Hubungan Tingkat Konsumsi Energi Dan Zat Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester III Di...
-
Upload
nurardhi-putra-kusuma-jaya -
Category
Documents
-
view
27 -
download
3
Transcript of Hubungan Tingkat Konsumsi Energi Dan Zat Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester III Di...
HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI DESA JATIGUWI,
KECAMATAN SUMBERPUCUNG, KABUPATEN MALANG
Wawin Misterianingtiyas*, Endang Asmaningsih**, Astutik Pudjirahaju***
Abstrak
Anemia Gizi Besi (AGB) merupakan salah satu dari empat masalah utama kekurangan gizi pada masyarakat Indonesia. Prevalensi AGB pada ibu hamil di Desa Jatiguwi, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang sebesar 70%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat konsumsi energi dan zat gizi dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 20 ibu hamil trimester III yang berdomisili di Desa Jatiguwi. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan desain Cross-Sectional. Hasil uji statistik Regresi Linier pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa hubungan tingkat konsumsi protein terhadap kejadian anemia (kadar Hb) diperoleh OR=0,286 yang berarti bahwa setiap penambahan 1 gram protein akan meningkatkan kadar Hb sebesar 28,6% dari kadar Hb awal. Sedangkan hubungan tingkat konsumsi zat besi terhadap kejadian anemia (kadar Hb) diperoleh OR=0,215 yang berarti bahwa setiap penambahan 1 miligram zat besi akan meningkatkan kadar Hb sebesar 21,5% dari kadar Hb awal. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar ibu hamil dapat mengkonsumsi makanan sesuai dengan kebutuhan selama masa kehamilan dan diperlukan adanya perbaikan pola konsumsi makan.
Kata kunci : tingkat konsumsi, anemia, ibu hamil trimester III
Abstract
Iron nutrient anaemia serves as one of four main problems of nutrient insufficiency for Indonesian people. Iron nutrient anaemia prevalence of the pregnant women in Jatiguwi Village, Subdistrict of Sumberpucung, Malang Municipality is 70%. The objective of this study was to determine the correlation between energy, nutrient intake, and anaemia of the third trimester pregnant women. The observational study was conducted using Cross-Sectional design with 20 participant pregnant. The statistical test indicated that protein and iron intakes significantly correlated with anaemia of the third trimester pregnant. The linear Regression on the CI 95% of the protein intake on anaemia showed OR=0,286 that means every addition of 1 gram protein will increase the Hb test 28,6%. Menwhile the iron intake toward anaemia showed is founded that OR=0,215 that means every addition of 1 milligram iron will increase the Hb test of 21,5%. It is suggested that pregnant women should consume the food in accordance with the requirement during pregnancy and there should be a better consumption pattern.
Keywords : nutrient intake, anaemia, third trimester pregnant women
* Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan FKUB** Histologi FKUB*** Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Malang
1
PENDAHULUAN
Anemia Gizi Besi (AGB) merupakan salah
satu dari empat masalah utama kekurangan gizi
pada masyarakat Indonesia. Berdasarkan Survey
Nasional (Survey Kesehatan Rumah
Tangga/SKRT) tahun 1995 dan 2001 menunjukkan
prevalensi AGB pada ibu hamil menurun dari
50,9% (1995) menjadi 40,1% (2001), pada WUS
15-44 tahun dari 39,5% (1995) menjadi 27,9%
(2001), sedangkan prevalensi AGB pada balita
berdasarkan SKRT tahun 2001 berkisar antara 40-
70% (Atmarita dan Tatang S. Fallah,2004).
Keadaan ini memprihatinkan, mengingat AGB
dapat mempengaruhi produktifitas kerja dan proses
pertumbuhan dan perkembangan sel otak yang
akan mempengaruhi kemampuan intelektual, yang
pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas
Sumber Daya Manusia (Soekirman,2000).
Pada ibu hamil, masalah AGB dapat
disebabkan karena asupan zat besi yang tidak
cukup dan penyerapan zat besi yang tidak adekuat.
