inflamasi

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Singkat Tumbuhan Mondokaki (Tabernaemontana divaricata R.Br) biasa ditanam sebagai tanaman hias di pekarangan dan di taman-taman, berasal dari India, tersebar di kawasan Asia Tenggara serta kawasan tropik lainnya, dan dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 400 m di atas permukaan laut. Bagian tanaman yang digunakan untuk obat adalah akar, kayu, bunga dan daun. Untuk maksud pengobatan, lazimnya dibuat dalam bentuk segar atau dari bahan yang telah dikeringkan. Batang mengandung getah seperti susu. Perbanyakan dengan stek atau cangkok (Dalimartha, 2003). 2.1.1 Morfologi Tumbuhan Tumbuhan Mondokaki merupakan tanaman perdu, tegak, tinggi 0,5-3 meter. Batang bulat, berkayu, bercabang dan hijau kotor. Daun tunggal, bulat telur ujung dan pangkal runcing, tepi rata, bertangkai silang berhadapan, panjang 5-11 cm, lebar 1,5-4 cm, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau. Bunga tunggal, bertangkai, terletak di ketiak daun, kelopak bunga bercangap lima, runcing, hijau, tabung mahkota kuning kehijauan, mahkota berlekatan, bulat telur, dan berwarna putih. Buah kotak, bulat panjang, dan berbulu. Biji berdaging, berselaput, panjang 3-7 cm, dan berwarna merah. Akar tunggang, dan berwarna kuning (Anonim, 2008). Universitas Sumatera Utara

description

inflamasi

Transcript of inflamasi

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Uraian Singkat Tumbuhan

    Mondokaki (Tabernaemontana divaricata R.Br) biasa ditanam sebagai

    tanaman hias di pekarangan dan di taman-taman, berasal dari India, tersebar di

    kawasan Asia Tenggara serta kawasan tropik lainnya, dan dapat ditemukan dari

    dataran rendah sampai 400 m di atas permukaan laut. Bagian tanaman yang

    digunakan untuk obat adalah akar, kayu, bunga dan daun. Untuk maksud

    pengobatan, lazimnya dibuat dalam bentuk segar atau dari bahan yang telah

    dikeringkan. Batang mengandung getah seperti susu. Perbanyakan dengan stek

    atau cangkok (Dalimartha, 2003).

    2.1.1 Morfologi Tumbuhan

    Tumbuhan Mondokaki merupakan tanaman perdu, tegak, tinggi

    0,5-3 meter. Batang bulat, berkayu, bercabang dan hijau kotor. Daun tunggal,

    bulat telur ujung dan pangkal runcing, tepi rata, bertangkai silang berhadapan,

    panjang 5-11 cm, lebar 1,5-4 cm, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau.

    Bunga tunggal, bertangkai, terletak di ketiak daun, kelopak bunga bercangap lima,

    runcing, hijau, tabung mahkota kuning kehijauan, mahkota berlekatan, bulat telur,

    dan berwarna putih. Buah kotak, bulat panjang, dan berbulu. Biji berdaging,

    berselaput, panjang 3-7 cm, dan berwarna merah. Akar tunggang, dan berwarna

    kuning (Anonim, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.2 Sistematik Tumbuhan

    Berdasarkan penggolongan dan tata nama tumbuhan, klasifikasi tumbuhan

    Mondokaki adalah sebagai berikut:

    Divisio : Spermatophyta

    Su Divisio : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledonae

    Ordo : Apocynales

    Familia : Apocynaceae

    Genus : Tabernaemontana

    Species : Tabernaemontana divaricata R. Br,

    Sinonim : Tabernaemontana coronaria Willd

    Ervatamia divaricata [R] Burk.

    Ervatamia malacensis K. et G.

    2.1.3 Nama Lokal

    Di beberapa daerah Indonesia tanaman ini dikenal dengan nama bunga

    wari (Jawa), bunga nyingin (Nusatenggara), kembang mentega, kembang susu

    (Sunda), bunga manila, dan bunga susong (Maluku) (Anonim, 2005).

    2.1.4 Efek Farmakologis dan Kandungan Kimia

    Daun Mondokaki berasa asam dan terasa sejuk bila dibalurkan ke kulit.

    Tanaman ini dapat menurunkan panas dan racun (toksin), menghilangkan sakit

    (analgetik), menurunkan tekanan darah, peluruh dahak, dan sebagai obat cacing

    (antelmintik). Tumbuhan ini mengandung tabernaemontanin, koronarin,

    koronandin, dregamin, vobasin, korin, kortin, lupeol, dan tanin (Anonim, 2005).

    Universitas Sumatera Utara

  • Secara farmakologi, Mondokaki berkhasiat sebagai antiinflamasi, antitumor,

    antioksidan dan analgesik (Pratchayasakul, et. al., 2006). Mondokaki juga

    menghambat asetilkolin neuronal pada tikus sehingga menimbukan vasodilatasi

    dan penurunan tekanan darah (Chattipakorn, et. al., 2007).

    Ekstrak etanol daun Mondokaki mengandung 23 alkaloid, termasuk

    alkaloid aspidosperma, taberhanine, voafinine, N-methyl voafinine, voafinidine,

    voalenine, dan alkaloid bisindole (canophyllinine) (

    Toh-Seok Kam, et. al., 2003).

