ITS Undergraduate 29385 2111105019 Chapter1

8
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah salah satu sumber energi utama di Indonesia, PLTU digolongkan sebagai pembangkit listrik tenaga thermal yang mengubah energi kimia dalam bahan bakar menjadi energi listrik. Bahan bakar pada PLTU dapat berupa bahan bakar padat (batubara), cair (BBM) serta gas. Pada PLTU dengan bahan bakar batubara. Proses konversi energi berlangsung dari batubara menjadi listrik tersebut dapat dibagi dalam 3 tahap : 1. Tahap pertama, terjadi pada boiler yang merubah energi kimia batubara menjadi uap bertekanan dan temperature tinggi. 2. Tahap kedua berlangsung pada turbin uap yang merubah energi uap menjadi energi putaran mekanik. 3. Tahap ketiga pada generator yang mengubah energi putaran menjadi listrik.

Transcript of ITS Undergraduate 29385 2111105019 Chapter1

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah salah satu

    sumber energi utama di Indonesia, PLTU digolongkan sebagai pembangkit listrik tenaga thermal yang mengubah energi kimia dalam bahan bakar menjadi energi listrik. Bahan bakar pada PLTU dapat berupa bahan bakar padat (batubara), cair (BBM) serta gas.

    Pada PLTU dengan bahan bakar batubara. Proses konversi energi berlangsung dari batubara menjadi listrik tersebut dapat dibagi dalam 3 tahap :

    1. Tahap pertama, terjadi pada boiler yang merubah energi kimia batubara menjadi uap bertekanan dan temperature tinggi.

    2. Tahap kedua berlangsung pada turbin uap yang merubah energi uap menjadi energi putaran mekanik.

    3. Tahap ketiga pada generator yang mengubah energi putaran menjadi listrik.

  • 2

    Gambar. 1.1 Skema Boiler Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). [1]

    Agar dapat menghasilkan listrik secara optimal dan efisien,

    maka suatu boiler pada (gambar 1.1) PLTU batubara didesain untuk menggunakan batubara dengan kadar air (moisture) dan nilai kalor (heating value) tertentu. Jika digunakan batubara dengan kadar air dan nilai kalor di bawah spesifikasi pembangkit, maka akan berpengaruh pada performa dan emisi yang dihasilkan.

    Kadar air tinggi batubara yang dipakai sebagai bahan bakar PLTU dapat mengakibatkan kesulitan fuel handling. Secara spesifik pemakaian batubara dengan kelembaban 25% sd 40 % akan menyebabkan rendahnya heating value, effisiensi

  • 3

    pembangkit turun, berkurangnya kapasitas mill, serta naiknya biaya pemeliharaan.

    Salah satu komponen utama boiler dalam PLTU adalah Coal Firing System (BCFS) yang berfungsi memanaskan batu bara untuk memanaskan boiler, Subsistem BCFL terdiri dari 5 komponen utama yaitu (a) coal feeder, (b) pulverizer, (c) primary air fan, (d) steam coil, dan (e) primary air heater.

    Gambar 1.2 Pulverizer

    Pulverizer berfungsi untuk menghaluskan batu bara sebelum masuk boiler. Oleh sebab itu pulverizer merupakan salah satu komponen utama subsistem BCFS. Untuk menjamin system pembangkit dapat beroperasi secara kontinyu, biasanya dipasang standby pulverizer seperti pada gambar 1.2, yang digunakan untuk menggantikan fungsi pulverizer yang mengalami kerusakan. Dengan menggunakan batu bara dibawah spesifikasi boiler maka suplay batu bara yang dibutuhkan untuk memanaskan boiler akan semakin tinggi, imbasnya pulverizer akan digunakan

  • 4

    secara maksimum untuk memenuhi kapasitas yang diinginkan dari boiler tersebut, masalah yang timbul adalah jika terjadi kerusakan pada salah satu pulverizer maka kapasitas mill dari batu bara akan berkurang, yang akibatnya suplay batu bara ke boiler juga ikut berkurang, hal ini akan berdampak pada performance dari PLTU. 1.1.1 Jenis-jenis Batubara

    Batubara dibedakan berdasarkan nilai kalor serta lama proses pembentukannya. Pengelompokan ini menunjukkan kualitas batubara yang akan membedakan nilai ekonomis serta kegunaan batubara tersebut. Terdapat empat jenis batubara mulai dari kualitas rendah hingga tinggi, yaitu: lignit, sub-bituminous, bituminous, dan antrasit. Di bawah ini ditunjukkan secara singkat perbedaan keempat jenis batubara tersebut.

    1. Lignit atau sering disebut sebagai brown coal. Batubara ini merupakan batubara kelas rendah dengan nilai kalor kurang dari 4165 kcal/kg.

    2. Sub-bituminous.adalah batubara yang memiliki sifat-sifat fisik di antara batubara jenis lignit dan bituminous. Batubara sub-bituminous memiliki nilai kalor 4166 kcal /kg hingga 5700 kcal/kg, dan sering digunakan digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap.

