i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI...

178
i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYU (Tinjauan Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor. 365K/PID/2012) SKRIPSI Diajukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum paada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Disusun Oleh : AMRI HIDAYAT NIM. E1A010212 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2014

Transcript of i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI...

Page 1: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

i

UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYU

(Tinjauan Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor. 365K/PID/2012)

SKRIPSI

Diajukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum paada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Disusun Oleh :

AMRI HIDAYAT

NIM. E1A010212

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2014

Page 2: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),
Page 3: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYU (Tinjauan

Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor. 365 K/Pid/2012)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya

sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang

lain.

Dan apabila terbukti saya melakukan Pelanggaran sebagaimana tersebut di atas,

maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.

Purwokerto, 24 November 2014

AMRI HIDAYAT

NIM. E1A010212

Page 4: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul : UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr.

DEWA AYU (Tinjauan Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor

365K/Pid/2012).

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis banyak menghadapi

tantangan dan hambatan. Akan tetapi dengan rahmat Allah SWT dan bantuan dari

berbagai pihak, maka tantangan dan hambatan tersebut dapat teratasi. Oleh karena

itu, penulis mengucapkan terima kasih dan puji syukur kepada Allah SWT kepada

semua pihak khususnya kepada :

1. Bapak Dr. Angkasa, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman Purwokerto, serta selaku Pembimbing Akademik dari penulis

yang telah memberikan semangat dan doanya yang tulus untuk penulis agar

selesainya skripsi ini dan lulus dari Fakultas Hukum Universitas Jenderal

Soedirman Purwokerto;

2. Bapak Pranoto, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing I/ dosen penguji I, yang

telah membimbing skripsi penulis dari awal sampai selesainya skripsi penulis;

Page 5: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

3. Ibu Handri Wirastuti Sawitri, S.H.,M.H., selaku dosen pembimbing II/ dosen

penguji II, yang telah membimbing skripsi penulis dari awal sampai selesainya

skripsi penulis;

4. Bapak Dr. Hibnu Nugroho,S.H.,M.H., selaku dosen penguji III yang telah

memberikan saran-saran yang membantu penulis dalam menyempurnakan skripsi

penulis;

5. Sutambah dan Kobsah, orang tua dari penulis yang telah memberikan semangat

dan doanya yang tulus untuk penulis agar selesainya skripsi ini dan lulus dari

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto;

6. Jajaran dewan guru Bapak H. Abdul Madjid Malik, Bapak Chamid, Bapak H.

Gunawan Afiranto, Bapak Khoeron, yang telah banyak memberikan ilmu dan

bimbingannya dari awal sampai dengan akhir penulis menyelesaikan kuliah di

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman;

7. Sahabat penggiat budaya Dwanda Julisa Sistyawan, S.H., dan, Hendi Yudha Putra

serta rekan yang lain, yang telah memberikan dukungan dan berbagi ilmu dan

pengalaman selama penulis kuliah di Fakultas Hukum Universitas Jenderal

Soedirman;

8. Semua teman-teman angkatan 2010 khususnya Kelas C tercinta yang selalu

memberikan dorongan dan semangat bagi penulis selama kuliah;

9. Akang-akang serta Mba-mba di Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam Yudhistira

Fakultas Hukum Unsoed Angkatan Tirta Bhaskara, Angkatan Tebing Putih,

Page 6: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

Angkatan Sangga Purnama, Angkatan Cahaya Senja, Angkatan Akar Kelana,

Angkatan Bintang Fajar, Angkatan Surya Kusuma, Rekan-rekan Angkatan Tunas

Bumi, Angkatan Wadas Sumerep serta Angkatan Sinar Bulan, yang telah

memberikan dukungan dan ilmunya serta pengalaman selama penulis kuliah dan

berproses di HMPA Yudhistira Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman;

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini

masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, penulisan maupun materi di

dalamnya, namun dengan segala kerendahan hati penulis mohon maaf sekaligus

sumbang saran maupun kritik konstruktif yang sifatnya membangun dari pembaca

sangat penulis harapkan untuk memacu semangat penulis dalam menulis.

Akhir kata semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan menjadi

sumbangan pemikiran bagi semua pihak, khususnya bagi penulis sendiri sehingga

tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Wassalamua’alaikum Wr. Wb

Purwokerto, 24 November 2014

Amri Hidayat

NIM. E1A010212

Page 7: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

HALAMAN PERNYATAAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

ABSTRAK

ABSTRACT

BAB I : PENDAHULUAN........................................................................ 1

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................. 5

C. Tujuan Penelitian ................................................................... 5

D. Kegunaan Penelitian .............................................................. 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 7

A. Pengertian, Tujuan dan Asas Hukum Acara Pidana ................ 7

B. Putusan Dalam Tindak Pidana ................................................. 21

1. Pengertian Putusan ................................................................. 21

Page 8: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

iii

2. Macam-Macam Putusan Dalam KUHAP .............................. 23

C. Upaya Hukum .......................................................................... 34

1. Pengertian Upaya Hukum ...................................................... 34

2. Bentuk-bentuk Upaya Hukum ............................................... 35

3. Upaya Hukum Kasasi ............................................................ 41

D. Kesalahan Menurut Hukum Pidana.......................................... 47

1. Pengertian Kesalahan ............................................................. 47

2. Kealpaan Menyebabkan Matinya Orang ............................... 48

E. Kejahatan pemalsuan Surat ...................................................... 51

F. Kriminal Malpraktik ................................................................. 53

1. Pengertian Kriminal Malpraktik ............................................ 53

2. Dokter dalam Melaksanakan Profesi Medik .......................... 55

BAB III : METODE PENELITIAN ........................................................ 59

A. Metode Pendekatan ................................................................ 59

B. Spesifikasi Penelitian ............................................................. 60

C. Sumber Data .......................................................................... 60

D. Metode Pengumpulan Data .................................................... 62

E. Metode Penyajian Data ......................................................... 63

F. Metode Analisa Data ............................................................. 63

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................... 64

A. Hasil Penelitian ...................................................................... 64

B. Pembahasan ........................................................................... 119

Page 9: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

iv

BAB V : PENUTUP .................................................................................. 162

A. Kesimpulan ............................................................................ 162

B. Saran ..................................................................................... 163

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 10: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),
Page 11: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

ABSTRAK

Mahkamah Agung (MA) dalam Putusan No.365 K/Pid/2012, memvonis

dr. Dewa Ayu dkk. selama 10 bulan penjara, menganulir vonis bebas yang

dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Manado dalam Putusan

No.90/Pid.B/2011/PN.Mdo. Rumusan masalah yang diangkat adalah

pertimbangan hakim dalam kedua putusan tersebut. Penelitian ini bersifat yuridis

normatif dengan spesifikasi perskriptif analitis. Pengadilan Negeri Manado

berpendapat Pasal 359 KUHP mengandung unsur karena kesalahannya (unsur

subjektif) dan menyebabkan orang mati (unsur objektif). Berdasarkan fakta-fakta

di persidangan, keterangan saksi-saksi dan keterangan Para Terdakwa bahwa

dakwaan kelalaian ini unsur kelalaian dalam menjalankan tugas profesi medik

adalah tidak terbukti menurut hukum. Mahkamah Agung dalam pertimbangannya

para Terdakwa lalai untuk melakukan sesuatu tindakan atau untuk tidak

melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan

kondisi yang tertentu. Para Terdakwa telah melakukan penyimpangan kewajiban.

Pengaturan mengenai Tindak Pidana malpraktek belum diatur secara terperinci

oleh undang-undang, maka saran dari peneliti adalah majelis hakim dalam

memberikan putusan terhadap perkara malpraktek diharapkan kedepan selain

mempertimbangkan adanya alat-alat bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP,

juga mempertimbangkan sumber hukum tak tertulis dan azas-azas umum

berdasarkan kepatutan masyarakat, selain itu juga melihat Yurisprudensi yang

telah ada dan dipakai sebagai sember hukum.

Kata Kunci: pertimbangan hakim, karena kesalahannya menyebabkan orang mati, melakukan tindakan atau tidak melakukan sesuatu

tindakan tertentu.

Page 12: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

ABSTRACK

The Supreme Court ( MA ) in Decision 365 K/Pid/2012, convicted dr. Dewa Ayu et al. for 10 months in prison, annulled acquittal rendered by the

District Court of Manado in Decision 90/Pid.B/2011/PN.Mdo. The both

consideration in the decision of judges was the formulation of the issues. This

research was a normative juridical with perskriptif analytical specifications.

Manado District Court argued Article 359 of the Criminal Code because it

contains elements of the guilt (subjective element) and caused the dead (objective

element). Based on the facts in the trial, witnesses and testimony that the

defendant's negligence charges of negligence of duty medical profession is not

legally proven. The Supreme Court in consideration of the defendant fails to

perform any act or not do something specific action to certain patients in certain

circumstances. The defendant has made a deviation obligation. Setting of the

crime of malpractice has not been regulated by law, so the advice of researcher is

the judges in giving judgment to next malpractice cases are expected in addition to

consider the evidence which set in the Criminal Code, also consider the source of

the unwritten laws and the general principles based on the propriety of the

community, but it also saw the existing jurisprudence and used as legal cracked .

Keywords: consideration of judge, because mistakes cause

people die, act or not do something certain action

Page 13: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dokter adalah seorang yang ahli di bidang medik, namun sebagai

manusia dokter pun tidak terhindar dari kesalahan. Berbuat kesalahan itu

manusiawi (to err is human). Pada umumnya adanya dugaan malpraktik medik

(alegal medical malpractice) adalah akibat dari suatu tindakan medik yang

dilakukan oleh seorang dokter, ternyata keadaan pasien bahkan menjadi tambah

buruk, menderita kesakitan, menjadi lumpuh, jatuh ke dalam koma, ataupun

sampai meninggal.

Mengamati pemberitaan media massa akhir-akhir ini, terlihat peningkatan

dugaan kasus malpraktik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan

diagnosis dokter yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Ada berbagai faktor

yang melatarbelakangi munculnya gugatan-gugatan malpraktik tersebut dan

semuanya berangkat dari kerugian psikis dan fisik korban. Mulai dari kesalahan

diagnosis dan pada gilirannya mengimbas pada kesalahan terapi hingga pada

kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien (alat bedah tertinggal

didalam bagian tubuh), dan faktor-faktor lainnya.

Kasus malpraktik merupakan tindak pidana yang sangat sering terjadi di

Indonesia. Malpraktik pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional

Page 14: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

2

yang bertentangan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), kode etik, dan

undang-undang yang berlaku, baik disengaja maupun akibat kelalaian yang

mengakibatkan kerugian dan kematian pada orang lain. Biasanya malpraktik

dilakukan oleh kebanyakan dokter di karenakan salah diagnosa terhadap pasien

yang akhirnya dokter salah memberikan obat.

Sudah banyak contoh kasus yang malpraktik yang terjadi di beberapa

rumah sakit, salah satunya adalah kasus dr. Dewa Ayu, dr. Hendy Siagian, dan

dr. Hendri Simanjuntak di Manado yang kasusnya telah bergulir sampai ke

Mahkamah Agung.

Mahkamah Agung (MA) memvonis dr. Dewa Ayu dkk selama 10 bulan

penjara karena kealpaan dr. Ayu dkk yang mengakibatkan kematian pasien Siska

Makatey. Dalam Putusan Nomor 365 K/Pid/2012, majelis kasasi yang dalam

pertimbangannya menyatakan para terdakwa karena kelalaiannya mengakibatkan

kematian pasien. Ketiga dokter tersebut dijatuhi hukuman 10 bulan penjara oleh

MA setelah sebelumnya divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Manado, Sulawesi

Utara. Dasar dakwaan MA dalam memvonis tersebut adalah menilai salah dan

benarnya dokter Ayu dalam melakukan tindakan medis dan prosedur medis.

Terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan baik pada tingkat

pertama maupun tingkat kasasi dalam kasus ini memang sangat menarik, karena

akan muncul 2 (dua) pendapat yakni bahwa putusan pada tingkat pertama adalah

sudah benar karena memang ini bukanlah criminal malpractice, karena itu maka

dr. Dewa Ayu dan kedua rekannya dijatuhi putusan bebas.

Page 15: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

3

Dalam sistem peradilan pidana, hakim dalam memberikan putusan

berdasarkan Pasal 1 angka (11) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) menyatakan bahwa:

“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas

atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang

diatur dalam undang-undang ini”.

Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan selama

persidangan, kesalahan terdakwa sebagaimana didakwakan oleh jaksa penuntut

umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas

(Pasal 191 ayat (1) KUHAP).

“Tidak terbuktinya secara sah dan meyakinkan karena1 Ketiadaan bukti

minimum yang ditetapkan oleh undang-undang (sekurang-kurangnya dua

alat bukti yang sah), misalnya hanya ada keterangan seorang saksi saja

atau satu petunjuk atau keterangan terdakwa saja, dan tidak dikuatkan

oleh alat bukti lain; atau bukti minimum tersebut telah dipenuhi, akan

tetapi pengadilan tidak yakin atas kesalahan terdakwa.”

Putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 90/Pid.B/2011/PN.MDO,

yang mana dalam putusannya, hakim menyatakan bahwa para terdakwa tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam

dakwaan Kesatu Primair dan Subidair, dakwaan Kedua, dan dakwaan Ketiga

Primair dan Subsidair, serta membebaskan para terdakwa dari semua dakwaan

(vrijspraak). Dalam hal hakim menjatuhkan putusan bebas, berdasar ketentuan

Pasal 191 ayat (3) KUHAP jika terdakwa ada dalam status tahanan,

diperintahkan untuk dibebaskan seketika itu juga kecuali karena adanya alasan

yang sah untuk terdakwa perlu tetap ditahan.

1 Soedirjo, Jaksa dan Hakim dalam Proses Pidana, Akademika Pressindo, Jakarta,

1985, hlm. 58.

Page 16: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

4

Terhadap putusan bebas ini, berdasarkan ketentuan Pasal 67 KUHAP

tidak dapat dilakukan upaya hukum banding maupun kasasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 244 KUHAP.

Atas putusan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Manado tersebut, jaksa

penuntut umum mengajukan upaya hukum di tingkat Kasasi dan permohonan

Kasasi tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Agung. Mahkamah Agung beralasan

bahwa sebagai peradilan tertinggi yang mempunyai tugas untuk membina dan

menjaga agar semua hukum dan undang-undang di seluruh wilayah negara

diterapkan secara tepat dan adil, dan Mahkamah Agung berdasarkan Putusan

Nomor 365 K/Pid/2012 telah menganulir putusan Pengadilan Negeri Manado

Nomor 90/Pid.B/2011 dan menjatuhkan putusan Pidana kepada para terdakwa

masing-masing 10 (sepuluh) bulan penjara.

Berdasarkan pada Yurisprudensi, bahwa putusan bebas dapat dimintakan

Kasasi apabila dianggap putusan bebas yang dijatuhkan adalah putusan bebas

tidak murni, karena dalam perkara besar dan penting, atau perkara-perkara yang

ramai diperbincangkan dan menyita perhatian publik adanya putusan bebas

kadang tidak bisa diterima oleh jaksa penuntut umum dan juga sulit diterima oleh

masyarakat.

Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian tentang

suatu putusan bebas yang dianggap sebagai putusan bebas tidak murni dan apa

yang menjadi pertimbangan majelis hakim kasasi sehingga memberikan vonis

pemidanaan terhadap kasus yang sebelumnya telah diberikan putusan bebas,

Page 17: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

5

dengan judul: UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYU

(Tinjauan Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor. 365 K/Pid/2012)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan Nomor

90/Pid.B/2011/PN.MDO sehingga menjatuhkan putusan bebas terhadap

dr. Dewa Ayu?

2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 365 K/Pid/2012

sehingga menjatuhkan putusan pidana terhadap dr. Dewa Ayu?

C. Tujuan

Bertitik tolak dari permasalahan tersebut di atas, tujuan dari penelitian

yang akan dilakukan ini adalah :

1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan Nomor

90/Pid.B/2011/PN.MDO sehingga menjatuhkan putusan bebas terhadap

dr. Dewa Ayu

2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan Nomor

365K/Pid/2012 sehingga menjatuhkan putusan pidana terhadap dr. Dewa

Ayu.

D. Manfaat Penelitian

Dengan melihat tujuan dari penelitian ini, maka hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberi manfaat :

Page 18: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

6

1. Manfaat teoritis

Sebagai sumber informasi ilmiah yang dapat digunakan sebagai bahan

referensi bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya dalam penyelesaian

sengketa hukum kesehatan. Karena memang masihlah sangat dibutuhkan

masukan yang jelas mengenai bagaimanakah penyelsaian sengketa kesehatan

yang terkait dokter dengan pasien.

Pihak Ikatan Dokter Indonesia menyatakan bahwa setiap sengketa

dokter dengan pasien diselesaikan melalui Majelis Kode Etik Kedokteran

(MKEK), namun ada pendapat bahwa penyelesaian semacam ini tidaklah

transparan dan memenuhi rasa keadilan karena adanya spirit the corps antara

sesama dokter.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah masukan bagi

aparat penegak hukum, salah satunya bagi hakim agar dalam memperhatikan

unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, karena meskipun si terdakwa

melakukan kelalaian walaupun itu dalam hal menjalankan tugasnya harus

diperhatikan sudah sesuai prosedurkah tindakan yang dilakukan oleh terdakwa

ketika menjalankan tugasnya.

Page 19: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Tujuan, dan Asas Hukum Acara Pidana

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila

dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala

warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan

wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Untuk mewujudkan pernyataan tersebut di atas, melalui TAP MPR Nomor:

IV/MPR/1978, pemerintahan mengadakan usaha peningkatan dan penyempurnaan

pembinaan hukum nasional dengan mengadakan pembaharuan kodifikasi serta

unifikasi hukum dalam rangkuman pelaksanaan secara nyata dari Wawasan

Nusantara.

Pembangunan hukum nasional salah satu diantaranya adalah di bidang

Hukum Acara Pidana dengan tujuan agar masyarakat menghayati hak dan

kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak

hukum sesuai fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum,

keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta

kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan UUD

1945.2

2 Lihat konsideran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Page 20: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

8

1. Pengertian Hukum Acara Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) lahir setelah hampir 36

tahun Negara Republik Indonesia merdeka. Berdasarkan Undang-Undang No. 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Hukum Acara Pidana disebut juga

hukum pidana formil, hal ini untuk membedakan dengan hukum pidana materiil.3

Hukum Pidana materiil atau Hukum Pidana sendiri berisi petunjuk dan

uraian tentang delik, peraturan tentang syarat dipidananya suatu perbuatan,

petunjuk tentang orang yang dapat dipidana, dan aturan tentang pemidanaan,

mengatur tentang kepada siapa dan bagaimana pidana itu dapat dijatuhkan.

Sedangkan hukum pidana formil mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya

melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana, jadi berisi acara

pidana.4

“Menurut Poernomo5, hukum pidana tidak dapat dilakukan apabila tidak

ada aturan beracara yaitu untuk proses perkara pidana dan menentukan

suatu keputusan menjatuhkan sanksi pidana atau keputusan lain kepada

seseorang yang terbukti atau tidak terbukti melakukan perbuatan pidana

dengan kesalahannya. Secara singkat dapat dilaksanakan melalui hukum

acara pidana. Hukum acara pidana sendiri secara esensial dalam perkara

pidana dapat dibedakan menjadi hukum acara pidana formil dalam arti

hukum beracara pidana dan dalam arti hukum acara pidana materiil

dalam arti pembuktian dari perkara pidana.”

“Menurut Wirjono Projodikoro6 bahwa hukum acara pidana berhubungan

erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatau

rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan-

badan pemerintahan yang berkuasa yaitu kepolisian, kejaksaan, dan

3 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1996, hlm 7.

4 Muhammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan

Praktek, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm 1. 5 Endang Sri Lestari, “Pembuktian Tindak Pidana Korporasi Pada Kasus Kabut Asap di

Pekanbaru (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan M.A.R.I No. 275TU/811K/Pid/2002)”, (Skripsi

Hukum Acara Pidana, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, 2007), hlm. 10 6 Andi Hamzah, Loc.Cit

Page 21: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

9

pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan

mengadakan hukum pidana.”

Dalam pembagian hukum pidana antara publik dan hukum privat, maka

hukum acara pidana digolongkan dalam hukum publik. Sebagai bagian dari

hukum publik, hukum acara pidana sering diartikan secara sempit dan secara luas.

Arti sempit dari hukum acara pidana adalah berjalan apabila terjadi dugaan

adanya pelanggaran terhadap undang-undang pidana materiil, sedangkan dalam

arti luas apabila dipandang dari segi tugas, wewenang, kewajiban, dan hal-hal dari

orang yang bersangutan dengan penyidikan, penuntutan dan mengadili delik,

maka ia termasuk dalam hukum tata negara dan hukum administraasi negara.7

Menurut R. Soesilo8, hukum acara pidana itu erat kaitannya dengan hukum

pidana, bahkan hukum acara pidana itu pada hakekatnya termasuk dalam

pengertian hukum pidana. Kumpulan dari seluruh tindak-tindak pidana

dinamakan hukum pidana, yaitu hukum pidana yang berupa materi atau

materiil dan dinamakan hukum pidana materiil. Hukum pidana materiil

lawannya hukum pidana formil. Hukum pidan formil adalah kumpulan

peraturan-peraturan hukum yang memuat ketentuan-ketentuan mengatur

soal sebagai berikut:

a. Cara bagaimana harus mengambil tindakan-tindakan jikalau ada

sangkaan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana, cara bagaimana

mencari kebenaran-kebenaran tentang tindak pidana apakah yang telah

dilakukan;

b. Setelah ternyata, bahwa ada suatu tindak pidana yang dilakukan, siapa

dan cara bagaimana harus mencari, menyelidik atau menyelidiki

orang-orang yang disangka bersalah terhadap tindak pidana itu, cara

menangkap, menahan dan memeriksa orang itu;

c. Cara bagaimana mengumpulkan barang-barang bukti, memeriksa,

menggeledah badan dan tempat-tempat lain serta menyita barang-

barang itu, untuk membuktikan kesalahan tersangka;

d. Cara bagaimana pemeriksaan dalam sidang pengadilan terhadap

terdakwa oleh hakim sampai dapat dijatuhkan pidana;

e. Oleh siapa dengan cara bagaimana putusan penjatuhan pidana itu

harus dilaksanakan dan sebagainya, atau dengan singkat dapat

dikatakan bahwa yang mengatur tentang cara bagaimana

7 Ibid, hlm 20.

8 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Politea, Bogor, 1995, hlm 3.

Page 22: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

10

mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana materiil,

sehingga memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana isi

keputusan itu dapat dilaksanakan.

“Menurut Van Bemmelen9, ilmu hukum acara pidana mempelajari

peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara, karena adanya

dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana. Hukum acara

pidana dilukiskan sebagai berikut:

a. Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran;

b. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu;

c. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si

pelaku dan kalau perlu menahannya;

d. Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah

diperoleh pada penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepada

hakim dan membawa terdakwa ke depan hakim tersebut;

e. Hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan

yang dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan

pidan atau tindakan tata tertib;

f. Upaya hukum untuk melawan keputusan tersebut;

g. Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan

tata tertib itu.”

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang No. 8

Tahun 1981) tidak menjelaskan apakah hukum acara pidana itu. Hanya diberikan

devinisi-devinisi dari beberapa bagian hukum acara pidan seperti penyidikan,

penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum,

penyitaan, penggeledan, penangkapan, penahanan dan lain-lain sebagaiman

disebutkan di dalam Pasal 1 KUHAP.

2. Tujuan Hukum Acara Pidana

Setiap peraturan yang dibuat pasti mempunyai tujuan tertentu yang

hendak dicapai, begitu pula hukum acara pidana dibuat juga mempunyai tujuan

yang hendak dicapai yaitu suatu keadilan. Sedangkan baik dan buruknya suatu

tujuan akan mempengaruhi kualitas suatu peraturan atau undang-undang, oleh

9 Andi Hamzah, Op.Cit. hlm 17-18

Page 23: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

11

karena itu realisasi pelaksanaan akan menjadi tolak ukur keberhasilan suatu

tujuan, semakin baik tujuan yang hendak dicapai maka semakin baik pula

keadilan yang diperoleh masyarakat.

Pedoman pelaksanaan KUHAP memberi penjelasan tentang tujuan

hukum acara pidana sebagai berikut:

“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan

atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran

yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan

menerapkan ketentuan hukum pidana secara jujur dan tepat, dengan

tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan

suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan

putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu

tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itu

dapat dipersalahkan”.10

Menurut van Bemmelen11

mengemukakan tiga fungsi hukum acara

pidana, yaitu sebagai berikut:

a. Mencari dan menemukan kebenaran

b. Pemberian keputusan oleh hakim

c. Pelaksanaan keputusan.

3. Asas Hukum Acara Pidana

Pengertian asas dalam hukum acara pidana adalah dasar patokan hukum

yang mendasari KUHAP dalam menjalankan hukum. Asas ini akan menjadi

pedoman bagi semua orang termasuk penegak hukum, serta orang-orang yang

berkepentingan dengan hukum acara pidana.

KUHAP dilandasi oleh asas atau prinsip hukum tersebut diartikan

sebagai dasar patokan hukum sekaligus merupakan tonggak pedoman bagi

instansi jajaran aparat penegak hukum dalam menerapkan pasal-pasal KUHAP.

10

Ibid, hlm. 18. 11

Ibid, hlm 19.

Page 24: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

12

Mengenai hal tersebut, bukan hanya kepada aparat hukum saja, asas atau prinsip

yang dimaksud menjadi patokan dan landasan, tetapi juga bagi setiap anggota

masyarakat yang terlibat dan berkepentingan atas pelaksanaan tindakan yang

menyangkut KUHAP.12

Makna asas-asas hukum adalah merupakan ungkapan hukum yang

bersifat umum, pada sebagian berasal dari kesadaran hukum serta keyakinan

kesusilaan atau etis kelompok manusia dan pada sebagian yang lain berasal dari

dasar pemikiran dibalik peraturan perundang-undangan serta yurisprudensi.13

Asas-asas penting yang terdapat dalam hukum acara pidana yaitu:

1. Peradilan Cepat, Sederhana, Dan Biaya Ringan

Asas ini telah dirumuskan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menghendaki agar

pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia berpedoman kepada asas: cepat,

sederhana, dan biaya ringan. Tidak bertele-tele dan berbelit-belit. Apabila jika

keterlambatan penyelesaian kasus terhadap hukum dan martabat manusia.

Asas ini mencerminkan adanya perlindungan hak asasi manusia

sekalipun orang tersebut berada dalam kedudukan sebagai tersangka atau

terdakwa. Walaupun dalam kondisi dibatasi kemerdekaannya karena ditangkap

kemudian ditahan, namun orang tersebut tetep memperoleh kepastian bahwa

12

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan

Dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hlm. 35. 13

Bambang Poernomo, Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana Dan

Penegakan Hukum Pidana. Liberty, Yogyakarta, 1993, hlm. 46

Page 25: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

13

tahapan-tahapan pemeriksaan yang dilaluinya memiliki batas waktu dan dijamin

undang-undang.

Asas ini menghendaki adanya peradilan yang efektif dan efesien,

sehingga tidak memberikan penderitaan yang berkepanjangan kepada tersangka

atau terdakwa disamping kepastian hukum terjamin. Asas ini juga terdapat dalam

Penjelasan Umum butir 3 huruf e KUHAP yang merumuskan:

“Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya

ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus ditetapkan secara

konsekuen dalam seruluh tingkat peradilan”.

Beberapa ketentuan KUHAP sebagai penjabaran asas peradilan yang

cepat, sederhana, dan biaya ringan antara lain tersangka atau terdakwa berhak:

1). Segera mendapat pemeriksaan dari penyidik;

2). Segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik;

3). Segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum;

4). Berhak segera diadili oleh pengadilan.

Menurut Andi Hamzah,14

Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan yang

dianut didalam KUHAP sebenarnya merupakan penjabaran Undang-Undang

Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Peradilan cepat (terutama untuk

menghindari penahanan yang lama sebelum ada keputusan hakim) merupakan

bagian hak-hak manusia. Begitu pula peradilan bebas, jujur, dan tidak memihak

yang ditonjolkan dalam undang-undang tersebut.

2. Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumtion of innocence)

Asas ini disebut dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

14

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta,

2004, hlm. 10-11.

Page 26: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

14

tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dan dalam

Penjelasan Umum butir 3 c KUHAP, yang merumuskan:15

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau

dihadapkan di muka sidang pengadilan, Wajib dianggap tidak bersalah

sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan

memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Asas praduga tak bersalah menjadi salah satu bukti penghargaan KUHAP

pada hak asasi manusia. Cara-cara pemeriksaan tersangka atau terdakwa yang

semula bersifat inquisitoir menjadi aqusatoir.

Menurut M. Yahya Harahap, sebagaimana dikutip oleh Taufik Makarao

dan Suhasril, mengemukakan:16

Asas praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis penyidikan dinamakan

“Prinsip Akusator”. Prinsip akusator menempatkan kedudukan tersangka

atau terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan adalah subyek bukan

sebagai objek pemeriksaan karena itu tersangka atau terdakwa harus

didudukan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai

harkat dan martabat harga diri, yang mejadi objek pemeriksaan dalam

prinsip akusator adalah kesalahan (tindak pidana) yang dilakukan oleh

tersangka atau terdakwa, karena itulah pemeriksaan ditujukan.

3. Asas Oportunitas

Dalam hukum acara pidana dikenal suatu badan yang khusus diberi

wewenang untuk melakukan penuntutan pidana kepengadilan yang disebut

penuntut umum. Di Indonesia penuntut umum disebut juga jaksa (Pasal 1 butir a

dan b serta Pasal 137 dan seterusnya KUHAP).

Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum. Asas oportunitas

adalah hak yang dimiliki oleh penuntut umum untuk menuntut atau tidak

15

Ibid., hlm. 34. 16

Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan

Praktek, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm. 3.

Page 27: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

15

menuntut seseorang kepengadilan. Di Indonesia wewenang ini hanya diberikan

kepada kejaksaan.

A.Z. Abidin Farid,17

memberikan perumusan asas oportunitas adalah Asas

hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau

tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau koperasi yang telah

mewujudkan delik demi kepentingan umum.

Andi Hamzah18

menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

“Menurut asas oportunitas penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang

yang melakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan

kepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum, seseorang yang

melakukan delik tidak dituntut.”

Mengenai kriteria kepentingan umum dalam pedoman pelaksanaan

KUHAP dijelaskan adalah didasarkan untuk kepentingan negara dan masyarakat

dan bukan kepentingan pribadi.

4. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum

Pemeriksaan pengadilan yang terbuka untuk umum dapat dilihat dalam

Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP sebagai berikut:

“Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan

menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai

kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”.

Pasal 153 ayat (4) KUHAP menyebutkan:

“Tidak terpenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan

batalnya putusan demi hukum”.

Mengenai asas pemeriksaan persidangan terbuka untuk umum, M. Yahya

Harahap19

berpendapat:

17

Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 17. 18

Ibid., hlm. 16.

Page 28: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

16

“Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menetapkan pemeriksaan

perkara yang terdakwanya anak-anak dilakukan dengan pintu tertutup.

Sebab jika dilakukan terbuka untuk umum akan membawa akibat

psikologis yang lebih parah kepada jiwa dan batin si anak.”

Asas ini memberikan makna bahwa tindakan penegakan hukum di

Indonesia harus dilandasi oleh jiwa persamaan dan keterbukaan serta adanya

penerapan sistem musyawarah dan mufakat.

I. Sumantri20

menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

“Asas terbuka untuk umum ini memang tepat karena persidangan dapat

dihadiri oleh umum, sehingga dapat menjamin obyektifitas peradilan dan

tujuannya memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi terdakwa. Di

lain pihak juga ditentukan pengecualian apabila kesusilaan dan

terdakwanya anak-anak.”

Hakim dapat menetapkan apakah suatu sidang dinyatakan seluruhnya

atau sebagian tertutup untuk umum yang artinya persidangan dilakukan di

belakang pintu tertutup. Pertimbangan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada

hakim yang melakukan hal itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan

penuntut umum dan terdakwa. Saksi pun dapat mengajukan permohonan agar

sidang tertutup untuk umum dengan alasan demi nama baik keluarganya.

5. Semua Orang Diperlakukan Sama Di Depan Hukum (Equality Before the Law)

Asas yang umum dianut di negara-negara yang berdasarkan hukum ini

tegas tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman dan Penjelasan Umum butir 3 a KUHAP.

Penjelasan Umum butir 3 a KUHAP merumuskan:

19

M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 56. 20

I. Sumantri, Pembahasan Perkembangan Pembangunan Nasional Tentang Hukum

Acara Pidana, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1996, hlm. 18.

Page 29: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

17

“Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum tidak

mengadakan perbedaan perlakuan”.

Sedangkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman merumuskan:

“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan

orang”.

Ketentuan-ketentuan di dalam KUHAP mendasarkan pada asas ini,

sehingga tidak ada satu pasal pun yang mengarah pada pemberian hak-hak

istimewa pada suatu kelompok dan memberikan ketidakistimewaan kepada

kelompok lain.

Menurut Andi Hamzah,21

Asas ini menegaskan bahwa sebagai Negara

Hukum maka dihadapan hukum semua orang sama dan sederajat. Bagaimanapun

kedudukan manusia itu sama di mata hukum yang dijunjung tinggi oleh negara

Indonesia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

6. Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum

Asas tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum terdapat

pada Pasal 54 KUHAP yang menyatakan bahwa:

“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat

bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam

waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang

ditentukan dalam undang-undang ini”.

Ketentuan asas ini berkaitan dengan hak dari seseorang yang tersangkut

dalam suatu perkara pidana untuk dapat mengadakan persiapan bagi

21

Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 19.

Page 30: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

18

pembelaannya maupun untuk mendapatkan nasehat atau penyuluhan tentang jalan

yang dapat ditempuhnya dalam menegakan hak-haknya sebagai tersangka atau

terdakwa. Bantuan hukum dalam KUHAP tidak terdapat penjelasan atau definisi

mengenai pengertian bantuan hukum.

