ikterus

17
2.1 Definisi Ikterus Menurut Kristeen Moore (2013), Ikterus merupakan perubahan warna kulit atau sclera mata dari putih ke kuning. Hal ini berlaku apabila berlakunya akumulasi bilirubin yang berlebihan dalam sistem tubuh karena terjadi kerusakan hati yang mencegah pembuangan bilirubin dari dalam darah. Ikterus juga bisa disebabkan oleh tersumbatnya saluran empedu yang menurunkan aliran empedu dan bilirubin dari hati kedalam usus. Istilah jaundice berasal dari bahasa Perancis “jaune”, yang berarti “kuning” atau ikterus (berasal dari bahasa Yunani, icteros) menunjukkan pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan. Menurut definisi WHO, bayi yang baru lahir, atau neonatus, adalah anak di bawah umur 28 hari. Selama 28 hari pertama kehidupan, bayi berada pada risiko tertinggi mati. Bayi aterm adalah bayi yang dilahirkan dengan umur kehamilan ibu antara 37- 42 minggu (259 sampai 293 hari), manakala bayi post-term adalah umur kehamilan ibu > 42 minggu atau 294 hari. Bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke-37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). Akumulasi bilirubin dalam darah berlaku pada bayi baru lahir adalah akibat proses ekskresi bilirubin terganggu karena pada bayi baru lahir hatinya masih dalam perkembangan sehingga tidak bisa mengeluarkan bilirubin dari dalam darah secara adekuat

description

makalah

Transcript of ikterus

Page 1: ikterus

2.1 Definisi Ikterus

Menurut Kristeen Moore (2013), Ikterus merupakan perubahan warna kulit atau sclera

mata dari putih ke kuning. Hal ini berlaku apabila berlakunya akumulasi bilirubin yang

berlebihan dalam sistem tubuh karena terjadi kerusakan hati yang mencegah pembuangan

bilirubin dari dalam darah. Ikterus juga bisa disebabkan oleh tersumbatnya saluran empedu yang

menurunkan aliran empedu dan bilirubin dari hati kedalam usus.

Istilah jaundice berasal dari bahasa Perancis “jaune”, yang berarti “kuning” atau ikterus

(berasal dari bahasa Yunani, icteros) menunjukkan pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau

membran mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan.

Menurut definisi WHO, bayi yang baru lahir, atau neonatus, adalah anak di bawah umur

28 hari. Selama 28 hari pertama kehidupan, bayi berada pada risiko tertinggi mati. Bayi aterm

adalah bayi yang dilahirkan dengan umur kehamilan ibu antara 37-42 minggu (259 sampai 293

hari), manakala bayi post-term adalah umur kehamilan ibu > 42 minggu atau 294 hari. Bayi

prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke-37 (dihitung dari hari

pertama haid terakhir).

Akumulasi bilirubin dalam darah berlaku pada bayi baru lahir adalah akibat proses

ekskresi bilirubin terganggu karena pada bayi baru lahir hatinya masih dalam perkembangan

sehingga tidak bisa mengeluarkan bilirubin dari dalam darah secara adekuat (Kristeen, 2013).

The American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasi supaya setiap bayi baru lahir

dilakukan pemeriksaan untuk ikterus sebelum meninggalkan rumah sakit dan pada hari ketiga

hingga kelima setelah kelahiran.

2.2 Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dan bayi preterm dapat disebabkan oleh beberapa

faktor. Secara garis besar, etiologi ikterus neonatorum misalnya:

a) Hemolitik

Hemolitik adalah keadaan dimana pemecahan eritrosit berlaku lebih cepat dan ini

menyebabkan peningkatan pada penghasilan bilirubin. Keadaan ini melebihi kemampuan bayi

untuk mengeluarkannya. Hal ini berbahaya karena bilirubin yang dominan adalah yang tidak

Page 2: ikterus

terkonjungasi dan berpotensi menjadi neurotoksik. Hemolisis meningkat pada inkompatibilitas

Rh, ABO, defisiensi G6PD, piruvat kinase, sepsis, perdarahan tertutup dan internal

b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Keadaan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi

bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya

enzim glukorinil transferase (Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein

Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

c) Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah tidak terkonjungasi dengan albumin kemudian diangkut ke hepar.

