Home Visite gizi buruk

79
Klinik Dokter Keluarga FK UWKS No. Berkas : Berkas Pembinaan Keluarga No. RM : Puskesmas Porong Nama KK : An. A Tanggal kunjungan pertama kali 8 Juni 2013 Nama Pembina keluarga pertama kali : DM Frusya Pradhastri Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING Tanggal Tingkat Pemahaman Paraf Pembimbing Paraf Keterangan KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA Nama Kepala Keluarga : An. A Alamat Lengkap : Desa Porong – Sawahan RT 01 RW 02, Kec. Porong, Kab. Sidoarjo Bentuk Keluarga : Extended family (ayah, ibu, 4 anak, paman, bibi)

description

gizi buruk pada balita

Transcript of Home Visite gizi buruk

Page 1: Home Visite gizi buruk

Klinik Dokter Keluarga FK UWKS No. Berkas :

Berkas Pembinaan Keluarga No. RM :

Puskesmas Porong Nama KK : An. A

Tanggal kunjungan pertama kali 8 Juni 2013

Nama Pembina keluarga pertama kali : DM Frusya Pradhastri

Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING

Tanggal Tingkat

Pemahaman

Paraf

Pembimbing

Paraf Keterangan

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga : An. A

Alamat Lengkap : Desa Porong – Sawahan RT 01 RW 02, Kec.

Porong, Kab. Sidoarjo

Bentuk Keluarga : Extended family (ayah, ibu, 4 anak, paman, bibi)

Tabel 2. Daftar Anggota Keluarga yang tinggal dalam satu rumah

No. Nama

Kedudukan

Dalam

Keluarga

L

/

P

U

mu

r

Pendi

dikan

Pekerja

an

Pasien

Puskes

mas

Ket

Page 2: Home Visite gizi buruk

1. Tn. Moh Soleh

Kepala

Keluarga

(Ayah

Pasien)

L36

thSD

Pedaga

ng

Sayur

Tidak -

2. Ny. Sumiati Ibu Pasien P32

thMI

Pedaga

ng

Sayur

Tidak -

3. Tn. SabarPaman

PasienL

60

thSD

Tidak

bekerjaTidak -

4. Ny. Munikah Bibi Pasien P55

thSD

Tidak

BekerjaTidak -

5.An. Nurul

Jannah

Kakak

PasienP

13

thSMP Pelajar Tidak -

6.An. M.

Mustofa

Kakak

PasienL

4

th- - Tidak -

7. An. Nor AiniKakak

PasienP

2,5

th- - Tidak -

8. An. Anisa Pasien P18

bln- - Ya

Gizi

Buruk

Page 3: Home Visite gizi buruk

BAB I

STATUS PENDERITA

A. PENDAHULUAN

Laporan ini diambil berdasarkan kasus dari seorang anak bawah lima

tahun (balita) dengan status gizi buruk, berjenis kelamin perempuan dan

berusia 18 bulan, dimana penderita merupakan salah satu dari pasien balita

dengan gizi buruk yang berada di wilayah Puskesmas Kecamatan Porong,

Kabupaten Sidoarjo, dengan berbagai masalah yang dihadapi. Mengingat

kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat khususnya di daerah

Puskesmas Kecamatan Porong Kabupaten Sidoaro beserta permasalahannya

seperti kurangnya pengetahuan masyarakat tentang status gizi balita dan

dampaknya bagi tumbuh kembang anak. Oleh karena itu penting kiranya

bagi penulis untuk memperhatikan dan mencermatinya untuk kemudian bisa

menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan

B. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. A

Umur : 18 bulan

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : -

Pendidikan : -

Agama : Islam

Alamat : Desa Porong – Sawahan RT 01 RW 02

Suku : Jawa

Tanggal periksa : 08 Juni 2013 pukul 11.00

Page 4: Home Visite gizi buruk

C. ANAMNESIS

1. Keluhan utama : Sesak

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Tiga bulan yang lalu penderita datang dengan keluhan sesak disertai

batuk dan panas badan sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah

sakit, penderita juga tampak kurus dengan mata tampak cowong dan turgor

kulit menurun. Penderita dibawa oleh keluarga dan warga setempat ke

Puskesmas Kecamatan Porong dan dirawat selama satu minggu. Pada saat

itu pasien juga dinyatakan mengalami gizi buruk. Dan sampai saat ini pasien

masih dalam program penanganan gizi buruk dari Puskesmas kecamatan

Porong, Sidoarjo.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah memiliki penyakit apapun sebelumnya

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Bibi pasien menderita penyakit batuk lama sejak 5 tahun yang lalu

namun pernah diperiksakan tes dahak dan hasilnya negatif TB. Bibi pasien

lalu hanya berobat alternatif saja.

5. Riwayat Kebiasaan :

Tidak ada

6. Riwayat Sosial Ekonomi:

Penderita adalah anak ke-empat dari empat bersaudara dari pasangan

suami istri, Tn. S dan Ny.S. Ayah dan ibu penderita tinggal di sebuah rumah

yamh berpenghuni 8 orang (Penderita, Ayah, Ibu, Tiga orang kakak ,

Paman, dan Bibi). Penderita belum sekolah dan sehari-hari di asuh oleh

ibunya bergantian dengan bibinya jika ibu pasien sedang ikut bekerja

menemani ayahnya. Ayah penderita bekerja sebagai pedagang sayur di

Page 5: Home Visite gizi buruk

pasar. Ibu penderita sering menemani ayahnya dan membantu berjualan

sayur di pasar. Sumber pendapatan keluarga didapatkan dari berjualan sayur

tersebut dengan penghasilan rata-rata per hari Rp. 500.000,- namun hasil

penjualan tersebut digunakan kembali untuk modal berjualan keesokan

harinya. Ayah atau ibu pasien sendiri tidak tahu pasti penghasilan bersihnya

karena selalu habis terpakai untuk pengeluaran kebutuhan sehari-hari dan

modal dagang.

7. Riwaya gizi:

Penderita makan sehari-harinya dengan bubur halus atau nasi tim

dua kali sehari dan minum susu formula atau minum air gula di botol susu.

Penderita termasuk anak yang sulit untuk makan. Sejak sakit nafsu makan

penderita juga menurun.

D. ANAMNESIS SISTEM

1. Kulit: warna kulit sawo matang, kulit gatal (-)

2. Kepala: rambut kepala tidak rontok, luka pada kepala (-), benjolan/borok

di kepala(-)

3. Mata: ketajaman penglihatan baik

4. Hidung: tersumbat (-), mimisan (-)

5. Telinga: keluar cairan (-)

6. Mulut: sariawan (-), mulut kering (-)

7. Tenggorokan: serak (-)

8. Pernafasan: sesak nafas (-), mengi (-), batuk (-)

9. Kardiovaskular: nyeri dada (-)

10. Gastrointestinal: mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun

(+), BAB tidak ada keluhan

11. Genitourinaria: BAK lancar, warna kuning

12. Neuropsikiatri: Neurologik: kejang (-), lumpuh (-)

Psikiatrik: mudah menangis (-)

13. Muskuloskeletal: kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)

Page 6: Home Visite gizi buruk

14. Ekstremitas: Atas: bengkak (-), sakit (-)

Bawah: bengkak (-), sakit (-)

E. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum:

Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, GCS (EVM): 4 – 5 – 6

status gizi kesan kurang

2. Tanda Vital dan status gizi:

- Tanda vital:

Nadi: 118 x / menit, reguler, kuat angkat, simetris

Pernafasan: 24 x / menit

Suhu: 36.4 oC

Tensi: -

- Status gizi:

