REFERAT hirsprung

40
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Hirschsprung (Megakolon kongenital) dapat dikatakan sebagai kasus bedah yang jarang dijumpai dalam praktek medis sehari-hari. Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. sembilan puluh  persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan t etapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus ( Total Colonic Aganglionois (TCA)). Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal. 1,2,3 Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan Hirschsprung pada tahun 1886.  Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa Hirschsprung yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan  peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion. 2,4 Pada tahun 1888 Hirschsprung melaporkan dua kasus bayi meninggal dengan perut kembung oleh kolon yang sangat melebar dan penuh massa

Transcript of REFERAT hirsprung

Page 1: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 1/40

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Penyakit Hirschsprung (Megakolon kongenital) dapat dikatakan

sebagai kasus bedah yang jarang dijumpai dalam praktek medis sehari-hari.

Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak 

dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. sembilan puluh

 persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh

kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic Aganglionois (TCA)). Tidak 

adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik 

sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi

yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal.1,2,3

Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh

Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah

Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan Hirschsprung pada tahun 1886.

 Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas

hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa

Hirschsprung yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan

 peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion.2,4

Pada tahun 1888 Hirschsprung melaporkan dua kasus bayi meninggal

dengan perut kembung oleh kolon yang sangat melebar dan penuh massa

Page 2: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 2/40

2

feses. Penyakit ini disebut megakolon kongenitum dan merupakan kelainan

yang tersering dijumpai sebagai penyebab obstruksi usus pada neonatus. Pada

 penyakit ini pleksus mienterikus tidak ada, sehingga bagian usus yang

 bersangkutan tidak dapat mengembang.1,3

Hisprung Disease terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup, Insidensi

 penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi

 berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia

200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun

akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40

 pasien penyakit Hirschprung dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto

Mangunkusomo Jakarta.1,2,3

Laki-laki 4 kali lebih banyak dibanding perempuan. Menurut catatan

Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki.

Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada

 penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan

kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung,

namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni

Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%).

2,4,6

Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit Hirschsprung masih

rendah, terutama masyarakat yang tinggal di pedesaan. Hal ini menyebabkan

keterlambatan dalam diagnosis penyakit Hirschsprung berujung pada

keterlambatan dalam penatalaksanaan penyakit ini. Bila tindakan yang

dilakukan terlambat maka memungkinkan terjadinya suatu komplikasi dari

Page 3: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 3/40

3

 penyakit megakolon kongenital yaitu enterokolitis. Enterokolitis pada

 penyakit Hirschsprung atau disebut kolitis Hirschsprung merupakan

 penyebab penting kecacatan dan kematian. Mortalitas dari kondisi ini dapat

dikurangi dengan peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus,

teknik pembedahan, dan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit Hirschprung

dengan enterokolitis.1,2,3,4 

Page 4: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 4/40

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Definisi

Megakolon Kongenital adalah pembesaran abnormal atau dilatasi

kolon karena tidak adanya sel-sel ganglion myenterik pada usus besar segmen

distal (aganglionosis). Sel-sel ganglion bertanggung jawab atas kontraksi

ritmik yang diperlukan untuk mencerna makanan yang masuk. Hilangnya

fungsi motorik dari segmen ini menyebabkan dilatasi hypertropik massive

kolon proximal yang normal sehingga terjadi kesulitan defekasi dan feses

terakumulasi sehingga menyebabkan Megakolon. Kondisi ini dapat segera

terlihat segera setelah lahir ditandai dengan gagalnya penundaan pasase awal

dari mekonium sehingga terjadi distensi abdominal, yang disertai dengan

muntah dalam waktu 48 jam sampai 72 jam. Pada banyak kasus, segmen

aganglionik terdapat pada rectum dan kolon sigmoid. Ancaman terhadap

hidup yang utama pada kelainan ini adalah terjadinya enterocolitis, dengan

gangguan cairan dan elektrolit serta perforasi pada kolon yang membesar dan

tegang.3,4,6

Page 5: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 5/40

5

Gambar 1 Perbedaan normal kolon dan enlarged kolon pada megakolon kongenital

1.  Anatomi dan Fisiologi Usus Besar 

Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang

sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis

ani, diameter usus besar rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi

makin dekat anus diameternya semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi

