Hifema

51
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN REFARAT UNIVERSITAS HASANUDDIN Juni 2015 OD CLOSED GLOBE INJURY+ HIFEMA TRAUMATIK+ABRASI KORNEA Oleh : Dewi Angriana C111 09 397 Pembimbing : dr. Akbar Priyono Supervisor : dr. Hamzah, Sp.M (K) DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN 1

description

Hifema

Transcript of Hifema

Page 1: Hifema

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN REFARAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN Juni 2015

OD CLOSED GLOBE INJURY+ HIFEMA

TRAUMATIK+ABRASI KORNEA

Oleh :

Dewi Angriana C111 09 397

Pembimbing :

dr. Akbar Priyono

Supervisor :

dr. Hamzah, Sp.M (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

1

Page 2: Hifema

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Dewi Angriana

Stambuk : C111 09 397

Judul Laporan Kasus/Refarat : OD Closed Globe injury + Hifema Traumatik + Abrasi

Kornea

Telah menyelesaikan laporan kasus dan refarat dalam rangka menyelesaikan tugas

kepanitraan klinik pada Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 2015

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Hamzah, Sp.M (K) dr. Akbar Priyono

2

Page 3: Hifema

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIENNama :Tn. F

Umur :13 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Alamat : Jln.Rappokalling Barat

Suku/ Bangsa : Jawa / Indonesia

Tgl. Pemeriksaan : 12 Juni 2015

Dr. Pemeriksa : Dr. F

II. ANAMNESAKeluhan Utama : nyeri pada mata kanan

Anamnesa Terpimpin :

Di alami sejak ±4 jam yang lalu secara tiba-tiba akibat terkena peluru

senapan mainan, ditembak oleh adiknya dari jarak dekat.Riwayat keluar cairan

seperti gel (-), riwayat keluar darah (-), mata merah (+), nyeri (+),air mata

berlebih (-), kotoran mata berlebih (-). Silau (+). Penurunan penglihatan (+) sejak

kejadian, riwayat memakai kacamata (-) rasa mengganjal (-), riwayat penyakit

mata sebelumnya (-).riwayat alergi (-). riwayat berobat sebelumnya di dokter

praktek umum kemudian di rujuk ke RSWS.

III. TANDA VITALTD : 100/70 mmHg

N : 80 x/ i

P : 22 x/ i

S : 36,8 º C

3

Page 4: Hifema

IV. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGIA. INSPEKSI

OD OS

1. Palpebra Udem (-) Udem (-)

2. Apparatus lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)

3. Silia Sekret (-) Sekret (-)

4. Konjungtiva Hiperemis (+), mixed

Injeksio konjungtiva (+)

Injeksio perikornea (+)

Hiperemis (-), injeksio

konjungtiva (-), Injeksio

perikornea (-)

5. Bola Mata fluorescence (+) di

sentral sampai

parasentral arah jam 9

Normal

6. Mekanisme Muskular

- OD

- OS

Sulit dinilai

7. Kornea Udem(+),Keruh,

fluorescein(+) disentral

dan parasentral arah

jam 9

Udem (-),Jernih

8. Bilik Mata Depan Hifema (+) 1/8 BMD Normal

9. Iris Coklat,kripte (+) detail

lain sulit dinilai

Coklat,kripte (+)

10. Pupil Bulat,middilatasi, Bulat,sentral,Refleks

4

Page 5: Hifema

Refleks cahaya (+)

minimal, RAPD (-)

cahaya (+) RAPD (-)

11. Lensa Jernih Jernih

Gambar: Foto Klinis

B. PALPASI

OD OS

a. Tensi okuler Tn Tn

b. Nyeri tekan (+) (-)

c. Massa tumor (-) (-)

d. Gland.Pre-aurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)

5

Page 6: Hifema

C. TONOMETRI : Schiotz : TOD = 10/5,5 = 7,1 mmHg

TOS = 5/5,5 = 17,3 mmHg

NCT : Error/16

D. VISUS : VOD = 20/80

VOS = 20/20

E. CAMPUS VISUAL : Tidak dilakukan pemeriksaan.

F. COLOUR SENSE : Tidak dilakukan Pemeriksaan

G. LIGHT SENSE : Tidak dilakukan pemeriksaan.

H. PENYINARAN OBLIK

OD OS

Konjungtiva

Kornea

Bilik mata depan

Iris

Pupil

Lensa

Hiperemis (+), Injeksio

Konjungtiva(+), Mixed

Injeksio (+)

Udem (+) kesan keruh

Hifema + 1 mm

Coklat, kripte (+)

Bulat, sentral, RC (+)

minimal

Jernih

Hiperemis (-), Injeksio

Konjungtiva(-), Injeksio

Perikornea (-)

Udem (-) Jernih

Normal

Coklat, kripte (+)

Bulat, sentral, RC (+)

Jernih

I. DIAFANOSKOPI : Tidak dilakukan pemeriksaan

J. FUNDUSKOPI :

FOD: Refleks fundus (+), Papil N. II berbatas tegas, CDR : 0,3, A/V : 2/3, makula

refleks fovea (+), retina perifer kanan kesan normal.

FOS:. Refleks fundus (+), Papil N. II berbatas tegas, CDR : 0,3, A/V : 2/3, makula

refleks fovea (+), retina perifer kiri kesan normal.

K. SLIT LAMP :

SLOD : Silia secret tidak ada, konjungtiva hiperemis minimal, mixed injeksi ada,

kornea kesan keruh,udem disentral, fluorescence positif di sentral sampai

6

Page 7: Hifema

parasentral arah jam 9 .bilik mata depan von herick 4, tampak hifema + 1 mm, di

dasar bilik mata depan. Iris coklat, kripte ada,. Pupil bulat middilatasi, reflek cahaya

ada kesan minimal, lensa jernih. RAPD (-)

SLOS : Segmen anterior dalam batas normal.

