hipertensi

47
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara-negara maju serta di beberapa negara- negara berkembang. 1 Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga menghadapi masalah ini. Semakin meningkatnya arus globalisasi di segala bidang, telah membawa banyak perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat di Indonesia, termasuk dalam pola konsumsi makanan keluarga. Perubahan tersebut tanpa disadari telah memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus hipertensi di Indonesia. 2 Hipertensi dilihat dari segi klinis, merupakan penyakit yang umum, asimptomatis, mudah dideteksi dan mudah ditangani jika dikenali secara dini. Namun, hipertensi dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi yang mematikan jika tidak ditangani. 3 1

description

hipertensi

Transcript of hipertensi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara-

negara maju serta di beberapa negara-negara berkembang.1 Indonesia sebagai salah

satu negara berkembang juga menghadapi masalah ini. Semakin meningkatnya arus

globalisasi di segala bidang, telah membawa banyak perubahan pada perilaku dan gaya

hidup masyarakat di Indonesia, termasuk dalam pola konsumsi makanan keluarga.

Perubahan tersebut tanpa disadari telah memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi

epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus hipertensi di Indonesia.2

Hipertensi dilihat dari segi klinis, merupakan penyakit yang umum,

asimptomatis, mudah dideteksi dan mudah ditangani jika dikenali secara dini. Namun,

hipertensi dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi yang mematikan jika tidak

ditangani.3

Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan

menunjukkan, di daerah pedesaan  masih banyak penderita yang belum terjangkau

oleh pelayanan  kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun penatalaksanaan

pengobatannya jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita

hipertensi tidak mempunyai keluhan.

Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, Padang

merupakan Kota dengan angka kejadian hipertensi tertinggi di provinsi Sumatera

Barat

1

Kebanyakan orang merasa sehat dan energik walaupun hipertensi. Sebagian besar

kasus hipertensi di masyarakat belum terdeteksi. Keadaan ini tentunya sangat

berbahaya, yang dapat menyebabkan kematian mendadak pada masyarakat. Oleh

karena cukup besarnya angka kejadian hipertensi maka, akan dikaji lebih lanjut

mengenai penyakit hipertensi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah makalah ini adalah:

1. Apakah yang dimaksud dengan penyakit hipertensi ?

2. Hal-hal apa saja yang dapat menjadi penyebab (faktor resiko) timbulnya penyakit

hipertensi ?

3. Apa saja komplikasi dari hipertensi ?

4. Bagaimana cara mencegah terjadinya penyakit hipertensi ?

5. Apa saja edukasi yang diberikan kepada masyarakat tentang hipertensi ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui defenisi, faktor-faktor penyebab (faktor resiko), komplikasi

dan cara mencegah terjadinya penyakit hipertensi.

2. Mengidentifikasi dan Mengendalikan faktor risiko melalui kegiatan yang ada di

Puskesmas Nan Balimo Kota Solok.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Sebagai bahan acuan dalam memahami dan mempelajari tentang hipertensi.

2. Diperolehnya upaya pengendalian faktor risiko

2

3. Tersusunnya rencana pelaksanaan kegiatan atau POA di wilayah kerja

Puskesmas Nan Balimo Kota Solok.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Definisi Hipertensi

Secara umum, pengertian hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya ≥ 140 mmHg dan tekanan diastoliknya ≥ 90 mmHg. Oleh

karena itu, untuk dapat memahami hipertensi, maka diperlukan pengertian

mengenai tekanan darah. Tekanan darah adalah suatu ukuran dari kekuatan darah

yang menekan dinding pembuluh darah. Tekanan darah yang digunakan sebagai

batasan dalam menentukan penyakit hipertensi adalah tekanan darah arteri. Jadi,

hipertensi adalah tingginya tekanan darah yang dilihat dari kekuatan darah dalam

menekan dinding pembuluh darah arteri.4

Pengukuran tekanan darah arteri yang umumnya menggunakan

sphygmomanometer dan stetoskop akan menghasilkan dua buah angka hasil

pencatatan, yaitu tekanan darah sistol dan tekanan darah diastol. Angka pertama

yang lebih besar nilainya, menunjukkan tekanan darah sistol. Tekanan darah sistol

merupakan tekanan darah terhadap dinding arteri ketika jantung sedang

berkontraksi memompa darah. Angka kedua yang lebih kecil nilainya,

menunjukkan tekanan darah diastol. Tekanan darah diastol merupakan tekanan

darah terhadap dinding arteri ketika jantung sedang berelaksasi di antara dua

kontraksi. Tekanan darah diastol juga menggambarkan keadaan elastisitas dinding

arteri.4 Tekanan darah diastol akan menurun setelah usia 50an oleh karena

elastisitas dinding arteri yang berkurang.5

Oleh karena tidak ada garis batas yang tegas antara tekanan darah yang

normal dengan tekanan darah yang tinggi, definisi hipertensi ditetapkan

4

berdasarkan kesepakatan yang mempertimbangkan risiko komplikasi penyakit

kardiovaskular pada beberapa tingkat tekanan darah. Tekanan darah sistol/diastol

sebesar 120/80 ditetapkan sebagai batas tekanan darah yang normal. Hal ini

didapatkan dengan mempertimbangkan bahwa kenaikan risiko penyakit

kardiovaskular pada orang-orang bertekanan darah di bawah 115/75 mmHg tidak

terlalu signifikan dibandingkan dengan orang-orang bertekanan darah di atas nilai

tersebut.5

Joint National Committee (JNC) (sebuah komite yang menyediakan

panduan mengenai pencegahan, deteksi, evaluasi dan penanganan hipertensi),

dalam laporannya yang ke-7, membuat sistem klasifikasi hipertensi sebagai

berikut:5

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi pada Orang Dewasa (18 tahun ke atas)

