HIRSPRUNG ABI.doc

38
BAB I I. PENDAHULUAN Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada 75% penderita;pada 10%, seluruh kolon tanpa sel-sel ganglion. Anak yang menderita penyakit Hirschsprung sering mengalami keterlambatan pasase mekonium. Pada bayi normal, 94 % akan mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertamama kehidupannya, dibandingkan dengan hanya 6% bayi yang menderita penyakit hirschsprung. Penyakit hirschsprung , penyebab tersering obstruksi kolon. 6 Bertamnbah banyaknya ujung-ujung saraf pada usus yang aganglionik menyebabkan kadar asetilkoline tinggi. Secara histologi, tidak didapatkan pleksus Meissner dan Auerbach dan ditemukan berkas-berkas saraf yang hipertrofi dengan konsentrasi asetilkolinesterase yang tinggi diantara lapisan-lapisan otot dan submukosa. Penyakit Hirschsprung mungkin disertai dengan cacat bawaan lain termasuk sindrom Down dan sindrom Waardenburg serta kelainan kardiovaskuler. 1 1

Transcript of HIRSPRUNG ABI.doc

Page 1: HIRSPRUNG ABI.doc

BAB I

I. PENDAHULUAN

Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan

oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke

proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi. Tidak adanya inervasi saraf

adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal.

Segmen yang aganglionik terbatas pada 75% penderita;pada 10%, seluruh kolon

tanpa sel-sel ganglion.

Anak yang menderita penyakit Hirschsprung sering mengalami

keterlambatan pasase mekonium. Pada bayi normal, 94 % akan mengeluarkan

mekonium dalam 24 jam pertamama kehidupannya, dibandingkan dengan hanya

6% bayi yang menderita penyakit hirschsprung. Penyakit hirschsprung , penyebab

tersering obstruksi kolon.6 Bertamnbah banyaknya ujung-ujung saraf pada usus

yang aganglionik menyebabkan kadar asetilkoline tinggi. Secara histologi, tidak

didapatkan pleksus Meissner dan Auerbach dan ditemukan berkas-berkas saraf

yang hipertrofi dengan konsentrasi asetilkolinesterase yang tinggi diantara

lapisan-lapisan otot dan submukosa. Penyakit Hirschsprung mungkin disertai

dengan cacat bawaan lain termasuk sindrom Down dan sindrom Waardenburg

serta kelainan kardiovaskuler.1

Gambar 1. Gambaran colon normal dan penyakit Hirschsprung10

1

Page 2: HIRSPRUNG ABI.doc

II. ANATOMI ANOREKTAL DAN FISIOLOGI SALURAN ANAL

Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri.

2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3

bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini

dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang

dibanding bagian posterior.2 (Gambar 1)

Gambar 1. Diagram rektum dan saluran anal15

Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai

pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh spinkter

ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum

kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.2

(Gambar 2 )

2

Page 3: HIRSPRUNG ABI.doc

Gambar 2. Spinkter ani eksternal laki-laki15

Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan

medialis (a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti oleh

a.uterina) yang merupakan cabang dari a.mesenterika inferior. Sedangkan arteri

hemorrhoidalis inferior adalah cabang dari a.pudendalis interna, berasal dari

a.iliaka interna, mendarahi rektum bagian distal dan daerah anus. (Gambar 3.)2

3

Page 4: HIRSPRUNG ABI.doc

Gambar 3. Pendarahan anorektal15

Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf

simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf

parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis

serabut syaraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani

dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi spinkter ani

eksterna dan m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum.

Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis). Walhasil,

kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik

(syaraf parasimpatis).(Gambar 4)2

Gambar 4. Innervasi daerah perineum (laki-laki)15

Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :

1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan

longitudinal

2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler

3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa.

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3

pleksus tersebut2.(Gambar 5)

4

Page 5: HIRSPRUNG ABI.doc

Ga

mbar 5. Skema syaraf autonom intrinsik usus15

Kolon normalnya menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus perhari.

Karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah diselesaikan di usus

halus maka isi yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tak

tercerna (misalnya selulosa), komponen empedu yang tidak di serap dan cairan.

Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya.Apa yang tertinggal dan

akan dikeluarkan disebut feses(tinja). Fungsi utama usus besar adalah untuk

menyimpan tinja sebelum defekasi.

Lapisan besar otot polos longitudinal luar yang tidak mengelilingi usus besar

secara penuh. Lapisan ini terdiri dari tiga pita otot longitudinal yang terpisah,

taenia coli, yang berjalan di sepanjang usus. Taenia coli ini lebih pendek dari pada

otot polos sirkuler dan lapisan mukosa dibawahnya jika kedua lapisan ini

dibentangkan datar. Karena itu, lapisan-lapisan dibawahnya disatukan membentuk

kantung atau haustra,Haustra bukan sekedar kumpulan permanen pasif ; haustra

secara aktif berganti lokasi akibat kontraksi lapisan otot polos sirkuler.

Umumnya gerakan usus besar berlangsung lambat dan tidak mendorong

sesuai fungsinya sebagai tempat penyimpanan dan penyerapan. Motilitas utama

kolon adalah kontraksi haustra yang di picu oleh ritmisitas otonom sel-sel otot

polos kolon. Kontraksi ini, yang menyebabkan kolon membentuk haustra, serupa

5

Page 6: HIRSPRUNG ABI.doc

dengan segmentasi usus halus tetapi terjadi jauh lebih jarang. Waktu diantara dua

kontraksi haustra dapat mencapai 30 menit, sementara kontraksi segmentasi di

usus halus berlangsung dengan frekunsi 9 sampai 12 kali permenit. Lokasi

kantung haustra secara bertahap berubah sewaktu segmen yang semula melemas

dan membentuk kantung mulai berkontraksi secara perlahan sementara untuk

membentuk kantung baru. Gerakan ini tidak mendorong isi usus tetapi secara

perlahan mengaduknya maju-mundur sehingga isi kolon terpajan ke mukosa

penyerapan. Kontraksi haustra umumnya dikontrol oleh refleks-refleks lokal yang

melibatkan pleksus instrinsik.

Tiga atau empat kali sehari, umumnya setelah makan, terjadi peningkatan

mencolok motilitas saat segmen-segmen besar kolon asendes dan traansversum

berkontraksi secara simultan, mendorong tinja sepertiga sampai tiga perempat

panjang kolon dalam beberapa detik. Kontraksi masif ini, yang secara tepat

dinamai gerakan massa, mendorong isi kolon ke bagian distal usus besar, tempat

bahan disimpan sampai terjadi defekasi.

Ketika makanan masuk ke lambung terjadi refleks gastrokolon yang di

perantarai dari lambung ke kolon oleh gastrin dan saraf otonom ekstrinsik, yang

menjadi pemicu utama gerakan massa di kolon. Refleks gastroileum

memindahkan isi usus halus yang masih ada ke dalam usus besar, dan refleks

gastrokolon mendorng isi kolon kedalam rektum, memicu refleks defekasi.

Ketika gerakan massa di kolon mendorong tinja ke dalam rektum, peregangan

yang terjadi di rektum merangsang resepto regang di dinding rectum, memicu

refleks defekasi. Refleks ini menyebabkan sfingter ani internus ( yaitu otot polos)

melemas dan rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Jika sfingter ani

eksternus(yaitu otot rangka) juga melemas maka terjadi defekasi. Karena otot

rangka, stingfer ani eksternus berada di bawah kontrol volunter. Peregangan awal

dinding rektum disertai oleh timbulnya rasa ingin buang air besar. Jika keadaan

tidak memungkinkan defekasi maka pengencangan stingfer ani eksternus secara

sengaja dapat mencegah defekasi meskipun refleks defekasi telah aktif. Jika

6

Page 7: HIRSPRUNG ABI.doc

defekasi ditunda maka dinding rektum yang semula teregang secara perlahan

melemas, dan keinginan untuk buang air besar mereda sampai gerakan massa

berikutnya mendorong lebih banyak tinja ke dalam rektum dan kembali

meregangkan rektum serta memicu refleks defekasi. Selama periode inaktivitas,

kedua stingfer tetap berkontraksi untuk menjamin kontinensia tinja.