L. LABORATORIUM : (12 Juni 2015)

Pemeriksaan Nilai rujukan Hasil

RBC 4,50-6,50 4,91

HGB 14,0-18,0 14,6

HCT 40,0-54,0 43.1

PLT 150-400 356 103/mm3

WBC 4,0-10,0 10,8 103/mm3

CT/BT 1-7/4-10 7’00/2’30

PT/APTT 10,14/22,0-30,0 11,2/24,3

GDS 140 115

HbsAg Non Reactive Non Reactive

M.RESUME :

Seorang Laki-laki umur 13 tahun, datang ke Rumah Sakit Wahidin

Sudirohusodo dengan keluhan nyeri pada ovculus dextra di alami sejak ± 4 jam yang

lalu secara tiba-tiba setelah terkena tembakan peluru senapan mainan,.Riwayat keluar

cairan seperti gel (-), riwayat keluar darah (-), mata merah (+), nyeri (+),Fotofobia (+).

Penurunan visus (+) sejak kejadian, riwayat berobat sebelumnya di dokter praktek

umum kemudian di rujuk ke RSWS.

Dari pemeriksaan oftalmologi di dapatkan : VOD=20/80 VOS=20/20, TOD =

10/5,5 = 7,1 mmHg TOS = 5/5,5=17,3 mmHg, NCT OD kesan error, NCT OS =

7

Page 8: Hifema

16.SLOD Silia, sekret tidak ada, konjungtiva hiperemis minimal, mixed injeksi ada,

kornea kesan keruh dan udem disentral, fluorescence (+) di sentral sampai parasentral

arah jam 9, bilik mata depan von herick 4, tampak hifema 1 mm di dasar bilik mata

depan. Iris coklat, kripte ada,. Pupil bulat middilatasi , reflek cahaya ada kesan

minimal, lensa jernih, RAPD (-). SLOS segmen anterior dalam batas normal. FOD

Refleks fundus (-), detail lain sulit di evaluasi terhalang kekeruhan media refrakta.

FOS refleks fundus (+), Papil N. II berbatas tegas, CDR : 0,3, A/V : 2/3, makula

refleks fovea (+), retina perifer kiri kesan normal.

Pemeriksaan Laboratorium : dalam batas normal

N. DIAGNOSIS :

OD Closed Globe Injury + Hifema Traumatik+Abrasi Kornea

O. PENATALAKSANAAN :

Elevasi kepala 450

Paracetamol tab.3x500 mg

Metylprednisolone 3x4 mg

Asam traneksamat 3x500 mg

C. Tropin 1 % 1 tts / 24 jam/ qtt OD

C. LFX EDMD/ 4 Jam/ qtt

Reepithel EDMD/ 4 jam/ qtt

P. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad sanationem : dubia

Quo ad visam : dubia

Quo ad cosmeticum : bonam

Q. DISKUSI

Dari anamnesis terdapat beberapa poin penting yang dapat dijadikan sebagai

acuan diantaranya:

Penglihatan kabur pada mata kanan

Pasien merasakan nyeri pada mata kanan

8

Page 9: Hifema

Pasien mengeluhkan mata merah pada mata kanan

Berdasarkan defenisi closed globe injury yaitu suatu jenis trauma mata di

mana dinding mata (sklera dan kornea) tidak memiliki cedera pada keseluruhan

dindingnya tetapi ada kerusakan intraokuler. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa

sebagian besar kebutaan mendadak yang bersifat unilateral disebabkan oleh trauma

okuli.

Pada penderita ini,tidak terdapat pengeluaran cairan seperti gel dan darah pada

bola mata kanan.. Penderita mengalami fotofobia oleh karena adanya abrasi kornea

yang mengakibatkan perjalanan pembiasan sinar di kornea terganggu. Selain dari itu

penderita juga mengeluhkan adanya nyeri pada mata, penglihatan terganggu pada

mata kiri. Adanya trauma mata seperti pada pasien ini yang menyebabkan kelopak

mata pasien sulit untuk dibuka sehingga pula menyebabkan palpebra superior

menghalangi pandangan atau penglihatan.

Berdasarkan kesesuaian anamnesis yang dilakukan dengan teori yang ada,

terdapat kemungkinan bahwa penderita ini menderita Closed Globe Injury. Langkah

selanjutnya adalah dengan melakukan pemeriksaan oftalmologi.

Dari pemeriksaan oftalmologi pada mata kanan, ditemukan penurunan visus,

VOS 20/80,palpebra edema, hiperlakrimasi (-),konjungtiva hiperemis (+), BMD

hifema (+)1/8 BMD, pupil bulat, middilatasi refleks cahaya (+) minimal, lensa jernih

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari pemeriksaan oftalmologi

tampak bahwa palpebra edema (+), tidak terjadi hiperlakrimasi dan konjungtiva

hiperemis. Semua temuan tersebut menunjukkan tidak adanya masalah yang terdapat

segmen anterior bola mata.

Penanganan umum penderita hifema traumatik antara lain, rawat rumah sakit, tirah

baring. Penderita hifema harus dirawat. Dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur

dengan elevasi kepala 30-45 derajat agar darah turun ke bagian bawah bilik mata dan

membantu dalam menilai derajat keparahan hifema. Juga dapat mempercepat perbaikan

ketajaman penglihatan, mempermudah menilai bilik belakang mata, dan bilik depan

mata lebih mudah dibersihkan. Bila mungkin kedua mata ditutup untuk memberikan

istirahat pada mata. Obat-obatan tropical yang dianjurkan sangat bervariasi, diantaranya

siklopegik untuk iridosiklitis traumatik dan miotik untuk meningkatkan area permukaan

resorbsiiris.Kortikosteroid dan estrogen topical juga dianjurkan. Pemberian steroid

topikal setelah hari ketiga dan keempat berguna untuk mengurangi terjadinya iridosiklitis

dan mencegah terjadinya sinekia. Pemberian topical atropine diindikasikan untuk

9

Page 10: Hifema

penderita hifema grade 3 agar blok pupil bisa hilang. Pemberian aminocaproic acid

(ACA) sistemik dapat mencegah terjadinya perdarahan berulang.

