ggk n anemia

19
BAB I PENDAHULUAN Anemia sering dijumpai pada sebagian besar pasien gagal ginjal kronik (CKD), biasanya mulai terjadi bila LFG (laju filtrasi glomerulus) turun sampai 35ml/menit. Walaupun penyebab anemia pada CKD terjadi karena defisiensi eritropoietin (EPO) tetapi masih ada faktor lain yang dapat mempermudah terjadinya anemia antara lain menurunnya daya survival sel darah merah, inhibisi sumsum tulang terutama oleh PTH, kehilangan darah intestinal, dan paling sering defisiensi besi dan folat.anemia pada CKD mempengaruhi kualitas hidup pasien dan menyebabkan terjadi peningkatan morbiditas dan mortalitas. Penatalaksanaan anemia meliputi beberapa hal, yaitu terapi EPO, pemberian transfusi darah, serta mengidentifikasi dan mencari etiologinya Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya anemia pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis kronik, dan tak jarang ditemukan beberapa faktor sekaligus pada seorang pasien di antaranya: 1. Defisiensi EPO (penyebab utama) 2. Defisiensi besi (sering terjadi & perlu perhatian khusus) 3. Kehilangan darah (phlebotomy berulang untuk pemeriksaan laboraturium, retensi darah pada dialiser atau tubing, perdarahan GI) 4. Hiperparatiroid berat 5. Inflamasi akut atau kronik 6. Infeksi

Transcript of ggk n anemia

Page 1: ggk n anemia

BAB I PENDAHULUAN

Anemia sering dijumpai pada sebagian besar pasien gagal ginjal kronik (CKD), biasanya mulai

terjadi bila LFG (laju filtrasi glomerulus) turun sampai 35ml/menit. Walaupun penyebab anemia pada

CKD terjadi karena defisiensi eritropoietin (EPO) tetapi masih ada faktor lain yang dapat mempermudah

terjadinya anemia antara lain menurunnya daya survival sel darah merah, inhibisi sumsum tulang

terutama oleh PTH, kehilangan darah intestinal, dan paling sering defisiensi besi dan folat.anemia pada

CKD mempengaruhi kualitas hidup pasien dan menyebabkan terjadi peningkatan morbiditas dan

mortalitas. Penatalaksanaan anemia meliputi beberapa hal, yaitu terapi EPO, pemberian transfusi darah,

serta mengidentifikasi dan mencari etiologinya

Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya anemia pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis

kronik, dan tak jarang ditemukan beberapa faktor sekaligus pada seorang pasien di antaranya:

1. Defisiensi EPO (penyebab utama)

2. Defisiensi besi (sering terjadi & perlu perhatian khusus)

3. Kehilangan darah (phlebotomy berulang untuk pemeriksaan laboraturium, retensi darah pada dialiser

atau tubing, perdarahan GI)

4. Hiperparatiroid berat

5. Inflamasi akut atau kronik

6. Infeksi

7. Masa hidup sel darah merah pendek

8. Toksisitas aluminium

9. Defisiensi asam folat

10. Hemoglobinopati

11. Hipotiroid

Page 2: ggk n anemia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GINJAL

Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem

urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan

air dalam bentuk urin.

Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting dalam mempertahankan

kestabilan dalam tubuh serta mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan

cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta

mengekskresi kelebihannya sebagai kemih.

Fungsi ginjal adalah

1. Membuang racun dan produk buangan/limbah dari darah. Racun di dalam darah diantaranya urea

dan uric acid. Jika kandungan kedua racun ini terlalu berlebihan, akan mengganggu metabolisme

tubuh.

2. Menjaga kebersihan darah dengan meregulasi seluruh cairan (aira dan garam) di dalam tubuh

3. Meregulasi tekanan darah. Ginjal menghasilkan enzim renin yang bertugas mengontrol tekanan

darah dan keseimbangan elektrolisis. Renin mengubah protein dalam darah menjadi hormon

angiotensis. Selanjutnya angiotensis akan diubah menjadi aldosterone yang mengabsorbsi sodium

dan air ke dalam darah.

