Nefropati Diebetik Didefinisikan Sebagai Sindrom Klinis Pada Pasien Diabetes Mellitus Yang Ditandai...

29
BAB I PENDAHULUAN Diabetes melitus telah menjadi salah satu penyakit yang paling banyak menyebabkan penyakit ginjal kronik. Kelainan ginjal akibat dari penyakit diabetes melitus ini kemudian lebih dikenal dengan nama Diabetic Kidney Disease (DKD) yang sesungguhnya merupakan komplikasi mikrovaskular kronis pembuluh darah kapiler ginjal pada penderita diabetes mellitus. 1 Komplikasi penyakit ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang progresif dengan ekskresi protein pada urin yang berlanjut dengan penurunan fungsi ginjal. Proteinuria pada umumnya ditemukan dalam perjalanan penyakit ginjal progresif, peran proteinuria khususnya mikroalbuminuria sebagai petanda awal nefropati diabetik. disebut sebagai faktor kunci awal yang meramalkan progresivitas dari glomerulopati diabetik dan dipandang sebagai ukuran keparahan dan pemicu terjadinya nefropati yang progresif. Pada sebagian penderita komplikasi ini akan berlanjut menjadi gagal ginjal terminal yang memerlukan pengobatan cuci darah atau cangkok ginjal. Nefropati diabetik menduduki urutan ketiga (16,1%) setelah glomerulonefritis kronik (30,1%) dan pielonefritis kronik (18,51%), sebagai penyebab paling sering gagal ginjal terminal yang memerlukan cuci darah. Perkembangan penyakit DM menjadi penyakit ginjal stadium akhir diduga dipengaruhi oleh berbagai 1

description

.

Transcript of Nefropati Diebetik Didefinisikan Sebagai Sindrom Klinis Pada Pasien Diabetes Mellitus Yang Ditandai...

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes melitus telah menjadi salah satu penyakit yang paling banyak menyebabkan

penyakit ginjal kronik. Kelainan ginjal akibat dari penyakit diabetes melitus ini kemudian

lebih dikenal dengan nama Diabetic Kidney Disease (DKD) yang sesungguhnya merupakan

komplikasi mikrovaskular kronis pembuluh darah kapiler ginjal pada penderita diabetes

mellitus.1

Komplikasi penyakit ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan

gangguan fungsi ginjal yang progresif dengan ekskresi protein pada urin yang berlanjut

dengan penurunan fungsi ginjal. Proteinuria pada umumnya ditemukan dalam perjalanan

penyakit ginjal progresif, peran proteinuria khususnya mikroalbuminuria sebagai petanda

awal nefropati diabetik. disebut sebagai faktor kunci awal yang meramalkan progresivitas

dari glomerulopati diabetik dan dipandang sebagai ukuran keparahan dan pemicu terjadinya

nefropati yang progresif. Pada sebagian penderita komplikasi ini akan berlanjut menjadi

gagal ginjal terminal yang memerlukan pengobatan cuci darah atau cangkok ginjal. Nefropati

diabetik menduduki urutan ketiga (16,1%) setelah glomerulonefritis kronik (30,1%) dan

pielonefritis kronik (18,51%), sebagai penyebab paling sering gagal ginjal terminal yang

memerlukan cuci darah. Perkembangan penyakit DM menjadi penyakit ginjal stadium akhir

diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terlibat, antara lain : faktor genetik, diet, dan

kondisi medis yang lain seperti hipertensi serta kadar gula darah yang tinggi dan tidak

terkontrol.1,2

1

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1 Makroskopis

Ginjal berwarna coklat-kemerahan dan terletak di belakang peritoneum, pada dinding

posterior abdomen di samping kanan dan kiri kolumna vertebralis, dan sebagian besar

tertutup oleh arcus costalis. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dibanding ginjal kiri,

karena adanya lobus hepar dextra yang besar. Bila diafragma berkontraksi pada waktu

respirasi, kedua ginjal akan turun ke arah vertikal sampai 2,5 cm. Pada kedua margo medialis

ginjal yan gcekung, terdapat celah vertikal yang dibatasi oleh pinggir-pinggir substansi ginjal

yang tebal disebut hilus renalis. Hilus renalis meluas ke suatu ruangan besar disebut sinus

renalis. Hilus renalis dari depan ke belakang dilalui oleh vena renalis dan dua cabang arteri

renalis, ureter dan cabang ketiga arteria renalis. Pembuluh-pembuluh limfatik dan serabut-

serabut simpatis juga melalui hilus.3

Gambar 2.1 Anatomi ginjal

Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu, korteks

di bagian luar dan medula di bagian dalam. Medula terbagi menjadi baji segitiga yang disebut

piramid. Piramid-piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna

Bertini. Piramid-piramid tersebut tampak berccorak karena tersusun dari segmen-segmen

tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila dari tiap piramid membentuk duktus papilaris

2

Bellini yang terbentuk dari persatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul. Setiap

duktus papilaris masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal berbentuk seperti cawan

yang disebut kaliks minor3 Beberapa kaliks minor, yang selanjutnya bersatu hingga

membentuk pelvis ginjal. Pelvis ginjal merupakan reservoar utama sistem pengumpul ginjal.

