Isi Makalah Case 1
-
Upload
feboraagungnugroho -
Category
Documents
-
view
56 -
download
4
Transcript of Isi Makalah Case 1
BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang
Mempelajari system kulit , otot serta tulang pasti tak luput dari penyakit yang terjadi pada
kulit. Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit. Gejala – gejala penyakit kulit yang
hamper mirip antara penyakit satu dengan penyakit lain membut kami sebagai mahasiswa
harus lebih jeli untuk identifikasi penyakit . Makalah ini menjelaskan tentang dermatitis
seboroik.
Pembembelajaran dengan metode diskusi suatu kasus merupakan cara belajar yang
revolusioner . Dengan adanya kasus , kita sebagai mahasiswa diharuskan untuk
mengembangkan pemikiran atas kasus yang diberikan. Pengembangan terhadap kasus
nantinya akan menemukan pemecahan dari kasus. Pemecahan dari kasus dapat berupa analisa
dari gejala – gejala yang terjadi. Pada makalah ini peulis memberikan hasil dari analisis
kelompok kami dari apa yang telah kami diskusikan.
Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan :
1. Untuk menjelaskan tentang dermatitis seboroik
2. Untuk menjelaskan analisis kami terhadap apa yang terjadi di kasus
1
BAB II
ISI
Kasus –Tn Debo
Tutorial 1
Kamu adalah seorang mahasiswa yang sedang bertugas di departemen kulit dan kelamin ,
ketika seorang pasien , bernama Tn. Debo usia 30 tahun datang dengan keluhan utama
banyak ketombe sejak 2 minggu terakhir. Keluhan disertai bercak kemerahan dan bersisik
putih kekuningan pada pipi , hidung , janggut , dan alis.
Ia mencoba menghilangkan dengan sampo dan sabun yang dibelinya di toko obat , tetapi
tidak ada perubahan.
Tutorial 2 part 1
History
Riwayat HIV positive
Konsulen penyakit kelamin melakukan pemeriksaan fisik dan ditemukan :
Kondisi umum : pasien tampak sakit sedang . Tekanan darah 120/80 mmHs , Nadi :
90x/menit , pernapasan : 20x/menit , suhu : 36⁰C
Pemeriksaan fisik :
Dalam batas normal
2
Pemeriksaan kulit :
Pada daerah kepala , pipi , hidung , janggut , serta alis tampak squama halus , berminyak dan
kekuningan
Pemeriksaan laboraturium :
Dalam batas normal
Tutorial 2 part 2
Pemeriksaan penunjang :
Histologist
Pemeriksaan histologist ditemukan parakeratosis
Biopsy kulit : tampak sebagai parakeratosis , nekrotik keratinosites dalam epidermis dan sel
plasma dermis
Epilogue
Spesialis kulit mengatakan bahwa Tn. Debo menderita dermatitis seboroik dan diberikan
terapi anti inflamasi (immunomedulatory) , keratolitik , sampo selsun , dan steroid topical.
Untuk HIV dikonsultasikan ke internist
Setelah beberapa hari kondisi penyakitnya membaik
End of case
3
Problem
Tn. Debo , 30 tahun
1. Ketombe sejak 2 minggu terakhir
2. bercak kemerahan bersisik putih dan kekuningan pada pipi , jenggot , hidung , dan alis
3. Telah mencoba sampo dan sabun dari toko obat , tapi tidak ada perubahan
4. history : HIV positif
5. kondisi umum : sakit sedang
6. Px.kulit : pada daerah kepala pipi , hidung , janggut , serta alis tampak eritem dengan
skuama halus , berminyak dan kekuningan
7. Px. Histologi : parakeratosis
8. biopsy kulit : tampak sebagai parakeratosis , nekrotik keratosites dalam epidermis ,
serta sel plasma pada dermis
9. terapi : anti inflamasi (immunomedulatory) , keratolitik , sampo selsun dan steroid
topikal
Hipotesis
Dermatitis
Infeksi
4
Mekanisme
Tn.Debo (30)
5
1. Ketombe sejak 2 minggu terakhir
2. bercak kemerahan bersisik putih dan kekuningan pada pipi , jenggot , hidung , dan alis
3. Telah mencoba sampo dan sabun dari toko obat , tapi tidak ada perubahan
4. history : HIV positif
Px
Fisik :
kondisi umum : sakit sedang
PENUNJANG
Px.kulit : pada daerah kepala pipi , hidung , janggut , serta alis tampak eritem dengan skuama halus , berminyak dan kekuningan
Px. Histologi : parakeratosis
biopsy kulit : tampak sebagai parakeratosis , nekrotik keratosites dalam epidermis , serta sel plasma pada dermis
HIPOTESIS
Dermatitis ceboroikkulit Dermatitis
terapi
6
More info
Px fisik
Px. Penunjang :
1. Lab
2. Kulit
3. Histology
4. Biopsy
Idk dan learning issue
1. Alergi :
- definisi
- etiologi
- klasifikasi
- manifestasi klinis
- Diagnosis
- terapi
- Hubungannya dengan penyakit infeksi lain
2. Kulit :
- Anatomi
- Histologi
- Fisiologi
3. Penyait kulit dikepala
- definisi
7
- etiologi
- klasifikasi
- manifestasi klinis
- Diagnosis
- terapi
4. Manajemen non farmakologi
- Jenis – jenis
5. Salicyl 1% dan belerang 2-4%
- apa maksud ukuran tersebt ?
6. Keratolitik
7. Kortikosteroid
- Mengapa harus meggunaan kortikosteroid dan berapa lama ?
8. Penatalaksanaan dermatitis seboroik
8
ALERGI
Pada prinsipnya alergi adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh suatu reaksi imunologik
yang spesifik; suatu keadaan yang ditimbulkan oleh alergen atau antigen, sehingga terjadi
gejala -gejala patologik. Secara garis besar, maka reaksi alergi dapat dibagi atas dua
golongan, yaitu reaksi tipe cepat ('immediate type') dan tipe lambat ('delayed type ' ). Yang
pertama adalah 'humoral-mediated', sedangkan yang kedua,' cell-mediated'.
Dewasa ini, umumnya para sarjana di seluruh dunia lebih banyak mempergunakan cara
klasifikasi reaksi alergi menurut COOMBS dan GELL, oleh karena dirasakan lebih tepat.
Mereka membagi reaksi alergi menjadi empat tipe, yaitu:
1. Reaksi Tipe I atau Reaksi Tipe Anafilaktik
2. Reaksi Tipe II atau Reaksi Tipe Sitotoksik
3. Reaksi Tipe III atau Reaksi Tipe Kompleks-Toksik
4. Reaksi Tipe IV atau Reaksi Tipe Seluler
Tipe I hingga III, semuanya termasuk alergi atau hipersensitivitas tipe cepat, sedangkan tipe
IV termasuk tipe lambat.
Reaksi Tipe I atau Reaksi Tipe Anafilaktik
Reaksi ini terjadi pada waktu alergen atau antigen bereaksi dengan zat anti yang spesifik,
yang dikenal dengan nama reagin. Berdasarkan penyelidikan ISHIZAKA, ternyata bahwa
aktivitas reagin itu bukan dibawakan oleh IgG, IgA, IgM maupun IgD, melainkan oleh satu
kelas imunoglobulin yang disebut IgE. Imunoglobulin ini mempunyai suatu keistimewaan,
yaitu dapat melekat pada sel basofil dan/atau mastosit ('mast cell'); oleh karena itu IgE
disebut juga sebagai zat anti homositotropik. Dengan timbulnya reaksi antara antigen dengan
zat anti itu, maka terjadilah proses degranulasi di dalam sel tersebut, yang diikuti dengan
keluarnya zat farmakologik aktif, yaitu: histamin, zat bereaksi lambat ('slow-reacting
substance'), serotonin dan bradikinin. Zat-zat ini pada umumnya menyebabkan kontraksi otot
polos, vasodilatasi dan meningginya permeabilitas pembuluh darah kapiler. Akibat reaksi
alergi ini, maka secara klinik ditemukan penyakit-penyakit seperti : asma bronkial, demam
rumput kering (Hay-fever), rhinitis alergika dll.
9
Reaksi Tipe II atau Reaksi Tipe Sitotoksik
Alergi tipe II ini disebabkan oleh karena timbulnya reaksi antara zat anti dengan antigen
spesifik yang merupakan bagian daripada sel jaringan tubuh atau dengan suatu hapten yang
telah berintegrasi dengan sel tersebut. Aktivitas zat anti ini dibawakan oleh kelas IgG
dan/atau IgM, yang mempunyai sifat biologik tertentu, yaitu dapat mengikat sistem
komplemen. Setelah terjadi reaksi antara antigen dengan zat antinya, maka aktivasi sistem
komplemen dapat dimulai, sehingga timbul pelekatan imun ('immune adherence'), - proses
opsonisasi dan akhirnya perusakan permukaan sel jaringan tubuh. Secara klinik, reaksi ini
sering ditemukan pada transfusi darah yang tidak sesuai, faktor rhesus yang tidak sesuai,
penyakit trombositopenik purpura, poststreptokokal glomerulonefritis akuta dll.
Reaksi Tipe III atau Reaksi Tipe Kompleks-Toksik
Reaksi ini disebabkan pula oleh kelas IgG dan/atau IgM, akan tetapi aktivitas zat anti yang
dibawanya bukan terhadap antigen sel jaringan tubuh, melainkan terhadap antigen yang
datang dari luar tubuh. Istilah lain untuk tipe III ini, ialah hipersensitivitas kompleks-imun
( 'immune-complex hypersensitivity'). Pada reaksi ini terjadi suatu kompleks terdiri dari
kumpulan antigen dengan zat antinya – yang timbul akibat masuknya antigen asing ke dalam
tubuh untuk ke dua kalinya dan bereaksi dengan zat anti spesifiknya. Seperti pada tipe II,
maka IgG atau IgM pada tipe III ini dapat pula mengaktifkan sistem komplemen, hanya
bedanya proses ini baru terjadi setelah kompleks antigen-zat anti itu dipresipitasikan. Akibat
proses ini, maka akan timbul efek kemotaksis terhadap sel-sel polimorfonuklear, peningkatan
daya fagositosis dan pelepasan zat anafilatoksin, yang secara tidak langsung akan
meningkatkan permeabilitas - dinding pembuluh darah. Secara klinik, maka reaksi ini akan
menyebabkan reaksi Arthus, 'serum sickness', 'immune complex diseases' dll
Reaksi Tipe IV atau Reaksi Tipe Seluler
Reaksi ini bukan disebabkan oleh karena adanya zat anti seperti pada ke tiga tipe alergi yang
telah diutarakan tadi. Sesuai dengan istilahnya, maka yang memegang peranan pada reaksi
alergi tipe seluler ini ialah sistem imunologi sel, yaitu sel limfosit yang telah peka secara
spesifik. Bila sel ini berkontak dengan suatu antigen untuk kedua kalinya, akan timbul proses
deferensiasi sel sehingga sel limfosit tersebut sanggup menghasilkan dan melepaskan zat
yang disebut limfokin ('lymphokine'). Zat ini mempunyai berbagai aktivitas biologik,
diantaranya dapat menarik sel-sel makrofag polimornuklear dan limfosit kearah lokasi
rangsangan. Oleh karena timbulnya reaksi ini agak lambat, yaitu sekitar 24 hingga 48 jam,
maka secara klinik dikenal sebagai hipersensitivitas jenis lambat. Keadaan ini sering dijumpai
10
pada reaksi tuberkulin, alergi terhadap beberapa macam bakteri, jamur dan virus, reaksi
terhadap jaringan yang ditransplantasikan dan lain-lain.
MEKANISME.
Alergenisasi dan pembentukan zat-anti dapat dirangsang dengan jalan :
- inhalasi bahan organik.
- absorbsi bahan-bahan yang tak tercerna secara sempurna dari dalam usus.
- menembusnya bahan-bahan genetis lain lewat plasenta.
- kontak dengan bahan-bahan tertentu secara berulangulang baik disadari maupun tidak.
- melalui pengobatan (dokter) dalam segala bentuk, termasuk transplantasi jaringan/ organ.
- masih harus ditambahkan reaksi terhadap auto-antigen.
Antigen dapat dibedakan atas antigen lengkap, yaitu berupa molekul besar, dimana badan
bersikap intoleran dalam arti imunologik, yaitu dengan langsung merangsang terbentuknya
zat-anti, dan antigen tak lengkap atau disebut hapten, yaitu molekul-molekul kecil/bahan
kimia sederhana yang mendapat sifat antigenik setelah bergabung dengan protein badan.
Alergi ialah perobahan spesifik yang diperoleh dalam kemampuan bereaksi terhadap alergen
atas dasar interaksi antigen-antibodi. Alergen ialah istilah untuk antigen yang terlibat dalam
reaksi alergi. Reaksi/jawaban alergik melibatkan sel-sel tertentu dalam sistim limforetikuler
dengan akibat multiplikasi sel-sel yang menjadi alergik (allergised cells). Sel-sel ini dalam
kerja sama dengan sel-sel lain menghasilkan zat anti/imuno-imunoglobulin (Ig.), dengan
jenis-jenisnya : IgG, IgM, IgA dan IgE, mungkin juga Ig-D. Sekali terjadi reaksi alergi, orang
akan bereaksi terhadap alergen, walaupun jumlahnya sangat sedikit, yang sifatnya sangat
individuil. Tergantung pada situasi, reaksi alergi ini bisa menguntungkan, menghasilkan
imunitas, atau merugikan, terjadi alergi, kerusakan jaringan maupun menjadi sakit. Dalam
kedua peristiwa ini, terjadi reaksi seluler maupun molekuler yang sama. Apakah orang
mengatakan reaksi kekebalan (imunitas) ataukah kerentanan (alergi) sama sekali tergantung
dari konsekwensi klinik belaka.
Rcaksi alergi dapat dibagi dua, reaksi cepat (immediate type) dan reaksi lambat (delayed
type). Reaksi cepat berdasarkan atas imunitas humoral dan reaksi lambat adalah imunitas
seluler. Hal ini membawa konsekuensi dalam pemindahan imunitas secara pasif, reaksi cepat
dapat dipindahkan secara pasif dengan serum. Contoh dari reaksi cepat : anafilaksis, urticaria,
Arthus fenomen dll. Sedang contoh dari reaksi lambat : reaksi tuberkulin, kontak dermatitis
11
yang alergik dll. Auto-antigen ialah antigen yang berasal dari badan sendiri. Bertahun-tahun
terdapat konsep yang menganggap bahwa seseorang tak dapat membentuk zat-anti dari
antigen yang berasal dari jaringan tubuhnya sendiri, konsep ini disebut
'horror-autotoxicus',tetapi percobaan-percobaan dengan golongan- golongan darah yang
berbeda dan kejadian-kejadian dalam beberapa penyakit yang disebut "penyakit-penyakit
auto alergik " (auto-allergic diseases) membatalkan konsep tsb. Penyakit-penyakit auto-
alergik dibagi dua : yang bersifat organ spesifik, misalnya : Tiroiditis Hashimoto, Gastritis
Kronika atrofika dsb. Dan yang bersifat non-organik misalnya : arthritis reumatika, dan
penyakit-penyakit kolagen lain, termasuk Systemic Lupus Erythematosus. Tetapi ada
penyakit penyakit yang tak dapat digolongkan kedalam keduanya misalnya
trombositopenia idiopatika dan 'auto-imune hemolytic anemia'.