Prehipertensi bukan merupakan kategori penyakit, namun lebih merupakan

penanda yang dipilih untuk mengidentifikasi individu-individu yang berisiko tinggi

menjadi hipertensi. Kategori ini diperlukan untuk meningkatkan kewaspadaan para

klinikus dan juga pasien sehingga tindakan-tindakan pencegahan hipertensi dapat

dilakukan secara dini. Pasien yang berada dalam kategori ini bukan merupakan

kandidat untuk mendapatkan terapi farmakologis, namun perlu disarankan untuk

mengubah pola hidupnya untuk mengurangi risiko terkena hipertensi.5

5

Penanganan hipertensi berdasarkan klasifikasi yang dibuat JNC VII tidak

mengelompokkan individu-individu berdasarkan ada tidaknya indikasi-indikasi

tertentu (faktor risiko lain atau kerusakan organ target). Pasien-pasien hipertensi

yang memiliki indikasi-indikasi tertentu akan dibahas pada bagian lain dari

makalah ini. JNC VII menyarankan agar semua orang dengan hipertensi (stage 1

dan stage 2) ditangani dengan pemberian obat. Tujuan pemberian obat pada

penderita hipertensi adalah agar tekanan darahnya <140/90 mmHg. Sedangkan

tujuan penanganan pasien yang berada dalam kategori prehipertensi adalah

menurunkan tekanan darah hingga normal dan mencegah kenaikan tekanan darah

yang lebih lanjut dengan cara perubahan pola hidup.5

4.2 Etiologi , Patogenesis Dan Patofisiologi Hipertensi

Hipertensi dengan penyebab yang tidak diketahui dinamakan hipertensi

primer, esensial atau idiopatik. Hipertensi primer ini merupakan 85% dari kasus

hipertensi. Pada sebagian kecil sisanya, penyebab hipertensinya diketahui.

Hipertensi ini dinamakan hipertensi sekunder.3

Definisi inilah yang terkadang menyulitkan para klinisi dalam membedakan

kedua golongan tersebut. Penyebab yang tidak diketahui, suatu saat, seiring dengan

kemajuan zaman akan diketahui sedikit demi sedikit. Selama proses perkembangan

ilmu pengetahuan akan terdapat kesulitan dalam membedakan kedua golongan

tersebut, karena batas antara penyebab yang tidak diketahui dan penyebab yang

diketahui menjadi tidak jelas.

Saat ini, jika penyebab hipertensi adalah suatu kelainan organ struktural

atau gen yang spesifik, maka dimasukkan ke dalam golongan hipertensi sekunder.

6

Namun, jika penyebab hipertensi adalah kelainan-kelainan yang umum dan

fungsional, maka dimasukkan ke dalam golongan hipertensi primer.3

Berikut akan dijelaskan mengenai etiologi, patogenesis dan patofisiologi

dari hipertensi primer dan sekunder.

3.2.1 Hipertensi Primer

Hipertensi Primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang

penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau idiopatik. Kesulitan dalam

menemukan mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya hipertensi

primer adalah banyaknya sistem yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah.

Sistem saraf adrenergik baik sentral maupun perifer, sistem pengaturan ginjal,

sistem pengaturan hormon dan pembuluh darah adalah sistem-sistem yang

mempengaruhi tekanan darah. Sistem-sistem ini saling mempengaruhi dengan

susunan yang kompleks dan dipengaruhi oleh gen-gen tertentu.3

Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem-sistem tersebut erat kaitannya

dalam membicarakan etiologi, patogenesis dan patofisiologi dari hipertensi.

Faktor-faktor yang diketahui memiliki pengaruh antara lain adalah faktor-faktor

lingkungan seperti asupan natrium, obesitas, pekerjaan, asupan alkohol, besar

keluarga dan keramaian penduduk. Faktor-faktor ini telah diasumsikan sebagai

faktor yang berperan penting dalam peningkatan tekanan darah seiring

bertambahnya usia setelah membandingkannya antara kelompok masyarakat

yang lebih banyak terpapar dengan yang lebih sedikit terpapar dengan faktor-

faktor tersebut.3

Faktor genetik atau faktor keturunan juga memiliki pengaruh terhadap

kejadian hipertensi karena sistem-sistem yang mempengaruhi tekanan darah

diatur oleh gen. Hipertensi merupakan salah satu kelainan genetik kompleks

7

yang paling umum ditemukan dan diturunkan pada rata-rata 30% keturunannya.

