FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

14
u ,. '?I \..• ,,_ b. t.i .ln£Vr'1;N . OEWAN PERWAKILAN RAKYAT R.I. FRAKSI·ABRI ,, 1 PEMANDANGAN UMUM FRAKSI ABRI AT AS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN DI JALAN, PERKERETAAPIAN PELAYARAN, DAN PENERBANGAN Yth. Pimpinan Sidang. - Yth. Saudara Menteri Perhubungan R.I. yang mewakili Pemerintah. - Segenap Anggota Dewan dan hadirin sekalian yang berbahagia. Dengan rahmat dan Karunia Tuhan yang Maha Esa kepada k i t2; sekalian, pada hari ini 1 Senin, t.anggal 10 Juni 1991 Dewar Perwakilan Rakyat kembali dapat bersidang untuk melanjutkan sat.u Paket Undang-Undang di bidang transportasi nasional yang terdiri dari 4 (empat} RancangRn 1Jndan9-Undan9 , ya i tu Rancangan Undang-Llndang tentan9 La ·1 1 .1 '- i ntas dan Angkut.an di Jal an, Rancangan Undang-Undang ten tang Perkeretaapian, Rancangan Undang-Undang tentang Pelayaran, dc..n Rancangan Undang-Undang ten tang Penerbangan yang te 1 ;;1 h disampaikan kepada OPR-RI melalui Amanat Presiden R.I. No. R·- 03/PU/II/91 tanggal 19 Februari 1991 dan telah diberikan penjelasannya oleh Menteri Perhubungan R.I. selaku wakil Pemerintah dalam Sidang Paripurna DPR-RI tanggal 24 Mei 1991. Mekan i sme Pembentukan Rancangan Undang-undang sepert i , n 1 senantiasa berlan9sung dalam kehidupan kelembagaan tinggi negara. Ha1 ini merupakan suatu bukti dipenuhinya kewajiban konstitusional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 5 ayat ( 1), dan Pasal 20 ayat ( 1) llndan9-Undan9 Oasar 1945. Oleh karena i tu Fraksi ABRI merasa sangat berbahagia dan menyampaikan penghargaan kepada Pemerintah dan segenap Anggota Dewan atas terselenggarany.:t Pembicaraan Tin9kat II Pemandangan Umum para an99ota pada har-i ini. Sektor Perhubungan, l<.hususnya bi dang transportas i memegang peran yang sangat penting dan merupakan yang vital dan strategis. Dengan · fungsinya sebagai penunjang dan pendorong, maka transportasi merupakan sa1ah satu faktor yang menentukan dalam usaha tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatk0ri da 1 am a 1 i nea ke empat Pembukaan llndang-Undang Dasar 1945, da 1 a,;-, mewujudkan wawasan Nusantara yang mencakup perwujudan kepulauar< nusantara sebagai satu kesatuan pol itik, satu kesatuan sosial dai" budaya, satu kesatuan ekonomi, dan satu kesatuan pertahanan dan keamanan, serta dalam usaha rnenyukseskan pernbangunat' nasional di segala b;dang, yang pada gi 1 i rannya akan memperkokoh ketahanan nasional di bidang ideologi, po1itik, ekonomi, sosial budayat dan hankam. Mengin9at pentingnya peranan bidang transportasi seperti diuraikan di atas, maka transportasi itu.sendiri merup&kan faktor "yang pentin9 bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak", dan o1eh karena itu "harus dikuasai oleh negara", dalam arti Negara_mempunyai hak untuk mengatur, mengendalikan, dan mengawasi penyelenggaraan transportasi.. Hal ini adalah sesuai 1

Transcript of FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

Page 1: FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

1. II

,;,

1. I I -,_

I I_

I I

-I , ~ -

I I I

noKH~~~.f 71 ~(il u ,. '?I \..• ~·t ,,_ :~ b. t.i ~

.ln£Vr'1;N . L~1r.·i\_,,.,r,., 1 :~ ~-:~~c~·.ir

OEWAN PERWAKILAN RAKYAT R.I. FRAKSI·ABRI ~.:~.'.::~,, ,, I::::~L 1

PEMANDANGAN UMUM FRAKSI ABRI AT AS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

LALU LINTAS DAN ANGKUTAN DI JALAN, PERKERETAAPIAN PELAYARAN, DAN PENERBANGAN

Yth. Pimpinan Sidang. - Yth. Saudara Menteri Perhubungan R.I. yang mewakili Pemerintah. - Segenap Anggota Dewan dan hadirin sekalian yang berbahagia.

Dengan rahmat dan Karunia Tuhan yang Maha Esa kepada k i t2;

sekalian, pada hari ini 1 Senin, t.anggal 10 Juni 1991 Dewar Perwakilan Rakyat kembali dapat bersidang untuk melanjutkan pem~ahasan sat.u Paket Ranc~ngan Undang-Undang di bidang transportasi nasional yang terdiri dari 4 (empat} RancangRn 1Jndan9-Undan9 , ya i tu Rancangan Undang-Llndang tentan9 La ·1 1.1

'- i ntas dan Angkut.an di Jal an, Rancangan Undang-Undang ten tang Perkeretaapian, Rancangan Undang-Undang tentang Pelayaran, dc..n Rancangan Undang-Undang ten tang Penerbangan yang te 1 ;;1 h disampaikan kepada OPR-RI melalui Amanat Presiden R.I. No. R·-03/PU/II/91 tanggal 19 Februari 1991 dan telah diberikan penjelasannya oleh Menteri Perhubungan R.I. selaku wakil Pemerintah dalam Sidang Paripurna DPR-RI tanggal 24 Mei 1991.

Mekan i sme Pembentukan Rancangan Undang-undang sepert i , n 1

senantiasa berlan9sung dalam kehidupan kelembagaan tinggi negara. Ha1 ini merupakan suatu bukti dipenuhinya kewajiban konstitusional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 5 ayat ( 1), dan Pasal 20 ayat ( 1) llndan9-Undan9 Oasar 1945. Oleh karena i tu Fraksi ABRI merasa sangat berbahagia dan menyampaikan penghargaan kepada Pemerintah dan segenap Anggota Dewan atas terselenggarany.:t Pembicaraan Tin9kat II Pemandangan Umum para an99ota pada har-i ini.

Sektor Perhubungan, l<.hususnya bi dang transportas i memegang peran yang sangat penting dan merupakan uns~r yang vital dan strategis. Dengan · fungsinya sebagai penunjang dan pendorong, maka transportasi merupakan sa1ah satu faktor yang menentukan dalam usaha tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatk0ri da 1 am a 1 i nea ke empat Pembukaan llndang-Undang Dasar 1945, da 1 a,;-, mewujudkan wawasan Nusantara yang mencakup perwujudan kepulauar< nusantara sebagai satu kesatuan pol itik, satu kesatuan sosial dai" budaya, satu kesatuan ekonomi, dan satu kesatuan pertahanan dan keamanan, serta dalam usaha rnenyukseskan pernbangunat' nasional di segala b;dang, yang pada gi 1 i rannya akan memperkokoh ketahanan nasional di bidang ideologi, po1itik, ekonomi, sosial budayat dan hankam.

