Kajian Identifikasi Indikator Sukses Klaster - bi.go.id · PDF fileKlaster Domba Juhut di...

296
Kajian Identifikasi Indikator Sukses Klaster

Transcript of Kajian Identifikasi Indikator Sukses Klaster - bi.go.id · PDF fileKlaster Domba Juhut di...

i

Kajian

Identifikasi Indikator Sukses

Klaster

ii

Halaman ini sengaja dikosongkan

iii

KataPengantar

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya

kepada kita, sehingga kajian “Identifikasi Indikator Sukses Klaster“ ini dapat diselesaikan dengan

baik.

Dalam pengembangan UMKM, klaster merupakan salah satu pendekatan yang komprehensif dari hulu

sampai hilir dalam meningkatkan daya saing sektor. Di Indonesia, program pengembangan klaster telah

dilaksanakan oleh beberapa Kementerian antara lain Kementerian Negara Koperasi dan UKM dalam bentuk

program One Village One Product (OVOP) serta Kementerian Perindustrian dalam bentuk klaster industri.

Lembaga Non Pemerintah lainnya juga melaksanakan antara lain dalam bentuk program peningkatan

daya saing rantai nilai komoditas atau program peningkatan pendapatan UMKM. Bank Indonesia juga

telah mengembangkan 134 klaster sejak tahun 2007 sampai dengan akhir tahun 2014 di seluruh Kantor

Perwakilan BI.

Program klaster yang telah dilaksanakan Bank Indonesia dan berbagai pihak tersebut tentunya mempunyai

berbagai macam pembelajaran yang dapat dipergunakan sebagai best practices kunci sukses keberhasilan

klaster. Untuk itu, kajian ini dilakukan guna mengidentifikasi indikator keberhasilan klaster. Ke depan,

indikator yang telah diidentifikasi ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan atau replikasi klaster,

sekaligus untuk dijadikan parameter dalam melakukan evaluasi dan penghargaan atas kinerja klaster.

Akhir kata, saya berharap kajian ini dapat dimanfaatkan oleh para pihak, para penggiat klaster, pemerintah,

akademisi maupun para pelaku klaster. Disamping itu, kajian juga dapat memberikan inspirasi bagi para

pengambil kebijakan dalam mengembangkan perekonomian melalui program-program yang sinergis,

komprehensif dan fokus pada keunggulan kompetitif dan komparatif wilayah, sehingga program yang

dilaksanakan dapat memberikan kemanfaatan bagi masyarakat serta berkelanjutan/sustainable.

Halim Alamsyah

Deputi Gubernur Bank Indonesia

Kata Pengantar

iv

Halaman ini sengaja dikosongkan

Ringkasan Eksekutif

v

RingkasanEksekutif

Dalam pengembangan ekonomi, klaster industri merupakan cara pandang yang komprehensif

dalam meningkatkan daya saing sektor tertentu dalam suatu wilayah geografis dengan melibatkan

seluruh entitas yang saling tergantung (interdependence) dalam rantai nilai seperti pelaku usaha

(hulu dan hilir), industri pendukung, lembaga pendukung, serta industri terkait. Menurut Michael Porter

dalam bukunya Clusters and The New Economics of Competition (1998), Klaster didefinisikan sebagai

“konsentrasi geografis perusahaan yang saling berhubungan, pemasok, penyedia jasa, perusahaan-

perusahaan di industri terkait, dan lembaga-lembaga terkait (misalnya universitas, lembaga standar, dan

asosiasi perdagangan) di bidang-bidang tertentu yang bersaing tetapi juga bekerja sama (Porter 1998).

Penumbuhkembangan klaster mengandung empat faktor penentu atau dikenal dengan nama diamond

model yang mengarah kepada daya saing industri, yaitu (1) faktor input (input condition factor), (2) kondisi

permintaan (demand condition), (3) industri pendukung dan terkait (related and supporting industries),

serta (4) strategi perusahaan dan persaingan (context for firm and rivalry strategy)”.

Untuk melihat keefektifan klaster sebagai pendekatan, Bank Indonesia bekerjasama dengan PUPUK

(Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil) melakukan kajian untuk memetakan program klaster

yang dikembangkan oleh Bank Indonesia dan mitra lainnya, mengidentifikasi faktor kunci dan indikator

keberhasilan klaster sesuai dengan metode analisis yang ditetapkan, merekomendasikan aspek/kategorisasi

untuk pemberian penghargaan klaster dan panduan/tahapan proses pengembangan klaster Kantor

Perwakilan Bank Indonesia, dan menyusun panduan yang dapat digunakan bagi KPwDN yang akan

melaksanakan replikasi klaster.

Objek kajian dilakukan terhadap 15 inisiasi klaster dan dikelompokkan pada 6 subsektor ekonomi, yaitu

subsektor tanaman pangan, subsektor hortikultura, subsektor peternakan, subsektor perkebunan, subsektor

perikanan budidaya, dan subsektor industri manufaktur, dengan rincian sbb :

1. Klaster Cabai Merah di Maros, Sulsel

2. Klaster Bawang Merah di Cirebon, Jabar

3. Klaster Bawang Putih di Sembalun, NTB

4. Klaster Paprika di Bandung Barat, Jabar

5. Klaster Padi Organik di Oku Timur, Sumsel

6. Klaster Padi Lokal di Barito Kuala, Kalsel

7. Klaster Jagung di Timor Timur Utara, NTT

8. Klaster Kopi di Bondowoso, Jawa Timur

9. Klaster Kakao di Ende, NTT

10. Klaster Domba Juhut di Pandeglang , Banten

11. Klaster Sapi Potong di Semarang, Jateng

12. Klaster Lele di Medan, Sumatera Utara

13. Klaster Rumput Laut di Nunukan, Kaltim

14. Klaster Rotan di Sukoharjo, Jateng

15. Klaster Komponen Kapal di Tegal, Jateng

vi

Ringkasan Eksekutif

Secara agregat terdapat 16 faktor keberhasilan dalam pengembangan klaster yang diperoleh berdasarkan

telaah pustaka (A Report to the Departement of Trade and Industry and the English Regional Development

Agencies) dan telah dikonfirmasi kepada responden, sbb :

No. Aspek Rata-rata Persepsi Responden

1 Akses pasar 5,5

2 Terdapat networking dan kemitraan 5,5

3 Akses informasi (pasar, teknologi) 5,3

4 Terdapat modal sosial yang kuat 5,3

5 Kedekatan dengan pemasok 5,1

6 Terdapat basis inovasi yang kuat (R&D tinggi) 5,1

7 Infrastruktur memadai 5

8 Spesialisasi 5

9 Terdapat kompetensi/keahlian yang kuat 5

10 Kepemimpinan dan visi bersama 5

11 Akses pada sumber keuangan 4,9

12 Akses terhadap jasa pendukung bisnis 4,8

13 Persaingan 4,7

14 Budaya kewirausahaan yang kuat 4,7

15 Akses ke jasa spesialis 4,4

16 Terdapat perusahaan besar 3,9

Berdasarkan temuan di lapangan, terdapat indikator kebijakan pemerintah yang mendukung yang juga

merupakan faktor penting yang menurut responden dapat mendorong perkembangan klaster. Dari ketujuh

belas faktor tersebut, terbangun sebuah konsep klaster berkelanjutan, yang terdiri atas 4 aspek sebagai

pilar, yaitu prasarana bisnis, SDM klaster, kelembagaan klaster dan peran pemerintah.

Infrastruktur

DUKUNGAN PEMERINTAH

Dukungan Kebijakan

KLASTER YANG BERKEMBANG DAN

BERKELANJUTAN

PRASARANA BISNIS1. Akses Pasar2. Akses Informasi Pasar3. Akses Jasa Spesialis4. Kedekatan dengan

pemasok5. Akses pada jasa

pendukung bisnis6. Akses pada sumber

keuangan 7. Terdapat perusahaan

besar

KELEMBAGAAN KLASTER1. Modal Sosial2. Kemitraan & Networking3. Kepemimpinan & Visi

Bersama4. Budaya Kewirausahaan

yang kuat5. Persaingan6. Spesialisasi

SDM KLASTER1. Kompetensi dan

keahlian yang kuat2. Basis inovasi yang kuat

Ringkasan Eksekutif

vii

Hasil temuan di lapangan juga menunjukkan bahwa klaster memberikan dampak, sbb :

a. Dampak kualitatif :

1. Meningkatkan pendapatan masyarakat bahkan dapat mengurangi kesenjangan sosial dan

perlindungan lingkungan/konservasi, misalkan menggeser minat SDM di tingkat lokal untuk tidak

melakukan mobilisasi keluar daerah, mendorong pemanfaatan lahan tidak produktif dll

2. Mempermudah terjadinya branding produk maupun daerah sehingga memperkuat dampak sosial

maupun ekonomi daerah secara berkelanjutan.

3. Menumbuhkan spesialisasi di dalam klaster

4. Menumbuhkan peran/fungsi bisnis baru atau inovasi baru di bidang produk dan jasa terkait dalam

klaster

5. Menumbuhkan teknologi baru dalam klaster

6. Meningkatkan akses pada lembaga keuangan/permodalan

7. Mendukung upaya stabilisasi harga pada komoditas ketahanan pangan yang dikembangkan

dalam klaster

b. Dampak kuantitatif dengan rincian sbb :

Secara rata-rata program klaster memberikan dampak peningkatan jumlah anggota, kapasitas produksi,

nilai transaksi, jumlah tenaga kerja, jumlah pengusaha baru yang muncul, peningkatan investasi dan

penerapan teknologi baru dengan prosentase rata-rata berkisar antara 15% sd 100%.

Dalam hal kemungkinan pelaksanaan replikasi klaster, responden menyebutkan bahwa manajemen

produksi dan teknologi merupakan aspek yang paling mudah direplikasi dengan alasan bahwa produksi/

tehnologi merupakan aspek teknis yang bisa dipelajari dan dapat dikenali dalam keseharian. Sedangkan

aspek marketing merupakan aspek yang paling sulit untuk direplikasi karena membutuhkan keahlian

khusus dalam pelaksanaanya terutama kemampuan dalam membangun jejaring yang luas.

Selanjutnya, untuk indikator/aspek yang akan dipergunakan dalam pelaksanaan penghargaan kinerja

klaster KPw atau untuk menentukan keberhasilan kinerja klaster dari KPw ditetapkan 10 faktor dengan

hasil pembobotan secara agregat sebagai berikut :

No. Aspek Faktor Keberhasilan Bobot (%)

1 Kelembagaan

1. Modal sosial yang kuat 10.5

2. Kemitraan dan networking 10.89

3. Kepemimpinan dan visi bersama 9.9

2 SDM4. Kompetensi dan keahlian yang kuat 9.9

5. Basis inovasi yang kuat 10.1

3 Prasarana Bisnis

6. Terdapat perusahaan besar 7.72

7. Akses pada sumber keuangan 9.7

8. Akses pasar 10.89

9. Akses informasi pasar 10.5

4 Pemerintah 10. Infrastruktur yang memadai 9.9

viii

Ringkasan Eksekutif

Pembobotan secara agregat dapat digunakan jika penyelenggaraan penghargaan klaster bersifat umum

(tanpa kategori). Pembobotan juga dapat dilakukan berdasarkan subsektor ekonomi, dengan rincian untuk

masing-masing sub sektor sebagai berikut :

Bobot (%)

No. Aspek Faktor KeberhasilanTanaman Pangan

Horti-kultura

Perke-bunan

Peter-nakan

Peri-kanan

Industri

1 Kelembagaan

1. Modal sosial yang kuat 10.73 11.16 9.52 10.42 10.31 9.63

2. Kemitraan dan networking 10.17 11.36 10.99 10.42 11.03 11.01

3. Kepemimpinan dan visi ber-sama

10.92 9.94 9.52 9.69 7.91 11.01

2 SDM4. Kompetensi dan keahlian yang

kuat9.42 10.34 10.26 9.69 9.35 10.09

5. Basis inovasi yang kuat 10.17 9.74 10.26 10.79 10.31 10.09

3P r a s a r a n a Bisnis

6. Terdapat perusahaan besar 8.29 7.1 10.26 8.04 5.52 7.8

7. Akses pada sumber keuangan 9.23 8.92 9.89 10.42 11.51 9.17

8. Akses pasar 10.73 11.16 10.62 10.79 11.51 10.55

9. Akses informasi pasar 10.55 10.75 8.79 10.42 11.51 10.55

4 Pemerintah 10. Infrastruktur yang memadai 9.79 9.53 9.89 9.32 11.03 10.09

******

Daftar Isi

ix

Daftar Isi

Kata Pengantar ....................................................................................................................................... iii

Ringkasan Eksekutif ................................................................................................................................. v

Daftar Isi ................................................................................................................................................. ix

Daftar Tabel ........................................................................................................................................... xiii

Daftar Gambar ...................................................................................................................................... xvii

Daftar Singkatan ................................................................................................................................... xix

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................... 1

1.2 Tujuan ........................................................................................................................................... 2

1.3 Ruang Lingkup Kajian .................................................................................................................... 3

1.4 Metode Kajian .............................................................................................................................. 3

1.4.1 Metode Analisis ...................................................................................................................... 4

1.4.2 Metode Pengumpulan Data .................................................................................................... 5

1.4.3 Responden ............................................................................................................................. 5

1.4.4 Pengambilan Sampel ............................................................................................................... 5

2. Gambaran Umum Klaster

2.1 Tinjauan Teoritis ........................................................................................................................... 13

2.1.1 Definisi Klaster ...................................................................................................................... 13

2.1.2 Penilaian Kinerja Klaster ........................................................................................................ 14

2.1.3 Siklus Klaster (Life Cycle Cluster) ............................................................................................ 15

2.2 Kondisi Umum Klaster .................................................................................................................. 17

2.2.1. Subsektor dan Prakarsa Klaster ............................................................................................. 17

2.2.2. Kelembagaan Klaster ............................................................................................................ 27

2.2.3. Tantangan dan Kendala Klaster ............................................................................................ 35

2.2.4. Replikasi Klaster ................................................................................................................... 36

2.3 Kondisi Klaster Sektoral ................................................................................................................ 38

2.3.1 Subsektor Tanaman Pangan .................................................................................................. 38

2.3.1.1 Profil Umum Klaster Subsektor Tanaman Pangan (Jagung, Padi Lokal, Padi Organik) ..... 38

2.3.1.2 Deskripsi Komoditas Kajian Klaster Subsektor Tanaman Pangan ................................... 41

A. Profil Kelembagaan Klaster .................................................................................................. 41

B. Rantai Nilai Klaster ............................................................................................................... 61

C. Tantangan dan Kendala ...................................................................................................... 65

D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi ................................................................... 66

E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster ............................................................................. 71

2.3.2 Subsektor Hortikultura (Bawang Merah, Bawang Putih, Cabai dan Paptika ............................. 77

2.3.2.1 Profil Umum Klaster Subsektor Hortikultura ................................................................. 77

2.3.2.2 Deskripsi Komoditas Kajian Klaster Subsektor Hortikultura ........................................... 79

A. Profil Kelembagaan Klaster ................................................................................................. 79

x

Daftar Isi

B. Rantai Nilai Klaster ............................................................................................................. 100

C. Tantangan dan Kendala Klaster ......................................................................................... 105

D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi ................................................................. 107

E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster ........................................................................... 117

2.3.3 Subsektor Peternakan ......................................................................................................... 121

2.3.2.1 Profil Umum Klaster Subsektor Peternakan ................................................................. 121

2.3.2.2 Deskripsi Komoditas Subsektor Peternakan ................................................................ 122

A. Profil Kelembagaan Klaster ................................................................................................ 122

B. Rantai Nilai Klaster ............................................................................................................. 132

C. Tantangan dan Kendala Klaster ......................................................................................... 134

D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi ................................................................. 135

E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster ........................................................................... 137

2.3.4 Subsektor Perkebunan (Kopi dan Kakao) ............................................................................. 141

2.3.4.1 Profil Umum Klaster Subsektor Perkebunan ................................................................ 141

2.3.4.2 Deskripsi Klaster Komoditas Subsektor Perkebunan .................................................... 142

A. Profil Kelembagaan Klaster ................................................................................................ 143

B. Rantai Nilai Klaster ............................................................................................................ 152

C. Tantangan dan Kendala Klaster ......................................................................................... 154

D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi ................................................................. 155

E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster ........................................................................... 159

2.3.5 Subsektor Perikanan Budidaya (Ikan Lele dan Rumput Laut) ................................................. 163

2.3.5.1 Profil Umum Klaster Subsektor Perikanan Budidaya .................................................... 163

2.3.5.2 Deskripsi Klaster Komoditas Subsektor Perikanan Budidaya ......................................... 164

A. Profil Kelembagaan Klaster ................................................................................................ 165

B. Rantai Nilai Klaster ............................................................................................................. 174

C. Tantangan dan Kendala Klaster ......................................................................................... 175

D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi ................................................................. 176

E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster ........................................................................... 179

2.3.6 Subsektor Industri Manufaktur ............................................................................................ 183

2.3.6.1 Profil Umum Klaster Subsektor Industri Manufaktur .................................................... 183

2.3.6.2 Deskripsi Komoditas Kajian Klaster Subsektor Industri Manufaktur .............................. 184

A. Profil Kelembagaan Klaster ................................................................................................ 184

B. Rantai Nilai Klaster ............................................................................................................. 199

C. Tantangan dan Kendala Klaster ......................................................................................... 202

D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi ................................................................. 203

E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster ........................................................................... 208

3. Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

3.1. Analisis Konsep Kinerja Klaster ................................................................................................... 213

3.1.1. Analisis Faktor Keberhasilan Klaster ..................................................................................... 213

3.1.1.1 Faktor Keberhasilan Agregat Klaster ........................................................................ 218

3.1.1.2 Faktor Keberhasilan Klaster berdasarkan Subsektor Ekonomi ................................... 220

3.1.2. Analisis Indikator Keberhasilan Klaster ................................................................................. 226

Daftar Isi

xi

3.2 Analisis Penilaian Program Championship Klaster ......................................................................... 247

3.2.1 Modal Sosial ............................................................................................................................ 247

3.2.2 Kemitraan dan Networking ...................................................................................................... 250

3.2.3 Kepemimpinan dan Visi Bersama .............................................................................................. 253

3.2.4 Kompetensi/Keahlian ............................................................................................................... 253

3.2.5 Terdapat Basis Inovasi yang Kuat .............................................................................................. 256

3.2.6 Terdapat Perusahaan Besar ....................................................................................................... 257

3.2.7 Akses pada Sumber Keuangan ................................................................................................. 257

3.2.8 Aspek Pasar ............................................................................................................................. 258

3.2.9 Akses Informasi ....................................................................................................................... 259

3.2.10 Infrastruktur Klaster ............................................................................................................... 259

3.3. Mekanisme Penyelenggaraan Championship atau Penghargaan Kinerja Klaster ........................ 260

3.3.1. Latar Belakang, Maksud dan Tujuan Penyelenggaraan Penghargaan Klaster ............................. 260

3.3.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................................................. 261

3.3.3 Hasil yang Diharapkan .............................................................................................................. 261

3.3.4 Mekanisme Penyelenggaraan Penghargaan Kinerja Klaster ....................................................... 262

4. Kesimpulan dan Rekomendasi

4.1. Kesimpulan ............................................................................................................................... 265

4.2. Rekomendasi ............................................................................................................................ 272

xii

Daftar Isi

Halaman ini sengaja dikosongkan

Daftar Tabel

xiii

Daftar Tabel

Tabel I-1 Kategori Penilaian Persepsi terhadap Aktifitas Manajemen, Tingkat Pengaruh, Faktor

Keberhasilan dan Dampak Klaster ............................................................................................. 5

Tabel I-2 Nama Klaster, Wilayah dan Jumlah Kelompok Responden ........................................................... 5

Tabel I-3 Profil Manajemen Klaster ........................................................................................................... 6

Tabel I-4 Peran Stakeholder Klaster ........................................................................................................... 7

Tabel I-5 Pelaku Klaster .......................................................................................................................... 10

Tabel I-6 Non Pelaku Klaster .................................................................................................................. 11

Tabel II-1 Matriks Fase-fase Perkembangan Klaster ................................................................................. 16

Tabel II-2 Subsektor, Komoditas dan Lokasi Klaster ................................................................................. 17

Tabel II-3 Alasan Bank Indonesia Mengembangkan Klaster di Berbagai KPw BI ........................................ 22

Tabel II-4 Matriks Profil Umum Klaster Subsektor Tanaman Pangan ......................................................... 39

Tabel II-5 Inisiator, Alasan dan Komitmen Pihak-pihak Inisiator di 3 Wilayah Pengembangan Klaster

Tanaman Pangan ................................................................................................................... 43

Tabel II-6 Penentuan Dasar/Kriteria Pengembangan Klaster Tanaman Pangan .......................................... 44

Tabel II-7 Matriks Tahapan Pengembangan Klaster ................................................................................... 47

Tabel II-8 Jenis dan Kontributor Intervensi Stakeholder ............................................................................ 50

Tabel II-9 Tujuan Jangka Panjang Klaster ................................................................................................. 53

Tabel II-10 Tujuan Jangka Pendek Klaster ................................................................................................ 54

Tabel II-11 Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster ............................................................................ 55

Tabel II-12 Sumber Pendanaan Klaster .................................................................................................... 55

Tabel II-13 Kerja sama yang Pernah Dibangun ......................................................................................... 56

Tabel II-14 Aktivitas Champion Klaster .................................................................................................... 57

Tabel II-15 Pemetaan Fase Perkembangan Klaster di Subsektor Tanaman Pangan .................................... 59

Tabel II-16 Penilaian Responden terhadap Tantangan dan Kendala Ketahanan Pangan Subsektor

Tanaman Pangan ................................................................................................................. 66

Tabel II-17 Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Tanaman Pangan ..................................... 67

Tabel II-18 Penilaian Responden terhadap Faktor Keberhasilan pada Subsektor Tanaman Pangan ............ 69

Tabel II-19 Penilaian Responden (Manajemen) atas Dampak Kualitatif Klaster Tanaman Pangan ............... 72

Tabel II-20 Penilaian Responden (Pelaku Inti) atas Dampak Kualitatif Klaster Tanaman Pangan ................. 73

Tabel II-21 Penilaian Responden (Stakeholders) terhadap Dampak Kualitatif Klaster Tanaman Pangan ...... 74

Tabel II-22 Penilaian Responden (Masyarakat Umum) terhadap Dampak Kualitatif Klaster tanaman

Pangan .................................................................................................................................. 75

Tabel II-23 Penilaian Responden terhadap Dampak Kuantitatif Klaster Tanaman Pangan ....................... 76

Tabel II-24 Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster Subsektor

Hortikultura ......................................................................................................................... 80

Tabel II-25 Penentuan Dasar/Kriteria Pengembangan Klaster Hortikultura ................................................ 81

Tabel II-26 Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Susektor Hortikultura .............................................. 85

Tabel II-27 Bentuk dan Kontributor Intervensi Inisiator dan Stakeholder Klaster Subsektor

Hortikultura .......................................................................................................................... 88

Daftar Tabel

xiv

Tabel II-28 Visi dan Tujuan Jangka Panjang Pengembangan Klaster ......................................................... 93

Tabel II-29 Tujuan Jangka Pendek Pengembangan Klaster ....................................................................... 93

Tabel II-30 Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster ........................................................................... 94

Tabel II-31 Sumber Pendanaan Klaster .................................................................................................... 94

Tabel II-32 Kerja Sama Yang Pernah Dibangun Dengan Klaster Lain yang Sejenis ..................................... 95

Tabel II-33 Sistem Pengelolaan Klaster .................................................................................................... 96

Tabel II-34 Aktivitas Manajemen Klaster ................................................................................................. 97

Tabel II-35 Pemetaan Fase Perkembangan Klaster di Subsektor Hortikultura ............................................ 98

Tabel II-36 Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Hortikultura Terhadap Masalah Ketahanan

Pangan ................................................................................................................................. 106

Tabel II-37 Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Hortikultura Terhadap Masalah Ekspor .................... 106

Tabel II-38 Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Subsektor Hortikultura ........................... 107

Tabel II-39 Penilaian Responden terhadap Faktor Keberhasilan pada Subsektor Hortikultura .................. 113

Tabel II-40 Penilaian Manajemen Klaster Atas Dampak Kualitatif ........................................................... 117

Tabel II-41 Penilaian Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif .................................................................. 118

Tabel II-42 Penilaian Stakeholder Atas Dampak Kualitatif ....................................................................... 119

Tabel II-43 Penilaian Non Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif ............................................................ 120

Tabel II-44 Dampak Kuantitatif Pengembangan Klaster ......................................................................... 120

Tabel II-45 Matriks Profil Umum Klaster Subsektor Peternakan ............................................................... 121

Tabel II-46 Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster Subsektor

Peternakan ......................................................................................................................... 124

Tabel II-47 Penentuan Dasar/Kriteria Pengembangan Klaster ................................................................. 124

Tabel II-48 Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Peternakan ............................................................ 125

Tabel II-49 Jenis dan kontributor intervensi Stakeholder ......................................................................... 126

Tabel II-50 Tujuan Jangka Panjang Klaster ............................................................................................. 127

Tabel II-51 Tujuan Jangka Pendek Klaster .............................................................................................. 128

Tabel II-52 Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster ......................................................................... 128

Tabel II-53 Sumber Pendanaan Klaster .................................................................................................. 128

Table II-54 Kerja Sama yang Pernah Dibangun Dengan Klaster Sejenis .................................................. 129

Tabel II-55 Sistem Pengelolaan Klaster .................................................................................................. 129

Tabel II-56 Persepsi Responden Terhadap Aktivitas Manajemen Klaster .................................................. 130

Tabel II-57 Pemetaan Fase Perkembangan Sektor Peternakan ................................................................ 131

Tabel II-58 Persepsi Manajemen Klaster Terhadap Masalah/Kendala Ketahanan Pangan ......................... 134

Tabel II-59 Matriks Faktor kunci keberhasilan Klaster ............................................................................. 135

Tabel II-60 Penilaian Responden Terhadap Faktor Keberhasilan Klaster .................................................. 135

Tabel II-61 Aspek yang Bisa Direplikasi .................................................................................................. 137

Tabel II-62 Aspek yang Mempengaruhi Keberhasilan Replikasi ............................................................... 137

Tabel II-63 Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Manajemen Klaster .......................................... 138

Tabel II-64 Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Manajemen Stakeholder .................................. 138

Tabel II-65 Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Manajemen Pelaku .......................................... 139

Tabel II-66 Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Manajemen Non Pelaku ................................... 139

Tabel II-67 Penilaian Responden Terhadap Dampak Klaster Kuantitatif ................................................... 140

Daftar Tabel

xv

Tabel II-68 Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster Subsektor

Perkebunan ........................................................................................................................ 143

Tabel II-69 Penentuan Dasar/Kriteria Pengembangan Klaster Subsektor Perkebunan .............................. 144

Tabel II-70 Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Subsektor Perkebunan ........................................... 146

Tabel II-71 Bentuk dan Kontributor - Intervensi Inisiator dan Stakeholder Klaster Subsektor

Perkebunan ........................................................................................................................ 147

Tabel II-72 Visi dan Tujuan Jangka Panjang Pengembangan Klaster ....................................................... 149

Tabel II-73 Tujuan Jangka Pendek Pengembangan Klaster ..................................................................... 149

Tabel II-74 Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster ......................................................................... 149

Tabel II-75 Sumber Pendanaan Klaster .................................................................................................. 150

Tabel II-76 Sistem Pengelolaan Klaster .................................................................................................. 150

Tabel II-77 Aktivitas Manajemen Klaster ................................................................................................151

Tabel II-78 Pemetaan Fase Perkembangan Klaster Di Subsektor Perkebunan .......................................... 151

Tabel II-79 Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Perkebunan Terhadap Masalah Ekspor .................... 154

Tabel II-80 Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Subsektor Perkebunan ........................... 155

Table II-81 Penilaian Responden Terhadap Faktor Keberhasilan Klaster Subsektor Perkebunan ............... 157

Tabel II-82 Penilaian Manajeman Klaster Atas Dampak Kualitatif ........................................................... 160

Tabel II-83 Penilaian Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif .................................................................. 160

Tabel II-84 Penilaian Stakeholder Atas Dampak Kualitatif ....................................................................... 161

Tabel II-85 Penilaian Non Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif ............................................................ 162

Tabel II-86 Dampak Kuantitatif Pengembangan Klaster ......................................................................... 162

Tabel II-87 Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster Subsektor Perikanan ... 165

Tabel II-88 Penentuan/Dasar Kriteria Pengembangan Klaster Subsektor Perikanan ................................. 166

Tabel II-89 Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Subsektor Perikanan .............................................. 167

Tabel II-90 Bentuk dan Kontributor-Intervensi Inisiator dan Stakeholder Klaster Subsektor Perikanan ..... 168

Tabel II-91 Visi dan Tujuan Jangka Panjang Pengembangan Klaster ....................................................... 170

Tabel II-92 Tujuan Jangka Pendek Pengembangan Klaster ..................................................................... 170

Tabel II-93 Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster ......................................................................... 171

Tabel II-94 Sumber Pendanaan Klaster .................................................................................................. 171

Tabel II-95 Kerja Sama yang Pernah Dibangun dengan Klaster Lain yang Sejenis .................................... 171

Tabel II-96 Sistem Pengelolaan Klaster .................................................................................................. 172

Tabel II-97 Aktivitas Manajemen Klaster ................................................................................................ 172

Tabel II-98 Pemetaan Fase Perkembangan Klaster di Subsektor Perikanan .............................................. 173

Tabel II-99 Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Perkebunan Terhadap Masalah Ketahanan

Pangan .............................................................................................................................. 176

Tabel II-100 Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Subsektor Perikanan Budidaya .............. 176

Tabel II-101 Penilaian Responden Terhadap Faktor Keberhasilan Klaster Subsektor Perikanan dan

Budidaya ......................................................................................................................... 178

Tabel II-102 Penilaian Manajeman Klaster atas Dampak Kualitatif ......................................................... 180

Tabel II-103 Penilaian Pelaku Klaster atas Dampak Kualitatif ................................................................ 180

Tabel II-104 Penilaian Stakeholder atas Dampak Kualitatif ..................................................................... 181

Tabel II-105 Penilaian Non Pelaku Klaster atas Dampak Kualitatif .......................................................... 181

Tabel II-106 Dampak Kuantitatif Pengembangan Klaster ....................................................................... 182

Daftar Tabel

xvi

Tabel II-107 Matriks Profil Umum Klaster Subsektor Manufaktur ............................................................ 183

Tabel II-108 Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster Subsektor

Manufaktur ..................................................................................................................... 187

Table II-109 Penentuan Dasar/Kriteria Pengengembangan Klaster ......................................................... 188

Tabel II-110 Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Perkebunan ......................................................... 191

Tabel II-111 Jenis dan kontributor intervensi Stakeholder Klaster Subsektor Manufaktur ........................ 193

Tabel II-112 Visi/Target Jangka Panjang Subsektor Industri .................................................................... 195

Tabel II-113 Tujuan Jangka Pendek Klaster ............................................................................................ 195

Tabel II-114 Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster ....................................................................... 196

Tabel II-115 Sumber Pendanaan Klaster ................................................................................................ 196

Tabel II-116 Sistem Pengelolaan Klaster ................................................................................................ 196

Tabel II-117 Aktivitas Manajemen Klaster .............................................................................................. 197

Tabel II-118 Pemetaan Fase Perkembangan Sektor Industri Manufaktur ................................................. 198

Tabel II-119 Matrik Tantangan dan Kendala Klaster Komoditas Ekspor .................................................. 202

Tabel II-120 Matriks Faktor Kunci Keberhasilan ..................................................................................... 204

Tabel II-121 Penilaian Responden terhadap Faktor Keberhasilan Klaster Subsektor Manufaktur .............. 206

Tabel II-122 Faktor yang bisa direplikasi ................................................................................................ 207

Table II-123 Faktor Penyebab Keberhasilan/Kegagalan Klaster ............................................................... 208

Tabel II-124 Penilaian Responden Terhadap Dampak Kualitatif – Manajemen Klaster ............................. 208

Tabel II-125 Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif – Pelaku Klaster ............................................. 209

Tabel II-126 Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif – Stakeholder Klaster ..................................... 209

Tabel II-127 Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif - Non Pelaku Klaster ....................................... 209

Tabel II-128 Penilaian Responden terhadap Dampak Klaster Kuantitatif ................................................. 211

Tabel III-1 Tiga Peringkat Tertinggi dan Terendah Faktor Keberhasilan Klaster berdasarkan Sektor

Ekonomi .............................................................................................................................. 220

Tabel III-2 Aspek, Faktor, Indikator dan Parameter Keberhasilan Klaster ................................................. 227

Daftar Gambar

xvii

Daftar Gambar

Gambar I-1 Metodologi Pelaksanaan Kajian ........................................................................................... 4

Gambar II-1 Sektor Pendukung Karena Dampak Klaster .......................................................................... 18

Gambar II-2 Jumlah Champion Klaster .................................................................................................... 19

Gambar II-3 Jumlah Penggerak Klaster ................................................................................................... 19

Gambar II-4 Faktor-Faktor Penentu Klaster .............................................................................................. 20

Gambar II-5 Tahapan pengembangan Klaster Bank Indonesia ................................................................. 21

Gambar II-6 Visi/Target Jangka Panjang Pengembangan Klaster Usia 1-3 Tahun ...................................... 27

Gambar II-7 Visi/Target Jangka Panjang Pengembangan Klaster Usia 4-6 Tahun ...................................... 28

Gambar II-8 Visi/Target Jangka Panjang Pengembangan Klaster Usia Lebih Dari 6 Tahun .......................... 28

Gambar II-9 Target Jangka Pendek Pengembangan Klaster Usia 1-3 Tahun .............................................. 29

Gambar II-10 Target Jangka Pendek Pengembangan Klaster Usia 4-6 Tahun ............................................ 29

Gambar II-11 Target Jangka Pendek Pengembangan Klaster Usia Lebih Dari 6 Tahun ............................... 29

Gambar II-12 Strategi Pengembangan Klaster Usia 1-3 Tahun ................................................................. 30

Gambar II-13 Strategi Pengembangan Klaster Usia 4-6 Tahun ................................................................. 30

Gambar II-14 Strategi Pengembangan Klaster Usia Lebih Dari 6 Tahun .................................................... 31

Gambar II-15 Sistem Pengelolaan Klaster Usia 1-3 Tahun ........................................................................ 31

Gambar II-16 Sistem Pengelolaan Klaster Usia 4-6 Tahun ........................................................................ 32

Gambar II-17 Sistem Pengelolaan Klaster Usia Lebih Dari 6 Tahun ........................................................... 32

Gambar II-18 Bentuk Kerja Sama dengan Klaster Lain - Usia 1-3 Tahun ................................................... 32

Gambar II-19 Bentuk Kerja Sama dengan Klaster Lain - Usia 4-6 Tahun ................................................... 33

Gambar II-20 Bentuk Kerja Sama dengan Klaster Lain - Usia Lebih Dari 6 Tahun ...................................... 33

Gambar II-21 Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen - Klaster Usia 1-3 Tahun ...................................... 33

Gambar II-22 Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen Usia 4-6 Tahun ................................................... 34

Gambar II-23 Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen Usia Lebih Dari 6 Tahun ...................................... 34

Gambar II-24 Rerata Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen ................................................................ 34

Gambar II-25 Penilaian Hambatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Keberhasilan Klaster Pada

Komoditas Tanaman Pangan ............................................................................................ 35

Gambar II-26 Penilaian Hambatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Keberhasilan Klaster Pada

Komoditas Ekspor ........................................................................................................... 36

Gambar II-27 Faktor Penyebab Kegagalan dan Keberhasilan Klaster ........................................................ 36

Gambar II-28 Persentase Kemungkinan Replikasi Klaster berdasar Jawaban Manajemen Klaster .............. 37

Gambar II-29 Aspek Kemudahan Replikasi Berdasarkan Penilaian Manajemen dan Stakeholder Klaster .... 37

Gambar II-30 Tantangan dan Kendala serta Nilai Pengaruh terhadap Pengembangan Klaster

Tanaman Pangan ............................................................................................................ 41

Gambar II-31 Urutan Penilaian Aktivitas Champion Klaster ...................................................................... 58

Gambar II-32 Rantai Nilai Klaster Jagung - Timor Tengah Utara ............................................................... 62

Gambar II-33 Rantai Nilai Padi Organik – OKU Timur ............................................................................... 63

Gambar II-34 Rantai Nilai Klaster Padi Lokal – Barito Kuala ...................................................................... 64

Gambar II-35 Peringkat Kepentingan Indikator Keberhasilan Klaster Subsektor Tanaman Pangan ............ 70

xviii

Daftar Gambar

Gambar II-36 Rantai Nilai Klaster Bawang Merah Cirebon ...................................................................... 101

Gambar II-37 Rantai Nilai Klaster Bawang Putih Sembalun ..................................................................... 102

Gambar II-38 Rantai Nilai Klaster Cabai Maros ....................................................................................... 103

Gambar II-39 Rantai Nilai Klaster Paprika Pasirlangu .............................................................................. 104

Gambar II-40 Peringkat Faktor Keberhasilan Rerata Subsektor Hortikultura ............................................ 114

Gambar II-41 Grafik Tantangan dan Kendala yang Paling Berpengaruh ................................................. 122

Gambar II-42 Penilaian Responden Terhadap Aktivitas Champion .......................................................... 130

Gambar II-43 Rantai Nilai Klaster Domba Juhut – Pandeglang ................................................................ 133

Gambar II-44 Rantai Nilai Klaster Sapi Potong – Kab. Semarang ............................................................. 134

Gambar II-45 Peringkat Faktor Keberhasilan – Rerata Sub Sektor Peternakan ......................................... 136

Gambar II-46 Rantai Nilai Klaster Kopi Rakyat – Bondowoso .................................................................. 153

Gambar II-47 Rantai Nilai Klaster Kakao – Sikka ..................................................................................... 154

Gambar II-48 Peringkat Indikator Keberhasilan Rerata Subsektor Perkebunan ........................................ 158

Gambar II-49 Rantai Nilai Klaster Rumput Laut – Nunukan .................................................................... 174

Gambar II-50 Rantai Nilai Klaster Ikan Lele – Kuta Baru .......................................................................... 175

Gambar II-51 Peringkat Faktor Keberhasilan-Rerata Subsektor Perikanan Budidaya ................................ 179

Gambar II-52 Grafik Tantangan dan Kendala Komoditas Ekspor ............................................................ 184

Gambar II-53 Penilain Responden terhadap Aktivitas Champion yang Paling Intensif ............................. 198

Gambar II-54 Rantai Nilai Klaster Rotan Trangsan – Kabupaten Sukoharjo ............................................. 200

Gambar II-55 Rantai Nilai Klaster Komponen Kapal Kebasen – Kabupaten Tegal .................................... 201

Gambar II-56 Peringkat Faktor Keberhasilan - Rerata Subsektor Industri Manufaktur .............................. 207

Gambar III-1 Konsep Program Pengembangan Klaster ........................................................................... 213

Gambar III-2 Hubungan Hirarki Faktor Keberhasilan Klaster ................................................................... 217

Gambar III-3 Peringkat Faktor Keberhasilan Klaster secara Agregat ........................................................ 219

Gambar III-4 Perbandingan Peringkat Faktor Keberhasilan Klaster Menurut Subsektor Ekonomi ............. 222

Gambar III-5 Target Visi Jangka Panjang berdasar Target/tujuan ............................................................ 233

Gambar III-6 Target Jangka Pendek Berdasar Isu-isu Spesifik .................................................................. 234

Gambar III-7 Isu Strategi Pengembangan Klaster ................................................................................... 234

Gambar III-8 Jumlah Kontributor Dana Pengembangan Klaster .............................................................. 235

Gambar III-9 Indikator Sistem Pengelolaan Klaster ................................................................................. 235

Gambar III-10 Jenis Kerja Sama Antar Klaster ........................................................................................ 236

Gambar III-11 Tingkat Pentingnya Aktivitas Manajemen sebagai Parameter Kinerja Klaster .................... 237

Gambar III-12 Dampak Kualitatif Klaster yang Dirasakan Anggota Klaster .............................................. 237

Gambar III-13 Dampak Layanan Sosial Klaster dan Layanan Lainnya berdasar persepsi Masyarakat

Umum .......................................................................................................................... 238

Gambar III-14 Bentuk Intervensi Stakeholders dalam Klaster .................................................................. 238

Gambar III-15 Jenis Champion Klaster ................................................................................................... 242

Gambar III-16 Entitas Penggerak Klaster ............................................................................................... 242

Daftar Singkatan

xix

Daftar Singkatan

A

ALSINTAN : Alat mesin pertanian

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APR : Applied Plant Research

B

Batola : Barito Kuala

BDS : Business Development Service

BPMD : Balai Pendidikan Masyarakat Desa

BAPPEDA : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

BPPT : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

BPSBTPH : Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan.Hortikultura

BPTP : Balai Penelitian Tanaman Pangan

BP3K : Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

BP4K : Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dam .

Kehutanan

C

CLC : Cocoa Learning Centre

CSR : Corporate Social Responsibility

D

DEBNAS : Dewan Bawang Merah Nasional

DIKTI : Pendidikan Tinggi

DKBU : Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

DKED : Dewan Kerjasama Ekonomi Daerah

DPDS : Dewan Pembina Daya Saing

F

FPESD : Forum Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya

FEDEP : Forum for Economic Development and Employment Promotion

G

GTZ-RED : Deutsche Gesselschaft Technische Zussamenarbeit Regional Economic Development

GAP : Good Agriculture Process

GAPOKDAKAN : Gabungan Kelompok Budidaya Ikan

GAPOKTAN : Gabungan Kelompok Tani

Daftar Singkatan

xx

H

HDI : Human Development Index

HPT : Hama Penyakit Dan Tanaman

FGD : Focus Group Discussion

I

IFEX : International Furniture Expo

IFFINA : International Furniture and Craft Fair Indonesia

IKM : Industri Kecil dan Menengah

J

JICA : Japan International Cooperation Agency

K

KADIN : Kamar Dagang dan Industri Indonesia

KBB : Kabupaten Bandung Barat

KBLI : Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia

KIID : Kompetensi Inti Industri Daerah

KKPE : Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

KPRS : Kredit Kepemilikan Rumah Sapi

KPwDN : Kantor Perwakilan Dalam Negeri

KSU : Koperasi Serba Usaha

KTNA : Ketua Kelompok Tani Andalan

L

LED : Local Economic Development

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

M

MEA : Masyarakat Ekonomi ASEAN

MOU : Memorandum of Understanding

MSM : Mitra Suka Maju

M4P : Making Market for Poor

N

NTB : Nusa Tenggara Barat

O

OKU Timur : Ogan Komering Ulu Timur

OVOP : One Village One Product

Daftar Singkatan

xxi

P

POKJA : Kelompok Kerja

PPE : Personal Protective Equipment

PSBI : Program Sosial Bank Indoneisia

PTPN : Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara

PHT : Pengendalian Hama Terpadu

POC : Pupuk Organik Cair

PRISMA : Promoting Rural Income through Support for Markets

PROSPECT : Promotion Sustainable Consumption and Production Eco Friendly Rattan Products

Indonesia

PUPUK : Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil

R

RDK : Rencana Definitif Kegiatan

RFA : Rain Forest Alliance

RKA : Rencana Kerja dan Anggaran

RKPJMD : Rencana Kerja Program Pengembangan Jangka Menengah Daerah

RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

S

SMD : Sarjana Membangun Desa

SMIDEP : Small and Medium Industry Development

SOP : Standar Operasional Prosedur

SPSCF : Support of Poor Small Cocoa Farmer

SPL : Sekolah Pendamping Lapangan

T

TTU : Timor Tengah Utara

U

UD : Usaha Dagang

UNIDO : United Nations Industrial Development Organization

UPH : Unit Pembelian Hasil

UPJA : Usaha Persewaan Jasa Alsintan

UPT PPL : Unit Pelaksana Teknis

USP : Usaha Simpan Pinjam

UTZ : Universal Trade Zone

Y

YSC : Yayasan Sahabat Cipta

YMTM : Yayasan Mitra Tani Mandiri

Daftar Singkatan

xxii

Halaman ini sengaja dikosongkan

Pendahuluan

1

Bab IPendahuluan

1.1 Latar Belakang

Dalam lima tahun terakhir, beberapa indikator perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang

menggembirakan. Tingkat kemiskinan nasional telah berkurang dari 15,10% pada tahun 1990 menjadi

14,15% pada tahun 2009 dan 13,33% pada tahun 2010 (BPS, SUSENAS 2010). Indeks Pembangunan

Manusia Indonesia (HDI) meningkat rata-rata 1,4% per tahun. Demikian juga, pertumbuhan ekonomi

tumbuh rata-rata 5,9 %1 per tahun (2009 s.d 2013). Hal tersebut dikuatkan oleh Chairman McKinsey Global

Institute, Raoul Oberman (Kompas.com), yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia

dinilai paling stabil di dunia dalam 4-5 tahun terakhir. Sejalan dengan laporan McKinsey Global Institute

Report (2012) “Menuju Indonesia 2030 - Unleashing Indonesia’s Potential”, Indonesia berpotensi menjadi

negara maju pada tahun 2030, dengan indikator : 1) Indonesia akan menempati peringkat ke-7 negara

dengan ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2030; 2) Kebutuhan tenaga kerja akan mencapai 113 juta

orang (bertambah 58 juta orang); 3) Didukung oleh empat sektor kunci, yaitu jasa, pertanian, perikanan,

sumber daya dan pendidikan; 4) Kenaikan consuming class sebesar 90 juta, sebagai pangsa pasar yang

sangat besar.

Membaiknya indikator perekonomian Indonesia tersebut belum diikuti dengan pemerataan pendapatan

masyarakat, yang tercermin dari indikator gini ratio yang selama 5 (lima) tahun terakhir meningkat dari 0,37

(2009) menjadi 0,41 (2013)2. Hal tersebut terutama disebabkan sektor-sektor yang berbasis sumber daya

alam dan daya serap tenaga kerja tinggi, antara lain sektor pertanian (termasuk perkebunan, kehutanan,

perburuan belum menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Sedangkan sektor yang padat modal dengan

porsi penyerapan lapangan kerja hanya 4% (pengangkutan dan komunikasi) tumbuh 10,19% dan sektor

keuangan, real estate, dan jasa tumbuh 7,56%3.

Dari sisi pelaku usaha, perekonomian Indonesia masih didominasi oleh UMKM. Bahkan UMKM merupakan

pilar penyangga dari dampak keterpurukan ekonomi nasional, karena memiliki kemampuan menghadapi

krisis ekonomi yang berkepanjangan. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM (2012), jumlah

UMKM secara nasional tercatat sebesar 56,53 juta unit, mendominasi lebih dari 99% total unit usaha

dengan menyerap tenaga kerja sebesar 97,6 % serta berkontribusi terhadap PDB sebesar 57,48%.

Dengan melihat kedudukan, potensi dan peranan yang strategis dari UMKM dalam mewujudkan stabilitas

perekonomian nasional, diperlukan upaya dari berbagai pihak termasuk Bank Indonesia untuk menumbuhkan

pusat-pusat ekonomi baru yang berdaya saing. Salah satu program yang dilakukan Bank Indonesia adalah

melaksanakan program pengembangan UMKM melalui pendekatan klaster industri. Program ini telah

dilaksanakan sejak tahun 2007 sampai dengan sekarang di seluruh Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank

1 BPS, 20142 BPS, 20143 BPS, 2014

Pendahuluan

2

Indonesia (KPw DN BI). Keterlibatan seluruh KPw DN ini merupakan salah satu wujud peran Bank Indonesia

di daerah seperti disampaikan GBI dalam sambutannya pada tanggal 19 Juni 2013 sebagai berikut: “Kunci

stabilitas perekonomian nasional adalah stabilnya perekonomian daerah sehingga Bank Indonesia harus

dapat berperan maksimal di daerah, baik dalam pelaksanaan fasilitasi program pengembangan sektor riil

dan UMKM (klaster) atau sebagai sumber referensi data dan informasi, serta sebagai advisor terpercaya

yang mengerti lika-liku ekonomi dan bisnis di daerah”.

Istilah program pengembangan klaster industri itu sendiri telah dilaksanakan di beberapa Kementerian,

antara lain klaster industri yang dikembangkan Kementerian Perindustrian dan program One Vilage One

Product (OVOP) yang dikembangkan Kementerian Koperasi dan UKM. Klaster industri telah dikembangkan

Kementerian Perindustrian semenjak tahun 2006 - 2012, telah membina 64 klaster industri yang terdiri dari

7 klaster komoditas industri (minyak atsiri, gerabah dan keramik hias, batu mulia dan perhiasan, kerajinan

dan barang seni, makanan ringan, garam rakyat serta fashion) yang tersebar di 64 kabupaten/kota di

Indonesia. Sementara Kementerian Koperasi dan UKM juga telah mengembangkan 66 program OVOP di

66 Kabupaten dan Kota di 27 Provinsi sejak tahun 2010 – 2013.

Di Bank Indonesia, istilah klaster didefinisikan sebagai sekelompok UMKM yang beroperasi pada sektor/

sub sektor yang sama atau merupakan konsentrasi perusahaan yang saling berhubungan dari hulu ke hilir

(Pedoman Kerja Pelaksanaan Klaster, 2010). Program klaster itu sendiri telah diawali Bank Indonesia pada

tahun 2006 dengan melaksanakan kajian “Pembiayaan dalam rangka Pengembangan Klaster”. Kemudian

mulai diimplementasikan dalam bentuk pilot project pengembangan klaster pada tahun 2007 di 5 (lima)

Kantor Perwakilan Bank Indonesia (Medan, Surabaya, Bandung, Semarang dan Serang). Pada tahun 2009

– 2011, program klaster telah dilaksanakan hampir di seluruh KPw DN dan sampai dengan 2013 telah

dilaksanakan di seluruh KPw DN. Adapun jumlah klaster yang telah dikembangkan sebanyak 69 klaster

dengan melibatkan 8.607 UMKM dan telah meningkatkan produksi rata-rata sebesar 35% per tahun serta

akses kredit sebesar Rp.104,32 miliar.

Program klaster yang dikembangkan Bank Indonesia di daerah tersebut telah mendapat apresiasi dan

dukungan dari para stakeholders karena dilakukan secara komprehensif dari hulu ke hilir serta mensinergikan

berbagai pihak. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia tersebut sangat

penting untuk diberikan apresiasi untuk mendorong percepatan program pengembangan klaster yang

dilaksanakan KPw DN ke depan sekaligus dapat membangun best practice program klaster yang sustainable

dalam bentuk penghargaan kinerja klaster yang melibatkan seluruh KPw DN pelaksana klaster.

1.2 Tujuan

Tujuan Kajian Penghargaan Kinerja Klaster Kantor Perwakilan Bank Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Memetakan program klaster yang dikembangkan Bank Indonesia, kementerian, negara lain dan

lembaga lainnya (Perguruan Tinggi, Asosiasi, dll) melalui studi literatur dan survei.

2. Mengidentifikasi faktor kunci dan indikator keberhasilan klaster.

3. Merekomendasikan mekanisme dan kategorisasi penilaian klaster (misalkan kategori klaster ketahanan

pangan, klaster produk ekspor, klaster sektoral : pertanian, perikanan, dan industri; klaster pelopor;

klaster unggulan daerah) sebagai acuan pelaksanaan program Penghargaan Kinerja Klaster Kantor

Perwakilan Bank Indonesia.

Pendahuluan

3

1.3 Ruang Lingkup Kajian

Ruang lingkup kajian sebagai berikut :

1. Pengumpulan data dan informasi melalui studi literatur dan perbandingan antar klaster.

2. Klaster yang akan dikaji merupakan klaster yang dikembangkan oleh Bank Indonesia, Kementerian,

negara lain dan lembaga lain (PT, Asosiasi, dll) di seluruh wilayah KPw DN

3. Klaster yang akan disurvei merupakan sekelompok UMKM yang beroperasi pada sektor/sub sektor

yang sama atau merupakan konsentrasi perusahaan yang saling berhubungan dari hulu ke hilir,

dengan kriteria sebagai berikut :

a. Sudah dibina minimal 1 tahun, termasuk yang sudah phasing out paling lama 3 tahun.

b. Diutamakan mewakili sektor ekonomi/komoditas tertentu (komoditas yang menjadi sumber

tekanan inflasi atau komoditas ketahanan pangan atau komoditas berorientasi ekspor)

c. Mewakili tingkat kematangan klaster (1 – 3 tahun; >3 – 6 tahun; dan >6 tahun).

d. Mewakili sebaran wilayah/keterwakilan wilayah klaster di bagian Timur, Tengah dan Barat.

1.4 Metode Kajian

Kajian diawali dengan studi pustaka untuk mendapatkan informasi dan gambaran awal tentang teori/

konsep serta pelaksanaan klaster dan faktor kunci keberhasilan pelaksanaan klaster. Untuk memperkaya

informasi tentang pelaksanaan klaster, akan dilakukan interview dan field visit di lapangan baik dengan

pelaku di dalam klaster langsung maupun stakeholders dan fasilitator yang mendukung pengembangan

klaster. Hal ini dilakukan terhadap klaster binaan Bank Indonesia, Kementerian/Dinas terkait, swasta dan

lembaga lain.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, akan disusun mengenai profil klaster secara umum, baik yang

bersifat individual maupun secara sektoral. Berdasarkan profil dan data yang diperoleh selanjutnya dilakukan

identifikasi dan analisis faktor keberhasilan sebuah klaster. Berdasakan hasil analisis faktor keberhasilan

klaster, disusun konsep dan mekanisme Championship klaster. Selanjutnya disusun rekomendasi pelaksanaan

penghargaan kinerja klaster yang bisa diimplementasikan oleh Bank Indonesia. Kerangka kajian tersebut

dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

Pendahuluan

4

Gambar I -1 Metodologi Pelaksanaan Kajian

1.4.1 Metode Analisis

Pendekatan yang digunakan dalam rangka melakukan kajian Penghargaan Kinerja Klaster menggunakan

metode deskriptif analitis yang menggabungkan dasar – dasar pelaksanaan survei dan investigasi lapangan,

pemikiran teoritis, logis dan pragmatis yang relevan.

Deskriptif :

Bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan keberadaan data primer maupun sekunder, khususnya

yang berkaitan dengan persepsi, pengetahuan dan pengalaman dalam pengembangan klaster.

Analitis :

Bertujuan mengetahui hubungan antara data primer dan sekunder yang dilakukan dengan menggunakan

instrumen/alat analisis tertentu yang bisa digunakan.

Untuk memudahkan analisis, maka hasil analisis dikategorikan dalam empat tingkatan penilaian,

sebagaimana disajikan pada Tabel I-1 berikut :

Analisis Faktor KeberhasilanKlaster

Konsep dan Teori Klaster

Pelaksanaan Klaster di KPw BI

Pelaksanaan Klaster di Kementerian atau

lembaga lain

Profil Umum Klaster

Konsep dan Mekanisme ChampionshipKlaster

Rekomendasi Pelaksanaan Program Championship Klaster

Pendahuluan

5

Tabel I-1. Kategori Penilaian Persepsi terhadap Aktifitas Manajemen, Tingkat Pengaruh, Faktor

Keberhasilan dan Dampak Klaster

NilaiKategori terhadap persepsi

Aktifitas manajemen Tingkat pengaruh Faktor keberhasilan Dampak klaster

4,6 – 6,0 sangat tinggi sangat kuat sangat penting sangat besar

3,1 – 4,5 tinggi kuat penting besar

1,5 – 3,0 cukup tinggi/sedang sedang cukup penting sedang

< 1,5 rendah lemah kurang penting kecil

1.4.2 Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data dilakukan sebagai berikut:

1. Data primer diperoleh dari wawancara (pemilik proyek, masyarakat), kuesioner dan FGD dengan

stakeholders pelaksana klaster, tenaga ahli klaster, akademisi dan pelaku klaster.

2. Data sekunder diperoleh dari studi literatur, data dan informasi dari stakeholders pelaksana program

klaster, kementerian/dinas, swasta, lembaga dll.

1.4.3 Responden

Sampel ditetapkan dengan purposive sampling, yaitu memilih klaster binaan Bank Indonesia dan Kementerian/

lembaga lain yang sudah dibina minimal 1 (satu) tahun (termasuk yang sudah phasing out paling lama 3

tahun apabila ada), mewakili sektor ekonomi/komoditas tertentu, mewakili tingkat kematangan klaster dan

mewakili sebaran wilayah/keterwakilan wilayah klaster.

1.4.4 Pengambilan Sampel

Responden dalam kajian adalah manajemen klaster/pengelola klaster, stakeholders klaster, pelaku dalam

klaster dan masyarakat sekitar klaster (non pelaku) pada 15 wilayah klaster. Total responden berjumlah

91 orang/lembaga, yang terdiri dari 16 responden manajemen klaster/pengelola klaster, 31 responden

stakeholders klaster, 25 responden pelaku usaha dalam klaster serta 19 responden masyarakat sekitar

klaster (non pelaku). Kelompok responden dan wilayah klaster dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel I-2. Nama Klaster, Wilayah dan Jumlah Kelompok Responden

No Nama Klaster Wilayah Manajemen Klaster

Stake­holder Pelaku Non

Pelaku

1 Jagung TTUKabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur

1 1 2 1

2Padi Organik OKU Timur

Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan 2 3 2 1

3 Padi Lokal Batola Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan 1 2 3 1

4Bawang Merah Cirebon

Kabupaten Cirebon, Jawa Barat 1 3 2 2

5Bawang Putih Sembalun

Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat

1 1 1 1

6 Cabai Maros Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan 1 2 2 1

7Paprika Pasirlangu

Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat

1 3 2 2

Pendahuluan

6

No Nama Klaster Wilayah Manajemen Klaster

Stake­holder Pelaku Non

Pelaku

8 Kopi Bondowoso Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur 1 1 1 1

9 Kakao Sikka Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur 1 2 3 1

10 Domba Juhut Kabupaten Pandeglang, Banten 1 2 1 2

11Sapi Potong Polosiri

Desa Polosiri, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang Jawa Tengah

1 3 1 1

12Ikan Lele Kutabaru

Desa Kutabaru, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

1 2 2 1

13Rumput Laut Nunukan

Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara 1 3 1 1

14 Rotan Trangsan Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah 1 1 1 1

15Komponen Kapal Tegal

Kabupaten Tegal, Jawa Tengah 1 2 1 2

JUMLAH 16 31 25 19

a. Profil Manajemen/Pengelola Klaster

Berdasarkan hasil wawancara terhadap 16 responden dalam 15 klaster yang disurvei, teridentifikasi bahwa

seluruh klaster telah memiliki manajemen/pengelola klaster dengan bentuk yang berbeda-beda, antara

lain koperasi, gapoktan, asosiasi, perguruan tinggi dan badan usaha/perusahaan/Champion lokal. Bentuk

manajemen klaster yang paling banyak ditemui adalah koperasi sebesar 43,75% (7 responden), gapoktan

sebesar 37,5% (6 responden) dan dua lainnya adalah Yayasan (6,25%) dan Kelompok Kerja (Pokja) (6,25%).

Adapun rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel I-3. Profil Manajemen Klaster

No Nama Klaster WilayahManajemen Klaster

Nama Lembaga Jenis

1 Jagung TTUKabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur

Yayasan Mitra Tani Mandiri Yayasan

2Padi Organik OKU Timur

Kabupaten OKU Timur, Sumatera SelatanGapoktan dan Gapoktan Sumber Suko

Gapoktan

3 Padi Lokal Batola Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan Gapoktan Gapoktan

4Bawang Merah Cirebon

Kabupaten Cirebon, Jawa BaratKoperasi Serba Usaha Nusantara Jaya

Koperasi

5Bawang Putih Sembalun

Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat

Gapoktan Jorong Mandiri Gapoktan

6 Cabai Maros Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan LKMA Koperasi Tanralili Koperasi

7 Paprika PasirlanguDesa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat

Koperasi Mitra Suka Maju (MSM)

Koperasi

8 Kopi Bondowoso Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur Koperasi Tani Rejo Koperasi

9 Kakao Sikka Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur Koperasi Plea Puli Koperasi

10 Domba Juhut Kabupaten Pandeglang, Banten Gapoktan Juhut Mandiri Gapoktan

11 Sapi Potong PolosiriDesa Polosiri, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang Jawa Tengah

Kelompok Tani Ternak Bangun Rejo

Gapoktan

12 Ikan Lele KutabaruDesa Kutabaru, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

Gabungan Kelompok Budidaya Ikan

Gapokdakan

13 Rumput Laut Nunuka Kabupaten Nunukan, Kalimantan UtaraKoperarasi Berkah Bahari Perbatasan

Koperasi

Pendahuluan

7

No Nama Klaster WilayahManajemen Klaster

Nama Lembaga Jenis

14 Rotan TrangsanKabupaten Sukoharjo, Jawa TengahKabupaten Sikka, Nusa Tenggara TimurKabupaten Pandeglang, Banten

Pokja klaster dan FEDEP Lainnya

15Komponen Kapal Tegal

Desa Polosiri, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang Jawa Tengah

Koperasi Mandiri Sejahtera Koperasi

b. Profil Stakeholder Klaster

Dalam pelaksanaan program pengembangan klaster, stakeholders atau fasilitator dalam klaster memberikan

peran yang cukup besar dalam mensinergikan peran semua pihak sehingga dapat memberikan dampak

tehadap penciptaan daya saing yang optimal dalam klaster. Masing-masing pihak dengan peran yang berbeda

perlu untuk dikoordinasikan intervensinya sehingga dapat terbangun visi, tujuan, strategi maupun langkah

bersama yang sejalan. Beberapa stakeholders yang teridentifikasi dalam survei antara lain kementerian/

dinas terkait, pemerintah daerah, Bank Indonesia, perbankan, pusat penelitian, akademisi, learning centre,

Unit Pelaksana Teknis (UPT), Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K), Badan Pelaksana

Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K), dan lain-lain. Rincian masing-masing stakeholders

klaster beserta perannya dapat dilihat pada tabel dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel I-4. Peran Stakeholder Klaster

No. Nama Klaster Wilayah

Stakeholder

Nama Lembaga Peran

1 Jagung TTUKabupaten Timor Tengah Utara

YayasanMitraTaniMandiri (YMTM)

Pengelola Program PengembanganKlaster: Peningkatan Usaha TaniJagung TTU

2Padi Organik OKU Timur

Kabupaten OKU - Sumsel

BP3K

a. Mendampingi aspek teknis :- Pemetaan- Budidaya padi,

b. mediator/komunikator

Konsultan Lokal KPw BI Palembang

Mendampingi klaster padi organik OKU Timur atas nama KPw BI Palembang, khususnya pada pengetahuan dan keterampilan budaya padi organik (tidak pada aspek pasca panen)

KPw BI Palembanga. Inisiatorb. Bantuan teknis

3Padi Lokal Botal

Kabupaten Barito Kuala –Kalsel

Dinas Pertanian Kabupaten Batola

a. Fasiltatorb. Konsultanc. Motivator

KPw BI BanjarmasinIdentifikasi stakeholders sebagai fasilitator, inisiator, pelaksana

Pendahuluan

8

No. Nama Klaster Wilayah

Stakeholder

Nama Lembaga Peran

4Bawang Merah Cirebon

Kabupaten Cirebon -Jawa Barat

KPw BI Cirebon

a. Bantuan teknis : - penguatan kelembagaan koperasi, - penguatan & peningkatan kapasitas petani - penguatan akses produksi melalui penyediiaan

tenaga pendamping;b. Fasilitasi :

- Peningkatan akses pasar dengan distributor/ eksportir/pasar modern/ tradisional

- Akses perbankan atau bantuan keuangan untuk permodalan.

Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Cirebon

a. Pendampinganb. Penyaluran bantuanc. Penyediaan bantuan teknis

BUKOPINa. Simpananb. Pinjaman

5Bawang Putih Sembalun

Kabupaten Lombok Timur - NTB

Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur

Pendampingan di proses on farm seperti budidaya dan pasca panen

6Cabai Merah Maros

Kabupaten Maros - Sulsel

Dinas Pertanian Kab. Maros

a. Kebijakanb. Program pendukung (hibah benih dan pupuk,

pendampingan, pelatihan dll)

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Pelaksana Penyuluhan & Ketahanan Pangan Kec. Tanralili, Kab. Maros

Pendampingan lapangan (staf pendamping lapangan)

7Paprika Pasirlangu

Kabupaten Bandung -Barat Jawa Barat

Bank Indonesia Kantor Perwakilan Bandung

a. Bantuan teknis: penyelenggaraan pelatihan budidaya,

b. Penguatan kelembagaan koperasi,c. Fasilitasi akses perbankan/lembaga keuangan

untuk permodalan

Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia

Lembaga Penelitian yang mengembangkan solusi pengendalian hama terpadu (PHT), berupa teknologi budidaya paprika dalam rumah kasa secara hidroponik

Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat

Lembaga pemerintah kabupaten yang memberikan pembinaan dan pendampingan masalah budidaya dan agribisnis

8Kopi Bondowoso

Kabupaten Bondowoso - Jawa Timur

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember (Puslit Koka)

Lembaga (Puslit Kopi dan Kakao) sebagai lembaga penelitian dan pengembangan meneliti kopi di Bondowoso yang ada sejak lama.

Pendahuluan

9

No. Nama Klaster Wilayah

Stakeholder

Nama Lembaga Peran

9Kakao Sikka

Kabupaten Sikka- NTT

Dewan Kerjasama Ekonomi Daerah (DKED)

a. Memberikan masukan, usulan dan saran terkait ekonomi daerah serta merumuskan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi.

b. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan dan memfasilitasi kajian-kajian potensi dan peluang perekonomian lokal untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah kabupaten.

c. Mediasi antara BUMN, swasta, stakeholders dalam rangka pengembangan ekonomi salah satunya kakao dan melalukan monitoring evaluasi bersama mitra kerja.

Cocoa Learning Centre (CLC)

a. Resources dari tenaga ahli tentang budidaya dan pasca panen kakao untuk Kab. Sikka.

b. Memberikan pendampingan lapanganc. Sertifikasi kakao lestarid. Fasilitasi akses pasar.

10Domba Juhut

Kabupaten Pandeglang - Banten

BP4K Fasilitasi akses pemasaran dan teknologi.

KPw BI Serang Fasilitator, pemberdayaan sektor riil.

11Sapi Potong Polosiri

Kabupaten Semarang - Jawa Tengah

Ass. Pembangunan Dua Sekda Kab. Semarang

Koordinator percepatan pembangunan dalam pengembangan klaster yang merupakan penjabaran visi misi daerah.

Dinas Peternakan Kab. Semarang

Pembina klaster dan juga sebagai penyusun pedoman pengembangan klaster (Sapi Potong) di Kab. Semarang.

BRI Cabang UngaranPenyaluran kredit usaha bagi petani melalui skema KKPE, KPRS - Business Development Support untuk klaster sapi potong dan sapi perah.

12Ikan Lele Kutabaru

Kabupaten Serdang Bedagai - Sumatera Utara

Dinas Perikanan Kabupaten Serdang Bedagai

a. Bimbingan teknis :- Pembinaan- Pemberian motivasi

b. Fasilitasi sarana dan prasarana pengembangan bisnis seperti fasilitas mesin pakan.

KPW BI MedanInisiator dimulai dari pengkajian dan analisa usaha. Fasilitator dalam implementasi klaster

13Rumput Laut Nunukan

Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara

Asisten 2 Bidang Ekonomi Pemerintah Kabupaten Nunukan

a. Kebijakan Ekonomib. Fungsi koordinasi pengembangan ekonomi daerah

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan

a. Kebijakanb. Pendataanc. Penguatan kelembagaan/ pendampingand. Pelatihan teknise. Dukungan saprodi

Bank Kaltim Cabang Nunukan

a. Simpananb. Pinjaman

14Rotan Trangsan

Kabupaten Sukoharjo - Jawa Tengah

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Koordinator Pengembangan Klaster

Pendahuluan

10

No. Nama Klaster Wilayah

Stakeholder

Nama Lembaga Peran

15Komponen Kapal

Kabupaten Tegal - Jawa Tengah

Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) Tegal sebagai mitra kerja JICA dalam proyek SMIDEP

a. Bekerja sama dengan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, melakukan penelitian pengembangan produk pompa dan baling-baling dengan pembiayaan dari DIKTI;

b. Menggerakkan Service Provider terkait IKM Logam Komponen Kapal untuk meningkatkan daya saing dengan melakukan sertifikasi BKI, bekerjsama dengan JICA dalam program SMIDEP

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal

a. Penanggung jawab tingkat kabupaten: program pengembangan kompetensi inti industri komponen perkapalan;

b. Pendorong dan penanggung jawab fungsi koordinasi dan sinergi antar pemangku kepentingan terkait untuk pelaksanaan kegiatan yang berada di bawah peta panduan pengembangan kompetensi inti industri daerah komponen perkapalan Kabupaten Tegal

c. Pelaksana fungsi penyaluran bantuan, pembinaan dan pendampingan

c. Profil Pelaku Klaster

Tabel I-5. Pelaku Klaster

No Nama Klaster WilayahPelaku

Nama/ Lembaga Perorangan/ Badan Usaha

1 Jagung Timor Timur Utara NTTAna Lemanas Perorangan

Daniel Khikan Perorangan

2 Padi Organik Oku Timur SumselSuryono Perorangan

M. Ishak Perorangan

3 Padi Lokal Barito Kuala Kalsel Haderani Perorangan

4 Bawang Merah Cirebon Jawa BaratAmin K. Danopa Perorangan

Kasid Perorangan

5 Bawang Putih Sembalun NTB Sumarlin Perorangan

6 Cabai Merah Maros SulselLKMA Koperasi Tanralili/Sholeh Koperasi

Kios Sumber Rejeki/MuhYahya UD

7 Paprika Bandung Barat Jawa BaratEman Suparman Perorangan

Dadan Darmawan Perorangan

8 Kopi Bondowoso Jawa Timur Suheri Perorangan

9 Kakao Ende, NTT

Kansius Ani Perorangan

Thomas Kuremas Perorangan

Eustachius Gleko Perorangan

10 Domba Juhut Pandeglang Banten Muhammad Utin Perorangan

11 Sapi potongKabupaten Semarang Jawa Tengah

Ari Bowo Perorangan

12 Lele (perikanan) MedanSuratno Perorangan

Saidi Perorangan

13 Rumput Laut Nunukan Koperasi Mamolo Sejahtera Koperasi

14 Rotan Sukoharjo Jawa Tengah Agung Rejeki UD

15 Komponen Kapal Tegal Jawa Tengah Setia Kawan UD

Pendahuluan

11

Berdasarkan hasil survei, mayoritas pelaku klaster adalah perorangan (belum memiliki badan usaha) yaitu

sebesar 78,26% atau sebanyak 18 responden. Selain itu, terdapat bentuk lainnya yaitu koperasi dan usaha

dagang (UD), sedangkan bentuk badan hukum PT atau CV tidak ditemukan pada saat dilakukan survei.

d. Profil Non Pelaku

Tabel I-6. Non Pelaku Klaster

No Nama Klaster WilayahNon Pelaku

Nama Pekerjaan

1 Jagung Timor Timur Utara NTT Paulinus Mineh Kepala Desa

2 Padi Organik Oku Timur Sumsel Suyono Petani sawah

3 Padi Lokal Barito Kuala Kalsel Hardiyansyah petani pemilik & penggarap

4 Bawang Merah Cirebon Jawa BaratZaenuddin Pekerja

Eko Yulianto Pemilik Warung

5 Bawang Putih Sembalun NTB Basuki Rahmat Wiraswasta Penginapan

6 Cabai Merah Maros Sulsel Daeng Taba Petani

7 Paprika Bandung Barat Jawa BaratOmay Komar Mantan Kepala Sekolah Dasar Pasirlangu

Asep Witarli Pengawas Koperasi MSM

8 Kopi Bondowoso Jawa Timur Samsul Buruh Tani Serabutan

9 Kakao Ende, NTT Sotar Sane Nurak Kepala Desa Bloro

10 Domba Juhut Pandeglang BantenAde Usmadi Petani

H. A dimyati Lurah

11 Sapi potong Kabupaten Semarang Jawa Tengah Pujianto Sekdes/Kaur Kesbang

12 Lele (perikanan) Medan Wagiri Sekretaris desa

13 Rumput Laut Nunukan Jalil Petani rumput laut

14 Rotan Sukoharjo Jawa Tengah Sriyana Kepala Desa

15Komponen Kapal

Tegal Jawa TengahSaripah Pedagang Kelontong

Hidayat Pedagang Mesin

Selain manajemen klaster, stakeholders, dan pelaku klaster, survei juga dilakukan kepada non pelaku klaster

(masyarakat). Responden non pelaku klaster terdiri dari pihak-pihak yang memiliki profesi terkait seperti

petani, pengawas koperasi, lurah, kepala desa, pedagang dan lain-lain.

Pendahuluan

12

Halaman ini sengaja dikosongkan

13

Gambaran Umum Klaster

Bab IIGambaran Umum

Klaster

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Definisi Klaster

Beberapa definisi klaster yang dikutip dari beberapa sumber sebagai berikut :

Michael Porter dalam bukunya Clusters and The New Economics of Competition (1998) : Klaster didefinisikan

sebagai “konsentrasi geografis perusahaan yang saling berhubungan, pemasok, penyedia jasa, perusahaan-

perusahaan di industri terkait, dan lembaga-lembaga terkait (misalnya universitas, lembaga standar dan

asosiasi perdagangan) di bidang-bidang tertentu yang bersaing tetapi juga bekerja sama (Porter 1998).

Penumbuhkembangan klaster mengandung empat faktor penentu atau dikenal dengan nama diamond

model yang mengarah kepada daya saing industri, yaitu: (1) faktor input (input condition factor), (2) kondisi

permintaan (demand condition), (3) industri pendukung dan terkait (related and supporting industries),

serta (4) strategi perusahaan dan pesaing (context for firm and strategy)”

1. UNIDO (United Nations Industrial Development Organizations) :

Klaster didefinisikan sebagai “konsentrasi geografis perusahaan yang saling terkait dan lembaga terkait

yang menghadapi tantangan yang sama dan kesempatan”. Jumlah perusahaan yang dianggap sebagai

klaster dapat bervariasi tergantung pada ukuran suatu negara.

2. Thomas Andersson dalam The Cluster Policies Whitebook (2004) :

“Klaster secara umum didefinisikan sebagai proses perusahaan dan aktor-aktor lain yang saling bekerja

sama di dalam konsentrasi area geografis, bekerja sama dalam fungsional tertentu dan membangun

hubungan serta aliansi yang bekerja untuk meningkatkan daya saing kolektif mereka.”

3. Enright, M. J., (1992) :

Klaster didefinisikan sebagai “perusahaan-perusahaan yang sejenis/sama atau yang saling berkaitan,

berkumpul dalam suatu batasan geografis tertentu.”

4. Kementerian Perindustrian (PP. No. 28/2008)

“Klaster didefinisikan sebagai sekelompok industri inti yang terkonsentrasi secara regional maupun

global yang saling berhubungan atau berinteraksi sosial secara dinamis, baik dengan industri terkait,

industri pendukung maupun jasa penunjang, infrastruktur ekonomi dan lembaga terkait dalam

meningkatkan efisiensi, menciptakan aset secara kolektif dan mendorong terciptanya inovasi sehingga

tercipta keunggulan kompetitif.”

14

Gambaran Umum Klaster

2.1.2. Penilaian Kinerja Klaster

Dalam menentukan keberhasilan program klaster yang dikembangkan, terdapat beberapa kriteria yang

perlu dibangun. Di bawah ini beberapa kriteria yang digunakan dalam melakukan evaluasi dan monitoring

untuk Cluster Initiatives sebagai berikut:

1. Cluster Initiatives Greenbooks (Orjan Solvell, Goran Lindqvist, Christian Ketels, 2003), beberapa kriteria

untuk melakukan penilaian kinerja klaster:

a. Peningkatan daya saing klaster (indikator a.l : inovasi, teknologi, branding)

b. Peningkatan pertumbuhan klaster (indikator a.l. : ekspansi klaster)

c. Pencapaian tujuan program pengembangan klaster

2. A Report to the Department of Trade and Industry and the English Regional Development Agencies

(RDAs), (2002), Semua klaster memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi terdapat beberapa indikator

umum yang menjadi kunci sukses dalam melaksanakan program pengembangan klaster, yaitu :

A. Faktor kunci sukses (Critical Success)

a. Terdapat networking dan kemitraan

b. Terdapat basis inovasi yang kuat yang mendukung aktifitas R & D,

c. Terdapat kompetensi/keahlian yang kuat.

B. Faktor penyumbang sukses (Contributing Success)

a. Infrastruktur yang memadai

b. Terdapat perusahaan besar

c. Budaya kewirausahaan yang kuat

d. Akses pada sumber keuangan

C. Faktor pelengkap/komplementer (Complementary success)

a. Akses ke jasa spesialis

b. Akses pasar

c. Akses terhadap jasa pendukung bisnis

d. Persaingan

e. Akses informasi

f. Komunikasi dan kepemimpinan

g. Aspek virtual

h. Dampak ekonomi eksternal.

3. Rosenfeld (1997). Keberhasilan klaster dapat dilihat dari beberapa faktor penentu kekuatan klaster

yaitu :

1. Spesialisasi,

2. Kapasitas penelitian dan pengembangan

3. Pengetahuan dan keterampilan

4. Pengembangan sumber daya manusia

5. Jaringan kerjasama dan modal sosial

6. Kedekatan dengan pemasok

7. Ketersediaan modal

15

Gambaran Umum Klaster

8. Jiwa kewirausahaan

9. Kepemimpinan dan visi bersama

4. GIZ (2011) dan Action for Enterprise (AFE) - Value Chain Market Based Solutions.Terdapat 3 (tiga)

level untuk mengukur keberhasilan (dampak) suatu program, yaitu dilihat pada level UMKM, level

intervensi/solusi berbasis pasar dan level program secara keseluruhan.

5. Bank Indonesia. Penilaian kinerja klaster di Bank Indonesia berdasarkan pengukuran Indeks Kinerja

Utama (IKU) pada tahun 2014, terdiri dari :

a. Nama IKU: “Peningkatan jumlah klaster ketahanan pangan/volatile food/komoditas ekspor” (klaster

baru)

Formula pengukuran : Peningkatan jumlah wilayah/desa atau jumlah komoditas pada klaster

ketahanan pangan/volatile food/ komoditas ekspor

b. Nama IKU : “Peningkatan kinerja klaster eksisting” (klaster lama) adalah :

Formula pengukuran :

Prosentase peningkatan kinerja 1 (satu) klaster (lanjutan/eksisting) dibandingkan tahun sebelumnya,

yang diukur dengan indikator (pilihan) peningkatan produksi, peningkatan jumlah tenaga kerja dan

peningkatan jumlah UMKM yang terlibat.

2.1.3. Siklus Klaster (Life Cycle Cluster)

Seperti halnya produk, industri juga mengikuti siklus tahapan pengembangan. Klepper dalam Industry Life

Cycles In: Industrial and Corporate Change, Klepper, S (1997: 148) membedakan menjadi tiga tahapan

yang berbeda dari siklus hidup industri, yaitu Embryonic, Growing and Mature. Max-Peter Menzel dan Dirk

Fornahl (2007) dalam Cluster Life Cycles-Dimensions and Rationales of Cluster Development, menjelaskan

bahwa kondisi klaster pada tahap awal atau disebut tahap embrio (embriyonic stage) : volume pasar

rendah, terdapat ketidakpastian yang tinggi, desain produk masih primitif, dan mesin yang digunakan

untuk produksi tidak terspesialisasi. Pada tahap kedua, atau yang disebut tahap pertumbuhan (growth

stage), klaster memiliki output yang tinggi, desain produk mulai stabil, inovasi produk menurun dan proses

produksi menjadi lebih halus sebagai hasil penggunaan mesin khusus yang menggantikan tenaga kerja

manusia. Dalam tahap ini, terjadi penurunan dan seleksi produsen. Selanjutnya pada tahap ketiga atau

disebut tahap dewasa (mature stage), terjadi pertumbuhan output yang melambat, pangsa pasar stabil,

inovasi kurang signifikan serta manajemen, pemasaran, dan teknik produksi menjadi lebih terspesialisasi.

Dalam model ini, pada tahap embrio terdapat sedikit jumlah perusahaan dan tenaga kerja, sedangkan pada

tahap pertumbuhan terjadi peningkatan dan pada tahap dewasa terjadi penurunan jumlah perusahaan dan

tenaga kerja.

Sandee dan ter Wingel (2002) telah melakukan observasi terhadap karakteristik klaster di Indonesia dan

mengklasifikasikan taraf perkembangannya menjadi empat jenis:

1. Artisinal :

Pelaku di dalamnya merupakan usaha mikro, produktivitas dan upah yang rendah; kondisi usaha stagnan

(pasar, investasi dan produksi, metode produksi dan manajemen, organisasi dan pengembangan

produksi), orientasi pasar lokal (konsumen berpenghasilan rendah), peralatan dan perlengkapan usaha

masih primitif, banyak produsen yang buta huruf dan pasif dalam pemasaran produsen (tidak tahu

16

Gambaran Umum Klaster

tentang pasar mereka), peran tengkulak/pedagang yang dominan (produsen sepenuhnya tergantung

pada tengkulak atau pedagang untuk pemasaran), rendahnya kerjasama antar perusahaan dan

spesialisasi (tidak ada kerjasama vertikal antara perusahaan), tidak ada jaringan eksternal dengan

organisasi-organisasi yang mendukung. Sebagian besar klaster di Indonesia masih dalam tahap ini.

2. Active :

Telah menggunakan pekerja dengan keterampilan tinggi dan teknologi yang lebih baik, pasar nasional

dan ekspor, aktif dalam pemasaran, tingkat jaringan internal maupun eksternal tinggi (contoh : klaster

industri sepatu).

3. Dynamic :

Telah terdapat jaringan perdagangan luar negeri yang luas, heterogenitas dalam kelompok terkait

ukuran, teknologi dan pasar yang dilayani semakin tinggi, perusahaan besar/perintis memainkan peran

yang menentukan (contoh : klaster mebel Jepara)

4. Advanced :

Tingkat spesialisasi dan kerjasama antar perusahaan tinggi, jaringan bisnis antara perusahaan dengan

pemasok bahan baku, komponen, peralatan dan komponen pendukung lainnya, penyedia layanan

bisnis, pedagang, distributor dan bank sangat baik, terbangun kerjasama yang baik dengan lokal,

regional atau pemerintah nasional, serta dengan lembaga pelatihan dan penelitian (perguruan tinggi,

perusahaan yang berorientasi ekspor (klaster pariwisata Bali).

Menurut INOVISA - Uni Eropa (2012) dalam International Benchmarking Study of Competitiveness Pole and

Clusters & Clusters and Identification of Best Practices, Life Cycle Cluster dibagi menjadi sebagai berikut :

1. Starting phase, kurang dari 1 tahun

2. Consolidating phase, 1 – 3 tahun

3. Development phase, 3 – 7 tahun dan

4. Reorienting phase

Pada kajian ini digunakan kriteria fase perkembangan klaster sebagai berikut:

Tabel II-1. Matriks Fase-Fase Perkembangan Klaster

No URAIANTAHAPAN KLASTER

Starting phase Consolidating phase Development phase Reorienting phase

1 Lama Berdiri kurang dari 1 tahun berdiri 1-3 tahun berdiri 4-6 tahun berdiri > 6 tahun

2 Koordinasibelum ada koordinasi

koordinasi masih sedikit

koordinasi berjalan baik

koordinasi mulai berkurang

3 Inovasibelum ada inovasi (produk, produksi, pemasaran)

mulai penjajakan inovasi (produk, produksi, pemasaran)

inovasi masih sedikitinovasi menjadi budaya (produk, produksi, pemasaran)

4 Kegiatan belum ada kegiatan kegiatan sedikit banyak kegiatankegiatan sudah mulai berkurang

5 Kelembagaankelembagaan belum jalan

kelembagaan mulai dirintis

kelembagaan jalan mantap

kelembagaan jalan lamban

6 Kepengurusankepengurusan belum dibentuk

kepengurusan sudah terbentuk

kepengurusan mantapkepengurusan bertransformasi

17

Gambaran Umum Klaster

No URAIANTAHAPAN KLASTER

Starting phase Consolidating phase Development phase Reorienting phase

7 Keanggotaankeanggotaan masih terbatas

keanggotaan sudah mulai bertambah

keanggotaan solid keanggotaan berkurang

8 Perencanaan belum ada rkasudah ada rka namun belum berfungsi sepenuhnya

rka sudah berfungsi sebagai acuan pelaksanaan kegiatan

rka sebagai acuan pelaksanaan kegiatan sudah mulai menurun fungsinya

9Pertanggung jawaban

belum ada mekanisme pertanggung jawaban

sudah ada mekanisme pertanggung jawaban tapi belum berjalan

sudah ada mekanisme pertanggung jawaban dan berjalan dengan baik

Pertanggung jawaban mulai menurun

2.2. Kondisi Umum Klaster

2.2.1. Subsektor dan Prakarsa Klaster

Subsektor

Kajian mencakup klaster yang tersebar di 15 kabupaten dan 10 provinsi di Indonesia. Lima belas komoditas

ditetapkan untuk setiap kabupaten terpilih, dan terbagi dalam 6 sub sektor. Tabel II-2 menyajikan informasi

terkait sub sektor, komoditas, dan lokasi kajian.

Tabel II-2 Subsektor, Komoditas dan Lokasi Klaster

Sub Sektor KomoditasLokasi Kajian

Kabupaten Provinsi

Sub Sektor Tanaman Pangan

Jagung Timor Tengah Utara (TTU) Nusa Tenggara Timur

Padi Organik Ogan Komering Ulu Timur Sumatera Selatan

Padi Lokal Barito Kuala Sumatera Utara

Sub Sektor Hortikultura

Bawang Merah Cirebon Jawa Barat

Bawang Putih Lombok Timur Nusa Tenggara Barat

Cabai Maros Sulawesi Selatan

Paprika Bandung Barat Jawa Barat

Sub Sektor PerkebunanKopi Bondowoso Jawa Timur

Kakao Maumere Nusa Tenggara Timur

Sub Sektor PeternakanDomba Pandeglang Banten

Sapi Potong Semarang Jawa Tengah

Sub Sektor Perikanan Budidaya

Rumput Laut Nunukan Kalimantan Utara

Lele Serdang Bedagai Sumatera Utara

Sub Sektor Industri Manufaktur

Rotan Sukoharjo Jawa Tengah

Logam Komponan Kapal Tegal Jawa Tengah

Klaster-klaster dalam kajian ini diinisiasi pada waktu yang beragam. Usia inisiasi klaster dikelompokkan

untuk melihat fase perkembangan kematangannya. Kelompok-kelompok klaster tersebut adalah :

18

Gambaran Umum Klaster

< 1 Tahun : -

1-3 Tahun : Klaster Domba Juhut, Klaster Padi Organik, Klaster Ikan Lele, Klaster Logam Komponen

Kapal, Klaster Cabai, Klaster Rumput Laut

4-6 Tahun : Klaster Bawang Merah, Klaster Padi Lokal, Klaster Rotan Trangsan, Klaster Sapi Potong

Polo Siri, Klaster Kopi Bondowoso

> 6 Tahun : Klaster Paprika Pasirlangu, Klaster Bawang, Putih Sembalun, Klaster Jagung TTU, Klaster

Kakao Sikka.

Dalam kajian ini ditemukan juga kemunculan sektor pendukung selain sektor utama, sebagai dampak dari

inisiasi klaster. Dalam klaster-klaster ini muncul usaha-usaha baru yang termasuk ke dalam sektor-sektor

sebagai berikut:

- Sektor jasa di Klaster Domba Juhut, Klaster Padi Organik OKU Tiur, Klaster Padi Lokal Batola, Klaster

Paprika Pasirlangu, Klaster Bawang Merah Kabupaten Cirebon, Klaster Sapi Potong Polo Siri, Klaster

Kopi Bondowoso dan Klaster Kakao Sikka.

- Sektor peternakan di Klaster Jagung TTU

- Sektor industri di Klaster Domba Juhut, Klaster Paprika Pasirlangu, Klaster Sapi Potong Polo Siri dan

Klaster Kopi Bondowoso

- Sektor pertanian Klaster Domba Juhut dan Klaster Sapi Potong

Gambar II-1. Sektor Pendukung Karena Dampak Klaster

Sektor jasa cenderung lebih mudah tumbuh, disusul dengan sektor industri. Munculnya entitas-entitas ini

sangat relevan dengan kebutuhan dan peluang yang tersedia ketika titik masuk pengembangan klaster dipilih

atau ditetapkan pada sektor primer, khususnya komoditas pertanian. Dimana, sektor industri merupakan

sektor sekunder, sementara sektor jasa merupakan sektor tersier dalam tahapan proses transformasi barang

dan jasa. Entitas baru tersebut terbukti telah mempercepat proses produksi padi (contoh : unit instalasi

Pupuk Organik Cair (POC) di OKU Timur, Unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) di Barito Kuala), dan jasa-jasa

pemasaran yang mempercepat distribusi barang/jasa kepada konsumen (contoh : villa sapi di Semarang).

Pada proses industri di sektor pertanian merupakan langkah terdekat dalam penciptaan nilai tambah output

berupa barang turunan, seperti yang dilakukan oleh Kelompok Wanita Kuta Baru yang memproduksi

berbagai olahan lele (abon, baso, nugget, dll), walaupun tingkat komersialisasinya belum optimal.

19

Gambaran Umum Klaster

Prakarsa Klaster

Prakarsa klaster didefinisikan sebagai kegiatan kemitraan yang meningkatkan daya saing klaster (Solvell,

dkk. 2003). Kemitraan dapat terjadi antar entitas, baik entitas bisnis ataupun non bisnis, individual ataupun

lembaga, yang memangku kepentingan dalam klaster. Dalam kajian ini, prakarsa klaster diasumsikan untuk

secara utama digerakkan oleh sebuah atau sejumlah lembaga yang disebut dengan istilah inisiator atau

penggerak terjadinya kemitraan dalam klaster.

Dalam kajian ini penginisiasi pengembangan klaster dan komoditas yang dikembangkan dalam klaster telah

ditetapkan dan dikelompokkan sebagai berikut :

No. Inisiator Klaster

1. Bank Indonesia Klaster Bawang Merah Kabupaten CirebonKlaster Cabai MarosKlaster Domba JuhutKlaster Sapi PotongKlaster Rumput Laut NunukanKlaster Padi Organik OKU TimurKlaster Ikan Lele Kuta Baru Klaster Padi Lokal BatolaKlaster Kopi Bondowoso

2. Pemerintah Klaster Logam Komponen Kapal TegalKlaster Bawang Putih SembalunKlaster Rotan Trangsan

3. Lembaga Donor Klaster Kakao Sikka Klaster Jagung TTU

4. Swasta Klaster Paprika Pasirlangu

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan prakarsa klaster. Selain peran inisiator, dalam kajian ini

membuktikan bahwa penggerak klaster dan penggerak klaster lain juga merupakan pelaku penting dalam

mendorong keberhasilan klaster. Entitas penggerak klaster tersebut berupa Koperasi, UMKM Pelopor,

Perusahaan Inti, Asosiasi dan LSM. Sedangkan penggerak klaster penting yang saling bermitra, seperti

tokoh masyarakat, perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Komposisi dari penggerak klaster dapat dilihat

pada Gambar II-2 dan II-3.

Gambar II-2. Jumlah Champion Klaster Gambar II-3. Jumlah Penggerak Klaster

Dalam kajian ini, disusun suatu pemetaan tentang pendekatan dan strategi inisiasi prakarsa atau

pengembangan klaster yang dikembangkan oleh masing-masing inisiator. Pemetaan tersebut semata-mata

bertujuan untuk menangkap keunikan aspek-aspek inisiasi prakarsa klaster dari masing-masing stakeholders.

20

Gambaran Umum Klaster

a. Bank Indonesia

Bank Indonesia memulai program pengembangan klaster UMKM di tahun 2006, diawali dengan

pelaksanaan kajian “Pembiayaan dalam rangka Pengembangan Klaster”. Implementasi dari program klaster

itu sendiri mulai dilaksanakan pada tahun 2007 dalam bentuk proyek pilot (pilot project) di lima 5 (lima)

wilayah Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia, yaitu Medan, Surabaya, Bandung, Semarang dan Serang.

Tujuan pengembangan klaster Bank Indonesia pada awal pelaksanaan program di tahun 2007 adalah :

(1) meningkatkan kinerja suatu klaster yang berbasis komoditas keunggulan daerah dan (2) memberikan

rekomendasi kepada para stakeholders terkait mengenai upaya yang ditujukan untuk pengembangan klaster

komoditas unggulan. Berikut adalah diagram kerangka kerja (framework)/metodologi pengembangan

program klaster yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia.

Gambar II-4. Faktor-FaktorPenentu Klaster

Sumber : Dokumen DKBU Bank Indonesia, 2008

Pelaksanaan program pengembangan klaster Bank Indonesia tersebut merupakan bagian dari upaya

percepatan pertumbuhan sektor riil yang dilakukan melalui pemberdayaan UMKM dengan pendekatan

klaster (Percepatan Pertumbuhan Sektor Riil Melalui Kegiatan Pengembangan Klaster UKM, DKBU Bank

Indonesia, 2008). Dasar pertimbangan pemilihan pendekatan klaster oleh Bank Indonesia tersebut karena

nilai strategis pendekatan ini yang bersifat terintegrasi, meningkatkan daya tawar, efisiensi biaya dan

berdampak bagi pengembangan ekonomi wilayah. Pendekatan klaster juga mampu menstimulasi inovasi

melalui pertukaran pengalaman dan pengetahuan antar pelaku dalam hubungan hulu-hilir serta mendorong

peningkatan keterkaitan sosial dan peningkatan keahlian masing-masing anggota klaster.

21

Gambaran Umum Klaster

Secara garis besar kegiatan tahapan pengembangan klaster yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah sbb :

a. Pemilihan klaster

b. Identifikasi permasalahan dan kebutuhan bantuan teknis

c. Melaksanakan pemberian bantuan teknis

d. Evaluasi dan Monitoring

Gambar II-5 Tahapan pengembangan Klaster Bank Indonesia

Sumber: Dokumen DKBU Bank Indonesia 2008

Pada pelaksanaan proyek pilot pengembangan klaster, Bank Indonesia menetapkan indikator pencapaian

klaster sebagai berikut : peningkatan volume penjualan, peningkatan penjualan, peningkatan penyerapan

tenaga kerja (penambahan jumlah jam dan/atau tenaga kerja) dan penambahan jumlah kredit/pembiayaan.

Dari 9 klaster yang diinisiasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, 7 (tujuh) narasumber masing-

masing KPw BI menyatakan dasar pengembangan klaster yang diinisiasi oleh BI didasari oleh alasan karena

core lembaga, CSR (Corporate Social Responsibility), kebijakan pusat, dan juga kebijakan internal (Tabel

II-3).

22

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-3. Alasan Bank Indonesia Mengembangkan Klaster di Berbagai KPw BI

Kantor Perwakilan Core Lembaga CSR Kebijakan Pusat Kebijakan Internal

KPw BI Serang √ √ 0 0

KPw BI Provinsi Sumatera Selatan √ √ √ √KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan √ √ √ √KPw BI Provinsi Sumatra Utara √ √ √ √KPw BI Banjarmasin √ √ √ √KPw BI Provinsi Jawa Barat √ 0 √ √KPw BI Cirebon 0 √ √ 0

Core lembaga. Sesuai dengan Undang-Undang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagai mana telah

diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2004 , tugas Bank Indonesia adalah mencapai dan menjaga

kestabilan nilai rupiah. Hal tersebut tercermin dari dua aspek yang harus dikelola oleh Bank Indonesia, yaitu

kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar dan

menjaga kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin pada laju inflasi. Hal Ini. Secara

empiris, komoditas bahan pangan merupakan sumber tekanan inflasi di Indonesia, dengan kontribusi yang

cukup signifikan dan cepat terpengaruh terhadap gangguan. Beberapa komoditas bahan pangan yang

dimaksud adalah beras, daging, bawang merah, cabai merah dan bawang putih. Peran Bank Indonesia adalah

mewujudkan misi menjaga sisi pasokan komoditas bahan pangan dalam bentuk program pengembangan

klaster komoditas bahan pangan unggulan. Salah satu tujuan kajian ini adalah mengidentifikasi praktik baik

dari pengembangan klaster pada komoditas ketahanan pangan baik yang diinisiasi Kantor Perwakilan Bank

Indonesia, maupun yang diinisiasi oleh pihak lain. Sesuai dengan kategori komoditas ketahanan fokus Bank

Indonesia, maka beberapa pengembangan komoditas ketahanan pangan pun menjadi target kajian ini.

CSR (Corporate Social Responsibility) Bank Indonesia. Selain dituntut untuk melaksanakan tugas-

tugas utamanya tersebut, BI juga diminta untuk tetap memiliki kepedulian terhadap lingkungan

(komunitas) sebagai wujud CSR-nya atau lebih dikenal dengan istilah Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).

PSBI mendukung pencapaian tujuan Millenium Goals Development, salah satu di antaranya pengurangan

angka kemiskinan menjadi setengah pada tahun 2015. Dukungan tersebut tercermin dalam tema PSBI

yaitu meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat khususnya masyarakat ekonomi menengah dan kecil;

membantu program Pemerintah dalam menyiapkan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas

serta mampu berkompetisi dengan SDM asing; dan meningkatkan dan memelihara ekosistem melalui

kerjasama dengan segenap masyarakat UMKM. Dalam konteks pengembangan klaster, PSBI difokuskan

dalam rangka mendukung pemberdayaan sektor riil dan usaha mikro kecil dengan pemberian bantuan

berupa sarana dan prasarana.

Kebijakan Pusat. Kebijakan pusat yang dimaksud adalah kebijakan nasional khususnya dalam masalah

ketahanan pangan. Dalam RPJMN 2010-2014, pembangunan ketahanan pangan menjadi program prioritas

ke-5, dengan arah pembangunan ketahanan pangan untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian

pangan, melalu peningkatan produksi dan produktivitas, peningkatan nilai tambah dan daya saing, serta

peningkatan kapasitas pertanian, perikanan dan kehutanan. Kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan

pangan dari sektor pertanian diarahkan untuk mencapai ”Empat Sukses” yaitu sukses dalam: (a) swasembada

berkelanjutan; (b) diversifikasi pangan; (c) nilai tambah, daya saing, dan ekspor; dan (d) peningkatan

kesejahteraan petani. Sementara itu, peningkatan ketersediaan pangan dari sektor perikanan dan kelautan

23

Gambaran Umum Klaster

diprioritaskan pada daerah yang memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar dan diarahkan untuk:

(a) pengembangan sumber daya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil, (b) peningkatan produktivitas

sumber daya perikanan tangkap, dan (c) peningkatan produksi perikanan budidaya, dan peningkatan daya

saing produk perikanan (Dewan Ketahanan Pangan, 2010). Mengacu kepada Kebijakan Umum Ketahanan

Pangan Nasional dan RPJMN 2010-2014, maka pengembangan klaster sebagai pendekatan dalam program

pemberdayaan sektor riil dan UMKM sangat relevan, walaupun pemerintah pusat tidak secara eksplisit

menggunakan pendekatan klaster sebagai platform pada sektor ini.

Kebijakan Internal. Beberapa KPw Bank Indonesia menyatakan bahwa pengembangan klaster juga

merupakan kebijakan internal KPw. Inisiasi KPw atas dasar kebijakan dari Kantor Bank Indonesia Pusat

melalui mekanisme yang telah ditetapkan.

Dalam proses inisiasi klaster, Bank Indonesia telah melakukan serangkaian tahapan pengembangan

intervensi klaster yang memenuhi prinsip-prinsip dasar pengembangan klaster sebagai berikut :

§Mobilisasi : membangun kepentingan dan partisipasi. Proses mobilisasi dilakukan melalui penggalangan

komitmen dengan stakeholders yang akan terlibat dalam pengembangan klaster, yaitu Champion/

pengelola klaster, pemerintah terkait, entitas usaha dan lembaga-lembaga lainnya, seperti lembaga

penelitian dan perguruan tinggi. Usaha mobilisasi ini baik itu berupa penggalangan komitmen atau

kemitraan dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan koordinatif yang dilakukan seperti pertemuan (rapat)

koordinasi, fasilitasi pertemuan, FGD dan lain sebagainya.

§Diagnosis : mengidentifikasi dan mendefinisikan klaster, kemudian mendefinisikan kekuatan dan

kelemahan klaster. Pada tahap ini biasanya diawali dengan kegiatan kajian potensi ekonomi pada

wilayah alternatif pengembangan. Proses diagnosis dilakukan pada tahap analisis klaster di mana

analisis potensi dan analisis masalah dilakukan dengan berkoordinasi dengan stakeholders pemerintah

terkait terutama untuk menggali informasi tentang program Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan

pengembangan klaster yang akan diintervensi.

§Strategi kolaboratif : mengidentifikasi tindakan-tindakan atau aksi-aksi yang diperlukan untuk

mempromosikan pengembangan klaster dalam kerja sama dengan para pemangku kepentingan di

dalam klaster. Agar terjadi sinergi dalam membangun kolaborasi dapat disusun MoU antara pemerintah

daerah atau pemangku kepentingan lainnya atau dalam bentuk kesepakatan kerjasama lainnya dalam

rangka penyelenggaraan program tersebut.

§Implementasi : menerapkan rencana aksi yang dilakukan pada tahap pelaksanaan. Dalam tahapan

ini, Bank Indonesia berkoordinasi dan bersinergi dengan stakeholders terkait sesuai dengan bentuk

intervensi yang dapat dilakukan masing-masing pihak. Terkait dengan intervensi berupa bantuan teknis,

Bank Indonesia mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/22/PBI/2012 Tentang Pemberian

Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah.

§Peninjauan : monitoring dan evaluasi hasil-hasil serta meninjau implementasi strategi/kegiatan.

b. Pemerintah

Dalam kajian ini terdapat tiga klaster yang diinisiasi oleh pihak pemerintah, yaitu klaster bawang putih

Sembalun, klaster logam komponen kapal Tegal dan klaster rotan Trangsan.

24

Gambaran Umum Klaster

Pada Klaster Bawang Putih Sembalun, inisiator utama keberadaan klaster ini adalah Dinas Pertanian

dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur, didukung oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian

Pertanian. Kementerian Pertanian memiliki visi dan misi untuk memajukan usaha tani (agribisnis) dan

meningkatkan kesejahteraan hidup petani di Indonesia. Melalui perangkat kebijakan dan aspek-aspek

intervensi pengembangan usaha tani yang dikembangkan oleh Kementerian Pertanian, walaupun tidak

secara definitif menggunakan istilah klaster, menunjukkan bahwa terdapat irisan dengan konsep klaster

industri (klaster agribisnis) yang mendukung keberadaan dan pengembagan klaster agribisnis. Seperti

misalnya dengan konsep pengembangan kelembagaan petani yang dibangun oleh Kementerian Pertanian,

mendukung terbentuknya suatu jaringan dan kemitraan antar petani yang merupakan salah satu faktor

kunci terbentuk dan berkembangnya suatu klaster usaha tani. Konsep pengembangan kelembagaan

petani dari Kementerian Pertanian dilakukan melalui pembentukan kelompok tani, kontak tani dan

gabungan kelompok tani. Kementerian Pertanian melalui hampir semua Dinas Pertanian di setiap daerah

administrasi kabupaten memiliki visi terintegrasi akan pengembangan agribisnis yang berkelanjutan serta

misi khusus terkait pengembangan usaha tani yaitu mendorong peran peningkatan sektor pertanian dalam

perekonomian wilayah serta meningkatkan peran dan keterkaitan antar pelaku usaha tani melalui integrasi

wilayah produksi dan konsumsi komoditas serta produk pertanian. Sementara Dinas Pertanian di banyak

Kabupaten memilliki program pembinaan dan penyuluhan.

Pada Klaster Logam Komponen Kapal yang diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Tegal dengan

difasilitasi oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) membentuk Dewan Pengembangan

Daya Saing (DPDS) bersama dengan masyarakat yang peduli pengembangan daya saing daerah. Intervensi

pengembangan klaster lebih jauh, salah satunya dirancang dan dilaksanakan oleh Kementerian Perindustrian

bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengan dan Dinas Perindustrian

dan Perdagangan Kabupaten Tegal melalui program Kompetensi Inti Industri Daerah, sebagaimana akan

diuraikan dalam pembahasan tentang sub sektor industri manufaktur (penjelasan pada Bab II).

Sebagaimana juga telah dibahas pada Bab II, Klaster Rotan Trangsan diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten

Sukoharjo melalui dukungan dari Forum Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya (FPESD) Provinsi Jawa

Tengah, Forum for Economic Development and Employment Promotion (FEDEP) Kabupaten Sukoharjo

dan lembaga kerjasama Indonesia - Jerman Gesselschaft Fuer Technische Zusammenarbeit (GTZ RED) pada

tahun 2009, sebagai perluasan klaster mebel yang dibentuk pada tahun 2003. Pada saat itu, GTZ-RED

sedang melakukan pengembangan ekonomi regional di wilayah Surakarta-Boyolali-Karanganyar-Wonogiri-

Sragen-Klaten (SuBoSuKaWonoSraTeN).

c. Lembaga Donor

Dua klaster pada kajian ini merupakan klaster yang diinisiasi oleh lembaga donor, yaitu Klaster Kakao Sikka

dan Klaster jagung TTU. Klaster Kakao Sikka diinisiasi oleh Swiss Contact Indonesia melalui Local Economic

Development Project di NTT (LED-NTT), dan dilanjutkan oleh Yayasan Sahabat Cipta (YSC) melalui program

“Support of Poor Small Cocoa Farmer (SPSCF)” pada tahun 2012. Sedangkan klaster jagung TTU diinisiasi

melalui Program PRISMA (Promoting Rural Income through Support for Markets) yang didanai oleh AUSAID.

Informasi tentang kedua inisiator klaster ini telah dibahas pada Bab II.

Intervensi pengembangan klaster oleh lembaga donor ini dilakukan berdasarkan core lembaga masing-

masing. Lembaga donor yang bergerak sebagai organisasi non pemerintah mengembangkan pendekatan-

25

Gambaran Umum Klaster

pendekatan atau metodologi-metodologi dalam mencapai tujuan/sasaran program mereka. Framework

pengembangan program mereka juga mencakup tahapan-tahapan mulai dari menentukan tema program,

menyusun strategi dan aktivitas intervensi, pelaksanaan intervensi dan monitoring evaluasi. Kedua lembaga

ini tidak mengacu pada istilah klaster dalam pengembangan programnya, namun menggunakan pendekatan

klaster dalam intervensinya.

d. Perusahaan Swasta

Keterlibatan pihak swasta dalam inisiasi klaster sebagaimana hubungan bisnis yang dibangun oleh PT Saung

Mirwan dengan petani paprika Pasirlangu, secara spesifik adalah dalam konteks menjaga suplai. Dalam arti

luas dapat disebut sebagai pengembangan sistem nilai perusahaan dengan memperkuat kegiatan mata

rantai nilai pada lini produksi.

