Isi Makalah Case 1

136
BAB I Pendahuluan Latar Belakang Mempelajari system kulit , otot serta tulang pasti tak luput dari penyakit yang terjadi pada kulit. Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit. Gejala – gejala penyakit kulit yang hamper mirip antara penyakit satu dengan penyakit lain membut kami sebagai mahasiswa harus lebih jeli untuk identifikasi penyakit . Makalah ini menjelaskan tentang dermatitis seboroik. Pembembelajaran dengan metode diskusi suatu kasus merupakan cara belajar yang revolusioner . Dengan adanya kasus , kita sebagai mahasiswa diharuskan untuk mengembangkan pemikiran atas kasus yang diberikan. Pengembangan terhadap kasus nantinya akan menemukan pemecahan dari kasus. Pemecahan dari kasus dapat berupa analisa dari gejala – gejala yang terjadi. Pada makalah ini peulis memberikan hasil dari analisis kelompok kami dari apa yang telah kami diskusikan. Tujuan Makalah ini dibuat dengan tujuan : 1. Untuk menjelaskan tentang dermatitis seboroik 2. Untuk menjelaskan analisis kami terhadap apa yang terjadi di kasus 1

Transcript of Isi Makalah Case 1

Page 1: Isi Makalah Case 1

BAB I

Pendahuluan

Latar Belakang

Mempelajari system kulit , otot serta tulang pasti tak luput dari penyakit yang terjadi pada

kulit. Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit. Gejala – gejala penyakit kulit yang

hamper mirip antara penyakit satu dengan penyakit lain membut kami sebagai mahasiswa

harus lebih jeli untuk identifikasi penyakit . Makalah ini menjelaskan tentang dermatitis

seboroik.

Pembembelajaran dengan metode diskusi suatu kasus merupakan cara belajar yang

revolusioner . Dengan adanya kasus , kita sebagai mahasiswa diharuskan untuk

mengembangkan pemikiran atas kasus yang diberikan. Pengembangan terhadap kasus

nantinya akan menemukan pemecahan dari kasus. Pemecahan dari kasus dapat berupa analisa

dari gejala – gejala yang terjadi. Pada makalah ini peulis memberikan hasil dari analisis

kelompok kami dari apa yang telah kami diskusikan.

Tujuan

Makalah ini dibuat dengan tujuan :

1. Untuk menjelaskan tentang dermatitis seboroik

2. Untuk menjelaskan analisis kami terhadap apa yang terjadi di kasus

1

Page 2: Isi Makalah Case 1

BAB II

ISI

Kasus –Tn Debo

Tutorial 1

Kamu adalah seorang mahasiswa yang sedang bertugas di departemen kulit dan kelamin ,

ketika seorang pasien , bernama Tn. Debo usia 30 tahun datang dengan keluhan utama

banyak ketombe sejak 2 minggu terakhir. Keluhan disertai bercak kemerahan dan bersisik

putih kekuningan pada pipi , hidung , janggut , dan alis.

Ia mencoba menghilangkan dengan sampo dan sabun yang dibelinya di toko obat , tetapi

tidak ada perubahan.

Tutorial 2 part 1

History

Riwayat HIV positive

Konsulen penyakit kelamin melakukan pemeriksaan fisik dan ditemukan :

Kondisi umum : pasien tampak sakit sedang . Tekanan darah 120/80 mmHs , Nadi :

90x/menit , pernapasan : 20x/menit , suhu : 36⁰C

Pemeriksaan fisik :

Dalam batas normal

2

Page 3: Isi Makalah Case 1

Pemeriksaan kulit :

Pada daerah kepala , pipi , hidung , janggut , serta alis tampak squama halus , berminyak dan

kekuningan

Pemeriksaan laboraturium :

Dalam batas normal

Tutorial 2 part 2

Pemeriksaan penunjang :

Histologist

Pemeriksaan histologist ditemukan parakeratosis

Biopsy kulit : tampak sebagai parakeratosis , nekrotik keratinosites dalam epidermis dan sel

plasma dermis

Epilogue

Spesialis kulit mengatakan bahwa Tn. Debo menderita dermatitis seboroik dan diberikan

terapi anti inflamasi (immunomedulatory) , keratolitik , sampo selsun , dan steroid topical.

Untuk HIV dikonsultasikan ke internist

Setelah beberapa hari kondisi penyakitnya membaik

End of case

3

Page 4: Isi Makalah Case 1

Problem

Tn. Debo , 30 tahun

1. Ketombe sejak 2 minggu terakhir

2. bercak kemerahan bersisik putih dan kekuningan pada pipi , jenggot , hidung , dan alis

3. Telah mencoba sampo dan sabun dari toko obat , tapi tidak ada perubahan

4. history : HIV positif

5. kondisi umum : sakit sedang

6. Px.kulit : pada daerah kepala pipi , hidung , janggut , serta alis tampak eritem dengan

skuama halus , berminyak dan kekuningan

7. Px. Histologi : parakeratosis

8. biopsy kulit : tampak sebagai parakeratosis , nekrotik keratosites dalam epidermis ,

serta sel plasma pada dermis

9. terapi : anti inflamasi (immunomedulatory) , keratolitik , sampo selsun dan steroid

topikal

Hipotesis

Dermatitis

Infeksi

4

Page 5: Isi Makalah Case 1

Mekanisme

Tn.Debo (30)

5

1. Ketombe sejak 2 minggu terakhir

2. bercak kemerahan bersisik putih dan kekuningan pada pipi , jenggot , hidung , dan alis

3. Telah mencoba sampo dan sabun dari toko obat , tapi tidak ada perubahan

4. history : HIV positif

Px

Fisik :

kondisi umum : sakit sedang

PENUNJANG

Px.kulit : pada daerah kepala pipi , hidung , janggut , serta alis tampak eritem dengan skuama halus , berminyak dan kekuningan

Px. Histologi : parakeratosis

biopsy kulit : tampak sebagai parakeratosis , nekrotik keratosites dalam epidermis , serta sel plasma pada dermis

HIPOTESIS

Dermatitis ceboroikkulit Dermatitis

terapi

Page 6: Isi Makalah Case 1

6

Page 7: Isi Makalah Case 1

More info

Px fisik

Px. Penunjang :

1. Lab

2. Kulit

3. Histology

4. Biopsy

Idk dan learning issue

1. Alergi :

- definisi

- etiologi

- klasifikasi

- manifestasi klinis

- Diagnosis

- terapi

- Hubungannya dengan penyakit infeksi lain

2. Kulit :

- Anatomi

- Histologi

- Fisiologi

3. Penyait kulit dikepala

- definisi

7

Page 8: Isi Makalah Case 1

- etiologi

- klasifikasi

- manifestasi klinis

- Diagnosis

- terapi

4. Manajemen non farmakologi

- Jenis – jenis

5. Salicyl 1% dan belerang 2-4%

- apa maksud ukuran tersebt ?

6. Keratolitik

7. Kortikosteroid

- Mengapa harus meggunaan kortikosteroid dan berapa lama ?

8. Penatalaksanaan dermatitis seboroik

8

Page 9: Isi Makalah Case 1

ALERGI

Pada prinsipnya alergi adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh suatu reaksi imunologik

yang spesifik; suatu keadaan yang ditimbulkan oleh alergen atau antigen, sehingga terjadi

gejala -gejala patologik. Secara garis besar, maka reaksi alergi dapat dibagi atas dua

golongan, yaitu reaksi tipe cepat ('immediate type') dan tipe lambat ('delayed type ' ). Yang

pertama adalah 'humoral-mediated', sedangkan yang kedua,' cell-mediated'.

Dewasa ini, umumnya para sarjana di seluruh dunia lebih banyak mempergunakan cara

klasifikasi reaksi alergi menurut COOMBS dan GELL, oleh karena dirasakan lebih tepat.

Mereka membagi reaksi alergi menjadi empat tipe, yaitu:

1. Reaksi Tipe I atau Reaksi Tipe Anafilaktik

2. Reaksi Tipe II atau Reaksi Tipe Sitotoksik

3. Reaksi Tipe III atau Reaksi Tipe Kompleks-Toksik

4. Reaksi Tipe IV atau Reaksi Tipe Seluler

Tipe I hingga III, semuanya termasuk alergi atau hipersensitivitas tipe cepat, sedangkan tipe

IV termasuk tipe lambat.

Reaksi Tipe I atau Reaksi Tipe Anafilaktik

Reaksi ini terjadi pada waktu alergen atau antigen bereaksi dengan zat anti yang spesifik,

yang dikenal dengan nama reagin. Berdasarkan penyelidikan ISHIZAKA, ternyata bahwa

aktivitas reagin itu bukan dibawakan oleh IgG, IgA, IgM maupun IgD, melainkan oleh satu

kelas imunoglobulin yang disebut IgE. Imunoglobulin ini mempunyai suatu keistimewaan,

yaitu dapat melekat pada sel basofil dan/atau mastosit ('mast cell'); oleh karena itu IgE

disebut juga sebagai zat anti homositotropik. Dengan timbulnya reaksi antara antigen dengan

zat anti itu, maka terjadilah proses degranulasi di dalam sel tersebut, yang diikuti dengan

keluarnya zat farmakologik aktif, yaitu: histamin, zat bereaksi lambat ('slow-reacting

substance'), serotonin dan bradikinin. Zat-zat ini pada umumnya menyebabkan kontraksi otot

polos, vasodilatasi dan meningginya permeabilitas pembuluh darah kapiler. Akibat reaksi

alergi ini, maka secara klinik ditemukan penyakit-penyakit seperti : asma bronkial, demam

rumput kering (Hay-fever), rhinitis alergika dll.

9

Page 10: Isi Makalah Case 1

Reaksi Tipe II atau Reaksi Tipe Sitotoksik

Alergi tipe II ini disebabkan oleh karena timbulnya reaksi antara zat anti dengan antigen

spesifik yang merupakan bagian daripada sel jaringan tubuh atau dengan suatu hapten yang

telah berintegrasi dengan sel tersebut. Aktivitas zat anti ini dibawakan oleh kelas IgG

dan/atau IgM, yang mempunyai sifat biologik tertentu, yaitu dapat mengikat sistem

komplemen. Setelah terjadi reaksi antara antigen dengan zat antinya, maka aktivasi sistem

komplemen dapat dimulai, sehingga timbul pelekatan imun ('immune adherence'), - proses

opsonisasi dan akhirnya perusakan permukaan sel jaringan tubuh. Secara klinik, reaksi ini

sering ditemukan pada transfusi darah yang tidak sesuai, faktor rhesus yang tidak sesuai,

penyakit trombositopenik purpura, poststreptokokal glomerulonefritis akuta dll.

Reaksi Tipe III atau Reaksi Tipe Kompleks-Toksik

Reaksi ini disebabkan pula oleh kelas IgG dan/atau IgM, akan tetapi aktivitas zat anti yang

dibawanya bukan terhadap antigen sel jaringan tubuh, melainkan terhadap antigen yang

datang dari luar tubuh. Istilah lain untuk tipe III ini, ialah hipersensitivitas kompleks-imun

( 'immune-complex hypersensitivity'). Pada reaksi ini terjadi suatu kompleks terdiri dari

kumpulan antigen dengan zat antinya – yang timbul akibat masuknya antigen asing ke dalam

tubuh untuk ke dua kalinya dan bereaksi dengan zat anti spesifiknya. Seperti pada tipe II,

maka IgG atau IgM pada tipe III ini dapat pula mengaktifkan sistem komplemen, hanya

bedanya proses ini baru terjadi setelah kompleks antigen-zat anti itu dipresipitasikan. Akibat

proses ini, maka akan timbul efek kemotaksis terhadap sel-sel polimorfonuklear, peningkatan

daya fagositosis dan pelepasan zat anafilatoksin, yang secara tidak langsung akan

meningkatkan permeabilitas - dinding pembuluh darah. Secara klinik, maka reaksi ini akan

menyebabkan reaksi Arthus, 'serum sickness', 'immune complex diseases' dll

Reaksi Tipe IV atau Reaksi Tipe Seluler

Reaksi ini bukan disebabkan oleh karena adanya zat anti seperti pada ke tiga tipe alergi yang

telah diutarakan tadi. Sesuai dengan istilahnya, maka yang memegang peranan pada reaksi

alergi tipe seluler ini ialah sistem imunologi sel, yaitu sel limfosit yang telah peka secara

spesifik. Bila sel ini berkontak dengan suatu antigen untuk kedua kalinya, akan timbul proses

deferensiasi sel sehingga sel limfosit tersebut sanggup menghasilkan dan melepaskan zat

yang disebut limfokin ('lymphokine'). Zat ini mempunyai berbagai aktivitas biologik,

diantaranya dapat menarik sel-sel makrofag polimornuklear dan limfosit kearah lokasi

rangsangan. Oleh karena timbulnya reaksi ini agak lambat, yaitu sekitar 24 hingga 48 jam,

maka secara klinik dikenal sebagai hipersensitivitas jenis lambat. Keadaan ini sering dijumpai

10

Page 11: Isi Makalah Case 1

pada reaksi tuberkulin, alergi terhadap beberapa macam bakteri, jamur dan virus, reaksi

terhadap jaringan yang ditransplantasikan dan lain-lain.

MEKANISME.

Alergenisasi dan pembentukan zat-anti dapat dirangsang dengan jalan :

- inhalasi bahan organik.

- absorbsi bahan-bahan yang tak tercerna secara sempurna dari dalam usus.

- menembusnya bahan-bahan genetis lain lewat plasenta.

- kontak dengan bahan-bahan tertentu secara berulangulang baik disadari maupun tidak.

- melalui pengobatan (dokter) dalam segala bentuk, termasuk transplantasi jaringan/ organ.

- masih harus ditambahkan reaksi terhadap auto-antigen.

Antigen dapat dibedakan atas antigen lengkap, yaitu berupa molekul besar, dimana badan

bersikap intoleran dalam arti imunologik, yaitu dengan langsung merangsang terbentuknya

zat-anti, dan antigen tak lengkap atau disebut hapten, yaitu molekul-molekul kecil/bahan

kimia sederhana yang mendapat sifat antigenik setelah bergabung dengan protein badan.

Alergi ialah perobahan spesifik yang diperoleh dalam kemampuan bereaksi terhadap alergen

atas dasar interaksi antigen-antibodi. Alergen ialah istilah untuk antigen yang terlibat dalam

reaksi alergi. Reaksi/jawaban alergik melibatkan sel-sel tertentu dalam sistim limforetikuler

dengan akibat multiplikasi sel-sel yang menjadi alergik (allergised cells). Sel-sel ini dalam

kerja sama dengan sel-sel lain menghasilkan zat anti/imuno-imunoglobulin (Ig.), dengan

jenis-jenisnya : IgG, IgM, IgA dan IgE, mungkin juga Ig-D. Sekali terjadi reaksi alergi, orang

akan bereaksi terhadap alergen, walaupun jumlahnya sangat sedikit, yang sifatnya sangat

individuil. Tergantung pada situasi, reaksi alergi ini bisa menguntungkan, menghasilkan

imunitas, atau merugikan, terjadi alergi, kerusakan jaringan maupun menjadi sakit. Dalam

kedua peristiwa ini, terjadi reaksi seluler maupun molekuler yang sama. Apakah orang

mengatakan reaksi kekebalan (imunitas) ataukah kerentanan (alergi) sama sekali tergantung

dari konsekwensi klinik belaka.

