Fixed Drug Eruption.docx

download Fixed Drug Eruption.docx

of 18

Transcript of Fixed Drug Eruption.docx

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    1/18

    Fixed Drug Eruption (FDE) / Exantema Fikstum

    FDE atau disebut juga exantema fikstum adalah satu-satunya Erupsi Obat Alergi yang selalu

    diprovokasi oleh obat atau bahan kimia.1 Tidak ada faktor etiologi lain yang dapat

    mengelisitasi. FDE merupakan EOA yang sering dijumpai ketiga. Gambaran FDE berupa

    eritema dan vesikel berbentuk bulat atau lonjong dan biasanya numular, pada kasus yang

    berat dapat timbul bula. Tempat predileksi adalah di sekitar mulut, di daerah bibir dan daerah

    penis pada laki-laki sehingga sering disangka penyakit kelamin karena berupa erosi yang

    kadang-kadang cukup luas disertai eritema dan rasa panas setempat.1 Lesi kemudian

    meninggalkan bercak hiperpigmentasi yang lama dan baru hilang bahkan sering

    menetap. Kelainan akan timbul berkali-kali pada tempat yang sama.11

    Gambar 4. Fixed drug eruption

    Sumber : Revus J, Allanore AV. Drugs Reaction. In: Bolognia Dermatology. Volume One.

    2nd edition. Elserve limited, Philadelphia. United States of America. 2003

    Obat yang sering menyebabkan FDE ialah sulfonamide, barbiturate, trimethoprim dan

    analgesic. Ukuran lesi bervariasi dari beberapa milimeter hingga sentimeter. Dengan

    pemberian obat inisial, lesi soliter dapat terbentuk. Pada pemberian ulang obat

    penyebab, lesi terjadi tidak hanya pada lokasi biasanya, tapi juga pada tempat lain.1

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    2/18

    Gambar 5. Fixed drug erupsi pada genitalia akibat sulfonamide

    Sumber : Revus J, Allanore AV. Drugs Reaction. In: Bolognia Dermatology. Volume One.

    2nd edition. Elserve limited, Philadelphia. United States of America. 2003

    Mekanisme terjadinya FDE diduga melalui reaksi tipe III dan IV. Terdapat peningkatan

    jumlah limfosit T baik helper maupun supresor. Limfosit T helper / sitotoksik epidermis

    ditemukan dekat dengan keratinosit yang nekrotik.5,7 Limfosit T yang menetap di lesi kulit

    berperan dalam memori imunologis dan menjelaskan rekurensi lesi pada tempat yang

    sama. Ditemukannya keratinosit pada lesi kulit FDE menunjukkan peningkatan ICAM 1

    (yang terlibat dalam interaksi antara keratinosit dan limfosit) dan FILA-DR. Peningkatan

    ekspresi ICAM-1 menjelaskan migrasi limfosit T ke epidermis . Beberapa obat penyebab

    FDE adalah sulfonamid, tetrasiklin, barbiturat, fenazon, fenitoin, trimetoprim, dan

    analgesik.1,5

    VI. DIAGNOSIS

    Diagnosis erupsi obat berdasarkan :

    a. Anamnesis : adanya hubungan antara timbulnya erupsi dengan penggunaan obat sehingga

    perlu ditanyakan obat-obat/jamu yang didapat, kelainan yang timbul akut atau beberapa hari

    setelah konsumsi obat, rasa gatal yang dapat disertai demam yang biasanya subfebril.

    b. Pemeriksaan Klinis (Kelainan kulit yang ditemukan) : adanya kelainan klinis sesuai

    dengan jenis masing- masing reaksi. Penghentian obat yang diikuti penurunan gejala

    klinis merupakan petunjuk kemungkinan erupsi disebabkan oleh obat tersebut. Perlu

    diperhatikan distribusi lesi yang menyebar, simetris atau setempat, bentuk kelainan yang

    timbul (urtikaria, purpura, eksantema, papul, eritroderma, eritema nodusum).

