jurnal gizi

7
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 4 Desember 2006 l 185 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan KOORDINASI LINTAS SEKTOR PADA TIM SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI DI KABUPATEN SLEMAN CROSS SECTORAL COORDINATION OF FOOD AND NUTRITION ALERT SYSTEM TEAM AT SLEMAN DISTRICT Toto Suharto 1 , Laksono Trisnantoro 2 1 Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Yogyakarta 2 Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan, UGM, Yogyakarta ABSTRACT Background: Undernourishment is a national problem. Although many programs have been launched, undernourishment cases are still happening. Inter-sectoral problem solving approach, e.g. establishment of Food and Nutrition Alert System Team is an alternative because nutrition problem is a collective problem of which its solution has to be integrated from various sectors. However, there is a constraint of lack of coordination; therefore evaluation on the implementation of coordination is important in order to develop strategies which can improve coordination of food and nutrition alert system. Objective: To evaluate mechanism of coordination among team of food and nutrition alert system at Sleman District. Method: The study used qualitative method to obtain data about mechanism of coordination and strategies implemented. Data were collected through in-depth interview with 10 key persons from food and nutrition alert system. Result: Team of food and nutrition alert system had not coordination mechanism well. Mutual adjustment and direct supervision mechanism was difficult. This might be related to obscure leading sector. Standardization of work process was a mechanism dominantly because all sectors used technical guideline in doing their job. Strategies implemented as coordination meeting of head institutions, informal meeting and direct supervision by the authorities, had not improved coordination. Local government of Sleman could choose 1 of 3 alternative strategies, i.e. 1) to form coordination unit, 2) revising structure of food and nutrition alert system team with regard to echelon aspect, and 3) fulfill the formation of epidemiologist functional post group. Conclusion: Team of food and nutrition alert system had not used mechanism of coordination as expected. Standardization of work process was a dominant mechanism, whereas mutual adjustment and direct supervision were not implemented. Strategies implemented had not improved coordination of food and nutrition alert system. Keywords: coordination, leading sector, strategies ABSTRAK Latar Belakang: Gizi buruk masih menjadi masalah nasional. Meskipun telah banyak program yang diluncurkan, tetapi kasus gizi buruk masih sering muncul. Pemecahan masalah dengan menggunakan pendekatan lintas sektor, seperti dibentuknya tim Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), merupakan alternatif karena masalah gizi merupakan masalah bersama yang pemecahannya harus terpadu dari berbagai sektor. Namun, kendala yang ditemui adalah kurangnya koordinasi. Oleh sebab itu, evaluasi terhadap pelaksanaan koordinasi ini penting agar dapat diciptakan strategi yang dapat meningkatkan koordinasi SKPG. Tujuan: Mengevaluasi koordinasi lintas sektor pada tim SKPG di Kabupaten Sleman. Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk memperoleh data mengenai mekanisme koordinasi dan strategi yang diterapkan. Data tersebut dikumpulkan melalui wawancara mendalam kepada tokoh kunci SKPG yang berjumlah 10 orang. Hasil: Tim SKPG belum melakukan mekanisme koordinasi dengan baik. Penyesuaian bersama dan pengawasan langsung belum dilakukan. Hal ini mungkin terkait dengan ketidakjelasan leading sector. Standarisasi proses pekerjaan merupakan mekanisme yang dominan dilakukan karena semua sektor menggunakan petunjuk teknis dalam melakukan tugasnya. Strategi yang dilakukan seperti rapat koordinasi pimpinan instansi, rapat informal dan pembinaan langsung oleh pejabat, belum dapat memperbaiki koordinasi. Pemda Sleman dapat memilih 1 dari 3 alternatif strategi, yaitu: 1) membentuk bagian khusus yang menangani koordinasi, 2) merevisi struktur tim SKPG dengan mempertimbangkan eselonisasi, dan 3) dinas kesehatan mengisi formasi kelompok jabatan fungsional epidemiolog. Kesimpulan: Tim SKPG belum menggunakan mekanisme koordinasi yang semestinya dilakukan. Standarisasi proses pekerjaan, merupakan mekanisme yang dominan, sedangkan penyesuaian bersama dan pengawasan langsung, tidak dilakukan. Strategi yang dilakukan belum dapat memperbaiki koordinasi SKPG. Kata Kunci: koordinasi, lintas sektor, strategi PENGANTAR Sampai saat ini kasus gizi buruk masih sering kita jumpai. Banyak program diluncurkan untuk menanggulangi masalah tersebut. Distribusi bubur Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dan biskuit sebagai paket makanan tambahan oleh Departemen Kesehatan merupakan salah satu contohnya, tetapi intervensi tersebut kurang efektif jika penyebab lainnya tidak diatasi secara bersama. Penyebab masalah gizi sangat kompleks, sehingga pemecahannya harus melibatkan peran sektor lain JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN VOLUME 09 No. 04 Desember l 2006 Halaman 185 - 191 Artikel Penelitian