Namun, faktor keturunan ini dipengaruhi oleh penyebab-penyebab yang

multifaktorial sehingga setiap kelainan genetik yang berbeda dapat memiliki

manifestasi hipertensi sebagai salah satu ekspresi fenotipnya.3

Berdasarkan hal di atas dan penelitian-penelitian di bidang tersebut,

maka faktor-faktor seperti usia, ras, jenis kelamin, merokok, asupan alkohol,

kolesterol serum, intoleransi glukosa dan berat badan dapat mempengaruhi

prognosis dari hipertensi. Semakin muda seseorang mengetahui kelainan

hipertensinya, semakin besar umur harapan hidup orang tersebut.3

Etnis seseorang juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian hipertensi,

namun penelitian mengenai hubungan etnis dan kejadian hipertensi

menghasilkan hasil yang beragam. Hal ini disebabkan, karena selain faktor

etnis, terdapat juga faktor lingkungan dan faktor perilaku yang ikut

mempengaruhi kejadian hipertensi. Sehingga penelitian terhadap etnis yang

sama di tempat yang berbeda, menghasilkan data yang berbeda. Secara umum,

banyak penelitian yang menunjukkan kejadian hipertensi lebih banyak terjadi

pada etnis Afro-Karibia dan Asia Selatan dibandingkan dengan etnis kulit

putih.6

Aterosklerosis merupakan penyakit yang sering ditemukan bersamaan

dengan hipertensi dan memiliki hubungan timbal balik positif. Tekanan darah

yang tinggi akan memberikan beban terhadap dinding pembuluh darah dan

melalui proses yang kronis, tekanan berlebih ini akan menyebabkan kerusakan

pada dinding pembuluh darah. Kerusakan dinding arteri ini merupakan pencetus

terjadinya proses aterosklerosis. Aterosklerosis sendiri akan menyebabkan

hipertensi jika terjadi secara menyeluruh di pembuluh darah sistemik. Maka,

8

bukanlah hal yang tidak wajar, jika faktor-faktor risiko yang mempengaruhi

kejadian aterosklerosis seperti tingginya kadar kolesterol serum, intoleransi

glukosa dan kebiasaan merokok juga mempengaruhi kejadian hipertensi.3,7

Korelasi positif antara obesitas dengan hipertensi juga sudah tidak

dipertanyakan lagi. Peningkatan berat badan telah dihubungkan dengan

peningkatan kejadian hipertensi dan penurunan berat badan dapat menurunkan

tekanan darah arterinya. Namun, belum diketahui apakah perubahan ini

berhubungan dengan perubahan sensitivitas dari insulin.3

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

9

Gambar 1. Alur hipotetis hipertensi primer

2.2.2 Hipertensi Sekunder

Seperti telah disebutkan sebelumnya, hipertensi sekunder merupakan

hipertensi dengan penyebab yang dapat diidentifikasi. Walaupun hipertensi

sekunder lebih sedikit, namun penyakit ini perlu mendapat perhatian lebih oleh

karena :3

(1) Terapi terhadap penyebab dapat menyembuhkan hipertensi

(2) Hipertensi sekunder dapat menjadi penghubung dalam memahami etiologi dari

hipertensi primer.

Penyebab-penyebab dari hipertensi sekunder adalah kelainan ginjal,

kelainan endokrin, koartasi aorta dan juga obat-obatan. 3

1) Kelainan Ginjal

Hipertensi yang diakibatkan oleh kelainan ginjal dapat berasal dari

perubahan sekresi zat-zat vasoaktif yang menghasilkan perubahan tonus dinding

pembuluh darah atau berasal dari kekacauan dalam fungsi pengaturan cairan dan

natrium yang mengarah pada meningkatnya volume cairan intravaskular.

Pembagian lebih lanjut dari kelainan ginjal yang menyebabkan hipertensi adalah

kelainan renovaskular dan kelainan parenkim ginjal.3

Kelainan renovaskular disebabkan oleh rendahnya perfusi dari jaringan

ginjal oleh karena stenosis yang terjadi pada arteri utama atau cabangnya yang

utama. Hal ini menyebabkan sistem renin-angiotensin teraktivasi. Angiotensin II

yang merupakan produk dari sistem renin-angiotensin, akan secara langsung

menyebabkan vasokonstriksi atau secara tidak langsung melalui aktivasi sistem

saraf adrenergik. Selain itu angiotensin II juga akan merangsang sekresi aldosteron

yang mengakibatkan terjadinya retensi natrium.3

10

Aktivasi sistem renin-angiotensin juga merupakan penjelasan dari hipertensi

yang diakibatkan kelainan parenkim ginjal. Perbedaannya adalah penurunan perfusi

jaringan ginjal pada kelainan parenkim ginjal disebabkan oleh peradangan dan

proses fibrosis yang mempengaruhi banyak pembuluh darah kecil di dalam ginjal.3

2) Kelainan Endokrin

Kelainan endokrin dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini disebabkan

banyak hormon-hormon yang mempengaruhi tekanan darah. Beberapa kelainan

endokrin ini antara lain adalah :3

1. Hiperaldosteronism primer

2. Cushing syndrome

3. Pheochromocytoma

4. Akromegali

5. Hiperparatiroid

3) Koartasi Aorta

Hipertensi yang disebabkan oleh koartasi aorta dapat berasal dari

vasokonstriksi pembuluh darah itu sendiri atau perubahan pada perfusi ginjal.

Perubahan perfusi ginjal ini akan menghasilkan bentuk hipertensi renovaskular

yang tidak umum.3

2.3 Manifestasi Klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala. Jika

hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

Sakit kepala

Kelelahan

Mual

11

Muntah

Sesak nafas

Gelisah

Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,

jantung dan ginjal.