Vakularisasi ginjal berasal dari arteri renalis. Arteri renalis berasal dari aorta

abdominalis setinggi vertebra lumbal II. Aorta terletak di sebelah kiri garis tengah sehingga

arteria renalis kanan lebih panjang dari arteria renalis kiri. Setiap arteria renalis bercapang

pada saat masuk ke dalam hilus ginjal. Vena renalis menyalurkan darah dari masing-masing

ginjal ke dalam vena cava inferior yang terletak di sebelah kanan dari garis tengah.3

Gambar 2.2 Vaskularisasi ginjal

Saat arteria renalis masuk ke dalam hilus, arteria tersebut bercabang menjadi arteria

interlobaris yang berjalan diantara piramid, selanjutnya membentuk percabangan arkuata

yang melengkung melintasi basis-basis piramid tersebut. Arteria akuarta kemudian

membentuk arteriol interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteriola

interlobularis selanjutnya membentuk arteriol aferen. Masing-masing arteriol aferen akan

menyuplai darah ke glomerulus. Kapiler glomeruli bersatu membentuk arteriol eferen yang

kemudian bercabang-cabang membentuk sistem jaringan portal yang mengelilingi tubulus

disebut kapiler peritubular.3

3

2.2 Mikroskopis

Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal terdapat

sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi sama. Dengan

demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah total dari semua fungsi tersebut. Setiap

nefron terdiri dari kapsula Bowman, yang mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus

kontortus proksimal (TKP), lengkung henle, dan tubulus kontortus distal (TKD) kemudian

bermuara pada duktus kolektivus atau duktus pengumpul.

Gambar 2.3 Nefron ginjal

Fungsi primer ginjal adalah menghasilkan urin dan mempertahankan stabilitas

komposisi CES sehingga nefron merupakan satuan terkecil ginjal. Susunan nefron di dalam

ginjal membentuk dua daerah khusus yaitu daerah sebelah luar yang tampak granuler yaitu

korteks ginjal, sedangkan daerah bagian dalam berupa segitiga-segitiga bergaris yaitu

piramida ginjal yang secara kolektif disebut sebagai medula ginjal.4 Setiap nefron terdiri dari

komponen vaskuler dan komponen tubulus. Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah

glomerulus, suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut

dari darah yang melewatinya. Cairan yang sudah terfiltrasi kemudian mengalir ke komponen

tubulus nefron.4

Pada saat memasuki ginjal, arteri renalis secara sistematis tebagi-bagi untuk akhirnya

menjadi pembuluh-pembuluh halus yaitu arteriol aferen dengan setiap pembuluh tersebut

memperdarahi sebuah nefron. Arteriol aferan menyalurkan darah ke kapiler glomerulus, yang

menyatu untuk membentuk arteriol eferen. Arteriol eferan adalah satu-satunya arteriol di

4

dalam tubuh yang mendapat darah dari kapiler.3,4 Biasanya arteriol bercabang-cabang

menjadi kapiler yang kemudian menyatu kembali menjadi venula. Di kapiler glomerulus,

tidak terjadi ekstraksi O2 atau nutrien dari darah untuk dipakai oleh jaringan ginjal serta tidak

terjadi penambahan zat sisa dari jaringan di sekitar kapiler.4 Arteriol eferen kemudian terbagi-

bagi menjadi serangkaian kapiler kedua yaitu kapiler peritubulus yang memperdarahi

jaringan ginjal dan penting dalam pertukaran antara sistem tubulus dan darah selama

perubahan cairan yang difiltrasi menjadi urin. Kapiler-kapiler peritubulus menyatu untuk

membentuk venula yang akhirnya mengalir ke vena renalis.

Komponen tubulus dari setiap nefron adalah suatu saluran berongga berisi cairan yang

terbentuk oleh satu lapisan sel epitel. Komponen tubulus berawal dari kapsul Bowman,suatu

invaginasi berdinding rangkap yang melingkupi glomerulus untuk mengumpulkan cairan

yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus.5 Glomerulus dan kapsul Bowman yang terkait di

korteks menyebabkan gambaran daerah korteks yang granuler.

