STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

102
STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA API ILEGAL (Analisis Putusan Pengadilan Nomor 4/Pid.B/2020/PN Bnt) Skripsi Di ajukan kepada Fakultas Syariah & Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: AHMAD SYAIFULLOH NIM: 11140450000090 PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH & HUKUM UIN SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA 2021/1442 H

Transcript of STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

Page 1: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN

SENJATA API ILEGAL

(Analisis Putusan Pengadilan Nomor 4/Pid.B/2020/PN Bnt)

Skripsi

Di ajukan kepada Fakultas Syariah & Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

AHMAD SYAIFULLOH

NIM: 11140450000090

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH & HUKUM

UIN SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA

2021/1442 H

Page 2: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

i

STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN

SENJATA API ILEGAL

(Analisis Putusan Pengadilan Nomor: 4/Pid.B/2020/PN Bnt)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Ahmad Syaifulloh

NIM: 11140450000090

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Burhanudin, S.H., M.Hum Dr. Alfitra, S.H., M.Hum.

NIP: 195903191979121001 NIP: 197202032007011034

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/2021 M

Page 3: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN

KEPEMILIKAN SENJATA API ILEGAL (Analisis Putusan Pengadilan

Nomor 4/Pid.B/2020/PN Bnt)’ telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas

Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Pidana Islam Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta pada 04 Agustus 2021. Skripsi ini telah diterima

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata (S-1)

pada Program Studi Hukum Pidana Islam.

Jakarta, 04 Agustus 2021

Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A

NIP. 197608072003121001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Qosim Arsadani, M.A. (………………)

NIP. 196906292008011016

2. Sekretaris : Mohamad Mujibur Rohman, M.A. (………………)

NIP. 197604082007101001

3. Pembimbing I : Dr. Burhanudin, S.H., M.Hum. (………………)

NIP. 195903191979121001

4. Pembimbing II : Dr. Alfitra, S.H, M.Hum. (………………)

NIP. 197202032007011031

5. Penguji I :.AM. Hasan Ali, M.A (………………)

NIP. 197512012005011005

6. Penguji II : Qosim Arsadani, M.A. (………………)

NIP. 196906292008011016

Page 4: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu syarat memperoleh gelar sarjana strata 1 (SI) di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber penelitian yang saya gunakan telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 06 Agustus 2021

Ahmad Syaifulloh

NIM: 11140450000090

Page 5: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

iv

ABSTRAK

AHMAD SYAIFULLOH. NIM. 11140450000090. STUDI HUKUM

TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA API

ILEGAL (Analisis Putusan Pengadilan Nomor: 4/Pid.B/2020/PN Bnt). Program

Studi Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1442 H/2021 M.

Masalah utama dalam skripsi ini adalah mengenai kasus tindak pidana

kelalaian dalam kepemilikan senjata api ilegal yang menyebabkan hilangnya nyawa

dalam putusan pengadilan nomor 4/Pid.B/2020/PN Bnt yang memvonis terdakwa

dengan pidana 1 (satu) tahun 2 (dua) bulan penjara. Skripsi ini bertujuan untuk

mengetahui sanksi yang tepat dalam tindak pidana kelalaian dalam menggunakan

senjata api ilegal yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain dalam hukum

pidana positif dan hukum pidana Islam

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Metode pendekatan

penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif yaitu meletakkan hukum sebagai

sebuah bangunan sistem norma mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan

perundang-perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).

Adapun teknik pengumpulan data dalam penulisan ini menggunakan teknik studi

pustaka (Library Research) berupa jurnal, buku, peraturan perundang-undangan,

internet dan sumber lainnya yang berhubungan dengan skripsi ini. Sumber data yang

digunakan berupa data primer dan data sekunder. Adapun teknik analisis data yang

digunakan adalah analisis kualitatif untuk menemukan jawaban secara ilmiah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam hukum positif pelaku yang

dinyatakan bersalah karena kelalaiannya menyebabkan matinya orang lain dan

mempergunakan senjata tanpa izin diatur dalam pasal 359 KUHP dan pasal 1 ayat 1

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan hukuman yaitu hukuma

mati, hukuman penjara seumur hidup, atau hukuman penjara setinggi-tingginya dua

puluh tahun. Dalam Islam, kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa termasuk

dalam kategori al-qatl al-khata yang sanksinya adalah diyat mukhafafah dan kifarat.

Diyat mukhaffah adalah diyat yang berlaku pada pembunuhan karena kelalaian yang

dibebankan kepada ahli waris pelaku pembunuhan dan dibayar dengan jumlah diyat

100 ekor unta, serta kewajiban kifarat dilakukan dengan memerdekakan hamba

sahaya yang mukmin, namun apabila tidak tidak diperoleh hamba sahaya maka

penggantinya adalah berpuasa selama dua bulan berturut-turut.

Kata kunci : Senjata Api, Kelalaian, Al-khata

Pebimbing : Dr. Burhanudin, S.H., M.Hum

Dr. Alfitra, S.H., M.Hum.

Daftar Pustaka : 1960 s.d 2018

Page 6: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan Syukur serta do’a penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya kepada penulis hingga

skripsi ini dapat diselesaikan. Sepenuhnya, tanpa bantuan-Nya semua ini tidak akan

terwujud dengan baik.

Skripsi berjudul “STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN

KEPEMILIKAN SENJATA API ILEGAL (Analisis Putusan Pengadilan Nomor

4/Pid.B/2020/PN Bnt)”, penulis ajukan untuk melengkapi salah satu syarat guna

memenuhi tugas akhir dalam mencapai gelar Sarjana Setara Satu (S1).

Dalam menyusun dan menulis skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,

bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini

izinkan penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S. H.,M. A., Selaku Dekan Fakultas Syariah Dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Qasim Arsadani, M.A., Selaku Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam

(Jinayah)

3. Mohamad Mujibur Rohman, M.A., Selaku Sekretaris Program Studi Hukum

Pidana Islam (jinayah).

4. Dr. Burhanudin, S.H., M.Hum dan Dr. Alfitra, S.H., M.Hum selaku Pembimbing

dalam penyelesaian skripsi ini. Beliau dengan tulus telah memberikan bimbingan

dan arahan yang sangat berarti demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan ilmunya.

6. Teristimewa kepada almarhumah ibunda tercinta Hj.Juriyah dan ayahanda

Rahmat yang tulus mencurahkan kasih sayang, yang selalu mendoakan,

memberikan motivasi dan pengorbanan baik dari segi moril, materi kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Page 7: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

vi

7. Kepada Junaedi Firmansyah, Puspita Sari, Yeran Ubaid Firmansyah kakak saya

juga Istri dan Anaknya yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada

penulis.

8. Kepada Dewi Setiawati, S.Ikom yang selalu memberi semangat dan do’a kepada

penulis serta ibunda Maryanih yang memberi semangat dan doa kepada penulis.

9. Kepada Shinta Rosdiana, S.E,. Eva Fauziah,S.Ikom,. Kahfi, Mahisa Agni, teman

teman seperjuangan Fizkry Maulana. Yang selalu memberikan dorongan agar

tetap semangat mengerjakan skripsi kepada penulis.

Harapan penulis semoga Allah SWT melimpahkan karunia dan rahmat-Nya

serta membalas amal budi baik dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan yang

disebabkan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penulis. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 06 Agustus 2021

Ahmad Syaifulloh

111404500000090

Page 8: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii

ABSTRAK ........................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan Dan Perumusan Masalah............................ 8

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian.......................................................... 10

D. Kerangka Teori Konseptual ............................................................... 11

E. Metode Penelitian ............................................................................... 12

F. Review Studi Terdahulu ..................................................................... 14

G. Sistematika Penulisan ......................................................................... 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KELALAIAN KEPEMILIKAN

SENJATA API ILEGAL ...................................................................... 19

A. Tindak Pidana ....................................................................................... 19

1. Tindak Pidana Dalam Hukum Positif ............................................ 19

2. Tindak Pidana Dalam Hukum Islam ............................................. 25

3. Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana .......................... 34

B. Kesengajaan Dan Kealpaan .................................................................. 37

1. Kesengajaan ................................................................................... 37

2. Kealpaan ........................................................................................ 39

C. Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Api Ilegal .............................. 42

1. Pengertian Senjata Api .................................................................. 42

2. Peraturan Kepemilikan Senjata Api .............................................. 44

Page 9: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

viii

3. Tindak Pidana Kepemilikan Senjata Api Ilegal ............................ 47

BAB III KEBIJAKAN HUKUM TERHADAP KEPEMILIKAN

SENJATA API ILEGAL ................................................................... 50

A. Duduk Perkara Putusan Pengadilan 4/Pid.B/2020/PN.Bnt .................. 50

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Kepemilikan

Senjata Api Ilegal ................................................................................. 53

C. Kebijakan Hukum Terhadap Pelaku Penggunaan Senjata Api Ilegal

Menurut Hukum Positif ........................................................................ 60

D. Kebijakan Hukum Terhadap Pelaku Penggunaan Senjata Api Ilegal

Menurut Hukum Islam ......................................................................... 64

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN KASUS KELALAIAN DALAM

PENGGUNAAN SENJATA API ILEGAL YANG

MENYEBABKAN KEMATIAN ........................................................... 69

A. Pertimbangan Majelis Hakim ............................................................... 69

B. Analisis Penulis Dalam Putusan Nomor 4/Pid.B/2020/PN.Bnt ........... 75

1. Penerapan Hukum Majelis Hakim Dalam Penetapan Pengadilan

Negeri Barito Selatan Nomor 4/Pid.B/2020/PN.Bnt ....................... 75

2. Tinjauan Hukum Pidana Positif Dan Islam Terhadap Penetapan

Pengadilan Nomor 4/Pid.B/2020/PN.Bnt ........................................ 78

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 87

A. Kesimpulan ............................................................................................... 87

B. Saran .......................................................................................................... 88

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 89

Page 10: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Plato, seorang filosof Yunani berkata bahwa sebuah negara yang baik adalah

negara yang didasarkan oleh pengaturan hukum, yaitu mengatur hubungan antar

masyarakat yang dapat memberikan dampak ketentraman dan keamanan dalam

kehidupan berwarga negara,1 dengan demikian diperlukan sistem hukum untuk

menciptakan sebuah keteraturan. Lawrence M. Friedman menjelaskan bahwa sistem

hukum terdiri atas perangkat struktur hukum, substansi hukum (perundang-

undangan) dan kultur hukum atau budaya hukum. Ketiga komponen tersebut

mendukung berjalannya sistem hukum disuatu negara. Secara realitas sosial,

keberadaan sistem hukum yang terdapat dalam masyarakat mengalami perubahan-

perubahan sebagai akibat pengaruh, apa yang disebut dengan modernisasi atau

globalisasi baik itu secara evolusi maupun revolusi.2 Di Indonesia berbicara struktur

hukum maka hal tersebut merujuk pada struktur institusi-institusi penegakan hukum,

seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Aspek lain dari sistem hukum adalah

substansinya.3 Substansi adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang

berada dalam sistem itu. Jadi substansi hukum menyangkut peraturan perundang-

undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi

pedoman bagi aparat penegak hukum. Kultur hukum menyangkut budaya hukum

yang merupakan sikap manusia (termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya)

terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk

menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi

1 Jostein Gaarder, Dunia Shopie Terjemahan Rahmani Astuti, (Bandung: Mizan, 1996), h.,

29-30. 2 Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, (Bandung: Reflika Aditama, 2007), h., 26.

3 Achmad Ali, Keterpurukan Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h., 8.

Page 11: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

2

hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat

dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara

efektif. Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau rekayasa sosial tidak

lain hanya merupakan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh hukum itu. Untuk

menjamin tercapainya fungsi hukum sebagai rekayasa masyarakat kearah yang lebih

baik, maka bukan hanya dibutuhkan ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau

peraturan, melainkan juga adanya jaminan atas perwujudan kaidah hukum tersebut ke

dalam praktek hukum, atau dengan kata lain, jaminan akan adanya penegakan hukum

(law enforcement) yang baik.1 Bekerjanya hukum bukan hanya merupakan fungsi

perundang-undangannya belaka, melainkan aktifitas birokrasi pelaksananya. Unsur-

unsur tersebut menurut Lawrence M. Friedman sebagai faktor penentu apakah suatu

sistem hukum dapat berjalan dengan baik atau tidak, hal tersebut senada dengan

Soerjono Soekanto yang menjelaskan bahwa ketiga komponen tersebut merupakan

bagian faktor-faktor penegakan hukum yang tidak bisa diabaikan karena jika

diabaikan akan menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum yang diharapkan.2

Republik Indonesia adalah Negara hukum yang memiliki fundamental yang

tertuang dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa

Indonesia adalah negara hukum sehingga wajib untuk setiap warga negara dalam

menaati semua aturan yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan segala bentuk

pelanggaran dan kejahatan yang telah ditetapkan hukumnya dalam undang-undang.

Di Indonesia, kepemilikan senjata api diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1948 Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api yang telah

dirubah dan ditambah dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951

Tentang Mengubah “Ordannantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen” (STBL. 1948

Nomor 17) Dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948

yang menyebutkan bahwa senjata api yang berada ditangan orang bukan anggota

1 Munir Fuady, Aliran Hukum Kritis Paradigma Ketidakberdayaan Hukum, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2003), h., 40. 2 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2007), h., 72.

Page 12: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

3

Tentara atau Polisi harus didaftarkan oleh Kepala Kepolisian, oleh karena itu semua

orang yang ingin memiliki senjata api harus melalui prosedur yang telah ditetapkan

dalam Undang-Undang agar tidak terjadi hal-hal yang dapat membahayakan

masyarakat sipil sekaligus menggangu ketertiban dan keamanan umum. Dengan

demikian, Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 merupakan entry point bagi

hak warga sipil untuk memiliki senjata api di Indonesia. Penting jika dalam

kepemilikannya harus diawasi ketat agar pemilik senjata api dapat teruji baik dengan

syarat yang telah ditentukan dalam Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2007 Tentang

Tata Cara Pemeriksaan Psikologi bagi Calon Pemegang Senjata Api Arganik POLRI

dan Senjata Non Organik TNI/POLRI yang dalam pengawasan kepemilikan senjata

api telah jelas ada dalam peraturan pemberian izin pemakaian dan penggunaan senjata

api organik dan non organik diperlukan dengan pemeriksaan psikologis untuk

mencegah penyalahgunaan senjata api tersebut.3 Berdasarkan Peraturan Kapolri

Nomor 18 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata

Non-Organik persyaratan untuk mendapatkan senjata api ternyata relatif mudah yaitu

cukup dengan menyerahkan syarat kelengkapan dokumen seperti KTP, Kartu

Keluarga, dan lain-lain, seorang berusia 24 sampai 65 tahun yang memiliki sertifikat

menembak, dengan demikian dapat memiliki senjata. Peraturan Kapolri Nomor 18

Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Non-

Organik tersebut juga mengatur bahwa individu pemilik senjata api untuk keperluan

pribadi dibatasi minimal setingkat kepala dinas atau Bupati untuk kalangan pejabat

pemerintah, minimal pangkat Letnan Satu untuk angkatan bersenjata, dan pengacara

atas rekomendasi Departemen Kehakiman.4

Dalam penyalahgunaan kepemilikan senjata api tanpa memiliki izin

dikategorikan dalam tindak pidana khusus dengan hukuman berat yang tercantum

3 Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Psikologi bagi

Calon Pemegang Senjata Api Arganik POLRI dan Senjata Non Organik TNI/POLRI 4 Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Pengawasan dan

Pengendalian Senjata Non-Organik.

Page 13: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

4

dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang isinya

adalah “Barang siapa, tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima,

mencoba memperoleh, menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan

padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,

menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia suatu senjata

api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau

hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya

20 Tahun penjara.” Dalam aturan tersebut tertera jelas bahwa Pasal 1 ayat 1 Undang-

Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 melarang siapapun yang memasukkan ke

Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba

menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau

mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,

mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia suatu senjata api, amunisi, atau

sesuatu bahan peledak.

Dalam perkembangan zaman, senjata api masih sangat erat dengan kehidupan

manusia yang salah satu tujuannya yaitu digunakan sebagai alat untuk

mempertahankan diri dari musuh seperti serangan hewan liar yang hidup di hutan

yang berdampingan dengan area pemukiman masyarakat dan berbagai ancaman

lainnya. Senjata api pada dasarnya dipergunakan untuk kepentingan menjaga diri,

akan tetapi setiap orang yang menggunakan, menguasai, dan memiliki senjata api

tanpa izin dikategorikan sebagai tindak pidana.5 Dengan demikian, hukum yang

diperlukan salah satunya adalah tentang penggunaan dan kepemilikan senjata api

karena maraknya persebaran senjata api dikalangan warga sipil merupakan fenomena

global serta salah satu kejahatan yang meresahkan masyarakat adalah kejahatan

5 Josias Simon Runturambi Atin & Sri Pujiastuti, Senjata Api Dan Penanganan Tindak

Kriminal, (Jakarta: Pustaka Obor, 2015), h., 6.

Page 14: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

5

dengan menggunakan senjata api. Kejahatan dengan menggunakan senjata api itu

banyak macamnya, misalnya tindak pidana pembunuhan, penganiayaan, penculikan,

dan sebagainya.6

Berdasarkan data Markas Besar Polri, setidaknya telah terjadi 453 kasus

penyalahgunaan senjata api pada tahun 2011. Pada tahun 2012 tercatat ada 561 kasus

mengalami penurunan menjadi 482 kasus pada tahun 2013. Pada tahun 2014 jumlah

kasus penggunaan senjata api menurun menjadi 322 kasus dengan mengunnakan

senjata api.7 Kriminolog dari Universitas Indonesia yaitu Adrianus Meliala

menyatakan bahwa dibutuhkan pendekatan berbeda untuk menekan peredaran senjata

api ilegal dikalangan warga sipil. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan non-

penal yaitu dengan melakukan operasi kepolisian karena berdasarkan pasal 9

Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2015 pihak yang berwenang untuk melakukan

pengawasan dan pengendalian senjata ap adalah Polri, baik dari tingkat terendah

sampai dengan pusat.8 Dengan demikian, seiring dengan meningkatnya kejahatan

dengan senjata api Kepolisian Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan penarikan

senjata api yang ilegal. Senjata api ilegal adalah senjata yang tidak sah beredar

dikalangan sipil, senjata yang tidak diberi izin kepemilikan, atau senjata yang telah

habis masa berlaku izinnya. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, izin kepemilikan

senjata api di Indonesia dibatasi hingga satu tahun dan dapat diperpanjang untuk

jangka waktu yang sama. Gerakan Polri ini bertujuan untuk mengurangi kepemilikan

senjata api oleh sipil karena banyak penyalahgunaan senjata api oleh masyarakat.

Meskipun sudah ada upaya preventif dengan mewajibkan calon pemilik mengikuti

6 Evan Munandar, “Penanggulangan Tindak Pidana Kepemilikan Dan Penggunaan Senjata

Api Tanpa Izin Dalam Sistem Peradilan Pidana”, Syiah Kuala Law Journal, II, 3, (Desember 2018),

h., 339. 7 Marfuatul Latifah, “Kepemilikan Dan Penyalahgunaan Senjata Api Di Indonesia”, Jurnal

Info Singkat Hukum, IX, No.22, (November 2017), h., 119. 8 Sonya Airini Batubara, “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Kepemilikan Senjata

Api Tanpa Hak Oleh Masyarakat Sipil”, Jurnal Hukum Kaidah, Volume 18, Nomor 3, (Februari

2017), h., 43.

Page 15: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

6

psikotes terlebih dahulu sebelum mendapat izin kepemilikan senjata.9 Masalah

kepemilikan hingga penyalahgunaan senjata api adalah merupakan suatu hal yang

sangat berbahaya dan beresiko tinggi. Hal mana senjata api dapat mengakibatkan

hilangnya nyawa seseorang ataupun orang banyak. Meskipun senjata api sangat

bermanfaat dan diperlukan dalam hal pertahanan dan keamanan negara, namun pada

umumnya apabila disalahgunakan atau penggunaannya tidak sesuai dengan peraturan

undang-undang yang berlaku, maka akan menimbulkan akibat yang sangat merugikan

perorangan maupun masyarakat, bahkan dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar

bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa. Meningkatnya kriminalitas sebagai

akibat dari kepemilikan senjata api akan menimbulkan kerugian besar bagi

kepentingan masyarakat, yaitu hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban

dalam kehidupan masyarakat.

Untuk mengatasi kepemilikan hingga penyalahgunaan senjata api, terlebih

dahulu perlu diketahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kepemilikan

hingga penyalahgunaan senjata api dan akibat apa yang ditimbulkan dari

penyalahgunaan senjata api karena apabila dicermati upaya-upaya yang dilakukan

oleh penegak hukum memang sudah dapat menekan ataupun mengurangi angka

kejahatan dari kepemilikan senjata api ataupun penggunaannya, akan tetapi dengan

datangnya globalisasi dengan segala macam informasi, kebudayaan, teknologi yang

datang begitu mudahnya dari berbagai pelosok dunia, sehingga memungkinkan dalam

membuat atau memproduksi senjata api memgikuti pola-pola senjata api standar

tempur. Baik yang diproduksi secara resmi oleh pabrik-pabrik pembuatan senjata

tetapi oleh industri kerajinan ilegal yang dibuat oleh masyarakat yaitu senjata api

rakitan.

Perkelahian, pertikaian dan perampokan semua ini tidak lepas dari masih

adanya peredaran dan penyalahgunaan senjata api ilegal yang ada di masyarakat, baik

9 Rizki Amantha, “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penjualan Senjata Api Ilegal

Melalui Media Online Facebook”, Law Journal Universitas Bandar Lampung, VII, 8, (Februari 2018),

h., 96.

Page 16: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

7

standar atau rakitan. Dengan memiliki senjata api, setiap orang merasa memiliki

kekuatan yang cukup untuk menyerang orang lain, akan tetapi tanpa disadari bahwa

orang yang akan diserang juga memiliki senjata api yang sama. Dampak dari

fenomena tersebut dapat menyebabkan beberapa nyawa melayang dengan sia-sia.10

Oleh karena itu, peredaran senjata api harus dapat di tanggulangi sehingga angka

kriminalitas dapat menurun dengan kerjasama antara masyarakat dan aparat penegak

hukum karna sekarang berbagai aspek kejahatan yang di sebabkan oleh tindak pidana

kejahatan yang menggunakan senjata api bersifat menganiaya mulai dari

penganiayaan yang ringan sampai penganiayaan berat dan bahkan sampai kasus

kelalaian dalam menggunakan senjata api tanpa izin hingga menyebabkan orang lain

meninggal dunia.

Kasus dalam menggunakan senjata api tanpa izin yang dijadikan topik oleh

penulis dalam skripsi adalah kasus yang terjadi di Desa Bintang Ara, Kecamatan

Gunung Bintang Awai, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah pada

hari Jum‟at tanggal 20 September 2019 sekitar pukul 08.00 Wib dengan terdakwa

yang bernama Roketson memiliki dan menyimpan senjata api rakitan tanpa

dilengkapi surat izin dari pihak kepolisian serta terdakwa yang belum pernah

menggunakan dan tidak memiliki keahlian dalam menggunakan senjata api langsung

menarik grendel pemicu senjata api rakitan yang terdakwa bawa dan langsung

membidik kearah babi hutan, akan tetapi yang terdakwa dengar adalah teriakan

seseorang dari arah depan yang sejajar dengan letak babi hutan yang terdakwa bidik

tersebut. Mendengar hal tersebut, terdakwa langsung menghampiri korban dan segera

mencari bantuan sehingga korban berhasil dievakuasi dan dibawa kerumah korban di

Desa Ugang Sayu. Dengan demikian, akibat kejadian tersebut korban meninggal

dunia sesuai dengan hasil Visum Et Repertum Nomor 02/IPJ/RSUD/X/2019 tanggal

19 Oktober 2019 yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr. Ricka Brilianty Zaluchu,

10

Josias Simon Runturambi & Atin Sri Pujiastuti, Senjata Api Dan Penanganan Tindak

Kriminal, h., 13.

Page 17: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

8

SpKF dengan hasil pemeriksaan bahwa korban meninggal dunia karena pendarahan

hebat akibat kekerasan senjata api.

Dalam kasus di atas, terdakwa dikenakan pasal berlapis, yaitu pasal 1 ayat 1

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 karena menggunakan senjata api

tanpa izin dengan ancaman hukuman penjara maksimal dua puluh tahun dan kematian

korban karena kelalaian terdakwa dengan menggunakan senjata tanpa izin maka dapat

dikenakan pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman

maksimal hukuman lima tahun penjara, akan tetapi Pengadilan Negeri Barito Selatan

dalam putusan Nomor 4/Pid.B/2020/PN Bnt hanya menjatuhkan vonis hukuman

penjara selama 1 tahun dan 2 bulan yang tentu saja kurang memberikan efek jera.

Penulis mencoba membandingkan dengan aturan hukum dalam hukum pidana Islam.