Sering buang air kecil terutama di malam hari

Telinga berdenging

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan

koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif,

yang memerlukan penanganan segera

2.4 Komplikasi Hipertensi

Penderita hipertensi umumnya meninggal pada usia yang lebih muda

dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki hipertensi. Penyebab kematiannya

yang paling sering adalah akibat penyakit jantung, stroke atau gagal ginjal.

Hipertensi juga dapat menyebabkan kebutaan akibat retinopati.3

1) Efek pada Jantung

Peningkatan tekanan darah sistemik menyebabkan jantung harus bekerja

lebih berat untuk mengkompensasinya. Pada awalnya, jantung akan mengalami

hipertrofi ventrikel yang konsentris, yaitu meningkatnya ketebalan dinding otot

jantung. Namun, pada akhirnya, kemampuan ventrikel ini akan semakin menurun,

sehingga ruang ventrikel jantung akan ikut membesar. Pembesaran jantung ini

lama-kelamaan akan mengakibatkan gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung

mulai tampak.

12

Angina pektoris juga dapat terjadi pada penderita hipertensi yang

disebabkan oleh karena kombinasi dari kelainan pembuluh darah koroner dan

peningkatan kebutuhan oksigen sebagai akibat dari peningkatan massa jantung.

Iskemia dan infark miokard akan terjadi pada tahap lanjut dari perjalanan penyakit

yang dapat mengakibatkan kematian.3

2) Efek Neurologis

Efek neurologis jangka panjang dari hipertensi dapat dibagi menjadi efek

pada sistem saraf pusat dan efek pada retina. Oklusi atau perdarahan merupakan

penyebab dari timbulnya efek-efek neurologis ini. Infark serebral merupakan

akibat dari proses aterosklerosis (oklusi) yang sering ditemukan pada pasien

hipertensi. Sedangkan perdarahan serebral adalah hasil dari peningkatan tekanan

darah yang kronis sehingga mengakibatkan terjadinya mikroaneurisma.

Mikroaneurisma ini sewaktu-waktu dapat pecah dan menimbulkan perdarahan.3

Retinopati akibat hipertensi dapat disebabkan oleh efek-efek seperti

penyempitan tak teratur dari arteriol retina atau perdarahan pada lapisan serat saraf

dan lapisan pleksiform luar.3

Sakit kepala yang sering terjadi di pagi hari, pusing, vertigo, tinnitus,

pingsan dan penglihatan kabur merupakan gejala-gejala hipertensi yang berasal dari

efek neurologis. Efek neurologis paling berbahaya adalah kematian dan kebutaan

yang merupakan dua hal yang paling ditakutkan terjadi pada penderita hipertensi.3

3) Efek pada Ginjal

Aterosklerosis yang terjadi pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler

glomerulus merupakan penyebab yang paling umum dari kelainan ginjal oleh

karena hipertensi. Akibatnya adalah terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dan

juga disfungsi dari tubulus ginjal. Proteinuria dan hematuria mikroskopis terjadi

13

oleh karena kerusakan glomerulus. Kematian oleh karena hipertensi, 10% di

antaranya diakibatkan oleh gagal ginjal.3

2.5 Penanganan Hipertensi

a) Prinsip Penanganan

Prinsip penanganan hipertensi adalah mengusahakan agar tekanan darah

penderita tetap di dalam batas normal dan jika terjadi kenaikan seiring dengan

bertambahnya usia, maka kenaikannya tersebut tidak terlalu tinggi. Hal ini

dilakukan agar risiko morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular dan

penyakit ginjal dapat dikurangi. Target tekanan darah yang harus dicapai adalah

<140/90 mmHg. Pada penderita diabetes dan penyakit ginjal, targetnya lebih

rendah, yaitu <130/80 mmHg.5

Penelitian-penelitian menunjukkan, bahwa penanganan hipertensi

mempunyai keuntungan seperti :5

(1) Mengurangi insidensi kasus stroke rata-rata sebesar 35-40%.

(2) Mengurangi insidensi infark miokard rata-rata sebesar 20-25%.

(3) Mengurangi insidensi gagal jantung rata-rata >50%.

Penanganan hipertensi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan

memperbaiki pola hidup dan dengan terapi farmakologis. Perbaikan pola hidup

perlu dilakukan, terutama jika penderita sudah termasuk dalam kategori

prehipertensi. Sedangkan pada penderita yang sudah mencoba perubahan pola

hidup tetapi tetap gagal mencapai target (<140/90 mmHg) , maka terapi

farmakologi perlu dimulai.5

Pada kebanyakan penderita hipertensi, terutama yang berusia di atas 50

tahun, mengurangi tekanan darah sistol lebih sulit daripada mengurangi tekanan

14

darah diastol. Oleh karena itu, tekanan darah sistol harus menjadi perhatian utama

dalam menangani hipertensi.5

(1) Perbaikan Pola Hidup

Terapi nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup terdiri dari :

1. Menghentikan merokok

2. Menurunkan berat badan berlebih

3. Menurunkan konsumsi lkohol berlebih

4. Latihan fisik

5. Menurunkan asupan garam

6. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.