    Gambar 2.3 Conophylline

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.1. Rumus bangun taberhanine dan conophyllinine

    2.2 Ekstraksi

    Ekstraksi adalah suatu cara penyarian simplisia dengan menggunakan

    penyari tertentu (Harborne, 1987). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan

    kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan

    pelarut cair (Ditjen POM, 2000). Cara penyarian (ekstraksi) yang tepat tergantung

    pada jenis senyawa yang diisolasi dan pelarut yang digunakan.

    Ada beberapa metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) yaitu:

    a. Cara dingin

    i Maserasi adalah proses pengekstrasian simplisia menggunakan pelarut yang

    statis dalam suatu wadah dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan

    pada temperatur kamar. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan

    penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama.

    ii Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru yang dialirkan

    dari suatu reservoar sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya

    dilakukan pada temperatur ruangan. Proses perkolasi terdiri dari tahapan

    pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

    (penetesan atau penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh

    ekstrak (perkolat).

    b. Cara Panas

    Universitas Sumatera Utara

  • i Refluks adalah ekstraksi pelarut pada temperatur titik didihnya, selama

    waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

    adanya pendingin balik.

    ii Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinyu pada peratur yang

    lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu temperatur 40-50o

    iii Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

    (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur

    terukur 96-98

    C.

    o

    iv Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik

    didih air (Ditjen POM, 2000).

    C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

    v Prinsip sokletasi adalah uap cairan penyari naik ke atas melalui pipa

    samping, lalu diembunkan kembali oleh pendingin, cairan turun ke labu

    melalui tabung yang berisi serbuk simplisia, cairan penyari sambil turun

    melarutkan zat aktif dari serbuk simplisia, karena adanya sifon maka setelah

    cairan ini mencapai permukaan sifon seluruh cairan akan kembali ke labu,

    demikian proses ini berulang-ulang sampai ekstraksi selesai (Adams, et.al.,

    1970).

    2.3 Inflamasi (Peradangan)

    Peradangan atau inflamasi merupakan mekanisme pertahanan

    tubuh sebagai respon jaringan terhadap apa saja yang merusak (noksi) baik

    bersifat lokal maupun yang masuk ke dalam tubuh dapat berupa fisika, kimia,

    bakteri dan parasit. Noksi fisika misalnya suhu tinggi, cahaya, sinar x, dan sinar

    ultraviolet. Noksi kimia dapat berupa asam kuat, basa kuat, dan bahan kimia.

    Infeksi bakteri antara lain disebabkan oleh bakteri Streptococcus, Staphylococcus

    dan Pneumococcus.

    Universitas Sumatera Utara

  • Kerusakan sel terkait dengan inflamasi berpengaruh pada selaput

    membran sel yang menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim lisosomal yaitu

    arachidonic acid kemudian dilepas dari persenyawaan fosfolipid, dan berbagai

    eicosanoid akan disintesis (Katzung, 2002). Kerusakan atau perubahan yang

    terjadi pada sel dan jaringan akibat noksi akan membebaskan berbagai mediator

    atau substansi radang antara lain histamin, bradikinin, kalidin, serotonin,

    prostaglandin, dan leukotrien (Mansjoer, 1999).

    2.3.1 Gejala Peradangan

    Proses terjadinya peradangan ini dapat diamati dari tanda-tanda

    utama peradangan yang mencakup kemerahan (rubor), peningkatan panas (kalor),

    pembengkakan (tumor), rasa sakit (dolor) dan adanya gangguan fungsi jaringan

    (fungsio laesa) (Price dan Wilson, 1995).

    a. Rubor (Kemerahan)

    Rubor atau kemerahan adalah keadaan awal yang menandakan mulainya

    peradangan, ini disebabkan oleh arteriol yang mensuplai darah ke daerah radang

    melebar, sehingga lebih banyak darah yang mengalir ke mikrosirkulasi lokal.

    Kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja kemudian meregang dengan

    cepat dan terisi penuh dengan darah yang menyebabkan warna merah lokal karena

    peradangan akut. Timbulnya kemerahan pada permulaan peradangan diatur oleh

    tubuh, baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat

    seperti histamin (Price dan Wilson,1995).

    b. Kalor (Panas)

    Kalor atau panas terjadi secara bersamaan dengan kemerahan pada reaksi

    peradangan akut. Sebenarnya panas merupakan sifat reaksi peradangan yang

    hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin

    dari 37C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih

    panas dari sekelilingnya, sebab darah dengan suhu 37C yang disalurkan tubuh ke

    permukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan ke daerah

    normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena

    radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti

    37C (Price dan Wilson, 1995).