M. Yahya Harahap,22

menjelaskan mengenai bantuan hukum diatur

dalam Pasal 74 KUHAP, dimana didalamnya diatur tentang kebebasan yang

sangat luas yang didapat oleh tersangka atau terdakwa. Kebebasan tersebut

antara lain:

a) Bantuan hukum dapat diberikan saat tersangka ditangkap atau ditahan;

b) Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan;

c) Penasehat hukum dapat menghubungi tersangka atau terdakwa pada

tingkat pemeriksaan pada setiap waktu;

d) Pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka atau terdakwa

tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada delik

yang menyangkut keamanan Negara;

e) Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasehat

hukum guna kepentingan pembelaan;

f) Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka

atau terdakwa.

The Internasional Convenant on Civil and Political Rights article 14

sub 3d kepada tersangka atau terdakwa diberikan jaminan sebagai berikut:

“to be tried in his presence and to defend himself in person or

through legal assistance of his own choosing, to be inform, if he does not

have legal assistance, of his right, and to have legal assistance assigned

to him, in any case where the interests justice so require, and without

payment by him in any such case if he does not have sufficient means to

pay for it.” (Diadili dengan kehadiran terdakwa, membela diri sendiri

secara pribadi atau dengan bantuan penasehat hukum menurut pilihannya

sendiri, diberi tahu tentang hak-haknya ini jika ia tidak mempunyai

penasehat hukum dan ditunjuk penasehat hukum untuk dia jika untuk

kepentingan peradilan perlu untuk itu, dan jika ia tidak mampu

membayar penasehat hukum ia dibebaskan dari pembayarannya).”23

22

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Jilid 1

dan Jilid II), Pustaka Kartini, Jakarta, 1998, hlm. 21. 23

Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 20.

Page 31: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

19

7. Asas Akusatoir Dan Inkisitoir (Accusatoir dan Inquisitoir)

Asas akusatoir dalam KUHAP tidak menjadikan pengakuan tersangka

sebagai salah satu dari jenis alat bukti. Pengakuan yang digariskan dalam KUHAP

yang demikian menunjukan bahwa KUHAP menganut asas akusatoir yaitu

menempatkan kedudukan tersangka sebagai subyek pemeriksaan.

Asas inkisitoir yaitu kedudukan tersangka atau terdakwa merupakan

obyek pemeriksaan sehingga pengakuan tersangka atau terdakwa menjadi hal

yang sangat penting untuk diperoleh penegak hukum. dalam hal ini kedudukan

tersangka sangat lemah dan tidak menguntungkan karena tersangka masih

dianggap sebagai barang atau objek yang harus diperiksa. Pada asas inkisitoir

pemeriksaan bersifat rahasia atau tertutup.

Asas akusatoir memperlakukan tersangka atau terdakwa yang manusiawi

bukan berarti menghilangkan ketegasan yang menyebabkan tersangka atau

terdakwa tidak menghormati proses penegakan hukum. Dengan menggunakan

ilmu bantu penyidikan seperti psikologis, kriminalistik, psikiatri dan kriminologi

maka penyidik tetap akan dapat memperoleh hasil penyidikan yang memadai.

“Menurut Andi Hamzah,24

Asas inkisitoir berarti tersangka dipandang

sebagai objek pemeriksaan yang masih dianut oleh HIR untuk

pemeriksaan pendahuluan. Sama halnya dengan Ned. Sv. yang lama

yaitu tahun 1828 yang direvisi tahun 1885. Sejak tahun 1926 yaitu

berlakunya Ned. Sv. yang baru di negeri Belanda telah dianut asas

gematigd accusatoir yang berarti asas bahwa tersangka dipandang

sebagai pihak pada pemeriksaan pendahuluan dalam arti terbatas, yaitu

pada pemeriksaan perkara-perkara politik berlaku asas inkisitoir.”

24

Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 22.

Page 32: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

20

8. Pemeriksaan Hakim Yang Langsung Dan Lisan

Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung,

artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Sidang pengadilan melakukan

pemeriksaan secara langsung kepada terdakwa atau orang lain yang terlibat,

dengan mengadakan pembicaraan secara lisan, berupa tanya jawab dengan majelis

hakim. Pemeriksaan perkara pidana antara para pihak yang terlibat dalam

persidangan harus dilakukan dengan berbicara satu sama lain secara lisan agar

dapat diperoleh keterangan yang benar dan yang bersangkutan tanpa tekanan dari

pihak manapun.

Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan diatur dalam Pasal 154

KUHAP yang menyatakan sebagai berikut:

(1) Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk

dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas.

(2) Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak

hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang

meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah.

(3) Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang

rnenunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil

lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya.

(4) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak

dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar

terdakwa dipanggil sekali lagi.

(5) Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak

semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap

terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan.

(6) Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua

kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya.

(7) Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (6) dan

menyampaikannya kepada hakim ketua sidang.

Page 33: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

21

Mengenai asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan, M. Yahya

Harahap25

berpendapat:

“Pasal 153 ayat (2) huruf a KUHAP menegaskan ketua sidang dalam

memimpin sidang pengadilan, dilakukan secara langsung dan lisan. Tidak

boleh pemeriksaan dengan perantara tulisan baik terhadap terdakwa

maupun saksi-saksi. Kecuali bagi mereka yang bisu atau tuli, pernyataan

dan jawaban dapat dilakukan secara tertulis. Prinsip pemeriksaan dalam

persidangan dilakukan secara langsung berhadap-hadapan dalam ruang

sidang. Semua pernyataan dilakukan dengan lisan dan jawaban atau

keteranganpun disampaikan dengan lisan, tiada lain untuk memenuhi

tujuan agar persidangan benar-benar menemukan kebenaran yang hakiki.

Sebab dari pemeriksaan secara langsung dan lisan, tidak hanya keterangan

terdakwa atau saksi saja yang dapat didengar dan diteliti, tetapi sikap dan

cara mereka memberikan keterangan dapat menentukan isi dan nilai

keterangan.”

Pengecualian dari asas langsung dan lisan adalah kemungkinan putusan

dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa (in absentia), yaitu dalam acara pemeriksaan

perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 213 KUHAP,

yang merumuskan:

“Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di

sidang”.

B. Putusan Dalam Tindak Pidana

1. Pengertian Putusan

Muara dari seluruh proses persidangan perkara pidana adalah

pengambilan keputusan hakim atau sering disebut juga dengan istilah “Putusan

Pengadilan” atau “Putusan Akhir” atau lebih sering disebut juga dengan istilah

“Putusan” saja.26

25

M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 113. 26

Al. Wisnubroto, Praktek Peradilan Pidana: Proses Penanganan Perkara Pidana,

Galaxy Puspa Mega, Jakarta, 2002, hlm. 119.

Page 34: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

22

Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah

dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk

tertulis maupun lisan.27

Berdasarkan ketentuan Pasal 182 ayat (1) KUHAP, apabila pemeriksaan

sidang dinyatakan selesai, tahap proses selanjutnya adalah penuntutan, pembelaan,

dan jawaban atas pembelaan. Ketika proses ini telah selesai, maka hakim ketua

menyatakan “pemeriksaan dinyatakan ditutup”.

Apabila pemeriksaan dinyatakan ditutup, hakim mengadakan

musyawarah terakhir untuk menjatuhkan putusan. Bentuk putusan yang akan

dijatuhkan tergantung dari hasil musyawarah berdasarkan surat dakwaan dengan

segala sesuatu yang terbukti dalam persidangan di sidang pengadilan.

Pasal 1 angka 11 KUHAP menyatakan banwa :

“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam

sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas

atau lepas dan segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang

diatur dalam undang-undang ini”.

Proses atau cara pengambilan putusan diawali setelah hakim ketua sidang

dinyatakan pemeriksaan ditutup, dan seterusnya hakim akan mengadakan

musyawarah. Berdasarkan ketentuan Pasal 182 KUHAP untuk menentukan

putusan, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan mulai dari hakim yang

paling muda sampai hakim yang paling tua, sedangkan yang terakhir hakim ketua

akan menyatakan pendapatnya.

27

Laden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan dan

Pengadilan Negeri, Upaya Hukum dan Eksepsi), Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 129.

Page 35: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

23

Hasil musyawarah majelis hakim merupakan permufakatan bulat, namun

jika telah benar-benar diupayakan tetapi tetap tidak dapat mencapai suatu

permufakatan bulat maka akan ditempuh dua cara yaitu:

1. Putusan diambil dengan suara terbanyak (Voting)

2. Putusan yang dipilih adalah hakim yang paling menguntungkan bagi

terdakwa.

Proses penyusunan materi muatan perlu mencermati ketentuan Pasal 182

ayat (4) KUHAP yang pada pokoknya menyatakan bahwa musyawarah majelis

hakim dalam menyusun putusan harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala

sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.

Proses pengambilan keputusan tersebut dicatat dalam buku himpunan

putusan yang disediakan khusus untuk itu yang sifatnya rahasia. Putusan

Pengadilan Negeri dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau pada hari yang lain,

yang sebelumnya harus diberitahukan kepada penuntut umum dan terdakwa atau

penasehat hukum terdakwa. Berdasarkan ketentuan Pasal 195 KUHAP, semua

putusan sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka

untuk umum.

2. Macam-Macam Putusan Dalam KUHAP

Pasal 1 angka 11 KUHAP menyatakan banwa :

“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas

atau lepas dan segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang

diatur dalam undang-undang ini”.

Ketentuan Pasal 1 angka 11 KUHAP diatas, Putusan Pengadilan Negeri

yang dijatuhkan terhadap suatu perkara pidana bisa terbentuk sebagai berikut:

Page 36: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

24

1) Putusan pemidanaan

Putusan pemidanaan diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP.

Pemidanaan berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman

yang dikemukakan dalam pasal pidana yang didakwakan kepada terdakwa.28

Pasal 193 ayat (1) KUHAP:

“Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak

pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan

pidana”

Berdasarkan Pasal 193 ayat (1) KUHAP, penjatuhan putusan pemidanaan

terhadap terdakwa didasarkan pada penilaian pengadilan. Jika pengadilan

berpendapat dan menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang

didakwakan kepadanya, pengadilan menjatuhkan hukuman pidana terhadap

terdakwa. Atau dengan kata lain bahwa apabila menurut pendapat dan penilaian

pengadilan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan

kesalahan tindak pidana yang didakwakan kepadanya sesuai dengan sistem

pembuktian dan asas batas minimum pembuktian yang telah ditentukan dalam

Pasal 183 KUHAP.

Menurut M. Yahya Harahap,29

Putusan yang menjatuhkan hukuman

pemidanaan kepada seseorang terdakwa tidak lain daripada putusan yang berisi

perintah untuk menghukum terdakwa sesuai dengan ancaman pidana yang sisebut

dalam pasal yang didakwakan.

28

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali Edisi Kedua, Sinar Grafika,

Jakarta, 2002, hlm. 354. 29

Ibid.

Page 37: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

25

Hakim dalam menjatuhkan berat ringannya hukuman pidana yang

dijatuhkan kepada teerdakwa adalah bebas, artinya memberikan kebebasan kepada

hakim untuk menjatuhkan pidana antara hukuman minimum dan maksimum

sesuai dengan pasal pidana yang didakwakan. Namun, titik tolak hakim dalam

menjatuhkan pidana harus didasarkan kepada ancaman pidana yang disebutkan

dalam pasal pidana yang didakwakan dan seberapa besar kesalahan terdakwa

dalam perbuatan tindak pidana yang dilakukannya.

Hakim dalam hal menjatuhkan putusan pemidanaan, dapat menentukan

salah satu dari macam-macam hukuman yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP

yaitu salah satu dari hukuman pokok dalam Pasal 10 KUHP yakni:

Pidana terdiri atas:

a. Pidana pokok

1. Pidana mati;

2. Pidana penjara;

3. Pidana kurungan;

4. Pidana denda;

5. Pidana tutupan.

b. Pidana tambahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu;

2. Perampasan barang-barang tertentu;

3. Pengumuman putusan hakim.

Hakim dalam menjatuhkan putusan juga harus melihat status terdakwa

dalam tahanan atau tidak, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 193 ayat (2)

KUHAP yang menyatakan bahwa:

a. Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan,

dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila

dipenuhi ketentuan Pasal 21 KUHAP terdapat alasan cukup untuk itu.

b. Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dalam menjatuhkan

putusannya, dapat menetapkan terdakwa tetap ada dalam tahanan atau

membebaskannya, apabila terdapat alasan cukup untuk itu.

Page 38: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

26

2) Putusan yang membebaskan terdakwa

Putusan pembebasan atau sering juga disebut putusan bebas diatur dalam

Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa:

“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,

kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”.

Penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang dimaksud dengan “perbuatan

yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan” adalah

tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan

menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana. Berdasarkan

ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup membuktikan kesalahan seorang

terdakwa, harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat buti yang sah.

Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Berdasarkan dengan Pasal 183 KUHAP diatas, pembentuk undang-

undang mencantumkan macam-macam alat bukti yang sah sebagaimana

tercantum pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa:

Alat bukti yang sah ialah:

a. Keterangan saksi;

b. Keterangan ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

Page 39: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

27

e. Keterangan terdakwa;

3) Putusan lepas dari segala tuntutan

Putusan lepas dari segala tuntutan diatur dalam Pasal 191 ayat (2)

KUHAP yang menyatakan:

“Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan képada

terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak

pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.

M. Yahya Harahap,30

berpendapat banwa Putusan lepas dari segala

tuntutan, terdakwa bukan dibebaskan dari ancaman pidana tetapi dilepaskan dari

penuntutan.

Terdakwa yang diputus lepas dari segala tuntutan hukum harus segera

dibebaskan dari tahanan, sesuai dengan Pasal 191 ayat (3) KUHAP yang

menyatakan:

“Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), terdakwa

yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk dibebaskan seketika

itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah terdakwa perlu ditahan”

Terdakwa yang diputus lepas dari segala tuntutan hukum harus segera

dibebaskan dari tahanan, kecuali ada alasan lain. perintah untuk membebaskan

terdakwa dari tahanan dilakukan oleh jaksa setelah putusan diucapkan dan laporan

tertulis mengenai perintah tersebut dilampiri surat penglepasan yang diserahkan

kepada Ketua Pengadilan selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali dua puluh

empat jam.31

30

Ibid., hlm. 352. 31

Ibid., hlm. 353-354.

Page 40: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

28

4) Putusan Bebas

Putusan bebas diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang

merumuskan bahwa:

“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,

kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”.

M. Yahya Harahap,32

berpendapat mengenai putusan bebas bahwa:

“Putusan bebas, berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan

bebas dari tuntutan hukum (vrijspraak)”.

Vrijspraak adalah salah satu dari beberapa putusan hakim yang berisi

pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, manakala perbuatan terdakwa

dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.33

Jadi putusan hakim yang

mengandung suatu pembebasan terdakwa karena peristiwa-peristika yang

disebutkan dalam surat dakwaan, setelah diadakan perubahan atau penambahan

selama persidanagan, bila ada sebagian atau seluruh dinyatakan oleh hakim yang

memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan dianggap tidak terbukti.34

Penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang dimaksud dengan “perbuatan

yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan” adalah

tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan

menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana. Berdasarkan

ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup membuktikan kesalahan seseorang

terdakwa harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.

32

Ibid., hlm. 347. 33

Djoko Prakoso, Kedudukan Justisiabel dalam KUHAP, Ghalia Indonesi, Jakarta,

1986, hlm. 270. 34

Ibid.

Page 41: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

29

Putusan bebas ditinjau dari asas pembuktian Pasal 183 KUHAP

merumuskan sebagai berikut:35

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannya”

Menurut Martiman Prodjohamidjojo,36

Pasal 183 KUHAP mengandung;

1. Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah

2. Dasar-dasar alat bukti yang sah itu keyakinan hakim, yakni bahwa :

a. Tidak terjadi;

b. Terdakwa telah bersalah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP, terkandung dua asas

mengenai pembuktian yaitu:

1) Asas minimum pembuktian yaitu asas bahwa untuk membuktikan

kesalahan terdakwa harus dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti

yang sah;

2) Asas pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif yang

mengajarkan suatu prinsip hukum pembuktian bahwa disamping

kesalahan terdakwa cukup terbukti harus pula diikuti keyakinan hakim

akan kebenaran kesalahan terdakwa;

Ditinjau dari asas pembuktian Pasal 183 KUHAP, pembentuk undang-

undang telah menentukan macam alat bukti secara limitatif sebagaimana

tercantum pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Jadi agar dapat menjadi alat bukti

yang sempurna yang dapat menjatuhkan suatu hukuman harus ada kesesuaian

35

Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 254. 36

Martiman Prodjohamidjojo, Sistem pembuktian dan Alat-Alat bukti, Ghalia Indonesia,

Jakarta, 1983, hlm. 12.

Page 42: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

30

antara alat bukti dengan alat bukti yang lain sehingga mampu menciptakan

keyakinan hakim terhadap kesalahan terdakwa atas tindak pidana yang

didakwakan kepadanya.

Penjelasan putusan bebas selain diatur dalam Pasal 191 KUHAP, juga

dapat diperluas dengan syarat-syarat putusan pembebasan atau pelepasan dari

segala tuntutan hukum yang diatur dalam KUHP. Didalam KUHP, Buku Kesatu

Bab III terdapat beberapa pasal yang menghapuskan pemidanaan terhadap seorang

terdakwa.

Jika pada diri seseorang terdakwa terdapat hal-hal atau keadaan yang

ditentukan dalam pasal-pasal KUHP yang bersangkutan, hal-hal atau keadaan itu

merupakan alasan yang membebaskan terdakwa dari pemidanaan,37

antara lain

Pasal 44 KUHP, Pasal 45 KUHP, Pasal 48 KUHP, Pasal 49 KUHP dan Pasal 50

KUHP.

Terdakwa yang diputus bebas harus segera dibebaskan dari tahanan

sesuai Pasal 191 ayat (3) yang menyatakan bahwa:

“Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), terdakwa

yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk dibebaskan seketika

itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah terdakwa perlu ditahan”.

Majelis hakim dalam amar putusannya menyebutkan “memerintahkan

terdakwa dibebaskan dari tahanan”. Hal ini telah sesuai dengan Pasal 191 ayat (3)

KUHAP.

Perintah untuk membebaskan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 191 ayat (3) KUHAP segera dilaksanakan oleh Jaksa setelah putusan

37

M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 348-349.

Page 43: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

31

diucapkan. Laporan tertulis mengenai pelaksanaan perintah tersebut yang

dilampiri surat pelepasan disampaikan kepada ketua pengadilan yang

bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam

(Pasal 192 ayat (1) dan (2) KUHAP).

Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2001 tentang

Pembuatan Ringkasan Putusan Terhadap Perkara Pidana yang Terdakwannya

Diputus Bebas atau Dilepas Dari Segala Tuntutan, menyatakan bahwa:

“Terhadap perkara pidana yang terdakwanya ditahan dan diputus dengan

amar putusan yang menyatakan terdakwa dibebaskan dari segala

dakwaan (vrijspraak) atau dilepas dari segala tuntutan (ontslag van alle

rechtsvervolging) dengan perintah agar terdakwa segera dikeluarkan dari

tahanan pada saat putusan diucapkan didepan sidang terbuka untuk

umum harus sudah ada setidak-tidaknya ringkasan putusan (extract

vonis) atau setidak-tidaknya segera setelah putusan tersebut diucapkan

agar segera dibuat ringkasan putusan (extrack vonis) guna dapat segera

dieksekusi oleh Jaksa dalam kedudukannya selaku eksekutor dari putusan

Hakim”.

Putusan hakim yang menjatuhkan putusan bebas tidak dapat dimintakan

upaya hukum biasa, dalam hal ini yaitu upaya hukum banding dan kasasi. Hal ini

sesuai dengan Pasal 67 KUHAP dan Pasal 244 KUHAP.

Pasal 67 KUHAP:

“Terdakwa atau Penuntut Umum berhak untuk minta banding terhadap

putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas,

lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang

tepatnya penerapan hakim dan putusan pengadilan dalam acara cepat”.

Pasal 244 KUHAP:

“Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir

oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau

penuntut umum dapat mengajukan pemeriksaan kasasi kepada

Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”.

Page 44: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

32

Berdasarkan ketentuan kedua pasal diatas, dapat diketahui bahwa untuk

putusan bebas tidak dapat dimintakan upaya hukum banding maupun kasasi

sebagai upaya hukum biasa.

Djoko prakoso,38

berpendapat:

“Mengenai putusan bebas/Vrijspraak tidak dapat diajukan permohonan

kasasi, hal ini diatur secara tegas dalam undang-undang (Pasal 244

KUHAP), tetapi pasal ini dapat diterobos dengan Keputusan Menteri

Kehakiman RI: M 14-P.W, 07, 03 Tahun 1983 tentang Pedoman

Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang terdapat

dalam Pasal 19 yang menyatakan: “Terhadap putusan bebas tidak dapat

dimintakan banding tetapi demi situasi dan kondisi, demi hukum,

keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan

kasasi”.

Pendapat diatas sesuai dengan ketentuan Pasal 259 ayat (1) KUHAP

yang menyatkan bahwa:

“Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada

Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh

Jaksa Agung”.

Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenang dari

Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan-putusan dari pengadilan-

pengadilan terdahlu, dan ini merupakan peradilan terakhir. Tujuan dari kasasi

ialah untuk menciptakan kesatuan peneraan hukum dengan jalan membatalkan

putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam penerapan

hukum.

38

Djoko Prakoso, Op. Cit., hlm. 288.

Page 45: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

33

M. Yahya Harahap berpendapat,39

ada beberapa tujuan utama upaya

hukum kasasi yaitu:

1. Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan. Salah satu

tujuan kasasi adalah memperbaiki dan meluruskan kesalahan

penerapan hukum, agar hukum bener-benar diterapkan sebagaimana

mestinya serta apakan cara mengadili perkara benar-benar dilakukan

menurut ketentuan undang-undang.

2. Menciptakan dan membentuk hukum baru. Selain tindakan koreksi

yang dilakukan oleh Mahamah Agung dalam peradilan kasasi,

adakalanya tindakan koreksi itu sekaligus menciptakan hukum baru

dalam bentuk yurisprudensi.

3. Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum, tujuan lain

dari pemeriksaan kasasi, adalah mewujudkan kesadaran

“keseragaman” penerapan hukum atau unified legal frame work dan

unified legal opinion. Dengan adanya putusan kasasi yang

menciptakan yurisprudensi, akan mengarahkan keseragaman

pandangan dan titik tolak penerapan hukum, serta dengan adanya

upaya hukum kasasi, dapat terhindar kesewenangan dan

penyalahgunaan jabatan oleh para hakim yang tergoda dalam

memanfaatkan kebebasan kedudukan yang dimilikinya.

Kasasi demi kepentingan hukum adalah upaya hukum luar biasa.40

Hal

ini dikarenakan kasasi demi kepentingan hukum diajukan terhadap putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan hanya terbatas pada

putusan Pengadilan Negeri dan Putusan Pengadilan Tinggi.

M. Yahya Harahap,41

berpendapat bahwa:

“Pada hakikatnya kasasi demi kepentingan hukum tidak berbeda tujuannya

dengan permohonan kasasi biasa, sama-sama bertujuan untuk

memperbaiki kesalahan penerapan hukum, keteledoran cara pelaksanaan

peradilan menurut ketentuan undang-undang, serta mencegah terjadinya

tindakan pengadilan yang melampaui batas wewenangnya. Bertitik tolak

dari tujuan koreksi ini, alasan kasasi demi kepentingan hukum pun sama

dan sejajar dengan kasasi biasa seperti yang telah dirinci dalam Pasal 252

ayat (1). Akan tetapi, kalau bertitik tolak dari perkataan demi

kepentingan hukum, berarti tidak hanya terbatas kepada kesalahan yang

disebut Pasal 253 ayat (1). Bahkan meliputi segala segi yang menyangkut

39

M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 539-542. 40

Ibid., hlm. 608. 41

Ibid., hlm. 612-613.

Page 46: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

34

kepentingan hukum. Baik yang menyangkut pemidanaan, barang bukti,

biaya perkara, penilaian pembuktian, dan sebagainya.

Penjabat yang berwenang mengajukan kasasi demi kepentingan hukum

diatur dalam Pasal 259 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa:

“Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetep dari pengadilan lain selain daripada

Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh

Jaksa Agung”

Berdasarkan ketentuan Pasal 259 ayat (2) KUHAP, putusan kasasi demi

kepentingan hukum tidak boleh merugikan terdakwa. Selain itu kasasi demi

kepentingan hukum hanya dapat diajukan satu kali saja.

C. Upaya Hukum

1. Pengertian Upaya Hukum

Mengenai pengertian upaya hukum, secara normatif diatur di dalam Bab

I Pasal 1 angka 12 KUHAP, yang mana menyebutkan:

“Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau

kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan

kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang

ini.”

Undang-undang menyediakan upaya hukum bagi terdakwa maupun

penuntut umum, yakni apabila pihak-pihak tersebut merasa tidak puas akan

kualitas putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan atau putusan tersebut dirasakan

tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan.

Terkait dengan upaya hukum tersebut, maka keadilan yang relevan dalam

hal ini yakni terwujudnya keadilan sosial yang secara inheren disebut dengan

Page 47: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

35

keadilan Pancasiila, yakni dengan berpijak pada keadilan distributif sebagai

landasannya dengan melalui sarana keadilan korektif.

2. Bentuk-bentuk Upaya Hukum

KUHAP membedakan upaya hukum biasa dan luar biasa. Upaya hukum

biasa merupakan Bab XVII sedangkan upaya hukum luar biasa Bab XVIII.

Upaya hukum dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Upaya hukum biasa yang terbagi atas:

a. Banding;

b. Kasasi.

2. Upaya hukum luar biasa yang terbagi atas:

a. Kasasi demi kepentingan hukum;

b. Peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.

Perbedaan antara upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa adalah

terletak pada:

a. Upaya hukum biasa diajukan terhadap putusan pengadilan yang belum

mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan upaya hukum luar biasa

diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap;

b. Upaya hukum biasa tidak memerlukan syarat-syarat yang bersifat khusus

atau syarat-syarat tertentu, dalam hal upaya hukum luar biasa hanya dapat

diajukan apabila terpenuhi syarat-syarat tertentu;

c. Upaya hukum biasa tidak selamanya diajukan ke Mahkamah Agung,

sedangkan upaya hukum luar biasa diajukan ke Mahkamah Agung dan

Page 48: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

36

diperiksa serta diputus oleh Mahkamah Agung sebagai instansi pertama

dan terakhir.42

a. Upaya Hukum biasa

Upaya hukum biasa merupakan upaya hukum yang dimintakan terhadap

putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Upaya

hukum biasa terdiri dari dua bagian, bagian kesatu tentang Pemeriksaan Banding

dan bagian kedua tentang Pemeriksaan Kasasi.

1. Pemeriksaan Tingkat Banding

Banding merupakan upaya yang dapat diminta oleh pihak yang

berkepentingan, supaya putusan pengadilan tingkat pertama diperiksa lagi dalam

peradilan tingkat banding. Disamping itu, banding merupakan upaya hukum

yang dibenarkan oleh undang-undang dan sifat dari upaya hukum banding

adalah upaya hukum biasa, ditinjau dari segi yuridis, upaya hukum banding

adalah hak yang diberikan undang-undang kepada pihak-pihak yang

berkepentingan.43

Hal tersebut dapat dilihat di dalam perumusan Pasal 67 KUHAP yang

menyatakan:

“Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap

putusan pengadilan tingkat pertama”

Adapun putusan pengadilan yang bisa diajukan banding adalah putusan

pengadilan tingkat pertama, yakni44

:

a. Putusan yang bersifat pemidanaan dalam acara biasa;

42

Muhammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op,Cit., hlm 190. 43

M. Yahya Harahap, Op, Cit., hlm 451. 44

Ibid, hlm 194.

Page 49: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

37

b. Putusan pemidanaan dalam acara singkat;

c. Putusan yang menyatakan dakwaan tidak dapat diterima dalam acara

biasa dan singkat;

d. Putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum dalam perkara

acara biasa dan singkat;

e. Putusan dalam perkara acara cepat yang menyangkut perampasan

kemerdekaan terdakwa.

f. Putusan pengadilan tentang sah atau tidaknya penghentian penyidik

atau penuntutan.

Pasal 233 ayat (1) KUHAP apabila ditelaah dan dihubungkan dengan

pasal 67 KUHAP maka dapat disimpulkan bahwa semua putusan pengadilan

tingkat pertama dapat dimintakan banding ke Pengadilan Tinggi oleh terdakwa

atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum dengan beberapa

pengeecualian sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 67 KUHAP.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 233 ayat (2) KUHAP, permintaan

banding boleh diterima oleh panitera pengadilan negeri dalam waktu tujuh hari

sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa

yang tidak hadir. Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud Pasal 233 ayat

(2) KUHAP ini sudah lewat tanpa diajukan permintaan banding oleh yang

bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan.

2. Pemeriksaan Tingkat Kasasi

Kasasi adalah salah satu upaya dalam rangkaian penegakan hukum

yang bertujuan untuk memperoleh kepastian hukum yang berintikan keadilan

dan kebenaran yang hidup di tengah masyarakat. Kasasi yang berarti pembatalan

itu hanya ada pada Mahkamah Agung selaku Pengadilan Negara Tertinggi.

Kasasi hanya dilakukan apabila sudah tidak ada upaya hukum lain yang masih

dapat ditempuh. Pembatalan itu dilakukan terhadap putusan pengadilan penilai

Page 50: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

38

fakta yang dinilai tidak sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku.

Tujuannya adalah untuk tercapainya keadilan dan kebenaran serta kesatuan dan

kesamaan penerapan hukum di seluruh wilayah negara. Untuk mewujudkannya,

apabila perlu Mahkamah Agung dengan putusan Kasasinya dapat menciptakan

hukum.45

Kasasi berasal dari Perancis. Kata asalnya adalah casser artinya

memecah. Suatu putusan hakim dibatalkan demi untuk mencapai kesatuan

peradilan. Semula berada ditangan raja beserta dewannya yang disebut conseil

du roi. Setelah revolusi yang meruntuhkan kerajaan prancis, dibentuk suatu

badan khusus yang tugasnya menjaga kesatuan penafsiran hukum, jadi

merupakan badan antara yang menjembatani pembuat undang-undang dan

kekuasaan kehakiman. Pada tanggal 21 Agustus 1790 di bentuk letribunal de

casstion dan pada tahun 1810 de Cour de cassation telah terorganisasi dengan

baik. Kemuadian lembaga kasasi ditiru pula negeri Belanda yang pada gilirannya

dibawa ke indonesia.46

b. Upaya Hukum Luar Biasa

Upaya hukum luar biasa tercantum didalam Bab XVIII KUHAP, yang

terdiri atas dua bagian :

1) Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum

2) Peninjauan Kembali Putusan Pengadialan yang Telah Melaporkan

Kekuatan Hukum Tetap.

45

H.M Silaban, Kasasi Upaya Hukum Acara Pidana, Jakarta, Sumber Ilmu Jaya, 1997,

hlm 1. 46

Soedirjo, Kasasi dalam Perkara Pidana, Op, Cit., hlm 1

Page 51: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

39

1. Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum

Permohonan kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan oleh Jaksa

Agung karena jabatannya dalam perkara perdata maupun tata usaha negara yang

diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat

Banding di semua lingkungan Peradilan. Permohonan kasasi demi kepentingan

hukum dapat diajukan hanya satu kali. Dan putusan kasasi demi kepentingan

hukum tidak boleh merugikan pihak-pihak yang berperkara, artinya ialah tidak

menunda pelaksanaan putusan dan tidak mengubah putusan Pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap.47

Menurut pasal 259 ayat (1) KUHAP Jaksa Agung dapat mengajukan

satu kali permohonan kasasi terhadap semua putusan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap dari pengadilan selain daripada Mahkamah Agung, demi

kepentingan hukum.

Selanjutnya Pasal 259 ayat (2) mengemukakan, putusan kasasi demi

kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan. Dari

ketentuan pasal ini maka kita dapat mengambil patokan yang dapat digunakan,

yaitu:

a. Tidak menjatuhan putusan pemidanaan atas putusan pembebasan;

b. Putusan pidana kasasi demi kepentingan hukum tidak bisa lebih

berat daripada pidana yang telah dijatuhkan;

47

H.M Silaban, Op, Cit., hlm 399.

Page 52: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

40

c. Tidak boleh mencabut hak perdata terdakwa jika hal itu tidak

terdapat dalam putusan yang dikasasi.48

Pada umumnya sama saja dengan kasasi biasa, kecuali dalam kasasi

demi kepentingan hukum ini penasehat hukum tidak lagi dilibatkan.

2. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh Kekuatan

Hukum Tetap.

Pasal 263 ayat (1) KUHAP menentukan, terhadap putusan pengadilan

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas

dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan

permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

Pasal 263 ayat (2) KUHAP menyatakan, permintaan peninjauan

kembali dilakukan atas dasar berikut.

1) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat,

bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih

berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau lepas dar segala

tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima

atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih

ringan.

2) Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu

telah terbukti, tetapi hal keadaan sebagai dasar dan alasan putusan

yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu

dengan yang lain;

3) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan

atau suatu kekeliruan yang nyata.