Selain itu, karena pada masa kehamilan terjadi
peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk
pembentukan hemoglobin (Arisman,2004). Dampak
dari masalah AGB pada ibu hamil adalah bayi lahir
sebelum waktunya, Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) dan kematian bayi. Disamping itu, masalah
AGB merupakan penyebab utama tingginya angka
kematian ibu melahirkan (Rimbawan dan Yayuk F.
Baliwati,2004).
Intervensi masalah AGB secara nasional
masih memprioritaskan ibu hamil dengan
pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) yang
cakupan dari pemberian TTD kepada ibu hamil
masih sulit dipantau (Atmarita dan Tatang S.
Fallah,2004). Menurut Arisman (2004), intervensi
terhadap masalah AGB dapat dilakukan dengan
peningkatan asupan zat besi melalui konsumsi
makanan. Hal ini disebabkan total kebutuhan zat
besi selama sembilan bulan masa kehamilan
meningkat yaitu sebesar 1000 miligram, apabila
penyerapan zat besi sempurna atau 100% diserap
oleh tubuh. Namun kenyataannya, penduduk
Indonesia pada umumnya mengkonsumsi zat besi
yang berasal dari pangan nabati, yang mempunyai
daya serap rendah dibandingkan dengan pangan
hewani, yaitu 5% dari total konsumsi zat besi
(Hardinsyah,1992). Sehingga, dalam
mengkonsumsi makanan sumber zat besi, selain
memperhatikan kuantitas atau jumlah zat besi yang
terkandung dalam makanan, juga harus
memperhatikan kualitasnya yaitu daya serap dan
bahan makanan yang mempunyai nilai biologis
tinggi (makanan hewani) agar dapat memberikan
sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh
(Rimbawan dkk,1999). Banyak faktor yang
mempengaruhi tingkat penyerapan zat besi pada
makanan, baik faktor pendorong maupun faktor
penghambat. Faktor pendorong penyerapan zat
besi yaitu daging, ikan dan asam askorbat (vitamin
C), sedangkan faktor yang dapat menghambat
antara lain asam fitat, oksalat, tanin dan serat
makanan (Sunita Almatsier,2002).
Kebutuhan zat besi selama trimester I relatif
lebih sedikit, yaitu 0,8 mg sehari, yang kemudian
meningkat selama trimester II dan III yaitu hingga
6,3 mg sehari. Sebagian peningkatan ini dapat
terpenuhi dari cadangan zat besi dan dari zat besi
yang dapat diserap oleh saluran cerna. Jika
cadangan zat besi sangat sedikit, sedangkan
kandungan dan penyerapan zat besi dari dan
dalam makanan sedikit, maka pemberian
suplementasi menjadi sangat penting
(Arisman,2004).
1
Berdasarkan Survey Kajian Data Anemia
Dinas Kesehatan Jawa Timur tahun 2002,
prevalensi AGB ibu hamil di Jawa Timur sebesar
42,6%, sedangkan di Kabupaten Malang tahun
2003 sebesar 39,33%. Walaupun prevalensi AGB
tersebut relatif rendah, namun di Desa Jatiguwi,
Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang
menunjukkan prevalensi AGB pada ibu hamil
sebesar 70%. Prevalensi tersebut menduduki
peringkat kedua dari 27 kecamatan yang ada di
Kabupaten Malang dan merupakan suatu masalah
kesehatan masyarakat karena menurut Supariasa
(2002), Anemia Gizi Besi pada ibu hamil
merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat
apabila melebihi prevalensi sebesar 63,5%.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka
dipandang perlu untuk dikaji hubungan tingkat
konsumsi energi dan zat gizi dengan kejadian
anemia pada ibu hamil trimester III di Desa
Jatiguwi, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten
Malang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan tingkat konsumsi energi dan zat gizi
dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester
III.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
observasional dengan desain Cross-Sectional.