    Universitas Sumatera Utara

  • c. Dolor (Rasa sakit)

    Dolor atau rasa sakit akibat reaksi peradangan dapat terjadi dengan

    berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi ion-ion tertentu dapat

    merangsang ujung syaraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti

    histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu,

    pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal

    sehingga menimbulkan rasa sakit (Price dan Wilson, 1995).

    d. Tumor (Pembengkakan)

    Tumor atau pembengkakan merupakan hal yang paling kentara akibat

    peradangan akut. Pembengkakan ini terjadi karena peningkatan permeabilitas

    dinding kapiler. Permeabilitas dinding kapiler yang sehat terbatas hanya dapat

    dilalui oleh cairan dan larutan garam-garam tetapi sukar dilalui oleh larutan

    protein yang berupa koloid. Pada peradangan, dinding kapiler tersebut menjadi

    lebih permeabel dan lebih mudah dilalui oleh protein yang akan meninggalkan

    kapiler dan masuk ke dalam jaringan sehingga menyebabkan jaringan bengkak

    (tumor).

    e. Fungsio laesa (Gangguan fungsi jaringan)

    Fungsio laesa atau gangguan fungsi jaringan adalah reaksi peradangan

    di mana saja terjadi pembengkakkan yang lazimnya disertai nyeri dan sirkulasi

    yang abnormal. Tetapi belum diketahui secara pasti bagaimana fungsi jaringan

    tersebut terganggu (Kee dan Evelyn, 1996).

    2.3.2 Mekanisme terjadinya Radang

    Bila terjadi luka pada jaringan, baik karena bakteri, trauma, bahan

    kimiawi, panas atau fenomena lainnya, maka jaringan yang terluka akan

    melepaskan berbagai substansi yang menimbulkan perubahan sekunder yang

    dramatis terhadap jaringan. Inflamasi dapat ditandai dengan:

    a. vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran

    darah setempat yang berlebihan.

    b. kenaikan permeabilitas kapiler disertai kebocoran cairan yang berlebihan

    kedalam ruang interstisial

    Universitas Sumatera Utara

  • c. fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah yang

    berlebihan.

    d. migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit kedalam jaringan

    e. pembengkakan sel jaringan (Guyton dan Hall, 1997).

    Mekanisme terjadinya gejala peradangan tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.2.

    Gambar 2.2. Patogenesis dan gejala peradangan (Mutschler, 1999).

    2.3.3 Mediator Peradangan

    Banyak substansi endogen yang dikeluarkan yang telah dikenal

    sebagai mediator peradangan di antaranya adalah histamin, bradikinin, kalidin,

    serotonin, prostaglandin, dan leukotrien. Histamin merupakan mediator pertama

    Noksi

    Kerusakan Sel

    Gangguan Sirkulasi Lokal

    Emigrasi Leukosit

    Proliferasi sel

    Pembebasan Bahan Mediator

    Eksudasi Perangsangan Reseptor Nyeri

    Kemerahannn

    Panas Pembengkakan Gangguan Fungsi

    Nyeri

    Universitas Sumatera Utara

  • yang dilepaskan dari sekian banyak mediator lain dan segera muncul dalam

    beberapa detik setelah diinduksi yang berperan meningkatan permeabilitas

    kapiler. Histamin merupakan produk dekarboksilasi asam amino histidin yang

    terdapat dalam semua jaringan tubuh. Konsentrasi tertinggi terdapat dalam paru,

    kulit, dan saluran cerna terutama pada sel mast, sedangkan leukosit basofil adalah

    dalam bentuk tak aktif secara biologik dan disimpan terikat pada heparin dan

    protein basa. Histamin akan dibebaskan dari sel tersebut pada reaksi

    hipersensitivitas, kerusakan sel (misalnya pada luka) serta akibat senyawa kimia

    pembebas histamin (Mutschler, 1999).

    Bradikinin dan kalidin adalah mediator radang yang secara lokal

    menimbulkan rasa nyeri, vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan

    berperan meningkatkan potensi prostaglandin (Mansjoer, 1999).

    Serotonin (5-hidroksitriptamin, 5-HT) berasal dari asam amino esensial

    triptamin melalui hidroksilasi dan dekarboksilasi, terdapat dalam platelet darah,

    mukosa usus dan di beberapa bagian otak dengan konsentrasi tinggi. Serotonin

    disimpan dalam granula, terikat dengan ATP serta protein dan dibebaskan jika

    sel dirangsang melalui eksositosis dan mengaktifkan reseptor spesifik. Pada

    trombosit, serotonin berfungsi meningkatkan agregasi dan mempercepat

    penggumpalan darah sehingga mempercepat hemostasis (Mutschler, 1999).

    Asam arakhidonat merupakan prekursor sejumlah besar mediator radang.

    Senyawa ini merupakan komponen utama lipid seluler dan hanya terdapat dalam

    keadaan bebas dengan jumlah kecil, sebagian besar berada dalam bentuk

    fosfolipid membran sel. Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu

    rangsangan kimiawi, fisis atau mekanis, maka enzim fosfolipase A2 akan

    diaktivasi untuk mengubah fosfolipid menjadi asam arakhidonat. Asam lemak C20

    Pada alur siklooksigenase, sebagian asam arakhidonat akan diubah oleh

    enzim siklooksigenase menjadi endoperoksida dan seterusnya menjadi

    prostaglandin (PG), prostasiklin dan tromboksan, dan sebagian lagi asam

    arakhidonat akan diubah oleh enzim lipooksigenase menjadi asam hidroperoksida

    dan seterusnya menjadi leukotrien yang disebut juga Slow Reacting Substances of

    ini selanjutnya akan diubah menjadi senyawa mediator melalui dua alur utama

    yaitu alur siklooksigenase dan alur lipooksigenase.