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    3/18

    c. Pemeriksaan khusus ; saat ini belum ditemukan cara yang cukup sensitif dan dapat

    dipercaya untuk mendeteksi erupsi obat alergik.

    VII. DIAGNOSIS BANDING 5

    a. Dermatitis Kontak Iritan

    b. Pitiriasis Rosea

    c. Urtikaria, selain karena obat

    VIII. PENGOBATAN

    Pengobatan erupsi obat alergik belum memuaskan, antara lain karena kesukaran dalam

    memastikan penyebabnya, apakah oleh obatnya sendiri atau metabolitnya. Pengobatan

    dibagi dalam:

    a. Pengobatan kausal : Dilaksanakan dengan menghindari obat tersangka (apabila obat

    tersangka telah dapat dipastikan). Dianjurkan pula untuk rnenghindari obat yang

    mempunyai struktur kimia dengan obat tersangka (satu golongan).

    b. Pengobatan simtomatik :Pengobatan dilaksanakan sesuai dengan tipe reaksi yang

    mendasarinya :

    1. Pada reaksi anafilaksik (reaksi tipe I) : Bila terjadi syok dapat diberikan epinefrin 1 : 1000

    sebanyak 0,30,5 ml secara subkutan atau intravena. Antihistamin dan kortikosteroid dapat

    diberikan, tetapi bukan merupakan pengobatan lini pertama. Umumnya reaksi dapat diatasi

    dalam waktu 15 20 menit, meskipun penderita masih harus diamati selama 24 jam

    berikutnya untuk mencegah komplikasi.

    2. Pada reaksi tipe yang lain : Penghentian penggunaan obat tersangka umumnya cukup

    memberikan hasil yang baik. Sesuai dengan berat-ringannya reaksi, pemberian kortikosteroid

    (prednison 40100 mg/hari) dan antihistamin dapat dipertimbangkan.l

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    4/18

    Pengobatan dapat diberikan secara 1:

    1. Sistemik

    a) Kortikosteroid

    Pemberian kortikosteroid sangat penting pada alergi obat sistemik. Obat kortikosteroid yang

    sering digunakan adalah tablet prednisone(1 tablet=5mg). Pada kelainan urtikaria, eritema,

    dermatitis medikamentosa, purpura, eritema nodusum, eksantema fikstum, dan PEGA karena

    alergi obat, dosis standar untuk orang dewasa adalah 3x10 mg prednisone sehari. Pada

    eritroderma dosisnya adalah 3x10 mg sampai 4x 10 mg sehari.

    b) Antihistamin

    Antihistamin yang bersifat sedative dapat juga diberikan, jika terdapat rasa gatal. Kecuali

    pada urtikaria, efeknya kurang kalau dibandingkan dengan kortikosteroid.

    2. Topikal

    Pengobatan topikal bergantung pada keadaan kelainan kulit, apakah kering atau basah. Kalau

    keadaan kering, seperti ada eritema atau urtikaria, dapat diberikan bedak, contohnya bedak

    salisilat 2% ditambah dengan antipruritus, misalnya menthol - 1% untuk mengurangi rasa

    gatal. Kalau keadaan membasah seperti dermatitis medikamentosa perlu dikompres, misalnya

    kompres larutan asam salisilat 1%. Pada bentuk purpura dan eritema nodusum tidak

    diperlukan pengobatan topikal. Pada eksantema fikstum jika kelainan membasah dapat

    diberikan kompres dan jika kering dapat diberi krim kortikosteroid, misalnya krim

    hidrokortison 1% atau 2,5%. Pada eritroderma dengan kelainan berupa eritema yang

    menyeluruh dan skuamasi dapat diberi salep lanolin 10% yang dioleskan sebagian-sebagian.

