Jurnal Nefropati DM_allda

download Jurnal Nefropati DM_allda

If you can't read please download the document

Transcript of Jurnal Nefropati DM_allda

NEFROPATI DIABETIKAA. DEFINISI Nefropati Diabetika adalah sindrom klinis pada pasien diabetes mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 lg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan, penurunan kecepatan filtrasi glomerulus yang tidak fleksibel dan peningkatan tekanan darah arterial tetapi tanpa penyakit ginjal lainnya atau penyakit kardiovaskuler 11. Merupakan suatu penyakit ginjal akibat penyakit DM yang merupakan penyebab utama gagal ginjal di Eropa dan USA.5 Nefropati diabetikum, juga dikenal dengan sebutan Sindrom Kimmelstiel-Wilson dan Glomerulonefritis interkapiler. Sindrom ini ditemukan oleh peneliti Inggris Clifford Wilson (1906-1997) dan peneliti Amerika kelahiran jerman Paul Kimmelstiel (19001970).Gambar 1. Kapiler Glomerulus Normal Dan Dengan ProteinuriaB. EPIDEMIOLOGI Diabetes mellitus mengambil peran sebesar 30-40% sebagai penyebab utama stadium akhir penyakit ginjal kronis di Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa yang diawali dengan nefropati diabetikum 2. Progresivitas nefropati diabetikum mengarah stadium akhir penyakit ginjal dipercepat dengan adanya hipertensi3. Angka kejadian nefropatidiabetikum pada diabetes mellitus tipe 1 dan 2 sebanding, tetapi insiden pada tipe 2 sering1lebih besar daripada tipe 1 karena jumlah pasien diabetes mellitus tipe 2 lebih banyak daripada tipe 1. Pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan end-stage renal disease (ESRD) jumlahnya saat ini meningkat karena meningkatnya pula prevalensi diabetes mellitus tipe 2 dan secara progresif akan menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah 4. Insidensi nefropati diabetikum terutama banyak terjadi pada ras kulit hitam dengan frekuensi 3-6 kali lipat lebih tinggi dibanding dengan ras kulit putih. Sementara itu, tidak ada perbedaan yang begitu signifikan kejadian nefropati diabetikum antara pria dan wanita 1. Prognosis yang buruk akan muncul apabila terjadi progresi nefropati diabetikum dan memburuknya fungsi ginjal yang cepat sehingga menyebabkan mortalitas 70 100 kali lebih tinggi dari pada populasi normal. Bahkan dengan upaya dialisa, kelangsungan hidupnya pun masih rendah yaitu sepertiga pasien meninggal dalam satu tahun setelah dimulai dialisa. Pasien nefropati diabetikum yang menjalani terapi penggantian ginjal, morbiditasnya 2-3 kali lebih tinggi dibanding pasien nondiabetikum dengan penyakit ginjal stadium akhir 6. Penelitian di luar negeri pada penderita diabetes mellitus tipe 1 menyatakan bahwa 30-40% dari penderita ini akan berlanjut menjadi nefropati diabetikum dini dalam waktu 5-15 tahun setelah diketahui menderita diabetes. Apabila telah berlanjut menjadi nefropati diabetikum, maka perjalanan penyakit tidak dapat dihambat lagi. Dengan demikian setelah 20-30 tahun menderita diabetes maka sekitar 40-50% akan mengalami gagal ginjal yang membutuhkan cuci darah dan transplantasi ginjal 7. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 diperkirakan sekitar 5-10% dari penderita akan menjadi gagal ginjal terminal. Secara persentasi tidak terlalu besar, tetapi mengingat jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 lebih banyak maka secara keseluruhan jumlah penderita penderita gagal ginjal terminal pada penderita diabetes melitus tipe 2 akan lebih banyak 8. C. KLASIFIKASI Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada diabetes mellitus lebih banyak dipelajari pada diabetes mellitus tipe 1 daripada tipe 2, dan oleh Mogensen dibagi menjadi 5 tahapan 5.Tabel 2. Tahapan Nefropati Diabetikum Oleh MogensenTahap Kondisi Ginjal 1 Hipertrofi 2 3 4 5 Hiperfungsi Kelainan Struktur Mikroalbuminuria Persisten Proteinuria UremiaAER N NLFGTD N /NPrognosis Reversible Mungkin Reversible Mungkin Reversible Mungkin Bisa Stabilisasi Kesintasan tahun + 50%20-200 mg/menit /N Rendah Tinggi/Rendah < ml/menit HipertensiMakroalbuminuria >200 mg/menit 10 HipertensiAER = Albumin Excretion Rate, LFG = Laju Filtrasi Glomerulus (GFR), N = Normal, TD = Tekanan Darah Tahap I (Stadium Hiperfiltrasi) Terjadi hiperfiltrasi dan hipertrofi glomerulotubulus pada saat diagnosis ditegakkan. Laju filtrasi glomerulus dan laju ekskresi albumin dalam urin meningkat 5. Pada tahap ini LFG meningkat sampai 40% diatas normal dan disertai pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal. Tahap ini reversible dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal didiagnosis diabetes mellitus. Dengan pengendalian glukosa darah yang ketat, kelainan fungsi maupun struktur ginjal kembali normal. Tahap II (Stadium Silent) Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, LFG tetap meningkat, tekanan darah normal dan eksresi albumin dalam urin relative normal (140-160 mg/dl atau 7,7-7,8 mmol/l) AIC > 7-8% dapat mendesak matriks plasminogen, sehingga degradasi mesangium terhambat dengan akibat ekspansi mesangium yang merupakan tanda histopatologis yang khas untuk nefropati diabetikum. 2. Glycated albumin secara langsung merangsang sintesis matriks protein seperti kolagen IV (kolagen IV berperan pada mesangial expansion) 3. Faktor-faktor genetis 4. Kelainan renal hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus). Dilatasi arteriol afferent disebabkan oleh hilangnya autoregulatory capacity. Sedangkan konstriksi arterial efferent merupakan konsekuensi dari angiotensin-II, norepinephrine, dan vasopressin. Tahap lanjut dari proses tersebut ialah peningkatan intraglomerular capillary pressure yang merangsang pelepasan sitokin 5. Hipertensi sistemik 6. Sindroma resistensi insulin (sindroma metabolik) 7. Keradangan 8. Perubahan permeabilitas pembuluh darah 9. Asupan protein berlebih 10.Gangguan metabolik (kelainan metabolism polyol, pembentukan advanced glycation end products, peningkatan produksi sitokin). Sitokin (ET1, VPF1, TGF-, angiotensin-II, PDGF) dirangsang sintesisnya oleh radikal bebas (radikal bebas hidroksil dan oksigen). 11.Pelepasan growth factor 12. Kelainan metabolisme karbohidrat/lemak/protein 13. Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan membrane basalis glomerulus) 14.Gangguan ion pumps (peningkatan pompa Na+-H+ dan penurunan pompa Ca2+18.ATPase) 15. Hiperlipedimia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia) 16.Mileu hiperglikemia (langsung melalui osmotic barrier), AGE (Advanced Glycosylated Endproducts), Glycated albumin, dan Peningkatan intraglomerular pressure bersama-sama merangsang pelepasan radikal bebas. 17.Aktivasi protein kinase C F. HISTOPATOLOGI Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan membrane basalis, ekspansi mesangium (berupa akumulasi matriks ekstraselular; penimbunan kolagen tipe IV, laminin dan fibronectin) yang kemudian akan menimbulkan glomerulosklerosis noduler dan atau difus (Kimmelstiel-Wilsen), hyalinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubulointerstitial 5. Menurut patologi anatominya, dibagi menjadi: 1. Glomerulosklerosis Noduler (Kimmelstiel-Wilson, 1936), suatu glomerulosklerosis interkapiler; bentuk noduler inilah yang khas untuk diabetes mellitus. 