    Universitas Sumatera Utara

  • Anaphylaxis (SRSA). Baik prostaglandin mau pun leukotrien, bertanggung jawab

    bagi sebagian besar gejala peradangan.

    Mekanisme pembebasan mediator radang ditunjukkan pada Gambar 2.3.

    Kortikosteroida posfolipase A2

    Aspirin + AINS siklooksigenase lipooksigenase

    Gambar 2.3. Metabolisme asam arakhidonat dan sintesis prostaglandin dan

    leukotrien

    Keterangan : = efek penghambatan

    LTB4 = dihidroksi leukotrien B4 LTD4 = leukotrien D

    LTC4

    4 = leukotrien C4 LTE4 = leukotrien E

    4

    Prostaglandin bekerja lemah, berpotensi kuat setelah bergabung dengan

    mediator atau substansi lain yang dibebaskan secara lokal seperti histamin,

    serotonin dan leukotrien. Prostaglandin mampu menginduksi vasodilatasi

    pembuluh darah dalam beberapa menit dan terlibat terjadinya nyeri, radang,

    demam dan diare. Dari alur lipooksigenase dihasilkan mediator leukotrien.

    Mediator LTB4 potensial kemotaktik terhadap leukosit polimorfonuklear,

    eosinofil dan monosit. Pada konsentrasi tinggi, LTB4 menstimulasi agregasi

    leukosit polimorfonuklear. Selain itu LTB4 mempunyai kemampuan

    meningkatkan eksudasi plasma dan mengakibatkan hiperalgesia. Kombinasi dua

    Posfolipida ( membran sel )

    Asam arakhidonat

    Asam Hid k id

    Endoperoksida

    Tromboksan Prostaglandin Prostasiklin Leukotrien: LTB4, LTC4, LTD4, LTE4

    Universitas Sumatera Utara

  • senyawa leukotrien yaitu LTC4 dan LTD4 dapat menyebabkan peradangan, reaksi

    anafilaksis, reaksi alergi dan asma. LTE4 menyebabkan gejala hipersensitivitas,

    bronkokonstriksi, kontraksi otot polos dan permeabilitas vaskular. Aktivitasnya

    jauh lebih kecil dari prazatnya yaitu LTC4 dan LTD4

    tetapi lebih stabil secara

    biologis dari ketiga leukotrien lain (Mansjoer, 1999).

    2.4 Obat-obat Antiinflamasi

    Obat-obat antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki

    aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai

    melalui berbagai cara, yaitu menghambat pembentukan mediator radang

    prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang ataupun

    menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya.

    Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi dibagi

    menjadi dua golongan utama (Katzung, 2002) yaitu:

    a. golongan steroid adrenal

    b. golongan non-steroid

    2.4.1 Antiinflamasi Steroid Adrenal (Glukokortikoida)

    Antiinflamasi golongan steroid adrenal bekerja dengan

    menghambat enzim fosfolipase A2

    Efek antiinflamasi steroid adrenal berhubungan dengan

    kemampuannya untuk merangsang biosintesis protein lipomodulin, yang dapat

    menghambat kerja enzimatik fosfolipase A

    secara tidak langsung dengan menginduksi

    sintesis protein G (Campbell, 1991).

    2

    Steroid adrenal akan membahayakan jika tidak sesuai dengan

    indikasi dan arahan penggunaannya. Penggunaan jangka panjang menyebabkan

    efek samping cukup berat seperti hipokalemia, tukak lambung, penekanan

    pertumbuhan, osteoporosis, muka bulat, penekanan sekresi kortikotropin, atropi

    sehingga mencegah pelepasan

    mediator peradangan, yaitu asam arakhidonat dan metabolitnya seperti

    prostaglandin, leukotrien, tromboksan dan prostasiklin. Steroid adrenal dapat

    memblok jalur siklooksigenase dan lipooksigenase, sedangkan AINS hanya

    memblok alur siklooksigenase. Hal ini dapat menjelaskan mengapa steroid

    adrenal mempunyai aktivitas antiinflamasi yang lebih besar dibanding AINS.

    Universitas Sumatera Utara

  • kulit, memperberat penyakit diabetes melitus, mudah terkena infeksi,

    glaukoma, hipertensi, gangguan menstruasi, dan perubahan mental atau tingkah

    laku. Penghentian pengobatan secara tiba-tiba menyebabkan ketidakcukupan

    adrenal yang akut dan menimbulkan gejala seperti otot menjadi lemah, nyeri otot,

    demam, perubahan mental, mual, hipoglikemia, hipotensi, dehidrasi dan bahkan

    kadang-kadang menyebabkan kematian. Oleh karena itu, penghentian

    glukokortikoida harus dilakukan dengan mengurangi dosis secara bertahap

    (Siswandono dan Bambang, 1995).