Rcaksi alergi dapat dibagi dua, reaksi cepat (immediate type) dan reaksi lambat (delayed

type). Reaksi cepat berdasarkan atas imunitas humoral dan reaksi lambat adalah imunitas

seluler. Hal ini membawa konsekuensi dalam pemindahan imunitas secara pasif, reaksi cepat

dapat dipindahkan secara pasif dengan serum. Contoh dari reaksi cepat : anafilaksis, urticaria,

Arthus fenomen dll. Sedang contoh dari reaksi lambat : reaksi tuberkulin, kontak dermatitis

11

Page 12: Isi Makalah Case 1

yang alergik dll. Auto-antigen ialah antigen yang berasal dari badan sendiri. Bertahun-tahun

terdapat konsep yang menganggap bahwa seseorang tak dapat membentuk zat-anti dari

antigen yang berasal dari jaringan tubuhnya sendiri, konsep ini disebut

'horror-autotoxicus',tetapi percobaan-percobaan dengan golongan- golongan darah yang

berbeda dan kejadian-kejadian dalam beberapa penyakit yang disebut "penyakit-penyakit

auto alergik " (auto-allergic diseases) membatalkan konsep tsb. Penyakit-penyakit auto-

alergik dibagi dua : yang bersifat organ spesifik, misalnya : Tiroiditis Hashimoto, Gastritis

Kronika atrofika dsb. Dan yang bersifat non-organik misalnya : arthritis reumatika, dan

penyakit-penyakit kolagen lain, termasuk Systemic Lupus Erythematosus. Tetapi ada

penyakit penyakit yang tak dapat digolongkan kedalam keduanya misalnya

trombositopenia idiopatika dan 'auto-imune hemolytic anemia'.

12

Reaksi Alergi Tipe Cepat dan Lambat

CEPAT LAMBAT

K 1 i n i k ■ shock anafilaktik, alergi terhadap debu ru-mah, asma bronkial, serum sickness dll.

■ hipersensitivitas tuberkulin, alergi terhadap jamur, parasit, bakteri dll.

W a k t u ■ reaksi alergi timbul dengan cepat, yaitu beberapa menit hingga beberapa jam sete-lah berkontak dengan alergen atau antigen lalu menghilang dengan cepat pula.

■ reaksi alergi timbul secara lambat, yaitubeberapa jam hingga beberapa hari setelah berkontak dengan alergen atau antigen, lalu menghilang dengan lambat pula.

H i s t o 1 o g i

P e m i n d a h a n

‘■ reaksi patologik yang terutama terdiri dari dilatasi pembuluh kapiler dan arterioler dengan eritema dan edema yang jelas de-ngan sedikit serbukan sel radang.

■ reaksi alergi ini berhubungan erat dengan zat anti didalam sirkulasi darah, dan dapat dipindahkan secara pasip dengan memper-gunakan serum.

■ reaksi patologik yang terutama terdiri dari peradangan dengan disertai banyak serbuk-an sel radang - sel polimorfonuklear, lim-fosit dan makrofag, serta adanya indurasi jaringan.

■ reaksi alergi ini tidak berhubungan dengan zat anti dan tidak dapat dipindahkan secara pasip dengan mempergunakan serum, me-lainkan dengan sel li mfosit sensitip atau ekstraknya.

Page 13: Isi Makalah Case 1

13

Page 14: Isi Makalah Case 1

14

Page 15: Isi Makalah Case 1

KULIT

(ANATOMI,HISTOLOGI,FISIOLOGI)

Kulit ialah organ essensial dan vital dan merupakan organ tubuh yang terletak paling luar

serta membatasi dari lingkungan luar.

Luas: 1,5 m2

Berat: 15 % BB

Kulit terdiri dari 3 (Tiga) jenis:

1. elastis

bibir, palpebra, prepusium

2. keras dan tegang

telapak kaki dan telapak tangan dewasa

3. tipis

muka lembut: leher dan badan

kasar: kepala

Anatomi secara histopatologik

1. Lapisan Epidermis

2. Lapisan dermis

3. Lapisan subkutis

15

Page 16: Isi Makalah Case 1

1. Lapisan epidermis

a. stratum korneum (lapisan tanduk)

b. stratum lusidum (lapisan bening epidermis)

c. stratum granulosum (lapisan berbutir epidermis)

d. stratum spinosum ( lapisan taju epidermis)

e. stratum germinativum (lapisan basal)

2. Lapisan dermis

a. pars papilare

b. pars retikulare

3. Lapisan subkutis

Histologi

1. Lapisan epidermis avaskuler

a. stratum korneum

- sel gepeng tak berinti

- protoplasma berubah menjadi keratin

- lapisan merah homogen

- bergaris-garis sejajar permukaan kulit

- terlihat terkelupas (disjungtum)

b. stratum lusidum

- sel gepeng tak berinti

16

Page 17: Isi Makalah Case 1

- protoplasma berubah menjadi protein (eleidin)

- tampak menyatu

- homogen

- membentuk garis merah yang bergelombang di atas lapis berbutir

- kadang tak terlihat

c. stratum granulosum

- terdiri atas 3-5 lapis sel gepeng berbentuk kasar dan berinti

- di dalam sitoplasma terdapat butir-butir keratohialin berwarna biru

- inti tampak pucat dan tertimbun butiran granula

d. stratum spinosum

- sel poligonal dan bersifat mitosis

- protoplasma mengandung glikogen

- inti di tengah

- terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas tonofibril atau keratin

yang membentuk penebalan bulat kecil nodulus bizzozero

- diantara sel-selnya terdapat sel Langerhans

e. stratum germinativum

- sel kolumnar (kubus) dan bersifat mitosis

- tersusun vertikal pada perbatasan dermo epidermal berbaris seperti pagar

(palisade)

- protoplasma basofilik inti lonjong intercelullar bridge

17

Page 18: Isi Makalah Case 1

- sel-sel pembentuk melanin (melanosit)

- sel berwarna muda

- basofilik inti gelap

- terdapat butiran pigmen (melanosomes)

2. Lapisan dermis

- Lapisan lebih tebal

- terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat

- terdapat elemen-elemen selular dan folikel rambut

- lapisan berada di bawah epitel

- jaringan ikat agak padat

Lapisan dermis tersusun dari:

a. pars papilare

- membentuk psil-papil yang menonjol ke epidermis

- berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah

- terlihat longgar jaringan lebih banyak mengandung sel daripada serat

b. pars retikularis

- bagian bawah menonjol ke subkutan

- berisi serabut-serabut panjang: kolagen, elastin, retikulin

- pada dasarnya yang berupa matriks terdiri dari cairan kental asam hialuronat, kondroitin

sulfat, dan fibroblas

- serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas dan memiliki ikatan yang mengandung

hidroksiprolin dan hidroksisilin

- serabut elastisnya bergelombang, berbentuk amorf, mudah mengembang, dan lebih elastis

18

Page 19: Isi Makalah Case 1

4. Lapisan subkutis

- terdapat sel-sel lemak dengan ciri-ciri sel bulat, besar, inti terdesak ke pinggir, sitoplasma

lemak yang bertambah

- sel-selnya dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa

- Lapisan-lapisan sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan

dan terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening

- Vaskularisasi lemak di kulit diatur oleh 2 pleksus:

a. pleksus dermis (superfisial) mengadakan anastomosis di papil dermis

b. pleksus subkutis (profunda) dan pars retikularis mengadakan anastomosis dan

terdapat lebih banyak pembuluh darah

Adneksa Kulit

Terdiri dari:

1. Kelenjar-kelenjar kulit

- terdapat di lapisan epidermis, terdiri dari:

a. kelenjar keringat (glandula sudorifera)

dibagi 2:

a.1. kelenjar ekrin (yang kecil-kecil)

- terletak dangkal

- sekret yang encer

- kelenjar ekrin terbentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan dan berfungsi 40

minggu setelah kelahiran

19

Page 20: Isi Makalah Case 1

- saluran berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit

- terdapat di seluruh permukaan kulit, telapak tangan dan kaki, dahi dan aksila

a.2. kelenjar apokrin

- terletak lebih besar, lebih dalam dan sekret yang lebih kental

- dipengaruhi oleh saraf adrenergik

- terdapat di aksila, areola mamae, pubis, labia minora, sel telinga luar

- keringat terdiri dari air, elektrolit, asam laktat, glukosa, pH 4-6,8

b. kelenjar palit (glandula sebasea/ kelenjar holokrin)

- terdapat di seluruh permukaan kulit manusia kecuali telapak tangan dan kaki

- disebut kelenjar palit dikarenakan tidak berlumen dan sekret kelenjar ini basal dari

dekomposisi sel-sel kelenjar

- terletak di samping akar rambut

- bermuara pada lumen akar rambut (folikel rambut)

2. Kuku

- bagian terminal lapisan korneum yang menebal

- kuku tumbuh dari akar kuku dengan kecepatan 1mm/minggu

- sisi kuku aga mencekung dan membentuk alur kuku

- kulit tipis yang menutupi kuku bagian proksimal eponikium

- kulit yang ditutupi bagian kuku bebas hiponikium

3. Rambut

20

Page 21: Isi Makalah Case 1

- terdiri atas bagian terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian yang berada di luar kulit

(batang rambut)

- 2 macam tipe rambut yaitu

lanugo (rambut halus, tak berpigmen, pada bayi)

rambut terminal (lebih tebal, pigmen lebih banyak, terdapat di medula, pada dewasa)

- rambut halus di dahi rambut velus

- rambut tumbuh secara :

Siklik 2-6 tahun dengan kecepatan 0,35 mm/hari

Telogen (istirahat beberapa bulan

Katagen (involusi temporer)

- rambut sehat dan berkilau, elastis, tidak mudah patah, menyerap air

Fisiologi

1. Proteksi bantalan lemak

a. gangguan fisis/mekanis: tekanan, gesekan, tarikan

b. gangguan kimiawi: zat-zat kimia: lisol, karbon, asam alkali

c. gangguan bersifat panas: radiasi, sengatan UV

d. gangguan infeksi luar: kuman/ bakteri dan jamur

e. melanosit berperan juga mengadakan tanning

f. pH: 5-6,5 perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri dan jamur

g. proses kreatinisasi sebagai sawar (barrier) mekanis

2. Absorpsi

21

Page 22: Isi Makalah Case 1

- cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap dan yang larut lemak

- permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air ikut mengambil bagian pada fungsi

respirasi

- Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi oleh:

Tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan, metabolisme, jenis vehikulum

- dapat melalui celah-celah antar sel (lebih banyak) dan menembus sel-sel epidermis/

muara saluran kelenjar

3. Ekskresi zat-zat yang tidak berguna lagi bagi tubuh kita/ sisa metabolisme NaCl, urea,

asam urat, amonia

4. Persepsi

- Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik pada dermis dan subkutis

a. panas: badan-badan ruffini di dermis dan subkutis

b. dingin: badan-badan krause di dermis

c. rabaan; badan-badan meissner di papila dermis dan merkel ranvier di epidermis

d. tekanan: badan-badan paccini di epidermis

5. Penaturan suhu tubuh (termoregulasi

- kulit mengeluarkan keringat dan mengerutkan(otot berkontraksi) pembuluh darah kulit

- kulit kaya akan pembuluh darah sehinnga mendapat nutrisi yang baik

- pada bayi pembuluh darah belum terbentuk sempurna sehingga terjadi ekstravasasi

cairan terlihat lebih edematosa mengandung air dan Na

22

Page 23: Isi Makalah Case 1

6. Pembentukan pigmen (melanosit)

- terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf

- Jumlah melanosit dan besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna

kulit ras maupun individu

- merlanosomes dibentuk oleh alat golgi+enzim tirosinase ion Cu dan O2

- melanosomes dipengaruhi oleh pajanan terhadap sinar matahari

- pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit dan ke lapisan kulit melalui

sel melanifag (melanofor)

-warna kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, reduksi dan oksidasi Hb serta karoten

7. Keratinisasi

- lapisan epidermis terdiri dari: sel keratinosit, sel langerhans, melanosit

- keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan ke lapisan atas menjadi

lapisan spinosum kemudian membelah lagi dan berpindah ke lapisan atas, sel semakin

gepen dan bergranula menjadi lapisan granulosum dan semakin ke lapisan atas inti

menghilang akhirnya keratinosit menjadi sel tanduk yang amorf

- menurut Maltosy: keratinosit melalui proses sintesis dan degradasi lapisan tanduk

(14-21 hari)

8. Pembentukan Vitamin D

Dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol

23

Page 24: Isi Makalah Case 1

Pemeriksaan diagnostik gangguan sistem integument

1. Biopsi kulit.

Mendapatkan jaringan untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan cara eksisi dengan

scalpel atau alat penusuk khusus ( skin punch) dengan mengambil bagian tengah jaringan.

Indikasi

pada nodul yang asal nya tidak jelas untuk mencegah malignitas. Dengan warna dan bentuk

yang tidak lazim.

Pembentukan lepuh.

2. Patch test

untuk mrngenali substansi yang menimbulkan alergi pada pasien dibawah plester khusus

( exclusive putches )

indkasi

dermatitis, gejalak kemerahan, tonjolan halus, gatal- gatal. Reaksi + lemah.

Blister yang halus, papula dan gatal –gatal yang hebat reaksi + sedang.

Blister/bullae, nyeri, ulserasi reaksi + kuat.

Penjelasan pada pasien sebelum dan sesudah pelksanaan patch test.

Jangan menggunakan obat jenis kortison selam satu minggu sebelum tgl pelaksanaan.

Sample masing – masing bahan tes dalam jumlah yang sedikit dibubuhkan pada plester

berbentuk cakaram kemudian ditempel pada punggung,dengan jumlah ynag bervariasi.( 20 –

30 buah.)

Pertahankan agar daerah punggung tetap kering pada saat plester masih menempel.

Prosedur dilaksanakan dalam waktu 30 menit.

2- 3 hari setelah tes plester dilepas kemudian lokasi dievaluasi.

3. Pengerokan kulit.

Sampel kulit dikerok dari lokasi lesi, jamur, yang dicurigai.dengan menggunakan skatpel

yang sudah dibasahi dengan minyak sehingga jaringan yang dikerok menempel pada mata

pisau hasil kerokan dipindahkan ke slide kaca ditutup dengan kaca objek dan dipriksa dengan

mikroskop.

4. Pemeriksaan cahaya wood ( light wood).

24

Page 25: Isi Makalah Case 1

Menggunakan cahaya uv gelombang panjang yang disebut black light yang akan

menghasilakan cahaya berpedar berwarna ungu gelap yang khas.cahaya akan terlihat jelas

pada ruangan yang gelap, digunakan untuk memebedakan lesi epidermis dengan dermis dan

hipopigmentasi dengan hiperpigmentasi.

5. Apus tzanck.

Untuk memeriksa sel – sel kulit yang mengalami pelepuhan.

Indikasi

herpes zoster,varisella, herpes simplek dan semua bentuk pemfigus.

Secret dari lesi yang dicurigai dioleskan pada slide kaca diwarnai dan periksa.

PENYAKIT KULIT PADA KEPALA

PYODERMA – NON PYODERMA

CUTANEOUS BACTERIAL INFECTION

PYODERMA NON PYODERMA

Staphylococcus aureus Corynebacterium

Streptococcus Beta Hemolyticus Mycobacterium

Other bacteria

Penyakit kulit yang purulen

Infeksi kulit oleh bakteri

Etiologi : Pyogenes-cocci

Yi.: - Staphylococcus aureus &

- Streptococcus b. hemolyticus

Lesi kulit dibagi dalam:

25

PYODERMA

Page 26: Isi Makalah Case 1

Infeksi kulit primer

Infeksi kulit sekunder

(Mis: orang digigit nyamuk → bernanah)

Staphylococcus Streptococcus

Impetigo bulosa

(= Impetigo vesico-bulosa)

Impetigo neonatorum

Staph. Scalded Skin Syndr.

