KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI...

12
KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI DAN BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS DENGAN KUALITAS HIDUP SUBYEK YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER CORELLATION OF NUTRITIONAL STATUS BY ANTROPOMETRIC AND BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS WITH QUALITY OF LIFE IN MAINTENANCE HEMODIALYSIS SUBJECT Fitryani, Agussalim Bukhari, Nurpudji A.Taslim Bagian Ilmu Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Alamat Korespondensi: Fitryani Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Hp: 085396179221 Email: [email protected]

Transcript of KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI...

Page 1: KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e9959f783f3e8718d0b92408d5556932.pdf · bisa menjadi salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan

KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI DAN BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS DENGAN KUALITAS HIDUP

SUBYEK YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER

CORELLATION OF NUTRITIONAL STATUS BY ANTROPOMETRIC AND BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS WITH QUALITY OF LIFE IN

MAINTENANCE HEMODIALYSIS SUBJECT

Fitryani, Agussalim Bukhari, Nurpudji A.Taslim Bagian Ilmu Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

Alamat Korespondensi:

Fitryani Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Hp: 085396179221 Email: [email protected]

Page 2: KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e9959f783f3e8718d0b92408d5556932.pdf · bisa menjadi salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan

ABSTRAK Pasien gagal ginjal tahap akhir (GGTA) yang menjalani hemodialisis (HD) reguler terbukti sebagian besar mengalami malnutrisi energi protein yang dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menilai korelasi status gizi berdasarkan antropometri dan bioimpedance analysis (BIA) dengan kualitas hidup kesehatan fisik dan mental berdasarkan format short-form 36 (SF-36) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian dilakukan di unit hemodialisis RSUP DR Wahidin Sudirohusodo dan rumah-rumah sakit lainnya dalam wilayah kota Makassar. Metode penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) yang bersifat analisis deskriptif (descriptive analytic) pada 57 subyek GGTA-HD yang memenuhi kriteria inklusi. Wawancara dengan responden untuk pengisian kuesioner SF-36 dan menilai asupan 24 jam (food-recall 24h) dilakukan pada saat sesi hemodialisis berlangsung, sedangkan pengukuran parameter status gizi dengan menggunakan antropometri, BIA (SF-BIA Tanita BC-541®), dan laboratorium dilakukan sesaat setelah hemodialisis. Kalkulasi skoring SF-36 dilakukan secara on-line melalui internet sehingga didapatkan jumlah komponen kesehatan fisik dan mental secara terpisah. Karakteristik subyek penelitian menunjukkan jumlah sampel laki-laki lebih banyak daripada perempuan (61,4% : 38,6%), dengan umur rata-rata 49.04 ± 7.98 tahun, IMT rata-rata 21,91 kg/m2, komposisi tubuh FM 20.06 ± 10.78%, TBW 57.00 ± 7.98 kg, MM 41.90 ± 8.75 kg, FFM 43.66 kg, FFMI 19.21, nilai kualitas hidup kesehatan fisik 32,7 dan kesehatan mental 44,7. Terdapat perbedaan signifikan pada dry weight (p<0,05) dan seluruh komponen komposisi tubuh (p<0,01) antara laki-laki dan perempuan subyek GGTA-HD, namun tidak ada perbedaan signifikan pada IMT, kualitas hidup fisik maupun mental. Perbedaan signifikan juga nampak pada seluruh parameter komposisi tubuh (p<0,05) di antara 3 kelompok IMT (IMT kurang, normal dan lebih), dengan komponen FFMI dan TBW menunjukkan nilai paling signifikan (p<0,01), kualitas hidup kesehatan fisik juga berbeda signifikan pada kelompok IMT kurang dan normal (p<0,05), . Analisis data juga menunjukkan korelasi yang signifikan antara status gizi berdasarkan BIA dengan kualitas hidup kesehatan fisik subyek GGTA-HD (r = 0,29 ; p = 0,02), sedangkan dengan kesehatan mental tidak berkorelasi signifikan. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa status gizi berdasarkan BIA berkorelasi dengan kualitas hidup kesehatan fisik, sedangkan status gizi berdasarkan antropometri berkorelasi pula dengan kualitas hidup kesehatan fisik namun hanya pada kelompok IMT kurang dan normal. Kata kunci : antropometri, BIA, kualitas hidup kesehatan fisik, kualitas hidup kesehatan mental

