KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id filestakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di...
Transcript of KAJIAN EKONOMI REGIONAL - bi.go.id filestakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di...
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
TRIWULAN I
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
2012
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
VISI BANK INDONESIA :
nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai
strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi
MISI BANK INDONESIA :
pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas
sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang
NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :
-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan
pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas
Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas, dan
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kata Pengantar
iii
BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin
triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi
Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan
perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-2012 dengan penekanan kajian pada
kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Moneter
dan Perbankan, Sistem Pembayaran, Kesejahteraan dan Prakiraan Perkembangan
Ekonomi Daerah pada triwulan II-2012. Analisis dilakukan berdasarkan data
laporan bulanan bank umum dan BPR, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor
Pusat Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik
(BPS) Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya.
Tujuan dari penyusunan buku KER ini adalah untuk memberikan informasi kepada
stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,
dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak
lain yang membutuhkan.
Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan
buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi
sangat diharapkan.
Pekanbaru, 9 Mei 2012
BANK INDONESIA PEKANBARU
ttd
Hari Utomo Pemimpin
KATA PENGANTAR
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
xi
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
Indeks Harga Konsumen :
- Kota Pekanbaru 124,95 124,57 127,44 129,35 130,20
- Kota Dumai 129,64 129,24 132,55 133,98 133,20
Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) :
- Kota Pekanbaru 7,76 5,61 6,10 5,09 4,20
- Kota Dumai 8,49 5,42 5,78 3,10 2,75
PDRB - harga konstan (Rp juta)
- Pertanian 4.168.691 4.276.631 4.429.704 4.432.205 4.288.270
- Pertambangan & Pengganlian 11.816.362 11.853.094 11.953.407 12.264.091 12.129.017
- Industri Pengolahan 2.825.420 2.888.736 3.044.214 3.110.746 2.965.843
- Listrik, gas dan Air Besih 55.540 57.505 59.567 58.434 58.578
- Bangunan 914.781 968.361 1.012.891 1.062.482 1.028.031
- Perdagangan, Hotel, dan restoran 2.316.010 2.417.986 2.553.129 2.622.699 2.614.065
- Pengangkutan dan Komunikasi 794.651 815.252 857.051 879.473 884.446
- Keuangan, Persewaan, dan Jasa 361.050 368.153 385.894 407.477 399.972
- Jasa 1.336.220 1.354.947 1.435.874 1.467.774 1.458.485
Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 4,04 3,44 3,93 4,63 5,02
Pertumbuhan PDRB (yoy %, tanpa migas) 7,51 7,54 7,64 7,40 7,36
INDIKATOR
(dalam Rp juta) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
Bank Umum
Total Aset 54.448.513 58.275.407 59.370.445 59.752.476 66.463.817
DPK 40.058.712 42.396.619 43.980.255 44.920.105 48.480.274
- Giro 10.461.440 11.252.402 11.567.327 10.837.130 13.012.413
- Tabungan 18.358.629 19.361.097 20.142.350 22.342.860 21.588.604
- Deposito 11.238.643 11.783.121 12.270.578 11.740.115 13.879.258
Kredit - berdasarkan lokasi proyek 45.657.311 47.521.153 50.011.231 51.090.943 51.475.647
LDR - Lokasi Proyek (%) 113,98 112,09 113,71 113,74 106,18
Kredit 30.105.869 32.170.427 33.623.173 36.082.932 37.414.869
- Modal Kerja 10.700.169 11.445.668 11.939.534 12.729.875 12.804.704
- Investasi 8.294.291 8.838.182 9.199.610 10.207.813 10.676.704
- Konsumsi 11.111.409 11.886.578 12.484.028 13.145.244 13.933.462
- LDR (%) 75,15 75,88 76,45 80,33 77,18
- NPL (%) 2,20% 2,16% 2,39% 1,95% 2,22%
Kredit UMKM
- Mikro 2.495.251 2.687.024 2.901.705 3.112.386 3.313.469
- Kecil 5.181.340 5.542.752 5.018.411 5.548.251 5.778.343
- Menengah 3.287.614 3.676.323 4.440.529 4.868.783 4.817.800
NPL MKM (%) 3,14% 3,03% 3,13% 2,40% 3,06%
BPR
Total Aset 809.851 824.011 848.125 920.404 972.275
DPK 592.750 609.595 624.634 642.785 685.220
Kredit - berdasarkan lokasi proyek 539.622 581.244 601.015 617.548 655.469
Rasio NPL 8,46% 7,95% 8,75% 8,22% 10,51%
LDR 91,04% 95,35% 96,22% 96,07% 91,04%
*) SBH 2007
2012
2012
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
2011
A. INFLASI DAN PDRB
INDIKATOR2011
B. PERBANKAN
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
xii
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
C. SISTEM PEMBAYARAN
Posisi Kas Gabungan (Rp juta) 1.021.156 2.564.466 2.500.522 1.075.807 488.445
Inflow (Rp juta) 478.627 457.389 1.270.188 1.002.685 1.084.657
Outflow (Rp juta) 1.499.783 3.021.855 3.770.710 2.078.492 1.573.102
Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 303.806 406.483 390.321 306.454 476.657
Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 62.093 62.234 65.315 76.774 53.909
Volume Transaksi RTGS (lembar) 55.608 55.387 55.387 27.151 62.391
Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1.002 1.020 1.071 1.200 856
Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 897 908 908 424 990
Nominal Tolakan Cek/BG Kosong 129.679 131.245 131.245 146.297 138.024
Volume Tolakan Cek/BG Kosong 4.571 4.946 4.946 5.615 5.042
Rata-rata Harian Nominal Cek/BG Kosong 2.092 2.152 2.152 2.286 2.191
Rata-rata Harian Cek/BG Kosong 74 81 81 88 80
2012
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
INDIKATOR2011
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
1
I. GAMBARAN UMUM
Ditengah masih tingginya risiko pelemahan ekonomi global, kinerja ekonomi Riau
pada triwulan laporan mencatat percepatan pertumbuhan dan tumbuh diatas
perkiraan sebelumnya. Lebih lanjut, terjadinya percepatan pertumbuhan ekonomi
juga turut didukung dengan sumber pertumbuhan yang semakin berimbang.
Beberapa faktor yang menjadi motor penggerak perekonomian diantaranya adalah
terjaganya daya beli masyarakat, masih kuatnya ekspor, pesatnya pembangunan
infrastruktur serta membaiknya kinerja sektor migas.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perkembangan ekonomi Riau mengalami percepatan pertumbuhan
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
2
II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL
Kondisi perekonomian Riau pada triwulan I-2012 menunjukkan hal yang
menggembirakan. Dengan memasukkan unsur migas, secara tahunan
(year-on-year/yoy), pertumbuhan ekonomi Riau tercatat sebesar 5,02%
meningkat dari 4,63% pada akhir tahun 2011. Namun demikian
pertumbuhan Riau masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,30%.
Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi
Riau tumbuh relatif stabil sebesar 7,36% dan berada diatas pertumbuhan
ekonomi non migas nasional yang mencapai sebesar 6,70%.
Dari sisi penggunaan, roda penggerak perekonomian utamanya bersumber
dari peningkatan ekspor dan konsumsi rumah tangga. Meningkatnya
ekspor tidak terlepas dari membaiknya produksi sektor migas serta trend
peningkatan harga komoditas ekspor unggulan di pasar internasional
terutama CPO. Sementara itu, kuatnya konsumsi disebabkan faktor daya
beli yang membaik seiring dengan rendahnya inflasi, optimisme terhadap
ekonomi serta kenaikan pendapatan pada golongan menengah
berdasarkan survei yang dilakukan.
Sementara itu, dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi Riau secara umum
didorong oleh meningkatnya sektor pertambangan terutama sektor minyak
dan gas bumi. Kondisi ini tercermin dari nilai volume lifting minyak bumi 9
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang mencapai
339,13 ribu barel/hari atau tumbuh 1,72% (yoy). Sektor lain yang turut
memberikan andil cukup signifikan dalam mendorong perekonomian Riau
pada triwulan laporan adalah sektor perdagangan. Kondisi ini diindikasikan
erat kaitannya dengan menguatnya konsumsi dan masih kondusifnya
kegiatan ekspor-impor.
Kinerja perekonomian Riau pada triwulan I-2012 semakin solid, ditopang oleh membaiknya kinerja sektor migas serta kuatnya
konsumsi
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
3
III. ASSESMEN INFLASI
Dinamika perkembangan harga di Provinsi Riau pada triwulan I-2012 secara
umum masih terus menunjukkan trend yang menurun. Kondisi ini tercatat
cukup menggembirakan ditengah-tengah isu rencana kenaikan BBM yang
kemudian tidak terealisir dalam triwulan laporan.
Tekanan inflasi Riau pada triwulan I-2012 tercatat sebesar 3,94% (yoy),
menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai
4,72% (yoy), bahkan mengalami penurunan yang berarti dibandingkan
dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai
7,90% (yoy). Meskipun mencatat angka yang rendah, inflasi Riau sedikit
lebih tinggi bila dibandingkan dengan inflasi Sumatera yang tercatat
sebesar 3,75% (yoy).
Ditinjau dari kota-kota yang menjadi basis perhitungan inflasi di Riau, inflasi
Kota Pekanbaru pada triwulan laporan tercatat relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan inflasi Kota Dumai. Inflasi Kota Pekanbaru tercatat
sebesar 4,20% sementara inflasi Kota Dumai sebesar 2,75%. Relatif lebih
rendahnya tingkat inflasi yang terjadi di Kota Dumai bersumber dari
penurunan harga (-1,09%) pada kelompok bahan makanan di Kota Dumai
sementara kelompok bahan makanan di Kota Pekanbaru masih tetap
mengalami inflasi sebesar1,82%. Penurunan harga utamanya terjadi pada
cabe merah dan minyak goreng (yoy).
IV. ASSESMEN KEUANGAN
Kegiatan usaha perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-2012
menunjukkan perkembangan yang menggembirakan sejalan dengan
percepatan perekonomian. Sejumlah indikator utama seperti aset,
penghimpunan dana, kredit dan jaringan kantor juga terus menunjukkan
peningkatan, diikuti dengan risiko kredit bermasalah yang relatif terjaga.
Aset perbankan Riau pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp67,43 triliun
atau meningkat 11,15% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp60,67 triliun. Kenaikan aset ini secara tidak langsung
Tekanan inflasi Provinsi Riau pada triwulan I-2012 menunjukkan trend yang menurun dan
relatif terkendali
Kegiatan usaha perbankan Riau pada triwulan I-2012 menunjukkan hal yang
menggembirakan
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
4
berasal dari peningkatan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang pada
triwulan laporan mencapai Rp49,16 triliun. Di sisi intermediasi, kredit yang
disalurkan oleh perbankan Riau pada triwulan laporan mencapai
Rp38,07 triliun atau meningkat 3,73% dibandingkan triwulan IV-2011 yang
tercatat sebesar Rp36,70 triliun. Dengan kondisi tersebut maka Loan to
Deposit Ratio (LDR) perbankan Riau triwulan laporan mencapai 77,43%.
Risiko kredit bermasalah (NPL gross) perbankan Riau pada triwulan laporan
berada pada tingkat yang aman yakni sebesar 2,36%, meskipun sedikit
meningkat dibandingkan dengan triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar
2,05%.
Penyerapan anggaran pendapatan APBD Provinsi Riau sampai dengan
Maret 2012 mencapai Rp675,72 miliar atau mencapai 12,31%. Di sisi lain,
realisasi anggaran belanja sampai dengan Maret 2012 tercatat sebesar
Rp384,94 miliar atau sekitar 6,05% dari rencana anggaran belanja tahun
2012. Secara umum, baik realisasi pendapatan maupun belanja daerah
Provinsi Riau relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi pada
periode yang sama tahun sebelumnya.
V. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan II-2012 diperkirakan akan relatif
stabil. Secara tahunan, dengan memasukkan unsur migas, pertumbuhan
ekonomi Riau pada triwulan II-2012 diperkirakan tumbuh relatif stabil pada
kisaran 5,0%-5,40% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur
migas pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan tumbuh pada kisaran
7,30%-7,50% (yoy). Dengan memperhatikan faktor-faktor pendorong
ekonomi pertumbuhan ekonomi triwulan II-2012 diperkirakan akan
mengarah pada batas atas dari kisaran proyeksi tersebut.
Kondisi ini diindikasikan akan dipengaruhi oleh stabilnya permintaan
domestik terutama investasi dan produksi pada sektor primer terutama sub
sektor tanaman perkebunan sejalan dengan mulai masuknya siklus panen
puncak yang akan berlangsung pada triwulan mendatang.
Realisasi pendapatan dan belanja APBD Riau triwulan I-2012 masing-masing tercatat sebesar 12,31% dan 6,05%
Perekonomian Riau pada triwulan II-2012 diproyeksikan tumbuh stabil dengan kecenderungan membaik
NPL Perbankan Riau mengalami kenaikan namun masih berada pada tingkat yang
aman
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
5
Dari sisi penggunaan, daya beli masyarakat diperkirakan masih akan relatif
terjaga. Sebagaimana diketahui, permasalahan politik yang timbul di
negara maju telah mengakibatkan spekulasi meningkatnya harga energi
khususnya minyak dunia. Kondisi ini diperkirakan akan mengakibatkan
harga energi subtitusi nabati seperti minyak sawit mentah (CPO) akan
meningkat dan berimbas pada kenaikan pendapatan secara umum.
Sementara, dari sisi sektoral, sektor perdagangan diindikasikan masih akan
menjadi motor penggerak perekonomian pada triwulan mendatang sejalan
dengan meningkatnya aktivitas perekonomian baik yang berasal dari
perdagangan domestik (pemanfaatan momentum PON ke-18) maupun
perdagangan internasional (ekspor dan impor).
Beberapa hal yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi Riau
mencapai batas bawah (downside risks) antara lain diantaranya adalah
meningkatnya bea keluar ekspor CPO dan kemungkinan peningkatan
inflasi yang dapat menggerus daya beli masyarakat secara umum
khususnya masyarakat golongan miskin dan berpenghasilan tetap.
Di sisi harga, Perkembangan inflasi Kota Pekanbaru pada triwulan
mendatang diproyeksikan berada pada kisaran 4,80%- 5,20% (yoy).
Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar 0,40% - 0,80%
(qtq). Kondisi ini utamanya disebabkan oleh kemungkinan adanya
penyesuaian ongkos angkut di Riau serta meningkatnya ekspektasi inflasi
terkait belum jelasnya kebijakan pemerintah dibidang harga BBM bersubsidi
terutama di tingkat pelaku usaha. Berdasarkan hasil pertemuan TPID Riau,
diketahui bahwa ORGANDA Riau akan tetap melakukan penyesuaian tarif
angkut dengan kisaran 30%-35% dan 20%-25% (jika rencana kenaikan
BBM bersubsidi batal direalisasikan).
Beberapa faktor lain yang diperkirakan akan mempengaruhi tekanan inflasi
pada triwulan mendatang antara lain (i) masih kuatnya permintaan
domestik sejalan dengan masih berlangsungnya percepatan pembangunan
infrastruktur pendukung PON yang akan berlangsung pada bulan
September 2012 mendatang, (ii) risiko gangguan distribusi pasokan terkait
Tekanan inflasi pada triwulan II-2012 diperkirakan relatif meningkat yakni berkisar 4,80%-5,20%
(yoy)
Sumber pertumbuhan diperkirakan berasal dari sektor sekunder dan tersier khususnya sektor
perdagangan
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
6
dengan belum membaiknya kualitas infrastruktur jalan di Provinsi Riau, (iii)
trend penguatan harga emas dunia yang berpotensi memberikan tekanan
inflasi inti, dan (iv) meningkatnya ekspektasi inflasi di tingkat pedagang
akibat gangguan produksi bahan pangan strategis pada sentra produksi
utama.
