagai faktor keberhasilan
4 4 4
5Klaster memiliki kemampuan mengelola sumberdaya, membuat diagnosis kebutuhan sektor yang spesifik, dan menyusun strategi untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki
4 2 3
6Adanya hubungan yang baik, dengan lembaga pemerintah daerah dan pusat, berdasarkan kemitraan yang stabil dan berkesinambungan
5 5 5
7Memiliki dan menawarkan teknologi baru dan tepat guna sebagai layanan yang berharga kepada anggota klaster
4 6 5
8Menginisiasi dan memberi dukungan untuk kegiatan bersama antara perusahaan, R&D dan lembaga pelatihan
5 1 3
9 Sentralisasi informasi /akses (sumber daya) 5 1 3
Dari penilaian atau persepsi masing-masing pihak manajemen klaster, dapat dilihat bahwa Pokja Klaster
Rotan adalah pengelola yang telah menjalankan fungsi manajerialnya secara menyeluruh dan kinerjanya
cukup baik dalam memajukan klaster. Sementara Koperasi Mandiri Sejahtera, dikarenakan usianya masih
baru beberapa aktivitas masih belum dilakukan dengan menyeluruh. Terlihat masih ada penilaian yang
rendah dengan penilaian skala 1.
Sedangkan jika dilihat dari intensitas kegiatan dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah dapat
dilihat pada gambar II-53 berikut ini.
198
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-53. Penilain Responden terhadap Aktivitas Champion yang Paling Intensif
Fase Perkembangan Klaster
Melihat kepada tahapan pengembangan klaster, klaster Rotan Trangsan saat ini sudah ada pada fase
pengembangan. Sementara klaster komponen kapal mulai memasuki fase konsolidasi (consolidating phase)
di mana semua pihak terkait mulai berkoordinasi, mengkonsolidasikan visi dan aksi masing-masing untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Berdasarkan pada parameter yang sudah disebutkan pada
teori, maka tabel berikut merupakan pemetaan fase pada kedua klaster.
Tabel II-118. Pemetaan Fase Perkembangan Sektor Industri Manufaktur
NO URAIAN
TAHAPAN KLASTER
Starting phase Consolidating phase Development phase Reorienting phase
Rotan Kapal Rotan Kapal Rotan Kapal Rotan Kapal
1 Lama Berdiri
2 Koordinasi
3 Inovasi
4 Kegiatan
5 Kelembagaan
6 Kepengurusan
7 Keanggotaan
8 Perencanaan
9 Pertanggung jawaban
1) Klaster Rotan Trangsan
Berdasarkan kepada parameter di atas, berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing patameter
pada kedua klaster subsektor manufaktur. Pada klaster Rotan Trangsan, yang menunjukan ciri dari fase
pengembangan dimaksud yaitu:
199
Gambaran Umum Klaster
1. Inisiasi sudah lebih dari 3,5 tahun
2. Pada dimensi koordinasi, secara kelembagaan berjalan dengan baik, baik kepada anggota klaster
melalui mekanisme rembug klaster yang dilakukan setiap 1 bulan satu kali. Kegiatan ini bertujuan untuk
mendiskusikan berbagai macam permasalahan yang dihadapi dan mencari solusi untuk permasalahan
tersebut
3. Peningkatan desain untuk meningkatkan nilai tambah produk dan mendorong branding daerah.
Pola yang sedang dirintis untuk diterapkan yakni dengan memasukan biaya design pada komponen
biaya produk, sehingga baik pengusaha maupun designer sama-sama akan mendapatkan untung.
Pengelolaan bisnis antara designer dengan pelaku rotannya ini akan dilakukan koperasi, sehingga
koperasi menjadi holding company untuk para desainer. Inovasi lain yang juga dilakukan adalah dengan
pendirian terminal bahan baku sebagai upaya menjembatani para pelaku rotan yang memiliki modal
kecil.
4. Sudah relative terorganisirnya kegiatan-kegiatan pengelolaan klaster, baik yang sifatnya rutin atau pun
kegiatan insidentil yang disinergikan dengan program dari dinas terkait
5. Kelembagaan yang dibangun merupakan gabungan dari berbagai stakeholders, yang berasal dari unsur
pengusaha dan pemerintah
6. Keanggotaan terbuka, dan setiap tahun ditargetkan dapat menarik pelaku klaster yang non anggota
bisa masuk dalam keanggotaan
7. Perencanaan selalu dibuat setiap tahunnya
8. Pertanggungjawaban disampaikan dalam setiap rembug klaster
2) Klaster Komponen Kapal
Sementara klaster komponen kapal kebasen yang berada pada fase konsolidasi, berikut adalah ciri-ciri dari
fase-fase dimaksud:
1. Inisiasi sudah lebih dari 3,5 tahun
2. Saat ini pihak-pihak stakeholders yang tergabung dalam POKJA, dan Koperasi Mandiri Sejahtera tengah
berada dalam fase penguatan koordinasi dan sinergi untuk salah satunya merencanakan kegiatan di
tahun anggaran 2015.
3. Inovasi yang harus terjadi adalah perubahan proses produksi mulai dari pemilihan bahan baku apabila
standarisasi produk yang tersertifikasi akan diterapkan
4. Kegiatan. Kegiatan utama yang saat ini sedang berlangsung adalah pembangunan sarana kantor dan
bengkel produksi yang berlokasi di Kebasen, Jawa Tengah
5. Struktur keorganisasian Koperasi Mandiri Sejahtera dan POKJA Klaster Komponen Kapal sudah terbentuk
6. Keanggotaan masih dibatasi pada pengusaha produsen komponen perkapalan
7. Perencanaan definitif belum dilakukan
8. Pertanggungjawaban
B. Rantai Nilai Klaster
Seperti dalam industri umumnya, ketersediaan bahan baku bagi perusahaan mebel Rotan di Indonesia
faktor yang urgen. Perkembangan industri mebel rotan yang tidak luput dari peran para pelaku pemasok
bahan baku di dalamnya. Pedagang, bisa digolongkan menjadi dua, yaitu pedagang besar, yang mampu
melakukan transaksi pembelian rotan antar pulau dan melakukan ekspor; dan pedagang menengah,
200
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-54. Rantai Nilai Klaster Rotan Trangsan – Kabupaten Sukoharjo
Melimpahnya bahan baku Rotan di hulu dan kebijakan pelarangan eksport tidak secara otomatis
menguntungkan bagi industri mebel Indonesia. Kesukaran atau kesulitan pasokan BB Rotan ke Sukoharjo,
menjadi salah satu penyebab terjadi kelesuan pada Industri Rotan disamping melemahnya permintaan
produk mebel akibat resesi ekonomi di Eropa dan Amerika. Untuk mengantisipasi supply bahan baku yang
kurang memadai ini koperasi Manunggal Jaya bersama BI Solo menginisiasi pembentukan terminal bahan
baku rotan. Selain bahan baku utama rotan, dalam rangka memperkuat proses produksi rotan, model-
model produk yang ditawarkan adalah dengan mengkombinasi produk dengan bahan lain seperti kayu,
eceng gondok, pelepah pisang, mendong dan sea grass. 1
Dalam proses pembuatan furniture rotan, ada beberapa bagian kerja, yaitu pembahanan, pembuatan
rangka, pembuatan anyaman, proses finishing, pembuatan cushion, serta packaging. Setiap bagian
kerja ini, dikerjakan oleh subkon. Selanjutnya, untuk unsur keempat dalam rantai nilai yaitu logistik
keluar (perdagangan). Kegiatan yang dilakukan diantaranya proses pengepakan barang dalam kontainer
dikelompokkan sesuai dengan klasifikasi produk dan diawasi seorang mandor dan bagian administrasi.
Bagian administrasi ini bertanggung jawab untuk kelengkapan dokumen. Ia menyiapkan dokumen
1 Salah satu strategi untuk mengantisipasi kesulitan dan kesukaran bahan baku Rotan, pelaku Industri Rotan Indonesia pada awal tahun 2000, menawarkan model mebel dengan menggabungkan dengan bahan lain selain Rotan seperti enceng gondok, pelepah pisang dan serat-seratan lainnya. Strategi ini cukup efektif untuk mengatasi kesulitan dan kesukaran bahan baku sekaligus memvariasikan produk mebel Indonesia. Tumbuhnya pengrajin serat-seratan di sekitar lokasi sentra mebel Rotan sangat mendukung, seperti di Demak, Gresik, Malang, Solo dan Cirebon. Dari beberapa variasi model mebel, penggunaan bahan baku serat-seratan sekitar 50% dari penggunaan bahan baku Rotan, malah ada yang mencapai 80%, dimana Rotan hanya digunakan sebagai kerangkanya saja.
yang memiliki skala usaha lebih kecil dibandingkan pedagang besar. Karena keterbatasannya, pedagang
menengah mengambil rotan dari pedagang besar dan menjualnya kembali kepada pengusaha mebel/
kerajinan kecil. Sementara pengusaha mebel/kerajinan besar, karena sumber daya yang dimilikinya, lebih
suka mendatangkan rotan dari daerah asalnya. Di lapisan paling bawah, terjauh dari pasar maupun dari
sumber bahan baku adalah perajin.
Klaster Rotan Trangsan
201
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-55. Rantai Nilai Klaster Komponen Kapal Kebasen – Kabupaten Tegal
1. Pengadaan bahan baku: Bahan baku logam berasal dari lokal Tegal dan daerah lain, di mana Jakarta
adalah salah satu daerah sumber bahan baku. Di Tegal sendiri terdapat sentra penghasil dan perdagangan
bahan baku logam, termasuk pedagang logam bekas atau baru, yaitu di daerah Pasarean, Kabupaten
Tegal.
2. Proses produksi: Kapabilitas proses produksi yang mencakup pengecoran sampai dengan perakitan.
Kapabilitas ini dikembangkan secara turun temurun.
3. Pemasaran, penghantaran dan pelayanan purna jual: IKM logam komponen kapal telah berhasil menjalin
hubungan usaha dengan pelanggan yang terdiri dari retail, distributor, supplier industri besar, dan
galangan kapal. Faktor kedekatan dengan lokasi galangan kapal sangat mempengaruhi pertumbuhan
usaha komponen perkapalan di Tegal.
4. Infrastruktur pemampu dan penunjang usaha: Kabupaten Tegal memiliki fasilitas laboratorium
pengetesan material/metal. Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebagai satu stakeholders utama
yang berperan sebagai pendorong dan fasilitator pengembangan klaster bekerja sama dengan banyak
stakeholders terkait. Fungsi-fungsi penunjang usaha dalam rantai nilai ini adalah sebagai berikut:
a. Bantuan permodalan: Pemerintah Kabupaten Tegal, LKM, Perbankan, Tengkulak. Mitra Usaha,
Kerabat
b. Penyediaan dan Pengembangan Teknologi: Kementerian Perindustrian, Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah, Pemkab Tegal (Bappeda dan Disperindag)
c. Peningkatan Kapabilitas SDM Pelaku Usaha: Pemkab Tegal (Bappeda dan Disperindag), BPPT, JICA,
UNIDO, Civitas Academica (Universitas Diponegoro, Politeknik Purbaya)
mengenai isi produk yang ada dalam kontainer. Kemudian pelayaran, kontainer dan transportasi kontainer
ke pelabuhan ditangani oleh perusahaan jasa trading/buyer melalui shipping company (yang ditunjuk
industri furniture maupun buyer) dan jasa trucking.
202
Gambaran Umum Klaster
d. Bantuan akses pemasaran: Pemkab Tegal (Bappeda dan Disperindag), BPMD/FPESD Jawa Tengah
e. Penyediaan infrastruktur: Pemkab Tegal
f. Penguatan kelembagaan koperasi: Pemkab Tegal (Bappeda, Disperindag dan Dinas Koperasi, UKM
dan Pasar)
g. Pendampingan/mediator: Pemkab Tegal (Bappeda dan Disperindag), DPDS Kabupaten Tegal, BPPT,
PUPUK (Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil), Civitas Academica.
C. Tantangan dan Kendala Klaster
Secara umum, tantangan dan kendala yang dihadapi oleh klaster sub sektor manufaktur ada pada beberapa
factor, seperti tergambar di bawah:
1. Biaya transportasi dan logistik. Hal ini berkaitan dengan biaya transportasi yang tinggi dan berakibat
pada harga produk yang menjadi tinggi juga dan ketepatan waktu pengiriman.
2. Tenaga kerja yang terspesialisasi. Kasus pada klaster rotan, ketersediaan tenaga kerja terampil yang
makin sulit didapatkan dikarenakan munculnya beragam industry lain yang membutuhkan tenaga
kerja yang banyak yang sedang bertumbuh.
3. Adanya standardisasi produk yang dihasilkan. Dan ini sangat penting dikarenakan model bisnis yang
terjadi masih cenderung job order dengan pembeli dan bukan long term kontrak antara buyer dengan
pelaku klaster.
Selain tantangan dan kendala di atas, pada kajian ini pun dilakukan penialain responden terhadap
tantangan dan kendala yang dihadapi, terutama untuk produk komoditas ekspor. Dari persepsi mengenai
permasalahan yang sering muncul dalam klaster komoditas ekspor dan seberapa penting menyumbang
keberhasilan dinyatakan dalam tabel seperti di bawah ini.
Tabel II-119. Matrik Tantangan dan Kendala Klaster Komoditas Ekspor
No
Masalah Klaster Produk Impor Klaster Rotan Trangsan
Seberapa penting/setuju indikator tersebut dalam
menyumbang keberhasilanNilai Penjelasan kondisi faktualnya (rasionalisasi)
1 Kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster
5 Sangat Penting:Responden mempersepsikan bahwa kebijakan pemerintah saat ini sudah relatif mendukung pengembangan klaster, hal ini ditunjukan dengan beberapa aktivitas yang diinisiasi oleh pemerintah untuk pembentukan klaster, pelatihan-pelatihan untuk peningkatan kapasitas pelaku usaha, pameran-pameran dalam rangka mempromosikan produk unggulan daerah, dan sebagainya. Hanya saja, dalam meningkatkan penggunaan produk rotan di dalam negeri, masih perlu dilakukan upaya advokasi kebijakan penggunaan rotan di lingkungan instansi pemerintah. Untuk merealisasikannya tentu butuh dukungan dari kepala daerah (bupati atau gubernur)
2 Kurangnya insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi
5 Sangat Penting:Masalah inovasi dan transfer teknologi merupakan isu yang belum begitu populer. Keberadaan perguruan tinggi dalam turun rembug mengembangkan klaster rotan masih terbatas pada program-program peningkatan kapasitas, seperti pelatihan kewirausaan, manajemen dan lain sebagainya. Kegiatan yang bentuknya riset baru sekali dilakukan oleh Universitas Kristen Satyawacana (UKSW) Salatiga yang melakukan riset pasar terkait produk rotan Trangsan tersebut. Padahal isu mengenai pengolahan limbah atau pun produk ramah lingkungan belum dilakukan. Responden menyampaikan, bahwa pengembangan design produk saat ini tengah mulai diangkat untuk meningkatkan nilai tambah produk dan juga mengangkat ciri khas produk rotan Trangsan.
203
Gambaran Umum Klaster
No
Masalah Klaster Produk Impor Klaster Rotan Trangsan
Seberapa penting/setuju indikator tersebut dalam
menyumbang keberhasilanNilai Penjelasan kondisi faktualnya (rasionalisasi)
3 Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)
6 Sangat Penting:Untuk persepsi responden terhadap alokasi dana pengembangan klaster, khusus pada klaster Rotan Trangsan sudah relatif memadai. Akses jalan menuju kawasan sentra sudah relatif lebih baik
4 Kendala budaya perlunya perubahan dalam pendekatan anggota kluster dengan berbagai isu terkait dengan inovasi
5 Sangat Penting:Produktivitas dan kedisiplinan menjadi salah satu yang disoroti dalam penilaian terhadap kendala dan tantangan pengembangan klaster rotan Trangsan. Poin lain yang juga tidak kalah pentingnya yakni mengenai peningkatan design sebagai alat untuk meningkatkan nilai tambah produk. Ada sebuah harapan yang ingin diwujudkan melalu pengembangan design ini, yaitu terciptanya sebuah branding rotan Trangsan sebagai sebuah kearifan budaya masyarakat, dengan tema-tema spesifik. Diharapkan, melalui branding kawasan ini mampu mendorong terwujudnya kawasan Trangsan sebagai kawasan desa wisata industri rotan
5 Kurangnya semangat inovatif di perusahaan hulu
4 Penting:Adanya kebutuhan pemenuhan bahan baku bagi pelaku klaster menjadi masalah yang dihadapi dalam klaster rotan ini. Upaya pemenuhannya baru terwujud pada tahun ini dengan inisiasi BI Solo bersama Koperasi Trangsan Manunggal Jaya dengan mendirikan terminal bahan baku yang dikelola oleh pengurus koperasi. Melalui piloting terminal bahan baku diharapkan gap yang selama ini terjadi, dapat terselesaikan
6 Kesenjangan antara perusahaan hulu dan perusahaan eksportir
4 Penting:Namun sampai saat ini akses ke sumber bahan baku secara langsung belum berjalan, bahkan MoU antara Pemkab Sukoharjo dan Pemkab Katingan belum terealisasi
7 Produk dari perusahaan hulu diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang diperoleh sedikit
4 Penting:Rantai distribusi masih sangat panjang, yang terjadi pedagang antar pulau memainkan harga, ke petani menekan, dan ke eksportir menaikan harga.
8 Kualitas produk belum memenuhi standar yang diinginkan
5 Sangat penting:Pada hubungan antara perusahaan utama (eksportir) dengan sub kontraktor, hubungan yang dibangun ternyata masih cenderung kurang menguntungkan bagi sub kontraktor. Harga yang diterima pihak sub kontraktor masih belum berimbang. Keuntungan sub kontraktor masih terkurangi oleh harga bahan baku yang masih tinggi, namun di sisi lain tuntutan kualitas cukup besar (kualitas harus bagus namun harga tidak sebanding).
9 Lainnya (tenaga kerja) 5 Sangat Penting:Kendala lain yang saat ini dihadapi adalah ketersediaan tenaga kerja terampil yang semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh rendahnya upah yang diterima perajin rotan dibandingkan terhadap upah bangunan, serta persaingan dari industri lain yang bermunculan seperti industri garmen, industri pengolahan plastik, dan industri tekstil
D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi
Faktor Kunci Klaster
Dalam kajian ini, terdapat tiga faktor yang dinyatakan sebagai faktor kunci keberhasilan klaster, yaitu:
inovasi, networking/pengembangan jaringan dan kompetensi inti. Aspek-aspek yang diasumsikan sangat
mempengaruhi pengembangan inovasi, networking dan kompetensi inti adalah akses pengetahuan dan
teknologi, budaya, manajerial dan finansial. Pengaruh masing-masing aspek terhadap tiga faktor kunci ini
berbeda-beda di setiap klaster. Berikut adalah uraian tentang pengaruh akses pengetahuan dan teknologi,
budaya, manajerial dan finansial terhadap tiga faktor kunci pendukung keberhasilan klaster di subsektor
hortikultura:
204
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-120. Matriks Faktor Kunci Keberhasilan
Indikator/ Klaster Rotan Trangsan Komponen Kapal Kebasen
Inovasia. Akses
pengetahuan dan teknologi
b. Budayac. Manajeriald. Finansial
Inovasi yang digagas adalah kemunculan terminal bahan baku untuk menyelesaikan masalah kesulitan bahan baku rotan, dan mulai mendorong kemunculan entitas designer dengan pola bagi royalti dan dikelola oleh koperasi
Usaha menuju perolehan sertifikasi BKI adalah juga inovasi bagi para IKM yang ikut serta proses perolehan sertifikasi BKI. Penerapan sistem produksi dan pemasaran koperasi nanti juga merupakan inovasi manajemen usaha bagi pelaku usaha di klaster komponen kapal.
Networking (bisnis dan non bisnis)a. Teknologib. Budayac. Manajeriald. Finansial
Pelaku usaha saling berbagi informasi dan pengetahuan terkait pasar, tren produk terbaru, teknologi, permasalahan proses produksi dan usaha dan lain sebagainya. Pelaku usaha juga melakukan kerja sama usaha yang saling mendukung, terutama dalam mengerjakan pekerjaan melalui skema sub-kontraktor. Kegiatan Klaster Rotan Trangsan ini memiliki networking dan kemitraan yang cukup luas. Stakeholder berperan sesuai dengan tupoksi yang harus dijalankannya, serta dukungan pemerintah dalam proses inisiasi cukup dominan.
Saat ini jaringan dan kerja sama itu telah bertumbuh dengan sendirinya. Pelaku usaha saling berbagi informasi dan pengetahuan terkait pasar, tren produk terbaru, teknologi, permasalahan proses produksi dan usaha dan lain sebagainya. Pelaku usaha juga melakukan kerja sama usaha yang saling mendukung, seperti saling berbagi barang produksi bila diperlukan, saling mengerjakan pesanan bila ada pekerjaan yang perlu disub-kontrakkan
Kompetensi Intia. Teknologib. Budayac. Manajeriald. Finansial
Pengetahuan dasar produksi rotan sudah cukup melekat pada para pelaku klasternya. Hal ini ditunjukan dengan pemasaran produk yang mayoritas berorientasi ke pasar ekspor dan hanya sebagai kecil yang memenuhi pasar lokal. Upaya lain yang dilakukan dalam memperkuat kompetensi adalah pelibatan para anggotanya dalam peningkatan kapasitas (training-training) yang dilakukan baik oleh pemerintah daerah, provinsi maupun pemerintah pusat. Keterlibatan para anggota klaster dalam asosiasi juga merupakan salah satu modal dalam upaya memperkuat kompetensi para pelaku industri rotan
Proses produksi mulai dari pengecoran logam sampai proses finishing. Sudah banyak pekerja yang mengenyam pendidikan yang relevan, seperti STM/SMK/jurusan teknik perguruan tinggi. Perlu memperhatikan efektivitas pendayagunaan teknologi dan perlu melakukan peremajaan peralatan produksi yang terencana dan terkalkulasi. Pelaku usaha juga masih perlu memperhatikan aspek efisiensi dan efektivitas kerja: mulai dari efisiensi penggunaan alat, efisiensi pemanfaatan ruang kerja, efisiensi pemanfataan bahan baku dan sumber daya lain, serta aspek keamanan kerja serta dampak lingkungan
Pada klaster Rotan Trangsan, Walau tidak bisa dikatakan sudah berjalan dengan optimal, akan tetapi
keberadaannya sudah mampu menunjukan tingkat keberhasilan yang ditunjukan dengan berbagai ukuran
(kualitatif dan kuantitatif). Menurut Bappeda Sukoharjo, keberhasilan klaster Rotan trangsan ini ditunjukan
dengan administrasi yang sehat, organisasi yang berjalan dengan baik, dan tingkat usaha yang terus
mengalami peningkatan.
Sementara menurut kepala desa Trangsan keberadaan klaster ini bisa dikatakan berhasil mengingat warga
desa masih memiliki budaya guyub, rukun, dan gotong royong yang masih cukup kuat. Ini merupakan
modal sosial yang bagus dalam pengembangan klaster. Melalui budaya ini ada banyak masalah yang bisa
diselesaikan secara bersama. Melalui klaster, para anggotanya senantiasa di dorong untuk meningkat dari
sisi kapasitas SDM dan juga agar terjadi peningkatan dari sisi kapasitas produksi, ketersediaan SDM yang
memadai, terutama dalam proses produksi rotan, menyebabkan upaya penyelesaian masalah dalam rotan
lebih mudah dilakukan dan dicarikan solusinya, Dukungan stakeholders daerah pun cukup bagus, sehingga
ada banyak strategi pengembangan yang dilakukan, dan terintegrasi di dalam klaster.
Hal lain yang menjadi perhatian sejak berdirinya klaster, yaitu kesadaran akan pentingnya design produk
dalam meningkatkan nilai tambah produk anggotanya. Saat ini sudah mulai digagas munculnya designer
yang akan membantu memunculkan produk-produk yang tidak tergantung pada pesanan. Secara skematik,
designer ini akan dikelola oleh koperasi Trangsan Manunggal Jaya dalam proses kerjasamanya. Royalti design
akan dibayar dari produk yang terjual. Masalah lain yang coba dipecahkan adalah soal ketersediaan bahan
baku. Salah satu upaya yang dilakukan yakni dengan mendirikan terminal bahan baku yang dilakukan oleh
205
Gambaran Umum Klaster
Koperasi Trangsan Manunggal Jaya dengan dana supporting yang diberikan oleh KPw BI Solo. Program
pengadaan bahan baku ini didorong juga oleh program pendampingan yang dilakukan oleh Program
Prospect Indonesia yang dilakukan oleh PUPUK Bandung dan sedang berjalan sampai saat ini.
Aktivitas networking terus dibangun guna makin menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif. Saat ini
jaringan dan kerja sama itu makin bertumbuh seiring dengan aktivitas klaster. Pelaku usaha saling berbagi
informasi dan pengetahuan terkait pasar, tren produk terbaru, teknologi, permasalahan proses produksi
dan usaha dan lain sebagainya. Pelaku usaha juga melakukan kerja sama usaha yang saling mendukung,
terutama dalam mengerjakan pekerjaan melalui skema sub-kontraktor. Kegiatan Klaster Rotan Trangsan
ini memiliki networking dan kemitraan yang cukup luas. Stakeholder berperan sesuai dengan tupoksi yang
harus dijalankannya, serta dukungan pemerintah dalam proses inisiasi cukup dominan.
Dikarenakan industri rotan Trangsan sudah dilakukan secara turun temurun, maka pengetahuan dasar
produksi rotan sudah cukup melekat pada para pelaku klasternya. Hal ini ditunjukan dengan pemasaran
produk yang mayoritas berorientasi ke pasar ekspor dan hanya sebagai kecil yang memenuhi pasar lokal.
Upaya lain yang dilakukan dalam memperkuat kompetensi adalah pelibatan para anggotanya dalam
peningkatan kapasitas (training-training) yang dilakukan baik oleh pemerintah daerah, provinsi maupun
pemerintah pusat. Keterlibatan para anggota klaster dalam asosiasi juga merupakan salah satu modal
dalam upaya memperkuat kompetensi para pelaku industri rotan.
Di klaster komponen kapal ini belum terjadi inovasi, namun upaya-upaya yang dapat memunculkan
faktor pemampu inovasi telah dilakukan. Apabila upaya sertifikasi produk berstandar SNI berhasil, daya
saing produk produk IKM akan meningkat karena harga produk akan dapat distandardisasi. Pendukung/
penghambat pengembangan inovasi menurut pihak manajemen klaster secara berurutan namun dilihat
berpengaruh secara simultan adalah: (1) budaya, (2) manajerial, (3) finansial dan (4) akses pengetahuan
dan teknologi.
Di klaster logam komponen kapal ini mulai terjadi networking, baik networking usaha ataupun non usaha.
Networking non usaha sudah dimulai dari upaya-upaya kerja sama dan sinergi yang bertujuan untuk
mencapai rencana aksi jangka menengah pengembangan kompetensi inti industri daerah 2012-2014. Klaster
ini telah berupaya untuk meningkatkan penetrasi pasar ke industri perkapalan, dengan melakukan studi
banding ke galangan kapal di Surabaya dan Jakarta, namun sampai saat ini belum memperoleh penawaran/
permintaan bisnis. Pendukung/penghambat pengembangan networking menurut pihak manajemen klaster
secara berurutan namun dinilai berpengaruh secara simultan adalah: (1) finansial, (2) budaya (3) finansial
dan (4) teknologi .