Jika defekasi terjadi maka biasanya dibantu oleh gerakan mengejan volunter yang

melibatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis tertutup

secara bersamaan. Tindakan ini sangat meningkatkan tekanan intraabdomen, yang

membantu mendorong tinja.

Jika defekasi ditunda terlalu lama maka dapat terjadi konstipasi (sembelit).

Ketika isi kolon tertahan lebih lama daripada normal maka H2O yang diserap dari

tinja meningkatkan sehingga tinja menjadi kering dan keras. Variasi normal

frekuensi defekasi diantara individu berkisar dari setiap makan hingga sekali

seminggu. Ketika frekuensi berkurang melebihi apa yang normal bagi yang

bersangkutan maka dapat terjadi konstipasi. Gejalanya seperti rasa tidak nyaman

di abdomen, nyeri kepala tumpul, hilangnya nafsu makan disertai mual , dan

depresi mental. Berbeda dari anggapan umum, gejala-gejala ini tidak disebabkan

oleh toksin yang diserap dari bahan tinja yang tertahan. Meskipun metabolisme

bakteri menghasilkan bahn-bahan yang mungkin toksik di kolon namun bahan-

bahan ini normalnya mengalir melalui sistem porta dan disinkirkan oleh hati

sebelum dapat mencapai sirkulasi sistemik. Gejala-gejala yang berkaitan dengan

konstipasi disebabkan oleh distensi berkepanjang usus besar, terutama rektum;

gejala segera hilang setelah peregangan mereda.

Kemungkinan penyebab tertundanya defekasi yang dapat menimbulkan

konstipasi mencakup(1) mengabaikan keinginan untuk buang air besar;(2)

berkurangnya motilitas kolon karena usia, emosi, atau diet rendah serat;(3)

obstruksi gerakan feses di usus besar oleh tumor lokal atau spasme kolon;dan(4)

gangguan refleks defekasi,misalnyakarena cedera jalur-jalur saraf yang terlibat.14

7

Page 8: HIRSPRUNG ABI.doc

III. EPIDEMIOLOGI

Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang

paling sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1 : 5.000 kelahiran

hidup. Laki-laki lebih banyak dibanding perempuan ( 4 : 1 ), dan ada kenaikan

insidens keluarga pada penyakit segmen panjang 2

Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1

diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta,

maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit

Hirschsprung.2

IV. ETIOLOGI

Etiologi dari Hirschsprung berkembang dari abnormalitas seluller dan

molekuler dari sistem nervus enteric(ENS). Ketiadaan sel-sel ganglion pada

lapisan submukosa (Meissner) dan pleksus myenteric (Auerbach) pada usus

bagian distal merupakan tanda patologis untuk Hirschsprung’s disease.Hal ini

disebabkan oleh karena kegagalan migrasi dari sel-sel neural crest vagal servikal

dari esofagus ke anus pada minggu ke 5 smpai 12 kehamilan.

Secara embriologis sel-sel neuroenterik bermigrasi dari krista neuralis 

menuju saluran gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya meneruskan kearah

distal. Pada minggu ke lima kehamilan sel-sel saraf tersebut akan mencapai

esofagus,  pada minggu ke tujuh mencapai mid-gut dan akhirnya mencapai kolon

pada minggu ke dua belas. Proses migrasi mula pertama menuju ke dalam pleksus

Auerbach dan selanjutnya menuju kedalam pleksus submukosa Meissneri.

Apabila terjadi gangguan pada proses migrasi  sel-sel kristaneuralis ini maka akan

menyebabkan terjadinya segmen usus yang aganglionik dan terjadilah penyakit

Hirschsprung.

Berdasar pada segmen kolon yang aganglionik, penyakit Hirschsprung dibagi

menjadi Hirschsprung short segmen bila segmen aganglionik tidak melebihi batas

8

Page 9: HIRSPRUNG ABI.doc

atas sigmoid dan Hirschsprung long segmen bila segmen aganglionik melebihi

sigmoid.8

V. PATOFISIOLOGI

Dalam Penyakit Hirschsprung terdapat absensi ganglion Meissner dan

ganglion Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari sfingter ani ke arah

proksimal dengan panjang yang bervariasi. Tujuh puluh sampai delapan puluh

persen terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitar 5%

kurang dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.