Penerapan pola hidup sehat oleh semua orang merupakan hal yang

penting untuk pencegahan hipertensi dan merupakan bagian yang tidak boleh

dilupakan dalam penanganan penderita hipertensi. Penurunan berat badan

sebesar 4,5 kg saja sudah dapat mengurangi tekanan darah, walaupun yang

diutamakan adalah pencapaian berat badan yang ideal. Tekanan darah juga

dapat dikendalikan dengan penerapan pola makan yang dibuat oleh DASH

(Dietary Approaches to Stop Hypertension). Pola makan yang baik menurut

DASH adalah diet kaya akan buah-buahan, sayur-sayuran dan produk susu

yang rendah lemak(lowfat). Asupan natrium juga harus dibatasi agar tidak

lebih dari 100 mmol per hari (2,4 gr natrium). Semua orang yang mampu

sebaiknya melakukan aktivitas fisik aerobik yang teratur seperti jalan cepat

sekurang-kurangnya 30 menit setiap hari. Asupan alkohol harus dibatasi agar

tidak lebih dari 1 ons (30mL) etanol per hari untuk pria. Sedangkan untuk

wanita dan orang yang berat badannya ringan, dibatasi agar tidak lebih dari 0,5

ons (15ml) etanol per hari.5

15

(2) Terapi Farmakologis

Ada berbagai macam obat antihipertensi yang tersedia. Tabel 2 memuat

daftar obat-obat yang biasanya digunakan sebagai obat antihipertensi. Dosis

dan frekuensi pemberiannya juga tertera.5

Lebih dari 2/3 penderita hipertensi tidak dapat dikendalikan dengan

hanya satu obat saja dan membutuhkan dua atau lebih kombinasi obat

antihipertensi dari kelas yang berbeda. Diuretik merupakan obat yang

direkomendasikan sebagai obat yang pertama kali diberikan, jika penderita

hipertensi memerlukan terapi farmakologis, kecuali jika terdapat efek

samping.5

Semua obat antihipertensi bekerja pada salah satu atau lebih tempat

pengaturan tekanan darah berikut:8

1. Resistensi arteriol

2. Kapasitansi venule

3. Pompa jantung

4. Volume darah

Obat-obat antihipertensi tersebut juga dapat diklasifikasikan berdasarkan

tempat kerja utamanya, antara lain:8

1. Diuretik yang menurunkan tekanan darah dengan mengurangi kandungan

natrium tubuh dan volume darah

a. Thiazide diuretic

b. Loop diuretic

c. Potassium sparing diuretic

16

2. Agen-agen simpatoplegia yang menurunkan tekanan darah dengan

mengurangi resistensi pembuluh darah perifer, menghambat kerja jantung

dan meningkatkan kapasitansi darah dengan memvasodilatasi vena

a. Beta-blocker

b. Alpha-1 blocker

c. Central alpha-2 agonist

3. Vasodilator direk yang menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi otot

polos pembuluh darah, sehingga menurunkan resistensi dan meningkatkan

kapasitansi pembuluh darah.

a. Calcium channel blocker

b. Hydralazine

c. Minoxidil

4. Agen yang menghambat produksi atau kerja dari angiotensin sehingga

menurunkan resistensi pembuluh darah perifer dan juga volume darah.

a. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor

b. Angiotensin II antagonist

c. Aldosterone receptor blocker

Kenyataan bahwa obat-obat dari golongan yang berbeda ini bekerja

dengan mekanisme yang berbeda pula, membuat kombinasi obat-obat yang

berbeda golongan tersebut dapat meningkatkan efektifitas dan juga dalam

beberapa kasus menurunkan toksisitas dari terapi farmakologis.8

17

Gambar 2. Algoritma Penanganan Hipertensi5

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :9

1. CCB dan ACEI atau ARB

2. CCB dan BB

3. CCB dan diuretika

4. AB dan BB

5. Kadang diperlukan tiga atu empat kombinasi obat

Penanganan Hipertensi pada Kasus-kasus Tertentu

Hipertensi dapat terjadi bersamaan dengan kondisi-kondisi lain sehingga

terdapat beberapa indikasi tertentu dalam pemilihan obat-obatan antihipertensi.

JNC VII memberikan rekomendasi terhadap kasus-kasus tersebut yang dapat

dilihat pada tabel berikut :5

Tabel 2. Pedoman untuk kasus-kasus hipertensi tertentu.5

18

b) Evaluasi dan Pemantauan

Setelah terapi farmakologis untuk hipertensi dimulai, penderita hipertensi

harus kontrol secara teratur untuk memantau perkembangannya setidaknya sebulan

sekali sampai tekanan darahnya normal. Kunjungan yang lebih sering diperlukan

pada penderita hipertensi derajat 2 (stage II) atau jika mempunyai komplikasi.

