glaukoma
-
Upload
jessieca-liusen -
Category
Documents
-
view
120 -
download
1
Transcript of glaukoma
Presentasi kasus
GLAUKOMA
Disusu
Oleh:
JESSIECA LIUSEN
0708112138
Pembimbing:dr. Amiruddin, SpM
KEPANITERAAN KLINIK KBKBAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAURUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma merupakan penyakit mata yang ditandai dengan peningkatan
tekanan intraokuler (TIO), atrofi diskus optik, dan mengakibatkan terjadinya defek
pada lapangan pandang.1 Data WHO (World Health Organization) 2002 yang
mengacu pada penelitian Resnitkoff et al menunjukkan 37 juta orang di dunia buta
karena glaukoma. Sekitar 82%nya berusia > 50 tahun. Glaukoma merupakan
penyebab kebutaan kedua setelah katarak.2
Di dunia sekitar 60 juta orang menderita glaukoma di antaranya 3 juta orang
Amerika, dan sekitar 50%nya tidak terdiagnosis. Sekitar 6 juta orang buta karena
glaukoma tiap tahunnya, di Amerika sekitar 100.000 orang per tahun. Pada orang
Asia tipe glaukoma sudut tertutup merupakan tipe tersering. 90% kasus glaukoma
primer sudut tertutup mengakibatkan kebutaan di China.3
Menurut survey kesehatan indera tahun 1993-1996 1,5% penduduk Indonesia
mengalami kebutaan disebabkan oleh katarak (52%), glaukoma (13,4%), kelainan
refraksi (9,5%), gangguan retina (8,5%), kelainan kornea (8,4%), dan penyakit mata
lain. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan angka kebutaan 0,9% dengan
glaukoma sebagai penyebab kebutaan kedua terbesar di Indonesia setelah katarak.4
Glaukoma dibagi atas glaukoma primer, sekunder dan kongenital. Glaukoma
primer terdiri dari glaukoma sudut terbuka dan sudut tertutup. Glaukoma sudut
tertutup dibagi lagi berdasarkan onsetnya yakni akut, subakut, kronik, dan iris
plateau.3 Kebutaan yang terjadi pada glaukoma bersifat menetap, tidak seperti katarak
yang bisa dipulihkan dengan pembedahan. Maka hal penting pada terapi glaukoma
adalah deteksi dini sehingga tidak terjadi kerusakan saraf optik yang semakin parah.5
Terapi glaukoma ialah dengan menurunkan TIO ke tingkat aman yang berarti
menurunkan risiko kerusakan saraf optik. Penurunan TIO dapat dilakukan dengan
menurunkan produksi atau menambah sekresi cairan akuos atau keduanya. Pada
tekanan yang aman tersebut diharapkan tidak terjadi kerusakan saraf optik lebih
lanjut sehingga kebutaan dapat dicegah. 5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Glaukoma adalah kondisi rusaknya nervus optik dan hilangnya sel ganglion
retina sehingga mengakibatkan terjadinya penyempitan lapangan pandang yang
disebabkan oleh peningkatan TIO.6
2.2 Epidemiologi
Data WHO (World Health Organization) 2002 yang mengacu pada penelitian
Resnitkoff et al menunjukkan 37 juta orang di dunia buta karena glaukoma. Sekitar
82%nya berusia > 50 tahun. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua setelah
katarak.2
Di dunia sekitar 60 juta orang menderita glaukoma di antaranya 3 juta orang
Amerika, dan sekitar 50%nya tidak terdiagnosis. Sekitar 6 juta orang buta karena
glaukoma tiap tahunnya, di Amerika sekitar 100.000 orang per tahun. Pada orang
Asia tipe glaukoma sudut tertutup merupakan tipe tersering. 90% kasus glaukoma
primer sudut tertutup mengakibatkan kebutaan di China.3
Menurut survey kesehatan indera tahun 1993-1996 1,5% penduduk Indonesia
mengalami kebutaan disebabkan oleh katarak (52%), glaukoma (13,4%), kelainan
refraksi (9,5%), gangguan retina (8,5%), kelainan kornea (8,4%), dan penyakit mata
lain. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan angka kebutaan 0,9% dengan
glaukoma sebagai penyebab kebutaan kedua terbesar di Indonesia setelah katarak.4
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya, maka glaukoma diklasifikasikan menjadi:3