Abstract End-stage renal failure patients (ESRF) undergoing hemodialysis (HD) proved to be the most regular protein energy malnutrition that can affect their quality of life decline. This study aimed to assess the correlation of nutritional status by anthropometry and bioimpedance analysis (BIA) with the quality of life on physical and mental health based on the format of the short-form 36 (SF-36) which has been translated into Indonesian. The study was conducted in the hemodialysis unit RSUP DR Wahidin Sudirohusodo and other hospitals in the Makassar. The research method used was a cross-sectional (cross-sectional) that are descriptive analysis at 57 GGTA-HD subjects who meet the inclusion criteria. Interviews with respondents to questionnaires SF-36 and assess intake for 24 hours (24h food recall) made during hemodialysis sessions, while the measurement parameters of nutritional status using anthropometry, BIA (SF-BIA Tanita BC-541®), and laboratory performed shortly after hemodialysis. SF-36 scoring calculation done on-line via the internet to obtain the amount of physical and mental health components separately. Characteristics of the study subjects showed the sample of men more than women (61.4%: 38.6%), with an average age of 49.04 ± 7.98 years, BMI 21.91 kg/m2 on average, body composition FM 20:06 ± 10.78%, 57.00 ± 7.98 kg TBW, MM 41.90 ± 8.75 kg, FFM 43.66 kg, FFMI 19,21, the value of the physical health quality of life is 32.7 and mental health 44.7. There are significant differences in dry weight (p <0.05) and all components of body composition (p <0.01) between male and female subjects GGTA-HD, but no significant differences in BMI, physical and mental quality of life. Significant differences were also evident in all body composition parameters (p <0.05) among the 3 BMI groups (BMI less, normal, and more), with components FFMI and TBW demonstrated the most significant values (p <0.01), physical health quality of life also differed significantly on less and normal BMI groups (p <0.05). Analysis of the data also showed a significant correlation between nutritional status by the BIA to the physical health quality of life of GGTA-HD subjects (r = 0.29, p = 0.02), whereas no significant correlation with mental health. This study suggests that the nutritional status by BIA correlated with physical health quality of life, while the nutritional status by anthropometric correlates well with quality of life in physical health, but only on less and normal BMI groups.

Keywords: anthropometry, BIA, the quality of life of physical health, mental health quality of life

Page 3: KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e9959f783f3e8718d0b92408d5556932.pdf · bisa menjadi salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan

PENDAHULUAN

Insiden dan prevalensi Penyakit Ginjal Kronik (PGK) semakin meningkat di seluruh

dunia dan sangat berkaitan dengan luaran yang buruk. CDC (Centers for Disease Control)

melaporkan bahwa dalam kurun waktu tahun 1999 hingga 2004, 16.8% dari populasi

penduduk usia di atas 20 tahun mengalami PGK. Persentase ini meningkat bila dibandingkan

data pada 6 tahun sebelumnya, yakni 14.5% (Saydah, 2007). Di negara-negara berkembang,

insiden ini diperkirakan sekitar 40 – 60 kasus per juta penduduk per tahun. Di Indonesia,

dari data di beberapa bagian nefrologi, diperkirakan insidens PGK berkisar 100-150 per 1 juta

penduduk dan prevalensi mencapai 200-250 kasus per juta penduduk (Bakri, 2005).

PGK yang tidak ditatalaksana dengan baik dapat memburuk ke arah gagal ginjal tahap

akhir (GGTA) atau dikenal sebagai End Stage Renal Disease. Stadium akhir ini yang juga

disebut sebagai gagal ginjal, membutuhkan terapi pengganti ginjal permanen berupa dialisis

atau transplantasi ginjal. Malnutrisi sering terjadi pada pasien GGTA yang menjalani

hemodialisis (HD) reguler, dimana banyak faktor yang mempengaruhi, di antaranya gejala

uremia yang menyebabkan asupan protein dan kalori yang menurun, inflamasi kronik, dan

komorbid akut atau kronik (Dumler, 2003). Sehingga mereka mengalami berat badan

menurun, kehilangan simpanan energi (jaringan lemak) dan protein tubuh juga albumin

serum, transferin dan protein viseral lainnya (Stenvinkel, 2000).