Folliculitis

( I. Bochart & Sycosis barbae)

Furuncle & carbuncle

Paronychia

Multiple Absceses of sweats glands

Hidra-adenitis suppurativa

Impetigo crustosa

(= I.contagiosa; Tillbury Fox Disease

)

Ecthyma

(=Ulcerative Impetigo)

Erysipelas

Cellulitis

Phlegmon

Scarlet Fever

IMPETIGO & ECTHYMA

Infeksi kulit superfisial

Etiologi : Staphylococcus aureus

Staphylococcus pyogenes

Bila hanya di epidermis: Impetigo

Bila terus sampai dermis: Ecthyma

Karakterisasi : krusta erosi atau krusta ulcer

Infeksi melalui:

Infeksi primer pada lesi minor di kulit

Infeksi sekunder pada kelainan kulit yang udah ada Pre Existing

Dermatoses atau ada penyebab lain sebelum erjadi Impetiginization

26

Page 27: Isi Makalah Case 1

Klasifikasi Klinik

1. Impetigo Krustosa (Impetigo vulgaris; impetigo contagiosa; Tillbury Fox)

2. Impetigo Bulosa

3. Impetigo Neonatorum

4. Impetigo Bockhart (Superficial Folliculitis)

5. Impetigo Ulcerative (Ecthyma)

IMPETIGO

Suatu pioderma yg menular

Biasa pada anak-anak

Biasanya pada wajah, khususnya dekat hidung dan mulut ( kenapa ? )

Ditandai dengan vesikel kecil yang mudah pecah dengan pinggir kemerahan yang

menjadi pustular dan pecah mengeluarkan cairan seropurulen kuning yang mengering

dan membentuk krusta tebal.

Impetiginization : Terjadinya impetigo pada area yang sebelumnya terkena penyakit kulit

yang lain

ECTHYMA

Pioderma ulceratif

Biasanya disebabkan oleh Streptococcus β haemolyticus grup A

Pada lokasi cedera ringan

Secara predominan mengenai tulang kering dan punggung kaki

Umumnya menyembuh dengan pembentukan jaringan parut yang bervariasi

CRUSTED IMPETIGO & ECTHYMA

Sinonim

Impetigo Vulgaris; Impetigo Contagiosa; Tillbury Fox

Impetigo ulceratif

Etiologi

27

Page 28: Isi Makalah Case 1

Group A β haemolyticus Streptococcus pyogenes (GAS)

Streptococcus β haemolyticus

Gambaran Klinik

Umumnya pada anak, tanpa gejala umum (tanpa panas; malaise)

Individu pada umumnya sehat → gigitan serangga, kutu kepala dan trauma

Diawali dengan kelainan kulit yaitu: eczema → infeksi sekunder (Impetiginized)

Awalnya macula erythematosus → blister/ lepuh (vesikel/ bula) + pus kuning →

pecah (rupture)

Meninggalkan eksudat purulen kering = Golden Yellow Crust (Honey Bee)

Bila krusta pecah, ada di perifer dengan penyembuhan pada bagian tengahnya:

Polycyclic & Circinate

Erosi → Impetigo Krustosa

Ulkus → Impetigo Ulceratif (= Ecthyma)

Urtika ( bentol ) pembengkakan setempat dan cepat hilang

Urtika yang banyak = Urtikaria ( Biduran; kaligata; gidu; lapar garam)

Biduran penyebabnya banyak, jika org tersebut punya bakat hipersensitif

Diferensiasi IMPETIGO

KRUSTOSA

ECTHYMA

Durasi Hari - Minggu Minggu – Bulan

Gejala Tak ada s/d pruritus Sakit - lembut

Lesi Kulit

- Type

- Warna

- Ukuran & bentuk

- Palpasi

- Susunan

Vesikel – pustula pecah +

erosi

Golden Yellow Crusts

Kecil, bulat/ oval

Nyeri ringan- kasar

Scattered (menyebar jauh)

Ulcerasi + krusta tebal erat

Krusta hemorrhagik

Lebar, bulat/ oval

Tender & indurated

Soliter/ multipel

28

Page 29: Isi Makalah Case 1

- Distribusi

Discrete (menyebar dekat)

Confluent (lingkaran jadi

1)

Lesi satelit (khas pada

candida)

Distribusi Muka

peri – oral / nasal

Pergelangan kaki, dorsal

kaki, paha, gluteus,

“daerah dekat trauma”

DD Perioral/ Dermatitis

seborrheic

Dermatitis kontak alergi

Herpes Simplex Labialis

Ekskoriasi gigitan

serangga

Neurotic excoriation

Ulkus hati kronik

IMPETIGO BULLOSA

Sinonim

Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet

Etiologi

Staphylococcus aureus (utama)

Gambaran Klinik

Vesikel & bula + kuning jernih atau cairan keruh

29

Page 30: Isi Makalah Case 1

Timbul/ menonjol pd kulit normal, erytema +/-

Bula lemah/ lunak: Bula hipopion

Bila bula pecah → gray-brownish, krusta hemorrhagic: Collarete

Erytematous – Erosion

Predileksi: wajah, tangan, tungkai, intertrigenous site

General bula & deskuamasi pada infant Impetigo Neonatorum

Diagnosa

Temuan klinik

Pewarnaan gram atau kultur

Diagnosis Diferensial

Dermatitis kontak alergi

Herpes simplex atau Herpes Zoster

Folikulitis bakterial

Luka bakar

Pemphigoid bullosa

Dermatitis herpetiformis

Manajemen

Pencegahan:

Benzoyl peroxide wash (soap bar)

Kristal permanganas kalicus mandi

(beri sesuai dosis, jangan sampai mewarnai kulit)

Th/ topikal: minyak mupirocin efektif terhadap S.aureus, GAS & MRSA.

Th/ Sistemik:

Eritromisin 250-500 mg q.i.d (10 hr)

40 mg/kgBB/hari q.i.d (10 hr)

Cephalexin 250-500 mg q.i.d (10 hr)

40-50 mg/kgBB/hari q.i.d (10 hr)

Kontraindikasi pada wanita hamil

Minocyclin 100 mg b.i.d (10 hr)

Ciprofloxacin 500 mg b.i.d (7 hr)

Th/ aman utk wanita hamil: Penicillin

Bila takut injeksi: ampicillin/ amoxycillin

30

Page 31: Isi Makalah Case 1

Bila alergi penicillin, beri eritromycin p.c

Kontraindikasi: Maag

FOLLICULITIS

Definisi

Pyoderma pada folikel rambut

Karakteristik dengan folikular papula, pustula, erosi atau krusta pada folikular

infundibulum (epidermis)

Bagian yang terlibat dpt sampai dalam hingga seluruh panjang folikel (Dermis &

Subkutis)

Etiologi : Staphylococcus aureus

Faktor predisposisi :

cukur rambut: janggut, axilla dan kaki

Hair extraction: menarik & menggosok

Occlusion dressing (baju ketat) ► clothing, adhesive plaster, posisi

tubuh, dll

Tempat intertriginous ► axilla, infra mammae, anogenital

Kortikosteroid topikal imunitas <<

DM & keadaan immunosuppresion (leukemia, HIV)

Klasifikasi :

1. Folikulitis superfisialis

2. Folikulitis profunda

FOLIKULITIS SUPERFISIALIS (IMPETIGO BOCKHART)

Gambaran klinik:

Banyak papul erytematous superfisialis & pustula pada muara rambut

Tempat predileksi di kulit (muka, gluteus, tungkai)

Suatu kondisi kronik yang diperberat dengan mencukur

31

Page 32: Isi Makalah Case 1

FOLIKULITIS PROFUNDA (Deep Folliculitis / Sycosis)

Gambaran klinik :

Confluent follicular pustules

Forming tender

Plaque erythematous yg tebal pd bibir atas dan area janggut ► Sycosis barbae

(bilateral)

DD/: Tinea barbae unilateral + KOH

Manajemen

Hindari dan terapi faktor predisposisi

Drainage pus dan jaringan nekrotik

Antibiotik tropikal dan sistemik

FURUNKEL & KARBUNKEL

Definisi

= bisulan =

Abses akut pd folikel rambut yg disebabkan oleh infeksi S.aureus

Furunculosis: lebih dari 1 folikel

Carbuncle : grup furunkel/ kumpulan karbunkel

Faktor Predisposisi

Chronic Staphylococcus carrier pd orificium eksterna hidung, axilla atau anus

Diabetes, obesitas dan kebersihan rendah

Gambaran Klinik

Nodul merah dan sakit

Ukuran > 1-2 cm + central necrotic plug

Nodule lembek + pembentukan abses

central pustula

Pecah atau drainage pustula membuang/ melepaskan jaringan nekrotik

Multipel & penggabungan furunkel (Big Nodule) carbuncle multiple

follicular orifices (saluran keluar) keluarkan pus

Manajemen

32

Page 33: Isi Makalah Case 1

Saat mandi gunakan sabun anti bakterial

Minyak mupirocin

Lakukan kompres panas drainage spontan awal

Insisi dan drainage abses

follicular orifices (saluran keluar) keluarkan pus

ANTIBIOTIK SISTEMIK

Dixcloxacillin 4 d.d 250-500 mg (10 hari)

Amox-clav 20 mg/kg/hr t.i.d (10 hari)

Cephalexin 40-50 mg/kg/hari

Erytromisin 40 mg/kg/hr q.i.d (10 hari)

Clarythromycin 250-500 mg b.i.d (10 hari)

Azithromycin 250 mg q.i.d 5-7 hari

Clindamycin 150-300 mg q.i.d (10 hari)

PARONYCHIA (PIONYCHIA)

Definisi :

Inflamasi akut pada lateral dan posterior lipatan kuku umumnya disebabkan

oleh infeksi Staphylococcus

Etiologi

Staphylococcus aureus

Streptococcus pyogenes

Pseudomonas aeruginosa

Gambaran Klinik

Diawali luka minor atau kerusakan kulit sebagai port d’entrée

Onset akut dan menyakitkan di daerah lipatan kuku + pus

Bengkak kemerahan dan nyeri di sekitar kuku

Infeksi menyebar ke bawah kuku abses sub-ungual nail plate loose

and distorted

Manajemen

33

Page 34: Isi Makalah Case 1

Kompres lokal dengan antiseptik solution 5 sampai 10 menit

Drainage pus dan bersihkan sisa topical antibiotic

Antibiotik sistemik

Abses sub-ungual pencabutan kuku (nail extraction)

ERYSIPELAS, CELLULITIS, & PHLEGMON

Definisi

Akut, penyebaran infeksi pada dermal dan jaringan subkutan

Karakterisasi: merah, panas, nyeri sekitar lesi, sering pada tempat bakteri

masuk

Penyebab tersering: Streptococcus pyogenes dan mikroorganisme lain yang

dapat menyebabkan gangguan sistemik hebat.

ERYSIPELAS

Dermis dan subkutan bagian atas

Batas nyata + lymphangitis

CELLULITIS

Melibatkan seluruh jaringan subkutan, difus

Infiltrate with raised + pembengkakan area

PHLEGMON

Cellulitis yang mengalami supuratif dan pecah

Etiologi

Erysipelas:

Streptococcus β haemolyticus grup A

Cellulitis:

Streptococcus pyogenes (group B Streptococci – GBS), S.aureus, H.influenzae

34

Page 35: Isi Makalah Case 1

Dermatosis Yang Mendasari

Trauma:

Abrasi, laserasi, suntikan

Gigitan: serangga, hewan atau manusia

Luka bakar

Infestasi parasit: skabies, pedikulosis capitis, phthriasis pubis

Pyoderma superfisial: impetigo, folikulitis,furunkulosis, ecthyma

Dermatophytosis: tinea pedis, tinea corporis, tinea barbae

Viral infection: herpes simplex, varicella, herpes zoster

Inflamatory dermatosis: dermatitis atopik, dermatitis kontak, psoriasis,

dermatitis stasis

Ulkus: tekanan, insufisiensi vena kronik

Gambaran Klinik

Pasien tampak sakit dengan panas tinggi dan kaku, muntah, bingung dan

delirium

Erythema unilateral pada kulit yang terlibat (muka atau kaki)

Peningkatan merah, panas, oedematous plaque, variasi ukuran + batas tegas

Area oedema kadang berkembang menjadi bula dan erosi

Komplikasi: nephritis dan septikemi

Manajemen

Penanganan medis selama kompliksi ► RS

Istirahat meninggikan tungkai bila lesi di kaki

Kompres lokal + antiseptic solution (Rivanol + Betadine)

Antibiotik sistemik: derivat penicillin (i.v) dan erythromycin

Rawat tempat pintu masuk mikroorganisme

ABSES MULTIPEL KELENJAR KERINGAT

Definisi

Infeksi sistem kelenjar keringat ekrin oleh Staphylococcus

Ditandai dengan multiple abscess pada area predileksi

Etiologi: Staphylococcus aureus

Gambaran Klinik :Umum pd infant/ anak kecil

35

Page 36: Isi Makalah Case 1

Predileksi badan, belakang kepala, gluteus

Erythematous deep seated infiltrated nodule pea walnut berukuran kecil

Bentuk kubah tanpa kuning di tengah (pusat nekrotik/ sumbatan)

Selalu multipel, timbul berkelompok, lunak → abses pus kuning

Diikuti dg pembtkn scar, rekuren pada tpt yang baru

Tak nyeri – nodul subkutaneus (Hallmark); khas

DD/ : Furunkulosis

Therapy

Antibiotik topikal dan sistemik

Mengatasi faktor predisposisi

Mandi dengan air yang suhunya sama dengan suhu tubuh

HIDRADENITIS SUPURATIVA

Sinonim : apocrinitis, hidradenitis axillaris

Definisi :

Kronik, supuratif, sikatriks pada penyakit kelenjar apokrin yang berhubungan

dengan axilla, anogenital region dan jarang pada kepala dengan pembentukan

scar.

Epidemiologi

Ras: sering pada orang kulit hitam

Umur: dari pubertas dewasa muda, climacteric

Sex: laki-laki pada anogenital, wanita pada axilla

Herediter: riwayat keluarga dg jerawat nodulocytik dan hidradenitis

suppurativa

Etiologi

Tidak diketahui, dari tempat lesi mikroorganisme patogen: S.aureus

S.aureus !!! & S.pyogenes

E.coli, Proteus mirabilis, P.aeruginosa

Faktor Predisposisi

Obesitas, hiperhidrosis, kebersihan buruk

Deodoran & menghilangkan/ mencukur rambut (depilator)

Recurrent folliculitis

Gambaran Klinik

Demam intermiten dan nyeri/ sakit nyata abses

36

Page 37: Isi Makalah Case 1

Inflamasi nodules dan kemerahan abses sembuh + fistel/ sinus

drainage purulen/ seropurulen

Fibrosis, “bridge” scars, hypertropic & pembentukan scar keloidal

Black double open comedones !!!