sekum, kolon dan rectum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan

apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua

atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ilosekal mengontrol aliran

kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens,

transversum, desendens, dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk 

kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut

dinamakan fleksura hepatica dan fleksura lienalis.3,4,6 

Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu

lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri pada saat

Page 6: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 6/40

6

kolon sigmoid bersatu membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu

dengan rectum, yang menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita

 pada sisi kiri bila diberi enema. Pada posisi ini, gaya berat membantu

mengalirkan air dari rectum ke fleksura sigmoid. Bagian utama usus

 besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang dari kolon sigmoid

sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rectum

dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfinter ani eksternus dan

internus. Panjang rectum dan kanalis ani sekitar (5,9 inci (15 cm).

Usus besar memiliki empat lapis morfologik seperti juga bagian usus

lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar 

saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi

terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu

 pada sigmoid distal, dengan demikian rectum mempunyai satu lapisan

otot longitudinal yang lengkap. Panjang tenia lebih pendek dari pada usus,

hal ini menyebabkan usus tertarik dan terkerut membenutuk kantong-

kantong kecil yang dinamakan haustra. Pendises eipploika adalah

kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di

sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal dari pada

lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae.

Kriptus Lieberkuhn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan

mempunyai lebih banyak sel goblet dari pada usus halus.2,3,4 

Page 7: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 7/40

7

Gambar 2. (a) Struktur makroskopis usus besar (b) perdarahan usus besar 

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belah kiri dan kanan

sejalan dengan suplai darah yang diterima. Arteri amesenterika superior 

memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon asendens dan dua

 pertiga proksimal kolon transversum), dan arteri amesenterika inferior 

memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon

transversum, kolon desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal

rectum). Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui arteri

sakralis media dan arteri hemoroidalis inferior dan media yang

dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.3,4,5 

Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior melalui vena

mesenterika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior,

yaitu bagian dari system portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena

hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan

merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara

vena hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga peningkatan

Page 8: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 8/40

8

tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini

dan mengakibatkan hemoroid. Persarafan usus besar dilakukan oleh

system saraf otonom dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada

dibawah control voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf 

vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang

 berasal dari daerah sacral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis

meninggalkan medulla spinalis melalui saraf splangnikus untuk 

mencapai kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan

sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rectum, sedangkan

 perangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.

Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :

(1) Pleksus Auerbach: terletak diantara lapisan otot sirkuler dan

longitudinal,

(2) Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler,

(3) Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa.

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion

 pada ke-3 pleksus tersebut.2,3,6,7 

Page 9: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 9/40

9

Gambar 3. Persarafan Sistem Pencernaan

Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan

inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan

terfiksasi, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan

relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum

dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran

anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu

masuk ke bagian usus yang lebih proximal; dikelilingi oleh sphincter 

ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum

ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan

depan.3,4,6,7

Page 10: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 10/40

10

Gambar 4. Strutur Anatomis Rektum

Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf 

simpatis (N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan

serabut saraf parasimpatis (N. splanknicus) yang menyebabkan

relaksasi usus.Kedua jenis serabut saraf ini membentuk pleksus

rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersarafi oleh N. sakralis

III dan IV. Nervus pudendalis mempersarafi sphincter ani eksterna

dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum.

Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh N. Splanknikus (parasimpatis).