Dengan demikian terdapat 4 (empat) hal yang membedakan dasar keterlibatan keempat entitas inisiator

tersebut, yaitu :

a. Bank Indonesia : melaksanakan mandat untuk mendukung upaya pengendalian inflasi melalui pemberian

bantuan teknis dalam klaster dengan didukung program PSBI

b. Pemerintah : merupakan kebijakan nasional untuk pencapaian Millennium Development Goals (MDGs)

di tahun 2015 melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat

c. Lembaga donor : mewujudkan misi global pengentasan kemiskinan melalui kegiatan ekonomi

berkeadilan,

d. Swasta : memperkuat kegiatan mata rantai nilai industrinya.

Pada kajian ini, terdapat 3 (tiga) hal penting yang mendorong sukses inisiator dalam pengembangan klaster

tanpa melihat sektor dan komoditas yang dipilih maupun lokasi pengembangannya. Ketiga hal tersebut

adalah strategi kerjasama yang dibangun, strategi operasi, dan strategi phasing out (exit policy).

1. Strategi Kerja Sama. Bentuk kerja sama yang terjadi antara pihak yang ‘memimpin’ inisiasi dan

yang terlibat dalam prakarsa inisiasi dapat berupa kerja sama antara kedua belah pihak, sinergi/

konsorsium, ataupun dilakukan secara individual lembaga pemrakarsa. Kerja sama yang terjadi pun

beragam, mulai dari pendanaan bersama (joint funding), kegiatan bersama dan berbagi sumber daya

(resource sharing). Kerja sama ini dilangsungkan dalam berbagai tingkatan koordinasi dan sinergi serta

penetapan komitmen yang berbeda-beda dari masing-masing pihak. Pada kajian ini ditemukan 2 (dua)

implementasi kerja sama yaitu : 1) Kerja sama antar dua entitas seperti komitmen yang dibangun oleh

Bank Indonesia dengan pemerintah daerah, dan 2) inisiator dalam bentuk konsorsium seperti yang

terjadi dalam pengembangan klaster jagung di TTU, klaster bawang merah, dan klaster kopi rakyat

di Bondowoso. Model konsorsium dibangun atas dasar adanya permintaan berskala besar, sehingga

dalam intervensi diperlukan upaya integrasi yang kuat dari berbagai komponen/stakeholders. Market

driven pada klaster ini dicirikan oleh adanya “lead firm” yang merupakan bagian entitas dalam klaster

tersebut. Sedangkan model bi-partner selain mendorong sinergi/keterlibatan pemerintah daerah,

juga bertujuan mengidentifikasi keberhasilan pemerintah daerah dalam mengembangkan ketahanan

pangan. Namun demikian, dalam prakteknya masih perlu dilakukan upaya yang lebih intensif.

2. Strategi Operasionalisasi/Implementasi Inisiasi. Paling tidak ada tiga hal yang perlu mendapat

perhatian pada tahap implementasi, yaitu mobilisasi sumber daya dan pelaksanaan aktivitas, pencapaian

26

Gambaran Umum Klaster

target-target serta pengelolaan sinergi. Tidak semua inisiator menerapkan strategi khusus dalam

implementasi pengembangan klaster. Dalam kajian ini ditemukan bahwa terdapat dua strategi yang

ditempuh inisiator dalam penyelenggaraan program yaitu : a) jasa personal profesional/ spesialis (contoh

: spesialis tanaman organik & spesialis budidaya kopi), dan b) jasa lembaga profesional (contoh : YMTM

dan YSC). Penempatan tenaga ahli/spesialis tanaman padi organik terbukti mempercepat proses adopsi

pengetahuan dan keterampilan petani padi di OKU Timur. Kemampuan memproduksi biopestisida dan

pupuk organik di tingkat kelompok tani telah meningkatkan efisiensi dalam budidaya padi organik.

Jasa spesialis budidaya juga ditempatkan oleh Bank Indonesia untuk pengembangan klaster bawang

merah di Cirebon yang bertugas untuk menyelesaikan masalah yang bersifat teknis. Sedangkan untuk

pelaksanaan/intervensi program yang bersifat strategis dilakukan oleh inisiator/stakeholders yang

terlibat. Berbeda apabila pada tahap implementasi inisiator melibatkan lembaga profesional yang akan

bertindak sebagai mitra pelaksana program secara keseluruhan yang bertanggung jawab terhadap

aspek teknis maupun aspek strategis. Pelibatan mitra seperti ini akan efektif pada cakupan wilayah yang

relatif luas seperti klaster jagung di TTU dan klaster kakao di Sikka, NTT. Keefektifan bisa juga dinilai dari

kesiapan sumber daya organisasi pelaksana yang terstruktur dan terspesialisasi.

3. Strategi Phasing Out. Setiap inisiator memiliki strategi phasing out yang berbeda-beda, ada yang

berdasarkan jangka waktu atau kriteria-kriteria yang dianggap sebagai indikator keberhasilan. Jangka

waktu pelaksanaan merupakan strategi yang diambil oleh Bank Indonesia sebagai inisiator. Minimal

inisiasi klaster oleh Bank Indonesia dialokasikan dalam waktu satu tahun hingga tiga tahun, berdasarkan

MoU yang disepakati bersama pemerintah daerah atau stakeholders lain. MoU yang di bangun

tersebut merupakan upaya Bank Indonesia untuk membangun komitmen kebersamaan dengan Pemda

maupun stakeholders lain sekaligus memungkinkan peran serta Pemda/pihak lain untuk menguatkan

klaster hingga mencapai kemandirian. Dengan demikian, peran serta Pemda sebagai pemilik otoritas

wilayah menjadi sangat penting dan berperan besar dalam mendukung program tersebut pada masa

phasing out. Klaster yang relatif berkembang cepat dimana peran pemerintah sangat intensif, telah

dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pandeglang, Barito Kuala, TTU, Serdang Bedagai, dan Semarang.

Peran langsung pemerintah daerah juga terlihat pada klaster rotan di Sukoharjo, komponen kapal di

Tegal, dan kakao di Maumere. Strategi phasing out yang dikawal oleh Pemda hingga klaster tersebut

mencapai kemandirian akan membutuhkan waktu yang relatif lebih panjang. Pada umumnya ini terjadi

pada pemerintah yang konsisten dengan pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID) yang

merupakan hasil kajian komparatif sebagai acuan pengembangan klaster.

Sama halnya yang dilakukan oleh pihak swasta seperti pengembangan klaster paprika di Pasirlangu,

yang telah membangun hubungan inklusif antara perusahaan tersebut dengan pelaku inti dalam klaster

dalam bentuk kemitraan bisnis. Strategi lainnya adalah dengan menyiapkan institusi baru sebagai salah

satu entitas dalam klaster itu sendiri seperti yang dilakukan oleh Swiss Contact dalam mengembangkan

klaster kakao di Sikka, Maumere dengan membentuk Forum Kakao Sikka di bawah pengawalan Dewan

Kerja Sama Ekonomi Daerah (DKED) dan Cocoa Learning Center. Peran mitra lokal seperti YMTM yang

sejak awal terlibat sebagai bagian dari kegiatan transaksi (peran pemasar bersama) dalam pengembangan

klaster jagung di TTU yang diinisiasi oleh AusAid, juga merupakan strategi mempersiapkan masa phasing

out. Tumbuhnya instalasi POC di setiap Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN), unit pemasaran oleh

GAPOKTAN, pengembangan biopestisida, dan penangkar benih, yang disiapkan secara simultan oleh

KPw BI Provinsi Sumatera Selatan juga dalam rangka menyiapkan strategi kebijakan phasing out. Unit

27

Gambaran Umum Klaster

bisnis disiapkan dalam membangun penguatan sistem kelembagaan bisnis dalam klaster. Demikian

juga yang dilakukan oleh KPwBI Kalimantan Selatan dengan mendorong unit UPJA-nya, atau villa sapi

yang dibangun entitas klaster sapi potong di Semarang.

2.2.2. Kelembagaan Klaster

Kelembagaan klaster dapat dilihat dari sudut pandang kelembagaan manajemen klaster dan kelembagaan

sistem klaster. Klaster-klaster yang tercakup dalam kajian ini dikelola oleh beragam lembaga pengelola

klaster. Daftar manajemen klaster yang menjadi responden telah disampaikan pada tabel I-2. Kajian ini

berusaha memetakan kondisi kelembagaan dan keorganisasian dari setiap pengelola klaster di 15 klaster

yang ada. Berikut adalah aspek-aspek dari kelembagaan klaster yang dipetakan melalui survey :

Visi/Target Jangka Panjang Pengembangan Klaster

Keberadaan pernyataan visi atau target jangka panjang baik secara lisan ataupun terdokumentasi dalam

bentuk Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) menunjukkan bahwa pengelola klaster setidaknya sudah mulai

menyusun strategi dan rencana untuk mencapai tujuan jangka panjang, atau sudah mulai melaksanakan

hal-hal yang mengawali proses pencapaian tujuan tersebut.

Visi/target jangka panjang dapat menunjukkan bagaimana pengelola klaster mendefinisikan nilai yang

ditawarkannya, baik itu yang istimewa, berbeda dengan yang ditawarkan oleh pelaku usaha penghasil

produk/jasa yang sejenis ataupun potensi daya saing. Nilai ini menjadi sasaran pencapaian yang diusahakan

secara berkesinambungan. Gambar II-6, II-7 dan II-8 berikut memaparkan hasil pemetaan keberadaan visi/

jangka panjang pengembangan klaster berdasarkan usia klaster:

Gambar II-6. Visi/Target Jangka Panjang Pengembangan Klaster Usia 1-3 Tahun

Kecuali klaster komponen kapal, klaster-klaster lain sudah memiliki visi jangka panjang pengembangan

klaster pada 5 target. Komponen kapal belum menargetkan pada keanggotaan dan pasar karena masih

terfokus pada target operasi dan kinerja produk sebagai klaster embrio. Klaster padi organik adalah satu

kasus klaster yang telah menyatakan visi/target jangka panjang yang komprehensif, namun belum tertuang

secara definitif dalam bentuk RKA. Visi/target jangka panjang ini dapat disebut sebagai wacana bersama

yang disepakati secara konvensi dan non formal oleh para anggota klaster, dalam hal ini para GAPOKTAN

dan anggotanya. Kecuali pengelola klaster ikan lele Kutabaru, pengelola klasternya tidak memiliki dokumen

RKA. Keberadaan RKA tertulis ini sangat penting, di mana visi/target jangka panjang yang telah disepakati

secara non formal ini harus dibakukan secara formal agar lebih mengikat dan rasional.

28

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-8. Visi/Target Jangka Panjang Pengembangan Klaster Usia Lebih dari 6 Tahun

Dari empat klaster yang berusia lebih dari 6 tahun ini hanya klaster bawang putih Sembalun yang belum

memiliki RKA. Target kinerja tetap menjadi tujuan seluruh klaster, mengingat kinerja yang baik menjadi

tolok ukur keberlanjutan klaster.

Target Jangka Pendek Pengembangan Klaster

Target jangka pendek dapat tertuang adalam rencana kegiatan, di mana hampir semua klaster yang

tergolong berusia 1-3 tahun sudah memiliki target ekspansi, kecuali klaster komponen logam Tegal. Klaster-

klaster ini sudah memiliki target jangka pendek pendidikan dan pelatihan, inovasi dan teknologi serta

kerja sama komersial. Target-target ini akan mendefinisikan faktor-faktor kunci keberhasilan klaster, yaitu

keberadaan kompetensi inti, inovasi dan kemitraan usaha. Pada usia klaster 1-3 tahun, diasumsikan mulai

terjadi pembentukan kompetensi atau kapabilitas, spesialisasi mulai bertumbuh dan secara keorganisasian/

Gambar II-7. Visi/Target Jangka Panjang Pengembangan Klaster Usia 4-6 Tahun

Salah satu pengelola klaster usia 4-6 tahun yang memiliki visi/target jangka panjang yang unik adalah

klaster bawang merah dengan visinya untuk menjadi referensi dalam pengembangan agribisnis bawang

merah (terkait dengan benchmark sentra bawang merah). Kesemua pengelola klaster di fase ini sudah

memiliki RKA, hanya di klaster padi lokal Batola, RKA ini belum berfungsi sepenuhnya. Klaster padi lokal

dan klaster sapi potong tidak memiliki target jangka panjang untuk stakeholders, sedangkan klaster kopi

Bondowoso tidak memiliki target operasional untuk tujuan jangka panjangnya.

29

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-10. Target Jangka Pendek Pengembangan Klaster Usia 4-6 Tahun

Gambar II-9. Target Jangka Pendek Pengembangan Klaster Usia 1-3 Tahun

Gambar II-11.Target Jangka Pendek Pengembangan Klaster Usia Lebih Dari 6 Tahun

kelembagaan, koordinasi dan konsolidasi mulai dilakukan. Pada usia 4-6 tahun, klaster diasumsikan sudah

mulai memantapkan dan menajamkan kompetensi atau kapabilitasnya di mana spesialisasi mulai lebih

banyak. Spesialisasi mungkin terjadi karena adanya inovasi atau kebutuhan untuk mengelola satu fungsi

bisnis dalam skala ekonomi.

Pada usia 6 tahun, klaster harus lebih lincah dalam melakukan orientasi terhadap kondisi pasar yang

bisa jadi mulai diisi oleh pesaing yang menawarkan keunggulan nilai. Gambar II-9, II-10 dan II-11 berikut

memaparkan pemetaan target jangka pendek pengembangan klaster para pengelola klaster.

30

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-13. Strategi Pengembangan Klaster Usia 4-6 Tahun

Gambar II-12. Strategi Pengembangan Klaster Usia 1-3 Tahun

Strategi Pengembangan Klaster

Gambar II-12, II-13 dan II-14 berikut memaparkan pemetaan strategi pengembangan klaster yang dilakukan

oleh para pengelola klaster. Kita dapat melihat bahwa strategi yang diambil oleh semua pengelola klaster

yang berada di usia 1-3 tahun adalah penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster (modal sosial),

di mana modal sosial ini merupakah salah satu modal awal berjalannya dan berhasilnya klaster. Kegiatan-

kegiatan yang bertujuan untuk mengeratkan modal sosial, seperti pendampingan, pertemuan rutin,

konsultasi, pertemuan non formal dan lain sebagainya menjadi sangat penting untuk dilakukan di tahap

usia 1-3 tahun ini.

31

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-15. Sistem Pengelolaan Klaster Usia 1-3 Tahun

Gambar II-14. Strategi Pengembangan Klaster Usia Lebih dari 6 Tahun

Jika diamati lebih jeli di semua usia klaster, perkuatan keanggotaan menjadi strategi utama, disusul dengan

perkuatan bisnis anggota klaster, dan perbanyakan R & D merupakan strategi terakhir.

Sistem Pengelolaan Klaster

Berikut adalah gambaran sistem pengelolaan klaster di setiap usia klaster (Gambar II-15, II-16 dan II-17),

di mana di klaster cabai Maros dan rumput laut Nunukan yang masih berusia 1-3 tahun, belum terdapat

struktur pengelolaan klaster dan kepercayaan serta keterbukaan antar anggota masih dibangun. Pengelola

klaster komponen kapal Tegal juga masih dalam tahap menguatkan kepercayaan dan keterbukaan antar

anggota yang sudah mulai terbangun.

32

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-18. Bentuk Kerja Sama dengan Klaster Lain - Usia 1-3 Tahun

Gambar II-16. Sistem Pengelolaan Klaster Usia 4-6 Tahun

Gambar II-17. Sistem Pengelolaan Klaster Usia Lebih dari 6 Tahun

Secara umum pengelola memiliki sekretariat dan kegiatan rutin. Pengembangan organisasi dan networking

terlihat sebagai titik krusial dalam pengelolaan klaster.

Bentuk Kerja Sama dengan Klaster Lain

Berikut dalam Gambar II-18, II-19 dan II-20 adalah pemaparan kerjasama klaster-klaster yang dikaji :

33

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-19. Bentuk Kerja Sama dengan Klaster Lain - Usia 4-6 Tahun

Gambar II-20. Bentuk Kerja Sama dengan Klaster Lain - Usia Lebih dari 6 Tahun

Tidak semua klaster melakukan kerja sama antar klaster. Kalaupun terjadi, aspek pemasaran dan produksi

merupakan bentuk kerja sama yang dilakukan. Sedangkan kerja sama dalam hal teknologi terjadi pada

klaster yang membutuhkan pasokan teknologi tertentu, seperti teknologi organik, pengolahan rumput laut,

dan teknologi budidaya hidroponik dan teknologi benih paprika.

Aktivitas Manajemen

Berikut dalam Gambar II-21, II-22, II-23 dan II-24 adalah pemaparan tentang persepsi pengelola klaster

terhadap aktivitas pengelolaan klaster:

Gambar II-21. Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen - Klaster Usia 1-3 Tahun

34

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-24. Rerata Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen

Secara teoritis, kelembagaan klaster akan selalu bertumbuh seiring bertambahnya usia, baik dalam konteks

kegiatan-kegiatan dalam rantai nilai, kinerja kegiatan-kegiatan ataupun jumlah entitas yang terlibat dalam

keseluruhan kelembagaan klaster. Gambar II-24 menunjukkan bahwa semakin matang usia klaster intensitas

kegiatan manajemen semakin tinggi.

Gambar II-22. Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen Usia 4-6 Tahun

Gambar II-23. Penilaian Terhadap Aktivitas Manajemen Usia Lebih dari 6 Tahun

35

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-25. Penilaian Hambatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Keberhasilan Klaster Pada

Komoditas Tanaman Pangan

Dalam mengembangkan klaster komoditas tanaman pangan, ketersediaan infrastruktur fisik yang kurang

memadai akibat tidak cukup alokasi dana, dan kebijakan yang kurang mendukung merupakan hambatan

tertinggi dalam mengembangkan klaster. Dua elemen tersebut merupakan domain pemerintah sebagai

penanggung jawab. Kedekatan pelanggan dan supplier merupakan komponen kunci beberapa klaster dan

posisi ini akan terjadi apabila didukung oleh infrastruktur transportasi yang baik. Kualitas lahan sebagai

media tanam tentu saja sangat menentukan kapasitas produksi dan berkaitan dengan penilaian klaster

secara kuantitatif. Kendala utama kualitas lahan terletak pada nilai kesuburan akibat penggunaan pupuk

anorganik dan pola budidaya yang kurang tepat, dan kandungan asam yang tinggi seperti di daerah pasang

surut di Barito Kuala.

Infrastruktur juga diungkapkan oleh penyelenggara klaster komoditas ekspor sebagai faktor penting (lihat

Gambar II-26). Apalagi komoditas ini dalam skala besar terdapat kegiatan dengan mobilitas yang tinggi.

Pada kajian ini komoditas ekspor diwakili oleh klaster paprika Pasirlangu, kopi Bondowoso, rotan Trangsan,

rumput laut Nunukan, dan kakao Sikka. Seperti halnya dalam pengembangan klaster tanaman pangan,

adanya hambatan dalam kebijakan akan menghambat perkembangan capaian klaster. Akan berbeda

gerakan entitas dalam klaster ketika pengembangan klaster secara definitif tertuang dalam RPJMD, dan

pemerintah daerah secara intensif ikut terlibat (Rumput laut-Nunukan, padi lokal Barito Kuala, dan domba

2.2.3. Tantangan dan kendala Klaster

Banyak faktor yang menjadi tantangan dan hambatan dalam pengembangan klaster. Beberapa tantangan

secara ekonomi telah terbukti dipecahkan oleh inisiasi klaster dalam kajian ini, seperti produktivitas, inovasi,

serapan tenaga kerja, dan sebagainya yang akan dibahas pada sub bab dampak klaster. Kajian ini lebih

menyoroti tantangan pada isu-isu pengembangan ekonomi masyarakat, melalui penilaian manajemen

klaster terhadap beberapa kondisi penghambat pengembangan klaster yang dibagi dalam dua kelompok

yaitu : a) kelompok komoditas ketahanan pangan, dan b) komoditas ekspor.

Penilaian manajemen terhadap tantangan dan kendala dalam klaster ketahananan pangan dapat di lihat

pada grafik Gambar II-25.

36

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-27. Faktor Penyebab Kegagalan dan Keberhasilan Klaster

2.2.4 Replikasi Klaster

Pertanyaan tantang kemungkinan replikasi klaster, disampaikan baik kepada manajemen klaster maupun

kepada stakeholders klaster. Indikator replikasi yang ditanyakan kepada responden terdiri dari 5 dimensi

indikator yaitu kelembagaan klaster, manajemen produksi dan teknologi, marketing klaster, modal sosial

klaster, dan pengembangan SDM klaster. Dari seluruh pihak manajemen klaster yang disurvei, 75%

menyatakan bahwa klaster dapat direplikasi, sementara 25% lainnya menyatakan tidak bisa direplikasi

Gambar II-26. Penilaian Hambatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Keberhasilan Klaster pada

Komoditas Ekspor

Keberhasilan dan Kegagalan Klaster

Pada sub pembahasan kendala pengembangan klaster tanaman pangan dan komoditas ekspor teridentifikasi

bahwa kurangnya dana untuk dukungan infrastruktur dan dukungan kebijakan dalam pengembangan

klaster merupakan hambatan terpenting dalam menentukan keberhasilan pengembangan kedua komoditas

tersebut. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh stakeholders dimana isu terkait menempati peringkat

pertama dan kedua. Manajemen juga konsisten bahwa dukungan pemerintah dalam pengembangan klaster

adalah hambatan paling penting dalam pengembangan klaster, jika keberadaannya tidak mendukung.

Juhut- Pandeglang). Bagi komoditas ekspor kurangnya inovasi di perusahaan hulu akan menghambat

keseimbangan suplai, karena inovasi ini akan berkaitan dengan kualitas dan kuantitas produksi.

37

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-29. Aspek Kemudahan Replikasi Berdasarkan Penilaian Manajemen

dan Stakeholder Klaster

Manajemen produksi dan teknologi merupakan aspek teknis, dimana dalam penerapannya SDM yang ada

telah memiliki keterampilan yang cukup pada lini usaha yang akan dikembangkan melalui pendekatan

klaster. Perlu diingat bahwa dalam inisiasi klaster ini pemilihan komoditas sebagai titik masuk berdasarkan

KIID, sehingga sudah dipastikan merupakan kegiatan ekonomi yang umum dilakukan oleh masyarakat.

Gambar II-28. Persentase Kemungkinan Replikasi Klaster berdasar Jawaban Manajemen Klaster

Aspek lain yang juga ditanyakan dalam kajian ini yaitu kemudahan dan tantangan dalam melakukan replikasi.

Secara umum (Gambar II-29) penilaian kedua pihak cenderung sama kecuali pada aspek kelembagaan dan

modal sosial. Manajemen berpendapat bahwa kelembagaan lebih mudah direplikasi daripada modal sosial,

sementara stakeholders berpendapat sebaliknya. Bagi manajemen, kelembagaan klaster merupakan bagian

dari peran sehingga secara teknis dan operasional sudah sangat memahami esensinya.

Baik manajemen klaster dan stakeholders, keduanya menyatakan bahwa manajemen produksi dan

teknologi merupakan aspek yang paling mudah direplikasi, dan marketing adalah aspek yang paling sulit.

Ini menunjukan bahwa dalam memasarkan produk perlu keahlian khusus, terutama kemampuan pada

bidang jaringan kerja sama yang luas. Selain itu diperlukan strategi pemasaran yang tepat, dan mediasi

oleh pihak yang kompeten. Walaupun telah tumbuh unit-unit pemasaran kolektif dalam klaster, namun

keberadaan jasa pemasaran tersebut tentu saja tidak mudah diadakan pada awal inisiasi klaster, kecuali

motor penggerak klaster memiliki kemampuan pada bidang ini, atau jika fokus pengembangan klaster telah

ditetapkan pada tema pemasaran, seperti strategi klaster rumput laut dan jagung.

(gambar II-28). Sementara stakeholders klaster menyatakan bahwa 100% klaster yang dikembangkan

dapat direplikasi di tempat lain. Bahkan beberapa di antaranya sedang dalam proses replikasi, seperti yang

terjadi pada klaster sapi potong di Kabupaten Semarang.

38

Gambaran Umum Klaster

Kendala dalam replikasi klaster akan dihadapi sama kompleksnya dengan inisiasi awal klaster. Namun

demikian praktek baik beberapa klaster dalam kajian ini dapat digunakan sebagai benchmark bagi inisiasi

klaster lainnya.

2.3 Kondisi Klaster Sektoral

Sub bab ini mengungkapkan secara agregat dari informasi pengembangan komoditas yang dikelompokkan

dalam beberapa sub sektor, yaitu: 1) Sub sektor Tanaman Pangan, 2) Sub Sektor Hortikultura, 3) Sub

sektor Tanaman Perkebunan, 4) Sub Sektor Peternakan, 5) Sub sektor Perikanan Budidaya, dan 6) Sub

Sektor Perindustrian. Informasi dirangkum bersumber dari hasil investigasi di lapangan terhadap data-data

pragmatis, sehingga analisis yang disajikan bersifat kasuistik. Kalaupun terdapat temuan-temuan yang

bersifat umum tidak berarti menunjukkan kondisi sub sektor secara keseluruhan.

2.3.1 Subsektor Tanaman Pangan (Jagung, Padi Lokal, Padi Organik)

Ketahanan pangan selalu menjadi perhatian setiap negara. Pemerintah Indonesia juga telah menempatkan

masalah ketahanan pangan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional yang tertuang dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Upaya mencapai ketahanan

pangan difokuskan pada peningkatan ketersediaan pangan, pemantapan distribusi pangan, percepatan

diversifikasi pangan, dan pengawasan keamanan pangan segar sesuai karakteristik daerah. Ini berarti

pencapaian ketahanan pangan nasional terkait erat dengan upaya mendorong pemenuhan kebutuhan

pangan domestik dengan harga yang terjangkau sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selama ini komoditas tanaman pangan juga menjadi komoditas yang menjadi sumber tekanan inflasi

(volatile food). Pengaruh gangguan produksi maupun distribusi menjadi faktor yang menyebabkan sisi

penawaran menjadi tidak stabil sehingga menimbulkan fluktuasi harga komoditas pangan yang pada

akhirnya berimplikasi kepada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Menjaga sisi penawaran komoditas

pangan menjadi strategi penting, tanpa harus mengesampingkan sisi permintaan. Keseimbangan supply

dan demand hanya dapat dicapai jika terjadi sinergi antar pemangku kepentingan. Salah satu pendekatan

untuk mendukung upaya menjaga stabilitas pasokan adalah dengan melakukan program pengembangan

klaster dengan dukungan dari Pemda maupun pihak-pihak lain untuk mendukung upaya pengembangkan

ketahanan pangan di daerah.

Beberapa best practice program pengembangan klaster ketahanan pangan yang diinisiasi Bank Indonesia

menunjukkan perkembangan yang menggembirakan karena memberikan dampak yang positif secara

kualitatif maupun kuantitatif, seperti peningkatan kapasitas produksi maupun peningkatan daya saing

klaster sehingga terjadi peningkatan berbagai macam akses bagi pelaku maupun klaster itu sendiri, misalkan

akses keuangan, akses pasar, akses input dll.

2.3.1.1. Profil Umum Klaster Subsektor Tanaman Pangan

Komoditas tanaman pangan yang dikaji dalam pengembangan klaster tanaman pangan ini meliputi

komoditas jagung di Timor Tengah Utara (TTU), padi organik di OKU Timur, dan padi lokal Barito Kuala.

Lokasi dan sebaran masing-masing klaster disajikan pada tabel berikut ini :

39

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-4. Matriks Profil Umum Klaster Subsektor Tanaman Pangan

No Nama Klaster Kecamatan Desa Petani (org)

Kap. Prod. (ton/ha)

Komitmen pengembangan ke depan

1

Klaster Jagung Timur Tengah Utara (inisiasi tahun 2011)

15 kecamatan di TTU

47 desa/kelompok tani 7.489 2.5Sampai target terpenuhi 30% kenaikan net income di tahun 2017

2

Klaster Padi Organik OKU Timur (inisiasi 14 Sep 2012)

Buay Madang1 Kurungan Nyawa I 49 7,79

Sesuai dengan MoU dengan Bupati berakhir di 14 September 2014. Namun akan ditinjau kembali untuk perpanjangan hingga 1x musim tanam

2 Sumber Agung 19 7,73

Buay Madang Timur

3 Tanjung Mulya 54 5,75

4 Sumber Harjo 32 6,76

5 Bangun Harjo 22 7,20

6 Bukit Emas 26 5,80

Belitang7 Karang Kemiri 8 5,90

8 Sumber Suko 10 9,50

Belitang III 9 Karang Sari 51 9,60

TOTAL – RERATA 271 7,34

3

Klaster Padi Lokal Barito Kuala (inisiasi tahun 2011)

Anjir Muara

1 Anjir Muara Kota 52 5.97 Mengembangkan klaster di lokasi lain, karena sudah cukup banyak kontribusi ke lokasi sentra padi ini, termasuk kontribusi dari stakeholders lain

2 Anjir Muara Kota 68 4.51

Anjir Pasar1 Andaman I 60 6.5

2 Anjir Pasar Kota II 70 4.7

TOTAL – RERATA 250 5,42

Temuan yang bersifat umum untuk 3 komoditas yang dikembangkan pada sub sektor tanaman pangan

adalah:

1. Dalam hal penentuan Inisiasi Klaster Tanaman Pangan :

a. Dasar/kriteria penentuan pengembangan klaster tanaman pangan dipengaruhi oleh jenis komoditas

yang dikembangkan.

b. Untuk efektivitas dan efisiensi klaster ditetapkan pada lokasi sentra kawasan pertanian komoditas

unggulan daerah.

c. Jumlah pelaku yang cukup banyak pada sentra dan hamparan yang tersedia secara kolektif

mendorong cepatnya pertumbuhan klaster.

d. Sebagai produk unggulan, pada umumnya menjadi prioritas pengembangan, sehingga relatif

mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah setempat, sehingga pemerintah berkontribusi dalam

mendorong percepatan pengembangan klaster.

e. Terdapat 3 isu yang dapat dijadikan sebagai daya ungkit dalam mengembangkan klaster tanaman

pangan, yaitu pembangunan wilayah pedesaan, perbaikan lingkungan dan kesehatan serta

mengangkat sumber daya lokal (pemuliaan tanaman - untuk contoh di klaster padi lokal Barito

Kuala).

2. Produk diprioritaskan terutama untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan masyarakat lokal (berupa

pertanian subsistem).

3. Kepemilikan lahan terbatas, rata-rata dibawah 1 ha.

4. Untuk peningkatan pada skala ekonomi dapat dilakukan melalui kerja sama bisnis dengan industri

pengolahan (contoh : klaster jagung TTU), menciptakan nilai tambah melalui branding (contoh : klaster

40

Gambaran Umum Klaster

padi organik OKU Timur), dan mengangkat sumber daya lokal (kasus padi lokal Barito Kuala). Hal ini

menunjukkan bahwa tanaman pangan juga merupakan komoditas yang berpotensi meningkatkan

sumber ekonomi keluarga/masyarakat.

5. Intervensi yang diberikan melalui klaster pada umumnya berupa penerapan teknologi seperti perbaikan

pola tanam, dan penyediaan/pembuatan pupuk dan pestisida organik. Temuan juga menunjukkan

bahwa bentuk fasilitasi dalam pengembangan klaster tanaman pangan adalah dalam bentuk

penyediaan saprotan (sarana produksi pertanian). Sedangkan pada akses permodalan dapat dilakukan

dengan fasilitasi sertifikasi tanah hak milik secara kolektif, sehingga dapat digunakan sebagai kolateral

untuk akses pendanaan pada lembaga keuangan (bank). Mekanisasi pertanian sebagai salah satu

bentuk intervensi pada subsektor ini menyebabkan serapan tenaga kerja menjadi tidak signifikan.

Namun demikian, adanya peluang nilai tambah dan efisiensi melalui pengembangan klaster telah

menarik perhatian generasi muda kembali menggiatkan bercocok tanam (sebagai petani). Disamping

itu, hal ini juga menumbuhkan entitas bisnis baru seiring dengan tumbuhnya klaster, seperti jasa

operator alat pertanian, jasa penggilingan padi, instalasi pembuatan pupuk dan pestisida organik,

dsb). Sedangkan intervensi peningkatan kapasitas SDM lebih banyak dibutuhkan untuk kemampuan

teknik produksi. Sedangkan inovasi dan teknologi dilakukan dengan percepatan mekanisasi budidaya

sehingga terjadi efisiensi biaya, sedangkan berbagai intervensi teknologi menunjukkan bahwa dalam

pengembangan klaster tanaman pangan teknologi tepat guna sangat diperlukan untuk mempercepat

perkembangan klaster.

6. Walaupun dengan cara/teknik pelaksanaan berbeda, secara umum dalam pengembangan klaster

tanaman pangan dimulai dengan tahapan penentuan klaster, dengan tahapan akhir intervensi (exit

phase) berupa perluasan akses pasar sebagai strategi utama.

7. Dari sisi pengelolaan, klaster tanaman pangan tidak selalu diperankan oleh gapoktan namun gapoktan

tetap memiliki peran penting dalam mengorganisir kelompok-kelompok tani dan merupakan modal

sosial yang kuat. Contoh : pengelolaan klaster jagung TTU dilakukan oleh Lembaga Swadaya

Masyarakat, namun gapoktan tetap berperan dalam mengorganisir kelompok tani.

8. Pengembangan klaster tanaman pangan dapat dimulai dengan peran komersial melalui peran

gapoktan bersama unit-unit usaha yang dikembangkan sehingga tidak harus didasari pada pelaksanaan

kebijakan semata. Selain itu agar memberikan dampak sosial dan ekonomi ditekankan pada bagaimana

memperbaiki harga dan kestabilannya untuk meningkatkan pendapatan dan memperluas areal tanam.

9. Dalam kajian ini ditemukan 4 tantangan yang pengaruhnya sangat kuat terhadap pengembangan

klaster tanaman pangan berdasar penilaian manajemen antara 4,5-6 (penjelasan sub bab Tantangan

dan Kendala), yaitu :

a. Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai

peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)

b. Kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster

c. Kualitas lahan sebagai media tanam yang semakin menurun

d. Produk pertanian diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan

yang diperoleh sedikit

41

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-30 . Tantangan dan Kendala serta Nilai Pengaruh terhadap Pengembangan Klaster

Tanaman Pangan

10. Dari 16 indikator keberhasilan dalam pengembangan klaster tanaman pangan hanya satu indikator

yaitu “keberadaan perusahaan besar” yang hanya pada peringkat penting, sementara 15 indikator

lainnya pada kategori sangat penting yang ditunjukkan dengan nilai antara 4,5-6 penilaian skala 6.

11. Peningkatan produktivitas tergantung pada cakupan luasan klaster dan jenis komoditas yang

dikembangkan. Kenaikan volume produksi mencapai hingga lebih dari 30%.

2.3.1.2. Deskripsi Komoditas Kajian Klaster Subsektor Tanaman Pangan

A. Profil Kelembagaan Klaster

Inisiator

Pengembangan Klaster Jagung Timor Tengah Utara secara terstruktur dimulai tahun 2011, diinisiasi

melalui program PRISMA (Promoting Rural Income through Support for Markets in Agriculture) yang

dibiayai oleh AUSAID. Pada tahap awal telah melibatkan beberapa pihak dari Pemerintah Kabupaten TTU

(Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal, AUSAID,

Kementerian Pertanian (Dirjen Tanaman Pangan) dan juga perusahaan produsen benih Aurora dan Intan.

Tujuan dari program ini adalah meningkatkan pendapatan petani di sektor pertanian sebanyak 30% yang

akan dicapai pada tahun 2017. Hingga saat ini pelibatan petani telah melampaui target 7.000 Kepala Keluarga

(KK) yang ditetapkan pada awal inisiasi dimulai. Pada tahap implementasi peran lebih besar dijalankan oleh

YMTM dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan TTU melalui peran PPL dilapangan. Misi inti

dari Program PRISMA adalah mengentaskan kemiskinan di pedesaan melalui peningkatan akses pasar bagi

usaha-usaha ekonomi di pedesaan.

Sedangkan tantangan dan kendala yang lain tingkat pengaruhnya kuat (Gambar II-30).

42

Gambaran Umum Klaster

Klaster Padi Organik Oku Timur diinisiasi oleh KPw BI Provinsi Sumatera Selatan, berdasarkan MoU antara

KPw BI Provinsi Sumatera Selatan dengan Bupati OKU Timur pada tanggal 14 September 2012 selama

jangka waktu 3 tahun dan akan ditinjau kembali setelah masa MoU. MoU ini penting karena merupakan

media yang mengatur peran bersama dimana masalah pangan juga menjadi tanggung jawab pemerintah.

Peran KPw BI Provinsi Sumatera Selatan adalah memperkuat sektor hulu (budidaya) dan hilir (pasar) melalui

dukungan berupa bantuan teknis. Strategi yang ditempuh adalah tidak dengan menambah luasan lahan,

namun akan meluas secara alamiah karena inisiatif masyarakat sendiri karena merasakan dampaknya.

Melalui brand “O3”-nya, KPw BI Provinsi Sumatera Selatan mulai mengoperasikan strategi pengembangan

Klaster Padi Organik, sesuai tujuan organik padi, yaitu :

1. Mengembalikan kesuburan tanah. Pupuk anorganik dalam jangka panjang akan mengurangi kesuburan

tanah. Namun, dengan input pupuk organik terbukti kesuburan tanah berangsur angsur pulih setelah

2-3 musim tanam.

2. Kesehatan konsumen dan petani. Produk anorganik mengandung konten residu tinggi, untuk

kesehatan generasi tidak baik. Kesehatan terhadap petani juga akan lebih baik dengan berkurangnya

volume pestisida yang dihirup.

3. Kemandirian petani. Dengan budidaya organik petani tidak lagi tergantung pada subsidi pupuk dari

pemerintah yang juga tetap sulit didapatkan ketika musim tanam tiba. Selain itu harga pupuk subsidi

tetap mahal. Pupuk anorganik menyebabkan produktivitas turun, sehingga petani mengalami kerugian

dua kali. Jika pupuk dibuat sendiri maka akan lebih efisien. Karena saat ini di setiap sub-sub klaster

sudah terpasang instalasi alat pembuatan POC (Pupuk Organik Cair).

Pengembangan Klaster Padi Lokal di Barito Kuala juga diinisiasi oleh Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Banjarmasin. Berdasarkan kesepakatan antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Banjarmasin

dan Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Kuala tanggal 15 Mei 2012, pengembangan Klaster Padi Lokal

Barito Kuala ditetapkan di dua sentra padi lokal, yaitu Kecamatan Anjir Muara dan Kecamatan Anjir Pasar.

Sasaran pengembangan klaster padi lokal Barito Kuala berdasar kesepakatan KPw BI Provinsi Sumatera

Selatan dengan Pemerintah Daerah adalah :

1. Membangun sinergi program antara program pengembangan produksi padi dan kesejahteraan petani

dan mendorong pemberdayaan sektor riil dan UMKM yang selaras dengan pengendalian inflasi daerah.

2. Akselerasi program pengembangan padi sesuai dengan potensi dan kompetensi masyarakat.

3. Melaksanakan program pasca panen dan perbaikan mekanisme pasar, serta pemanfaatan lembaga

keuangan yang ada, memanfaatkan fasilitas sistem resi gudang, dan program terkait yang lainnya.

Alasan dalam mengembangkan klaster antar inisiator memiliki perbedaan karena perbedaan visi/misi masing-

masing lembaga secara internal, pengaruh kebijakan global ataupun perbedaan mandat masing-masing dll.

Tabel II-5 menunjukkan inisiator, alasan, dan komitmen pihak-pihak inisiator di 3 wilayah pengembangan

klaster tanaman pangan.

43

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-5. Inisiator, Alasan dan Komitmen Pihak-Pihak Inisiator di 3 Wilayah Pengembangan

Klaster Tanaman Pangan

Klaster Jagung TTU Klaster Padi Organik OKU Timur

Klaster Padi Lokal Barito Kuala

Inisiator AusAid KPw BI KPw BI

Alasan

Core lembaga

Pengentasan kemiskinan dan pembangunan pedesaan

Menjaga laju inflasi dalam rangka pertumbuhan ekonomi berkesinambungan

Mendukung upaya pengendalian inflasi

CSRProgram Sosial Bank Indonesia (PSBI)

Program Sosial Bank Indonesia (PSBI)

Kebijakan Pusat

Pengentasan kemiskinan Klaster komoditas ketahanan pangan

Klaster komoditas ketahanan pangan

Kebijakan Internal

Bagi daerah: melaksanakan program pusat

Inisiator dari kebijakan pusat Bottom up proses

Komitmen Keterlibatan

Mencapai target di tahun 2017

Akan ditinjau di tahun terakhir (2014)

Exit phase dan telah diserahkan kepada pemerintah daerah

Ada perbedaan alasan dari 2 inisiator, dimana Bank Indonesia sebagai inisiator pengembangan klaster

padi organik di OKU Timur dan padi lokal di Barito Kuala memiliki salah satu alasan sebagai pelaksanaan

tanggung jawab sosial. Sementara inisiator dari donor (AusAid) tidak terdapat alasan tersebut. Bank Indonesia

mengusung fokus isu sektor, sedangkan donor fokus pada isu desa dan kemanusiaan (kemiskinan).

Kajian ini juga ingin mengetahui dasar/kriteria inisiator dalam menetapkan pengembangan klaster yang

diprakarsai. Dari beberapa alasan yang telah disediakan, ketiga pemrakarsa menyatakan bahwa potensi

bersaing dengan pesaing internasional tidak/belum menjadi alasan. Secara fakta, produk komoditas yang

dikembangkan masih diprioritaskan untuk kebutuhan lokal yang belum terpenuhi. Kriteria penentuan

pengembangan klaster dari ketiga wilayah tersebut dituliskan dalam Tabel II-6.

44

Gambaran Umum Klaster

Tab

el II

-6. P

enen

tuan

Das

ar/K

rite

ria

Pen

gem

ban

gan

Kla

ster

Tan

aman

Pan

gan

Das

ar /

Kri

teri

aJa

gu

ng

TTU

Pad

i Org

anik

OK

U T

imu

rPa

di L

oka

l Bar

ito

Ku

ala

a) B

erda

sark

an

kebe

rada

aan

klas

ter

sebe

lum

nya

1) M

erup

akan

kla

ster

yan

g su

dah

ada/

dike

mba

ngka

n se

belu

mny

a

Kom

odita

s ja

gung

sud

ah s

ejak

lam

a di

usah

akan

ole

h m

asya

raka

t, 1

0 ta

hun

tera

khir

ada

perh

atia

n in

tens

if da

ri Pe

mer

inta

h D

aera

h (D

inas

Per

tani

an)

Beru

pa s

entr

a ta

nam

an p

adi

Beru

pa s

entr

a ta

nam

an p

adi

2) M

erup

akan

kla

ster

ya

ng s

ama

seka

li be

lum

di

kem

bang

kan

sebe

lum

nya

Ole

h Y

MTM

mel

alui

pro

yek

PRIS

MA

: ko

mod

itas

yang

pe

ngem

bang

anny

a m

asih

bel

um o

ptim

al.

Mas

ih m

erup

akan

pot

ensi

yan

g be

lum

dig

ali

Khu

susn

ya p

erta

nian

org

anik

, mas

ih

mer

upak

an in

isia

tif b

eber

apa

peta

ni

b) B

erda

sark

an

nila

i str

ateg

is

klas

ter

1) M

endu

kung

pen

gend

alia

n in

flasi

dan

ata

u pe

ngem

bang

an e

kono

mi

daer

ah

Tida

k m

endu

kung

infla

si, n

amun

mer

upak

an k

omod

itas

yang

men

duku

ng p

enge

mba

ngan

eko

nom

i dae

rah

khus

usny

a un

tuk

kons

umsi

rum

ah t

angg

a.

Wal

aupu

n tid

ak m

endu

kung

in

flasi

, tet

api m

endu

kung

dal

am

peny

edia

an k

etah

anan

pan

gan

mel

alui

kon

sum

si c

ara

seha

t.

Men

duku

ng p

enge

ndal

ian

infla

si d

an

turu

t m

enge

mba

ngka

n ek

onom

i dae

rah.

Se

belu

m k

last

er h

arga

ber

as in

i nai

k tu

run,

na

mun

sek

aran

g su

dah

stab

il

2) M

erup

akan

pro

duk

ungg

ulan

dae

rah

Jagu

ng m

erup

akan

pro

duk

ungg

ulan

dae

rah

Pote

nsi h

ampa

ran

dan

sara

na

iriga

si b

aik,

ser

ta is

u or

gani

k ya

ng m

ulai

ber

kem

bang

.

Mer

upak

an p

rodu

k un

ggul

an d

aera

h,

men

duku

ng d

alam

pen

yedi

aan

keta

hana

n pa

ngan

mel

alui

kon

sum

si b

eras

seh

at

(kon

sum

si g

ula

rend

ah).

3) T

erm

asuk

dal

am

Renc

ana

Ker

ja P

rogr

am

Peng

emba

ngan

Jan

gka

Men

enga

h D

aera

h (R

KPJ

MD

)

Term

asuk

dal

am d

okum

en R

PJM

D

Isu

orga

nik

buka

n ya

ng d

iusu

ng

pem

erin

tah,

seh

ingg

a is

u or

gani

k tid

ak m

asuk

dal

am

RPJM

D

Term

asuk

dal

am R

KPJ

MD

(200

7-20

14).

4) M

anda

t kh

usus

(mis

al:

part

isip

asi w

anita

, kot

a/de

sa,

dam

pak

lingk

unga

n)

Tida

k ad

a m

anda

t kh

usus

gen

der

(ket

erlib

atan

pe

rem

puan

) nam

un u

ntuk

pro

gram

PRI

SMA

ses

uai

deng

an w

ilaya

h ya

ng h

arus

dik

emba

ngka

n ya

itu d

esa)

Seca

ra t

ertu

lis t

idak

ter

cant

um

dala

m s

uatu

dok

umen

seb

agai

m

anda

t ya

ng h

arus

dija

lank

an,

nam

un m

embe

rikan

dam

pak

posi

tif p

ada

(kes

ubur

an),

dan

kese

hata

n ba

gi y

ang

men

gons

umsi

.

Seca

ra t

ertu

lis t

idak

ter

cant

um d

alam

sua

tu

doku

men

seb

agai

man

dat

yang

har

us

dija

lank

an, n

amun

mem

berik

an d

ampa

k po

sitif

pad

a pe

mul

iaan

var

ieta

s pa

di, d

an

kese

hata

n ba

gi y

ang

men

gons

umsi

.

5) B

esar

nya

jum

lah

pela

ku

usah

a (U

MK

M) t

erm

asuk

pe

gaw

ainy

a

Berb

udi d

aya

jagu

ng m

erup

akan

keg

iata

n ut

ama

mas

yara

kat/

pela

ku u

saha

. Jag

ung

seba

gai s

umbe

r al

tern

atif

baha

n m

akan

an p

okok

.

May

orita

s pe

ndud

uk a

dala

h pe

tani

, seh

ingg

a m

erup

akan

m

odal

sos

ial y

ang

cuku

p ba

ik.

May

orita

s pe

ndud

uk a

dala

h pe

tani

, se

hing

ga m

erup

akan

mod

al s

osia

l yan

g cu

kup

baik

.

c) P

oten

si

peng

emba

ngan

kl

aste

r

1) P

erm

inta

an p

asar

yan

g be

sar/

belu

m t

erpe

nuhi

Prod

uk ja

gung

bai

k se

gar,

pip

il da

n ol

ahan

unt

uk

pang

an s

elal

u la

ku d

an t

erse

rap

pasa

r (lo

kal d

an a

ntar

da

erah

di T

imor

)

Terd

apat

per

min

taan

2 t

on p

er

bula

n be

lum

ter

penu

hi

Perm

inta

an p

asar

yan

g cu

kup

tingg

i. M

asya

raka

t lo

kal m

erup

akan

pas

ar

pote

nsia

l, di

man

a m

engo

nsum

si p

adi

loka

l mer

upak

an m

enu

waj

ib. B

elum

lagi

pe

rmin

taan

dar

i lua

r.

45

Gambaran Umum Klaster

Das

ar /

Kri

teri

aJa

gu

ng

TTU

Pad

i Org

anik

OK

U T

imu

rPa

di L

oka

l Bar

ito

Ku

ala

2) P

oten

si b

ertu

mbu

h

Laha

n pe

tani

cuk

up lu

as, y

ang

dike

lola

bel

um s

emua

ar

tinya

mas

ih b

anya

k la

han

para

pet

ani y

ang

belu

m

dim

anfa

atka

n. S

alah

sat

u ke

ndal

a ad

alah

ten

aga

kerja

ya

ng t

erba

tas,

seb

agia

n be

sar

dike

rjaka

n se

ndiri

.

Did

ukun

g ol

eh s

umbe

r da

ya

cuku

p (la

han

dan

air

iriga

si),

juga

kei

ngin

an d

an k

esad

aran

m

asya

raka

t da

lam

ber

peril

aku

pola

hid

up s

ehat

. Dan

ter

bukt

i be

bera

pa p

etan

i ber

inis

iatif

m

emul

ai p

erta

nian

pad

i org

anik

ol

eh d

iriny

a se

ndiri

.

Did

ukun

g ol

eh h

arga

yan

g le

bih

tingg

i, se

hing

ga a

da p

oten

si d

ibud

iday

akan

ole

h m

asya

raka

t le

bih

luas

. Wal

aupu

n se

cara

su

mbe

r da

ya a

lam

kur

ang

men

duku

ng

(jeni

s ta

nah,

kea

sam

an, r

awan

ban

jir),

nam

un m

asih

ter

sedi

a la

han

yang

cuk

up

untu

k m

elak

ukan

per

luas

an t

anam

.

3) P

oten

si b

ersa

ing

deng

an

pesa

ing

inte

rnas

iona

lta

rget

mem

enuh

i pas

ar lo

kal

kabu

pate

n da

n pr

ovin

si

ta

rget

mem

enuh

i pas

ar lo

kal k

abup

aten

da

n pr

ovin

si

4) P

oten

si k

enai

kan

pend

apat

an b

agi U

MK

MPo

tens

i pen

ingk

atan

cuk

up b

esar

jika

pro

duks

i m

enin

gkat

dan

har

ga ju

al t

ingg

i.N

ilai j

ual p

adi o

rgan

ik 3

0% le

bih

tingg

i dib

andi

ng p

adi a

norg

anik

.

Bera

s lo

kal B

arito

Kua

la d

iseb

ut s

ebag

ai

bera

s pr

emiu

m (h

arga

lebi

h tin

ggi d

ari b

eras

bi

asa

hing

ga m

enca

pai s

elis

ih R

p3.0

00.

5) K

eber

adaa

n “l

ead

firm

” ya

ng m

empu

nyai

jarin

gan

UM

KM

Seba

gian

has

il da

ri ja

gung

diju

al k

e pe

ngus

aha

kom

odita

s ag

ro d

ari A

tam

bua

(Tok

o G

ajah

Mad

a)

yang

dik

irim

dar

i ped

agan

g-pe

daga

ng lo

kal d

esa

dan

kabu

pate

n.

Ada

pel

uang

pas

ar, s

eper

ti pe

rusa

haan

per

tam

bang

an d

an

min

yak,

tet

api t

idak

men

jadi

al

asan

Ada

pel

uang

pas

ar, s

eper

ti pe

rusa

haan

pe

rtam

bang

an d

an m

inya

k, t

etap

i tid

ak

men

jadi

ala

san

6) P

oten

si u

ntuk

men

cipt

akan

la

pang

an k

erja

Men

urut

din

as in

i mas

ih b

elum

ber

dam

pak

seca

ra

sign

ifika

n na

mun

set

idak

nya

mas

yara

kat

bera

ktiv

itas

di

sekt

or p

erta

nian

. Unt

uk b

eber

apa

loka

si p

engo

laha

n la

han

perlu

ada

nya

mek

anis

asi (

mes

in) k

aren

a SD

M/

peke

rja t

erut

ama

kaum

mud

a ku

rang

beg

itu t

erta

rik

bert

ani,

mer

eka

lebi

h m

emili

h ke

kot

a un

tuk

beke

rja d

i se

ktor

jasa

dan

per

daga

ngan

.

Pote

nsi p

enci

ptaa

n la

pang

an

kerja

mel

alui

pel

uang

usa

ha

inpu

t se

pert

i pem

buat

an p

upuk

da

n pe

stis

ida

orga

nik.

Kar

ena

perlu

asan

laha

n, o

pera

tor

rice

mill

ing

dan

jasa

per

beng

kela

n se

rta

oper

ator

tra

ktor

.

7) K

eter

libat

an p

emer

inta

h/

dono

r (s

take

hold

ers)

AU

SAID

mel

alui

pro

gram

PRI

SMA

dan

PEM

DA

Belu

m a

da k

eter

tarik

an s

ecar

a kh

usus

. K

eter

libat

an p

emer

inta

h da

erah

yan

g in

tens

if da

lam

men

gem

bang

kan

padi

loka

l

8) L

ingk

unga

n us

aha

yang

ko

ndus

if

Pem

erin

tah

mem

berik

an d

ukun

gan

kegi

atan

eko

nom

i m

asya

raka

t di

ber

baga

i bid

ang

term

asuk

infr

astr

uktu

r.

Men

urut

pih

ak Y

MTM

, dae

rah

TTU

cuk

up a

man

, ke

kelu

arga

an d

an g

oton

g ro

yong

mas

yara

kat

mas

ih

tingg

i.

Isu

orga

nik

terk

enda

la k

ebija

kan

kont

rapr

oduk

tif.

Ling

kung

an u

saha

kon

dusi

f ya

ng

ditu

njuk

kan

oleh

duk

unga

n pe

mer

inta

h da

lam

ben

tuk

kebi

jaka

n, d

an s

iner

gi

prog

ram

.

46

Gambaran Umum Klaster

Dari Tabel II-6 Penentuan dasar/kriteria pengembangan klaster dapat diintepretasikan bahwa lembaga donor

tidak menggunakan istilah klaster dalam strategi pengembangan ekonomi dan pedesaan. Sedangkan Bank

Indonesia secara eksplisit istilah klaster ditetapkan sebagai brand pendekatan dalam menjalankan salah

satu program di sektor riil. Isu organik bagi klaster padi Organik merupakan tantangan dimana terdapat

distorsi kebijakan pemerintah daerah yang berkaitan dengan subsidi sarana produksi pertanian (pupuk dan

pestisida), selain persyaratan teknis yang harus dipenuhi (sertifikasi dan kepatuhan terhadap ketentuan

organik itu sendiri). Oleh karena itu pada klaster organik dukungan pemerintah tidak menjadi alasan, karena

memang belum ada dukungan yang signifikan.

Untuk mencapai hasil yang maksimal, setiap inisiator menyusun strategi yang berbeda dalam pelaksanaan

pengembangan klaster yang diinisiasi. Berdasarkan pengalaman Bank Indonesia, inisiasi pengembangan

klaster dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu. Bagaimana tahapan tersebut dilalui sebagai mekanisme

pengembangan klaster oleh ketiga inisiator tersaji pada Tabel II-7.

47

Gambaran Umum Klaster

Tab

el II

-7. M

atri

ks T

ahap

an P

eng

emb

ang

an K

last

er

Tah

apan

Pe

ng

emb

ang

anK

last

er J

agu

ng

TTU

Kla

ster

Pad

i Org

anik

OK

U T

imu

rK

last

er P

adi L

oka

l Bar

ito

Ku

ala

1. M

enen

tuka

n

klas

ter

Pene

ntua

n kl

aste

r di

dasa

rkan

RPJ

MD

yan

g di

turu

nkan

ke

dal

am R

enca

na K

erja

tah

unan

. Dis

ampi

ng it

u be

bera

pa in

form

asi a

tau

kajia

n da

ri BP

TP d

ijadi

kan

acua

n un

tuk

pere

ncan

aan

terk

ait

pene

litia

n te

ntan

g ke

coco

kan

laha

n da

n ad

apta

si v

arie

tas

di t

ingk

at lo

kal

(agr

oklim

at)

Berd

asar

kan

kebi

jaka

n K

P BI

unt

uk m

endu

kung

pe

ngem

bang

an k

omod

itas

keta

hana

n pa

ngan

. Pe

neta

pan

tem

a or

gani

k di

laku

kan

terle

bih

dahu

lu

deng

an t

ujua

n m

empe

rtah

anka

n ke

sina

mbu

ngan

lin

gkun

gan

deng

an m

empe

rtah

anka

n ke

subu

ran

tana

h se

baga

i med

ia t

anam

Berd

asar

kan

kebi

jaka

n K

P BI

unt

uk m

endu

kung

pe

ngem

bang

an k

omod

itas

keta

hana

n pa

ngan

, dip

ilih

kom

odita

s pa

di u

ntuk

dik

emba

ngka

n m

elal

ui k

last

er.

2. A

nalis

is k

last

er

Ana

lisis

kla

ster

/kom

odita

s, p

engg

alan

gan

kom

itmen

da

n pe

nyus

unan

ren

cana

dila

kuka

n be

rsam

aan

saat

pr

oses

per

enca

naan

dar

i dus

un h

ingg

a K

abup

aten

. Pr

oses

pem

atan

gan

renc

ana

usul

an d

an p

riorit

as

dila

kuka

n be

rsam

a Ba

pped

a.

Berd

asar

kan

Kaj

ian

UN

SRI y

ang

tela

h m

engi

dent

ifika

si d

ua k

abup

aten

yai

tu O

KU

Ti

mur

dan

Ban

yu A

sin,

dip

erol

eh r

ekom

enda

si

bahw

a K

ab. O

KU

Tim

ur le

bih

berp

oten

si, k

aren

a m

erup

akan

ham

para

n iri

gasi

yan

g lu

as d

an

seca

ra t

ekni

s ai

r m

encu

kupi

. Sed

angk

an B

anyu

A

sin

wal

aupu

n ha

mpa

ran

lebi

h lu

as, n

amun

m

erup

akan

dae

rah

pasa

ng s

urut

.

Kan

tor

Perw

akila

n Ba

nk In

done

sia

Banj

arm

asin

m

elak

ukan

iden

tifik

asi d

an a

nalis

is p

oten

si d

an

perm

asal

ahan

hin

gga

men

entu

kan

Cal

on P

eser

ta d

an

Cal

on L

okas

i (C

PCL)

. H

asil

ters

ebut

diti

ndak

lanj

uti F

GD

per

enca

naan

in

terv

ensi

hin

gga

kepu

tusa

n m

embu

ka la

han

tana

m

baru

di a

rea

yang

tid

ak p

rodu

ktif

3. P

engg

alan

gan

kom

itmen

Pene

rbita

n M

oU s

ebag

ai b

entu

k ko

mitm

en

anta

ra K

Pw B

I Pro

vins

i Sum

ater

a Se

lata

n de

ngan

Pe

mer

inta

h da

erah

unt

uk b

ersi

nerg

i. Pa

da t

ahap

in

i dite

tapk

an b

erap

a ju

mla

h pe

tani

yan

g ak

an

terli

bat,

ber

apa

luas

laha

n ya

ng a

kan

digu

naka

n.M

oU d

isep

akat

i pad

a ta

ngga

l 14

Sept

embe

r 20

12.

Unt

uk s

alin

g m

engi

kat

diri

dan

beke

rja s

ama

peng

gala

ngan

kom

itmen

dila

kuka

n an

tara

Bup

ati

Barit

o K

uala

den

gan

KPw

BI K

alim

anta

n Se

lata

n de

ngan

tuj

uan

men

doro

ng p

ertu

mbu

han

sekt

or

riil d

an U

MK

M m

elal

ui p

enge

mba

ngan

Kla

ster

Pad

i Lo

kal.

Not

a K

esep

aham

an d

itand

atan

gani

pad

a ta

ngga

l 5 M

ei 2

0011

No.

181

/5/K

UM

/201

1 –

13/2

/D

KBU

/BPB

U/B

jm.

4. M

enyu

sun

pere

ncan

aan

Dal

am b

entu

k w

orks

hop

disu

sun

beru

pa R

DK

K

setia

p aw

al t

ahun

dib

uat

renc

ana

kerja

unt

uk

men

entu

kan

jeni

s in

terv

ensi

dan

sia

pa p

enan

ggun

g ja

wab

nya

48

Gambaran Umum Klaster

Tah

apan

Pe

ng

emb

ang

anK

last

er J

agu

ng

TTU

Kla

ster

Pad

i Org

anik

OK

U T

imu

rK

last

er P

adi L

oka

l Bar

ito

Ku

ala

5. M

elak

sana

kan

peng

emba

ngan

kl

aste

r

Impl

emen

tasi

keg

iata

n be

rsifa

t la

ngsu

ng d

an

tidak

lang

sung

. Keg

iata

n la

ngsu

ng b

iasa

nya

bant

uan/

peng

adaa

n fis

ik m

elal

ui k

elom

pok

tani

, pe

ndam

ping

an m

elal

ui P

PL d

an k

erja

sam

a de

ngan

LS

M u

ntuk

pem

berd

ayaa

n.

Dal

am 2

tah

un k

ebel

akan

g di

nas

dan

YM

TM

mem

buat

78

dem

plot

ham

pir

di s

etia

p de

sa,

mel

aksa

naka

n st

udi b

andi

ng/k

unju

ngan

sila

ng d

i se

sam

a ke

lom

pok

tani

unt

uk p

rose

s be

laja

r (t

rain

ing)

.

Dia

wal

i den

gan

sosi

alis

asi,

Laha

n ya

ng d

igun

akan

sa

ma

luas

sup

aya

lebi

h m

udah

pem

anta

uan

hasi

lnya

. Sal

ah s

atu

stra

tegi

ada

lah

men

empa

tkan

ko

nsul

tan

loka

l (ah

li di

bida

ngny

a), s

ebag

ai

pena

nggu

ng ja

wab

keg

iata

n pr

oduk

si.

Inte

rven

si p

erta

ma

ditu

juka

n un

tuk

peni

ngka

tan

prod

uk, d

isus

ul m

endo

rong

sta

bilit

as h

arga

, dan

pe

ngem

bang

an p

asar

.

6. M

onito

ring

dan

eval

uasi

Dila

kuka

n be

rsam

a da

n pa

rtis

ipat

if be

rsam

a be

bera

pa

piha

k se

pert

i din

as, L

SM d

an B

KP4

(Bad

an K

etah

anan

pa

ngan

dan

Pel

aksa

na P

enyu

luha

n Pe

rtan

ian)

Unt

uk m

enge

tahu

i per

kem

bang

an k

last

er, m

aka

BI m

elal

ui k

onsu

ltann

ya m

elak

ukan

mon

itorin

g se

cara

rut

in k

e la

pang

an, m

enga

wal

mau

pun

sela

ma

pros

es u

ntuk

ver

ifika

si. L

apor

an s

etia

p bu

lan

mas

uk d

ari k

onsu

ltan

lapa

ngan

. Per

tem

uan

deng

an k

elom

pok

tani

sec

ara

lang

sung

tet

ap

dila

kuka

n.

Saat

kaj

ian

dila

kuka

n, m

onito

ring

mas

ih t

erus

di

jala

nkan

ole

h ko

nsul

tan

loka

l yan

g di

tunj

uk o

lah

KPw

BI

, mon

itorin

g da

n pe

man

taua

n di

laku

kan

bers

ama

stak

ehol

ders

dae

rah.

7. E

xit

Phas

e

Din

as t

entu

saj

a m

emili

ki t

angg

ungj

awab

lebi

h da

n te

rus

men

erus

did

aera

h, t

idak

dem

ikia

n de

ngan

LSM

. Re

ncan

a ex

it m

erek

a ad

alah

bag

aim

ana

kelo

mpo

k ta

ni b

isa

tum

buh

berk

emba

ng d

an m

andi

ri be

rusa

ha

dibe

rbag

ai k

omod

iti

Tida

k m

enet

apka

n se

cara

kua

ntita

tif t

etap

i leb

ih

kepa

da k

onsi

sten

si d

alam

men

jala

nkan

bud

iday

a or

gani

k da

n ke

man

diria

n, m

isal

nya

akse

s pa

sar

yang

sem

akin

luas

dan

kua

t, s

erta

pen

ingk

atan

ak

ses

keua

ngan

den

gan

lem

baga

keu

anga

n

Keb

ijaka

n in

i sud

ah t

erja

di p

ada

Bula

n Ju

ni 2

013,

de

ngan

mas

a be

rakh

irnya

tug

as p

enda

mpi

ngan

K

oper

asi T

ani S

epak

at, y

ang

disi

apka

n se

baga

i med

ia

pem

asar

an a

nggo

ta k

last

er. K

PwBI

Ban

jarm

asin

set

elah

im

plem

enta

si p

rogr

am k

last

er a

dala

h te

tap

mel

akuk

an,

men

doro

ng in

term

edia

si d

enga

n pe

rban

kan

sehi

ngga

te

rjadi

aks

es m

odal

unt

uk u

saha

dib

idan

g pe

rtan

ian.

49

Gambaran Umum Klaster

Pada tahap implementasi beberapa intervensi diberikan, dengan teknik yang berbeda antara pengembangan

komoditas satu dengan yang lain. Namun pada dasarnya para pemrakarsa klaster tersebut tidak memberikan

bantuan berupa dana tunai. Hal yang menarik adalah strategi yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sumatera

Selatan memberikan stimulasi berupa saprotan untuk mengganti kerugian karena beralih pada budidaya

tanaman padi organik. Tabel III-8 menyajikan jenis dan kontributor selama intervensi klaster.

Sinergi Pemerintah Pusat dan Daerah (contoh: klaster jagung TTU dan padi lokal Barito Kuala) terbukti telah

mempercepat perkembangan klaster tanaman pangan. Demikian pula swadaya kolektif yang dilakukan

masyarakat klaster padi organik OKU Timur dan padi lokal Barito Kuala telah memberikan kontribusi hasil

capaian klaster.

50

Gambaran Umum Klaster

Tab

el II

-8 J

enis

dan

Ko

ntr

ibu

tor

Inte

rven

si S

take

ho

lder

Kel

om

po

k in

terv

ensi

Jen

is B

antu

anK

on

trib

uto

r

Jag

un

g T

TUPa

di O

rgan

ik O

KU

Ti

mu

rPa

di L

oka

l Bar

ito

Ku

ala

Jag

un

g T

TUPa

di O

rgan

ik O

KU

Ti

mu

rPa

di L

oka

l Bar

ito

Ku

ala

1. B

antu

an p

eral

atan

, sa

rana

, dan

in

fras

truk

tur

bant

uan

beni

h ja

gung

, pe

rala

tan

(sap

rota

n),

pupu

k, d

ll

Rum

ah k

ompo

s G

APO

KTA

N

Rum

ah R

MU

Has

rat

Maj

u, m

esin

ay

ak, m

esin

pem

utih

, ken

dara

an

roda

3, t

hres

her,

Sap

rodi

APB

D, A

PBN

KPw

BI S

umat

ra

Sela

tan,

D

inas

Per

tani

an

Bang

unan

: K

P w

BI P

rov

Kal

iman

tan

Sela

tan

(PSB

I),

pera

lata

n pe

nggi

linga

n (P

EMD

A),

laha

n (k

elom

pok

tani

)

2. B

antu

an p

enda

naan

Inse

ntif

kom

pens

asi

keru

gian

kar

ena

turu

nnya

pr

oduk

tivita

s ke

pada

an

ggot

a G

APO

KTA

N. @

RP1.

100.

000

per

Ha

(PSB

I) un

tuk

luas

laha

n 0,

36 H

a/K

K

Fasi

litas

i aks

es p

erba

nkan

mel

alui

se

rtifi

kasi

tan

ah

KPw

BI P

rovi

nsi

Sum

ater

a Se

lata

n,

Din

as P

erta

nian

BI, B

PN

3. A

kses

kep

ada

pem

asar

anPr

omos

i ben

ih u

nggu

lPr

omos

i, pa

mer

anFa

silit

asi a

kses

ke

pasa

r m

oder

n Lo

tte

mar

t da

n hy

perm

art,

pro

mo

pam

eran

YM

TMD

inas

per

tani

an, B

ID

inas

per

tani

an, B

I, D

EKRA

NA

SDA

4. A

kses

kep

ada

sum

ber

baha

n ba

kuM

ende

katk

an d

enga

n pe

nang

kar

beni

h di

TTU

Aks

es k

e Sa

ng H

yang

Sri

-Y

MTM

PPL,

Dis

tan

-

5. P

engu

atan

ke

lem

baga

an

Fasi

litas

i pem

bent

ukan

LK

M-A

Pend

ampi

ngan

G

APO

KTA

N

1. F

asili

tasi

pem

bent

ukan

Uni

t Pe

laya

nan

Jasa

Als

inta

n (U

PJA

), 2.

pen

guat

an p

eran

kop

eras

i tan

i ya

ng n

antin

ya a

kan

men

jadi

m

edia

pem

asar

an d

enga

n m

enem

patk

an k

onsu

ltan,

dan

fa

silit

as

BPTP

Sum

sel,

BI, P

PLBI

, PEM

DA

6. P

embu

atan

dem

oplo

tpe

mbu

atan

dem

oplo

t di

78

tem

pat

Inse

ntif

kom

pens

asi

seka

ligus

ber

fung

si

seba

gai d

emop

lot

seca

ra

man

diri

Pend

anaa

n pe

mbu

atan

dem

oplo

t

Din

as

pert

ania

n &

pe

rkeb

unan

, LS

M Y

MTM

BI

BPTP

, BPK

51

Gambaran Umum Klaster

Kel

om

po

k in

terv

ensi

Jen

is B

antu

anK

on

trib

uto

r

Jag

un

g T

TUPa

di O

rgan

ik O

KU

Ti

mu

rPa

di L

oka

l Bar

ito

Ku

ala

Jag

un

g T

TUPa

di O

rgan

ik O

KU

Ti

mu

rPa

di L

oka

l Bar

ito

Ku

ala

7. K

ompe

tisi i

nova

si

tekn

olog

i

Mem

berik

an r

ewar

d (m

isal

nya

perb

aika

n ja

lan)

bag

i yan

g m

au

men

anam

2x

satu

tah

un (g

ilir

deng

an p

adi u

mum

)

PEM

DA

8. P

enin

gkat

an k

apas

itas

pela

ku u

saha

(t

rain

ing,

mag

ang,

st

udi b

andi

ng

Bim

bing

an t

ekni

s m

elal

ui

tena

ga p

enyu

lu la

pang

, pe

ngua

tan

kele

mba

gaan

ke

lom

pok

tani

,

1. P

embu

atan

pupu

k da

n pe

stis

ida

orga

nik

2. S

LPT

1. S

LPTT

2. P

elat

ihan

ope

rato

r A

LSIN

TAN

3. P

embu

atan

age

n ha

yati

PPL

1. D

inas

TPH

2. B

I, BP

TP S

umse

l, PP

L

1. D

inas

TPH

2. B

I, BP

TP S

umse

l, PP

L

3. P

enda

mpi

ngan

Pe

mbi

naan

pen

angk

ar

beni

h (ja

gung

kom

posi

t)

untu

k 10

ha

di 7

des

a

akse

s ba

han

baku

(San

g H

yang

Sri)

filte

risas

i ece

ng g

ondo

kFo

rum

-for

um

YM

TM

dan

Din

as

Pert

ania

n &

Pe

rkeb

unan

PPL-

BP3K

PPL,

BPK

4. La

inny

aPe

ngua

tan

kele

mba

gaan

kop

eras

i BI

52

Gambaran Umum Klaster

Manajemen Klaster

Manajemen Klaster jagung ini adalah lembaga swadaya lokal yang berkantor pusat di Kota Kefamenanu,

TTU bernama Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM). Lembaga yang berdiri sejak tahun 1996 ini memiliki

pendekatan dalam pengembangan masyarakat di NTT melalui sistem agrosilvopastoral dimana diperlukan

pendekatan secara holistik untuk peningkatan pendapatan petani dan kelestarian lingkungan. GAPOKTAN

dalam pengembangan klaster ini berperan penting dalam mengorganisir kelompok tani.

Sementara itu, pengembangan klaster padi organik OKU Timur saat ini memasuki tahun kedua, sehingga

masih pada tahap implementasi/intervensi. Setiap GAPOKTAN merupakan Champion sekaligus pengelola

klaster di masing-masing desa yang menjadi wilayah kerjanya. Atau lebih tepatnya dapat disebut sebagai

Sub Klaster Padi Organik OKU Timur. Masing-masing memiliki kegiatan yang sama, dan beberapa diantara

mereka sudah menjalin kerja sama perdagangan beras organik dibawah pendampingan oleh KPw BI Provinsi

Sumatera Selatan.

Sedangkan pada pengembangan Klaster Padi Lokal Barito Kuala telah melewati fase keluar pada bulan Juni

2013. Namun, hingga saat ini sistem organisasi klaster masih berjalan dengan baik. Peran pemerintah sangat

kuat dalam menjalankan komitmen sebagai fasilitator daerah. Berbagai fasilitas yang telah diberikan Bank

Indonesia maupun pihak lain telah dimanfaatkan secara optimal (sesuai kemampuan operasional SDM).

Setiap wilayah klaster memiliki sistem pengelolaan sendiri. GAPOKTAN menjalankan peran koordinasi.

Untuk menjalankan sistem bisnis yang berlaku, maka dibentuk Unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yaitu

sebuah unit bisnis kelompok yang sekaligus berperan dalam mengkoordinasikan kegiatan budidaya padi

antar anggota. Model bisnis yang dibangun adalah berbasis komunitas/keanggotan. Seluruh anggota

klaster menjadi anggota dalam UPJA dan mendapat pelayanan khusus bagi anggota yang menggunakan

jasa ALSINTAN UPJA. Modal usaha UPJA diperoleh dari subsidi BI, APBN, PEMKAB, dan swadaya anggota

kelompok.

Visi dan Arah Pengembangan Klaster Jangka Panjang

Klaster selayaknya organisasi yang hidup, tentunya juga memiliki visi sebagai target jangka panjang, target

jangka pendek, dan prioritas pengembangan kelembagaannya. Walaupun sama-sama mengembangkan

komoditas pada sub sektor yang sama (tanaman pangan), ketiga klaster ini menetapkan visi yang berbeda

pada aspek-aspek tertentu. Tabel II-9 berikut ini merupakan kompilasi dari target jangka panjang yang akan

dicapai klaster, walaupun target tersebut tidak tertulis secara eksplisit.

53

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-9 Tujuan Jangka Panjang Klaster

Target Visi Klaster Jagung TTU Klaster Padi Organik OKU Timur Klaster Padi Lokal Barito Kuala

Stakeholders

Bekerjasama dengan pihak swasta untuk pengembangan bibit, melibatkan dinas terkait lainnya seperti dinas koperasi dan UMKM (selain dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan), memperluas pasar.

Seluruh GAPOKTAN membangun jaringan membentuk klaster terintegrasi

Meningkatkan memperluas hubungan antar klaster

PasarLokal maupun luar TTU jika produksi melimpah.

Memenuhi pasar modernMemenuhi pasar modern lebih luas selain Lotte Mart (pendekatan dengan hypermart)

Operasional

Memperbaiki sistem termasuk pengembangan sumberdaya manusia melalui konsultan, penyuluh, UPTD tanaman pangan.

Memiliki manajemen/sistem pengelolaan yang baik

AnggotaMeningkatkan jumlah petani yang terlibat

Mendorong seluruh anggota GAPOKTAN tergabung dalam kegiatan klaster

Mendorong seluruh anggota GAPOKTAN tergabung dalam kegiatan klaster

KinerjaLuasan lahan yang dikelola dan produktivitas

Seluruh desa membudidayakan padi organiK

Memperbaiki sistem termasuk pengembangan sumberdaya manusia, dan pengembangan unit-unit usaha

Dari Tabel II-9 tersebut terlihat bahwa pada tanaman pangan, visi terhadap stakeholders adalah bekerja

sama dengan pihak swasta dan membangun hubungan antar sub klaster dalam kelompok GAPOKTAN.

Sedangkan dilihat dari visi dan arah pengembangan klaster jangka panjang terdapat kesamaan dalam

sasaran pemasaran menembus pasar modern dan jangkauan pasar yang lebih luas, misalnya sampai di luar

wilayah kendali/wilayah kerja klaster.

Visi operasional yang ingin dicapai adalah klaster memiliki sistem pengelolaan yang baik dan dapat

diterapkan sehingga mampu mengelola klaster secara berkelanjutan. Pada aspek keanggotaan klaster

berharap dapat memperluas keterlibatan pelaku inti pada cakupan yang lebih luas. Dan pada aspek kinerja

visi jangka panjang adalah meningkatkan produktivitas, tercapainya nilai-nilai yang diusung seperti perbaikan

kesehatan konsumen dan petani, dan tumbuh unit-unit usaha yang beragam di tingkat lokal. Untuk tujuan

jangka pendek dalam pengembangan klaster pada ketiga komoditas dapat dilihat pada Tabel II-10.

54

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-10. Tujuan Jangka Pendek Klaster

Tujuan Jangka Pendek Klaster Jagung TTU Klaster Padi Organik

OKU Timur Klaster Padi Lokal Barito Kuala

Pengembangan sosial-ekonomi

Pengembangan sosial ekonomi masyarakat melalui komoditas agribisnis

Menambah anggota klaster pada kelompok lain yang berimbas pada peningkatan pendapatan petani.

Dengan menambah anggota klaster pada kelompok lain yang berimbas pada peningkatan pendapatan petani, khususnya penyediaan bibit pada wilayah lahan pasang surut yang saat ini sedang mengalami kendala gagal panen

Ekspansi klasterEkspansi ke 12 kecamatan yang belum disentuh, termasuk desa-desa yang belum

Kerja sama antar sub klaster.

Pembukaan lahan yang tidak produktif di daerah non pasang surut

Inovasi & Teknologi

Penerapan inovasi teknologi khususnya dalam budidaya dan pengembangan pembenihan (menumbuhkan penangkar benih relatif sulit) dengan lahan ujicoba 10 hektar dan hasilnya diharapkan memperoleh sertifikat dari BPSP.

Mewujudkan unit-unit instalasi POC dan berproduksi sebagai alternatif pendapatan klaster.

Teknologi kemasan yang lebih baik untuk memenuhi pasar modern, dan teknologi pengairan yang lebih baik

Pendidikan & Training

Mengoptimalkan fasilitasi dari YMTM, sebagai fasilitator.

Fokus meningkatkan keterampilan pada teknik pembuatan biopestisida, pupuk organik, dan keadministrasian klaster

Peningkatan kapasitas petani melalui pengelolaan hama terpadu dengan mengoptimalkan peran Regu Pengendalian Hama Tanaman (RPHT), forum-forum anggota dengan fasilitasi PPL.

Kerja sama komersial

Menumbuhkan unit usaha benih unggul, khususnya dengan pemerintah

Perdagangan padi organik untuk memenuhi permintaan varietas yang beragam antar GAPOKTAN

Antar GAPOKTAN dalam perdagangan padi dan penyediaan benih padi lokal.

Melaksanakan kebijakan

-Berpartisipasi menyukseskan program Pemerintah Daerah Barito kuala sebagai penyangga pangan di Kalimantan Selatan

Lainnya - - -

Jika dilihat dari Tabel II-10, ada perbedaan sasaran jangka pendek antara klaster yang diinisiasi oleh

donor dan Bank Indonesia. Sasaran donor untuk ekspansi klaster melalui cara menambah luasan wilayah,

sedangkan Bank Indonesia melalui penambahan anggota dalam wilayah klaster.

Ketiga klaster juga menetapkan prioritas pengembangan klasternya pada beberapa aspek, dan dapat dilihat

pada Tabel II-11. Ketiga klaster memiliki fokus yang pada tiga aspek prioritas: penguatan bisnis untuk

kepentingan anggota, penguatan anggota dan kelembagaan, serta R&D. Kecuali klaster Padi Lokal, tidak

memprioritaskan R&D prioritas pengembangan adalah pada peningkatan produksi padi. R&D pada dua

klaster yang lain dilakukan untuk mendukung proses budidaya seperti penyediaan bibit, dan pupuk dan

pestisida organik.

55

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-11 Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster

Aspek Klaster Jagung TTU Klaster Padi Organik OKU Timur Klaster Padi Lokal Barito Kuala

Penguatan bisnis untuk kepentingan pelaku

Permodalan, dllMengembangkan unit bisnis pembuatan pupuk organik cair di seluruh GAPOKTAN Klaster

Perbaikan manajemen bisnis UPJA, sehingga mampu melayani anggota secara maksimal, menumbuhkan jasa perbengkelan

Penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster

Penguatan kelompok (bisnis dan kelembagaan) dari gapoktan dan 47 kelompok tani seperti tentang organisasi

Regenerasi kepengurusan untuk GAPOKTAN Maju Bersama, dan Perbaikan manajemen untuk kedua GAPOKTAN Maju Bersama, GAPOKTAN WONO SUKO

Menarik anggota di luar kelompok, untuk mengembangkan bisnis

Perbanyakan R & D

Pengembangan pembenihan Pembuatan pupuk dan pestisida organik -

Lainnya… - - -

Sumber Pendanaan Klaster

Aspek finansial merupakan faktor penting dalam mengembangkan usaha apapun. Dalam pengembangan

klaster, pendanaan diperlukan untuk membangun sistem ketergantungan entitas satu dengan yang lain.

Pendanaan tersebut sebetulnya merupakan stimulasi, sehingga biasanya bersifat subsidi dari pihak-pihak

pemangku kepentingan. Tabel II-12 merupakan komposisi pendanaan dalam klaster jagung, padi organik,

dan padi lokal.

Tabel II-12 Sumber Pendanaan Klaster

Sumber dana (%) Klaster Jagung TTU Klaster Padi Organik OKU Timur Klaster Padi Lokal Barito KualaPemerintah daerah 10% - 25%Pemerintah pusat 70% - 25%Perusahaan swasta - - -Anggota klaster - - -Lainnya 20% (donor) 100% (Bank Indonesia) 50% (Bank Indonesia)

Selain strategi pengelolaan, pendanaan juga merupakan faktor penting dalam pengembangan klaster.

Pendanaan yang efektif tergantung pada jumlah dana dan jumlah sumber dana. Keterlibatan pemerintah

dalam mengalokasikan anggaran mendorong perkembangan klaster lebih cepat dan menjamin keberlanjutan

program.

Sumber pendanaan pengembangan Klaster Jagung di TTU (inisiasi donor) relatif lebih bervariasi

dibandingkan dengan klaster padi organik dan klaster padi lokal (keduanya diinisiasi BI). Pada tahun 2011-

2012 pemerintah pusat (terbesar) mengalokasikan dana pengembangan komoditas jagung mencapai 7

milyar terutama untuk benih, Dinas melengkapi dengan pendampingan sekitar 500 juta. Pada tahun 2013-

2014 Pemerintah Provinsi juga mengalokasikan dana dengan komposisi 80% berasal dari Pemerintah dan

sisanya dari sumber lain seperti donor, LSM. Pihak YMTM juga mengalokasikan dana terutama bersumber

dari donor yang rata-rata terjadi peningkatan antara 10-20% setiap tahunnya mulai dari 2011. Setiap tahun

dan sampai lima tahun kedepan (RPJMD), dinas mengalokasikan anggaran dalam APBD dan begitu juga

dari APBN Kementan menganggarkan sejak tahun 2012 sampai dengan saat ini.

Pada klaster padi organik maupun padi lokal, Bank Indonesia memberikan stimulasi melalui dana PSBI

(Program Sosial Bank Indonesia), sedangkan dari Pemkab Barito Kuala terdapat kontribusi program. Hal ini

56

Gambaran Umum Klaster

menunjukkan adanya kepedulian pemerintah Kabupaten Barito Kuala untuk membangun sinergi dengan

inisiator pengembangan klaster (Bank Indonesia).

Kerja Sama yang Pernah Dibangun

Salah satu faktor keberhasilan klaster adalah sejauh mana kerjasama dibangun antar entitas dalam klaster.

Tabel II-13 menunjukkan bidang kerja sama yang dibangun di dalam aktivitas ketiga klaster sub sektor

tanaman pangan pada kajian ini.

Tabel II-13 Kerja Sama yang Pernah Dibangun

Bidang Kerja Sama Klaster Jagung TTU Klaster Padi Organik OKU Timur

Klaster Padi Lokal Barito Kuala

Pemasaran

Asosiasi Nekmese Tateu Miomaffa, Forum Lopo Mutis di 10 desa yang bergerak di bidang sumber daya alam dan pemasaran kolektif. Asosiasi Bituna dalam hal pemasaran di 18 desa.Asosiasi Fatinesu (5 desa) dan Asosiasi Taitoh Mandiri.

Pemasaran beras antar GAPOKTAN

Pemasaran beras dan benih padi lokal antar GAPOKTAN

ProduksiKWT Lestari membuat makanan ringan kering dari jagung

Antar kelompok dalam memproduksi biopestisida alami (penyediaan bahan herbal)

-

Teknologi -

Dengan tenaga ahli untuk penyediaan jasa spesialis instalasi dan maintenance peralatan POC dan produksinya. Jasa perbaikan ALSINTAN

Kerja sama jasa perbaikan ALSINTAN dengan UPJA,

Pengembangan SDMKerjasama dengan YMTM dan PPL

Pendampingan PPL -

Lainnya

LSM/forum/asosiasi lokal dalam pengembangan ekonomi spesifik di daerah dalam bidang SDA, lingkungan

- -

Ada karakter yang sama dalam kerja sama pemasaran, yaitu adanya mediasi oleh Champion klaster dalam

akses pemasaran produk sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Namun dilihat dari perannya, klaster

jagung TTU lebih intensif dalam mediasi akses pemasaran produk. Hal ini sesuai dengan fokus PRISMA

dalam program ini yang secara eksplisit menyatakan strategi intervensi adalah mendukung pemasaran hasil

pertanian (support for market in agriculture).

Pada klaster jagung TTU, teknologi yang digunakan masih relatif sederhana yaitu mesin pipil manual.

Sementara pada klaster padi organik kehadiran teknologi tepat guna dibutuhkan untuk memproduksi

pupuk dan pestisida organik (contoh: instalasi POC). Sama halnya sektor primer yang mulai melakukan

pergeseran teknik budidaya modern (penggunaan mesin) akan diikuti kebutuhan terhadap jasa perbaikan

mesin, dan hal ini merupakan peluang bisnis yang dapat dikembangkan sebagai entitas baru.

Kegiatan Champion/Manajemen

Untuk melihat sejauh mana Champion klaster telah melakukan aktivitas, dapat dilihat pada table II-14

berikut ini :

57

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-14 Aktivitas Champion Klaster

NoAktifitas manajemen klaster Jagung Padi Organik Padi Lokal

Re rataSejauh mana manajemen setuju dengan aktivitas manajemen MK 1 MK

1MK 2

Rata-rata MK 1

1

Peng

emba

ngan

K

egia

tan

Jarin

gan

Kla

ster a. Pertemuan Rutin Tahunan untuk Topik

Tertentu*6 4 5 4,5 5 5,17

b. Kunjungan tahunan kepada anggota klaster 6 3 5 4 5 5

2Anggotanya Terlibat dalam organisasi klaster mis. Komitmen manajemen

5 4 5 4,5 3 4,17

3Adanya tim manajemen klaster yg kuat, fleksibel*

5 5 4 4,5 6 5,17

4Memiliki strategi pendorong bisnis (business-driven) sebagai faktor keberhasilan*

5 4 5 4,5 5 4,83

5

Klaster memiliki kemampuan mengelola sumberdaya, membuat diagnosis kebutuhan sektor yang spesifik, dan menyusun strategi untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki*

5 4 6 5 5 5

6Adanya hubungan yang baik, dengan lembaga pemerintah daerah dan pusat, berdasarkan kemitraan yang stabil dan berkesinambungan *

5 4 5 4,5 6 5,17

7Memiliki dan menawarkan teknologi baru dan tepat guna sebagai layanan yang berharga kepada anggota klaster

6 3 6 4,5 4 4,83

8Menginisiasi dan memberi dukungan untuk kegiatan bersama antara perusahaan, R&D dan lembaga pelatihan

6 2 4 3 6 5

9 Sentralisasi informasi /akses (sumber daya)* 5 4 5 4,5 5 4,83

Dilihat dari rerata penilaian terlihat bahwa aktivitas manajemen klaster paling tinggi adalah klaster padi

lokal Barito Kuala, disusul klaster jagung TTU, dan terakhir klaster padi organik. Hampir seluruh kegiatan

manajemen klaster yang mendukung perkembangan klaster di klaster jagung TTU dilakukan oleh

manajemen klaster atau Champion klaster yang dalam hal ini dimotori olah YMTM. GAPOKTAN klaster padi

lokal di Barito Kuala juga telah melakukan intensitas dan jenis kegiatan yang tinggi. Perlu dicatat kembali

bahwa secara usia pengembangan klaster padi lokal sudah berada pada fase menjelang perkembangan,

demikian juga klaster jagung TTU. Sementara klaster padi organik saat ini masih pada masa intervensi. Ini

menunjukkan bahwa kematangan klaster dipengaruhi oleh usia klaster. Sedangkan jika dilihat dari intensitas

kegiatan dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah, dapat dilihat pada Gambar II.31 berikut ini.

58

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-31. Urutan Penilaian Aktivitas Champion Klaster

Secara umum kegiatan manajemen termasuk sangat tinggi intensitasnya. Hanya keterlibatan anggota

dalam pengelolaan organisasi yang berada pada kategori tinggi dengan nilai antara 3 – 4,5 pada skala 6.

Fase Perkembangan Klaster

Berdasarkan parameter pada Tabel II-1, hasil kajian memetakan fase Klaster jagung TTU, Klaster Padi

Organik, dan Klaster Padi Lokal sebagaimana pada Tabel II-15 berikut ini:

59

Gambaran Umum Klaster

Tab

el II

-15.

Pem

etaa

n F

ase

Perk

emb

ang

an K

last

er d

i Su

bse

kto

r Ta

nam

an P

ang

an

No

UR

AIA

NTA

HA

PAN

KLA

STER

Star

tin

g p

has

eC

on

solid

atin

g p

has

eD

evel

op

men

t p

has

eR

eori

enta

tin

g p

has

eJa

gu

ng

Pad

i Org

anik

Pad

i lo

kal

Jag

un

gPa

di O

rgan

ikPa

di l

oka

lJa

gu

ng

Pad

i Org

anik

Pad

i lo

kal

Jag

un

gPa

di O

rgan

ikPa

di l

oka

l

1La

ma

Berd

iri

2K

oord

inas

i

3In

ovas

i

4K

egia

tan

5K

elem

baga

an

6K

epen

guru

san

7K

eang

gota

an

8Pe

renc

anaa

n

9Pe

rtan

ggun

gjaw

aban

60

Gambaran Umum Klaster

Perkembangan klaster tanaman pangan sejalan dengan usia inisiasi klaster secara terstruktur. Klaster

jagung TTU dan Klaster Padi Lokal berada pada fase yang relatif sama, yaitu fase konsolidasi menuju fase

pengembangan. Berdasarkan usia, kedua klaster ini berada pada fase sesuai dengan tahapannya, dimana

keduanya telah berusia berusia 4 tahun. Lain halnya dengan Klaster Padi Organik OKU Timur masih berada

pada fase konsolidasi, dimana usianya baru menginjak 2 tahun.

Berikut adalah penjelasan posisi klaster-klaster tersebut berdasarkan parameter yang telah disebutkan.

1) Klaster Jagung TTU

Menurut YMTM, klaster jagung TTU diinisiasi pada tahun 2011. Beberapa ciri menunjukkan bahwa klaster

ini telah berada pada fase pengembangan. Parameter yang memenuhi pada posisi tersebut adalah: 1)

Inisiasi sudah lebih dari 3,5 tahun atau lebih dari 3 tahun, 2) Koordinasi sudah berjalan dengan baik, melalui

47 kelompok tani (Lopo Tani) dan ada pendamping lokal dari YMTM di setiap desa sehingga memudahkan

dalam koordinasi dan implementasi program. Peran pendamping lokal pada kasus klaster jagung TTU

sangat membantu dalam akselerasi pencapaian program, 3) Inovasi mulai dijajaki dengan membuat produk

pangan olahan berbasis jagung yang dilakukan oleh beberapa Lopo Tani. Model pemasaran bersama yang

dikoordinir oleh YMTM melalui divisi bisnis untuk transaksi ternak maupun komoditas agro dapat diakui

juga sebagai inovasi yang mulai dikenalkan, 4) Cukup banyak kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani

maupun pendampingan YMTM, 5) Kelembagaan berjalan mantap, baik di kelompok tani, maupun YMTM.

Sebagian besar Lopo Tani memiliki unit simpan pinjam yang mereka sebut UBSP (Unit Bersama Simpan

Pinjam) meskipun pengelolaan keuangan masih sangat tradisional, 6) Kepengurusan relatif mantap di level

kelompok tani dan YMTM (memiliki divisi bisnis), 7) Keanggotaan sudah mulai bertambah. Usaha kelompok

tani (Lopo Tani) bukan hanya mengusahakan komoditas jagung namun juga komoditas tanaman pangan

lainnya, hortikultura dan peternakan, 8) Sudah ada perencanaan sebagai acuan pelaksanaan kegiatan

terutama dimiliki oleh YMTM. Peran tim lapangan YMTM membantu membuat rencana kerja masing-

masing Lopo Tani, 9) Terdapat mekanisme pertanggungjawaban yang berjalan baik, dalam hal ini YMTM.

2) Klaster Padi Organik OKU Timur

Klaster Padi Organik berdasarkan usia klaster (2 tahun) berada pada fase konsolidatif, 1 tahap di bawah

fase klaster jagung dan fase klaster padi Lokal. Fase konsolidatif tersebut dicirikan oleh: 1) Berada pada usia

antara 1-3 tahun (2 tahun), 2) Koordinasi yang masih sedikit, masih terbatas pada anggota yang ada, dan

anggota klaster belum terspesialisasi pada peran-peran bisnis spesifik. Namun demikian intensitas kerjasama

diantara petani dan kelompok tani cukup tinggi seperti pengadaan bahan-bahan input untuk pupuk

orgaik dan biopestisida, 3) Inovasi baru mulai dijajaki. Inovasi yang mulai dikembangkan adalah teknologi

pembuatan Pupuk Organik Cair (POC), yang dibangun di setiap GAPOKTAN, 4) Kegiatan masih sedikit

sebatas pertemuan rutin antar anggota klaster, karena masing-masing anggota masih fokus pada kegiatan

budidaya masing-masing, 5)Kelembagaan mulai dirintis. Sebagai contoh gerakan ini adalah penumbuhan

unit usaha pendukung seperti pembuatan POC dan biopestisida, dan kerjasama manajemen klaster dengan

lembaga keuangan mikro (LKM Agung Lestari – kasus sub klaster di Belitang III/GAPOKTAN Hasrat Maju), 6)

Kepengurusan sudah terbentuk, namun demikian ada kendala regenerasi khususnya pada Kelompok Sub

Klaster Belitang III – GAPOKTAN Hasrat Maju, 7) Keanggotaan mulai bertambah walaupun masih dalam

kelompok dan beberapa diantara mereka berinisiatif sendiri, 8) Ada RKA namun belum berfungsi, pada

ciri ini bahkan sama sekali belum dimiliki oleh klaster. Kapasitas SDM menurut pengakuan masih menjadi

61

Gambaran Umum Klaster

kendala pada proses perencanaan (pengakuan GAPOKTAN Hasrat Maju), 9) Pertanggung jawaban sudah

ada namun belum berjalan.

3) Klaster Padi Lokal Barito Kuala

Sementara Klaster padi Lokal Barito Kuala berdasarkan usia klaster, dapat dikatakan bahwa klaster sedah

berada berada pada fase pengembangan, yang dicirikan oleh : 1) Usia klaster 4-6 tahun. Klaster padi lokal

ini berusia 3,5 tahun, 2) Koordinasi sudah berjalan baik, 3) Inovasi baru mulai dijajaki. Inovasi yang mulai

dikembangkan adalah beras kemasan untuk suplai ke pasar modern, 4) Terdapat kegiatan yang banyak,

seperti pengemasan, jasa sewa alsintan, perbengkelan, 5) Kelembagaan mulai mantap, 6) Kepengurusan

mulai mantap, 7) Keanggotaan mulai bertambah, beberapa anggota diluar klaster mulai menjadi anggota

UPJA, 8) Ada RKA namun belum berfungsi, pada ciri ini bahkan sama sekali belum memiliki, 9) Pertanggung

jawaban sudah ada namun belum berjalan.

B. Rantai Nilai Klaster

Dari berbagai informasi yang dihimpun selama proses wawancara, maka dapat digambarkan peta rantai

nilai klaster yang dikembangkan. Walaupun tahapan transformasi mata rantai nilai relatif sama, namun

demikian kegiatan pada setiap mata rantai nilai tergantung pada komoditas yang dikembangkan.

Kondisi lahan (sebagai input) yang digunakan untuk padi adalah lahan basah, sedangkan budidaya jagung

pada lahan kering. Penyesuaian jenis tanah menyangkut bibit yang harus disediakan, demikian juga

peralatan budidaya yang digunakan. Pada tahapan budidaya, teknis budidaya merupakan faktor penting

dan menjadi perhatian utama. Sebagian besar kegiatan pertanian berada pada tahapan ini. Tahap budidaya

membutuhkan paling banyak sumber daya seperti tenaga kerja, biaya, dan teknologi. Mendekatkan akses

teknologi khususnya teknologi penanaman yang dimulai dari pengolahan tanah hingga teknik panen

yang efektif menjadi strategi sentral dalam mengembangkan klaster tanaman pangan. Kondisi lahan

juga berpengaruh terhadap teknologi budidaya yang diterapkan. Oleh karena itu fasilitas pengembangan

lebih banyak didukung dalam bentuk peralatan pertanian dan peningkatan kapasitas/keterampilan petani

melalui pendampingan teknik budidaya yang efektif. Sedangkan pada kegiatan transformasi yang dilakukan

berupa pengeringan, pengupasan, pengepakan, dan penyimpanan yang biasa dikenal dengan kegiatan

penanganan paska panen. Cara penyimpanan pun berbeda antara satu komoditas dengan komoditas

lainnya. Berikut ini adalah penjelasan rantai nilai untuk setiap komoditas yang dikembangkan.

62

Gambaran Umum Klaster

Rantai Nilai Klaster Jagung TTU

Gambar II-32. Rantai Nilai Klaster Jagung - Timor Tengah Utara

Klaster Jagung TTU telah melibatkan proses produksi sebagai transformasi dari hasil budidaya jagung,

sebagai produk turunan (pangan olahan). Terlihat peran YMTM dalam mediasi akses pasar kelompok

tani (melalui pengepul) ke pedagang besar di Atambua. Dalam konteks mediasi ini YMTM mendapatkan

fee karena proses fasilitasi yang dilakukan. Benefit lain yang diperoleh kelompok tani dari YMTM adalah

peningkatan kapasitas petani dari sisi keterampilan budidaya, dan kemudahan mendapatkan benih lokal.

Jagung yang dibudidayakan petani adalah jenis varietas lokal dan varietas unggul (Aurora dan Intan). Varietas

lokal sebesar 30% dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pangan alternatif selain beras, sedangkan

varietas unggul sebesar 70% dibudidaya sejak intervensi klaster bertujuan memenuhi kebutuhan industri

pakan ternak. Diversifikasi varietas telah menyokong pertambahan nilai transaksi, yang disebabkan oleh

kenaikan harga varietas baru dan adanya perbaikan pola tanam yang sebelumnya tidak dikenal oleh mereka

seperti, penggunaan pupuk kompos output dari budidaya ternak, dan penerapan jarak tanam. Petani Jagung

mengusahakan lahan rata-rata seluas (0,1-0,41) Ha, cukup mempekerjakan 2 orang anggota keluarga

dalam berbudidaya. Dua orang narasumber (petani) pada kajian ini, mengaku mengalami kenaikan volume

produksi hingga 75%, dan nilai transaksi hingga 110% setelah terlibat dalam kegiatan pengembangan

klaster.

Rantai Nilai Klaster Padi Organik OKU Timur

Gambar II-33 menunjukkan peta rantai nilai pada komoditas Padi Organik di OKU Timur. Pada klaster ini

tahapan proses rantai nilai sama dengan tahapan proses yang terjadi pada komoditas jagung di TTU.

63

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-33. Rantai Nilai Padi Organik – OKU Timur

Jika pada komoditas jagung sudah terjadi diversifikasi produk, sebaliknya diversifikasi tersebut tidak terjadi di

Klaster Padi Organik. Pendistribusian barang juga relatif lebih simpel. Menurut data dari Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Palembang (sebagaimana tercantum pada Tabel II-4. Klaster Padi Organik OKU Timur hingga

saat ini telah melibatkan 271 petani. Mereka membudidayakan padi organik pada hamparan seluas 99,9

Ha, dengan kapasitas produksi pada Musim Tanam (MT II) Oktober 2013 – Mei 2014 mencapai 7,34 ton/Ha,

lebih tinggi dari produktivitas padi biasa (padi unggul) yang hanya sebesar 5,41 ton per Ha pada tahun 2013

(OKU Timur dalam Angka, 2013). Setiap petani menanam pada lahan seluas 0,36 Ha secara seragam atau

kelipatannya. Produktivitas padi organik terendah adalah 4,4 ton/Ha dan tertinggi mencapai 11,2 ton/Ha.

Perbedaan tersebut bisa jadi terjadi karena periode tanam yang berbeda. Karena, pengalihan dari padi non

organik ke padi organik akan memberikan risiko penurunan kapasitas produksi pada tahap awal, namun

akan berangsur naik pada periode musim tanam berikutnya. Terdapat 2 varietas padi yang ditanam yaitu

Ciliwung, dan Pandanwangi. Petani mendapatkan sumber benih dari toko saprotan (benih berlabel), dan

beberapa diantara mereka membuat benih sendiri. Pemasaran padi organik masih dilakukan secara retail

dalam bentuk beras, dan masih terbatas untuk memenuhi pasar lokal (kabupaten), dan provinsi.

Dari 2 petani sebagai narasumber diperoleh informasi bahwa keikutsertaannya dalam pengembangan

klaster padi organik memberikan dampak pada kenaikan kapasitas dan volume produksi per hektar hingga

33,3%, dan kenaikan nilai transaksi per tahun hingga 31,8% pada saat kajian ini dilakukan. Total 33 orang

dibutuhkan selama 1 musim tanam dalam budidaya padi organik pada lahan 4,5 Ha.

Rantai Nilai Klaster Padi Lokal Barito Kuala

Tahapan proses dalam rantai nilai klaster padi lokal sama dengan yang terjadi pada kedua klaster yang telah

dijelaskan sebelumnya.

64

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-34. Rantai Nilai Klaster Padi Lokal – Barito Kuala

Hingga saat ini klaster padi lokal Barito Kuala telah melibatkan 250 petani, dengan kapasitas produksi

per ha lahan rata-rata saat ini mencapai 5,42 ton. Lokasi Klaster Padi Lokal di Kabupaten Barito Kuala

merupakan area gambut yang sebagian merupakan daerah rawa, kondisi air mengalami pasang surut yang

berdampak kekeringan pada musim kemarau, dan banjir pada musim hujan. Perlakuan khusus tentu saja

dibutuhkan agar ketersediaan media tanam sesuai dengan pertumbuhan padi yang akan dibudidayakan.

Dengan menambahkan kapur 200-300 kg/ha selama pengolahan lahan mampu menaikkan kapasitas

produksi padi. Sebelum dilakukan perbaikan pola budidaya (salah satu intervensi klaster), kapasitas produksi

hanya mencapai 3,7 ton/ha (informasi dari petugas PPL Kecamatan Anjir Pasar). Ekstensifikasi budidaya

padi lokal masih sangat berpotensi. Dari 800 ha potensi lahan sawah baru diupayakan seluas 550 ha terdiri

atas 350 ha lahan sawah yang sudah ada, dan 200 ha lahan pembukaan baru selama program klaster

berlangsung. Peningkatan penggunaan lahan meningkat hingga 96% dibandingkan dengan pemanfaatan

lahan pada tahun 2011 (awal klaster). Peningkatan kapasitas produksi juga terjadi selama intervensi klaster,

demikian juga peningkatan nilai transaksi.

Pengelolaan bisnis juga sudah mulai terspesialisasi dan melembaga seperti hadirnya unit persewaan

ALSINTAN oleh UPJA. Unit ini telah mendorong efisiensi biaya dan perbaikan lahan budidaya. Sejak klaster

diterapkan terdapat 3 UPJA, yaitu :

1. UPJA MANDIRI untuk wilayah Handil Alalak, Desa Andaman I, Kecamatan Anjir Pasar. Berdiri pada tahun

2012, melayani 60 anggota pada total garapan 70 ha lahan sawah. Selain modal subsidi kelompok

mengeluarkan modal swadaya sebesar Rp70 Juta. Pernah meraih Juara I Lomba UPJA tingkat Provinsi

Kalimantan Selatan pada tahun 2013, dan berhak mengikuti Penas Tani dan Nelayan di Malang pada

tahun 2014.

2. UPJA HASRAT MAJU dengan wilayah kerja Handil Daham, Desa Anjir Muara Kota, Kecamatan Anjir

Muara. Sejak Bulan Juli 2013 sampai sekarang menjadi pemasok Lotte Mart beras kemasan 5 kg.

65

Gambaran Umum Klaster

3. UPJA AIR MAS untuk wilayah kerja Handil Air Mas, Desa Anjir Pasar Kota II, Anjir Pasar, berdiri pada

tahun 2014. Modal usaha swadaya yang dikeluarkan sebesar Rp30.000.000.

Dari 3 petani padi lokal yang menjadi narasumber, memberikan informasi bahwa kapasitas produksi padi

mereka naik mulai dari 17% sampai dengan 33%, sedangkan kenaikan transaksi mencapai 77% sampai

dengan 129%. Dampak klaster dari aspek finansial mendorong keterlibatan BRI melalui penyaluran dana

KKPE (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi). Dari 37 petani peserta program sertifikasi, 33 petani telah

melakukan akses ke BRI (Bank Rakyat Indonesia) dengan nilai kredit Rp348.000.000, setelah memiliki

agunan berupa tanah bersertifikat hak milik. Sertifikasi lahan petani diperoleh dari program sinergi antara

KPwBI Kalimantan Selatan dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kantor Pertanahan Kabupaten Barito

Kuala melalui program sertifikasi kolektif. Modal petani mulai bergeser 50%-100% dipenuhi oleh dana

yang berasal dari perbankan yang sebelumnya 100% berasal dari dana pribadi.