Mengin9at pentingnya peranan bidang transportasi seperti diuraikan di atas, maka transportasi itu.sendiri merup&kan faktor "yang pentin9 bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak", dan o1eh karena itu "harus dikuasai oleh negara", dalam arti Negara_mempunyai hak untuk mengatur, mengendalikan, dan mengawasi penyelenggaraan transportasi.. Hal ini adalah sesuai

1

Page 2: FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

I I I I

I. I I I_

I I_

'I II

I_

I I I

·~---"'I.----,----~~---------------

dengan makna pasal 33 Undang-Undang Oasar 1945. Dengan demikian pemanfaatannya dapat diarahkan guna sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penyelenggaraan transportasi yang merupakan bagian dari l<.ehidupan perekonomian per1u disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan dan diusahakan oleh Pemerintah, usaha swasta dcin koperasi. Dalam usaha pembinaan oleh Pemerintah, maka i<.epentingan umum harus tetap diutamakan; perlu dicegah adaf'>.'fc; pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk rnon<Jpoli yang merugikan masyarakat. Sebaliknya penyelenggaraan transportasi yang secara nasional di 1aksanakan bersama melalui wadah koperasi perlu didorong dan dikembangkan, &alam rangka menata dan meningkatkan usaha di bi dang transportasi, maka r; ·i per 1 ukan peraturan perundang-undangan yang dapat menci ptakan satu sistem transportasi nasional yang memenuhi syarat-syarat dapat menjamin :

1.

2.

.3.

4.

Adanya keterpaduan ti ap moda transportasi dan keterpaduan antar moda transportasi, seperti ditegaskan oleh Pemerintah dalam keterangannya "terpadu dalam satu kesatuan sistem yang utuh, sa1in9 terkait, saling tergantung, saling mengisi/ melengkapi dan saline memperkuat antara yang satu dengan yang lainnya".

Adanya keamanan, keselamatan dan sejauh mungkin dipenuhinya kenyamanan bagi para pemakai jasa transportasi. Kesemuanya itu merupakan tuntutan mendasar yang harus diwujudkan o1eh setia~ moda transportasi. Semakin pesatnya kegiatan mobili~s• orang dan barang dari satu tempat ke tempat lainnya merupakan sa1ah satu ciri dari modernisasi. Untuk ini maka penyiapan prasarana dan sarana transportasi yang dapat menjamin keamanan, keselamatan, dan kenyamanan bagi para pengguna jasa haruslah selalu menjadikan bahan pertimbangan utama bagi para penyelenggara transportasi mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

Tetap terpeliharanya lingkungan hid1.1p dan dapat mencegah pencemaran. Pembangunan harus senantiasa me~perhatikan ke1estarian lingkungan, atau dengan kata lain "pembangunan harus berwawasan 11ngkungan". Transportasi pada kenyataannya j uga merupakan sa 1 ah satu penyebab yang dapat men i mbu 1 kan terjadinya pencemaran iingkungan yang dapat membawa dampak negci.tif bagi lingkungan hidup. limbah, asap dan kebisingan yang dapat ditimbulkan oleh tiap moda angkutan harus dapat dikurangi sekecil mungkin, sehingga keberadaan transportasi yang sangat vital ini tidak terlalu membawa pengaruh yang dapat merugikan terhadap lingkungan hidup atau menimbulkan pencemaran lingkungan.

Tetap terpe1iharanya kepentingan umum dan kepastian hukum. Dalam Rancangan Undang-Undang bidang transportasi telah dimuat ketentuan yang mengatur tentang kaitannya transportasi antara kepentingan umum dan hukum; Hal ini sejalan dengan tujuan yang telah diatur dalam UUO 1945. Oleh karena itu ha1-hal yang mengatur mengenai hak dan kewajiban para pengguna jasa dan penyelenggara transportasi harus diatur secara jelas dan dapat ditegakkan di lapangan ("law enforcement .. ). Pelan99aran-pelang9aran yang ditimbulkan baik oleh pengguna jasa, penyelenggara transportasi, dan penguasa harusl ah jelas sanksi-sanksinya. Kesemuanya itu adalah sebagai suatu upaya dalam mewujudkan sistim transportasi ,yang tertib, teratur, dan memenuhi ke·pentingan umum.

2

Page 3: FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

I '·

I I I I I I

~1

I I 1. I I I

II

I I_

I_

L• I I·

1•

,:.+ - ..,, ...- - --, ~ ..... ,---~

Fraksi ABRI memahami betapa penting dan perlunya dirumuskan peraturan perundang-undangan yang memadai secara terpadu, dan memenuhi harapan rakyat banyak, . dengan mengacu pada kepentingan nasional, sebagai penyempurnaan dan atau pengganti peraturan perundang-undangan 1 ama yang sudah ti dak sesua i . Untuk it 1.1

peraturan perundang-undahgan yang ada per1u dikaji dan ditinjau kembal i dan disempurnakan atau diganti dengan me1 ihat jauh ).;e depan (antisipatif) dengan memperhatikan perkembangan ilrnu pengetahuan dan teknolo9i. meni ngkatnya tuntutan masyarakat ak:::i.n jasa transportasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif J

serta pengaruh era globalisasi terutama di bidang ekonomi.

·- Saudara-saudara hadirin yang kami hormati.

Dalam membicarakan paket Rancangan Undang-undang 1n1 mal<.a Fraksi ABRI mengacu pada tercapainya tujuan nasional l<.ita, tetap terpe 1 i haranya persatuan dan kesatuan ban9s.a da 1 am wawasan nusantara dan terwujudnya peningkatan ket.ahanan nasiona1, dengan men991.1nakan pendekatan yang seimbang dari segi kepentingan kesejahteraan dan kepentingan keamanan. Fraksi ABRI berpendapat bahwa "sektor perhubungan merupakan sub sistem dari perekonomian yang erat kaitannya dan tidak terpisahkan dengan sistem-sistem pol ittk sosial-budaya, dan pertahanan keamanan". Ini berarti bahwa peraturan perundang-undangan yang akan di susun harus 1 ah juga dilihat dalam kaitannya dengan kepentingan seluruh kehidupan bangsa guna tercapainya kesejahteraan dan t<.eamanan yang dapat menjamin kelangsungan pembangunan nasional secara merata dan adi ·1 di seluruh wilayah tanah air.

Dari empat Rancangan Undan9-undan9 yang dipersiapkan o1eh Pemerintah· nampak secara jelas adanya keinginan yang sungguh­sungguh dari Pemerintah untuk menyempurnakan peraturan perundan9-undan9an yang ada dan ·masih berlaku sampai dewasa in'f orang se,bagian besar masih produk Pemerintah Hindia Belanda~cDasar konsepsi hukumnya sudah tidak cocok lagi dengan ketat)in~garaan l·ci ta, dan sebag i an 1 ag i be r asa 1 da r i Pe mer i ntah Repu bl i k Indo~esia sejak Kemerdekaan. namun tidak lagi dapat memenuhi perkembangan dan kemajuan zaman. Dalam penyusunannya te1ah diperhatikan keserasian -dan keterpaduan serta mempertimbangl<.an pula pengaruh lingkungan strategis maupun kendala yang akan dihadapi. Fa!<. tor geograf is wi lay ah Republ i k Indonesia dari se9i bang•.man bumi dan luasnya, faktor penyebaran penduduk yang tidak merata, faktor keterbatasan sumber daya manusia yang berkemampuan, faktor modal yang terbatas dan teknologi yang belum maju merupakan

, kenda l a-kenda 1 a yang mengaki batkan ban yak permasa 1 ahan transportasi belum dapat dipecahkan secara menyeluruh dan tuntas. Kendala-1<.e.ndala tersebut justeru merupakan tantangan baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Ki ta harus dapat. mewujudkan satu sistem transpcrtasi nasional yang secara kualitatif dan kuantitatif dapat memenuhi kebutuhan nasional maupun regional dengan ciri-ciri khasnya. Penyelenggaraan transportasi haruslah selalu dikaitkan dengan kepentingan nasional dan regional dengan memperhatikan berbagai aspek yang berdimensi ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, modernisasi. dan kelestarian lingkungan.

