hirsprung
-
Upload
anwar-siregar -
Category
Documents
-
view
29 -
download
0
description
Transcript of hirsprung
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan jiwa adalah keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik,
mental dan intelektual yang optimal dari seseorang serta perkembangan tersebut
berjalan selaras dengan orang lain. Sementara pengertian sakit jiwa adalah kondisi
kejiwaan seseorang tidak mampu mengaktualkan tiga potensi dalam dirinya yaitu
adaptasi , regulasi, dan interaksi. Salah satu anggota jiwa yakni halusinasi. Halusinasi
adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra dalam skizoprenia.
Penderita gangguan jiwa sering mengalami gangguan pikir dan sering
memiliki khayalan serta halusinasi, dimana manifestasi dan khayalan ini adalah
mengeluarkan perkataan yang bukan – bukan. Halusinasi tersebut benar – benar dapat
didengar, dilihat, bahkan dirasakan oleh si penderita. Berdasarkan data yang ada,
pada anak yang kedua orang tuanya tidak menderita skizoprenia, kemungkinan
terkena penyakit ini adalah satu persen. Sementara pada anak yang salah satu orang
tuanya menderita skizoprenia, kemungkinan terkena adalah 13 persen. Dan jika kedua
orang tua menderita skizoprenia maka resiko terkena adalah 35 persen. Dari
Berdasarkan Data Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara
jumlah penderita gangguan jiwa schizoprenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2006 sebanyak 1.311 jiwa rawat inap dan 8.417 jiwa rawat
jalan.
Di Indonesia penderita schizoprenia masih kurang mendapatkan tempat,
padahal penyakit ini bisa disembuhkan. Dimana penderita schizoprenia sangat yakin
bahwa apa yang ia dengar dan lihat juga didengar dan dilihat oleh lingkungan
sekelilingnya. Keyakinan ini kadang menjadi kendala bagi penyembuhannya, karena
jika si penderita masih meyakini halusinasinya maka ia tetap menganggap dirinya
waras. Halusinasi sering sekali mengarahkan tindakan penderita , memperingatkan
tentang suatu bahaya atau memberitahu dia apa yang harus dilakukan. Bahkan tak
jarang si penderita asyik bercakap – cakap dengan tokoh yang muncul dalam
halusinasi ini. (www.Sinarharapan.com).
Berdasarkan pertimbangan di atas maka penulis berkeinginan untuk
membahas tentang Asuhan Keperawatan Jiwa pada klien dengan masalah utama
Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran. Adapun tujuan penulis untuk mendapatkan
pengalaman yang nyata tentang bagaimana usaha – usaha yang dilakukan dalam
pelaksanaan Asuhan Keperawatan Jiwa. Disamping itu penulis mampu memahami
konsep Keperawatan , melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa Keperawatan ,
membuat perencanaan , melaksanakan tindakan Keperawatan dan dapat membuat
evaluasi sekaligus membuat pembahasan dengan cara membandingkan antar konsep
yang ada dengan kenyataan yang terjadi pada kasus.
Sehubungan dengan keterbatasan waktu dan pengetahuan maka penulis hanya
membatasi dan menguraikan satu kasus saja yaitu Asuhan Keperawatan Jiwa Pada
Tn. S dengan masalah utama Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran di Ruang
Singgalang Rumah Sakit Jiwa Medan Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Metode penulisan yang digunakan dalam karya tulis ini adalah dengan metode
deskriptif yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya melalui studi kasus dan
mempelajari literatur terkait dengan masalah perubahan persepsi sensori halusinasi
pendengaran dengan menggunakan teknik antara lain:
1. Studi kepustakaan dengan mempelajari buku – buku dan tulisan ilmiah yang
berhubungan dengan perubahan persepsi sensori halusinasi pendengaran.
2. Observasi yaitu dengan mengamati kondisi klien sebagai pokok pelaksanaan
dalam asuhan Keperawatan .
3. Wawancara yaitu melakukan tanya jawab dengan klien dan tim kesehatan
lain.
4. Metode dokumentasi yaitu pengambilan data dan catatan medik dan
Keperawatan tentang klien.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra:
dalam schizoprenia, halusinasi pendengaran merupakan
halusinasi yang paling banyak terjadi (Ann Isaacs, hal: 151)
Halusinasi pendengaaran adalah terdengar suara yang jelas yang tampaknya
timbul di luar diri sendir, suara ini harus terdiri lebih dari
bisikan, gerutu yang tak dapat dipahami atau sering kali suara –
suara ini mengkomentari atau mengarahkan tindakan pasien.
