Isi
-
Upload
hilda-ayu-setyawati -
Category
Documents
-
view
857 -
download
9
description
Transcript of Isi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abses merupakan pus yang terlokalisir akibat adanya infeksi dan
supurasi jaringan. Abses bisa terjadi pada semua struktur atau jaringan rongga
mulut. Abses rongga mulut yang paling sering terjadi adalah abses
periodontal dan abses periapikal (Rahmadhan, 2010).
Abses periapikal merupakan suatu gejala dari respon proses infeksi
pada gigi yang menyebabkan adanya kumpulan pus yang terlokalisir yang
dibatasi jaringan tulang. Biasanya kumpulan pus terlokalisir pada ujung akar
gigi dan jaringan tulang di sekitarnya (Regezi, 2007).
Abses periapikal biasanya terjadi sebagai akibat dari infeksi yang
mengikuti karies gigi atau infeksi pulpa, setelah trauma pada gigi yang
mengakibatkan pulpa nekrosis, iritasi jaringan periapikal baik oleh manipulasi
mekanik maupun oleh bahan – bahan kimia di dalam prosedur endodontik,
yang dapat berkembang langsung dari periodontitis periapikal akut
(Sitanggang, 2002).
Abses periapikal umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa.
Jaringan yang terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur,
meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel – sel yang terinfeksi
(Grossman, 1995).
Abses periapikal terjadi karena adanya penimbunan pus pada
daerah periapikal, menyebabkan jaringan sekitarnya akan terdorong dan
menjadi dinding pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan
tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah
di dalam maka infeksi bisa menyebar tergantung kepada lokasi abses (Bakar,
2012).
Pus terbentuk sebagai usaha untuk melawan aktivitas bakteri
berbahaya yang menyebabkan infeksi.Abses periapikal terbentuk jika tidak
1
ada jalan keluar pus. Sehingga pus akan terperangkap dalam jaringan dan
terus membesar (Regezi, 2007).
Jika abses periapikal tidak dirawat, maka dapat menimbulkan
komplikasi yang serius melalui penyebaran infeksi, termasuk di dalamnya
adalah osteomylitis, selulitis, bakteremia, pembentukan fistel pada kulit atau
mukosa, limfadenitis akut, dan cavernous sinus trombosis (Sitanggang, 2002).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi abses periapikal?
2. Bagaimana etiologi abses periapikal?
3. Apa epidemiologi abses periapikal?
4. Apa saja klasifikasi abses abses periapikal?
5. Bagaimana manifestasi klinis abses periapikal?
6. Bagaimana patogenesisi terjadinya abses periapikal?
7. Bagaimana cara mendiagnosa abses periapikal?
8. Bagaimana instruksi pada pasien abses periapikal?
9. Bagaimana pencegahan abses periapikal?
10. Apa komplikasi abses periapikal?
11. Apa diagnosis banding abses periapikal?
12. Bagaimana hubungan endodontik dengan periodontik?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan definisi abses periapikal
2. Menjelaskan etiologi abses periapikal
3. Menjelaskan epidemiologi abses periapikal
4. Menjelaskan klasifikasi abses periapikal
5. Menjelaskan manifestasi klinis abses periapikal
6. Menjelaskan patogenesisi terjadinya abses periapikal
7. Menjelaskan cara mendiagnosa abses periapikal
8. Menjelaskan penatalaksanaan abses periapikal
9. Menjelaskan instruksi pada pasien abses periapikal
2
10. Menjelaskan cara pencegahan abses periapikal
11. Menjelaskan prognosis abses periapikal
12. Menjelaskan komplikasi abses periapikal
13. Menjelaskan diagnosis banding abses periapikal
14. Menjelaskan hubungan endodontik dengan periodontik
1.4 Metode Penulisan
Metode Literatur
Penyusun melakukan metode literatur dengan berpedoman pada buku-
buku kedokteran dan buku-buku kesehatan lainnya serta jurnal kedokteran
yang relevan dengan topik.