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
7
1. KONDISI UMUM
Mengawali tahun 2012, ditengah masih tingginya risiko pelemahan ekonomi global
akibat lesunya ekonomi Eropa, perekonomian Riau menunjukkan kondisi yang
menggembirakan dimana tumbuh diatas perkiraan semula serta mengalami
percepatan jika dibandingkan dengan pertumbuhan dua triwulan terakhir pada
tahun 2011. Membaiknya kinerja sektor migas, terjaganya daya beli konsumen
serta pesatnya pembangunan berbagai infrastruktur diperkirakan menjadi beberapa
faktor penggerak utama perekonomian Riau dalam triwulan I-2012.
Bab 1 KONDISI EKONOMI
MAKRO REGIONAL
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
8
Dengan memasukkan unsur migas, secara tahunan (year-on-year/yoy),
pertumbuhan ekonomi Riau tercatat sebesar 5,02% meningkat dari 4,63% pada
akhir tahun 2011. Namun demikian pertumbuhan Riau masih relatif lebih rendah
jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,30%.
Sementara, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau
tumbuh relatif stabil sebesar 7,36% dan berada diatas pertumbuhan ekonomi non
migas nasional yang mencapai sebesar 6,70%.
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional (yoy,%)
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
2. PDRB SISI PENGGUNAAN
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada konsumsi rumah tangga yang diikuti dengan
ekspor. Sementara investasi dan impor meskipun tumbuh tinggi namun lebih
rendah dibanding triwulan IV-2011. Tingginya pertumbuhan konsumsi dan ekspor
telah memberikan konstribusi atau andil terhadap meningkatnya pertumbuhan
ekonomi triwulan laporan. Di sisi lain, terjaganya daya beli konsumen dan masih
kuatnya permintaan dunia atas komoditas ekspor unggulan juga menjadi faktor
pendorong meningkatnya perekonomian Riau.
I II III IV I II III IV I II III IV I
2009 2010 2011 2012
Riau 5,17 2,18 1,60 3,03 2,90 3,77 4,76 5,22 4,04 3,44 3,93 4,63 5,02
Nasional 4,53 4,08 4,16 5,43 5,69 6,19 5,82 6,90 6,50 6,50 6,50 6,50 6,30
Riau (Tanpa Migas) 6,67 6,55 5,70 7,33 6,01 6,75 7,95 7,84 7,51 7,54 7,64 7,40 7,36
Nasional (Tanpa Migas) 4,93 4,46 4,51 5,85 6,20 6,59 6,24 7,40 6,90 7,01 6,90 6,90 6,70
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
yoy
(%)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
9
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Tanpa Migas (yoy)
2.1. Konsumsi
Dalam triwulan I-2012, pertumbuhan konsumsi Riau tercatat tumbuh meningkat
menjadi 7,25% (yoy). Peningkatan ini utamanya bersumber dari meningkatnya
konsumsi rumah tangga Riau yakni dari 5,65% pada triwulan IV-2011 menjadi
7,45% pada triwulan laporan. Meningkatnya konsumsi tersebut disebabkan faktor
menguatnya optimisme masyarakat terhadap kondisi perekonomian, membaiknya
pendapatan dan rendahnya laju inflasi. Menguatnya optimisme masyarakat
dicerminkan dari hasil survei konsumen yang menunjukkan adanya peningkatan
ekspektasi pendapatan terutama pada sebagian responden.
Salah satu faktor yang diperkirakan menyebabkan membaiknya pendapatan adalah
trend kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) dunia yang berimbas simetris terhadap
peningkatan harga CPO lokal. Selama triwulan I-2012, harga tertimbang CPO di
Riau yang ditentukan berdasarkan mekanisme kesepakatan dengan pelaku usaha
mencapai Rp1.538/Kg atau naik 17,0% dibandingkan dengan akhir tahun 2011.
Kenaikan tersebut utamanya dipengaruhi oleh keyakinan pelaku usaha atas masih
tingginya permintaan CPO Indonesia di dunia terlebih setelah adanya gangguan
produksi di negara pesaing akibat bencana alam.
2012***
I II III IV I II III IV I
Konsumsi 7,22 7,21 7,53 7,30 6,90 6,31 5,68 5,83 7,25 2,88
8,91 8,98 8,27 7,58 7,74 8,79 8,85 8,12 6,27 1,79
Ekspor 2,93 3,10 3,79 5,18 -0,16 0,77 1,17 4,71 5,91 5,19
Impor 14,57 6,84 5,35 8,84 2,94 5,48 3,46 8,16 7,27 2,23
2,90 3,77 4,76 5,22 4,04 3,44 3,93 4,63 5,02 5,02Sumber : BPS Provinsi RiauKet : ***) Data Sangat Sementara, **) data sementara
Andil
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Total
Komponen2011***2010**
2012***
I II III IV I II III IV I
Konsumsi 7,22 7,21 7,53 7,30 6,90 6,31 5,68 5,83 7,25 6,16
18,91 15,02 12,22 11,24 8,28 10,38 8,85 10,22 10,44 3,01
Ekspor Non Migas 7,66 2,01 3,46 3,29 6,28 10,88 12,02 6,20 -0,04 -0,02
Impor Non Migas 15,65 6,09 5,06 7,73 2,60 6,17 4,35 9,65 4,51 2,66
6,01 6,75 7,95 7,84 7,51 7,54 7,64 7,40 7,36 7,36Sumber : BPS Provinsi RiauKet : ***) Data Sangat Sementara, **) data sementara
Andil
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Komponen2011***
Total Tanpa Migas
2010**
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
10
Sementara rendahnya inflasi yang terjadi sepanjang triwulan I-2012, meskipun
muncul tekanan akibat isu kenaikan BBM, turut pula mempengaruhi pada
membaiknya daya beli masyarakat Riau berpenghasilan menengah1. Secara spesifik,
hal ini tercermin dari pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)2 Riau yang
pada triwulan laporan menunjukkan kenaikan atau berada pada titik tertinggi
selama kurun waktu 6 tahun terakhir (2006-2011).
Tabel 1.2. Pertumbuhan Konsumsi Riau Tahun 2010-2012
Keterangan : **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Grafik 1.2. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau
Grafik 1.3. Perkembangan Trend Harga CPO Lokal dan Dunia
Sumber : Survei Konsumen BI Sumber : Disbun Riau dan Bloomberg Sejalan dengan kondisi diatas, kredit konsumsi yang merupakan cerminan
konsumsi yang dibiayai dari dana perbankan juga menunjukkan pertumbuhan yang
lebih tinggi3. Pada triwulan laporan, pertumbuhan kredit konsumsi riil mengalami
peningkatan dari 17,80% (yoy) pada triwulan IV-2011 menjadi 20,50% (yoy).
Beberapa indikator yang menunjukkan penguatan konsumsi diantaranya adalah
pertumbuhan pembelian kendaraan bermotor sebagaimana terlihat dari
pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Provinsi Riau. Pada triwulan
1 Data BPS Riau menunjukkan bahwa lebih dari 40% penduduk di Riau bekerja di sektor pertanian 2 Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia Pekanbaru triwulan I-2012 3 Pertumbuhan kredit riil dibobot dengan menggunakan IHK Kota Pekanbaru
2012***
I II III IV I II III IV I
- MigasRumah Tangga 7,52 8,06 8,51 9,08 7,85 6,93 6,39 5,65 7,45
- MigasSwasta Nirlaba -4,95 -5,20 0,65 4,55 8,16 6,30 6,15 5,23 6,75
- MigasPemerintah 5,96 2,55 1,82 -2,52 0,56 2,23 0,94 6,95 5,85
7,22 7,21 7,53 7,30 6,90 6,31 5,68 5,83 7,25
Komponen Konsumsi2011***2010**
Total
50
70
90
110
130
150
170
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan Feb Mar
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Indeks Ekspektasi Konsumen Baseline
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.000
1.100
1.200
1.300
1.400
1.500
1.600
1.700
1.800
1.900
Jan-1
0Fe
b-1
0M
ar-
10
Apr-
10
May-
10
Jun-1
0Ju
l-10
Aug-1
0Sep-1
0O
ct-1
0N
ov-
10
Dec-
10
Jan-1
1Fe
b-1
1M
ar-
11
Apr-
11
May-
11
Jun-1
1Ju
l-11
Aug-1
1Sep-1
1O
ct-1
1N
ov-
11
Dec-
11
Jan-1
2Fe
b-1
2M
ar-
12
Apr-
12
USD
/MT
Rp
/Kg
TBS Domestik (kiri) CPO Dunia (kanan)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
11
laporan, jumlah pembayaran PKB di Riau mencapai 325.595 unit atau tumbuh
meningkat dari 1,64% (yoy) pada akhir tahun menjadi 6,15% (yoy).
Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Konsumsi di Riau
Grafik 1.5. Perkembangan Penjualan Kendaraan Bermotor di Riau
Sumber : Dispenda Provinsi Riau
2.2. Investasi
Kinerja investasi di Riau sebagaimana dicerminkan dari PMTB Riau pada triwulan
laporan tercatat tumbuh melambat dari 8,12% (yoy) pada akhir tahun 2011
menjadi 6,27% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, PMTB
Riau tercatat tumbuh meningkat menjadi 10,44% (yoy) atau sedikit lebih tinggi bila
dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 10,22 (yoy).
Meningkatnya pertumbuhan PMTB non migas diperkirakan tidak terlepas dari
faktor percepatan pembangunan infrastruktur PON ke-18 (seperti jalan layang,
stadion, tempat penginapan dan bandara udara SSK II) yang akan diselenggarakan
pada tahun ini. Kondisi tersebut tercermin dari masih tingginya tumbuhnya
konsumsi semen Riau yang pada triwulan I-2012 tercatat sebesar 367 ribu ton atau
tumbuh sebesar 18,22% secara tahunan. Meskipun mengalami pertumbuhan yang
relatif melambat dibandingkan dengan triwulan IV-2011 namun tingkat konsumsi
semen Riau pada triwulan laporan masih relatif lebih tinggi bila dibandingkan
dengan rata-rata konsumsi semen tahun 2011 yang mencapai 300 ribu ton.
Disamping didorong oleh pesatnya pembangunan infrastruktur PON,
meningkatnya PMTB non migas Riau pada triwulan laporan juga erat kaitannya
dengan sejumlah investasi mesin dan pembangunan pabrik CPO di beberapa
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
I II III IV I II III IV I II III IV I
2009 2010 2011 2012
%
Rp
tri
liu
n
K. Konsumsi (kiri) yoy (kanan)
(10,00)
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012
yo
y,%
un
it
Jumlah (kiri) Pertumbuhan (kanan)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
12
daerah. Berdasarkan informasi dari contact liaison di sektor industri pengolahan
CPO, pada tahun 2012 beberapa pelaku tengah melakukan pembelian mesin baru
senilai Rp100 miliar di Kabupaten Kampar untuk meningkatkan produksi turunan
CPO (refinery) yakni Oleochemical. Dengan adanya investasi tersebut, diharapkan
dapat meningkatkan kapasitas produksi sekitar 15%-20% per bulannya.
Sejalan dengan bertumbuhnya investasi, jumlah investasi yang dibiayai melalui
kredit juga menunjukkan peningkatan. Pada triwulan laporan, kredit investasi
tercatat sebesar Rp10,68 triliun secara riil tumbuh meningkat menjadi
23,50% (yoy). Sebagian besar kredit yang disalurkan utamanya ditujukan ke sektor
konstruksi sejalan dengan momentum PON ke-18 yang akan berlangsung di Riau
pada tahun ini.
Grafik 1.6. Perkembangan Penjualan Semen di Riau
Grafik1.7. Perkembangan Kredit Investasi di Riau
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
2.3. Ekspor Impor
Total ekspor Provinsi Riau pada triwulan laporan mencatat perkembangan yang
cukup menggembirakan dimana tumbuh meningkat dari 4,71% (yoy) pada
triwulan IV-2011 menjadi 5,91% (yoy). Di sisi lain, impor Riau pada triwulan
laporan mengalami perlambatan yakni dari dari 8,16% (yoy) pada triwulan IV-2011
menjadi 7,27% pada triwulan I-2012. Meningkatnya pertumbuhan ekspor Riau
pada triwulan laporan utamanya didorong oleh peningkatan ekspor minyak
khususnya minyak mentah.
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
I II III IV I II III IV I II III IV I
2009 2010 2011 2012
%Ton
Konsumsi Semen g.yoy (kanan)
(5,00)
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
I II III IV I II III IV I II III IV I
2009 2010 2011 2012
%
Rp
tri
liu
n
K. Investasi yoy (kanan)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
13
Grafik 1.8. Perkembangan Ekspor Migas Provinsi Riau
Grafik 1.9. Perkembangan Ekspor Non Migas Provinsi Riau
Sumber : BPS Provinsi RIau Sumber : BPS Provinsi Riau
Namun, apabila mengeluarkan unsur migas, kinerja perdagangan eksternal Riau
menurun bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekspor non migas
Riau pada triwulan I-2012 mengalami kontraksi sebesar 0,04% (yoy). Sementara
impor non migas tumbuh melambat dari 9,65% (yoy) pada triwulan IV-2011
menjadi 4,51% (yoy). Menurunnya kinerja ekspor non migas Riau pada triwulan
laporan utamanya disebabkan oleh menurunnya ekspor batubara ke negara mitra
dagang utama. Sebagaimana diketahui, pangsa volume ekspor batubara Riau
terhadap ekspor non migas tercatat menurun dari 13,34% pada triwulan IV-2011
menjadi 6,63% pada triwulan I-2012. Berdasarkan hasil survei kepada produsen
batubara di Riau, diketahui bahwa faktor rendahnya ekspor disebabkan oleh
menurunnya produksi batubara akibat tingginya curah hujan serta kondisi tambang
yang sudah relatif dalam.
Meskipun ekspor non migas Riau secara umum mengalami kontraksi, namun
pertumbuhan ekspor beberapa komoditas unggulan seperti CPO dan karet olahan
mencatat kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Volume ekspor
CPO Riau pada triwulan I-2012 (Januari-Februari) tercatat sebesar 1.307,4 ton atau
tumbuh sebesar 25,81% (yoy) dan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
volume ekspor triwulan IV-2011 yang mengalami kontraksi sebesar 2,10% (yoy).
Sementara itu, volume ekspor karet olahan Riau pada triwulan I-2012 juga
mencatat fenomena yang serupa dimana tumbuh sebesar 22,10% (yoy) atau lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan IV-2011 yang mengalami kontraksi sebesar
35,6
-
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
-200 400 600 800
1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000
I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012
yoy,
%
USD
mili
ar
Nilai (kiri) Pertumbuhan (kanan)
(24,5)(40,0)
(20,0)
-
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012
yoy,
%
USD
mili
ar
Nilai (kiri) Pertumbuhan (kanan)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
14
48,20% (yoy). Dari hasil survei kepada beberapa pelaku usaha, meningkatnya
pertumbuhan ekspor CPO utamanya dipengaruhi oleh terbatasnya pasokan CPO
dunia menyusul adanya gangguan pasokan CPO pada negara pesaing serta
meningkatnya harga minyak dunia yang berimbas pada kenaikan harga subtitusi
energi dunia.
