DEWAN PERWAKILAN RAKYAT -...

20
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT PANITIA KHUSUS RUU TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Tahun Sidang Masa Persidangan Jenis Rapat Rapat Ke Sifat Rapat Dengan Hari I Tanggal Pukul T em pat Rapat Ketua Rapat Sekretaris Rapat Acara Anggota yang hadir Nama Anggota Pimpinan Pansus Pemilu: 2007-2008 I RDP Terbuka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Selasa, 4 September 2007 15.00 WIB- selesai Hall Utama Lt.2/Gd KPU (JI. Imam Bonjol, Jakarta Pusat) DR. Y. H. LAOL Y, SH, MS /Wakil Ketua Pans us Pemilu Suroso, SH/Kabagset Pansus Pemilu Pengalaman Empirik Pelaksanaan Pemilu dan Usulan Penyempurnaan Undang-undang Pemilu 15 dari 50 orang anggota Pansus Pemilu 35 orang ljin 1. DR. Yasona H. Laoly, SH, MS /F·PDIP/Waket 2. DR. H.B. Tamam Achda, M,Si /F-PPP/Waket 3. Ignatius Mulyono/F·PD/Waket Fraksi Partai Golkar : 4. Mustokoweni Murdi, SH 5. H. Hardisoesilo Fraksi PDI Perjuangan : 6. Jacobus Mayong Padang 7. Nursuhud Fraksi Partai Persatuan Pembangunan : 8. Drs. H. Akhmad Muqowam 9. Ora. Hj. Lena Maryana Mukti Fraksi Partai Demokrat : 10. DR. Benny Kabur Harman, SH Fraksi Kebangkitan Bangsa : Fraksi Partai Keadilan Sejahtera : 11. Agus Purnomo, S.IP 12. Drs. Almuzzammil Yusuf 13. Mustafa Kamal, SS Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi : Fraksi Partai Bintang Reformasi : 14. H. Bachrum R. Siregar, SE

Transcript of DEWAN PERWAKILAN RAKYAT -...

Page 1: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT PANITIA KHUSUS

RUU TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Tahun Sidang Masa Persidangan Jenis Rapat Rapat Ke Sifat Rapat Dengan Hari I Tanggal Pukul T em pat Rapat Ketua Rapat Sekretaris Rapat Acara

Anggota yang hadir

Nama Anggota

Pimpinan Pansus Pemilu:

2007-2008 I RDP

Terbuka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Selasa, 4 September 2007 15.00 WIB- selesai Hall Utama Lt.2/Gd KPU (JI. Imam Bonjol, Jakarta Pusat) DR. Y. H. LAOL Y, SH, MS /Wakil Ketua Pans us Pemilu Suroso, SH/Kabagset Pansus Pemilu Pengalaman Empirik Pelaksanaan Pemilu dan Usulan Penyempurnaan Undang-undang Pemilu 15 dari 50 orang anggota Pansus Pemilu 35 orang ljin

1. DR. Yasona H. Laoly, SH, MS /F·PDIP/Waket 2. DR. H.B. Tamam Achda, M,Si /F-PPP/Waket 3. Ignatius Mulyono/F·PD/Waket

Fraksi Partai Golkar : 4. Mustokoweni Murdi, SH 5. H. Hardisoesilo

Fraksi PDI Perjuangan : 6. Jacobus Mayong Padang 7. Nursuhud

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan : 8. Drs. H. Akhmad Muqowam 9. Ora. Hj. Lena Maryana Mukti

Fraksi Partai Demokrat : 10. DR. Benny Kabur Harman, SH

Fraksi Kebangkitan Bangsa :

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera : 11. Agus Purnomo, S.IP 12. Drs. Almuzzammil Yusuf 13. Mustafa Kamal, SS

Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi :

Fraksi Partai Bintang Reformasi : 14. H. Bachrum R. Siregar, SE

Page 2: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

Fraksi Partai Amanat Nasional :

Anggota yang berhalangan hadir (ljin) : 1. Drs. Ferry Mursyidan Baldan 2. DR. lr. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc 3. Drs. Agun Gunandjar Sudarsa 4. Drs. H.A. Mudjib Rochmat 5. Dr. Mariani Akib Baramuli, MM 6. Ora. Chairun Nisa, MA 7. Drs. TM. Nurlif 8. Drs. Simon Patrice Morin 9. H. Muhammad Sofhian Mile, SH, MH 10. H. Asep Ruchimat Sudjana 11. Rambe Kamarul Zaman, M.Sc. 12. Tjahjo Kumolo, SH 13. DR. Sutradara Gintings 14. Alexander Litaay 15. Pataniari Siahaan 16. lrmadi Lubis 17. Drs. Eka Santosa 18. Hj. Tumbu Saraswati, SH

Fraksi Partai Damai Sejahtera : 15. Pastor Saut M. Hasibuan

19. Drs. H. Hasrul Azwar, MM 20. Lukman Hakim Saifuddin 21. Drh. Jhonny Allen 22. DR. Syarief Hasan, SE, ME, MBA 23. lr. Agus Hermanto, MM 24. H. Patrialis Akbar, SH 25. H. Totok Daryanto, SE 26. lr. Tjatur Sapto Edy, MT 27. Abdillah Toha, SE 28. Drs. H. Ali Masykur Musa, M.Si 29. H.A. Effendy Choirie, M.Ag. MH 30. Prof. DR. Moh. Mahfud MD 31. Drs. H. Saifullah Ma'Shum, M.Si 32. Hj. Badriyah Fayumi, Lc 33. H. Jazuli Juwaini, MA 34. Prof. DR. M. Ryaas Rasyid, MA 35. Drs. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si

KETUA RAPAT (DR. Y. H. LAOLY, SH, MS): Yang kami hormati lbu Chusnul, lbu Valina dan jajaran KPU. Yang kami hormati Teman-teman Anggota Pansus.

Pertemuan kita hari ini sebenarnya lanjutan dari pertemuan beberapa hari yang lalu di DPR dalam rangka mencoba mencari masukan yang lebih teknis dari Teman-teman KPU khususnya Kesekjenan karena pengalaman-pengalaman yang lalu barangkali akan dapat memperkaya Pansus untuk kembali menyusun Revisi Undang-undang tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Oleh karenanya barangkali nanti dalam pertemuan ini kami serahkan kepada lbu Chusnul dan lbu Valina menambahkan beberapa hal barangkali catatan­catatan dan kemudian terserah untuk diserahkan kembali kepada Kepala-kepala Biro dan lain-lain. Berikutnya, kita akan berikan kesempatan kepada Teman-teman Anggota Pansus untuk menanggapi. Kami sangat berharap temuan-temuan di daerah dimana kita juga bertemu dengan beberapa Anggota KPU dan Pimpinan KPU Kabupaten/Kota maupun Provinsi barangkali bersifat teknis yang perlu ditanyakan dapat kita diskusikan pada kesempatan ini untuk menjadi masukan di dalam menyusun DIM kita masing-masing dari fraksi dan barangkali dalam pembahasan­pembahasan selanjutnya pada waktu pembahasan Raker dengan Pemerintah maupun pada Panja yang akan datang. Oleh karenanya, ini adalah suatu kesempatan yang berharga. Atas nama Pimpinan Pansus, kami ucapkan terima kasih kepada Pak Ramlan dan disini tidak bisa hadir karena harus ke Riau dan juga kepada lbu Valina dan lbu Chusnul atas kesediaannya menerima kami di wall room-nya apa yang di KPU pada zaman-zaman yang lalu walaupun barangkali ada pengalaman yang menyedihkan yang harus kita lalui setelah keberhasilan itu, tetapi barangkali biarlah ini menjadi pelajaran yang berharga bagi kita.

Oleh karenanya, dengan ini secara resmi menyatakan rapat kita ini dibuka.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 15.25 WIB)

Dan kami mohon kesepakatan teman-teman, kita akhiri sampai jam 17.30 WIB dan nanti kita lihat perkembangannya. Kalau misalnya lanjut, kita lanjutkan dan tergantung kepada perkembangan diskusi kita nantinya. Saya kira biar saja kita perkenalkan sekarang saja Bu. Kami perkenalkan, kalau lbu Chusnul dan lbu Valina sudah mengenal beberapa ternan yang datang disini, Anggota Pansus. Saya mulai dari sayap kanan, lbu Lena dari F-PPP, Pak Jacobus K. Mayong Padang dari F-PDIP, Pak Pastor Saut Hasibuan dari F-PDS, Pak Muqowam dari F-PPP,

Page 3: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

Pak Bahrum Siregar dari F-PBR, lbu Mustokoweni dari F-PG, Pak Nur Suhud dari F-PDIP. Barangkali ini perkenalan kami kepada rekan-rekan. Oh sorry, dari meja pimpinan. lni Pak Ignatius Mulyono dari F-PD, Pak Tamamachda dari F-PPP, dan saya sendiri Yasonah Laoly dari F-PDIP. Mohon maaf Pak Ferry tidak bisa hadir, karena harus memimpin Baleg dan lbu Andi Yuliani Paris tidak bisa hadir. lni Pak Agus dari belakang, Pak Hardi menyusul dari F-PG. lni barangkali teman­teman yang hadir pada kesempatan ini.

Sekali lagi terima kasih dan kami sangat mengharapkan masukan-masukan dari Rekan­rekan KPU dan Kesekjenan mengenai beberapa teknis yang dirasa perlu direvisi dan diperbaiki atau mengingatkan kita dari draft yang ada sekarang ini. Kami mendapat pengalaman yang berharga juga dari KPU Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi beberapa catatan yang mengingatkan kita tentang kecamatan sebagai daerah pemilihan, soal kabupaten sebagai daerah pemilihan, mengingatkan penghitungan suara, ada keinginan untuk menaikan 300 orang per TPS, setelah dihitung nanti exercise-nya nama 28 partai dengan masing-masing nama harus dicatat sehingga kadang-kadang sampai malam perhitungannya. lni juga barangkali pengalaman-pengalaman di daerah dan bagaimana Bapak dan lbu sekalian melihatnya, karena bagaimana pun baiknya nanti kita rancang ini kalau nanti dalam soal teknis operasionalnya tidak dapat dilakukan, ini juga akan membuat pelaksanaan Pemilihan Umum itu menjadi tidak baik dan dapat mengganggu Rancangan Pemilu sendiri. Barangkali sekian pengantar dari kami dan kami serahkan kepada lbu Chusnul atau lbu Valina yang lebih dahulu.

Terima kasih.

KPU (V ALINA SINGKA): Terima kasih kepada Anggota Dewan yang terhormat. Pimpinan Pansus (Pak Laoly), saya tanya kepada lbu Chusnul karena saya lupa namanya.

Kalau wajahnya, tidak lupa dan namanya saya lupa, mohon maaf.

Assalamu'alaikum Warrahmatu/lahi Wabarakaatuh. Selamat Sore dan Salam Sejahtera bagi kita semua.

Pertama-tama, tentu kami dari KPU merasa berbahagia sekali dan mengucapkan syukur alhamdulillah mitra kami dari DPR bisa hadir di KPU ini untuk melanjutkan pembahasan masukan terutama dari KPU berkaitan dengan Draft Undang-undang Pemilihan Umum yang akan segera dibahas dan diselesaikan oleh Pansus RUU Pemilu.

Kira-kira seminggu yang lalu sudah disampikan secara lengkap dari pihak KPU kepada Pansus DPR, masukan KPU terutama dari kacamata penyelenggara pemilihan umum. Jadi, sejauhmana Rancangan atau Draft Pemilu itu bermasalah atau tidak bermasalah dari sisi penyelenggara pemilihan umum sebab KPU itu adalah lembaga penyelenggaran pemilihan umum yang melaksanakan perintah Undang-undang. Jadi, bekerja atas perintah Undang-undang dan tidak di luar Undang-undang. Oleh karena itu, mengenai calon perseorangan yang kemarin menjadi polemik yang luar biasa di kalangan kita kemarin dan itu juga menjadi posisi KPU adalah karena pelaksana Undang-undang, maka tidak ingin atau tidak mungkin memasuki wilayah legislasi. Jadi, aturan mengenai calon perseorangan itu adalah wilayah legislasi. Jadi, mesti disusun atau dbuat oleh pihak yang berwenang yang terkait dan dalam hal ini Pemerintah dan DPR. Sementara KPU adalah eksekutor melaksanakan perintah Undang-undang. Jadi, selama misalnya katakanlah aturan mengenai calon perseorangan belum diatur oleh Undang-undang atau mungkin nanti Perpu, maka tentu KPU tidak bisa mengeksekusi mengenai calon perseorangan untuk Pilkada-pilkada. ltu sebabnya KPU mengeluarkan surat edaran ke seluruh Indonesia untuk menjaga stabilitas politik di seluruh Indonesia sebab Pilkada-pilkada ini sekarang sedang berjalan dan akan terus berjalan. Sejak dikeluarkan keputusan dari Mahkamah Konstitusi, ini menimbulkan situasi instabilitas di daerah-daerah sebab kalangan masyarakat mendesakan keinginannya agar calon perseorangan itu dibolehkan KPU di daerah, sementara Undang-undang belum ada. Kemarin, dari KPU sudah menyampaikan usulannya terutama dari aspek teknis penyelenggara pemilihan umum tetapi kemudian pada waktu tanya-jawab antara Anggota Pansus DPR ternyata melebar, tidak hanya kepada aspek penyelenggara pemilihan umum, tetapi juga kepada aspek sistem pemilihan umumnya yang sebenarnya sistem pemilihan umum ini bukan juga wilayah KPU sebab nuansa politiknya lebih kental. Walaupun demikian, KPU juga bisa memberikan masukannya dari aspek efisiensi penyelenggaraan pemilihan umum sebab sistem pemilu juga

Page 4: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

mempengaruhi, punya implikasi terhadap teknis penyelenggara pemilihan umum, tetapi pada akhirnya yang akan menentukan adalah ternan-ternan dari DPR yang berwenang.

