Infertilitas Pria
-
Upload
widya-widyarini -
Category
Documents
-
view
51 -
download
1
description
Transcript of Infertilitas Pria
INFERTILITAS PRIA
Definisi Infertilitas
Infertilitas adalah ketidakmampuan memiliki keturunan sekurang-kurangnya dalam satu
tahun dengan frekuensi berhubungan seksual aktif sedikitnya empat kali seminggu tanpa
kontrasepsi.1 Jenis infertilitas ada dua yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder.
Infertilitas primer adalah keadaan infertil pada pasangan yang istrinya belum pernah hamil
walaupun aktif berhubungan seksual tanpa usaha kontrasepsi. Infertilitas sekunder adalah
keadaan infertil pada pasangan yang istrinya sudah pernah hamil, namun kemudian tidak terjadi
kehamilan lagi walaupun aktif berhubungan seksual tanpa usaha kontrasepsi.
Fisiologi Reproduksi pada Pria
Kemampuan seorang pria untuk
memberikan keturunan tergantung pada kualitas
sperma yang dihasilkan oleh testis dan
kemampuan organ reproduksi untuk
menghantarkan sperma bertemu dengan sel
telur. Sperma dihasilkan oleh testis melalui
rangsangan dari organ-organ pretestikuler
melalui sumbu hipotalamo-hipofisis-gonad.
Proses pembentukan sperma ini dinamakan spermatogenesis dan berlangsung kurang lebih 74
hari. Pada spermatogenesis, hipotalamus mengeluarkan GnRH yang merangsang hipofisis untuk
mengeluarkan FSH dan LH. FSH merangsang tubuli seminiferi dan LH melakukan pengaturan
terhadap produksi hormon testosteron oleh sel- sel Leydig. Spermatogenesis berlangsung di
dalam testis dimulai dari diferensiasi spermatogonium yang terdapat pada membrana basal
tubulus seminiferus testis. Spermatogonium kemudian mengalami mitosis, meiosis, dan
mengalami transformasi menjadi spermatozoa. Sel spermatogonium mengalami mitosis menjadi
sel diploid spermatosid I (mempunyai 46 kromosom) dan mengalami meiosis menjadi sel-sel
haploid spermatosid II (mempunyai 23 kromosom), dan selanjutnya mengalami mitosis menjadi
sel-sel spermatid. Sel spermatid kemudian akan mengalami transformasi menjadi spermatozoa
sehingga terbentuk akrosom dan flagella serta hilangnya sebagian sitoplasma. Proses
transformasi pembentukan spermatozoa yang akan disalurkan ke epididimis disebut
spermiogenesis. 1,2
Sperma yang dibentuk di tubuli seminiferi terkumpul di rete testis, yang kemudian
disalurkan ke epididimis melalui duktus eferentes. Kemudian sperma mengalami maturasi
sehingga mampu bergerak, disimpan beberapa saat di kauda epididimis dan selanjutnya dialirkan
melalui vas deferens untuk disimpan di ampula duktus deferens. Sperma kemudian dikeluarkan
dari organ reproduksi pria melalui proses ejakulasi. Proses ini diawali dari fase emisi yaitu
terjadinya kontraksi otot vas deferens dan penutupan leher buli dibawah control saraf simpatetik.
Proses ini menyebabkan sperma beserta cairan vesikula seminalis dan cairan prostat terkumpul di
dalam uretra posterior dan siap untuk disemprotkan keluar dari uretra. Proses ejakulasi terjadi
karena adanya dorongan ritmik dari kontraksi otot bulbo kavernosus. Komposis cairan semen
yaitu spermatozoa (1%), cairan vesikula seminalis (50- 55%), cairan prostat (15- 20%), dan
cairan dari epididimis dan vas deferens. Setelah berada dalam vagina, sperma masih dapat hidup
hingga 36- 72 jam. 1
Gambar 1. Proses Spermatogenesis
Gambar 2. Anatomi Testis
Etiologi
Keadaan infertilitas pria dapat disebabkan oleh karena kelainan- kelainan yang terdapat
pada fase pre testikuler, testikuler, pasca testikuler. 1 Kelainan pre testikuler merupakan kelainan
yang terjadi pada saat perangsangan proses spermatogenesis. Kelainan pre testikuler dapat
disebabkan adanya kelainan pada hipotalamus, defisiensi hormone gonadotropin, kelainan
hipofisis (akibat tumor, radiasi, atau operasi), hiperprolaktinemia, hemokromatosis, dan terapi
hormon yang berlebihan. Selanjutnya kelainan testikuler merupakan kelainan yang
mempengaruhi proses spermatogenesis pada testis. Kelainan testikuler meliputi anomali
kromosom, anorkhismus bilateral, penggunaan obat yang bersifat gonadotoksin, orkitis, trauma
testis, penyakit sistemik (seperti gagal ginjal, gagal hepar, anemia sel sabit), kriptorkismus,
varikokel. Yang terakhir adalah kelainan pasca testikuler dimana terdapat kelainan pada proses
transportasi sperma hingga terjadi fertilisasi. Kelainan pasca testikuler antara lain gangguan
transportasi sperma, kelainan kongenital (tidak terbentuknya vesikula seminalis atau vas
deferens), obstruksi vas deferens/ epididimis akibat infeksi atau vastektomi, disfungsi ereksi,
gangguan emisi, dan gangguan ejakulasi, kelainan fungsi dan motilitas sperma, kelainan bawaan
ekor sperma, gangguan maturasi sperma, kelainan imunologik, dan infeksi. 1,3
Evaluasi dan diagnosis
Evaluasi kasus inferitilitas harus dilakukan secara komprehensif bersama ahli obstetri dan
ginekologi yang bertujuan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan dari pihak isteri.