Grafik 1.10. Perkembangan Volume Ekspor CPO Riau
Grafik 1.11. Perkembangan Ekspor Pulp and Paper Riau
Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau
Grafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau
3. PDRB SEKTORAL
Kinerja ekonomi sektoral Riau pada triwulan laporan secara umum menunjukkan
hal yang menggembirakan dimana seluruh sektor mengalami pertumbuhan positif.
Pada sektor tradables, motor penggerak perekonomian Riau utamanya berasal dari
(100,0)
(50,0)
-
50,0
100,0
150,0
200,0
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2006 2007 2008 2009 2010 20112012
%
USD
juta
Vol (kiri) yoy (kanan)
(80,0)
(60,0)
(40,0)
(20,0)
-
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
-
100,0
200,0
300,0
400,0
500,0
600,0
700,0
800,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2006 2007 2008 2009 2010 20112012
%
USD
ju
ta
Vol (kiri) yoy (kanan)
(200,0)
(100,0)
-
100,0
200,0
300,0
400,0
500,0
600,0
700,0
-
200,0
400,0
600,0
800,0
1.000,0
1.200,0
1.400,0
1.600,0
I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I
2006 2007 2008 2009 2010 20112012
%
USD
ju
ta
Vol (kiri) yoy (kanan)
(500,0)
-
500,0
1.000,0
1.500,0
2.000,0
2.500,0
-
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I
2006 2007 2008 2009 2010 20112012
%
USD
ju
ta
Vol (kiri) yoy (kanan)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
15
sektor pertambangan khususnya sektor migas. Sementara, pada sektor non
tradables, sektor perdagangan masih tetap menjadi roda penggerak utama
perekonomian sejalan dengan meningkatnya berbagai aktivitas kegiatan dunia
selama triwulan laporan.
Pertumbuhan tertinggi secara sektoral terjadi pada sektor perdagangan yakni
sebesar 12,89% (yoy), meningkat jika dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar 12,38% (yoy). Relatif tingginya
pertumbuhan pada sektor perdagangan didorong oleh menguatnya konsumsi dan
aktivitas ekspor.
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral (yoy)
Keterangan : **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
3.1. Sektor Pertanian
Pertumbuhan sektor pertanian Riau pada triwulan I-2012 tercatat sebesar
2,88% (yoy), meningkat jika dibandingkan dengan triwulan IV-2011 yang
mencapai 2,41% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan
tidak terlepas dari adanya kenaikan produksi pada sub sektor tanaman perkebunan
yang memiliki pangsa sekitar 40% terhadap sektor pertanian Riau.
Berdasarkan informasi dari pelaku usaha, diketahui bahwa produksi Tandan Buah
Segar (TBS) kelapa sawit Riau relatif meningkat yang bersumber dari adanya
kenaikan dari produksi Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) kelapa sawit sekitar
15%. Di sisi lain, dari hasil survei juga diketahui bahwa produksi tanaman karet
relatif terbatas sejalan dengan tingginya curah hujan yang mengakibatkan hasil
sadapan karet banyak mengandung air (berkualitas rendah).
I II III IV I II III IV I
Pertanian 2,90 3,03 4,73 4,86 4,55 3,94 3,58 2,41 2,88Pertambangan 0,08 -1,98 -1,39 2,66 0,89 -0,37 0,27 1,97 2,65 - Migas -0,08 -2,19 -1,62 2,54 0,65 -0,65 -0,01 1,75 2,54 - Non Migas 9,60 9,64 11,06 8,66 12,89 13,94 13,65 12,62 7,62Ind. Pengolahan 4,94 5,86 7,78 7,92 7,42 7,42 7,66 5,19 4,97 - Migas 0,89 1,43 4,36 4,98 2,28 1,79 3,81 2,60 5,04 - Non Migas 6,18 7,24 8,78 8,73 8,91 9,09 8,74 5,88 4,95Listrik, Gas & Air 3,71 4,89 8,78 4,62 5,46 7,56 9,21 6,73 5,47Bangunan 9,02 9,34 9,02 7,77 9,99 12,38 13,25 14,04 12,38Perdagangan 7,97 9,52 10,36 12,22 9,10 9,13 9,61 12,38 12,89Pengangkutan 7,80 9,30 11,22 8,97 8,91 9,02 9,59 11,12 11,30Keuangan 8,82 10,15 10,07 9,03 9,58 9,37 9,46 10,22 10,78Jasa-jasa 7,89 8,75 9,15 7,89 8,04 8,07 8,82 8,92 9,15
2,90 3,77 4,76 5,22 4,04 3,44 3,93 4,63 5,026,01 6,75 7,95 7,84 7,51 7,54 7,64 7,40 7,36
2011
PDRB (Tanpa Migas)
2010
PDRB
2012Indikator
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
16
3.2. Pertambangan dan Penggalian
Sektor pertambangan Riau pada triwulan laporan tercatat tumbuh meningkat dari
1,97% (yoy) pada triwulan IV-2011 menjadi 2,65% (yoy) pada triwulan I-2012.
Kondisi ini diperkirakan sejalan dengan membaiknya volume lifting minyak salah
satu produsen minyak tersebar di Riau yang merupakan penyumbang lifting
terbesar bagi produksi minyak Riau. Berdasarkan data yang dihimpun dari
9 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang beroperasi di Riau, volume lifting
minyak pada bulan Februari mencapai 339,13 ribu barel/hari atau tumbuh
1,72% (yoy). Pertumbuhan tersebut tercatat lebih tinggi bila dibandingkan dengan
pertumbuhan akhir tahun 2011 yang menunjukkan kontraksi sebesar 3,83% (yoy).
Grafik.1.14. Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau
Sumber : Departmen ESDM
Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, laju pertumbuhan sektor
pertambangan tercatat sebesar 7,62% (yoy) melambat jika dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar 12,62% (yoy). Berdasarkan
hasil survei kepada pelaku usaha, diketahui bahwa kondisi ini utamanya disebabkan
oleh terbatasnya produksi batubara sejalan dengan faktor lokasi tambang yang
sudah dalam serta relatif tingginya curah hujan yang mengakibatkan produksi
tidak optimal.
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
300,00
320,00
340,00
360,00
380,00
400,00
420,00
440,00
460,00
480,00
500,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2
2010 2011 2012
yoy,
%
rib
ub
are
l/h
ari
Volume (kiri) yoy (kanan)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
17
3.3. Industri Pengolahan
Pertumbuhan sektor industri pengolahan Riau pada triwulan laporan tercatat
menunjukkan perlambatan yakni dari 5,19% (yoy) pada triwulan IV-2011 menjadi
4,97% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan
sektor industri pengolahan mencapai 4,95% atau mengalami perlambatan jika
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV-2011 yang mencapai 5,88% (yoy).
Perlambatan yang terjadi pada sektor industri dalam triwulan laporan diperkirakan
dipengaruhi oleh terbatasnya produksi pada industri karet olahan. Berdasarkan
hasil survei kepada pelaku usaha, diketahui bahwa kondisi ini disebabkan oleh
kondisi mesin yang sudah tua sehingga mengakibatkan penurunan kapasitas
terpasang dan kapasitas terpakai masing-masing sebesar 16,17% dan 5,62%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Selain dipengaruhi oleh kondisi tersebut,
relatif tingginya curah hujan yang terjadi selama triwulan I-2012 juga turut
menyebabkan terbatasnya pasokan karet mentah ke pabrik.
Meskipun demikian, turunnya produksi pada industri pengolahan karet tidak
menjalar ke industri lainnya. Hasil survei menunjukkan bahwa produksi komoditas
unggulan seperti CPO dan pulp and paper tercatat meningkat dibandingkan
dengan triwulan IV-2011. Beberapa industri usaha mengkonfirmasi kenaikan
produksi sekitar 82% (yoy) sejalan dengan stabilnya produksi TBS dari petani
plasma dan petani inti. Meningkatnya produksi CPO tersebut juga tercermin dari
meningkatnya volume penjualan yang pada bulan Februari 2012 menunjukkan
kenaikan sebesar 65% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV-2012.
3.4. Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
Sektor PHR Riau pada triwulan laporan tumbuh meningkat dari 12,38% pada
triwulan IV-2011 menjadi 12,89% (yoy) sejalan dengan relatif tingginya daya beli
konsumen dan aktivitas ekspor yang membaik kondisi ini mengakibatkan aktivitas
perdagangan domestik dan eksternal semakin membaik. Kondisi ini mengakibatkan
aktivitas perdagangan domestik dan eksternal semakin membaik. Beberapa
indikator yang mendukung kenaikan pertumbuhan di sektor perdagangan adalah
pembelian barang tahan lama (durable goods) seperti kendaraan bermotor roda 2.
Pada triwulan laporan, pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor roda 2
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
18
tercatat sebesar 6,15% (yoy) atau meningkat bila dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang mengalami kontraksi.
Grafik.1.15. Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Bintang 3,4,5 Riau
Grafik.1.16. Perkembangan Penjualan Kendaraan Bermotor Roda 2 Riau
Sumber : Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Sumber : Dispenda Provinsi Riau
3.5. Pengangkutan dan Komunikasi
Secara umum perkembangan sektor pengangkutan dalam triwulan laporan
menunjukkan perkembangan yang relatif stabil. Pertumbuhan sektor
pengangkutan dan komunikasi di Riau mencapai 11,30% (yoy), meningkat baik
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV-2011 (11,12 %) maupun periode
yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 8,91% (yoy).
Salah satu indikator yang mendukung kondisi tersebut adalah relatif tingginya arus
kedatangan dan keberangkatan penumpang dan pesawat di Bandara Sultan Syarif
Kasim (SSK) II dalam triwulan III-2011. Pada triwulan I-2012, arus kedatangan
penumpang di Bandara SSK II mencapai 327.649 jiwa, meningkat 8,87% (yoy) dan
lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan triwulan IV-2011 yang mencapai
0,51% (yoy). Di sisi lain, jumlah penumpang yang berangkat dari Bandara SSK II
juga relatif tinggi yakni mencapai 329.938 jiwa atau naik 9,94% (yoy) dan relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan triwulan IV-2011 yang mencapai
6,92% (yoy).
46,7%
54,4%
48,1%
56,1%
45,9%
51,3%
44,4%
53,8%51,2%
20,0%
25,0%
30,0%
35,0%
40,0%
45,0%
50,0%
55,0%
60,0%
I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012
(10,00)-10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012
yo
y,%
un
it
Jumlah (kiri) Pertumbuhan (kanan)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
19
150000
170000
190000
210000
230000
250000
270000
290000
310000
330000
350000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2009 2010 2011 2012
datang berangkat
2000
2200
2400
2600
2800
3000
3200
3400
I II III IV I II III IV I II III IV I
2009 2010 2011 2012
datang berangkat
Grafik 1.16. Arus Kedatangan dan Keberangkatan Penumpang di
Bandara SSK II
Sumber : PT. Angkasa Pura II
Grafik 1.17. Arus Kedatangan dan Keberangkatan Pesawat di Bandara
SSK II
BOKS 1. Indeks Keyakinan Konsumen Meningkat 19,30 Poin
Berdasarkan Survei Ekspektasi Konsumen yang dilakukan KBI Pekanbaru terhadap 150 responden
rumah tangga di Kota Pekanbaru pada Tariwulan I-2012, tingkat keyakinan konsumen terhadap
kondisi perekonomian Riau masih berada pada level optimis dengan Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) sebesar 139,40 atau meningkat sebesar 19,30 poin dibandingkan dengan triwulan IV-2011
yang sebesar 120,10. Peningkatan tersebut didorong oleh meningkatnya 2 indeks pembentuknya
yakni Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang masing-
masing meningkat sebesar 20,90 dan 17,70 poin.
Grafik A. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini berada pada level optimis yang sebesar 130,60. Optimisme ini
didorong oleh persepsi konsumen bahwa kondisi saat ini dibandingkan 6 bulan yang lalu untuk
beberapa indikator seperti penghasilan, ketersediaan lapangan kerja dan rencana pembelian
barang-barang tahan lama mengalami peningkatan..
Demikian halnya dengan Indeks Ekpektasi Konsumen, juga berada pada level optimis yang sebesar
148,20. Optimisme ini dibentuk oleh oleh ekspektasi konsumen dimana pada 6 bulan bulan yang
akan datang penghasilan mereka akan meningkat karena akan adanya tambahan perolehan
pendapatan di luar gaji. Ketersediaan lapangan kerja juga akan meningkat seiring dengan
membaiknya kondisi perekonomian dan meningkatnya minat berwiraswasta, serta meningkatnya
proyek pemerintah/swasta dan adanya rencana pembelian barang-barang tahan lama.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Tw-I
Tw-II
Tw-II
I
Tw-IV
Tw-I
Tw-II
Tw-II
I
Tw-IV
Tw-I
Tw-II
Tw-II
I
Tw-IV
Tw-I
Tw-II
Tw-II
I
Tw-IV
Tw-I
Tw-II
Tw-II
I
Tw-IV
Tw-I
2007 2008 2009 2010 2011
IKK IKE IEK
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Evaluasi Perkembangan Inflasi Daerah
20
1. Kondisi Umum
Dinamika perkembangan harga di Provinsi Riau pada triwulan I-2012 secara
umum masih terus menunjukkan trend yang menurun. Kondisi ini tercatat
cukup menggembirakan ditengah-tengah isu rencana kenaikan BBM yang
kemudian tidak terealisir dalam triwulan laporan. Terjaganya kecukupan pangan
strategis cukup dapat menekan ekspektasi negatif dari masyarakat sehingga
inflasi pada kelompok bahan pangan bergejolak (volatile foods) tercatat relatif
stabil. Kondisi ini tidak terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan oleh Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Riau dan Kota Dumai.
PERKEMBANGAN
INFLASI DAERAH
Bab 2
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Evaluasi Perkembangan Inflasi Daerah
21
2. Perkembangan Inflasi Tahunan (YOY)
Tekanan inflasi Riau pada triwulan I-2012 tercatat sebesar 3,94% (yoy),
menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai
4,72% (yoy), bahkan mengalami penurunan yang berarti dibandingkan dengan
triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 7,90% (yoy). Meskipun
mencatat angka yang rendah, inflasi Riau sedikit lebih tinggi bila dibandingkan
dengan inflasi Sumatera yang tercatat sebesar 3,75% (yoy).
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Nasional, Sumatera dan Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Ditinjau dari kota-kota yang menjadi basis perhitungan inflasi di Riau, inflasi
Kota Pekanbaru pada triwulan laporan tercatat relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan inflasi Kota Dumai. Inflasi Kota Pekanbaru tercatat sebesar 4,20%
sementara inflasi Kota Dumai sebesar 2,75%. Relatif lebih rendahnya tingkat
inflasi yang terjadi di Kota Dumai disebabkan karena penurunan harga (-1,09%)
secara umum pada kelompok bahan makanan di Kota Dumai sementara
kelompok bahan makanan di Kota Pekanbaru masih tetap mengalami inflasi
sebesar1,82%. Penurunan utamanya terjadi pada cabe merah dan minyak
goreng (yoy).