BB: 6.5 kg

TB: 61.5 cm

Berdasarkan data instalasi gizi pada saat ditemukan (22 Maret 2013) :

TB/U = - 4,06 SD sangat pendek

BB/U = -4,75 SD berat badan sangat rendah

BB/TB = -2,79 kurus

Pemeriksaan saat kunjungan rumah :

TB/U = 61,5 / 75 x 100% = 82% malnutrisi berat

BB/U = 6,5 / 13,5 x 100% = 48% malnutrisi berat

BB/TB = 6,5 /6,3 x 100% = 1003% normal

Lingkar Kepala = 42cm

Menurut kurva lingkar kepala Nellhaus < - 2 SD

Lingkar lengan atas = 12,5 / 16,5 x 100% = 75,8 % normal

Status gizi menurut KMS : bawah garis merah

Page 7: Home Visite gizi buruk

3. Kulit

- Warna:, ikterik (-), sianosis (-)

- Kepala: bentuk normocephali; tidak ada luka; keadaan rambut jarang,

penampang tipis, mudah dicabut; tidak ada atrofi m. Temporalis; tidak ada

papula, nodula; tidak ada kelainan mimik wajah/bell’s palsy

4. Mata

Conjuctiva tidak pucat; s klera tidak ikterik; pupil bulat isokor 3mm /3mm;

reflek cahaya direct +/+, indirect +/+; warna kelopak coklat/coklat; katarak

-/-; tidak ada radang/conjuctivitis/uveitis

5. Hidung

Nafas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada, deformitas hidung tidak

ada.

6. Mulut

Bibir tidak pucat, bibir tidak kering, lidah tidak kotor, papil lidah tidak

atrofi, tepi lidah tidak hiperemis,

7. Telinga

Nyeri tekan mastoid tidak ada; sekret tidak ada; pendengaran tidak

berkurang; keadaan cuping telinga dalam batas normal

8. Tenggorokan

Tonsil tidak membesar, pharing tidak hiperemis

9. Leher

Posisi trakea di tengah; tidak ada pembesaran kelenjar tiroid; tidak ada

pembesaran kelenjar limfe; tidak ada lesi pada kulit

10. Thoraks

Bentuk Simetris, tidak ada retraksi interkostal, tidak ada retraksi subkostal

- Cor:

I: ictus cordis tidak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas kiri atas: SIC II 1 cm lateral LPSS

Batas kanan atas: SIC II LPSD

Batas kiri bawah: SIC V 1cm lateral LMCS

Page 8: Home Visite gizi buruk

Batas kanan bawah: SIC IV LPSD

Batas jantung kesan: tidak melebar

A: BJ I-II dengan intensitas normal, reguler, bising (-)

- Pulmo:

I: pengembangan dada kanan dan kiri simetris

P: fremitus raba dada kanan dan kiri sama

P: sonor di kedua lapang paru

A: suara dasar vesikuler

Suara tambahan RBK (-), wheezing (-)

11. Abdomen

I: posisi dinding perut dengan dinding abdomen (sejajar), venektasi (-)

A: peristaltik (Bising Usus Normal)

P: konsistensi kenyal, nyeri tekan, H/L/R tidak teraba pembesaran

P: tympani di seluruh lapang perut

12. Sistem columna vertebralis

I: deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis(-), lordosis(-)

P: nyeri tekan (-)

P: NKCV (-)

13. Ekstremitas: palmar eritema(-)

Akral dingin: oedem:

14. Sistem genetalia : dalam batas normal

15. Pemeriksaan neurologik:

- Fungsi luhur: dalam batas normal

- Fungsi vegetatif: dalam batas normal

- Fungsi sensorik: dalam batas normal

- Fungsi motorik:

K: 5 5 T: N N RF: 2 2 RP: - -

5 5 N N 2 2 - -

Page 9: Home Visite gizi buruk

16. Pemeriksaan psikiatrik

- Penampilan: sesuai umur

- Kesadaran: kualitatif tidak berubah, kuantitatif compos mentis

- Afek: appropriate

- Psikomotor: normoaktif

- Proses pikir: bentuk: tidak dapat di evaluasi

Isi: tidak dapat di evaluasi

Arus: tidak dapat di evaluasi

- Insight: tidak dapat di evaluasi

F. TUMBUH KEMBANG ANAK

Pada pemeriksaan Denver II ditemukan adanya Keterlambatan

perkembangan motorik kasar, yaitu kemampuan AN. A setara dengan usia 9

bulan.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan

H. RESUME

Seorang Anak perempuan usia 18 bulan dengan keluhan utama sesak

disertai panas badan dan disertai tanda-tanda dehidrasi. Tiga bulan yang lalu

penderita datang dengan keluhan sesak disertai batuk dan panas badan sejak

kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, penderita juga tampak

kurus dengan mata tampak cowong dan turgor kulit menurun. Penderita

dibawa oleh keluarga dan warga setempat ke Puskesmas Kecamatan Porong

dan dirawat selama satu minggu. Pada saat itu pasien juga dinyatakan

mengalami gizi buruk. Dan sampai saat ini pasien masih dalam program

penanganan gizi buruk dari Puskesmas kecamatan Porong, Sidoarjo.

Pada pemeriksaan fisik tampak sakit sedang, kesadaran compos

mentis, GCS (EVM): 4 – 5 – 6 status gizi kesan kurang. Tanda Vital dan

Page 10: Home Visite gizi buruk

status gizi: Nadi: 118 x / menit, reguler, kuat angkat, simetris. Pernafasan:

24 x / menit, suhu: 36.4 oC. Status gizi berdasarkan TB/U = - 4,06 SD

(sangat pendek), BB/U = -4,75 SD (berat badan sangat rendah), BB/TB = -

2,79 (kurus).

Pemeriksaan saat kunjungan rumah : TB/U = 61,5 / 75 x 100% =

82% (malnutrisi berat), BB/U = 6,5 / 13,5 x 100% = 48% (malnutrisi berat),

BB/TB = 6,5 /6,3 x 100% = 1003% (normal), lingkar Kepala = 42cm,

menurut kurva lingkar kepala Nellhaus ( < - 2 SD), lingkar lengan atas =

12,5 / 16,5 x 100% = 75,8 % (normal), status gizi menurut KMS : bawah

garis merah.

I. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS

Diagnosis biologis: Gizi Buruk (dalam penanganan program gizi

puskesmas)

Diagnosis psikologis: -

Diagnosis sosial ekonomi dan budaya:

Status ekonomi rendah

Kondisi lingkungan dan rumah kurang sehat

J. PENATALAKSANAAN

Non medika mentosa

Kegiatan stimulasi meliputi berbagai kegiatan untuk merangsang

perkembangan anak seperti latihan gerak, bicara, berpikir, mandiri serta

bergaul. Kegiatan stimulasi ini dapat dilakukan oleh orang tua atau keluarga

setiap ada kesempatan atau sehari-hari (Depkes 1997).