Dari kaspul Bowman, cairan yang difiltrasi mengalir ke dalam tubulus proksimal,

yang seluruhnya terletak di dalam korteks. Segmen berikutnya lengkung Henle, membentuk

lengkungan tajam berbentuk U atau yang terbenam ked alam medula ginjal. Pars desendens

lengkung Henle terbenam dari korteks ke dalam medula, pars asendens berjalan kembali ke

atas ke dalam korteks. Pars ascendens kembali ke daerah glomerulus dari nefronnya sendiri,

tempat saluran tersebut melewati garpu yang dibentuk oleh arteriol aferen dan eferen. 6 Sel-sel

tubulus dan sel-sel vaskuler membentuk aparatus jukstaglomerular, suatu struktur yang

berperan penting dalam mengatur fungsi ginjal. Kemudian tubulus kembali membentuk

gelungan menjadi tubulus distal, yang seluruhnya juga terletak di korteks. Tubulus distal

mengalirkan isinya ke dalam duktus atau tubulus pengumpul. Setiap duktus pengumpul

terbenam ke dalam medula untuk mengosongkan isinya ke dalam pelvis ginjal.7

5

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Nefropati diabetik

Definisi

Nefropati diebetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes mellitus

yang ditandai dengan albuminuria menetap (300mg/jam atau >200µg/menit) pada minimal 2

kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.1,2,8,9

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, sekitar 20,8 juta orang, atau 7,0% dari populasi, diperkirakan

memiliki diabetes, dengan kejadian yang berkembang. Sekitar sepertiga dari populasi ini, 6,2

juta, diperkirakan tidak terdiagnosis dengan diabetes tipe 2. Prevalensi diabetes lebih tinggi

pada kelompok ras dan etnis tertentu, mempengaruhi sekitar 13% dari Afrika Amerika, 9,5%

dari Hispanik, dan 15% dari penduduk asli Amerika, terutama dengan tipe 2 diabetes.1, 2

Sekitar 20% sampai 30% dari semua penderita diabetes akan mengembangkan bukti

nefropati, meskipun persentase yang lebih tinggi dari tipe 1 pasien berkembang menjadi

ESRD.2

Etiologi

Penyebab pasti dari nefropati diabetik tidak diketahui, tetapi berbagai mekanisme

yang didalilkan adalah hiperglikemia (menyebabkan hiperfiltrasi dan cedera ginjal), produk

glikosilasi, dan aktivasi sitokin.8

Kontrol glikemik mencerminkan keseimbangan antara asupan makanan dan

glukoneogenesis dan pengambilan atau pemanfaatan jaringan melalui penyimpanan sebagai

glikogen atau lemak dan oksidasi. Keseimbangan ini diatur oleh produksi insulin dari sel β di

pankreas. Insulin juga mengatur kerja metabolisme glukosa pada hati, otot rangka, dan

jaringan lemak. Ketika ada resistensi insulin, insulin tidak dapat menekan glukoneogenesis

hepatik, yang menyebabkan hiperglikemia. Secara bersamaan, resistensi insulin di jaringan

adiposa dan otot rangka menyebabkan peningkatan lipolisis, menyebabkan hiperlipidemia

selain hiperglikemia. 8,9,10

6

Bukti menunjukkan bahwa ketika ada resistensi insulin, pankreas dipaksa untuk

meningkatkan produksi insulin, yang menekankan sel β, akhirnya mengakibatkan kelelahan

sel-β. Kadar glukosa darah tinggi dan tingkat tinggi asam lemak jenuh menjadi media

inflamasi, yang mengakibatkan aktivasi dari sistem kekebalan tubuh, yang menghasilkan

aktivasi transkripsi nuklir faktor-kappa B (NF-kB), dan pelepasan mediator inflamasi,

termasuk, interleukin (IL)-1β dan tumor necrosis factor (TNF)-α, menyebabkan resistensi

insulin sistemik dan kerusakan sel-β sebagai akibat dari insulitis autoimun.8,9

Resistensi insulin akibat lebih lanjut mengarah ke tingkat glukosa yang tinggi,

bersama dengan tingkat asam lemak bebas tinggi dan IL-1, yang mengarah ke glucotoxicity,

lipotoxicity, dan IL-1 toksisitas, mengakibatkan kematian sel-β apoptosis. Hiperglikemia juga

meningkatkan ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β) dalam glomeruli dan protein

matriks, khususnya dirangsang oleh sitokin ini. TGF-β dan faktor pertumbuhan endotel

vaskular (VEGF) dapat berkontribusi pada hipertrofi selular dan meningkatkan sintesis

kolagen dan dapat menyebabkan perubahan vaskular diamati pada orang dengan nefropati

diabetes. [5, 6] Hiperglikemia juga dapat mengaktifkan protein kinase C, yang dapat

berkontribusi penyakit ginjal dan komplikasi vaskular diabetes lainnya.8,9 [7]

Faktor genetik bahkan keluarga atau mungkin juga memainkan peran. Beberapa bukti

telah diperoleh untuk polimorfisme pada gen untuk angiotensin-converting enzyme (ACE)

merupakan predisposisi nefropati. Namun, penanda genetik definitif belum diidentifikasi.