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka: sudut terbuka primer kronik, glaukoma
tekanan normal
b. Glaukoma sudut tertutup: akut, subakut, kronik, iris plateau
3
2. Glaukoma kongenital
a. Glaukoma kongenital primer
b. Glaukoma akibat abnormalitas perkembangan mata: sindrom
Axenfeld, sindrom Reiger, Sindrom Peter, aniridia
c. Glaukoma akibat abnormalitas perkembangan ekstraokuler: sindrom
Stuger Weber, sindrom Marfan, neurofibromatosis, rubella kongenital
3. Glaukoma sekunder
a. Glaukoma pigmentosa
b. Sindrom eksfoliasi
c. Perubahan lensa: dislokasi, intumesensi, fakolitik
d. Perubahan uvea: uveitis, sinekia posterior, tumor, perdarahan korpus
siliare
e. Sindrom iridokorneoendotelial
f. Trauma: hifema, kontusio sudut, sinekia anterior perifer
g. Post operasi: glaukoma blok siliare, sinekia anterior perifer,
pertumbuhan ke bawah epitel
h. Glaukoma neovaskuler: diabetes melitus (DM), oklusi vena sentral,
tumor intraokuler
i. Peningkatan tekanan vena episklera: fistula karotis-kavernosa,
sindrom Stuger Weber, penggunaan steroid
4
Tabel berikut ini menunjukkan klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme
peningkatan TIO:3
2.4 Patofisiologi
Glaukoma primer sudut terbuka biasanya terjadi pada ras kulit putih dan
hitam. Glaukoma ini bersifat genetik. Patogenesis terjadi degenerasi jaringan
trabekula yang mengakibatkan pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di
bawah lapisan endotel canalis Schlemm. Hal ini bukan proses penuaan normal tetapi
bisa terjadi pada dewasa muda. Onsetnya kronik. Mekanisme kerusakan saraf optik
diperkirakan karena kerusakan pada pembuluh darah yang memperdarahi nervus
optik.3,5
5
Glaukoma tekanan normal terjadi karena peningkatan sensitivitas terhadap
TIO akibat penyakit vaskuler diskus optikus. Predisposisi genetik dan ras Jepang.
Terjadi perdarahan pada diskus akibat kelainan vaskuler diskus. Hipertensi okuler
artinya terjadinya tekanan TIO yang tinggi tanpa patologis pada diskus maupun
gangguan lapangan pandang. Hipertensi okuler sering terjadi pada glaukoma sudut
terbuka primer. 3
Glaukoma sudut tertutup akut terjadi karena iris bombe pada bilik mata depan
(BMD) yang secara anatomi sudah sempit. Komplikasinya dapat menyebabkan
sinekia anterior dan kerusakan N.II. Glaukoma sudut tertutup primer subakut juga
terjadi karena iris bombe dimana episodenya rekuren dan singkat. Glaukoma sudut
tertutup kronik primer terjadi karena sinekia anterior perifer yang meluas dan
khasnya tidak memiliki serangan akut dan subakut. 3
Iris plateau mengakibatkan terjadinya kesempitan BMD yang disebabkan oleh
insersi iris yang tinggi dan bersifat kongenital. Glaukoma kongenital mengakibatkan
penutupan sudut BMD pada usia 7 bulan. Anomali perkembangan BMD berupa
hipoplasia stroma iris anterior mengakibatkan terbentuknya jembatan filamen antara
iris ke kornea (Sindrom Axenfeld), pada Sindron Reiger terjadi perlekatan
iridokornea dan disrupsi iris, anomali tulang dan gigi, pada Sindrom Peter
mengakibatkan perlekatan antara iris sentral dengan posterior kornea sentral. Aniridia
merupakan iris yang rudimenter.3
Glaukoma pigmentosa terjadi degenerasi epitel pigmen iris dan korpus siliaris
sehingga terjadi transiluminasi iris. Pigmen akan mengendap pada posterior kornea
dan tersangkut ke jaringan trabekula. Ini biasa terjadi pada pria miopi usia 25-40
tahun dengan BMD dalam dan sudut BMD yang lebar. Bersifat autosom dominan. 3
Sindrom eksfoliasi terjadi pada usia > 65 tahun, di mana terjadi endapan
bahan berserat di permukaan anterior lensa, processus siliaris, zonula zenii,
permukaan posterior iris, rongga BMD, dan jaringan trabekula. Dislokasi lensa ke