Pasal 263 KUHAP tidak menyebutkan siapa saja yang dapat

mengajukan peninjauan kembali. Namun jika merujuk ketentuan Pasal 263 ayat

(1) KUHAP, bahwa yang dapat mengajukan peninjauan kembali adalah

48

Muhammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op, Cit., hlm 229

Page 53: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

41

terdakwa atau ahli warisnya, maka adalah sangat tidak mungkin karena terdakwa

justru menghindari pemidanaan, sehingga pasal ini secara tersirat memberikan

kesempatan kepada jaksa penuntut umum sebagai instansi yang membuat surat

dakwaan mengajukan peninjauan kembali, sebab suatu perbuatan yang

didakwakan telah dinyatakan terbukti, tetapi tidak diikuti dengan suatu

pemidanaan. Jaksa penuntut umum yang mewakili masyarakat merasa tidak puas

atas putusan tanpa pemidanaan.49

Adapun putusan peninjauan kembali dapat berupa berikut ini:

a) Permintaan dinyatakan tidak dapat diterima;

b) Putusan yang membenarkan alasan pemohon;

c) Putusan yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan

semula.50

3. Upaya Hukum Kasasi

Berdasarkan esensi Pasal 244 KUHAP dan pendapat kalangan doktrina,

bahwa upaya hukum kasasi merupakan suatu hak yang dapat dipergunakan atau

dikesampingkan oleh terdakwa atau penuntut umum. Apabila terdakwa atau

penuntut umum tidak menerima putusan yang dijatuhkan pengadilan tingkat

bawahnya maka dapat mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah

Agung terhadap pelaksanaan dan penerapan hukum yang telah dijalankan oleh

pengadilan dibawahnya kecuali terhadap putusan yang mengandung

pembebasan.51

49

Ibid, hlm 232-233 50

Ibid, hlm 235-236 51

Ni Nengah Adiyaryani, “Upaya Hukum Kasasi Oleh Jaksa Penuntut Umum Terhadap

Putusan Bebas (Vrijspraak) Dalam Sistem Peradilan Indonesia”(Thesis Magister Ilmu Hukum

Universitas Diponegoro,2010), hlm 6.

Page 54: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

42

Alasan pengajuan Kasasi telah ditentukan secara limitatif oleh undang-

umdamg yaitu di dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Alasan kasasi sebagaimana

dimaksud Pasal 253 ayat (1) KUHAP terdiri dari:

a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau tidak

diterapkan sebagaimana mestinya;

b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut

ketentuan undang-undang;

c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas kewenangannya.

Putusan pengadilan mana yang dapat diajukan permohonan kasasi

adalah diatur dalam Pasal 244 KUHAP. Menurut ketentuan Pasal 244 KUHAP

putusan perkara yang dapat diajukan permohonan kasasi adalah semua putusan

perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan, kecuali

terhadap putusan:

i. Mahkamah Agung sendiri, dan

ii. Putusan bebas

Berkaitan dengan putusan bebas tidak dapat diajukan permohonan

kasasi, dalam prakteknya ketentuan Pasal 244 KUHAP ini telah disingkirkan

oleh Mahkamah Agung secara centra logem, yakni praktek dan penerapan

hukum yang secara terang-terangan bertentangan dengan undang-undang.52

Sejarah penerobosan terhadap larangan Pasal 244 KUHAP ini malah

datangnya dari pihak eksekutif sendiri dalam hal ini adalah Departemen

Kehakiman, yakni dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kehakiman

tanggal 10 Desember 1983 No. M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tentang Pedoman

Pelaksanaan KUHAP. Keputusan ini dibarengi dengan Lampiran Keputusan

52

M.Yahya Harahap, Op,Cit., hlm 544

Page 55: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

43

dengan tanggal dan nomor yang sama. Pada angka 19 lampiran dimaksud

terdapat penegsan yang berupa pedoman:

a. Terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding;

b. Tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan

kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi. Hal ini

akan didasarkan pada yurisprudensi.

Selang 5 (lima) hari setelah adanya Keputusan Menteri Kehakiman No.

M.14-PW.07.03 Tahun 1983, yakni pada tanggal 15 Desember 1983 lahir

Yurisprudensi pertama dalam Putusan Mahkamah Agung Reg. No.

275K/Pid/1983.

Untuk mengetahui siapa yang berhak mengajukan permohonan kasasi,

di dalam Pasal 244 KUHAP disebutkan yang berhak adalah terdakwa, dan/atau

penuntut umum baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersamaan. Terdakwa

saja secara sendirian dapat mengajukan permohonan kasasi, demikian juga

halnya dengan penuntut umum. Namun tidak menutup kemungkinan baik

terdakwa maupun penuntut umum sama-sama mengajukan permohonan kasasi.

Kalau melihat perumusan Pasal 244 KUHAP, maka pasal ini

mengesampingkan asas terdakwa berhak didampingi penasihat hukum. Namun

melihat ketentuan Pasal 54 KUHAP yang menegaskan tersangka atau terdakwa

berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selam

dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan. Jadi mengacu pada ketentuan

Pasal 54 KUHAP terdakwa berhak menunjuk kuasanya untuk mengurus

kepentingannya mengajukan permohonan kasasi.

Page 56: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

44

Mengenai tanggang waktu pengajuan permohonan kasasi, diatur dalam

Pasal 245 ayat (1) KUHAP yang menegaskan:

1) Permohonan Kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera

Pengadilan Negeri yang telah memutus perkara pada tingkat pertama

2) Permohonan diajukan dalam waktu 14 hari sesudah putusan pengadilan

yang berhak dikasasi diberitahukan kepada terdakwa. Terlambat dari

batas waktu 14 hari, mengakibatkan hak untuk mengajukan

permohonan kasasi menjadi gugur sebagaimana ditegaskan Pasal 246

ayat (2)

M. Yahya Harahap53

menjelaska apabila permohonan kasasi diajukan

terlambat dari tenggang waktu 14 hari, dengan sendirinya menurut

hukum:

1. Haknya untuk mengajukan kasasi gugur;

2. Terdakwa dianggap menerima putusan;

3. Untuk itu panitera membuat akta penerimaan putusan.

Apabila permohonan kasasi benar-benar telah memenuhi syarat formal

yang ditentukan Pasal 244, 245, dan 248 KUHAP, maka permohonan kasasi

adalah sah. Berarti dari segi formal permohonan kasasi dapat diterima. Jika

secara formal permohonan kasasi dapat diterima, barulah Mahkamah Agung

berwenang memeriksa pokok perkara atau mengenai hukum yang bersangkutan

dengan kasasi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 245 KUHAP dimana apabila

Mahkamah Agung setelah memeriksa permohonan kasasi berpendapat

permohonan telah memenuhi syarat formal sebagaimana ditentuka Pasal 245,

246, dan 248 KUHAP barulah Mahkamah Agung dapat memeriksa mengenai

hukumnya serta memutuskan untuk menolak atau mengabulkan.54

Pasal 254 KUHAP merumuskan bahwa dalam hal Mahkamah Agung

memeriksa permohonan kasasi karena telah memenuhi ketentuan sebagaimana

53

Ibid, hlm 549-550 54

Ibid, hlm 584.

Page 57: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

45

dimaksud dalam Pasal 245, 246, dan 247 KUHAP mengenai hukumnya

Mahkamah Agung dapat memutus menolak atau mengabulkan permohonan

kasasi.

Pemeriksaan kasasi dilakukan apabila keberatan yang diajukan oleh

pemohon kasasi masih dalam wewenang pemeriksaan kasasi yang telah diatur

dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP, yaitu mengenai penerapan hukum, cara

mengadili, dan pelampauan wewenang. Diluar ketentuan pasal 253 ayat 1

KUHAP, menurut putusan Mahkamah Agung No: 864 K/Pid/1986, apabila

dalam putusan yang bersangkutan terdapat hal-hal yang bertentangan, maka hal

itupun dapat dijadikan alasan kasasi. Dalam putusan tersebut Mahkamah Agung

menyatakan bahwa telah terdapat hal-hal yang bertentangan dalam putusan

Pengadilan Tinggi, yakni terdakwa dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan

dari. segala dakwaan, akan tetapi barang bukti dalam perkara tersebut

dinyatakan dirampas untuk negara.

Dalam hal pemeriksaan alat bukti, alat bukti sebagaimana diatur dalam

Pasal 185 sampai dengan 189 KUHAP dapat saja dipertimbangkan dalam

pemeriksaan kasasi. Namun yang dipertimbangkan bukan penilaian atas alat

bukti itu, tetapi apakah judex fictie telah menggunakan peraturan hukum yang

mengatur alat bukti, atau apakah telah menggunakan pengaturan hukum itu

sebagaimana mestinya dalam menilai dan mengunakan alat bukti untuk

menentukan putusannya.55

55 M.H Silaban, Op, Cit, hlm 233.

Page 58: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

46

Dalam pemeriksaan kasasi tidak jarang alat-alat bukti ini dibahas, dan

berdasarkan pembahsan itu ternyata ada permohonan dikabulkan. Pasal 254

KUHAP menyebutkan bahwa;

“Dalam hal Mahkamah Agung memeriksa permohonan kasasi karena

telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245,

Pasal 246 dan Pasal 247 mengenai hukumnya Mahkamah Agung dapat

memutus menolak atau mengabulkan permohonan kasasi”

Selanjutnya dalam Pasal 256 KUHAP disebutkan;

“Jika Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 254, Mahkamah Agung membatalkan putusan

pengadilan yang dimintakan kasasi dan dalam hal itu berlaku ketentuan

Pasal 255”

Pasal 255 ayat (1) KUHAP menyebutkan;

“Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, Mahkamah

Agung Mengadili sendiri perkara tersebut”

Berdasarkan pada ketentuan KUHAP, putusan Mahkamah Agung hanya

berupa menolak atau mengabulkan permohonan kasasi. Namun pada dasarnya

putusan Mahkamah Agung dapat diperinci sebagai berikut:

1. Putusan yang menyatakan kasasi tidak dapat diterima;

2. Putusan yang menolak permohonan kasasi;

3. Putusan yang mengabulkan permohonan kasasi.

Dalam menentukan berat ringannya hukuman yang dijatuhkan, hakim

selalu mendasarkan pada pertimbangan ada atau tidaknya dan seberapa

banyaknya keadaaan yang memberatkan dan meringankan sebagaimana diatur

dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP. Hakim bebas untuk menentukan

seberapa berat hukuman yang akan dijatuhkannya asalkan masih dalam batas

Page 59: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

47

paling rendah satu hari (Pasal 12 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (1) KUHP), dan

paling tinggi adalah selama maksimal hukuman sebagaimana diatur dan diancam

dalam pasal yang didakwakan.

D. Kesalahan Menurut Hukum Pidana

1. Pengertian Kesalahan

Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, dapat disamakan dengan

pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana; didalamnya terkandung

makna dapat dicelanya (verwijtbaarheid) si pembuat atas perbuatannya. Jadi,

orang bersalah melakukan sesuatu tindak pidana berarti bahwa dapat dicela atas

perbuatannya. Kesalahan dalam arti yang luas, meliputi:

1. Kesengajaan;

2. Kelalaian/ kealpaan (culpa);

3. Dapat dipertanggungjawabkan;

Kesalahan dalam arti seluas-luasnya memuat unsur-unsur, antara lain:

1. Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pelaku (schuldfahigkeit

atau zurechnungsfahigkeit).

2. Hubungan batin antara si pelaku dengan perbuatannya, yang berupa

kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa), ini disebut bentuk-bentuk

kesalahan.

3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan

pemaaf dan alasan pembenar.

Jika ketiga unsur tersebut terpenuhi maka orang atau pelaku yang

bersangkutan bisa dinyatakan bersalah atau mempunyai pertanggungan jawab

Page 60: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

48

pidana, sehingga bisa dipidana. Oleh karena itu harus diingat bahwa untuk adanya

kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya (pertanggungan jawab pidana) orang yang

bersangkutan harus pula dibuktikan terlebih dahulu bahwa perbuatannya bersifat

melawan hukum. Kalau ini tidak terpenuhi, artinya jika perbuatannya tersebut tidak

melawan hukum maka tidak ada perlunya untuk menerapkan kesalahan kepada si

pelaku. Sebaliknya seseorang yang melakukan perbuatan yang melawan hukum tidak

dengan sendirinya mempunyai kesalahan, artinya tidak dengan sendirinya dapat dicela

atas perbuatan itu.

Maka dari itu, kita harus senantiasa menyadari akan adanya 2 (dua) keadaan

(yang saling berpasangan dan terkait) dalam syarat-syarat pemidanaan ialah adanya:

1. Dapat dipidananya perbuatan, atau memenuhi sifat melawan hukum

(strafbaarheid van het feit).

2. Dapat dipidananya pelaku atau terpenuhinya unsur kesalahan (strafbaarheid

van de persoon).

2. Kealpaan Menyebabkan Matinya Orang

Pasal 359 KUHP merumuskan:

“Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum

dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman

kurungan selama-lamanya satu tahun”

Perbuatan dengan mana karena salahnya sehingga menyebabkan orang

lain meninggal dunia oleh pembentuk undang-undang diatur di dalam Buku II

Bab XXI Pasal 359, 360, dan 361 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang

rumusannya di dalam bahasa Belanda berbunyi sebagai berikut:

Page 61: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

49

“Hij aan wiens schuld de dood van een ander te wijten is, wordt gestraft

met gevangenisstraf van ten hoogste een jaar of hechteins van ten

hoogste negen maanden”56

yang artinya:

“Barangsiapa karena salahnya menyebabkan meninggalnya orang lain,

dipidana dengan pidana penjara selamalamanya satu tahun atau pidana

kurungan selama-lamanya sembilan bulan”

Dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1960 tentang Perubahan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, Lembaran Negara Tahun 1960 No. 1,

ancaman-ancaman pidana yang ditentukan dalam Pasal 359 KUHP diatas itu

telah diperberat,57

sehingga rumusan yang ada saat ini sebagaimana diatur di

dalam Pasal 359 KUHP adalah berbunyi sebagai berikut:

“Barangsiapa karena salahnya menyebabkan meninggalnya orang lain,

dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana

kurungan selama-lamanya satu tahun.”

Dari rumusan Pasal 359 KUHP tersebut di peroleh sejumlah unsur-

unsur yang dapat kita bagi menjadi :58

1) Unsur-unsur Subjektif pada Pasal 359 KUHP tersebut, yaitu “karena

kesalahannya”.

2) Unsur-unsur Objektif pada Pasal 359 KUHP tersebut, yaitu

“menyebabkan orang mati”

Unsur karena salahnya merupakan unsur subjektif yang melekat pada

sikap batin terdakwa dalam melakukan perbuatannya. Undang-undang sendiri

tidak memberikan penjelasannya tentang apa yang dimaksud dengan schuld atau

culpa tersebut. Memorie Van Toelichting hanya menjelaskan sedikit tentang arti

56 ENGELBRECHT, De Wetboeken hlm 1352. 57 P.A.F. Lamintang, Op, Cit, hlm 176. 58

H.A.K Moch Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus, Alumni, Bandung, 1986, hlm

109.

Page 62: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

50

dari culpa yang mengatakan bahwa “schuld is de zuivere tegenstelling van opzet

aan de eene kant, van toeval aan de andere zijde” yang artinya schuld (culpa) itu

di satu pihak merupakan kebalikan yang murni dari opzet dan di lain pihak ia

merupakan kebalikan dari kebetulan.59

“Van Hammel dalam pendapatnya yang dikutip oleh Lamintang,60

menyebutkan bahwa schuld sebenarnya terdiri dari 2 (dua) unsur,

masing-masing yaitu “het gemis aan de nodige voor zienigheid” atau

kurangnya perhatian terhadap kemungkinan yang dapat timbul, dan “het

gemis aan de nodige voorzichtigheid” atau tidak adanya kehati-hatian

yang diperlukan.”

Schuld atau kesalahan atau kelalaian atau kulpa menurut ilmu

pengetahuan mempunyai 2 (dua) syarat:61

1) Perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan kurang hati-hati

atau kurang waspada.

2) Pelaku harus dapat membayangkan timbulnya akibat karena

perbuatan yang dilakukannya dengan kurang hati-hati itu.

Penentuan kesalahan ini ditentukan bahwa meskipun pelaku dapat

membayangkan akibat yang mungkin terjadi kaarena perbuatannya itu, ia tidak

melakukan tindakan-tindakan atau usaha-usaha untuk mencegah timbulnya

akibat. Apabila pelaku berhati-hati atau waspada ia akan melakukan tindakan-

tindakan terlebih dahulu guna mencegah timbulnya suatu akibat itu yang

sebelumnya telah dibayangkan.62

59

P.A.F Lamintang, Op,Cit., hlm 178 60

Ibid 61

H.A.K Moch Anwar, Op,Cit., hlm 110 62

Ibid

Page 63: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

51

Tindak Pidana karena salahnya menyebabkan matinya orang lain

sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 359 KUHP merupakan suatu culpoos

misdrijf atau suatu kejahatan yang harus dilakukan “tidak dengan sengaja”.

Arrest Hoge Raad tanggal 14 Nopember 1921 menyebutkan:

“Mededaderschap aan een culpoos misdrijf is ook aanwezig, wenner de

door ieder der daders geplegde handelingen of verzuimen, tezamen, en

in onderling verband, het door de wet niet gewilde gevold hebben

teweggebracht. Rechtstreekse of bewuste samenwerking is hievoor niet

vareist”

Yang artinya : “turut melakukan suatu culpoos misdrijf itu dapat terjadi

jika tindakan-tindakan atau kelalaian-kelalaian dari tiap-tiap peserta

secara bersama-sama dan secara timbal balik telah menyebabkan

timbulnya akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang. Untuk

adanya mededaderschap ini tidak disyaratkan adanya kerjasama yang

sifatnya langsung atau disadari”.63

“Lamintang64

menyebutkan bahwa kata mededaderschap diterjemahkan

dengan kata “turut melakukan”. Bentuk delneming atau keturutsertaan

kedua yang diatur dalam Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP itu ialah

medeplegen atau turut melakukan. Karena dalam bentuk keturutsertaan

ini seorang pelaku dan seorang atau beberapa orang yang turut

melakukan tindak pidana yang dilakukan oleh pelakunya, maka bentuk

keturutsertaan ini juga disebut mededaderschap.”

Apabila beberapa orang secara bersama-sama telah melakukan tindak

pidana, maka tiap-tiap peserta dalam tindak pidana yang bersangkutan harus

dipandang sebagai mededader dari peserta atau dari peserta-peserta yang lain di

dalam tindak pidana.65

63 H.R. 14 November 1921, N.J. 1992 hal 179, W. 10842 dalam P.A.F. Lamintang, Op,

Cit, hlm 188. 64 P.A.F. Lamintang, Op, Cit, hlm 189. 65

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Penerbit Sinar Baru, Bandung, 1984

hlm 588

Page 64: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

52

E. Kejahatan Pemalsuan Surat

Pasal 263 ayat (1) berbunyi sebagai berikut :

“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat

menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang

diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal dengan maksud

untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut

seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakaian

tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan

pidana penjara selama 6 tahun”

Pasal 263 ayat (1) mengandung 2(dua) jenis perbuatan yang dilarang

yaitu membuat surat palsu dan memalsukan surat. Kejahatannya disebut

pemalsuan surat. Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 263 ayat (1) adalah

sebagai berikut:

Unsur obyektif:

a. Membuat surat palsu,

b. Yang dapat:

1. Menerbitkan sesuatu hak;

2. Menerbitkan suatu perjanjian (perikatan)

3. Menimbulkan pembebasan suatu hutang

4. Diperuntukkan guna menjadi bukti atas sesuatu hal

Unsur Subyektif:

Dengan maksud:

a. Untuk mempergunakan atau memakai surat itu:

Seolah-olah asli dan tidak palsu;

b. Pemakaian atau penggunaan surat itu dapat menimbulkan

kerugian66

Membuat surat palsu adalah menyusun surat atau tulisan pada

keseluruhannya. Adanya surat ini karena dibuat secara palsu. Surat ini

mempunyai tujuan untuk menunjukkan bahwa surat itu seakan-akan berasal dari

orang daripada penulisnya.

66

Moch Anwar, hlm 188-189.

Page 65: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

53

Salah satu unsur objektif dari ketentuan Pasal 263 ayat (1) adalah

adanya surat itu adalah diperuntukkan guna menjadi bukti atas sesuatu hal.

Terhadap sifat ini diadakan pembatasan, yaitu berdasarkan sifatnya harus

memiliki kekuatan pembuktian. Ketentuan diperuntukkan guna pembuktian

harus menimbulkan akibat kekuatan pembuktian, akibat kekuatan pembuktian

mana harus didasarkan atas sesuatu kekuasaan/kewenangan yang dapat

memberikan kekuatan pembuktian pada beberapa jenis surat tertentu.67

F. Kriminal Malpraktik

1. Pengertian Kriminal Malpraktik

Secara umum, pelayanan kesehatan dapat dibedakan dalam 2 (dua)

macam yaitu pelayanan kedokteran (medical services) dan pelayanan kesehatan

publik (public health services).

Indonesia sebagai suatu negara yang berlandaskan hukum, maka sesuai

dengan sifat dan hakikatnya, peranan hukum sangatlah besar peranannya dalam

mengatur setiap hubungan hukum yang timbul. Pada hakikatnya hukum

menghendaki adanya penetaan hubungan antara manusia, termasuk juga

hubungan antara dokter dengan pasien, sehingga kepentingan masing-masing

dapat terjamin dan tidak ada yang melanggar kepentingan pihak lain.68

Berkaitan dengan penyebutan istilah/terminologi hukum “legal term”

yang digunakan dan berlaku di Indonesia, yakni Undang-Undang No. 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan, didalamnya sengaja tidak menggunakan istilah

67 Ibid, hlm 191. 68

Veronica Komalawati, Peranan Informed Concent Dalam Transaksi Terapeutik, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm 73.

Page 66: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

54

“malpraktik pidana”, karena terjemahan secara harfiahnya adalah dari kata

criminal malpractice. Ini berarti ada malpraktik perdata atau civil malpractice.

Kepustakaan menyebutkan dengan menggunakan beberapa terminologi

yaitu malpractie, malpraxis, legal malpractice, medical malpractice,

maltreatment, malum, atau bahkan malum in se. Jelas yang dimaksudkan

didalamnya adalah dalam kaitannya dengan hukum kedokteran atau medical

malpractice.69

Soerjono Soekanto,70

berpendapat bahwa yang dimaksud dengan

malpraktik adalah kelalaian-kelalaian yang terjadi dalam praktik pelayanan

kesehatan.

Menurut Yusuf Hanafiah,71

malpraktik adalah kelalaian seorang dokter

untuk mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim

dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran

di lingkungan yang sama.

Berbeda dengan beberapa pengertian diatas, diantara para ahli belum

ada kesepakatan tentang pengertian malpraktik tersebut, diantaranya adalah

pendapat Guwandi72

yang menyatakan bahwa:

“Malpraktik adalah tidak sama dengan kelalaian. Kelalaian memang

masuk dalam arti malpraktik, tetapi didalam malpraktik tidak selalu

harus terdapat unsur kelalaian. Malpraktik mempunyai pengertian lebih

69

Periksa Black’s Law Dictionary, 5th edition, West Publishing Co., St. Paul Minn.,

1979, hlm 861-865 yang menyebutkan malpraxis malpractice sebagai “unskillful management or

treatment, particulary applied to the neglect or unskillfull management of a physician, surgeon, or

aphothecacy”. 70

Soerjono Soekanto dan Herkutanto, Pengantar Hukum Kesehatan, Remadja Karya,

Bandung, 1987, hlm 153 71

Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran, dan Hukum Kesehatan (Edisi 3),

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1998, hlm 87. 72

Guwandi, Kelalaian Medik (Medical Negligence), Fakultas Kedokteran UI, Jakarta,

2004, hlm 21.

Page 67: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

55

luas daripada negligence (kelalaian). Karena selain mencakup arti

kelalaian, istilah malpraktik juga mencakup tindakan-tindakan yang

dilakukan dengan sengaja (intentional, dolus, opzettelijk) dan

melanggar undang-undang. Dalam arti kesengajaan tersirat adanya

motif (mens rea, guilty mind), sedangkan arti negligence lebih

berintikan ketidaksengajaan (culpa), kurang teliti, kurang hati-hati,

acuh, sembrono, sembarangan, tak peduli dengan kepentingan orang

lain, namun yang timbul bukanlah sebagai tujuan.”

Berbicara tentang kehati-hatian, Hermien Hadiati Koeswadji73

berpendapat:

“Batasan pengertian tentang kurang penghati-hatian yaitu bahwa untuk

menentukan apakah seseorang itu telah berbuat tidak hai-hati adalah

kalau orang itu dapat berbuat lain agar akibat yang dilarang oleh

undang-undang dan diancam dengan hukuman itu tidak timbul. Dalam

keadaan demikian maka yang menjadi tolok ukur adalah pikiran dan

kemampuan orang itu untuk menentukan apakah apakah setiap orang

yang termasuk kategori yang sama dengan itu, dan dalam kondisi serta

dengan sarana akan berbuat lain. Apabila orang lain yang termasuk

dalam kategori yang sama itu akan berbuat sama dengan dirinya maka

dapat dikatakan ada suatu kealpaan/kelalaian. Namun sebaliknya, bila

orang lain tersebut akan berbuat lain dengan apa yang dilakukannya itu,

maka dapat dikatakan bahwa ia telah berbuat kurang hati-hati, lalai,

alpa.”

2. Dokter dalam Melaksanakan Profesi Medik

Sehubungan dengan adanya risiko yang cukup tinggi yang erat

kaitannya dengan tanggungjawab dokter selaku profesional, maka besar

kemungkinan dilakukan upaya untuk mengalihkan resiko melalui berbagai cara,

antara lain dengan persyaratan eksonerasi yaitu pembatasan tanggung jawab.74

Untuk itu perlu dipahami terlebih dahulu sifat tanggung jawab hukum

dokter dalam pelayanan medik dalam hal antara tindakan dokter dan sejauh

mana dokter dapat dimintakan pertanggungjawaban atas tindakannya dalam

73 Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Kedokteran (Studi Tentang Hubungan Hukum

dalam mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak), Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1998, hlm 142. 74 Veronica Komalawati, Op.Cit. hlm 93.

Page 68: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

56

menjalankan profesi medik. Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan

diantaranya:

a) Persetujuan Atas Dasar Informasi (Informed Concent)

Pada hakikatnya persetujuan atas dasar informasi atau lebih dikenal

dengan istilah informed concent merupakan alat untuk memungkinkan

penentuan nasib sendiri yang berfungsi dalam praktek dokter. Secara konkret

informed concent adalah untuk setiap tindakan baik yang bersifat diagnostik

maupun terapeutik, pada asasnya senantiasa diperlukan persetujuan pasien yang

bersangkutan.

Ketentuan Umum Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan No.

585/Men.Kes/Per/IX/1989 menyatakan bahwa semua tindakan medik yang akan

dilakukan terhadap pasien, harus mendapat persetujuan. Persetujuan tersebut

diberikan oleh pasien setelah mendapat informasi yang adekuat tentang perlunya

tindakan medik yang bersangkutan serta resiko yang ditimbulkannya.

Informed concent dapat dinyatakan secara lisan, bahkan dapat

dinyatakan dengan sikap menyerah pada prosedur yang telah dispesifikasikan.

Selanjutnya di dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004

tentang Praktek Kedokteran disebutkan :

(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan

dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus

mendapat persetujuan;

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksudkan ayat (1) diberikan setelah

pasien mendapat penjelasan secara lengkap;

(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud ayat (2) sekurang-kurangnya

mencakup:

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;

b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;

c. Alternatif tindakan lain dan resiko;

Page 69: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

57

d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;

e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan;

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan baik

secara tertulis maupun lisan;

b) Tanggung jawab Dokter Dalam Melaksanakan Profesi Medik

Berkaitan dengan dokter melakukan suatu kesalahan/kelalaian medik

yang mana bukan disebabkan karena praktek yang buruk/jelek melainkan karena

tidak diikutinya prosedur medik, maka harus diketahui bahwa seseorang itu

dapat dikatakan mampu bertanggung jawab apabila dipenuhi 3(tiga) hal yaitu:

1) Dapat menginsafi makna yang senyatanya dari perbuatannya;

2) Dapat menginsafi perbuatannya itu tidak dipandang patut

dalam pergaulan masyarakat; dan

3) Mampu untuk menentukan niat/kehendaknya dalam melakukan

perbuatn tersebut.75

c) Dokter sebagai salah 1 (satu) pihak di dalam perkara pidana

Dalam hal dimana dokter menjadi salah 1 (satu) pihak

(kesalahan/kelalaian dokter dalam menjalankan tugas profesi) ketika sudah

masuk dalam proses persidangan, akan muncul kesulitan ketika saksi ahli untuk

perkara ini juga adalah dokter. Sebetulnya keterangan ahli disini juga dapat

diberikan pada saat pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang

dituangkan dalam bentuk laporan dan dibuat dengan mengingast sumpah.

“Van Bemmelen76

menyatakan dokter pun dapat dikenakan unsur schuld,

karena yang dimaksudkan dengan schuld dalam bidang hukum pidana

itu hanyalah schuld yang in foro civil disebut sebagai culpa lata atau

grove schuld atau kesalahan-kesalahan yang sifatnya menyolok saja.

75 Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Pidana Lingkungan, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1993, hlm 45. 76 Ibid, hlm 185.

Page 70: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

58

Jika kesalahan seperti itu dihubungkan dengan tindakan yang perlu

dilakukan oleh seorang dokter dalam jabatannya, kiranya dari dokter

tersebut orang menghendaki bahwa ia bukan hanya harus memiliki cara

berfikir, pengetahuan atau kebijaksanaan yang lebih baik dibandingkan

dengan cara berfikir, pengetahuan atau kebijaksanaan yang dimiliki

orang awam pada umumnya, akan tetapi dari dirinya orang juga

mengharapkan bahwa ia akan berbuat sesuai dengan kepandaian dan

pengetahuan yang ia miliki, seperti yang akan dilakukan oleh rekan-

rekan sejawatnya pada umumnya dalam hal mereka itu menghadapi

masalah yang sama dalam keadaan yang sama pula.”

Jika tindakan yang dilakukan seorang dokter hanya melakukan tindakan

yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka tidak bisa masuk dalam

kriminal malpraktik, maka ia hanya melakukan malpraktek etik77

, dan bukanlah

suatu kelalaian sebagaimana dimaksud di dalam hukum pidana.

77

Yusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Penerbit

Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1999, hlm. 89.

Page 71: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan tipe pendekatan kasus (case approach) yang

merupakan pendekatan yang bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma

atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Terutama mengenai kasus-

kasus yang telah diputus sebagaimana yang dapat dilihat dalam Yurisprudensi

terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian78 tentang Putusan Mahkamah

Agung Nomor 365 K/Pid/2012 Terpidana dr. Dewa Ayu, dr. Hendri Siagian dan dr.

Hendy Simanjuntak terkait upaya hukum kasasi yang diajukan terhadap putusan

bebas.

B. Metode Penelitian

Masalah yang akan diteliti ruang lingkupnya di bidang hukum, yaitu

hukum sebagai aturan hidup manusia untuk dapat mewujudkan ketertiban dan

keadilan. Sebagai aturan hidup manusia huku itu bersifat normatif, yang terdiri

dari norma-norma (kaidah, patokan, ketentuan) yang tertulis dalam bentuk

perundang-undangan dan yang tidak tertulis dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan

berperilaku yang tetap dalam bentuk hukum adat yang hidup dalam masyarakat.79

78

Johnnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia

Publishing, Malang, 2006, hlm. 321. 79

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jilid I

Cetakan III, Pustaka Kartini, Jakarta, 1985, hlm. 387.

Page 72: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

60

C. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang diguakan dalam penelitian ini adalah spesifikasi

penelitian preskriptif. Ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan,

validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum.80

Analitis karena kemudian akan dilakukan analisis terhadap berbagai aspek yang

diteliti dengan asas hukum, kaidah hukum dan berbagai pengertian hukum yang

berkaitan dengan penelitian ini.

. Analitis berarti kemudian akan dilakukan analisis terhadap berbagai

aspek yang akan diteliti dengan asas hukum kaedah hukum, dan berbagai

pengertian hukum yang berkaitan dengan penelitian ini.81

Dimana hal itu

merupakan kegiatan pendahuluan yang sangat mendasar. Sebelum menemukan

norma hukum in contreto haruslah diketahui lebih dahulu hukum positif apa yang

berlaku.82

Konsepsi legistis-positivistis, yang mengemukakan bahwa hukum itu

identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga

atau pejabat negara yang berwenang.

D. Jenis dan Sumber Data

Penelitian masalah ini menggunakan data sekunder yaitu data-data yang

diperoleh dari penelitian kepustakaan dan hasil dokumentasi penelitian orang lain

80 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Media Group, Jakarta, 2011,

hlm. 22. 81

Ronny Hanatijo, Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia, Jakarta, 1998, hlm

97-98. 82

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, hlm. 120-121

Page 73: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

61

dalam bentuk buku-buku ilmu hukum83

. Bahan hukum yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat secara umum (Perundang-undangan) atau

mempunyai kekuatann mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan

(seperti : kontrak, konvensi, dokumen hukum)”84

yang berhubungan

dengan masalah yang diteliti untuk selanjutnya dikaji senagai satu

kesatuan yang utuh. Penelitian menggunakan bahan hukum primer

yang terdiri dari:

a. Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang-undang Dasar

1945.

b. Peraturan Perundang-undangan, yaitu:

i. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana;

ii. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana;

iii. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan;

iv. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran;

83 Hilmawan Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,

Mandar maju, Bandung, 1995, hlm. 65. 84 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,

2004, hlm. 82.

Page 74: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

62

v. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman;

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti :

a) Putusan Mahkamah Agung Nomor 365 K/Pid/2012 Terpidana dr.

Dewa Ayu, dr. Hendri Siagian dan dr. Hendy Simanjuntak.

b) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

585/PER/Menkes/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik.

3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, semisal kamus hukum.

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan

pengambilan data dari tempat objek, sehingga antara das sollen dan das sein

saling memiliki keterkaitan. Metode Kepustakaan adalah cara pengumpulan data

dengan melakukan mencari, mencatat, menginventarisasi dan mempelajari data–

data yang berupa bahan–bahan pustaka dan literatur.

F. Metode Pengolahan Data

Seluruh data yang diperoleh melalui studi kepustakaan akan diolah secara

reduksi, merangkum dan memfokuskan hal-hal yang pokok dan penting dari

sekumpulan bahan hukum, sehingga menjadi ringkas, disusun secara sistematis

dan mudah dipahami. Sebelumnya dilakukan proses Editing yaitu memeriksa data

Page 75: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

63

yang diperoleh untuk menjamin apakah data itu dapat dipertanggungjawabkan

sesuai dengan kenyataan.

G. Metode Penyajian Data

Pengumpulan bahan hukum dulakukan dengan inventarisasi, kemudian

dicatat sesuai dengan relevansinya berkaitan dengan materi yang menjadi objek

penelitian yang selanjutnya dipelajari dan dikaji sebagai suatu kesatuan yang utuh.