(Barry Guze,1997, hal: 115).
Perubahan persepsi sensori halusinasi pendengaran yaitu suatu keadaan seseorang
mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus
yang mendekat (yang diprakarsai secara internal atau eksternal)
disertai dengan suatu pengurangan berlebih – lebihan, distorsi
atau kelainan berespons terhadap setiap stimulus. (Townsen
M.C, hal: 156).
Respons adaptif Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten
dengan pengalaman Perilaku sesuia
hubungan sosial
Pikiran kadang menyimpang
ilusi reaksi emosional
berlebih atau berkurang perilaku ganjil atau
tidak biasa menarik diri
Respons mal adaptif Kelainan pikiran / delusi Halusinasi Ketidakmampuan untuk
mengalami emosi Ketidakberaturan Isolasi sosial
2.2 Konsep Dasar
Rentang respons neurobiologis
Menurut stuart dan sunnden rentang respons neurobiologis dapat dilihat pada
gambar di bawah ini:
2.3 Klasifikasi Halusinasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan
karakteristik tertentu, diantaranya:
a. halusinasi pendengaran : karakteristik ditandai dengan mendengar suara,
terutama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan
dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan /
atau panorama yang luas dan kompleks.
c. Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis,
dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses.
d.Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak
enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis, dan menjijikkan.
2.4 Manifestasi Klinis
a. bicara, senyum dan tertawa sendiri
b. menarik diri dan menghindar dari orang lain
c. tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata
d. tidak dapat memusatkan perhatian / konsentrasi
e. sikap curiga dan bermusuhan
f. merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan
g. ekspresi wajah tegang
h. kekacauan alur pikir
2.6 Tingkat Intensitas Halusinasi
Tahap Karakteristik Perilaku Klien
Tahap I: memberi rasa
nyaman tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan.
Tahap II: menyalahkan tingkat kecemasan
berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati
Tahap III: mengontrol tingkat
kecemasan berat. Pengalaman
halusinasi tidak dapat ditolak lagi
Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas
Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran (non psikotik)
Pengalaman sensorik menakutkan
Merasa dilecehkan oleh pengalaman, sensori tersebut .
Mulai merasa kehilangan kontrol
Menarik diri dari orang lain.Non psikotik
Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi )
Isi halusinasi menjadi atraktif.
Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik
Tersenyum tertawa sendiri
Menggerakkan bibir tanpa suara
Pergerakan mata yang cepat
Respons verbal yang lambat
Diam dan berkonsentrasi
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkuangan berkurang
Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya.
Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.
Perintah halusinasi ditaati Sulit berhubungan dengan
orang lain Perhatian terhadap
lingkungan berkurang hanya beberapa detik
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tempat tremor dan berkeringat.
Tahap IV: Klien sudah
dikuasai oleh halusinasi
Klien panik
Perilaku panik Resiko tinggi mencederai Agitasi atau kataton Tidak mampu berespons
terhadap lingkungan(Rasmun, SKp, hal: 24)
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Defenisi Psikoterapi
Psikoterapi adalah suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional seorang
klien yang dilakukan oleh seorang yang berlatih dalam hubungan profesional
secara sukarela, dengan maksud menghilangkan, mengubah atau menghambat
gejala – gejala yang ada, mengoreksi perilaku yang terganggu dan
mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif.
(WP. Maramis, hal: 483)
2.7.2 Psikoterapi
2.7.2.1 Psikoterapi Suportif
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan
motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya dalam
menghadapi hidup ini tidak kendur dan menurun.
2.7.2.2 Psikoterapi Re – Edukatif
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang
maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan diwaktu lalu dan juga dengan
pendidikan ini dimaksudkan mengubah pola pendidikan lama dengan yang
baru sehingga penderita lebih adaktif terhadap dunia luar.
2.7.2.3 Psikoterapi Re – Konstruktif
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian
yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula
sebelum sakit.
2.7.2.4 Psikoterapi Kognitif
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif
(daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan
nilai – nilai moral etika, mana yang baik dan buruk dan lain sebagainya.
2.7.2.5 Psikoterapi Psiko – Dinamik
Jenis psikoterapi dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya
untuk mencari jalan keluarnya.
2.7.2.6 Psikoterapi Perilaku
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang
terganggu (mal adaptif) menjadi perilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan
diri).
2.7.2.7 Psikoterapi Keluarga
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan hubungan penderita
dengan keluarganya.