Baru-baru ini, peran faktor epigenetik, khususnya mikro-RNA, telah muncul sebagai

mekanisme berkontribusi lain.10 [8]

Secara ringkas faktor-faktor etiologis timbulnya nefropati diabetik antara lain :8

1. Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa > 140 – 160 mg/dl [7.7 –

8.8 mmol/l]); dimana A1C > 7 – 8 %

2. Faktor-faktor genetis

3. Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan LFG, peningkatan

tekanan intraglomerulus)

4. Hipertensi sistemik

5. Sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik)

6. Inflamasi

7. Perubahan permeabilitas pembuluh darah

8. Asupan protein berlebih

9. Gangguan metabolik (kelainan metabolisme polyol, pembentukan advanced glycation

end products, peningkatan produksi sitokin)

7

10. Pelepasan growth factors

11. Kelainan metabolisme karbohidrat / lemak / protein

12. Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan

membrana basalis glomerulus)

13. Gangguan ion pump (peningkatan Na+ - H+ pump dan penurunan Ca2+ - ATPase pump)

14. Hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)

15. Aktivasi protein kinase C

Klasifikasi

Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada diabetes mellitus oleh Mogensen dibagi

menjadi 5 tahap :8

Tahap 1 Terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi pada saat diagnosis ditegakan, Laju filtrasi

glomerulus dan laju ekskresi albumin dalam urin meningkat.

Tahap 2 Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, laju filtrasi glomerulus

tetap meningkat, ekskresi albumin dalam urin dan tekanan darah normal. Terdapat

perubahan histologis awal berupa penebalan membrana basalis yang tidak spesifik.

Terdapat pula peningkatan volume mesangium fraksional (dengan peningkatan

matriks mesangium).

Tahap 3 Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati insipien. Laju

filtrasi glomerulus meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju eksresi

albumin dalam urin adalah 20-200mg/menit(30-300mg/24jam). Tekanan darah mulai

meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan membrane basalis

dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus.

Tahap 4 merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan histologis lebih

jelas, juga timbul hipertensi pada sebagian besar pasien. Sindroma nefrotik sering

ditemukan pada tahap ini. Laju filtrasi glomerulus menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun

dan kecepatan penurunan ini berhubungan dengan tekanan darah.

Tahap 5 Timbulnya gagal ginjal terminal. Ini adalah tahap gagal ginjal atau End

Stage Renal Failure, saat LFG sudah sedemikian rendah sehingga penderita

menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik, dan memerlukan tindakan khusus yaitu

terapi pengganti, dialysis maupun cangkok ginjal.

8

Tabel1. Tahap nefropati diabetik

Tahap Kondisi ginjal AER LFG TD Prognosis1 Hipertrofi

hiperfungsiN N Reversible

2 Kelainan struktur N/N

Mungkin reversibel

3 Mikroalbuminuria persisten

20-200 mg/menit / N

Mungkin reversibel

4 Makroalbuminuria proteinuria

>200 mg/menit

Rendah Hipertensi Mungkin bisa stabilisasi

5 Uremia Tinggi/rendah <10 ml/menit

Hipertensi Kesintasan 2 tahun + 50%

AER: Albumin excretion rate, LFG:laju filtrasi glomerulus, N:normal, TD:tekanan darah

Patofisiologi

Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik

dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian Brener dkk menunjukan bahwa saat jumlah nefron

mengalami pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat

akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi pada nefron yang sehat lambat laun

akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.8,9,10

Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi pada nefropati diabetic ini masih

belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh afek yang

tergantung glukosa, yang diperantarai hormone vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin

dan glucagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan langsung hipertrofi sel,

sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-β yang diperantarai oleh aktivasi protein

kinase-C(PKC) yang termasuk kedalam serin-threonin kinase yang memiliki fungsi pada

vascular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel, dan permeabilitas kapiler.

Hiperglikemi kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan

protein (reaksi mallard dan Browning) Pada awalnya glukosa yang mengikat residu amino

secara non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk

mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut sebagai produk

amadori. Jika proses ini berlanjut akan terbentuk Advanced Glication End-Products (AGEs)

yang irreversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler

seperti ekspresi adhesion molecules yang berperan dalam penarikan sel-sel mononuclear,

juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis Nitric

9

Oxide. Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan

nodul serta fibrosis tubulointerstisialis sesuai tahap-tahap dari Mogensen.8,9,10

Gangguan hemodinamik sistemik dan renal pada penderita DM terjadi akibat

glukotoksisitas yang menimbulkan kelainan pada sel endotel pembuluh darah. Faktor

hemodinamik diawali dengan peningkatan hormon vasoaktif seperti angiotensin II.