Ada beberapa cara penilaian status gizi seperti antropometri (berat badan, lingkaran

lengan, triceps skinfold thickness), laboratorium (seperti albumin serum, transferin), DEXA

dan BIA. Cara menilai status gizi (nutritional assessment) seperti antropometri, hasilnya

bisa menjadi salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan pada pasien gagal ginjal

(Dumler, 2003). Pemeriksaan antropometri memerlukan waktu yang lama dan

keterampilan khusus, penilaian indeks massa tubuh (IMT) memiliki keterbatasan dalam

menilai lemak tubuh dan sangat dipengaruhi oleh hidrasi jaringan (Gupta, 2004). Analisis

komposisi tubuh penting untuk menilai status gizi karena penilaian berat badan saja

tidak akan memberikan informasi tentang kurangnya Body Cell Mass (BCM). Perubahan

extracellular water (ECW) dapat menutupi tanda kehilangan BCM. Orang yang memiliki

IMT yang sama belum tentu memiliki komposisi tubuh yang sama (Kaysen, 2005). Dumler

dkk (1992) melakukan studi terhadap 39 pasien HD yang difollow-up selama 5-12 bulan

dengan antropometri dan BIA, ternyata pengukuran berat badan serial tidak berkorelasi

dengan perubahan FFM yang diukur dengan BIA, ini menunjukkan bahwa perubahan status

hidrasi dan FM inilah yang menyebabkan perbedaan tersebut. Selama lebih dari 20 tahun,

bioelectrical impedance analysis (BIA) telah dikenal sebagai suatu teknik yang non-invasif

Page 4: KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e9959f783f3e8718d0b92408d5556932.pdf · bisa menjadi salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan

dan sederhana untuk mengukur status hidrasi tubuh pasien dan telah berhasil digunakan untuk

menentukan berat badan kering pada pasien HD (Zhu F, 2004).

Kualitas hidup (KH) penderita GGTA yang menjalani HD reguler di berbagai tempat

telah diteliti dan hasilnya pada umumnya menunjukkan penurunan kualitas hidup. Tujuan

menilai KH sebagai indikator tambahan dari outcome terapi adalah untuk mengetahui efek

keseluruhan dari terapi. 36-Item Short-Form Health Survey (SF-36) secara luas telah dipakai

untuk mengevaluasi kualitas hidup pada penyakit GGTA (Zadeh, 2001).

Tattersall (2009) telah melakukan studi penggunaan single-frequency (SF) BIA dan

multi-frequency (MF) BIA untuk menilai status nutrisi dan cairan pasien HD. Hasilnya

menunjukkan SF-BIA memiliki keunggulan dari segi harga dan penggunaan yang lebih

praktis dibandingkan MF-BIA. SF-BIA dapat memberikan informasi tentang jumlah cairan

tubuh, nutrisi dan komposisi tubuh pasien, namun MF-BIA selain itu dapat pula mengukur

kelebihan cairan tubuh pasien sebanyak 1-2 liter dan output MF-BIA juga lebih mudah

diinterpretasikan. MF-BIA tidak cocok untuk penggunaan rutin tetapi dapat dipertimbangkan

sebagai gold standard untuk pemakaian klinis BIA sekali-kali (Tattersall, 2009).

Penelitian Zadeh, dkk (2006) menunjukkan kualitas hidup yang cenderung menurun

pada pasien HD reguler dengan persentase lemak tubuh yang rendah, sehingga manajemen

obesitas pada pasien dialysis mesti dipertimbangkan sebaik-baiknya (Zadeh, 2006).

Studi yang dilakukan oleh Chiang (2004) menunjukkan aspek kesehatan fisik dan

mental dari kualitas hidup pasien HD reguler di Taiwan secara substansial lebih rendah,

kecuali toleransi nyeri tubuh yang tinggi. Sejumlah karakterisitik demografik dan klinis

mempunyai dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup pasien HD reguler di Taiwan

(Chiang, 2004).

Penelitian yang menggunakan metode BIA untuk menilai status gizi pasien GGTA

yang menjalani HD telah banyak dilakukan di Indonesia, Namun, penelitian yang

menghubungkan status gizi berdasarkan antropometri dan BIA dengan kualitas hidup

sepengetahuan kami belum pernah dilakukan di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan.

Atas dasar inilah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat korelasi status gizi

berdasarkan antropometri dan BIA dengan kualitas hidup yang menggunakan SF-36.

BAHAN DAN METODE

Desain Penelitian

Penelitian dengan metode potong lintang (cross sectional) yang bersifat analisis

deskriptif (descriptive analytic) dilakukan di instalasi Hemodialisis RSUP Wahidin

Page 5: KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e9959f783f3e8718d0b92408d5556932.pdf · bisa menjadi salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan

Sudirohusodo dan rumah-rumah sakit dalam wilayah kota Makassar mulai bulan Mei 2012.