Berdasarkan hasil disagregasi inflasi1, terlihat bahwa tekanan inflasi non inti2 di
kedua kota, khususnya inflasi volatile foods (VF) menunjukkan penurunan
1Penghitungan inflasi inti dan non inti dilakukan berdasarkan pendekatan sub kelompok dengan mengacu kepada Nilai Konsumsi SBH 2007=100
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011 2012
P.baru 6,99 3,68 2,20 1,94 2,26 4,58 4,72 7,00 7,76 5,61 6,10 5,09 4,20
Dumai 10,16 2,74 3,22 0,80 1,81 5,27 3,94 9,05 8,49 5,42 5,78 3,10 2,75
Nasional 7,92 3,65 2,83 2,78 3,43 5,05 5,80 6,96 6,65 5,54 4,61 3,79 3,97
Riau 7,67 3,50 2,39 1,73 2,18 4,71 4,57 7,37 7,90 5,57 6,04 4,72 3,94
Sumatera 11,37 3,03 3,36 2,44 3,40 5,96 5,25 7,83 7,47 5,48 6,12 3,98 3,75
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Evaluasi Perkembangan Inflasi Daerah
22
terutama bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tingkat inflasi VF di
kota Pekanbaru mengalami perlambatan menjadi sebesar 1,64% (yoy),
sedangkan inflasi VF di Kota Dumai pada triwulan laporan mengalami deflasi
yaitu sebesar 1,52% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan awal tahun
2011 yang berada pada kisaran 17,00% (yoy) di kedua kota tersebut. Secara
umum, kondisi ini bersumber dari menurunnya inflasi bahan makanan
khususnya subkelompok bumbu-bumbuan dan subkelompok lemak & minyak
yaitu cabe merah dan minyak goreng.
Selanjutnya, inflasi non inti lainnya yaitu kelompok Administered Price (AP) juga
tercatat mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
maupun triwulan yang sama tahhun sebelumnya. Kondisi ini terkait dengan
minimnya kebijakan pemerintah terhadap tingkat harga yang diatur oleh
pemerintah pada triwulan laporan.
2Inflasi non inti terdiri dari inflasi Volatile Foods dan Administered Price.
Grafik 2.2. Disagregasi Inflasi Pekanbaru Grafik 2.3. Andil Inflasi Pekanbaru
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011 2012
Core VF AP
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011 2012
AP VF Core
Grafik 2.4. Disagregasi Inflasi Dumai Grafik 2.5. Andil Inflasi Dumai
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
(10,00)
(5,00)
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011 2012
Core VF AP
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2008 2009 2010 2011 2012
AP VF Core
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Evaluasi Perkembangan Inflasi Daerah
23
Seiring kuatnya konsumsi mendorong adanya tekanan pada inflasi inti (core
inflation). Tekanan juga terjadi pada 2 (dua) bulan pertama triwulan I-2012
pada saat pemerintah belum memastikan kebijakan BBM yang akan dibatasi
pemakaiannya atau dinaikkan harganya.
Ditinjau dari kelompok penyumbang inflasi, sebagaimana terlihat pada Tabel
2.1, inflasi kelompok bahan makanan di Provinsi Riau tercatat mengalami inflasi
terendah yaitu menjadi 1,28% (yoy). Berdasarkan kota yang disurvei maka
kelompok bahan makanan di Kota Dumai tercatat mengalami deflasi
(penurunan harga) sebesar 1,09%, sementara di Kota Pekanbaru masih
mengalami inflasi sebesar 1,82%.
Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Pekanbaru dan Dumai Menurut Kelompok (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Sementara itu,
kelompok IHK lain
yang tercatat
mengalami inflasi
tahunan cukup tinggi
adalah kelompok
sandang baik di Kota
Pekanbaru maupun
Dumai. Relatif
tingginya inflasi
kelompok sandang
tidak terlepas dari meningkatnya harga jual emas dunia. Hal ini terjadi seiring
dengan faktor krisis keuangan global sehingga mengakibatkan permintaan
emas relatif tinggi (safe haven asset). Harga emas dunia pada triwulan laporan
masih berada pada tingkat yang relatif tinggi yakni sebesar US$1.681,21/Oz
atau naik 18,15% (yoy).
0,00
200,00
400,00
600,00
800,00
1.000,00
1.200,00
1.400,00
1.600,00
1.800,00
2.000,00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 N 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Grafik 2.6. Perkembangan Harga Rerata Emas di Pasar Dunia (US$/Oz
Sumber : Bloomberg
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Evaluasi Perkembangan Inflasi Daerah
24
3. Perkembangan Inflasi Triwulanan (QTQ)
Perkembangan inflasi triwulanan kota-kota di Provinsi Riau pada triwulan
laporan secara umum berada dibawah tingkat inflasi Nasional. Inflasi triwulanan
Kota Pekanbaru dan Dumai pada triwulan laporan masing-masing mencapai
0,66% (qtq) dan -0,58% (qtq), lebih rendah dibandingkan dengan periode
sebelumnya dan juga periode yang sama tahun sebelumnya. Inflasi (qtq) pada
triwulan laporan utamanya disebabkan oleh relatif terjaganya pasokan bahan
pangan di kedua kota tersebut.
Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Pekanbaru, Dumai dan Nasional
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Inflasi triwulanan menurut kelompok di Kota Pekanbaru dan Kota Dumai
selengkapnya disajikan pada Tabel 2.2. Berdasarkan tabel tersebut terlihat
bahwa inflasi terjadi hampir diseluruh kelompok IHK baik di Kota Pekanbaru
maupun Kota Dumai, kecuali kelompok bahan makanan yang tercatat
mengalami deflasi. Deflasi pada kelompok bahan makanan tertinggi terjadi
pada Kota Dumai yaitu mencapai 3,96%, sementara pada Kota Pekanbaru
tercatat mengalami deflasi sebesar 0,96%. Penurunan harga subkelompok
bumbu-bumbuan terutama cabe merah pada triwulan laporan menjadi
pendorong utama terjadinya deflasi pada kedua kota tersebut. Subkelompok
bumbu-bumbuan di Kota Pekanbaru mengalami deflasi sebesar 21,57% (qtq)
dan di Kota Dumai sebesar 26,04% (qtq). Di sisi lain, inflasi tertinggi terjadi
pada kelompok makanan jadi, baik di Kota Pekanbaru maupun di Kota Dumai.
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2009 2010 2011 2012
P.baru 0,48 -0,54 1,70 0,30 0,79 1,72 1,83 2,48 1,51 -0,30 2,30 1,50 0,66
Dumai -0,74 -0,77 3,52 -1,14 0,26 2,60 2,21 3,71 -0,25 -0,31 2,56 1,08 -0,58
Nasional 0,36 -0,15 2,07 0,49 0,99 1,41 2,79 1,59 0,70 0,36 1,89 0,79 0,88
Riau 0,25 -0,58 2,04 0,03 0,69 1,89 1,90 2,71 1,18 -0,31 2,35 1,43 0,43
Sumatera -0,49 2,80 0,16 0,91 1,97 2,12 2,62 0,58 0,09 2,74 0,55 0,35
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Evaluasi Perkembangan Inflasi Daerah
25
Tabel 2.2. Inflasi (qtq) Menurut Kelompok Barang & Jasa di Kota Pekanbaru dan
Dumai 2010-2012
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Grafik 2.8. Inflasi (qtq) Menurut Sub Kelompok Bahan Makanan di Kota Pekanbaru
dan Dumai Triwulan I-2012
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Beberapa komoditas yang secara spesifik memberikan sumbangan cukup tinggi
terhadap perubahan harga (inflasi/deflasi) di Kota Pekanbaru dalam triwulan
laporan dirangkum pada Tabel 2.3. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa
komoditas cabe merah dan beras memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap menurunnya tingkat inflasi pada triwulan I-2012 sebagaimana terlihat
dari kontribusi terhadap penurunan harga kedua komoditas tersebut pada bulan
Februari dan Maret 2012.
-30,00 -25,00 -20,00 -15,00 -10,00 -5,00 0,00 5,00 10,00
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya
Daging dan Hasil-hasilnya
Ikan Segar
Ikan Diawetkan
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya
Sayur-sayuran
Kacang - kacangan
Buah - buahan
Bumbu - bumbuan
Lemak dan Minyak
Bahan Makanan Lainnya
Riau
Pekanbaru
Dumai
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Evaluasi Perkembangan Inflasi Daerah
26
Tabel 2.3. Lima (5) Komoditas yang Memberikan Sumbangan Tertinggi Terhadap Inflasi di Kota Pekanbaru Dalam Triwulan I-2012
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Menurunnya harga beras selama triwulan laporan didorong oleh relatif
amannya stok beras Bulog yang diimpor dari India, Vietnam dan Thailand yang
pada akhir triwulan laporan mencapai 15 ribu ton. Selain itu, kepastian dari
Bulog untuk tidak menaikkan harga beras dari harga Rp6.800/kg telah
menimbulkan ekspektasi yang positif dimasyarakat. Kondisi ini juga tidak
terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi (TPID)
Provinsi Riau maupun Kota Dumai dalam menjaga kecukupan stok bahan
pangan strategis bersama dengan instansi terkait.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
27
1. Kondisi Umum
Kegiatan usaha perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-2012 secara umum
menunjukkan perkembangan yang menggembirakan seiring dengan percepatan
perekonomian Riau. Sejumlah indikator utama seperti jaringan kantor, aset,
penghimpunan dan kredit. Sementara itu, risiko kredit bermasalah juga masih
relatif terjaga meskipun pada triwulan laporan cenderung meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN
DAN SISTEM PEMBAYARAN
DAERAH
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
28
2. Perkembangan Perbankan Riau
Perkembangan kondisi perbankan di Provinsi Riau memasuki awal tahun 2012
menunjukkan hal yang menggembirakan. Total aset perbankan Riau pada
triwulan laporan mencapai Rp67,43 triliun atau tumbuh sebesar 11,15% (qtq).
Kenaikan aset perbankan tersebut utamanya berasal dari meningkatnya jumlah
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun yakni dari Rp45,56 triliun
menjadi Rp49,16 triliun atau naik 7,91% (qtq).
Sejalan dengan meningkatnya penghimpunan DPK, jumlah kredit yang
disalurkan oleh perbankan Riau juga menunjukkan kenaikan, yakni dari
Rp36,70 triliun menjadi Rp38,07 triliun atau naik 3,73% (qtq). Lebih tingginya
peningkatan DPK dibandingkan kredit mendorong Loan to Deposit Ratio (LDR)
perbankan Riau per Maret 2012 relatif menurun yakni dari 80,55% menjadi
77,43%. Sementara, jika dilihat berdasarkan lokasi proyek kredit perbankan Riau
telah mencapai Rp49,16 triliun, sehingga LDR perbankan Riau tercatat lebih
tinggi yaitu sebesar 104,70%. Di sisi lain, rasio kredit bermasalah (NPL gross)
perbankan Riau pada triwulan laporan masih relatif terjaga yakni sebesar 2,36%.
Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau (dalam Rp Juta)
2012
I II III IV I
Jumlah Bank 73 73 75 75 75
- Bank Umum 43 43 44 44 44
- BPR 30 30 31 31 31
- Jaringan Kantor 558 577 601 619 624
Aset 55.258.364 59.099.418 60.218.570 60.672.880 67.436.092
Kredit 30.645.491 32.734.813 34.207.620 36.700.480 38.070.338
Kredit Lokasi Proyek 45.657.311 47.521.153 50.011.231 51.090.943 51.475.647
Kredit Usaha Rakyat 1.201.474 1.350.395 1.758.759 1.963.716 2.255.137
Dana Pihak Ketiga 40.651.462 43.006.214 44.604.889 45.562.890 49.165.494
LDR 75,39% 76,12% 76,69% 80,55% 77,43%
LDR (lokasi proyek) 112,31% 110,50% 112,12% 112,13% 104,70%
NPL 2,31% 2,26% 2,50% 2,05% 2,36%
Indikator2011
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
29
3. Perkembangan Bank Umum
3.1. Perkembangan Jaringan Kantor
Jumlah jaringan kantor bank umum di Riau per Maret 2012 tercatat
mengalami kenaikan sebanyak 5 kantor sehingga menjadi 624 kantor.
Penambahan jaringan kantor tersebut terjadi pada jumlah kantor cabang
(1 unit), kantor cabang pembantu (2 unit) dan kantor kas (2 unit).
Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum di Riau Triwulan I-2012
Sementara itu, penyebaran jaringan kantor bank umum menurut
Kabupaten/Kota masih terpusat di Kota Pekanbaru (231 jaringan kantor) diikuti
oleh Kabupaten Bengkalis dan Siak. Perbankan juga sudah mulai melihat
potensi pada Kabupaten/Kota lain di Provinsi Riau sebagaimana tercermin dari
banyaknya jumlah kantor bank di wilayah lain. Namun guna lebih
meningkatkan layanan kepada masyarakat kepada perbankan diharapkan
untuk dapat memperluas jaringan kantornya pada daerah-daerah yang kurang
tersentuh layanan perbankan (Tabel 3.3).
Tw IV-2011 Tw 1-2012
1. Jumlah Bank 44 44
- Pemerintah 6 6
- Swasta 29 29
- Asing 0 0
- Syariah 5 5
- Unit Usaha Syariah 4 4
2. Kantor Pusat 1 1
3. Kantor Cabang 83 84
- Pemerintah 43 43
- Swasta 40 41
- Asing 0 0
4. Kantor Cab.Pembantu 384 386
5. Kantor Kas 56 58
6. Lainnya *) 95 95
Jumlah 619 624
*) Kantor Wilayah, Payment point , Kantor Fungsional, Kantor Layanan Syariah, Gerai, Kas Mobil
KeteranganPeriode
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
30
Tabel 3.3. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum Menurut Kab./Kota di Riau
Triwulan I-2012
3.2. Perkembangan Aset
Aset bank umum di Riau pada triwulan I-2012 tercatat sebesar Rp66,46 triliun
atau meningkat sebesar 11,23% dibandingkan dengan triwulan IV-2011.
Secara tahunan, pertumbuhan aset bank umum Riau juga tetap menunjukkan
perkembangan yang positif dimana tumbuh sebesar 22,07% atau lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan akhir tahun 2011 yang mencapai 19,92%.
Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum
Grafik 3.2. Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
Berdasarkan kelompoknya, komposisi aset bank umum di Riau tidak
mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan periode-periode
sebelumnya. Aset bank milik pemerintah masih memiliki pangsa terbesar
KP Kanwil KC KCP KK Lainnya Total
1 Pekanbaru 1 1 48 115 25 41 231
2 Bengkalis - - 5 40 4 10 59
3 Dumai - - 8 21 2 10 41
4 Indragiri Hulu - - 4 26 5 5 40
5 Indragiri Hilir - - 4 21 2 4 31
6 Kampar - - 2 35 3 3 43
7 Kuantan Singingi - - 2 22 3 3 30
8 Pelalawan - - 2 28 4 4 38
9 Rokan Hulu - - 2 20 3 2 27
10 Rokan Hilir - - 2 22 2 2 28
11 Siak - - 2 30 4 8 44
12 Meranti - - 3 6 1 2 12
1 1 84 386 58 94 624
Jumlah Kantor Bank Umum di Kabupaten/Kota
Total
No. Kab./Kota
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
I II III IV I II III IV I II III IV I
2009 2010 2011 2012
yo
y, %
Rp
tri
liun
Aset (kiri) Pertumbuhan (kanan)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I
2009 2010 2011
Pemerintah Swasta
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
31
dengan angka mencapai Rp48,32 triliun atau sekitar 70% terhadap total aset
bank umum di Riau.