Kadar kalium dan kreatinin serum harus dimonitor setidaknya satu atau dua kali

setahun.5

Setelah tekanan darah mencapai target dan stabil, kunjungan dapat

dilakukan dengan interval tiga bulan sekali atau enam bulan sekali. Jika ada

penyakit lain seperti gagal jantung dan diabetes, kunjungan harus lebih sering

dilakukan.5

19

Tabel 3. Rekomendasi pemantauan ulang berdasarkan pemeriksaan tekanan darah

awal untuk pasien tanpa kerusakan organ target.5

2.6 Pencegahan Dan Penanganan Hipertensi

Pencegahan dan penanganan hipertensi merupakan tantangan yang perlu

dihadapi oleh ilmu kesehatan masyarakat. Jika kenaikan tekanan darah seiring

bertambahnya usia dapat dicegah, maka akan terdapat banyak penyakit

kardiovaskular, stroke dan penyakit ginjal yang dapat dicegah. Beberapa faktor

penyebab hipertensi telah diidentifikasi, termasuk kelebihan berat badan, kelebihan

asupan natrium, kurangnya aktivitas fisik, kekurangan diet buah-buahan dan sayur-

sayuran, serta tingginya konsumsi minuman beralkohol.5

Oleh karena, risiko kejadian seumur hidup (lifetime risk) hipertensi adalah

sangat tinggi, maka diperlukan suatu strategi di bidang ilmu kesehatan masyarakat

yang mencakup pencegahan dan penanganan hipertensi. Sebagai upaya untuk

mencegah kenaikan tekanan darah dalam suatu populasi, pencegahan utama

20

ditujukan pada pengurangan faktor-faktor penyebab pada populasi tersebut.

Individu-individu yang termasuk dalam kategori prehipertensi perlu diberi

perhatian lebih.5

Walaupun penurunan tekanan darah dari suatu populasi hanya menghasilkan

penurunan yang kecil, namun dampaknya akan sangat besar. Sebagai contoh, telah

diperhitungkan bahwa jika terdapat penurunan tekanan darah sistol sebesar 5

mmHg pada suatu populasi, maka akan menghasilkan penurunan sebesar 14 % dari

mortalitas karena stroke, 9 % dari kematian akibat penyakit jantung koroner dan 7

% dari kematian akibat semua penyebab.5

Hambatan dalam pencegahan hipertensi ini adalah kebudayaan masyarakat;

tidak adanya perhatian terhadap kegiatan pendidikan kesehatan oleh para praktisi di

bidang kesehatan; kurangnya dana untuk program-program pendidikan kesehatan;

kurangnya akses terhadap sarana-sarana olahraga; besarnya porsi makanan di

tempat-tempat makan umum; kurangnya ketersediaan makanan sehat di tempat-

tempat umum seperti sekolah, tempat kerja, dan restoran; kurangnya kegiatan

olahraga di sekolah; tingginya kandungan natrium dari produk-produk makanan

yang dibuat oleh industri pangan dan restoran-restoran; mahalnya harga-harga

makanan sehat.5

Upaya untuk menghadapi hambatan-hambatan tersebut memerlukan

pendekatan menyeluruh yang ditujukan tidak hanya pada populasi dengan risiko

tinggi, tetapi juga pada masyarakat secara umum seperti sekolah, tempat kerja dan

industri makanan. Rekomendasi yang dilakukan oleh American Public Health

Association dan juga National High Blood Pressure Education Program

(NHBPEP) Coordinating Committee agar industri pangan termasuk restoran-

restoran untuk mengurangi kandungan natrium pada produk-produknya sebesar 50

21

% dalam waktu 10 tahun ke depan, adalah tipe pendekatan yang jika diterapkan,

akan mengurangi tekanan darah populasi.5

Beberapa bentuk pencegahan penyakit hipertensi antara lain :

1) Pencegahan primordial

2) Promosi kesehatan

3) Proteksi dini : kurangi garam sebagai salah satu faktor risiko

4) Diagnosis dini : screening, pemeriksaan/check-up

5) Pengobatan tepat : segera mendapatkan pengobatan komperhensif dan kausal

awal keluhan

6) Rehabilitasi : upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa diobati

2.7 Edukasi Pasien Hipertensi

Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan

darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk;

mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang

kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan

mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan

tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi garam

dan berat badan.

22

JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan

buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak

jenuh berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari. Aktifitas

fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak

30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi

menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan

menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah.

Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat

badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga

mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target.

Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit

kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan

dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.

Modifikasi Rekomendasi Kira-kira penurunan

tekanan darah, range

Penurunan berat badan

(BB)

Pelihara berat badan normal

(BMI 18.5 – 24.9)

5-20 mmHg/10-kg

penurunan BB

Adopsi pola makan DASH Diet kaya dengan buah,

sayur, dan produk susu

rendah lemak

8-14 mm Hg

Diet rendah sodium Mengurangi diet sodium,

tidak lebih dari 100meq/L

2-8 mm Hg

23

(2,4 g sodium atau 6 g

sodium klorida)

Aktifitas fisik Regular aktifitas fisik,

seperti jalan kaki 30

menit/hari, beberapa

hari/minggu

4-9 mm Hg

Minum alkohol sedikit

saja

Limit minum alkohol tidak

lebih dari 2/hari (30 ml

etanol untuk laki-laki dan

1/hari untuk perempuan

2-4 mm Hg

Hyman DJ et al. 2001. Characteristic Of Patients With Uncontrolled Hypertension In The

United States. NEJM 2001;345:479-486

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Analisis Sebab Masalah

a) Manusia

1) Masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit, pengobatan dan

pencegahan hipertensi

• Rencana : Melakukan penyuluhan individu dan massal di dalam dan di luar

gedung mengenai penyakit, pengobatan dan pencegahan hipertensi

• Pelaksana : Petugas promosi kesehatan, Dokter Muda dan kader di lapangan

24

• Target : Masyarakat mengerti dan memahami tentang hipertensi berikut

pengobatan dan pencegahannya serta mampu menerapkan pola hidup sehat

• Sasaran: Seluruh warga masyrakat di wilayah kerja Puskesmas Nan Balimo

2) Masih banyak masyarakat yang melakukan pola hidup yang tidak sehat seperti

suka mengonsumsi makanan tinggi kolesterol, merokok dan kurang berolahraga

• Rencana : Melakukan penyuluhan tentang pentingnya pola makanan rendah

kolesterol dan tinggi serat, serta berolah raga 2X seminggu, dan pentingnya

berhenti merokok.