    IX. PROGNOSIS

    Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat

    diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa bentuk, misalnya

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    5/18

    eritroderma dan kelainan-kelainan sindrom Leyll dan sindrom Steven-Johnson, prognosis

    dapat menjadi buruk bergantung pada luas kulit yang terkena. 1

    X. KESIMPULAN

    Banyak tipe erupsi yang dapat disebabkan oleh obat, dan tiap obat dapat memicu timbulnya

    erupsi obat alergi. Oleh karena itu sebelum memberikan terapi obat, harus dipertimbangkan

    besar kecilnya resiko, keuntungan serta kerugian dari terapi tersebut. Dengan mengetahui

    imunopatogenesis, faktor resiko, manifestasi klinis EOA dan edukasi pada pasien, serta

    penulisan resep yang tepat dapat menurunkan morbiditas EOA. Apabila terjadi EOA dan obat

    tersangka penyebab erupsi tersebut telah dapat dipastikan, maka sebaiknya kepada penderita

    diberikan catatan berupa kartu kecil yang memuat jenis obat tersebut (serta golongannya).

    Kartu tersebut dapat ditunjukkan bilamana diperlukan, sehingga dapat dicegah pajanan ulang

    yang memungkinkan terulangnya erupsi obat alergik.

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    6/18

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Hamzah M. Erupsi Obat Alergi. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aishah S, editor. Ilmu

    Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Cetakan ketiga. Jakarta : FK UI ; 2008. h 154-8.

    2. Shear NH, Knowles SR, Shapiro L. Cutaneous Reactions to Drugs. Dalam : Wolff K,

    Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell, editor. Fitzpatricks Dermatology

    in General Medicine. Edisi ke-7. New York : McGrawHill ; 2008. p 355-62.

    3. Lee A, Thomson J. Drug-induced skin. In: Adverse Drug Reactions, 2nd ed.Pharmaceutical Press. 2006 (cited 2013 July 19) Available from :

    http://drugsafety.adisonline.com/pt/re/drs/pdf.

    4. Partogi D. Fixed Drug Eruption. 2009 (cited 2013 July 19). Available from :

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3411/1/08E00858.pdf

    5. Blume JE, Elston DM. Drug Eruption. New York : Emedicine (Updated 2013 April 8;

    cited 2013 July 19).

    6. Riedl MA, Casillas AM. Adverse Drug Reactions: Types and Treatment Options. Am Fam

    Physician. 2003 (cited 2013 July 18). Available from :

    http://www.aafp.org/afp/2003/1101/p1781.html.

    7. Budi Iman. Erupsi Obat Alergik. 2008 (cited 2013 July 18). Available from :http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3400/1/08E00602.pdf.

    8. DeSwarte RD, Patterson R. Drug allergy. Dalam : Patterson R, et al. Alergic Diseases.

    Edisi ke-5. Philadelpia : Lippincott-Raven Publisher ; 1997. p 317352.

    9. Bratawidjaya KG. Reaksi hipersensitivitas. Dalam : Bratawidjaya KG, Rengganis I.

    Imunologi Dasar. Edisi ke-8. Jakarta : FKUI ; 2009. h 106129.

    10. Purwanto SL. Alergi Obat. Dalam : Cermin Dunia Kedokteran. Volume 6. 1976. (cited

    2013 19 July). Available from: www-portalkalbe-files-cdk-files-07AlergiObat006_pdf-

    07AlergiObat006.mht

    11. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku

    Kedokteran EGC ; 2005.

    12. Revuz J, Allanore LV. Drug Reactions. In : Bolognia JL, et al, editor. Dermatology

    Volume 1. 2nd ed. Spain : Mosby Elsevier ; 2008. p 301-19.

    13. James WD, Berger TG, Elston DM. Drug Eruption. In : Andrews Disease of The Skin

    Clinical Dermatology. 10th ed. Canada : Saunders Elsevior ; 2006. p 115-38.