Alasan penyusunan Rancangan Undang-undang bidang transportasi dalam empat Rancangan Undan9-undan9 dan bukan dalam satL~ Rancangan Undang-undang seperti dijelaskan oleh Pemerintah dapat dipahami sepenuhnya dan adalah tepat apabila ditinjau dari segi aspek-aspek tertentu dan mengingat sifat dan karak-ceristik

3

Page 4: FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

~·.-::n penderita cacat/orang . if~ perlu dimuat juga di Rancan9an ,....A Undang-Undang yang be~ 1..~m memuatny<:L

I I I I I

~I

I I I I I I I I I I

.1 ~

I , I· I

Khusus men9enai m~:tteri "wajib angkut" yang terdapat dalam k.e empa.t Rancangan Undang-Undang terdapat rumusan yang masin9-masing betbeda seperti diuraikan di bawah ini ~

1 •

2.

.3.

4.

Da 1 am Pasa l 43 Rancangan Undang-undan9 ten tang La 1 u Li ntas dan Angkutan di Jalan :

·~ ( i ) Pengusaha angkutan 11m1..n-1 wa:j i b mengangkut orang dan a tau baraf"!g, sete1ah disepakatinya perjanjian pen9angkutan · dan atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh penumpang dan atau pe-giriman barang.

{ 2) Karci s penumpan9 atau surat angkutan barang merupakan tanda bukt i tel ah ter jadi nya per janj i an an9k1.1tan dan pembayaran biaya angkutan".

Dalam Pasal 26 Rancangan Undang-undang tentang Perkeretaapian : "Penumpang dan atau barang yang telah memenuhi syarat-syarat umum an9kutan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 25 wajib di angkut". Btmyi Pasal 25 yang terdiri dari dua ayat adalah :

" ( 1 ) Pen ye 1 enggaraan pe 1 ayanan angkutan orang a tau barang dilakukan setelah dipenuhinya syarat-syarat umum angkutan yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini.

(2) Karcis pe~umpang atau surat angkutan barang merup~kan tanda bukti terjadinya rerjanjian angkutan".

Da1am Pasal 74 Rancangan llndang-undang tentang ~layaran terd;ri dari empat. ayat yaitu : ~

"(1) Penyelenggaraan an9kutan laut, penyeberangan dan perairan pendalaman wajib mengangkut penumpang, barang, kendaraan dan b~nda pos sete1ah dipenuhinya syarat­syarat umum yanJ ditetapkan berdaf:.:ffkan undang-undang ini.

( 2) Karci s penumpang ata•.J dokumen muatan merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian angkutan.

( 3) Pen ye l enggaraan angkutan yang t i.dak memenuh i ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dicabut izin pelayarannya.

(4) Kewajiban dan penyelenggaraan angkutan laut, penyeberangan dan perairan pedalamani kewajiban penumpang, kewaj i ban men9an9kut barang dan benda pos, ketentuan tata cara moda 1ainnya diatur .lebih lanjut. dengan Peraturan Pemerintah".

Dalam Pasal 39 Rancangan Undang-undang Tentang Penerbangan yang terdiri dari dua ayat, yaitu :

" ( 1 ) Perusahaan an9kutan udara waj i b mengangkut orang dan atau barang setelah yang bersangkutan memenuhi persyaratan angkutan yexg ditetapkan.

5

Page 5: FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

;1··'·'·<r.;. ·.· ·.'·· .. " ..

.. . 'Ii•

I I I I I I ~1

'I I I I I I

I I I I I :I:

'!•', 1'\'..

.i..·

I

( 2) Ketentuan mengena i kewaj i ban pe n1sahaan angkutan uda ra, J<.ewaj i ban penumpang , kewaj i ban mengan9kut barang dan benda pos, cara pen9an9kutannya dengan pesawat udara maupun antar moda lainnya diatur lebih lanjut den9an Peraturan Pemerintah".

Mengenai ancaman hukuman/sanksi yang diatur dalam rnasjng­masing Rancangan Undang-undang dapat dijelaskan bahwa :

a. Da 1 am Rancangan Undan9-undan9 . tentan9 La 1 u Li ntas dan Angkutan di Jalan diancam hukuman kurungan selama­lamanya 1(satu) bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) (Pasal 57 Rancangan tJndang-undang) Del ict ini merupakan pelan99aran.

b. Oalam R'ancangan Undan9-undan9 tentang Perl<.eretaapian tidak diatur.

c. Oalam Rancan9an Undan9-undan9 tentang Pelayaran ancaman hukuman adalah penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puh1h juta rupiah) (Pasal 92 · Rancangan Undang.,..undang) disamping dicabut izin pelayarannya. · Del ict ini adalah pe1an99aran.

d. Dalam Rancangan Undang-undang tentang Penerbangan, sanksi terhadap pelanggaran wajib angkut tidak diatur.

Den9Qn mttnbandin9km, ear; mateFi ~eA9eAai ketentuan~tentang wajib angkut dan sanksinya yang tercantum dalam ke empat Rancangan Undang­undang dapat.disimpulkan bahwa :

a.

b.

c.

d.

Dal am ke empat Rancangan Undang-undang terdapat pas a 1 yang merumuskan wajib angkut;

.Muatan pasal dan. rumusannya tidak sama;

Ada pasal yang menyebutkan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, akan tetapi ada juga yang tidak menyebutkan ketentuan tersebut;

Adanya pasal yang menentukan sanksinya akan tetapi ada juga yang tidak. menentukan sanksi.

Dalam hubungan tersebut di atas Fraksi ABRI ingin memperoleh oenjelasan tentang hal-hal sebagai berikut :

a. Apakah tidak sebaiknya diadakan perumusan pasal untuk waj i b angkut mengena i obyek yang sama dan rumusannya dibuat sejauh mungkin sama, kecuali bilamana memang per1u diadakan pengaturan yang berbeda.

'·. ,{!'-

Mengapa pengaturan "lebih 1 anjut dengan Ptsraturan Pemerintah" hanya untt•k waj ib angkut dalam Rancangan Undang-undang tentang Pelayaran dan Rancangan Undang­Undang Penerbangan saja, dan ti dak terdapat da 1 am Rancangan Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan di Jal an.

Mengapa sanksi hanya di ber l akukan da 1 am Rancangan Undang-undan.9 Lalu Lintas dan Angkutan di Jalan dan Rancangan Undan9-undan9 tentang Pelayaran, sedangkan da 1' am Rancangan Undang-undang ten tang Perke retaap i an

6

_.,'

Page 6: FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

f Jiq -- . m;;q4 '' ,,, ,

I 1 · }· - ~-- ~-----:--------:----------

~:_ ' '

I I I I

I I I I

I I

:I ~

I I I

dan da ·1 am Hancangan IJndang-undang tentang Penerban9an tidak ada ketentuan ter$ebut.