2. Glomerulosklerosis Difus (Fahr, 1942), terutama menunjukkan penebalan membrana basalis glomerulus. 3. Glomeruloskierosis Eksudatif (Spuhler-Zollinger, 1943), menunjukkan lesi eksudatif atau "fibrin cap" atau "capsular drop".5,18.Gambar 3. Glomerulosklerosis Noduler (Lesi Kimmelstiel-Wilson) Dari Diabetes Mellitus.11Gambar 4. Glomerulosklerosis DifusDefisiensi insulin pada penderita diabetes mellitus akan menyebabkan ginjal bekerja hiperfungsi. Hiperfungsi ini menyebabkan ginjal menjadi hipertropi dan terjadi peningkatan tekanan intrakapiler glomerulus. Peningkatan tekanan intra kapiler menyebabkan kerusakan glomerulus sehingga terjadi glomerulosklerosis. Namun, ketika terjadi glomerulosklerosis arteriol afferen vasodilatasi dan kerusakan ini menginduksi vasokonstriksi pembuluh darah arteri sistemik sehingga terjadi peningkatan tekanan darah sistemik. Hal ini terjadi karena arteriol afferen yang secara patobiologi hipokontraktil memiliki sedikit autoregulasi. Sehingga peningkatan tekanan intraglomerulus menyebabkan peningkatan tekanan darah sistemik dan variasi ini menghasilkan gangguan hemodinamik. Peningkatan tekanan intraglomerulus menyebabkan stress mekanik. Stress mekanik menyebabkan stress fiber kemudian menyebabkan perlekatan matriks ekstraseluler hingga menimbulkan endapan matriks ekstraseluler. Endapan matriks ekstraseluler ini menstimulasi ekspresi growth factor. Growth factor berperan penting dalam perubahan glomerulus menjadi sklerosis karena mediator ini menginduksi pemecahan sementara aktin sitoskeleton dalam sel mesangial, produksi yang tinggi dari fibronectin, kolagen tipe I and IV, hipertropi sel mesangial. Angiotensin II adalah growth factor tambahan yang menstimulasi sel ginjal untuk memproduksi TGF 1 yaitu dengan cara, meningkatkan akumulasi ECM (Extra Cellular Matrix) sel mesangial yang secara primer menstimulasi ekspresi TGF 1. TGF 1 bersamaan dengan stress mekanik menginduksi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Connective Tissue Growth Factor (CTGF).Tabel 3. Karakteristik Patologi Nefropati Diabetikum Peningkatan material matriks mesangium Penebalan membrane basalis glomerulus Hialinosis arteriol aferen dan eferen Penebalan membrane basalis tubulus Atrofi tubulus Fibrosis interstitialG. DIAGNOSIS Diagnosis nefropati diabetikum dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti di bawah ini: 1. Diabetes Mellitus 2. Retinopati Diabetika 3. Albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 lg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan tanpa penyebab proteinuria yang lain. Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada: 1. Anamnesis Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas dari gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polifagi, penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka sukar sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia, impotensi. 2. Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan Mata Pada nefropati diabetikum didapatkan kelainan pada retina yang merupakan tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan Funduskopi, berupa : i.Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina ii.Mikroaneurisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah kapiler vena iii.Eksudat berupa : Hard exudates : Berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang lama.13 Cotton wool patches : Berwarna putih, tak berbatas tegas, dihubungkan dengan iskhemia retina. iv.Shunt arteri-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler. v.Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas mikroaneurisma atau pecahnya kapiler. vi.Neovaskularisasi b. Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atau CRF end stage, didapatkan perubahan pada : i.Cardiomegali ii.Edema pulmo 3. Pemeriksaan Laboratorium Albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 lg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan, penurunan kecepatan filtrasi glomerulus yang tidak fleksibel dan peningkatan tekanan darah arterial tetapi tanpa penyakit ginjal lainnya atau penyakit kardiovaskuler. Mikroalbuminuria dianggap sebagai prediktor penting untuk timbulnya nefropati diabetikum. Tabel 4. Laju Ekskresi Albumin Urin Perbandingan Kondisi Laju Ekskresi Albumin Urin Albumin Urin Kreatinin (g/mg) 24 (mg/hari) Normoalbuminuria 300 Jam Sewaktu (g/menit) 200 300Diagnosis ditegakkan jika 2 dari 3 pemeriksan berturut-turut dalam 3 bulan menunjukkan adanya mikroalbuminuria 5.Gambar 5. Penapisan Untuk Mikroalbuminuria H. PENATALAKSANAAN Nefropati Diabetik Pemula (Incipatien diabetic nephropathy) 1. Pengendalian hiperglikemia Pengendalian a. Diet Diet harus sesuai dengan rekomendasi dari Sub Unit Endokrinologi & Metabolisme, misalnya reducing diet khusus untuk pasien dengan obesitas. Variasi diet dengan pembatasan protein hewani bersifat individual tergantung dari penyakit penyerta : - Hiperkolesterolemia - Urolitiasis (misal batu kalsium) - Hiperurikemia dan artritis Gout - Hipertensi esensial b. Pengendalian hiperglikemia i.Insulin Optimalisasi terapi insulin eksogen sangat penting . Normalisasi metabolisme seluler dapat mencegah penimbunan toksin seluler (polyol) dan metabolitnya (myoinocitol). Isnulin dapat mencegah kerusakan glomerulus15hiperglikemiamerupakanlangkahpentinguntukmencegah/mengurangi semua komplikasi makroangiopati dan mikroangiopati.Mencegah dan mengurangi glikolisis protein glomerulus yang dapat menyebabkan penebalan membran basal dan hilangnya kemampuan untuk seleksi protein dan kerusakan glomerulus (permselectivity).Memperbaiki fatal tubulus proksimal dan mencegah reabsorpsi glukosa sebagai pencetus nefomegali. Kenaikan konsentrasi urinary N-acetylDglucosaminidase (NAG) sebagai petanda hipertensi esensial dan nefropati. Mengurangi dan menghambat stimulasi growth hormone (GH) atau insulin-like growth factors (IGF-I) sebagai pencetus nefromegali. Mengurangi capillary glomerular pressure (Poc)ii.Obat antidiabetik oral (OADO) Alternatif pemberian OADO terutama untuk pasien-pasien dengan tingkat edukasi rendah sebagai upaya memelihara kepatuhan (complience). Pemilihan macam/tipe OADO harus diperhatikan efek farmakologi dan farmakokinetik antara lain : Eleminasi dari tubuh dalam bentuk obat ataumeta bolitnya. Eleminasi dari tubuh melalui ginjal atau hepar. Perbedaan efek penghambat terhadap arterial smooth muscle cell (ASMC). Retensi Na+ sehingga menyebabkan hipertensi. Pengelolaan hipertensi pada diabetes sering mengalami kesulitan berhubungan dengan banyak faktor antara lain : (a) efikasi obat antihipertensi sering mengalami perubahan, (b) kenaikan risiko efek samping, (c) hiperglikemia sulit dikendalikan, (d) kenaikan lipid serum. Sasaran terapi hipertensi terutama mengurangi/mencegah angka morbiditas dan mortalitas penyakit sistem kardiovaskuler dan mencegah nefropati diabetik. Pemilihan obat antihipertensi lebih terbatas dibandingkan dengan pasien angiotensin-corverting (EAC) a. Golongan penghambat enzim angiotensin-coverting (EAC) Hasil studi invitro 2. Pengendalian hipertensipada manusia penghambat EAC dapat mempengaruhi