contoh p drug

23
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PENDERITA Nama : Tn. CP Umur : 68 tahun Jenis kelamin : Laki-laki a. Anamnesis Autoanamnesis dengan penderita Keluhan utama Nyeri perut Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke Klinik Keluarga dengan keluhan nyeri perut di kuadran kanan atas, mual, dan muntah. Pasien menyatakan bahwa nyeri dimulai beberapa jam setelah memakan cheeseburger porsi dobel, kentang goreng, dan milkshake cokelat di sebuah restoran fast food lokal. Nyeri terasa sangat intens dan berhubungan dengan mual disertai beberapa kali muntah. Muntah sudah berhenti tetapi nyeri perut masih dirasakan dan diperburuk setelah makan. Nyeri bersifat tumpul. Sejak awal serangan, nafsu makan pasien menurun dan pasien menghindari makanan yang berlemak dan digoreng. Pasien menyangkal adanya perubahan warna dan konsistensi pada feses. Riwayat penyakit dahulu 1

description

farmasi

Transcript of contoh p drug

Page 1: contoh p drug

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. CP

Umur : 68 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

a. Anamnesis

Autoanamnesis dengan penderita

Keluhan utama

Nyeri perut

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke Klinik Keluarga dengan keluhan nyeri perut di kuadran

kanan atas, mual, dan muntah. Pasien menyatakan bahwa nyeri dimulai

beberapa jam setelah memakan cheeseburger porsi dobel, kentang goreng, dan

milkshake cokelat di sebuah restoran fast food lokal. Nyeri terasa sangat intens

dan berhubungan dengan mual disertai beberapa kali muntah. Muntah sudah

berhenti tetapi nyeri perut masih dirasakan dan diperburuk setelah makan.

Nyeri bersifat tumpul. Sejak awal serangan, nafsu makan pasien menurun dan

pasien menghindari makanan yang berlemak dan digoreng. Pasien

menyangkal adanya perubahan warna dan konsistensi pada feses.

Riwayat penyakit dahulu

Hipertensi sejak tahun 1992; tidak terkontrol

DM tipe 2 tahun 1987; terkontrol

Riwayat asam urat; serangan terakhir tahun 1995

Hiperlipidemia; sejak 1987

Riwayat penyakit keluarga

Ayah meninggal (stroke), usia 76 tahun; ibu meninggal (infark myokard),

umur 83 tahun; adik laki-laki dan sehat, usia 65 tahun; adik perempuan

mengalami kanker payudara dan penyakit kandung empedu, usia 58 tahun.

1

Page 2: contoh p drug

Riwayat sosial ekonomi

Pasien adalah pemilik bar yang sudah pensiun. Pasien tinggal dengan istrinya

(menikah usia 45 tahun) pada sebuah ladang seluas 10 acre. Pasien memiliki

dua ekor anjing dan seekor kucing. Pasien memiliki riwayat merokok

sebanyak 50 bungkus pertahun dan riwayat minum minuman keras. Pasien

berhenti minum 5 tahun yang lalu.

Riwayat medikasi

Atorvastatin 20 mg po sekali sehari

Hydrochlorothiazide 25 mg po sekali sehari

Lisinopril 20 mg po sekali sehari

Glipizide 10 mg po BID

Metformin 500 mg po BID

Aspirin 81 mg po sekali sehari

Insulin glargine 10 unit SC sebelum tidur

Maalox TC 30 mL po p.r.n. jika nyeri seperti terbakar

MVI 1 po sekali sehari

Seluruhnya

Erythromycin- nyeri abdomen (1997)

Kodein- mual dan gatal-gatal (1987)

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum

Seorang pria 68 tahun, kulit putih, terlihat sakit ringan sampai sedang.

Tanda Vital

Tekanan darah 145/89 (duduk), nadi 84, RR 20, suhu 37oC, nyeri 4/10,tumpul,

tinggi 5 kaki 10 inci dan berat 78 kg

Kepala, Telinga, Mata, Hidung dan Tenggorokan

2

Page 3: contoh p drug

Pupil isokor, bulat, rangsang cahaya positif dan akomodasi normal. Pergerakan

mata bebas. Membran timpani intak.

