ISI, daftar isi, lengkap

49
REFERAT ILMU PENYAKIT PARU ”PNEUMONIA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN VENTILATOR (VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA / VAP)” Pembimbing : dr. Indah Rahmawati, SpP Disusun Oleh : R I F Q I 0810221074 1

Transcript of ISI, daftar isi, lengkap

REFERAT ILMU PENYAKIT PARU PNEUMONIA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN VENTILATOR (VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA / VAP)

Pembimbing : dr. Indah Rahmawati, SpP

Disusun Oleh : RIFQI 0810221074

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL SMF PENYAKIT PARU RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2009

1

LEMBAR PENGESAHANTelah dipresentasikan dan disetujui referat berjudul

PNEUMONIA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN VENTILATOR (VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA / VAP)Diajukan untuk memenuhi prasyarat ujian Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :

RIFQI 0810221074

Pada tanggal:

Juli 2009

Pembimbing,

dr. Indah Rahmawati, SpP

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat jiwa dan raga sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas referat ini dengan tepat waktu dan bersungguh-sungguh. Shalawat dan salam tidak lupa penyusun sampaikan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa pencerahan kepada umatnya. Penyusun menyampaikan terimakasih kepada dr. Wahid Heru Widodo, SpM. yang telah memberi kesempatan kepada penyusun untuk menyusun referat ini sehingga diharapkan akan menjadi pendalaman materi tersediri bagi penyusun. Referat ini berjudul Konjungtivitis Vernal dimana penyakit ini merupakan penyakit musiman yang sering menyerang anak-anak dan dewasa muda yang berusia sekitar 3-25 tahun, berlangsung selama 5-10 tahun dan terutama pada anak-anak laki-laki. Dalam referat ini dijelaskan kriteria-kriteria dasar untuk mendiagnosis Konjungtivitis Vernal, penatalaksanaan hingga komplikasinya. Akhirnya penyusun berharap dengan adanya referat ini akan menjadi bahan masukan yang berguna bagi penyusun khususnya dan para teman koass umumnya.

Purwokerto, Agustus 2009

3

DAFTAR ISI Kata Pengantar................................................................................................. i Daftar Isi.......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1 BAB II ISI....................................................................................................... 31. Definisi............................................................................................. 3 2. Epidemiologi.................................................................................... 3 3. Etiologi............................................................................................. 8 4. Faktor Predisposisi atau Faktor Resiko........................................... 10 5. Patogenesis.......................................................................................12 6. Diagnosis........................................................................................ 14 7. Penatalaksanaan............................................................................... 22 8. Prognosis..........................................................................................27

BAB III KESIMPULAN..................................................................................28 Daftar Pustaka.................................................................................................. iii