Dalam hukum pidana Islam juga membahas tentang bagaimana tindak pidana atau

jarimah pembunuhan yang terjadi karena kelalaian secara tidak sengaja yang sering

dikaitkan dengan tindak pidana atas jiwa yaitu pembunuhan yang disebut dengan

isitilah qatl.11

Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan untuk melakukan analisis

lebih lanjut mengenai putusan Pengadilan Negeri Barito Selatan Nomor

4/Pid.B/2020/PN tentang pemidanaan terhadap pelaku pemilik senjata tanpa izin yang

karena kelalaiannya menyebabkan orang lain meninggal dunia untuk diangkat

menjadi sebuah skripsi dengan judul STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU

KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA API ILEGAL (Analisis Putusan

Pengadilan Nomor: 4/Pid.B/2020/PN Bnt).

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka

identifikasi beberapa permasalahan yang timbul dalam penelitian ini, yaitu:

11

Ahmad wardi Muslih, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h., 135.

Page 18: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

9

a. Tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan perseorangan atau

hak asasi manusia dan masyarakat

b. Sanksi pidana yang diberikan kepada terdakwa agar menimbulkan efek jera dan

tidak mengulangi perbuatannya.

c. Peraturan tentang kepemilikan dan penggunaan senjata api yang terdapat dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 yang telah dirubah dan ditambah dalam

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Kepemilikan dan

Penggunaan Senjata api

d. Fenomenana yang terjadi di masyarakat yang beranggapan bahwa dengan

memiliki senjata api, setiap orang merasa memiliki kekuatan yang cukup untuk

menyerang orang lain, akan tetapi tanpa disadari bahwa orang yang akan diserang

juga memiliki senjata api yang sama. Dampak dari fenomena tersebut dapat

menyebabkan beberapa nyawa melayang dengan sia-sia

e. Banyaknya kriminalitas yang terjadi masyarakat dengan kasus tindak pidana

penyalahgunaan senjata api yaitu sebesar 453 kasus penyalahgunaan senjata api

pada tahun 2011. Pada tahun 2012 tercatat ada 561 kasus mengalami penurunan

menjadi 482 kasus pada tahun 2013. Pada tahun 2014 jumlah kasus penggunaan

senjata api menurun menjadi 322 kasus dengan mengunnakan senjata api

berdasarkan data Mabes Polri.

2. Pembatasan Masalah

Berangkat dari luasnya permasalahan yang ada dan agar tidak melebar dan keluar

dari pokok pembahasan maka penulis membatasi ruang lingkup skripsi ini adalah

tentang kepemilikan dan penggunaan senjata api ilegal yaitu kepemilikan dan

pengunaan senjata api tanpa izin dari pihak kepolisian sesuai Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api yang

telah dirubah dan ditambah dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951

Tentang Mengubah “Ordannantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen” (STBL. 1948

Nomor 17) dan konsep hukum Islam mengenai pelaku penggunaan senjata api ilegal

yang menyebabkan hilangnya nyawa menggunakan Kitab fikih jinayah At Tasyri‟u

Page 19: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

10

Al Jinaiy Al Islamy karya Abdul Qadir Audah dalam kajian sanksi pemidanaan

terhadap pelaku penggunaan senjata api ilegal yang menyebabkan hilangnya nyawa

di Pengadilan Negeri Barito Selatan. Penulis tertarik mengangkat kasus tersebut

karena Pengadilan Negeri Barito Selatan dalam putusan Nomor 4/Pid.B/2020/PN

Bnt menyatakan terdakwa secara sah dan bersalah dengan dijerat dua pasal yaitu

pasal 359 KUHP perihal kealpaan yang menyebabkan orang lain meninggal dunia

dan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 perihal

kepemilikan dan pengunaan senjata api secara illegal, akan tetapi Majelis Hakim

hanya menjatuhkan vonis hukuman penjara selama 1 tahun dan 2 bulan yang tentu

saja kurang memberikan efek jera bagi terdakwa.

3. Rumusan Masalah

Dari masalah pokok diatas dapat diuraikan menjadi 2 (dua) sub masalah, yaitu:

a. Bagaimana penerapan hukum oleh majelis hakim dalam penetapan Pengadilan

Negeri Barito Selatan Nomor 4/Pid.B/2020/PN Bnt perihal pemidanaan terhadap

pelaku kepemilikan dan penggunaan senjata api ilegal yang menyebabkan

hilangnya nyawa?

b. Bagaimana tinjauan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam terhadap

putusan putusan Pengadilan Negeri Barito Selatan Nomor 4/Pid.B/2020/PN Bnt

perihal pemidanaan terhadap pelaku kepemilikan dan penggunaan senjata api

ilegal yang menyebabkan hilangnya nyawa?

C. Tujuan Dan Manfaat Pemelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui penerapan hukum majelis hakim dalam kepemilikan dan

penggunaan senjata api ilegal dalam putusan Pengadilan Negeri Barito Selatan

Nomor 4/Pid.B/2020/PN Bnt.

b. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam

terhadap putusan putusan Pengadilan Negeri Barito Selatan Nomor

4/Pid.B/2020/PN Bnt terhadap pelaku kepemilikan dan penggunaan senjata api

ilegal yang menyebabkan hilangnya nyawa

Page 20: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

11

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis adalah dapat menambah khazanah keilmuan dalam mengetahui

pandangan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam mengenai tindak pidana

kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, hasil penelitian ini

diharapkan berguna bagi kalangan pelajar, mahasiswa dan akademisi lainnya.

b. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan pelajar,

mahasiswa, dan akademisi lainnya. Manfaat kebijakan hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberi manfaat kepada penegak hukum dalam penerapan

hukum tentang pemidanaan terhadap pelaku kelalaian pemilik senjata api illegal

yang menyebabkan orang lain meninggal dunia.

D. Kerangka Teori Konseptual

Kerangka teori dimaksudkan untuk memberi gambaran atau batasa-batasan

tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, teori adalah pendapat yang dikemukakan

sebagai suatu keterangan mengenai suatu peristiwa kejadian dan asas-asas, hukum-

hukum umum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan serta

pendapat cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu. Menurut Effendy,

teori berguna menjadi titik tolak landasan berpikir dalam memecahkan atau

menyoroti masalah. Fungsi teori sendiri adalah untuk menerangkan, meramalkan,

memprediksi, dan menemukan fakta-fakta yang ada secara sistematis.12

Analisis Penelitian dalam skripsi ini dapat direalisasikan dengan rinci dan

sistematis serta menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan keinginan, maka

dibutuhkan teori-tori yang dapat membantu dalam menganalisis masalah yang

dibahas. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama,

teori penegakan hukum. Kedua, teori pemidanaan. Ketiga, teori tentang kepemilikan

senjata api secara illegal. Keempat, teori kelalaian yang menyebabkan hilangnya

12

Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja Rosdyakarya, 2004),

h., 2004.

Page 21: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

12

nyawa orang lain dalam hukum pidana. Penulis menggunakan penedekatan objek

kajian pemidanaan terhadap pelaku kelalaian pemilik senjata api illegal hingga yang

menyebabkan orang lain meninggal dunia yang ditinjau dari Undang-Undang Darurat

Nomor 12 Tahun 1951 dan Pasal 359 KUHP.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif

adalah metode penelitian yang menekankan pada aspek suatu pemahaman secara

mendalam terhadap masalah yang diteliti.13

Dalam penelitian ini peneliti membahas

masalah ini melalui Undang-undang. Pembahasan masalah kelalaian/kealpaan dalam

pemidanaan terhadap pemilik senjata api illegal hingga menyebabkan orang lain

meninggal dunia terdapat pada pasal 359 KUHP, dan Undang-Undang Darurat

Nomor 12 Tahun 1951.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunkan dalam penelitian ini adalah yuridis-

normatif. Penelitian hukum yuridis-normatif adalah penelitian yang meletakkan

hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah

mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-perundangan, putusan

pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).14

3. Sumber Data Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

a. Sumber primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat15

yakni dari penelitian

ini adalah Kitab fikih jinayah At Tasyri‟u Al Jinaiy Al Islamy karya Abdul Qadir

13

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2008), h.,

23.

14 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakrta, 2010), h.31.

15

Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan singkat),

(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), h.13.

Page 22: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

13

Audah, Kitab Undang-udang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1951, dan putusan hakim nomor 4/Pid.B/2020/PN Bnt

b. Sumber sekunder yang pengumpulan data diperoleh dari dokumen-dokumen yang

berupa catatan formal dan dengan mengumpulkan serta menelaah beberapa

literatur baik berupa buku-buku, catatan, dan dokumen-dokumen atau diktat yang

ada pada redaksi.16

Dari penelitian ini adalah hasil-hasil penelitian, majalah, surat

kabar, jurnal ilmiah, artikel, internet dan seterusnya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu

kepustakaan (Library Research). Data kepustakaan dipeoleh melalui penelitian

kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundangan-undangan, buku-buku serta

dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan tema, objek, dan

masalah dalam penelitian.17

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Analisis data

kualitatif dilakukan apabila data yang diperoleh berupa kumpulan kata-kata dan

bukan rangkaian angka serta tidak dapat disusun dalam-dalam kategori atau struktur

kualifikasi.

Menurut Miles dan Huberman, analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur

kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan. Terjadi secara bersamaan berarti reduksi data, penyajian data,

dan penarikan kesimpulan sebagai sesuatu yang saling jalin menjalin merupakan

proses siklus dan interaksi pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan

data.18

16

Husni Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi

Aksara, 1998), h.32.

17

Jaenal Aripin, dkk, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 17. 18

Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Roda Karya, 2004), h., 6.

Page 23: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

14

F. Review Studi Terdahulu

Penelitian atau pembuatan skrispi, terkadang terdapat tema yang berkaitan

dengan penelitian yang penulis teliti sekalipun arah dan tujuan yang diteliti berbeda.

Dari penelitian ini, penulis menemukan beberapa sumber kajian lain yang telah

terlebih dahulu membahas terkait dengan kepemilikan dan penggunaan senjata api

ilegal, yaitu:

Pertama, Penelitian yang penulis temukan memiliki kemiripan dengan tema

yang penulis teliti yaitu berjudul ANALISIS KELALAIAN PENGGUNAAN

SENJATA API OLEH APARAT KEPLOLISIAN (STUDI PUTUSAN

PENEMBAKAN KEPALA RUMAH SAKIT BHAYANGKARA), Skripsi karya

Muhammad Rai Harahap, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syari‟ah Dan

Hukum, Univesitas Islam Negeri Alauddin Makassar pada tahun 2014. Kemiripan

yang ada ialah tentang kelalaian penggunaan senjata api dan dalam skripsi tersebut

membahas lebih kepada penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian yang dikaji

melalui alasan pembenar dan pemaaf dalam hukum pidana.

Kedua, Penelitian yang penulis temukan memiliki kemiripan dengan tema

yang penulis kaji yaitu berjudul PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM

PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API

MENURUT UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 12 TAHUN 1951 DI

WILAYAH POLRES GRESIK, skripsi karya Deddy Setyawan, Universitas

Pembangunan Nasional pada tahun 2012. Kemiripan yang ada ialah tentang

penyalahgunaan senjata api dan dalam skripsi tersebut lebih spesifik membahas

tentang pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh pelaku penyalahgunaan

senjata api di wilayah hukum Polres Gresik yang dikaji melalui pasal-pasal dan frasa-

frasa hukum dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Ketiga, Penelitian yang penulis temukan memiliki kemiripan dengan tema

yang penulis kaji yaitu berjudul TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP

PENYALAHGUNAAN SENJATA API (STUDI KASUS DI KOTA

MAKASSAR TAHUN 2010-2014, skripsi karya Abdillah Fadlyansyah, Fakultas

Page 24: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

15

Hukum, Universitas Hasanudin pada tahun 2015. Kemiripan yang ada ialah tentang

penyalahgunaan senjata api. Dalam skripsi tersebut membahas lebih kepada faktor-

faktor yang menggunakan senjata api di Kota Makassar pada tahun 2010 sampai

dengan tahun 2014 yaitu penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh pihak

kepolisian diantaranya yaitu faktor psikologi dan emosional sedangkan faktor-faktor

penyalahgunaan senjata api oleh warga sipil di Kota Makassar adalah kurangnya

pemahaman tentang penggunaan senjata api dan terlalu mudah untuk mendapatkan

izin kepemilikan senjata api.

Keempat, Penelitian yang penulis temukan memiliki kemiripan dengan tema

yang penulis teliti yaitu berjudul PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA

KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API TANPA IZIN DALAM

SISTEM PERADILAN PIDANA karya Evan Munandar dalam jurnal Syiah Kuala

Law Journal Volume 2, Nomor 3, Desember 2018. Dalam jurnal tersebut membahas

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya tindak pidana

kepemilikan dan penggunaan senjata api tanpa izin di wilayah hukum Pengadilan

Negeri Jantho serta upaya yang ditempuh untuk penanggulangan tindak pidana

penggunaan senjata api tanpa izin dengan upaya preventif yaitu melakukan

penyuluhan kepada masyarakat secara rutin dan melakukan razia terhadap senjata api.

Upaya represif yang dilakukan berupa penyedikian, penuntutan, dan pemidanaan

terhadap pelaku penggunaan senjata api tanpa izin.

Kelima, Penelitian yang penulis temukan memiliki kemiripan dengan tema

yang penulis teliti yaitu berjudul TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK

PIDANA KEPEMILIKAN SENJATA API TANPA HAK OLEH

MASYARAKAT SIPIL (PUTUSAN NOMOR 79/PID.B/2016/PN.BLG) karya

Sonya Arini Batubara dalam jurnal Hukum Kaidah Volume 18, Nomor 3, Februari

2017. Dalam jurnal tersebut membahas tentang penerapan hukum mengenai

kepemilikan senjata api yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 dan

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Penggunaan Senjata Api

dan Pertimbangan Hakim Dalam perkara kepemilikan senjata api dengan terdakwa

Page 25: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

16

Ependi Ais Ipen dengan hukuman penjara selama tiga bulan dalam putusan

pengadilan nomor 79/PID.B/2016/PN.BLG

Penelitian penulis yang berjudul STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU

KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA API ILEGAL (Analisis Putusan

Nomor: 4/Pid.B/2020/PN Bnt). Penelitian yang dilakukan oleh penulis berbeda dari

penelitian sebelumnya dan penelitian penulis lebih spesifik membahas akan sebuah

kasus kejahatan yang terjadi dalam wilayah hukum Pengadulan Negeri Barito Selatan

dan masuk dalam kategori tindak pidana kepemilikan dan penggunaan senjata api

ilegal yang diatur di dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun

1951 serta kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain dalam Pasal 359

KUHP. Dalam proses peradilan tindak pidana ini majelis hakim memutus hukuman

perkara yang lebih ringan dari yang tertera dalam undang-undang. Hal tersebut

berdasarkan atas pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara melihat dari

pemeriksaan fakta yang akan terungkap dalam persidangan baik dari keterangan

saksi, keterangan terdakwa, alat bukti dan sebagainya dan ditambah dengan

keyakinan hakim yang didasari oleh rasa keadilan yang ada pada diri seorang hakim.

Dengan demikian, masalah yang diteliti adalah mengenai sebuah kasus dalam

wilayah hukum Pengadilan Negeri Barito Selatan dalam Putusan Nomor tentang

tindak pidana kepemilikan senjata api. Masalah yang kami kaji antara lain adalah;

pertama, pertimbangan dan dasar hukum hakim dalam putusan nomor

4/Pid.B/2020/PN Bnt dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Barito Selatan tentang

kelalaian kepemilikan dan penggunaan senjata api secara ilegal hingga menyebabkan

orang lain meninggal dunia. Kedua analisis Hukum Pidana Islam mengenai kelalaian

kepemilikan senjata api secara illegal hingga menyebabkan orang lain meninggal

dunia. Perbedaan yang mendasar dari penelitian lain yaitu terletak pada objek yang

diteliti, jika pada penelitian lain meneliti tentang kepemilikan senjata api tanpa izin,

maka pada penelitian ini penulis akan meneliti tentang pemidanaan terhadap kelalaian

kepemilikan senjata api secara illegal yang menyebabkan orang lain meninggal dunia.

Page 26: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

17

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah memahami isi skripsi dan mencapai sasaran seperti yang

diharapkan, maka penulis membagi isi skripsi ini ke dalam lima bab yang masing-

masing bab terdiri dari sub bab. Secara teknis penulisan skripsi ini berpedoman

pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”. Adapun sistematika pembahasannya sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada BAB I penulis menguraikan latar belakang masalah,

identifikasi, pembatasan dan perumusan masalh, tujuan dan

manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu

dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KELALAIAN

KEPEMILIKAN SENJATA API ILEGAL

Pada BAB II penulis akan menguraikan tentang pengertian

tindak pidana, jenis-jenis tindak pidana, unsur-unsur tindak

pidana, tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana,

pengertian kesengajaan dan kealpaan, alasan hapusnya

pertanggungjawaban dalam hukum pidana, pengertian senjata

api, peraturan kepemilikan senjata api, dan tindak pidana

kepemilikan senjata api ilegal

BAB III KEBIJAKAN HUKUM TERHADAP KEPEMILIKAN

SENJATA API SECARA ILEGAL

Pada BAB III penulis akan menguraikan duduk perkara

putusan pengadilan nomor 4/Pid.B/2020/PN Bnt, faktor-faktor

terjadinya tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal,

kebijakan hukum terhadap kepemilikan senjata api ilegal dari

pandangan hukum positif dan hukum Islam.

Page 27: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

18

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN

NOMOR 4/Pid.B/2020/PN Bnt TENTANG KELALAIAN

PEMILIK SENJATA API ILEGAL YANG

MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA

Pada BAB IV penulis akan memuat tentang analisis hukum

terhadap Pengadilan Negeri Barito Selatan Nomor

4/Pid.B/2020/PN Bnt perihal pemidanaan terhadap pelaku

kelalaian pemilik senjata api illegal yang menyebabkan orang

lain meninggal dunia.

BAB V PENUTUP

Pada BAB V penulis menguraikan pentup yang memuat hasil

akhir meliputi kesimpulan berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan dan dimuat pula saran atas penelitian tersebut.

Page 28: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

19

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA

API ILEGAL

A. Tindak Pidana

1. Tindak Pidana Dalam Hukum Positif

a. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari kata strafbaarfeit (Bahasa Belanda), yang

terdiri dari tiga kata, yaitu kata straf yang artinya pidana, baar yang artinya dapat

atau boleh, dan feit yang artinya perbuatan. Kata strafbaarfeit sering diartikan

berbeda-beda oleh para pakar hukum pidana, sehingga belum ada univikasi yang

pasti mengenai definisi dari kata tersebut. Strafbaarfeit sering diartikan sebagai

berikut.1

Tindak pidana, istilah tindak pidana dapat dikatakan istilah yang resmi

digunakan dalam hampir seluruh peraturan perundang-undangan Indonesia. Ahli

hukum yang menggunakan istilah ini adalah Wirjono Prodjodikoro,2 sedangkan

Moeljatno dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana menggunakan istilah perbutan

pidana karena menurutnya istilah tersebut lebih tepat dari pada istilah-istilah yang

lain.3 Istilah lain adalah peristiwa pidana, Pembentuk undang-undang juga pernah

menggunakan istilah peristiwa pidana yaitu dalam Undang-Undang Dasar Sementara

(UUDS) Tahun 1950. Istilah pelanggaran pidana, istilah ini digunakan pembentuk

undang-undang dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang

Senjata api dan Bahan Peledak dan terakhir adalah istilah perbuatan yang boleh

dipidana, istilah tersebut digunakan oleh Karni dalam bukunya yang berjudul

1 Adam Chazawi, Pelajaran Pengantar Hukum Pidana I, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), h.,

70. 2 Wijono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Jakarta: Refika Aditama,

2011), h., 8. 3 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h., 20.

Page 29: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

20

Ringkasan Tentang Hukum Pidana.4 Pembentuk undang-undang tidak memberikan

suatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan istilah

strafbaarfeit, maka timbullah dalam doktrin berbagai pendapat tentang apa

sebenarnya yang dimaksud dengan istilah tersebut dan seperti halnya untuk

memberikan perumusan atau definisi terhadap istilah hukum, maka tidaklah mudah

untuk memberikan perumusan atau definisi terhadap istilah strafbaarfeit.

Masalah tindak pidana dalam ilmu hukum pidana merupakan bagian yang

paling pokok dan sangat penting. Telah banyak diciptakan oleh para pakar hukum

pidana perumusan atau definisi tentang istilah tersebut, namun tidak ada kesatuan

pendapat diantara mereka. Berikut ini beberapa definisi atau pengertian dari istilah

Strafbaarfeit menurut pendapat para penulis, yaitu menurut D. Simons yang

menjelaskan bahwa tindak pidana adalah kelakuan (hendoling) yang diancam dengan

pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang

dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab,5 sedangkan menurut Karni,

tindak pidana adalah perbuatan yang mengandung perlawanan hak, yang dilakukan

dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa

perbuatan patut dipertanggung jawabkan. Menurut Wiryono Prodjodikoro,

menjelaskan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat

dikenakan pidana,6 dan Moeljatno yang berpendapat bahwa tindak pidana adalah

perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana apabila

melanggar larangan tersebut.7 Dengan demikian istilah Strafbaarfeit secara garis

besar dapat disamakan dengan istilah “Tindak pidana” dengan menyampingkan

berbagai pendapat para pakar hukum pidana dan dengan pertimbangan hampir semua

peraturan perundang-undangan Indonesia menggunakan istilah tersebut.

4 Karni, Risalah Tentang Hukum Pidana, (Jakarta: Balai Buku Indonesia, 1958), h., 32.

5 PAF Lamintang, Delik-Delik Khusus, (Bandung: Sinar Baru, 1984), h., 185

6 Wijono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, h., 9.

7 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, h., 22.

Page 30: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

21

b. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Macam-macam jenis tindak pidana dapat dibedakan menjadi beberapa bagian

yaitu:

1) Delik kejahatan dan delik pelanggaran

Delik kejahatan adalah perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan

keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-

undang atau tidak. Sementara pelanggaran adalah perbuatan yang oleh masyarakat

baru disadari sebagai perbuatan pidana karena undang-undang merumuskannya

sebagai delik. Perbedaan keduanya terletak pada sistematika KUHP: buku II

memuat delik-delik yang disebut dengan kejahatan (misdrijven), sedangkan buku

III KUHP memuat delik-delik yang disebut pelanggaran (overtredingen).8

2) Delik formil dan delik materil

Tindak pidana formil adalah perbuatan pidana yang perumusannya

dititikberatkan pada perbuatan yang dilarang yaitu tindak pidana telah dianggap

selesai dengan telah dilakukannya perbuatan yang dilarang oleh undang-undang

tanpa mempersoalkan akibatnya. Sementara tindak pidana materil adalah

perbuatan pidana yang perumusannya dititkberatkan pada akibat yang dilarang.

Tindak pidana baru dianggap telah selesai apabila akibat yang dilarang itu telah

terjadi.9

Contoh tindak pidana formil terdapat dalam Pasal 362 KUHP tentang

pencurian. Dengan melakukan perbuatan berupa “mengambil, maka perbuatan

tersebut sudah menjadi delik selesai. Sedangkan contoh tindak pidana materil

adalah pembunuhan. Pembunuhan dikatakan telah selesai setelah adanya orang

mati.

3) Delik aduan dan delik bukan aduan

8Franz Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press,

2013), h. 69. 9Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jogjakarta: Bumi Aksara, 2015), h. 102

Page 31: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

22

Delik aduan adalah delik yang hanya dapat dituntut jika ada pengaduan dari

pihak yang berkepentingan. Jika tidak ada pengaduan, maka perbuatan itu tidak

dapat dituntut di depan pengadilan. Delik aduan dibedakan dalam dua jenis, yaitu

delik aduan absolute dan delik aduan relative. Delik aduan absolute adalah delik

yang mempersyaratkan secara absolute adanya pengaduan untuk penuntutannya.

Sedangkan delik aduan relative adalah delik yang dilakukan masih dalam

lingkungan keluarga.

Dalam KUHP, aturan umum tentang delik aduan diatur dalam Buku I Bab VII

dalam Pasal 72-75. Adapun delik bukan aduan atau delik biasa, adalah delik yang

tidak mempersyaratkan adanya pengaduan untuk penuntutannya.10

4) Delik sengaja dan delik kealpaan

Delik sengaja adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Contohnya Pasal

338 KUHP yang menentukan bahwa barangsiapa dengan sengaja merampas

nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama

15 tahun. Sedangkan delik kealpaan adalah perbuatan yang dilakukan dengan

kealpaan atau culpa. Contohnya dalam Pasal 359 KUHP yang menentukan bahwa

barangsiapa karena kealpaan menyebabkan matinya orang, diancam pidana

penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

5) Delik komisi dan delik omisi

Delik komisi atau commise delict adalah delik yang mengancamkan pidana

terhadap dilakukannya suatu perbuatan berupa perbuatan aktif. Dengan kata lain,

delik komisi adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan yaitu berbuat

sesuatu yang dilarang. Sedang delik omisi adalah delik berupa pelanggaran

terhadap perintah, yaitu tidak berbuat sesuatu yang diperintah.