Saya kira mungkin nanti Pak Aloy, mungkin bagaimana modelnya, mungkin lebih baik dibuka lagi, tanya jawab untuk memperdalam, tetapi sebelumnya lbu Chusnul akan juga menyampaikan pendahuluan, kemudian nanti akan dilangsungkan tanya-jawab dan saya juga ingin memperkenalkan disini dari Pimpinan Sekretariat Jenderal. Mulai dari Pak Susongko Suhardjo Wakil Sekjen KPU, Kepala Biro Teknis KPU (Pak Maksum), Kepala Biro Hukum (Pak Santoso), Wakil Kepala Biro Hukum (Pak Sigit), Wakil Kepala Biro Pengolahan Data dan lnformasi (Pak Dalael), Kepala Biro Humas (Pak Lukman), Kepala Biro Keuangan (Pak Yusrizal), Wakil Kepala Biro SDM (lbu Ida), Wakil Kepala Biro Humas (Pak Safriadi), Kepala Biro Umum (Pak Nadea) dan Wakil Kepala Biro Pengolahan Data dan lnformasi (Pak Moyong). Jadi, demikian saya perkenalkan Para Pimpinan Sekretariat Jenderal. Saya persilahkan lbu Chusnul sebelum dilanjutkan dengan tanya-jawab.

Terima kasih atas perhatiannya. Wassalamu'alaikum Warrahmatulfahi Wabarakaatuh.

KPU (KHUSNUL MARYIAH): Assa/amu'alaikum Warrahmatulfahi Wabarakaatuh. Selamat sore dan salam sejahtera bagi kita semua.

Saya sebenarnya sudah banyak bicara waktu di DPR. Jadi, jauh lebih baik saya usulkan Bapak-bapak dari Kepala Biro yang selama ini kalau, saya sudah memimpin rapat beberapa kali tentang masukan kita. Jadi, saya minta saja mulai dari DR. Susongko, DR. Dalael, DRS. Maksum, Pak Sigit, Pak Santoso sedang keluar karena saya meminta juga untuk soft copy supaya bisa dimasukan disitu tetapi kelihatannya yang memegang soft copy adalah Pak Maksum. Jadi, terpaksa harus masuk ke ruangan. Jadi, silahkan saja Pak Susongko untuk memulai. Nanti saya biasanya terakhir saja. lni dulu yang Tahun 2004 paling sibuk, karena harus menandatangani seluruh kontrak dan jam 1 dan jam 2 pagi mengurus bagaimana teknis sehingga Beliau memiliki masukan-masukan apakah yang ada di dalam RUU itu sudah bisa memberikan payung hukum dan ruang bagi Komisi Pemilihan Umum untuk melaksanakan Pemilu 2009 dengan baik.

KPU (SUSONGKO): Terima kasih lbu Chusnul. Bapak Pimpinan Pansus. Bapak-bapak dan lbu-ibu Anggota Pansus RUU Pemilu.

Yang ingin saya sampaikan adalah justru di dalam Rancangan Undang-undang tidak ada dan saya berpendapat ada masalah yang sangat besar kalau itu tidak ada dalam Undang-undang Pemilu nanti. Di dalam Undang-undang Pemilu No. 12 Tahun 2003, ada pasal mengenai pembiayaan yang mengatakan bahwa pembiayaan Pemilu dibebankan kepada APBN dan APBD. Nah di dalam Undang-undang No. 22 tertulis bahwa anggaran penyelenggaran pemilu dianggarakan dalam APBN. Namun, saya berpendapat bahwa ini bisa ditafsirkan bahwa tidak tertutup kemungkinan APBD juga menyumbang. Disini kan tidak ada ketentuan bahwa hanya APBN. lni hanya ketentuan dianggarkan di APBN. Masalahnya adalah Bu Chusnul sudah menyinggung sedikit waktu itu. Kemungkinan untuk KPU untuk menyelenggarakan Pemilu hanya dengan APBN, itu sangat kecil. Artinya, kalau tidak ada bantuan dari APBD maka hampir tidak mungkin Pemilu itu berjalan. Saya ingin mengambil contoh beberapa dari Pemilu Tahun 2004. Contoh pertama adalah pengiriman logistik. Sesuai dengan ketentuan, KPU hanya mengirimkan logistik ke lbukota Kabupaten/Kota. lni berjalan baik untuk hampir seluruh daerah, kecuali Maluku, Irian Jaya Barat dan Papua karena yang kita berikan kepada KPU Daerah/Kabupaten adalah anggaran untuk mengirim atau membawa perlengkapan KPU atau logistik KPU dari lbukota Kabupaten ke Kecamatan dan ke TPS. Kalau untuk daerah lain, tidak masalah. Untuk daerah kepulauan, standar kita tidak mencukupi sehingga sebagian besar anggaran atau dana untuk pengangkutan ditanggung oleh Pemerintah Daerah, meskipun misalnya sekarang itu ditanggung oleh pemerintah pusat itu kita masukkan anggarannya pertanggungjawabannya juga sulit Pak di pusat. logikanya begini, misalnya di kabupaten Bayolali kita berikan anggaran untuk bawa logistik dari ibukota/kabupaten, kecamatan dan TPS katakanlah 100 ribu. Untuk Irian itu mungkin menjadi

Page 5: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

beberapa puluh juta. nah tidak mungkin kita mempertanggungjawabkan di sini di KPU, pertanggungjawabannya terlalu besar. Karena itu, pemerintah daerah lebih baik menanggung itu, karena pemerintah daerah di sana sudah terbiasa dengan itu. contoh kedua, beberapa saat sebelum pemilu dilakukan ada seluruh anggota KPPS dalam satu kecamatan di satu kota di Jawa timur itu mengundurkan diri karena honor yang diberikan oleh KPU terlalu besar. Sehingga ini diambil oleh walikota ya sudah kalau begitu saya tambah begitu. maksud saya adalah kalau pemerintah daerah tidak diberi kemungkinan untuk menganggarkan di daerah, yang semacam ini pasti membuat pemilu berhenti tidak jalan.

Jadi yang saya mohon adalah di dalam undang-undang yang sekarang ini, yang saya lihat di dalam rancangannya tidak ada, mohon diadakan suatu pasal yang mengenai pembiayaan yang memungkinkan pemerintah daerah menganggarkan ya tidak hanya yang saya sebut tadi, keamanan dan sebagainya itu pasti masuk di situ. Saya kira usul saya seperti itu, terima kasih.

Assa/amu'alaikum Warahmatulahi Wabarakatuh.

KPU (DR. DELAEL): Terima kasih. lbu pimpinan dan bapak dari DPR yang saya hormati,

Saya sudah berkali-kali mengusulkan ya mungkin sudah secara tertulis juga mengenai perhitungan suara hasil pemilu, itukan ada yang manual istilahnya kemudian ada yang memakai IT. Nah saya mohon juga kalau bisa perhitungan secara IT itu dimasukkan di dalam salah satu pasal begitu. sehingga tidak menimbulkan kalau itu dilakukan adalah suatu pelanggaran, ini pengalaman kami termasuk ... dulu juga sebagai /eadernya pelaksanaan IT itu. Pada saat perhitungan berjalan itu banyak dari partai-partai yang tidak setujulah artinya disuruh diberhentikan seperti itu. padahal menurut kami, KPU dan masyarakat saya kira informasi itu diperlukan begitu, itu satu.

Yang kedua adalah kami juga sebagai pelaksana dari pemerintah itu sebenarnya menghendaki partai itu tidak terlalu banyak begitu ya. Jadi bapak-bapak dan ibu sekalian pasti sudah tahu resepnya seperti apa sih agar partai itu tidak terlalu banyak sehingga kalau secara gampang ya merepotkan KPU dan juga biayanya cukup besar pemilu itu. Terima kasih ibu, hanya dua itu.

KPU (MAKSUM): Terima kasih lbu Anggota KPU, Pimpinan Pansus DPR dan bapak-bapak-ibu-ibu sekalian anggota dewan.

Suatu kehormatan sekali kesempatan ini, kita ini ikut berbicara begitu karena di KPU atau memang kalau di . . . kita ada aturan mainnya tapi di sini kita sudah bisa berhadapan langsung mungkin pembahasan ini yang lebih teknis lagi begitu. Jadi ada beberapa dari bapak-bapak sekalian yang juga dulu pernah ikut ngatur-ngatur masalah teknis begitu. Salah satu Pak Mustafa, Pak Kowam karena pernah ada Anggota KPU, pernah menjadi Anggota PPI. Jadi, memang sudah selebihnya sudah hapal dengan dari Sekretariat. Jadi, ada beberapa hal, tetapi memang tidak semua dikemukakan. Nanti akan dibagi, bertiga. Menurut teknis penyelenggaraan, mulai dari pendaftaran pemilihan. Kita ambil sampai pemungutan suara. Saya membagi mungkin hal yang paling pokok adalah dari segi teknis dan Dapil itu urusannya Bapak-bapak sekalian dengan masukan dari kita Sekretaris di lapangan. Nah ini maksudnya yang menjadi teknis adalah karena ada 2 hal yang paling pokok. lni yang kaitannya dengan hajat orang banyak. Contoh, dengan pemilih (data pemilih). Yang dari zaman-zamannya dahulu, ini pemilih luar biasa dan untuk Pemilu 2004 mungkin sampai sekarang, pendataan penduduk dari rumah ke rumah. ltu mulai 2004 sudah tidak ada lagi. Sekarang, baik Pilkada ada anggapan dari masyarakat bahwa pendataan pemilihan dilakukan door to door. Padahal aturannya tidak. Nah ini mulai 2004 kemarin berdasarkan Undang­undang No. 22 juga sebelumnya Undang-undang No. 32 maupun Undang-undang No. 12, itu data pemilih ini kalau 2004 kemarin melalui P4B, itu di Undang-undang No. 12 diatur demikian, untuk Pilkada memang menggunakan dari Pemerintah dan membaca Rancangan yang disampaikan, draft yang keberapa, tidak tahu yang dipegang oleh DPR draft yang mana tetapi minimal untuk data pemilih, itu sudah lebih teknis pengaturannya, tetapi dari Bab VI ada beberapa hal yang

Page 6: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

memerlukan penegasan. Paling tidak, ada 5 permasalahan yang perlu disampaikan mengenai pendataan pemilih.

Pertama, yakni bahwa KPU untuk legislatif maupun Presiden mendapatkan data dari Pemerintah. Hal semacam ini sudah barang tentu kita tergantung kepada Pemerintah, apakah data yang disampaikan kepada KPU ini untuk data pemilih tergantung. Artinya, ini bergantung juga dengan sistem yang berjalan oleh pemerintah di dalam negeri ini adalah siap sistem informasi arus kependudukan. Kalau ini jalan di seluruh kabupaten/kota atau provinsi, ini minimal tugas KPU sudah agak ringan. Artinya, pemilih-pemilih yang sudah ada sudah bisa tercover. Artinya, untuk pendataan pemilih mulai dari tingkat desa/kelurahan sampai dengan tingkat pusat. Nah untuk pemilih, ada beberapa hal yang kita inikan. Bahwa memang diatur disini dalam Undang-undang bahwa 1 tahun. Jadi, 1 tahun sebelum hari h. Berarti kan legislatif katakanlah kalau diukur dengan waktu yang sekarang Tahun 2008. Jadi 1 April 2008, Pemerintah sudah menyampaikan data pemilih (DP4). Jadi, data penduduk Potensial sebagai pemilih sudah diserahkan 1 April. Nah permasalahannya disini adalah bahwa ini perlu. Jadi, ada 2 hal kewajiban Pemerintah. Kalau disinikan 12 bulan, tetapi ada pemutakhiran data pemilih. ltu tidak masuk dalam aturan ini. ltu kalau kita mau lihat, itu Pasal 55 Undang-undang No. 12. Jadi, KPU memelihara daftar. Di penjelasannya, memutakhiran data pemilih tiap tahun. Nah ini yang materi Pasal 55 tidak termasuk ke dalam Undang-undang yang baru. Artinya, bahwa Pemerintah hanya berkewajiban menyampaikan menjelang pemilu atau Pilkada, tetapi karena ini memutakhirkan data pemilih karena di Undang-undang No. 22 kalimat pemutakhiran data pemilih, itu mulai dari PPS sampai dengan KPU Pusat pekerjaannya memutakhirkan data pemilih. Kalau berdasarkan yang ada di rancangan ini hanya sampai untuk keperluan legislatif saja, katakanlah ambil 2 tahun yang 3 tahun datanya kemana? Artinya, disini diusulkan memasukan Pasal 55 Undang-undang No. 12 masuk lagi ke Rancangan Undang-undang ini. itu yang pertama.