Anak Gizi buruk/ KEP berat didapatkan keterlambatan perkembangan

mental dan perilaku sehingga diberikan:

• Kasih sayang

• Lingkungan yang ceria

• Terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit /hari

• Aktifitas fisik segera setelah sembuh

Page 11: Home Visite gizi buruk

• Keterlibatan ibu (memberi makan,

• memandikan, bermain )

Medikamentosa

Berupa pemberian makanan tambahan pemulihan status gizi, misalnya :

Jumlah kebutuhan : Energi 350 – 400 kalori

Protein 10 - 15 g

1. Bentuk makanan PMT-P

Makanan yang diberikan berupa :

a. Kudapan (makanan kecil) yang dibuat dari bahan makanan

setempat/lokal.

b. bahan makanan mentah berupa tepung beras,atau tepung lainnya,

tepung susu, gula minyak, kacang-kacangan, sayuran, telur dan lauk

pauk lainnya

c. Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan (PMT-P) yang

dibawa pulang

Contoh bahan makanan yang dibawa pulang :

Alternativ

e

Kebutuhan Paket Bahan Makanan/Anak/Hari

I Beras 60 g Telur 1 butir atau kacang-

kacangan 25 g

gula 15 g

II Beras 70 g Ikan 30 g -

III Ubi/singkong 150

g

Kacang-kacangan 40 g gula 20 g

V Tepung ubi 40 g Kacang-kacangan 40 g gula 20 g

2. Lama PMT-P

pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) diberikan setiap hari

kepada anak selama 3 bulan (90 hari)

Page 12: Home Visite gizi buruk

BAB II

IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. FUNGSI KELUARGA

1. Fungsi biologis

Keluarga terdiri dari penderita, Ayah (Tn. Soleh, 36 tahun), Ibu

(Ny.Sumyati, 32 tahun), tiga orang kakak (An. Nurul Janah, 13 tahun; An.

M. Mustofa, 4 tahun; An. Nor Aini, 2.5 tahun). Selain dengan ayah, ibu

dan ketiga kakaknya, penderita juga tinggal satu rumah dengan paman

(Tn. Sabar, 60 tahun) dan bibi (Ny. Munikah, 55 tahun).

Penderita ketika lahir ditolong oleh bidan, spontan, tidak langsung

menangis, setelah lendir dihisap penderita baru menangis kuat. Ibu tidak

tahu warna lendir yang dihisap. Saat lahir, berat badan penderita 2 kg

dengan panjang 60 cm di rumah seorang bidan desa.

2. Fungsi psikologis

An.A tinggal serumah dengan kedua orang tuanya, kakak, serta

paman dan bibinya. Hubungan keluarga mereka terjalin cukup akrab,

komunikasi antar keluarga cukup baik. Kedua orang tua penderita bekerja

malam hari dan pulang pada pagi harinya, oleh karena itu penderita diasuh

oleh bibinya, namun jika orang tuanya ada dirumah, penderita diasuh oleh

orang tuanya, terutama ibunya. Penderita juga mendapat perhatian dari

kakak tertuanya. Jika ibunya sibuk dengan kakak-kakaknya yang juga

masih balita, pasien biasanya diasuh oleh kakak tertuanya atau bibinya.

Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara

musyawarah dengan keputusan terakhir ada pada ayah penderita.

3. Fungsi sosial

Penderita adalah anak yang jarang bermain di luar, waktu

bermainnya lebih banyak di rumah bersama keluarganya, jika pagi atau

Page 13: Home Visite gizi buruk

siang hari lebih banyak bersama ibunya sementara malam hari diasuh oleh

bibinya. Dalam masyarakat, penderita dan keluarganya hanya sebagai

anggota masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu

dalam masyarakat. Kedua orang tua penderita kurang aktif dalam kegiatan

sosial di masyarakat karena selain sibuk dengan pekerjaannya juga sibuk

dengan mengurus rumah tangga dan keluarga. Kegiatan-kegiatan yang

harus mengeluarkan biaya juga menjadi penghambat bagi keluarga ini

untuk aktif dalam kegiatan sosial dan kemasyarakatan.

4. Fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan

Penghasilan keluarga berasal dari satu sumber, yaitu dari hasil

berjualan sayur di pasar yang dilakukan ayah penderita dengan dibantu

oleh ibu penderita. Penghasilan mereka per hari sekitar Rp. 500.000,-

dengan pengeluaran yang banyak dipakai untuk modal berjualan keesokan

harinya dan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari delapan orang

anggota keluarga yang tinggal di rumah seperti makan, minum, ataupun

biaya-biaya lainnyaseperti pengobatan, bayar iuran yang ada. Keluarga

penderita tidak pernah menyisihkan uang untuk menabung karena

penghasilannya sudah habis membiayai anggota keluarga yang tinggal

serumah dan untuk modal usaha.

Untuk kebutuhan air dengan menggunakan air tanah yang

ditampung dalam sumur. Untuk memasak memakai kompor gas dua

tungku. Makan sehari-hari, nasi, lauk pauk seperti ikan, atau ayam.

Frekwensi makan tidak tentu kadang-kadang 2-3 kali sehari. Kalau ada

keluarga yang sakit biasanya dicoba di obati sendiri dengan obat-obatan

alternatif atau herbal sebelum dibawa ke pelayanan kesehatan seperti

puskesmas.

5. Fungsi penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi

Penderita masih belum dapat memecahkan masalah sendiri karena

usia kedewasaan yang belum cukup. Untuk kemampuan beradaptasi

Page 14: Home Visite gizi buruk

penderita tidak takut dengan orang baru yang ia kenal dan cepat beradaptasi

bermain bersama namun harus ada orang tua atau orang yang lebih dulu

dikenalnya.

B. APGAR SCORE

ADAPTATION

An.A masih belum mampu berkomunikasi dengan baik, jika ada

sesuatu yang penderita inginkan ataupun yang penderita tidak sukai

penderita hanya menangis atau mengucap kata-kata yang belum lengkap.

PARTNERSHIP

An.A selalu ditemani dengan anggota keluarga yang tinggal serumah

secara bergantian dan dapat bersosialisasi dengan baik.

GROWTH

An.A belum dapat mengungkapkan keinginannya dengan baik.

AFFECTION

An.A mendapatkan kasih sayang yang cukup dari seluruh anggota

keluarga yang tinggal serumah meskipun terkadang tidak bersama orang

tuanya.

RESOLVE

An.A mendapatkan kebersamaan dalam keluarga yang cukup baik

meski jarang bermain dengan kedua orang tuanya karena orang tuanya

bekerja pada malam hari dan pagi atau siang harinya lebih banyak dipakai

untuk beristirahat karena lelah.

Page 15: Home Visite gizi buruk

APGAR Tn. Moh Soleh terhadap

keluarga

Sering/

selalu

Kadang-

kadang

Jarang/

tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

keluarga saya bila saya menghadapi

masalah

P Saya puas cara keluarga saya membahas

dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya

menerima dan mendukung keinginan

saya untuk melakukan kegiatan baru atau

arah hidup yang baru.

A Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan

merespon emosi saya seperti kemarahan,

perhatian, dll.

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan

saya membagi waktu bersama-sama

Total poin=9 fungsi keluarga dalam keadaan baik

Tn. Moh Soleh bekerja sebagai pedagang sayur di pasar yang

berangkat malam hari dan pulang pagi hari sehingga waktu siang hari atau

sore hari dimana merupakan kesempatan untuk bersama keluarga dipakai

untuk beristirahat sehingga sulit untuk membagi waktu untuk bersama-

sama.

Page 16: Home Visite gizi buruk

APGAR Ny. Sumyati terhadap keluarga Sering/

selalu

Kadang-

kadang

Jarang/

tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

keluarga saya bila saya menghadapi

masalah

P Saya puas cara keluarga saya membahas

dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya

menerima dan mendukung keinginan

saya untuk melakukan kegiatan baru atau

arah hidup yang baru.

A Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan

merespon emosi saya seperti kemarahan,

perhatian, dll.