Absensi ganglion Meissner dan Aurbach mengakibatkan usus yang

bersangkutan tidak bekerja normal. Peristalsis tidak mempunyai daya dorong,

tidak propulsif, sehingga usus bersangkutan tidak ikut dalam proses evakuasi

feses atau pun udara. Penampilan klinis penderita sebagai gangguan pasase usus.

Tiga tanda khas: pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan

distensi abdomen.Penampilan makroskopik. Bagian usus yang tidak berganglion

terlihat spastik, lumen terlihat kecil. Usus di bagian proksimalnya, disebut daerah

transisi, terlihat mulai melebar lagi dan umumnya mengecil kembali mendekati

kaliber lumen usus normal.11

Pada penyakit Hirschprung, kolon mulai dari paling distal sampai pada bagian

usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion

parasimpatis intramural. Bagian kolon yang aganglionik ini tidak dapat

mengembang sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu. Akibat gangguan

defekasi ini kolon proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun,

membentuk megakolon. Hirschprung segmen pendek, daerah aganglionik

meliputi rectum sampai sigmoid merupakan kelainan terbanyak , yang disebut

hirschprung klasik. Hirschprung segmen panjang, daerah aganglionik meluas

lebih tinggi dari sigmoid Bila mengenai seluruh kolon disebut kolon aganglionik

total8

9

Page 10: HIRSPRUNG ABI.doc

Aganglionis kongenital pada usus bagian distal merupakan pengertian

penyakit Hirschsprung. Aganglionosis bermula pada anus, yang selalu terkena,

dan berlanjut ke arah proximal dengan jarak yang beragam. Pleksus myenterik

(Auerbach) dan pleksus submukosal (Meissner) tidak ditemukan, menyebabkan

berkurangnya peristaltik usus dan fungsi lainnya. Mekanisme akurat mengenai

perkembangan penyakit ini tidak diketahui.

Sel ganglion enterik berasal dari differensiasi sel neuroblast. Selama

perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di usus halus pada minggu ke

7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada minggu ke 12 usia gestasi.

Kemungkinan salah satu etiology Hirschsprung adalah adanya defek pada migrasi

sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus bagian distal. Migrasi neuorblas

yang normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblas dalam bertahan,

berpoliferase, atau berdifferensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi

komponen yang tidak proporsional untuk pertumbuhan dan perkembangan

neuronal telah terjadi pada usus yang aganglionik, komponen tersebut adalah

fibronektin, laminin, neural cell adhesion molecule, dan faktor neurotrophic.

Sebagai tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon aganglionik

menunjukkan bahwa bagian tersebut tidak aktif ketika menjalani pemeriksaan

elektrofisiologi, hal ini menunjukkan adanya kelainan myogenik pada

perkembangan penyakit Hirschspurng. Kelainan pada sel Cajal, sel pacemaker

yang menghubungkan antara saraf enterik dan otot polos usus, juga telah

dipostulat menjadi faktor penting yang berkontribusi.

Terdapat tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, pleksus submukosal

(Meissner), Intermuskuler (Auerbach), dan pleksus mukosal. Ketiga pleksus ini

terintegrasi dan berperan dalam seluruh aspek fungsi usus, termasuk absorbsi,

sekresi, motilitas, dan aliran darah.

10

Page 11: HIRSPRUNG ABI.doc

Motilitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsik. Ganglia

ini mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana relaksasi

mendominasi. Fungsi usus telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali

ekstrinsik utamanya melalui serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik ini

menyebabkan kontraksi, dan serat adrenergik menyebabkan inhibisi.

Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel ganglion tidak ditemukan

sehingga kontrol intrinsik menurun, menyebabkan peningkatan kontrol persarafan

ekstrinsik. Innervasi dari sistem kolinergik dan adrenergik meningkat 2-3 kali

dibandingkan innervasi normal. Sistem adrenergik diduga mendominasi sistem

kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus otot polos usus. Dengan hilangnya

kendali saraf intrinsik, peningkatan tonus tidak diimbangi dan mengakibatkan

ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltik yang tidak terkoordinasi,

dan pada akhirnya, obstruksi fugsional.13

VI. DIAGNOSIS

A. MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala klinis penyakit hirschsprung biasanya mulai pada saat lahir

dengan terlambatnya pengeluaran mekonium dalam waktu 48 jam setelah lahir.

Penyakit hirschsprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan (penyakit

ini tidak biasa terjadi pada bayi kurang bulan ) yang terlambat mengeluarkan tinja.

Beberapa bayi akan mengeluarkan mekonium secara normal, tetapi selanjutnya

memperlihatkan riwayat konstipasi kronis. Gagal tumbuh dengan hipoproteinemia

karena enteropati pembuang-protein sekarang adalah tanda yang kurang sering

karena penyakit hirschsprung biasanya sudah dikenali pada awal perjalanan

penyakit. Bayi yang minum ASI tidak dapat menampakkan gejala separah bayi

yang minum susu formula.

Kegagalan mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi bagian proksimal usus

besar dan perut menjafi kembung. Karena usus besar melebar, tekanan di dalam

11

Page 12: HIRSPRUNG ABI.doc

lumen meningkat, mengakibatkan aliran darah menurun dan perintang mukosa

terganggu. Statis memungkinkan proliferasi bakteri, sehingga dapat menyebabkan

enterokolitis (Clostridium difficile, Staphylococcus aureus, anaerob, koliformis)

dengan disertai sepsis dan tanda-tanda obstruksi usus besar. Pengenalan dini

penyakit hirschsprung sebelum serangan enterokolitis sangat penting untuk

menurun kan morbiditas dan mortalitas.

Penyakit hirschsprung pada penderita yang lebih tua harus dibedakan dari penyebab perut kembung lain dan konstipasi kronis dari tabel

dibawah. Riwayat seringkali menunjukkan kesukaran mengeluarkan tinja yang semakin berat yang mulai pada umur minggu-minggu pertama.

Massa tinja besar dapat diraba pada sisi kiri perut.tetapi pada pemeriksaan rektum biasanya tidak ada tinja. Tinja ini, jika keluar mungkin akan

seperti butir kecil, seperti pita atau konsistensi cair, tidak ada tinja yang besar. Pemeriksaan rektum menunjukkan tonus anus normal dan

biasanya disertai dengan semprotan tinja dan gas yang berbau busuk.Serangan intermitten obstruksi intestinum akibat tinja yang tertahan

mungkin disertai nyeri dan demam. 1

Tabel Membedakan Tanda-tanda Hirschsprung dan konstipasi fungsional

VARIABLE FUNGSIONAL(Didapat) HIRSCHSPRUNG DISEASE

Riwayat

Mulai

konstipasiSetelah umur 2 thn Saat lahir

Enkopresis Lazim Sangat jarang

Gagal tumbuh Tidak lazim Mungkin

Enterokolitis Tidak Mungkin

Nyeri perut Lazim Lazim

Pemeriksaan

Perut

KembungJarang Lazim

Penambahan

BB JelekJarang Lazim

Tonus Anus Normal Normal

12

Page 13: HIRSPRUNG ABI.doc

VARIABLE FUNGSIONAL(Didapat) HIRSCHSPRUNG DISEASE

Pemeriksaan

RektumTinja di ampula Ampula Kosong

Laboratorium

Manometri

Anorektal

Rektum mengembang karena

relaksasi sfinter interna

Tak ada sfingter atau relaksasi

paradoks atau tekanan naik

Biopsi Rektum Normal

Tidak ada sel gangglion,

Pewarnaan acetylcholinesterase

meningkat

Barium enemaJumlah tinja banyak , tidak ada

daerah peralihan

Daerah peralihan, pengeluaran

tertunda (>24 hr)

B. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

1. Foto polos abdomen

Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus

dengan penumpukan udara di daerah rektum. Pemeriksaan radiologi

merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung 9,17

13

Page 14: HIRSPRUNG ABI.doc

Hirscprung disease. Frontal abdominal radiograf ditandai dengan dilatasi usus

kecil tanpa gas di rectum 18

Gambaran radiologi dari Hirschprung disease :

