IKTERUS FISIOLOGIS

4
IKTERUS FISIOLOGIS ( IKTERUS NEONATORUM ) Pada lingkungan normal, kadar bilirubin dalam serum talipusat yang bereaksi-i adalah 1-3 mg/dL dan naik dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dL/24 jamdengan demiki ikterus dapat dilihat pada hari ke-2 dan ke-3, biasanya berpuncak pada hari ke-2 da kadar 5-! mg/dL dan menurun sampai diba"ah 2 mg/dL antara umur hari ke-5 dan ke-#$ yang disertai dengan perubahan-perubahan ini disebut &'isiologis( dan diduga akibat produksi bili-rubin pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasi den sementara konjugasi bilirubin oleh hati$ )ecara keseluruhan, !-#* bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin indirek l besar dari 12,+ mg/dL dan kurang dari 3* mempunyai kadar yang lebih besar dari 15 aktor resiko untuk mengalami hiperbilirubinemia indirek meliputi diabetes pada ib 0epang, orea, dan merika sli , prematuritas, obat-obatan . itamin 3, no obios yang tinggi, polisitemia, jenis kelamin laki-laki, trisomi,-21, memar kulit, se'alh oksitosin, pemberian )%, kehilangan berat badan .dehidrasi atau kehabisankalori , pembentukan tinja lambat, dan ada saudara yang mengalami ikterus 'isiologis$ ayi- ariabel ini jarangmempunyai kadar bilirubin diatas 12 mg/dL, sedangkanbayi yang mempunyai resiko lebih mungkin mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi$ adar b indirek pada bayi cukup bulan menurun sampai menjadi kadar orang de"asa .1 mg/dL p umur 16-14 hari$ 7ipibilirubinemia indirek persisten sesudah2 minggu memberi kesan hemolisis, di'isiensi glukuronil trans'erase herediter, ikterus )%, hipotiroidism usus$ %kterus yang disertau dengan stenosis pilorus mungkin karena kahabisan kalori 89P-glukuronil tran'erase hati, atau kenaikan sirkulasi bilirubinenterohepatik akib

description

ikterus fisiologis

Transcript of IKTERUS FISIOLOGIS

IKTERUS FISIOLOGIS ( IKTERUS NEONATORUM )Pada lingkungan normal, kadar bilirubin dalam serum talipusat yang bereaksi-indirek adalah 1-3 mg/dL dan naik dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dL/24 jam;dengan demikian, ikterus dapat dilihat pada hari ke-2 dan ke-3, biasanya berpuncak pada hari ke-2 dan ke-4 dengan kadar 5-6 mg/dL dan menurun sampai dibawah 2 mg/dL antara umur hari ke-5 dan ke-7. Iketrus yang disertai dengan perubahan-perubahan ini disebut fisiologis dan diduga akibat kenaikan produksi bili-rubin pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasi dengan keterbatasan sementara konjugasi bilirubin oleh hati. Secara keseluruhan, 6-7% bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin indirek lebih besar dari 12,9 mg/dL dan kurang dari 3% mempunyai kadar yang lebih besar dari 15 mg/dL. Faktor resiko untuk mengalami hiperbilirubinemia indirek meliputi: diabetes pada ibu, ras (Cina, Jepang, Korea, dan Amerika Asli), prematuritas, obat-obatan (vitamin K3, novobiosin), tempat yang tinggi, polisitemia, jenis kelamin laki-laki, trisomi,-21, memar kulit, sefalhematom, induksi oksitosin, pemberian ASI, kehilangan berat badan (dehidrasi atau kehabisan kalori), pembentukan tinja lambat, dan ada saudara yang mengalami ikterus fisiologis. Bayi-bayi tanpa variabel ini jarang mempunyai kadar bilirubin diatas 12 mg/dL, sedangkan bayi yang mempunyai resiko lebih mungkin mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi. Kadar bilirubin indirek pada bayi cukup bulan menurun sampai menjadi kadar orang dewasa (1 mg/dL)pada umur 10-14 hari. Hipibilirubinemia indirek persisten sesudah 2 minggu memberi kesan hemolisis, difisiensi glukuronil transferase herediter, ikterus ASI, hipotiroidisme, atau obstruksi usus. Ikterus yang disertau dengan stenosis pilorus mungkin karena kahabisan kalori, difesiensi UDP-glukuronil tranferase hati, atau kenaikan sirkulasi bilirubinenterohepatik akibat ileus.Pada bayi premetur kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih lambat daripada kenaikan bilirubin pada bayi cukup bulan tetapi jangka waktunya lebih lama, yang biasanya mengakibtkan kadar yang lebih tinggi; puncaknya dicapai pada hari ke-4 dan hari ke-7; gambaranya tergantung pada waktu yang diperlukan bayi preterm untuk mencapai mekanisme matur dalam metabolisme dan ekskresi bilirubin. Biasanya kadar puncak 8-12 mg/dL tidak dicapai sebelum hari ke-5 sampai ke-7, dan ikterus jarang diamati sesudah hari ke-10.Diagnosis ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan atau preterm dapat ditegakkan hanya dengan mengesampingkan sebab-sebab ikterus yang diketahui berdasarkan riwayat dan tanda-tanda klinis serta laboratotium (lihat tabel 88-1). Pada umumnya, penelitian untuk menentukan penyebab ikterus harus dibuat jika: (1) ikterus muncul pada usia 24 jam pertama; (2) bilirubin serum naik dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dL/24 jam; (3) bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dL pada bayi cukup bulan ( terutama bila tidak ada faktor resiko) atau 10-14 mg/dL/24 jam pada bayi preterm; (4) ikterus menetap setelah usia 2 minggu; atau (5) bilirubin yang bereaksi direk lebih besar dari 1 mg/dL pada setiap saat. Diantara faktor-faktor lain yang memberi kesan penyebab ikterus non fisiologis adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit hemolitik, pucat, hepatomegali, splenomegali, kegagalan fototerapi untuk meurunkan kadar bilirubin, muntah, lesu, pemberian makan jelek, kehilangan berat badan berlebihan, apnea, bradikardi, kelainan tanda-tanda vital termasuk hipotermia, tinja berwarna pucat, urin berwarna gelap positif untuk bilirubin, dan tanda-tanda kernikikterus.