12
Reaksi Alergi Tipe Cepat dan Lambat
CEPAT LAMBAT
K 1 i n i k ■ shock anafilaktik, alergi terhadap debu ru-mah, asma bronkial, serum sickness dll.
■ hipersensitivitas tuberkulin, alergi terhadap jamur, parasit, bakteri dll.
W a k t u ■ reaksi alergi timbul dengan cepat, yaitu beberapa menit hingga beberapa jam sete-lah berkontak dengan alergen atau antigen lalu menghilang dengan cepat pula.
■ reaksi alergi timbul secara lambat, yaitubeberapa jam hingga beberapa hari setelah berkontak dengan alergen atau antigen, lalu menghilang dengan lambat pula.
H i s t o 1 o g i
P e m i n d a h a n
‘■ reaksi patologik yang terutama terdiri dari dilatasi pembuluh kapiler dan arterioler dengan eritema dan edema yang jelas de-ngan sedikit serbukan sel radang.
■ reaksi alergi ini berhubungan erat dengan zat anti didalam sirkulasi darah, dan dapat dipindahkan secara pasip dengan memper-gunakan serum.
■ reaksi patologik yang terutama terdiri dari peradangan dengan disertai banyak serbuk-an sel radang - sel polimorfonuklear, lim-fosit dan makrofag, serta adanya indurasi jaringan.
■ reaksi alergi ini tidak berhubungan dengan zat anti dan tidak dapat dipindahkan secara pasip dengan mempergunakan serum, me-lainkan dengan sel li mfosit sensitip atau ekstraknya.
13
14
KULIT
(ANATOMI,HISTOLOGI,FISIOLOGI)
Kulit ialah organ essensial dan vital dan merupakan organ tubuh yang terletak paling luar
serta membatasi dari lingkungan luar.
Luas: 1,5 m2
Berat: 15 % BB
Kulit terdiri dari 3 (Tiga) jenis:
1. elastis
bibir, palpebra, prepusium
2. keras dan tegang
telapak kaki dan telapak tangan dewasa
3. tipis
muka lembut: leher dan badan
kasar: kepala
Anatomi secara histopatologik
1. Lapisan Epidermis
2. Lapisan dermis
3. Lapisan subkutis
15
1. Lapisan epidermis
a. stratum korneum (lapisan tanduk)
b. stratum lusidum (lapisan bening epidermis)
c. stratum granulosum (lapisan berbutir epidermis)
d. stratum spinosum ( lapisan taju epidermis)
e. stratum germinativum (lapisan basal)
2. Lapisan dermis
a. pars papilare
b. pars retikulare
3. Lapisan subkutis
Histologi
1. Lapisan epidermis avaskuler
a. stratum korneum
- sel gepeng tak berinti
- protoplasma berubah menjadi keratin
- lapisan merah homogen
- bergaris-garis sejajar permukaan kulit
- terlihat terkelupas (disjungtum)
b. stratum lusidum
- sel gepeng tak berinti
16
- protoplasma berubah menjadi protein (eleidin)
- tampak menyatu
- homogen
- membentuk garis merah yang bergelombang di atas lapis berbutir
- kadang tak terlihat
c. stratum granulosum
- terdiri atas 3-5 lapis sel gepeng berbentuk kasar dan berinti
- di dalam sitoplasma terdapat butir-butir keratohialin berwarna biru
- inti tampak pucat dan tertimbun butiran granula
d. stratum spinosum
- sel poligonal dan bersifat mitosis
- protoplasma mengandung glikogen
- inti di tengah
- terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas tonofibril atau keratin
yang membentuk penebalan bulat kecil nodulus bizzozero
- diantara sel-selnya terdapat sel Langerhans
e. stratum germinativum
- sel kolumnar (kubus) dan bersifat mitosis
- tersusun vertikal pada perbatasan dermo epidermal berbaris seperti pagar
(palisade)
- protoplasma basofilik inti lonjong intercelullar bridge
17
- sel-sel pembentuk melanin (melanosit)
- sel berwarna muda
- basofilik inti gelap
- terdapat butiran pigmen (melanosomes)
2. Lapisan dermis
- Lapisan lebih tebal
- terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat
- terdapat elemen-elemen selular dan folikel rambut
- lapisan berada di bawah epitel
- jaringan ikat agak padat
Lapisan dermis tersusun dari:
a. pars papilare
- membentuk psil-papil yang menonjol ke epidermis
- berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah
- terlihat longgar jaringan lebih banyak mengandung sel daripada serat
b. pars retikularis
- bagian bawah menonjol ke subkutan
- berisi serabut-serabut panjang: kolagen, elastin, retikulin
- pada dasarnya yang berupa matriks terdiri dari cairan kental asam hialuronat, kondroitin
sulfat, dan fibroblas
- serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas dan memiliki ikatan yang mengandung
hidroksiprolin dan hidroksisilin
- serabut elastisnya bergelombang, berbentuk amorf, mudah mengembang, dan lebih elastis
18
4. Lapisan subkutis
- terdapat sel-sel lemak dengan ciri-ciri sel bulat, besar, inti terdesak ke pinggir, sitoplasma
lemak yang bertambah
- sel-selnya dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa
- Lapisan-lapisan sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan
dan terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening
- Vaskularisasi lemak di kulit diatur oleh 2 pleksus:
a. pleksus dermis (superfisial) mengadakan anastomosis di papil dermis
b. pleksus subkutis (profunda) dan pars retikularis mengadakan anastomosis dan
terdapat lebih banyak pembuluh darah
Adneksa Kulit
Terdiri dari:
1. Kelenjar-kelenjar kulit
- terdapat di lapisan epidermis, terdiri dari:
a. kelenjar keringat (glandula sudorifera)
dibagi 2:
a.1. kelenjar ekrin (yang kecil-kecil)
- terletak dangkal
- sekret yang encer
- kelenjar ekrin terbentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan dan berfungsi 40
minggu setelah kelahiran
19
- saluran berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit
- terdapat di seluruh permukaan kulit, telapak tangan dan kaki, dahi dan aksila
a.2. kelenjar apokrin
- terletak lebih besar, lebih dalam dan sekret yang lebih kental
- dipengaruhi oleh saraf adrenergik
- terdapat di aksila, areola mamae, pubis, labia minora, sel telinga luar
- keringat terdiri dari air, elektrolit, asam laktat, glukosa, pH 4-6,8
b. kelenjar palit (glandula sebasea/ kelenjar holokrin)
- terdapat di seluruh permukaan kulit manusia kecuali telapak tangan dan kaki
- disebut kelenjar palit dikarenakan tidak berlumen dan sekret kelenjar ini basal dari
dekomposisi sel-sel kelenjar
- terletak di samping akar rambut
- bermuara pada lumen akar rambut (folikel rambut)
2. Kuku
- bagian terminal lapisan korneum yang menebal
- kuku tumbuh dari akar kuku dengan kecepatan 1mm/minggu
- sisi kuku aga mencekung dan membentuk alur kuku
- kulit tipis yang menutupi kuku bagian proksimal eponikium
- kulit yang ditutupi bagian kuku bebas hiponikium
3. Rambut
20
- terdiri atas bagian terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian yang berada di luar kulit
(batang rambut)
- 2 macam tipe rambut yaitu
lanugo (rambut halus, tak berpigmen, pada bayi)
rambut terminal (lebih tebal, pigmen lebih banyak, terdapat di medula, pada dewasa)
- rambut halus di dahi rambut velus
- rambut tumbuh secara :
Siklik 2-6 tahun dengan kecepatan 0,35 mm/hari
Telogen (istirahat beberapa bulan
Katagen (involusi temporer)
- rambut sehat dan berkilau, elastis, tidak mudah patah, menyerap air
Fisiologi
1. Proteksi bantalan lemak
a. gangguan fisis/mekanis: tekanan, gesekan, tarikan
b. gangguan kimiawi: zat-zat kimia: lisol, karbon, asam alkali
c. gangguan bersifat panas: radiasi, sengatan UV
d. gangguan infeksi luar: kuman/ bakteri dan jamur
e. melanosit berperan juga mengadakan tanning
f. pH: 5-6,5 perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri dan jamur
g. proses kreatinisasi sebagai sawar (barrier) mekanis
2. Absorpsi
21
- cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap dan yang larut lemak
- permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air ikut mengambil bagian pada fungsi
respirasi
- Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi oleh:
Tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan, metabolisme, jenis vehikulum
- dapat melalui celah-celah antar sel (lebih banyak) dan menembus sel-sel epidermis/
muara saluran kelenjar
3. Ekskresi zat-zat yang tidak berguna lagi bagi tubuh kita/ sisa metabolisme NaCl, urea,
asam urat, amonia
4. Persepsi
- Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik pada dermis dan subkutis
a. panas: badan-badan ruffini di dermis dan subkutis
b. dingin: badan-badan krause di dermis
c. rabaan; badan-badan meissner di papila dermis dan merkel ranvier di epidermis
d. tekanan: badan-badan paccini di epidermis
5. Penaturan suhu tubuh (termoregulasi
- kulit mengeluarkan keringat dan mengerutkan(otot berkontraksi) pembuluh darah kulit
- kulit kaya akan pembuluh darah sehinnga mendapat nutrisi yang baik
- pada bayi pembuluh darah belum terbentuk sempurna sehingga terjadi ekstravasasi
cairan terlihat lebih edematosa mengandung air dan Na
22
6. Pembentukan pigmen (melanosit)
- terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf
- Jumlah melanosit dan besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna
kulit ras maupun individu
- merlanosomes dibentuk oleh alat golgi+enzim tirosinase ion Cu dan O2
- melanosomes dipengaruhi oleh pajanan terhadap sinar matahari
- pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit dan ke lapisan kulit melalui
sel melanifag (melanofor)
-warna kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, reduksi dan oksidasi Hb serta karoten
7. Keratinisasi
- lapisan epidermis terdiri dari: sel keratinosit, sel langerhans, melanosit
- keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan ke lapisan atas menjadi
lapisan spinosum kemudian membelah lagi dan berpindah ke lapisan atas, sel semakin
gepen dan bergranula menjadi lapisan granulosum dan semakin ke lapisan atas inti
menghilang akhirnya keratinosit menjadi sel tanduk yang amorf
- menurut Maltosy: keratinosit melalui proses sintesis dan degradasi lapisan tanduk
(14-21 hari)
8. Pembentukan Vitamin D
Dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol
23
Pemeriksaan diagnostik gangguan sistem integument
1. Biopsi kulit.
Mendapatkan jaringan untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan cara eksisi dengan
scalpel atau alat penusuk khusus ( skin punch) dengan mengambil bagian tengah jaringan.
Indikasi
pada nodul yang asal nya tidak jelas untuk mencegah malignitas. Dengan warna dan bentuk
yang tidak lazim.
Pembentukan lepuh.
2. Patch test
untuk mrngenali substansi yang menimbulkan alergi pada pasien dibawah plester khusus
( exclusive putches )
indkasi
dermatitis, gejalak kemerahan, tonjolan halus, gatal- gatal. Reaksi + lemah.
Blister yang halus, papula dan gatal –gatal yang hebat reaksi + sedang.
Blister/bullae, nyeri, ulserasi reaksi + kuat.
Penjelasan pada pasien sebelum dan sesudah pelksanaan patch test.
Jangan menggunakan obat jenis kortison selam satu minggu sebelum tgl pelaksanaan.
Sample masing – masing bahan tes dalam jumlah yang sedikit dibubuhkan pada plester
berbentuk cakaram kemudian ditempel pada punggung,dengan jumlah ynag bervariasi.( 20 –
30 buah.)
Pertahankan agar daerah punggung tetap kering pada saat plester masih menempel.
Prosedur dilaksanakan dalam waktu 30 menit.
2- 3 hari setelah tes plester dilepas kemudian lokasi dievaluasi.
3. Pengerokan kulit.
Sampel kulit dikerok dari lokasi lesi, jamur, yang dicurigai.dengan menggunakan skatpel
yang sudah dibasahi dengan minyak sehingga jaringan yang dikerok menempel pada mata
pisau hasil kerokan dipindahkan ke slide kaca ditutup dengan kaca objek dan dipriksa dengan
mikroskop.
4. Pemeriksaan cahaya wood ( light wood).
24
Menggunakan cahaya uv gelombang panjang yang disebut black light yang akan
menghasilakan cahaya berpedar berwarna ungu gelap yang khas.cahaya akan terlihat jelas
pada ruangan yang gelap, digunakan untuk memebedakan lesi epidermis dengan dermis dan
hipopigmentasi dengan hiperpigmentasi.
5. Apus tzanck.
Untuk memeriksa sel – sel kulit yang mengalami pelepuhan.
Indikasi
herpes zoster,varisella, herpes simplek dan semua bentuk pemfigus.
Secret dari lesi yang dicurigai dioleskan pada slide kaca diwarnai dan periksa.
PENYAKIT KULIT PADA KEPALA
PYODERMA – NON PYODERMA
CUTANEOUS BACTERIAL INFECTION
PYODERMA NON PYODERMA
Staphylococcus aureus Corynebacterium
Streptococcus Beta Hemolyticus Mycobacterium
Other bacteria
Penyakit kulit yang purulen
Infeksi kulit oleh bakteri
Etiologi : Pyogenes-cocci
Yi.: - Staphylococcus aureus &
- Streptococcus b. hemolyticus
Lesi kulit dibagi dalam:
25
PYODERMA
Infeksi kulit primer
Infeksi kulit sekunder
(Mis: orang digigit nyamuk → bernanah)
Staphylococcus Streptococcus
Impetigo bulosa
(= Impetigo vesico-bulosa)
Impetigo neonatorum
Staph. Scalded Skin Syndr.