Evaluasi dari pihak pria meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis
Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah mengenai riwayat seksual, riwayat
penyakit dahulu yang pernah diderita, dan riwayat reproduksi isri. Pada riwayat seksual perlu
ditanyakan mengenai frekuensi senggama, potensi seksual, penggunaan obat-obatan seperti
lubrikan pada saat senggama. Riwayat penyakit dahulu yang perlu ditanyakan adalah ada atau
tidaknya penyakit sistemik, riwayat pemakaian obat-obatan jangka lama, riwayat operasi,
pekerjaan, dan riwayat kebiasaan seperti perokok, alkoholik, paparan radiasi, dan pestisida.
Libido maupun potensi seksual yang lemah mengurangi kemampuan sperma mengumpul di
vagina, sedangkan penggunaan pelicin sewaktu senggama dapat mengurangi motilitas sperma
seperti pada pemakaian air ludah/ saliva, dan bahkan dapat membunuh sperma seperti pada
pemakaian jeli KY. 1
Tindakan pembedahan seperti herniorafi, pembedahan pada pelvis dan rongga
retroperitoneal yang pernah dijalani pada masa lalu dapat pula mempengaruhi sistem reproduksi.
Penyakit sistemik dapat juga menurunkan kualitas testis dan mengurangi potensi seksual. Infeksi
gonore atau tuberkulosis pada masa lalu menyebabkan pembuntuan vas deferens, epididimis,
maupun duktus ejakulatorius. Demikian pula serangan parotitis akut yang diderita pada usia
pubertas dapat menyebabkan kerusakan testis. Testis yang pernah mengalami torsio, trauma serta
didapatkannya varikokel atau kriptokrismus dapat memengaruhi spermatogenesis. Disamping itu
torsio atau trauma pada testis dapat menyebabkan raksi imunitas testis akibat rusaknya blood
testis barrier. Pemakaian obat-obatan nitrofurantoin, simetidin, kokain, nikotin, dan marijuana
dapat menurunkan kemampuan spermatogenesis. Pada pemakaian steroid dalam jangka waktu
lama dapat menimbulkan hipogonadotropik hipogonadisme yang menghambat spermatogenesis.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan penilaian apakah terdapat kelainan sistemik atau
endokrinologi yang mempengaruhi proses spermatogenesis dan proses transportasi sperma.
Penampilan pasien perlu dinilai apakah tampak feminin seperti badannya tumbuh besar,
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, dan badan yang jarang, dan organ genitalia yang
ukurannya kecil. Dicari kelainan lainnya seperti ginekomastia, anosmia, galaktore, dan gangguan
lapangan penglihatan yang terdapat pada tumor hipofisis. Pemeriksaan genitalia pria meliputi
testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, prostat, dan penis. Pada palpasi testis,
diperhatikan konsistensi dan ukurannya. Panjang testis diukur dengan kaliper, sedangkan volume
testis diukur dengan orkidometer atau ultrasonografi. Panjang testis orang dewasa normal adalah
lebih dari 4cm dengan volume 20 ml. Testis yang mengecil merupakan tanda adanya kerusakan
tubulus seminiferus. Dicari pula kemungkinan adanya varikokel yang dapat mempengaruhi
kualitas maupun kuantitas sperma. Epididimis diperiksa mulai dari kaput, korpus, dan kauda.
Adanya obstruksi pada epididimis ditandai dengan adanya jaringan fibrosis yang teraba seperti
tasbih akibat infeksi kuman tuberkulosis. Tidak didapatkannya vas deferen pada kedua sisi perlu
dipikirkan adanya kelainan bawaan atau congenital bilateral absent of the vas deferens yang
menyebabkan kegagalan dalam transportasi sperma. 1
Gambar 3. Penemuan Fisik pada Sindroma Klinefelter
Untuk mencari keberadaan dan adanya kelainan pada vesikula seminalis serta kelenjar
prostat, dilakukan colok dubur atau ultrasonografi transrektal. Tidak didapatkannya vesikula
seminalis mungkin disebabkan karena kelainan bawaan. Prostat yang teraba keras, besar, dan
nyeri merupakan tanda dari prostatitis. Pada penis diperhatikan adanya hipospadi atau korda
yang keduanya dapat mempengaruhi kemampuan pengumpulan sperma di vagina.
Gambar 4. Penemuan Fisik pada Varikokel
Gambar 5. Penemuan Fisik pada Hipospadia
Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan kimia klinik rutin untuk mencari
kemungkinan adanya kelainan sistemik, pemeriksaan analisis semen, pemeriksaan hormon untuk
menilai fungsi sumbu hipotalamo-hipofisis-gonad, uji fungsi sperma, biopsi testis dan beberapa
pemeriksaan imunologik yang mungkin diperlukan untuk membantu mencari penyebab fertilitas.
Dibutuhkan juga pemeriksaan pencitraan antara lain ultrasonografi Doppler guna membantu
mencari adanya varikokel, vasografi untuk menilai patensi saluran vas deferens/ duktus
ejakulatorius, dan ultrasonografi transrektal untuk mencari keberadaan vesikula seminalis. 1,3
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. 3rd ed. Jakarta:Sagung Seto. 2012. p. 305- 15.
2. Tanagho EA, McAninh JW. Smith’s General Urology. 17th ed. New York: McGraw-Hill.
2008.
3. Jungwirth A, Diemer T, Dohle GR, Giwercman A, Kopa Z, Krausz C, Tournaye H.
Guidelines on Male Infertility. Accessed in January 3rd 2014. Available at:
http://www.uroweb.org/gls/pdf/15_Male_Infertility_LR%20II.pdf.