Setiap pasien trauma mata seharusnya mendapatkan pengobatan anti tetanus toksoid

untuk mencegah terjadinya infeksi tetanus dikemudian hari terutama trauma yang

menyebabkan luka penetrasi. Apabila jelas tampak ruptur bola mata, maka manipulasi

lebih lanjut harus dihindari sampaii pasien mendapat anastesi umum.Sebelum

pembedahan jangan diberi obat siklopegik ataupun antibiotik topikal karena

kemungkinan toksisitas pada jaringan intraocular yang terpajan. Berikan antibiotik

sistemik spektrum luas dan upayakan memakai pelindung mata. Aktifitas antifibrinolitik

ACA sistemik seperti ditunjukkan pada bagian tubuh yang lain yaitu menurunkan

terjadinya pendarahan sekunder. Asam traneksamat juga memiliki efek

antifibronolitik.Pada anak-anak dengan dosis 25 mg/kg/hari dapat menurunkan

terjadinya perdarahan sekunder. Steroid sistemik seperti prednison juga dapat

menurunkan terjadinya perdarahan sekunder.

OD CLOSED GLOBE INJURY

10

Page 11: Hifema

HIFEMA TRAUMATIK + ABRASI KORNEA

A. PENDAHULUAN

Bola mata memiliki sistem perlindungan yang cukup baik. Bola mata terletak dalam

rongga orbita yang dikelilingi oleh tulang-tulang yang kuat. Kelopak mata yang memiliki

refleks memejam dan mengedip untuk mengadakan perlindungan dari benda asing.

Jaringan lemak retrobulbar sebagai bantalan mata sehingga mata dapat mentoleransi

tabrakan kecil tanpa kerusakan. Struktur hidung juga bertindak sebagai pelindung mata

dari trauma. Walaupun demikian, trauma dapat menyebabkan kerusakan pada mata yang

berakibat pada gangguan fungsi penglihatan.1

Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada

golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma

okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita.2

Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai dengan berat ringannya serta

jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ struktural mata sehingga

menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel ataupun non-ireversibel. Trauma oculi

dapat menyebabkan perdarahan, adanya laserasi, perforasi, masuknya benda asing ke

dalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola mata.2

Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti untuk

mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang disebabkan yang

akan menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan langkah selanjutnya. Selain itu

dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit lamp, oftalmoskopi direk

maupun indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG, maupun CT-scan. Penatalaksanaan

pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis trauma itu

sendiri.2

B. EPIDEMIOLOGI

Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan

bahkan kehilangan penglihatan. Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup

signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara

berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak

daripada wanita. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral

11

Page 12: Hifema

sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta

mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury

Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi

kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur

rata-rata 31 tahun.3

Tingkat hifema di Amerika Serikat sekitar 20 kasus per 100.000 orang per tahun.

C. ANATOMI

Fungsi dari mata tergantung dari pertahanan anatomi yang berhubungan antara

palpebra, kornea, bilik mata depan, lensa, retina, otot-otot ekstraokuler, dan saraf.

Kerusakan permanen yang terjadi pada komponen diatas dapat menyebabkan penurunan

penglihatan bahkan dapat mengakibatkan kebutaan.1,3

Gambar 1. Anatomi Mata Tampak Dari Depan

Alis mata

Alis mata adalah rambut pendek dan kasar yang terdapat pada margin

supraorbita. Alis mata membantu menghalangi mata dari sinar matahari dan mencegah

keringat menetes dari dahi mencapai mata.1

Kelopak mata ( Palpebra )

Palpebra, ada dua palpebra superior yang dengan M. levator superior dipersarafi

oleh N. okulomotorius, dan palpebra inferior oleh M. levator inferior oleh N.

12

Page 13: Hifema

okulomotorius. Gangguan pada saraf optik nervus okulomotorius, dapat menyebabkan

M. levator palpebra lumpuh, akibatnya terjadi ptosis.1

Fungsi dari palpebra adalah memberikan proteksi mekanis pada bola mata anterior,

mensekresi bagian berminyak dari lapisan film air mata, menyebarkan film air mata ke

konjungtiva dan kornea, mencegah mata kering dan memiliki puncta tempat air mata

mengalir ke sistem drainase lakrimal.1

Palpebra terdiri atas tujuh struktur utama. Dari superfisial ke dalam terdapat lapisan

kulit, muskulus protraksi, septum orbital, lemak orbital, muskulus retraksi, tarsus dan

konjungtiva.1,3,5

a. Kulit

Kulit palpebra merupakan yang paling tipis dibandingkan dengan bagian dari tubuh

yang lainnya dan uniknya tidak mempunyai lapisan lemak subkutaneus. Di kedua

palpebra superior dan inferior, jaringan pretarsal melekat pada jaringan disekitarnya

dimana jaringan preseptal ini lebih longgar dan membentuk ruangan potensial untuk

akumulasi cairan.

b. Muskulus protraksi

Muskulus orbikularis okuli adalah protractor utama pada palpebra. Kontraksi

muskulus ini diinervasi oleh nervus fasialis , N VII, menyebabkan penyempitan pada

fissure palpebralis sehingga menutup palpebra. Muskulus orbikularis okuli terbagi atas

bagian pretarsal, preseptal dan orbital. Pretarsal dan preseptal adalah bagian integral

terhadap pergerakan involuntari palpebra ( berkedip ), dimana bagian orbital terlibat pada

penutupan palpebra secara kuat.

c. Septum orbital

Septum orbital adalah jaringan fibrous yang tipis dan keluar dari periosteum. Pada

palpebra superior, septum orbital bersatu dengan aponeurosis levator 2-5mm diatas

perbatasan tarsus superior. Pada palpebra inferior, septum orbital bersatu dengan fascia

kapsulopalpebral atau dibawah perbatasan tarsus inferior. Akibat penuaan, kedua septum

orbital di palpebra superior dan palpebra inferior akan melemah. Penipisan septum dan

kelemahan muskulus orbikularis okuli berkontribusi terhadap heniasi anterior lemak

orbita pada palpebra diusia lanjut.