Populasi terjangkau adalah pasien GGTA yang menjalani HD di instalasi Hemodialisis RSUP

Wahidin Sudirohusodo dan rumah-rumah sakit dalam wilayah kota Makassar yang berumur

18 sampai 60 tahun.

Metode Pengumpulan Data

Pada saat masuk Instalasi Hemodialisis pasien berumur 18-60 tahun yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan pencatatan nama, umur, jenis kelamin, berat badan

aktual dan tinggi badan, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan); gejala klinis

terutama gastro intestinal dan anoreksia; diagnosis (penyakit infeksi atau non infeksi, CVD,

DM, keganasan. Kemudian dilakukan wawancara dengan responden untuk pengisian kuesioner

SF-36 dan menilai asupan (24h-food recall) selama sesi HD berlangsung. Pengambilan sampel

darah untuk pemeriksaan laboratorium dilakukan sesaat setelah sesi HD, selanjutnya sampel

darah diuji di Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan.

Pengukuran berat badan menggunakan timbangan injak yang sudah ditera dengan ketelitian

500 gram, sampel menggunakan pakaian setipis mungkin. Pengukuran tinggi badan

menggunakan pita ukur plastik dengan ketelitian 0,1 cm stadiometer dengan cara berdiri

tegak, punggung menempel pada dinding, kepala lurus ke depan dengan puncak kepala berada

tepat pada bagian bawah skala pengukur stadiometer. Pengukuran komposisi tubuh dengan

BIA dilakukan pada suhu kamar, dengan frekuensi 50-kHz dan amplitude 800-µA,

elektroda ditempelkan pada kaki. Dengan mencatat umur, jenis kelamin, berat badan dan

tinggi badan pada alat, secara automatis akan dihasilkan kalkulasi dari parameter-

parameter komposisi tubuh. Semua pengukuran dilakukan 15 menit setelah HD

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis statistik dengan menggunakan

SPSS 19. Data mengenai karakteristik demografi disajikan dalam bentuk deskriptif. Untuk

menganalisis korelasi antara 2 variabel digunakan uji korelasi Pearson jika data berdistribusi

normal dan Spearman untuk data yang berdistribusi tidak normal. Untuk menganalisis

perbandingan dua kelompok data numerik tidak berpasangan digunakan uji T-independent.

Perbandingan lebih dari dua kelompok data numerik tidak berpasangan digunakan uji One-

way ANOVA yang dilanjutkan dengan analisis Post Hoc jika menghasilkan nilai p < 0,05.

Batas kemaknaan yang digunakan adalah 5% dengan derajat interval kepercayaan 95%

dengan ketentuan bermakna bila p < 0,05 dan tidak bermakna bila p > 0,05.

Page 6: KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e9959f783f3e8718d0b92408d5556932.pdf · bisa menjadi salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Data Dasar

Tabel 1 menunjukkan karakteristik 57 subyek GGTA-HD berdasarkan umur, lama

HD, jenis kelamin, pemeriksaan antropometri, BIA, laboratorium dan asupan.

Perbandingan Parameter Status gizi dan Kualitas Hidup berdasarkan Jenis Kelamin

Tidak ada perbedaan yang bermakna pada umur, lama menjalani HD, IMT,

laboratorium dan asupan, demikian pula pada kualitas hidup kesehatan fisik (PCS) dan

kesehatan mental (MCS) antara laki dan perempuan subyek GGTA-HD. Namun, terdapat

gambaran subyek laki-laki lebih lama menjalani HD daripada subyek perempuan, dengan dry-

weight yang berbeda bermakna antara ke-2 kelompok tersebut. Status gizi berdasarkan BIA

terdapat perbedaan yang bermakna pada hampir semua parameter komposisi tubuh antara

laki-laki dan perempuan subyek GGTA-HD (Tabel 2).

Perbandingan variabel status gizi dan Kualitas hidup berdasarkan klasifikasi IMT

Tidak ada perbedaan bermakna pada umur, laboratorium dan asupan di antara

kelompok IMT, sedangkan lama HD walaupun tidak berbeda secara bermakna namun

menunjukkan kecenderungan hubungan makin lama HD maka IMT makin menurun. Semua

parameter BIA menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara kelompok IMT, dimana

sebagian besar meningkat sesuai peningkatan IMT, kecuali TBW yang makin menurun

dengan peningkatan IMT. Kualitas hidup kesehatan fisik berbeda bermakna di antara ke-3

kelompok IMT, sedangkan skala kesehatan mental (MCS) tidak berbeda bermakna di antara

ke-3 kelompok IMT tersebut (Tabel 3).