Obat seperti salisilat, sulfarazole dapat mempengaruhi ikatan bilirubin dengan albumin.

Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam

darah yang mudah melekat ke sel otak.

d) Gangguan dalam eksresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kebiasaanya

infeksi yang menyebabkan obstruksi dalam hepar manakala kelainan di luar hepar biasanya

diakibatkan oleh kelainan bawaan (Hassan, 1985).

2.3 Klasifikasi

Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.

2.3.1 Ikterus Fisiologi

Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru lahir, tidak

mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi kernikterus. Ikterus ini memiliki

tanda-tanda berikut :

1. Timbul pada hari ke dua dan ketiga setelah bayi lahir

2. Dijumpai pada sekitar 60% pada bayi aterm dan 80% pada bayi prematur.

3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.

4. Pada bayi aterm bilirubin serum dapat mencapai kadar maksimum sebesar 6mg/dL antara hari

ke-2 dan 4 manakala pada bayi prematur pula kadar bilirubin serum dapat memuncak setinggi

10-12mg/dL pada hari ke-5 dan 7.

Page 3: ikterus

5. Konsentrasi pigmen menurun secara bertahap, mencapai kadar normal dalam 2minggu pada

bayi preterm dan 2 bulan pada bayi preterm (Rudolph, 1995).

2.3.2 Ikterus Patologis

Ikterus patologis adalah Ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan kadar bilirubin

mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterus patologis memiliki tanda-tanda

berikut:

1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.

2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada

bayi preterm.

3. Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg per hari.

4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.

2.4 Manifestasi klinis

Ikterus dimulai diwajah kemudian menyebar ke abdomen dan ekstrimitas. Secara klinis,

ikterus dapat terdeteksi melalui warna kulit dengan cara menekan kulit dengan jari. Tekanan

kulit menampakkan kemajuan ikterus ketika bilirubin melebihi 5 mg/dL. Penekanan pada kulit

dapat menampakan kemajuan anatomi ikterus pada muka (5 mg/dL), tengah abdomen (15

mg/dL), telapak kaki (20 mg/dL) tetapi pemeriksaan klinis tidak dapat diandalkan untuk

memperkirakan tingkat bilirubin serum. Ikterus yang ditemukan pada bayi baru lahir dapat

merupakan suatu gejala fisiologis.

Ikterus akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit lebih cenderung untuk tampak kuning

terang atau orange, manakala ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna

kuning kehijauan.

Gambaran klinis ikterus fisiologis:

1. Timbul pada hari ke dua dan ketiga setelah bayi lahir dan bilirubin serum akan kembali ke

nilai normal pada minggu kedua.

2. Bilirubin serum > 6mg/dL pada bayi aterm dan 10-12 mg/dL pada bayi preterm.

Page 4: ikterus

Gambaran klinis ikterus patologis:

1. Terjadi pada 24 jam pertama

2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg/dL pada

bayi preterm.

3. Ikterus masih menetap sesudah 2 minggu (Nelson, 2007).

2.5 .Patofisiologi

Gambar 2.5: Metabolism Bilirubin

Sumber: http://www.medscape.com/viewarticle/497028_2

Page 5: ikterus

Bilirubin indirek (tak terkonjugasi) merupakan produk penguraian haemoglobin dalam

sistem retikuloendotelial. Hemoglobin terdapat dalam eritrosit (sel darah merah) yang dalam

waktu tertentu selalu mengalami destruksi (pemecahan). Proses pemecahan tersebut

menghasilkan haemglobin yang akan menjadi zat heme dan globin. Dalam proses berikutnya,

zat-zat ini akan berubah menjadi bilirubin bebas atau bilirubin indirect. Terlebih, bayi baru lahir

memiliki sel darah merah yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa, dan dengan demikian