Klaster logam komponen kapal Kebasen ini sudah mengandung potensi kompetensi inti generik yang
mencakup kerja rantai nilai dan kompetensi inti parsial yang dimiliki oleh setiap fungsi entitas usaha.
Kompetensi inti dari industri inti di klaster ini adalah: (1) pengecoran; (2) pencetakan; (3) permesinan
(machining) yang terdiri dari: pembubutan, penggerindaan, pengeboran dan pengelasan; (4) pemolesan
(finishing) dan (5) perakitan (assembly). Kompetensi inti dari industri inti adalah akumulasi pengetahuan
dan keterampilan yang terbentuk melalui pengalaman dan praktik secara turun temurun. Dari perspektif
pendayagunaan teknologi, kondisi pelaku usaha-pelaku usaha di dalam klaster ini dapat dibagi ke dalam
tiga kelompok: (1) Mixed technology (campuran antara pendayagunaan teknologi tradisional dan non
tradisional), yang terdiri dari 23 unit usaha; (2) Non traditional technology (hanya melakukan proses machining)
206
Gambaran Umum Klaster
sebanyak 5 unit usaha dan (3) Fully traditional technology (menggunakan peralatan produksi manual mulai
dari pengecoran sampai finishing), sebanyak 1 unit usaha. Kompetensi inti industri inti ini masih harus
ditingkatkan, dengan target pemenuhan standardisasi sertifikasi produk SNI dan proses produksi standar
mutu. Kompetensi inti generik yang mencakup kerja rantai nilai. Pendukung/penghambat pengembangan
kompetensi inti menurut pihak manajemen klaster secara berurutan namun dilihat berpengaruh secara
simultan adalah: (1) budaya, (2) manajerial, (3) finansial dan (4) teknologi.
Faktor Keberhasilan Klaster
Apabila melihat kepada 16 faktor yang menyumbang keberhasilan klaster, dari responden manajemen dan
stakeholders klaster, maka tabel berikut menggambarkan penilaian responden terhadap faktor keberhasilan
pada kedua klaster sub sektor manufaktur.
Tabel II-121. Penilaian Responden terhadap Faktor Keberhasilan Klaster Subsektor Manufaktur
NO Keberadaan Indikator yang menyumbang keberhasilan Ada / Tidak
Rotan Komponen Kapal KebasenRata-rata
MK SK MK SK-1 SK-2
1 Terdapat Networking dan kemitraan Ada 5 6 5 5 3 4,8
2 Terdapat modal sosial yang kuat Ada 5 5 3 5 3 4,2
3 Terdapat basis inovasi yang kuat (R&D tinggi) Ada 4 5 5 5 3 4,4
4 Kepemimpinan dan visi bersama Ada 5 6 3 5 5 4,8
5 Terdapat kompetensi/keahlian yang kuat Ada 5 5 3 4 5 4,4
6 Spesialisasi Ada 5 6 5 4 6 5,2
7 Infrastruktur yang memadai Ada 4 4 3 5 6 4,4
8 Terdapat perusahaan besar Ada 4 6 1 3 3 3,4
9 Budaya kewirausahaan yang kuat Ada 5 4 5 4 5 4,6
10 Kedekatan dengan pemasok Ada 5 3 6 5 6 5
11 Akses pada sumber keuangan Ada 5 3 3 4 5 4
12 Akses ke jasa spesialis Ada 5 3 4 4 4 4
13 Akses pasar Ada 4 5 5 4 5 4,6
14 Akses terhadap jasa pendukung bisnis Ada 4 4 4 4 4 4
15 Persaingan Ada 4 3 3 5 3 3,6
16 Akses informasi (Pasar, teknologi dll) Ada 4 6 3 4 6 4,6
Rerata penilaian responden terhadap indikator keberhasilan klaster sub sektor manufaktur sebesar 4,38.
Indikator yang paling menyumbang keberhasilan klaster berdasarkan kepada penilaian responden adalah
spesialisasi, kedekatan dengan pemasok, dan kepemimpinan dan visi bersama. Secara terinci penilaian
responden klaster terhadap indikator keberhasilan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
207
Gambaran Umum Klaster
Gambar II-56. Peringkat Faktor Keberhasilan - Rerata Subsektor Industri Manufaktur
Replikasi Klaster
Selain inovasi, networking dan kompetensi inti replikasi menjadi sebuah pertanyaan mendasar yang
disampaikan kepada responden. Menurut stakeholders klaster komponen kapal, replikasi dapat dilakukan
pada konteks keprograman. Kesulitan atau kemudahan replikasi akan sangat tergantung pada banyak
faktor. Sementara stakeholders pada klaster rotan, program klaster ini bisa direplikasi, namun tidak dalam
waktu dekat ini, mengingat target pengembangan klaster pada kurun RPJMD 2010-2015 sudah akan
berakhir. Dengan mendasarkan kepada indikator yang disampaikan kepada responden, beberapa aspek
yang bisa direplikasi tergambar pada tabel berikut:
Tabel II-122. Faktor yang bisa di replikasi
Indikator/Klaster Rotan Trangsan Komponen Kapal Kebasen
Kelembagaan klaster √ √
Manajemen produksi dan teknologi √ √
Marketing klaster √ √
Modal sosial klaster √ √
Pengembangan SDM √ √
Dari lima indikator mengenai replikasi, Klaster Rotan Trangsan dan Klaster Komponen Kapal Kebasen
menyebut semua indikator penting.
Persepsi responden stakeholders terhadap aspek yang mempengaruhi keberhasilan replikasi, semuanya
menyebut bahwa empat indikator itu memberikan pengaruh. Hal ini terlihat pada tabel di bawah ini:
208
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-123. Faktor penyebab keberhasilan/kegagalan klaster
Indikator/Klaster Rotan Trangsan Komponen Kapal Kebasen
Budaya dan perilaku masyarakat √ √
Persyaratan teknis √ √
Sarana dan Prasarana √ √
Dukungan pemerintah/stakeholders √ √
Ketersediaan SDM klaster √ √
E. Dampak Kualitatif dan Kuantitaf Klaster
Dampak Kualitatif
Dampak kualitatif yang dikaji mencakup dampak kualitatif yang dirasakan oleh entitas-entitas atau
kelompok-kelompok dalam klaster dan masyarakat luar klaster. Penilaian dampak kualitatif diberikan oleh
pengelola klaster, pelaku inti klaster, stakeholders dan masyarakat umum (non pelaku klaster).
1) Penilaian Manajemen Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak manajemen klaster.
Tabel II-124. Penilaian Responden Terhadap Dampak Kualitatif – Manajemen Klaster
No Dampak Kualitatif Klaster dari indikator keberhasilan Klaster dan tingkat kepentingannya Rotan Komponen
Kapal Kebasen Rerata
1 Anggota klaster merasa nyaman dengan klaster 5 1 3
Dam
pak
Adan
ya K
last
er M
enga
kiba
tkan
2a Meningkatkan jumlah tenaga kerja 4 2 5
2b Menciptakan usah / pengusaha baru 4 3 3,5
2c Iklim usaha yang kondusif 4 1 2,5
2d Perpanjangan tangan dari jasa dan kegiatan anggota klaster 4 1 2,5
2e Hubungan yang lebih erat antara industri dan akademisi 5 1 3
2f Secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya 4 1 2,5
2g Komunikasi lebih lancar dan mapan dengan pembuat kebijakan 5 4 4,5
2h Pelatihan secara khusus / terspesialisasi 4 3 3,5
2i Peningkatan produktivitas 4 1 2,5
2j Peningkatan efisiensi 4 1 2,5
2kSarana dan prasarana lebih memadai (jalan,listrik, air, kesehatan, dan fasilitas dan jasa layanan publik
4 3 3,5
2lPeningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana ibadah, dan kesehatan
3 1 2
3 Jumlah anggota klaster meningkat 5 4 4,5
4 Klaster telah menarik perusahaan-perusahaan baru di wilayahnya 3 4 3,5
5 Teknologi baru telah muncul melalui klaster 3 4 3,5
2) Penilaian Pelaku Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak pelaku klaster.
209
Gambaran Umum Klaster
Tabel II- 125. Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif – Pelaku Klaster
No Persepsi Pelaku Klaster terhadap indikator Komponen Kapal Kebasen Rotan Rerata
1 Merasa nyaman bergabung dengan Klaster 5 6 5,50
2 Penambahan jumlah aset usaha 3 5 4,00
3 Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus / terspesialisasi 5 6 5,50
4 Produk lebih inovatif 5 5 5,00
5 Kemitraan yang lebih solid dan transparan 3 6 4,50
6 Peningkatan produksi dan penjualan 4 5 4,50
7 Kemudahan untuk memperoleh bahan baku 3 6 4,50
8 Kemudahan memasarkan produk 3 6 4,50
9 Kemudahan akses lembaga 4 5 4,50
10 Permasalahan yang dihadapi lebih cepat teratasi 4 5 4,50
11 Adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha 5 6 5,50
3) Penilaian Stakeholder klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak stakeholders klaster.
Tabel II- 126. Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif – Stakeholder Klaster
No Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya Rotan Logam Komponen Kapal Rerata
1 Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya 6 6 4 5,3
Deng
an a
dany
a kl
aste
r m
enga
kiba
tkan 2 Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 6 6 6 6,0
3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 6 4 6 5,3
4 Iklim usaha yang kondusif 5 6 6 5,7
5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)
4 6 6 5,3
6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)
5 5 6 5,3
4) Penilaian Non Pelaku Klaster
Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak bukan pelaku klaster.
Tabel II- 127. Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif - Non Pelaku Klaster
No Manfaat Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya Rotan Logam Komponen Kapal Rerata
1 Merasa nyaman tinggal di lokasi / sekitar lokasi klaster 3 6 6 5,0
adan
ya k
last
er m
enga
kiba
tkan 2 Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 4 6 0 3,3
3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 3 6 6 5,0
4 Iklim usaha yang kondusif 5 6 6 5,7
5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)
3 6 5 4,7
6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)
3 6 5 4,7
7 Reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik 4 6 6 5,3
210
Gambaran Umum Klaster
Dampak Kuantitatif
Penilaian terhadap dampak kuantitatif klaster dilakukan guna mendapatkan informasi seberapa besar
perubahan secara kuantitatif yang terjadi selama intervensi dilakukan. Penilaian ini dilakukan terhadap
beberapa indikator terukur seperti: jumlah anggota, jumlah transaksi, jumlah tenaga kerja yang terserap,
dan lain sebagainya. Gambaran lebih rinci mengenai indikator dampak kuantitatif ini ditayangkan pada
tabel di bawah ini.
211
Gambaran Umum Klaster
Tab
el II
-128
. Pen
ilaia
n R
esp
on
den
ter
had
ap D
amp
ak K
last
er K
uan
tita
tif
No.
Dam
pak
Rota
n Tr
angs
anKo
mpo
nen
Kapa
l Keb
asen
Awal
Fas
ilita
siSa
at In
iKe
tera
ngan
Awal
Fa
silit
asi
Saat
Ini
Kete
rang
an
1Ju
mla
h An
ggot
a ya
ng m
asuk
ke
dala
m k
last
er (e
ntita
s)30
80
021
2Ju
mla
h Te
naga
Ker
ja2.
700
4.00
0Ju
mla
h in
i dia
mbi
l dar
i ke
selu
ruha
n an
ggot
a kl
aste
r bes
erta
pek
erja
nya
00
3Ju
mla
h us
aha/
peng
usah
a 14
019
4
00
Kope
rasi
belu
m
mem
peke
r jaka
n te
naga
pr
ofes
iona
l
4Ju
mla
h ja
sa d
an k
egia
tan
untu
k an
ggot
a kl
aste
r (un
it)2
3
00
5Ju
mla
h in
dust
ri m
itra
(ent
itas)
36
0
0
6Ju
mla
h ak
adem
isi m
itra
(inst
itusi)
26
0
2
7To
tal j
umla
h in
vest
asi a
nggo
ta (R
p.)
800,
000,
000
1,50
0,00
0,00
00
0
8Ju
mla
h pe
latih
an s
ecar
a kh
usus
312
00
9Ju
mla
h pr
oduk
si (v
olum
e/bu
lan)
00
00
10Pr
oduk
tivita
s ou
tput
00
00
11Kl
aste
r tel
ah m
enar
ik p
erus
ahaa
n ba
ru d
i wila
yahn
ya3
60
0
12Te
knol
ogi b
aru
yang
mun
cul m
elal
ui k
last
er1
20
0
13Pe
ning
kata
n tra
nsak
si/pe
njua
lan
kom
odita
s (R
p.)
1,78
6,00
0,00
02,
232,
500,
000
00
212
Gambaran Umum Klaster
Tabel II-128 menunjukkan bahwa mengingat usia klaster Komponen Kapal Kebasen masih relatif baru,
maka dampak kuantitaif belum terjadi. Penambahan terjadi pada keterlibatan anggota dan akademisi.
Sementara pada klaster rotan, rata-rata kenaikan lebih dari 100%. Kenaikan signifikan terjadi pada nilai
investasi dengan peningkatan transaksi/penjualan komoditas. Serapan tenaga kerja juga meningkat secara
signifikan, animo pelaku klaster untuk terlibat menjadi anggota klaster dan jumlah pelaku usaha cukup
meningkat.
213
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
BAB III Analisis Penilaian
Program Penghargaan Kinerja Klaster
3.1 Analisis Konsep Kinerja Klaster
3.1.1 Analisis Faktor Keberhasilan Klaster
Faktor keberhasilan klaster yang dianalisis merujuk kepada 16 kriteria keberhasilan klaster dari landasan
praktis yang disampaikan dalam “A Practical Guide To Cluster Development : A Report To the Department
of Trade and Industry and The English RDAs” oleh Ecotec Research and Consulting.
Untuk mempermudah analisis, kajian ini mencoba mengkonstruksikan garis besar alur logika yang
merepresentasikan beberapa dimensi dari beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja pengembangan
klaster serta hubungan diantara dimensi tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan sebuah kerangka
konsep yang komprehensif sehingga tergambar dengan jelas hubungan antar faktor-faktor yang
memengaruhi keberhasilan pengembangan klaster.
Koherensi antar dimensi menghasilkan konsep pemikiran yang menggambarkan bahwa untuk mendapatkan
kinerja klaster yang baik, paling tidak harus memenuhi 4 aspek/unsur, yaitu: 1) prasarana bisnis, 2) SDM
klaster, 3) kelembagaan klaster, dan 4) peran pemerintah. Model konsep tersebut digambarkan sebagai
berikut:
Gambar III-1. Konsep Program Pengembangan Klaster
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
214
Klaster Berkembang dan Berkelanjutan
Klaster berkembang dan berkelanjutan berarti klaster berlangsung terus menerus dalam memanfaatkan
berbagai sumber daya, dan memberikan dampak positif yang semakin luas dari waktu ke waktu, baik dalam
peningkatan ekonomi, perbaikan kondisi/kehidupan sosial, dan perbaikan lingkungan fisik.
Dalam menjalankan sistem yang dibangun, klaster berkembang dan berkelanjutan berorientasi pada tiga
dimensi pembangunan berkelanjutan, yaitu dimensi ekonomi (profit), dimensi sosial (masyarakat), dan
dimensi lingkungan. Dalam konteks pengembangan klaster, ketiga dimensi tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Dimensi Ekonomi: Dimensi ekonomi menekankan pada aspek pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat
baik untuk generasi sekarang ataupun mendatang. Pembangunan atau pengembangan klaster yang
terjadi harus menguntungkan secara finansial, dimana entitas-entitas bisnis mampu berjalan dengan
sukses. Tujuan ekonomi dapat dicapai melalui nilai tambah yang tumbuh dalam klaster, yang terjadi
karena bertambahnya entitas-entitas bisnis dalam klaster, meningkatnya produktivitas dan kualitas
barang/jasa, terjadinya diversifikasi, dan meningkatnya kualitas produk.
2. Dimensi Sosial: Pengembangan klaster harus mencerminkan kehidupan sosial yang harmonis, mampu
mengurangi kesenjangan dan perilaku penyimpangan sosial. Adanya peluang kegiatan produktif bagi
masyarakat tertentu akan menggeser/mengalihkan dan mengantisipasi kegiatan masyarakat yang
mengarah pada tindakan kejahatan sosial. Nilai tambah berupa profit yang dicapai klaster akan memacu
perhatian bagaimana membayar pekerja dengan baik dan meningkatkan kesetaraan pekerja.
3. Dimensi Lingkungan: Pembangunan atau pengembangan klaster tidak mendegradasi sumber daya-
sumber daya lingkungan atau tidak mengkonsumsi sumber daya lingkungan dalam cara-cara yang
tidak dapat diperbaharui atau berkelanjutan. Degradasi lingkungan akan menghambat perkembangan
klaster. Sebaliknya, klaster yang mengusung tema/isu lingkungan akan mempercepat proses pencapaian
tujuan. Klaster padi organik Barito Kuala telah membuktikan pengembalian kesuburan tanah melalui
perlakuan organik dan meningkatkan produktivitas hasil panen padi mereka. Demikian juga dengan
pengembangan klaster domba Juhut yang telah mengalihkan kegiatan masyarakat menjadi peternak
domba, yang semula melakukan penebangan kayu sebagai sumber kehidupannya. Kelangkaan air dan
kecenderungan bencana longsor tidak menjadi kekhawatiran lagi karena konservasi hutan telah terjadi.
Dengan demikian, pendekatan klaster ini sekaligus juga dapat menjawab isu lingkungan.
Klaster berkelanjutan juga mampu menghadapi tantangan, yang menurut Martin dan Mayer (2008)
tantangan tersebut terbagi menjadi tiga, yaitu tantangan globalisasi, perubahan iklim dan keadilan sosial.
Adanya tantangan globalisasi memaksa para inisiator mempertimbangkan kembali sifat dan manfaat dari
hubungan antara ekonomi lokal, regional dan ekonomi global. Globalisasi dapat mengancam kekuatan
klaster karena persaingan pasar yang muncul dari sumber atau tempat yang tidak terduga sebelumnya,
seperti misalnya sertifikasi atas barang dan jasa sebagai persyaratan yang ditetapkan oleh konsumen
internasional. Namun demikian, globalisasi dapat menciptakan pelanggan baru, menyuntikkan teknologi
baru yang meningkatkan daya saing dan mencegah keterkuncian lokal. Artinya, klaster bisa jadi merupakan
simpul jaringan di lokasi-lokasi tertentu, dimana sumber daya dari luar (misalnya investor, pergerakan SDM)
mudah untuk memasuki wilayah tersebut karena adanya daya tarik sebagai potensi ekonomi. Kasus klaster
kakao Sikka dan kopi Bondowoso telah melampaui tantangan keterkuncian lokal, dimana para stakeholders
215
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
telah membuka diri dan sadar secara sistematis menerapkan ketentuan tersebut pada tingkat lokal untuk
masuk ke pasar global. Sebagian produk kopi Bondowoso dan Kakao Sikka telah mendapatkan sertifikat
dari lembaga sertifikasi internasional UTZ Certified, dengan memenuhi kriteria major dan minor di sepanjang
mata rantai nilai industri.
Tantangan kedua berkaitan dengan lingkungan dan ancaman dari perubahan iklim. Lingkungan dan
perubahan iklim sebetulnya juga merupakan isu global seperti emisi CO2, bencana alam, dan konservasi.
Tantangan ini sejalan dengan pilar/dimensi lingkungan yang menjadi isu pembangunan. Contoh pada
kajian ini adalah klaster padi organik yang dikembangkan KPw BI Palembang untuk menjawab tantangan
pada isu konservasi (perbaikan lahan tanam) sekaligus menjawab tantangan gaya hidup sehat sebagai
investasi jangka panjang. Sedangkan pengembangan klaster domba Juhut menjawab tantangan pada isu
konservasi, dimana kegiatan ekonomi melalui budidaya domba telah menggeser kegiatan perusakan hutan
akibat penguasaan hutan oleh 90% masyarakat di lereng Gunung Karang, Pandeglang, Banten menjadi
kegiatan peternakan yang produktif.
Tantangan ketiga berkaitan dengan keadilan sosial dan menjamin kemakmuran ekonomi suatu masyarakat.
Walaupun kesenjangan tingkat upah masih terus terjadi, namun Martin dan Sunley (2003) telah
mendekonstruksi gagasan bahwa klaster “meningkatkan produktivitas, inovasi, daya saing, profitabilitas
dan penciptaan lapangan kerja dari perusahaan penyusunnya, dari wilayah geografis dimana klaster terletak,
dan juga ekonomi nasional secara luas. Tantangan ketiga ini sejalan dengan pilar ekonomi dan pilar sosial
dalam konsep pembangunan berkelanjutan.
Prasarana bisnis
Klaster sebagai sebuah platform dirancang sebagai pendekatan dalam pengembangan ekonomi menuju
daya saing. Oleh karena itu terjadinya interaksi bisnis antar entitas menjadi prioritas penguatan dalam
mengembangkan klaster. Bisnis merupakan usaha untuk mendapatkan nilai tambah melalui proses-proses
tertentu. Dalam proses tersebut dibutuhkan segala sesuatu sebagai penunjang utama untuk mendapatkan
tujuan bisnisnya. Dari 16 faktor keberhasilan pengembangan klaster, 7 diantaranya termasuk dalam
prasarana bisnis, yaitu :
1. Akses pasar
2. Akses informasi Pasar
3. Akses jasa spesialis
4. Kedekatan dengan pemasok
5. Akses pada jasa pendukung bisnis
6. Akses pada sumber keuangan
7. Terdapat perusahaan besar
Gambar III-1 menunjukkan bahwa prasarana bisnis yang ada hanya akan diciptakan dan dimanfaatkan
secara optimal oleh SDM klaster yang berkualitas.
SDM Klaster
Sesuai dengan konsep pembangunan manusia, SDM ditempatkan sebagai input dalam proses bisnis. Selain
pemanfaat dari sumber daya bisnis, SDM juga merupakan penggerak klaster dan pembangun sistem nilai
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
216
bisnis dalam bentuk kelembagaan. SDM bukan sekedar sumber daya belaka, melainkan juga merupakan
modal atau aset bagi institusi atau organisasi, termasuk organisasi klaster. Sebagai aset bahkan SDM sangat
bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan, dan juga bukan sebagai beban biaya. Dalam hal ini SDM
berkualitas akan menyokong pertumbuhan kelembagaan klaster tidak hanya sebagai pengelola, namun
juga sebagai entitas bisnis yang berpeluang membangun kekuatan kolektif karena kemampuan terpadu
dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki oleh setiap individu. Oleh karena itu pada aspek ini terdapat 2
dari 16 faktor keberhasilan klaster yang melekat pada karakter SDM, yaitu :
1. Kompetensi dan keahlian yang kuat
2. Basis inovasi yang kuat
Kelembagaan Klaster
Kelembagaan klaster tidak sekedar dimaknai sebuah organisasi yang mengelola bagaimana klaster
beroperasi, tetapi juga bermakna bagaimana pranata dan sistem terbangun antar pelaku di dalam klaster
untuk menyelesaikan masalah dan memenuhi kebutuhan hidup secara bersama-sama. Kelembagaan
klaster yang kuat akan menjadi daya tarik SDM sebagai asset untuk meningkatkan utilitasnya dalam klaster.
Namun demikian sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kualitas SDM jugalah yang akan membangun
sistem yang telah melembaga di dalam klaster tersebut. Terdapat hubungan timbal balik antara aspek
SDM dengan kelembagaan klaster. Kelembagaan klaster akan mempengaruhi sejauh mana prasarana bisnis
dapat diakses dan tumbuh. Faktor-faktor penentu keberhasilan klaster pada aspek ini adalah :
1. Modal sosial yang kuat
2. Kemitraan dan networking
3. Kepemimpinan dan visi bersama
4. Budaya kewirausahaan yang kuat
5. Persaingan
6. Spesialisasi
Peran Pemerintah
Sesuai perannya dalam pembangunan, pemerintah adalah fasilitator dan regulator. Sebagai fasilitator
pemerintah memiliki tanggung jawab menyediakan sarana publik yang memadai seperti akses transportasi,
listrik, dan air. Menurut pendapat sebuah kajian klaster oleh Universitas Oregon, Amerika Serikat pemerintah
dapat mengambil peran terutama membantu memfasilitasi dalam mengatasi dua masalah utama penyebab
kegagalan klaster, yaitu asimetri informasi dan free riding. Dalam kasus asimetri informasi, pemerintah
dapat memfasilitasi dengan mendidik usaha tentang peluang, tantangan dan ancaman keberlanjutan
usaha yang sifatnya belum terjangkau oleh pelaku usaha. Terkait dengan free riding, pemerintah dapat
memfasilitasi untuk mendorong kerja sama atau usaha-usaha kooperatif di antara pelaku klaster melalui
beragam mekanisme demokratis. Bagaimanapun juga peran pemerintah adalah menyediakan lingkungan
usaha yang kondusif dimana sumber daya manusia dapat membangun sistem interaksi bisnis saling
ketergantungan antar entitas dan memanfaatkan sumber daya bisnis secara optimal.
Sedangkan sebagai regulator pemerintah memainkan peran dalam mendukung berjalannya sistem dalam
klaster dalam bentuk kebijakan. Menurut Porter (1990), kebijakan pembangunan ekonomi pemerintah
seperti legislasi, perpajakan dan regulasi-regulasi perdagangan merupakan ancaman eksternal bagi suatu
217
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
Gambar III-2. Hubungan Hirarki Faktor Keberhasilan Klaster
Setiap peristiwa menimbulkan satu atau beberapa peristiwa yang lain, demikian seterusnya yang satu
mempengaruhi yang lain sehingga merupakan satu lingkaran sebab akibat atau disebut hubungan kausal
atau sebab akibat. Secara umum hukum kausalitas menyatakan bahwa “Setiap Akibat Membutuhkan
Sebab”. Hukum kausalitas digunakan untuk menganalisis secara mikro yang memetakan hubungan antara
beberapa faktor keberhasilan klaster. Hubungan masing-masing faktor pada gambar III-2 dapat dijelaskan
sebagai berikut :
klaster apabila keberadaannya tidak mendukung (misalnya terjadi perubahan). Oleh karena itu dalam
konsep ini ditambahkan dukungan kebijakan sebagai faktor penentu keberhasilan klaster pada aspek peran
pemerintah. Infrastruktur fisik dan dukungan pemerintah berupa kebijakan dalam pengembangan klaster
sebagai faktor penting juga diakui oleh responden dalam kajian ini, bahwa keberadaannya merupakan
pendorong keberhasilan klaster.
Lebih lanjut Porter (1990) menyatakan bahwa keberlanjutan klaster dipengaruhi juga oleh kelemahan internal
seperti produk dan teknologi produksi yang usang, infrastruktur yang usang, pelatihan dan pendidikan tenaga
kerja yang usang, R&D yang usang dan juga kelembagaan yang usang serta ketidaklenturan internal klaster
atau keregulasian. Kelemahan dalam klaster dan ancaman terhadap klaster dapat diatasi dengan tindakan
atau aksi para pemangku kepentingan atau dari penentu kebijakan di wilayah klaster. Kesinambungan
suatu klaster dapat dilihat pada usaha terus menerus para pelaku klaster dalam mengatasi kelemahan atau
kekurangan internal dan ancaman eksternalnya. Oleh karena itu budaya inovasi merupakan kata kunci
penting dalam pengembangan klaster, selain faktor-faktor lain yang saling berhubungan sebagaimana
dijelaskan pada Gambar III-2.