Dalam penelitian ini data akan disajikan dalam bentuk teks naratif, yaitu

suatu penyajian data dalam bentuk uraian secara sistematis, logis dan rasional

sesuai dengan masaalh dan tujuan utama penelitian.

H. Metode Analisa Data

Data penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan metode

kualitatif. Dalam analisis kualitatif digunakan model analisis isi. Pada analisis ini

tidak menggunakan alat statistik, akan tetapi dilakukan dengan membaca tabel-

tabel, grafik-grafik, atau angka-angka yang tersedia kemudian melakukan uraian

dan penafsiran.

Page 76: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Dunia ilmu sudah sejak lama merintis disiplin baru sebagai cabang dalam

ilmu hukum, yaitu hukum kedokteran atau hukum medik sebagai terjemahan dari

“medical law” untuk membedakannya dengan hukum kesehatan “health law”.

Memang pada saat ini negara kita belum memiliki hukum kedokteran

yang dalam arti tersusun dalam suatu undang-undang tersendiri. Produk hukum

yang ada barulah hukum kesehatan yang dimuat dalam Undang-Undang No. 23

Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan. Bagaimana halnya dengan Undang-Undang No. 29

Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, undang-undang ini sudah mengatur

dunia kedokteran secara keseluruhan. Hanya saja didalamnya belum diatur secara

tegas tentang bagaimanakah penyelesaian sengketa medik dalam hal tindakan

dokter yang dikualifisir sebagai criminal malpractic.

Di dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran tidak dijelaskan sejauh

mana proses hukum berperan dalam penyelesaian sengketa medik. Di dalam Pasal

55 ayat (1) Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran

disebutkan:

“Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam

penyelenggaraan praktik kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan

Disiplin Kedokteran Indonesia”

Page 77: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

65

Selanjutnya di dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 29 Tahun

2004 tentang Praktek Kedokteran dinyatakan:

“Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas

tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran

dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan

Disiplin Kedokteran Indonesia”

Merujuk pada pengaturan diatas, bahwa ketika ada tindakan dokter atau

dokter gigi yang yang karena tindakannya itu sehingga muncul pengaduan dari

pasien, maka penyelesaiaanya adalah dilakukan secara intern dunia kedokteran.

Putusan bersalah atau tidaknya dokter yang melakukan kesalahan juga ada pada

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).

Secara konsepsi hukum, ini tidak menimbulkan masalah karena memang

MKDKI adalah lembaga yang independen. Namun di dalam praktek penyelesaian

sengketa yang dilakukan oleh MKDKI menimbulkan masalah di masyarakat.

Muncul banyak putusan dari MKDKI yang sifatnya lebih menguntungkan pihak

dokter. Disisni dipertanyakan seberapa jauh MKDKI bisa berlaku independen

dalam menjalankan tugasnya. Bahkan bisa kita lihat dalam kasus dr. Dewa Ayu

dkk. yang mana mengakibatkan kematian atas pasien Siska Makatey, dan dalam

putusannya dr. Dewa Ayu dkk. diputus tidak terbukti telah melakukan criminal

malpractic.

Kasus dr. Dewa Ayu dkk. ini awalnya sudah diselesaikan oleh Majelis

Kode Etik Kedokteran (MKEK) dan diputuskan bahwa perbuatan dr. Dewa Ayu

hanyalah bersifat pelanggaran etik kedokteran. Karena dirasa kurang transparan

dan kurang memenuhi rasa keadilan maka diajukan pengaduan ke Pengadilan

Page 78: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

66

Negeri Manado, dan kasus ini pun bergulir sampai tingkat kasasi di Mahkamah

Agung.

Hasil penelitian ini mendasarkan pada data sekunder yakni Putusan

Mahkamah Agung Republik Indonesia (M.A.R.I) dalam perkara Nomor

365K/Pid/2012, dan diperoleh data sebagai berikut:

1. Terdakwa

(1) Nama lengkap : dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani;

Tempat lahir : Denpasar;

Umur/tanggal lahir : 35 tahun/ 23 April 1975;

Jenis kelamin : Perempuan;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat tinggal :Jalan Parigi VII No.10, Kecamatan

Malalayang, Kota Manado;

Agama : Hindu;

Pekerjaan : Dokter;

(2) Nama lengkap : dr. Hendri Simanjuntak;

Tempat lahir : Riau;

Umur/tanggal lahir : 35 tahun/ 14 Juli 1975;

Jenis kelamin : Laki-laki;

Kebangsaan : Indonesia;

Page 79: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

67

Tempat tinggal :Kelurahan Malalayang Satu Barat,

Lingkungan I, Kecamatan Malalayang

Kota Manado;

Agama : Kristen Protestan;

Pekerjaan : Dokter;

(3) Nama lengkap : dr. Hendy Siagian;

Tempat lahir : Sorong;

Umur/tanggal lahir : 28 tahun/14 Januari 1983;

Jenis kelamin : Laki-laki;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat tinggal :Kelurahan Bahu, Lingkungan I Kecamatan

Malalayang, Kota Manado;

Agama : Kristen Protestan;

Pekerjaan : Dokter;

2. Duduk Perkara

Pada tanggal 10 April 2010 pada pukul 22.00 WITA Siska Makatey

menjalani operasi Cito Secsio Sesaria bertempat di Ruangan Operasi Rumah

Sakit Umum Prof. Dr. R. D. Kandouw Malalayang Kota Manado. Dalam operasi

tersebut dilakukan oleh masing-masing dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani

(Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian

(Terdakwa III).

Page 80: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

68

Bahwa pada waktu melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap

korban Siska Makatey yaitu pada saat korban Siska Makatey sudah tidur

terlentang di atas meja operasi kemudian dilakukan tindakan asepsi anti septis

pada dinding perut dan sekitarnya, selanjutnya korban ditutup dengan kain

operasi kecuali pada lapangan operasi dan saat itu korban telah dilakukan

pembiusan total.

Selama operasi berlangsung, dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) sebagai dokter

yang melakukan operasi mengiris dinding perut lapis demi lapis sampai pada

rahim milik korban kemudian bayi yang berada di dalam rahim korban diangkat

dan setelah bayi diangkat dari dalam rahim korban, rahim korban dijahit sampai

tidak terdapat pendarahan lagi dan dibersihkan dari bekuan darah, selanjutnya

dinding perut milik korban dijahit.

Adapun dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) sebagai asisten operator

I (satu) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) sebagai asisten operator II (dua)

membantu untuk memperjelas lapangan operasi yang dilakukan oleh dr. Dewa

Ayu (Terdakwa I) sebagai pelaksana operasi/operator yang memotong,

menggunting dan menjahit agar lapangan operasi bisa terlihat agar

mempermudah operator yaitu dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) dalam melakukan

operasi.

Sebelum operasi cito secsio sesaria terhadap korban dilakukan, Para

Terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada pihak keluarga korban tentang

kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk kematian yang dapat terjadi

terhadap diri korban jika operasi cito secsio sesaria tersebut dilakukan terhadap

Page 81: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

69

diri korban dan Para Terdakwa sebagai dokter yang melaksanakan operasi cito

secsio sesaria terhadap diri korban tidak melakukan pemeriksaan penunjang

seperti pemeriksaan jantung, foto rontgen dada dan pemeriksaan penunjang

lainnya sedangkan tekanan darah pada saat sebelum korban dianestesi/ dilakukan

pembiusan, sedikit tinggi yaitu menunjukkan angka 160/70 (seratus enam puluh

per tujuh puluh) dan pada waktu kurang lebih pukul 20.10 WITA, hal tersebut

telah disampaikan oleh saksi dr. Hermanus J. Lalenoh, Sp. An. pada bagian

Anestesi melalui jawaban konsul kepada bagian kebidanan bahwa pada

prinsipnya disetujui untuk dilaksanakan pembedahan dengan anestesi resiko

tinggi, oleh karena itu mohon dijelaskan kepada keluarga segala kemungkinan

yang bisa terjadi, tetapi pemeriksaan jantung terhadap korban dilaksanakan

setelah pelaksanaan operasi selesai dilakukan kemudian pemeriksaan jantung

tersebut dilakukan setelah dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) melaporkan kepada saksi

Najoan Nan Waraouw sebagai Konsultan Jaga Bagian Kebidanan dan Penyakit

Kandungan bahwa nadi korban 180 (seratus delapan puluh) x per menit dan saat

itu saksi Najoan Nan Waraouw menanyakan kepada dr. Dewa Ayu (Terdakwa I)

jika telah dilakukan pemeriksaan jantung/EKG (Elektri Kardio Graf atau Rekam

Jantung) terhadap diri korban, selanjutnya dijawab oleh dr. Dewa Ayu

(Terdakwa I) tentang hasil pemeriksaan adalah Ventrikel Tachy Kardi (denyut

jantung sangat cepat) dan saksi Najoan Nan Waraouw mengatakan bahwa

denyut nadi 180 (seratus delapan puluh) x per menit bukan Ventrikel Tachy

Kardi (denyut jantung sangat cepat) tetapi Fibrilasi (kelainan irama jantung).

Page 82: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

70

Sejak dibawa masuk ke rumah sakit, keadaan umum korban adalah

lemah dan status penyakit korban adalah berat, dan korban tidak langsung

ditangani melainkan hanya diberikan resap untuk membeli obat sampai 4 kali.

Namun keadaan korban bukan malah membaik tetapi malah kian memburuk,

sampai pada akhirnya pada pukul 08.00 WITA pihak keluarga minta dilakukan

operasi. Namun pihak rumah sakit menolak melakukan operasi karena

persyaratan administratif dari rumah sakit belum dipenuhi.

Setelah ada pihak keluarga yang datang dan menyelesaikan persyaratan

administratif dengan pihak rumah sakit, langsung diberitahukan kalau operasi

terhadap Siska Makatey telah selesai dilakukan dan pihak keluarga tidak tahu

menahu kalau operasi sudah dilakukan.

Pihak keluarga Siska Makatey mendapatkan kabar dari Rumah Sakit

Malalayang pada pukul 22.00 WITA bahwa pasien atas nama Siska Makatey

telah meninggal dunia setelah melalui proses persalinan dengan operasi Cito

Secsio Sesaria, namun bayi dalam kandungan korban dapat diselamatkan.

Berdasarka hasil pemeriksaan forensik, kematian korban Siska Makatey

adalah diakibatkan karena pada diri korban terjadi emboli udara yang masuk ke

dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru

sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan

kegagalan fungsi jantung.

Korban Siska Makatey meninggal dunia berdasarkan Surat Keterangan

dari Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D. Kandou Manado No.

Page 83: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

71

61/VER/IKF/FK/K/VI/2010, tanggal 26 April 2010 dan ditandatangani oleh dr.

Johannis F. Mallo, SH. SpF. DFM. yang menyatakan bahwa:

a. Korban telah diawetkan dengan larutan formalin, melalui nadi besar

paha kanan;

b. Lama kematian si korban tidak dapat ditentukan, oleh karena proses

perubahan pada tubuh korban setelah kematian “Thanatologi” sebagai

dasar penilaian, terhambat dengan adanya pengawetan jenazah. Sesuai

dengan besarnya rahim dapat menyatakan korban meninggal dalam hari

pertama setelah melahirkan;

c. Tanda kekerasan yang ditemukan pada pemeriksaan tubuh korban :

1. Pada Pasal 1 IV (a) adalah kekerasan tumpul sesuai dengan tanda

jejas sungkup alat bantu pernapasan.

2. Pada Pasal 1 angka IV (b) dan pasal dua angka romawi ayat tiga

adalah kekerasan tajam sesuai tindakan medik dalam operasi

persalinan.

3. Pada pasal 1 angka IV (c) adalah kekerasan tajam sesuai dengan

tanda perawatan medis sewaktu korban hidup.

4. Pada pasal 1 angka IV (d) adalah kekerasan tajam sesuai tanda

perawatan pengawetan jenazah.

d. Udara yang ditemukan pada bilik kanan jantung korban, masuk melalui

pembuluh darah balik yang terbuka pada saat korban masih hidup.

Pembuluh darah balik yang terbuka pada korban terjadi pada pemberian

Page 84: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

72

cairan obat-obatan atau infus, dan dapat terjadi akibat komplikasi dari

persalinan itu sendiri.

e. Sebab kematian si korban adalah akibat masuknya udara ke dalam bilik

kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga

terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan

fungsi jantung

3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Para terdakwa diajukan ke persidangan di Pengadilan Negeri Manado

dengan dakwaan yang disusun secara komulasi yang dibarengi dengan dakwaan

alternatif atau subsidair sebagai berikut:

Kesatu :

PRIMAIR :

Para Terdakwa, masing-masing dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani

(Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian

(Terdakwa III) baik secara bersama-sama maupun bertindak sendiri-sendiri,

pada hari Sabtu tanggal 10 April 2010, pada waktu kurang lebih pukul 22.00

WITA atau setidaktidaknya pada waktu lain dalam tahun 2010, bertempat di

Ruangan Operasi Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D. Kandouw Malalayang

Kota Manado atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk

dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Manado, telah melakukan, menyuruh

lakukan dan turut serta melakukan perbuatan yang karena kealpaannya

menyebabkan matinya orang lain yaitu korban Siska Makatey, perbuatan

Page 85: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

73

tersebut dilakukan Para Terdakwa dengan cara dan uraian kejadian sebagai

berikut :

Pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, dr. Dewa Ayu

Sasiary Prawani (Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr.

Hendy Siagian (Terdakwa III) sebagai dokter pada Rumah Sakit Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap korban Siska

Makatey yaitu pada saat korban Siska Makatey sudah tidur terlentang di atas

meja operasi kemudian dilakukan tindakan asepsi anti septis pada dinding perut

dan sekitarnya, selanjutnya korban ditutup dengan kain operasi kecuali pada

lapangan operasi dan saat itu korban telah dilakukan pembiusan total.

Sebagai operator, dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) mengiris dinding perut

lapis demi lapis sampai pada rahim milik korban kemudian bayi yang berada di

dalam rahim korban diangkat dan setelah bayi diangkat dari dalam rahim

korban, rahim korban dijahit sampai tidak terdapat pendarahan lagi dan

dibersihkan dari bekuan darah, selanjutnya dinding perut milik korban dijahit.

Saat operasi dilakukan, dr. Hndry Simanjuntak (Terdakwa II) sebagai

asisten operator I (satu) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) sebagai asisten

operator II (dua) membantu untuk memperjelas lapangan operasi yang dilakukan

oleh dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I) sebagai pelaksana

operasi/operator yang memotong, menggunting dan menjahit agar lapangan

operasi bisa terlihat agar mempermudah operator yaitu dr. Dewa Ayu (Terdakwa

I) dalam melakukan operasi.

Page 86: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

74

Sebelum operasi cito secsio sesaria terhadap korban dilakukan, Para

Terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada pihak keluarga korban tentang

kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk kematian yang dapat terjadi

terhadap diri korban jika operasi cito secsio sesaria tersebut dilakukan terhadap

diri korban dan Para Terdakwa sebagai dokter yang melaksanakan operasi cito

secsio sesaria terhadap diri korban tidak melakukan pemeriksaan penunjang

seperti pemeriksaan jantung, foto rontgen dada dan pemeriksaan penunjang

lainnya sedangkan tekanan darah pada saat sebelum korban dianestesi/ dilakukan

pembiusan, sedikit tinggi yaitu menunjukkan angka 160/70 (seratus enam puluh

per tujuh puluh) dan pada waktu kurang lebih pukul 20.10 WITA, hal tersebut

telah disampaikan oleh saksi dr. Hermanus J. Lalenoh, Sp. An. pada bagian

Anestesi melalui jawaban konsul kepada bagian kebidanan bahwa pada

prinsipnya disetujui untuk dilaksanakan pembedahan dengan anestesi resiko

tinggi, oleh karena itu mohon dijelaskan kepada keluarga segala kemungkinan

yang bisa terjadi, tetapi pemeriksaan jantung terhadap korban dilaksanakan

setelah pelaksanaan operasi selesai dilakukan kemudian pemeriksaan jantung

tersebut dilakukan setelah dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I)

melaporkan kepada saksi Najoan Nan Waraouw sebagai Konsultan Jaga Bagian

Kebidanan dan Penyakit Kandungan bahwa nadi korban 180 (seratus delapan

puluh) x per menit dan saat itu saksi Najoan Nan Waraouw menanyakan kepada

dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I) jika telah dilakukan pemeriksaan

jantung/ EKG (Elektri Kardio Graf atau Rekam Jantung) terhadap diri korban,

selanjutnya dijawab oleh dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I) tentang

Page 87: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

75

hasil pemeriksaan adalah Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat)

dan saksi Najoan Nan Waraouw mengatakan bahwa denyut nadi 180 (seratus

delapan puluh) x per menit bukan Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat

cepat) tetapi Fibrilasi (kelainan irama jantung).

Berdasarkan hasil rekam medis No. 041969 (nol empat satu sembilan

enam sembilan) yang telah dibaca oleh saksi ahli dr. Erwin Gidion Kristanto,

SH. Sp. F. bahwa pada saat korban masuk RSU (Rumah Sakit Umum) Prof. R.

D. Kandou Manado, keadaan umum korban adalah lemah dan status penyakit

korban adalah berat.

Dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I), dr. Hendry

Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) sebagai dokter

dalam melaksanakan operasi cito secsio sesaria terhadap korban Siska Makatey,

lalai dalam menangani korban pada saat masih hidup dan saat pelaksaanaan

operasi sehingga terhadap diri korban terjadi emboli udara yang masuk ke dalam

bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga

terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi

jantung.

Akibat perbuatan dari Para Terdakwa, korban Siska Makatey meninggal

dunia berdasarkan Surat Keterangan dari Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado No. 61/VER/IKF/FK/K/VI/2010, tanggal 26 April 2010 dan

ditandatangani oleh dr. Johannus F. Mallo, SH. SpF. DFM. yang menyatakan

bahwa :

Page 88: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

76

a. Korban telah diawetkan dengan larutan formalin, melalui nadi besar

paha kanan;

b. Lama kematian si korban tidak dapat ditentukan, oleh karena proses

perubahan pada tubuh korban setelah kematian (Thanatologi) sebagai

dasar penilaian, terhambat dengan adanya pengawetan jenazah. Sesuai

dengan besarnya rahim dapat menyatakan korban meninggal dalam hari

pertama setelah melahirkan;

c. Tanda kekerasan yang ditemukan pada pemeriksaan tubuh korban :

1. Pada pasal satu angka romawi ayat empat (a) adalah kekerasan

tumpul sesuai dengan tanda jejas sungkup alat bantu pernapasan.

2. Pada pasal satu angka romawi ayat empat (b) dan pasal dua angka

romawi ayat tiga adalah kekerasan tajam sesuai tindakan medik

dalam operasi persalinan.

3. Pada pasal satu angka romawi ayat empat (c) adalah kekerasan tajam

sesuai dengan tanda perawatan medis sewaktu korban hidup.

4. Pada pasal satu angka romawi ayat empat (d) adalah kekerasan tajam

sesuai tanda perawatan pengawetan jenazah.

d. Udara yang ditemukan pada bilik kanan jantung korban, masuk melalui

pembuluh darah balik yang terbuka pada saat korban masih hidup.

Pembuluh darah balik yang terbuka pada korban terjadi pada pemberian

cairan obat-obatan atau infus, dan dapat terjadi akibat komplikasi dari

persalinan itu sendiri.

Page 89: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

77

e. Sebab kematian si korban adalah akibat masuknya udara ke dalam bilik

kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga

terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan

fungsi jantung (Visum Et Repertum terlampir dalam berkas perkara).

Perbuatan Para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana

dalam Pasal 359 KUHP Jis. Pasal 361 KUHP, Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.

SUBSIDAIR :

Para Terdakwa, masing-masing dr. Dewa Ayu (Terdakwa I), dr. Hendry

Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) baik secara

bersama-sama maupun bertindak sendiri-sendiri, pada hari Sabtu tanggal 10

April 2010, pada waktu kurang lebih pukul 22.00 WITA atau setidak-tidaknya

pada waktu lain dalam tahun 2010, bertempat di Ruang Operasi Rumah Sakit

Umum Prof. Dr. R. D. Kandouw Malalayang Kota Manado atau setidak-

tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum

Pengadilan Negeri Manado, telah melakukan, menyuruh lakukan dan turut serta

melakukan perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang

lain yaitu korban Siska Makatey, perbuatan tersebut dilakukan Para Terdakwa

dengan cara dan uraian kejadian sebagai berikut:

Pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, dr. Dewa Ayu

(Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian

(Terdakwa III) sebagai dokter pada Rumah Sakit Prof. Dr. R. D. Kandou

Manado melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap korban Siska Makatey

yaitu pada saat korban Siska Makatey sudah tidur terlentang di atas meja operasi

Page 90: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

78

kemudian dilakukan tindakan asepsi anti septis pada dinding perut dan

sekitarnya, selanjutnya korban ditutup dengan kain operasi kecuali pada

lapangan operasi dan saat itu korban telah dilakukan pembiusan total.

Dokter Dewa Ayu (Terdakwa I) mengiris dinding perut lapis demi lapis

sampai pada rahim milik korban kemudian bayi yang berada di dalam rahim

korban diangkat dan setelah bayi diangkat dari dalam rahim korban, rahim

korban dijahit sampai tidak terdapat pendarahan lagi dan dibersihkan dari

bekuan darah, selanjutnya dinding perut milik korban dijahit.

Saat operasi dilakukan, dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) sebagai

asisten operator I (satu) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) sebagai asisten

operator II (dua) membantu untuk memperjelas lapangan operasi yang dilakukan

oleh dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) sebagai pelaksana operasi/operator yang

memotong, menggunting dan menjahit agar lapangan operasi bisa terlihat agar

mempermudah operator yaitu dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) dalam melakukan

operasi.

Pada saat sebelum operasi cito secsio sesaria terhadap korban

dilakukan, Para Terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada pihak keluarga

korban tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk kematian yang

dapat terjadi terhadap diri korban jika operasi cito secsio sesaria tersebut

dilakukan terhadap diri korban dan Para Terdakwa sebagai dokter yang

melaksanakan operasi cito secsio sesaria terhadap diri korban tidak melakukan

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung, foto rontgen dada dan

pemeriksaan penunjang lainnya sedangkan tekanan darah pada saat sebelum

Page 91: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

79

korban dianestesi/ dilakukan pembiusan, sedikit tinggi yaitu menunjukkan angka

160/70 (seratus enam puluh per tujuh puluh) dan pada waktu kurang lebih pukul

20.10 WITA, hal tersebut telah disampaikan oleh saksi dr. Hermanus J. Lalenoh,

Sp. An. pada bagian Anestesi melalui jawaban konsul kepada bagian kebidanan

bahwa pada prinsipnya disetujui untuk dilaksanakan pembedahan dengan

anestesi resiko tinggi, oleh karena itu mohon dijelaskan kepada keluarga segala

kemungkinan yang bisa terjadi, tetapi pemeriksaan jantung terhadap korban

dilaksanakan setelah pelaksanaan operasi selesai dilakukan kemudian

pemeriksaan jantung tersebut dilakukan setelah dr. Dewa Ayu (Terdakwa I)

melaporkan kepada saksi Najoan Nan Waraouw sebagai Konsultan Jaga Bagian

Kebidanan dan Penyakit Kandungan bahwa nadi korban 180 (seratus delapan

puluh) x per menit dan saat itu saksi Najoan Nan Waraouw menanyakan kepada

dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) jika telah dilakukan pemeriksaan jantung/ EKG

(Elektri Kardio Graf atau Rekam Jantung) terhadap diri korban, selanjutnya

dijawab oleh dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) tentang hasil pemeriksaan adalah

Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) dan saksi Najoan Nan

Waraouw mengatakan bahwa denyut nadi 180 (seratus delapan puluh) x per

menit bukan Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) tetapi Fibrilasi

(kelainan irama jantung) dan saksi Najoan Nan Waraouw mengatakan bahwa

kondisi pasien (korban Siska Makatey) jelek dan pasti akan meninggal.

Berdasarkan hasil rekam medis No. 041969 (nol empat satu sembilan

enam sembilan) yang telah dibaca oleh saksi ahli dr. Erwin Gidion Kristanto,

SH. Sp. F. bahwa pada saat korban masuk RSU (Rumah Sakit Umum) Prof. R.

Page 92: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

80

D. Kandou Manado, keadaan umum korban adalah lemah dan status penyakit

korban adalah berat.

Dokter Dewa Ayu (Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II)

dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) sebagai dokter dalam melaksanakan

operasi cito secsio sesaria terhadap korban Siska Makatey, lalai dalam

menangani korban pada saat masih hidup dan saat pelaksaanaan operasi

sehingga terhadap diri korban terjadi emboli udara yang masuk ke dalam bilik

kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi

kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung.

Akibat perbuatan dari Para Terdakwa, korban Siska Makatey meninggal

dunia berdasarkan Surat Keterangan dari Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado No. 61/VER/IKF/FK/K/VI/2010, tanggal 26 April 2010 dan

ditandatangani oleh dr. Johannis F. Mallo, SH. SpF. DFM. yang menyatakan

bahwa :

a. Korban telah diawetkan dengan larutan formalin, melalui nadi besar

paha kanan;

b. Lama kematian si korban tidak dapat ditentukan, oleh karena proses

perubahan pada tubuh korban setelah kematian (Thanatologi) sebagai

dasar penilaian, terhambat dengan adanya pengawetan jenazah. Sesuai

dengan besarnya rahim dapat menyatakan korban meninggal dalam hari

pertama setelah melahirkan;

c. Tanda kekerasan yang ditemukan pada pemeriksaan tubuh korban :

Page 93: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

81

1. Pada pasal satu angka romawi ayat empat (a) adalah kekerasan

tumpul sesuai dengan tanda jejas sungkup alat bantu pernapasan.

2. Pada pasal satu angka romawi ayat empat (b) dan pasal dua angka

romawi ayat tiga adalah kekerasan tajam sesuai tindakan medik

dalam operasi persalinan.

3. Pada pasal satu angka romawi ayat empat (c) adalah kekerasan

tajam sesuai dengan tanda perawatan medis sewaktu korban hidup.

4. Pada pasal satu angka romawi ayat empat (d) adalah kekerasan

tajam sesuai tanda perawatan pengawetan jenazah.

d. Udara yang ditemukan pada bilik kanan jantung korban, masuk melalui

pembuluh darah balik yang terbuka pada saat korban masih hidup.

Pembuluh darah balik yang terbuka pada korban terjadi pada pemberian

cairan obat-obatan atau infus, dan dapat terjadi akibat komplikasi dari

persalinan itu sendiri.

e. Sebab kematian si korban adalah akibat masuknya udara ke dalam bilik

kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga

terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan

fungsi jantung (Visum et Repertum terlampir dalam berkas perkara).

Perbuatan Para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana

dalam Pasal 359 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

atau :

Kedua :

Page 94: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

82

Para Terdakwa, masing-masing dr. Dewa Ayu (Terdakwa I), dr. Hendry

Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) baik secara

bersama-sama maupun bertindak sendiri-sendiri, pada hari Sabtu tanggal 10

April 2010, pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut dalam dakwaan Kesatu

di atas, dengan sengaja telah melakukan, menyuruh lakukan dan turut serta

melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik (SIP), perbuatan

tersebut dilakukan Para Terdakwa dengan cara dan uraian kejadian sebagai

berikut:

Pada saat korban Siska Makatey sudah tidur terlentang di atas meja

operasi kemudian dilakukan tindakan asepsi anti septis pada dinding perut dan

sekitarnya, selanjutnya korban ditutup dengan kain operasi kecuali pada

lapangan operasi dan saat itu korban telah dilakukan pembiusan total.

Dokter. Dewa Ayu (Terdakwa I) mengiris dinding perut lapis demi

lapis sampai pada rahim milik korban kemudian bayi yang berada di dalam

rahim korban diangkat dan setelah bayi diangkat dari dalam rahim korban, rahim

korban dijahit sampai tidak terdapat pendarahan lagi dan dibersihkan dari

bekuan darah, selanjutnya dinding perut milik korban dijahit.

Saat operasi dilakukan, dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) sebagai

asisten operator I (satu) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) sebagai asisten

operator II (dua) membantu dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) sebagai pelaksana

operasi yang memotong, menggunting dan menjahit agar lapangan operasi bisa

terlihat agar mempermudah operator yaitu dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani

(Terdakwa I) dalam melakukan operasi.

Page 95: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

83

Pada saat sebelum operasi cito secsio sesaria terhadap korban

dilakukan, Para Terdakwa tidak melakukan pemeriksaan penunjang seperti

pemeriksaan jantung, foto rontgen dada dan lain-lain sedangkan tekanan darah

pada saat sebelum korban dianestesi/ dilakukan pembiusan, sedikit tinggi yaitu

menunjukkan angka 160/70 (seratus enam puluh per tujuh puluh) dan

pemeriksaan jantung terhadap korban dilaksanakan setelah pelaksanaan operasi

selesai dilakukan kemudian pemeriksaan jantung tersebut dilakukan setelah dr.

Dewa Ayu (Terdakwa I) melaporkan kepada saksi Najoan Nan Waraouw

sebagai Konsultan Jaga Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan bahwa nadi

korban 180 (seratus delapan puluh) x per menit dan saat itu saksi Najoan Nan

Waraouw menanyakan kepada dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) jika telah dilakukan

pemeriksaan jantung/ EKG (Elektri Kardio Graf atau Rekam Jantung) terhadap

diri korban, selanjutnya dijawab oleh dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) tentang hasil

pemeriksaan adalah Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) dan

saksi Najoan Nan Waraouw mengatakan bahwa denyut nadi 180 (seratus

delapan puluh) x per menit bukan Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat

cepat) tetapi Fibrilasi (kelainan irama jantung).

Berdasarkan hasil rekam medis No. 041969 (nol empat satu sembilan

enam sembilan) yang telah dibaca oleh saksi ahli dr. Erwin Gidion Kristanto,

SH. Sp. F. bahwa pada saat korban masuk RSU (Rumah Sakit Umum) Prof. R.

D. Kandou Manado, keadaan umum korban adalah lemah dan status penyakit

korban adalah berat.

Page 96: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

84

Dokter Dewa Ayu (Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II)

dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) sebagai dokter dalam melaksanakan

operasi cito secsio sesaria terhadap korban Siska Makatey, Para Terdakwa

hanya memiliki sertifikat kompetensi tetapi Para Terdakwa tidak mempunyai

Surat Ijin Praktik (SIP) kedokteran dan tidak terdapat pelimpahan/persetujuan

untuk melakukan suatu tindakan kedokteran secara tertulis dari dokter spesialis

yang memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) kedokteran/ yang berhak memberikan

persetujuan sedangkan untuk melakukan tindakan praktik kedokteran termasuk

operasi cito yang dilakukan oleh Para Terdakwa terhadap diri korban, Para

Terdakwa harus memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) kedokteran.

Akibat perbuatan dari Para Terdakwa, korban Siska Makatey meninggal

dunia berdasarkan Surat Keterangan dari Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado No. 61/VER/IKF/FK/K/VI/2010, tanggal 26 April 2010 dan

ditandatangani oleh dr. Johannis F. Mallo, SH. SpF. DFM. yang menyatakan

bahwa :

a. Korban telah diawetkan dengan larutan formalin, melalui nadi besar

paha kanan;

b. Lama kematian si korban tidak dapat ditentukan, oleh karena proses

perubahan pada tubuh korban setelah kematian (Thanatologi) sebagai

dasar penilaian, terhambat dengan adanya pengawetan jenazah. Sesuai

dengan besarnya rahim dapat menyatakan korban meninggal dalam

hari pertama setelah melahirkan;

c. Tanda kekerasan yang ditemukan pada pemeriksaan tubuh korban :

Page 97: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

85

1. Pada Pasal 1 angka IV (a) adalah kekerasan tumpul sesuai dengan

tanda jejas sungkup alat bantu pernapasan.

2. Pada Pasal 1 angka IV (b) dan pasal dua angka romawi ayat tiga

adalah kekerasan tajam sesuai tindakan medik dalam operasi

persalinan.

3. Pada Pasal 1 angka IV (c) adalah kekerasan tajam sesuai dengan

tanda perawatan medis sewaktu korban hidup

4. Pada Pasal 1 angka IV (d) adalah kekerasan tajam sesuai tanda

perawatan pengawetan jenazah.

d. Udara yang ditemukan pada bilik kanan jantung korban, masuk

melalui pembuluh darah balik yang terbuka pada saat korban masih

hidup. Pembuluh darah balik yang terbuka pada korban terjadi pada

pemberian cairan obat-obatan atau infus, dan dapat terjadi akibat

komplikasi dari persalinan itu sendiri.

e. Sebab kematian si korban adalah akibat masuknya udara ke dalam

bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru

sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan

kegagalan fungsi jantung (Visum Et Repertum terlampir dalam berkas

perkara).

Perbuatan Para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana

dalam Pasal 76 Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

atau :

Page 98: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

86

Ketiga :

PRIMAIR :

Para Terdakwa, masing-masing dr. Dewa Ayu (Terdakwa I), dr. Hendry

Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) baik secara

bersama-sama maupun bertindak sendiri-sendiri, pada hari Sabtu tanggal 10

April 2010, pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut dalam dakwaan Kesatu

dan Kedua di atas, telah melakukan, menyuruh lakukan dan turut serta

melakukan perbuatan membuat secara palsu atau memalsukan surat yang dapat

menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang

diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal, dengan maksud untuk

memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya

benar dan tidak dipalsu dan jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan

kerugian, perbuatan tersebut dilakukan Para Terdakwa dengan cara dan uraian

kejadian sebagai berikut:

Berawal setelah terdapat indikasi untuk dilakukan operasi cito secsio

sesaria pada waktu kurang lebih pukul 18.30 WITA terhadap korban Siska

Makatey, dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) menyerahkan surat persetujuan

tindakan khusus dan persetujuan pembedahan dan anestesi kepada korban Siska

Makatey untuk ditandatangani oleh korban yang disaksikan oleh dr. Dewa Ayu

(Terdakwa I) dari jarak kurang lebih 7 (tujuh) meter, dr. Hendry Simanjuntak

(Terdakwa II) dan saksi dr. Helmi kemudian berdasarkan surat persetujuan

tindakan khusus dan persetujuan pembedahan dan anestesi tersebut, dr. Dewa

Page 99: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

87

Ayu (Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian

(Terdakwa III) melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap diri korban.