Thoraks

Dalam batas normal

Jantung

Irama jantung normal, S1-2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Supel, nyeri tekan (+) sedang pada regio kanan atas, hepar dan lien tak teraba,

BU(+) N

Genital

Prostat normal, Berak darah (-)

Ekstremitas

Kekuatan baik, refleks baik, sensasi nyeri sedikit berkurang pada extremitas

bawah.

Laboratorium

Na 138 mEq/L

K 3,3 mEq/L

Cl 197 mEq/L

CO2 23 mEq/L

BUN 15 mg/dL

Cr 1,3 mg/L

Glu 100 mg/dL (puasa)

Trombosit 340 ribu/mm3

Leukosit 12 ribu/mm3

3

Page 4: contoh p drug

AST 78 IU/L

ALT 67 IU/L

Alk Phos 180 IU/L

Assessment

Nyeri abdomen akut kuadran kanan atas; DD/ kolelithiasis, kholesistitis akut,

kholangitis ascending. Pankreatitis akut.

4

Page 5: contoh p drug

DISKUSI

1. a. Buatlah list problem obat pasien tersebut

Atorvastatin 20 mg po sekali sehari : efek samping berupa sakit kepala, insomnia, pusing, dyspepsia, myalgia, mual, diare, mialgia, konstipasi.Hydrochlorothiazide 25 mg po sekali sehari : efek sampingnya hipotensi, lemah, ruam kulit,diare, sulit bernafas, sakit kepala, pandangan kabur.Lisinopril 20 mg po sekali sehari : efek sampingnya pusing, nyeri kepala, batuk, efek ortostatik, gangguan fungsi ginjal.Glipizide 10 mg po BID : efek sampingnya hipoglikemi, erupsi mukokutan, gangguan gastrointestinal, kolestatik jaundice, pansitopeni, porfiria hepatic.Metformin 500 mg po BID : efek samping gangguan gastrointestinal, asidosis laktat.Aspirin 81 mg po sekali sehari : efek samping perdarahan lambung, hipersensitivitas, trombositopenia. Insulin glargine 10 unit SC sebelum tidur :efek samping hipoglikemi, gangguan visual, lipoartrofi maupun lipohipertrofi.Maalox TC 30 mL po p.r.n. jika nyeri seperti terbakar : efek samping sembelit, diare, dyspepsia.

b. Apa saja informasi yang mengindikasikan syndrom nyeri akut pada pasien ini?

Dari anamnesis didapatkan keluhan nyeri perut di kuadran kanan atas, mual, dan muntah. Nyeri dirasakan tiba-tiba setelah memakan junkfood. Nyeri terasa sangat intens dan berhubungan dengan mual disertai beberapa kali muntah. Nyeri bersifat tumpul. Sejak awal serangan, nafsu makan pasien menurun. Pasien menyangkal adanya perubahan warna dan konsistensi pada feses. Pasien memiliki riwayat merokok dan minum minuman beralkohol.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan VAS 4/10,tumpul, nyeri tekan sedang pada abdomen regio kanan atas. Terjadi penurunan sensasi nyeri pada extremitas bawah.

Pada pemeriksaan laboratorium, terdapat peningkatan ALT dan AST

c. Apakah problem pasien ini dapat disebabkan oleh pengobatannya?

Problem pasien dapat disebabkan oleh pengobatannya. Efek samping pemberian NSAID dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pemberian Glipizide 10 mg memberikan efek samping berupa kolestatik jaundice seperti yang dialami pasien ini. Obat glipizide dan insulin gargline ing harus berhati-hati karena dapat menimbulkan efek hipoglikemi. Pemberian obat glipizide tidak efektif karena efek yang diberikan.

d. Tambahan informasi apa yang dibutuhkan untuk menilai nyeri pada pasien ini?

- Bagaimana sifat nyerinya?

5

Page 6: contoh p drug

- Nyeri dirasakan kapan saja?

- Apakah nyeri pernah berkurang setelah pemberian aspirin? Sejak kapan

nyeri muncul kembali meskipun telah konsumsi obat?

- Nyeri bertambah ketika apa? Nyeri berkurang ketika apa?

- Apakah pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan herbal?

2. Tujuan terapi pada pasien ini adalah untuk mengatasi rasa nyeri yang dirasakan pasien.

Nyeri perut kuadran kanan atas yang dirasakan pasien diduga disebabkan oleh

penyakit batu empedu. Selain mengatasi nyeri, diperlukan juga terapi untuk

mengatasi faktor pencetus batu empedu, salah satunya dengan antikolesterol.