4

BAB I PENDAHULUAN Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia ini dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan manifestasi lSNBA lainnya misalnya sebagai perluasan bronkiektasis yang terinfeksi.1 Pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau Ventilator-associated pneumonia (VAP) terus berlanjut menjadi komplikasi pada 8-28% pasien yang menggunakan ventilasi mekanik. Berbeda dengan infeksi pada organ-organ lain yang lebih sering terlibat (misalnya saluran kemih dan kulit), dimana angka kematian rendah antara 1 hingga 4%, tingkat angka kematian VAP berkisar dari 24-50% dan dapat mencapai 76% pada beberapa keadaan atau pada infeksi paru yang disebabkan oleh patogen-patogen beresiko tinggi. Organismeorganisme yang paling dominan bertanggung jawab pada infeksi ini diantaranya Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Enterobacteriaceae, namun agenagen etiologi ini berbeda-beda bergantung dari populasi pasien di unit perawatan intensif (ICU), lama perawatan di rumah sakit, dan terapi antimikroba sebelumnya.2 Diagnosis pneumonia harus didasarkan kepada pengertian patogenesis penyakit hingga diagnosis yang dibuat mencakup bentuk manifestasi, beratnya proses penyakit dan etiologi pneumonia. Cara ini akan mengarahkan dengan baik kepada terapi empiris dan pemilihan antibiotik yang paling sesuai terhadap mikroorganisme penyebabnya. Oleh karena pemberian antimikroba yang sesuai pada pasien dengan VAP secara signifikan dapat memberikan hasil yang baik, identifikasi pasien yang terinfeksi secara cepat dan pemilihan antimikroba yang akurat akan menggambarkan pencapaian klinis yang penting.1 Penggunaan teknik bronkoskopi pada pasien yang secara klinis dicurigai VAP dan pengambilan spesimen dengan bronchoalveolar lavage (BAL) pada area paru yang terkena mempermudah dokter untuk merencanakan strategi terapetik, dimana hal ini jauh lebih baik ketimbang hanya berdasarkan evaluasi klinis. Jika bronkoskopi fiberoptik tidak tersedia untuk menangani pasien yang secara klinis dicurigai mengalami VAP, maka dapat direkomendasikan penggunaan prosedur diagnostik nonbronkoskopi sederhana ataupun penggunaan strategi penilaian (scoring) klinis dari tujuh variabel untuk menentukan rencana terapi antibiotik. Pemilihan terapi antimikroba inisial harus berdasarkan flora utama yang bertanggung jawab terhadap VAP pada setiap institusi, keadaan klinis, informasi yang didapatkan langsung dari pemeriksaan sekret paru, dan aktivitas antibakterial intrinsik dari

5

agen antimikroba beserta ciri-ciri farmakokinetiknya. Pemeriksaan lebih lanjut dibutuhkan untuk menentukan durasi penatalaksanaan yang optimal dan keadaan-keadaan dimana penatalaksanaan dengan monoterapi dapat dengan aman dilakukan.2

6

BAB II ISI 1. DEFINISI Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.1 Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan penyebabnya yang tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses non infeksi. Bila proses infeksi teratasi, terjadi resolusi dan biasanya struktur paru normal kembali. Namun pada pneumonia nekrotikans yang disebabkan antara lain oleh Staphylococcus atau kuman gram negatif terbentuk jaringan parut atau fibrosis.1 Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi sebelum masuk rumah sakit. Pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal.3 Pada healthcare-associated pneumonia (HCAP) termasuk pasien yang dirawat oleh perawatan akut di RS selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal di rumah perawatan (nursing home atau long-term care facility), mendapat AB intavena, kemoterapi atau perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun datang ke klinik RS atau klinik hemodialisa.1

2. EPIDEMIOLOGI Data akurat mengenai epidemiologi dari pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau ventilator-associated pneumonia (VAP) dibatasi oleh kurangnya kriteria standar diagnosisnya. Secara konsep, VAP didefinisikan sebagai inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh agen infeksius yang inkubasinya tidak pada saat dimulainya atau sebelum pemasangan ventilator mekanik. Meskipun konsep ini jelas, selama tiga dekade belakangan ini menunjukkan munculnya sejumlah definisi operasional, dan tidak satupun yang secara universal diterima. Bahkan definisi yang berdasarkan penemuan histopatologik