Folliculitis
( I. Bochart & Sycosis barbae)
Furuncle & carbuncle
Paronychia
Multiple Absceses of sweats glands
Hidra-adenitis suppurativa
Impetigo crustosa
(= I.contagiosa; Tillbury Fox Disease
)
Ecthyma
(=Ulcerative Impetigo)
Erysipelas
Cellulitis
Phlegmon
Scarlet Fever
IMPETIGO & ECTHYMA
Infeksi kulit superfisial
Etiologi : Staphylococcus aureus
Staphylococcus pyogenes
Bila hanya di epidermis: Impetigo
Bila terus sampai dermis: Ecthyma
Karakterisasi : krusta erosi atau krusta ulcer
Infeksi melalui:
Infeksi primer pada lesi minor di kulit
Infeksi sekunder pada kelainan kulit yang udah ada Pre Existing
Dermatoses atau ada penyebab lain sebelum erjadi Impetiginization
26
Klasifikasi Klinik
1. Impetigo Krustosa (Impetigo vulgaris; impetigo contagiosa; Tillbury Fox)
2. Impetigo Bulosa
3. Impetigo Neonatorum
4. Impetigo Bockhart (Superficial Folliculitis)
5. Impetigo Ulcerative (Ecthyma)
IMPETIGO
Suatu pioderma yg menular
Biasa pada anak-anak
Biasanya pada wajah, khususnya dekat hidung dan mulut ( kenapa ? )
Ditandai dengan vesikel kecil yang mudah pecah dengan pinggir kemerahan yang
menjadi pustular dan pecah mengeluarkan cairan seropurulen kuning yang mengering
dan membentuk krusta tebal.
Impetiginization : Terjadinya impetigo pada area yang sebelumnya terkena penyakit kulit
yang lain
ECTHYMA
Pioderma ulceratif
Biasanya disebabkan oleh Streptococcus β haemolyticus grup A
Pada lokasi cedera ringan
Secara predominan mengenai tulang kering dan punggung kaki
Umumnya menyembuh dengan pembentukan jaringan parut yang bervariasi
CRUSTED IMPETIGO & ECTHYMA
Sinonim
Impetigo Vulgaris; Impetigo Contagiosa; Tillbury Fox
Impetigo ulceratif
Etiologi
27
Group A β haemolyticus Streptococcus pyogenes (GAS)
Streptococcus β haemolyticus
Gambaran Klinik
Umumnya pada anak, tanpa gejala umum (tanpa panas; malaise)
Individu pada umumnya sehat → gigitan serangga, kutu kepala dan trauma
Diawali dengan kelainan kulit yaitu: eczema → infeksi sekunder (Impetiginized)
Awalnya macula erythematosus → blister/ lepuh (vesikel/ bula) + pus kuning →
pecah (rupture)
Meninggalkan eksudat purulen kering = Golden Yellow Crust (Honey Bee)
Bila krusta pecah, ada di perifer dengan penyembuhan pada bagian tengahnya:
Polycyclic & Circinate
Erosi → Impetigo Krustosa
Ulkus → Impetigo Ulceratif (= Ecthyma)
Urtika ( bentol ) pembengkakan setempat dan cepat hilang
Urtika yang banyak = Urtikaria ( Biduran; kaligata; gidu; lapar garam)
Biduran penyebabnya banyak, jika org tersebut punya bakat hipersensitif
Diferensiasi IMPETIGO
KRUSTOSA
ECTHYMA
Durasi Hari - Minggu Minggu – Bulan
Gejala Tak ada s/d pruritus Sakit - lembut
Lesi Kulit
- Type
- Warna
- Ukuran & bentuk
- Palpasi
- Susunan
Vesikel – pustula pecah +
erosi
Golden Yellow Crusts
Kecil, bulat/ oval
Nyeri ringan- kasar
Scattered (menyebar jauh)
Ulcerasi + krusta tebal erat
Krusta hemorrhagik
Lebar, bulat/ oval
Tender & indurated
Soliter/ multipel
28
- Distribusi
Discrete (menyebar dekat)
Confluent (lingkaran jadi
1)
Lesi satelit (khas pada
candida)
Distribusi Muka
peri – oral / nasal
Pergelangan kaki, dorsal
kaki, paha, gluteus,
“daerah dekat trauma”
DD Perioral/ Dermatitis
seborrheic
Dermatitis kontak alergi
Herpes Simplex Labialis
Ekskoriasi gigitan
serangga
Neurotic excoriation
Ulkus hati kronik
IMPETIGO BULLOSA
Sinonim
Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet
Etiologi
Staphylococcus aureus (utama)
Gambaran Klinik
Vesikel & bula + kuning jernih atau cairan keruh
29
Timbul/ menonjol pd kulit normal, erytema +/-
Bula lemah/ lunak: Bula hipopion
Bila bula pecah → gray-brownish, krusta hemorrhagic: Collarete
Erytematous – Erosion
Predileksi: wajah, tangan, tungkai, intertrigenous site
General bula & deskuamasi pada infant Impetigo Neonatorum
Diagnosa
Temuan klinik
Pewarnaan gram atau kultur
Diagnosis Diferensial
Dermatitis kontak alergi
Herpes simplex atau Herpes Zoster
Folikulitis bakterial
Luka bakar
Pemphigoid bullosa
Dermatitis herpetiformis
Manajemen
Pencegahan:
Benzoyl peroxide wash (soap bar)
Kristal permanganas kalicus mandi
(beri sesuai dosis, jangan sampai mewarnai kulit)
Th/ topikal: minyak mupirocin efektif terhadap S.aureus, GAS & MRSA.
Th/ Sistemik:
Eritromisin 250-500 mg q.i.d (10 hr)
40 mg/kgBB/hari q.i.d (10 hr)
Cephalexin 250-500 mg q.i.d (10 hr)
40-50 mg/kgBB/hari q.i.d (10 hr)
Kontraindikasi pada wanita hamil
Minocyclin 100 mg b.i.d (10 hr)
Ciprofloxacin 500 mg b.i.d (7 hr)
Th/ aman utk wanita hamil: Penicillin
Bila takut injeksi: ampicillin/ amoxycillin
30
Bila alergi penicillin, beri eritromycin p.c
Kontraindikasi: Maag
FOLLICULITIS
Definisi
Pyoderma pada folikel rambut
Karakteristik dengan folikular papula, pustula, erosi atau krusta pada folikular
infundibulum (epidermis)
Bagian yang terlibat dpt sampai dalam hingga seluruh panjang folikel (Dermis &
Subkutis)
Etiologi : Staphylococcus aureus
Faktor predisposisi :
cukur rambut: janggut, axilla dan kaki
Hair extraction: menarik & menggosok
Occlusion dressing (baju ketat) ► clothing, adhesive plaster, posisi
tubuh, dll
Tempat intertriginous ► axilla, infra mammae, anogenital
Kortikosteroid topikal imunitas <<
DM & keadaan immunosuppresion (leukemia, HIV)
Klasifikasi :
1. Folikulitis superfisialis
2. Folikulitis profunda
FOLIKULITIS SUPERFISIALIS (IMPETIGO BOCKHART)
Gambaran klinik:
Banyak papul erytematous superfisialis & pustula pada muara rambut
Tempat predileksi di kulit (muka, gluteus, tungkai)
Suatu kondisi kronik yang diperberat dengan mencukur
31
FOLIKULITIS PROFUNDA (Deep Folliculitis / Sycosis)
Gambaran klinik :
Confluent follicular pustules
Forming tender
Plaque erythematous yg tebal pd bibir atas dan area janggut ► Sycosis barbae
(bilateral)
DD/: Tinea barbae unilateral + KOH
Manajemen
Hindari dan terapi faktor predisposisi
Drainage pus dan jaringan nekrotik
Antibiotik tropikal dan sistemik
FURUNKEL & KARBUNKEL
Definisi
= bisulan =
Abses akut pd folikel rambut yg disebabkan oleh infeksi S.aureus
Furunculosis: lebih dari 1 folikel
Carbuncle : grup furunkel/ kumpulan karbunkel
Faktor Predisposisi
Chronic Staphylococcus carrier pd orificium eksterna hidung, axilla atau anus
Diabetes, obesitas dan kebersihan rendah
Gambaran Klinik
Nodul merah dan sakit
Ukuran > 1-2 cm + central necrotic plug
Nodule lembek + pembentukan abses
central pustula
Pecah atau drainage pustula membuang/ melepaskan jaringan nekrotik
Multipel & penggabungan furunkel (Big Nodule) carbuncle multiple
follicular orifices (saluran keluar) keluarkan pus
Manajemen
32
Saat mandi gunakan sabun anti bakterial
Minyak mupirocin
Lakukan kompres panas drainage spontan awal
Insisi dan drainage abses
follicular orifices (saluran keluar) keluarkan pus
ANTIBIOTIK SISTEMIK
Dixcloxacillin 4 d.d 250-500 mg (10 hari)
Amox-clav 20 mg/kg/hr t.i.d (10 hari)
Cephalexin 40-50 mg/kg/hari
Erytromisin 40 mg/kg/hr q.i.d (10 hari)
Clarythromycin 250-500 mg b.i.d (10 hari)
Azithromycin 250 mg q.i.d 5-7 hari
Clindamycin 150-300 mg q.i.d (10 hari)
PARONYCHIA (PIONYCHIA)
Definisi :
Inflamasi akut pada lateral dan posterior lipatan kuku umumnya disebabkan
oleh infeksi Staphylococcus
Etiologi
Staphylococcus aureus
Streptococcus pyogenes
Pseudomonas aeruginosa
Gambaran Klinik
Diawali luka minor atau kerusakan kulit sebagai port d’entrée
Onset akut dan menyakitkan di daerah lipatan kuku + pus
Bengkak kemerahan dan nyeri di sekitar kuku
Infeksi menyebar ke bawah kuku abses sub-ungual nail plate loose
and distorted
Manajemen
33
Kompres lokal dengan antiseptik solution 5 sampai 10 menit
Drainage pus dan bersihkan sisa topical antibiotic
Antibiotik sistemik
Abses sub-ungual pencabutan kuku (nail extraction)
ERYSIPELAS, CELLULITIS, & PHLEGMON
Definisi
Akut, penyebaran infeksi pada dermal dan jaringan subkutan
Karakterisasi: merah, panas, nyeri sekitar lesi, sering pada tempat bakteri
masuk
Penyebab tersering: Streptococcus pyogenes dan mikroorganisme lain yang
dapat menyebabkan gangguan sistemik hebat.
ERYSIPELAS
Dermis dan subkutan bagian atas
Batas nyata + lymphangitis
CELLULITIS
Melibatkan seluruh jaringan subkutan, difus
Infiltrate with raised + pembengkakan area
PHLEGMON
Cellulitis yang mengalami supuratif dan pecah
Etiologi
Erysipelas:
Streptococcus β haemolyticus grup A
Cellulitis:
Streptococcus pyogenes (group B Streptococci – GBS), S.aureus, H.influenzae
34
Dermatosis Yang Mendasari
Trauma:
Abrasi, laserasi, suntikan
Gigitan: serangga, hewan atau manusia
Luka bakar
Infestasi parasit: skabies, pedikulosis capitis, phthriasis pubis
Pyoderma superfisial: impetigo, folikulitis,furunkulosis, ecthyma
Dermatophytosis: tinea pedis, tinea corporis, tinea barbae
Viral infection: herpes simplex, varicella, herpes zoster
Inflamatory dermatosis: dermatitis atopik, dermatitis kontak, psoriasis,
dermatitis stasis
Ulkus: tekanan, insufisiensi vena kronik
Gambaran Klinik
Pasien tampak sakit dengan panas tinggi dan kaku, muntah, bingung dan
delirium
Erythema unilateral pada kulit yang terlibat (muka atau kaki)
Peningkatan merah, panas, oedematous plaque, variasi ukuran + batas tegas
Area oedema kadang berkembang menjadi bula dan erosi
Komplikasi: nephritis dan septikemi
Manajemen
Penanganan medis selama kompliksi ► RS
Istirahat meninggikan tungkai bila lesi di kaki
Kompres lokal + antiseptic solution (Rivanol + Betadine)
Antibiotik sistemik: derivat penicillin (i.v) dan erythromycin
Rawat tempat pintu masuk mikroorganisme
ABSES MULTIPEL KELENJAR KERINGAT
Definisi
Infeksi sistem kelenjar keringat ekrin oleh Staphylococcus
Ditandai dengan multiple abscess pada area predileksi
Etiologi: Staphylococcus aureus
Gambaran Klinik :Umum pd infant/ anak kecil
35
Predileksi badan, belakang kepala, gluteus
Erythematous deep seated infiltrated nodule pea walnut berukuran kecil
Bentuk kubah tanpa kuning di tengah (pusat nekrotik/ sumbatan)
Selalu multipel, timbul berkelompok, lunak → abses pus kuning
Diikuti dg pembtkn scar, rekuren pada tpt yang baru
Tak nyeri – nodul subkutaneus (Hallmark); khas
DD/ : Furunkulosis
Therapy
Antibiotik topikal dan sistemik
Mengatasi faktor predisposisi
Mandi dengan air yang suhunya sama dengan suhu tubuh
HIDRADENITIS SUPURATIVA
Sinonim : apocrinitis, hidradenitis axillaris
Definisi :
Kronik, supuratif, sikatriks pada penyakit kelenjar apokrin yang berhubungan
dengan axilla, anogenital region dan jarang pada kepala dengan pembentukan
scar.
Epidemiologi
Ras: sering pada orang kulit hitam
Umur: dari pubertas dewasa muda, climacteric
Sex: laki-laki pada anogenital, wanita pada axilla
Herediter: riwayat keluarga dg jerawat nodulocytik dan hidradenitis
suppurativa
Etiologi
Tidak diketahui, dari tempat lesi mikroorganisme patogen: S.aureus
S.aureus !!! & S.pyogenes
E.coli, Proteus mirabilis, P.aeruginosa
Faktor Predisposisi
Obesitas, hiperhidrosis, kebersihan buruk
Deodoran & menghilangkan/ mencukur rambut (depilator)
Recurrent folliculitis
Gambaran Klinik
Demam intermiten dan nyeri/ sakit nyata abses
36
Inflamasi nodules dan kemerahan abses sembuh + fistel/ sinus
drainage purulen/ seropurulen
Fibrosis, “bridge” scars, hypertropic & pembentukan scar keloidal
Black double open comedones !!!
DD/ :
Furunkel/ karbunkel
Lymphadenitis
Scrofuloderma
Lymphogranuloma venereum
Actinomycosis
Therapy :
Sama seperti multiple abses pada kelenjar keringat
Sistemik:
Prednison/ Prednisolon oral (biasanya dicover dengan antibiotik)
Triamcinolon intra lesi
O.P: kasus kronik dan residif
Corynebacterium
1. ERYTHRASMA: et/ Corynebact. Minutissimum
2. Tichomycosis axillaris: et/ C. tenuis
3. Pitted keratolysis: et/ Corynebact spp.
Microccus sedentarius
Mycobacterium
1. LEPRA (=Morbus Hansen): et/ M. leprae
2. Tuberculosis cutis: et/ M. tuberculosis
37
NON-PYODERMA
( Scrofuloderma; TBC cutis verrucosa dll.)
3. Atypical Mycobacterium Infection: et/ M. marinum,
M.scrofulaceum, M. fortuitum, M. chelonei, dll.
