Lapsus + Referat Hifema

51
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA KASUS & REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2014 UNIVERSITAS HASANUDDIN OD HIFEMA TRAUMATIK + ABRASI KORNEA EC TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS OLEH: Muh. Azhary Eka Putra (C 111 08 117) PEMBIMBING : dr. Nursyamsi SUPERVISOR : dr. Noro Waspodo, Sp.M 0

description

opthalmology

Transcript of Lapsus + Referat Hifema

Page 1: Lapsus + Referat Hifema

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA KASUS & REFERATFAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2014UNIVERSITAS HASANUDDIN

OD HIFEMA TRAUMATIK + ABRASI KORNEA EC TRAUMA OCCULUS NON PERFORANS

OLEH:

Muh. Azhary Eka Putra(C 111 08 117)

PEMBIMBING :dr. Nursyamsi

SUPERVISOR :dr. Noro Waspodo, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKPADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2014

0

Page 2: Lapsus + Referat Hifema

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. F

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 5 tahun

Agama : Islam

Suku / Bangsa : Makassar / Indonesia

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Laikang

No. Register : 64 73 48

Tanggal pemeriksaan : 20 Januari 2014

Rumah sakit : UGD RSUP Dr. WahidinSudirohusodo

Dokter pemeriksa : dr. D

II. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama :

Nyeri pada mata kanan

b. Anamnesis Terpimpin:Dialami sejak + 1 jam sebelum masuk rumah sakit akibat terkena kaleng

yang terlempar dari tempat pembakaran sampah yang menyala. Pasien

sedang bermain didekat tempat pembakaran sampah tiba-tiba ada kaleng

yg terlempar dari pembakaran sampah yang menyala yang mengenai mata

kanan pasien. Penglihatan menurun (+), mata merah (+), air mata berlebih

(+), kotoran mata berlebih (-), rasa mengganjal (+), silau (-) riwayat keluar

cairan seperti gel (-), riwayat keluar darah dari mata (-).

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat pemakaian kacamata (-)

Riwayat alergi (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan/penyakit yang sama

1

Page 3: Lapsus + Referat Hifema

e. Riwayat Pengobatan

Untuk keluhan yang sekarang belum diobati dan tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang

f. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien berstatus jaminan JKN dengan kondisi sosial ekonomi rendah

III. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Sakit Sedang / Gizi Baik / Compos Mentis

- Tekanan Darah : 100/60 mmHg - Nadi : 98 kali/menit

- Pernapasan : 22 kali/menit - Suhu : 36,7 °C

FOTO KLINIS

2

Page 4: Lapsus + Referat Hifema

OD

Status Oftalmologi

I. INSPEKSI OD OS1. Palpebra Edema (+)

Tampak luka lecet di palpebra Edema (-)

3

Page 5: Lapsus + Referat Hifema

inferior, bagian infero-medial2. Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)3. Silia Sekret (-) Sekret (-)4. Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)5. Bola Mata Normal Normal6. Mekanisme Muscular

7. Kornea Jernih Jernih- tes sensitivitas (-) (-)- tes Placido (-) (-)8. Bilik mata depan Terdapat hifema ¼ bagian Normal9. Iris Coklat, Kripte (+) Coklat, Kripte (+)10. Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC (+)11. Lensa Jernih Jernih

II. PALPASI OD OS1. Tensi okular Tn Tn2. Nyeri Tekan (+) (-)3. Massa Tumor (-) (-)4. Glandula PreAurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)

C. TONOMETRITonometri TOD : 17.3 mmHg TOS : 15 mmHgD. VISUS VOD : 4/60 VOS : 6/6

E. CAMPUS VISUAL Tidak dilakukan pemeriksaanF. COLOR SENSE Tidak dilakukan pemeriksaanG. LIGHT SENSE Tidak dilakukan pemeriksaan

H. PENYINARAN OBLIK

Dextra Sinistra

Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)Kornea Fluroscein (+) di sentral, arah

jam 4 & arah jam 7-8Jernih

BMD Terdapat hifema ¼ bagian Normal

0

00

0

0

00

0

0

00

0

0

00

0

4

Page 6: Lapsus + Referat Hifema

Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC (+)

I. DIAFANOSKOPI Tidak dilakukan pemeriksaanJ. OFTALMOSKOPI Tidak dilakukan pemeriksaan

K. SLIT LAMP SLOD: Konjungtiva hiperemis (+). Kornea jernih. Terdapat sel-sel darah merah & sel-sel radang yang mengisi ¼ bagian BMD. Iris coklat, kripte (+). Pupil bulat, sentral, RC (+). Lensa jernih.