Mekanisasi penggunaan hand tractor menyumbang efisiensi biaya hingga 37,5%, efisiensi waktu hingga

90%, serta menjaga keasaman lahan di Barito Kuala. Mungkin manfaat ini berbeda yang dirasakan oleh

Klaster Padi Organik di OKU Timur. Namun demikian, beberapa wilayah di Barito Kuala tidak seluruhnya

mengalami keberuntungan yang sama. Kondisi lahan gambut pasang surut dengan keasaman yang

tinggi (di Kecamatan Anjir Muara misalnya) memberikan pilihan kepada petani di tepian Sungai Barito

ini melakukan pola tanam bergilir. Musim tanam padi disesuaikan dengan kondisi pasang dan surutnya

air sungai. Oleh karena itu kebutuhan tenaga kerja tidak sebanyak dibutuhkan seperti lahan pertanian

yang normal. Salah satu petani anggota klaster (Hadarani) hanya membutuhkan 4 tenaga kerja (anggota

keluarga) untuk mengelola lahannya seluas 3 ha, dengan pola tanam bergilir. Penggunaan hand tractor pun

hanya bisa dilakukan ketika kondisi air surut. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi jumlah produksi dan

nilai transaksi yang dihasilkan.

Dari ketiga gambaran peta rantai nilai tersebut, dapat dikatakan bahwa Jagung TTU dan klaster padi lokal

Barito Kuala mulai merintis usaha-usaha terspesialisasi, sehingga terlihat lebih banyak melibatkan entitas/

pelaku pelaku bisnis baru. Namun demikian, hadirnya penyedia pupuk dan pestisida organik yang mulai

dirintis pada skala industri oleh GAPOKTAN, merupakan inovasi yang cukup untuk diapresiasi.

C. Tantangan dan Kendala Klaster

Ketahanan pangan selalu dikaitkan dengan pembangunan pedesaan dan sektor pertanian. Pada pandangan

ini akan dijumpai suatu kondisi dimana kelembagaan desa menjadi tantangan. Kelembagaan desa tersebut

salah satunya adalah menyangkut penguasaan tanah, apakah keterbatasan luas kepemilikan atau kondisi

fisik tanah seperti keasaman tinggi di Barito Kuala, dan lokasi pasang surut. Realita bahwa sebagai

aset penting lahan budidaya sekarang semakin sempit karena perubahan fungsi sebagai pemukiman,

industri, atau perkebunan. Kondisi-kondisi tersebut akan menentukan keputusan petani sehingga turut

memengaruhi derajat ketahanan pangan. Tantangan lain adalah kemungkinan akan terjadinya pergeseran

kesempatan kerja karena terjadi mekanisasi pertanian seperti yang terjadi di OKU Timur dan Barito Kuala.

Lain lagi dengan isu organik yang diangkat oleh klaster padi organik di OKU Timur, persyaratan teknis

seperti penggunaan input hingga pada sertifikasi juga merupakan tantangan yang harus dihadapi.

Penilaian manajemen klaster terhadap tantangan dalam mengembangkan klaster, dapat dilihat pada Tabel

II-16. Dan secara grafis dapat dilihat pada Gambar II-29 yang telah disampaikan pada sub bab sebelumnya.

66

Gambaran Umum Klaster

Kurangnya infrastruktur dan kebijakan yang mendukung, kualitas lahan, dan keuntungan yang rendah

berpengaruh sangat kuat dalam pengembangan klaster.

Tabel II-16. Penilaian Responden terhadap Tantangan dan Kendala Ketahanan Pangan Subsektor

Tanaman Pangan

NoMasalah Klaster Pertanian / Ketahanan Pangan Jagung Padi Organik Padi Lokal

RerataSeberapa penting/setuju indikator tersebut dalam menyumbang keberhasilan MK MK-1 MK-2 Rata-rata MK

1Kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster

5 5 5 5 6 5,3

2Kurangnya insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi

2 5 4 4,5 5 3,8

3

Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)

5 5 5 5 6 5,3

4Kendala budaya, perlunya perubahan dalam pendekatan anggota klaster dengan berbagai isu terkait dengan inovasi

2 5 5 5 3 3,3

5Kurangnya semangat inovatif di perusahaan agroindustri

5 4 4 4 2 3,7

6Kesenjangan antara perusahaan pertanian dan industri/perusahaan agro industri

5 4 4 4 2 3,7

7Produk pertanian diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang diperoleh sedikit

5 4 4 4 5 4,7

8Status kepemilikan lahan yang terbatas dan semakin mengecil

2 5 5 5 5 4,0

9Kualitas lahan sebagai media tanam yang semakin menurun

5 5 5 5 5 5,0

D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan Klaster dan Replikasi

Faktor Kunci Klaster

Pengembangan klaster tidak terlepas dari proses pengembangan inovasi, networking/pengembangan

jaringan, dan kompetensi inti SDM. Aspek-aspek yang memengaruhi pengembangan ketiga aspek tersebut

adalah akses pengetahuan dan teknologi, budaya, manajerial, dan finansial. Namun demikian pengaruh

tersebut berbeda kekuatannya satu dengan yang lain. Tabel II-17 menunjukkan pengaruh aspek-aspek

terhadap faktor kunci pendukung pengembangan klaster di sub sektor tanaman pangan.

67

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-17. Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Tanaman Pangan

Faktor Kunci Klaster Klaster Jagung TTU Klaster Padi Organik OKU Timur Klaster Padi Lokal Barito Kuala

Inovasi

1. Akses pengetahuan dan teknologi

Kemudahan dalam memperoleh pengetahuan

Sangat berpengaruh pada proses penemuan hal baru

Keempat faktor tersebut merupakan pendukung dan penghambat dalam proses inovasi dan networking.

Sementara dalam proses penumbuhan kompetensi inti, teknologi dan budaya merupakan tantangan dalam pengembangan klaster.

2. BudayaMengangkat budaya lokal wanatani, gotong royong

Kebiasaan masyarakat terbuka dalam menerima hal-hal baru -

3. ManajerialPeran POKTAN sangat berpengaruh

Peran promotor sebagai pendorong

4. FinansialBerpengaruh namun inovasi tidak selalu biaya tinggi

Dibutuhkan untuk mendapatkan input inovasi

Networking

1. Teknologi Khususnya teknologi komunikasi

2. Budaya

Budaya tidak signifikan mendukung networking, karena masyarakat sudah merasa nyaman berada di lingkungannya

Pengaruhnya kecil karena belum ada kemampuan

3. ManajerialPenting sebagai mediator, peran tersebut dilakukan oleh fasilitator

Peran GAPOKTAN dan ketokohan

4. Finansial

Dibutuhkan untuk jual beli produk dengan distributor (sistem pembayaran diatur)

Merupakan faktor pengaruh

Kompetensi Inti

1. Teknologi Untuk proses transferDiperlukan untuk membangun kompetensi spesifik contoh : teknologi pembuatan POC

2. BudayaUntuk menerima perubahan

Keinginan mengembangkan diri

3. Manajerial Kepeloporan Manajerial dari pemerintah sebagai pendorong

4. FinansialUntuk menyediakan tenaga ahli

Untuk mendapatkan akses pada teknologi

Faktor yang mendorong terjadinya kompetensi inti di TTU adalah adanya teknologi yang mendukung,

budaya masyarakat untuk menerima perubahan (metode baru) dan pendampingan yang intensif.

Pendampingan intensif dari ahli di bidang tertentu menjadi cara yang efektif untuk mentransfer suatu

knowledge, kemampuan (skill) kepada pelaku/petani sehingga kompetensi ada ditingkat masyarakat

(petani). Penempatan konsultan pendamping di setiap desa membantu percepatan capaian program klaster.

Pada kasus pengembangan Klaster Padi Organik, manajerial merupakan faktor yang paling kuat berpengaruh

pada pengembangan inovasi. Kemampuan manajerial ini melekat pada ketua GAPOKTAN sebagai penggerak

klaster dan tenaga ahli lokal yang mendorong terjadinya praktik baik. Teknologi khususnya informasi

paling dibutuhkan dalam proses pengembangan jaringan dan kompetensi inti. Untuk mempercepat proses

pengembangan kompetensi inti juga dibutuhkan peran pemerintah sebagai pendorong. Hal ini menyangkut

branding yang akan dibangun yaitu OKU Timur sebagai daerah yang memiliki kompetensi dalam budidaya

padi organik (Kelompok Wonosuko mendapatkan juara I dalam lomba Budidaya Padi Organik di Tingkat

Provinsi Sumatera Selatan, dan mendapatkan apresiasi dari presiden di tahun 2014).

Sementara dalam proses penumbuhan kompetensi inti, teknologi dan budaya merupakan tantangan dalam

pengembangan klaster padi lokal di Barito Kuala. Contoh: selama intervensi klaster telah terjadi penghematan

dari sisi waktu dan tenaga pada saat pengolahan lahan sawah, karena penggunaan mesin traktor yang

68

Gambaran Umum Klaster

sebelumnya menggunakan tenaga manusia. Ada dampak pergeseran budaya kerja sama, sekaligus

pergeseran peluang ekonomi bagi tenaga kerja manual pada proses pengolahan lahan. Ini merupakan

tantangan, namun dengan tumbuhnya unit jasa ALSINTAN, maka peluang kerja baru ditumbuhkan antara

lain jasa perbengkelan dan operator ALSINTAN.

Faktor Keberhasilan Klaster Tanaman Pangan

Tabel II-18 berikut merupakan tabel yang menunjukan skala penilaian 16 indikator keberhasilan pada klaster

sub sektor tanaman pangan.

69

Gambaran Umum Klaster

Tab

el II

-18.

Pen

ilaia

n R

esp

on

den

ter

had

ap F

akto

r K

eber

has

ilan

pad

a Su

bse

kto

r Ta

nam

an P

ang

an

NO

Keb

erad

aan

Ind

ikat

or

yan

g m

enyu

mb

ang

keb

erh

asila

n

Ad

a /

Tid

akPa

di O

rgan

ikPa

di L

oka

lJa

gu

ng

Rer

ata

MK

-1M

K-2

SK-1

SK-2

SK-3

MK

-1SK

-2SK

-2M

KSK

1Te

rdap

at N

etw

orki

ng d

an k

emitr

aan

Ada

55

56

56

56

56

5,4

2Te

rdap

at m

odal

sos

ial y

ang

kuat

Ada

56

66

66

65

65

5,7

3Te

rdap

at b

asis

inov

asi y

ang

kuat

(R&

D t

ingg

i)A

da5

66

66

55

55

55,

4

4K

epem

impi

nan

dan

visi

ber

sam

aA

da5

65

66

66

66

65,

8

5Te

rdap

at k

ompe

tens

i/kea

hlia

n ya

ng k

uat

Ada

45

55

65

55

55

5,0

6Sp

esia

lisas

iA

da4

55

66

55

45

44,

9

7In

fras

truk

tur

yang

mem

adai

Ada

44

56

46

65

66

5,2

8Te

rdap

at p

erus

ahaa

n be

sar

Ada

45

45

54

55

34

4,4

9Bu

daya

kew

iraus

ahaa

n ya

ng k

uat

Ada

55

46

66

55

55

5,2

10K

edek

atan

den

gan

pem

asok

Ada

55

56

55

65

66

5,4

11A

kses

pad

a su

mbe

r ke

uang

anA

da5

44

64

56

65

44,

9

12A

kses

ke

jasa

spe

sial

isA

da4

53

64

55

55

54,

7

13A

kses

pas

arA

da5

56

66

65

66

65,

7

14A

kses

ter

hada

p ja

sa p

endu

kung

bis

nis

Ada

45

56

54

56

56

5,1

15Pe

rsai

ngan

Ada

45

66

45

55

55

5,0

16A

kses

info

rmas

i (Pa

sar,

tek

nolo

gi d

ll)A

da5

65

66

65

65

65,

6

70

Gambaran Umum Klaster

Range penilaian pada ketiga komoditas klaster terhadap faktor keberhasilan klaster cenderung sama dan

sangat tinggi berkisar di angka 4,5-6 untuk skala 6. Nilai tertinggi adalah kepemimpinan dan visi bersama,

disusul berturut-turut: akses pasar, terdapat modal sosial yang kuat, terdapat networking dan kemitraan,

dan terdapat basis inovasi dan R & D. Secara grafis dapat dilihat pada grafik penilaian di bawah ini.

Gambar II-35. Peringkat Kepentingan Indikator Keberhasilan Klaster Subsektor

Tanaman Pangan

Hanya keberadaan perusahaan besar yang berada pada tingkatan penting sebagai faktor keberhasilan

klaster tanaman pangan, sedangkan faktor lainnya berada pada kategori sangat penting.

Replikasi Klaster

Ketiga stakeholders dan manajemen klaster menyatakan bahwa klaster yang telah dikembangkan relatif

berhasil degan indikator capaian generiknya berupa peningkatan nilai transaksi, dan serapan tenaga kerja.

Selain tantangan operasi, terjadi juga tantangan dalam replikasi, karena tidak sepenuhnya praktek baik

sebuah klaster dapat diusung seluruh dimensinya. Tanggapan tentang replikasi dari pengalaman baik

mereka teridentifikasi sebagai berikut.

Klaster

Jagung

TTU

: Menurut mereka keberhasilan ini karena adanya pendamping (tenaga ahli) dan intensif,

budaya mau maju dari masyarakat, respon positif terhadap program, serta dukungan

dinas terkait cukup kuat serta pendekatan program yang market oriented (M4P –

Making Market for Poor). Dari hasil tersebut tentu saja bisa direplikasi ke komoditas lain,

wilayah lain yang baru dengan pendekatan yang market driven dan proses usahanya.

Aspek yang bisa direplikasi dan urutan kemudahan (ranking) untuk replikasi adalah :

- Manajemen produksi dan pendekatan klaster

- Marketing klaster

- Dan kelembagaan klaster

71

Gambaran Umum Klaster

Klaster

Padi

Organik

OKU

Timur

: Berangkat dari hambatan dan tantangan yang sudah disebutkan sebelumnya,

maka aspek-aspek yang dapat direplikasi berdasarkan tingkat keberhasilan dalam

mengembangkan Klaster Padi Organik dapat diurutkan sebagai berikut (kasus sub

klaster Maju Bersama) : 1) Kelembagaan klaster-transparansi anggota, 2) manajemen

produksi dan teknologi – kompetensi pada tata kelola budidaya padi organik, 3)

Marketing klaster – GAPOKTAN sebagai simpul, modal sosial klaster, 3) marketing

klaster, dan 4) model bisnis – berupa kerja sama bisnis antar kelompok, antar

GAPOKTAN, dan sistem pengelolaan GAPOKTAN yang relatif kuat. Sumber lain sub

klaster (Sub Klaster Wono Suko) memberikan pendapat yang berbeda. Kelompok ini

berpendapat urutan replikasi berdasarkan pengalaman klasternya yaitu : 1) modal

sosial - memetakan lokasi dengan modal sosial yang kuat seperti rasa kebersamaan yang

tinggi, b) manajemen produksi dan teknologi - pola budidaya dan teknik produksi POC,

c) kelembagaan klaster – penumbuhan unit usaha yang dapat menggerakkan sistem

bisnis yang terjadi (unit produksi POC), d) marketing klaster, e) pengembangan SDM

klaster

Klaster

Padi

Lokal

Barito

Kuala

: Menurut penggerak Klaster Padi Lokal Barito Kuala, efisiensi yang terjadi merupakan

alasan klaster padi lokal dapat direplikasi di tempat lain, walaupun hanya 2 aspek yang

dapat direplikasi, berdasarkan rating adalah : 1) modal sosial, yang ditunjukkan dengan

pola kerjasama yang baik antar anggota, terbukti dengan kemauan swadaya yang tinggi

dan kolektif untuk investasi bersama dalam bentuk lahan usaha (kasus; UPJA MANDIRI

dan UPJA HASRAT MAJU, dan 2) kelembagaan klaster, dengan model pengembangan

unit bisnis UPJA memperkuat sistem bisnis yang terjadi di dalam klaster, hubungan antar

pelaku menjadi lebih baik dan tertata. Namun demikian stakeholders (Kepala Dinas

Pertanian Kabupaten Barito Kuala) berpendapat bahwa dalam replikasi faktor-faktor

yang mendukung keberhasilan klaster, harus dilaksanakan secara simultan. Keberhasilan

replikasi menurut penggerak klaster maupun stakeholders klaster dipengaruhi oleh :

1. Budidaya dan perilaku masyarakat

2. Persyaratan teknis

3. Sarana dan prasarana (jalan, komunikasi, air dan listrik)

4. Dukungan pemerintah/stakeholders

5. Ketersediaan SDM klaster

6. Sinergi antar stakeholders (faktor penting)

E. Dampak Kualitatif dan Kuantitaif Klaster

Dampak kualitatif mengarahkan pada ukuran dampak yang tidak secara langsung terlihat, contohnya

bertambahnya kapasitas SDM klaster karena intervensi training teknik produksi yang telah dilakukan oleh

klaster. Analisis dampak secara kualitatif akan melihat berdasarkan skala dampaknya, dari hanya memiliki

kemampuan dasar hingga kemampuan lanjut, atau kempeten/profesional. Sedangkan aspek kuantitatif

melihat dampak dilakukan dengan mengukur jumlah perubahan yang terjadi pada waktu tertentu dari setiap

indikator yang akan diukur. Perkembangan yang terjadi bisa naik atau turun. Tidak seluruhnya dampak

dapat diukur secara tepat menggunakan nilai angka, juga tidak bisa pula dilakukan hanya mengutamakan

asumsi kualitatif yang cenderung subjektif, sehingga kedua aspek kajian ini idealnya dapat saling menutupi

kelemahan pada masing-masing aspek.

72

Gambaran Umum Klaster

Dampak Kualitatif

Dampak secara kualitatif klaster dirasakan oleh seluruh kelompok entitas dalam klaster, dan masyarakat

luar klaster. Penilaian dampak kualitatif dilakukan oleh Penggerak/pengelola klaster, pelaku inti klaster,

stakeholders, dan masyarakat umum (non pelaku klaster).

1) Penilai Manajemen Klaster

Penilaian oleh manajemen klaster di tiga klaster tanaman pangan tersaji pada Tebel II-19 sebagai berikut :

Tabel II-19. Penilaian Responden (Manajemen) atas Dampak Kualitatif Klaster Tanaman Pangan

NoDampak Kualitatif Klaster dari indikator keberhasilan Klaster dan tingkat kepentingannya

Jagung Padi Organik Padi Lokal RerataTotalMK-1 Rata-Rata MK-1 MK- 2 Rata-Rata MK-1 Rata-Rata

1Anggota Klaster merasa nyaman dengan klaster

6 6,00 5 5 5,00 6 6 5,67

Dam

pak

Ada

nya

Kla

ster

Men

gaki

batk

an

2ameningkatkan jumlah tenaga kerja

5 5,00 5 5 5,00 6 6 5,33

2bmenciptakan usah / pengusaha baru

5 5,00 4 6 5,00 6 6 5,33

2c Iklim usaha yang kondusif 6 6,00 4 4 4,00 6 6 5,33

2dPerpanjangan tangan dari jasa dan kegiatan anggota klaster

5 5,00 4 4 4,00 5 5 4,67

2eHubungan yang lebih erat antara industri dan akademisi

5 5,00 4 4 4,00 5 5 4,67

2fSecara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya

5 5,00 4 4 4,00 5 5 4,67

2gkomunikasi lebih lancar dan mapan dengan pembuat kebijakan

6 6,00 5 5 5,00 6 6 5,67

2hPelatihan secara khusus / terspesialisasi

6 6,00 4 4 4,00 6 6 5,33

2i Peningkatan produktivitas 5 5,00 5 6 5,50 6 6 5,50

2j Peningkatan efisiensi 6 6,00 5 6 5,50 6 6 5,89

2k

Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan,listrik, air, kesehatan, dan fasilitas dan jasa layanan publik

6 6,00 4 4 4,00 6 6 5,33

2l

Peningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana ibadah, dan kesehatan

5 5,00 4 4 4,00 6 6 5,00

3Jumlah anggota klaster meningkat

6 6,00 5 5 5,00 5 5 5,33

4Klaster telah menarik perusahaan-perusahaan baru di wilayahnya

6 6,00 3 5 4,00 6 6 5,33

5Teknologi baru telah muncul melalui klaster

5 5,00 5 5 5,00 6 6 5,33

Jika dilihat dari peringkat dampak yang dirasa oleh manajemen peningkatan efisiensi merupakan dampak

yang paling kuat (5,89), disusul dengan rasa nyaman berada di lingkungan klaster (5,67), dan kelancaran

73

Gambaran Umum Klaster

komunikasi dengan pemerintah (5,67). Dari 14 indikator yang dinilai pengaruh terkecil adalah hubungan

antara industri dan akademisi, peran manajemen sebagai perpanjangan tangan, dan meningkatnya investasi

anggota. Namun demikian, seluruh indikator tersebut berada pada kategori bahwa klaster berdampak

sangat kuat terhadap indikator-indikator yang dinilai, dimana seluruhnya berada pada kisaran nilai 4,5 – 6

(skala 6).

2) Penilai Pelaku Inti Klaster

Penilaian dampak kualitatif klaster oleh pelaku inti klaster disajikan pada Tabel II-20 berikut ini :

Tabel II-20. Penilaian Responden (Pelaku Inti) atas Dampak Kualitatif Klaster Tanaman Pangan

No Persepsi Pelaku Klaster terhadap indikator

Jagung Padi Organik Padi LokalRerata TotalPK-1 PK-2 Rata-

rata PK-1 PK-2 Rata-rata PK-1 PK-2 PK-2 Rata-

rata

1Merasa nyaman bergabung dengan Klaster

5 6 5,5 5 6 5,5 5 5 6 5,33 5,44

2Penambahan jumlah asset usaha

4 4 4,00 4 5 4,50 6 5 6 5,67 4,72

3Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus / terspesialisasi

4 4 4,00 3 6 4,50 6 6 6 6,00 4,83

4 Produk lebih inovatif 5 4 4,50 5 5 5,00 5 5 5 5,00 4,83

5Kemitraan yang lebih solid dan transparan

5 5 5,00 6 5 5,50 6 5 5 5,33 5,28

6Peningkatan produksi dan penjualan

5 5 5,00 5 5 5,00 6 6 6 6,00 5,33

7Kemudahan untuk memperoleh bahan baku

4 4 4,00 5 4 4,50 6 5 5 5,33 4,61

8Kemudahan memasarkan produk

5 5 5,00 6 6 6,00 5 5 6 5,33 5,44

9Kemudahan akses lembaga

4 5 4,50 4 4 4,00 6 5 6 5,67 4,72

10Permasalahan yang dihadapi lebih cepat teratasi

5 5 5,00 5 5 5,00 6 6 5 5,67 5,22

11Adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha

5 5 5,00 3 5 4,00 6 6 6 6,00 5,00

Lima indikator yang merupakan dampak dari yang terkuat menurut penilaian pelaku adalah sbb:

No. Indikator Penilaian

1 Merasa nyaman bergabung dengan klaster 5.44

2 Kemudahan memasarkan produk 5.44

3 Peningkatan produksi dan penjualan 5.33

4 Kemitraan yang lebih solid dan transparan 5.28

5 Permasalahan yang dihadapi lebih cepat teratasi 5.22

74

Gambaran Umum Klaster

Kemudahan memasarkan produk merupakan dampak yang paling kuat menurut penilaian pelaku inti

klaster, dan sama kuatnya dengan kenyamanan yang dirasakan selama bergabung dalam klaster. Mereka

juga mendapatkan dampak peningkatan produk dan penjualan. Sebagaimana halnya penilaian oleh

manajemen, pelaku inti juga menyatakan bahwa dampak klaster sangat kuat terhadap indikator yang

dinilai, yang ditunjukkan dengan penilaian lebih dari 4,5 pada skala 6.

3) Penilai Stakeholder

Tabel II-21 menunjukkan hasil penilaian dampak secara kualitatif yang dilakukan oleh stakeholders.

Tabel II-21. Penilaian Responden (stakeholders) terhadap Dampak Kualitatif

Klaster Tanaman Pangan

NoDampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya

Jagung Padi organik Padi Lokal Rerata

SH Rata-rata SH-1 SH-2 SH-3 Rata-

rata SH-1 SH-2 Rata-rata

1Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya

6 6 5 6 5 5,33 5 6 5,5 5,61

Den

gan

adan

ya k

last

er

men

gaki

batk

an

2Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar

6 6 6 6 6 6 6 6 6 6

3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 6 6 5 5 6 5,33 4 5 4,5 5,28

4 Iklim usaha yang kondusif 6 6 5 5 5 5 4 6 5 5,33

5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)

6 6 6 4 3 4,33 6 5 5,5 5,28

6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)

6 6 4 5 3 4,00 5 5 5 5

Lima indikator tersebut jika diurutkan berdasarkan kekuatan dampaknya adalah, sebagai berikut :

No. Indikator Penilaian

1 Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 6.00

2 Memberi manfaat reputasi bagi lembaga dan daerah 5.61

3 Iklim usaha yang kondusif 5.33

4 Meningkatkan jumlah tenaga kerja 5.28

5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan,listrik, air, kesehatan, dan

fasilitas dan jasa layanan publik5.28

6Peningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana

ibadah, dan kesehatan5.00

Pengembangan klaster membrikan dampak yang sangat kuat (nilai lebih dari 4,5) terhadap beberapa aspek

yang dinilai oleh stakeholders. Bahkan dampak memberi manfaat bagi ekonomi masyarakat sekitar klaster

mendapatkan apresiasi yang sangat tinggi yaitu dengan memberikan nilai 6 pada skala tertinggi 6.

4) Penilai Non Pelaku Klaster

Jika dilihat pada Tabel II-22 masyarakat merasa nyaman berada di lokasi klaster mendapatkan nilai

tertinggi 6. Masyarakat juga menilai bahwa reputasi daerah juga terangkat. Dampak ekonomi dirasakan

dengan meningkatnya pendapatan dan kesempatan kerja dengan tumbuhnya unit usaha baru. Walaupun

75

Gambaran Umum Klaster

peningkatan layanan klaster berada pada peringkat terendah, terlihat indikator tersebut berada pada

kategori sangat kuat dipengaruhi oleh klaster, dengan penilaian 4,67.

Tabel II-22. Penilaian Responden (Masyarakat Umum) terhadap Dampak Kualitatif Klaster

Tanaman Pangan

NoManfaat Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya

Jagung Padi Organik Padi LokalRerata Total

NPK-1 Rata-rata NPK-1 Rata-

rata NPK-1 Rata-rata

1Merasa nyaman tinggal di lokasi / sekitar lokasi klaster

6 6 6 6 6 6 6,00

Den

gan

adan

ya k

last

er m

enga

kiba

tkan 2

Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar

6 6 6 6 4 4 5,33

3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 5 5 5 5 6 6 5,33

4 Iklim usaha yang kondusif 5 5 4 4 6 6 5,00

5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)

6 6 4 4 5 5 5,00

6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)

4 4 4 4 6 6 4,67

7 Reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik 5 5 6 6 6 6 5,67

Pada penilaian dampak klaster ini juga dilakukan penilaian bersama terhadap 7 indikator yang dinilai oleh

keempat kelompok responden, dengan hasil rata-rata penilaian berdasarkan rangking tertinggi sebagai

berikut :

No. Indikator Penilaian

1 Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 6.002 Memberi manfaat reputasi bagi lembaga dan daerah 5.613 Iklim usaha yang kondusif 5.334 Meningkatkan jumlah tenaga kerja 5.28

5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan, dan

fasilitas dan jasa layanan publik5.28

6Peningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana

ibadah, dan kesehatan5.00

Dampak Kuantitatif

Dampak kuantitatif pada kinerja klaster ini diukur/dinilai dari seberapa jumlah perubahan yang terjadi selama

intervensi klaster. Hal-hal yang terukur seperti jumlah anggota, jumlah transaksi, jumlah tenaga kerja yang

terserap dalam klaster, dan aspek lainnya yang menjadi indikator kuantitatif dieksplorasi selama survei

Tabel II-23 menyajikan perubahan yang terjadi selama intervensi klaster.

76

Gambaran Umum Klaster

Tab

el II

-23

Pen

ilaia

n R

esp

on

den

ter

had

ap D

amp

ak K

uan

tita

tif

Kla

ster

Tan

aman

Pan

gan

No

.D

amp

ak

Jag

un

gPa

di O

rgan

ikPa

di L

oka

l

Man

ajem

enM

anaj

emen

1M

anaj

emen

2M

anaj

emen

Aw

al

Fasi

litas

iSa

at In

iPe

rub

ahan

Aw

al

Fasi

litas

iSa

at In

iPe

rub

ahan

Aw

al

Fasi

litas

iSa

at In

iPe

rub

ahan

Aw

al

Fasi

litas

iSa

at In

iPe

rub

ahan

1Ju

mla

h A

nggo

ta y

ang

mas

uk k

e da

lam

kla

ster

(ent

itas)

4581

7489

63%

3151

65%

1040

300%

3560

71%

2Ju

mla

h Te

naga

Ker

ja45

8174

8963

%24

840

865

%19

8432

6465

%87

510

2017

%

3Ju

mla

h us

aha/

peng

usah

a 30

5583

%0

210

0%0

210

0%0

310

0%

4Ju

mla

h ja

sa d

an k

egia

tan

untu

k an

ggot

a kl

aste

r (u

nit)

3747

27%

13

200%

11

0%0

310

0%

5Ju

mla

h in

dust

ri m

itra

(ent

itas)

119

-18%

00

0%0

210

0%0

00%

6Ju

mla

h ak

adem

isi m

itra

(inst

itusi

)1

320

0%1

0-1

00%

00

0%0

00%

7To

tal j

umla

h in

vest

asi a

nggo

ta50

0 5,

500

1000

%44

0,00

072

5,00

065

%50

,400

201,

600

300%

315,

000

540,

000

71%

8Ju

mla

h pe

latih

an s

ecar

a kh

usus

14

300%

03

100%

13

200%

03

100%

9Ju

mla

h pr

oduk

si (v

olum

e/bu

lan)

108

140

30%

41,4

00

51,7

50

25%

11

,025

90

,720

72

3%

11,2

50

25,2

00

106%

10Pr

oduk

tivita

s ou

tput

23

47%

810

25%

78

7%10

1220

%

11K

last

er t

elah

men

arik

pe

rusa

haan

bar

u di

wila

yahn

ya0

00%

00

0%0

00%

00

0%

12Te

knol

ogi b

aru

yang

mun

cul

mel

alui

kla

ster

15

400%

13

200%

01

100%

02

100%

13Pe

ning

kata

n tr

ansa

ksi/p

enju

alan

ko

mod

itas

324,

000

420,

000

30%

781,

200

1,37

7,00

076

%25

2,00

01,

080,

000

329%

894,

250

1,84

0,00

010

6%

77

Gambaran Umum Klaster

Matriks pada Tabel II-23 menunjukan dampak klaster hampir terjadi di semua aspek yang dinilai pada

kajian ini. Hampir semua peningkatan yang dicapai melebihi 50%. Bahkan ada yang lebih dari 100%. Yang

paling dirasakan pelaku klaster adalah adanya peningkatan nilai transaksi. Kasus ini memang terjadi pada

klaster padi organik maupun padi lokal. Peningkatan jumlah anggota menyumbang kenaikan transaksi.

Selain itu komoditas ini memiliki nilai jual yang tinggi, dimana terdapat perbedaan hingga 30% dengan

harga beras padi unggul. Lain halnya dengan klaster jagung TTU, kenaikan harga tidak setinggi harga beras

lokal dan beras organik. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas dengan membawa “mandat/nilai-nilai”

akan memiliki nilai tambah yang tinggi. Kenaikan serapan tenaga kerja dalam klaster masih setara dengan

kenaikan jumlah anggota klaster. Ini menunjukkan bahwa budidaya pertanian dengan luasan di bawah

1 ha masih mampu dikerjakan oleh anggota keluarga. Implikasi dari kondisi ini adalah perubahan nilai

investasi yang masih relatif kecil. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa para petani belum melakukan perluasan

lahan secara signifikan. Ini juga pengaruh dari akses pasar yang masih terbatas, sehingga produksi masih

berorientasi memenuhi pasar lokal.

2.3.2. Subsektor Hortikultura (Bawang Merah, Bawang Putih, Cabai dan Paprika)

2.3.2.1. Profil Umum Klaster Subsektor Hortikultura

Berikut ini adalah informasi umum tentang empat klaster penghasil produk atau komoditas, yang merupakan

bagian kelompok tanaman sayuran subsektor hortikultura dan sektor pertanian, yaitu bawang merah, cabai,

bawang putih dan paprika. Kajian ini menemukan beberapa hal, yang dapat dinyatakan sebagai pola atau

fenomena umum yang dijumpai di setiap klaster komoditas subsektor hortikultura.

Tiga dari empat komoditas yang termasuk ke dalam subsektor hortikultura ini merupakan komoditas

ketahanan pangan, yaitu bawang merah, bawang putih dan cabai. Bawang Merah dan Cabai merupakan

dua komoditas penyumbang laju inflasi. Bank Indonesia telah mencanangkan program pengembangan

klaster bertemakan ketahanan pangan dan komoditas pengendali laju inflasi di mana bawang merah dan

cabai merupakan dua komoditas yang disasar secara khusus. Program pengembangan klaster Bawang

Merah dan Cabai ini telah dicanangkan secara nasional oleh Bank Indonesia Pusat melalui MoU antara

Menteri Pertanian dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 Maret 2011 tentang Kerja Sama Pengembangan

Usaha Sektor Pertanian, Surat Menteri Pertanian No. 23/LB.200/M/2/2014 tentang Pengembangan Cabai

dan Bawang Merah.

Pada peran-peran pemasaran bersama yang dijalankan oleh klaster Champion, yaitu: Koperasi Serba Usaha

Nusantara Jaya di Klaster Bawang Merah Cirebon, Koperasi Mitra Suka Maju (MSM) di Klaster Paprika

Pasirlangu dan LKMA Koperasi Tanralili di Klaster Cabai Maros telah berupaya untuk menjalankan upaya

pemasaran produk komoditas masing-masing yang dipasok oleh para petani/pengusaha tani anggotanya.

Ketiga entitas ini juga turut menanggung risiko perdagangan ke entitas buyer selanjutnya.

Peran pemasok bahan baku sangat penting untuk keberlangsungan usaha di sepanjang rantai nilai klaster-

klaster subsektor hortikultura ini. Bahan baku berupa benih atau bibit harus andal ketersediaannya. Untuk

Klaster Bawang Merah Cirebon, Klaster Bawang Putih Sembalun dan Klaster Cabai Maros, pasokan benih

telah diproduksi secara lokal.

Dari keempat klaster, yaitu klaster bawang merah Cirebon, klaster cabai Maros dan klaster paprika Pasirlangu

telah memiliki wilayah pemasaran dengan cakupan lokal, regional, nasional dan ekspor. Sementara Klaster

78

Gambaran Umum Klaster

Bawang Putih Sembalun hanya memasarkan produknya secara lokal dan regional. Klaster Paprika Pasirlangu

telah berhasil melakukan ekspor secara rutin

Sebagaimana tanaman subsektor pertanian lain, keempat tanaman komoditas ini memiliki persyaratan

agroklimat untuk dapat dibudidaya secara optimal dan ekonomis. Paprika misalnya, hanya cocok ditanam

di wilayah-wilayah yang sejuk dengan ketinggian di atas 750 mdpl. Luas lahan yang digarap atau dimiliki

oleh para pelaku usaha tani subsektor ini beragam, khusus pada Klaster Paprika Pasirlangu, telah terjadi

penerapan teknologi budidaya berbasis rumah kasa (green house).

Pada dasarnya keempat komoditas ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi, namun bersifat tidak tahan lama

atau perishable (mudah rusak, mudah membusuk) sehingga agar bernilai tinggi harus dijual segera atau

dalam keadaan segar. Produk hortikultura-produk hortikultura ini, biasanya dikonsumsi dalam jumlah yang

tidak besar dalam tingkat rumah tangga, namun harus tersedia secara kontinu. Salah satu karakteristik

produk hortikultura adalah membutuhkan banyak tempat (voluminous). Karakteristik-karakteristik produk

hortikultura dalam ruang pasar ini menjadikan hal-hal terkait penanganan pasca panen, pengemasan

produk, distribusi dan pemasaran sangat penting untuk diperhatikan dan dilakukan dengan baik.

Subsektor hortikultura memerlukan solusi terintegrasi on farm dan off farm, terutama dalam hal pengelolaan

pasca panen, distribusi dan pemasaran dalam bentuk penyediaan sarana jalan yang memadai, gudang

penyimpanan, rumah kemas, moda transportasi pengangkutan produk yang efisien dan efektif serta ruang

pasar, terutama pasar tradisional yang masih perlu ditingkatkan dalam hal hygiene/kebersihan. Isu-isu ini

sejalan dengan penemuan-penemuan di lapangan. Intervensi – intervensi pengembangan klaster yang telah

dilakukan oleh pihak Bank Indonesia (KPw BI Cirebon, KPw Provinsi Sulawesi Selatan dan KPw Bandung)

telah mengupayakan solusi-solusi terintegrasi dalam meningkatkan kinerja klaster, mulai dari aspek teknis

di on farm dan off farm, aspek bisnis, aspek akses keuangan dan aspek pengembangan lingkungan usaha

yang kondusif (pengembangan jaringan dan kerja sama dengan stakeholders terkait)

Persepsi para responden pengelola dan stakeholders klaster menyatakan bahwa terdapat dua isu utama

terkait tantangan dan kendala dalam konteks ketahanan pangan, yaitu: status kepemilikan lahan yang

terbatas dan semakin mengecil serta kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan

klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik dan air). Dalam konteks

komoditas/produk ekspor, para responden pengelola dan stakeholders klaster menyatakan bahwa dua

isu: produk dari perusahaan hulu diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya

keuntungan yang diperoleh sedikit serta kesenjangan antara perusahaan hulu dan perusahaan eksportir

merupakan tantangan dan kendala utama dalam subsektor hortikultura.

Pihak pengelola klaster mempersepsikan secara kualitatif, lima dampak keberadaan dan pengembangan

klaster yang paling utama pada subsektor hortikultura ini adalah: (1) jumlah anggota klaster meningkat; (2)

meningkatkan jumlah tenaga kerja; (3) menciptakan usaha/pengusaha baru; (4) secara umum meningkatkan

jumlah investasi para anggotanya dan (5) pelatihan secara khusus terspesialisasi

Dampak-dampak berikut dipersepsikan oleh pihak pelaku klaster, sebagai dampak keberadaan dan

pengembangan klaster yang paling utama: (1) kemudahan memasarkan produk; (2) kemitraan yang lebih

solid dan transparan; (3) merasa nyaman bergabung dengan klaster; (4) kemudahan untuk memperoleh

79

Gambaran Umum Klaster

bahan baku; (5) memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus dan terspesialisasi; (6) produk lebih

inovatif dan (7) peningkatan produksi dan penjualan.

Sementara itu pihak stakeholders subsektor hortikultura mempersepsikan dampak-dampak berikut sebagai

dampak-dampak keberadaan dan pengembangan klaster yang paling utama: (1) memberi manfaat

reputasi bagi lembaga; (2) menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar dan (3) memberi manfaat positif bagi

perekonomian masyarakat.

Pihak bukan pelaku subsektor hortikultura mempersepsikan dampak-dampak berikut sebagai dampak-

dampak keberadaan dan pengembangan klaster yang paling utama: (1) merasa nyaman tinggal di lokasi/

sekitar lokasi klaster; (2) memberi manfaat positif bagi perekonomian masyarakat; (3) iklim usaha yang

kondusif; (4) reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik dan (5) menyerap tenaga kerja masyarakat

sekitar.

2.3.2.2. Deskripsi Komoditas Kajian Klaster Subsektor Hortikultura

A. Profil Kelembagaan Klaster

Inisiator

Masing-masing dari empat klaster subsektor hortikultura ini diinisiasi oleh entitas inisiator yang berbeda-

beda. Pengembangan klaster Bawang Merah Cirebon diinisiasi oleh KPw Bank Indonesia Cirebon, mulai

tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Inisiasi pengembangan klaster ini diselenggarakan berdasarkan

MoU dengan Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan serta

Koperasi Serba Usaha (KSU) Nusantara Jaya. Dalam melaksanakan inisiasinya, KPw Bank Indonesia Cirebon

bekerja sama dengan dengan banyak pihak, seperti Pemerintah Kabupaten Cirebon yang terdiri dari: Dinas

Koperasi dan UMKM serta Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas

Swadaya Gunung Jati, Dewan Bawang Merah Nasional dan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman

Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH). KPw Bank Indonesia Cirebon juga berusaha menggalang kerja sama

dengan para pelaku pasar komoditas Bawang Merah, terutama pembeli (buyer) dan pihak perbankan,

untuk dihubungkan dengan pihak KSU Nusantara Jaya dalam rangka penjajakan peluang kerja sama bisnis.

Pengembangan klaster Bawang Putih telah dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten

Lombok Timur semenjak tahun 1987. Bawang Putih telah lama dikenal sebagai komoditas ciri khas

Sembalun. Sampai saat ini belum ada entitas selain Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok

Timur yang secara khusus mengembangkan program pengembangan klaster komoditas Bawang Putih di

Sembalun.

Inisiasi pengembangan klaster Cabai Maros digulirkan oleh KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan.

Dalam inisiasi pengembangan klaster Cabai Maros ini, KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan

bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Maros yang dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU)

yang ditandatangani pada bulan Mei 2013.

Klaster Paprika Pasirlangu diinisiasi karena keberadaan transaksi usaha antara pelaku usaha dan lead firm,

PT. Saung Mirwan di sekitar tahun 1996. PT. Saung Mirwan adalah perusahaan yang bergerak dalam

produksi dan perdagangan komoditas dan produk hortikultura, yaitu sayuran dan bunga. Sebagai sebuah

80

Gambaran Umum Klaster

perusahaan selain mempertahankan permintaan, disisi lain harus memiliki strategi menjaga suplai. KPw

BI Provinsi Jawa Barat selanjutnya memperkuat keberadaan klaster Paprika pada sisi peningkatan akses

keuangan dan faasilitasi sarana bisnis pada tahun 2007-2008. Satu entitas lain, yang merupakan lembaga

penelitian, yaitu Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) yang merupakan bagian dari Pusat Penelitian

dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian

Republik Indonesia, juga berkontribusi secara signifikan dalam mengembangkan klaster Paprika Pasirlangu.

Masing-masing inisiator dan sejumlah stakeholders yang terlibat dalam inisiasi ini ataupun para stakeholders

yang pernah atau masih bekerjasama dengan klaster-klaster subsektor hortikultura ini memiliki alasan atau

rasionalisasi masing-masing dalam mengembangkan klaster. Alasan ini berbeda antara satu inisiator dengan

inisiator lainnya dan juga antara satu stakeholders dengan stakeholders lainnya, baik itu merupakan visi

yang melekat dalam internal lembaga inisiator atau kebijakan dan misi yang dijalankan lembaga inisiator.

Tabel II-24 menunjukkan alasan-alasan para inisiator 4 klaster subsektor hortikultura.

Tabel II-24. Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster

Subsektor Hortikulturan

Klaster Bawang Merah Cirebon

Klaster Bawang Putih Sembalun

Klaster Cabai Maros Klaster Paprika Pasirlangu

Inisiator KPw BI CirebonDinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur

KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan

PT Saung Mirwan 1996 dan KPw BI Provinsi Jawa Barat

Tanggal Bergabung 11 Agustus 2011 23 Mei 2013 9 Juli 2007

Lama Keterlibatan Dalam Klaster

2 Tahun (2011-2013)

17 Tahun (1987-2014)1 Tahun(2013-2014)

1 Tahun(2007-2008)

Alasan Mengem-bangkan Klaster

Core lembaga

Pengendalian laju inflasi (Bank Indonesia)

Pengendalian laju inflasi (Bank Indonesia)

Percepatan pertumbuhan sektor riil

CSRProgram Sosial Bank Indonesia (PSBI)

-Program Sosial Bank Indonesia (PSBI)

Program Sosial Bank Indonesia (PSBI)

Kebijakan Pusat

Program Klaster Ketahanan Pangan

-Program Klaster Ketahanan Pangan

Percepatan Pertumbuhan Riil Melalui Kegiatan Pengembangan Klaster UMKM

Kebijakan Internal

Inisiatif KPw yang sejalan dengan kebijakan pusat

-

Inisiatif KPw yang sejalan dengan kebijakan pusat

Inisiatif KPw yang sejalan dengan kebijakan pusat

Komitmen pengembangan

Sebatas kegiatan tertentu secara insidentil

Berlanjut sampai batasan mandiri

Sebatas kegiatan tertentu secara insidentil

Sepanjang hubungan rantai suplai (Saung Mirwan). Untuk KPw BI Provinsi Jawa Barat insidentil

Selanjtnya Tabel II-25 menguraikan tentang dasar/kriteria penentuan pengembangan empat klaster yang

termasuk ke dalam subsektor hortikultura.

81

Gambaran Umum Klaster

Tab

el II

-25.

Pen

entu

an D

asar

/Kri

teri

a Pe

ng

emb

ang

an K

last

er H

ort

iku

ltu

ra

Das

ar/K

rite

ria

Kla

ster

Baw

ang

Mer

ahK

last

er B

awan

g P

uti

hK

last

er C

abai

Kla

ster

Pap

rika

a) B

erda

sark

an

kebe

rada

aan

klas

ter

sebe

lum

nya

1) M

erup

akan

kla

ster

yan

g su

dah

ada/

dik

emba

ngka

n se

belu

mny

a

Sebe

lum

din

yata

kan

seba

gai k

last

er,

daer

ah E

nder

sud

ah d

ikem

bang

kan

seba

gai s

alah

sat

u se

ntra

Baw

ang

Mer

ah

Kab

upat

an C

irebo

n

--

Sebe

lum

din

yata

kan

seba

gai k

last

er,

Pasi

rlang

u su

dah

mer

upak

an s

entr

a pa

prik

a ya

ng u

tam

a di

Jaw

a ba

rat

dan

suda

h m

ampu

m

enge

kspo

r ke

Tai

wan

, Sin

gapu

ra d

an

Hon

gkon

g.

2) M

erup

akan

kla

ster

ya

ng s

ama

seka

li be

lum

di

kem

bang

kan

sebe

lum

nya

-

Sem

balu

n m

erup

akan

wila

yah

pena

nam

an b

awan

g pu

tih s

ecar

a tr

adis

iona

l dan

tur

un t

emur

un.

Sebe

lum

din

yata

kan

seba

gai k

last

er,

Sem

balu

n su

dah

mer

upak

an

sent

ra k

omod

itas

Baw

ang

Putih

K

abup

aten

Lom

bok

Tim

ur y

ang

mem

asok

sek

itar

95%

tot

al

prod

uksi

se-

Kab

upat

en L

ombo

k Ti

mur

Kla

ster

cab

ai in

i dik

emba

ngka

n be

rdas

arka

n pr

ogra

m K

abup

aten

M

aros

: Sat

u K

ecam

atan

Sat

u K

omod

itas

Ung

gula

n

-

b) B

erda

sark

an

nila

i str

ateg

is

klas

ter

1) M

endu

kung

pe

ngen

dalia

n in

flasi

dan

at

au p

enge

mba

ngan

ek

onom

i dae

rah

Prog

ram

dan

keg

iata

n K

last

er N

asio

nal

Baw

ang

Mer

ah B

ank

Indo

nesi

a di

arah

kan

untu

k m

emba

ntu

men

gata

si p

erso

alan

te

rkai

t de

ngan

per

baw

angm

erah

an

sehi

ngga

kes

ejah

tera

an m

asya

raka

t kh

usus

nya

peta

ni B

awan

g M

erah

m

enin

gkat

, ser

ta t

erci

pta

stab

ilita

s pa

soka

n da

n st

abili

tas

harg

a Ba

wan

g M

erah

se

hing

ga s

tabi

litas

infla

si t

erja

ga

-Pe

ngen

dalia

n la

ju in

flasi

Peng

emba

ngan

eko

nom

i dae

rah,

pe

rtum

buha

n se

ktor

riil

.

2) M

erup

akan

pro

duk

ungg

ulan

dae

rah

-Ba

wan

g pu

tih S

emba

lun

mer

upak

an p

rodu

k un

ggul

an

daer

ah K

abup

aten

Lom

bok

Tim

ur

Prod

uk u

nggu

lan

Kab

upat

en

Mar

os

Papr

ika

mer

upak

an p

rodu

k un

ggul

an s

ub

sekt

or h

ortik

ultu

ra t

anam

an s

ayur

an P

rovi

nsi

Jaw

a Ba

rat

3) T

erm

asuk

dal

am

Renc

ana

Ker

ja P

rogr

am

Peng

emba

ngan

Jan

gka

Men

enga

h D

aera

h (R

KPJ

MD

)

-Ba

wan

g Pu

tih S

emba

lun

mas

uk k

e da

lam

ren

stra

dan

RK

PJM

D d

aera

h 2

010-

2015

-

4) M

anda

t kh

usus

(mis

al:

part

isip

asi w

anita

, kot

a/de

sa, d

ampa

k lin

gkun

gan)

--

--

5) B

esar

nya

jum

lah

pela

ku

usah

a (U

MK

M) t

erm

asuk

pe

gaw

ainy

a

Laha

n ta

nam

Baw

ang

Mer

ah d

i Kab

upat

en

Cire

bon

men

capa

i 350

0 H

a de

ngan

jum

lah

peta

ni B

awan

g M

erah

men

capa

i leb

ih d

ari

3500

ora

ng. U

saha

tan

i Baw

ang

Mer

ah

bers

ifat

labo

ur in

tens

ive

deng

an a

sum

si

320

HO

K p

er h

ekta

r pe

r m

usim

. **)

--

-

82

Gambaran Umum Klaster

Das

ar/K

rite

ria

Kla

ster

Baw

ang

Mer

ahK

last

er B

awan

g P

uti

hK

last

er C

abai

Kla

ster

Pap

rika

c) P

oten

si

peng

emba

ngan

kl

aste

r

1) P

erm

inta

an p

asar

yan

g be

sar/

belu

m t

erpe

nuhi

Kon

disi

per

sedi

aan

dari

paso

kan

prod

uksi

da

lam

neg

eri s

elal

u m

enga

lam

i kek

uran

gan

di w

aktu

-wak

tu t

erte

ntu.

Hal

ini d

apat

di

lihat

seb

agai

pel

uang

den

gan

inte

rven

si

tekn

olog

i pen

anga

nan

pasc

a pa

nen

yang

te

pat

guna

.

Perm

inta

an p

asar

mas

ih t

ingg

i dan

be

lum

ter

penu

hi (s

etia

p pa

nen

past

i ter

sera

p de

ngan

har

ga y

ang

berb

eda-

beda

), pa

nen

raya

ter

jadi

di

bul

an S

epte

mbe

r-O

ktob

er

Cab

ai a

dala

h sa

lah

satu

ko

mod

itas

peny

umba

ng

infla

si, p

ada

saat

-saa

t te

rten

tu,

pers

edia

an d

ari p

asok

an p

rodu

ksi

dala

m n

eger

i men

gala

mi

keku

rang

an d

i wak

tu-w

aktu

te

rten

tu. H

al in

i dap

at d

iliha

t se

baga

i pel

uang

den

gan

inte

rven

si t

ekno

logi

pen

anga

nan

pasc

a pa

nen

yang

tep

at g

una.

Sera

pan

prod

uk p

aprik

a di

pas

ar d

alam

neg

eri

dan

pasa

r ek

spor

tin

ggi,

perm

inta

an e

kspo

r pa

da s

aat

itu b

elum

ter

penu

hi s

emua

nya

2) P

oten

si b

ertu

mbu

h

Prod

uksi

Baw

ang

Mer

ah n

asio

nal

cend

erun

g m

enga

lam

i pen

ingk

atan

dar

i se

gi v

olum

e da

n lu

as p

anen

, dat

a se

ri da

ri ta

hun

1989

-200

4 m

enun

jukk

an

pert

umbu

han

prod

uksi

rat

a-ra

ta B

awan

g M

erah

seb

esar

5,4

% p

er t

ahun

den

gan

tren

per

tum

buha

n ya

ng k

onst

an. *

)

Prod

uksi

Baw

ang

Putih

ham

pir

sela

lu t

erse

rap

habi

s, m

asih

ad

a ru

ang

untu

k m

enin

gkat

nya

perm

inta

an.

Pote

nsi p

ertu

mbu

han

terli

hat

dari

jum

lah

angg

ota

LKM

A K

oper

asi

Tanr

alili

yan

g te

rus

bert

amba

h

Pada

saa

t itu

pas

ar d

inila

i mas

ih t

erus

be

rtum

buh,

pro

duk

papr

ika

Pasi

rlang

u di

nila

i un

ggul

dal

am h

al r

asa

dan

kere

nyah

an,

prod

uksi

juga

mas

ih b

isa

teru

s di

tingk

atka

n te

rkai

t po

tens

i wila

yah

di J

awa

Bara

t ya

ng

agro

klim

atny

a se

suai

unt

uk t

anam

an p

aprik

a,

pote

nsi k

apab

ilita

s bu

dida

ya p

ara

peta

ni

papr

ika

dan

kebe

rada

an le

mba

ga p

enel

itian

ya

ng m

endu

kung

dan

men

doro

ng k

egia

tan

pene

litia

n da

n pe

ngem

bang

an b

udid

aya

papr

ika,

yai

tu B

alits

a.

3) P

oten

si b

ersa

ing

deng

an

pesa

ing

inte

rnas

iona

l

Indo

nesi

a m

emili

ki p

elua

ng u

ntuk

m

enge

kspo

r Ba

wan

g M

erah

ke

nega

ra-

nega

ra y

ang

bera

da d

i bag

ian

utar

a kh

atul

istiw

a, s

eper

ti In

dia,

Vie

tnam

, jug

a M

alay

sia

dan

Filip

ina,

kar

ena

di p

ola

mus

im

yang

ber

beda

men

yeba

bkan

neg

ara-

nega

ra

ini m

enga

lam

i kek

uran

gan

paso

kan

di s

aat

Indo

nesi

a be

rkel

impa

han

--

Prod

uk p

aprik

a Pa

sirla

ngu

jela

s m

emili

ki d

aya

sain

g de

ngan

pro

duk

papr

ika

dari

nega

ra la

in,

teru

tam

a M

alay

sia,

Vie

tnam

dan

Chi

na. H

al

ini t

erbu

kti d

enga

n m

enin

gkat

nya

perm

inta

an

eksp

or k

e Si

ngap

ura,

Hon

gkon

g da

n Ta

iwan

se

lam

a aw

al t

ahun

200

7.

83

Gambaran Umum Klaster

Das

ar/K

rite

ria

Kla

ster

Baw

ang

Mer

ahK

last

er B

awan

g P

uti

hK

last

er C

abai

Kla

ster

Pap

rika

c) P

oten

si

peng

emba

ngan

kl

aste

r

4) P

oten

si k

enai

kan

pend

apat

an b

agi U

MK

MBa

wan

g M

erah

mer

upak

an k

omod

itas

tana

man

say

uran

ber

nila

i tin

ggi

Den

gan

asum

si h

arga

yan

g st

abil

25-3

0 rib

u pe

r K

g ke

ring,

pel

aku

usah

a da

pat

men

ingk

atka

n pe

ndap

atan

Har

ga p

rodu

k ya

ng b

aik

berp

oten

si m

enin

gkat

kan

pend

apat

an b

agi U

MK

M

Nila

i eko

nom

i pap

rika

yang

tin

ggi

mem

ungk

inka

n te

rjadi

nya

kena

ikan

pe

ndap

atan

bag

i UM

KM

dan

ten

tuny

a ke

naik

an t

araf

hid

up/k

esej

ahte

raan

UM

KM

.

5) K

eber

adaa

n “l

ead

firm

’ ya

ng m

empu

nyai

jarin

gan

UM

KM

Kop

eras

i Nus

anta

ra J

aya

berp

eran

seb

agai

pe

ndor

ong

terja

diny

a ko

ordi

nasi

usa

ha,

pert

umbu

han

dan

kebe

rlanj

utan

usa

ha-

LKM

A K

oper

asi T

anra

lili b

erpe

ran

seba

gai p

endo

rong

ter

jadi

nya

koor

dina

si u

saha

, per

tum

buha

n da

n ke

berla

njut

an u

saha

Kop

eras

i Mitr

a Su

ka M

aju

berp

eran

seb

agai

pe

ndor

ong

terja

diny

a ko

ordi

nasi

usa

ha,

pert

umbu

han

dan

kebe

rlanj

utan

usa

ha

6) P

oten

si u

ntuk

m

enci

ptak

an la

pang

an k

erja

Pote

nsi b

ertu

mbu

hnya

usa

ha t

ani B

awan

g M

erah

den

gan

send

iriny

a ju

ga m

enyi

mpa

n po

tens

i pen

cipt

aan

lapa

ngan

ker

ja, d

enga

n as

umsi

sist

em p

rodu

ksi m

emili

ki in

put

tena

ga k

erja

yan

g ko

nsta

n.

Pote

nsi b

ertu

mbu

hnya

usa

ha

tani

Baw

ang

Putih

den

gan

send

iriny

a ju

ga m

enyi

mpa

n po

tens

i pe

ncip

taan

lapa

ngan

ker

ja

Pote

nsi b

ertu

mbu

hnya

usa

ha t

ani

Cab

ai d

enga

n se

ndiri

nya

juga

m

enyi

mpa

n po

tens

i pen

cipt

aan

lapa

ngan

ker

ja

Pert

umbu

han

budi

daya

pap

rika

dapa

t m

empe

rluas

kes

empa

tan

kerja

. Set

elah

pa

prik

a di

kem

bang

kan

di P

asirl

angu

, ham

pir

tidak

ada

ten

aga

kerja

loka

l Pas

irlan

gu y

ang

men

gang

gur,

bah

kan

men

arik

ten

aga

kerja

da

ri lu

ar P

asirl

angu

.

7) K

eter

libat

an p

emer

inta

h/do

nor

(sta

keho

lder

s)Te

rdap

at p

oten

si s

take

hold

ers

yang

ko

mpe

ten

dan

kola

bora

tif.

Kem

ente

rian

pert

ania

n pe

rnah

te

rliba

t da

lam

men

yalu

rkan

ba

ntua

n

Terd

apat

pot

ensi

sta

keho

lder

s ya

ng k

ompe

ten

dan

kola

bora

tif.

Terd

apat

pot

ensi

sta

keho

lder

s ya

ng k

ompe

ten

dan

kola

bora

tif y

ang

terd

iri d

ari t

enag

a ah

li pe

nelit

i yan

g ko

mpe

ten

di B

alits

a, t

erda

pat

bebe

rapa

eks

port

ir di

wila

yah

sent

ra p

rodu

ksi,

sehi

ngga

mem

udah

kan

peta

ni d

alam

men

jual

pr

oduk

nya.

8) L

ingk

unga

n us

aha

yang

ko

ndus

if

Ling

kung

an u

saha

tan

i Baw

ang

Mer

ah

di K

abup

aten

Cire

bon

cuku

p ko

ndus

if de

ngan

keb

erad

aan

fakt

or in

put,

indu

stri

pend

ukun

g, p

erm

inta

an d

an s

trat

egi

pers

aing

an y

ang

seha

t.

Terd

apat

ling

kung

an u

saha

yan

g ko

ndus

ifTe

rdap

at li

ngku

ngan

usa

ha y

ang

kond

usif

Ling

kung

an u

saha

tan

i pap

rika

di P

asirl

angu

cu

kup

kond

usif

*) D

ata

Kla

ster

Baw

ang

Mer

ah, L

apor

an T

ahun

201

1, K

anto

r Pe

rwak

ilan

Bank

Indo

nesi

a C

irebo

n

84

Gambaran Umum Klaster

Setiap inisiator menyusun strategi pengembangan klaster yang berbeda-beda. Berdasarkan pengalaman

Bank Indonesia, inisiasi suatu pengembangan klaster melalui serangkaian tahapan-tahapan tertentu, yang

merupakan mekanisme atau prosedur inisiasi pengembangan klaster. Berikut adalah uraian dari tahapan-

tahapan inisiasi pengembangan keempat klaster subsektor hortikultura yang dilakukan oleh masing-masing

inisiator:

85

Gambaran Umum Klaster

Tab

el II

-26.

Mat

riks

Tah

apan

Pen

gem

ban

gan

Kla

ster

Su

bse

kto

r H

ort

iku

ltu

ra

Tah

apan

Pe

ng

emb

ang

anK

last

er B

awan

g M

erah

Kab

up

aten

Cir

ebo

nK

last

er B

awan

g P

uti

hSe

mb

alu

nK

last

er C

abai

Mar

os

Kla

ster

Pap

rika

Pasi

rlan

gu

Men

entu

kan

klas

ter

Pene

ntua

n kl

aste

r di

laku

kan

berd

asar

kan

prog

ram

dan

keb

ijaka

n K

anto

r Pu

sat

Bank

In

done

sia

tent

ang

peng

emba

ngan

kla

ster

ke

taha

nan

pang

an, k

husu

snya

Kla

ster

Nas

iona

l Ba

wan

g M

erah

ser

ta p

erpa

njan

gan

nota

ker

ja

sam

a M

oU a

ntar

a M

ente

ri Pe

rtan

ian

dan

Gub

ernu

r Ba

nk In

done

sia

tang

gal 1

6 M

aret

20

11 t

enta

ng K

erja

Sam

a Pe

ngem

bang

an U

saha

Se

ktor

Per

tani

an, S

urat

Men

teri

Pert

ania

n N

o. 2

3/LB

.200

/M/2

/201

4 te

ntan

g Pe

ngem

bang

an C

abai

da

n Ba

wan

g M

erah

.

Din

as P

erta

nian

dan

Pet

erna

kan

Kab

upat

en L

ombo

k Ti

mur

sud

ah

terli

bat

dala

m p

enge

mba

ngan

ko

mod

itas

Baw

ang

Putih

sej

ak

1987

dan

sud

ah m

enja

di c

ore

lem

baga

, keb

ijaka

n pu

sat

dan

kebi

jaka

n in

tern

al, k

omod

itas

yang

sud

ah a

da d

an m

erup

akan

ci

ri kh

as S

emba

lun.

Pene

ntua

n kl

aste

r di

laku

kan

berd

asar

kan

prog

ram

dan

keb

ijaka

n K

anto

r Pu

sat

Bank

Indo

nesi

a te

ntan

g pe

ngem

bang

an

klas

ter

keta

hana

n pa

ngan

, khu

susn

ya

Kla

ster

Nas

iona

l Baw

ang

Mer

ah s

erta

pe

rpan

jang

an n

ota

kerja

sam

a M

oU a

ntar

a M

ente

ri Pe

rtan

ian

dan

Gub

ernu

r Ba

nk

Indo

nesi

a ta

ngga

l 16

Mar

et 2

011

tent

ang

Ker

ja S

ama

Peng

emba

ngan

Usa

ha S

ekto

r Pe

rtan

ian,

Sur

at M

ente

ri Pe

rtan

ian

No.

23/

LB.2

00/M

/2/2

014

tent

ang

Peng

emba

ngan

C

abai

dan

Baw

ang

Mer

ah.

Land

asan

per

umus

an d

an

pela

ksan

aan

prog

ram

pe

ngem

bang

an k

last

er P

aprik

a ad

alah

men

inda

klan

juti

sal

ah

satu

prio

ritas

Ban

k In

done

sia

pada

ta

hun

2007

yai

tu m

elak

ukan

ke

giat

an-k

egia

tan

yang

men

doro

ng

perc

epat

an p

ertu

mbu

han

sekt

or r

iil.

Bagi

an d

ari P

rogr

am K

erja

Inis

iatif

m

endo

rong

per

tum

buha

n se

ktor

rii

l, pr

ogra

m k

last

er u

ntuk

UM

KM

Ana

lisis

kla

ster

(A

nalis

is

perm

asal

ahan

, po

tens

i dan

re

ncan

a in

terv

ensi

)

An

alis

is p

ote

nsi

:-

Iden

tifik

asi p

oten

si B

awan

g M

erah

di

Kab

upat

en C

irebo

n-

Koo

rdin

asi d

enga

n D

inas

Per

tani

an,

Perk

ebun

an d

an K

ehut

anan

Kab

upat

en

Cire

bon

untu

k m

engg

ali i

nfor

mas

i pro

gram

Pe

mer

inta

h D

aera

h te

rkai

t pe

ngem

bang

an

Baw

ang

Mer

ah-

Iden

tifik

asi s

ejar

ah p

erke

mba

ngan

, kap

asita

s da

n pe

rmas

alah

an K

oper

asi N

usan

tara

Jay

aA

nal

isis

per

mas

alah

an :

- Id

entif

ikas

i mas

alah

yan

g di

hada

pi p

etan

i Ba

wan

g M

erah

di K

abup

aten

Cire

bon

Ren

can

a in

terv

ensi

:-

Peny

usun

an s

trat

egi d

an r

enca

na in

terv

ensi

pr

ogra

m d

idas

arka

n pa

da p

ende

kata

n D

iam

ond

Clu

ster

dar

i Mic

hael

Por

ter.

Inte

rven

si p

enge

mba

ngan

ko

mod

itas

Baw

ang

Putih

be

lum

dila

ksan

akan

sec

ara

sist

emat

is d

an t

erpr

ogra

m, b

aru

terb

atas

pad

a pe

laks

anaa

n ke

giat

an r

utin

yan

g di

mul

ai

dari

Mus

rem

bang

des

untu

k m

engu

mpu

lkan

usu

lan-

usul

an

kegi

atan

bai

k da

ri in

divi

du

atau

pun

kelo

mpo

k (t

erm

asuk

G

apok

tan

Joro

ng M

andi

ri).

Bias

anya

tid

ak t

erda

pat

usul

an

yang

spe

sifik

ten

tang

kom

odita

s Ba

wan

g Pu

tih. U

sula

n da

ri ke

lom

pok

tani

bia

sany

a be

rsifa

t um

um a

taup

un b

antu

an s

eper

ti sa

rana

pra

sara

na p

rodu

ksi s

eper

ti ha

nd t

ract

or, a

lat

kerja

.

Ana

lisis

pot

ensi

, per

mas

alah

an d

an

renc

ana

inte

rven

si d

ilaku

kan

Ana

lisis

per

mas

alah

an: a

spek

pr

oduk

si d

an a

spek

pem

asar

an,

tingk

at r

esid

u in

sekt

isid

a ya

ng

tingg

i dan

pro

dukt

ivita

s yg

ren

dah

Ana

lisis

pot

ensi

: Ide

ntifi

kasi

pot

ensi

us

aha

tani

pap

rika

Renc

ana

inte

rven

si:

Pela

tihan

PH

T da

n Bu

dida

ya p

aprik

a ya

ng t

epat

dan

ben

ar

Peng

gala

ngan

ko

mitm

en

Kan

tor

Perw

akila

n Ba

nk In

done

sia

Cire

bon

mel

akuk

an k

esep

akat

an/M

OU

den

gan

Pem

erin

tah

Kab

upat

an C

irebo

n m

elal

ui D

inas

Pe

rtan

ian,

Per

kebu

nan

dan

Keh

utan

an s

erta

K

oper

asi N

usan

tara

Jay

a

Peng

gala

ngan

kom

itmen

di

laku

kan

mel

alui

pen

dam

ping

an/

pem

bina

an o

leh

PPL

di s

etia

p K

ecam

atan

. G

apok

tan

mer

upak

an w

adah

be

rkoo

rdin

asi j

ika

mis

alny

a ad

a pe

latih

an a

taup

un p

enye

bara

n in

form

asi t

erka

it Ba

wan

g Pu

tih.

Kan

tor

Perw

akila

n Ba

nk In

done

sia

Prov

insi

Su

law

esi S

elat

an m

elak

ukan

kes

epak

atan

/M

OU

den

gan

piha

k Pe

mer

inta

h D

aera

h M

aros

mel

alui

Din

as P

erta

nian

dan

UPT

PP

L K

ecam

atan

Tan

ralil

i

Kan

tor

Perw

akila

n Ba

nk In

done

sia

Band

ung

mel

akuk

an k

esep

akat

an/

MO

U d

enga

n pi

hak

Kop

eras

i MSM

, Ba

litsa

dan

CV

. ASB

86

Gambaran Umum KlasterTa

hap

an

Pen

gem

ban

gan

Kla

ster

Baw

ang

Mer

ahK

abu

pat

en C

ireb

on

Kla

ster

Baw

ang

Pu

tih

Sem

bal

un

Kla

ster

Cab

ai M

aro

sK

last

er P

apri

kaPa

sirl

ang

u

Men

yusu

n pe

renc

anaa

n

Peru

mus

an t

arge

t pe

ncap

aian

dan

pro

gram

in

terv

ensi

yan

g ak

an m

enja

di p

rogr

am

peng

emba

ngan

kla

ster

Baw

ang

Mer

ah.

Pend

ekat

an d

an s

trat

egi i

nter

vens

i yan

g di

pilih

be

rdas

arka

n id

entif

ikas

i pot

ensi

dan

mas

alah

be

rdas

arka

n ra

ntai

nila

i ada

lah:

(a) P

engu

atan

ke

lem

baga

an K

oper

asi N

usan

tara

Jay

a, (b

) Pe

ngua

tan

dan

peni

ngka

tan

kapa

sita

s pe

tani

(b

udid

aya,

pas

ca p

anen

, div

ersi

fikas

i pro

duk)

dan

pe

ngua

tan

akse

s pr

oduk

si m

elal

ui p

enye

diaa

n te

naga

pen

dam

ping

, (c)

Pen

ingk

atan

aks

es p

asar

m

elal

ui f

asili

tasi

den

gan

dist

ribut

or/e

kspo

rtir/

pasa

r tr

adis

iona

l/pas

ar m

oder

n da

n (d

) Fas

ilita

si

akse

s pe

rban

kan

atau

lem

baga

keu

anga

n un

tuk

bant

uan

perm

odal

an.

Turu

nan

renc

ana

kegi

atan

ber

dasa

rkan

mas

ing-

mas

ing

pend

ekat

an in

terv

ensi

dik

oord

inas

ikan

de

ngan

sta

keho

lder

s da

n pe

nerim

a m

anfa

at

Saat

ini b

elum

ada

per

enca

naan

pr

ogra

m in

terv

ensi

khu

sus

Baw

ang

Putih

. G

apok

tan

mas

ih b

erja

lan

apa

adan

ya, s

udah

mem

iliki

str

uktu

r ke

orga

nisa

sian

nam

un f

ungs

i te

rkai

t pe

ngel

olaa

n ke

uang

an

belu

m b

erja

lan.

Peru

mus

an p

ende

kata

n da

n st

rate

gi

inte

rven

si y

ang

dipi

lih b

erda

sark

an

iden

tifik

asi p

oten

si d

an m

asal

ah.

Peru

mus

an t

arge

t pe

ncap

aian

dan

pr

ogra

m in

terv

ensi

yan

g ak

an m

enja

di

prog

ram

pen

gem

bang

an k

last

er.

Pela

tihan

PH

T da

n Bu

dida

ya p

aprik

a ya

ng t

epat

dan

ben

ar

Mel

aksa

naka

n pe

ngem

bang

an

klas

ter

(sos

ialis

asi,

dem

plot

, pe

latih

an,

pend

ampi

ngan

, ke

lem

baga

an,

pem

asar

an, d

an

lain

-lain

)

Foku

s ke

giat

an p

enge

mba

ngan

pad

a ta

hun

2011

ad

alah

pen

guat

an d

an p

enin

gkat

an k

apas

itas

peta

ni s

erta

pen

guat

an a

kses

pro

duks

i yan

g di

laku

kan

mel

alui

pen

deka

tan

pend

ampi

ngan

. Im

plem

enta

si: P

rogr

am p

enda

mpi

ngan

lapa

ngan

, SL

GA

P,pe

nyal

uran

ban

tuan

sar

ana

pras

aran

a pr

oduk

si.

Foku

s pe

ngem

bang

an d

i tah

un 2

012

pada

pe

ngua

tan

kele

mba

gaan

, aks

es p

emas

aran

dan

ba

ntua

n te

knis

ber

upa

peng

uata

n bu

dida

ya,

peng

uata

n m

odal

sos

ial/k

elem

baga

an d

an

jeja

ring

naik

den

gan

inst

ansi

pem

erin

tah

terk

ait,

as

osia

si m

aupu

n pe

laku

pas

ar f

orm

al. F

okus

lain

pe

ngem

bang

an k

last

er a

dala

h up

aya

pem

buka

an

akse

s ke

lem

baga

keu

anga

n fo

rmal

.

Mel

alui

pen

dam

ping

an d

an

pem

bina

an o

leh

PPL

di s

etia

p ke

cam

atan

.

Din

as P

erta

nian

dan

UPT

PPL

Kec

amat

an

Tanr

alili

: Pro

gram

cab

ai s

ebag

ai

kom

odita

s un

ggul

ans

satu

kec

amat

an

satu

kom

odita

s, p

erba

ikan

sar

ana

dan

pras

aran

a pr

oduk

si p

erta

nian

(sal

uran

iri

gasi

, jal

an t

ani,

dem

plot

), pe

ndam

ping

an

tekn

is d

an p

enye

diaa

n bi

bit.

Bank

Indo

nesi

a Pe

rwak

ilan

Prov

insi

Su

law

esi S

elat

an: p

enda

mpi

ngan

ke

lem

baga

an, m

anaj

emen

keu

anga

n da

n pe

nget

ahua

n ak

an p

asar

dan

pr

oduk

per

bank

an; b

angu

nan

kant

or

LKM

A K

oper

asi T

anra

lili d

an p

eral

atan

pe

ngol

ahan

cab

ai

Lang

kah

awal

yan

g di

laku

kan

adal

ah m

enyu

sun

kurik

ulum

pe

latih

an y

ang

terd

iri a

tas

20%

te

ori d

an 8

0% p

rakt

ek, m

elip

uti:

(1) A

nalis

is a

groe

kosi

stem

; (2)

Bu

dida

ya p

aprik

a se

suai

den

gan

prin

sip

”Goo

d A

gric

ultu

re

Prac

tices

”; (3

) Men

gena

l OPT

dan

m

usuh

ala

min

ya; (

4) A

mba

ng

ekon

omi d

an p

enga

mbi

l kep

utus

an

peng

enda

lian

OPT

; (5)

Pen

gam

atan

O

PT; (

6) M

emba

ndin

gkan

bud

iday

a pa

prik

a ya

ng d

ikel

ola

seca

ra

konv

ensi

onal

dan

sec

ara

PHT;

(7)

Din

amik

a ke

lom

pok;

dan

(8) T

opik

kh

usus

.Pe

laks

anaa

n pe

latih

an d

ilaku

kan

seba

nyak

32

kali

pert

emua

n ya

ng

dila

kuka

n se

tiap

min

ggu

seka

li pa

da

hari

Kam

is a

tau

sesu

ai k

esep

akat

an,

dim

ulai

bul

an S

epte

mbe

r 20

07-

Agu

stus

200

8.

Tem

u La

pang

, 10

Juli

2008

.Pe

nyus

unan

med

ia c

etak

dis

emin

asi

Mon

itorin

g da

n ev

alua

siM

onito

ring

dan

eval

uasi

--

Mon

itorin

g da

n ev

alua

si

Exit

Phas

eBe

rakh

irnya

MoU

-

-Be

rakh

irnya

MoU

87

Gambaran Umum Klaster

Pada ketiga inisiasi pengembangan klaster yang dilakukan oleh Bank Indonesia, KPw-KPw inisiator mengambil

peran sebagai arranger strategi dan pelaksanaan intervensi yang melakukan koordinasi dan sinergi dengan

stakeholders dan penerima manfaat (beneficiaries) intervensi, baik sebagai fasilitator, penghubung dan

penyandang dana intervensi (melalui bantuan teknis atau bantuan sarana prasarana). Berikut adalah uraian

tentang jenis-jenis intervensi yang dilakukan setiap inisiator pada pengembangan klaster masing-masing.

88

Gambaran Umum Klaster

Tab

el II

-27.

Ben

tuk

dan

Ko

ntr

ibu

tor

Inte

rven

si In

isia

tor

dan

Sta

keh

old

er K

last

er S

ub

sekt

or

Ho

rtik

ult

ura

Jen

is In

terv

ensi

Baw

ang

Mer

ah C

ireb

on

Baw

ang

Pu

tih

Sem

bal

un

Cab

ai M

aro

sPa

pri

ka P

asir

lan

gu

Ben

tuk

Inte

rven

siK

on

trib

uto

rB

entu

k In

terv

ensi

Ko

ntr

ibu

tor

Ben

tuk

Inte

rven

siK

on

trib

uto

rB

entu

k In

terv

ensi

Ko

ntr

ibu

tor

1. B

antu

an

pera

lata

n,

sara

na d

an

infr

astr

uktu

r

15 u

nit

peng

uji p

H u

ntuk

m

engu

kur

dera

jat

keas

aman

ta

nah;

3 u

nit

hand

tra

ctor

un

tuk

mem

bant

u pe

ngol

ahan

ta

nah

sebe

lum

dita

nam

i ba

wan

g m

erah

; 10

unit

mes

in

pom

pa a

ir un

tuk

mem

perla

ncar

pe

ngai

ran

pena

nam

an b

awan

g m

erah

; 1 u

nit

fert

ilize

r m

ixer

(p

enca

mpu

r pe

nyub

ur/n

utris

i) un

tuk

mem

buat

pup

uk y

ang

dibu

tuhk

an t

anam

an b

awan

g m

erah

-Be

nih

Kem

ente

rian

Pert

ania

n1.

Peny

edia

an d

an

pem

ulia

an b

enih

ca

bai d

alam

pro

gram

Pe

ngem

bang

an

Usa

ha A

grib

isni

s Pe

rtan

ian

(PU

AP)

2. Pe

ndiri

an

labo

rato

rium

min

i ya

ng m

engh

asilk

an

pupu

k da

n pe

stis

ida

alam

i3.

Ban

guna

n ka

ntor

LK

MA

Kop

eras

i Ta

nral

ili4.

Pera

lata

n pe

ngol

ahan

ca

bai

1. K

Pw B

I Pro

vins

i Su

law

esi S

elat

an

beke

rja s

ama

deng

an P

emer

inta

h K

abup

aten

Mar

os2.

KPw

BI P

rovi

nsi

Sula

wes

i Sel

atan

3. K

Pw B

I Pro

vins

i Su

law

esi S

elat

an4.

KPw

BI P

rovi

nsi

Sula

wes

i Sel

atan

Sara

na u

saha

un

tuk

Kop

eras

i M

SM b

erup

a ke

ndar

aan

usah

a da

n ko

mpu

ter

KPw

BI

Prov

insi

Jaw

a Ba

rat

2. B

antu

an

pend

anaa

nIn

term

edia

si p

erte

mua

n K

SU

Nus

anta

ra J

aya

deng

an B

TN

Syar

iah

dan

Bank

Jab

ar B

ante

n un

tuk

penj

ajak

an p

elua

ng

pem

biay

aan

mod

al k

erja

; In

term

edia

si p

erte

mua

n K

SU

Nus

anta

ra J

aya

deng

an B

ank

BNI S

yaria

h, B

ank

BJB

dan

CIM

B N

iaga

unt

uk p

enja

jaka

n pe

mbi

ayaa

n m

odal

ker

ja

peny

erap

an h

asil

pane

n pe

tani

KPw

BI

Cire

bon

Tida

k ad

a-

Fasi

litas

i ke

akse

s pe

rban

kan

KPw

BI P

rovi

nsi

Sula

wes

i Sel

atan

Fasi

litas

i ke

akse

s pe

rban

kan

KPw

BI

Prov

insi

Jaw

a Ba

rat

89

Gambaran Umum Klaster

Jen

is In

terv

ensi

Baw

ang

Mer

ah C

ireb

on

Baw

ang

Pu

tih

Sem

bal

un

Cab

ai M

aro

sPa

pri

ka P

asir

lan

gu

Ben

tuk

Inte

rven

siK

on

trib

uto

rB

entu

k In

terv

ensi

Ko

ntr

ibu

tor

Ben

tuk

Inte

rven

siK

on

trib

uto

rB

entu

k In

terv

ensi

Ko

ntr

ibu

tor

3. A

kses

kep

ada

pem

asar

anFa

silit

asi K

SU N

usan

tara

Ja

ya ik

ut s

erta

dal

am

Pam

eran

Pro

duk

Hor

tikul

tura

(P

enye

lang

gara

KRB

I Ban

dung

); Fa

silit

asi K

SU N

usan

tara

Ja

ya (p

engh

ubun

gan

bisn

is)

untu

k m

enja

lin k

erja

sam

a bi

snis

den

gan

PT. B

inag

loria

En

terp

rindo

dan

CV

. Ata

s En

terp

rise

, yai

tu e

kspo

r Ba

wan

g M

erah

kop

eras

i ke

Thai

land

, Sin

gapu

ra, V

ietn

am

dan

Mal

aysi

a.

KPw

BI

Cire

bon

Tida

k ad

a-

Fasi

litas

i LK

MA

Kop

eras

i Ta

nral

ili u

ntuk

men

jalin

ke

rja s

ama

bisn

is

deng

an s

uper

mar

ket

Hyp

erm

art

untu

k pe

mas

aran

pro

duk

Cab

ai O

rgan

ik

KPw

BI P

rovi

nsi

Sula

wes

i Sel

atan

Tida

k ad

a -

4. A

kses

kep

ada

sum

ber

baha

n ba

ku

Fasi

litas

i KSU

Nus

anta

ra

Jaya

den

gan

PT. B

inag

loria

En

terp

rindo

dan

CV

. Ata

s En

terp

rise

untu

k m

enja

lin

kerja

sam

a bi

snis

di m

ana

kope

rasi

ber

tinda

k se

baga

i ag

en p

enju

alan

ben

ih

impo

r as

al F

ilipi

na (v

arie

tas

iloco

s); P

enge

nala

n da

n pe

ngem

bang

an je

nis

baw

ang

mer

ah lo

kal u

nggu

l, je

nis

Man

jung

; Fas

ilita

si k

erja

sa

ma

deng

an B

PSBT

PH (B

alai

Pe

ngaw

asan

dan

Ser

tifik

asi

Beni

h Ta

nam

an P

anga

n da

n H

ortik

ultu

r) u

ntuk

m

ense

rtifi

kasi

ben

ih y

ang

dipr

oduk

si o

leh

kope

rasi

KPw

BI

Cire

bon

Tida

k ad

a-

Peny

edia

an d

an

pem

ulia

an b

enih

ca

bai d

alam

pro

gram

Pe

ngem

bang

an U

saha

A

grib

isni

s

KPw

BI P

rovi

nsi

Sula

wes

i Sel

atan

be

kerja

sam

a de

ngan

Pe

mer

inta

h K

abup

aten

M

aros

Tida

k ad

a-

5. P

engu

atan

ke

lem

baga

anPe

nam

baha

n ju

mla

h an

ggot

a ko

pera

si N

usan

tara

Jay

a;

Pem

buka

an c

aban

g K

oper

asi

Nus

anta

ra J

aya;

Pel

atih

an

Ach

ieve

men

t M

otiv

atio

n/Pe

latih

an K

epem

impi

nan

dan

Mot

ivas

i unt

uk p

engu

rus

kope

rasi

KPw

BI

Cire

bon

Tida

k ad

a-

Pem

bent

ukan

Lem

baga

K

euan

gan

Mik

ro

Agr

ibis

nis

(LK

MA

) yan

g di

tingk

atka

n st

atus

nya

men

jadi

kop

eras

i

-Ti

dak

ada

-

90

Gambaran Umum Klaster

Jen

is In

terv

ensi

Baw

ang

Mer

ah C

ireb

on

Baw

ang

Pu

tih

Sem

bal

un

Cab

ai M

aro

sPa

pri

ka P

asir

lan

gu

Ben

tuk

Inte

rven

siK

on

trib

uto

rB

entu

k In

terv

ensi

Ko

ntr

ibu

tor

Ben

tuk

Inte

rven

siK

on

trib

uto

rB

entu

k In

terv

ensi

Ko

ntr

ibu

tor

6. P

embu

atan

de

mpl

otTi

dak

ada

-Ti

dak

ada

-D

emon

stra

tion

plot

(d

empl

ot) u

ntuk

sek

olah

la

pang

GA

P C

abai

O

rgan

ik

KPw

BI P

rovi

nsi

Sula

wes

i Sel

atan

Tida

k ad

a-

7. K

ompe

tisi

inov

asi d

an

tekn

olog

i

Tida

k ad

a-

Tida

k ad

a-

Tida

k ad

a-

Tida

k ad

a-

8. P

enin

gkat

an

kapa

sita

s pe

laku

us

aha

(Pel

atih

an,

mag

ang,

stu

di

band

ing

dan

lain

-lain

)

Peny

usun

an k

urik

ukul

um d

an

peny

elen

ggar

aan

seko

lah

lapa

ng G

AP

(Goo

d A

gric

ultu

re

Prac

tices

);

KPw

BI

Cire

bon

beke

rja s

ama

deng

an

Faku

ltas

Pert

ania

n U

nive

rsita

s Sw

aday

a G

unun

g Ja

ti

Pela

tihan

bu

dida

ya p

asca

pa

nen

Din

as

Pert

ania

n da

n Pe

tern

akan

K

abup

aten

Lo

mbo

k Ti

mur

Peny

usun

an k

urik

ulum

da

n pe

nyel

engg

araa

n Pe

latih

an U

ntuk

Pel

atih

(T

rain

ing

of T

rain

ers,

To

T) d

an S

ekol

ah

Lapa

ng G

AP

(Goo

d A

gric

ultu

re P

ract

ices

) C

abai

Org

anik

;

KPw

BI P

rovi

nsi

Sula

wes

i Sel

atan

be

kerja

sam

a de

ngan

Fak

ulta

s Pe

rtan

ian

Uni

vers

itas

Has

anud

din,

Din

as

Pert

ania

n Ta

nam

an

Pang

an d

an

Hor

tikul

tura

Pro

vins

i Su

law

esi S

elat

an,

Din

as P

erta

nian

Ta

nam

an P

anga

n da

n H

ortik

ultu

ra K

abup

aten

M

aros

, Bal

ai P

engk

ajia

n Te

knol

ogi P

erta

nian

(B

PTP)

, Bal

ai P

rote

ksi

Tana

man

Per

tani

an

dan

Hor

tikul

tura

(B

PTPH

) dan

Lem

baga

Pe

mbe

rday

aan

Usa

ha

Mik

ro, K

ecil

dan

Men

enga

h (L

PUM

KM

) Su

law

esi S

elat

an

Peny

elen

ggar

aan

pela

tihan

PH

T de

ngan

te

knol

ogi r

umah

ka

sa b

erba

sis

hidr

opon

ik

KPw

BI

Prov

insi

Ja

wa

Bara

t be

kerja

sam

a de

ngan

Ba

litsa

, K

oper

asi

MSM

dan

PT

. ASB

(P

etan

i dan

Ek

spor

tir

Papr

ika)

9.

Pend

ampi

ngan

Peny

edia

an t

enag

a pe

ndam

ping

lapa

ngan

yan

g m

emba

ntu

peta

ni u

ntuk

m

enga

tasi

ken

dala

usa

ha d

an

tekn

is b

udid

aya

dan

pasc

a pa

nen

KPw

BI

Cire

bon

beke

rja s

ama

deng

an K

SU

Nus

anta

ra

Jaya

Pend

ampi

ngan

da

n pe

mbi

naan

ol

eh P

PL

Din

as

Pert

ania

n da

n Pe

tern

akan

K

abup

aten

Lo

mbo

k Ti

mur

Peny

edia

an t

enag

a PP

L (p

enyu

luh

pert

ania

n la

pang

an)

yang

mem

fasi

litas

i pe

mbe

laja

ran

GA

P C

abai

Org

anik

di

dem

plot

; Pe

ndam

ping

an

kele

mba

gaan

KPw

BI P

rovi

nsi

Sula

wes

i Sel

atan

be

kerja

sam

a de

ngan

U

PT P

PL K

ecam

atan

Ta

nral

ili

Tida

k ad

a-

91

Gambaran Umum Klaster

Klaster Champion/Manajemen Klaster

Klaster Champion Klaster Bawang Merah Cirebon adalah Koperasi Serba Usaha (KSU) Nusantara

Jaya. KSU Nusantara Jaya berlokasi di Desa Ender, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, yang juga

merupakan lokasi pusat kegiatan pemasaran produk Bawang Merah para petani anggotanya. Wilayah

operasional KSU Nusantara Jaya mencakup seluruh daerah penghasil Bawang Merah di Kabupaten Cirebon

dan sekitarnya (Kabupaten Brebes). Skala pemasaran dan perdagangan produk Bawang Merah KSU

Nusantara Jaya mencakup wilayah lokal (Kabupaten Cirebon dan sekitarnya), regional (Provinsi Jawa Barat

dan Pulau Jawa) serta nasional (Antar Pulau) dan ekspor ke luar negeri (Thailand, Vietnam, Filipina dan

Malaysia).

KSU Nusantara Jaya berdiri pada tahun 2009. KSU Nusantara Jaya mendapat pengesahan sebagai badan

hukum koperasi melalui Badan Koperasi dan UKM Kabupaten Cirebon Nomor: 01/BH/KUKM/I/2009 pada

tanggal 12 Januari 2009. KSU Nusantara Jaya mengambil peran sebagai pendorong terjadinya saling

keterhubungan usaha antar entitas usaha tani Bawang Merah dan penggerak dinamika usaha dalam

klaster yang berupaya mengkoordinasikan kerja sama dan kegiatan usaha dalam rantai nilai klaster yang

dilakukan oleh para pelaku usaha tani dan dagang Bawang Merah agar saling menguntungkan satu sama

lain juga mengkoordinasikan kerja sama dan kegiatan dengan stakeholders terkait lainnya, melalui program

pelayanan terintegrasi. Misi utama KSU Nusantara Jaya adalah membantu masyarakat petani (terutama

petani Bawang Merah) meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidupnya melalui pengembangan usaha

tani yang modern, mandiri dan berkelanjutan. Usaha-usaha yang dilakukan oleh KSU Nusantara Jaya

dalam meningkatkan usaha tani dan mengatasi kesenjangan usaha yang masih dihadapi oleh para petani

adalah (1) Melakukan atau menyediakan jasa pendampingan dan bimbingan teknis/teknologi yang intensif

terkait permasalahan budidaya dan usaha tani Bawang Merah melalui tenaga pendamping atau petugas

penyuluh lapangan dengan program penyuluhan lapangan dan konsultasi pertanian. Konsultasi pertanian

atau dikenal dengan Program Bengkel Tani bertempat di Kantor KSU Nusantara Jaya dan layanannya

dapat diakses pada jam kerja. Fokus pelayanan ini adalah penyadaran dan pendidikan tentang pentingnya

sistem usaha tani yang berbiaya murah, efisien dan efektif; (2) Melakukan pengembangan dan penyuluhan

teknologi budidaya yang diselenggarakan melalui kerja sama dengan pihak-pihak terkait: Fakultas Pertanian

Universitas Swagati, BPSBTPH (Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura),

lembaga pemerintahan; (3) Menyediakan pasokan bibit Bawang Merah dan saprotan (sarana produksi tani)

melalui toko; (4) Mengelola pasokan produk Bawang Merah para petani anggota untuk dipasarkan melalui

layanan pembelian hasil panen dan fasilitas penampung hasil panen dan (5) Menyediakan jasa permodalan

usaha (modal investasi dan modal kerja) bagi petani melalui kerja sama dengan Swamitra Bank Bukopin di

mana sistem yang diterapkan mengacu pada pola perbankan modern.

KSU Nusantara Jaya membentuk kelompok tani-kelompok tani mitra Nusantara Jaya yang tersebar hampir

di semua kecamatan penghasil Bawang Merah di Kabupaten Cirebon. Pembentukan kelompok tani mitra

ditujukan untuk memperkuat usaha tani Bawang Merah Cirebon melalui wadah kelembagaan petani

yang diharapkan dapat membuat koordinasi antara KSU Nusantara Jaya dan para petani lebih mudah.

Salah satu terobosan KSU Nusantara Jaya mengembangkan program rencana tanam, yaitu upaya untuk

mengkoordinasikan kapan dan seberapa luas penanaman Bawang Merah di setiap lokasi kelompok tani

mitra. Rencana tanam ini didasarkan pada prediksi kondisi pasar, seperti serbuan produk impor, keterserapan

92

Gambaran Umum Klaster

pasar dan kondisi cuaca. Rencana tanam ini dibuat untuk menghindari kerugian di pihak pelaku usaha tani

Bawang Merah dan kestabilan pasokan Bawang Merah itu sendiri.

Sementara itu, Klaster Champion Klaster Bawang Putih Sembalun adalah Gapoktan (Gabungan

Kelompok Tani) Jorong Mandiri, meski sejauh ini Gapoktan Jorong Mandiri baru berperan melakukan

koordinasi dengan para anggota apabila terdapat kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara berkelompok,

seperti pelatihan dan penyuluhan terkait dengan Bawang Putih atau komoditas lainnya. Gapoktan sudah

memiliki struktur keorganisasian, namun sampai saat ini fungsi pengelolaan keuangan tidak dijalankan dan

organisasi berjalan dengan cair. Gapoktan ini memiliki 120 anggota KK (orang) dan sudah berdiri selama

7 tahun.

Klaster Champion Klaster Cabai Maros adalah LKMA (Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis) Koperasi

Tanralili dan berlokasi di Desa Todopulia, Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Pendirian

LKMA Koperasi Tanralili pada 29 Desember 2011 tidak lepas dari bantuan KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan.

Sampai saat ini LKMA Koperasi Tanralili beranggotakan 214 petani yang sebagian besar merupakan bagian

dari Gapoktan Tanralili yang tersebar di dua (2) Desa dan lima (5) Dusun di Kecamatan Tanralili. LKMA

Koperasi Tanralili berperan sebagai penyedia sarana produksi, pengelola jasa simpan pinjam, membantu

pemasaran produk cabai anggotanya dan mengelola sekolah lapang baik untuk anggota maupun bagi

petani yang berasal dari daerah lain.

LKMA Koperasi Tanralili memfasilitasi terjadinya transaksi antara pedagang lokal dan pedagang antar

pulau (melalui ekspedisi laut ataupun pesawat udara) dengan kelompok tani-kelompok tani anggotanya,

termasuk membantu menentukan mekanisme transaksi dan pengiriman produk. LKMA Koperasi Tanralili

memperoleh marjin dari fasilitasi transaksi ini. Sampai saat ini, LKMA Koperasi Tanralili telah memfasilitasi

pemasaran produk cabai anggotanya dengan jumlah sekitar 30 ton per musim panen pada tahun 2013

atau senilai 130 Juta Rupiah.

Klaster Champion Klaster Paprika Pasirlangu adalah Koperasi Mitra Suka Maju (MSM) yang berlokasi

di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua. Koperasi MSM telah berdiri semenjak tahun 1994 dan memperoleh

pengesahan sebagai badan hukum Koperasi oleh Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Bandung pada 13

April 1999. Wilayah operasional Koperasi MSM mencakup Desa Pasirlangu. Koperasi MSM merupakan

koperasi pemasaran yang pelayanannya fokus pada peningkatan usaha tani Paprika para anggotanya

melalui penyediaan benih dan saprotan bagi para anggota, penyediaan bantuan permodalan usaha (modal

investasi dan modal kerja), peningkatan kapasitas budidaya paprika melalui saling tukar informasi dan

pengetahuan dan belajar bersama melalui percobaan teknologi baru di rumah kasa (green house) salah satu

satu anggota, pengelolaan pasca panen dan pemasaran. Sampai saat ini anggota Koperasi MSM berjumlah

108 petani Paprika. Skala pemasaran dan perdagangan produk Paprika Koperasi MSM mencakup wilayah

lokal (Bandung dan sekitarnya), regional (Provinsi Jawa Barat dan Pulau Jawa) dan ekspor ke mancanegara

(Singapura dan Hongkong).

Visi dan Arah Pengembangan Klaster Jangka Panjang

Pihak pengelola klaster/manajemen klaster, sebagaimana organisasi hidup lainnya memiliki visi dan target

jangka panjang, target jangka pendek serta prioritas pengembangan kelembagaannya. Semua pihak Berikut

adalah uraian tentang visi dan target jangka panjang dari masing-masing klaster subsektor hortikultura:

93

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-28. Visi dan Tujuan Jangka Panjang Pengembangan Klaster

Target Visi Klaster Bawang Merah Cirebon Klaster Bawang Putih Sembalun

Klaster Cabai Maros

Klaster Paprika Pasirlangu

Stakeholder

Kemitraan strategis dengan stakeholders dalam semua lini agribisnis Bawang Merah Indonesia

Upaya untuk mengembangkan jaringan

Mengembangkan jaringan bisnis dengan entitas industri pengolahan dan eksportir

Memelihara dan mengembangkan jaringan dengan para stakeholders terkait serta memanfaatkan potensi jaringan

Pasar

Pemasaran Bawang Putih ke Pasar Induk Kecamatan di Masbage, Lombok Timur

Memperluas jaringan dan cakupan pemasaran, menyasar ekspor; menjadi tempat pemasaran satu pintu, pusat komunikasi dan kerja sama dengan entitas lain, termasuk industri atau eksportir

Melakukan ekspor secara mandiri

OperasionalPerkuatan organisasi dan kelembagaan

Perkuatan organisasi dan kelembagaan

Perkuatan organisasi dan kelembagaan

Perkuatan organisasi dan kelembagaan; Perluasan lahan budidaya Paprika

AnggotaPeningkatan pelayanan secara terus menerus terhadap anggota

Peningkatan pengetahuan anggota tentang penanganan hama penyakit tanaman (HPT)

Pemantapan pelayanan yang ada kepada anggota

Perkuatan usaha anggota, salah satunya melalui pelayanan permodalan untuk perluasan lahan budidaya

KinerjaMenjadi sentra atau referensi pengembangan agribisnis Bawang Merah di Indonesia

Peningkatan produktivitas

Peningkatan penjualan

Membudidayakan jenis-jenis tanaman Paprika lain (diversifikasi produk)

Tujuan-tujuan jangka pendek para pengelola klaster subsektor hortikultura adalah sebagai berikut:

Tabel II-29. Tujuan Jangka Pendek Pengembangan Klaster

Tujuan Jangka Pendek Klaster Bawang Merah Cirebon Klaster Bawang Putih

Sembalun Klaster Cabai Maros Klaster Paprika Pasirlangu

Pengembangan sosial ekonomi

Meski tidak menyatakan secara tersurat tujuan ini, peningkatan usaha tani bawang merah akan memberikan dampak perkembangan sosial ekonomi bagi keluarga petani dan masyarakat sekitar

Meski tidak menyatakan secara tersurat tujuan ini, peningkatan usaha tani bawang putih akan memberikan dampak perkembangan sosial ekonomi bagi keluarga petani dan masyarakat sekitar

Meski tidak menyatakan secara tersurat tujuan ini, peningkatan usaha tani cabai akan memberikan dampak perkembangan sosial ekonomi bagi keluarga petani dan masyarakat sekitar

Meski tidak menyatakan secara tersurat tujuan ini, peningkatan usaha tani paprika akan memberikan dampak perkembangan sosial ekonomi bagi keluarga petani dan masyarakat sekitar

Ekspansi klasterTarget ini tidak dinyatakan secara definitif

Target ini tidak dinyatakan secara definitif

Target ini tidak dinyatakan secara definitif

Manajemen klaster memiliki rencana perluasan lahan, namun dalam jangka panjang

Inovasi dan teknologi

Melakukan pengembangan teknologi budidaya melalui kerja sama dengan pihak perguruan tinggi dan lembaga penelitian.

Target ini tidak dinyatakan secara definitif

Target ini tidak dinyatakan secara definitif

Target ini tidak dinyatakan secara definitif, namun usaha-usaha percobaan teknologi baru terjadi

94

Gambaran Umum Klaster

Pendidikan dan training

Pelaksanaan pendampingan dan bimbingan teknis/teknologi budidaya dan usaha tani Bawang Merah melalui program penyuluhan lapangan dan Bengkel Tani

Pelatihan oleh PPL, bekerja sama dengan distributor pupuk tentang pengetahuan dan keterampilan teknis budidaya

Melanjutkan kegiatan sekolah lapang

Tidak ada rencana definitif, namun terjadi saling belajar, bertukar pengetahuan dan pengalaman secara informal

Kerja sama komersial

Peningkatan penetrasi/akses pasar

Pemasaran Bawang Putih ke Pasar Induk Kecamatan di Masbage, Lombok Timur

Perluasan kerja sama dengan pihak industri pengolahan dan pembeli-pembeli baru

Memenuhi permintaan yang ada

Melaksanakan kebijakan

- - - -

Untuk mencapai tujuan-tujuan pengembangan klaster, pihak pengelola klaster perlu menetapkan prioritas-

prioritas pengembangan klaster. Dalam kajian ini, pihak pengelola klaster tidak menyatakan secara eksplisit

prioritas-prioritasnya, namun penelaahan wawancara menyatakan bahwa prioritas-prioritas klaster-klaster

subsektor hortikultura adalah sebagai berikut:

Tabel II-30. Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster

Aspek Klaster Bawang Merah Cirebon

Klaster Bawang Putih Sembalun Klaster Cabai Maros Klaster Paprika Pasirlangu

Penguatan bisnis untuk kepentingan pelaku

Peningkatan volume pembiayaan, peningkatan produktivitas, peningkatan penetrasi/akses pasar

Peningkatan produktivitas

Menjadikan LKMA Koperasi Tanralili sebagai pemasaran satu pintu produk cabai anggota serta pusat komunikasi dan kerja sama dengan entitas lain

Perluasan lahan budidaya paprika dengan mengalokasikan lebih banyak modal invetasi dan modal kerja bagi para anggota yang berniat meningkatkan produksinya melalui perluasan lahan tanam, ekspor secara mandiri, diversifikasi produk (menanam jenis Paprika lain)

Penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster

Penguatan kapabilitas anggota melalui penyuluhan dan pendampingan

Perkuatan kelembagaan, peningkatan pengetahuan dan keterampilan teknis budidaya

Penguatan kapabilitas anggota

Penguatan kapabilitas anggota

Perbanyakan R&D

Meski tidak melalui perencanaan R&D yang definitif, R&D dilakukan

Sejauh ini belum melakukan perencanaan R&D yang definitif

Meski tidak melalui perencanaan R&D yang definitif, R&D dilakukan

Meski tidak melalui perencanaan R&D yang definitif, R&D dilakukan

Sumber Pendanaan Klaster

Aspek finansial merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan usaha apapun. Pendanaan

diperlukan dalam pengembangan klaster untuk membangun suatu sistem usaha yang saling terhubung dan

tergantung satu dengan yang lainnya. Pendanaan ini sebetulnya dimaksudkan sebagai stimulasi, seringkali

sifatnya adalah subsidi dari para stakeholders. Berikut adalah komposisi pendanaan klaster-klaster subsektor

hortikultura.

Tabel II-31 Sumber Pendanaan Klaster

Sumber Dana Klaster Bawang Merah Cirebon

Klaster Bawang Putih Sembalun Klaster Cabai Maros Klaster Paprika

Pasirlangu

Pemerintah daerah 10% 90% 20% 19

Pemerintah pusat 10% 10% - -

Perusahaan swasta 10% - - -

Anggota klaster 30% - 30% 46%

Lainnya: Asosiasi 10% - - -

Lainnya (BI) 30% - 50% 35%

95

Gambaran Umum Klaster

Semua klaster subsektor hortikultura yang dikaji memperoleh pendanaan untuk pengembangan klaster dari

pihak pemerintah.

Kerja Sama yang Pernah Dibangun dengan Klaster Lain yang Sejenis

Kerja sama dengan klaster lain yang sejenis dapat mendorong kemajuan masing-masing klaster.

Tabel II-32.Kerja Sama yang Pernah Dibangun Dengan Klaster Lain yang Sejenis

Bidang Kerja Sama

Klaster Bawang Merah Cirebon

Klaster Bawang Putih Sembalun

Klaster Cabai Maros Klaster Paprika Pasirlangu

Pemasaran

Pemasaran bibit yang diproduksi oleh anggota/mitra klaster dengan klaster sejenis di Brebes dan Majalengka

- - -

Produksi - - -

Koperasi MSM menjalin kerja sama tak terikat dengan pengelola klaster sejenis dalam menjaga keterpenuhan pasokan masing-masing di mana, masing-masing pihak dapat membeli produk satu sama lain untuk menambah pasokan yang kurang

Teknologi - - -Eksperimen teknologi baru di rumah kasa salah satu anggota Koperasi MSM yang dapat diikuti oleh petani lain yang bukan anggota Koperasi MSM.

Pengembangan SDM

Studi banding antar koperasi klaster KBI Cirebon: Koperasi Hortikultura Indramayu berkunjung ke KSU Nusantara Jaya untuk berbagi pengalaman mengelola koperasi

-

Mengadakan sekolah lapang bagi petani dari daerah atau kelompok tani lain

Berbagi dan bertukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan budidaya Paprika PHT berbasis Rumah Kasa secara Hidroponik, melalui program “Train the Chain” (Kegiatan Training for Trainers) yang terselenggara melalui kerja sama antara Balitsa dan Applied Plant Research (APR) Universitas Wageningen serta WUR Green House Horticulture Wageningen University and Research Center

Sistem Pengelolaan Klaster

Masing-masing manajemen klaster subsektor hortikultura ini telah berhasil membangun suatu sistem

pengelolaan klaster. Sistem pengelolaan klaster ini dicirikan dengan keberadaan unsur-unsur pengelolaan

klaster sebagai berikut:

96

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-33. Sistem Pengelolaan Klaster

Sistem Pengelolaan Klaster

Klaster Bawang Merah Cirebon Klaster Bawang Putih Sembalun Klaster Cabai

MarosKlaster Paprika

Pasirlangu

Adanya struktur pengelolaan klaster (struktur organisasi pengelola dan aturan main)

Klaster sudah memiliki struktur organisasi pengelola dan AD/ART

Klaster sudah memiliki struktur organisasi, di mana fungsi pengelolaan keuangan belum berjalan dan sampai saat ini organisasi masih berjalan cair apa adanya

Klaster sudah memiliki struktur organisasi pengelola

Klaster sudah memiliki struktur organisasi pengelola dan AD/ART

Adanya kantorSudah memiliki gedung kantor

Sudah memiliki gedung kantor

Sudah memiliki gedung kantor

Adanya kepercayaan dan keterbukaan antar anggota

Anggota saling berinteraksi dan berbagi informasi

Anggota sudah saling berinteraksi dan berbagi informasi

Anggota saling berinteraksi dan berbagi informasi

Anggota saling berinteraksi dan berbagi informasi

Aktivitas berjejaring (networking), seperti promosi, pembentukan jaringan

Terdapat kegiatan berjejaring yang aktif, dilakukan oleh para pengurus KSU Nusantara Jaya, baik itu pengembangan jaringan dan relasi dengan lembaga bisnis ataupun non bisnis. Sejumlah pengurus KSU Nusantara Jaya juga pengurus Dewan Bawang Nasional

Belum aktif

Aktivitas berjejaring baru mulai dilakukan, terutama dengan entitas pembeli, lembaga pemerintahan setempat

Terdapat kegiatan berjejaring yang cukup aktif, dilakukan oleh para pengurus Koperasi MSM, baik itu pengembangan jaringan dan relasi dengan lembaga bisnis ataupun non bisnis

Pengembangan organisasi

Tidak dinyatakan secara definitif

Ada motivasi untuk melakukan pengembangan organisasi, namun tidak dinyatakan secara definitif.