    14. Paller AS, Manchini AJ. The Hipersensitivity Syndromes. In : Hurwitz Clinical Pediatric

    Dermatology. 4th ed. Canada : Saunders Elsevior ; 2011. p 454-69.

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    7/18

    15. Sumber: Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Erupsi Alergi Obat. In:

    Kapita Selekta Kedokteran. Volume 2. 3rd edition. Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia. Media Aesculapius. Jakarta. 2002. p:133-139

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    8/18

    FIXED DRUG ERUPTON

    Aidawati A.

    I. DEFINISI

    Fixed drug eruption (FDE) adalah erupsi alergi obat yang bila berulang akan timbul padatempat yang sama. FDE ditandai oleh makula hiperpigmentasi dan kadang kadang terdapat

    bulla atau vesikel di atasnya, yang dapat muncul kembali di tempat yang sama bila minum

    obat yang sama. Lesi kulit pada FDE biasanya ditemukan pada lengan, kaki,lidah, penis dan

    daerah perianal. Pasien umumnya akan mengeluh rasa gatal atau rasa seperti panas terbakar

    pada daerah lesi. Lesi yang sembuh biasanya akan menimbulkan hiperpigmentasi sehingga

    memberikan warna biru gelap dan keabu-abuan. Lesi juga biasanya ,muncul seawal 30

    menit sampai 8 jam dan lebih lama setelah konsumsi obat . Pada konsumsi obat secara

    yang berulang , lesi tidak hanya timbul di daerah yang sama tetapi lesi yang baru juga

    biasanya muncul.skin focus.usu

    II. ETIOLOGI

    Banyak obat yang dapat menyebabkan FDE. Senarai obat obatan di bawah ini merupakan

    antara obat obat yang sering menyebabkan FDE.usu 2

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    9/18

    TAbel 1: Daftar obat yang dapat menyebabkan FDE. (Dikutip dari kepustakaan usu)

    III. PATOGENESIS

    Pathogenesis FDE sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun diduga karena reaksi

    immunologi. Namun, beberapa literature juga mengemukakan teori pathogenesis reaksi obat

    berdasarkan proses immunologi dan nonimmunologi. Mekanisme immunologik yang terjadipada reaksi obat dapat berupaIgE mediated drug eruption, immunecomplex dependent drug

    reaction, cytotoxic drug induced reaction dan cell mediated reaction.AAFp

    Reaksi imunologik dibagi 4 tipe oleh Coombs and Gell, yaitu sebagai berikut: 3

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    10/18

    1. Tipe I adalah immunoglobulin E (IgE)dependendent reaction , yang menyebabkan

    urtikaria, angioedem, dan anafilaksis. Reaksi ini penting dan sering dijumpai. Pajanan

    pertama kali terhadap obat tidak menimbulkan reaksi yang merugikan. Tetapi pajanan

    selanjutnya dapat menimbulkan reaksi. Yang berperan ialah Ig E yang mempunyai afinitas

    yang tinggi terhadap mastosit dan basofil.aafp,bolognia2. Tipe II adalah reaksi sitotoksik, menyebabkan hemolisis dan purpura. Reaksi tipe ini dapat

    disebabkan oleh obat, dan memerlukan penggabungan antara Ig G dan Ig M dengan antigen

    yang melekat pada sel. Jika sistem komplemen dipacu sejumlah reaksi yang berakhir dengan

    lisis. aafp, bolognia

    3. Tipe III adalah reaksi komplek imun, yang hasilnya pada vasculitis, serum sickness, dan

    urtikaria. Antibodi mengadakan reaksi dengan antigen membentuk komplek antigen antibodi

    yang kemudian mengendap pada salah satu tempat dalam jaringan tubuh dan mengakibatkan

    reaksi radang. Dengan adanya aktivasi sistem komplemen terjadi pelepasan anafilatoksin

    yang merangsang pelepasan berbagai mediator oleh mastosit. Dengan adanya aktivasi