Contoh delik komisi adalah adanya norma yang bersifat larangan seperti pasal

pencurian. Seseorang diancam pidana karena melakukan sesuatu, yaitu mengambil

suatu barang. Sementara contoh delik omisi terdapat dalam Pasal 531 KUHP yang

10

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h. 102.

Page 32: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

23

mengancam pidana terhadap seseorang yang melihat orang lain dalam keadaan

maut namun tidak memberikan pertolongan.

6) Delik selesai dan delik percobaan

Delik selesai adalah perbuatan yang sudah memenuhi semua unsur dari suatu

tindak pidana. Sedangkan delik percobaan adalah delik yang pelaksanaannya tidak

selesai. Hanya saja dalam KUHP tidak memberikan defenisi pasti tentang

percobaan atau poging.11

7) Delik berlangsung terus menerus dan delik tidak berlangsung terus

Perbuatan pidana yang berlangsung terus menerus memiliki ciri bahwa

perbuatan yang terlarang itu terus berlangsung. Misalnya, delik merampas

kemerdekaan seseorang. Sedangkan perbuatan pidana yang tidak berlangsung

terus menerus adalah perbuatan pidana yang memiliki ciri bahwa keadaan yang

terlarang itu tidak berlangsung terus menerus seperti pencurian dan pembunuhan.12

c. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Dalam perbuatan pidana, memiliki unsur-unsur sehingga dapat dibedakan

dengan perbuatan biasa. Berikut ini unsur-unsur tindak pidana menurut para ahli

hukum: Menurut Lamintang, bahwa tindak pidana yang terangkum dalam KUHP

umumnya unsur-unsurnya menjadi dua macam yaitu unsur subjektif dan objektif.

Yang dimaksud dengan unsur-unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada

diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku termasuk segala sesuatu

yang terkandung dalam hatinya. Sementara unsur objektif adalah unsur-unsur yang

ada hubungannya dengan keadaan-keadaan dimana tindakan si pelaki itu harus

dilakukan.13

Hal yang sama dikemukakan Satochid Kartanegara bahwa unsur tindak pidana

terdiri atas unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur yang

terdapat di luar diri manusia yang berupa: Suatu tindakan, Suatu akibat, Keadaan

11

Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press,

2013), h. 69-82. 12

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h. 103. 13

Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1984), h. 183

Page 33: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

24

(omstandigheid). Sementara unsur subjektif adalah unsur-unsur dari perbuatan yaitu:

kemampuan, dan kesalahan.14

Selanjutnya menurut Lamintang, unsur subjektif dari

suatu tindak pidana yaitu:

1) Kesengajaan (dolus) atau ketidaksengajaan (culpa);

2) Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau poging;

3) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachtteraad;

4) Perasaan takut.

Unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah: pertama, sifat melawan hukum

atau wederrechttelijkheid. Kedua, kualitas dari pelaku, misalnya keadaan sebagai

seorang pegawai negeri. Ketiga, kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana

sebagai penyebab dengan suatu kenyataan . Menurut Moeljanto, unsur-unsur tindak

pidana antara lain: pertama, Perbuatan itu harus merupakan perbuatan manusia.

Kedua, perbuatan itu harus dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-

undang. Ketiga, perbuatan itu bertentangan dengan hukum. Ketiga, Harus dilakukan

oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan. Keempat, Perbuatan itu harus

dipersalahkan kepada si pembuat,15

akan tetapi perlu dipertegas bahwa unsur-unsur

dari strafbaar feit sangat dipengaruhi oleh oleh aliran monistis dan dualistis

sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya. Salahsatu penganut aliran monistis

adalah Simons. Menurutnya, unsur-unsur tindak antara lain:

1) Perbuatan manusia

2) Diancam dengan pidana

3) Melawan hukum

4) Dilakukan dengan kesalahan

5) Oleh orang yang mampu bertanggungjawab.

Dari unsur-unsur ini, Simons kemudian membedakan antara unsur objektif dan

subjektif. Unsur objektif dari strafbaar feit adalah perbuatan orang, akibat yang

14

Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 10. 15

Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, (Bandung: PT Refika Aditama,

2011), h., 98.

Page 34: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

25

nampak dari perbuatan, adanya keadaan tertentu yang menyertai perbuatan-

perbuatan. Sementara unsur subjektif adalah orang yang mampu bertanggungjawab,

dan adanya kesalahan. Penganut aliran dualistis, seperti H.B. Vos menyebutkan,

bahwa strafbaarfeit hanya berunsurkan kelakuan manusia dan diancam dengan

pidana dalam undang-undang. Penganut aliran dualistis di Indonesia seperti R. Tresna

juga memberikan pandangan yang sama, bahwa unsur tindak pidana meliputi

perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan diadakan

tindakan hukuman.16

Maka itu, pandangan sarjana yang beraliran dualistis dengan

tegas memisahkan antara criminal act dan criminal responsibility.17

Menurut prespektif penulis sendiri, memang sudah seharusnya diadakan

pemisahan antara perbuatan dan pertanggungjawaban pidana. Cara demikian akan

membuat pengambilan keputusan lebih sistematis dan penuh dengan tuntutan

ketelitian hakim untuk menjatuhkan putusan sebagai pertanggungjawaban pidana.

2. Tindak Pidana Dalam Hukum Islam

a. Pengertian Jarimah

Hukum pidana Islam dalam bahasa Arab disebut dengan jarimah atau jinayah

yang berasal dari kata jarama-yajrimu-jarimatan artinya “berbuat” dan “memotong”.

Secara khusus digunakan terbatas pada “perbuatan dosa” atau “perbuatan yang

dibenci”. Kata jarimah juga berasal dari kata ajrama-yajrimu artinya “melakukakn

sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran, keadilan, dan menyimpang dari jalan

yang lurus”.18

Istilah jarimah oleh sebagian ahli fiqh dianggap sama dengan istilah jinayah.

Menurut Wahbah Al-Zulhaili jarimah berarti dosa, kemaksiatan, atau semua jenis

perbuatan manusia berupa kejahatan yang dilakukan. Kata jarimah dalam bentuk

16

Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua Pengertian Dasar

dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Aksara Baru, 1981), h., 13. 17

Sudarto, Hukum Pidana 1A- 1B, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Sudirman Purwokerto,

h. 33. 18

Mardani, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2019), h., 1.

Page 35: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

26

kata kerjanya disebutkan dalam firman Allah Qs. Al-Maidah (5): 8 :19

ول يرمناكم شنا ن ق وم عل ى الا ت عدلوا اعدلوا هو اق رب ي ها الاذين ا من وا كون وا ق واامي لل شهداء بلقسط ي

ر با ت عملون خبي انا الل للت اقو ى وات اقوا الل Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang

selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan

janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk

Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan

bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu

kerjakan.”

Secara terminologis, jarimah merupakan larangan-larangan syara‟ yang

diancam oleh Allah dengan hukuman hudud dan takzir. Menurut Qanun no. 6 Tahun

2014 tentang Hukum Jinayat, bahwa jarimah adalah perbuatan yang dilarang oleh

syariat Islam yang dalam qanun ini diancam dengan uqubah hudud dan atau tazir.20

Menurut Qanun No. 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat, jarimah adalah

melakukan perbuatan yang diperintahkan oleh syariat Islam dalam Qanun Jinayat

diancam uqubah hudud, qisash, diyat, dan atau tazir.21

Definisi jarimah menurut

fuqaha ialah melakukan perbuatan yang diharamkan dan diancam dengan sanksi

diperintahkan dan diancam dengan sanksi hukum atas tindakan tidak

melakukan.22

Menurut pendapat Al-Mawardi, jarimah (tindakan criminal) adalah semua

yang diharamkan oleh syariat. Allah Swt mencegah terjadinya tindak criminal

dengan menjatuhkan hudud atau ta‟zir kepada pelakunya. Adapun menurut Abdul

Qadir „Audah, jarimah ialah melakukan perbuatan yang diharamkan yang apabila

melakukannya mengakibatkan ancaman sanksi hukum tertentu, atau tidak melakukan

perbuatan yang dilarang, yang diancam sanksi hukum tertentu apabila tidak

19

M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: AMZAH, 2016), h., 7. 20

Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat 21

Qanun Aceh No. 7 Tahun 2013 tentang Acara Jinayat 22

M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, h., 10.

Page 36: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

27

melakukannya atau dengan kata lain, melakukan atau meninggalkan (perbuatan)

yang keharamannya telah ditetapkan oleh syariat dan adanya ancaman hukuman

tertentu23

Sedangkan menurut Muhammad Abu Zahrah, jarimah ialah melakukan

perbuatan yang dilarang Allah, membangkang perintah Allah, atau dengan kata lain

membangkang terhadap perintah Allah yang ditetapkan dalam hukum syara‟ yang

mulia. Menurut kamus Al-Arabiyyah Al-Muyassarah, jarimah dalam arti luas adalah

pelanggaran terhadap prinsip-prinsip kemasyarakatan. Dalam masyarakat modern

jarimah dipahami sebagai pelanggaran terhadap undang-undang. Secara yuridis suatu

tindakan bisa dipandang sebagai pidana, tindakan itu harus dilakukan oleh orang

yang mampu mempertanggung jawabkannya, yaitu orang yang dewasa dan berakal

sehat. Sanksi pidana yang akan dikenakan kepada pelaku harus diselenggarakan oleh

pemerintah atau melalui undang-undang.24

b. Unsur-Unsur Jarimah

Menurut pendapat M. Nurul Irfan unsur-unsur jarimah jika ditinjau

berdasarkan objek utama fiqh jinayah dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu:25

1) Al-rukn al-syar‟i atau unsur formil ialah unsur yang menyatakan bahwa

seseorang dapat dinyatakan sebagai pelaku jarimah jika ada undang-undang

yang secara tegas melarang dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku tindak

pidana.

2) Al-rukn al-madi atau unsur materiil ialah unsur yang menyatakan bahwa

seseorang dapat dijatuhkan pidana jika ia benar-benar terbukti melakukan

sebuah jarimah, baik yang bersifat positif (aktif dalam melakukan sesuatu)

maupun yang bersifat negatif (pasif dalam melakukan sesuatu).

3) Al-rukn al-adabi atau unsur moril ialah unsur yang menyatakan bahwa

23

Mustofa Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Jakarta:

Pustaka Setia, 2013), h., 15. 24

M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, h., 11. 25

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: AMZAH, 2016), h., 2.

Page 37: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

28

seseorang dapat dipersalahkan jika ia bukan orang gila, anak dibawah umur,

atau sedang berada dibawah ancaman.

Pelaku jarimah dalam unsur formal megharuskan adanya nash. Allah SWT

mengajarkan bahwa tidak akan menyiksa hamba-Nya sebelum mengutus utusan-Nya

untuk memberikan hukuman yang akan ditimpakan kepada mereka yang

membangkang ajaran Rasul Allah. Khusus jarimah ta‟zir harus ada peraturan dan

undang-undang yang telah dibuat oleh penguasa. Firman Allah SWT dalam Qs. Al-

Isra (17): 15:26

ي وما كناا معذ ها ول تزر وازرة وزر أ خرى ا يضل علي ا ي هتدى لن فسهۦ ومن ضلا فإنا مان ٱهتدى فإناعث رسول حتا ن ب

Artinya: “Barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka

Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan Barangsiapa

yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan

seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan

meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”

Pada unsur materiil perbuatan melawan hukum yang benar-benar telah

dilakukan. Hadis Nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah mengajarkan

bahwa Allah melewatkan hukuman untuk umat Nabi Muhammad SAW atas sesuatu

yang masih terkandung dalam hati, selagi ia tidak mengatakan dengan lisan atau

mengerjakan dengan nyata. Dalam unsur moral yang terpenting merupakan adanya

niat pelaku untuk berbuat tindak pidana atau jarimah.27

Secara garis besar unsur-unsur tindak pidana harus memenuhi syarat pada

setiap tindak pidana. Antara unsur formal, materiil dan moral saling berkaitan satu

sama lain. Dan ketiga unsur tersebut jika diklasifikasikan menjadi unsur umum

dalam sebuah tindak pidana. Menurut pendapat Asep Saepudin Jahar sebagaimana

dikutip oleh Mardani dalam unsur-unsur tindak pidana terdapat 3 hal ruang lingkup,

26

Mustofa Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), h.,84 27

Mustofa Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), h., 85.

Page 38: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

29

yaitu:28

1) Subjek perbuatan ialah pelaku atau menyangkut pertanggung jawaban pidana,

merupakan keadaan yang membuat seseorang dapat dipidana serta alasan-

alasan dan keadaan apa saja yang membuat seseorang terbukti melakukn tindak

pidana dapat dipidana.

2) Objek perbuatan, ialah perbuatan yang dilarang dan lazim disebut sebagai

tindak pidana, perbuatan pidana atau peristiwa pidana.

3) Saksi hukuman merupakan hukuman atau sanksi yang dapat dijatuhkan kepada

seseorang yang melakukan tindak pidana dan kepadanya dianggap

bertanggungjawab.

c. Jenis-Jenis Jarimah

Ruang lingkup fiqh jinayah merupakan pondasi terpenting dalam menentukan

seseorang melakukan tindak pidana. Kajian-kajian tersebut memiliki tiga kunci

utama, sebagai berikut:

1) Jarimah Qisash,

Jarimah qisash secara bahasa berasal dari kata qashasha-yaqushshu-

qishashan yang artinya mengikuti dan menelusuri jejak kaki. Qisash berarti

menelusuri jejak kaki manusia atau hewan, dimana antara jejak kaki dan telapak kaki

pasti memiliki kesamaan bentuk. Qishash merupakan suatu ketentuan Allah

berkenaan dengan kesamaan antara perbuatan pidana dan sanksi hukumannya.

Menurut pendapat Al-Jurjani, qisash ialah mengenakan sebuah tindakan (sanksi

hukum) kepada pelaku persis seperti tindaka yang dilakukan oleh pelaku terhadap

korban. Selain itu, Al-Mu‟jam Al-Wasith mengartikan qisash dengan menjatuhkan

sanksi hukum kepada pelaku tindak pidana sama persis dengan tindak pidana yang

dilakukan; nyawa dengan nyawa dan anggota tubuh dibalas dengan anggota tubuh.29

Pada dasarnya, seseorang haram menghilangkan nyawa orang lain tanpa alasan

sya‟ra bahkan Allah mengatakan tidak ada dosa yang lebih besar lagi setelah

28

Mardani, Hukum Pidana Islam, h., 8 29

M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, h., 30.

Page 39: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

30

kekafiran selain pembunuhan terhadap orang mukmin. Dalam Islam, pemberlakuan

hukum mati terhadap pelaku pembunuhan sengaja tidak bersifat mutlak jika korban

atau wali korban memaafkan, sehingga hukuman dapat gugur atau diganti (diyat).

Diyat merupakan hukuman pengganti (uqubah badaliah) dari hukuman asli (uqubah

ashliyah) dengan syarat adanya pemberian maaf dari korban atau wali korban.

Jarimah qisash terbatas jumlah dan hukumannya tidak mengenal batas tertinggi atau

terendah untuk setiap jarimah. Qisash mengenal hak perseorangan hanya diberikan

kepada korban atau wali korban, bahkan kepala negara tidak berkuasa memberikan

pengampunan kecuali ia merupakan wali korban. Kekuasaan hakim terbatas pada

penjatuhan hukuman apabila perbuatan yang dituduhkan dapat dibuktikan. Sebagai

pengganti penghapusan semua hukuman, hakim dapat menjatuhkan ta‟zir yang

tujuannya sebagai ta‟dib (memberi pengajaran). Sehingga qisash merupakan bentuk

hukuman bagi pelaku jarimah terhadap jiwa dan anggota badan yang dilakukan

dengan sengaja. Dalam menerapkan jarimah qisash diyat hakim harus hati-hati dan

yakin akan kesalahan terdakwa karena sifat asas legalitas jarimah sangat ketat untuk

menghindari kesalah putusan.30

Terdapat beberapa macam jarimah qisash, yaitu:31

a) Pembunuhan Sengaja (al-qathlu al-„amdu)

b) Pembunuhan Semi Sengaja (al-qathlu syibhu al-„amdi)

c) Pembunuhan Tidak Sengaja (al-qathu khata)

d) Penganiayaan Sengaja (al-jarhu al-amdu‟)

e) penganiyaan Tidak Sengaja (al-jarhu khata)

Dasar pelaksanaan qisash dari QS. Al-Baqarah (2) ayat 178:

ل ب ع ت وا ك ن ين آم ا الاذ ي ه د ي أ ب ع ل د ب ب ع ل لر وا الر ب ى ل ت ق ل اص ف ا ص ق م ال ك يه ي ل اء إ د روف وأ ع م ل اع ب اتب ء ف ي يه ش خ ن أ ه م ي ل ف ن ع م ف ى ث لن ى ب ث والن

ف م ورحة ك ن ر يف م ك تف ل ان ذ س يم بح ل اب أ ذ ه ع ل ك ف ل د ذ ع ى د ت ع ن ا م

30

Mustofa Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), h.,72. 31

Mardani, Hukum Pidana Islam, ..., h.12

Page 40: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

31

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan

dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba

dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu

pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara

yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang

memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu

keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas

sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.”

2) Jarimah Hudud

Jarimah Hudud, kata hudud bentuk jamak dari kata had yang berarti cegahan.

Hudud merupakan hukuman yang telah ditetapkan syariat untuk mencegah

kejahatan. Menurut Imam Taqiyuddin Abi Bakar bin Muhammad al-Husaini, hudud

dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji (dosa), dan juga karena Allah telah

menentukan hukumannya, sehingga tidak bisa ditambah dan dikurang. Dalam Qanun

No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, hudud adalah jenis hukuman yang bentuk

dan besarnya telah ditentukan dalam qanun secara jelas.81

Secara mendasar terdapat

dua jenis hudud yaitu hudud yang termasuk hak Allah seperti, hudud atas jarimah

zina, meminum minuman keras, pencurian dan pembrontakan.32

Dan yang termasuk

hak manusia seperti had qadzf dan qisash. Jarimah hudud ada tujuh macam, sebagai

berikut:33

a) Jarimah Zina adalah hubungan badan yang diharamkan (diluar pernikahan) dan

disengaja oleh pelakunya. Zina terdapat dua kategori, yaitu zina muhshan

merupakan zina yang dilakukan seorang suami, istri, duda, atau janda artinya

yang masih dalam status pernikahan atau pernah menikah secara sah. Sanksi

(uqubah) dari zina muhshan adalah hukuman rajam yaitu pelaku dikubur sebatas

bahu lalu dilempari batu hingga meninggal. Yang kedua zina ghairu muhsan

merupakan zina yang pelakunya masih berstatus perjaka atau gadis. Sanksi

32

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h., 16 33

M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, h., 48-92.

Page 41: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

32

(uqubah) dari zina ghairu muhsan adalah hukuman cambuk sebanyak serratus

kali dan diasingkan selama setahun.

b) Jarimah Qadzf (Penuduhan Zina) ialah menuduh berzina pihak lain tanpa bukti

yang bisa diterima. Syaratnya penuduh harus mendatangkan empat orang saksi

jika tidak bisa maka penuduh mendapatkan hukuman. Sanksi (uqubah) jarimah

qadzf berupa cambuk sebanyak delapan puluh kali.

c) Jarimah Syurb Al-Khamr (Meminum Minuman Keras) menurut jumhur ulama

meminum khamr dalam jumlah banyak atau sedikit tetap saja haram, baik

mabuk maupun tidak. Sanksi hukuman bagi pelaku jarimah khamr delapan puluh

kali cambuk. Namun kelompok Syafi‟yah berpendapat bahwa sanksinya empat

puluh kali cambuk.

d) Jarimah Al-Baghyu (Pembrontakan) adalah sikap menolak untuk tunduk

terhadap seorang pemimpin yang sah tidak dengan kemaksiatan, tetapi dengan

perlawanan, walaupun alasannya kuat. Unsur terpenting jarimah pemberontakan

yaitu pemberontakan terhadap pemimpin negara yang sah dan berdaulat, sikap

pemberontakan yang demonstratif dan unsur melawan hukum.

e) Jarimah Riddah (Murtad) adalah orang yang kembali dan agama Islam kepada

kekufuran, seperti orang yang mengingkari eksistensi Allah sebagai pencipta.

Tidak mengakui para utusan Allah. Serta mengharamkan segala sesuatu yang

diharamkan. Sanksi (uqubah) jarimah riddah merupakan hukuman mati namun

hukuman pelaku tidak diterapkan sebelum dianjurkan bertobat dan kembali ke

agama Islam.

f) Jarimah Sariqah (Pencurian) adalah mengambil harta milik seseorang dengan

sembunyi-sembunyi dan tipu daya. Sanksi (uqubah) jarimah sariqah dihukum

potong tangan apabila seorang pencuri terbukti dan memenuhi batas minimal

(nisab).

g) Jarimah Hirabah (Perampokan) adalah tindak kekerasan yang dilakukan oleh

seseorang atau kelompok orang kepada pihak lain, baik dilakukan didalam

maupun diluar rumah, dengan tujuan menguasai harta korban, membunuh

Page 42: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

33

korban, atau meneror korban. Sanksi (uqubah) jarimah hirabah terdapat empat

macam yaitu dihukum mati, disalib, dipotong tangan dan kaki secara bersilang,

dan diasingkan tergantung bentuk tindakan yang dilakukan.

3) Jarimah Ta’zir

Jarimah ta‟zir, secara bahasa berarti menolak dan mencegah. Dalam kamus

Al-Mu‟jam Al-Wasith, mendefinisikan takzir sebagai pengajaran yang tidak sampai

pada ketentuan had syar‟i seperti pengajaran terhadap seseorang yang mencaci-maki

pihak lain tetapi bukan berupa tuduhan berzina. Takzir berlaku atas semua orang

untuk mencegah orang lain agar tidak melakukan jarimah, membuat pelaku jera

sehingga tidak mengulangi, dan memberikan pendidikan untuk memperbaiki pola

hidup. Ada dua macam jarimah takzir, yaitu jarimah takzir yang menyinggung hak

Allah artinya semua perbuatan yang berkaitan dengan kepentingan dan kemaslahatan

umum. Misalnya membuat kerusakan di muka bumi, penimbunan bahan-bahan

pokok dan penyelundupan. Kedua, jarimah takzir yang menyinggung hak individu

artinya setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian kepada orang tertentu, bukan

orang banyak. Misalnya pencemaran nama baik, penghinaan, penipuan, dan

pemukulan. Sanksi (uqubah) jarimah takzir juga terbagi empat macam, sebagai

berikut:

a) Sanksi takzir yang berkaitan dengan badan, yaitu hukuman mati dengan syarat

perbuatan itu dilakukan berulang-ulang, dampak kemaslahatan masyarakat serta

pencegahan kerusakan yang menyebar dimuka bumi. Selain itu, hukuman

cambuk memberikan efek jera, penerapan hukuman cambuk sangat praktis dan

tidak membutuhkan anggaran yang besar serta tidak bersifat kaku karena

penguasa atau hakim diberi kewenangan untuk menentukan jumlah cambukan

sesuai dengan tindak pidananya.

b) Sanksi takzir yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, yaitu hukuman

penjara bermakna menahan seseorang untuk tidak melakukan perbuatan hukum.

Hukuman penjara dalam syariat islam terbagi menjadi dua yaitu hukuman

penjara terbatas dan hukuman penjara tidak terbatas. Selain itu, hukuman

Page 43: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

34

pengasingan dijatuhkan kepada pelaku jarimah membawa pengaruh buruk

kepada orang lain sehingga pelakunya harus diasingkan.

c) Sanksi tazir yang berkaitan dengan harta, secara syariat Islam tidak menetapkan

batas terendah atau tertinggi dari hukuman denda.

d) Sanksi tazir dalam bentuk lain, seperti peringatan keras, dihadirkan dihadapan

sidang, nasihat, celaan, pengucilan, pemecatan atau pengumuman kesalahan

secara terbuka seperti diberitakan di media cetak dan elektronik.

3. Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut dengan

teorokenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan

pelaku dengan maksud untuk menentukan apakah seorang terdakwa atau tersangka

dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.34

Menurut

Romli Atmasasmita,35

pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai suatu kewajiban

untuk membayar pembalasan yang akan diterima pelaku dari seseorang yang telah

dirugikan.

Pertanggungjawaban pidana tidak bisa dilepaskan dari perbuatan pidana, sebab

seseorang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana tanpa terlebih dahulu

melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian, sangat dirasakan tidak adil jika tiba-

tiba seseorang harus bertanggung jawab atas suatu tindakan tanpa melalukan tindakan

tersebut.36

Dalam hukum pidana konsep “pertanggungjawaban” itu merupakan konsep

sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Dalam bahasa latin ajaran kesalahan

dikenal dengan mens rea. Doktrin mens rea dilandaskan pada suatu perbuatan tidak

mengakibatkan seseorang bersalah kecuali jika pikiran orang itu jahat. Dalam bahasa

34

Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana: Memahami Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban

Sebagai Syarat Pemidanaan, (Yogyakarta: Rangkang Education Yogyakarta & PuKAP Indonesia,

2012, Cet. Pertama), h.,71. 35

Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana, (Bandung: Mandar Maju, 2000, Cet.