Dengan memperhatikan prinsip pengobatan pada lansia, yaitu :

- Riwayat pemakaian obat yang lengkap, termasuk obat herbal/ tradisional/ obat

bebas

- Hindari pemberian obat bila keuntungannya kecil, atau ada alternatif pengobatan

non farmakologis

- Pertimbangkan harga

- Start low, go slow, but get there!

- Buat cara pemberian yang sederhana

- Tulis cara pemakaian sejelas mungkin

- Minta penderita membawa seluruh obat yang sedang diminum setiap kali periksa

- Pertimbangkan pemakaian kotak obat harian (mediset)

- Hentikan pemakaian obat yang tidak jelas keuntungannya, atau risiko efek samping

lebih merugikan

- Hati-hati pemakaian obat baru

- Hindari penggunaan obat lebih dari 5 macam

3. a. Alternatif farmakoterapi lainnya untuk pasien nyeri akut

6

Page 7: contoh p drug

Golongan Obat Farmakodinamik Farmakokinetik Kontra indikasi dan Efek Samping

Non Opioid

NSAID Sebagai analgesik, golongan

ini hanya efektif terhadap

nyeri dengan intensitas

rendah sampai sedang. Misal

sakit kepala, mialgia,

artralgia, dan nyeri lain yang

berasal dari integumen, juga

efektif terhadap nyeri yang

berkaitan dengan inflamasi.

Efek analgesiknya jauh lebih

lemah daripada opiat, namun

obat ini tidak menimbulkan

ketagihan dan tidak

menimbulkan efek samping

sentral yang merugikan.

Obat golongan ini hanya

mengubah persepsi modalitas

sensorik nyeri, tidak

mempengaruhi sensorik lain.

Kebanyakan obat pada golongan ini di absorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi didalam plasma dicapai dalam waktu 1/2 hingga 2 jam dan masa paruh plasma 1-3 jam. Obat ini dimetabolisme dihati dan diekskresi di ginjal.

Kontra Indikasi:

hipersensitif/alergi, gangguan fungsi hati berat, gangguan fungsi ginjal.

Efek samping :

Induksi tukak lambung, tukak peptik, anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna, gangguan fungsi trombosit, reaksi hipersensitivitas berupa rinitis vasomotor, edema angioneurotik, urtikaria luas, asma bronkial, hipotensi hingga keadaan pre syok dan syok.

7

Page 8: contoh p drug

Golongan Obat Farmakodinamik Farmakokinetik Kontra indikasi dan Efek Samping

Opioid

Obat golongan ini

menghilangkan nyeri dengan

meningkatkan ambang rasa

nyeri pada tingkat medula

spinalis, dan yang lebih

penting lagi dengan

mengubah persepsi otak

terhadap nyeri. Golongan ini

dapat mengatasi nyeri yang

berasal dari organ dalam

maupun dari integumen, otot,

dan sendi.

Absorpsi lambat di saluran cerna. Metabolisme linta spertama terjadi di hati. Dapat menembus sawar darah uri dan mempengaruhi janin. Ekskresi melalui ginjal dan sebagian kecil lewat empedu. Konsentrasi tertinggi didalam plasma dicapai dalam waktu 1-4 jam dan masa paruh plasma 3 jam hingga 1,5 hari.

Kontra Indikasi:

Hipersensitivitas opioid, ibu hamil, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati

Efek samping :

Tremor, kedutan otot, konvulsi, depresi napas, muntah, disforia, alergi yang meningkatkan efek hipotensi, ketergantungan.

8

Page 9: contoh p drug

P-drug Suitability (%) 20% Efficacy (%) 30%

Safety (%) 30% Cost total (%) 20%

Morfin (7x20%) (9x30%) (6x30%) 60 tab 10 mg Rp. 218.350,-

Meperidin (6x20%) (8x30%) (6x30%)

Metadon (5x20%) (8x30%) (6x30%)

Nalokson (1x20%) (1x30%) (7x30%) 5 amp 2ml

200.000,-

Pentazozin (3x20%) (6x30%) (5x30%)

Butorfanol (3x20%) (7x30%) (5x30%)

Buprenorfin

(3x20%) (8x30%) (6x30%)

Tramadol (4x20%) (5x30%) (7x30%) 20 tab 50 mg Rp. 38.729,-

3. b. Apakah pertimbangan ekonomi, psikososial, dan etika yang dapat diterapkan untuk pasien ini?