Gram (+)/(-) bacteria
1. Erysipeloid: et/ Erysipelothrix rhusiopathiae
2. ANTHRAX: et/ Bacillus anthracis
3. Pseudomonas folliculitis: et/ Pseudomonas aeruginosa
4. Gram negatif folliculitis et/ Klebsiela, Enterobachter, Proteus.
ERYTHRASMA
Definisi
Infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum
Terkena pada intertriginous area dari jari kaki, lipat paha dan axilla
Bentuk Makula erythematous (= Red Spot )
Etiologi
Corynebacterium minitussismum
Batang gram (diphtheroid); merupakan flora normal
Produce porphyrin + wood’s light warna coral-pink
Faktor Predisposisi
Diabetes
Iklim sedang dan panas
Oklusi pd kulit yang memanjang
Maserasi
Gambaran Klinik
Asymptomatic atau gatal ringan
Well defined, brown discoloration patch + fine, bersisik, permukaan berlipat/
berkerut, pada intertriginous area seperti lipat paha, axilla dan di bawah
mammae, kadang-kadang menyebar ke badan dan tungkai
Antara jari kaki scaling, fisura dan maserasi
38
Manajemen
Pencegahan: cuci dengan Benzoyl Peroxide (bar)
Lokal dan topikal
Imidazoles atau sodium fusidate
Benzoyl peroxide gel 7 hari
Erythromycin sol b.i.d 7 hari
Sistemik: +erythromycin 250 mg q.i.d 14 hari p.o (bila sudah melebar dan
membandel)
TRICHOMYCOSIS AXILLARIS
Definisi
Infeksi Corynebacterium pada axilla atau rambut pubis
Etiologi : Corynebacterium spp.
Contohnya: C.tenuis
Gambaran Klinik
Sering ditemukan tanpa gejala pada laki-laki muda dengan kebersihan yang
buruk
Melekat bahan kekuningan sekeliling rambut axilla
Manajemen
Menggunting/ mencukur rambut yang terkena
Berikan 1% aqueous formalin atau Benzoat Acid compound
Untuk mencegah kambuh, cuci area tersebut setiap hari dengan sabun.
PITTED KERATOLYSIS
Definisi
Kelainan pada ketebalan keratin kulit pada plantar kaki dengan pengikisan
yang membentuk lubang dengan kedalaman yang berbeda, umumnya
berhubungan dgn pedal hyperhydrosis = Kutu air=
Etiologi : - Corynebact. Spp.
- Micrococcus sedentarius
Gambaran Klinik
Umumnya asimtomatik, gatal ringan, terbakar dan tenderness
39
Lubang 1-8 mm pada stratum corneum
Lubang mempunyai ciri tersendiri, confluent daerah erosi/ terkikis luas
Berwarna putih saat stratum corneum seluruhnya basah (Fully Hydrated)
Distribusi pada jaringan/ sela jari kaki, tumit
Manajemen
Cuci dengan sabun benzoyl peroxide
Kurangi keringat dengan bedak aluminium chlorida (Zeasorb)
Topikal:
Preparat Benzoyl Peroxide
Cream Erythromycin
ACNE VULGARIS
Sinonim
• Acne vulgaris; Pimple; Comedo
• Jerawat; kukul
Definisi
• Penyakit peradangan kronik dari unit pilosebasea disertai penyumbatan &
penimbunan keratin terutama di muka, leher, dada & punggung, ditandai ada komedo,
papel, pustul, nodulus, kista & sikatriks.
Epidemiologi
• 90% masa pubertas (15-19 tahun)
♂ = ♀
• Jarang pada orang dewasa
• Pada usia lanjut dapat
Anatomi & fisiologi kelenjar sebaseus
40
• Kel sebaseus tdpt di seluruh tubuh kecuali telapak tangan & kaki, glans penis &
korona penis
Terutama paling banyak dan besar-besar garis tengah punggung, dahi, kulit
kepala, muka & anogenital
Dahi, pipi dan dagu 400 -900 per cm2 (± 5000)
Daerah lain 100 per cm2
• Jenis holokrin krn sebum dihasilkan dgn cara disintegrasi sel-sel kelenjar (dinding) yg
menghasilkan sebum & lemak kulit (epidermis), yg keluar melalui duct pilosebaseus
• Sebum antara lain adalah: skualen, ester malam, trigliserida
• Lemak tubuh antara lain adalah: ester sterol, kolesterol, as. lemak bebas
Faktor predisposisi
• Belum diketahui dengan lengkap
• Pasti multifaktorial yaitu:
1. Faktor genetik
Family
Kromosom XYY nodulokistik
2. Faktor rasial
Orang Jepang > Orang Caucasoid
Di AS: Causacoid 5% dan negro 0.5% (pada umur 15 – 21 tahun)
3.Faktor haid
60-70% lesi aktif pada haid
4. Faktor endokrin
Hormon androgen !!!
Castrasi acne (–) !
Agenesis ovarii & ovarektomi (sblm dewasa) acne ?
Hormon estrogen acne ↓
Hormon progesteron acne ↑ ?
Hormon gonadotropin, hormon adenokortikosteroid & TSH acne
5. Faktor makanan
Lemak, coklat, kacang, susu, keju acne (+) ?
41
6. Faktor musim
musim dingin acne ↑
suhu tinggi dan lembab acne ↑
sinar UV scaling acne ↓
summer (60% baik, 20% buruk o.k keringat)
7. Faktor Sebum ↑: o.k kel sebaseus ↑
8. Faktor bahan kimia:
kontak minyak mineral & bahan aknegenik klorakne
9. Infeksi bakteri:
Corynebacterium acnes (= P. acne) Staphylococcus epidermidis
Hidrolisis TG menghasilkan asam lemak bebas + gliserol
Hasil pemecahan ini menimbulkan comedo
10. Kosmetika Akne kosmetika
Moisturizers, foundation
11. Trauma
Gesekan, tekanan, peregangan dan cubitan kulit akne mekanika
12. Lain-lain (dahulu)
Kurang tidur, konstipasi
Patogenesis
1. Penyumbatan duktus pilosebaseus, penimbunan keratin akibat proliferasi epitel
2. Peningkatan produksi sebum o.k hormon androgen
3. Perubahan susunan lemak permukaan kulit
Peningkatan as. lemak bebas, skualen, as, sebaleik komedogenik
4. Kolonisasi kuman dalam folikel sebaseus
Trigliserida + lemak lain karena pengaruh C.acnes mengalami lipolisis menjadi asam
lemak bebas
42
Kelenjar sebaseus karena mempengaruhi hormon androgen h. Testosteron 5 DHT
mengalami hiperplasia & hipertrofi.
Pengaruh enzim lipase, lemak TG. dihidrolisis menjadi FFA & gliserol penyebab abn.
keratinisasi Retention Hyperkeratosis Mikrokomedo
Mikrokomedo
• Komedo tertutup
(Closed Comedo; White Head)
• Komedo terbuka
(Open Comedo; Black Head)
Simptomatologi
• Keluhan Kosmetik (+)
a. Komedo primer
Komedo sekunder
o Kista
o Polyporus comedone (akne konglobata)
b. Papul
o Rad (–)
o Rad (+)
o Resolving phase
c. Pustul
o Superfisial hiperpigmentasi post-inflamasi
o Profunda scars
d. Nodulus
o Kadang + krusta
o Pada komedo tertutup
e. Sekuele (parut - akne)
43
o Keloid hipertrofi (keloid bridging)
o Superficial atrophic scars
Penatalaksanaan
Prinsip umum
– Cegah pembentukan komedo peeling agents
– Cegah infeksi sekunder antibiotika
– Percepat resolusi lesi CO2 padat, sinar UV
Iritan: resorsinol, sulfur, phenol, dll
Perawat kulit (skin care)
– Cuci muka + sabun & air hangat secara teratur
– Tidak dipegang, dikorek & dipijat dgn tangan
– Cegah kosmetik berminyak & pelembab
– Hirup udara segar & gerak badan teratur
– Hindarkan cuci muka >> (6-8 x sehari) + sabun keras
– Sabun bakteriostatik a.l heksaklorofen, trikarbanilid atau Sebamed
Nasehat makanan
– Makan bebas cukup & seimbang
– Banyak makan sayur & buah
– Ada hub lemak & kalori >>
– Anamnese: thdp makanan merangsang hindarkan
Pengobatan
TOPIKAL
ORAL
ORAL DAN TOPIKAL
TINDAKAN KHUSUS
44
Prinsip pengobatan:
To Prevent and minimize scarring formation
Pengobatan topical
Zat-zat gol. Kemikal bahan iritan
– Sulfur (4-8 %)
– Resorsinol (1-5 %)
– Asam salisilat: > 3% keratolitik
– Benzoil peroksida (2,5 – 10 %)
– As vitamin A (0,025 – 0,1 %) (as. Retinoat, Tretinoin)
– As. Azeleat (15 – 20 %)
– Adapalene
– As. Glikolat (3-8 %)
Zat-zat golongan fisikal
– Sinar UV
– Cryo Slush (CO2 padat, N2O cair)
– Sinar & Superfisial
Zat – zat antibakterial (antibiotika)
– Eritromisin (Erymed, Eryderm )
– Tetrasiklin
– Klindamisin (Dalacin T; Mediklin )
– Kinolon (Acuatim )
Zat-zat hormon:
45
– Kortikosteroid, max 1 bulan, lesi meradang (betametason 17 valerat,
fluosinolon)
Pengobatan Oral
• Antibiotika
– Tetrasiklin (oksi-tetrasiklin, chlor-tetrasiklin)
4 x 250 mg/ hr selama 3-6 minggu
1 x 250 mg/ hr (6 – 8 minggu)
– Eritromisin (stearat, etilen suksinat)
– Doksisiklin 2 x 100 mg – 1 x 100 mg
– Minosiklin 2 x 100 mg – 1 x 100 mg
– Linkomisin 3 – 2 x 250 mg
– Klindamisin 2 x 300 mg/ 3 x 150 mg
• Hormon
– Estrogen (etinil estradiol, mestranol)
– Kortikosteroid (di tapering off)
• Lain-lain:
– Vit A 50.000 – 100.000 IU/ hari
– Retinoid 3 Cis-retinoic acid
– DDS (Dapsone) – Diamino Difenil Sulfone
– Anti androgen (klormadinon asetat, siproteron asetat)
Pengobatan Oral & Topikal
• Tetrasiklin oral + asam retinoik topikal
• Tetrasiklin oral + lotio kummerfeldi (sulfur lotio)
Tindakan Khusus
• Komedo ekstraksi
• Electrodesiccation
• Insisi & drainase acne konglobata
• Eksisi untuk kista, komedo poliporus
46
• Dermabrasi parut akne
• Kortikosteroid intra lesi triamsinolon
(Percepat resolusi lesi meradang & cegah parut nodul, kista, scar hipertrofi
Diagnosis Diferensial
• Erupsi akneiformis
• Rosacea
• Perioral dermatitis
• Adenoma sebaceum
• Molluscum contagiosum
• Verruca plana
Prognosis
• Ad vitam baik
• Ad sanationam baik – sembuh sendiri usia lebih dari 25 tahun, kecuali faktor
genetik
Diet pada penderita Acne
Pantang Dikurangi
Keju
Kacang mete
Kacang tanah
Durian
Alpukat
Susu
Mentega
Santan kelapa
Pedas
Makanan mengandung banyak lemak
47
Coklat
Es krim
Daging kambing, daging babi
Goreng-gorengan
Perawatan Muka (pada penderita Acne)
Langkah I
Pagi cuci muka dengan sabun baby/ sabun khusus, bersihkan/ kompres dengan acne
freshener/ cleansing lotion. Kemudian pakai cream/ lotion/ med.acne lotion dan bedak (acne
face powder, bedak baby, bedak marcks’)
Langkah II
Siang sesudah bepergian dan malam sebelum pakai obat, bersihkan muka dengan
sabun lalu dengan cleansing milk. Kemudian dilap sampai bersih dengan handuk yang
dibasahi air, lalu bersihkan dengan cleansing lotion
Langkah III
Sewaktu istirahat siang wajah tidak perlu pakai apa-apa
Langkah IV
Malam: pakai obat (salep, cream, gel, dll) selama 2 sampai beberapa jam sesuai
petunjuk dokter. Bersihkan dengan air. Pakai med acne lotion (bedak kocok) sampai pagi
PENYAKIT PARASIT HEWAN PADA MANUSIA
48
Pendahuluan
• Penderita penyakit kulit di Indonesia tinggi
• Menkes RI: no.3 setelah: penyakit saluran pernapasan dan penyakit saluran
pencernaan
• Skabies & pedikulosis (ektoparasit) merupakan penyakit rakyat
• Zainal Hakim, dkk (1978):”Skabies No.1 di RSU Dr. Jamil, Padang”
• Siti Aisah
– (1981 & 1982): “Skabies No.2 di Subbag kulit anak, RSCM Jakarta”
– (1986 – 1988): “Peringkat sama, setelah dermatitis”
– Segi epidemiologi: penting, sangat menular epidemi
– Gatal hebat produktivitas kerja menurun
– Willcox (1981): Skabies & pedikulosis STD (PHS/ PMS)
– Perlu dikenal & didalami pengobatan tepat & pemberantasan tuntas
Manifestations of Parasites Infestation
• Insects
Hymenoptera Bee & wasp stings;
Ants bites
Lepidoptera Caterpillar dermatitis
Coleoptera Blister from cantharidin
Diptera Mosquito & Myasis
Aphaniptera Human/animal fleas
Hemiptera Beg bugs
Anaplura Lice infestations
Ref: J.A.A. Hunter et all; Clinical
Dermatology
49
• Mites
Demodex folliculorum normal flora
of facial hair follicles
Sarcoptes scabei Human/animal
scabies
Food mites Grain itch, grocer’s itch
House dust mite Possible role in
atopic eczema
Cheyletiella Papular urticaria
Ticks Tick bites; ricketsial vector
infections & erythema migrans
Sinonim
• Scabies; “Itch Mite”
• Gudik, kudis, penyakit A Go Go
Definisi
• Penyakit kulit menular akibat infestasi & sensitisasi thdp tungau Sarcoptes scabiei
serta produknya berada dalam terowongan lapisan tanduk pada tempat predileksi
Etiologi
• Sarcoptes (Acarus) scabiei var.hominis
• Phylum Arthropoda; Class Arachnida; Ordo Acarina; Famili Sarcoptidae
Parasitologi
• Sarcoptes scabiei = tungau atau kutu yang kecil, transulen
• Bentuk bulat lonjong, konveks bagian dorsal & pipih bagian ventral
• Ukuran:
– ♀= 0,20 – 0,25 mm
50
SCABIES
– ♂= 0,33 – 0,45 mm
• 4 pasang kaki
– 2 depan + alat isap
– 2 belakang + bulu keras
• Jantan dan betina berkopulasi. Stlh kopulasi jantan mati. Mati enak niyee !?