anterior menyebabkan sumbatan bukaan pupil, sehingga terbentuk iris bombe dan
mengakibatkan sudut BMD tertutup. Dislokasi ke posterior juga dapat menyebabkan
glaukoma, tetapi patofisiologinya belum jelas. Lensa intumesensi menyebabkan
6
glaukoma karena lensa menyerap banyak cairan sehingga melewati batas BMD dan
mendesak sudut BMD. 3
Kebocoran kapsul lensa anterior mengakibatkan protein lensa lepas ke BMD,
dan mengakibatkan trabekula menjadi edem dan tersumbat sehingga terjadi glaukoma
fakolitik. Uveitis dapat menyebabkan glaukoma karena peradangan korpus siliaris
atau terjadinya trabekulitis akibat sumbatan pada trabekula dari sel radang atau
terjadinya sinekia anterior perifer sebagai komplikasi uveitis. Melanoma uvea
mengakibatkan pergeseran korpus siliaris ke anterior sehingga terjadi penutupan
sudut sekunder. Sindrom iridokorneoendotel mengakibatkan glaukoma tetapi
mekanismenya masih idiopatik, biasa terjadi pada dewasa muda bersifat unilateral.
Kontusio bulbi akibat trauma mengakibatkan perdarahan ke BMD sehingga terjadi
glaukoma. Rubeosis iris yakni merupakan terbentuknya neovaskuler di iris
mengakibatkan tersumbatnya sudut BMD oleh membranfibrovaskuler sehingga
menjadi glaukoma sudut tertutup sekunder (Gambar 1). 3
Gambar 1. Rubeosis iris7
Glaukoma akibat sindrom Stuger Weber terjadi anomali da fistula kavernosa
karotid yang mengakibatkan munculnya neovaskuler di sudut BMD akibat iskemik
mata, terbentuknya neovaskuler mengakibatkan peningkatan tahanan vena episklera
dan mengakibatkan glaukoma. Pemberian steroid topikal atau periokuler dapat
mengakibatkan terjadinya retensi natrium sehingga produksi humor akuos meningkat
dan mengakibatkan glaukoma.3
Tekanan dalam bola mata menekan ke segala arah sehingga menyebabkan
peregangan pada sklera, mata dapat ruptur jika TIO 240x dari normal. Robekan pada
mata terjadi pada daerah dengan sklera yang tipis dan memiliki tegangan yang lebih
kuat dari lainnya, lokasi tersebut berada di bawah M. rectus lateralis. Peningkatan
7
TTIO mengakibatkan peregangan neuron di retina sehingga menimbulkan tegangan
yang kuat pada sklera. Hal ini mengakibatkan neuron menjadi tak elastis dan putus
sehingga mengakibatkan kematian neuron yang bersifat permanen. Aliran humor
akuos dapat dilihat pada gambar 2. 3,8
Gambar 2. Drainase normal humor akuos7,9
Secara singkat gambar di bawah ini memperlihatkan patofisiologi terjadinya
glaukoma sesuai dengan klasifikasi yang ada.10
8
Gambar 3. Klasifikasi glaukoma10
9
2.4 Diagnosis
Secara klinis glaukoma sudut terbuka primer mengakibatkan peningkatan
TIO, pengecilan lapangan pandang, kelainan diskus optik, kelainan pada BMD
(Gambar 4 dan 5). Pada glaukoma tekanan normal memiliki varian serangan diurnal
dan berkurang dengan istirahat. Selain itu dapat glaukoma sudut tertutup akut primer
disertai gejala nyeri kepala atau mata hebat, mata merah, mual muntah, kornea hazy,
penglihatan kabur, atau terdapat halo, pupil dilatasi sedang, dan sumbatan pupil. Jika
onsetnya subakut memiliki khas rekuren dan serangan sebelumnya unilateral. 3
Gambar 4. Glaukoma sudut tertutup akut primer7
Gambar 5. Cara pemeriksaan BMD dangkal3
Dari pemeriksaan fisik pada glaukoma sudut tertutup akut didapatkan injeksi
silier yang menyebabkan mata merah, edem pada kornea, pupil semidilatasi, refleks
10
pupil terhadap cahaya kurang, BMD yang dangkal atau normal. Pada tonometri
digital didapatkan TIO lebih keras dari normal yang diberi tanda dengan N untuk
normal, N+1, N+2, N+3, dst. Selain itu terdapat atropi papil optik, dan kehilangan
penglihatan permanen.8,11
Pemeriksaan TIO pada glaukoma dilakukan dengan menggunakan alat yang
disebut dengan tonometer. Dikatakan glaukoma apabila TIO > 21 mmHg.