Pertimbangan ekonomi: memilih sediaan obat yang memiliki kandungan sama namun dengan harga yang lebih terjangkau.

Pertimbangan psikososial: pasien merupakan pensiunan yang tinggal berdua dengan istrinya. Sedapat mungkin pasien

diberikan terapi yang tidak sulit untuk diperoleh.

Pertimbangan etika: -

9

Page 10: contoh p drug

Golongan Obat Farmakodinamik Farmakokinetik Kontra indikasi dan Efek Samping

Non Opioid

NSAID Sebagai analgesik, golongan

ini hanya efektif terhadap

nyeri dengan intensitas

rendah sampai sedang. Misal

sakit kepala, mialgia,

artralgia, dan nyeri lain yang

berasal dari integumen, juga

efektif terhadap nyeri yang

berkaitan dengan inflamasi.

Efek analgesiknya jauh lebih

lemah daripada opiat, namun

obat ini tidak menimbulkan

ketagihan dan tidak

menimbulkan efek samping

sentral yang merugikan.

Obat golongan ini hanya

mengubah persepsi modalitas

sensorik nyeri, tidak

mempengaruhi sensorik lain.

Kebanyakan obat pada golongan ini di absorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi didalam plasma dicapai dalam waktu 1/2 hingga 2 jam dan masa paruh plasma 1-3 jam. Obat ini dimetabolisme dihati dan diekskresi di ginjal.

Kontra Indikasi:

hipersensitif/alergi, gangguan fungsi hati berat, gangguan fungsi ginjal.

Efek samping :

Induksi tukak lambung, tukak peptik, anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna, gangguan fungsi trombosit, reaksi hipersensitivitas berupa rinitis vasomotor, edema angioneurotik, urtikaria luas, asma bronkial, hipotensi hingga keadaan pre syok dan syok.

10

Page 11: contoh p drug

Golongan Obat Farmakodinamik Farmakokinetik Kontra indikasi dan Efek Samping

Opioid

Obat golongan ini

menghilangkan nyeri dengan

meningkatkan ambang rasa

nyeri pada tingkat medula

spinalis, dan yang lebih

penting lagi dengan

mengubah persepsi otak

terhadap nyeri. Golongan ini

dapat mengatasi nyeri yang

berasal dari organ dalam

maupun dari integumen, otot,

dan sendi.

Absorpsi lambat di saluran cerna. Metabolisme linta spertama terjadi di hati. Dapat menembus sawar darah uri dan mempengaruhi janin. Ekskresi melalui ginjal dan sebagian kecil lewat empedu. Konsentrasi tertinggi didalam plasma dicapai dalam waktu 1-4 jam dan masa paruh plasma 3 jam hingga 1,5 hari.

Kontra Indikasi:

Hipersensitivitas opioid, ibu hamil, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati

Efek samping :

Tremor, kedutan otot, konvulsi, depresi napas, muntah, disforia, alergi yang meningkatkan efek hipotensi, ketergantungan.

11

Page 12: contoh p drug

P-drug Suitability (%) 20%

Efficacy (%) 30%

Safety (%) 30%

Cost total (%) 20%

Morfin (7x20%) (9x30%) (6x30%) 60 tab 10 mg Rp. 218.350,-

Meperidin (6x20%) (8x30%) (6x30%)

Metadon (5x20%) (8x30%) (6x30%)

Nalokson (1x20%) (1x30%) (7x30%) 5 amp 2ml

200.000,-

Pentazozin (3x20%) (6x30%) (5x30%)

Butorfanol (3x20%) (7x30%) (5x30%)

Buprenorfin

(3x20%) (8x30%) (6x30%)

Tramadol (4x20%) (5x30%) (7x30%) 20 tab 50 mg Rp. 38.729,-

4. a. Tentukan obat, dosis, sediaan, jadwal, dan durasi terapi yang paling tepat untuk

mengatasi nyeri pada pasien ini

Obat : morfin sulfat

Dosis obat : awal 20-30mg/12jam

Sediaan : Tablet 10mg; 15mg; 30mg; 60mg; 100mg

Schedule : Pemberian obat 2 kali dalam 1 hari, sekali minum 2 tablet @10mg, diminum setelah makan

b. Alternatif apa yang sesuai jika terapi utama tadi gagal atau tidak dapat digunakan?