Kedua), h., 65. 36

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta: Bina Aksara,

1983), h., 25.

Page 44: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

35

Inggris doktrin tersebut dirumuskan dengan an act does not make a person guilty,

unless the mind legally bla,eworthy. Berdasarkan asas tersebut, ada dua syarat yang

harus dipenuhi untuk dapat memidana seseorang, yaitu ada perbuatan lahiriah yang

terlarang/perbuatan pidana (actus reus), dan ada sikap batin (mens rea).37

Dalam tindak pidana, pelaku dapat dipidana jika memenuhi unsur-unsur delik

yang telah ditentukan dalam Undang-undang. Mahrus Ali mengatakan bahwa

dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan

yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Dengan demikian,

meskipun perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik dalam Undang-undang,

namun hal tersebut belum bisa memenuhi penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan

masih perlu adannya syarat untuk penjatuhan pidana, yaitu orang yang melakukan

perbuatan itu harus memenuhi unsur kesalahan atau bersalah. Orang tersebut harus

mempertanggungjawabkan atas perbuatannya jika dilihat dari sudut perbuatannya

dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tersebut.38

Dalam pertanggungjawaban pidana diperlukan syarat bahwa si pelaku mampu

bertanggungjawab. Dikatakan mampu bertanggungjawab karena seseorang mampu

menilai dengan fikirannya atau perasaannya bahwa perbuatan yang dilakukannya

dilarang artinya tidak dikehendaki oleh Undang-undang karena pada dasarnya

seorang terdakwa dianggap mampu bertanggungjawab kecuali dinyatakan sebaliknya

bahwa seseorang tidak mampu bertanggungjawab.39

Pemahaman kemampuan bertanggung jawab menurut beberapa pandangan

adalah sebagai berikut. Menurut Pompe kemampuan bertanggungjawab pidana harus

mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:40

37

Hanafi, “Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana”, Jurnal Hukum, VI, 11, (Februari

1999), h., 27. 38

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.,155-156. 39

Elfa Murdiana, “Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam Dan

Relevansinya Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia”, AL-MAWARID, XII, 1, (Februari-

Augustus 2012), h., 3. 40

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT. Eresko, 1986),

h., 55

Page 45: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

36

a. Kemampuan berpikir (psychisch) pembuat (dader) yang memungkinkan

menguasai pikirannya, yang memungkinkan ia menentukan perbuatannya.

b. Dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan pendapatnya.

Pengertian perbuatan pidana terbagi atas dua kelompok, yaitu kelompok yang

secara tegas memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana,

dan kelompok yang menyamakan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban

pidana.41

Pendapat yang pertama mengatakan bahwa pada dasarnya perbuatan pidana

adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya dilekatkan sanksi

pidana.42

Menurut Roeslan Saleh dalam bukunya Perbuatan Dan Pertanggungjawaban

Pidana menjelaskan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh aturan

hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan dilarang.43

Dengan demikian, perbuatan

pidana hanya menunjuk pada perbuatan, baik secara aktif maupun secara pasif,

sedangkan apakah pelaku ketika melakukan perbuatan patut dicela dan memiliki

kesalahan bukan merupakan perbuatan pidana, tetapi sudah masuk pada

pertanggungjawaban pidana. Dengan kata lain, apakah inkonkreto, yang melakukan

perbuatan tadi sungguh-sungguh dijatuhi pidana atau tidak, itu sudah diluar arti

perbuatan pidana.44

Pendapat yang kedua mengatakan bahwa perbuatan pidana tidak bisa

dipisahkan dengan pertanggungjawaban pidana. Menurut Simons, strafbaarfeit itu

adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum dan

berhubung dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung

jawab, sedangkan Van Hamel bahwa strafbaarfeit adalah kelakuan orang yang

41

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Cet. Kesatu), h., 97. 42

Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Kencana, 2006), h., 15. 43

Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua Pengertian Dalam

Hukum Pidana, (Jakarta; Aksara Baru, 1981), h., 99-100. 44

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta: Bina Aksara,

1983), h., 11.

Page 46: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

37

dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum, patut dipidana dan

dilakukan dengan kesalahan.45

Pendapat Simons dan Van Hamel yang mencampuradukkan antara perbuatan

pidana dan pertanggungjawaban pidana diikuti oleh beberapa ahli hukum pidana

Indonesia. Menurut Komariah Emong Supardjadja dalam bukunya Ajaran Melawan

Hukum Dalam Hukum Pidana Indonesia,46

perbuatan pidana adalah suatu perbuatan

manusia yang memenuhi rumusan delik, melawan hukum dan pembuat bersalah

melakukan perbuatan itu. Demikian halnya yang dikemukan oleh Indriarto Seno Adji

yang mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan pidana adalah perbuatan

yang seseorang yang diancam pidana, perbuatannya bersifat melawan hukum,

terdapat suatu kesalahan dan bagi pelakunya dapat dipertanggungjawabkan atas

perbuatannya.47

Pengertian perbuatan pidana yang dikemukakan oleh Komariah dan

Indrianto Seno Adji tersebut dipengaruhi oleh pendapat Simons dan Van Hamel. Hal

itu terlihat dengan dimasukkannya kesalahan sebagai salah satu unsur perbuatan

pidana.

Dari kedua pendapat diatas, penulis lebih sepakat dengan pendapat yang

pertama, yaitu memisahkan perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana.

Dengan demikian ketika seseorang terbukti melakukan suatu perbuatan yang dilarang

oleh hukum pidana, tetapi tidak secara otomatis orang itu dijatuhi hukum pidana,

untuk menjatuhkan pidana kepada orang itu harus mempunyai unsur kesalahan dan

telah dibuktikan dalam proses pidana.

B. Kesengajaan Dan Kealpaan

1. Kesengajaan

a. Pengertian Kesengajaan

Wetboek Van Srafrecht tahun 1908 mengartikan kesengajaan sebagai kehendak

untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diharuskan oleh undnag-

45

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h., 97. 46

Komariah Emong Supardjadja, Ajaran Melawan Hukum Dalam Hukum Pidana Indonesia,

(Bandung: Alumni, 2002), h., 22. 47

Indriarto Seno Adji, Pergeseran Hukum Pidana, (Jakarta: Diadit Media, 2012), h., 17.

Page 47: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

38

undang.48

Rusli Effendy menuliskan dolus atau kesengajaan menurut Memory Van

Toelichting (Risalah penjelasan Undang-undang) berarti pelaku harus menghendaki

apa yang dilakukannya (menghendaki dan menginsyafi suatu tindakan beserta

akibatnya).49

b. Teori-Teori Dalam Kesengajaan

Kata sengaja dalam Undang-Undang meliputi semua yang perkataan yang ada di

belakangnya, termasuk didalamnya akibat dari tindak pidana. Dalam hal ini terdapat

dua teori, yaitu:

1) Teori Pengetahuan (Voortellings Theory)

Menurut teori pengetahuan seseorang sudah dapat diatalan sengaja melakukan

perbuatan pidana jika saat berbuat orang tersebut mengetahui atau menyadari

bahwa perbuatannya itu merupakan perbuatan yang dilarang oleh hukum.50

2) Teori Kehendak (wills Theory)

Menurut Teori kehendak, seseorang dianggap sengaja melakukan suatu

perbuatan pidana apabila orang itu menghendaki dilakukannya perbuatan itu.

Dalam konteks ini, kesengajaan merupakan kehendak yang diarahkan pada

terwujudnya perbuatan seperti yang dirumuskan dalam Undang-Undang.51

c. Bentuk-Bentuk Kesengajaan

Kesengjaan yang merupakan corak sikap batin yangmenunjukkan tingkatan atau

bentuk kesengajaan terbagi menjadi tiga, yaitu:

1) Kesengajaan Sebagai Maksud (opzet als oogmerk)

Kesengajaan sebagai maksud mengandung unsur willes en wetens, yaitu bahwa

pelaku mengetahui dan menghendaki akibat dan perbuatannya. Arti kata maksud

disini adalah maksud untuk menimbulkan akibat tertentu.

2) Kesengajaan Sebagai Kemugkinan (opzet bij mogelijkheidswustzijin)

48

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h., 174. 49

Rusli Effendy, Asas-Aas Hukum Pidana, (Ujung Pandang: Lembaga Penelitian Universitas

Muslim Indonesia, 1989), h., 69. 50

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h., 175. 51

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2008), h., 186.

Page 48: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

39

Kesengajaan kemungkinan terjadi apabila pelaku memandang akibat dari apa

yang dilakukannya tidak sebagai hal yang niscaya terjadi, melainkan sekedar

sebagai suatu kemungkinan yang terjadi.

3) Kesengajaan Sebagai Kepastian (opzet bil noodzakelijkheids)

Kesengajaan sebagai kepastian adalah dapat diukur dari perbuatan yang sudah

mengerti dan menduga bagaimana akibat dari perbuatannya atau hal-hal mana

nanti akan turut serta mempengaruhi akibat dari perbuatannya.

2. Kealpaan

a. Pengertian Kealpaan

Moeljatno mengatakan bahwa kealpaan adalah suatu struktur yang sangat

geocompliceerd, yang di satu sisi mengarah pada kekeliuaran pada kekeliuran dalam

perbuatan seseorang secara lahiriah, dan sisi lain mengarah pada keadaan batin

seseorang. Dengan demikian, maka di dalam kealpaan terkandung makna kesalahan

dalam arti luas yang bukan berupa kesengajaan. Terdapat perbedaaan antara

kesengajaan dan kealpaan, dimana dalam kesengajaan terdapat suatu sifat positif,

yaitu adanya kehendak dan persetujuan pelaku untuk melakukan suatu perbuatan

yang dilarang, dalam kealpaan sifat positif ini tidak ditemukan.52

Dilihat dari jenisnya, Mahrus Ali dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar

Hukum Pidana membaginya menjadi dua jenis,53

yaitu:

1) Kealpaan Yang Disadari (Bewuste Culpa)

Dalam kealpaan ini pelaku dapat menyadari tentang apa yang dilakukan beserta

akibatnya, tetapi pelaku berharap bahwa kaibat buruk tidak akan terjadi.

2) Kealpaan Yang Tidak Disadari (Onbewuste Culpa)

Dalam kealpaan ini pelaku tidak menduga akan timbulnya suatu akibat yang

dilarang dan diancam pidana oleh undang-undang. Padahal pelaku seharusnya

memperhitungkan akan akibat yang akan ditimbulkan.

52

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2008), h., 217. 53

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h., 178-179.

Page 49: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

40

Berbeda halnya dengan Frans Maramis dalam karyanya yang berjudul Hukum

Pidana Umum Dan Tertulis membaginya dalam dua bentuk, yaitu:54

1) Kealpaan Berat (Culpa Lata)

Dalam kealpaan berat ilmu hukum pidana maupun yurisprudensi menerangkan

bahwa hanya kealpaan berat yang dapat dipidana karena tergolong sebagai

kejahatan

2) Kealpaan Ringan (Culpa Levis)

Dalam kealpaan ini karena sifatnya ringan dan terdapat panda ngan bahwa Culpa

Levis oleh Undang-undang tidak diperhatikan sehingga tidak diancam pidana.

3. Hapusnya Pertanggungjawaban Pidana Dalam Hukum Pidana

Dalam Hukum Pidana yang termasuk ke dalam alasan penghapus

pertanggungjawaban pidana atau alasan pemaaf, yaitu:

a. Daya Paksa (overmarcht)

Daam KUHP daya paksa diatur di dalam pasal 48 yang berbumyi “Barang

siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”

Rumusan pasal tersebut menimbulkan pertanyaan, yakni apakah daya paksa

yang dikategorikan sebagai alasan pemaaf adalah daya paksa fisik atau daya

psikis. Secara teoritis terdapat dua bentuk daya paksa, yaitu:

1) Vis Absoluta

Vis Absoluta adalah paksaan yang pada umumnya dilakukan dengan kekuasaan

tenaga manusia (fisik) oleh orang lain.

2) Vis Compulsilva

Vis Compulsilva adalah paksaan yang kemungkinan dapat dielakkan walaupun

secara perhitungan yang layak, sulit diharapkan bahwa yang mengalami keadaan

memaksa tersebut akan mengadakan perlawanan. Dalam Vis Compulsilva yang

54

Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis Di Indonesia, h., 130-132.

Page 50: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

41

terjadi adalah paksaan psikis, dalam arti sekalipun tidak memaksa secara mutlak,

tetapi hal demikian tetap disebut dengan memaksa.55

Berdasarkan uraian diatas, ternyata yang dikategorikan sebagai daya paksa

sebagai alasan pemaaf adalah daya paksa psikis atau Vis compulsilvai. Alasannya,

orang yang berbuat bukan yang terkena paksaan, tetapi orang yang memberi keadaan

psikis. Vis compulsilva masih dibagi menjadi dua bagian, yaitu daya paksa dalam arti

sempit dan keadaan darurat. Pengertian daya paksa dalam arti sempit adalah sumber

datangnya paksaan itu berasal dari luar diri orang yang dipaksa, sehingga orang

tersebut tidak memiliki pilihan lain kecuali mengikuti kemauan orang yang

memaksanya itu, sedangkan dalam keadaan darurat yang terkena daya paksa itu

sebenarnya masih memiliki kebebasan untuk memilih perbuatan mana yang akan

dilakukan.56

b. Pembelaan Terpaksa Yang Melampaui Batas

Pasal 49 ayat 2 KUHP menyatakan “Pembelaan terpaksa yang melampaui batas,

yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan

atau ancaman serangan itu tindak dipidana”

Pada pembelaan terpaksa yang melampaui batas, batas pembelaan yang perlu

dilampaui, jadi tidak proporsional. Melalui batas pembelaan ada dua macam.

Pertama, orang yang diserang sebagai akibat keguncangan jiwa yang hebat,

kedua ialah orang yag berhak membela diri karena terpaksa karena akibat

keguncangan jiwa yang hebat sejak semula memakai alat yang melampaui batas.

c. Menjalankan Perintah Jabatan

Perintah berasal dari penguasa yang tidak berwenang namun pelaku

menganggap bahwa perintah tersebut berasal dari penguasa yang berwenang.

Pelaku dapat dimaafkan jika pelaku melaksanakan perintah tersebut dengan

itikad baik, mengira bahwa perintah tersebut sah dan masih berada dalam

55

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, h., 151. 56

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h., 182.

Page 51: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

42

lingkungan pekerjaannya. Hal ini diatur dalam pasal 51 ayat 2 KUHP yang

berbunyi “Perintah jabatan tanpa wewenang tidak menyebabkan hapusnya

pidana, kecuali jika yag diperintah, dengan itikad yang baik mengira bahwa

perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam

lingkungan pekerjanya”

Menurut vos, mengenai ketentuan pasal 51 ayat 2 KUHP itu, perintah jabatan

yang diberikan jabatan yang diberikan oleh yang tidak berwenang untuk lolos

pemidanaan, harus memenuhi dua syarat:

1) Syarat subyektif, yakni pembuat harus dengan itikad baik memandang bahwa

perintah itu datang dari yang berwenang.

2) Syarat obyektif, yakni pelaksanaan perintah harus terletak dalam ruang

lingkup pembuat sebagai pahlawan.57

C. Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Api Ilegal

1. Pengertian Senjata Api

Istilah senjata api atau pistol digunakan secara bergantian seiring dengan

perkembangan zaman, penggunaan istilah kata yang signifikan pada waktu dan

kondisi tertentu. Istilah pistol lebih sering digunakan oleh kalangan jurnalis dan

umum, sementara istilah senjata api cenderung digunakan oleh kelompok

akademisi.58

Senjata api ini, seperti yang disampaikan oleh Tom A. Warlow,

merupakan senjata yang dapat dibawa kemana-mana. Hal ini kemudian menunjukkan

senjata api sendiri merupakan jenis senjata yang mudah digunakan pemiliknya tanpa

harus memberikan beban seperti senjata berbeban berat yang biasa digunakan untuk

perang.

Dapat disampaikan bahwa pengertian senjata api tidak memiliki perbedaan

yang signifikan antara text book yang satu dengan yang lainnya. Perbedaannya hanya

berada pada konteks pembahasan tentang senjata api itu sendiri, apakah dari sisi

57

Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana: Memahami Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban

Sebagai Syarat Pemidanaan, h., 91. 58

Josias Simon Runturambi Atin & Sri Pujiastuti, Senjata Api Dan Penanganan Tindak

Kriminal, (Jakarta: Pustaka Obor, 2015), h., 1.

Page 52: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

43

bentuk fisik senjata maupun fungsi serta efek yang ditimbulkan dari penggunaannya.

Charles Springwood menyatakan senjata api merupakan jenis senjata yang secara

proyektif menghasilkan tembakan dari pengapian propelan serta menjelaskan

pengertian senjata api berdasarkan cara kerja dan fungsi dari senjata api tersebut.59

Senjata api memiliki berbagai macam jenis, baik itu yang digunakan dalam

ruang lingkup TNI dan POLRI maupun yang digunakan di luar ruang lingkup TNI

dan POLRI. Senjata api yang digunakan dalam lingkup TNI dan POLRI adalah

senjata api yang dipakai oleh kesatuan tersebut dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Adapun jenis-jenisnya sebagai berikut:60

a. Revolver model 66 kal. 357

Asal negara USA, panjang dan berat senjata 241 mm dan 35 ons, panjang laras

102 mm, jarak tembak 25 m, isi magasen 6 peluru.

b. Revolver model 28 kal. 357

Asal negara USA, panjang dan berat senjata 285 mm, dan 4,2 kg, panjang laras

152 mm, jarak tembak 25 mm, isi magasen 6 peluru (silinder).

c. Pistol Pindad P1 Kal. 9 mm

Asal negara Indonesia, panjang dan berat senjata 196 mm dan 0,9 kg, panjang

laras 118 mm, jarak tembak 1080 m, isi magasen 13 peluru.

d. Pistol isyarat Rusia kal 26 mm

Asal negara Rusia, panjang senjata 8 inchi, panjang laras 4,5 inchi.

e. Pistol US M. 1991 A1 kal. 45 mm

Asal negara USA, panjang dan berat senjata 469,9 m dan 101,65 gr, panjang

laras 127 mm, jarak tembak 1440 m, isi magasen 7 peluru.

Senjata api yang digunakan diluar lingkup TNI dan POLRI adalah senjata api

milik perorangan atau instansi-instansi pemerintah yang telah memiliki surat izin

59

Sonya Airini Batubara, “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Kepemilikan Senjata Api

Tanpa Hak Oleh Masyarakat Sipil” Jurnal Hukum Kaidah, Volume 18, Nomor 3, (Februari 2017), h.,

49. 60

Mei Rini, “Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api

Tanpa Prosedur”, Jurnal Lex et Societatis, Volume IV, Nomor 2, (Februari 2016), h., 2.

Page 53: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

44

khusus untuk pemilikan senjata api. Senjata api yang boleh dimiliki untuk perorangan

adalah senjata api untuk olahraga menembak, senjata api untuk berburu dan senjata

api untuk koleksi. Senjata api yang boleh digunakan diluar lingkup TNI dan POLRI

dibatasi bahwa senjata api tersebut adalah:

a. Non otomatik;

b. Senjata bahu dengan maksimum kaliber 22 atau kaliber lainnya;

c. Senjata genggam dengan maksimum kaliber 32 atau kaliber lainnya;

d. Senjata bahu (laras panjang) hanya dengan kaliber 12 GA dan kaliber 22 dengan

jumlah maksimal dua pucuk per orang;

e. Senjata api berpeluru karet atau gas (IKHSA) jenis senjata api tersebut antara

lain: revolver kaliber 22/25/32 dan senjata bahu Shotgun kaliber 12 mm;

f. Untuk kepentingan bela diri seseorang hanya boleh memiliki senjata api

genggam jenis revolver dengan kaliber 31/25/22. atau senjata api bahu jenis

shotgun kaliber 12 mm, dan untuk senjata api (IKHSA) adalah jenis hunter 006

dan hunter 007.

2. Peraturan Kepemilikan Senjata Api

Di Indonesia, kepemilikan senjata api diatur dalam Undang-Undang Nomor 8

tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Kepemilikan Senjata Api.

Peraturan yang tercantum dalam pasal 9 Undang- undang Nomor 8 tahun 1948

tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Kepemilikan Senjata Api menjelaskan

bahwa setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang memakai dan

memiliki senjata api harus mempunyai izin pemakaian senjata api menurut contoh

yang ditetapkan oleh kepala kepolisian negara. Dengan demikian, dasar hukum

tersebut memiliki pengertian bahwa setiap izin yang keluar untuk kepemilikan atau

pemakaian senjata api (IKSA) harus ditanda tangani langsung oleh Kapolri dan tidak

bisa didelegasikan kepada pejabat lain seperti Kapolda ataupun pangkat lainnya.61

61

Evan Munandar, “Penanggulangan Tindak Pidana Kepemilikan Dan Penggunaan Senjata Api

Tanpa Izin Dalam Sistem Peradilan Pidana”, Syiah Kuala Law Journal, Volume II, Nomor 3,

(Desember 2018), h., 341.

Page 54: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

45

Kepentingan pengawasan oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia juga

mendasarkan sikapnya pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor

20 Tahun 1960 Tentang Kewenangan Perizinan Menurut Undang-Undang Senjata

Api.62

Menurut Undang-Undang tersebut ada persyaratan-persyaratan utama yang

harus dilalui oleh pejabat baik secara perorangan maupun swasta untuk memiliki dan

menggunakan senjata api. Pemberian izin itu pun hanya dikeluarkan untuk

kepentingan yang dianggap layak. Misalnya untuk olahraga, izin hanya diberikan

kepada anggota Perbakin yang sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan jasmani dan

rohani dan memiliki kemahiran menembak serta mengetahui secara baik peraturan

perundang-undangan mengenai penggunaan senjata api. Izin kepemilikan senjata api

yang bertujuan untuk bela diri hanya diberikan kepada pejabat tertentu. Menurut

ketentuannya, mereka harus dipilih secara selektif. Mereka masing-masing adalah

pejabat swasta atau perbankan, pejabat pemerintah, TNI/Polri dan purnawiraman.

Untuk pejabat swasta atau bank, mereka yang diperbolehkan memiliki senjata

api masing-masing: presiden direktur, presiden komisaris, komisaris, direktur utama,

dan direktur keuangan. Untuk pejabat pemerintah, masing-masing: Menteri, Ketua

MPR/DPR, Sekjen, Irjen, Dirjen, dan Sekretaris Kabinet, demikian juga Gubernur,

Wakil Gubernur, Sekwilda, Irwilprop, Ketua DPRD dan anggota DPR/MPR,

sedangkan untuk jajaran TNI/Polri yang diperbolehkan memiliki senjata api hanyalah

perwira tinggi dan perwira menengah dengan pangkat serendah-rendahnya Kolonel

namun memiliki tugas khusus. Demikian pula untuk purnawirawan, yang

diperbolehkan hanyalah perwira tinggi dan perwira menengah dengan pangkat

terakhir Kolonel yang memiliki jabatan penting di Pemerintah/swasta.63

Warga sipil dapat memiliki senjata api kepemilikannya telah diatur dalam

Undang -Undang Nomor 8 tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin

62

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1960 Tentang

Kewenangan Perizinan Menurut Undang-Undang Senjata Api. 63

Y. Sri Pudyatmoko, Perizinan, (Jakarta: Grasindo, 2009), h., 302-303.

Page 55: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

46

Pemakaian Senjata Api. Di Indonesia, perizinan kepemilikan senjata api secara

spsifik diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2015 Tentang Perizinan,

Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non Organik. Senjata api yang

diperbolehkan dimiliki oleh warga sipil adalah senjata api non organik TNI/Polri,

berupa senjata genggam Kaliber 22 sampai 32, serta senjata bahu golongan non

standard TNI Kaliberr 12 GA dan KA. Prosedur untuk memiliki senjata api untuk

warga sipil harus terlebih dahulu dilihat dari sisi urgensinya serta mengacu pada

Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2015 Tentang Perizinan, Pengawasan dan Peng

endalian Senjata Api Non Organik.64

a. Pemohon harus memenuhi syarat medis

Jika ingin memiliki senjata api legal, pertama harus memenuhi syarat medis yang

berarti sehat jasmani dan rohani. Selain itu juga tidak ada cacat fisik yang bisa

mengurangi keterampilan menggunakan senjata api dan yang penting masih

mempunyai penglihatan normal.

b. Pemohon harus lolos seleksi psikotes

Orang yang cepat gugup dan panik dalam menghadapi sesuatu maka

kemungkinan besar tidak bisa memiliki izin kepemilikan senjata api resmi dari

kepolisian. Sebab syarat kepemilikan senjata api bagi warga sipil harus bisa

menjaga emosi dan tidak cepat marah.

c. Pemohon tidak pernah terlibat tindak pidana

Pemohon harus berkelakuan baik sebelum mengajukan permohonan izin

kepemilikan senjata api. Tidak pernah terlibat kasus pidana yang bisa dibuktikan

dari SKKB (Surat Keterangan Kelakuan Baik) dari Kepolisian.

d. Usia pemohon harus terpenuhi

Batas usia yang dibolehkan memiliki senjata api minimal 21 tahun dan maksimal

65 tahun.

e. Pemohon harus memenuhi syarat administratif

64

Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2015 Tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian

Senjata Api Non Organik.