SLOS: Konjungtiva hiperemis (-). Kornea jernih. BMD normal. Iris coklat, kripte (+). Pupil bulat, sentral, RC (+). Lensa jernih.

L. LABORATORIUM Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. RESUMESeorang anak laki-laki, 5 tahun, datang ke UGD RSWS dengan keluhan nyeri pada mata kanan dan kiri dialami sejak ± 1 jam sebelum masuk rumah sakit akibat terkena kaleng yang terlempar dari tempat pembakaran sampah. Riw. keluar darah dari mata (-), mata merah (+), air mata berlebih (+), kotoran mata berlebih (-), rasa mengganjal (+), silau (-) riwayat keluar cairan seperti gel (-). Penglihatan menurun (+). Pada pemeriksaan oftalmologi ditemukan visus VOD = 4/60 dan VOS = 6/6. TOD : Tn, TOS : Tn. SLOD : Palpebra Edema (+),Tampak luka lecet di palpebra inferior, bagian infero-medial, silia sekret (-), lakrimasi (+), konjungtiva hiperemis (+), kornea jernih, tes flourescens (+) sentral, parasentral arah jam 4 & arah jam 7-8, hifema (+) di ¼ BMD dan Terdapat sel-sel darah merah & sel-sel radang, iris coklat, kriptae (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih. SLOS : Konjungtiva hiperemis (-). Kornea jernih. BMD normal. Iris coklat, kripte (+). Pupil bulat, sentral, RC (+). Lensa jernih.

V. DIAGNOSISOD Hifema Traumatik + Abrasi Kornea Ec Trauma Oculi Non Perforans

VI. TERAPI• Tirah Baring, Head-up 45°

• Irigasi mata kanan

• Terapi Topikal

P. Pred EDMD 4x1 gtt OD

C. LFX EDMD 4x1 gtt OD

C. Repithel EDMD 6x1 gtt OD

5

Page 7: Lapsus + Referat Hifema

C. Homatro 2% 1x1 gtt OD

Terapi Sistemik

IVFD RL 12tpm

Dexamethasone 1/3 amp/8jam/IV

As. Tranexamat 3 x 250 mg

PCT syr 3 x 1 ½ cth

Vit C. 3 x 500 mg

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad sanationem : Bonam

Quo ad visam : Dubia et Bonam

Quo ad comesticam : Bonam

DISKUSI

Dari anamnesis, pasien datang dengan keluhan utama nyeri pada mata

kanan akibat terkena kaleng yang terlempar dari tempat pembakaran sampah.

Nyeri ini bisa disebabkan oleh aktifasi mediator-mediator radang akibat trauma.

Pada pemeriksaan oftalmologi, ditemukan visus VOD = 4/60 dan VOS =

6/6. TOD : Tn, TOS : Tn. SLOD : Palpebra Edema (+),Tampak luka lecet di

palpebra infero-medial, silia sekret (-), lakrimasi (+), konjungtiva hiperemis (+),

kornea jernih, tes flourescens (+) sentral, parasentral arah jam 4 & arah jam 7-8,

BMD hifema (+) di ¼ BMD, iris coklat, kriptae (+), pupil bulat, sentral, RC (+),

lensa jernih

Berdasarkan dari anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi diatas

mengarahkan pada diagnosis OD Hifema Traumatik + Abrasi Kornea Ec Trauma

Oculi Non Perforans.

Penglihatan pasien juga menjadi kabur setelah trauma. Pada pemeriksaan

fisis didapatkan VOD = 4/60 dan VOS = 6/6. Penglihatan kabur ini bisa

disebabkan oleh adanya gangguan media refrakta yang membuat pembiasan

6

Page 8: Lapsus + Referat Hifema

cahaya tidak berjalan sempurna, di mana sinar datang menjadi terhalang sehingga

membuat visus pasien menurun.