Akibatnya kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh N. pudendalis

dan N. splanknikus pelvik (saraf parasimpatis).4,5,7 

Page 11: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 11/40

11

B.  Etiologi

Sekitar 10% kasus penyakit Hirschsprung timbul secara herediter 

melalui mutasi sporadik di dalam gen, angka ini dapat lebih tinggi pada

 pasien dengan segmen penyakit yang lebih panjang. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa seseorang dengan riwayat keluarga terpapar penyakit

Hirschsprung beresiko lebih tinggi.1,2,3 

Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel

saraf parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion

selalu tidak ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi

keproksimal.

a)  Ketiadaan sel-sel ganglion

Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner) dan

 pleksus myenteric (Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda

 patologis untuk Hirschsprung’s disease. Okamoto dan Ueda

mempostulasikan bahwa hal ini disebabkan oleh karena kegagalan

migrasi dari sel-sel neural crest vagal servikal dari esofagus ke anus pada

minggu ke 5 smpai 12 kehamilan. Teori terbaru mengajukan bahwa

neuroblasts mungkin bisa ada namun gagal untuk berkembang menjadi

ganglia dewasa yang berfungsi atau bahwa mereka mengalami hambatan

sewaktu bermigrasi atau mengalami kerusakan karena elemen-elemen

didalam lingkungn mikro dalam dinding usus. Faktor-faktor yang dapat

mengganggu migrasi, proliferasi, differensiasi, dan kolonisasi dari sel-sel

Page 12: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 12/40

12

ini mingkin terletak pada genetik, immunologis, vascular, atau

mekanisme lainnya.

 b)  Mutasi pada RET Proto-oncogene

Mutasi pada RET proto-oncogene,yang berlokasi pada kromosom

10q11.2, telah ditemukan dalam kaitannya dengan Hirschsprung’s

disease segmen panjang dan familial. Mutasi RET dapat menyebabkan

hilangnya sinyal pada tingkat molekular yang diperlukan dalam

 pertubuhan sel dan diferensiasi ganglia enterik. Gen lainnya yang rentan

untuk Hirschsprung’s disease adalah endothelin-B receptor gene

(EDNRB) yang berlokasi pada kromososm 13q22. sinyal darigen ini

diperlukan untuk perkembangan dan pematangan sel-sel neural crest

yang mempersarafi colon. Mutasi pada gen ini paling sering ditemukan

 pada penyakit non-familial dan short-segment. Endothelian-3 gene baru-

 baru ini telah diajukan sebagai gen yang rentan juga. Defek dari mutasi

genetik ini adalah mengganggu atau menghambat pensinyalan yang

 penting untuk perklembangan normal dari sistem saraf enterik. Mutasi

 pada proto-oncogene RET adalah diwariskan dengan pola dominan

autosom dengan 50-70% penetrasi dan ditemukan dalam sekitar 50%

kasus familial dan pada hanya 15-20% kasus spordis. Mutasi pada gen

EDNRB diwariskan dengan pola pseudodominan dan ditemukan hanya

 pada 5% dari kasus, biasanya yang sporadis.

Page 13: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 13/40

13

c)  Kelainan dalam lingkungan

Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat mencegah

migrasi sel-sel neural crest normal ataupun diferensiasinya. Suatu

 peningkatan bermakna dari antigen major histocompatibility complex

(MHC) kelas 2 telah terbukti terdapat pada segmen aganglionik dari usus

 pasien dengan Hirschsprung’s disease, namun tidak ditemukan pada usus

dengan ganglionik normal pada kontrol, mengajukan suatu mekanisme

autoimun pada perkembangan penyakit ini.

d)  Matriks Protein Ekstraseluler 

Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel dan

 pergerkan dalam perkembangan tahap awal. Kadar glycoproteins laminin

dan kolagen tipe IV yang tinggi alam matriks telah ditemukan dalam

segmen usus aganglionik. Perubahan dalam lingkungan mikro ini

didalam usus dapat mencegah migrasi sel-sel normal neural crest dan

memiliki peranan dalam etiologi dari Hirschsprung’s disease.1,2,3,4 

c. 

Klasifikasi

Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang

terkena. Tipe Hirschsprung disease meliputi:2,3,4 

  Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang

sangat kecil dari rectum.

  Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian

Page 14: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 14/40

14

kecil dari colon.

  Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar 

colon.

  Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan

rectum dan kadang sebagian usus kecil.