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
218
Networking dan Kemitraan merupakan esensi klaster, baik itu kemitraan antara pelaku usaha, antar
pelaku usaha dan stakeholders terkait, serta antar stakeholders terkait. Dari diagram hubungan antar
faktor penentu keberhasilan klaster menggambarkan bahwa networking dan kemitraan mempengaruhi
beberapa faktor yang lain. Networking dan kemitraan yang kuat akan mempermudah akses ke berbagai
sumber daya bisnis, seperti akses pada jasa pendukung bisnis, akses pada jasa spesialis, kedekatan dengan
pemasok, dan akses pasar secara langsung maupun tidak langsung melalui kemudahan akses pada sumber
informasi dan akses pada sumber keuangan. Klaster yang berhasil cenderung memiliki sistem networking
dan kemitraan yang tertanam dengan baik. Kepercayaan dan hubungan-hubungan interpersonal yang
terbentuk dalam klaster merupakan perwujudan untuk membangun modal sosial yang kuat, dimana
modal sosial merupakan faktor dasar dalam mengembangkan klaster.
Jaringan kerja dan kemitraan ini juga didukung oleh struktur kelembagaan yang kuat yang dicirikan
oleh kepemimpinan yang kuat, atau juga adanya nilai-nilai dan tujuan bersama. Kepemimpinan
(khususnya kepeloporan) dapat membantu mempercepat kemunculan ‘keunggulan kolaboratif’ melalui
peningkatan kesadaran bersama akan kekuatan-kekuatan lokal dan visi bersama sehingga akan mendorong
pertumbuhan usaha. Kepercayaan mitra (network) akan meningkat dengan adanya kompetensi dan
keahlian yang kuat, yang didukung oleh basis inovasi yang kuat, dan spesialisasi peran entitas
dalam klaster. Basis inovasi mendorong kompetensi-kompetensi baru karena proses R&D yang terjadi terus
menerus untuk mendapatkan kebaruan. Peran-peran khusus dan terspesialisasi pada entitas klaster akan
memperbanyak sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya. Keragaman kompetensi inilah
yang meningkatkan kepercayaan mitra. Selain itu, spesialisasi akan mendukung inovasi karena terjadinya
efisiensi. Kajian ini juga menunjukkan bahwa inovasi juga didorong adanya kepeloporan dalam klaster,
dan budaya kewirausahaan yang kuat yang didukung oleh adanya persaingan yang sehat dalam klaster.
Sementara hadirnya perusahaan besar bisa menjadi pemain kunci dalam mendorong terjadinya inovasi
melalui penyebarluasan dan saling berbagi pengalaman, pengetahuan, teknologi dan keterampilan kepada
mitra. Selain itu perusahaan besar juga berperan sebagai akses pasar sebagaimana beberapa klaster yang
dikaji menjadikan perusahaan tersebut sebagai link pasar.
Dari diagram tersebut terlihat adanya hubungan hirarki yang kuat antara networking dan kemitraan,
kompetensi dan keahlian yang kuat, dan basis inovasi yang kuat, sehingga ketiga faktor ini disebut faktor
kunci. Sedangkan persaingan, budaya kewirausahaan, modal sosial, dan infrastruktur merupakan faktor
dasar, karena mendukung kelancaran beroperasinya klaster. Klaster yang berhasil biasanya berisikan
individu-individu ataupun organisasi yang lentur dan mau mencoba ide-ide baru (memiliki budaya inovasi),
serta didukung oleh tersedianya infrastruktur yang memadai. Persaingan dapat menginspirasi, memotivasi
dan menstimulasi budaya inovasi di dalam klaster yang berhasil.
3.1.1.1 Faktor Keberhasilan Agregat Klaster
Kajian ini telah memetakan kesetujuan para pengelola klaster dan stakeholders klaster terhadap tingkat
pentingnya faktor-faktor keberhasilan dalam mengembangkan klaster, dan dapat diliihat pada Gambar III-
3. Berdasarkan penggolongan yang ditetapkan pada Bab I, dua faktor keberhasilan berada pada kategori
penting yaitu akses ke jasa spesialis (4,4), dan keberadaan perusahaan besar (3,9). Sedangkan 14 yang
lainnya merupakan faktor keberhasilan klaster yang sangat penting.
219
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
Gambar III-3 Peringkat Faktor Keberhasilan Klaster secara Agregat
Penilaian akser pasar ini juga sejalan dengan keberadaan faktor tersebut yang berada pada 3 peringkat
pertama di 5 dari 6 subsektor ekonomi yang dikaji. Bahkan, pentingnya akses pasar sejalan dengan alasan
bahwa adanya permintaan pasar yang besar/belum terpenuhi serta memiliki potensi untuk bertumbuh,
menjadi penekanan sebagai kriteria dalam mengembangkan klaster. Pentingnya akses pasar juga telah
dibuktikan melalui pemasaran kolektif seperti yang diinisiasi di 7 klaster yang dikaji (jagung, kopi, kakao,
paprika, bawang merah, sapi, dan rumput laut) dan membantu menyelesaikan gap pada aspek pemasaran.
Gambar III-3 juga menunjukkan pentingnya networking dan kemitraan sebagai faktor keberhasilan
pengembangan klaster, dan jika dilihat dari perepsi responden berada pada nilai yang sama yaitu 5,5.
Posisi faktor tersebut diperkuat oleh penilaian 2 dari 6 subsektor ekonomi yang dikaji yang menempatkan
pada 3 peringkat tertinggi. Hal serupa juga terjadi pada faktor akses informasi dan modal sosial dengan
nilai 5.3 pada skala 6.
Untuk melihat konsistensi penilaian terhadap faktor keberhasilan secara agregat klaster, dapat dilihat dari
seberapa jauh faktor-faktor tersebut menduduki peringkat yang sama tingkat kepentingannya pada setiap
subsektor. Bersumber dari Gambar III-4, tiga peringkat tertinggi dan peringkat terakhir dipetakan untuk
melihat intensitas kemunculan faktor tersebut secara bersama-sama dalam setiap subsektor klaster. Tabel
III-1 menyajikan hasil pemetaannya.
Dilihat dari peringkatnya, akses pasar merupakan faktor terpenting, disusul kemudian dengan adanya
networking dan kemitraan, akses informasi, modal sosial yang kuat, kedekatan dengan pemasok, adanya
basis inovasi yang kuat, dan seterusnya. Akses pasar menjadi paling penting, karena tanpa adanya permintaan
pasar maka faktor lain, antara lain seperti networking, modal sosial, serta keahlian dan kompetensi, klaster
menjadi tidak berarti dan dapat menurunkan motivasi pelaku maupun manajemen klaster yang terlibat.
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
220
Tabel III-1. Tiga Peringkat Tertinggi dan Terendah Faktor Keberhasilan Klaster
berdasarkan Sektor Ekonomi
Peringkat Tanaman Pangan Hortikultura Peternakan Perkebunan Perikanan Manufaktur
1 Kepemimpinan5 Network2 Pasar1 Network2 Informasi3 Spesifikasi
2 Pasar1 Pasar1 Inovasi Pasar1 Pasar1 Kedekatan dg pemasok
3 Modal sosial4 Modal sosial4 Informasi3 Perusahaan besar Akses keuangan Kepemimpinan5
….
16 Perusahaan besar Perusahaan besar Perusahaan besar Informasi Perusahaan besar Perusahaan besar
Dari Tabel III-1 terlihat bahwa terdapat 9 peringkat tertinggi dari 16 faktor keberhasilan klaster yang muncul
dari hasil analisis terhadap 3 peringkat tertinggi penilaian klaster berdasarkan subsektor ekonomi, dengan
intensitas sebagai berikut :
1. Akses pasar dinyatakan oleh 5 subsektor klaster, dengan penilaian agregat 5,5 (peternakan, tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan).
2. Networking dan kemitraan dinyatakan oleh 2 subsektor, dengan penilaian agregat 5,5 (hortikultura,
perkebunan).
3. Akses informasi dinyatakan oleh 2 subsektor, dengan penilaian agregat 5,3 (peternakan, perikanan).
4. Modal sosial dinyatakan oleh 2 subsektor, dengan penilaian agregat 5,3 (tanaman pangan, hortikultura).
5. Kepemimpinan dan visi bersama dinyatakan oleh 2 subsektor, dengan penilaian agregat 5 (tanaman
pangan, manufaktur).
6. Kedekatan dengan pemasok dinyatakan oleh 1 subsektor, dengan penilaian agregat 5,1.
7. Basis inovasi dinyatakan oleh 1 subsektor, dengan penilaian agregat 5,1.
8. Spesialisasi dinyatakan oleh 1 subsektor, dengan penilaian penilaian agregat 5.
9. Akses pada sumber keuangan dinyatakan oleh 1 subsektor, dengan penilaian 4,9.
Dengan mengacu pada hasil analisis subsektor, tampak bahwa terdapat konsistensi dalam menilai tingkat
kepentingan faktor penentu klaster. Paling tidak 9 peringkat tertinggi faktor agregat ditempati faktor yang
sama berdasarkan analisis subsektor ekonomi.
Sedangkan konsistensi penilaian terhadap faktor adanya perusahaan besar sebagai lead firm menduduki
peringkat terendah ditunjukkan oleh penilaian 5 subsektor klaster dari 6 subsektor klaster yang dikaji (hanya
subsektor perkebunan menempatkan lead firm pada peringkat 3 (lihat Tabel III-1). Namun demikian, faktor
ini masih tergolong penting dengan penilaian agregat 3,9. Dengan melihat ketatnya angka penilaian secara
umum keenambelas faktor tersebut dapat digunakan sebagai dimensi penilaian kinerja klaster.
3.1.1.2 Faktor Keberhasilan Klaster berdasarkan Subsektor Ekonomi
Jika dilihat lebih jauh berdasarkan subsektor ekonomi, faktor keberhasilan klaster tampak berbeda untuk
masing-masing sub sektor ekonomi yang dikaji (tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan,
perikanan budi daya, dan industri manufaktur). Secara lebih rinci peringkat faktor keberhasilan klaster
untuk masing masing subsektor ekonomi dapat dilihat pada Gambar III-4.
221
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
Subsektor Tanaman Pangan
Berdasarkann kategori tingkat kepentingannya, 15 faktor keberhasilan klaster berada pada tingkat sangat
penting (nilai 4,6 - 6) yaitu :
1. Kepemimpinan dan visi bersama
2. Akses pasar
3. Modal sosial yang kuat
4. Akses informasi Pasar
5. Kedekatan dengan pemasok
6. Basis inovasi yang kuat
7. Networking dan kemitraan
8. Budaya kewirausahaan yang kuat
9. Infrastruktur yang memadai
10. Akses pada jasa pendukung bisnis
11. Persaingan
12. Kompetensi dan keahlian yang kuat
13. Akses pada sumber keuangan
14. Spesialisasi
15. Akses jasa spesialis
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
222
Gambar III-4. Perbandingan Peringkat Faktor Keberhasilan Klaster Menurut Subsektor Ekonomi
dan hanya satu kategori penting yaitu keberadaan perusahaan besar (nilai 3,1 – 4,5). Pada subsektor
tanamanan pangan kepemimpinan dan visi bersama merupakan faktor keberhasilan yang menduduki
urutan tingkat kesetujuan paling tinggi. Hal ini mudah dipahami bahwa tanaman pangan berada pada
sistem pertanian subsisten, dimana pelaku inti masih terfokus pada pemenuhan kebutuhan hidup keluarga
dan masyarakat lokal. Faktor pengembangan bisnis seperti akses pada pemasaran, relatif masih di luar
jangkauan mereka. Oleh karena itu kepemimpinan dalam hal ini kepeloporan merupakan faktor penting
sebagai pendorong perubahan pola pikir masyarakat/entitas klaster lebih maju untuk mendapatkan
223
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
nilai tambah. Dorongan untuk mendapatkan nilai tambah inilah yang menekankan bahwa akses pasar
sebagai faktor penting tidak dapat diabaikan. Keberadaan perusahaan besar bagi subsektor pertanian
tanaman pangan memang menduduki peringkat terakhir sebagai faktor penentu keberhasilan klaster,
namun demikian masih termasuk dalam kategori penting sebagai faktor penentu. Hal ini tidak menutup
kemungkinan akan menjadi kebutuhan yang sangat penting ketika kapasitas produksi mulai meningkat dan
produksi masal terjadi secara luas, atau terjadi derivasi produk pangan. Untuk mendapatkan benefit klaster
secara luas akses pasar menjadi exit policy bagi para inisiator.
Subsektor Hortikultura
Terdapat 2 kategori tingkat kepentingan pada subsektor ini, terdiri dari :
a. Katagori sangat penting - untuk 13 faktor keberhasilan, yaitu :
1. Networking dan Kemitraan
2. Akses pasar
3. Modal sosial yang kuat
4. Akses informasi Pasar
5. Kedekatan dengan pemasok
6. Kompetensi dan keahlian yang kuat
7. Spesialisasi
8. Kepemimpinan dan visi bersama
9. Basis inovasi yang kuat dan R&D
10. Akses pada jasa pendukung bisnis
11. Infrastruktur yang memadai
12. Persaingan
13. Akses jasa spesialis
b. Katagori penting – untuk 3 faktor keberhasilan, yaitu :
1. Akses pada sumber keuangan
2. Budaya kewirausahaan yang kuat
3. Terdapat perusahaan besar
Pada subsektor hortikultura faktor keberhasilan yang menduduki urutan tingkat kesetujuan yang paling
tinggi adalah networking dan kemitraan. Pengusaha pada sektor ini adalah pelaku dengan investasi modal
yang cukup besar. Jaringan terutama dibutuhkan untuk membagi risiko melalui skema hubungan yang
terstruktur agar produknya segera sampai kepada konsumen. Akses pasar tentu saja tidak dapat diabaikan
sebagai faktor yang sangat penting. Dengan networking yang kuat maka akses pasar akan mudah diperoleh.
Perlu diingat bahwa hortikultura merupakan jenis tanaman yang memiliki siklus hidup pendek, sehingga
diperlukan penanganan yang cepat dan secara khusus setelah panen. Penanganan ini tentu saja tidak pada
kapasitan petani, sehingga dibutuhkan mitra. Jaringan ini juga dibutuhkan untuk mendekatkan akses pasar
sehingga produk hortikultura segera dapat tertangani.
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
224
Subsektor Peternakan
Sama halnya dengan dua subsektor sebelumnya, pada subsektor peternakan juga terdiri dari 2 kategori
tingkat kepentingan adanya faktor keberhasilan
a. Katagori sangat penting - untuk 13 faktor keberhasilan, yaitu :
1. Akses pasar
2. Basis inovasi yang kuat dan R&D
3. Akses informasi Pasar
4. Akses pada sumber keuangan
5. Modal sosial yang kuat
6. Networking dan Kemitraan
7. Akses pada jasa pendukung bisnis
8. Spesialisasi
9. Kompetensi dan keahlian yang kuat
10. Kepemimpinan dan visi bersama
11. Infrastruktur yang memadai
12. Akses jasa spesialis
13. Budaya kewirausahaan yang kuat
b. Katagori penting – untuk 3 faktor keberhasilan, yaitu :
1. Persaingan
2. Kedekatan dengan pemasok
3. Terdapat perusahaan besar
Pada subsektor peternakan akses pasar dan inovasi menjadi faktor penting dalam pengembangan klaster.
Inovasi dibutuhkan dalam proses pengembangbiakan. Hal ini dibutuhkan mengingat ternak khususnya
ternak besar pertambahan populasi ternak relatif diperoleh dalam waktu yang cukup panjang. Sementara
akses pasardibutuhkan untuk mendapatkan jaminan pembeli yang pasti pada saat waktu-waktu kebutuhan
khusus sebagai binatang kurban, dan keperluan akikah bagi penganut muslim. Walaupun pasar sudah
jelas (captive market) namun akses pasar sebagai channeling tetap dibutuhkan mengingat persaingan
yang sangat ketat pada moment tersebut. Penilaian ini sejalan dengan kebutuhan akan networking dan
kemitraan untuk mempermudah akses yang dimaksut. Akses pada lembaga keuangan tampak berbeda
peringkatnya dibandingkan dengan 2 sektor sebelumnya. Pada subsektor peternakan akses pada lembaga
keuangan relatif lebih penting, mengingat modal usaha untuk sektor ternak relatif besar, apalagi untuk
ternak besar seperti sapi. Hal ini juga menyangkut soal kelayakan secara ekonomi jumlah ternak yang
dibudidaya di setiap rumah tangga, dimana menurut informasi pelaku paling tidak harus membudidayakan
minimal 12 ekor domba dan 6 ekor sapi untuk memenuhi skala ekonomi. Sama halnya dengan subsektor
tanaman pangan dan subsektor hortikultura, modal sosial juga sama pentingnya dengan faktor lain seperti
akses lembaga keuangan, akses informasi, dan networking. Sebagaimana telah dijelaskan pada hierarki
antar faktor, modal sosial merupakan faktor dasar apalagi bagi usaha-usaha yang berbasis keluarga seperti
subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan.
225
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
Subsektor Perkebunan
Sub sektor perkebunan merupakan tanaman tahunan yang umumnya bukan merupakan kebutuhan
pokok dan pemeliharaan yang tidak rumit dengan resiko produksi yang rendah. Subsektor perkebunan
merupakan produk yang umumnya untuk ekspor, sehingga membutuhkan networking dan kemitraan
yang kuat. Anomali terjadi pada faktor keberadaan perusahaan besar, dimana faktor ini sangat dibutuhkan
sebagai akses pasar pada subsektor perkebunan, dibandingkan 3 subsektor yang telah dibahas sebelumnya.
Komoditas perkebunan layaknya sebagai komoditas yang dikendalikan secara global, mengikuti mekanisme
perdagangan internasional yang terstruktur dengan persyaratan yang ketat apakah kualitas dan kuantitas
yang biasanya berskala besar, dan hanya perusahaan yang punya kapasitas tertentu yang dapat menangani.
Peran trader/eksportir akan mempercepat proses distribusi barang hingga kepada konsumen. Terlepas dari
peringkat masing-masing faktor keberhasilan klaster yang dinilai, secara umum subsektor perkebunan
menempatkan seluruh faktor keberhasilan klaster pada kategori sangat penting, dengan nilai lebih dari 4,5
skala 6.
Subsektor Perikanan Budidaya
Sementara untuk perikanan faktor keberhasilan yang paling penting adalah adanya akses informasi disusul
akses pasar, dan akses sumber keuangan. Informasi yang dimaksud adalah informasi pasar dan teknologi.
Informasi ini dibutuhkan untuk mendapatkan alternatif-alternatif pasar yang baru, mengingat komoditas
ini dapat dibudidayakan sepanjang musim, sehingga produk selalu akan tersedia. Sedangkan teknologi
dibutuhkan khususnya untuk pengolahan pasca panen, sehinga diperoleh produk turunan dari produk
utama. Derivasi produk akan mengurangi resiko penumpukan hasil budidaya yang mengakibatkan kerugian
budidaya. Berbeda dengan keempat subsektor sebelumnya, pada subsektor perikanan budidaya kategori
tingkat kepentingan terdiri dari :
a. Katagori sangat penting - untuk 6 faktor keberhasilan, yaitu :
1. Akses informasi Pasar
2. Akses pasar
3. Akses pada sumber keuangan
4. Persaingan
5. Infrastruktur yang memadai
6. Networking dan Kemitraan
b. Katagori penting - untuk 7 faktor keberhasilan, yaitu :
1. Kedekatan dengan pemasok
2. Basis inovasi yang kuat dan R&D
3. Modal sosial yang kuat
4. Akses pada jasa pendukung bisnis
5. Budaya kewirausahaan yang kuat
6. Spesialisasi
7. Kompetensi dan keahlian yang kuat
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
226
c. Katagori cukup penting - untuk 3 faktor keberhasilan, yaitu :
1. Kepemimpinan dan visi bersama
2. Akses jasa spesialis
3. Terdapat perusahaan besar
Subsektor Industri Manufaktur
Pengkatagorian pada subsektor industri manufaktur, terdiri dari :
a. Katagori sangat penting - untuk 7 faktor keberhasilan, yaitu :
1. Spesialisasi
2. Kedekatan dengan pemasok
3. Kepemimpinan dan visi bersama
4. Networking dan Kemitraan
5. Akses informasi Pasar
6. Akses pasar
7. Budaya kewirausahaan yang kuat
b. Katagori penting - untuk 9 faktor keberhasilan, yaitu :
1. Infrastruktur yang memadai
2. Kompetensi dan keahlian yang kuat
3. Basis inovasi yang kuat dan R&D
4. Modal sosial yang kuat
5. Akses pada jasa pendukung bisnis
6. Akses jasa spesialis
7. Akses pada sumber keuangan
8. Persaingan
9. Terdapatnya perusahaan besar.
Industri manufaktur merupakan klaster yang memproduksi barang pelengkap/ pengganti atau komponen
inti yang digunakan untuk keperluan rumah tangga atau peralatan industri, sehingga memerlukan barang
spesifikasi khusus yang dikerjakan oleh tenaga kerja yang memiliki spesialisasi yang tinggi. Untuk memenuhi
input produksi maka kedekatan dengan pemasok menjadi faktor utama untuk menjamin keberlanjutan
produksi, dan sebagai pemasok barang/produk jadi.
Perbedaan tingkat kepentingan faktor keberhasilan klaster menunjukkan perbedaan upaya dan kebutuhan
sumber daya dalam mengembangkan klaster. Tingkat kepentingan faktor keberhasilan klaster juga
menunjukkan karakteristik subsektor klaster yang dikembangkan. Artinya kinerja klaster juga akan
dipengaruhi oleh karakteristik subsektor ekonomi yang akan dikembangkan.
3.1.2 Analisis Indikator Keberhasilan Klaster
Bersumber dari penggalian informasi tentang kriteria/alasan penentuan klaster, tantangan dan kendala
dalam inisiasi, serta dampak yang ditimbulkan selama dalam pengembangan klaster, maka dapat dikompilasi
227
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keenambelas faktor-faktor keberhasilan
pengembangan klaster tersebut. Tabel III-2 menunjukkan hasil kompilasi tersebut.
Tabel III-2. Aspek, Faktor, Indikator dan Parameter Keberhasilan Klaster
No Faktor Keberhasilan Indikator Parameter
1 Akses pasar Transaksi Peningkatan penjualan (%/thn)
2 Kemitraan dan networking
Pembeli (rekan pemasaran) Jumlah pembeli
Sifat buhungan
Lama hubungan
Jangkauan/wilayah pemasaran
Entitas pemasok
Jumlah pemasok
Skema hubungan
Lama hubungan
Rekanan produksi
Jumlah mitra (entitas)
Bentuk kemitraan
Lama berhubungan (thn)
Rekanan peneliti & Riset Jumlah & jenis mitra
Bentuk kemitraan
Lama berhubungan
Rekanan Penyalur/distributor Jumlah & jenis mitra
Bentuk kemitraan
Lama berhubungan
Lembaga keuangan
Jumlah mitra lembaga keuangan
Bentuk kemitraan
Lama berhubungan
3 Akses informasi Pasar
Media informasi Jenis/jumlah yang digunakan
Data base pasar potensial & teknologi yang dimiliki
Profil potensi pasar (pasar yang potensial)
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
228
4 Modal sosial yang kuat
Manajemen Klaster Ada Pengelola
Visi jangka panjang
Tujuan jangka pendek
Strategi pengembangan
Alokasi dana inisiasi (dari para inisiator)
Alokasi dana manajemen (ada/tidak)
Sistem pengelolaan, terdi atas:o Ada kantor/sekretariato Struktur organisasio Kepercayaan anggota dan penguruso Ada pengembangan organisasi terencanao Ada kegiatan rutin (rapat dan kunjungan)o Ada SOPo Kenyamanan (dari jumlah masalah yang ditangani)
Kerja sama antar klaster: jumlah jenis kerja sama (pemasaran, produksi, SDM, teknologi).
Adanya kegiatan manajemen terdiri atas :o Jumlah Aktivitas manajemeno Ada/tidaknya kemitraano Keterlibatan anggota dalam organisasio Kesesuaian tim manajemen dengan struktur organisasio Ada strategi pendorong bisniso Ada hubungan baik dengan pemerintaho Menyediakan teknologi tepat gunao Ada kegiatan R & Do Sentralisasi informasio Jumlah dan jenis layanan pada anggota
Angota klaster Jumlah pelaku inti
Peningkatan jumlah pelaku inti
Sarana sosial Jumlah sarana sosial yang tumbuh
Stakeholder daerah/pemerintah
Jumlah institusi yang terlibat
Lama keterlibatan/intervensi dan komitmen
5 Kedekatan dengan pemasok
Bahan yang dipasok Jumlah dan Pertumbuhan jumlah pasokan
Kedekatan Jumlah pemasok lokal
Jumlah pemasok non lokal
6 Basis inovasi yang kuat
Teknologi
Jumlah teknologi baru yang digunakan
Peningkatan teknologi yang digunakan
Produktivitas teknologi yang digunakan
R & D
Jumlah kegiatan R&D
Jumlah lembaga R&D
Jumlah dan jenis produk (barang dan jasa) baru yang tumbuh
Produksi
Jumlah dan kenaikan produksi
Produktivitas dan kenaikannya
7 Infrastruktur Fisik yang muncul karena dorongan klaster
Akses jalan Jalan baru atau perbaikan (Ada atau tidak)
Penyediaan Akses terhadap air
Irigasi baru (Ada atau tidak)
Air bersih (ada/tidak)
Ketersediaan Jaringan komunikasi
Jumlah dan jenis
Listrik
Tingkat pemadaman (ada/tidak)
Penambahan Kapasitas (ada/tidak)
8 Spesialisasi Usaha Jumlah dan jenis usaha terspesialisasi
9 Kompetensi dan keahlian yang kuat
Personel yang kompeten (berdasarkan pengalaman)
Jumlah kompetensi yang dimiliki
Jumlah Jenis kompetensi yang dimiliki
Tenaga kerja Jumlah & peningkatan Serapan tenaga kerja
229
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
10 Kepemimpinan dan visi bersama
Ketokohan/Champion Klaster Jumlah Jenis Champion
Lama keterlibatan dalam klaster
Bentuk komitmen Champion
Penggerak klaster lainnya Jumlah penggerak dan jenisnya
Visi misi bersama Definitif dalam dokumen dan tersosialisasi
Mengangkat nilai-nilai wajib atau sukarela (lokalitas, masyarakat rentan, lingkungan, kesehatan, dll)
11 Akses pada sumber keuangan
Lembaga keuangan yang diakses
Jumlah lembaga keuangan
Lama berhubungan
Sifat hubungan
Anggota Klaster Jumlah anggota yang mengakses
12 Akses pada jasa pendukung bisnis
Jasa pendukung yang diakses
Varian jasa yang diakses
Jumlah jasa pendukung
13 Persaingan yang sehat
Standardisasi
Ada sejumlah standar yang disepakati (harga, produk, operasi)
Jumlah sertifikasi yang diterbitkan
Kompetisi inovatif Jumlah kompetisi inovatif
Investasi
Jumlah dan peningkatan investasi anggota total
Jumlah dan peningkatan investasi dari luar anggota
14 Budaya kewirausahaan yang kuat
Entitas Jumlah dan perkembangan entitas bisnis baru yang tumbuh
Disiplin Jumlah NPL pelaku inti
15 Akses jasa spesialis Jasa yang diakses Jenis jasa
Lama hubungan
16 Terdapat perusahaan besar
Entitas Perusahaan yang bermitra
Jumlah perusahaan yang bermitra
Jenis perusahaan
Lama berhubungan
Sifat hubungan
17 Dukungan Kebijakan
Dokumen Tertuang dalam RPJMP/RPJMD atas usulan klaster
Alokasi anggaran Jumlah alokasi atas usulan klaster
Adapun penjelasan masing–masing indikator keberhasilan klaster berdasarkan hasil survei sebagai berikut:
1. Indikator Keberhasilan Akses Pasar
Adanya klaster telah diakui stakeholders (nilai kesetujuan 5,81 – berdampak sangat besar), dan masyarakat
umum (nilai kesetujuan 4,9 – berdampak sangat besar) memberikan dampak adanya manfaat positif
bagi perekonomian. Manfaat tersebut muncul salah satunya merupakan implikasi dari kemudahan
akses pasar. Kemudahan akses pasar dapat dilihat dari indikator jumlah penjualan (transaksi) serta
pertumbuhan penjualan (pertumbuhan transaksi) per tahun. Pertumbuhan penjualan merupakan akibat
dari kinerja klaster lainnya yang meningkat dan saling mempengaruhi. Meningkatnya penjualan dapat
diakibatkan karena meningkatnya volume produksi sebagai akibat dari meningkatnya produktivitas
maupun kapasitas produksi, serta diakibatkan oleh meningkatnya harga jual. Meningkatnya produksi
dan penjualan menjadi bukti bahwa akses pasar merupakan kontributor dalam pencapaian penjualan
yang diakui oleh pelaku inti klaster (nilai kesetujuan 5,24 – berdampak sangat besar). Meningkatnya
penjualan juga dapat disebabkan oleh bertambahnya entitas bisnis dalam klaster. Ada bukti kenaikan
dari seluruh parameter yang dinilai, dan bervariasi antara masing-masing subsektor ekonomi yang
dikembangkan. Kendatipun tidak dapat dibandingkan secara langsung, karena masing-masing sektor
ekonomi berbeda karakteristik usahanya, pertumbuhan penjualan menjadi indikator yang sangat
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
230
penting untuk mengukur kinerja klaster, selain karena data ini merupakan turunan atau akibat langsung
dan tidak langsung dari sejumlah indikator kinerja klaster lain, data ini juga relatif mudah diakses.