7

dari otopsi dapat menemui kegagalan dalam menemukan konsensus atau kepastian. Tidak adanya gold standard ini terus menimbulkan kontroversi mengenai adekuasi dan relevansi dari berbagai penelitian di bidang ini.2 Pemakaian ventilator mekanik yang lama (lebih dari 48 jam) merupakan faktor paling penting yang berhubungan dengan pneumonia nosokomial. Bagaimanapun, pneumonia yang berhubungan dengan ventilator (VAP) terjadi dalam 48 jam pertama setelah intubasi. Berdasarkan penelitian Langer dkk, VAP biasa dibedakan atas VAP onset cepat yang terjadi selama empat hari pertama pemasangan ventilator mekanik dan VAP onset lambat yang berkembang dalam lima hari atau lebih setelah dimulainya pemasangan ventilator mekanik. Tidak hanya patogen-patogen penyebabnya yang umumnya berbeda, tetapi juga derajat penyakitnya biasanya lebih ringan dan prognosisnya lebih baik pada VAP onset cepat dibandingkan dengan VAP onset lambat.2 Insidensi Pneumonia yang Berhubungan dengan Ventilator atau Ventilator-associated Pneumonia (VAP) Sebuah penelitian pneumonia berskala besar dalam sehari dilakukan pada 29 April 1992 di 1.417 Unit Perawatan Intensif (ICU). Total 10.038 pasien dievaluasi: 2.064 (21%) mengalami infeksi yang didapat pada ICU (ICU-acquired infections) dan 967 (47%) diantaranya termasuk pasien pnemonia yang merupakan 10% dari prevalensi keseluruhan pneumonia nosokomial. Dalam penelitian ini, ventilator mekanik teranalisa sebagai salah satu dari tujuh faktor resiko dari ICU-acquired infections (infeksi yang didapat di Unit Perawatan Intensif). Sebuah penelitian yang lebih besar dilakukan pada 107 ICU di negara-negara Eropa, menunjukkan angka kematian kasar pneumonia sebesar 9%. Dalam penelitian ini, pemakaian ventilator mekanik dihubungkan dengan adanya peningkatan resiko terjadinya ICU-acquired infections sebanyak tiga kali lipat dibandingkan dengan pasien tanpa ventilator. Sebuah penelitian prospektif besar dilakukan pada 16 ICU di Kanada: 1.014 pasien dengan ventilator mekanik dilibatkan, 177 (18%) diantaranya berkembang menjadi Pneumonia yang berhubungan dengan ventilator (VAP), setelah dilakukan sampling bronkoskopik dengan bronchoalveolar lavage (BAL) atau dengan protected specimen brush (PSB). Data ini menunjukkan angka resiko yang tinggi terhadap timbulnya VAP pada pasien ICU yang dilakukan pemasangan ventilator mekanik.2 Pada kebanyakan laporan penelitian, frekuensi VAP bervariasi antara 8 hingga 28% (Tabel 1). Namun demikian, resiko berkembangnya VAP sangat bergantung dari populasi yang dinilai dan juga banyak faktor yang lain, terutama sekali terhadap sejumlah pasien 8

dalam populasi penelitian yang telah mendapatkan terapi antibiotik sejak perawatan hari pertama di ICU.2 Tabel 1. Insidensi dan Angka Kematian Kasar Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)

Dikutip dari (2)

Pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau Ventilator Associated pneumonia (VAP) diperkirakan sebagai komplikasi utama dari acute respiratory distress syndrome (ARDS) (Tabel 1). Banyak penelitian klinis menemukan bahwa infeksi paru mengenai 34 hingga 70% pasien dengan ARDS dan sering berkembang menjadi sepsis, kegagalan multi organ (multiple organ failure) dan kematian. Ketika paru pada pasien yang meninggal akibat ARDS dilakukan pemeriksaan otopsi secara histologis, pneumonia didapatkan sebanyak 73%. Namun demikian, diagnosis infeksi paru pada pasien ARDS seringkali sulit. Beberapa penelitian secara jelas menunjukkan ketidakmampuan para dokter untuk mendiagnosis pneumonia nosokomial secara akurat hanya dengan dasar kriteria klinis. Penggunaan teknik Protected Specimen Brush (PSB) dan atau Bronchoalveolar Lacage (BAL) pada waktu yang ditetapkan dari hari ke-3 sampai hari ke-21 setelah onset dari sindroma pada 105 pasien dengan ARDS, Sutherland dkk menyimpulkan bahwa frekuensi terjadinya VAP dapat jauh lebih berkurang pada kelompok pasien-pasien ini. Hanya 16 (15,2%) dari 105 pasiennya yang ditemukan gambaran yang sesuai dengan kriteria pneumonia (PSB > 103 cfu/ml atau 9