D.  Patogenesis 

Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal

colon dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari

itu bagian yang abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian

distal sehingga bagian yang normal akan mengalami dilatasi di bagian

 proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapat dibagian distal rectum.

Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang propulsive

dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang

disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus

 besar.4,6,7 

Page 15: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 15/40

15

Gambar 5. Gambaran segmen aganglion pada Morbus Hirschprung

Hipoganglionosis

Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area

hipoganglionosis. Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel

ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel

 berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus

myentricus berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang

mengenai sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai

seluruh colon.3,4,6 

Imaturitas dari sel ganglion

Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali

dengan pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur 

tidak memiliki sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase.

Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel

saraf lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh

Page 16: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 16/40

16

reaksi succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada

minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan

oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh selama 2

sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan

hipoganglionosis.3,4,6 

Kerusakan sel ganglion

Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal

dari vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular 

adalah infeksi Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), defisiensi

vitamin B1, infeksi kronis seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik 

 pada sel ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah pada

segmen tersebut, akibat tindakan pull through secara Swenson, Duhamel,

atau Soave.3,4,6, 

Page 17: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 17/40

17

Gambar 6. Tipe Hirschsprung Disease berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena

C. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia

gejala klinis mulai terlihat :

Periode Neonatal

Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran

mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran

mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis

yang signifikan. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan

terhadap 501 kasus, sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu

24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan

distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat

dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi

yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang

 pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun

Page 18: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 18/40

18

sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi

abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 

1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis,

 bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi. 1,3,6

Anak 

Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah

konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan

 peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur,

maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau

tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam

 beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi. Kasus yang lebih ringan

mungkin baru akan terdiagnosis di kemudian hari.3 

Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat

abdomen sangat distensi

Page 19: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 19/40

19

C.  Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik 

dan penunjang.

Anamnesis

Pada neonatus :

1.  mekonium keluar terlambat, > 24 jam

2.  tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir 

3.   perut cembung dan tegang

4.  muntah

5.  feses encer 

Pada anak :

1.  Konstipasi kronis

2.  Failure to thrive (gagal tumbuh)

3.  Berat badan tidak bertambah

4.   Nafsu makan tidak ada (anoreksia)

Page 20: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 20/40

20

Gambar 7. Gambaran klinis pasien dengan Hirschsprung Disease

Pemeriksaan Fisik 

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

-  inspeksi abdomen terlihat perut cembung atau membuncit

seluruhnya.

-  Auskultasi di dapatkan bising usus melemah (jarang).

-   palpasi didapatkan perut lunak hingga tegang

-   perkusi di dapatkan timpani bahkan hipertimpani

-  Pada pemeriksaan colok dubur terasa ujung jari terjepit

Page 21: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 21/40

21

lumen rektum yang sempit dan sewaktu jari ditarik keluar 

maka feses akan menyemprot keluar dalam jumlah yang

 banyak dan kemudian kembung pada perut menghilang

untuk sementara.

G. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada

 penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai

gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk 

membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan

standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema,

dimana akan dijumpai 3 tanda khas : 3,6,7 

a.  Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang

 panjangnya bervariasi;

 b.  Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke

arah daerah dilatasi;

c.  Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas

 penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi

 barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan

feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan

Page 22: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 22/40

22

feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan

Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat

menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.7,8 

Gambar 8. Terlihat gambar barium enema penderita Hirschsprung.

Tampak rektum yang mengalami penyempitan,dilatasi sigmoid dan daerah

transisi yang melebar.

1.  Anorectal manometry

Dapa t digunakan untuk mendiagnosis penyakit hirschsprung,

gejala yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi sphincter ani interna

ketika rectum dilebarkan dengan balon. Keuntungan metode ini adalah

dapat segera dilakukan dan pasien bisa langsung pulang karena tidak 

dilakukan anestesi umum. Metode ini lebih sering dilakukan pada

 pasien yang lebih besar dibandingkan pada neonatus.