    komplemen, akan terjadi kerusakan jaringan. aafp, bolognia

    4. Tipe IV adalah reaksi alekgik seluler tipe lambat, menyebabkan pada dermatitis kontak,reaksi eksantema, dan reaksi fotoalergik. Reaksi ini melibatkan limfosit. Limfosit T yang

    tersensitisasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat karena

    baru timbul 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen. Terdapat 2 macam bentuk reaksi :

    reaksi tipe tuberkulin dan reaksi tipe kontak. aafp, bolognia

    2. Mekanisme Non Imunologis

    Reaksi Pseudo-allergic menstimulasi reaksi alergi yang bersifat antibody-dependent. Salah

    satu obat yang dapat menimbulkannya adalah aspirin dan kontras media. Teori menyatakan

    bahwa ada satu atau lebih mekanisme yang terlibat; pelepasan mediator sel mast dengan cara

    langsung, aktivasi langsung dari sistem komplemen, atau pengaruh langsung pada

    metabolisme enzim asam arachidonat sel. Reaksi yang terlibat ini secara klinis sukar

    dibedakan dengan 4

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    11/18

    gambaran klinis pada reaksi hipersensitivitas tipe 1. Namun secara teoritisnya, reaksi pada

    mekanisme non immunologis ini tidak melibatkan IgE.aafp

    Selain itu, beberapa mekanisme lain juga turut berperan dalam mekanisme non immunologis

    ini, misalnya reaksi overdosis, reaksi akibat efek samping obat, cumulative and delayed

    toxicity, interaksi obat, reaksi akibat perubahan metabolisme dalam tubuh, dan eksaserbasi

    oleh penyakit. bologniaIV. DIAGNOSIS

    Anamnesis

    Anamnesis dan pemeriksaan fisis merupakan hal yang penting dalam mendiagnosis fixed

    drug eruption ini. Hal-hal yang sangat penting untuk ditanyakan saat berhadapan dengan

    pasien dalam kasus FDE ini adalah:

    menkonsumsi obat tersebut.

    pada kulit.111cases/usu

    Pada awalnya lesi biasanya bersifat soliter, tapi jika penderita meminum obat yang sama,

    maka lesi yang lama akan timbul kembali disertai dengan lesi yangt baru. Namun jumlah lesi

    biasanya sedikit. Timbulnya kembali lesi di tempat yang sama menjelaskan arti kata fixed

    pada nama penyakit tersebut. usuPemeriksaan FisisPada inspeksi lesi pada FDE ini, didapatkan lesi bersifat soliter, berbentuk bulat atau coin-

    shapeddan berwarna kemerahan atau eritematous. Terkadang lesi 5

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    12/18

    disertai dengan vesikel atau bulla. Erupsi biasanya berlangsung mulai dari berhari hari

    sampai berminggu minggu. Ianya sering muncul pada daerah mukosa membran dengan

    predileksi pada daerah lengan , kaki, lidah, penis atau perianal.drug induced skin reaction

    Gambar 2: Tampak lesi bulat berbatas tegas. (Dikutip dari kepustakaan skin focus)

    Gambar 3: Merupakan lesi yang sama tapi dengan penampakan blister. (Dikutip dari

    kepustakaan skin focus) 6

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    13/18

    Gambar 4: Tanda insipient blister pada genital. (Dikutip dari kepustakaan skin focus)