(Hawari Dadang, hal: 105)
2.7.2.8 Psikofarmakologi
1. Anti Psikotik
Indikasi: - Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas, bermanifestasi
dalam gejala: kesadaran diri (awarennes) yang terganggu, daya nilai
norma sosial terganggu dan daya tilikan diri terganggu.
- Hendaya berat dalam fungsi – fungsi mental, bermanifestasi dalam
gejala: gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak
wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi ), gangguan perasaan (tidak
sesuai dengan situasi) , dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali.
- Hendaya berata dalam fungsi kehidupan sehari – hari, bermanifestasi
dalam gejala: tidak mampu bekerja, hubungan sosial, dan melakukan
kegiatan rutin.
Obat – obatan anti psikotik
- chlorpromazine Dosis 150 – 1600 mg/h
- thioridazine Dosis 100 – 900 mg/h
- trifluoperazine Dosis 5 – 60 mg/h
- haloperidol Dosis 2 – 100 mg/h
- pimozide Dosis 2 – 6 mg/h
2. Anti Depresi
Indikasi: - Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami :
1. Rasa hati yang murung
2. Hilang minat dan rasa senang
3. Kurang tenaga hingga mudah lelah dan kendur kegiatan.
- Keadaan di atas disertai gejala – gejala
1. Penurunan konsentrasi pikiran dan perhatian
2. Pengurangan rasa harga diri dan percaya diri
3. Pikiran perihal dosa dan diri tidak berguna
4. Pandangan suram dan pesimistik terhadap masa depan
5. Gagasan atau tindakan mencederai diri
6. Gangguan tidur
7. Pengurangan nafsu makan
Obat – obatan anti depresi
- Amitriptylin Dosis 75 sampai dengan 150 mg/Hg
- Imipramin Dosis 25 mg: 3 x 1 sehari
- Klomipramin Dosis 75 sampai dengan 150 mg/Hg
- Mianserin Dosis 30 mg
3. Ansiolitik
Indikasi:- Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap 2
atau lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman, perasaan ini
menyebabkan individu tidak mampu istirahat dengan tenang.
- Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari – hari, bermanifestasi dalam
gejala: penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan
melakukan kegiatan rutin.
Obat – obatan ansiolitik:
- DIAZEPAM Dosis oral 5 atau 10 mg
- CHLORDIAZEPOXIDE Dosis 15 – 30 mg/h: 2 – 3 kali sehari
- CHLORAZEPATE Dosis Cap. 5 – 10 mg
- MITRAZEPAM Dosis 2,5 – 10 mg
(MASLIM. R. , Hal: 14, 22, 34)
2.8 Psikofarmakologi
Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikotik pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti
psikotik. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah:
1. Anti Psikotik
Klorpromazin Dosis : 300 mg per hari
Tioridazin Dosis : 600 mg per hari
Trifluoperazin Dosis : 5 mg 3 x 1 sehari
Promazin Tablet oral 75 sampai 200 mg/hari atau
50 mg dengan suntikan im.
Haloperidol Tablet 1,5 mg dan 5 mg
Pimozid Tablet 2,4 mg dan 10 mg.
2. Anti Depresi
Imipramin Dosis 25 mg 3 x 1 sehari
Amitriptilin Dosis 75 sampai dengan 150 mg/
Klomipramin Dosis 75 sampai dengan 150 mg/
Mianserin Dosis 30 mg
3. Antisiolitik Hipnotik
Diazepam Dosis 5 – 10 mg
Klordiazeporsid
Klorazepat Dosis 15 mg sehari
Termazepam Dosis 10 atau 20 mg (kapsul)
Nitrazepam Dosis 2,5 sampai 10 mg
(Ingram, I.M, Hal: 148)
2.9 Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Faktor Predisposisi
a) Faktor perkembangan terlambat
Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan , minuman dan rasa nyaman.
Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
b) Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi peran ganda
Tidak ada komunikasi
Tidak ada kehangatan
Komunikasi dengan emosi berlebihan
Komunikasi tertutup
Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas
dan komplit orang tua
c) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut , cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan
yang terlalu tinggi
d) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri
tinggi, harga diri rendah, identitas jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan
koping destruktif.
e) Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa: atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks.
f) Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu
yang mengalami skizoprenia dan kembar monozigot.
2. Faktor Presipitasi
a) Biologis
Stresor biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologik yang mal
adaptif termasuk:
Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang menatur implamasi
Abnormalisasi pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakitbatkan ketidakmampuan untuk secara efektif menangkap
rangsangan.
b) Stress Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stesor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c) Pemicu Gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respons neurobiologik yang mal
adaptif berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu.