description

jurnal gizi

Transcript of jurnal gizi

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 4 Desember 2006 l 185

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

KOORDINASI LINTAS SEKTOR PADA TIM SISTEM KEWASPADAAN PANGANDAN GIZI DI KABUPATEN SLEMAN

CROSS SECTORAL COORDINATION OF FOOD AND NUTRITION ALERT SYSTEMTEAM AT SLEMAN DISTRICT

Toto Suharto 1, Laksono Trisnantoro 2

1 Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Yogyakarta2 Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan,

UGM, Yogyakarta

ABSTRACTBackground: Undernourishment is a national problem.Although many programs have been launched,undernourishment cases are still happening. Inter-sectoralproblem solving approach, e.g. establishment of Food andNutrition Alert System Team is an alternative because nutritionproblem is a collective problem of which its solution has to beintegrated from various sectors. However, there is a constraintof lack of coordination; therefore evaluation on theimplementation of coordination is important in order to developstrategies which can improve coordination of food and nutritionalert system.Objective: To evaluate mechanism of coordination among teamof food and nutrition alert system at Sleman District.Method: The study used qualitative method to obtain dataabout mechanism of coordination and strategies implemented.Data were collected through in-depth interview with 10 keypersons from food and nutrition alert system.Result: Team of food and nutrition alert system had notcoordination mechanism well. Mutual adjustment and directsupervision mechanism was difficult. This might be related toobscure leading sector. Standardization of work process wasa mechanism dominantly because all sectors used technicalguideline in doing their job. Strategies implemented ascoordination meeting of head institutions, informal meeting anddirect supervision by the authorities, had not improvedcoordination. Local government of Sleman could choose 1 of 3alternative strategies, i.e. 1) to form coordination unit, 2) revisingstructure of food and nutrition alert system team with regardto echelon aspect, and 3) fulfill the formation of epidemiologistfunctional post group.Conclusion: Team of food and nutrition alert system had notused mechanism of coordination as expected. Standardizationof work process was a dominant mechanism, whereas mutualadjustment and direct supervision were not implemented.Strategies implemented had not improved coordination of foodand nutrition alert system.

Keywords : coordination, leading sector, strategies

ABSTRAKLatar Belakang: Gizi buruk masih menjadi masalah nasional.Meskipun telah banyak program yang diluncurkan, tetapi kasusgizi buruk masih sering muncul. Pemecahan masalah denganmenggunakan pendekatan lintas sektor, seperti dibentuknyatim Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), merupakanalternatif karena masalah gizi merupakan masalah bersama

yang pemecahannya harus terpadu dari berbagai sektor.Namun, kendala yang ditemui adalah kurangnya koordinasi.Oleh sebab itu, evaluasi terhadap pelaksanaan koordinasi inipenting agar dapat diciptakan strategi yang dapat meningkatkankoordinasi SKPG.Tujuan: Mengevaluasi koordinasi lintas sektor pada tim SKPGdi Kabupaten Sleman.Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untukmemperoleh data mengenai mekanisme koordinasi dan strategiyang diterapkan. Data tersebut dikumpulkan melalui wawancaramendalam kepada tokoh kunci SKPG yang berjumlah 10 orang.Hasil: Tim SKPG belum melakukan mekanisme koordinasidengan baik. Penyesuaian bersama dan pengawasan langsungbelum dilakukan. Hal ini mungkin terkait dengan ketidakjelasanleading sector. Standarisasi proses pekerjaan merupakanmekanisme yang dominan dilakukan karena semua sektormenggunakan petunjuk teknis dalam melakukan tugasnya.Strategi yang dilakukan seperti rapat koordinasi pimpinaninstansi, rapat informal dan pembinaan langsung oleh pejabat,belum dapat memperbaiki koordinasi. Pemda Sleman dapatmemilih 1 dari 3 alternatif strategi, yaitu: 1) membentuk bagiankhusus yang menangani koordinasi, 2) merevisi struktur timSKPG dengan mempertimbangkan eselonisasi, dan 3) dinaskesehatan mengisi formasi kelompok jabatan fungsionalepidemiolog.Kesimpulan: Tim SKPG belum menggunakan mekanismekoordinasi yang semestinya dilakukan. Standarisasi prosespekerjaan, merupakan mekanisme yang dominan, sedangkanpenyesuaian bersama dan pengawasan langsung, tidakdilakukan. Strategi yang dilakukan belum dapat memperbaikikoordinasi SKPG.