Sampel pada penelitian ini sebesar 20 ibu hamil
trimester III. Teknik pengambilan sampel dilakukan
secara Quota Sampling. Penelitian ini dilaksanakan
pada Bulan Desember 2006 - Januari 2007.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jatiguwi,
Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang.
HASIL PENELITIAN
Hasil analisis terhadap frekuensi konsumsi
makan responden disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Rata-rata Skor
Frekuensi Konsumsi Makan
Jenis Bahan Makanan
Rata-Rata Skor
Frekuensi Konsumsi
Makan
Berat Setiap
Kali Konsumsi
(Gram)
KARBOHIDRAT
Beras 85.50 81.25Jagung 10.25 45Ubi Jalar 3.80 47.5Singkong 2.35 40
PROTEIN HEWANI
Daging Sapi 1.95 30Telur 31.75 55Daging Ayam 6.70 47.5Ikan 31.50 50Hati Ayam 1.20 27.5
PROTEIN NABATI
Tahu 61.25 82.5Tempe 60.50 38.75Kacang Tanah 1.30 7Kacang Hijau 4.55 22Kacang Merah 0.55 25
SAYURAN
Bayam 30.90 29.25Daun Singkong 22.65 25.75Kangkung 13.00 24Kacang Panjang 27.65 24.5Sawi Hijau 16.40 29Buncis 8.95 22.5
BUAH-BUAHAN
Pisang 30.50 82.5Nangka 2.90 10Pepaya 13.25 43.75Jeruk 3.05 27.5Mangga 16.65 35Jambu 1.35 15
LAIN-LAINTeh 40.35 180 ccKopi 15.60 100 ccSusu Sapi 9.65 90 cc
Tabel 1 menunjukkan bahwa bahan makanan yang
sering dikonsumsi oleh responden adalah beras,
telur, ikan, tahu, tempe, bayam, pisang dan teh.
Beras dikonsumsi setiap kali makan yaitu 3 kali
sehari, protein nabati dikonsumsi 2 kali sehari,
sedangkan protein nabati, sayuran dan buah-
buahan dikonsumsi 1 kali sehari.
2
Hasil analisis terhadap kebiasaan konsumsi
makan responden disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Kebiasaan Konsumsi Makan
Kebiasaan Konsumsi Makan
Jumlah Respondenn %
Baik Kurang BaikTidak Baik
812
0
4060
0Jumlah 20 100
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar
responden memiliki kebiasaan konsumsi makan
yang kurang baik, yaitu sebesar 60%. Kebiasaan
konsumsi makan ini dinilai dari 6 aspek kebiasaan
makan sehari-hari, yaitu kebiasaan makan
beranekaragam makanan (nasi, lauk nabati, lauk
hewani, sayuran dan buah-buahan), kebiasaan
makan lebih sering dan lebih banyak dari biasanya,
kebiasaan mengkonsumsi makanan sumber zat
besi, kebiasaan sarapan pagi, kebiasaan minum air
bersih dan aman yang cukup jumlahnya, dan tidak
mengkonsumsi minuman beralkohol.
Hasil analisis terhadap jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Responden berdasarkan Jenis dan Jumlah Bahan
Makanan yang Dikonsumsi
Jenis Bahan Makanan
Konsumsi(gram)
Standar(gram)
Pencapaian (%)
KonsumsiNasi/Pengganti 406.7 500 81.3Protein Nabati 64.0 150 42.7Protein Hewani 73.8 150 49.2Sayuran 96.5 300 32.2Buah-buahan 78.1 200 39.0
Tabel 3 menunjukkan bahwa konsumsi nasi yang
merupakan sumber energi telah mencapai 81,3%
jika dibandingkan dengan standar yang telah
ditetapkan (500 gram/hari) untuk konsumsi ibu
hamil, dengan rata-rata konsumsi sebesar 406,7
gram/hari. Pencapaian konsumsi sumber protein
yang berasal dari lauk nabati dan lauk hewani
masing-masing hanya mencapai 42,7% dan 49,2%
jika dibandingkan dengan standar yang telah
ditetapkan (150 gram/hari), dengan rata-rata
konsumsi untuk lauk nabati sebesar 64 gram/hari
dan lauk hewani sebesar 73,8 gram/hari.