    2.4.2 Obat Antiinflamasi Non-steroid (AINS)

    AINS merupakan kelompok obat-obat yang bekerja dengan cara

    menghambat aktivitas enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat

    menjadi prostaglandin terganggu. Obat-obat ini juga dikenal sebagai penghambat

    prostaglandin, mempunyai efek analgesik dan antipiretik yang berbeda-beda

    terutama digunakan sebagai antiinflamasi untuk meredakan peradangan dan nyeri.

    Efek antipiretik golongan obat ini tidak sekuat efek antiinflamasinya. Kecuali

    aspirin, penggunaan preparat-preparat AINS tidak dianjurkan untuk meredakan

    sakit kepala ringan dan demam. AINS lebih sesuai digunakan untuk mengurangi

    pembengkakan, nyeri dan kekakuan sendi (Kee dan Evelyn, 1996).

    Obat-obat AINS bekerja dengan cara menstabilkan membran

    lisosomal, menghambat pembebasan dan aktivitas mediator peradangan (histamin,

    serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya), menghambat migrasi sel ke

    tempat peradangan, menghambat proliferasi seluler, menetralisasi radikal oksigen

    dan menekan rasa nyeri (Noer, 1996).

    Penggolongan obat antiinflamasi menurut Goodman dan Gillman

    (1996) dengan beberapa contoh senyawa yang termasuk ke dalamnya adalah

    sebagai berikut:

    a. Obat antiinflamasi steroida adrenal, misalnya kortison, hidrokortison,

    deksametason, dan prednison.

    b. Obat antiinflamasi non-steroida (AINS):

    i. turunan asam salisilat, misalnya aspirin, diflunisal, sulfasalazin, dan

    olsalazin.

    Universitas Sumatera Utara

  • ii. turunan para-aminofenol, misalnya asetaminofen

    iii. indol dan asam indene asetat, misalnya indometasin, sulindak dan

    etodolak

    iv. asam heteroaril asetat, misalnya tolmetin, diklofenak, dan ketorolak

    v. asam arilpropionat, misalnya ibuprofen, naproksen, fenoprofen, dan

    ketoprofen

    vi. asam antranilat (fenamat), misalnya asam mefenamat, dan asam

    meklofenamat

    vii. asam enolat, misalnya oksikam (piroksikam, tenoksikam), dan

    pirazolidin

    viii. (fenilbutazon, oksifentatrazon)

    ix. alkanon, misalnya nabumeton.

    2.5 Indometasin 2.5.1 Sifat kimia

    Nama kimia : asam 1-(p-klorobenzoil)-5-metoksi-2-metil-indola-3- asetat,

    Rumus molekul : C19H16ClNO4

    Berat molekul : 357,79.

    Rumus bangun indometasin dapat dilihat pada Gambar 2.4. di bawah inI

    CO Cl

    N CH3

    H3CO CH2COOH

    Gambar 2.4. Rumus bangun indometasin

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.5.2 Sifat Fisika

    Indometasin berbentuk serbuk hablur, polimorf, berwarna kuning

    pucat hingga kuning kecoklatan, tidak berbau atau hampir tidak berbau. Peka

    terhadap cahaya, meleleh pada suhu lebih kurang 162C. Indometasin praktis

    tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, kloroform dan dalam eter

    (Anonim, 1995).

    2.5.3 Farmakologi

    Indometasin mulai dikenal pada tahun 1963 bekerja lebih efektif dari

    aspirin atau AINS lainnya dan merupakan penghambat sintesis prostaglandin yang

    terkuat. Khasiat kliniknya sebagian besar sebanding dengan fenilbutazon,

    walaupun lebih unggul dalam percobaan-percobaan pada hewan. Indometasin

    diabsorbsi dengan baik setelah pemberian per oral dan sebagian besar terikat

    dengan protein plasma (sekitar 90%), waktu paruh dalam plasma selama 3-11 jam,

    waktu paruh kerja rata-rata 4-6 jam. Metabolisme terjadi di dalam hati,

    dalam bentuk tak berubah, obat ini diekskresikan ke dalam empedu dan urin

    (Katzung, 2002).

    Indometasin digunakan untuk pengobatan artritis rematoid, gout dan

    osteoartritis. Walaupun obat ini efektif tetapi karena toksik maka penggunaan obat

    ini dibatasi. Indometasin menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi

    asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. Juga menghambat motilitas

    leukosit polimorfonuklear.

    Efek samping indometasin pada dosis terapi meliputi gangguan saluran

    cerna berupa nyeri abdomen, diare ulser, perdarahan lambung dan pankreatitis.

    Juga menyebabkan pusing, depresi, rasa bingung, halusinasi, agranulositosis,

    anemia aplastik dan trombositopenia. Karena toksisitasnya, indometasin tidak

    dianjurkan diberikan pada anak-anak, wanita hamil, penderita gangguan psikiatri

    dan penderita penyakit lambung (Ganiswarna, 1995).

    2.6 Rasa nyeri

    Universitas Sumatera Utara

  • Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang timbul

    bila ada jaringan yang rusak, hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan

    cara memindahkan stimulus nyeri (Guyton and John,1996).

    Prostaglandin hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan

    kerusakan jaringan atau inflamasi. Penelitian telah membuktikan bahwa

    prostaglandin menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik

    dan kimiawi. Jadi, prostaglandin menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian

    mediator nyeri seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan

    nyeri yang nyata (Wilmana dan Gan, 2007).