Di samp i ng ha 1 yang men gen fl i waj i b angl<ut, sepert i yang ti::1ah diuraikan yang naf!lpak agak ''janggal .. , juga ditemui mengenai Pengaturan dalam beberapa ha·1, s1'}perti antara lain : tentang angkutan penderita cacat/orang sakit, tarif, angkutan barang berbahaya, trayek, asuransi. pembayaran kembali biaya jika an9kutan bata1, dan sebagainya. · (-lttwut~ \,(.Q,\.1..~1.-1.m-·,_

Meng~enai wajib angkut, yang dirumusl<.an~-~-~7am ke ~P:~v&--\h"S, Rancan9an Undang-Undang bidang "transportasi" hanya mengatur :1i•:•ngo::nai wa.;j,ib penB('rngl<.utan ornng dan barang, belum diatur 1.:<:.>ntang .w-a-j-ib .. pen~i;Jngkutan hewan. Kiranya perlu juga d~pertimbangkan meng~rn_ai wa-j·i-b pengangkutan hewan ini untul<. dicant.umkan dalam ke empat Rancangan llndan9-Undang. bi dang Trane-.portasi. ,'.

Dari bidang hukum, Fraksi ABRI berpendapat bahwa"1

-~u~uean Ketent.uan Pidana yang dicantumkan dalam ke empat 1,;Raocangan 1.1nda119-undang pa.da ken~ masih k1Jra.ng se1ara,$ ,.dengan jiwa ---~ ~<.e.terpaduan dari ke empat moda traneportasi, baik :·:dii:~i.,t)at .cfari ..LS~ sanksi pidana yang diterapkan, j.(_ualifil<.asi tindak \pidanany~ ·\? maupun~n-aesarnya-·jumlah denda-·yan9-·-d-i-k-enaka.....-:"·Sebagai C. ~ ~ contoh misalnya Rancangan Undang-undang tentang Perkeretaapian __. t~ ~ yang di atur da 1 am Pasa 1 38. pasa_l 39, pasa 1 4?, ~an pasa 1. 41 :~ 1 I'-;~-· tentang pelanggaran yang dapat dikenakan sanks1 p1dana. penJara ~'. -~i' £l1Jill denda jadi bersifat alternatif., §edangkan i;Jalam Rancangan ~1- ~ :~; 1Jndang-undan9 tentang Pelayaran yang diatur dalam Pasal 87, pa,f;.al ~~ "'·~·· 88 ayat (1), pasal 89 ayat (1), pasal 91 ayat (1), pasal 92 ayat r ~ (1), pasal 93 ayat (1) dan ayat r2), serta pasal 94 pelanggaran dapat dikenakan sanksi pidana pe:1.jara d;;tn denda, jadi bersifat hbmulatif. Kiranya Pemerintah dapat memberil<.an penjelasan tentang hal 4ni7 .... (.,., '-·L

Selain itu, masih perlu diteliti pu1a secara lebih cermat materi muatan setiap pasal dari ke empat Rancangan Undang-undang terse but sejauh menyang~.ut kewaj i ban yang har1Js dil akukan ba i k oleh masyarakat maupun pihak penguasa/penye1en99ara apakah sudah ditetapkan sanksi pidananya apabila melanggar ketentuan pasa1-pasa1 yang dimaksud. Dalam mengamati tentang pemberian eanksi ini, Fraksi ABRI ,nemperoleh kesan masih adanya kurang keseimbangan da1am penerapan sank.:::d pidana terhadap masyarakat di satu .Pihak dan terhadap pengL1asa/penyelen99ara transptff.asi di lain pihak apabila melakukan pelanggaran atas kewajjban yang di tent'-'kan. , ·

·Fraksi ABRI juga melihat bahwa dari segi sistematika penempatan Bab Ketentuan Pidana dan Bab Penyidi\.<.an masih perlu dibahas da.n dikaji lebih mendalam :~esLiai l<.etentuan teknil<. f:ii:H 1.mdan~:;-·<.mdangan. mengenai penempatan B-sb Penyidi kan dan Bab Ketentuan Pidana. Di antara l<.edua Bab ter~ebut Bab· mana yang tepat harus di dahult..lkan da 1 am penyusunannya. Penyusunan men9ena i hal ini di dalam ke empat Rancangan Undan9-undan9 ternyata belum seragam.

Khusus mengena i Bab Peny id i kan yang menentukan ad an ya Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam setiap Rancangan Undang-undang sektor perhubungan ini, Fraksi ABRI dapat memahaminya dan berpendapat bahwa dengan diadakannya PPNS sebagai penyidik dalam ke empat Rancan9an Undang-undang sektor Perhubungan, bukan berarti akan mengurangi kewenangan Polri

7

Page 7: FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

I

I I I I

I' .. I i....._

I I

~I

I I

·1 I

.I

I

seba9ai penyidik, tetapi bahkan untuk membant1..t pelaksanaan tugas penyidik Polri khususnya yang berkaitan dengan .masa.l_a~-m~salah teknis. Karenanya koordinasi dan pengawasan oleh',PenyJ(lik Pol ri terhadap penyidik PPNS perh1 di laksanakan dengan ··sebaik.'."."b<Jiknya ·

' • • . .. ... , ·:.·- '1,~ "~''''l _'.:· ~' •' .. sesua1 ketentuan yang d1atur da. lam KUHAP. . ·, · ,, · Tentang materi yang memerluhan ciengaturan lebih lanj\.lt'' dengan Peraturan Pemerintah jum·\ahnya ternyata cukup banyak yaitu 2o ~ (duapuluh) buah untuk Ran~angan Undang-Undang tentang Lalu liritas ~.; dan angkutan di jalan, B Cdelapan) buah untuk Rancangan Undang- ·~ ~ Undang tentang Perker8ta,pian, 30 (tigapuluh) buah untuk ~~­Rancangan Undang-1Jnd8ng tentang Pl? i ayaran, dan 17 ( tujuh be las) ··· '«:;' buah untuk Rancangan Und8ng-Undang tentang Penerbangan. ·

Fraksi ABRI mema:r1•Jnn~: ba\·n 1 :' • •r·::nerld tan PeratLiran Pemeri ntah n.da1ah penting, kar· .. ~~1·1c1. Perat.ur::11 Pemerintah irn 8.kan mengatur Pf~laksanaan yang h,,.. ifi bersifat L8knis dari ~la·1-t1a-i yanc dimuat :.:h'!am undang-undang. Untu!.; ·it. 1.1 r-raksi . .ll.BRI mennharapKan agar Peraturan Pelaksanaan ~iap~t diter·bitkan bersamaan waktunya dengar d·i1.mdan9kannya:'~nd.::rng··u11dang ::':.::i.u se1ambatnya beberapa bu1ar1 seb.::lum mulai berlakun,:a ke 1;>mpat Rancangan Undang-Undang ini~ se~dngga cukup ada waktu untu~·: memasyarakatkannya. Hal i ni I ,,. penting guna menghindarkan terJadinya 1<.esenjat19an antara segi \ formal dan segi materialnya. Seja~.1h mana persiapan Pemerintah\ dalam mempersiapkan Perati . .wan Pelaks:::1.n::P'H) itu. Selain dengan\ ~ Per;;~tural"l Pemerintah, per1u jL1ga d.ipe t·iri1:·:<1ngkan dan dibahas~/' secara mendalam 1agi dalam Psmbicaraan lingkat III tentang ~~-0-' kemungkinan pendele9asian w~we11ang pembentukan Peraturan Pelaksanaan kepada instansi yane lebih rendah lagi yaitu kepada Menteri khususnya mengenai hal-hal teknis yang masuk bidang tanggungjawab Menteri.