Setelah dilaksanakan operasi cito secsio sesaria terhadap diri korban

yang dilakukan oleh dr. Dewa Ayu (Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak

(Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) mengakibatkan korban

meninggal dunia karena terjadi emboli udara yang masuk ke dalam bilik kanan

jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan

fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung pada diri

korban, berdasarkan Surat Keterangan dari Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado No. 61/VER/IKF/FK/K/VI/2010, tanggal 26 April 2010 dan

ditandatangani oleh dr. Johannis F. Mallo, SH, Sp.F., DFM. (VER terlampir

dalam berkas perkara).

Ternyata tanda tangan korban yang berada di dalam surat persetujuan

tindakan khusus dan persetujuan pembedahan dan anestesi yang diserahkan oleh

dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) untuk ditandatangani oleh korban tersebut

berbeda dengan tanda tangan korban yang berada di dalam Kartu Tanda

Penduduk (KTP) dan Kartu Askes kemudian setelah dilakukan pemeriksaan oleh

Laboratorium Forensik Cabang Makassar dan berdasarkan hasil pemeriksaan

Laboratoris Kriminalistik pada tanggal 09 Juni 2010 NO.LAB. : 509/DTF/2011,

yang dilakukan oleh masing-masing lelaki Drs. Samir, S.St. Mk., lelaki Ardhani

Adis, S. Amd dan lelaki Marendra Yudi L., SE., menyatakan bahwa tanda

tangan atas nama Siska Makatey alias Julia Fransiska Makatey pada dokumen

bukti adalah tanda tangan karangan/ “Spurious Signature“ (Berita Acara

Page 100: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

88

Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Dokumen terlampir dalam

berkas perkara).

Perbuatan Para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana

dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

SUBSIDAIR :

Para Terdakwa, masing-masing dr. Dewa Ayu (Terdakwa I), dr. Hendry

Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) baik secara

bersama-sama maupun bertindak sendiri-sendiri, pada hari Sabtu tanggal 10

April 2010, pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut dalam dakwaan

Kesatu, Kedua dan Ketiga Primair di atas, dengan sengaja telah melakukan,

menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan memakai surat yang

isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar dan tidak dipalsu dan jika

pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian, perbuatan tersebut dilakukan

Para Terdakwa dengan cara dan uraian kejadian sebagai berikut:

Berawal setelah terdapat indikasi untuk dilakukan operasi cito secsio

sesaria pada waktu kurang lebih pukul 18.30 WITA terhadap korban Siska

Makatey, dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) menyerahkan surat persetujuan

tindakan khusus dan persetujuan pembedahan dan anestesi kepada korban Siska

Makatey untuk ditandatangani oleh korban yang disaksikan oleh dr. Dewa Ayu

(Terdakwa I) dari jarak kurang lebih 7 (tujuh) meter, dr. Hendry Simanjuntak

(Terdakwa II) dan saksi dr. Helmi kemudian berdasarkan surat persetujuan

tindakan khusus dan persetujuan pembedahan dan anestesi tersebut, dr. Dewa

Page 101: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

89

Ayu (Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian

(Terdakwa III) melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap diri korban.

Setelah dilaksanakan operasi cito secsio sesaria terhadap diri korban

yang dilakukan oleh dr. Dewa Ayu (Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak

(Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) mengakibatkan korban

meninggal dunia karena terjadi emboli udara yang masuk ke dalam bilik kanan

jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan

fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung pada diri

korban, berdasarkan Surat Keterangan dari Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado No. 61/VER/IKF/FK/K/VI/2010, tanggal 26 April 2010 dan

ditandatangani oleh dr. Johannis F. Mallo, SH, Sp.F., DFM. (VER terlampir

dalam berkas perkara).

Ternyata tanda tangan korban yang berada di dalam surat persetujuan

tindakan khusus dan persetujuan pembedahan dan anestesi yang diserahkan oleh

dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) untuk ditandatangani oleh korban tersebut

berbeda dengan tanda tangan korban yang berada di dalam Kartu Tanda

Penduduk (KTP) dan Kartu Askes kemudian setelah dilakukan pemeriksaan oleh

Laboratorium Forensik Cabang Makassar dan berdasarkan hasil pemeriksaan

Laboratoris Kriminalistik pada tanggal 09 Juni 2010 NO.LAB. : 509/DTF/2011,

yang dilakukan oleh masing-masing Drs. Samir, S.St. Mk., Ardani Adhis, S.

Amd dan Marendra Yudi L., SE., menyatakan bahwa tanda tangan atas nama

Siska Makatey alias Julia Fransiska Makatey pada dokumen bukti adalah tanda

Page 102: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

90

tangan karangan/ “Spurious Signature“ (Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris

Kriminalistik Barang Bukti Dokumen terlampir dalam berkas perkara).

Perbuatan Para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana

dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

4. Pembuktian di Persidangan

a. Barang Bukti

Barang bukti yang diajukan dalam pemeriksaan perkara Para Terdakwa

adalah berupa berkas catatan medis No. cm. 041969 atas nama Siska Makatey

yang terdiri dari:

1. PT. Asuransi Kesehatan Indonesia Results Siska Yulian Makatey ;

2. Surat pernyataan telah dirawat ;

3. Rekam jantung Siska Makatey 2004 ;

4. Surat konsul 10 April 2010 RSU Prof. Kandou Manado (poliklinik

obstetri status obstetrikus) ;

5. Catatan pemasukan dan pengeluaran cairan form 0014 ;

6. Instruksi post operasi ;

7. Surat konsul ke bagian anastesiologi ;

8. Rekam jantung ;

9. Laporan operasi ;

10. Kurva suhu dan nadi, serta catatan khusus ;

11. Dinas kesehatan Kota Manado Puskesmas Bahu/ surat rujukan ibu

hamil atas nama Siska Makatey ;

12. Ringkasan masuk dan keluar Siska Makatey ;

13. Lembaran masuk dan keluar Siska Makatey ;

14. Klinical Patway Siska Makatey ;

15. Surat persetujuan tindakan khusus dan surat persetujuan

pembedahan dan anastesi tanggal 10 April 2010 ;

16. Diagnosa akhir Siska Makatey ;

17. Resume keluar Siska Makatey ;

18. Surat pengantar pulang (tidak ada catatan) ;

19. Iktisar waktu pulang (tidak ada catatan ) ;

20. Anamnesis utama Siska Makatey ;

Page 103: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

91

21. Anamnesis kebidanan Siska makatey ;

22. Pemeriksaan kebidanan I Siska Makatey ;

23. Pemeriksaan kebidanan II Siska Makatey ;

24. Resume masuk Siska Makatey ;

25. Portograf Siska Makatey ;

26. Lembaran observasi persalinan Siska Makatey ;

27. Lembaran observasi persalinan Siska Makatey ;

28. Lembaran observasi persalinan Siska Makatey ;

29. Laporan persalinan I Siska Makatey ;

30. Laporan persalinan IIa Siska Makatey ;

31. Lembaran catatan harian dokter (tidak ada catatan) ;

32. Hasil pemeriksaan laboratorium (tidak ada catatan) ;

33. Catatan pemasukan dan pengeluaran cairan (tidak ada catatan) ;

34. Hasil pemeriksaan radiologi kedokteran nuklir, dan lain-lain (tidak

ada catatan);

35. Nifas (tidak ada catatan);

36. Catatan perawat intensif (tidak ada catatan) ;

37. Catatan dan instruksi dokter (tidak ada catatan) ;

38. Pelaksanaan proses keperawatan pengkajian data (tidak ada

catatan) ;

39. Lembaran untuk penempelan surat (tidak ada catatan) ;

40. Catatan obat oral dan per enteral (tidak ada catatan) ;

41. Catatan perawat bidan (Siska Makatey) ;

42. 1 (satu) lembar foto copy sertifikat kompetensi dr. Dewa Ayu

Sasiary Prawani yang telah dilegalisir oleh Pengadilan Negeri

Manado ;

43. 1 (satu) lembar foto copy sertifikat kompetensi dr. Hendry

Simanjuntak yang telah dilegalisir oleh Pengadilan Negeri Manado;

44. 1 (satu) lembar foto copy sertifikat kompetensi dr. Hendy Siagian

yang telah dilegalisir oleh Pengadilan Negeri Manado

b. Keterangan Saksi

Saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah

sebanyak 2 (dua) orang yang telah didengar keterangannya dibawah sumpah

masing-masing di muka persidangan yang pada pokoknya sebagai berikut:

1. Saksi dr. Hermanus J. Lalenoh, Sp.An.

Page 104: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

92

Menerangkan bahwa pada prinsipnya kami setuju untuk dilaksanakan

pembedahan dengan anestesi resiko tinggi, oleh karena ini adalah operasi darurat

maka mohon dijelaskan kepada keluarga resiko yang bisaterjadi "darurat"/

sebelum operasi atau "post"/ usai operasi.

Penyebab udara masuk dari setiap pembuluh darah balik yang terbuka

yaitu dari infus atau dari suntikan obat tetapi dalam kepustakaan dikatakan udara

yang masuk dari pembuluh darah balik ini hanya bisa menyebabkan kecelakaan

penting yang kalau dia di atas 25 mg dan kalau di bawah tidak akan

menyebabkan apa-apa, kemudian dalam kenyataan pemberian obat dari infus

tidak pernah masuk udara karena dari suntik disposible untuk masuk udara,

selanjutnya dari kepustakaan yang saksi baca dan saksi dapat dalam pendidikan

saksi yaitu kemungkinan yang bisa juga adalah terutama dalam operasi

persalinan bahkan di dalam aturan dikatakan bahwa udara bisa masuk sering

terjadi pada operasi bedah saraf dengan posisi pasien setengah duduk bisa terjadi

pada saat dia terkemuka itu udara bisa masuk, pada bagian kebidanan yang bisa

sering terjadi bukan saja pada sectio sesaria tetapi juga pada kuretase bahkan

dalam laporan kasus yaitu untuk hubungan intim dimana suami memakai oral itu

bisa terjadi masuk udara, kasus ini memang jarang tetapi bisa saja terjadi, jadi

pada waktu bayi lahir plasenta terangkat pembuluh darah itu terbuka yaitu

pembuluh darah arteri/ pembuluh darah yang pergi yang warna merah dan

pembuluh darah balik/ arteri yang warna hitam, jadi kemungkinan udara yang

masuk berdasarkan hasil visum et repertum bisa saja terjadi dari beberapa hal

tadi, selanjutnya tugas anestesi dalam hal ini telah selesai karena pasien/ korban

Page 105: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

93

sudah membuka mata dan bernapas spontan kecuali jika saat pasien sebelum

dirapihkan semua kemudian meninggal maka masih merupakan tugas dan

tanggung jawab dari anestesi dan kebidanan.

2. Saksi Prof. Dr. Najoan Nan Waraouw, Sp.OG.

Menerangkan bahwa Terdakwa I (satu) mengatakan bahwa operasi

terhadap pasien/ korban telah selesai dilaksanakan dan pada saat operasi

dilakukan yaitu sejak sayatan dinding perut pertama sudah mengeluarkan darah

hitam, selama operasi dilaksanakan kecepatan nadi tinggi yaitu 160 (seratus

enam puluh) x per menit , saturasi oksigen hanya berkisar 85 % (delapan puluh

lima persen) sampai dengan 87 % (delapan puluh tujuh persen), setelah operasi

selesai dilakukan kecepatan nadi pasien/ korban adalah 180 (seratus delapan

puluh) x per menit dan setelah selesai operasi baru dilakukan pemeriksaan EKG/

periksa jantung yang dilakukan oleh bagian penyakit dalam dan saksi

menanyakan apakah sudah dilakukan pemeriksaan jantung karena saksi berpikir

keadaan ini penyebabnya dari jantung serta dijawab oleh Terdakwa I (satu)

sementara dilakukan pemeriksaan dan hasilnya sudah ada yaitu bahwa pada

penderita terjadi "Ventrikel Tachy Kardi" (denyut nadi yang cepat) tetapi saksi

mengatakan bahwa itu bukan "Ventrikel Tachy Kardi" (denyut nadi yang cepat)

jika denyut nadi sudah di atas 160 x per menit tetapi "Fibrilasi" yaitu pertanda

bahwa pada jantung terjadi kegagalan yang akut dan pasti pasien akan

meninggal karena biasanya kegagalan akut itu karena "emboli" (penyumbatan

pembuluh darah oleh suatu bahan seperti darah, air ketuban, udara, lemak,

trombus dan komponenkomponen lain) serta pasien/ korban pasti meninggal,

Page 106: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

94

selanjutnya dikabarkan bahwa pada waktu kurang lebih pukul 22.20 WITA,

pasien/ korban dinyatakan meninggal dunia oleh bagian penyakit dalam.

c. Keterangan Ahli

Dikaitkan dengan Pasal 183 KUHAP, keterangan ahli yang berdiri

sendiri tanpa didukung oleh alat bukti lain tidaklah cukup dan tidak memadai

untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Begitu juga apabila dikaitkan dengan

ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang menegaskan satu saksi saja tidak

cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Prinsip ini pun berlaku bagi

keterangan ahli. Bahwa keterangan seorang ahli pun tidak cukup untuk

membuktikan kesalahan terdakwa, melainkan harus disertai alat bukti lain.

“Pasal 184 ayat (1) KUHAP menetapkan keterangan ahli sebagai alat

bukti yang sah. Keterangan ahli ini oleh pembuat undang-undang

ditempatkan pada urutan kedua setelah keterangan saksi. Hal ini

menandakan bahwa keterangan ahli merupakan keterangan yang harus

diperhitungkan dalam dunia pembuktian. Mengingat juga dalam ranah

ilmu hukum baik pidana, perdata, tata negara maupun hukum

internasional pendapat ahli merupakan salah satu sumber hukum yang

diakui secara internasional meskipun dalam penerapannya keterangan

ahli harus dipandang tidak dapat berdiri sendiri dan harus didukung

dengan alat-alat bukti lain.”85

Pasal 1 angka (28) KUHAP memberikan pengerian mengenai

keterangan ahli sebagai berikut:

“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang

memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat

terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”

Mengenai keterangan ahli yang diberikan dalam sidang pengadilan

diatur dalam ketentuan Pasal 186 KUHAP yaitu:

“Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan”

85

Endang Sri Lestari, Op. Cit, hlm 175.

Page 107: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

95

Melihat pada pengaturan di dalam Pasal 1 angka (28) KUHAP dan

Pasal 184 ayat (1) huruf b KUHAP dan Pasal 186 KUHAP, maka agar

keterangan ahli dapat bernilai sebagai alat bukti yang sah dan mempunyai nilai

pembuktian dalam mencari kebenaran materiil guna menetapkan keyakinan

hakim bahwa benar terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan serta dapat

dipertangagungjawabkan.

Menurut M. Yahya Harahap,86

secara hukum seseorang baru dikatakan

ahli apabila:

a. Memiliki pengetahuan khusus atau spesialis di bidang ilmu

pengetahuan tertentu sehingga orang itu benar-benar kompeten

(competent) di bidang tersebut;

b. Spesialis itu bisa dalam bentuk skill karena latihan (training) atau hasil

pengalaman;

c. Sedemikian rupa spesialisasi pengetahuan, kecakapan, latihan atau

pengalaman yang demikian, sehingga keterangan dan penjelasan yang

diberikan dapat membantu menemukan fakta melebihi kemampuan

pengetahuan umum orang biasa.

Jaksa Penuntut Umum di dalam persidangan pada perkara ini

menghadirkan 2 (dua) orang ahli dan telah memberikan keterangan dibawah

sumpah sesuai dengan keahliannya, yang pada pokoknya sebagai berikut:

1) Saksi Ahli dr. Robby Willar, Sp.A.

Menerangkan bahwa pada saat plasenta keluar, pembuluh darah yang

berhubungan dengan plasenta terbuka dan udara bisa masuk dari plasenta tetapi

tidak berpengaruh terhadap bayi karena sebelum plasenta dikeluarkan bayi sudah

dipotong/ bayi lebih dulu keluar kemudian tali pusat/ plasenta dipotong.

2) Saksi Ahli Johannis F. Mallo, SH. Sp.F. DFM.

86

M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm 789-790

Page 108: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

96

Menerangkan bahwa bahwa infus dapat menyebabkan emboli udara

tetapi kecil kemungkinan dan hal tersebut dapat terjadi karena efek venturi,

kemudian kapan efek venturi terjadi yaitu korban meninggal dunia pukul 22.20

WITA, infus 20 tetes = 100cc/menit, operasi dilakukan pukul 20.55 WITA, anak

lahir pukul 21.00 WITA dalam hal ini udara sudah masuk terlebih dulu

kemudian dilaksanakan operasi, maka 30 menit sebelum pelaksanaan operasi

sudah terdapat 35 cc udara.

d. Keterangan Terdakwa

i. Terdakwa I, dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani

Dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I) adalah peserta

program pendidikan dokter spesialis di Universitas Samratulangi Manado sejak

tahun 2007 sampai sekarang. Terdakwa I sudah memiliki Surat Tanda Registrasi

sejak tahun 2002, adapun yang menjadi dasar Terdakwa dapat melakukan

operasi adalah kompetensi dari Universitas Samratulangi. Bahwa pada saat

Terdakwa I melakukan tindakan operasi belum memiliki Surat Ijin Praktek

(SIP), Surat Ijin Praktek untuk PPDS diurus oleh Dekan Fakultas Kedokteran.

Surat Ijin Praktek Terdakwa baru diurus oleh Dekan Fakultas Kedokteran

setelah kasus ini terjadi.

Pada tanggal 10 April 2010 jam 09.00. WITA korban Siska Makatey

dibawa ke Rumah Sakit Umum Prof. Kandou Malalayang dengan surat rujukan

dari Puskesmas Bahu untuk melahirkan anak kedua lalu dibawah ke kamar

bersalin dan diperiksa USG dan hasil dalam keadaan baik dan dilaporkan kepada

konsuler dan diusahakan melahirkan normal. Pada saat korban masuk rumah

Page 109: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

97

sakit Prof.Kandou Malalayang belum ada tanda-tanda untuk dioperasi tetapi

posisi bayi tinggi, biasanya pada pembukaan 7 cm bayi bisa lahir.

Pada jam 18.00 WITA pembukaan lengkap tetapi posisi bayi tetap

tinggi dan hal tersebut dilaporkan kepada dokter konsuler dan dokter konsuler

menyarankan supaya melahirkan secara normal dengan cara posisi korban

dimiringkan dan ditunggu sampai 30 menit tidak ada kemajuan dan pada jam

18.30 WITAdikonsultasikan dengan bagian anastesi dan bagian anastesi

memberikan persetujuan operasi dan pada jam 20.55 WITA operasi dimulai.

Terdakwa I sudah lebih dari 100 (seratus) kali melakukan operasi Cito,

dan pada saat korban dioperasi Terdakwa I sebagai operator, Terdakwa II dan

Terdakwa III sebagai asisten operasi. Pada saat sayatan pertama keluar darah

berwarna hitam, Terdakwa menghentikan sebentar dan mengatakan kepada

suster Anitang Lengkong korban kekurangan oksigen da selanjutnya Suster

Anitang Lengkong mengatakan cepat-cepat saja operasi karena oksigen dan alat

pernafasan sudah terpasang dengan baik. Bayi lahir pada jam 21.00 WITA yakni

5 (lima) menit setelah sayatan pertama dan kondisi bayi saat itu sangat buruk

kesehatannya, setelah bayi lahir dilakukan penutupan. Kematian korban (Siska

makatey) bukanlah efek dari operasi yang Terdakwa dilakukan. Selama

Terdakwa I melakukan operasi tidak pernah menemui kejadian seperti yang

dialami korban Siska Makatey.

Berkaitan dengan Visum Et Repertum atas nama korban Siska Makatey

bukan kewenangan Terdakwa. Adapun ditemukannya emboli ketuban terjadi

pada persalinan dan komplikasi dari persalinan adalah robekan rahim.

Page 110: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

98

Berkaitan dengan pelaksanaan operasi cito terhadap korban, Korban

(Siska Makatey) dalam kamar operasi dalam keadaa sadar, dan saat dilakukan

operasi, pada saat sayatan pertama keluar darah dan warnanya hitam berarti

korban (Siska Makatey ) kekurangan oksigen dan Terdakwa menyampaikan

kepada Anita Lengkong dari bagian anastesi dan oleh Anita Lengkong

mengatakan operasi supaya dilanjutkan.

Alasan Terdakwa I memilih operasi dilanjutkan karena saat itu dalam

rahim ada bayi yang harus diselamatkan, kalau operasi dihentikan persalinan

tidak dapat dilakukan pasien dan bayi pasti meninggal, kalau pada saat operasi

tidak dilakukan maka Terdakwa I dapat dikenakan sangsi sesuai Undang-

Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Setelah kejadian meninggalnya korban (Siska Makatey) Terdakwa I

melaporkan kepada pihak rumah sakit dan dilakukan mediasi dan akhirnya dari

bagian kebidanan telah memberikan uang sebesar Rp. 50.000.000.-(lima puluh

juta rupiah) kepada keluarga korban sebagai rasa turut berduka cita.

ii. Terdakwa II, dr. Hendry Simanjuntak

Terdakwa I dalam pelaksanaan operasi terhadap korban (Siska

Makatey) adalah sebagai asisten I, Terdakwa II sebagai chif residen dan

Terdakwa III sebagai asisten II. Terdakwa II bertugas membantu jalannya

operasi memberisihkan darah yang keluar saat sayatan.

Operasi terhadap korban dilakukan pada jam 20.55 WITA, yang mana

korban (Siska Makatey) adalah pasien rujukan dari Puskesmas Bahu. Sebalum

melakukan pemeriksaan, Terdakwa I telah membaca surat rujukan korban (Siska

Page 111: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

99

Makatey) dan riwayat persalinannya buruk. Memang benar dalam hal ini yang

menentukan operasi adalah Terdakwa I sebagai chif residen. Langkah

melakukan operasi terhadap korban Siska Makatey diambil karena persalinannya

tidak maju.

Peran Terdakwa II dalam melakukan operasi terhadap korban Siska

Makatey adalah memegang kapas untuk menghentikan darah dan menarik

benang. Operasi sempat dihentikan oleh Terdakwa I karena keluar darah hitam

karena oksigen kurang dan Terdakwa I memberitahukan kepada bagian anastesi,

bahwa oksigen yang baik dan cukup itu diatas 96 persen. Terdakwa II tidak

mengetahui secara pasti apa penyebab oksigen kurang.

Operasi sempat dihentikan selama 1(satu) menit dan Anita Lengkong

mengatakan agar operasi tetap dilanjutkan. Bahwa sebagai pertimbangan untuk

melanjutkan operasi terhadap korban Siska Makatey adalah untuk

menyelamatkan bayi dalam kandungan korban (Siska Makatey). Lamanya

operasi kurang lebih 5 (lima) menit dan kemudian dilakukan penutupan dan

menjahit dan pada saat operasi selesai dilaporkan oleh Terdakwa I selaku chif

residen, dan pada akhirnya korban meninggal di ruang perawatan.

iii. Terdakwa III, dr. Hendy Siagian

Bahwa tugas Terdakwa III dalam operasi tersebut sebagai asisten II,

menyedot/membersihkan darah yang keluar dari luka operasi, Terdakwa I

sebagai operator, melakukan sayatan, menjahit, dan Terdakwa II adalah

membantu operator. Operasi dimulai pada pukul 20.55 WITA dan selesai pukul

22.55 WITA. Sebelum dan sesudah dilakukan operasi, operasi Terdakwa I telah

Page 112: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

100

melapor kepada bagian kebidanan. Terdakwa III juga melihat Terdakwa I

konsultasi dengan dr. Najoan dari monitor.

Terdakwa III 2 (dua) kali bertemu dengan keluarga korban, pertama

pada jam 6.00 WITA dan kedua pada jam 6.30 WITA dan memberitahukan

kepala bayi tinggi, tidak bias lahir normal, kemungkinan akan dioperasi, dan saat

itu ibu korban mengatakan kasihan, dan Terdakwa III katakana siapkan darah

dan menyodorkan kepada ibu korban (Siska Makatey) surat persetujuan operasi,

dan yang lebih dahulu menanda tangani surat persetujuan operasi adalah korban

kemudian ibu korban. Korban (Siska Makatey) pada saat menanda tangani surat

persetujuan operasi dalam posisi miring dan bisa menulis.

Terdakwa III pada saat bertemu ibu korban (Siska Makatey) ada

menjelaskan resiko operasi, tunggu setengah jam lagi ada resep dan siapkan

darah. Tugas Tim Dokter operasi selesai setelah penjahitan dan diserahkan

kepada bagian pemulihan dan korban meninggal dunia di ruang pemulihan.

5. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Manado

tanggal adalah sebagai berikut :

1. Menyatakan Para Terdakwa masing-masing dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani

(Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian

(Terdakwa III), terbukti secara sah dan meyakinkan, telah bersalah

melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 359 KUHP jo

Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

Page 113: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

101

2. Menjatuhkan hukuman terhadap Para Terdakwa, masing-masing dr. Dewa

Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II)

dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III), dengan pidana penjara selama 10

(sepuluh) bulan;

3. Menyatakan barang bukti berupa Berkas catatan medis No.CM.041969 atas

nama Siska Makatey Tetap dilampirkan dalam berkas perkara;

4. Menetapkan agar kepada Para Terdakwa dibebani membayar biaya perkara

masing-masing sebesar Rp.3.000,- (tiga ribu rupiah)

6. Putusan Pengadilan Negeri

a. Pertimbangan Hukum Hakim

Menimbang, Majelis Hakim mempertimbangkan apakah segala sesuatu

yang terungkap dalam persidangan perkara ini baik dari keterangan saksi-saksi,

keterangan ahli baik yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum maupun diajukan

oleh para Terdakwa/Penasihat Hukumnya maupun ahli yang dimintakan oleh

Majelis Hakim, surat-surat keterangan para Terdakwa, setelah

menghubungkannya satu sama lain, sejauh manakah fakta-fakta hokum yang

terungkap dalam persidangan dapat menjadi penilaian hukum dari Majelis

Hakim dalam menentukan apakah perbuatan para Terdakwa telah memenuhi

unsur-unsur sebagaimana yang terdapat dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum

tersebut dan untuk itu Majelis Hakim akan mempertimbangkan lebih dahulu

dakwaan Kesatu Primair yaitu Pasal 359 KUHP Jis Pasal 361 KUHP, Jo. Pasal

55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Pasal 359 KUHP berbunyi sebagai berikut :

Page 114: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

102

“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang

lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau

pidana kurungan paling lama 1 tahun”

Pasal 361 KUHP berbunyi sebagai berikut :

“Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah

dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk

menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan, dan Hakim

dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan”

Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP berbunyi sebagai berikut :

“Dipidana sebagai pelaku tindak pidana : mereka yang melakukan, yang

menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan”

Delik sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 359 KUHP Jis Pasal 361

KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

Ad. 1. Unsur Barang siapa :

Pengertian barang siapa adalah kata ganti orang, yang lazimnya

dipergunakan dalam setiap perumusan pasal-pasal tindak pidana dari peraturan

perundang-undangan yang bersangkutan atau dengan kata lain dapat diartikan

pula sebagai subjek pelaku delik. Dalam perkara ini tidak ada orang lain yang

dijadikan sebagai Terdakwa (subjek pelaku delik) selain Terdakwa I dr. Dewa

Ayu Sasiary Prawani, Terdakwa II dr. Hendry Simanjuntak dan Terdakwa III dr.

Hendy Siagian. Dengan demikian menurut Majelis Hakim unsur barang siapa

dalam perkara ini telah terpenuhi menurut hukum.

Ad. 2. Unsur karena kesalahannya menyebabkan matinya orang lain :

Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa yang dijadikan dasar oleh

Majelis Hakim dalam pemeriksaan perkara ini untuk menentukan apakah

Page 115: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

103

perbuatan para Terdakwa bersalah atau tidak adalah perbuatan para Terdakwa

yang dirumuskan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya tersebut.

Jaksa Penuntut Umum halaman 2 alinea 5 yang berbunyi sebagai

berikut :

“Bahwa pada saat sebelum operasi Cito secsio sesaria terhadap korban

dilakukan para Terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada pihak

keluarga tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk

kematian yang dapat terjadi terhadap diri korban jika operasi Cito

secsio sesaria tersebut dilakukan terhadap diri korban dan para

Terdakwa sebagai dokter yang melaksanakan operasi cito secsio sesaria

terhadap diri korban tidak melakukan pemeriksaan penunjang seperti

pemeriksaan jantung foto rontgen dada dan pemeriksaan penunjang

lainnya ………dst”

Kelalaian para Terdakwa dalam menangani operasi terhadap korban

(Siska Makatey) dapat terbaca juga dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum

halaman 3 alinea 3 yang berbunyi sebagai berikut :

“Bahwa dr. Dewa Ayu (Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa

II) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) sebagai dokter dalam

melaksanakan Operasi Cito Secsio Sesaria terhadap korban Siska

Makatey, lalai dalam menangani korban pada saat masih hidup dan saat

pelaksanaan operasi sehingga terhadap diri korban terjadi emboli udara

yang masuk kedalam bilik kanan jantung yang menghambat darah

masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan

selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung”

Menimbang, berdasarkan keterangan saksi-saksi dr. Helmy, Anita

Lengkong, dr. Hermanus J. Lalenoh,Sp.An dan dihubungkan dengan keterangan

Terdakwa I, Terdakwa II dan Terdakwa III sebagaimana yang telah diuraikan

diatas, menurut Majelis Hakim adalah bersesuaian satu dengan yang lainnya

tentang hal bahwa para Terdakwa sebelum melakukan operasi Cito Secsio

Sesaria terhadap korban telah menyampaikan kepada pihak keluarga tentang

kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk kematian yang dapat terjadi

Page 116: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

104

terhadap diri korban jika operasi Cito Secsio Sesaria tersebut dilakukan terhadap

diri korban walaupun hal tersebut dibantah oleh ibu korban Julian Mahengkang

dan ayah korban Anselmus Makatey.

Menimbang oleh karena Julian Mahengkang (ibu korban) dan

Anselmus Makatey (ayah korban) telah menyatakan surat persetujuan operasi

tertanggal 10 April 2010 tersebut adalah benar, berarti pula menurut Majelis

Hakim pernyataan keluarga korban yang mengatakan para Terdakwa dalam

melaksanakan operasi Cito Secsio Sesaria terhadap korban (Siska Makatey)

tidak menjelaskan tentang resiko operasi tidak cukup beralasan.

Menimbang, adanya penjelasan sangat erat kaitannya dengan

persetujuan untuk dilaksanakannya operasi, hal tersebut dapat dilihat dalam

ketentuan Pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4) Undang-Undang No. 29 tahun 2004

tentang Praktek Kedokteran :

(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan

oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat

persetujuan ;

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah

pasien mendapat penjelasan secara lengkap

(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kuranganya

mencakup

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis ;

b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan ;

c. Alternatif tindakan lain dan risikonya ;

d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan

e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan ;

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik

secara tertulis maupun lisan ;

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas menurut

Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum tidak dapat membuktikan kebenaran dalil

Page 117: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

105

dakwaannya tentang hal para Terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada

pihak keluarga tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk kematian

yang dapat terjadi terhadap diri korban jika operasi Cito Secsio Sesaria

dilakukan terhadap diri korban (Siska Makatey).

Berdasarkan keterangan saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut

Umum yaitu saksi Prof.dr. Najoan Nan Waraouw, keterangan ahli yang diajukan

oleh Jaksa Penuntut Umum dr. Erwin Kristanto,S.H, S.PF, dr. Johanis F. Mallo,

SH,Spt, DFM sebagaimana keterangannya tersebut diatas Majelis Hakim dapat

mengambil kesimpulan bahwa dalam operasi cito secsio sesaria (darurat) tidak

diperlukan pemeriksaan penunjang terhadap pasien in casu korban (Siska

Makatey) sehingga dengan demikian pula menurut Majelis Hakim perbuatan

para Terdakwa sebagai dokter yang dalam melaksanakan operasi cito secsio

sesaria terhadap diri korban (Siska Makatey) yang tidak melakukan pemeriksaan

penunjang, seperti pemeriksaan jantung, foto rontgen, dada dan pemeriksaan

penunjang lainnya bukanlah merupakan suatu kelalaian.

Menimbang, bahwa Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 29 tahun

2004 tentang Praktek Kedokteran, dan Pasal 1 angka 13 Peraturan Menteri

Kesehatan No.512/MENKES/PER/IV/2007 tentang Izin Praktek dan

Pelaksanaan Praktek Kedokteran berbunyi sebagai berikut :

“Majelis kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah Lembaga

yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang

dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu

kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sangsi”

Menimbang, bahwa dari uraian-uraian tersebut diatas menurut Majelis

Hakim untuk dijadikan sebagai ukuran bahwa para Terdakwa telah melakukan

Page 118: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

106

kelalaian didalam melakukan operasi cito secsio seaseria terhadap korban (Siska

Makatey) sehingga terhadap diri korban (Siska Makatey) terjadi emboli udara

yang masuk dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk kedalam

paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan

kegagalan fungsi jantung adalah apabila dalam penanganan operasi tersebut

tidak sesuai dengan SOP (Standard Operasional Prosedur) dan yang menilai

telah terjadi kesalahan dalam penanganan operasi tersebut adalah Majelis

Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKEK).

Berdasar pada uraian-uraian keterangan saksi, keterangan ahli

sebagaimana dikemukakan diatas Majelis Hakim tidak melihat adanya bukti-

bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum maupun oleh para Terdakwa/

Penasehat Hukumnya, untuk dapat dijadikan ukuran bahwa para Terdakwa

didalam menangani operasi cito section caeseria tidak sesuai dengan SOP

sehingga menyebabkan kematian korban (Siska Makatey) dan hal tersebut

dikuatkan pula oleh hasil sidang Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI

Wilayah Sulawesi Utara No.006/IDI-WIL/SULUT/MKEK/II/2011 tanggal 24

Februari 2011.

