iugr+atonia

download iugr+atonia

of 25

Transcript of iugr+atonia

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau Intrauterine Growth Restriction (IUGR) 1. Definisi Pertumbuhan janin terhambat adalah janin dengan berat badan kurang dari atau sama dengan 10 persentil, atau lingkaran perut kurang atau sama dengan 5 persentil atau FL/AC > 24. Biometri tidak berkembang setelah 2 minggu. Janin kecil masa kehamilan (KMK) adalah janin yang berat badannya sama atau kurang dari 10 persentil atau yang lingkaran perutnya sama atau kurang dari 5 persentil (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006). Empat puluh persen pertumbuhan janin terhambat (PJT) karena perfusi plasenta yang menurun atau insufisiensi utero-plasenta.Dua puluh persen hambatan pertumbuhan karena potensi tumbuh yang kurang karena kelainan genetik atau kerusakan lingkungan.PJT tidak selalu KMK dan begitu sebaliknya.KMK yang disebabkan oleh PJT hanya mencapai 15 persen (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006). 2. Klasifikasi PJT a. Tipe I Simetris : Ukuran badannya secara proporsional kecil, gangguan pertumbuhan terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu, dan sering disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi. Jika terjadi pada awal kehamilan saat hiperplasia, jumlah sel berkurang secara permanen dan memiliki prognosis buruk. Penampilan klinisnya proporsional dengan gangguan yang sama pada panjang dan beratnya sehingga indeks ponderal normal. b. Tipe II Asimetris : Ukurannya badannya tidak proporsional, gangguan pertumbuhan janin terjadi pada kehamilan trimester III, dan sering disebabkan oleh insufisiensi plasenta. Jika gangguan terjadi pada kehamilan lanjut saat hipertrofi, ukuran selnya berkurang, dan prognosis lebih baik. Lingkaran perut janin dengan gangguan ini

5

berukuran kecil dengan skeletal dan kepala normal sehingga indeks ponderal abnormal (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006). 3. Faktor Risiko PJT a. Lingkungan Sosioekonomi rendah b. Riwayat PJT dalam keluarga c. Riwayat Obstetri yang buruk d. Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan rendah e. Komplikasi obstetrik dalam kehamilan f. Komplikasi medik dalam kehamilan (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006). 4. Faktor-faktor risiko PJT yang terdeteksi sebelum hamil: a. Riwayat PJT sebelumnya b. Riwayat Penyakit Kronis c. Riwayat APS (Antiphospholipid Syndrome) d. Indeks Massa Tubuh rendah e. Maternal Hipoksia (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006). 5. Faktor Faktor risiko PJT yang terdeteksi selama kehamilan a. Peninggian MSAFP/hCG b. Riwayat makan obat-obatan tertentu (Coumarin, hydantoin) c. Perdarahan pervaginam d. Kelainan plasenta e. Partus prematurus f. Kehamilan ganda f. Kurangnya pertambahan berat badan selama kehamilan (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006). 6. Etiologi a. Maternal : hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung sianosis, DM kelas lanjut, hemoglobinopati, penyakit autoimun, malnutrisi,

merokok, narkotik, kelainan uterus, trombofili. b. Plasenta dan tali pusat : sindroma twin-twin transfusion, kelainan plasenta, solusio plasenta kronik, plasenta previa, kelainan insersi tali pusat, kelainan tali pusat, kembar.