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan

saya membagi waktu bersama-sama

Total poin=9 fungsi keluarga dalam keadaan baik

Ny. Sumyati ikut menemani suaminya bekerja sebagai pedagang

sayur di pasar yang berangkat malam hari dan pulang pagi hari sehingga

waktu siang hari atau sore hari digunakan untuk beristirahat dan mengurus

pekerjaan rumah tangga sehingga sulit untuk membagi waktu untuk

bersama-sama.

Page 17: Home Visite gizi buruk

APGAR Tn. Sabar terhadap keluarga Sering/

selalu

Kadang-

kadang

Jarang/

tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

keluarga saya bila saya menghadapi

masalah

P Saya puas cara keluarga saya membahas

dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya

menerima dan mendukung keinginan

saya untuk melakukan kegiatan baru atau

arah hidup yang baru.

A Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan

merespon emosi saya seperti kemarahan,

perhatian, dll.

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan

saya membagi waktu bersama-sama

Total poin=9 fungsi keluarga dalam keadaan baik

Tn. Sabar bekerja serabutan sehingga waktu pagi hari hingga sore

hari dipakai lebih banyak diluar rumah untuk mencari pekerjaan sehingga

sulit untuk membagi waktu untuk bersama-sama.

Page 18: Home Visite gizi buruk

APGAR Ny. Munikah terhadap keluarga Sering/

selalu

Kadang-

kadang

Jarang/

tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

keluarga saya bila saya menghadapi

masalah

P Saya puas cara keluarga saya membahas

dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya

menerima dan mendukung keinginan

saya untuk melakukan kegiatan baru atau

arah hidup yang baru.

A Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan

merespon emosi saya seperti kemarahan,

perhatian, dll.

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan

saya membagi waktu bersama-sama

Total poin=9 fungsi keluarga dalam keadaan baik

Ny. Munikah tidak bekerja dan sehari-harinya dirumah mengasuh

An. Anisa dan dua kakakknya yang masih kecil-kecil . Karena hampir

seluruh anggota keluarga memiliki aktivitas masing-masing, waktu untuk

bersama-sama dianggap kurang.

Page 19: Home Visite gizi buruk

APGAR An. Nurul Jannah terhadap

keluarga

Sering/

selalu

Kadang-

kadang

Jarang/

tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

keluarga saya bila saya menghadapi

masalah

P Saya puas cara keluarga saya membahas

dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya

menerima dan mendukung keinginan

saya untuk melakukan kegiatan baru atau

arah hidup yang baru.

A Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan

merespon emosi saya seperti kemarahan,

perhatian, dll.

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan

saya membagi waktu bersama-sama

Total poin=9 fungsi keluarga dalam keadaan baik

An. Nurul Jannah merupakan kakak tertua An. Anisa yang masih

besekolah di tingkat SMP, sepulang sekolah ia mengasuh ketiga adiknya

dan membantu mengurus urusan rumah sehingga sulit untuk memiliki

waktu untuk bersama-sama.

C. SCREEM

SUMBER PATHOLOGY KET

Sosial Interaksi sosial yang baik antar anggota

keluarga juga dengan saudara pertisipasi

mereka dalam masyarakat kurang baik

karena memiliki aktivitas masing-masing

+

Page 20: Home Visite gizi buruk

dan kedua orang tua penderita bekerja pada

malam hari sehingga pagi/siang hari

digunakan untuk beristirahat.

Cultural Kepuasan atau kebanggan terhadap budaya

kurang baik, hal ini dapat dilihat dari

pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga

maupun di lingkungan, banyak tradisi

budaya yang tidak lagi diikuti. Jarang

mengikuti acara-acara yang bersifat hajatan,

sunatan, nyadran,dll. Namun masih

menggunakan bahasa jawa yang baik, tata

krama dan kesopanan

+

Religius

Agama menawarkan

pengalaman spiritual

yang baik untuk

ketenangan individu

yang tidak

didapatkan dari yang

lain.

Pemahaman agama cukup, namun

penerapan ajaran agama kurang, hal ini

dapat dilihat dari orang tua dan keluarganya

yang hanya menjalankan sholat sesekali

saja.

+

Ekonomi Ekonomi keluarga ini termasuk ekonomi

lemah, untuk kebutuhan primer masih belum

dapat terpenuhi dan belum mampu

mencukupi kebutuhan sekunder, diperlukan

skala prioritas untuk pemenuhan kebutuhan

hidup.

+

Edukasi Pendidikan anggota keluarga kurang

memadai. Tingkat pendidikan dan

pengetahuan orang tua masih rendah.

Kemampuan untuk memperoleh dan

memiliki fasilitas pendidikan seperti buku-

+

Page 21: Home Visite gizi buruk

buku, koran terbatas.

Medical

Pelayanan kesehatan

puskesmas

memberikan

perhatian khusus

terhadap kasus

penderita

Tidak mampu membiayai pelayanan

kesehatan yang lebih baik dalam mencari

pelayanan kesehatan. Keluarga ini biasanya

menggunakan pengobatan alternatif sebelum

dibawa ke puskesmas. Selain karena letak

puskesmas cukup jauh juga karena kegiatan

lain sehingga tidak sempat ke puskesmas

+

Keterangan:

Sosial (+) artinya keluarga An. Anisa memiliki permasalahan dalam

berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Hal ini dilihat dari jarang

bersosialisasi dengan tetangga atau masyarakat setempat.

Cultural (+) artinya keluarga An. Anisa memiliki permasalahan di bidang

kebudayaan setempat. Hal ini dapat dilihat dari keikutsertaan keluarga

dalam acara-acara adat setempat yang masih jarang.

Religius (+) artinya keluarga An.Anisa memiliki permasalahan dalam

bidang agama, keluarga An. Anisa tidak menjalankan kewajiban sholat 5

waktu. Hal ini akan mempengaruhi ketentraman batin karena penderita dan

keluarganya kurang dekat dengan Tuhan terutama dalam menghadapi

berbagai permasalahan yang ada.

Ekonomi (+) artinya keluarga An. Anisa memiliki permasalahan dalam hal

perekonomian keluarga. Hal ini dapat dilihat dari kurang baiknya

pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan belum dapat memenuhi kebutuhan

sekunder maupun tertier

Edukasi (+) artinya keluarga An. Anisa memiliki permasalahan dalam

pendidikan. Hal ini dilihat dari pendidikan terakhir keluarga A.Anisa yang

mayoritas hanya tamat SD sehingga mempengaruhi pengetahuan dan pola

pikir keluarga An. Anisa.

Medical (+) artinya keluarga An. Anisa memiliki permasalahan di bidang

kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari sikap keluarga dalam menghadapi

Page 22: Home Visite gizi buruk

anggota keluarga yang sakit tidak langsung dibawa ke pusat pelayanan

kesehatan melainkan coba diobati sendiri.

D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Alamat lengkap: Desa Porong Dusun Sawahan RT

Bentuk keluarga: Extended Family

Diagram 1. Genogram keluarga An.Anisa.