Sebelum beral ih ke Pemandangan Umum mengenai masinl"~.~asing Rancangan Undang-IJndang, Frak.s i A.'JRI i ng in mempero 1 eh k..;le las an mengenai penggunaan ist.ilah "transportasi" yang dikaitkan ~engan mas i ng-mas i ng Judu 1 Rancangan Undang-undan9, yang memberi kes.-n !·)el um adanya kesamr""-tl arti. Dal am konsid"'rans .. ~nimbang"' pada masing-masing R~nc. ean Undang-undang kata "transportasi" juga mengandung arti Yo .. ber1ainan, i~.ecLtali do.1am Pf.'7'annya. Hal ·1ainnya terlihat pula dala;'tl l1n:1.ian penjelasan P~erint~"':; yang telah meni~4nakan istilah tran~portasi dan perhubungan dalam maksud dan pengertian yang sama. Kiranya perlu mendapat;kan perhatian mengenai Pt"ng';iunaan ~(.:.:1ta "transport.asi" ini guna menghindari kekaca;,.ian pengqunaan isti lah atau "semantic confusion".

2<:i 1.Jdara hadirin yan\J l:ierbaha9ia,

- Selanjutnya ijinkan·lah kami untL1k menyampa.ikan beberapa hal pok.ok dan khusus dari masing-masing Rancangan undan9-undan9 yang kir·anya perlu memperolehl,..pEmjel~san d~ri Pemerintah.

~tr-net.tr Ct«.. et.~r~ . . , .. Hancangan Undang-Undang ten tang La 1 u L 1 ntas Angkutan 01 · J £1, 1 an • : . ' .,.~ ~ . .

. . • I, ,~· ". •

i. Da1nm masa1ah prasarana 1a1u lintas r7 rat-.s·i ABRI' sepenuhnya sependapat dengan Pemi:?.rirttah agar sistem ''.jaringan transportasi dapat berfungsi seba9ai tempat penyelenggaraan la1u lintas dan angkutan di jalan sehingga dapat dicapai daya guna dan hasil guna yang optimal. Konstruksi jaringan jalan harus mr:"menuhi he1•:"1S .ja1an yang dihajatJ<.an o1eh perkembangan muatan kendc-1raan. Termi na 1 di buat untuk me m.b e r i k an k emu d a r. an d n n I<. e ama n a 1>1 bag ·i n a i k tu run n Y a penumpang. \•. " '. 'V' ti" t r~·Htl.t<./r'((-~ n ~:

8

Page 8: FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

~, "

I I I

-1 I I

~I

I I

~1

I ::-

I I

2.

3.

4.

·. < .

Jemoatan timbang disediakan guna menjaga ke1estarian jalan dan jembatan sertR l<ec;;f:? ·1 amatan pengangk.utan. Penyed i aan pn1·::-arana-1Jrasarana t<::>r",;el1ut merupakan kewaj-i-ban Pemeri ntah da 1 am pengadaannya. ·lcti"-(l<l'd-J~

1<.hu:>lls mengemti pembuatan terminal Pemerintah selaku pembina tr;:,nsportas i agar menen·Lukan persyaratannya. Mi sa 1 nya hanya ada satu terrni na 1 pers i nggahan di da 1 am satu t<.ebupaten Daer·ah Tinul<.at II q,an fungsi terminal tidak berLtbah menjadi tempat un tuk. memupuk pi:.::ndapatan dae rah dengan m~nentukan waj i b s i ngg;;1h set ·i ap l<.endaraan penumpang seh ingga j adwa 1 per j a ·1 anannya tergar\ggu. Untul<. i tu di perl ukan keb i j akan yang seragarn bagi transportasi yang mel i ntasi beberapa Prop ins i di r~a.J am tra. yeJ<.QYa .. '··).f 1.11,\1:fi<iqA11 f~ llWMA\~ lokoc.h tu/ t:t "-~,~.f' l"-""1 .. !A•.'I.>.• )., ·, '•tl '• ..•• ~?-'' ·~\ · ;1•'•1., kf t·H~<O_ 't,..ell\A..Sf~ 1"} ~- V

Masalah-masalah yang mengatur tentan9 kendaraan masih perlu adanya kesepakatan penuertian. Fraksi ABRl berpendapat bahwa yang dirnaksud d•?ngan "kendaraan bermotor" dalam Ranc:angan Undang-undang in i ada 1 ah k.endaraan angkutan urnum ba ·i I;: untul<: pengangkutan orang maupun barang. Ketentuan yang mengatu r· tr0>n Lang kewena! igan atas ha 1 i hwa 1 kendaraan memang perlu d·itet:_11 . .1l<<:trL l<.in1r1ya terhadap kegiatan-kegiatan yang selama ·ini tier·jalan t•:-ntang sistem pembinaan administrasi keri.rnraan bi:: ,~motor tetap di 1 aksanakan sepert i yang di 1 akukan sek~rang ini. Oleh karena kegiatan tersebut ·su~aW merupakan siscem adrnH1·istrasi yang berlaku di seluruh;tanah air. Upuya yang diperlukan adalah untuk lebih memantapkan l<.egiatan pemb·inaan administrasi tersebut agar sega·1a ses•.1atu berja1an leb·ih tertib dan lancar demi peningkatan fun:JS i pe 1 ayRnan. Mi sa 1 nya pendaf ta ran kendaraan bermotor yanu dilakuh:rn oleh Po·1r·i jangan sarnpai terjadi pemalsuan BPf<l~ a tau STNk.; penguj i an kendaraan berrnotor yang di lakukan oleh aparat L.LAJR benc1r-benar memenuhi kelaikan jalan; pem•"•riksaan kendaraan b0rmotor di jalan oleh Polri benar-. benar bertujuan untuk k'::iarnanan dan ketertiban. .,Pembagian tugas tersebut menurut pendapat Fraksi ABRI sudah cukup proporsional walaupun di sana-sini masih perlu ditingkatkan. Peningkatan disiplin k,erja d~n dedikasi kepa.da; tu1a\w.<.ser~a p~ n g hay~ tan se bag a 1 abd 1 mas yarakat t p,~,r.l}V'lf; }.:e b 1 h

d 1perhat1 kan. · f~f~ti;\ft~~;,;:,« 111-S.

Tentang dimasukkannya bengkel umum dalam Rancangan ·undang­Undang ini perlu dibahas dalam pembicaraan ~ingkat III. Fraks i ABRI berpendapat bahwa yang\.perlu d.imasukkan :ke da 1 am

Rancangan Undang-undang in i ada 1 ~f\\pers .. y ... J:~te~f..·~<~,;~;;i:,~.on.~.t.·.·.··.·r· uk~ i kendaraan (pembuatan karoser1) yang:<r,,Ldi~·P,:~~~f~1fmenJam1n

. ..,·u~c • "'" · ~ t'-:.J::\'<''/ : :.·1 .1 1 • · ., ··,,,

terwuj L1dn.ya keamanan, k~se 1 amat~n I q_an;~~k~ ·· : J. man9;D}:;;:·,p~9 i ,p~ngguna J asa tranSpQrtas ·1 • ~ JY1 ···. ,.~1~2,')·

... ~i~).~ '' '..,:-'.:·~· ,_::_:.~.· ' .. i. . ,:</' ... . '.