• Betina membuat terowongan, lalu bertelur 2 – 5 butir/ hari lalu mati
• Siklus hidup
Telur larva nimfa sarkoptes dewasa (tiap siklus berlangsung selama +/- 3
hari)
Epidemiologi
• Kosmopolit t.u di daerah tropis & subtropis
• Insiden tinggi pd masy sos-ekonomi kurang dan hygiene buruk
• Endemis epidemis
Cara Penularan
• Kontak langsung lama-erat; seksual (STD or STI)
• Kontak tak langsung alat-alat rumah tangga, Kasur, pakaian, dll
Simtomatologi
• Keluhan utama: - gatal hebat t.u malam hari
(= Pruritus nokturna )
• Predileksi:
– Sela jari tangan & kaki, ekstensor ekstremitas
– Lipat ketiak, sekitar pusar dan ikat pinggang
– Daerah genital dan bokong
– Pada bayi seluruh tubuh !!
• Efloresensi: gambaran polimorf, kecuali infeksi sekunder
51
– Papulo-vesikulae
– Erosi & ekskoriasi + krustae
– Khas: kunikulus (terowongan) di lapisan korneum
Komplikasi penyulit diagnosis
Infeksi sekunder
Pustulae
Folikulitis
Furunkulosis, dll
Pengobatan sendiri a.l dermatitis kontak
Diagnosis
• Ideal
– Temukan terowongan pada kulit
– Buktikan adanya sarcoptes dewasa, larva dan telur
• Praktis: atas dasar keluhan + data klinis
– Gatal hebat malam hari
– Anamnesis keluarga
– Efloresensi polimorf pada tempat predileksi
Diagnosis Banding
• Pitiriasis rosea
• Liken planus
• Pedikulosis korporis
• Pioderma
• Prurigo
Terapi
52
1. Umum
– Kebersihan perorangan
– Kebersihan lingkungan
– Obati keluarga & kontak personal
2. Anti Skabies
• obat tidak toksis & tidak iritatif
• membunuh semua stadium
• Preparasi belerang (4 – 10%)
• Emulsi benzil benzoas (15-25%)
• Gama benzen heksa klorida ( ½ - 1%)
• Krotamiton 10%
• Permethrin 5%
3. Antibiotika: bila ada infeksi sekunder, dermatitis
Bentuk-bentuk Klinis Scabies
1. Scabies Impetigenisata scabies + infeksi sekunder
2. Scabies pada bayi seluruh tubuh + infeksi sekunder
3. Scabies hewan pada peternak anjing, kucing, ayam, babi, kuda, dll
4. Scabies bentuk STD pada genitalia orang dewasa
5. Scabies nodular nodul post scabies
6. Scabies norwegika atau scabies hiperkeratotika (Norwegian scabies; Hyperkeratotic
scabies; Crusted Scabies) akibat penurunan respons imunologik tubuh
Antara lain:
• malnutrition
• kelainan neurologik: mongolism
• kelainan immunologik: terapi steroid/sitostatik AIDS, T-cell leukemia
• penderita lepra
Prognosis
• Dengan terapi adekuat baik kecuali ada kelainan immunologik
53
Obat-obat anti scabies
1. Salap 2-4
• Murah dan aman
• Tidak bunuh telur
• Bau belerang iritasi
• Minimal 3 hari
2. Benzil benzoas emulsi 20%
– Efektif utk semua stadium
– Iritasi gatal >
– Jangan diberi kpd anak < 6 tahun
– 3 malam
3. Scabicid, Scabex
– Efektif semua stadium
– Neurotoksik (SSP)
– Jangan diberi kpd anak-anak dan wanita hamil
– 2 malam
4. Crotaderm, eurax
– Anti gatal
– Anti bakteri
– Iritasi mukosa
5. Nix
– Obat baru
– Paling aman dan efektif
Sinonim: Pediculosis; Phthiriasis
54
PEDIKULOSIS
Definisi:
• Penyakit kulit menular akibat infestasi pedikulus (tuma), sejenis kutu yang hidup dari
darah manusia, pada rambut kepala & kemaluan atau baju, memberi keluhan gatal
akibat gigitannya
Etiologi ada 2 jenis yaitu:
1. Pediculus humanus
• Var. Capitis = Pedikulosis kapitis (Head Louse; tuma kepala)
• Var. Corporis = Pedikulosis korporis (Body louse; tuma badan)
2. Phthirus pubis = Phthiriasis pubis (Crab louse; tuma kemaluan)
Epidemiologi
• Tuma parasit obligat manusia
• Kosmopolit tidak dipengaruhi musim
• Insiden: kebersihan << (org dan lingk), sos ekonomi <<
• Penularan
– Kontak langsung erat (tmsk STD)
– Melalui alat-alat a.l topi, sisir, tempat tidur, dll
• Di EROPA tuma sebagai vektor dari:
– Ricketsia: Tifus epidemik, demam parit
– Spirochaeta (Borrelia recurrentis) menyebabkan demam berulang
PEDIKULOSIS KAPITIS
Sinonim:
Pediculosis capitis; Penyakit tuma kepala
Etiologi:
Pediculus humanus var. capitis (Head louse)
55
Insiden:
Anak dan wanita berambut panjang
Simtomatologi:
Gatal digaruk lalu infeksi, keluar serum terjadi infeksi sekunder dan timbul
impetigo atau furunkulosis
Predileksi di regio occipital & post-auricular
Rambut kering & tak mengkilap
Jika bernanah + krusta + bau busuk Plica polonica (rambut gimbal)
Diagnosis:
– Gatal pada predileksi
– Telur/ tuma (diagnosis pasti)
– Impetigo; furunkulosis + KGB > pada anak
DD/:
– Pioderma
– Tinea kapitis
– Dermatitis seboroika
– Hair casts
– Trichorrhexis nodosa
Penatalaksanaan:
(hilangkan/ basmi kutu dan telurnya)
– Umum: jaga kebersihan rambut cukur
– Topikal:
• emulsi/ bubuk DDT 5 – 10%
• emulsi benzyl benzoas 20 – 25%
• Gameksan 0,5 – 1%
• Gama Benzen Hexachloride 1%
56
• Bubuk malathion 1%
– Sistemik: antibiotika/ kemoterapeutika infeksi sekunder
PEDIKULOSIS KORPORIS
Sinonim:
Vagabond’s disease; penyakit kutu badan
Etiologi:
Pediculus humanus var. capitis (Body Louse)
Simtomatologi:
– Gigitan menyebabkan bintik merah di dada & perut, bahu & punggung
– Papel urtika + gatal hebat
– Erosi & ekskoriasi + infeksi sekunder
– Likenifikasi dan hiperpigmentasi Vagabond’s disease (kronis, kering, pada
orang tua, kebiasaan menggaruk)
Diagnosis:
– Rasa gatal hebat
– Lesi-lesi di predileksi
– Kutu & telur + pakaian
DD/ :
– Skabies
– Pioderma
– Gigitan kutu busuk (Bed bugs; kutu bangsat)
Penatalaksanaan:
– Umum : pakaian & peralatan tempat tidur direbus, autoklaf (> 60C, 15’),
fumigasi (Metil bromida)
– Obat-obat: insektisida
• Bedak DDT 10% tuma
• Bedak BHC 1% dewasa & telur
• Bedak malathion 1%
57
PHTHIRIASIS PUBIS
Sinonim:
Pediculosis pubis; penyakit Tuma kelamin
Etiologi:
Phthirus pubis (Crab louse)
Insiden:
Dewasa muda (seksual aktif)
Simtomatologi
– Gigitan papel kecil + krusta gatal hebat !!!
– Gigitan juga mengeluarkan liur yang mengubah bilirubin menjadi biliverdin.
Maculae caerulae: bercak biru abu-abu, bulat, 3 – 15 mm, ditekan tak hilang
– Predileksi: regio genital & perianal yang berambut, rambut ketiak, alis/ bulu
mata
– Penularan: kontak seksual, alat-alat (tempat tidur, handuk)
Diagnosis:
– Gatal hebat !!! (biasa pada malam hari) predileksi
– Maculae caerulae
– Tuma & telur
Diagnosis diferensial:
– Skabies
– Dermatitis kontak + infeksi
Penataksanaan:
– Cukur rambut pubis + obat sesuai P.kapitis
– Untuk bulu mata + sol isoflurofanat 0,025%
Gunakan forsep (pinset) alis/ bulu mata
– Obati partner sex
LARVA MIGRANS (= Creeping Eruption)
58
Larva Migran Cutan
Sinonim:
Cutaneus Larva Migrans, Sand Worms Eruption, Creeping Eruption
Etiologi:
– Ankilostoma brasiliense
– Ankilostoma caninum
– Ankilostoma duodenale
– Necator americanus
– Strongyloides sterconalis
Epidemiologi
– Daerah tropis & subtropis tanah pasir a.l pantai, pertambangan
– Faeces + telur larva lesi kulit (di bawah stratum Basale)
Simtomatologi
– Papel gatal (port d’entre) digaruk terjadi migrasi larva ke sub-epidermis, lalu
membuat terowongan berkelok-kelok
– Lesi serpiginosa + eritematosa bekas hiperpigmentasi
– Vesikulasi pecah skuama
Larva Migran Visceral
Etiologi
– Toxocara canis & Toxocara cati
– Ascaris lumbricoides
Simtomatologi
– Lesi papular & urtikaria
– Granuloma milier pada hepar & hepatomegali
– Eosinofilia & hiperglobulinemia
Penatalaksanaan
– Thiabendazole 50 mg/ kgBB/ hari 2 x sehari/ oral (2-3 hari)
59
– Bedah beku klor etil, CO2, N2 cair
– Bedah kimia (kaustik) asam triklor asetat
– Bedah listrik elektro-kauterisasi
AMUBIASIS KUTAN
Etiologi
Entamoeba hystolitica
Epidemiologi
– Insiden jarang
– Frekuensi < daerah endemis, disentri amuba
Patogenesis
1. Primer: genitalia eksterna, akibat PMS
2. Sekunder: penjalaran amubiasis dari tempat lain misalnya fistula akibat amubiasis hati
& disentri amuba
Simtomatologi
– Ulkus kronis, fagedenis yang nyeri tak sembuh-sembuh
– Batas tegas & dikelilingi cincin eritema
– Dasar banyak eksudat & hemo-purulen
– Di abdomen, gluteal, genitalia & bekas operasi perut
Diagnosis
– Kerokan lesi pewarnaan gram & preparat basah
– Pemeriksaan faeces
– Biopsi & pemeriksaan PA
– Tes serologi
Penatalaksanaan
• Emetine HCl 1 mg/kgBB/ hari dosis max 60 mg/ hari I.M
• Diiodo-hidroksikinolin 3 x 650 mg/ oral/ hari 20 hari
• Metronidazole 3 x750 mg/ hari 10 hari
• Topikal: kompres rivanol & PK
60
• Antibiotika untuk infeksi sekunder
PENYAKIT INFEKSI VIRUS PADA KULIT
HERPES SIMPLEX
Sinonim
• Fever blister
• Cold sore
• Herpes febrilis
• Herpes labialis
• Herpes genitalis
Definisi
• Infeksi akut disebabkan oleh VHS (Virus Herpes Simplex Hominis), terutama daerah
mukokutan, lesi berupa vesikulae berkelompok di atas dasar kulit eritematous
( ± oedem)
• Sembuh sendiri dan cenderung rekurens
Etiologi
• Virus Herpes Simplex 2 tipe (= Herpes Simplex Virus Hominis)
Tipe 1 : Herpes simplex labialis
Tipe 2 : Herpes simplex genitalis/progenitalis
Simptomatologi
2 manifestasi klinis :
• Herpes simplex infeksi primer (Initial)
• Herpes simplex rekurens (Residif)
HERPES SIMPLEX LABIALIS
a. Infeksi Primer (=Initial)
Orang dengan antibodi VHS (-) sakit ± 3 mgg
Gejala sistemik: demam, malaise & anorexia
61
Efluor.: vesikulae berkelompok di atas kulit yg eritematus & sembab,
keruh seropurulen
Krusta/ ulserasi sembuh tanpa sikatriks
Fase laten VHS ggl dorsalis ggl Trigeminal
ggl Sacralis
+ Faktor Pencetus
H.L Rekurens
Epidemiologi
Cara Penularan
62
Langsung Tidak Langsung
Ciuman, hubungan sex Alat terkontaminasi
Pada anak 1 – 5 tahun
Bayi > 6 bulan
ATAS VHS I Non genital Dewasa
------------------ PINGGANG ---------------- GENITAL
Dewasa
BAWAH VHS II Non genital Bayi
neonatal (dari ibu)
b. H.S.Labialis Rekurens (Ulang)
Gejala Sistemik (-)
Klinis lebih ringan
HERPES GENITALIS
• P.H.S (STD/STI)
• Adolesens & dewasa muda
• Neonatus; dari ibu
• Faktor imunologis berat/ ringan
• Praktek Seksual :
63
– Genital
– Mulut
– Anus
Herpes genitalis infeksi primer
Predileksi
Pria : - Preputium, glans / batang penis
- Urethra, scrotum
- Proktitis homo
Wanita : - Vulva, vagina
- serviks, urethra
- Mulut orogenital
• Masa tunas: 2 – 5 hari
• Efloresensi vesiculae di kulit eritematus, ulserasi dangkal yang nyeri /panas
– Sekitar uretra. + kena urin
– Infeksi sekunder genitalia (♀)
Herpes Genital Rekurens (7-10 hari)
• Gejala klinis lebih ringan
• Onset lebih pendek
• Rekurensi oleh karena:
Trauma fisik
Trauma psikis/stres
Rangsangan makanan/ minuman
Diagnosis
Anamnesis & klinis
Apusan Tzanck (Giemsa/ Wright)
Antibodi VHS (IgM ; Ig G)
64
Isolasi & identifikasi virus
Biak
Diagnosis Diferensial
• Impetigo vesiko bulosa
• Ulkus durum
• Ulkus mole
• Primer afek LGV (sepintas)
VARISELA
Sinonim
• Varicella ; “Chicken Pox”
• Cacar air ; “ Waterpoken”
Definisi
Infeksi akut primer oleh virus varisela zoster yang menyerang kulit & mukosa, disertai
dgn gejala konstitusi, kelainan kulit khas – erupsi vesikel terutama di bagian sentral
tubuh.
Etiologi
• Virus Varisela – Zoster (=Virus DNA ; golongan Herpes Virus)
Patogenesis
• Infeksi primer penderita rentan
• Penularan aerogen tract.respiratorius
Oropharing
Epidemiologi
65
• Kosmopolit
• Tanpa perbedaan ras
• Insidens pada anak-anak lebih besar
Klinik
• Masa tunas 14 – 21 hari nyata
• Gejala prodromal (2 -3 hari)
Pada anak kecil lebih ringan
Anak besar + penderita dewasa lebih nyata
Makula – papula 8 – 12 jam vesikulae + delle pustul krusta 1-3 minggu
sikatriks.