Dibuat tanggal 8Juni 2013

Sumber: data primer, 8 Juni 2013

Keterangan:

Penderita

- Tn Sabar- 36 tahun- Laki-laki- Serabutan- Etnis Jawa

- Tn Moh Soleh- 36 tahun- Laki-laki- Pedagang Sayur- Etnis Jawa

- An. Nurul Janah- 13 tahun- Perempuan- Pelajar- Etnis Jawa

- An.M. Mustofa- 4 tahun- Laki-laki- Tidak Bekerja- Etnis Jawa

- Ny.Munikah- 55 tahun- Perempuan- Tidak Bekerja- Etnis Jawa

- An. Nor Aini- 2,5 tahun- Perempuan- Tidak Bekerja- Etnis Jawa

- An. Anisa- 18 bulan- Perempuan- Tidak Bekerja- Etnis Jawa

- Ny. Sumyati- 32 tahun- Perempuan- Pedagang Sayur- Etnis Jawa

Page 23: Home Visite gizi buruk

Ayah penderita : Tn. Moh Soleh

Ibu penderita : Ny. Sumyati

Paman Penderita : Tn. Sabar

Bibi Penderita : Ny. Munikah

Kakak Penderita : An. Nurul Jannah

Kakak Penderita : An. M. Mustofa

Kakak Penderita : An. Nor Aini

E. INFORMASI POLA INTERAKSI KELUARGA

Hubungan baik dan hubungan tidak baik antar anggota keluarga

Keterangan : : hubungan baik

: hubungan tidak baik

An. Anisa, 18 bulan

An. Nor Aini, 2,5 tahun

Ny.Sumyati, 32 tahun

Tn. Moh. Soleh, 36 tahun

Tn. Sabar, 60 tahun

An. M. Mustofa, 4 tahun

An. Nurul Jannah, 13 tahun

Ny. Munikah,55 tahun

Page 24: Home Visite gizi buruk

Hubungan antara An. Anisa, ayah, ibu, paman, bibi, serta ketiga kakaknya

baik dan dekat. Antara masing-masing anggota keluarga juga baik, tidak

sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga

F. Pertanyaan Sirkuler

1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh ibu?

Jawab: Ibu memberikan obat dan merawat penderita, serta menyediakan

kebutuhan penderita selama sakit. Jika sakit berlanjut baru dibawa ke

puskesmas

2. Ketika ibu bertindak seperti itu apa yang dilakukan ayah?

Jawab: Mendukung

3. Ketika ayah seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain?

Jawab: Mendukung

4. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?

Jawab: Ayah penderita, karena semua keputusan ada pada ayah penderita

meskipun sudah di musyawarahkan.

5. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?

Jawab: Ibu penderita

6. Selanjutnya siapa?

Jawab: Bibi pasien, karena selama ibu penderita ikut menemani ayah

bekerja penderita diasuh oleh bibinya.

7. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita?

Jawab: Tidak Ada. Karena seluruh anggota keluarga bergantian mengasuh

pasien.

8. Siapa yang tidak selalu setuju dengan pasien?

Jawab: Ayah. Karena keputusan terakhir ada pada ayah.

9. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lain?

Jawab: Ayah. Karena keputusan terakhir ada pada ayah.

Page 25: Home Visite gizi buruk

BAB III

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KESEHATAN

A. Identifikasi faktor perilaku dan non perilaku

1. Faktor perilaku keluarga

An. A adalah seorang anak dari pasangan Tn. M dan Ny. S.

Penderita belum sekolah dan masih dalam proses pertumbuhan dan

perkembangan anak. Sejak tiga bulan ini penderita memiliki status gizi

buruk dan kedua orang tua penderita belum banyak memiliki

pengetahuan tentang kesehatan khususnya tentang gizi balita dan

pentingnya pola asuh serta sanitasi yang berkaitan erat dengan

penyakit penderita. Walaupun begitu kedua orang tua An.A

tetapmenginginkan anaknya sehat dengan gizi seimbang.

Menurut semua anggota keluarga ini sehat adalah terhindar dari

penyakit dan tetap dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Keluarga ini

menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka sakit akan

menghambat pekerjaan mereka dan pendapatan keluarga akan

berkurang sehingga membebani anggota keluarga lainnya. Keluarga ini

meyakini bahwa sakitnya bukan berasal dari guna-guna atau sihir

melainkan karenapola pemberian makanan yang kurang seimbang.

Mereka tidak mempercayai mitos namun untuk berobat masih belum

dapat mengandalkan puskesmas karena letaknya jauh dari tempat

tinggal dan biaya untuk ke puskesmas tidak cukup.

Perabot keluarga di rumah ini tidak tertata rapi dan kebersihan

dalam rumah sangat kurang. Barang-barang hanya diletakkan

seadanya. Rumah jarang disapu dan halaman rumah tidak tertata rapi.

Keluarga ini tidak memiliki fasilitas jamban sehingga apabila

ingin membuang hajat langsung ke kali. Untuk melakukan kegiatan

cuci mencuci dan mandi keluarga ini menggunakan air sumur.

Page 26: Home Visite gizi buruk

2. Faktor non perilaku

Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga

dengan ekonomi lemah. Keluarga ini hanya memiliki satu penghasilan

dari berjualan sayur di pasar. Dari penghasilan tersebut harus dibagi

untuk modal usaha di hari berikutnya serta pemenuhan kebutuhan

hidup sehari-hari. Untuk kebutuhan sekunder dan tersier belum dapat

terpenuhi.

Rumah yang dihuni keluarga ini masih kurang memadai karena

masih kekurangan dalam pemenuhan standar kesehatan. Lantai belum

di ubin, hanya dilapisi oleh semen, pencahayaan ruangan kurang,

ventilasi kurang, dan tidak memiliki fasilitas jamban keluarga.

Pembuangan limbah keluarga belum memenuhi sanitasi lingkungan

karena limbah keluarga tidak dialirkan melainkan hanya dibiarkan

keluar dari rumah ke belakang rumah dan dibiarkan meresap, serta

belum adanya got pembuangan limbah keluarga. Sampah keluarga

dibuang di tempat pembuangan sampah yang ada di samping rumah.

Keluarga ini jarang mengunjungi pusat kesehatan masyarakat setempat

(Puskesmas Porong).

B. Identifikasi Lingkungan Rumah

- Gambaran lingkungan

Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 10 x 7 cm

yang berdempetan dengan rumah tetangganya dan menghadap ke

Utara, tidak memiliki pagar pembatas dan pada pekarangan rumah

terdapat pohon-pohon pisang. Di sebelah Timur terdapat jalan berbatu

dan disebrang rumah terdapat selokan yang kebersihannya sangat

kurang. Selain itu di dekat rumahnya juga terdapat kandang kambing

milik tetangganya, serta dekat dengan pembuangan sampah. Rumah

penderita terdiri dari ruang tamu yang juga berfungsi sebagai ruang

keluarga dan menonton TV serta berfungsi sebagai ruang tidur

anggota keluarga, dua kamar tidur, dapur dan kamar mandi jadi satu

Page 27: Home Visite gizi buruk

dan tidak memiliki fasilitas jamban sehingga untuk membuang hajat

harus ke kali terlebih dahulu. Rumah terdiri dari tiga pintu keluar yaitu

satu pintu depan dan satu pintu belakang, serta satu pintu kecil di

samping rumah. Terdiri dari tiga buah jendela, satu di ruang tamu dan

di tiap kamar idur terdapat jendela namun jarang dibuka. Di depan

rumah terdapat teras yang berukuran 3m x 1m, lantai rumah sebagian

besar terbuat dari bahan semen dan pada bagian dapur berlantaikan

tanah. Ventilasi dan penerangan rumah masih kurang, atap tersusun

dari abses dan tidak ditutup dengan langit-langit. Masing-masing

kamar terdiri dari kasur kapuk tanpa dipan, dinding rumah terbuat dari

semen yang tidak di cat. Perabotan rumah tangga sangat minim.

Sumber air untuk kebutuhan sehari-hari dari air sumur. Secara

keseluruhan kebersihan rumah masih kurang. Sehari-hari keluarga

memasak menggunakan kompor gas dan tungku kadang menggunakan

kayu bakar.