3.3. Kredit
3.3.1. Perkembangan Penyaluran Kredit
Semakin menggeliatnya aktivitas ekonomi Riau diperkirakan menjadi magnet
tersendiri bagi perbankan untuk terus menopang berbagai kegiatan melalui
pemberian kredit. Pada triwulan I-2012, kredit yang disalurkan oleh bank
umum mencapai Rp37,41 triliun, atau meningkat sebesar 3,69% (qtq). Secara
tahunan, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 24,28% atau lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar 23,59%.
Berdasarkan kelompok bank, komposisi penyaluran kredit bank umum di Riau
tidak mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan dengan periode-
periode sebelumnya. Sebagian besar kredit yang disalurkan masih didominasi
oleh kelompok bank milik pemerintah dengan nilai mencapai Rp24,08 triliun,
sedangkan pada kelompok bank milik swasta nilainya mencapai Rp13,34
triliun. Sementara itu, dari sisi jenis valuta, lebih dari 90% kredit yang
disalurkan oleh bank umum di Riau utamanya berupa mata uang Rupiah
dengan nilai nominal sebesar Rp35,97 triliun (Tabel 3.4).
Tabel 3.4. Posisi Kredit Bank Umum Di Provinsi Riau (dalam Rp juta)
3.3.2. Konsentrasi Kredit
Menurut jenis penggunaan, penyaluran kredit produktif yang terdiri dari Kredit
Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI) masih tetap mendominasi. Adapun
pangsa total kredit tersebut mencapai 62,87% dari total kredit yang
disalurkan. Kredit Modal Kerja (KMK) yang disalurkan bank umum
2012
I II III IV I
A. Kelompok Bank 1. Bank Pemerintah 19,597,715 20,855,994 21,700,994 23,295,168 24,077,457 2. Bank Swasta 10,508,154 11,314,434 11,922,179 12,787,764 13,337,413
B. V a l u t a 1. Rupiah 28,895,662 31,034,189 32,370,192 34,748,115 35,966,424 2. Valas 1,210,207 1,136,238 1,252,981 1,334,816 1,448,445
T o t a l 30,105,869 32,170,427 33,623,173 36,082,931 37,414,869
2011Keterangan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
32
triwulan I-2012 tercatat sebesar Rp12,80 triliun, tumbuh sebesar 19,67% (yoy)
dan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV-2011 yang
mencapai 18,93% (yoy).
Sementara itu, KI yang disalurkan bank umum di Riau pada triwulan I-2012
mencapai Rp10,67 triliun atau tumbuh sebesar 28,72% (yoy). Pertumbuhan KI
tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan KK
dan KMK. Hal tersebut diperkirakan tidak terlepas dari pesatnya kegiatan
pembangunan dan aktivitas perdagangan di Riau terutama menjelang
pelaksanaan PON ke-18 pada tahun ini yang diperkirakan akan menjadi daya
tarik tersendiri bagi para pelaku usaha dari berbagai daerah.
Di sisi lain, penyaluran kredit konsumsi (KK) oleh bank umum pada triwulan
laporan mencapai Rp13,93 triliun. Secara tahunan, KK mencatat pertumbuhan
sebesar 25,40% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV-2011
yang tercatat sebesar 23,78%.
Grafik 3.3. Perkembangan Kredit Menurut Jenis Penggunaan
Grafik 3.4. Pertumbuhan (yoy,%) Kredit Menurut Jenis Penggunaan
Berdasarkan sektor usaha yang dibiayai, konsentrasi penyaluran kredit juga
relatif tidak berubah dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya. Kredit yang
disalurkan oleh bank umum di Riau pada triwulan laporan sebagian besar
masih ditujukan ke sektor perdagangan dengan pangsa mencapai 21,21%,
diikuti oleh sektor pertanian dan jasa-jasa dengan pangsa masing-masing
sebesar 18,54% dan 8,21% pada triwulan laporan. Kredit yang disalurkan
pada sektor perdagangan utamanya masih ditujukan ke sub sektor
perdagangan eceran keliling. Sementara pada sektor pertanian, sebagian besar
34,2%
28,5%
37,2%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
IV I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012
Modal Kerja Investasi Konsumsi
-
5
10
15
20
25
30
35
40
II III IV I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012
yoy,
%
Pertumb. MK Pertumb. Inv
Pertumb. Kons Total
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
33
kredit diserap oleh sub sektor kelapa sawit seiring dengan peran kelapa sawit
sebagai komoditas primadona di Provinsi Riau.
Tabel 3.5. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp juta)
Pada triwulan laporan, kredit yang disalurkan ke sektor transportasi,
pergudangan dan komunikasi mengalami pertumbuhan tertinggi yakni sebesar
69,35% dengan nilai nominal mencapai Rp1,19 triliun. Relatif tingginya
pertumbuhan pada kredit ke sektor tersebut utamanya didorong oleh
peningkatan penyaluran kredit ke sub sektor angkutan jalan untuk barang
yang tercatat meningkat sebesar 138,76% (yoy). Fenomena tersebut
diindikasikan dipengaruhi pesatnya aktivitas perdagangan lintas batas yang
terjadi di Provinsi Riau seperti keperluan bahan pangan strategis dan bahan
bangunan mengingat kondisi Riau yang bukan merupakan produsen.
Tabel 3.6. Distribusi Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Per Dati II di Provinsi Riau (Rp juta)
Dari aspek spasial, pada triwulan laporan, kredit lokasi proyek yang diserap di
Provinsi Riau sebagian besar masih terkonsentrasi di Kota Pekanbaru dengan
2012
I II III IV I
1 Pertanian 5,129,220 5,200,799 5,207,971 6,662,578 6,936,742
2 Pertambangan 176,001 236,673 344,126 355,058 244,627
3 Perindustrian 1,573,092 1,623,518 1,654,884 1,763,623 1,758,769
4 Listrik, Gas dan Air 62,997 70,069 77,061 103,376 107,313
5 Konstruksi 953,155 984,813 1,076,537 983,619 895,840
6 Perdag., Resto. & Hotel 6,207,599 6,600,950 6,924,963 7,798,914 7,935,746
7 Pengangkutan, Pergud. 703,845 913,131 1,110,787 1,109,161 1,191,996
8 Jasa-jasa 2,612,464 2,807,117 2,863,246 3,065,079 3,070,879
9 Lain-lain 12,687,496 13,733,357 14,363,596 14,241,524 15,272,958
30,105,869 32,170,427 33,623,173 36,082,932 37,414,869 Jumlah
No. Sektor Ekonomi2011
2012
I II III IV I
1 Pekanbaru 18,611,610 19,892,910 21,041,768 21,666,041 22,011,832
2 Bengkalis 3,065,804 3,185,970 3,447,018 3,395,686 3,219,482
3 Dumai 6,464,333 6,811,808 6,681,126 4,719,193 4,734,703
4 Indragiri Hilir 1,822,435 1,885,997 2,114,061 2,258,084 2,180,437
5 Indragiri Hulu 3,046,743 3,170,940 3,432,272 3,606,247 3,576,043
6 Lainnya 12,646,388 12,573,528 13,294,986 15,445,692 15,753,150
45,657,313 47,521,153 50,011,231 51,090,943 51,475,647 Jumlah
No Kab./Kota2011
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
34
nilai mencapai Rp.22,01 triliun diikuti oleh Kota Dumai dan Kabupaten
Indragiri Hulu yang masing-masing tercatat sebesar Rp4,73 triliun dan Rp.3,57
triliun.
3.3.3. Penyaluran Kredit UMKM
Pada triwulan laporan, penyaluran kredit kepada Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM) oleh bank umum di Riau mencapai Rp13,91 triliun atau pangsanya
sebesar 37,18% dari total kredit bank umum di Riau. Kredit kepada sektor
UMKM di Provinsi Riau sebagian besar diserap oleh skala usaha kecil dengan
nilai kredit sebesar Rp5,64 triliun, diikuti oleh skala menengah dan mikro
masing-masing sebesar Rp4,96 triliun dan Rp3,13 triliun.
Menurut jenis penggunaan, seluruh penyaluran kredit kepada sektor UMKM
digunakan untuk hal produktif (kredit modal kerja dan investasi). Hal ini
memberikan indikasi positif bagi pengembangan beberapa sektor ekonomi
yang banyak dilakukan oleh UMKM seperti perdagangan dan pertanian.
Grafik 3.5. Perkembangan Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan di Riau
Tabel 3.7. Perkembangan Kredit UMKM (KUMKM) di Provinsi Riau (Rp juta)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I
2010 2011 2012
Investasi
Modal kerja
2012
I II III IV I
Mikro 2.495.251 2.687.024 2.901.705 3.112.386 3.313.469
Kecil 5.181.340 5.542.752 5.018.411 5.548.251 5.778.343
Menengah 3.287.614 3.676.323 4.440.529 4.868.783 4.817.800
Total Kredit UMKM 10.964.205 11.906.100 12.360.645 13.529.420 13.909.612NPL UMKM 3,14% 3,03% 2,98% 2,40% 3,06%
Total Kredit 30.105.869 32.170.427 33.623.173 36.082.932 37.414.869
(% terhadap Total Kredit) 36,42% 37,01% 36,76% 37,50% 37,18%
Skala Usaha2011
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
35
Ket : Kriteria KUMKM mengikuti UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Secara sektoral, kredit UMKM yang disalurkan oleh bank umum di Riau
utamanya diserap ke sektor perdagangan dan pertanian (Tabel 3.8). Pada
sektor perdagangan, penyaluran kredit UMKM utamanya diserap oleh sub
sektor perdagangan eceran keliling dan perdagangan yang didominasi oleh
makanan, minuman dan tembakau masing-masing sebesar Rp1,17 triliun dan
Rp.851,48miliar. Sedangkan pada sektor pertanian, kredit UMKM sebagian
besar (83,4%) digunakan untuk sub sektor kelapa sawit seiring dengan
tingginya propek sektor ini.
Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (Rp juta)
3.3.4. Kelonggaran Tarik
Jumlah kredit yang belum dicairkan (undisbursed loan) pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp3,89 triliun atau sekitar 10,40% dari total kredit bank
umum di Provinsi Riau. Jumlah kredit yang belum dicairkan tersebut meningkat
sebesar 1,60% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah kredit yang
belum dicairkan tersebut sebagian besar terdapat pada kelompok bank milik
swasta yakni sebesar Rp2,01 triliun atau naik 0,37% (qtq), sedangkan jumlah
kredit yang belum dicairkan pada kelompok bank milik pemerintah tercatat
naik lebih tinggi yakni sebesar 2,95% (qtq).
Menurut jenis penggunaan, kredit yang belum dicairkan pada triwulan laporan
sebagian besar merupakan kredit modal kerja dengan nilai mencapai
Rp2,93 triliun diikuti oleh kredit investasi yakni sebesar Rp876,61 miliar.
Sementara itu, Jika dilihat menurut sektor ekonomi, jumlah kredit yang belum
dicairkan terbesar utamanya terdapat pada sektor perdagangan, hotel dan
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1 Pertanian 2.622.326 22,0% 2.605.155 21,2% 3.559.782 26,5% 3.693.996 26,6%
2 Pertambangan 29.723 0,2% 28.452 0,2% 40.231 0,3% 44.578 0,3%
3 Perindustrian 351.448 3,0% 359.897 2,9% 415.450 3,1% 417.929 3,0%
4 Listrik, Gas dan Air 2.921 0,0% 4.738 0,0% 7.964 0,1% 6.786 0,0%
5 Konstruksi 426.440 3,6% 449.226 3,7% 475.643 3,5% 463.482 3,3%
6 Perdag., Resto. & Hotel 4.983.952 41,9% 5.258.761 42,9% 6.025.879 44,9% 6.093.857 43,8%
7 Pengangkutan, Pergud. 446.814 3,8% 519.750 4,2% 512.506 3,8% 519.095 3,7%
8 Jasa-jasa 1.098.119 9,2% 1.158.431 9,4% 1.296.335 9,7% 1.330.393 9,6%
9 Lain-lain 1.944.357 16,3% 1.879.175 15,3% 1.096.280 8,2% 1.339.496 9,6%
11.906.100 100% 12.263.585 100% 13.430.070 100% 13.909.612 100%Jumlah
No. Sektor EkonomiTw III 11 Tw IV 11 Tw I 12Tw II 11
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
36
restoran yaitu sebesar Rp1,45 triliun diikuti oleh sektor pertanian dan real
estate masing-masing sebesar Rp569,23 miliar dan Rp366,55 miliar. Adanya
peningkatan jumlah kredit yang belum dicairkan tersebut diperkirakan secara
umum dipengaruhi oleh aktivitas pelaku usaha yang bersifat wait and see
terhadap kondisi ekonomi kedepan.
Grafik 3.6. Jumlah Kredit yang Belum Dicairkan Bank Umum di Riau
3.3.5. Risiko Kredit
Risiko kredit bermasalah (Non Performing Loans/NPL1) yang terdapat di bank
umum di Riau masih relatif terjaga. Pada triwulan laporan, NPL bank umum di
Riau tercatat sebesar 2,22% sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mencapai 1,95% namun masih berada dibawah batas
kewajaran yang ditetapkan Bank Indonesia yakni sebesar 5%.
Grafik 3.7. Perkembangan NPL Gross di Provinsi Riau
1 NPL Gross
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
Tw I 11 Tw II 11 Tw III 11 Tw IV 11 Tw I 12
Pemerintah 1,72 1,50 1,57 1,83 1,88
Swasta 1,65 1,97 2,19 2,00 2,01
Total 3,36 3,47 3,77 3,83 3,89
Rp T
riliu
n
2,20 2,16 2,39
1,95
2,22
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
0
100
200
300
400
500
600
Tw I 11 Tw II 11 Tw III 11 Tw IV 11 Tw I 12
%Rp miliar
Kurang Lancar Diragukan Macet NPLs (kanan)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
37
Dalam triwulan laporan, sektor konstruksi masih mengalami NPL tertinggi
dibandingkan sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 6,78% diikuti oleh sektor jasa
sosial masyarakat dan sektor perdagangan yakni masing-masing sebesar
4,51% dan 4,11%.
Tabel 3.9. NPLs Per Sektor Ekonomi Di Provinsi Riau
Berdasarkan Kabupaten/Kota, dari 5 kota yang menyerap kredit terbesar risiko
kredit bermasalah tertinggi terdapat di Kabupaten Bengkalis, yaitu sebesar
2,91% sedangkan NPL terendah terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu yaitu
sebesar 1,11%. Relatif tingginya risiko kredit bermasalah di Kabupaten
Bengkalis utamanya berasal dari sektor konstruksi yang diperkirakan sejalan
dengan pesatnya pembangunan infrastruktur.