Angiotensin II juga berperan dalam perjalanan nefropati diabetik. Angiotensin II berperan

baik secara hemodinamik maupun non-hemodinamik. Peranan tersebut antara lain

merangsang vasokonstriksi sistemik, meningkatnya tahanan kapiler arteriol glomerulus,

pengurangan luas permukaan filtrasi, stimulasi protein matriks ekstraselular, serta stimulasi

chemokines yang bersifat fibrogenik. Hipotesis ini didukung dengan meningkatnya kadar

prorenin, aktivitas faktor non Willebrand dan trombomodulin sebagai penanda terjadinya

gangguan endotel kapiler sehingga hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya

kerusakan ginjal, juga akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes.9

Dari faktor diatas maka akan terjadi peningkatan TGF beta yang akan menyebabkan

proteinuria melalui peningkatan permeabilitas vaskuler. TGF beta juga akan meningkatkan

akumulasi ektraceluler matrik yang berperan dalam terjadinya Nefropati diabetik.8,9,10

Gambar 1. Patofisologi nefropati diabetik

10

Patologi

Fungsi barrier filtrasi glomerulus sebagai penyaring biologis yang kompleks berbeda

dengan kapiler dalam tubuh lainnya, kapiler glomerulus sangat permeabel terhadap air dan

relatif kedap molekul besar. Permeabilitas tersebut mungkin karena struktur tiga lapis unik

membran filtrasi glomerulus terdiri dari glycocalyx endotel, membran basal glomerulus, dan

podocytes(glomerular sel epitel visceral). Perubahan patologis berkembang sebelum

munculnya mikroalbuminuria. Tingkat keparahan kerusakan glomerulus sebanding dengan

nilai LFG, durasi DM, dan regulasi glukosa darah. Secara histologis, gambaran utama yang

tampak adalah penebalan membrane basalis, ekspansi mesangium (berupa akumulasi matriks

ekstraseluler; penimbunan kolagen tipe IV, laminin dan fibronektin) yang kemudian akan

menimbulkan glomerulosklerosis noduler dan atau difus (kimmelstiel Wilson), hyalinosis

arterioral aferen dan eferen, serta fibrosis tubuloinsterstisial.11

Tabel 2. Klasifikasi patologis nefropati Diabetetik secara histologi dibagi menjadi empat tahap kerusakan glomerulus.11

I Penebalan membrane basalis glomerulus

Biopsi tidak memenuhi kriteria II, III, atau IV GBM 395nm pada wanita dan 430 nm pada laki-laki usia 9tahun dan lebih.

IIa Ekspansi mesangial ringan Biopsy tidak memenuhi kriteria III atau IVEkspansi mesangial ringan pada 25% mesangium yang diobservasi

IIb Ekspansi mesangial berat Biopsy tidak memenuhi kriteria III atau IVEkspansi mesangial berat pada 25% mesangium yang diobservasi

III Nodular sklerosis(Kimmelstiel – Wilson lesion)

Biopsy tidak memenuhi kriteria IV AtSekurangnya satu membuktikan lesi Kimmelstiel –Wilson (nodular sklerosis)

IV diabetik glomerulosklerosis Global glomerular sklerosis pada 50% lesi glomeruli dari kelas I-III

Gambar 2. Kelas I struktur halus glomerulus normal dengan glomerular basement tipis membran dan mesangium. HE noda, X 400.

11

Gambar 3 kelas II Ekspansi difus mesangium (bintang) dan penebalan difus dari membran basal glomerulus. Stain PAS, X400

Gambar 4 Kelas III nefropati diabetik. Nodul sklerotik (Kimmelstiel-Wilson) dalam diabetes nodular nefropati (panah). Aferen dan eferen arteriol hyalinosis karakteristik untuk diabetes nefropati (bintang). Panah di sudut kanan bawah menunjukkan penebalan basement tubular membran. Noda Mallory, X 100

Gambar 5 kelas IV Cap fibrin (panah) adalah karakteristik untuk nefropati diabetik. Hal ini disebabkan oleh insudasi dan akumulasi protein plasma glycosilasi antara endotelium glomerulus dan membran basement glomerulus. Ekspansi difus mesangium ditunjuk oleh bintang empat titik. Noda PAS, X 200

12

Diagnosis

Diagnosis biasanya didasarkan pada anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,

evaluasi laboratorium, dan pencitraan ginjal. Biopsi ginjal hanya direkomendasikan dalam

situasi khusus. Diagnosis nefropati diabetik mudah ditegakan pada pasien diabetes (> 10

tahun durasi diabetes), terutama jika retinopati juga hadir.8,9,11,122

Manifestasi klinis dapat terlihat berdasarkan sistem klasifikasi yang diusulkan

Mogensen itu, tahap 1 nefropati diabetik ditandai oleh ginjal membesar (hipertrofi) dan

hiperfiltrasi glomerulus dapat mengakibatkan gejala berupa poliuria; tekanan darah sistemik

biasanya normal.8,9[6] Tahap 2 mungkin secara klinis belum menunjukan gejala signifikan

yaitu, dengan yang normal ekskresi albumin urin (UEA) dan tekanan darah sistemik, bersama

dengan normal atau laju filtrasi glomerulus meningkat (LFG).8,9[6]Pada tahap 3, tekanan

darah sistemik sering meningkat, dan mikroalbuminuria dapat ditemukan.8,9 [6] Tahap 4

ditandai dengan albuminuria klinis atau proteinuria.11,12[6] Tahap 5, atau dikenal sebagai gagal

ginjal stadium akhir, terkait dengan glomerulosklerosis, hipertensi sistemik, dan penurunan

LFG yang nyata(<10 mL / menit).8,9,11

Pemeriksaan laboratorium

Pada saat diagnosa diabetes melitus ditegakkan kemungkinan adanya penurunan

fungsi ginjal harus diperiksa, demikian saat pasien sudah mendapatkan pengobatan rutin.

Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes Asociation adalah pemeriksaan

terhadap mikroalbuminuria serta pemantauan kreatinin serum dan kreatini klirens.Terdapat

beberapa cara untuk melakukan penyaringan mikro-albuminuria. dengan memeriksa albumin

dalam urin pertama pada pagi hari. Skrining untuk mikroalbuminuria dapat dilakukan dengan

tiga metode: 1) pengukuran albumin-kreatinin rasio dalam koleksi acak tempat; 2)

pengumpulan 24 jam, yang memungkinkan pengukuran simultan kreatinin; dan 3) sewaktu. 8,10

Tabel 3 laju ekskresi albumin urinKondisi Laju eksresi albumin urin Perbandingan

Albumin urin-kreatinin µg/mg

24 jam(mg/hari) Sewaktu (µg/menit)

Normoalbuminuria <30 <20 <30Mikroalbuminuria 30-300 20-200 30-300Makroalbuminuria >300 >200 >300

13

Gambar 2. Tes mikroalbuminuria

Serum dan Elektroforesis urin

Serum dan elektroforesis urin dilakukan terutama untuk membantu menyingkirkan

kemungkinan multiple myeloma dan untuk mengklasifikasikan proteinuria (yang

mendominasi diglomerulus pada nefropati diabetik).9

USG

USG ginjal biasanya digunakan untuk mengamati ukuran ginjal. Pada tahap awal nefropati

diabetik, ukuran ginjal dapat memberbesar (hipertrofi) sebagai akibat dari dari hiperfiltrasi.

Dengan semakin progresifnya penyakit ini ukuran ginjal berkurang dalam ukuran dari

glomerulosklerosis. Selain itu, USG ginjal dapat menilai untuk hyperechogenicity yang

menunjukkan penyakit ginjal kronis dan dapat membantu dalam mengesampingkan penyakit

obstruksi, polycystic dan penyakit ginjal lainnya.9,10,11

14

Biopsi

Biopsi ginjal tidak secara rutin diindikasikan pada semua kasus nefropati diabetes, terutama

pada orang dengan riwayat khas dan perkembangan khas penyakit. Hal ini diindikasikan jika

diagnosis diragukan, atau jika terdapat gejala atipikal.9,10,11

Gambar 3. Alur evaluasi proteinuria8

Penatalaksaan

Tujuan pengelolaan nefropati diabetik adalah mencegah atau menunda progresifitas penyakit

ginjal dan memperbaiki kualitas hidup pasien sebelum menjadi gagal ginjal terminal.

1. Evaluasi

pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes Asociation antara lain pemeriksaan

terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens kreatinin.4

15

Proteinuria pada diabetik

Singkirkan infeksi saluran kemihSedimen urin : eritrosit, leukositUSG GinjalJika diduga glomerulonephritis, Serologi ANCA, antibody DNA, Antibodi DNA, C3, C4

Nefropati diabetik khas-DM tipe 1> 10 tahun-Retinopati-Mikroalbuminuria sebelumnya+-Tidak ada hematuria makroskopik-Tidak ada eritrositUSG Normal

Proteinuria tidak khas-DM tipe 1 <10 tahun-Tidak ada retinopati-Proteinuria (nefrotik) tanpa melalui mikroalbuminuria dulu-Hematuria makroskopik-Cast eritrosit

Tidak khas-Azotemia dengan proteinuria <1g/hari-Nekrosis papiler (piuria, hematuria)-Tuberkulosis (piuria, hematuria)-Penyakit renovaskuler lain

Tidak perlu biopsi ginjal

Biopsi ginjalTidak perlu biopsi

ginjal

Tabel 4 Pemantauan fungsi ginjal pada pasien diabetes Tes Evaluasi awal Follow upPenentuan mikroalbuminuria

Sesudah pengendalian gula darah awal (dalam 3bulan diagnosis ditegakkan)

Diabetes tipe 1:tiap tahun setelah 5 tahunDiabetes tipe 2 tiap tahun setelah diagnosis ditegakkan

Klirens kreatinin Saat awal diagnosis ditegakkan

Tiap 1-2 tahun sampai filtrasi glomerulus <100ml/menit/1.73 kemudian tiap tahun atau lebih sering.

Kreatinin serum Saat awal diagnosis ditegakkan

Tiap tahun atau lebih sering tergantung laju perubahan fungsi ginjal.