Metode Teknologi
Penyusun mengambil sebagian bahan dari internet dengan sumber yang
valid.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Abses Periapikal
Abses periapikal adalah Suatu kumpulan pus yang terlokalisir pada
jaringan periapikal dan merupakan respon inflamasi terhadap iritan mikroba
dan non mikroba dari pulpa yang nekrosis (Matthews et al, 2003;
Hargreaves & Stephen, 2011; Sitanggang, 2002)
2.2. Etiologi Abses Periapikal
Abses periapikal biasanya terjadi sebagai akibat dari infeksi yang
mengikuti karies gigi dan infeksi pulpa, setelah trauma pada gigi yang
mengakibatkan pulpa nekrosis, iritasi jaringan periapikal baik oleh
manipulasi mekanik maupun oleh aplikasi bahan-bahan kimia di dalam
prosedur endodontik, dan dapat berkembang secara langsung dari
periodontitis periapikal akut (Sitanggang, 2002).
Abses periapikal akut juga dapat berkembang dari abses periapikal
kronis yang mengalami eksaserbasi akut. Hal ini dapat terjadi oleh karena
beberapa faktor yaitu terganggunya keseimbangan antara pertahanan tubuh
pasien dan virulensi dari mikroorganisme yang mempertahankan keadaan
infeksi kronis. Jadi jika pertahanan tubuh pasien menurun, maka
mikroorganisme mampu menyerang jaringan dengan lebih mudah dan
menghasilkan abses yang akut. Faktor lain adalah pada saat sinus dari abses
periapikal kronis tertutup oleh debris-debris, karena hal ini dapat
menghalangi eksudat untuk keluar, maka keadaan akut dapat terjadi
(Sitanggang, 2002).
Adapun bakteri yang dominan pada abses periapikal adalah bakteri
anaerob seperti : Treponema denticola, Porphyromonas endodontalis,
Dialister pneumosintes, Tannerella forsythia, Porphyromonas gingivalis,
Dialister invisus, Filifactor alocis, Fusobacterium nucleatum, Streptococcus
species, Propionibacterium propionicum, Parvimonas micra,
4
Pseudoramibacter alactolyticus, Prevotella intermedia, Prevotella
nigrescens, Eikenella corrodens, Treponea socranskii, Prevotella baroniae,
Campylobacter gracilis, Treponema socranskii, Prevotella baroniae,
Campylobacter gracilis, Treponema pectinovorum, Veillonella parvula,
Treponema amylovorum, Veillonella parvula, Treponema amylovorum,
Catonella morbi, Centipeda periodontii, Bacteroidetes clone Xo83,
Campylobacter rectus, Granulicatella adiacens, Actinomyces israelill,
Olsenella uli, Enterococcus faecalis, Prevotella multisaccharivorax, dan
Treponema medium (Hargreaves & Stephen, 2011).
2.3. Epidemiologi Abses Periapikal
Abses periapikal lebih sering terjadi pada anak-anak yaitu 50% anak
usia 9 tahun dan 80% pada usia dibawah 17 tahun. Berdasarkan data
perawatan klinis di dokter gigi abses periapikal akut memiliki persentase
sekitar 2-6%, prevalensi terjadinya abses periapikal akut 5-46%. Kejadian
meningkat pada orang yang kualitas hidupnya rendah dan sering terjadi
pada anak-anak (Matthews et al, 2003).
2.4. Klasifikasi Abses Periapikal
Berdasarkan tingkat keparahan, abses periapikal dibagi menjadi
(Yeyen, 2012; Sitanggang, 2002):
1. Abses periapikal akut
Terjadi karena respon inflamasi parah terhadap iritan mikroba/non
mikroba dari pulpa yang nekrosis.
2. Abses periapikal kronis
Terjadi apabila abses periapikal akut yang tidak dirawat, adanya
perubahan jaringan sekitar abses dari inflamasi akut menjadi kronis. Ciri
khasnya yaitu adanya fistula.
5
Berdasarkan keterlibatan pembengkakan wajah, abses periapikal
akut dibagi menjadi (Delfitri, 2002):
1. Dengan pembengkakan wajah
2. Tanpa pembengkakan wajah
2.5. Manifestasi Klinis Abses Periapikal
1. Abses periapikal akut
Sakit saat mengunyah dengan intensitas yang berlevel, perkusi (+),
palpasi (+)
Rasa sakit pada abses periapikal akut disebabkan karena adanya
eksudat supuratif (yang baru terbentuk) didaerah periapikal, jaringan
disekitar itu mengalami peningkatan tekanan semacam stimulus
mekanis yang dapat mengaktivasi terminal nociceptive neuron dalam
jaringan periapikal yang terinflamasi.