Tabel 3.10. NPL Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau
2012
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
1 Pertanian 1.17% 1.27% 1.37% 1.11% 1.50%
2 Pertambangan 0.67% 0.46% 0.24% 0.15% 0.45%
3 Perindustrian 1.64% 1.46% 1.41% 1.24% 1.33%
4 Listrik 0.20% 0.28% 0.13% 0.18% 0.09%
5 Konstruksi 6.13% 6.80% 6.34% 6.82% 6.78%
6 Perdagangan 4.17% 3.84% 4.68% 3.80% 4.11%
7 Pengangkutan 1.78% 0.77% 0.57% 0.39% 0.17%
8 Jasa Dunia Usaha 0.99% 1.26% 1.53% 1.07% 1.35%
9 Jasa Sosial Masy. 1.32% 1.71% 1.93% 1.39% 4.51%
10 Lain-lain 1.71% 1.73% 1.82% 1.42% 1.60%
2.20% 2.16% 2.39% 1.95% 2.22%
2011
Total
No. Sektor Ekonomi
2012
I II III IV I1 Pekanbaru 2.36% 2.31% 2.57% 2.10% 2.34%
2 Dumai 1.58% 1.39% 1.60% 1.58% 2.18%
3 Bengkalis 1.51% 1.81% 2.13% 1.89% 2.91%
4 Indragiri Hulu 1.16% 1.32% 1.44% 1.09% 1.11%
5 Indragiri Hilir 1.85% 1.34% 1.56% 1.29% 1.76%
6 Lainnya 2.28% 2.29% 2.36% 1.78% 1.98%
2011No. Kab./Kota
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
38
3.4. Kondisi Likuiditas
3.4.1. Dana Pihak Ketiga
Penghimpunan DPK oleh bank umum di Riau pada triwulan laporan mencapai
Rp48,48triliun atau naik 7,93% (qtq). Kenaikan ini utamanya bersumber dari
peningkatan jumlah tabungan dan deposito s.d 3 bulan. Relatif tingginya
sumbangan kedua jenis komponen tersebut mengimplikasikan bahwa struktur
dana di Provinsi Riau relatif didominasi oleh dana jangka pendek.
Tabel 3.11. Perkembangan DPK di Provinsi Riau (Rp miliar)
Berdasarkan kepemilikannya, DPK bank umum di Provinsi Riau sebagian besar
masih didominasi oleh dana milik perorangan dengan nilai mencapai
Rp30,07 triliun dan dana milik pemerintah daerah yang mencapai Rp11,49
triliun. Sementara itu, kenaikan total DPK bank umum di Riau utamanya
didorong oleh kenaikan dana milik Pemerintah Daerah. Kondisi ini diperkirakan
sejalan dengan siklus awal tahun yang umumnya merupakan periode transfer
dana anggaran dari pusat ke daerah.
Tabel 3.12. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp juta)
2012
I II III IV I
1 Giro 10,461 11,252 11,567 10,837 13,012
2 Tabungan 18,359 19,361 20,142 22,343 21,589
3 Deposito 11,239 11,783 12,271 11,740 13,879
a. s.d 3 bln 9,162 9,579 10,137 9,446 11,566
b. > 3-6 bln 1,236 1,252 1,227 1,238 1,304
c. > 6-12 bln 585 698 652 818 788
d. > 12 bln 256 255 255 238 221
40,059 42,397 43,980 44,920 48,480
2011
Total DPK
No Komponen DPK
2012
I II III IV I
8,470,216 10,124,673 10,614,233 7,354,226 12,437,605
1 Pemerintah Pusat 190,677 212,392 230,183 209,282 221,268
2 Pemerintah Daerah 5,924,026 9,181,928 9,694,791 6,484,913 11,488,233
3 Badan/ Lembaga Pemerintah 83,443 85,508 99,833 80,958 191,992
4 Badan Usaha Milik Negara 545,511 489,415 515,325 485,786 492,845
5 Badan Usaha Milik Daerah 1,726,559 155,370 74,101 93,287 43,267
5,580,482 5,006,127 5,055,840 6,354,088 5,976,678
6 Perusahaan Asuransi 43,561 56,414 57,926 74,236 81,437
7 Perusahaan Swasta 5,056,826 4,338,702 4,362,892 5,565,121 5,255,431
8 Yayasan dan Badan Sosial 328,060 447,239 499,537 564,985 485,323
9 Koperasi 134,762 144,689 124,545 134,565 140,598
10 Lainnya 17,274 19,083 10,940 15,181 13,890
26,008,014 27,265,819 28,310,181 31,211,791 30,065,991
40,058,712 42,396,619 43,980,255 44,920,105 48,480,274 Jumlah
Sektor Swasta
Sektor Pemerintah
Perorangan
2011No Kepemilikan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
39
Penghimpunan DPK menurut Kabupaten/Kota dalam triwulan laporan relatif
tidak mengalami perubahan signifikan dibandingkan dengan triwulan-triwulan
sebelumnya. Kota Pekanbaru masih memberikan kontribusi terbesar dengan
jumlah DPK sebesar mencapai Rp28,91 triliun atau sekitar 59,65% dari total
DPK, diikuti oleh Kabupaten Bengkalis dan Kota Dumai masing-masing sebesar
9,80% dan 7,55% (Tabel 3.14).
Tabel 3.13. Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau
3.4.2. Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR)
Posisi LDR bank umum di Riau pada triwulan I-2012 tercatat sebesar 77,18%
atau menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai
80,33%. Kondisi ini didorong oleh lebih tingginya laju pertumbuhan DPK
dibandingkan dengan kredit. Pada triwulan laporan, pertumbuhan kredit bank
umum mencapai 3,69% (qtq), sedangkan pertumbuhan DPK tercatat sebesar
7,93% (qtq).
Sementara itu, dengan memperhitungkan kredit berdasarkan lokasi proyek2,
LDR perbankan Riau dalam triwulan laporan mencapai 106,18%, namun
mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mencapai 113,74% namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan LDR
nasional3 yang tercatat 79,71%.
2data posisi Februari 2012 3 data posisi Februari 2012
% % % % Rp Juta %
1 Pekanbaru 63.27 61.64 59.86 61.77 28,916,758 59.65
2 Bengkalis 10.01 10.83 11.17 10.52 4,748,899 9.80
3 Dumai 7.93 7.51 7.67 8.07 3,658,386 7.55
4 Indragiri Hilir 3.60 3.63 3.55 3.76 1,828,706 3.77
5 Indragiri Hulu 4.04 4.30 4.28 4.31 1,872,710 3.86
6 Lainnya 11.15 12.09 13.47 11.57 7,454,815 15.38
100 100 100 100 48,480,274 100
Tw III 11 Tw IV 11 Tw I 12Tw II 11
Jumlah
No. Kab./KotaTw I 11
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
40
Grafik 3.8. Perkembangan LDR Di Provinsi Riau
Ket : LDR 1 = LDR berdasarkan kredit lokasi proyek
3.5. Profitabilitas
3.5.1. Spread Bunga
Pergerakan suku bunga rata-rata tertimbang bank umum di Riau pada
triwulan I-2012 menunjukkan penurunan baik suku bunga dana (deposito 3
bulan) maupun suku bunga pinjaman (kredit). Suku bunga pinjaman
tertimbang bank umum periode triwulan I-2012 tercatat menurun sebesar
9 bps menjadi 12,59%. Sementara, suku bunga dana tertimbang mencatat
penurunan sebesar 47 bps menjadi 6,20%. Kondisi ini mendorong naiknya
margin yang diterima bank umum sebesar 38 bps hingga menjadi 6,39%.
Meskipun margin yang diterima oleh bank umum pada triwulan laporan relatif
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, namun masih relatif lebih
rendah jika dibandingkan dengan triwulan I 2011 yang tercatat sebesar
7,20%.
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
120,00%
Tw I 11 Tw II 11 Tw III 11 Tw IV 11 Tw I 12
LDR 75,15% 75,88% 76,45% 80,33% 77,18%
LDR1 113,98% 112,09% 113,71% 113,74% 106,18%
Nasional 77,18% 80,01% 81,70% 79,00% 79,71%
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
41
Grafik 3.9. Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Kredit dan Deposito 3 bulan
Dalam upaya meningkatkan good governance dan mendorong persaingan
yang sehat dalam industri perbankan, Bank Indonesia secara resmi telah
mengeluarkan kebijakan pemberlakuan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit4.
Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan disiplin pasar yang lebih baik
melalui terbentuknya informasi yang simetris baik di tingkat pelaku usaha
maupun perbankan.
3.5.2. Pendapatan dan Beban Bunga
Jumlah pendapatan bunga yang diperoleh bank umum di Provinsi Riau pada
triwulan I-2012 mencapai Rp1,39 triliun atau turun Rp93,03 miliar (6,25%)
dibandingkan dengan triwulan IV-2011. Penurunan pendapatan bunga
bersumber dari menurunnya pendapatan bunga kredit yang diperkirakan
sejalan dengan penurunan tingkat bunga pinjaman. Pada triwulan laporan,
pendapatan bunga kredit bank umum tercatat mencapai Rp1,24 miliar atau
turun 1,14% dibandingkan triwulan IV-2011.
4 Sebagaimana diatur dalam SE Ekstern No.13/5/DPNP tanggal 08 Februari 2011 tentang Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
20,00
%
MarginKreditDeposito 3 bulanBI rate
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
42
Grafik 3.10. Komposisi Pendapatan Bunga
Di sisi lain, beban bunga yang ditanggung oleh bank umum di Riau pada
triwulan laporan juga mengalami perubahan yakni dari Rp558,27 miliar per
Desember 2011 menjadi Rp505,73 miliar atau turun 9,41%. Kondisi
diperkirakan dipengaruhi oleh penurunan suku bunga dana tertimbang
mencapai 47 bps. Sejalan dengan penurunan yang terjadi baik pada
komponen beban bunga maupun pendapatan bunga, nilai pendapatan bunga
bersih (net interest income) bank umum di Riau per Maret 2012 mengalami
penurunan dibandingkan dengan Desember 2011. Adapun nilai pendapatan
bersih bank umum saat ini mencapai Rp889,26 miliar, lebih rendah
dibandingkan dengan posisi Desember 2011 yang tercatat sebesar
Rp929,74 miliar.
Grafik 3.11. Komposisi Beban Bunga
Tw I 11 Tw II 11 Tw III 11 Tw IV 11 Tw I 12
Lainnya 100.380 103.331 110.297 140.351 89.815
Antar Bank 28.009 40.561 43.497 34.926 21.331
Kredit 1.103.789 1.115.177 1.223.160 1.257.669 1.243.295
SBI dan surat berharga 36.141 42.674 50.359 55.070 40.550
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw I 11 Tw II 11 Tw III 11 Tw IV 11 Tw I 12
Lainnya 113.116 110.305 114.083 125.602 101.939
Antar Bank 23.514 16.623 23.254 11.794 7.039
Tabungan 125.090 128.970 133.592 129.016 124.369
Deposito 157.174 193.294 211.719 222.595 206.026
Giro 61.654 63.197 68.200 69.173 66.355
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
43
3.5.3. Perkembangan Laba Rugi
Kondisi laba bank umum Provinsi Riau dalam triwulan laporan mengalami
penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini utamanya
bersumber dari menurunnya pendapatan operasional khususnya pendapatan
bungan. Pendapatan operasional bank umum di Riau per Maret 2012 tercatat
sebesar Rp1,81 triliun, turun Rp1,81 triliun (50,01%) dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Di sisi lain, beban operasional yang ditanggung
mencapai Rp1,23 triliun, atau turun sebesar Rp1,12 triliun (47,8%).
Lebih tingginya penurunan pendapatan operasional dibandingkan dengan
beban operasional triwulan laporan mendorong rasio BOPO bank umum di
Riau meningkat yakni dari 65,26% menjadi 68,15%. Dengan kondisi tersebut,
laba bank umum di Riau mencapai Rp578,64 miliar atau lebih rendah
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai Rp663,72 miliar.
Sementara dengan memperhitungkan transfer dan pajak, maka jumlah
perolehan laba bersih bank umum Riau mencatat angka yang lebih tinggi yakni
sebesar Rp579,56 miliar.
Grafik 3.12. Perkembangan Laba Rugi
80,0977,51
64,45
77,29
65,2668,15
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
(100.000)
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
Tw IV 10 Tw I 11 Tw II 11 Tw III 11 Tw IV 11 Tw I 12
%
Rp
ju
ta
L/R (sblm transfer & pajak) L/R (net) Rasio BOPO
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
44
4. Perbankan Syariah
Kinerja perbankan syariah pada triwulan laporan menunjukkan perkembangan
yang lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset perbankan syariah Riau
pada triwulan I-2012 mencapai Rp4,36 triliun atau meningkat sebesar
34,13% secara triwulanan. Peningkatan aset perbankan syariah utamanya
didorong oleh meningkatnya penghimpunan dana yaitu dari Rp2,34 triliun
menjadi Rp2,74 triliun atau naik 17,17% (qtq). Dengan demikian, pangsa aset
Perbankan syariah terhadap total perbankan di Provinsi Riau saat ini telah
mencapai 6,46% dan diperkirakan akan mengalami peningkatan sejalan dengan
tingginya animo perbankan nasional untuk dalam melakukan penetrasi ke
provinsi Riau terutama di bidang perbankan syariah.
Sementara itu, selama triwulan I-2012, pembiayaan yang disalurkan oleh
Perbankan syariah di Riau pada triwulan laporan mencapai Rp2,37 triliun atau
meningkat sebesar 3,62% (qtq). Lebih tingginya kenaikan DPK dibandingkan
dengan kenaikan pembiayaan mengakibatkan FDR Perbankan syariah di Riau
relatif menurun yaitu dari 97,82% pada triwulan IV-2011 menjadi 86,51%.
Di sisi lain, risiko pembiayaan bermasalah yang dialami berada pada tingkat
relatif terjaga yakni sebesar 2,91% (Tabel 3.14).
Tabel 3.14. Indikator Kinerja Utama Perbankan Syariah di Provinsi Riau (Rp juta)
Sebagian pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau
utamanya diserap dalam bentuk pembiayaan konsumsi yang mencapai 40,93%
terhadap total pembiayaan, diikuti pembiayaan modal kerja dan investasi
masing-masing sebesar 29,95% dan 29,11%. Pembiayaan konsumsi tercatat
meningkat sebesar 21,65% (qtq), sedangkan pembiayaan investasi dan modal
kerja masing-masing meningkat sebesar 6,93% (qtq) dan 7,58% (qtq).
I II III IV I yoy qtq
1 Jumlah Bank 11 11 11 11 11
2 Aset 2,456,607 2,733,467 3,012,003 3,256,336 4,367,740 77.80 34.13
3 DPK 1,747,795 2,003,249 2,153,377 2,341,312 2,743,362 56.96 17.17
- Giro 229,345 318,899 331,289 328,209 416,494 81.60 26.90
- Tabungan 911,458 985,013 1,065,587 1,175,950 1,420,873 55.89 20.83
- Deposito 606,992 699,337 756,501 837,153 905,995 49.26 8.22
4 Pembiayaan 1,775,067 1,959,222 2,207,900 2,290,267 2,373,195 33.70 3.62
5 NPF 2.64% 3.04% 3.04% 2.58% 2.91%
6 FDR 101.56% 97.80% 102.53% 97.82% 86.51%
2012No. Keterangan
2011 Perubahan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
45
Sementara itu, secara sektoral, pembiayaan perbankan syariah utamanya
ditujukan ke sektor lain-lain serta jasa dunia usaha dengan pangsa masing-
masing mencapai 40,94% dan 21,86%. Pembiayaan sektor lain yang juga relatif
besar salurkan ke sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan kelapa
sawit.
5. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S)
Secara umum kegiatan usaha BPR/S dalam triwulan laporan menunjukkan
perkembangan yang relatif membaik dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kondisi ini terlihat dari meningkatnya aset BPR/S, DPK dan kredit yang
disalurkan. Aset BPR/S Riau per Maret 2012 mencapai Rp972,28 miliar atau
meningkat 5,64% dibandingkan dengan triwulan IV-2011. Peningkatan ini
didorong oleh penghimpunan DPK dan kredit dimana pada triwulan laporan
masing-masing mengalami kenaikan sebesar 6,60% dan 6,14%.
