Gejala Klinis Serta Pengobatan Herpes Zoster PBL BLOK 15
-
Upload
kevin-jodjana -
Category
Documents
-
view
71 -
download
7
Transcript of Gejala Klinis Serta Pengobatan Herpes Zoster PBL BLOK 15
Gejala Klinis serta Pengobatan Herpes Zoster
Kelly Stephanie Catherine Tanzil
102011118
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510
Email: [email protected]
Abstrak
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel
unilateral, sesuai dengan dermatomanya. Hal tersebut terjadi infeksi virus. Terapi herpes zoster
dapat dengan beberapa cara dan prognosis dari tiap individu berbeda satu sama lain.
Kata kunci : herpes, zoster, virus
Abstract
Herpes zoster is an acute inflammation of the skin of a unilateral special vesicles mob,
according to dermatomanya. This has become a viral infection. Herpes zoster therapy can in
some way and prognosis of each individual different from each other.
Keywords: herpes, zoster, virus
Pendahuluan
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster disebabkan oleh
virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster.Herpes zoster ditandai dengan
adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang
dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan
antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Diperkirakan
terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan
kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun.
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus
varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik
dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada
ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi
tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius.
Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela
yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang
berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk
pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen. Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-
15% kasus, komplikasi yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri
yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun,
tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena
secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat
terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi. Secara
umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu: mengatasi inveksi virus akut,
mengatasi nyeri akut ynag ditimbulkan oleh virus herpes zoster dan mencegah timbulnya
neuralgia paska herpetik.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis merupakan langkah awal dan penting yang harus dilakukan seorang dokter.
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Ada beberapa tipe
anamnesis:
1. Autoanamnesis: wawancara yang dilakukan langsung kepada pasien
2. Aloanamnesis: wawancara yang dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat
dengan pasien, atau sumber lain (keterangan dari dokter yang merujuk, catatan rekam
medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri)
Pada seorang pasien, terutama pasien anak, sebagian terbesar data yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis (diperkirakan tidak kurang dari 80%) diperoleh dari anamnesis.
Berdasarkan anamnesis sering dapat ditentukan sifat dan beratnya penyakit dan terdapatnya
faktor-faktor yang mungkin menjadi latar belakang penyakit, yang semuanya berguna dalam
menentukan sikap untuk penatalaksanaan selanjutnya.1
Jelaslah, bahwa anamnesis merupakan bagian yang sangat penting dan sangat
menentukan dalam pemeriksaan klinis. Namun dalam kebanyakan kasus anak, aloanamnesis
akan lebih sering diterapkan dibandingkan dengan autoanamnesis; dalam hubungan ini
pemeriksa harus waspada akan kemungkinan terjadinya bias, oleh karena data tentang keadaan
pasien yang didapat mungkin berdasarkan asumsi atau persepsi orangtua atau pengantar.
Keadaan ini sering berkaitan dengan pengetahuan, adat, tradisi, kepercayaan, kebiasaan, dan
faktor budaya lainnya.
Suatu anamnesis yang terarah dapat mempermudah penegakan diagnosis sesuai dengan
keluhan yang dikemukakan oleh anak atau orangtua.
Anamnesis yang lengkap harus dilakukan pada semua pasien, termasuk:
Identitas pasien. Nama lengkap dan nama panggilan, umur, jenis kelamin, nama
orangtua, alamat, data orangtua (umur, pendidikan dan pekerjaan), agama dan suku
bangsa.1
Keluhan Utama. Menanyakan keluhan yang dirasakan pasien sehingga pasien tersebut
pergi ke dokter dan mencari pertolongan. Selain itu keluhan utama harus disertai dengan
indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.
Riwayat penyakit. Riwayat perjalanan penyakit (lamanya keluhan berlangsung;
bagaimana sifat terjadinya gejala: apakah mendadak, perlahan-lahan, terus menerus,
berupa bangkitan-bangkitan atau serangan, hilang-timbul, apakah berhubungan dengan
waktu (pagi, sore, atau malam); untuk keluhan lokal harus dirinci lokasinya dan sifatnya:
menetap, menjalar, menyebar, sifat penyebarannya, berpindah-pindah; berat-ringannya
keluhan dan perkembangannya: apakah menetap, cenderung bertambah berat, cenderung
berkurang; terdapatnya hal yang mendahului keluhan; apakah keluhan tersebut baru
pertama kali dirasakan atau sudah pernah sebelumnya (bila sudah pernah, dirinci apakah
intesitas dan karakteristiknya sama atau berbeda, dan interval antara keluhan-keluhan
tersebut); apakah terdapat saudara sedarah, orang serumah atau sekeliling pasien yang
menderita keluhan yang sama; upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya.