Kadang pembengkakan intraoral & ekstraoral.
Mobilitas gigi, gigi sedikit ekstrusi dari soketnya.
Terjadi demam, malaise, limfadenopati, immunocompromised.
(Hargreaves & Stephen, 2011; Sitanggang, 2012; Matthews et al, 2003)
2. Abses periapikal kronis
Abses periapikal kronis umumnya asimtomatik, namun ada juga yang
simtomatik. Tidak merespon pada tes vitalitas pulpa dan tidak sensitiv
pada tekanan (Hargreaves & Stephen, 2011).
2.6. Patogenesis Abses Periapikal
Kavitas yang terbuka karena karies dapat menyebabkan masuknya bakteri
kedalam pulpa sehingga pulpa menjadi nekrosis. Bakteri yang berakumulasi
didalam pulpa dapat menyebar ke jaringan periapikal melalui foramen
apikal sehingga terjadi infeksi bakteri pada jaringan tersebut. Bakteri dapat
menghasilkan toksin masiv di daerah inflamasi yang dilepaskan keseluruh
tubuh dan menimbulkan reaksi lokal terhadap infeksi. Apabila pertahanan
tubuh rendah maka virulensi bakteri dapat meningkat. Pus yang telah
6
terbentuk apabila tidak ditangani akan semakin meningkat dalam jaringan
sehingga pus menekan jaringan sekitar untuk mencari jalan keluar dan
menembus periosteum masuk ke jaringan lunak (Hargreaves & Stephen,
2011).
Patogenesis terbentuknya pus
Ketika bakteri patogen berada di jaringan periapikal, neutrofil
disekresikan pada jaringan tersebut dan terjadi perlawanan. Bakteri
patogen akan menghasilkan toksin masiv untuk membunuh neutrofil.
Neutrofil yang mati menghasilkan enzim lysozym & pembentukan
radikal bebas turunan oksegen (superoxide & hydrogen peroxide)
sehingga trejadi destruksi matrisk ekstraseluler konektif dan
terbentuklah pus (Hargreaves & Stephen, 2011).
2.7. Diagnosa Abses Periapikal
Dalam menentukan diagnosa abses periapikal, perlu dilakukan :
1. Anamnesa (pemeriksaan subjektif)
2. Pemeriksaan klinis
Tes mobilitasu ntuk mengetahui kegoyangan, kadang-kadang positif.
Tes perkusi untuk menentukan keadaan periapikal, positif.
Tes palpasi untuk batas inflamasi dan kualitas pembengkakan,
positif.
Tes pulpa : termal dan elektrik untuk menentukan vitalitas pulpa,
negatif
3. Pemerinsaan penunjang
Radiograf : radiolusensi difuse, lamina dura hilang/terputus
HPA : pus dikeliling PMN, sedikit plasma sel dan limfosit, dilatasi
pembuluh darah, neutrofil pada ligamen periodontal dan sumsum
tulang yang berdekatan dengan cairan nekrotik. didalam ruang
sumsum tulang terdapat sel inflamasi terinfiltrasi. Jaringan sekitar
supurasi menjadi cairan serous. Adanya debris.
7
Kultur bakteri
(Garg et al, 2010; Nasution, 2003; Aryati, 2006; Walton et al, 2003; Yeyen,
2013)
2.8. Rencana Perawatan Abses Periapikal
Setelah menentukan diagnosa dan prognosa, hal yang harus
dilakukan adalah menentukan rencana perawatan. Rencana perawatan pada
abses periapikal yaitu :
1. Perio (Insisi dan drainase)
Menurut Peterson (2003), tahapan prosedur
insisi pada penatalaksanaan abses adalh sebagai berikut :
1. Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi.
2. Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan
dilakukan dengan anestesi infiltrasi.
3. Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka
direncanakan insisi :
a. Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah
besar.
b. Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian
superfisial pada titik terendah akumulasi untuk menghindari sakit
dan pengeluaran pus sesuai gravitasi.
c. Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik
secara estetik, jika memungkinkan dilakukan secara intraoral.
d. Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat,
saat fluktuasi positif.
4. Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam
rongga abses dengan ujung tertutup, lakukan eksplorasi kemudian
dikeluarkan dengan ujung terbuka. Bersamaan dengan eksplorasi,
dilakukan pijatan lunak untuk mempermudah pengeluaran pus.
8
5. Penempatan drain karet di dalam rongga abses dan difiksasi dengan
jahitan pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan
kasa tidak terlepas.
6. Peresepan antibiotik (perawatan pendukung); peresepan antibiotik
penisilin atau erythromycin serta obat analgesik (kombinasi
narkotik/nonnarkotik). Dapat ditambah dengan kumur larutan saline
(1 sendok teh garam + 1 gelas air) yang dikumurkan setiap setelah
makan.
7. Pencabutan gigi penyebab secepatnya.
Sumber : Fragiskos, 2007
2. Endo (Perawatan Saluran Akar)
Perawatan endo pada abses periapikalis bertujuan untuk mengeliminasi
secara menyeluruh mikroorganisme yang terlibat. Beberapa penelitian
9
telah membuktikan bahwa instrumentasi dan irigasi dapat mengurangi
sejumlah mikroorganisme dengan dukungan bahan dressing yang baik.
Bahan dressing yang diindikasian adalah sodium hipoklorit
(Manshoorkhan et al, 2011).
3. Ekstraksi gigi
Indikasi apabila mobilitas lebih dari 1mm, Keterlibatan furkasi kelas 2-
3, probing lebih dari 8 mm dan kehilangan tulang alveolar lebih dari
40% (Patel et al, 2011)
2.9. Penatalaksanaan Abses Periapikal
Sebelum melakukan penanganan, dokter gigi harus
mempertimbangkan beberapa faktor penting, yaitu (Nurliza, 2004) :
1. Keadaan dan kesehatan umum pasien
2. Umum
3. Kooperatif dari pasien
4. Keadaan gigi dan jaringan sekitar
5. Keadaan sosial dan ekonomi
Medikamentosa
Dapat diberikan antibiotik :
1. Propenoxmetil penisilin 250-500 mg, 7-10 hari
2. Amoksilin 250-500mg, 7-10 hari untuk bb > 20kg, anak-anak <20kg
20-40mg 3x sehari
3. Metronidazole 250mg, 7-10 hari . Dapat dikombinasikan dengan
amoksilin, contraindikasi untuk ibu hamil/ alkoholik
4. Tetrasiklin HCL 250 mg 7-14 hari
5. Doksisilin 100mg 7-10 hari
6. Berkumur dengan obat kumur yang dapat berefek pada bakteri
anaerob (hidrogen peroksida, perborate)
(Patel et al, 2011; Putri, 2009)
10
2.10. Instruksi Abses Periapikal
1. Menjaga Oral Hygiene
2. Hindari makanan dan minuman terlalu dingin atau terlalu panas
3. Makan dengan menggunakan sisi yang berlawan dari abses
4. Penggunaan sikat gigi yang lembut dan bulu sikat yang halus di sekitar
abses
5. Mengatur pola makan
(Sitanggang, 2002)
2.11. Pencegahan Abses Periapikal
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mencegah terbentuknya
abses periapikal yaitu (Gorrel, 2006):
1. Meminimalisir resiko dental trauma
2. Monitoring (secara klinis & radiograf) terhadap gigi yang mengalami
trauma dan kemungkinan perkembangan patologis pulpa
3. Perawatan saluran akar pada pula yang terinfeksi
2.12. Prognosis Abses Periapikal
Perawatan abses periapikal akan baik, tergantung pada tingkat
keterlibatan lokal dan jumlah kerusakan jaringan. Meskipun parah
umumnya mereda bila dilakukan drainase yang baik dan tepat (Louis, 1995)
2.13. Komplikasi Abses Periapikal
Beberapa komplikasi apabila abses periapikal tidak ditangani yaitu
(Sitanggang, 2002; Shama, 2012; Delfitri, 2002; Matthews et al, 2003;
Topazian, 2002) :
1. Perforasi sinus maksilaris, bahkan rongga hidung, perluasan ke tulang
sekitarnya dan menyebabkan osteomyelitis, osteitis, periosteitis.