    2.6.1 Pembagian Rasa Nyeri Rasa nyeri dapat dibagi menjadi dua yaitu rasa nyeri utama, yakni

    rasa nyeri cepat dan rasa nyeri lambat. Bila diberikan stimulus nyeri, maka rasa

    nyeri cepat timbul dalam waktu kira-kira 0,1detik, sedang rasa nyeri lambat

    timbul setelah 1detik atau lebih dan kemudian secara perlahan bertambah selama

    beberapa detik dan kadang kala beberapa menit. Rasa nyeri cepat digambarkan

    dengan banyak nama pengganti, seperti rasa nyeri tajam, rasa nyeri tertusuk, rasa

    nyeri akut dan rasa nyeri elektris. Jenis rasa nyeri ini akan terasa bila ada sebuah

    jarum ditusukkan kedalam kulit, bila kulit tersayat pisau atau bila kulit terbakar

    secara akut. Rasa nyeri ini juga akan terasa bila subjek mendapat syok listrik.

    Rasa nyeri cepat, nyeri tajam tak akan terasa disebagian besar jaringan dalam

    tubuh.

    Rasa nyeri lambat juga mempunyai banyak nama tambahan seperti

    rasa nyeri terbakar lambat, nyeri pegal, nyeri berdenyut-denyut, nyeri mual dan

    nyeri kronik. Jenis rasa nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan.

    Rasa nyeri dapat berlangsung lama, menyakitkan dan dapat menjadi penderitaan

    yang tak tertahankan. Rasa nyeri ini dapat terasa dikulit dan hampir semua

    jaringan dalam atau organ (Guyton and John, 1996).

    2.6.2 Mekanisme terjadinya Nyeri

    Pada umumnya rasa nyeri dapat dirasakan melalui berbagai jenis

    rangsangan, yang meliputi rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis, dapat

    menimbulkan kerusakan jaringan (Guyton and John, 1996; Tjay dan Rahardja,

    Universitas Sumatera Utara

  • 2003). Jenis nyeri kimia dapat disebabkan beberapa zat kimia meliputi bradikinin,

    serotonin, histamin, ion kalium, asam asetil kolin dan enzim proteolitik.

    Nyeri juga akan terasa bila menerima panas dengan suhu di atas

    45oC, jaringan mulai mengalami kerusakan akibat panas. Oleh karena itu, rasa

    nyeri yang disebabkan oleh panas sangat terkait dengan kemampuan panas untuk

    merusak jaringan (Guyton and John, 1996). Adanya rangsangan yang merusak sel,

    akan mengaktivasi enzim fosfolipase A2 yang kemudian akan mengubahnya

    menjadi asam arakhidonat. Asam arakhidonat yang terbentuk kemudian dengan

    bantuan enzim siklooksigenase akan disintesis menjadi prostaglandin.

    Prostaglandin E1 dan E2

    yang terbentuk akan mensensitisasi reseptor nyeri

    (nosiseptor), bradikinin, dan histamin sehingga menimbulkan nyeri yang nyata

    (Wilmana, 1995; Guyton and John, 1996).

    2.7 Analgetika Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem

    saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa

    mempengaruhi kesadaran. Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai ambang

    persepsi nyeri (Siswandono dan Bambang, 1995).

    2.7.1 Pembagian Analgetika Berdasarkan kerja farmakologinya, analgetika dibagi dua kelompok yaitu:

    a. Analgetik non-narkotik, sering disebut analgetik-antipiretika. Obat golongan

    ini digunakan untuk mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang,

    menurunkan suhu tubuh dalam keadaan suhu tinggi dan sebagai antiradang

    untuk pengobatan rematik. Analgetik-antipiretik digunakan untuk pengobatan

    simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan

    atau menghilangkan penyebab penyakit (Siswandono dan Bambang, 1995).

    Analgetik non-narkotik mempunyai sedikit atau tidak mempunyai aktivitas

    antiinflamasi. Dibandingkan dengan analgesik narkotik, keuntungan terapi

    Universitas Sumatera Utara

  • analgesik non-narkotik tidak menimbulkan ketergantungan fisik atau

    toleransi (Mycek, 2001).

    b. Analgetik narkotik, adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf

    pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang sedang

    atau pun berat, seperti rasa sakit yang disebabkan oleh kanker, serangan

    jantung, sesudah operasi dan kolik usus atau ginjal. Aktivitas analgetik

    narkotik jauh lebih besar dibanding golongan analgetik nonnarkotik

    (Siswandono dan Bambang, 1995). Analgetik opioid termasuk dalam

    analgetik narkotik, merupakan senyawa alami atau sintetik yang

    menghasilkan efek seperti morfin, penggunaan utamanya adalah untuk

    menghilangkan nyeri dan ansietas yang menyertainya, baik karena operasi

    akibat luka atau penyakit (Mycek, 2001).