Untuk mempermudah evaluasi, National Kidney Foundation menganjurkan

perhitungan laju filtrasi glomerulus dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault,

yaitu:8

Klirens Kreatinin∗¿(140−umur ) x Berat Badan

72 x Kreatinin Serumx (0,85 untuk wanita)

*) LFG dalam ml/menit/1,73 m2

2. Terapi

Pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah dengan:8

Pengendalian gula darah (olahraga, diet, obat anti diabetes);

Pengendalian tekanan darah (diet rendah garam, obat anti hipertensi);

Perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein, pemberian ACE inhibitor dan atau ARB);

Pengendalian faktor-faktor komorbiditas lain (pengendalian kadar lemak, mengurangi

obesitas, dll).

Tatalaksana nonfarmakologis nefropati diabetik berupa gaya hidup yang sehat yang

meliputi olahraga rutin, diet, menghentikan kebiasaan merokok serta membatasi konsumsi

alkohol. Olahraga rutin yang dianjurkan ADA adalah dengan berjalan 3 – 5 km/hari dengan

kecepatan sekitar 10 – 12 menit/km, 4 sampai 5 kali seminggu.8 Pembatasan asupan garam

dianjurkan sebanyak 4 – 5 g/hari (atau 68 – 85 meq/hari) serta pembatasan intake protein 0,8-

1.0 g/kgBB perhari pada penderita diabetes dan CKD stadium awal. 0,8g/kgBB pada CKD

stadium lanjut dapat membantu meningkatkan fungsi ginjal.12

The Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan United Kingdom

Prospective Diabetes Study (UKPDS) telah definitif menunjukkan bahwa terapi intensif

diabetes secara signifikan dapat mengurangi risiko perkembangan mikroalbuminuria dan

nefropati diabetik. Rekomendasi kontrol glikemik untuk semua pasien dengan diabetes di

American Diabetes Association "Standar Pelayanan Medik bagi Penderita Diabetes

16

Mellitus".Penurunan A1C sampai nilain dibawah sekitar 7% mengurangi komplikasi

mikrovaskular maupun makrovaskular oleh karena itu nilai A1C pada dewasa diharapkan

<7%.8,11,12

Beberapa agen antihyperglycemic tampaknya sangat berguna. Rosiglitazone,

dibandingkan dengan glyburide, telah terbukti menurunkan UAE pada pasien dengan

diabetes tipe 2. Hal ini menunjukkan efek yang menguntungkan dalam pencegahan

komplikasi ginjal diabetes 2 (110) Jenis. Selain itu, penggunaan agen antihyperglycemic

harus mempertimbangkan fungsi ginjal. Metformin tidak boleh digunakan ketika serum

kreatinin >1,5 mg/dl pada pria dan >1,4 mg/dl pada wanita karena peningkatan risiko asidosis

laktat (111).11 Sulfonilurea dan metabolitnya, kecuali glimepiride, dieliminasi melalui

ekskresi ginjal dan tidak boleh digunakan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal

(112).11,12 Repaglinide (113) dan nateglinide (114) memiliki durasi kerja yang pendek, dan

memiliki profil keamanan pada pasien dengan gangguan ginjal. Namun, pada titik ini,

sulfonilurea dan insulin secretagogues biasanya tidak terlalu efektif karena rendahnya

produksi insulin endogen yang dihasilkan dalam jangka panjang. Dengan demikian, sebagian

besar pasien diabetes tipe 2 dengan nefropati diabetes harus diobati dengan insulin.12

Target tekanan darah pada nefropati diabetik adalah < 130/80 mmHg. Obat anti

hipertensi yang dianjurkan antara lain ACE inhibitor atau ARB, sedangkan pilihan lain

adalah diuretik, kemudian beta blocker atau calcium channel blocker.8,9,11,12

Tabel 5 pengobatan pada pasien diabetes dengan atau tanpa mikroalbuminuria8

Tanpa mikroalbuminuria

mikroalbuminuria Albuminuria klinis/Insufisiensi ginjal

A1C <6-7% <6-7% <7-8%Tekanan darah 120-130/80 120-130/80 120-13-/80Mean Arterial pressure

90-95 90-95 90-95

Asupan protein >1.0-1.2 0.8-1.0 0.6-0.8Walaupun pasien nefropati diabetik memiliki tekanan darah normal, penelitian

muktahir menunjukan bahwa pemberian ACE-I dan ARB dapat mencegah laju penurunan

fungsi ginjal. Diperkirakan bahwa efek ini dicapai akibat penurunan tekanan darah,

penurunan tekanan intraglomerulus, peningkatan aliran darah ginjal, penurunan proteinuria,

efek natriuretik serta pengurangan proliferasi sel, hipertrofi, ekspansi matriks, sitokin

dansintesa growth factor, disamping hambatan altivasi, proliferasi dan migrasi makrofag,