Page 23: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 23/40

23

2.  Biopsy rectal

Merupakan “ gold standard ” untuk mendiagnosis penyakit

hirschprung. Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan

morbiditas minimal karena menggunakan suction khusus untuk 

 biopsy rectum. Untuk pengambilan sample biasanya diambil 2 cm

diatas linea dentate dan juga mengambil sample yang normal. Dari

yang normal ganglion hingga yang aganglionik. Metode ini biasanya

harus menggunakan anestesi umum karena contoh yang diambil pada

mukosa rectal lebih tebal.

Gambar 9. Lokasi pengambilan sampel biopsy pada morbus hirschprung

Page 24: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 24/40

24

H.  Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari Hirschprung harus meliputi seluruh kelainan dengan

obstruksi pada distal usus kecil dan kolon, meliputi:5,6,7 

Obstruksi mekanik  

  Meconium ileus 

o Simple 

o Complicated (with meconium cyst or peritonitis) 

  Meconium plug syndrome 

   Neonatal small left colon syndrome 

  Malrotation with volvulus 

  Incarcerated hernia

  Jejunoileal atresia 

  Colonic atresia 

  Intestinal duplication 

  Intussusception 

   NEC

Obstruksi fungsional

  Sepsis 

  Intracranial hemorrhage 

  Hypothyroidism 

  Maternal drug ingestion or addiction 

Page 25: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 25/40

25

  Adrenal hemorrhage 

  Hypermagnesemia 

  Hypokalemia

H.  Tatalaksana 

Preoperatif  

a. Diet

Pada periode preoperatif, neonatus dengan hirschprung terutama

menderita gizi buruk disebabkan buruknya pemberian makanan dan

keadaan kesehatan yang disebabkan oleh obstuksi gastrointestinal.

Sebagian besar memerlukan resulsitasi cairan dan nutrisi parenteral.

Meskipun demikian bayi dengan hirschprung yang didiagnosis

melalui suction rectal biopsy dapat diberikan larutan rehidrasi oral

sebanyak 15 mL/ kg tiap 3 jam selama dilatasi rectal preoperative

dan irigasi rectal.

 b. Teapi Farmakologi

Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan hirschprung

dimaksudkan untuk mempersiapkan usus atau untuk terapi

komplikasinya. Untuk mempersiapkan usus adalah dengan dekompresi

rectum dan kolon melalui serangkaian pemeriksaan dan pemasangan

irigasi tuba rectal dalam 24-48 jam sebelum pembedahan. Antibiotik 

oral dan intravena diberikan dalam beberapa jam sebelum pembedahan.

Page 26: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 26/40

26

Pengobata non bedah dimaksudkan untuk mencegah komplikasi

komplikasi yang mungkin terjadi. Dan untuk memperbaiki keadaan

umum penderita sampai pada saat operasi definitif dapat dikerjakan.

Pengobatan non bedah diarahkan pada stabilisasi cairan, elektrolit,

asam basa dan mencegah terjadinya overdistensi sehingga akan

menghindari terjadinya perforasi usus serta mencegah terjadinya sepsis.

Tindakan-tindakan nonbedah yang dapat dikerjakan adalah

 pemasangan pipa nasogastrik, pemasangan pipa rektum, pemberian

antibiotik, lavase kolon dengan irigasi cairan, koreksi elektrolit serta

 pengaturan nutrisi.1

Operatif  

Tindakan operatif tergantung pada jenis segmen yang terkena.

a. Tindakan Bedah Sementara

Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung

adalah berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal

 paling distal. Tindakan ini dimaksudkan guna menghilangkan

obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai salah satu

komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi adalah

menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan bedah

definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita penyakit

Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan dilakukan

anastomosis.

Page 27: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 27/40

27

Gambar 10. Teknik pembedahan pada Hirschprung Disease

 b. Tindakan Bedah Definitif 

1. Prosedur Swenson 

Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula

memperkenalkan operasi tarik terobos ( pull-through) sebagai

tindakan bedah definitif pada penyakit Hirschsprung. Pada

dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi

dengan preservasi spinkterani.Dengan meninggalkan 2-3 cm

rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalah meninggalkan

daerah aganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi

masih sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh

sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964)

dengan melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya

Page 28: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 28/40

28

menyisakan 2 cm rektum bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum

 posterior.