efek Ang-II (sirkulasi dan jaringan).Gambar efek patologi angiotensin-IIb. Golongan antagonis kalsium Mekanisme potensial untuk meningkatkan risiko (efek samping): 1) Efek inotrofik negatif 2) Efek pro-aritmia 3) Efek pro-hemoragik Peneliti lain masih mengajurkan nifedipine GITSs atau non dihydropiridine. c. Obat-obat antihipertensi lainnya dapat diberikan tetapi harus memperhatikan kondisi setiap pasien : _ _ _ Blokade b-kardioselektif dengan aktivitaas intrinsic simpatetik minimal misal atenolol. Antagonis reseptor a-II misal prozoasin dan doxazosin. Vasodilator murni seperti apresolin, minosidil kontra indikati untnuk pasien yang sudah diketahui mengidap infark miokard. 3. Mikroalbuminuria a. Pembatasan protein hewani Sudah lebih abad (50 tahun) diketahui bahwa diet rendah protein (DRP) mencegah progresivitas perjalanan penyakit dari penyakit ginjal eksperimen, tetapi mekanismenya masih belum jelas. Pembatasan konsumsi protein hewani (0,6-0,8 per kg BB per hari) dapat mengurangi nefromegali, memperbaiki struktur ginjal pada nefropati diabetik (ND) stadium dini Hipotesis DRP untuk mencegah progresivitas kerusakan17ginjal: o Efek hemodinamik Perubahan hemodinamik intrarenal terutama penurunan LFG, plasma flow rate (Q) dan perbedaan tekanan-tekanan hidrolik transkapiler, berakhir dengan penurunan tekanan kapiler glomerulus (PGC = capillarry glomerular preessure) o Efek non-hemodinamik _ Memperbaiki selektivitas glomerulus Kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus menyebabkan transudasi circulating macromolecules termasuk lipid ke dalam ruang subendotelial dan mesangium. Lipid terutama oxidize LDL merangsang sintesis sitokin dan chemoattractant dan penimbunan sel-sel inflamasi terutama monosit dan makrofag. _ Penurunan ROS Bila pH dalam tubulus terutama lisosom bersifatt asam dapat menyebabkan disoasi Fe dari transferrin akibat endositosis. Kenaikan konsentrasi Fe selular menyebabkan pembentukan ROS. _ Penurunan hipermetabolisme tubular Konsumsi (kebutuhan) O2 meningkat pada nefron yang masih utuh (intac), diikuti peningkatan transport Na+ dalam tubulus dan merangsang pertukaran Na+/H+. DRP diharapkan dapat mengurangi energi untuk transport ion dan akhirnya mengurangi hipermetabolisme tubulus. _ Mengurangi growth factors & systemic hormones Growth factors memegang peranan penting dalam mekanisme progresivitas kerusakan nefron (sel-sel glomerulus dan tubulus). DRP diharapkan dapat mengurangi : Pembentukan transforming growth factor beta (TGF-b dan plateletderived growth factors (PDGF). Konsentrasi factors insulin-like growth (IGF-1), epithelial-derivedgrowth factors (EDGF), Ang-II (lokal dan sirkulasi), dan parathyroid hormones (PTH). o Efek antiproteinuria dari obat antihipertensi Penghambat enzim angiotensin-converting (EAC) sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan antagonis kalsium non-dihydropiridine dapat mengurangi proteinuria disertai stabilisasi faal ginjal. Nefropati diabetik nyata (overt diabetic nephropathy) Manajemen nefropati diabetik nyata tergantung dari gambaran klinis; tidak jarang melibatkan disiplin ilmu lain.12 Prinsip umum manajemen nefropati diabetik nyata : i. Manajemen Utama (esensi) a. Pengendalian hipertensi 1. Diet rendah garam (DRG) Diet rendah garam (DRG) kurang dari 5 gram per hari penting untuk mencegah retensi Na+ (sembab dan hipertensi) dan meningkatkan efektivitas obat antihipertensi yang lebih proten. 