ABRI sependapat dengan Pemeri nta ,', a_,~ .,.,:pertgemud 1. . ' ~·· 1~... ·, ·~· ..::: .~~) ..... ,<, • .'·): ' ·: '. " ' •

harus memenuh i persyanrti:ln yang d l tentukar:r · kar.enac::·pengemud 1 sangat berpengaruh atas pe 1 aksanaan transportas'i. · · Masa 1 ah l<.eamanan, l<P.s1:> 1 arnatan, l<e I \tnCaran dan ketepatan waktu di dalc.im perjal.;11v:111 r11erupR~';111 dambaan bag·i setiap pengguna jasa transportasi. O"feh karvna itu ketrampi·lan, disiplin serta ket::ihanan f·j,,,3 ik pengernudi sangat di perlukan. Untuk mem·~nuhi persyaratan tersebut ki ranya perlu pengaturan tent.ans· s·isL1?111 seleksi dan penentuan jam kerja pengemudi. Rancangan Undang-undang ini mensyaratkan bahwa untuk rnemperoleh surat ij'ir1 111•.rngemudi harus ditempuh me1alui seko 1 ah mengemud i . Dd 1 am kenyataannya ketentL1an terse but bu.k:.an merupak.an jaminan atas ketrampilan mengemudi

9

Page 9: FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

I I I I ~,

I I

I I I I ~1

I

I .1 I I I I

seseorang. Di lain pihak dengan diadakannya ketentuan bahwa surat ijin mengemudi dapat diperoleh hanya melahii sekolah mengemudi akan membuka peluang untuk manipulasi administrasi yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang kurang bertanggung jawab. Seyogyanya seseorang dapa t memperoleh SIM apabila yang bersangkutan telah mengikuti pengujian kesehatan dan ketrampilan mengemudi yang dilakukan oleh instansi yang ditugasi untuk keperluan tersebut tanpa mempersyaratkan apakah orang tersebut mengikuti sekolah mengemudi atau tidak. ·

Rancangan Undan9-undan9 tentang Perkeretaapian

Sehubungan dengan Rancangan Undang-undang tentang Perkeretaapian ini ijinkan kami menyampaikan pandangan yang menyangkut berbagai aspek yang kami anggap menonjol sebagai berikut :

1. Keterangan Pemerintah di depan Sidang Dewan yang lalu serta materi muatan sebagaimana tercantum dalam Bab· III Pasal 4 s/d 7, telah difahami sepenuhnya. Dapat disimpulkan pokok-pokok sebagai berikut :

a. Perkeretaapian dikuasai oleh Negara. b. Arah pembinaan perkeretaapian yang dititikberatkan pada

peningkatan peran serta perkeretaapian di bidang pelayanan lintas jarak jauh dan angkutan kota.

c. Perkeretaapian diselenggarakan oleh Pemerintah dan dilaksanakan ol~h penyelenggara angkutan kereta api.

d. Akses keikutsertaan swasta di bidang perkeretaapian melalui kerja sama dengan penyelenggara angkutan kereta api.

e. Adanya "sistem". perkeretaapian khusus yang dikelola sepenuhnya oleh swasta.

Secara kese 1 uruhan kami berpendapat bahwa ha 1-ha 1 tersebut sudah sejalan dengan apa yang diamanatkan oleh UUD 1945 pasal 33 ayat (1) dan (2). Namun demikian belum diperoleh gambaran yang cukup jelas tentang sebatas mana swasta dapat ikut berperan serta, dan atas pertimbangan apa ditetapkannya hanya empat bidang kegiatan bagi swasta dalam perkeretaapian khusus da 1 am pasa l .7 ayat ( 1). Fraks i ABRI mengharapkan Pemerintah dapat memberikan penjelasan tentang hal ini.

2. Bab IV Pasal 13 menetapkan batasan tentang jalur kereta api. Se 1 anj utnya pasa 1 14 Bab IV menetapkan 1 arangan membangun gedung, membuat tembok, pagar, tanggul, dan bangunan lainnya, menanam je~is pohon yang tinggi, serta menempatkan barang pada jalur kereta api. Pelanggaran terhadap larangan tersebut dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur da1am ketentuan pasal 38 Bab VIII. Mengingat adanya sanksi pidana tersebut dan demi kepastian hukum, kami .berpentjapat bat\_wa perl u adanya keje 1 asan ataupun ketegasan tentang batas-batas ukuran secara tiga dimensional mengenai jalur kereta api tersebut dimana ketentuan larangan itu akan diterapkan, dalam Rancangan Undang-Undang Perkeretaapian ini. Kiranya tentang hal ini perlu diberikan penjelasan lebih lanjut.

3. Dalam keterangan Pemerintah yang lalu dan dalam Bab IV Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) RUU tentang Perkeretaapian ini telah ditegaskan adanya prinsip perlintasan tidal-<. sebidang

10

Page 10: FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

I I I

~1

I I I I I I I I I I

I

4.

5.

6 .

7 .

ter rrv.:.'l.suk P':'ngecua l i anny '.l. Faktor-f ak.tor pert i mbangan yang digunakan sebagaimana d1r1yatakan dalam Keterangan Pemerintah yang lalu adalah :

a. Agar tidak mengganggu kelancaran baik pemakai jalan maupun kereta api.

b. Sering terjadi tabrakan/kecelakaan di perlintasan. c. Pada perlintasan perlu ditempatkan penja9a.

Untuk lebih menjamtn konsistensi dalam penerapan prinsip ~ersebut, kami berpendapat perlu adanya penelaahan yang l et.d h tuntas ten tang masa 1 ah in i dengan mempert i rnbangkan pula faktor-faktor l~in seperti kemampuan keuangan negara, j u111l ah per l i nta.san yang te 1 ah ada maupun perk i raan kebutuhan perlintasc-tn yang akan datang, frekwensi kecelakaan, kriteria rawan kecelakaan, dan sebagainya. Kiranya Pemerintah dapat memberikan penjelasan lebih lanjut tentang berapa jumlah seluruh perl intasan dan berapa kiranya jumlah yang rawan kecelakaan dan/atau sering menimbulkan kemacetan.

Sebagaimana d·iatur daLrn1 pasal 20 dan dinyatakan da1am Keterangan Pernerintah y<:rng lalu, mak.a staSion selain untuk naik turunnya penumpang dan atau barang, dapat pula dilengkapi d0ngan fasil itas penunjang seperti pertokoan, restoran, perkantoran, usaha perhotelan, dan sebagainya. Fraksi ABRI dapat memahami dan mendukung idee dasar tersebut karena ha 1 ·i (u akan rnembantu pen i ngkatan pe 1 ayanan kepada penumpang ataupun pemakai jasa perkeretaapian pada umumnya. Namun mengingat usaha-usaha penunjang tersebut cenderung dikelola oleh swast~·dan tidak terlepas dari kemungkinan pemekaran usaha sejalan dengan keuntungan yang didapat, kiranya perlu dijaga agar pemekaran usaha tersebut tidak sampai merubah fungsi utama ataupun peruntukan stasion sebagai bagian dari prasarana Perkeretaapian. ·

Tentang aspek keselamatan dan keamanan. Mengingat ciri Perkeretaap·ian sebagai moda angkutan masal, maka aspel< keselamatan dctn keamanan pengoperasian sarana dan prasarana Perl<.eretaap·i:~ir.1 rnanjadi menonjol. r k"<"!~l.r.t11t"-Q)("'«.. ~ f«.c,i.,wte•.,_,,,,,,.,_"'-

Ha 1 tersebut'·. sudah tertampung da lam kandungan pasa l 10 ayat (1) dan ayat (2), namun t~rgabung dalam Bab IV prasarana dan sar"ma. Men'.J i nga t. pent 1119nya aspek \i tersebut, k i ran ya per ·1 u dip.:;rtimbanghan untul<.· mt:lwadah;j., ... aspe+:. keselamatan dan ~.eamanan tersetiut df;li.!.~~". Bab1.v~~~fs~ndi r-i···:s-ep·e·r-t-i--d-a-1-am--RUl!I "-en:t..ang P-e.nerbe.nga~~ · 0·1samp1ng 1tu kam1 berpendapat pula per l unya penegasan bad an a tau i nstans i mana yang di serah i kewenangan pengawasan dan pengendalian aspek keseJamatan dan keamanan tersebut dalam Bab baru itu. 'f ~c..~~"'1...-- k'.u·(~1-