    Pemeriksaan Penunjang/TambahanPatch testing telah digunakan untuk pasien dengan exanthematous eruptions yang diinduksi

    oleh ampicillin dan telah digunakan pula sebagai pembantu untuk mendiagnosis FDE. Patch

    testing memiliki sensitivitas yang lebih tinggi jika dilakukan pada area kulit yang terdapat

    lesi. Meski pada erupsi kulit yang minor dapat menjadi trigger review klinis untuk sistemiktubuh lainnya, karena derajat keseriusan dari keterlibatan sistemik tidak selamanya

    menggambarkan manifestasi yang terdapat pada kulit. Perubahan hepatik, renal, joint,

    respiratorik, hematologik dan neurologik seharusnya dapat diamati, dan apabila ada gejala

    sistemik atau tanda yang dapat diinvestigasi. Seperti biaasanya deteksi melalui full blood

    count, liver dan tes fungsi ginjal serta analisis urin tetap dilakukan.7,8,9

    Gambar 5: Positif patch test Xyzal (levocetirizine) (Dikutip dari kepustakaan 7) 7

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    14/18

    Uji provokasi oral merupakan pemeriksaan baku emas untuk memastikan penyebab. Uji ini

    dikatakan aman dan dapat dipercaya untuk pasien anak. Uji ini bertujuan untuk mencetuskan

    tanda dan gejala klinis yang lebih ringan dengan pemberian obat dosis kecil biasanya dosis

    1/10 dari obat penyebab sudah cukup untuk memprovokasi reaksi dan provokasi biasanya

    sudah muncul dalam beberapa jam. Karena resiko yang mungkin ditimbulkannya maka uji ini

    harus dilakukan dibawah pengawasan petugas medis yang terlatih.7,8,9V. DIAGNOSA BANDING

    Dermatitis Kontak Alergik (DKA)

    Jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang

    keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitifitas). Penderita umumnya mengeluh gatal.

    Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut

    dimulai dengan bercak erimatosa yang berbatas tegas kemudian diikuti edema, papulovesikel,

    vesikel atau bulla. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).

    DKA akut di tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan edema

    lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul,

    likenifikasi dan mungkin juga fissure, batasnya tidak jelas.9Gambar 6: Tampak peradangan pada daerah mata. (Dikutip dari kepustakaan 9)

    Herpes SimpleksInfeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks ( virus herpes hominis) tipe I atau

    tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok 8

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    15/18

    diatas kulit yang sembab dan erimatosa berisi cairan jernih dan kemudian menjadi

    seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang kadang mengalami ulserasi yang dangkal,

    biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang dapat timbul

    infeksi sekunder sehingga memberi gambaran yang tidak jelas.10

    Gambar 7: Tampak vesikel pada daerah corpus penis. (Dikutip dari kepustakaan 10)

    Insect biteInsect bite merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh gigitan dari hewan. Kelainan kulit

    disebabkan oleh masuknya zat farmakologis aktif dan sensitasi antigen dari hewan tersebut.

    Dalam beberapa benit akan muncul papul persisten yang seringkali disertai central

    hemmoragic punctum. Reaksi bullosa sering terjadi pada kaki anak-anak.11 9

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    16/18

    Gambar 8: Tampak lesi berbentuk bula. (Dikutip dari kepustakaan 11)

    VI. PENATALAKSANAAN

    Seperti pada penyakit immunologis lainnya, pengobatan alergi obat adalah dengan

    menetralkan atau mengeluarkan obat tersebut dari dalam tubuh., epinephrine adalah drug of

    choice pada reaksi anafilaksis. Untuk alergi obat jenis lainnya, dapat digunakan pengobatansimptomatik dengan antihistamin dan kortikosteroid. Penghentian obat yang dicurigai

    menjadi penyebab harus dihentikan secepat mungkin. Tetapi, pada beberapa kasus

    adakalanya pemeriksa dihadapkan dua pilihan antara risiko erupsi obat dengan manfaat dari

    obat tersebut.3,4,5

    Pengobatan SistemikPemberian kortikosteroid sistemik sangat penting. Dengan prednison 3 x 10 mg/hari. Untuk

    keluhan rasa gatal pada malam hari yang kadang mengganggu istirahat pasien dan orang

    tuanya dapat diberikan antihistamin generasi lama yang mempunyai efek sedasi.3,4,5