2. Indikator Keberhasilan Networking
Jaringan menjadi sangat penting di dalam masyarakat karena di dunia ini bisa dikatakan bahwa tidak
ada manusia yang tidak menjadi bagian dari jaringan-jaringan hubungan sosial dari manusia lainnya.
Lembaga penelitian termasuk universitas, lembaga R&D nirlaba, lembaga penelitian pemerintah,
lembaga penelitian swasta dapat memainkan peran penting sebagai katalis untuk penelitian dan
inovasi. Mereka dapat menjadi pelaku penelitian dan pengembangan ide-ide dan aplikasi-aplikasi baru,
pemberi jasa konsultasi kepada anggota klaster berdasarkan R&D dan juga dapat memainkan peran
penting dalam memelihara kewirausahaan teknologi. Dalam hal ini fasilitas penelitian pemerintah dan
swasta dapat menjadi pendorong atau penggerak utama inovasi dalam klaster.
Kasus ini terjadi pada klaster Paprika Pasirlangu, di mana terjadi ko-inovasi (co-innovation), yaitu proses
penciptaan inovasi bersama yang dilakukan secara kolaboratif oleh pihak perguruan tinggi luar negeri,
lembaga penelitian pemerintah, pelaku usaha tani (petani Paprika di Pasirlangu), eksportir/perusahaan
agribisnis dan lembaga keuangan yang mendanai penerapan inovasi melalui skema pinjaman
berbunga rendah. Dalam konteks klaster Kakao Sikka terjadi inovasi kelembagaan, di mana muncul
satu penyedia jasa baru yang memakmurkan rantai nilai kakao Sikka, yaitu Cocoa Learning Center
(CLC-Pusat Pembelajaran Kakao). Pusat pembelajaran ini dimaksudkan sebagai forum atau ajang
saling bertukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan on-farm dan off-farm kakao antar petani.
Selain mempererat modal sosial antar petani, keberadaan pusat pembelajaran ini juga menguatkan
dan meningkatkan kompetensi para petani, tidak hanya kompetensi teknis, namun juga kompetensi
bisnis dan manajemen. CLC merupakan contoh inovasi kelembagaan yang mempromosikan terjadinya
transfer pengetahuan dan teknologi serta jaringan dan kemitraan melalui penguatan modal sosial
pelaku usaha.
Faktor keberhasilan networking dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut:
a. Pasar/Pembeli (Buyer). Setiap klaster memiliki pasar utama yang membeli produk/jasa klaster
baik yang sudah menjadi langganan maupun tidak. Pembeli yang sudah menjadi pelanggan dan
sudah berhubungan lama akan menjadi prioritas klaster untuk menjual produknya. Buyer yang
sudah lama (lebih dari 1 tahun) umumnya sudah dipercaya dan memiliki rekam jejak yang baik.
Berdasarkan hasil survei minimal 1 pembeli utama dimiliki oleh setiap subsektor ekonomi klaster,
dan paling tidak setiap subsektor ekonomi memiliki 4 pembeli tetap/utama. Memang tidak semua
hubungan jual beli dalam bentuk formal/terikat, kecuali subsektor yang telah berhubungan dengan
perusahaan besar seperti pada subsektor kakao, kopi, perikanan (rumput laut), dan hortikultura.
Contoh, klaster paprika Bandung memiliki hubungan kontrak (degan PT Alamanda) untuk keperluan
ekspor, dan penjualan bebas ke pasar lokal tanpa adanya ikatan kontrak. Ikatan bisnis dalam
bentuk formal akan menjamin terjadinya hubungan bisnis dalam jangka panjang. Dan semakin
banyak dan bervariasinya pasar, maka klaster dapat menghindari ketergantungan pada salah satu
pembeli tertentu, yang memiliki potensi risiko menekan harga sehingga klaster tidak mempunyai
daya tawar yang cukup.
231
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
b. Entitas Pemasok (Supplier). Setiap klaster memiliki pemasok atau supplier tersendiri terutama
terkait bahan baku utama atau pokok. Jumlah supplier klaster umumnya lebih dari satu, hal
ini dapat dimengerti karena untuk memenuhi kebutuhan anggota klaster yang memiliki karakter
yang berbeda-beda serta untuk kontinuitas bahan baku utama, klaster menjalin hubungan dengan
beberapa pemasok selama kurun waktu tertentu. Kemudahan dalam mendapatkan pemasok,
akan mempermudah dalam mendapatkan bahan baku. Hal ini sejalan dengan penilaian pelaku
klaster bahwa klaster telah mempermudah mendapatkan bahan baku dengan nilai kesetujuan
4,68 atau pengaruh klaster sangat besar dalam mendukung kemudahan memperoleh bahan baku.
Berdasarkan hasil survei jumlah pemasok klaster antara 1-6 pemasok. Semakin banyak supplier yang
menjadi mitra klaster, menunjukkan klaster semakin dipercaya serta tidak memiliki ketergantungan
hanya dari 1 supplier. Kemitraan yang dilakukan klaster tergantung pada usia klaster, bahkan ada
yang terjadi sebelum konsep klaster diterapkan seperti Kakao Sikka yang telah menjalin hubungan
dengan pemasok selama 30 tahun. Makin lama klaster berhubungan dengan pemasok tertentu
menunjukkan tingkat kepercayaan mitra yang tinggi terhadap klaster. Sayangnya, kebanyakan
hubungan klaster dengan pemasok merupakan hubungan yang sifatnya bebas, sehingga belum
mendapatkan jaminan kotinuitas pasokan baik dari sisi kuantitas, kualitas, dan ketepatan waktu
pendistribusian. Contoh hubungan terikat dengan pemasok terjadi pada Klaster Sapi Potong.
Dengan adanya hubungan terikat dengan pemasok, klaster sapi potong terhindar dari kelangkaan
sumber pakan tambahan (ampas tahu) akibat persaingan dengan peternak sapi perah. Keuntungan
hubungan pasokan yang terikat akan membantu dalam pengaturan cash flow usaha.
c. Rekanan Produksi. Seperti halnya pemasok klaster memiliki kerjasama atau rekanan dalam
memproduksi produk/jasa tertentu, baik produk/jasa yang sama, atau produk/jasa yang bersifat
melengkapi/komplementer dari produk/jasa yang ada. Sebagai contoh, pada Klaster Paprika
di Bandung, jika permintaan produk meningkat, klaster akan melakukan kerjasama produksi
dengan klaster lain untuk bisa memenuhi permintaan pihak pelanggan. Kerjasama rekanan
produksi akan mempercepat pemenuhan kapasitas produksi yang diminta oleh pasar. Selain itu,
akan terjadi efisiensi biaya dengan mengalihkan sebagian proses produksi kepada pihak lain.
Penyedia jasa sebagai rekanan menunjukkan terjadinya spesialisasi dalam klaster. Spesialisasi
akan mendorong terjadinya akumulasi pengetahuan dan menciptakan sumber daya orang yang
kompeten. Mekanisme kerja sama sub kontrak juga biasa terjadi pada klaster subsektor industri
manufaktur atau komoditas dengan permintaan yang sudah mapan atau klaster-klaster yang telah
cukup berkembang. Hubungan yang terjalin antara klaster dengan rekanan produksi merupakan
hubungan yang sifatnya bebas atau tidak terikat dengan kontrak.
d. Rekanan Peneliti & Riset. Peran lembaga penelitian & riset atau litbang bukan sekedar
melaksanakan riset atau penelitian, tetapi untuk menghasilkan teknologi yang sesuai kebutuhan
atau dapat menjadi solusi bagi persoalan nyata atau memberikan kontribusi signifikan terhadap
perkembangan bisnis. Keberadaanya sangat penting telah dibuktikan oleh lembaga penelitian
BALITSA yang telah selama 8 tahun mempertahankan kerja sama dalam pengendalian hama
terpadu melalui teknik budidaya terpadu yang disebut Budidaya Paprika Dalam Rumah Kasa melalui
cara budidaya hidroponik. Rekanan peneliti sebagai parameter networking diperkuat oleh persepsi
manajemen klaster bahwa klaster telah menyebabkan hubungan yang erat dengan akademisi dan
peneliti dengan nilai kesetujuan 4,38.
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
232
e. Rekanan Jasa Penyalur/Distributor. Jasa penyalur merupakan channel yang akan mempercepat
barang sampai kepada konsumen. Klaster paprika Pasirlangu, kopi Bondowoso, dan kakao Sikka
merupakan klaster yang telah memiliki hubungan terikat dengan penyalur, serta menunjukkan
keberlanjutan bisnis yang lebih matang. Sementara 12 klaster yang lain memiliki hubungan tidak
terikat. Hubungan tidak terikat memberikan keleluasaan dalam menentukan mitra sehingga
dalam waktu bersamaan dapat menjalin kerja sama dengan banyak pihak sekaligus. Akan tetapi
hubungan bebas ini akan mendorong terjadinya persaingan yang tidak sehat, yang pada gilirannya
mengancam keberlanjutan usaha. Pada umumnya klaster membangun kerja sama dengan penyalur
setelah satu tahun berdiri. Meskipun demikian, apabila klaster memiliki mekanisme berhubungan
bersifat terikat dengan dua penyalur sekaligus akan menjadi lebih baik dan kuat.
f. Lembaga keuangan. Adanya hubungan dengan lembaga keuangan formal (bank dan non bank),
baik sebagai debitur/peminjam maupun kreditur/penyimpan, menunjukkan klaster telah dipercaya
oleh lembaga keuangan untuk mengembangkan usahanya. Pada saat klaster membutuhkan
peningkatan produksi karena adanya permintaan yang meningkat dan membutuhkan pendanaan,
lembaga keuangan formal telah menjadi solusi sebagai sumber pendanaan bagi klaster. Beberapa
lembaga keuangan formal seperti bank terlibat dalam klaster terkait dengan pinjaman, antara
lain PT. BRI yang telah menyalurkan kredit KKPE kepada klaster penggemukan sapi di Semarang
dan Klaster Lele di Kota Baru Tebing Tinggi, serta Bank Kaltim yang telah membantu pendanaan
pada pengembangan Klaster Rumput Laut di Nunukan. Selain itu terdapat lembaga keuangan
yang membangun sistem pengelolaan keuangan berupa koperasi, yaitu Bank Bukopin yang telah
membangun koperasi Swamitra untuk menunjang pembiayaan dan unit simpan pinjam bagi
anggota klaster bawang merah di Cirebon. Kepercayaan lembaga keuangan terhadap klaster juga
ditunjukkan oleh lamanya kemitraan tersebut dibangun oleh kedua belah pihak.
3. Indikator Akses Informasi (Pasar dan Teknologi)
Informasi merupakan sumber daya berharga yang merupakan dasar dalam pengambilan keputusan
usaha. Sejauh mana informasi dimanfaatkan oleh masyarakat klaster dapat dilihat dari berapa jumlah
dan jenis media informasi yang diakses. Indikasi terbukanya sarana informasi bagi masyarakat dan
intensitas penggunaannya juga dapat dilihat dari pertumbuhan jasa penyedia media informasi yang
tumbuh, seperti internet atau layanan informasi yang disediakan oleh pemerintah dan lainnya. Data base
informasi baik informasi teknologi, pasar, produk dan sebagainya dapat digunakan sebagai parameter
kemudahan dalam mengakses teknologi. Database yang dibuat oleh pengguna informasi/masyarakat
klaster membuktikan bahwa telah terjadi edukasi yang baik dalam klaster untuk penggunaan media
informasi secara efektif dan efisien. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa akses pada informasi masih
sangat minim di beberapa klaster, terutama klaster yang berada pada wilayah pedesaan atau wilayah
pengembangan ekonomi sektor primer. Sebagai contoh, komunitas klaster domba Juhut telah menjalin
kerja sama dengan salah satu operator jasa penyedia internet dan berhasil mengurangi kelemahan
akses informasi melalui jaringan telepon.
4. Indikator Keberhasilan Modal Sosial yang Kuat
Prinsip klaster adalah kebersamaan dalam hubungan saling menguntungkan. Modal sosial menjadi
komponen penggerak dalam mewujudkan prinsip klaster tersebut, dimana esensinya adalah
233
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
Gambar III-5. Target Visi Jangka Panjang berdasar Target/tujuan
Pada umumnya setiap klaster menetapkan tujuan jangka panjang. Namun demikian, sasaran
target tersebut akan berbeda untuk setiap klaster yang dikembangkan. Target kinerja dan pasar
hampir menjadi target jangka panjang seluruh klaster. Jaminan pasar dan jaminan kinerja klaster
yang baik merupakan faktor penting keberlanjutan klaster. Dalam penilaian visi sebagai kriteria
dapat ditunjukkan dengan ada tidaknya visi tersebut dalam dokumen Rencana Kerja Jangka
Panjang klaster. Visi yang tertuang dalam sebuah dokumen, artinya ada sebuah komitmen
komunitas dalam klaster untuk bersama-sama menjalankan ketetapannya.
3) Tujuan jangka pendek. Seperti halnya visi klaster, tujuan jangka pendek penting ditetapkan
karena dengan ditetapkannya tujuan jangka pendek menunjukkan klaster memiliki skala
prioritas. Dari berbagai isu-isu prioritas tujuan pendidikan dan training sebagai prioritas yang
ditetapkan semua klaster yang disurvei. Gambar III-6 menunjukkan tujuan prioritas yang
ditetapkan klaster yang disurvei.
membangun jaringan dan kepercayaan berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Beberapa indikator pada aspek modal sosial yang dapat diaplikasikan diantaranya adalah:
a. Adanya Manajemen Klaster. Manajemen klaster merupakan tata kelola klaster dalam
melaksanakan, mengembangkan dan mencapai tujuan klaster. Untuk melihat keefektifan kinerja
manajemen klaster beberapa tolok ukur yang dapat digunakan adalah:
1) Pengelola klaster. Tak ubahnya sebagai organisasi yang hidup, klaster harus memiliki institusi
pengelola yang bertanggung jawab terhadap berjalannya sistem hidup tersebut dalam mencapai
tujuannya. Pengelola klaster dapat berupa koperasi, gapoktan, asosiasi, perguruan tinggi dan
badan usaha/perusahaan/local Champion. Adanya manajemen klaster menunjukkan klaster
telah dikelola secara baik. Dari 15 klaster yang disurvei sebagai pengelola diantaranya 7 adalah
koperasi, 6 Gapoktan, 1 pokja, dan 1 yayasan. Profil kelembagaan pihak pengelola klaster yang
dikaji telah disampaikan pada Bab I.
2) Visi jangka panjang. Visi jangka panjang yang ditetapkan dan didukung oleh anggota bisa
membawa klaster kepada kemajuan yang lebih cepat. Visi ini mencakup visi terhadap
stakeholders, pasar, operasi, operasi, dan kinerja. Hasil survey menunjukkan tujuan jangka
panjang tidak selalu mencakup pada isu-isu yang luas. Berikut isu-isu target jangka panjang
berdasar variasi tujuannya.
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
234
Gambar III-6. Target Jangka Pendek Berdasar Isu-Isu Spesifik
Penilaian ini menunjukkan bahwa peningkatan kapasitas sumber daya manusia menjadi prioritas
pengembangan dalam klaster. Kondisi ini dapat dimaklumi, dimana hampir seluruh klaster
yang dikaji berada pada wilayah pedesaan, dimana terjadi kesulitan dalam mendapatkan akses
sumber teknologi dan pengetahuan. Sama dengan visi (tujuan jangka panjang), parameter
tujuan jangka pendek sebagai penilaian kinerja dapat diukur dengan sejauh mana tujuan ini
menjadi kesepakatan bersama sehingga benar-benar harus tertuang didalam dokumen formal.
4) Strategi pengembangan. Strategi pengembangan dibutuhkan untuk keberlanjutan sistem
nilai yang telah diinisiasi, sehingga proses bisnis dalam klaster akan terus bergulir. Diakui oleh
manajemen klaster bahwa penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster merupakan
strategi yang diterapkan oleh seluruh klaster.
Gambar III-7. Isu Strategi Pengembangan Klaster
Hal ini disadari bahwa keanggotaan dan kelembagaan adalah merupakan elemen modal sosial,
dimana modal sosial adalah komponen dasar dalam klaster, dan secara agregat merupakan
peringkat keempat sebagai faktor keberhasilan klaster dengan kategori sangat penting.
5) Alokasi Dana Inisiasi. Alokasi dana inisiasi akan dilihat dari seberapa banyak pihak-pihak yang
terlibat, yang berarti mengindikasikan keberpihakan mareka. Selain itu juga menunjukkan
bahwa manajemen klaster telah memiliki pengaruh yang kuat untuk menarik sumber dana
dari pihak lain. Semakin banyak pihak yang berkontribusi menunjukkan klaster memiliki
potensi berkembang kuat. Alokasi dana ini dapat berasal dari pemerintah pusat, pemerintah
daerah, perusahaan swasta, anggota klaster, dan lembaga donor. Kontribusi dana ini tidak
hanya dilihat dari jumlah yang dikontribusikan, tetapi dan cukup waktu untuk mengukurnya.
Dihat dari berapa dampak yang ditimbulkan, dan efisiensi yang didapatkan. Namun demikian
pengukuran dampak untuk pendanaan ini perlu instrumen tersendiri dan cukup waktu untuk
mengukurnya.
235
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
Gambar III-9. Indikator Sistem Pengelolaan Klaster
Sistem pengelolaan manajemen yang baik dapat dilihat dari tingkat kepercayaan anggota.
Kepercayaan anggota kepada pengelola merupakan hal yang sangat penting dalam mengelola
klaster, tanpa adanya kepercayaan dari anggota atau pelaku dalam klaster, maka klaster sulit
bisa berkembang. Dilain pihak pengelola klaster juga harus terbuka kepada anggota, sehingga
Gambar III-8 Jumlah Kontributor Dana Pengembangan Klaster
6) Alokasi Dana Manajemen. Alokasi dana manajemen menunjukkan bahwa sistem kelembagaan
klaster sudah kuat dan memiliki tata kelola yang baik karena telah menyisihkan sebagian
pendapatan klaster. Dari 15 klaster yang disurvei terdapat 6 pengelola klaster yang menyatakan
bahwa mereka telah mengalokasikan dana manajemen, yaitu klaster jagung TTU, klaster
bawang merah Cirebon, klaster paprika Bandung, klaster sapi potong Semarang, klaster Kakao
Sikka dan klaster Rotan Trangsan. Kisaran kenaikan alokasi dana manajemen per tahun di 6
klaster ini antara 10%-20% per tahun.
7) Sistem Pengelolaan Manajemen. Pengelola/manajer yang profesional sudah selayaknya
memiliki kelengkapan yang cukup untuk mengelola organisasi, maupun program-program
pengembangan klaster yang dikembangkan. Kelengkapan organisasi merupakan indikator
kekuatan organisasi, yang dapat diukur dengan beberapa parameter, yaitu terdapat kantor/
sekretariat, struktur organisasi, adanya kepercayaan anggota dan pengurus, ada kegiatan rutin
(rapat anggota, kunjungan ke anggota), adanya SOP dan kenyamanan yang dirasakan oleh
anggota klaster. Gambar III-9 menunjukkan bahwa struktur pengelola dan aturan main klaster
tampaknya hal yang paling sulit dilakukan (2 dari 15 klaster yang dikaji tidak memiliki aspek ini).
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
236
kepercayaan anggota menjadi semakin meningkat dan terjaga terus. Beberapa klaster ditinggal
oleh anggota karena pengelola klaster tidak bisa dipercaya. Kepercayaan dan keterbukaan
bisa terlihat dari adanya perasaan nyaman dari anggota klaster maupun masyarakat di luar.
Kenyamanan dalam klaster juga dapat dipicu oleh adanya kemitraan yang lebih solid dan
transparan dengan tingkat kesetujuan manajemen klaster 5.47, adanya saluran keterwakilan
dalam menyuarakan kepentingan usaha anggota dengan tingkat kesetujuan sebedar 5.18.
Kedua parameter terakhir ini menunjukkan intensitas kegiatan manajemen yang dilakukan
dalam pengembangan klaster juga sangat tinggi, sehingga mendorong kenyamanan anggota
yang cukup tinggi juga.
8) Kerja sama antar klaster. Kerja sama antar klaster akan memberikan dukungan operasional
sistem dalam klaster. Semakin banyak membangun jaringan antar klaster akan mendorong
posisi tawar dan kekuatan kelembagaan klaster.
Gambar III-10. Jenis Kerja Sama Antar Klaster
Gambar III-10 menunjukkan bahwa pemasaran merupakan bentuk kerja sama yang banyak
dilakukan disusul kerjasama teknik produksi.
9) Kegiatan manajemen. Kegiatan manajemen sebagai faktor penting dilihat dari seberapa jenis,
dan intensitas kegiatan memberikan dampak pada kestabilan operasional klaster, dan dampak
lainnya terhadap kepuasan anggota klaster. Paramater dari kegiatan manajemen dapat dinilai
antara lain dari jumlah aktivitas, keterlibatan anggota, hubungan dengan pemerintah, jumlah
layanan, kegiatan R&D, dan sebagainya (lihat Tabel III-2). Pentingnya parameter pengukuran
kegiatan manajemen dapat dilihat dari tingkat kesetujuan manajemen melakukan beberapa
aktivitas yang dapat meningkatkan kinerja klaster, yang ditunjukkan pada Gambar III-11.
237
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
Gambar III-12. Dampak Kualitatif Klaster yang Dirasakan Anggota Klaster
Pertumbuhan jumlah anggota tergantung pada usia klaster dan cakupan wilayah pengembangan
klaster. Jumlah anggota klaster dipengaruhi oleh cakupan wilayah pengembangan klaster.
Berdasarkan hasil survei jumlah anggota klaster terbanyak adalah anggota klaster Jagung TTU
hingga mencapai 7.489 orang mencakup wilayah satu kabupaten.
c. Sarana sosial yang tumbuh. Sarana ini tumbuh berkaitan dengan Layanan Klaster tidak hanya
sebatas layanan kepada anggota. Klaster yang tumbuh dan berkembang akan mampu berkontribusi
dan berpartisipasi dalam menyediakan sarana-sarana sosial dan dimanfaatkan oleh masyarakat
Gambar III-11. Tingkat Pentingnya Aktivitas Manajemen sebagai Parameter
Kinerja Klaster
b. Anggota Klaster. Anggota klaster merupakan kekuatan untuk membangun jaringan, baik antar
anggota dalam klaster maupun anggota klaster dengan entitas di luar klaster, antar klaster dengan
entitas di luar klaster, bahkan antara klaster dengan klaster. Jumlah anggota semakin banyak
kekuatan klaster semakin tinggi. Anggota klaster juga menunjukkan kekuatan posisi tawar klaster
terhadap pihak di luar klaster. Meningkatnya jumlah pelaku inti klaster disebabkan oleh dampak
kualitatif dan kuantitatif yang dirasakan oleh masyarakat dan pelaku inti itu sendiri (lihat Gambar
III-12).
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
238
umum, sekalipun tidak sebagai entitas dalam sistem klaster. Adanya partisipasi dan kontribusi
menunjukkan bahwa klaster telah berada pada fase matang, karena telah menyisihkan sebagian
pendapatannya untuk memperbaiki kondisi lingkungan di sekitar klaster. Namun secara umum,
kontribusi klaster telah diakui oleh masyarakat umum, sebagaimana ditunjukkan pada grafik
berikut.
Gambar III-13. Dampak Layanan Sosial Klaster dan Layanan Lainnya berdasar
persepsi Masyarakat Umum
d. Keterlibatan Stakeholder Daerah. Keterlibatan stakeholders dalam pengembangan klaster sangat
penting, karena bukan hanya sekedar menginisiasi terbentuknya klaster, tetapi juga mengawal,
memfasilitasi dan memberikan bimbingan teknis kepada klaster serta melakukan pendampingan
sesuai dengan kebutuhan klaster. Secara umum berdasarkan hasil survei jenis stakeholders
terbagi 4 masing-masing yaitu Pemerintah Daerah (Pemda), Bank Indonesia, Swasta dan lainnya.
Keterlibatan stakeholders dalam klaster cukup beragam. Jika dilihat dari jenis peranan yang paling
banyak dilakukan oleh stakeholders adalah pendampingan oleh 27 stakeholders, disusul dengan
peningkatan kapasitas pelaku usaha (training, studi banding dan lain lain), bantuan peralatan dan
seterusnya sebagaimana grafik berikut :
Gambar III-14. Bentuk Intervensi Stakeholders dalam Klaster
239
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
Peranan stakeholders tersebut dilakukan secara terprogram dan atau secara insiden. Berdasarkan
survei sebagian besar klaster menerima bantuan dari stakeholders dan bantuan yang dilakukan secara
terprogram oleh stakeholders adalah 75% dan sisanya secara insiden (one shoot).