Menimbang, bahwa oleh karena salah satu unsur dari dakwaan kesatu

primer tidak terbukti menurut hukum maka dengan sendirinya pula para

Terdakwa haruslah dinyatakan dibebaskan dari dakwaan kesatu primer tersebut

yaitu melanggar Pasal 359 KUHP Jis Pasal 361 KUHP, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1

KUHP, maka dengan dibebaskannya para Terdakwa dari dakwaan kesatu primer

Page 119: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

107

maka kepada para Terdakwa haruslah dibebaskan pula dari dakwaan kesatu

subsider yaitu melanggar Pasal 359 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Karena para Terdakwa oleh Majelis Hakim telah dinyatakan tidak

terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum

dalam dakwaan alternative kesatu primer dan dakwaan kesatu subsider dan

dibebaskan dari dakwaan kesatu primer dan subsider tersebut, maka Majelis

Hakim akan mempertimbangkan dakwaan alternative kedua sebagaimana

dakwaan Jaksa Penuntut Umum yaitu perbuatan para Terdakwa sebagaimana

diatur dan diancam pidana dalam Pasal 76 Undang-Undang R.I No. 29 Tahun

2004 tentang Prakter Kedokteran Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Terhadap dakwaan alternative kedua pada dakwaan Jaksa Penuntut

Umum tersebut yaitu perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam

Pasal 76 Undang-Undang R.I No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran,

bahwa terhadap ketentuan yang diatur dalam Pasal 76 Undang-Undang R.I No.

29 Tahun 2004 tentang Praktek kedokteran sudah ada putusan Mahkamah

Konstitusi No.4/ PVV-V/2007 tanggal 19 Juni 2007 atas permohonan dr. Anny

J.S. Tandyaril Sarwono, Sp.An, SH, dr. Pranomo Sp.PD, Prof. Dr. R.M. Padmo

Sartjojo, dr. Bambag Tutuko, dr. Charina, dr. Rama Tjandra, Sp.OG, H. Chanada

S. Chasani, SH yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

- Menyatakan permohonan para Pemohon dikabulkan untuk sebagian.

- Menyatakan Pasal 75 ayat (1) dan Pasal 76 sepanjang mengenai kata-kata

“penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau” dan Pasal 79 sepanjang

mengenai kata-kata “kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau “serta

Pasal 79 huruf c sepanjang mengenai kata “atau huruf e “Undang-

Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.

- Menyatakan Pasal 75 ayat (1) dan Pasal 76 sepanjang mengenai kata-kata

“penjara paling lama 3 (Tiga) tahun atau dan Pasal 79 sepanjang

Page 120: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

108

mengenai kata-kata “kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau “serta

Pasal 79 huruf c sepanjang mengenai kata-kata atau huruf e ” Undang-

Undang No. 29 tahun 2004 Tentang prektek Kedokteran tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Oleh karena dakwaan alternatif kedua melanggar Pasal 76 Undang-

Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, sudah bukan

merupakan tindak pidana sehingga dengan demikian kepada para Terdakwa

harus dibebaskan pula dari dakwaan alternative kedua yaitu Pasal 76 Undang-

Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran tersebut.

Karena para Terdakwa dibebaskan dari dakwaan alternative kedua

maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan alternative ketiga

primer perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam

Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Pasal 263 ayat (1) KUHP berbunyi sebagai berikut :

“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat

menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang

diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal dengan maksud

untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut

seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakaian

tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan

pidana penjara selama 6 tahun”

Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP berbunyi sebagai berikut :

“Dipidana sebagai pelaku tindak pidana mereka yang melakukan, yang

menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan”

Bahwa yang dipersoalkan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam hal ini

adalah tanda tangan korban yang berada didalam surat persetujuan tindakan

khusus dan persetujuan pembedahan dan anastesi yang diserahkan oleh dr.

Hendy Siagian (Terdakwa III) untuk ditanda tangani oleh korban tersebut

Page 121: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

109

berbeda dengan tanda tangan korban yang berada didalam Kartu Tanda

Penduduk (KTP) dan kartu Askes kemudian setelah dilakukan pemeriksaan oleh

laboratorium Forensik Cabang Makasar dan berdasarkan hasil pemeriksaan

Laboratoris Kriminalistik pada tanggal 9 Juni 2010 No.Lab:509/DTF/2011, yang

dilakukan oleh masing-masing Drs. Samir. S.st mk, Ardani Adhis, S.Amd dan

Marendra Yudi L,SE menyatakan tanda tangan atas nama Siska Makatey Alias

Julia Fransiska Makatey pada dokumen bukti adalah tanda tangan karangan

“spurious signature” (Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik).

Menimbang, bahwa surat persetujuan tindakan khusus, surat

persetujuan pembedahan dan anastesi tertanggal 10 April 2010, menurut Majelis

Hakim surat tersebut nanti dapat dikatakan palsu apabila setelah dapat

diketahui/dibuktikan siapa yang menandatangani diatas nama Siska Makatey

didalam surat yang dimaksud. Dalam pemeriksaan perkara ini Majelis tidak

menemukan adanya alat-alat bukti terutama alat bukti berupa keterangan saksi

yang melihat ataupun menyatakan yang menandatangani diatas nama korban

didalam surat persetujuan tindakan khusus, surat persetujuan pembedahan dan

anastesi tertanggal 10 April 2010, adalah salah satu dari para Terdakwa. Dengan

demikian menurut Majelis Hakim Surat Persetujuan Tindakan Khusus, Surat

Persetujuan Pembedahan dan Anastesi tertanggal 10 April 2010 tersebut belum

dapat dikatakan surat tersebut adalah palsu.

Menimbang, bahwa oleh karena unsur membuat surat palsu atau

memalsukan surat tidak terpenuhi menurut hukum maka para Terdakwa haruslah

dibebaskan dari dakwaan alternative ketiga primair yaitu melanggar Pasal 263

Page 122: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

110

ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Selanjutnya akan dipertimbangkan

dakwaan alternative ketiga subsidair perbuatan para Terdakwa sebagaimana

diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1)

ke 1 KUHP.

Pasal 263 ayat (2) KUHP berbunyi sebagai berikut:

“Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa degan sengaja

memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika

pemakaian surat itu seolah-olah sejati”

Sebagaimana telah dipertimbangkan diatas dalam dakwaan Alternatif

ketiga primer menurut Majelis Hakim surat persetujuan tindakan khusus, surat

persetujuan pembedahan dan anastesi tertanggal 10 April 2010 tersebut tidak

dapat dikatakan surat tersebut adalah palsu menurut Majelis Hakim para

Terdakwa haruslah dinyatakan tidak terbuti telah melakukan tindak pidana

sebagaimana dakwaan alternative ketiga subsidair yaitu melanggar Pasal 263

ayat (2) Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan kepada para Terdakwa haruslah

dibebaskan dari dakwaan alternative ketiga subsidair tersebut.

Menimbang, bahwa berdasarkan keseluruhan pertimbangan-

pertimbangan diatas maka para Terdakwa haruslah dibebaskan dari semua

dakwaan Jaksa Penuntut Umum yaitu: Dakwaan kesatu Primair melanggar pasal

359 KUHP Jis Pasal 361 KUHP, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, subsidair

melanggar Pasal 359 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, Dakwaan Kedua

Pasal 76 Undang-Undang R.I No. 29 Tahun 2004 tentang praktek Kedokteran Jo

Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, Dakwaan Ketiga Primair melanggar pasal 263

Page 123: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

111

ayat (1) KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, subsidair melanggar Pasal 263

ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

b. Putusan Hakim Pengadilan Negeri

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana diuraikan diatas,

maka Majelis Hakim memberikan putusan sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa I dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, Terdakwa II dr.

Hendry Simanjuntak dan Terdakwa III dr. Hendy Siagian, tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan

Kesatu Primer dan subsidair, dakwaan kedua dan dakwaan ketiga primer dan

subsidair.

2. Membebaskan Terdakwa I, Terdakwa II dan Terdakwa III oleh karena itu dari

semua dakwaan (Vrijspraak).

3. Memulihkan hak para Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat

serta martabatnya.

4. Menetapkan barang bukti tetap terlampir dalam berkas perkara.

5. Membebakan biaya perkara ini kepada Negara.

7. Putusan Mahkamah Agung

a. Pertimbangan Hukum Hakim Agung

Menimbang terhadap pengajuan upaya hukum kasasi terhadap putusan

bebas yang telah dijatuhkan pada pengadilan tingkat pertama, Mahkamah Agung

berpendapat bahwa Pasal 244 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana) menentukan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan

Page 124: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

112

pada tingkat terakhir oleh Pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung,

Terdakwa atau Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada

Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.

Akan tetapi, Mahkamah Agung berpendapat bahwa selaku badan

peradilan tertinggi yang mempunyai tugas untuk membina dan menjaga agar

semua hukum dan Undang-Undang di seluruh wilayah Negara diterapkan secara

tepat dan adil, Mahkamah Agung wajib memeriksa apabila ada pihak yang

mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan bawahannya yang

membebaskan Terdakwa, yaitu guna menentukan sudah tepat dan adilkah

putusan Pengadilan bawahannya itu.

Selanjutnya, mendasarkan pada yurisprudensi yang sudah ada apabila

ternyata putusan Pengadilan yang membebaskan Terdakwa itu merupakan

pembebasan murni sifatnya, maka sesuai ketentuan Pasal 244 KUHAP (Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana) tersebut, permohonan kasasi tersebut

harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Namun sebaliknya apabila pembebasan itu didasarkan pada penafsiran

yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan

dan bukan didasarkan pada tidak terbuktinya suatu unsur perbuatan yang

didakwakan, atau apabila pembebasan itu sebenarnya adalah merupakan putusan

lepas dari segala tuntutan hukum, atau apabila dalam menjatuhkan putusan itu

Pengadilan telah melampaui batas kewenangannya (meskipun hal ini tidak

diajukan sebagai alasan kasasi), Mahkamah Agung atas dasar pendapatnya

Page 125: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

113

bahwa pembebasan itu bukan merupakan pembebasan yang murni harus

menerima permohonan kasasi tersebut.

Alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi / Jaksa Penuntut

Umum pada pokoknya adalah Judex Facti telah salah menerapkan hukum karena

seharusnya Majelis Hakim dapat mempertimbangkan unsur subyektif maupun

unsur obyektif berdasarkan alat-alat bukti yang sah daIam perkara ini yaitu

keterangan saksi-saksi, bukti surat, petunjuk serta keterangan Terdakwa.

Berdasarkan keterangan para saksi dan para ahli tersebut di atas maka

Para Terdakwa telah melakukan tindakan kedokteran dan telah menimbulkan

kerugian terhadap korban yaitu korban meninggal dunia, sehingga dengan

demikian maka unsur-unsur sebagaimana yang telah didakwakan oleh kami

Jaksa/ Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan tersebut telah terpenuhi menurut

hukum.

Berbicara menngenai adanya unsur "kelalaian" telah disebutkan di

dalam keterangan saksi yaitu Prof. Dr. Najoan Nan Waraouw, Sp.OG., bahwa

Terdakwa I (satu) melaporkan ketuban pasien/ korban sudah dipecahkan di

Puskesmas dan jika ketuban sudah pecah berarti air ketuban sudah keluar semua,

selanjutnya sejak Terdakwa I (satu) mengawasi korban pada pukul 09.00 WITA

sampai dengan pukul 18.00 WITA tindakan yang dilakukan oleh Terdakwa I

(satu) hanya pemeriksaan tambahan dengan "USG (Ultrasonografi)" dan

sebagian tindakan medis yang telah dilakukan tidak dimasukkan ke dalam rekam

medis dan Terdakwa I (satu) sebagai ketua residen yang bertanggung jawab saat

itu tidak mengikuti seluruh tindakan medis beserta rekam medis termasuk

Page 126: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

114

Terdakwa I (satu) tidak mengetahui tentang pemasangan infus yang telah

dilakukan terhadap korban.

Namun ternyata pada pukul 18.30 WITA tidak terdapat kemajuan

persalinan pada korban, Terdakwa I (satu) melakukan konsul dengan konsulen

jaga dan setelah mendapat anjuran, Terdakwa I (satu) mengambil tindakan untuk

dilakukan cito secsio sesaria, kemudian Terdakwa I (satu) menginstruksikan

kepada saksi dr. Helmi untuk membuat surat konsul ke bagian anestesi dan

pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap dan

setelah mendapat jawaban konsul dari saksi dr. Hermanus J. Lalenoh, Sp.An.

yang menyatakan bahwa pada prinsipnya setuju untuk dilaksanakan pembedahan

dengan anestesi resiko tinggi, oleh karena ini adalah operasi darurat maka

mohon dijelaskan kepada keluarga resiko yang bisa terjadi sebelum operasi atau

usai operasi.

Maka Terdakwa I (satu) menugaskan kepada dr. Hendy Siagian

(Terdakwa Ill) untuk memberitahukan kepada keluarga pasien/ korban tetapi

ternyata hal tersebut tidak dilakukan oleh Terdakwa III (tiga) melainkan

Terdakwa III (tiga) menyerahkan informed consent/ lembar persetujuan tindakan

kedokteran tersebut kepada korban yang sedang dalam posisi tidur miring ke kiri

dan dalam keadaan kesakitan dengan dilihat oleh dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani

(Terdakwa I) dari jarak kurang lebih 7 (tujuh) meter, dr. Hendry Simanjuntak

(Terdakwa II) dari jarak kurang lebih 3 (tiga) meter sampai dengan 4 (empat)

meter juga turut diketahui dan dilihat oleh saksi dr. Helmi tetapi temyata tanda

tangan yang tertera di dalam lembar persetujuan tersebut adalah tanda tangan

Page 127: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

115

karangan sesuai dengan hasil pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada

tanggal 09 Juni 2010 NO. LAB: 509/DTF/2011, yang dilakukan oleh masing-

masing lelaki Drs. Samir, S.St. Mk., lelaki Ardani Adhis, S. A.Md. dan lelaki

Merendra Yudi L. SE., menyatakan bahwa tanda tangan atas nama Siska

Makatey alias Julia Fransiska Makatey pada dokumen bukti adalah tanda tangan

karangan/ Spurious Signature.

Selanjutnya korban dibawa ke kamar operasi pada waktu kurang lebih

pukul 20.15 WITA dalam keadaan sudah terpasang infus dan pada pukul 20.55

WITA dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) sebagai operator mulai melaksanakan operasi

terhadap korban dengan dibantu oleh dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II)

sebagai asisten operator I (satu) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) sebagai

asisten operator II (dua).

Selama pelaksanaan operasi kondisi nadi korban 160 (seratus enam

puluh) x per menit dan saat sayatan pertama mengeluarkan darah hitam sampai

dengan selesai pelaksanaan operasi, kemudian pada pukul 22.00 WITA setelah

operasi selesai dilaksanakan kondisi nadi korban 180 (seratus delapan puluh) x

per menit dan setelah selesai operasi baru dilakukan pemeriksaan EKG/ periksa

jantung oleh bagian penyakit dalam, selanjutnya berdasarkan keterangan Ahli

Johannis F. Mallo, SH. Sp.F. DFM. bahwa 30 menit sebelum pelaksanaan

operasi sudah terdapat 35 cc udara di dalam tubuh korban.

Pada saat pelaksanaan operasi, Terdakwa I (satu) melakukan sayatan

sejak dari kulit, otot, uterus serta rahim dan pada bagian-bagian tersebut terdapat

pembuluh darah yang sudah pasti ikut terpotong dan saat bayi lahir, plasenta

Page 128: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

116

keluar/terangkat sehingga pembuluh darah yang berhubungan dengan plasenta

yaitu pembuluh darah arteri dan pembuluh darah balik terbuka dan udara bisa

masuk dari plasenta, kemudian berdasarkan hasil Visum et Repertum disebutkan

bahwa udara yang ditemukan pada bilik kanan jantung korban, masuk melalui

pembuluh darah balik yang terbuka pada saat korban masih hidup.

Pembuluh darah balik yang terbuka pada korban terjadi pada pemberian

cairan obat-obatan atau infus, dan dapat terjadi akibat komplikasi dari persalinan

itu sendiri. Sebab kematian si korban adalah akibat masuknya udara ke dalam

bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga

terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi

jantung.

Akibat tindakannya itu, dengan demikian Para Terdakwa telah lalai

untuk melakukan sesuatu tindakan atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan

tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang tertentu, Para

Terdakwa telah melakukan penyimpangan kewajiban, Para Terdakwa telah

menimbulkan kerugian dengan tindakan kedokteran yang telah dilakukan oleh

Para Terdakwa terhadap korban, Para Terdakwa telah menimbulkan suatu

hubungan sebab akibat yang nyata yaitu terdapatnya tindakan kedokteran dari

Para Terdakwa dengan suatu keadaan korban yang dikatakan darurat sejak tidak

terdapat kemajuan persalinan pada pukul 18.30 WITA tetapi yang seharusnya

sejak korban datang dengan surat rujukan dari Puskesmas dan masuk ke ruang

Instalasi Rawat Darurat Obstetrik keadaan korban sudah dapat dikatakan darurat,

Page 129: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

117

kemudian sejak diketahuinya ketuban dari korban yang telah pecah sejak di

Puskesmas.

Selain itu, rekam medis yang tidak dibuat sepenuhnya dalam setiap

tindakan medis yang dilakukan, pemasangan infus dengan jenis obat yang tidak

diketahui oleh Para Terdakwa sampai dengan dikeluarkannya resep obat secara

berulang kali hingga ditolak oleh pihak apotik, tidak terdapatnya koordinasi

yang baik di dalam tim melakukan tindakan medis, terdapatnya informed

consent/lembar persetujuan tindakan kedokteran.

Para Terdakwa berpendapat bahwa tindakan kedokteran yang dilakukan

adalah tindakan darurat, tidak adanya tindakan persiapan jika korban secara tiba-

tiba mengalami keadaan darurat seperti EKG/pemeriksaan jantung baru

dilakukan setelah korban selesai dioperasi dengan kondisi gawat, yang

seharusnya seluruh tindakan medis dan tindakan kedokteran yang dilakukan oleh

Para Terdakwa tersebut sebelumnya telah dapat dibayangkan dengan cara

berpikir, pengetahuan atau kebijaksanaan sesuai pengetahuan, keahlian dan

moral yang dimiliki oleh Para Terdakwa berdasarkan Standar Operasional

Prosedur (SOP) sehingga seluruh tindakan kedokteran yang dilakukan oleh Para

Terdakwa tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap korban yaitu korban

meninggal dunia.

Bahwa alasan-alasan kasasi Jaksa/ Penuntut Umum dapat dibenarkan

karena dengan pertimbangan sebagai berikut :

i. Judex Facti salah menerapkan hukum, karena tidak mempertimbangkan

dengan benar hal-hal yang relevan secara yuridis, yaitu berdasarkan hasil

Page 130: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

118

rekam medis No. No. 041969 yang telah dibaca oleh saksi ahli dr. Erwin

Gidion Kristanto, SH. Sp.F. bahwa pada saat korban masuk RSU (Rumah

Sakit Umum) Prof. R. D. Kandou Manado, keadaan umum korban adalah

lemah dan status penyakit korban adalah berat;

ii. Para Terdakwa sebelum melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap

korban dilakukan, para terdakwa tanpa menyampaikan kepada pihak

keluarga korban tentang kemungkinan yang dapat terjadi terhadap diri

korban;

iii. Perbuatan Para Terdakwa melakukan operasi terhadap korban Siska

Makatey yang kemudian terjadi emboli udara yang masuk ke dalam bilik

kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru kemudian

terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan

fungsi jantung;

iv. Perbuatan Para Terdakwa mempunyai hubungan kausal dengan

meninggalnya korban Siska Makatey sesuai Surat Keterangan dari Rumah

Sakit Umum Prof. Dr. R. D. Kandou Manado No.

61/VER/IKF/FK/K/VI/2010, tanggal 26 April 2010;

Hal-hal yang memberatkan:

1. Sifat dari perbuatan Para Terdakwa itu sendiri yang mengakibatkan

korban meninggal dunia.

Hal-hal yang meringankan:

1. Para Terdakwa sedang menempuh pendidikan pada Program

Pendidikan Dokter Spesialis Universitas Sam Ratulangi Manado;

Page 131: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

119

2. Para Terdakwa belum pernah dihukum.

b. Putusan Hakim Mahkamah Agung

Berdasarkan pertimbangan hukum diatas, Hakim Mahkamah Agung

memberikan putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa/ Penuntut

Umum pada Kejaksaan Negeri Manado tersebut.

2. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor

90/PID.B/2011/PN.MDO tanggal 22 September 2011 ;

MENGADILI SENDIRI

1. Menyatakan Para Terdakwa : dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I),

dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siaagian (Terdakwa III)

telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain”.

2. Menjatuhkan pidana terhadap Para Terdakwa dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani

(Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siaagian

(Terdakwa III) dengan pidana penjara masing-masing selama 10 (sepuluh)

bulan.

3. Menetapkan barang bukti berupa Berkas catatan medis No.CM.041969 atas

nama Siska Makatey Tetap dilampirkan dalam berkas perkara.

4. Membebankan Para Termohon Kasasi/ Para Terdakwa tersebut untuk

membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan dan dalam tingkat

kasasi ini ditetapkan masing-masing sebesar Rp.2.500,- (dua ribu lima ratus

rupiah).

Page 132: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

120

B. Pembahasan

2. Pertimbangan Hukum Hakim sehingga Menjatuhkan Putusan Bebas

pada Perkara Nomor 90/Pid.B/2011/PN.Manado

Putusan bebas atau disebut Vrijspraak juga diatur dalam Pasal 191 ayat

(1) KUHAP yang merumuskan bahwa:

“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,

kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa dakwa diputus

bebas”.

M. Yahya Harahap,87

berpendapat mengenai putusan bebas bahwa

Putusan bebas, berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan bebas

dari tuntutan hukum (vrijspraak)”.

Vrijspraak adalah salah satu dari beberapa putusan hakim yang berisi

pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, manakala perbuatan terdakwa

dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.88

Jadi putusan hakim yang

mengandung suatu pembebasan terdakwa karena peristiwa-peristiwa yang

disebutkan dalam surat dakwaan, setelah diadakan perubahan atau penambahan

selama persidanagan, bila ada sebagian atau seluruh dinyatakan oleh hakim yang

memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan dianggap tidak terbukti.89

Inti dari putusan bebas adalah terdakwa tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana yang didakwakan

kepadanya. Putusan perkara Nomor 90/Pid.B/2011/PN.Manado, terdakwa

87

M Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 347. 88

Djoko Prakoso, Op. Cit., hlm. 270. 89

Ibid.

Page 133: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

121

didakwa dengan dakwaan yang disusun secara Kumulasi yang dibarengi dengan

dakwaan alternatif atau subsidair yaitu :

Kesatu:

Primair: Pasal 359 KUHP Jis. Pasal 361 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP;

Subsidair: Pasal 359 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

Atau,

Kedua:

Primair: Pasal 76 Undang-Undang RI No.29 Tahun 2004 jo. Pasal 55 ayat (1)

ke-1 KUHP;

Atau,

Ketiga:

Primair: Pasal 263 ayat (1)KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Subsidair: Pasal 263 ayat (2)KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

Perbuatan dengan mana karena salahnya sehingga menyebabkan orang

lain meninggal dunia oleh pembentuk undang-undang diatur di dalam Buku II

Bab XXI Pasal 359, 360, dan 361 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang

rumusannya di dalam bahasa Belanda berbunyi sebagai berikut:

“Hij aan wiens schuld de dood van een ander te wijten is, wordt gestraft

met gevangenisstraf van ten hoogste een jaar of hechteins van ten

hoogste negen maanden”90

yang artinya:

90 ENGELBRECHT, De Wetboeken hlm 1352.

Page 134: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

122

“Barangsiapa karena salahnya menyebabkan meninggalnya orang lain,

dipidana dengan pidana penjara selamalamanya satu tahun atau pidana

kurungan selama-lamanya sembilan bulan”

Dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1960 tentang Perubahan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, Lembaran Negara Tahun 1960 No. 1,

ancaman-ancaman pidana yang ditentukan dalam Pasal 359 KUHP diatas itu

telah diperberat,91

sehingga rumusan yang ada saat ini sebagaimana diatur di

dalam Pasal 359 KUHP adalah berbunyi sebagai berikut:

“Barangsiapa karena salahnya menyebabkan meninggalnya orang lain,

dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana

kurungan selama-lamanya satu tahun”

Dari rumusan Pasal 359 KUHP tersebut di peroleh sejumlah unsur-

unsur yang dapat kita bagi menjadi :92

1. Unsur-unsur Subjektif pada Pasal 359 KUHP tersebut, yaitu

“karena kesalahannya”.

2. Unsur-unsur Objektif pada Pasal 359 KUHP tersebut, yaitu

“menyebabkan orang mati”

Unsur “barang siapa” adalah orang atau manusia selaku subjek hukum

yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya, dalam hal ini adalah

terdakwa manusia yang normal yang tidak menderita kelainan jiwa sehingga

mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila dikaitkan dengan

sehingga mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya apabila dikaitkan

dengan fakta-fakta yang terdapat dalam persidangan. Terdakwa dalam hal ini

91 P.A.F. Lamintang, Op, Cit, hlm 176. 92

H.A.K Moch Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus, Alumni, Bandung, 1986, hlm

109.

Page 135: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

123

adalah dr. Dewa Ayu (Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan

dr. Hendy Siagian (Terdakwa III). Oleh karena itu unsur “barang siapa” telah

terpenuhi.

Unsur “karena salahnya”, unsur ini merupakan unsur subjektif yang

melekat pada sikap batin terdakwa dalam melakukan perbuatannya. Undang-

undang sendiri tidak memberikan penjelasannya tentang apa yang dimaksud

dengan schuld atau culpa tersebut. Memorie Van Toelichting hanya menjelaskan

sedikit tentang arti dari culpa yang mengatakan bahwa “schuld is de zuivere

tegenstelling van opzet aan de eene kant, van toeval aan de andere zijde” yang

artinya schuld (culpa) itu di satu pihak merupakan kebalikan yang murni dari

opzet dan di lain pihak ia merupakan kebalikan dari kebetulan.93

“Van Hammel dalam pendapatnya yang dikutip oleh Lamintang,94

menyebutkan bahwa schuld sebenarnya terdiri dari 2 (dua) unsur,

masing-masing yaitu “het gemis aan de nodige voor zienigheid” atau

kurangnya perhatian terhadap kemungkinan yang dapat timbul, dan “het

gemis aan de nodige voorzichtigheid” atau tidak adanya kehati-hatian

yang diperlukan.”

Schuld atau kesalahan atau kelalaian atau kulpa menurut ilmu

pengetahuan mempunyai 2 (dua) syarat:95

1. Perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan kurang hati-hati

atau kurang waspada.

2. Pelaku harus dapat membayangkan timbulnya akibat karena

perbuatan yang dilakukannya dengan kurang hati-hati itu.

93 P.A.F Lamintang, Op,Cit., hlm 178 94

Ibid 95

H.A.K Moch Anwar, Op,Cit., hlm 110

Page 136: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

124

Penentuan kesalahan ini ditentukan bahwa meskipun pelaku dapat

membayangkan akibat yang mungkin terjadi kaarena perbuatannya itu, ia tidak

melakukan tindakan-tindakan atau usaha-usaha untuk mencegah timbulnya

akibat. Apabila pelaku berhati-hati atau waspada ia akan melakukan tindakan-

tindakan terlebih dahulu guna mencegah timbulnya suatu akibat itu yang

sebelumnya telah dibayangkan.96

Tindak Pidana karena salahnya menyebabkan matinya orang lain

sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 359 KUHP merupakan suatu culpoos

misdrijf atau suatu kejahatan yang harus dilakukan “tidak dengan sengaja”.

Arrest Hoge Raad tanggal 14 Nopember 1921 menyebutkan:

“Mededaderschap aan een culpoos misdrijf is ook aanwezig, wenner de

door ieder der daders geplegde handelingen of verzuimen, tezamen, en

in onderling verband, het door de wet niet gewilde gevold hebben

teweggebracht. Rechtstreekse of bewuste samenwerking is hievoor niet

vareist”

Yang artinya : “turut melakukan suatu culpoos misdrijf itu dapat terjadi

jika tindakan-tindakan atau kelalaian-kelalaian dari tiap-tiap peserta

secara bersama-sama dan secara timbal balik telah menyebabkan

timbulnya akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang. Untuk

adanya mededaderschap ini tidak disyaratkan adanya kerjasama yang

sifatnya langsung atau disadari”.97

“Lamintang98

menyebutkan bahwa kata mededaderschap diterjemhkan

dengan kata “turut melakukan”. Bentuk delneming atau keturutsertaan

kedua yang diatur dalam Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP itu ialah

medeplegen atau turut melakukan. Karena dalam bentuk keturutsertaan

ini seorang pelaku dan seorang atau beberapa orang yang turut

melakukan tindak pidana yang dilakukan oleh pelakunya, maka bentuk

keturutsertaan ini juga disebut mededaderschap.”

96 ibid 97

H.R. 14 November 1921, N.J. 1992 hal 179, W. 10842 dalam P.A.F. Lamintang,

Op, Cit, hlm 188. 98 P.A.F. Lamintang, Op, Cit, hlm 189.

Page 137: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

125

Apabila beberapa orang secara bersama-sama telah melakukan tindak

pidana, maka tiap-tiap peserta dalam tindak pidana yang bersangkutan harus

dipandang sebagai mededader dari peserta atau dari peserta-peserta yang lain di

dalam tindak pidana.99

Unsur karena kesalahannya dapat dilihat pada kasus dr. Dewa Ayu dkk

ini, dalam mana secara bersama-sama ketiganya yakni dr. Dewa Ayu Sasiary

Prawani, dr. Hendy Siagian, dan dr. Hendri Simanjuntak yang mana masing-

masing dr. Dewa Ayu bertugas sebagai operator yang melakukan operasi,

kemudia dr. Hendy Siagian dan dr. Hendri Simanjuntak masing-masing sebagai

asisten operator I dan II.

Dokter Dewa Ayu sebagai operator merupakan dader atau pembuat

tindak pidana. Adapun dr. Hendy Siagian dan dr. Hendri Simanjuntak keduanya

sebagai asisten operator maka perbuatan keduanya dikualifisir sebagai

mededader atau turut melakukan sebagaimana dimaksud dalam bentuk

delneming atau keturutsertaan kedua yang diatur dalam Pasal 55 ayat (1) angka 1

KUHP.

Para terdakwa secara bersama-sama melakukan operasi cito secsio

sessaria terhadap korban Siska Makatei, dan sebelum dilakukannya operasi

tidak dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung, foto

rontgen dada dan lain-lain sedangkan tekanan darah pada saat sebelum korban

dianestesi/ dilakukan pembiusan, sedikit tinggi yaitu menunjukkan angka 160/70

(seratus enam puluh per tujuh puluh) dan pemeriksaan jantung terhadap korban

99

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Penerbit Sinar Baru, Bandung, 1984

hlm 588

Page 138: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

126

dilaksanakan setelah pelaksanaan operasi selesai dilakukan kemudian

pemeriksaan jantung tersebut dilakukan setelah dr. Dewa Ayu (Terdakwa I)

melaporkan kepada saksi Najoan Nan Waraouw sebagai Konsultan Jaga Bagian

Kebidanan dan Penyakit Kandungan bahwa nadi korban 180 (seratus delapan

puluh) x per menit dan saat itu saksi Najoan Nan Waraouw menanyakan kepada

dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) jika telah dilakukan pemeriksaan jantung/ EKG

(Elektri Kardio Graf atau Rekam Jantung) terhadap diri korban, selanjutnya

dijawab oleh dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) tentang hasil pemeriksaan adalah

Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) dan saksi Najoan Nan

Waraouw mengatakan bahwa denyut nadi 180 (seratus delapan puluh) x per

menit bukan Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) tetapi Fibrilasi

(kelainan irama jantung).

Unsur “menyebabkan matinya orang” adalah melihat pada unsur

objektif yang merupakan akibat dari perbuatan yang mana karena kurang hati-

hati atau kurang waspada. Matinya telah terjadi karena perbuatan yang dilakukan

secara kurang hati-hati dan kematian tersebut tidak dikehendaki.

Pokok permasalahan dalam perkara ini adalah pertama para terdakwa

dianggap lalai karena tidak memberitahukan akan adanya resiko yang dihadapi

ketika dilakukannya operasi cito secsio sesaria terhadap korban maupun

keluarga korban.

Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan alat bukti yang diajukan dalam

persidangan bahwa menurut keterangan saksi-saksi dari keluarga korban yaitu

Julian Mahengkang dan Anselmus Makatey masing-masing menyatakan

Page 139: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

127

menerima surat permohonan persetujuan operasi terhadap korban Siska Makatey

dari Terdakwa III, namun memang tidak diberikan penjelasan mengenai resiko

dilakukannya operasi. Para saksi juga mengetahui adanya tanda tangan Siska

Makatey dalam surat persetujuan operasi tersebut.

Saksi yang dihadirkan dari pihak dokter yaitu dr. Helmi, Anita

Lengkong, dan dr. Hermanus J. Lalenoh, Sp. An., menyebutkan penjelasan oleh

Terdakwa III tentang resiko dilakukannya operasi telah disampaikan pada

keluarga korban dan langkah dilakukannya operasi terhadap korban juga telah

sesuai prosedur dan melalui pertimbangan tim medis.

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan

dihubungkan dengan keterangan Terdakwa I, Terdakwa II dan Terdakwa III

sebagaimana yang telah diuraikan diatas, menurut Majelis Hakim adalah

bersesuaian satu dengan yang lainnya tentang hal bahwa para Terdakwa sebelum

melakukan operasi Cito Secsio Sesaria terhadap korban (Siska Makatey) ada

menyampaikan kepada pihak keluarga tentang kemungkinan-kemungkinan

terburuk termasuk kematian yang dapat terjadi terhadap diri korban jika operasi

Cito Secsio Sesaria tersebut dilakukan terhadap diri korban walaupun hal

tersebut dibantah oleh keluarga korbaan. namun berdasarkan alat bukti yaitu

surat persetujuan operasi tertanggal 10 April 2010, masing-masing Julien

Mahengkeng (ibu korban) dan Anselmus Makatey (ayah korban) telah

menyatakan surat persetujuan operasi tertanggal 10 April 2010 tersebut adalah

benar.