BAL > 104 cfu/ml), dan tidak ada hubungan yang ditemukan antara hitung total koloni pada cairan BAL atau kultur PSB dengan beratnya ARDS yang dinilai dari rasio PaO2/FIO2 (fraksi oksigen inspirasi), hari penggunaan ventilator mekanik, komplians paru, dan atau ketahanan hidup. Sayangnya, hasil ini mungkin tidak sesuai dengan nilai pada umumnya oleh karena sebagian besar pasien dalam penelitian dilakukan lavage pada saat menerima antibiotik dan pada waktu selama dalam keadaan ARDS, bukan pada waktu pasien secara klinis dicurigai infeksi. Sesuai dengan empat penelitian yang lain, angka VAP lebih tinggi pada pasien ARDS dibanding dengan pasien-pasien dengan ventilator mekanik lainnya (Tabel 1).2 Penemuan-penemuan ini menegaskan bahwa (1) pengaruh utama kondisi-kondisi medis yang mendasari terhadap karakteristik epidemiologik dari VAP, dan (2) peran penting teknik-teknik diagnostik yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien-pasien dengan VAP dan untuk menyediakan data epidemiologi yang akurat. Seperti data yang tercantum pada Tabel 2 memberi kesan bahwa pada pasien yang sama, VAP yang terdiagnosis secara klinis hampir dua kali lebih banyak dibanding dengan yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan bakteriologis. Memahami perbedaan ini sangatlah penting sebagai implementasi program pengawasan yang rasional dan berhubungan di ICU untuk mengevaluasi strategi terapetik baru, terutama untuk profilaktik, dan untuk memperbaiki penggunaan antibiotik melalui identifikasi pasien-pasien yang terinfeksi serta pemilihan antimikroba yang sesuai. Adanya perbedaan antara VAP suspek klinis dengan VAP konfirmasi bakteriologis ini telah digabungkan dalam pedoman baru CDC.2 Tabel 2. Konfirmasi Bakteriologis pada Pasien yang Secara Klinis Dicurigai Menderita Pneumonia yang Berhubungan dengan Ventilator atau Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)

Dikutip dari (2) 10

Mortalitas dan Morbiditas Angka kematian kasar pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau ventilatorassociated pneumonia (VAP) di Unit Perawatan Intensif atau Intensive Care Unit (ICU) dilaporkan sebesar 24 hingga 76% dari berbagai lembaga penelitian (Lihat Tabel 1). Pasien dengan ventilator mekanik dengan VAP di ICU tampak 2 hingga 10 kali lipat beresiko tinggi mengalami kematian dibandingkan dengan pasien tanpa pneumonia. Pada tahun 1974, dilaporkan angka kematian sebesar 50% untuk pasien-pasien ICU dengan pneumonia dan 4% untuk pasien-pasien tanpa pneumonia. Hasil-hasil dari beberapa penelitian yang dilakukan pada tahun 1986 hingga 2001 telah mengkonfirmasikan hasil observasi tersebut. Meskipun terdapat perbedaan-perbedaan dalam penelitian yang umumnya disebabkan oleh pertimbangan populasi, secara keseluruhan angka kematian untuk pasien dengan atau tanpa VAP adalah: 55% versus 25%, 71% versus 28%, 33% versus 19%, 37% versus 9%, dan 44% versus 19%.2 Tabel 3. Angka Kematian yang Berhubungan dengan Terapi Inisial Antibiotik Empirik