Yang kedua, ini agar masyarakat tahu dan Pimpinan Partai Politik tahu bahwa penyampaian data penduduk potensial kepada KPU harus diacarakan. Artinya, menggunakan berita acara, diumumkan bahwa pemilih yang diserahkan ini sekian-sekian. Artinya, data DP4 yang dari Pemerintah sebagai bahan KPU untuk menyusun daftar pemilih sementara. lni sudah diatur di Rancangan disini, tetapi ceremonial tadi harus disampaikan agar publik tahu.

Saya kira cukup Pak ya. Yang dari Pemerintah inikan isinya macam-macam. Artinya, penduduk itukan kalau kita minta untuk, mungkin KPU nanti akan menyurati Pemerintah bahwa diperkirakan/diprediksikan bahwa legislatif ini berdasarkan pengalaman Tahun 2004 kemarin, tanggal sekian. Artinya, penduduk yang berumur 17 Tahun pada hari h-nya legislatif, tanggal sekian itu dimasukan sebagai data pemilih.

Selanjutnya, untuk Pilpres juga demikian. Artinya, ada surat menyurat. Kalau 1 April Pemerintah menyerahkan, itu yang mana? Karena keperluan kita ini adalah yang sudah memenuhi syarat. ltu yang kedua.

Selanjutnya, di Undang-undang No. 22 terdapat Petugas Pemutakhir Data Pemilih. lni pemanfaatannya dimana? Karena PPS di Undang-undang No. 22, itu Sekretaris PPS tidak ada. Padahal di Undang-undang yang lama, Skretaris PPS ada. Nah mungkin oleh Undang-undang No. 22 bahwa Petugas Pemutakhir Data Pemilih sebagai Pembantu PPS. Pertanyaan disini, kita usulkan. Memang ini resikonya karena anggaran. Jadi, Petugas Pemutakhiran Data Pemilih ini dibentuk sebanyak PPS di PPS yang bersangkutan. Jadi, bukan sebanyak PPS. Artinya, begini. Jadi, data pemilih sementara yang disampaikan tadi dimutakhirkan. Nah disana bisa dicatat di dalam Pemilih Perbaikan Orang yang sudah meninggal dan TNI/Polri yang sudah pensiun, itu dimasukan dalam perbaikan atau nama pemilih yang tidak termasuk dalam daftar pemilih sementara yang diajukan oleh Pemerintah. Jadi, dari daftar pemilih sementara ke tetap, itu dijadikan daftar pemilih sementara menjadi daftar pemilih tetap. Memang luar biasa sekali anggarannya, karena ada kewajiban dari KPPS untuk menyampaikan salinan dafat pemilih tetap untuk pasangan calon atau saksi. Kalau legislatif, itu kali berapa? Pesertanya berapa? Nah ini, anggarannya lebih besar. Nah ini makanya, si Petugas Pemutakhir Data Pemilih sebanyak PPS.

Selanjutnya, mengani kartu pemilih. Kartu Pemilih di Rancangan Undang-undang ini tidak ada. Nah ini Kartu Pemilih kan ada bekas Pemilu 2004, ada Kartu Pemilih Pilkada. Nah ini mau diapakan? Mubazir kalau tidak dimanfaatkani. Artinya, kalau ini tidak ada disini maka berarti tidak perlu pakai kartu pemilih. Apakah memang demikian? Nah ini kalau di Undang-undang No. 12 jelas ada kartu pemilih, tetapi di Undang-undang ini tidak ada. Nah ini yang perlu pemikiran apakah ada kartu pemilih atau tidak ada kartu pemilih. ltu sebagai contoh Pemilu-pemilu sebelumnya. Sebelum

Page 7: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

Tahun 2004, itu ada surat pemberitahuan sebagai pemilih asal orang itu terdaftar dalam daftar pemilih tetap.

lbu dan Bapak Sekalian, Untuk yang selanjutnya, pencalonan dan penghitungan suara oleh Pak Karo Hukum dan

Pakar Hukum. Sementara demikian dulu Bu.

KPU (SANTOSO): Bapak/lbu Anggota Pansus DPR; lbu Valina, lbu Chusnul; dan Kawan-kawan sekalian.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh. Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua.

Saya sama dengan Pak Maksum, bahwa dalam kesempatan ini yang sebetulnya kalau ini terjadi di DPR, tidak mungkin kita bisa bicara karena terkena dengan larangan Tata Tertib disana sehingga ini memang kebetulan Bapak-bapak dari Pansus RUU Pemilu sehingga saya mohon ijin kalau ada hal-hal yang mungkin agak di luar Rancangan Undang-undang Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden, tetapi kaitannya masih ada Pak. Mohon ijin Bu Chusnul bahwa acara ini kalau diijinkan, saya akan menggunakan Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD yang diserahkan oleh Pemerintah kepada DPR, tetapi sebelumnya saya mohon izin kalau ada diluar RUU ini, tetapi kaitannya masih ada dan sang at erat sekali.

Yang pertama, mengenai usia. Disana dikatakan usia itu serendah-rendahnya atau sekurang-kurangnya 17 tahun kalau pemilih dan kemudian 21 tahun kalau untuk calon. Sementara di Pemilu Kepala Daerah dikatakan sekurang-kurangnya 30 tahun. lni saya katakan saya agak, bukan menyidang melainkan tujuan saya adalah supaya untuk pasal-pasal umur ada kepastian. Karena apa? Terjadi di Lampung Barat, ada calon pasangan yang umur baru 29 tahun kama sekian bulan. Sementara di Undang-undang 32 dan PP 6 mensyaratkan pada saat calon mendaftar berusia 30 tahun. Dengan beratnya Undang-undang No. 22 Tahun 2007 dimana Pemilu menjadi kewajiban Kantor Pusat, sehingga KPU menjawab bahwa usia 30 tahun adalah genap berusia 30 tahun, tetapi apa jadinya? Ternyata ada surat ke DPR dan DPR menjawab bahwa di dalam risalah rapat dikatakan 30 tahun adalah 30 tahun jalan. Nah ini, ini tidak ada kepastian akhirnya. Padahal sebetulnya kalau mau jujur bahwa risalah rapat adalah bukan peraturan. Kalau itu mau ditulis 30, mestinya di Undang-undang ditulis 30 tahun jalan sehingga ada kepastian hukum di lapangan. Untuk itu, mohon ijin Bapak-bapak Pansus untuk usia 17 tahun pemilih dan 21 untuk calon anggota legislatif mohon dapat ditambah genap berusia 17 tahun, genap berusia 21 tahun atau lebih. ltu yang pertama.

Sebenarnya Sekretariat Jenderal sudah menyiapkan matrik daripada Rancangan Undang­undang yang sudah disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR dan mohon ijin matrik tadi dapat kami tampilkan. Kalau untuk mempersingkat waktu, nanti bisa dicopy.

Yang pertama, berkenaan dengan istilah mengenai Pemilu di luar negeri. lni muncul pertama kali di ketentuan umum Pasal 1 angka 11. Seperti kita ketahui di luar negeri tidak ada Pemilu. lstilah Pemilu di luar negeri dari Undang-undang No. 15 Tahun 1969 sampai dengan perubahan terakhir kemudian Undang-undang No.2, 3 dan 4 Tahun 1999 adalah istilahnya adalah Warga Negara yang berada di luar negeri. Jadi, bukan Pemilu di luar negeri. Saya khawatir ada komentar bahwa kita bisa melaksanakan Pemilu di luar negeri. itu yang pertama dan itu terjadi juga di dalam angka 15 mengenai istilah-istilah yang mohon ijin perlu diluruskan dengan berbekal kepada pengalaman-pengalaman yang lalu. Mohon ijin bahwa saya dengan Pakl Maksum adalah mulai bekerja di lembaga Pemilihan Umum pada waktu itu Pemilu Pertama kali pada Tahun 1971 sehingga perjalan Undang-undang Pemilu dari mulai Undang-undang NO. 15 Tahun 1969 yang kemudian diubah Tahun 1975 dan 1982 kalau tidak salah. Kemudian, bagaimana keberadaan Panwaslap pertama kali pada waktu itu sehingga bukan kami mengatakan lebih baik Undang­undang yang dulu, tetapi itu memang ada asalan-alasan kenapa istilah-istilah itu perlu diluruskan kembali sehingga di lapangan tidak terjadi saling tafsir terhadap pasal-pasal tersebut.

Yang kedua, mengenai sistematika. Pada Bab II Rancangan Undang-undang yang ada, itu adalah sesuai dengan Undang-undang No. 10 Tahun 2004. ltu sebetulnya masuk dalam format

Page 8: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

Bab I. Jadi, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 sampai dengan Pasal 6. ltu adalah format daripada Bab I, karena Bab I akan selalu dibaca dari Bab II sampai dengan Bab Terakhir.

Yang ketiga, ini sudah masuk substansi tetapi mohon ijin Bu Chusnul. Berkenaan dengan Pasal mengenai Bab Ill mengenai Persyaratan Umum dan Persyaratan Khusus untuk Partai Politik dapat menjadi Peserta Pemilu. Saran dari Sekretriat Jenderal, tolong itu dihapus. Artinya, kembali kepada Undang-undang No. 12 dengan beberapa catatan. Catatannya apa? Supaya mengefisienkan waktu yang ada, saya mohon ijin. Supaya di dalam Rancangan Undang-undang Partai Politik, di sana kewenangan Dephub dan HAM seyogya sama dengan kewenangan KPU pada waktu memverifikasi sebagai Peserta Pemilu sehingga Dephub dan HAM tadi mengatakan 50%, kemudian dituntut menjadi Peserta Pemilu 75% sehingga kami cukup memverifikasi yang 25% saja. Jangan kerja seperti kemarin, Dephub dan HAM ke daerah juga verifikasi yang menghabiskan APBN, tetapi hal yang sama diulangi kembali. ltu ada di Pasal 8 sehingga mohon itu dihapus saja dan kembali pada Undang-undang No. 12 dengan beberapa catatan yang saya sampaikan, yaitu mengenai Pasal-pasal dalam Rancangan Undang-undang Partai Politik.

Kemudian, mengenai pengawasan. Pasal-pasal mengenai pengawasan oleh Bawaslu selalu ditempelkan dalam setiap tahapan dan seolah-olah KPU-KPU provinsi dan KPU Kabupaten itu seperti pesakitan dan tidak lazim pasal pengawasan selalu menempel setiap tahapan sehingga saran dan masukan dari Sekretariat Jenderal KPU adalah supaya pasal-pasal pengawasan yang tadi ada dimasukan dalam 1 bab pengawasan dan disanalah pasal-pasal tersebut diuraikan apa yang diawasi dan tidak seperti apa yang dilampir oleh RUU ini, selalu menempel kepada setiap tahapan.

Kemudian, perkataan Pasal 23 RUU adalah kata paling banyak. Selengkapnya adalah Jumlah kursi Anggota DPR ditetapkan paling banyak 560. seolah-olah disini siapa yang boleh menerapkan tidak 560 sehingga saran dan masukan kembali kepada Undang-undang No. 12 adalah sebanyak 560 sehingga ada kepastian dalam penentuan jumlah tadi.

Kemudian, berkenaan dengan keberadaan Pasal 147 Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum yang berbunyi sebagai berikut: Ayat (1), Jenis perlengkapan pemungutan suara terdiri atas: huruf a, b, c, d, e, f, g, h. Disini ada pesan dari Undang-undang bahwa dilarang membuat perlengkapan pemungutan suara selain dari huruf a sampai dengan huruf h tadi. Sementara kita ketahui bahwa di dalam Pemilihan Umum memerlukan sampul yang disini ada ditampung, memerlukan beberapa formulir yang disini ditampung dan hal-hal lainnya sehingga saran dan masukan dari KPU adalah seyogyanya berkenan bahwa Pasal147 ini dilepas saja dan kemudian yang menetapkan adalah Komisi Pemilihan Umum seperti juga dalam Pasal 43 Undang­undang No. 12 Tahun 2003 kemarin sehingga disini ada hal-hal yang tadinya ditampung dan dengan dimuncunya Pasal147 akan menjadikan paling tidak, tidak dapat lagi mengadakan barang selain dari huruf a sampai dengan huruf h tadi. Yang tidak ada tadi, contohnya adalah mengenai formulir, sampul sehingga dengan demikian mohon kembali ke Pasal 43 atau memberi kewenangan atributif Undang-undang kepada Komisi Pemilihan Umum.