5. Indikator Kedekatan dengan Pemasok
Klaster yang kuat dicirikan oleh tersedianya pemasok-pemasok di tingkat lokal. Kedekatan jarak dengan
pemasok akan mendorong terjadi efisiensi terutama berkurangnya biaya distribusi barang, selain
kemudahan akses itu sendiri. Oleh karena itu jumlah pemasok yang tumbuh di tingkat lokal akan menjadi
parameter kinerja klaster. Pada kasus pemasok di luar lokasi, akses akan mudah dilakukan apabila
klaster memiliki jaringan yang kuat. Dari hasil kajian ketersediaan pemasok lokal bisa terjadi untuk total
pasokan, sebagian pasokan, atau sama sekali tidak tersedia di lokal (seperti paprika Pasirlangu dan
anakan sapi Polosiri). Proporsi pasokan lokal menjadi parameter penting untuk mengukur kinerja klaster.
Parameter lainnya adalah kualitas bahan pasokan yang diakses. Input berkualitas akan meningkatkan
daya saing produk, bukan input murah. Kedekatan dengan pemasok setara tingkat pentingnya dengan
basis inovasi, dimana berdasarkan penilaian berada pada peringkat 5 dengan skor 5,1 pada kategori
sebagai faktor yang sangat penting. Parameter untuk indikator ini adalah pertumbuhan jumlah
pasokan lokal dan proporsi jumlah pemasok lokal dan non lokal.
6. Indikator Basis Inovasi yang Kuat
Klaster yang berhasil, adalah klaster yang mampu mendorong terwujudnya inovasi (diterapkan secara
berkesinambungan). Inovasi yang dimaksud bisa berupa pengenalan barang/jasa baru yang dihasilkan
maupun pendekatan yang digunakan dalam proses menghasilkan barang/jasa yang berkualitas. Bagi
komoditas ekspor kurangnya inovasi di perusahaan hulu akan menghambat keseimbangan supply,
karena inovasi ini akan berkaitan dengan kualitas dan kuantitas produksi. Pada dimensi ini, keinovasian
bisa terwujud dengan dorongan beberapa faktor berikut:
a. Munculnya teknologi baru dan peningkatannya. Munculnya teknologi baru dalam klaster,
menunjukkan adanya upaya klaster dalam memperbaiki kualitas maupun kuantitas layanan klaster
kepada anggota, sehingga bisa mencapai produktivitas dan penjualan yang optimal yang pada
gilirannya anggota klaster merasa nyaman berada dalam klaster, karena telah terjadi kenaikan
produktivitas. Hal ini diakui manajemen klaster dengan nilai kesetujuan 4,63 dan juga pengakuan
bahwa teknologi telah meningkatkan efisiensi, yang hasil akhirnya adalah nilai tambah anggota
klaster maupun nilai tambah total klaster. Hasil survei menunjukkan adanya peningkatan minimal
1 hingga 9 teknologi baru yang digunakan dalam klaster. Teknologi baru yang diaplikasikan dalam
klaster terbukti telah meningkatkan produktivitas subsektor tanaman pangan hingga 47,06%,
hortikultura hingga 133%, peternakan hingga 100%, perkebunan hingga 127%, perikanan hingga
133%, dan manufaktur (kasus Rotan Trangsan) hingga mencapai 6%.
b. R & D. Meskipun R & D dan inovasi merupakan dua kegiatan yang berbeda, namun memiliki
keterkaitan yang cukup kuat. Bukti menunjukkan bahwa pengembangan produk dan struktur
penelitian yang berkembang dengan baik, bersama-sama dengan bentuk-bentuk inovasi, sangat
penting untuk klaster menjadi dinamis. Salah satu kegiatan yang didorong oleh manajemen klaster
adalah R&D. Inovasi yang diperlukan adalah inovasi yang dapat mentransformasi keunggulan
komparatif menjadi keunggulan kompetitif melalui peningkatan produktivitas. Pengetahuan dan
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
240
teknologi berperan sangat penting dalam transformasi ini, konsep klaster merupakan instrumen
yang tepat dalam transformasi ini. Secara agregat nilai kesetujuan para pengelola klaster dan
stakeholders terhadap pentingnya faktor keberhasilan klaster, faktor basis inovasi dan R&D yang
sangat penting menempati peringkat ke-6 dengan skor 5,1, atau pada kategori sangat penting
(lihat Gambar III-3). Parameter R & D dapat diukur dengan jumlah kegiatan R&D yang dilakukan,
jumlah lembaga R&D yang terlibat dan tumbuh, dan jenis produk inovatif yang dihasilkan. Dari 15
klaster yang dikaji minimal 1 produk baru tumbuh, dan paling banyak hingga 11 produk baru.
c. Produksi (variasi produk yang dihasilkan, volume produk inti, produktivitas produk inti).
Jumlah produksi dan keragaman yang meningkat menunjukkan bahwa klaster berkembang
dengan baik. Pelaku inti mengakui dengan memberi nilai kesetujuan 4,96. Berdasarkan hasil survei
jumlah produksi meningkat setelah klaster sebesar 6% hingga 266,67%, tergantung komoditas
yang dikembangkan. Terendah dicapai oleh Klaster Rotan Transang, dan tertinggi dicapai oleh
Klaster Padi Organik. Jumlah produksi yang meningkat mengindikasikan pasar masih terbuka untuk
menerima hasil produksi klaster. Dengan adanya penerimaan pasar yang masih luas klaster dapat
lebih mengoptimalkan dalam kegiatan produksinya. Artinya, jumlah produksi tidak terlepas dari
meningkatnya produktivitas. Meningkatnya produktivitas menunjukkan bahwa klaster senantiasa
melakukan perbaikan atau inovasi dalam proses produksi dan teknologi. Kenaikan produktivitas
menunjukkan telah terjadi efisiensi dalam proses produksi. Produktivitas dan efesiensi menjadi
indiaktor yang berjalan secara beriringan, jika efisiensi meningkat maka produktivitas juga akan
meningkat. Dari hasil kajian, secara umum produktivitas diakui oleh manajemen klaster sebagai
dampak yang sangat besar akibat keberadaan klaster. Nilai kesetujuan dari manajemen klaster pada
pada skala 5,13 (dari skala 6) yang berarti sangat setuju atau produktivitas merupakan indikator
sangat penting untuk mengukur kinerja klaster.
7. Infrastruktur Fisik yang Mendukung
Infrastruktur mengacu pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, air, bangunan, dan fasilitas
publik lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara ekonomi dan sosial.
Infrastruktur merupakan faktor yang menentukan lancar atau tidaknya kegiatan perekonomian.
Semakin baik keadaan infrastruktur, semakin baik pula pengaruhnya terhadap keadaan ekonomi.
Dukungan infrastruktur yang baik dari pemerintah diakui sebagai akibat hubungan yang membaik
antara komunitas klaster dengan pemerintah, sehingga sarana dan prasarana menjadi lebih memadai,
iklim usaha daerah juga lebih kondusif, dan meningkatnya reputasi daerah. Infrastruktur yang baik
akan mengurangi biaya transportasi, meningkatkan akses pada bahan baku dan tenaga kerja terampil.
Infrastruktur transportasi yang baik diakui oleh manajemen klaster akan mendekatkan suplai bahan
baku. Menurut pengakuan manajemen klaster, dalam mengembangkan klaster komoditas tanaman
pangan misalnya, ketersediaan infrastruktur fisik yang kurang memadai akibat tidak cukup alokasi
dana, merupakan hambatan tertinggi dalam mengembangkan klaster.
8. Indikator Spesialisasi
Spesialisasi fungsi dan peran kerja atau usaha merupakan hal yang menyumbang terjadinya efisiensi
dan efektivitas kerja, melalui penerapan teknologi yang lebih baik yang dihasilkan sendiri. Pekerjaan
yang dilakukan oleh ahlinya akan memberikan jaminan kualitas yang tinggi. Spesialisasi usaha
241
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
mendorong adanya akumulasi keterampilan dan pengetahuan, sehingga secara alamiah akan terjadi
penyediaan SDM yang kompeten. Satu fenomena kemunculan entitas usaha atau spesialisasi yang
terjadi di banyak klaster yang dikaji adalah entitas yang menjalankan fungsi pemasaran bersama atas
nama klaster, terjadi di klaster Jagung TTU melalui Yayasan Mitra Tani Mandiri, klaster Padi Organik
OKU Timur melalui Gapoktan, klaster Bawang Merah melaui Koperasi Nusantara Jaya, klaster Paprika
melalui Koperasi Mitra Suka Maju, klaster Kopi Bondowoso melalui Koperasi Tani Rejo, klaster Kakao
Sikka melalui Koperasi Plea Puli, klaster Sapi Potong Polo Siri melalui Vila Sapi dan klaster Rumput Laut
Nunukan melalui Koperasi Berkah Bahari Perbatasan. Salah satu spesialisasi lain yang juga secara parsial
bersifat non usaha adalah Cocoa Learning Center (Pusat Pembelajaran Kakao) yang diselenggarakan
oleh petani sendiri sebagai forum saling bertukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan, mulai
dari hal-hal di lini on farm (input, budidaya) dan off farm (pengelolaan pasca panen, proses produksi
dan perdagangan).
9. Indikator Keberhasilan Kompetensi / Keahlian
Faktor keberhasilan kompetensi/keahlian dapat dilihat dari indikator ketersediaan SDM yang kompeten
(berdasar pengalaman maupun yang tersertifikasi), keragaman kompetensi dalam klaster, dan jumlah
tenaga kerja yang terserap dalam klaster. Jumlah SDM berkualitas dan beragam menunjukkan bahwa
klaster memiliki sumber daya yang cukup kuat. Klaster juga memiliki kekuatan untuk menyelesaikan
permasalahan dengan cepat dan efisien. Sebagai aset klaster, SDM ini akan mendorong meningkatnya
kepercayaan mitra kepada klaster. Kompetensi dan keragaman kompetensi SDM dapat dipacu melalui
intervensi pelatihan. Pelatihan yang diadakan oleh klaster menunjukkan adanya respon klaster terhadap
kemajuan teknologi serta permintaan pasar. Semakin sering klaster melakukan pelatihan maka semakin
meningkat kompetensi dan keahlian pelaku klaster. Berdasarkan hasil survei, jumlah pelatihan yang
dilakukan oleh klaster rata-rata mencapai 4 kali lebih kurang 4 tahun, atau sekali dalam 1 tahun.
Jumlah pelatihan tersebut termasuk sedikit karena ada klaster yang hanya melakukan pelatihan 1 kali
selama lebih kurang 4 tahun. Namun ada pula klaster yang melakukan pelatihan sebanyak 12 kali
dalam 1 tahun. Klaster yang dinamis akan terus berkembang, seiring dengan perkembangannya yang
membutuhkan tenaga kerja dengan kompetensi khusus. Oleh karena itu serapan tenaga kerja dalam
klaster tidak dapat diabaikan, bahkan pengalaman inisiasi klaster telah menunjukkan serapan tenaga
kerja merupakan ukuran kinerja klaster yang berlaku umum selain jumlah dan peningkatan transaksi,
dan tumbuhnya entitas-entitas baru. Seperti halnya faktor-faktor yang lain, jumlah dan kenaikan tenaga
kerja tergantung pada sektor ekonomi yang dikembangkan.
10. Kepemimpinan dan Visi Bersama
Keberhasilan klaster seringkali diasosiasikan dengan kepemimpinan yang kuat, baik kepemimpinan
individual ataupun secara lembaga. Para pemimpin ini bisa jadi sangat penting dan berpengaruh dalam
menghilangkan hambatan, mendorong kolaborasi, membangun visi dan bertindak sebagai Champion
untuk strategi masa depan klaster. Para pemimpin ini seringkali adalah orang- orang yang berkomitmen
terhadap wilayah lokal, dianggap memiliki pengaruh yang besar dan mampu menumbuhkan interaksi-
interaksi antara para stakeholders klaster. Salah satu contoh kasus klaster dengan kepemimpinan dan
ketokohan individual yang kuat adalah klaster bawang merah Kabupaten Cirebon yang dimotori oleh
Bapak Sunarto. Bapak Sunarto dianggap memiliki kepemimpinan yang kuat dan mampu menggalang
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
242
Gambar III-15. Jenis Champion Klaster
b. Adanya Penggerak Klaster Lainnya. Seperti halnya Champion klaster, penggerak klaster di
luar Champion klaster juga merupakan pelaku dalam mendorong keberhasilan klaster. Namun
keberadaanya tidak sepenting Champion klaster karena tidak secara aktif berperan dalam klaster.
Proporsi jenis penggerak klaster antara lain seperti tokoh masyarakat (13%), perguruan tinggi
(26%), lembaga penelitian (21%) dan lainnya seperti Kementerian/Dinas, LSM Assosiasi, BI, dan
PPL SMD (39%).
hubungan dan bernegosiasi dengan beragam stakeholders bawang merah mulai dari tingkat lokal sampai
dengan nasional, dan merupakan salah satu inisiator berdirinya Dewan Bawang Nasional (DEBNAS) yang
merupakan forum multi-stakeholders bawang merah Indonesia. Secara rerata umum nilai kesetujuan
para pengelola klaster dan stakeholders terhadap pentingnya faktor terhadap keberhasilan klaster,
kepemimpinan dan visi bersama merupakan faktor yang sangat penting dengan skor 5,4. Indikator
yang dapat digunakan untuk menilai faktor ini diantaranya, adalah :
a. Adanya Champion Klaster. Champion klaster merupakan pelaku penting dalam mendorong
keberhasilan klaster. Entitas Champion tersebut dapat berupa Koperasi, UMKM pelopor, perusahaan
inti, asosiasi dan LSM. Selain menggerakkan dan mendorong berkembangnya klaster, Champion
klaster juga mampu memberikan inspirasi serta motivasi untuk pengembangan klaster yang
lebih baik. Klaster yang baru berkembang sangat membutuhkan adanya Champion klaster yang
umumnya selangkah lebih maju dibandingkan pelaku klaster lainnya.
Gambar III-16. Entitas Penggerak Klaster
c. Adanya Visi Misi Bersama. Keberadaan pernyataan visi atau target jangka panjang (baik secara
lisan ataupun terdokumentasi dalam bentuk RKA) menunjukkan bahwa pengelola klaster setidaknya
sudah mulai menyusun strategi dan rencana untuk mencapainya, atau sudah mulai melaksanakan
hal-hal yang mengawali proses pencapaian. Visi/target jangka panjang dapat menunjukkan
bagaimana pengelola klaster mendefinisikan nilai yang ditawarkannya, baik itu yang istimewa,
243
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
berbeda dengan yang ditawarkan oleh pelaku usaha penghasil produk/jasa yang sejenis ataupun
potensi daya saing. Visi akan menjadi acuan pengelolaan klaster, apabila disusun dan disepakati
bersama, tidak hanya dipahami tetapi juga dilaksanakan oleh seluruh anggota klaster. Acuan ini
akan melekat pada pola pikir anggota klaster jika mengangkat nilai-nilai positif dalam masyarakat
yang akan dikembangkan, serta terdokumentasi secara formal, sehingga mudah untuk dimonitor
dan dievaluasi pelaksanaannya.
11. Indikator Akses Terhadap Sumber Keuangan
Pembiayaan usaha merupakan instrumen yang vital dalam menentukan kelangsungan usaha UKM.
Masalah-masalah yang sering dihadapi oleh klaster UKM adalah keterbatasan akses dan ketidakmampuan
untuk memenuhi syarat formal dalam berhubungan dengan lembaga perbankan formal, misalnya
pengajuan proposal usaha, pemenuhan agunan dan kelengkapan-kelengkapan administratif lain atau
bukti-bukti/dokumen-dokumen legal seperti sertifikat tanah, ijin usaha, ijin mendirikan bangunan dan
lain sebagainya. Di sisi suplai, yaitu pihak Bank, seringkali memiliki kekhawatiran terhadap kinerja
UKM dalam menunaikan kewajiban melunasi kreditnya sebagai debitur. Kedua belah pihak seringkali
terbentur pada mismatch/ketidakcocokan waktu kebutuhan pemenuhan dana bagi UKM dengan
waktu pencairan dana kepada UKM. Dalam kajian ini, satu klaster telah berhasil mengembangkan
solusi terintegrasi dalam mendukung pelaku usaha tani melalui penyediaan modal investasi dan modal
kerja di mana pengelola klaster melakukan kemitraan dengan program SwaMitra Bank Bukopin yang
kompeten dalam menyelenggarakan usaha simpan pinjam. SwaMitra menetapkan aturan dan prosedur
administrasi yang harus dipenuhi oleh para petani bawang merah anggota Koperasi Nusantara Jaya
untuk dapat mengakses permodalan. Koperasi Nusantara Jaya, pengelola klaster mengadakan program
sertifikasi tanah bagi petani bawang merah yang menjadi nasabah SwaMitra, di mana petani dapat
mendapatkan manfaat berupa biaya sertifikasi yang lebih murah dan waktu pengurusan sertifikasi yang
relatif cepat, serta plafon pembiayaan dapat meningkat. Sertifikasi kolektif juga memberi manfaat bagi
pemilik tanah untuk menaikkan status tanah (menyelesaikan salah satu masalah kepemilikan asset)
mereka sehingga bernilai tinggi dan secara formal dapat digunakan sebagai kolateral ketika mengajukan
pinjaman dana pada lembaga keuangan. Upaya seperti ini juga telah dilakukan oleh beberapa klaster
lain, seperti klaster sapi, klaster lele, dan klaster padi lokal. Nilai kolateral dengan demikian dapat
dijadikan sebagai parameter akses kepada lembaga keuangan, selain jumlah dana yang diakses, jumlah
anggota klaster yang mengakses, lama berhubungan dan sifat hubungan. Secara rerata umum nilai
kesetujuan 4,9 menunjukkan faktor tersebut sangat penting mempengaruhi keberhasilan klaster.
12. Indikator Akses Pada Jasa Pendukung Bisnis
Jasa penunjang bisnis merupakan mitra dalam menjalankan aktifitas usaha klaster, beberapa jasa
penunjang bisnis dapat berupa berupa entitas peneliti/riset, jasa persewaan peratan, jasa penyalur,
jasa transportasi, jasa konsultasi, jasa pelatihan, jasa perbengkelan, jasa fotokopi, jasa pengurusan
dokumen, jasa pemrosesan lanjutan, dan lain-lain. Tersedianya jasa-jasa penunjang bisnis telah
membantu percepatan perkembangan klaster. Jasa-jasa tersebut berupa entitas-entitas baru yang
tumbuh karena dorongan klaster, maupun entitas-entitas yang sebelumnya sudah ada. UPJA, instalasi
POC, dan jasa pengelolaan cold storage merupakan contoh entitas baru yang tumbuh sebagai jasa
persewaan alat mesin pertanian, jasa penyediaan pupuk organik, dan jasa penyimpanan bawang merah.
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
244
Sedangkan penggilingan padi merupakan jasa proses produksi lanjut baik sebagai entitas baru maupun
entitas yang sudah ada. Kemanfaatan layanan mobilitas bersifat langsung dan kasat mata, seperti jasa
transportasi logistik, jasa pergudangan (warehouse), jasa distribusi dan jasa retail. Jasa transportasi
pengiriman sangat kental hubungannya dengan produksi masal seperti paprika dan bawang merah,
atau produk dengan volume besar seperti mebel rotan, dan merupakan jasa paling dibutuhkan
terutama untuk produk ekspor (sebagai jasa ekspor). Layanan bisnis yang sangat penting, namun belum
memperoleh banyak perhatian adalah lembaga yang mem-formal-kan bisnis UKM klaster. Contohnya
adalah produk-produk hukum seperti sertifikasi halal, sertifikasi PIRT, desain dan merk dagang, hak
cipta, hak paten, hak atas kekayaan intelektual. Kebanyakan UKM masih menganggap produk-produk
hukum ini tidak berdampak langsung terhadap usaha mereka, namun dalam dunia usaha modern,
kelengkapan formal inilah yang secara nyata meningkatkan daya saing produk, terutama dalam
menembus pasar internasional. Keberadaan lembaga-lembaga penunjang yang dapat memfasilitasi
terbitnya produk-produk hukum ini, dalam konteks komoditas dan produk tertentu diperlukan dan
mendukung keberlangsungan klaster. Berdasarkan pandangan tersebut, maka parameter yang sesuai
untuk menilai akses pada jasa ini adalah varian jasa yang diakses, jumlah jasa yang menjalin kerja
sama, lama dan bentuk hubungan. Secara rerata umum nilai kesetujuan para pengelola klaster dan
stakeholders terhadap pentingnya faktor terhadap keberhasilan klaster, faktor keberadaan akses
terhadap jasa pendukung usaha merupakan faktor yang sangat penting dengan skor 4,8. Fakta di
lapangan dari kajian ini menunjukkan bahwa jasa-jasa yang dimaksud belum banyak berkembang.
13. Indikator Persaingan yang Sehat
Suksesnya pengembangan bisnis dipengaruhi oleh lingkungan usaha yang menciptakan persaingan
yang sehat. Persaingann yang sehat akan memicu motivasi bisnis pada masyarakat semakin kuat. Kondisi
persaingan akan tercipta dalam klaster yang kuat. Persaingan sehat akan mendorong beberapa hal yang
dapat dijadikan sebagai penilaian peran klaster, diantaranya adalah standardisasi, kompetisi inovatif,
dan investasi. Beberapa klaster menyelenggarakan kompetisi bagi anggotanya terkait produktivitas dan
kualitas produk yang dihasilkan. Berdasarkan hasil survei, kompetisi dapat menginspirasi, memotivasi
dan menstimulasi budaya inovasi di dalam klaster yang berhasil. Dalam konteks kompetisi ini, tidak
berarti mengesampingkan kerjasama/kolaborasi, sehingga para pelaku tetap dapat secara aktif terlibat
di dalamnya. Parameter penilaian keberhasilan yang lain adalah meningkatnya jumlah investasi anggota.
Dengan meningkatnya produksi dan penjualan, serta adanya akses pasar yang semakin terbuka,
anggota klaster maupun manajemen akan berupaya meningkatkan produksi dengan menambah
investasi berupa asset maupun modal kerja. Dengan demikian asset yang semakin meningkat dalam
klaster dapat menunjukkan klaster berkembang dengan baik. Berdasarkan hasil survei. Jumlah
investasi semua anggota klaster mencapai rata-rata Rp 2.213.311.786,- atau meningkat sebesar 357%
semenjak dilakukan intervensi dan pembinaan klaster selama lebih kurang 4 tahun, atau meningkat
sebesar 91% per tahun. Investasi di luar anggota tidak menutup kemungkinan terjadi pada klaster
yang telah menawarkan lingkungan usaha yang kondusif. Jumlah entitas dan nilai investasi entitas ini
juga dapat digunakan sebagai parameter. Masuknya investasi dari luar menunjukkan bahwa klaster
telah mendapat pengakuan dan kepercayaan pada pihak lain. Secara rerata umum nilai kesetujuan
para pengelola klaster dan stakeholders terhadap pentingnya faktor persaingan yang sangat penting
adalah dengan skor 4,7.
245
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
14. Indikator Budaya Kewirausahaan yang Kuat
Keberadaan budaya dan jiwa kewirausahaan memberikan pengaruh penting pada perkembangan klaster.
Mereka mungkin menangkap peluang-peluang baru atau teknologi-teknologi baru yang membawa
inovasi ke pasar atau mengambil risiko-risiko terkalkulasi yang signifikan. Tingkat kewirausahaan
seringkali digunakan sebagai indikator yang merefleksikan keseluruhan kesehatan klaster. Secara rerata
umum nilai kesetujuan para pengelola klaster dan stakeholders terhadap pentingnya faktor budaya
kewirausahaan yang sangat penting adalah dengan skor 4,7.
a. Jumlah pelaku dalam klaster. Klaster yang berkembang dengan baik akan semakin menarik bagi
pelaku usaha sejenis yang berada di wilayah sekitar untuk bergabung dengan klaster. Klaster yang
berkembang juga memungkinkan adanya pelaku klaster baru yang berasal dari pekerja klaster
yang ingin menjadi pelaku usaha. Hal ini disebabkan oleh dinamika klaster dalam memunculkan
inovasi dan juga menangkap peluang usaha baru. Contohnya adalah klaster paprika Pasirlangu,
di mana inovasi budidaya secara hidroponik dalam rumah kasa telah mendorong tumbuh entitas
usaha penghasil jasa dan produk baru, yaitu kontraktor pembuat rumah kasa (green house) dan
penghasil komponen media tanam arang sekam dan kokopit. Pada klaster padi organik OKU Timur,
muncul entitas usaha penghasil POC (pupuk organik cair), dan pada klaster bawang merah Cirebon
muncul entitas baru yang secara khusus mengelola bisnis jasa penggunaan cold storage, dan
pembenihan. Klaster padi lokal Batola telah memunculkan UPJA, sementara pada klaster ikan lele
Kuta Baru, muncul entitas pembenihan dan produk turunan lele. Unit-unit usaha baru berdampak
pada perluasan kompetensi karena terjadinya spesialisasi kerja, dan sekaligus menghasilkan produk
dan jasa yang inovatif. Namun demikian, biasanya sampai dengan batas tertentu jumlah anggota
klaster tidak lagi berkembang di wilayah setempat karena potensi yang terbatas, akan tetapi dapat
mengembangkan usahanya di wilayah lain dengan melakukan replikasi. Dalam kajian ini ditemukan
paling tidak 1 entitas baru tumbuh (subsektor manufaktur), dan terbanyak 9 entitas baru pada
subsektor peternakan. Ada pengaruh komoditas dan subsektor dalam menumbuhkan entitas baru.
b. Disiplin. Salah satu budaya kewirausahaan adalah menerapkan perilaku disiplin. Bagi pelaku klaster
indikator ini merupakan cara penilaian yang sederhana, khususnya disiplin dalam menerapkan
pengelolaan keuangan usaha dan keuangan keluarga. Oleh karena itu berapa jumlah anggota
klaster yang menerapkan pembukuan usaha dengan baik cukup menjadi kriteria untuk melihat
kinerjanya. Akan tetapi mekanisme pelaksanaan untuk mengukur ini cukup membutuhkan
waktu jika anggota klaster besar dan cakupan wilayah yang luas. Disiplin juga dapat dilihat dari
komitmen dan ketaatan dalam pengembalian pinjaman kepada lembaga keuangan, sehingga Non
Performance Loan masih dibawah standar.
15. Indikator Akses Jasa Spesialis
Klaster dengan pertumbuhan yang baik akan terdiri dari entitas-entitas bisnis terspesialisasi dan saling
terhubung satu entitas dengan entitas yang lainnya. Kebutuhan akan jasa spesialis menjadi tidak
terelakkan untuk menyelesaikan permasalahan dengan hasil yang maksimal. Karena tenaga spesialis
menguasai suatu bidang tertentu secara mendalam didukung oleh kemampuan dalam pengetahuan
dan keterampilan yang dimiliki pada bidang tertentu tersebut. Akses pada jasa ini di sebuah klaster
dapat diukur dengan seberapa jenis jasa spesialis dan intensitas pemanfaatan jasa tersebut. Bentuk
hubungan (formal/terikat – bebas) dapat digunakan sebagai ukuran kualitatif. Hubungan yang baik
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
246
akan dilanggengkan secara formal dan terdokumentasi dengan baik. Walaupun dalam kajian ini tidak
banyak menemukan jasa spesialis dalam klaster-klaster yang dikaji, pengembangan padi organik di OKU
Timur telah menunjukkan bahwa jasa ini sangat diperlukan ketika klaster mengusung tema tertentu,
dan merupakan isu yang relatif baru di wilayah klaster tersebut.