(stuart dan sudden, Hal: 310)
3. Perilaku
Bibiri komat – kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk –
angguk seperti mendengar sesuatu, tiba – tiba menutup telinga, gelisah, bergerak
seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba – tiba marah dan menyerang,
duduk terpaku, memandang satu arah, menarik diri.
4. Fisik
1) Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat – obatan dan zat
halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
2) Riwayat kesehatan
Schizoprenia, aelirium berhubungan dengan riwayat demam dan
penyalahgunaan obat.
3) Riwayat Schizoprenia dalam keluarga
4) Fungsi sistem tubuh
Perubahan berat badan, hipertemia (demam)
Neurologikal perubahan mood
Ketidakefektifan endokrin oleh peningkatan temperatur.
5) Status Emosi
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif atau
bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.
6) Status Intelektual
Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap,
isi pikir tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang
motivasi, koping regresi dan denial sedikit bicara.
7) Status Sosial
Putus asa, menurunnya kualitas hidup, ketidakmampuan mengatasi
stres dan kecemasan.
8) Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologis
termasuk:
a. Regresi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk
aktivitas hidup sehari – hari.
b. Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi.
c. Menarik diri.
(Gail W. Stuart)
Karakteristik perilakku
a. Bicara , senyum, dan tertawa sendiri
b. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
c. Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata
d. Tidak dapat memusatkan perhatian / konsentrasi
e. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal
f. Sikap curiga dan bermusuhan
g. Sulit membuat keputusan
h. Ekspresi wajah tegang
i. Mudah tersinggung
(Anna , 2005)
B. Diagnosa Keperawatan
Pada perumusan masalah, masalah yang dirumuskan akan lebih spesifik
dimana masalah saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah.
3 (Tiga) komponen penentuan pohon masalah yaitu: penyebab (causa), masalah
utama (core problem) dan effect (akibat) . dimana masalah utama adalah prioritas
masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien; umumnya masalah
utama berkaitan erat dan alasan masuk atau keluhan utama.
Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan
penyebab masalah utama: masalah ini dapat pula disebabkan oleh satu masalah yang
lain.
Akibat adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan
efek / akibat dari masalah utama.
Sebagai acuan pohon masalah halusinasi dapat dilihat pada diagram
berikut:
Resiko mencederai orang lain
Perubahan sensori persepsi halusinasi : pendengaran
1. Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
2. Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri.
3. Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Penkajian
I. Identitas Pasien
Isolasi sosial: menarik diri
Gangguan harga diri: harga diri rendah
Nama : Tn. S
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : laki - laki
Ruang rawat : Singgalang
Tanggal dirawat : 06 November 2006
RM . No : 022909
II. Alasan Masuk
Klien sering marah – marah, mondar – mandir, suka meludah, suka berbicara
kotor, suka membawa benda tajam.
III. Faktor Predoposisi
1. Klien mengatakan pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu.
2. pengobatan sebelumnya tidak berhasil
3. Walaupun klien dulunya pernah mengalami gangguan jiwa namun klien
tidak pernah melakukan aniaya fisik, seksual, penolakan dan kekerasan
dalam keluarga namun klien pernah memukul bapaknya.
4. tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah Keperawatan
5. penjelasan 1, 2 , 3
klien pernah mengalami gangguan jiwa sejak masa lalu ± 5 tahun yang lalau,
dibawa ke pengobatan alternatif tapi kurang berhasil sehingga klien sewaktu
– waktu bisa kambuh. Dulunya pada saat kambuh klien pernah melakukan
aniaya fisik dimana klien memukul bapaknya. Disamping itu klien juga
pernah mengalami kegagalan dalam bidang pekerjaan dimana pada waktu
klien bekerja di sebuah perusahaan migas tepatnya di kalimantan timur, klien
dikeluarkan dari pekerjaannya, karena halusinasi pendengaran yang
dideritanya kambuh sehingga klien menghancurkan barang – barang yang
ada di perusahaan dan marah – marah kepada karyawan lainnya.
Masalah Keperawatan
resiko tinggi mencederai diri / orang lain.