Kata Kunci: koordinasi, lintas sektor, strategi

PENGANTARSampai saat ini kasus gizi buruk masih sering

kita jumpai. Banyak program diluncurkan untukmenanggulangi masalah tersebut. Distribusi buburMakanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) danbiskuit sebagai paket makanan tambahan olehDepartemen Kesehatan merupakan salah satucontohnya, tetapi intervensi tersebut kurang efektifjika penyebab lainnya tidak diatasi secara bersama.Penyebab masalah gizi sangat kompleks, sehinggapemecahannya harus melibatkan peran sektor lain

JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

VOLUME 09 No. 04 Desember l 2006 Halaman 185 - 191

Artikel Penelitian

186 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 4 Desember 2006

Toto Suharto, dkk.: Koordinasi Lintas Sektor pada Tim ...

di luar kesehatan. Dibentuknya tim SistemKewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), merupakanupaya terpadu dalam pencegahan danpenanggulangan terhadap masalah pangan dan gizisecara dini. Namun, menurut laporan dari beberapadaerah lembaga ini mengalami penurunan.1 Masalahumum yang muncul adalah kurangnya koordinasiantarsektor.

Dalam konteks organisasi, tim SKPGmembutuhkan koordinasi untuk mensinkronkankegiatan dari berbagai sektor. Menurut Mintzberg2,ada lima mekanisme koordinasi yang penerapannyadisesuaikan dengan situasi organisasi, yaitupenyesuaian bersama (mutual adjustment),pengawasan langsung (direct supervision),standarisasi proses pekerjaan (standardization ofwork processes), standarisasi hasil pekerjaan (stan-dardization of work outputs), dan standarisasiketerampilan pegawai (standardization of workerskills). Tiga mekanisme koordinasi yang pertamamemungkinkan diterapkan pada tim dalam rangkamemenuhi kebutuhan tiga komponen dasar SKPGyaitu informasi, pengambilan keputusan dantindakan. Komponen informasi berupa situasi pangandan gizi yang unsur penunjangnya meliputi datapangan, kurang energi protein, dan kemiskinan(sosial ekonomi). Pengambilan keputusan dilakukanpimpinan atas dasar komponen informasi, sedangkankomponen tindakan adalah intervensi yang dilakukansektor terkait terhadap masalah yang ada.

Tujuan penelitian ini mengevaluasi mekanismekoordinasi yang dilakukan tim SKPG dan mengetahuistrategi Pemerintah Kabupaten Sleman dalammemperbaiki koordinasi lintas sektor.

BAHAN DAN CARA PENELITIANPenelitian ini mengeksplorasi komposisi tim

SKPG, mendeskripsikan serinci mungkin situasiyang diteliti, menceritakan pendapat responden,

serta meneliti dalam konteks yang sesungguhnya,agar diperoleh jawaban yang lebih mendalammengenai fenomena yang diteliti. Data dikumpulkanmelalui wawancara mendalam (indepth interview)kepada sepuluh orang tokoh kunci SKPG.Selanjutnya data disajikan dalam bentuk narasi,tabel maupun kutipan langsung (kuotasi).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN1. Gambaran Umum Tim SKPG

Tim SKPG di Kabupaten Sleman dibentukberdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 19/SK.KDH/A/2003. Beberapa sektor yang terlibat diantaranya adalah Sekretariat Daerah, DinasKesehatan, Dinas Pertanian dan Kehutanan, BadanPusat Statistik (BPS), Bidang KB dan Bappeda.Jumlah keseluruhan personalia yang terlibatsebanyak 31 orang. Komposisi tim SKPG disajikanpada Tabel 1.

Pada Tabel 1, antara pengarah, ketua I, danketua II memiliki eselon yang sama yaitu II b. Dalampelaksanaannya, masih terdapat perbedaanpendapat mengenai leading sector SKPG.

Kepala Bagian Perekonomian:SKPG leading sektornya dinas kesehatan,karena SK Bupati tentang tim SKPG belumdirevisi.

Assek II:Tidak bisa jika menunjuk satu sektor saja,masalah pangan ” leader ”nya dinas pertanian,sedangkan masalah gizi ” leader ”nya dinaskesehatan.

Staf Bidang TPH:Ada tiga instansi yang seharusnya menjadileader , yaitu kesehatan, pertanian dan KB.