2. Selulitis, endokarditis, abses periapikal kronis
11
3. Jika perforasi inflamasi tidak bisa menghambat perkembangan bakteri
dapat menimbulkan abses subperiosteal sehingga timbul fascial abses
4. Pembentukan fistel pada mukosa
5. Limfadenitis akut
2.14. Diagnosis Banding Abses Periapikal
1. Abses periodontal
Perbedaan : berdasarkan etiologi abses periodontal disebabkan oleh
peridontitis, impaksi benda asing (debris), letaknya tidak
di apeks gigi sedangkan abses periapikal disebabkan oleh
gigi yang karies dan letaknya di apeks gigi
Persamaan : abses periapikal dan abses periodontal sama-sama terdapat
pus, palpasi (+), perkusi (+) pada daerah inflamasi
(Matthews et al, 2003).
2. Periodontitis Apikalis
Perbedaan : pada periodontitis apikalis daerah inflmasi tidak terdapat
pus, sedangkan pada abses periapikal terdapat pus
Persamaan : periodontitis apikalis dan abses periapikal sama-sama
memiliki gejala klinis seperti sakit saat mengunyah, dan
gambaran radiograf yang sama seperti abses periapikal
(Akbar, 2008).
3. Kista Periapikal, pada ujung apeks gigi yang jaringan pulpanya sudah
nonvital/mati. Merupakan lanjutan dari pulpitis (peradangan pulpa)
(Akbar, 2008).
4. Granuloma Periapikal, lesi berbentuk bulat dengan perkembangan yang
lambat yang berada dekat dengan apeks dari akar gigi, biasanya
merupakan komplikasi dari pulpitis (Akbar, 2008).
2.15. Hubungan Abses Periapikal Endodontik dan Periodontik
1. Endodontik-periodontik
12
Endodontik-periodontik, bakteri dan nekrosis pulpa berpenetrasi ke
jaringan periodonsium melalui foramen apikal sehingga menyebabkan
penyakit periodontal. Pada abses periapikal: abses mencoba mencari
jalan keluar menekan gigi keluar dari soket, terjadi penebalan ligamen
periodontal samapai terpisahnya serabut periodontal sehingga gigi
goyang
2. Periodontik-Endodontik
Bakteri pada penyakit periodontal penetrasi melalui asesori saluran akar
atau foramen apikal dan menyebabkan nekrosis pulpa
3. Kombinasi
(Grossman, 1995; Nanavati et al, 2013)
1.1.
13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Abses periapikal merupakan lesi yang terletek di apeks gigi dan
disebabkan karena gigi yang karies sehingga memudahkan bakteri
berpenetrasi kedalam jaringan periapikal, abses ini terjadi setelah gigi
mengalami nekrosis. Abses periapikal diklasifikasikan menjadi dua yaitu
abses periapikal akut dan abses periapikal kronis. Abses periapikal akut
menunjukkan gejala seperti sakit saat mengunyah, dan penyebaran infeksi
belum terlalu luas. Sedangkan abses periapikal kronis umumnya asimtomatik
(tidak menunjukkan gejala) sehingga sulit untuk dideteksi dan umumnya
terdeteksi pada saat dilakukan rontgen, dan penyebaran abses periapikal
kronis sudah luas yaitu umumnya terbentuk fistel. Perawatan yang dapat
dilakukan dalam menanggulangi abses periapikal tergantung dari kasus yang
ada pada pasien, umur, dan kooperatif pasien. Hal terpenting dalam
menangani abses periapikal yaitu menghilangkan faktor penyebab dan pus
sehingga tidak terjadi infeksi sekunder. Oleh sebab itu perawatan yang umum
dilakukan adalah drainase, baik dengan insisi atau dengan open bur. Pasien
juga harus diinstruksikan seperti menjaga oral hygiene, mengatur pola makan,
makan dengan sisi yang berlawanan dari abses, dan penggunaan bulu sikat
yang halus agar tidak menimbulkan trauma pada daerah sekitar abses.
3.2. Saran
Dengan adanya makalah tutorial ini diharapkan mahasiswa dapat
menerima dan mempelajari tetapi juga sebagai penuntun dalam
mempermudah belajar, dan mahasiswa mampu menjelaskan sendiri
pengetahuan yang sudah dipelajari dan didiskusikan dalam tutorial ini.