Kalau diijinkan, satu lagi Bu Chusnul. lni terjadi dimana-mana dan kemarin KPU cukup dibuat repot oleh Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai cadangan surat suara. Di dalam Rancangan sudah menjadi 5% di TPS. Sementara peruntukan cadangan tadi adalah untuk mengganti bagi pemilih yang keliru mencoblos dan bagi pemilih yang surat suaranya rusak. Dengan demikian bahwa setiap pemilih mempunyai hak 2 surat suara untuk yang keliru mencoblos dan yang rusak. Dari 2 hak setiap pemilih tadi, mestinya kalau dia memang cadangan adalah 200% dan bukan 5% karena bagaimana seandainya ekstrim semua pemilih menggunakan 2 atau semuanya. Jadi, ada 2 pilihan yaitu cadangan menjadi 200% dimana anggaran akan bertambah banyak atau menghapus Pasal yang menyatakan bahwa pemilih dimungkinkan dapat mengganti surat suara yang clear dan rusak sehingga pemilih pad a waktu menerima surat suara yang sudah diteliti oleh KPPS betul-betul surat suara yang tidak rusak, kalau rusak adalah salah sendiri. Sehingga dengan demikian, cadangan bisa minimal 2,5% di TPS dan bukan 5%.

Demikian Bapak/lbu sekalian dan Bu Chusnul. Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh.

Page 9: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

KPU (KHUSNUL MARYIAH): Demikian Bapak Pimpinan. Menu rut saya, silahkan tanya-jawab.

KETUA RAPAT: Baiklah, Bapakllbu sekalian. Terima kasih kepada Bapak-bapak dari Setjen KPU, Kepala-kepala Biro yang nampak lbu­

nya belum menyampaikan persentasi, tetapi no problem. lni karena kami di DPR khususnya Pansus inikan apalagi ada Bu Lena, ini soal kuota perempuan menjadi persoalan besar.

Baiklah, untuk merespon atau barangkali menanyakan atau menggali lebih dalam. Dengan ini kami memberikan kesempatan kepada Teman-teman Anggota Pansus untuk menyampaikan komentar, pandangan, pendalaman. Pertama, Pak Bahrum. Kemudian, Pak Agus, Pak Hardi. Silahkan, dimulai Pak Bahrum.

H. BAHRUM R. SIREGARIF-PBR: Terima kasih. Asa/amu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh.

Sebenarnya pertanyaan banyak, tetapi supaya yang lain yang berpartisipasi maka saya 1 pertanyaan saja.

Cadangan surat suara seperti yang tadi Bapak katakan itu 5%, kemudian diusulkan minimal 2,5% dengan pendekatan untuk penggunaannya untuk apa. Apakah itu nanti bisa kita berlakukan ijin atau ada pengecualian. Maksud kami, terutama yang dibahas penyelenggaraan pemilu di luar negeri. ltu seperti di Malaysia kalau surat suara dengan cadangan 5%, saya rasa tidak cukup karena memang data yang ada kadang-kadang lebih. Seperti misalnya di KBRI menyatakan data kira-kira tenaga kerja kita 150 ribu. Pada saat Pemilu, itu mereka datang berbondong-bondong hampir 500 ribu datang baik yang tidak memiliki dokumen ataupun yang memiliki dokumen. lni kebetulan kami pernah tugas disana. Jadi, kami alami langsung dan kita kesulitan waktu itu sehingga atas ijin, waktu itu Tahun 1997 kan Malaysia itu luar negeri termasuk Daerah Pemilihan DKI itu diijinkan kita fotokopi karena terdesak waktu. Makanya tadi saya katakan 2,5% itu berlaku utuh atau tidak? Sebagai contoh data di suatu KBRI. Bisa saja pelajar yang ada selama ini tidak terdaftar, begitu ada Pemilu maka mereka ingin menyumbangkan suaranya. lnikan petugas disana ada kendala apabila kita patok harus sekian, tetapi kalau ada pengecualian maka mungkin akan fleksibel.

T erima kasih.

AGUS PURNOMO, SIP/F-PKS: Terima kasih Ketua. Bissmil/ahirrahmanirrahim. Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh.

Bapakllbu sekalian, Tadi saya mempertanyakan tentang ini oleh ketika kita diundang gratisan ke Amerika.

Jadi, di Amerika itu tidak mencoblos melainkan menghubungkan antara 1 sisi partai dan kemudian nama sehingga dibuat resase dan itu tingkat kekeliruannya kecil. Pada saat Pemilu kemarin, itu yang kalau jumlah pemilihnya banyak atau calonnya banyak di Sleman, itu Demokrat banyak dirugikan karena dia kecoblos dan dianggap ininya satu dan kemudian dicoblos dua-duanya. Nah mungkin untuk mengurangi kemungkinan keliruan, bisa atau tidak misalnya sistemnya tidak diubah dari mencoblos itu menjadi menghubungkan garis dan saya kira tidak perlu beli paku, cuman menyediakan pulpen secara efisiensi tidak tahu efisien mana.

Yang kedua, tentang draft di Pemerintah. Background-nya adalah gambar partai. Kemudian, di dalamnya ada nama-nama. lni memang sekali coblos, tetapi metodenya masih klasik. Sejak dulu kita suka mencoblos, kenapa tidak menghubungkan. Secara cost efisiensi, kira­kira lebih efisien mana? Walaupun di pikiran orang-orang partai yang brand partainya sama-sama kuat atau rata-rata orang lebih mengenal partai daripada mengenal nama. Jadi, kemungkinan usulan Pemerintah ini kita tolak dan kita mungkin akan kembali pada proses tabulasi kemarin. Jadi, coblos partai dan kemudian nama. Nah kalau skenarionnya seperti ini, efisien mana? Apakah

Page 10: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

background partai dalamnya ada nama atau kemudian ada partainya sendiri (nama sendiri). Kalau partai coblos partai kemudian coblos nama, kemudiam yang kedua adalah partai kemudian nama dihubungkan denga garis.

Nah pertanyaannya itu saja. Jadi, sifatnya teknis tetapi kemudian menyangkut juga cara kampanye kita. Saya kira itu Bapak Ketua dan lbu KPU.

Wassa/amu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh.

HARDISOESILO/F·PG: Bismil/ahirrahmanirrahim. Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh.

lbu KPU, Anggota KPU dan Para Pejabat Sekretariat Jenderal KPU. Rekan-rekan Pansus yang saya hormati. Saya yakin bahwa tidak ada KPU, tidak ada Pemilu. Kalau Pemilu tidak diperkenakan

membuat peraturan, Pemilu tidak jalan. Tadi ditekankan bahwa KPU itu hanya melaksanakan Undang-undang. Di kami sudah ada pertanyaan besar. Kalau nanti Undang-undangnya saya buat seperti ini atau begitu, kira-kira KPU sanggup atau tidak melaksanakannya. ltukan persoalannya sehingga kita perlu bertemu dengan KPU. Ada satu hal yang menurut fraksi saya (Fraksi Golkar), kita mau mengubah jumlah kursi dalam setiap Dapil. Yang tadinya 312, kita ingin merubahlah sedikit dan persisnya nanti tergantung Pak Laoly Pemimpin Saya, tetapi ada kesan atau pendapat yang mengatakan kalau itu diubah, itu membuat kesulitan besar bagi KPU. Padahal menurut saya, apa yang menjadi pemikiran di Undang-undang yang tentunya dipikirkan tidak secara sederhana tanpa alasan, kita cari KPU yang bisa melaksanakan. Nah pertanyaanya, kalau ada perubahan Daerah Pemilihan akibat dari perubahan jumlah pemilih di dalam suatu Dapil, kira-kira menurut lbu-ibu KPU dan Bapak-bapak dari Sekretariat Jenderal ini kira-kira bagaimana. ltu yang pertama.

Yang kedua, saya tertarik mengenai surat suara. Kita ingin lebih efisien. Kemarin kita boleh coblos tanda gambar dan kebetulan coblos nama. Kalau kita hanya coblos nama, tidak boleh. Kalau sekarang, kita mau lebih efisien yaitu kita coblos sekali saja, lalu surat suaranya vertikal. Kira-kira apakah itu lebih efisien dengan yang ada di RUU tersebut? Sebab RUU tersebut mengisyaratkan untuk sistem proposional terbuka (murni), dengan RUU itu kesannya seperti itu. Kalau bahasa sarjana, main gede-gedean. Artinya, dicoblos mestinya harus 1 nama dan partainya tidak usah. Tetapi kita mau menunjukan kebesaran partai. Wong Undang-undang mengatakan bahwa peserta pemilu bukan perorangan, tetapi peserta pemilu adalah partai politik yang lulus seperti PKS. Jadi, itu pertanyaannya.

Yang ketiga, kartu pemilih. Satu contoh saya. Karena daerah pemilihan saya di Jawa Timur, saya rumahnya di Komplek DPR yang sudah mau rubuh, pemilih saya disana, saya pindah kesana Tahun 2004. Pemilihan Presiden, saya tidak kesana. Pada waktu pemilihan DKI, hilang nama saya karena yang diambil Pemilu 2004. Setelah diteriak-teriak, karena Ketua Departemen Perundangan Pemilu tidak coblos, baru dapat. Menurut saya, saya setuju pada pendapat Bapak. Pertama, harus ada pantamit karena dia mendatangi rumah ke rumah, disaksikan oleh perangkat di daerah kemudian waktu pemilihan dibawa sampai KPK pada waktu itu.

Yang terakhir, menurut saya yang perlu juga mendapat pertimbangan dari kita bersama adalah menyangkut masalah apakah dengan Undang-undang tentang penyelenggaraan Pemilu seperti yang ada sekarang ini, peranan Daerah didalam rangka pemilihan. Tadi sudah banyak sekali disampaikan contoh-contoh di suatu Daerah belum tentu dengan dana APBN, tetapi maksud saya bukan hanya sekedar dana APBN-nya tetapi peranannya, jadi kira-kira begitu. Kalau kita melaksanakan ..... yang katanya mahal itu adalah kewajiban Pemerintah Daerah, karena itu bisa digunakan sebagai dasar pemilihan Kepala Daerah, ini ada maksud, maksudnya Fraksi kami menginginkan pada suatu saat Pilkada Gubernur, Kepala Daerah itu serentak jadi sama seperti serentaknya legislative, jadi data itu bisa seperti ide dasar pada beberapa waktu yang lalu, dia akan menjadi satu data yang tetap apalagi kalau perangkat kita di Daerah yaitu Kantor Catatan Sipil sudah dapat berfungsi sebagai kantor yang dapat mencatat daftar pemilih juga, seperti yang saya lihat ditempat-tempat lain. seperti di Malaysia, di Singapura dia disimpan, Daerah yang sistemnya parlementer, hari ini saya berhentikan, minggu depan Pemilu, datanya sudah ada, ini kira-kira bagaimana.

Mohon maaf terlalu banyak Pimpinan. Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Page 11: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

KETUA RAPAT: Kita berikan sebanyak-banyaknya karena partai besar. Ada lagi lbu Lena yang ingin disampaikan. Oleh sebab itu kami serahkan kepada lbu Khusnul.

KPU (KHUSNUL MARYIAH): Terima kasih, Nanti lbu Valina akan melanjutkan dan bagi Bapak dan lbu dari kami Sekretariat Jenderal

juga bisa menambahkan. Pertama, kalau kita menjawab perubahan politik dan itu kemudian kita bicara tentang

mengubah sistem Pemilu untuk diperhatikan maka berhati-hatilah, karena sebelum menentukan untuk mengubah sistem Pemilu menurut saya harus dilakukan suatu studi yang mendalam tentang kepentingan masing-masing kelompok atau partai politik dalam membangun sistem yang mendekati ideal di Republik Indonesia ini. tidak ada sistem Pemilu yang sempurna namun pengalaman Pemilu yang sebelumnya menjadi kunci yang penting untuk membangun Demokrasi di Indonesia.

Jadi, saya sendiri mengajar Partai Politik dan Sistem Perwakilan Pemilu mau studi di luar negeri manapun itu tidak ada, pilihan ini adalah pilihan politik ideologis dari semua kelompok yang ada, konstruksi bangsa Indonesia adalah Negara yang prularis, kita mau apa, mau menang sendiri atau bahasanya the winner take all. Saya juga mendengar misalnya mbak lebih baik partai-partai kecil itu diluar saja daripada didalam itu bukan ranah saya sebagai Anggota KPU untuk berbicara, tetapi paling tidak prinsip-prinsip itu perlu diperhatikan, sistem sebelumnya harus diperhatikan, demokratis, mewakili banyak one put one person one value.