14

Page 15: HIRSPRUNG ABI.doc

15

Page 16: HIRSPRUNG ABI.doc

16

Page 17: HIRSPRUNG ABI.doc

2. Foto Kolon Barium Enema

Pada pemeriksaan barium enema, segmen yang terlihat biasanya memiliki

diameter yang normal (zona transisional) namun tampak menyempit , karena

terdapat pelebaran kolon diatansnya. Retensi barium setelah pemeriksaan

merupakan gambaran yang khas.5

Segera dilakukan pada neonatus dengan gejala :

a. Keterlambatan pengeluaran mekonium

b. Disertai abdomen distensi

c. Muntah hijau

Tanda-tanda khas pada pemeriksaan barium enema PH, didapatkan

gambaran :

a) Segmen sempit dari sfinkter ani dengan panjang tertentu,

b) Segmen transisional yang spastik (terlihat sebagai saw-toothed

outline yang tidak beraturan)

c) Segmen yang berdilatasi 3

Gambar Hirschsprung’s disease. Kelainan ini disebabkan tidak adanya sel

pleksus myenteric dalam usus distal. Barium enema menunjukkan segmen

menyempit dalam rektum dan ditandai dengan dilatasi kolon sigmoid dan colon

descending 4

17

Page 18: HIRSPRUNG ABI.doc

Gambaran penyakit Hirschsprung dengan segmen aganglionik di bagian atas

rektum pada seorang pria muda berusia 19 tahun. AC = ascending colon, DC =

descending colon. Segmen kolon yang lain dalam batas normal.16

Gambar Pemeriksaan double kontras barium enema tampak dilatasi bagian atas

dari rektum dan rectosigmoid junction yang terisi massa feses (pada anak

panah).16

18

Page 19: HIRSPRUNG ABI.doc

Penyebab utama penyakit Hirschsprung pada neonatus tertundanya

muntah mekonium. Ketika penyakit hirschsprung ditegakkan secara klinis barium

enema dapat membantu menegakkan diagnosis . Setiap anak yang di duga

memiliki penyakit hirschsprung harusnya memeriksa biopsi dubur untuk

menetukan ada atau tidaknya sel ganglion.7

3. CT Scan

Pada orang dewasa yang menderita penyakit ini, biasanya lesi hanya

terbatas pada bagian sigmoid kolon atau rektum. Pemeriksaan yang dilakukan

pada penderita dewasa itu hampir sama seperti dengan pemeriksaan yang

dilakukan ke atas bayi, iaitu dengan pemeriksaan barium enema. Dalam suatu

studi, didapatkan pemeriksaan dengan CT scan juga bermanfaat untuk

menentukan letak zona transisi dari penyakit ini. Hasil gambaran CT scan yang

didapatkan juga sesuai dengan hasil pemeriksaan histopatologis pada biopsi

rektum. 16

CT scan secara transversal pada wanita umur 31 tahun dengan HG usus

melebar karena feses colon ascendens (AC) dibandingkan usus dengan colon

descendens tidak dilatasi (DC) dengan zona transisi dari proksimal kolon

descendens.

19

Page 20: HIRSPRUNG ABI.doc

Gambar Foto CT scan dengan kontras potongan transversal tampak dilatasi bagian

proksimal rektum serta bagian rektosigmoid yang terisi massa feses. 16

Gambar Foto CT scan kontras potongan transversal. Tampak zona transisi dan

penyempitan di bagian distal rektum.16

C. MANOMETRI ANOREKTAL

20

Page 21: HIRSPRUNG ABI.doc

Manometri Anorektal mengukur tekanan sfingter ani interna saat balon

dikembangkan di rektum. Pada individu normal, penggembungan rektum

mengawali refleks penurunan tekanan sfingter interna. Pada penderita penyakit

Hirschsprung, tekanan gagal menurun, atau ada kenaikan tekanan paradoks karena

rektum dikembungkan. Ketepatan uji diagnostik ini lebih dari 90%, tetapi secara

teknis sulit pada bayi muda. Respons normal pada evaluasi manometri ini

menyingkirkan diagnosis penyakit Hirschsprung; hasil meragukan atau respons

sebaliknya membutuhkan biopsi rektum.