lebih banyak yang dipecahkan dalam satu waktu. Hal ini berarti lebih banyak bilirubin yang

dihasilkan tubuh bayi baru lahir. Jika bayi lahir premature maka jumlah bilirubin dalam darah

dapat meningkat lebih dari level yang seharusnya. Biliverdin dibentuk dari heme dengan bantuan

enzim heme oksigenase yang kemudian lebih lanjut dimetabolisme menjadi bilirubin indirek tak

terkonjugasi oleh enzim bilirubin reductase. Satu gram haemoglobin dapat menghasilkan 35mg

bilirubin indirek. Bilirubin indirek bersifat tidak larut dalam air tetapi larut lemak. Bilirubin akan

terikat dengan albumin dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang sudah

berikatan dengan albumin akan ke sel hepatosit, Enzim uridildiphosphoglukoronil transferase

(UDPGT) dan mengkatalisa reaksi konjugasi dengan dua molekul glukoronide. Bilirubin

terkonjugasi ini akan disekresikan ke dalam saluran empedu dan melewati usus. Setelah bilirubin

direk terkonjungasi ini sampai di usus besar / kolon,dengan bantuan bakteri-bakteri usus

bilirubin terkojungasi ini akan dimetabolism menjadi stercobilins dan kemudian diekskresi

melalui feces (Hay,dll, 2001).

Akan tetapi proses ini terganggu pada bayi preterm karena pada bayi preterm hatinya masih

dalam perkembangan sehingga tidak bisa mengeluarkan bilirubin dari dalam darah secara

adekuat karena kurangnya kemampuan dari kerja uridil diphosphate glukoronil transferase

(UDPGT). Ini mengakibatkan terjadinya akumulasi bilirubin dalam darah yang menyebabkan

kulit dan sclera bayi preterm kekuningan. Kondisi ini dikatakan ikterus fisiologis (Nelson, 2007).

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam

menegakkan diagnosis ikterus pada bayi baru lahir dan bayi preterm. Misalnya menanyakan

tentang:

a) Riwayat kehamilan dan persalinan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin,

Page 6: ikterus

b) malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)

c) Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya

d) Riwayat inkompatibilitas darah

e) Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah

beberapa hari tergantung pada etiologic (Nelson, hlmn 757). Amati ikterus pada siang hari

dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa

tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit hitam/gelap

dan bayi preterm (Lissauer, 2009).

Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan

sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer. Menurut Kramer, tubuh bayi telah dibagi

kepada 5 bagian untuk dilakukan penilaian terhadap derajat ikterus. Pemeriksaan dilakukan

dengan cara menekan jari telunjuk di tempat yng tulangnya menojol seperti tulang hidung, tulang

dada dan lutut.

Tabel 2.6: Serum

Bilirubin Values

Dermal Zone

Serum Bilirubin

(μmol/L)

1 Kepala dan

leher

100

2 Pusat-leher 150

3 Pusat-paha 200

4 Lengan +

Tungkai

250

5 Tangan +

Kaki

>250

Page 7: ikterus

2.6.3 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan serum bilirubin (direk dan indirek) harus dilakukan pada bayi yang

mengalami ikterus. Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan

penyebab ikterus antara lain adalah bilirubin direk,hitung darah lengkap, hitung retikulosit dan

apusan morfologi darah tepi, golongan darah dan ‘Coombs test’, skrining G6PD, albumin serum

dan urinalisis bagi mengetahui zat pereduksi (galaktosemia) (Lissauer, 2009).

2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 Mempercepat proses kojungasi

Ini dapat dilakukan dengan pemberian fenobarbital. Obat ini bekerja sebagai ‘enzyme

inducer’ sehingga konjugasi dipercepat. Cara pengobatan ini tidak begitu efektif dan

memerlukan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti. Pemberian fenobarbital

lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan bayi bawaan

(Hassan, 1985).

2.7.2 Pemberian substrat yang kurang seperti albumin dan glukosa untuk

transportasi atau konjugasi

Contohnya pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Kebiasaanya,

albumin diberikan sebelum transfusi tukar dilakukan. Hal ini karena, albumin akan mempercepat

keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih

mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar

sebagai sumber energy.