Koping keluarga in efektif
Koping individu in efektif
IV. Fisik
1. Tanda vital:
TD : 120 / 70 mmHg
Nadi : 80 x / i
Suhu : 37 oC
RR : 28 x / i
2. Ukuran :
TB : 170 cm
BB : 70 Kg
3. keluhan fisik : klien tidak mengalami keluhan dengan kondisi yang dimilikinya.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah Keperawatan
V. Psikososial
1. Genogram
Tn. S
: orang tua laki – laki meninggal
: orang tua perempuan meninggal
: laki - laki
: perempuan
: tinggal dalam satu rumah
: klien :
Penjelasan:
Klien anak ke- 7 dari 9 bersaudara, klien tinggal serumah bersama ayah, ibu,
abang dan kakak. Komunikasi klien dengan keluarganya baik.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah
2. Konsep Diri
a. Gambaran diri : Klien menerima seluruh tubuhnya apa adanya dan
menyukai bagian tangannya karena dapat melakukan aktivitasnya /
pekerjaannya.
b. Identitas : Klien sebagai anggota keluarga, anak ke – 7 dari 9
bersaudara, klien mengatakan dirinya tidak bisa bekerja lagi sejak masuk
Rumah Sakit Jiwa , klien dapat menyebutkan nama, tempat tinggal serta
kenal dengan keluarganya.
c. Peran : Sebelum masuk Rumah Sakit klien bekerja sebagai
karyawan dan klien mampu serta bertanggung jawab sebagai karyawan.
d. Ideal Diri : Klien berharap ingin cepat sembuh dan kembali
berkumpul dengan keluarganya, serta dapat kembali melakukan tugas /
perannya di dalam keluarga.
e. Harga Diri : Klien mengatakan dirinya dijauhi dari masyarakat
diasingkan dari lingkungan serta dirinya tidak berguna bagi orang lain.
Masalah Keperawatan : Gangguan konsep diri, harga diri rendah.
3. Hubungan Sosial
Bagi klien orang yang berarti adalah ibu kandungnya. Klien tidak pernah
mengikuti kegiatan di tengah masyarakat, klien jarang bergaul dengan orang
lain dan jarang berkomunikasi dengan orang lain.
Masalah Keperawatan : kerusakan interaksi sosial : menarik diri.
4. Spritual
Klien menganut agama kristen, sewaktu klien belum dirawat di
Rumah Sakit Jiwa Medan, klien rajin melaksanakan ibadah karena sering
lupa dan tidak ada yang mengingatkan klien.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah
VI. Status Mental
1. Penampilan
Klien berpenampilan tidak rapi, kuku panjang , rambut kotor, kotoran mata
ada, baju tidak terkancing, dan bau tidak sedap, rambut tidak disisir.
Masalah keperawatan : defisit perawatan diri.
Gangguan pemenuhan kesehatan.
2. Pembicaraan
Pembicaraan klien cukup baik, tidak cepat , tidak gagap, dan klien dapat
menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah Keperawatan .
3. Aktivitas Motorik
Klien mau beraktivitas apabila disuruh perawat dan klien tidak pernah mengeluh.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
4. Suasana Perasaan
Klien bisa tertawa bila ada cerita yang lucu dan juga sedih bila ada cerita yang
sedih.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah
5. Afek
Sesuai dengan topik pembicaraan.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
6. Interaksi Selama Wawancara
Kooperatif, klien mau menjawab semua pertanyaan yang diberikan perawat, dan
mau mengadakan kontak mata pada lawan bicara.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah
7. Persepsi
Klien mengatakan sering mendengar suara – suara yang menyuruhnya untuk
mengamuk, menyiksa diri sendiri dengan memecahkan kaca dan memukul triplek /
dinding.
Masalah keperawatan
Perubahan sensori perseptual halusinasi pendengaran
Resiko tinggi melakukan kekerasan diri sendiri / orang lain.
8. Proses Pikir
Klien dapat menjawab pertanyaan dengan baik, tidak berbelit – belit dan langsung
pada tujuan pembicaraan.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
9. Isi Pikir
Klien tidak mengalami gangguan isi pikir, waham tidak ada, klien tidak curiga
terhadap orang lain, walaupun klien jarang berkomunikasi , jika ada orang lain
menegur atau bertanya pada klien, klien mau menjawab.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
10. Tingkat Kesadaran
Compos mentis, klien mengetahui dimana sekarang, dengan siapa berbicara, dan
tahu berada dilingkungan seperti apa.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
11. Memori
Klien mampu mengingat kejadian di masa lalu maupun kejadian yang baru saja
terjadi.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah.
12. Tingkat Konsentrasi Dan Berhitung
Klien mampu berhitung dengan hitungan sederhana seperti 3 + 2 = 5 tanpa dibantu
oleh perawat.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah.