Gambar perbandingan manometri anorektal normal dan penyakit hirschsprung 12

D. BIOPSI-ISAP REKTUM

Biopsi-Isap Rektum hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea

dentata untuk menghindari daerah normal hipoganglionosis di pinggir usus.

Biopsi harus mengandung cukup sampel submukosa untuk mengevaluasi adanya

sel ganglion. Biopsi dapat diwarnai untuk asetilkolinesterase, untuk

mempermudah interpretasi. Penderita dengan aganglionosis menunjukkan banyak

sekali berkas saraf hipertrofi yang terwarnai positif untuk asetilkolinesterase dan

tidak ada sel ganglion.1

VII. DIAGNOSIS BANDING

21

Page 22: HIRSPRUNG ABI.doc

Banyak kelainan usus dengan penampilan klinik obstruksi yang menyerupai

Penyakit Hirschsprung seperti atresia ileum, mekonium ileus, dan sebagainya

VIII. PENATALAKSANAAN

a. Pengobatan medis

Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama: (1) untuk

menangani komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi, (2)

sebagai penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif

dilakukan, dan (3) untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi

1) Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan

dan elektrolit, menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi

komplikasi sistemik, seperti sepsis. Maka dari itu, hydrasi

intravena, dekompressi nasogastrik, dan jika diindikasikan,

pemberian antibiotik intravena memiliki peranan utama dalam

penatalaksanaan medis awal.

2) Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal

tube berlubang besar dan cairan untuk irigasi.

3) Cairan untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan elektrolit.

4) Irigasi colon secara rutin dan terapi antibiotik prophylaksis telah

menjadi prosedur untuk mengurangi resiko terjadinya enterocolitis.

5) Injeksi BOTOX pada sphincter interna terbukti memicu pola

pergerakan usus yang normal pada pasien post-operatif.13

b. Penanganan operatif

22

Page 23: HIRSPRUNG ABI.doc

Bila diagnosis sudah ditegakkan, pengobatan definitif adalah operasi. Pilihan-

pilihan operasi adalah melakukan prosedur definitif sesegera mungkin setelah

diagnosis ditegakkan atau melakukan kolostomi sementara dan menunggu sampai

bayi berumur 6-12 bulan untuk melakukan operasi definitif.

Ada tiga pilihan dasar operasi. Prosedur bedah pertama yang berhasil, yang

diuraikan oleh Swenson, adalah memotong segmen yang tidak berganglion dan

melakukan anastomosis usus besar proksimal yang normal dengan rektum 1-2 cm

di atas garis batas. Operasi ini secara teknis sulit dan mengarah pada

pengembangan dua prosedur lain. Duhamel menguraikan prosedur untuk

menciptakan rektum baru, dengan menarik turun usus besar yang berinervasi

normal ke belakang rektum yang tidak berganglion. Rektum baru yang dibuat

pada prosedur ini mempunyai setengah aganglionik anterior dengan sensasi

normal dan setengah ganglionik posterior dengan propulsi normal. Prosedur

”endorectal pullthrough” yang diuraikan oleh Boley meliputi pengupasan

mukosa rektum yang tidak berganglion dan membawa kolon yang berinervasi

normal ke lapisan otot yang terkelupas tersebut., dengan demikian memintas usus

yang abnormal dari sebelah dalam.

Pada penyakit Hirschsprung segmental yang ultra pendek, segmen yang tanpa

ganglion hanya sebatas pada sfingter interna. Gejala-gejala klinisnya sama dengan

gejala-gejala pada anak konstipasi fungsional. Sel ganglion mungkin terdapat

pada biopsi isap rektum, tetapi motilitas rektum akan tidak normal. Eksisi

pengupasan mukosa otot rektum, termasuk sfingter anus interna, merupakan

tindakan diagnostik dan terapeutik.