Tidak dinyatakan secara definitif

Tidak dinyatakan secara definitif

Kegiatan rutin: pertemuan rutin, kelompok kerja (working group), kerja sama protek dan lain-lain

Terdapat kegiatan pertemuan rutin pengurus organisasi

Sudah ada pertemuanSudah ada kegiatan pertemuan rutin

Terdapat kegiatan pertemuan rutin dan juga kegiatan pengembangan teknologi budidaya yang dilakukan secara swadaya.

Kegiatan Champion/Manajemen Klaster

Dalam kajian ini, para representasi pengelola klaster diminta untuk menilai aktivitas-aktivitas manajemen

yang sudah dilakukan. Berikut adalah rangkuman penilaian tersebut:

97

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-34. Aktivitas Manajemen Klaster

No Aktivitas

Klaster Bawang Merah Kabupaten

Cirebon

Klaster Bawang Putih

Sembalun

Klaster Cabai Maros

Klaster Paprika

Rata-Rata

Skala kesetujuan

1a Pertemuan rutin tahunan untuk topik tertentu 6 5 6 6 5.751b Kunjungan tahunan kepada anggota klaster 6 5 6 6 5.75

2Anggota terlibat dalam organisasi klaster misal komite manajemen

6 4 4 4 4.5

3Adanya tim manajemen klaster yang kuat, fleksibel, otonom dan dinamis yang bermanfaat bagi anggota klaster

6 5 4 6 5

4Memiliki strategi pendorong bisnis (business driven) sebagai faktor keberhasilan

6 6 4 6 5.5

5

Klaster memiliki kemampuan mengelola sumber daya, membuat diagnosis kebutuhan sektor spesifik dan menyusun strategi untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki

5 4 4 5 4.5

6Adanya hubungan yang baik, dengan lembaga pemerintah daerah dan pusat, berdasarkan kemitraan yang stabil dan berkesinambungan

6 5 6 4 5.25

7Memiliki dan menawarkan teknologi baru dan tepat guna sebagai layanan yang berharga kepada anggota klaster

6 4 4 5 4.75

8Memulai dan memberi dukungan untuk kegiatan bersama antara perusahaan, R&D dan lembaga pelatihan

6 4 4 5 4.75

9 Sentralisasi informasi/akses sumber daya 6 2 3 6 4.25

Dari penilaian atau persepsi masing-masing pihak manajemen klaster, dapat dilihat bahwa KSU Nusantara

Jaya adalah pengelola klaster yang telah menjalankan fungsi manajerialnya secara menyeluruh dan

merasa yakin dengan kinerjanya. Pihak Gapoktan Jorong Mandiri masih perlu meningkatkan kapabilitas

keorganisasian dan kapabilitas manajerialnya, dan kebutuhan ini terefleksikan dari pernyataan visi jangka

panjang Gapoktan untuk terus menerus melakukan perkuatan kelembagaan. Sementara itu pihak LKMA

Koperasi Tanralili menilai bahwa selain pertemuan rutin tahunan untuk topik tertentu, kunjungan tahunan

kepada anggota klaster dan hubungan baik dengan pihak pemerintah pusat atau lokal, aktivitas manajemen

mereka masih dinilai sedang. Penilaian LKMA Koperasi Tanralili ini sejalan dengan penemuan peneliti di

lapangan yang menyatakan bahwa kapabilitas pengelolaan organisasi dan tingkat pengetahuan teknis

pengurus masih perlu ditingkatkan. Secara keseluruhan sentralisasi informasi pada klaster menempati

rating terendah dan berada pada tingkatan tinggi (nilai di bawah 4,5), sementara aktivitas lainnya sangat

tinggi (nilai di atas 4,5).

Fase Perkembangan Klaster

Berdasarkan parameter yang telah ditetapkan, hasil kajian memetakan fase atau tahapan klaster-klaster

subsektor hortikultura sebagai berikut:

98

Gambaran Umum Klaster

Tab

el II

-35.

Pem

etaa

n F

ase

Perk

emb

ang

an K

last

er d

i Su

bse

kto

r H

ort

iku

ltu

ra

No

URA

IAN

TAH

APA

N K

LAST

ER

Star

ting

pha

seCo

nsol

idat

ing

phas

eD

evel

opm

ent

phas

eRe

orie

ntat

ing

phas

e

Baw

ang

mer

ahBa

wan

g pu

tih

Caba

iPa

prik

aBa

wan

g m

erah

Baw

ang

puti

hCa

bai

Papr

ika

Baw

ang

mer

ahBa

wan

g pu

tih

Caba

iPa

prik

aBa

wan

g m

erah

Baw

ang

puti

hCa

bai

Papr

ika

1La

ma

Berd

iri

2Ko

ordi

nasi

3In

ovas

i

4Ke

giat

an

5Ke

lem

baga

an

6Ke

peng

urus

an

7Ke

angg

otaa

n

8Pe

renc

anaa

n

9Pe

rtang

gung

jaw

aban

99

Gambaran Umum Klaster

1) Klaster Bawang Merah

Klaster Bawang Merah diinisiasi pada tahun 2011. Berikut adalah paparan tentang ciri atau parameter yang

menunjukkan bahwa klaster ini telah berada pada fase pengembangan atau development:

1. Dari awal inisiasi sampai dengan saat ini, terhitung telah berjalan selama 3 tahun, namun klaster telah

mulai dikelola secara terpadu oleh KSU Nusantara Jaya mulai tahun 2009 atau sudah berjalan selama

5 tahun.

2. Koordinasi sudah berjalan dengan baik, melalui sejumlah kelompok tani mitra Nusantara Jaya dan para

petugas atau penyuluh lapangan serta pengurus KSU Nusantara Jaya.

3. Ragam inovasi mulai dijajaki, seperti inovasi pada teknologi budidaya dan penanganan pasca panen:

penerapan dan komersialisasi cold storage yang dikelola secara profesional oleh entitas usaha, mitra KSU

Nusantara Jaya; penerapan pupuk organik dan teknologi perangkap serangga menggunakan lampu.

4. Telah banyak egiatan yang dilakukan oleh KSU Nusantara Jaya dan kelompok tani anggota-nya, salah

satu yang rutin adalah kunjungan dan penyuluhan lapangan. Para petani anggota telah memanfaatkan

layanan-layanan KSU Nusantara Jaya mulai dari jasa permodalan kerja sama dengan Swamitra Bukopin,

toko saprodi, pemasaran produk Bawang Merah dan program Bengkel Tani.

5. Kelembagaan KSU Nusantara Jaya berjalan mantap.

6. Kepengurusan KSU Nusantara Jaya juga berjalan dengan efektif, dengan fokus meningkatkan layanan

kepada anggota secara terus menerus.

7. Keanggotaan terus bertambah

8. Sudah ada perencanaan yang tertuang dalam RKA sebagai acuan pelaksanaan kegiatan.

9. Sudah memiliki mekanisme pertanggung jawaban dan berjalan cukup baik.

2) Klaster Bawang Putih

Klaster Bawang Putih Sembalun telah diintervensi oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok

Timur selama 17 tahun. Dilihat dari dimensi usia dan kelembagaan, Klaster Bawang Putih Sembalun

termasuk ke dalam fase re-orientasi. Sementara bila dilihat dari dimensi inovasi, perencanaan dan

pertanggungjawaban masih termasuk ke dalam fase memulai/starting dan dilihat dari dimensi koordinasi,

kegiatan, kepengurusan dan keanggotaan, termasuk ke dalam fase pengembangan/development. Berikut

adalah paparan tentang ciri atau parameter fase klaster Bawang Putih Sembalun:

1. Terhitung telah berdiri selama 17 tahun (1987-2014).

2. Koordinasi masih sedikit.

3. Belum ada inovasi.

4. Kegiatan masih sedikit, sebatas kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Dinas Pertanian dan Peternakan,

seperti pelatihan dan penyuluhan.

5. Kelembagaan berjalan lamban.

6. Kepengurusan sudah terbentuk namun belum berfungsi secara optimal.

7. Keanggotaan sudah mulai bertambah, sampai dengan 120 orang/KK.

8. Perencanaan belum tertuang dalam RKA.

9. Belum ada mekanisme pertanggung jawaban.

100

Gambaran Umum Klaster

3) Klaster Cabai Maros

Klaster Cabai Maros diinisiasi oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan semenjak tahun 2013. Berikut adalah

paparan tentang ciri atau parameter yang menunjukkan bahwa klaster ini telah berada pada fase konsolidasi:

1. Dari awal inisiasi sampai dengan saat ini, terhitung telah berjalan selama 1 tahun, namun klaster telah

mulai dikelola secara terpadu oleh LKMA Koperasi Tanralili mulai tahun 2011 atau sudah berjalan

selama 3 tahun.

2. Koordinasi masih sedikit.

3. Mulai ada penjajakan inovasi yaitu pembuatan produk turunan saus cabai.

4. Kegiatan masih sedikit, di mana kegiatan utama adalah sekolah lapang GAP cabai organik, laboratorium

mini dan fasilitasi pemasaran produk cabai anggota.

5. Kelembagaan baru mulai dirintis.

6. Kepengurusan sudah terbentuk.

7. Keanggotaan sudah mulai bertambah, mencapai 214 petani yang tersebar di 2 Desa dan 5 Dusun di

Kecamatan Tanralili.

8. Perencanaan belum tertuang dalam RKA.

9. Sudah memiliki mekanisme pertanggung jawaban dan berjalan cukup baik.

4) Klaster Paprika Pasirlangu

Klaster Paprika Pasirlangu pernah diinisiasi pengembangannya oleh KPw BI Provinsi Jawa Barat. Terkait

dengan dimensi lama berdiri dan inovasi, klaster ini termasuk ke dalam fase reorientasi, sementara parameter-

parameter dimensi-dimensi lain menunjukkan bahwa klaster ini termasuk dalam fase pengembangan.

Berikut adalah paparan tentang ciri atau parameter klaster Paprika Pasirlangu:

1. Klaster ini telah berdiri lebih dari 6 tahun, sudah berjalan hampir 20 tahun.

2. Koordinasi sudah berjalan dengan baik.

3. Dapat dikatakan bahwa secara relatif, inovasi teknologi budidaya telah menjadi budaya, terkait dengan

usaha untuk secara terus menerus memperbaiki kualitas paprika, terutama yang diekspor.

4. Terdapat banyak kegiatan.

5. Kelembagaan berjalan mantap.

6. Kepengurusan mantap.

7. Keanggotaan solid.

8. RKA sudah berfungsi sebagai acuan pelaksanaan kegiatan.

9. Sudah ada mekanisme pertanggungjawaban dan berjalan dengan baik.

B. Rantai Nilai Klaster

Dari berbagai informasi yang berhasil dihimpun selama proses wawancara penelitian, berikut adalah

gambaran rantai nilai klaster-klaster subsektor hortikultura:

101

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-36. Rantai Nilai Klaster Bawang Merah Cirebon

Jumlah pelaku usaha tani Bawang Merah yang tergabung menjadi anggota KSU Nusantara Jaya mencapai

360 orang. Berdasarkan pemetaan pelaku usaha yang saling terhubung dalam rantai nilai komoditas

Bawang Merah Ender, terdapat: lima (5) pemasok, yang terdiri dari tiga (3) pemasok saprotan dan dua (2)

pemasok benih; dua (2) rekanan produksi; empat (4) pembeli bawang merah, yang terdiri dari: distributor

antar pulau, eksportir, distributor nasional dan distributor pasar modern; dua (2) lembaga jasa penunjang

bisnis dan empat (4) pemangku kepentingan yang pernah menjalin kerja sama dengan pihak pengelola

klaster.

Klaster Bawang Merah Cirebon telah mengembangkan proses produksi yang mentransformasi hasil budidaya

Bawang Merah. Koperasi Nusantara Jaya mengambil peran dalam proses produksi ini, dengan membeli

produk Bawang Merah yang telah melalui penanganan pasca panen di tingkat petani yaitu pengeringan

dan pembersihan awal. Proses pemilahan membagi bawang ke dalam klasifikasi kualitas A, B, C dan Jumbo,

serta campuran ABC. Bawang Merah yang telah dipilah ini kemudian dikemas berdasarkan ukuran berat

tertentu dalam kemasan khusus. Proses pemilahan dan pengemasan ini meningkatkan nilai jual Bawang

Merah di tingkat pembeli selanjutnya. KSU Nusantara Jaya berperan aktif dalam meningkatkan usaha tani di

bagian on farm melalui pelayanan toko saprodi dan benih, program rencana tanam, penyuluhan lapangan,

bengkel tani ataupun off farm melalui layanan pembelian Bawang Merah dari petani, pemrosesan produksi

(mencakup juga penyimpanan) dan pemasaran produk. Klaster ini telah berupaya untuk menerapkan

inovasi teknologi budidaya yaitu penggunaan pupuk organik dan lampu penghalau hama. Di lini off-farm,

klaster sedang berusaha merumuskan model bisnis penyimpanan Bawang Merah dengan cold storage yang

merupakan bantuan dari Kementerian Pertanian RI. KSU Nusantara Jaya juga terus menerus berupaya untuk

memperluas pasar dan menjalin kerja sama usaha yang berkelanjutan dengan para pembeli produk. Klaster

ini juga telah melakukan ekspor ke Thailand, Malaysia, Vietnam dan Filipina di waktu-waktu tertentu.

Klaster Bawang Merah Cirebon

102

Gambaran Umum Klaster

Klaster Bawang Putih Sembalun

Gambar II-37. Rantai Nilai Klaster Bawang Putih Sembalun

Berdasarkan pemetaan pelaku usaha yang saling terhubung dalam rantai nilai komoditas Bawang Putih

Sembalun, terdapat: satu (1) pemasok saprotan; sebelas (11) pembeli bawang putih, yang terdiri dari:

distributor kecil dan retailer tradisional (pedagang pasar tradisional) dan tiga (3) pemangku kepentingan

yang pernah menjalin kerja sama dengan pihak pengelola klaster. Gapoktan memiliki anggota 120 KK dan

sudah berdiri selama 7 tahun.

Berbeda dengan komoditas Bawang Merah Cirebon, pada klaster Bawang Putih Sembalun ini, tidak terdapat

proses produksi. Setelah dipanen, Bawang Putih hanya dikeringkan melalui penjemuran oleh para petani

dan dijual langsung oleh masing-masing petani ke pedagang kecil yang ada di desa-desa dan pedagang

besar yang ada di Kecamatan Sembalun. Hasil panen Bawang Putih yang sudah dikeringkan dapat disimpan

sebagai pasokan sampai dengan kurun waktu 6-8 bulan. Daya tahan Bawang Putih ini dapat dimanfaatkan

untuk menyiasati naik turunnya harga.

Input supply

Budidaya Perdagangan Konsumsi

Bibit Bawang Putih (petani/Poktan)

Penyedia Bibit (Tegal & Pemalang)

Toko Saprotan di Sembalun (pupuk)

• Penanaman• Pemeliharaan• Panen• Penjemuran

• Perdagangan lokal• Perdagangan antar

daerah(bawang kering)

• Pembeli• Konsumen akhir

Gambar Rantai Nilai Bawang Putih Sembalun - Lombok Timur

• Bibit• Pupuk (obat-obatan)• Lahan, air irigasi dan

saprotan

PT. Belko, Sygenta, Darmaguna Wibawa, dll

6 Kelompok Tani

Petani BawangPutih (Hortikultur)

Gapoktan Jorong Mandiri #120 KK Rerata

memiliki @0,5 - 1 ha

Petani Bawang Putih Lainnya (Hortikultur)

Sekitar 1.300 ha

Pedagang Kecil Desa #10 (Kec.

Sembalun)

1 Pedagang Besar (Kec. Sembalun)

Pasar Induk Kota Mataram

(Bertais)

Retailer di Pasar Masbage,

Paok Motong (Lombok Timur)

KonsumenDan daerah

Lain

Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Lombok Timur, Kementan, BPTPH Mataram

103

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-38. Rantai Nilai Klaster Cabai Maros

Berdasarkan pemetaan pelaku usaha yang saling terhubung dalam rantai nilai komoditas Cabai Maros,

terdapat: satu (1) pemasok saprotan; satu (1) rekanan produksi; lima (5) pembeli cabai, yang terdiri dari:

retailer tradisional (pasar tradisional), retailer modern (supermarket) dan distributor; dua (2) lembaga jasa

penunjang bisnis dan lima (5) pemangku kepentingan yang pernah menjalin kerja sama dengan pihak

pengelola klaster.

Salah satu keunggulan klaster Cabai Maros adalah usaha untuk menerapkan teknik budidaya cabai secara

organik. Secara turun temurun, budidaya cabai di daerah Maros ini telah menerapkan cara-cara yang

sekarang ini dikenal sebagai cara budidaya yang organik, seperti membersihkan hama secara manual dan

memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk kandang. Kearifan lokal ini ditambah dengan pengetahuan baru

untuk memanfaatkan biourine sebagai pupuk dan pestisida. Produk yang dihasilkan pada proses produksi

lebih beragam dari tiga klaster subsektor hortikultura lainnya, yaitu: cabai mentah (keriting dan rawit), cabai

kering (keriting dan rawit) serta saus cabai. Diversifikasi produk telah terjadi di Klaster Cabai Maros. Dalam

perdagangan, LKMA Koperasi Tanralili berperan sebagai fasilitator transaksi antara petani/kelompok tani

dengan pembeli, baik itu pembeli lokal, ataupun antar pulau. Khusus untuk fasilitasi transaksi dengan Kios

Sumber Rejeki, skema yang diterapkan adalah berbagi marjin dengan LKMA Koperasi Tanralili.

Klaster Cabai Maros

104

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-39. Rantai Nilai Klaster Paprika Pasirlangu

Berdasarkan pemetaan pelaku usaha yang saling terhubung dalam rantai nilai komoditas Paprika Pasirlangu,

terdapat: empat (4) pemasok benih/bibit dan saprotan (sarana produksi tani); tiga belas (13) pembeli paprika

yang terdiri dari pengumpul/distributor tradisional, retailer tradisional (pasar tradisional), distributor pasar

modern, retailer modern (supermarket) dan eksportir; dua (2) lembaga jasa penunjang bisnis dan enam (6)

pemangku kepentingan yang pernah menjalin kerja sama dengan pihak pengelola klaster. Koperasi MSM

memiliki anggota sebanyak 108 orang pelaku usaha tani paprika.

Pada Klaster Paprika Pasirlangu, Koperasi MSM berperan besar dalam proses produksi. Klaster ini telah

berhasil mengekspor paprika ke Singapura dan Hongkong. Klaster Paprika Pasirlangu juga memiliki

keistimewaan tersendiri. Koperasi MSM dan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) (bagian dari Pusat

Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian

Pertanian RI) bekerja sama dengan Universitas Wageningen telah mengembangkan suatu proses ko-inovasi

yang berlangsung dari tahun 2003-2008. Kerja sama ini awalnya berupa penelitian untuk mengatasi

masalah tingginya kandungan residu pada produk paprika, sehingga tidak dapat diekspor. Ko-riset ini

menghasilkan inovasi pengendalian hama terpadu (PHT) melalui teknologi budidaya paprika dalam rumah

kasa (green house) secara hidroponik. Teknologi budidaya ini didiseminasikan lebih lanjut kepada para

petani paprika di Pasirlangu melalui kegiatan pelatihan yang berlangsung dari tahun 2007-2008. Pelatihan

ini terselenggara melalui fasilitasi dari KPw BI Provinsi Jawa Barat. Saat ini hampir semua petani paprika

di Pasirlangu mengadopsi teknologi budidaya paprika dalam rumah kasa secara hidroponik dalam usaha

taninya, meski hanya sedikit petani yang mampu menerapkan teknologi ini secara menyeluruh.

Koperasi MSM membeli pasokan paprika petani dengan harga yang bersaing. Harga paprika yang akan

diekspor berbeda dengan harga yang disalurkan ke pasar dalam negeri, di mana harga paprika untuk

pasar dalam negeri lebih mahal daripada harga paprika yang diekspor. Koperasi MSM melakukan fungsi

proses produksi yang terdiri dari: pemilahan (grading/pengkelasan paprika: A <diameter buah 9,5-11 cm,

bobot 200-250 gram>, B <diameter buah 8-9,5 cm, bobot 160-200 gram>, dan C <diameter buah 6,5-8

Klaster Paprika Pasirlangu

105

Gambaran Umum Klaster

cm, bobot 120-160 gram>), pembersihan, pengemasan paprika (disesuaikan dengan permintaan setiap

pembeli, biasanya menggunakan karton/styrofoam), penghantaran paprika ke lokasi pembeli, penyimpanan

(stocking). Saat ini Koperasi MSM berhasil memasarkan sekitar 30-60 ton paprika per bulannya.

Koperasi MSM juga berperan dalam mengamankan pasokan benih dan saprodi para anggota dengan

mengembangkan layanan penjualan benih dan saprodi serta kemudahan dalam mengaksesnya.

C. Tantangan dan Kendala Klaster

Tantangan dan kendala yang saat ini masih dihadapi klaster Bawang Merah Ender adalah masalah-masalah

teknis terkait budidaya seperti harga sewa lahan tanam, pengairan, ketersediaan benih berkualitas baik,

cuaca, penanganan hama dan penyakit, penurunan kualitas lahan dan sebagainya.

Tantangan dan kendala yang saat ini masih dihadapi klaster Bawang Putih adalah lemahnya kapabilitas

keorganisasian dan manajemen pihak Gapoktan Jorong Mandiri dalam memunculkan suatu inisiatif kegiatan

yang menguntungkan banyak pihak. Perlu adanya satu usaha penguatan kelembagaan dan kapabilitas

Gapoktan. Pihak stakeholders terkait perlu merancang dan melakukan satu intervensi pengembangan

klaster yang menyeluruh, sistematis dan sedapat mungkin melibatkan stakeholders lain yang terkait secara

sinergis.

Tantangan dan kendala yang masih dihadapi dalam klaster Cabai Maros adalah masih kurangnya kapabilitas

keorganisasian dan manajemen LKMA Koperasi Tanralili. Usaha pengolahan saus cabai harus ditingkatkan,

dalam hal pemenuhan standardisasi GMP dan pemenuhan skala ekonomi produk. Pengetahuan dan

keterampilan pengelolaan produksi saus cabai (termasuk prinsip dan praktik GMP) serta pemasaran produk

harus ditingkatkan dan dapat dilakukan melalui pelatihan atau studi banding.

Salah satu permasalahan yang dihadapi klaster paprika Pasirlangu adalah bagaimana memasarkan sisa

paprika grade B. Pihak Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Bandung Barat melihat bahwa kapabilitas

manajemen agribisnis Koperasi Mitra Suka Maju masih perlu ditingkatkan, terutama terkait pemasaran

dan negosiasi bisnis. Hal lain yang juga perlu ditinjau adalah kebijakan RUTR terkait pemanfaatan dan

pengembangan lahan budidaya paprika di daerah Kecamatan Cisarua dan Desa Pasirlangu pada khususnya.

Sampai saat ini pihak Koperasi MSM belum melakukan dokumentasi data usaha yang baik. Koperasi MSM

juga belum melakukan perencanaan strategis yang lebih terstruktur. Dokumentasi pengelolaan organisasi

dan usaha juga masih perlu ditingkatkan.

Hal lain yang masih perlu dibenahi adalah peningkatan produktivitas budidaya terkait dengan kedisiplinan

para petani di Pasirlangu dalam menerapkan konsep PHT dan GAP dalam praktik budidaya paprikanya.

Dalam kajian ini, para pihak manajemen klaster subsektor hortikultura menilai bahwa 5 hal berikut ini sangat

kuat dalam mempengaruhi perkembangan klaster dalam isu ketahanan pangan subsektor hortikultura:

1. Status kepemilikan lahan yang terbatas dan semakin mengecil

2. Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai

peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik dan air)

3. Kurangnya semangat inovatif di perusahaan agroindustri

106

Gambaran Umum Klaster

4. Produk pertanian diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang

diperoleh sedikit

5. Kualitas lahan sebagai media tanam yang semakin menurun

Tabel II-36. Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Hortikultura Terhadap Masalah

Ketahanan Pangan

NoMasalah Klaster Pertanian / Ketahanan Pangan Skor

Rata-rataSeberapa penting/setuju indikator tersebut dalam menyumbang

keberhasilan Paprika Bawang Merah

Bawang Putih

Cabe Merah

1 Kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster 3 4 6 6 4,75

2Kurangnya insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi

3 6 4 6 4,75

3Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)

6 6 5 6 5,75

4Kendala budaya perlunya perubahan dalam pendekatan anggota kluster dengan berbagai isu terkait dengan inovasi

1 6 4 6 4,25

5 Kurangnya semangat inovatif di perusahaan agroindustri 5 6 5 6 5,5

6 Kesenjangan antara perusahaan pertanian dan industri/perusahaan agro industri 5 6 4 6 5,25

7Produk pertanian diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang diperoleh sedikit

6 6 4 6 5,5

8 Status kepemilikan lahan yang terbatas dan semakin mengecil 6 6 5 6 5,75

9 Kualitas lahan sebagai media tanam yang semakin menurun 5 6 5 6 5,5

Sementara itu, dalam konteks isu ekspor, pihak manajemen klaster-manajemen klaster subsektor

hortikultura menilai bahwa 5 hal berikut ini sangat kuat dalam mempengaruhi perkembangan klaster

subsektor hortikultura:

1. Produk dari perusahaan hulu diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya

keuntungan yang diperoleh sedikit

2. Kesenjangan antara perusahaan hulu dan perusahaan eksportir

3. Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai

peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)

4. Kurangnya Insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi

5. Kualitas produk belum memenuhi strandar yang diinginkan

Tabel II-37. Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Hortikultura Terhadap Masalah Ekspor

No Masalah Klaster Komoditas Ekspor Skor

Rata-RataSeberapa Penting / setuju Indikator tersebut dalam menyumbang

keberhasilan Paprika Bawang Merah

Cabe Merah

1 Kebijakan yang kurang mendukung 2 2 5 3,00

2 Kurangnya Insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi 3 6 5 4,67

3 Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)

6 6 5 5,67

4 Kendala budaya perlunya perubahan dalam pendekatan anggota kluster dengan berbagai isu terkait dengan inovasi

1 2 5 2,67

5 Kurangnya semangat inovatif di perusahaan hulu 5 2 5 4,00

6 Kesenjangan antara perusahaan hulu dan perusahaan eksportir 6 6 5 5,67

107

Gambaran Umum Klaster

7 Produk dari perusahaan hulu diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang diperoleh sedikit

6 6 6 6,00

8 Kualitas produk belum memenuhi strandar yang diinginkan 1 6 6 4,33

9 Lainnya 0 0 0 0,00

D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan Klaster dan Replikasi

Faktor Kunci Klaster

Tiga faktor yang dinyatakan sebagai faktor kunci keberhasilan klaster, yaitu: inovasi, networking/

pengembangan jaringan dan kompetensi inti. Berikut adalah uraian tentang pengaruh akses pengetahuan

dan teknologi, budaya, manajerial dan finansial terhadap tiga faktor kunci pendukung keberhasilan klatser

di subsektor hortikultura:

Tabel II-38. Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Subsektor Hortikultura

Faktor Kunci Klaster Bawang Merah Cirebon

Klaster Bawang Putih Sembalun Klaster Cabai Maros Klaster Paprika Pasirlangu

a) Ino-vasi

1.Akses pengetahuan dan teknologi

Relatif mudah dan tertanam dalam jaringan dan relasi dengan stakeholders perguruan tinggi dan lembaga penelitian.

Relatif belum mudah

Relatif mudah dan tertanam dalam jaringan dan relasi dengan stakeholders perguruan tinggi dan lembaga penelitian.

Relatif mudah dan tertanam dalam jaringan dan relasi dengan stakeholders perguruan tinggi dan lembaga penelitian.

2. Budaya

Pihak pengurus KSU Nusantara Jaya memiliki sikap yang terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta kemauan untuk mengambil risiko dalam menerapkan suatu perubahan dan kebaruan yang dinilai akan membawa keuntungan/manfaat

Sikap keterbukaan terhadap perubahan dan kebaruan masih perlu dibangun

Sikap keterbukaan terhadap perubahan dan kebaruan masih perlu dibangun

Pihak pengurus Koperasi MSM dan para anggota memiliki sikap yang terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta kemauan untuk mengambil risiko dalam menerapkan suatu perubahan dan kebaruan yang dinilai akan membawa keuntungan/manfaat

3. Mana jerial

Pihak pengurus KSU Nusantara Jaya memiliki kapabilitas manajerial dalam mengelola penerapan inovasi dan dalam konteks penerapan cold storage, aspek ini sangat berpengaruh.

Kemampuan manajerial terkait inovasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah

Kemampuan manajerial terkait inovasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah

Pihak pengurus Koperasi MSM sudah memiliki kapabilitas manajerial dalam mengelola penerapan inovasi, terbukti dengan penerapan teknologi rumah kasa, dan usaha-usaha percobaan teknologi baru

4. Finansial

Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya inovasi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial, mengambil risiko terkalkulasi

Kemampuan pengelolaan keuangan terkait inovasi dan pengambilan risiko terkalkulasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah

Kemampuan pengelolaan keuangan terkait inovasi dan pengambilan risiko terkalkulasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah

Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya inovasi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial, mengambil risiko terkalkulasi

b) Net-working

1. TeknologiTidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking

Tidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking

Tidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking

Tidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking

2. Budaya

Sangat berpengaruh, pihak pengurus KSU Nusantara Jaya memiliki visi pengembangan jaringan yang kuat semenjak awal, sehingga menjadi bagian budaya pengurus untuk mengembangkan jaringan

Sikap dan motivasi untuk menjajaki peluang kerja sama baru perlu ditumbuhkan dan diasah

Sikap dan motivasi untuk menjajaki peluang kerja sama baru perlu ditumbuhkan dan diasah

Pengurus Koperasi MSM sudah memiliki sikap dan motivasi untuk menjajaki peluang kerja sama baru

108

Gambaran Umum Klaster

Faktor Kunci Klaster Bawang Merah Cirebon

Klaster Bawang Putih Sembalun Klaster Cabai Maros Klaster Paprika Pasirlangu

b) Net-working

3. Manajerial

Cukup berpengaruh, dalam pengembangan jaringan, perlu mengalokasikan sumber daya dan waktu

Kemampuan manajerial terkait networking masih perlu ditumbuhkan dan diasah

Kemampuan manajerial terkait networking masih perlu ditumbuhkan dan diasah

Cukup berpengaruh, dalam pengembangan jaringan, perlu mengalokasikan sumber daya dan waktu

4. Finansial

Berpengaruh, dalam pengembangan jaringan bisnis, kemauan mengambil dan mengelola risiko finansial penting.

Kemampuan pengelolaan keuangan terkait networking dan pengambilan risiko terkalkulasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah

Kemampuan pengelolaan keuangan terkait networking dan pengambilan risiko terkalkulasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah

Berpengaruh, dalam pengembangan jaringan bisnis, kemauan mengambil dan mengelola risiko finansial penting.

c) Kom-pe tensi Inti

1. Teknologi

Berpengaruh dalam membentuk kompetensi inti, teknologi dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas produk dan kerja

Berpengaruh dalam membentuk kompetensi inti, teknologi dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas produk dan kerja

Berpengaruh dalam membentuk kompetensi inti, teknologi dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas produk dan kerja

Berpengaruh dalam membentuk kompetensi inti, teknologi dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas produk dan kerja

2. Budaya

Berpengaruh, sikap terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta mau belajar, mengadopsi hal baru yang dapat memberi manfaat untuk peningkatan kualitas dan produktivitas produk dan kerja

Berpengaruh, sikap terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta mau belajar, mengadopsi hal baru yang dapat memberi manfaat untuk peningkatan kualitas dan produktivitas produk dan kerja

Berpengaruh, sikap terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta mau belajar, mengadopsi hal baru yang dapat memberi manfaat untuk peningkatan kualitas dan produktivitas produk dan kerja

Berpengaruh, sikap terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta mau belajar, mengadopsi hal baru yang dapat memberi manfaat untuk peningkatan kualitas dan produktivitas produk dan kerja

3. ManajerialBerpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi

Berpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi

Berpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi

Berpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi

4. Finansial

Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang akan meningkatkan kompetensi

Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang akan meningkatkan kompetensi

Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang akan meningkatkan kompetensi

Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang akan meningkatkan kompetensi

Di dalam Klaster Bawang Merah yang dikelola oleh Koperasi Nusantara Jaya, inovasi terjadi, yaitu inovasi

teknologi budidaya (on farm) berupa penerapan teknologi perangkap serangga dengan lampu dan

teknologi pemupukan organik dan inovasi teknologi penanganan pasca panen (off farm) berupa penerapan

penyimpanan dingin (cold storage) untuk memperpanjang umur ekonomi bibit dan Bawang Merah.

Secara simultan empat faktor pendukung/penghambat utama inovasi dalam klaster, yaitu akses pengetahuan

dan teknologi, budaya, manajerial dan finansial saling mempengaruhi dalam mendukung terwujudnya

penerapan satu inovasi. Seperti dalam kasus penerapan teknologi cold storage, pihak Koperasi Nusantara

109

Gambaran Umum Klaster

Jaya adalah salah satu pihak penerima bantuan Kementerian Pertanian yang secara kelembagaan dan

manajerial menyatakan siap untuk mengelola pemanfaatan cold storage ini secara profesional. Koperasi

Nusantara Jaya bermitra dengan pihak swasta dalam mengelola usaha cold storage ini dan sedang

mengembangkan model bisnis.

Saat ini pihak Koperasi sedang mengawali eksperimen dengan pemupukan organik. Teknologi perangkap

serangga dengan lampu terbukti efektif menghalau hama serangga di malam hari.

Dalam Klaster Bawang Merah Cirebon, networking bisnis dan non bisnis terjadi. Dalam kurun waktu 2

tahun pembinaan KPw BI Cirebon, pada tahun kedua program pengembangan klaster, KPw BI Cirebon

salah satunya memfokuskan pada fasilitasi akses pemasaran, fasilitasi pengembangan jaringan baik

dengan instansi pemerintah terkait, asosiasi maupun pelaku pasar formal dan fasilitasi akses perbankan.

BI turut juga memfasilitasi terbentuknya Dewan Bawang Nasional, yang merupakan asosiasi payung

perbawangmerahan nasional yang menaungi semua stakeholders Bawang Merah nasional. Hasil dari

fasilitasi pembentukan kemitraan usaha dan non usaha ini adalah terwujudnya kontrak dengan dua pelaku

pasar, yaitu satu perusahaan impor benih asal Filipina yang sekaligus eksportir dan satu perusahaan ekspor.

Koperasi Nusantara Jaya semakin mampu dalam memantapkan hubungan bisnis dengan para pemasoknya,

pembeli dan penyedia jasa usaha terkait. Koperasi Nusantara Jaya juga telah berhasil menarik minat para

stakeholders terkait untuk bermitra dalam memajukan Bawang Merah nasional. Pihak manajemen menilai

bahwa faktor-faktor berikut dapat mendukung dan menghambat networking dalam klaster adalah secara

simultan sebagai berikut: (1). Budaya (2) Finansial; (3) Manajerial dan (4) Teknologi.

Klaster Bawang Merah Ender memiliki kompetensi inti yang diperlukan untuk mempertahankan dan

mengembangkan usaha tani Bawang Merah. Kompetensi inti budidaya Bawang Merah dilakukan oleh

pelaku usaha tani dan pengembangan budidaya difasilitasi oleh pihak koperasi. Koperasi Nusantara Jaya,

sebagai pengelola klaster berkontribusi terhadap peningkatan kompetensi dan keahlian inti usaha tani

Bawang Merah, di mana klaster berkontribusi terhadap peningkatan yang terjadi melalui intervensi pelayanan

terpadu yang mencakup pembinaan usaha dan budidaya dan pelembagaan sistem usaha Bawang Merah

terintegrasi dengan induk koperasi yang meliputi penyediaan benih dan saprodi, penyediaan pembiayaan,

pengelolaan pasca panen dan pemasaran Bawang Merah. Pelayanan terpadu ini disosialisasikan dan

berusaha diterapkan kepada para pelaku usaha tani dengan pendekatan pendampingan dan pembinaan

langsung. Koperasi Nusantara Jaya juga semakin memantapkan kemampuan/kapabilitas bisnisnya dalam

penyediaan benih dan saprodi yang dapat diandalkan petani, pembinaan dan penyuluhan tentang usaha

tani Bawang Merah, pengelolaan pasca panen dan pemasaran. Menurut pengurus Koperasi Nusantara Jaya,

faktor-faktor berikut dapat mendukung dan menghambat kompetensi inti dalam klaster secara simultan

sebagai berikut: (1). Teknologi (2) Budaya; (3) Manajerial dan (4) Finansial.

Dalam klaster Bawang Putih Sembalun motivasi masyarakat untuk menanam Bawang Putih masih sangat

tinggi karena sudah dilakukan secara turun temurun, sehingga ketika petani tidak menanam Bawang

Putih dalam satu tahun, mereka merasa ada yang kurang. Namun demikian belum terjadi inovasi

dalam pengembangannya. Hal ini tentunya merupakan modal sosial, atau titik tolak yang kuat dalam

mengembangkan komoditas ini lebih lanjut. Kompetensi inti budidaya Bawang Putih telah ada dan terasah

secara turun temurun. Inovasi yang diharapkan oleh petani adalah penerapan jadwal atau siklus budidaya

dalam setahun, yang dapat menjaga stabilitas pasokan dan harga Bawang putih sehingga tidak mengalami

kelebihan suplai. Inovasi seperti ini yang mereka harapkan dan yang mendorong keberhasilan inovasi

110

Gambaran Umum Klaster

tersebut menurut mereka ada 2 yaitu budaya dan manajerial. Manajerial dalam hal ini adalah perlunya

seorang pelopor/pionir yang memulai, melihat hasilnya, sukses dan banyak yang akan mengikuti jejak

tersebut.

Networking usaha dan non usaha belum banyak terjadi. Kerjasama antar wilayah (daerah) masih dilakukan

terutama terkait pengadaan benih ketika panen melimpah. Ketersediaan benih di tingkat petani akan

diperjualbelikan terutama dengan Tegal dan Pemalang. Menurut petugas PPL dari dinas pengusaha di Tegal

dan Pemalang, mereka membeli langsung ke petani terutama jenis Sangga sembalun dan Lumbu Ijo. Begitu

juga dalam networking, faktor kapabilitas manajerial sangat diperlukan misalnya manajer/ketua Gapoktan/

Poktan diharapkan memiliki jaringan yang luas dan memiliki kemampuan bernegosiasi sehingga dapat

mendukung networking.

Inovasi telah terjadi di klaster Cabai Maros, yaitu penerapan cara budidaya organik, yang mampu menghasilkan

komoditas Cabai dengan nilai yang lebih tinggi dari cabai jenis lain di pasaran dan pengolahan saus cabai.

Khusus untuk pengolahan saus cabai, walaupun telah terdapat bantuan dari Bank Indonesia berupa

sarana pengolahan, namun produksi saus tersebut belum dalam skala ekonomi dan juga belum memenuhi

unsur kelayakan produksi (GMP), sehingga masih perlu penambahan pengetahuan GMP, pengetahuan

pengelolaan produksi saus cabai dan networking pemasaran yang bisa didapatkan melalui pelatihan atau

studi banding. Terkait inovasi, faktor manajerial dan finansial merupakan faktor-faktor penghambat dan

pendukung yang kritis dalam konteks klaster Cabai Maros

Terkait dengan networking, LKMA Koperasi Tanralili telah berhasil memfasilitasi transaksi antara pedagang

lokal, antar pulau dengan kelompok tani anggotanya termasuk mekanisme transaksi dan pengirimannya.

Terlepas dari pencapaian pengembangan jaringan usaha ini, kapabilitas LKMA Koperasi Tanralili dalam hal

networking, negosiasi bisnis dan penetrasi pasar masih perlu ditingkatkan. Komunikasi dengan perusahaan

industri, eksportir dan konsumen tentang kebutuhan pasokan bahan baku atau bahan olahan harus segera

dimulai.

Kompetensi inti budidaya cabai organik (on farm) telah terbentuk selama kurun waktu 2 tahun program

Satu Kecamatan Satu Komoditas Unggulan. Pengembangan kompetensi budidaya ini harus dilakukan

bersamaan dengan pengembangan kompetensi LKMA Koperasi Tanralili sebagai penyedia sarana produksi,

simpan pinjam, fasilitasi pemasaran dan sekolah lapang pertanian. LKMA Koperasi Tanralili belum memiliki

dokumen rencana definitif kegiatan (RDK) sebagai arah dan acuan organisasi. Secara keseluruhan kapabilitas

berorganisasi dan manajemen usaha LKMA Koperasi Tanralili masih perlu ditingkatkan.

Inovasi yang pada akhirnya memajukan usaha tani paprika terjadi di klaster Pasirlangu ini. Inovasi ini

diusahakan oleh para pelaku usaha tani itu sendiri, baik yang diselenggarakan dalam wadah koperasi, per

individu/usaha tani ataupun wadah usaha lain seperti kelompok tani lain. Inovasi utama yang terjadi di

klaster Pasirlangu ini adalah inovasi berupa aplikasi/penerapan teknologi budidaya paprika yang diinisiasi oleh

pihak Balitsa atas permintaan para petani paprika. Inovasi ini lahir dari proses penelitian dan pengembangan

selama 5 tahun yang dilakukan secara kolaboratif dengan petani paprika Pasirlangu. Proses R&D selama 5

tahun menghasilkan kesimpulan dan saran untuk menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT)

dalam mengatasi organisme pengganggu tumbuhan (OPT), berupa aplikasi rumah kasa secara hidroponik.

Inovasi budidaya ini menyumbang peningkatan produktivitas yang tadinya hanya 2-3 kilogram per pohon

paprika menjadi 3-4 kilogram per pohon paprika.

111

Gambaran Umum Klaster

Dalam klaster ini terdapat semangat inovasi dan kolaborasi dalam hal pengembangan teknologi budidaya

melalui kegiatan eksperimen/percobaan penerapan teknologi/tata cara budidaya paprika yang baru secara

kolektif melalui penyelenggaraan demonstration plot yang diadakan secara bergilir di setiap Green House

petani paprika yang secara sukarela mau dijadikan ajang eksperimen.

Menurut pengurus Koperasi MSM, faktor-faktor pendukung utama inovasi dalam klaster adalah secara

berurut sebagai berikut: (1). Akses pengetahuan dan teknologi; (2) Manajerial; (3) Finansial dan (4) Budaya.

Selama 20 tahun keberadaannya, klaster ini telah berhasil mengembangkan jaringan (networking) dan

kemitraan usaha dengan para pelaku pasar terkait, membentuk dan mengembangkan pola rantai nilai paprika

yang khas, sebagaimana dapat dilihat pada gambaran rantai nilai paprika Pasirlangu. Terdapat pertumbuhan

jumlah pelaku pasar yang terlibat dalam rantai nilai paprika Pasirlangu, berikut juga pertumbuhan jumlah

hubungan usaha (business relation). Setiap hubungan usaha ini mengalami perkembangan transaksi bisnis

yang dinamis dan dinegosiasikan secara terus menerus oleh kedua belah pihak berdasarkan persepsi akan

biaya dan manfaat yang diperoleh masing-masing pihak dalam hubungan bisnis ini. Hubungan-hubungan

usaha ini ada yang diselenggarakan secara terikat (kontrak bisnis) dan tidak terikat. Perkembangan jaringan

dan kemitraan usaha meningkat seiring dengan pertumbuhan permintaan dari waktu ke waktu.

Selain mengembangkan jaringan dan kemitraan usaha, Koperasi MSM juga mengembangkan jaringan dan

kemitraan dengan pihak-pihak stakeholders non usaha yang terkait dengan pengembangan usaha dan

peningkatan kapasitas SDM dalam hal peningkatan budidaya paprika (produksi), pengembangan pemasaran

paprika, penguatan kelembagaan koperasi, peningkatan manajemen usaha koperasi dan lain-lain.

Koperasi MSM juga menjalin kerja sama dengan pengelola klaster lain, seperti kelompok tani (KELTAN) dan

gabungan kelompok tani (GAPOKTAN) yang berada di Pasirlangu. Kerja sama ini mencakup kerja sama

dalam hal pemasaran, di mana kalau pihak Koperasi MSM dapat membeli paprika dari keltan, seperti Dewa

Family (sebuah kelompok tani yang juga berpengaruh di Pasirlangu), dan juga sebaliknya.

Kerja sama ini dilakukan secara informal dan mengalir dalam keseharian kehidupan para pelaku usaha di

Pasirlangu. Tukar pengetahuan dan informasi terjadi dalam ajang pertemuan formal dan informal, baik

yang diselenggarakan oleh Koperasi MSM, Gapoktan ataupun dalam keseharian.

Menurut pengurus Koperasi MSM, faktor-faktor pendukung utama networking dalam klaster adalah secara

berurut sebagai berikut: (1). Budaya (2) Finansial; (3) Manajerial dan (4) Teknologi. Salah satu kompetensi

dan keahlian yang terbentuk kuat adalah kompetensi budidaya paprika, yang dicirikan dengan kemauan

kuat petani untuk belajar dan melakukan perubahan bila diperlukan, keterbukaan terhadap pengetahuan

baru dan di sebagian petani, terjadi pengambilan risiko untuk menerapkan tata cara/teknologi budidaya

baru.

Koperasi MSM telah berhasil mengembangkan suatu tata kelola usaha klaster yang menaungi 108

anggotanya dalam memproduksi dan memasarkan paprika dengan volume sekitar 30-60 ton per bulan.

Para anggota, yaitu para petani (pengusaha tani paprika) fokus pada kerja produksi dan perlakuan pasca

panen sebelum dipasok ke Koperasi MSM. Koperasi MSM melakukan fungsi kerja pengolahan pasca panen

lanjutan untuk didistribusikan lebih lanjut ke para pembeli. Keanggotaan Koperasi MSM bersifat mengikat,

di mana anggota wajib memasok semua hasil produksinya ke Koperasi MSM. Fungsi kerja/usaha lain yang

dilakukan Koperasi MSM adalah pengadaan dan penjualan benih serta sarana produksi tani (saprotan)

112

Gambaran Umum Klaster

dengan harga bersaing. Salah satu bentuk pelayanan Koperasi MSM terhadap anggotanya adalah pasokan

benih dan saprotan yang dapat diandalkan dengan mekanisme pembayaran pasokan ini melalui pemotongan

harga pembelian paprika oleh Koperasi MSM.

Menurut pengurus Koperasi MSM, faktor-faktor pendukung utama kompetensi inti dalam klaster adalah

secara berurut sebagai berikut: (1). Teknologi (2) Manajerial; (3) Finansial dan (4) Budaya.

Faktor Keberhasilan Klaster

Penilaian responden klaster sub sektor hortikultura terhadap faktor keberhasilan klaster dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

113

Gambaran Umum Klaster

Tab

el II

-39.

Pen

ilaia

n R

esp

on

den

ter

had

ap F

akto

r K

eber

has

ilan

pad

a Su

bse

kto

r H

ort

iku

ltu

ra

NO

Kebe

rada

an In

dika

tor

yang

men

yum

bang

ke

berh

asila

n A

da/

Tida

kPa

prik

aBa

wan

g M

erah

Baw

ang

Puti

hCa

bai

Rer

ata

MK

SK-1

SK-2

SK-3

MK

SK-1

SK-2

SK-3

MK

SKM

KSK

-1SK

-2

1Te

rdap

at N

etw

orki

ng d

an k

emitr

aan

Ada

66

65

66

56

66

55

5

5,

62

2Te

rdap

at m

odal

sos

ial y

ang

kuat

Ada

66

66

65

56

45

56

6

5,

54

3Te

rdap

at b

asis

inov

asi y

ang

kuat

(R&D

ting

gi)

Ada

66

43

65

34

45

56

6

4,

85

4Ke

pem

impi

nan

dan

visi

bers

ama

Ada

46

65

65

56

44

45

4

4,

92

5Te

rdap

at k

ompe

tens

i/kea

hlia

n ya

ng k

uat

Ada

55

56

55

46

44

56

6

5,

08

6Sp

esia

lisas

iAd

a6

45

55

54

54

55

66

5,00

7In

frast

rukt

ur y

ang

mem

adai

Ada

44

44

65

35

56

46

5

4,

69

8Te

rdap

at p

erus

ahaa

n be

sar

Ada

44

34

64

26

45

11

1

3,

46

9Bu

daya

kew

iraus

ahaa

n ya

ng k

uat

Ada

65

35

65

56

44

13

3

4,

31

10Ke

deka

tan

deng

an p

emas

okAd

a6

56

66

44

65

55

56

5,31

11Ak

ses

pada

sum

ber k

euan

gan

Ada

46

54

66

56

44

13

3

4,

38

12Ak

ses

ke ja

sa s

pesia

lisAd

a4

55

66

64

54

41

55

4,62

13Ak

ses

pasa

rAd

a6

66

56

65

66

65

53

5,46

14Ak

ses

terh

adap

jasa

pen

duku

ng b

isnis

Ada

53

46

66

46

54

54

3

4,

69

15Pe

rsai

ngan

Ada

55

46

63

45

45

54

4

4,

62

16Ak

ses

info

rmas

i (Pa

sar,

tekn

olog

i dll)

Ada

65

66

55

56

65

45

5

5,

31

114

Gambaran Umum Klaster

Rerata penilaian responden manajemen dan stakeholder klaster subsektor hortikulutura menunjukan

bahwa 13 dari 16 faktor keberhasilan klaster berada pada kategori penilaian sangat penting. sebesar 5 pada

skala 6. Penilaian terbesar ada pada indikator terdapat networking dan kemitraan, selanjutnya Terdapat

modal sosial yang kuat, dan akses pasar. Sedangkan 3 faktor yaitu akses pada sumber keuangan, budaya

kewirausahaan yang kuat, dan terdapat perusahaan besar, berada pada kategori penting dengan nilai di

antara (3-4,5) pada skala 6. Secara lengkap, urutan penilaian responden terhadap indikator keberhasilan ini

dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar II-40. Peringkat Faktor Keberhasilan Rerata Subsektor Hortikultura

Replikasi Klaster

Menurut pihak Koperasi Nusantara Jaya, klaster yang dikembangkan sudah cukup berhasil. Pihak pengurus

Koperasi Nusantara Jaya menyatakan bahwa sejauh ini mereka telah mencapai angka 7 dari angka 10

yang ingin mereka capai. Sampai saat ini, Koperasi Nusantara Jaya belum menetapkan pengukuran secara

kuantitatif untuk kinerja-kinerja pencapaian, namun pihak koperasi berpegang pada empat (4) indikator

keberhasilan utama mereka: (1) Petani tidak mengalami kerugian, bahkan dapat meningkatkan kapasitas

usaha mereka; (2) Petani melaksanakan saran/rekomendasi teknologi budidaya yang dianjurkan koperasi;

(3) Kepercayaan petani meningkat terhadap koperasi dalam hal penyediaan benih bermutu dan (4) Kegiatan

pemasaran berhasil.

Pihak mitra usaha, Bank Bukopin menilai Koperasi Nusantara Jaya berhasil dalam kinerja peningkatan

penyaluran dan nilai pembiayaan usaha para petani. Setiap tahunnya terjadi peningkatan nilai pembiayaan

yang dimanfaatkan oleh para pelaku usaha tani. Koperasi Nusantara Jaya juga mulai berhasil mencatatkan

keuntungan dari usaha simpan pinjam pada periode 2010-2011. Koperasi Nusantara Jaya juga dinilai

berhasil dalam mengelola masalah ketertunggakan pembayaran kembali pinjaman permodalaan para

pelaku usaha tani.

115

Gambaran Umum Klaster

Pihak Bank Indonesia menilai salah satu keberhasilan Koperasi Nusantara Jaya adalah dengan mulainya

koperasi ini dikenal sebagai sentra bawang merah yang berhasil pada tingkat nasional. Pengurus Koperasi

Nusantara Jaya adalah salah satu penggagas berdirinya Dewan Bawang Merah Nasional (DEBNAS), di mana

Bank Indonesia juga turut serta memfasilitasi pendirian dewan perbawang merahan Indonesia ini. Dewan

Bawang Merah Nasional dimaksudkan sebagai wadah koordinasi dan sinergi bagi seluruh stakeholders

agribisnis dan agroindustri yang berbasis Bawang Merah baik sebagai organisasi atau perorangan, meliputi

pelaku usaha tani/petani, pedagang, pelaku industri dan jas terkait, eksportir, akademisi, peneliti, konsumen,

pemerhati dan pihak pemerintah. DEBNAS memiliki tujuan untuk mendorong terciptanya tata kelola usaha

Bawang Merah yang kondusif untuk kesejahteraan para pelaku usaha tani dan masyarakat. Misi utama

DEBNAS adalah mewujudkan agribisnis Bawang Merah yang terintegrasi, modern, efisien dan berkelanjutan

serta ramah lingkungan dalam kerangka swasembada Bawang Merah Indonesia dan mewujudkan tata

niaga Bawang Merah yang transparan dan adil bagi semua pihak.

Pendekatan pengembangan usaha Bawang Merah yang diramu dan dilaksanakan oleh Koperasi Nusantara

Jaya mulai menjadi model acuan pengembangan agribisnis Bawang Merah di lokasi lain di Indonesia. Salah

satu kerja sama terkait diseminasi model pengembangan agribisnis Bawang Merah ini di daerah lain di

Indonesia adalah dengan Pemerintah Kabupaten Kampar Riau. Para pelaku usaha tani terpilih di Kabupaten

Cirebon yang sebagian besar merupakan anggota Koperasi Nusantara Jaya dikirim ke Kabupaten Kampar

sebagai pelatih dan pendamping pengembangan agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Kampar Riau.

Menurut manajemen klaster dan stakeholders terkait, replikasi memungkinkan untuk dilakukan, dalam

konteks pengembangan klaster komoditas yang sama, dengan alasan banyak wilayah di Indonesia memiliki

karakteristik alam yang mendukung untuk penerapan budidaya Bawang Merah. Saat ini pihak Koperasi

Nusantara Jaya juga sedang terlibat dalam pengembangan sentra Bawang Merah di daerah Kadipaten

Majalengka. Pemerintah Kabupaten Majalengka memiliki visi untuk mengembangkan model pengelolaan

agribisnis Bawang Merah terpadu yang serupa dengan model Koperasi Nusantara Jaya. Bank Indonesia

Perwakilan Cirebon menyatakan bahwa mereka mendukung visi ini dan sedang menjajaki untuk melakukan

intervensi pengembangan klaster di Majalengka. Bank Indonesia melihat replikasi klaster Bawang Merah di

banyak daerah di Indonesia dapat mendukung terciptanya suatu kondisi pasokan Bawang Merah nasional

yang andal sehingga dapat berkontribusi dalam mengendalikan inflasi di daerah ataupun nasional. Menurut

pihak manajemen klaster, kelembagaan klaster, manajemen produksi dan teknologi dalam klaster serta

pengembangan SDM klaster adalah 3 hal yang dapat direplikasi di lokasi sentra Bawang Merah lain,

pemasaran klaster dan modal sosial klaster juga namun bukan prioritas jawaban. Pihak Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Cirebon menyatakan bahwa kelembagaan klaster, manajemen produksi dan teknologi

dalam klaster serta modal sosial klaster dapat direplikasi, di mana marketing klaster dan pengembangan

SDM klaster juga dapat direplikasi namun bukan prioritas jawaban. Pihak Pihak Bukopin menyatakan bahwa

kelembagaan klaster, manajemen produksi dan teknologi dalam klaster, marketing klaster dan modal sosial

klaster dapat direplikasi.

Bank Bukopin pernah menjadikan Koperasi Nusantara Jaya sebagai objek studi banding dalam rangka

replikasi model pembiayaan pertanian berbasis komoditas di Makassar untuk padi dan di Jember untuk

jagung.

116

Gambaran Umum Klaster

Menurut manajemen dan stakeholders terkait, budaya dan perilaku pelaku usaha serta dukungan

pemerintah/stakeholders merupakan dua faktor kunci yang menjadi penentu keberhasilan suatu replikasi

pendekatan/model pengembangan klaster, dengan asumsi untuk direplikasikan pada klaster yang serupa

(asumsi persyaratan teknis, keberadaan sarana dan prasarana terpenuhi dan ketersediaan SDM klaster).

Keberhasilan klaster Bawang Putih Sembalun dilihat berbeda oleh dua sudut pandang, yaitu Gapoktan

dan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur. Menurut Gapoktan, keberhasilan tidak

hanya bisa dilihat dari produksi komoditas Bawang Putih, namun perlu melihat siklus tanam secara utuh

dalam setahun dan komoditas apa saja yang diusahakan oleh petani. Karena jika dibandingkan dengan

kondisi 20 tahun yang lalu, ada banyak perbedaan. Di mana pola tanam di masa lalu lebih ke monokultur

dengan menggunakan pupuk dan obat-obatan secara intensif. Saat ini pola tanam rotasi lebih banyak

dilakukan. Di masa lalu, peran pemerintah cukup besar, baik pemerintah pusat ataupun daerah, melalui

berbagai bantuan dan subsidi. Dinas menyatakan bahwa pengembangan klaster berhasil karena sejauh

ini pihak dinas berhasil membuat SOP budidaya yang baik dan petani mampu menerapkan panduan ini

dengan baik untuk komoditas bawang putih. Beberapa kali ada kunjungan studi banding dari pemerintah

dan pelaku di Pulau jawa untuk belajar dan melihat proses di Sembalun. Alasan lainnya adalah daerah lain

seperti Bima akan menjadi area pengembangan bawang putih yang baru dan diinisiasi oleh Kementerian

Pertanian dengan suplai benih dari Sembalun. Dalam konteks replikasi, Dinas Pertanian dan Perkebunan

juga akan mengembangkan/menanam bawang putih di dataran yang lebih rendah (dibawah 1000 m.dpl),

yaitu antara 800-900 m.dpl.

Terkait dengan keberhasilan klaster, walaupun organisasi LKMA Koperasi Tanralili belum berjalan dengan

baik, namun prakarsa tersebut telah memperlihatkan hasil yang cukup baik, sehingga perlu terus-menerus

dilakukan perbaikan dan perkuatan. Beberapa hal yang dapat direplikasi di tempat lain diantaranya

manajemen produksi dan teknologi dalam klaster serta modal sosial klaster dan pengembangan SDM

klaster, hal ini berdasarkan hasil wawancara langsung dengan anggota klaster dimana keberhasilan yang

menonjol dalam program tersebut adalah meratanya pengetahuan budidaya cabai dengan adanya sekolah

lapang pertanian dan kekompakan petani dalam mengikuti jadwal persiapan dan penanaman cabai.

Menurut stakeholders terkait, pengembangan klaster paprika ini sudah dapat dinyatakan cukup berhasil,

dalam konteks di mana tidak ada lagi ekspor paprika yang ditolak, baik yang ke Taiwan ataupun Singapura,

para pelaku usaha tani dapat meningkatkan tingkat pendapatan dan pada akhirnya tingkat kesejahteraan

hidupnya dan multiplier effect/dampak ekonomi lain seperti penyerapan tenaga kerja, tumbuhnya pelaku

usaha baru baik pelaku usaha inti ataupun penunjang.

Menurut pihak pengurus Koperasi Mitra Suka Maju, mewakili para anggota, menyatakan bahwa pihak

pelaku usaha tani merasa sangat terbantu dengan program yang pernah dikembangkan dan dijalankan

oleh Balitsa dan Bank Indonesia.

Menurut stakeholders terkait, replikasi memungkinkan untuk dilakukan, dalam konteks pengembangan

klaster komoditas yang sama, dengan alasan banyak wilayah di Indonesia memiliki karakteristik yang

mendukung untuk penerapan budidaya paprika. Kesulitan atau kemudahan replikasi akan sangat

tergantung pada banyak faktor. Pihak Bank Indonesia Perwakilan Bandung menyoroti soal budaya dan

perilaku masyarakat sebagai yang paling menentukan dalam pengembangan klaster.

117

Gambaran Umum Klaster

Menurut stakeholders terkait, budaya dan perilaku pelaku usaha serta dukungan pemerintah/stakeholders

merupakan dua faktor kunci yang menjadi penentu keberhasilan suatu replikasi pendekatan/model

pengembangan klaster, dengan asumsi untuk direplikasikan pada klaster yang serupa (asumsi persyaratan

teknis, keberadaan sarana dan prasarana terpenuhi dan ketersediaan SDM klaster)

E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster

Dampak Kualitatif

1) Penilaian Manajemen Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para pengelola klaster subsektor hortikultura:

Tabel II-40. Penilaian Manajeman Klaster Atas Dampak Kualitatif

No Dampak Kualitatif Klaster dari indikator keberhasilan Klaster dan tingkat kepentingannya

Skor

Paprika Bawang Merah

Bawang Putih Cabai Rata-

rata

1 Anggota Klaster merasa nyaman dengan klaster 5 5 5 5 5

Dam

pak

Adan

ya K

last

er M

enga

kiba

tkan

2a meningkatkan jumlah tenaga kerja 6 6 5 5 5,5

2b menciptakan usah / pengusaha baru 6 6 5 5 5,5

2c Iklim usaha yang kondusif 5 6 4 5 5

2d Perpanjangan tangan dari jasa dan kegiatan anggota klaster 5 6 4 5 5

2e Hubungan yang lebih erat antara industri dan akademisi 5 6 4 4 4,75

2f Secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya 6 6 5 5 5,5

2g komunikasi lebih lancar dan mapan dengan pembuat kebijakan 4 6 4 4 4,5

2h Pelatihan secara khusus / terspesialisasi 5 6 5 6 5,5

2i Peningkatan produktivitas 5 6 5 5 5,25

2j Peningkatan efisiensi 4 6 4 5 4,75

2kSarana dan prasarana lebih memadai (jalan,listrik, air, kesehatan, dan fasilitas dan jasa layanan publik

5 6 4 5 5

2lPeningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana ibadah, dan kesehatan

5 6 3 4 4,5

3 Jumlah anggota klaster meningkat 6 6 5 6 5,75

4 klaster telah menarik perusahaan-perusahaan baru di wilayahnya 5 6 4 4 4,75

5 Teknologi baru telah muncul melalui klaster 5 6 4 5 5

Lima dampak kualitatif yang paling dirasakan oleh pihak manajemen klaster secara berturut-turut adalah:

jumlah anggota klaster meningkat (5,75), meningkatkan jumlah tenaga kerja (5,5), menciptakan usaha/

pengusaha baru (5,5), secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya (5,5), pelatihan

secara khusus terspesialisasi (5,5). Sementara itu empat dampak kualitatif yang paling rendah penilaiannya

adalah komunikasi lebih lancar dan mapan dengan pembuat kebijakan (4,5), hubungan yang lebih erat

antara industri dan akademisi (4,75), peningkatan efisiensi (4,75) dan klaster telah menarik perusahaan-

perusahaan baru di wilayahnya (4,75). Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa klaster memberikan

dampak sangat kuat dimana seluruh indikator dinilai pada kisaran 4,5-6.

118

Gambaran Umum Klaster

2) Penilaian Pelaku Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para pelaku inti dalam klaster subsektor

hortikultura:

Tabel II-41. Penilaian Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif

No Persepsi Pelaku Klaster terhadap indikator

Skor

Rata-rataPaprika Bawang

MerahBawang

Putih Cabai

PK-1 PK-2 PK-1 PK-2 PK-1 PK-1 PK-2

1 Merasa nyaman bergabung dengan Klaster 6 5 6 5 5 5 6 5.43

2 Penambahan jumlah asset usaha 6 5 5 3 4 4 6 4.71

3 Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus / terspesialisasi 6 5 6 6 5 5 6 5.57

4 Produk lebih inovatif 5 6 5 4 4 5 5 4.86

5 Kemitraan yang lebih solid dan transparan 5 4 6 5 5 6 6 5.29

6 Peningkatan produksi dan penjualan 6 5 6 4 5 5 4 5.00

7 Kemudahan untuk memperoleh bahan baku 6 5 6 5 4 5 5 5.14

8 Kemudahan memasarkan produk 6 6 6 5 5 5 5 5.43

9 Kemudahan akses lembaga 5 5 6 5 4 2 4 4.43

10 Permasalahan yang dihadapi lebih cepat teratasi 5 5 6 4 4 2 6 4.57

11 Adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha 6 5 6 4 4 4 5 4.86

Lima indikator dampak kualitatif yang dirasa paling kuat oleh para pelaku klaster subsektor hortikultura

adalah:

1. Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus / terspesialisasi (5,57)

2. Merasa nyaman bergabung dengan klaster & Kemudahan memasarkan produk (5,43)

3. Kemitraan yang lebih solid dan transparan (5,29)

4. Kemudahan untuk memperoleh bahan baku (5,14)

5. Peningkatan produksi dan penjualan (5)

3) Penilaian Stakeholder Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para stakeholders dalam klaster subsektor

hortikultura:

119

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-42. Penilaian Stakeholder Atas Dampak Kualitatif

NoDampak Kualitatif Klaster dari

Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya

Skor

Rata-rataPaprika Bawang Merah Bawang

Putih Cabai

SK-1 SK-2 SK-2 SK-1 SK-2 SK-2 SK-1 SK-1 SK-2

1Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya

6 6 6 6 6 5 6 6 6 5.89

Deng

an a

dany

a kl

aste

r men

gaki

batk

an 2memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar

6 5 5 6 4 5 5 6 6 5.33

3Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar

6 6 5 6 5 5 6 6 6 5.67

4 Iklim usaha yang kondusif 6 5 5 6 4 5 4 6 6 5.22

5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)

5 5 6 5 3 5 3 6 6 4.89

6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)

5 6 6 5 3 5 2 6 6 4.89

Lima indikator dampak kualitatif yang dirasa paling kuat oleh para pelaku klaster subsektor hortikultura

adalah:

1. Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya (5,89)

2. Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar (5,67)

3. Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar (5,33)

4. Iklim usaha yang kondusif (5,22)

5. Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)

& Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan) (4,89)

Tiga indikator dampak kualitatif yang dirasa paling kuat oleh para stakeholders subsektor hortikultura

adalah:

1. Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya (5,89)

2. Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar (5,67)

3. Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar (5,33)

4) Penilaian Non Pelaku Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para non pelaku klaster pada subsektor

hortikultura:

120

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-43. Penilaian Non Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif

No Manfaat Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya

Skor

Rata-rata

Paprika Bawang Merah

Bawang Putih Cabai

NPK-1

NPK-2

NPK-1

NPK-2 NPK-1 NPK-

1

1 Merasa nyaman tinggal di lokasi / sekitar lokasi klaster 6 6 6 6 6 5 5,83

Deng

an a

dany

a kl

aste

r m

enga

kiba

tkan

2 memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 6 5 4 6 6 5 5,33

3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 4 5 4 6 6 5 5,00

4 iklim usaha yang kondusif 5 5 5 6 5 5 5,17

5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)

3 4 4 5 3 6 4,17

6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)

3 4 3 5 2 4 3,50

7 Reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik 6 5 5 5 5 5 5,17

Rerata penilaian non pelaku klaster terhadap dampak klaster, untuk indikator peningkatan pelayanan

klaster dan sarana dan prasarana lebih memadai menunjukan dampak yang kuat. Sementara lima indikator

lain menunjukan dampak sangat kuat (nilai 5-5,83).

Dampak Kuantitatif

Kajian ini juga berupaya untuk mengukur sejumlah indikator dampak kuantitatif dari keberadaan klaster,

sebagaimana dirangkum dalam tabel berikut:

Tabel II-44. Dampak Kuantitatif Pengembangan Klaster

No DampakKlaster Bawang Merah Klaster Bawang Putih Klaster Cabai Klaster Paprika

Awal Fasilitasi Saat Ini Awal

Fasilitasi Saat Ini Awal Fasilitasi

Saat Ini

Awal Fasilitasi Saat Ini

1Jumlah Anggota yang masuk ke dalam klaster (entitas)

22 360 0 120 100 214 10 108

2 Jumlah Tenaga Kerja 6.240 37.440 0 240

3 Jumlah usaha/pengusaha baru N/A N/A 0 0 1 5 N/A N/A

4Jumlah jasa dan kegiatan untuk anggota klaster (unit)

3 7 0 0 0 1 4 8

5 Jumlah industri mitra (entitas) 0 2 0 0 0 0 0 0

6Jumlah akademisi mitra (institusi)

0 2 0 0 1 2 0 1

7 Total jumlah investasi anggota 0 0 040 jt Rp.

5.000 Rp/bl

15.000 Rp./bln

8 Jumlah pelatihan secara khusus 3 11 0 0 0 2 0 1

9 Jumlah produksi (volume/bulan)100 ton/

bln200 ton/blnbulan

N/A324 ton/

bulan3.000 10.000

30 ton/bulan

60 ton/ bln

10 Produktifitas output10-15

ton/ ha/ musim

10-15 ton/ ha/musim

N/A12-14 ton/ ha/ musim

3000 70002-3 kg/ pohon

3-4 kg/pohon

11Klaster telah menarik perusahaan baru di wilayahnya

0 4 0 0 1 5

12Peningkatan transaksi/penjualan komoditas

700 Jt. Rp 1,5 M. Rp. N/A12 M/ 960 Juta Rp./th

300 Juta Rupiah

210 jt Rp.

210 Jt Rp./ bulan

495 Jt Rp/bln

121

Gambaran Umum Klaster

2.3.3. Subsektor Peternakan

Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha

di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produk-produk peternakan akan semakin meningkat setiap

tahunnya. Peternakan sebagai penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi guna meningkatkan kualitas hidup.

Pembangunan peternakan merupakan bagian pembangunan nasional yang sangat penting, karena salah

satu tujuan pembangunan peternakan adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang unggul.

Selain itu, tujuan pembangunan peternakan adalah peningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak,

pelesatarian lingkungan hidup serta peningkatan devisa negara. Dalam kajian klaster ini sub sektor

peternakan merupakan salah satu yang diteliti, karena merupakan sub sektor yang juga banyak kaitan

dengan isu ketahanan pangan.

2.3.3.1. Profil Umum Klaster Subsektor Peternakan

Komoditas peternakan yang dikaji dalam pengembangan klaster peternakan ini meliputi komoditas Domba

di Kelurahan Juhut Kabupaten Pandeglang dan komoditas sapi potong di Kelurahan Polosiri Kabupaten

Semarang. Lokasi dan sebaran masing-masing klaster disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel II-45. Matriks Profil Umum Klaster Subsektor Peternakan

No Nama Klaster Kecamatan Desa Petani (org) Kap. Prod.

(ekor/th)Komitmen

pengembangan ke depan

1Domba Juhut

Karang Tanjung

4 RW dari 5 RW yang ada di Kelurahan Juhut

7 kelompok tani yang terbagi pada 317 peternak

1500 ekor pertahun

Mencapai target di tahun 2017

2Sapi Potong Polosiri

Bawen Polosiri59 orang anggota di KTT bangun rejo dan 25 kelompok dg masing2 20 anggota

1500 ekor pertahun

Akan ditinjau di tahun terakhir ini (2014)

Temuan yang bersifat umum untuk dua komoditas yang dikembangkan pada subsektor peternakan di

antaranya:

1. Secara komoditas, peternakan merupakan usaha rakyat yang sudah biasa dilakukan terutama oleh para

petani, sehingga memudahkan dalam proses intervensi klaster. Apalagi hal ini didukung oleh budaya

guyub yang ada di masyarakat.

2. Intervensi yang diberikan berupa penerapan teknologi seperti penerapan kandang komunal,

pemanfaatan kotoran ternak menjadi kompos dan biogas, penerapan inseminasi buatan dalam proses

budidaya, dan pemanfaatan teknologi pengolah pakan konsentrat.

3. Pembiayaan untuk investasi di klaster domba masih bersifat perseorangan (personal investment) dan

belum berjejaring dengan lembaga keuangan. Sementara pada klaster sapi potong sudah berhubungan

langsung dengan lembaga keuangan terutama BRI melalui skema KKPE, KUPS dan KKRS.

4. Peningkatan produktivitas terlihat pada kedua klaster ini. Klaster Domba Juhut kenaikan produktivitas di

atas 100%, dari 6 ekor betina pertahun menjadi 12 ekor betina per tahun. Sementara pada klaster Sapi

Potong peningkatan produktivitas sebesar 25% dari 100 ekor per bulan menjadi 125 ekor perbulan.

5. Fasilitasi yang diberikan stakeholders sudah cukup besar, terlihat dari jumlah anggaran yang diberikan

baik oleh stakeholders pemerintah (pusat dan daerah), maupun yang diberikan oleh Bank Indonesia

122

Gambaran Umum Klaster

melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Namun yang menarik dari klaster Sapi Potong, fasilitasi

diberikan juga oleh PT. BRI Cabang Ungaran selaku bank penyalur KKPE.

6. Peran-peran petugas lapangan sangat besar dalam membantu peningkatan SDM dari para peternak.

Hubungan ini terjalin mengingat kedua komoditas ini menjadi komoditas unggulan daerah dalam

kerangka peningkatan ekonomi masyarakat.

7. Dalam klaster ini ditemukan tantangan yang ada memberikan pengaruh yang cukup kuat. Dua yang

paling lemah pengaruhnya yaitu:

a. Kurangnya semangat inovatif di perusahaan agroindustri

b. Kesenjangan antara perusahaan pertanian dan industri/perusahaan agro industry

Sementara yang paling tinggi tingkat pengaruhnya adalah “Kurangnya dana yang memadai untuk

kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi,

listrik, dan air)” dengan skor penilaian sebesar 6. Gambar berikut menunjukan tingkat pengaruh

tantangan dan kendala terhadap klaster subsektor peternakan.

Gambar II-41. Grafik Tantangan dan Kendala yang Paling Berpengaruh

8. Dari 16 Indikator keberhasilan dalam pengembangan klaster subsektor peternakan, persaingan dan

kedekatan dengan pemasok hanya pada peringkat penting. Sementara 14 indikator lainnya pada

kategori sangat penting (lihat gambar II-45 di bagian penilaian Indikator Keberhasilan)

2.3.2.2. Deskripsi Komoditas Subsektor Peternakan

A. Profil Kelembagaan Klaster

Inisiator

Inisiator pengembangan kedua klaster ini dimulai oleh Bank Indonesia dengan merespon terhadap

kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah daerah. Dengan demikian, strategi pengembangan klaster selalu

berlandaskan pada kolaborasi antar stakeholders. Klaster Domba Juhut pertama kali ditetapkan menjadi

sebuah klaster berdasarkan kepada kajian atas kelayakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada tahun

2011. Hal ini dengan mendasarkan kepada ketetapan pemerintah mengenai Kelurahan Juhut sebagai lokasi

123

Gambaran Umum Klaster

kampung ternak domba terpadu melalui SK Bupati Pandeglang No. 524.2/Kep 23-Huk/2010. Kegiatan

pengelolaan kampung ternak ini melingkupi 4 RW dari 5 RW yang ada di Kelurahan Juhut.

Sementara klaster Sapi Potong dikembangkan melalui strategi kolaboratif antar stakeholders, yang

dilembagakan dalam MoU antara KPw BI Semarang dengan pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemkab

Semarang. Pembentukannya dimulai pada tahun 2011 melalui sebuah kajian mendalam terhadap potensi

ekonomi. Melalui sebuah prakarsa kolaboratif, Bank Indonesia dan stakeholders menetapkan target

pengembangan klaster sebagai berikut:

1. Pemkab Semarang membangun infrastruktur, sarana dan prasarana serta memfasilitasi pelatihan

dan pendampingan menuju terwujudnya kabupaten semarang sebagai produsen sapi yang berdaya

saing dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mendorong SKPD terkait untuk

mengimplementasikan program pengembangan klaster sapi potong sesuai tupoksi masing-masing

secara sinergis.

2. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa

Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah, Kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah,

dan PT. BRI mempunyai tugas utama mengembangkan pelaku usaha sapi potong di Kabupaten

Semarang dalam bentuk bantuan teknis berupa pelatihan dan pembinaan serta kegiatan lainnya yang

dibutuhkan oleh pelaku usaha.

Pengembangan klaster sapi potong yang dilakukan Bank Indonesia ini sinergis dengan rencana pemerintah

daerah Kabupaten Semarang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berbasis kepada potensi

daerah. Hal ini seperti tertuang dalam RPJMD Kabupaten Semarang tahun 2010 – 2015 “Terwujudnya

Kabupaten Semarang Mandiri, Tertib, Sejahtera (MATRA)”, dengan misinya yaitu: 1) Meningkatkan kualitas

SDM yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berbudaya serta menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi; 2) Mengembangkan produk unggulan berbasis potensi lokal (intanpari) yang sinergi dan berdaya

saing serta berwawasan lingkungan untuk menciptakan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; 3)

Menciptakan pemerintahan yang katalistik dan dinamis dengan mengendepankan prinsip good governance

didukung kelembagaan yang efektif dan kinerja aparatur yang kompeten, serta pemanfaatan teknologi

informasi; 4) Menyediakan infrastruktur daerah yang merata guna mendukung peningkatan kualitas

pelayanan dasar dan percepatan pembangunan; 5) Mendorong terciptanya partisipasi dan kemandirian

masyarakat, kesetaraan dan keadilan gender serta perlindungan anak di semua bidang pembangunan;

6) Mendorong terciptanya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga

kelestarian.

Inisiator dan stakeholders daerah memiliki alasan dalam mengembangkan klaster tersebut. Beberapa alasan

inisiator dan stakeholders yang disampaikan terkait dengan pengembangan kedua klaster ini ditunjukan

pada tabel berikut.

124

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-46. Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster

Subsektor Peternakan

Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong

Inisiator Bank Indopnesia KPw Serang Bank Indopnesia KPw Semarang

Tanggal Bergabung April 2010 September 2011

Lama Keterlibatan Dalam Klaster 4 tahun 3 tahun

Alasan Mengem-bangkan Klaster

Core lembagaMenjaga laju inflasi dalam rangka pertumbuhan ekonomi berkesinambungan (swa sembada pangan)

Menjaga laju inflasi dalam rangka pertumbuhan ekonomi berkesinambungan (swa sembada pangan)

CSR Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) Program Sosial Bank Indonesia (PSBI)

Kebijakan Pusat Isu klaster ketahanan pangan – memicu KPw Isu klaster ketahanan pangan – memicu KPw

Kebijakan Internal Inisiator dari kebijakan pusat

Komitmen pengembangan Mencapai target di tahun 2017 Akan ditinjau di tahun terakhir ini (2014)

Sebagai kegiatan kolaboratif, peran-peran stakeholders tentu sangat penting dalam mengkonsolidasikan

berbagai kegiatan, sehingga capaian-capaian pembangunan bisa tepat sasaran. Dengan mendasarkan

kepada potensi pengembangan yang ada, maka dasar kriteria yang dijadikan indikator klaster terdapat

pada tabel berikut:

Tabel II-47. Penentuan Dasar/Kriteria Pengengembangan Klaster

Dasar/Kriteria Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong

a) Berdasarkan keberadaaan klaster sebelumnya

1) Merupakan klaster yang sudah ada/dikembangkan sebelumnya

- -

2) Merupakan klaster yang sama sekali belum dikembangkan sebelumnya

Embrionya sudah ada sejak tahun 2004Potensi peternakan sudah ada di masyarakat dan menjadi usaha sampingan dari petani

b) Berdasarkan nilai strategis klaster

1) Mendukung pengendalian inflasi dan atau pengembangan ekonomi daerah

Tidak mendukung inflasi, tetapi meningkatkan perekonomian dan daya beli masyarakat, terasa setelah dikembangkan melalui klaster. ada efek domino bagi sktor lainn seperti talas beneng

Mendukung pengendalian inflasi sekaligus meningkatkan perekonomian daerah

2) Merupakan produk unggulan daerah

Dicanangkan oleh kepala daerahSebaran pelaku peternakan hampir merata

3) Termasuk dalam Rencana Kerja Program Pengembangan Jangka Menengah Daerah (RKPJMD)

-RPJMD Kabupaten Semarang tahun 2010-2015(Visi dan misi nomor 2)

4) Mandat khusus (misal: partisipasi wanita, kota/desa, dampak lingkungan)

Dampak sosial mengurangi kejahatan pada pembalakan, konservasi hutan (lingkungan)

Ada upaya diversifikasi produk melalui pemberdayaan KWT dan komposting, serta pembuatan biogas skala rumah tangga

5) Besarnya jumlah pelaku usaha (UMKM) termasuk pegawainya

- -

125

Gambaran Umum Klaster

Dasar/Kriteria Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong

c) Potensi pengembangan klaster

1) Permintaan pasar yang besar/belum terpenuhi

Kajian BI menunjukkan bahwa pada tahun 2003-2008 pertumbuhan impor rata-rata tumbuh 11,4% dan 15,6%. Sementara kebutuhan untuk Provinsi Banten saja pertumbuhannnya rata-rata mencapai 43,63%. Menurut pengakuan peternak saat ini baru memenuhu 30% permintaan

-

2) Potensi bertumbuhDidukung oleh kecocokan sumber daya alam, pertumbuhan penduduk

3) Potensi bersaing dengan pesaing internasional

- -

4) Potensi kenaikan pendapatan bagi UMKM

Potensi kenaikan pendapatan bagi UMKM, dengan bertambahnya sumber ekonomi alternative

-

5) Keberadaan “lead firm” yang mempunyai jaringan UMKM

- -

6) Potensi untuk menciptakan lapangan kerja

Potensi penciptaan lapangan kerja Perluasan

7) Keterlibatan pemerintah/donor (stakeholders)

Keterlibatan pemerintah, yang ditunjukkan dengan dukungan beberapa instansi dalam pengadaan bibit domba dan bimbingan teknis lainnya sejak tahun 2008

Stakeholder berkontribusi sesuai dengan tupoksinya

8) Lingkungan usaha yang kondusifSalah satunya kebijakannya mencanangkan sebagai Kampung Ternak dan komoditas unggulan

-

Untuk mencapai hasil yang maksimal, setiap inisiator menyusun strategi yang berbeda dalam pelaksanaan

pengembangan klaster yang diinisiasi. Berdasarkan pengalamann Bank Indonesia, inisiasi pengembangan

klaster melalui tahapan-tehapan tertentu. Bagaimana tahapan tersebut dilalui sebagai mekanisme

pengembangan klaster oleh kedua inisiator tersaji pada tabel berikut.

Tabel II-48. Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Peternakan

Tahapan Pengembangan Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong

1. Menentukan klaster

Penetapan Lokasi Kampung Ternak Domba Terpadu berdasar SK Bupati Pandeglang No. 524.2/Kep. 23-Huk/2010 pada tahun 2010.

Tahap penentuan klaster, dimana KPw BI V Semarang melakukan kajian terhadap potensi yang ada;

2. Analisis klaster

Tahun 1: Melihat potensi ternak yang ada di Desa Juhut tersebut, KPw BI Serang melakukan Kajian kelayakan Pengembangan Usaha Ternak Domba dan Pola Pembiayaannya pada tahun 2010. Hasil Kajian Bank Indonesia ini meunjukkan bahwa usaha ternak domba layak untuk dikembangkan lebih lanjut dengan pendekatan klaster dan akhirnya menjadi ikon daerah.

Analisis terhadap permasalahan, potensi, dan rencana intervensi;

3. Penggalangan komitmen

Tahun 1 : Dilanjutkan MoU Bank Indonesia Serang dengan Pemerintaha Kabupaten Pandeglang menetapkan pengembangan Klaster Agrobisnis Terpadu, sebagai bentuk penggalangan komitmen bersinergi dengan MOU No: 13/10/DKBU/TBTPLKM/Sr & 520/852 – MOU/Pert./2011 Juli 2011.

Penggalangan komitmen, salah satunya terwujud dalam MoU antara KPw BI Prov. Jateng dengan stakeholders terkait, yakni Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah, Balai Besar Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Jawa Tengah, PT. BRI cabang Ungaran, dan Bank Jateng;

4. Menyusun perencanaan

Tahun 1 : Pada tahun pertama ini kebutuhan dalam rangka pengembangkan klaster diidentifikasi, dan disusun perencanaan bentuk intervensinya.

Menyusun perencanaan dalam sebuah FGD tanggal 2 Desember 2011;

126

Gambaran Umum Klaster

Tahapan Pengembangan Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong

5. Melaksanakan pengem -bangan klaster

Tahun 2 : Pemberian bantek pelatihan, pendampingan, penguatan kelembagaan dan peningkatan produksi ternak dengan bantuan teknologi sederhana bekerjasama dengan Fapet UNPAD, serta pemberian bantuan stimulan PSBI berupa pembangunan sarana-prasarana berupa rumah kompos, rumah biogas, gedung sekretariat LKMA, dan alat produksi pengolahan talas beneng.Tahun 3 : Pemberian bantek pelatihan, pendampingan,fasilitasi ke lembaga keuangan, penguatan kelembagaan dan pengembangan seni budaya lokalTahun 4 : serta pelatihan, pemberian PSBI berupa pembangunan Tembok Penyanggah Tebing dan exit phase

Melaksanakan pengembangan klaster dengan pemberian bantuan yang saling mendukung dan terukur di antara stakeholders. Selain bantuan teknis berupa pelatihan, pendampingan, studi banding, penelitian dan diseminasi, diberikan juga bantuan berupa sarana dan prasarana melalui Program Sosial Bank Indonesia untuk pembuatan kandang komunal, digester biogas, chopper, dan timbangan sapi;

6. Monitoring dan evaluasi Tahun 4: Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan Evaluasi yang dilakukan secara intensif dan menyiapkan exit phase

7. Exit Phase Berakhirnya MOU dengan pemerintah Daerah -

Pada tahap implementasi beberapa intervensi diberikan, dengan bentuk yang berbeda antara klaster satu

dengan yang lain. Tabel II.48 merupakan gambaran jenis dan kontributor intervensi, yaitu:

Tabel II-49. Jenis Dan Kontributor Intervensi Stakeholder

Kelompok intervensiJenis Bantuan Kontributor

Domba Juhut Sapi Potong Domba Juhut Sapi Potong

1. Bantuan peralatan, sarana, dan infrastruktur

Digester Biogas, Rumah Kompos, secretariat gapoktan, bibit domba

Kandang komunalTimbangan sapiDigester biogas, Bibit Sapi (indukan)

Dinas sosial Pandeglang, Dinas Peternakan Pandeglang, BP3KH Prov Banten, Balitnak Deptan dan Disnak Prov Banten

BI, PT. BRI Cabang Ungaran, UNDIP, Dinas Peternakan

2. Bantuan pendanaan -

Akses pembiayaan melalui skema kredit KKPE, KUPS dan KKRS, dan pembuatan sertifikat tanah

-

PT. BRI Cabang Ungaran, Bank Jateng, BPN Kanwil Jateng

3. Akses kepada pemasaran Pemasaran online Villa sapi AWI Net

BI dan SMD (Sarjana Membangun Desa)

4. Akses kepada sumber bahan baku

-Akses ke balai pembibitan dan supplier pedet

- Balai Pembibitan

5. Penguatan kelembagaan -Penguatan Gapoktan Bangun Rejo

-BI, Dinas Peternakan, SMD

6. Pembuatan demoplot - Kandang komunal di Polosiri -

BI, PT. BRI Cabang Ungaran, Dinas Peternakan, BPTP, SMD

7. Kompetisi inovasi teknologi

Lomba domba - BI -

8. Peningkatan kapasitas pelaku usaha (training, magang, studi banding

Pemberian bantek pelatihan,

Pelatihan pembuatan pakan, budidaya, dll

BIBI, Dinas Peternakan, SMD

9. Pendampingan Bantuan teknis dalam budidya

Bantuan teknis dan pendampingan

Dinas sosial Pandeglang, Dinas Peternakan Pandeglang, BP3KH Prov Banten, Balitnak Deptan dan Disnak Prov Banten

BI, Dinas Peternakan, SMD

127

Gambaran Umum Klaster

Klaster Champion/Manajemen Klaster

Yang menjadi pelaksana dan pengelola dari Klaster Domba Juhut ini yaitu Gapoktan Juhut Mandiri. Pelaku

inti yaitu peternak yang tergabung dalam kelompok tani dan GAPOKTAN. Sebelum pengembangangan

klaster terdapat 7 kelompok tani tergabung dalam GAPOKTAN, saat ini berkembang menjadi 11 kelompok.

Total keluarga yang terlibat dari 147 peternak menjadi 317 peternak , dengan rata-rata 3 ternak yang

dipelihara menjadi 6 ternak rata-rata (ada kenaikan 300%).

Hal yang sama terjadi pada pengelola klaster Sapi Potong. Klaster Sapi Potong dikelola oleh sebuah Gapoktan

yakni KTT Bangun Rejo. KTT Bangun Rejo merupakan salah satu kelompok di Desa Polosiri yang masuk ke

dalam wilayah Kecamatan Bawen dan berdiri sejak tahun 2001. Komoditas utama yang diusahakan adalah

penggemukan sapi potong, baik yang dikelola bersama dalam bentuk kandang komunal maupun pada

kandang masing-masing.

Kelompok peternak yang tergabung dalam KTT Bangun Rejo, pernah mendapatkan fasilitas kredit KKPE dari

PT. BRI sebesar Rp. 520.000.000,- (lima ratus dua puluh juta rupiah) (November 2009). Melalui skema kredit

ini KTT Bangun Rejo mengalokasikan untuk pembelian sapi sebanyak 67 ekor. Seiring dengan perkembangan

yang ada, pola pengelolaan sapi melalui kandang komunal telah menarik berbagai stakeholders untuk

terlibat, selain BI, Pemkab Semarang, PT. BRI dan Bank Jateng, namun juga dari stakeholders pemerintah

tingkat provinsi seperti Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Disperindag, BPN, dan BPTP. Bantuan yang

pernah diberikan pemerintah, dalam hal ini kementrian pertanian yaitu sebesar 140 juta yang kemudian

diperuntukan bagi pembangunan unit pelayanan jasa pengolahan pakan dan padi yang terintegrasi

dengan peternakan. Dalam perjalanannya saat ini, kelompok tani bangun rejo telah memiliki unit usaha

lain disamping penggemukan sapi yaitu: penggilingan padi, pengepresan jerami, pengolahan kompos, dan

penyediaan bahan pakan.

Visi dan Arah Pengembangan Klaster Jangka Panjang

Pengelola pada dua klaster ini bentuknya Gapoktan. Keduanya muncul sebagai pengelola klaster berdasar

kepada keberhasilannya dalam pengelolaan kelompok baik bisnis maupun non bisnis. Sebagai sebuah

organisasi, adanya visi atau arah pengembangan klaster merupakan sesuatu yang penting. Visi dan arah

pengembangan dari kedua klaster ini tersaji pada tabel berikut ini:

Tabel II-50. Tujuan Jangka Panjang Klaster

Target Visi Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong

Stakeholders Menempatkan stakeholders sesuai dengan kapasitasnya dan terjadi sinergi yang kuat

-

PasarPopulasi meningkat untuk memenuhi target permintaan yang belum dipenuhi hingga 70%

Penjualan satu pintu,

OperasionalMeningkatkan teknologi bibit, melalui inseminasi buatan sehingga selalu tersedia domba dengan umur yang lebih seragam

Intensif setiap tahun indukan bisa lahiran 18 bln / 4bln bisa birahi dan menjadikan kandang komunal sebagai Pusat Pelatihan Pertanian Pangan Swadaya (P4S), dan peningkatan kelembagaan kelompok menjadi koperasi

Anggota Melibatkan seluruh keluarga yang ada di Juhut untuk membudidayakan domba dengan minimal kapasitas 8-12 ekor/keluarga

Kaderisasi calon pelaku usaha peternakan dan Rekrut Kelompok baru untuk bergabung dengan Klaster

Kinerja Sistem berjalan didukung oleh SOPPengembangan sentra sapi potong terintegrasi dan mampu memenuhi kebutuhan pasar

128

Gambaran Umum Klaster

Untuk tujuan jangka pendek dalam pengembangan klaster pada kedua komoditas dapat dilihat pada tabel

II.50.

Tabel II-51. Tujuan Jangka Pendek Klaster

Tujuan jangka pendek Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong

Pengembangan sosial ekonomi

Industri kompos jika populasi domba mencukupiMengembangkan bisnis pengolahan daging sapi melalui KWT, diantaranya produksi nuget, baso, dan tahu baso

Ekspansi klaster Menjaring poktan yang belum aktif, Sharing knowledge dan intensifikasi usaha tani;

Inovasi dan teknologi Mengembangkan IB untuk birahi serentak,IB yang dipercepat, harus ada kerjasama dengan lembaga penelitian atau universitas yang mampu melakukan;

Pendidikan dan training Memberikan bimtekPusat aneka pelatihan baik P4S, indukan, kadangan komunal;

Kerja sama komersial Kerjasama komersial dengan sesama kelompok tani, Villa sapi merupakan inovasi pemasaran sapi yang diinisiasi oleh SMD dibawah koordinasi Bank Indonesia;

Melaksanakan kebijakanMelaksanakan kebijakan menjadi desa wisata terpadu 2017, dan fasilitasi kandang bagi anggota yang belum memiliki kandang.

Kontrak bisnis dengan villa sapi

Kedua klaster ini juga menetapkan prioritas pengembangan klasternya pada beberapa aspek yang dapat

dilihat pada tabel II.51.

Tabel II-52. Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster

Aspek Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong

Penguatan bisnis untuk kepentingan pelaku

Maksimalkan peran GAPOKTAN sebagai pembina kelompok dan peran spesifik sebagai media pemasaran,

Pembentukan koperasi dan menjual bukan sapi hidup akan tetapi sudah menjadi daging

Penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster

Pemanfaatan kandang koloni untuk efisiensi dan kebersamaan,

Pemanfaatan kandang koloni untuk efisiensi, kebersamaan, dan pusat pembelajaran;

Perbanyakan R & DPenerapan teknologi hasil kerja sama dengan lembaga pendidikan & Litbang.

UNDIP, IAIN, dan balai pembibitan kab. Semarang dan Provinsi Jawa Tengah

Lainnya - -

Aspek finansial merupakan faktor penting dalam mengembangkan usaha. Dalam mengembangkan klaster,

pendanaan diperlukan untuk membangun sistem ketergantungan entitas satu dengan yang lain. Pendanaan

yang merupakan stimulasi berasal dari seluruh stakeholders tergambar pada tabel berikut.

Tabel II-53. Sumber Pendanaan Klaster

Sumber dana (%) Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong

Pemerintah daerah 25% 25%

Pemerintah pusat 50% 50%

Perusahaan swasta - -

Anggota klaster - 10%

Lainnya 25% 20%

Kadua klaster ini pada proses pengembangannya sudah mendapatkan dana dari pemerintah. Dana ini

terutama diperuntukan untuk pembelian bibit dan anakan untuk penggemukan. Selain itu, alokasi dana

ini pun diperuntukan untuk pengembangan biogas, peralatan, dan pembangunan kandang. Yang menarik

pada alokasi pendanaan ini, pada Klaster Sapi Potong, manajemen sendiri mengeluarkan alokasi anggaran

terutama untuk kegiatan rutin bersama anggota. Dana ini didapatkan dari iuran anggota yang dikumpul

129

Gambaran Umum Klaster

setiap bulannya, sebesar Rp.7.000. Dari dana ini pun, digulirkan melalui pinjaman dan pengembalian. Rata-

rata peningkatan alokasi anggaran per tahun sebesar 10%.

Kerja Sama yang Pernah Dibangun dengan Klaster Lain yang Sejenis

Kerja sama dengan klaster lain yang sejenis dapat mendorong kemajuan masing-masing klaster. Namun

pada kasus kedua klaster ini, model kerjasama dengan klaster lain belum terlaksana. Kalau pun ada,

hubungan yang dibangun bukan dengan sesama klaster namun dengan supplier tertentu. Itu pun masih

hubungan dagang dan bukan hubungan bisnis yang sistematis. Beberapa hubungan tersebut diantaranya:

Table II-54.Kerja Sama yang Pernah Dibangun gengan Klaster Sejenis

Bidang kerjasama Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong

PemasaranMengembangan jaringan pemasaran online dengan Awi Net

Mengembangkan jaringan pemasaran bersama Villa Sapi. Sebuah model pemasaran dengan prinsip penjualan melalui timbangan

Produksi -Klaster mengembangkan pakan konsentrat yang dapat diakses oleh para anggota klaster dan juga oleh anggota dari kelompok tani lainnya.

TeknologiKerjasama dengan PPL untuk penerapan IB

Kerjasama dengan PPL untuk penerapan IB, dan diharapkan IB ini bisa mempersingkat waktu birahi dari sapi, sehingga produksi bisa makin cepat

Pengembangan SDM Bekerjasama dengan PPLBekerjasama dengan PPL dan dari Perguruan Tinggi, serta Sarjana Membangun Desa (SMD)

Sistem Pengelolaan Klaster

Masing-masing manajemen klaster subsektor peternakan ini telah berhasil membangun suatu sistem

pengelolaan klaster. Sistem pengelolaan klaster ini dicirikan dengan keberadaan unsur-unsur pengelolaan

klaster sebagai berikut:

Tabel II-55. Sistem Pengelolaan Klaster

Sistem Pengelolaan Klaster Klaster Domba Juhut Klaster Sapi Potong

Adanya struktur pengelolaan klaster (struktur organisasi pengelola dan aturan main)

Ada struktur pengelola, tapi aturan main yang berbentuk SOP belum ada

Struktur organisasi sudah terbentuk dan mekanisme sudah berjalan

Adanya kantor Masih gabung dengan Gapoktan Memiliki kantor tetap untuk pengelolaan administrasi

Adanya kepercayaan dan keterbukaan antar anggota

Dalam sistem perdagangan, dan komitmen bagi hasil dengan kelompok

Adanya pembayaran keanggoraan 100rb (simpanan pokok) dan 7000 perbulan, serta rapat rutin anggota

Aktivitas berjejaring (networking), seperti promosi, pembentukan jaringan

Melalui GAPOKTAN dan HPDKI, melalui fasilitas temu bisnis dan promosi melalui pemerintah

Difasilitasi oleh kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh stakeholders

Pengembangan organisasi

Kegiatan rutin: pertemuan rutin, kelompok kerja (working group), kerja sama protek dan lain-lain

Sudah dilaksanakan pertemuan rutin, terutama untuk membahas permasalahan

1 bulan sekali, yang tidak hadir pertemuan didenda untuk sumber pemasukan lembaga

Kegiatan Champion

Dalam kajian ini, para representasi pengelola klaster diminta untuk menilai aktivitas-aktivitas manajemen

yang sudah dilakukan. Berikut adalah rangkuman penilaian tersebut:

130

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-56. Persepsi Responden Terhadap Aktivitas Manajemen Klaster

No Aktivitas Domba Juhut Sapi Potong Rerata

1

Peng

emba

ngan

Ke

giat

an

Jarin

gan

Klas

ter

Pertemuan rutin tahunan untuk topik tertentu 5 6 5,5

Kunjungan tahunan kepada anggota klaster 6 5 5,5

2 Anggota terlibat dalam organisasi klaster misal komite manajemen 5 6 5,5

3Adanya tim manajemen klaster yang kuat, fleksibel, otonom dan dinamis yang bermanfaat bagi anggota klaster

4 5 4,5

4Memiliki strategi pendorong bisnis (business driven) sebagai faktor keberhasilan

4 6 5

5Klaster memiliki kemampuan mengelola sumber daya, membuat diagnosis kebutuhan sektor spesifik dan menyusun strategi untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki

5 5 5

6Adanya hubungan yang baik, dengan lembaga pemerintah daerah dan pusat, berdasarkan kemitraan yang stabil dan berkesinambungan

6 6 6

7Memiliki dan menawarkan teknologi baru dan tepat guna sebagai layanan yang berharga kepada anggota klaster

3 5 4

8Memulai dan memberi dukungan untuk kegiatan bersama antara perusahaan, R&D dan lembaga pelatihan

5 6 5,5

9 Sentralisasi informasi/akses sumber daya 4 5 4,5

Dengan melihat kepada penilaian di atas, memiliki dan menawarkan teknologi baru dan tepat guna memiliki

tingkat aktivitas yang tinggi (nilai 4). Sementara sisanya menunjukan bahwa aktivitas klaster sudah sangat

tinggi (nilai 4,5-6).

Sedangkan jika dilihat perengkingan atas aktivitas klaster ini, berikut grafik yang menunjukkan penilaian

aktivitas klaster (gambar II-42).

Gambar II-42. Penilaian Responden Terhadap Aktivitas Champion

131

Gambaran Umum Klaster

Fase Perkembangan Klaster

Berdasar kepada indikator tahapan dan fase klaster, Klaster Domba Juhut dan Klaster Sapi Potong berada

pada fase yang sama fase konsolidatif. Akan tetapi, khusus untuk Klaster Sapi Potong, walau ada pada

fase konsolidatif, namun melihat fenomena yang terjadi saat ini sudah bisa dikategorikan pada fase

perkembangan. Kuncinya terletak pada inovasi baik inovasi dari sisi produksi (bisnis kelompok), pengelolaan

manajemen klaster, pengelolaann anggota, dan penyiapan perangkat klaster. Berikut adalah tabel yang

menunjukan fase klaster ini.

Tabel II-57. Pemetaan Fase Perkembangan Sektor Peternakan

NO URAIAN

TAHAPAN KLASTER

Starting phase Consolidating phase Development phase Reorienting phase

Domba Sapi Domba Sapi Domba Sapi Domba Sapi

1 Lama Berdiri

2 Koordinasi

3 Inovasi

4 Kegiatan

5 Kelembagaan

6 Kepengurusan

7 Keanggotaan

8 Perencanaan

9 Pertanggung jawaban

Berdasarkan kepada parameter di atas, berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing patameter

pada kedua klaster subsektor peternakan.

1) Klaster Domba Juhut

Pada klaster Domba Juhut, yang menunjukan ciri dari fase pengembangan dimaksud yaitu:

1. Lama berdiri klaster selama 1-3 Tahun

2. Koordinasi yang masih sedikit, masih terbatas pada anggota, dan anggota klaster belum terspesialisasi

pada peran-peran bisnis spesifik, sehingga waktu lebih banyak digunakan untuk menjalankan usaha

yang harus ditangani secara keseluruhan oleh dirinya sendiri.

3. Inovasi baru mulai dijajagi. Klaster Juhut telah memulai pemanfaatan kotoran domba sebagai kompos,

namun belum sampai pada komersialisasi (input belum memadai – perlu minimal 1000 ekor domba

dalam kandang komunal). Inovasi lainnya adalah inseminasi buatan untuk mendorong birahi serentak,

dan masih tahap eksperimen pada tahun 2013.

4. Kegiatan masih sedikit sebatas pertemuan rutin antar anggota klaster

5. Kelembagaan mulai dirintis. Dalam hal ini mulai perkuatan GAPOKTAN juhut Mandiri sebagai pengelola

klaster

6. Kepengurusan sudah terbentuk

132

Gambaran Umum Klaster

7. Keanggotaan mulai bertambah dari 1 kelompok menjadi 11 kelompok tani.

8. Pertanggung jawaban sudah ada namun belum berjalan.

2) Klaster Sapi Potong

Sementara Klaster Sapi Potong yang berada pada fase konsolidasi, berikut adalah ciri-ciri dari fase-fase

dimaksud:

1. Lama berdiri klaster selama 4-6 tahun

2. Koordinasi baik antar anggota klaster maupun dengan stakeholders sudah berjalan baik;

3. Inovasi sudah terjadi, seperti pada pengelolaan budidaya melalui kandang komunal, dimana didalamnya

dilengkapi dengan manajemen produksi yang lebih modern, penggunaan timbangan untuk mengukur

berat sapi, sehingga sapi tidak dibeli oleh belantik dengan taksiran, diperkenalkannya teknologi

pengolahan pakan, sehingga gapoktan dapat menjual pakan konsentrat kepada para anggotanya,

diperkenalkannya teknik inseminasi buatan untuk penyediaan pedet, dibangunnya villa sapi sebagai

tempat pemasaran sapi dengan sistem timbangan, dan dilakukannya diversifikasi usaha seperti pupuk

organik, penyewaan rice mill, jasa angkutan, dan pengolahan produk daging oleh kelompok usaha

wanita;

4. Kegiatan yang dilakukan, selain pengembangan bisnis kelompok, namun juga melakukan kegiatan

peningkatan kapasitas berupa training budidaya sapi yang modern (menjadikan Gapoktan Bangun Rejo

sebagai sentra pelatihan P4S);

5. Kelembagaan, dimana didalamnya ada kepengurusan dan pengelolaan anggota, berjalan dengan baik.

Yang belum terjadi adalah pengurusan badan hukum kelompok menjadi koperasi;

6. Penerimaan anggota melalui proses pendaftaran dengan membayar iuran pokok sebesar seratus ribu,

dan membayar iuran wajib sebesar tujuh ribu perbulan;

7. Dalam 1 tahun ada 2 perencanaan yang disepakati; dan

8. Mekanisme transaparansi dan akuntabilitas pengurus dilakukan dalam pertanggungjawaban yang

dilakukan 2 kali dalam satu tahun.

B. Rantai Nilai Klaster

Rantai nilai sebagai sebuah pendekatan yang digunakan dalam strategi pengembangan klaster, merupakan

upaya untuk memastikan dimana terjadinya bottle neck dari rantai usaha yang dihadapi oleh pelaku

klaster. pendekatan rantai nilai ini pun digunakan untuk memastikan berapa jumlah entitas yang terlibat

dalam keseluruhan rantai nilai, siapa entitas baru yang muncul akibat dari adanya opportunity bisnis dan

keinovasian yang terjadi, serta sejauh mana klaster ini mampu menarik perusahaan besar (lead firm) dalam

rantai nilai yang terjadi. Rantai nilai dari kedua klaster sub sektor peternakan (Domba Juhut dan Sapi

Potong Polosiri) adalah sebagai berikut.

Rantai nilai Domba Juhut dimulai dari input supply, yang terdiri dari kegiatan penyediaan bibit betina

dan pejantan, pakan dan obat-obatan. Entitas yang terlibat dari sisi input supply ini yaitu supplier bibit di

pangalengan, peternak, puskeswan, dan pedagang ampas tahu. Rantai selanjutnya yaitu proses budidaya

yang terdiri dari pemeliharaan domba, memandikan, potong kuku, pemberian pakan, pembersihan

kandang. Ada 315 orang yang terlibat dalam proses rantai kedua ini. Ke-315 orang ini tergabung dalam

11 kelompok tani dan gapoktan Juhut Mandiri, dimana kelompok dan gapoktan ini banyak melakukan

133

Gambaran Umum Klaster

aktivitas perdagangan daging domba. Aktivitas yang dilakukan meliputi pengangkutan, permodalan dan

penyediaan lapak. Pada rantai ini pun melibatkan investor perorangan yang berbisnis domba pada musim

kurban (investor musiman). Entitas lain yang terlibat pada proses budidaya dan perdagangan yakni jasa

angkutan ternak yang dilakukan terutama oleh Gapoktan Juhut Mandiri. Peran stakeholders tampak pada

rangkaian kegiatan mulai dari kegiatan input supply hingga ke kegiatan perdagangan domba. Hal ini untuk

memastikan bahwa produksi domba bisa menjamin kelangsungan ekonomi dari para pelakunya. Adanya

kepastian pasar domba ini juga didukung oleh pelaku pemasaran Awi Net, sebuah jasa e-commerce yang

memasarkan domba melalui model online.