Page 140: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

128

Berdasarkan uraian diatas, menurut Majelis Hakim pernyataan Julien

Mahengkeng (ibu korban) dan Anselmus Makatey (ayah korban) yang

mengatakan para Terdakwa dalam melaksanakan operasi Cito Secsio Sesaria

terhadap korban (Siska Makatey) tidak menjelaskan tentang resiko operasi tidak

cukup beralasan. Bahwa menurut Majelis Hakim adanya penjelasan sangat erat

kaitannya dengan persetujuan untuk dilaksanakannya operasi.

Hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4)

Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran bahwa:

(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan

oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat

persetujuan ;

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah

pasien mendapat penjelasan secara lengkap ;

(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kuranganya

mencakup

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis ;

b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan ;

c. Alternatif tindakan lain dan risikonya ;

d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan

e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan ;

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik

secara tertulis maupun lisan ;

Selain hal tidak diberitahukannya resiko operasi, para terdakwa juga

dianggap lalai karena tidak melakukan pemeriksaan penunjang seperti

pemeriksaan jantung, foto rontgen dada dan pemeriksaan penunjang lainnya

sebelum dilakukannya operasi terhadap korban Siska Makatey.

Berdasarkan keterangan saksi yaitu Prof. dr. Najoan Nan Waraouw, dan

setelah mendengarkan keterangan ahli dr. Erwin Gidion Kristanto, S.H.,S.PF, dr.

Johanis F. Mallo, S.H.,S.Pt,.DFM bahwa operasi ada 2 (dua) jenis yaitu operasi

terencana dan operasi segera (Cito). Adapun bedanya antara operasi terencana

Page 141: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

129

dan operasi segera (Cito) adalah dari sisi kepentingan, operasi terencana itu

apakah benar harus dilakukan, dan harus ada persetujuan pasien atau

keluarganya sedangkan operasi cito sifatnya segera untuk menyelamatkan jiwa

dan tidak harus ada persetujuan. Selain itu, pada operasi Cito (Darurat) tidak

harus dilakukan pemeriksaan pendukung.

Berdasarkan uraian-uraian diatas, yakni berdasar pada keterangan saksi

yaitu saksi Prof.dr. Najoan Nan Waraouw, serta keterangan ahli dr. Erwin

Gidion Kristanto, S.H.,S.PF, dan dr. Johanis F. Mallo,S.H.,S.Pt,DFM Majelis

Hakim berpendapat bahwa dalam operasi cito secsio sesaria (darurat) tidak

diperlukan pemeriksaan penunjang terhadap pasien in casu korban (Siska

Makatey) sehingga dengan demikian pula menurut Majelis Hakim perbuatan

para Terdakwa sebagai dokter yang dalam melaksanakan operasi cito secsio

sesaria terhadap diri korban (Siska Makatey) yang tidak melakukan pemeriksaan

penunjang, seperti pemeriksaan jantung, foto rontgen dada dan pemeriksaan

penunjang lainnya bukanlah merupakan suatu kelalaian.

Dakwaan kelalaian yang ketiga adalah bahwa para terdakwa dianggap

lalai dalam menangani korban pada saat masih hidup dan saat pelaksanaan

operasi sehingga terhadap diri korban terjadi kembali udara yang masuk

kedalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk keparu-paru

sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan

kegagalan fungsi jantung dan berujung pada meninggalnya korban (Siska

Makatey).

Page 142: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

130

Berdasarkan Surat Keterangan dari Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado No. 61 / VER / IKF / FK / K / VI / 2010, tanggal 26 April 2010

Visum Et Repertum atas nama Julia F. Makatey yang ditanda tangani oleh dr.

Johanis F. Mallo, S.H.,S.Pt. DFM., bahwa operasi cito secsio sesaria yang

dilakukan terhadap diri korban yang dilakukan oleh dr. Dewa Ayu (Terdakwa I),

dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III)

mengakibatkan korban meninggal dunia karena terjadi emboli udara yang masuk

ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru

sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan

kegagalan fungsi jantung pada diri korban.

Berdasarkan uraian diatas, para terdakwa dianggap lalai karena tidak

menjalankan tugasnya sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang

telah ditetapkan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) maupun Peraturan

perundangan yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.512/MenKes/PER/IV/2007 tentang izin praktek dalam

melaksanakan praktek kedokteran menyebutkan:

“Standard prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-

langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin

tertentu, dimana standard prosedur operasional memberikan langkah

yang benar dan terbaik berdasarkan consensus bersama untuk

melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh

sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standard profesi.”

Page 143: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

131

Joseph H. King Jr.100

sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto dan

Herkutanto menyebutkan:

“Mengenai standar perawatan atau standar profesional tidaklah mudah

menentukannya. Oleh karena itu, dalam penentuan tolak ukurnya itu

diajukan beberapa permasalahan terlebih dahulu. Setelah masalah-

masalah itu terjawab barulah dapat dilakukan identifikasi terhadap

standarisasi perawatan atau standar profesional tersebut.”

Berdasarkan keterangan ahli dr. Johanis F. Mallo, S.H.,S.Pt.DFM.,

dipersidangan mengatakan penyebab korban (Siska Makatey) meninggal dunia

adalah karena masuknya udara dalam bilik kanan jantung yang menghambat

udara masuk paru-paru dan terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya

mengakibatkan kegagalan fungsi jantung, yang mana udara masuk kedalam bilik

kanan jantung korban sebelum operasi dilakukan karena terjadi pelebaran

pembuluh darah yang disebabkan oleh reaksi tubuh. Kematian korban tidak ada

hubungannya dengan tindakan operasi yang dilakukan oleh para terdakwa.

Berdasarkan keterangan saksi Prof. dr. Najoan Nan Waraouw di

persidangan mengatakan bahwa tindakan operasi yang dilakukan para Terdakwa

sudah sesuai prosedur dan ternyata anak dari korban selamat dan kematian

korban (Siska Makatey) diluar jangkauan.

Melihat alat-alat bukti dalam persidangan yakni Putusan dari lembaga

kedokteran yang berwenang menilai apakah tindakan dokter dalam menjalankan

tugasnya telah sesuai dengan prosedur atau melanggar standar operasional

prosedur yakni Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK), setelah

membaca dan mempelajari Hasil Sidang Majelis Kehormatan Etika Kedokteran

100

Soerjono Soekanto dan Herkutanto, Pengantar Hukum Kesehatan, Bandung,

Remadja Karya, 1987, hlm 159.

Page 144: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

132

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Sulawesi Utara No. 006/IDIWIL

/SULUT /MKEKII/ 2011 tanggal 24 Pebruari 2011 yang ditanda tangani oleh

Prof. Dr. R. L. Lefrandt, S.PJP-(K) sebagai ketua, Prof. Dr. Max Mantik,

S.PA(K) sebagai sekertaris dan juga mempertimbangkan Visum Et Repertum

atas nama Julia F. Makatey tertanggal 26 April 2010 yang ditanda tangani oleh

dr. Johanis F. Mallo, S.H.,S.Pt.,DFM.

Berdasarkan uraian-uraian keterangan saksi, keterangan ahli

sebagaimana dikemukakan diatas Majelis Hakim tidak melihat adanya bukti-

bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum maupun oleh para Terdakwa/

Penasehat Hukumnya, untuk dapat dijadikan ukuran bahwa para Terdakwa

didalam menangani operasi cito sectio ceseria tidak sesuai dengan SOP sehingga

menyebabkan kematian korban (Siska Makatey) dan hal tersebut dikuatkan pula

oleh hasil sidang Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI Wilayah Sulawesi

Utara No.006/IDI-WIL/SULUT/MKEK/II/2011 tanggal 24 Februari 2011.

Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka majelis hakim berkesimpulan

bahwa dakwaan para terdakwa telah melakukan kelalaian dalam menjalankan

tugasnya sebagai profesi medik, sehingga mengakibatkan meninggalnya pasien

(Siska Makatey) adalah tidak terbukti menurut hukum. Dengan demikian maka

para terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan kesatu primair yang mana unsur

melawan hukumnya adalah karena kelalaian dalam menjalankan tugasnya

sehingga menimbulkan kematian pada orang lain. hal itu sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 359 KUHP Jis Pasal 361 KUHP, Jo Pasal 55 ayat

(1) ke 1 KUHP.

Page 145: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

133

Dakwaan kesatu primer yang didakwakan kepada para terdakwa yaitu

melanggar Pasal 359 KUHP Jis Pasal 361 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1

KUHP merupakan pasal pemberatan dari pasal yang didakwakan dalam

dakwaan kesatu subsider yaitu melanggar Pasal 359 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1)

ke 1 KUHP, karena kelalaian yang menyebabkan kematian pada orang lain itu

dijalankan dalam melaksanakan profesinya. Maka dengan dibebaskannya para

Terdakwa dari dakwaan kesatu primer yaitu melanggar Pasal 359 KUHP Jis

Pasal 361 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, maka para terdakwa haruslah

juga dibebaskan dari dakwaan kesatu subsider yaitu melanggar Pasal 359 KUHP

Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Dakwaan kesatu telah gugur, maka akan dipertimbangkan dakwaan

alternatif yang kedua yakni perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan

diancam dengan pidana dalam Pasal 76 Undang-Undang R.I No. 29 Tahun 2004

tentang Prakter Kedokteran Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Adapun Pasal 76

Undang-Undang R.I No. 29 Tahun 2004 tentang Prakter Kedokteran berbunyi

sebagai berikut :

“Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek

kedokteran tanpa memiliki surat izin praktek sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)

tahun atau denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah)”

Berdasarkan dakwaan kedua tersebut, dan didengarkan keterangan

saksi-saksi dalam persidangan yaiut dr. Hermanus J. Lalenoh, Sp.An., Prof. dr.

Najoan Nan Waraouw, yang mana menyatakan bahwa para Terdakwa

sebenarnya adalah peserta didik Program Pendidikan Dokter Spesialis di

Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi tetapi bertindak sebagai tenaga

Page 146: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

134

medis karena sudah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). Dalam hal ini,

peserta pendidikan program dokter spesialis para Terdakwa tidak wajib memiliki

surat ijin praktek karena sudah memiliki Surat Tanda Registrasi dokter dan

sudah bisa melakukan tindakan kedokteran. Namun demikian seorang dokter

tetap wajib memiliki sirat ujun praktek walaupun sudah mendapatkan STR.

Peserta pendidikan program dokter spesialis para Terdakwa tidak wajib

memiliki surat ijin praktek karena sudah memiliki Surat Tanda Registrasi dokter

dan sudah bisa melakukan tindakan kedokteran. Proses pengajuan perijinan

dokter PPDS adalah Surat Tanda Registrasi diajukan oleh Dekan Fakultas

Kedokteran kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Manado untuk diterbikan ijin

praktek secara kolektif, yang menjadi dasar Dekan Fakultas Kedokteran

mengajukan permohonan ijin kolektif untuk dokter Program Pendidikan Dokter

Spesialis adalah Peraturan Menteri Kesehatan No.512 tahun 2007. Terdakwa I

sudah mengurus Surat Ijin Praktek pada tahun 2010 sebagai dokter umum. Ketua

Program Study Kebidanan dan kandungan di Universitas Sam Ratulangi adalah

Prof. dr. Najoan Nan Waraouw sendiri dan para Terdakwa belum diusulkan

untuk mendapatkan Surat Ijin Praktek (SIP) oleh Dekan kepada Kepala Dinas

Kesehatan Kota Manado.

Berdasarkan keterangan ahli yang dihadirkan dalam persidangan dr.

Johanis F. Mallo, S.H.,S.Pt.DFM., menyatakan berkaitan dengan persoalan SIP

adalah bahwa untuk dokter PPDS Surat Ijin Prakteknya dilakukan oleh Dekan

Fakultas Kedokteran dengan membuat usulan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan menerbitkan Surat Ijin Praktek secara

Page 147: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

135

kolektif. Jika Dekan Fakultas Kedokteran tidak mengusulkan Ijin Praktek dokter

PPDS kepada Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota itu merupakan suatu

kelalaian. Namun jika ada 10 (sepuluh) dokter PPDS oleh Dekan Fakultas

Kedokteran tidak melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

para dokter PPDS tersebut tidak berkewajiban mengurusnya.

Berdasarkan keterangan para saksi dan keterngan ahli diatas maka

tindakan para terdakwa menjalankan tugas praktek kedokteran walaupun belum

memiliki Surat Ijin Praktek bukanlah sebuah pelanggaran Prosedural karena para

terdakwa adalah peserta didik dalam Program Pendidikan Dokter Spesiaalis

kebidanan dan Kandungan Universitas Samratulangi, sehingga mereka bertindak

sebagai peserta didik dan tindakan melakukan operasi yang para terdakwa

lakukan sudah dikonsultasikan dengan tim medis dan dokter jaga.

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No.4/PVV-V/2007 tanggal

19 Juni 2007 atas permohonan dr. Anny J. S. Tandyaril Sarwono, Sp. An, S.H,

dr. Pranomo SP.PD, Prof. Dr. R.M. Padmo Sartjojo, dr. Bambang Tutuko, dr.

Charina, dr. Rama Tjandra, SP.Og, H. Chanada Chasani, S.H. mengenai

ketentuan yang diatur dalam Pasal 76 Undang-Undang R.I No. 29 Tahun 2004

tentang Praktek kedokteran sudah ada putusan yang amarnya berbunyi sebagai

berikut :

a. Menyatakan permohonan para Pemohon dikabulkan untuk sebagian;

b. Menyatakan Pasal 75 ayat (1) dan Pasal 76 sepanjang mengenai kata-

kata “penjara” paling lama 3 (tiga) tahun atau dan Pasal 79 sepanjang

mengenai kata-kata “kurungan” paling lama 1 (satu) tahun atau serta

Pasal 79 huruf c sepanjang mengenai kata atau huruf e Undang-Undang

No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 No. 116, Tambahan Lembaran Negara

Page 148: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

136

Republik Indonesia No.4431 bertentangan dengan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. Menyatakan Pasal 75 ayat (1) dan Pasal 76 sepanjang mengenai kata-

kata penjara paling lama 3 (Tiga) tahun atau dan Pasal 79 sepanjang

mengenai kata-kata kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau serta

Pasal 79 huruf c sepanjang mengenai kata-kata atau huruf e Undang-

Undang No. 29 tahun 2004 Tentang prektek Kedokteran (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No.116 Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia No.4431 tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat;

d. Menolak permohonan para pemohon untuk selebihnya;

e. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik

Indonesia sebagaimanamestinya

Berdasarkan uraian-uraian diatas menurut Majelis Hakim dakwaan

yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada para Terdakwa sebagaimana

dakwaan alternative kedua melanggar Pasal 76 Undang-Undang No. 29 Tahun

2004 tentang Praktek Kedokteran, sudah bukan merupakan tindak pidana

sehingga dengan demikian kepada para Terdakwa harus dibebaskan pula dari

dakwaan alternative kedua yaitu Pasal 76 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004

tentang Praktek Kedokteran.

Para terdakwa dibebaskan dari dakwaan kesatu dan kedua, maka akan

dipertimbangkan dakwaan ketiga primair yakni perbuatan para terdakwa

sebagaimana diatur dan diancam pidana pada Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo Pasal

55 ayat (1) ke 1 KUHP. Pasal 263 ayat (1) KUHP berbunyi sebagai berikut :

“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat

menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang

diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal dengan maksud

untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut

seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakaian

tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan

pidana penjara selama 6 tahun”

Page 149: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

137

Pasal 263 ayat (1) mengandung 2(dua) jenis perbuatan yang dilarang

yaitu membuat surat palsu dan memalsukan surat. Kejahatannya disebut

pemalsuan surat. Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 263 ayat (1) adalah

sebagai berikut:

Unsur obyektif:

c. Membuat surat palsu,

d. Yang dapat:

1. Menerbitkan sesuatu hak;

2. Menerbitkan suatu perjanjian (perikatan)

3. Menimbulkan pembebasan suatu hutang

4. Diperuntukkan guna menjadi bukti atas sesuatu hal

Unsur Subyektif:

Dengan maksud:

c. Untuk mempergunakan atau memakai surat itu:

Seolah-olah asli dan tidak palsu;

d. Pemakaian atau penggunaan surat itu dapat menimbulkan

kerugian101

Membuat surat palsu adalah menyusun surat atau tulisan pada

keseluruhannya. Adanya surat ini karena dibuat secara palsu. Surat ini mempunyai

tujuan untuk menunjukkan bahwa surat itu seakan-akan berasal dari orang

daripada penulisnya.

Salah satu unsur objektif dari ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHP adalah

adanya surat itu adalah diperuntukkan guna menjadi bukti atas sesuatu hal.

Terhadap sifat ini diadakan pembatasan, yaitu berdasarkan sifatnya harus

memiliki kekuatan pembuktian. Ketentuan diperuntukkan guna pembuktian harus

menimbulkan akibat kekuatan pembuktian, akibat kekuatan pembuktian mana

101

Moch Anwar, hlm 188-189.

Page 150: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

138

harus didasarkan atas sesuatu kekuasaan/kewenangan yang dapat memberikan

kekuatan pembuktian pada beberapa jenis surat tertentu.102

Melihat unsur-unsur yang ada di dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP, yang

pertama bahwa adanya unsur “barang siapa”, melihat sebagaimana uraian

sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan barang siapa adalah mereka yang

menjadi subjek hukum dan dianggap melakukan tindak pidana, dengan demikian

maka unsur pertama ini menurut hukum telah terpenuhi.

Unsur kedua adalah “Unsur membuat surat palsu atau memalsukan

surat”, yang dipersoalkan adalah tanda tangan korban yang berada didalam surat

persetujuan tindakan khusus dan persetujuan pembedahan dan anastesi yang

diserahkan oleh dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) untuk ditanda tangani oleh

korban tersebut berbeda dengan tanda tangan korban yang berada didalam Kartu

Tanda Penduduk (KTP) dan kartu Askes kemudian setelah dilakukan pemeriksaan

oleh laboratorium Forensik Cabang Makasar dan berdasarkan hasil pemeriksaan

Laboratoris Kriminalistik pada tanggal 9 Juni 2010 No.Lab:509/DTF/2011, yang

dilakukan oleh Drs. Samir. S.St M.K, Ardani Adhis, S. A.Md dan lelaki Marendra

Yudi L,S.E menyatakan tanda tangan atas nama Julia Fransiska Makatey pada

dokumen bukti adalah tanda tangan karangan /spurious signature.

Dengan kata lain para terdakwa dianggap telah melakukan pemalsuan

dengan tujuan diperuntukkan sebagai bukti atas sesuatu hal yakni dilakukannya

operasi. Namun majelis hakim berpendapat bahwa mengenai keaslian tanda

tangan dari korban (Siska Makatey) pada surat persetujuan tindakan medik adalah

102 Ibid, hlm 191.

Page 151: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

139

harus dianggap benar sejauh tidak dapat dibuktikan sebaliknya bahwa memang

bukanlah korban sendiri yang membubuhkan tanda tangan pada surat persetujuan

tindakan medik tersebut. Berdasarkan uraian diatas, maka unsur pemalsuan surat

adalah tidak terbukti menurut hukum, maka unsur yang lainnya tidak perlu

dibuktikan lagi.

Majelis Hakim selanjutnya mempertimbangkan dakwaan alternative

ketiga subsidair yakni perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam

pidana dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Pasal

263 ayat (2) KUHP menyebutkan:

“Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa degan sengaja memakai

surat palsu atau yang dipalsukan seolaholah sejati, jika pemakaian surat

itu seolah-olah sejati”

Mendasarkan pada uraian diatas, surat persetujuan tindakan khusus, surat

persetujuan pembedahan dan anastesi tertanggal 10 April 2010 tersebut tidak

dapat dikatakan surat tersebut adalah palsu menurut Majelis Hakim para

Terdakwa haruslah dinyatakan tidak terbuti telah melakukan tindak pidana

sebagaimana dakwaan alternative ketiga subsidair yaitu melanggar Pasal 263 ayat

(2) Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan kepada para Terdakwa haruslah

dibebaskan dari dakwaan alternative ketiga subsidair tersebut.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum hakim tersebut,

terdakwa dijatuhkan putusan bebas sesuai dengan Pasal 191 ayat (1) KUHAP. hal

ini sesuai dengan pendapat M. Yahya Harahap,103

mengenai putusan bebas dapat

ditinjau dari beberapa segi yaitu:

103

M. yahya Harahap, Loc. Cit.

Page 152: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

140

1). Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah

dan meyakinkan. Semua alat bukti yang diajukan di persidangan baik

berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan petunjuk, serta

pengakuan terdakwa sendiri tidak dapat membuktikan kesalahan yang

didakwakan kepada terdakwa. Artinya perbuatan yang didakwakan

kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, karena

menurut penilaian hakim semua alat bukti yang diajukan tidak cukup

atau tidak memadai, atau;

2). Pembuktikan kesalahan yang didakwakan tidak memenuhi batas

minimum pembuktian. Misalnya, alat bukti yang diajukan hanya satu

orang saksi. Dalam hal ini, selain tidak memenuhi batas minimum

pembuktian juga bertentanagan dengan Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang

menegaskan unnus testis nullus testis atau satu orang saksi bukan saksi;

3). Putusan bebas disini bisa juga didasarkan atas penilaian, kesalahan yang

terbukti itu tidak didukung oleh keyakinan hakim jadi sekalipun secara

formal kesalahan terdakwa dapat dinilai cukup terbukti, namun nilai

pembuktian yang cukup ini akan lumpuh apabila tidak didukung oleh

keyakinan hakim. Dalam keadaan penilaian seperti ini, putusan yang

akan dijatuhkan pengadilan adalah membebaskan terdakwa dari tuntutan

hukum.104

Majelis hakim dalam pembuktian perkara ini telah sesuai dengan sistem

pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara negatif (negatief wettelijk) yang

merupakan sistem pembuktian dalam KUHAP.105

Maksud dari sistem pembuktian

ini adalah teori antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif

dengan sistem pembuktian menurut keyakinan hakim (Conviction-in time). Sistem

ini, terdakwa baru dapat dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan

kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan alat-alat bukti yang ditentukan oleh

undang-undang, serta dibarengi dengan keyakinan hakim.106

Pasal 183 KUHAP yang mengatur tentang sistem pembuktian negative

wettelijk menyatakan bahwa:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

104

Ibid., hlm. 348. 105

Ibid., hlm. 132. 106

Ibid., hlm. 278.

Page 153: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

141

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Menurut Martiman Prodjohamidjojo,107

Pasal 183 KUHAP mengandung;

1. Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah

2. Dasar-dasar alat bukti yang sah itu keyakinan hakim, yakni bahwa :

a. Tidak terjadi;

b. Terdakwa telah bersalah.

Alat bukti dalam perkara ini yaitu keterangan beberapa saksi (2 orang)

dan mendengarkan keterangan ahli (2 orang) dalam perkara ini, keterangan para

terdakwa, serta barang bukti berupa berkas catatan medis No. cm. 041969 atas

nama Siska Makatey dan hasil pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada

tanggal 9 Juni 2010 No.Lab:509/DTF/2011.

Hal ini telah sesuai dengan alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal

184 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa:

Alat bukti yang sah ialah:

a. Keterangan saksi;

b. Keterangan ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa;

Terdakwa dalam perkara ini diputus bebas, karena majelis hakim

menjatuhkan putusan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidanagan

dengan memeriksa beberapa alat bukti dan hakim berkeyakinan bahwa dalam hal

melakukan tindakan medis berupa operasi cito secsio sesaria para terdakwa

tidaklah melakukan kelalaian karena perbuatan para terdakwa sudah sesuai

dengan SOP dan sesuai kewajiban dan tanggungjawab etika kedokteran. Selain itu

107

Martiman Prodjohamidjojo, Op. Cit., hlm. 12.

Page 154: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

142

adanya pemalsuan tanda tangan korban (Siska Makatey) tidak dapat dibuktikan

bahwa tanda tangan tersebut adalah palsu.

2. Pertimbangan Hukum Hakim Sehingga Menjatuhkan Putusan Pemidanaan

dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 365 K/Pid/2012

Ketentuan Pasal 244 KUHAP menyebutkan bahwa:

“Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir

oleh pengadilan selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau

penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi

kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”

Ketentuan dalam Pasal 244 KUHAP ini secara nyata telah menutup

segala pintu upaya hukum bagi putusan bebas. Namun berkaitan dengan putusan

bebas tidak dapat diajukan permohonan kasasi, dalam prakteknya ketentuan

Pasal 244 KUHAP ini telah disingkirkan oleh Mahkamah Agung secara centra

logem, yakni praktek dan penerapan hukum yang secara terang-terangan

bertentangan dengan undang-undang.108

Sejarah penerobosan terhadap larangan Pasal 244 KUHAP ini malah

datangnya dari pihak eksekutif sendiri dalam hal ini adalah Departemen

Kehakiman, yakni dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kehakiman

tanggal 10 Desember 1983 No. M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tentang Pedoman

Pelaksanaan KUHAP. Keputusan ini dibarengi dengan Lampiran Keputusan

dengan tanggal dan nomor yang sama. Pada angka 19 lampiran dimaksud

terdapat penegsan yang berupa pedoman:

1) Terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding;

108

M.Yahya Harahap, Op,Cit., hlm 544

Page 155: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

143

2) Tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan

kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi. Hal ini

akan didasarkan pada yurisprudensi.

Selang 5 (lima) hari setelah adanya Keputusan Menteri Kehakiman

No. M.14-PW.07.03 Tahun 1983, yakni pada tanggal 15 Desember 1983 lahir

yurisprudensi pertama dalam putusan Mahkamah Agung yang menerima dan

mengabulkan permohonan kasasi terhadap putusan bebas yakni dalam putusan

Mahkamah Agung Reg. No. 275K/Pid/1983.

Berdasarkan pada Yurisprudensi diatas, Djoko prakoso,109

berpendapat:

“Mengenai putusan bebas/Vrijspraak tidak dapat diajukan

permohonan kasasi, hal ini diatur secara tegas dalam undang-undang

(Pasal 244 KUHAP), tetapi pasal ini dapat diterobos dengan

Keputusan Menteri Kehakiman RI: M 14-P.W, 07, 03 Tahun 1983

tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana yang terdapat dalam Pasal 19 yang menyatakan: “Terhadap

putusan bebas tidak dapat dimintakan banding tetapi demi situasi dan

kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan

bebas dapat dimintakan kasasi”.

Permohonan kasasi diajukan oleh penuntut umum dengan alasan bahwa

putusan bebas itu bukan bebas murni. Dalam meninjau apakah pembebasan itu

merupakan “pembebasan yang murni” ataukah “pembebasan yang tidak murni”

Mahkamah Agung dalam Putusannya tanggal 28 Agustus No. 68 K/Kr/1965

berpendapat bahwa persoalan yang diputus oleh Pengadilan Negeri dan

Pengadilan Tinggi dalam perkara ini bukanlah mengenai pembuktian melainkan

mengenai penilaian tindak pidana sebagaimana harus dianggap ternyata menurut

109

Djoko Prakoso, Op.Cit, hlm. 288.

Page 156: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

144

pemeriksaannya, sehingga pembebasan para terdakwa tersebut diatas merupakan

suatu pembebasan yang tidak murni (verkapte onslag van rechtsvervoeling)110

.

Dalam hal putusan pengadilan yang membebaskan terdakwa itu sifatnya

merupakan pembebasan murni maka permohonan kasasi harus dinyatakan

ditolak. Namun sebaliknya apabila pembebasan itu didasarkan pada penafsiran

yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan

dan bukan didasarkan pada tidak terbuktinya suatu unsur pidana yang

didakwakan, atau apabila pembebasan itu sebenarnya adalah merupakan putusan

lepas dari segala tuntutan hukum, atau apabila dalam menjatuhkan putusan itu

pengadilan telah melampaui batas kewenangannya, Mahkamah Agung atas dasar

pendapatnya bahwa pembebasan tersebut bukanlah pembebasan murni, maka

permohonan kasasi harus diterima.111

Berdasarkan pada uraian-uraian diatas, maka Mahkamah Agung

menerima permohonan kasasi terhadap putusan bebas No.

90/Pid.B/2011/PN.Mdo yang diajukan oleh penutut umum dengan alasan bahwa

hakim tingkat pertama dalam menjatuhkan putusan adalah memberikan

interpretasi yang tidak benar sehingga tuduhan itu dianggap tidak terbukti.

Proses pemeriksaan dalam kasasi, walaupun pemeriksaan dilakukan

atas berkas perkara, namun sebagaimana telah ditentukan oleh Pasal 253 ayat (3)

KUHAP, apabila diperlukan Mahkamah Agung dapat mendengar sendiri

keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum.

110

Soedirjo, Kasasi dalam Perkara Pidana (sifat dan fungsi), Op.Cit, hlm.79-80. 111

Lihat Pertimbangan hukum hakim Mahkamah Agung dalam Putusan No.

365K/Pid/2012

Page 157: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

145

Majelis hakim setelah membaca berkas-berkas yang bersangkutan,

majelis hakim mempertimbangkan unsur subyektif maupun unsur obyektif

berdasarkan alat-alat bukti yang sah daIam perkara ini yaitu keterangan saksi-

saksi, bukti surat, petunjuk serta keterangan Terdakwa serta mempelajari

putusan Pengadilan Negeri Manado dengan register perkara No.

90/Pid.B/2011/PN.Mdo maka majelis hakim kasasi berpendapat Judex Facti

salah menerapkan hukum, karena tidak mempertimbangkan dengan benar hal-

hal yang relevan secara yuridis, yaitu berdasarkan hasil rekam medis No. 041969

yang telah dibaca oleh saksi ahli dr. Erwin Gidion Kristanto, SH. Sp.F. bahwa

pada saat korban masuk RSU (Rumah Sakit Umum) Prof. R. D. Kandou

Manado, keadaan umum korban adalah lemah dan status penyakit korban adalah

berat.

“M.H. Silaban menyebutkan,112

Setiap putusan pengadilan harus

memenuhi persyaratan sebagaimana telah ditentukan oleh undang-

undang. Secara terperinci persyaratan tersebut dimuat dalam Pasal 197

KUHAP, yang mana tidak terpenuhinya syarat-syarat sebagaimana

telah ditentukan, itu akan mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah alasan-alasan atau

pertimbangan-pertimbangan yang dijadikan dasar putusan.

Dalam kasus dr. Dewa Ayu ini, majelis hakim mempelajari alat-alat

bukti berupa:

1) Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Askes atas nam Julia

Fransiska Makatey;

2) Dokumen hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Cabang Makassar

dan berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada

112 M.H. Silaban, Op.Cit, hlm 173.

Page 158: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

146

tanggal 09 Juni 2010 NO.LAB. : 509/DTF/2011, yang dilakukan oleh

masing-masing lelaki Drs. Samir, S.St. Mk., lelaki Ardani Adhis, S.