Page 56: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

47

Syarat administratif yang harus dipenuhi berupa fotocopy KTP sebanyak 5

lembar, fotocopy KK sebanyak 5 lembar, fotocopy SKCK, rekomendasi Kapolda

setempat, foto berwarna 2x3 sebanyak 5 lembar, foto berwarna 3x4 sebanyak 5

lembar, foto berwarna 4x6 sebanyak 5 lembar dan mengisi formulir permohonan

dari Mabes Polri. Jenis senjata api yang boleh dimiliki oleh warga sipil yaitu

senjata api genggam jenis revolver kaliber 32, kaliber 25, atau kaliber 22, senjata

api bahu jenis shotgun kaliber 12 mm, dan senjata api bahu kaliber 12 GA dan

kaliber 22.

3. Tindak Pidana Kepemilikan Senjata Api Ilegal

Kontrovesi kepemilikan senjata api ilegal merupakan suatu persoalan yang

harus diselesaikan. Ilegal yang dimaksud disini ialah tidak legal, atau tidak sah

menurut hukum. Kepemilikan senjata api ilegal ini tidak hanya dilihat sebagai bentuk

pelanggaran hukum, tetapi juga sebagai suatu sarana kejahatan yang berbahaya oleh

pelaku tindak pidana, hal tersebut sejalan dengan meningkatnya dan maraknya tindak

kejahatan dimasyarakat, penembakan oleh orang tidak dikenal, teror penembakan

disejumlah tempat-tempat umum, hingga kejahatan yang diikuti oleh ancaman

bahkan pembunuhan dengan senjata api tersebut.65

Senjata api ilegal merupakan

senjata yang beredar secara tidak sah dikalangan sipil, tidak diberi izin oleh orang-

orang terlatih dan memiliki spesialisasi dibidang kejahatan tertentu sehingga

kemudian membutuhkan dukungan senjata api dalam rangka memuluskan

rencananya.

Kepemilikan senjata api ilegal sebenarnya sudah diatur dalam beberapa

peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan kepemilkan senjata api oleh

masyarakat sipil. Kepemilikan senjata api secara umum diatur dalam Undang-undang

Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang bersifat pidana. Pasal 1 ayat (1) UU darurat

Nomor 12 Tahun 1951 disebutkan:

65

Bagoes Rendy, “Pertanggujawaban Pidana Atas Kepemilikan Senjata Api Tanpa Ijin

Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia, Jurist-Diction Journal, Volume 2, Nomor

6, (November 2019), h., 207.

Page 57: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

48

“Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima,

mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai,

membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya,

menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan

dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum

dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara

sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.”

Sumber-sumber utama peredaran senjata api ilegal di Indonesia sangat beragam

dan komplek, antara lain:66

a. Pencurian dari gudang senjata aparat atau pembelian secara ilegal dari oknum

TNI atau POLRI. Prosedur penyimpanan senjata oleh TNI dan POLRI

kelihatannya ketat, tetapi gudang senjata dibanyak wilayah tidak dijaga dengan

baik ataupu diinventarisir seperti yang seharusnya, selain keterlibatan oknum

militer ataupun oknum polisi karena memang mereka dilegalkan oleh UU untuk

menyimpan, memiliki dan menggunakan senjata api. Kepemilikan senjata api

yang legal tersebut sering disalahgunakan dengan cara menjual senjata api

organik TNI/POLRI dengan harga yang murah kepada masyarakat sipil,

mudahnya penggunaan senjata api laras panjang yang biasa digunakan sebagai

kelengkapan dari TNI/POLRI dikalangan masyarakat luas termasuk dikalangan

kriminal menimbulkan tanda tanya siapa oknum pelaku dari bebasnya peredaran

senjata laras panjang yang merupakan tanggung jawab aparat.

b. Senjata rakitan buatan lokal, pada dasarnya senjata rakitan juga disebut small

arms karena merupakan replika dan dirakit secara khusus mengikuti pola senjata

api standar tempur, hanya bedanya yang pertama diproduksi secara legal oleh

pabrik-pabrik pembuatan senjata sedangkan senjata rakitan bukan diproduksi

oleh pabrik pembuatan senjata tetapi oleh home industri ilegal yang dilakukan

oleh masyarakat. Produksi ilegal senjata api terjadi diberbagai negara seperti

66

Ernest Runtunkahu, “Beberapa Aspek Tentang Delik Senjata Api, Amunisi Dan Bahan

Peledak Di Indonesia”, Lex Crimen, Volume VI, Nomor 4, (Juni 2019), h., 9.

Page 58: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

49

Afrika Selatan, Asia Selatan dan Asia Tenggara.

c. Penyelundupan senjata api ilegal didatangkan dengan banyak cara dan

selanjutnya akan menghiasi “pasar gelap” senjata api di Indonesia dimana

keberadaan senjata-senjata itu tidak pernah terpantau dengan jelas.

Penyelundupan senjata api tidak hanya berkaitan dengan impor namun juga

ekspor dan sering dilakukan baik oleh perusahaan-perusahaan eksportir/importir

ataupun secara pribadi dengan cara melakukan pemalsuan dokumen tentang isi

dari kiriman. Peredaran senjata api di Indonesia selain diramaikan produk dalam

negeri juga didatangkan dengan cara impor tidak hanya secara resmi karena

pesanan institusi negara, tetapi kerap dilakukan secara ilegal demi kepentingan

perorangan.

Kepemilikan senjata api ini sendiri memang diatur secara terbatas,

dilingkungan Kepolisian dan TNI sendiri terdapat peraturan mengenai prosedur

kepemilikan dan syarat tertentu untuk memiliki senjata api. Di lingkungan

masyarakat sipil juga terdapat prosedur tertentu untuk memiliki senjata api secara

legal. Prosedur tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang

Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api. Pasal 5 ayat (1) UU Nomor

8 Tahun 1948 mewajibkan setiap senjata api yang berada ditagan orang bukan

anggota Tentara atau Polisi harus didaftarkan olh Kepala Kepolisian Keresidenan.

Menurut Pasal 9 UU No. 8 Tahun 1948, setiap orang atau warga sipil yang

mempunyai dan memakai senjata api harus mempunyai surat izin pemakaian senjata

api menurut contoh yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara. Surat izin

pemakaian senjata api ini diberikan oleh Kepala Kepolisian atau orang yang

ditunjukkannya. Lebih lanjut, pengajuan izin kepemilikan senjata api non organik

yang dilakukan oleh masyarakat yang biasa disebut dengan Izin Khusus Senjata Api

(IKSHA), dilakukan sesuai ketentuan Surat Keputusan Kepala Kepolisian.67

67

Evan Munandar, “Penanggulangan Tindak Pidana Kepemilikan Dan Penggunaan Senjata Api

Tanpa Izin Dalam Sistem Peradilan Pidana”, Syiah Kuala Law Journal, Volume II, Nomor 3,

(Desember 2018), h., 348.

Page 59: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

50

BAB III

KEBIJAKAN HUKUM TERHADAP KEPEMILIKAN SENJATA API

SECARA ILEGAL

A. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Nomor 4/Pid.B/2020/PN.Bnt

Dalam sistem beracara pidana, yang dikedepankan saat ini adalah adversary

system yaitu sistem berhadapan atau biasa juga disebut accusatoir. Sistem ini sebagai

lawan dari inquisitoir yang mana terdakwa menjadi objek pemeriksaan, sedangkan

hakim dan penuntut umum berada di pihak yang sama. Dengan mengedepankan

sistem saling berhadapan, maka diandaikan ada pihak terdakwa yang di belakangnya

terdapat penasihat hukumnya, sedangkan di pihak lain terdapat penuntut umum yang

atas nama negara menuntut pidana. Hakim berada di tengah pihak-pihak yang

berperkara dan tidak memihak.1

Dalam putusan Pengadilan Nomor 4/Pid.B/2020/PN.Bnt menyebutkan

terdakwa bernama Roketson anak dari Kekem tempat tanggal lahir Ugang Sayu

Kabupaten Barito Selatan 17 Januari 1965, beragama Islam dan bertempat tinggal di

Desa Ugang Sayu RT 06 RW 02 Kecamatan Gunung Bintang Awai, Kabupaten

Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah.

Dalam dakwaan penuntut umum tanggal 5 Februari 2020 menyebutkan

bahwa terdakwa Roketson anak dari Kekem, pada hari Jum‟at tanggal 20 September

2019 sekitar jam 08.00 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain yang masih

termasuk dalam bulan September 2019 bertempat di Gunung Usang Desa Bintang

Ara Kecamatan Gunung Bintang Awai Kabupaten Barito Selatan atau setidak-

tidaknya di tempat lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri

Buntok yang berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya, karena kealpaannya

atau kelalaiannya menyebabkan matinya orang yaitu korban Nata perbuatan mana

1 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), Cet. ke-2, h.

64.

Page 60: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

51

dilakukan oleh terdakwa dengan cara sebagai berikut, Pada waktu dan tempat seperti

tersebut di atas, berawal pada hari Rabu tanggal 18 September 2019 sekitar jam 02.30

wib terdakwa dan korban berangkat dari Desa Ugang Sayu Kecamatan Gunung

Bintang Awai menuju ke hutan daerah Gunung Usang Desa Ara dengan

menggunakan sepeda motor, kemudian sekitar jam 06.00 wib, terdakwa dan korban

sampai di sebuah pondok milik korban selanjutnya terdakwa dan korban beristirahat

di pondok tersebut, tidak lama kemudian korban pergi meninggalkan terdakwa di

pondok lalu korban kembali lagi menemui terdakwa dengan membawa sepucuk

senjata api rakitan serta menunjukan kepada terdakwa, selanjutnya korban

membersihkan senjata api rakitan tersebut dan mengajarkan kepada terdakwa cara

menggunakan senjata api rakitan yaitu dengan memasukan peluru dan menegangkan

senjata api serta cara membidik senjata api rakitan tersebut.

Pada hari Kamis tanggal 19 September 2019 sekitar jam 06.00 wib, terdakwa

dan korban pergi dari pondok milik korban dengan maksud untuk memulai

melakukan perburuan dengan menggunakan senjata api rakitan, dimana saat itu

terdakwa yang membawa senjata api rakitan tersebut dengan cara menggantungkan

senjata api rakitan pada bagian bahu terdakwa sementara korban berjalan di depan

terdakwa, namun pada hari tersebut terdakwa dan korban tidak mendapatkan hewan

buruan dan hanya melihat kubangan bekas hewan babi, maka akhirnya terdakwa dan

korban kembali lagi ke pondok untuk beristirahat.

Pada hari Jum‟at tanggal 20 september 2019 sekitar jam 06.00 wib, korban

berangkat terlebih dahulu dari pondok dengan membawa karung dan korban pergi

untuk mencari jejak hewan buruan, namun sebeum meninggalkan pondok korban

sempat memberikan pesan kepada terdakwa agar terdakwa membawa senjata api

rakitan yang telah diisi peluru oleh korban serta kemudaian sekitar jam 06.30 wib

terdakwa berangkat dari pondok dengan maksud menemui korban, tetapi di tengah

perjalanan sekitar jam 08.00 wib terdakwa melihat seekor babi hutan disebuah

gundukan tanah dengan jarak sekitar 15 meter dari terdakwa, terdakwa yang

sebelumnya belum pernah menggunakan senjata api dan tidak memiliki keahlian

Page 61: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

52

dalam menggunakan senjata api langsung menarik grendel pemicu senjata api rakitan

yang terdakwa bawa dan langsung membidik kearah babi hutan tersebut dan langsung

menembakan senjata api rakitan tersebut kearah babi hutan namun yang terdakwa

dengan adalah teriakan seseorang “aduh” dari arah depan sejajar dengan posisi babi

hutan yang terdakwa bidik tersebut, mendengar suara tersebut maka terdakwa

langsung berlari menuju arah suara teriakan dan saat itu terdakwa melihat korban

tergeletak ditanah dengan posisi tangan kirinya memegang dada sebelah kiri yang

mengeluarkan darah, melihat hal tersebut terdakwa langsung meletakkan senjata api

rakitan yang terdakwa pegang dan terdakwa langsung menaiki tubuh korban serta

meminta maaf lalu terdakwa mencium korban dan selanjutnya terdakwa mengambil

karung dari belakang tubuh korban dan meletakkannya dibagian kepala korban

sebagai alas dan terdakwa juga sempat memegang tangan korban dan berdoa serta

terdakwa juga sempat menyalakan api disekitar tubuh korban bagian kaki agar tubuh

korban tidak diserang oleh hewan buas, setelah itu terdakwa pergi meninggalkan

korban menuju kearah pondok untuk mengambil sepeda motor dan pergi kearah luar

pondok untuk mencari sinyal agar bisa menghubungi orang lain dengan maksud

mencari bantuan untuk membawa korban kembali kerumahnya, namun ditengah

perjalanannya terdakwa sempat menyimpan senjata api rakitan di semak-semak dekat

sebuah pohon. Pada saat sedang berusaha meminta bantuan dengan menghubungi

orang lain, terdakwa berhasil menghubungi saksi Masrianto dan saksi Mudi Harta dan

terdakwa langsung meminta bantuan untuk mengevakuasi korban yang saat itu

terdakwa mengatakan bahwa korban dalam keadaan saksi di dalam hutan, sekitar

beberapa jam kemudian hingga pada akhirnya terdakwa, saksi Masrianto dan saksi

Mudi Harta tiba dilokasi tempat korban berada langsung melakukan evakuasi dengan

cara membuat tandu dengan menggunakan sarung yang sebelumnya dibawa oleh

saksi Masrianto, yang mana bagian kepala korban dimasukkan kedalam sarung

sedangkan pada bagian kaki dimasukkan kedalam karung kemudian dipikul dengan

menggunakan sebatang kayu bulat lalu tubuh korban dievakuasi dengan cara ditandu,

ketika berada di pinggiran sebuah sungai saksi Masrianto dan saksi Mudi Harta tidak

Page 62: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

53

sanggup lagi memikul tubuh korban sehingga tubuh korban diletakkan ditempat yang

aman sementara terdakwa, saksi Masrianto dan saksi Mudi Harta mencari bantuan

tambahan dengan menghubungi keluarga saksi Masrianto, hingga akhirnya sekitar

jam 23.30 WIB datang saksi Kariano, saksi Redit dan saksi Anang dengan mobil

milik PT. MUTU membantu untuk melakukan evakuasi korban hingga pada akhirnya

pada hari Sabtu tanggal 21 September 2019 sekitar jam 02.30 WIB korban berhasil

dievakuasi dan dibawa kerumah korban di Desa Ugang Sayu.

Dengan demikian, akibat kejadian tersebut korban meninggal dunia sesuai

dengan hasil Visum Et Repertum Nomor ; 02/IPJ/RSUD/X/2019 tanggal 19 Oktober

2019 yang dibuat dan ditanda tangani oleh dr. Ricka Brilianty Zaluchu, SpKF.

dengan kesimpulan hasil pemeriksaan sebagai berikut jenazah adalah seorang laki-

laki umur tiga puluh delapan tahun. Pada pemeriksaan luar dan dalam ditemukan

tanda kekerasan tajam akibat peluru di dada kiri korban yang menyebabkan

perdarahan hebat, disertai mati lemas disebababkan kematian perdarahan hebat akibat

kekerasan senjata api.

B. Faktor-Faktor Terjadinya Tindak Pidana Kepemilikan Senjata Api Ilegal

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Hukum

menjadi berarti apabila perilaku manusia dipengaruhi oleh hukum dan apabila

masyarakat menggunakan hukum sebagai pengendali perilakunya, penegakan hukum

berkaitan erat dengan masalah kepatuhan hukum sebagai norma. Masalah penegakan

hukum terletak pada upaya terbaik penegakkan hukum pidana materil sebagaimana

ketentuan hukum pidana formil mampu menjadi pengawal dalam membingkai

semangat dan tujuan hukum pidana meteril itu sendiri. Dalam banyak hal upaya

penegakan hukum, tidak cukup hanya dilihat dari aspek hukum saja agar dapat

berjalan secara efektif, tetapi ada aspek lain yaitu aparat hukum serta budaya yang

hidup dimasyarakat.

1. Faktor Untuk Menjaga Diri

Kepemilikan senjata api ilegal tidak hanya digunakan untuk pelanggaran

hukum, tetapi juga sebagai suatu sarana untuk melindungi diri dari kejahatan yang

Page 63: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

54

berbahaya bagi pelaku. Alasan sulit mewendapatkan izin, kepemilikan senjata api

oleh masyarakat sipil jelas memerlukan prosedur permohonan izin tertentu mencakup

syarat keterampilan dan psikologis. Hal ini diatur dalam beberapa peraturan

perundang-undangan.

Aturan tentang kepemilikan senjata api di kalangan sipil tertuang dalam

Peraturan Kapolri Nomor 82 Tahun 2004. Aturan itu mencantumkan tentang siapa

saja yang boleh memiliki senjata api di kalangan sipil.Dalam aturan itu tercantum

sipil yang bisa memiliki senjata api hanya kalangan tertentu, misal, direktur utama,

menteri, pejabat pemerintahan, pengusaha utama, komisaris, pengacara, dan dokter.

Sipil yang ingin memiliki senjata juga harus dites kejiwannya. Calon pemilik senjata

api, wajib punya keterampilan menembak minimal tiga tahun. Calon pemilik juga

harus secara resmi mendapatkan surat izin dari instansi, atau kantor yang bertanggung

jawab atas kepemilikan senjata api. Surat-surat kelengkapan senjata juga harus

diperpanjang izinnya setiap tahun.2

Faktor untuk membela diri atau untuk menjaga diri merupakan faktor yang

sering dijadikan alasan pelaku tindak pidana memiliki dan menyimpan senjata api

secara tanpa izin. Pelakunya menyatakan bahwa mereka memiliki dan menyimpan

senjata api secara tanpa izin dalam rangka untuk menjaga diri dari serangan musuh.

Terdakwa membawa senjata api itu karena untuk menjaga dirinya dari rasa takut

karena belakangan ini sering terjadinya kejahatan seperti perampokan atau

perampasan terhadap mobil.

2. Faktor Kurangnya Pengawasan Dari Pihak Kepolisian

Pengawasan senjata api merupakan tugas dan tanggungjawab kepolisian

Republik Indonesia. Dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e yang berbunyi : Kepolisian

memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata

tajam. Pengertian Pengawasan dalam menurut Sumardjo Tjitrosidoyo menjelaskan

bahwa pengawasan adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara menyeluruh

2 Dwi Yulianti, “Pertanggungjawaban Hukum Penguasaan Senjata Api Dan Amunisi Tanpa

Izin Oleh Warga Sipil”, Recidive Journal, Volume 3 Nomor 3, (September 2014), h., 341.

Page 64: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

55

dengan mengadakan perbandingan yang seharusnya (das Sollen) dan yang adanya

(das Sein), hal tersebut senada dengan Azwar Daris dalam bukunya tentang Tujuan

dan ruang lingkup pengawasan yang menjelaskan bahwa pengawasan adalah segenap

kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa tugas atau pekerjaan telah

dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, kebijaksanaan yang telah

digariskan dan perintah yang diberikan.3

Dalam pengawasan senjata api, berdasarkan Surat Direktur Intelpam atas

nama Kapolri Nomor R/WSD 404/VII/98/Dit LPP tertanggal 21 Agustus 1998,

peralatan keamanan yang dapat digunakan untuk mengancam atau

menakuti/mengejutkan adalah senjata gas air mata yang berbentuk pistol/revolver

gas, stick/pentugan gas, spray gas, gantungan kunci gas, extinguising gun/pemadam

api ringan, pulpen gas, senjata kejutan listrik yang berbentuk stick/tongkat listrik,

kejutan genggam, senter serba guna, senjata panah berupa model cross bow (senjata

panah), panah busur, senjata tiruan/replika, serta senjata angin kaliber 4,5 mm.

Kepolisian Republik Indonesia adalah instansi yang ditugaskan dalam

memberikan memberikan ijin dan melakukan pengawasan senjata api. Dengan

demikian, setiap orang yang mengajukan permohonan kepemilikan senjata api kepada

Polri akan dilegalisasi permohonannya. Kriteria khusus untuk pemohon yang

berkeinginan mengajukan perizinan kepemilikan senjata api yaitu pemohon harus

mengikuti aturan yang telah ditetapkan Polri. Prosedur untuk Kepemilikan senjata api

dicantumkan dalam Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan

Pengawasan dan Pengendalian Senjata Non-Organik. Pemohon yang ingin memiliki

senjata api harus mengajukan melalui Polda setempat, kemudian diteruskan ke Mabes

Polri dan yang diperiksa pertama kali adalah syarat formal antara lain adalah kriteria

calon yang boleh memiliki senjata api, yaitu pejabat pemerintah, minimal setingkat

Kepala Dinas ditingkat pusat dan setingkat Bupati dan Anggota DPRD di daerah;

Pejabat TNI/POLRI, minimal Perwira Menengah atau Perwira Pertama yang tugas

3 Nurdianto Eko, “Pengawasan Penggunaan Senjata Api Ilegal Di Wilayah Hukum Kepolisian

Daerah Metro Jaya”, Jurnal Dialektika, Vol. 14, No. 1, (April 2019), h., 1-3.

Page 65: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

56

operasional pejabat bank/swasta, minimal Direktur Keuangan; Pengusaha/Pemilik

Toko Mas, Satpam atau Polisi khusus yang terlatih.4

Ancaman hukuman penjara 20 (dua puluh) tahun hingga seumur hidup kepada

pemilik senjata api illegal belum memberikan suatu dampak yang signifikan, karena

dalam realitanya vonis yang diberikan kepada pelaku kepemilikan senjata api illegal

tidak sebanding dengan ancaman yang tercantum dalam Undang-Undang, sehingga

tidak memberikan efek jera dan menjadikan pemilik senjata api illegal lainnya untuk

memasih menyimpan senjata api illegal.5

3. Faktor Sulitnya Prosedur Kepemilikan Senjata Api Legal

Dalam Pasal 1 ayat 1 Perpu No 20 Tahun 1960 disebutkan Ketentuan

perijinan mengenai senjata api, obat peledak, mesiu dan lain sebagainya untuk

kepentingan Angkatan Perang hendaknya diatur dalam lingkungan Angkatan perang

sendiri. Dengan demikian, adapun yang diperuntukkan bagi pribadi anggota

Angkatan Perang tetap termasuk bidang kewenangan perijinan seperti untuk umum

di luar Angkatan Perang di bawah Menteri/Kepala Kepolisian Negara. Senjata untuk

masyarakat sipil dapat diimpor apabila memiliki izin dalam hal ini Pejabat yang

berwenang untuk memberi izin pemasukan senjata api non standar TNI/POLRI

adalah Kepala Kepolisian Republik Indonesia.6 Kepala Direktorat intelejen

pengamanan menjelaskan bahwa untuk bisa memasukkan senjata api seorang

importir harus memiliki izin dari Kapolri, memiliki Angka Pengenal Impor dari

Departemen Perindustrian dan Perdagangan tempat pemasukan senjata api dan

amunisi ditempuh adalah importir mengajukan permohonan kepada Kepala

Kepolisian Republik Indonesia dengan mencantumkan identitas, jumlah dan jenis

senjata api, negara penjual, jangka waktu pemasukkan, pelabuhan pemasukkan, dan

lain-lain.7

4 Y. Sri Pudyatmoko, Perizinan, h., 24.

5 Eka Yusman, “Pengawasan Dan Pengendalian Senjata Yang Beredar Di Masyarakat”, e-

Jurnal Katalogis, Vol. 3, No. 12, (Desember 2015), h., 88. 6 Djamin Awaloedin, Sistem Administrasi Kepolisian, (Jakarta: YPKIK, 2011), h., 17.

7 Djamin Awaloedin, Sistem Administrasi Kepolisian, h., 19.

Page 66: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

57

Izin senjata api yang dikeluarkan berlaku selama enam bulan, dan apabila

realisasi impor tidak dipenuhi dalam jangka waktu tersebut izin harus diperpanjang.

Sulitnya mekanisme dalam kepemilikan senjata api secara legal membuat masyarakat

sipil yang hendak mengajukan kepemilikan senjata api menjadi salah satu penyebab

ketidakmauan measyarakat sipil untuk memiliki senjata api, padahal dalam kejahatan

penyelundupan senjata api pada dasarnya terjadi karena tersedianya peluang untuk

melakukannya. Oleh karena itu, peluang yang tersedia tidak boleh dibiarkan terbuka

begitu serta harus memiliki usaha penanggulangannya. Usaha-usaha yang ditawarkan

yaitu antara lain sebagai berikut:

a. Ketegasan hukum dimana menerapkan sanksi nyata pada si pelaku tanpa

pandang siapa yang melakukan.

b. Dibentuknya badan khusus penanganan perdagangan senjata api gelap

c. Memperketat wilayah Perbatasan Republik Indonesia yang diduga sebagai

masuknya senjata Illegal api di Indonesia.8

Izin kepemilikan senjata api yang cukup rumit menjadi salah satu bagian dari

fungi pengawasan Polri supaya masyarakat sipil yang memiliki senjata api nantinya

tidak memiliki sikap arogansi yang memicu terjadinya ketidaktenangan masyarakat

dan bahkan dapat digunakan untuk melakukan kejahatan sehingga pihak Polri harus

bekerja keras memperketat pemberian ijin mengenai senjata api kepada masyarakat

sipil. Asas hukum pidana Indonesia mengatur sebuah ketentuan yang mengatakan

KUHP yang disebut dengan asas legalitas yaitu asas mengenai berlakunya hukum.