Pemeriksaan TIO paling sederhana adalah dengan tonometer Schiotz di mana
dilakukan indentasi pada permukaan kornea. Bila suatu beban memberi kecekungan
pada kornea maka akan terlihat perubahan pada skala Schiotz (gambar 6). Selain itu
tonometer aplasi mengukur TIO dengan memberikan tekanan yang membuat
permukaan kornea rata dalam ukuran tertentu dan kecil. Tonometer aplasi merupakan
alat paling tepat untuk mengukur TIO dan tidak dipengaruhi oleh kekakuan sklera
(Gambar 7).8
Gambar 6. Pemeriksaan TIO dengan tonometer Schiotz10
11
Gambar 7. Pengukuran TIO dengan tonometer aplasi7
Perubahan pada papil optik dapat dilihat dengan menggunakan funduskopi.
Diskus optik memiliki cup dimana ukuran normal dari cup bervariasi. Cup dengan
ukuran ratio dengan diskus > 0,5 bisa terjadi pada glaukoma (gambar 8).9
Gambar 8 Cup: diskus ratio normal9
Gambar 9 berikut menjelaskan tentang cup diskus ratio (CDR) 0,8 pada
glaukoma yang disertai dengan kehilangan lapangan pandang (a), dan cup diskus
ratio 1 dengan atropi papil.12
12
Gambar 9. CDR glaukoma12
(a) CDR 0,8 (b) CDR 1, atropi papil
Gonioskopi merupakan alat yang dapat memberikan gambaran keadaan sudut
BMD. Pemeriksaan ini dilakukan dengan lensa sudut di dataran kornea untuk melihat
sekeliling sudut BMD dengan memutarnya 3600.8
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada glaukoma berupa:8
1. Uji kopi : penderita disuruh minum1-2 gelas kopi pekat kemudian TIO naik
15-20 mmHg sesudah minum 20-40 menit menunjukkan glaukoma
2. Uji minum air: sebelum makan pagi TIO diukur, kemudian disuruh minum 1
L air. Minum air dapat menurunkan tekanan osmotik sehingga cairan banyak
masuk ke dalam bola mata dan akan meningkatkan TIO. Jika TIO naik 8-15
mmHg dalam waktu 45 menit pertama menunjukkan glaukoma
3. Uij steroid: meneteskan betametason atau deksametason 0,1% 3-4x sehari,
TIO diperiksa tiap minggu. Pada pasien dengan bakat glaukoma TIO naik
dalam 2 minggu
4. Uji variasi diurnal: pemeriksaan TIO dilakukan dengan tonometri tiap 2-3 jam
dalam 3 hari sehingga mengetahui kapan saja TIO meningkat. Nilai varian
normal sekitar 2-3 mmHg, jika varian 4-5 mmHg atau lebih maka dicurigai
glaukoma
5. Uji kamar gelap: pasien duduk dalam kamar gelap 60-90 menit kemudian
diukur TIOnya. 55% pasien glaukoma sudut tertutup TIO naik > 8 mmHg.
Pemeriksaan lapangan pandang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
penyempitan lapangan pandang pada glaukoma yang menyebabkan terjadinya
13
penglihatan seperti melihat di terowongan atau tunnel vision. Pemeriksaan lapangan
pandang menggunakan alat yang disebut dengan perimetri. Pada glaukoma terjadi
skotoma sentral yang disebabkan oleh penekanan pada diskus optik.10
2.5 Penatalaksanaan
Terapi glaukoma terdiri dari terapi medikamentosa dan terapi bedah maupun
laser. Terapi medikamentosa bertujuan untuk meningkatkan sekresi aliran akuos
humor, mengurangi produksi, mengurangi volume vitreus humor, serta miosis pupil.