13

Page 14: Hifema

d. Lemak orbital

Lemak orbital terdapat pada daerah posterior terhadap septum orbital dan anterior

terhadap aponeurosis levator ( palpebra superior ) atau fascia kapsulopalpebral ( palpebra

inferior).

e. Muskulus retraksi

levator palpebra bersama dengan aponeurosisya serta muskulus tarsal superior

(muskulus Muller’s) merupakan retraktor untuk palpebra superior dimana fascia

kapsulopalpebral dan muskulus tarsal inferior merupakan retraktor untuk palpebra

inferior. Retraktor palpebra berfungsi membuka palpebra yang diinervasi oleh nervus

okulomotorius.

f. Tarsal

Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapisan jaringan fibrosa padat yang

bersama sedikit jaringan elastic disebut tarsus superior dan tarsus inferior. Sudut lateral

dan medial dan juluran tarsus tertambat pada tepian orbita oleh ligamen palpebra lateralis

dan medialis. Tarsus superior dan inferior juga tertambat oleh fascia tipis dan padat pada

tepian atas dan bawah orbita. Fascia tipis ini membentuk septum orbital.

g. Konjungtiva

Konjungtiva terdiri dari epitelium tidak berkeratinisasi. Ia membentuk lapisan

posterior dari palpebra dan mengandung sel goblet yang mensekresi musin dan gladula

lakrimalis aksesorius yaitu Wolfring dan Krause.

Pada palpebra juga terdapat kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau

kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut dan kelenjar Meibom pada

tarsus.1,3,5

Gambar 2. Potongan sagital palpebra superior

14

Page 15: Hifema

D. DEFINISI

Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat

mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,

kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai

indra penglihatan. Berdasarkan klasifikasi Birmingham Eye Trauma Terminology,

trauma okuli dibagi dua yaitu : 6

1. Closed Globe Injury yang terdiri dari Kontusio dan Laserasi Lamellar

2. Open Globe Injury yang terdiri dari Ruptur dan Laserasi. Bagian laserasi

dibagi tiga lagi yaitu Penetrasi, Intraocular Foreign Body, dan Perforasi.

Menurut klasifikasi BETT (Birmingham Eye Trauma Terminology) trauma okuli

dibedakan menjadi closed globe dan open globe. Closed globe adalah , dimana perlukaan

pada sklera dan kornea tidak mengenai seluruh lapisan. Dalam hal ini trauma yang hanya

menembus sebagian kornea, sedangkan open globe adalah dimana perlukaan pada

seluruh lapisan kornea atau sklera atau keduanya. Atau trauma yang menembus seluruh

kornea hingga masuk lebih dalam lagi.6

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu

daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek

pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aquous (cairan mata)

yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata

telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat

menurunkan penglihatan. 7,10

Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Bila pasien

duduk hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat

memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Penglihatan pasien akan sangat menurun.

Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. 1,7,10

E. PATOMEKANISME

Berdasarkan mekanismenya, trauma oculi dapat dibagi menjadi tiga, yakni trauma

tumpul, trauma tembus, dan perforasi. Trauma dapat disebakan karena adanya benda

asing yang masuk atau mengenai mata. Trauma tumpul dapat menyebabkan kompresi

jaringan secara langsung (coup) dan efek yang ditimbulkan pada bagian berlawanan dari

15

Page 16: Hifema

bagian yang terkena trauma (conter-coup). Coup dan conter-coup. Coup adalah

kekuatan yang disebabkan langsung oleh trauma. Countercoup merupakan gelombang

getaran yang diberikan oleh coup, dan diteruskan hingga bola mata dan struktur dalam

orbita. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari bola mata cenderung meluas dan

merubah arsitektur dari okuli normal. Pada akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk

normalnya, akan tetapi hal ini tidak selalu seperti yang diharapkan. Perlu diingat bahwa

semua hal ini, terjadi pada jaringan dan struktur mata dengan derajat yang bervariasi,

tergantung elastisitas dan kekuatan tekanan.3,5

Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan

perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler

secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan

biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama

dan cabang-cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar.7,10,11

F. KLASIFIKASI

Menurut BETT (Birmingham Eye Trauma Terminology) klasifikasi trauma okuli

dapat digambarkan menurut bagan berikut:6

Istilah pada kotak dengan garis ganda menunjukkan diagnosis yang digunakan pada

praktek.

16

Page 17: Hifema

Menurut klasifikasi BETT (Birmingham Eye Trauma Terminology) trauma okuli

dibedakan menjadi closed globe dan open globe. Closed globe adalah , dimana perlukaan

pada sklera dan kornea tidak mengenai seluruh lapisan. Dalam hal ini trauma yang hanya

menembus sebagian kornea, sedangkan open globe adalah dimana perlukaan pada

seluruh lapisan kornea atau sklera atau keduanya. Atau trauma yang menembus seluruh

kornea hingga masuk lebih dalam lagi. Selanjutnya closed globe injury dibedakan

menjadi contusio dan lamellar laceration.6

Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda dari

luar terhadap bola mata, tanpa menyebabkab robekan pada dinding bola mata.

Laserasi lamellar : Mengarah pada trauma non-perforans yang mengenai hingga

sebagian ketebalan dinding mata yang disebabkan oleh benda tajam atau benda

tumpul

Sedangkan open globe injury dibedakan menjadi rupture dan laceration yang

dibedakan lagi menjadi penetrating, IOFB, dan perforating.6

Ruptur, merupakan perlukaan pada seluruh lapisan kornea dan sklera yang

disebabkan oleh benda tumpul.