Dengan demikian, dalam menjatuhkan atau menerapkan suatu pemidanaan terhadap

seorang pelaku kejahatan harus memperhatikan hukum yang berlaku belum diatur

dalam suatu perundang-undangan atau hukum tertulis dan untuk menjatuhkan atau

menerapkan suatu pemidanaan terhadap seorang pelaku kejahatan harus

memperhatikan hukum yang berlaku.9

8 Marcelino Mourits, “Hak Dan Perlindungan Bagi Pengguna Senjata Api Yang Sudah

Mempunya Izin Pakai”, Lex Crimen, (April 2019), h., 95. 9 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h., 2.

Page 67: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

58

4. Perdagangan Gelap Senjata Api

Masyarakat Indonesia yang ingin memiliki senjata api, sekarang tidak perlu

harus menjadi tentara atau polisi. Meskipun ketentuan hukum mengatur kepemilikan

senjata. Namun Disisi lain, maraknya kepemilikan senjata juga dilihat dari aspek rasa

keamanan masyarakat. Peningkatan kepemilikan juga dipicu oleh rasa aman yang kini

sangat sulit diperoleh masyarakat. Angka kejahatan yang tinggi berakibat tumbuh

suburnya jual-beli senjata api secara illegal warga sipil memang jadi lebih merasa

aman dan percaya diri, namun masyarakat kita justru bisa terganggu keamanannya

jika mereka tidak dapat menahan emosinya dan tidak bisa bertanggung jawab.

Dalam perkembangan zaman, lahirnya pasar gelap senjata api di Indonesia

baik secara tertutup ataupun terbuka membuat aktivitas transaksi yang berlangsung

lebih mudah. Realitas yang terjdi di masyarakat, seringkali terdengar percakapan

yang mengatakan bahwa hanya dengan sejumlah uang puluhan juta bisa mendapatkan

senjata api jenis revolver atau pistol serta terdapat barang yang harganya jauh lebih

murah. Para pemilik senjata api dari warga sipil memang dapat lebih merasa aman

dan percaya diri, akan tetapi sebagian masyarakat justru dapat terganggu

keamanannya apabila para warga sipil yang memiliki senjata api tidak mampu

mengatur emosinya dan kurang bertanggung jawab. 10

Masyarakat memang mendapatkan keuntungan yang besar dengan menjual

senjata api rakitan kepada seseorang, akan tetapi keuntungan pribadi itu yang

didapatkan tidak sepadan dengan resiko yang ditimbulkan akibat perdagangan

tersebut karena tidak ada yang bisa menjamin bahwa senjata api tersebut digunakan

untuk apa nantinya. seandainya tidak terlepas dari kenyataan jika senjata-senjata api

tersebut menjadi barang sewaan untuk melakukan teror, perampokan, dan kejahatan

lainnya.11

10

Anggi Setio Rachmanto, “Pola Penyelendupan Dan Peredaran Senjata Api Ilegal Di

Indonesia, Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. 2, No. 5, (Agustus 2019), h., 113. 11

Eka Yusman, “Pengawasan Dan Pengendalian Senjata Yang Beredar Di Masyarakat”, e-

Jurnal Katalogis, Vol. 3, No. 12, (Desember 2015), h., 93.

Page 68: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

59

Sebuah konflik bersenjata tidak jarang melibatkan orang-orang sipil. Hal

tersebut seringkali menjadi pertanyaan terkait bagaimana caranya memperoleh

senjata yang mereka gunakan, sedangkan senjata yang diperdagangkan secara bebas

legal atau illegal didefinisikan oleh Komisi Pelucutan Senjata PBB sebagai

perdagangan yang melanggar hukum nasional ataupun hukum internasional (illegal).

Definisi tersebut pada akhirnya memunculkan dua kemungkinan jenis pasar ilegal,

yaitu Grey Market dan Black Market. Gray Market merujuk pada situasi dimana

perdagangan terjadi dengan sepengetahuan pemerintahan nasional, walaupun

mungkin melanggar aturan internasional, sedangkan Black Market adalah merujuk

pada perdagangan yang terjadi yang sepenuhnya diluar kontrol pemerintahan

nasional. Perdagangan senjata ilegal, sering dikaitkan dengan tindakan terorisme

ataupun tindakan separatisme yang menimbulkan banyak korban. Tindakan

perdagangan senjata api yang melintasi batas negara dan melibatkan oknum-oknum

tertentu, ditambah lagi dengan ketidakjelasan status senjata api tersebut.12

5. Hukuman Yang Belum Maksimal Terhadap Pelaku Kepemilikan Senjata

Api Ilegal

Pada dasarnya sanksi yang diancam sesuai dengan UU Darurat No 12

Tahun1951 Pasal 1 ayat 1 berbunyi : Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke

Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan, atau mencoba

menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau

mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,

mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau

sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur

hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun. Ancaman

hukuman penjara 20 (dua puluh) tahun hingga seumur hidup kepada pemilik senjata

api illegal belum dapat memberikan efek jera karena dalam kenyataannnya vonis

yang diberikan kepada pelaku kepemilikan senjata api illegal tidak sebanding dengan

12

Putri Arianingsih, “Upaya Indonesia Dalam Mencegah Perdagangan Ilegal Senjata Api

Berkaliber Kecil Dan Ringan”, Jurnal Hubungan Internasional, Vol. 1, No. 2, (Januari 2015), h., 101.

Page 69: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

60

ancaman sesuai dengan peraturan yang ada sehingga tidak memberikan efek jera dan

menjadikan pemilik senjata api illegal lainnya untuk masih menyimpan senjata api

illegal tersebut.13

Sistem peradilan merupakan sistem penanganan perkara sejak adanya pihak

yang merasa dirugikan atau sejak adanya dugaan terhadap seseorang telah melakukan

perbuatan pidana hingga pelaksanaan putusan Hakim. Dalam sistem peradilan pidana,

sebagai suatu jaringan menjelaskan bahwa mengoperasionalkan hukum pidana

sebagai sarana utama dan dalam hal ini berupa pidana materiil, hukum pidana formil,

dan hukum pelaksanaan pidana. Dalam kedudukannya yang demikian inilah Hakim

sebagai salah satu penegak hukum memiliki posisi yang paling menguntungkan

dibandingkan dengan pihak Polisi (Penyidik) dan Jaksa (Penuntut Umum). Polisi dan

Jaksa dapat dituntut oleh pihak tersangka atau terdakwa apabila telah melakukan

perbuatan yang salah terhadap tersangka atau terdakwa, sedangkan Hakim tidak dapat

dituntut apabila melakukan kesalahan dalam menjatuhkan putusan.14

Putusan yang diberikan oleh hakim yang seperti kurang adil dan tidak sesuai

tuntutan jaksa dalam mengeluarkan putusan pada terdakwa dinilai tidak dapat

memberikan efek tidak pada terdakwa. Hakim tidak dapat dituntut bila salah dalam

menjatuhkan putusan, hal tersebut dikarenakan asas Majelis Hakim tidak dapat

dituntut menyebabkan korban atau keluarganya merasa ada ketidak-adilan. Hal ini

terkait dengan adanya kesalahan dan perekayasaan perkara yang diperiksa oleh

Hakim.

C. Kebijakan Hukum Terhadap Pelaku Penggunaan Senjata Api Secara Ilegal

Menurut Hukum Positif

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana membagi tindak pidana menjadi dua

jenis yakni Kejahatan dan Pelanggaran. Delik-delik yang termasuk dalam kejahatan

dimuat dalam Buku II dan yang termasuk pelanggaran dimuat dalam Buku III, akan

13

Evan Munandar, “Penanggulangan Tindak Pidana Kepemilikan Dan Penggunaan Senjata

Api Tanpa Izin Dalam Sistem Peradilan Pidana”, Syiah Kuala Law Journal, Volume II, Nomor 3,

(Desember 2018), h., 329. 14

Rocky Marbun, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, (Jakarta: Setara Press, 2015), h., 12.

Page 70: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

61

tetapi dalam KUHP tidak disebutkan kriteria yang dipergunakan dalam membedakan

kedua jenis delik tersebut. Perbedaan antara pelanggaran dan kejahatan merupakan

perbedaan antara delik Undang-undang dan delik hukum. Kejahatan merupakan delik

hukum sedangkan pelanggaran merupakan delik Undang-undang, jadi kejahatan

perbuatan karena sifatnya bertentangan dengan ketertiban hukum sedangkan

pelanggaran adalah perbuatan yang oleh Undang-undang dicap sebagai suatu

perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban umum.15

Menurut Sudarto, kriteria

untuk membedakan kedua jenis delik tersebut di atas didasarkan atas pendapat

bahwa antara kedua jenis delik ada perbedaan yang bersifat kualitatif. Kedua jenis

delik yang dimaksud kejahatan atau “Rechtdelicten” yaitu perbuatan yang

bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam

suatu Undang-undang atau tidak. Sedangkan jenis delik yang kedua yaitu pelanggaran

atau “wetsdelicten” ialah perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai suatu

tindak pidana karena Undang-undang menyebutnya sebagai delik, jadi karena

Undang-undang yang mengancamnya dengan pidana.16

KUHP Indonesia menganut aliran monistis yang di dalamnya tidak terdapat

perbedaan antara tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana. Pandangan monistis

adalah suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat untuk adanya pidana itu

kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan. Pandangan ini memberikan prinsip-

prinsip pemahaman, bahwa di dalam pengertian perbuatan pidana sudah tercakup di

dalamnya perbuatan yang dilarang (criminal act) dan pertanggungjawaban

pidana/kesalahan (criminal responbility).17

Dalam ketentuan hukum di Indonesia, KUHP menjelaskan tentang Kepemilikan

Senjata Api terdapat dalam Pasal 500 KUHP. Pada ketentuan KUHP tersebut tidak

menerangkan di dalamnya kualifikasi yuridis kejahatan dan pelanggaran, karena

15

Ahmad Babiej, “Sejarah Problematika Hukum Pidana Material Di Indonesia”, SOSIO-

RELIGIA, Vol. 5, No. 2, (Februari 2006), h., 5. 16

Sudarto, Hukum Dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), h., 21. 17

Titik Suharti, “Grasi Dalam Konsep Tujuan Pemidanaan”, Jurnal PERSPEKTIF, Vol. X,

No. 2, (Juli 2006), h., 293.

Page 71: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

62

kualifikasi yuridis antara kejahatan dan pelanggaran memiliki akibat yuridis yang

berbeda pula, antara kejahatan dan pelanggaran dalam hal percobaan, pembantuan,

penyertaan dan residive. Percobaan menurut pasal 54 terhadap pelanggaran tidak

dapat di pidana, sedangkan pada pasal 53 ayat 3 percobaan terhadap kejahatan di

pidana. Pengaturan tentang senjata api lebih spesifik terdapat pada Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin kepemilikan senjata

api dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang Mengubah

“Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen” (STBL. 1948 No. 17) dan

Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948.18

Dengan

banyaknya senjata api ilegal yang berada di Indonesia menunjukkan bahwa

kurangnya rasa kepedulian negara dalam wujud apresiasinya terhadap perlindungan

warga negara. Dengan demikian, hal tersebut memperlihatkan bahwa tidak

sinkronnya antara perbuatan dan sanksi dalam hukum pidana dimana perbuatan dan

tindakan yang nyata-nyata telah dilarang dalam hukum pidana serta mempunyai

sanksi pidana yang cukup berat namun masih juga terdapat pelanggaran. Menurut

lawrence M. Friedman penegakan hukum yang tidak berjalan dengan semestinya

disebabkan karena;19

1. Faktor legal substance, dimana perundang-undangan tidak tegas dalam

menyatakan senjata apa yang diperbolehkan dan senjata apa yang tidak

diperbolehkan untuk dimiliki masyarakat sipil.

2. Faktor legal structure, yaitu penerapan dari ketentuan perundang-undangan oleh

aparat penegak hukum kurang berjalan maksimal karena berbagai faktor intern

dan ekstern yang menyebakan kerugian bagi mereka sendiri

3. Faktor legal culture, partisipasi masyarakat dalam pelaporan penggunaan senjata

api ilegal dianggap sebagai hal yang dapat mengancam diri mereka sendiri.

Pengguna senjata api dianggap sebagai orang yang sangat berbahaya.

18

Josias Simon Runturambi & Atin Sri Pujiastuti, Senjata Api Dan Penanganan Tindak

Kriminal, h., 4. 19

Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, (Bandung: Reflika Aditama, 2007), h., 26

Page 72: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

63

Dalam perkembangan zaman, penegakan hukum dapat dikatakan belum

memenuhi harapan, bukan hanya karena masalah profesionalisme aparat penegak

hukum yang dipertanyakan tetapi juga masalah peraturan perundang-undangan serta

masalah ketersediaan sarana dan prasarana pendukungnya. Proses penegakan hukum

tidak akan pernah terlepas dari upaya kebijakan politik kriminal, karena kebijakan

kriminal atau upaya penanggulangan kejahatan itu merupakan bagian integral dari

upaya perlindungan masyarakat (sosial defence) dan upaya pencapaian kesejahteraan

masyarakat (social welfare).20

Sanksi pidana yang terdapat dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun

1951 sangat berat namun ketentuan pidana dalam undang-undang tersebut dirasa

kurang efektif dalam memini malisir penyalahgunaan senjata api terutama dalam hal

krisis penegakan hukun pada saat sekarang ini. Masalah penegakan hukum tidak bisa

dilepaskan dari efektivitas hukum. Masalah efektivitas hukum berhubungan erat

dengan usaha yang dilakukan agar hukum itu benar-benar hidup dalam masyarakat,

dalam artian berlaku secara filosofis, yuridis dan sosiologis. Secara filosofis, berarti

bahwa hukum itu berlaku sebagaimana yang dikehendaki, berlaku secara yuridis

artinya sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dan berlaku secara sosiologis

maksudnya hukum itu dipatuhi oleh warga masyarakat tersebut.21

Para pelaksana atau para penegak hukum tidak memberikan contoh yang baik

dalam kepatuhan terhadap hukum. Kepatuhan terhadap hukum seharusnya

dicontohkan dengan baik oleh penegak hukum namun yang terjadi malah sebaliknya.

Arogansi yang dilakukan oleh penegak hukum menjadi contoh yang buruk bagi

masyarakat, terutama dengan penggunaan senjata api dalam penyelesaian konflik

terhadap pelanggar hukum, pemilik kewenangan lain yang juga menggunakan senjata

api maupun dengan sesama instansi sendiri.

20

Achmad Ali, Keterpurukan Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h., 12. 21

Bagoes Rendy, “Pertanggujawaban Pidana Atas Kepemilikan Senjata Api Tanpa Ijin

Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia”, Jurist-Diction Journal, Volume 2,

Nomor 6, (November 2019), h., 199,

Page 73: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

64

Kepemilikan senjata api diatur secara implisit dalam undang-undang agar

tidak terjadi penyalahgunaan terhadap senjata tersebut. Dalam undang-undang

disebutkan bahwa ijin kepemilikan senjata api hanya diberikan kepada pejabat

tertentu, antara lain;

1. Pejabat swasta atau perbankan, yakni presiden direktur, presiden komisaris,

komisaris, diretur utama dan direktur keuangan.

2. Pejabat pemerintah, yakni Menteri, Ketua MPR/DPR, Sekjen, Irjen, Dirjen, dan

Sekretaris Kabinet, demikian juga Gubernur, Wakil Gubernur, Sekwilda,

Irwilprop, Ketua DPRD-I dan Anggota DPR/MPR, TNI, Polri dan

Purnawirawan.

Berdasarkan Pasal 15 ayat 2 huruf e Undang-Undang No. 22 Tahun 2002

Kepolisian Negara Republik Indonesia menjelaskan bahwa pihak Kepolisian

berwenang untuk memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan

peledak, dan senjata tajam. Selain peraturan tersebut, berdasarkan Pasal 7 ayat 1

Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No. 7 Tahun 2010 tentang

Pedoman Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer Di

Luar Lingkungan Kementerian Pertahanan Dan Tentara Nasional Indonesia untuk

ekspor, impor pembelian, penjualan, produksi, pemilikan, penggunaan, penguasaan,

pemuatan, pembongkaran, pengangkutan, penghibahan, peminjaman, pemusnahan

senjata api standar militer dan amunisinya diperlukan izin Menteri.22

Izin tersebut

dapat diberikan dengan pembatasan-pembatasan tertentu sesuai tugas pokok dan

fungsi kepada instansi pemerintah non Kementerian Pertahanan dan TNI badan

hukum nasional Indonesia tertentu, perorangan (pejabat pemerintah tertentu, atlet

menembak; kolektor), kapal laut Indonesia, dan pesawat udara Indonesia.

D. Kebijakan Hukum Terhadap Pelaku Penggunaan Senjata Api Secara Ilegal

Menurut Hukum Islam

22

Mei Rini, “Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api

Tanpa Prosedur”, Jurnal Lex et Societatis, Volume IV, Nomor 2, (Februari 2016), h., 7.

Page 74: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

65

Perbuatan yang termasuk dalam unsur perbuatan pidana dapat menjerat pelaku

suatu hukuman yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan juga disebut sebagai

perbuatan melawan hukum. Dengan kata lain siapapapun yang melakukan kejahatan

ataupun pelanggaran hukum pidana untuk menghukum dari perbuatan melawan

hukum tersebut. Mempelajari berbagai macam tindak pidana dalam hukum pidana

Islam terbagi menjadi dua macam yaitu, jarimah dan jinayah. Keduanya mempunyai

pengertian yang berbeda dalam proses hukumnya, tindak pidananya dan proses

hukuman pidananya. Jarimah sendiri artinya berbuat jahat ataupun berbuat dosa

dan jarimah secara terminologi memiliki pengertian yaitu tindak pidana ataupun

kejahatan yang Allah mengancam dengan hukuman ta‟zir dan hukuman had apabila

melanggar hukum pidana Islam.23

Sebuah kejahatan dapat dikategorikan jarimah apabila seseorang melakukan

ataupun tidak melakukan, mengerjakan atau meninggalkan, bersifat aktif maupun

pasif. Dengan demikian, perbuatan jarimah tidak hanya berlaku untuk seseorang

yang melanggar dan melakukan pelanggaran melainkan dengan meninggalkan

kewajiban yang harus dilakukan adalah sebuah pelanggaran hukum pidana Islam

yang masuk dalam kategori jarimah.24

Menurut pendapat Abdul Qadir Al-Audah

adalah menjelaskan bahwa jarimah berasal dari suatu hal yang melanggar hukum

yang telah ditetapkan ataupun tidak melakukan hal yang seharusnya dikerjakan

ataupun diperintahkan. Menurut Abdul Al Qadir Audah dalam kitabnya at-Tasyri Al-

Jinaiy Al-Islamy menjelaskan bahwa jinayah adalah suatu perbuatan kejahatan yang

menimbulkan dosa dan perbuatan tersebut diharamkan oleh syara‟ baik yang

langsung berkenaan dengan jiwa dan harta maupun yang tidak berkenaan dengan hal

tersebut.25

23

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2004), h., 9-11. 24

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam , (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), h., 14. 25

Abd al-Qadir Audah, at-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamy, Juz I, (Al-Arabi: Dar al-Kitab al-

Ilmiyah, tt), h., 21.

Page 75: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

66

Larangan perbuatan kejahatan ini juga mengenai hal yang dilarang maupun

yang harus dikerjakan dan diperintahkan namun tidak dilaksanakan sebagai larangan

dan perintah agama, yang mengakibatkan hukuman dunia dan ukhrawi. Menurut para

ahli fiqh jinayah sebenarnya mengenai kejahatan yang berkenaan dengan jiwa dan

dan harta benda, akan tetapi kadangkala para ahli fikih lain berpendapat bahwa

jinayah hanya kejahatan yang berkenaan dengan jiwa manusia sendiri seperti fisik

yang dilukai, dibunuh, dianiaya, dan sebagainya. Islam sendiri sebagai agama yang

rahmatan lil alamin lebih mendahulukan kemaslahatan masyarakat umum daripada

kepentingan perorangan dengan melihat dari sisi kejahatan yang dapat menggangu

kenyamanan dan ketentraman umum karena dari situ pula hukum pidana Islam lebih

menekankan hukuman yang keras bagi kejahatan yang mengganggu kedamaian dan

ketentraman masyarakat serta kejahatan itu pula dianggap sebagai kejahatan terhadap

Allah jika mengenai gangguan keamanan terhadap masyarakat umum yang luas.26

Jarimah adalah sebuah perbuatan dosa, jahat dan salah yang berkenaan

dengan jiwa, harta benda maupun kejahatan yang tidak berkenaan terhadap jiwa dan

harta benda. Perlu diketahui bahwa kejahatan terhadap masyarakat umum berarti

dianggap kejahatan terhadap Allah Swt yang diancam dengan hukuman sesuai

dengan firman Allah Swt dalam al-Qur‟an Q.s. Al An‟am (6): 151, yaitu:

ان و س ح ن إ ي د ل وا ل وب ا ئ ي ه ش وا رك ش لا ت م أ ك ي ل م ع ك رام ر ا ح ل م ت وا أ ال ع ل ت ل قول وا أ ل ت ق ا ت ه ن ر م ه ا ظ ش م واح ف ل وا ا ر ق م ول ت ه يا م وإ ك رزق ن ن ق ن ل م ن إ م م دك

م لاك ع ه ل م اك م وصا ك ل لق ذ لا ب إ رام اللا س الات ح ف وا الن ا ل ت ق ن ول ت ط ا ومون ل ق ع ت

Artinya: “Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh

Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat

baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak

kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada

mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang

26

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), h., 14.

Page 76: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

67

nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh

jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab)

yang benar, demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu

memahami(nya).”

Pemilik senjata api yang tidak memiliki izin, senjata api bisa melukai

seseorang karena pemilik senjata api tersebut tidak berkompeten dalam menggunakan

senjata api dan senjata api dapat disalahgunakan. Oleh sebab itu kepemilikan senjata

api tanpa izin selama memiliki dampak yang buruk terhadap umat muslim

meresahkan umat muslim merupakan suatu jinayah atau jarimah, karena

menimbulkan keresahan dalam masyarakat terkait dengan kemaslahatan umat

manusia dan juga melanggar peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Dengan

demikian, jarimah tersebut merupakan jarimah ta‟zir karena tidak dijelaskan secara

spesifik dalam al-Qur‟an dan as-Shunnah sedangkan dalam hukum pidana Islam,

kepemilikan senjata api secara ilegal tidak didefinisikan secara khusus namun pada

intinya Islam selalu memerintahkan pada umatnya untuk selalu menjaga alam dan

mengutamakan kemaslahatan umum dengan cara menjaga keamanan dan ketertiban

umum serta tidak berbuat zalim di muka bumi ini agar tidak meresahkan sesama umat

manusia yang rahmatan lil alamin, hal tersebut dijelaskan dalam firman Allah Swt

Q.s. Yunus (10): 23, yaitu:

ي ه غون ف ٱلرض غي ٱلق ي هم إذا هم ي ب ة ف لماا أنجى ع ٱلي و ا غيكم على أنفسكم مات ا ٱلنااس إنانا مرجعكم ف ن ن بئكم با كنتم ت عملون ن يا ثا إلي ٱلد

Artinya: “Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat

kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, Sesungguhnya

(bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kezalimanmu) itu

hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu

Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Berdasarkan dari ayat al-Qur‟an di atas menjelaskan bahwa harus selalu

menjaga diri agar terselamatkan dari hukuman duniawi maupun akhirat akibat

Page 77: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

68

perilaku kejahatan seperti berbuat zalim di muka bumi yang dapat menggangu

keamanan dan ketertiban umum berwarga negara Indonesia, karena tindakan

kejahatan seperti kepemilikan senjata api ilegal mempunyai dampak meresahkan

masyarakat. Tindakan kejahatan tersebut bisa tergolong dalam suatu Jinayah

maupun jarimah karena menimbulkan keresahan pada masyarakat terkait

kemaslahatan masyarakat, dan juga melanggar peraturan pemerintah yang telah

ditetapkan di sebuah negara. Maka dari itu kejahatan ini termasuk pada jarimah

ta‟zir karena hukumannya tidak ditentukan dalam al-Qur‟an dan as-Shunnah yang

hukumannya diputus oleh penguasa negara melalui ijtihadnya. Secara ringkas

dikatakan bahwa hukuman takzir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara‟,

melainkan diserahkan kepada ulil amri, baik penentuan maupun pelaksanaannya.27

Penentuan hukuman tersebut, penguasa hanya menetapkan hukumannya secara global

saja, artinya pembuat Undang-Undang tidak menetapkan hukuman untuk masing-

masing jarimah ta‟zir melainkan hanya menetapkan pengadilan ataupun jenis tindak

pidana yang dapat ditunjukkan dalam Undang-Undang.28

Pemberian kekuasaan

dalam menentukan bentuk jarimah ini kepada penguasa agar mereka merasa leluasa

mengatur pemerintahan sesuai dengan kondisi dan situasi wilayahnya, serta

kemaslahatan daerahnya masing-masing.