Untuk terapi, pada pasien ini tirah baring dengan head up 45° serta irigasi

mata kanan dan juga diberikan antibiotik dan kostikosteroid topikal untuk

mencegah infeksi dan peradangan. Selain itu, pasien juga diberi analgesik oral

untuk mengurangi rasa sakit dan anti fibrinolitik untuk menekan atau

menghentikan perdarahan.

HIFEMA

I. PENDAHULUAN

Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang

dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan

rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu

7

Page 9: Lapsus + Referat Hifema

fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab

yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda,

karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah.

Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering

mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya

kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu

lintas 1-2.

Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui

dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan yang dilakukan di

Dohuk, Kurdistan pada tahun 2008 didapatkan hasil tingkat prevalensi tahunan

hifema traumatik adalah sekitar 5 per 100.000 individu. Hasil penelitian

menunjukkan dominasi laki-laki. Dari 40 kasus yang diambil sebagai sampel,

(70%) dari kasus terjadi pada usia kurang dari 20 tahun. Sebanyak 35% dari kasus

yang ditemui pada anak usia (6 - 10) tahun. Trauma tumpul diamati pada (60%)

dari pasien, sementara yang lain (40%) telah menembus trauma. Mata kiri relatif

lebih sering terlibat (55%) dibandingkan sebelah kanan. Saat ini prevalensi hifema

traumatis telah diperkirakan 17-20 per 100.000 per tahun.

Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli

perforans dan trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli

berdasarkan mekanisme trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan

trauma tajam), trauma radiasi (sinar inframerah, sinar ultraviolet, dan sinar X) dan

trauma kimia (bahan asam dan basa). 1

Sebagai seorang dokter harus memikirkan apakah kasus yang dihadapi

merupakan true emergency yang merupakan kasus sangat gawat dan harus

ditangani dalam hitungan menit atau jam, ataukah urgent case yang harus

ditangani dalam hitungan jam atau hari. Kondisi-kondisi ini membutuhkan

diagnosa dan pertolongan cepat dan tepat. Trauma okuli merupakan kedaruratan

mutlak di bidang ocular emergency. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi

akibat trauma okuli adalah erosi kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis,

subluksasi lensa, luksasi lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema retina dan

koroid, ablasi retina, ruptur koroid, avulsi papil saraf optic hingga kebutaan.3

8

Page 10: Lapsus + Referat Hifema

Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata

depan dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris

atau badan siliar yang robek. Hifema disebabkan oleh robekan pada segmen

anterior bola mata yang kemudian dengan cepat akan berhenti dan darah akan

diabsorbsi dengan cepat. Hal ini disebut dengan hifema primer. Bila oleh karena

sesuatu sebab misalnya adanya gerakan badan yang berlebihan, maka timbul

perdarahan sekunder atau hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat

karena perdarahan lebih sukar hilang. 2-3

Adanya hifema memiliki beberapa konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan

intraokuler, kornea terkena darah, pembentukan sinekia posterior atau anterior,

dan katarak. Oleh karena hifema dapat menyebabkan penurunan penglihatan yang

signifikan, maka setiap dokter harus memperhatikan diagnosis, evaluasi, dan tata

laksana hifema. Hifema merupakan suatu kondisi dimana sebetulnya dapat diatasi

oleh dokter di pelayanan kesehatan terdepan yaitu puskesmas, karena meski dapat

menyebabkan beberapa kondisi yang lebih serius, regimen penatalaksanaan

hifema cukup sederhana dan seharusnya dapat diaplikasikan oleh dokter di pusat

pelayanan kesehatan primer. Penatalaksanaan hifema meliputi penatalaksanaan

konservatif atau non medikamentosa, penatalaksanaan medikamentosa, dan

penatalaksanaan operatif. 2-3

II. ANATOMI

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga

lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)

koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan

ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih

mata. 4

9

Page 11: Lapsus + Referat Hifema

Gambar 1. Gambar skematis potongan sagital bulbus okuli memperlihatkan bagian-bagian mata secara garis besar.

Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah

darinya oleh selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari

luar ke dalam, yaitu : 1,4,7

1. Tunica Fibrosa

Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan

bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat

padat fibrosa dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol

ke dalam bola mata oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi

nervus opticus. Jika tekanan intraokular meningkat, lamina fibrosa akan

10

Page 12: Lapsus + Referat Hifema

menonjol ke luar yang menyebabkan discus menjadi cekung bila dilihat

melalui oftalmoskop.

Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait

yaitu vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya

pada batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama

merefraksikan cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan

berikut ini dari luar ke dalam sama dengan: (1) epitel kornea (epithelium

anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva dan terdiri dari 5-6

lapis sel, (2) lapisan Bowman yang terdiri dari 1 lapis sel, (3) stroma atau

substansia propria, terdiri atas jaringan ikat transparan. Lapisan ini meliputi

90% ketebalan kornea, (4) lamina limitans posterior atau membran descement

yang merupakan lapisan membran elastis jernih, dan (4) endothel (epithelium

posterius) yang berhubungan dengan aqueous humour.

2. Lamina vasculosa

Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea

(terdiri atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2)

corpus ciliare (ke belakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior

terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus

ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis

dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang

diantara lensa dan kornea menjadi bilik mata depan dan bilik mata belakang,

serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat sirkuler dan

radier.

Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan

iris. Pada bagian ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke

badan siliar. Bagian dalam jalinan ini yang menghadap ke bilik mata depan

dikenal sebagai jalinan uvea. Bagian luar jalinan ini yang terletak dekat

kanalis schlemm dikenal sebagai jalinan korneoskleral. Serat-serat

longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Kanal

schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea.

Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam terdapat

11

Page 13: Lapsus + Referat Hifema

lubang – lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung antara

trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor, 20

– 30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sclera dan

episkelera dan vena siliaris anterior di badan siliar.

Gambar 2. Anatomi Bilik Mata Depan dan Jaringan Sekitar.

3. Tunica sensoria (retina)

Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya.

Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya

berkontak dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan

12

Page 14: Lapsus + Referat Hifema

organ reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora

serrata, di tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina

bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan

epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi procesus

ciliaris dan bagian belakang iris.

Vaskularisasi Bola Mata

Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri

ophtalmica, yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial.

Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis

optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis

retina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata.

Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang

memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang

muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri

palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra

troklearis.1,4

Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus

optikus. Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar,

beranastomosis satu dengan yang lain, dan bersama arteri siliaris anterior

membentuk sirkulus arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari

cabang-cabang muskularis dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini

memvaskularisasi sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk

sirkulus arteriosus major iris. 1,4

Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan

inferior, yang juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior,

dan vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus

melalui fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui

fisura orbitalis inferior.1,4

13

Page 15: Lapsus + Referat Hifema

III. DEFENISI

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata

depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma

tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur

dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik

mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang

terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan. 3,5

Gambar 3. Tampak hifema di anterior chamber akibat trauma tumpul pada mata kanan

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma

tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk

hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat

memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.5

14

Page 16: Lapsus + Referat Hifema

Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat

iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora

dan blefarospasme.5

Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak

sudut bilik mata depan. Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu lapisan

yang dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular

tersumbat oleh fibrin dan sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan

bokade pupil. 3,7

IV. KLASIFIKASI

a) Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi : 3

1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang

disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma

pada segmen anterior bola mata.

2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).

3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga

pembuluh darah pecah.

4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile

xanthogranuloma).

5. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).

b) Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu : 6

1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.

2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

c) Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade : 3

1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)

2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)

3. Grade III : darah mengisi hampir total COA (14%)

4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8%)

15

Page 17: Lapsus + Referat Hifema

16

Page 18: Lapsus + Referat Hifema

Tabel 1. Tabel Skematis Pembagian Grade Hifema.

V. ETIOLOGI

Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena

bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat

terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat

menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya

retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile

xanthogranuloma).6

Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan

oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-

robekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung

banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Pendarahan

yang timbul dapat berasal dari kumpulan arteri utama dan cabang dari badan

ciliar, arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil.

Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari

luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di  bagian terendah. 3

VI. PATOFISIOLOGI

Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan

limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan

tekanan intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada

sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah,

antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliar, arteri

koroidalis, dan vena-vena badan siliar. 3,5,7

17

Page 19: Lapsus + Referat Hifema

Gambar 5.Trauma tumpul pada bola mata.