Korelasi Status Gizi berdasarkan Antropometri dan BIA dengan Kualitas Hidup

berdasarkan SF-36

Tabel 4 menunjukkan korelasi positif bermakna antara parameter komposisi tubuh FM

dan MM dengan kualitas hidup kesehatan fisik, yang berarti makin besar FM dan MM maka

kualitas hidup kesehatan fisik juga akan makin meningkat, sedangkan korelasi dengan

kualitas hidup kesehatan mental tidak bermakna. Parameter TBW, LBM, BCM dan FFMI

juga berkorelasi dengan kualitas hidup kesehatan fisik tetapi arahnya negatif, yang berarti

makin besar TBW, LBM, BCM dan FFMI maka kualitas hidup kesehatan fisik makin

menurun, namun dengan kualitas hidup kesehatan mental tidak berkorelasi signifikan.

Variabel umur, lama HD, albumin dan asupan tidak berkorelasi signifikan dengan kualitas

hidup kesehatan fisik dan mental.

Page 7: KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e9959f783f3e8718d0b92408d5556932.pdf · bisa menjadi salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi positif bermakna antara kualitas hidup

kesehatan fisik berdasarkan SF-36 dengan status gizi berdasarkan BIA, yaitu komponen

massa lemak (r = .264* ; p = .047) dan massa otot (r = 0.273* ; p = 0.040), yang berarti bila

massa lemak dan massa otot meningkat maka diharapkan kualitas hidup kesehatan fisik juga

akan meningkat pada subyek GGTA-HD. Sedangkan komponen cairan tubuh, massa tubuh

bebas lemak dan indeks massa tubuh bebas lemak berkorelasi negatif bermakna dengan

kesehatan fisik, artinya kualitas hidup kesehatan fisik mungkin akan menurun bila cairan

tubuh, massa tubuh bebas lemak dan indeks massa tubuh bebas lemak meningkat.

Hal ini dapat dijelaskan oleh banyak studi epidemiologi yang menunjukkan bahwa

kelebihan berat badan dan obesitas, yaitu IMT >25 kg/m2, terkait dengan kelangsungan hidup

yang lebih baik pada pasien GGTA-HD, sedangkan IMT normal atau rendah mengakibatkan

berbagai risiko penyebab kematian dan penyakit kardiovaskular yang tinggi (Port FK, 2002).

Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang meneliti tentang hubungan antara

lemak tubuh dengan kualitas hidup dan mortalitas pada pasien HD (Zadeh, 2001). Hasil

penelitian tersebut menunjukkan persentase lemak tubuh yang rendah dan kehilangan lemak

setelah beberapa waktu berhubungan dengan mortalitas yang tinggi pada pasien GGTA-HD

dan kualitas hidup yang cenderung menurun meskipun telah dilakukan penyesuaian

demografik dan massa otot serta inflamasi,.

Bagaimana lemak dapat menjadi faktor protektif pada pasien GGTA-HD dapat

dijelaskan sebagai berikut. Pada suatu penelitian terbaru dimana lemak tubuh diukur kembali

(dengan cara near infrared interactance) pada 411 pasien GGTA-HD setelah 6 bulan. Setelah

penyesuaian demografi, massa otot (MM) serta inflamasi (yaitu mid-arm muscle

circumference, kreatinin serum, dan sitokin proinflamasi), penurunan lemak > 1% dikaitkan

dengan risiko kematian 2 kali (p = 0,004) dibandingkan pasien dengan peningkatan lemak (>

1%). Hal ini mengejutkan karena adipositas abdomen memiliki asosiasi dengan inflamasi dan

aterosklerosis pada pasien GGTA-HD, seperti pada populasi umum. Selain itu, jaringan

adiposa viseral (VAT) dikaitkan dengan prevalensi aterosklerosis karotid pada pasien GGTA-

HD (Yamauchi T, 2003). Namun, tidak ada studi pada pasien HD yang melaporkan tentang

efek yang berbeda antara VAT dan jaringan adiposa subkutan (SAT) pada kelangsungan

hidup jangka panjang.