Ketidakjelasan leading sector berakibat padamekanisme koordinasi yang dijalankan. Selama inifungsi-fungsi koordinasi dilakukan oleh bagianperekonomian selaku sekretariat Dewan KetahananPangan (DKP), sementara dinas pertanian dan dinas

Tabel 1. Komposisi Tim SKPG Menurut Jabatan dan Eselon

No. Jabatan pada tim Jabatan formal Asal instansi Eselon 1 Pengarah SKPG Assek II Sekretariat Daerah II b 2 Ketua I Kepala Dinas

Kesehatan Dinas Kesehatan II b

3 Ketua II Kepala Dinas Pertanian

Dinas Pertanian dan Kehutanan

II b

4 Sekretaris I Kabid. Yankesmas Dinas Kesehatan III 5 Sekretaris II Kabag.

Perekonomian Sekretaris Daerah III

6 Ketua pokja stabilitas harga pangan

Kepala BPS BPS III

7 Ketua pokja ketersediaan pangan Kabid. TPH Dinas Pertanian dan Kehutanan

III

8 Ketua pokja usaha perbaikan gizi Kasi Gizi Dinas Kesehatan IV 9 Ketua pokja kewaspadaan

pangan dan gizi Kasubbag Perencanaan

Dinas Pertanian dan Kehutanan

IV

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 4 Desember 2006 l 187

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

kesehatan termasuk sektor yang dikoordinasikannya.Terlihat belum ada pembagian peran yang jelas.Pendanaan SKPG berasal dari dana dekonsentrasiyang awalnya disalurkan melalui pimpinan proyekyang ada di bagian perekonomian, tetapi mulai tahun2005 dana tersebut disalurkan melalui dinas teknisyaitu di Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura(TPH) Dinas Pertanian dan Kehutanan. Beberaparesponden mengatakan koordinasi mengalamipenurunan.

Kepala Seksi Statistik Distribusi BPS:Jadi dulu tahun 2003 kami dikumpulkan dalamsebuah forum pertemuan. Di sana kamimelakukan koordinasi termasuk merencanakankegiatan di SKPG. Namun dua tahun terakhir inikegiatan SKPG vakum.

Kepala Subbag Perencanaan Dinas Pertaniandan Kehutanan:

Tahun 2003 itu sering kok, semua seringkumpul untuk bertemu muka, kemudian 2004malah rutin sepertinya tiap bulan adakoordinasi rutin, yang 2005 ini memang“ minus ”. Memang harusnya tahun 2005 iniketemu semua gitu.

Kepala Bagian Perekonomian:Di tahun 2005 jujur saja kegiatannya turun,greget nya agak-agak kurang.

2. Mekanisme Koordinasia. Penyesuaian bersama

Sebagai lembaga yang beranggotakan lintassektor, tim SKPG masih sulit menggunakanmekanisme penyesuaian bersama, sepertimelakukan komunikasi informal dengan sektor lain,penyebabnya antara lain adalah ego sektor.

Kepala Bidang Sosial Ekonomi Bappeda:Hanya karena ego sektor, ego sektornyamasih tinggi.

Kepala Bagian Perekonomian:Semuanya merasa bidang saya yang palingpenting, nah harapannya ego-ego ini tidakmuncul di bidang-bidang yang ada sebabsemuanya merupakan kegiatan instansiterkait yang memiliki tugas yang perannyasama-sama penting.

Kepala Dinas Kesehatan:Saya tidak setuju untuk kegiatan yang ada itumemakai ego ’meng-aku-kan’, yang ditonjolkanego dari masing-masing dinas, saya sendiritidak setuju.

b. Pengawasan langsungMekanisme pengawasan langsung seperti

melakukan supervisi pada lintas sektor berkaitandengan peran manajerial pimpinan. Jika pimpinannya

tidak jelas, kegiatan ini sulit dijalankan. Berikut inikomentar dua tokoh SKPG seputar perannya sebagaiketua.

Kepala Dinas Kesehatan:Lho leading sector -nya siapa? SKPG juga gitu.Kita dinas kesehatan selaku leading sektorkesehatan iya, tetapi bukan berarti sayabekerja sendiri. Saya tetap koordinasidengan yang lain.