Dikutip dari (2) Angka kejadian dan angka kematian pada umumnya lebih tinggi di rumah sakit yang besar dibandingkan dengan rumah sakit yang kecil.3 Angka kematian kasar untuk VAP adalah 27-76%. Pneumonia akibat Pseudomonas atau Acinetobacter dihubungkan dengan peningkatan angka kematian ini dibandingkan dengan organisme lainnya. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa penundaan dalam pemberian terapi antibiotik dengan dosis yg sesuai dan adekuat meningkatkan angka kematian (Tabel 3).4 Hal ini juga berhubungan dengan onset dari VAP.4 Pneumonia nosokomial atau Hospital-Acquired Pneumonia (HAP) dan VAP onset dini terjadi dalam 4 hari pertama masuk RS, biasanya disebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap antibiotik, kecuali bila sebelumnya pernah mendapat antibiotik atau dirawat di RS dalam waktu 90 hari. HAP dan 11

VAP onset lanjut (hari ke-5 atau lebih) lebih mungkin disebabkan oleh patogen multidrugresistant (MDR) yang berkaitan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi.3 Sangatlah tidak mungkin untuk dapat mengevaluasi dengan tepat morbiditas dan berapa biaya yang dihabiskan dalam hal kaitannya dengan VAP. Bagaimanapun, pemanjangan masa perawatan inap sebagai akibat langsung dari VAP telah diperkirakan dalam beberapa penelitian. Dalam salah satu penelitian, VAP memperpanjang masa pemasangan ventilator mekanik dari 10 hari menjadi 32 hari. Penelitian lain menyatakan rata-rata masa rawat inap pada pasien dengan VAP adalah 21 hari dibanding dengan rata-rata 15 hari pada kontrol.2 Pada pasien dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS), semua penelitian dengan jelas menggambarkan pemanjangan masa penggunaan ventilator mekanik dan rawat inap pada pasien ARDS dengan VAP dibandingkan dengan pasien ARDS tanpa VAP.2

3. ETIOLOGI Mikroorganisme yang bertanggung jawab terhadap pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau ventilator-associated pneumonia (VAP) dapat berbeda sesuai dengan populasi pasien di Unit Perawatan Intensif (ICU), durasi rawat inap di Rumah Sakit (RS) dan ICU, dan metode-metode diagnostik spesifik yang digunakan. Tingginya angka infeksi pernafasan yang disebabkan oleh bakteri gram-negatif (GNB) telah banyak dilaporkan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa lebih dari 60% VAP disebabkan oleh bakteri aerob gram-negatif. Baru-baru ini beberapa peneliti melaporkan bahwa infeksi oleh bakteri gramnegatif menjadi semakin meningkat dengan S. aureus menjadi yang utama berdasarkan hasil isolasi. Data dari 24 peneliti yang dilakukan pada pasien dengan ventilator, dimana penelitian bakteriologis dibatasi pada spesimen-spesimen yang tidak terkontaminasi, memberikan hasil konfirmasi sebagai berikut: GNB menggambarkan 58% dari organisme-organisme yang ditemukan (Tabel 4). Bakteri gram-negatif yang utama adalah P. aeruginosa dan Acinetobacter spp., diikuti oleh Proteus spp., Escherichia coli, Klebsiella spp., dan H. influenzae. Sebuah angka yang relatif cukup tinggi untuk pneumonia akibat gram-positif juga dilaporkan dalam penelitian ini, dengan S. aureus terjadi pada 20% kasus (Tabel 4).2 Meskipun terdapat sedikit perbedaan mengenai definisi pneumonia onset cepat, yakni perbedaan waktu antara 6, dapat diprediksi sebagai pneumonia.

Dikutip dari (8)

23

Gambar 5.

Strategi Penatalaksanaan Diagnostik dan Terapetik Pasien sesuai dengan Strategi yang Diusulkan oleh Singh dkk Dikutip dari (2)

Gambar 6. Algoritme Pneumonia yang Berhubungan dengan Ventilator (VAP) berdasarkan Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) Dikutip dari (8)

24

Gambar 7. Strategi Penatalaksanaan Pasien Suspek HAP, VAP, atau HCAP Dikutip dari (3)

25

7. PENATALAKSANAAN Terapi Antibiotik Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah:3 1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat 2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektivitas yang maksimal. Pemberian terapi empiris harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik. 3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis. 4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR 5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk 6. Data mikroba dan sensitivitas dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortalitas apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan.