A. Coup B. Countercoup C. Equatorial D. Global repositioning.

Gambar 6. Mekanisme Terjadinya Hifema Akibat Trauma Tumpul Mata. Gaya yang diaplikasikan pada mata menyebabkan perubahan pada aqueous humour, dimana aqueous humour tertekan ke daerah perifer bola mata, menyebabkan peningkatan tekanan hidrolik pada lensa, akar iris, dan trabekular meshwork. Apabila tekanan ini melampaui kekuatan dari struktur okuli, maka pembuluh darah di daerah iris perifer dan permukaan badan siliar akan terjadi ruptur, menyebabkan hifema. Tenaga ini dapat juga menyebabkan ruptur sklera, umumnya di daerah limbus dan daerah

18

Page 20: Lapsus + Referat Hifema

posterior dari origo otot okuli dimana sklera cenderung lebih tipis dan tidak dilindungi oleh tulang orbita. Trauma berat dapat menyebabkan subluksasi lensa, dialisis retina, avulsi nervus optik dan perdarahan badan kaca.

Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker

mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat

merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek

pembuluh darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara

spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang

COA, mengotori permukaan dalam kornea. 6,7

Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya

mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme

pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan

darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari

bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung

hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah

pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh

aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan

darah yang sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan

darah, bersama dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik

mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.3,6

Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan

primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder

biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih

hebat daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus

dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena

resorpsi daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak

mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali. 5,7

Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel

darah merah melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan

diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya

enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam

bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk

19

Page 21: Lapsus + Referat Hifema

ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan

disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan

keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh

disertai glaucoma.6

Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis

yang berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul

mata. Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot

siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan

dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan

sel-sel radang pada bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada

keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan.

Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga

ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada

10 % kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis,

robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinn. Kelainan pada segmen

posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan

robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat peninggian tekanan

intraokular. 3

VII. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan

adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA

(dapat diperiksa dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus.

Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia

(tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra,

midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu

letargic, disorientasi atau somnolen.3,5

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.

Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang

terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk,

hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat

memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil

20

Page 22: Lapsus + Referat Hifema

tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada

kornea, anisokor pupil. 3

Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah

mengganggu media refraksi. Darah  yang mengisi kamera okuli  ini secara 

langsung dapat  mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat akibat

bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler ini

disebut glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa

darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor

aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada

di kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan

kerusakan jaringan kornea. 5,7

Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen; visus

dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.

b) Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler

okuler, glaukoma.

c) Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.

d) Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan

iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior.

e) Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.

f) Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO

normal atau meningkat ringan. 3

VIII. PENATALAKSANAAN

Biasanya hifema akan hilang sempurna karena diresorbsi oleh tubuh dalam

1-2 minggu. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian maka sebaiknya

penderita dirujuk. Seluruh terapi yang dilakukan pada umumnya ditujukan untuk

menghindari terjadinya perdarahan sekunder, karena perdarahan sekunder

umumnya terjadi lebih hebat dan menimbulkan beragam penyulit sehingga

terapinya tidak lagi seefektif terapi pada hifema primer. Walaupun perawatan

21

Page 23: Lapsus + Referat Hifema

penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya

adalah : 3,7,8,11

1) Menghentikan perdarahan.

2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.

3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat

absorbsi.

4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.

5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan

traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan

dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan

tindakan operasi.

Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi

1. Tirah baring (bed rest total)

Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala

diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler).

Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta

memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari

banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang

harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa

penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari

hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan

sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat

kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih

pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya ke tempat

tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.3,9,10,11

2. Bebat mata

Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat

di antara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu

untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. 3,9

22

Page 24: Lapsus + Referat Hifema

3. Pemakaian obat-obatan

Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah

mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat

absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas

digunakan obat-obatan seperti : 3,10,11

Koagulansia

Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun

parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya :

Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema

yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (di pasaran obat

ini dikenal sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan darah tidak

terlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk

memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan

terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250

mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat

timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga

imbibisio kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intra

okular. Agen-agen koagulansia ini dapat menimbulkan efek samping mual,

muntah, hipotensi ortostatik, kram otot, sakit kepala, timbul rash, pruritus,

dyspnea, aritmia, dan juga peningkatan TIO mendadak apabila obat dihentikan

pemberiannya.