Mantan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan:Jadi terkait posisi saya sebagai ketua II,bagaimana saya bisa menjalankan fungsisaya di organisasi SKPG misal apabilapekerjaan saya di satu institusi saya pimpinbelum optimal, misal jika rapat diwakilkan,padahal wakilnya tidak memiliki wewenangapapun untuk mengambil keputusan, nah kansama saja bohong.

c. Standarisasi proses pekerjaanMekanisme ini termasuk yang dominan

dilakukan dibanding dua mekanisme sebelumnya.Semua sektor penyedia data menggunakan juknisdan buku pedoman sebagai acuan dalammelaksanakan kegiatan. Untuk keperluan ini, timSKPG tidak menyiapkan ahli untuk membuatnya,karena pedoman tersebut telah disusun di tingkatpusat sebagai bentuk kegiatan yang standar.

3. Strategi Meningkatkan KoordinasiMenurut Assek II, strategi meningkatkan

koordinasi dilakukan dengan cara mengadakan rapatbulanan pimpinan instansi setiap tanggal 17, rapatinformal, rapat insidental dan melibatkan pejabatdalam pembinaan ke desa-desa.

PEMBAHASAN1. Mekanisme koordinasi

Tim SKPG belum melaksanakan koordinasidengan baik. Mekanisme penyesuaian bersama danpengawasan langsung tidak dilakukan sebagaimanamestinya. Hal ini karena leading sector tidak jelas,adanya ego sektor, tim belum mempertimbangkaneselonisasi dan belum ada pembagian peran yangjelas. Menurut Wijono3, ciri adanya koordinasi yangberhasil adalah tumbuhnya kesadaran di antarapejabat untuk saling kerja sama dan membantu,adanya komunikasi yang lebih menguntungkan, tidakterjadi saling melempar tanggung jawab ataumengambil tanggung jawab yang tidak semestinyadan tidak ada ego sektoral.

Mintzberg4, dalam bukunya Structure in Fives:Designing Effective Organization, mengatakan,”mekanisme koordinasi menjelaskan jalur-jalur pokoktentang bagaimana sebuah organisasi

188 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 4 Desember 2006

Toto Suharto, dkk.: Koordinasi Lintas Sektor pada Tim ...

mengkoordinasikan kerja mereka. Hal tersebut harusdipertimbangkan sebagai struktur elemen dasar,sebuah perekat yang merekatkan kebersamaansebuah organisasi. Jika dikaitkan dengan komponendasar SKPG, setidaknya tim melakukan tigamekanisme koordinasi, yaitu penyesuaian bersama,pengawasan langsung dan standarisasi prosespekerjaan. Untuk mekanisme koordinasi dalambentuk standarisasi hasil dan standarisasiketerampilan tidak dibahas dalam penelitian ini. Sulitmenentukan hasil kerja yang spesifik pada timSKPG. Hal ini berbeda dengan hasil kerja misalnyamenjilid tesis, maka tukang foto kopi akan menatasecara berurutan mulai dari halaman sampul sampaidengan halaman terakhir, mereka telah mempunyaistandar. Standarisasi hasil cocok diterapkan padadesain organisasi struktur divisional denganlingkungan yang stabil, sederhana dan organisasitergolong besar. Begitu pula dengan standarisasiketerampilan pegawai, mekanisme ini cocok padaorganisasi besar, lingkungan stabil dan kompleks,serta kontrol pada profesional.

Mekanisme yang pertama adalah penyesuaianbersama, dilakukan melalui proses komunikasiinformal yang sederhana. Penyesuaian bersamadiperlukan ketika masing-masing sektormerencanakan kegiatan dan melakukan intervensi.Kegiatan yang menyangkut teknis menjadi tanggungjawab sektor, tinggal bagaimana antarsektormelakukan komunikasi agar terdapat keterpaduandalam perencanan dan melakukan tindakan.Penyesuaian bersama termasuk mekanismekoordinasi yang sulit dijalankan, karena setiap orangakan berhubungan dengan orang lain yang beradadi luar dinasnya. Selain itu, ego sektor turutmenghambat terciptanya mekanisme koordinasi.Keberhasilan menggunakan mekanisme initergantung dari setiap individu beradaptasi satudengan yang lainnya.

Mekanisme koordinasi yang kedua dalambentuk pengawasan langsung tidak dilakukan. Tidakada supervisi atau bimbingan teknis pada anggotatim. Selain tingkatan eselon pejabat, ketidakjelasanleading sector turut mempengaruhi mekanisme ini.Wajar jika kepala dinas kesehatan mempertanyakankembali tentang leading sector SKPG, karena saatini lembaga SKPG telah mengalami perubahankepemimpinan. Di tingkat pusat, SKPG berada diBadan Bimas Ketahanan Pangan DepartemenPertanian (dahulu di Departemen Kesehatan). DiProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), SKPGdikoordinasikan oleh Dinas Pertanian.