    2.7.2 Mekanisme Kerja Analgetika

    Efek analgetik obat golongan narkotika adalah karena

    pengikatannya dengan reseptor khas pada sel otak dan spinal cord, sedangkan

    analgetik non-narkotik bertindak dengan cara menghambat secara langsung dan

    selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengatalisis biosintesis

    prostaglandin, seperti siklooksigenase, hingga mencegah sensitisasi reseptor nyeri

    oleh mediator-mediator nyeri, seperti bradikinin, histamin, serotonin yang dapat

    merangsang nyeri (Siswandono dan Bambang, 1995).

    2.7.3 Metode Pengujian Analgetika Intensitas suatu rangsang yang diperlukan untuk menginduksi

    nyeri dapat diukur dengan berbagai cara, tetapi metode yang paling sering

    digunakan adalah menusuk kulit dengan sebuah jarum pada tekanan yang terukur,

    menekankan suatu benda padat pada suatu penonjolan tulang dengan kekuatan

    Universitas Sumatera Utara

  • yang terukur, atau memanaskan kulit dengan jumlah panas tertentu. Metode

    terakhir telah terbukti sangat tepat dari sudut pandang kuantitatif (Guyton,1995).

    Menurut Domer (1971), ada empat metode yang sering digunakan

    untuk pengujian analgetika, yaitu metode panas, listrik, tekanan, dan kimia (Bars,

    2001; Vogel, 2008).

    2.7.3.1 Metode Panas Metode ini dapat dilakukan secara in vitro maupun in vivo. Secara

    in vitro dilakukan terhadap darah hewan percobaan dan diamati efek analgetiknya.

    Suatu zat berkhasiat analgetika akan bekerja mencegah hemolisis, sedangkan

    secara in vivo dilakukan terhadap hewan percobaan dengan suhu berkisar 50-

    60o

    Lempeng yang dipanaskan dapat digunakan sebagai penyebab rasa

    nyeri, dengan cara memberikan panas pada bagian tubuh hewan percobaan.

    Hewan yang diberi suatu analgetika akan mengalami perpanjangan waktu reaksi

    terhadap rangsangan panas. Waktu reaksi oleh mencit yang ditempatkan pada

    lempeng panas dapat digunakan untuk pengujian analgetika. Beberapa mencit

    yang ditempatkan pada lempeng yang dipanaskan pada temperatur 50

    C.

    oC,

    memberikan respon tidak teratur selama 20 detik dan lainnya mungkin

    membutuhkan waktu yang lebih lama. Pada temperatur 55oC semua mencit

    memberikan respon dalam waktu 30 detik sedangkan pada temperatur 60o

    Metode panas yang lain adalah dengan menggunakan penangas air

    sebagai perangsang panas, ini dilakukan Grotto dan Shulman, yaitu dengan cara,

    mencit diletakkan dalam kotak plastik berukuran 15 x 25 x 25 cm sedemikian

    rupa sehingga ekornya terjulur ke luar. Kemudian ekor mencit seluruhnya

    dicelupkan kedalam penangas air pada temperatur 58

    C akan

    memberikan respon dalam 20 detik. Mencit memberikan respons, mula-mula

    duduk dengan kaki belakang sambil menjilat-jilat kaki depan sebagai usaha untuk

    mendinginkan, kemudian apabila terasa lebih panas mencit akan menendangkan

    kaki belakangnya, berputar dan berusaha keluar dari dinding silinder (Domer,

    1971).

    oC, di sini akan terlihat tiga

    fase pergerakan ekor yang berbeda. Fase pertama gerakan lambat sebanyak 1-3

    kali, fase kedua sedikit lebih cepat dan fase ketiga berupa sentakan kuat. Respon

    Universitas Sumatera Utara

  • dikatakan positif bila ada sentakan atau gerakan kontinyu dari fase kedua,

    sebelum terjadinya sentakan, terkadang sudah terdengar cicitan.

    Pusat panas pada ekor tikus juga dapat digunakan sebagai pertanda

    perangsang nyeri, bila intensitas panas tercapai, maka akan timbul respon berupa

    sentakan ekor. Kemudian waktu reaksi dicatat, untuk mengetahui berapa besarnya

    intensitas rangsangan yang diperlukan terhadap respon.

    2.7.3.2 Metode Listrik

    Metode ini dapat dilakukan secara in vivo. Sebagai penyebab rasa nyeri

    digunakan aliran listrik. Ekor mencit diberi rangsangan listrik melalui dua

    elektroda. Pemberian kejutan listrik dilakukan setiap satu detik sampai terdengar

    cicitan mencit. Arus listrik dapat ditinggikan sesuai dengan kekuatan analgetika

    yang diuji. Hewan percobaan seperti anjing, kera, kucing, kelinci dan tikus, dapat

    dilakukan juga dengan metode listrik dapat dilakukan.

    2.7.3.3 Metode Tekanan Metode tekanan hanya dapat dilakukan secara in vivo. Untuk

    menguji efek analgetik, pemberian tekanan dilakukan dengan cara menjepit pada

    bagian ujung ekor mencit. Besar tekanan yang diperlukan untuk menimbulkan

    rasa nyeri sebelum dan sesudah pemberian obat, diukur berdasarkan waktu sampai

    timbul nyeri. Metode tekanan dapat dilakukan terhadap anjing, tikus, dan mencit.