DD/ :

Furunkel/ karbunkel

Lymphadenitis

Scrofuloderma

Lymphogranuloma venereum

Actinomycosis

Therapy :

Sama seperti multiple abses pada kelenjar keringat

Sistemik:

Prednison/ Prednisolon oral (biasanya dicover dengan antibiotik)

Triamcinolon intra lesi

O.P: kasus kronik dan residif

Corynebacterium

1. ERYTHRASMA: et/ Corynebact. Minutissimum

2. Tichomycosis axillaris: et/ C. tenuis

3. Pitted keratolysis: et/ Corynebact spp.

Microccus sedentarius

Mycobacterium

1. LEPRA (=Morbus Hansen): et/ M. leprae

2. Tuberculosis cutis: et/ M. tuberculosis

37

NON-PYODERMA

Page 38: Isi Makalah Case 1

( Scrofuloderma; TBC cutis verrucosa dll.)

3. Atypical Mycobacterium Infection: et/ M. marinum,

M.scrofulaceum, M. fortuitum, M. chelonei, dll.

Gram (+)/(-) bacteria

1. Erysipeloid: et/ Erysipelothrix rhusiopathiae

2. ANTHRAX: et/ Bacillus anthracis

3. Pseudomonas folliculitis: et/ Pseudomonas aeruginosa

4. Gram negatif folliculitis et/ Klebsiela, Enterobachter, Proteus.

ERYTHRASMA

Definisi

Infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum

Terkena pada intertriginous area dari jari kaki, lipat paha dan axilla

Bentuk Makula erythematous (= Red Spot )

Etiologi

Corynebacterium minitussismum

Batang gram (diphtheroid); merupakan flora normal

Produce porphyrin + wood’s light warna coral-pink

Faktor Predisposisi

Diabetes

Iklim sedang dan panas

Oklusi pd kulit yang memanjang

Maserasi

Gambaran Klinik

Asymptomatic atau gatal ringan

Well defined, brown discoloration patch + fine, bersisik, permukaan berlipat/

berkerut, pada intertriginous area seperti lipat paha, axilla dan di bawah

mammae, kadang-kadang menyebar ke badan dan tungkai

Antara jari kaki scaling, fisura dan maserasi

38

Page 39: Isi Makalah Case 1

Manajemen

Pencegahan: cuci dengan Benzoyl Peroxide (bar)

Lokal dan topikal

Imidazoles atau sodium fusidate

Benzoyl peroxide gel 7 hari

Erythromycin sol b.i.d 7 hari

Sistemik: +erythromycin 250 mg q.i.d 14 hari p.o (bila sudah melebar dan

membandel)

TRICHOMYCOSIS AXILLARIS

Definisi

Infeksi Corynebacterium pada axilla atau rambut pubis

Etiologi : Corynebacterium spp.

Contohnya: C.tenuis

Gambaran Klinik

Sering ditemukan tanpa gejala pada laki-laki muda dengan kebersihan yang

buruk

Melekat bahan kekuningan sekeliling rambut axilla

Manajemen

Menggunting/ mencukur rambut yang terkena

Berikan 1% aqueous formalin atau Benzoat Acid compound

Untuk mencegah kambuh, cuci area tersebut setiap hari dengan sabun.

PITTED KERATOLYSIS

Definisi

Kelainan pada ketebalan keratin kulit pada plantar kaki dengan pengikisan

yang membentuk lubang dengan kedalaman yang berbeda, umumnya

berhubungan dgn pedal hyperhydrosis = Kutu air=

Etiologi : - Corynebact. Spp.

- Micrococcus sedentarius

Gambaran Klinik

Umumnya asimtomatik, gatal ringan, terbakar dan tenderness

39

Page 40: Isi Makalah Case 1

Lubang 1-8 mm pada stratum corneum

Lubang mempunyai ciri tersendiri, confluent daerah erosi/ terkikis luas

Berwarna putih saat stratum corneum seluruhnya basah (Fully Hydrated)

Distribusi pada jaringan/ sela jari kaki, tumit

Manajemen

Cuci dengan sabun benzoyl peroxide

Kurangi keringat dengan bedak aluminium chlorida (Zeasorb)

Topikal:

Preparat Benzoyl Peroxide

Cream Erythromycin

ACNE VULGARIS

Sinonim

• Acne vulgaris; Pimple; Comedo

• Jerawat; kukul

Definisi

• Penyakit peradangan kronik dari unit pilosebasea disertai penyumbatan &

penimbunan keratin terutama di muka, leher, dada & punggung, ditandai ada komedo,

papel, pustul, nodulus, kista & sikatriks.

Epidemiologi

• 90% masa pubertas (15-19 tahun)

♂ = ♀

• Jarang pada orang dewasa

• Pada usia lanjut dapat

Anatomi & fisiologi kelenjar sebaseus

40

Page 41: Isi Makalah Case 1

• Kel sebaseus tdpt di seluruh tubuh kecuali telapak tangan & kaki, glans penis &

korona penis

Terutama paling banyak dan besar-besar garis tengah punggung, dahi, kulit

kepala, muka & anogenital

Dahi, pipi dan dagu 400 -900 per cm2 (± 5000)

Daerah lain 100 per cm2

• Jenis holokrin krn sebum dihasilkan dgn cara disintegrasi sel-sel kelenjar (dinding) yg

menghasilkan sebum & lemak kulit (epidermis), yg keluar melalui duct pilosebaseus

• Sebum antara lain adalah: skualen, ester malam, trigliserida

• Lemak tubuh antara lain adalah: ester sterol, kolesterol, as. lemak bebas

Faktor predisposisi

• Belum diketahui dengan lengkap

• Pasti multifaktorial yaitu:

1. Faktor genetik

Family

Kromosom XYY nodulokistik

2. Faktor rasial

Orang Jepang > Orang Caucasoid

Di AS: Causacoid 5% dan negro 0.5% (pada umur 15 – 21 tahun)

3.Faktor haid

60-70% lesi aktif pada haid

4. Faktor endokrin

Hormon androgen !!!

Castrasi acne (–) !

Agenesis ovarii & ovarektomi (sblm dewasa) acne ?

Hormon estrogen acne ↓

Hormon progesteron acne ↑ ?

Hormon gonadotropin, hormon adenokortikosteroid & TSH acne

5. Faktor makanan

Lemak, coklat, kacang, susu, keju acne (+) ?

41

Page 42: Isi Makalah Case 1

6. Faktor musim

musim dingin acne ↑

suhu tinggi dan lembab acne ↑

sinar UV scaling acne ↓

summer (60% baik, 20% buruk o.k keringat)

7. Faktor Sebum ↑: o.k kel sebaseus ↑

8. Faktor bahan kimia:

kontak minyak mineral & bahan aknegenik klorakne

9. Infeksi bakteri:

Corynebacterium acnes (= P. acne) Staphylococcus epidermidis

Hidrolisis TG menghasilkan asam lemak bebas + gliserol

Hasil pemecahan ini menimbulkan comedo

10. Kosmetika Akne kosmetika

Moisturizers, foundation

11. Trauma

Gesekan, tekanan, peregangan dan cubitan kulit akne mekanika

12. Lain-lain (dahulu)

Kurang tidur, konstipasi

Patogenesis

1. Penyumbatan duktus pilosebaseus, penimbunan keratin akibat proliferasi epitel

2. Peningkatan produksi sebum o.k hormon androgen

3. Perubahan susunan lemak permukaan kulit

Peningkatan as. lemak bebas, skualen, as, sebaleik komedogenik

4. Kolonisasi kuman dalam folikel sebaseus

Trigliserida + lemak lain karena pengaruh C.acnes mengalami lipolisis menjadi asam

lemak bebas

42

Page 43: Isi Makalah Case 1

Kelenjar sebaseus karena mempengaruhi hormon androgen h. Testosteron 5 DHT

mengalami hiperplasia & hipertrofi.

Pengaruh enzim lipase, lemak TG. dihidrolisis menjadi FFA & gliserol penyebab abn.

keratinisasi Retention Hyperkeratosis Mikrokomedo

Mikrokomedo

• Komedo tertutup

(Closed Comedo; White Head)

• Komedo terbuka

(Open Comedo; Black Head)

Simptomatologi

• Keluhan Kosmetik (+)

a. Komedo primer

Komedo sekunder

o Kista

o Polyporus comedone (akne konglobata)

b. Papul

o Rad (–)

o Rad (+)

o Resolving phase

c. Pustul

o Superfisial hiperpigmentasi post-inflamasi

o Profunda scars

d. Nodulus

o Kadang + krusta

o Pada komedo tertutup

e. Sekuele (parut - akne)

43

Page 44: Isi Makalah Case 1

o Keloid hipertrofi (keloid bridging)

o Superficial atrophic scars

Penatalaksanaan

Prinsip umum

– Cegah pembentukan komedo peeling agents

– Cegah infeksi sekunder antibiotika

– Percepat resolusi lesi CO2 padat, sinar UV

Iritan: resorsinol, sulfur, phenol, dll

Perawat kulit (skin care)

– Cuci muka + sabun & air hangat secara teratur

– Tidak dipegang, dikorek & dipijat dgn tangan

– Cegah kosmetik berminyak & pelembab

– Hirup udara segar & gerak badan teratur

– Hindarkan cuci muka >> (6-8 x sehari) + sabun keras

– Sabun bakteriostatik a.l heksaklorofen, trikarbanilid atau Sebamed

Nasehat makanan

– Makan bebas cukup & seimbang

– Banyak makan sayur & buah

– Ada hub lemak & kalori >>

– Anamnese: thdp makanan merangsang hindarkan

Pengobatan

TOPIKAL

ORAL

ORAL DAN TOPIKAL

TINDAKAN KHUSUS

44

Page 45: Isi Makalah Case 1

Prinsip pengobatan:

To Prevent and minimize scarring formation

Pengobatan topical

Zat-zat gol. Kemikal bahan iritan

– Sulfur (4-8 %)

– Resorsinol (1-5 %)

– Asam salisilat: > 3% keratolitik

– Benzoil peroksida (2,5 – 10 %)

– As vitamin A (0,025 – 0,1 %) (as. Retinoat, Tretinoin)

– As. Azeleat (15 – 20 %)

– Adapalene

– As. Glikolat (3-8 %)

Zat-zat golongan fisikal

– Sinar UV

– Cryo Slush (CO2 padat, N2O cair)

– Sinar & Superfisial

Zat – zat antibakterial (antibiotika)

– Eritromisin (Erymed, Eryderm )

– Tetrasiklin

– Klindamisin (Dalacin T; Mediklin )

– Kinolon (Acuatim )

Zat-zat hormon:

45

Page 46: Isi Makalah Case 1

– Kortikosteroid, max 1 bulan, lesi meradang (betametason 17 valerat,

fluosinolon)

Pengobatan Oral

• Antibiotika

– Tetrasiklin (oksi-tetrasiklin, chlor-tetrasiklin)

4 x 250 mg/ hr selama 3-6 minggu

1 x 250 mg/ hr (6 – 8 minggu)

– Eritromisin (stearat, etilen suksinat)

– Doksisiklin 2 x 100 mg – 1 x 100 mg

– Minosiklin 2 x 100 mg – 1 x 100 mg

– Linkomisin 3 – 2 x 250 mg

– Klindamisin 2 x 300 mg/ 3 x 150 mg

• Hormon

– Estrogen (etinil estradiol, mestranol)

– Kortikosteroid (di tapering off)

• Lain-lain:

– Vit A 50.000 – 100.000 IU/ hari

– Retinoid 3 Cis-retinoic acid

– DDS (Dapsone) – Diamino Difenil Sulfone

– Anti androgen (klormadinon asetat, siproteron asetat)

Pengobatan Oral & Topikal

• Tetrasiklin oral + asam retinoik topikal

• Tetrasiklin oral + lotio kummerfeldi (sulfur lotio)

Tindakan Khusus

• Komedo ekstraksi

• Electrodesiccation

• Insisi & drainase acne konglobata

• Eksisi untuk kista, komedo poliporus

46

Page 47: Isi Makalah Case 1

• Dermabrasi parut akne

• Kortikosteroid intra lesi triamsinolon

(Percepat resolusi lesi meradang & cegah parut nodul, kista, scar hipertrofi

Diagnosis Diferensial

• Erupsi akneiformis

• Rosacea

• Perioral dermatitis

• Adenoma sebaceum

• Molluscum contagiosum

• Verruca plana

Prognosis

• Ad vitam baik

• Ad sanationam baik – sembuh sendiri usia lebih dari 25 tahun, kecuali faktor

genetik

Diet pada penderita Acne

Pantang Dikurangi

Keju

Kacang mete

Kacang tanah

Durian

Alpukat

Susu

Mentega

Santan kelapa

Pedas

Makanan mengandung banyak lemak

47

Page 48: Isi Makalah Case 1

Coklat

Es krim

Daging kambing, daging babi

Goreng-gorengan

Perawatan Muka (pada penderita Acne)

Langkah I

Pagi cuci muka dengan sabun baby/ sabun khusus, bersihkan/ kompres dengan acne

freshener/ cleansing lotion. Kemudian pakai cream/ lotion/ med.acne lotion dan bedak (acne

face powder, bedak baby, bedak marcks’)

Langkah II

Siang sesudah bepergian dan malam sebelum pakai obat, bersihkan muka dengan

sabun lalu dengan cleansing milk. Kemudian dilap sampai bersih dengan handuk yang

dibasahi air, lalu bersihkan dengan cleansing lotion

Langkah III

Sewaktu istirahat siang wajah tidak perlu pakai apa-apa

Langkah IV

Malam: pakai obat (salep, cream, gel, dll) selama 2 sampai beberapa jam sesuai

petunjuk dokter. Bersihkan dengan air. Pakai med acne lotion (bedak kocok) sampai pagi

PENYAKIT PARASIT HEWAN PADA MANUSIA

48

Page 49: Isi Makalah Case 1

Pendahuluan

• Penderita penyakit kulit di Indonesia tinggi

• Menkes RI: no.3 setelah: penyakit saluran pernapasan dan penyakit saluran

pencernaan

• Skabies & pedikulosis (ektoparasit) merupakan penyakit rakyat

• Zainal Hakim, dkk (1978):”Skabies No.1 di RSU Dr. Jamil, Padang”

• Siti Aisah

– (1981 & 1982): “Skabies No.2 di Subbag kulit anak, RSCM Jakarta”

– (1986 – 1988): “Peringkat sama, setelah dermatitis”

– Segi epidemiologi: penting, sangat menular epidemi

– Gatal hebat produktivitas kerja menurun

– Willcox (1981): Skabies & pedikulosis STD (PHS/ PMS)

– Perlu dikenal & didalami pengobatan tepat & pemberantasan tuntas

Manifestations of Parasites Infestation

• Insects

Hymenoptera Bee & wasp stings;

Ants bites

Lepidoptera Caterpillar dermatitis

Coleoptera Blister from cantharidin

Diptera Mosquito & Myasis

Aphaniptera Human/animal fleas

Hemiptera Beg bugs

Anaplura Lice infestations

Ref: J.A.A. Hunter et all; Clinical

Dermatology

49

Page 50: Isi Makalah Case 1

• Mites

Demodex folliculorum normal flora

of facial hair follicles

Sarcoptes scabei Human/animal

scabies

Food mites Grain itch, grocer’s itch

House dust mite Possible role in

atopic eczema

Cheyletiella Papular urticaria

Ticks Tick bites; ricketsial vector

infections & erythema migrans

Sinonim

• Scabies; “Itch Mite”

• Gudik, kudis, penyakit A Go Go

Definisi

• Penyakit kulit menular akibat infestasi & sensitisasi thdp tungau Sarcoptes scabiei

serta produknya berada dalam terowongan lapisan tanduk pada tempat predileksi

Etiologi

• Sarcoptes (Acarus) scabiei var.hominis

• Phylum Arthropoda; Class Arachnida; Ordo Acarina; Famili Sarcoptidae

Parasitologi

• Sarcoptes scabiei = tungau atau kutu yang kecil, transulen

• Bentuk bulat lonjong, konveks bagian dorsal & pipih bagian ventral

• Ukuran:

– ♀= 0,20 – 0,25 mm

50

SCABIES

Page 51: Isi Makalah Case 1

– ♂= 0,33 – 0,45 mm

• 4 pasang kaki

– 2 depan + alat isap

– 2 belakang + bulu keras

• Jantan dan betina berkopulasi. Stlh kopulasi jantan mati. Mati enak niyee !?