    3. Bituminous. adalah batubara dengan densitas tinggi, berwarna hitam atau coklat gelap, umumnya mengkilap dan keras dan juga biasa digunakan untuk proses pemanasan. Bituminous memiliki nilai kalor 5700 kcal/kg hingga 6900 kcal/kg.

    4. Antrasit, adalah batubara kualitas terbaik tinggi dan keras. Nilai kalor batubara jenis ini lebih dari 6900 kcal/kg. [2]

  • 5

    Tabel 1.2 Komposisi elemen dari tipe batubara [4]

    Ciri dari batubara kelas rendah seperti lignit dan subbituminous adalah kandungan air yang cukup tinggi dibandingkan dengan batubara kelas di atasnya, yaitu 25 sampai 40 % pada batubara lignit , dan 15 sampai 30 % pada sub-bituminous.

    Menurut data dari Indonesia Coal Industri Outlook 2011, jumlah sumberdaya batubara indonesia adalah sebesar 104,94 milyar ton. Sedangkan TSK dan Sojits Corporation pada Workshop Clean Coal Technology 2011 menyampaikan bahwa komposisi sumberdaya batubara tersebut terdiri dari lignit 58,7 %, sub-bituminous 26,7 %, bituminous 14,3 %, dan antrasit sebesar 0,3 %. [3].

    Menurut Bart Lucarelli pada Cleaner Coal Workshop 19-21 August 2008 Ha Long City, Viet Nam , saat ini banyak perusahaan batubara Indonesia yang mengatakan bahwa batubara sub -bituminous mereka telah habis terjual. Dengan demikian akan banyak PLTU yang tidak dapat beroperasi secara optimal karena tidak tersedia batubara dengan nilai kalor dan kadar air sesuai dengan spesifikasi tersebut.

    Namun mengingat banyaknya kerugian jika PLTU beroperasi dengan batubara yang nilai kalornya dibawah nilai

  • 6

    kalor desain, maka alternatif yang cukup menarik adalah dengan teknologi pengering batubara (Coal Drying). Dengan demikian maka nilai kalor batubara dapat dinaikkan sampai nilai kalor desain boiler PLTU.

    Pada tahun 2011 para peneliti dari PLN Puslitbang Ketenagalistrikan berhasil membangun dan mengoperasikan alat pengering batubara seperti terlihat pada gambar 1.3, skala laboratorium dengan kapasitas 1 ton batubara per jam . Proses pengeringan menggunakan gas buang (flue gas) dengan tujuan mengurangi resiko terbakar sendiri (self combustion) dan memanfaatkan panas dari gas buang tersebut.

    Gambar 1.3 Prototype Alat Pengering Batu Bara Dengan Steam Tube Dryer

    1.2 Rumusan Masalah

    Karakteristik pengeringan batubara dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya tekanan operasi ruang pengering, temperatur udara pengering, debit udara panas yang masuk, jumlah blade dan dimensi dari spesimen itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah yang akan dikaji antara lain :

  • 7

    1. Bagaimana pengaruh dari variasi sudut blade terhadap karakteristik pengeringan.

    2. Bagaimana karakteristik udara pengering dalam grafik psychrometric chart.

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui pengaruh dari sudut blade 10, 20 dan

    30, dengan jumah blade 30 terhadap karakteristik pengeringan batubara.

    2. Mengetahui karakteristik udara pengering dalm grafik psychrometric chart.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Studi tentang proses pengeringan batu bara ini diharapkan mampu memberikan manfaat, antara lain:

    1. Memperluas pengetahuan tentang studi mengenai proses pengeringan batubara dalam pengembangan teknologi coal dryer sebagai upaya untuk menaikkan kualitas batubara.

    2. Mampu menghasilkan nilai kalori tinggi dari batu bara dengan kelas rendah yang memiliki kandungan air tinggi seperti batubara lignit dan sub-bituminous.

    1.5 Batasan Masalah

    Dalam penelitian ini diperlukan batasan masalah agar analisa dan kajian yang dilakukan lebih terarah. Batasan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah:

    1. Analisa penelitian hanya dibatasi pada drying chamber dan aliran udara masuk dan udara keluar

    2. Dinding ruang pengering terinsulasi dengan sempurna, 3. Proses perpindahan panas dan massa steady state. 4. Analisa dibatasi pada perpindahan massa antara uap

    air di permukaan produk dengan udara pengering. 5. Udara panas diindektikkan dengan udara pengering

  • 8

    6. Fluida yang digunakan adalah campuran udara dan uap air, di mana keduanya diasumsikan sebagai gas ideal.

    7. Semua partikel pada saat elevasi memiliki kecepatan sama.

    8. Output kecepatan udara seragam diseluruh distributor 9. Moisture dalam batu bara pada kondisi awal (t=0)

    diasumsikan merata. 10. Sudut blade yang digunakan adalah 10, 20 dan 30