13. Kemampuan Penilaian
Klien dapat memilih mandi dulu, baru makan tanpa penjelasan dulu dari perawat.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
14. Daya Tilik Diri
Klien tidak mengingkari penyakit yang dideritanya, klien menyadari bahwa klien
sekarang berada di rawat di Rumah Sakit Jiwa karena ada gangguan jiwa.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
15. Aspek Medik
Terapi medis
Haloperidol 5 mg
Trifluoperazin 5 mg 3 x 1 sehari
CPZ
Data Tambahan
Saat berkomunikasi : ekspresi wajah klien tegang, klien mengepal
tangannya, postur tubuh kaku, kontak mata kurang, ekspresi wajah tampak
sedih, sering menunduk.
Hasil observasi : klien sering berbicara sendiri, klien
memiringkan kepala saat mendengar sesuatu, sering diam dan menyendiri,
tidak mau bergaul, posisi klien meringkuk di tempat tidur.
VII. Daftar Masalah Keperawatan
1. resiko tinggi mencederai diri sendiri / orang lain
2. koping keluarga in efektif
3. gangguan konsep diri: harga diri rendah
4. kerusakan interaksi sosial: menarikdiri
5. defisit perawatan diri
6. perubahan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
7. koping individu in efektif
8. gangguan pemeliharaan kesehatan
3.2. Analisa Data
No DATA MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.
DS: Klien mengatakan ingin memecahkan kaca dan memukul triplek jika mendengar suara – suara yang menyuruh klien untuk melakukannya.DO:
ekspresi wajah tegang klien mengepal tangannya postur tubuh kaku
DS: klien sering mendengar suara – suara yang tidak dikenal.DO:
klien sering berbicara sendiri klien memiringkan kepala saat
mendengarkan sesuatu kontak mata kurang
DS: klien mengatakan lebih suka menyendiri klien malas berbicara dengan orang laina
DO: klien lebih banyak diam klien sering menyendiri klien tidak mau bergaul / ngomong
dengan teman seruangan kontak mata kurang posisi klien meringkuk di tempat tidur
DS: klien mengatakan tidak berguna bagi orang lain, karena mengalami gangguan jiwa.DO:
ekspresi wajah klien tampak sedih kontak mata kurang, kadang – kadang
menunduk klien tampak menyendiri
DS: klien mengatakan malas mandi
DO: rambut tidak disisir
Resiko tinggi mencederai diri sendir / orang lain
Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran
Isolasi sosial menarik diri
Harga diri rendah
Gangguan pemeliharaan kesehatan
6.
7.
kuku panjang ada kotoran menempel bau badan tidak sedap
DS: klien mengatakan malas mandi
DO: rambut kotor kuku panjang ada kotoran mata menempel bau badan tidak sedap rambut tidak disisir
DS: klien mengatakan dulu dia pernah
mengalami gangguan jiwa ± 5 tahun yang lalu tetapi tidak di rawat di Rumah Sakit Jiwa .
keluarga membawa kepengobatan alternatif
klien mengatakan selama di rumah keluarga tidak memperdulikan dirinya
DO: ekspresi wajah tampak sedih klien jarang dikunjungi keluarga
Defisit perawatan diri
Koping keluarga in efektifKoping individu in efektif
3.3 Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri sendiri / orang lain
Perubahan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Koping individu in efektifKoping keluarga
in efektif
Defisit perawatan diri
Gangguan pemenuhan kesehatan
3.4 Perumusan Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi mencederai diri sendiri / orang lain berhubungan dengan
halusinasi pendengaran
b. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri
c. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
d. Gangguan pemenuhan kesehatan berhubungan dengan defisit perawatan diri
Kebutuhan Persiapan Pulang
1. kemampuan klien memenuhi / menyediakan kebutuhan. Klien memerlukan
bantuan minimal dalam bidang makanan, klien dapat berpakaian sendiri,
dapat menjaga keamanan, tidak dapat memenuhi uang, memerlukan
perawatan kesehatan dan tempat tinggal namun tidak memerlukan
transportasi karena sampai saat ini klien masih dirawat di Rumah Sakit Jiwa
Medan.
2. a. Kegiatan kehidupan sehari – hari
Klien memerlukan bantuan minimal untuk mandi, makan, kebersihan,
sedangkan untuk BAK / BAB dan ganti pakaian, klien sudah mandiri.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah
b. Nutrisi
Klien merasa tidak puas dengan pola makannya, namun klien tidak
pernah memisahkan diri dari teman – teman yang lain pada saat makan.