Laserasi, perlukaan pada seluruh lapisan kornea dan sklera yang disebabkan oleh

benda tajam. Terdiri dari:

- Penetrasi; laserasi tunggal pada dinding mata karena benda tajam.

- Benda asing intraocular; trauma penetrasi yang berhubungan dengan

tertinggalnya benda asing dalan intraokuler.

- Perforasi; terdapat satu jalan masuk dan satu jalan keluar pada kornea atau

sklera yang disebabkan oleh benda tajam atau misil. Kedua luka harus

disebabkan oleh benda yang sama.

The Ocular Trauma Classification Group telah membuat suatu sistem klasifikasi

berdasarkan BETT (Birmingham Eye Trauma Terminology) dan gambaran luka pada

bola mata pada saat pemeriksaan awal. Trauma mekanis pada mata dibagi menjadi dua

yaitu luka tertutup bola mata dan luka terbuka bola mata. Karena kedua hal ini memiliki

17

Page 18: Hifema

patofisiologi dan penanganan yang berbeda. Sistem ini membagi trauma berdasarkan 4

parameter :6

1. Tipe, berdasarkan mekanisme terjadinya luka. Tipe luka harus diketahui

berdasarkan riwayat seperti yang diceritakan oleh pasien atau saksi yang

melihat terjadinya trauma tersebut. Bila pasien tidak sadar, maka penentuan

tipe berdasarkan pemeriksaan klinis.

2. Grade, yang didasarkan atas pengukuran visus pada pemeriksaan awal. Hal ini

dapat dilakukan dengan tabel Snellen atau kartu Rosenbaum.

3. Ada tidaknya APD (Afferent Pupillary Defect). Adanya APD, seperti yang

dapat diukur dengan mengayunkan senter, merupakan petunjuk adanya

penyimpangan saraf optik dan/atau fungsi retina.

4. Perluasan luka. Luka yang terdapat pada luka terbuka bola mata atau perluasan

paling posterior dari kerusakan pada luka tertutup bola mata.

Parameter Klasifikasi

Tipe A. Ruptur

B. Penetrasi

C. IOFB (Intra Ocular Foreign

Bodies)

D. Perforasi

E. Campuran

Grade (Visus) A. ≥20/40

B. 20/50 sampai 20/100

C. 19/100 sampai 5/200

D. 4/200 sampai Light Perception

E. No Light Perception

Pupil A. Positif, APD relatif pada mata

yang terluka

B. Negatif, APD relatif pada mata

yang terluka

Zona I. Kornea dan Limbus

II.Limbus sampai 5 mm posterior

18

Page 19: Hifema

dari sklera

III. Posterior sampai 5 mm dari

limbus

Tabel 1. Klasifikasi Luka Terbuka Bola Mata

Parameter Klasifikasi

Tipe A. Kontusio

B. Laserasi lamelar

C. Benda asing superfisial

D. Campuran

Grade (Visus) A. ≥20/40

B. 20/50 sampai 20/100

C. 19/100 sampai 5/200

D. 4/200 sampai Light Perception

E. No Light Perception

Pupil A. Positif, APD relatif pada mata

yang terluka

B. Negatif, APD relatif pada mata

yang terluka

Zona I. Eksternal (terbatas pada

konjungtiva bulbi, sklera, kornea)

II.Segmen anterior (termasuk

struktur dari segmen anterior dan pars

plikata)

III. Segmen posterior (semua

struktur posterior internal sampai kapsul

lensa posterior)

Tabel 2. Klasifikasi Luka Tertutup Bola Mata

19

Page 20: Hifema

a) Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi : 9

1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang

disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma

pada segmen anterior bola mata.

2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi

mata).

3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga

pembuluh darah pecah.

4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya

juvenile xanthogranuloma).

5. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).

b) Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu : 6

1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.

2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

c) Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade : 10

1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)

2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)

3. Grade III : darah mengisi hampir total COA (14%)

4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8%)

20

Page 21: Hifema

Tabel 1. Tabel Skematis Pembagian Grade Hifema.

G. GEJALA KLINIS

Gambar 4. Lokasi-lokasi cedera pada mata

Trauma pada mata yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu :1,11

1. Hematoma palpebra

Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila

terjadi pada kedua mata, hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii

2. Edema konjungtiva

Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada setiap

kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia luar

dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka keadaan ini

telah dapat mengakibatkan edema pada konjungtiva.

Gambar 5. Edema dan kemotik konjungtiva

21

Page 22: Hifema

3. Abrasi Kornea

Merupakan trauma yang terjadi pada permukaan kornea, yang disebabkan oleh

misalnya kuku, goresan daun pada mata. Jika ditangani dengan baik defek epitel akan

sembuh dalam waktu yang singkat yaitu 24-48 jam bergantung pada besar kecilnya

defek. Umumnya pasien akan merasakan sensasi benda asing dan hiperlakrimasi akibat

defek pada permukaan kornea. Selain itu pasien akan merasa nyeri dan mengalami

blefarospasme. Gejala tambahan lainnya adalah edema palpebra dan injeksi konjungtiva.

Tes fluorosense akan membantu memeriksa defek kornea.

4. Ruptur kornea

Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema

kornea bahkan ruptur membran Descemet. Edema kornea akan memberikan keluhan

penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang

dilihat. Kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif.Edema kornea yang

berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan neovaskularisasi kedalam

jaringan stroma kornea.

Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti Nacl 5 %atau larutan

garam hipertonik 2-8 %, glukose 40 % dan larutan albumin.Bila terdapat peninggian

tekanan bola mata maka diberikan asetazolamida. Pengobatan untuk menghilangkan rasa

sakit dan memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa kontak lembek.

Apabila daerah kornea yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan

suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.

5. Ruptur membrane descemet

Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang

sebenarnya adalah lipatan membrane descement, visus sangat menurun dan kornea sulit

menjadi jernih kembali.