Kelangsungan hidup yang menurun pada pasien GGTA-HD dengan IMT yang rendah

baru-baru ini telah dijelaskan oleh hipotesis yang terkini. Secara singkat, baik pada subyek

sehat dan GGTA-HD, organ visceral (yaitu kompartemen metabolisme tingkat tinggi/

Page 8: KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e9959f783f3e8718d0b92408d5556932.pdf · bisa menjadi salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan

HMRC) relatif terhadap seluruh massa tubuh (BW% HMRC) adalah terbalik berkaitan

dengan berat dan volume distribusi urea (V). V, sebagaimana ditentukan oleh model urea

kinetik, terkait erat dengan MM (gbr.1), sedangkan massa lemak memberikan kontribusi

hanya sedikit. Visera merupakan sumber yang paling mungkin dari toksin uremik, dan massa

dan aktivitas metabolik mereka akan menyebabkan peningkatan toksin uremik. Menurut

hipotesis tersebut, konsentrasi toksin uremik di V adalah lebih tinggi pada subyek dengan V

rendah (dengan demikian MM rendah dan IMT rendah), hasil pada pasien dialisis dengan

IMT rendah jika dihitung dengan Kt / V (Sarkar SR, 2006).

Pembentukan toksin uremik dalam organ visceral dan relatif massanya terhadap berat

badan lebih tinggi secara konsekuen pada orang yang lebih kecil, tingkat pembentukan toksin

uremik per unit berat badan (atau IMT) lebih tinggi pada pasien dengan berat badan kurang

(atau IMT). Cairan tubuh, yang volumenya terutama ditentukan oleh massa otot, berfungsi

sebagai kompartemen cairan toksin uremik. Selain itu, toksin uremik (lipofilik >>hidrofilik)

yang diambil oleh jaringan adiposa dan otot, kemudian dimetabolisme dan disimpan. Dengan

demikian, semakin besar rasio massa lemak dan massa otot visceral, semakin rendah

konsentrasi toksin uremik (Slowick, 2006)

Adapun keterbatasan penelitian ini adalah tidak dilakukannya pengukuran massa

lemak tubuh secara antropometri sehingga metode antropometri dapat dibandingkan dengan

metode BIA untuk penilaian komposisi tubuh agar dapat menentukan gold-standard metode

penilaian status gizi. Selain itu, jumlah sampel sangat terbatas untuk mengembangkan data

berdasarkan karakteristik demografi. Pemeriksaan laboratorium juga sangat terbatas karena

hanya diperiksa satu indikator kondisi malnutrisi, sedangkan masih ada indikator-indikator

lain yang lebih spesifik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kami menyimpulkan bahwa status gizi berdasarkan metode BIA berkorelasi dengan

kualitas hidup kesehatan fisik, yaitu dengan meningkatnya massa lemak dan massa otot maka

diharapkan kualitas hidup kesehatan fisik juga akan meningkat, sebaliknya kualitas hidup

kesehatan fisik mungkin akan menurun bila cairan tubuh, massa tubuh bebas lemak dan

indeks massa tubuh bebas lemak meningkat pada subyek GGTA-HD.

Disarankan penelitian selanjutnya dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan

metode penilaian status gizi yang lebih terkini dan lebih komplit. Penilaian kualitas hidup

sebaiknya dilakukan secara reguler bersamaan dengan penilaian status gizi pasien GGTA-HD

dalam rangka upaya pencegahan morbiditas dan mortalitas.

Page 9: KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e9959f783f3e8718d0b92408d5556932.pdf · bisa menjadi salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan

DAFTAR PUSTAKA

Bakri S. 2005. Deteksi dini dan upaya-upaya pencegahan progresifitas penyakit ginjal kronik. Jurnal Medika Nusantara. 26(3): 36-40.

Chih-Kang Chiang, Yu-Sen Peng, Shou-Shan Chiang, Chwei-Shiun Yang. 2004. Health-Related Quality of Life of Hemodialysis Patients in Taiwan: A Multicenter Study. Blood Purif. 22 : 490–498

Dumler, Kilate C. 2003. Body Composition Analysis by Bioelectrical Impedance in Chronic Dialysis Patients: Comparison to the National Health and Nutrition Chronic Dialysis Patients: Comparison to the National Health and Nutrition Examination Survey III. J of Renal Nutrition. 13(2):166-172.

Gupta D, Lammersfeld C. 2004. Bioelectrical Impedance Phase Angle in Clinical Practice: Implications for Prognosis in Advanced Colorectal Cancer. Am J Nutrition. 80 : 1634-1638.

James Tattersall. 2009. Bioimpedance Analysis in Dialysis: State of the Art and What We Can Expect. Blood Purif. 27 : 70–74.