Riwayat penyakit dahulu. Menanyakan kepada pasien atau penanggung jawabnya,
apakah dulu pernah mempunyai penyakit yang berhubungan dengan penyakit yang di
deritanya sekarang atau yang dapat memberatkan penyakitnya sekarang.
Riwayat penyakit keluarga. Menanyakan kepada pasien atau penanggung jawabnya,
apakah di dalam keluarga pasien ada yang pernah atau sedang menderita penyakit
menurun atau infeksi.
Riwayat pribadi. Menanyakan bagaimana kondisi sosia, ekonomi dan kebiasaan –
kebiasaan pasien. Asupan gizi pada pasien juga perlu ditanyakan, meliputi jenis
makanannya, kuantitas dan kualitasnya. Selain itu, harus ditanyakan juga bagaimana
lingkungan tempat tinggal pasien.1
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Lesi2
Melihat ada atau tidak nyeri (atau malah mati rasa di lesinya), dilanjutkan dengan melihat
perjalanan lesi dari pertama muncul bagaimana keadaan lesi yang lama apakah semakin parah
atau malah menyembuh, lihat juga jenis lesi apakah monomorf atau polimorf, pastikan jenis dari
herpes, liat seluruh tubuh untuk menduga apakah herpes zosternya generalisata lebih dari satu
flexus saraf supaya bisa segera mengatasi kemungkinan komplikasi
Periksa daerah yang rawan komplikasi
Misalnya dengan adanya lesi di wajah, periksa juga mata sama palpebra mungkin ada
komplikasi ulkus kornea dan sebagainya. pastikan belum ada neuralgia pasca herpetic kalau
pasiennya orang lanjut usia (<60th). 2
Pemeriksaan kelenjar getah bening untuk melihat apakah ada pembesaran KGB
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pemeriksaan Penunjang
1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop
elektron.
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
3. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.
4. Tzanck test (+) : kerokan dasar vesikel + giemsa akan didapatkan hasil sel datia berinti
banyak.3
Diagnosis
Working Diagnosis
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel
unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).3
Herpes zoster adalah suatu infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan
terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam
bentuk cacar air). 4
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia
beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit.Adakalanya sebelum
timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan malaise. Kelainan
kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula
yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih,
setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi,
vesikel dan bula dapat menjadi krusta.3
Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri
lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.
Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit
pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral,
dan mengenai satu dermatom.
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan
diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan
vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik. Pada pemeriksaan
histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf,
proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion.
Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat
dilihat secara imunofluoresensi.3,4
Different Diagnosis
1. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak ialah bentuk dermatitis eksogen yang disebabkan oleh bahan atau
substansi yang menempel pada kulit. Dermatitis kontak ada 2 yaitu dermatitis iritan dan alergik.
Dermatitis iritan ada yang bersifat akut dan kronis, yang akut biasanya karena adanya iritan kuat.
Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, bula, dapat terjadi erosi, bahkan sampai nekrosis.
Lain halnya dengan dermatitis iritan kronik biasanya disebabkan oleh iritan lemah yang berulang
misalnya karena detergen,tanah bahkan air, gejala klasik biasanya berupa kulit kering, eritema,
skuama, lambat laun kulit menjadi tebal(hyperkeratosis) dan likenifikasi.4
2. Herpes Simplex
Saat ini dikenal dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks. Kedua herpes
ini berasal dari virus yang berbeda. Herpes zoster disebabkan oleh virus Varicella zoster. Zoster
tumbuh dalam bentuk ruam memanjang pada bagian tubuh kanan atau kiri saja. Jenis yang kedua
adalah herpes simpleks, yang disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV). HSV sendiri
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu HSV-1 yang umumnya menyerang bagian badan dari
pinggang ke atas sampai di sekitar mulut (herpes simpleks labialis), dan HSV-2 yang menyerang
bagian pinggang ke bawah. Sebagian besar herpes genitalis disebabkan oleh HSV-2, walaupun
ada juga yang disebabkan oleh HSV-1 yang terjadi akibat adanya hubungan kelamin secara
orogenital, atau yang dalam bahasa sehari-hari disebut dengan oral seks, serta penularan melalui
tangan.4
Herpes simplex genitalis
Herpes genitalis primer memiliki masa inkubasi antara 3 - 7 hari. Gejala yang timbul dapat
bersifat berat tetapi bisa juga tidak tampak, terutama apabila lukanya berada di daerah mulut
rahim pada perempuan. Pada awalnya, gejala ini didahului oleh rasa terbakar beberpa jam
sebelumnya pada daerah dimana akan terjadi luka. Setelah luka timbul, penderita akan
merasakan gejala seperti tidak enak badan, demam, sakit kepala, kelelahan, serta nyeri otot. Luka
yang terjadi berbentuk vesikel atau gelembung-gelembung. Kemudian kulit tampak kemerahan
dan muncullah vesikel yang bergerombol dengan ukuran sama besar. Vesikel yang berisi cairan
ini mudah pecah sehingga menimbulkan luka yang melebar. Bahkan ada kalanya kelenjar getah
bening di sekitarnya membesar dan terasa nyeri bila diraba.4
Pada pria gejala akan tampak lebih jelas karena tumbuh pada kulit bagian luar kelenjar penis,
batang penis, buah zakar, atau daerah anus. Sebaliknya, pada wanita gejala itu sulit terdeteksi
karena letaknya tersembunyi. Herpes genitalis pada wanita biasanya menyerang bagian labia
majora, labia minora, klitoris, malah acap kali leher rahim (serviks) tanpa gejala klinis. Gejala itu
sering disertai rasa nyeri pada saluran kencing.4
Herpes simplex labialis
Orang dengan antibody HVS (-) sakit kurang lebih 3 minggu, pada herpex labialis
disertai gejala sistemik demam, malaise, dan anorexia. Eflouresensi yang terlihat berupa vesikula
berkelompok diatas kulit yang erimateus dan sembab, keruh – seropurulen- krusta/ulserasi –
sembuh tanpa sikatriks.4
Epidemiologi
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan
tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan
perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti
Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di
Indonesia lebih kurang 1% setahun.5
Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena
varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah
sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif
dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang
dari 10% usia di bawah 20 tahun. Kurnia Djaya pernah melaporkan kasus hepes zoster pada bayi
usia 11 bulan.4,5
Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus
berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae.
Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat
hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam
subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa
biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada
saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa
mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta
mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan
virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.5
Patogenesis
Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus
mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya
terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial
System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan
simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui
serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam
neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang
laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik
kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.3,4
Gambaran Klinis
Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang
terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti
sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan
timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral.
Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit
yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.3
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam
kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu
sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi
2-3 minggu.Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya
timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut
usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang.
Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%),
kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).3,4
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:3
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf
trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala
konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari
sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata
bengkak dan sukar dibuka.3
Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.
2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.3
Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.
3. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.3
Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.
1. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Herpes
torakalis adalah herpes tersering.4
Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.
5. Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.3,4
6. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.4
Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.
Komplikasi
1. Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan.
Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan
ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi
nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.5
2. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya
pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat
disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.5
3. Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik,
keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.5
4. Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga
memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan
tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan
gangguan pengecapan.3,4
5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus
secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini
biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi
seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus.
Umumnya akan sembuh spontan.4
Penatalaksanaan
Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan kepada
orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun.
Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar. Untuk
mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.6
Pengobatan Sistemik
1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya
valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase
pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir
Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang
dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena
biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita
yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes
zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari,
karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai.
Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir
diberikan 3×200 mg/hari selama 7 hari.6
2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus
herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam
mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga
dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.5,6
3. Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian
harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan
ialah prednison dengan dosis 3×20 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan
secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan
sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.5
Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan
bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi
sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap
antibiotik. Untuk desinfektan bisa diberikan campuran alkohol + betadine.6
Pencegahan
Untuk mencegah infeksi laksanakan kompres basah sesuai program untuk mengurangi
intensitas inflamasi. Rasional: vasokonstriksi pembuluh darah kulit dapat mengurangi
eritema dan membantu debridemen vesikel dan krusta serta mengendalikan inflamasi.
Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk mencegah
penularan dan mempercepat penyembuhan.
Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi. 5,6
Prognosis
Prognosis baik sesuai penanganan yang cepat dan tepat. Namun pada orang tua yang kondisinya
lemah dapat menyebabkan kematian.6
Kesimpulan
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi
primer.
Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi atas: herpes zoster oftalmikus, fasialis,
brakialis, torakalis, lumbalis, dan sakralis. Manifestasi klinis herpes zoster dapat berupa
kelompok-kelompok vesikel sampai bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas
bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan letak syaraf yang terinfeksi virus.
Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium sederhana, yaitu
tes Tzanck dengan menemukan sel datia berinti banyak.
Pada umumnya penyakit herpes zoster dapat sembuh sendiri (self limiting disease), tetapi pada
beberapa kasus dapat timbul komplikasi. Semakin lanjut usia, semakin tinggi frekuensi
timbulnya komplikasi.
Daftar Pustaka
1. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2011. h. 92-
4.
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010.h. 1-3.
3. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.h. 110-2.
4. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit
dan Kelamin. Surabaya: EGC; 2010. h.89-93.
5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius; 2010.h. 128-9.
6. Price, Sylvia., Wilson, Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Volume 2. Jakarta: EGC; 2010. h. 91-8.