Klaster Domba Juhut

Gambar II-43. Rantai Nilai Klaster Domba Juhut - Pandeglang

Rantai nilai Klaster Sapi Potong Polosiri sedikit lebih panjang dari sisi distribusi aktivitas. Pelaku pada sisi

input supply terdiri dari supplier bibit baik perorangan maupun yang berskala ekspor, pedagang pakan

(konsentrat atau pangan tambahan lain seperti dedak, singkong ampas tahu), dan pencari rumput

hijauan. Rantai selanjutnya yaitu produksi anakan (pedet), perawatan dan permodalan. Kelompok Tani

Ternak Bangun Rejo, sejak digulirkannya klaster ini sudah memiliki populasi indukan sebanyak 60 ekor.

Peternak perorangan pun sudah mulai ada kesadaran untuk penyediaan indukan dan produksi pedet untuk

digemukan. Pada rantai pengemukan, ada sekitar 25 kelompok tani ternak yang (satu kelompok rata-rata

20 orang) memiliki sapi perorang rata-rata 5 ekor sapi. Dari sisi permodalan, PT. Bank BRI Cabang Ungaran

termasuk satu entitas yang cukup berperan penting dalam penyaluran kredit untuk pembiayaan kelompok

ternak. Ada skema KKPE (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi), KKUP, dan KKPRS (Kredit Kepemilikan

Rumah Sapi). KTT bangun Rejo merupakan debitur yang mengakses pembiayaan tersebut.

Pada rantai perdagangan, klaster telah memunculkan sebuah entitas baru untuk pemasaran, dan ini

merupakan inovasi dalam penembangan klaster yakni keberadaan villa sapi. Perbedaan dengan entitas

lain seperti belantik (pembeli dengan taksiran) dan pasar hewan yakni pada penggunaan timbangan untuk

mengukur berat sapi. Petani diberikan jaminan kepastian timbangan sapi pada saat menjual, bukan ditaksir

134

Gambaran Umum Klaster

seperti yang selama ini terjadi dan dilakukan oleh belantik. Peran stakeholders, seperti BI, Pemkab, BPN,

BPTP, Pemprov, BRI memberikan bantuan teknis, pendampingan dan perkenalan teknologi dan inovasi

dalam pengelolaan klaster sehingga terjadi sinergi antar stakeholders.

Klaster Sapi Potong Semarang

Gambar II-44. Rantai Nilai Klaster Sapi Potong – Kab. Semarang

C. Tantangan dan Kendala Klaster

Dari persepsi mengenai permasalahan yang sering muncul dalam klaster komoditas pertanian (khususnya

sub sektor peternakan) dan seberapa kuat hambatan dan tantangan itu dalam jalannya klaster, berikut

tampak pada table II-57 yang merupakan penilaian dari manajemen klaster di bawah ini.

Tabel II-58. Persepsi Manajemen Klaster Terhadap Masalah/Kendala Ketahanan Pangan

NoMasalah Klaster Pertanian / Ketahanan Pangan Skor

Rata-rataSeberapa penting/setuju indikator tersebut dalam menyumbang keberhasilan Domba Juhut Sapi

1 Kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster 5 5 5,00

2 Kurangnya insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi 5 6 5,50

3Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)

6 6 6,00

4Kendala budaya perlunya perubahan dalam pendekatan anggota klaster dengan berbagai isu terkait dengan inovasi

5 6 5,50

5 Kurangnya semangat inovatif di perusahaan agro industry 4 5 4,50

6 Kesenjangan antara perusahaan pertanian dan industri/perusahaan agro industry 4 5 4,50

7Produk pertanian diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang diperoleh sedikit

4 6 5,00

8 Status kepemilikan lahan yang terbatas dan semakin mengecil 5 6 5,50

9 Kualitas lahan sebagai media tanam yang semakin menurun 5 6 5,50

135

Gambaran Umum Klaster

D. Faktor Kunci, Faktor Kaberhasilan, dan Replikasi

Faktor Kunci Klaster

Jika dikembalikan kepada teori mengenai faktor kunci keberhasilan klaster, ada 3 faktor kunci yang

menyebabkan keberhasilan klaster, yaitu inovasi, networking (bisnis dan non-bisnis), dan kompetensi inti.

Pada Klaster Domba Juhut inovasi memang agak sulit dilakukan, tapi sedikitnya sudah mulai diperkenalkan.

Sementara pada klaster sapi potong, inovasi merupakan kunci utama keberhasilan klaster. Inovasi ini

terwujud karena networking yang terbangun cukup kuat, baik antar stakeholders, maupun antar sesama

pelaku klaster. Dengan inovasi, terbangun pula kompetensi inti pengelolaan peternakan baik pada domba

juhut maupun sapi potong. Berikut adalah matriks faktor kunci keberhasilan klaster baik pada Klaster

Domba Juhut maupun Klaster Sapi Potong.

Tabel II-59. Matriks Faktor Kunci Keberhasilan Klaster

Indikator/ Klaster Domba Juhut Sapi Potong

Inovasia. Akses pengetahuan

dan teknologib. Budayac. Manajeriald. Finansial

Proses inovasi dalam klaster dipengaruhi oleh kemudahan akses dan ketersediaan pengetahuan dan teknologi

Inovasi akan terjadi ketika persyaratan berikut terpenuhi, yaitu: akses terhadap pengetahuan dan teknologi, budaya, manajerial dan finansialnya

Networking (bisnis dan non bisnis)a. Teknologib. Budayac. Manajeriald. Finansial

Akhirnya manajerial dalam klaster dengan membangun semakin banyak ketokohan lokal yang berperan sebagai motivator.

Keuntungan yang dirasakan oleh klaster sapi adalah sudah terbangunnya networking sejak awal program dijalankan. Stakeholder berperan sesuai dengan tupoksinya sehingga pembangunan cukup merata. Beberapa persyaratan sudah terpenuhi seperti teknologi, budaya, manajerial, dan finansial

Kompetensi Intia. Teknologib. Budayac. Manajeriald. Finansial

Sedangkan pada proses kompetensi inti teknologi dalam hal penguasaan dipengaruhi oleh kebiasaan/budaya masyarakat setempat, yang secara umum kurang reaktif merespon hal-hal yang baru.

Dilihat dari sisi ketersediaan kompetensi inti, yang dibutuhkan oleh pelaku klaster saat ini yaitu kelengkapan peralatan, komunikasi yang intensif dengan pembina, dan pemasaran dengan model penjualan daging, bukan menjual sapi seperti yang terjadi sekarang. Hal ini didasarkan pada lokal wisdom yang mengatakan: Makaryo (bekerja budidaya), Mas Ijo (pupuk cair), Mas Hitam (pupuk padat), mas merah (daging dijual sudah diolah), dan mas putih (susu)

Faktor Keberhasilan Klaster

Apabila melihat kepada 16 faktor yang menyumbang keberhasilan klaster, dari responden manajemen dan

stakeholders klaster, maka tabel berikut menggambarkan keberhasilan pada kedua klaster peternakan.

Tabel II.60. Penilaian Responden Terhadap Faktor Keberhasilan Klaster

No Keberadaan Indikator yang menyumbang keberhasilan

Ada/ Tidak

Domba Juhut Sapi Rerata

MK SK-1 SK-2 MK SK-1 SK-2 SK-3

1 Terdapat Networking dan kemitraan Ada 5 6 6 6 5 6 6 5,71

2 Terdapat modal sosial yang kuat Ada 5 6 6 5 6 6 6 5,71

3 Terdapat basis inovasi yang kuat (R&D tinggi) Ada 6 5 6 6 6 6 6 5,86

4 Kepemimpinan dan visi bersama Ada 5 5 6 5 5 5 6 5,29

5 Terdapat kompetensi/keahlian yang kuat Ada 5 5 5 5 6 5 6 5,29

6 Spesialisasi Ada 5 4 4 6 6 6 6 5,29

7 Infrastruktur yang memadai Ada 5 4 5 5 6 5 6 5,14

8 Terdapat perusahaan besar Ada 4 4 5 6 5 4 5 4,71

9 Budaya kewirausahaan yang kuat Ada 5 4 5 5 5 5 6 5,00

136

Gambaran Umum Klaster

No Keberadaan Indikator yang menyumbang keberhasilan

Ada/ Tidak

Domba Juhut Sapi Rerata

MK SK-1 SK-2 MK SK-1 SK-2 SK-3

10 Kedekatan dengan pemasok Ada 5 5 5 6 5 5 0 4,43

11 Akses pada sumber keuangan Ada 5 5 6 6 6 6 6 5,71

12 Akses ke jasa spesialis Ada 6 6 4 5 5 4 5 5,00

13 Akses pasar Ada 6 6 6 5 6 6 6 5,86

14 Akses terhadap jasa pendukung bisnis Ada 5 5 5 5 5 6 6 5,29

15 Persaingan Ada 6 5 5 5 0 5 5 4,43

16 Akses informasi (Pasar, teknologi dll) Ada 6 5 6 6 6 6 5 5,71

Melihat kepada penilaian responden di atas, faktor kedekatan dengan pemasok, dan terdapat perusahaan

besar merupakan faktor yang penting dalam mendukung keberhasilan klaster (nilai 4,43). Sementara faktor

lainnya merupakan faktor dengan tingkat kepentingan sangat penting (nilai di atas 4.5-5.86). Perangkingan

atas faktor-faktor di atas dapat di lihat pada gambar II-45 di bawah ini.

Gambar II-45. Peringkat Faktor Keberhasilan – Rerata Subsektor Peternakan

Replikasi Klaster

Menyoroti soal replikasi klaster, ada sedikit perbedaan antara klaster domba Juhut dan klaster sapi potong.

Klaster domba juhut belum sepenuhnya berhasil mewujudkan visi masyarakat sejahtera mandiri, sehingga

masih sulit untuk melakukan replikasi. Sementara pada klaster sapi, upaya replikasi justru sedang terjadi dan

dilakukan di wilayah lain, salah satunya yang terjadi di Desa Asinan Kecamatan Bawen. Di wilayah tersebut

dilakukan replikasi pengembangan budidaya dengan prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam klaster dan

juga koordinasi yang intensif dengan KTT Bangun Rejo sebagai manajemen klaster. Dengan mendasarkan

kepada indikator yang disampaikan kepada responden, beberapa aspek yang bisa direplikasi tergambar

pada tabel berikut.

137

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-61. Aspek yang Bisa Direplikasi

Indikator/Klaster Domba Juhut Sapi PotongKelembagaan klaster √ √Manajemen produksi dan teknologi √ √Marketing klaster √ -Modal sosial klaster √ √Pengembangan SDM √ √

Dari lima indikator mengenai replikasi, responden Klaster Domba Juhut menyebut semua indikator penting,

sementara responden Klaster Sapi Potong menyebut hanya empat indikator saja. Persepsi responden

terhadap aspek yang mempengaruhi keberhasilan replikasi, semuanya menyebut bahwa empat indikator

itu memberikan pengaruh. Hal ini terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel II-62. Aspek yang Mempengaruhi Keberhasilan Replikasi

Indikator/Klaster Domba Juhut Sapi Potong

Budaya dan perilaku masyarakat √ √

Persyaratan teknis √ √

Sarana dan Prasarana √ √

Dukungan pemerintah/stakeholders √ √

Ketersediaan SDM klaster √ √

E. Dampak Kualitatif dan Kuantitaf Klaster

Dampak Kualitatif

Dampak kualitatif yang dikaji mencakup dampak kualitatif yang dirasakan oleh entitas-entitas atau

kelompok-kelompok dalam klaster dan masyarakat luar klaster. Penilaian dampak kualitatif diberikan oleh

pengelola klaster, pelaku inti klaster, stakeholders dan masyarakat umum (non pelaku klaster).

1) Penilaian Manajemen Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak manajemen klaster.

138

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-63.Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Manajemen Klaster

No Dampak Kualitatif Klaster dari indikator keberhasilan Klaster dan tingkat kepentingannya

SkorRata-rata

Domba Juhut Sapi

1 Anggota Klaster merasa nyaman dengan klaster 6 5 5,50

Dam

pak

Adan

ya K

last

er M

enga

kiba

tkan

2a meningkatkan jumlah tenaga kerja 5 6 5,50

2b menciptakan usah / pengusaha baru 5 6 5,50

2c Iklim usaha yang kondusif 5 6 5,50

2d Perpanjangan tangan dari jasa dan kegiatan anggota klaster 5 6 5,50

2e Hubungan yang lebih erat antara industri dan akademisi 6 6 6,00

2f Secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya 5 6 5,50

2g komunikasi lebih lancar dan mapan dengan pembuat kebijakan 6 6 6,00

2h Pelatihan secara khusus / terspesialisasi 4 6 5,00

2i Peningkatan produktivitas 6 6 6,00

2j Peningkatan efisiensi 5 5 5,00

2kSarana dan prasarana lebih memadai (jalan,listrik, air, kesehatan, dan fasilitas dan jasa layanan publik

6 5 5,50

2lPeningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana ibadah, dan kesehatan

5 5 5,00

3 Jumlah anggota klaster meningkat 5 5 5,00

4 klaster telah menarik perusahaan-perusahaan baru di wilayahnya 3 5 4,00

5 Teknologi baru telah muncul melalui klaster 4 5 4,50

Rerata penilaian responden terhadap dampak kualitatif klaster, faktor klaster menarik perusahaan baru di

wilayahnya dan teknologi baru telah muncul melalui klaster merupakan faktor yang kuat pengaruhnya.

Sementara faktor yang lain berada pada pengaruh yang sangat kuat.

2) Penilaian Stakeholder klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak stakeholders klaster.

Tabel II-64.Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Manajemen Stakeholder

NoDampak Kualitatif Klaster dari Indikator

keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya

Skor

Domba Juhut 1 Domba Juhut 2 Sapi 1 Sapi 2 Sapi 3 Rata-rata

1 Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya 6 6 5 6 6 5,80

Deng

an a

dany

a kl

aste

r men

gaki

batk

an

2Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar

6 6 6 6 6 6,00

3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 5 5 6 5 6 5,40

4 Iklim usaha yang kondusif 5 5 5 6 5 5,20

5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)

6 5 5 6 6 5,60

6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)

5 5 6 6 6 5,60

Penilaian yang sama juga dilakukan oleh stakeholders klaster terhadap dampat kualitatif ini. Rata-rata skor

penilaian indikator sebesar 5 (pada skala 6). Skor paling tinggi diberikan kepada indikator memberi manfaat

positif bagi perekonomian masyarakat sekitar. Artinya dampak ekonomi dirasakan oleh masyarakat,

139

Gambaran Umum Klaster

mengingat peternakan adalah kegiatan sampingan petani yang terkadang tidak terlalu besar dampaknya.

Klaster telah memberikan dampak sangat kuat bagi pengembangan ekonomi masyarakat.

3) Penilaian Pelaku Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak pelaku klaster.

Tabel II-65. Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Manajemen Pelaku

No Persepsi Pelaku Klaster terhadap indikatorSkor

Domba Juhut Sapi Rata-rata1 Merasa nyaman bergabung dengan Klaster 5 6 5,5

2 Penambahan jumlah aset usaha 3 5 4

3 Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus / terspesialisasi 5 6 5,54 Produk lebih inovatif 4 4 45 Kemitraan yang lebih solid dan transparan 4 6 56 Peningkatan produksi dan penjualan 5 6 5,57 Kemudahan untuk memperoleh bahan baku 3 6 4,58 Kemudahan memasarkan produk 5 5 5

9 Kemudahan akses lembaga 3 6 4,5

10 Permasalahan yang dihadapi lebih cepat teratasi 4 6 511 Adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha 5 6 5,5

Rerata penilaian stakeholders klaster terhadap dampak klaster, factor Penambahan jumlah asset usaha,

Produk lebih inovatif, kemudahan untuk memperoleh bahan baku, dan kemudahan akses lembaga

merupakan faktor yang memberikan dampak sedang dalam pengembangan klaster (nilai 4-4,5). Sisanya

memberikan dampak sangat kuat (nilai 5-5,5).

4) Penilaian Bukan Pelaku Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak bukan pelaku klaster.

Tabel II-66. Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif Non Pelaku Klaster

No Manfaat Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya

Skor

Domba Juhut 1 Domba Juhut 2 Sapi Rata-rata

1 Merasa nyaman tinggal di lokasi / sekitar lokasi klaster 5 6 6 5,67

Deng

an a

dany

a kl

aste

r m

enga

kiba

tkan

2 Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 5 4 6 5,00

3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 5 4 6 5,00

4 Iklim usaha yang kondusif 4 5 6 5,00

5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)

4 5 6 5,00

6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)

5 6 6 5,67

7 Reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik 5 6 6 5,67

Responden bukan pelaku klaster memberi penilaian rata-rata 5. Artinya secara signifikan klaster dipersepsikan

telah memberikan dampak yang sangat kuat bagi masyarakat sekitar.

140

Gambaran Umum Klaster

Dampak Kuantitatif

Penilaian terhadap dampak kuantitatif klaster dilakukan guna mendapatkan informasi seberapa besar

perubahan secara kuantitatif yang terjadi selama intervensi dilakukan. Penilaian ini dilakukan terhadap

beberapa indikator terukur seperti: jumlah anggota, jumlah transaksi, jumlah tenaga kerja yang terserap,

dan lain sebagainya. Gambaran lebih rinci mengenai indikator dampak kuantitatif ini ditayangkan pada

tabel di bawah ini.

Tabel II-67. Penilaian Responden Terhadap Dampak Klaster Kuantitatif

No. DampakDomba Juhut Sapi Potong

Awal Fasilitasi Saat Ini Keterangan Awal

Fasilitasi Saat Ini Keterangan

1Jumlah Anggota yang masuk ke dalam klaster (entitas)

147 317Gapoktan Juhut Mandiri

20 59 KTT Bangun Rejo

2 Jumlah Tenaga Kerja 294 468 3 7Pekerja langsung di dalam gapoktan, dan di luar anggota kelompok

3 Jumlah usaha/pengusaha 0 3

(mencakup usaha jasa angkut, pakan, bibit)

3 8

Jasa penggilingan padi, perontok padi, press jerami, jual beli gabah, jual beli beras, jual beli pakan, angkutan, pupuk

4Jumlah jasa dan kegiatan untuk anggota klaster (unit)

0 1 4 4

5Jumlah industri mitra (entitas)

0 0 1 2

6Jumlah akademisi mitra (institusi)

1 2 0 2

7Total jumlah investasi anggota

199,2 JT 732 JT 50 JT 750 JTTerjadi penambahan dari kredit yang diakses dari Bank BRI (KKPE)

8Jumlah pelatihan secara khusus

1 3 2 4

9Jumlah produksi (volume/bulan)

500 ekor tahun

1.500 ekor/ tahun

1.200 ekor/tahun

1.500 ekor pertahun

10 Produktifitas output6 ekor Per betina/th

12 ekor per betina/th

1.200 ekor/tahun

1.500 ekor pertahun

11Klaster telah menarik perusahaan baru di wilayahnya

0 1 2 4

12Teknologi baru yang muncul melalui klaster

0 3Teknologi pakan

4 5

13Peningkatan transaksi/penjualan komoditas

1,5M 2.25M 1,78 M 2,23 M

Pada mariks terlihat bahwa keberadaan klaster memberikan perubahan yang cukup berarti. Beberapa

indikator malah menunjukan persentase peningkatan di atas 100%. Hal ini menunjukan bahwa kinerja

klaster telah berjalan dengan baik dan masyarakat dapat merasakan dampak secara ekonomi secara

langsung. Secara signifikan, klaster telah mendorong peningkatan nilai investasi, dan nilai ini berbanding

lurus dengan peningkatan penjualan pada masing-masing klaster.

141

Gambaran Umum Klaster

2.3.4. Subsektor Perkebunan (Kopi dan Kakao)

2.3.4.1. Profil Umum Klaster Subsektor Perkebunan

Kajian ini mengkaji dua klaster penghasil komoditas, yang merupakan bagian kelompok tanaman sektor

perkebunan, yaitu: kopi dan kakao. Masing-masing klaster dikenal sebagai Klaster Kopi Rakyat Bondowoso

dan Klaster Kakao Sikka. Kedua komoditas ini merupakan komoditas unggulan daerah masing-masing.

Dua klaster ini menaungi wilayah operasional dengan luasan masing-masing untuk Klaster Kopi Rakyat:

7331 Hektar dan untuk Klaster Kakao Sikka: 21657 Hektar. Luasan wilayah ini merupakan salah satu ciri

perkebunan.

Dua komoditas ini merupakan komoditas ekspor, di mana Champion Klaster Koperasi Tani Rejo di Klaster Kopi

Rakyat Bondowoso dan Koperasi Plea Puli di Klaster Kakao Sikka telah berupaya untuk menjalankan upaya

pemasaran produk komoditas masing-masing yang dipasok oleh para petani/pengusaha tani anggotanya.

Koperasi Tani Rejo dan Koperasi Plea Puli telah melakukan fungsi pemasaran dengan membeli hasil panen

para petani anggota, melakukan proses produksi dan menerapkan kontrol kualitas, mentransformasi hasil

panen menjadi produk yang bernilai tambah. Kedua entitas ini juga turut menanggung risiko perdagangan

ke entitas buyer selanjutnya.

Dua komoditas ini merupakan komoditas ekspor yang terpapar pada situasi-situasi pasar global secara

langsung dan tidak langsung, termasuk liberalisasi pasar global. Dua komoditas ini telah dikenai hambatan

non tarif dalam mekanisme ekspor, di mana masing-masing negara ekspor telah menetapkan standar impor

komoditas kakao dan kopi berupaya pemenuhan persyaratan teknis dan atribut-atribut lain seperti atribut

keamanan produk (safety attributes), atribut nutrisi (nutritional attributes), atribut nilai (value attributes),

atribut pengepakan (packaging attributes), atribut lingkungan (ecolabelled attributes) atau isu lingkungan

dan kemanusiaan (humanistic attributes), seperti isu HAM dan ketenagakerjaan. Sebagian dari atribut ini

telah melembaga baik secara internasional seperti SPS ataupun secara inividual melalui penerapan standar

mutu produk pertanian setiap negara. Aspek sanitasi dan fitrosanitasi merupakan salah satu isu standar

komoditas kakao dan kopi. Saat ini, penjaminan pemenuhan persyaratan ini mulai dilakukan melalui

proses sertifikasi di mana banyak buyer menerapkan jenis sertifikasi yang berbeda-beda. Skema sertifikasi-

sertifikasi ini dikembangkan oleh beragam lembaga. Kemampuan entitas usaha tani kakao atau kopi untuk

memenuhi persyaratan atau atribut standar yang ditetapkan oleh beragam buyer menjadi penentu daya

saing komoditas kakao dan kopi Indonesia. Dalam kasus Klaster Kakao Sikka, pihak inisiator klaster, Yayasan

Sahabat Cipta berupaya untuk mendampingi para petani kakao di Sikka untuk dapat memenuhi sertifikasi

internasional UTZ dan RFA (Rain Forest Alliance).

Perkebunan Kopi Rakyat Bondowoso dan Kakao Sikka menghadapi masalah dan tantangan yang kompleks

dan membutuhkan kontribusi solusi dari beragam stakeholders. Sinergi dan kerja sama stakeholders

merupakan faktor pendorong dan faktor penentu keberhasilan klaster. Sinergi dan kerja sama antar

stakeholders ini tercermin dalam program intervensi pengembangan klaster di Klaster Kopi Rakyat

Bondowoso dengan inisiator KPw BI Jember dan Klaster Kakao Sikka dengan inisiator YSC (Yayasan Shabat

Cipta).

Sebagaimana komoditas-komoditas pertanian lain, komoditas-komoditas subsektor perkebunan juga

memerlukan upaya-upaya peningkatan on farm dan off farm yang terintegrasi. Intervensi pengembangan

142

Gambaran Umum Klaster

klaster mengupayakan peningkatan proses budidaya dan pasca panen di tingkat petani, di mana pada

Klaster Kopi Rakyat Bondowoso, klaster didampingi oleh Puslit Koka Jember dan di Klaster Kakao Sikka

melalui Cocoa Learning Center (CLC).

Dalam konteks komoditas/produk ekspor, para responden pengelola dan stakeholders klaster menyatakan

bahwa dua isu: kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster dan kurangnya dana yang

memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur

merupakan tantangan dan kendala utama dalam subsektor perkebunan.

Pihak pengelola klaster mempersepsikan secara kualitatif, dampak-dampak keberadaan dan pengembangan

klaster yang paling utama pada subsektor perkebunan ini adalah: (1) meningkatkan jumlah tenaga kerja; (2)

komunikasi dengan pembuat kebijakan lebih lancar dan mapan; (3) pelatihan secara khusus/terspesialisasi;

(4) menciptakan usaha/pengusaha baru; (5) secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya

dan (6) jumlah anggota klaster meningkat.

Dampak-dampak berikut dipersepsikan oleh pihak pelaku klaster, sebagai dampak keberadaan dan

pengembangan klaster yang paling utama: (1) merasa nyaman bergabung dengan klaster; (2) memiliki

pengetahuan dan keahlian secara khusus/terspesialisasi; (3) produk lebih inovatif; (4) peningkatan produksi

dan penjualan; (5) kemudahan memasarkan produk; (6) kemitraan yang lebih solid dan transparan dan (7)

adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha.

Sementara itu pihak stakeholders subsektor perkebunan mempersepsikan dampak-dampak berikut sebagai

dampak-dampak keberadaan dan pengembangan klaster yang paling utama: (1) memberi manfaat reputasi

bagi lembaga; (2) memberi manfaat positif bagi perekonomian masyarakat; (3) iklim usaha yang kondusif

dan (4) sarana prasarana lebih memadai.

Pihak bukan pelaku subsektor perkebunan mempersepsikan dampak-dampak berikut sebagai dampak-

dampak keberadaan dan pengembangan klaster yang paling utama: (1) reputasi daerah (branding) menjadi

lebih baik; (2) iklim usaha yang kondusif; (3) merasa nyaman tinggal di lokasi/sekitar lokasi klaster; (4)

memberi manfaat positif bagi perekonomian masyarakat sekitar dan (5) menyerap tenaga kerja masyarakat

sekitar.

2.3.4.2. Deskripsi Klaster Komoditas Subsektor Perkebunan

Berikut adalah paparan umum tentang dua klaster komoditas sektor perkebunan, yaitu: Klaster Kopi Rakyat

Bondowoso dan Klaster Kakao Sikka. Pusat pengelolaan Klaster Kopi Rakyat Bondowoso berlokasi di Desa

Rejoagung, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso, Provinsi Jawa Timur. Pengelola Klaster dan

sekaligus Klaster Champion dari Klaster Kopi Rakyat Bondowoso ini adalah Koperasi Rejo Tani . Wilayah

operasional Klaster Kopi Rakyat Bondowoso ini mencakup luasan perkebunan kopi rakyat yang mencapai

7331 Hektar dan tersebar di kawasan hutan PTPN XII dan di luar kawasan hutan yang tersebar di 10

kecamatan.

Klaster Champion dan pengelola klaster dari Klaster Kakao Sikka adalah KSU Plea Puli. Pengelolaan

klaster berpusat di Desa Bloro, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Wilayah

operasional Klaster Kakao Sikka mencakup lahan budidaya milik rakyat seluas 21657 hektar yang tersebar

di 21 Kecamatan di Kabupaten Sikka.

143

Gambaran Umum Klaster

A. Profil Kelembagaan Klaster

Inisiator

Masing-masing dari dua klaster subsektor perkebunan diinisiasi oleh entitas inisiator yang berbeda-beda.

Pengembangan Klaster Kopi Rakyat Bondowoso diinisiasi oleh KPw BI Jember dengan salah satu mitra

inisiator utama lain, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember (Puslit Koka Jember). Dalam melaksanakan

inisiasi pengembangan klaster ini, terjadi kemitraan dan penggalangan komitmen antar stakeholders yang

dituangkan dalam MoU antar tujuh (7) belah pihak, yang terdiri dari: Pemerintah Kabupaten Bondowoso,

KPw BI Jember, Puslit Koka Jember, BPD Jawa Timur, Perhutani, PT. Indokom Citra Persada dan APEKI

Sementara itu, inisiasi pengembangan Klaster Kakao Sikka digulirkan oleh Yayasan Sahabat Cipta (YSC)

mulai tahun 2012 melalui program Support of Poor Small Cocoa Farmer (SPSCF).

Klaster Kakao Sikka juga diinisiasi oleh Swiss Contact Indonesia melalui Local Economic Development

Project di NTT (LED-NTT) di mana Cocoa Sikka Project merupakan bagian dari program ini. Pengembangan

klaster kemudian dilanjutkan oleh Yayasan Sahabat Cipta (YSC) melalui program “Support of Poor Small

Cocoa Farmer (SPSCF)”. Misi inti (core lembaga) Swiss Contact adalah berkontribusi dalam meningkatkan

standar hidup di Indonesia, melalui pendorongan terjadinya akses yang berkeadilan terhadap partisipasi

ekonomi untuk semua bagian masyarakat melalui lingkungan yang memampukan bagi pengembangan

sektor swasta dan dengan mendorong dilakukannya praktik-praktik yang lebih sensitif secara ekologi di

lingkungan urban.

Masing-masing inisiator dan sejumlah stakeholders yang terlibat dalam inisiasi ini ataupun para stakeholders

yang pernah atau masih bekerjasama dengan klaster-klaster subsektor hortikultura ini memiliki alasan atau

rasionalisasi masing-masing dalam mengembangkan klaster. Alasan ini berbeda antara satu inisiator dengan

inisiator lainnya dan juga antara satu stakeholders dengan stakeholders lainnya, baik itu merupakan visi

yang melekat dalam internal lembaga inisiator atau kebijakan dan misi yang dijalankan lembaga inisiator.

Tabel II-67 menunjukkan alasan-alasan para inisiator 2 klaster subsektor perkebunan:

Tabel II-68. Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster

Subsektor Perkebunan

Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka

Inisiator KPw BI Jember Yayasan Sahabat Cipta

Tanggal Bergabung - -

Lama Keterlibatan Dalam Klaster 2011- 2012

Alasan Mengembangkan Klaster

Core lembaga Pengendalian laju inflasi (Bank Indonesia) -

CSR Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) -

Kebijakan Pusat Program Klaster Ketahanan Pangan -

Kebijakan Internal Inisiatif KPw yang sejalan dengan kebijakan pusat -

Komitmen pengembangan Sebatas kegiatan tertentu secara insidentil -

Kajian ini juga bermaksud mengetahui dasar/kriteria yang dijadikan acuan oleh para inisiator dalam memilih

atau menentukan pengembangan suatu klaster. Berikut adalah uraian tentang dasar/kriteria penentuan

pengembangan empat klaster yang termasuk ke dalam subsektor perkebunan:

144

Gambaran Umum Klaster

Tab

el II

-69.

Pen

entu

an D

asar

/Kri

teri

a Pe

ng

emb

ang

an K

last

er S

ub

sekt

or

Perk

ebu

nan

Das

ar /

Krit

eria

Kopi

Rak

yat

di K

abup

aten

Bon

dow

oso

Kaka

o di

Kab

upat

en S

ikka

a) B

erda

sark

an

kebe

rada

aan

klas

ter

sebe

lum

nya

1) M

erup

akan

kla

ster

yan

g su

dah

ada/

dike

mba

ngka

n se

belu

mny

a-

Mer

upak

an k

last

er y

ang

suda

h ad

a/di

kem

bang

kan

sebe

lum

nya

mes

kipu

n be

lum

in

tens

if.

2) M

erup

akan

kla

ster

yan

g sa

ma

seka

li be

lum

dik

emba

ngka

n se

belu

mny

aKl

aste

r kop

i rak

yat y

ang

sam

a se

kali

belu

m d

ikem

bang

kan.

-

b) B

erda

sark

an

nila

i stra

tegi

s kl

aste

r

1) M

endu

kung

pen

gend

alia

n in

flasi

dan

atau

pen

gem

bang

an

ekon

omi d

aera

h-

-

2) M

erup

akan

pro

duk

ungg

ulan

da

erah

Mer

upak

an p

rodu

k un

ggul

an d

aera

hAw

alny

a be

lum

ung

gula

n da

erah

, nam

un s

etel

ah in

terv

ensi

men

jadi

ung

gula

n da

erah

.

3) Te

rmas

uk d

alam

Ren

cana

Ker

ja

Prog

ram

Pen

gem

bang

an Ja

ngka

M

enen

gah

Daer

ah (R

KPJM

D)Te

rmas

uk re

ncan

a ke

rja p

emda

Kab

. Bon

dow

oso

Suda

h m

asuk

dok

umen

renc

ana

kerja

pem

da (m

elal

ui B

appe

da) d

enga

an d

ibua

t ro

ad m

ap.

4) M

anda

t khu

sus

(misa

l: pa

rtisip

asi w

anita

, kot

a/de

sa,

dam

pak

lingk

unga

n)

Ada

man

dat k

husu

s di

loka

si de

sa, s

ebag

ian

besa

r pek

erja

per

empu

an (m

enur

ut

pem

da)

Ada

man

date

khu

sus

mas

yara

kat k

ecil

dan

desa

5) B

esar

nya

jum

lah

pela

ku u

saha

(U

MKM

) ter

mas

uk p

egaw

ainy

aBe

sarn

ya m

asya

raka

t/pel

aku

yang

terli

bat

Besa

rnya

mas

yara

kat/p

elak

u ya

ng te

rliba

t

c) P

oten

si pe

ngem

bang

an

klas

ter

1) P

erm

inta

an p

asar

yan

g be

sar/

belu

m te

rpen

uhi

Pasa

r disi

ni a

da d

ua y

aitu

eks

por d

an d

alam

neg

eri d

enga

n je

nis

prod

uk y

aitu

bi

ji ko

pi d

an b

ubuk

. Khu

sus

eksp

or d

ari p

erm

inta

an P

T. In

doko

m C

itra

Pers

ada

saja

.

Terd

apat

ban

yak

peda

gang

kec

il (p

engu

mpu

l) de

sa, k

ecam

atan

dan

kab

upat

en

yang

sec

ara

inte

nsif

aktif

jem

put b

ola

ke p

etan

i nam

un te

ntu

saja

har

ga re

lativ

e re

ndah

, sel

ain

itu te

rdap

at s

atu

peru

saha

an b

esar

yan

g m

emili

ki p

erw

akila

n di

m

aum

ere

yaitu

PT.

Com

estra

May

ora

yang

har

ga ju

alny

a cu

kup

bagu

s sa

mpa

i tin

gkat

pet

ani.

Perm

inta

an s

anga

t tin

ggi u

tk p

asar

dom

estik

dan

eks

por.

2) P

oten

si be

rtum

buh

Seca

ra lu

asan

laha

n da

n pr

oduk

tivita

s m

asih

cuk

up lu

as d

an re

ndah

, sej

auh

ini m

asih

bel

um d

iinte

rven

si se

cara

inte

nsif

term

asuk

ker

jasa

ma

dala

m h

al

pem

asar

an. D

ari t

otal

10

keca

mat

an, s

elam

a pr

ogra

m b

erja

lan

mas

ih m

engc

over

5-

6 ke

cam

atan

dan

mas

ih b

elum

sem

ua p

etan

i.

Seca

ra lu

asan

laha

n da

n pr

oduk

tivita

s m

asih

cuk

up lu

as d

an re

ndah

, pad

a sa

at

awal

pro

dukt

ivita

s ha

nya

250-

300

kg p

er h

ekta

r dan

men

ingk

at a

ntar

a 50

0-75

0 kg

per

hek

tar d

enga

n po

tens

i ter

us b

ertu

mbu

h.

3) P

oten

si be

rsai

ng d

enga

n pe

sain

g in

tern

asio

nal

Kont

eks

pers

aing

an b

agi p

elak

u kl

aste

r kop

i di B

ondo

wos

o m

enja

di h

al y

ang

men

arik

kar

ena

seca

ra p

rodu

k ko

pi d

ari b

ondo

wos

o m

emili

ki c

itara

sa b

erbe

da

dgn

kopi

lain

bai

k di

dal

am n

eger

i mau

pun

luar

neg

eri y

aitu

rasa

kom

bina

si “m

anis

dan

peda

s”. D

alam

kon

teks

per

sain

gan,

stra

tegi

mas

uk k

e pa

sar k

husu

s se

perti

sup

ply

ke S

tarb

uck

men

jadi

keu

nggu

lan

ters

endi

ri ka

rena

per

lu tr

eatm

en

berb

eda

untu

k se

tiap

pasa

r di p

rose

singn

ya (p

asca

pan

en, d

ll).

Kebu

tuha

n ka

kao

duni

a tin

ggi d

an s

aat i

ni p

etan

i sed

dang

difa

silita

si un

tuk

mem

pero

leh

serti

fikas

i dar

i Rai

n Fo

rest

Alli

ance

(RFA

), UT

Z da

n ju

ga C

ocoa

Le

star

i seh

ingg

a m

enin

gkat

kan

posis

i taw

ar/p

ersa

inga

n di

inte

rnas

iona

l.

4) P

oten

si ke

naik

an p

enda

pata

n ba

gi U

MKM

Kena

ikan

pen

dapa

tan

UMKM

(pet

ani).

Tent

u sa

ja in

i sud

ah b

isa d

irasa

kan

oleh

pa

ra p

etan

i, da

ri pr

oduk

tivita

s aw

al h

anya

2 to

n pe

r/hek

tar p

er ta

hun

sebe

lum

in

terv

ensi

klas

ter n

aik

men

jadi

4-4

,5 to

n/ha

per

tahu

n te

rmas

uk h

arga

, sel

ain

itu

dive

rsifi

kasi

prod

uk m

enja

di b

ubuk

mem

berik

an n

ilai t

amba

h sig

nifik

an.

Kena

ikan

pen

dapa

tan

UMKM

(pet

ani).

Saa

t ini

min

imal

pen

dapa

tan

peta

ni d

ari

kaka

o se

besa

r 50%

dar

i tot

al p

enda

pata

n (m

inim

al p

etan

i mem

pero

leh

15 ju

ta

per t

ahun

per

hek

tar),

dan

jika

sec

ara

inte

nsif

ditin

gkat

kan

prod

uktiv

itas

dan

pros

es p

asca

pan

en m

aka

pote

nsi p

enda

pata

n se

mak

in ti

nggi

. Bel

um la

gi ji

ka

dita

mba

h de

ngan

kom

odita

s la

in s

eper

ti ke

lapa

, dan

lain

nya.

145

Gambaran Umum Klaster

Das

ar /

Krit

eria

Kopi

Rak

yat

di K

abup

aten

Bon

dow

oso

Kaka

o di

Kab

upat

en S

ikka

5) K

eber

adaa

n “l

ead

firm

” ya

ng

mem

puny

ai ja

ringa

n UM

KM

Dala

m h

al in

i eks

porti

r (PT

. Ind

okom

Citr

a Pe

rsad

a) y

ang

bera

lam

at d

i sid

oarjo

Ja

tim m

enja

di p

erus

ahaa

n te

rseb

ut, d

an s

ecar

a ru

tin b

erko

mun

ikas

i dgn

pet

ani,

kelo

mpo

k ta

ni d

an k

oper

asi t

erka

it ku

alita

s da

n ku

antit

as k

opi y

ang

kont

inu.

M

erek

a m

empu

nyai

ora

ng la

pang

an.

Kebe

rada

an p

erus

ahaa

n ek

spor

tir d

an in

dust

ry s

eper

ti PT

. Com

estra

May

ora

sang

at m

emba

ntu

siste

m p

erda

gang

an y

ang

ada,

bag

aim

ana

peru

saha

an

men

jadi

pili

han

bagi

pet

ani u

ntuk

men

jual

sel

ain

kepa

da p

edag

ang-

peda

gang

ya

ng p

embe

liann

ya re

ndah

. Hub

unga

n da

gang

ant

ara

peru

saha

an ju

ga

diba

ngun

den

gan

baik

mel

alui

UPH

(Uni

t Pem

belia

n Ha

sil) m

ilik

peta

ni d

an

kelo

mpo

k ta

ni d

iant

aran

ya U

PH P

lea

Puli

dan

UPH

Bakt

i.

6) P

oten

si un

tuk

men

cipta

kan

lapa

ngan

ker

ja

Dala

m 1

hek

tar l

ahan

kop

i mem

butu

hkan

tena

ga k

erja

min

imal

2 o

rang

unt

uk

mer

awat

keb

un te

ruta

ma

suam

i dan

istri

(ang

gota

kel

uarg

a), n

amun

ket

iga

mus

im p

anen

tiba

(4 k

ali s

etah

un) d

ibut

uhka

n te

naga

ker

ja y

ang

jum

lahn

ya

signi

fikan

dan

saa

t pan

en ra

ya ju

mla

h te

naga

ker

ja re

lativ

e ku

rang

seh

ingg

a pa

nen

tidak

mak

simum

teru

tam

a di

mus

im p

anen

pad

a bu

lan

Mei

-Jun

i dan

Ag

ustu

s-Se

ptem

ber.

Dila

han

lain

mas

ih b

anya

k ya

ng b

elum

dik

elol

a (te

rmas

uk

laha

n Pe

rhut

ani)

oleh

mas

yara

kat s

ekita

r (LM

DH/L

emba

ga M

asya

raka

t Des

a Hu

tan)

. Pen

gola

han

kopi

bub

uk ju

ga m

embu

tuhk

an te

naga

ker

ja y

ang

rela

tif

bany

ak te

ruta

ma

mel

ibat

kan

kaum

per

empu

an m

ulai

dar

i pro

ses

sam

pai d

enga

n pe

ngem

asan

.

Tena

ga k

erja

dib

utuh

kan

untu

k be

bera

pa p

erla

kuan

keb

un m

isaln

ya p

eraw

atan

, pe

mel

ihar

aan

dan

juga

pan

en. N

amun

dal

am p

elak

sana

anny

a bi

asan

ya a

nggo

ta

kelu

arga

saj

a ya

ng b

eker

ja d

an m

elib

atka

n 1-

2 or

ang

dlam

set

iap

hekt

arny

a.

Untu

k be

bera

pa k

egia

tan

kelo

mpo

k ta

ni s

udah

ada

mod

el k

erja

sam

a se

cara

be

rgan

tian

mem

bant

u ke

bun

angg

ota

dan

bias

anya

dila

kuka

n pa

da h

ari s

abtu

se

cara

ber

gilir

.

7) K

eter

libat

an p

emer

inta

h/do

nor

(sta

keho

lder

s)Ke

terli

bata

n m

inim

al a

dala

h &

piha

k, d

itam

bah

dari

pem

erin

tah

prov

insi,

pe

rgur

uan

tingg

i, dl

l ter

us m

enin

gkat

.

Pem

erin

tah

mul

ai te

rliba

t sec

ara

inte

nsif

dala

m p

enge

mba

ngan

kak

ao, L

SM

seba

gai p

elak

sana

dan

beb

erap

a le

mba

ga d

onor

men

yedi

akan

dan

a pr

ogra

m

dian

tara

nya

BMZ,

dan

yay

asan

dar

i Jer

man

.

8) L

ingk

unga

n us

aha

yang

ko

ndus

if

Seja

uh in

i tid

ak a

da k

ebija

kan

terk

ait p

enge

mba

ngan

kop

i dan

per

daga

ngan

ya

ng b

ersif

at n

egat

if, te

rmaa

suk

hubu

ngan

ker

jasa

ma

anta

ra p

etan

i den

gan

Perh

utan

i (ba

gi h

asil)

, pen

ggun

aan

laha

n ya

ng d

iluar

per

untu

kan

dan

juga

ta

ta n

iaga

. Di l

evel

per

usah

aan

(eks

porti

r) tid

ak m

enem

ui k

enda

la n

amun

yan

g m

asih

per

lu d

iting

katk

an a

dala

h ak

ses

dan

peni

ngka

tan

dari

skem

a pe

mbi

ayaa

n ke

pada

pel

aku

usah

a. P

emer

inta

h da

erah

mel

alui

Kep

ala

daer

ah ju

ga

men

duku

ng d

enga

n m

engi

nteg

rasik

an p

enge

mba

ngan

kop

i den

gan

pariw

isata

(a

grib

usin

ess)

di B

ondo

wos

o.

Infra

stru

ktur

di S

ikka

rela

tif b

agus

, beb

erap

a ja

lan

ke d

esa-

desa

sud

ah d

iasp

al

dan

teru

s da

lam

pen

gem

bang

an. D

ari s

isi p

emer

inta

h su

ppor

t mel

alui

din

as

terk

ait,

terd

apat

lem

baga

pem

biay

aan

mul

ai d

ari p

erba

nkan

, Kop

eras

i Kre

dit

Cred

it Un

ion

ters

edia

dan

mud

ah d

iaks

es.

146

Gambaran Umum Klaster

Setiap inisiator menyusun strategi pengembangan klaster yang berbeda-beda. Berdasarkan pengalaman

Bank Indonesia, inisiasi suatu pengembangan klaster melalui serangkaian tahapan-tahapan tertentu, yang

merupakan mekanisme atau prosedur inisiasi pengembangan klaster. Berikut adalah uraian dari tahapan-

tahapan inisiasi pengembangan keempat klaster subsektor hortikultura yang dilakukan oleh masing-masing

inisiator:

Tabel II-70. Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Subsektor Perkebunan

Tahapan Pengembangan Kopi Rakyat di di kab. Bondowoso Kakao

di Kabupaten Sikka

1. Menentukan klaster

Penentuan klaster berdasarkan arahan/kebijakan BI Pusat

Penentuan klaster biasanya didasarkan dari tema pemberi dana (donor).

2. Analisis klaster Melakukan kajian untuk menganalisa kondisi klaster yang dilaksanakan oleh Puslit Koka Jember bekerjasama dengan Bank Indonesia wilayah Jember

Penentuan klaster dan analisis bisanya dilakukan parallel. YSC melakukan assessment value chain untuk beberapa komoditas seperti kelapa, kakao, jambu mete, kemiri, pala, dll. Dari hasil tersebut ditentukan kakao karena faktor market driven, pelaku yang terlibat cukup banyak dan potensi tumbuh tinggi.

3. Penggalangan komitmen

Melibatkan 7 pihak dengan penandatanganan MoU. Tujuh pihak tersebut adalah Pemkab Bondowoso, BI Jember, Puslit Koka Jember, BPD Jatim, Perhutani, PT. Indokom Citra Persada dan APEKI.

Workshop menjalin kesepakatan/ penggalangan komitmen bersama dimana salah satunya terbentuk Forum Multistakeholders DKED dan menyusun rencana tindak.

4. Menyusun perencanaan

Penyusunan rencana tindak yang dituangkan dalam road map. Setelah itu masih-masing pihak terutama melalui dinas terkait, BI jember, Puslit Koka menurunkan dalam rencana kerja masing-masing lembaga kemudian disampaikan kepada stakeholders dan pelaku usaha

Beberapa rencana tindak strategis atau utama dilakukan dalam penggalangan komitmen. Pada dasarnya YSC sudah memiliki rencana kegiatan dalam program SPFCF (sudah ditentukan dalam tahap analisis) namun tetap ada beberapa kegiatan yg perlu didukung oleh stakeholders lainnya misalnya sertifikasi kakao lestari termasuk penganggarannya akan dibicarakan.

5. Melaksanakan pengembangan klaster

Implementasi kegiatan sesuai dengan rencana seperti pelatihan teknis (budidaya dan pasca panen), studi banding, demo plot, sertifikasi, pendampingan intensif, dll oleh lembaga yang terkait dan secara bersama-sama

Dalam tahap implementasi dilaksanakan bersama-sama kolaborasi antara LSM, pemda dan lembaga lainnya salah satunya membuat 64 demplot di 64 kelompok tani. Dalam kegiatan juga dibentuk beberapa unit untuk pemasaran bersama kelompok yang bisa langsung linkage dengan buyer (PT. Comestra Mayora). Salah satu output dalam implementasi ini muncul lembaga pelayanan (service provider) yaitu Cocoa Learning Centre (CLC) yang anggotanya merupakan petani pelopor mewakili beberapa wilayah.

6. Monitoring dan evaluasi

Melaksanakan monitoring bersama-sama antara 7 pihak. Tiap tahun BI Jember membuat evaluasi dan melihat perkembangan begitu juga pihak lain juga melakukan evaluasi.

Melaksanakan monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara parsial (lembaga) maupun bersama-sama misalnya YSC dengan CLC.

7. Exit Phase Tahap ini dimaknai tidak selalu harus lepas namun bentuk dan jumlah intervensinya berkurang, biasanya bentuk intervensi dipilih kepada pendampingan proses. Sebagai contoh, BI Jember masuk untuk mengembangkan komoditas/sektor lainnya.

Strategi exit phase dari program ini sudah dirancang sejak awal dimana munculnya DKED diharapkan mampu mengawal pengembangan ekonomi di level meso dan makro, kemudian CLC dan koperasi/unit penjualan berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya maka itu menjadi modal untuk keberlanjutan

Pada dasarnya sinergitas stakeholders yang terlibat cukup tinggi baik kopi maupun kakao. Yang menjadi

catatan penting dalam pengembangan ekonomi perlu adanya satu lembaga/kelompok yang menjadi

arranger semua kegiatan dalam klaster/program baik itu entitas bisnis maupun non bisnis. Apabila kita lihat

di program kakao yang berperan aktif adalah YSC selama proyek 3-4 tahun termasuk sebagian besar dana

untuk beberapa kegiatan kunci sudah dialokasikan sejak awal proyek. Sedangkan untuk kopi rakyat pada

dasarnya Bank Indonesia Jember menjadi arranger dan intensif bekerjasama dengan Puslit Koka jember

karena memiliki sumber daya serta core competence dibidang kakao.

147

Gambaran Umum Klaster

Pada kedua inisiasi pengembangan klaster yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan YSC,masing-masing

inisiator mengambil peran sebagai arranger strategi dan pelaksanaan intervensi yang melakukan koordinasi

dan sinergi dengan stakeholders dan penerima manfaat (beneficiaries) intervensi, baik sebagai fasilitator,

penghubung dan penyandang dana intervensi (melalui bantuan teknis atau bantuan sarana prasarana).

Berikut adalah uraian tentang jenis-jenis intervensi yang dilakukan setiap inisiator pada pengembangan

klaster masing-masing:

Tabel II-71. Bentuk dan Kontributor - Intervensi Inisiator dan Stakeholder Klaster

Subsektor Perkebunan

Jenis IntervensiKopi Rakyat Bondowoso Kakao Sikka

Bentuk Intervensi Kontributor Bentuk Intervensi Kontributor

1. Bantuan peralatan, sarana dan infrastruktur

• Penyediaan kawasan hutan yang dapat dipergunakan dalam pengembangan klaster kopi dengan prinsip pengembangan hutan lestari

• Penyediaan infrastruktur, sarana dan prasarana

• Perhutani• Dinas Kehutanan

dan Perkebunan Kabupaten Bondowoso

Data tidak tersedia -

2. Bantuan pendanaan Penyediaan pinjaman/kredit investasi BPD Jatim Data tidak tersedia -

3. Akses kepada pemasaran

Mitra pemasaran/eksportirPT. Indokom Citra Persada

Ada

Program SPSCF (Support of Poor Small Cocoa Farmer)

4. Akses kepada sumber bahan baku

Ada Puslit Koka Jember Bantuan benih kakaoDinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sikka

5. Penguatan kelembagaan

AdaProgram Intervensi Pengembangan Klaster KPw BI Jember

AdaCLC, YSC

6. Pembuatan demplot Tidak ada - Tidak ada -

7. Kompetisi inovasi dan teknologi

Tidak ada - Tidak ada -

8. Peningkatan kapasitas pelaku usaha (Pelatihan, magang, studi banding dan lain-lain)

Fasilitasi pelatihanPelatihan dan bantuan teknis

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten BondowosoKPw BI Jember

PelatihanYayasan Sahabat Cipta

9. Pendampingan

• Fasilitasi sertifikasi produk (UTZ dan Organik)

• Pendampingan• Pendampingan budidaya,

pengolahan, pemasaran dan sertifikasi

• PT. Indokom Citra Persada

• Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bondowoso

• Puslit Koka Jember

Pendampingan, bantuan teknis dan fasilitasi sertifikasi

Yayasan Sahabat Cipta

Klaster Champion/Manajemen Klaster

Dalam klaster, peran dari lembaga yang aktif (baik bisnis maupun non bisnis) sangat penting untuk

menggerakkan semua elemen sehingga rantai pasok dan nilai dalam komoditas tersebut berjalan mulai

dari hulu sampai hilir.

Profil kelembagaan komoditi kakao yang berperan dalam mengorganisasi anggota dan aktivitasnya

(manajemen) adalah Koperasi Serba Usaha (KSU) Plea Puli yang terletak di Desa Bloro Kecamatan Nita,

Kabupaten Sikka. Saat ini KSU Plea Puli beranggotakan 40 orang dan hanya 22 orang yang memiliki lahan.

Meskipun sudah lama berdiri namun perkembangan koperasi ini tidak begitu bagus, hal yang paling

148

Gambaran Umum Klaster

mudah adalah karena tidak bertambahnya jumlah anggota sejak tahun 2011. Baru bertambah dari 36

orang menjadi 40 orang pada tawal tahun 2014 ini. Namun demikian sejak terlibat dalam program di tawal

tahun 2012 koperasi ini pelan-pelan mulai membuka diri terutama pengembangan usahanya, bukan hanya

koperasi yang beranggotakan petani dan berbudidaya namun juga masuk kepada sektor perdagangan dan

jasa. Sehingga saat ini KSU Plea Puli memiliki 3 unit usaha yaitu:

1) Simpan Pinjam

2) Usaha Tani (budidaya)

3) Dan pembelian (Unit Pembelian Hasil/disebut UPH)

Koperasi ini membeli hasil kakao dari anggotanya yang tersebar di 3 desa yaitu Bloro, Lusitada dan Nita

di Kecamatan Nita. Selain itu juga melakukan pembelian kepada petani lain selain anggota dibeberapa

wilayah kemudian menjual ke PT. Comestra Mayora dengan memperoleh imbal hasil sebesar 1000 rupiah

per kilogramnya. Di Desa Bloro terdapat 20 kelompok tani (Poktan) lainnya.

Untuk lembaga yang disebut manager klaster di komoditi kopi rakyat adalah Koperasi Rejo Tani. Koperasi

Rejo Tani yang beralamat di Kecamatan Sumberwringin ini sudah berdiri sejak tahun 1999 namun dalam

prosesnya tidak berjalan sesuai yang diharapkan oleh anggotanya. Baru pada tahun 2011 mulai aktif

khususnya bergerak dalam usaha perdagangan kopi. Koperasi ini beranggotakan 84 orang yang sebagian

besar merupakan wakil dari 37 kelompok tani dibawah binaan (anggota koperasi) yang melibatkan 2500

orang (1250 KK) di 5 kecamatan. Keberadaan koperasi ini sangat penting terutama dalam mengkoordinir

pemasaran melalui satu pintu ke eksportir PT. Indokom Citra Persada untuk tujuan ekspor dan mencoba

menjadi pemain tengah yang mampu meningkatkan posisi tawar (nilai tambah) petani anggotanya.

Koperasi Rejo Tani memfasilitasi transaksi antara eksportir dengan kelompok tani anggotanya termasuk

bagaimana negosiasi dilakukan secara transparan sampai disepakati harga dan koperasi mendapatkan fee

dengan besaran bervariasi namun setidaknya setiap tahun ada pendapatan 70 juta dari proses 4 bulan

panen (setahun) dari fungsi yang dilakukan seperti pemasaran dan quality control. Peran koperasi masih

belum optimal karena belum mampu untuk membina seluruh anggota kelompok tani. Yang bisa dilakukan

saat ini terus menjalin kerjasama dengan Puslit Koka Jember dan dinas melalui PPL (penyuluh lapangan).

Untuk menghadapi persaingan bisnis dengan pedagang-pedagang lain yang cenderung menekan harga,

fungsi koperasi menjadi sangat penting namun karena kebutuhan modal untuk perputaran bisnis (transaksi)

masih belum optimal. Koperasi Rejo Tani kembali aktif dengan dorongan berbagai pihak untuk menjadi

simpul strategis penggerak klaster dari sisi pelaku usaha.

Visi dan Arah Pengembangan Klaster Jangka Panjang

Pihak pengelola klaster/manajemen klaster, sebagaimana organisasi hidup lainnya memiliki visi dan target

jangka panjang, target jangka pendek serta prioritas pengembangan kelembagaannya. Semua pihak Berikut

adalah uraian tentang visi dan target jangka panjang dari masing-masing klaster subsektor perkebunan:

149

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-72. Visi dan Tujuan Jangka Panjang Pengembangan Klaster

Target Visi Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka

Stakeholder Pengembangan jaringan dan peningkatan kerja sama Kesinambungan kerja jaringan dan skema multistakeholders

PasarPemenuhan permintaan eksportir sebanyak 1000 ton per tahun secara bertahap; peningkatan ekspor

Pemenuhan sertifikasi UTZ dan RFA

Operasional Penguatan kelompok dan anggota yang ada Penguatan kelembagaan

AnggotaPenguatan kapabilitas anggota lama dan menjaring lebih banyak anggota

Penguatan kapabilitas anggota lama dan menjaring lebih banyak anggota

KinerjaPemenuhan permintaan eksportir sebanyak 1000 ton per tahun secara bertahap; peningkatan produktivitas dan kualitas kopi

Tidak dinyatakan secara definitif

Tujuan-tujuan jangka pendek para pengelola klaster subsektor perkebunan adalah sebagai berikut:

Tabel II-73. Tujuan Jangka Pendek Pengembangan Klaster

Tujuan Jangka Pendek Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka

Pengembangan sosial ekonomi

Pelibatan masyarakat ke dalam usaha-usaha kopi

Pelibatan lebih banyak masyarakat ke dalam usaha-usaha kakao

Ekspansi klasterPerluasan area intervensi di beberapa desa dan kecamatan

Pemerintah Kabupaten Sikka memiliki program pemanfaatan lahan tidur untuk perkebunan kakao

Inovasi dan teknologi Inovasi budidaya, pasca panen dan pengolahan Inovasi budidaya, pasca panen dan pengolahan

Pendidikan dan trainingPelatihan budidaya, pasca panen dan pengolahan kopi kepada para anggota

Pelatihan budidaya, pasca panen pengolahan kakao dan usaha kepada para anggotaCocoa Learning Center (CLC)

Kerja sama komersial

Pemantapan usaha dengan PT. Indokom Citra PersadaPerluasan pemasaran produk kopi bubuk kelompok tani/UPH

Pemantapan usaha dengan PT. Comestra Mayora

Melaksanakan kebijakan -Kebijakan Gerakan Nasional KakaoProgram Gelora (Gerakan Ekonomi Rakyat) Kabupaten Sikka

Untuk mencapai tujuan-tujuan pengembangan klaster, pihak pengelola klaster perlu menetapkan prioritas-

prioritas pengembangan klaster. Dalam kajian ini, pihak pengelola klaster tidak menyatakan secara eksplisit

prioritas-prioritasnya, namun penelaahan wawancara menyatakan bahwa prioritas-prioritas klaster-klaster

subsektor perkebunan adalah sebagai berikut:

Tabel II-74.Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster

Aspek Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka

Penguatan bisnis untuk kepentingan pelaku

Pemantapan usaha dengan PT. Indokom Citra Persada. Memperkuat usaha produk hilir (kopi bubuk) dan kopi siap ekspor yang telah dikembangkan oleh kelompok tani/UPH (unit pengolahan hasil).

Pemantapan usaha dengan PT. Comestra Mayora

Penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster

Penguatan kelembagaan anggota baik dalam sebagai kelompok tani ataupun anggota koperasi; penguatan kapasitas anggota; pelatihan budidaya, pasca panen dan pengolahan kopi kepada para anggota serta pendampingan sertifikasi dan akses pasar, bekerja sama dengan Puslit Koka Jember

Penguatan kelembagaan anggota baik sebagai kelompok tani ataupun anggota koperasi; penguatan kapasitas anggota; pelatihan budidaya, pasca panen dan pengolahan kopi dan usaha kepada para anggota, salah satunya melalui wadah dan pendampingan CLC (Cocoa Learning Center)

Perbanyakan R&D

Inovasi budidaya, pasca panen dan pengolahan, bekerja sama dengan Puslit Koka Jember

Inovasi budidaya, pasca panen dan pengolahan

150

Gambaran Umum Klaster

Sumber Pendanaan Klaster

Aspek finansial merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan usaha apapun. Pendanaan

diperlukan dalam pengembangan klaster untuk membangun suatu sistem usaha yang saling terhubung dan

tergantung satu dengan yang lainnya. Pendanaan ini sebetulnya dimaksudkan sebagai stimulasi, seringkali

sifatnya adalah subsidi dari para stakeholders. Berikut adalah komposisi pendanaan klaster-klaster subsektor

perkebunan:

Tabel II-75. Sumber Pendanaan Klaster

Sumber Dana Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka

Pemerintah daerah 40% Tidak tersedia

Pemerintah pusat 20% Tidak tersedia

Perusahaan swasta 5% Tidak tersedia

Anggota klaster 10% Tidak tersedia

Asosiasi 5% Tidak tersedia

Lainnya: 20% 70%

Semua klaster subsektor perkebunan yang dikaji memperoleh pendanaan untuk pengembangan klaster

dari pihak pemerintah.

Sistem Pengelolaan Klaster

Masing-masing manajemen klaster subsektor perkebunan ini telah berhasil membangun suatu sistem

pengelolaan klaster. Sistem pengelolaan klaster ini dicirikan dengan keberadaan unsur-unsur pengelolaan

klaster sebagai berikut:

Tabel II-76. Sistem Pengelolaan Klaster

Sistem Pengelolaan Klaster Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka

Adanya struktur pengelolaan klaster (struktur organisasi pengelola dan aturan main)

Klaster sudah memiliki struktur organisasi pengelola dan AD/ART

Klaster sudah memiliki struktur organisasi pengelola dan AD/ART

Adanya kantor Sudah memiliki gedung kantor Sudah memiliki gedung kantor

Adanya kepercayaan dan keterbukaan antar anggota

Anggota saling berinteraksi dan berbagi informasiAnggota saling berinteraksi dan berbagi informasi, terutama dalam wadah CLC

Aktivitas berjejaring (networking), seperti promosi, pembentukan jaringan

Terdapat kegiatan berjejaring yang aktif, dilakukan oleh para pengurus Koperasi Tani Rejo, baik itu pengembangan jaringan dan relasi dengan lembaga bisnis ataupun non bisnis.

Terdapat usaha untuk berjejaring, meski masih terbatas

Pengembangan organisasi Tidak dinyatakan secara definitif Tidak dinyatakan secara definitif

Kegiatan rutin: pertemuan rutin, kelompok kerja (working group), kerja sama protek dan lain-lain

Terdapat kegiatan pertemuan rutin pengurus organisasi

Terdapat kegiatan pertemuan rutin pengurus organisasi

Kegiatan Champion/Manajemen Klaster

Dalam kajian ini, para representasi pengelola klaster diminta untuk menilai aktivitas-aktivitas manajemen

yang sudah dilakukan. Berikut adalah rangkuman penilaian tersebut:

151

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-77. Aktivitas Manajemen Klaster

No Aktivitas Kopi Rakyat Bondowoso

KakaoSikka Rerata

1a Pertemuan rutin tahunan untuk topik tertentu 6 5 5,5

1b Kunjungan tahunan kepada anggota klaster 6 5 5,5

2 Anggota terlibat dalam organisasi klaster misal komite manajemen 5 5 5

3Adanya tim manajemen klaster yang kuat, fleksibel, otonom dan dinamis yang bermanfaat bagi anggota klaster

5 6 5,5

4 Memiliki strategi pendorong bisnis (business driven) sebagai faktor keberhasilan 5 6 5,5

5Klaster memiliki kemampuan mengelola sumber daya, membuat diagnosis kebutuhan sektor spesifik dan menyusun strategi untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki

5 5 5

6Adanya hubungan yang baik, dengan lembaga pemerintah daerah dan pusat, berdasarkan kemitraan yang stabil dan berkesinambungan

6 6 6

7Memiliki dan menawarkan teknologi baru dan tepat guna sebagai layanan yang berharga kepada anggota klaster

5 6 5,5

8Memulai dan memberi dukungan untuk kegiatan bersama antara perusahaan, R&D dan lembaga pelatihan

5 6 5,5

9 Sentralisasi informasi/akses sumber daya 2 2 2

Dari penilaian atau persepsi masing-masing pihak manajemen klaster, dapat dilihat bahwa kedua pengelola

klaster menilai secara keseluruhan bahwa mereka telah menjalankan fungsi dan aktivitas manajerial di atas

dan merasa yakin dengan kinerjanya. Kedua koperasi ini menilai bahwa mereka belum berhasil melakukan

sentralisasi informasi/akses sumber daya.

Fase Perkembangan Klaster

Berdasarkan parameter yang telah dibuat dalam kajian ini, hasil kajian memetakan fase atau tahapan

klaster-klaster subsektor perkebunan sebagai berikut:

Tabel II-78. Pemetaan Fase Perkembangan Klaster di Subsektor Perkebunan

No Uraian

Fase Klaster

Starting Phase Consolidating Phase Development Phase Reorienting Phase

Kopi Rakyat Bondowoso

Kakao Sikka

Kopi Rakyat Bondowoso

KakaoSikka

Kopi Rakyat Bondowoso

Kakao Sikka

Kopi Rakyat Bondowoso

Kakao Sikka

1 Lama Berdiri

2 Koordinasi

3 Inovasi

4 Kegiatan

5 Kelembagaan

6 Kepengurusan

7 Keanggotaan

8 Perencanaan

9 Pertanggungjawaban

152

Gambaran Umum Klaster

1) Klaster Kopi Rakyat Bondowoso

Secara umum klaster kopi rakyat Bondowoso bisa dikatakan sudah pada tahap pengembangan/fase

development termasuk juga Koperasi Rejo Tani sebagai manajemen klaster. Koperasi Rejo Tani sudah

berada lebih dari 3 tahun (3,5 tahun). Koordinasi internal koperasi berjalan baik, koordinasi antar anggota

(kelompok tani), dan koordinasi dengan stakeholders juga demikian. Selain itu, sudah ada inovasi meskipun

masih sedikit seperti sertifikasi UTZ, sertifikasi organik, diversifikasi produk menjadi bubuk dan mengarah

kepada agrowisata. Kegiatan di klaster cukup banyak dan sistematis sesuai dengan road map. Kelembagaan

petani, kelompok tani serta kesepakatan berbagai pihak (MoU 7 pihak) berjalan cukup bagus meskipun

kelembagaan koperasi dan kelompok tani yang ada perlu diperkuat. Kepengurusan di setiap level masih

perlu diperkuat. Keanggotaan cukup solid, sudah ada rencana kerja terutama di level stakeholders dan di

koperasi/kelompok tani serta sudah ada mekanisme pertanggungjawaban seperti RAT.

2) Klaster Kakao Sikka

Sejak terlibat dalam program dan mendapatkan pendampingan teknis dari YSC dan Cocoa Learning

Center (CLC), perlahan KSU Plea Puli mulai tumbuh. Untuk lebih jelasnya sesuai tahapan pendekatan

klaster tidak bisa disebutkan berada dalam satu tahap pengelompokan 4 fase yang ada. Namun demikian

jika dikelompokkan sudah sampai ditahapan mana bisa disimpulkan pada tahap pengembangan/fase

development. KSU Plea Puli telah berdiri lebih dari 6 tahun. Koordinasi sudah berjalan dengan baik. Tiap

bulan, terdapat pertemuan antara pengurus dan anggota didampingi oleh CLC untuk membahas: a) hasil

penjualan; b) simpan pinjam; c) budidaya dan pasca panen seperti kualitas, produktivitas; d) sosial; dan

isu lainnya jika ada. Sudah ada inovasi meskipun sedikit seperti teknik budidaya sambung samping dan

sambung pucuk, kemudian penanganan pasca panen menggunakan alat pengeringan yang efektif (para-

para) atau lantai jemur dan penerapan kakao lestari (proses penerapan). Banyak kegiatan bisa dikatakan

telah dilakukan rutin seperti sekolah lapang dan pertemuan bulanan. Kelembagaan berjalan mantap,

kepengurusan berjalan mantap dan pembukuan dibuat serta dilaporkan secara transparan. Keanggotaan

sudah mulai bertambah meskipun lambat. Sudah ada perencanaan, mereka membuat Rencana Definitif

Kegiatan (RDK) tahunan yang penyusunannya difasilitasi oleh dinas terkait. Pertanggungjawaban sudah ada

mekanismenya dan berjalan baik terutama dilakukan setiap tahun dalam RAT (bulan ke-3).

B. Rantai Nilai Klaster

Rantai nilai dua komoditas (kopi dan kakao) dibawah menjelaskan beberapa fungsi yang dilakukan oleh

pelaku usaha inti mulai dari input, budidaya, produksi (transformasi) perdagangan dan konsumsi. Perbedaan

signifikan antara kopi dan kakao dalam fungsi yang dilakukan dalam rantai nilai adalah di produksi

(transformasi) dimana kopi sudah melakukan sampai pengolahan produk hilir menjadi bubuk sedangkan

kakao masih belum. Produksi untuk kakao hanya sebatas proses di pasca panen sampai dihasilkan kakao

biji yang sudah dipisah kualitasnya. Dua komoditas ini bekerjasama dengan lead firm yang berperan sebagai

eksportir dan dengan adanya perusahaan tersebut urusan pasar sudah terjamin dan bagaimana menjaga

serta menambah kualitas dan kuantitas pasokan karena permintaan (demand) lebih besar dibanding

persediaan/pasokan (supply).

Rantai nilai kopi rakyat di Bondowoso sebagian besar input supply untuk lahan berasal dari PTPN XII, hanya

sebagian kecil milik rakyat yang dikelola oleh 1.250 orang di lahan 1.750 hektar (tersebar di 6 kecamatan).

153

Gambaran Umum Klaster

Input supply

Produksi Perdaga-ngan Konsumsi

• Lahan • Peralatan

Kebun PTPN XII

Alat kemas/ plastik (Toko di

Surabaya)

• Penanaman• Pemeliharaan, panen• Sertifikasi (UTZ,

Organik, IG)

• Penjualan dan distribusi hasil

• Industri• Konsumen

Budidaya

Gambar Rantai Nilai Kopi - Bondowoso

• Penjemuran, sortasi• Pengolahan (kopi

bubuk)• Pengemasan, merek

Puslit Koka Jember

(peralatan)

Puslit Koka Jember

37 UPH (Unit Pengolahan Hasil)

Koperasi Rejo Tani

PT. Indokom Citra Persada (Eksportir)

Petani Lain (LMDH, lahan milik sendiri) di Bondowoso

Pengumpul Kecil (Desa) #20 di

Sbr.wringin #60 total

Pengumpul Besar di Bondowoso #15

Industri di Eropa, Jepang

dan luar negerilainnya.

Eksportir dan Industri Dalam

Negeri

Retail, Pasar, Konsumen

Pemkab Bondowoso, PTPN XII, Bank Indonesia Jember, APEKI, BPD Jatim, Pemprov Jatim, Pemerintah Pusat.

Petani #1.250#1.750 hektar#6 kecamatan

PTPN XII

Kebun PTPN XII

Gambar II-46. Rantai Nilai Klaster Kopi Rakyat – Bondowoso

Rantai nilai kakao di Kabupaten Sikka entitas yang terlibat tidak sebanyak kopi di Bondowoso namun ada

hal dan peran penting dari entitas baru selain pelaku inti yang muncul dalam rantai nilai tersebut yaitu

penyedia jasa (service provider) Cocoa Learning Centre (CLC). Peran CLC relatif sama yang dilakukan di

Bondowoso oleh Puslit Koka Jember, yang membedakan adalah CLC berasal dari petani dan untuk petani.

Mereka muncul dari petani karena tidak ada/sulit mengakses jasa keahlian (service provider) yang spesifik

untuk kakao didaerah. Peran CLC dalam rantai nilai membantu mulai dari input, budidaya, proses produksi

untuk pasca panen sampai akses pasar ke UPH atau perusahaan eksportir (PT. Comestra Mayora).

Jumlah tersebut hanya petani yang berada dibawah afiliasi Koperasi Rejo Tani, dan tentu saja masih banyak

petani dan lahan yang belum disentuh melalui program ini. Pemrosesan dalam produksi untuk menghasilkan

kopi siap ekspor dan produk hilir dilakukan di UPH (Unit Pengolahan Hasil) milik petani/kelompok tani.

Biji kopi siap ekspor dikirim ke Koperasi Rejo Tani dan selanjutnya dikirim ke eksportir PT. Indokom Citra

Persada. Selain PT. Indokom juga masih banyak lagi pedagang kecil yang bekerjasama dengan pedagang

besar yang berafiliasi dengan perusahaan eksportir lainnya termasuk juga PTPN XII yang mengekspor dan

menjual produk hilir dengan jumlah yang besar karena mereka memiliki semua sumber daya dari input

terutama lahan, budidaya, pemrosesan dan pasar. Untuk produk hilir (olahan bubuk kopi) masing UPH/

kelompok tani sudah memiliki merek kopi sendiri dan pemasarannya langsung ke pembeli (retail) baik di

lokal maupun antar daerah di Jawa Timur. Saat ini kelompok tani (UPH) sudah memiliki 24 merek berbeda

dengan kemasan dan varian produk yang berbeda pula. Peran stakeholders juga cukup signifikan seperti

Puslit Koka jember mendampingi mulai dari input supply (suplai peralatan untuk pengolahan kopi, dll)

sampai dengan membantu pendampingan sertifikasi dan akses pasar.

Klaster Kopi Bondowoso

154

Gambaran Umum Klaster

Input supply

Produksi Perdaga-ngan Konsumsi

• Lahan • Peralatan• Bibit• Pupuk

Bibit dari CLC

PT. Comestra Mayora (Karung

Goni)

• Penanaman• Pemeliharaan• Sertifikasi

• Penjualan dan distribusi hasil

• Industri• Konsumen

Budidaya

Gambar Rantai Nilai Kakao – Kabupaten Sikka

• Penjemuran• Pasca Panen• Pengemasan

Petani pemilik lahan 0-5 – 1 ha

Yayasan Sahabat Cipta (SC), WVI, Kopdit Sube Hutter (CU), CLC

CLC (Cocoa Learning Centre)

Pemkab Sikka (Dinas Pertanian dan Perkebunan), DKED (Dewan Kerjasama Ekonomi Daerah, Donor

KSU/UPH Plea Puli, Kec. Nita. Anggota 40 orang

KSU/UPH Bakti (Kec. Lintang)

64 Kelompok Tani #1.429 KKRerata @0,5 ha (di 33 desa, Kab. Sikka)

Toko Saprotan (Dirgahayu

Maumere, dll) Petani dan Poktan Lain

PT. Comestra Mayora

(Eksportir)

Pedagang Kecil (Desa dan Kec)

Pedagang Besar

(Maumere)

Industri Dalam Negeri dan Eksportir

Industri Dalam dan Luar Negeri

Konsumen

Gambar II-47. Rantai Nilai Klaster Kakao – Sikka

C. Tantangan dan Kendala Klaster

Dari persepsi mengenai permasalahan yang sering muncul dalam komoditas ekspor (kopi dan kakao) dan

seberapa penting menyumbang keberhasilan. Pihak responden menyatakan tidak mengetahui pertanyaan/

informasi mengenai kurangnya insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi.

Jika ada kebijakan yang kurang mendukung dan kurangnya dana pengembangan untuk infrastruktur akan

mempengaruhi keberhasilan klaster. Nilai yang diberikan rendah adalah kualitas produk belum memenuhi

standar yang diinginkan memang menjadi faktor pendorong keberhasilan meskipun saat ini sudah diterima

oleh pasar tetap masih perlu ditingkatkan.

Tabel II-79. Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Perkebunan Terhadap Masalah Ekspor

NoMasalah klaster komoditas ekspor Skor

Rata-rataSeberapa penting / setuju indikator tersebut dalam menyumbang keberhasilan Kopi Kakao

1 Kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster 5 6 5,50

2 Kurangnya insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi - - -

3Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik dan air)

5 6 5,50

4Kendala budaya; perlunya perubahan dalam pendekatan anggota kluster dengan berbagai isu terkait dengan inovasi

4 5 4,50

5 Kurangnya semangat inovatif di perusahaan hulu 5 5 5,00

6 Kesenjangan antara perusahaan hulu dan perusahaan eksportir 4 5 4,50

7Produk dari perusahaan hulu diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang diperoleh sedikit

5 5 5,00

8 Kualitas produk belum memenuhi strandar yang diinginkan 2 5 3,50

Klaster Kakao Sikka

155

Gambaran Umum Klaster

D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi

Faktor Kunci Klaster

Dalam kajian ini, terdapat tiga faktor yang dinyatakan sebagai faktor kunci keberhasilan klaster, yaitu:

inovasi, networking/pengembangan jaringan dan kompetensi inti. Aspek-aspek yang diasumsikan sangat

mempengaruhi pengembangan inovasi, networking dan kompetensi inti adalah akses pengetahuan dan

teknologi, budaya, manajerial dan finansial. Pengaruh masing-masing aspek terhadap tiga faktor kunci ini

berbeda-beda di setiap klaster. Berikut adalah uraian tentang pengaruh akses pengetahuan dan teknologi,

budaya, manajerial dan finansial terhadap tiga faktor kunci pendukung keberhasilan klaster di subsektor

perkebunan:

Tabel II-80. Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Subsektor Perkebunan

Faktor Kunci Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka

a) Inovasi1. Akses

pengetahuan dan teknologi

Relatif mudah dan tertanam dalam jaringan dan relasi dengan stakeholders perguruan tinggi dan lembaga penelitian.

Relatif mudah dan tertanam dalam jaringan dan relasi dengan stakeholders terkait

2. Budaya

Pihak pengurus Koperasi Tani Rejo memiliki sikap yang terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta kemauan untuk mengambil risiko dalam menerapkan suatu perubahan dan kebaruan yang dinilai akan membawa keuntungan/manfaat

Sikap keterbukaan terhadap perubahan dan kebaruan dari pihak petani dan pengurus Koperasi Plea Puli sudah ada, namun masih perlu terus diasah

3. Manajerial

Pihak pengurus Koperasi Tani Rejo memiliki kapabilitas manajerial dalam mengelola penerapan inovasi dan dalam konteks penerapan penerapan SOP wet process untuk pasar/pembeli khusu (misal Starbucks) dan peningkatan jenis kopi HS Kering dan kopi bubuk, serta teknologi lain, termasuk kapabilitas untuk bekerja sama dengan Puslit Koka Jember

Kemampuan manajerial terkait inovasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah

4. FinansialAspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya inovasi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial.

Kemampuan pengelolaan keuangan terkait inovasi dan pengambilan risiko terkalkulasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah

b) Net-working

1. TeknologiTidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking

Bisa jadi tidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking

2. Budaya

Sangat berpengaruh, pihak pengurus Koperasi Tani Rejo memiliki sikap yang terbuka terhadap peluang pengembangan jaringan dan kerja sama yang memajukan, sehingga menjadi bagian budaya pengurus untuk mengembangkan jaringan

Sikap dan motivasi untuk menjajaki peluang kerja sama baru perlu ditumbuhkan dan diasah

3. ManajerialCukup berpengaruh, dalam pengembangan jaringan, perlu mengalokasikan sumber daya dan waktu

Kemampuan manajerial terkait networking masih perlu ditumbuhkan dan diasah

4. FinansialBerpengaruh, dalam pengembangan jaringan bisnis, kemauan mengambil dan mengelola risiko finansial penting.

Kemampuan pengelolaan keuangan terkait networking dan pengambilan risiko terkalkulasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah

c) Kompe-tensi Inti

1. TeknologiFaktor teknologi, baik itu yang diterapkan dalam proses on farm atau off farm jelas mempengaruhi produktivitas dan kualitas kopi yang dihasilkan

Faktor teknologi, baik itu yang diterapkan dalam proses on farm atau off farm jelas mempengaruhi produktivitas dan kualitas kakao yang dihasilkan

2. Budaya

Berpengaruh, sikap terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta mau belajar, mengadopsi hal baru yang dapat memberi manfaat untuk peningkatan kualitas dan produktivitas produk dan kerja

Sikap terbuka terhadap hal-hal baru dan mau belajar serta menerapkan hal-hal baru yang bermanfaat bagi usaha merupakan faktor penentu

156

Gambaran Umum Klaster

Faktor Kunci Klaster Kopi Rakyat Bondowoso Klaster Kakao Sikka

3. ManajerialBerpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi

Berpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi

4. Finansial

Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadi peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang meningkatkan kompetensi

Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadi peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang meningkatkan kompetensi

Inovasi

Sudah terdapat inovasi di komoditas kopi Bondowoso salah satunya membuat menjadi kopi bubuk. Inovasi

produk ini dilakukan mulai tahun 2013 oleh beberapa kelompok tani dan sekarang sudah memiliki 24

merek produk yang berbeda. Menurut informasi manajemen klaster yaitu Koperasi Rejo Tani, inovasi bisa

terjadi jika empat hal seperti akses pengetahuan dan teknologi, budaya, managerial dan aspek finansial

terpenuhi. Dalam komoditas kakao juga sudah terdapat Inovasi diantaranya penerapan teknologi budidaya

sambung samping, sambung pucuk, kemudian pasca panen menggunakan para-para (alat jemur) sehingga

efektif, tingkat kekeringan maksimal dan tidak kotor. Selain itu penerapan praktik kakao lestari dalam hal

budidaya sedang dijalankan dan seritikasi RFA, UTZ. Dari hasil diskusi untuk mendukung terjadinya inovasi

faktor yang penting antara lain akses pengetahuan dan teknologi; manajerial dalam kelompok/koperasi;

dan aspek finansial yang mendukung misalnya ada dana untuk melakukan riset dan pengembangan.

Networking

Di komoditas kopi Bondowoso Begitu juga dengan membangunan networking baik bisnis dan non bisnis

terutama dari aspek managerial dan finansial. Mengapa aspek managerial penting (dalam konteks ini Ketua

dan Manager Koperasi) karena terkait dengan hubungan bisnis dengan buyer dan stakeholders. Melalui

aktor kunci ini maka hubungan akan semakin luas, hubungan non bisnis yang dilakukan tentu saja akan

mendukung proses bisnis pelaku usaha. Kemudian networking bisnis dan non bisnis juga terjadi di komoditas

kakao terjadi diantara para pelaku seperti transaksi antar kelompok tani, dan saling belajar sesama (tukar

ilmu) terutama dalam hal budidaya. Faktor yang mendukung hal tersebut antara lain teknologi (sebagai

contoh dan bukti untuk belajar), manajerial (perlu ada penghela), finansial dan satu lagi persaingan. Konteks

persaingan ini sebenarnya terkait dengan keberhasilan pihak lain sehingga memicu petani/pelaku lain untuk

lebih baik.

Kompetensi Inti

Ada beberapa kompetensi inti dalam pelaku di komoditas kopi terutama dimiliki oleh pelaku yaitu teknologi

budidaya, pasca panen, managerial, finansial dan pemasaran. Puslit Koka Jember menjadi aktor kunci untuk

teknologi, kemudian pengurus koperasi (Ketua dan Manager) melakukan fungsi manajerial dan pemasaran

yang bagus dalam kaitannya dengan petani/kelompok tani dan buyer, selain itu meskipun penting

kompetensi inti dalam hal pembiayaan masih tergantung pada pihak luar seperti lembaga pembiayaan

(internal koperasi masih belum kuat). Kompetensi inti sangat dibutuhkan bagi pelaku usaha terutama

terkait dengan dinamika sehari-hari. Dalam hal ini kompetensi yang dimiliki oleh pelaku di komoditas

kakao berada di KSU Plea Puli yaitu budidaya dan pasca panen terutama pengurus dan juga CLC memiliki

hal tersebut. Di koperasi, pemasaran dipegang oleh manager Koperasi. Tiga faktor yang mendukung hal

tersebut tentu saja teknologi (terkait dengan informasi dan bukti nyata), kemudian budaya, dan finansial.

157

Gambaran Umum Klaster

Faktor Keberhasilan Klaster

Faktor keberhasilan klaster subsektor perkebunan, penilaian responden ditampilkan pada data tabel berikut

ini.

Tabel II-81. Penilaian Responden Terhadap Faktor Keberhasilan Klaster Subsektor Perkebunan

No Keberadaan Indikator yang menyumbang keberhasilan

Ada/ Tidak

Kopi KakaoRerataManaje

menStakeholder Manajemen Stake

holderStakeholder

1 Terdapat Networking dan kemitraan Ada 6 6 6 6 6 6

2 Terdapat modal sosial yang kuat Ada 5 5 6 5 5 5,2

3 Terdapat basis inovasi yang kuat (R&D tinggi) Ada 5 6 6 6 5 5,6

4 Kepemimpinan dan visi bersama Ada 5 5 6 4 6 5,2

5 Terdapat kompetensi/ keahlian yang kuat Ada 5 6 6 5 6 5,6

6 Spesialisasi Ada 5 4 6 6 5 5,2

7 Infrastruktur yang memadai Ada 5 5 6 5 6 5,4

8 Terdapat perusahaan besar Ada 6 5 5 6 6 5,6

9 Budaya kewirausahaan yang kuat Ada 5 5 5 4 6 5

10 Kedekatan dengan pemasok Ada 5 5 6 5 5 5,2

11 Akses pada sumber keuangan Ada 5 5 6 5 6 5,4

12 Akses ke jasa spesialis Ada 5 5 5 5 6 5,2

13 Akses pasar Ada 6 5 6 6 6 5,8

14 Akses terhadap jasa pendukung bisnis Ada 5 5 5 5 5 5

15 Persaingan Ada 5 5 5 5 6 5,2

16 Akses informasi (Pasar, teknologi dll) Ada 5 4 5 4 6 4,8

Rerata penilaian responden manajemen dan stakeholders klaster sub sektor perkebunan adalah 5,34.

Penilaian tertinggi ada pada indikator terdapat networking dan kemitraan, akses pasar, dan terdapat

perusahaan besar. Berturut-turut kemudian penilaian dapat dilihat pada gambar berikut ini.

158

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-48. Peringkat Indikator Keberhasilan Rerata Subsektor Perkebunan

Replikasi Klaster

Menurut pelaku dan stakeholders dua komoditas perkebunan yaitu Koperasi KSU Plea Puli, Koperasi Rejo

Tani, YSC, Puslit Koka, CLC, dan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kab. Bondowoso model pengembangan

kopi dan kakao dalam program BI dan SPFCF ini bisa dikatakan berhasil karena keterlibatan berbagai pihak,

capaian ekonomi (transaksi meningkat), banyak pelaku yang terlibat,adanya inovsi dan diversifikasi produk

(olahan produk hilir untuk kopi) dan terus tumbuh potensi usahanya. Sehingga model ini bisa di replikasi

ke daerah lain, komoditas lain terutama model kerjasama pemasaran dengan perusahaan. Diharapkan

keberadaan perusahaan tidak hanya satu, jika ada beberapa bisa menambah dinamika baik dari sisi kualitas,

harga, dll yang membuat pelaku usaha semakin bergairah.

Beberapa aspek yang bisa diaplikasikan sekaligus menggambarkan rangking aspek yang paling mudah

direplikasi yaitu:

1) Marketing klaster/komoditi;

2) Manajemen produksi dan teknologi;

3) Kelembagaan;

4) Pengembangan SDM; dan

5) Modal sosial.

Adapun beberapa aspek yang mempengaruhi berhasilnya replikasi jika didukung antara lain:

a) budaya dan perilaku masyarakat;

b) persyaratan teknis;

159

Gambaran Umum Klaster

c) sarana dan prasarana (jalan, komunikasi, air dan listrik)

d) dukungan pemerintah/stakeholders

e) ketersediaan SDM klaster

f) proses pendampingan yang intensif dari pihak yang memiliki kompetensi/keahlian

Beberapa aspek yang bisa diaplikasikan sekaligus menggambarkan rangking aspek yang paling mudah

direplikasi yaitu:

1. Marketing klaster/komoditas

2. Manajemen produksi dan teknologi

3. Kelembagaan

4. Pengembangan SDM

5. Modal sosial

Adapun beberapa aspek yang mempengaruhi berhasilnya replikasi jika didukung antara lain:

1. Budaya dan perilaku masyarakat

2. Persyaratan teknis

3. Sarana dan prasarana (jalan, komunikasi, air dan listrik)

4. Dukungan pemerintah/stakeholders

5. Ketersediaan SDM klaster

6. Proses pendampingan yang intensif dari pihak yang memiliki kompetensi/keahlian

E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster

Dampak Kualitatif

1) Penilaian Manajemen Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para pengelola klaster subsektor perkebunan:

160

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-82. Penilaian Manajeman Klaster Atas Dampak Kualitatif

No Dampak Kualitatif Klaster dari indikator keberhasilan Klaster dan tingkat kepentingannya

Skor

Kopi Kakao Rata-rata

1 Anggota Klaster merasa nyaman dengan klaster 5 5 5

Dam

pak

Adan

ya K

last

er M

enga

kiba

tkan

2a Meningkatkan jumlah tenaga kerja 6 6 6

2b Menciptakan usaha / pengusaha baru 6 5 5,5

2c Iklim usaha yang kondusif 5 5 5

2d Perpanjangan tangan dari jasa dan kegiatan anggota klaster 4 4 4

2e Hubungan yang lebih erat antara industri dan akademisi 4 4 4

2f Secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya 5 6 5,5

2g Komunikasi lebih lancar dan mapan dengan pembuat kebijakan 6 6 6

2h Pelatihan secara khusus / terspesialisasi 6 6 6

2i Peningkatan produktivitas 6 5 5,5

2j Peningkatan efisiensi 5 5 5

2kSarana dan prasarana lebih memadai (jalan,listrik, air, kesehatan, dan fasilitas dan jasa layanan publik

4 4 4

2lPeningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana ibadah, dan kesehatan

3 4 3,5

3 Jumlah anggota klaster meningkat 6 5 5,5

4 Klaster telah menarik perusahaan-perusahaan baru di wilayahnya 4 3 3,5

5 Teknologi baru telah muncul melalui klaster 5 4 4,5

Dampak - dampak kualitatif yang paling dirasakan oleh pihak manajemen klaster secara berturut-turut

adalah: meningkatkan jumlah tenaga kerja (6), komunikasi dengan pembuat kebijakan lebih lancar dan

mapan (6), pelatihan secara khusus/terspesialisasi (6), menciptakan usaha/pengusaha baru (5,5), secara

umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya (5,5), peningkatan produktivitas (5,5) dan jumlah

anggota klaster meningkat (5,5).

2) Penilaian Pelaku Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para pelaku inti dalam klaster subsektor

perkebunan:

Tabel II-83. Penilaian Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif

No Persepsi Pelaku Klaster terhadap indikatorKopi Kakao

Rata-rataPK PK 1 PK 2 PK 3

1 Merasa nyaman bergabung dengan Klaster 6 6 6 6 6,00

2 Penambahan jumlah aset usaha 4 6 6 6 5,50

3 Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus / terspesialisasi 6 6 6 5 5,75

4 Produk lebih inovatif 6 6 6 5 5,75

5 Kemitraan yang lebih solid dan transparan 6 6 6 4 5,50

6 Peningkatan produksi dan penjualan 6 6 6 5 5,75

7 Kemudahan untuk memperoleh bahan baku 6 3 3 4 4,00

8 Kemudahan memasarkan produk 6 6 6 5 5,75

9 Kemudahan akses lembaga 6 4 4 5 4,75

10 Permasalahan yang dihadapi lebih cepat teratasi 5 5 5 5 5,00

11 Adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha 6 6 6 4 5,50

161

Gambaran Umum Klaster

Lima indikator dampak kualitatif yang dirasa paling kuat oleh para pelaku klaster subsektor perkebunan

adalah:

1. Merasa nyaman bergabung dengan klaster (6)

2. Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus/terspesialisasi (5,75)

3. Produk lebih inovatif (5,75)

4. Peningkatan produksi dan penjualan (5,75)

5. Kemudahan memasarkan produk (5,75)

3) Penilaian Stakeholder Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para stakeholders dalam klaster subsektor

perkebunan:

Tabel II-84. Penilaian Stakeholder Atas Dampak Kualitatif

No Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya

Skor

Kopi Kakao1 Kakao2 Rata-rata

1 Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya 6 6 6 6,00

Deng

an a

dany

a kl

aste

r m

enga

kiba

tkan

2 Memberi manfaat positif bagi perekonomian masyarakat sekitar 6 6 6 6,00

3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 6 4 5 5,00

4 Iklim usaha yang kondusif 5 5 6 5,33

5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)

4 6 6 5,33

6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)

4 3 4 3,67

Empat indikator dampak kualitatif yang dirasa paling kuat oleh para stakeholders subsektor perkebunan:

1. Memberi manfaat reputasi bagi lembaga

2. Memberi manfaat positif bagi perekonomian masyarakat sekitar

3. Iklim usaha yang kondusif

4. Sarana dan prasaran lebih memadai

4) Penilaian Non Pelaku Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para non pelaku klaster pada subsektor

perkebunan:

162

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-85. Penilaian Non Pelaku Klaster Atas Dampak Kualitatif

No Manfaat Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya

Skor

Kopi Kakao Rata-rata

1 Merasa nyaman tinggal di lokasi / sekitar lokasi klaster 5 4 4,5

Deng

an a

dany

a kl

aste

r m

enga

kiba

tkan

2 Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 5 4 4,5

3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 6 2 4

4 Iklim usaha yang kondusif 4 6 5

5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)

4 2 3

6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)

4 4 4

7 Reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik 5 5 5

Lima indikator dampak kualitatif yang dirasa paling kuat oleh para non pelaku klaster subsektor perkebunan

adalah:

1. Iklim usaha yang kondusif (5)

2. Reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik (5)

3. Merasa nyaman tinggal di lokasi/sekitar lokasi klaster (4,5)

4. Memberi manfaat positif bagi perekonomian masyarakat sekitar (4,5)

5. Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar (4)

Dampak Kuantitatif

Kajian ini juga berupaya untuk mengukur sejumlah indikator dampak kuantitatif dari keberadaan klaster,

sebagaimana dirangkum dalam tabel berikut:

Tabel II-86. Dampak Kuantitatif Pengembangan Klaster

No. DampakKopi Kakao

Awal Fasilitasi Saat Ini Keterangan Awal Fasilitasi Saat Ini Keterangan

1

Jumlah Anggota yang masuk ke dalam klaster (entitas)

5 kelompok tani, 1 koperasi

37 poktan dan 1 koperasi

Koperasi Rejo Tani 36 40

22 orang memiliki lahan, sebagian kepala keluarga (KK)

2Jumlah Tenaga Kerja

300 2500Terdapat 1250 KK (kali 2)

36 40 22 KK

3Jumlah usaha/pengusaha

5 poktan, 1 koperasi

37 poktan, 1 koperasi

Sebagian besar unit baru dan pengolahan ada di kelompok (UPH)

3 3

KSU Plea Puli memiliki 3 unit: simpan pinjam, usaha tani dan pembelian

4

Jumlah jasa dan kegiatan untuk anggota klaster (unit)

1 (pemasaran) 3 jasaPemasaran, pasca panen dan pengolahan hasil (bubuk)

1 2Jual beli dan simpan pinjam

5Jumlah industri mitra (entitas)

PT. Indokom (eksportir)

PT. Indokom (eksportir)

Ekspor ke Eropa dan Jepang

Pedagang kecil (pengumpul)

1PT. Comestra Mayora

6Jumlah akademisi mitra (institusi)

1 1 Universitas Jember 2 3Unipa, Undana, dan Univ

7Total jumlah investasi anggota

- - Lahan milik Perhutani 11 hektar 11 hektarRata-rata petani memiliki

163

Gambaran Umum Klaster

No. DampakKopi Kakao

Awal Fasilitasi Saat Ini Keterangan Awal Fasilitasi Saat Ini Keterangan

8Jumlah pelatihan secara khusus

4 5

Budidaya, pasca panen, pengolahan, manajemen kelompok, citarasa kopi

2 4

Budidaya, pasca panen, manajemen kelompok dan sertifikasi

9Jumlah produksi (volume/bulan)

17 106Ton pertahun, data terakhir tahun 2013

200 kg/thn 500 kg/thnper hektar/tahun

10Produktivitas output

2 4.5 Ton per hektar/tahun 6.6 ton/thn 25 ton/thnTahun terakhir omzet 700

11

Klaster telah menarik perusahaan baru di wilayahnya

0 0 -Pedagang kecil (pengumpul)

Perusahaan besar

PT. Comestra Mayora, dan rencana perusahaan lain

12Teknologi baru yang muncul melalui klaster

2 4

Teknologi budidaya, pasca panen, pengolahan dan pengemasan

2 3

Teknologi budidaya, pasca panen, dan metode pemasaran bersama

13

Peningkatan transaksi/penjualan komoditas

Rp. 670,000,000

Rp. 5,220,000,000

Penjualan kopi biji dan bubuk

158,400,000 700,000,000Hasil kakao meningkat 340%

2.3.5. Subsektor Perikanan Budidaya (Ikan Lele dan Rumput Laut)

2.3.5.1. Profil Umum Klaster Subsektor Perikanan Budidaya

Dalam kajian ini terdapat dua klaster yang menghasilkan komoditas yang termasuk ke dalam subsektor

perikanan budidaya, yaitu Klaster Rumput Laut Nunukan dan Klaster Ikan Lele Kutabaru.

Terkait dengan kelembagaan klaster, di masing-masing klaster terdapat Champion klaster, yaitu:

GAPOKDAKAN Tunas Karya Muda di Klaster Ikan Lele Kuta Baru dan Koperasi Berkah Bahari Perbatasan

di Klaster Rumput Laut Nunukan, yang juga berperan sebagai pengelola klaster. Saat ini, Klaster Ikan Lele

Kuta Baru sedang dalam proses membentuk Koperasi Raja Jumbo yang akan berperan sebagai koperasi

pemasaran. Koperasi Berkah Bahari Pemasaran telah berupaya untuk menjalankan upaya pemasaran produk

komoditas masing-masing yang dipasok oleh para petani/pengusaha tani anggotanya dengan memfasilitasi

transaksi antara pedagang lokal dan pedagang antar pulau dengan kelompok tani anggotanya, termasuk

mekanisme transaksi dan pengirimannya serta mendapatkan komisi pemasaran.

Kedua komoditas ini merupakan produk unggulan daerah. Pengembangan usaha komoditas rumput laut

didukung oleh Pemerintah Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara melalui program Gerbang Emas dan

usaha komoditas Ikan Lele didukung oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang

Bedagai, Sumatera Utara.

Sebagaimana komoditas-komoditas pertanian lain, komoditas-komoditas subsektor perkebunan juga

memerlukan upaya-upaya peningkatan on farm dan off farm yang terintegrasi. Intervensi pengembangan

klaster mengupayakan peningkatan proses budidaya dan pasca panen di tingkat petani (on farm). Sementara

di bagian off farm, intervensi fokus pada penguatan kelembagaan kelompok usaha, penguatan kapabilitas

usaha termasuk aspek pengembangan produk dan pemasaran.

164

Gambaran Umum Klaster

Dalam konteks komoditas/produk ekspor, para responden pengelola dan stakeholders klaster menyatakan

bahwa lima isu berikut: kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster; kurangnya dana yang

memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur;

kendala budaya, perlunya perubahan dalam pendekatan anggota klaster dengan berbagai isu terkait inovasi;

kurangnya semangat inovatif di perusahaan agroindustri dan kesenjangan antara perusahaan pertanian dan

industri/perusahaan agroindustri, merupakan tantangan dan kendala utama dalam subsektor perikanan

budidaya.

Pihak pengelola klaster mempersepsikan secara kualitatif, dampak-dampak keberadaan dan pengembangan

klaster yang paling utama pada subsektor perikanan budidaya ini adalah: (1) menciptakan usaha/pengusaha

baru; (2) meningkatkan jumlah tenaga kerja; (3) jumlah anggota klaster meningkat; (4) anggota klaster

merasa nyaman dengan klaster; (5) pelatihan secara khusus/terspesialisasi; (6) peningkatan produktivitas

dan (7) sarana dan prasana lebih memadai.

Dampak-dampak berikut dipersepsikan oleh pihak pelaku klaster, sebagai dampak keberadaan dan

pengembangan klaster yang paling utama: (1) peningkatan produksi dan penjualan; (2) merasa nyaman

bergabung dengan klaster; (3) penambahan jumlah aset usaha; (4) memiliki pengetahuan dan keahlian

secara khusus/terspesialisasi; (5) kemitraan yang lebih solid dan transparan; (6) kemudahan memasarkan

produk; (7) kemudahan akses lembaga dan (7) adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan

usaha.

Sementara itu pihak stakeholders subsektor perkebunan mempersepsikan dampak-dampak berikut sebagai

dampak-dampak keberadaan dan pengembangan klaster yang paling utama: (1) memberi manfaat positif

bagi perekonomian masyarakat; (2) memberi manfaat reputasi bagi lembaganya; (3) menyerap tenaga

kerja masyarakat sekitar; (4) iklim usaha yang kondusif; (5) sarana dan prasarana lebih memadai dan (6)

peningkatan pelayanan masyarakat.

Pihak bukan pelaku subsektor perkebunan mempersepsikan dampak-dampak berikut sebagai dampak-

dampak keberadaan dan pengembangan klaster yang paling utama: (1) memberi manfaat positif bagi

perekonomian masyarakat sekitar; (2) iklim usaha yang kondusif dan (3) reputasi daerah (branding) menjadi

lebih baik.

2.3.5.2 Deskripsi Klaster Komoditas Subsektor Perikanan Budidaya

Dalam kajian ini terdapat dua klaster yang termasuk ke dalam subsektor perikanan, yaitu: Rumput Laut dan

Ikan Lele. Masing-masing klaster dikenal sebagai Klaster Rumput Laut Nunukan dan Ikan Lele Kuta Baru.

Pusat pengelolaan Klaster Ikan Lele Kuta Baru berlokasi di Desa Kuta Baru, Kecamatan Tebing Tinggi,

Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Klaster Rumput Laut Nunukan berlokasi di Desa

Tanjung Harapan, Kecamatan Nunukan Selatan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.

Klaster Champion yang sekaligus manajemen klaster pada Klaster Ikan Lele Kuta Baru adalah GAPOKDAKAN

(Gabungan Kelompok Budidaya Ikan) Tunas Karya Muda. Saat ini, klaster sedang merintis pembentukan

Koperasi Raja Jumbo yang akan berfungsi sebagai koperasi pemasaran. Klaster ini juga dimotori oleh

ketokohan penggerak-penggerak utamanya, yaitu: Poniman, Parjan, Hamdani dan Pak Lurah. Wilayah

165

Gambaran Umum Klaster

operasional klaster mencakup lahan budidaya seluas 12 Hektar di Desa Kuta Baru yang tersebar di 7 dusun.

Kecamatan Tebing Tinggi memiliki potensi lahan budidaya seluas 475 Hektar.

Klaster Rumput Laut Nunukan dikelola oleh Klaster Champion, Koperasi Berkah Bahari Perbatasan yang

kebanyakan anggotanya merupakan bagian dari GAPOKAN (Gabungan Kelompok Perikanan) Harapan

Mandiri. Wilayah budidaya klaster mencakup wilayah Kecamatan Nunukan Selatan di dua desa.

A. Profil Kelembagaan Klaster

Inisiator

Masing-masing dari dua klaster subsektor perikanan ini diinisiasi oleh KPw BI. Klaster Ikan Lele Kuta Baru

diinisiasi oleh KPw BI Provinsi Sumatra Utara dan Klaster Rumput Laut Nunukan diinisiasi oleh KPw BI

Kaltim (Kalimantan Timur). Pengembangan Klaster Ikan Lele Kuta Baru oleh KPw BI Provinsi Sumatra Utara

dimulai bulan Juni 2012, melalui penandatanganan MoU dengan Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai

dan direncanakan berlangsung sampai dengan Juni 2015. KPw BI Provinsi Sumatra Utara menggalang

kerja sama dengan sejumlah entitas/stakeholders lain dalam pengembangan klaster Ikan Lele Kuta Baru ini,

seperti: BPN, BRI, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perikanan dan Kelautan.

Dalam pengembangan Klaster Rumput Laut Nunukan, KPw BI Kaltim bekerja sama dengan Dinas Perikanan

Kabupaten Nunukan, PT. Gumindo dan Universitas Mulawarman.

Masing-masing inisiator dan sejumlah stakeholders yang terlibat dalam inisiasi ini ataupun para stakeholders

yang pernah atau masih bekerjasama dengan klaster-klaster subsektor perikanan ini memiliki alasan atau

rasionalisasi masing-masing dalam mengembangkan klaster. Alasan ini berbeda antara satu inisiator dengan

inisiator lainnya dan juga antara satu stakeholders dengan stakeholders lainnya, baik itu merupakan visi

yang melekat dalam internal lembaga inisiator atau kebijakan dan misi yang dijalankan lembaga inisiator.

Tabel II-87 menunjukkan alasan-alasan para inisiator 2 klaster subsektor perikanan:

Tabel II-87. Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster

Subsektor Perikanan

Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele Kuta Baru

Inisiator KPw BI Kaltim KPw BI Provinsi Sumatra Utara

Tanggal Bergabung 16 Juni 2012

Lama Keterlibatan Dalam Klaster Juni 2012-Juni 2015

Alasan Mengem-bangkan Klaster

Core lembaga Pengendalian laju inflasi (Bank Indonesia) Pengendalian laju inflasi (Bank Indonesia)

CSR Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) Program Sosial Bank Indonesia (PSBI)

Kebijakan Pusat Program Klaster Ketahanan Pangan Program Klaster Ketahanan Pangan

Kebijakan Internal Inisiatif KPw yang sejalan dengan kebijakan pusat Inisiatif KPw yang sejalan dengan kebijakan pusat

Komitmen pengembangan Sebatas kegiatan tertentu secara insidentil 1 tahun ke depan

Kajian ini juga bermaksud mengetahui dasar/kriteria yang dijadikan acuan oleh para inisiator dalam memilih

atau menentukan pengembangan suatu klaster. Berikut adalah uraian tentang dasar/kriteria penentuan

pengembangan empat klaster yang termasuk ke dalam subsektor perikanan:

166

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-88. Penentuan/Dasar Kriteria Pengembangan Klaster Subsektor Perikanan

Dasar / Kriteria Rumput Laut Nunukan Ikan Lele

a) Berdasarkan keberadaaan klaster sebelumnya

1) Merupakan klaster yang sudah ada/dikembangkan sebelumnya

Mata pencaharian masyarakat sebelum budidaya rumput laut adalah menangkap ikan laut

Modal fisik dan sosial sudah ada, merupakan kawasan minapolitan

2) Merupakan klaster yang sama sekali belum dikembangkan sebelumnya

Kegiatan ujicoba budidaya telah dilakukan sejak tahun 2008 di sekitar pulau sebatik, namun dikembangkan menjadi kegiatan ekonomi masyarakat berbasis kelompok setelah ada MOU Pemda dan Bank Indonesia

Pendekatan klaster dimulai Bulan Juni 2012, setelah melihat program minapolitan mengalami stagnan

b) Berdasarkan nilai strategis klaster

1) Mendukung pengendalian inflasi dan atau pengembangan ekonomi daerah

Tidak mendukung inflasi, namun merupakan komoditi yang mendukung pengembangan ekonomi daerah khususnya di wilayah pesisir dan pulau kecil

Komoditas lele tidak mendukung inflasi, namun merupakan potensi pengembangan ekonomi lokal, dan pemanfaatan lahan sawit sebagai nilai tambah

2) Merupakan produk unggulan daerah

Rumput Laut merupakan produk unggulan daerah

Produk unggulan disini terkait dengan pencanangan daerah sebagai kawasan minapolitan, serta 475 ha lahan perikanan, baru termanfaatkan 12 ha.