Kalantar Zadeh, Kopple J. 2001. Association Among SF36, Quality of Life Measures and Nutrition, Hospitalization and Mortality in Hemodialysis. J of the American Society of Nephrology. 12 : 2797- 806.

Kamyar Kalantar-Zadeh, Noriko Kuwae, Dennis Y Wu, Ronney S Shantouf, Denis Fouque, Stefan D Anker, Gladys Block, and Joel D Kopple. 2006. Associations of body fat and its changes over time with quality of life and prospective mortality in hemodialysis patients. Am J Clin Nutr. 83 : 202–10.

Kaysen, Fansan Z, et al. 2005. Estimation of Total Body and Limb Muscle Mass in Hemodialysis Patients by Using Multifrequency Bioimpedance Spectroscopy. Am J Nutrition. 82 : 988-995.

Port, Ashby VB, Dhingra RK, Roys EC,Wolfe RA. 2002. Dialysis dose and body mass index are strongly associated with survival in hemodialysis patients. J Am Soc Nephrol. 13 : 1061–1066.

Sarkar SR, Kuhlmann MK, Kotanko P, Zhu F, Heymsfield SB, Wang J, Meisels IS, Gotch FA, Kaysen GA, Levin NW. 2006. Metabolic consequences of body size and body composition in hemodialysis patients. Kidney Int. 70 : 1832–1839.

Saydah, Burrows NR, Williams DGL. 2007. Prevalence of chronic kidney disease and associated risk factors—United States,1999-2004. JAMA. 297(16) : 1767-1768.

Slowick, Safranow K, Dziedziejko V, Dutkiewicz G, Ciechanowski K, Chlubek D. 2006: The influence of gender, weight, height and BMI on pentosidine concentrations in plasma of hemodialyzed patients. J Nephrol. 19 : 65–69.

Stenvinkel P, Heimburger O, Lindhom B. 2000. Are There Two Types of Malnutrition in Chronic Renal Failure? Evidence for Relationships between Malnutrition, Inflammation and Atherosclerosclerosis (MIA syndrome). Nephrol Dial Transplant. 15 : 953-960.

Yamauchi T, Kuno T, Takada H, Nagura Y, Kanmatsuse K, Takahashi S. 2003. The impact of visceral fat on multiple risk factors and carotid atherosclerosis in chronic haemodialysis patients. Nephrol Dial Transplant. 18 : 1842–1847.

Zhu F, Kuhlmann MK, Sarkar S, Kaitwatcharachai C, Khilnani R, Leonard EF, Greenwood R, Levin NW. 2004. Adjustment of dry weight in hemodialysis patients using intradialytic continuous multifrequency bioimpedance of the calf. Int J Artif Organs. 27 : 104–109.

Page 10: KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e9959f783f3e8718d0b92408d5556932.pdf · bisa menjadi salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan

Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian

Karakteristik (n = 57) Rata-rata

Umur (tahun)¹ 49.04 ± 7.98

Laki-laki/Perempuan (%)² 35/22 (61.4/38.6)

Lama HD (bulan)3 12.00 (3.00-84.00)

Dry weight (kg)3 55.50 (37.00-87.00)

Indeks Massa Tubuh (kg/m²)3 21.91 (15.20-35.69)

Komposisi tubuh BIA

FM (%)1 20.06 ± 10.78

TBW (kg)1 57.00 ± 7.98

MM1 41.90 ± 8.75

BM3 2.10 (1.00-5.80)

VF3 5.00 (1.00-17.00)

LBM (kg)3 43.66 (28.49-72.96)

BCM (kg)3 41.66 (27.49-69.46)

FFMI3 19.21 (13.07-25.83)

Laboratorium

Albumin1 5.57 ± 2.68

Asupan Energi (kkal)1 1119.09 ± 382.40

Asupan Protein (gr)3 43.00 (18.00-108.00)

Skor kualitas hidup

PCS3 32.70 (19.70-53.20)

MCS3 44.70 (21.20-65.20)

¹ Data ditampilkan dalam mean ± SD. ² Data ditampilkan dalam n (%) frekuensi. ³ Data ditampilkan dalam median (minimum-maksimum).