- Denah rumah (skala 1:100)

Kamar Tidur

Kamar Tidur

Ruang Tamu + Ruang Kelg + Km. Tidur

T e r a s

Kandang

Kambing

Sumur Dapur

Km. Mandi

Poh

on-p

ohon

Pis

ang

+Te

mpa

t Jem

ur P

akai

an

Page 28: Home Visite gizi buruk

BAB IV

DAFTAR MASALAH

A. Masalah aktif:

a. Status Gizi Buruk pada Anak Balita

b. Kondisi ekonomi lemah

c. Pengetahuan orang tua yang kurang tentang penyakit penderita

d. Resiko terkena penyakit lainnya

B. Faktor resiko:

a. Penularan TB

b. Lingkungan dan tempat tinggal yang tidak sehat

DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN

(menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang

ada dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

An. Anisa

18 bulan

1. Lingkungan dan rumah

yang tidak sehat

2. Kondisi

ekonomi lemah

3. Resiko tekena

penyakit

8. Tingkat

pendidikan orang

tua masih rendah

7. Persepsi orang tua

dan anggota keluarga

yang salah tentang

penyakitnya

6. Underweight

4. Ada anggota

keluarga yang

menderita TB

5. P H B S

Page 29: Home Visite gizi buruk

BAB V

PATIENT MANAGEMENT

A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT

1. Support psikologis

Pasien memerlukan dukungan psikologis dengan memberikan

perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi, memberikan

perhatian pada pemecahan masalah yang ada, memantau kondisi

fisik dengan teliti dan berkesinambungan, memberikan stimulasi.

Sehingga diharapkan suppport psikologis tersebut dapat

mendukung tumbuh kembang pasien.

Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal

yang harus dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan

evaluasi kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi

psikososial.

2. Penetraman hati

Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem

psikologis antara lain yang disebabkan kecemasan yang dialami

akibat peyakitnya. Pada pasien ini dikarenakan faktor usia, dia

masih belum bisa mengerti kondisi yang dialaminya. Sehingga

penentraman hati disini ditujukan bagi orang tua pasien agar tekun

dalam menjalani pengobatan anaknya sesuai petunjuk dokter.

3. Penjelasan, basic konseling dan pendidikan pasien.

Perlu diberikan penjelasan yang benar kepada orang tua pasien dan

keluarganya tentang kondisi pasien, dan cara penanganannya. Hal

ini bisa diakukan saat pasien kunjungan pertama kali di puskesmas,

saat rawat inap, dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter

maupun oleh petugas Yankes.

Keluarga pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan

kesembuhannya melalui penatalaksanaan yang dianjurkan oleh

Page 30: Home Visite gizi buruk

dokter. Penderita dan keluarganya juga diberi penjelasan tentang

pentingnya menjaga kebersihan.

4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri

sendiri.

Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri

orang tua pasien bahwa ia bisa menjalani pengobatan anaknya

dengan baik.

5. Pengobatan

Medikamentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam

penatalaksanaan.

6. Pencegahan dan promosi kesehatan

Pencegahan dan promosi kesehatan

B. PREVENSI BEBAS GIZI BURUK UNTUK KELUARGA LAINNYA

(AYAH, IBU DAN KELUARGA LAINNYA)

Prevensi untuk bebas gizi buruk antara lain dengan cara :

1. Memberikan ASI eksklusif dan MP-ASI pada bayi sesuai

kebutuhan

2. Makan makanan yang mengandung gizi seimbang

3. Meningkatkan Perhatian / Dukungan Ibu terhadap Anak dalam

Praktek Pemberian Makanan

4. Pemantauan pertumbuhan anak

5. Penggunaan garam beryodium

6. Menjaga kebersihan lingkungan dan rumah agar bersih dan sehat

Page 31: Home Visite gizi buruk

BAB VI

TINJAUAN PUSTAKA

GIZI BURUK

A. LATAR BELAKANG

Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi

pemantauan pertumbuhan dan identifikasi faktor risiko melalui kegiatan

surveilans. Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia.

Hasil Susenas menunjukkan adanya penurunan prevalensi balita gizi buruk

yaitu dari 10,1% pada tahun 1998 menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan

menjadi 6,3% pada tahun 2001.

Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber

daya manusia. Gizi buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan

angka kematian tetapi juga menurunkan produktifitas, menghambat

pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan kebodohan dan

keterbelakangan (Novitasari, 2012).

Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan

gizi masyarakat, gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh,

dapat meningkatkan kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan yang

normal (Depkes RI, 2004). Namun sebaliknya gizi yang tidak seimbang

menimbulkan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh

Indonesia, masalah gizi yang tidak seimbang itu adalah Kurang Energi

Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan

Yodium (GAKY) dan Anemia Gizi Besi (Depkes RI, 2004 ).

Khusus untuk masalah Kurang Energi Protein (KEP) atau biasa

dikenal dengan gizi kurang atau yang sering ditemukan secara mendadak

adalah gizi buruk terutama pada anak balita, masih merupakan masalah

yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh pemerintah, walaupun

penyebab gizi buruk itu sendiri pada dasarnya sangat sederhana yaitu

kurangnya intake (konsumsi) makanan terhadap kebutuhan makan

Page 32: Home Visite gizi buruk

seseorang. Sebelum gizi buruk ini terjadi, telah melewati beberapa tahapan

yang dimulai dari penurunan berat badan dari berat badan ideal seorang

anak sampai akhirnya terlihat anak tersebut sangat buruk (gizi buruk). Jadi

masalah sebenarnya adalah masyarakat atau keluarga balita belum

mengatahui cara menilai status berat badan anak (status gizi anak).

B. DEFINISI

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan

nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi

menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut

kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut

marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi

pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh

membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di

mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan

lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang

dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe

malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh

kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk

terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Novitasari,

2012).

Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat

diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal

2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan

pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia

bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang

bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi

istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat

atau akut (Novitasari, 2012).

Page 33: Home Visite gizi buruk

C. PENILAIAN STATUS GIZI

Penilaian status gizi merupakan perbandingan keadaan gizi

menurut hasil pengukuran terhadap standar yang sesuai dari individu atau

kelompok masyarakat tertentu. Metode penilaian status gizi ada 2 macam

yaitu secara langsung dan tidak langsung. Metode penilaian status gizi

secara langsung dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik dan penilaian

laboratoris. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung antara

lain dengan studi konsumsi pangan (Susilowati, 2008).

Pada penilaian status gizi dengan studi konsumsi pangan, metode

yang sering digunakan adalah metode “ recall” konsumsi dalam 24 jam

yang lalu. Konsumsi pangan merupakan indikator pangan yang baik.

Pemeriksaan laboratoris mempunyai kemampuan untuk memberikan cara

yang lebih tepat dan obyektif untuk menilai status gizi. Namun

pemeriksaan laboratoris kurang praktis dilakukan di lapangan, karena

perlu tenaga ahli khusus. Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan

proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan

data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk

kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data objektif

dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta

sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim penilai (Susilowati, 2008).

Pada prinsipnya, penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian

pada periode kehidupan lain. Komponen penilaian status gizi meliputi

pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung

dan tidak langsung (Susilowati, 2008).

Penilaian gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat

penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.

Page 34: Home Visite gizi buruk

1. Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau

dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan

berbagi macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan antropometri secara

umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan

energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan

proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

Dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita

menggunakan metode antropometri. Antropometri sebagai indikator status

gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter, antara lain:

umur, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar

pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Beberapa indeks antropometri

yang sering digunakan yaitu berat badan menurun umur (BB/U), tinggi

badan menurut umur (TT/U) dan berat badan menurut tinggi badan

(BB/TB). Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan

gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan–

perubahan yang mendadak misalnya karena terserang penyakit infeksi,

menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang

dikonsumsi. Berat badan (BB) juga merupakan parameter antropometri

yang sangat labil dalam keadaan normal dimana keadaan kesehatan baik

dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka BB

berkembang mengikuti pertambahan umur (Susilowati, 2008).

2. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting

untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas

perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan

ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel

Page 35: Home Visite gizi buruk

(supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral

atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti

kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis

secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk

mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah

satu atau lebih zat gizi. Di samping itu untuk mengetahui tingkat gizi

seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan

gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Susilowati, 2008).

3. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen

yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam

jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urine,

tinja, dan beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penggunaan

metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan

terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang

kurang spesifik, maka penetuan kimia faali dapat lebih banyak menolong

untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Susilowati, 2008).

4. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan

status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan

melihat perubahan struktur dari jaringan.

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat menjadi tiga yaitu

survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Soetjiningsih,

1995).

a. Survey konsumsi makanan

Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi

secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan zat gizi yang

dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan gambaran tentang

Page 36: Home Visite gizi buruk

konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei

ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan gizi

b. Statistik vital

Pengukuran status gizi dangan statistik vital adalah dengan

menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian

berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu

dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaanya

dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung status gizi

masyarakat

c. Faktor Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi

beberapa factor fisik, biologi, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan

yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,

dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk

mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk

melakukan program intervensi gizi (Susilowati, 2008).

D. KLASIFIKASI GIZI BURUK

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan

marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri

atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda, antara lain

(Wahidin 2007) :

1. Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.

Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak

terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit),

rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan

pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak

sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih

merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Wahidin

2007).

Page 37: Home Visite gizi buruk

a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan

otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit

b. Wajah seperti orang tua

c. Iga gambang dan perut cekung

d. Otot paha mengendor (baggy pant)

e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

2. Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger

baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan

protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat

adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung

kaki sampai seluruh tubuh

a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah

dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut

kepala kusam.

c. Wajah membulat dan sembab

d. Pandangan mata anak sayu

e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba

dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir

yang tajam.

f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah

menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (Wahidin 2007).

3. Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik

kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup

mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.

Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari

normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan

Page 38: Home Visite gizi buruk

rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula

(Wahidin 2007).

E. PATOFISIOLOGIS GIZI BURUK

Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau

anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik

seperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut

mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan

vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting

bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi

karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel

kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan

gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu

protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan

terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah

yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun

senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin

(Wahidin 2007).

Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air

(dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin

pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn

protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan,

hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan

protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini

membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL,

maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada

akhirnya penumpukan lemak di hepar.

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema.

Pitting edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti

semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga

tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi

Page 39: Home Visite gizi buruk

ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke

intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari

ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga

keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi

protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada

intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran

sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi

sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena

pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Nelson, 2007).

Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus

adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak

cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua

dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi

kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara

kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada

beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga

berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-

sebab marasmus adalah sebagai berikut :

a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan

kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan

yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya

pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.

b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi

enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia,

pielonephiritis dan sifilis kongenital.

c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan,

penyakit Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis,

mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic

fibrosis pankreas

d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut

pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat

Page 40: Home Visite gizi buruk

e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan

yang cukup

f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic

hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance

g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru

ditegakkan bila penyebab maramus yang lain disingkirkan

h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan

tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus

i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk

timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula

perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan

pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak

mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama

gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.

F. DAMPAK GIZI BURUK

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu

saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun

negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri.

Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena

kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan)

asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi

buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap

mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali

terkena infeksi (Soetjiningsih, 1995).

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam

jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul

antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis,

hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan

kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan

namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch

Page 41: Home Visite gizi buruk

up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini

berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.

Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance

anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang

diakibatkannya dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi

terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat

beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak

terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu

aset yang vital bagi anak.

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi

buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis,

mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain.

Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ,

penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan

pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja

merosotnya prestasi anak (Nelson, 2007).

G. FAKTOR PENYEBAB GIZI BURUK

Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut (Wahidin,

2007) :

1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang

dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita

penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi

sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.

2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga,

perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain

faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk

adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan

kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk

dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah

Page 42: Home Visite gizi buruk

kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh

anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya.

Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan

makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan

makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak

tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat

makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan

kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena

keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik

akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan

memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan

terjadinya infeksi (Soetjiningsih, 1995).

Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi

kekurangan zat-zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang

kurang karena makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus

(malabsorbsi), penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan

kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare, pendarahan, gagal

ginjal atau keringat yang berlebihan (Soetjiningsih, 1995).

H. TATA LAKSANA UTAMA BALITA GIZI BURUK DI RUMAH

SAKIT

alam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase

stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus

trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana

ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun

marasmik-kwarshiorkor (Wahidin 2007).

Page 43: Home Visite gizi buruk

Tahap Penyesuaian

Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima

makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein

(TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama

1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk

menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7

kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah

formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa

+2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan

lembek. Bila ada, berikan ASI.

Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti

makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan

makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.

b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.

c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap

dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari.

Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan

d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari

tiap 2-3 jam.

Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan

lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).

Tahap Penyembuhan

Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara

berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga

konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram

protein/kg berat badan sehari.

Tahap Lanjutan

Page 44: Home Visite gizi buruk

Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh

makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua

hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang

mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai

dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin

diperlukan adalah :

a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda

hipoglikemia.

b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.

c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat

hipomagnesimia.

d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral

atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin

A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis

maksimal 400.000 SI.

e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat

besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya

menyertai KKP berat.

Page 45: Home Visite gizi buruk

ALUR DETEKSI DINI DAN RUJUKAN STATUS GIZI BURUK

Page 46: Home Visite gizi buruk

HUBUNGAN KONDISI PERUMAHAN DENGAN GIZI BURUK

Kondisi Lingkungan memegang peranan penting dalam

menentukan status kese-hatan balita. Lingkungan yang baik akan

memberikan dampak yang baik bagi ke-sehatan guna menciptakan

manusia yang berkualitas. Sebaliknya lingkungan yang kumuh akan

berdampak buruk pada status kesehatan.

Faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan lingkungan

diantaranya adalah kondisi keluarga. Kondisi keluarga yang baik akan

memberikan pengaruh kepada lingkungan fisik rumah, ketahanan pangan

dan asupan gizi anggota ke-luarga. Dengan baiknya kondisi keluarga akan

memungkinkan keluarga memper-baiki lingkungan fisik rumah dan akan

memberikan dampak yang baik bagi kese-hatan. Baiknya lingkungan fisik

rumah akan memberikan kontribusi terhindarnya balita dari kontak

langsung dengan kontaminan. Sehingga antara lingkungan fisik rumah

dengan kondisi keluarga erat hubungannya.

Kondisi keluarga juga mempunyai hubungan dengan ketahanan

pangan, karena dengan baiknya kondisi keluarga membuat orang tua akan

memenuhi ke-butuhan akan asupan pangan yang cukup. Dengan

terpenuhinya pangan keluarga akan memperbaiki kondisi status gizi

balitanya, karena salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah

ketahanan pangan keluarga. Dengan baiknya sta-tus gizi balita akan

berhubungan dengan status kesehatan.