    2.7.3.4 Metode Kimia Metode kimia dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro. Secara

    in vivo diberikan senyawa kimia dengan cara intraperitonial pada mencit dan

    harus menimbulkan respon spesifik akibat konstriksi abdomen seperti menggeliat

    dan merenggang. Senyawa kimia yang dapat digunakan adalah asam asetat,

    bradikinin, kalium klorida, asetil kolin, 5-hidroksitriptamin, fenilkinon, dan

    benzokinon.

    Secara in vitro metode ini dapat digunakan terhadap sel mast yang

    diisolasi dari cairan peritonium hewan percobaan, lalu dilihat apakah ada atau

    tidak degranulasi sel mast pada saat sebelum dan sesudah pemberian obat. Hewan

    percobaan yang dapat digunakan adalah anjing, tikus, merpati, ayam, dan mencit.

    2.8 Antalgin (Dipiron)

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.8.1 Sifat Kimia

    Nama kimia : Natrium 2,3 - dimetil 1 fenil -5-pirazolon - 4-

    etiamin

    etansulfonat

    Rumus molekul : C13H16N3NaO4S.H2 Berat molekul : 351,37.

    O

    Rumus bangun antalgin dapat dilihat pada Gambar 2.5. di bawah ini.

    NN

    CH3

    O

    C6H5

    CH3

    N

    H2C

    CH3

    O3SNa

    Gambar 2.5. Rumus bangun antalgin

    2.8.2 Farmakologi

    Antalgin adalah obat golongan AINS, dikenal sebagai penghambat

    protaglandin, mempunyai efek analgesik dan antipiretik yang berbeda-beda,

    biasanya preparat aspirin lebih sesuai untuk meredakan sakit kepala dan demam

    (Kee dan Evelyn, 1996). Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa sakit

    atau sering disebut analgetika non-narkotik. Senyawa ini merupakan turunan

    5-pirazolon yang secara umum digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada

    keadaan nyeri kepala, nyeri pada spasmus, ginjal, saluran empedu dan urin, nyeri

    gigi, dan nyeri pada reumatik. Efek samping yang ditimbulkan oleh turunan

    5-pirazolon adalah agranulositosis (Siswandono dan Bambang, 1995).

    Secara farmakologi obat ini bekerja pada periferal dan sentral.

    Obat ini menimbulkan efek analgesik dengan cara menghambat langsung dan

    selektif enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalis biosintesis protaglandin,

    sehingga mencegah sensitisasi reseptor nyeri oleh mediator nyeri, seperti

    bradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion hidrogen dan

    Universitas Sumatera Utara

  • kalium. Mediator ini akan merangsang rasa sakit secara mekanis maupun kimiawi

    (Wilmana 1995, 1995; Siswandono dan Bambang,1995 ).

    Antalgin memiliki efek analgetik-antipiretik dan efek antiinflamasi

    yang lemah. Penggunaannya dibatasi pada nyeri akut pasca operasi, nyeri karena

    tumor, nyeri hebat karena penyakit akut dan kronis yang tidak dapat diatasi oleh

    analgesik non opiat lainnya. Pembatasan ini dilakukan karena efek sampingnya

    yang dapat menimbulkan agranulositosis, anemia aplastika dan trombositopenia.

    Penggunaan jangka panjang antalgin perlu diperhatikan kemungkinan diskrasia

    darah. Contoh sediaan dipasaran adalah neuralgin (Anonim, 2008).

    2.9 Diklofenak

    2.9.1 Sifat Kimia

    Diklofenak dengan nama kimia 2-(2-(2,6-diklorofenilamino)fenil)

    asam asetat, memiliki rumus molekul C14H11Cl2NO2

    dengan berat molekul

    296.148 g/mol. Rumus bangun diklofenak ditunjukkan pada Gambar 2.6

    (Anonim, 2008).

    Gambar 2.6. Rumus bangun diklofenak

    2.9.2 Farmakologi Natrium diklofenak adalah suatu senyawa antiinflamasi nonsteroid yang

    bekerja sebagai analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Senyawa ini sangat

    merangsang lambung sehingga untuk mencegah efek samping ini bentuk sediaan

    oral (tablet) natrium diklofenak disalut enterik. Bagaimana mekanisme kerjanya

    belum diketahui sepenuhnya, tetapi secara umum mempunyai efek antiinflamasi,

    antipiretik dan analgesiknya adalah dengan cara menghambat sintesis

    prostaglandin dengan menginhibisi siklooksigenase (COX). Penghambatan COX

    Universitas Sumatera Utara

  • akan mengurangi kadar prostaglandin di epitelium lambung, yang

    menyebabkannya lebih sensitif terhadap korosif asam lambung. Ini termasuk efek

    samping utama diklofenak. Diklofenak cenderung menghambat COX-2 lebih

    rendah (kira-kira 10 kali) ketimbang COX-1. Oleh karena itu, insiden terhadap

    gangguan lambung lebih rendah dibandingkan indometasin dan aspirin (Anonim,

    2008). Obat ini tidak boleh diberikan secara intravena bersama-sama dengan

    AINS atau antikoagulan termasuk heparin (Sweetman, 2005).

    Universitas Sumatera Utara