Vesikel baru polimorf
Panas & menetap infeksi sekunder : furunkulosis, erisipelas, selulitis
Komplikasi
• Ensefalitis
• Pneumonia
• Glomerulo-nefritis
• Karditis
• Hepatitis
• Keratitis & Vesicular Conjunctivitis
• Orchitis
• Perdarahan mukosa
Diagnosis
Terutama gambaran klinis dibantu
1. Distribusi umur : anak & dewasa muda
orang tua sakit berat
66
2. Tanda prodromal ringan
3.Sumber infeksi & masa tunas ± 10 – 20 hari
4. Morfologi :
– Timbul vesikel-vesikel bergelombang
– Penyebaran sentrifugal
– Telapak tangan dan kaki (-)
Laboratorium Pembantu Diagnosis
– Percobaan TZANCK sel datia + inti >
– S.A. kerokan dasar vesikel + pewarnaan Giemsa
Histopatologi
– Vesikula intra epidermal / unilokuler o.k. degenerasi balon
– Sel datia + badan inklusi Lipschutz
Therapy
Therapy Umum
Istirahat
Diet TK/ TP
Higiene kulit mandi P.K.
Disinfektan
Therapy Obat-obat : Non spesifik simtomatik
Cegah vesikel pecah
Topikal
Bedak salisil
Losio kalamin
Oral
Anti piretik panas
Anti histamin gatal
67
Antibiotik infeksi sekunder
Anti viral
Asiklovir (stadium dini)
Adenin arabinosin
Prognosis
• Baik, kecuali penderita gangguan imunitas (leukemia, limfoma, AIDS)
• + perawatan baik dan teliti jaringan parut minimal
Perbedaan Variola dengan Varicela
Variola Varicela
Etiologi Virus Pox Virus Varicela – Zoster
Klinis :
MT
Konstitusi
Erupsi
Efl
12 hari
akut:sakit berat ; Hiperpireksia
Sentripetal (muka & ekstremitas)
Jarang pada lipatan
Selalu lesi + di telapak tangan &
kaki
Monomorf, Umbilikasi +
Selalu pustel
Selalu sikatriks
Kulit sekitar lesi bengkak
14-21 hari
prodromal 2-3 hari ; subfebril,
lesu
Sentrifugal (badan lengan /
tungkai atas)
Sering pada lipatan
Jarang, hampir tak pernah
Polimorf (kadang umbilikasi +)
+ infeksi sec pustel
tak selalu ada sikatriks
hanya eritem
68
P.A - vesikel multiokuler
- badan inklusi pada sitoplasma
“Guaneri”
Unilokuler
Pada nucleus “Lipshutz)
Involusi Penyembuhan 1 bulan
Harus karantina
1-2 minggu
HERPES ZOSTER
Sinonim
• Shingles
• Cacar saraf ; Cacar ular (Tjoa)
Definisi
• Radang kulit akut ditandai lesi khas vesikel berkelompok di atas dasar kulit
eritematus, sepanjang persarafan sensorik sesuai dematom; Unilateral
Etiologi
• Virus Varisela-Zoster
• Penularan secara aerogen
Patogenesis
3 teori ::
1. Reinfeksi : imunitas ↓
2. Reaktivasi: virus laten Tumor/ TBC
3. Infeksi langsung dermatom
69
Klinis
• Prodromal 3 – 5 hari, lesu ; subfebril
• Hiperestesi, panas & nyeri tusuk-tusuk dermatom
• Efl. eritema + papel 7 hari vesikel berkelompok menjadi
• Sp bula pecah Erosi
Ulkus
• K.G.B biasanya membesar
• Predileksi :
– Muka & badan
– Unilateral
– Kadang bilateral Herpes Zoster Aberantes
• KHAS !!!!
Lesi dalam 1 dermatom = POLIMORF
Lesi dalam 1 kelompok = MONOMORF
Bentuk Klinis
• H.Z. Varicelliformis : H.Z + varisela = H.Z. Generalisata / Diseminata
• H.Z. Haemorhagic
– Orang tua + keadaan umum jelek
– Penyakit kronis (leukemia, limfoma)
• H.Z. Thoracalis : TERSERING
• N. Trigeminus :
• H.Z. Opthalmicus MRS
• H.Z. Maxillaris
• H.Z. Mandibularis
• N. Facialis
• C2 ; L2
Ganglion Geniculatum (N.VII)
• H.Z. Oticus = RAMSAY HUNT Syndr .
• Antara lain:
70
Vesikel liang telinga luar & palatum post & uvula
Paralisis N. VII (sensoris)
Lagofthalmus
Tinitus, vertigo, pendengaran ↓
Diagnosis
Gambaran klinis khas mudah
Diagnosis Diferensial
– Dermatitis kontak
– Herpes simpleks zosteriformis
Laboratorium
– TZANCK test : kerokan dasar vesikel + giemza sel datia berinti banyak
Therapy
Umum : istirahat, simtomatis, cegah infeksi sekunder, obat anti virus
Lokal : Salicyl talc, Zalf antibiotik, Desinfektan
Prognosis
• Baik ;
• Orang tua lemah
MOLLUSCUM CONTAGIOSUM
Sinonim
MOLUSKUM KONTAGIOSUM
Kutil bulat ( anak-anak)
Definisi
Penyakit infeksi virus di kulit & selaput lendir, ditandai adanya papel-papel dan cekungan
di tengah berisi massa putih (Badan Moluskum)
Etiologi
• Virus Molluscum contagiosum (Pox Virus)
• (Virus DNA ; terbesar ± 300 nm)
Epidemiologi
71
• Penularan kontak langsung :
Kontak erat orang dewasa (PHS)
Auto inokulasi
• Penularan tak langsung :
Benda digunakan penderita
Kolam renang, dll
Insiden
Anak2 ± 5–10 th
♂ > ♀
Simptom
• Papulae (milier lentikuler) tersebar, diskrit,
• 2 – 5 mm
• 1½ cm – GIANT MOLUSCUM
• Khas bulat, menonjol, bentuk kubah + “delle”
• Warna putih abu-abu/ merah muda (spt daging)
• Konsistensi kenyal lunak
• Pijat massa putih – kuning ( = beras)
• Menetap berbulan2 tahun2 cenderung banyak kadang2 regresi sendiri
sembuh
Masa tunas :
• 14 – 60 hari (2 minggu – 2 bulan)
Predileksi
• muka, badan & ekstremitas
• pubes, genital & perineum (pd orang dewasa)
• kdg2 mukosa bibir, lidah, conjunctiva
Diagnosis
• Klinis yang khas
• Histopatologi
Diagnosis Diferensial
72
• Lichen Planus
• Veruca Vulgaris
• Epithelioma
• Kerato Achantoma
Therapy
• Prinsip!! Keluarkan massanya (moluscum bodies) dengan:
– Ekstraktor komedo, kuret, jarum + chlor etil
– Elektro-kauterisasi
– Bedah beku
Prognosis
Baik
Berantas seluruh lesi residif (-)/ jarang
VERUCCA VULGARIS
Sinonim
Veruka Vulgaris ; Wart ; Kutil
Definisi
Tumor jinak kulit & selaput lendir, karena hiperplasia epidermis, akibat virus papiloma
humanus
Etiologi
• Human Papilloma Virus (Papova-Virus)
• (Virus DNA ; Famili Papova Viridae)
Epidemiologi
– Kosmopolit
– Transmisi
• Kontak kulit
• Auto inokulasi
– Tergantung jenis kutil anak ; dewasa
Symptom
• Papel/ nodul, ukuran bbrp macam - ± 1 cm
73
• Batas tegas, warna kulit – coklat
• Permukaan verukosa
• Konfluens bentuk tak teratur
BENTUK KLINIS
1. Veruka Vulgaris (= Common Wart)
– Terutama di jari tangan, ekstensor tangan
– Lesi menonjol, permukaan rata : abu-abu
2. Veruka Filiformis di muka & leher
Vegetasi lancip
DD/:- skin tag
- kornu kutaneum
3. Veruka Plantaris Pedis di kaki
Veruka Palmaris Manus di tangan
o Tunggal/ multipel (40 – 50 buah)
o Mozaic Waats Bentuk di kaki
4. Veruka Plana Juvenilis
Papulae Milier/ lentikuler, datar
Punggung tangan, muka – leher, lutut
5. Kondiloma Akuminata
(= Genital Wart; Venereal Wart )
Diagnosis
Klinis khas
Diagnosis Diferensial
• TBC kutis verukosa
74
• Kromomikosis
Therapy
• Kaustik
• Bedah skalpel
• Bedah listrik
• Bedah beku
Prognosis
– Baik
– Cegah cacat permanen
LEPRA (KUSTA)
Sinonim
• Zaraath (bahasa Hebrew, Kitab Injil);
• Kushtha (Hindi) berasal “Kushnati” = “eating away”
• Aussatz (German); Lepre (French); Prokaza (Rusia)
• Mafung (China); Raibyo (Japan); Judham (Arab)
• Leprosy; Morbus Hansen (M.H); Hansen Disease
Definisi
• Penyakit infeksi kronis, disebabkan Mycobacteroium leprae
• Mula-mula mengenai SS tepi, lalu kulit & mukosa traktus respiratorius atas, RES,
mata, otot, tulang, testis & organ lain, kecuali SSP.
• Cenderung menyebabkan cacat tangan dan kaki
75
Etiologi
• Mycobacterium leprae atau basil Hansen
• Ditemukan th 1873 oleh G.H.A Hansen, Norwegia
• Basil tahan asam, batang, p. 1-8 μ & l. 0,2-0,5 μ
• Berkelompok (globus) atau tersebar satu-satu, sifat parasit obligat intraseluler
(jaringan dengan suhu dingin)
• Tidak dapat dibiakan dalam media buatan, dpt menyebabkan infeksi sistemik pd
armadillo
Cutaneus Mycobacterium Infection
• A. TYPICAL
1. Mycobact. Leprae
a. Tuberkuloid (TT.)
b. Borderline (BB.)
c. Lepromatous (LL.)
2. Mycobact. Tuberculosis
a. Scrofuloderma
b. TBC kutis verukosa
c. Lupus vulgaris
d. TBC kutis gumosa
e. TBC kutis orifisialis
• B. ATYPICAL
1. Gol. I: Fotokromogen
- M. marinum
- M. ulcerans
2. Gol. II: Skotokromogen
- M. scrofulaceum
3. Gol. III: Nonfotokromogen
- M. battey
- M. intracellulare
4. Gol. IV: Rapid growers
- M. fortuitum
- M. chelonei
76
Sejarah
• Sejak dahulu kala ditulis dlm Kitab Injil (± 1400 thn SM kushtha atau Zaraath, bhs
Hebrew)
• 1873: kuman ditemukan G.H.A Hansen (+osmic acid). Percobaan infeksi pada
dirinya dan Dr. Danielssen (4x)
• 1879: diakui Albert Neisser (German), berhasil pewarnaan BTA + fuchsin & gentian
violet
• 1960: Shepard inokulasi pada telapak mencit
• 1963: Rees & Waters inokulasi pada mencit (+thymectomy & radiasi) infiltrat
hidung, telinga dan kaki
• 1965: Kircheimer & Storrs (USA) infeksi sistemik pd Armadillo
Epidemiologi
• ± 15 – 20 juta penderita di dunia
• Penyakit endemis tropis dan subtropis (di Asia, Afrika & Amerika Latin a.l Brasil,
Chili)
• ± 4 juta penduduk di India
• ± 200.000 penderita di Indo. (Irian & SulSel, Maluku, NTT, KalBar, Sumatra, Jawa &
Bali)
• Sosial ekonomi, higiene dan lingkungan hidup buruk
• Usia 25 – 35 tahun (13% anak < 14 tahun; tak pernah bayi < 1 tahun)
Patogenesis
• Sumber penularan penderita MB (multi-basiler) sebagai kontak (+) melalui:
– Kontak langsung erat dan lama lesi kulit + suhu dingin (terutama Susceptible
persons)
– Droplet infection (aerogen) dari/ melalui mukosa hidung (infeksi melalui oral
lambung & kulit utuh ditentang ahli)
– Dapat ditularkan melalui tempat tidur, pakaian, dll o.k diyakini M.leprae dapat
bertahan hidup beberapa hari di luar tubuh
– Kemungkinan penularan melalui gigitan serangga diakui
Gambaran Klinis
• Cermin kekebalan seluler penderita (CMI)
• Dari bbp klasifikasi yg dikembangkan, klasifikasi Ridley & jopling (1962) yg
membagi lepra menjadi 5 kelompok atas dasar gambaran klinis, bakteriologik,
histopatologik dan imunologis, yang digunakan dlm bidang penelitian sekarang secara
luas dipakai dalam klinik dan epidemiologi (utk pemberantasan)
• Tipe TT & LL tipe polar yang tidak berubah
• Tipe BB
• Tipe tengah
• Paling tidak stabil, dapat berubah ke tipe lain
• Lesi berbentuk makula infiltratif
• Permukaan berkilat
• Batas lesi kurang jelas & cenderung simetris
• Lesi sangat bervariasi baik ukuran, bentuk dan distribusinya
• Khas lesi punch out = makula hipopigmentasi yang oval cekung bag tengah
dengan batas jelas dengan lesi-lesi kecil di tepinya
• Tipe BT
• Tipe peralihan kearah TT
• Berupa makula/ plakat dengan lesi satelit di pinggirnya
• Lesi 1 atau beberapa
• Hipopigmentasi
• Kering
• Skuama tak jelas
• Ada ggn saraf ringan biasanya asimetris
• Tipe BL
• Tipe peralihan kearah LL
• Awalnya beberapa makula
• Bentuk bervariasi cepat menyebar ke seluruh tubuh disertai papel dan nodus yang
tegas dengan distribusi simetris.