4. Mengatur keseimbangan pH darah.

5. Memproses vitamin D sehingga dapat distimulasi oleh tulang

6. Memproduksi hormon erythropoiethin yang bertugas memproduksi sel darah merah di tulang

Page 3: ggk n anemia

Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang sama dengan 20 sampai 25 persen

curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks,

sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.

GAGAL GINJAL KRONIK

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progesif dan lambat, biasanya

berlangsung beberapa tahun. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak

nefron ginjal. Gambaran umum perjalanan ginjal kronik dapat diperoleh dengan melihat hubungahn

antara bersihan kreatinin dan kecepatan filtrasi glomerulus (GFR) sebagai presentasi dari keadaan normal,

terhadap kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah (BUN) dengan rusaknya messa nefron secara

progressif oleh penyakit ginjal kronik.

Etiologi

Glomerulonefritis, nefropati analgesik, nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati diabetik, penyebab

lain seperti hipertensi, obstruksi, gout, dan tidak diketahui.

Manifestasi Klinis

Umum :

fatiq, malaise, gagal tumbuh, debil

Kulit pucat, mudah lecet, rapuh, leukonikia

Kepala & leher fetor uremik. Lidah kering dan berselaput

Mata fundus hipertensif, mata merah

Kardiovaskular hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis, uremik, diare yang

disebabkan antibiotic

Kemih Nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang mendasari

Reproduksi Penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas, ginekomastia, galaktore

Page 4: ggk n anemia

Saraf letargi, malaise, anoreksia, termor, mengantuk, kebingungan, flap, mioklonus, kejang, koma

Tulang hipertiroidisme, deefisiensi vitamin D

Sendi Gout, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang

Hematologi Anemia, defisiensi imun, mudah mengalami perdarahan

Endokrin multiple

Farmakologi Obat-obat yang diekskresi oleh ginjal

Pemeriksaan Penunjang

Kreatinin plasma akan meningkat seiring dengan penurunan laju filtrasi glomerulus, dimulai bila lajunya

kurang dari 60 ml/menit. pada pemeriksaan darah ditemukan anemia normositik normokrom dan terdapat

sel Burr pada anemia berat. Leukosit dan trombosit masih dalam batas normal.

ANEMIA AKIBAT GAGAL GINJAL KRONIK

Anemia (berkurangnya jumlah sel darah merah) seringkali menyertai penderita Penyakit Ginjal Kronik

(PGK) yang bila tidak diatasi sedini mungkin, dapat mempengaruhi kualitas hidup. Komplikasi dari

anemia ini sendiri cukup banyak salah satunya komplikasi ke jantung yang dikenal dengan nama

Sindroma Kardiorenal (SKR). SKR terjadi karena peningkatan beban kerja jantung untuk

mengkompensasi anemia yang berlangsung terus menerus.

Berikut gambar hubungan antara PGK-Anemia-SKR

Berat ringannya anemia yang akan dialami PGK tentu berbeda, berkaitan dengan penyebab kerusakan

fungsi ginjalnya. Anemia pada PGK yang mengalami kerusakan di bagian interstitial ginjal, akan lebih

berat dibandingkan dengan PGK yang mengalami kerusakan pada bagian glomerulusnya. Sedangkan

Page 5: ggk n anemia

PGK dengan kelainan polikistik, anemia yang menyertainya dapat lebih ringan bahkan bisa tidak disertai

anemia.

Penyebab utama anemia pada PGK adalah berkurangnya produksi hormon eritropoietin (EPO). Padahal

EPO ini diperlukan untuk merangsang sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah merah dalam

jumlah yang cukup. Dengan berkurangnya EPO maka berkurang pula jumlah sel-sel darah merah dalam

tubuh yang memicu timbulnya anemia. Selain itu kerusakan bagian glomerulus atau interstitial ginjal,

kurangnya asupan zat besi, asam folat dan vitamin B12 juga dapat sebagai penyumbang penyebab

anemia.