Sedangkan, untuk konsumsi sayuran hanya
mencapai 32,2% jika dibandingkan dengan standar
yang telah ditetapkan (300 gram/hari), dengan rata-
rata konsumsi sebesar 96,5 gram/hari. Konsumsi
buah-buahan hanya mencapai 39% dari standar
yang telah ditetapkan (200 gram/hari), dengan rata-
rata konsumsi sebesar 78,1 gram/hari.
Hasil analisis terhadap pola konsumsi
makan responden disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Distribusi Responden berdasarkan Pola Konsumsi Makan
Pola Konsumsi Makan Jumlah Responden
n %Baik Cukup Kurang
513
2
256510
Jumlah 20 100
Tabel 4 menunjukkan bahwa 25% memiliki pola
makan yang baik, 65% memiliki pola makan cukup,
dan 10% memiliki pola makan kurang. Dikatakan
mempunyai pola makan baik apabila nilai rata-rata
konsumsi makan responden ≥ 65,85, cukup apabila
nilai rata-rata konsumsi makan responden 38,07 -
65,85 dan dikatakan kurang jika nilai rata-rata
konsumsi makan responden < 38,07.
Hasil analisis terhadap tingkat konsumsi
responden disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Konsumsi
Energi dan Zat Gizi (Protein, Zat Besi dan Vitamin C)
Tingkat KonsumsiEnergi Protein Fe Vit C
n % n % n % n %Diatas AKGNormal Def. Tk. Ringan Def. Tk. Sedang Def. Tk. Berat
0037
10
00
153550
011621
05530105
0001
19
0005
95
45362
2025153010
Jumlah 20 100 20 100 20 100 20 100
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa tingkat
konsumsi energi sebesar 50% mengalami
3
defisiensi tingkat berat, tingkat protein sebesar
55% normal, tingkat konsumsi zat besi sebesar
95% mengalami defisiensi tingkat berat, dan
tingkat konsumsi vitamin C sebesar 30%
mengalami defisiensi tingkat sedang.
Hasil analisis terhadap status anemia
responden disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Responden berdasarkan Kejadian Anemia Gizi Besi
Kejadian Anemia Jumlah Responden
n %Tidak Anemia Anemia
164
8020
Jumlah 20 100
Tabel 6 menunjukkan bahwa responden yang
mengalami anemia sebesar 20% sedangkan 80%
tidak mengalami anemia.
Hasil analisis Regresi Linier menunjukkan
bahwa variabel bebas yang berhubungan secara
signifikan terhadap kejadian anemia adalah tingkat
konsumsi protein (p=0,009) dan tingkat konsumsi
zat besi (p=0,023). Sedangkan untuk variabel
bebas yang lain (pola konsumsi makan, tingkat
konsumsi energi, tingkat konsumsi vitamin C)
menunjukkan hubungan yang tidak signifikan
terhadap kejadian anemia.
PEMBAHASAN
Berdasarkan susunan hidangan yang
disajikan oleh responden dalam kehidupan sehari-
hari, menunjukkan bahwa bahan makanan yang
dikonsumsi oleh responden merupakan bahan
makanan yang mempunyai daya absorbsi zat besi
yang rendah karena termasuk dalam golongan non
heme-iron. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pencapaian konsumsi tertinggi adalah nasi
(81,3%), hal ini dikarenakan nasi dikonsumsi oleh
responden setiap kali makan yaitu 3 kali sehari.