Peny id i l<.an. Deng an pe rubahan status pen ye 1 enggara angkutan Kereta api rnenjadi Perum, maka badan usaha ini tidak lagi memiliki PPNS dan juga tidak la~i sebagai instansi alat-alat kepo 1 is i an khusus. Sehub~ngan dengan i tu F raks i ABR I mengharapkan penje l asan tentang kedLtdukan PPNS·) sebaga i mana yang dimaksudkan dalam pasal .37 RUU ini', mengingat para petugas dengan kualifikasi· keahlian sebagai PPNS;':.dewasa ini mas i h berstatus karyawan Pe rum. ,. 1 ~-·· ;, ·

i- ··n \,

Ketentuan Pidana. ·' ;;,, Berkaitan dengan ketentuan pidana badan dalam Bab VIII ini. bahwa diterapk:.:in pidana penjara terhadap pelanggaran, hal

1 1

Page 11: FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

I •

I I I

·· 1

I I

I I I I I

-1 I I I I

J I I

mana J;;i d5ik iiHiHrnai ataw tidak lazim dengan ketentuan hukum yang berlaku. Seyogyan~a untuk pidana pelanggaran dikenakan pidana kurungan, bukan pidana penjara. Selanjutnya mengenai kewajiban memb.erikan ganti rugi, seyogyanya tidak dimasukkan dalam Ketentuan Pidana atau batang tubuh dari Rancangan Undang-Undang ini, tetapi dimasukkan dalam penjelasan RUU mengingat masalah ganti rugi ad.:.ilah masalah perdata, walaupun dalam KUHAP hal ini dapat di l akukan. .A.pakah k i ran ya Pamer i ntah sependapat mengena i hal-hal tersebut.

Rancangan Undang-undang tentang Pelayaran

1. Dalam pengertian tentang Pelayaran (Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1)) secara lengkap isinya: Pe 1 ayaran ada l ah semua kegi atan penggunaan per a i ran untuk transportasi, navigas.i, · perkapalan, keselamatan pelayaran, kepelabuhanan, angkutan laut, angkutan penyeberangan dan angkutan perairan. Ada kesan dalam rumusan tersebut bahwa Pelayaran sebagai kegiatan penggunaan perairan untuk transportasi merupakan kegiatan yang berdiri sendiri yang terlepas dengan kegiatan navigasi, perkapalan, keselamatan pelayaran, kepelabuhanan, angkutan laut, angkutan penyeberangan dan angkutan perairan pedalaman. Mengharap penjelasan Pemerintah tentang pengertian pelayaran untuk tidak menimbulkan interpretasi yang salah.

2. Mengena i keri nganan ~ pemenuhan persyaratan bagi kapa 1-kapa 1 berbendera Indonesia• .. yang berlayar diperairan I"=ionesia a-t.au pe 1 ayaran da 1 am negeri karena adanya suatu l<.ebutuhan a tau pert i mbangan tertentu ( Pasa 1 40 Rancangan Undang-undang) , mencerminkan adanya fleksibilitas suatu aturan dalam penerapannya. Di satu sisi hal yang demikian adalah positif, namun disisi 'lain juga dapat menimbulkan hal-hal yang negatif bila fleksibilitas tersebut tidak disertai batasan atau ukuran yang jelas. Fraksi ABRI mengharapkan agar keri nganan persyaratan tersebut hendaknya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dan jangan sampai mengorbant,an

~ kepent i ngan keamanan dan kese 1 amatan kapa 1 se rta j i wa manusia.

3. Mengenai sanksi ber'-upa pencabutan izin usaha pelayaran (pasal 41, pasal 74 ayat (3), dan pasal 77 ayat (2)) karena tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban tertentu oleh penyelenggara angkutan atau operator, kiranya perlu dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Fraksi ABRI sependapat bahwa suatu sanksi perlu diberikan bila terjadi suatu pelanggaran, demi tegaknya hukum, namundemikian perlu juga dipertimbangkan akibat atau dampak yang timbul dari pencabutan izin usaha pelayaran tersebut. Dengan dicabutnya izin usaha berarti seluruh aktivitas perusahaan terhenti dengan kata 1 a in perusahaap terpaksa di tutup dengan ak i bat lebih luas yaitu terjadi PHK bagi karyawan atau awak kapal, suatu keadaan yang tidak kita inginkan d~n perlu dihindari. Suatu sanksi seyogyanya ditujukan kepada penanggung jawab atau pimpinan perusahaan atau upaya lain yang bersifat pemaksaan agar kewaj i ban dapat di pen uh 1 sanks i be rupa pencabutan i z in usaha hendaknya merupal<.an upaya terak.h i r yang terpaksa diterapkan apabila upaya lainnya tidak membawa hasil, serta sanksi hendaknya mengandung makna untuk mendidik. Masalah ini perlu pembahasan. secara mendalam dan

12

Page 12: FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

I'" ,. '~I

• I

L I I I I I I

~1

I I I I I I I I I

'I I

~I I I I

~

hati-hati demi kebaikan bersama dalam Pembicaraan Tingkat III.

4. Usaha angl<.utan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pelayaran dan memiliki aspek ekonomi dalam penyelenggaraan kegiatannya. Fraksi ABRI berpendapat bahwa dalam merumuskan aturan hukum harus dilandasi oleh Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 33 yang mencerminkan Demokrasi Ekonomi. Da 1 am rumusan-rumusan tentang usaha ang kutan ( sepe rt i tercantum pada Pasal 66 s/d 70), hal tersebut belum terlihat secara je las pengaturannya · da 1 am bentuk aturan-aturan yang bersifat mendasar. Masalah tersebut memerlukan perhatian untuk dibahas lebih mendalam. Dalam hal ini akan lebih baik untuk dibahas pada Pembicaraan Tingkat III.

5. Usaha angkutan atau usaha pelayaran Nasional terrnasuk didalamnya Pelayaran Rak~at perlu pembinaan oleh Pemerintah da lam rangka menumbuhkemban9kan pe 1 ayaran n i aga yang seha t untu.k mengarah dan mewujudkan armada angkutan Nasional yang tan99uh 1 mampu menghadirkan kapal-kapal berbendera Indonesia di seluruh pelosok tanah air .. Armada pelayaran nasional hendaknya menjadi tuan rumah dinegerinya sendiri (asas Cabotage) dan o l eh karenany a per anan Pe mer in tah d a 1 am memberikan perlindungan dan bimbingan bagi usaha pelayaran Nasional perlu lebih dipertajam melalui ketentuan-ketentuan da lam produk hul-<.um tentang Pel ayaran yang akan k i ta bah as na.nt i .

Rancangan Undan9-undan9 tentang Penerbangan l,.