2.7.3 Fototerapi

Yang dimaksud dengan fototerapi intensif adalah radiasi dalam spektrum biru-hijau.

Fototerapi adalah aplikasi lampu neon untuk mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi

pigmen yang larut dalam air untuk memfasilitasi ekskresi bilirubin. Efektivitasnya tergantung

pada tingkat luas permukaan bayi terkena lampu fototerapi. Telah ditemukan bahwa sumber

cahaya yang paling efektif disediakan adalah tabung khusus fluorescent biru. Efektivitas

fototerapi dapat ditingkatkan dengan menempatkan pad serat optik di bawah bayi di atau lampu

fototerapi di atas kepala bagi mempermudahkan paparan ganda( double exposure) (Truman,

2006).

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

Page 8: ikterus

1) Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka

pakaian bayi.

2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup supaya cahaya yang dipantulakan

tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.

3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk

mendapatkan energi yang optimal.

4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya

dapat menyeluruh.

5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.

6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.

7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis ( HTA,

2004).

2.7.4 Transfusi tukar

Transfusi tukar dilakukan pada tingkat bilirubin yang lebih tinggi dari 380 umol/l pada

bayi baru lahir, 350 umol/1 pada bayi dengan usia gestasi 35-38minggu, 280 umol/l pada bayi

dengan usia gestasi 31-34 minggu dan 240 umol/l pada bayi di bawah 30 minggu kehamilan.

Transfusi tukar memberikan hasil yang lebih cepat daripada fototerapi tetapi dapat memiliki

komplikasi signifikan (Truman, 2006).

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sepanjang proses transfuse tukar, misalnya;

1. Neonatus harus dilengkapi dengan alat monitor kardio-respirasi.

2. Tekanan darah harus sering dipantau.

3. Neonatus harus dalam keadaan puasa bila perlu dipasang selang nasogastric.

4. Neonatus dipasang infus.

5. Suhu tubuh dipantau dan dijaga dalam batas normal.

6. Disediakan peralatan resusitasi bawaan (Hassan, 1985).

2.8 Komplikasi

Hal yang dikhawatikan pada setiap pasien yang ikterus dan hiperbilirubinemia adalah

peningkatan bilirubin indirek sampai ke kadar yang dapat merusak otak. Keadaan ini disebut

kernicterus. Secara patologis, kernikterus atau ensefalopsti menyebabkan nekrosis neuron di

Page 9: ikterus

ganglia basal, korteks hipokampus, dan nucleus subtalamikus otak. Ada hasil penelitian yang

menunjukkan adanya konsentrasi bilirubin serum “kritis” tertentu, yang apabila dilampaui akan

menyebabkan kernicterus pada sejumlah signifikan bayi. Konsentrasi bilirubin serum “kritis”

sebesar 20mg/dL atau lebih selama seminggu setelah lahir umumnya diterima sebagai indikasi

untuk transfusi darah karena berisiko tinggi untuk mendapat kernicterus. Konsentrasi bilirubin

serum kritis belum ditentukan untuk bayi aterm tanpa penyakit hemolitik atau untuk bayi

prematur. Persoalan yang masih belum terjawab adalah, apakah kadar bilirubin serum tertentu

dapat digunakan untuk memperkirakan terjadinya kerusakan otak terkait bilirubin dalam

kaitannya usia gestasi atau berat lahir. Hal ini karena ,kernicterus pernah dilaporkan terjadi pada

kadar bilirubin serendah 9mg/dL pada bayi premature dengan asidosi, asfiksia, sindrom distress

pernafasan, hipoglikemia, sepsis, atau hipotermia(Rudolph, 1995).