Page 11: KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e9959f783f3e8718d0b92408d5556932.pdf · bisa menjadi salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan

Tabel 2. Perbandingan Parameter Status gizi dan Kualitas Hidup berdasarkan Jenis Kelamin

Variabel Laki-laki (n = 35)

Perempuan (n = 22)

p

Umur 48.43 ± 8.17 50.00 ± 7.76 .474 Lama HD 20.69 ± 19.68 18.50 ± 24.17 .710 Antropometri

Dry weight 59.46 ± 9.69 53.59 ± 10.48 .040* IMT 22.40 ± 3.41 23.07 ± 4.59 .530

Komposisi Tubuh FM 14.83 ± 7.93 28.36 ± 9.48 .000* TBW 61.20 ± 5.89 51.28 ± 7.07 .000* MM 47.07 ± 7.56 34.95 ± 4.12 .000* BM 2.36 ± .40 2.13 ± 1.10 .363 VF 6.22 ± 4.62 5.50 ± 2.97 .472 LBM 50.38 ± 7.71 37.65 ± 4.54 .000* BCM 48.02 ± 7.49 35.52 ± 4.04 .000* FFMI 20.04 ± 2.58 17.90 ± 1.61 .000*

Albumin 6.13 ± 2.74 4.67 ± 2.36 .039 Asupan :

Kalori 1189.94 ± 388.31 1006.38 ± 352.34 .072 Protein 46.40 ± 17.39 40.96 ± 17.33 .255

PCS 32.60 ± 8.57 36.28 ± 9.07 .129 MCS 46.47 ± 11.12 41.77 ± 14.97 .213

*P < 0.05 = signifikan : T-independent sample test

Tabel 3. Perbandingan variabel status gizi dan Kualitas hidup berdasarkan klasifikasi IMT

Variabel IMT < 18.49 (n = 7)

IMT 18.5–24.9 (n = 36)

IMT >25.0 (n = 14)

p

Umur 46.28 ± 13.71 49.61 ± 7.30 48.92 ± 6.25 .609 Lama HD 27.42 ± 30.78 20.25 ± 22.51 15.00 ± 10.15 .777 Komposisi

Tubuh

FM 46.28 ± 13.71 49.61 ± 7.30 48.92 ± 6.25 .002* TBW 27.42 ± 30.78 20.25 ± 22.51 15.00 ± 10.15 .000* BM 1.64 ± 0.60 2.39 ± 0.79 2.29 ± 0.61 .021* MM 41.31 ± 6.42 43.32 ± 7.02 44.44 ± 11.35 .009* VF 2.29 ± 1.38 5.44 ± 3.23 9.07 ± 4.02 .001*

LBM 35.80 ± 6.31 46.31 ± 7.01 48.13 ± 12.12 .002* BCM 34.17 ± 5.75 43.92 ± 7.01 45.85 ± 11.62 .003* FFMI 15.86 ± 1.97 19.20 ± 1.78 20.94 ± 2.61 .000*

Albumin 4.79 ± 1.89 5.72 ± 2.88 5.59± 2.57 .709 Asupan

Kalori 944.86±226.86 1183.32±413.33 1041.07±334.49 .220 Protein 34.33 ± 8.96 47.41 ± 19.63 41.31 ± 11.97 .146

PCS 41.32 ± 9.98 31.84 ± 7.51 35.99 ± 9.77 .020* MCS 44.97± 13.89 44.16 ± 12.34 45.79 ± 14.41 .923

*P < 0.05 = signifikan : One way ANOVA test

Page 12: KORELASI STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e9959f783f3e8718d0b92408d5556932.pdf · bisa menjadi salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan

Tabel 4. Korelasi Status Gizi berdasarkan Antropometri dan BIA dengan Kualitas Hidup berdasarkan SF-36

Variabel Kes. Fisik SF-36 (PCS) r ; p

Kes. Mental SF-36 (MCS) r ; p

Umur -.059 ; .6621 .184 ; .1701

Lama HD -.052 ; .7022 .140 ; .2992

IMT -.089 ; .5112 .100 ; .4612

Komposisi Tubuh FM .264* ; .0472 .016 ; .9062

TBW -.269* ; .0431 -.006 ; .9661

MM .273* ; . 0401 . .084 ; .5341

BM -.033 ; .8082 -.144 ; .2852

VF -.034 ; .8042 .095 ; .4802

LBM -.322* ; .0151 .115 ; .3961

BCM -.323* ; .0141 .131 ; .3301

FFMI -.284* ; .0322 .067 ; .6222

Albumin -.013 ; .9241 -.093 ; .4921

Asupan Kalori -.154 ; .2541 .249 ; .0621

Protein -.086 ; .5242 .105 ; .4392

1 Pearson correlation test; 2 Spearman test *P < 0,05 = signifikan