26

Tabel 7. Organisme Inti yang Bertanggung Jawab pada Pneumonia yang Berhubungan dengan Ventilator atau Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) dan Terapi Antimikroba yang Direkomendasikan

Dikutip dari (2)

Lama Terapi Pasien yang mendapat antibiotik empirik yang tepat, optimal dan adekuat, penyebabnya bukan P. aeruginosa dan respons klinis pasien baik serta terjadi resolusi gambaran klinis dari infeksinya maka lama pengobatan adalah 7 hari atau 3 hari bebas panas. Bila penyebabnya adalah P. aeruginosa dan Enterobacteriaceae maka lama terapi 14 21 hari.3 Respons Terapi Respons terhadap terapi dapat didefinisikan secara klinis maupun mikrobiologi. Respons klinis terlihat setelah 48 - 72 jam pertama pengobatan sehingga dianjuran tidak merubah jenis antibiotik dalam kurun waktu tersebut kecuali terjadi perburukan yang nyata.3 Setelah ada hasil kultur darah atau bahan saluran napas bawah maka pemberian antibiotik empirik mungkin memerlukan modifikasi. Apabila hasil pengobatan telah memuaskan maka penggantian antibiotik tidak akan mengubah mortalitas tetapi bermanfaat bagi strategi de-eskalasi. Bila hasil pengobatan tidak memuaskan, maka modifikasi mutlak diperlukan sesuai hasil kultur dan kepekaan kuman. Respons klinis berhubungan dengan

27

faktor pasien (seperti usia dan komorbid), faktor kuman (seperti pola resisten, virulensi dan keadaan lain).3 Hasil kultur kuantitatif yang didapat dari bahan saluran napas bawah sebelum dan sesudah terapi dapat dipakai untuk menilai resolusi secara mikrobiologis. Hasil mikrobiologis dapat berupa: eradikasi bakterial, superinfeksi, infeksi berulang atau infeksi persisten.3 Parameter klinis adalah jumlah leukosit, oksigenasi dan suhu tubuh. Perbaikan klinis yang diukur dengan parameter ini biasanya terlihat dalam 1 minggu pengobatan antibiotik. Pada pasien yang memberikan perbaikan klinis, foto toraks tidak selalu menunjukkan perbaikan, akan tetapi apabila foto toraks memburuk maka kondisi klinis pasien perlu diwaspadai.3 Penyebab Perburukan dan Komplikasi Ada beberapa penyebab perburukan atau gagal terapi, termasuk diantaranya kasuskasus yang diobati bukan pneumonia, atau tidak memperhitungkan faktor tertentu pejamu, bakteri atau antibiotik. Beberapa penyakit noninfeksi seperti gagal jantung, emboli paru dengan infark, kontusio paru, pneumonia aspirasi akibat bahan kimia diterapi sebagai pneumonia nosokomial atau hospital-acquired pneumonia (HAP).3 Faktor pejamu yang menghambat perbaikan klinis adalah pemakaian alat bantu mekanis yang lama, gagal napas, keadaan gawat, usia di atas 60 tahun, infiltrat paru bilateral, pemakaian antibiotik sebelumnya dan pneumonia sebelumnya. Faktor bakteri yang mempengaruhi hasil terapi adalah jenis bakteri, resistensi kuman sebelum dan selama terapi terutama P. aeruginosa yang diobati dengan antibiotik tunggal. Hasil buruk dihubungkan biasanya dengan basil gram negatif, flora polimikroba atau bakteri yang telah resisten dengan antibiotik. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh patogen lain seperti M. Tuberculosis, jarnur dan virus atau patogen yang sangat jarang sehingga tidak diperhitungkan pada pemberian antibiotik.3 Penyebab lain kegagalan terapi adalah komplikasi pneumonia seperti abses paru dan empiema. Pada beberapa pasien HAP mungkin terdapat sumber infeksi lain yang bersamaan seperti sinusitis, infeksi karena kateter pembuluh darah, enterokolitis dan infeksi saluran kemih. Demam dan infiltrat dapat menetap karena berbagai hal seperti demam akibat obat, sepsis dengan gagal organ multipel.3