3) Termasuk dalam Rencana Kerja Program Pengembangan Jangka Menengah Daerah (RKPJMD)

Termasuk dalam dokumen RPJMD Sebagai program pemerintah pusat dan daerah Minapolitan tertuang dalam RPJMD.

b) Berdasarkan nilai strategis klaster

4) Mandat khusus (misal: partisipasi wanita, kota/desa, dampak lingkungan)

Tidak ada mandate khusus, namun pelibatan dan peranan kelompok wanita dalam kegiatan persiapan budidaya dan pasca panen sangat besar.

Tidak ada mandate khusus selain meningkatkan kegiatan ekonomi.

5) Besarnya jumlah pelaku usaha (UMKM) termasuk pegawainya

Mayoritas penduduk adalah petani, sehingga merupakan modal sosial yang cukup baik dan kegiatan ekonomi ini padat karya.

Mayoritas penduduk adalah sebagai pemilik kebun sawit dan pekerja perkebunan. Perikanan sebagai alternative sumber ekonomi mulai menggeser menjadi sumber ekonomi utama

c) Potensi pengembangan klaster

1) Permintaan pasar yang besar/belum terpenuhi

Permintaan untuk industry dalam negeri dan luar negeri melalui eksportir sangat besar, sehingga masih kekurangan dalam pemenuhan permintaan

Kapasitas produksi sekarang masih 50% memenuhi pasar. Masih ada 50% peluang pasar

2) Potensi bertumbuh Dengan adanya potensi panjang pantai kabupaten Nunukan dan iklim serta curah hujan yang mendukung untuk dapat produksi sepanjang tahun, maka potensi untuk pengembangan masih sangat besar yang tentunya disesuaikan dengan RTRW pesisir yang sementara sudah tahap final.

Potensi tumbuh yang disebabkan oleh pengetahuan mansyarakat tentang budidaya ikan bersih, dan produk turunan lele yang dapat dikembangkan seperti lele asap, lele kaleng dan sebagainya. Di Sumatera utara terdapat industry pengalengan ikan yang merupakan peluang kerja sama bagi klaster lele.

3) Potensi bersaing dengan pesaing internasional

Perlu kewaspadaan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, sehingga Koperasi Bahari Perbatasan sudah harus meningkatakan kemampuan dan kelengkapan legalitas untuk dapat ekspor sendiri.

Belum mengarah ke ekspor. Ekspor ikan masih didominasi oleh ikan laut.

4) Potensi kenaikan pendapatan bagi UMKM

Dengan adanya potensi lahan yang masih cukup luas, dan adanya tingkat poduktivitas tinggi dan didukung dengan harga international yang cenderung tinggi, maka pendapatan UMKM akan meningkat.

Melalui budidaya ikan bersih dan perluasan budidaya, juga industr turunan lele yang dapat dilakukan oleh masyarakat lokal (mis. Kelompok wanita).

5) Keberadaan “lead firm” yang mempunyai jaringan UMKM

Produksi rumput laut di Nunukan umumnya hanya terpasakan ke Eksportir di Sulawesi Selatan dan Jawa timur

Tidak ada, namun potensi menjual/mendistribusikan produk secara mandiri dapat dilakukan

167

Gambaran Umum Klaster

Dasar / Kriteria Rumput Laut Nunukan Ikan Lele

6) Potensi untuk menciptakan lapangan kerja

Sangat padat karya dan menciptakan lapangan kerja yang sangat besar mulai dari persiapan budidaya (pembuatan tali bentang, pengikatan bibit, penurunan bibit, pemeliharaan, panen, penjemuran, sortasi, grade, pengangkutan, dll)

Potensi penciptaan lapangan kerja pada sektor ini terletak pada perluasan lahan budidaya, dan tumbuh industri baru berbasis lele.

7) Keterlibatan pemerintah/donor (stakeholders)

Kerjasama Pemda dan Bank Indonesia serta pelibatan industri pengolahan (swasta)

Pemerintah sudah memulai dengan program Minapolitan.

8) Lingkungan usaha yang kondusif

Pemerintah memberikan dukungan kegiatan ekonomi masyarakat di berbagai bidang termasuk infrastruktur. Bahkan beberapa TKI yang sudah kembali maupun yang akan menuju ke Negara tetangga, diberi alternatif untuk berada pada sektor ini.

Dengan pelibatan pemerintah secara otomatis lingkungan usaha lebih kondusif. Ada pengalokasian dana dari pemerintah.

Setiap inisiator menyusun strategi pengembangan klaster yang berbeda-beda. Berdasarkan pengalaman

Bank Indonesia, inisiasi suatu pengembangan klaster melalui serangkaian tahapan-tahapan tertentu, yang

merupakan mekanisme atau prosedur inisiasi pengembangan klaster. Berikut adalah uraian dari tahapan-

tahapan inisiasi pengembangan kedua klaster subsektor perikanan yang dilakukan oleh masing-masing

inisiator:

Tabel II-89. Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Subsektor Perikanan

Tahapan Pengembangan Klaster Rumput Laut Klaster Ikan Lele

1. Menentukan klaster

Sesuai hasil Kajian KJPU-Bank Indonesia dan rekomendasi dari Dinas Perikanan Nunukan

Berdasarkan kajian potensi, hambatan dan tantangan dalam pengembangan usaha budidaya ikan yang dilakukan Bank Indonesia, maka disimpulkan bahwa desa Kuta Baru sesuai untuk pengembangan klaster lele.

2. Analisis klaster Analisa klaster/komoditi, penggalangan komitmen dan penyusunan rencana dilakukan melalui FGD melalui Dinas Perikanan Nunukan yang didukung oleh Bank Indonesia dengan melibatkan koperasi Berkah Bahari Perbatasan dan Gabungan Kelompok Perikanan .

KPw BI Provinsi Sumatra Utara menyebutkan sebagai proses sosialisasi bertujuan untuk : 1) penggalangan komitmen antara Bank Indonesia dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupapet Serdang Bedagai, 2) mengenalkan konsep kepada anggota kelompok dan budidaya lele, 3) menguatkan kelembagaan kelompok dalam menyatikan Visi dan tujuan usaha, dan 4) mengajak masyarakat bergabung dalam budidaya lele sebagai sumber ekonomi. Berdasarkan MOU dengan Bupati, maka pada tanggal 16 Juni 2012 secara formal BI merupakan salah satu stakeholders di Kuta Baru.

3. Penggalangan komitmen

4. Menyusun perencanaan

Bersama kelompok disusun rencana kegiatan sesuai kebutuhan kelompok mengacu kepada data hasil kajian mandiri KPw BI Provinsi Sumatra Utara dan informasi dari Dinas Perikanan dan kelautan.

5. Melaksanakan pengembangan klaster

Implementasi kegiatan bersifat langsung dan tidak langsung. Kegiatan langsung biasanya bantuan/pengadaan fisik melalui kelompok tani, pendampingan melalui PPL dan kerjasama dengan IPKANI untuk pemberdayaan. Bahkan beberapa training melibatkan unsur ABRI agar kedisiplinan anggota tetap terjaga dan kompak. Selain itu mendatangkan motivator bisnis dan studi banding juga dilakukan.

pada tahap pelaksanaan beberapa intervensi pembinaan budidaya lele dilakukan dengan pola budidaya ikan tebar tinggi, pemberian pakan buatan, diversifikasi usaha, dan menerapkan CBIB (Cara Budidaya Ikan Bersih). Indikator keberhasilan yang akan dipantau selama intervensi adalah : volume penjualan, nilai penjualan, penambahan tenaga kerja, dan penambahan/perluasan unit usaha.

6. Monitoring dan evaluasi

dilakukan bersama dan partisipatif dari beberapa pihak seperti Dinas, Bank Indonesia, IPKANI dan pihak akademisi.

Monitoring dilakukan secara regular bulanan dan laporan evaluasi dibuat setiap akhur tahun.

7. Exit Phase Pada fase ini, terlihat ketidaksiapan pelaku mengingat sasaran kelompok binaan belum tercapai dengan baik, selain itu dinas terkait belum turut ambil bagian dalam pengembangan usaha rumput laut ini. Selain itu kelembagaan klaster juga belum dapat mengambil alih peranan strategi yang diamanahkan termasuk mandiri.

berdasarkan MoU dengan Bupati Serdang Bedagai, maka pada Juni 2015 pembinaan oleh BI akan diserahkan kepada manajemen klaster, yang saat ini motor penggerak tersebut berada di tangan GAPOKDAKAN TUNAS KARYA MUDA

168

Gambaran Umum Klaster

Pada kedua inisiasi pengembangan klaster yang dilakukan oleh Bank Indonesia, masing-masing inisiator

mengambil peran sebagai arranger strategi dan pelaksanaan intervensi yang melakukan koordinasi dan

sinergi dengan stakeholders dan penerima manfaat (beneficiaries) intervensi, baik sebagai fasilitator,

penghubung dan penyandang dana intervensi (melalui bantuan teknis atau bantuan sarana prasarana).

Berikut adalah uraian tentang jenis-jenis intervensi yang dilakukan setiap inisiator pada pengembangan

klaster masing-masing.

Tabel II-90. Bentuk dan Kontributor - Intervensi Inisiator dan Stakeholder Klaster

Subsektor Perikanan

Intervensi

Jenis Bantuan Kontributor

Klaster Rumput Laut Ikan Lele Klaster Rumput Laut Ikan Lele

1. Bantuan Peralatan, sarana dan infrastruktur

Fasilitas BangunanGudang dan Kantor, Bantuan Peralatan Uji Mutu Rumput Laut, Bantuan Mesin Pompa Air untuk Pasca panen

PSBI (Program Sosial Bank Indonesia): untuk membantu pengambangan produk turunan ikan lele, maka Bank Indonesia memberi beberapa peralatan untuk mendukung produksi, berupa : spinner, kompor high pressure, pisau stenlis, chest preezer, timbangan bahan, pengiris kerupuk baku, hand sealer, pengepres daging.

Dukungan dari Pemerintah daerah Kabupaten Nunukan, BI KALTIM, Dinas Perikanan Nunukan

BI

2. Bantuan Pendanaan

Dalam bentuk bantuan Benih dan Uji Coba Benih unggul

Dinas Perikanan Nunukan dan Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung dan Balitro

BI

3. Akses kepada pemasaran

Fasilitasi Pasar berupa upaya kerjasama dengan Industri Rumput Laut yakni PT. Gumindo Perkasa

Sebagai wadah pengadaan bahan baku dan pemasaran produk dibentuk Koperasi Serba Usaha Raja Jumbo pada tahun 2013.

Dinas Perikanan Nunukan dan Bank Indonesia Kaltim

BI

4. Akses kepada sumber bahan baku dan

Pendirian Gapokan Harapan mandiri dan Koperasi Berkah Bahari Perbatasan

PPL dan Bank Indonesia kaltim

BI

5. Penguatan kelembagaan

Rakor Gapokan dan Rapat koordinasi dengan Pemerintah dan Klp Tani

Untuk memperkuat kelembagaan klaster, BI menginisiasi pembentukan GAPOKDAKAN (Gabungan Kelompok Pembudidaya Ikan) yang diberi nama Tunas Karya Muda untuk mempermudah koordinasi dan pengelolaan klaster. Kelembagaan semakin kuat manakala terjadi peningkatan keterampilan dalam pembuatan produk turunan lele sebagai unit usaha baru yang diprakarsai oleh kelompok perempuan.

Kegiatan ini melibatkan Dinas Perikanan/PPL, BI, IPKANI, Gapokan

BI

6. Pembuatan demoplot

- - - -

7. Kompetisi inovasi

- - - -

8. Peningkatan kapasitas pelaku usaha (training, magang, studi banding

- Pelatihan Teknis Budidaya dan Akses Pasar, kewirausahaan, dll, studi banding, dll

- Pelatihan Produk olahan dan fasilitasi pasar di UKM Centre

1. Penguatan teknis budidaya ikan lele, berupa pelatihan pembuatan pakan, pembenihan ikan lele, teknik budidaya ramah lingkungan, cara budidaya ikan bersih.

2. Pelatihan pembuatan produk turunan ikan lele deperti: pembuatan abon lele, kerupuk lele, kerupuk kulit lele, stik lele, nugget dan baso lele, serta pembuatan ikan asapan.

PPL, Bank Indonesia Kaltim, Dinas Perikanan KALTIM

BI

169

Gambaran Umum Klaster

Intervensi

Jenis Bantuan Kontributor

Klaster Rumput Laut Ikan Lele Klaster Rumput Laut Ikan Lele

9. Pendampingan 1. Pengurusan izin PIRT untuk produk turunan ikan lele.

2. Mediasi dengan perbank-an : hasil kerja sama dengan BPN dalam proses sertifikasi tanah secara kolektif telah mendorong peran BRI sebagai sumber permodalan dalam usaha budidaya ikan lele di Kuta Baru melalui program KKP-E (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi).

BI

10. Lainnya Akses Permodalan Kredit UMKM

Sosialisasi skim kredit program dengan per bank-an, Badan Pertanahan Nasional, dan Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Serdang Badagai

BRI, Bank Kaltim dan Bank mandiri

BI, BPN

Klaster Champion/Manajemen Klaster

Lembaga penggerak klaster pada Klaster Rumput Laut Nunukan adalah Koperasi Berkah Bahari

Perbatasan yang juga tergabung dalam Gapokan Harapan Mandiri. Koperasi Berkah bahari Perbatasani

ini beranggotakan 165 orang yang sebagian besar merupakan bagian dari Gapokan Harapan Mandiri.

Koperasi Berkah Bahari Perbatasan memiliki peranan sebagai penyedia sarana produksi, simpan pinjam,

fasilitasi pemasaran dan tempat belajar baik bagi anggota maupun bagi petani yang berasal dari daerah

lain. Koperasi Berkah Bahari Perbatasan memfasilitasi transaksi antara pedagang lokal, antar pulau dengan

kelompok tani anggotanya termasuk mekanisme transaksi dan pengirimannya. Dalam kegiatan bisnis ini

koperasi mendapatkan fee pemasaran. Sampai dengan saat ini, rata-rata Koperasi Berkah bahari Perbatasan

dapat mem fasilitasi pemasaran produksi rumput laut anggota sekitar 170 ton perbulan pada tahun 2014

atau senilai Rp. 2.380.000.000, baik yang dikirim ke Jawa Timur maupun ke Sulawesi Selatan. Jumlah ini

masih sangat kecil karena kemampuan koperasi masih terbatas baik secara SDM maupun finansial, sehingga

beberapa anggota cenderung memasarkan sendiri-sendiri atau kerjasama dengan yang lain. Agar kualitas

produk tetap terjaga, maka kerjasama dengan PPL (penyuluh lapangan) sangat penting dalam melakukan

pembinaan dan pendampingan teknis.

Peran manajerial Klaster Lele Kuta Baru terletak pada GAPOKDAKAN (Gabungan Kelompok Budidaya Ikan)

yang bernama Tunas Karya Muda. GAPOKDAKAN berperan dalam menkoordinasikan seluruh aktivitas

entitas klaster yang ada di lokasi. Manajemen GAPOKDAKAN, merupakan lembaga pengerak klaster yang

dibentuk setelah intervensi klaster dimulai. Berjalannya sistem dan kelembagaan klaster tidak terlepas dari

penggerak yang bersifat personal/ketokohan. Menurut informasi terdapat 4 orang penggerak (Poniman,

Parjan, Hamdani, dan Pak Lurah). Kelembagaan klaster sedang tumbuh dan pada klaster ini ditunjukkan

oleh sistem tata perilaku dan hubungan yang terbangun dan memfokuskan pada aktivitas-aktivitas untuk

memenuhi kebutuhan khusus dalam kehidupan antar pelaku klaster. Beberapa aktivitas telah ditunjukkan

pelaku dalam bekerja sama pengadaan bahan baku bibit. Pola pemasaran produk budidaya belum

terbangun dalam mekanisme yang terstruktur, karena institusi yang mengelola peran pemasaran (Koperasi

Raja Jumbo) saat kajian ini dilakukan masih pada tahap pengembangan kapasitas kelembagaannya.

170

Gambaran Umum Klaster

Visi dan Arah Pengembangan Klaster Jangka Panjang

Pihak pengelola klaster/manajemen klaster, sebagaimana organisasi hidup lainnya memiliki visi dan target

jangka panjang, target jangka pendek serta prioritas pengembangan kelembagaannya. Semua pihak Berikut

adalah uraian tentang visi dan target jangka panjang dari masing-masing klaster subsektor perikanan:

Tabel II-91. Visi dan Tujuan Jangka Panjang Pengembangan Klaster

Target Visi Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele

StakeholderMempererat kerja sama dan sinergi dengan stakeholders terkait dan memperluas jaringan kerja sama bisnis dan non bisnis

Memperluas jaringan kerja sama bisnis dan non bisnis, seperti dengan industri pengolahan untuk tujuan ekspor

PasarMenjadi eksportir rumput laut secara langsung dan mampu bekerja sama dengan industri pengolahan ataupun bahan baku

Pengembangan produk turunan yang juga dapat diekspor, seperti lele asap

OperasionalMeningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang ekspor yang mencakup aspek kebijakan dan legal sampai dengan aspek pasar dan usaha

Pengembangan sebagai koperasi pemasaran

AnggotaPerekrutan petani baru dan tenaga kerja baru untuk pembibitan dan penjemuran

Menambah lebih banyak anggota dan memperkuat kekompakan

KinerjaTurut serta terlibat dan berkontribusi dalam pengembangan ekonomi daerah melalui Program Gerbang Emas (Gerakan Pembangunan Ekonomi Masyarakat)

Perkuatan kelembagaan, khususnya pengelolaan keuangan

Tujuan-tujuan jangka pendek para pengelola klaster subsektor perkebunan adalah sebagai berikut:

Tabel II-92. Tujuan Jangka Pendek Pengembangan Klaster

Tujuan Jangka Pendek Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele

Pengembangan sosial ekonomi

Pelibatan masyarakat ke dalam usaha rumput laut melalui perekrutan petani baru dan tenaga kerja baru untuk pembibitan dan penjemuran

Pengembangan pendidikan perikanan melalui SMK Perikanan dengan kurikulum diversifikasi pangan olahan lele dengan memperbanyak praktik

Ekspansi klaster Pembentukan POKJA KlasterPerluasan lahan budidaya di luar lahan utama (ekspansi budidaya ke masyarakat di luar lokasi utama)

Inovasi dan teknologiMemantapkan teknologi budidaya yang ada dan bekerja sama dengan stakeholders terkait untuk terus menerus mengembangkan teknologi budidaya

Sudah mulai mengkomersialisasikan produk turunan berupa abon lele dan menjajaki produk lele asap

Pendidikan dan trainingBekerja sama dengan PPL Dinas Perikanan Kabupaten Nunukan untuk meningkatkan pelatihan dan bimbingan budidaya dan pasca panen

Pelatihan pengelolaan keuangan, difasilitasi oleh KPw BI Provinsi Sumatra Utara

Kerja sama komersialFokus pada usaha menjalin kerja sama dengan industri atau eksportir

Optimalisasi peran Koperasi Raja Jumbo

Melaksanakan kebijakan

Sebagai bagian dari RPJMD Kabupaten Nunukan, kegiatan budidaya rumput laut telah menjadi program unggulan kedua setelah kelapa sawit.Pengaturan zonasi dan sarana-prasarana produksi oleh Dinas Perikanan Kabupaten Nunukan

Bagian dari Program Minapolitan

Untuk mencapai tujuan-tujuan pengembangan klaster, pihak pengelola klaster perlu menetapkan prioritas-

prioritas pengembangan klaster. Dalam kajian ini, pihak pengelola klaster tidak menyatakan secara eksplisit

prioritas-prioritasnya, namun penelaahan wawancara menyatakan bahwa prioritas-prioritas klaster-klaster

subsektor perkebunan adalah sebagai berikut:

171

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-93. Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster

Aspek Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele

Penguatan bisnis untuk kepentingan pelaku

Target ekspor dan kerja sama dengan industri; Penguatan kelembagaan koperasi sebagai lembaga pemasaran satu pintu; Pemanfataan fasilitas gudang dan mesin pres dari Bank Indonesia

Perluasan jaringan pasar, penjajakan diversifikasi produk dan penjajakan ekspor

Penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster

Penguatan kelembagaan dan kapabilitas anggota, terutama dalam hal budidaya dan pasca panen

Penguatan kelembagaan dan kapabilitas anggota (pengelolaan usaha); Optimalisasi peran Koperasi Raja Jumbo

Perbanyakan R&D Tidak dinyatakan secara definitifPerbanyakan R&D produk turunan dan pembuatan pakan sebagai bentuk budaya inovasi yang dibangun bersama anggota klaster

Sumber Pendanaan Klaster

Aspek finansial merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan usaha apapun. Pendanaan

diperlukan dalam pengembangan klaster untuk membangun suatu sistem usaha yang saling terhubung dan

tergantung satu dengan yang lainnya. Pendanaan ini sebetulnya dimaksudkan sebagai stimulasi, seringkali

sifatnya adalah subsidi dari para stakeholders. Berikut adalah komposisi pendanaan klaster-klaster subsektor

perikanan:

Tabel II-94. Sumber Pendanaan Klaster

Sumber Dana Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele

Pemerintah daerah 60% 50%

Pemerintah pusat - 25%

Perusahaan swasta 20% -

Anggota klaster 10% -

Lainnya: BI: 10% BI: 25%

Kerja Sama yang Pernah Dibangun dengan Klaster Lain yang Sejenis

Kerja sama dengan klaster lain yang sejenis dapat mendorong kemajuan masing-masing klaster. Berikut

adalah kerja sama yang pernah dibangun dengan klaster lain yang sejenis:

Tabel II-95. Kerja Sama yang Pernah Dibangun dengan Klaster Lain yang Sejenis

Bidang Kerja Sama Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele

Pemasaran Pemasaran dan simpul pemasaran Belum ada

ProduksiKerja sama bahan baku berupa bibit unggul dengan kelompok pembudidaya rumput laut katonik di Sulawesi Selatan, lembaga penelitian di Maros (BRPAP) dan Lampung (BBPAL)

Belum ada

Teknologi Belum ada Belum ada

Pengembangan SDM Belum ada Belum ada

Sistem Pengelolaan Klaster

Masing-masing manajemen klaster subsektor perkebunan ini telah berhasil membangun suatu sistem

pengelolaan klaster. Sistem pengelolaan klaster ini dicirikan dengan keberadaan unsur-unsur pengelolaan

klaster sebagai berikut:

172

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-96. Sistem Pengelolaan Klaster

Sistem Pengelolaan Klaster Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele

Adanya struktur pengelolaan klaster (struktur organisasi pengelola dan aturan main)

Klaster sudah memiliki struktur organisasi pengelola

Klaster sudah memiliki struktur organisasi pengelola (GAPOKDAKAN), sedang membentuk Koperasi Raja Jumbo

Adanya kantor Ada Ada, rumah dari tokoh GAPOKDAKAN

Adanya kepercayaan dan keterbukaan antar anggota

Anggota saling berinteraksi dan berbagi informasi

Anggota saling berinteraksi dan berbagi informasi, terutama pada aktivitas

Aktivitas berjejaring (networking), seperti promosi, pembentukan jaringan

Terdapat kegiatan berjejaring, baik itu pengembangan jaringan dan relasi dengan lembaga bisnis ataupun non bisnis.

Terdapat kegiatan berjejaring, baik itu pengembangan jaringan dan relasi dengan lembaga bisnis ataupun non bisnis.

Pengembangan organisasi Usaha pengembangan organisasi terjadi Pembentukan Koperasi Raja Jumbo

Kegiatan rutin: pertemuan rutin, kelompok kerja (working group), kerja sama protek dan lain-lain

Terdapat kegiatan pertemuan rutin pengurus organisasi

Terdapat kegiatan pertemuan rutin pengurus organisasi

Kegiatan Champion/Manajemen Klaster

Dalam kajian ini, para representasi pengelola klaster diminta untuk menilai aktivitas-aktivitas manajemen

yang sudah dilakukan. Intensitas kegiatan dinilai dari beberapa parameter. Tabel II-97 merupakan penilaian

manajemen dari kedua klaster. Rerata dari penilaian tersebut menunjukkan bahwa aktivitas manajemen

Klaster Lele lebih intensif (4.56) dibanding kegiatan yang dilakukan oleh manajemen Klaster Rumput Laut

Nunukan (2.44). Kendala organisasai (strutur dan sistem pengelolaan/aturan main) merupakan faktor

penghambat kegiatan, yang mana pada Klaster Rumput Laut struktur elemen tersebut belum tersedia.

Tabel II-97. Aktivitas Manajemen Klaster

NoAktifitas manajemen klaster Lele Rumput Laut

RerataSejauh mana manajemen setuju dengan aktivitas manajemen MK-1 MK-1

1

Peng

emba

ngan

Ke

giat

an Ja

ringa

n Kl

aste

r a. Pertemuan Rutin Tahunan untukTopikTertentu 3 4 3,50

b. Kunjungan tahunan kepada anggota klaster 5 5 5,00

2 Anggotanya Terlibat dalam organisasi klaster mis. Komitmen manajemen 4 1 2,50

3 Adanya tim manajemen klaster yg kuat, fleksibel 3 1 2,00

4 Memiliki stratgi pendorong bisnis (bisnis-driven) sebagai faktor keberhasilan 3 1 2,00

5Klaster memiliki kmampuan mengelola sumberdaya, membuat diagnosis kebutuhan sektor yang spsifik, dan menyusun strategi untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki

4 1 2,50

6Adanya hubungan yang baik, dengan lembaga pemerintah daerah dan pusat, berdasarkan kemitraan yang stabil dan berkesinambungan

5 1 3,00

7Memiliki dan menawarkan teknologi barudan tepat guna sebagai layanan yang berharga kepada anggota klaster

5 3 4,00

8Menginisiasi dan memberi dukungan untuk kegiatan bersama antara perusahaan, R&D dan lembaga pelatihan

4 4 4,00

9 Sentralisasi informasi /akses (sumberdaya) 5 1 3,00

Pada Klaster Lele terlihat pelibatan anggota dalam komite klaster, kemampuan mengelola sumber daya

dan menyelesaikan masalah, menginisiasi dan memberi dukungan R & D, pertemuan manajemen rutin,

dan adanya tim manajemen klaster yang dinamis masih perlu diperkuat (nilai kisaran 3 dan 4 pada skala 6).

173

Gambaran Umum Klaster

Fase Perkembangan Klaster

Kematangan kelembagaan klaster dapat dilihat dari fase mana klaster tersebut tumbuh sesuai dengan

indikator-indikator umum yang berlaku. Gambaran perkembangan kedua klaster tersebut dapat dilihat

pada matriks tabel berikut:

Tabel II-98.Pemetaan Fase Perkembangan Klaster di Subsektor Perikanan

No Uraian

Fase Klaster

Starting Phase Consolidating Phase Development Phase Reorienting Phase

Ikan Lele

Rumput Laut

Ikan Lele Rumput Laut Ikan

LeleRumput Laut

Ikan Lele

Rumput Laut

1 Lama Berdiri

2 Koordinasi

3 Inovasi

4 Kegiatan

5 Kelembagaan

6 Kepengurusan

7 Keanggotaan

8 Perencanaan

9 Pertanggung jawaban

1) Klaster Rumput Laut Nunukan

Selain dilihat dari usia inisiasi klaster, fase konsolidasi Klaster Rumput Laut Nunukan dapat dilihat dari kriteria:

koordinasi masih sedikit, kelembagaan mulai dirintis, kepengurusan sudah terbentuk, keanggotaan masih

terbatas. Namun demikian, 3 parameter telah mengarah kepada fase pengembangan, yaitu : 1) berdasar

inovasi sudah dalam penerapan (bukan penjajakan lagi) yaitu berupa teknologi pengeringan rumput laut

model gantung, yang biasanya hanya dihamparkan. Kegiatannya juga sudah melebihi fase konsolidasi,

demikian juga mekanisme pertanggungjawaban sudah berjalan dengan baik. Sayangnya, perencanaan

pengembangan klaster belum ada dalam bentuk RKA. Hal ini mungkin saja terkait dengan keorganisasian

yang belum disepakati struktur organisasinya, sehingga tata kelolanyapun belum disiapkan.

2) Klaster Lele Tebing Tinggi

Klaster Lele Tebing Tinggi juga menunjukkan peta yang sama, dimana 7 dari 9 parameter mengindikasikan

klaster ini berada pada fase konsolidasi. Kegiatan koordinasi antar pelaku masih sedikit, karena manajemen

klaster memang masih sedang dikembangkan kapasitasnya (terutama kapasitas pengurus yang sudah

dibentuk) dan bagaimana mengedukasi masyarakat sehingga anggota dalam klaster mulai bertambah

melalui praktek baik yang dilakukan oleh para pionir. Inovasi mulai dijajaki seperti mencoba produk-produk

174

Gambaran Umum Klaster

turunan lele juga merupakan ciri fase ini. Walaupun belum ada mekanisme pertanggungjawaban yang

sistematis (merupakan kelemahan), namun masyarakat/pelaku klaster ini memiliki kegiatan yang banyak,

sehingga mencirikan klaster ini dapat berkembang

B. Rantai Nilai Klaster

Berikut adalah gambaran rantai nilai komoditas masing-masing klaster subsektor perikanan.

Gambar II-49. Rantai Nilai Klaster Rumput Laut – Nunukan

Rumput laut yang dibudidayakan dan dikembangkan di sepanjang pesisir Kabupaten Nunukan adalah jenis

Eucheuma cottonii atau dikenal dengan istilah perdagangan katonik. Area budidaya untuk pengembangan

klaster ini berada pada wilayah 1 kecamatan di 2 desa, melibatkan 165 petani, dengan kapasitas produksi

saat ini mencapai 170 ton per tahun pada tahun 2014. Adanya hubungan baik dengan beberapa kelompok

pembudidaya katonik yang ada di Sulawesi selatan dan lembaga penelitian di Maros (BRPAP) dan Lampung

(BBPAL), maka ketersediaan bibit unggul dpat di akses, walaupun jaraknya sangat jauh. Selain itu, dengan

adanya pelatihan dan bimbingan dari PPL Dinas Perikanan Kabupaten Nunukan serta berbagai dukungan

oleh Bank Indonesia Perwakilan Kaltim maka pengembangan budidaya pun dapat terwujud. Dari hanya

puluhan bentang menjadi ratusan bentang per petani (rata-rata 300 bentang), dari produktivitas 3 kg

kering per bentang tali, menjadi 7 kg kering perbentang atau terjadi kenaikan 130 %.

Pada rantai nilai Klaster Rumput Laut Nunukan, tidak terjadi proses pengolahan produksi. Di mana setelah

dilakukan penanganan pasca panen, komoditas rumput laut langsung dijual. Perdagangan rumput laut

akan efisien jika melalui mekanisme perdagangan partai besar. Mekanisme perdagangan partai besar

ini membutuhkan keberadaan perusahaan/usaha skala menengah. Peta rantai nilai rumput laut juga

menunjukkan bahwa untuk sampai kepada konsumen akhir komoditas ini, melalui tahapan proses yang

lebih panjang dibandingkan dengan rantai nilai Ikan Lele. Panjangnya tahapan proses ini memunculkan

banyak peluang usaha.

175

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-50. Rantai Nilai Klaster Ikan Lele – Kuta Baru

Sementara itu pada rantai nilai Ikan Lele, proporsi terbesar Ikan Lele yang terdistribusi dalam bentuk segar,

yaitu 95%. Proses pertambahan nilai masih sedikit dilakukan, salah satunya adalah pembuatan abon lele.

Pengembangan dan penelitian terkait pembuatan produk turunan yang dapat menambah nilai ini perlu

dilakukan.

C. Tantangan dan Kendala Klaster

Kendala-kendala dalam mengembangkan usaha budidaya pertanian, terjadi juga dalam upaya budidaya

di sub sektor perikanan. Pengembangan Klaster Ikan Lele di Tebing Tinggi mendapatkan tantangan yang

cukup kuat. Program minapolitan yang menjadi cikal bakal klaster merupakan program pembangunan desa

dan harus tetap dilanjutkan misinya. Sementara infrastruktur (sebagai contoh) yang merupakan sarana

penting saat ini belum memadai sehingga dampak klaster belum menyeluruh kepada masyarakat. Kedua

Klaster Ikan Lele Kuta Baru sampai saat ini telah menggerakkan 22 kelompok usaha budidaya ikan lele

dengan masing-masing anggotanya berjumlah 10 orang. Anggota klaster ini 90% dikelola oleh etnis Jawa.

Selain itu 100 orang pembudidaya lele di luar kelompok juga sudah tergabung. Jadi total pembudidaya

lele dalam klaster berjumlah 320 orang. Anggota klaster tersebut tersebar di seluruh dusun berjumlah 7

dusun. Dusun V adalah dusun utama dimana 90% keluarga merupakan pembudidaya ikan lele, disusul

Dusun III (50%), Dusun VII (30%), Dusun I (20%), Dusun VI (20%), Dusun II (10%), dan Dusun IV (10%).

Di Kecamatan Tebing Tinggi sendiri terdapat 14 Desa, dan total 93 dusun. Pola budidaya yang dilakukan

adalah kolam tanah yang dibuat diantara kebus sawit milik masyarakat dengan status sewa selama kebun

sawit tersebut masih produktif. Pola ini menghasilkan simbiosis mutualisme, dimana dari sisi budidaya ikan

pemilik lebih mudah mengontrol, dan disisi budidaya sawit akan menambah kesuburan tanah yang menjadi

sumber hara bagi pertumbuhannya. Informasi dari nara sumber menyebutkan bahwa saat ini kapasitas

kolam baru mencapai 50% karena terkendala oleh suplai air.

Klaster Ikan Lele Kuta Baru

176

Gambaran Umum Klaster

manajemen klaster menilai beberapa masalah, dan pengaruhnya terhadap kegagalan klaster. Keseluruhan

penilaian terlihat pada tabel berikut :

Tabel II-99. Penilaian Manajemen Klaster Subsektor Perkebunan Terhadap Masalah

Ketahanan Pangan

No Masalah Klaster Pertanian / Ketahanan Pangan Skor

Rata-rataSeberapa penting/setuju indikator tersebut dalam menyumbang keberhasilan Lele Rumput Laut

1 Kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster 5 6 5,5

2 Kurangnya insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi 4 6 5

3Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)

5 6 5,5

4Kendala budaya perlunya perubahan dalam pendekatan anggota kluster dengan berbagai isu terkait dengan inovasi

5 6 5,5

5 Kurangnya semangat inovatif di perusahaan agroindustri 5 6 5,5

6 Kesenjangan antara perusahaan pertanian dan industri/perusahaan agro industry 5 6 5,5

7Produk pertanian diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang diperoleh sedikit

4 6 5

8 Status kepemilikan lahan yang terbatas dan semakin mengecil 3 6 4,5

9 Kualitas lahan sebagai media tanam yang semakin menurun 4 6 5

Masalah ketahanan pangan pada umumnya akan terjadi pada komoditas yang dikembangkan pada sektor

primer (budidaya), sehingga rumput laut pada tingkat budidaya juga akan menghadapi masalah ini.

D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi

Faktor Kunci

Dalam kajian ini, terdapat tiga faktor yang dinyatakan sebagai faktor kunci keberhasilan klaster, yaitu:

inovasi, networking/pengembangan jaringan dan kompetensi inti. Aspek-aspek yang diasumsikan sangat

mempengaruhi pengembangan inovasi, networking dan kompetensi inti adalah akses pengetahuan dan

teknologi, budaya, manajerial dan finansial. Pengaruh masing-masing aspek terhadap tiga faktor kunci ini

berbeda-beda di setiap klaster. Berikut adalah uraian tentang pengaruh akses pengetahuan dan teknologi,

budaya, manajerial dan finansial terhadap tiga faktor kunci pendukung keberhasilan klaster di subsektor

perikanan:

Tabel II-100. Matriks Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Klaster Subsektor Perikanan Budidaya

Faktor Kunci Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele Kuta Baru

a) Inovasi 1. Akses pengetahuan dan teknologi

Relatif mudah dan tertanam dalam jaringan dan relasi dengan stakeholders perguruan tinggi dan lembaga penelitian.

Relatif mudah dan tertanam dalam jaringan dan relasi dengan stakeholders terkait

2. Budaya Sikap keterbukaan terhadap perubahan dan kebaruan masih perlu dibangun

Pihak pengurus klaster dan para anggota memiliki sikap yang terbuka terhadap perubahan dan kebaruan, serta kemauan untuk mengambil risiko dalam menerapkan suatu perubahan dan kebaruan yang dinilai akan membawa keuntungan/manfaat

3. Manajerial Kemampuan manajerial terkait inovasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah

Pihak pengurus klaster sudah mulai membangun kapabilitas manajerial dalam mengelola penerapan inovasi, dimulai dengan pembuatan abon lele

4. Finansial Kemampuan pengelolaan keuangan terkait inovasi dan pengambilan risiko terkalkulasi masih perlu ditumbuhkan dan diasah

Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya inovasi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial.

177

Gambaran Umum Klaster

Faktor Kunci Klaster Rumput Laut Nunukan Klaster Ikan Lele Kuta Baru

b) Networking 1. Teknologi Bisa jadi tidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking

Bisa jadi tidak terlalu berpengaruh dalam mendukung pengembangan networking

2. Budaya Sikap dan motivasi untuk menjajaki peluang kerja sama baru perlu ditumbuhkan dan diasah

Pengurus klaster sudah memiliki sikap dan motivasi untuk menjajaki peluang kerja sama baru

3. Manajerial Berpengaruh Kemampuan manajerial terkait networking masih perlu ditumbuhkan dan diasah

Cukup berpengaruh, dalam pengembangan jaringan, perlu mengalokasikan sumber daya dan waktu

4. Finansial Berpengaruh, dalam pengembangan jaringan bisnis, kemauan mengambil dan mengelola risiko finansial penting.

Berpengaruh, dalam pengembangan jaringan bisnis, kemauan mengambil dan mengelola risiko finansial penting.

c) Kompe tensi Inti

1. Teknologi Faktor teknologi, baik itu yang diterapkan dalam proses on farm atau off farm mempengaruhi produktivitas dan kualitas rumput laut yang dihasilkan

Faktor teknologi, baik itu yang diterapkan dalam proses on farm atau off farm mempengaruhi produktivitas dan kualitas Ikan Lele yang dihasilkan

2. Budaya Sikap terbuka terhadap hal-hal baru dan mau belajar serta menerapkan hal-hal baru yang bermanfaat bagi usaha merupakan faktor penentu terbentuk dan terasahnya kompetensi

Sikap terbuka terhadap hal-hal baru dan mau belajar serta menerapkan hal-hal baru yang bermanfaat bagi usaha merupakan faktor penentu dan terasahnya kompetensi

3. Manajerial Berpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi

Berpengaruh, kapabilitas manajerial untuk peningkatan kompetensi

4. Finansial Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang akan meningkatkan kompetensi

Aspek finansial berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan kompetensi dalam kaitannya dengan kemampuan manajerial dan pengambilan risiko untuk melakukan kegiatan yang akan meningkatkan kompetensi

Cerita sukses dalam mengembangkan klaster bukan berarti tidak mengalami kendala dalam proses kepada

tujuan kematangan. Dari 4 aspek (akses teknologi, budaya, managerial, dan finansial) keempat aspek

tersebut mempengaruhi dalam proses pengembangan inovasi, networking, dan kompetensi inti SDM.

Sejauh mana aspek-aspek tersebut mempengaruhi faktor kunci, dan berimplikasi pada perkembangan

klaster, kedua nara sumber (manajemen klaster) memberikan penilaiannya.

Di klaster Rumput Laut terjadi inovasi pada lini pengolahan pasca panen, yaitu penerapan cara pengeringan

rumput laut model gantung. Menurut nara sumber manajemen klaster, faktor akses pengetahuan dan

teknologi, budaya, manajerial dan finansial sangat berpengaruh dalam mendukung atau menghambat

terjadinya pengetahuan. Di dalam klaster Rumput Laut Nunukan terjadi pengembangan jaringan

(networking) usaha ataupun non usaha. Networking usaha meliputi pengembangan kerja sama usaha

dalam penyediaan bibit saprodi. Networking non usaha yang terjadi adalah pengembangan kerja sama

dalam hal pengetahuan rumput laut dengan Kementerian Perikanan. Pihak manajemen klaster Rumput

Laut menyatakan bahwa faktor teknologi merupakan faktor pendukung dan penghambat networking.

Pelaku inti klaster Rumput Laut menguasai kompetensi budidaya rumput laut dan penanganan pasca

panen yang baik. Faktor teknologi, budaya, manajerial dan finansial dapat mendukung atau menghambat

pengembangan kompetensi inti di dalam klaster.

Pada klaster Ikan Lele Kuta Baru, inovasi yang terjadi adalah budidaya ikan lele di lahan kebun sawit, di

mana terjadi simbiosis mutualisme antara perkebunan sawit dan budidaya ikan Lele, yaitu perkebunan sawit

mendapatkan keuntungan berupa penyerapan unsur hara residu pakan di kolam ikan Lele yang terdifusi

ke lapisan tanah perkebunan dan meningkatkan kesuburan tanaman sawit. Pengusaha budidya ikan Lele

mendapatkan keuntungan berupa harga sewa tanah yang murah. Inovasi lain yang mulai diterapkan

adalah membuat produk turunan Ikan Lele. Akses pengetahuan dan teknologi merupakan faktor-faktor

yang berpengaruh penting dalam menggerakkan budaya inovasi di mana ketika BI mulai mengenalkan

178

Gambaran Umum Klaster

proses pengembangan produk turunan Ikan Lele, kelompok perempuan di lokasi klaster segera merespon

dan muncul produk-produk baru lainnya). Terkait dengan faktor budaya, masyarakat tersebut tidak ogah-

ogahan menerima hal-hal baru (budaya). Faktor manajerial berpengaruh penting terhadap terjadinya inovasi,

salah satunya didukung oleh ketokohan dan kemampuan mendorong masyarakat untuk bergerak maju dan

memotivasi masyarakat untuk mengikuti praktek baik yang telah dilakukan orang lain. Networking usaha

dan non usaha terjadi di klaster Ikan Lele, di mana faktor menajerial menjadi pengungkit faktor lain, seperti

finansial, teknologi dan budaya melalui stimulasi peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan, kendala

finansial dapat diatasi seiring berjalannya bisnis yang terjadi. Dalam klaster ikan Lele, pelaku inti menguasai

kompetensi inti budidaya ikan Lele. Kendala yang dihadapi terletak pada bagaimana mengubah pola pikir

pembudidaya ikan dari orientasi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ke usaha bisnis perikanan, sebagai

upaya untuk menciptakan usaha baru.

Faktor Keberhasilan Klaster

Rerata penilaian responden terhadap indikator keberhasilan klaster sub sektor perikanan dan budidaya

ditampilkan pada tabel penilaian di bawah ini.

Tabel II-101. Penilaian Responden Terhadap Faktor Keberhasilan Klaster Subsektor

Perikanan dan Budidaya

NO Keberadaan Indikator yang menyumbang keberhasilan

Ada / Tidak

Lele Rumput LautRerata

MK SK-1 SK-2 MK SK-1 SK-2 SK-3

1 Terdapat Networking dan kemitraan Ada 5 6 6 5 6 4 5 5,29

2 Terdapat modal sosial yang kuat Ada 5 6 5 5 3 5 5 4,86

3 Terdapat basis inovasi yang kuat (R&D tinggi) Ada 5 6 6 5 5 4 3 4,86

4 Kepemimpinan dan visi bersama Ada 4 5 5 4 4 2 2 3,71

5 Terdapat kompetensi/keahlian yang kuat Ada 5 5 6 5 5 3 2 4,43

6 Spesialisasi Ada 5 5 5 4 4 4 5 4,57

7 Infrastruktur yang memadai Ada 6 6 6 4 6 5 4 5,29

8 Terdapat perusahaan besar Tidak 5 4 5 1 1 1 1 2,57

9 Budaya kewirausahaan yang kuat Ada 5 6 6 2 3 5 5 4,57

10 Kedekatan dengan pemasok Ada 5 5 4 5 6 5 6 5,14

11 Akses pada sumber keuangan Ada 5 5 6 5 6 5 6 5,43

12 Akses ke jasa spesialis TIdak 5 5 5 1 1 1 1 2,71

13 Akses pasar Ada 5 6 6 5 4 6 6 5,43

14 Akses terhadap jasa pendukung bisnis Ada 4 5 4 4 4 5 6 4,57

15 Persaingan Ada 4 6 6 5 6 5 5 5,29

16 Akses informasi (Pasar, teknologi dll) Ada 5 6 6 4 5 6 6 5,43

Rerata penilaian responden terhadap indikator klaster adalah sebesar 4.63. indikator yang menyumbang

keberhasilan terbesar yaitu indikator akses informasi (pasar, teknologi, dll), akses pasar dan akses pada

sumber keuangan. Secara lengkap, peringkat indikator keberhasilan klaster sub sektor perikanan dan

budidaya, ada pada gambar di bawah ini.

179

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-51. Peringkat Faktor Keberhasilan-Rerata Subsektor Perikanan Budidaya

E. Dampak Kualitatif dan Kuantitatif Klaster

Dampak Kualitatif

1) Penilaian Manajemen Klaster

Dampak-dampak kualitatif yang paling dirasakan oleh pihak manajemen klaster secara berturut-turut

adalah:

1. Klaster menciptakan usaha/pengusaha baru

2. Meningkatkan jumlah tenaga kerja

3. Secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya

4. Jumlah anggota klaster meningkat

5. Anggota klaster merasa nyaman dengan klaster

6. Pelatihan secara khusus/terspesialisasi

7. Peningkatan produktivitas

8. Sarana dan prasarana lebih memadai

180

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-102. Penilaian Manajeman Klaster atas Dampak Kualitatif

NoDampak Kualitatif Klaster dari indikator keberhasilan Klaster dan tingkat

kepentingannya Skor

Indikator Lele Rumput Laut Rata-rata

1 Anggota Klaster merasa nyaman dengan klaster 5 5 5

Dam

pak

Adan

ya K

last

er M

enga

kiba

tkan

2a meningkatkan jumlah tenaga kerja 5 6 5,5

2b menciptakan usaha / pengusaha baru 6 6 6

2c Iklim usaha yang kondusif 4 4 4

2d Perpanjangan tangan dari jasa dan kegiatan anggota klaster 4 5 4,5

2e Hubungan yang lebih erat antara industri dan akademisi 4 3 3,5

2f Secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya 5 6 5,5

2g komunikasi lebih lancar dan mapan dengan pembuat kebijakan 5 2 3,5

2h Pelatihan secara khusus / terspesialisasi 5 5 5

2i Peningkatan produktivitas 5 5 5

2j Peningkatan efisiensi 4 5 4,5

2kSarana dan prasarana lebih memadai (jalan,listrik, air, kesehatan, dan fasilitas dan jasa layanan publik

5 5 5

2l Peningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana ibadah, dan kesehatan 4 4 4

3 Jumlah anggota klaster meningkat 5 6 5,5

4 klaster telah menarik perusahaan-perusahaan baru di wilayahnya 4 5 4,5

5 Teknologi baru telah muncul melalui klaster 5 3 4

2) Penilaian Pelaku Klaster

Berikut adalah penilaian responden pelaku klaster atas dampak kualitatif pengembangan klaster, dengan 8

indikator yang memperoleh rerata nilai di atas 5:

1. Peningkatan produksi dan penjualan

2. Merasa nyaman bergabung dengan klaster

3. Penambahan jumlah aset usaha

4. Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus dan terspesialisasi

5. Kemitraan yang solid dan transparan

6. Kemudahan memasarkan produk

7. Kemudahan akses lembaga

8. Adanya saluran/keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha

Tabel II-103. Penilaian Pelaku Klaster atas Dampak Kualitatif

No Persepsi Pelaku Klaster terhadap indikatorLele Rumput Laut

Rata-rataPK-1 PK-2 PK-1

1 Merasa nyaman bergabung dengan Klaster 5 5 6 5,33

2 Penambahan jumlah aset usaha 5 5 6 5,33

3 Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus / terspesialisasi 5 5 6 5,33

4 Produk lebih inovatif 5 4 6 5

5 Kemitraan yang lebih solid dan transparan 5 5 6 5,33

6 Peningkatan produksi dan penjualan 6 5 6 5,67

7 Kemudahan untuk memperoleh bahan baku 5 3 6 4,67

8 Kemudahan memasarkan produk 5 5 6 5,33

181

Gambaran Umum Klaster

9 Kemudahan akses lembaga 6 4 6 5,33

10 Permasalahan yang dihadapi lebih cepat teratasi 4 5 6 5

11 Adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha 5 5 6 5,33

3) Penilaian Stakeholder Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para stakeholders klaster pada subsektor

perikanan:

Tabel II-104 Penilaian Stakeholder atas Dampak Kualitatif

No Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya

Lele Rumput lautRata-rata

SK-1 SK-2 SK-1 SK-2 SK-3

1 Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya 4 6 6 6 6 5,6

Deng

an a

dany

a kl

aste

r m

enga

kiba

tkan

2 Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 6 6 6 6 6 6

3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 5 5 6 6 6 5,6

4 Iklim usaha yang kondusif 4 6 6 6 6 5,6

5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)

4 6 6 6 6 5,6

6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)

4 6 6 6 6 5,6

Indikator memberi manfaat positif bagi perekonomian masyarakat sekitar adalah indikator yang memperoleh

rerata penilaian paling tinggi.

4) Penilaian Non Pelaku Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh para non pelaku klaster pada subsektor

perikanan:

Tabel II-105. Penilaian Non Pelaku Klaster atas Dampak Kualitatif

No Manfaat Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya

Skor

Lele Rumput Laut Rata-rata

1 Merasa nyaman tinggal di lokasi / sekitar lokasi klaster 4 6 5

Deng

an a

dany

a kl

aste

r m

enga

kiba

tkan

2 memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 5 6 5,5

3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 3 6 4,5

4 iklim usaha yang kondusif 5 6 5,5

5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)

3 6 4,5

6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)

3 6 4,5

7 Reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik 5 6 5,5

Tiga indikator yang memperoleh penilaian tertinggi adalah: memberi manfaat positif bagi perekonomian

masyarakat sekitar (5,5), iklim usaha yang kondusif (5,5) dan reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik

(5,5).

Dampak Kuantitatif

Kajian ini juga berupaya untuk mengukur sejumlah indikator dampak kuantitatif dari keberadaan klaster,

sebagaimana dirangkum dalam tabel berikut:

182

Gambaran Umum Klaster

Tab

el I

I-10

6. D

amp

ak K

uan

tita

tif

Pen

gem

ban

gan

Kla

ster

No.

Dam

pak

Lele

Rum

put

Laut

Rera

ta

Peru

baha

nAw

al F

asili

tasi

Saat

Ini

Peru

baha

nAw

al F

asili

tasi

Saat

Ini

Peru

baha

n

1Ju

mla

h An

ggot

a ya

ng m

asuk

ke

dala

m k

last

er (e

ntita

s)44

220

400

9716

570

,10

235,

05

2Ju

mla

h Te

naga

Ker

ja12

065

045

03

1023

3,33

341,

67

3Ju

mla

h us

aha/

peng

usah

a 0

880

02

515

047

5

4Ju

mla

h ja

sa d

an k

egia

tan

untu

k an

ggot

a kl

aste

r (un

it)0

00

01

100

50

5Ju

mla

h in

dust

ri m

itra

(ent

itas)

00

01

0-1

00-5

0

6Ju

mla

h ak

adem

isi m

itra

(inst

itusi)

10

-100

11

0-5

0

7To

tal j

umla

h in

vest

asi a

nggo

ta (R

p.)

2,6

40,0

00,0

00

13,

200,

000,

000

400

50,0

00,0

0055

0,00

0,00

01,

000

700

8Ju

mla

h pe

latih

an s

ecar

a kh

usus

14

300

01

100

200

9Ju

mla

h pr

oduk

si (v

olum

e/bu

lan)

1.5

736

6,67

10,0

00

1

70,0

00

1600

983,

33

10Pr

oduk

tivita

s ou

tput

150

150

03

713

3,33

66,6

7

11Kl

aste

r tel

ah m

enar

ik p

erus

ahaa

n ba

ru d

i wila

yahn

ya0

00

14

300

150

12Te

knol

ogi b

aru

yang

mun

cul m

elal

ui k

last

er0

00

01

100

50

13Pe

ning

kata

n tra

nsak

si/pe

njua

lan

kom

odita

s (R

p.)

7,5

60,0

00,0

00

35,

280,

000,

000

366,

6710

0,00

0,00

02,

380,

000,

000

2280

1,32

3,33

183

Gambaran Umum Klaster

2.3.6. Subsektor Industri Manufaktur

2.3.6.1. Profil Umum Klaster Subsektor Industri Manufaktur

Komoditas peternakan yang dikaji dalam pengembangan klaster peternakan ini meliputi komoditas Domba

di Kelurahan Juhut Kabupaten Pandeglang dan komoditas sapi potong di Kelurahan Polosiri Kabupaten

Semarang. Lokasi dan sebaran masing-masing klaster disajikan pada table berikut ini.

Tabel II-107. Matriks Profil Umum Klaster Subsektor Manufaktur

No Nama klaster/awal inisiasi Kecamatan Desa Pelaku (org) Kap. Prod

(vol/bln)Komitmen pengembangan

klaster

1Klaster Rotan Trangsan

Inisiator FEDEP/GTZ-REDGatak Trangsan

80 yang tercatat sebagai anggota dan 194 pelaku yang ada disekitar wilayah klaster

Terus sampai batasan mandiri

2Klaster Komponen Kapal

KebasenTalang Kebasen 29 IKM Terus sampai batasan mandiri

Temuan yang bersifat umum untuk dua komoditas yang dikembangkan pada sub sektor peternakan di

antaranya:

1. Kedua klaster ini merupakan klaster yang diinisiasi oleh pemerintah daerah, atas dukungan dari

berbagai pihak terutama pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Klaster logam terutama, mendapat

dukungan penuh untuk inisiasi klaster dari pemerintah pusat. Dalam proses inisiasi pembentukan

klasternya, keterlibatan forum pengembangan ekonomi pada level kabupaten FEDEP dan level provinsi

FPESD sangat besar. Hal ini dikarenakan Provinsi Jawa Tengah sangat peduli dalam pengembangan

ekonomi melalui pendekatan klaster industri.

2. Klaster manufaktur ini terdiri dari dua komoditas yang berbeda karakteristiknya. Komoditas rotan

dengan berbagai turunan merupakan produk dengan orientasi pasar ekspor. Sementara untuk produk

komponen kapal, walau peluang untuk ekspor bisa terjadi, namun sampai saat ini merupakan produk

yang masih terus dikembangkan dengan berbagai R & D dan produksinya.

3. Klaster ini merupakan klaster yang diinisiasi pemerintah, baik pemerintah pusat dan pemerintah

daerah. Klaster Rotan berdiri atas inisiiasi dari Bappeda dan FEDEP Kabupaten Sukoharjo. Dalam

perkembangannya kemudian didukung juga oleh pemerintah provinsi Jawa Tengah melalui FPESD,

pemerintah pusat melalui Kemenkop UKM dan Kemenperind, serta didukung oleh program dari GTZ-

RED, KPw BI Solo, dan Program PROSPECT Indonesia yang dilakukan oleh PUPUK Bandung. Sementara

Klaster Komponen Kapal Kebasen diinisiasi oleh Kementrian Perindustria, Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Provinsi Jawa Tengah dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal.

Program pengembangan klaster komponen logam pun diintervensi oleh Program SMIDeV JICA yang

diinisiasi bersama PUPUK Bandung.

4. Khusus untuk komoditas rotan, sebagai komoditas ekspor ditemukan tentangan yang memberikan

pengaruh cukup kuat terutama pada factor “Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan

pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan

air)”. Pada tenaga kerja, walau terjadi peningkatan secara jumlah yang terlibat dalam klaster, namun

di satu sisi juga menghadapi kendala pada ketersediaan tenaga kerja terampil yang terus berkurang

dikarenakan adanya serapa oleh perusahaan lain yang sedang bertumbuh di daerah sekitar klaster.

Secara lengkap dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

184

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-52. Grafik Tantangan dan Kendala Komoditas Ekspor

5. Dari 16 Indikator keberhasilan dalam pengembangan klaster sub sektor manufaktur, spesialisasi,

kepemimpinan dan visi bersama, dan terdapat networking dan kemitraan merupakan indikator yang

cukup menonjol dalam bisnis ini dengan skala penilaian 6. Artinya bisnis ini memang membutuhkan

keahlian spesifik, leadership yang kuat dan jejaring kemitraan baik pada level bisnis dan non bisnis.

Indikator yang kurang menonjol adalah persaingan. Pada kasus klaster rotan, persaingan yang sehat

masih sulit dilakukan oleh pelaku bisnis, terkadang masih terjadi perang harga di antara seama pelaku

klaster.

2.3.6.2. Deskripsi Komoditas Kajian Klaster Subsektor Industri Manufaktur

A. Profil Kelembagaan Klaster

Inisiator

Klaster subsektor industri ini keduanya diinisiasi oleh pemerintah melalui perkuatan keunggulan produk

daerah. Kedua klaster ini dikelola oleh lembaga multi stakeholders yang disahkan oleh pemerintah daerah

melalui SK dari pemerintah. Klaster rotan, kelembagaannya disahkan oleh SK FEDEP sebagai pendamping

pengembangan klaster di tingkat kabupaten. Sementara klaster komponen kapal, pengelola klaster disahkan

melalui SK Bupati Kabupaten Tegal.

Rotan Trangsan

Inisiator pembentukan Klaster Rotan Trangsan adalah FEDEP Sukoharjo, yang pada awalnya melakukan

kajian terhadap potensi pengembangan ekonomi di Kabupaten Sukoharjo. Bank Indonesia sendiri masuk

ke dalam pengembangan klaster dalam rangka meningkatkan fungsi intermediasi perbankan melalui

pendekatan cluster usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kantor Bank Indonesia (BI) Semarang

membangun kerja sama dengan GTZ RED- Lembaga kerjasama Indonesia Jerman - untuk mengembangkan

klaster mebel rotan di Desa Trangsan, Kabupaten Sukohardjo, Jawa Tengah. Kemitraan strategis yang

dilakukan BI tersebut didasari fakta belum optimalnya realisasi kredit perbankan selama tahun 2006 untuk

kalangan UMKM di Jateng. Pemilihan cluster mebel rotan di Trangsan menyangkut adanya potensi yang

besar di wilayah itu.

185

Gambaran Umum Klaster

KPw BI Provinsi Jawa Tengah kemudian melakukan kegiatan identifikasi klaster dengan menggunakan

metode Rural Rapid Appraisal, dengan memilih Klaster Mebel Kayu Bulakan – Sukoharjo, klaster mebel

Rotan Trangsan – Sukoharjo, klaster Produk Furniture Jepara, dan klaster mebel dan handycraft, Blora.

Hasil kajian tersebut kemudian memilih klaster mebel rotan untuk dijadikan pilot project pengembangan

klaster. Hal ini sejalan dengan program pemerintah Kabupaten Sukoharjo yang telah menjadikan klaster

unggulan daerah melalui FPESD. Selain bahwa klaster rotan ini telah menjadi wilayah binaan dari Deutsche

Geselischaft fur Technische Zusammenarbeit – Regional Economic Development (GTZ RED), produknya

berorientasi ekspor, adanya industry inti (leading company) dan lokal Champion.

Klaster Rotan Trangsan berdiri tanggal 24 Desember 2009. Tujuan dari pengembangan Klaster Industri Rotan

Trangsan adalah mengembangkan kawasan Trangsan secara terpadu sebagai kawasan industri kerajinan

rotan/handicraft (district industry), kawasan wisata (tourism district), dan kawasan budaya (cultural district)

yang maju sebagai salah satu unggulan daerah. Klaster rotan didirikan dengan beberapa pertimbangan

seperti: usaha sudah berjalan (pernah mengalami kejayaan), sudah terjadi linkage yang cukup baik antara

hulu dan hilir, cakupan wilayah usaha dan dampak ekonomi yang cukup besar (serapan tenaga kerja dan

pendapatan).

Klaster Rotan Trangsan ini dalam pengelolaannya dilakukan oleh sebuah tim kelompok kerja (Pokja) klaster

rotan yang diketuai oleh Mujiman dengan pembinaan langsung oleh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo.

Pengelola Forum Rembug Klaster Rotan Trangsan ini ditetapkan dengan surat keputusan ketua Forum

Pengembangan Ekonomi Kerakyatan/Forum for Economic Development and Employment Promotion

(FEDEP) Kabupaten Sukoharjo.

Komponen Kapal Kebasen

Klaster yang menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal terdiri dari sekitar 29

IKM (industri kecil menengah) logam penghasil komponen kapal, yang lokasi usahanya terkonsentrasi di

Desa Kebasen, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Klaster ini termasuk ke dalam

sektor industri dan sub sektor manufaktur.

Dimulai semenjak jaman penjajahan Belanda, Tegal sendiri telah lama menjadi salah satu lokasi pertumbuhan

industri kecil menengah berbasis logam. Kumpulan pelaku usaha yang menghidupi rantai nilai produk

logam ini, dapat dikatakan bertumbuh secara organik dari waktu ke waktu, mulai dari pelaku pengumpul

logam bekas dan penjual bahan baku fero dan non fero yang telah berusaha sejak lama sampai dengan

pelaku usaha perdagangan dalam berbagai skala yang juga telah berperan menjadi pendorong tumbuhnya

IKM penghasil produk logam.

Salah satu faktor pendorong pertumbuhan usaha industri dan perdagangan komponen perkapalan

adalah wilayah Tegal sendiri yang merupakan salah satu daerah maritim pantai utara Jawa yang memiliki

pengaruh kuat sebagai pelabuhan perdagangan dan usaha nelayan/penangkapan ikan. Di Tegal terdapat

banyak galangan kapal dan juga pedagang peralatan/komponen perkapalan. Beberapa pedagang telah

mampu menjalin hubungan usaha dengan pelaku industri besar perkapalan di Indonesia. Sebagaimana

digambarkan dalam visualisasi rantai nilai, koordinasi dan kerja sama antar pelaku sudah sejak lama terjalin

dan bertumbuh secara dinamis.

186

Gambaran Umum Klaster

Kelembagaan pengelolaan klaster terdiri dari pengelola klaster dan pelaksana pengembangan kompetensi

inti industri daerah Komponen Kapal Kabupaten Tegal yaitu Koperasi Mandiri Sejahtera dan Dinas

Perindustrian dan Perdagangan sebagai pendorong dan penanggungjawab fungsi koordinasi dan sinergi

antar pemangku kepentingan terkait untuk kegiatan-kegiatan yang berada di bawah peta panduan

pengembangan kompetensi inti industri daerah komponen perkapalan Kabupaten Tegal serta pelaksana

fungsi penyaluran bantuan (baik sarana ataupun teknis), pembinaan dan pendampingan.

Sejalan dengan sejumlah amanat program pengembangan kompetensi inti industri daerah Kabupaten

Tegal ini, yaitu memperkuat asosiasi sebagai pelaksana pengembangan kompetensi inti komponen kapal,

memperkuat kerja sama dengan lembaga pembina melalui legalisasi kelembagaan, membangun linkage

antar IKM dalam klaster pada tahun 2011, sekelompok pelaku usaha komponen kapal dengan difasilitasi

oleh Disperindag Kabupaten Tegal memutuskan untuk mendirikan Koperasi Mandiri Sejahtera sebagai

wadah kelembagaan pengembangan klaster. Koperasi Mandiri Sejahtera memperoleh izin legalitas pada

akhir tahun 2012. Koperasi ini akan dikembangkan menjadi Koperasi Produksi dan Pemasaran. Struktur

kepengurusan sudah terbentuk dan keanggotaan masih dibatasi pada pengusaha produsen komponen

perkapalan. Koordinasi antar IKM Komponen Perkapalan sebagai anggota koperasi, sudah mulai berjalan

dan terwujud dalam beberapa kegiatan, termasuk kegiatan perencanaan pengelolaan unit usaha yang baru

saja dilakukan pada bulan Juli 2014.

Kelompok Kerja (POKJA) non formal yang fokus pada pengembangan IKM Logam Komponen Kapal telah

terbentuk pada September 2013 melalui SK Bupati Tegal. POKJA ini terdiri dari stakeholders-stakeholders

industri logam komponen kapal, yaitu Kementerian Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal, Bappeda Kabupaten Tegal,

Dinas Koperasi, UKM dan Pasar Kabupaten Tegal, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal, JICA dan KADIN

Kabupaten Tegal. Salah satu pendorong berdirinya POKJA ini adalah SMIDEP-JICA.

Setiap inisiator yang melakukan pengembangan klaster memiliki alasan yang berbeda-beda. Walaupun

begitu, alasan yang dikemukan merupakan pengejawantahan dari visi atau misi dari lembaga dimaksud.

Dan atau bisa juga sebagai upaya mendukung kebijakan dari pemerintah, baik merupakan produk

unggulan daerah dan kompetensi inti industri. Tabel II-108 menunjukkan alasan-alasan para inisiator 2

klaster subsektor manufaktur:

187

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-108. Inisiator, Alasan dan Komitmen Para Inisiator Pengembangan Klaster

Subsektor Manufaktur

Klaster Rotan Trangsan Klaster Komponen Kapal Kebasen

InisiatorPemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo atas dukungan dari FPESD Provinsi Jawa Tengah dan FEDEP Kabupaten Sukoharjo

Kementerian Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal

Tanggal Bergabung 2009 – 2014 2012 – 2014

Lama Keterlibatan Dalam Klaster 4 Tahun 2 Tahun

Alasan Mengem-bangkan Klaster

Core lembaga Merupakan core lembaga yang sesuai dengan tupoksi Merupakan core lembaga yang sesuai dengan tupoksi

CSR

Kebijakan Pusat

Merupakan upaya memperkuat komoditas

Kebijakan Internal

Merupakan kebijakan internal lembagaMerupakan kebijakan internal untuk mewujudkan komptetensi inti industry daerah

Komitmen pengembangan Terus sampai batasan mandiri Terus sampai batasan mandiri

Kajian ini juga bermaksud mengetahui dasar/kriteria yang dijadikan acuan oleh para inisiator dalam memilih

atau menentukan pengembangan suatu klaster. Berikut adalah uraian tentang dasar/kriteria penentuan

pengembangan dua klaster yang termasuk ke dalam subsektor manufaktur:

188

Gambaran Umum Klaster

Tab

le II

-109

. Pen

entu

an D

asar

/Kri

teri

a Pe

ng

eng

emb

ang

an K

last

er

Das

ar/K

rite

ria

Klas

ter

Rota

n Tr

angs

anKl

aste

r Ko

mpo

nen

Kapa

l Keb

asen

a) B

erda

sark

an

kebe

rada

aan

klas

ter

sebe

lum

nya

1) M

erup

akan

kla

ster

yan

g su

dah

ada/

dike

mba

ngka

n se

belu

mny

aPe

rluas

an in

terv

ensi

dari

klas

ter m

ebel

yan

g le

bih

dahu

lu

dibe

ntuk

, tah

un 2

003

Sebe

lum

din

yata

kan

seba

gai k

last

er, d

aera

h Ke

base

n su

dah

mer

upak

an s

alah

sat

u w

ilaya

h in

dust

ri ke

cil m

enen

gah

loga

m d

i Kab

upat

en Te

gal.

2) M

erup

akan

kla

ster

yan

g sa

ma

seka

li be

lum

dik

emba

ngka

n se

belu

mny

a-

-

b) B

erda

sark

an

nila

i stra

tegi

s kl

aste

r

1) M

endu

kung

pen

gend

alia

n in

flasi

dan

atau

pen

gem

bang

an e

kono

mi

daer

ahEk

spor

rota

n m

enyu

mba

ng 0

.88

tota

l eks

por d

aera

h -

2) M

erup

akan

pro

duk

ungg

ulan

da

erah

Rota

n di

teta

pkan

seb

agai

pro

duk

ungg

ulan

dae

rah

kare

na

pote

nsi p

elak

u us

aha,

pro

duk

dan

mam

pu tu

rut s

erta

m

enge

ntas

kan

kem

iskin

anPr

oduk

ung

gula

n da

erah

3) Te

rmas

uk d

alam

Ren

cana

Ker

ja

Prog

ram

Pen

gem

bang

an Ja

ngka

M

enen

gah

Daer

ah (R

KPJM

D)

Seca

ra e

kspl

isit m

asuk

dal

am m

isi k

e-4

penj

abar

an v

isi d

aera

h 20

10-2

015

Peta

Pan

duan

(roa

d m

ap) P

enge

mba

ngan

Kom

pete

nsi I

nti I

ndus

tri K

ompo

nen

Kapa

l Ka

bupa

ten

Tega

l 201

2-20

14

4) M

anda

t khu

sus

(misa

l: pa

rtisip

asi

wan

ita, k

ota/

desa

, dam

pak

lingk

unga

n)-

-

5) B

esar

nya

jum

lah

pela

ku u

saha

(U

MKM

) ter

mas

uk p

egaw

ainy

aJu

mla

h pe

laku

Kla

ster

Rot

an y

ang

men

jadi

ang

gota

seb

anya

k 80

ora

ng, d

an p

elak

u ya

ng te

rdat

a se

bany

ak 1

94 o

rang

Jum

lah

pela

ku u

saha

IKM

Log

am K

ompo

nen

Kapa

l di

Keba

sen

adal

ah 2

9 us

aha

yang

m

empe

rker

jaka

n se

kita

r 171

ora

ng

c) P

oten

si pe

ngem

bang

an

klas

ter

1) P

erm

inta

an p

asar

yan

g be

sar/

belu

m te

rpen

uhi

Pasa

r pot

ensia

l ada

lah

eksp

or, n

amun

pas

ar d

omes

tik b

elum

te

rgar

ap d

enga

n op

timal

Perm

inta

an te

rus

bertu

mbu

h se

iring

den

gan

bertu

mbu

hnya

indu

stri

perk

apal

an n

asio

nal.

2) P

oten

si be

rtum

buh

Kebi

jaka

n m

enge

nai p

engg

unaa

n ro

tan

di ti

ngka

t ins

tans

i aka

n m

enja

di p

oten

si pe

ngem

bang

an p

asar

dom

estik

yan

g ba

gus.

Opt

imal

isasi

desig

n ak

an m

emun

culk

an p

asar

terte

ntu

Terd

apat

pel

uang

bag

i ind

ustri

kom

pone

n pe

rkap

alan

unt

uk b

ertu

mbu

h, y

ang

mun

cul d

ari

men

ingk

atny

a ju

mla

h ar

mad

a ka

pal;

kebu

tuha

n pe

rem

ajaa

n ka

pal,

di m

ana

seba

gian

bes

ar

kapa

l di I

ndon

esia

ber

usia

lebi

h da

ri 30

tahu

n da

n pe

ngem

bang

an in

dust

ri ka

pal n

asio

nal

yang

saa

t ini

mas

ih te

rgan

tung

pad

a 60

-70%

por

si ko

mpo

nen

kapa

l im

por.

IKM

man

ufak

tur l

ogam

mas

ih b

erpo

tens

i bes

ar u

ntuk

ber

tum

buh

kare

na p

elua

ng p

asar

mas

ih

terb

uka.

Keb

ijaka

n pe

mba

tasa

n im

por k

ompo

nen

kapa

l jel

as m

erup

akan

pel

uang

bag

i ind

ustri

da

lam

neg

eri u

ntuk

mem

anfa

atka

n m

omen

tum

men

gem

bang

kan

dan

men

ingk

atka

n da

ya

sain

g

189

Gambaran Umum Klaster

Das

ar/K

rite

ria

Klas

ter

Rota

n Tr

angs

anKl

aste

r Ko

mpo

nen

Kapa

l Keb

asen

c) P

oten

si pe

ngem

bang

an

klas

ter

3) P

oten

si be

rsai

ng d

enga

n pe

sain

g in

tern

asio

nal

Pesa

ing

prod

uk U

KM R

otan

Indo

nesia

ber

asal

dar

i CIn

a,

Viet

nam

, Mal

aysa

iaPr

oduk

IKM

Log

am K

ompo

nen

Kapa

l mem

iliki

pot

ensi

untu

k be

rsai

ng d

enga

n pe

sain

g in

tern

asio

nal,

teru

tam

a de

ngan

pro

duk

dari

Cina

, Mal

aysia

4) P

oten

si ke

naik

an p

enda

pata

n ba

gi

UMKM

Teru

tam

a ke

tika

perlu

asan

pas

ar b

isa d

ilaku

kan,

bai

k un

tuk

eksp

or m

aupu

n pa

sar d

omes

tikPe

ning

kata

n da

ya s

aing

pro

duk

IKM

Log

am K

ompo

nen

Kapa

l Keb

asen

ber

pote

nsi

men

ingk

atka

n ke

naik

an p

enda

pata

n IK

M

5) K

eber

adaa

n “l

ead

firm

” ya

ng

mem

puny

ai ja

ringa

n UM

KM

Ada

6 pe

rusa

haan

eks

porti

r bes

ar y

ang

terli

bat d

alam

pe

ngem

bang

an k

last

er, d

an m

emili

ki je

jarin

g ya

ng c

ukup

bai

k de

ngan

pen

graj

in (s

ubko

ntra

ktor

)-

6) P

oten

si un

tuk

men

cipta

kan

lapa

ngan

ker

jaSe

rapa

n te

naga

ker

ja c

ukup

bes

ar, t

erut

ama

mel

alui

pol

a su

b ko

ntra

ktor

yan

g di

laku

kan

oleh

eks

porti

rPe

ngem

bang

an k

last

er d

apat

men

ingk

atka

n pe

nyer

apan

tena

ga k

erja

yan

g di

seba

bkan

ole

h pe

ning

kata

n pe

rmin

taan

dan

pem

belia

n pr

oduk

.

7) K

eter

libat

an p

emer

inta

h/do

nor

(sta

keho

lder

s)G

TZ, B

I, PE

MKA

B, P

empr

ov, K

emen

trian

KUK

M, K

emen

perin

d,

PUPU

K m

elal

ui p

rogr

am P

rosp

ect y

ang

dida

nai o

leh

UNI E

ropa

Kem

ente

rian

Perin

dust

rian

beke

rja s

ama

deng

an P

emer

inta

h Ka

bupa

ten/

Kota

mad

ya d

an

Pem

erin

tah

Prov

insi

dala

m p

rogr

am in

i.

8) L

ingk

unga

n us

aha

yang

kon

dusif

190

Gambaran Umum Klaster

Setiap inisiator menyusun strategi pengembangan klaster yang berbeda-beda. Berdasarkan pengalaman

Bank Indonesia, inisiasi suatu pengembangan klaster melalui serangkaian tahapan-tahapan tertentu, yang

merupakan mekanisme atau prosedur inisiasi pengembangan klaster. Berikut adalah uraian dari tahapan-

tahapan inisiasi pengembangan keempat klaster subsektor manufaktur yang dilakukan oleh masing-masing

inisiator:

191

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-110. Matriks Tahapan Pengembangan Klaster Perkebunan

Tahapan Pengembangan

Klaster Rotan Trangsan

Tahapan PengembanganKlaster Logam Komponen Kapal

Kebasen Kabupaten Tegal

Menentukan klaster

Penentuan pembentukan klaster diawali dari adanya permasalahan dalam SDM pelaku usaha rotan, seperti tenaga kerja yang terus mengalami penurunan diakibatkan oleh makin banyaknya persaingan dari industri lain yang berkembang di Sukoharjo, pelaku yang saling menjatuhkan dalam bisnis, sehingga merusak iklim usaha yang ada.

Penentuan kompetensi inti dan fokus pengembangannya didasarkan pada pertimbangan hasil analisa terhadap kondisi dan potensi ekonomi daerah dan potensi pengembangan 3 tahun ke depan dan keterkaitannya dengan industri penunjang, industri terkait dan industri di kabupaten dan provinsi lain.

Analisis klaster (Analisis permasalahan, potensi dan rencana intervensi)

Bappeda, melalui Fedep melakukan kajian terhadap potensi bisnis yang ada di Sukoharjo, dan merekomendasikan hasilnya kepada pemangku kepentingan yang ada di Sukoharjo

Beberapa potensi yang kemudian muncul diantaranya yaitu:Potensi Pertanian (POKJA Pertanian)Potensi Industri Perdagangan (POKJA Indag)Potensi Koperasi dan UMKM (POKJA Koperasi dan UMKM)Potensi Pariwisata (POKJA Pariwisata)POKJA Tenaga Kerja

Analisis potensi:Identifikasi dan verifikasi data: beberapa komoditas unggulan di Kabupaten TegalFGD yang menghasilkan daftar pendek dari komoditas unggulan: 1) logam, 2) makanan sehat/tahu, 3) tekstil, 4) bola bulutangkis dan 5) kerajinan kayu/bambuAHP (Analytic Hierarchy Process): LogamPelaku utama industri komponen perkapalan yang berjumlah 29 UKM dengan jumlah tenaga kerja 171 orangSumbangan PDRB tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 3,69% dibanding tahun 2008 sebesar 3% terhadap sektor alat angkut, mesin dan peralatannya.

Berdasarkan diskusi dengan stakeholders diketahui bahwa IKM pengecoran logam yang memproduksi komponen kapal memiliki kompetensi lebih daripada IKM pengecoran logam yang lain. Agar dapat menjadi kompetensi inti, maka diperlukan kompetensi untuk membuat standarisasi produk. Oleh karena itu, ditetapkan bahwa kompetinsi inti IKM di Tegal : Industri Komponen Kapal (IKM) dengan Kemampuan membuat komponen kapal yang terstandarisasi

Tujuan mengembangkan IKM komponen perkapalan yang standar produknya diakui oleh industri perkapalan (transportasi laut) nasional maupun internasional dengan sasaran: meningkatkan kemampuan para pelaku dalam industri pengecoran logam khususnya yang menghasilkan komponen kapal agar dapat menghasilkan produk yang terstandarisasi sesuai kebutuhan alat transportasi laut.

Analisis permasalahan:Analisis SWOTAnalisis Kesenjangan Potensi, dengan hasil sebagai berikut:Standardisasi: produk belum terstandardisasi, pengetahuan standardisasi produk masih terbatas, kesulitan pengujian standar produksiPenguatan dan efisiensi proses produksi dalam sentra/klaster: banyak alat produksi yang belum optimal penggunaan kapasitasnya, belum ada kerja sama pemakaian alat produksi antara IKM dalam klasterPeningkatan kualitas SDM: pengetahuan SDM akan standar mutu kurangPeningkatan teknologi pengolahan logam/produksi komponen kapal: peralatan sudah berusia tua (efisiensi dan efektivitasnya sudah jauh berkurang), kapabilitas alat yang ada terbatasPengembangan pasar: pasar masih terbatas secara tradisional, belum ada linkage resmi dengan industri perkapalan

Rencana intervensi:Penyusunan strategi dan sasaran. Sasaran yang ditetapkan adalah:Strategi penguatan rantai nilai utama: (1) Penguatan produk dan proses produksi: standardisasi produk, peningkatan efisiensi dan efektivitas fasilitas produksi, dan standardisasi proses; (2) Perluasan pasar: kerja sama dengan industri kapal dan industri komponen besarJangka Menengah (2012-2014):Terpenuhinya produk yang terstandardisasi menurut SNIMeningkatnya ketersediaan pasar baru dengan kontrak yang lebih pastiTerpenuhinya peralatan produksi pengecoran logam yang menghasilkan komponen kapal terstandardisasiMeningkatnya proses produksi standar mutu komponen kapalMeningkatnya kemampuan SDM dalam kendali mutu produk komponen kapal; danMeningkatnya jumlah unit usaha sebesar 5 unit usaha dengan kenaikan rata-rata nilai produksi 4-5%

Jangka Panjang (2012-2015):Terciptanya dan dikenalnya produk komponen kapal dari Kabupaten Tegal dengan kualitas yang terpercaya dan dapat diterima oleh masyarakat maritim internasionalKlaster IKM Pengecoran Logam semakin mandiriTerciptanya modernisasi mesin dan alat produksiMeningkatknya industri Komponen Perkapalan menjadi pemasok industri besar dengan kontrak jangka panjang dan lebih pasti

192

Gambaran Umum Klaster

Tahapan Pengembangan

Klaster Rotan Trangsan

Tahapan PengembanganKlaster Logam Komponen Kapal

Kebasen Kabupaten Tegal

Penggalangan komitmen

Bappeda/Fedep bersama dinas terkait lain berintegrasi dan bersinergi untuk membangun dan menginisiasi klaster. Berdasar kepada rekomendasi kebijakan pengembangan klaster yang disampaikan FEDEP kepada pemangku kepentingan, dari tingkat bupati sampai dinas teknis terkait. Komitmen ini didasarkan kepada RPJMD Sukoharjo (top down planning) namun juga

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah menyusun Peta Panduan (road map) Pengembangan Kompetensi Inti Industri Komponen Kapal Kabupaten Tegal 2012-2014

Menyusun perencanaan

Bappeda dengan Perindag menyusun perencanaan melalui FGD

Strategi pengembangan, Kerangka pengembangan KIID, Rencana Tindak Jangka Pendek, Rencana Tindak Jangka Panjang

Melaksanakan pengembangan klaster (sosialisasi, demplot, pelatihan, pendampingan, kelembagaan, pemasaran, dan lain-lain)

Pengembangan promosi produk rotan daerah Sukoharjo sebagai produk unggulan daerah (Pameran-pameran), pengembangan kapasitas SDM UKM terutama dari sisi desain, teknis produksi, pemberian bantuan peralatan, pengembangan terminal bahan baku, pengembangan design, temu bisnis, dll.

Pengembangan jaringan pasar baru (workshop, temu bisnis), Bantuan peralatan fasilitasi produksi; Bantuan pembangunan gedung kantor dan bengkel kerja Koperasi Mandiri Sejahtera di wilayah Kebasen; Sertifikasi BKI (Biro Klasifikasi Indonesia); Penambahan fasilitas laboratorium uji material; Fasilitasi pengujian material produk; Pembentukan Koperasi Mandiri Sejahtera

Monitoring dan evaluasi

Monitoring dilakukan bersamaan dengan rembug klaster dan koordinasi yang dilakukan

-

Exit Phase - -

Pada ketiga inisiasi pengembangan klaster yang dilakukan oleh Bank Indonesia, KPw-KPw inisiator mengambil

peran sebagai arranger strategi dan pelaksanaan intervensi yang melakukan koordinasi dan sinergi dengan

stakeholders dan penerima manfaat (beneficiaries) intervensi, baik sebagai fasilitator, penghubung dan

penyandang dana intervensi (melalui bantuan teknis atau bantuan sarana prasarana). Berikut adalah uraian

tentang jenis-jenis intervensi yang dilakukan setiap inisiator pada pengembangan klaster masing-masing:

193

Gambaran Umum Klaster

Tab

el II

-111

. Jen

is d

an k

on

trib

uto

r in

terv

ensi

Sta

keh

old

er K

last

er S

ub

sekt

or

Man

ufa

ktu

r

Kelo

mpo

k in

terv

ensi

Jeni

s Ba

ntua

nKo

ntri

buto

r

Rota

nKo

mpo

nen

kapa

lRo

tan

Kom

pone

n ka

pal

1.

Bant

uan

pera

lata

n,

sara

na, d

an

infra

stru

ktur

Pera

lata

n ka

ntor

, mes

in

prod

uksi,

M

esin

bub

ut, m

esin

Las

alu

mun

ium

, Ban

tuan

pe

mba

ngun

an g

edun

g ka

ntor

dan

ben

gkel

ker

ja

Kope

rasi

Man

diri

Seja

hter

a di

wila

yah

Keba

sen;

Pe

nam

baha

n fa

silita

s la

bora

toriu

m u

ji m

ater

ial;

APBD

(FED

EP, B

APPE

DA),

APBN

APBD

Kab

upat

en Te

gal,

APBD

Pro

vins

i Jaw

a Te

ngah

, AP

BN (D

irekt

orat

IMK

& AP

Kem

enpe

rind)

, PUP

UK

mel

alui

pro

gram

SM

IDEP

yan

g di

biay

ai o

leh

JICA

2.

Bant

uan

pend

anaa

nPe

rmod

alan

kla

ster

mel

alui

ko

pera

si-

Men

egko

p -

3.

Akse

s ke

pada

pe

mas

aran

Pam

eran

IFFI

NA,

PPE

, IFF

EX,

web

dan

bro

sure

Peng

emba

ngan

jarin

gan

pasa

r bar

u (w

orks

hop,

te

mu

bisn

is)AP

BN, A

PBD,

BI

APBD

Kab

upat

en Te

gal,

APBD

Pro

vins

i Jaw

a Te

ngah

, AP

BN (D

irekt

orat

IMK

& AP

Kem

enpe

rind)

, PUP

UK

mel

alui

pro

gram

SM

IDEP

yan

g di

biay

ai o

leh

JICA

4.

Akse

s ke

pada

sum

ber

baha

n ba

kuBi

snis

Link

aged

enga

n hu

lu,

dan

pem

buat

an te

rmin

al b

ahan

ba

ku

Akse

s ke

pada

bah

an b

aku

yang

men

duku

ng

fasil

itasi

BKI (

bant

uan

keua

ngan

unt

uk p

enca

rian

baha

n ba

ku)

APBD

, PUP

UK m

elal

ui p

rogr

am

PRO

SPEC

T In

done

sia y

ang

dibi

ayai

ole

h EU

, BI

APBD

Kab

upat

en Te

gal,

APBD

Pro

vins

i Jaw

a Te

ngah

, AP

BN (D

irekt

orat

IMK

& AP

Kem

enpe

rind)

, PUP

UK

mel

alui

pro

gram

SM

IDEP

yan

g di

biay

ai o

leh

JICA

5.

Peng

uata

n ke

lem

baga

anPe

mbe

ntuk

an P

OKJ

A Kl

aste

r, Pe

rkua

tan

asos

iasi

Pem

bent

ukan

Kop

eras

i Man

diri

Seja

hter

aFE

DEP-

Bapp

eda

Suko

harjo

, PUP

UK

mel

alui

pro

gram

PRO

SPEC

T In

done

sia

yang

dib

iaya

i ole

h EU

Disp

erin

dag,

Disk

op U

MKM

& P

asar

Kab

. Teg

al

6.

Pem

buat

an d

emop

lot

--

--

7.

Kom

petis

i ino

vasi

tekn

olog

iLo

mba

des

ign

-BI

-

8.

Peni

ngka

tan

kapa

sitas

pe

laku

usa

ha (t

rain

ing,

m

agan

g, s

tudi

ba

ndin

g)

Pela

tihan

any

aman

, man

ajem

en

usah

a, k

ewira

usah

aan

(CEF

E),

pela

tihan

des

ign,

bus

ines

s m

atch

ing

Fasil

itasi

kunj

unga

n ke

gal

anga

n ka

pal d

i Sur

abay

a da

n Ja

karta

, Fas

ilita

si pe

nguj

ian

mat

eria

l pro

duk

FEDE

P, Ba

pped

a, G

TZ-R

ED, B

I, Ke

men

kop

UMKM

, PUP

UK m

elal

ui

prog

ram

PRO

SPEC

T In

done

sia y

ang

dibi

ayai

ole

h EU

APBD

Kab

upat

en Te

gal,

APBD

Pro

vins

i Jaw

a Te

ngah

, AP

BN (D

irekt

orat

IMK

& AP

Kem

enpe

rind)

, PUP

UK

mel

alui

pro

gram

SM

IDEP

yan

g di

biay

ai o

leh

JICA

9.

Pend

ampi

ngan

Pe

mbi

naan

kep

ada

angg

ota

Serti

fikas

i BKI

(Biro

Kla

sifik

asi I

ndon

esia

)FE

DEP-

Bapp

eda,

BI,

GTZ

, PUP

UK

mel

alui

pro

gram

PRO

SPEC

T In

done

sia

yang

dib

iaya

i ole

h EU

APBD

Kab

upat

en Te

gal,

APBD

Pro

vins

i Jaw

a Te

ngah

, AP

BN (D

irekt

orat

IMK

& AP

Kem

enpe

rind)

, PUP

UK

mel

alui

pro

gram

SM

IDEP

yan

g di

biay

ai o

leh

JICA

194

Gambaran Umum Klaster

Klaster Champion/Manajemen Klaster

Klaster Rotan Trangsan ini dalam pengelolaannya dilakukan oleh sebuah tim kelompok kerja (Pokja) klaster

rotan yang diketuai oleh Mujiman dengan pembinaan langsung oleh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo.

Klaster rotan ditetapkan dengan keputusan ketua Forum Pengembangan Ekonomi Kerakyatan/Forum for

Economic Development and Employment Promotion (FEDEP) Kabupaten Sukoharjo. Visi dari Klaster Rotan

Trangsan ini yaitu menjadikan kawasan Trangsan sebagai klaster unggulan terpadu melalui pengembangan

industri rotan, pusat pendidikan dan latihan kerajinan, pusat inkubasi, sebagai tujuan wisata, lingkungan

alam serta sosial budaya sehingga menjadi salah satu identitas Sukoharjo

Sementara pada klaster komponen kapal, pengelola dari klaster ini yaitu pelaksana pengembangan

kompetensi inti industri daerah Komponen Kapal Kabupaten Tegal, Koperasi Mandiri Sejahtera, di bawah

koordinasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan, sebagai pendorong dan penanggungjawab fungsi

koordinasi dan sinergi antar pemangku kepentingan.

Sejalan dengan sejumlah amanat program pengembangan kompetensi inti industri daerah Kabupaten

Tegal ini, yaitu memperkuat asosiasi sebagai pelaksana pengembangan kompetensi inti komponen kapal,

memperkuat kerja sama dengan lembaga pembina melalui legalisasi kelembagaan, membangun linkage

antar IKM dalam klaster pada tahun 2011, sekelompok pelaku usaha komponen kapal dengan difasilitasi

oleh Disperindag Kabupaten Tegal memutuskan untuk mendirikan Koperasi Mandiri Sejahtera sebagai

wadah kelembagaan pengembangan klaster. Koperasi Mandiri Sejahtera memperoleh izin legalitas pada

akhir tahun 2012. Koperasi ini akan dikembangkan menjadi Koperasi Produksi dan Pemasaran. Struktur

kepengurusan sudah terbentuk dan keanggotaan masih dibatasi pada pengusaha produsen komponen

perkapalan. Koordinasi antar IKM Komponen Perkapalan sebagai anggota koperasi, sudah mulai berjalan

dan terwujud dalam beberapa kegiatan, termasuk kegiatan perencanaan pengelolaan unit usaha yang baru

saja dilakukan pada bulan Juli 2014 kemarin.

Kelompok Kerja (POKJA) non formal yang fokus pada pengembangan IKM Logam Komponen Kapal telah

terbentuk pada September 2013 melalui SK Bupati Tegal. POKJA ini terdiri dari stakeholders-stakeholders

industri logam komponen kapal, yaitu: Kementerian Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal, Bappeda Kabupaten Tegal,

Dinas Koperasi, UKM dan Pasar Kabupaten Tegal, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal, JICA dan KADIN

Kabupaten Tegal. Salah satu pendorong berdirinya POKJA ini adalah SMIDEP-JICA.

Visi dan Arah Pengembangan Klaster Jangka Panjang

Sebagai sebuah organisasi, adanya visi atau arah pengembangan organisasi merupakan sesuatu yang

penting. Demikian pun yang terjadi pada kedua klaster Champion ini, sama-sama menetapkan sebuah

target jangka panjang yang ingin dicapai. Tabel II-112 berikut menunjukan kompilasi dari target jangka

panjang yang akan dicapai oleh kedua klaster.

195

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-112. Visi/Target Jangka Panjang Subsektor Industri

Target Visi Klaster Rotan Trangsan Klaster Komponen Kapal Kebasen

Stakeholders

Integrasi dan sinergi dalam pengelolaan program; Menyiapkan Trangsan sebagai klaster yang memungkinkan intervensi dari berbagai pihak guna mengembangkan ke arah yang lebih baik.

Saat ini kelembagaan klaster masih fokus pada koordinasi dan sinergi antar stakeholders, terutama dalam memenuhi Rencana Aksi Jangka Menengah Pengembangan Industri Komponen Perkapalan 2012-2014 dan Tantangan Aksi Sertifikasi BKI SMIDEP

Pasar

Perluasan pasar melalui pengembangan design, untuk pasar ekspor dan menyasar pasar domestik. Khusus untuk pasar ekspor, bersama dengan program Prospect Indonesia yang dilaksanakan oleh PUPUK mengembangkan produk rotan ramah lingkungan (eco-friendly rattan product)

Disperindag telah memfasilitasi Koperasi Mandiri Sejahtera untuk mengembangkan jaringan pemasaran melalui pendalaman penetrasi pasar dengan melakukan kunjungan ke PT. PAL/Galangan Kapal di Surabaya, mengikuti kegiatan pameran/expo seperti: Maritim Expo, Batam Expo. Disperindag berencana untuk menyelenggarakan pameran Tegal Expo, mengikutsertakan semua IKM Logam, terutama yang berada di Jawa Tengah dan sekitarnya. Sampai saat ini, pihak koperasi belum memperoleh penawaran dari kegiatan pengembangan jaringan pasar barunya. Strategi produksi dan pemasaran yang akan dikembangkan oleh Koperasi Mandiri Sejahtera adalah koperasi akan menawarkan produk-produk yang dapat dibuat sesuai dengan kapabilitas existing para anggota dan kesepakatan transaksi dilakukan melalui koperasi

Operasional

Mengembangkan serta memberdayakan industri dan kerajinan rotan sebagai core business dan sebagai trade mark Klaster Rotan Trangsan

Target operasional yang ditetapkan oleh Koperasi Mandiri Sejahtera adalah mulai melakukan kegiatan-kegiatan. Pertama adalah pendirian fasilitas gedung dan bengkel kerja. Target dalam waktu dekat adalah pada konsolidasi organisasi untuk menyusun dan menyepakati aturan main kegiatan-kegiatan koperasi terkait dengan produksi dan pemasaran produk.

Anggota Membangun kelembagaan klaster dan meningkatkan capacity building forum rembug klaster industri trangsan

-

KinerjaMeningkatkan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia pelaku industri rotan trangsan

Penguatan usaha klaster untuk kepentingan pelaku klaster dengan prioritas pencapaian sasaran-sasaran jangka menengah 2012-2014 program pengembangan kompetensi inti industri daerah melalui pelaksanaan rencana-rencana aksi.

Untuk tujuan jangka pendek dalam pengembangan klaster pada kedua komoditas dapat dilihat pada tabel

II-113.

Tabel II-113. Tujuan Jangka Pendek Klaster

Tujuan jangka pendek Klaster Rotan Trangsan Klaster Komponen Kapal Kebasen

Pengembangan sosial ekonomi

Perkuatan koperasi trangsan manunggal jaya sebagai soko guru perekonomian dan memperkuat bisnis klaster

Perkuatan koperasi Mandiri Sejahtera untuk mengembangkan jaringan pemasaran, melakukan pembinaan kepada anggota, dan workshop bersama

Ekspansi klaster - -

Inovasi dan teknologiInovasi dan teknologi, terutama dalam pengembangan design, bekerjasama dengan STIMIK Nusantara

Terpenuhinya produk komponen perkapalan yang terstandarisasi menurut SNI melalui sertifikasi dari BKI (Biro Klasifikasi Indonesia).

Pendidikan dan training

Pendidikan dan training untuk menjaring tenaga kerja terampil yang saat ini jumlah semakin berkurang, kerjasama dengan BLK Kabupaten Sukoharjo

Saat ini belum ada rencana lebih lanjut terkait dengan kegiatan pendidikan dan pelatihan, namun telah diadakan pelatihan perbaikan manajemen produksi melalui prinsip 3s (5S) yang difasilitasi oleh program SMIDEP-JICA (bagian dari rencana aksi peningkatan proses produksi standar mutu komponen kapal)

Kerja sama komersial

Membangun linkage bisnis dengan petani rotan yang ada di wilayah hulu (Katingan, Palu, dan Aceh), melalui fasilitasi yang dilakukan oleh PUPUK dalam program Prospect Indonesia

Usaha penetrasi pasar, melalui studi banding, kunjungan dan temu bisnis, penyelenggaraan pameran/expo.

Melaksanakan kebijakan - -

Kedua klaster juga menetapkan prioritas pengembangan klasternya pada beberapa aspek, dan dapat dilihat

pada tabel II-114.

196

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-114. Tiga Aspek Prioritas Pengembangan Klaster

Aspek Klaster Rotan Trangsan Klaster Komponen Kapal Kebasen

Penguatan bisnis untuk kepentingan pelaku

Pengembangan terminal bahan baku rotan yang dikelola oleh Koperasi Trangsan Manunggal Jaya dan juga penguatan designer untuk anggota klaster, diharapkan nanti dapat menunjang bisnis melalui design yang lebih inovatif

Penguatan usaha klaster untuk kepentingan pelaku klaster dengan prioritas pencapaian sasaran-sasaran jangka menengah 2012-2014 program pengembangan kompetensi inti industri daerah melalui pelaksanaan rencana-rencana aksi

Penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster

Rembug klaster yang rutin dilaksanakan setiap bulan, koordinasi dengan pemerintah daerah untuk pembinaan kelembagaan dan peningkatan kapasitas

Konsolidasi kelembagaan antar anggota untuk menyepakati hal-hal keorganisasian koperasi, terutama yang terkait dengan kegiatan usaha koperasi dan bagaimana pengelolaan unit-unit usaha ini

Perbanyakan R & D

Terutama untuk kepentingan pengembangan designTelah dilakukan kerja sama dengan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro untuk mengembangkan produk baling-baling komponen kapal.

Lainnya - -

Aspek finansial merupakan faktor penting dalam mengembangkan usaha. Dalam mengembangkan klaster,

pendanaan diperlukan untuk membangun sistem ketergantungan entitas satu dengan yang lain. Pendanaan

yang merupakan stimulasi berasal dari seluruh stakeholders tergambar pada tabel berikut.

Tabel II-115. Sumber Pendanaan Klaster

Sumber dana (%) Klaster Rotan Trangsan Klaster Komponen Kapal Kebasen

Pemerintah daerah 12% 35%

Pemerintah pusat 46% 65%

Perusahaan swasta - -

Anggota klaster - -

Lainnya 42% -

Variasi alokasi anggaran pemerintah daerah menujukan perhatian yang cukup besar dalam pengembangan

klaster. Seperti halnya pada klaster-klaster di sub sektor sebelumnya, peran pemerintah telah berkontribusi

cukup besar dalam pengembangan klaster itu sendiri. Namun yang berbeda pada alokasi anggaran pada

klaster rotan, peran lembaga lainnya dalam melakukan pendanaan. Dan jumlah ini didukung oleh lembaga

lain yang turut mengintervensi pengembangan klaster, diantaranya KPw BI Solo, GTZ Red, PUPUK, dan lain

sebagainya. Pada Klaster Rotan Trangsan, manajemen sendiri mengeluarkan alokasi anggaran terutama

untuk kegiatan rutin bersama anggota, namun dari sisi jumlah belum terlalu besar. Rata-rata peningkatan

alokasi anggaran per tahun sebesar 10%.

Sistem Pengelolaan Klaster

Masing-masing manajemen klaster subsektor manufaktur ini telah berhasil membangun suatu sistem

pengelolaan klaster. Sistem pengelolaan klaster ini dicirikan dengan keberadaan unsur-unsur pengelolaan

klaster sebagai berikut:

Tabel II-116. Sistem Pengelolaan Klaster

Sistem Pengelolaan Klaster Klaster Rotan Trangsan Klaster Komponen Kapal Kebasen

Adanya struktur pengelolaan klaster (struktur organisasi pengelola dan aturan main)

Struktur pengelolaan klaster dibentuk melalui SK dari FEDEP Kab. Sukoharjo

Struktur pengelola klaster telah terbentuk dalam wadah Koperasi Mandiri Sejahtera

197

Gambaran Umum Klaster

Sistem Pengelolaan Klaster Klaster Rotan Trangsan Klaster Komponen Kapal Kebasen

Adanya kantorDifasilitasi oleh Desa di lingkungan kantor desa, dengan status menyewa sebesar 1 juta per tahun

Sedang dalam proses pembangunan

Adanya kepercayaan dan keterbukaan antar anggota

Dalam sistem perdagangan, dan komitmen bagi hasil dengan kelompok

-

Aktivitas berjejaring (networking), seperti promosi, pembentukan jaringan

Terlibat aktif dalam berbagai promosi dagang (pameran-pamera) baik yang dilaksanakan di tingkat lokal, nasional, dan internasional

Belum begitu masif

Pengembangan organisasi - -

Kegiatan rutin: pertemuan rutin, kelompok kerja (working group), kerja sama protek dan lain-lain

1 bulan sekali, diberlakukan sharing biaya sebesar 10000 sekali pertemuan

Pertemuan rutin dilakukan oleh koperasi dan difasilitasi oleh dinas dan pendamping

Kegiatan Champion

Dalam kajian ini, para representasi pengelola klaster diminta untuk menilai aktivitas-aktivitas manajemen

yang sudah dilakukan. Berikut adalah rangkuman penilaian tersebut:

Tabel II-117. Aktivitas Manajemen Klaster

No Aktifitas manajemen klaster Rotan Logam Komponen Kapal Rerata

1

Peng

emba

ngan

Ke

giat

an

Jarin

gan

Klas

ter

a. Pertemuan Rutin Tahunan untuk TopikTertentu 5 1 3

b. kunjungan tahunan kepada anggota klaster 5 1 3

3 Adanya tim manajemen klaster yg kuat, fleksibel 5 1 3

4Memiliki strategi pendorong bisnis (business-driven) sebagai faktor keberhasilan

4 4 4

5Klaster memiliki kemampuan mengelola sumberdaya, membuat diagnosis kebutuhan sektor yang spesifik, dan menyusun strategi untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki

4 2 3

6Adanya hubungan yang baik, dengan lembaga pemerintah daerah dan pusat, berdasarkan kemitraan yang stabil dan berkesinambungan

5 5 5

7Memiliki dan menawarkan teknologi baru dan tepat guna sebagai layanan yang berharga kepada anggota klaster

4 6 5

8Menginisiasi dan memberi dukungan untuk kegiatan bersama antara perusahaan, R&D dan lembaga pelatihan

5 1 3

9 Sentralisasi informasi /akses (sumber daya) 5 1 3

Dari penilaian atau persepsi masing-masing pihak manajemen klaster, dapat dilihat bahwa Pokja Klaster

Rotan adalah pengelola yang telah menjalankan fungsi manajerialnya secara menyeluruh dan kinerjanya

cukup baik dalam memajukan klaster. Sementara Koperasi Mandiri Sejahtera, dikarenakan usianya masih

baru beberapa aktivitas masih belum dilakukan dengan menyeluruh. Terlihat masih ada penilaian yang

rendah dengan penilaian skala 1.

Sedangkan jika dilihat dari intensitas kegiatan dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah dapat

dilihat pada gambar II-53 berikut ini.

198

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-53. Penilain Responden terhadap Aktivitas Champion yang Paling Intensif

Fase Perkembangan Klaster

Melihat kepada tahapan pengembangan klaster, klaster Rotan Trangsan saat ini sudah ada pada fase

pengembangan. Sementara klaster komponen kapal mulai memasuki fase konsolidasi (consolidating phase)

di mana semua pihak terkait mulai berkoordinasi, mengkonsolidasikan visi dan aksi masing-masing untuk

mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Berdasarkan pada parameter yang sudah disebutkan pada

teori, maka tabel berikut merupakan pemetaan fase pada kedua klaster.

Tabel II-118. Pemetaan Fase Perkembangan Sektor Industri Manufaktur

NO URAIAN

TAHAPAN KLASTER

Starting phase Consolidating phase Development phase Reorienting phase

Rotan Kapal Rotan Kapal Rotan Kapal Rotan Kapal

1 Lama Berdiri

2 Koordinasi

3 Inovasi

4 Kegiatan

5 Kelembagaan

6 Kepengurusan

7 Keanggotaan

8 Perencanaan

9 Pertanggung jawaban

1) Klaster Rotan Trangsan

Berdasarkan kepada parameter di atas, berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing patameter

pada kedua klaster subsektor manufaktur. Pada klaster Rotan Trangsan, yang menunjukan ciri dari fase

pengembangan dimaksud yaitu:

199

Gambaran Umum Klaster

1. Inisiasi sudah lebih dari 3,5 tahun

2. Pada dimensi koordinasi, secara kelembagaan berjalan dengan baik, baik kepada anggota klaster

melalui mekanisme rembug klaster yang dilakukan setiap 1 bulan satu kali. Kegiatan ini bertujuan untuk

mendiskusikan berbagai macam permasalahan yang dihadapi dan mencari solusi untuk permasalahan

tersebut

3. Peningkatan desain untuk meningkatkan nilai tambah produk dan mendorong branding daerah.

Pola yang sedang dirintis untuk diterapkan yakni dengan memasukan biaya design pada komponen

biaya produk, sehingga baik pengusaha maupun designer sama-sama akan mendapatkan untung.

Pengelolaan bisnis antara designer dengan pelaku rotannya ini akan dilakukan koperasi, sehingga

koperasi menjadi holding company untuk para desainer. Inovasi lain yang juga dilakukan adalah dengan

pendirian terminal bahan baku sebagai upaya menjembatani para pelaku rotan yang memiliki modal

kecil.

4. Sudah relative terorganisirnya kegiatan-kegiatan pengelolaan klaster, baik yang sifatnya rutin atau pun

kegiatan insidentil yang disinergikan dengan program dari dinas terkait

5. Kelembagaan yang dibangun merupakan gabungan dari berbagai stakeholders, yang berasal dari unsur

pengusaha dan pemerintah

6. Keanggotaan terbuka, dan setiap tahun ditargetkan dapat menarik pelaku klaster yang non anggota

bisa masuk dalam keanggotaan

7. Perencanaan selalu dibuat setiap tahunnya

8. Pertanggungjawaban disampaikan dalam setiap rembug klaster

2) Klaster Komponen Kapal

Sementara klaster komponen kapal kebasen yang berada pada fase konsolidasi, berikut adalah ciri-ciri dari

fase-fase dimaksud:

1. Inisiasi sudah lebih dari 3,5 tahun

2. Saat ini pihak-pihak stakeholders yang tergabung dalam POKJA, dan Koperasi Mandiri Sejahtera tengah

berada dalam fase penguatan koordinasi dan sinergi untuk salah satunya merencanakan kegiatan di

tahun anggaran 2015.