Walaupun sering dikonsumsi oleh responden
dengan berat 406,7 gram/hari, namun nasi
merupakan hasil olahan beras, dimana daya
absorpsi zat besi dari beras termasuk rendah yaitu
1%. Protein nabati dikonsumsi oleh responden
sebesar 64 gram/hari dengan pencapaian
konsumsi 42,7%, dimana protein nabati yang paling
sering dikonsumsi adalah tahu dan tempe yang
merupakan hasil olahan kedelai. Diketahui daya
absorpsi zat besi dari kedelai termasuk rendah
yaitu hanya mencapai 6%, selain itu adanya
kandungan asam fitat dalam kedelai yang
merupakan senyawa penghambat penyerapan zat
besi dalam tubuh. Protein hewani dikonsumsi oleh
responden sebesar 73,8 gram/hari dengan
pencapaian konsumsi 49,2%. Lauk hewani yang
paling sering dikonsumsi adalah telur, dimana daya
absorpsi zat besi dari telur termasuk rendah yaitu
hanya mencapai 2-6%.
Sayuran dikonsumsi oleh responden
sebesar 96,5 gram/hari dengan pencapaian
konsumsi 32,2%. Sayuran yang paling sering
dikonsumsi adalah bayam yang merupakan
sumber zat besi, namun bayam termasuk non-
heme iron dan daya absorpsi zat besi dari bayam
termasuk rendah yaitu 1%, selain itu sayuran
tersebut dikonsumsi oleh responden dengan jumlah
yang relatif sedikit jika dibandingkan dengan
standar. Sedangkan buah-buahan dikonsumsi oleh
responden sebesar 78,1 gram/hari dengan
pencapaian konsumsi 39%. Buah merupakan
sumber vitamin dan mineral. Buah yang paling
sering dikonsumsi oleh responden adalah pisang,
dimana salah satu kandungan dari pisang adalah
vitamin C yang merupakan senyawa yang dapat
meningkatkan penyerapan zat besi.
4
Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan
responden belum beragam. Hal ini disebabkan
karena pola makan responden masih didominasi
oleh kelompok padi-padian terutama beras sebesar
81,3% sehingga sumbangan energi dari kelompok
pangan hewani, nabati, sayuran dan buah-buahan
masih relatif rendah. Pada tingkat nasional, pola
konsumsi pangan penduduk belum beragam
karena masih didominasi oleh kelompok padi-
padian terutama beras sebesar 86,3%.
Penganekaragam konsumsi pangan selama ini
sering diartikan terlalu sederhana, berupa
penganekaragam konsumsi pangan pokok.
Penganekaragaman konsumsi pangan seharusnya
mengkonsumsi aneka ragam pangan dari berbagai
kelompok pangan baik pangan pokok, lauk-pauk,
sayuran maupun buah dalam jumlah cukup.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden yang mengalami anemia hanya 20%.
Meskipun 80% responden tidak mengalami
anemia, tetapi resiko untuk terjadinya anemia pada
responden kemungkinan dapat terjadi apabila
responden dalam mengkonsumsi makanan sumber
zat besi tidak memperhatikan kuantitas dan kualitas
(daya serap dan bahan makanan yang mempunyai
nilai biologis tinggi) bahan makanan tersebut.
Prevalensi kejadian anemia pada ibu hamil ini telah
mengalami penurunan yaitu 70% (2003) menjadi
20%, hal ini dikarenakan adanya upaya
menanggulangi masalah anemia gizi besi pada ibu
hamil, yaitu dengan adanya pemberian 90 tablet Fe
pada ibu hamil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
konsumsi protein dan zat besi mempunyai
hubungan yang signifikan terhadap kejadian
anemia pada ibu hamil trimester III. Hasil uji
statistik Regresi Linier pada tingkat kepercayaan
95% menunjukkan hubungan tingkat konsumsi
protein terhadap kejadian anemia (kadar Hb)
diperoleh OR=0,286 yang berarti bahwa setiap
penambahan 1 gram protein akan meningkatkan
kadar Hb sebesar 28,6% dari kadar Hb awal.