• Bagian tengah sering mencekung dibandingkan pinggir luarnya
• Ditemukan plak punch out lesion
• Tanda kerusakan saraf spt ggn sensibilitas, kurangnya keringat, gugurnya rambut
lebih cepat muncul dari tipe LL serta penebalan saraf yang teraba pada tempat
predileksi
Perbedaan TT & LL
Perbedaan Tuberkuloid (TT) Lepromatosa (LL)
Jumlah lesi 1 / bbrp Banyak
Efloresensi Makula / plakat Papul, nodul & infiltrat
Distribusi Asimetris Simetris
Permukaan
Lesi
Lebih kasar Lebih halus & mengkilap
Tepi lesi Batas jelas Batas tak jelas
Anestesi Jelas stad dini Tak jelas, biasa stad lanjut
Kontraktur Sering stad dini Terutama stad lanjut
Bakterioskopi BTA – atau sedikit BTA banyak
Histopatologi Tuberkel Lini tenang (Subepidermal
clear zone)
Sel busa (Foam cell/
Virchow cell)
Tes Lepromin Positif
Imunitas seluler
Negatif
Imunitas seluler
Simtomatologi
1. Efloresensi Kulit
Makula, papula, nodula
Infiltrat ulkus
Makula hipopigmentasi yang khas + 5A yaitu :
• Achromia = tidak ada pigmen
• Anestesia = baal
• Atrofi = kulit agak mencekung
• Alopesia = tanpa rambut
• Anhidrosis = tidak berkeringat
2. Kelainan Saraf
a. Penebalan saraf perifer, a.l:
N.facialis: raba bagian pelipis
N.auric.magnus: raba sisi/ lateral leher
N. radialis: raba lateral lengan atas
N.ulnaris: raba dorsal epicondilus lateral
N.peroneus lateral: raba dorsal capitulum fibulae
N.tibialis posterior: raba dorsal maleolus medialis
b. Gangguan sensibilitas
(+ tabung reaksi, jarum & kapas)
– Lakukan pemeriksaan:
• rasa suhu (panas & dingin)
• rasa sakit (tajam & tumpul)
• rasa raba (sentuhan kapas)
• rasa nyeri dalam
d. Gangguan Saraf Autonom
a. Alopesia (alis mata/ madarosis, bulu mata)
b. Anhidrosis (tes potlot Gunawan, tes histamin)
e. Gangguan Saraf Motorik
a. Atrofi otot thenar, hipothenar & interphalangeal
b. Claw Hand & Drop Wrist
c. Drop Foot & Claw Toes
3. Gangguan organ-organ lain (merupakan komplikasi), a.l:
a. Mata: iritis, iridosiklitis, ggn visus (buta), lagofthalmus
b. Hidung: epistaksis, hidung pelana (kerusakan tulang rawan
c. Lidah: nodus, ulkus
d. Larings: suara parau
e. Ginjal: pielonefritis, nefritis interstitiel, Glomerulonefritis, amilidosis ginjal
f. Testis: epididimitis, orchitis, atrofi ginekomastia & steril
g. Kel limfe: limfadenitis
h. Tulang & sendi: artritis, tendosinovitis, absorpsi tulang jari tangan (mutilasi)
Pada Stadium Lanjut: xerosis, ulkus tropikum, mutilasi, ankilosis
Diagnosis
1. Anamnesa teliti (± 80%)
– Keluhan utama/ tambahan
– Riw kontak dengan penderita
– Latar belakang keluarga, asal/ sos-ekonomi
2. P.f (klinis):
– Bercak kulit: makula hipopigmentasi/ eritematosa + ggn rasa sentuh, suhu & nyeri
– Penebalan saraf dan atau nyeri disertai dengan :
• Gangguan sensoris rasa nyeri sampai dengan mati rasa
• Gangguan motoris paresis & paralisis
• Gangguan otonom kulit kering & retak, edema & alopesia
3. Pemeriksaan Bakteriologi
Pew Ziehl Neelsen/ Kinyoun Gabet/ Tan Thiam Hok
– Bahan dari 6 lokasi lesi kulit (2), cuping telinga (2), kulit distal
jari telunjuk/ tengah (2)
– Bahan biopsi kulit atau saraf
Indeks Bakteri
Untuk menentukan klasifikasi penyakit Lepra, dengan melihat kepadatan BTA tanpa melihat
kuman hidup (solid) atau mati (fragmented/ granular)
0 BTA -
1 – 10/ 100 L.P +1
1 – 10/ 10 L.P +2
1 – 10/ 1 L.P +3
10 – 100/ 1 L.P +4
100 – 1000/ 1 L.P +5
> 1000/ 1 L.P + 6
Indeks Morfologi
Untuk menentukan persentasi BTA hidup atau mati
Rumus:
Jumlah BTA solid x 100 % = X %
Jumlah BTA solid + non solid
Guna:
• Untuk melihat keberhasilan terapi
• Untuk melihat resistensi kuman BTA
• Untuk melihat infeksiositas penyakit
4. Pemeriksaan histopatologik (utk membedakan tipe TT & LL)
– Pada tipe TT ditemukan Tuberkel (Giant cell, limfosit)
– Pada tipe LL ditemukan sel busa (Virchow cell/ sel lepra) yi histiosit dimana di
dalamnya BTA tidak mati, tapi berkembang biak membentuk gelembung. Ditemukan
lini tenang (subepidermal clear zone)
5. Pemeriksaan tes lepromin (digunakan utk melihat daya imunitas pdrt thdp peny Lepra)
• TES MITSUDA
– Menggunakan basil lepra mati
– Hasil rx diperiksa stlh 3 – 4 minggu
– Interpretasi:
» - tidak ada reaksi/ kelainan
» +/- papel + eritema < 3 mm
» +1 papel + eritema 3 – 5 mm
» +2 papel + eritema > 5 mm
» +3 ulserasi
• TES FRENANDEZ
– Menggunakan fraksi prot M.leprae
– Hasil reaksi diperiksa setelah 48 jam
– Interpretasi:
» - tidak ada kelainan
» +/- indurasi + eritema < 5 mm
» + 1 indurasi + eritema 5 – 10 mm
» + 2 indurasi + eritema 10 – 15 mm
» + 3 indurasi + eritema 15 – 20 mm
Dalam perjalanan penyakit Lepra sering timbul gambaran klinik yang disebut
REAKSI LEPRA (Lepra Reaction) t.d:
1. Reaksi Lepra Tipe I (Reversal Reaction)
Sering pada tipe Pausi-basiler (TT-BB)
1.a. Reaksi Down Grading o.k. imunitas penderita menurun, sehingga
proliferasi bakteri >>, timbul lesi-lesi baru tipe L
1.b. Reaksi Up Grading o.k. peningkatan imunitas penderita, sehingga lesi
yang tenang meradang akut tipe T
Gejala:
Kelainan kulit bertambah dengan atau tanpa ringan/ berat cacat a.l. Claw Hand
2. Reaksi Lepra Tipe II (Eritema Nodosum Leprosum/ ENL)
Sering timbul tipe multibasiler (BL-LL), di sini imunitas humoral menurun,
sehingga terjadi reaksi dengan antigen yang banyak dilepas serta
mengaktifkan sistem komplemen kompleks imun
Umumnya sedang dapat terapi DDS (Dapsone)
Gejala:
Malaise, mialgia, demam sampai menggigil
Infiltrat bertambah nodulus/ nodus eritematosus berkelompok + nyeri tekan
terutama di muka, punggung, dada
Iritis, neuritis, arthritis, pleuritis, nefritis, orchitis
Faktor Pencetus:
Setelah terapi intensif
Stress fisik/ mental
Infeksi
Pembedahan
Imunisasi
Kehamilan & saat setelah melahirkan
Tujuan utama program pemberantasan kusta
• Memutus rantai penularan penyakit dengan cara a.l:
– Menurunkan insiden penyakit (deteksi dini & pencegahan)
– Mengobati dan menyembuhkan penderita
– Mencegah timbulnya cacat
– Rehabilitasi medik, psikologis & sosial
Terapi
Obat DDS (4,4 diamino-difenil-sulfon, Dapson)
– Bersifat bakteriostatik menghambat enzim dihidrofolat sintetase, bekerja sbg
antimetabolit PABA
– Dosis tunggal (sampai 6 bulan):
• 50 – 100 mg/ hari utk dewasa
• 2 mg/ kgBB untuk anak-anak
– Efek samping
• Insomnia, neuropatia
• Erupsi obat nekrolisis epidermal toksika !!
• Hepatitis
• Leukopenia,anemia hemolitik, methemoglobinemia
Rifampisin
– merupakan obat paling ampuh dg sifat bakteriostatik kuat utk BTA
– bekerja menghambat enzim polimerase RNA dengan ikatan ireversibel, harga
mahal
– Dosis:
• 600 mg/ hari (5 – 15 mg/ kgBB/hari)
• 900 – 1200 mg/ minggu flu like syndrome
• 600 atau 1200/ bulan efek & toleransi baik
– Efek samping
• Ggn Gastrointestinal
• Erupsi kulit
• Hepatotoksik & nefrotoksik
Klofasimin (B-663, Lamprene)
– Merupakan derivat zat warna iminofenazin dengan efek bakteriostatik, cara
menggangu metabolisme radikal oksigen
– Efek anti-inflamasi berguna utk reaksi lepra, harga relatif mahal
– Dosis:
• 50 mg/ hari atau 100 mg/ 3x seminggu (1 mg/ kgBB sehari)
• 300 mg/ bulan utk cegah reaksi lepra
– Efek samping
• Pigmentasi kulit keringat & air mata merah
• Gangguan GIT anorexia, vomitus, diare, kadang-kadang nyeri
abdomen
SKEMA REJIMEN MDT-WHO
Untuk Pausi-basiler
• Rifampisin 600 mg/ bulan (diawasi)
• Dapson 100 mg/hari (swakelola) 6 bln (dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari)
Untuk Multi-basiler
• Rifampisin 600 mg/ bulan (diawasi)
• Dapson 100 mg/ hari (swakelola)
• Lamprene 50 mg/ hari atau 100 mg/3x seminggu atau 300 mg/ bulan
(diawasi)
OBAT KUSTA BARU
• OFLOKSASIN
– Merupakan obat turunan fluorokuinolon yang paling efektif thd M.leprae
– Kerja melalui hambatan thdp enzim girase DNA mikobakterium
– Dosis percobaan: 400 mg/ hari selama 1 bulan
• MINOSIKLIN
– Merupakan turunan tetrasiklin yang aktif thdp M.lepra karena sifat lipofiliknya
mampu menembus dinding sel kuman
– Cara kerjanya menghambat sintesis protein
– Obat ini dapat menembus kulit dan mencapai jaringan saraf yang mengandung
banyak kuman
– Dosis uji klinis: 100 mg/ hari selama 2 bulan
• KLARITROMISIN
– Merupakan obat golongan makrolid (spt eritromisin & roksitromisin)
– Mempunyai efek bakterisidal setara dengan ofloksasin & minosiklin ada mencit
– Bekerja dengan menghambat sintesis protein
– Dosis uji klinis: 500 mg/ hari
EPIDERMIS SELALU MENGELUPAS
Kulit terdiri dari 2 lapisan :
1. Epidermis
Terdiri dari banyak lapisan sel epitel, lapisan bag.dalam terdiri atas sel-sel
berbentuk kubus yang hidup & cepat membalah diri. Sementara sel-sel di lapisan luar
mati & menggepaeng.
Epidermis tidak mendapat pasokan darah secara lanngsung, sel-selnya hanya
mendapatkan makanan melalui difusi muterien dari jaringan pembuluh darah dermis. Sel-
sel baru terbentuk di lapisan dalam secara terus menerus mendorong sel-sel yang lebih
tua mendekati permukaan & semakin jauh dari pasokan makanan. Hal ini biasa terjadi
karena lapisan l uar secara kontinu mengalami tekanan & menyebabkan sel-sel tua mati
& menggepeng.
2. Dermis
Lapisan jaringan ikat yang mengandung banyak serat elastin & serat kolagen,
serat sejumlah besar pembuluh darah ujung-ujung saraf khusus. Pembuluh darah dermis
tidak hanya memasok darah ke dermis & epidermis saja, tetapi juga berperan penting
dalam mengatur suhu.
Di ujung perifer serat saraf aferen di dermis terdapat reseptor-reseptor, yang
fungsinya untuk menditeksi tekana, suhu, nyeri & masukan semato sensorik lainnya.
Ujung-ujung saraf eferen di dermis mengontrol caliber pembuluh darah, ereksi rambut &
sekresi oleh kelenjar eksokrin kulit.
Pengobatan dermatitis seboroik
1. Pengobatan Sistemik
a. Kortikosteroid: prednisone 20-30 mg/ hari.
Jika disertai infeksi sekunder + antibiotic
b. isotretinoin (0,1-0,3 mg/kgBB/hari) selama 4 minggu
untuk mengurangi aktivitas kelenjar sebasea hingga 90%
c. narrow band UVB
3x seminggu dalam 8 minggu
d. ketokonazol 200mg/hari: anti jamur
bila ditemukan P. Ovale
2. Pengobatan topikal
Pada pitriasis sika dan oleosa, seminggu 2-3x scalp
a. dikeramasi 5-15menit dengan selsun
b. jika terdapat skuama dan krusta diberi emolien (krim urea 10 %)
c. ter likuor karbonas detergen 2-5 %/ krim pragmatar
d. resorsin 1-3 %
e. sulfur praesipitatum 4-20 % + asam salisilat 3-6 %
f. kortikosteroid
- krim hidrokortison 2 setengah %
- betametason valerat
g. Krim ketokonazol
Bila pada sediaan langsung terdapat P.ovale
KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Hormon ini dapat
mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi tubuh. Berbagai
jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi aktivitas
mineralokortikoidnya dan meningkatkan aktivitas antiinflamasinya, misalnya deksametason yang
mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil
dibandingkan dengan kortisol.Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang
dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk
mengontrol respon inflamasi.
Kortikosteroid terbagi menjadi dua golongan utama yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada
keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah
kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid
sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.Golongan mineralokortikoid
adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan
pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Prototip dari golongan ini
adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi
yang berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan
sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.
Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid
sistemik dan kortikosteroid topikal. Tetapi pada pembahasan selanjutnya kami akan lebih banyak
membahas tentang kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di
kulit pada tempat tertentu. Merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit
dengan menyediakan banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya termasuk
melembabkan kulit, melicinkan, atau mendinginkan area yang dirawat.
Semua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun
siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label A – D (Gambar
1). Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan mengakibatkan perubahan pada
efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon tambahan dapat ditambahkan pada posisi 10 dan
13 atau sebagai rantai samping yang terikat pada C17. Semua steroid termasuk
glukokortikosteroid mempunyai struktur dasar 4 cincin kolestrol dengan 3 cincin heksana dan 1
cincin pentana. Hormon steroid adrenal disintesis dari kolestrol yang terutama berasal dari
plasma. Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian dengan bantuan
enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon dan androgen lemah
dengan 19 atom karbon. Hormon steroid pada prekursor serta metabolitnya memperlihatkan
perbedaan pada jumlah dan jenis gugus yang tersubstitusi, jumlah serta lokasi ikatan rangkapnya,
dan pada konfigurasi stereokimiawinya. Tatanama yang tepat untuk menyatakan formulasi
kimiawi ini sudah disusun. Atom karbon yang asimetris (pada molekul C21) memungkinkan
terjadinya stereoisomerisme. Gugus metil bersudut (C19 dan C18) pada posisi 10 dan 13 berada
di depan sistem cincin dan berfungsi sebagai titik acuan. Substitusi nukleus dalam bidang yang
sama dengan bidang gugus ini diberi simbol cis atau “β”. Substitusi yang berada di belakang
bidang sistem cincin diberi simbol trans atau “α”. Ikatan rangkap dinyatakan oleh jumlah atom
karbon yang mendahului. Hormon steroid diberi nama menurut keadaan hormon apakah hormon
tersebut mempunyai satu gugus metil bersudut (estran, 18 atom karbon), dua gugus metil
bersudut (androstan, 19 atom karbon) atau dua gugus bersudut plus 2 rantai – samping karbon
pada C17 (pregnan, 21 atom karbon).