6

c. Infeksi : HIV, cytomegalovirus, rubella, herpes, toksoplasmosis, sifilis. g. Kelainan Kromosom/ genetic : trisomi 13, 18, dan 21, triploidi, sindrom turner, penyakit metabolik (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006). IUGR atau PJT dicurigai atau didiagnosis jika terdapat janin kecil namun, sehat atau merupakan konsekuensi dari berbagai kondisi. Kondisi abnormal tersebut antara lain dapat berupa kondisi maternal seperti hipertensi kronik, pre-gestasional diabetes, penyakit kardiovaskuler, penyalahgunaan senyawa tertentu, kondisi autoimun, dan lain-lain. Kondisi fetal dapat berupa infeksi, malformasi, aberasi kromosom, dan lain-lain. Kondisi plasenta dapat berupa chorioangioma, plasenta sirkumvalata, confined placenta mosaicsm, vaskulopati obliteratif pada pijakan plasenta, dan lain-lain. Etiologi tersering adalah berasal dari kondisi plasenta (Mandruzzato et al., 2008). Adapun yang merincinya lebih banyak yaitu menurut Peleg et al. (1998) pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Etiologi Intrauterine Growth Restriction Etiologi PJT atau IUGR Insufisiensi Plasenta Unexplained Peningkatan kadar alpha- fetoprotein maternal Idiopatik Preeklampsia Penyakit Kronik Maternal Pneyakit kardiovaskuler Diabetes Hipertensi Plasentasi Abnormal Abruptio placentae Placenta previa Infark Circumvallate placenta Placenta accreta Hemangioma Kelainan Genetik Family history Trisomi 13, 18 and 21 Triploidi Turner's syndrome (beberapa kasus) Malformasi janin

7

Imunologik Antiphospholipid syndrome Infeksi Cytomegalovirus Rubella Herpes Toxoplasmosis Metabolik Phenylketonuria Poor maternal nutrition Substance abuse (smoking, alcohol, drugs) Multiple gestation Status Ekonomi rendah (Dikutip dari : Plege et al., 1998). 7. Patogenesis dan Patofisiologi Ukuran maternal berinteraksi dengan kedua genotip maternal dan fetus. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan ukuran dan penambahan dari pertumbuhan fetus. Area diffusa besar dari allantochorion yang

mempengaruhinya akan berkaitan dengan besar densitas, kompleksitas, dan kedalaman mikrokotiledon (Allen et al., 2002).

Gambar 2.1. Mekanisme IUGR dengan Preeklampsia (Dikutip dari : Irani et al., 2009)

8

IUGR dengan pre-eklampsia diketahui memiliki hubungan dengan AT1 receptor agonist autoantibodies (AT1-AAs). Autoantibodi ini tampak menembus plasenta ke tali pusat dan masuk ke tubuh janin. Autoantibodi ini menyebabkan kegagalan plasentasi dengan meningkatkan mekanisme apoptosis. Autoantibodi ini banyak didapatkan pada trofoblas dan tali pusat. Reaksi imunitas oleh AT1-AAs ini menyebabkan reaksi imunologis dan aktivasi imun berupa reactive oxygen species (ROS) dan reaksi apoptosis, serta aktivasi TNF, antiangiogenic factors. Pada janin yang mengalami IUGR, konsentrasi AT1-AAs ini tinggi dibandingkan wanita normotensif tanpa penyulit. Pada janin, autoantibodi ini akan

meningkatkan reaksi imunitas pada hepar sehingga perkembangannya abnormal serta pada ginjal. Selain itu, janin akan mengalami gangguan tumbuh IUGR (Irani et al., 2009). 8. Diagnosis Diagnosis suspek PJT dilakukan jika terdapat satu atau lebih tanda-tanda di bawah ini: a. TFU 3 cm atau di bawah normal b. Pertambahan berat badan < 5 kg pada UK (usia kehamilan) 24 minggu atau < 8 kg pada UK 32 minggu (untuk ibu dengan BMI < 30) c. Estimasi berat badan < 10 persentil d. HC/AC > 1 e. AFI (amniotic fluid index) 5 cm atau kurang f. Sebelum UK 34 minggu plasenta grade 3 g. Ibu merasa gerakan janin berkurang (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).