Mekanisme pengawasan langsung diperlukanpimpinan untuk melihat sektor-sektor yang terlibat,

baik dalam bentuk supervisi, pemberian intruksimaupun pemberian delegasi. Kontrol padamekanisme pengawasan langsung terletak padapimpinan. Jika pimpinan menjalankan fungsi-fungsimanajerialnya, maka mekanisme ini termasuk yangdijalankannya. Bimbingan teknis atau supervisidiperlukan pimpinan untuk melihat kinerja bagianorganisasi yang ada dibawahnya dan mengetahuimasalah yang dihadapi. Tugas supervisor menurutSherman et al,5 adalah mengelola bawahan agarlebih efektif dalam menjalankan tugas sertamembantu seseorang untuk melakukan kerja samadi antara masing-masing staf. Pengawasanlangsung ini optimal dijalankan jika pimpinanmempunyai posisi yang kuat, misalnya memilikieselon tinggi. Jika penempatan pimpinan tidak pas,mekanisme ini sulit diterapkan karena tidak mungkinsektor mensupervisi sektor lainnya yang memilikieselon yang lebih tinggi. Selain itu, secara kultursektor tidak terbiasa di supervisi oleh sektor lain.

Mekanisme yang ketiga, standarisasi prosespekerjaan termasuk yang dominan dilakukan, karenasemua sektor telah menggunakan buku pedomandan juknis dalam melaksanakan kegiatannya.Penggunaan mekanisme ini tergolong efisien, tetapiakan sulit diterapkan jika menemukan masalah baruyang tidak terdapat pada buku dan juknis.Mekanisme dalam bentuk standarisasi prosestergolong mudah dilakukan, karena sektor penyediadata melakukan tugas rutin seperti dalampengumpulan data pangan, kesehatan dankemiskinan. Standarisasi proses ini merupakanmekanisme koordinasi kunci pada organisasi dengankonfigurasi birokrasi mesin. Manajer mempekerjakanpara ahli untuk membuat standarisasi, kemudian stafmelakukan tugas sesuai dengan standar yang telahditentukan.

2. Strategi Meningkatkan KoordinasiStrategi yang diterapkan selama ini belum dapat

memperbaiki koordinasi. Hal ini terungkap daripernyataan beberapa responden yang menyatakanbahwa koordinasi mengalami penurunan. MenurutWijono3, kegiatan seperti pertemuan formal dan in-formal yang dilakukan selama ini bukan termasukstrategi, tetapi hanya merupakan metode koordinasi.Oleh sebab itu, penting bagi pimpinan mencaristrategi yang memfokuskan pada tim SKPG,sementara yang dilakukan selama ini sifatnya makrodalam kerangka pembangunan di KabupatenSleman. Strategi menurut Porter6, berarti melakukanaktivitas yang berbeda dengan aktivitas yangdilakukan para pesaing atau melakukan aktivitasyang sama dengan cara lain.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 4 Desember 2006 l 189

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Strategi, oleh Osborne dan Plastrik7 yaitupenggunaan titik dongkrak utama untuk melakukanperubahan mendasar yang meliputi seluruhpemerintahan dengan mengubah segala-galanya.Paling tidak ada 2 dari 5 strategi Osborne7 yang dapatditerapkan pada tim SKPG yaitu strategi inti danstrategi konsekuensi. Strategi inti menekankan padatujuan organisasi dengan memperbaiki fungsipemerintah sebagai pengarah dengan menciptakanmekanisme baru, misalnya SKPG diserahkanpengelolaannya pada swasta/LSM, seperti halnyaprivatisasi fungsi-fungsi yang pernah dilakukanMargaret Thatcher di Inggris. Strategi konsekuensimemberikan pilihan pada pemberian insentif kepadapihak-pihak yang terlibat, sebagai konsekuensi ataskinerja yang dihasilkan. Dengan strategikonsekuensi, sektor yang terlibat memiliki hak untukmenerima insentif atas pekerjaan mereka. TimSKPG dengan menggunakan strategi konsekuensiini dapat berupa panitia tetap ataupun kesatuan tugaskhusus yang dibentuk pada saat diperlukan untukmenangani masalah. Dengan demikian, insentifkepanitiaan dianggarkan secara rutin, misal bulanan.