3. Inovasi yang harus terjadi adalah perubahan proses produksi mulai dari pemilihan bahan baku apabila

standarisasi produk yang tersertifikasi akan diterapkan

4. Kegiatan. Kegiatan utama yang saat ini sedang berlangsung adalah pembangunan sarana kantor dan

bengkel produksi yang berlokasi di Kebasen, Jawa Tengah

5. Struktur keorganisasian Koperasi Mandiri Sejahtera dan POKJA Klaster Komponen Kapal sudah terbentuk

6. Keanggotaan masih dibatasi pada pengusaha produsen komponen perkapalan

7. Perencanaan definitif belum dilakukan

8. Pertanggungjawaban

B. Rantai Nilai Klaster

Seperti dalam industri umumnya, ketersediaan bahan baku bagi perusahaan mebel Rotan di Indonesia

faktor yang urgen. Perkembangan industri mebel rotan yang tidak luput dari peran para pelaku pemasok

bahan baku di dalamnya. Pedagang, bisa digolongkan menjadi dua, yaitu pedagang besar, yang mampu

melakukan transaksi pembelian rotan antar pulau dan melakukan ekspor; dan pedagang menengah,

200

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-54. Rantai Nilai Klaster Rotan Trangsan – Kabupaten Sukoharjo

Melimpahnya bahan baku Rotan di hulu dan kebijakan pelarangan eksport tidak secara otomatis

menguntungkan bagi industri mebel Indonesia. Kesukaran atau kesulitan pasokan BB Rotan ke Sukoharjo,

menjadi salah satu penyebab terjadi kelesuan pada Industri Rotan disamping melemahnya permintaan

produk mebel akibat resesi ekonomi di Eropa dan Amerika. Untuk mengantisipasi supply bahan baku yang

kurang memadai ini koperasi Manunggal Jaya bersama BI Solo menginisiasi pembentukan terminal bahan

baku rotan. Selain bahan baku utama rotan, dalam rangka memperkuat proses produksi rotan, model-

model produk yang ditawarkan adalah dengan mengkombinasi produk dengan bahan lain seperti kayu,

eceng gondok, pelepah pisang, mendong dan sea grass. 1

Dalam proses pembuatan furniture rotan, ada beberapa bagian kerja, yaitu pembahanan, pembuatan

rangka, pembuatan anyaman, proses finishing, pembuatan cushion, serta packaging. Setiap bagian

kerja ini, dikerjakan oleh subkon. Selanjutnya, untuk unsur keempat dalam rantai nilai yaitu logistik

keluar (perdagangan). Kegiatan yang dilakukan diantaranya proses pengepakan barang dalam kontainer

dikelompokkan sesuai dengan klasifikasi produk dan diawasi seorang mandor dan bagian administrasi.

Bagian administrasi ini bertanggung jawab untuk kelengkapan dokumen. Ia menyiapkan dokumen

1 Salah satu strategi untuk mengantisipasi kesulitan dan kesukaran bahan baku Rotan, pelaku Industri Rotan Indonesia pada awal tahun 2000, menawarkan model mebel dengan menggabungkan dengan bahan lain selain Rotan seperti enceng gondok, pelepah pisang dan serat-seratan lainnya. Strategi ini cukup efektif untuk mengatasi kesulitan dan kesukaran bahan baku sekaligus memvariasikan produk mebel Indonesia. Tumbuhnya pengrajin serat-seratan di sekitar lokasi sentra mebel Rotan sangat mendukung, seperti di Demak, Gresik, Malang, Solo dan Cirebon. Dari beberapa variasi model mebel, penggunaan bahan baku serat-seratan sekitar 50% dari penggunaan bahan baku Rotan, malah ada yang mencapai 80%, dimana Rotan hanya digunakan sebagai kerangkanya saja.

yang memiliki skala usaha lebih kecil dibandingkan pedagang besar. Karena keterbatasannya, pedagang

menengah mengambil rotan dari pedagang besar dan menjualnya kembali kepada pengusaha mebel/

kerajinan kecil. Sementara pengusaha mebel/kerajinan besar, karena sumber daya yang dimilikinya, lebih

suka mendatangkan rotan dari daerah asalnya. Di lapisan paling bawah, terjauh dari pasar maupun dari

sumber bahan baku adalah perajin.

Klaster Rotan Trangsan

201

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-55. Rantai Nilai Klaster Komponen Kapal Kebasen – Kabupaten Tegal

1. Pengadaan bahan baku: Bahan baku logam berasal dari lokal Tegal dan daerah lain, di mana Jakarta

adalah salah satu daerah sumber bahan baku. Di Tegal sendiri terdapat sentra penghasil dan perdagangan

bahan baku logam, termasuk pedagang logam bekas atau baru, yaitu di daerah Pasarean, Kabupaten

Tegal.

2. Proses produksi: Kapabilitas proses produksi yang mencakup pengecoran sampai dengan perakitan.

Kapabilitas ini dikembangkan secara turun temurun.

3. Pemasaran, penghantaran dan pelayanan purna jual: IKM logam komponen kapal telah berhasil menjalin

hubungan usaha dengan pelanggan yang terdiri dari retail, distributor, supplier industri besar, dan

galangan kapal. Faktor kedekatan dengan lokasi galangan kapal sangat mempengaruhi pertumbuhan

usaha komponen perkapalan di Tegal.

4. Infrastruktur pemampu dan penunjang usaha: Kabupaten Tegal memiliki fasilitas laboratorium

pengetesan material/metal. Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebagai satu stakeholders utama

yang berperan sebagai pendorong dan fasilitator pengembangan klaster bekerja sama dengan banyak

stakeholders terkait. Fungsi-fungsi penunjang usaha dalam rantai nilai ini adalah sebagai berikut:

a. Bantuan permodalan: Pemerintah Kabupaten Tegal, LKM, Perbankan, Tengkulak. Mitra Usaha,

Kerabat

b. Penyediaan dan Pengembangan Teknologi: Kementerian Perindustrian, Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah, Pemkab Tegal (Bappeda dan Disperindag)

c. Peningkatan Kapabilitas SDM Pelaku Usaha: Pemkab Tegal (Bappeda dan Disperindag), BPPT, JICA,

UNIDO, Civitas Academica (Universitas Diponegoro, Politeknik Purbaya)

mengenai isi produk yang ada dalam kontainer. Kemudian pelayaran, kontainer dan transportasi kontainer

ke pelabuhan ditangani oleh perusahaan jasa trading/buyer melalui shipping company (yang ditunjuk

industri furniture maupun buyer) dan jasa trucking.

202

Gambaran Umum Klaster

d. Bantuan akses pemasaran: Pemkab Tegal (Bappeda dan Disperindag), BPMD/FPESD Jawa Tengah

e. Penyediaan infrastruktur: Pemkab Tegal

f. Penguatan kelembagaan koperasi: Pemkab Tegal (Bappeda, Disperindag dan Dinas Koperasi, UKM

dan Pasar)

g. Pendampingan/mediator: Pemkab Tegal (Bappeda dan Disperindag), DPDS Kabupaten Tegal, BPPT,

PUPUK (Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil), Civitas Academica.

C. Tantangan dan Kendala Klaster

Secara umum, tantangan dan kendala yang dihadapi oleh klaster sub sektor manufaktur ada pada beberapa

factor, seperti tergambar di bawah:

1. Biaya transportasi dan logistik. Hal ini berkaitan dengan biaya transportasi yang tinggi dan berakibat

pada harga produk yang menjadi tinggi juga dan ketepatan waktu pengiriman.

2. Tenaga kerja yang terspesialisasi. Kasus pada klaster rotan, ketersediaan tenaga kerja terampil yang

makin sulit didapatkan dikarenakan munculnya beragam industry lain yang membutuhkan tenaga

kerja yang banyak yang sedang bertumbuh.

3. Adanya standardisasi produk yang dihasilkan. Dan ini sangat penting dikarenakan model bisnis yang

terjadi masih cenderung job order dengan pembeli dan bukan long term kontrak antara buyer dengan

pelaku klaster.

Selain tantangan dan kendala di atas, pada kajian ini pun dilakukan penialain responden terhadap

tantangan dan kendala yang dihadapi, terutama untuk produk komoditas ekspor. Dari persepsi mengenai

permasalahan yang sering muncul dalam klaster komoditas ekspor dan seberapa penting menyumbang

keberhasilan dinyatakan dalam tabel seperti di bawah ini.

Tabel II-119. Matrik Tantangan dan Kendala Klaster Komoditas Ekspor

No

Masalah Klaster Produk Impor Klaster Rotan Trangsan

Seberapa penting/setuju indikator tersebut dalam

menyumbang keberhasilanNilai Penjelasan kondisi faktualnya (rasionalisasi)

1 Kebijakan yang kurang mendukung pengembangan klaster

5 Sangat Penting:Responden mempersepsikan bahwa kebijakan pemerintah saat ini sudah relatif mendukung pengembangan klaster, hal ini ditunjukan dengan beberapa aktivitas yang diinisiasi oleh pemerintah untuk pembentukan klaster, pelatihan-pelatihan untuk peningkatan kapasitas pelaku usaha, pameran-pameran dalam rangka mempromosikan produk unggulan daerah, dan sebagainya. Hanya saja, dalam meningkatkan penggunaan produk rotan di dalam negeri, masih perlu dilakukan upaya advokasi kebijakan penggunaan rotan di lingkungan instansi pemerintah. Untuk merealisasikannya tentu butuh dukungan dari kepala daerah (bupati atau gubernur)

2 Kurangnya insentif bagi para peneliti untuk melakukan inovasi dan transfer teknologi

5 Sangat Penting:Masalah inovasi dan transfer teknologi merupakan isu yang belum begitu populer. Keberadaan perguruan tinggi dalam turun rembug mengembangkan klaster rotan masih terbatas pada program-program peningkatan kapasitas, seperti pelatihan kewirausaan, manajemen dan lain sebagainya. Kegiatan yang bentuknya riset baru sekali dilakukan oleh Universitas Kristen Satyawacana (UKSW) Salatiga yang melakukan riset pasar terkait produk rotan Trangsan tersebut. Padahal isu mengenai pengolahan limbah atau pun produk ramah lingkungan belum dilakukan. Responden menyampaikan, bahwa pengembangan design produk saat ini tengah mulai diangkat untuk meningkatkan nilai tambah produk dan juga mengangkat ciri khas produk rotan Trangsan.

203

Gambaran Umum Klaster

No

Masalah Klaster Produk Impor Klaster Rotan Trangsan

Seberapa penting/setuju indikator tersebut dalam

menyumbang keberhasilanNilai Penjelasan kondisi faktualnya (rasionalisasi)

3 Kurangnya dana yang memadai untuk kegiatan pengembangan klaster, terutama untuk membiayai peralatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, listrik, dan air)

6 Sangat Penting:Untuk persepsi responden terhadap alokasi dana pengembangan klaster, khusus pada klaster Rotan Trangsan sudah relatif memadai. Akses jalan menuju kawasan sentra sudah relatif lebih baik

4 Kendala budaya perlunya perubahan dalam pendekatan anggota kluster dengan berbagai isu terkait dengan inovasi

5 Sangat Penting:Produktivitas dan kedisiplinan menjadi salah satu yang disoroti dalam penilaian terhadap kendala dan tantangan pengembangan klaster rotan Trangsan. Poin lain yang juga tidak kalah pentingnya yakni mengenai peningkatan design sebagai alat untuk meningkatkan nilai tambah produk. Ada sebuah harapan yang ingin diwujudkan melalu pengembangan design ini, yaitu terciptanya sebuah branding rotan Trangsan sebagai sebuah kearifan budaya masyarakat, dengan tema-tema spesifik. Diharapkan, melalui branding kawasan ini mampu mendorong terwujudnya kawasan Trangsan sebagai kawasan desa wisata industri rotan

5 Kurangnya semangat inovatif di perusahaan hulu

4 Penting:Adanya kebutuhan pemenuhan bahan baku bagi pelaku klaster menjadi masalah yang dihadapi dalam klaster rotan ini. Upaya pemenuhannya baru terwujud pada tahun ini dengan inisiasi BI Solo bersama Koperasi Trangsan Manunggal Jaya dengan mendirikan terminal bahan baku yang dikelola oleh pengurus koperasi. Melalui piloting terminal bahan baku diharapkan gap yang selama ini terjadi, dapat terselesaikan

6 Kesenjangan antara perusahaan hulu dan perusahaan eksportir

4 Penting:Namun sampai saat ini akses ke sumber bahan baku secara langsung belum berjalan, bahkan MoU antara Pemkab Sukoharjo dan Pemkab Katingan belum terealisasi

7 Produk dari perusahaan hulu diklaim memiliki nilai tambah yang tinggi, tapi pada kenyataannya keuntungan yang diperoleh sedikit

4 Penting:Rantai distribusi masih sangat panjang, yang terjadi pedagang antar pulau memainkan harga, ke petani menekan, dan ke eksportir menaikan harga.

8 Kualitas produk belum memenuhi standar yang diinginkan

5 Sangat penting:Pada hubungan antara perusahaan utama (eksportir) dengan sub kontraktor, hubungan yang dibangun ternyata masih cenderung kurang menguntungkan bagi sub kontraktor. Harga yang diterima pihak sub kontraktor masih belum berimbang. Keuntungan sub kontraktor masih terkurangi oleh harga bahan baku yang masih tinggi, namun di sisi lain tuntutan kualitas cukup besar (kualitas harus bagus namun harga tidak sebanding).

9 Lainnya (tenaga kerja) 5 Sangat Penting:Kendala lain yang saat ini dihadapi adalah ketersediaan tenaga kerja terampil yang semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh rendahnya upah yang diterima perajin rotan dibandingkan terhadap upah bangunan, serta persaingan dari industri lain yang bermunculan seperti industri garmen, industri pengolahan plastik, dan industri tekstil

D. Faktor Kunci, Faktor Keberhasilan dan Replikasi

Faktor Kunci Klaster

Dalam kajian ini, terdapat tiga faktor yang dinyatakan sebagai faktor kunci keberhasilan klaster, yaitu:

inovasi, networking/pengembangan jaringan dan kompetensi inti. Aspek-aspek yang diasumsikan sangat

mempengaruhi pengembangan inovasi, networking dan kompetensi inti adalah akses pengetahuan dan

teknologi, budaya, manajerial dan finansial. Pengaruh masing-masing aspek terhadap tiga faktor kunci ini

berbeda-beda di setiap klaster. Berikut adalah uraian tentang pengaruh akses pengetahuan dan teknologi,

budaya, manajerial dan finansial terhadap tiga faktor kunci pendukung keberhasilan klaster di subsektor

hortikultura:

204

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-120. Matriks Faktor Kunci Keberhasilan

Indikator/ Klaster Rotan Trangsan Komponen Kapal Kebasen

Inovasia. Akses

pengetahuan dan teknologi

b. Budayac. Manajeriald. Finansial

Inovasi yang digagas adalah kemunculan terminal bahan baku untuk menyelesaikan masalah kesulitan bahan baku rotan, dan mulai mendorong kemunculan entitas designer dengan pola bagi royalti dan dikelola oleh koperasi

Usaha menuju perolehan sertifikasi BKI adalah juga inovasi bagi para IKM yang ikut serta proses perolehan sertifikasi BKI. Penerapan sistem produksi dan pemasaran koperasi nanti juga merupakan inovasi manajemen usaha bagi pelaku usaha di klaster komponen kapal.

Networking (bisnis dan non bisnis)a. Teknologib. Budayac. Manajeriald. Finansial

Pelaku usaha saling berbagi informasi dan pengetahuan terkait pasar, tren produk terbaru, teknologi, permasalahan proses produksi dan usaha dan lain sebagainya. Pelaku usaha juga melakukan kerja sama usaha yang saling mendukung, terutama dalam mengerjakan pekerjaan melalui skema sub-kontraktor. Kegiatan Klaster Rotan Trangsan ini memiliki networking dan kemitraan yang cukup luas. Stakeholder berperan sesuai dengan tupoksi yang harus dijalankannya, serta dukungan pemerintah dalam proses inisiasi cukup dominan.

Saat ini jaringan dan kerja sama itu telah bertumbuh dengan sendirinya. Pelaku usaha saling berbagi informasi dan pengetahuan terkait pasar, tren produk terbaru, teknologi, permasalahan proses produksi dan usaha dan lain sebagainya. Pelaku usaha juga melakukan kerja sama usaha yang saling mendukung, seperti saling berbagi barang produksi bila diperlukan, saling mengerjakan pesanan bila ada pekerjaan yang perlu disub-kontrakkan

Kompetensi Intia. Teknologib. Budayac. Manajeriald. Finansial

Pengetahuan dasar produksi rotan sudah cukup melekat pada para pelaku klasternya. Hal ini ditunjukan dengan pemasaran produk yang mayoritas berorientasi ke pasar ekspor dan hanya sebagai kecil yang memenuhi pasar lokal. Upaya lain yang dilakukan dalam memperkuat kompetensi adalah pelibatan para anggotanya dalam peningkatan kapasitas (training-training) yang dilakukan baik oleh pemerintah daerah, provinsi maupun pemerintah pusat. Keterlibatan para anggota klaster dalam asosiasi juga merupakan salah satu modal dalam upaya memperkuat kompetensi para pelaku industri rotan

Proses produksi mulai dari pengecoran logam sampai proses finishing. Sudah banyak pekerja yang mengenyam pendidikan yang relevan, seperti STM/SMK/jurusan teknik perguruan tinggi. Perlu memperhatikan efektivitas pendayagunaan teknologi dan perlu melakukan peremajaan peralatan produksi yang terencana dan terkalkulasi. Pelaku usaha juga masih perlu memperhatikan aspek efisiensi dan efektivitas kerja: mulai dari efisiensi penggunaan alat, efisiensi pemanfaatan ruang kerja, efisiensi pemanfataan bahan baku dan sumber daya lain, serta aspek keamanan kerja serta dampak lingkungan

Pada klaster Rotan Trangsan, Walau tidak bisa dikatakan sudah berjalan dengan optimal, akan tetapi

keberadaannya sudah mampu menunjukan tingkat keberhasilan yang ditunjukan dengan berbagai ukuran

(kualitatif dan kuantitatif). Menurut Bappeda Sukoharjo, keberhasilan klaster Rotan trangsan ini ditunjukan

dengan administrasi yang sehat, organisasi yang berjalan dengan baik, dan tingkat usaha yang terus

mengalami peningkatan.

Sementara menurut kepala desa Trangsan keberadaan klaster ini bisa dikatakan berhasil mengingat warga

desa masih memiliki budaya guyub, rukun, dan gotong royong yang masih cukup kuat. Ini merupakan

modal sosial yang bagus dalam pengembangan klaster. Melalui budaya ini ada banyak masalah yang bisa

diselesaikan secara bersama. Melalui klaster, para anggotanya senantiasa di dorong untuk meningkat dari

sisi kapasitas SDM dan juga agar terjadi peningkatan dari sisi kapasitas produksi, ketersediaan SDM yang

memadai, terutama dalam proses produksi rotan, menyebabkan upaya penyelesaian masalah dalam rotan

lebih mudah dilakukan dan dicarikan solusinya, Dukungan stakeholders daerah pun cukup bagus, sehingga

ada banyak strategi pengembangan yang dilakukan, dan terintegrasi di dalam klaster.

Hal lain yang menjadi perhatian sejak berdirinya klaster, yaitu kesadaran akan pentingnya design produk

dalam meningkatkan nilai tambah produk anggotanya. Saat ini sudah mulai digagas munculnya designer

yang akan membantu memunculkan produk-produk yang tidak tergantung pada pesanan. Secara skematik,

designer ini akan dikelola oleh koperasi Trangsan Manunggal Jaya dalam proses kerjasamanya. Royalti design

akan dibayar dari produk yang terjual. Masalah lain yang coba dipecahkan adalah soal ketersediaan bahan

baku. Salah satu upaya yang dilakukan yakni dengan mendirikan terminal bahan baku yang dilakukan oleh

205

Gambaran Umum Klaster

Koperasi Trangsan Manunggal Jaya dengan dana supporting yang diberikan oleh KPw BI Solo. Program

pengadaan bahan baku ini didorong juga oleh program pendampingan yang dilakukan oleh Program

Prospect Indonesia yang dilakukan oleh PUPUK Bandung dan sedang berjalan sampai saat ini.

Aktivitas networking terus dibangun guna makin menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif. Saat ini

jaringan dan kerja sama itu makin bertumbuh seiring dengan aktivitas klaster. Pelaku usaha saling berbagi

informasi dan pengetahuan terkait pasar, tren produk terbaru, teknologi, permasalahan proses produksi

dan usaha dan lain sebagainya. Pelaku usaha juga melakukan kerja sama usaha yang saling mendukung,

terutama dalam mengerjakan pekerjaan melalui skema sub-kontraktor. Kegiatan Klaster Rotan Trangsan

ini memiliki networking dan kemitraan yang cukup luas. Stakeholder berperan sesuai dengan tupoksi yang

harus dijalankannya, serta dukungan pemerintah dalam proses inisiasi cukup dominan.

Dikarenakan industri rotan Trangsan sudah dilakukan secara turun temurun, maka pengetahuan dasar

produksi rotan sudah cukup melekat pada para pelaku klasternya. Hal ini ditunjukan dengan pemasaran

produk yang mayoritas berorientasi ke pasar ekspor dan hanya sebagai kecil yang memenuhi pasar lokal.

Upaya lain yang dilakukan dalam memperkuat kompetensi adalah pelibatan para anggotanya dalam

peningkatan kapasitas (training-training) yang dilakukan baik oleh pemerintah daerah, provinsi maupun

pemerintah pusat. Keterlibatan para anggota klaster dalam asosiasi juga merupakan salah satu modal

dalam upaya memperkuat kompetensi para pelaku industri rotan.

Di klaster komponen kapal ini belum terjadi inovasi, namun upaya-upaya yang dapat memunculkan

faktor pemampu inovasi telah dilakukan. Apabila upaya sertifikasi produk berstandar SNI berhasil, daya

saing produk produk IKM akan meningkat karena harga produk akan dapat distandardisasi. Pendukung/

penghambat pengembangan inovasi menurut pihak manajemen klaster secara berurutan namun dilihat

berpengaruh secara simultan adalah: (1) budaya, (2) manajerial, (3) finansial dan (4) akses pengetahuan

dan teknologi.

Di klaster logam komponen kapal ini mulai terjadi networking, baik networking usaha ataupun non usaha.

Networking non usaha sudah dimulai dari upaya-upaya kerja sama dan sinergi yang bertujuan untuk

mencapai rencana aksi jangka menengah pengembangan kompetensi inti industri daerah 2012-2014. Klaster

ini telah berupaya untuk meningkatkan penetrasi pasar ke industri perkapalan, dengan melakukan studi

banding ke galangan kapal di Surabaya dan Jakarta, namun sampai saat ini belum memperoleh penawaran/

permintaan bisnis. Pendukung/penghambat pengembangan networking menurut pihak manajemen klaster

secara berurutan namun dinilai berpengaruh secara simultan adalah: (1) finansial, (2) budaya (3) finansial

dan (4) teknologi .

Klaster logam komponen kapal Kebasen ini sudah mengandung potensi kompetensi inti generik yang

mencakup kerja rantai nilai dan kompetensi inti parsial yang dimiliki oleh setiap fungsi entitas usaha.

Kompetensi inti dari industri inti di klaster ini adalah: (1) pengecoran; (2) pencetakan; (3) permesinan

(machining) yang terdiri dari: pembubutan, penggerindaan, pengeboran dan pengelasan; (4) pemolesan

(finishing) dan (5) perakitan (assembly). Kompetensi inti dari industri inti adalah akumulasi pengetahuan

dan keterampilan yang terbentuk melalui pengalaman dan praktik secara turun temurun. Dari perspektif

pendayagunaan teknologi, kondisi pelaku usaha-pelaku usaha di dalam klaster ini dapat dibagi ke dalam

tiga kelompok: (1) Mixed technology (campuran antara pendayagunaan teknologi tradisional dan non

tradisional), yang terdiri dari 23 unit usaha; (2) Non traditional technology (hanya melakukan proses machining)

206

Gambaran Umum Klaster

sebanyak 5 unit usaha dan (3) Fully traditional technology (menggunakan peralatan produksi manual mulai

dari pengecoran sampai finishing), sebanyak 1 unit usaha. Kompetensi inti industri inti ini masih harus

ditingkatkan, dengan target pemenuhan standardisasi sertifikasi produk SNI dan proses produksi standar

mutu. Kompetensi inti generik yang mencakup kerja rantai nilai. Pendukung/penghambat pengembangan

kompetensi inti menurut pihak manajemen klaster secara berurutan namun dilihat berpengaruh secara

simultan adalah: (1) budaya, (2) manajerial, (3) finansial dan (4) teknologi.

Faktor Keberhasilan Klaster

Apabila melihat kepada 16 faktor yang menyumbang keberhasilan klaster, dari responden manajemen dan

stakeholders klaster, maka tabel berikut menggambarkan penilaian responden terhadap faktor keberhasilan

pada kedua klaster sub sektor manufaktur.

Tabel II-121. Penilaian Responden terhadap Faktor Keberhasilan Klaster Subsektor Manufaktur

NO Keberadaan Indikator yang menyumbang keberhasilan Ada / Tidak

Rotan Komponen Kapal KebasenRata-rata

MK SK MK SK-1 SK-2

1 Terdapat Networking dan kemitraan Ada 5 6 5 5 3 4,8

2 Terdapat modal sosial yang kuat Ada 5 5 3 5 3 4,2

3 Terdapat basis inovasi yang kuat (R&D tinggi) Ada 4 5 5 5 3 4,4

4 Kepemimpinan dan visi bersama Ada 5 6 3 5 5 4,8

5 Terdapat kompetensi/keahlian yang kuat Ada 5 5 3 4 5 4,4

6 Spesialisasi Ada 5 6 5 4 6 5,2

7 Infrastruktur yang memadai Ada 4 4 3 5 6 4,4

8 Terdapat perusahaan besar Ada 4 6 1 3 3 3,4

9 Budaya kewirausahaan yang kuat Ada 5 4 5 4 5 4,6

10 Kedekatan dengan pemasok Ada 5 3 6 5 6 5

11 Akses pada sumber keuangan Ada 5 3 3 4 5 4

12 Akses ke jasa spesialis Ada 5 3 4 4 4 4

13 Akses pasar Ada 4 5 5 4 5 4,6

14 Akses terhadap jasa pendukung bisnis Ada 4 4 4 4 4 4

15 Persaingan Ada 4 3 3 5 3 3,6

16 Akses informasi (Pasar, teknologi dll) Ada 4 6 3 4 6 4,6

Rerata penilaian responden terhadap indikator keberhasilan klaster sub sektor manufaktur sebesar 4,38.

Indikator yang paling menyumbang keberhasilan klaster berdasarkan kepada penilaian responden adalah

spesialisasi, kedekatan dengan pemasok, dan kepemimpinan dan visi bersama. Secara terinci penilaian

responden klaster terhadap indikator keberhasilan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

207

Gambaran Umum Klaster

Gambar II-56. Peringkat Faktor Keberhasilan - Rerata Subsektor Industri Manufaktur

Replikasi Klaster

Selain inovasi, networking dan kompetensi inti replikasi menjadi sebuah pertanyaan mendasar yang

disampaikan kepada responden. Menurut stakeholders klaster komponen kapal, replikasi dapat dilakukan

pada konteks keprograman. Kesulitan atau kemudahan replikasi akan sangat tergantung pada banyak

faktor. Sementara stakeholders pada klaster rotan, program klaster ini bisa direplikasi, namun tidak dalam

waktu dekat ini, mengingat target pengembangan klaster pada kurun RPJMD 2010-2015 sudah akan

berakhir. Dengan mendasarkan kepada indikator yang disampaikan kepada responden, beberapa aspek

yang bisa direplikasi tergambar pada tabel berikut:

Tabel II-122. Faktor yang bisa di replikasi

Indikator/Klaster Rotan Trangsan Komponen Kapal Kebasen

Kelembagaan klaster √ √

Manajemen produksi dan teknologi √ √

Marketing klaster √ √

Modal sosial klaster √ √

Pengembangan SDM √ √

Dari lima indikator mengenai replikasi, Klaster Rotan Trangsan dan Klaster Komponen Kapal Kebasen

menyebut semua indikator penting.

Persepsi responden stakeholders terhadap aspek yang mempengaruhi keberhasilan replikasi, semuanya

menyebut bahwa empat indikator itu memberikan pengaruh. Hal ini terlihat pada tabel di bawah ini:

208

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-123. Faktor penyebab keberhasilan/kegagalan klaster

Indikator/Klaster Rotan Trangsan Komponen Kapal Kebasen

Budaya dan perilaku masyarakat √ √

Persyaratan teknis √ √

Sarana dan Prasarana √ √

Dukungan pemerintah/stakeholders √ √

Ketersediaan SDM klaster √ √

E. Dampak Kualitatif dan Kuantitaf Klaster

Dampak Kualitatif

Dampak kualitatif yang dikaji mencakup dampak kualitatif yang dirasakan oleh entitas-entitas atau

kelompok-kelompok dalam klaster dan masyarakat luar klaster. Penilaian dampak kualitatif diberikan oleh

pengelola klaster, pelaku inti klaster, stakeholders dan masyarakat umum (non pelaku klaster).

1) Penilaian Manajemen Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak manajemen klaster.

Tabel II-124. Penilaian Responden Terhadap Dampak Kualitatif – Manajemen Klaster

No Dampak Kualitatif Klaster dari indikator keberhasilan Klaster dan tingkat kepentingannya Rotan Komponen

Kapal Kebasen Rerata

1 Anggota klaster merasa nyaman dengan klaster 5 1 3

Dam

pak

Adan

ya K

last

er M

enga

kiba

tkan

2a Meningkatkan jumlah tenaga kerja 4 2 5

2b Menciptakan usah / pengusaha baru 4 3 3,5

2c Iklim usaha yang kondusif 4 1 2,5

2d Perpanjangan tangan dari jasa dan kegiatan anggota klaster 4 1 2,5

2e Hubungan yang lebih erat antara industri dan akademisi 5 1 3

2f Secara umum meningkatkan jumlah investasi para anggotanya 4 1 2,5

2g Komunikasi lebih lancar dan mapan dengan pembuat kebijakan 5 4 4,5

2h Pelatihan secara khusus / terspesialisasi 4 3 3,5

2i Peningkatan produktivitas 4 1 2,5

2j Peningkatan efisiensi 4 1 2,5

2kSarana dan prasarana lebih memadai (jalan,listrik, air, kesehatan, dan fasilitas dan jasa layanan publik

4 3 3,5

2lPeningkatan pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana ibadah, dan kesehatan

3 1 2

3 Jumlah anggota klaster meningkat 5 4 4,5

4 Klaster telah menarik perusahaan-perusahaan baru di wilayahnya 3 4 3,5

5 Teknologi baru telah muncul melalui klaster 3 4 3,5

2) Penilaian Pelaku Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak pelaku klaster.

209

Gambaran Umum Klaster

Tabel II- 125. Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif – Pelaku Klaster

No Persepsi Pelaku Klaster terhadap indikator Komponen Kapal Kebasen Rotan Rerata

1 Merasa nyaman bergabung dengan Klaster 5 6 5,50

2 Penambahan jumlah aset usaha 3 5 4,00

3 Memiliki pengetahuan dan keahlian secara khusus / terspesialisasi 5 6 5,50

4 Produk lebih inovatif 5 5 5,00

5 Kemitraan yang lebih solid dan transparan 3 6 4,50

6 Peningkatan produksi dan penjualan 4 5 4,50

7 Kemudahan untuk memperoleh bahan baku 3 6 4,50

8 Kemudahan memasarkan produk 3 6 4,50

9 Kemudahan akses lembaga 4 5 4,50

10 Permasalahan yang dihadapi lebih cepat teratasi 4 5 4,50

11 Adanya saluran keterwakilan menyuarakan kepentingan usaha 5 6 5,50

3) Penilaian Stakeholder klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak stakeholders klaster.

Tabel II- 126. Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif – Stakeholder Klaster

No Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya Rotan Logam Komponen Kapal Rerata

1 Memberi manfaat reputasi bagi lembaganya 6 6 4 5,3

Deng

an a

dany

a kl

aste

r m

enga

kiba

tkan 2 Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 6 6 6 6,0

3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 6 4 6 5,3

4 Iklim usaha yang kondusif 5 6 6 5,7

5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)

4 6 6 5,3

6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)

5 5 6 5,3

4) Penilaian Non Pelaku Klaster

Berikut adalah penilaian dampak kualitatif yang diberikan oleh pihak bukan pelaku klaster.

Tabel II- 127. Penilaian Responden atas Dampak Kualitatif - Non Pelaku Klaster

No Manfaat Dampak Kualitatif Klaster dari Indikator keberhasilan klaster dan tingkat kepentingannya Rotan Logam Komponen Kapal Rerata

1 Merasa nyaman tinggal di lokasi / sekitar lokasi klaster 3 6 6 5,0

adan

ya k

last

er m

enga

kiba

tkan 2 Memberi manfaat positif bagi perekonomiaan masyarakat sekitar 4 6 0 3,3

3 Menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar 3 6 6 5,0

4 Iklim usaha yang kondusif 5 6 6 5,7

5Sarana dan prasarana lebih memadai (jalan, listrik, air, kesehatan dan fasilitas dan jasa layanan publik)

3 6 5 4,7

6Peningkatan Pelayanan masyarakat oleh klaster (pendidikan, sarana, ibadah dan kesehatan)

3 6 5 4,7

7 Reputasi daerah (branding) menjadi lebih baik 4 6 6 5,3

210

Gambaran Umum Klaster

Dampak Kuantitatif

Penilaian terhadap dampak kuantitatif klaster dilakukan guna mendapatkan informasi seberapa besar

perubahan secara kuantitatif yang terjadi selama intervensi dilakukan. Penilaian ini dilakukan terhadap

beberapa indikator terukur seperti: jumlah anggota, jumlah transaksi, jumlah tenaga kerja yang terserap,

dan lain sebagainya. Gambaran lebih rinci mengenai indikator dampak kuantitatif ini ditayangkan pada

tabel di bawah ini.

211

Gambaran Umum Klaster

Tab

el II

-128

. Pen

ilaia

n R

esp

on

den

ter

had

ap D

amp

ak K

last

er K

uan

tita

tif

No.

Dam

pak

Rota

n Tr

angs

anKo

mpo

nen

Kapa

l Keb

asen

Awal

Fas

ilita

siSa

at In

iKe

tera

ngan

Awal

Fa

silit

asi

Saat

Ini

Kete

rang

an

1Ju

mla

h An

ggot

a ya

ng m

asuk

ke

dala

m k

last

er (e

ntita

s)30

80

021

2Ju

mla

h Te

naga

Ker

ja2.

700

4.00

0Ju

mla

h in

i dia

mbi

l dar

i ke

selu

ruha

n an

ggot

a kl

aste

r bes

erta

pek

erja

nya

00

3Ju

mla

h us

aha/

peng

usah

a 14

019

4

00

Kope

rasi

belu

m

mem

peke

r jaka

n te

naga

pr

ofes

iona

l

4Ju

mla

h ja

sa d

an k

egia

tan

untu

k an

ggot

a kl

aste

r (un

it)2

3

00

5Ju

mla

h in

dust

ri m

itra

(ent

itas)

36

0

0

6Ju

mla

h ak

adem

isi m

itra

(inst

itusi)

26

0

2

7To

tal j

umla

h in

vest

asi a

nggo

ta (R

p.)

800,

000,

000

1,50

0,00

0,00

00

0

8Ju

mla

h pe

latih

an s

ecar

a kh

usus

312

00

9Ju

mla

h pr

oduk

si (v

olum

e/bu

lan)

00

00

10Pr

oduk

tivita

s ou

tput

00

00

11Kl

aste

r tel

ah m

enar

ik p

erus

ahaa

n ba

ru d

i wila

yahn

ya3

60

0

12Te

knol

ogi b

aru

yang

mun

cul m

elal

ui k

last

er1

20

0

13Pe

ning

kata

n tra

nsak

si/pe

njua

lan

kom

odita

s (R

p.)

1,78

6,00

0,00

02,

232,

500,

000

00

212

Gambaran Umum Klaster

Tabel II-128 menunjukkan bahwa mengingat usia klaster Komponen Kapal Kebasen masih relatif baru,

maka dampak kuantitaif belum terjadi. Penambahan terjadi pada keterlibatan anggota dan akademisi.

Sementara pada klaster rotan, rata-rata kenaikan lebih dari 100%. Kenaikan signifikan terjadi pada nilai

investasi dengan peningkatan transaksi/penjualan komoditas. Serapan tenaga kerja juga meningkat secara

signifikan, animo pelaku klaster untuk terlibat menjadi anggota klaster dan jumlah pelaku usaha cukup

meningkat.

213

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

BAB III Analisis Penilaian

Program Penghargaan Kinerja Klaster

3.1 Analisis Konsep Kinerja Klaster

3.1.1 Analisis Faktor Keberhasilan Klaster

Faktor keberhasilan klaster yang dianalisis merujuk kepada 16 kriteria keberhasilan klaster dari landasan

praktis yang disampaikan dalam “A Practical Guide To Cluster Development : A Report To the Department

of Trade and Industry and The English RDAs” oleh Ecotec Research and Consulting.

Untuk mempermudah analisis, kajian ini mencoba mengkonstruksikan garis besar alur logika yang

merepresentasikan beberapa dimensi dari beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja pengembangan

klaster serta hubungan diantara dimensi tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan sebuah kerangka

konsep yang komprehensif sehingga tergambar dengan jelas hubungan antar faktor-faktor yang

memengaruhi keberhasilan pengembangan klaster.

Koherensi antar dimensi menghasilkan konsep pemikiran yang menggambarkan bahwa untuk mendapatkan

kinerja klaster yang baik, paling tidak harus memenuhi 4 aspek/unsur, yaitu: 1) prasarana bisnis, 2) SDM

klaster, 3) kelembagaan klaster, dan 4) peran pemerintah. Model konsep tersebut digambarkan sebagai

berikut:

 

Gambar III-1. Konsep Program Pengembangan Klaster

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

214

Klaster Berkembang dan Berkelanjutan

Klaster berkembang dan berkelanjutan berarti klaster berlangsung terus menerus dalam memanfaatkan

berbagai sumber daya, dan memberikan dampak positif yang semakin luas dari waktu ke waktu, baik dalam

peningkatan ekonomi, perbaikan kondisi/kehidupan sosial, dan perbaikan lingkungan fisik.

Dalam menjalankan sistem yang dibangun, klaster berkembang dan berkelanjutan berorientasi pada tiga

dimensi pembangunan berkelanjutan, yaitu dimensi ekonomi (profit), dimensi sosial (masyarakat), dan

dimensi lingkungan. Dalam konteks pengembangan klaster, ketiga dimensi tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Dimensi Ekonomi: Dimensi ekonomi menekankan pada aspek pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat

baik untuk generasi sekarang ataupun mendatang. Pembangunan atau pengembangan klaster yang

terjadi harus menguntungkan secara finansial, dimana entitas-entitas bisnis mampu berjalan dengan

sukses. Tujuan ekonomi dapat dicapai melalui nilai tambah yang tumbuh dalam klaster, yang terjadi

karena bertambahnya entitas-entitas bisnis dalam klaster, meningkatnya produktivitas dan kualitas

barang/jasa, terjadinya diversifikasi, dan meningkatnya kualitas produk.

2. Dimensi Sosial: Pengembangan klaster harus mencerminkan kehidupan sosial yang harmonis, mampu

mengurangi kesenjangan dan perilaku penyimpangan sosial. Adanya peluang kegiatan produktif bagi

masyarakat tertentu akan menggeser/mengalihkan dan mengantisipasi kegiatan masyarakat yang

mengarah pada tindakan kejahatan sosial. Nilai tambah berupa profit yang dicapai klaster akan memacu

perhatian bagaimana membayar pekerja dengan baik dan meningkatkan kesetaraan pekerja.

3. Dimensi Lingkungan: Pembangunan atau pengembangan klaster tidak mendegradasi sumber daya-

sumber daya lingkungan atau tidak mengkonsumsi sumber daya lingkungan dalam cara-cara yang

tidak dapat diperbaharui atau berkelanjutan. Degradasi lingkungan akan menghambat perkembangan

klaster. Sebaliknya, klaster yang mengusung tema/isu lingkungan akan mempercepat proses pencapaian

tujuan. Klaster padi organik Barito Kuala telah membuktikan pengembalian kesuburan tanah melalui

perlakuan organik dan meningkatkan produktivitas hasil panen padi mereka. Demikian juga dengan

pengembangan klaster domba Juhut yang telah mengalihkan kegiatan masyarakat menjadi peternak

domba, yang semula melakukan penebangan kayu sebagai sumber kehidupannya. Kelangkaan air dan

kecenderungan bencana longsor tidak menjadi kekhawatiran lagi karena konservasi hutan telah terjadi.

Dengan demikian, pendekatan klaster ini sekaligus juga dapat menjawab isu lingkungan.

Klaster berkelanjutan juga mampu menghadapi tantangan, yang menurut Martin dan Mayer (2008)

tantangan tersebut terbagi menjadi tiga, yaitu tantangan globalisasi, perubahan iklim dan keadilan sosial.

Adanya tantangan globalisasi memaksa para inisiator mempertimbangkan kembali sifat dan manfaat dari

hubungan antara ekonomi lokal, regional dan ekonomi global. Globalisasi dapat mengancam kekuatan

klaster karena persaingan pasar yang muncul dari sumber atau tempat yang tidak terduga sebelumnya,

seperti misalnya sertifikasi atas barang dan jasa sebagai persyaratan yang ditetapkan oleh konsumen

internasional. Namun demikian, globalisasi dapat menciptakan pelanggan baru, menyuntikkan teknologi

baru yang meningkatkan daya saing dan mencegah keterkuncian lokal. Artinya, klaster bisa jadi merupakan

simpul jaringan di lokasi-lokasi tertentu, dimana sumber daya dari luar (misalnya investor, pergerakan SDM)

mudah untuk memasuki wilayah tersebut karena adanya daya tarik sebagai potensi ekonomi. Kasus klaster

kakao Sikka dan kopi Bondowoso telah melampaui tantangan keterkuncian lokal, dimana para stakeholders

215

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

telah membuka diri dan sadar secara sistematis menerapkan ketentuan tersebut pada tingkat lokal untuk

masuk ke pasar global. Sebagian produk kopi Bondowoso dan Kakao Sikka telah mendapatkan sertifikat

dari lembaga sertifikasi internasional UTZ Certified, dengan memenuhi kriteria major dan minor di sepanjang

mata rantai nilai industri.

Tantangan kedua berkaitan dengan lingkungan dan ancaman dari perubahan iklim. Lingkungan dan

perubahan iklim sebetulnya juga merupakan isu global seperti emisi CO2, bencana alam, dan konservasi.

Tantangan ini sejalan dengan pilar/dimensi lingkungan yang menjadi isu pembangunan. Contoh pada

kajian ini adalah klaster padi organik yang dikembangkan KPw BI Palembang untuk menjawab tantangan

pada isu konservasi (perbaikan lahan tanam) sekaligus menjawab tantangan gaya hidup sehat sebagai

investasi jangka panjang. Sedangkan pengembangan klaster domba Juhut menjawab tantangan pada isu

konservasi, dimana kegiatan ekonomi melalui budidaya domba telah menggeser kegiatan perusakan hutan

akibat penguasaan hutan oleh 90% masyarakat di lereng Gunung Karang, Pandeglang, Banten menjadi

kegiatan peternakan yang produktif.

Tantangan ketiga berkaitan dengan keadilan sosial dan menjamin kemakmuran ekonomi suatu masyarakat.

Walaupun kesenjangan tingkat upah masih terus terjadi, namun Martin dan Sunley (2003) telah

mendekonstruksi gagasan bahwa klaster “meningkatkan produktivitas, inovasi, daya saing, profitabilitas

dan penciptaan lapangan kerja dari perusahaan penyusunnya, dari wilayah geografis dimana klaster terletak,

dan juga ekonomi nasional secara luas. Tantangan ketiga ini sejalan dengan pilar ekonomi dan pilar sosial

dalam konsep pembangunan berkelanjutan.

Prasarana bisnis

Klaster sebagai sebuah platform dirancang sebagai pendekatan dalam pengembangan ekonomi menuju

daya saing. Oleh karena itu terjadinya interaksi bisnis antar entitas menjadi prioritas penguatan dalam

mengembangkan klaster. Bisnis merupakan usaha untuk mendapatkan nilai tambah melalui proses-proses

tertentu. Dalam proses tersebut dibutuhkan segala sesuatu sebagai penunjang utama untuk mendapatkan

tujuan bisnisnya. Dari 16 faktor keberhasilan pengembangan klaster, 7 diantaranya termasuk dalam

prasarana bisnis, yaitu :

1. Akses pasar

2. Akses informasi Pasar

3. Akses jasa spesialis

4. Kedekatan dengan pemasok

5. Akses pada jasa pendukung bisnis

6. Akses pada sumber keuangan

7. Terdapat perusahaan besar

Gambar III-1 menunjukkan bahwa prasarana bisnis yang ada hanya akan diciptakan dan dimanfaatkan

secara optimal oleh SDM klaster yang berkualitas.

SDM Klaster

Sesuai dengan konsep pembangunan manusia, SDM ditempatkan sebagai input dalam proses bisnis. Selain

pemanfaat dari sumber daya bisnis, SDM juga merupakan penggerak klaster dan pembangun sistem nilai

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

216

bisnis dalam bentuk kelembagaan. SDM bukan sekedar sumber daya belaka, melainkan juga merupakan

modal atau aset bagi institusi atau organisasi, termasuk organisasi klaster. Sebagai aset bahkan SDM sangat

bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan, dan juga bukan sebagai beban biaya. Dalam hal ini SDM

berkualitas akan menyokong pertumbuhan kelembagaan klaster tidak hanya sebagai pengelola, namun

juga sebagai entitas bisnis yang berpeluang membangun kekuatan kolektif karena kemampuan terpadu

dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki oleh setiap individu. Oleh karena itu pada aspek ini terdapat 2

dari 16 faktor keberhasilan klaster yang melekat pada karakter SDM, yaitu :

1. Kompetensi dan keahlian yang kuat

2. Basis inovasi yang kuat

Kelembagaan Klaster

Kelembagaan klaster tidak sekedar dimaknai sebuah organisasi yang mengelola bagaimana klaster

beroperasi, tetapi juga bermakna bagaimana pranata dan sistem terbangun antar pelaku di dalam klaster

untuk menyelesaikan masalah dan memenuhi kebutuhan hidup secara bersama-sama. Kelembagaan

klaster yang kuat akan menjadi daya tarik SDM sebagai asset untuk meningkatkan utilitasnya dalam klaster.

Namun demikian sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kualitas SDM jugalah yang akan membangun

sistem yang telah melembaga di dalam klaster tersebut. Terdapat hubungan timbal balik antara aspek

SDM dengan kelembagaan klaster. Kelembagaan klaster akan mempengaruhi sejauh mana prasarana bisnis

dapat diakses dan tumbuh. Faktor-faktor penentu keberhasilan klaster pada aspek ini adalah :

1. Modal sosial yang kuat

2. Kemitraan dan networking

3. Kepemimpinan dan visi bersama

4. Budaya kewirausahaan yang kuat

5. Persaingan

6. Spesialisasi

Peran Pemerintah

Sesuai perannya dalam pembangunan, pemerintah adalah fasilitator dan regulator. Sebagai fasilitator

pemerintah memiliki tanggung jawab menyediakan sarana publik yang memadai seperti akses transportasi,

listrik, dan air. Menurut pendapat sebuah kajian klaster oleh Universitas Oregon, Amerika Serikat pemerintah

dapat mengambil peran terutama membantu memfasilitasi dalam mengatasi dua masalah utama penyebab

kegagalan klaster, yaitu asimetri informasi dan free riding. Dalam kasus asimetri informasi, pemerintah

dapat memfasilitasi dengan mendidik usaha tentang peluang, tantangan dan ancaman keberlanjutan

usaha yang sifatnya belum terjangkau oleh pelaku usaha. Terkait dengan free riding, pemerintah dapat

memfasilitasi untuk mendorong kerja sama atau usaha-usaha kooperatif di antara pelaku klaster melalui

beragam mekanisme demokratis. Bagaimanapun juga peran pemerintah adalah menyediakan lingkungan

usaha yang kondusif dimana sumber daya manusia dapat membangun sistem interaksi bisnis saling

ketergantungan antar entitas dan memanfaatkan sumber daya bisnis secara optimal.

Sedangkan sebagai regulator pemerintah memainkan peran dalam mendukung berjalannya sistem dalam

klaster dalam bentuk kebijakan. Menurut Porter (1990), kebijakan pembangunan ekonomi pemerintah

seperti legislasi, perpajakan dan regulasi-regulasi perdagangan merupakan ancaman eksternal bagi suatu

217

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

Gambar III-2. Hubungan Hirarki Faktor Keberhasilan Klaster

Setiap peristiwa menimbulkan satu atau beberapa peristiwa yang lain, demikian seterusnya yang satu

mempengaruhi yang lain sehingga merupakan satu lingkaran sebab akibat atau disebut hubungan kausal

atau sebab akibat. Secara umum hukum kausalitas menyatakan bahwa “Setiap Akibat Membutuhkan

Sebab”. Hukum kausalitas digunakan untuk menganalisis secara mikro yang memetakan hubungan antara

beberapa faktor keberhasilan klaster. Hubungan masing-masing faktor pada gambar III-2 dapat dijelaskan

sebagai berikut :

klaster apabila keberadaannya tidak mendukung (misalnya terjadi perubahan). Oleh karena itu dalam

konsep ini ditambahkan dukungan kebijakan sebagai faktor penentu keberhasilan klaster pada aspek peran

pemerintah. Infrastruktur fisik dan dukungan pemerintah berupa kebijakan dalam pengembangan klaster

sebagai faktor penting juga diakui oleh responden dalam kajian ini, bahwa keberadaannya merupakan

pendorong keberhasilan klaster.

Lebih lanjut Porter (1990) menyatakan bahwa keberlanjutan klaster dipengaruhi juga oleh kelemahan internal

seperti produk dan teknologi produksi yang usang, infrastruktur yang usang, pelatihan dan pendidikan tenaga

kerja yang usang, R&D yang usang dan juga kelembagaan yang usang serta ketidaklenturan internal klaster

atau keregulasian. Kelemahan dalam klaster dan ancaman terhadap klaster dapat diatasi dengan tindakan

atau aksi para pemangku kepentingan atau dari penentu kebijakan di wilayah klaster. Kesinambungan

suatu klaster dapat dilihat pada usaha terus menerus para pelaku klaster dalam mengatasi kelemahan atau

kekurangan internal dan ancaman eksternalnya. Oleh karena itu budaya inovasi merupakan kata kunci

penting dalam pengembangan klaster, selain faktor-faktor lain yang saling berhubungan sebagaimana

dijelaskan pada Gambar III-2.

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

218

Networking dan Kemitraan merupakan esensi klaster, baik itu kemitraan antara pelaku usaha, antar

pelaku usaha dan stakeholders terkait, serta antar stakeholders terkait. Dari diagram hubungan antar

faktor penentu keberhasilan klaster menggambarkan bahwa networking dan kemitraan mempengaruhi

beberapa faktor yang lain. Networking dan kemitraan yang kuat akan mempermudah akses ke berbagai

sumber daya bisnis, seperti akses pada jasa pendukung bisnis, akses pada jasa spesialis, kedekatan dengan

pemasok, dan akses pasar secara langsung maupun tidak langsung melalui kemudahan akses pada sumber

informasi dan akses pada sumber keuangan. Klaster yang berhasil cenderung memiliki sistem networking

dan kemitraan yang tertanam dengan baik. Kepercayaan dan hubungan-hubungan interpersonal yang

terbentuk dalam klaster merupakan perwujudan untuk membangun modal sosial yang kuat, dimana

modal sosial merupakan faktor dasar dalam mengembangkan klaster.

Jaringan kerja dan kemitraan ini juga didukung oleh struktur kelembagaan yang kuat yang dicirikan

oleh kepemimpinan yang kuat, atau juga adanya nilai-nilai dan tujuan bersama. Kepemimpinan

(khususnya kepeloporan) dapat membantu mempercepat kemunculan ‘keunggulan kolaboratif’ melalui

peningkatan kesadaran bersama akan kekuatan-kekuatan lokal dan visi bersama sehingga akan mendorong

pertumbuhan usaha. Kepercayaan mitra (network) akan meningkat dengan adanya kompetensi dan

keahlian yang kuat, yang didukung oleh basis inovasi yang kuat, dan spesialisasi peran entitas

dalam klaster. Basis inovasi mendorong kompetensi-kompetensi baru karena proses R&D yang terjadi terus

menerus untuk mendapatkan kebaruan. Peran-peran khusus dan terspesialisasi pada entitas klaster akan

memperbanyak sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya. Keragaman kompetensi inilah

yang meningkatkan kepercayaan mitra. Selain itu, spesialisasi akan mendukung inovasi karena terjadinya

efisiensi. Kajian ini juga menunjukkan bahwa inovasi juga didorong adanya kepeloporan dalam klaster,

dan budaya kewirausahaan yang kuat yang didukung oleh adanya persaingan yang sehat dalam klaster.

Sementara hadirnya perusahaan besar bisa menjadi pemain kunci dalam mendorong terjadinya inovasi

melalui penyebarluasan dan saling berbagi pengalaman, pengetahuan, teknologi dan keterampilan kepada

mitra. Selain itu perusahaan besar juga berperan sebagai akses pasar sebagaimana beberapa klaster yang

dikaji menjadikan perusahaan tersebut sebagai link pasar.

Dari diagram tersebut terlihat adanya hubungan hirarki yang kuat antara networking dan kemitraan,

kompetensi dan keahlian yang kuat, dan basis inovasi yang kuat, sehingga ketiga faktor ini disebut faktor

kunci. Sedangkan persaingan, budaya kewirausahaan, modal sosial, dan infrastruktur merupakan faktor

dasar, karena mendukung kelancaran beroperasinya klaster. Klaster yang berhasil biasanya berisikan

individu-individu ataupun organisasi yang lentur dan mau mencoba ide-ide baru (memiliki budaya inovasi),

serta didukung oleh tersedianya infrastruktur yang memadai. Persaingan dapat menginspirasi, memotivasi

dan menstimulasi budaya inovasi di dalam klaster yang berhasil.

3.1.1.1 Faktor Keberhasilan Agregat Klaster

Kajian ini telah memetakan kesetujuan para pengelola klaster dan stakeholders klaster terhadap tingkat

pentingnya faktor-faktor keberhasilan dalam mengembangkan klaster, dan dapat diliihat pada Gambar III-

3. Berdasarkan penggolongan yang ditetapkan pada Bab I, dua faktor keberhasilan berada pada kategori

penting yaitu akses ke jasa spesialis (4,4), dan keberadaan perusahaan besar (3,9). Sedangkan 14 yang

lainnya merupakan faktor keberhasilan klaster yang sangat penting.

219

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

Gambar III-3 Peringkat Faktor Keberhasilan Klaster secara Agregat

Penilaian akser pasar ini juga sejalan dengan keberadaan faktor tersebut yang berada pada 3 peringkat

pertama di 5 dari 6 subsektor ekonomi yang dikaji. Bahkan, pentingnya akses pasar sejalan dengan alasan

bahwa adanya permintaan pasar yang besar/belum terpenuhi serta memiliki potensi untuk bertumbuh,

menjadi penekanan sebagai kriteria dalam mengembangkan klaster. Pentingnya akses pasar juga telah

dibuktikan melalui pemasaran kolektif seperti yang diinisiasi di 7 klaster yang dikaji (jagung, kopi, kakao,

paprika, bawang merah, sapi, dan rumput laut) dan membantu menyelesaikan gap pada aspek pemasaran.

Gambar III-3 juga menunjukkan pentingnya networking dan kemitraan sebagai faktor keberhasilan

pengembangan klaster, dan jika dilihat dari perepsi responden berada pada nilai yang sama yaitu 5,5.

Posisi faktor tersebut diperkuat oleh penilaian 2 dari 6 subsektor ekonomi yang dikaji yang menempatkan

pada 3 peringkat tertinggi. Hal serupa juga terjadi pada faktor akses informasi dan modal sosial dengan

nilai 5.3 pada skala 6.

Untuk melihat konsistensi penilaian terhadap faktor keberhasilan secara agregat klaster, dapat dilihat dari

seberapa jauh faktor-faktor tersebut menduduki peringkat yang sama tingkat kepentingannya pada setiap

subsektor. Bersumber dari Gambar III-4, tiga peringkat tertinggi dan peringkat terakhir dipetakan untuk

melihat intensitas kemunculan faktor tersebut secara bersama-sama dalam setiap subsektor klaster. Tabel

III-1 menyajikan hasil pemetaannya.

Dilihat dari peringkatnya, akses pasar merupakan faktor terpenting, disusul kemudian dengan adanya

networking dan kemitraan, akses informasi, modal sosial yang kuat, kedekatan dengan pemasok, adanya

basis inovasi yang kuat, dan seterusnya. Akses pasar menjadi paling penting, karena tanpa adanya permintaan

pasar maka faktor lain, antara lain seperti networking, modal sosial, serta keahlian dan kompetensi, klaster

menjadi tidak berarti dan dapat menurunkan motivasi pelaku maupun manajemen klaster yang terlibat.

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

220

Tabel III-1. Tiga Peringkat Tertinggi dan Terendah Faktor Keberhasilan Klaster

berdasarkan Sektor Ekonomi

Peringkat Tanaman Pangan Hortikultura Peternakan Perkebunan Perikanan Manufaktur

1 Kepemimpinan5 Network2 Pasar1 Network2 Informasi3 Spesifikasi

2 Pasar1 Pasar1 Inovasi Pasar1 Pasar1 Kedekatan dg pemasok

3 Modal sosial4 Modal sosial4 Informasi3 Perusahaan besar Akses keuangan Kepemimpinan5

….

16 Perusahaan besar Perusahaan besar Perusahaan besar Informasi Perusahaan besar Perusahaan besar

Dari Tabel III-1 terlihat bahwa terdapat 9 peringkat tertinggi dari 16 faktor keberhasilan klaster yang muncul

dari hasil analisis terhadap 3 peringkat tertinggi penilaian klaster berdasarkan subsektor ekonomi, dengan

intensitas sebagai berikut :

1. Akses pasar dinyatakan oleh 5 subsektor klaster, dengan penilaian agregat 5,5 (peternakan, tanaman

pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan).

2. Networking dan kemitraan dinyatakan oleh 2 subsektor, dengan penilaian agregat 5,5 (hortikultura,

perkebunan).

3. Akses informasi dinyatakan oleh 2 subsektor, dengan penilaian agregat 5,3 (peternakan, perikanan).

4. Modal sosial dinyatakan oleh 2 subsektor, dengan penilaian agregat 5,3 (tanaman pangan, hortikultura).

5. Kepemimpinan dan visi bersama dinyatakan oleh 2 subsektor, dengan penilaian agregat 5 (tanaman

pangan, manufaktur).

6. Kedekatan dengan pemasok dinyatakan oleh 1 subsektor, dengan penilaian agregat 5,1.

7. Basis inovasi dinyatakan oleh 1 subsektor, dengan penilaian agregat 5,1.

8. Spesialisasi dinyatakan oleh 1 subsektor, dengan penilaian penilaian agregat 5.

9. Akses pada sumber keuangan dinyatakan oleh 1 subsektor, dengan penilaian 4,9.

Dengan mengacu pada hasil analisis subsektor, tampak bahwa terdapat konsistensi dalam menilai tingkat

kepentingan faktor penentu klaster. Paling tidak 9 peringkat tertinggi faktor agregat ditempati faktor yang

sama berdasarkan analisis subsektor ekonomi.

Sedangkan konsistensi penilaian terhadap faktor adanya perusahaan besar sebagai lead firm menduduki

peringkat terendah ditunjukkan oleh penilaian 5 subsektor klaster dari 6 subsektor klaster yang dikaji (hanya

subsektor perkebunan menempatkan lead firm pada peringkat 3 (lihat Tabel III-1). Namun demikian, faktor

ini masih tergolong penting dengan penilaian agregat 3,9. Dengan melihat ketatnya angka penilaian secara

umum keenambelas faktor tersebut dapat digunakan sebagai dimensi penilaian kinerja klaster.

3.1.1.2 Faktor Keberhasilan Klaster berdasarkan Subsektor Ekonomi

Jika dilihat lebih jauh berdasarkan subsektor ekonomi, faktor keberhasilan klaster tampak berbeda untuk

masing-masing sub sektor ekonomi yang dikaji (tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan,

perikanan budi daya, dan industri manufaktur). Secara lebih rinci peringkat faktor keberhasilan klaster

untuk masing masing subsektor ekonomi dapat dilihat pada Gambar III-4.

221

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

Subsektor Tanaman Pangan

Berdasarkann kategori tingkat kepentingannya, 15 faktor keberhasilan klaster berada pada tingkat sangat

penting (nilai 4,6 - 6) yaitu :

1. Kepemimpinan dan visi bersama

2. Akses pasar

3. Modal sosial yang kuat

4. Akses informasi Pasar

5. Kedekatan dengan pemasok

6. Basis inovasi yang kuat

7. Networking dan kemitraan

8. Budaya kewirausahaan yang kuat

9. Infrastruktur yang memadai

10. Akses pada jasa pendukung bisnis

11. Persaingan

12. Kompetensi dan keahlian yang kuat

13. Akses pada sumber keuangan

14. Spesialisasi

15. Akses jasa spesialis

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

222

Gambar III-4. Perbandingan Peringkat Faktor Keberhasilan Klaster Menurut Subsektor Ekonomi

dan hanya satu kategori penting yaitu keberadaan perusahaan besar (nilai 3,1 – 4,5). Pada subsektor

tanamanan pangan kepemimpinan dan visi bersama merupakan faktor keberhasilan yang menduduki

urutan tingkat kesetujuan paling tinggi. Hal ini mudah dipahami bahwa tanaman pangan berada pada

sistem pertanian subsisten, dimana pelaku inti masih terfokus pada pemenuhan kebutuhan hidup keluarga

dan masyarakat lokal. Faktor pengembangan bisnis seperti akses pada pemasaran, relatif masih di luar

jangkauan mereka. Oleh karena itu kepemimpinan dalam hal ini kepeloporan merupakan faktor penting

sebagai pendorong perubahan pola pikir masyarakat/entitas klaster lebih maju untuk mendapatkan

223

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

nilai tambah. Dorongan untuk mendapatkan nilai tambah inilah yang menekankan bahwa akses pasar

sebagai faktor penting tidak dapat diabaikan. Keberadaan perusahaan besar bagi subsektor pertanian

tanaman pangan memang menduduki peringkat terakhir sebagai faktor penentu keberhasilan klaster,

namun demikian masih termasuk dalam kategori penting sebagai faktor penentu. Hal ini tidak menutup

kemungkinan akan menjadi kebutuhan yang sangat penting ketika kapasitas produksi mulai meningkat dan

produksi masal terjadi secara luas, atau terjadi derivasi produk pangan. Untuk mendapatkan benefit klaster

secara luas akses pasar menjadi exit policy bagi para inisiator.

Subsektor Hortikultura

Terdapat 2 kategori tingkat kepentingan pada subsektor ini, terdiri dari :

a. Katagori sangat penting - untuk 13 faktor keberhasilan, yaitu :

1. Networking dan Kemitraan

2. Akses pasar

3. Modal sosial yang kuat

4. Akses informasi Pasar

5. Kedekatan dengan pemasok

6. Kompetensi dan keahlian yang kuat

7. Spesialisasi

8. Kepemimpinan dan visi bersama

9. Basis inovasi yang kuat dan R&D

10. Akses pada jasa pendukung bisnis

11. Infrastruktur yang memadai

12. Persaingan

13. Akses jasa spesialis

b. Katagori penting – untuk 3 faktor keberhasilan, yaitu :

1. Akses pada sumber keuangan

2. Budaya kewirausahaan yang kuat

3. Terdapat perusahaan besar

Pada subsektor hortikultura faktor keberhasilan yang menduduki urutan tingkat kesetujuan yang paling

tinggi adalah networking dan kemitraan. Pengusaha pada sektor ini adalah pelaku dengan investasi modal

yang cukup besar. Jaringan terutama dibutuhkan untuk membagi risiko melalui skema hubungan yang

terstruktur agar produknya segera sampai kepada konsumen. Akses pasar tentu saja tidak dapat diabaikan

sebagai faktor yang sangat penting. Dengan networking yang kuat maka akses pasar akan mudah diperoleh.

Perlu diingat bahwa hortikultura merupakan jenis tanaman yang memiliki siklus hidup pendek, sehingga

diperlukan penanganan yang cepat dan secara khusus setelah panen. Penanganan ini tentu saja tidak pada

kapasitan petani, sehingga dibutuhkan mitra. Jaringan ini juga dibutuhkan untuk mendekatkan akses pasar

sehingga produk hortikultura segera dapat tertangani.

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

224

Subsektor Peternakan

Sama halnya dengan dua subsektor sebelumnya, pada subsektor peternakan juga terdiri dari 2 kategori

tingkat kepentingan adanya faktor keberhasilan

a. Katagori sangat penting - untuk 13 faktor keberhasilan, yaitu :

1. Akses pasar

2. Basis inovasi yang kuat dan R&D

3. Akses informasi Pasar

4. Akses pada sumber keuangan

5. Modal sosial yang kuat

6. Networking dan Kemitraan

7. Akses pada jasa pendukung bisnis

8. Spesialisasi

9. Kompetensi dan keahlian yang kuat

10. Kepemimpinan dan visi bersama

11. Infrastruktur yang memadai

12. Akses jasa spesialis

13. Budaya kewirausahaan yang kuat

b. Katagori penting – untuk 3 faktor keberhasilan, yaitu :

1. Persaingan

2. Kedekatan dengan pemasok

3. Terdapat perusahaan besar

Pada subsektor peternakan akses pasar dan inovasi menjadi faktor penting dalam pengembangan klaster.

Inovasi dibutuhkan dalam proses pengembangbiakan. Hal ini dibutuhkan mengingat ternak khususnya

ternak besar pertambahan populasi ternak relatif diperoleh dalam waktu yang cukup panjang. Sementara

akses pasardibutuhkan untuk mendapatkan jaminan pembeli yang pasti pada saat waktu-waktu kebutuhan

khusus sebagai binatang kurban, dan keperluan akikah bagi penganut muslim. Walaupun pasar sudah

jelas (captive market) namun akses pasar sebagai channeling tetap dibutuhkan mengingat persaingan

yang sangat ketat pada moment tersebut. Penilaian ini sejalan dengan kebutuhan akan networking dan

kemitraan untuk mempermudah akses yang dimaksut. Akses pada lembaga keuangan tampak berbeda

peringkatnya dibandingkan dengan 2 sektor sebelumnya. Pada subsektor peternakan akses pada lembaga

keuangan relatif lebih penting, mengingat modal usaha untuk sektor ternak relatif besar, apalagi untuk

ternak besar seperti sapi. Hal ini juga menyangkut soal kelayakan secara ekonomi jumlah ternak yang

dibudidaya di setiap rumah tangga, dimana menurut informasi pelaku paling tidak harus membudidayakan

minimal 12 ekor domba dan 6 ekor sapi untuk memenuhi skala ekonomi. Sama halnya dengan subsektor

tanaman pangan dan subsektor hortikultura, modal sosial juga sama pentingnya dengan faktor lain seperti

akses lembaga keuangan, akses informasi, dan networking. Sebagaimana telah dijelaskan pada hierarki

antar faktor, modal sosial merupakan faktor dasar apalagi bagi usaha-usaha yang berbasis keluarga seperti

subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan.

225

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

Subsektor Perkebunan

Sub sektor perkebunan merupakan tanaman tahunan yang umumnya bukan merupakan kebutuhan

pokok dan pemeliharaan yang tidak rumit dengan resiko produksi yang rendah. Subsektor perkebunan

merupakan produk yang umumnya untuk ekspor, sehingga membutuhkan networking dan kemitraan

yang kuat. Anomali terjadi pada faktor keberadaan perusahaan besar, dimana faktor ini sangat dibutuhkan

sebagai akses pasar pada subsektor perkebunan, dibandingkan 3 subsektor yang telah dibahas sebelumnya.

Komoditas perkebunan layaknya sebagai komoditas yang dikendalikan secara global, mengikuti mekanisme

perdagangan internasional yang terstruktur dengan persyaratan yang ketat apakah kualitas dan kuantitas

yang biasanya berskala besar, dan hanya perusahaan yang punya kapasitas tertentu yang dapat menangani.

Peran trader/eksportir akan mempercepat proses distribusi barang hingga kepada konsumen. Terlepas dari

peringkat masing-masing faktor keberhasilan klaster yang dinilai, secara umum subsektor perkebunan

menempatkan seluruh faktor keberhasilan klaster pada kategori sangat penting, dengan nilai lebih dari 4,5

skala 6.

Subsektor Perikanan Budidaya

Sementara untuk perikanan faktor keberhasilan yang paling penting adalah adanya akses informasi disusul

akses pasar, dan akses sumber keuangan. Informasi yang dimaksud adalah informasi pasar dan teknologi.

Informasi ini dibutuhkan untuk mendapatkan alternatif-alternatif pasar yang baru, mengingat komoditas

ini dapat dibudidayakan sepanjang musim, sehingga produk selalu akan tersedia. Sedangkan teknologi

dibutuhkan khususnya untuk pengolahan pasca panen, sehinga diperoleh produk turunan dari produk

utama. Derivasi produk akan mengurangi resiko penumpukan hasil budidaya yang mengakibatkan kerugian

budidaya. Berbeda dengan keempat subsektor sebelumnya, pada subsektor perikanan budidaya kategori

tingkat kepentingan terdiri dari :

a. Katagori sangat penting - untuk 6 faktor keberhasilan, yaitu :

1. Akses informasi Pasar

2. Akses pasar

3. Akses pada sumber keuangan

4. Persaingan

5. Infrastruktur yang memadai

6. Networking dan Kemitraan

b. Katagori penting - untuk 7 faktor keberhasilan, yaitu :

1. Kedekatan dengan pemasok

2. Basis inovasi yang kuat dan R&D

3. Modal sosial yang kuat

4. Akses pada jasa pendukung bisnis

5. Budaya kewirausahaan yang kuat

6. Spesialisasi

7. Kompetensi dan keahlian yang kuat

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

226

c. Katagori cukup penting - untuk 3 faktor keberhasilan, yaitu :

1. Kepemimpinan dan visi bersama

2. Akses jasa spesialis

3. Terdapat perusahaan besar

Subsektor Industri Manufaktur

Pengkatagorian pada subsektor industri manufaktur, terdiri dari :

a. Katagori sangat penting - untuk 7 faktor keberhasilan, yaitu :

1. Spesialisasi

2. Kedekatan dengan pemasok

3. Kepemimpinan dan visi bersama

4. Networking dan Kemitraan

5. Akses informasi Pasar

6. Akses pasar

7. Budaya kewirausahaan yang kuat

b. Katagori penting - untuk 9 faktor keberhasilan, yaitu :

1. Infrastruktur yang memadai

2. Kompetensi dan keahlian yang kuat

3. Basis inovasi yang kuat dan R&D

4. Modal sosial yang kuat

5. Akses pada jasa pendukung bisnis

6. Akses jasa spesialis

7. Akses pada sumber keuangan

8. Persaingan

9. Terdapatnya perusahaan besar.

Industri manufaktur merupakan klaster yang memproduksi barang pelengkap/ pengganti atau komponen

inti yang digunakan untuk keperluan rumah tangga atau peralatan industri, sehingga memerlukan barang

spesifikasi khusus yang dikerjakan oleh tenaga kerja yang memiliki spesialisasi yang tinggi. Untuk memenuhi

input produksi maka kedekatan dengan pemasok menjadi faktor utama untuk menjamin keberlanjutan

produksi, dan sebagai pemasok barang/produk jadi.

Perbedaan tingkat kepentingan faktor keberhasilan klaster menunjukkan perbedaan upaya dan kebutuhan

sumber daya dalam mengembangkan klaster. Tingkat kepentingan faktor keberhasilan klaster juga

menunjukkan karakteristik subsektor klaster yang dikembangkan. Artinya kinerja klaster juga akan

dipengaruhi oleh karakteristik subsektor ekonomi yang akan dikembangkan.

3.1.2 Analisis Indikator Keberhasilan Klaster

Bersumber dari penggalian informasi tentang kriteria/alasan penentuan klaster, tantangan dan kendala

dalam inisiasi, serta dampak yang ditimbulkan selama dalam pengembangan klaster, maka dapat dikompilasi

227

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keenambelas faktor-faktor keberhasilan

pengembangan klaster tersebut. Tabel III-2 menunjukkan hasil kompilasi tersebut.

Tabel III-2. Aspek, Faktor, Indikator dan Parameter Keberhasilan Klaster

No Faktor Keberhasilan Indikator Parameter

1 Akses pasar Transaksi Peningkatan penjualan (%/thn)

2 Kemitraan dan networking

Pembeli (rekan pemasaran) Jumlah pembeli

Sifat buhungan

Lama hubungan

Jangkauan/wilayah pemasaran

Entitas pemasok

Jumlah pemasok

Skema hubungan

Lama hubungan

Rekanan produksi

Jumlah mitra (entitas)

Bentuk kemitraan

Lama berhubungan (thn)

Rekanan peneliti & Riset Jumlah & jenis mitra

Bentuk kemitraan

Lama berhubungan

Rekanan Penyalur/distributor Jumlah & jenis mitra

Bentuk kemitraan

Lama berhubungan

Lembaga keuangan

Jumlah mitra lembaga keuangan

Bentuk kemitraan

Lama berhubungan

3 Akses informasi Pasar

Media informasi Jenis/jumlah yang digunakan

Data base pasar potensial & teknologi yang dimiliki

Profil potensi pasar (pasar yang potensial)

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

228

4 Modal sosial yang kuat

Manajemen Klaster Ada Pengelola

Visi jangka panjang

Tujuan jangka pendek

Strategi pengembangan

Alokasi dana inisiasi (dari para inisiator)

Alokasi dana manajemen (ada/tidak)

Sistem pengelolaan, terdi atas:o Ada kantor/sekretariato Struktur organisasio Kepercayaan anggota dan penguruso Ada pengembangan organisasi terencanao Ada kegiatan rutin (rapat dan kunjungan)o Ada SOPo Kenyamanan (dari jumlah masalah yang ditangani)

Kerja sama antar klaster: jumlah jenis kerja sama (pemasaran, produksi, SDM, teknologi).

Adanya kegiatan manajemen terdiri atas :o Jumlah Aktivitas manajemeno Ada/tidaknya kemitraano Keterlibatan anggota dalam organisasio Kesesuaian tim manajemen dengan struktur organisasio Ada strategi pendorong bisniso Ada hubungan baik dengan pemerintaho Menyediakan teknologi tepat gunao Ada kegiatan R & Do Sentralisasi informasio Jumlah dan jenis layanan pada anggota

Angota klaster Jumlah pelaku inti

Peningkatan jumlah pelaku inti

Sarana sosial Jumlah sarana sosial yang tumbuh

Stakeholder daerah/pemerintah

Jumlah institusi yang terlibat

Lama keterlibatan/intervensi dan komitmen

5 Kedekatan dengan pemasok

Bahan yang dipasok Jumlah dan Pertumbuhan jumlah pasokan

Kedekatan Jumlah pemasok lokal

Jumlah pemasok non lokal

6 Basis inovasi yang kuat

Teknologi

Jumlah teknologi baru yang digunakan

Peningkatan teknologi yang digunakan

Produktivitas teknologi yang digunakan

R & D

Jumlah kegiatan R&D

Jumlah lembaga R&D

Jumlah dan jenis produk (barang dan jasa) baru yang tumbuh

Produksi

Jumlah dan kenaikan produksi

Produktivitas dan kenaikannya

7 Infrastruktur Fisik yang muncul karena dorongan klaster

Akses jalan Jalan baru atau perbaikan (Ada atau tidak)

Penyediaan Akses terhadap air

Irigasi baru (Ada atau tidak)

Air bersih (ada/tidak)

Ketersediaan Jaringan komunikasi

Jumlah dan jenis

Listrik

Tingkat pemadaman (ada/tidak)

Penambahan Kapasitas (ada/tidak)

8 Spesialisasi Usaha Jumlah dan jenis usaha terspesialisasi

9 Kompetensi dan keahlian yang kuat

Personel yang kompeten (berdasarkan pengalaman)

Jumlah kompetensi yang dimiliki

Jumlah Jenis kompetensi yang dimiliki

Tenaga kerja Jumlah & peningkatan Serapan tenaga kerja

229

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

10 Kepemimpinan dan visi bersama

Ketokohan/Champion Klaster Jumlah Jenis Champion

Lama keterlibatan dalam klaster

Bentuk komitmen Champion

Penggerak klaster lainnya Jumlah penggerak dan jenisnya

Visi misi bersama Definitif dalam dokumen dan tersosialisasi

Mengangkat nilai-nilai wajib atau sukarela (lokalitas, masyarakat rentan, lingkungan, kesehatan, dll)

11 Akses pada sumber keuangan

Lembaga keuangan yang diakses

Jumlah lembaga keuangan

Lama berhubungan

Sifat hubungan

Anggota Klaster Jumlah anggota yang mengakses

12 Akses pada jasa pendukung bisnis

Jasa pendukung yang diakses

Varian jasa yang diakses

Jumlah jasa pendukung

13 Persaingan yang sehat

Standardisasi

Ada sejumlah standar yang disepakati (harga, produk, operasi)

Jumlah sertifikasi yang diterbitkan

Kompetisi inovatif Jumlah kompetisi inovatif

Investasi

Jumlah dan peningkatan investasi anggota total

Jumlah dan peningkatan investasi dari luar anggota

14 Budaya kewirausahaan yang kuat

Entitas Jumlah dan perkembangan entitas bisnis baru yang tumbuh

Disiplin Jumlah NPL pelaku inti

15 Akses jasa spesialis Jasa yang diakses Jenis jasa

Lama hubungan

16 Terdapat perusahaan besar

Entitas Perusahaan yang bermitra

Jumlah perusahaan yang bermitra

Jenis perusahaan

Lama berhubungan

Sifat hubungan

17 Dukungan Kebijakan

Dokumen Tertuang dalam RPJMP/RPJMD atas usulan klaster

Alokasi anggaran Jumlah alokasi atas usulan klaster

Adapun penjelasan masing–masing indikator keberhasilan klaster berdasarkan hasil survei sebagai berikut:

1. Indikator Keberhasilan Akses Pasar

Adanya klaster telah diakui stakeholders (nilai kesetujuan 5,81 – berdampak sangat besar), dan masyarakat

umum (nilai kesetujuan 4,9 – berdampak sangat besar) memberikan dampak adanya manfaat positif

bagi perekonomian. Manfaat tersebut muncul salah satunya merupakan implikasi dari kemudahan

akses pasar. Kemudahan akses pasar dapat dilihat dari indikator jumlah penjualan (transaksi) serta

pertumbuhan penjualan (pertumbuhan transaksi) per tahun. Pertumbuhan penjualan merupakan akibat

dari kinerja klaster lainnya yang meningkat dan saling mempengaruhi. Meningkatnya penjualan dapat

diakibatkan karena meningkatnya volume produksi sebagai akibat dari meningkatnya produktivitas

maupun kapasitas produksi, serta diakibatkan oleh meningkatnya harga jual. Meningkatnya produksi

dan penjualan menjadi bukti bahwa akses pasar merupakan kontributor dalam pencapaian penjualan

yang diakui oleh pelaku inti klaster (nilai kesetujuan 5,24 – berdampak sangat besar). Meningkatnya

penjualan juga dapat disebabkan oleh bertambahnya entitas bisnis dalam klaster. Ada bukti kenaikan

dari seluruh parameter yang dinilai, dan bervariasi antara masing-masing subsektor ekonomi yang

dikembangkan. Kendatipun tidak dapat dibandingkan secara langsung, karena masing-masing sektor

ekonomi berbeda karakteristik usahanya, pertumbuhan penjualan menjadi indikator yang sangat

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

230

penting untuk mengukur kinerja klaster, selain karena data ini merupakan turunan atau akibat langsung

dan tidak langsung dari sejumlah indikator kinerja klaster lain, data ini juga relatif mudah diakses.

2. Indikator Keberhasilan Networking

Jaringan menjadi sangat penting di dalam masyarakat karena di dunia ini bisa dikatakan bahwa tidak

ada manusia yang tidak menjadi bagian dari jaringan-jaringan hubungan sosial dari manusia lainnya.

Lembaga penelitian termasuk universitas, lembaga R&D nirlaba, lembaga penelitian pemerintah,

lembaga penelitian swasta dapat memainkan peran penting sebagai katalis untuk penelitian dan

inovasi. Mereka dapat menjadi pelaku penelitian dan pengembangan ide-ide dan aplikasi-aplikasi baru,

pemberi jasa konsultasi kepada anggota klaster berdasarkan R&D dan juga dapat memainkan peran

penting dalam memelihara kewirausahaan teknologi. Dalam hal ini fasilitas penelitian pemerintah dan

swasta dapat menjadi pendorong atau penggerak utama inovasi dalam klaster.

Kasus ini terjadi pada klaster Paprika Pasirlangu, di mana terjadi ko-inovasi (co-innovation), yaitu proses

penciptaan inovasi bersama yang dilakukan secara kolaboratif oleh pihak perguruan tinggi luar negeri,

lembaga penelitian pemerintah, pelaku usaha tani (petani Paprika di Pasirlangu), eksportir/perusahaan

agribisnis dan lembaga keuangan yang mendanai penerapan inovasi melalui skema pinjaman

berbunga rendah. Dalam konteks klaster Kakao Sikka terjadi inovasi kelembagaan, di mana muncul

satu penyedia jasa baru yang memakmurkan rantai nilai kakao Sikka, yaitu Cocoa Learning Center

(CLC-Pusat Pembelajaran Kakao). Pusat pembelajaran ini dimaksudkan sebagai forum atau ajang

saling bertukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan on-farm dan off-farm kakao antar petani.

Selain mempererat modal sosial antar petani, keberadaan pusat pembelajaran ini juga menguatkan

dan meningkatkan kompetensi para petani, tidak hanya kompetensi teknis, namun juga kompetensi

bisnis dan manajemen. CLC merupakan contoh inovasi kelembagaan yang mempromosikan terjadinya

transfer pengetahuan dan teknologi serta jaringan dan kemitraan melalui penguatan modal sosial

pelaku usaha.

Faktor keberhasilan networking dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut:

a. Pasar/Pembeli (Buyer). Setiap klaster memiliki pasar utama yang membeli produk/jasa klaster

baik yang sudah menjadi langganan maupun tidak. Pembeli yang sudah menjadi pelanggan dan

sudah berhubungan lama akan menjadi prioritas klaster untuk menjual produknya. Buyer yang

sudah lama (lebih dari 1 tahun) umumnya sudah dipercaya dan memiliki rekam jejak yang baik.

Berdasarkan hasil survei minimal 1 pembeli utama dimiliki oleh setiap subsektor ekonomi klaster,

dan paling tidak setiap subsektor ekonomi memiliki 4 pembeli tetap/utama. Memang tidak semua

hubungan jual beli dalam bentuk formal/terikat, kecuali subsektor yang telah berhubungan dengan

perusahaan besar seperti pada subsektor kakao, kopi, perikanan (rumput laut), dan hortikultura.

Contoh, klaster paprika Bandung memiliki hubungan kontrak (degan PT Alamanda) untuk keperluan

ekspor, dan penjualan bebas ke pasar lokal tanpa adanya ikatan kontrak. Ikatan bisnis dalam

bentuk formal akan menjamin terjadinya hubungan bisnis dalam jangka panjang. Dan semakin

banyak dan bervariasinya pasar, maka klaster dapat menghindari ketergantungan pada salah satu

pembeli tertentu, yang memiliki potensi risiko menekan harga sehingga klaster tidak mempunyai

daya tawar yang cukup.

231

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

b. Entitas Pemasok (Supplier). Setiap klaster memiliki pemasok atau supplier tersendiri terutama

terkait bahan baku utama atau pokok. Jumlah supplier klaster umumnya lebih dari satu, hal

ini dapat dimengerti karena untuk memenuhi kebutuhan anggota klaster yang memiliki karakter

yang berbeda-beda serta untuk kontinuitas bahan baku utama, klaster menjalin hubungan dengan

beberapa pemasok selama kurun waktu tertentu. Kemudahan dalam mendapatkan pemasok,

akan mempermudah dalam mendapatkan bahan baku. Hal ini sejalan dengan penilaian pelaku

klaster bahwa klaster telah mempermudah mendapatkan bahan baku dengan nilai kesetujuan

4,68 atau pengaruh klaster sangat besar dalam mendukung kemudahan memperoleh bahan baku.

Berdasarkan hasil survei jumlah pemasok klaster antara 1-6 pemasok. Semakin banyak supplier yang

menjadi mitra klaster, menunjukkan klaster semakin dipercaya serta tidak memiliki ketergantungan

hanya dari 1 supplier. Kemitraan yang dilakukan klaster tergantung pada usia klaster, bahkan ada

yang terjadi sebelum konsep klaster diterapkan seperti Kakao Sikka yang telah menjalin hubungan

dengan pemasok selama 30 tahun. Makin lama klaster berhubungan dengan pemasok tertentu

menunjukkan tingkat kepercayaan mitra yang tinggi terhadap klaster. Sayangnya, kebanyakan

hubungan klaster dengan pemasok merupakan hubungan yang sifatnya bebas, sehingga belum

mendapatkan jaminan kotinuitas pasokan baik dari sisi kuantitas, kualitas, dan ketepatan waktu

pendistribusian. Contoh hubungan terikat dengan pemasok terjadi pada Klaster Sapi Potong.

Dengan adanya hubungan terikat dengan pemasok, klaster sapi potong terhindar dari kelangkaan

sumber pakan tambahan (ampas tahu) akibat persaingan dengan peternak sapi perah. Keuntungan

hubungan pasokan yang terikat akan membantu dalam pengaturan cash flow usaha.

c. Rekanan Produksi. Seperti halnya pemasok klaster memiliki kerjasama atau rekanan dalam

memproduksi produk/jasa tertentu, baik produk/jasa yang sama, atau produk/jasa yang bersifat

melengkapi/komplementer dari produk/jasa yang ada. Sebagai contoh, pada Klaster Paprika

di Bandung, jika permintaan produk meningkat, klaster akan melakukan kerjasama produksi

dengan klaster lain untuk bisa memenuhi permintaan pihak pelanggan. Kerjasama rekanan

produksi akan mempercepat pemenuhan kapasitas produksi yang diminta oleh pasar. Selain itu,

akan terjadi efisiensi biaya dengan mengalihkan sebagian proses produksi kepada pihak lain.

Penyedia jasa sebagai rekanan menunjukkan terjadinya spesialisasi dalam klaster. Spesialisasi

akan mendorong terjadinya akumulasi pengetahuan dan menciptakan sumber daya orang yang

kompeten. Mekanisme kerja sama sub kontrak juga biasa terjadi pada klaster subsektor industri

manufaktur atau komoditas dengan permintaan yang sudah mapan atau klaster-klaster yang telah

cukup berkembang. Hubungan yang terjalin antara klaster dengan rekanan produksi merupakan

hubungan yang sifatnya bebas atau tidak terikat dengan kontrak.

d. Rekanan Peneliti & Riset. Peran lembaga penelitian & riset atau litbang bukan sekedar

melaksanakan riset atau penelitian, tetapi untuk menghasilkan teknologi yang sesuai kebutuhan

atau dapat menjadi solusi bagi persoalan nyata atau memberikan kontribusi signifikan terhadap

perkembangan bisnis. Keberadaanya sangat penting telah dibuktikan oleh lembaga penelitian

BALITSA yang telah selama 8 tahun mempertahankan kerja sama dalam pengendalian hama

terpadu melalui teknik budidaya terpadu yang disebut Budidaya Paprika Dalam Rumah Kasa melalui

cara budidaya hidroponik. Rekanan peneliti sebagai parameter networking diperkuat oleh persepsi

manajemen klaster bahwa klaster telah menyebabkan hubungan yang erat dengan akademisi dan

peneliti dengan nilai kesetujuan 4,38.

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

232

e. Rekanan Jasa Penyalur/Distributor. Jasa penyalur merupakan channel yang akan mempercepat

barang sampai kepada konsumen. Klaster paprika Pasirlangu, kopi Bondowoso, dan kakao Sikka

merupakan klaster yang telah memiliki hubungan terikat dengan penyalur, serta menunjukkan

keberlanjutan bisnis yang lebih matang. Sementara 12 klaster yang lain memiliki hubungan tidak

terikat. Hubungan tidak terikat memberikan keleluasaan dalam menentukan mitra sehingga

dalam waktu bersamaan dapat menjalin kerja sama dengan banyak pihak sekaligus. Akan tetapi

hubungan bebas ini akan mendorong terjadinya persaingan yang tidak sehat, yang pada gilirannya

mengancam keberlanjutan usaha. Pada umumnya klaster membangun kerja sama dengan penyalur

setelah satu tahun berdiri. Meskipun demikian, apabila klaster memiliki mekanisme berhubungan

bersifat terikat dengan dua penyalur sekaligus akan menjadi lebih baik dan kuat.

f. Lembaga keuangan. Adanya hubungan dengan lembaga keuangan formal (bank dan non bank),

baik sebagai debitur/peminjam maupun kreditur/penyimpan, menunjukkan klaster telah dipercaya

oleh lembaga keuangan untuk mengembangkan usahanya. Pada saat klaster membutuhkan

peningkatan produksi karena adanya permintaan yang meningkat dan membutuhkan pendanaan,

lembaga keuangan formal telah menjadi solusi sebagai sumber pendanaan bagi klaster. Beberapa

lembaga keuangan formal seperti bank terlibat dalam klaster terkait dengan pinjaman, antara

lain PT. BRI yang telah menyalurkan kredit KKPE kepada klaster penggemukan sapi di Semarang

dan Klaster Lele di Kota Baru Tebing Tinggi, serta Bank Kaltim yang telah membantu pendanaan

pada pengembangan Klaster Rumput Laut di Nunukan. Selain itu terdapat lembaga keuangan

yang membangun sistem pengelolaan keuangan berupa koperasi, yaitu Bank Bukopin yang telah

membangun koperasi Swamitra untuk menunjang pembiayaan dan unit simpan pinjam bagi

anggota klaster bawang merah di Cirebon. Kepercayaan lembaga keuangan terhadap klaster juga

ditunjukkan oleh lamanya kemitraan tersebut dibangun oleh kedua belah pihak.

3. Indikator Akses Informasi (Pasar dan Teknologi)

Informasi merupakan sumber daya berharga yang merupakan dasar dalam pengambilan keputusan

usaha. Sejauh mana informasi dimanfaatkan oleh masyarakat klaster dapat dilihat dari berapa jumlah

dan jenis media informasi yang diakses. Indikasi terbukanya sarana informasi bagi masyarakat dan

intensitas penggunaannya juga dapat dilihat dari pertumbuhan jasa penyedia media informasi yang

tumbuh, seperti internet atau layanan informasi yang disediakan oleh pemerintah dan lainnya. Data base

informasi baik informasi teknologi, pasar, produk dan sebagainya dapat digunakan sebagai parameter

kemudahan dalam mengakses teknologi. Database yang dibuat oleh pengguna informasi/masyarakat

klaster membuktikan bahwa telah terjadi edukasi yang baik dalam klaster untuk penggunaan media

informasi secara efektif dan efisien. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa akses pada informasi masih

sangat minim di beberapa klaster, terutama klaster yang berada pada wilayah pedesaan atau wilayah

pengembangan ekonomi sektor primer. Sebagai contoh, komunitas klaster domba Juhut telah menjalin

kerja sama dengan salah satu operator jasa penyedia internet dan berhasil mengurangi kelemahan

akses informasi melalui jaringan telepon.

4. Indikator Keberhasilan Modal Sosial yang Kuat

Prinsip klaster adalah kebersamaan dalam hubungan saling menguntungkan. Modal sosial menjadi

komponen penggerak dalam mewujudkan prinsip klaster tersebut, dimana esensinya adalah

233

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

Gambar III-5. Target Visi Jangka Panjang berdasar Target/tujuan

Pada umumnya setiap klaster menetapkan tujuan jangka panjang. Namun demikian, sasaran

target tersebut akan berbeda untuk setiap klaster yang dikembangkan. Target kinerja dan pasar

hampir menjadi target jangka panjang seluruh klaster. Jaminan pasar dan jaminan kinerja klaster

yang baik merupakan faktor penting keberlanjutan klaster. Dalam penilaian visi sebagai kriteria

dapat ditunjukkan dengan ada tidaknya visi tersebut dalam dokumen Rencana Kerja Jangka

Panjang klaster. Visi yang tertuang dalam sebuah dokumen, artinya ada sebuah komitmen

komunitas dalam klaster untuk bersama-sama menjalankan ketetapannya.

3) Tujuan jangka pendek. Seperti halnya visi klaster, tujuan jangka pendek penting ditetapkan

karena dengan ditetapkannya tujuan jangka pendek menunjukkan klaster memiliki skala

prioritas. Dari berbagai isu-isu prioritas tujuan pendidikan dan training sebagai prioritas yang

ditetapkan semua klaster yang disurvei. Gambar III-6 menunjukkan tujuan prioritas yang

ditetapkan klaster yang disurvei.

membangun jaringan dan kepercayaan berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Beberapa indikator pada aspek modal sosial yang dapat diaplikasikan diantaranya adalah:

a. Adanya Manajemen Klaster. Manajemen klaster merupakan tata kelola klaster dalam

melaksanakan, mengembangkan dan mencapai tujuan klaster. Untuk melihat keefektifan kinerja

manajemen klaster beberapa tolok ukur yang dapat digunakan adalah:

1) Pengelola klaster. Tak ubahnya sebagai organisasi yang hidup, klaster harus memiliki institusi

pengelola yang bertanggung jawab terhadap berjalannya sistem hidup tersebut dalam mencapai

tujuannya. Pengelola klaster dapat berupa koperasi, gapoktan, asosiasi, perguruan tinggi dan

badan usaha/perusahaan/local Champion. Adanya manajemen klaster menunjukkan klaster

telah dikelola secara baik. Dari 15 klaster yang disurvei sebagai pengelola diantaranya 7 adalah

koperasi, 6 Gapoktan, 1 pokja, dan 1 yayasan. Profil kelembagaan pihak pengelola klaster yang

dikaji telah disampaikan pada Bab I.

2) Visi jangka panjang. Visi jangka panjang yang ditetapkan dan didukung oleh anggota bisa

membawa klaster kepada kemajuan yang lebih cepat. Visi ini mencakup visi terhadap

stakeholders, pasar, operasi, operasi, dan kinerja. Hasil survey menunjukkan tujuan jangka

panjang tidak selalu mencakup pada isu-isu yang luas. Berikut isu-isu target jangka panjang

berdasar variasi tujuannya.

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

234

Gambar III-6. Target Jangka Pendek Berdasar Isu-Isu Spesifik

Penilaian ini menunjukkan bahwa peningkatan kapasitas sumber daya manusia menjadi prioritas

pengembangan dalam klaster. Kondisi ini dapat dimaklumi, dimana hampir seluruh klaster

yang dikaji berada pada wilayah pedesaan, dimana terjadi kesulitan dalam mendapatkan akses

sumber teknologi dan pengetahuan. Sama dengan visi (tujuan jangka panjang), parameter

tujuan jangka pendek sebagai penilaian kinerja dapat diukur dengan sejauh mana tujuan ini

menjadi kesepakatan bersama sehingga benar-benar harus tertuang didalam dokumen formal.

4) Strategi pengembangan. Strategi pengembangan dibutuhkan untuk keberlanjutan sistem

nilai yang telah diinisiasi, sehingga proses bisnis dalam klaster akan terus bergulir. Diakui oleh

manajemen klaster bahwa penguatan keanggotaan dan kelembagaan klaster merupakan

strategi yang diterapkan oleh seluruh klaster.

Gambar III-7. Isu Strategi Pengembangan Klaster

Hal ini disadari bahwa keanggotaan dan kelembagaan adalah merupakan elemen modal sosial,

dimana modal sosial adalah komponen dasar dalam klaster, dan secara agregat merupakan

peringkat keempat sebagai faktor keberhasilan klaster dengan kategori sangat penting.

5) Alokasi Dana Inisiasi. Alokasi dana inisiasi akan dilihat dari seberapa banyak pihak-pihak yang

terlibat, yang berarti mengindikasikan keberpihakan mareka. Selain itu juga menunjukkan

bahwa manajemen klaster telah memiliki pengaruh yang kuat untuk menarik sumber dana

dari pihak lain. Semakin banyak pihak yang berkontribusi menunjukkan klaster memiliki

potensi berkembang kuat. Alokasi dana ini dapat berasal dari pemerintah pusat, pemerintah

daerah, perusahaan swasta, anggota klaster, dan lembaga donor. Kontribusi dana ini tidak

hanya dilihat dari jumlah yang dikontribusikan, tetapi dan cukup waktu untuk mengukurnya.

Dihat dari berapa dampak yang ditimbulkan, dan efisiensi yang didapatkan. Namun demikian

pengukuran dampak untuk pendanaan ini perlu instrumen tersendiri dan cukup waktu untuk

mengukurnya.

235

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

Gambar III-9. Indikator Sistem Pengelolaan Klaster

Sistem pengelolaan manajemen yang baik dapat dilihat dari tingkat kepercayaan anggota.

Kepercayaan anggota kepada pengelola merupakan hal yang sangat penting dalam mengelola

klaster, tanpa adanya kepercayaan dari anggota atau pelaku dalam klaster, maka klaster sulit

bisa berkembang. Dilain pihak pengelola klaster juga harus terbuka kepada anggota, sehingga

Gambar III-8 Jumlah Kontributor Dana Pengembangan Klaster

6) Alokasi Dana Manajemen. Alokasi dana manajemen menunjukkan bahwa sistem kelembagaan

klaster sudah kuat dan memiliki tata kelola yang baik karena telah menyisihkan sebagian

pendapatan klaster. Dari 15 klaster yang disurvei terdapat 6 pengelola klaster yang menyatakan

bahwa mereka telah mengalokasikan dana manajemen, yaitu klaster jagung TTU, klaster

bawang merah Cirebon, klaster paprika Bandung, klaster sapi potong Semarang, klaster Kakao

Sikka dan klaster Rotan Trangsan. Kisaran kenaikan alokasi dana manajemen per tahun di 6

klaster ini antara 10%-20% per tahun.

7) Sistem Pengelolaan Manajemen. Pengelola/manajer yang profesional sudah selayaknya

memiliki kelengkapan yang cukup untuk mengelola organisasi, maupun program-program

pengembangan klaster yang dikembangkan. Kelengkapan organisasi merupakan indikator

kekuatan organisasi, yang dapat diukur dengan beberapa parameter, yaitu terdapat kantor/

sekretariat, struktur organisasi, adanya kepercayaan anggota dan pengurus, ada kegiatan rutin

(rapat anggota, kunjungan ke anggota), adanya SOP dan kenyamanan yang dirasakan oleh

anggota klaster. Gambar III-9 menunjukkan bahwa struktur pengelola dan aturan main klaster

tampaknya hal yang paling sulit dilakukan (2 dari 15 klaster yang dikaji tidak memiliki aspek ini).

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

236

kepercayaan anggota menjadi semakin meningkat dan terjaga terus. Beberapa klaster ditinggal

oleh anggota karena pengelola klaster tidak bisa dipercaya. Kepercayaan dan keterbukaan

bisa terlihat dari adanya perasaan nyaman dari anggota klaster maupun masyarakat di luar.

Kenyamanan dalam klaster juga dapat dipicu oleh adanya kemitraan yang lebih solid dan

transparan dengan tingkat kesetujuan manajemen klaster 5.47, adanya saluran keterwakilan

dalam menyuarakan kepentingan usaha anggota dengan tingkat kesetujuan sebedar 5.18.

Kedua parameter terakhir ini menunjukkan intensitas kegiatan manajemen yang dilakukan

dalam pengembangan klaster juga sangat tinggi, sehingga mendorong kenyamanan anggota

yang cukup tinggi juga.

8) Kerja sama antar klaster. Kerja sama antar klaster akan memberikan dukungan operasional

sistem dalam klaster. Semakin banyak membangun jaringan antar klaster akan mendorong

posisi tawar dan kekuatan kelembagaan klaster.

Gambar III-10. Jenis Kerja Sama Antar Klaster

Gambar III-10 menunjukkan bahwa pemasaran merupakan bentuk kerja sama yang banyak

dilakukan disusul kerjasama teknik produksi.

9) Kegiatan manajemen. Kegiatan manajemen sebagai faktor penting dilihat dari seberapa jenis,

dan intensitas kegiatan memberikan dampak pada kestabilan operasional klaster, dan dampak

lainnya terhadap kepuasan anggota klaster. Paramater dari kegiatan manajemen dapat dinilai

antara lain dari jumlah aktivitas, keterlibatan anggota, hubungan dengan pemerintah, jumlah

layanan, kegiatan R&D, dan sebagainya (lihat Tabel III-2). Pentingnya parameter pengukuran

kegiatan manajemen dapat dilihat dari tingkat kesetujuan manajemen melakukan beberapa

aktivitas yang dapat meningkatkan kinerja klaster, yang ditunjukkan pada Gambar III-11.

237

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

Gambar III-12. Dampak Kualitatif Klaster yang Dirasakan Anggota Klaster

Pertumbuhan jumlah anggota tergantung pada usia klaster dan cakupan wilayah pengembangan

klaster. Jumlah anggota klaster dipengaruhi oleh cakupan wilayah pengembangan klaster.

Berdasarkan hasil survei jumlah anggota klaster terbanyak adalah anggota klaster Jagung TTU

hingga mencapai 7.489 orang mencakup wilayah satu kabupaten.

c. Sarana sosial yang tumbuh. Sarana ini tumbuh berkaitan dengan Layanan Klaster tidak hanya

sebatas layanan kepada anggota. Klaster yang tumbuh dan berkembang akan mampu berkontribusi

dan berpartisipasi dalam menyediakan sarana-sarana sosial dan dimanfaatkan oleh masyarakat

Gambar III-11. Tingkat Pentingnya Aktivitas Manajemen sebagai Parameter

Kinerja Klaster

b. Anggota Klaster. Anggota klaster merupakan kekuatan untuk membangun jaringan, baik antar

anggota dalam klaster maupun anggota klaster dengan entitas di luar klaster, antar klaster dengan

entitas di luar klaster, bahkan antara klaster dengan klaster. Jumlah anggota semakin banyak

kekuatan klaster semakin tinggi. Anggota klaster juga menunjukkan kekuatan posisi tawar klaster

terhadap pihak di luar klaster. Meningkatnya jumlah pelaku inti klaster disebabkan oleh dampak

kualitatif dan kuantitatif yang dirasakan oleh masyarakat dan pelaku inti itu sendiri (lihat Gambar

III-12).

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

238

umum, sekalipun tidak sebagai entitas dalam sistem klaster. Adanya partisipasi dan kontribusi

menunjukkan bahwa klaster telah berada pada fase matang, karena telah menyisihkan sebagian

pendapatannya untuk memperbaiki kondisi lingkungan di sekitar klaster. Namun secara umum,

kontribusi klaster telah diakui oleh masyarakat umum, sebagaimana ditunjukkan pada grafik

berikut.

Gambar III-13. Dampak Layanan Sosial Klaster dan Layanan Lainnya berdasar

persepsi Masyarakat Umum

d. Keterlibatan Stakeholder Daerah. Keterlibatan stakeholders dalam pengembangan klaster sangat

penting, karena bukan hanya sekedar menginisiasi terbentuknya klaster, tetapi juga mengawal,

memfasilitasi dan memberikan bimbingan teknis kepada klaster serta melakukan pendampingan

sesuai dengan kebutuhan klaster. Secara umum berdasarkan hasil survei jenis stakeholders

terbagi 4 masing-masing yaitu Pemerintah Daerah (Pemda), Bank Indonesia, Swasta dan lainnya.

Keterlibatan stakeholders dalam klaster cukup beragam. Jika dilihat dari jenis peranan yang paling

banyak dilakukan oleh stakeholders adalah pendampingan oleh 27 stakeholders, disusul dengan

peningkatan kapasitas pelaku usaha (training, studi banding dan lain lain), bantuan peralatan dan

seterusnya sebagaimana grafik berikut :

Gambar III-14. Bentuk Intervensi Stakeholders dalam Klaster

239

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

Peranan stakeholders tersebut dilakukan secara terprogram dan atau secara insiden. Berdasarkan

survei sebagian besar klaster menerima bantuan dari stakeholders dan bantuan yang dilakukan secara

terprogram oleh stakeholders adalah 75% dan sisanya secara insiden (one shoot).

5. Indikator Kedekatan dengan Pemasok

Klaster yang kuat dicirikan oleh tersedianya pemasok-pemasok di tingkat lokal. Kedekatan jarak dengan

pemasok akan mendorong terjadi efisiensi terutama berkurangnya biaya distribusi barang, selain

kemudahan akses itu sendiri. Oleh karena itu jumlah pemasok yang tumbuh di tingkat lokal akan menjadi

parameter kinerja klaster. Pada kasus pemasok di luar lokasi, akses akan mudah dilakukan apabila

klaster memiliki jaringan yang kuat. Dari hasil kajian ketersediaan pemasok lokal bisa terjadi untuk total

pasokan, sebagian pasokan, atau sama sekali tidak tersedia di lokal (seperti paprika Pasirlangu dan

anakan sapi Polosiri). Proporsi pasokan lokal menjadi parameter penting untuk mengukur kinerja klaster.

Parameter lainnya adalah kualitas bahan pasokan yang diakses. Input berkualitas akan meningkatkan

daya saing produk, bukan input murah. Kedekatan dengan pemasok setara tingkat pentingnya dengan

basis inovasi, dimana berdasarkan penilaian berada pada peringkat 5 dengan skor 5,1 pada kategori

sebagai faktor yang sangat penting. Parameter untuk indikator ini adalah pertumbuhan jumlah

pasokan lokal dan proporsi jumlah pemasok lokal dan non lokal.