serta perbaikan sensitivitas terhadap insulin.8 Ketika ACE inhibitor atau ARB digunakan

monitor serum kreatinin dan nilai potassium.12

17

Pada pasien-pasien yang penurunan fungsi ginjalnya berjalan terus, maka saat laju

filtrasi glomerulus mencapai 10-12 ml/menit (setara dengan klirens kreatinin < 15 ml/menit

atau serum kreatinin > 6 mg/dl) dianjurkan untuk memulai dialysis (hemodialisis atau

peritoneal dialisis), walaupun masih ada perbedaan pendapat mengenai kapan sebaiknya

terapi pengganti ginjal ini dimulai . Pilihan pengobatan gagal ginjal terminal yang lain adalah

cangkok ginjal, dan pada kasus nefropati diabetik di negara maju sudah sering dilakukan

cangkok ginjal dan pankreas sekaligus.8,12

3. Rujukan

Baik ADA maupun ISN dan NKF menganjurkan rujukan kepada seorang dokter yang

ahli dalam perawatan nefropati diabetik jika laju filtrasi glomerulus mencapai <

60ml/men/1,73m², atau jika kesulitan dalam mengatasi hipertensi atau hiperkalemi, serta

rujukan kepada konsultan nefrologi jika LFG mencapai <30 ml/men/1,73 m2, atau lebih awal

jika pasien berisiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang cepat atau diagnosis dan

prognosis pasien diragukan.8,11,12

KOMPLIKASI

Komplikasi dari nefropati diabetik adalah penyakit gagal ginjal kronik (CKD). Penurunan

nefron dan fungsi ginjal yang progresif, ditandai dengan semakin meningkatnya ureum dan

kreatinin serta laju filtrasi glomerulus yang <60 ml/menit/1.73.9

PROGNOSIS

Secara keseluruhan prevalensi dari mikroalbuminuria dan makroalbuminuria pada

kedua tipe diabetes melitus diperkirakan 30-35%. Mikroalbuminuria juga dikaitkan dengan

peningkatan risiko penyakit pembuluh darah koroner dan perifer dan kematian akibat

penyakit kardiovaskular pada populasi nondiabetes umum.5

ESRD (end stage of renal disease) adalah penyebab utama kematian, akuntansi untuk

59-66% kematian pada pasien dengan DM tipe 1 dan nefropati. Dalam sebuah penelitian

prospektif di Jerman, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun kurang dari 10% pada populasi

lanjut usia dengan DM tipe 2 dan tidak lebih dari 40% pada populasi yang lebih muda dengan

DM tipe 1.5

18

Insiden kumulatif dari ESRD pada pasien dengan proteinuria dan DM tipe 1 adalah

50% 10 tahun setelah onset proteinuria, dibandingkan dengan 3-11% 10 tahun setelah onset

proteinuria pada pasien Eropa dengan DM tipe 2.5

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Gross JL, De Azevedo MJ, Silveiro SP, Canani LH, Caramori ML, Zelmanovitz T.

Diabetic nephropathy: diagnosis, prevention, and treatment. Diabetes care.

2007;28(1):164-76.

2. Abdel-Rahman EM, Alhamad T, Reeves WB, Awad AS. Management of Diabetic

Nephropathy in the Elderly: Special Considerations. Journal of nephrology &

therapeutics. 2012;(2):5

3. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. 6thEd. Jakarta:EGC;

2006.p.250-4

4. Guyton H. Buku Aajar Fisiologi Kedokteran. 11thEd. Jakarta;EGC;2008.p.324-5

5. American Diabetes Association. Nephropathy in Diabetes. Diabetes

Care.2004;27(suppl 1):S79-S83. 

6. Michelle A, Roett MD, LieglS MD. Diabetic Nephrophaty. American Family

Physician. 2012;85(9):883-889.

7. Saud B. diabetic nephropathy. Available at:

http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/

nephrology/diabetic-nephropathy/. Accessed on 7 July,2014.

8. Hendromartono. Nefropati diabetik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 th ed. Jakarta:

Interna Publishing; 2009. p.1943-6.

9. Battuman V, Schmidt RJ. Soman AS.Diabetic Nephropathy. Updated: May,28 2014.

Available at: http://emedicine.medscape.com/article/238946-overview. Accssed on 6

July, 2014.

10. Ekinci EI, Jerums G, Skene A, Crammer P, Power D. Renal structure in normoalbuminuric and albuminuric patients with type 2 diabetes and impaired renal function. Diabetes care. 2013;36(11):3620-6

11. Tervaert TWC, Mooyaart AL, Amann K, Cohen AH, Cook HT, Drachenberg CB et

al. on behalf of the Renal pathology Society :Pathologic Classification of Diabetic

Nephropathy. Journal of the American Society of Nephrology.

12. American Diabetes Association. Executive Summary: Standards of Medical Care in

Diabetes 2013. Diabetes care.2013;36(suppl1):S34-5

.

20