1. Penerbangan mempunyai peran untuk mewujudkan Kepulauan Indonesia sebagai satu kesatu~n politik 1 ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Selain itu penerbangan be rperan untuk men i ngkatkan ketahanan nas i ona 1 . Da 1 am konteks ini maka pembinaan dan pembangunan penerbangan nasional yang_ salah satu rujukan dasarnya akan dicantumkan dalam Rancangan Undang-undang Penerbangan tersebut, haruslah dilakukan secara serasi dan terpadu, baik dari segi tujuan kesejahteraan maupun (li)ertanant!tl"I keamanan. Demikian juga dalam Keterangan Pemerintah yang disampaikan pada tanggal 24 Mei 1991. Undang-undang yang dibentuk pada masa setelah kemerdekaan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pembangunan yang semakin berkembang. Disebutkan pula bahwa Undang-undang Penerbangan Nomor 83/1958 memerlukan peninjauan yang sedemikian rupa, sehingga dapat dilahirkan Undang-undang Pene~bangan baru yang lebih sempurna. Pandangan seperti ini sangat tepat dan perlu didorong untuk proses penyelesai~nnya. Namun demikian Fraksi ABRI mengharapkan penjelasan Pemerintah :

a. Bi la j iwa Rancangan Undang-undang tentang Penerbangan ini difokuskan hanya terhadap penyelenggaraan transportasi "sebagim~na dalam Keterangan Pemerintah, apakah judul Rancangan Undang-undang "Penerbangan" sudah tepat, karena pengertian penerbangan pada hakekatnya banyak menyangkut aspek-aspek ~ang luas.

b. Di dalam Undang-undang Nomor 83/1958 Pasal 26 diatur tentang Dewan Penerbangan (DEPANRI), namun dalam Rancangan Undang-undang Penerbangan tidak dicantumkan, padahal kadang-kadang diperlukan wadah untuk mengkoordinasikan kepentingan penerbangan yang

13

Page 13: FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

I ..

I I I I I I

1, I "·,

11

I I I I I I I I I

~-I I I I

~

2.

memerl ukan l i ntas sektora 1 a tau 1 i ntas departementa 1 , apakah Pemerintah sependapat dengan Fraksi ABRI dalam Rancan~an Undang-undang Penerbangan ini dicantumkan pasal yang mengatur tentang Dewan atau Sadan Penerbangan.

c. Dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 83/1958 diatur ~entang ketentuan pertunjukan dan perlombaan penerbangan, sedangkan dalam Rancangan Undang-undang Penerbangan ini hal tersebut belum diatur. Mengingat masalah pertunjukan dan perlombaan penerbangan pada masa kini sudah demikian berkembangnya yang diperkirakan akan lebih meningkat dimasa mendatang, apakah Pemerintah sependapat hal tersebut diatur dalam Rancangan Undang-undang Penerbangan.

Berbicara tentang kedaulatan atas wilayah udara disebutkan bahwa Negara Republik Indonesia berdaulat penuh di wilayah udara Republik Indonesia.· Namun dalam penjelasan Pasal 4 tersebut ditambahkan kalimat : "Walaupun demikian, Indonesia dapat mengizinkan lintas damai (innocent-passage) di atas wilayah Republik Indonesia bilamana dianggap perlu". Penggunaan istilah "innocent passage" pada kenyataannya hanya di gunal<.an pada bi dang pe 1 ayaran kapa 1 perang/rni 1 i ter yang telah diatur dalam konvensi hukum laut internasional. Sehubungan dengan hal tersebL~t di atas Fraksi ABRI mengharapkan penjelasan lebih lanjut tentang penggunaan

innocent passage bag1 keperluan wilayah udara Republil<. Indonesia. '•

3. Menyinggung masalah Penggunaan Pesawat Udara sebagaimana bunyi Pasal 14 yangmenyebutkan "jenis dan penggunaan pesawat udara sipi.1 dan pesawat udara negara diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian dalam Pasal .37

, ten tang mas al ah angkutan uda ra men y·e bu tkan "Pe mer in tah menetapkan j en is pesawat udara yang dapat di gunakan untuk keper1uan angkutan udara oleh badan hukum Indonesia yang telah mendapat izin". Kedua pasal ini dirasakan dapat menimbulkan kerancuan khususnya dil<.aitkan dengan pola penyelenggaraan oleh para operator penerbangan apakah Pasal 37 tersebut masih perlu secara eksplisit dimuat. Mengharapkan penjelasam Pemerintah khususnya mengenai maksud Pemerintah menetapkan jenis pesawat udara.

4. Bangunan atau kegi~tan yang membahayakan keselamatan penerbangan da 1 am Pasa 1 25 Rancangan Undang-undang antara lain menyebutkan : :sarang siapa dengan sengaja berada dilapangan terbang atau bandar udara dan mendirikan dan atau mempunyai bangunan dan melakukan kegiatan lain di dalarn maupun disekitar lapangan terbang atau bandar udara yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan .... dstnya. SehLibungan dengan pasa 1 ter,ebut Fraks i ABRI mengharapkan penjelasan Pemerintah apaka~ tidak sebaiknya ditetapkan batas lokasi di sekitar lapangan terbang yang berbahaya untuk mendirikan bangunan atau melakukan kegiatan-kegiatan. Dengan pendekatan in i , maka se lain ketentuan in i dapat rnemperjelas tugas, wewenang dan tanggung jawab Kepala Bandar Udara dan Komandan Pangkalan, juga agar masyarakat mengetahu i sebe 1 umnya dengan demi k i an di harapkan ti dak ada pelanggaran terhadap ketentuan yang ada.

14

Page 14: FRAKSI·ABRIberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1... · Sektor Perhubungan, l

,~ .. '

I •

y I : I 1, ·1 I I

<I I I I I I

-1 I I I I

L_ I I I I

'(

....... ''«, ...

5. Muatan Rancangan Undang-Undang tentang Penerbangan pada Bab XI I ten tang ketentuan pi dana, khususnya yang men ga tu r sanksi terh~dap pelanggaran wilayah, pada hekekatnya Fraksi ABRI dapat memahami maksudnya. Namun tersi rat bahwa yang diatur dalam pasal-pasalnya pada umumnya difokuskan kepada pelanggaran yang dilakukan oleh para pelaksana penerbangan, sedangkan pengaturan sanksi terhadap pelanggaran oleh para operat6r dan penyelenggara penerbangan dirasakan belum memadai. Sehubungan dengan masalah tersebut, dan demi lebih menjamin hal<. dan kewajiban dan perlakuan hukum yang adi l, Fraksi ABRI mengharapkan penjelasan rnengenai masalah tersebut.

- Yang terhormat Saudara Menteri Perhubungan dan Pimpinan Si dang.

- Anggota Dewan dan hadirin yang berbahagia.

Demik i an 1 ah Pemandangan Urnum Anggota-anggota Fraks i ABRI yang dapat di sampa i kan. Kami rnengharapkan agar pembahas an selanjutnya senantiasa dapat berlangsung melalui suasana keke 1 uargaan dan atas dasar sa ling pengert i an untuk tercapa i nya perumusan Rancangan Undang-Undang yang sesua i dan rnemenuh i harapan kita bersama.

Terhadap permasalahan lainnya yang belum sempat kami sampai kan da 1 am kesempatan i ni khususnya yang sudah rnenyangkut pada materi masing-masing Rancangan Undang-undang akan kami ajukan rnelalui Daftar Inventarisasi Masalah untuk dapat dibahas pada pembicaraan tingkat II~.

' Sekian dan atas perha~ian dan kesabaran segenap peserta

sidang dalam mendengarkan Pernandangan Umurn Fraksi ABRI ini karni ucapkan terimakasih. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa rnemberkahi kita semua.

15

Jakarta, 10 Juni 1991 FRAKSI ABRI DPR-RI

Juru Bicara,

ttd

POEDJO BINTORO No. Anggota 496

~------~-~~-~--~-~~··.: ·.· :·.