• Betina membuat terowongan, lalu bertelur 2 – 5 butir/ hari lalu mati

• Siklus hidup

Telur larva nimfa sarkoptes dewasa (tiap siklus berlangsung selama +/- 3

hari)

Epidemiologi

• Kosmopolit t.u di daerah tropis & subtropis

• Insiden tinggi pd masy sos-ekonomi kurang dan hygiene buruk

• Endemis epidemis

Cara Penularan

• Kontak langsung lama-erat; seksual (STD or STI)

• Kontak tak langsung alat-alat rumah tangga, Kasur, pakaian, dll

Simtomatologi

• Keluhan utama: - gatal hebat t.u malam hari

(= Pruritus nokturna )

• Predileksi:

– Sela jari tangan & kaki, ekstensor ekstremitas

– Lipat ketiak, sekitar pusar dan ikat pinggang

– Daerah genital dan bokong

– Pada bayi seluruh tubuh !!

• Efloresensi: gambaran polimorf, kecuali infeksi sekunder

51

Page 52: Isi Makalah Case 1

– Papulo-vesikulae

– Erosi & ekskoriasi + krustae

– Khas: kunikulus (terowongan) di lapisan korneum

Komplikasi penyulit diagnosis

Infeksi sekunder

Pustulae

Folikulitis

Furunkulosis, dll

Pengobatan sendiri a.l dermatitis kontak

Diagnosis

• Ideal

– Temukan terowongan pada kulit

– Buktikan adanya sarcoptes dewasa, larva dan telur

• Praktis: atas dasar keluhan + data klinis

– Gatal hebat malam hari

– Anamnesis keluarga

– Efloresensi polimorf pada tempat predileksi

Diagnosis Banding

• Pitiriasis rosea

• Liken planus

• Pedikulosis korporis

• Pioderma

• Prurigo

Terapi

52

Page 53: Isi Makalah Case 1

1. Umum

– Kebersihan perorangan

– Kebersihan lingkungan

– Obati keluarga & kontak personal

2. Anti Skabies

• obat tidak toksis & tidak iritatif

• membunuh semua stadium

• Preparasi belerang (4 – 10%)

• Emulsi benzil benzoas (15-25%)

• Gama benzen heksa klorida ( ½ - 1%)

• Krotamiton 10%

• Permethrin 5%

3. Antibiotika: bila ada infeksi sekunder, dermatitis

Bentuk-bentuk Klinis Scabies

1. Scabies Impetigenisata scabies + infeksi sekunder

2. Scabies pada bayi seluruh tubuh + infeksi sekunder

3. Scabies hewan pada peternak anjing, kucing, ayam, babi, kuda, dll

4. Scabies bentuk STD pada genitalia orang dewasa

5. Scabies nodular nodul post scabies

6. Scabies norwegika atau scabies hiperkeratotika (Norwegian scabies; Hyperkeratotic

scabies; Crusted Scabies) akibat penurunan respons imunologik tubuh

Antara lain:

• malnutrition

• kelainan neurologik: mongolism

• kelainan immunologik: terapi steroid/sitostatik AIDS, T-cell leukemia

• penderita lepra

Prognosis

• Dengan terapi adekuat baik kecuali ada kelainan immunologik

53

Page 54: Isi Makalah Case 1

Obat-obat anti scabies

1. Salap 2-4

• Murah dan aman

• Tidak bunuh telur

• Bau belerang iritasi

• Minimal 3 hari

2. Benzil benzoas emulsi 20%

– Efektif utk semua stadium

– Iritasi gatal >

– Jangan diberi kpd anak < 6 tahun

– 3 malam

3. Scabicid, Scabex

– Efektif semua stadium

– Neurotoksik (SSP)

– Jangan diberi kpd anak-anak dan wanita hamil

– 2 malam

4. Crotaderm, eurax

– Anti gatal

– Anti bakteri

– Iritasi mukosa

5. Nix

– Obat baru

– Paling aman dan efektif

Sinonim: Pediculosis; Phthiriasis

54

PEDIKULOSIS

Page 55: Isi Makalah Case 1

Definisi:

• Penyakit kulit menular akibat infestasi pedikulus (tuma), sejenis kutu yang hidup dari

darah manusia, pada rambut kepala & kemaluan atau baju, memberi keluhan gatal

akibat gigitannya

Etiologi ada 2 jenis yaitu:

1. Pediculus humanus

• Var. Capitis = Pedikulosis kapitis (Head Louse; tuma kepala)

• Var. Corporis = Pedikulosis korporis (Body louse; tuma badan)

2. Phthirus pubis = Phthiriasis pubis (Crab louse; tuma kemaluan)

Epidemiologi

• Tuma parasit obligat manusia

• Kosmopolit tidak dipengaruhi musim

• Insiden: kebersihan << (org dan lingk), sos ekonomi <<

• Penularan

– Kontak langsung erat (tmsk STD)

– Melalui alat-alat a.l topi, sisir, tempat tidur, dll

• Di EROPA tuma sebagai vektor dari:

– Ricketsia: Tifus epidemik, demam parit

– Spirochaeta (Borrelia recurrentis) menyebabkan demam berulang

PEDIKULOSIS KAPITIS

Sinonim:

Pediculosis capitis; Penyakit tuma kepala

Etiologi:

Pediculus humanus var. capitis (Head louse)

55

Page 56: Isi Makalah Case 1

Insiden:

Anak dan wanita berambut panjang

Simtomatologi:

Gatal digaruk lalu infeksi, keluar serum terjadi infeksi sekunder dan timbul

impetigo atau furunkulosis

Predileksi di regio occipital & post-auricular

Rambut kering & tak mengkilap

Jika bernanah + krusta + bau busuk Plica polonica (rambut gimbal)

Diagnosis:

– Gatal pada predileksi

– Telur/ tuma (diagnosis pasti)

– Impetigo; furunkulosis + KGB > pada anak

DD/:

– Pioderma

– Tinea kapitis

– Dermatitis seboroika

– Hair casts

– Trichorrhexis nodosa

Penatalaksanaan:

(hilangkan/ basmi kutu dan telurnya)

– Umum: jaga kebersihan rambut cukur

– Topikal:

• emulsi/ bubuk DDT 5 – 10%

• emulsi benzyl benzoas 20 – 25%

• Gameksan 0,5 – 1%

• Gama Benzen Hexachloride 1%

56

Page 57: Isi Makalah Case 1

• Bubuk malathion 1%

– Sistemik: antibiotika/ kemoterapeutika infeksi sekunder

PEDIKULOSIS KORPORIS

Sinonim:

Vagabond’s disease; penyakit kutu badan

Etiologi:

Pediculus humanus var. capitis (Body Louse)

Simtomatologi:

– Gigitan menyebabkan bintik merah di dada & perut, bahu & punggung

– Papel urtika + gatal hebat

– Erosi & ekskoriasi + infeksi sekunder

– Likenifikasi dan hiperpigmentasi Vagabond’s disease (kronis, kering, pada

orang tua, kebiasaan menggaruk)

Diagnosis:

– Rasa gatal hebat

– Lesi-lesi di predileksi

– Kutu & telur + pakaian

DD/ :

– Skabies

– Pioderma

– Gigitan kutu busuk (Bed bugs; kutu bangsat)

Penatalaksanaan:

– Umum : pakaian & peralatan tempat tidur direbus, autoklaf (> 60C, 15’),

fumigasi (Metil bromida)

– Obat-obat: insektisida

• Bedak DDT 10% tuma

• Bedak BHC 1% dewasa & telur

• Bedak malathion 1%

57

Page 58: Isi Makalah Case 1

PHTHIRIASIS PUBIS

Sinonim:

Pediculosis pubis; penyakit Tuma kelamin

Etiologi:

Phthirus pubis (Crab louse)

Insiden:

Dewasa muda (seksual aktif)

Simtomatologi

– Gigitan papel kecil + krusta gatal hebat !!!

– Gigitan juga mengeluarkan liur yang mengubah bilirubin menjadi biliverdin.

Maculae caerulae: bercak biru abu-abu, bulat, 3 – 15 mm, ditekan tak hilang

– Predileksi: regio genital & perianal yang berambut, rambut ketiak, alis/ bulu

mata

– Penularan: kontak seksual, alat-alat (tempat tidur, handuk)

Diagnosis:

– Gatal hebat !!! (biasa pada malam hari) predileksi

– Maculae caerulae

– Tuma & telur

Diagnosis diferensial:

– Skabies

– Dermatitis kontak + infeksi

Penataksanaan:

– Cukur rambut pubis + obat sesuai P.kapitis

– Untuk bulu mata + sol isoflurofanat 0,025%

Gunakan forsep (pinset) alis/ bulu mata

– Obati partner sex

LARVA MIGRANS (= Creeping Eruption)

58

Page 59: Isi Makalah Case 1

Larva Migran Cutan

Sinonim:

Cutaneus Larva Migrans, Sand Worms Eruption, Creeping Eruption

Etiologi:

– Ankilostoma brasiliense

– Ankilostoma caninum

– Ankilostoma duodenale

– Necator americanus

– Strongyloides sterconalis

Epidemiologi

– Daerah tropis & subtropis tanah pasir a.l pantai, pertambangan

– Faeces + telur larva lesi kulit (di bawah stratum Basale)

Simtomatologi

– Papel gatal (port d’entre) digaruk terjadi migrasi larva ke sub-epidermis, lalu

membuat terowongan berkelok-kelok

– Lesi serpiginosa + eritematosa bekas hiperpigmentasi

– Vesikulasi pecah skuama

Larva Migran Visceral

Etiologi

– Toxocara canis & Toxocara cati

– Ascaris lumbricoides

Simtomatologi

– Lesi papular & urtikaria

– Granuloma milier pada hepar & hepatomegali

– Eosinofilia & hiperglobulinemia

Penatalaksanaan

– Thiabendazole 50 mg/ kgBB/ hari 2 x sehari/ oral (2-3 hari)

59

Page 60: Isi Makalah Case 1

– Bedah beku klor etil, CO2, N2 cair

– Bedah kimia (kaustik) asam triklor asetat

– Bedah listrik elektro-kauterisasi

AMUBIASIS KUTAN

Etiologi

Entamoeba hystolitica

Epidemiologi

– Insiden jarang

– Frekuensi < daerah endemis, disentri amuba

Patogenesis

1. Primer: genitalia eksterna, akibat PMS

2. Sekunder: penjalaran amubiasis dari tempat lain misalnya fistula akibat amubiasis hati

& disentri amuba

Simtomatologi

– Ulkus kronis, fagedenis yang nyeri tak sembuh-sembuh

– Batas tegas & dikelilingi cincin eritema

– Dasar banyak eksudat & hemo-purulen

– Di abdomen, gluteal, genitalia & bekas operasi perut

Diagnosis

– Kerokan lesi pewarnaan gram & preparat basah

– Pemeriksaan faeces

– Biopsi & pemeriksaan PA

– Tes serologi

Penatalaksanaan

• Emetine HCl 1 mg/kgBB/ hari dosis max 60 mg/ hari I.M

• Diiodo-hidroksikinolin 3 x 650 mg/ oral/ hari 20 hari

• Metronidazole 3 x750 mg/ hari 10 hari

• Topikal: kompres rivanol & PK

60

Page 61: Isi Makalah Case 1

• Antibiotika untuk infeksi sekunder

PENYAKIT INFEKSI VIRUS PADA KULIT

HERPES SIMPLEX

Sinonim

• Fever blister

• Cold sore

• Herpes febrilis

• Herpes labialis

• Herpes genitalis

Definisi

• Infeksi akut disebabkan oleh VHS (Virus Herpes Simplex Hominis), terutama daerah

mukokutan, lesi berupa vesikulae berkelompok di atas dasar kulit eritematous

( ± oedem)

• Sembuh sendiri dan cenderung rekurens

Etiologi

• Virus Herpes Simplex 2 tipe (= Herpes Simplex Virus Hominis)

Tipe 1 : Herpes simplex labialis

Tipe 2 : Herpes simplex genitalis/progenitalis

Simptomatologi

2 manifestasi klinis :

• Herpes simplex infeksi primer (Initial)

• Herpes simplex rekurens (Residif)

HERPES SIMPLEX LABIALIS

a. Infeksi Primer (=Initial)

Orang dengan antibodi VHS (-) sakit ± 3 mgg

Gejala sistemik: demam, malaise & anorexia

61

Page 62: Isi Makalah Case 1

Efluor.: vesikulae berkelompok di atas kulit yg eritematus & sembab,

keruh seropurulen

Krusta/ ulserasi sembuh tanpa sikatriks

Fase laten VHS ggl dorsalis ggl Trigeminal

ggl Sacralis

+ Faktor Pencetus

H.L Rekurens

Epidemiologi

Cara Penularan

62

Page 63: Isi Makalah Case 1

Langsung Tidak Langsung

Ciuman, hubungan sex Alat terkontaminasi

Pada anak 1 – 5 tahun

Bayi > 6 bulan

ATAS VHS I Non genital Dewasa

------------------ PINGGANG ---------------- GENITAL

Dewasa

BAWAH VHS II Non genital Bayi

neonatal (dari ibu)

b. H.S.Labialis Rekurens (Ulang)

Gejala Sistemik (-)

Klinis lebih ringan

HERPES GENITALIS

• P.H.S (STD/STI)

• Adolesens & dewasa muda

• Neonatus; dari ibu

• Faktor imunologis berat/ ringan

• Praktek Seksual :

63

Page 64: Isi Makalah Case 1

– Genital

– Mulut

– Anus

Herpes genitalis infeksi primer

Predileksi

Pria : - Preputium, glans / batang penis

- Urethra, scrotum

- Proktitis homo

Wanita : - Vulva, vagina

- serviks, urethra

- Mulut orogenital

• Masa tunas: 2 – 5 hari

• Efloresensi vesiculae di kulit eritematus, ulserasi dangkal yang nyeri /panas

– Sekitar uretra. + kena urin

– Infeksi sekunder genitalia (♀)

Herpes Genital Rekurens (7-10 hari)

• Gejala klinis lebih ringan

• Onset lebih pendek

• Rekurensi oleh karena:

Trauma fisik

Trauma psikis/stres

Rangsangan makanan/ minuman

Diagnosis

Anamnesis & klinis

Apusan Tzanck (Giemsa/ Wright)

Antibodi VHS (IgM ; Ig G)

64

Page 65: Isi Makalah Case 1

Isolasi & identifikasi virus

Biak

Diagnosis Diferensial

• Impetigo vesiko bulosa

• Ulkus durum

• Ulkus mole

• Primer afek LGV (sepintas)

VARISELA

Sinonim

• Varicella ; “Chicken Pox”

• Cacar air ; “ Waterpoken”

Definisi

Infeksi akut primer oleh virus varisela zoster yang menyerang kulit & mukosa, disertai

dgn gejala konstitusi, kelainan kulit khas – erupsi vesikel terutama di bagian sentral

tubuh.