Kalau kita mau melihat misalnya di Western-Australia itu ada separuh Western-Australia satu daerah pemilihan itu separuh dari wilayah yang segitu besarnya. Kemudian ada satu titik di Sidney yang satu pemilihan, hanya karen a memang house of representative itu jumlah penduduk.

Jadi kalau kemudian nanti ada calon atau legislative mengatakan Daerah saya luas, betul, karena anda memang mewakili orang bukan mewakili wilayah, DPD mewakili wilayah, Gorontalo itu 800 ribu penduduknya, empat suaranya, empat kursinya, Jawa Timur 38 juta penduduknya, empat kursinya, kita mau bicara apa, ini yang sebetulnya yang mau kita lihat, walaupun di Undang­undang ini nanti yang mau kita lihat misalnya sejauhmana kita memberikan kekhususan yang luar biasa kepada NAD, kepada Papua dan Irian Jaya Barat, jangan sampai gara-gara ini semua minta kekhususan, sudah saja Negara Republi khusus Provinsi-provinsi Indonesia seperti apa. lni masukan saya.

Sebaiknya memang tidak mengubah sistem Pemilu tahun 2004, kalau tadi tadi misalnya pertanyaan tentang Daerah Pemilihan termasuk Bapak Hadi, persoalannya mari kita lihat semua Partai Politik pemenang Pemilu tahun 2004 kemarin datanya, tetapi tolong jangan hanya melihat 69 Daerah Pemilihan, yang harus dilihat adalah 2057 Daerah Pemilihan, yaitu semua DPR, DPRD Provinsi , DPRD Kabupaten/Kota nanti dilihat dimana saya dirugikan, dimana saya diuntungkan, semua untung, karena banyak partai kecil yang tidak masuk, itu untung, misalnya Golkar, berapa suaranya, berapa kursinya, lebih banyak presentase kursi daripada suaranya, jadi kalau F-PG menginginkan lebih banyak dari itu lihat.

Kedua, prespektif Lembaga Komisi Pemilihan Umum didalam menyelenggarakan Pemilu 2.057 Daerah Pemilhan itu kalau kemarin 612 sebagian besar, kalau dirubah menjadi kecil saya sudah hitung pada waktu itu 7.500 Daerah Pemilihan, bagaimana kita bisa mengkoordinasi dari 7.500, kita harus membuat 7.500 jenis Surat Suara dengan alamat 7.500 Daerah Pemilihan dengan nama yang berbeda. Kemarin ada 4.600 nama, 2.057 Daerah Pemilihan. Beberapa Surat Suara kita keliru, karena ada Jabar IV dan ada Kalbar IV, makanya pada waktu itu saya memerintah kepada Bapak Susongko pada waktu itu dan ternan-ternan disini tolong tidak boleh ada kalimat tujuan itu kemudian disingkat , jadi kalau Kalimatan Barat ya dipanjangkan, jangan disingkat.

lni persoalan teknis yang mungkin tidak dipikirkan, ada 118 Kota di Luar Negeri dari 60 Negara. Persoalannya kalau tadi dikatakan bagaimana sisa jumlah Surat Suaranya, bagi KPU kalau ditulis disitu 2,5% yang namanya Polisi, yang namanya KPK, yang namanya BPK sudah KPU dianggap korupsi karena kita punya 5 bukan 2,5%, karena Undang-undangnya 2,5%. Padahal ada Pasal yang lain yang dikatakan bahwa kalau kemudian pemilih itu salah mencoblos maka dia boleh satu lagi, kalau dia mendapatkan Surat Suara yang rusak boleh satu lagi,

Page 12: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

sebenarnya 200% itu punya hak, jadi kalau kita buat 10% kita bukan korupsi, tetapi apa persepsi BPK, apa persepsi Polisi, apa persepsi Jaksa, apa persepsi dari KPK.

lni persoalan-persoalan kalau tadi dikatakan tidak jelas seperti itu, penjara tempat kita, sehingga semuanya seperti yang saya katakan, jangan sampai kita itu seperti itu Maling Kundang, lupa kepada lbu yang melahirkannya KPU yang melahirkan kemarin. lni sebetulnya bahasa­bahasa kami didalam melihat, sudah jelas 2,5% tetapi karena pada waktu itu ada natural catamite bagaimana, ada tiga kapal yang membawa logistik di Kepulauan Mentawai hilang, kita harus bikin, tidak ada di Undang-undang bisa melahirkan itu, kalau kemudian ternyata Pemilu diulang apakah kita harus cetak dulu dsb, ada 1.167 TPS yang pada waktu itu Pemilunya Pemilu susulan, ada diu lang dsb, seperti di Zaitun masih ingat ada 82 TPS yang diulang.

INTERUPSI: Tadi yang ke Mentawai itu hilang tengelam itu.

KPU (KHUSNUL MARYIAH): Kemudian juga di Sumatera yang OKI itu juga satu kapal hilang, di Kalimantan Barat satu

kapal tengelam, jadi semua dengan logistiknya hilang , kalau seperti itu BPK sudah tidak mau tau, karena di Undang-undang 2,5% cadangannya. Disini letaknya, tetapi pada saat yang sama 2,5% itu tidak konsisten dengan Pasal lain, Pasal lain mengatakan kalau Pemilih mendapatkan Surat Suara yang rusak dia boleh ganti satu kali, kalau salah coblos dapat satu kali, logikanya KPU bisa membuat cadangan 200%, tetapi di satu Pasal dipatok 2,5%, akhirnya beberapa ternan, termasuk kita disini Surat Suara yang dianggap korupsi itu karena kita membuat 10% cadangan, padahal Undang-undang 2,5% sehingga korupsinya KPU 7,5% dikali sekian, dikali sekian, itulah korupsi KPU, padahal ada Surat Suaranya.

lni makanya kenapa penting untuk dilihat, kalau tadi dikatakan bagaimana model surat suara dsb, menurut saya kalau dilihat background partai, pernah atau tidak background partai itu gelap, saya dulu sudah mengatakan di Komisi II, kalau gelap buat hitam putih saja gambar Partai, tidak bisa dong lbu Khusnul karena bla-bla-bla, saya katakan kenapa, karena kalau dipakai di latar belakang terus didepannya namanya siapa yang bisa baca kecuali orang yang memang sudah berapa persen masuk ke TPS kemudian membaca nama tadi, atau kemudian membuat yang seperti uang samar-samar seperti itu, padahal yang dikenal 51% rakyat itu memilih tanda gambar. lni bukan hasil dari survey atau apa, tetapi hasil dari Pemilu tahun 2004 51% Pemilih hanya memilih gambar partai, 49% memilih Partai dan orang. makanya saya kenapa selalu memulai data­data dilapangan seperti apa, tetapi terserah, kalau tadi dikatakan KPU mencari yang siap, yang jelas saya dan lbu Valina tidak akan menjadi Anggota KPU, jadi bukan karena apa-apa, sudah tidak, sudah selesai.

Jadi, kalau tadi dikatakan Daerah Pemilihan itu diganti, itu bukan pekerjaan mudah, kalau tadi misalnya dibandingkan persoalan dengan Indonesia ini adalah perubahan politik, kalau dulu struktur partai partai disamakan dengan struktur pemerintahaan, padahal kalau kita membandingkan di Australia, di Amerika, Daerah Pemilihan atau distrik itu selalu berbeda dengan Daerah Pemilihan, sehingga struktur Partai lnternasional, untuk Negara Federal berbeda dengan state, berbeda dengan local, jadi partainya juga patah-patah bukan kemudian partai yang sentralisasi seperti itu. lni sebenarnya pengembangan nanti bagaimana struktur didalam partai tidak seperti struktur di dalam Pemerintahan.

lni persoalannya nanti apakah DPC saya di Kabupaten A itu bisa dapat nomor satu atau DPC saya di Kabupaten B juga dapat nomor satu, padahal nomor satunya hanya satu. Disini sebenarnya perubahan politik di internal partai juga harus dilihat. Mungkin nanti kantor dari partai politik itu menyesuaikan dengan Daerah Pemilihan itu. lni mungkin jangka panjang, jangka pendek, saya tidak tau bagaimana. Jadi intinya kemarin KPU kemarin Undang-undang Nomor. 12 itu kita diberi kewenangan membuat 27 SK KPU, memang beberapa itu adalah hak kewenangan legislasi yang ada di DPR, tetapi karena itu memang itu semuanya yang sulit-sulit dikatakan akan diputuskan melalui SK KPU, terpaksa kita pada waktu itu memutuskan, dengan memutuskan kebetulan kami-kami juga di Akamedisi, jadi punya high ideals, punya ini, maka kita ketok, misalnya Bapak-bapak ada yang sedikit berkenan dengan keputusan kami, tetapi kami coba mengumpulkan high ideals kita untuk semua kelompok terakomodasi untuk yang besar, juga tidak dikecilkan, yang kecil juga tidak dibuang.

Page 13: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

lni sebenarnya pemikiran kita pada saat menentukan pemilihan, kenapa tidak tiga, kalau tiga waktu itu menjadi 7.500 Daerah Pemilihan dan apa yang terjadi kalau tiga kemungkinan yang ada hanya 3 Partai, silahkan saja partai yang lainnya gigit jari, kalau kita mau bicara kemungkinan bisa hanya dua partai, karena yang satu dapat dua kursi, yang satu dapat satu kursi.

Disini letaknya prularisme kontruksi sosial bangsa kita yang macam-macam ini, nanti tidak terakomodasi, jadi kalau memang demikian, memang dasyat pemikiran Soeharto dulu tentang partai politik terdiri dari dua partai dan satu golongan karya, walaupun Golkarnya partai politik, jadi terdiri 3 partai politik jaman tahun 1978, kalau kita mau kembali kesana, itu adalah keputusan legislasi atau keputusan Sapak-bapak dalam membuat itu.

Kalau tadi dikatakan misalnya data, ini perubahan politik kita sekarang, misalnya tahun 2004, saya pergi ke Malaysia dengan lbu Valina, dengan Sapak Anas dan Thailand pada waktu Rapat Koordinasi, persis pertanyaannya. Sagaimana lbu Khusnul ini nanti masyarakat Indonesia akan datang sehari ini berubah didalam Undang-undang, kalau pemilih tidak terdaftar, maka pemilih tidak boleh ikut milih, karena kalau tidak saya masuk Penjara, tetapi karena saya sudah terdaftar 1 00 tiba-tiba 2,5% yang datang 1.000 siapa yang akan membuat surat suaranya, siapa yang akan bertanggungjawab, waktunya apa, tentunya pada saat Pimpinan kami di Penjara juga tidak ada, kita harus berjuang sendiri untuk mempertahankan sendiri, ini juga penting, kenapa ... ya Bapak Mul mohon maaf, kenapa kita begitu menginginkan kejelasan didalam Undang-undang itu karena juga karena semua ini, jadi pelaksana Pemilu ini lebih mudah. Kalau dulu 67 SKKPU pada saat yang sama kita perencanaan, pada saat yang sama kita pelaksanaan, pada saat yang sama kita harus memutuskan, jadi antara peraturan, pelaksanaan, sosialisasi semua jadi satu. Disini letaknya kami alhamdullilah dalam situasi yang seperti itu masih bisa melaksanakan Pemilu dengan lebih baik tanpa setetes darah yang tercecer, kalau tadi kami melihat dari segi berapa jumlah dsbtolong tidak dipatok seperti itu didalam Pasal karena itu akan menjerat leher dari penyelenggara Pemilu.

Kalau nanti menurut bagaimana design dari Surat Suara, menurut saya ini dapat juga dilihat secara, saya tidak tau secara persisi karena memang dulu ada Undang-undang yang ada Partai, dibawah Partai ada nama, itu adalah hasil pilihan kita didalam mengimplementasikan didalam Pasal Surat Suara seperti apa. Kenapa besar, itu dulu juga berantem antara Anggota KPU, ada yang Sapak Anas pada waktu itu, sudahlah separuh saja, kalau separuh tulisannya kecil, kalau tulisannya kecil tidak bisa dibaca, kalau tidak bisa dibaca nanti peserta pemilu 465 ribu nama calon itu juga akan terugikan kalau tidak bisa dibaca, makanya sudah seperti itu kita dengan tutup mata dikritik habis dsb, ya itulah hasilnya di tahun 2004 yang lalu, tetapi kalau tahun 2009 mau diperbaiki silahkan saja, karena kemarin itu kita melaksanakan, mengimplementasikan, the most compex il/ection system on earth karena ada 662 juta lembar surat suara.

India itu tidak pindah, Negara bagian tahun ini nanti pindah lagi enam Negara bagian tahun ini, nanti pindah lagi enam Negara bagian sehingga ada sekitar ada tiga puluh Negara Sagian yang lima tahun, setiap tahun berpindah-pindah, karena mereka modelnya seperti itu Pemilunya. Jadi paling tinggi itu 125 juta Pemilih, KPU kemarin 662 juta lembar Surat Suara yang ada, 65 Ton kertas yang kita kirim ke 585.218 TPS, 5,5 juta pekerja Pemilu.