Penyakit Hirschsprung segmen panjang yang melibatkan seluruh kolon dan

sebagian usus halus merupakan masalah yang sulit. Pemeriksaan motilitas rektum

dan biopsi isap rektum akan menunjukkan adanya tanda-tanda penyakit

Hirschsprung, tetapi pemeriksaan radiologis akan sulit diinterpretasi karena tidak

ditemukan daerah peralihan. Luasnya daerah aganglionosis dapat ditentukan

secara akurat dengan biopsi pada saat laparotomi.

23

Page 24: HIRSPRUNG ABI.doc

Bila seluruh kolon aganglionik, sering bersama dengan panjang ileum

terminal, anastomosis ileum anus merupakan terapi pilihan, dengan masih

mempertahankan bagian kolon yang tidak berganglion untuk mempermudah

penyerapan air, sehingga membantu tinja menjadi keras. Operasi Duhamel adalah

yang terbaik untuk aganglionis kolon total. Kolon kiri tetap ditinggalkan sebagai

reservoir, dan tidak perlu menganastomosis kolon kiri ini pada usus halus.1

IX. PROGNOSIS

Prognosis penyakit hirschsprung yang diterapi dengan bedah umumnya

memuaskan; sebagian besar penderita berhasil mengeluarkan tinja (kontinensia).

Masalah pascabedah meliputi enterokolitis berulang, striktur, prolaps, abses,

perianal, dan pengotoran tinja 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2.2000.

Jakarta: EGC.

2. Budi Irwan. Pengamatan Fungsi Anorektal Pada Penderita Penyakit

Hirscsprung Pasca Operasi Pull-Through . [23-08-2015];

Available from: http://repository.usu.ac.id/

24

Page 25: HIRSPRUNG ABI.doc

3. Arun Kumar Gupta and Bhuvnesh Guglani . Imaging of Congenital

Anomalies of the Gastrointestinal Tract . Indian J Pediatr. 2005; 72

(5) : 403-414]

4. Mettler,Essentials of Radiology, 2nd ed.2005 Elsevier.hal 697

5. Pradip R. Patel. Radiologi Edisi Kedua.2005.Jakarta.hal 242-243

6. M. William S. Pedoman Klinis Pediatri.2005. Jakarta

7. R. de Bruyn. Hirschsprung's disease and malrotation of the mid-gut.

An uncommon association. 1982. British Journal of Radiology.

554-557.

8. Ramanath N.Haricharan. Hirschsprung disease. Seminars in Pediatric

Surgery (2008). University of Alabama at Birmingham

9. J._Haller .Paediatric Radiology 3rd Edition .2005.Newyork.hal 144

10. Michelle Badash, MS, Hirschsprung's disease [cited 2015-08-

23];Available from :http://www.empowher.com/media/reference/

hirschsprung-s-disease

11. Sjamsuhidajat, R., de Jong, W.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi

2.Jakarta: Hipokrates

12. N.E. Diamant, M.A. Kamm, A. Wald, W.E. Whitehead, AGA

technical review on anorectal testing techniques [cited 23-08-

2015]; Available from: http://www.sciencedirect.com/science/article/

pii/S0016508599701952

13. Steven L Lee. Hirschsprung Disease. [cited 2012 3 november];

Available from : http://emedicine.medscape.com/article/178493-

overview

14. Lauralee Sherwood. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. Jakarta:

EGC 2001;688-692.

15. Netter, Frank Henry,MD,2006.Atlas of Human Anatomy.

Sauners/Elsevier hal 267, 312 , 371 , 373 ,386.

16. Kim H.J, Kim A.Y, Lee C.W, et al. Hirschprung disease and

hypoaganglionosis in adults: radiological findings and differentiation.

25

Page 26: HIRSPRUNG ABI.doc

[online] May 2008 [cited 23-08-2015], Available from:

www.radiology.rsna.org.

17. Porambo,Albert, Hirschsprung disease. [cited 23-08-2015];

Available from: http://rad.usuhs.edu/medpix/include/medpix_image.ph

p3?imageid=9036

18. Skaba R. Historic milestones of Hirschsprung's disease [cited 23-08-

2015];Available from: http://thehealthscience.com/showthread.php?

169365-Hirschsprung-Disease-Imaging.

26