Etiologi

• Virus Varisela – Zoster (=Virus DNA ; golongan Herpes Virus)

Patogenesis

• Infeksi primer penderita rentan

• Penularan aerogen tract.respiratorius

Oropharing

Epidemiologi

65

Page 66: Isi Makalah Case 1

• Kosmopolit

• Tanpa perbedaan ras

• Insidens pada anak-anak lebih besar

Klinik

• Masa tunas 14 – 21 hari nyata

• Gejala prodromal (2 -3 hari)

Pada anak kecil lebih ringan

Anak besar + penderita dewasa lebih nyata

Makula – papula 8 – 12 jam vesikulae + delle pustul krusta 1-3 minggu

sikatriks.

Vesikel baru polimorf

Panas & menetap infeksi sekunder : furunkulosis, erisipelas, selulitis

Komplikasi

• Ensefalitis

• Pneumonia

• Glomerulo-nefritis

• Karditis

• Hepatitis

• Keratitis & Vesicular Conjunctivitis

• Orchitis

• Perdarahan mukosa

Diagnosis

Terutama gambaran klinis dibantu

1. Distribusi umur : anak & dewasa muda

orang tua sakit berat

66

Page 67: Isi Makalah Case 1

2. Tanda prodromal ringan

3.Sumber infeksi & masa tunas ± 10 – 20 hari

4. Morfologi :

– Timbul vesikel-vesikel bergelombang

– Penyebaran sentrifugal

– Telapak tangan dan kaki (-)

Laboratorium Pembantu Diagnosis

– Percobaan TZANCK sel datia + inti >

– S.A. kerokan dasar vesikel + pewarnaan Giemsa

Histopatologi

– Vesikula intra epidermal / unilokuler o.k. degenerasi balon

– Sel datia + badan inklusi Lipschutz

Therapy

Therapy Umum

Istirahat

Diet TK/ TP

Higiene kulit mandi P.K.

Disinfektan

Therapy Obat-obat : Non spesifik simtomatik

Cegah vesikel pecah

Topikal

Bedak salisil

Losio kalamin

Oral

Anti piretik panas

Anti histamin gatal

67

Page 68: Isi Makalah Case 1

Antibiotik infeksi sekunder

Anti viral

Asiklovir (stadium dini)

Adenin arabinosin

Prognosis

• Baik, kecuali penderita gangguan imunitas (leukemia, limfoma, AIDS)

• + perawatan baik dan teliti jaringan parut minimal

Perbedaan Variola dengan Varicela

Variola Varicela

Etiologi Virus Pox Virus Varicela – Zoster

Klinis :

MT

Konstitusi

Erupsi

Efl

12 hari

akut:sakit berat ; Hiperpireksia

Sentripetal (muka & ekstremitas)

Jarang pada lipatan

Selalu lesi + di telapak tangan &

kaki

Monomorf, Umbilikasi +

Selalu pustel

Selalu sikatriks

Kulit sekitar lesi bengkak

14-21 hari

prodromal 2-3 hari ; subfebril,

lesu

Sentrifugal (badan lengan /

tungkai atas)

Sering pada lipatan

Jarang, hampir tak pernah

Polimorf (kadang umbilikasi +)

+ infeksi sec pustel

tak selalu ada sikatriks

hanya eritem

68

Page 69: Isi Makalah Case 1

P.A - vesikel multiokuler

- badan inklusi pada sitoplasma

“Guaneri”

Unilokuler

Pada nucleus “Lipshutz)

Involusi Penyembuhan 1 bulan

Harus karantina

1-2 minggu

HERPES ZOSTER

Sinonim

• Shingles

• Cacar saraf ; Cacar ular (Tjoa)

Definisi

• Radang kulit akut ditandai lesi khas vesikel berkelompok di atas dasar kulit

eritematus, sepanjang persarafan sensorik sesuai dematom; Unilateral

Etiologi

• Virus Varisela-Zoster

• Penularan secara aerogen

Patogenesis

3 teori ::

1. Reinfeksi : imunitas ↓

2. Reaktivasi: virus laten Tumor/ TBC

3. Infeksi langsung dermatom

69

Page 70: Isi Makalah Case 1

Klinis

• Prodromal 3 – 5 hari, lesu ; subfebril

• Hiperestesi, panas & nyeri tusuk-tusuk dermatom

• Efl. eritema + papel 7 hari vesikel berkelompok menjadi

• Sp bula pecah Erosi

Ulkus

• K.G.B biasanya membesar

• Predileksi :

– Muka & badan

– Unilateral

– Kadang bilateral Herpes Zoster Aberantes

• KHAS !!!!

Lesi dalam 1 dermatom = POLIMORF

Lesi dalam 1 kelompok = MONOMORF

Bentuk Klinis

• H.Z. Varicelliformis : H.Z + varisela = H.Z. Generalisata / Diseminata

• H.Z. Haemorhagic

– Orang tua + keadaan umum jelek

– Penyakit kronis (leukemia, limfoma)

• H.Z. Thoracalis : TERSERING

• N. Trigeminus :

• H.Z. Opthalmicus MRS

• H.Z. Maxillaris

• H.Z. Mandibularis

• N. Facialis

• C2 ; L2

Ganglion Geniculatum (N.VII)

• H.Z. Oticus = RAMSAY HUNT Syndr .

• Antara lain:

70

Page 71: Isi Makalah Case 1

Vesikel liang telinga luar & palatum post & uvula

Paralisis N. VII (sensoris)

Lagofthalmus

Tinitus, vertigo, pendengaran ↓

Diagnosis

Gambaran klinis khas mudah

Diagnosis Diferensial

– Dermatitis kontak

– Herpes simpleks zosteriformis

Laboratorium

– TZANCK test : kerokan dasar vesikel + giemza sel datia berinti banyak

Therapy

Umum : istirahat, simtomatis, cegah infeksi sekunder, obat anti virus

Lokal : Salicyl talc, Zalf antibiotik, Desinfektan

Prognosis

• Baik ;

• Orang tua lemah

MOLLUSCUM CONTAGIOSUM

Sinonim

MOLUSKUM KONTAGIOSUM

Kutil bulat ( anak-anak)

Definisi

Penyakit infeksi virus di kulit & selaput lendir, ditandai adanya papel-papel dan cekungan

di tengah berisi massa putih (Badan Moluskum)

Etiologi

• Virus Molluscum contagiosum (Pox Virus)

• (Virus DNA ; terbesar ± 300 nm)

Epidemiologi

71

Page 72: Isi Makalah Case 1

• Penularan kontak langsung :

Kontak erat orang dewasa (PHS)

Auto inokulasi

• Penularan tak langsung :

Benda digunakan penderita

Kolam renang, dll

Insiden

Anak2 ± 5–10 th

♂ > ♀

Simptom

• Papulae (milier lentikuler) tersebar, diskrit,

• 2 – 5 mm

• 1½ cm – GIANT MOLUSCUM

• Khas bulat, menonjol, bentuk kubah + “delle”

• Warna putih abu-abu/ merah muda (spt daging)

• Konsistensi kenyal lunak

• Pijat massa putih – kuning ( = beras)

• Menetap berbulan2 tahun2 cenderung banyak kadang2 regresi sendiri

sembuh

Masa tunas :

• 14 – 60 hari (2 minggu – 2 bulan)

Predileksi

• muka, badan & ekstremitas

• pubes, genital & perineum (pd orang dewasa)

• kdg2 mukosa bibir, lidah, conjunctiva

Diagnosis

• Klinis yang khas

• Histopatologi

Diagnosis Diferensial

72

Page 73: Isi Makalah Case 1

• Lichen Planus

• Veruca Vulgaris

• Epithelioma

• Kerato Achantoma

Therapy

• Prinsip!! Keluarkan massanya (moluscum bodies) dengan:

– Ekstraktor komedo, kuret, jarum + chlor etil

– Elektro-kauterisasi

– Bedah beku

Prognosis

Baik

Berantas seluruh lesi residif (-)/ jarang

VERUCCA VULGARIS

Sinonim

Veruka Vulgaris ; Wart ; Kutil

Definisi

Tumor jinak kulit & selaput lendir, karena hiperplasia epidermis, akibat virus papiloma

humanus

Etiologi

• Human Papilloma Virus (Papova-Virus)

• (Virus DNA ; Famili Papova Viridae)

Epidemiologi

– Kosmopolit

– Transmisi

• Kontak kulit

• Auto inokulasi

– Tergantung jenis kutil anak ; dewasa

Symptom

• Papel/ nodul, ukuran bbrp macam - ± 1 cm

73

Page 74: Isi Makalah Case 1

• Batas tegas, warna kulit – coklat

• Permukaan verukosa

• Konfluens bentuk tak teratur

BENTUK KLINIS

1. Veruka Vulgaris (= Common Wart)

– Terutama di jari tangan, ekstensor tangan

– Lesi menonjol, permukaan rata : abu-abu

2. Veruka Filiformis di muka & leher

Vegetasi lancip

DD/:- skin tag

- kornu kutaneum

3. Veruka Plantaris Pedis di kaki

Veruka Palmaris Manus di tangan

o Tunggal/ multipel (40 – 50 buah)

o Mozaic Waats Bentuk di kaki

4. Veruka Plana Juvenilis

Papulae Milier/ lentikuler, datar

Punggung tangan, muka – leher, lutut

5. Kondiloma Akuminata

(= Genital Wart; Venereal Wart )

Diagnosis

Klinis khas

Diagnosis Diferensial

• TBC kutis verukosa

74

Page 75: Isi Makalah Case 1

• Kromomikosis

Therapy

• Kaustik

• Bedah skalpel

• Bedah listrik

• Bedah beku

Prognosis

– Baik

– Cegah cacat permanen

LEPRA (KUSTA)

Sinonim

• Zaraath (bahasa Hebrew, Kitab Injil);

• Kushtha (Hindi) berasal “Kushnati” = “eating away”

• Aussatz (German); Lepre (French); Prokaza (Rusia)

• Mafung (China); Raibyo (Japan); Judham (Arab)

• Leprosy; Morbus Hansen (M.H); Hansen Disease

Definisi

• Penyakit infeksi kronis, disebabkan Mycobacteroium leprae

• Mula-mula mengenai SS tepi, lalu kulit & mukosa traktus respiratorius atas, RES,

mata, otot, tulang, testis & organ lain, kecuali SSP.

• Cenderung menyebabkan cacat tangan dan kaki

75

Page 76: Isi Makalah Case 1

Etiologi

• Mycobacterium leprae atau basil Hansen

• Ditemukan th 1873 oleh G.H.A Hansen, Norwegia

• Basil tahan asam, batang, p. 1-8 μ & l. 0,2-0,5 μ

• Berkelompok (globus) atau tersebar satu-satu, sifat parasit obligat intraseluler

(jaringan dengan suhu dingin)

• Tidak dapat dibiakan dalam media buatan, dpt menyebabkan infeksi sistemik pd

armadillo

Cutaneus Mycobacterium Infection

• A. TYPICAL

1. Mycobact. Leprae

a. Tuberkuloid (TT.)

b. Borderline (BB.)

c. Lepromatous (LL.)

2. Mycobact. Tuberculosis

a. Scrofuloderma

b. TBC kutis verukosa

c. Lupus vulgaris

d. TBC kutis gumosa

e. TBC kutis orifisialis

• B. ATYPICAL

1. Gol. I: Fotokromogen

- M. marinum

- M. ulcerans

2. Gol. II: Skotokromogen

- M. scrofulaceum

3. Gol. III: Nonfotokromogen

- M. battey

- M. intracellulare

4. Gol. IV: Rapid growers

- M. fortuitum

- M. chelonei

76

Page 77: Isi Makalah Case 1

Sejarah

• Sejak dahulu kala ditulis dlm Kitab Injil (± 1400 thn SM kushtha atau Zaraath, bhs

Hebrew)

• 1873: kuman ditemukan G.H.A Hansen (+osmic acid). Percobaan infeksi pada

dirinya dan Dr. Danielssen (4x)

• 1879: diakui Albert Neisser (German), berhasil pewarnaan BTA + fuchsin & gentian

violet

• 1960: Shepard inokulasi pada telapak mencit

• 1963: Rees & Waters inokulasi pada mencit (+thymectomy & radiasi) infiltrat

hidung, telinga dan kaki

• 1965: Kircheimer & Storrs (USA) infeksi sistemik pd Armadillo

Epidemiologi

• ± 15 – 20 juta penderita di dunia

• Penyakit endemis tropis dan subtropis (di Asia, Afrika & Amerika Latin a.l Brasil,

Chili)

• ± 4 juta penduduk di India

• ± 200.000 penderita di Indo. (Irian & SulSel, Maluku, NTT, KalBar, Sumatra, Jawa &

Bali)

• Sosial ekonomi, higiene dan lingkungan hidup buruk

• Usia 25 – 35 tahun (13% anak < 14 tahun; tak pernah bayi < 1 tahun)

Patogenesis

• Sumber penularan penderita MB (multi-basiler) sebagai kontak (+) melalui:

– Kontak langsung erat dan lama lesi kulit + suhu dingin (terutama Susceptible

persons)

Page 78: Isi Makalah Case 1

– Droplet infection (aerogen) dari/ melalui mukosa hidung (infeksi melalui oral

lambung & kulit utuh ditentang ahli)

– Dapat ditularkan melalui tempat tidur, pakaian, dll o.k diyakini M.leprae dapat

bertahan hidup beberapa hari di luar tubuh

– Kemungkinan penularan melalui gigitan serangga diakui

Gambaran Klinis

• Cermin kekebalan seluler penderita (CMI)

• Dari bbp klasifikasi yg dikembangkan, klasifikasi Ridley & jopling (1962) yg

membagi lepra menjadi 5 kelompok atas dasar gambaran klinis, bakteriologik,

histopatologik dan imunologis, yang digunakan dlm bidang penelitian sekarang secara

luas dipakai dalam klinik dan epidemiologi (utk pemberantasan)

• Tipe TT & LL tipe polar yang tidak berubah

• Tipe BB

• Tipe tengah

• Paling tidak stabil, dapat berubah ke tipe lain

• Lesi berbentuk makula infiltratif

• Permukaan berkilat

• Batas lesi kurang jelas & cenderung simetris

• Lesi sangat bervariasi baik ukuran, bentuk dan distribusinya

• Khas lesi punch out = makula hipopigmentasi yang oval cekung bag tengah

dengan batas jelas dengan lesi-lesi kecil di tepinya

• Tipe BT

• Tipe peralihan kearah TT

• Berupa makula/ plakat dengan lesi satelit di pinggirnya

• Lesi 1 atau beberapa

• Hipopigmentasi

• Kering

• Skuama tak jelas

• Ada ggn saraf ringan biasanya asimetris

Page 79: Isi Makalah Case 1

• Tipe BL

• Tipe peralihan kearah LL

• Awalnya beberapa makula

• Bentuk bervariasi cepat menyebar ke seluruh tubuh disertai papel dan nodus yang

tegas dengan distribusi simetris.