Dengan demikian, maksud dari

dilakukannya ta‟zi>r adalah agar pelaku mau menghentikan kejahatannya dan hukum

Allah tidak dilanggarnya. Pelaksanaan hukuman ta‟zi>r bagi imam sama dengan

pelaksanaan sanksi hudud., ataupun orang tua terhadap anaknya, suami terhadap

istrinya, majikan terhadap budaknya, hanya sebatas pada sanksi ta‟zir> , tidak sampai

pada sanksi hudud.29

27

A. Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam (Jakarta: PT Raja

Grafindo, 1997), h., 160-161. 28

Abdur Rahman I Doi, Tindak Pidana dalam Syari‟at Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1992),

h., 14. 29

M. Nurul Irfan & Masyrofah, Fiqh Jinayah (Jakarta: Amzah, 2014), h., 131.

Page 78: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

69

BAB IV

ANALISIS PENYELESAIAN KASUS KELALAIAN DALAM PENGGUNAAN

SENJATA API ILEGAL YANG MENYEBABKAN KEMATIAN

(Analisis Putusan Pengadilan Nomor 4/Pid.B/2020/PN.Bnt)

A. Pertimbangan Majelis Hakim

Majelis Hakim sebelum memutuskan suatu perkara memperhatikan dakwaan

jaksa penuntut umum, keterangan saksi yang hadir dalam persidangan, keterangan

terdakwa, alat bukti, syarat subjektif dan objektif seseorang dapat dipidana, serta hal-

hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa. Pengambilan putusan oleh

Majelis Hakim merupakan suatu keharusan dalam menjatuhkan pidana atau hukuman

yang diberikan kepada terdakwa. Pertimbangan Maelis Hakim dalam menjatuhkan

pidana setelah proses pemeriksaan dan persidangan selesai, maka Majelis Hakim

mengambil keputusan yang seadil-adilnya. Dengan demikian, Perbuatan terdakwa

diatur dan diancam pidana sebagaimana pasal 359 KUHP dan Pasal 1 ayat 1 Undang-

Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, Atas perbuatan terdakwa ini, pada pokoknya

Kejaksaaan Negeri Barito menyatakan tuntutan tanggal 5 Februari 2020 sebagai

berikut :

1. Menyatakan terdakwa Roketson anak dari Kekem telah terbukti bersalah

melakukan tindak pidana “karena kelalaiannya menyebabkan matinya orang lain

dan mempergunakan senjata tanpa izin” sebagaimana diatur dalam pasal 359

KUHP dan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951

sesuai dengan yang telah didakwakan dalam surat dakwaan;

2. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Roketson anak dari Kekem dengan

pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama terdakwa ditahan dengan

perintah agar terdakwa tetap dalam tahanan;

3. Menyatakan barang bukti berupa:

Page 79: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

70

a. 1 (satu) unit Sepeda Motor Merk Honda pretelan tanpa plat nomor

dikembalikan kepada ahli waris korban yaitu saksi Siana Natalia Anak dari

Biatu

b. 1 (satu) unit Sepeda Motor Merk Honda Supra X 125 tanpa plat nomor

dikembalikan kepada terdakwa

c. 1 (satu) pucuk senjata api rakitan laras panjang;

d. 1 (satu) buah Magazen

e. 2 (dua) butir selongsong peluru

f. 1 (satu) buah baju kaos lengan panjang warna abu-abu merek Uniqlo

g. 1 (satu) buah celana panjang jeans warna biru merk EXR 55

h. 1 (satu) buah celana panjang jeans warna biru merk LEVIS

i. 1 (satu) buah baju lengan panjang kamuflase motif daun merk P-TRA

j. 1 (satu) buah baju lengan pendek warna putih logo BIO-TRENT

k. 1 (satu) buah sarung kurung motif kotak warna biru orange

l. 1 (satu) buah karung warna putih motif gambar dan tulisan warna orange merk

SIA

Dirampas untuk dimusnahkan.

4. Menetapkan supaya terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp

2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah):

Menimbang, bahwa oleh karena seluruh unsur dari dakwaan Kumulatif Kedua

yaitu Pasal 1 ayat (1) Undang - Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 telah

terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan

meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan

Kumulatif Kedua Penuntut Umum;

Menimbang, bahwa dari fakta-fakta yang diperoleh selama di persidangan

dalam perkara ini, tidak ditemukan hal-hal yang dapat melepaskan Terdakwa dari

pertanggungjawaban pidana dan menghapuskan sifat melawan hukum dari perbuatan

Terdakwa, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, karenanya Hakim

Page 80: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

71

berkesimpulan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa haruslah

dipertanggungjawabkan kepadanya;

Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan pada Pasal 193 Ayat (1)

KUHAP, karena Terdakwa mampu bertanggung jawab dan perbuatan Terdakwa

bersifat melawan hukum, maka Terdakwa harus dinyatakan bersalah atas tindak

pidana yang didakwakan terhadap diri Terdakwa, karena itu sudah sepatutnya apabila

Terdakwa dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya;

Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 22 Ayat (4)

KUHAP, karena dalam perkara ini terhadap diri Terdakwa telah dikenakan

penangkapan dan penahanan yang sah, maka perlu ditetapkan agar masa penangkapan

dan atau penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana

penjara yang dijatuhkan kepada Terdakwa;

Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 193 Ayat (2) huruf

b KUHAP, karena Terdakwa sebelum putusan ini berada dalam tahanan dan

penahanan terhadap diri Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, sedangkan pidana

yang akan dijatuhkan melebihi dari lamanya Terdakwa selama berada di dalam

tahanan, sehingga terdapat alasan yang sah menetapkan Terdakwa tetap ditahan;

Menimbang, bahwa barang bukti berupa 1 (satu) unit Sepeda Motor Merk

HONDA pretelan tanpa plat nomor, setelah melalui tahapan pembuktian telah

terbukti bahwa barang bukti tersebut merupakan milik dari korban NATA, maka

adalah tepat dan beralasan hukum agar barang bukti tersebut dikembalikan kepada

pemiliknya yang sah, yaitu korban NATA melalui Ahli warisnya yaitu saksi Siana

Natalia anak dari Diatu, sedangkan terhadap barang bukti berupa 1 (satu) unit Sepeda

Motor Merk HONDA Supra X 125 tanpa plat nomor,setelah melalui tahapan

pembuktian telah terbukti bahwa barang bukti tersebut merupakan milik dari

Terdakwa, maka adalah tepat dan beralasan hukum agar barang bukti tersebut

dikembalikan kepada pemiliknya yang sah, yaitu Terdakwa Roketson anak dari

Kekem, sedangkan terhadap barang bukti berupa 1 (satu) pucuk senjata api rakitan

laras panjang, 1 (satu) buah Magazen, 2 (dua) butir peluru tajam aktif, 1 (satu) butir

Page 81: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

72

selonsong peluru, 1 (satu) buah baju kaos lengan panjang warna abu – abu merk

UNIQLO, 1 (satu) buah celana panjang jeans warna biru merk EXR 55, 1 (satu) buah

celana panjang jeans warna biru merk LEKIS, 1 (satu) buah baju lengan panjang

kamuflase motif daun merk PTRA, 1 (satu) buah baju lengan pendek warna putih

logo BIO-TRENT, 1 (satu) buah sarung kurung motif kotak warna biru orange, 1

(satu) buah karung warna putih motif gambar dan tulisan warna orange merk SIA,

adalah merupakan alat atau sarana yang telah dipergunakan Terdakwa untuk

melakukan kejahatan dan merupakan hasil dari tindak kejahatan, sehingga

dikhawatirkan dikemudian hari akan dipergunakan lagi untuk mengulangi kejahatan,

maka perlu ditetapkan agar barang bukti tersebut dirampas untuk dimusnahkan;

Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 222 Ayat (1)

KUHAP, karena Terdakwa dijatuhi pidana dan Terdakwa sebelumnya tidak

mengajukan permohonan pembebasan dari pembayaran biaya perkara, maka

Terdakwa harus dibebankan untuk membayar biaya perkara yang besarnya

sebagaimana akan disebutkan dalam amar putusan ini;

Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka

perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang

meringankan Terdakwa;

Keadaan yang memberatkan:

- Perbuatan Terdakwa telah mengakibatkan hilangnya nyawa korban NATA;

Keadaan yang meringankan:

- Terdakwa bersikap sopan dan kooperatif, sehingga persidang dapat berjalan dengan

tertib dan lancar;

- Terdakwa mengakui perbuatannya, merasa bersalah, menyesal dan berjanji tidak

akan mengulangi lagi perbuatannya di kemudian hari;

- Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga;

- Terdakwa belum pernah di hukum;

Menimbang, bahwa tujuan pemidanaan haruslah dipandang dari segi edukatif,

yaitu pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa bukanlah merupakan suatu

Page 82: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

73

pembalasan terhadap perbuatan Terdakwa melainkan sebagai suatu pembinaan agar

Terdakwa menyadari akan kesalahannya, dapat memperbaiki diri dan tidak

mengulangi lagi perbuatannya, sehingga kelak di kemudian hari setelah selesai

menjalani pidana Terdakwa dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,

dapat berperan aktif dalam pembangunan serta dapat hidup secara wajar sebagai

warga yang baik dan bertanggung jawab. Selain itu tujuan pemidanaan harus pula

dipandang dari segi preventif, yaitu pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa

merupakan salah satu bentuk pencegahan agar tidak terjadi tindak pidana serupa oleh

masyarakat;

Menimbang, bahwa setelah Hakim mempelajari tuntutan pidana (requisitoir)

Penuntut Umum dikaitkan dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka

Hakim menyatakan tidak sependapat terhadap lamanya pidana penjara sebagaimana

dalam tuntutan pidana (requisitoir) Penuntut Umum, sehingga Hakim akan

menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa berdasarkan konstruksi dakwaan

Penuntut Umum yang terbukti di persidangan yang lamanya sebagaimana disebutkan

dalam amar putusan ini, yang menurut hemat Hakim sudah sesuai dengan kadar

kesalahan Terdakwa serta rasa keadilan yang tumbuh dan berkembang di tengah

masyarakat;

Memperhatikan Pasal 359 KUHP, Pasal 1 ayat (1) Undang – undang darurat

nomor 12 tahun 1951, Undang – Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan

Kehakiman, Undang – Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum,

Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan

– peraturan hukum lain yang berkaitan dengan perkara ini;

MENGADILI:

1. Menyatakan Terdakwa Roketson anak dari Kekem, telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “karena kelalaiannya menyebabkan

matinya orang dan mempergunakan senjata api tanpa izin” sebagaimana dakwaan

Kesatu dan Kedua Penuntut Umum;

Page 83: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

74

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Roketson anak dari Kekem oleh karena itu

dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 2 (dua) bulan;

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan agar Terdakwa tetap ditahan;

5. Menetapkan barang bukti berupa:

- 1 (satu) unit Sepeda Motor Merk HONDA pretelan tanpa plat nomor;

Dikembalikan kepada ahli waris korban yaitu saksi Siana Natalia Anak Dari

Biatu;

- 1 (satu) unit Sepeda Motor Merk HONDA Supra X 125 tanpa plat nomor;

Dikembalikan kepada Terdakwa;

- 1 (satu) pucuk senjata api rakitan laras panjang;

- 1 (satu) buah Magazen;

- 2 (dua) butir peluru tajam aktif;

- 1 (satu) butir selonsong peluru;

- 1 (satu) buah baju kaos lengan panjang warna abu – abu merk UNIQLO;

- 1 (satu) buah celana panjang jeans warna biru merk EXR 55;

- 1 (satu) buah celana panjang jeans warna biru merk LEKIS;

- 1 (satu) buah baju lengan panjang kamuflase motif daun merk P-TRA;

- 1 (satu) buah baju lengan pendek warna putih logo BIO-TRENT;

- 1 (satu) buah sarung kurung motif kotak warna biru orange;

- 1 (satu) buah karung warna putih motif gambar dan tulisan warna orange merk

SIA;

Dirampas untuk dimusnahkan;

6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah

Rp.2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah); Demikian diputuskan dalam sidang

Pengadilan Negeri Buntok Kelas II da hari Senin, tanggal 24 Februari 2020, oleh

John Ricardo, S.H., selaku kim tunggal, yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk

umum pada hari itu ga oleh Hakim tersebut dengan dibantu oleh Supriadi, S.H.,

Page 84: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

75

Panitera pada ngadilan Negeri Buntok Kelas II, serta dihadiri oleh Agung Cap

awarmianto, S.H., Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Barito Selatan Terdakwa

serta Penasihat Hukumnya;

B. Analisis Penulis Dalam Putusan Pengadilan 4/Pid.B/2020/PN.Bnt

1. Penerapan Hukum Majelis Hakim Dalam Penetapan Pengadilan Negeri

Barito Selatan Nomor 4/Pid.B/2020/PN Bnt

Proses awal dalam menyelesaikan perkara yakni dimulai dengan penyelidikan,

penyidikan, tuntutan Jaksa Penuntut Umum, pemeriksaan dipersidangan dan

pembuktian.1 Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri ini berpijak pada hukum

formal sekaligus materil. Dalam artian, aturan berupa Undang-Undang tersebut

merupakan produk dari badan legislatif bersama eksekutif, dan isi dari Undang-

Undang tersebut mengikat bagi pelaku tindak pidana apabila unsur-unsurnya

terpenuhi. Pijakan Mejelis Hakim dalam putusan 4/Pid.B/2020/PN.Bnt adalah Pasal

359 KUHP dan Pasal 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Bunyi

lengkap pasal 359 KUHP tersebut yaitu; “Barang siapa yang karena kesalahannya

menyebabkan orang lain mati diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun

atau pidana kurungan paling lama satu tahun dan pasal 1 Undang-Undang Darurat

Nomor 12 Tahun 1951 yaitu; “Barang siapa yang Yang tanpa hak memasukkan ke

Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba

menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau

mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,

mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau

sesuatu bahan peledak dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur

hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.”

Untuk sampai kepada putusan, Majelis Hakim terlebih dahulu

mempertimbangkan antara fakta hukum dan unsur-unsur yang dilanggar oleh pelaku.

Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 359 KUHP ini antara lain:

1 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h.,

41-43.

Page 85: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

76

1. Barang siapa

2. Karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati

Pertama, unsur „barang siapa‟ adalah siapa saja setiap orang sebagai subjek

huk um yang didakwa sebagai pelaku tindak pidana. Terdakwa Roketson yang

dihadapkan dipersidangan ini dengan berdasarkan fakta yang terungkap dalam

persidangan yang diperoleh dari alat-alat bukti, barang bukti dan keterangan terdakwa

sendiri yang membenarkan identitasnya dalam surat dakwaan penuntut umum, maka

terdakwa yang diajukan dalam perkara ini adalah Roketson anak dari Kekem sebagai

manusia yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan demikian,

maka unsur „setiap orang‟ telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

Kedua, unsur „Karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain

mati. Berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan bahwa terdakwa

melakukan kelalaian pada saat menembakkan senjata api yang Terdakwa gunakan

tersebut tersebut dimana Terdakwa tidak ada memeriksa terlebih dahulu apakah di

sekitar lokasi ada orang lain atau tidak dan Terdakwa tidak berhati-hati, sehingga

pada saat senjata api tersebut Terdakwa tembakkan ke arah babi hewan buruan

tersebut mengenai korban NATA yang berada di semak-semak arah depan Terdakwa

pada saat menembak babi yang Terdakwa lihat. Hasil Visum Et Repertum nomor

02/IPJ/RSUD/X/2019, tanggal 19 oktober 2019 yang ditandatangani oleh dr.Ricka

Brilianty Zaluchu, SpKF. bahwa dari hasil pemeriksaan tubuh bagian dalam pada

bagian dada tampak resapan darah di otot dada bagian dalam sebelah kiri sepanjang

sembilan sentimeter, lebar sepuluh sentimeter, bentuk tidak teratur, patah tulang dada

kelima dan enam, menembus rongga dada beserta organ paru kiri bawah, kandung

jantung dan berakhir menembus apex jantung, tidak ditemukan adanya anak peluru

dalam rongga dada diduga anak peluru berada disekitar tulang belakang, karena

kondisi jenazah sudah mengalami pembusukan sekitar tiga minggu sejak wafat dan

sudah diawetkan dengan formalin sehingga sukar dilakukan pembongkaran tulang

belakang tubuh korban, paru-paru kiri yang terkena lintasan peluru terdapat robekan

dan berwarna kehitaman, begitu juga dengan jantung korban. Dengan kesimpulan :

Page 86: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

77

berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dari pemeriksaan diatas maka saya

simpulkan bahwa jenazah adalah seorang laki-laki umur tiga puluh delapan tahun,

pada pemeriksaan luar dan dalam ditemukan tanda kekerasan tajam akibat peluru di

dada kiri korban menyebabkan pendarahan hebat, disertai mati lemas, sebab kematian

pendarahan hebat akibat kekerasan senjata api. Dengan demikian, unsur „Karena

kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati‟ telah terbukti secara sah

dan meyakinkan menurut hukum.

Pijakan Hakim dalam putusan pengadilan nomor 4/Pid.B/2020/PN.Bnt selain

menggunakan pasal 359 KUHP menggunakan Pasal 1 Undang-Undang Darurat

Nomor 12 Tahun 1951. Unsur-unsur yang terkandung dalam pasal tersebut antara

lain:

1. Barang Siapa

2. Yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba

memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai,

membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam

miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan,

atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu

bahan peledak.

Pertama, „barang siapa‟ unsur tersebut menurut majelis hakim berpendapat

bahwa unsur tersebut menunjuk kepada subyek hukum dari straafbaarfeit yang

didakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang dimaksud dalam surat

dakwaan penuntut umum. Dalam persidangan telah dihadapkan Terdakwa atas nama

Roketson anak dari Kekem dalam keadaan sehat jasmani dan rohani serta mampu

mempertanggungjawabkan perbuatannya yang merupakan Subyek Hukum tersebut.

Jika hal tersebut dikaitkan dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di Persidangan

maka ada kecocokan antara identitas Terdakwa dengan identitas sebagaimana

tersebut dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum, bahwa dialah yang dimaksud oleh

Penuntut Umum dalam Surat Dakwaannya, sehingga dalam perkara ini tidak terdapat

Error in Persona (kesalahan orang) yang diajukan ke persidangan. Dengan demikian,

Page 87: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

78

unsur „barang siapa‟ telah terpenuhi dan telah terbukti secara sah meyakinkan

menurut hukum.

Kedua, „yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima,

mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai,

membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya,

menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan

dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak.‟ Unsur kedua

tersebut mengandung makna alternatif yang terdiri dari beberapa sub unsur, sehingga

apabila salah satu dari sub unsur atau beberapa sub unsur atau seluruh sub unsur di

atas terpenuhi, maka unsur ini telah terbukti secara sah menurut hukum. Berdasarkan

keterangan yang diberikan oleh para saksi serta keterangan terdakwa dipersidangan

terungkap bahwa di dalam mempergunakan senjata api dan amunisinya sebagaimana

terurai di atas, terdakwa ternyata tidak mempunyai surat-surat ijin yang sah dari

pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan yang berlaku, karena senjata api

yang dibawa oleh terdakwa tersebut adalah milik dari korban Nata serta senjata api

beserta amunsisnya sebagaimana terurai diatas tidak bisa dimiliki, disimpan, dikuasai

ataupun digunakan oleh orang perorangan, ataupun suatu organisasi perkumpulan

yang sifatnya sebagai kegemaran/ hoby seperti yang dikuasai atau dimiliki terdakwa.

Dengan demikian, berdasarkan pemaparan di atas penulis berpendapat bahwa frasa

„tanpa hak menggunakan senjata api‟ telah terpenuhi dan karena unsur kedua tersebut

bersifat alternatif maka unsur ini telah terbukti secara sah menurut hukum.

2. Tinjauan Hukum Pidana Positif Dan Islam Terhadap Penetapan Pengadilan

Negeri Barito Selatan Nomor 4/Pid.B/2020/PN Bnt

Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan.

Pada hakikatnya, seorang Jaksa Penuntut Umum harus membuat surat dakwaan yang

bertujuan membuat terdakwa tidak dapat lolos dari jerat terhadap suatu tindak pidana.

Putusan Pengadilan Negeri Barito Selatan berangkat dari surat dakwaan yang disusun

oleh Jaksa Penuntut Umum dalam putusan pengadilan nomor 4/Pid.B/2020/PN.Bnt

menggunakan bentuk surat dakwaan kumulatif. Dakwaan kumulatif dapat diartikan

Page 88: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

79

yaitu apabila dalam berkas perkara yang diterima penuntut umum diketahui terdapat

beberapa tindak pidana yang berdiri sendiri serta harus dibuktikan semua. Dengan

demikian, dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas pembebasan

tersebut.

Dalam putusan pengadilan nomor 4/Pid.B/2020/PN.Bnt terdakwa didakwa

dengan dakwaan kumulatif yaitu dakwaan kesatu pasal 359 KUHP dalam kelalaian

yang menyebabkan kematian dan dakwaan kedua yaitu pasal 1 ayat 1 Undang-

Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 perihal menggunakan senjata api tanpa

memiliki izin dari pihak kepolisian. Dalam fakta-fakta yang terungkap dalam

persidangan serta berdasarkan keterangan yang diberikan oleh para Saksi serta

keterangan Terdakwa dipersidangan terungkap bahwa didalam mempergunakan

senjata api dan amunisinya terdakwa Roketson anak dari Kekem tidak memiliki surat-

surat ijin yang sah dari pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan yang

berlaku, serta karena kelalaian terdakwa dalam menggunakan senjata api

menyebabkan hilangnya nyawa korban. Berdasarkan pemaparan di atas, majelis

hakim dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa seluruh unsur dari dakwaan

kumulatif pertama yaitu pasal 359 KUHP dan kedua yaitu pasal 1 ayat 1 Undang-

Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 telah terpenuhi, maka terdakwa Roketson

anak dari Kekem haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan

melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kumulatif jaksa

penuntut umum.

Putusan Majelis Hakim dalam pemberian sanksi tentunya tidak lepas dari

berbagai pertimbangan serta hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

Pertimbangan majelis hakim dalam putusan nomor 4/Pid.B/2020/PN.Bnt cenderung

menggunakan teori tujuan/relatif dalam pemidanaan. Satochid Kartanegara dalam

karyanya yang berjudul Hukum Pidana Kumpulan Kuliah menjelaskan bahwa teori

tujuan/relatif dalam pemidanaan membenarkan pemidanaan berdasarkan atau

tergantung kepada tujuan pemidanaan, yaitu untuk perlindungan masyarakat atau

pencegahan terjadinya kejahatan. Oleh karena itu, diancamkannya suatu pidana dan

Page 89: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

80

dijatuhkannya sebuah sanksi bertujuan untuk memperbaiki perilaku terdakwa di

waktu yang akan datang.2 Menurut penulis, penggunaan teori tujuan/relatif dalam

pemidanaan oleh majelis hakim diindikasikan dari pertimbangan putusannya yang

menggunakan kalimat „pemidanaan haruslah dipandang dari segi edukatif, yaitu

pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa bukanlah merupakan suatu pembalasan

terhadap perbuatan terdakwa melainkan sebagai suatu pembinaan agar terdakwa

menyadari akan kesalahannya, dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi lagi

perbuatannya, sehingga kelak di kemudian hari setelah selesai menjalani pidana

Terdakwa dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif

dalam pembangunan serta dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggung jawab. Selain itu tujuan pemidanaan harus pula dipandang dari segi

preventif, yaitu pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa merupakan salah satu

bentuk pencegahan agar tidak terjadi tindak pidana serupa oleh masyarakat‟.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis berkesimpulan Majelis Hakim kurang

jeli dalam melakukan pertimbangan atas penjatuhan sanksi pidana terhadap terdakwa.

Menurut penulis sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim masih tergolong ringan

yaitu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 2 (dua) bulan. Majelis Hakim

semestinya memperhatikan hal-hal yang memberatkan terdakwa yaitu perbuatan

terdakwa telah mengakibatkan hilangnya nyawa korban. Hal tersebut sudah

menunjukkan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana yang berat sehingga

karena kelalaiannya dalam menggunakan senjata api illegal menyebabkan orang lain

meninggal dunia. Jadi, apabila ditinjau berdasarkan pemidanaan yang terdapat dalam

pasal 359 KUHP dan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951

maka pidana penjara yang divonis oleh majelis hakim hanya pidana penjara selama 1

(satu) tahun dan 2 (dua) bulan dari hukuman maksimal setinggi-tingginya selama dua

puluh tahun penjara tidak memberikan efek jera, padahal salah satu tujuan terciptanya

2 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah, (Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa,

2001), h., 57.