Midriatika Miotika

Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan

midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan

dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi,

tapi meningkatkan kongesti dan dapat menyebabkan terjadinya inflamasi

sehingga jarang digunakan. Agen-agen midriatika (long-acting topical

cycloplegic) dapat mengurangi rasa tidak nyaman pasien, memudahkan

evaluasi segmen posterior, dan dapat mengistirahatkan badan siliar sehingga

cenderung lebih dipilih, akan tetapi tidak semua pihak setuju

menggunakannya. Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan

23

Page 25: Lapsus + Referat Hifema

komplikasi iridiocyclitis. Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa

pemberian midriatika dan miotika bersama-sama dengan interval 30 menit

sebanyak dua kali sehari akan mengurangi perdarahan sekunder dibanding

pemakaian salah satu obat saja.

Ocular Hypotensive Drug

Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox)

secara oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan

intraokuler. Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian

intravena urea, manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler,

walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh

dengan kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama

24 jam. Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas

normal, lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea

Bila tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan

dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya

masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga parasentesa.

Kortikosteroid dan Antibiotika

Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi

iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika. Kortikosteroid

oral dapat diberikan apabila terdapat reaksi inflamasi hebat atau perdarahan

hebat.

Analgetik

Obat-obatan analgesik harus diberikan secara bijaksana dan tepat, karena

kebanyakan obat-obatan analgetik yang umum digunakan seperti NSAIDs

dapat menyebabkan komplikasi perdarahan sekunder. Agen analgetik yang

mengandung aspirin menjadi kontraindikasi pada pasien hifema karena efek

antiplateletnya yang dapat menyebabkan clot hifema yang terbentuk lisis dan

luka terbuka sehingga perdarahan sekunder terjadi.

Perawatan Operasi

24

Page 26: Lapsus + Referat Hifema

Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma

sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada

pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5

hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan

bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan bola mata maksimal

> 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan

pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari atau bila

ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.3

Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior

perifer bila hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama

9 hari. Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari

keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut :

1. Empat hari setelah onset hifema total

2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)

3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4

hari (untuk mencegah atrofi optic)

4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari

dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)

5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk

mencegah peripheral anterior synechiae)

6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya

dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika

Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari,

pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50

persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal

bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell

hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak

terkontrol dalam 24 jam.

Berdasarkan American Academy of Ophtalmology, indikasi dilakukan operasi

pada penatalaksanaan hifema secara garis besar adalah:

25

Page 27: Lapsus + Referat Hifema

Tabel 2. Tabel Indikasi Operasi Pada Hifema

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :

1. Parasentesis

Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan

cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut :

dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan

permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka

koagulum dari bilik mata depan akan keluar. Bila darah tidak keluar

seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologis.

Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahut.

Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darah

masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.

2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.

3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka

korneoscleranya sebesar 1200

4. Clot irrigation dengan melakukan trabekulektomi.

Trabekulektomi ini umumnya tidak dilakukan pada pasien dengan hifema

kecil, akan tetapi pada hifema total, trabekulektomi dengan iridektomi

perifer harus dipertimbangkan untuk dilakukan. Trabekulektomi dilakukan

dengan irigasi perlahan pada hifema di anterior chamber. Operasi ini

relatif aman dan harus dilakukan pada pasien dengan hifema total sejak

awal kecuali apabila TIO terkontrol obat atau hifema yang terbentuk

mengalami resolusi bermakna.

26

Page 28: Lapsus + Referat Hifema

Teknik trabekulektomi yang dilakukan bervariasi tergantung dari ahli yang

bersangkutan, akan tetapi dapat dilakukan dengan teknik partial-thickness-

lamellar. Pembuluh darah episklera superficial dikoagulasi dengan kauter

bipolar, sebuah flap lamellar superficial dibuat menembus 1/3 ketebalan

sklera hingga terbentuk seperti sebuah pintu gantung dengan ukuran 3x3

mm, tergantung pada area limbus. Dapat dilakukan iridektomi perifer

diikuti irigasi perlahan dari clot pada area trabekula.