6. Hifema

Hifema adalah adanya darah di dalam kamera anterior. Hifema atau adanya darah

dalam bilik mata depan dapat terjadi karena trauma tumpul. Bila pasien duduk hifema

akan terlihat mengumpul di bagian bawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi

seluruh ruang bilik mata depan. Darah dalam cairan aqueus humor dapat membentuk

lapisan yang terlihat. Jenis trauma ini tidak perlu menyebabkan perforasi bola mata.

22

Page 23: Hifema

Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau

korpus siliaris, biasanya di sertai edema kornea dan endapan di bawah kornea. Hal ini

merupakan suatu keadaan yang serius.

Manifestasi klinis hifema adalah penurunan visus yang mendadak dan berat, mata

merah yang terjadi akibat pelebaran pembuluh darah konjungtiva sebagai reaksi dari

trauma pada bola mata, didapatkan darah di bilik mata depan yang terjadi karena ruptur

pembuluh darah iris, nyeri akibat peningkatan TIO, diplopia akibat iridodialisis (trauma

tumpul dapat menyebabkan terpisahnya akar iris dari badan siliar), blefarospasme, dan

iridoplegia (dapat terjadi karena robekan pada sphincter iris yang dapat mengubah

bentuk pupil secara permanen). Biasanya pasien akan mengeluh sakit, di sertai dengan

epifora dan bleforospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk

hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat

memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang – kadang terlihat iridoplegia dan

iridodialisis.

Gambar 6. Hifema pada Bilik Mata Depan

7. Iridoplegia

Iridoplegia adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.

8. Iridodialisis

Iridodialisis adalah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi

tidak bulat dan di sebut dangan pseudopupil.

9. Irideremia ialah keadaan dimana iris lepas secara keseluruhan

10. Subluksasio lentis – Luksasio lentis

Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan

menimbulkan glaucoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi

23

Page 24: Hifema

glaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia pengobatan di

lakukan secara konservatif.

11. Hemoragia pada korpus vitreum

Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, karena banyak terdapat eritrosit

pada korpus siliare, visus akan sangat menurun.

12. Glaukoma

Di sebabkan oleh karena robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang

di sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran aquos humour.

13. Ruptura sclera

Menimbulkan penurunan tekanan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif

segera.

14. Ruptur retina

Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan. Harus di

lakukan operasi.

H. DIAGNOSIS

a. Anamnesis12

Pada saat anamnesis kasus trauma mata dinyatakan waktu kejadian, proses terjadi

trauma dan benda akan yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya benda

yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah

lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu ditanyakan pula berapa

besar benda mengenai mata dan bahan tersebut, apakah terbuat dari kayu, besi atau

bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam maka perlu ditanyakan ketajaman intra

okuler akibat pendarahan sekunder. Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya

darah, dan apakah sudah pernah mendapat pertolongan sebelumnya. Perlu juga

ditanyakan riwayat kesehatan mata sebelum terjadi trauma, apabila terjadi pengurangan

penglihatan ditanyakan apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau setelah

kecelakaan tersebut, ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembekuan

darah atau penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin.

b. Pemeriksaan Oftalmologi12

Pemeriksaan oftalmologi harus dilakukan secara lengkap. Semua hal yang

berhubungan dengan cedera bola mata disingkirkan. Dilakukan pemeriksaan hifema dan

24

Page 25: Hifema

menilai perdarahan ulang. Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan

pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar. Hal ini penting karena mungkin saja pada

riwayat trauma tumpul akan ditemukan kelainan berupa trauma tembus, seperti :

ekimosis, laserasi kelopak mata, proptosis, enoftalmus, fraktur yang disertai gangguan

pada gerakan mata. Kadang-kadang kita menemukan kelainan berupa defek epitel.

Menentukan derajat keparahan hifema

Saat melakukan pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam memeriksa

kornea karena akan meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan endotel kornea.

Keadaan iris dan lensa juga dicatat, kadang-kadang pada iris dapat terlihat iridodialisis

atau robekan iris. Akibat trauma yang merupakan penyebab hifema ini mungkin lensa

tidak berada di tempatnya lagi atau telah terjadi dislokasi lensa bahkan lukasi lensa.11,13

Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk mengtahui

apakah sudah terjadi peningkatan tekanan bola mata. Pemeriksaan tonometri untuk

mengetahui tekanan intraocular, juga perlu dilakukan meskipun tidak ditemukan hifema,

karena pada trauma yang menyebabkan rupture bola mata dapat menyebabkan tekanan

intraokular yang menurun.Penilaian fundus perlu dicoba tetapi biasanya sangat sulit

sehingga perlu ditunggu sampai hifema hilang. Pemeriksaan funduskopi diperlukan

untuk mengetahui akibat trauma pada segmen posterior bola mata. Kadang-kadang

pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media penglihatan. Pada

funduskopi kadang-kadang terlihat darah dalam badan kaca. Pemberian midriatika tidak

dianjurkan kecuali bila untuk mencari benda asing pada polus posterior.10,11

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Slit-lamp dan gonioskopi. Tanda yang dapat ditemukan melalui pemeriksaan ini yang

mengindikasikan adanya benda asing intraokuler adalah : perdarahan subkonjungtiva,

jaringan parut kornea, lubang pada iris, dan gambaran opak pada lensa. Dengan

medium yang jernih, seringkali benda asing intraokuler dapat terlihat dengan

oftalmoskopi pada corpus vitreous atau bahkan pada retina. Benda asing yang terletak

pada bilik mata depan dapat terlihat melalui gonioskopi.2,3

2. Tes fluoresensi. Dengan tes fluoresensi, daerah defek/abrasi dapat dilihat pada daerah

yang berwarna hijau.