6. Indikator Basis Inovasi yang Kuat

Klaster yang berhasil, adalah klaster yang mampu mendorong terwujudnya inovasi (diterapkan secara

berkesinambungan). Inovasi yang dimaksud bisa berupa pengenalan barang/jasa baru yang dihasilkan

maupun pendekatan yang digunakan dalam proses menghasilkan barang/jasa yang berkualitas. Bagi

komoditas ekspor kurangnya inovasi di perusahaan hulu akan menghambat keseimbangan supply,

karena inovasi ini akan berkaitan dengan kualitas dan kuantitas produksi. Pada dimensi ini, keinovasian

bisa terwujud dengan dorongan beberapa faktor berikut:

a. Munculnya teknologi baru dan peningkatannya. Munculnya teknologi baru dalam klaster,

menunjukkan adanya upaya klaster dalam memperbaiki kualitas maupun kuantitas layanan klaster

kepada anggota, sehingga bisa mencapai produktivitas dan penjualan yang optimal yang pada

gilirannya anggota klaster merasa nyaman berada dalam klaster, karena telah terjadi kenaikan

produktivitas. Hal ini diakui manajemen klaster dengan nilai kesetujuan 4,63 dan juga pengakuan

bahwa teknologi telah meningkatkan efisiensi, yang hasil akhirnya adalah nilai tambah anggota

klaster maupun nilai tambah total klaster. Hasil survei menunjukkan adanya peningkatan minimal

1 hingga 9 teknologi baru yang digunakan dalam klaster. Teknologi baru yang diaplikasikan dalam

klaster terbukti telah meningkatkan produktivitas subsektor tanaman pangan hingga 47,06%,

hortikultura hingga 133%, peternakan hingga 100%, perkebunan hingga 127%, perikanan hingga

133%, dan manufaktur (kasus Rotan Trangsan) hingga mencapai 6%.

b. R & D. Meskipun R & D dan inovasi merupakan dua kegiatan yang berbeda, namun memiliki

keterkaitan yang cukup kuat. Bukti menunjukkan bahwa pengembangan produk dan struktur

penelitian yang berkembang dengan baik, bersama-sama dengan bentuk-bentuk inovasi, sangat

penting untuk klaster menjadi dinamis. Salah satu kegiatan yang didorong oleh manajemen klaster

adalah R&D. Inovasi yang diperlukan adalah inovasi yang dapat mentransformasi keunggulan

komparatif menjadi keunggulan kompetitif melalui peningkatan produktivitas. Pengetahuan dan

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

240

teknologi berperan sangat penting dalam transformasi ini, konsep klaster merupakan instrumen

yang tepat dalam transformasi ini. Secara agregat nilai kesetujuan para pengelola klaster dan

stakeholders terhadap pentingnya faktor keberhasilan klaster, faktor basis inovasi dan R&D yang

sangat penting menempati peringkat ke-6 dengan skor 5,1, atau pada kategori sangat penting

(lihat Gambar III-3). Parameter R & D dapat diukur dengan jumlah kegiatan R&D yang dilakukan,

jumlah lembaga R&D yang terlibat dan tumbuh, dan jenis produk inovatif yang dihasilkan. Dari 15

klaster yang dikaji minimal 1 produk baru tumbuh, dan paling banyak hingga 11 produk baru.

c. Produksi (variasi produk yang dihasilkan, volume produk inti, produktivitas produk inti).

Jumlah produksi dan keragaman yang meningkat menunjukkan bahwa klaster berkembang

dengan baik. Pelaku inti mengakui dengan memberi nilai kesetujuan 4,96. Berdasarkan hasil survei

jumlah produksi meningkat setelah klaster sebesar 6% hingga 266,67%, tergantung komoditas

yang dikembangkan. Terendah dicapai oleh Klaster Rotan Transang, dan tertinggi dicapai oleh

Klaster Padi Organik. Jumlah produksi yang meningkat mengindikasikan pasar masih terbuka untuk

menerima hasil produksi klaster. Dengan adanya penerimaan pasar yang masih luas klaster dapat

lebih mengoptimalkan dalam kegiatan produksinya. Artinya, jumlah produksi tidak terlepas dari

meningkatnya produktivitas. Meningkatnya produktivitas menunjukkan bahwa klaster senantiasa

melakukan perbaikan atau inovasi dalam proses produksi dan teknologi. Kenaikan produktivitas

menunjukkan telah terjadi efisiensi dalam proses produksi. Produktivitas dan efesiensi menjadi

indiaktor yang berjalan secara beriringan, jika efisiensi meningkat maka produktivitas juga akan

meningkat. Dari hasil kajian, secara umum produktivitas diakui oleh manajemen klaster sebagai

dampak yang sangat besar akibat keberadaan klaster. Nilai kesetujuan dari manajemen klaster pada

pada skala 5,13 (dari skala 6) yang berarti sangat setuju atau produktivitas merupakan indikator

sangat penting untuk mengukur kinerja klaster.

7. Infrastruktur Fisik yang Mendukung

Infrastruktur mengacu pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, air, bangunan, dan fasilitas

publik lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara ekonomi dan sosial.

Infrastruktur merupakan faktor yang menentukan lancar atau tidaknya kegiatan perekonomian.

Semakin baik keadaan infrastruktur, semakin baik pula pengaruhnya terhadap keadaan ekonomi.

Dukungan infrastruktur yang baik dari pemerintah diakui sebagai akibat hubungan yang membaik

antara komunitas klaster dengan pemerintah, sehingga sarana dan prasarana menjadi lebih memadai,

iklim usaha daerah juga lebih kondusif, dan meningkatnya reputasi daerah. Infrastruktur yang baik

akan mengurangi biaya transportasi, meningkatkan akses pada bahan baku dan tenaga kerja terampil.

Infrastruktur transportasi yang baik diakui oleh manajemen klaster akan mendekatkan suplai bahan

baku. Menurut pengakuan manajemen klaster, dalam mengembangkan klaster komoditas tanaman

pangan misalnya, ketersediaan infrastruktur fisik yang kurang memadai akibat tidak cukup alokasi

dana, merupakan hambatan tertinggi dalam mengembangkan klaster.

8. Indikator Spesialisasi

Spesialisasi fungsi dan peran kerja atau usaha merupakan hal yang menyumbang terjadinya efisiensi

dan efektivitas kerja, melalui penerapan teknologi yang lebih baik yang dihasilkan sendiri. Pekerjaan

yang dilakukan oleh ahlinya akan memberikan jaminan kualitas yang tinggi. Spesialisasi usaha

241

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

mendorong adanya akumulasi keterampilan dan pengetahuan, sehingga secara alamiah akan terjadi

penyediaan SDM yang kompeten. Satu fenomena kemunculan entitas usaha atau spesialisasi yang

terjadi di banyak klaster yang dikaji adalah entitas yang menjalankan fungsi pemasaran bersama atas

nama klaster, terjadi di klaster Jagung TTU melalui Yayasan Mitra Tani Mandiri, klaster Padi Organik

OKU Timur melalui Gapoktan, klaster Bawang Merah melaui Koperasi Nusantara Jaya, klaster Paprika

melalui Koperasi Mitra Suka Maju, klaster Kopi Bondowoso melalui Koperasi Tani Rejo, klaster Kakao

Sikka melalui Koperasi Plea Puli, klaster Sapi Potong Polo Siri melalui Vila Sapi dan klaster Rumput Laut

Nunukan melalui Koperasi Berkah Bahari Perbatasan. Salah satu spesialisasi lain yang juga secara parsial

bersifat non usaha adalah Cocoa Learning Center (Pusat Pembelajaran Kakao) yang diselenggarakan

oleh petani sendiri sebagai forum saling bertukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan, mulai

dari hal-hal di lini on farm (input, budidaya) dan off farm (pengelolaan pasca panen, proses produksi

dan perdagangan).

9. Indikator Keberhasilan Kompetensi / Keahlian

Faktor keberhasilan kompetensi/keahlian dapat dilihat dari indikator ketersediaan SDM yang kompeten

(berdasar pengalaman maupun yang tersertifikasi), keragaman kompetensi dalam klaster, dan jumlah

tenaga kerja yang terserap dalam klaster. Jumlah SDM berkualitas dan beragam menunjukkan bahwa

klaster memiliki sumber daya yang cukup kuat. Klaster juga memiliki kekuatan untuk menyelesaikan

permasalahan dengan cepat dan efisien. Sebagai aset klaster, SDM ini akan mendorong meningkatnya

kepercayaan mitra kepada klaster. Kompetensi dan keragaman kompetensi SDM dapat dipacu melalui

intervensi pelatihan. Pelatihan yang diadakan oleh klaster menunjukkan adanya respon klaster terhadap

kemajuan teknologi serta permintaan pasar. Semakin sering klaster melakukan pelatihan maka semakin

meningkat kompetensi dan keahlian pelaku klaster. Berdasarkan hasil survei, jumlah pelatihan yang

dilakukan oleh klaster rata-rata mencapai 4 kali lebih kurang 4 tahun, atau sekali dalam 1 tahun.

Jumlah pelatihan tersebut termasuk sedikit karena ada klaster yang hanya melakukan pelatihan 1 kali

selama lebih kurang 4 tahun. Namun ada pula klaster yang melakukan pelatihan sebanyak 12 kali

dalam 1 tahun. Klaster yang dinamis akan terus berkembang, seiring dengan perkembangannya yang

membutuhkan tenaga kerja dengan kompetensi khusus. Oleh karena itu serapan tenaga kerja dalam

klaster tidak dapat diabaikan, bahkan pengalaman inisiasi klaster telah menunjukkan serapan tenaga

kerja merupakan ukuran kinerja klaster yang berlaku umum selain jumlah dan peningkatan transaksi,

dan tumbuhnya entitas-entitas baru. Seperti halnya faktor-faktor yang lain, jumlah dan kenaikan tenaga

kerja tergantung pada sektor ekonomi yang dikembangkan.

10. Kepemimpinan dan Visi Bersama

Keberhasilan klaster seringkali diasosiasikan dengan kepemimpinan yang kuat, baik kepemimpinan

individual ataupun secara lembaga. Para pemimpin ini bisa jadi sangat penting dan berpengaruh dalam

menghilangkan hambatan, mendorong kolaborasi, membangun visi dan bertindak sebagai Champion

untuk strategi masa depan klaster. Para pemimpin ini seringkali adalah orang- orang yang berkomitmen

terhadap wilayah lokal, dianggap memiliki pengaruh yang besar dan mampu menumbuhkan interaksi-

interaksi antara para stakeholders klaster. Salah satu contoh kasus klaster dengan kepemimpinan dan

ketokohan individual yang kuat adalah klaster bawang merah Kabupaten Cirebon yang dimotori oleh

Bapak Sunarto. Bapak Sunarto dianggap memiliki kepemimpinan yang kuat dan mampu menggalang

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

242

Gambar III-15. Jenis Champion Klaster

b. Adanya Penggerak Klaster Lainnya. Seperti halnya Champion klaster, penggerak klaster di

luar Champion klaster juga merupakan pelaku dalam mendorong keberhasilan klaster. Namun

keberadaanya tidak sepenting Champion klaster karena tidak secara aktif berperan dalam klaster.

Proporsi jenis penggerak klaster antara lain seperti tokoh masyarakat (13%), perguruan tinggi

(26%), lembaga penelitian (21%) dan lainnya seperti Kementerian/Dinas, LSM Assosiasi, BI, dan

PPL SMD (39%).

hubungan dan bernegosiasi dengan beragam stakeholders bawang merah mulai dari tingkat lokal sampai

dengan nasional, dan merupakan salah satu inisiator berdirinya Dewan Bawang Nasional (DEBNAS) yang

merupakan forum multi-stakeholders bawang merah Indonesia. Secara rerata umum nilai kesetujuan

para pengelola klaster dan stakeholders terhadap pentingnya faktor terhadap keberhasilan klaster,

kepemimpinan dan visi bersama merupakan faktor yang sangat penting dengan skor 5,4. Indikator

yang dapat digunakan untuk menilai faktor ini diantaranya, adalah :

a. Adanya Champion Klaster. Champion klaster merupakan pelaku penting dalam mendorong

keberhasilan klaster. Entitas Champion tersebut dapat berupa Koperasi, UMKM pelopor, perusahaan

inti, asosiasi dan LSM. Selain menggerakkan dan mendorong berkembangnya klaster, Champion

klaster juga mampu memberikan inspirasi serta motivasi untuk pengembangan klaster yang

lebih baik. Klaster yang baru berkembang sangat membutuhkan adanya Champion klaster yang

umumnya selangkah lebih maju dibandingkan pelaku klaster lainnya.

Gambar III-16. Entitas Penggerak Klaster

c. Adanya Visi Misi Bersama. Keberadaan pernyataan visi atau target jangka panjang (baik secara

lisan ataupun terdokumentasi dalam bentuk RKA) menunjukkan bahwa pengelola klaster setidaknya

sudah mulai menyusun strategi dan rencana untuk mencapainya, atau sudah mulai melaksanakan

hal-hal yang mengawali proses pencapaian. Visi/target jangka panjang dapat menunjukkan

bagaimana pengelola klaster mendefinisikan nilai yang ditawarkannya, baik itu yang istimewa,

243

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

berbeda dengan yang ditawarkan oleh pelaku usaha penghasil produk/jasa yang sejenis ataupun

potensi daya saing. Visi akan menjadi acuan pengelolaan klaster, apabila disusun dan disepakati

bersama, tidak hanya dipahami tetapi juga dilaksanakan oleh seluruh anggota klaster. Acuan ini

akan melekat pada pola pikir anggota klaster jika mengangkat nilai-nilai positif dalam masyarakat

yang akan dikembangkan, serta terdokumentasi secara formal, sehingga mudah untuk dimonitor

dan dievaluasi pelaksanaannya.

11. Indikator Akses Terhadap Sumber Keuangan

Pembiayaan usaha merupakan instrumen yang vital dalam menentukan kelangsungan usaha UKM.

Masalah-masalah yang sering dihadapi oleh klaster UKM adalah keterbatasan akses dan ketidakmampuan

untuk memenuhi syarat formal dalam berhubungan dengan lembaga perbankan formal, misalnya

pengajuan proposal usaha, pemenuhan agunan dan kelengkapan-kelengkapan administratif lain atau

bukti-bukti/dokumen-dokumen legal seperti sertifikat tanah, ijin usaha, ijin mendirikan bangunan dan

lain sebagainya. Di sisi suplai, yaitu pihak Bank, seringkali memiliki kekhawatiran terhadap kinerja

UKM dalam menunaikan kewajiban melunasi kreditnya sebagai debitur. Kedua belah pihak seringkali

terbentur pada mismatch/ketidakcocokan waktu kebutuhan pemenuhan dana bagi UKM dengan

waktu pencairan dana kepada UKM. Dalam kajian ini, satu klaster telah berhasil mengembangkan

solusi terintegrasi dalam mendukung pelaku usaha tani melalui penyediaan modal investasi dan modal

kerja di mana pengelola klaster melakukan kemitraan dengan program SwaMitra Bank Bukopin yang

kompeten dalam menyelenggarakan usaha simpan pinjam. SwaMitra menetapkan aturan dan prosedur

administrasi yang harus dipenuhi oleh para petani bawang merah anggota Koperasi Nusantara Jaya

untuk dapat mengakses permodalan. Koperasi Nusantara Jaya, pengelola klaster mengadakan program

sertifikasi tanah bagi petani bawang merah yang menjadi nasabah SwaMitra, di mana petani dapat

mendapatkan manfaat berupa biaya sertifikasi yang lebih murah dan waktu pengurusan sertifikasi yang

relatif cepat, serta plafon pembiayaan dapat meningkat. Sertifikasi kolektif juga memberi manfaat bagi

pemilik tanah untuk menaikkan status tanah (menyelesaikan salah satu masalah kepemilikan asset)

mereka sehingga bernilai tinggi dan secara formal dapat digunakan sebagai kolateral ketika mengajukan

pinjaman dana pada lembaga keuangan. Upaya seperti ini juga telah dilakukan oleh beberapa klaster

lain, seperti klaster sapi, klaster lele, dan klaster padi lokal. Nilai kolateral dengan demikian dapat

dijadikan sebagai parameter akses kepada lembaga keuangan, selain jumlah dana yang diakses, jumlah

anggota klaster yang mengakses, lama berhubungan dan sifat hubungan. Secara rerata umum nilai

kesetujuan 4,9 menunjukkan faktor tersebut sangat penting mempengaruhi keberhasilan klaster.

12. Indikator Akses Pada Jasa Pendukung Bisnis

Jasa penunjang bisnis merupakan mitra dalam menjalankan aktifitas usaha klaster, beberapa jasa

penunjang bisnis dapat berupa berupa entitas peneliti/riset, jasa persewaan peratan, jasa penyalur,

jasa transportasi, jasa konsultasi, jasa pelatihan, jasa perbengkelan, jasa fotokopi, jasa pengurusan

dokumen, jasa pemrosesan lanjutan, dan lain-lain. Tersedianya jasa-jasa penunjang bisnis telah

membantu percepatan perkembangan klaster. Jasa-jasa tersebut berupa entitas-entitas baru yang

tumbuh karena dorongan klaster, maupun entitas-entitas yang sebelumnya sudah ada. UPJA, instalasi

POC, dan jasa pengelolaan cold storage merupakan contoh entitas baru yang tumbuh sebagai jasa

persewaan alat mesin pertanian, jasa penyediaan pupuk organik, dan jasa penyimpanan bawang merah.

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

244

Sedangkan penggilingan padi merupakan jasa proses produksi lanjut baik sebagai entitas baru maupun

entitas yang sudah ada. Kemanfaatan layanan mobilitas bersifat langsung dan kasat mata, seperti jasa

transportasi logistik, jasa pergudangan (warehouse), jasa distribusi dan jasa retail. Jasa transportasi

pengiriman sangat kental hubungannya dengan produksi masal seperti paprika dan bawang merah,

atau produk dengan volume besar seperti mebel rotan, dan merupakan jasa paling dibutuhkan

terutama untuk produk ekspor (sebagai jasa ekspor). Layanan bisnis yang sangat penting, namun belum

memperoleh banyak perhatian adalah lembaga yang mem-formal-kan bisnis UKM klaster. Contohnya

adalah produk-produk hukum seperti sertifikasi halal, sertifikasi PIRT, desain dan merk dagang, hak

cipta, hak paten, hak atas kekayaan intelektual. Kebanyakan UKM masih menganggap produk-produk

hukum ini tidak berdampak langsung terhadap usaha mereka, namun dalam dunia usaha modern,

kelengkapan formal inilah yang secara nyata meningkatkan daya saing produk, terutama dalam

menembus pasar internasional. Keberadaan lembaga-lembaga penunjang yang dapat memfasilitasi

terbitnya produk-produk hukum ini, dalam konteks komoditas dan produk tertentu diperlukan dan

mendukung keberlangsungan klaster. Berdasarkan pandangan tersebut, maka parameter yang sesuai

untuk menilai akses pada jasa ini adalah varian jasa yang diakses, jumlah jasa yang menjalin kerja

sama, lama dan bentuk hubungan. Secara rerata umum nilai kesetujuan para pengelola klaster dan

stakeholders terhadap pentingnya faktor terhadap keberhasilan klaster, faktor keberadaan akses

terhadap jasa pendukung usaha merupakan faktor yang sangat penting dengan skor 4,8. Fakta di

lapangan dari kajian ini menunjukkan bahwa jasa-jasa yang dimaksud belum banyak berkembang.

13. Indikator Persaingan yang Sehat

Suksesnya pengembangan bisnis dipengaruhi oleh lingkungan usaha yang menciptakan persaingan

yang sehat. Persaingann yang sehat akan memicu motivasi bisnis pada masyarakat semakin kuat. Kondisi

persaingan akan tercipta dalam klaster yang kuat. Persaingan sehat akan mendorong beberapa hal yang

dapat dijadikan sebagai penilaian peran klaster, diantaranya adalah standardisasi, kompetisi inovatif,

dan investasi. Beberapa klaster menyelenggarakan kompetisi bagi anggotanya terkait produktivitas dan

kualitas produk yang dihasilkan. Berdasarkan hasil survei, kompetisi dapat menginspirasi, memotivasi

dan menstimulasi budaya inovasi di dalam klaster yang berhasil. Dalam konteks kompetisi ini, tidak

berarti mengesampingkan kerjasama/kolaborasi, sehingga para pelaku tetap dapat secara aktif terlibat

di dalamnya. Parameter penilaian keberhasilan yang lain adalah meningkatnya jumlah investasi anggota.

Dengan meningkatnya produksi dan penjualan, serta adanya akses pasar yang semakin terbuka,

anggota klaster maupun manajemen akan berupaya meningkatkan produksi dengan menambah

investasi berupa asset maupun modal kerja. Dengan demikian asset yang semakin meningkat dalam

klaster dapat menunjukkan klaster berkembang dengan baik. Berdasarkan hasil survei. Jumlah

investasi semua anggota klaster mencapai rata-rata Rp 2.213.311.786,- atau meningkat sebesar 357%

semenjak dilakukan intervensi dan pembinaan klaster selama lebih kurang 4 tahun, atau meningkat

sebesar 91% per tahun. Investasi di luar anggota tidak menutup kemungkinan terjadi pada klaster

yang telah menawarkan lingkungan usaha yang kondusif. Jumlah entitas dan nilai investasi entitas ini

juga dapat digunakan sebagai parameter. Masuknya investasi dari luar menunjukkan bahwa klaster

telah mendapat pengakuan dan kepercayaan pada pihak lain. Secara rerata umum nilai kesetujuan

para pengelola klaster dan stakeholders terhadap pentingnya faktor persaingan yang sangat penting

adalah dengan skor 4,7.

245

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

14. Indikator Budaya Kewirausahaan yang Kuat

Keberadaan budaya dan jiwa kewirausahaan memberikan pengaruh penting pada perkembangan klaster.

Mereka mungkin menangkap peluang-peluang baru atau teknologi-teknologi baru yang membawa

inovasi ke pasar atau mengambil risiko-risiko terkalkulasi yang signifikan. Tingkat kewirausahaan

seringkali digunakan sebagai indikator yang merefleksikan keseluruhan kesehatan klaster. Secara rerata

umum nilai kesetujuan para pengelola klaster dan stakeholders terhadap pentingnya faktor budaya

kewirausahaan yang sangat penting adalah dengan skor 4,7.

a. Jumlah pelaku dalam klaster. Klaster yang berkembang dengan baik akan semakin menarik bagi

pelaku usaha sejenis yang berada di wilayah sekitar untuk bergabung dengan klaster. Klaster yang

berkembang juga memungkinkan adanya pelaku klaster baru yang berasal dari pekerja klaster

yang ingin menjadi pelaku usaha. Hal ini disebabkan oleh dinamika klaster dalam memunculkan

inovasi dan juga menangkap peluang usaha baru. Contohnya adalah klaster paprika Pasirlangu,

di mana inovasi budidaya secara hidroponik dalam rumah kasa telah mendorong tumbuh entitas

usaha penghasil jasa dan produk baru, yaitu kontraktor pembuat rumah kasa (green house) dan

penghasil komponen media tanam arang sekam dan kokopit. Pada klaster padi organik OKU Timur,

muncul entitas usaha penghasil POC (pupuk organik cair), dan pada klaster bawang merah Cirebon

muncul entitas baru yang secara khusus mengelola bisnis jasa penggunaan cold storage, dan

pembenihan. Klaster padi lokal Batola telah memunculkan UPJA, sementara pada klaster ikan lele

Kuta Baru, muncul entitas pembenihan dan produk turunan lele. Unit-unit usaha baru berdampak

pada perluasan kompetensi karena terjadinya spesialisasi kerja, dan sekaligus menghasilkan produk

dan jasa yang inovatif. Namun demikian, biasanya sampai dengan batas tertentu jumlah anggota

klaster tidak lagi berkembang di wilayah setempat karena potensi yang terbatas, akan tetapi dapat

mengembangkan usahanya di wilayah lain dengan melakukan replikasi. Dalam kajian ini ditemukan

paling tidak 1 entitas baru tumbuh (subsektor manufaktur), dan terbanyak 9 entitas baru pada

subsektor peternakan. Ada pengaruh komoditas dan subsektor dalam menumbuhkan entitas baru.

b. Disiplin. Salah satu budaya kewirausahaan adalah menerapkan perilaku disiplin. Bagi pelaku klaster

indikator ini merupakan cara penilaian yang sederhana, khususnya disiplin dalam menerapkan

pengelolaan keuangan usaha dan keuangan keluarga. Oleh karena itu berapa jumlah anggota

klaster yang menerapkan pembukuan usaha dengan baik cukup menjadi kriteria untuk melihat

kinerjanya. Akan tetapi mekanisme pelaksanaan untuk mengukur ini cukup membutuhkan

waktu jika anggota klaster besar dan cakupan wilayah yang luas. Disiplin juga dapat dilihat dari

komitmen dan ketaatan dalam pengembalian pinjaman kepada lembaga keuangan, sehingga Non

Performance Loan masih dibawah standar.

15. Indikator Akses Jasa Spesialis

Klaster dengan pertumbuhan yang baik akan terdiri dari entitas-entitas bisnis terspesialisasi dan saling

terhubung satu entitas dengan entitas yang lainnya. Kebutuhan akan jasa spesialis menjadi tidak

terelakkan untuk menyelesaikan permasalahan dengan hasil yang maksimal. Karena tenaga spesialis

menguasai suatu bidang tertentu secara mendalam didukung oleh kemampuan dalam pengetahuan

dan keterampilan yang dimiliki pada bidang tertentu tersebut. Akses pada jasa ini di sebuah klaster

dapat diukur dengan seberapa jenis jasa spesialis dan intensitas pemanfaatan jasa tersebut. Bentuk

hubungan (formal/terikat – bebas) dapat digunakan sebagai ukuran kualitatif. Hubungan yang baik

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

246

akan dilanggengkan secara formal dan terdokumentasi dengan baik. Walaupun dalam kajian ini tidak

banyak menemukan jasa spesialis dalam klaster-klaster yang dikaji, pengembangan padi organik di OKU

Timur telah menunjukkan bahwa jasa ini sangat diperlukan ketika klaster mengusung tema tertentu,

dan merupakan isu yang relatif baru di wilayah klaster tersebut.

16. Indikator Keberadaan Perusahaan Besar

Keberadaan perusahaan perusahaan besar memiliki ragam peran dalam hubungannya dengan

keberadaan klaster UKM. Perusahaan besar ada yang berperan sebagai inti dan UKM beperan sebagai

plasma. UKM ada yang berperan sebagai pemasok bahan baku atau komponen tertentu yang

dibutuhkan oleh usaha besar. Peran lain perusahaan besar yang umum dijumpai adalah principal yang

menyerahkan sebagian kegiatan usaha dengan untuk disubkontrakkan kepada UKM. Perusahaan besar

juga berperan dalam menciptakan lingkungan usaha sehingga usaha-usaha UKM bertumbuh, di mana

UKM berperan sebagai pelaku dalam setting pasar yang telah berhasil diciptakan oleh usaha besar dan

kegiatan usaha UKM tidak harus selalu berkaitan langsung dengan yang dilakukan usaha besar (sebagai

industri terkait). UKM membutuhkan usaha besar untuk membuka pasar dan memperluas jaringan

distribusi barang yang dihasilkan klaster. Keberadaan usaha besar yang paling strategis bagi UKM adalah

meningkatkan kepastian pasar bagi produk-produk yang dihasilkan UKM. Pertautan usaha strategis

(strategic business linkage) antara perusahaan besar dan klaster UKM merupakan salah satu faktor

penting yang mendukung keberhasilan klaster pada sektor-sektor ekonomi tertentu khususnya dalam

pengusahaan komoditas ekspor, dan pada cakupan klaster yang luas. Dalam konteks ini perusahaan

besar tersebut diharapkan dapat berperan sebagai lead firm1. Dalam kasus yang dijumpai dalam survey,

keberadaan dan peran besar lead firm ditemui pada subsektor hortikultura, perkebunan, perikanan

budidaya (khusus rumput laut) dan industri manufaktur. Masing-masing klaster memiliki hubungan

bisnis terikat dan berjangka panjang dengan minimal satu lead firm. Contoh kasus di mana klaster

ini ada dan bertumbuh karena keberadaan perusahaan besar, yaitu perusahaan agribisnis/eksportir

yang membutuhkan pasokan paprika untuk diekspor. Dalam konteks ini, perusahaan besar mendorong

terjadinya peningkatan praktik budidaya melalui transfer pengetahuan dan keterampilan budidaya,

akses informasi untuk memperoleh benih paprika dan saprodi. Dalam kasus kopi Bondowoso, melalui

entitas Koperasi Tani Rejo, para pelaku usaha tani kopi memasok produknya yang telah diolah di UPH

(unit pengolahan hasil) untuk diekspor oleh eksportir perusahaan besar, PT. Indokom Citra Persada.

Karakteristik sektor ekonomi menentukan kebutuhan akan faktor ini, dan sejalan dengan penilaian

tingkat kepentingannya yang berada pada peringkat terakhir dari 16 faktor keberhasilan klaster,

dengan skor 3,9.

17. Dukungan Kebijakan/ Infrastruktur Kebijakan

Kebijakan pemerintah merupakan keputusan yang dibuat secara sistematik oleh pemerintah dengan

maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan umum. Selain infrastruktur fisik sebagaimana

sudah dijelaskan sebagai peringkat 7 faktor penting keberhasilan klaster, infrastruktur administrasi

1 Mengacu pada AUSAID (2008), dalam kajian ini Lead Firm didefinisikan sebagai perusahaan-perusahaan kecil, menengah atau besar yang memiliki tautan-tautan komersial di depan (forward) atau di belakang (backward) dengan jumlah UMKM yang signifikan. Lead firm dapat berperan sebagai pembeli, pedagang, pemasok input, eksportir, pemroses dan lain-lain. Lead firm seringkali menyediakan produk-produk penting kepada UMKM atau dukungan kepada UMKM yang menjadi pembeli atau penjual bagi mereka, sebagai bagian dari relasi komersial mereka dengan, seperti pelatihan, bantuan teknis dan input.

247

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

(kebijakan) menurut hasil survei juga merupakan faktor yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan

klaster. Beberapa klaster terganggu perkembangannya jika kebijakan terkait pengambangan klaster

tidak mendukung. Beberapa bukti telah menunjukkan, bahwa pemilihan kebijakan yang tepat dapat

membawa manfaat signifikan terhadap perubahan kehidupan. Kebijakan-kebijakan dibuat melalui

tahapan-tahapan tertentu dan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat. Sebagai salah satu

acuan, termasuk adanya unsur-unsur yang mengikat baik pada sisi pembuat dan pelaksana kebijakan,

maka kebijakan perlu dirumuskan secara tertulis. RPJMD adalah salah satu contoh media yang secara

eksplisit menuangkan kebijakan-kebijakan pemerintah, yang kemudian akan diturunkan pada kebijakan

operasi yang lebih spesifik. Dengan dituangkannya isu-isu yang menjadi masalah masyarakat dalam

sebuah dokumen formal, maka isu-isu tersebut telah mendapatkan legitimasi, dan berhak memperoleh

alokasi sumber daya publik (pengalokasian anggaran) untuk mencapai tujuan kebijakan tersebut.

Klaster rumput laut Nunukan, domba Juhut, padi lokal Barito Kuala, termasuk klaster yang secara

definitif menjadi kebijakan pemerintah daerah, sehingga termasuk klaster yang cepat berkembang.

3.2 Analisis Penilaian Program Championship Klaster

3.2.1 Modal Sosial

a. Adanya Manajemen Klaster

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, adanya manajemen klaster menunjukkan klaster telah

dikelola secara baik. Berdasarkan hasil survei manajemen klaster secara berurutan dari yang terbanyak

adalah koperasi, gapoktan, perusahaan besar dan terakhir yayasan. Untuk penilaian Championship

klaster, adanya manajemen klaster minimal berupa gapoktan yang sudah berdiri lebih dari 1 tahun dan

ditunjuk benar-benar oleh anggota mendapatkan penilaian 10. Jika terdapat manajemen klaster yang

berbadan hukum berupa koperasi ataupun lainnya serta sudah berdiri lebih dari 1 tahun mendapatkan

penilaian 10. Semakin berpengalaman manajemen klaster dengan kriteria serupa semakin baik dan

dapat diberi maksimal penambahan nilai 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Adanya manajemen klaster

Gapoktan / koperasi/pokja

Terdapat manajemen klaster minimal gapoktan

10

*Wajib*Maksimal penambahan nilai 5, apabila terdapat

manajemen klaster*) yang mengelola klaster sebanyak :

- 2 - 3 entitas : nilai ditambah 1- 4 - 5 entitas : nilai ditambah 2- 6 - 7 entitas : nilai ditambah 3- 8 - 9 entitas : nilai ditambah 4- >10 entitas : nilai ditambah 5*)minimal lebih dari 1 tahun dan ditunjuk oleh anggota

Lama berdiri 4 tahunMinimal lebih dari 1 tahun

Proses pemilihan pengurus

Ditunjuk oleh anggota

Ditunjuk oleh anggota

b. Keterlibatan Stakeholder

Keberadaan stakeholders dan peranannya direkomendasikan untuk dapat dijadikan salah satu indikator

wajib dengan kriteria, klaster memiliki minimal 1 stakeholders dengan peranan yang terprogram dalam

pendampingan kepada klaster minimal 1 tahun. Klaster yang memiliki kriteria stakeholders seperti

tersebut diatas diberikan penilaian 10. Semakin banyak stakeholders yang terlibat dengan kriteria

minimal serupa dapat diberi penambahan maksimum nilai 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

248

Indikator KeberhasilanHasil Survei Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Rata-rata jumlah stakeholders

5 entitas/ lembaga Minimal 1 stakeholders yang terlibat dalam klaster

10 *Wajib*Maksimal penambahan nilai 5, apabila

terdapat stakeholders*) yang terlibat sebanyak :

- 2 - 3 entitas : nilai ditambah 1- 4 - 5 entitas : nilai ditambah 2- 6 - 7 entitas : nilai ditambah 3- 8 - 9 entitas : nilai ditambah 4- >10 entitas : nilai ditambah 5*)minimal 1 tahun intervensi

Lama Intervensi 3 tahun Minimal 1 tahun intervensi

Sifat keikutsertaan 75% secara terprogram

25% secara tidak terprogram

c. Adanya Champion Klaster

Adanya Champion klaster menunjukkan bahwa klaster memiliki penggerak dan dapat memberikan

motivasi untuk terus berkembang, sehingga keberadaan Champion klaster dan peranannya

direkomendasikan dapat dijadikan salah satu indikator wajib. Adapun kriteria yang direkomendasikan

adalah klaster memiliki minimal 1 Champion/local Champion klaster yang berasal dari klaster dan dapat

merupakan pelaku klaster/UMKM, perusahaan, koperasi asosiasi atau entitas lainnya dalam klaster.

Klaster yang memiliki kriteria tersebut akan diberi penilaian 10 dan dapat memperoleh tambahan

penilaian maksimal dengan penilaian 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Rata-rata jumlah Champion klaster

2pelaku/ entitas

Terdapat minimal 1 lokal Champion (pelaku klaster/ UMKM, perusahaan, koperasi, asosiasi, lainnya)

10

*Wajib*Maksimal penambahan nilai 5, apabila

terdapat local Champion yang terlibat (pelaku/UMKM, perusahaan, koperasi, lainnya) sebanyak :

- 1 entitas : nilai ditambah 1- 2 entitas : nilai ditambah 2- 3 entitas : nilai ditambah 3- 4 entitas : nilai ditambah 4- >5 entitas: nilai ditambah 5

Jenis Champion klaster Minimal dari UMKM (pelaku/ UMKM, perusahaan, koperasi, asosiasi, lainnya)

d. Adanya Penggerak Klaster Lainnya

Keberadaan penggerak klaster dan peranannya dapat direkomendasikan menjadi salah satu indikator

pilihan, dengan kriteria klaster sebagai berikut : memiliki minimal 1 penggerak klaster yang berasal

dari tokoh masyarakat. Klaster yang memenuhi syarat tersebut dapat diberikan penilaian tambahan

sebesar 5.

Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Penggerak klaster lainnya Memiliki penggerak klaster lainnya lebih baik

Minimal 1 penggerak klaster lainnya

5 PilihanRata-rata jumlah penggerak klaster 4 penggerak klaster

JenisTokoh masyarakat / Perguruan Tinggi /Lembaga Pendidikan /Inkubator Bisnis

e. Layanan Klaster kepada Anggota

Layanan klaster kepada anggota cukup bervariasi mulai dari penyediaan bahan baku, pengembangan

produksi dan teknologi, pemasaran produk, hingga penyediaan jasa penunjang bisnis lainnya seperti

249

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

konsultasi bisnis, pelatihan dan lainnya. Terkait dengan penilaian layanan kepada anggota klaster dalam

rangka Championship klaster, maka indikator ini merupakan indikator pilihan/tambahan dengan kriteria

sbb: minimal klaster memberikan pelayanan kepada anggota terkait pemasaran hasil produksi anggota

akan diberikan penilaian 10 dengan penambahan nilai maksimal 5 sesuai kebutuhan. Semakin banyak

jumlah dan ragam layanan kepada anggota klaster memperoleh penilaian lebih besar.

Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Jenis layanan klaster ke anggota

Pemasaran, bahan baku, promosi dll

Minimal ada 1 layanan klaster yaitu memasarkan hasil produksi anggota

10 *Pilihan/tambahan*Penambahan maksimum 5, apabila terdapat layanan

lainnya*) dari klaster kepada anggota sebanyak:- 2 - 3 layanan : nilai ditambah 1- 4 - 5 layanan : nilai ditambah 2- 6 - 7 layanan : nilai ditambah 3- 8 - 9 layanan : nilai ditambah 4- > 10 layanan : nilai ditambah 5

*) layanan lain (penyediaan bahan input; akses pinjaman; akses informasi; akses promosi, akses teknologi dll)

f. Kepercayaan Anggota kepada Manajemen

Adanya kepercayaan anggota klaster kepada manajemen direkomendasikan dapat dijadikan sebagai

salah satu indikator kualitatif wajib dengan kiteria adanya kepercayaan kepada pengurus, dengan skala

kepercayaan sangat percaya serta adanya saluran keterwakilan dalam menyuarakan kepentingan usaha

anggota (minimal skala 5 dari 6). Klaster yang memenuhi kriteria tersebut di atas, diberi penilaian

sebesar 10 untuk nilai sangat puas.

Indikator Keberhasilan Hasil Survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Kepercayaan anggota kepada manajemen klaster 100% Minimal 100% anggota percaya kepada pengurus klaster dengan skala kepercayaan sangat percaya (tingkat kesetujuan minimal 5 dari 6 skala)

10 WajibMerasa nyaman bergabung dengan klaster skala 5.5

Kemitraan yang lebih solid dan transparan skala 5.3

Adanya saluran keterwakilan dlm menyuarakan kepentingan usaha skala 5.18

g. Kenyamanan Anggota dalam Klaster

Tingkat kenyamanan anggota dalam klaster direkomendasikan dapat dijadikan sebagai salah satu

indikator wajib dengan skala kesetujuan lebih dari 5 (skala kesetujuan 1 s.d 6). Klaster yang memenuhi

kriteria tersebut di atas diberikan penilaian sebesar 10 untuk nilai sangat nyaman, namun untuk klaster

yang tidak mencapai indikator sangat nyaman bagi anggota, terdapat pengurangan maksimal nilai 5

sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Indikator Keberhasilan Hasil Survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Tingkat kenyamanan anggota dalam klaster dari 6 skala

Skala 5.47 Maksimal merasa sangat nyaman, dengan skala kesetujuan lebih dari 5

10 * Wajib* Pengurangan maksimal 5, dengan kriteria nilai kesetujuan:- <5 : nilai dikurangi 1- <4 : nilai dikurangi 2- <3 : nilai dikurangi 3- <2 : nilai dikurangi 4- <1 : nilai dikurangi 5

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

250

3.2.2 Kemitraan dan Networking

Faktor keberhasilan networking dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut :

a. Pemasok (supplier)

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, indikator untuk menilai supplier atau pemasok adalah

adalah jumlah dan kualitas hubungan dengan pemasok. Berdasarkan hasil survei jumlah pemasok atau

supplier setiap klaster rata-rata sebanyak 3 pemasok/supplier. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam

rangka pelaksanaan program Championship indikator ini dapat dijadikan salah satu indikator wajib

untuk melihat keberhasilan klaster. Adapun kriterianya: memiliki minimal 2 supplier utama, dengan

pengalaman bermitra minimal 1 tahun tanpa ada perjanjian kontrak khusus atau hubungan bersifat

bebas.

Semakin banyak supplier produk utama semakin baik untuk klaster karena klaster tidak memiliki

ketergantungan bahan utama kepada salah satu supplier. Jika salah satu supplier tidak dapat memenuhi

bahan baku, maka klaster tidak terganggu produksinya karena bahan baku dapat dipenuhi dari supplier

lainnya. Sebagai contoh pada klaster domba Juhut, bibit domba dapat dipasok oleh beberapa supplier,

yaitu dari anggota klaster yang sudah lama menjadi penyuplai bibit maupun dengan mendatangkan

bibit domba dari daerah lain. Dengan demikian kontintuitas klaster dalam memenuhi bahan baku atau

bibit domba dapat terjamin.

Penilaian yang diberikan kepada klaster yang memiliki minimal 2 supplier utama, dengan pengalaman

bermitra minimal 1 tahun tanpa ada perjanjian kontrak khusus atau bersifat bebas memperoleh nilai

10. Semakin banyak pemasok dengan kriteria serupa semakin baik dan dapat diberikan penambahan

maksimum nilai 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan..

Indikator Keberhasilan Hasil survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Rata-rata jumlah Pemasok 3 pemasok minimal 2 pemasok

10 *Wajib*Maksimal penambahan nilai 5, apabila terdapat penambahan

pemasok*) sebanyak :- 2 - 3 entitas : nilai ditambah 1- 4 - 5 entitas : nilai ditambah 2- 6 - 7 entitas : nilai ditambah 3- 8 - 9 entitas : nilai ditambah 4- >10 entitas : nilai ditambah 5

*) pemasok berhubungan minimal 1 tahun dengan sifat hubungan bebas/ tidak terikat

Lama bermitra 5 tahun Minimal 1 tahun

Sifat berhubungan 100% bebas

Sifat hubungan bebas/tidak terikat

b. Rekanan produksi

Keberadaan rekanan produksi direkomendasikan dapat dijadikan salah satu indikator pilihan dengan

kriteria: memiliki minimal 1 rekanan produksi dengan pengalaman bermitra minimal 1 tahun tanpa

ada perjanjian kontrak khusus atau bebas.

Penilaian yang diberikan pada klaster yang memiliki minimal 1 rekanan produksi dengan pengalaman

bermitra minimal 1 tahun tanpa ada perjanjian kontrak khusus atau bebas adalah 10. Semakin banyak

rekanan produksi dengan kriteria serupa semakin baik dan dapat diberi penambahan nilai maksimum

sebanyak 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

251

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

Indikator Keberhasilan Hasil Survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Rata-rata jumlah rekanan produksi

1 entitas Minimal 1 rekanan produksi

10

* Pilihan* Maksimal penambahan nilai 5, apabila terdapat rekanan

produksi *) yang terlibat dalam klaster sebanyak :- 2 - 3 entitas : nilai ditambah 1- 4 - 5 entitas : nilai ditambah 2- 6 - 7 entitas : nilai ditambah 3- 8 - 9 entitas : nilai ditambah 4- >10 entitas : nilai ditambah 5

*) rekanan produksi berhubungan minimal 1 tahun dengan sifat hubungan bebas/tidak terikat

Lama berhubungan/bermitra

4 tahun Minimal 1 tahun

Sifat berhubungan 100% bebas

Sifat hubungan bebas/tidak terikat

c. Pasar (Buyer)

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, jumlah pasar (buyer) klaster rata-rata sebanyak 5 pasar

(buyer) dengan rata-rata bermitra selama 5 tahun. Semakin banyak dan lama berhubungan dengan

pasar maka klaster dapat menghindari ketergantungan pada salah satu buyer tertentu yang memiliki

potensi resiko menekan harga, sehingga klaster tidak mempunyai daya tawar yang cukup. Terkait

dengan program Championship yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia, maka jumlah dan hubungan

dengan pasar (buyer) dapat dijadikan salah satu indikator wajib untuk keberhasilan klaster dengan

minimal kriteria sebagai berikut : memiliki minimal 2 pelanggan (buyer) untuk produk utama dengan

pengalaman bermitra minimal 1 tahun, tanpa ada perjanjian kontrak khusus/bebas.

Penilaian yang diberikan klaster pada klaster yang memiliki minimal 2 mitra pasar dengan pengalaman

bermitra minimal 1 tahun tanpa ada perjanjian kontrak khusus/ bebas adalah 10. Semakin banyak

rekanan produksi dengan kriteria serupa semakin baik dan dapat diberikan penambahan maksimum

nilai 5 sesuai dengan kebutuhan. Penambahan nilai juga dapat diberikan kepada pasar yang sudah

menggalang kontrak dengan klaster.

Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Rata-rata Jumlah mitra pasar (buyer)

5 buah Minimal 2 mitra pasar

10

* Wajib* Maksimal penambahan nilai 5, apabla jumlah

mitra pasar/buyer*) dalam klaster sebanyak :- 2 - 3 entitas : nilai ditambah 1- 4 - 5 entitas : nilai ditambah 2- 6 - 7 entitas : nilai ditambah 3- 8 - 9 entitas : nilai ditambah 4>10 entitas : nilai ditambah *) mitra pasar berhubungan minimal 1 tahun dengan sifat hubungan bebas/tidak terikat

Lama berhubungan/ bermitra

4 tahun Minimal 1 tahun

Sifat berhubungan * 93% responden berhubungan secara bebas

* 7% responden berhubungan secara terikat

Sifat hubungan bebas/tidak terikat

d. Penunjang Bisnis

Keberadaan lembaga penunjang bisnis direkomendasikan dapat dijadikan salah satu indikator pilihan

dengan kriteria: memiliki minimal 1 lembaga penunjang bisnis dengan pengalaman bermitra minimal

1 tahun tanpa ada perjanjian krontrak khusus atau bebas.

Penilaian yang diberikan terhadap klaster terkait hubungannya dengan jasa penunjang bisnis adalah:

klaster yang menjalin hubungan minimal dengan 1 jasa penunjang bisnis dengan pengalaman bermitra

minimal 1 tahun tanpa ada perjanjian krontrak khusus atau bebas mendapatkan penilaian 10. Semakin

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

252

banyak jasa penunjang bisnis dengan kriteria serupa semakin baik dan dapat diberi penambahan nilai

maksimum sebanyak 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Indikator Keberhasilan Hasil Survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Rata-rata jumlah jasa penunjang bisnis

2 Terdapat minimal 1 lembaga penunjang bisnisdengan lama berhubungan minimal 1 tahun

10 * Wajib* Penambahan maksimal nilai 5, apabila terdapat jasa

penunjang bisnis*) dalam klaster sebanyak :- 2 entitas : nilai ditambah 1- 3 entitas : nilai ditambah 2- 4 entitas : nilai ditambah 3- 5 entitas : nilai ditambah 4- >5 entitas : nilai ditambah 5

*) minimal berhubungan 1 tahun

Lama berhubungan/bermitra

4 tahun

Sifat berhubungan 71% bebas

29% terikat

e. Lembaga keuangan formal

Klaster yang telah berhubungan dengan lembaga keuangan menunjukkan klaster telah dipercaya dalam

mengembangkan usahanya, sehingga keberadaan lembaga keuangan formal direkomendasikan dapat

dijadikan slah satu indikator wajib dengan kriteria: klaster memiliki minimal 1 lembaga keuangan formal

yang terlibat dalam klaster minimal selama 1 tahun.

Adapun rekomendasi untuk penilaian bagi klaster yang telah menjalin hubungan minimal dengan 1

lembaga keuangan formal, dengan pengalaman bermitra minimal 1 tahun (simpanan maupun kredit)

diberikan penilaian 10. Semakin banyak lembaga keuangan dengan kriteria serupa semakin baik dan

dapat diberi penambahan nilai maksimum sebanyak 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Rata-rata jumlah lembaga keuangan yang diakses

2 lembaga/ entitas

Terdapat akses ke minimal 1 Lembaga Keuangan

10 * Wajib* Maksimal penambahan nilai 5, apabila terdapat

lembaga keuangan*) yang terlibat/melayani klaster sebanyak :

- 2 - 3 entitas : nilai ditambah 1- 4 - 5 entitas : nilai ditambah 2- 6 - 7 entitas : nilai ditambah 3- 8 - 9 entitas : nilai ditambah 4- >10 entitas : nilai ditambah 5*)minimal berhubungan 1 tahun

Lama berhubungan/bermitra

4 tahun Minimal 1 tahun

Sifat berhubungan 71% bebas

29% terikat

f. Anggota Klaster

Keberadaan jumlah anggota klaster direkomendasikan dapat dijadikan salah satu indikator yang harus

dipenuhi / indikator wajib oleh klaster, dengan kriteria memiliki anggota berjumlah minimal 25 orang

yang terlibat dalam klaster dan telah menjadi anggota klaster minimal 1 tahun. Penggunaan kriteria

minimal 25 orang, mengacu kepada minimal jumlah anggota koperasi, dengan pertimbangan bahwa

sebagian besar manajemen dalam klaster berupa koperasi.

Adapun penilaian yang direkomendasikan dalam rangka program Championship klaster adalah: bagi

klaster yang memiliki anggota (pelaku dalam klaster) minimal 25 anggota/pelaku klaster dengan

pengalaman berusaha minimal selama 2 tahun dan minimal 50% anggota telah menjadi anggota

klaster selama 1 tahun, mendapatkan penilaian 10. Semakin banyak jumlah anggota klaster dengan

253

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

kriteria serupa semakin baik dan dapat diberi penambahan nilai maksimum sebanyak 5 sesuai dengan

kriteria yang ditetapkan.

Indikator Keberhasilan Hasil Survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Rata-rata jumlah anggota 631 orang Minimal 25 orang 10 *Wajib*Maksimal penambahan nilai 5, apabila jumlah anggota*)

klaster sebanyak :- 26 - 100 orang : nilai ditambah 1- 101 - 200 orang : nilai ditambah 2- 201 - 300 orang : nilai ditambah 3- 301 – 400 orang : nilai ditambah 4- > 400 orang : nilai ditambah 5*) memiliki pengalaman usaha minimal 2 tahun

Rata-rata lama pengalaman usaha

10 tahun Pengalaman usaha minimal 2 tahun

Lama menjadi anggota 5 tahun Minimal 50 % sudah 1 tahun menjadi anggota klaster

3.2.3 Kepemimpinan dan Visi Bersama

Terkait dengan faktor keberhasilan kepemimpinan dan visi bersama, terdapat tiga indikator yang dapat

diukur, yaitu:

(1) Adanya ketokohan Champion klaster,

(2) Adanya penggerak klaster lainnya dan

(3) Adanya visi dan misi bersama.

Adapun rinciannya sbb:

Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Adanya ketokohan 2 Minimal ada 1 ketokohan 10 pilihan

Adanya penggerak klaster 4 Minimal ada 4 penggerak klaster lainnya 10 wajib

Adanya visi dan misi bersama Tidak terdokumentasi Visi terdokumentasi 10 pilihan

Visi yang tidak terdokumentasi menunjukkan kondisi klaster tidak memiliki panduan operasional yang

cukup sehingga klaster dengan kriteria tesebut akan mendapatkan nilai 0. Setiap penambahan pencapaian

indikator keberhasilan kecuali untuk indikator adanya visi dan misi bersama akan mendapatkan nilai

tambahan maksimal 5 nilai.

3.2.4 Kompetensi/Keahlian

a. Munculnya Teknologi Baru

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, munculnya teknologi baru dalam klaster menunjukkan

adanya upaya klaster dalam memperbaiki kualitas maupun kuantitas layanan klaster kepada anggota,

sehingga dapat mencapai produktivitas dan penjualan yang optimal. Pada gilirannya anggota klaster

akan merasa nyaman berada dalam klaster.

Terkait dengan Championship yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia, munculnya teknologi baru

yang dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi klaster dapat dijadikan sebagai salah satu

indikator wajib. Adapun kriterianya sbb: adanya minimal 1 paket teknologi baru per tahun yang dapat

meningkatkan produksi dalam klaster.

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

254

Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Jumlah teknologi baru yang muncul

3 teknologi Minimal 1 unit teknologi baru per tahun yang digunakan untukmeningkatkan produksi dalam klaster

10 * Wajib* Penambahan maksimal nilai 5 apabila terdapat

penggunaan teknologi baru untuk meningkatkan produksi dalam klaster sebanyak :

- 2 - 3 teknologi : nilai ditambah 1- 4 - 5 teknologi : nilai ditambah 2- 6 - 7 teknologi : nilai ditambah 3- 8 - 9 teknologi : nilai ditambah 4- >10 teknologi : nilai ditambah 5

Manfaat teknologi Meningkatkan produksi dan produktivitas

b. Peningkatan Jumlah Produksi

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, indikator meningkatnya jumlah produksi menunjukkan

bahwa klaster berkembang dengan baik atau mengindikasikan bahwa pasar masih terbuka untuk

dapat menerima hasil produksi klaster. Terkait dengan Championship yang akan dilakukan oleh Bank

Indonesia, meningkatnya jumlah produksi dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan

wajib, dengan kiteria adanya peningkatan produksi minimal 10% per tahun. Klaster yang memenuhi

kriteria tersebut, diberikan penilaian sebesar 10. Semakin tinggi peningkatan produksi menunjukkan

kondisi klaster yang semakin baik dan dapat diberikan penilaian tambahan maksimal 5 sesuai dengan

kriteria yang ditetapkan.

Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Jumlah Produksi 13.836 unit Peningkatan produksi minimal 10% /tahun

10 *Wajib*Penambahan maksimal nilai 5 apabila terdapat peningkatan

produksi per tahun sebesar :- 11% - 20% : nilai ditambah 1- 21% - 40% : nilai ditambah 2- 41% - 60% : nilai ditambah 3- 61% -80% : nilai ditambah 4- >81% : nilai ditambah 5

Peningkatan produksi 64%

c. Produktivitas

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, produktivitas klaster yang meningkat menunjukkan bahwa

klaster senantiasa melakukan perbaikan atau inovasi dalam proses produksi dan teknologi. Terkait

dengan program Championship yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia, produktivitas dapat dijadikan

sebagai salah satu indikator keberhasilan wajib, dengan kriteria adanya peningkatan produktivitas

minimal 5% per tahun. Klaster yang memenuhi kriteria tersebut, diberi penilaian sebesar 10. Semakin

tinggi peningkatan produktivitas maka menunjukkan klaster yang semakin baik kinerjanya, dan dapat

diberikan penilaian tambahan maksimal 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Jumlah Produktivitas 490 unit per satuan

Peningkatan produktivitas, minimal 5% per tahun

10 *Pilihan*Penambahan maksimal nilai 5, aoabila peningkatan

produktivitas per tahun sebesar:- 6% : nilai ditambah 1- 7% : nilai ditambah 2- 8% : nilai ditambah 3- 9% : nilai ditambah 4- >10% : nilai ditambah 5

Peningkatan produktivitas per tahun

18%

255

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

d. Peningkatan Jumlah Pelaku Usaha

Klaster yang berkembang baik memungkinkan tumbuhnya pelaku klaster baru yang berasal dari pekerja

klaster yang ingin menjadi pelaku usaha atau pelaku usaha di luar klaster yang ingin masuk menjadi

anggota klaster. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka pelaksanaan program Championship

klaster, peningkatan jumlah pelaku usaha dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan

wajib, dengan kiteria adanya peningkatan jumlah pelaku usaha minimal 10% per tahun. Klaster yang

memenuhi kriteria tersebut, diberi penilaian sebesar 10. Semakin tinggi peningkatan jumlah pelaku

klaster menunjukkan dinamika klaster yang semakin baik, dan dapat diberikan penilaian tambahan

maksimal 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Indikator Keberhasilan Hasil Survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Peningkatan jumlah pelaku usaha per tahun

82% Peningkatan jumlah UMKMminimal 5% per tahun

10 *Pilihan*Penambahan maksimal nilai 5, apabila terdapat

peningkatan jumlah UMKM per tahun sebesar:- 6% : nilai ditambah 1- 7% : nilai ditambah 2- 8% : nilai ditambah 3- 9% : nilai ditambah 4- >10% : nilai +5

e. Jumlah Tenaga Kerja

Penyerapan tenaga kerja merupakan indikator dianggap penting terkait keberhasilan sebuah klaster

karena peningkatan jumlah tenaga kerja, menunjukkan bahwa klaster terus berkembang dan

membutuhkan tenaga kerja dengan kompetensi khusus. Berdasarkan hasil kajian, tenaga kerja klaster

bertumbuh sebesar 42% per tahun.

Terkait dengan Championship yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia, peningkatan jumlah tenaga

kerja dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan wajib, dengan kriteria adanya peningkatan

jumlah tenaga kerja minimal 5% per tahun. Klaster yang memenuhi kriteria pertumbuhan tenaga kerja

5%, diberikan penilaian sebesar 10. Semakin tinggi peningkatan jumlah tenaga kerja menunjukkan

kondisi klaster yang semakin baik, dan dapat diberikan penilaian tambahan maksimal 5 sesuai dengan

kriteria yang ditetapkan.

Indikator Keberhasilan Hasil Survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Jumlah tenaga kerja 623tenaga kerja

Peningkatan tenaga kerja minimal 5 % per tahun

10 *Wajib*Penambahan maksimal nilai 5, apabila terdapat

peningkatan jumlah tenaga kerja dalam klaster per tahun sebesar:- 6% : nilai ditambah 1- 7% : nilai ditambah 2- 8% : nilai ditambah 3- 9% : nilai ditambah 4- >10% : nilai ditambah 5

Peningkatan per tahun 42%

f. Peningkatan Investasi/Asset

Asset yang semakin meningkat dalam klaster dapat menunjukkan klaster berkembang dengan baik.

Terkait dengan Championship yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia, peningkatan jumlah investasi/

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

256

asset dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan wajib, dengan kiteria adanya peningkatan

jumlah investasi/asset minimal 5% per tahun. Klaster yang memenuhi kriteria pertumbuhan investasi/

asset 10% mendapatkan penilaian sebesar 10. Semakin tinggi peningkatan jumlah investasi/asset

menunjukkan kondisi klaster yang semakin baik, dan dapat diberikan penilaian tambahan maksimal 5

sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Jumlah investasi/aset semua anggota

Rp 2.213.311.786,- Peningkatan jumlah investasi minimal 5% per tahun

10 *Wajib*Penambahan maksimal nilai 5, apabila terdapat

peningkatan jumlah investasi per tahun dalam klaster sebesar :- 6% : nilai ditambah 1- 7% : nilai ditambah 2- 8% : nilai ditambah 3- 9% : nilai ditambah 4- >10% : nilai ditambah 5

Peningkatan pertahun 91%

g. Jumlah Pelatihan

Jumlah pelatihan merupakan indikator yang menunjang kompetensi dan keahlian suatu klaster

serta mendukung terjadinya inovasi dalam produksi dan teknologi. Pada gilirannya hal tersebut

dapat meningkatkan produksi dan produktivitas di dalam klaster. Semakin sering klaster melakukan

pelatihan maka semakin meningkat kompetensi dan keahlian pelaku klaster. Terkait dengan program

Championship yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia, peningkatan jumlah pelatihan dapat dijadikan

sebagai salah satu indikator keberhasilan tambahan atau pilihan. Adapun kriterianya adalah: adanya

pelatihan peningkatan kompetensi minimal 1 kali dalam 1 tahun akan mendapat penilaian sebesar 5.

Semakin sering klaster melakukan pelatihan akan membuat klaster menjadi semakin baik, dan dapat

diberikan penilaian tambahan maksimal 5 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Indikator Keberhasilan Hasil Survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Jumlah pelatihan 4 kali Adanya pelatihan peningkatan kompetensi minimal 1 kali dalam 1 tahun

5 *Wajib*Penambahan maksimal nilai 5, apabila terdapat intensitas

pelatihan per tahun sebanyak :- >1 kali : nilai ditambah 1- >2 kali : nilai ditambah 2- >3 kali : nilai ditambah 3- >4 kali : nilai ditambah 4- >5 kali : nilai ditambah 5

3.2.5. Terdapat Basis Inovasi yang Kuat

Tiga indikator yang digunakan untuk mengukur keberadaan basis inovasi yang kuat di suatu klaster, yaitu:

(1) teknologi baru, dan

(2) penelitian dan pengembangan (R&D).

a. Teknologi Baru

Pada indikator teknologi, parameter-parameter untuk diukur adalah: (a) jumlah teknologi baru yang

digunakan, (b) peningkatan teknologi yang digunakan dan (c)dampak pemanfaatan teknologi terhadap

produktivitas. Rata-rata pertambahan teknologi selama 4 tahun fasilitasi klaster adalah 72 teknologi

257

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

untuk 15 klaster yang dikaji, sehingga penambahan teknologi rata-rata pertahun per klaster adalah 1

teknologi.

Indikator Keberhasilan Hasil Survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Pertambahan teknologi baru per tahun 1 teknologiMinimal ada 1 teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi/ produksi

10 Pilihan

Peningkatan kapasitas produksi 74.77% Peningkatan 10 % 10 Wajib

Setiap penambahan pencapaian akan mendapatkan tambahan maksimal 5 nilai.

b. Penelitian dan pengembangan

Parameter-parameter yang diusulkan untuk diukur pada indikator R&D adalah (a) jumlah kegiatan R&D

dan (b) jumlah dan jenis produk (barang dan jasa) baru yang tumbuh.

Berdasarkan hasil survei, selama 4 tahun fasilitasi dalam 15 klaster yang dikaji, telah terdapat 77

penelitian yang dilakukan untuk mendukung klaster, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata

per tahun terdapat 1 penelitian yang dilakukan untuk mendukung klaster. Sementara itu, lembaga

penelitian yang terlibat sejumlah 25 lembaga atau hampir 2 lembaga dalam setiap klaster dengan

produk baru yang dihasilkan rata-rata 4 produk. Untuk itu penilaian yang dapat diukur adalah sbb :

Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Jumlah kegiatan R&D per tahun 1 R&D Minimal ada 1 kegiatan R&D 10 Pilihan

Jumlah produk baru yang dihasilkan 4 Produk Minimal ada 1 produk baru dihasilkan dalam 1 tahun 10 Pilihan

Setiap penambahan pencapaian akan mendapatkan tambahan maksimal 5 nilai.

3.2.6. Terdapat Perusahaan Besar

Satu indikator diusulkan untuk mengukur faktor ini, yaitu entitas perusahaan besar yang bermitra dengan

klaster dan sebagian dari perusahaan ini berperan sebagai lead firm. Indikator ini mencakup parameter-

parameter: (a) jumlah perusahaan yang bermitra, dan (b) bentuk kemitraan. Berdasarkan hasil survei,

berikut adalah data tentang keberadaan kerja sama dengan perusahaan besar sebagai dasar penilaian yang

direkomendasikan.

Indikator Keberhasilan Hasil Survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Jumlah perusahaan besar

1 entitas/ perusahaan

Minimal terdapat 1 perusahaan besaryang bermitra

10 * Pilihan* Maksimal penambahan nilai 5 , apabila

terdapat perusahaan besar yang mendukung klaster sebanyak :- 2 entitas : nilai ditambah 1- 3 entitas : nilai ditambah 2- 4 entitas : nilai ditambah 3- 5 entitas : nilai ditambah 4- >5 entitas : nilai ditambah 5

Bentuk kemitraan 100% terikat

3.2.7. Akses pada Sumber Keuangan

Terkait dengan faktor keberhasilan akses pada sumber keuangan, terdapat dua indikator yang dapat diukur,

yaitu : (1) produk lembaga keuangan yang diakses, (2) anggota klaster yang mengakses jasa keuangan

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

258

dan (3) kualitas pinjaman. Semakin banyak produk lembaga keuangan yang diakses dan semakin banyak

anggota klaster yang mengakses, menunjukkann klaster dalam kondisi yang kondusif. Kualitas kredit yang

lancar juga menunjukkan usaha dan karakter klaster baik.

Indikator Keberhasilan

Hasil Survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Jumlah produk pembiayaan lembaga keuangan yang diakses

- Minimal ada 1 produk pembiayaan lembaga keuangan yang diakses

10 * Wajib* Penambahan maksimal nilai 5, apabila terdapat produk pembiayaan lembaga

keuangan yang diakses anggota klaster sebanyak : - 2 produk : nilai ditambah 1- 3 produk : nilai ditambah 2- 4 produk : nilai ditambah 3- 5 produk : nilai ditambah 4- >6 produk : nilai ditambah 5

Indikator Keberhasilan

Hasil Survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Jumlah anggota yang mengakses

- 10% dari jumlah anggota

10 * Wajib* Penambahan maksimal nilai 5, apabila prosentase anggota klaster yang

mengakses sebanyak :- 11% - 20% : nilai ditambah 1- 21% - 30% : nilai ditambah 2- 31% - 40% : nilai ditambah 3- 41% - 50% : nilai ditambah 4- >50% : nilai ditambah 5

Indikator Keberhasilan

Hasil Survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Kualitas pembiayaan

- Lancar 10 * Wajib* Pengurangan maksimal 10, apabila kualitas pembiayaan anggota klaster

mempunya kriteria sbb:- Dalam Pengawasan Khusus : nilai dikurangi 1- Kurang Lancar : nilai dikurangi 2- Diragukan : nilai dikurangi 5- Macet : nilai dikurangi 10

3.2.8. Aspek Pasar

Indikator utama untuk elihat keberhasilan akses pasar adalah peningkatan penjualan. Sehubungan dnegan

hal tersebut, berdasarkan hasil survei klaster yang telh diintervensi selama 4 tahun mengalami peningkatan

penjualan sebesar 58% per tahun.

Terkait dengan program Championship yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia, jumlah pertumbuhan

penjualan merupakan salah satu indikator wajib untuk menilai keberhasilan klaster dengan kriteria bahwa

klaster memiliki minimal pertumbuhan penjualan sebesar 10% pertahun. Semakin tinggi penjualan semakin

baik untuk pertumbuhan klaster. Adapun penilaian yang diberikan adalah sebagai berikut: untuk klaster

yang penjualannya meningkat sebesar 10% dibandingkan tahun sebelumnya memperoleh nilai 10, dan

dapat diberikan penambahan nilai maksimum 5 dengan kriteria yang telah ditetapkan.

259

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

Indikator Keberhasilan Hasil SurveiRekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Nilai penjualan/ transaksi Rp 3.553.461.551,- Peningkatan penjualan/ transaksi minimal 10% per tahun

10* Wajib* Penambahan nilai 5, apabila terdapat peningkatan

penjualan dalam klaster sebesar :- 10% – 20% : nilai ditambah 1- 21%- 40% : nilai ditambah 2 - 41% – 60% : nilai ditambah 3- 61% – 80% : nilai ditambah 4- > 81% : nilai ditambah 5

Peningkatan penjualan/ transaksi

48%

3.2.9. Akses Informasi

Dalam kajian ini, dua indikator untuk mengukur kinerja akses informasi dalam kajian ini digunakan dua

indikator untuk mengukur kinerjanya, adalah : (1) media informasi yang diakses dan (2) basis data pasar

dan teknologi yang potensial dan tersedia di klaster. Parameter untuk mengukur indikator media informasi

yang diakses adalah jenis dan jumlah media yang digunakan. Media yang diakses dapat digunakan untuk

memperoleh informasi dan atau menyebarkan informasi (misalkan untuk mempromosikan atau memasarkan

produk). Jenis-jenis media yang digunakan dapat termasuk ke dalam kategori online atau offline. Parameter

untuk mengukur indikator basis data pasar yang potensial adalah keberadaan profil potensi pasar dan profil

teknologi dimana data atau informasi ini terdokumentasi secara tertulis.

Indikator Keberhasilan Hasil Survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Jumlah media informasi yang diakses Survey Tingkat

Kepuasan

Minimal ada 1 media untuk akses informasi pasar dan teknologi

10 Pilihan

Basis data pasar dan teknologi tersedia Tersedia data akses teknologi dan pasar 10 Pilihan

Setiap penambahan pencapaian kecuali untuk indikator basis data akan mendapatkan tambahan maksimal

5 nilai. Jika di dalam klaster tidak terdapat basis data pasar dan teknologi maka nilai yang diperoleh 0.

3.2.10. Infrastruktur Klaster

Infrastruktur klaster yang memadai adalah infrastruktur yang mendukung perkembangan klaster.

Infrastruktur fisik terkait dengan jumlah dana yang dialokasikan untuk penyediaannya, yang menunjukkan

kepedulian pemerintah daerah untuk mendorong perkembangan klaster. Adapun penilaiannya adalah

sebagai berikut :

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

260

Indikator Keberhasilan Hasil Survei

Rekomendasi

Indikator Nilai Keterangan

Infrastruktur jalan Skala 5 Adanya infrastruktur jalan yang memadai, atau adanya alokasi anggaran dari pemerintah untuk jalan, dengan skala kesetujuan minimal 5.

10 *Pilihan*Tingkat kesetujuan :< 5 – 4 : nilai dikurangi 1< 4 - 3 : nilai dikurangi 2< 3 - 2 : nilai dikurangi 3< 2 – 1 : nilai dikurangi 4< 1 : nilai dikurangi 5

Infrastruktur listrik Skala 5 Adanya infrastruktur listrik yang memadai atau adanya alokasi anggaran dari pemerintah untuk listrik, dengan skala kesetujuan minima 5.

10 OpsionalTingkat kesetujuan :< 5 – 4 : nilai dikurangi 1< 4 - 3 : nilai dikurangi 2< 3 - 2 : nilai dikurangi 3< 2 – 1 : nilai dikurangi 4< 1 : nilai dikurangi 5

Infrastruktur air bersih Skala 5 Adanya infrastruktur air bersih yang memadai atau adanya alokasi anggaran dari pemerintah untuk air bersih, dengan skala kesetujuan minima 5.

10 PilihanTingkat kesetujuan :< 5 – 4 : nilai dikurangi 1< 4 - 3 : nilai dikurangi 2< 3 - 2 : nilai dikurangi 3< 2 – 1 : nilai dikurangi 4< 1 : nilai dikurangi 5

Infrastruktur Jaringan komunikasi

Skala 5 Adanya infrastruktur jaringan komunikasi yang memadai atau adanya alokasi anggaran dari pemerintah untuk jaringan komunikasi¸ dengan skala kesetujuan minimal 5.

10 PilihanTingkat kesetujuan :< 5 – 4 : nilai dikurangi 1< 4 - 3 : nilai dikurangi 2< 3 - 2 : nilai dikurangi 3< 2 – 1 : nilai dikurangi 4< 1 : nilai dikurangi 5

3.3. Mekanisme Penyelenggaraan Championship atau Penghargaan Kinerja Klaster

3.3.1. Latar Belakang, Maksud dan Tujuan Penyelenggaraan Penghargaan Klaster

Sebagaimana juga telah ditunjukkan dalam kajian ini, manfaat klaster sudah tidak diragukan lagi.

Klaster dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi dunia usaha dan ekonomi di wilayah yang

mengembangkan, klaster juga memberikan dampak-dampak positif pada isu social serta beberapa isu

lingkungan untuk keberlanjutan.

Walaupun faktor-faktor keberhasilan klaster yang mempengaruhi relatif sama, namun perkembangan klaster

satu akan berbeda dengan yang lain. Perbedaan dalam proses memulai dan menjaga keberlangsungan klaster

dipengaruhi oleh karakter perekonomian yang berbeda pula, sehingga dalam pelaksanaan pengukuran

kinerja klaster perlu dilakukan secara berkelanjutan.

Tujuan pengukuran kinerja klaster itu sendiri tidak hanya berguna untuk menilai dampak pertumbuhan

klaster namun juga untuk membandingkan kinerja klaster yang ada. Oleh karena itu, upaya pelaksanaan

penghargaan kinerja klaster perlu dilakukan untuk mendorong motivasi para inisiator klaster untuk terus

meningkatkan kinerja klaster yang telah diinisiasi dan melakukan replikasi praktek-praktek baik klaster

sebagai perluasan cakupan dan dampak di masyarakat. Berbagai kajian dan pengalaman telah menyebutkan

bahwa kompetisi memberikan manfaat banyak hal. Dalam konteks penghargaan klaster beberapa

manfaat mungkin dapat dicapai, diantaranya adalah: a) memicu kreativitas dan inovasi, b) memperkuat

arah organisasi (dalam hal ini organisasi klaster) dengan adanya pengakuan aspek-aspek tertentu yang

dicapai oleh klaster, c) mempertahankan entitas yang terlibat dalam sistem klaster dengan adanya rasa

261

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

tanggung jawab bersama dan prestasi bersama yang diperoleh, d) meningkatkan penjualan klaster karena

adanya pengakuan pihak ketiga, sehingga memantapkan kepemimpinan pasar yang telah dibangun, e)

meningkatkan hubungan dengan masyarakat melalui publikasi dalam kegiatan penghargaan tersebut,

antara lain akan meningkatkan kinerja bisnis dan memperoleh mitra baru karena meningkatnya image

klaster, dan f) mendapatkan masukan berharga untuk perbaikan kinerja klaster.

3.3.2 Maksud dan Tujuan

Secara umum, penyelenggaraan kegiatan Penghargaan Kinerja Klaster bermaksud untuk memberikan

apresiasi terhadap klaster-klaster yang diinisiasi oleh sejumlah Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang berada

di berbagai wilayah Indonesia maupun yang dilaksanakan oleh pihak lain atas usaha-usaha pengembangan

yang dilakukan secara kolaboratif dengan para pemangku kepentingan klaster. Kegiatan penghargaan

kinerja klaster ini menerapkan konsep kompetisi yang didasarkan pada sejumlah kriteria keunggulan yang

telah diidentifikasi berdasarkan hasil kajian ini.

Pemberian apreasiasi atau penghargaan klaster ini memiliki tujuan-tujuan utama sebagai berikut:

1. Terkait dengan sifat alamiah suatu kejuaraan yang bertujuan untuk menumbuhkan kompetisi yang

sehat dalam mencapai prestasi tertentu, kegiatan penghargaan klaster ini salah satunya bertujuan

untuk menumbuhkan motivasi kepada para pelaku maupun stakeholders yang terlibat dalam klaster

secara luas untuk lebih berinovasi dan meningkatkan kinerjanya.

2. Menyediakan sarana pendukung bagi klaster atas penghargaan yang diterima, sehingga terdorong

untuk meningkatkan nilai tambah klaster.

3. Memberikan apresiasi kepada Pemerintah Daerah dan atau pemangku kepentingan terkait lainnya

yang terlibat dalam inisiasi pengembangan klaster melalui kemitraan baik yang didasarkan pada nota

kesepakatan/MoU maupun tanpa MoU.

3.3.3 Hasil yang Diharapkan

Kegiatan penghargaan klaster ini dapat memunculkan dampak atau turunan dari pemenuhan tujuan-tujuan

utama, sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan penghargaan klaster ini diharapkan dapat menjadi rintisan program yang dapat

diperhitungkan oleh publik dan dapat direplikasi atau dipertahankan keberlanjutannya oleh publik

karena pemilihan indikator keberhasilannya berdasarkan hasil kajian dan direncanakan dilaksanakan

secara profesional dengan tim juri yang kompeten serta mekanisme yang tepat. Melalui komunikasi

publik yang dikelola sedemikian rupa dapat menjadi faktor pendorong usaha pengembangan

klaster dan kompetisi antar klaster yang sehat. Penyelenggaraan kejuaraan yang konsisten dan

berkesinambungan juga dapat menumbuhkan branding tersendiri bagi program klaster di Indonesia

maupun bagi klaster itu sendiri sebagai pendekatan pengembangan ekonomi wilayah. Disamping itu,

kompetisi ini juga memiliki potensi untuk menumbuhkan kemunculan klaster-klaster baru yang pada

akhirnya akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah.

2. Terpilihnya para pemenang dan nominator akan menjadi benchmark bagi klaster-klaster lain secara

luas di Indonesia.

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

262

3. Kompetisi klaster ini diharapkan mendorong kemunculan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi

kemajuan klaster, melalui stimulus penghargaan yang mengutamakan aspek inovasi yang terjadi di

dalam klaster.

3.3.4 Mekanisme Penyelenggaraan Penghargaan Kinerja Klaster

Dalam penyelenggaraan penghargaan Kinerja Klaster akan dilakukan melalui tahapan-tahapan sbb :

1. Kajian

Kajian/riset dapat dilakukan berdasarkan data sekunder maupun observasi langsung ke lapangan, atau

kedua-duanya. Kajian akan menjawab pertanyaan 5W (Why, Who, When, Where, What) + 1H (How).

Melalui riset tujuan dapat diuji, didukung oleh data-data yang logis berdasarkan identifikasi sumber-

sumber input dan hambatan yang dapat diantisipasi. Melalui tahapan ini tujuan dan sasaran dapat

ditentukan berdasarkan prioritas, spesifik, terukur, dan realistik.

Salah satu keluaran yang diharapkan dari kajian ini adalah usulan tata cara atau mekanisme

penyelenggaraan program Penghargaan Kinerja Klaster, di mana kajian ini merupakan bagian dari

upaya penyusunan konsep dan mekanisme Penghargaan Kinerja Klaster. Setelah penyusunan draft

usulan dan konsep mekanisme Penghargaan Kinerja Klaster ini selesai, akan dilakukan serangkaian

kegiatan tindak lanjut yang mencakup:

1) Penyusunan konsep dan mekanisme Penghargaan Kinerja Klaster atau Kerangka Acuan Kerja

penyelenggaraan, yang meliputi periode penyelenggaraan Penghargaan, penentuan kriteria

klaster yang dapat menjadi peserta; mekanisme keikutsertaan klaster dalam proses Penghargaan

Kinerja Klaster; tim penilai kelayakan klaster untuk menjadi peserta Penghargaan Kinerja Klaster;

penyusunan instrumen dan mekanisme penilaian Penghargaan Kinerja Klaster berdasarkan data

dan analisis survei dan kajian Penghargaan Kinerja Klaster dan penyempurnaan instrumen dan

mekanisme penilaian Penghargaan Kinerja Klaster.

2) Proses Penghargaan Kinerja Klaster: penentuan kriteria penilaian dan bentuk apresiasi Penghargaan

Kinerja Klaster; pelaksanaan penilaian Penghargaan Kinerja Klaster; penentuan pemenang/nominasi;

penentuan dan pengumuman Penghargaan Kinerja Klaster.

Proses penilaian peserta penghargaan dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Rekruitmen peserta

1) Sebelum dilakukan penilaian, perlu dilakukan sosialisasi terlebih dahulu Pedoman

Penyelenggaraan yang telah disiapkan oleh Tim Kerja kepada para seluruh KPw Bank

Indonesia berikut formulir keikutsertaan sebagai dasar untuk memilih klaster yang akan

diusulkan menjadi peserta serta untuk mensosialisasikannnya kepada pihak lain di daerah

Pemda/Dinas/lembaga lain) yang klasternya juga akan diusulkan menjadi peserta program

Pengharagaan Kinerja Klaster ini.

2) Penerimaan berkas-berkas pendaftaran berdasarkan formulir kepesertaan, disertai dengan

dokumen pendukung, seperti dokumen Rencana Kerja dan Anggaran, struktur organisasi

klaster dan pengelola, uraian tugas, notulen rapat, data base, hasil kunjungan lapangan,

263

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

berita acara, laporan tahunan/semester/triwulan/bulanan, dan dokumen lainnya termasuk

dokumen penghargaan yang pernah diterima.

b. Pelaksanaan penilaian

1) Pemeriksaan dokumen administrasi yang telah disampaikan kepada panitia sebagai

lampiran form aplikasi keikutsertaan dalam pelaksanaan Penghargaan Kinerja Klaster.

Dokumen-dokumen ini akan menjadi lampiran dari penilaian.

2) Seleksi tahap 1 (administrasi) dilakukan terhadap data yang disampaikan KPw untuk

menentukan klaster yang akan masuk ke dalam nominasi tahapan berikutnya

3) Seleksi tahap 2 (tahap awal) dilakukan dengan kunjungan lapangan untuk memverifikasi

dokumen yang telah diperiksa sebelumnya dengan kondisi sesungguhnya di lokasi klaster.

4) Seleksi tahap 3 (tahap akhir) dilakukan untuk memverifikasi nominator hasil seleksi tahap

2 sehingga terpilih para pemenang sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Pada tahap ini

diperlukan perlengkapan sesuai dengan kebutuhan (alat pencatat, tape recorder, kamera,

dan instrumen penilaian/kuesioner). Instrumen penilaian yang digunakan adalah hasil

dari kajian ini. Proses penilaian dilakukan secara langsung melalui wawancara dengan

narasumber yang ditentukan sendiri oleh penilai, melihat bukti-bukti fisik dan dokumen

pendukungnya.

3) Penghargaan Kinerja Klaster

a. Penetapan pemenang

Pemenang ditetapkan berdasarkan hasil proses verifikasi administrasi maupun verifikasi

lapangan dan sidang tim juri. Selanjutnya pemenang juga akan ditetapkan secara resmi

oleh Gubernur Bank Indonesia.

b. Penghargaan

Penghargaan yang diberikan dapat berupa sertifikat/piagam penghargaan/plakat, sarana

dan prasarana produksi/pendukung peningkatan kinerja klaster (barang) serta studi banding

best practice klaster di negara lain untuk pemenang terbaik.

4) Evaluasi

Evaluasi dilakukan setelah seluruh kegiatan dilaksanakan. Evaluasi ini melibatkan seluruh tim yang

bekerja dan stakeholderss lainnya. Evaluasi dilakukan untuk melihat apakah penyelenggaraan

penghargaan telah berjalan sesuai dengan konsep dan perencanaan yang telah dibuat,

termasuk evaluasi terhadap instrumen penilaian, sehingga dapat dilakukan perbaikan kinerja

penyelenggaraan penghargaan klaster dikemudian hari.

5) Penyusunan laporan

Pelaporan dibuat untuk mengetahui bahwa keseluruhan pekerjaan telah dilaksanakan untuk

disampaikan kepada stakeholders.

Analisis Penilaian Program Penghargaan Kinerja Klaster

264

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penyelenggaraan penghargaan kinerja klaster seperti ini akan

memberikan dampak yang lebih luas melalui peningkatan motivasi kegiatan ekonomi di daerah dengan

pendekatan klaster. Oleh karena itu untuk diperlukan kepedulian dari berbagai pihak, tidak hanya dari Bank

Indonesia untuk dapat melanjutkan melaksanakan program ini baik secara bersama-sama maupun oleh

masing-masing pihak/stakeholders antara lain dengan menyelenggarakan kegiatan serupa secara periodik.

Disamping itu, pertimbangan lainnya adalah mengingat banyaknya klaster yang tumbuh sebagai tren

dalam peningkatan daya saing. Cakupan penyelenggaraan juga dapat diperluas di luar wilayah kerja Bank

Indonesia atau dengan memodifikasi instrumen yang ada sesuai dengan tujuan.

265

Kesimpulan dan Rekomendasi

BAB IV Kesimpulan dan

Rekomendasi

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan temuan pada kajian ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Lembaga penginisiasi klaster

Terdapat 4 entitas atau lembaga yang berperan dalam menginisiasi sekaligus memfasilitasi program

klaster dengan karakteristik dan alasan yang berbeda, yaitu sebagai berkut:

a. Bank Indonesia, dalam bentuk program bantuan teknis dan penyaluran dana Program Sosial Bank

Indonesia (PSBI) sebagai implementasi dari Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia.

Program-program tersebut dilakukan dalam bentuk intervensi yang terprogram/komprehensif

maupun one shoot program.

b. Pemerintah, dalam bentuk program bantuan teknis maupun bantuan program dalam kapasitas

sebagai pengambil kebijakan nasional untuk pencapaian MDGs di tahun 2015 melalui pemberdayaan

ekonomi masyarakat. Bentuk intervensi dari pemerintah juga bersifat terprogram dan one shoot

program

c. Lembaga donor, dalam mengembang misi global pengentasan kemiskinan melalui kegiatan

ekonomi berkeadilan, dengan intervensi bersifat terprogram dan one shoot program.

d. Swasta, dalam kerangka untuk memperkuat kegiatan mata rantai industrinya, dengan intervensi

yang bersifat terprogram maupun one shoot program.

2. Tahapan pengembangan klaster

Berdasarkan hasil kajian, para inisiator klaster melakukan pengembangan klaster dengan tahapan

sebagai berikut:

a. Menentukan Klaster

Sebagian besar inisiator menentukan klaster atas dasar kebijakan/arah dari kantor pusat

masing masing. Sebagai contoh, dalam menentukan komoditas klaster yang akan dikembangkan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia, ditentukan oleh kebijakan di Kantor Pusat BI yaitu program

pengembangan klaster ketahanan pangan dan komoditas yang menjadi sumber tekanan inflasi.

Dalam pelaksanaannya, sebagian besar para inisiator klaster (67%) ini mengembangkan klaster

yang sudah ada sebelumnya yang kemudian diperkuat melalui intervensi yang diberikan, dan hanya

sebagian kecil (33%) saja yang mengembangkan klaster baru.

266

Kesimpulan dan Rekomendasi

b. Analisis Klaster (analisa permasalahan, potensi dan rencana intervensi),

Sebelum melakukan pengembangan klaster, para inisitaor terlebih dahulu melakukan kajian terhadap

potensi klaster, baik potensi pengembangan, potensi permintaan pasar, potensi penyerapan tenaga

kerja, potensi peningkatan pendapatan dll. Dalam melakukan analisis ini, termasuk didalamnya

adalah melihat permasalahan terkait komoditas klaster yang dipilih, potensi solusi dan intervensi

yang akan dilakukan. Selain itu, analisis juga dilakukan untuk melihat potensi stakeholders yang

akan terlibat dalam klaster baik dari sisi pendanaan, bantuan sarana prasarana, bantuan teknis

maupun lainnya.

c. Penggalangan Komitmen

Penggalangan komitmen umumnya mulai diawali dengan melakukan sosialisasi terhadap hasil

identifikasi dan analisa awal klaster melalui Focus Group Discussion (FGD) atau diskusi pada forum

tertentu untuk menyamakan persepsi dalam rangka menggalang komitmen sekaligus melakukan

langkah-langkah persiapan dalam perencanaan pengembangan klaster. Output dari penggalangan

komitmen beberapa diantaranya diwujudkan dalam bentuk MoU atau perjanjian kerjasama atau

kesepakatan/komitmen bersama antar beberapa stakeholders yang memiliki kesamaan visi.

d. Menyusun Perencanaan

Setelah terjalin penggalangan komitmen atas dasar persamaan persepsi tupoksi masing-masing

stakeholders, rencana kerjasama antar stakeholders ditindaklanjuti dengan menyusun perencanaan

pengembangan klaster. Perencanaan ini dapat berupa perencanaan jangka panjang, jangka

menengah maupun jangka pendek.

e. Melaksanakan Pengembangan Klaster

Pelaksanaan pengembangan klaster umumnya dimulai dengan sosialisasi kepada calon pelaku

klaster, kemudian membangun komitmen bersama antara pelaku klaster dengan inisiator dan

stakeholders terkait untuk menyepakati rencana intervensi dan target/sasaran yang akan dicapai

bersama melalui program pengembangan klaster. Jika dalam klaster telah ada kelembagaan

(gapoktan/pokja/koperasi), proses sosialisasi dan membangun komitmen dilakukan dengan

melibatkan pengurus atau manajemen gapoktan/pokja/koperasi. Beberapa intervensi yang

secara umum dilakukan adalah pendampingan, pembuatan demplot, pelatihan, sekolah lapang,

pembentukan dan penguatan kelembagaan, akses pemasaran, akses keuangan dll.

Dalam pelaksanaan pengembangan klaster khususnya dalam pendampingan, Beberapa inisiator

menempatkan tenaga pendamping yang memiliki kompetensi dari sisi teknis dan kelembagaan.

Pihak menajemen maupun pendamping selama periode pengembangan, membuat laporan

yang disampaikan kepada inisiator sebagai bahan untuk monitoring dan tidak lanjut pelaksanaan

program.

f. Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan monitoring dan evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak manajemen

kepada anggota klaster, inisiator (melalui pendamping) kepada manajemen dan anggota klaster,

267

Kesimpulan dan Rekomendasi

yang dilakukan secara periodik maupun secara insidental. Kegiatan monitoring rutin dilakukan

dengan mengevaluasi laporan ang telah disampaikan oleh manajemen/pendamping. Jika ditemui

permasalahan di lapangan, inisiator melakukan monitoring aktif atau kunjungan ke lapangan

untuk menentukan tindak lanjut/intervensi dalam memberikan solusi atas permasalahan yang ada.

g. Exit Phase

Exit Phase adalah tahapan kegiatan dimana para pihak baik inisiator maupun pelaku atau

fasilitator telah menyepakati kondisi dimana klaster diharapkan telah mampu untuk berkembang

mandiri. Dalam tahapan ini, dilakukan persiapan untuk mulai mengurangi intensitas pelaksanaan

program klaster yang telah dilakukan sebelumnya, meskipun tidak menutup kemungkinan para

inisiator untuk dapat mengalokasikan sumber dayanya apabila diperlukan. Tahapan ini dilakukan

melalui sosialisasi dan atau FGD tentang kegiatan yang telah dilakukan serta kemungkinan dan

harapan keterlibatan stakeholders lain atau kemandirian klaster itu sendiri dalam melanjutkan

program pengembangan klaster. Jika terdapat lembaga/stakeholders lain yang ingin melanjutkan

pengembangan klaster maka dapat dilakukan serah terima program pengembangan klaster dari

inisiator kepada stakeholders lainnya.

3. Fase Pengembangan Klaster

Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, aktivitas klaster sejalan dengan fase perkembangan/usia

klaster. Walaupun tidak mengindikasikan tingkat kematangan, namun secara alamiah usia klaster akan

sejalan dengan peningkatan penguatan kelembagaan klaster atau peningkatan modal sosial. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh dalam pengembangan klaster selain

usia klaster.

4. Rantai nilai

Rantai nilai secara umum menggambarkan tahapan proses bisnis dari sebuah klaster mulai dari input

supply, budidaya/produksi tahap pertama, produksi tahap kedua, perdagangan hingga pemasaran

kepada konsumen. Selain tahapan bisnis tersebut digambarkan pula keberadaan pelaku klaster yang

ada pada masing-masing tahapan bisnis serta bagaimana hubungan diantara para pelaku dalam klaster.

Gambaran rantai nilai berdasarkan sektor ekonomi maupun berdasarkan komoditas memiliki tahapan

proses bisnis yang berbeda-beda, sangat dipengaruhi oleh profil dan karakter bisnis masing masing

komoditas klaster. Demikian pula dengan pelaku dalam setiap rantai nilai memiliki keragaman dalam

jumlah/ukuran maupun jenis pelaku pada masing-masing sektor maupun komoditas klaster. Hubungan

antar pelaku dan tata kelola dalam masing-masing rantai nilai menunjukkan adanya pola hubungan

yang saling membutuhkan dan terstruktur.

5. Faktor Keberhasilan Klaster

Secara umum keberhasilan klaster yang mengacu kepada 16 faktor keberhasilan yang menjadi dasar

kajian, dapat dibagi menjadi 2 besar, yaitu faktor keberhasilan yang memiliki tingkat kesetujuan

(pendapat manajemen dan stakeholders klaster) lebih besar dari 5 dan faktor keberhasilan yang memiliki

tingkat kesetujuan kurang dari 5. Sesuai dengan urutan faktor keberhasilan yang paling penting sebagai

berikut :

268

Kesimpulan dan Rekomendasi

a. Faktor keberhasilan dengan tingkat kesetujuan lebih dari 5 :

1) Akses pasar

2) Adanya networking dan kemitraan

3) Modal sosial yang kuat

4) Adanya akses informasi

5) Kedekatan dengan pemasok

6) Terdapat basis inovesi yang kuat

7) Adanya spesialisasi

b. Faktor keberhasilan dengan tingkat kesetujuan kurang dari 5:

1) Terdapat kompetensi/keahlian yang kuat

2) Infrastruktur yang memadai

3) Kepemimpinan dan visi bersama

4) Akses pada sumber keuangan

5) Akses terhadap jasa pendukung bisnis

6) Budaya kewirausahaan yang kuat

7) Adanya persaingan

8) Akses ke jasa spesialis

9) Adanya perusahaan besar

Faktor keberhasilan klaster yang paling penting berbeda untuk masing-masing subsektor ekonomi.

Berikut dijelaskan 3 faktor keberhasilan yang paling penting (berdasarkan tingkat kesetujuan manajemen

dan stakeholders) untuk masing-masing sektor ekonomi:

a. Subsektor Tanamanan Pangan: adanya modal sosial yang kuat, adanya kepemimpinan dan visi

bersama serta akses pasar.

b. Subsektor peternakan: adanya modal sosial yang kuat, terdapat basis inovasi yang kuat (R & D

tinggi) dan akses pasar.

c. Subsektor hortikultura: akses pasar, terdapat networking dan kemitraan, serta terdapat modal

sosial yang kuat.

d. Subsektor Perkebunan: terdapat networking dan kemitraan, terdapat basis inovasi yang kuat (R &

D tinggi) dan kompetensi /keahlian SDM yang kuat.

e. Subsektor perikanan: adanya infrastruktur yang memadai, terdapat basis inovasi yang kuat (R & D

tinggi) dan akses pasar.

f. Subsektor Industri: adanya spesialisasi, kedekatan dengan pemasok dan networking dan kemitraan.

6. Replikasi Klaster

Replikasi dapat dilakukan terhadap klaster yang telah berhasil. Berdasarkan hasil survei, sebanyak 95%

responden (manajemen dan stakeholders) klaster menyatakan keberhasilan klaster dapat direplikasi di

tempat atau lokasi lain.

269

Kesimpulan dan Rekomendasi

Replikasi dapat dilakukan baik secara keseluruhan maupun secara parsial terhadap aspek-aspek yang

dapat direplikasi. Berikut adalah urutan aspek yang paling mudah hingga yang tersulit untuk direplikasi

dalam klaster:

1) Manajemen produksi dan teknologi dalam klaster

2) Kelembagaan klaster

3) Modal sosial klaster

4) Aspek pemasaran dalam klaster

5) Pengembangan SDM klaster

Manajemen produksi dan teknologi merupakan aspek teknis dimana masyarakat secara umum telah

mengenal dalam kegiatan keseharian. Sementara pengembangan SDM membutuhkan perhatian yang

serius karena permasalahan yang cukup kompleks , membutuhkan upaya yang lebih keras dan waktu

yang lebih lama serta membutuhkan perhatian dari berbagai pihak.

Namun demikian, secara umum keberhasilan pelaksanaan replikasi klaster sangat diperngaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu budaya dan prilaku masyarakat, persyaratan teknis, sarana dan prasarana,

dukungan pemerintah/stakeholders dan adanya ketersediaan SDM yang kompeten.

Aspek yang paling mudah direplikasi menurut sektor ekonomi berbeda-beda sebagaimana dijelaskan

sebagai berikut:

a. Subsektor Tanaman Pangan:

1) Manajemen produksi dan teknologi dalam klaster

2) Kelembagaan klaster

3) Pengembangan SDM klaster

4) Modal sosial klaster

5) Aspek pemasaran dalam klaster

b. Subsektor peternakan:

1) Modal sosial klaster

2) Kelembagaan klaster

3) Manajemen produksi dan teknologi dalam klaster

4) Pengembangan SDM klaster

5) Aspek pemasaran dalam klaster

c. Subsektor hortikultura:

1) Manajemen produksi dan teknologi dalam klaster

2) Kelembagaan klaster

3) Marketing klaster

4) Modal sosial klaster

5) Pengembangan SDM klaster

270

Kesimpulan dan Rekomendasi

d. Subsektor Perkebunan:

1) Manajemen produksi dan teknologi dalam klaster

2) Aspek pemasaran dalam klaster

3) Kelembagaan klaster

4) Modal sosial klaster

5) Pengembangan SDM klaster

e. Subsektor perikanan:

1) Manajemen produksi dan teknologi dalam klaster

2) Modal sosial klaster

3) Kelembagaan klaster

4) Pengembangan SDM klaster

5) Aspek pemasaran dalam klaster

f. Subsektor Industri:

1) Pengembangan SDM klaster

2) Manajemen produksi dan teknologi dalam klaster

3) Aspek pemasaran dalam klaster

4) Modal sosial klaster

5) Kelembagaan klaster

7. Dampak Kualitatif Pengembangan Klaster

Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan beberapa indikator kualitatif sebagaimana dijelaskan berikut:

1) Pendekatan klaster dapat mempermudah terjadi branding produk dan meningkatnya reputasi

daerah. Kemudahan ini karena klaster merupakan simpul jaringan yang menjadi daya tarik masuknya

sumber daya dari luar. Implikasinya adalah akan memperkuat dampak sosial maupun ekonomi

daerah secara berkelanjutan, contoh: klaster Domba Juhut, Paprika Pasirlangu, Kopi Bondowoso.

2) Pendekatan klaster telah memunculkan adanya spesialisasi peran/fungsi bisnis di bidang produk

dan jasa tertentu, contoh:

a. klaster paprika: tumbuhnya kontraktor green house, penghasil arang sekam dan penghasil

kokopit.

b. klaster bawang merah: tumbuhnya jasa pembenihan dan pengelolaan pasca panen

(penyimpanan konvensional dan cold storage).

c. Klaster padi organik OKU Timur: tumbuhnya pengolahan pupuk organik cair

d. Klaster padi lokal Batola: tumbuhnya Unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA)

e. Klaster lele: tumbuhnya jasa pembenihan dan produk turunan pengolahan lele.

f. Klaster sapi: tumbuhnya unit bisnis villa sapi.

Tumbuhnya peran/fungsi binis baru tersebut dilakukan oleh entitas usaha/pengusaha baru sehingga

memunculkan produk dan jasa yang inovatif. Selain itu, penumbuhan spesialisasi lain juga dapat

271

Kesimpulan dan Rekomendasi

mempercepat perkembangan klaster karena sarana dan prasarana usaha dapat terpenuhi oleh para

pelaku usaha di dalam klaster sendiri. Hal ini antara lain terjadi pada klaster cocoa di Sikka, yaitu

dengan tumbuhnya Cocoa Learning Center serta terbangunnya perpustakaan sapi pintar di klaster

sapi Semarang. Selain terjadi spesialisasi baru, dampak lain yang juga terjadi adalah peningkatan

modal sosial yang ada.

3) Pendekatan klaster telah menumbuhkan teknologi baru/penggunaan teknologi.

Hal ini terlihat di beberapa lokasi klaster yang disurvei, antara lain :

a. teknologi pakan alfaafa dan digester biogas, inseminasi buatan pada klaster sapi

b. teknologi green house pada klaster paprika

c. teknologi cold storage pada klaster bawang merah

d. teknologi pengomposan dan penerapan wet process pada kopi untuk pasar spesifik

e. teknik budidaya sambung samping dan sambung pucuk pada klaster kakao.

4) Pendekatan klaster telah mendekatkan anggota pada aspek permodalan. Kondisi ini terjadi pada

klaster yang mampu memfasilitasi anggotanya sehingga menjadi lebih mudah berhubungan bisnis

dengan lembaga keuangan, baik secara individual maupun secara organisasi klaster. Peran klaster

dalam memfasilitasi anggota akses ke lembaga keuangan antara lain dalam bentuk sertifikasi masal

untuk mendapatkan kolateral, contoh:

a. klaster padi lokal – memperoleh akses KKPE

b. klaster lele - memperoleh akses KKPE

c. klaster sapi - memperoleh akses KKPE

d. klaster paprika - memperoleh akses kredit dari BTN

5) Pendekatan klaster mampu menjawab tantangan global, tantangan perubahan iklim dan perbaikan

lingkungan serta tantangan ekonomi berkeadilan. Hal tersebut dapat dilihat pada:

a. Klaster kopi Bondowoso, klaster paprika Pasirlangu, dan klaster kakao Sikka berhasil menjawab

tantangan global melalui sertifikasi produk yang diperoleh dari lembaga sertifikasi internasional

untuk masuk ke pasar internasional.

b. Klaster domba Juhut dan padi organik OKU Timur mampu menyelesaikan tantangan perbaikan

lingkungan dan konservasi lahan.

Disamping itu, secara indikator kinerja, klaster mampu meningkatkan pendapatan pelaku

maupun masyarakat di sekitar klaster.

6) Pendekatan klaster turut berperan dalam menyelesaikan masalah sosial, lingkungan dan ekonomi,

antara lain:

a. Klaster jagung di TTU yang mampu menggeser minat sumber daya manusia di tingkat lokal

untuk tidak melakukan mobilisasi keluar daerah

b. Klaster domba Juhut: mampu menggeser cara hidup mengandalkan sumber daya alamiah/

penebangan liar menjadi beternak

c. Klaster padi lokal Barito Kuala: mampu mendorong pemanfaatan lahan tidak produktif dengan

teknik budidaya yang baik

272

Kesimpulan dan Rekomendasi

Dengan demikian pendekatan klaster telah mengurangi kesenjangan sosial, perlindungan

lingkungan/konservasi alam serta meningkatkan pendapatan masyarakat.

8. Dampak Kuantitatif Pengembangan Klaster

Selain dampak secara kualitatif, pengembangan klaster juga telah memberikan dampak yang cukup

berarti secara kuantitatif terhadap peningkatan jumlah anggota klaster, peningkatan produksi,

penjualan, jumlah pengusaha baru, peningkatan investasi anggota, penggunaan teknologi baru, serta

jumlah pelatihan sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

1) Peningkatan jumlah anggota klaster rata-rata 82% per tahun

2) Peningkatan jumlah tenaga kerja rata-rata sebesar 48% per tahun

3) Kapasitas produksi rata-rata meningkat 46% per tahun

4) Produktivitas rata-rata meningkat sebesar 18% per tahun

5) Nilai transaksi minimal 30% sampai dengan lebih dari 100%

6) Jumlah tenaga kerja minimal 15% sampai dengan lebih dari 100%

7) Jumlah pengusaha baru yang muncul minimal 1 pengusaha baru di setiap klaster

8) Peningkatan investasi minimal 30% sampai dengan diatas 100%

9) Minimal 1 unit teknologi baru diterapkan

4.2. Rekomendasi

Merujuk pada pembahasan dan kesimpulan yang disampaikan, maka kajian ini merekomendasikan

beberapa hal berikut:

Rekomendasi Umum

1. Tahapan pengembangan klaster

Untuk pengembangan klaster dapat dilakukan dengan cara mengembangkan klaster baru ataupun

memperkuat klaster lama baik dari sisi kelembagaan, modal sosial, teknologi, marketing dan lainnya

dengan tetap memperhatikan/mengikuti langkah pengembangan klaster sebagai berikut:

1) Menentukan Klaster

2) Analisis Klaster (analisis permasalahan, potensi dan rencana intervensi),

3) Penggalangan Komitmen

4) Menyusun Perencanaan

5) Melaksanakan Pengembangan Klaster

6) Monitoring dan Evaluasi

7) Exit Phase

2. Berdasarkan hasil kajian, pengembangan klaster oleh inisiator umumnya dilakukan terhadap klaster yang

sudah ada. Apabila inisiator bermaksud mengembangkan klaster yang baru, perlu mempertimbangkan

berbagai potensi yang mengarah kepada tujuan/mandat khusus dan keberhasilan pengembangan

klaster di tempat lain. Adapun potensi pengembangan klaster yang menjadi bahan pertimbangan

adalah sebagai berikut :

273

Kesimpulan dan Rekomendasi

1) Adanya potensi bertumbuh

2) Permintaan pasar yang besar/belum terpenuhi

3) Peningkatan pendapatan bagi umkm

4) Potensi untuk menciptakan lapangan kerja

5) Keterlibatan pemerintah dan stakeholders

6) Lingkungan usaha yang kondusif

7) Keberadaan “lead firm” yang mempunyai jaringan UMKM

8) Potensi bersaing dengan pesaing internasional

3. Jika sumber daya dalam pengembangan klaster terbatas, sebaiknya dipilih pengembangan klaster pada

luasan yang terbatas namun mempunyai dampak ekspansi secara alamiah. Sebaliknya apabila akan

dilakukan pada area yang luas, perlu membangun sinergi/kemitraan dengan stakeholders agar mampu

melakukan akselerasi lebih kuat.

4. Dalam mengelola klaster diperlukan sebuah entitas yang berperan sebagai manajemen klaster yang

peran dan fungsinya perlu didefinisikan dengan jelas. Jika pengelola klaster tersebut adalah lembaga

maka perlu ada struktur organisasi jelas yang melingkupi seluruh aspek yang ada dalam klaster sebagai

organisasi yang hidup dan dinamis. Oleh karena itu tata kelola klaster harus ditetapkan sejak awal

inisiasi, sehingga peran manajer klaster menjadi jelas dalam membangun kelembagaan klaster. Tata

kelola tersebut harus tercermin dalam rencana komprehensif yang telah menjadi konsensus seluruh

stakeholders sejak awal.

5. Berdasarkan hasil survei, nilai penting dan pengaruh indikator-indikator keberhasilan klaster perlu

dilihat sebagai faktor-faktor yang tidak parsial atau berdiri sendiri-sendiri, namun saling berinteraksi

atau sebagai kombinasi dalam menyumbang keberhasilan klaster, sehingga masing-masing indikator

klaster tidak dimaknai lebih penting dari yang lain.

6. Terkait dengan pelaksanaan Championship klaster, terdapat 16 faktor keberhasilan klaster beserta

masing-masing parameter dan indikator keberhasilan yang bersifat wajib maupun pilihan yang dapat

dipergunakan untuk melakukan penilaian kinerja klaster. Metode penilaiannya dapat dilakukan secara

kualitatif maupun kuantitatif, dengan rincian masing-masing sebagaimana terlampir.

Rekomendasi untuk Inisiator Klaster

1. Dalam inisiasi klaster, diperlukan penentuan tema program pengembangan klaster yang dilakukan

secara partisipatif, agar intervensi menjadi lebih fokus dan secara psikologis terbangun kebersamaan

dalam melaksanakan program diantara entitas klaster. Penetapan tema tersebut juga akan mempercepat

proses branding bagi klaster.

2. Untuk efektifitas pelaksanaan pengembangan klaster inisiator perlu menjalin kerjasama dengan

stakeholders yang memiliki kesamaan mandat berupa visi, misi dan tujuan pengembangan klaster.

3. Inisiator perlu memahami peran pentingnya sebagai pembangun sinergi dan partisipasi seluruh

pemangku kepentingan (keterwakilan). Hal tersebut penting dalam rangka membangun kesepakatan

inisiasi/prakarsa maupun rencana kerja yang komprehensif sebagai acuan operasional dalam

pelaksanaan pengembangan klaster. Pada peran ini, inisiator perlu untuk melakukan pemetaan

pemangku kepentingan (stakeholders) dengan tepat.

274

Kesimpulan dan Rekomendasi

4. Dalam menggerakkan peran stakeholders, inisiator klaster perlu melakukan upaya secara lebih intensif

untuk mendorong peran pemerintah sehingga pemerintah juga dapat berperan sebagai penggerak

klaster melalui kebijakan formal yang ditetapkan.

5. Setelah exit phase, inisiator tetap terlibat dalam monitoring dan evaluasi sehingga apabila diperlukan

dapat melakukan beberapa kegiatan intervensi terutama untuk menjaga dan mengelola sinergi.

Keterlibatan tersebut diperlukan untuk memastikan seluruh sumber daya dalam klaster termobilisasi

secara proporsional, misalkan upaya intervensi di level messo oleh Bank Indonesia melalui policy

influence.