TIO diturunkan bila perlu hingga mencapai nilai normal yakni 10-20 mmHg. TIO <
22 mmHg merupakan ambang batas atas indikator terjadinya kerusakan pada nervus
optik. Adapun obat-obat yang digunakan untuk mengurangi produksi akuos humor
adalah β-bloker, apraklonidin, dan inhibitor karbonat anhidrase.3,10
β-bloker dapat digunakan tunggal maupun kombinasi. Contoh preparatnya
berupa timolol maleat 0,25%, dan 0,5% betaxolol 0,25%, dan 0,5%, levobunolol
0,25% dan 0,5%, metipranolol 0,3%, dan carteolol 1% tetes mata digunakan 2 kali
sehari. Gel timolol maleat 0,25% dan 0,5% serta 1% digunakan 1x1 hari di pagi hari.
Kontraindikasi penggunaannya berupa PPOK (penyakit paru obstruksi kronik), asma,
gangguan blok jantung. Dari semua preparat tersebut yang memiliki efek samping
respirasi terkecil adalah betoxolol karena bersifat selektif β1, tetapi justru kurang
berefek untuk menurunkan TIO. 3,7
Apraklonidin tetes mata 0,5% 3x1 hari dan 1% sebelum dan setelah laser
merupakan α-2 adrenergik antagonis. Preparat ini efektif untuk mengontrol TIO
setelah laser, tetapi tidak dapat digunakan dalam jangka waktu lama karena memiliki
efek samping takifilaksis yang tinggi dan reaksi alerginya juga tinggi. Brimonidin
tetes mata 0,2% 2x1 hari tidak hanya menurunkan produksi tetapi juga meningkatkan
sekresi akuos humor sehingga dapat digunakan sebagai terapi lini pertama. 3
Dorzolamid hidroklorida 2% tetes mata dan brinzolamid 1% 2-3x hari
merupakan karbonat anhidrase inhibitor yang sering dikombinasikan dengan timolol
sebagai lini pertama. Asetazolamid sistemik digunakan secara luas pada glaukoma
kronik dan jika terapi topikal tidak sanggup untuk menurunkan TIO pada glaukoma
14
akut. Obat ini dapat mengurangi produksi humor akuos hingga 40-60%, digunakan
dengan dosis 125-250 mg 4x1 hari atau Diamox 500 mg 1-2 x hari, dapat juga
diberikan secara IV 500 mg/hari. Efek samping sistemik asetazolamid sering terjadi,
selain itu juga menimbulkan dehidrasi dari korpus vitreus. 3
Obat-obat yang berfungsi untuk meningkatkan aliran keluar akuos humor
adalah golongan analog prostaglandin, parasimpatik agonis, epinefrin. Analog
prostaglandin contohnya bimatoprost 0,003%, latanoprost 0,005%, travoprost 0,004%
tetes mata 1x malam haridan unoproston 0,15% tetes mata 2x1 hari. Obat golongan
prostaglandin analog ini juga dapat digunakan sebagai terapi lini pertama maupun
terapi tambahan. Efek samping berupa konjunctiva hiperemis, hiperpigmentasi kulit
periorbita, pertumbuhan bulu mata meningkat, perubahan warna iris menjadi lebih
gelap. Pada pasien tertentu yang pernah terekspose uveitis dan keratitis herpes, juga
menyebabkan terjadi edema makula.3,7
Agen parasimpatomimetik meningkatkan kontraksi muskulus silier sehingga
meningkatkan alira keluar akuos humor. Contoh preparatnya adalah pilocarpin 0,4-
0,5% tetes mata 4x1 hari atau gelnya 1x saat malam hari. Selain itu carbachol 0,75%-
3% juga dapat digunakan sebagai parasimpatomimetik. Efek samping berupa miosis.
Epinefrin 0,25%-2% tetes mata 1-2x hari memiliki efek samping ekstraokuler seperti
refleks konjunctiva meningkat, deposit adenokrom, konjunctivitis, reaksi alergi.
Pemberian pilokarpin memiliki efek samping ablasio retina. 3,7
Preparat lain yang digunakan untuk mengurangi volume vitreus humor berupa
agen hiperosmotik seperti gliserin. Agen hiperosmotik mengakibatkan terjadi
hipertonik darah sehingga bersifat menarik cairan di vitreus ke pembuluh darah.