Gambar 11. Teknik pembedahan pada Hirschprung

Disease Prosedur Swenson dimulai dengan approach

keintra abdomen, melakukan biopsi eksisi otot rektum, diseksi

rektum ke bawah hingga dasar pelvik dengan cara diseksi serapat

mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum

diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran

anal menjadi terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon

 proksimal (yang tentunya telah direseksi bagian kolon yang

aganglionik) keluar melalui saluran anal. Dilakukan pemotongan

rektum distal pada 2 cm dari anal verge untuk bagian anterior dan

0,5-1 cm pada bagian posterior, selanjunya dilakukan anastomose

end to end dengan kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi.

Anastomose dilakukan dengan 2 lapis jahitan, mukosa dan sero-

Page 29: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 29/40

29

muskuler. Setelah anastomose selesai, usus dikembalikan ke

kavum pelvik abdomen. Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi,

dan kavum abdomen ditutup (Kartono,1993; Swenson dkk,1990).

2. Prosedur Duhamel 

Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi

kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar 

 prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke

arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik,

menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik dengan

dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga

membentuk rongga baru dengan anastomose end to side

Fonkalsrud dkk,1997). Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa

kelemahan, diantaranya sering terjadi stenosis, inkontinensia dan

 pembentukan fekaloma di dalam puntung rektum yang

ditinggalkan apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu dilakukan

 beberapa modifikasi prosedur Duhamel diantaranya:

a) Modifikasi Grob (1959) : Anastomosis dengan pemasangan

2 buah klem melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm,

untuk mencegah inkontinensia.

 b) Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa

 pemakaian stapler untuk melakukan anastomose side to side

yang panjang.

Page 30: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 30/40

30

c) Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk 

melakukan anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari

kemudian.

d) Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik 

transanal dibiarkan prolaps sementara. Anastomose

dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14

 pasca bedah dengan memotong kolon yang prolaps dan

 pemasangan 2 buah klem; kedua klem dilepas 5 hari

 berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititik beratkan

 pada fungsi hemostasis. 

Gambar 12. Teknik pembedahan dengan prosedur Duhamel

3. Prosedur Soave 

Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein

tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal

letak tinggi. Namun oleh Soave tahun 1966 diperkenalkan

Page 31: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 31/40

31

untuk tindakan bedah definitive Penyakit Hirschsprung. Tujuan

utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum

yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal

yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum yang telah dikupas

tersebut.

4. Prosedur Rehbein 

Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana

dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan

rektum pada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge),

menggunakan jahitan 1 lapis yang dikerjakan intraabdominal

ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting melakukan businasi

secara rutin guna mencegah stenosis. 

Post Operatif  

Pada awal periode post operatif sesudah PERPT ( Primary

 Endorectal pull-through), pemberian makanan peroral dimulai

sedangkan pada bentuk short segmen, tipikal, dan long segmen dapat

dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan beberapa bulan kemudian

 baru dilakukan operasi definitif dengan metode Pull Though Soave,

Duhamel maupun Swenson. Apabila keadaan memungkinkan, dapat

dilakukan Pull Though satu tahap tanpa kolostomi sesegera mungkin

untuk memfasilitasi adaptasi usus dan penyembuhan anastomosis.

Pemberian makanan rata-rata dimulai pada hari kedua sesudah operasi

Page 32: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 32/40

32

dan pemberian nutisi enteral secara penuh dimulai pada pertengahan

hari ke empat pada pasien yang sering muntah pada pemberian

makanan. Intolerasi protein dapat terjadi selama periode ini dan

memerlukan perubahan formula. ASI tidak dikurangi atau dihentikan.