Oleh karena itu saya tidak tau dimana letaknya untuk memayungi pekerja-pekerja ini harus ada Asuransi, kenapa waktu itu Sapak Nazar berani menandatangani MOU Asuransi Pemilu Presiden tahap awal pada tanggal 1 Juli 2004, karena yang tadi dikatakan Sapak Susongko, beberapa KPU dari NAD, dari Sulawesi Utara, dari NTT, itu tidak mau menyelenggarakan Pemilu Presiden, mereka sudah tidak mau lagi, karena rumitnya Pemilu pada waktu itu, kecuali ada Asuransi. Makanya pada saat Raker Nasional KPU se-lndonesia diputuskan untuk menandatangani asuransi, asuransi di setujui oleh Menteri Keuangan tanggal 26 Juni untuk Pemilu 5 Juli hanya ada sembilan hari, bagaimana kami akan mengadakan tender kalau hanya 9 hari, tender itu paling tidak 46 hari. lni sama kasusnya kalau KPK itu dengan anggaran satu tahun, DIPA-nya satu tahun tanpa tender, Sapak Yusril juga tanpa tender tapi dia APT jadi dia lima sampai enam bulan, KPU dengan SK, sistemnya dengan SK permintaan-permintaan tahun 2004 itu, disini letaknya.

Saya masih punya tanggal 17 September pukul 22.00 WIS, Panitia Anggaran DPR baru mengetok palu ya, Anggaran untuk KPPS itu ditambah Rp. 229 miliar untuk Pemilu hari Senin tanggal 20 September 2004, sehingga Sapak Nazar setelah selesai itu memanggil Direktur SRI untuk mengatakan tolong buka seluruh SRI di Indonesia karena Sabtu dan Minggu kita akan mengirim Anggaran untuk KPPS. Mohon yang tadi dikatakan Sapak Susongko, hal-hal seperti itu

Page 14: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

jangan sampai terjadi lagi. Sampai pada waktu itu kita bilang kepada lbu Mega, jadi bukan karena kita suka F~PDIP lbu Mega, kebetulan rezim yang ada pada waktu itu adalah dari PDIP, kita datang ke lstana mengatakan kalau ini tidak dikeluarkan, kebutuhan Anggaran ke Daerah ini, misalnya Anggaran untuk Distribusi itu sebenarnya bukan Rp. 1 0 juta sebenarnya Rp. 3 juta, KPU hanya memberikan Rp. 1 juta ke Papua, kami real kebutuhan Rp. 3 juta, dari mana duitnya, akhirnya Pemerintah Megawati pada waktu itu mengeluarkan Keppres persetejuan DPR, DPRD untuk membawa Anggaran itu. disini letaknya KPU disuruh tanda tangan dan KPU tidak mau, silahkan keluarkan bantu kita, tetapi jangan kemudian disuruh untuk mempertanggungjawabkan, makanya ada beberapa Bupati, ada yang ini, kemudian terkena dengan Keppres itu, ini juga pasca Pemilu bagaimana KPU dipayungi secara hukum supaya proyek pengawasan terhadap proyek politik ini juga agak berbeda.

Sebetulnya ini menjawab juga, sejauhmana sebenarnya pada waktu itu KPU waktu itu tidak mau mengatakan keadaan darurat, bukan karena kita tidak tidak dipaksa keadaan darurat, tanggal 2 April di Kompas headline-nya masih meminta supaya KPU mengatakan Darurat Pemilu, LSM-LSM membuat tahapan-tahapan Darurat Pemilu, segera menyatakan Darurat Pemilu, Pemerintah dan DPR mengambil alih penyelenggaraan Pemilu. Makanya waktu itu Bapak Nazar tidak pernah mengatakan Daerurat Pemilu, yang kita lakukan keadaan mendesak, tetapi apa yang terjadi, karena kita hanya mengatakan keadaan mendesak maka kita dianggap korupsi oleh BPK dan KPK. KPU tidak mengatakan Darurat, mungkin disini letaknya nanti ada mekanisme, bagaimana diatur dalam situasi seperti itu Darurat itu seperti apa, kata-kata Darurat bisa menyelematkan KPU sesungguhnya, kalau kita mau.

Disini letaknya bagaimana logistik Pemilu ini juga harus dengan Peraturan Khusus Presiden bukan seperti Keppres Nomor. 80 tahun 2003. ini penting karena Pemilu Kepala Daerah kemarin saja diberikan untuk logistik boleh semuanya dengan ini Peraturan Presiden, BRR ada Peraturan Presiden, Pilkada Aceh juga ada dengan Peraturan Presiden, ini Pemilu yang dasyat besar, kita masih dengan Keppres yang seperti itu, yang kemudian dianggap semuanya kita melanggar Keppres Nomor. 80 tahun 2003. jadi dakwaan Bapak Nazar itu semuanya melanggar Keppres, padahal kalau kita mengikuti Keppres kita pasti mengikuti Undang-undang Dasar 1945, lebih sakti mana UUD atau Keppres, disini letaknya nanti mungkin didalam Rancangan Undang­undang ini mungkin kurang jelas, apakah kita akan menggunakan Undang-undang yang sama atau Peraturan Khusus untuk Proyek Pemilu, karena kalau tidak ini Proyek Politik, berbeda dengan kalau kita membangun jalan, membangun Gedung. Kalau bangun Gedung Anggaran tahun ini tidak selesai masih tahun depan, tetapi bisa atau tidak Pemilu tidak bisa selesai tahun ini, kita buat saja tahun depan, kita undur saja.

Disini letaknya kalau misalnya dikatakan, kalau di Australia itu 36 hari Pemilu, karena mereka sudah bisa mengadakan berapa jumlah kertas dsb, itu sudah bisa dilakukan. Bagaimana kita akan mengadakan jumlah kertas kalau jumlah Partainya belum tau, jumlah Partai itu baru diketahui 8 Desember 2003 kemarin, kita sudah mengadakan tender kebutuhan kertas sejak Agustus 2003, padahal kalau Keppres Nomor. 80 Pasti tidak bisa. Kenapa kita harus melakukan itu, karena kalau tidak dengan asumsi, maka tidak akan ada kertas surat suara, tanggal 29 Januari 2004 kita baru mengetok Palu diruangan ini 460.000 nama Calon Legislatif. Padahal tendernya sudah sejak Agustus 2003 untuk pencetakan Surat Suara itu dan disini letaknya situasi Pemilu itu harus diperhatikan dengan baik supaya paling tidak kita tidak akhirnya pasca Pemilu KPU menjadi suram .. mengembalikan integritas Lembaga Penyelenggara Pemilu menurut saya tidak mudah dan menurut saya akan tetap mahal.

Disini beberapa point saya sebetulnya untuk lbu Lena sudah terjawab. Saya pikir bagaimana terjawab seperti itu, walaupun saya tidak langsung Pasal-pasal karena ini semua kita sudah bersama-sama menyiapkan untuk dilihat, paling tidak suasana kebatinannya sebagai penyelenggara Pemilu itu bisa tertangkap dan nantinya di dalam Pasal-pasal itu bisa diterjemahkan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Ada tambahan dari Kepala-kepala Biro, lbu Valina silahkan.

Page 15: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

KPU (VALINA SINGKA): Ada yang ingin saya tambahkan, mulai dari, walaupun tadi dikatakan tidak perlu lagi

menyinggung Pasal-pasal dan sebenarnya sudah kita singgung kemarin pada waktu RDP, tetapi saya ingin mengulangi lagi supaya dicatat oleh Bapak Laoly, bahwa ini adalah Pasal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena terkait dengan kualitas dari penyelenggara Pemilu 2004.

Pertama, Pasal 38 Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-undang Nomor. 22. lni mengenai soal masalah penetapan calon terpilih, disitu dikatakan, ditanda tangani oleh Ketua KPU ditandatangani, maka ditandatangani oleh Staff KUP, apabila tidak ada Anggota KPU menandatangani, maka dianggap berlaku dengan sendirinya.

Pasal ini crucial, Bapak Laoly dan Bapak/lbu Anggota Pansus untuk betul-betul dicermati supaya usul kami diperbaiki nanti pada waktu Undang-undang Pemilihan Umum, supaya dimasukkan kembali di Undang-undang Pemilihan Umum, sebab kalau sampai penetapan calon terpilih nanti tidak ditanda tangani oleh Ketua KPU atau Anggota KPU itu nantinya akan menimbulkan persoalan, tidak akan ada otentik hasil Pemilihan Umum, padahal misalnya kalau akan ada gugatan Mahkamah Konstitusi, itu harus ada bukti otentik yang ditanda tangani. Siapa misalnya yang akan mewakili KPU di Mahkamah Konstitusi, karena tidak ada satupun yang menandatangani. Jadi persoalan crucial musti diperhatikan oleh Anggota Pansus.

Kedua, mengenai juga Perancangan Undang-undang Pemilihan Umum dari Pemerintah mengenai Pasal yang mengatur soal gugatan, masalah gugatan, ini juga menurut kami tujuannya baik adalah untuk penegakan hukum untuk mengawasi tahapan-tahapan Pemilihan Umum, tetapi ini juga akan berimplikasi kepada Penyelenggara Pemilihan Umum, sebab gugatan itu sifatnya final untuk jangka waktu 21 hari. Sementara tahapan-tahapan Pemilihan Umum itu sifatnya seaquenses, mereka itu bisa menggugat misalnya SKKPU mengenai penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum. Mereka itu bisa menggugat KPU mengenai penetapan calon, mereka juga bisa menggugat SKKPU mengenai Daerah Pemilihan dst, apa yang akan terjadi apabila kemudian penetapan calon itu sudah di SKK-kan oleh KPU . kemudian keputusan Pengadilan mengatakan bahwa itu tidak benar, dan itu bisa mempengaruhi tahapan-tahapan selanjutnya dari Pemilihan Umum. lni mohon diperhatikan oleh Anggota Pansus bagaimana caranya, kalaupun toh akan dimasukkan gugatan itu supaya tidak menggu pelaksanaan tahapan-tahapan Pemilu.

Kemudian juga soal Caleg yang jumlahnya 150% itu terlampau banyak menurut kami, karena nanti akan berimplikasi kepada besaran Surat Suara, apalagi tadi sudah disampaikan oleh Pansus tadi, kalau kita baca draft dari Pemerintah itu, Surat Suara itu pada gambar, kemudian diatasnya nama-nama calon, ini tentu akan berimplikasi kepada biaya penyelenggaraan Pemilu. Sementara Pemerintah ketika kami bertemu dengan Wakil Presiden menginginkan supaya ada efisiensi biaya penyelenggaraan Pemilihan Umum. Jadi Ketentuan-ketentuan dalam Undang­undang Pemilihan Umum akan mempengaruhi secara langsung besaran biaya Pemilihan Umum. Apalagi misalnya tadi ada usulan selain gambar, nama calon, juga ada foto, foto ini akan semakin mahallagi. Gam bar timbul, nama calon, foto kesamping, ini implikasinya luar biasa terhadap biaya Pemilihan Umum, sebab Dapil kita kemarin itu 69, seluruhnya 2.057, karena sistem Pemilu kita demikian maka apabila terjadi kekurangan Surat Suara maka tidak bisa menganti dari Dapil I ke Dapil yang lainnya. Surat Suara itu memang betul-betul di design dan dicetak sesuai dengan kebutuhan setiap Daerah Pemilihan, kalau misalnya ada 2.057 Daerah Pemilihan, artinya film untuk Surat Suara itu ada 2.057 film Surat Sura dst seperti itu.

Kemudian yang Bapak Laoly juga adalah apakah sistem Pemilu yang kita terapkan tahun 2004 kemarin proporsional, sedangkan calon terbuka itu sudah compatible dengan sistem disdensia yang akan kita bentuk, itu intinya Bapak Laoly kalau saya tidak salah.

Jadi, memang sebetulnya buka kewenangan KPU untuk menetapkan sistem Pemilu apa yang akan kita pilih untuk tahun 2009, sebetulnya ini kewenangan Pemerintah dan DPR, tetapi KPU bisa memberikan masukan. Kalau saya mungkin bukan atas nama KPU, saya pribadi ingin mengatakan bahwa sesungguhnya sistem Pemilu itu adalah political engginering, alat rekayasa politik, jadi pilihan terhadap satu sistem pemilihan umum itu terkait dengan tujuan akhir yang hendak kita ingin capai, apa tujuan akhir yang hendak kita capai. Adalah kalau menurut peta konstitusi kita, hasil amandemen satu, dua, tiga dan empat, tujuan akhir kita adalah sistem residensial yang kuat, seperti itu, makanya kemudian sistem residensial yang kuat itu bisa dibentuk apabila sistem Pemilihan Umum dan sistem kepakaiannya itu bisa compatible, seiring, konsisten dengan sistem operator yang akan dibentuk.