Klien makan tiga kali sehari, nafsu makan klien meningkat, berat badan
manurun dan klien tidak pernah mengadakan diet khusus
c. Tidur
Klien tidak mengalami masalah pada saat tidur, dan klien merasa segar
pada saat bangun pagi. Klien selalu tidur siang lamanya 1,5 jam
(14.00 – 15.30 WIB). Waktu tidur malam jam 23.00 – 05.00 WIB :
bangun pagi jam 05.00 WIB pagi.
3. Kemampuan klien dalam mengantisipasi kebutuhan sehari klien tidak
memiliki kemampuan dalam hal mengantisipasi kebutuhan sendiri, membuat
keputusan berdasarkan keinginan sendiri, mengatur penggunaan obat dan
melakukan pemeriksaan kesehatan (follow up).
4. Klien memiliki sistem pendukung
Sistem pendukung klien berasal dari keluarga klien itu sendir.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah
5. Apakah klien menikmati saat bekerja, kegiatan yang menghasilkan hobi.
Klien tidak pernah menikmati saat bekerja baik itu dalam keluarga ataupun
teman.
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah penulis melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Tn. Serta dengan
perubahan persepsi sensori Halusinasi pendengaran di Ruang Singgalang Rumah
Sakit Jiwa Medan, maka dalam bab ini penulis akan membahas beberapa hal, baik
yang mendukung maupun yang menghambat kelancaran proses keperawatan serta
mencari alternatif pemecahan masalah agar tindakan keperawatan selanjutnya dapat
lebih terarah dan mencapai tujuan seoptimal mungkin.
4.1 Tahap Pengkajian
Dalam tahap pengkajian kegiatan yang dilakukan yaitu mengumpulkan
data – data yang lengkap. Selanjutnya akan diidentifikasi untuk masalah – masalah
yang dirumuskan sebagai diagnosa keperawatan.
Pada pengkajian penulis tidak banyak menemukan hambatan – hambatan
karena klien kooperatif dalam memberikan keterangan – keterangan yang dibutuhkan.
Pada tahap pengkajian ini ada beberapa kesenjangan yang terjadi antara teori
dan kasus. Dimana data yang ditemukan dalam tinjauan teoritis tetapi tidak
ditemukan di kasus yaitu karakteristik perilaku seperti tidak dapat memusatkan
perhatian, pembicaraan kacau, sikap curiga dan bermusuhan, sulit membuat
keputusan tetapi hal tersebut tidak dijumpai pada kasus karena tidak adanya gangguan
proses pikir merupakan isi pikir pada klien tersebut.
4.2 Tahap Diagnosa
Dalam tinjauan teoritis diagnosa keperawatan yang penulis jumpai ada 3
diagnosa yaitu :
1. Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan halusinasi pendengaran
2. Perubahan sesuai persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik
diri
3. Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Sedangkan dalam kasus penulis menjumpai 4 diagnosa keperawatan yaitu :
1. Resiko tinggi mencederai orang lain berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
2. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik
diri
3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
4. Gangguan pemenuhan kesehatan berhubungan dengan defisit perawatan diri.
Dalam diagnosa keperawatan penulis menjumpai 1 (satu) kesenjangan
diagnosa keperawatan, dimana diagnosa tersebut dijumpai pada kasus tetapi tidak
dijumpai pada teoritis yaitu :
1. Gangguan Pemenuhan Kesehatan Berhubungan dengan Defisit Perawatan Diri
Hal ini dijumpai pada kasus sedangkan di teoritis tidak dijumpai karena pada
saat pengkajian observasi perawat klien terlihat rambut kotor, rambut tidak disisir,
kuku panjang, ada kotoran mata menempel, dan bau badan tidak sedap.
4.3 Tahap Intervensi
Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan rencana asuhan
keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah pengkajian dan penentuan
diagnosa keperawatan.
Pada tahap perencanaan penulis tidak mendapatkan kesenjangan dalam
menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai dengan konsep keperawatan jiwa dan
sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan yaitu hanya 3 hari, sehingga penulis
hanya merencanakan untuk menyelesaikan 3 diagnosa saja.
4.4 Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan
yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.
Pada tahap pelaksanaan penulis mengalami sedikit kesulitan untuk
melaksanakan beberapa intervensi yaitu intervensi diagnosa pertama TUK ke 4 yaitu
klien mendapat keuntungan dari keluarga. Hal ini dikarenakan selama penulis
melakukan pengkajian keluarga tidak pernah mengunjungi klien.