16. Indikator Keberadaan Perusahaan Besar
Keberadaan perusahaan perusahaan besar memiliki ragam peran dalam hubungannya dengan
keberadaan klaster UKM. Perusahaan besar ada yang berperan sebagai inti dan UKM beperan sebagai
plasma. UKM ada yang berperan sebagai pemasok bahan baku atau komponen tertentu yang
dibutuhkan oleh usaha besar. Peran lain perusahaan besar yang umum dijumpai adalah principal yang
menyerahkan sebagian kegiatan usaha dengan untuk disubkontrakkan kepada UKM. Perusahaan besar
juga berperan dalam menciptakan lingkungan usaha sehingga usaha-usaha UKM bertumbuh, di mana
UKM berperan sebagai pelaku dalam setting pasar yang telah berhasil diciptakan oleh usaha besar dan
kegiatan usaha UKM tidak harus selalu berkaitan langsung dengan yang dilakukan usaha besar (sebagai
industri terkait). UKM membutuhkan usaha besar untuk membuka pasar dan memperluas jaringan
distribusi barang yang dihasilkan klaster. Keberadaan usaha besar yang paling strategis bagi UKM adalah
meningkatkan kepastian pasar bagi produk-produk yang dihasilkan UKM. Pertautan usaha strategis
(strategic business linkage) antara perusahaan besar dan klaster UKM merupakan salah satu faktor
penting yang mendukung keberhasilan klaster pada sektor-sektor ekonomi tertentu khususnya dalam
pengusahaan komoditas ekspor, dan pada cakupan klaster yang luas. Dalam konteks ini perusahaan
besar tersebut diharapkan dapat berperan sebagai lead firm1. Dalam kasus yang dijumpai dalam survey,
keberadaan dan peran besar lead firm ditemui pada subsektor hortikultura, perkebunan, perikanan
budidaya (khusus rumput laut) dan industri manufaktur. Masing-masing klaster memiliki hubungan
bisnis terikat dan berjangka panjang dengan minimal satu lead firm. Contoh kasus di mana klaster
ini ada dan bertumbuh karena keberadaan perusahaan besar, yaitu perusahaan agribisnis/eksportir
yang membutuhkan pasokan paprika untuk diekspor. Dalam konteks ini, perusahaan besar mendorong
terjadinya peningkatan praktik budidaya melalui transfer pengetahuan dan keterampilan budidaya,
akses informasi untuk memperoleh benih paprika dan saprodi. Dalam kasus kopi Bondowoso, melalui
entitas Koperasi Tani Rejo, para pelaku usaha tani kopi memasok produknya yang telah diolah di UPH
(unit pengolahan hasil) untuk diekspor oleh eksportir perusahaan besar, PT. Indokom Citra Persada.
Karakteristik sektor ekonomi menentukan kebutuhan akan faktor ini, dan sejalan dengan penilaian
tingkat kepentingannya yang berada pada peringkat terakhir dari 16 faktor keberhasilan klaster,
dengan skor 3,9.
17. Dukungan Kebijakan/ Infrastruktur Kebijakan
Kebijakan pemerintah merupakan keputusan yang dibuat secara sistematik oleh pemerintah dengan
maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan umum. Selain infrastruktur fisik sebagaimana
sudah dijelaskan sebagai peringkat 7 faktor penting keberhasilan klaster, infrastruktur administrasi
1 Mengacu pada AUSAID (2008), dalam kajian ini Lead Firm didefinisikan sebagai perusahaan-perusahaan kecil, menengah atau besar yang memiliki tautan-tautan komersial di depan (forward) atau di belakang (backward) dengan jumlah UMKM yang signifikan. Lead firm dapat berperan sebagai pembeli, pedagang, pemasok input, eksportir, pemroses dan lain-lain. Lead firm seringkali menyediakan produk-produk penting kepada UMKM atau dukungan kepada UMKM yang menjadi pembeli atau penjual bagi mereka, sebagai bagian dari relasi komersial mereka dengan, seperti pelatihan, bantuan teknis dan input.
247
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
(kebijakan) menurut hasil survei juga merupakan faktor yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan
klaster. Beberapa klaster terganggu perkembangannya jika kebijakan terkait pengambangan klaster
tidak mendukung. Beberapa bukti telah menunjukkan, bahwa pemilihan kebijakan yang tepat dapat
membawa manfaat signifikan terhadap perubahan kehidupan. Kebijakan-kebijakan dibuat melalui
tahapan-tahapan tertentu dan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat. Sebagai salah satu
acuan, termasuk adanya unsur-unsur yang mengikat baik pada sisi pembuat dan pelaksana kebijakan,
maka kebijakan perlu dirumuskan secara tertulis. RPJMD adalah salah satu contoh media yang secara
eksplisit menuangkan kebijakan-kebijakan pemerintah, yang kemudian akan diturunkan pada kebijakan
operasi yang lebih spesifik. Dengan dituangkannya isu-isu yang menjadi masalah masyarakat dalam
sebuah dokumen formal, maka isu-isu tersebut telah mendapatkan legitimasi, dan berhak memperoleh
alokasi sumber daya publik (pengalokasian anggaran) untuk mencapai tujuan kebijakan tersebut.
Klaster rumput laut Nunukan, domba Juhut, padi lokal Barito Kuala, termasuk klaster yang secara
definitif menjadi kebijakan pemerintah daerah, sehingga termasuk klaster yang cepat berkembang.
3.2 Analisis Penilaian Program Championship Klaster
3.2.1 Modal Sosial
a. Adanya Manajemen Klaster
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, adanya manajemen klaster menunjukkan klaster telah
dikelola secara baik. Berdasarkan hasil survei manajemen klaster secara berurutan dari yang terbanyak
adalah koperasi, gapoktan, perusahaan besar dan terakhir yayasan. Untuk penilaian Championship
klaster, adanya manajemen klaster minimal berupa gapoktan yang sudah berdiri lebih dari 1 tahun dan
ditunjuk benar-benar oleh anggota mendapatkan penilaian 10. Jika terdapat manajemen klaster yang
berbadan hukum berupa koperasi ataupun lainnya serta sudah berdiri lebih dari 1 tahun mendapatkan
penilaian 10. Semakin berpengalaman manajemen klaster dengan kriteria serupa semakin baik dan
dapat diberi maksimal penambahan nilai 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Adanya manajemen klaster
Gapoktan / koperasi/pokja
Terdapat manajemen klaster minimal gapoktan
10
*Wajib*Maksimal penambahan nilai 5, apabila terdapat
manajemen klaster*) yang mengelola klaster sebanyak :
- 2 - 3 entitas : nilai ditambah 1- 4 - 5 entitas : nilai ditambah 2- 6 - 7 entitas : nilai ditambah 3- 8 - 9 entitas : nilai ditambah 4- >10 entitas : nilai ditambah 5*)minimal lebih dari 1 tahun dan ditunjuk oleh anggota
Lama berdiri 4 tahunMinimal lebih dari 1 tahun
Proses pemilihan pengurus
Ditunjuk oleh anggota
Ditunjuk oleh anggota
b. Keterlibatan Stakeholder
Keberadaan stakeholders dan peranannya direkomendasikan untuk dapat dijadikan salah satu indikator
wajib dengan kriteria, klaster memiliki minimal 1 stakeholders dengan peranan yang terprogram dalam
pendampingan kepada klaster minimal 1 tahun. Klaster yang memiliki kriteria stakeholders seperti
tersebut diatas diberikan penilaian 10. Semakin banyak stakeholders yang terlibat dengan kriteria
minimal serupa dapat diberi penambahan maksimum nilai 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
248
Indikator KeberhasilanHasil Survei Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Rata-rata jumlah stakeholders
5 entitas/ lembaga Minimal 1 stakeholders yang terlibat dalam klaster
10 *Wajib*Maksimal penambahan nilai 5, apabila
terdapat stakeholders*) yang terlibat sebanyak :
- 2 - 3 entitas : nilai ditambah 1- 4 - 5 entitas : nilai ditambah 2- 6 - 7 entitas : nilai ditambah 3- 8 - 9 entitas : nilai ditambah 4- >10 entitas : nilai ditambah 5*)minimal 1 tahun intervensi
Lama Intervensi 3 tahun Minimal 1 tahun intervensi
Sifat keikutsertaan 75% secara terprogram
25% secara tidak terprogram
c. Adanya Champion Klaster
Adanya Champion klaster menunjukkan bahwa klaster memiliki penggerak dan dapat memberikan
motivasi untuk terus berkembang, sehingga keberadaan Champion klaster dan peranannya
direkomendasikan dapat dijadikan salah satu indikator wajib. Adapun kriteria yang direkomendasikan
adalah klaster memiliki minimal 1 Champion/local Champion klaster yang berasal dari klaster dan dapat
merupakan pelaku klaster/UMKM, perusahaan, koperasi asosiasi atau entitas lainnya dalam klaster.
Klaster yang memiliki kriteria tersebut akan diberi penilaian 10 dan dapat memperoleh tambahan
penilaian maksimal dengan penilaian 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Rata-rata jumlah Champion klaster
2pelaku/ entitas
Terdapat minimal 1 lokal Champion (pelaku klaster/ UMKM, perusahaan, koperasi, asosiasi, lainnya)
10
*Wajib*Maksimal penambahan nilai 5, apabila
terdapat local Champion yang terlibat (pelaku/UMKM, perusahaan, koperasi, lainnya) sebanyak :
- 1 entitas : nilai ditambah 1- 2 entitas : nilai ditambah 2- 3 entitas : nilai ditambah 3- 4 entitas : nilai ditambah 4- >5 entitas: nilai ditambah 5
Jenis Champion klaster Minimal dari UMKM (pelaku/ UMKM, perusahaan, koperasi, asosiasi, lainnya)
d. Adanya Penggerak Klaster Lainnya
Keberadaan penggerak klaster dan peranannya dapat direkomendasikan menjadi salah satu indikator
pilihan, dengan kriteria klaster sebagai berikut : memiliki minimal 1 penggerak klaster yang berasal
dari tokoh masyarakat. Klaster yang memenuhi syarat tersebut dapat diberikan penilaian tambahan
sebesar 5.
Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Penggerak klaster lainnya Memiliki penggerak klaster lainnya lebih baik
Minimal 1 penggerak klaster lainnya
5 PilihanRata-rata jumlah penggerak klaster 4 penggerak klaster
JenisTokoh masyarakat / Perguruan Tinggi /Lembaga Pendidikan /Inkubator Bisnis
e. Layanan Klaster kepada Anggota
Layanan klaster kepada anggota cukup bervariasi mulai dari penyediaan bahan baku, pengembangan
produksi dan teknologi, pemasaran produk, hingga penyediaan jasa penunjang bisnis lainnya seperti
249
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
konsultasi bisnis, pelatihan dan lainnya. Terkait dengan penilaian layanan kepada anggota klaster dalam
rangka Championship klaster, maka indikator ini merupakan indikator pilihan/tambahan dengan kriteria
sbb: minimal klaster memberikan pelayanan kepada anggota terkait pemasaran hasil produksi anggota
akan diberikan penilaian 10 dengan penambahan nilai maksimal 5 sesuai kebutuhan. Semakin banyak
jumlah dan ragam layanan kepada anggota klaster memperoleh penilaian lebih besar.
Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Jenis layanan klaster ke anggota
Pemasaran, bahan baku, promosi dll
Minimal ada 1 layanan klaster yaitu memasarkan hasil produksi anggota
10 *Pilihan/tambahan*Penambahan maksimum 5, apabila terdapat layanan
lainnya*) dari klaster kepada anggota sebanyak:- 2 - 3 layanan : nilai ditambah 1- 4 - 5 layanan : nilai ditambah 2- 6 - 7 layanan : nilai ditambah 3- 8 - 9 layanan : nilai ditambah 4- > 10 layanan : nilai ditambah 5
*) layanan lain (penyediaan bahan input; akses pinjaman; akses informasi; akses promosi, akses teknologi dll)
f. Kepercayaan Anggota kepada Manajemen
Adanya kepercayaan anggota klaster kepada manajemen direkomendasikan dapat dijadikan sebagai
salah satu indikator kualitatif wajib dengan kiteria adanya kepercayaan kepada pengurus, dengan skala
kepercayaan sangat percaya serta adanya saluran keterwakilan dalam menyuarakan kepentingan usaha
anggota (minimal skala 5 dari 6). Klaster yang memenuhi kriteria tersebut di atas, diberi penilaian
sebesar 10 untuk nilai sangat puas.
Indikator Keberhasilan Hasil Survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Kepercayaan anggota kepada manajemen klaster 100% Minimal 100% anggota percaya kepada pengurus klaster dengan skala kepercayaan sangat percaya (tingkat kesetujuan minimal 5 dari 6 skala)
10 WajibMerasa nyaman bergabung dengan klaster skala 5.5
Kemitraan yang lebih solid dan transparan skala 5.3
Adanya saluran keterwakilan dlm menyuarakan kepentingan usaha skala 5.18
g. Kenyamanan Anggota dalam Klaster
Tingkat kenyamanan anggota dalam klaster direkomendasikan dapat dijadikan sebagai salah satu
indikator wajib dengan skala kesetujuan lebih dari 5 (skala kesetujuan 1 s.d 6). Klaster yang memenuhi
kriteria tersebut di atas diberikan penilaian sebesar 10 untuk nilai sangat nyaman, namun untuk klaster
yang tidak mencapai indikator sangat nyaman bagi anggota, terdapat pengurangan maksimal nilai 5
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Indikator Keberhasilan Hasil Survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Tingkat kenyamanan anggota dalam klaster dari 6 skala
Skala 5.47 Maksimal merasa sangat nyaman, dengan skala kesetujuan lebih dari 5
10 * Wajib* Pengurangan maksimal 5, dengan kriteria nilai kesetujuan:- <5 : nilai dikurangi 1- <4 : nilai dikurangi 2- <3 : nilai dikurangi 3- <2 : nilai dikurangi 4- <1 : nilai dikurangi 5
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
250
3.2.2 Kemitraan dan Networking
Faktor keberhasilan networking dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut :
a. Pemasok (supplier)
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, indikator untuk menilai supplier atau pemasok adalah
adalah jumlah dan kualitas hubungan dengan pemasok. Berdasarkan hasil survei jumlah pemasok atau
supplier setiap klaster rata-rata sebanyak 3 pemasok/supplier. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam
rangka pelaksanaan program Championship indikator ini dapat dijadikan salah satu indikator wajib
untuk melihat keberhasilan klaster. Adapun kriterianya: memiliki minimal 2 supplier utama, dengan
pengalaman bermitra minimal 1 tahun tanpa ada perjanjian kontrak khusus atau hubungan bersifat
bebas.
Semakin banyak supplier produk utama semakin baik untuk klaster karena klaster tidak memiliki
ketergantungan bahan utama kepada salah satu supplier. Jika salah satu supplier tidak dapat memenuhi
bahan baku, maka klaster tidak terganggu produksinya karena bahan baku dapat dipenuhi dari supplier
lainnya. Sebagai contoh pada klaster domba Juhut, bibit domba dapat dipasok oleh beberapa supplier,
yaitu dari anggota klaster yang sudah lama menjadi penyuplai bibit maupun dengan mendatangkan
bibit domba dari daerah lain. Dengan demikian kontintuitas klaster dalam memenuhi bahan baku atau
bibit domba dapat terjamin.
Penilaian yang diberikan kepada klaster yang memiliki minimal 2 supplier utama, dengan pengalaman
bermitra minimal 1 tahun tanpa ada perjanjian kontrak khusus atau bersifat bebas memperoleh nilai
10. Semakin banyak pemasok dengan kriteria serupa semakin baik dan dapat diberikan penambahan
maksimum nilai 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan..
Indikator Keberhasilan Hasil survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Rata-rata jumlah Pemasok 3 pemasok minimal 2 pemasok
10 *Wajib*Maksimal penambahan nilai 5, apabila terdapat penambahan
pemasok*) sebanyak :- 2 - 3 entitas : nilai ditambah 1- 4 - 5 entitas : nilai ditambah 2- 6 - 7 entitas : nilai ditambah 3- 8 - 9 entitas : nilai ditambah 4- >10 entitas : nilai ditambah 5
*) pemasok berhubungan minimal 1 tahun dengan sifat hubungan bebas/ tidak terikat
Lama bermitra 5 tahun Minimal 1 tahun
Sifat berhubungan 100% bebas
Sifat hubungan bebas/tidak terikat
b. Rekanan produksi
Keberadaan rekanan produksi direkomendasikan dapat dijadikan salah satu indikator pilihan dengan
kriteria: memiliki minimal 1 rekanan produksi dengan pengalaman bermitra minimal 1 tahun tanpa
ada perjanjian kontrak khusus atau bebas.
Penilaian yang diberikan pada klaster yang memiliki minimal 1 rekanan produksi dengan pengalaman
bermitra minimal 1 tahun tanpa ada perjanjian kontrak khusus atau bebas adalah 10. Semakin banyak
rekanan produksi dengan kriteria serupa semakin baik dan dapat diberi penambahan nilai maksimum
sebanyak 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
251
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
Indikator Keberhasilan Hasil Survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Rata-rata jumlah rekanan produksi
1 entitas Minimal 1 rekanan produksi
10
* Pilihan* Maksimal penambahan nilai 5, apabila terdapat rekanan
produksi *) yang terlibat dalam klaster sebanyak :- 2 - 3 entitas : nilai ditambah 1- 4 - 5 entitas : nilai ditambah 2- 6 - 7 entitas : nilai ditambah 3- 8 - 9 entitas : nilai ditambah 4- >10 entitas : nilai ditambah 5
*) rekanan produksi berhubungan minimal 1 tahun dengan sifat hubungan bebas/tidak terikat
Lama berhubungan/bermitra
4 tahun Minimal 1 tahun
Sifat berhubungan 100% bebas
Sifat hubungan bebas/tidak terikat
c. Pasar (Buyer)
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, jumlah pasar (buyer) klaster rata-rata sebanyak 5 pasar
(buyer) dengan rata-rata bermitra selama 5 tahun. Semakin banyak dan lama berhubungan dengan
pasar maka klaster dapat menghindari ketergantungan pada salah satu buyer tertentu yang memiliki
potensi resiko menekan harga, sehingga klaster tidak mempunyai daya tawar yang cukup. Terkait
dengan program Championship yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia, maka jumlah dan hubungan
dengan pasar (buyer) dapat dijadikan salah satu indikator wajib untuk keberhasilan klaster dengan
minimal kriteria sebagai berikut : memiliki minimal 2 pelanggan (buyer) untuk produk utama dengan
pengalaman bermitra minimal 1 tahun, tanpa ada perjanjian kontrak khusus/bebas.
Penilaian yang diberikan klaster pada klaster yang memiliki minimal 2 mitra pasar dengan pengalaman
bermitra minimal 1 tahun tanpa ada perjanjian kontrak khusus/ bebas adalah 10. Semakin banyak
rekanan produksi dengan kriteria serupa semakin baik dan dapat diberikan penambahan maksimum
nilai 5 sesuai dengan kebutuhan. Penambahan nilai juga dapat diberikan kepada pasar yang sudah
menggalang kontrak dengan klaster.
Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Rata-rata Jumlah mitra pasar (buyer)
5 buah Minimal 2 mitra pasar
10
* Wajib* Maksimal penambahan nilai 5, apabla jumlah
mitra pasar/buyer*) dalam klaster sebanyak :- 2 - 3 entitas : nilai ditambah 1- 4 - 5 entitas : nilai ditambah 2- 6 - 7 entitas : nilai ditambah 3- 8 - 9 entitas : nilai ditambah 4>10 entitas : nilai ditambah *) mitra pasar berhubungan minimal 1 tahun dengan sifat hubungan bebas/tidak terikat
Lama berhubungan/ bermitra
4 tahun Minimal 1 tahun
Sifat berhubungan * 93% responden berhubungan secara bebas
* 7% responden berhubungan secara terikat
Sifat hubungan bebas/tidak terikat
d. Penunjang Bisnis
Keberadaan lembaga penunjang bisnis direkomendasikan dapat dijadikan salah satu indikator pilihan
dengan kriteria: memiliki minimal 1 lembaga penunjang bisnis dengan pengalaman bermitra minimal
1 tahun tanpa ada perjanjian krontrak khusus atau bebas.
Penilaian yang diberikan terhadap klaster terkait hubungannya dengan jasa penunjang bisnis adalah:
klaster yang menjalin hubungan minimal dengan 1 jasa penunjang bisnis dengan pengalaman bermitra
minimal 1 tahun tanpa ada perjanjian krontrak khusus atau bebas mendapatkan penilaian 10. Semakin
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
252
banyak jasa penunjang bisnis dengan kriteria serupa semakin baik dan dapat diberi penambahan nilai
maksimum sebanyak 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Indikator Keberhasilan Hasil Survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Rata-rata jumlah jasa penunjang bisnis
2 Terdapat minimal 1 lembaga penunjang bisnisdengan lama berhubungan minimal 1 tahun
10 * Wajib* Penambahan maksimal nilai 5, apabila terdapat jasa
penunjang bisnis*) dalam klaster sebanyak :- 2 entitas : nilai ditambah 1- 3 entitas : nilai ditambah 2- 4 entitas : nilai ditambah 3- 5 entitas : nilai ditambah 4- >5 entitas : nilai ditambah 5
*) minimal berhubungan 1 tahun
Lama berhubungan/bermitra
4 tahun
Sifat berhubungan 71% bebas
29% terikat
e. Lembaga keuangan formal
Klaster yang telah berhubungan dengan lembaga keuangan menunjukkan klaster telah dipercaya dalam
mengembangkan usahanya, sehingga keberadaan lembaga keuangan formal direkomendasikan dapat
dijadikan slah satu indikator wajib dengan kriteria: klaster memiliki minimal 1 lembaga keuangan formal
yang terlibat dalam klaster minimal selama 1 tahun.
Adapun rekomendasi untuk penilaian bagi klaster yang telah menjalin hubungan minimal dengan 1
lembaga keuangan formal, dengan pengalaman bermitra minimal 1 tahun (simpanan maupun kredit)
diberikan penilaian 10. Semakin banyak lembaga keuangan dengan kriteria serupa semakin baik dan
dapat diberi penambahan nilai maksimum sebanyak 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Rata-rata jumlah lembaga keuangan yang diakses
2 lembaga/ entitas
Terdapat akses ke minimal 1 Lembaga Keuangan
10 * Wajib* Maksimal penambahan nilai 5, apabila terdapat
lembaga keuangan*) yang terlibat/melayani klaster sebanyak :
- 2 - 3 entitas : nilai ditambah 1- 4 - 5 entitas : nilai ditambah 2- 6 - 7 entitas : nilai ditambah 3- 8 - 9 entitas : nilai ditambah 4- >10 entitas : nilai ditambah 5*)minimal berhubungan 1 tahun
Lama berhubungan/bermitra
4 tahun Minimal 1 tahun
Sifat berhubungan 71% bebas
29% terikat
f. Anggota Klaster
Keberadaan jumlah anggota klaster direkomendasikan dapat dijadikan salah satu indikator yang harus
dipenuhi / indikator wajib oleh klaster, dengan kriteria memiliki anggota berjumlah minimal 25 orang
yang terlibat dalam klaster dan telah menjadi anggota klaster minimal 1 tahun. Penggunaan kriteria
minimal 25 orang, mengacu kepada minimal jumlah anggota koperasi, dengan pertimbangan bahwa
sebagian besar manajemen dalam klaster berupa koperasi.
Adapun penilaian yang direkomendasikan dalam rangka program Championship klaster adalah: bagi
klaster yang memiliki anggota (pelaku dalam klaster) minimal 25 anggota/pelaku klaster dengan
pengalaman berusaha minimal selama 2 tahun dan minimal 50% anggota telah menjadi anggota
klaster selama 1 tahun, mendapatkan penilaian 10. Semakin banyak jumlah anggota klaster dengan
253
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
kriteria serupa semakin baik dan dapat diberi penambahan nilai maksimum sebanyak 5 sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan.
Indikator Keberhasilan Hasil Survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Rata-rata jumlah anggota 631 orang Minimal 25 orang 10 *Wajib*Maksimal penambahan nilai 5, apabila jumlah anggota*)
klaster sebanyak :- 26 - 100 orang : nilai ditambah 1- 101 - 200 orang : nilai ditambah 2- 201 - 300 orang : nilai ditambah 3- 301 – 400 orang : nilai ditambah 4- > 400 orang : nilai ditambah 5*) memiliki pengalaman usaha minimal 2 tahun
Rata-rata lama pengalaman usaha
10 tahun Pengalaman usaha minimal 2 tahun
Lama menjadi anggota 5 tahun Minimal 50 % sudah 1 tahun menjadi anggota klaster
3.2.3 Kepemimpinan dan Visi Bersama
Terkait dengan faktor keberhasilan kepemimpinan dan visi bersama, terdapat tiga indikator yang dapat
diukur, yaitu:
(1) Adanya ketokohan Champion klaster,
(2) Adanya penggerak klaster lainnya dan
(3) Adanya visi dan misi bersama.
Adapun rinciannya sbb:
Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Adanya ketokohan 2 Minimal ada 1 ketokohan 10 pilihan
Adanya penggerak klaster 4 Minimal ada 4 penggerak klaster lainnya 10 wajib
Adanya visi dan misi bersama Tidak terdokumentasi Visi terdokumentasi 10 pilihan
Visi yang tidak terdokumentasi menunjukkan kondisi klaster tidak memiliki panduan operasional yang
cukup sehingga klaster dengan kriteria tesebut akan mendapatkan nilai 0. Setiap penambahan pencapaian
indikator keberhasilan kecuali untuk indikator adanya visi dan misi bersama akan mendapatkan nilai
tambahan maksimal 5 nilai.
3.2.4 Kompetensi/Keahlian
a. Munculnya Teknologi Baru
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, munculnya teknologi baru dalam klaster menunjukkan
adanya upaya klaster dalam memperbaiki kualitas maupun kuantitas layanan klaster kepada anggota,
sehingga dapat mencapai produktivitas dan penjualan yang optimal. Pada gilirannya anggota klaster
akan merasa nyaman berada dalam klaster.
Terkait dengan Championship yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia, munculnya teknologi baru
yang dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi klaster dapat dijadikan sebagai salah satu
indikator wajib. Adapun kriterianya sbb: adanya minimal 1 paket teknologi baru per tahun yang dapat
meningkatkan produksi dalam klaster.
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
254
Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Jumlah teknologi baru yang muncul
3 teknologi Minimal 1 unit teknologi baru per tahun yang digunakan untukmeningkatkan produksi dalam klaster
10 * Wajib* Penambahan maksimal nilai 5 apabila terdapat
penggunaan teknologi baru untuk meningkatkan produksi dalam klaster sebanyak :
- 2 - 3 teknologi : nilai ditambah 1- 4 - 5 teknologi : nilai ditambah 2- 6 - 7 teknologi : nilai ditambah 3- 8 - 9 teknologi : nilai ditambah 4- >10 teknologi : nilai ditambah 5
Manfaat teknologi Meningkatkan produksi dan produktivitas
b. Peningkatan Jumlah Produksi
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, indikator meningkatnya jumlah produksi menunjukkan
bahwa klaster berkembang dengan baik atau mengindikasikan bahwa pasar masih terbuka untuk
dapat menerima hasil produksi klaster. Terkait dengan Championship yang akan dilakukan oleh Bank
Indonesia, meningkatnya jumlah produksi dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan
wajib, dengan kiteria adanya peningkatan produksi minimal 10% per tahun. Klaster yang memenuhi
kriteria tersebut, diberikan penilaian sebesar 10. Semakin tinggi peningkatan produksi menunjukkan
kondisi klaster yang semakin baik dan dapat diberikan penilaian tambahan maksimal 5 sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan.
Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Jumlah Produksi 13.836 unit Peningkatan produksi minimal 10% /tahun
10 *Wajib*Penambahan maksimal nilai 5 apabila terdapat peningkatan
produksi per tahun sebesar :- 11% - 20% : nilai ditambah 1- 21% - 40% : nilai ditambah 2- 41% - 60% : nilai ditambah 3- 61% -80% : nilai ditambah 4- >81% : nilai ditambah 5
Peningkatan produksi 64%
c. Produktivitas
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, produktivitas klaster yang meningkat menunjukkan bahwa
klaster senantiasa melakukan perbaikan atau inovasi dalam proses produksi dan teknologi. Terkait
dengan program Championship yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia, produktivitas dapat dijadikan
sebagai salah satu indikator keberhasilan wajib, dengan kriteria adanya peningkatan produktivitas
minimal 5% per tahun. Klaster yang memenuhi kriteria tersebut, diberi penilaian sebesar 10. Semakin
tinggi peningkatan produktivitas maka menunjukkan klaster yang semakin baik kinerjanya, dan dapat
diberikan penilaian tambahan maksimal 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Jumlah Produktivitas 490 unit per satuan
Peningkatan produktivitas, minimal 5% per tahun
10 *Pilihan*Penambahan maksimal nilai 5, aoabila peningkatan
produktivitas per tahun sebesar:- 6% : nilai ditambah 1- 7% : nilai ditambah 2- 8% : nilai ditambah 3- 9% : nilai ditambah 4- >10% : nilai ditambah 5
Peningkatan produktivitas per tahun
18%
255
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
d. Peningkatan Jumlah Pelaku Usaha
Klaster yang berkembang baik memungkinkan tumbuhnya pelaku klaster baru yang berasal dari pekerja
klaster yang ingin menjadi pelaku usaha atau pelaku usaha di luar klaster yang ingin masuk menjadi
anggota klaster. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka pelaksanaan program Championship
klaster, peningkatan jumlah pelaku usaha dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan
wajib, dengan kiteria adanya peningkatan jumlah pelaku usaha minimal 10% per tahun. Klaster yang
memenuhi kriteria tersebut, diberi penilaian sebesar 10. Semakin tinggi peningkatan jumlah pelaku
klaster menunjukkan dinamika klaster yang semakin baik, dan dapat diberikan penilaian tambahan
maksimal 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Indikator Keberhasilan Hasil Survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Peningkatan jumlah pelaku usaha per tahun
82% Peningkatan jumlah UMKMminimal 5% per tahun
10 *Pilihan*Penambahan maksimal nilai 5, apabila terdapat
peningkatan jumlah UMKM per tahun sebesar:- 6% : nilai ditambah 1- 7% : nilai ditambah 2- 8% : nilai ditambah 3- 9% : nilai ditambah 4- >10% : nilai +5
e. Jumlah Tenaga Kerja
Penyerapan tenaga kerja merupakan indikator dianggap penting terkait keberhasilan sebuah klaster
karena peningkatan jumlah tenaga kerja, menunjukkan bahwa klaster terus berkembang dan
membutuhkan tenaga kerja dengan kompetensi khusus. Berdasarkan hasil kajian, tenaga kerja klaster
bertumbuh sebesar 42% per tahun.
Terkait dengan Championship yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia, peningkatan jumlah tenaga
kerja dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan wajib, dengan kriteria adanya peningkatan
jumlah tenaga kerja minimal 5% per tahun. Klaster yang memenuhi kriteria pertumbuhan tenaga kerja
5%, diberikan penilaian sebesar 10. Semakin tinggi peningkatan jumlah tenaga kerja menunjukkan
kondisi klaster yang semakin baik, dan dapat diberikan penilaian tambahan maksimal 5 sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan.
Indikator Keberhasilan Hasil Survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Jumlah tenaga kerja 623tenaga kerja
Peningkatan tenaga kerja minimal 5 % per tahun
10 *Wajib*Penambahan maksimal nilai 5, apabila terdapat
peningkatan jumlah tenaga kerja dalam klaster per tahun sebesar:- 6% : nilai ditambah 1- 7% : nilai ditambah 2- 8% : nilai ditambah 3- 9% : nilai ditambah 4- >10% : nilai ditambah 5
Peningkatan per tahun 42%
f. Peningkatan Investasi/Asset
Asset yang semakin meningkat dalam klaster dapat menunjukkan klaster berkembang dengan baik.
Terkait dengan Championship yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia, peningkatan jumlah investasi/
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
256
asset dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan wajib, dengan kiteria adanya peningkatan
jumlah investasi/asset minimal 5% per tahun. Klaster yang memenuhi kriteria pertumbuhan investasi/
asset 10% mendapatkan penilaian sebesar 10. Semakin tinggi peningkatan jumlah investasi/asset
menunjukkan kondisi klaster yang semakin baik, dan dapat diberikan penilaian tambahan maksimal 5
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Jumlah investasi/aset semua anggota
Rp 2.213.311.786,- Peningkatan jumlah investasi minimal 5% per tahun
10 *Wajib*Penambahan maksimal nilai 5, apabila terdapat
peningkatan jumlah investasi per tahun dalam klaster sebesar :- 6% : nilai ditambah 1- 7% : nilai ditambah 2- 8% : nilai ditambah 3- 9% : nilai ditambah 4- >10% : nilai ditambah 5
Peningkatan pertahun 91%
g. Jumlah Pelatihan
Jumlah pelatihan merupakan indikator yang menunjang kompetensi dan keahlian suatu klaster
serta mendukung terjadinya inovasi dalam produksi dan teknologi. Pada gilirannya hal tersebut
dapat meningkatkan produksi dan produktivitas di dalam klaster. Semakin sering klaster melakukan
pelatihan maka semakin meningkat kompetensi dan keahlian pelaku klaster. Terkait dengan program
Championship yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia, peningkatan jumlah pelatihan dapat dijadikan
sebagai salah satu indikator keberhasilan tambahan atau pilihan. Adapun kriterianya adalah: adanya
pelatihan peningkatan kompetensi minimal 1 kali dalam 1 tahun akan mendapat penilaian sebesar 5.
Semakin sering klaster melakukan pelatihan akan membuat klaster menjadi semakin baik, dan dapat
diberikan penilaian tambahan maksimal 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Indikator Keberhasilan Hasil Survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Jumlah pelatihan 4 kali Adanya pelatihan peningkatan kompetensi minimal 1 kali dalam 1 tahun
5 *Wajib*Penambahan maksimal nilai 5, apabila terdapat intensitas
pelatihan per tahun sebanyak :- >1 kali : nilai ditambah 1- >2 kali : nilai ditambah 2- >3 kali : nilai ditambah 3- >4 kali : nilai ditambah 4- >5 kali : nilai ditambah 5
3.2.5. Terdapat Basis Inovasi yang Kuat
Tiga indikator yang digunakan untuk mengukur keberadaan basis inovasi yang kuat di suatu klaster, yaitu:
(1) teknologi baru, dan
(2) penelitian dan pengembangan (R&D).
a. Teknologi Baru
Pada indikator teknologi, parameter-parameter untuk diukur adalah: (a) jumlah teknologi baru yang
digunakan, (b) peningkatan teknologi yang digunakan dan (c)dampak pemanfaatan teknologi terhadap
produktivitas. Rata-rata pertambahan teknologi selama 4 tahun fasilitasi klaster adalah 72 teknologi
257
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
untuk 15 klaster yang dikaji, sehingga penambahan teknologi rata-rata pertahun per klaster adalah 1
teknologi.
Indikator Keberhasilan Hasil Survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Pertambahan teknologi baru per tahun 1 teknologiMinimal ada 1 teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi/ produksi
10 Pilihan
Peningkatan kapasitas produksi 74.77% Peningkatan 10 % 10 Wajib
Setiap penambahan pencapaian akan mendapatkan tambahan maksimal 5 nilai.
b. Penelitian dan pengembangan
Parameter-parameter yang diusulkan untuk diukur pada indikator R&D adalah (a) jumlah kegiatan R&D
dan (b) jumlah dan jenis produk (barang dan jasa) baru yang tumbuh.
Berdasarkan hasil survei, selama 4 tahun fasilitasi dalam 15 klaster yang dikaji, telah terdapat 77
penelitian yang dilakukan untuk mendukung klaster, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata
per tahun terdapat 1 penelitian yang dilakukan untuk mendukung klaster. Sementara itu, lembaga
penelitian yang terlibat sejumlah 25 lembaga atau hampir 2 lembaga dalam setiap klaster dengan
produk baru yang dihasilkan rata-rata 4 produk. Untuk itu penilaian yang dapat diukur adalah sbb :
Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Jumlah kegiatan R&D per tahun 1 R&D Minimal ada 1 kegiatan R&D 10 Pilihan
Jumlah produk baru yang dihasilkan 4 Produk Minimal ada 1 produk baru dihasilkan dalam 1 tahun 10 Pilihan
Setiap penambahan pencapaian akan mendapatkan tambahan maksimal 5 nilai.
3.2.6. Terdapat Perusahaan Besar
Satu indikator diusulkan untuk mengukur faktor ini, yaitu entitas perusahaan besar yang bermitra dengan
klaster dan sebagian dari perusahaan ini berperan sebagai lead firm. Indikator ini mencakup parameter-
parameter: (a) jumlah perusahaan yang bermitra, dan (b) bentuk kemitraan. Berdasarkan hasil survei,
berikut adalah data tentang keberadaan kerja sama dengan perusahaan besar sebagai dasar penilaian yang
direkomendasikan.
Indikator Keberhasilan Hasil Survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Jumlah perusahaan besar
1 entitas/ perusahaan
Minimal terdapat 1 perusahaan besaryang bermitra
10 * Pilihan* Maksimal penambahan nilai 5 , apabila
terdapat perusahaan besar yang mendukung klaster sebanyak :- 2 entitas : nilai ditambah 1- 3 entitas : nilai ditambah 2- 4 entitas : nilai ditambah 3- 5 entitas : nilai ditambah 4- >5 entitas : nilai ditambah 5
Bentuk kemitraan 100% terikat
3.2.7. Akses pada Sumber Keuangan
Terkait dengan faktor keberhasilan akses pada sumber keuangan, terdapat dua indikator yang dapat diukur,
yaitu : (1) produk lembaga keuangan yang diakses, (2) anggota klaster yang mengakses jasa keuangan
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
258
dan (3) kualitas pinjaman. Semakin banyak produk lembaga keuangan yang diakses dan semakin banyak
anggota klaster yang mengakses, menunjukkann klaster dalam kondisi yang kondusif. Kualitas kredit yang
lancar juga menunjukkan usaha dan karakter klaster baik.
Indikator Keberhasilan
Hasil Survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Jumlah produk pembiayaan lembaga keuangan yang diakses
- Minimal ada 1 produk pembiayaan lembaga keuangan yang diakses
10 * Wajib* Penambahan maksimal nilai 5, apabila terdapat produk pembiayaan lembaga
keuangan yang diakses anggota klaster sebanyak : - 2 produk : nilai ditambah 1- 3 produk : nilai ditambah 2- 4 produk : nilai ditambah 3- 5 produk : nilai ditambah 4- >6 produk : nilai ditambah 5
Indikator Keberhasilan
Hasil Survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Jumlah anggota yang mengakses
- 10% dari jumlah anggota
10 * Wajib* Penambahan maksimal nilai 5, apabila prosentase anggota klaster yang
mengakses sebanyak :- 11% - 20% : nilai ditambah 1- 21% - 30% : nilai ditambah 2- 31% - 40% : nilai ditambah 3- 41% - 50% : nilai ditambah 4- >50% : nilai ditambah 5
Indikator Keberhasilan
Hasil Survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Kualitas pembiayaan
- Lancar 10 * Wajib* Pengurangan maksimal 10, apabila kualitas pembiayaan anggota klaster
mempunya kriteria sbb:- Dalam Pengawasan Khusus : nilai dikurangi 1- Kurang Lancar : nilai dikurangi 2- Diragukan : nilai dikurangi 5- Macet : nilai dikurangi 10
3.2.8. Aspek Pasar
Indikator utama untuk elihat keberhasilan akses pasar adalah peningkatan penjualan. Sehubungan dnegan
hal tersebut, berdasarkan hasil survei klaster yang telh diintervensi selama 4 tahun mengalami peningkatan
penjualan sebesar 58% per tahun.
Terkait dengan program Championship yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia, jumlah pertumbuhan
penjualan merupakan salah satu indikator wajib untuk menilai keberhasilan klaster dengan kriteria bahwa
klaster memiliki minimal pertumbuhan penjualan sebesar 10% pertahun. Semakin tinggi penjualan semakin
baik untuk pertumbuhan klaster. Adapun penilaian yang diberikan adalah sebagai berikut: untuk klaster
yang penjualannya meningkat sebesar 10% dibandingkan tahun sebelumnya memperoleh nilai 10, dan
dapat diberikan penambahan nilai maksimum 5 dengan kriteria yang telah ditetapkan.
259
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Nilai penjualan/ transaksi Rp 3.553.461.551,- Peningkatan penjualan/ transaksi minimal 10% per tahun
10* Wajib* Penambahan nilai 5, apabila terdapat peningkatan
penjualan dalam klaster sebesar :- 10% – 20% : nilai ditambah 1- 21%- 40% : nilai ditambah 2 - 41% – 60% : nilai ditambah 3- 61% – 80% : nilai ditambah 4- > 81% : nilai ditambah 5
Peningkatan penjualan/ transaksi
48%
3.2.9. Akses Informasi
Dalam kajian ini, dua indikator untuk mengukur kinerja akses informasi dalam kajian ini digunakan dua
indikator untuk mengukur kinerjanya, adalah : (1) media informasi yang diakses dan (2) basis data pasar
dan teknologi yang potensial dan tersedia di klaster. Parameter untuk mengukur indikator media informasi
yang diakses adalah jenis dan jumlah media yang digunakan. Media yang diakses dapat digunakan untuk
memperoleh informasi dan atau menyebarkan informasi (misalkan untuk mempromosikan atau memasarkan
produk). Jenis-jenis media yang digunakan dapat termasuk ke dalam kategori online atau offline. Parameter
untuk mengukur indikator basis data pasar yang potensial adalah keberadaan profil potensi pasar dan profil
teknologi dimana data atau informasi ini terdokumentasi secara tertulis.
Indikator Keberhasilan Hasil Survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Jumlah media informasi yang diakses Survey Tingkat
Kepuasan
Minimal ada 1 media untuk akses informasi pasar dan teknologi
10 Pilihan
Basis data pasar dan teknologi tersedia Tersedia data akses teknologi dan pasar 10 Pilihan
Setiap penambahan pencapaian kecuali untuk indikator basis data akan mendapatkan tambahan maksimal
5 nilai. Jika di dalam klaster tidak terdapat basis data pasar dan teknologi maka nilai yang diperoleh 0.
3.2.10. Infrastruktur Klaster
Infrastruktur klaster yang memadai adalah infrastruktur yang mendukung perkembangan klaster.
Infrastruktur fisik terkait dengan jumlah dana yang dialokasikan untuk penyediaannya, yang menunjukkan
kepedulian pemerintah daerah untuk mendorong perkembangan klaster. Adapun penilaiannya adalah
sebagai berikut :
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
260
Indikator Keberhasilan Hasil Survei
Rekomendasi
Indikator Nilai Keterangan
Infrastruktur jalan Skala 5 Adanya infrastruktur jalan yang memadai, atau adanya alokasi anggaran dari pemerintah untuk jalan, dengan skala kesetujuan minimal 5.
10 *Pilihan*Tingkat kesetujuan :< 5 – 4 : nilai dikurangi 1< 4 - 3 : nilai dikurangi 2< 3 - 2 : nilai dikurangi 3< 2 – 1 : nilai dikurangi 4< 1 : nilai dikurangi 5
Infrastruktur listrik Skala 5 Adanya infrastruktur listrik yang memadai atau adanya alokasi anggaran dari pemerintah untuk listrik, dengan skala kesetujuan minima 5.
10 OpsionalTingkat kesetujuan :< 5 – 4 : nilai dikurangi 1< 4 - 3 : nilai dikurangi 2< 3 - 2 : nilai dikurangi 3< 2 – 1 : nilai dikurangi 4< 1 : nilai dikurangi 5
Infrastruktur air bersih Skala 5 Adanya infrastruktur air bersih yang memadai atau adanya alokasi anggaran dari pemerintah untuk air bersih, dengan skala kesetujuan minima 5.
10 PilihanTingkat kesetujuan :< 5 – 4 : nilai dikurangi 1< 4 - 3 : nilai dikurangi 2< 3 - 2 : nilai dikurangi 3< 2 – 1 : nilai dikurangi 4< 1 : nilai dikurangi 5
Infrastruktur Jaringan komunikasi
Skala 5 Adanya infrastruktur jaringan komunikasi yang memadai atau adanya alokasi anggaran dari pemerintah untuk jaringan komunikasi¸ dengan skala kesetujuan minimal 5.
10 PilihanTingkat kesetujuan :< 5 – 4 : nilai dikurangi 1< 4 - 3 : nilai dikurangi 2< 3 - 2 : nilai dikurangi 3< 2 – 1 : nilai dikurangi 4< 1 : nilai dikurangi 5
3.3. Mekanisme Penyelenggaraan Championship atau Penghargaan Kinerja Klaster
3.3.1. Latar Belakang, Maksud dan Tujuan Penyelenggaraan Penghargaan Klaster
Sebagaimana juga telah ditunjukkan dalam kajian ini, manfaat klaster sudah tidak diragukan lagi.
Klaster dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi dunia usaha dan ekonomi di wilayah yang
mengembangkan, klaster juga memberikan dampak-dampak positif pada isu social serta beberapa isu
lingkungan untuk keberlanjutan.
Walaupun faktor-faktor keberhasilan klaster yang mempengaruhi relatif sama, namun perkembangan klaster
satu akan berbeda dengan yang lain. Perbedaan dalam proses memulai dan menjaga keberlangsungan klaster
dipengaruhi oleh karakter perekonomian yang berbeda pula, sehingga dalam pelaksanaan pengukuran
kinerja klaster perlu dilakukan secara berkelanjutan.
Tujuan pengukuran kinerja klaster itu sendiri tidak hanya berguna untuk menilai dampak pertumbuhan
klaster namun juga untuk membandingkan kinerja klaster yang ada. Oleh karena itu, upaya pelaksanaan
penghargaan kinerja klaster perlu dilakukan untuk mendorong motivasi para inisiator klaster untuk terus
meningkatkan kinerja klaster yang telah diinisiasi dan melakukan replikasi praktek-praktek baik klaster
sebagai perluasan cakupan dan dampak di masyarakat. Berbagai kajian dan pengalaman telah menyebutkan
bahwa kompetisi memberikan manfaat banyak hal. Dalam konteks penghargaan klaster beberapa
manfaat mungkin dapat dicapai, diantaranya adalah: a) memicu kreativitas dan inovasi, b) memperkuat
arah organisasi (dalam hal ini organisasi klaster) dengan adanya pengakuan aspek-aspek tertentu yang
dicapai oleh klaster, c) mempertahankan entitas yang terlibat dalam sistem klaster dengan adanya rasa
261
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
tanggung jawab bersama dan prestasi bersama yang diperoleh, d) meningkatkan penjualan klaster karena
adanya pengakuan pihak ketiga, sehingga memantapkan kepemimpinan pasar yang telah dibangun, e)
meningkatkan hubungan dengan masyarakat melalui publikasi dalam kegiatan penghargaan tersebut,
antara lain akan meningkatkan kinerja bisnis dan memperoleh mitra baru karena meningkatnya image
klaster, dan f) mendapatkan masukan berharga untuk perbaikan kinerja klaster.
3.3.2 Maksud dan Tujuan
Secara umum, penyelenggaraan kegiatan Penghargaan Kinerja Klaster bermaksud untuk memberikan
apresiasi terhadap klaster-klaster yang diinisiasi oleh sejumlah Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang berada
di berbagai wilayah Indonesia maupun yang dilaksanakan oleh pihak lain atas usaha-usaha pengembangan
yang dilakukan secara kolaboratif dengan para pemangku kepentingan klaster. Kegiatan penghargaan
kinerja klaster ini menerapkan konsep kompetisi yang didasarkan pada sejumlah kriteria keunggulan yang
telah diidentifikasi berdasarkan hasil kajian ini.
Pemberian apreasiasi atau penghargaan klaster ini memiliki tujuan-tujuan utama sebagai berikut:
1. Terkait dengan sifat alamiah suatu kejuaraan yang bertujuan untuk menumbuhkan kompetisi yang
sehat dalam mencapai prestasi tertentu, kegiatan penghargaan klaster ini salah satunya bertujuan
untuk menumbuhkan motivasi kepada para pelaku maupun stakeholders yang terlibat dalam klaster
secara luas untuk lebih berinovasi dan meningkatkan kinerjanya.
2. Menyediakan sarana pendukung bagi klaster atas penghargaan yang diterima, sehingga terdorong
untuk meningkatkan nilai tambah klaster.
3. Memberikan apresiasi kepada Pemerintah Daerah dan atau pemangku kepentingan terkait lainnya
yang terlibat dalam inisiasi pengembangan klaster melalui kemitraan baik yang didasarkan pada nota
kesepakatan/MoU maupun tanpa MoU.
3.3.3 Hasil yang Diharapkan
Kegiatan penghargaan klaster ini dapat memunculkan dampak atau turunan dari pemenuhan tujuan-tujuan
utama, sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan penghargaan klaster ini diharapkan dapat menjadi rintisan program yang dapat
diperhitungkan oleh publik dan dapat direplikasi atau dipertahankan keberlanjutannya oleh publik
karena pemilihan indikator keberhasilannya berdasarkan hasil kajian dan direncanakan dilaksanakan
secara profesional dengan tim juri yang kompeten serta mekanisme yang tepat. Melalui komunikasi
publik yang dikelola sedemikian rupa dapat menjadi faktor pendorong usaha pengembangan
klaster dan kompetisi antar klaster yang sehat. Penyelenggaraan kejuaraan yang konsisten dan
berkesinambungan juga dapat menumbuhkan branding tersendiri bagi program klaster di Indonesia
maupun bagi klaster itu sendiri sebagai pendekatan pengembangan ekonomi wilayah. Disamping itu,
kompetisi ini juga memiliki potensi untuk menumbuhkan kemunculan klaster-klaster baru yang pada
akhirnya akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah.
2. Terpilihnya para pemenang dan nominator akan menjadi benchmark bagi klaster-klaster lain secara
luas di Indonesia.
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
262
3. Kompetisi klaster ini diharapkan mendorong kemunculan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi
kemajuan klaster, melalui stimulus penghargaan yang mengutamakan aspek inovasi yang terjadi di
dalam klaster.
3.3.4 Mekanisme Penyelenggaraan Penghargaan Kinerja Klaster
Dalam penyelenggaraan penghargaan Kinerja Klaster akan dilakukan melalui tahapan-tahapan sbb :
1. Kajian
Kajian/riset dapat dilakukan berdasarkan data sekunder maupun observasi langsung ke lapangan, atau
kedua-duanya. Kajian akan menjawab pertanyaan 5W (Why, Who, When, Where, What) + 1H (How).
Melalui riset tujuan dapat diuji, didukung oleh data-data yang logis berdasarkan identifikasi sumber-
sumber input dan hambatan yang dapat diantisipasi. Melalui tahapan ini tujuan dan sasaran dapat
ditentukan berdasarkan prioritas, spesifik, terukur, dan realistik.
Salah satu keluaran yang diharapkan dari kajian ini adalah usulan tata cara atau mekanisme
penyelenggaraan program Penghargaan Kinerja Klaster, di mana kajian ini merupakan bagian dari
upaya penyusunan konsep dan mekanisme Penghargaan Kinerja Klaster. Setelah penyusunan draft
usulan dan konsep mekanisme Penghargaan Kinerja Klaster ini selesai, akan dilakukan serangkaian
kegiatan tindak lanjut yang mencakup:
1) Penyusunan konsep dan mekanisme Penghargaan Kinerja Klaster atau Kerangka Acuan Kerja
penyelenggaraan, yang meliputi periode penyelenggaraan Penghargaan, penentuan kriteria
klaster yang dapat menjadi peserta; mekanisme keikutsertaan klaster dalam proses Penghargaan
Kinerja Klaster; tim penilai kelayakan klaster untuk menjadi peserta Penghargaan Kinerja Klaster;
penyusunan instrumen dan mekanisme penilaian Penghargaan Kinerja Klaster berdasarkan data
dan analisis survei dan kajian Penghargaan Kinerja Klaster dan penyempurnaan instrumen dan
mekanisme penilaian Penghargaan Kinerja Klaster.
2) Proses Penghargaan Kinerja Klaster: penentuan kriteria penilaian dan bentuk apresiasi Penghargaan
Kinerja Klaster; pelaksanaan penilaian Penghargaan Kinerja Klaster; penentuan pemenang/nominasi;
penentuan dan pengumuman Penghargaan Kinerja Klaster.
Proses penilaian peserta penghargaan dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Rekruitmen peserta
1) Sebelum dilakukan penilaian, perlu dilakukan sosialisasi terlebih dahulu Pedoman
Penyelenggaraan yang telah disiapkan oleh Tim Kerja kepada para seluruh KPw Bank
Indonesia berikut formulir keikutsertaan sebagai dasar untuk memilih klaster yang akan
diusulkan menjadi peserta serta untuk mensosialisasikannnya kepada pihak lain di daerah
Pemda/Dinas/lembaga lain) yang klasternya juga akan diusulkan menjadi peserta program
Pengharagaan Kinerja Klaster ini.
2) Penerimaan berkas-berkas pendaftaran berdasarkan formulir kepesertaan, disertai dengan
dokumen pendukung, seperti dokumen Rencana Kerja dan Anggaran, struktur organisasi
klaster dan pengelola, uraian tugas, notulen rapat, data base, hasil kunjungan lapangan,
263
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
berita acara, laporan tahunan/semester/triwulan/bulanan, dan dokumen lainnya termasuk
dokumen penghargaan yang pernah diterima.
b. Pelaksanaan penilaian
1) Pemeriksaan dokumen administrasi yang telah disampaikan kepada panitia sebagai
lampiran form aplikasi keikutsertaan dalam pelaksanaan Penghargaan Kinerja Klaster.
Dokumen-dokumen ini akan menjadi lampiran dari penilaian.
2) Seleksi tahap 1 (administrasi) dilakukan terhadap data yang disampaikan KPw untuk
menentukan klaster yang akan masuk ke dalam nominasi tahapan berikutnya
3) Seleksi tahap 2 (tahap awal) dilakukan dengan kunjungan lapangan untuk memverifikasi
dokumen yang telah diperiksa sebelumnya dengan kondisi sesungguhnya di lokasi klaster.