25

Page 26: Hifema

Gambar 7. Tes fluoresensi

3. X-ray orbita. Foto polos orbita antero-posterior dan lateral sangat diperlukan untuk

menentukan lokasi benda asing intraokuler disebabkan sebagian besar benda yang

menembus bola mata akan memberikan gambaran radiopak.7

4. Lokalisasi ultrasonografi. Penggunaan ultrasonografi merupakan prosedur non-invasif

yang mampu mendeteksi benda berdensitas radiopak dan non-radiopak.2

5. CT-Scan. CT-Scan potongan aksial dan koronal saat ini merupakan metode terbaik

untuk mendeteksi benda asing intraokuler dengan menyediakan gambaran potong

lintang yang lebih unggul dalam sensitivitas dan spesifisitas dibanding foto polos dan

ultrasonografi. MRI tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan benda asing jenis

metal, karena medan magnet yang diproduksi saat pemeriksaan dilakukan dapat

menyebabkan benda asing menjadi proyektil berkecepatan tinggi dan menyebabkan

kerusakan ocular. 2,11

I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun

jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi

kasus trauma okular adalah :3,8

Memperbaiki penglihatan.

Mencegah terjadinya infeksi.

Mempertahankan arsitektur mata.

Mencegah sekuele jangka panjang.

Setiap pasien trauma mata seharusnya medapatkan pengobatan antitetanus toksoid

untuk mencegah terjadinya infeksi tetanus dikemudian hari terutama trauma yang

26

Page 27: Hifema

menyebabkan luka penetrasi. Pada trauma yang berat, seorang dokter harus selalu

mengingat kemungkinan timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak

perlu sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan bola mata lengkap.Yang tak kalah

pentingnya yaitu kesterilan bahan atau zat seperti anastetik topical, zat warna, dan obat

lain maupun alat pemeriksaan yang diberikan ke mata.3,8

Biasanya hifema akan hilang sempurna karena diresorbsi oleh tubuh dalam 1-2

minggu. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian maka sebaiknya  penderita

dirujuk. Seluruh terapi yang dilakukan pada umumnya ditujukan untuk menghindari

terjadinya perdarahan sekunder, karena perdarahan sekunder umumnya terjadi lebih

hebat dan menimbulkan beragam penyulit sehingga terapinya tidak lagi seefektif terapi

pada hifema primer. Walaupun perawatan  penderita hifema traumatik ini masih banyak

diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah : 9,10

1. Menghentikan perdarahan.

2. Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.

3. Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat

absorbsi.

4. Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.

Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya. Berdasarkan hal tersebut di atas,

maka cara pengobatan penderita dengan traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam

2 golongan besar yaitu perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan

yang disertai dengan tindakan operasi. 9,10

Abrasi kornea umumnya sembuh dengan cepat dan harus diterapi dengan salep

antibiotik dan pelindung mata. Dilatasi pupil dengan siklopentolat 1% dapat membantu

menghilangkan nteri yang disebabkan oleh spasme otot siliar. Kornea memiliki

kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri, dimana pengobatan bertujuan untuk

mencegah komplikasi lebih lanjut. Jika abrasi yang terjadi ringan, maka terapi yang

diberikan hanyalah lumbrikasi pada mata yang sakit dan kemudian dilakukan follow-up

untuk hari berikutnya. Penyembuhan ini dapat berlangsung selama 2 hari ataupun dalam

waktu seminggu. Bagaimanapun untuk menghindari infeksi, pemberian antibiotik

dianjurkan. Namun tak lepas dari pengobatan, seorang dokter harus tetap melakukan

follow up utnuk meyakinkan bahwa tidak terjdi inefeksi nantinya.11

27

Page 28: Hifema

Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi

1. Tirah baring (bed rest total)

Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi

alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan

mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita

mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari  banyak ahli mengenai

tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui

kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa  penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah

baring kesempurnaan absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya

komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari

mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-

lebih  pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya ke tempat

tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar. 3,9,10,

2. Bebat mata

Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara

para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk

mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. 3,9

3. Pemakaian obat-obatan

 Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah mutlak,

tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan

menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti : 3,10,11

Koagulansia

Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun  parenteral,

berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC,

Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang baru dan terisi darah segar

diberi obat anti fibrinolitik (di pasaran obat ini dikenal sebagai transamine/ transamic

acid) sehingga bekuan darah tidak erlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi

kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian

diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250

mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat timbulkan

gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea.

Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intra okular. Agen-agen

koagulansia ini dapat menimbulkan efek samping mual, muntah, hipotensi ortostatik,

28

Page 29: Hifema

kram otot, sakit kepala, timbul rash, pruritus, dyspnea, aritmia, dan juga peningkatan TIO

mendadak apabila obat dihentikan  pemberiannya.

Midriatika Miotika

Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau

miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-

sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan

dapat menyebabkan terjadinya inflamasi sehingga jarang digunakan. Agen-agen

midriatika (long-acting topical cycloplegic) dapat mengurangi rasa tidak nyaman pasien,

memudahkan evaluasi segmen posterior, dan dapat mengistirahatkan badan siliar

sehingga cenderung lebih dipilih, akan tetapi tidak semua pihak setuju menggunakannya.

Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis. Akhirnya

beberapa penelitian membuktikan bahwa  pemberian midriatika dan miotika bersama-

sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan mengurangi perdarahan

sekunder dibanding  pemakaian salah satu obat saja.

Ocular Hypotensive Drug

Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral

sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler. Bahkan

Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian intravena urea, manitol dan gliserin

untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin.

Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin,

nilai selama 24 jam. Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas

normal, lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea Bila

tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi setiap

hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-

9 lakukan juga parasentesa.

Kortikosteroid dan Antibiotika

Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan

perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika. Kortikosteroid oral dapat diberikan

apabila terdapat reaksi inflamasi hebat atau perdarahan hebat.

Analgetik

Obat-obatan analgesik harus diberikan secara bijaksana dan tepat, karena

kebanyakan obat-obatan analgetik yang umum digunakan seperti NSAIDs dapat

menyebabkan komplikasi perdarahan sekunder. Agen analgetik yang mengandung

29

Page 30: Hifema

aspirin menjadi kontraindikasi pada pasien hifema karena efek antiplateletnya yang dapat

menyebabkan clot hifema yang terbentuk lisis dan luka terbuka sehingga perdarahan

sekunder terjadi.