4.5 Tahap Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.
Pada tahap evaluasi telah melaksanakan 4 diagnosa yang penulis temukan
ditinjauan kasus dari keempat diagnosa tersebut ada beberapa TUK yang tercapai,
adapun TUK – TUK yang tercapai tersebut adalah:
Pada Diagnosa I :
1. DX. Keperawatan 1 : Resiko mencederai diri sendiri/orang lain berhubungan
dengan halusinasi pendengaran
TUK 1 : Tercapai karena klien mampu membina hubungan saling percaya
TUK 2 : Tercapai karena klien dapat mengenal halusinasinya
TUK 3 : Masalah teratasi dimana klien dapat mengontrol halusinasinya
TUK 5 : Masalah teratasi dimana klien dapat memanfaatkan fasilitas obat
untuk mengontrol
2. DX Keperawatan 2. perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
berhubungan dengan menarik diri.
TUK 1 : Masalah teratasi karena klien dapat membina hubungan saling
percaya
TUK 2 : Tercapai karena klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan
perilaku menarik diri.
TUK 3 : Masalah teratasi dimana klien dapat menilai kemampuan
Pada TUK 4, TUK 5, TUK 6 masalah tidak teratasi klien tidak diberi asuhan
keperawatan karena keterbatasan waktu pada penulis.
Diagnosa 3 : Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
TUK 1 : Masalah teratasi dimana klien dapat mengidentifikasi kemampuan
yang dimiliki klien.
TUK 2 : Masalah teratasi dimana klien dapat menilai kemampuan
Pada TUK 3, TUK 4, TUK 5 masalah tidak teratasi klien tidak diberikan asuhan
keperawatan karena keterbatasan waktu pada penulis.
Diagnosa 4 : Gangguan pemenuhan kesehatan berhubungan dengan defisit perawat
diri.
TUK 1 : Masalah teratasi klien telah mengenal tentang pentingnya
pengendalian diri
TUK 2 : Masalah teratasi dimana klien mau melakukan usaha keberhasilan
diri secara bertahap.
TUK 3 : Masalah teratasi dimana klien dapat melakukan kebersihan perawatan
diri secara mandiri.
TUK 4 : Masalah teratasi dimana klien dapat mempertahankan diri secara
mandiri.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah penulis melaksanakan Asuhan Keperawatan terhadap klien dengan
masalah utama perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran di ruang
Singgalang Rumah Sakit Jiwa Medan, maka penulis membuat kesimpulan.
5.1 Kesimpulan
- Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra dalam
skizofrenia
- Secara umum hal – hal yang dijumpai pada klien dengan halusinasi pendengaran
adalah merusak diri sendiri, orang lain, tidak dapat membedakan hal nyata dan
tidak nyata, menarik diri, sehingga perlu adanya pendekatan serta kontak mata
dimana guna tercapainya hubungan yang terapeutik.
- Masalah utama halusinasi pendengaran pada kasus yang dapat dijumpai resiko
tinggi mencederai diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi
pendengaran dapat tercapai pada TUK 1, TUK 2, TUK 3, dan TUK 5.
Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri dapat teratasi pada TUK 1, TUK 2.
Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah dapat
teratasi pada TUK 1, TUK 2.
Gangguan pemenuhan kesehatan berhubungan dengan defisit perawatan diri
dapat teratasi dengan tercapainya semua TUK .
5.2 Saran
- Karena keterbatasan waktu, maka penulis menginginkan kerja sama dengan
perawat di ruang Singgalang untuk melanjutkan rencana tindakan yang belum
tercapai.
- Kepada perawat ruangan Singgalang yang merawat klien dengan masalah utama
perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran diharapkan menjaling kerja
sama yang baik dengan tenaga medis lain dalam memberikan intervensi yang bagi
klien dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada klien dengan
gangguan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Guze Barry. M.D, (1997). Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC
Hawary Dadang. (2001). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizoprenia, Jakarta: FKUI
http/ www.SinarHarapan.com .(2001). Menelusuri Halusinasi Pendengaran Penderita Schizoph.
http/www.Digitized by USU Digital Library. (2004), Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran.
Keliat. B.A. dkk. (2004). Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Jiwa di Sajikan dalam Pelatihan Askep Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Jiwa di RSJD. Dr. Amino Gondohutomo. Tanggal 20 – 22 November 2004, Semarang.
Maramis. W.E. (1998). Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Air langga University Press
Maslim. R. (1997). Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta : FKUI
Rasmun. (1997). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga. Edisi 1. Jakarta
Stuart. G.W. Sundeen. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC
Townsend, Mary. (1998). Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: EGC