Sedangkan hubungan tingkat konsumsi zat besi
terhadap kejadian anemia (kadar Hb) diperoleh
OR=0,215 yang berarti bahwa setiap penambahan
1 miligram zat besi akan meningkatkan kadar Hb
sebesar 21,5% dari kadar Hb awal.
Kebutuhan ibu hamil terhadap protein dan
zat besi selama masa kehamilannya mengalami
peningkatan dan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut selain memperhatikan kuantitas bahan
pangan yang dikonsumsi juga harus
memperhatikan kualitas bahan pangan tersebut.
Protein merupakan senyawa yang dapat
meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh.
Bahan pangan yang mempunyai kualitas protein
yang baik adalah bahan pangan yang berasal dari
hewani, hal ini dikarenakan kandungan protein dari
pangan hewani lebih tinggi jika dibandingkan
dengan pangan nabati. Selain itu, bahan pangan
hewani merupakan bahan pangan dengan daya
absorpsi zat besi yang baik. Namun, bahan pangan
sumber protein yang sering dikonsumsi oleh
responden merupakan bahan pangan nabati yang
mempunyai daya serap zat besi rendah seperti
tahu dan tempe.
KESIMPULAN
1. Sebagian besar pola konsumsi makan
responden termasuk dalam kategori cukup dan
masih didominasi oleh kelompok padi-padian
terutama beras sebesar 81,3% yang
5
merupakan bahan dasar dari nasi. Nasi
dikonsumsi setiap kali responden makan
sebanyak 3 kali sehari.
2. Tingkat konsumsi energi dan zat besi
responden sebagian besar mengalami
defisiensi tingkat berat, tingkat konsumsi protein
responden sebagian besar dalam kategori
normal, dan tingkat konsumsi vitamin C
responden sebagian besar mengalami
defisiensi tingkat sedang.
3. Responden yang mengalami anemia sebesar
20% dan 80% responden tidak mengalami
anemia, tetapi resiko untuk terjadinya anemia
kemungkinan dapat terjadi bila dalam
mengkonsumsi makanan sumber zat besi tidak
memperhatikan kuantitas dan kualitas (daya
serap dan bahan makanan yang mempunyai
nilai biologis tinggi) bahan makanan tersebut.
4. Tingkat konsumsi protein dan zat besi
merupakan faktor konsumsi makanan yang
berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu
hamil trimester III, dimana setiap penambahan
1 gram protein akan meningkatkan kadar Hb
sebesar 28,6% dari kadar Hb awal dan setiap
penambahan 1 miligram zat besi akan
meningkatkan kadar Hb sebesar 21,5% dari
kadar Hb awal.
SARAN
1. Hendaknya ibu hamil dapat mengkonsumsi
makanan sesuai dengan kebutuhan selama
masa kehamilan yang mengalami peningkatan.
Upaya yang dapat dilakukan guna memenuhi
kebutuhan ibu hamil adalah dengan
mengkonsumsi beranekaragam makanan,
makan lebih banyak dan lebih sering dari
biasanya, mengkonsumsi makanan sumber zat
besi, membiasakan diri untuk sarapan/makan
pagi, minum air bersih dan aman yang cukup
jumlahnya, serta tidak mengkonsumsi minuman
beralkohol dan rokok.
2. Perlu adanya perbaikan pola konsumsi makan
terutama untuk mencapai tingkat konsumsi
energi dan zat gizi (protein, zat besi dan vitamin
C) yang normal, guna mencegah terjadinya
anemia pada ibu hamil trimester III yang dapat
berdampak pada peningkatan resiko morbiditas
maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan
melahirkan BBLR dan prematur.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Krisno Budiyanto, 2002. Gizi dan Kesehatan. Bayu Media dan UMM Press, Malang.
Allen, Lindsay, 2000. Anemia and Iron Deficiency : Effects Pregnancy Outcome. American Journal Clinical Nutrition, 2000.