Page 90: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

81

hukum adalah dapat memberikan efek jera bagi pelaku.3 Demikianlah analisis

putusan pengadilan nomor 4/Pid.B/2020/PN.Bnt dalam hukum positif.

Kelalaian dalam Islam disebut dengan al-khata. Al-khata menurut istilah

adalah suatu perbuatan yang dimaafkan. Dalam hal kekeliuran niat dan pengetahuan

si pelaku sedikitpun tidak dipertimbangkan tidak adanya penduga atau kehati-hatian

dalam berbuat dan sedikitpun tidak berdosa.4

Menurut Ahmad Wardi Muslich, kelalaian (al-khata) adalah terjadinya suatu

perbuatan di luar kehendak pelaku, tanpa maksud melawan hukum, perbuatan

tersebut terjadi karena kelalaiannya atau kurang hati-hati.5 Kelalaian yang dimaksud

adalah perbuatan yang tidak ada niat dan maksud untuk melakukan tindakan tersebut.

Dalam analisa fiqh jinayah, menghilangkan nyawa seseorang karena kelalaian

termasuk dalam tindak pidana pembunuhan.6 Dengan demikian, mengenai sanksi

bagi pelaku kelalaian dalam penggunaan senjata api ilegal merupakan jarimah

pembunuhan karena kelalaian yaitu jarimah dimana pelaku tidak sengaja (berniat)

untuk melakukan perbuatan yang dilarang dan perbuatan tersebut terjadi sebagai

akibat dari kelalaiannya. Jarimah yang ada kesengajaan, semi sengaja, dan karena

kesalahan, dalam fiqh Jinayah adalah jarimah pembunuhan atau al-Qatl.

Pembunuhan dengan sengaja, dalam bahasa arab, disebut qatlual-amd. Secara

etimologi bahasa Arab, kata qatlu al-amd tersusun dari dua kata, yaitu al-qatlu dan

al-amd. Kata al-qatlu artinya peruatan yang dapat menghilangkan jiwa, sedadngkan

kata al-amd artinya sengaja dan berniat. Yang dimaksud pembunuhan dengan sengaja

adalah seorang mukallaf secara sengaja membunuh jiwa yang terlindungi darahnya

dengan cara alat yang biasanya dapat pembunuh.

3 CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011) h., 39.

4 M. Abdul Mujieb dkk, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, Cet. Ketiga), h.,

155. 5 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,

2006), Cet. Kedua, h., 155 6 Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Jinayah, (Jakarta: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h., 33.

Page 91: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

82

Pembunuhan semi sengaja (syibhu al-amd) ialah seorang mukallaf bermaksud

membunuh orang yang terlindungi darahnya dengan cara dan alat yang biasanya tidak

membunuh. Hal ini bisa jadi karena bermaksud mencelakakannya atau bermaksud

menghajarnya, seperti memukul dengan cambuk, tongkat, batu kecil, atau dengan

tangan, dan dengan seluruh cara atau alat tidak membunuh secara umumnya.

Pembunuhan karena kelalaian merupakan perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang lain

meninggal dunia serta menggunakan alat lazim yang tidak mematikan. Pada dasarnya

dalam pembunuhan ini hilangnya nyawa seseorang tersebut bukanlah tujuan dari

pelaku, akan tetapi karena kelalainnya dalam bertindak mengakibatkan hilangnya

nyawa seseorang.7 Menurut Abdul Qadir Audah,

8 pembunuhan karena kesalahan

adalah pembunuhan karena kekeliuran dimana pelaku sengaja melakukan suatu

perbuatan, tetapi tidak ada maksud untuk mengenai orang melainkan karena terjadi

kekeliuran baik dalam perbuatannya maupun dalam dugaannya. Pengertian yang

diberikan oleh Abdul Qadir Audah dipertegas oleh Wahbah Zuhaili yaitu

pembunuhan karena kesalahan adalah pembunuhan yang terjadi tanpa maksud

melawan hukum, baik dalam perbuatannya maupun objeknya.9 Unsur-unsur

pembunuhan karena kesalahan sebagaimana yang dikemukan oleh Abdul Qadir

Audah antara lain;10

Pertama, „Adanya Perbuatan yang Mengakibatkan Matinya

Korban‟. Untuk terwujudnya tindak pidana pembunuhan karena kesalahan

diisyaratkan adanya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban, baik

dikehendaki perbuatan tersebut maupun tidak. Pembunuhan karena kelalaian juga

7 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005, Cet. Pertama),

h., 143-144. 8 Abd Al-Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamiy, Juz II, (Al-Arabi: Dar al-Kitab al-

Ilmiyah, tt), h., 104. 9 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz VI, (Damaskus, Dar Al-Fikr, 1989),

h., 223. 10

Abd Al-Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamiy, Juz II, (Al-Arabi: Dar al-Kitab al-

Ilmiyah, tt), h., 108-109.

Page 92: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

83

diisyaratkan mengakibatkan kematian, baik pada saat itu maupun sesudahnya, apabila

korban tidak mati maka tindak pidana tersebut termasuk dalam tindak pidana atas

selain jiwa karena kesalahan, bukan pembunuhan.

Kedua, Perbuatan Tersebut Terjadi Karena Kelalaian‟ Unsur kelalaian ini

terdapat apabila dari suatu perbuatan timbul akibat yang tidak dikehendaki oleh

pelaku. Dengan demikian, dalam pembunuhan ini kematian terjadi akibat kelalaian

pelaku karena kurang berhati-hati. Ketidakhati-hatian itu sendiri pada dasarnya tidak

menyebabkan adanya hukuman, kecuali apabila terdapat kerugian kepada pihak lain.

Dengan demikian apabila terdapat kerugian maka terdapatlah pertanggungjawaban

dari kelalaian dan apabila tidak ada kerugian maka tidaklah ada pertanggungjawaban.

Ketiga, „Adanya Hubungan Sebab Akibat Antara Kekeliuran dan Kematian‟.

Untuk adanya pertanggungjawaban bagi pelaku dalam pembunuhan karena kelalaian

diisyaratkan bahwa kematian merupakan akibat dari kelalaian tersebut. Dengan

demikian, kelalaian merupakan penyebab bagi kematian terdapat hubungan sebab

akibat, apabila hubungan tersebut terputus maka tidak ada pertanggungjawaban bagi

pelaku.

Sanksi bagi pelaku al-qatl al-khata terbagi menjadi 2 macam yaitu sanksi

pokok dan sanksi tambahan. Sanksi pokok terhadap pembunuhan karena kesalahan

yaitu diyat dan kifarat. Hukuman diyat karena kesalahan adalah diyat mukhaffafah,

yaitu diyat yang diperingan.11

Dasar disyariatkannya perintah diyat terdapat dalam

firman Allah Swt yaitu dalam Q.s. An-Nisa (5): 92:

ا ومن ق تل مؤمنا خط ا ف تحرير رق بة مؤمن وما كان لمؤمن أن ي قتل مؤمنا إلا خط ة ودية مسلامة إقوا فإن كان من ق وم عدو لاكم وهو مؤمن ف تحرير رق بة مؤمنة أ وإن كان من ق وم هلهۦ إلا أن يصادا

أهلهۦ وترير رق بة مؤمنة يث ق فدية مسلامة إ ن هم م نكم و ي د فصيام شهرين مت تاعي ت وة ي فمن ا ي عليما حكيما وكان ٱللا ن ٱللا م

11

A. Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam, (Jakarta, PT Raja

Grafindo Persada, 1997), h., 41.

Page 93: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

84

Artinya: “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang

lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang

mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang

beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu),

kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum

(kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah

si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh)

serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak

memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-

turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui

lagi Maha Bijaksana.”

Diyat mukhaffah adalah diyat yang berlaku pada pembunuhan karena

kelalaian yang dibebankan kepada ahli waris pelaku pembunuhan dan dibayar dengan

jumlah diyat 100 ekor unta yang jika diperinci adalah 20 ekor unta bintu ma‟khad

(unta betina berumur 2 tahun), 20 ekor unta ibnu ma‟khad (unta jantan berumur 2

tahun) menurut Hanafiyah dan Hanabilah (unta jantan berumur 3 tahun), menurut

Malikiyah dan Syafi‟iyah, 20 ekor unta bintu labun (unta betina unur 3 tahun), 20

ekor unta hiqqah (unta umur 4 tahun), 20 ekor unta jadza‟ah (umur 5 tahun)12

.

Pembayaran diyat dibebankan kepada aqilah. Sayid sabiq menjelaskan bahwa aqilah

adalah kelompok yang secara bersama-sama menanggung pembayaran diyat dan

mereka adalah kelompok ashabah, yaitu semua kerabat laki-laki dari pihak bapak

yang balig, berakal, dan mampu. Dengan demikian, pihak perempuan, anak kecil,

orang gila, dan miskin tidak termasuk dalam kelompok aqilah.13

Pembebanan diyat

kepada aqilah dalam pembunuhan karena kelalaian didasarkan kepada hadist yang

diriwayatkan oleh Abu Dawud sebagai berikut:

12

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h., 176 13

Sayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Juz II, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1980), h., 470.

Page 94: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

85

هما زوخ وولد فجعل رسول وعن جار ، أنا امرأت ي من هذ يل ق ت لت أحداه ا ال خرى ولكل واحدة من راث ها الله ص م د ية المقت و لة على عا قلة القا تلة و رأ ز وجها و و لد ها قال ف قال عا قلة قت و لة مي

المرا ث ها لزو جها و و لد ها لنا ف قا ل رسو ل الله ص م ل مي

Artinya: “Dari Jabir bahwa dua orang perempuan dari kabilah Hudzail salah

satunya membunuh yang lainnya, dan wanita itu masing-masing mempunyai suami

dan anak. Maka Rasulullah Saw menjadikan diat si terbunuh atas „aqilah (keluarga)

pembunuh, sedangkan suami dan anaknya dibebaskan dari kewajiban membayar

diat. Berkata Jabir: Berkata „aqilah korban (terbunuh): Apakah warisannya jatuh ke

tangan kami? Maka Rasulullah Saw bersabda: Tidak, warisannya tetap untuk suami

dan anaknya.” (H.r. Abu Dawud).14

Kewajiban kifarat dilakukan dengan memerdekakan hamba sahaya yang

mukmin, namun apabila tidak tidak diperoleh hamba sahaya maka penggantinya

adalah berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Allah berfirman dalam dalil yang

sama, yaitu dalam Al-qur‟an Q.s. An-Nisa (5): 92, yaitu:

عليما حكيما ن ٱللا وكان ٱللا د فصيام شهرين مت تاعي ت وة م فمن ا يArtinya: “Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si

pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada

Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Kifarat ini disesuaikan dengan jumlah korban meninggal menurut pendapat

sebagian ulama, jadi misalnya dalam kasus kecelakaan yang meninggal sebanyak dua

orang, maka pelaku harus membebaskan dua hamba sahaya mukmin atau berpuasa

dua bulan berturut-turut dua kali. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa cukup

satu kifarat saja

Hukuman tambahan untuk tindak pidana pembunuhan karena kesalahan adalah

penghapusan hak waris dan wasiat. Namun dalam masalah ini, seperti dikemukakan

dalam hukuman pembunuhan sengaja, tidak ada kesepakatan dalam kalangan fuqaha.

14

Muhammad ibn Ali Asy-Syaukani, Nail Al-Authar, Juz VII, (Saudi Arabia: Idarah Al-

Bhutus Al-Ilmiah, tt), h., 242.

Page 95: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

86

Menurut jumhur ulama, pembunuhan karena keslahan dikenakan hukuman tambahan

karena pembunuhan ini termasuk dalam pembunuhan yang melawan hukum. Dengan

demikian, walaupun pembunuhan terjadi karena kesalahan, penghapusan hak waris

dan wasiat tetap diterapkan kepada pelaku, akan tetapi Imam Malik berpendapat

pembunuhan karena kesalahan tidak menyebabkan hilangnya hak waris dan wasiat

karena pelaku sama sekali tidak berniat melakukan perbuatan yang dilarang yaitu

pembunuhan.15

Bila dihubungkan dengan kelalaian dalam penggunaan senjata api yang tidak

berizin sehingga menyebabkan hilangnya nyawa orang lain dalam putusan nomor

4/Pid.B/2020/PN.Bnt yang dilakukan oleh terdakwa Roketson anak dari kekem maka

perlu diuraikan penjelasannya. Pelaku pada faktanya tidak memiliki keahlian serta

tidak mempunyai surat izin dalam penggunaan senjata api sehingga menyebabkan

korban meninggal dunia serta membuat pihak keluarga merasa sangat kehilangan,

sehingga boleh dikategorikan tindakan pelaku tersebut adalah tindakan pembunuhan

karena kesalahan dalam hukum pidana Islam.

Pada tataran pembunuhan karena kelalaian yang terjadi dalam keadaan apapun,

dalam hukum pidana Islam pelaku dikategorikan dalam Jarimat Diyat. Jarimah Diyat

adalah jarimah yang diancam dengan dengan hukuman diyat dan sudah diatur

hukumannya oleh syara‟. Perbedaannya dengan hukuman had adalah bahwa

hukuman had merupakan hak Allah (hak masyarakat) sedangkan diyat merupakan

hak individu. Diyat merupakan hak manusia maka hukuman tersebut bisa dimaafkan

atau digugurkan oleh korban atau keluarganya.

15

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h., 178.

Page 96: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

87

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penerapan hukum oleh Majelis Hakim dalam putusan pengadilan nomor

4/Pid.B/2020/PN.Bnt perihal kelalaian dalam menggunakan senjata api yang

tidak memiliki izin hingga menyebabkan hilangnya nyawa orang lain yang

dilakukan terdakwa Roketson anak dari Kekem adalah pasal 359 KUHP dan

pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 sudah tepat.

Terdakwa Roketson anak dari Kekem telah terbukti sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana karena kelalaiannya menyebabkan matinya orang dan

mempergunakan senjata api tanpa izin serta berdasarkan fakta-fakta yang

terungkap dalam persidangan, alat bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut

umum dan hasil visum et repertum, selain itu terdakwa dianggap sehat secara

jasmani maupun rohani sehingga dianggap mampu untuk

mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam putusan pengadilan nomor

4/Pid.B/2020/PN.Bnt perihal kelalaian dalam menggunakan senjata yang tidak

berizin hingga menyebabkan hilangnya nyawa orang lain yaitu menjatuhkan

pidana kepada terdakwa Roketson anak dari Kekem dengan pidana penjara

selama 1 (satu) tahun dan 2 (dua) bulan serta menetapkan terdakwa tetap ditahan

2. Sanksi yang dijatuhkan kepada terdakwa Roketson anak dari Kekem dalam

perbuatannya melakukan kelalaian dalam menggunakan senjata api yang tidak

memiliki izin hingga menyebabkan hilangnya nyawa orang lain didasarkan pada

pasal 359 KUHP dan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun

1951. Berdasarkan pasal tersebut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Barito

Selatan menganggap kualifikasinya telah terpenuhi sehingga menjatuhkan sanksi

pidana penjara selama satu tahun dan dua bulan menetapkan masa penangkapan

dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari

Page 97: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

88

pidana yang dijatuhkan. Menurut penulis, hukuman yang dijatuhkan oleh majelis

hakim dalam putusan pengadilan nomor 4/Pid.B/2020/PN.Bnt hanya satu tahun

dua bulan dari hukuman maksimal setinggi-tingginya dua puluh tahun penjara

tidak memberikan efek jera, padahal salah satu tujuan adanya penegakan adalah

memberikan efek jera bagi pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya.

Demikian ini menjadi sanksi yang dijatuhkan kepada terdakwa ditinjau dari

hukum positif. Ditinjau dari hukum pidana Islam, terdakwa Roketson anak dari

Kekem dikategorikan pembunuhan karena kesalahan karena tidak ada niat sama

sekali dari pelaku untuk melakukan pembunuhan. Sanksi bagi pelaku

pembunuhan karena kesalahan dalam hukum pidana Islam adalah diyat

mukhafafah dengan 100 ekor unta dan kafarat dengan cara memerdekan hamba

sahaya atau berpuasa selama dua bulan berturut-turut yang kedua pelaksanaan

hukumannya tersebut dibebankan aqilah.

B. Saran

1. Kepada para penegak hukum dan pemerintah agar bisa memberikan hukum

yang setimpal bagi pelaku tindak pidana kelalaian dalam menggunakan senjata

api yang tidak berizin hingga menyebabkan hilangnya nyawa supaya dapat

memberikan efek jera dan memenuhi rasa keadilan. Pemerintah bersama aparat

penegak hukum juga harus memperhatikan langkah-langkah preventif untuk

kedepannya sehinngga tidak ada lagi pelaku tindak pidana kelalaian dalam

menggunakan senjata api yang tidak berizin hingga menyebabkan hilangnya

nyawa dikemudian hari.

2. Kepada masyarakat luas, diperlukan peran serta masyarakat luas untuk

melaporkan setiap aksi tindak pidana tersebut serta lembaga-lembaga pengawas

yang konsisten melakukan pengawasan terhadap masyarakat yang memiliki

senjata api supaya peristiwa tersebut tidak terjadi lagi.

Page 98: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

89

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur‟an & Hadist

Airini Batubara, Sonya, “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Kepemilikan

Senjata Api Tanpa Hak Oleh Masyarakat Sipil”, Jurnal Hukum Kaidah,

Volume 18, Nomor 3, (Februari 2017)

Al-Faruk, Assadullah, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, Bogor: Ghalia

Indonesia, 2009.

Ali, Achmad, Keterpurukan Hukum Di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.

Ali, Mahrus, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Qadir Audah, Abdul, At-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamiy, Juz II, Al-Arabi: Dar al-Kitab

al-Ilmiyah, tt.

Amantha, Rizky, “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penjualan Senjata Api

Ilegal Melalui Media Online Facebook”, Law Journal Universitas Bandar

Lampung, VII, 8, (Februari 2018).

Arianingsih, Putri, “Upaya Indonesia Dalam Mencegah Perdagangan Ilegal Senjata

Api Berkaliber Kecil Dan Ringan”, Jurnal Hubungan Internasional, Vol. 1,

No. 2, (Januari 2015)

Aripin, Jaenal dkk, Metode Penelitian Hukum, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Atmasasmita, Romli, Perbandingan Hukum Pidana, Bandung: Mandar Maju, 2000.

Awaloedin, Djamin, Sistem Administrasi Kepolisian, Jakarta: YPKIK, 2011.

Babiej, Ahmad, “Sejarah Problematika Hukum Pidana Material Di Indonesia”,

SOSIO-RELIGIA, Vol. 5, No. 2, (Februari 2006).

Chazawi, Adam, Pelajaran Pengantar Hukum Pidana I, Jakarta: PT Raja Grafindo,

2002.

CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2011.

Page 99: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

90

Djazuli, Ahmad, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam,

Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1997.

Effendi, Erdianto, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Bandung: PT Refika

Aditama, 2011

Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, Bandung: PT Remaja Rosdyakarya,

2004.

Effendy, Rusli, Asas-Aas Hukum Pidana, Ujung Pandang: Lembaga Penelitian

Universitas Muslim Indonesia, 1989.

Eko, Nurdianto, “Pengawasan Penggunaan Senjata Api Ilegal Di Wilayah Hukum

Kepolisian Daerah Metro Jaya”, Jurnal Dialektika, Vol. 14, No. 1, (April

2019).

Emong Supardjadja, Komariah, Ajaran Melawan Hukum Dalam Hukum Pidana

Indonesia, Bandung: Alumni, 2002.

Fuady, Munir, Aliran Hukum Kritis Paradigma Ketidakberdayaan Hukum, Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

Gaarder, Joerstein, Dunia Shopie Terjemahan Rahmani Astuti, Bandung: Mizan,

1996.

Hakim, Rahmat, Hukum Pidana Islam Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.

Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2015.

Hanafi, “Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana”, Jurnal Hukum, VI, 11,

(Februari 1999).

Huda, Chairul, Dari Tiada Pidana Tanpa kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta: Kencana, 2006.

Ilyas, Amir, Asas-Asas Hukum Pidana: Memahami Tindak Pidana Dan

Pertanggungjawaban Sebagai Syarat Pemidanaan, Yogyakarta: Rangkang

Education Yogyakarta & PuKAP Indonesia, 2012.

Irfan, M. Nurul & Masyrofah, Fiqh Jinayah (Jakarta: Amzah, 2014).

Karni, Risalah Tentang Hukum Pidana, (Jakarta: Balai Buku Indonesia, 1958).

Kartanegara, Satochid, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah, (Jakarta: Balai Lektur

Mahasiswa, 2001).

Page 100: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

91

Latifah, Marfuatul, “Kepemilikan Dan Penyalahgunaan Senjata Api Di Indonesia”,

Jurnal Info Singkat Hukum, IX, No.22, (November 2017).

Maramis, Frans, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Jakarta: Rajawali

Press, 2013.

Marbun, Rocky, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Jakarta: Setara Press, 2015.

Marpaung, Leden, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Group, 2008.

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta: Bina

Aksara, 1983.

Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Roda Karya, 2004.

Mourits, Marcelino, “Hak Dan Perlindungan Bagi Pengguna Senjata Api Yang Sudah

Mempunya Izin Pakai”, Lex Crimen, (April 2019).

Muhammad ibn Ali Asy-Syaukani, Nail Al-Authar, Juz VII, Saudi Arabia: Idarah Al-

Bhutus Al-Ilmiah, tt.

Munandar, Evan, “Penanggulangan Tindak Pidana Kepemilikan Dan Penggunaan

Senjata Api Tanpa Izin Dalam Sistem Peradilan Pidana”, Syiah Kuala Law

Journal, Volume II, Nomor 3, (Desember 2018).

Murdiana, Elfa, “Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam Dan

Relevansinya Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia”, AL-

MAWARID, XII, 1, (Februari-Augustus 2012).

PAF Lamintang, Delik-Delik Khusus, (Bandung: Sinar Baru, 1984).

Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Pengawasan dan

Pengendalian Senjata Non-Organik.

Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Psikologi

bagi Calon Pemegang Senjata Api Arganik POLRI dan Senjata Non Organik

TNI/POLRI

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1960 Tentang

Kewenangan Perizinan Menurut Undang-Undang Senjata Api.

Page 101: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

92

Prodjodikoro, Wijono, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Jakarta: Refika

Aditama, 2011.

Rachmanto, Setio, “Pola Penyelendupan Dan Peredaran Senjata Api Ilegal Di

Indonesia, Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. 2, No. 5, (Agustus 2019).

Rahman, Abdur, Tindak Pidana dalam Syari‟at Islam Jakarta: Rineka Cipta, 1992.

Rendy, Bagoes, “Pertanggujawaban Pidana Atas Kepemilikan Senjata Api Tanpa Ijin

Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia, Jurist-Diction

Journal, Volume 2, Nomor 6, (November 2019).

Rini, Mei, “Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata

Api Tanpa Prosedur”, Jurnal Lex et Societatis, Volume IV, Nomor 2,

(Februari 2016).

Runtunkahu, Ernest, “Beberapa Aspek Tentang Delik Senjata Api, Amunisi Dan

Bahan Peledak Di Indonesia”, Lex Crimen, Volume VI, Nomor 4, (Juni

2019).

Sabiq, Sayid, Fiqh As-Sunnah, Juz II, Beirut: Dar Al-Fikr, 1980.

Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, Bandung: Reflika Aditama, 2007.

Saleh, Roeslan, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua

Pengertian Dalam Hukum Pidana, Jakarta; Aksara Baru, 1981.

Seno Adji, Indriarto, Pergeseran Hukum Pidana, Jakarta: Diadit Media, 2012.

Simon Runturambi Atin, Josias & Sri Pujiastuti, Senjata Api Dan Penanganan

Tindak Kriminal, Jakarta: Pustaka Obor, 2015.

Soekamto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan

singkat), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2007.

Sudarto, Hukum Dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986.

Suharti, Titik, “Grasi Dalam Konsep Tujuan Pemidanaan”, Jurnal PERSPEKTIF,

Vol. X, No. 2, (Juli 2006).

Page 102: STUDI HUKUM TERHADAP PELAKU KELALAIAN KEPEMILIKAN SENJATA …

93

Waluyo, Bambang, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2004.

Wardi Muslich, Ahmad, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah,

Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

Wardi Muslih, Ahmad, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Y. Sri Pudyatmoko, Perizinan, Jakarta: Grasindo, 2009.

Yulianti, Dwi, “Pertanggungjawaban Hukum Penguasaan Senjata Api Dan Amunisi

Tanpa Izin Oleh Warga Sipil”, Recidive Journal, Volume 3 Nomor 3,

(September 2014).

Yusman, Eka, “Pengawasan Dan Pengendalian Senjata Yang Beredar Di

Masyarakat”, e-Jurnal Katalogis, Vol. 3, No. 12, (Desember 2015).

Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz VI, Damaskus, Dar Al-Fikr,

1989.