Tabel 3.15. Indikator Kinerja Utama BPR/S di Provinsi Riau (dalam Rp juta)
Sementara itu, di sisi risiko, terjadi kenaikan risiko kredit bermasalah yakni dari
8,22% menjadi 10,51%. Hal ini utamanya disebabkan oleh belum optimalnya
kinerja debitur BPR mengingat sebagian besar segmen kreditnya berada pada
sektor informal. Tingkat NPLs ini sepatutnya menjadi perhatian bagi BPR/S di
Riau karena dapat mengakibatkan tingkat Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
memburuk yang pada akhirnya berpotensi menurunkan tingkat kesehatan
bank dan mengganggu fungsi intermediasi bank.
6. Perkembangan Penyaluran KUR
Kredit Usaha Rakyat yang disalurkan oleh 6 (enam) bank pelaksanaan KUR di
Riau hingga triwulan I-2012 telah mencapai Rp2,26 triliun, naik 15,30% (qtq)
2012
I II III IV I
1. Jumlah BPR/S 30 30 31 33 33
2. Asset 809,851 844,510 868,416 920,404 972,275
3. DPK 592,750 609,595 624,634 642,785 685,220
- Tabungan 284,186 299,335 296,773 302,472 317,379
- Deposito 308,564 322,723 327,861 340,313 367,841
4. Kredit 539,622 581,244 601,015 617,548 655,469
5. LDR 91.04% 95.35% 96.22% 96.07% 95.66%
6. NPLs 8.46% 7.95% 8.75% 8.22% 10.51%
Keterangan2011
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
46
atau berada pada urutan ke-7 di tingkat nasional dan ke-2 di Sumatera. KUR
yang disalurkan di Riau mencakup sekitar 3,23% dari total penyaluran KUR
secara nasional yang tercatat sebesar Rp69,92 triliun. Adapun jumlah debitur
penerima KUR di Provinsi Riau s.d triwulan I-2012 tercatat sebesar 101.284
jiwa. Dengan demikian, rata-rata KUR yang disalurkan meningkat 6,86%
dibandingkan dengan per Desember 2011 menjadi Rp22,27 juta/jiwa.
Tabel 3.16. Perkembangan Penyaluran KUR di Riau
Sumber: Kantor Menko Perekonomian
7. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
7.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow)
Peredaran uang kartal sebagai terlihat dari uang masuk (inflow)5 dan uang
keluar (outflow) di Riau pada triwulan laporan secara umum relatif menurun
bila dibandingkan dengan triwulan IV-2011. Permintaan uang kartal di Riau
sebagaimana tercermin dari nilai outflow tercatat sebesar Rp1,57 triliun atau
turun 24,32% dibandingkan triwulan sebelumnya.
Meskipun menurun secara triwulanan, jumlah outflow di Riau pada triwulan
laporan menunjukkan kenaikan yang signifikan jika dibandingkan dengan
triwulan I-2011 yang tercatat sebesar Rp478,62 miliar. Hal ini diperkirakan
sejalan dengan meningkatnya aktivitas perekonomian sehingga berbanding
lurus dengan tingkat outflow di Riau.
Sementara, nilai inflow tercatat sebesar Rp1,08 triliun atau naik 47,39%
dibandingkan triwulan sebelumnya. Dengan demikian, pada triwulan laporan,
transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau masih menunjukkan net outflow
dengan nilai mencapai Rp488,44 miliar.
5 Inflow-outflow adalah uang tunai yang diterima dan dikeluarkan melalui Bank Indonesia Pekanbaru.
2012
I II III IV I
Kredit Usaha Rakyat 1,201,474 1,350,395 1,758,759 1,963,716 2,255,137
- Jumlah Debitur 66,212 72,446 81,187 94,246 101,284
- Rata-rata (Rp juta/jiwa) 18.15 18.64 21.66 20.84 22.27
Indikator2011
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
47
Grafik 3.13. Perkembangan Inflow dan Outflow
7.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar
Sejalan dengan upaya pemenuhan jumlah nominal yang cukup menurut jenis
pecahan dan dalam kondisi layak edar (Clean Money Policy) di tingkat
masyarakat, Bank Indonesia secara rutin melakukan kegiatan pemusnahan
uang yang sudah tidak layak edar (UTLE) baik yang berasal dari setoran bank
maupun penukaran uang dari masyarakat, serta menggantinya dengan uang
yang layak edar (fit for circulation). Dalam triwulan laporan, jumlah Pemberian
Tanda Tidak Berharga (PTTB) di Provinsi Riau mencapai Rp477 miliar atau
menurun sebesar Rp170 miliar dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Grafik 3.14. Perkembangan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) di Bank
Indonesia Pekanbaru (Rp miliar)
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2008 2009 2010 2011 2012
Rp
mili
ar
Inflow Ouflow Net outflow
477
-
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Rp
milia
r
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
48
7.3. Uang Palsu
Jumlah dan nilai nominal uang palsu yang ditemukan di Bank Indonesia
Pekanbaru pada triwulan laporan tercatat mengalami kenaikan bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I-2012, jumlah uang
palsu yang ditemukan tercatat sebanyak 84 lembar dengan nilai nominal
sebesar Rp5,43 juta.
Uang palsu yang masuk dalam triwulan laporan terdiri dari pecahan
Rp100.000 sebanyak 27 lembar, Rp50.000 sebanyak 53 lembar dan sisanya
sebanyak 4 lembar merupakan pecahan Rp20.000. Penemuan uang palsu
tersebut berdasarkan permintaan klarifikasi dari perbankan dan masyarakat
kepada Bank Indonesia Pekanbaru dan sebagian dari hasil setoran perbankan
ke Bank Indonesia.
Grafik 3.15. Perkembangan Peredaran Uang Palsu di Riau
Dalam upaya meningkatkan awareness masyarakat dalam mengidentifikasi
keaslian uang rupiah, Bank Indonesia Pekanbaru secara rutin melakukan
sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada setiap lapisan
masyarakat termasuk kalangan perbankan melalui penerapan prinsip 3D
(Dilihat, Diraba, Diterawang). Bank Indonesia juga melakukan sosialisasi
bagaimana cara memperlakukan uang secara baik guna memperpanjang usia
manfaat fisik dari uang dengan memperkenalkan prinsip 3D Plus (Didapat,
Disimpan, Disayang).
84
5,43
-10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
-
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Rp
juta
Lembar (kanan) Nominal (kiri)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
49
8. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
8.1. Transaksi Kliring
Transaksi pembayaran non tunai melalui kliring dalam triwulan laporan
mengalami penurunan dari sisi nilai nominal, sedangkan jumlah warkat yang
digunakan mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan
triwulan IV-2011. Transaksi nominal kliring pada triwulan I-2012 tercatat
sebesar Rp7,29 triliun, atau turun 4,62% dibandingkan dengan triwulan IV-
2011. Meskipun demikian, nominal transaksi kliring yang tercatat di Provinsi
Riau selama triwulan I-2012 lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai pada
triwulan yang sama tahun sebelumnya (Rp6,83 triliun). Sementara itu, jumlah
warkat yang digunakan pada triwulan laporan mencapai 286.147 lembar atau
meningkat sebesar 7,56% secara triwulanan.
Grafik 3.16. Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau
8.1. Real Time Gross Settlement (RTGS)
Transaksi non tunai melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
(BI-RTGS) pada triwulan I-2012 di Riau secara umum relatif menurun. Dari sisi
nominal, nilai transaksi BI-RTGS di Provinsi Riau pada triwulan laporan
mencapai Rp53,91 triliun atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Sementara itu, dari sisi volume, jumlah warkat transaksi BI-RTGS
di Riau pada triwulan laporan mencapai 62.391 warkat atau lebih tinggi
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
160.000
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2007 2008 2009 2010 2011 2012
nominal (kiri) warkat (kanan)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
50
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara umum, berdasarkan
wilayahnya, sebagian transaksi BI-RTGS di Riau utamanya masih terkonsentrasi
di Kota Pekanbaru sejalan dengan tingginya geliat aktivitas kegiatan usaha di
kota tersebut.
Tabel 3.17. Perkembangan Nilai Transaksi BI-RTGS di Riau Triwulan I-2012
(dalam Rp miliar)
Tabel 3.18. Perkembangan Volume Warkat BI-RTGS di Riau Triwulan I-2012
From To From - To Kumulatif From To From - To KumulatifBengkalis 631 1,127 251 1,758 294 730 142 1,023 Dumai 2,277 1,666 360 3,943 1,998 1,559 305 3,558 Indragiri Hulu - 1 - 1 0 17 0 17 Indragiri Hilir 0 20 - 20 1 4 - 5 Kampar 8 421 1 429 14 345 0 359 Kuantan Singingi - 0 - 0 - 1 - 1 Pekanbaru 41,040 28,673 11,502 69,713 25,874 22,543 6,157 48,417 Pelalawan 2 7 1 9 1 9 - 10 Rokan Hulu - 2 - 2 - 3 - 3 Rokan Hilir 30 3 - 32 39 2 - 40 Siak 228 639 19 867 93 382 4 475
RIAU 43,136 31,652 11,945 76,774 28,313 25,595 6,610 53,909
I-2012IV-2011Jumlah Nominal
Kab/Kota
From To From - To Kumulatif From To From - To KumulatifBengkalis 1,508 626 233 2,134 1,010 471 121 1,481 Dumai 1,441 1,114 995 2,555 3,087 2,638 667 5,725 Indragiri Hulu - 4 - 4 66 23 1 89 Indragiri Hilir 3 13 - 16 74 5 - 79 Kampar 471 156 18 627 458 144 9 602 Kuantan Singingi - 3 - 3 - 5 - 5 Pekanbaru 8,381 11,375 2,750 19,756 21,095 31,500 7,619 52,595 Pelalawan 3 45 1 48 14 52 - 66 Rokan Hulu - 20 - 20 - 18 - 18 Rokan Hilir 927 51 - 978 872 59 - 931 Siak 636 374 20 1,010 475 325 23 800
RIAU 13,370 13,781 4,017 27,151 27,151 35,240 8,440 62,391
I-2012IV-2011Jumlah Warkat
Kab/Kota
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah
51
1. Kondisi Umum
Penyerapan anggaran pendapatan pemerintah provinsi Riau sampai dengan
Maret 2012 mencapai Rp675,72 miliar atau mencapai 12,31%. Di sisi lain,
realisasi anggaran belanja pemerintah provinsi Riau sampai dengan
Maret 2012 tercatat sebesar Rp384,94 miliar atau sekitar 6,05% dari rencana
anggaran belanja tahun 2012. Secara umum, baik realisasi pendapatan
maupun belanja daerah Provinsi Riau relatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Bab 4 KONDISI KEUANGAN
DAERAH
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah
52
2. Realisasi APBD
Realisasi pendapatan Provinsi Riau sampai dengan triwulan I-2012 tercatat
sebesar Rp675,73 miliar atau mencapai 12,31% dari target yang ditentukan
sebesar Rp5,49 triliun. Sementara itu, jumlah anggaran belanja yang telah
direalisasikan sampai dengan triwulan I-2012 telah mencapai Rp384,95 miliar
atau mencakup sekitar 6,05% terhadap alokasi anggaran belanja tahun 2012
yang mencapai Rp6,37 triliun. Realisasi anggaran belanja pada triwulan I-2012
ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi anggaran pada
triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 8,21%.
Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Provinsi Riau Triwulan I-2012 (Rp miliar)
Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau
Jumlah realisasi pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan belanja
mendorong anggaran Provinsi Riau pada triwulan I-2012 tercatat mengalami
surplus sebesar Rp290,78 miliar. Sementara, mengingat masih belum adanya
realisasi pembiayaan maka sampai dengan triwulan I-2012 Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran (SILPA) Provinsi Riau berada pada level yang positif
yakni sebesar Rp290,78 miliar.
2.1. Realisasi Pendapatan
Porsi realisasi anggaran pendapatan Provinsi Riau sampai dengan
triwulan I-2012 sebagian besar berasal dari pendapatan asli daerah yaitu
sebesar Rp382,08 miliar, diikuti oleh pendapatan yang sah dan dana
perimbangan sebesar masing-masing sebesar Rp152,78 miliar dan
Rp140,87 miliar. Realisasi pendapatan asli daerah Riau pada triwulan I-2012
2011
Alokasi
Anggaran
Nilai
Realisasi
Realisasi
Tw I (%)
Realisasi
Tw I (%)Pendapatan 5.487,78 675,73 12,31 25,49Belanja 6.366,66 384,95 6,05 8,21
Surplus / Defisit (878,88) 290,78 6,27
Pembiayaan - Penerimaan Daerah 953,88 0,00 0,00 142,15 - Pengeluaran Daerah 75,00 0,00 0,00 21,43Pembiayaan Netto 878,88 0,00 0,00 186,08
SILPA - 290,78 - -
Uraian
2012
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah
53
tercatat relatif lebih rendah jika dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya.
Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Triwulan I-2012 (Rp miliar)
Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau
Sebagian besar (82,16%) dari realisasi pendapatan asli daerah utamanya
berasal dari pendapatan pajak daerah yang mencapai mencapai Rp382,08
miliar atau sekitar 20,94% dari target yang ditentukan. Sementara, dari dana
perimbangan, sebagian besar realisasinya berasal dari dana alokasi umum
yang tercatat sebesar Rp122,29 miliar serta dana bagi hasil pajak/bukan pajak
(sumber daya alam) yaitu sebesar Rp18,58 miliar.
2.2. Realisasi Belanja
Realisasi anggaran belanja Provinsi Riau sampai dengan triwulan I-2012
tercatat sebesar Rp384,94 miliar atau sekitar 6,05% dari rencana anggaran
belanja tahun 2012. Realisasi anggaran belanja pada triwulan I-2012 ini relatif
lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi anggaran pada triwulan yang
sama tahun sebelumnya yakni sebesar 8,21%.
Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Triwulan I-2012 (Rp miliar)
Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau
Realisasi anggaran belanja tidak langsung pada triwulan laporan telah
mencapai 9,17% atau lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi anggaran
pada periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi anggaran belanja tidak
langsung Pemerintah Provinsi Riau sebagian besar diserap dalam bentuk
2011
Alokasi
Anggaran
Nilai
Realisasi
Realisasi
Tw I (%)
Realisasi
Tw I (%)Pendapatan Asli Daerah 1.824,50 382,08 20,94 25,26
Dana Perimbangan 2.999,00 140,87 4,70 26,47
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah 664,27 152,78 23,00 0,00
Pendapatan 5.487,78 675,73 12,31 25,49
Uraian
2012
2011
Alokasi
Anggaran
Nilai
Realisasi
Realisasi
Tw I (%)
Realisasi
Tw I (%)
Belanja Tidak Langsung 3.221,36 295,25 9,17 7,81Belanja Langsung 3.145,29 89,70 2,85 8,49
Belanja 6.366,66 384,95 6,05 8,21
Uraian
2012
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah
54
belanja pegawai dan belanja hibah yaitu masing-masing sebesar
Rp136,72 miliar dan Rp158,24 miliar. Sementara itu, pada komponen belanja
langsung, realisasi tersebut utamanya diserap dalam bentuk belanja barang
dan jasa dengan realisasi sebesar Rp38,91 miliar pada triwulan I-2012.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Daerah
55
1. Kondisi Umum
Perkembangan ketenagakerjaan di Provinsi Riau pada triwulan laporan
menunjukkan hal yang menggembirakan. Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) Riau pada awal tahun 2012 tercatat sebesar 5,17% atau merupakan
yang terendah selama kurun waktu 6 tahun terakhir. Pesatnya kegiatan
aktivitas dunia usaha di Riau diperkirakan menjadi salah satu faktor
pendorong menurunnya kondisi tersebut. Di sisi lain, tingkat kesejahteraan
daerah sebagaimana tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) juga menunjukkan
kenaikan yang dipicu oleh trend peningkatan harga komoditas unggulan serta
inflasi yang relatif terkendali.