4) Seleksi tahap 3 (tahap akhir) dilakukan untuk memverifikasi nominator hasil seleksi tahap
2 sehingga terpilih para pemenang sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Pada tahap ini
diperlukan perlengkapan sesuai dengan kebutuhan (alat pencatat, tape recorder, kamera,
dan instrumen penilaian/kuesioner). Instrumen penilaian yang digunakan adalah hasil
dari kajian ini. Proses penilaian dilakukan secara langsung melalui wawancara dengan
narasumber yang ditentukan sendiri oleh penilai, melihat bukti-bukti fisik dan dokumen
pendukungnya.
3) Penghargaan Kinerja Klaster
a. Penetapan pemenang
Pemenang ditetapkan berdasarkan hasil proses verifikasi administrasi maupun verifikasi
lapangan dan sidang tim juri. Selanjutnya pemenang juga akan ditetapkan secara resmi
oleh Gubernur Bank Indonesia.
b. Penghargaan
Penghargaan yang diberikan dapat berupa sertifikat/piagam penghargaan/plakat, sarana
dan prasarana produksi/pendukung peningkatan kinerja klaster (barang) serta studi banding
best practice klaster di negara lain untuk pemenang terbaik.
4) Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah seluruh kegiatan dilaksanakan. Evaluasi ini melibatkan seluruh tim yang
bekerja dan stakeholderss lainnya. Evaluasi dilakukan untuk melihat apakah penyelenggaraan
penghargaan telah berjalan sesuai dengan konsep dan perencanaan yang telah dibuat,
termasuk evaluasi terhadap instrumen penilaian, sehingga dapat dilakukan perbaikan kinerja
penyelenggaraan penghargaan klaster dikemudian hari.
5) Penyusunan laporan
Pelaporan dibuat untuk mengetahui bahwa keseluruhan pekerjaan telah dilaksanakan untuk
disampaikan kepada stakeholders.
Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster
264
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penyelenggaraan penghargaan kinerja klaster seperti ini akan
memberikan dampak yang lebih luas melalui peningkatan motivasi kegiatan ekonomi di daerah dengan
pendekatan klaster. Oleh karena itu untuk diperlukan kepedulian dari berbagai pihak, tidak hanya dari Bank
Indonesia untuk dapat melanjutkan melaksanakan program ini baik secara bersama-sama maupun oleh
masing-masing pihak/stakeholders antara lain dengan menyelenggarakan kegiatan serupa secara periodik.
Disamping itu, pertimbangan lainnya adalah mengingat banyaknya klaster yang tumbuh sebagai tren
dalam peningkatan daya saing. Cakupan penyelenggaraan juga dapat diperluas di luar wilayah kerja Bank
Indonesia atau dengan memodifikasi instrumen yang ada sesuai dengan tujuan.
265
Kesimpulan dan Rekomendasi
BAB IV Kesimpulan dan
Rekomendasi
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan temuan pada kajian ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Lembaga penginisiasi klaster
Terdapat 4 entitas atau lembaga yang berperan dalam menginisiasi sekaligus memfasilitasi program
klaster dengan karakteristik dan alasan yang berbeda, yaitu sebagai berkut:
a. Bank Indonesia, dalam bentuk program bantuan teknis dan penyaluran dana Program Sosial Bank
Indonesia (PSBI) sebagai implementasi dari Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia.
Program-program tersebut dilakukan dalam bentuk intervensi yang terprogram/komprehensif
maupun one shoot program.
b. Pemerintah, dalam bentuk program bantuan teknis maupun bantuan program dalam kapasitas
sebagai pengambil kebijakan nasional untuk pencapaian MDGs di tahun 2015 melalui pemberdayaan
ekonomi masyarakat. Bentuk intervensi dari pemerintah juga bersifat terprogram dan one shoot
program
c. Lembaga donor, dalam mengembang misi global pengentasan kemiskinan melalui kegiatan
ekonomi berkeadilan, dengan intervensi bersifat terprogram dan one shoot program.
d. Swasta, dalam kerangka untuk memperkuat kegiatan mata rantai industrinya, dengan intervensi
yang bersifat terprogram maupun one shoot program.
2. Tahapan pengembangan klaster
Berdasarkan hasil kajian, para inisiator klaster melakukan pengembangan klaster dengan tahapan
sebagai berikut:
a. Menentukan Klaster
Sebagian besar inisiator menentukan klaster atas dasar kebijakan/arah dari kantor pusat
masing masing. Sebagai contoh, dalam menentukan komoditas klaster yang akan dikembangkan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia, ditentukan oleh kebijakan di Kantor Pusat BI yaitu program
pengembangan klaster ketahanan pangan dan komoditas yang menjadi sumber tekanan inflasi.
Dalam pelaksanaannya, sebagian besar para inisiator klaster (67%) ini mengembangkan klaster
yang sudah ada sebelumnya yang kemudian diperkuat melalui intervensi yang diberikan, dan hanya
sebagian kecil (33%) saja yang mengembangkan klaster baru.
266
Kesimpulan dan Rekomendasi
b. Analisis Klaster (analisa permasalahan, potensi dan rencana intervensi),
Sebelum melakukan pengembangan klaster, para inisitaor terlebih dahulu melakukan kajian terhadap
potensi klaster, baik potensi pengembangan, potensi permintaan pasar, potensi penyerapan tenaga
kerja, potensi peningkatan pendapatan dll. Dalam melakukan analisis ini, termasuk didalamnya
adalah melihat permasalahan terkait komoditas klaster yang dipilih, potensi solusi dan intervensi
yang akan dilakukan. Selain itu, analisis juga dilakukan untuk melihat potensi stakeholders yang
akan terlibat dalam klaster baik dari sisi pendanaan, bantuan sarana prasarana, bantuan teknis
maupun lainnya.
c. Penggalangan Komitmen
Penggalangan komitmen umumnya mulai diawali dengan melakukan sosialisasi terhadap hasil
identifikasi dan analisa awal klaster melalui Focus Group Discussion (FGD) atau diskusi pada forum
tertentu untuk menyamakan persepsi dalam rangka menggalang komitmen sekaligus melakukan
langkah-langkah persiapan dalam perencanaan pengembangan klaster. Output dari penggalangan
komitmen beberapa diantaranya diwujudkan dalam bentuk MoU atau perjanjian kerjasama atau
kesepakatan/komitmen bersama antar beberapa stakeholders yang memiliki kesamaan visi.
d. Menyusun Perencanaan
Setelah terjalin penggalangan komitmen atas dasar persamaan persepsi tupoksi masing-masing
stakeholders, rencana kerjasama antar stakeholders ditindaklanjuti dengan menyusun perencanaan
pengembangan klaster. Perencanaan ini dapat berupa perencanaan jangka panjang, jangka
menengah maupun jangka pendek.
e. Melaksanakan Pengembangan Klaster
Pelaksanaan pengembangan klaster umumnya dimulai dengan sosialisasi kepada calon pelaku
klaster, kemudian membangun komitmen bersama antara pelaku klaster dengan inisiator dan
stakeholders terkait untuk menyepakati rencana intervensi dan target/sasaran yang akan dicapai
bersama melalui program pengembangan klaster. Jika dalam klaster telah ada kelembagaan
(gapoktan/pokja/koperasi), proses sosialisasi dan membangun komitmen dilakukan dengan
melibatkan pengurus atau manajemen gapoktan/pokja/koperasi. Beberapa intervensi yang
secara umum dilakukan adalah pendampingan, pembuatan demplot, pelatihan, sekolah lapang,
pembentukan dan penguatan kelembagaan, akses pemasaran, akses keuangan dll.
Dalam pelaksanaan pengembangan klaster khususnya dalam pendampingan, Beberapa inisiator
menempatkan tenaga pendamping yang memiliki kompetensi dari sisi teknis dan kelembagaan.
Pihak menajemen maupun pendamping selama periode pengembangan, membuat laporan
yang disampaikan kepada inisiator sebagai bahan untuk monitoring dan tidak lanjut pelaksanaan
program.
f. Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring dan evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak manajemen
kepada anggota klaster, inisiator (melalui pendamping) kepada manajemen dan anggota klaster,
267
Kesimpulan dan Rekomendasi
yang dilakukan secara periodik maupun secara insidental. Kegiatan monitoring rutin dilakukan
dengan mengevaluasi laporan ang telah disampaikan oleh manajemen/pendamping. Jika ditemui
permasalahan di lapangan, inisiator melakukan monitoring aktif atau kunjungan ke lapangan
untuk menentukan tindak lanjut/intervensi dalam memberikan solusi atas permasalahan yang ada.
g. Exit Phase
Exit Phase adalah tahapan kegiatan dimana para pihak baik inisiator maupun pelaku atau
fasilitator telah menyepakati kondisi dimana klaster diharapkan telah mampu untuk berkembang
mandiri. Dalam tahapan ini, dilakukan persiapan untuk mulai mengurangi intensitas pelaksanaan
program klaster yang telah dilakukan sebelumnya, meskipun tidak menutup kemungkinan para
inisiator untuk dapat mengalokasikan sumber dayanya apabila diperlukan. Tahapan ini dilakukan
melalui sosialisasi dan atau FGD tentang kegiatan yang telah dilakukan serta kemungkinan dan
harapan keterlibatan stakeholders lain atau kemandirian klaster itu sendiri dalam melanjutkan
program pengembangan klaster. Jika terdapat lembaga/stakeholders lain yang ingin melanjutkan
pengembangan klaster maka dapat dilakukan serah terima program pengembangan klaster dari
inisiator kepada stakeholders lainnya.
3. Fase Pengembangan Klaster
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, aktivitas klaster sejalan dengan fase perkembangan/usia
klaster. Walaupun tidak mengindikasikan tingkat kematangan, namun secara alamiah usia klaster akan
sejalan dengan peningkatan penguatan kelembagaan klaster atau peningkatan modal sosial. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh dalam pengembangan klaster selain
usia klaster.
4. Rantai nilai
Rantai nilai secara umum menggambarkan tahapan proses bisnis dari sebuah klaster mulai dari input
supply, budidaya/produksi tahap pertama, produksi tahap kedua, perdagangan hingga pemasaran
kepada konsumen. Selain tahapan bisnis tersebut digambarkan pula keberadaan pelaku klaster yang
ada pada masing-masing tahapan bisnis serta bagaimana hubungan diantara para pelaku dalam klaster.
Gambaran rantai nilai berdasarkan sektor ekonomi maupun berdasarkan komoditas memiliki tahapan
proses bisnis yang berbeda-beda, sangat dipengaruhi oleh profil dan karakter bisnis masing masing
komoditas klaster. Demikian pula dengan pelaku dalam setiap rantai nilai memiliki keragaman dalam
jumlah/ukuran maupun jenis pelaku pada masing-masing sektor maupun komoditas klaster. Hubungan
antar pelaku dan tata kelola dalam masing-masing rantai nilai menunjukkan adanya pola hubungan
yang saling membutuhkan dan terstruktur.
5. Faktor Keberhasilan Klaster
Secara umum keberhasilan klaster yang mengacu kepada 16 faktor keberhasilan yang menjadi dasar
kajian, dapat dibagi menjadi 2 besar, yaitu faktor keberhasilan yang memiliki tingkat kesetujuan
(pendapat manajemen dan stakeholders klaster) lebih besar dari 5 dan faktor keberhasilan yang memiliki
tingkat kesetujuan kurang dari 5. Sesuai dengan urutan faktor keberhasilan yang paling penting sebagai
berikut :
268
Kesimpulan dan Rekomendasi
a. Faktor keberhasilan dengan tingkat kesetujuan lebih dari 5 :
1) Akses pasar
2) Adanya networking dan kemitraan
3) Modal sosial yang kuat
4) Adanya akses informasi
5) Kedekatan dengan pemasok
6) Terdapat basis inovesi yang kuat
7) Adanya spesialisasi
b. Faktor keberhasilan dengan tingkat kesetujuan kurang dari 5:
1) Terdapat kompetensi/keahlian yang kuat
2) Infrastruktur yang memadai
3) Kepemimpinan dan visi bersama
4) Akses pada sumber keuangan
5) Akses terhadap jasa pendukung bisnis
6) Budaya kewirausahaan yang kuat
7) Adanya persaingan
8) Akses ke jasa spesialis
9) Adanya perusahaan besar
Faktor keberhasilan klaster yang paling penting berbeda untuk masing-masing subsektor ekonomi.
Berikut dijelaskan 3 faktor keberhasilan yang paling penting (berdasarkan tingkat kesetujuan manajemen
dan stakeholders) untuk masing-masing sektor ekonomi:
a. Subsektor Tanamanan Pangan: adanya modal sosial yang kuat, adanya kepemimpinan dan visi
bersama serta akses pasar.
b. Subsektor peternakan: adanya modal sosial yang kuat, terdapat basis inovasi yang kuat (R & D
tinggi) dan akses pasar.
c. Subsektor hortikultura: akses pasar, terdapat networking dan kemitraan, serta terdapat modal
sosial yang kuat.
d. Subsektor Perkebunan: terdapat networking dan kemitraan, terdapat basis inovasi yang kuat (R &
D tinggi) dan kompetensi /keahlian SDM yang kuat.
e. Subsektor perikanan: adanya infrastruktur yang memadai, terdapat basis inovasi yang kuat (R & D
tinggi) dan akses pasar.
f. Subsektor Industri: adanya spesialisasi, kedekatan dengan pemasok dan networking dan kemitraan.
6. Replikasi Klaster
Replikasi dapat dilakukan terhadap klaster yang telah berhasil. Berdasarkan hasil survei, sebanyak 95%
responden (manajemen dan stakeholders) klaster menyatakan keberhasilan klaster dapat direplikasi di
tempat atau lokasi lain.
269
Kesimpulan dan Rekomendasi
Replikasi dapat dilakukan baik secara keseluruhan maupun secara parsial terhadap aspek-aspek yang
dapat direplikasi. Berikut adalah urutan aspek yang paling mudah hingga yang tersulit untuk direplikasi
dalam klaster:
1) Manajemen produksi dan teknologi dalam klaster
2) Kelembagaan klaster
3) Modal sosial klaster
4) Aspek pemasaran dalam klaster
5) Pengembangan SDM klaster
Manajemen produksi dan teknologi merupakan aspek teknis dimana masyarakat secara umum telah
mengenal dalam kegiatan keseharian. Sementara pengembangan SDM membutuhkan perhatian yang
serius karena permasalahan yang cukup kompleks , membutuhkan upaya yang lebih keras dan waktu
yang lebih lama serta membutuhkan perhatian dari berbagai pihak.
Namun demikian, secara umum keberhasilan pelaksanaan replikasi klaster sangat diperngaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu budaya dan prilaku masyarakat, persyaratan teknis, sarana dan prasarana,
dukungan pemerintah/stakeholders dan adanya ketersediaan SDM yang kompeten.
Aspek yang paling mudah direplikasi menurut sektor ekonomi berbeda-beda sebagaimana dijelaskan
sebagai berikut:
a. Subsektor Tanaman Pangan:
1) Manajemen produksi dan teknologi dalam klaster
2) Kelembagaan klaster
3) Pengembangan SDM klaster
4) Modal sosial klaster
5) Aspek pemasaran dalam klaster
b. Subsektor peternakan:
1) Modal sosial klaster
2) Kelembagaan klaster
3) Manajemen produksi dan teknologi dalam klaster
4) Pengembangan SDM klaster
5) Aspek pemasaran dalam klaster
c. Subsektor hortikultura:
1) Manajemen produksi dan teknologi dalam klaster
2) Kelembagaan klaster
3) Marketing klaster
4) Modal sosial klaster
5) Pengembangan SDM klaster
270
Kesimpulan dan Rekomendasi
d. Subsektor Perkebunan:
1) Manajemen produksi dan teknologi dalam klaster
2) Aspek pemasaran dalam klaster
3) Kelembagaan klaster
4) Modal sosial klaster
5) Pengembangan SDM klaster
e. Subsektor perikanan:
1) Manajemen produksi dan teknologi dalam klaster
2) Modal sosial klaster
3) Kelembagaan klaster
4) Pengembangan SDM klaster
5) Aspek pemasaran dalam klaster
f. Subsektor Industri:
1) Pengembangan SDM klaster
2) Manajemen produksi dan teknologi dalam klaster
3) Aspek pemasaran dalam klaster
4) Modal sosial klaster
5) Kelembagaan klaster
7. Dampak Kualitatif Pengembangan Klaster
Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan beberapa indikator kualitatif sebagaimana dijelaskan berikut:
1) Pendekatan klaster dapat mempermudah terjadi branding produk dan meningkatnya reputasi
daerah. Kemudahan ini karena klaster merupakan simpul jaringan yang menjadi daya tarik masuknya
sumber daya dari luar. Implikasinya adalah akan memperkuat dampak sosial maupun ekonomi
daerah secara berkelanjutan, contoh: klaster Domba Juhut, Paprika Pasirlangu, Kopi Bondowoso.
2) Pendekatan klaster telah memunculkan adanya spesialisasi peran/fungsi bisnis di bidang produk
dan jasa tertentu, contoh:
a. klaster paprika: tumbuhnya kontraktor green house, penghasil arang sekam dan penghasil
kokopit.
b. klaster bawang merah: tumbuhnya jasa pembenihan dan pengelolaan pasca panen
(penyimpanan konvensional dan cold storage).
c. Klaster padi organik OKU Timur: tumbuhnya pengolahan pupuk organik cair
d. Klaster padi lokal Batola: tumbuhnya Unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA)
e. Klaster lele: tumbuhnya jasa pembenihan dan produk turunan pengolahan lele.
f. Klaster sapi: tumbuhnya unit bisnis villa sapi.
Tumbuhnya peran/fungsi binis baru tersebut dilakukan oleh entitas usaha/pengusaha baru sehingga
memunculkan produk dan jasa yang inovatif. Selain itu, penumbuhan spesialisasi lain juga dapat
271
Kesimpulan dan Rekomendasi
mempercepat perkembangan klaster karena sarana dan prasarana usaha dapat terpenuhi oleh para
pelaku usaha di dalam klaster sendiri. Hal ini antara lain terjadi pada klaster cocoa di Sikka, yaitu
dengan tumbuhnya Cocoa Learning Center serta terbangunnya perpustakaan sapi pintar di klaster
sapi Semarang. Selain terjadi spesialisasi baru, dampak lain yang juga terjadi adalah peningkatan
modal sosial yang ada.
3) Pendekatan klaster telah menumbuhkan teknologi baru/penggunaan teknologi.
Hal ini terlihat di beberapa lokasi klaster yang disurvei, antara lain :
a. teknologi pakan alfaafa dan digester biogas, inseminasi buatan pada klaster sapi
b. teknologi green house pada klaster paprika
c. teknologi cold storage pada klaster bawang merah
d. teknologi pengomposan dan penerapan wet process pada kopi untuk pasar spesifik
e. teknik budidaya sambung samping dan sambung pucuk pada klaster kakao.
4) Pendekatan klaster telah mendekatkan anggota pada aspek permodalan. Kondisi ini terjadi pada
klaster yang mampu memfasilitasi anggotanya sehingga menjadi lebih mudah berhubungan bisnis
dengan lembaga keuangan, baik secara individual maupun secara organisasi klaster. Peran klaster
dalam memfasilitasi anggota akses ke lembaga keuangan antara lain dalam bentuk sertifikasi masal
untuk mendapatkan kolateral, contoh:
a. klaster padi lokal – memperoleh akses KKPE
b. klaster lele - memperoleh akses KKPE
c. klaster sapi - memperoleh akses KKPE
d. klaster paprika - memperoleh akses kredit dari BTN
5) Pendekatan klaster mampu menjawab tantangan global, tantangan perubahan iklim dan perbaikan
lingkungan serta tantangan ekonomi berkeadilan. Hal tersebut dapat dilihat pada:
a. Klaster kopi Bondowoso, klaster paprika Pasirlangu, dan klaster kakao Sikka berhasil menjawab
tantangan global melalui sertifikasi produk yang diperoleh dari lembaga sertifikasi internasional
untuk masuk ke pasar internasional.
b. Klaster domba Juhut dan padi organik OKU Timur mampu menyelesaikan tantangan perbaikan
lingkungan dan konservasi lahan.
Disamping itu, secara indikator kinerja, klaster mampu meningkatkan pendapatan pelaku
maupun masyarakat di sekitar klaster.
6) Pendekatan klaster turut berperan dalam menyelesaikan masalah sosial, lingkungan dan ekonomi,
antara lain:
a. Klaster jagung di TTU yang mampu menggeser minat sumber daya manusia di tingkat lokal
untuk tidak melakukan mobilisasi keluar daerah
b. Klaster domba Juhut: mampu menggeser cara hidup mengandalkan sumber daya alamiah/
penebangan liar menjadi beternak
c. Klaster padi lokal Barito Kuala: mampu mendorong pemanfaatan lahan tidak produktif dengan
teknik budidaya yang baik
272
Kesimpulan dan Rekomendasi
Dengan demikian pendekatan klaster telah mengurangi kesenjangan sosial, perlindungan
lingkungan/konservasi alam serta meningkatkan pendapatan masyarakat.
8. Dampak Kuantitatif Pengembangan Klaster
Selain dampak secara kualitatif, pengembangan klaster juga telah memberikan dampak yang cukup
berarti secara kuantitatif terhadap peningkatan jumlah anggota klaster, peningkatan produksi,
penjualan, jumlah pengusaha baru, peningkatan investasi anggota, penggunaan teknologi baru, serta
jumlah pelatihan sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
1) Peningkatan jumlah anggota klaster rata-rata 82% per tahun
2) Peningkatan jumlah tenaga kerja rata-rata sebesar 48% per tahun
3) Kapasitas produksi rata-rata meningkat 46% per tahun
4) Produktivitas rata-rata meningkat sebesar 18% per tahun
5) Nilai transaksi minimal 30% sampai dengan lebih dari 100%
6) Jumlah tenaga kerja minimal 15% sampai dengan lebih dari 100%
7) Jumlah pengusaha baru yang muncul minimal 1 pengusaha baru di setiap klaster
8) Peningkatan investasi minimal 30% sampai dengan diatas 100%
9) Minimal 1 unit teknologi baru diterapkan
4.2. Rekomendasi
Merujuk pada pembahasan dan kesimpulan yang disampaikan, maka kajian ini merekomendasikan
beberapa hal berikut:
Rekomendasi Umum
1. Tahapan pengembangan klaster
Untuk pengembangan klaster dapat dilakukan dengan cara mengembangkan klaster baru ataupun
memperkuat klaster lama baik dari sisi kelembagaan, modal sosial, teknologi, marketing dan lainnya
dengan tetap memperhatikan/mengikuti langkah pengembangan klaster sebagai berikut:
1) Menentukan Klaster
2) Analisis Klaster (analisis permasalahan, potensi dan rencana intervensi),
3) Penggalangan Komitmen
4) Menyusun Perencanaan
5) Melaksanakan Pengembangan Klaster
6) Monitoring dan Evaluasi
7) Exit Phase
2. Berdasarkan hasil kajian, pengembangan klaster oleh inisiator umumnya dilakukan terhadap klaster yang
sudah ada. Apabila inisiator bermaksud mengembangkan klaster yang baru, perlu mempertimbangkan
berbagai potensi yang mengarah kepada tujuan/mandat khusus dan keberhasilan pengembangan
klaster di tempat lain. Adapun potensi pengembangan klaster yang menjadi bahan pertimbangan
adalah sebagai berikut :
273
Kesimpulan dan Rekomendasi
1) Adanya potensi bertumbuh
2) Permintaan pasar yang besar/belum terpenuhi
3) Peningkatan pendapatan bagi umkm
4) Potensi untuk menciptakan lapangan kerja
5) Keterlibatan pemerintah dan stakeholders
6) Lingkungan usaha yang kondusif
7) Keberadaan “lead firm” yang mempunyai jaringan UMKM
8) Potensi bersaing dengan pesaing internasional
3. Jika sumber daya dalam pengembangan klaster terbatas, sebaiknya dipilih pengembangan klaster pada
luasan yang terbatas namun mempunyai dampak ekspansi secara alamiah. Sebaliknya apabila akan
dilakukan pada area yang luas, perlu membangun sinergi/kemitraan dengan stakeholders agar mampu
melakukan akselerasi lebih kuat.
4. Dalam mengelola klaster diperlukan sebuah entitas yang berperan sebagai manajemen klaster yang
peran dan fungsinya perlu didefinisikan dengan jelas. Jika pengelola klaster tersebut adalah lembaga
maka perlu ada struktur organisasi jelas yang melingkupi seluruh aspek yang ada dalam klaster sebagai
organisasi yang hidup dan dinamis. Oleh karena itu tata kelola klaster harus ditetapkan sejak awal
inisiasi, sehingga peran manajer klaster menjadi jelas dalam membangun kelembagaan klaster. Tata
kelola tersebut harus tercermin dalam rencana komprehensif yang telah menjadi konsensus seluruh
stakeholders sejak awal.
5. Berdasarkan hasil survei, nilai penting dan pengaruh indikator-indikator keberhasilan klaster perlu
dilihat sebagai faktor-faktor yang tidak parsial atau berdiri sendiri-sendiri, namun saling berinteraksi
atau sebagai kombinasi dalam menyumbang keberhasilan klaster, sehingga masing-masing indikator
klaster tidak dimaknai lebih penting dari yang lain.
6. Terkait dengan pelaksanaan Championship klaster, terdapat 16 faktor keberhasilan klaster beserta
masing-masing parameter dan indikator keberhasilan yang bersifat wajib maupun pilihan yang dapat
dipergunakan untuk melakukan penilaian kinerja klaster. Metode penilaiannya dapat dilakukan secara
kualitatif maupun kuantitatif, dengan rincian masing-masing sebagaimana terlampir.
Rekomendasi untuk Inisiator Klaster
1. Dalam inisiasi klaster, diperlukan penentuan tema program pengembangan klaster yang dilakukan
secara partisipatif, agar intervensi menjadi lebih fokus dan secara psikologis terbangun kebersamaan
dalam melaksanakan program diantara entitas klaster. Penetapan tema tersebut juga akan mempercepat
proses branding bagi klaster.
2. Untuk efektifitas pelaksanaan pengembangan klaster inisiator perlu menjalin kerjasama dengan
stakeholders yang memiliki kesamaan mandat berupa visi, misi dan tujuan pengembangan klaster.
3. Inisiator perlu memahami peran pentingnya sebagai pembangun sinergi dan partisipasi seluruh
pemangku kepentingan (keterwakilan). Hal tersebut penting dalam rangka membangun kesepakatan
inisiasi/prakarsa maupun rencana kerja yang komprehensif sebagai acuan operasional dalam
pelaksanaan pengembangan klaster. Pada peran ini, inisiator perlu untuk melakukan pemetaan
pemangku kepentingan (stakeholders) dengan tepat.
274
Kesimpulan dan Rekomendasi
4. Dalam menggerakkan peran stakeholders, inisiator klaster perlu melakukan upaya secara lebih intensif
untuk mendorong peran pemerintah sehingga pemerintah juga dapat berperan sebagai penggerak
klaster melalui kebijakan formal yang ditetapkan.
5. Setelah exit phase, inisiator tetap terlibat dalam monitoring dan evaluasi sehingga apabila diperlukan
dapat melakukan beberapa kegiatan intervensi terutama untuk menjaga dan mengelola sinergi.
Keterlibatan tersebut diperlukan untuk memastikan seluruh sumber daya dalam klaster termobilisasi
secara proporsional, misalkan upaya intervensi di level messo oleh Bank Indonesia melalui policy
influence.