H.  Komplikasi 

Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit

Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis,

enterokolitis dan gangguan fungsi spinkter. Beberapa hal dicatat sebagai

faktor predisposisi terjadinya penyulit pasca operasi, diantaranya : usia muda

saat operasi, kondisi umum penderita saat operasi, prosedur bedah yang

digunakan, keterampilan dan pengalaman dokter bedah, jenis dan cara

 pemberian antibiotik serta perawatan pasaca bedah.

1.  Kebocoran Anastomose

Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh

ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang

tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses

sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi

yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Kartono mendapatkan

angka kebocoran anastomese hingga 7,7% dengan menggunakan

 prosedur Swenson, sedangkan apabila dikerjakan dengan prosedur 

Duhamel modifikasi hasilnya sangat baik dengan tak satu kasuspun

mengalami kebocoran.

Page 33: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 33/40

33

Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini

 beragam. Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan gejala

 peningkatan suhu tubuh, terdapat infiltrat atau abses rongga pelvik,

kebocoran berat dapat terjadi demam tinggi, pelvioperitonitis atau

 peritonitis umum , sepsis dan kematian. Apabila dijumpai tanda-tanda

dini kebocoran, segera dibuat kolostomi di segmen proksimal.

2.  Stenosis

Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh

gangguan penyembuhan luka di daerah anastomose, infeksi yang

menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang

dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur 

Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur 

Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur 

Soave.

Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu

kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal.

Tindakan yang dapat dilakukan bervariasi, tergantung penyebab stenosis,

mulai dari businasi hingga sfinkterektomi posterior.

3.  Enterokolitis

Enterokolitis merupakan komplikasi yang paling berbahaya, dan

dapat berakibat kematian. Swenson mencatat angka 16,4% dan kematian

akibat enterokolitis mencapai 1,2%. Kartono mendapatkan angka 14,5%

dan 18,5% masing-masing untuk prosedur Duhamel modifikasi dan

Page 34: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 34/40

34

Swenson. Sedangkan angka kematiannya adalah 3,1% untuk prosedur 

Swenson dan 4,8% untuk prosedur Duhamel modifikasi. Tindakan yang

dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda enterokolitis adalah :

a.  Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit,

 b.  Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi,

c.  Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari

d.  Pemberian antibiotika yang tepat.

Sedangkan untuk koreksi bedahnya tergantung penyebab/prosedur 

operasi yang telah dikerjakan. Businasi pada stenosis, sfingterotomi

 posterior untuk spasme spingter ani dapat juga dilakukan reseksi ulang

stenosis. Prosedur Swenson biasanya disebabkan spinkter ani terlalu ketat

sehingga perlu spinkterektomi posterior. Sedangkan pada prosedur 

Duhamel modifikasi, penyebab enterokolitis biasanya adalah pemotongan

septum yang tidak sempurna sehingga perlu dilakukan pemotongan ulang

yang lebih panjang.

Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil

 pada pasien dengan endorektal pullthrough. Enterokolitis merupakan

 penyebab kecacatan dan kematian pada megakolon kongenital,

mekanisme timbulnya enterokolitis menurut Swenson adalah karena

obtruksi parsial. Obtruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis

anastomosis, sfingter ani dan kolon aganlionik yang tersisa masih spastik.

Manifestasi klinis enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti tanda

obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar eksplosif cair 

Page 35: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 35/40

35

dan berbau busuk. Enetrokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling

 parah dapat terjadi nekrosis, infeksi dan perforasi. Hal yang sulit pada

megakolon kongenital adalah terdapatnya gangguan defekasi pasca

 pullthrough, kadang ahli bedah dihadapkan pada konstipasi persisten dan

enterokolitis berulang pasca bedah.