Obat : meperidine

5. Parameter klinis dan laboratorium apakah yang perlu diperiksa secara reguler untuk

mengevaluasi terapi sesuai dengan tujuan terapi dan untuk mengetahui atau mencegah

efek samping?

Klinis :

1. Keadaan umum dan warna kulit

2. Kualitas dan kuantitas nyeri

12

Page 13: contoh p drug

3. Mual dan muntah

4. Tekanan darah

Laboratorium : Ureum, Creatinine, LFT, GDI, GDII, kadar bilirubin, kolesterol total, HDL, LDL, elektrolit, EKG

6. Informasi apa yang harus diberikan kepada pasien untuk meningkatkan kepatuhan

minum obat, meningkatkan kesuksesan terapi, dan meminimalisir efek samping obat?

Pasien harus rutin minum obat untuk mendapatkan efek terapinya

Jangan meminum obat melebihi dosis, karena akan menimbulkan efek

samping dari obat tersebut.

Pasien dianjurkan untuk mengikuti terapi non farmakologis, seperti modifikasi

diet dengan mengurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula

dan lemak, dan tidak makan secara berlebihan

Rutin kontrol ke dokter dan cek laboarotarium sesuai anjuran dokter untuk

memantau keberhasilan terapi dan efek sampan terapi

Segera periksa ke dokter apabila obat habis atau keluhan bertambah berat.

CLINICAL COURSE

Pasien termasuk di pelayanan rawat inap dengan indikasi kolesistitis /pankreatitis akut dan

pengendalian nyeri. USG kuadran kanan atas dan CT scan abdominal dibutuhkan. Kultur

darah juga diperlukan, Gastroenterologi dan pelayanan bedah umum dikonsultasikan. Pasien

diberikan NPO kecuali medikasi yang diberikan di rumahnya. Sliding scale insulin juga

dibutuhkan.

Regimen terapi yang dibutuhkan adalah rawat inap di rumah sakit awalnya, keadaan pasien

yang medikasi “peredaan rasa nyeri” namun nyeri tidak cukup dikendalikan, yang tiap dosis

akan berakhir sekitar 2 jam. Derajat nyeri yaitu 8/10 menggunakan skala nyeri single-

dimension. Pasien juga mengeluh mual dan kencing tidak tuntas.

Follow up questions

1. Apa penyebab yang paling mungkin pada kontrol nyeri yang tidak adekuat?

Penyebab pengontrolan nyeri yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh

pengobatannya. Efek samping pemberian NSAID dapat menyebabkan induksi tukak

lanbung yang menyebabkan nyeri.

13

Page 14: contoh p drug

2. Apa yang diperbaiki pada tujuan terapi pasien ini?

Tujuan terapi yaitu pengntrolan nyeri perut kuadran kanan atas yang dirasakan pasien

diduga disebabkan oleh penyakit batu empedu. Selain mengatasi nyeri, diperlukan

juga terapi untuk mengatasi faktor pencetus batu empedu, salah satunya dengan

antikolesterol

3. Apa alternatif terapi yang tepat pada pasien ini?

Alternatif farmakoterapi lainnya untuk pasien nyeri akut

14

P-drug Suitability (%) 20%

Efficacy (%) 30%

Safety (%) 30%

Cost total (%) 20%

Morfin (7x20%) (9x30%) (6x30%) 60 tab 10 mg Rp. 218.350,-

Meperidin (6x20%) (8x30%) (6x30%)

Metadon (5x20%) (8x30%) (6x30%)

Nalokson (1x20%) (1x30%) (7x30%) 5 amp 2ml

200.000,-

Pentazozin (3x20%) (6x30%) (5x30%)

Butorfanol (3x20%) (7x30%) (5x30%)

Buprenorfin (3x20%) (8x30%) (6x30%)

Tramadol (4x20%) (5x30%) (7x30%) 20 tab 50 mg Rp. 38.729,-

Page 15: contoh p drug

Punya sri:

1. Deskripsikan jalur NMDA antagonis pada manajemen nyeri:

Terdapat banyak reseptor NMDA pada medulla spinal manusia sehingga kondisi yang

diperlukan untuk stimulasi cukup kompleks yang hanya dapat diperoleh melalui aktivasi

serabut C berulang-ulang. Apabila stimulus serabut C dipertahankan atau frekuensenya dan

intensitasnya cukup, maka reseptor NMDA akan teraktivasi dan hasilnya adalah amplifikasi

atau peningkatan atau perpanjangan respon. Hal inilah yang mendasari mekanisme

hiperalgesia sentral. Nyeri radang yang berkepanjangan, tidak seperti dengan nyeri akut,

sensitif terhadap antagonis NMDA. Karena reseptor NMDA telah digunakan (dijadikan

sasaran terapi) dalam penanganan nyeri patologis kronik, maka antagonis NMDA misalnya

ketamin atau dekstrometorfan telah digunakan untuk mengobati nyeri neuropati yang sensitif

terhadap opioid dan nyeri kanker. Antagonis NMDA tidak mempunyai efek pada input

afferen pada kornu dorsal tetapi dapat menghilangkan fenomena “wind-up” sehingga dapat

mengubah respon nosiseptik yang berlebihan menjadi respon yang normal. Opioid dan

antagonis NMDA dapat digunakan secara sinergis dan kombinasinya menunjukkan respon

inhibisi nosiseptif yang cukup nyata. Ketamin adalah antagonis NMDA pada dosis

subanestetik oleh karena itu mempunyai kemampuan untuk mencegah hipersensitivitas sentral

pada dosis yang tidak menimbulkan efek analgetik secara langsung. Anastetik lokal yang

diberikan secara spinal juga bekerja sinergis denga morfin dalam memodulasi nosiseptik

dengan cara menghambat serabut afferen dan mengurangi eksitabilitas neuron sehingga

mengurangi aktivitas yang diperantarai oleh NMDA.

2. Jelaskan mengenai patofisiologi perkemabangan toleransi opioid

Opioid dapat meningkatkan aktivitas pada satu lebih pasangan protein G

transmembran, yang dikenal sebagai reseptor opioid mu, delta dan kappa. Reseptor

opioid diaktifkan oleh peptida endogen dan ligan eksogen; morfin belakangan

diketahui sebagai senyawa protipikal. Reseptor-reseptor tersebut terdistribusi secara

luas pada seluruh tubuh manusia, dimana reseptor yang berada pada thalamus anterior

dan ventrolateral, amigdala, dan akar ganglia dorsal akan memediasi nosisepsi.

Dengan adanya kontribusi dari neuron dopaminergik, reseptor opioid batang otak

memodulasi respon pernafasan untuk hiperkarbia dan hipoksemia, dan reseptor pada

inti Edinger–Westpha okulomotor mengontrol konstriksi pupil. Agonis opioid

mengikat reseptor pada saluran pencernaan dan menurunkan motilitas usus.

Reseptor opioid mu bertanggung jawab pada efek klinis yang dominan yang

disebabkan oleh opioid. Studi pada tikus knockout mengkonfirmasi bahwa agonisme

15

Page 16: contoh p drug

ini memediasi analgesia dan ketergantungan opioid. Selanjutnya, pengembangan

toleransi, dimana dosis meningkat untuk mencapai efek klinis yang diinginkan,

melibatkan ketidakmampuan progresif opioid mu untuk menyebarkan signal setelah

mengikat opioid. Desensitisasi reseptor adalah titik kritis yang berperan pada

perkembangan toleransi. 

Namun toleransi analgesik dan depresi pernafasan akibat opioid bukan semata-mata

terkait dengan desensitisasi reseptor mu tersebut. Kondisi toleransi terjadi ketika

pasien belajar untuk mengasosiasikan efek penguatan opioid dengan signal

lingkungan untuk meprediksikan pemberian obat. Opioid yang digunakan saat

hadirnya signal maka akan mengalami pelemahan efek, sebaliknya pemberian opioid

yang dilakukan saat tidak adanya signal akan mengakibatkan pencapaian efek puncak.

Toleransi depresi pernafasan tampaknya berkembang pada tingkat yang lebih lambat

dari toleransi analgesik. Pasien dengan riwayat penggunaan opioid jangka panjang

akan mengalami peningkatan resiko depresi pernafasan, dimana toleransi tertunda

dapat menyebabkan penyempitan therapeutic window.

16