Gliserin oral 1 ml/kg BB dalam larutan 50% dingin yang dicampur dengan jus lemon
sering digunakan. Selain itu dapat juga digunakan manitol maupun isosorbid.3
Miosis merupakan prinsip dasar untuk penatalaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut atau karena iris plateau. Dilatasi pupil penting pada glaukoma sekunder
akibat posterior sinekia. Siklopegik digunakan untuk glaukoma akibat letak lensa di
BMD yang berguna untuk meregangkan zonula zenii sehingga berusaha untuk
membawa lensa kembali ke tempatnya dan relaksasi muskulus silier.3
15
Terapi bedah hanya dilakukan jika terapi dengan medikamentosa gagal.
Terapi bedah dan laser untuk glaukoma terdiri dari iridotomi perifer, iridektomi,
iridoplasti, laser trabekuloplasti, drainase glaukoma, siklodestruktif. Iridotomi perifer
laser dengan menggunakan YAG laser/ neodinium dilakukan untuk penanganan
glaukoma sudut tertutup (Gambar 10). Jika iridotomi perifer tidak dapat dilakukan
maka dapat dilakukan iridoplasti perifer dengan argon laser yang bertujuan untuk
membakar iris secara lingkaran sehingga stroma iris berkontraksi dan menarik sudut
BMD sehingga terbuka kembali. 3,10
Gambar 10. Iridektomi perifer10
Laser trabekuloplasti dengan argon berguna untuk membuka jalur keluar
akuos humor pada trabekula dan canalis Schlemm. Teknik ini digunakan untuk
glaukoma sudut terbuka (gambar 11). Drainase glaukoma hanya dilakukan jika
glaukoma tidak teratasi dengan terapi medikamentosa dan terapi laser. Ada beberapa
cara drainase yakni trabekulektomi, viskokanalostomi dan skleretomi profunda
dengan implan kolagen, goniotomi. Trabekulektomi dilakukan dengan membuat
16
pintas langsung dari BMD ke jaringan orbita dan subkonjuctiva (gambar 12).
Kekurangan dari terapi ini adalah terjadinya fibrosis pada jaringan episklera yang
mengakibatkan tertutupnya kembali jalur pintas yang dibuat.3
Gambar 11. Trabekuloplasti argon10
Gambar 12. Trabekulektomi3
17
Viskokanalostomi dan skleretomi profunda dengan implan kolagen dapat
mengurangi insisi full-thickness pada mata. Ini dilakukan pada glaukoma neovaskuler
atau glaukoma yang terjadi akibat implantasi kornea. Goniotomi dan trabekulotomi
dilakukan pada glaukoma kongenital (Gambar 13). Jika telah menggunakan semua
pilihan terapi yang disebutkan glaukoma masih tidak terkontrol maka dapat dilakukan
prosedur siklodestruktif seperti krioterapi, diatermi, neodinium termal, laser dioda
untuk menghancurkan korpus siliaris. Teknik ini dilakukan dengan bantuan
endoskopi laser.3
Gambar 13. Trabekulotomi10
18
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Mardiani Pendidikan : SMA
Umur : 67 tahun Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan Status : Menikah
Alamat : Jl. Apel Kampar MRS : 1 Mei 2012
Pekerjaan : IRT MR : 75 90 95
Keluhan Utama : mata kanan merah dan kabur sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 hari SMRS mata sebelah kanan pasien tiba-tiba merah, terasa nyeri di kepala,
nyeri sekitar mata. Pusing (+). Mual muntah (-). Pandangan tiba-tiba kabur seolah-
olah gelap, sehingga berjalan sambil meraba-raba. Sensasi melihat seperti di
terowongan atau tampak pelangi sekitar lampu (-), sensasi bagian tengah dari yang
dilihat menghitam (-). Mata berair (-). Kotoran mata (-). Rasa silau (-). Untuk
berjalan saja atau melakukan aktivitas sehari-hari sekarang pasien perlu dituntun.
Mata kiri pasien buta sejak 5 bulan SMRS.
Riwayat Penyakit Dahulu
DM (-)
Hipertensi (-)
5 bulan SMRS pasien mengalami gejala serupa seperti sekarang pada mata kirinya,
serangannya tiba-tiba dan pandangan langsung tiba-tiba gelap.