4.  Gangguan Fungsi Sfinkter 

Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima

universal untuk menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling atau kecipirit

merupakan parameter yang sering dipakai peneliti terdahulu untuk 

menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara teoritis hal

tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces

lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-

sedikit dan sering. Untuk menilai kecipirit, umur dan lamanya pasca

operasi sangatlah menentukan (Heikkinen dkk,1997; Lister,1996; Heij

dkk,1995). Swenson memperoleh angka 13,3% terjadinya kecipirit,

sedangkan Kleinhaus justru lebih rendah yakni 3,2% dengan prosedur 

yang sama. Kartono mendapatkan angka 1,6% untuk prosedur Swenson

dan 0% untuk prosedur Duhamel modifikasi. Sedangkan prosedur 

Rehbein juga memberikan angka 0%.Pembedahan dikatakan berhasil bila

 penderita dapat defekasi teratur dan kontinen. 4,7,9 

Page 36: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 36/40

36

I.  Prognosis 

Terdapat perbedaan hasil yang didapatkan pada pasien setelah

melalui proses perbaikan penyakit Hirschsprung secara definitive.

Beberapa peneliti melaporkan tingkat kepuasan tinggi, sementara yang

lain melaporkan kejadian yang signifikan dalam konstipasi dan

inkontinensia. Belum ada penelitian prospektif yang membandingkan

antara masing-masing jenis operasi yang dilakukan. Kurang lebih 1%

dari pasien dengan penyakit Hirschsprung membutuhkan kolostomi

 permanen untuk memperbaiki inkontinensia.Umumnya, dalam 10

tahun follow up  lebih dari 90% pasien yang mendapat tindakan

 pembedahan mengalami penyembuhan. Kematian akibat komplikasi

dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20% 7,8,9 

Page 37: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 37/40

37

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan penelusuran literatur tersebut dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

 berikut: 

1. Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana

tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon.

Sembilan puluh persen (90%) terletak pada rectosigmoid.

2. Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-

sel saraf parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal.

3. Dasar patofisiologi karena tidak adanya gelombang propulsive dan

abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus

yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau

disganglionosis pada usus besar.

4. Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak 

colon yang terkena meliputi:Ultra short segment, Short segment,

Long segment, Very longs segment.

5. Gejala kardinalnya yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam

 pertama kehidupan, distensi abdomen dan muntah.

6. Pemeriksaan penunjang diantaranya Barium enema, Anorectal

manometry dan Biopsy rectal sebagai gold standard .

7. Tatalaksana operatif dengan cara tindakan bedah sementara dan

 bedah definitive (Prosedur Swenson, Duhamel, Soave dan Rehbein)

Page 38: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 38/40

38

8. Komplikasi utama adalah enterokolitis post operatif,

konstipasi dan striktur anastomosis.

9. Prognosis baik. Umumnya, dalam 10 tahun  follow up lebih dari

90% pasien yang mendapat tindakan pembedahan mengalami

 penyembuhan.

Page 39: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 39/40

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND SABISTON

TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. Elsevier-Saunders. Philadelphia.

Page 2113-2114.

2. Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprung’s Disease in:

Ashcraft Pediatric Surgery 3rd edition W.B. Saunders Company. Philadelphia.

 page 453-468.

3. Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery in:

Schwartz’s PRINCIPLES OF SURGERY. 8th edition. McGraw-Hill. New

York. Page 1496-1498.

4. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung

Disease In: Operative PEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New York. Page

617-640.

5. Hansen, T.J., Koeppen, B.M. 2006. Chapter35 Digestive System in Netter’s

Atlas of Human’s Anatomy. McGraw-Hill. New York. Page 617-640.

6. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies

of The Gastrointestinal Tract  In: Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging 10th

edition. Elsevier-Mosby. Philadelphia. Page 148-153.

7. http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hirschsprungs_ez/ dikunjungi

 pada tanggal 25 november 2012

Page 40: REFERAT hirsprung

7/29/2019 REFERAT hirsprung

http://slidepdf.com/reader/full/referat-hirsprung 40/40

40

8. http://www.geisinger.kramesonline.com/3,S,88669 dikunjungi pada tanggal 25

november 2012

9. www.ptolemy.ca/members/archives/2005/Neonatal/60.pdf dikunjungi pada 25

november 2012

10. http://www.healthsystem.virginia.edu/uvahealth/pedsdigest/images/ei0064.gif 

dikunjungi pada tanggal 25 november 2012

.