2. Obat antihipertensi Pemberian antihipertensi pada diabetes mellitus merupakan permasalahan tersendiri. Bila sudah terdapat nefropati diabetik disertai penurunan faal ginjal, permasalahan lebih rumit lagi. Beberapa permasalahan yang harus dikaji sebelum pemilihan obat antihipertensi antara lain : Efek samping misal efek metabolik Status sistem kardiovaskuler. Miokard iskemi/infark Bencana serebrovaskulerPenyesuaian takaran bila sudah terdapat insufisiensi ginjal.b. Antiproteinuria 1. Diet rendah protein (DRP) DRP (0,6-0,8 gram per kg BB per hari) sangat penting untuk mencegah progresivitas penurunan faal ginjal. 2. Obat antihipertensi Semua obat antihipertensi dapat menurunkan tekanan darah sistemik, tetapi19tidak semua obat antihipertensi mempunyai potensi untuk mengurangi ekskresi proteinuria. o Penghambat EAC Banyak laporan uji klinis memperlihatkan penghambat EAC paling efektif untuk mengurangi albuminuria dibandingkan dengan obat antihipertensi lainnya. o Antagonis kalsium Laporan studi meta-analysis memperlihatkan antagonis kalsium golongan nifedipine kurang efektif sebagai antiproteinuric agent pada nefropati diabetik dan nefropati non-diabetik. o Kombinasi penghambat EAC dan antagonis kalsium non dihydropyridine. Penelitian invitro dan invivo pada nefropati diabetik (DMT) kombinasi penghambar EAC dan antagonis kalsium non dihydropyridine mempunyai efek. 3. Optimalisasi terapi hiperglikemia Keadaan hiperglikemi harus segera dikendalikan menjadi normoglikemia dengan parameter HbA1c dengan insulin atau obat antidiabetik oral (OADO). ii. Managemen Substitusi Program managemen substitusi tergantung dari kompliaksi kronis lainnya yang berhubungan dengan penyakit makroangiopati dan mikroangiopati lainnya. a) Retinopati diabetik _ Terapi fotokoagulasi b) Penyakit sistem kardiovaskuler _ Penyakit jantung kongestif _ Penyakit jantung iskemik/infark c) Bencana serebrovaskuler _ Stroke emboli/hemoragik d) Pengendalian hiperlipidemia _ Dianjrkan golongan sinvastatin karena dapat mengurangi konsentrasi kolesterol-LDL.Nefropati diabetik tahap akhir (End Stage diabetic nephropathy) Gagal ginjal termasuk (GGT) diabetic Saat dimulai (inisiasi) program terapi pengganti ginjal sedikit berlainan pada GGT diabetik dan GGT non-diabetik karena faktor indeks komorbiditas. Pemilihan macam terapi pengganti ginjal yang bersifat individual tergantung dari umur, penyakit penyertaa dan faktor indeks ko-morbiditas.DAFTAR PUSTAKA1. American Diabetes Association. 2004. Hypertension Management in adults with diabetes (position statement). Diabetes Care (Suppl 1): S65-S67. 2. American Diabetes Association. 1994. Standards of medical care for patients with diabetes mellitus. Diabetes Care : pp. 616-623. 3. Beetham W. P. 1963. Visual Prognosis of Proliferating Diabetic Retinopathy. Brit. J. Opth. P. 611. 4. Bergstroom J. 1999. Mechanism of Uremic Supression of Apetite. Journal of Renal Nutrition. hal 129-132.215. Daniel W. Foster. 1994. Diabetes Mellitus in Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13, EGC. Jakarta. Hal 2212-2213. 6. Djokomuljanto R. 1999. Insulin Resistance and Other Factors in the Patogenesis of Diabetic Nephropathy. Simposium Nefropati Diabetik. Konggres Pernefri. 7. Imam Parsudi A. 1993. Nefropati Diabetik konggres Nasional Perkemi III 1993: 225235. 8. Lestariningsih. 2004. Hipergensi pada Diabetik PIT V PERKENI 2004. Semarang. hal 15. 9. Saweins Walaa. 2004. The Renal Unit at the Royal Informary of Edinburgh. Scotland, Uk, Renal @ed.ac.uk. 10. Sukandar E. 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in Nefropati Klinik. Edisi ke-2. Penerbit ITB. Bandung. Hal 274-281.11.Soman, S.S. (2009). Diabetic Nephropathy. eMedicine Specialties