Perawatan Operasi

Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma sekunder, tanda

imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada  pengurangan dari tingginya

hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5 hari. Untuk mencegah atrofi papil

saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan  bola mata maksimal > 50 mmHg selama

5 hari atau tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah

imbibisi kornea dilakukan  pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg

selama 6 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.3

 Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior  perifer bila

hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari. Intervensi

bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan indikasinya

adalah sebagai berikut :

1. Empat hari setelah onset hifema total

2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)

3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari

(untuk mencegah atrofi optic)

4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari

dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)

5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk

mencegah peripheral anterior synechiae)

6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya

dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika

Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari,

pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50

persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal

bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell

hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol

dalam 24 jam.

Berdasarkan American Academy of Ophtalmology, indikasi dilakukan operasi pada

penatalaksanaan hifema secara garis besar adalah:12

30

Page 31: Hifema

Tabel 2. Tabel Indikasi Operasi Pada Hifema

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :1,9

1. Parasentesis

Parasentesis merupakan indikasi pembedahan dengan mengeluarkan darah atau

nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2

mm dari limbus ke arah kornea sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila

dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar.

Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam

fisiologik.

Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu di jahit.

2. Iridosiklitis

Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan

iridosiklitis atau radang pada uvea anterior.

Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya darah didalam bilik mata depan

maka akan terdapat suar dan pupil yang mengecil dengan tajam penglihatan

menurun.

Pada uveitis anterior diberikan tetes mata dengan midriatik dan steroid topikal. Bila

terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik. Sebaiknya pada

mata ini di ukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundus dengan

midriatika.

31

Page 32: Hifema

J. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat ditemukan setelah terjadi trauma okuli non perforans adalah :

1. Katarak traumatik

Katarak dapat segera terjadi akibat rupturnya kapsul lensa. Epitel lensa

distimulasi oleh trauma untuk membentuk plak fibrosa yang lentikuler di

bagian anterior. 1,2,8

2. Glaukoma sekunder

Trauma tumpul atau tembus dapat menimbulkan robekan iris atau corpus siliar

dan terjadilah perdarahan pada KOA, TIO meninggi dengan cepat, dan hasil-

hasil pemecahan darah atau bekuan menempati saluran-saluran aliran cairan.

Glaukoma sekunder dapat terjadi akibat perlengketan iris kedepan yang

menyebabkan penyempitan sudut. Glaukaoma ini dapat timbul belakangan

setelah beberapa bulan atau tahun.1,2,8

3. Infeksi, termasuk periorbital fasiitis nekrotikans (gangren streptokokus),

terjadi setelah laserasi kelopak mata atas telah dideskripsikan. Oleh karena itu,

dokter harus mempunyai kecurigaan yang tinggi untuk setiap infeksi pada

pasien dengan trauma kelopak mata.1,2,8

32

Page 33: Hifema

4. Ekimosis, Black eye

Pada perdarahan yang hebat, palpebra menjadi bengkak, berwarna kebiru-

biruan, Karena jaringan ikat halus. Perdarahan dapat menjalar kebagian yang

lain dimuka juga dapat menyebrang ke mata yang lain menimbulkan

hematoma kacamata (brilhematoma) atau menjalar kebelakang menyebabkan

eksoftalmus. Ekimosis yang segera tampak setelah trauma, menunjukkan

bahwa traumanya kuat.1,2,8

Tampak tanda khas fraktur zygoma:

Edema periorbital, ekimosis, perdarahan Subkonjungtiva

Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan

sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping komplikasi dari traumanya

sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan iridodialysis. Besarnya

komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya hifema. 9

33

Page 34: Hifema

K. PROGNOSIS

Prognosis sangat tergantung pada luasnya laserasi atau kerusakan palpebra serta

lokasi dan ketebalan jaringan yang rusak.1,2,8

Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli

anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma,

prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna

dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya

bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman

penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka

prognosis penderita adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan. 5,9

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. 2011. Trauma mata :Ilmu Penyakit Mata edisi keempat. FKUI;

jakarta. Hal.;1-6, 263-281.

34

Page 35: Hifema

2. Khurana AK, g. 2007,2003,1996. Ocular Injuries ; Ophthalmology Fourth

Edition. Rohatk;India. Page 403-415.

3. Lang GK. Ocular Trauma. In: Ophtalmology. 2nd Edition. Stuttgart - New

York: Thieme; 2000. pg 525-497

4. Ing, E. 2012. Eyelid Laceration available at

http://emedicine.medscape.com/article/1212531-overview

5. Riordon-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology 17th

Ed. London: McGraw-hill. 2010.

6. Raja SC, Pieramici DJ. Classification of Ocular Trauma. In : Kuhn F,

Pieramici DJ (eds). Ocular Trauma. New York: Thieme Medical Publisher,Inc;

2002

7. Khaw PT, Shah P, Elkington AR, ABC of Eyes 4 th Ed.London: BMJ

Books.2004.p 29-23.

8. Primary Care Ocular Trauma Management. Available at

http://www.pacificu.edu/optometry/ce/list/documents/PrimaryCareOcularTrau

maManagement.pdf

9. Sheppard J, Crouch E. Hyphema 2013. Available at

http://emedicine.medscape.com/ophthalmology#anterior .

10. Kuhn F, Pieramici DJ, Ocular Trauma : Principles and Practice. New York.

Thieme.

11. Tsai JC. Denniston AKO. Murray PI. Huang JJ. Aldas TS. Oxford American

Handbook of Ophthalmology. China. Oxford University Press. 2011. h. 92-

101

12. Basic And Clinical Science Course. External Disease and Cornea. Section 8.

Singapore. American Academy of Ophthalmology. 2008. h.407-418.

13. Olver J. Cassidy Lorraine. Ophtalmology at a Glance. India. Blackwell

Science Ltd. 2005. h.36-39

35