• Pelaksana : Petugas promosi kesehatan, Dokter Muda, dan pelaksana (kader )

gizi.

• Target : Masyarakat memahami tentang pola makan yang sehat dan gaya hidup

sehat dengan rajin berolahraga dan tidak merokok.

• Sasaran : Seluruh warga masyrakat di wilayah kerja Puskesmas Nan Balimo.

3) Banyak penderita hipertensi yang tidak mematuhi jadwal control dan

nasehat sehingga pengobatan penyakitnya tidak maksimal

• Rencana : Melakukan penyuluhan tentang pentingnya melakukan kontrol rutin

dan pemahaman bahwa hipertensi penyakit yang tidak bisa sembuh dan harus

selalu di lakukan pengontrolan dan pengendalian agar tidak berbahaya di

kemudian hari dengan pengobatan yang maksimal.

• Pelaksana : Petugas promosi kesehatan, dokter puskesmas, dokter muda, dan

kader.

• Target : Masyarakat memahami dan mengerti tentang pentingnya pengontrolan

penyakit hipertensi agar tidak terjadi komplikasi lanjut.

• Sasaran : Seluruh warga masyrakat di wilayah kerja Puskesmas Nan Balimo.

b) Metode

25

1) Belum optimalnya metode penyuluhan mengenai penyakit, pengobatan dan

pencegahan hipertensi dimana penyuluhan yang dilakukan kurang interaktif dan

komunikatif (komunikasi satu arah).

• Rencana: Merekomendasikan cara penyuluhan dengan komunikasi yang dua

arah baik di dalam maupun di luar gedung dalam rapat dengan pimpinan

Puskesmas, pemegang program promosi kesehatan dan petugas Puskesmas.

• Pelaksana: Dokter muda

• Target: Puskesmas dapat menerapkan metode penyuluhan dengan komunikasi

yang dua arah baik di dalam maupun di luar gedung.

• Sasaran : Seluruh warga masyrakat di wilayah kerja Puskesmas Nan Balimo.

2) Belum adanya program pendampingan pasien hipertensi dalam mengkonsumsi

obat dan pengontrolan gaya hidup penderita hipertensi.

• Rencana : Mengaktifkan kembali program perkesmas untuk mendampingi

pasien hipertensi dalam mengkonsumsi obat dan mengontrol gaya hidupnya.

• Pelaksana : Petugas Puskesmas, dokter puskesmas, kader

• Target : Pasien hipertensi terkontrol dalam mengkonsumsi obat dan gaya hidup

sehat.

• Sasaran : Seluruh warga masyrakat di wilayah kerja Puskesmas Nan Balimo.

c) Material

Kurangnya media penyuluhan mengenai hipertensi yang menarik di Puskesmas

Nan Balimo maupun di tempat-tempat umum.

• Rencana : Pengadaan/membuat media penyuluhan yang menarik untuk

hipertensi (seperti video,pamflet,leaflet )

• Pelaksana : Petugas Puskesmas (promosi kesehatan, gizi), Dokter muda dan

kader

26

• Target : Meningkatnya ketersediaan media informasi yang berkaitan dengan

hipertensi.

• Sasaran : Seluruh warga masyrakat di wilayah kerja Puskesmas Nan Balimo.

d) Lingkungan

1) Budaya dari masyarakat Minang yang gemar mengonsumsi makanan tinggi

kolesterol dan tinggi garam.

• Rencana : Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pola

makanan yang sehat.

• Pelaksana : Petugas Puskesmas (promosi kesehatan, gizi), Dokter Muda

• Target : Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menerapkan pola makanan

sehat.

• Sasaran : Seluruh warga masyrakat di wilayah kerja Puskesmas Nan Balimo

2) Kebiasaaan merokok pada masyarakat Minang terutama bagi pria yang masih

sulit diubah

• Rencana : Memberikan penyuluhan yang lebih gencar dan pemahaman tentang

bahaya merokok dan akibat-akibat yang akan di timbulkan oleh rokok

• Pelaksana : Petugas promosi kesehatan, dokter muda

• Target : Masyarakat menghentikan kebiasaan merokok terutama bagi pria.

• Sasaran : Seluruh warga masyrakat di wilayah kerja Puskesmas Nan Balimo.

3.2 Rencana Pelaksanaan Program

a) Tahap Persiapan

• Rapat evaluasi masing–masing program seperti promosi kesehatan, gizi, KIA

KB, dan imunisasi khususnya tentang kinerja kader posyandu berupa rapat

internal.