Bab 5
PERKEMBANGAN
KETENAGAKERJAAN DAERAH
MONETER, PERBANKAN
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Daerah
56
2. Ketenagakerjaan
Tingkat pengangguran di Provinsi Riau dalam triwulan laporan menunjukkan
perkembangan yang menggembirakan. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Riau pada tahun 20121 tercatat sebesar 5,17% mengalami penurunan yang
cukup signifikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya
yang mencapai 7,15% atau merupakan yang terendah selama 6 tahun
terakhir (2007-2012). Jika dilihat dari sisi jumlah pengangguran juga
mengalami penurunan yakni dari 185.909 jiwa pada tahun sebelumnya
menjadi 135.639 jiwa.
Di sisi lain, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Riau per Februari 2012
tercatat sebesar 66,91% atau relatif lebih rendah dibandingkan dengan tahun
2011 lalu yang mencapai 68,36% namun masih lebih tinggi bila dibandingkan
rata-rata TPAK 2007-2010 yang mencapai 63,20%. Relatif tingginya TPAK
yang disertai dengan menurunnya TPT dalam triwulan laporan diindikasikan
erat kaitannya dengan momentum penyelenggaran PON ke-18. Sebagaimana
diketahui hingga saat ini masih berlangsung pembangunan berbagai proyek
infrastruktur seperti jalan, bangunan, dan gedung olahraga yang diperkirakan
membutuhkan banyak tenaga kerja.
Grafik 5.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran (%)
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
1 Februari
Aug-07 Feb-08 Feb-09 Feb-10 Feb-11 Feb-12
TPAK (kanan) 62,55 62,48 64,02 63,74 68,36 66,91
TPT (kiri) 9,79 9,35 8,96 7,21 7,17 5,17
59,00
60,00
61,00
62,00
63,00
64,00
65,00
66,00
67,00
68,00
69,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
11,00
%
%
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Daerah
57
Meningkatnya perekonomian Riau telah memberikan daya tarik ekonomi yang
cukup kuat bagi para pekerja baik yang berasal dari dalam maupun luar
Provinsi Riau. Kondisi tersebut diperkirakan telah memicu migrasi pekerja dari
lintas provinsi sehingga secara tidak langsung mendorong peningkatan jumlah
penduduk usia produktif di Provinsi Riau2. Pada triwulan laporan, jumlah
penduduk tersebut tercatat sebesar 3,92 juta jiwa atau naik 125.880 jiwa dari
tahun sebelumnya. Dengan meningkatnya jumlah penduduk usia produktif,
maka total angkatan kerja Riau per Februari 2012 tercatat sebesar 2,62 juta
jiwa atau meningkat 1,13% dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 5.1. Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama (Jiwa)
Sumber : BPS Provinsi Riau
Jika dilihat berdasarkan lapangan usahanya, maka jumlah penduduk usia kerja
terbesar utamanya terkonsentrasi pada sektor pertanian dengan porsi
mencapai 44,80% atau meningkat dibandingkan dengan periode
sebelumnya. Hal tersebut tentunya sejalan dengan cerahnya perkembangan di
sektor pertanian terutama sub sektor tanaman perkebunan.
Sektor lain yang juga menyerap jumlah tenaga kerja dari penduduk usia kerja
adalah sektor perdagangan. Hal ini juga didukung oleh tingginya
pertumbuhan sektor ini terutama semakin membaiknya kinerja ekspor Riau.
Kondisi ini juga ditunjukkan dengan semakin meningkatnya pangsa jumlah
penduduk usia kerja yang bekerja di sektor ini yaitu dari 21,21% menjadi
21,51%.
2 Penduduk berusia 15 tahun keatas yang merupakan angkatan kerja dan telah bekerja
Feb-08 Feb-09 Feb-10 Feb-11 Feb-12
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas (Jiwa) 3.575.840 3.599.336 3.682.863 3.794.782 3.920.662
Bekerja 2.025.384 2.097.955 2.178.403 2.408.204 2.487.857
Pengangguran 208.931 206.471 169.164 185.909 135.639
Total Angkatan Kerja 2.234.315 2.304.426 2.347.567 2.594.113 2.623.496
Total Bekerja Tidak Penuh 623.810 775.175 795.884 882.404 1.001.104
Bukan Angkatan Kerja 1.341.525 1.294.910 1.355.296 1.200.669 1.297.166
62,48 64,02 63,74 68,36 66,91
9,35 8,96 7,21 7,17 5,17
TPAK (%)
TPT (%)
Kegiatan Utama
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Daerah
58
Grafik 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama Tahun 2011-2012
Sumber : BPS Provinsi Riau
Berdasarkan status pekerjaannya, sebagian besar penduduk usia kerja di
provinsi Riau bekerja sebagai buruh/karyawan. Pangsanya juga mengalami
peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya yaitu dari 37,39%
menjadi 37,80%, diikuti oleh penduduk usia kerja yang berusaha sendiri yaitu
mencapai 20,72%. Namun pangsanya mengalami penurunan dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang mencapai 22,11%.
Tabel 5.3. Penduduk Usia Kerja Menurut Status Pekerjaan Utama (%)
Sumber : BPS Provinsi Riau
3. Kesejahteraan
Salah satu indikator yang digunakan dalam mengukur tingkat kesejahteraan
petani adalah NTP3. Indikator ini dibangun dengan mengukur kemampuan
3 NTP adalah perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani dan dinyatakan dalam bentuk persentase
Pertanian PerdaganganJasa
KemasyarakatanIndustri
Angkutan & Perdagangan
lainnya
2011 43,65 21,21 16,77 6,14 4,41 7,82
2012 44,80 21,51 15,80 5,99 3,98 7,93
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
50,00
%
Berusaha Sendiri
Berusaha Dibantu
Buruh Tdk Tetap
Berusaha Dibantu
Buruh Tetap
Buruh/Karyawan
Pekerja Bebas Pertanian
Pekerja bebas Non Petani
Pekerja Tdk Dibayar
2011 22,11 13,94 5,07 37,39 5,03 1,43 15,03
2012 20,72 14,17 5,85 37,8 3,91 2,4 15,15
0
5
10
15
20
25
30
35
40
%
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Daerah
59
tukar dari produk yang dihasilkan oleh petani dengan produk yang
dibutuhkan oleh petani baik untuk proses produksi maupun untuk konsumsi
rumah tangga petani. Semakin tinggi NTP mengindikasikan semakin
meningkatnya daya tukar (term of trade) petani sehingga tingkat kehidupan
petani juga akan mengalami peningkatan.
Indeks NTP di Provinsi Riau pada triwulan I-2012 cenderung mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini
mengindikasikan semakin meningkatnya daya tukar petani dari produk yang
dihasilkan terhadap produk yang dibutuhkan. Peningkatan ini utamanya
terjadi karena lebih kecilnya biaya yang harus dibayar petani dibandingkan
dengan hasil yang diterimanya. Kondisi ini telah memberikan dampak yang
cukup signifikan pada peningkatan kesejahteraan petani.
Grafik 5.4. Perkembangan NTP Riau Triwulan I-2012
Grafik 5.5. Pertumbuhan NTP (yoy) Riau Triwulan I-2012
Sumber : BPS Provinsi Riau Sumber : BPS Provinsi Riau
Lebih lanjut, NTP Riau secara tahunan pada triwulan laporan tercatat tumbuh
sebesar 0,78 (yoy) atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan akhir tahun
2011 yang mengalami kontraksi sebesar 0,66%. Kondisi tersebut diperkirakan
didukung oleh trend peningkatan harga komoditas unggulan Riau khususnya
CPO disertai dengan terjaganya tingkat inflasi di pedesaan.4
4 Indikator ini dilihat dari inflasi pedesaan Riau pada bulan Maret mencapai 1,98% (yoy) atau menurun jika dibandingkan dengan inflasi pedesaan akhir tahun yang mencapai 3,14% (yoy.)
80,00
90,00
100,00
110,00
120,00
130,00
140,00
IT
IB
NTP
(2,00)
(1,00)
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
%%
yoy.IT
yoy.IB
yoy.NTP (kanan)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
60
1. PROSPEK MAKRO REGIONAL
Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II-2012 diperkirakan akan relatif
stabil. Kondisi ini diindikasikan akan dipengaruhi oleh stabilnya permintaan
domestik terutama investasi dan produksi sektor primer terutama pada sub sektor
tanaman perkebunan sejalan dengan mulai masuknya siklus panen puncak yang
akan berlangsung pada triwulan mendatang. Secara tahunan, dengan
memasukkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan II-2012
diperkirakan tumbuh relatif stabil pada kisaran 5,0%-5,40% (yoy). Sementara itu,
dengan mengeluarkan unsur migas pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan
tumbuh pada kisaran 7,3%-7,5% (yoy).
PROSPEK PEREKONOMIAN
DAERAH
Bab 6
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
61
Tabel 6.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II-2012
Sumber : BPS Provinsi Riau Keterangan :***) Angka Sangat Sementara, p) Perkiraan Bank Indonesia
Dari sisi penggunaan, daya beli masyarakat diperkirakan masih akan relatif terjaga.
Sebagaimana diketahui, permasalahan politik yang timbul di negara maju telah
mengakibatkan spekulasi meningkatnya harga energi khususnya minyak dunia.
Kondisi ini diperkirakan akan mengakibatkan harga energi subtitusi nabati seperti
minyak sawit mentah (CPO) akan meningkat. Dengan meningkatnya harga CPO
dunia maka diperkirakan pendapatan eksportir CPO dari Riau juga relatif
meningkat mengingat kebutuhan CPO di beberapa negara konsumen terbesar
diperkirakan akan mengalami kenaikan (Grafik 6.2).
Selain ditopang oleh terjaganya daya beli, kinerja investasi yang masih stabil juga
diperkirakan menjadi salah satu motor penggerak Riau sejalan dengan perhelatan
momentum PON ke-18 yang akan berlangsung pada triwulan III-2012. Hingga saat
ini, masih berlangsung pembangunan berbagai proyek infrastruktur bangunan
seperti gedung olahraga, bandara udara, jalan layang serta penginapan.
Grafik 6.1. Perkembangan Curah Hujan di Provinsi Riau
Grafik 6.2. Perkembangan Konsumsi Negara Konsumen CPO Terbesar
Sumber : United States Department of Agriculture (USDA) Sumber : United States Department of Agriculture (USDA)
Sementara, dari sisi sektoral, sektor perdagangan diindikasikan masih akan menjadi
motor penggerak perekonomian pada triwulan mendatang sejalan dengan
meningkatnya aktivitas perekonomian baik yang berasal dari perdagangan
I II III IV I II III IV I II)p
Total 2,90 3,77 4,76 5,22 4,04 3,44 3,93 4,63 5,02 5,0 - 5,4
Tanpa Migas 6,01 6,75 7,95 7,84 7,51 7,54 7,64 7,40 7,36 7,3 - 7,5
20122011***2010***Pertumbuhan
41.000
42.000
43.000
44.000
45.000
46.000
47.000
48.000
49.000
50.000
51.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
De
c-0
9
Feb
-10
Ap
r-1
0
Jun
-10
Au
g-1
0
Oct
-10
De
c-1
0
Feb
-11
Ap
r-1
1
Jun
-11
Au
g-1
1
Oct
-11
De
c-1
1
Feb
-12
Ap
r-1
2
MT
MT
India ChinaEU-27 IndonesiaTotal (kanan)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
62
domestik (pemanfaatan momentum PON ke-18) maupun perdagangan
internasional (ekspor dan impor).
Beberapa hal yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi Riau mencapai
batas bawah (downside risks) antara lain diantaranya adalah meningkatnya bea
keluar ekspor CPO dan kemungkinan peningkatan inflasi yang dapat menggerus
daya beli masyarakat secara umum khususnya masyarakat golongan miskin dan
berpenghasilan tetap. 1
2. PERKIRAAN INFLASI
Perkembangan inflasi Kota Pekanbaru pada triwulan mendatang diproyeksikan
berada pada kisaran 4,8% - 5,20% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi
diperkirakan berkisar 0,4% - 0,80% (qtq). Kondisi ini utamanya disebabkan oleh
kemungkinan adanya penyesuaian ongkos angkut di Riau serta meningkatnya
ekspektasi inflasi terkait rencana kenaikan BBM bersubsidi terutama di tingkat
pelaku usaha. Berdasarkan hasil pertemuan TPID Riau, diketahui bahwa ORGANDA
Riau akan tetap melakukan penyesuaian tarif angkut dengan kisaran 30%-35%
dan 20%-25% (jika rencana kenaikan BBM bersubsidi batal direalisasikan).
Tabel 6.2. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Triwulan II-2012
Sumber : BPS Provinsi Riau, Keterangan : p) Proyeksi Bank Indonesia
Beberapa faktor lain yang diperkirakan akan mempengaruhi tekanan inflasi pada
triwulan mendatang antara lain (i) masih kuatnya permintaan domestik sejalan
dengan masih berlangsungnya percepatan pembangunan infrastruktur pendukung
PON, (ii) risiko gangguan distribusi pasokan terkait dengan belum membaiknya
kualitas infrastruktur jalan di Provinsi Riau, (iii) trend penguatan harga emas dunia
yang berpotensi memberikan tekanan inflasi inti, dan (iv) meningkatknya ekspektasi
inflasi di tingkat pedagang akibat gangguan produksi bahan pangan strategis pada
sentra produksi utama.
1 Melalui Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 16/M-DAG/Per/3/2012 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor atas Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar ditetapkan bahwa bea keluar ekspor CPO bulan April 2012 naik menjadi 18% dibandingkan periode dua periode sebelumnya yang tercatat sebesar 16,5%.
I II III IV I II III IV I II)p
yoy,% 2,26 4,58 4,72 7,00 7,76 5,61 6,10 5,09 3,97 4,8 - 5,2
qtq,% 0,79 1,72 1,83 2,48 1,51 -0,30 2,30 1,50 0,66 0,4 - 0,8
20122011***2010***Inflasi
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah
xv
Aktiva Produktif
Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan
menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit,
penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan
surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari
masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot
risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot
yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan.
Kualitas Kredit
Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan
kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas
yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro,
tabungan atau deposito.
DAFTAR ISTILAH
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah
xvi
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana
yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum
konvensional.
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Inflasi Administered Price
Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam
kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan bakar).
Inflasi Inti
Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran aggregat and permintaan
agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan ekspektasi
masyarakat.
Inflasi Volatile Food
Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam
kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya beras).
Kliring
Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta
kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang
perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet
Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan
penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada
penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang
memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan
hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja
yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara
nasional.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah
xvii
Kliring Kredit
Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung oleh
bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa menyampaikan
fisik warkat (paperless).
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima
(giro, tabungan dan deposito).
Net Interest Income (NII)
Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.
Non Core Deposit (NCD)
Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Dalam
laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 10%
deposito berjangka waktu 1-3 bulan.
Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)
Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan
dan Macet
Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul
dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan
dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang
dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15%
dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk
kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit macet
(setelah dikurangi agunan).
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total
kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin
rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah
xviii
Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net
Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan
Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)
Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika
(real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat
bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)
Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit
yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.