Page 16: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

Menurut saya apa yang sudah dituliskan dalam Undang-undang Politik tahun 2003, menu rut saya apa yang diimplementasikan pada Pemilu tahun 2004 kemarin sudah cukup mampu untuk mencapai yang ingin kita tuju sesuai dengan konsititusi, sebab sistem Pemilu proporsional daftar calon terbuka itu sebetulnya kebalikan dari sistem Pemilu proporsional calon tertutup, implikasinya Daerah Pemiilhannya lebih kecil, karena ada variadistik disitu. Kalau dulu Daerah Pemilihannya Provinsi maka kemarin Daerah Pemilihannya itu konsentrasi penduduk, sehingga untuk DPR itu hanya 69 Daerah Pemilihan dan untuk DPRD I dan DPRD II itu sampai 2.057 Daerah Pemilihan, itu bisa menciptakan suatu hubungan yang lebih baik antara konstituen dengan Wakil Rakyat terpilih, jadi aspek representatif atau keterwakilan sistem proporsional itu bisa tercapai dan aspek akuntabilitas dari sistem distrik tercapai. Menurut saya sudah cukup bagus sebab sudah lebih baik dari yang proporsional tertutup, menurut saya tidak perlu dirubah dulu untuk tahun 2009, sebab waktunya sudah makin sempit, konsentrasi kita itu pada aspek teknis persiapan Pemilihan Umum, karena itu KPU selalu menghimbau draft, Rancangan Undang-undang Politik ini, terutama Undang-undang Partai Politik atau Undang-undang Pemilihan Umum dapat segera diselesaikan, sehingga verifikasinya partainya itu bisa segera dilaksanakan pada awal tahun 2008. sehingga kelemahan-kelemahan akibat mepetnya waktu dst itu tidak akan terjadi lagi, bagi ternan-ternan Anggota KPU baru supaya bisa mempersiapkan lebih baik dari apa yang telah kita lakukan kemarin.

Kedua, adalah mengenai tata cara coblos itu disinggung oleh Bapak Agus tadi, kalau di tahun 2004 kemarin itu memang ada persoalan, sebab kita masih setengah hati melakukan proporsional terbuka itu, antara masih keinginan tertutup tetapi masih ingin terbuka juga, memang tata cara coblos ini tidak hanya membinggungkan untuk kita pelaksana Pemilu, tetapi membingungkan masyarakat Pemilih, sosialisasi menjadi sulit waktu itu. sebab yang dimasukkan suara sah itu adalah coblos tanda gambar Partai dan mencoblos nama calon, kalau coblos tanda gambar saja itu sah, karena itu proporsional tertutup, justru dikatakan sah, tetapi kalau hanya mencoblos nama calon itu dianggap tidak sah. Kalau misalnya · kita ingin konsisten dengan proporsional terbuka, mustinya cukup mencoblos nama calon saja atau ini untuk memudahkan Pemilih, mencoblos tanda gambar saja sah, mencoblos nama partai saja juga sah, sehingga memudahkan pemilih dan KPU juga mudah pada saat sosialisasi nantinya.

Ketiga, adalah dari lbu Lena kemarin, lbu Lena yang paling cantik dan suaranya yang paling merdu dan cerdas seperti penyiar Radio katanya suaranya, sebagian sudah dijawab kemarin, misalnya masalah Kampanye tidak perlu dibatasi. Yang paling perlu dibatasi itu adalah soal pengerahan massa, bagaimana cara kita mengelola soal bagaimana pengerahan massa, ini harus ada ketentuan yang agak tegas mengenai Undang-undang Pemilihan Umum beserta sangsinya soal pengerahan massa dan juga soal penayangan iklan di Media Cetak dan Elektronik, ini juga persoalan yang tidak mudah untuk kita kemarin untuk mengawasi mengenai sebetulnya berapa besar airlime dari calon dari Partai di Media Cetak maupun Media Elektronik. Prinsipnya adalah memberikan treatment keadilan bagi setiap calon dan setiap partai dalam menayangkan iklannya di Media Cetak dan Media Elektronik.

Soal Kartu Pemilih ini juga menjadi masalah tadi sudah disinggung oleh lbu Qusnul pertanyaan dari lbu Lena ini, bagaimana kita sudah Kartu Pemilih tahun 2004, kemudian kita juga sudah punya Kartu Pemilih untuk setiap Pilkada, di Provinsi ada Kartu Pemilih untuk Pemilihan Gubernur, di Kabupaten ada Kartu Pemilih untuk Pemilihan Bupati, kita bisa punya Kartu Pemilih sekaligus, kartu pemilih 2004, kartu pemilih Gubernur, kartu pemilih Kabupaten/Kota, ini adalah persoalan menu rut saya, oleh karen a itu harus betul-betul diawasi mengenai tugas dari Pemerintah didalam menyediakan data kependudukan, bagaimana sistem dan mekanismenya sebab KPU adalah pengguna akhir dari kependudukan yang akan di up-date oleh Pemerintah, tadi dikatakan oleh Bapak Santoso bahwa berdasarkan Pasal di Undang-undang Nomor. 22 pemukhtahiran data pemilih itu mengacu kepada data kependudukan dari Pemerintah, dan itu harus di up date oleh Departemen Dalam Negeri, Dirjen Administrasi Kependudukan (ADMINDUK) yang sekarang itu bekerja adalah untuk menciptakan single identity seperti itu, Alhamdullilah kalau Pemerintah kita itu sampai kearah sana, sehingga tidak perlu lagi Kartu Pemilih, cukup KTP, tidak perlu Kartu Pemilih, sehingga akan mengefisienkan anggaran Pemilihan Umum.

Tetapi seperti tadi kata Bapak Santoso ada berita acara serah terima data penduduk yang diserahkan oleh Pemerintah, KPU, tidak lain adalah untuk memberikan perlindungan kepada kami, kasus-kasus yang muncul selama Pilkada ditu DP4 selalu persoalan, kalau ada persoalan kemudian diserahkan ke KPU Daerahnya. Padahal kualitas daripada Pemilih di KPU itu sangat

Page 17: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

tergantung pada kualitas data penduduk, kalau kuailtas data penduduknya buruk maka kualitas pemilihnya akan buruk. lni perlu ada ceremony berita acara supaya masyarakat tau sekian jumlah penduduk yang dipublikasikan oleh Pemerintah dan diserahkan kepada KPU, seperti itu.

Mengenai soal quick count kemarin sudah saya bah as, sudah saya jawab. soal quota 30% kita harus mendukung quota 30%, masalahnya pada 2004 kemarin Pasalnya itu tidak yang Pasal 65 Ayat (1) dapat mencalonkan dengan memperhatikan, sehingga partai-partai tidak terdorong untuk mencalonkan sebanyak 30%, untuk DPR maupun DPRD, hasilnya tahun 2004 kemarin tidak lebih baik dari hasil Pemilu sebelumnya, jumlah perempuan yang duduk di DPR, DPRD, maupun DPRD Kabupaten/Kota.

Menurut saya solusinya itu harus dari hulu sampai hilir, kalau dulu di hilirnya saja di Undang-undang Pemilihan Umum, jadi mulai dari Undang-undang Mengenai Partai Politik, mulai dari pembentukan Partai Politik kalau dalam draft Rancangan Undang-undang itu dimulai dari kalau didirikan oleh 250 Warga Negara Republik Indonesia, itu musti juga dimasukkan ketentuan 30% soal kepengurusan, sebab ternyata memang semakin banyak perempuan duduk pada jabatan-jabatan startegis partai maka semakin besar kemungkinan dia akan dicalonkan dan akan semakin besar untuk terpilih sebagai Anggota DPR. Jadi dari Undang-undang Partai Politiknya Undang-undang Pemiilhan Umumnya, quotanya itu menurut saya diharuskan dan ada sangsi apabila Partai tidak mampu mencalonkan 30%, maka KPU diberi kewenangan administrativenya untuk mengembalikan Caleg yang diajukan oleh Partai yang bersangkutan sampai memenuhi 30%. Pada tahun 2004 kemarin tidak ada Ketentuan yang demikian, tetapi KPU waktu itu sudah pro-aktif, bagi Partai yang belum mampu melengkapi Calegnya, maka kembalikan dan diprioritaskan untuk diisi Caleg Perempuan. Tetapi sampai itu saja, tetapi kalau toh tidak mencapai sekian tidak kami paksakan kepada Partai. Dari hulu ke hilir musti di atur di Undang-undang Politik nantinya, bukan pekerjaan yang gampang sebab quota itu dimana-mana memang menimbulkan konflik di internal Partai karena berkaitan dengan kedudukan kursi dsb. Karena itu perlu dilakukan yang namanya proses komunikasi politik, lobby dsb, untuk supaya teman-teman laki-laki di partai itu memahami dan menerima mengenai apa sesungguhnya quota itu dan apa pentingnya untuk menempatkan lebih banyak Perempuan dalam posisi Anggota Legislatif.

ORA. HJ. LENA MARY ANA MUKTI/F-PPP: Ketua boleh sedikit ya, Karena berdasarkan pengalaman KPU kalau nanti perintah Undang-undang soal hulu soal

macam-macam itu sepakat, tetapi kalau nanti Undang-undang yang bersifat imperatif konsekuensi hukum, artinya kalau tidak terpenuhi maka harus ada sangsi, apakah dia tidak boleh ikut di Dapil yang bersangkutan, dan kemarin itu dikembalikan sampai 30%, tetapi kalau tidak terpenuhi itu tidak bisa memaksa KPU, solusinya itu seperti apa yang kita belum ketemu, karena saya sebagai petinggi Partai Politik juga, atau sebagai aktivis Partai Politik tidak mau partai saya tidak bisa ikut, tetapi disisi yang lain juga harus menampung quota 30% Perempuan.

Saya kira sistemnya seperti apapun Pemilu karena kemarin dengarnya Daftar nomor Urut dari Cetro tidak mengatakan harus abjad, tetapi ada usulan bagaimana kalau usulannya itu adalah partilis, karena kalau partilis sudah ada konsekuensi di lingkungan Partai Politik bahwa dia yang duduk di Pengurus harian, makanya di Undang-undang Partai Politik 30% bukan dari kepengurusan Partai Politik tetapi 30% dari kepengurusan harian Partai Politik. Hal-hal seperti ini yang kalau tidak dijawab hari ini juga tidak masalah, tetapi ini menjadi Pekerjaan Rumah bersama untuk mencari format soal sangsi tadi.

Terima kasih Pimpinan.

KPU (V ALINA SINGKA): Memang kalau sistem Pemilihan Umum berdasarkan penelitian itu yang paling compatible

untuk keterwakilian adalah proporsional tertutup, tetapi kita sudah mengadopsi proporsional terbuka, kita tidak bisa tarik kebelakang, mungkin disistem Pemilunya, bagaimana caranya kemungkinan untuk dicalonkan dan terpilihnya itu menjadi lebih besar, ada beberapa cara seperti selang seling seperti itu diberlakukan di Costarica, di Argentina, kemudian sangsinya harus dicarikan sangsi yang tidak mematikan Partai, sebab ini soal kerjasama, meningkatkan stabiiltas di tingkat internal Partai, jadi sangsinya bukan sangsi yang mematikan Partai, jadi kita harus mencari cara yang mendidik, nanti bisa dipikirkan cara yang paling baik. Kalau di Perancis itu kalau tidak bisa mencapai quota yang ditetapkan maka kemudian bantuan financial dari Pemerintah itu

Page 18: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

dipotong 50%, misalnya seperti itu, tetapi kita tidak akan begitu, nanti Partainya akan menjadi mati, gara-gara sistem quota.

Saya rasa dari saya demikian, mungkin nanti dari Sekretariat akan ada yang akan berbicara.

KPU (MAKSUM): Terima kasih, Dua men it saya kira, lni masalah Surat Suara, saya perlu melaporkan bahwa satu-satunya alasan mengenai

Perpu Nomor. 20 tahun 2004 itu keluar, ini yang memundurkan tanggal sampainya keluar ke TPS, itu diundur dari tanggal 25 Maret menjadi 4 April itu karena Surat Suara DPRD Kabupaten/Kota belum sampai. Jadi salah satunya alasan adalah Surat Suara DPRD, mengapa Surat Suara DPRD Kabupaten/Kota itu sampai tidak sampai, karena itu dicatat disini oleh KPU, kenapa dicetak oleh KPU karena itu berwarna.

Kalau Surat Suara DPRD Kabupaten/Kota tidak berwarna masing-masing KPU Kabupaten bisa mencetak sendiri-sendiri di Daerahnya masing-masing, kalau itu berwarna dan kita serahkan ke Daerah, maka Daerah-Daerah itu akan mencetak, kemungkinannya hanya akan ada di Manado, Makasar, Surabaya, Jakarta dan Medan, jadi semuanya akan bertemu disana dan kalau itu masing-masing Kabupaten melakukan pasti itu akan ribut sekali, sehingga terpaksa dicetak oleh KPU.