Amd dan lelaki Marendra Yudi L., SE.,

3) Berkas catatan medis No. cm. 041969 atas nama Siska Makatey yang

terdiri dari:

1. PT. Asuransi Kesehatan Indonesia results Siska Yulian

Makatey;

2. Surat pernyataan telah dirawat;

3. Rekam jantung Siska Makatey 2004;

4. Surat konsul 10 April 2010 RSU Prof. Kandou Manado

(poliklinik obstetri status obstetrikus);

5. Catatan pemasukan dan pengeluaran cairan form 0014;

6. Instruksi post operasi;

7. Surat konsul ke bagian anastesiologi;

8. Rekam jantung ;

9. Laporan operasi ;

10. Kurva suhu dan nadi, serta catatan khusus Dinas kesehatan Kota

Manado Puskesmas Bahu/ surat rujukan ibu hamil atas nama

Siska Makatey ;

11. Ringkasan masuk dan keluar Siska Makatey ;

12. Lembaran masuk dan keluar Siska Makatey ;

13. Klinical Patway Siska Makatey ;

14. Surat persetujuan tindakan khusus dan surat persetujuan

pembedahan dan anastesi tanggal 10 April 2010 ;

15. Diagnosa akhir Siska Makatey ;

16. Resume keluar Siska Makatey ;

17. Surat pengantar pulang (tidak ada catatan) ;

18. Iktisar waktu pulang (tidak ada catatan ) ;

19. Anamnesis utama Siska Makatey ;

20. Anamnesis kebidanan Siska makatey ;

21. Pemeriksaan kebidanan I Siska Makatey ;

22. Pemeriksaan kebidanan II Siska Makatey ;

23. Resume masuk Siska Makatey ;

24. Portograf Siska Makatey ;

25. Lembaran observasi persalinan Siska Makatey ;

26. Lembaran observasi persalinan Siska Makatey ;

Page 159: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

147

27. Lembaran observasi persalinan Siska Makatey ;

28. Laporan persalinan I Siska Makatey ;

29. Laporan persalinan IIa Siska Makatey ;

30. Lembaran catatan harian dokter (tidak ada catatan) ;

31. Hasil pemeriksaan laboratorium (tidak ada catatan) ;

32. Catatan pemasukan dan pengeluaran cairan (tidak ada catatan) ;

33. Hasil pemeriksaan radiologi kedokteran nuklir, dan lain-lain

(tidak ada catatan);

34. Nifas (tidak ada catatan) ;

35. Catatan perawat intensif (tidak ada catatan) ;

36. Catatan dan instruksi dokter (tidak ada catatan) ;

37. Pelaksanaan proses keperawatan pengkajian data (tidak ada

catatan) ;

38. Lembaran untuk penempelan surat (tidak ada catatan) ;

39. Catatan obat oral dan per enteral (tidak ada catatan) ;

40. Catatan perawat bidan (Siska Makatey) ;

41. 1 (satu) lembar foto copy sertifikat kompetensi dr. Dewa Ayu

Sasiary Prawani yang telah dilegalisir oleh Pengadilan Negeri

Manado ;

42. 1 (satu) lembar foto copy sertifikat kompetensi dr. Hendry

Simanjuntak yang telah dilegalisir oleh Pengadilan Negeri

Manado;

43. 1 (satu) lembar foto copy sertifikat kompetensi dr. Hendy

Siagian yang telah dilegalisir oleh Pengadilan Negeri Manado

Majelis hakim mempertimbangkan alasan dari Jaksa Penuntut Umum

dalam mengajukan Permohonan kasasi adalah sebagai berikut:

Judex Facti telah salah menerapkan hukum karena seharusnya Majelis

Hakim dapat mempertimbangkan unsur subyektif maupun unsur obyektif

berdasarkan alat-alat bukti yang sah daIam perkara ini yaitu keterangan saksi-

saksi, bukti surat, petunjuk serta keterangan Terdakwa, diperoleh fakta bahwa :

1) Berdasarkan keterangan dari saksi dr. Hermanus J. Lalenoh, Sp.An.

bahwa jawaban konsul terhadap surat konsul yang dikirim oleh bagian

kebidanan kepada bagian anestesi tersebut yang menyatakan : pada

prinsipnya kami setuju untuk dilaksanakan pembedahan dengan anestesi

Page 160: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

148

resiko tinggi, oleh karena ini adalah operasi darurat maka mohon

dijelaskan kepada keluarga resiko yang bias terjadi "darut"/ sebelum

operasi atau "post"/ usai operasi. Bahwa penyebab udara masuk dari

setiap pembuluh darah balik yang terbuka yaitu dari infus atau dari

suntikan obat tetapi dalam kepustakaan dikatakan udara yang masuk dari

pembuluh darah balik ini hanya bisa menyebabkan kecelakaan penting

yang kalau dia di atas 25 mg dan kalau di bawah tidak akan

menyebabkan apa-apa, kemudian dalam kenyataan pemberian obat dari

infus tidak pernah masuk udara karena dari suntik disposible untuk

masuk udara, selanjutnya dari kepustakaan yang saksi baca dan saksi

dapat dalam pendidikan saksi yaitu kemungkinan yang bisa juga adalah

terutama dalam operasi persalinan bahkan di dalam aturan dikatakan

bahwa udara bisa masuk sering terjadi pada operasi bedah saraf dengan

posisi pasien setengah duduk bisa terjadi pada saat dia terkemuka itu

udara bisa masuk, pada bagian kebidanan yang bisa sering terjadi bukan

saja pada sectio sesaria tetapi juga pada kuretase bahkan dalam laporan

kasus yaitu untuk hubungan intim dimana suami memakai oral itu bisa

terjadi masuk udara, kasus ini memang jarang tetapi bisa saja terjadi, jadi

pada waktu bayi lahir plasenta terangkat pembuluh darah itu terbuka

yaitu pembuluh darah arteri/ pembuluh darah yang pergi yang warna

merah dan pembuluh darah balik/ arteri yang warna hitam, jadi

kemungkinan udara yang masuk berdasarkan hasil visum bisa saja terjadi

dari beberapa hal tadi, selanjutnya tugas anestesi dalam hal ini telah

selesai karena pasien/ korban sudah membuka mata dan bernapas spontan

kecuali jika saat pasien sebelum dirapihkan semua kemudian meninggal

maka masih merupakan tugas dan tanggung jawab dari anestesi dan

kebidanan.

2) Berdasarkan keterangan dari saksi Prof. Dr. Najoan Nan Waraouw,

Sp.OG. bahwa Terdakwa I (satu) mengatakan : operasi terhadap pasien/

korban telah selesai dilaksanakan dan pada saat operasi dilakukan yaitu

sejak sayatan dinding perut pertama sudah mengeluarkan darah hitam,

selama operasi dilaksanakan kecepatan nadi tinggi yaitu 160 (seratus

enam puluh) x per menit , saturasi oksigen hanya berkisar 85 % (delapan

puluh lima persen) sampai dengan 87 % (delapan puluh tujuh persen),

setelah operasi selesai dilakukan kecepatan nadi pasien/ korban adalah

180 (seratus delapan puluh) x per menit dan setelah selesai operasi baru

dilakukan pemeriksaan EKG/ periksa jantung yang dilakukan oleh bagian

penyakit dalam dan saksi menanyakan apakah sudah dilakukan

pemeriksaan jantung karena saksi berpikir keadaan ini penyebabnya dari

jantung serta dijawab oleh Terdakwa I (satu) sementara dilakukan

Page 161: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

149

pemeriksaan dan hasilnya sudah ada yaitu bahwa pada penderita terjadi

Ventrikel Tachy Kardi (denyut nadi yang cepat) tetapi saksi mengatakan

bahwa itu bukan Ventrikel Tachy Kardi (denyut nadi yang cepat) jika

denyut nadi sudah di atas 160 x per menit tetapi "Fibrilasi" yaitu pertanda

bahwa pada jantung terjadi kegagalan yang akut dan pasti pasien akan

meninggal karena biasanya kegagalan akut itu karena emboli

(penyumbatan pembuluh darah oleh suatu bahan seperti darah, air

ketuban, udara, lemak, trombus dan komponenkomponen lain) serta

pasien/ korban pasti meninggal, selanjutnya dikabarkan bahwa pada

waktu kurang lebih pukul 22.20 WITA, pasien/ korban dinyatakan

meninggal dunia oleh bagian penyakit dalam.

3) Berdasarkan keterangan dari Ahli dr. Robby Willar, Sp.A. bahwa pada

saat plasenta keluar, pembuluh darah yang berhubungan dengan plasenta

terbuka dan udara bisa masuk dari plasenta tetapi tidak berpengaruh

terhadap bayi karena sebelum plasenta dikeluarkan bayi sudah dipotong/

bayi lebih dulu keluar kemudian tali pusat/ plasenta dipotong.

4) Berdasarkan keterangan dari Ahli Johannis F. Mallo, SH. Sp.F. DFM.

Bahwa infus dapat menyebabkan emboli udara tetapi kecil kemungkinan

dan hal tersebut dapat terjadi karena efek venturi, kemudian kapan efek

venturi terjadi yaitu korban meninggal dunia pukul 22.20 WITA, infus 20

tetes = 100 cc/ menit, operasi dilakukan pukul 20.55 WITA, anak lahir

pukul 21.00 WITA dalam hal ini udara sudah masuk terlebih dulu

kemudian dilaksanakan operasi, maka 30 menit sebelum pelaksanaan

operasi sudah terdapat 35 cc udara.

Majelis hakim mempelajari berkas keterangan para saksi yang

dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum maupun para saksi yang dihadirkan para

terdakwa, serta keterangan para ahli serta mendengarkan keterangan para

terdakwa.

Berdasar rumusan dalam Pasal 359 KUHP Jis. Pasal 361 KUHP Jo.

Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

Ad. 1. Unsur Barang siapa :

Pengertian barang siapa adalah kata ganti orang, atau dengan kata lain

dapat diartikan pula sebagai subjek pelaku delik. Dalam perkara ini tidak ada

Page 162: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

150

orang lain yang dijadikan sebagai Terdakwa (subjek pelaku delik) selain

Terdakwa I dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, Terdakwa II dr. Hendry

Simanjuntak dan Terdakwa III dr. Hendy Siagian. Dengan demikian menurut

majelis hakim unsur barang siapa dalam perkara ini telah terpenuhi menurut

hukum.

Ad. 2. Unsur karena kesalahannya menyebabkan matinya orang lain

Majelis Hakim berpendapat bahwa adanya unsur unsur kelalaian yang

menyebabkan matinya orang lain sebagaimana disebutkan dalam Pasal 359

KUHP

“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau

pidana kurungan paling lama 1 tahun”

Unsur “karena salahnya”, unsur ini merupakan unsur subjektif yang

melekat pada sikap batin terdakwa dalam melakukan perbuatannya. Undang-

undang sendiri tidak memberikan penjelasannya tentang apa yang dimaksud

dengan schuld atau culpa tersebut. Memorie Van Toelichting hanya menjelaskan

sedikit tentang arti dari culpa yang mengatakan bahwa “schuld is de zuivere

tegenstelling van opzet aan de eene kant, van toeval aan de andere zijde” yang

artinya schuld (culpa) itu di satu pihak merupakan kebalikan yang murni dari

opzet dan di lain pihak ia merupakan kebalikan dari kebetulan.113

“Van Hammel dalam pendapatnya yang dikutip oleh Lamintang,114

menyebutkan bahwa schuld sebenarnya terdiri dari 2 (dua) unsur,

masing-masing yaitu “het gemis aan de nodige voor zienigheid” atau

kurangnya perhatian terhadap kemungkinan yang dapat timbul, dan “het

113

P.A.F Lamintang, Op,Cit., hlm 178 114

Ibid

Page 163: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

151

gemis aan de nodige voorzichtigheid” atau tidak adanya kehati-hatian

yang diperlukan.”

Schuld atau kesalahan atau kelalaian atau kulpa menurut ilmu

pengetahuan mempunyai 2 (dua) syarat:115

1) Perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan kurang hati-hati

atau kurang waspada.

2) Pelaku harus dapat membayangkan timbulnya akibat karena

perbuatan yang dilakukannya dengan kurang hati-hati itu

Mendasarkan pada uraian diatas, maka berdasarkan keterangan dari

saksi Prof. Dr. Najoan Nan Waraouw, Sp.OG., yang mana Terdakwa I (satu)

melaporkan ketuban pasien/ korban sudah dipecahkan di Puskesmas dan jika

ketuban sudah pecah berarti air ketuban sudah keluar semua, selanjutnya sejak

Terdakwa I (satu) mengawasi korban pada pukul 09.00 WITA sampai dengan

pukul 18.00 WITA tindakan yang dilakukan oleh Terdakwa I (satu) hanya

pemeriksaan tambahan dengan USG (Ultrasonografi) dan sebagian tindakan

medis yang telah dilakukan tidak dimasukkan ke dalam rekam medis dan

Terdakwa I (satu) sebagai ketua residen yang bertanggung jawab saat itu tidak

mengikuti seluruh tindakan medis beserta rekam medis termasuk Terdakwa I

(satu) tidak mengetahui tentang pemasangan infus yang telah dilakukan terhadap

korban.

Berdasar fakta di persidangan diketahui ternyata pada pukul 18.30

WITA tidak terdapat kemajuan persalinan pada korban, Terdakwa I (satu)

melakukan konsul dengan konsulen jaga dan setelah mendapat anjuran,

115

H.A.K Moch Anwar, Op,Cit., hlm 110

Page 164: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

152

Terdakwa I (satu) mengambil tindakan untuk dilakukan cito secsio sesaria,

kemudian Terdakwa I (satu) menginstruksikan kepada saksi dr. Helmi untuk

membuat surat konsul ke bagian anestesi dan pemeriksaan penunjang yang

dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap dan setelah mendapat jawaban

konsul dari saksi dr. Hermanus J. Lalenoh, Sp.An. yang menyatakan bahwa pada

prinsipnya setuju untuk dilaksanakan pembedahan dengan anestesi resiko tinggi,

oleh karena ini adalah operasi darurat maka mohon dijelaskan kepada keluarga

resiko yang bisa terjadi sebelum operasi atau usai operasi.

Korban dibawa ke kamar operasi pada waktu kurang lebih pukul 20.15

WITA dalam keadaan sudah terpasang infus dan pada pukul 20.55 WITA dr.

Dewa Ayu (Terdakwa I) sebagai operator mulai melaksanakan operasi terhadap

korban dengan dibantu oleh dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) sebagai

asisten operator I (satu) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) sebagai asisten

operator II (dua). Bahwa selama pelaksanaan operasi kondisi nadi korban 160

(seratus enam puluh) x per menit dan saat sayatan pertama mengeluarkan darah

hitam sampai dengan selesai pelaksanaan operasi, kemudian pada pukul 22.00

WITA setelah operasi selesai dilaksanakan kondisi nadi korban 180 (seratus

delapan puluh) x per menit dan setelah selesai operasi baru dilakukan

pemeriksaan EKG/ periksa jantung oleh bagian penyakit dalam, selanjutnya

berdasarkan keterangan Ahli dr. Johannis F. Mallo, SH. Sp.F. DFM. bahwa 30

menit sebelum pelaksanaan operasi sudah terdapat 35 cc udara di dalam tubuh

korban.

Page 165: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

153

Berdasarkan hasil Visum et Repertum disebutkan bahwa udara yang

ditemukan pada bilik kanan jantung korban, masuk melalui pembuluh darah

balik yang terbuka pada saat korban masih hidup. Pembuluh darah balik yang

terbuka pada korban terjadi pada pemberian cairan obat-obatan atau infus, dan

dapat terjadi akibat komplikasi dari persalinan itu sendiri. Sebab kematian si

korban adalah akibat masuknya udara ke dalam bilik kanan jantung yang

menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru

dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung.

Dengan demikian Para Terdakwa lalai untuk melakukan sesuatu

tindakan atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien

tertentu pada situasi dan kondisi yang tertentu, Para Terdakwa telah melakukan

penyimpangan kewajiban, Para Terdakwa telah menimbulkan kerugian dengan

tindakan kedokteran yang telah dilakukan oleh Para Terdakwa terhadap korban,

Para Terdakwa telah menimbulkan suatu hubungan sebab akibat yang nyata

yaitu terdapatnya tindakan kedokteran dari Para Terdakwa dengan suatu keadaan

korban yang dikatakan darurat sejak tidak terdapat kemajuan persalinan pada

pukul 18.30 WITA tetapi yang seharusnya sejak korban datang dengan surat

rujukan dari Puskesmas dan masuk ke ruang Instalasi Rawat Darurat Obstetrik

keadaan korban sudah dapat dikatakan darurat, kemudian sejak diketahuinya

ketuban dari korban yang telah pecah sejak di Puskesmas, rekam medis yang

tidak dibuat sepenuhnya dalam setiap tindakan medis yang dilakukan,

pemasangan infus dengan jenis obat yang tidak diketahui oleh Para Terdakwa

sampai dengan dikeluarkannya resep obat secara berulang kali hingga ditolak

Page 166: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

154

oleh pihak apotik, tidak terdapatnya koordinasi yang baik di dalam tim

melakukan tindakan medis, terdapatnya informed consent / lembar persetujuan

tindakan kedokteran sedangkan Para Terdakwa berpendapat bahwa tindakan

kedokteran yang dilakukan adalah tindakan cito / darurat, tidak adanya tindakan

persiapan jika korban secara tiba-tiba mengalami keadaan darurat seperti EKG/

pemeriksaan jantung baru dilakukan setelah korban selesai dioperasi dengan

kondisi gawat, yang seharusnya seluruh tindakan medis dan tindakan kedokteran

yang dilakukan oleh Para Terdakwa tersebut sebelumnya telah dapat

dibayangkan dengan cara berpikir, pengetahuan atau kebijaksanaan sesuai

pengetahuan, keahlian dan moral yang dimiliki oleh Para Terdakwa berdasarkan

Standar Operasional Prosedur (SOP) sehingga seluruh tindakan kedokteran yang

dilakukan oleh Para Terdakwa tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap

korban yaitu korban meninggal dunia.

Berkaitan dengan pemalsuan tanda tangan yang dilakukan oleh para

terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pada Pasal 263 ayat (1) KUHP

Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Pasal 263 ayat (1) KUHP berbunyi sebagai

berikut :

“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat

menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang

diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal dengan maksud

untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut

seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakaian

tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan

pidana penjara selama 6 tahun”

Pasal 263 ayat (1) mengandung 2(dua) jenis perbuatan yang dilarang

yaitu membuat surat palsu dan memalsukan surat. Kejahatannya disebut

Page 167: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

155

pemalsuan surat. Membuat surat palsu adalah menyusun surat atau tulisan pada

keseluruhannya. Adanya surat ini karena dibuat secara palsu. Surat ini

mempunyai tujuan untuk menunjukkan bahwa surat itu seakan-akan berasal dari

orang daripada penulisnya.

Salah satu unsur objektif dari ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHP

adalah adanya surat itu adalah diperuntukkan guna menjadi bukti atas sesuatu

hal. Terhadap sifat ini diadakan pembatasan, yaitu berdasarkan sifatnya harus

memiliki kekuatan pembuktian. Ketentuan diperuntukkan guna pembuktian

harus menimbulkan akibat kekuatan pembuktian, akibat kekuatan pembuktian

mana harus didasarkan atas sesuatu kekuasaan/kewenangan yang dapat

memberikan kekuatan pembuktian pada beberapa jenis surat tertentu.116

Melihat unsur-unsur yang ada di dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP, yang

pertama bahwa adanya unsur “barang siapa”, melihat sebagaimana uraian

sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan barang siapa adalah mereka yang

menjadi subjek hukum dan dianggap melakukan tindak pidana, dengan demikian

maka unsur pertama ini menurut hukum telah terpenuhi.

Unsur kedua adalah “Unsur membuat surat palsu atau memalsukan

surat”, yang dipersoalkan adalah tanda tangan korban yang berada didalam surat

persetujuan tindakan khusus dan persetujuan pembedahan dan anastesi yang

diserahkan oleh dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) untuk ditanda tangani oleh

korban tersebut berbeda dengan tanda tangan korban yang berada didalam Kartu

Tanda Penduduk (KTP) dan kartu Askes kemudian setelah dilakukan

116

Ibid, hlm 191.

Page 168: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

156

pemeriksaan oleh laboratorium Forensik Cabang Makasar dan berdasarkan hasil

pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada tanggal 9 Juni 2010

No.Lab:509/DTF/2011, yang dilakukan oleh Drs. Samir. S.St M.K, Ardani

Adhis, S. A.Md dan Marendra Yudi L, S.E menyatakan tanda tangan atas nama

Julia Fransiska Makatey pada dokumen bukti adalah tanda tangan karangan /

spurious signature.

Berkaitan dengan hal ini majelis hakim berpendapat kasasi berpendapat

sama dengan hakim pad tingkat pertama bahwa mengenai keaslian tanda tangan

dari korban (Siska Makatey) pada surat persetujuan tindakan medik adalah harus

dianggap benar sejauh tidak dapat dibuktikan sebaliknya bahwa memang

bukanlah korban sendiri yang membubuhkan tanda tangan pada surat

persetujuan tindakan medik tersebut.

Pertimbanagan diatas muncul karena diperoleh fakta bahwa Terdakwa I

(satu) menugaskan kepada dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) untuk

memberitahukan kepada keluarga pasien/ korban tetapi ternyata hal tersebut

tidak dilakukan oleh Terdakwa III (tiga) melainkan Terdakwa III (tiga)

menyerahkan informed consent / lembar persetujuan tindakan kedokteran

tersebut kepada korban yang sedang dalam posisi tidur miring ke kiri dan dalam

keadaan kesakitan dengan dilihat oleh dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) dari jarak

kurang lebih 7 (tujuh) meter, dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dari jarak

kurang lebih 3 (tiga) meter sampai dengan 4 (empat) meter juga turut diketahui

dan dilihat oleh saksi dr. Helmi.

Page 169: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

157

Hakim harus mencari alat bukti dalam persidangan melalui alat-alat

bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP

“Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan

beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang

menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa”

Dari dua atau lebih alat bukti hakim dapat memperoleh keyakinan akan

kesalahan terdakwa. Apakah dalam sidang telah diperoleh sekurang-kurangnya

dua alat bukti yang sah, bagaimana cara memperolehnya dan bagaimana pula

hubungannya satu sama lain sudah diatur dengan undang-undang. Semua ini

harus dipertimbangkan hakim dalam putusannya. Perolehan dan penggunaan

alat-alat bukti itu harus sesuai dengan peraturan hukum yang mengatur alat bukti

yang bisa dinamakan hukum pembuktian.

Demikian juga apakah alat bukti itu telah saling bersesuaian

sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 185 ayat (6) KUHAP, itu pun termasuk

harus dipertimbangkan. Dan apakah pertimbangan-pertimbangan itu telah

bersesuaian dan tidak saling bertentangan. Setelah semua itu dipertimbangkan

dan telah bersesuaian barulah hakim menentukan keyakinannya bahwa benar-

benar telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah yang bertanggungjawab.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP yang mana disebutkan

bahwa seorang hanya dapat dijatuhi pidana apabila sebelumnya telah ditentukan

dalam undang-undang bahwa perbuatan itu dialarang dan pelakunya diancam

dengan pidana. Maka setelah mempertimbangkan alat-alat bukti di dlam

persidangan dan dikaitkan dengan unsur delik yang didakwakan, semua unsur-

Page 170: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

158

unsur deliknya harus terbukti. Apabila salah satu unsur saja tidak terbukti, maka

dakwaan tidak terbukti dan akan mengakibatkan bebasnya terdakwa (Pasal 191

ayat (1) KUHAP). Atau apabila hakim menyatakan unsur delik telah terbukti

tetapi pertimbangan tentang terbuktinya unsur itu tidak jelas atau tidak cukup,

maka kekurangan itu dapat dijadikan alasan oleh Mahkamah Agung untuk

menyatakan tidak terbuktinya unsur itu dan karena itu membatalkan putusan

yang bersangkutan.

Adanya hukum tidak tertulis dan azas-azas umum berdasarkan

kepatutan masyarakat juga harus dipertimbangkan untuk dijadikan alasan dalam

suatu putusan pengadilan. Hal itu meliputi azas keadilan, azas umum

berdasarkan kepatutan dan kewajaran yang hidup dalam masyarakat. Hukum

tidak tertulis yang dimuat dalam ketentuan itu, sebelum terbitnya Undang-

Undang No. 14 tahun 1970 sudah dikenal dalam Jurisprudensi Indonesia yaitu

sejak terbitnya putusan Mahkamah Agung No. 424K/Kr/1965 tanggal 8 Januari

1966.117

Disana dinyatakan bahwa suatu tindakan pada umumnya dapat hilang

sifat melawan hukum bukan hanya berdasarkan ketentuan dalm perundang-

undangan, melainkan juga berdasarkan azas-azas keadilan atau azas-azas hukum

yang tidak tertulis dan bersifat umum.118

Sejak putusan itu,maka pengadilan di Indonesia telah menganut paham

melawan hukum dalam arti materiil disamping melawan hukum dalam arti

formil. Dengan paham melawan hukum dalam arti materiil itu, maka hakim

dalam putusannya selalu mempertimbangkan faktor azas-azas keadilan, azas

117

Lihat Yurisprudensi Indonesia, Tahun 1997, hlm 39. 118

M.H. Silaban, Op.Cit, hlm 191.

Page 171: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

159

hukum tak tertulis, azas-azas yang bersifat umum menurut kepatutan dan

kewajaran dalam masyarakat.119

Dalam perkara ini, hakim berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

hukum hakim tersebut, terdakwa dijatuhkan putusan bebas sesuai dengan Pasal

193 KUHAP. Hal ini sesuai dengan pendapat M. Yahya Harahap120

bahwa:

“Pemidanaan berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan

ancaman yang ditentukan dalam pasal tindak pidana yang didakwakan

kepada terdakwa. Sesuai dengan Pasal 193 ayat (1) penjatuhan putusan

pemidanaan terhadap terdakwa didasarkan pada penilaian pengadilan.

Jika pengadilan berpendapat dan menilai terdakwa terbukti bersalah

melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, pengadilan

menjatuhkan putusan pidana terhadap terdakwa.”

Undang-undang memberikan kebebasan kepada hakim untuk

menjatuhkan pidana antara hukuman minimum atau maksimum yang

diancamkan dalam pasal pidana yang bersangkutan, sesuai dengan apa yang

diatur dalam pasal 12 KUHP. Namun demikian, titik tolak hakim menjatuhkan

putusan pemidanaan harus didasarkan pada ancaman yang disebutkan dalam

pasal pidana yang didakwakan.121

Majelis hakim dalam pembuktian perkara ini telah sesuai dengan sistem

pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara negatif (negatief wettelijk) yang

merupakan sistem pembuktian dalam KUHAP.122

Pasal 183 KUHAP yang mengatur tentang sistem pembuktian negative

wettelijk menyatakan bahwa:

119

Ibid. 120

M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm 354. 121

Ibid. 122

Ibid., hlm. 132.

Page 172: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

160

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Menurut Martiman Prodjohamidjojo,123

Pasal 183 KUHAP mengandung;

1. Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah

2. Dasar-dasar alat bukti yang sah itu keyakinan hakim, yakni bahwa :

a. Tidak terjadi;

b. Terdakwa telah bersalah.

Alat bukti dalam perkara ini yaitu keterangan beberapa saksi (2 orang)

dan mendengarkan keterangan ahli (2 orang) dalam perkara ini, keterangan para

terdakwa, serta barang bukti berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu

Askes atas nam Julia Fransiska Makatey, Dokumen hasil pemeriksaan

Laboratorium Forensik Cabang Makassar dan berdasarkan hasil pemeriksaan

Laboratoris Kriminalistik pada tanggal 09 Juni 2010 NO.LAB: 509/DTF/2011,

serta Berkas catatan medis No. cm. 041969 atas nama Siska Makatey.

Hal ini telah sesuai dengan alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal

184 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa:

Alat bukti yang sah ialah:

a. Keterangan saksi;

b. Keterangan ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa;

Berdasarkan pertimbangan bahwa dr. Dewa Ayu dkk telah melakukan

kelalaian dan menyebabkan matinya pasien atas nama Julia Fransiska Makatey

yang mana Para Terdakwa telah melakukan pembiaran dengan tidak melakukan

123

Martiman Prodjohamidjojo, Op. Cit., hlm. 12.

Page 173: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

161

hal yang seharusnya dilakukan oleh dokter ketika pasien datang meminta

pertolongan. Hal itu diperoleh berdasarkan fakta-fakta di persidangan yakni

mendasarkan pada keterangan dari saksi Prof. Dr. Najoan Nan Waraouw,

Sp.OG., yang mana Terdakwa I (satu) melaporkan ketuban pasien/ korban sudah

dipecahkan di Puskesmas dan jika ketuban sudah pecah berarti air ketuban sudah

keluar semua, selanjutnya sejak Terdakwa I (satu) mengawasi korban pada pukul

09.00 WITA sampai dengan pukul 18.00 WITA tindakan yang dilakukan oleh

Terdakwa I (satu) hanya pemeriksaan tambahan dengan USG (Ultrasonografi)

dan sebagian tindakan medis yang telah dilakukan tidak dimasukkan ke dalam

rekam medis dan Terdakwa I (satu) sebagai ketua residen yang bertanggung

jawab saat itu tidak mengikuti seluruh tindakan medis beserta rekam medis

termasuk Terdakwa I (satu) tidak mengetahui tentang pemasangan infus yang

telah dilakukan terhadap korban.

Majelis hakim kasasi dalam kasus dr. Dewa Ayu berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan diatas, dalam Putusan No. 365K/Pid/2012

membatalkan putusan Pengadilan Negeri Manado No 90/Pid.B/2011/PN.Mdo

yang menjatuhkan putusan bebas terhadap dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr.

Hendy Siagian, dan dr. Hendry Simanjuntak. Majelis Hakim Kasasi mengadili

sendiri dan menjatuhkan putusan pemidanaan yakni menjatuhkan vonis 10 bulan

penjara terhadap dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr. Hendy Siagian, dan dr.

Hendry Simanjuntak.

Page 174: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahsan, maka dapat diambil

kesimpulan yaitu:

1) Alasan dari majelis hakim pemeriksa perkara kasus dr. Dewa Ayu

Sasiary Prawani, dr. Hendy Siagian, dan dr. Hendry Simanjuntak dalam

Putusan No 90/Pid.B/2011/PN.Mdo adalah tindakan para Terdakwa

mendiamkan pasien (Siska Makatey) ketika sampai di RSU Prof. Dr.

Kandou Malalayang Kota Manado dan tindakan yang dilakukan oleh

Terdakwa I hanya pemeriksaan tambahan dengan USG (Ultrasonografi)

dan sebagian tindakan medis yang telah dilakukan tidak dimasukkan ke

dalam rekam medis dan Terdakwa I sebagai ketua residen yang

bertanggung jawab saat itu tidak mengikuti seluruh tindakan medis

beserta rekam medis termasuk Terdakwa I tidak mengetahui tentang

pemasangan infus yang telah dilakukan terhadap korban adalah bukan

merupakan perbuatan yang menyalahi Prosedur tindakan medik dan tidak

melanggar etika kedokteran tentang apa yang harus dilakukan seorang

dokter dalam menghadapi pasien.

Page 175: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

163

2) Pertimbangan ini berbeda dengan majelis kasasi Mahkamah Agung

dalam putusannya No. 365K/Pid/2012 yang mana menyatakan bahwa

tindakan Para Terdakwa mendiamkan pasien (Siska Makatey) sehingga

menyebabkan meninggalnya pasien adalah sebuah tindak pidana

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 359 KUHP.

3) Berkaitan dengan pemalsuan tanda tangan dan pelanggaran praktek

kedokteran sebagaimana diatur dalam Pasal 76 Undang-Undang No 24

tahun 2009 tentang Praktek Kedokteran baik Majelis hakim pemeriksa

pada tingkat pertama maupun majelis hakim kasasi mempunyai

kesepahaman dalam menafsirkan hukumnya.

B. SARAN

Tindak Pidana malpraktik belum diatur secara terperinci oleh undang-

undang, maka majelis hakim dalam memberikan putusan terhadap perkara

malpraktik diharapkan kedepan selain mempertimbangkan adanya alat-alat bukti

sebagaimana diatur dalam KUHAP, juga mempertimbangkan sumber hukum tak

tertulis dan azas-azas umum berdasarkan kepatutan masyarakat, juga melihat

Yurisprudensi yang telah ada. Walaupun hakim memiliki kebebasan dalam

memutuskan suatu perkara, namun untuk menghindari kesalahan penafsiran

hukum, ada baiknya adanya Yurisprudensi sebagai sumber hukum juga

dipertimbangkan.

Page 176: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Arrasjid, Chainur .2008. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika.

Asikin, Zainal dan Amirudin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Hadikusuma, Hilmawan. 1995. Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi

Ilmu Hukum. Bandung: Mandar Maju.

Hamzah, Andi. 2001. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi.

Ghalia Indonesia, Jakarta.

___________. 2004. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi. Sinar Grafika,

Jakarta.

__________. 2008. Hukum Acara Pidana. Sinar Grafika, Jakarta.

Harahap, M Yahya. 2002. Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan

Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.

,1985. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jilid I

Cetakan III. Jakarta: Pustaka Kartini.

Ibrahim Johnny. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.

Malang: Bayumedia Publishing.

Iswanto. 2011. Pengantar Ilmu Hukum. Purwokerto: UPT. Percetakan dan

Penerbitan Universitas Jenderal Soedirman.

Koeswadji, Hermien Hadiati. 1998. Hukum Kedokteran (Studi Tentang Hubungan

Hukum Dalam mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak). Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Komalawati, Veronica. 2002. Peranan Informed Concent Dalam Transaksi

Terapeutik (Persetujuan Dalam Hubungan Dokter dan Pasien). Bandung:

Citra Aditya Bakti

Lamintang. 1985. Delik-Delik Khusus Kejahatan terhadap Nyawa, Tubuh dan

Kesehatan serta Kejahatan yang Membahayakan bagi Nyawa, Tubuh dan

Kesehatan. Bandung: Binacipta.

Makarao, Muhammad Taufik., Suhasril. 2004. Hukum Acara Pidana Dalam

Teori Dan Praktek. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Page 177: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

________________________________. 2010. Hukum Acara Pidana dalam Teori

dan Prakte. Ghalia Indonesia, Bogor.

Marpaung, Laden. 2010. Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan dan

Pengadilan Negeri, Upaya Hukum dan Eksepsi. Sinar Grafika, Jakarta.

Marzuki, Peter Mahmud. 2011. Penelitian Hukum. Kencana Media Group,

Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Mulyadi, Lilik. 1996. Hukum Acara Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Nasir, Mohamad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Nugroho, Hibnu. 2012. Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di

Indonesia. Media Prima Aksara, Jakarta.

Poernomo, Bambang. 1993. Pola Dasar Teori-Asas Umum Hukum Acara Pidana

Dan Penegakan Hukum Pidana. Liberty, Yogyakarta.

Prakoso, Djoko. 1986. Kedudukan Justisiabel dalam KUHAP. Ghalia Indonesia,

Jakarta.

Prodjodikoro, Wiryono. 2003. Tindak Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. PT

Rafika Aditama, Bandung.

Prodjohamidjojo, Martiman. 1983. Sistem pembuktian dan Alat-Alat bukti. Ghalia

Indonesia, Jakarta.

Sumantri, I. 1996. Pembahasan Perkembangan Pembangunan Nasional Tentang

Hukum Acara Pidana. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta.

Silaban. 1997. Kasasi Upaya Hukum Acara Pidana. Jakarta: Sumber Ilmu Jaya.

Soedirjo. 1985. Jaksa dan Hakim dalam Proses Pidana. Jakarta: Akademika

Pressindo.

. 1985. Kasasi dalam Perkara Pidana (sifat dan fungsi). Jakarta:

Akademika Pressindo.

Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas

Indonesia.

,dan Herkutanto. 1987. Pengantar HukumKesehatan.

Bandung: Remadja Karya.

Page 178: i UPAYA HUKUM KASASI DALAM KASUS dr. DEWA AYUfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI AMRI HIDAYAT... · kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien ... (SOP),

Sudarto. 2013. Hukum Pidana I Edisi Revisi. Semarang : Yayasan Sudarto FH

UNDIP.

Sunggono, Bambang. 2009. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada.

Widnyana, I Made. 2010. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Fikahati Aneska.

Wisnubroto, Al. 2002. Praktek Peradila Pidana: Proses Penanganan Perkara

Pidana. Galaxy Puspa Mega, Jakarta.

B. Skripsi dan Tulisan Ilmiah

Endang Sri Lestari. 2007. “Pembuktian Tindak Pidana Korporasi Pada Kasus

Kabut Asap di Pekanbaru (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan M.A.R.I

No. 275TU/811K/Pid/2002)”, (Skripsi Hukum Acara Pidana, Fakultas

Hukum Universitas Jenderal Soedirman).

Ni Nengah Adiyaryani. 2010. “Upaya Hukum Kasasi Oleh Jaksa Penuntut Umum

Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) Dalam Sistem Peradilan Indonesia”

(Thesis Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro)

C. Peraturan Perundang-undangan

Indonesia.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP)

.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP)

.Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.