28

Gambar 8. Berbagai kemungkinan penyebab tidak terjadinya perbaikan klinis setelah pengobatan antibiotik termasuk oleh karena organisme yang salah, diagnosis yang salah, atau komplikasi yang lain. ARDS = acute respiratory distress syndrome Dikutip dari (3) Evaluasi Kasus Tidak Respons Pada kasus-kasus yang cepat terjadi perburukan atau tidak respons terapi awal perlu dilakukan evaluasi yang agresif mulai dengan mencari diagnosis banding dan melakukan pengulangan pemeriksaan kultur dari bahan saluran napas dengan aspirasi endotatrakeal atau dengan tindakan bronkoskopi. Jika hasil kultur terlihat resisten atau terdapat kuman yang jarang ditemukan maka dilakukan modifikasi terapi. Jika dari kultur tidak terdapat resistensi maka perlu dipikirkan proses noninfeksi. Pemeriksaan lain adalah foto toraks (lateral dekubitus). USG dan CT scan dan pemeriksaan imaging lain bila curiga ada infeksi di luar paru seperti sinusitis. Juga perlu dipikirkan terdapat emboli paru dengan infark.3 Pencegahan Pneumonia Nosokomial dan Pneumonia yang Berhubungan dengan Ventilator (VAP) 1. Pencegahan pada orofaring dan koloni di lambung3 Hindari pemakaian antibiotik yang tidak tepat karena dapat menyebabkan berkembangnya koloni abnormal di orofaring. Hal ini akan memudahkan terjadi multi drug resistant (MDR) Pemilihan dekontaminan saluran cerna secara selektif termasuk antibiotik parenteral dan topikal menurut beberapa penelitian sangat efektif untuk menurunkan

29

infeksi pneumonia nosokomial, tetapi hal ini masih kontroversial. Mungkin efektif untuk sekelompok pasien misalnya pasien umur muda yang mengalami trauma, penerima donor organ tetapi hal ini masih membutuhkan survailans mikrobiologi. Pemakaian sukralfat disamping penyekat H2 direkomendasikan karena sangat melindungi tukak lambung tanpa mengganggu pH. Penyekat H2 dapat meningkatkan risiko pneumonia nosokomial tetapi hal ini masih merupakan perdebatan. Penggunaan obat-obatan untuk meningkatkan gerakan duodenum misalnya metoklopramid dan sisaprid., dapat pula menurunkan bilirubin dan kolonisasi bakteri di lambung. Anjuran untuk berhenti merokok Meningkatkan program vaksinasi S. pneunoniae dan influenza

2. Pencegahan aspirasi saluran napas bawah3 Letakkan pasien pada posisi kepala lebih ( 30-450) tinggi untuk mencegah Gunakan selang saluran napas yang ada suction subglotis Gunakan selang lambung yang kecil untuk menurunkan kejadian refluks Hindari intubasi ulang untuk mencegah peningkatan bakteri yang masuk ke Pertimbangkan pemberian makanan secara kontinyu dengan jumlah sedikit aspirasi isi lambung

gastro esofageal dalam saluran napas bawah melalui selang makanan ke usus halus 3. Pencegahan inokulasi eksogen3 Prosedur pencucian tangan harus dijalankan sesuai prosedur yang benar untuk Penatalaksanaan yang baik dalam pemakaian alat-alat yang digunakan pasien Desinfeksi adekuat pada waktu pencucian bronkoskop serat lentur Pasien dengan bekteri multidrug resistant (MDR) harus diisolasi Alat-alat yang digunakan untuk pasien harus diganti secara berkala misalnya menghindari infeksi silang misalnya alat-alat bantu napas, pipa makanan dll

selang makanan, jarum infus dll 4. Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien3 Drainase sekret saluran napas dengan cara fisioterapi 30