Arisman, 1995. Pencegahan dan Pengawasan Anemia Defisiensi Besi. World Health Organization, Jenewa.
, 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC, Jakarta.
Atmarita dan Tatang S Fallah, 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Dalam Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta.
Azrul Azwar, 2004. Tubuh Sehat Ideal Dari Segi Kesehatan. Makalah disajikan dalam Seminar Kesehatan Obesitas, Senat Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas indonesia, Depok, 15 Februari. http://www.bebas.vlsm.org/v12/artikel/pangan/DEPKES/pedum_gizi-seimbang.pdf. Diakses 4 Agustus 2006.
Davidson, Lena, 2001. Improving Iron Absorption from a Peruvian School Breakfast Meal by Adding Ascorbic Acid or Na2EDTA. American Journal Clinical Nutrition, 2001, 73 : 283-7. http://www.ajcn.org . Diakses 22 Maret 2006.
6
Dep. Kes. RI, 2000. Gizi Seimbang Menuju Hidup Sehat bagi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui Pedoman Petugas Puskesmas, Jakarta.
, 2003. Gizi dalam Angka Sampai Dengan Tahun 2002, Jakarta.
FG.Winarno, 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gary G and Torgeldy S, 2002. Anemia Prevention and Control in Four Central Asian Republics and Kazakhstan. American Journal Clinical Nutriiton, 2002. http://www.ajcn.org . Diakses 22 Maret 2006.
Hardinsyah, dkk, 1992. Gizi Terapan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Katrin R dan Yayuk F Baliwati, 2004. Sistem Pangan dan Gizi. Dalam Yayuk F Baliwati, dkk, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Jakarta.
Linder, Mc, 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara Klini., Universitas Indonesia, Jakarta.
Muhilal, 2002. Peran Gizi Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia : Telaah dari Aspek Biokimia Gizi Hingga Pedoman Gizi Seimbang, Departemen Pendidikan Nasional, Universitas Padjajaran Bandung.
Prihatini, S. B. Budiman, dkk, 1995. Metode Kualitatif untuk Pemantauan Konsumsi Pangan dalam PWSPG. Dalam PGM Jilid 18, Departemen Kesehatan RI, Badan Litbangkes, Puslitbang Gizi.
Rimbawan, dkk, 1999. Bioavailabilitas Zat Besi Secara In Vitro pada Menu Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Dalam Media Gizi dan Keluarga XXIII : 46-57.
Rimbawan dan Yayuk F Baliwati, 2004. Masalah Pangan dan Gizi. Dalam Yayuk F Baliwati, dkk, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Jakarta.
Siti Madanijah, 2004. Pola Konsumsi Pangan. Dalam Yayuk F Baliwati, dkk, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Jakarta.
Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat, Jakarta.
Suhardjo, 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara, Jakarta.
Sunita Almatsier, 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Supariasa, dkk, 2002. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta.
Trisno Haryanto, 1999. Ibu Hamil Tak Harus Ngemil. http://www.Indomedia.com/intisari/1999/juni/hamil.htm. Diakses 19 Maret 2006.
Velster, Anna, 1995. Guidelines for the Control of Iron Deficiency in Countries of the Eastern Mediterranean Middle East and North Africa. Teheran, Islamic Republic of Iran.
WHO, Food and Agricultural Organization of The United Nations, 1998. Vitamin and Mineral Requirements in Human Nutrition Second Edition.
Yenni Mulyawati, 2003. Perbandingan Efek Suplementasi Tablet Tambah Darah Dengan dan Tanpa Vitamin C terhadap Kadar Hb pada Pekerja Wanita di Perusahaan Plywood. Thesis. Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Zulahida Lubis, 2003. Status Gizi Ibu Hamil Serta Pengaruhnya terhadap Bayi Yang Dilahirkan. http://tumoutou.net/702_07134/zulhaida_lubis.htm. Diakses 4 Agustus 2006.
7