Golongan kortikosteroid :
1. Hidrokortison.
2. Prednison: prednison, metilprednisolon, budesonida.
3. Derivat 9-alfa-flour: triamsinolon, deksametason, betametason, halsinonida.
4. Derivat 6-alfa-flour: fluokortolon, flunisolida
5. Derivat diflour: fluosinonida, flumetason, diflukortolon, flutikason.
6. Derivat klor: beklometason, mometason.
7. Derivat klor-flour: klobetasol, klobetason, fluklorolon, halometason.
Kortikosteroid memiliki fungsi farmakologis berikut:
a. Efek antiradang (inflamasi) berdasarkan efek vasokontriksi.
b. Daya imunosupresif dan antialergi.
c. Peningkatan glukoneogenesis. Pembentukan glukosa distimulasi, penyimpanannya
sebagai glikogen ditingkatkan.
d. Efek katabol, yaitu merintangi pembentukan protein dari asam-asam amino, sedangkan
pengubahannya ke glukosa dipercepat.
e. Pengubahan pembagian lemak. Umumnya penumpukan lemak di atas tulang selangka
dan muka yang menjadi bundar (moon face)
Aktivasi kortikosteroid terhadap Inflamasi :
Gambar di atas menggambarkan aktivasi kortikosteroid sebagai anti inflamasi gen.
Kortikosteroid berikatan dengan sitoplasma GR, yang berpindah tempat (translokasi) ke
nukleus dimana mereka berikatan dengan GRE pada bagian pembentuk gen yang sensitif
terhadap steroid dan secara langsung atau tidak langsung sebagai koaktivator molekul seperti
CBP, pCAF atau GRIP-1, yang mempunyai aktivitas esensi HAT, menyebabkan asetilasi
lysin di histone H4, dimana mempengaruhi aktivasi pengkodean gen protein antinflamasi, ,
seperti SLPI, MKP-1, I B- dan GILZ.
Mekanisme kerja kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul
hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target,
kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu
bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi
RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek
fisiologis steroid. Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran
dasar dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke
dalam sel atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ; keratinosik
(atropi epidermal, re-epitalisasi lambat), produksi fibrolast mengurangi kolagen dan bahan
dasar (atropi dermal, striae), efek vaskuler kebanyakan berhubungan dengan jaringan
konektif vaskuler (telangiektasis, purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan
jaringan granulasi yang lambat). Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat,
anti-proliferatif, dan imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke
dalam inti sel-sel lesi, berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel
tersebut mengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat
membentuk atau menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (anti-
proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses radang. Glukokotikoid juga dapat
mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak
jaringan tidak dikeluarkan.
Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.
Glukokortikoid dapat menekan limfosit-limfosit tertentu yang merangsang proses radang.
Ada beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu :1.Dalam konsentrasi relatif
rendah dapat tercapai efek anti radang yang cukup memadai.2.Bila pilihan glukokortikoid
tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.3.Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun
toksik.4.Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel, losion, salep
berlemak (fatty ointment).
Kortikosteroid mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi di daerah
yang menghasilkan vasokontriksi. Fagositosis dan stabilisasi membran lisosom yang
menurun diakibatkan ketidakmampuan dari sel-sel efektor untuk degranulasi dan melepaskan
sejumlah mediator inflamasi dan juga faktor yang berhubungan dengan efek anti-inflamasi
kortikosteroid. Meskipun demikian, harus digaris bawahi di sini bahwa khasiat utama anti
radang bersifat menghambat : tanda-tanda radang untuk sementara diredakan. Perlu diingat
bahwa penyebabnya tidak diberantas, maka bila pengobatan dihentikan, penyakit akan
kambuh.
Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan penetrasi.
Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan vasokontriksi pada
kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan dengan struktur kimiawi.
Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena kortison di dalam tubuh
mengalami transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi proses itu.
Hidrokortison efektif secara topikal mulai konsentrasi 1%. Sejak tahun 1958, molekul
hidrokortison banyak mengalami perubahan. Pada umumnya molekul hidrokortison yang
mengandung fluor digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi perkutan lebih baik apabila
yang dipakai adalah vehikulum yang bersifat tertutup. Di antara jenis kemasan yang tersedia
yaitu krem, gel, lotion, salep, fatty ointment (paling baik penetrasinya). Kortikosteroid hanya
sedikit diabsorpsi setelah pemberian pada kulit normal, misalnya, kira-kira 1% dari dosis
larutan hidrokortison yang diberikan pada lengan bawah ventral diabsorpsi. Dibandingkan
absorpsi di daerah lengan bawah, hidrokortison diabsorpsi 0,14 kali yang melalui daerah
telapak kaki, 0,83 kali yang melalui daerah telapak tangan, 3,5 kali yang melalui tengkorak
kepala, 6 kali yang melalui dahi, 9 kali melalui vulva, dan 42 kali melalui kulit scrotum.
Penetrasi ditingkatkan beberapa kali pada daerah kulit yang terinfeksi dermatitis atopik ; dan
pada penyakit eksfoliatif berat, seperti psoriasis eritodermik, tampaknya sedikit sawar untuk
penetrasi.
Secara keseluruhan, kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu :
1. vasokontriksi,
2. efek anti-proliferasi,
3. immunosupresan, dan
4. efek anti-inflamasi.
Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisial dermis,
yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan vasokontriksi ini biasanya
berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya vasokontriksi ini digunakan
sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen. Efek anti-proliferatif
kortikosteroid topikal diperantarai dengan inhibisi dari sintesis dan mitosis DNA. Kontrol
dan proliferasi seluler merupakan suatu proses kompleks yang terdiri dari penurunan dari
pengaruh stimulasi yang telah dinetralisir oleh berbagai faktor inhibitor. Proses-proses ini
mungkin dipengaruhi oleh kortikosteroid. Glukokortikoid juga dapat mengadakan stabilisasi
membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.
Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme yang
terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa kortikosteroid
bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisa menjelaskan penggunaan
kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria pigmentosa. Mekanisme sebenarnya dari efek
anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang dimengerti. Dipercayai bahwa kortikosteroid
menggunakan efek anti-inflamasinya dengan menghibisi pembentukan prostaglandin dan
derivat lain pada jalur asam arakidonik. Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-
inflamasi kortikosteroid adalah menghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran
lisosom dari sel-sel fagosit.
Penggunaan Kortikosteroid Topikal Di Bidang Dermatologi
Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk
suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan
supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal. Dermatosis yang
responsif dengan kortikosteroid topikal adalah psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis kontak,
dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis numularis, dermatitis statis,
dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dan dermatitis solaris (fotodermatitis).
Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai dengan
harapan agar remisi lebih cepat terjadi. Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus
erimatousus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipiodika
diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid, eksantema
fikstum.
Pada umumnya dipilih kortikosteroid topikal yang sesuai, aman, efek samping sedikit dan
harga murah ; disamping itu ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu jenis
penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit, luas / tidaknya lesi,
dalam / dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi. Perlu juga dipertimbangkan umur penderita.
Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 kali per hari sampai penyakit tersebut
sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis adalah menurunnya
respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang ; berupa
toleransi akut yang berarti efek vasokontriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan
beberapa hari efek vasokontriksi akan timbul kembali dan akan menghilang lagi bila
pengolesan obat tetap dilanjutkan.
Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :
1.Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.
2.Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu, sebaiknya
jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah salah satu dari golongan
sedang dan bila perlu diteruskan dengan hidrokortison asetat 1%.
3.Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab (panacea) untuk
semua dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan pakai
kortikosteroid poten karena hal ini dapat mengaburkan ruam khas suatu dermatosis. Tinea
dan scabies incognito adalah tinea dan scabies dengan gambaran klinik tidak khas disebabkan
pemakaian kortikosteroid.
Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan perlu
atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewan menunjukkan
penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada
pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi
mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi di absorbsi di kulit memasuki
aliran darah wanita hamil. Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal pada waktu
hamil harus dihindari kecuali mendapat nasehat dari dokter untuk menggunakannya. Begitu
juga pada waktu menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal harus dihindari dan
diperhatikan.Kortikosteroid juga hati-hati digunakan pada anak-anak
Efek Samping
Efek samping dapat terjadi apabila :
1.Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
2.Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau
penggunaan sangat oklusif.Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan
sifat potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari
potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Dengan ini
efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yang lebih
lemah atau mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus
digunakan jika menggunakan yang lebih paten.
Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,
telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi,
dermatitis peroral.
Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat yaitu :
Efek Epidermal
Ini termasuk :
1.Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu
penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi dermo-
epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara konkomitan.
2.Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi ini
muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.
Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini
menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan
menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal yang
terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini nantinya
akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia kulit prematur.
Efek Vaskular
Efek ini termasuk :
1.Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan vasokontriksi
pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
2.Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah yang
kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema, inflamasi lanjut, dan
kadang-kadang pustulasi.
KERATOLITIK
Adalah pelunakan dan pencairan atau pengelupasan lapisan tanduk epidermis. (Kamus
Kedokteran Dorland, edisi 29)
1. Asam Salisilat
Diabsorbsi secara perkutan & didistribusikan dalam ruang ekstraselular, dengan kadar
plasma maksimum muncul dalam 6-12 jam setelah penggunaan. 50-80% salisilat diikat
oleh albumin. Metabolit asam salisilat yang diberikan secara topikal dalam urin meliputi
asam salisilurat dan asil serta fenolat glukuronid, hanya 6% dari total yang ditemukan
dalam bentuk asam salisilat utuh. Kira-kira 95% dosis tunggal salisilat diekskresikan
dalam urin dengan waktu 24 jam setelah absorpsinya.
Obat ini melarutkan protein sel permukaan yang mempertahankan keutuhan stratum
korneum, sehingga menimbulkan debris keratolitik deskuamasi. Asam salisilat bersifat
keratolitik pada konsentrasi 3-6%, pada konsentrasi lebih besar, obat ini dapat
menghancurkan jaringan.
Reaksi urtikaria, anafilaktik, dan eritema multiformis dapat terjadi pada penderita yang
alergi terhadap salisilat.
Pada penggunaan dengan konsentrasi tinggi, penggunaan topikal obat ini dapat berkaitan
dengan iritasi lokal, inflamasi akut dan bahkan ulserasi. Pemberian harus ekstra hati-hati
jika digunakan pada ekstremitas penderita diabetes atau dengan penyakit vascular perifer.
2. Propilen Glikol
Hanya sejumlah kecil dari dosis yang diberikan secara topikal yang diabsorbsi melalui
stratum korneum normal. Diabsorpsi secara perkutan, dioksidasi di hati menjadi asam
laktat & asam piruvat, kemudian terjadi penggunaan metabolism tubuh secara umum. 12-
45% obat yang diabsorbsi diekskresikan di urin dalam bentuk utuh.
Merupakan suatu zat keratolitik yang efektik untuk menghilangkan debris hiperkeratotik.
Juga merupakan suatu humektan efektif dan meningkatkan kandungan air dalam stratum
korneum. Sifat higroskopik zat ini membantunya untuk menghasilkan suatu gradient
osmotic melalui stratum korneum, sehingga meningkatkan hidrasi lapisan paling luar
dengan menarik air dari lapisan terdalam kulit.
Digunakan dengan asam salisilat 6% untuk pengobatan iktiosis, keratoderma telapak
tangan & kaki, psoriasis, pitriasis rubra pilaris, keratosis pilaris dan hipertropik liken
planus.
BAB III
Analisis kasus
Pada kasus ini kami mendapatkan pasien yaitu Tn. Debo umur 30 tahun dengan keluhan ketom
dan bercak kemerahan . Dari hasil anamnesis yang tertera di kasus kami mengambil hipotesis ia
diduga infeksi dan dermatitis.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium sangat kurang mengarah terhadap infeksi. Namun ,
ada kemungkinan terjadi infeksi lokal
Riwayat HIV , kami mencurigai bahwa karena penurunan sel CD4 , ia mudah terinfeksi , infeksi
yang terjadi adalah dari flora normal P. Ovale pada daerah kulit . Karena imun lemah dan
dipengaruhi factor lingkungan P.Ovale dapat menginfeksi pasien.
Selain itu , karena sesuatu yang belum diketahui terjadi peningkatan aktivitas kelenjar sebum ,
sehingga kelenjar mengeluarkan minyak berlebih . peningkatan kecepatan pertumbuhan
epidermis akan mendorong epidermis yang belum matang secara cepat terdorong ke lapisan
korneum epidermis. Karena pertumbuhannya cepat , maka banyak sel keratinosit yang masih
berinti pada lapisan korneum , sehingga terbentuklah skuama yang tebal dan tamapak pada
biopsy derta pemeriksaan histologist parakeratosit.
Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah. Oleh karena itu , sel – sel pada lapisan korneum
kehilangan intinya. Hal ini terjadi karena pada lapisan granulosum epidermis membentuk suatu
batas dimana zat tidak larut lemak tidak bisa melewatinya , sehingga lapisan diatasnya tidak
mendapat nutrisi , karena kehilangan nutrisi selakan mati , karena banyak parakeratosit ,
parakeratosit tersebut akan meradang dan akhirnya mati . Sehingga pada pemeriksaan biopsy
tampak nekrosis parakeratosit.
Epidermis yang tumbuhnya berlebih juga akan membuat kompleks imun seperti sel plasma
bekerja. Sel plasma nantinya akan mmengeluarkan mediator – mediator radang . ketika mediator
radang dikeluarkan maka terjadi vasodilatasi pada jaringan yang radang sehingga darah akan
terkumpul di jaringan tersebut dan akan tampak eritema. Ada kemungkinan proses peradangan
juga mempengaruhi peningkatan aktivitas pertumbuhan epidermis.
Dermatitis seboroik sangat identik , ia hanya menyerang daerah – daerah sebum , seperti wajah ,
dan kepala .
Pasien diberikan anti inflamasi baik secara oral maupun topical , hal ini ditujukan untuk
mengurangi eritemnya. Sampo selsun dan keratoliktik digunakan untuk menghilangkan
squamanya.
REFERENSI
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FKUI
SARIPATI PENYAKIT KULIT
FARMAKOLOGI DAN TERAPI FKUI
FARMAKOLOGI KLINIS KATZUNG
DERMATOLOGI KLINIK , RASSNER
ATLAS DERMAOLOGI , UNIVERSITAS AIRLANGGA
NEW ENGLAND JOURNAL OF MEDICAL
EMEDICINE.COM