    Pengobatan TopikalPengobatan topikal bergantung pada keadaan kelainan kulit apakah kering atau basah.

    a) Jika lesi basah dapat diberi kompres secara terbuka. Tujuannya adalah untukmengeringkan eksudat, membersihkan debris dan krusta serta

    10

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    17/18

    memberikan efek menyejukkan. Pengompresan dilakukan cukup 2-3 kali sehari, biarkan

    basah (tetapi tidak sampai menetes) selama 15-30 menit. Eksudat akan ikut mongering

    bersama penguapan. Biasanya pengompresan cukup dilakukan 2 sampai 3 hari pertama saja.

    Cairan kompres yang dapat dipilih antara lain larutan NaCl 0,9%.3,4,5

    b) Jika lesi kering dapat diberi krim kortikosteroid misalnya krim hidrokortison 1 % atau

    2,5%. Lesi hiperpigmentasi tidak perlu diobati karena akan menghilang dalam jangka waktu

    lama.3,4

    c) Pilihlah potensi kortikosteroid sesuai dengan daerah atau lokasi yang akan diobati,

    misalnya daerah lipatan (aksila,popok) atau muka sebaiknya menggunakan potensi rendah

    sedangkan pada badan atau ekstremitas dapat diberikan potensi sedang.3,4,5

    DAFTAR PUSTAKA1. Shear NH, Knowles SR, Sullivan JR, Shapiro L. Cutaneus Reactions to Drugs. In:

    Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 6th ed. USA: The Mc Graw Hill Companies,

    Inc. 2003. p: 355-360

    2. S.M. Breathnach. Chapter 75 Drug Reaction. In: Tony Burns, Stephen Breathnach,

    Christopher Griffiths,eds. Rook's Textbook of Dermatology.

    11

  • 7/29/2019 Fixed Drug Eruption.docx

    18/18

    8th Edition. U.S.A: A John Wiley & Sons Ltd. Publication: 2010; p. 75.1-75.29

    3. Revus J, Allanore AV. Drugs Reaction. In: Bolognia Dermatology. Volume One. 2nd

    edition. Elserve limited, Philadelphia. United States of America. 2003. p: 333-352

    4. Lee A, Thomson J. Drug-induced skin. In: Adverse Drug Reactions, 2nd ed.Pharmaceutical Press.2006. Access on: June 3, 2007. Available at:

    http://drugsafety.adisonline.com/pt/re/drs/pdf

    5. Riedl MA, Casillas AM, Adverse Drug Reactions; Types and Treatment Options. In:

    American Family Physician. Volume 68, Number 9. 2003. Access on: June 3, 2007.

    Available at: www.aafp.org/afp

    6. N Gantsho, NP Khumalo, Fixed Drug Eruption.In: Current Allergy & Clinical

    Immunology. August 2008 Vol 21, No. 3. P. 138-140

    7. Mariana Cravo,Margarida Gonalo,Amrico Figueiredo, Fixed Drug Eruption To

    Cetirizine With Positive Lesional Patch Tests To The Three Piperazine Derivatives,International Journal of Dermatology 2007, 46,p.760762

    8. B P Khoo, Y C Giam, Drug Eruptions in Children: A Review of 111 Cases Seen in a

    Tertiary Skin Referral Centre, Singapore Med J 2000 Vol 41(11) : p.525-529

    9. William D. James, Timothy G.Berger, Dirk M.Elston, Andrews' Diseases of the Skin -

    Clinical Dermatology, 10th Ed (2005),Chapter 6: Contact Dermatitis and Drug Eruption,

    p.94-96

    10. Thomas P., Md. Habif, Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy

    4th edition (October 27, 2003), Capter 12:Warts,Herpes Simplex, and other Viral Infection,p.

    9,17,306

    11. David J.Gawkrodger, Dermatology An Illustrated Colour Text 3rd Ed,2002. Disease-

    Infection Infestation p.58