HIPERBILIRUBINEMIA PATOLOGISIkterus dan hiperbilirubinemia yang mendasarinya dianggap patologis bila waktu pemunculanya, lamanya, atau pola kadar bilirubin serum yang ditentukan secara seri berbeda secara bermakna dari pola ikterus fisiologis; atau jika perjalananya sesuai dengan ikterus fisiologis namun ada alasan lain untuk mencurigai bahwa bayi mempunyai resiko khusus terhadap neurotoksisitas dari bilirubin yang tak terkonjugasi. Tidak mungkin untuk menetukan dengan tepat etiologi kenaikan abnormal bilirubin yang tak terkonjugasi. Banyak bayi demikian yang mempunyai faktor resiko terkait seperti ras ASI, prematuritas, minum ASI, atau kehilangan berat badan; karenanya istiah ikterus fisiologis yang berlebihan dan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir digunakan untuk bayi-bayi yang masalah primernya mungkin adalah difensiesi atau inaktivitas glukuronil tranferase, bukanya beban bilirubin yang berlebihan untuk diekskresikan. Resiko hiperbilirubinemia dihubungkan dengan perkembangan kernikterus ( ensefelopati bilirubun) pada kadar bilirubin indirek serum yang tinggi. Kadar bilirubin serum yang disertai dengan kernikterus berkembang pada kadar bilirubin serum yang disertai dengan kernikterus sebagian bergantung pada kadar bilirubin yang lebih rendah pada bayi preterm dan pada keadaan asfiksia, PIV, hemolisis, atau obat-obatan yang memisahkan bilirubin dari albumin. Kernikterus tidak biasa terjadi pada penderita ikterus karena ASI. Satu (1) dari 200 bayi cukup bulan yang menyusui ASI terdapat kenaikan bermakna dari bilirubin tak terkonjugasi antara umur 4 sampai 7 hari, mencapai kadar maksimal setinggi 10-30mg/dL selama minggu ke-2 samapai minggu ke-3. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia secara bertahap menurun dan kemudian dapat menetap selama 3-10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum turun dengan cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI selama 1-2 hari dan penggantian ASI dengan susu formula mengakibatkan penurunan hiperbilirubin serum yang cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubinemia tidak kembali kekadar yang tinggi seperti sebelumnya. Jika ada indikasi, foto terapi mungkin bermanfaat. Bayi ini tidak memiliki tanda-tanda penyakit lain, dan kernikterus belum pernah dilaporkan. ASI dari beberapa ibu ini mengandung 5-pregnane-3, 20--diol atau asam lemak rantai panjang nonesterifikasi, yang secara kompetitif menghambat aktifitas konjugasi glukuronidase yang dapat menyebabkan ikterus. Sindrom ini harus dibedakan dari hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang menonjol dan mulainya dini pada umur 1 minggu, bila bayi yang minum ASI mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi dari pada bayi yang minum susu formula. Pengamatan ini mungkin disebabkan kurangnya pemasukan susu disertai dehidrasi atau kurang pemasukan kalori. Memberi tambahan air gula pada bayi yang minum ASI dihubungkan dengan kadar bilirubin yang lebih tinggi, sebgian disebabkan oleh menurunya masukan densitas ASI yang tinggi kalori. Frekuensi menyusu yang sering (>10/24 jam), rooming in menyusui pada malam hari, dan menghindari penambahan dekstrose 5% atau air dapat mengurangi insidens ikterus awal karena ASI. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi berat yang menyebabkan kernikterus jarang terjadi pada umur 2 hari karena faktor penghambat glukuronil tranferase ada dalam serum ibu dan bayi.Ikterus yang menetap selama lebih dari 2 minggu atau disertai dengan tinja akolik dan urine berwarna tua memberin kesan atresa biliaris. Semua bayi demikian harus menjalani penentuan bilirubin direk.