• Bagian tengah sering mencekung dibandingkan pinggir luarnya

• Ditemukan plak punch out lesion

• Tanda kerusakan saraf spt ggn sensibilitas, kurangnya keringat, gugurnya rambut

lebih cepat muncul dari tipe LL serta penebalan saraf yang teraba pada tempat

predileksi

Perbedaan TT & LL

Perbedaan Tuberkuloid (TT) Lepromatosa (LL)

Jumlah lesi 1 / bbrp Banyak

Efloresensi Makula / plakat Papul, nodul & infiltrat

Distribusi Asimetris Simetris

Permukaan

Lesi

Lebih kasar Lebih halus & mengkilap

Tepi lesi Batas jelas Batas tak jelas

Anestesi Jelas stad dini Tak jelas, biasa stad lanjut

Kontraktur Sering stad dini Terutama stad lanjut

Bakterioskopi BTA – atau sedikit BTA banyak

Histopatologi Tuberkel Lini tenang (Subepidermal

clear zone)

Page 80: Isi Makalah Case 1

Sel busa (Foam cell/

Virchow cell)

Tes Lepromin Positif

Imunitas seluler

Negatif

Imunitas seluler

Simtomatologi

1. Efloresensi Kulit

Makula, papula, nodula

Infiltrat ulkus

Makula hipopigmentasi yang khas + 5A yaitu :

• Achromia = tidak ada pigmen

• Anestesia = baal

• Atrofi = kulit agak mencekung

• Alopesia = tanpa rambut

• Anhidrosis = tidak berkeringat

2. Kelainan Saraf

a. Penebalan saraf perifer, a.l:

N.facialis: raba bagian pelipis

N.auric.magnus: raba sisi/ lateral leher

N. radialis: raba lateral lengan atas

N.ulnaris: raba dorsal epicondilus lateral

N.peroneus lateral: raba dorsal capitulum fibulae

N.tibialis posterior: raba dorsal maleolus medialis

b. Gangguan sensibilitas

Page 81: Isi Makalah Case 1

(+ tabung reaksi, jarum & kapas)

– Lakukan pemeriksaan:

• rasa suhu (panas & dingin)

• rasa sakit (tajam & tumpul)

• rasa raba (sentuhan kapas)

• rasa nyeri dalam

d. Gangguan Saraf Autonom

a. Alopesia (alis mata/ madarosis, bulu mata)

b. Anhidrosis (tes potlot Gunawan, tes histamin)

e. Gangguan Saraf Motorik

a. Atrofi otot thenar, hipothenar & interphalangeal

b. Claw Hand & Drop Wrist

c. Drop Foot & Claw Toes

3. Gangguan organ-organ lain (merupakan komplikasi), a.l:

a. Mata: iritis, iridosiklitis, ggn visus (buta), lagofthalmus

b. Hidung: epistaksis, hidung pelana (kerusakan tulang rawan

c. Lidah: nodus, ulkus

d. Larings: suara parau

e. Ginjal: pielonefritis, nefritis interstitiel, Glomerulonefritis, amilidosis ginjal

f. Testis: epididimitis, orchitis, atrofi ginekomastia & steril

g. Kel limfe: limfadenitis

h. Tulang & sendi: artritis, tendosinovitis, absorpsi tulang jari tangan (mutilasi)

Pada Stadium Lanjut: xerosis, ulkus tropikum, mutilasi, ankilosis

Page 82: Isi Makalah Case 1

Diagnosis

1. Anamnesa teliti (± 80%)

– Keluhan utama/ tambahan

– Riw kontak dengan penderita

– Latar belakang keluarga, asal/ sos-ekonomi

2. P.f (klinis):

– Bercak kulit: makula hipopigmentasi/ eritematosa + ggn rasa sentuh, suhu & nyeri

– Penebalan saraf dan atau nyeri disertai dengan :

• Gangguan sensoris rasa nyeri sampai dengan mati rasa

• Gangguan motoris paresis & paralisis

• Gangguan otonom kulit kering & retak, edema & alopesia

3. Pemeriksaan Bakteriologi

Pew Ziehl Neelsen/ Kinyoun Gabet/ Tan Thiam Hok

– Bahan dari 6 lokasi lesi kulit (2), cuping telinga (2), kulit distal

jari telunjuk/ tengah (2)

– Bahan biopsi kulit atau saraf

Indeks Bakteri

Untuk menentukan klasifikasi penyakit Lepra, dengan melihat kepadatan BTA tanpa melihat

kuman hidup (solid) atau mati (fragmented/ granular)

0 BTA -

1 – 10/ 100 L.P +1

1 – 10/ 10 L.P +2

1 – 10/ 1 L.P +3

Page 83: Isi Makalah Case 1

10 – 100/ 1 L.P +4

100 – 1000/ 1 L.P +5

> 1000/ 1 L.P + 6

Indeks Morfologi

Untuk menentukan persentasi BTA hidup atau mati

Rumus:

Jumlah BTA solid x 100 % = X %

Jumlah BTA solid + non solid

Guna:

• Untuk melihat keberhasilan terapi

• Untuk melihat resistensi kuman BTA

• Untuk melihat infeksiositas penyakit

4. Pemeriksaan histopatologik (utk membedakan tipe TT & LL)

– Pada tipe TT ditemukan Tuberkel (Giant cell, limfosit)

– Pada tipe LL ditemukan sel busa (Virchow cell/ sel lepra) yi histiosit dimana di

dalamnya BTA tidak mati, tapi berkembang biak membentuk gelembung. Ditemukan

lini tenang (subepidermal clear zone)

5. Pemeriksaan tes lepromin (digunakan utk melihat daya imunitas pdrt thdp peny Lepra)

• TES MITSUDA

– Menggunakan basil lepra mati

– Hasil rx diperiksa stlh 3 – 4 minggu

Page 84: Isi Makalah Case 1

– Interpretasi:

» - tidak ada reaksi/ kelainan

» +/- papel + eritema < 3 mm

» +1 papel + eritema 3 – 5 mm

» +2 papel + eritema > 5 mm

» +3 ulserasi

• TES FRENANDEZ

– Menggunakan fraksi prot M.leprae

– Hasil reaksi diperiksa setelah 48 jam

– Interpretasi:

» - tidak ada kelainan

» +/- indurasi + eritema < 5 mm

» + 1 indurasi + eritema 5 – 10 mm

» + 2 indurasi + eritema 10 – 15 mm

» + 3 indurasi + eritema 15 – 20 mm

Dalam perjalanan penyakit Lepra sering timbul gambaran klinik yang disebut

REAKSI LEPRA (Lepra Reaction) t.d:

1. Reaksi Lepra Tipe I (Reversal Reaction)

Sering pada tipe Pausi-basiler (TT-BB)

1.a. Reaksi Down Grading o.k. imunitas penderita menurun, sehingga

proliferasi bakteri >>, timbul lesi-lesi baru tipe L

1.b. Reaksi Up Grading o.k. peningkatan imunitas penderita, sehingga lesi

yang tenang meradang akut tipe T

Gejala:

Kelainan kulit bertambah dengan atau tanpa ringan/ berat cacat a.l. Claw Hand

Page 85: Isi Makalah Case 1

2. Reaksi Lepra Tipe II (Eritema Nodosum Leprosum/ ENL)

Sering timbul tipe multibasiler (BL-LL), di sini imunitas humoral menurun,

sehingga terjadi reaksi dengan antigen yang banyak dilepas serta

mengaktifkan sistem komplemen kompleks imun

Umumnya sedang dapat terapi DDS (Dapsone)

Gejala:

Malaise, mialgia, demam sampai menggigil

Infiltrat bertambah nodulus/ nodus eritematosus berkelompok + nyeri tekan

terutama di muka, punggung, dada

Iritis, neuritis, arthritis, pleuritis, nefritis, orchitis

Faktor Pencetus:

Setelah terapi intensif

Stress fisik/ mental

Infeksi

Pembedahan

Imunisasi

Kehamilan & saat setelah melahirkan

Tujuan utama program pemberantasan kusta

• Memutus rantai penularan penyakit dengan cara a.l:

– Menurunkan insiden penyakit (deteksi dini & pencegahan)

– Mengobati dan menyembuhkan penderita

– Mencegah timbulnya cacat

– Rehabilitasi medik, psikologis & sosial

Terapi

Obat DDS (4,4 diamino-difenil-sulfon, Dapson)

Page 86: Isi Makalah Case 1

– Bersifat bakteriostatik menghambat enzim dihidrofolat sintetase, bekerja sbg

antimetabolit PABA

– Dosis tunggal (sampai 6 bulan):

• 50 – 100 mg/ hari utk dewasa

• 2 mg/ kgBB untuk anak-anak

– Efek samping

• Insomnia, neuropatia

• Erupsi obat nekrolisis epidermal toksika !!

• Hepatitis

• Leukopenia,anemia hemolitik, methemoglobinemia

Rifampisin

– merupakan obat paling ampuh dg sifat bakteriostatik kuat utk BTA

– bekerja menghambat enzim polimerase RNA dengan ikatan ireversibel, harga

mahal

– Dosis:

• 600 mg/ hari (5 – 15 mg/ kgBB/hari)

• 900 – 1200 mg/ minggu flu like syndrome

• 600 atau 1200/ bulan efek & toleransi baik

– Efek samping

• Ggn Gastrointestinal

• Erupsi kulit

• Hepatotoksik & nefrotoksik

Klofasimin (B-663, Lamprene)

– Merupakan derivat zat warna iminofenazin dengan efek bakteriostatik, cara

menggangu metabolisme radikal oksigen

– Efek anti-inflamasi berguna utk reaksi lepra, harga relatif mahal

– Dosis:

• 50 mg/ hari atau 100 mg/ 3x seminggu (1 mg/ kgBB sehari)

• 300 mg/ bulan utk cegah reaksi lepra

– Efek samping

• Pigmentasi kulit keringat & air mata merah

Page 87: Isi Makalah Case 1

• Gangguan GIT anorexia, vomitus, diare, kadang-kadang nyeri

abdomen

SKEMA REJIMEN MDT-WHO

Untuk Pausi-basiler

• Rifampisin 600 mg/ bulan (diawasi)

• Dapson 100 mg/hari (swakelola) 6 bln (dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari)

Untuk Multi-basiler

• Rifampisin 600 mg/ bulan (diawasi)

• Dapson 100 mg/ hari (swakelola)

• Lamprene 50 mg/ hari atau 100 mg/3x seminggu atau 300 mg/ bulan

(diawasi)

OBAT KUSTA BARU

• OFLOKSASIN

– Merupakan obat turunan fluorokuinolon yang paling efektif thd M.leprae

– Kerja melalui hambatan thdp enzim girase DNA mikobakterium

– Dosis percobaan: 400 mg/ hari selama 1 bulan

• MINOSIKLIN

– Merupakan turunan tetrasiklin yang aktif thdp M.lepra karena sifat lipofiliknya

mampu menembus dinding sel kuman

– Cara kerjanya menghambat sintesis protein

– Obat ini dapat menembus kulit dan mencapai jaringan saraf yang mengandung

banyak kuman

– Dosis uji klinis: 100 mg/ hari selama 2 bulan

Page 88: Isi Makalah Case 1

• KLARITROMISIN

– Merupakan obat golongan makrolid (spt eritromisin & roksitromisin)

– Mempunyai efek bakterisidal setara dengan ofloksasin & minosiklin ada mencit

– Bekerja dengan menghambat sintesis protein

– Dosis uji klinis: 500 mg/ hari

EPIDERMIS SELALU MENGELUPAS

Kulit terdiri dari 2 lapisan :

1. Epidermis

Terdiri dari banyak lapisan sel epitel, lapisan bag.dalam terdiri atas sel-sel

berbentuk kubus yang hidup & cepat membalah diri. Sementara sel-sel di lapisan luar

mati & menggepaeng.

Epidermis tidak mendapat pasokan darah secara lanngsung, sel-selnya hanya

mendapatkan makanan melalui difusi muterien dari jaringan pembuluh darah dermis. Sel-

sel baru terbentuk di lapisan dalam secara terus menerus mendorong sel-sel yang lebih

tua mendekati permukaan & semakin jauh dari pasokan makanan. Hal ini biasa terjadi

karena lapisan l uar secara kontinu mengalami tekanan & menyebabkan sel-sel tua mati

& menggepeng.

2. Dermis

Page 89: Isi Makalah Case 1

Lapisan jaringan ikat yang mengandung banyak serat elastin & serat kolagen,

serat sejumlah besar pembuluh darah ujung-ujung saraf khusus. Pembuluh darah dermis

tidak hanya memasok darah ke dermis & epidermis saja, tetapi juga berperan penting

dalam mengatur suhu.

Di ujung perifer serat saraf aferen di dermis terdapat reseptor-reseptor, yang

fungsinya untuk menditeksi tekana, suhu, nyeri & masukan semato sensorik lainnya.

Ujung-ujung saraf eferen di dermis mengontrol caliber pembuluh darah, ereksi rambut &

sekresi oleh kelenjar eksokrin kulit.

Pengobatan dermatitis seboroik

1. Pengobatan Sistemik

a. Kortikosteroid: prednisone 20-30 mg/ hari.

Jika disertai infeksi sekunder + antibiotic

b. isotretinoin (0,1-0,3 mg/kgBB/hari) selama 4 minggu

untuk mengurangi aktivitas kelenjar sebasea hingga 90%

c. narrow band UVB

3x seminggu dalam 8 minggu

d. ketokonazol 200mg/hari: anti jamur

bila ditemukan P. Ovale

2. Pengobatan topikal

Pada pitriasis sika dan oleosa, seminggu 2-3x scalp

a. dikeramasi 5-15menit dengan selsun

Page 90: Isi Makalah Case 1

b. jika terdapat skuama dan krusta diberi emolien (krim urea 10 %)

c. ter likuor karbonas detergen 2-5 %/ krim pragmatar

d. resorsin 1-3 %

e. sulfur praesipitatum 4-20 % + asam salisilat 3-6 %

f. kortikosteroid

- krim hidrokortison 2 setengah %

- betametason valerat

g. Krim ketokonazol

Bila pada sediaan langsung terdapat P.ovale

KORTIKOSTEROID

Kortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Hormon ini dapat

mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi tubuh. Berbagai

jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi aktivitas

mineralokortikoidnya dan meningkatkan aktivitas antiinflamasinya, misalnya deksametason yang

mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil

dibandingkan dengan kortisol.Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang

dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk

mengontrol respon inflamasi.

Kortikosteroid terbagi menjadi dua golongan utama yaitu glukokortikoid dan

mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap

penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada

keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah

kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid

sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.Golongan mineralokortikoid

adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan

Page 91: Isi Makalah Case 1

pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Prototip dari golongan ini

adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi

yang berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan

sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.

Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid

sistemik dan kortikosteroid topikal. Tetapi pada pembahasan selanjutnya kami akan lebih banyak

membahas tentang kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di

kulit pada tempat tertentu. Merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit

dengan menyediakan banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya termasuk

melembabkan kulit, melicinkan, atau mendinginkan area yang dirawat.

Semua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun

siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label A – D (Gambar

1). Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan mengakibatkan perubahan pada

efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon tambahan dapat ditambahkan pada posisi 10 dan

13 atau sebagai rantai samping yang terikat pada C17. Semua steroid termasuk

glukokortikosteroid mempunyai struktur dasar 4 cincin kolestrol dengan 3 cincin heksana dan 1

cincin pentana. Hormon steroid adrenal disintesis dari kolestrol yang terutama berasal dari

plasma. Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian dengan bantuan

enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon dan androgen lemah

dengan 19 atom karbon. Hormon steroid pada prekursor serta metabolitnya memperlihatkan

perbedaan pada jumlah dan jenis gugus yang tersubstitusi, jumlah serta lokasi ikatan rangkapnya,

dan pada konfigurasi stereokimiawinya. Tatanama yang tepat untuk menyatakan formulasi

kimiawi ini sudah disusun. Atom karbon yang asimetris (pada molekul C21) memungkinkan

terjadinya stereoisomerisme. Gugus metil bersudut (C19 dan C18) pada posisi 10 dan 13 berada

di depan sistem cincin dan berfungsi sebagai titik acuan. Substitusi nukleus dalam bidang yang

sama dengan bidang gugus ini diberi simbol cis atau “β”. Substitusi yang berada di belakang

bidang sistem cincin diberi simbol trans atau “α”. Ikatan rangkap dinyatakan oleh jumlah atom

karbon yang mendahului. Hormon steroid diberi nama menurut keadaan hormon apakah hormon

tersebut mempunyai satu gugus metil bersudut (estran, 18 atom karbon), dua gugus metil

Page 92: Isi Makalah Case 1

bersudut (androstan, 19 atom karbon) atau dua gugus bersudut plus 2 rantai – samping karbon

pada C17 (pregnan, 21 atom karbon).