Untuk memperbaiki koordinasi SKPG, adabeberapa alternatif strategi yang dapat dilakukanPemkab Sleman, yaitu:1. Membentuk bagian yang secara khusus

menangani koordinasiPenataan kelembagaan di tingkat daerah diatur

dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 8/2003tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.Dalam PP tersebut pada prinsipnya memberikankeleluasaan yang luas kepada daerah untukmenetapkan kebutuhan organisasi sesuai denganpenilaian daerah masing-masing. Pemberianwewenang kepada daerah menurut PP tersebutmemungkinkan Pemkab Sleman membentuk “DinasKoordinasi”, yang mengadopsi dari “MenteriKoordinasi” sebagai pembantu Presiden di jajaranpemerintah pusat. Penataan kelembagaan diKabupaten Sleman sesuai PP No. 8/2003menghasilkan 9 dinas dari 14 dinas yang ditentukanmaksimal. Oleh karena itu masih ada peluang untukmelakukan pembentukan lembaga. Namundemikian, jika alternatif pertama ini tidakmemungkinkan, Pemkab Sleman dapat memilihalternatif strategi berikutnya.

2. Memperbaiki struktur SKPG denganmempertimbangkan eselonisasiSalah satu penyebab koordinasi tidak jalan di

antaranya struktur lembaga yang tidakmempertimbangkan eselonisasi. Penempatan pejabatdalam struktur kepengurusan di sebuah lembaga

khususnya di lingkungan pemerintahan, pentingmempertimbangkan tingkatan eselon, karenadipandang kurang etis bila pejabat memerintah pejabatlain yang mempunyai eselon sama atau setingkatlebih tinggi. Hal tersebut telah menjadi bagian budayakerja. Budaya organisasi menurut Bupati Sleman8,telah terbentuk selama puluhan tahun dan tidak akanmudah diubah dalam kurun waktu yang singkat.Menurut Robbins9, budaya organisasi merujuk padasuatu sistem pengertian yang diterima secarabersama, misalnya praktik-praktik yang telahberkembang sejak beberapa lama.

Strategi yang kedua ini dengan mengangkatSekretaris Daerah (Sekda) yang memiliki jenjangjabatan tertinggi di tingkat kabupaten, menjadipimpinan SKPG. Penempatan Sekda memungkinkanuntuk melakukan koordinasi utamanya pada desainorganisasi dengan struktur birokrasi mesin danstruktur sederhana. Pada struktur birokrasi mesin,pengambilan keputusan mengikuti rantai komando,seperti yang biasa dialami Pegawai Negeri Sipil(PNS). Pada struktur sederhana, Sekdamemungkinkan untuk melakukan kontrol terhadapsektor-sektor yang berada di bawahnya. Gambar 1menyajikan susunan tim SKPG denganmempertimbangkan eselonisasi.

Pertanian

KB

Bappeda BPS

Perekonomian

Kesehatan

Bupati

Sekda

Pertanian

KB

Bappeda BPS

Perekonomian

Kesehatan

Bupati

Sekda

Gambar 1. Komposisi ideal tim SKPG

Pada Gambar 1, Bupati melakukan kontrolmelalui Sekda yang kapasitasnya sebagai ”leader”.Jika Sekda menjadi pimpinan yang mengelolakoordinasi sektor, partisipasi sektor-sektor terkaitdiperkirakan akan lebih baik jika dibandingkandengan struktur sebelumnya. Untuk mencapaiefektivitas dan efisiensi, susunan tim tidak perlu

190 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 4 Desember 2006

Toto Suharto, dkk.: Koordinasi Lintas Sektor pada Tim ...

membentuk pokja dan tidak perlu terlalu banyakorang yang terlibat. Idealnya tim terdiri atas pejabatpuncak masing-masing sektor yang jumlahnyaantara 6-8 orang.

3. Dinas Kesehatan mengisi formasi kelompokjabatan fungsional epidemiologDalam operasionalnya, tim SKPG identik

dengan tim surveilans. Keduanya secara terus-menerus bertujuan menemukan, mencegah danmenanggulangi kejadian (kurang gizi) secara dini.Dalam struktur Dinas Kesehatan (SK Bupati Nomor29/Kep.KDH/A/2003), terdapat kelompok jabatanfungsional yang diperuntukkan bagi para profesionalyang mempunyai keahlian khusus. Namun wadahyang tersedia tersebut belum terisi, karena perluproses yang panjang termasuk memperbaiki strukturyang ada. Saat ini jabatan fungsional epidemiologmulai diterapkan di puskesmas, pada tahun 2006sudah memasuki masa inpassing. Epidemiologdiakui sebagai tenaga fungsional sesuai denganKeputusan Bersama Menteri Kesehatan dan KepalaBadan Kepegawaian Negara Nomor 395/Menkes-Kesos/SKB/V/2001). Ke depan, epidemiolog yangmengisi kelompok jabatan fungsional tersebutsecara rutin akan memberikan informasi kepadakepala dinas dan pemegang program. Berkaitandengan sistem informasi gizi, keberadaanepidemiolog ini sangat penting terlebih saat ini kasusgizi buruk sering bermunculan. Selanjutnya, kegiatansurveilans gizi menjadi kewenangan tim fungsionaluntuk melakukan pengumpulan dan analisis data.