27

• Kemudian dilakukan rapat dengan pimpinan puskesmas, lurah/camat,

pemegang program lain dalam rangka peningkatan kerjasama lintas program

dan lintas sektor.

b) Tahap Pelaksanaan

• Melakukan penyuluhan individu dan massal di dalam dan di luar gedung

mengenai penyakit, pengobatan dan pencegahan hipertensi.

• Melakukan penyuluhan tentang pentingnya pola makanan rendah kolesterol

dan tinggi serat,serta berolah raga 2X seminggu, dan pentingnya berhenti

merokok.

• Melakukan penyuluhan tentang pentingnya melakukan kontrol rutin dan

pemahaman bahwa hipertensi penyakit yang tidak bisa sembuh dan harus

selalu di lakukan pengontrolan dan pengendalian agar tidak berbahaya di

kemudian hari dengan pengobatan yang maksimal.

• Merekomendasikan cara penyuluhan dengan komunikasi yang dua arah baik di

dalam maupun di luar gedung dalam rapat dengan pimpinan Puskesmas,

pemegang program promosi kesehatan dan petugas Puskesmas.

• Mengaktifkan kembali program puskesmas untuk mendampingi pasien

hipertensi dalam mengkonsumsi obat dan mengontrol gaya hidupnya.

• Pengadaan/membuat media penyuluhan yang menarik untuk hipertensi (seperti

video,pamflet,leaflet )

• Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pola makanan yang

sehat

• Memberikan penyuluhan yang lebih gencar dan pemahaman tentang bahaya

merokok dan akibat-akibat yang akan di timbulkan oleh rokok.

c) Tahap Evaluasi

28

• Evaluasi tingkat program dilakukan rutin setiap bulan setelah pelaksanaan

program melalui pendataan dari masing-masing sub program bidang promosi

kesehatan, gizi, balai pengobatan, dan analisa hasil laboratorium.

• Evaluasi dalam Lokal karya mini (Lokmin) juga dilakukan untuk pelaporan

kinerja dan penilaian koordinasi lintas program.

• Indikator keberhasilan program ini adalah banyaknya angka kunjungan pada

tiap posyandu dan puskesmas pada tiap bulannya dan tekanan darah pada

pasien yang terdata sebagai penderita hipertensi mengalami penurunan sampai

mencapai tekanan darah normal dan dapat dipertahankan.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hipertensi adalah suatu kondisi dimana tekanan sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan

diastolik ≥ 90 mmHg.

Faktor resiko hipertensi, seperti : diet dan asupan garam, genetik, usia, jenis

kelamin, etnis/ras, obesitas, merokok.

Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik, serta aktivitas

fisik yang cukup seperti olahraga secara teratur. Selain itu dengan menghindari

kebiasaan buruk seperti merokok dan konsumsi alkohol, serta konsumsi

29

natrium/sodium yang berlebih seperti garam dapur yang berlebihan, penyedap rasa

(MSG). Selain itu, dengan melakukan diagnosis dini sebagai cara pencegahan.

4.2 Saran

Penulis berharap alternatif pemecahan masalah POA ini dapat terlaksana

dan terealisasi dengan baik sehingga kedepannya pelaksanaan Posyandu Puskesmas

Nan Balimo menjadi lebih baik.

Upaya yang penulis sarankan adalah melakukan penyuluhan dengan topik

berbeda tiap bulannya untuk seluruh masyarakat di Wilayah Puskesmas Nan

Balimo, topik tersebut diantaranya adalah melakukan penyuluhan mengenai

penyakit, pengobatan dan pencegahan hipertensi, melakukan penyuluhan tentang

pentingnya pola makanan rendah kolesterol dan tinggi serat,serta berolah raga 2X

seminggu, dan pentingnya berhenti merokok dan melakukan penyuluhan tentang

pentingnya melakukan kontrol rutin bagi yang berisiko penyakit hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Whelton PK. Epidemiology and the prevention of hypertension. J Clin Hypertens.

2004; 6(11):636-42.

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2001.

Jakarta : 2002.

3. Fisher NDL, Williams GH. Hypertensive vascular disease. In : Kasper DL, Fauci

AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et all, editors. Harrison’s principle of

internal medicine. 16th edition. New York : McGraw Hill; 2005. p. 1463-80.

4. Bay Area Medical Information (BAMI). Hypertension. 2006. (cited 2006 July 7).

Available from : URL : http://www.bami.us/HTN.htm .

5. U.S. Department of Health and Human Services. The Seventh Report of the Joint

National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High

Blood Pressure. National Institute of Health : 2004.

30

6. Lane DA, Lip GYH. Ethnic differences in hypertension and blood pressure control

in th UK. Q J Med. 2001; 94:391-6.

7. Chang L. Hypertension : high blood pressure and atherosclerosis. In : WebMD

medical reference. 2005. (cited 2006 July 7). Available from : URL :

http://www.webmd.com/content/article/96/103778.htm .

8. Benowitz NL. Antihypertensive agents. In : Katzung, Bertram G, editor. Basic &

clinical pharmacology. 9th edition. Singapore : The McGraw-Hill Companies, Inc.;

2004.p.160-83.

9. Sudoyo A, Setyohadi B,Alwi I, K.Marcellius S,Setati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi V. Jakarta : Internal publishing,2009.

31