Golongan kortikosteroid :

1. Hidrokortison.

2. Prednison: prednison, metilprednisolon, budesonida.

3. Derivat 9-alfa-flour: triamsinolon, deksametason, betametason, halsinonida.

4. Derivat 6-alfa-flour: fluokortolon, flunisolida

5. Derivat diflour: fluosinonida, flumetason, diflukortolon, flutikason.

6. Derivat klor: beklometason, mometason.

7. Derivat klor-flour: klobetasol, klobetason, fluklorolon, halometason.

Kortikosteroid memiliki fungsi farmakologis berikut:

a. Efek antiradang (inflamasi) berdasarkan efek vasokontriksi.

b. Daya imunosupresif dan antialergi.

c. Peningkatan glukoneogenesis. Pembentukan glukosa distimulasi, penyimpanannya

sebagai glikogen ditingkatkan.

d. Efek katabol, yaitu merintangi pembentukan protein dari asam-asam amino, sedangkan

pengubahannya ke glukosa dipercepat.

e. Pengubahan pembagian lemak. Umumnya penumpukan lemak di atas tulang selangka

dan muka yang menjadi bundar (moon face)

Aktivasi kortikosteroid terhadap Inflamasi :

Page 93: Isi Makalah Case 1

Gambar di atas menggambarkan aktivasi kortikosteroid sebagai anti inflamasi gen.

Kortikosteroid berikatan dengan sitoplasma GR, yang berpindah tempat (translokasi) ke

nukleus dimana mereka berikatan dengan GRE pada bagian pembentuk gen yang sensitif

terhadap steroid dan secara langsung atau tidak langsung sebagai koaktivator molekul seperti

CBP, pCAF atau GRIP-1, yang mempunyai aktivitas esensi HAT, menyebabkan asetilasi

lysin di histone H4, dimana mempengaruhi aktivasi pengkodean gen protein antinflamasi, ,

seperti SLPI, MKP-1, I B- dan GILZ.

Mekanisme kerja kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul

hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target,

kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu

bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi

RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek

Page 94: Isi Makalah Case 1

fisiologis steroid. Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran

dasar dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke

dalam sel atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ; keratinosik

(atropi epidermal, re-epitalisasi lambat), produksi fibrolast mengurangi kolagen dan bahan

dasar (atropi dermal, striae), efek vaskuler kebanyakan berhubungan dengan jaringan

konektif vaskuler (telangiektasis, purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan

jaringan granulasi yang lambat). Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat,

anti-proliferatif, dan imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke

dalam inti sel-sel lesi, berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel

tersebut mengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat

membentuk atau menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (anti-

proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses radang. Glukokotikoid juga dapat

mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak

jaringan tidak dikeluarkan.

Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.

Glukokortikoid dapat menekan limfosit-limfosit tertentu yang merangsang proses radang.

Ada beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu :1.Dalam konsentrasi relatif

rendah dapat tercapai efek anti radang yang cukup memadai.2.Bila pilihan glukokortikoid

tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.3.Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun

toksik.4.Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel, losion, salep

berlemak (fatty ointment).

Kortikosteroid mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi di daerah

yang menghasilkan vasokontriksi. Fagositosis dan stabilisasi membran lisosom yang

menurun diakibatkan ketidakmampuan dari sel-sel efektor untuk degranulasi dan melepaskan

sejumlah mediator inflamasi dan juga faktor yang berhubungan dengan efek anti-inflamasi

kortikosteroid. Meskipun demikian, harus digaris bawahi di sini bahwa khasiat utama anti

radang bersifat menghambat : tanda-tanda radang untuk sementara diredakan. Perlu diingat

bahwa penyebabnya tidak diberantas, maka bila pengobatan dihentikan, penyakit akan

kambuh.

Page 95: Isi Makalah Case 1

Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan penetrasi.

Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan vasokontriksi pada

kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan dengan struktur kimiawi.

Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena kortison di dalam tubuh

mengalami transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi proses itu.

Hidrokortison efektif secara topikal mulai konsentrasi 1%. Sejak tahun 1958, molekul

hidrokortison banyak mengalami perubahan. Pada umumnya molekul hidrokortison yang

mengandung fluor digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi perkutan lebih baik apabila

yang dipakai adalah vehikulum yang bersifat tertutup. Di antara jenis kemasan yang tersedia

yaitu krem, gel, lotion, salep, fatty ointment (paling baik penetrasinya). Kortikosteroid hanya

sedikit diabsorpsi setelah pemberian pada kulit normal, misalnya, kira-kira 1% dari dosis

larutan hidrokortison yang diberikan pada lengan bawah ventral diabsorpsi. Dibandingkan

absorpsi di daerah lengan bawah, hidrokortison diabsorpsi 0,14 kali yang melalui daerah

telapak kaki, 0,83 kali yang melalui daerah telapak tangan, 3,5 kali yang melalui tengkorak

kepala, 6 kali yang melalui dahi, 9 kali melalui vulva, dan 42 kali melalui kulit scrotum.

Penetrasi ditingkatkan beberapa kali pada daerah kulit yang terinfeksi dermatitis atopik ; dan

pada penyakit eksfoliatif berat, seperti psoriasis eritodermik, tampaknya sedikit sawar untuk

penetrasi.

Secara keseluruhan, kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu :

1. vasokontriksi,

2. efek anti-proliferasi,

3. immunosupresan, dan

4. efek anti-inflamasi.

Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisial dermis,

yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan vasokontriksi ini biasanya

berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya vasokontriksi ini digunakan

sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen. Efek anti-proliferatif

Page 96: Isi Makalah Case 1

kortikosteroid topikal diperantarai dengan inhibisi dari sintesis dan mitosis DNA. Kontrol

dan proliferasi seluler merupakan suatu proses kompleks yang terdiri dari penurunan dari

pengaruh stimulasi yang telah dinetralisir oleh berbagai faktor inhibitor. Proses-proses ini

mungkin dipengaruhi oleh kortikosteroid. Glukokortikoid juga dapat mengadakan stabilisasi

membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.

Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme yang

terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa kortikosteroid

bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisa menjelaskan penggunaan

kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria pigmentosa. Mekanisme sebenarnya dari efek

anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang dimengerti. Dipercayai bahwa kortikosteroid

menggunakan efek anti-inflamasinya dengan menghibisi pembentukan prostaglandin dan

derivat lain pada jalur asam arakidonik. Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-

inflamasi kortikosteroid adalah menghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran

lisosom dari sel-sel fagosit.

Penggunaan Kortikosteroid Topikal Di Bidang Dermatologi

Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk

suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan

supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal. Dermatosis yang

responsif dengan kortikosteroid topikal adalah psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis kontak,

dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis numularis, dermatitis statis,

dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dan dermatitis solaris (fotodermatitis).

Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai dengan

harapan agar remisi lebih cepat terjadi. Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus

erimatousus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipiodika

diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid, eksantema

fikstum.

Pada umumnya dipilih kortikosteroid topikal yang sesuai, aman, efek samping sedikit dan

harga murah ; disamping itu ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu jenis

Page 97: Isi Makalah Case 1

penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit, luas / tidaknya lesi,

dalam / dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi. Perlu juga dipertimbangkan umur penderita.

Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 kali per hari sampai penyakit tersebut

sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis adalah menurunnya

respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang ; berupa

toleransi akut yang berarti efek vasokontriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan

beberapa hari efek vasokontriksi akan timbul kembali dan akan menghilang lagi bila

pengolesan obat tetap dilanjutkan.

Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :

1.Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.

2.Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu, sebaiknya

jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah salah satu dari golongan

sedang dan bila perlu diteruskan dengan hidrokortison asetat 1%.

3.Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab (panacea) untuk

semua dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan pakai

kortikosteroid poten karena hal ini dapat mengaburkan ruam khas suatu dermatosis. Tinea

dan scabies incognito adalah tinea dan scabies dengan gambaran klinik tidak khas disebabkan

pemakaian kortikosteroid.

Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan perlu

atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewan menunjukkan

penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada

pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi

mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi di absorbsi di kulit memasuki

aliran darah wanita hamil. Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal pada waktu

hamil harus dihindari kecuali mendapat nasehat dari dokter untuk menggunakannya. Begitu

juga pada waktu menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal harus dihindari dan

diperhatikan.Kortikosteroid juga hati-hati digunakan pada anak-anak

Page 98: Isi Makalah Case 1

Efek Samping

Efek samping dapat terjadi apabila :

1.Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.

2.Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau

penggunaan sangat oklusif.Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan

sifat potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari

potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Dengan ini

efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yang lebih

lemah atau mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus

digunakan jika menggunakan yang lebih paten.

Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,

telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi,

dermatitis peroral.

Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat yaitu :

Efek Epidermal

Ini termasuk :

1.Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu

penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi dermo-

epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara konkomitan.

2.Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi ini

muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.

Efek Dermal

Page 99: Isi Makalah Case 1

Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini

menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan

menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal yang

terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini nantinya

akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia kulit prematur.

Efek Vaskular

Efek ini termasuk :

1.Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan vasokontriksi

pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.

2.Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah yang

kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema, inflamasi lanjut, dan

kadang-kadang pustulasi.

KERATOLITIK

Adalah pelunakan dan pencairan atau pengelupasan lapisan tanduk epidermis. (Kamus

Kedokteran Dorland, edisi 29)

1. Asam Salisilat

Diabsorbsi secara perkutan & didistribusikan dalam ruang ekstraselular, dengan kadar

plasma maksimum muncul dalam 6-12 jam setelah penggunaan. 50-80% salisilat diikat

oleh albumin. Metabolit asam salisilat yang diberikan secara topikal dalam urin meliputi

asam salisilurat dan asil serta fenolat glukuronid, hanya 6% dari total yang ditemukan

Page 100: Isi Makalah Case 1

dalam bentuk asam salisilat utuh. Kira-kira 95% dosis tunggal salisilat diekskresikan

dalam urin dengan waktu 24 jam setelah absorpsinya.

Obat ini melarutkan protein sel permukaan yang mempertahankan keutuhan stratum

korneum, sehingga menimbulkan debris keratolitik deskuamasi. Asam salisilat bersifat

keratolitik pada konsentrasi 3-6%, pada konsentrasi lebih besar, obat ini dapat

menghancurkan jaringan.

Reaksi urtikaria, anafilaktik, dan eritema multiformis dapat terjadi pada penderita yang

alergi terhadap salisilat.

Pada penggunaan dengan konsentrasi tinggi, penggunaan topikal obat ini dapat berkaitan

dengan iritasi lokal, inflamasi akut dan bahkan ulserasi. Pemberian harus ekstra hati-hati

jika digunakan pada ekstremitas penderita diabetes atau dengan penyakit vascular perifer.

2. Propilen Glikol

Hanya sejumlah kecil dari dosis yang diberikan secara topikal yang diabsorbsi melalui

stratum korneum normal. Diabsorpsi secara perkutan, dioksidasi di hati menjadi asam

laktat & asam piruvat, kemudian terjadi penggunaan metabolism tubuh secara umum. 12-

45% obat yang diabsorbsi diekskresikan di urin dalam bentuk utuh.

Merupakan suatu zat keratolitik yang efektik untuk menghilangkan debris hiperkeratotik.

Juga merupakan suatu humektan efektif dan meningkatkan kandungan air dalam stratum

korneum. Sifat higroskopik zat ini membantunya untuk menghasilkan suatu gradient

osmotic melalui stratum korneum, sehingga meningkatkan hidrasi lapisan paling luar

dengan menarik air dari lapisan terdalam kulit.

Digunakan dengan asam salisilat 6% untuk pengobatan iktiosis, keratoderma telapak

tangan & kaki, psoriasis, pitriasis rubra pilaris, keratosis pilaris dan hipertropik liken

planus.

Page 101: Isi Makalah Case 1

BAB III

Analisis kasus

Pada kasus ini kami mendapatkan pasien yaitu Tn. Debo umur 30 tahun dengan keluhan ketom

dan bercak kemerahan . Dari hasil anamnesis yang tertera di kasus kami mengambil hipotesis ia

diduga infeksi dan dermatitis.

Dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium sangat kurang mengarah terhadap infeksi. Namun ,

ada kemungkinan terjadi infeksi lokal

Riwayat HIV , kami mencurigai bahwa karena penurunan sel CD4 , ia mudah terinfeksi , infeksi

yang terjadi adalah dari flora normal P. Ovale pada daerah kulit . Karena imun lemah dan

dipengaruhi factor lingkungan P.Ovale dapat menginfeksi pasien.

Selain itu , karena sesuatu yang belum diketahui terjadi peningkatan aktivitas kelenjar sebum ,

sehingga kelenjar mengeluarkan minyak berlebih . peningkatan kecepatan pertumbuhan

epidermis akan mendorong epidermis yang belum matang secara cepat terdorong ke lapisan

korneum epidermis. Karena pertumbuhannya cepat , maka banyak sel keratinosit yang masih

Page 102: Isi Makalah Case 1

berinti pada lapisan korneum , sehingga terbentuklah skuama yang tebal dan tamapak pada

biopsy derta pemeriksaan histologist parakeratosit.

Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah. Oleh karena itu , sel – sel pada lapisan korneum

kehilangan intinya. Hal ini terjadi karena pada lapisan granulosum epidermis membentuk suatu

batas dimana zat tidak larut lemak tidak bisa melewatinya , sehingga lapisan diatasnya tidak

mendapat nutrisi , karena kehilangan nutrisi selakan mati , karena banyak parakeratosit ,

parakeratosit tersebut akan meradang dan akhirnya mati . Sehingga pada pemeriksaan biopsy

tampak nekrosis parakeratosit.

Epidermis yang tumbuhnya berlebih juga akan membuat kompleks imun seperti sel plasma

bekerja. Sel plasma nantinya akan mmengeluarkan mediator – mediator radang . ketika mediator

radang dikeluarkan maka terjadi vasodilatasi pada jaringan yang radang sehingga darah akan

terkumpul di jaringan tersebut dan akan tampak eritema. Ada kemungkinan proses peradangan

juga mempengaruhi peningkatan aktivitas pertumbuhan epidermis.

Dermatitis seboroik sangat identik , ia hanya menyerang daerah – daerah sebum , seperti wajah ,

dan kepala .

Pasien diberikan anti inflamasi baik secara oral maupun topical , hal ini ditujukan untuk

mengurangi eritemnya. Sampo selsun dan keratoliktik digunakan untuk menghilangkan

squamanya.

Page 103: Isi Makalah Case 1

REFERENSI

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FKUI

SARIPATI PENYAKIT KULIT

FARMAKOLOGI DAN TERAPI FKUI

FARMAKOLOGI KLINIS KATZUNG

DERMATOLOGI KLINIK , RASSNER

ATLAS DERMAOLOGI , UNIVERSITAS AIRLANGGA

NEW ENGLAND JOURNAL OF MEDICAL

EMEDICINE.COM

Page 104: Isi Makalah Case 1