9

Gambar 2.2 Grafik Pertumbuhan Janin (Dikutip dari: Peleg et al., 1998). Diagnosis PJT dapat dilihat dari berat badan yang kurang dari 10 persentil. Hal ini dapat diajukan pada grafik pertumbuhan janin pada gambar 2.2. 9. Cara Diagnosis a. Palpasi : akurasi pemeriksaan ini terbatas dan membutuhkan pemeriksaan biometri janin b. Pengukuran Tinggi Fundus Uteri (TFU) akurasi pengukuran untuk mendeteksi janin KMK terbatas dengan sensitivitas 56-86 persen dan spesifisitas 80-93 persen. Pengukuran TFU serial dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas pengukuran TFU. c. Estimasi berat janin atau estimation of fetal weight (EFW) dan abdominal circumference (AC) lebih akurat untuk diagnosis KMK.

10

d. Pengukuran volume air ketuban, Doppler, KTG, dan BPS lemah dalam mendiagnosis PJT (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006). Pemeriksaan pada pre-eclampsia: Pemeriksaan IUGR pada preeclampsia dapat menggunakan Doppler arteri yang dibarengi dengan pemeriksaan Placental growth factor (PlGF) dan soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt1) pada sirkulasi ibu. Keduanya terbukti berbeda dibandingkan ibu preeclampsia dan ibu normotensif. PIGF merupakan faktor angiogenik plasenta yang pada preeclampsia lebih rendah dibandingkan ibu normotensif. Kadar sFlt1 pada ibu preeclampsia jauh lebih tinggi dibandingkan ibu normotensif. Hal ini merupakan faktor penghambat. Sedangkan, IUGR yang terjadi secara umum dikarenakan kurangnya nutrisi ibu baik sebelum hamil dan saat hamil (Crispi et al., 2008). 10. Pemantauan Fungsional Janin a. Penilaian volume air ketuban Penilaian ini menggunakan USG secara semikukuantitatif dengan skor 4 kuadran atau pengukuran diameter vertikal kantong amnion terbesar.Volume normal tidak menyingkirkan PJT. PJT yang disertai oligohidramnion akan meningkatkan angka kematian perinatal 50 kali lebih tinggi yang dianggap sebagai indikasi terminasi kehamilan pada janin viabel. AFI < 5 cm dan diameter kantong < 2 cm memiliki b. Penilaian kesejahteraan janin Kesejahteraan janin dinilai dengan mengukur BPS c. Pengukuran Doppler Velocimetry d. Pemeriksaan pembuluh darah arteri (Doppler) e. Pemeriksaan pembuluh darah vena (Doppler) (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006). f. Non stress test (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006). Non stress test dapat dilakukan jika terjadi perubahan pola gerak atau gerakan janin yang tidak biasa, saat plasenta dicurigai tidak berfungsi adekuat, dan dalam keadaan risiko tinggi. Tes ini menggunakan kardiotokografi. Cara melakukannya adalah dengan memasangkan

11

sabuk untuk mendengar denyut jantung janin (Djj) dan satu buah lagi untuk mengukur kontraksi. Gerakan, denyut jantung, dan reaktivitas jantung dari adanya gerakan diukur dalam 20-30 menit. Jika janin tidak bergerak, tidak selalu terdapat masalah, mungkin janin tidur. Penggugah dapat dilakukan pada janin untuk membangunkan janin.Tes ini umumnya dapat dilakukan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas (APA, 2006). Profil Biofisik (biophysic score) Kesejahteraan janin dapat dinilai dengan menggunakan skor biofisik. Pemeriksaan ini menggunakan alat bantu ultrasonografi. Skor biofisik memiliki 4 komponen yaitu : gerakan napas janin, gerakan anggota tubuh janin dan tonus otot janin, denyut jantung janin reaktif dengan NST, dan pengukuran volume cairan amnion semikuantitatif. Penilaian ini dilakukan dalam 20-30 menit. Skor yang dapat dihasilkan memiliki rentang 0-10 (Manning, 2011).

Gambar 2.3. Gambaran Status Skor Biofisik dan Keadaan Janin (Dikutip dari: Manning, 2011).