19
Riwayat Pengobatan:
5 bulan SMRS pasien berobat ke poli mata didiagnosis glaucoma dan diberikan obat
dexametason ED, timolol maleat ED, pilocarpin ED, asetazolamid tablet, dan kalium
aspartat. Obat tetes mata yang diberikan saat itu hanya digunakan pada mata kiri saja.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Gejala yang sama (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : tampak sakit berat
Kesadaran : komposmentis
Vital Sign : TD : 100/80 mmHg
N : 92x/i RR: 18x/i
S : afebris
Pembesaran KGB preauriculer : (-)
STATUS OPTHALMOLOGI
OD OS Visus Tanpa
Koreksi1/60 0
Visus Dengan Koreksi
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Posisi bola mata Orthoforia Orthoforia
Gerakan bola mata
Segala arah Segala arah
Tekanan bola mata
N+2 N+3
Palpebra Normal Normal Konjunctiva Injeksi konjunctiva (+)
Injeksi silier (+)Injeksi konjunctiva (+)
Injeksi silier (+) Sklera Normal Normal
20
Kornea Edema (+) Edema (+) COA Dangkal Dangkal Iris/ pupil Bentuk bulat, regular, reflex
cahaya langsung (+), reflex tidak langsung (+), diameter
pupil 6 mm, warna iris coklat
Bentuk bulat, regular, reflex cahaya langsung (-), reflex cahaya tak
langsung (-), diameter 4 mm, warna iris
coklat Lensa Keruh, iris shadow (+) Keruh total Funduskopi Reflex fundus (-) Reflex fundus (-)
Gambar
KESIMPULAN/RESUME :
Ny. M, 67 tahun, keluhan utama mata kanan merah dan kabur sejak 3 hari SMRS.
Mata merah disertai nyeri kepala, nyeri sekitar mata, pusing, dan pandangan tiba-tiba
gelap serta berjalan meraba-raba. Mata kiri buta karena glaucoma sejak 5 bulan
SMRS. Terapi yang didapat untuk glaucoma pada mata kiri berupa dexametason ED,
timolol maleat ED, pilocarpin ED, asetazolamid tablet, dan kalium aspartat. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan VOD 1/60, VOS 0, tonometry digital OD N+2, OS
N+3, injeksi konjunctiva dan silier, edem kornea ODS, COA ODS dangkal, pupil OD
6mm, reflex +/+, OS 4 mm, reflex -/-, lensa keruh ODS. Dari funduskopi didapatkan
reflex fundus ODS (-).
Diagnosis Kerja: Glaukoma akut sudut tertutup sekunder ec katarak senilis
imatur OD + glaucoma subakut sudut tertutup disertai katarak matur OS
Anjuran Pemeriksaan:
- Tonometri
- Gonioskopi
21
Terapi
Timolol maleat 0,5% 2x1 tetes ODS
Dexametason 4x1 tetes ODS
Pilocarpin 2% 4x1 tetes ODS
Asetazolamid 4x250mg
Metilprednisolon 3x4 mg
Kalium aspartat 2x1 tab
Prognosis
Quo ad vitam : malam
Quo ad functionam : malam
Quo ad kosmetikum : malam
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Stedman’s electronic medical dictionary [CD-ROM]. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2004.
2. World Health Organization. Glaucoma is second leading cause of blindness
globally. Bulletin of World Health Organization. 2004; 82(11): 811-90.
3. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s general ophtalmology. 17th ed.
Columbus: Mc Graw Hill; 2007.
4. Kemenkes RI [homepage on the Internet]. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; c2012 [cited 2012 May 2]. Kemenkes RI; [about 1
screens]. Available from: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-
release/845-gangguan-penglihatan-masih-menjadi-masalah-kesehatan.html
5. Suhardjo SU, Hartono. Ilmu kesehatan mata. 1st ed. Yogyakarta: Bagian Ilmu
Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2007.
6. Langston DP. Manual of ocular diagnosis and therapy. 6th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
7. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of the eyes. 4th ed. London: BMJ
Books; 2005.
8. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. 3rd ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.
9. Bradford CA. Basic ophthalmology. 8th ed. San Fransisco: American
Academy of Opthalmology; 2004.
10. Lang GK. Opthalmology : a short textbook. New York: Thieme; 2000.
11. Crick RP, Khaw PT. A textbook of clinical ophthalmology: a practice guide to
disorders of the eyes and their management. 3rd ed. New Jersey: World
Scientific; 2003.
12. Ming ALS, Constable IJ. Color atlas of ophthalmology. 3rd ed. New Jersey:
World Science;
23