Berdasarkan dari Laporan Dinas Kesehatan Kota Padang tahun

2004 ten-tang kajian kesehatan lingkungan menyatakan bahwa cakupan

jamban keluarga baru mencapai 76 %, air bersih 84,9 %, sistem

pembuangan air limbah (SPAL) 77 %, sistem pembuangan sampah yang

belum memadai. Kondisi lingkungan se-perti ini akan menjadi

permasalahan serius yang perlu diperhatikan.

Kondisi itu banyak ditemukan pada rumah tangga pinggiran yang

masih sangat minim dalam penanganan masalah lingkungan. Ditandai

Page 47: Home Visite gizi buruk

dengan belum adanya wc sendiri, tempat pembuangan sampah rumah

tangga, belum tersedianya sarana air bersih, masih menggunakan media

kayu sebagai bahan bakar dan masih banyaknya rumah dengan kondisi

tidak sehat. Kondisi ini akan menyebabkan ter-jadinya kontak langsung

antara kontaminan dengan balita dan ibu yang mempe-ngaruhi keadaan

kesehatan balita itu sendiri.

Status kesehatan dan status gizi balita saling memberi dampak,

karena ke-dua faktor ini saling mempengaruhi. Baiknya asupan gizi akan

memberikan pe-ngaruh yang baik bagi status kesehatan balita. Karena

status gizi pada balita ada-lah salah satu indikator dalam pembangunan

nasional. Pada masa balita mereka mengalami masa pertumbuhan dan

perkembangan yang cepat dan sangat penting untuk keberlangsungan

hidupnya. Oleh karena itu status gizi merupakan salah sa-tu ukuran

penting dari kualitas sumber daya manusia.

Sanitasi

Sanitasi adalah suatu usaha kesehatan yang bertujuan untuk

mencegah fak-tor-faktor hidup yang dapat menimbulkan berbagai macam

penyakit secara epi-demologi, meliputi semua media pemukiman hidup

organisme serta segala kondisi yang secara langsung maupun tidak yang

diduga dapat mempengaruhi tingkat ke-hidupan dan kesehatan organisme

itu sendiri. Tempat pembuangan limbah rumah tangga di rumah pasien

terlihat tidak teratur. Kondisi rumah juga bersebelahan dengan kandang

kambing diman dapat menularkan penyakit akibat sanitasi yang buruk.

Tempat pembuangan kotoran rumah tangga (jamban) juga tidak ada di

rumah tersebut sehingga jika buang air besar di kali.

Air Minum

Air terlindungi yaitu air yang terhindar dari kontaminan luar

seperti air ledeng, pam, atau sejenisnya atau air yang langsung dari mata

air tanpa harus kena sinar matahari terlebih dahulu me-lalui pipa yang

Page 48: Home Visite gizi buruk

menyalurkan ke rumah-rumah. Sedangkan air tidak terlindungi a-dalah air

sungai, air sumur terbuka dan air hujan. Di tempat rumah pasien sumber

air minum berasal dari air sumur, dimana lokasi rumah pasien berdekatan

dengan lokasi lumpur, sehingga ada kemungkinan sumber air yang

digunakan sudah tercemar.

Bahan Bakar

Bahan bakar dengan memperhatikan aspek bahan bakar yang digunakan

untuk memasak. Bahan bakar dikategorikan pada bahan bakar kayu,

kompor dan kompor gas. Kondisi di rumah pasien masih menggunakan

tungku sebagai alat masak dimana kebersihannya masih belum terjamin,

Lantai Rumah

Lantai rumah adalah keadaan fisik konstruksi lantai rumah dimana masih

berupa lantai dari tanah.

Kebiasaan dan perilaku penghuni

1. Harus rajin membersihkan rumah

2. Memindahkan kandang hewan jauh dari rumah

3. Membuat tempat pembuangan limbah yang baik

4. Membuat jamban

5. Membersihkan alat makanan dan minuman termasuk alat memasak

Page 49: Home Visite gizi buruk

BAB VII

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Segi biologis

An. A (18 bulan), penderita status gizi buruk (dalam

penanganan program gizi puskesmas)

Bibi penderita memiliki penyakit batuk lama curiga TB.

Rumah dan lingkungan sekitar keluarga An.A tidak sehat

Pola pemberian nutrisi yang kurang baik

2. Segi psikologis

Hubungan antara anggota keluarga dan anggota masyarakat

yang terjalin cukup akrab namun

Pengetahuan akan status gizi balita masih kurang berhubungan

dengan tingkat pendidikan yang masih rendah

3. Segi sosial

Problem ekonomi menjadi kendala utama dalam keluarga ini

yang berpengaruh pada ketidak mampuan mendapatkan

pelayanan dan informasi tentang kesehatan keluarga juga

untuk dapat mempunyai fasilitas sanitasi, rumah yang sesuai

dengan standart kesehatan

4. Segi fisik

Rumah dan lingkungan sekitar keluarga An.A tidak sehat

Page 50: Home Visite gizi buruk

B. SARAN

- Untuk masalah medis sekaligus status gizi

1. Preventif: pasien diberikan makanan dengan menu seimbang.

Menjaga lingkngan rumah agar bersih dan sehat, memperhatikan

higiene sanitasi dan lingkungan.

2. Promotif: edukasi keluarga pasien mengenai pola makan yang

memenuhi gizi seimbang dan diberi pengarahan mengenai cara

penyiapan dan penyimpanan makanan yang baik. Diusahakan

makanan sederhana tetapi mengandung menu gizi seimbang.

3. Kuratif: mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung

banyak kalori dan protein yang mencukupi kebutuhan tubuh,

selain itu dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

4. Rehabilitatif : memberikan stimulasi guna tumbuh kembang dan

pemulihan kondisi pasien.

- Untuk masalah lingkungan tempat tinggal dan rumah yang tidak sehat

dilakukan langkah-langkah :

1. Promotif : edukasi penderita dan anggota keluarga untuk menjaga

kebersihan rumah dan lingkungan rumah.

- Untuk masalah problem ekonomi

1. Rehabilitatif : hendaknya pemerintah memperhatikan supaya

setiap masyarakat dapat memperoleh pendapatan yang layak.

Sehingga masyarakat dapat membeli makanan yang lebih baik

(bergizi) sehingga masalah gizi buruk tidak terjadi.

- Untuk masalah persepsi mengenai penyakit

1. Promotif : memberikan pengertian kepada keluarga pasien

mengenai gizi buruk, bahwa gizi buruk dapat ditangani dengan

baik hingga sembuh.

Page 51: Home Visite gizi buruk

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Winda, 2010, Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Lokal

Terhadap Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang di Kelurahan Sambiroto

Tembalang Kota Semarang, Fakultas Kedokteran Universitas

Doponegoro, Semarang

Wahidin 2007, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK

UI,cetakan kesebelas, FK UI, Jakarta

Departemen kesehatan RI, 2004, Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan

Masyarakat, Jakarta

Departemen kesehatan RI, 2005, Standar Pemantauan Gizi Balita.

Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Nelson, 2007, Ilmu Kesehatan Anak, Ed 15th , EGC, Jakarta

Novitasari, Dewi, 2012, Faktor-Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada

Balita yang Dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang, Fakultas

Kedokteran Universitas Doponegoro, Semarang

Simangunsong, Matthew Mindo P., 2009, Status Gizi Bayi, FK UI, Jakarta

Siregar, Arifin, 2004, Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhinya, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra

Utara, Medan

Page 52: Home Visite gizi buruk

Soekirman, 2009, Ilmu Gizi dan Aplikasinya, Departemen Pendidikan

Nasional, Jakarta

Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta

Supariasa, I Dewa Nyoman, 2002, Penilaian Status Gizi, EGC, Jakarta