-

Penggunaan tempat tidur yang dapat diubah-ubah posisinya Mobilisasi sedini mungkin2

8. PROGNOSIS Prognosis akan lebih buruk jika dijumpai salah satu dari kriteria di bawah ini, yaitu:3 1. Umur> 60 tahun 2. Koma waktu masuk 3. Perawatan di Instalasi Perawatan Inap (IPI) 4. Syok 5. Pemakaian alat bantu napas yang lama 6. Pada foto toraks terlihat gambaran abnormal bilateral 7. Kreatinin serum > 1,5 mg/dl 8. Penyakit yang mendasarinya berat 9. Pengobatan awal yang tidak tepat 10. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten (P. aeruginosa, S. malthophilia, Acinorobacter spp. atau methicillin-resistant S. aureus / MRSA) 11. Infeksi onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen 12. Gagal multiorgan 13. Penggunaan obat penyekat H2 yang dapat meningkatkan pH pada pencegahan perdarahan usus

31

BAB III KESIMPULAN Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi Pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau Ventilator-

lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal. associated pneumonia (VAP) terus berlanjut menjadi komplikasi pada 8-28% pasien yang menggunakan ventilasi mekanik. tinggi. Organisme-organisme yang paling dominan bertanggung jawab pada infeksi ini diantaranya Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Enterobacteriaceae, Identifikasi pasien yang terinfeksi secara cepat dan pemilihan antimikroba Diagnosis pneumonia yang berhubungan dengan ventilator atau yang akurat akan menggambarkan pencapaian klinis yang penting. ventilator-associated pneumonia (VAP) biasanya berdasarkan pada tiga komponen: tanda-tanda sistemik dari infeksi, infiltrat baru atau infiltrat yang memburuk pada rontgen toraks, dan bukti bakteriologik adanya infeksi parenkim paru. Bermacam-macam teknik bronkoskopik dapat digunakan untuk mendiagnosa pneumonia bakterialis tetapi dua diantaranya telah dipertimbangkan memiliki nilai khusus dalam menegakkan diagnosis spesifik ventilator-associated pneumonia (VAP): (1) penggunaan double-lumen catheter dengan PSB dan (2) BAL Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab Angka kematian VAP berkisar dari 24-50% dan dapat mencapai 76% pada beberapa keadaan atau pada infeksi paru yang disebabkan oleh patogen-patogen beresiko

32

DAFTAR PUSTAKA1. PAPDI. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Pusat Penerbit Dep. Ilmu Penyakit Dalam FKUI; Jakarta 2. Chastre, Jean [et al], 2002, Ventilator-associated Pneumonia, American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, Number 7, Volume 165, 867-903. Available from: ajrccm.atsjournals.org [cited June 29, 2009] 3. PDPI. 2005. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia. Indah Offset Citra Grafika; Jakarta. 4. Amanullah, Shakeel, 2009, Ventilator-Associated Pneumonia. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/304836-overview. [cited June 16, 2009]. 5. Wikipedia. Ventilator-Associated Pneumonia. Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/Ventilator-associated_pneumonia. [cited June 16, 2009]. 6. Truscott, Wava, 2009, Importance of oral care in the prevention of VAP. Available from: http://www.hpnonline.com/inside/2009-05/0905-InfectProtect.html [cited June 29, 2009] 7. University of Virginia, 2003, Pneumonia Available from: http://www.meded.virginia.edu/courses/rad/cxr/pathology3chest.html [cited June 30, 2009] 8. Rotstein, C [et al], 2008, Clinical practice guidelines for hospital-acquired pneumonia and ventilator-associated pneumonia in adult, Canadian Journal of Infectious Diseases, Volume 19, Issue 1: 19-53, Available from: http://www.pulsus.com/journals [cited July 2, 2009]

33