Untuk mendeteksi adanya anemia biasanya dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengukur kadar

Hb, yaitu bagian dari sel darah merah yang mengikat oksigen ke seluruh tubuh. Dari hasil pemeriksaan

tersebut seseorang dikatakan anemia bila kadar Hb < 12,5 g/dL( wanita) atau < 14 g/dL (pria)

Apabila anemia disebabkan karena penurunan kadar hormon EPO, maka terapi yang dianjurkan adalah

dengan memberikan suntikan EPO. EPO yang ada saat ini merupakan hasil teknologi rekombinan DNA

yang biasanya disuntikkan di bawah kulit (subkutan) atau pembuluh darah balik (vena), 1-2 kali

seminggu.

Dari hasil beberapa uji klinik pemberian suntikan EPO pada penderita PGK dengan hemodialisis

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar hemoglobin (Hb) dan peningkatan kualitas hidup yang

bermakna.

Efek samping yang dapat muncul dari suntikan EPO adalah peningkatan tekanan darah sehingga

pemberian dan dosisnya harus diperhatikan bagi mereka yang memiliki tekanan darah tinggi. Jadi

penggunaan EPO ini perlu pengawasan dan konsultasi dengan dokter yang berkompeten.

ETIOLOGI

Etiologi anemia pada gagal ginjal kronik terdiri dari:

1. Produksi eritropoeitin berkurang

2. Adanya faktor penghambatan eritropoetin

3. Hemolisis

Faktor-faktor pemberat:

1. Produksi eritropoetin menurun oleh

Infeksi

Page 6: ggk n anemia

Malnutrisi

Nefrektomi

2. Hemolisis meningkat oleh

Obat-obatan

Hipofosfatemia

Mikrongiopati

Hiperslenisme

Hiperkupremia

3. Defisiensi

Besi

asam folat

4. Hipertirodisme

Pada penderita GGK terjadi kelainan dinding eritrosit karena perubahan dalam komposisi plasma.

Kelainan eritrosit lain yang dapat dijumpai pada GGK adalah akantosit, sel target, sferoit dan

ditemukannya Hein’s Bodies.

Sebab-sebab pemendekan masa hidup eritrosit:

1. Kelainan membran eritrosit oleh bahan yang dialisabel, berupa defek dalam kemampuan untuk

memompa ion natrium secara efektif keluar sel eritrosit.

2. Hemolisis mikroangiopati.

3. Menurunnya shunt pentosa-fosfat yang sebabnya belum bisa dijelaskan.

4. Hiperslenisme.

5. Hiperkupremia.

6. Hipofosfatemia.

PATOGENESIS

Page 7: ggk n anemia

Pada dasarnya anemia pada GGK adalah akibat adanya defek eritropoesis terhadap rangsangan hipoksia.

Di samping itu sumsum tulang tidak bereaksi terhadap umur eritrosit yang memendek (sumsum yang

nongeneratif).

Ada 3 mekanisme yang berperan dalam defek eritropoesis pada GGK:

1. menurunnya produksi eritropoetin akibat kerusakan ginjal.

2. adanya perubahan afinitas hemoglobin tehadap oksigen ang berakibat meningginya efisiensi

pembebasan pembebasan oksigen jaringan secara relatif terhadap beratnya anemia.

3. adanya toksin dalam darah yang menghambat respon eritrosit terhadap eritropoesis.

Pada orang normal, kira-kira 90% dari seluruh eritropoetin dibentuk dalam ginjal,sisanya terutama

dibentuk dalam hati. Namun sampai sekarang belum diketahui dengan pasti di bagian ginjal apa

eritropoetin dibentuk. Ada suatu kemungkinan yang cukup kuat bahwa sel-sel epitel tubulus ginjal lah

yang menyekresi eritropoetin, karena darah yang anemik tidak dapat mengirim cukup banyak oksigen

dari kapilar peritubular ke sel-sel tubular yang memakai banyak sekali oksigen, dengan demikian akan

merangsang produksi eritropoetin.