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan

Tim SKPG belum menggunakan mekanismekoordinasi penyesuaian bersama dan pengawasanlangsung, sebagai akibat dari ketidakjelasan lead-ing sector, adanya ego sektor dan struktur organisasiyang tidak mempertimbangkan eselonisasi.Mekanisme yang dilakukan berupa standarisasiproses pekerjaan yang ditandai dengan penggunaanjuknis dan buku pedoman oleh masing-masing sektordalam menjalankan tugasnya.

Strategi yang diciptakan seperti rapat bulananpimpinan, rapat informal, rapat insidental danmelibatkan pejabat dalam berbagai kegiatan, belumdapat memperbaiki koordinasi SKPG. Oleh karenaitu perlu diciptakan strategi lain yang lebih efektif.

SaranUntuk memperbaiki koordinasi SKPG, Pemkab

Sleman dapat memilih 1 dari 3 alternatif strategi dibawah ini.

a. Memperkuat tim SKPG yaitu merevisi susunantim dengan memperhatikan jenjang eselonisasibagi pejabat yang ditunjuk, pimpinan SKPGidealnya mempunyai eselon lebih tinggidibanding dengan pejabat lain yangdikoordinasikannya.

b. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman tidakperlu membentuk tim SKPG, jika semua sektortelah memahami tugas pokok dan fungsinya,misalnya dinas kesehatan melakukan upayaperbaikan gizi, dinas pertanian meningkatkanketahanan pangan. Struktur formal yang adaterkesan menambah beban pekerjaan. Jikasektor punya ketergantungan dengan sektorlain, tanpa struktur pun koordinasi tetap bisadijalankan, sebagai contoh, meskipun PKK dandinas kesehatan tidak berada dalam satustruktur formal, tetapi kedua institusi tersebuttetap saling bekerja sama, melakukan kontakinformal dan melakukan berbagai kegiatansecara bersama, seperti melakukan pembinaanposyandu, TNI Manunggal KB-Kesehatan(TMKK), pembinaan UPGK, dan lain-lain.

c. Dinas Kesehatan perlu mengisi formasikelompok jabatan fungsional epidemiolog dalamrangka mengoptimalkan fungsi pengawasanmelalui kegiatan surveilans, sehingga dapatmemberikan informasi segera untuk dilakukantindakan pengendalian terhadap kejadiankekurangan gizi.

UCAPAN TERIMA KASIHSecara tulus kami sampaikan terima kasih

kepada dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA, yang telahbanyak memberi masukan.

KEPUSTAKAAN1. Soekirman, Mewaspadai terjadinya Busung

Lapar dan Gizi Buruk dengan SistemKewaspadaan Pangan dan Gizi. Gizi Kita Vol7, Juli 2005.

2. Mintzberg, H. The Structuring of Organizations.Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs. N.J. 07632.1979.

3. Wijono, D. Manajemen Kepemimpinan danOrganisasi Kepemimpinan. Airlangga UniversityPress. 1997.

4. Mintzberg, H. Structure in Fives: DesigningEffective Organizations. Prentice Hall,Englewood Cliffs, N.J. 07632. 1983.

5. Sherman, A., Bohlander, G. & Snell, S.Managing Human Resources. South-WesternCollege Publishing. 1996.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 4 Desember 2006 l 191

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

6. Porter, M.E. Apa yang Dimaksudkan denganStrategi? (terjemahan). Dalam: Usmara,ed.Implementasi Manajemen Stratejik, Kebijakandan Proses. Amara Books. Yogyakarta.1996:11-50.

7. Osborne D. & Plastrik P. Memangkas Birokrasi,Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha(terjemahan). Penerbit PPM. Jakarta. 1997.

8. Subiyanto,I. Pemerintahan Transparan,Demokratis dan Akuntabel: Gagasan danPengalaman 2000-2005. LaksBang.Yogyakarta. 2005.

9. Robbins, S.P. Organization Theory Structure,Design, and Applications, Third Edition. PrenticeHall, Englewood Cliffs, New Jersey 07632. 1990.