3.3.
14
DAFTAR PUSTAKA
Aditia, N.N. 2003. Perawatan Pulpa Gigi Sulung disertai Abses Dentoalveolar. FGK USU : Medan, Indonesia.
Bakar, abu. Kedokteran gigi klinis. 2012. yogjakarta. Quantum sinergis media)
Basavaraj P, Chandrasheker KT, Khuller N. Periodontic-Endodontic Interrelationship – A Review. J Oral Health Comm Dent. 2010: 4. p.4-6
Garg Nisha, Amit Garg. 2010. Textbook of Endodontic. Jaypee: New Delhi, India, p.39.
Glanny, M. 2004. clinical practice guideline on emergency menagement of acut apical periodontitis in adult evidence based dentistry. 5:7-11
Gorrel, Cecilia. 2006. Diseases and Disorder. Elsevier : China.
Grossman LI, Oliet S, Rio CED. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC.
Hargreaves, K.M and Stephen, C. 2011. Cohen’s pathways of the pulp. 10ed. Mosby Elsevier, China. P : 37, 540, 564 & 576.
Kedokteran Gigi Unsoed. Panduan Skill Lab “Penanganan Abses dan Perikoronitis”. FKG Unviersitas Jendral Soedirman. 2012. p.3-4
Louis, L. G. Ilmu Endodontik Dalam Praktik. Ed. 11 Jakarta: EGC.1995.
Matthews,D.C.Sutherland,S,Basrani,13.2003. Emergency Managament of Acute Apical Abcesses in the Permanent Dentition:A Systematic Review of the Literature. J Can Dental Assicitation;69(10):660
Nanavati B, Neet B, Jaydeepchandra M. Endo-periodontal Lesion : Case Report. Journal of Advanced Oral researcg, 2013 (4); 23-28/
Nasution, NA. 2003. Perawatan Pulpa Gigi Sulung Disertai Abses Dento Alveolar. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Meda, p.1-40
Nurliza, Cut. Perawatan Lesi Periapikal Secara Beda Endodonti dengan Tekhnik Kuretase Periapikal. FKG USU. Medan, Indonesia. 2004. Hal 1-4
Putri, NSE. 2011.Perbandingan Efektifitas Obat Kumur Bebas Alkohol Yang Mengandung Cetylpyridinium Chloride (CPC) Dengan Chlorhexidine
15
(CHX) Terhadap Streptococcus mutans (Penelitian In Vitro). FKG USU : Medan, Indonesia.
Rahmadhan AG. 2010. Serba – Serbi Kesehatan Gigi & Mulut. Jakarta : Bukune.
Sitanggang, Ima RH. Abses periapikal sebagai salah satu penyebab terjadinya osteomilitis supuratif akut. 2002. USU. Medan
Weine, F. S. 2004. Endodontic Teraphy. 5th ed. St luvis elseviere mosby
Yeyen, Sutasmi. Identifikasi Bakteri pada Salural Akar Gigi dengan Periodontitis Apikalis Kronis. Makasar : FKG UNHAS. Bab II. Hal 8-9
16
Pertanyaan Kuliah Pakar
1. Apa indikasi Penggunaan Antibiotik ? (Noryunita Rahmah)
Jawab : Obat antibiotik biasanya diberikan jika ada penyakit sistemik seperti
demam, limfadenopati regional atau bahkan selulitis (Gorrel, 2006)
2. Apa yang dimaksud dengan toksin masiv dan intensitas yang berlevel?
(Wahyuni A)
Jawab : yang dimaksud dengan toksin masiv pada patogenesis abses periapikal
yaitu toksin dalam jumlah banyak oleh bakteri-bakteri yang terlibat dalam
pembentukan abses periapikal. Sedangakan yang dimaksud intensitas yang
berlevel pada manifestasi klinis yaitu rasa sakit yang timbul (mulai dari
ringan-sedang-berat)
3. Apa yang dimaksud terminal nociceptive? (Dita Permatasari)
Jawab : terminal nociceptive adalah terminal dari saraf sensoris yang
menstimulasi nyeri.
17