Evaluasi pasca operasi dapat dilakukan begitu prosedur selesai

dilaksanakan atau maksimal pada 2-3 hari pasca operasi. Apabila terjadi

perdarahan ulang saat dilakukan prosedur operasi, sumber perdarahan

harus diidentifikasi dan dihentikan pada saat itu juga. Ahli mata dapat

mengurangi terbentuknya hifema post operasi dengan melakukan

sklerotomi internal se-anterior mungkin untuk mengurangi kemungkinan

perdarahan bila dilakukan bedah filtrasi. 3,10

Terapi tambahan pada hifema:

Meski pada umumnya sebagian besar hifema dapat diatasi dengan cara

konvensional melalui terapi konservatif maupun operatif seperti yang dijelaskan

di atas, berkembang pula terapi-terapi lain yang dapat dilakukan pada pasien

dengan hifema, antara lain:

Argon Laser Goniophotocoagulation; meski jarang dilakukan, terapi ini terbukti

pada beberapa laporan kasus, efektif untuk menghentikan perdarahan sekunder

yang ditakutkan terjadi pada pasien-pasien dengan hifema. Teknik ini dikatakan

efektif pada hifema sekunder yang diakibatkan perdarahan dari rupturnya kanal

Schlemm. Laser argon diarahkan pada ruptur kanal Schlemm yang terjadi selama

0.2 detik dengan ukuran 150 μm dan energi sebesar 300-350 mW. Setelah terapi

ini selesai dilakukan, perdarahan akan langsung berhenti dan terapi pasien

dilanjutkan dengan pemberian atropin sulfat 1% topikal 2 kali sehari dan

dexamethason 1% topikal 4 kali sehari selama 3 minggu. Terapi ini efektif untuk

27

Page 29: Lapsus + Referat Hifema

menghentikan perdarahan secara langsung akan tetapi membutuhkan gonioskopi

segera dalam mengidentifikasi sumber perdarahan yang terjadi sehingga dikatakan

tidak praktis dan efisien untuk digunakan dalam praktek sehari-hari 9-11

Gambar 7. Gambar sebelah kiri menunjukkan hasil gonioskopi dengan reflux darah ke anterior chamber yang berasal dari ruptur kanal Schlemm. Gambar di sebelah kanan diambil 12 bulan setelah dilakukan argon laser fotokoagulasi, tampak celah cyclodialisis yang menetap (A, di antara tanda bintang), sinekia perifer anterior dan perubahan pigmentasi akibat laser (B, panah), dan perubahan pada sudut (C, di antara kepala panah hitam)

Bimanual Bipolar Diathermy; terapi ini menggunakan energi berfrekuensi tinggi

yang berasal dari 2 elektroda yang dikombinasikan pada suatu instrumen khusus.

Gelombang antara dua elektroda ini menghasilkan energi panas fokal yang dapat

digunakan untuk memotong jaringan maupun sebagai fungsi koagulasi.

Penggunaan bipolar diathermy dalam terapi perdarahan anterior chamber bola

mata bukanlah konsep terapi baru dari penatalaksanaan hifema, karena metode ini

sudah berulang kali didemonstrasikan dan sukses digunakan untuk mengatasi

perdarahan dari badan siliar maupun dari sudut anterior chamber. Pada banyak

kasus, hifema merupakan kondisi yang bersifat self limiting sehingga penggunaan

28

Page 30: Lapsus + Referat Hifema

terapi ini dirasa tidak perlu, namun pada kondisi dimana perdarahan masif, terjadi

berulang, atau menyebabkan peningkatan TIO dan bahkan menyebabkan mata

dalam kondisi glaukoma, terapi bipolar diathermy dapat sangat berguna. Terapi

ini oleh banyak ahli dipercaya sangat berguna dan efektif karena dapat langsung

menghentikan perdarahan di sumber-sumber fokal perdarahan sehingga meski

terjadi kondisi-kondisi yang memungkinkan perdarahan sekunder, hal ini tidak

terjadi karena sumber perdarahan sudah mengalami koagulasi. 9

Gambar 8. Gambar di sebelah kiri menunjukkan perdarahan sekunder dari iris pasca dilakukan parasentesa hifema yang diikuti penurunan TIO mendadak. Kondisi ini segera diatasi dengan bipolar diathermy (gambar sebelah kanan) dimana dengan instrumen bimanual dilakukan irigasi dengan kanula (kiri) dan bipolar diathermy (kanan)

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah

perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping

komplikasi dari traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina,

katarak dan iridodialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada

tingginya hifema. 3,9

1. Perdarahan sekunder

Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan

insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul

karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan

29

Page 31: Lapsus + Referat Hifema

primernya. Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer.

Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah trauma inisial dan selalu

bervariasi sebelum 7 hari post-trauma.

2. Glaukoma sekunder

Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh

tersumbatnya trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah. Insidensinya

20% , sedang di RS: Dr: Soetomo sebesar17,5%. Adanya darah dalam COA dapat

menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi

sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya glaukoma.Glaukoma sekunder

dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata

sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.

3. Hemosiderosis kornea

Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam

bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan

sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat

dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan

setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari

hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea

menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang

hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat

terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan

timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan

intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi

kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun).

Insidensinya ± 10%.3 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis

bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.

4. Sinekia Posterior

Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini

akibat dari iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang

30

Page 32: Lapsus + Referat Hifema

mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan

evakuasi bedah pada hifema.Peripheral anterior synechiae anterior synechiae

terjadi pada pasien dengan hifema pada COA dalam waktu yang lama, biasanya 9

hari atau lebih.Patogenesis dari sinekia anterior perifer berhubungan dengan iritis

yang lama akibat trauma atau dari darah pada COA. Bekuan darah pada sudut

COA kemudian bisa menyebabkan trabecular meshwork fibrosis yang

menyebabkan sudut bilik mata tertutu.

5. Atrofi optik

Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.

6. Uveitis

Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea,

uveitis. Selain dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang

mungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga pada

funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman penglihatan menurunnya

lebih banyak.Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman

penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular masih normal.

Perdarahan yang mengisi setengah COA dapat menyebabkan gangguan visus dan

kenaikan tekanan intra okular sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma.

Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah karena tekanan intra

okular lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun lagi.

X. PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera

okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan  tanpa disertai

glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan

hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami

glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut

menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah

mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam)

karena dapat menyebabkan kebutaan. 3,10,11

31

Page 33: Lapsus + Referat Hifema

XI. KESIMPULAN

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata

depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma

tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur

dengan humor aqueus yang jernih.

Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena

bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat

terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat

menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya

retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile

xanthogranuloma).

Penegakan diagnosis hifema berdsarkan adanya riwayat trauma, terutama

mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema. Pada gambaran klinik

ditemukan adanya perdarahan pada COA, kadang-kadang ditemukan gangguan

visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal,

fotofobia, penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar

melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi

atau somnolen.

Penatalaksanaan hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar

yaitu perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang

disertai dengan tindakan operasi. Tindakan ini bertujuan untuk : menghentikan

perdarahan, menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder, mengeliminasi darah

dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi, mengontrol glaukoma

sekunder dan menghindari komplikasi yang lain, dan berusaha mengobati

kelainan yang menyertainya.

32

Page 34: Lapsus + Referat Hifema

DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR. Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s: General Opthalmology. 17 th

edition. United States of America. Mc Graw Hill. 2007.

2. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology 4thEd. New Delhi: New Age

International (P). 2007.

3. Sheppard J, Crouch E. Hyphema. 2013. Available at

http://emedicine.medscape.com/ophthalmology#anterior.

4. Faiz O. Mofat D. Anatomy at a Glance. Italy. Blackwell Science Ltd. 2002.

5. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes 4th Ed. London: BMJ Books.

2004.

6. Lang GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas 2nd Ed. Stuttgart:

Thieme.2006.

7. Kuhn F, Pieramici DJ, Ocular Trauma : Principles and Practice. New York.

Thieme.

8. Olver J. Cassidy Lorraine. Ophtalmology at a Glance. India. Blackwell

Science Ltd. 2005.

9. Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, Browning AC. Common eyes

disease and their management. 3rdedition . London. Springer-Verlag. 2006.

10. Webb LA. Kanski JJ. Manual of Eye Emergencies: Diagnosis and

Management. China: Butterworth-Heinemann. 2004.

11. Chern KC. Emergency Ophtalmology: A Rapid Treatment Guide. United

States of America. Mc Graw Hill. 2002

33