12

Gerakan janin dinilai dari gerakan satu episode fleksi dan ekstensi anggota gerak atau gerakan tulang belakang. Gerakan napas dinilai dari gerakan dada dalam inspirasi dan ekspirasi atau gambaran mengembang dan menguncup badan janin (rongga dada). Volume cairan amnion atau amniotic fluid volume secara semi kuantitatif adalah dengan mengukur jarak vertikal kantong gestasi ke fetus di keempat kuadran uterus kemudian dijumlahkan. Umbilicus menjadi tolak ukur pembagi uterus. Jika jumlahnya kurang dari 5 cm, hasilnya merupakan oligohidramnion (Manning, 2011). Pemeriksaan ini dapat dinilai dengan ketentuan pada table 2.2. berikut ini. Tabel 2.2. Skor Biofisik Janin Variabel Biofisik Normal (skor=2) FBM (fetal body Sedikitnya 1 episode (inspirasi movement)/gerakan dan ekspirasi) gerakan napas napas janin selama 30 detik dalam observasi selama 30 menit Abnormal (skor=0) Tidak ada gerakan atau episode yang > 30 detik dalam 30 menit

Gross Body Sedikitnya 3 gerakan tubuh Dua atau kurang dari movement / atau anggota gerak terpisah episode tubuh/anggota gerakan tubuh janin dalam 30 menit (gerakan aktif gerak dalam 30 menit berlanjut dianggap sama dengan gerakan-gerakan tunggal) Tonus janin Sedikitnya 1 episode ekstensi aktif dan kembali ke fleksi dari anggota-anggota gerak janin atau trunkus; gerakan membuka dan menutup tangan juga dianggap Baik ekstensi lambat dengan pengembalian setengah fleksi atau gerakan anggota gerak dengan ekstensi penuh; tidak adanya gerakan janin

Denyut jantung janin reaktif (DJJ) reaktif atau reactive fetal heart rate (NST reaktif) Volume Cairan Amnion Kualitatif atau amniotic fluid volume qualitative

Sedikitnya 2 episode Kurang dari 2 episode akselerasi >15 kali per menit akselerasi dari DJJ atau dan sedikitnya 15 detik saat akselerasi < 15 kali per terdapat gerakan janin dalam menit 30 menit Sedikitnya 1 jarak kantong Baik tidak ada gambaran yang diukur minimal berjarak jarak kantong atau jarak 2 cm pada 2 bidang kantong < 2 cm pada 2 perpendikuler bidang perpendikuler (Dikutip dari: Manning, 2011).

BPS atau tes biofisik ini dilakukan untuk menentukan adanya kemungkinan asfiksia janin. BPS dilakukan tergantung indikasi ibu maupun janin. Tes ini

13

dilakukan hanya jika telah mencapai usia kehamilan yang mungkin diintervensi atau pada pusat-pusat yang memungkinkan penanganan janin setelah lahir, umumnya setelah janin berusia 26 minggu. Tes ini umumnya tidak dilakukan hingga terdapat gambaran klinis baik dari maternal (seperti pre-eclampsia) atau janin (seperti IUGR). Pada kehamilan dengan diabetes, tes ini dilakukan pada usia kehamilan 28 minggu (diabetes kelas I) dan pada usia 32 minggu (gestasional diabetics), meskipun tidak ada tanda komplikasi. Tabel 2.3 menerangkan berbagai interpretasi hasil tes biofisik janin beserta rekomendasi manajemen kasus tersebut (Manning, 2011). Tabel 2.3 Interpretasi Skor Profil Biofisik Janin dan Rekomendasi Manajemen Klinis Skor Hasil Tes 10/10; 8/10 (cairan normal); 8/8 tanpa NST 8/10 (cairan abnormal) Interpretasi Sangat jarang risiko asfiksia janin Kemungkinan kelainan kronis pada janin Manajemen Intervensi pada obstetri saja dan faktor ibu, tidak ada indikasi janin Tentukan adanya kelainan fungsi jaringan ginjal dan keintakan ketuban; Jika ya, lahirkan sesuai indikasi janin Jika usia janin matang, lahirkan; jika imatur, ulangi tes dalam 24 jam, jika