Manifestasi Klinis Anemia

Kadar Hb dan Ht merefleksikan massa sel darah yang beredar di sirkulasi, fungsi

utamanya untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Defisiensi anemia menurut WHO adalah

apabila kadar Hb <12g%,>

Evaluasi Anemia pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

Evaluasi anemia dimulai bila kadar Hb <10g%,>

§ Hb, Ht, trombosit

§ Morfologi eritrosit: MCV, MCH, sediaan apus

§ Hitung retikulosit

§ Analisis status besi

Page 8: ggk n anemia

§ Pemeriksaan feses darah samar

Pengajian status besi meliputi:

§ Saturasi transferin

ST = (SI/TIBC)*100%

SI = Serum Iron

TIBC = Total Iron Binding Capacity

§ Ferritin serum

Anemia pada CKD dibedakan 2 macam:

§ Anemia dengan status besi cukup

Status besi cukup bila: Ferritin Serum > 100 µg/L dan Saturasi Transferin > 20%

§ Anemia dengan status besi kurang ada 2 macam:

Anemia defisiensi besi absolut: FS <>L dan ST <>

Anemia defisiensi besi fungsional: FS > 100 µg/L dan ST <>

Kadar ferritin serum menggambarkan jumlah cadangan besi tubuh, sedangkan saturasi transferin

menunjukkan jumlah besi yang beredar dalam sirkulasi.

PENGOBATAN UMUM

Transplantasi ginjal. Biasanya pada hari kelima sampai hari 20 setelah transplantasi,

eritropoesis mulai aktif.

Memperbaiki kondisi pasien infeksi, hemolisis, dehidrasi (dengan pengobatan dan

pemantauan lanjut).

Memperbaiki gizi

Medikamentosa dengan pemberian steroid androgen dan preparat kobalt.

Transfusi darah.

Pengobatan Anemia pada Pasien Hemodialisis Kronik

I. Terapi Besi dan Pemantauan Status Besi

Bila status besi kurang, maka harus diberikan terapi besi terlebih dahulu

sebelum diberikan terapi EPO

1. Terapi besi intravena

Page 9: ggk n anemia

Merupakan cara pemberian besi yang paling baik dibandingkan

suntikan IM maupun oral, terutama pada pasien yang mendapat

EPO. Stimulasi eritropoiesis yang kuat pada terapi EPO

menyebabkan kebutuhan besi meningkat dengan cepat yang

tidak tercukupi oleh asupan besi oral. Contoh preparat besi untuk

suntikan intravena : iron Dextran, Sodium ferric gluconate

complex, iron hydroxysaccharate.

a. Dosis uji coba (test dose) : dilakukan sebelum mulai terapi besi.

o 25 mg iron dextran di dalam 50 ml NaCl 0,9%, diberikan

intravena selama 30 menit. Bila tidak ada reaksi alergi,

lanjutkan dengan terapi induksi besi.

b. Terapi induksi besi :

Tujuannya adalah untuk mengkoreksi anemia defisiensi besi

absolute dan fungsional, sampai kadar feritin serum mencapai >

100 µg/L dan ST >20%. Iron dextran 100 mg diencerkan dengan

50 ml NaCl 0.9 % diberikan IV selama 1-2 jam pertama

hemodialisis melalui venous blood line. Dosis ini diulang tiap

hemodialisis sampai 10x (dosis mencapai 1000 mg). Evaluasi

status besi dilakukan 2 minggu pasca terapi induksi besi. Bila

target status besi sudah tercapai (FS>100 µg/L dan ST >20%),

lanjutkan dengan terapi pemeliharaan besi. Bila target belum

tercapai, ulangi terapi induksi besi.

c. Terapi pemeliharaan besi

Efek samping terapi besi intravena adalah reaksi alergi dan

shock anafilaktik. Kontraindikasi terapi besi, antara lain bila

terdapat reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati berat, dan

kandungan besi tubuh berlebih.

2. Terapi besi intramuskuler

Page 10: ggk n anemia

Merupakan terapi besi alternative bila preparat IV tak tersedia.

Jenis preparat yang tersedia adalah iron dextran. Suntikan pada

regio gluteus kuadran luar atas dengan teknik Z track injection.

Dosis ujicoba (0.5ml IM)

Dosis terapi induksi besi:

o Jika FS < 30 µg/L diberikan 6 x 100 mg dalam 4 minggu

o Jika FS 31 µg/L sampai <100>L diberikan 4 x 10mg dalam

4 minggu

Suntikan besi IM selain terasa sakit, juga dapat menyebabkan

komplikasi abses, perdarahan, dan kemungkinan terjadi

myosarkoma pada daerah suntikan.