2.9. Pencegahan

Kejadian ikterus dapat dicegah melalui pengawasan antenatal yang baik. Selain itu, harus

dilakukan penghindaran terhadap obat-obatan yang meningkatkan iketerus pada bayi masa

kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lain-lain. Ikterus

dapat dihentikan peningkatannya dengan melakukan pencegahan dan mengobati hipoksia pada

janin dan neonatus. Kejadian ikterus dapat dikurangkan dengan penggunaan fenobarbital pada

ibu 1-2 hari sebelum partus, iluminasi yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman, S., 2008. Hiperbilirubinemia, in Kosim M. Sholeh et al. Buku Ajar Neonatologi.

Edisi pertama. Jakarta: Badan Penebit IDAI. pp 147

American Academy of Pediatrics, 2004. Subcommittee on Hyperbilirubinemia.Management of

hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. pp 114; 294.

Arif, M., et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 edisi III Jakarta. Medis Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp 503-05

Page 10: ikterus

Cloherty, J. P., Eichenwald, E. C., Stark A. R., 2008. Neonatal Hyperbilirubinemia in Manual of

Neonatal Care. Philadelphia: Lippincort Williams and Wilkins, pp 181; 194; 202; 204;

210.

Dennery P. A., Seidman D. S., Stevenson D. K., Neonatal hyperbilirubinemia. Engl J Med

2001;344:581-90. Available from:

http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJM200102223440807 [Accesed11November,

2015]

Depkes RI, 2001. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku Bagan

MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna untuk Paramedis,

Bidan dan Dokter. Depkes RI.

Gomella, T. L., Cunningham M. D., Eyal F. G., 2004 Hiperbilirubinemia. Dalam:Neonatology;

Management. Procedures, On-Call Problems, Diseases and Drugs. New York. Lange

Medical Book/McGraw-Hill Co.; pp 247-50.

Gotoff, S. P., 1999 Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Ilmu

Kesehatan Anak , Nelson, Editor Edisi Bhs Indonesia. ECG; 610-7

Halamek, L. P., Stevenson D. K., 1997. Neonatal jaundice and Liver Disease. Dalam: Neonatal-

Perinatal Medicine; Diseases of the Fetus and Infant, 6th Ed. New York Mosby-Year

Book Inc.; pp 1345-62.

Hassan, R., Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. 2005. Inkompatibilitas ABO dan Ikterus

pada Bayi Baru Lahir in Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Percetakan

Infomedika. pp 1079; 1105-06; 1109

Jezova, M., et al. 2008. Available from:

Page 11: ikterus

http://atlases.muni.cz/atlases/novo/atl_en/main+novorozenec+klasnov.html. [Accesed 11

november, 2015]

Juliwati, Muchayat, S., 2006. Profil Kadar Bilirubin pada Bayi Baru Lahir Sehat Dengan Ikterus

di RS.DR.Sardjito Yogyakarta. Available from:

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/14306177181_0854-1159.pdf [Accesed

11November, 2015]

Kliegman et al. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th edition Vol 1. Philadelphia: WB

Saunders pp 756-58; 768; 772

Kosim, M. S., 2007 Hubungan Hiperbilirubinemia dan Kematian Pasien yang Dirawat di NICU

RSUP Dr Kariadi Semarang. Available from:

www.idai.or.id/saripediatri/fulltext.asp?q [Accesed 11November, 2015]

Maisel, M. J., Newman T. B., 1995. Kernicterus in Otherwise Healthy, Breastfed Term

Newborns. Pediatrics 96: 730-3

Meadow, R., et al. 2005. Lecture notes Pediatrika Edisi ketujuh. Jakarta. Erlangga Medical

Series. pp 75

Murray, R.K., et al. 2009. Edisi Bahasa Indonesia Biokimia Harper. 27th edition. Alih bahasa

Pendit, Brahm U. Jakarta : EGC pp 299

Oski, F. A., 1991. Physiologic Jaundice. Dalam: Schaffer and Avery’s Disease of the Newborn.

WB Saunders Company. Philadelphia. pp 753-57

Ramasethu, J., 2002 (Division of Neonatology Georgetown University MC. Washington DC).

Neonatal Hyperbilirubinemia. Dalam: Neonatal Intensive Care Workshop, RSAB

Harapan Kita Jakarta.