Pasal 148 dalam RUU yang baru itu mengasumsikan Surat Suaranya berwarna, karena nama itu diletakkan diatas tanda gambar Partai jadi harus berwarna, kalau tidak berwarna tidak terbaca. Saran saya adalah boleh tidak tanda gambar partai itu tidak berwarna, sehingga masing­masing KPU Kabupaten/Kota bisa mencetak sendiri Surat Suaranya, sehingga kalau bagian Merauke misalnya di Jaya Pura sudah cukup tetapi kalau harus berwarna dia harus ke Surabaya, sehingga memudahkan pengadaan Surat Suara di Daerah, mungkin kalau Surat Suara DPRD Provinsi mungkin bisa berwarna atau tidak. Kalau surat suara DPR dan DPD itu yang menyetak KPU sehingga tidak masalah, hanya itu Bapak Terima kasih.

Kami juga mohon ditegaskan dalam Undang-undang apa yang akan terjadi dengan barang-barang sisa Pemilu, baik Pemilu tahun 2004 maupun Pemilu yang sekarang, Kotak Suara, Bilik Suara, Kertas, kalau menurut kami barang-barang inventaris itu merupakan masalah bagi kami, karena kalau kita urusi salah, tidak kita urusi salah, misalnya sisa kertas surat suara yang dipotong-potong itu banyak berton-ton, mau kita jual KPU Daerahnya tidak berani, kita juga tidak berani karena bermasalah, mau tidak dijual barangnya ada, percetakannya waktu itu ada percetakan yang membuat begitu saja, kita tuntut, itu barang Negara, jadi mau diurusi salah mau tidak diurusi salah. Kotak suara juga begitu, kotak suara kita anggap inventaris sekarang, dipakai untuk Pilkada dsb, tetapi didalam Undang-undang ini apakah mau memakai Kotak Suara yang ini atau yang baru. Untuk kita itu bermasalah, Kotak Suara harus digunakan, untuk kita paling bagus Bapak dan lbu barang-barang KPU itu dihapuskan setelah Pemilu, untuk kita paling mudah, kita tidak perlu bertanggungjawab segala macam, tetapi memang mubazir, Kotak Suara berharga dihapuskan begitu saja, namun kami perlu mengusulkan bahwa kejelasan mengenai status daripada barang-barang setelah Pemilu, ini penting untuk melindungi teman-teman kami disini supaya tidak terkena akibat dikemudian hari.

Terima kasih, Wassalamu'a/aikum Warrahmatu/lahi Wabarakaatuh.

KPU (KHUSNUL MARYIAH): lni salah satu yang penting karena kotak suara KPU itu sudah lima kali dipakai, kartu

pemilih tiga kali, karena pemilihan Gubernur dan pemilihan Bupati membuat kartu pemilih baru, tetapi kalau andaisaja ada satu saja kotak suara hilang di KPU, dibawa ke Polisi ini sudah macam­macam, dari 2.400.000, sekitar 10%, sekarang masih ada 1.900.000 kotak suara yang masih tersimpan dengan baik di KPU dan itu Pemilihan Kepala Desa juga dipakai. Pemilu RT/RW dipakai, Pemilu di Kampus-kampus dipakai, tetapi itu tidak pernah mendapatkan value edit, tetapi satu saja kotak suara hilang dilaporkan ke Polisi, ini banyak teman-teman ini yang masuk ke Penjara karena kotak suara hilang.

Page 19: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

Tadi masalah yang lbu Valina tadi mengatakan bagaimana keputusan KPU di PUTN-kan dan kemudian menunda tahapan, tadi malam saya mendapatkan SMS dari KPU Cilandak. PTUN mengatakan bahwa Pemilu Kepala Daerah di Cilandak disuruh menunda pelaksanaannya. Karena penetapan hasil Pemilu ini baru tadi malam dengan SMS, ini juga penting.

Kemudian Maluku Utara kita juga sudah lihat, mereka disuruh juga menunda, termasuk menunda yang di Maluku Utara. lni kalau seperti ini terus. Ada tambahan bagaimana tahapan Pemilu kalau Lebaran, kemudian kalau Puasa mungkin tidak, kalau Natal, Nyepi pokoknya hari­hari besar, karena sekarang yang kita permasalahkan di Maluku Utara adalah kampanye itu pas ada tanggal 8 Oktober sampai 21 Oktober, tanggal 12 dan 13 Oktober itu adalah Lebaran. KPU tetap memutuskan akan itu walaupun nanti akan ditambah hari liburnya, tetapi mulai tanggal 5 Oktober mereka harus sudah membuat kampanye, itu sisi bagus karena pada saat Puasa orang tidak menghujat-hujat, kalau menghujat sedikit eh Dosa. T etapi bagaimana penyelenggaraan seperti itu, saya juga tidak tau apakah itu akan masuk didalam perhitungan-perhitungan tahapan­tahapan Pemilu yang ada. Jadi ini juga penting.

lbu Lena yang paling penting adalah proses pendataan caleg Perempuan itu tidak hanya pada saat mencalonkan, tetapi pada saat verifikasi formulir. Pengalaman saya itu semua Partai rata-rata Perempuan nomornya dirubah-rubah kemudian formulirnya ada yang hilang dua ada yang hilang tiga, ada yang hilang semuanya, padahal dia sudah menyerahkan itu kepada DPP­nya. Oleh sebab itu pada waktu itu saya katakan kepada calon Perempuan kalau anda sekarang perjuangan untuk mendapatkan calon satu sudah selesai, perjuangan anda sekarang cek kalau sampai tanggal 19 Januari 2004 anda tidak mengembalikan formulir, mau Perempuan mau Laki­laki, KPU akan caret. Ternyata ada yang dua atau tiga formulirnya hilang, akhirnya seluruhnya sudah menyerahkan kepada Partainya, itu tahapan-tahapan hati-hati.

Tetapi saya tidak pesimis, karena kalau tadi data yang ada memang di Pusat naiknya tidak jelas, tetapi di KPUD, KPU Provinsi dan KPUD Kabupaten/Kota dulu rata-rata 1%, tetapi saya belum mengumpulkan semua data, seperti Bukit Tinggi 25% Perempuan, Yogyakarta 20% Perempuan, ini sebenarnya ada sudah mulai bagus, jadi harus dihargai setiap langkah. Terima kasih Bapak-bapak yang dulu masuk di Pansus atau Komisi II yang sudah luar biasa mengoalkan Pasal 16. tetapi yang penting lbu jangan sampai hilang kata-kata 30%, sekali hilang seperti di Undang-undang Partai, di Undang-undang Partai Politik Nomor. 31 tahun 2002 itu Pasal 7 dan Pasal 13 tidak ada 30%, makanya waktu di Undang-undang Pemilu saya katakan mau 30% atau hilang nanti, karena kalau wajib pasti tidak diterima, tetapi kalau masih ada 30% ada insyaal/ah masih bisa diterima. ltu adalah hasil waktu saya ada di ruangan lbu Ida Fauziyah terus dari Golkar saya Tanya ini lbu quota versus Haji, karena sebagian besar ternyata Anggota DPR-nya waktu itu Haji, besoknya Rapat Paripurna saya katakan seperti itu. SMS dari siapapun dari Partai Politik yang sedang Haji untuk berdoa a/hamdulli/ah Pasal 65 itu dapat.

Jadi, perjuangan tidak boleh pesimis, Swedia itu membutuhkan 30 tahun untuk mendapatkan 45,3% Anggota parlemennya Perempuan, tetapi disana Undang-undangnya tidak boleh ada kelompok yang mendominasi 60% termasuk kelompok laki-laki atau Perempuan. Jadi kalau Perempuanya lebih dari 60% juga dilarang.

Saya kira itu tambahan dari saya, mudah-mudahan ada gunanya. Terima kasih

KETUA RAPAT: Di Amerika itu sekarang mayority leader itu wanita walaupun jumlah perempuan di kong res

Perempuan di Senat belum seperti yang kita harapkan di Amerika Serikat. Tetapi kita mempunyai Presiden Perempuan dan Ketua Umum kami itu adalah Perempuan. Harus diperjelas itu. Walaupun pada gilirannya banyak Perempuan yang tidak memilih beliau.

KETUA RAPAT: Bapak dan lbu sekalian, barangkali ada beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan

dalam penghematan uang Negara, ini juga kepada Partai-partai ini, soal berwarna tidak tanda gambar, membuat desentralisasi pencetakan kartu surat suara dimungkinkan, kalau itu dimungkinkan apa yang dipikirkan oleh Bapak Hardi itu juga bisa dipikirkan soal Dapilnya diperbanyak itu karena sudah bisa dicetak di Daerah-daerah.

Ada banyak catatan-catatan yang sangat berharga disini, semua ini kami sangat menghargainya dan barangkali kedepannya jika ada masukan-masukan baik teknis, baik untuk

Page 20: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180420-083637-7594.pdf · dewan perwakilan rakyat republik indonesia risalah rapat panitia khusus

hanya sekedar mengingatkan kita, mungkin saja nanti perlu teknis setelah DIM-DIM Fraksi-fraksi Bapak dan lbu sekalian, akan kita susun DIM dari Pansus, kita mohon supaya ternan-ternan di KPU juga memeriksanya, karena pengalaman yang cukup berharga, apalagi tadi Bapak yang sudah sejak tahun 1971 sudah menjadi petugas teknis di KPU, saya kira ini akan membantu kami dalam menyusun ketentuan-ketentuan, yang pasti apa yang kita lakukan untuk kepentingan bangsa dan Negara.

Soal sangsi mung kin nanti dipikirkan bag aim ana sangsinya, misalnya tidak cukup 1% berarti Rp. 1 miliar, contoh barang atau Rp. 500 juta.

Bapak Jacobus.

JACOBUS MAYONG PADANG/F-PDIP: Pimpinan. Ada yang kurang jelas tadi. Saya informasi dari Sekretariat KPU, soal tadi ada permintaan

mengenai kemungkinan ada biaya dari APBD, kalau pengalaman di tahun 2004 bagaimana pengalaman penanggulangan ongkos itu dari bukota Kabupaten pada waktu itu pengalaman.

KETUA RAPAT: Sebelum saya serahkan, ini saya kebetulan ikut Pansus Undang-undang Pilkada dan

Pemilu. Waktu itu memang perdebatan soal itu cukup tajam, saya termasuk dari orang yang mengusulkan supaya APBD ikut serta menanggungnya. Hanya pada waktu mengatakan bahwa inikan pekerjaan Nasional, biarlah Negara yang menanggung, tadi kita juga berpikir kepada hal-hal teknis seperti yang disampaikan lbu Khusnul. lni juga disampaikan kepada kita para Rapat sebelumnya soal dana pengamanan ketika di KPU misalnya, ini bisa dibantu oleh APBD kepada KPU Kabupaten/Kota. Polisinya yang menjaga 10 hari Surat Suara, yang dituntunya KPU misalnya, darimana dananya, kalau tidak dananya. Memang dalam kenyataannya, contohnya saja waktu pelaksanaan Pilkada, kita pada waktu itu di Komisi II menyerahkan alokasi anggaran yang cukup besar ke Komisi, tetapi dia sentralisasi dan komanda Jakarta yang mengatur itu. kadang­kadang komando Jakarta mengirim kepada Kapoldanya dikirim bagi yang sudah dicukupkan itu padahal banyak yang tinggal di Jakarta, ini perlu disiasati. lni barangkali masukan-masukan seperti itu, walaupun kecil tetapi soal teknis bisa menjadi batu sandungan untuk kita.

Saya kira masukan-masukan seperti ini lbu sekalian dari Sekjen KPU, lbu Valina. Atas nama Pimpinan ada tambahan Bapak. Katanya kita itu masuk DIM hari Jum'at, saya kira pada sore hari ini kita baru dapat masukkannya. Seperti Semen Padang belum kita pikirkan sudah kita lakukannya, saya staff kita saja.

Bapak dan lbu sekalian, Terima kasih atas nama Pansus kami mengucapkan terima kasih kepada lbu Husnul dan

lbu Valina, tolong sampaikan salam kami kepada Bapak Ramlan, atas keramah tamahan dan kesediannya menerima kami disini, khususnya atas masukan-masukan yang sangat berharga disini.

Sekali lagi kami ucapkan terima kasih, apabila ada tutur kata kami yang kurang tepat dan kurang pas dan yang menyinggung perasaan Bapak dan lbu sekalian mohon dimaafkan, maksud kami ini adalah baik-baik saja, kalau tidak baik-baik kepada KPU bisa gawat juga kami pada Pemilu yang akan datang.

Sekali lagi atas nama ternan-ternan kami ucapkan terima kasih, dengan ini kami tutup.

(RAPAT DITUTUP)

Jakarta, 04 September 2007 a.n. Ketua Rapat

Sekretaris,

S U ROSO, SH NIP.210000661