3. Terapi besi oral

Preparat oral masih bermanfaat terutama pada anemia

defisiensi besi yang tidak mendapat terapi EPO. Akan tetapi

sering hasilnya tidak seperti yang diharapkan karena berbagai

hal seperti absorpsi besi yang tidak adekwat pada pasien

hemodialisis dan kurangnya kepatuhan minum obat akibat rasa

mual. Banyak penelitian yang menunjukan bahwa terapi besi oral

tidak memadai pada pasien yang mendapat EPO, namun

demikian tetap saja dapat diberikan bila preparat IV dan IM tidak

tersedia. Dosis minimal 200mg besi elemental perhari, dalam

dosis terbagi 2-3x/hari.

Efek samping terapi besi intravena dan intramuskuler adalah

reaksi alergi dan syok anafilaktik. Obat-obat emergensi untuk

mengatasi keadaan ini harus disediakan sebelum terapi dimulai.

Kontraindikasi terapi besi antara lain bila terdapat

hipersensitivitas, gangguan fungsi hati berat dan kandungan besi

tubuh berlebih (iron overload).

Page 11: ggk n anemia

II. Terapi Eritropoietin

Indikasi terapi EPO bila Hb <>> 100 ug/L dan ST > 20%) dan tidak ada

infeksi berat. Kontraindikasi terapi bila terdapat reaksi hipersensitivitas

terhadap EPO dan pada keadaan hipertensi berat. Hati- hati pada keadaan

hipertensi yang tidak terkendali, hiperkoagulasi dan keadaan overload

cairan.

1. Terapi induksi EPO.

Mulai dengan 2000-4000 IU/xhemodialisis subkutan, selama 4

minggu, Target respons yang diharapkan adalah Ht naik 2-4%

dalam 2-4 minggu atau Hb naik 1-2g/dL dalam 4 minggu. Kadar

Hb dan Ht dipantau setiap 4 minggu. Bila target respons

tercapai, pertahankan dosis EPO sampai target Hb tercapai (> 10

g/dL). Bila target belum tercapai naikkan dosis EPO 50 %. Namun

bila Hb naik terlalu cepat, 8 g/dL dalam 4 minggu turunkan dosis

EPO 25 %. Selama terapi induksi EPO ini status besi di pantau

setiap bulan.

2. Terapi pemeliharaan EPO.

Diberikan bila target Hb sudah tercapai > 10 g/dL atau Ht >

30%. Angka ini lebih rendah dibanding panduan DOQI (Dialysis

Outcomes Quality Initiative) yang menargetkan Hb 11-12 g/dL

dan Ht 3336%. Dosis pemeliharaan EPO yang dianjurkan 1-2 kali

2000 IU/minggu. Selama terapi pemeliharaan Hb/Ht diperiksa

setiap bulan dan status besi setiap 3 bulan.

3. Bila dengan terapi pemeliharaan EPO Hb mencapai >12 g/dL , dosis

EPO diturunkan sebanyak 25%.

4. Terapi pemeliharaan besi

Bertujuan untuk menjaga kecukupan persediaan besi untuk

eriptropoiesis selama pemberian terapi EPO, Target terapi

Page 12: ggk n anemia

menjaga nilai Feritin serum dalam batas >100 ug/L - <500>20%

- <40%.>

Dosis terapi pemeliharaan besi:

o - IV : Iron Dextran 50 mg/minggu

o Sodium Ferric Gluconate Complex 62,5 mg 2x /minggu

o - IM : Iron Dextran 80 mg setiap 2 minggu

Selama terapi pemeliharaan besi, status besi diperiksa setiap 3

bulan. Bila ditemukan:

o - Status besi sesuai target: lanjutkan dosis terapi

pemeliharaan besi

o - FS > 500ug/L atau ST >40%, suplementasi besi di stop

selama 3 bulan.

o Bila setelah 3 bulan pemeriksaan ulang FS <500>

Respons Terapi EPO Tidak Adekuat:

Pada sebagian kecil pasien yang mendapat terapi EPO gagal mencapai

kenaikan Hb atau Ht yang dikehendaki. Ada banyak faktor yang

mempengaruhi respons EPO. Sebab yang paling sering dijumpai adalah

defisiensi besi fungsional. Disamping itu keadaan hiperparatiroid sekunder

dapat menurunkan respons EPO karena hormon ini mengganggu

eritropoeisis pada sumsum tulang. Sebab lain misalnya intoksikasi

Aluminium yang mengganggu absorbsi besi dan menurunkan respons seluler

besi. Adanya inflamasi, infeksi atau penyakit keganasan akan menurunkan

respons terapi EPO. Berbagai sebab lainnya adalah perdarahan kronik,

dialisis tidak adekuat, malnutrisi, defisiensi folat, hemoglobinopati, hemolisis

dan penyakit mielodisplasia.

Efek samping terapi EPO berhubungan dengan hipertensi, kejang dan

hipersensitivitas. Hipertensi dan kejang lebih sering terjadi pada saat terapi

induksi EPO, biasanya bila kenaikan Hb terlalu cepat.

Page 13: ggk n anemia

III. Transfusi Darah

Transfusi darah memiliki risiko terjadinya reaksi transfusi dan

penularan penyakit seperti Hepatitis virus B dan C, Malaria, HIV

dan potensi terjadinya kelebihan cairan (overload). Disamping itu

transfusi yang dilakukan berulangkali menyebabkan penimbunan

besi pada organ tubuh. Karena itu transfusi hanya diberikan

pada keadaan khusus, yaitu:

o Hb <>

o Hb <>

o Perdarahan akut dengan gejala hemodinamik

o Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram terapi

EPO atau yang telah dapat terapi EPO tapi respons belum

adekuat, sementara preparat besi IV/IM belum tersedia.

Untuk tujuan mencapai status besi yang cukup sebagai

syarat terapi EPO, transfusi darah dapat diberikan dengan

hati-hati.

Target pencapaian Hb dengan transfusi 7-9 g/dL, jadi tidak sama

dengan target pencapaian Hb pada terapi EPO. Transfusi

diberikan dalam bentuk Packed Red Cell, untuk menghindari

kelebihan cairan diberikan secara bertahap bersamaan dengan

waktu hemodialisis. Bukti klinis menunjukkan bahwa pemberian

transfusi sampai Hb 10-12 g/dL tidak terbukti bermanfaat dan

menimbulkan peningkatan mortalitas.

Terapi Adjuvan yang dapat Meningkatkan Optimalisasi Terapi EPO

Beberapa obat di bawah ini dapat meningkatkan optimalisasi terapi EPO,

yaitu:

Asam folat

Vitamin B6 dan Vitamin B12

Page 14: ggk n anemia

Vitamin C, terutama bermanfaat pada anemia defisiensi besi

fungsional yang mendapat terapi EPO

Vitamin D, mempunyai efek langsung terhadap prekursor

eritroid

Vitamin E, mencegah induksi stres oksidatif yang diakibatkan

terapi besi intra vena.

Preparat androgen: bersifat hepatotoksik, karena itu harus

digunakan dengan hatihati,

KESIMPULAN

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya anemia pada pasien CKD yang menjalani Hemodialisis

kronik. Defisiensi eritropoietin merupakan penyebab utama, selain itu adanya defisiensi besi, kehilangan

darah kronik, dll turut berperan dalam kejadian anemia. Pengelolaan anemia hendaknya bersifat terpadu

dengan memperhatikan berbagai aspek seperti mencari faktor penyebab anemia, mengatasi defisiensi

besi, terapi EPO yang optimal disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia, Pemberian transfusi

darah dibatasi pada keadaan tertentu saja, Petugas medis harus waspada terhadap segala kemungkinan

Page 15: ggk n anemia

yang potensial timbul akibat efek samping obat-obat yang diberikan, Berbagai bukti klinis menunjukkan

bahwa pengeloaan anemia yang optimal akan meningkatkan kualitas hidup dan menurunkankan

morbiditas dan mortalitas pasien.