Fitokimia
Transcript of Fitokimia
2.4 Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian
tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif
terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula
ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam
mengekstraksinya.
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
1. Jenis-jenis ekstraksi (Dirjen POM, 1986)
Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara
panas dengan cara refluks dan penyulingan uap air dan ekstraksi secara dingin
dengan cara maserasi, perkolasi dan alat soxhlet.
2. Cara-cara ekstraksi (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1986)
a. Ekstraksi secara soxhletasi
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara
berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap
penyari akan naik melalui pipa samping, kemudian diembunkan lagi oleh
pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk menyari zat aktif dalam
simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon, maka seluruh cairan
akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi. Demikian
seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari
seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon.
b. Ekstraksi secara perkolasi
Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia
dengan derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian
cairan penyari dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam.
Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan
cairan penyari. Perkolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran
dibuka dengan kecepatan 1 ml permenit, sehingga simplisia tetap terendam.
Filtrat dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada
tempat terlindung dari cahaya.
c. Ekstraksi secara maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia
dengan derajat yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan
penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya
sambil diaduk sekali-kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya dimaserasi
kembali dengan cairan penyari. Penyarian diakhiri setelah pelarut tidak
berwarna lagi, lalu dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan pada
tempat yang tidak bercahaya, setelah dua hari lalu endapan dipisahkan.
d. Ekstraksi secara refluks
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi
berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan
penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak,
lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap
tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali
menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi
ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam.
e. Ekstraksi secara penyulingan
Penyulingan dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia
yang mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih yang tinggi
pada tekanan udara normal, yang pada pemanasan biasanya terjadi kerusakan
zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, maka penyari dilakukan
dengan penyulingan.
2.5 Kromatografi Lapis(an) Tipis (KLT)
Thin Layer Chromatography (TLC)
Kromatografi lapis tipis adalah salah satu contoh kromatografi planar.
Fase diamnya (Stationary Phase) berbentuk lapisan tipis yang melekat pada
gelas/kaca, plastik, aluminium. Sedangkan fase geraknya (Mobile Phase)
berupa cairan atau campuran cairan, biasanya pelarut organi dan kadang- kadang
juga air. Fase diam yang berupa lapisan tipis ini dapat dibuat dengan
membentangkan /meratakan fase diam (adsorbent=penjerap=sorbent) diatas
plat/lempeng kaca plastik ataupun aluminium.
2.5.1 Fase diam
Sifat fase diam yang satu dengan fase diam yang lain berbeda karena
strukturnya, ukurannya, kemurniannya, zat tambahan sebagai pengikat dll. Fasa
diam yang digunakan TLC tidak sama dengan yang digunakan untuk
kromatografi kolom, terutama karena ukuran dan zat yang ditambahkan. Fase
diam dijual dengan spesifikasi tertentu, iaitu ukuran (diameter) dalam mesh atau
j^m dan untuk kegunaannya (mis: untuk TLC atau kromatografi kolom).
Beberapa fase diam yang banyak dijual dipasaran:
a. Silika gel
Silika gel merupakan fase diam yang sering digunakan pada TLC. Dalam
perdagangan dijual dengan variasi ukuran (diameter) 10-40µm. Makin kecil
diameter akan makin lambat kecepatan alir fase geraknya dengan demikian
mempengaruhi kualitas pemisahan. Luas permukaan silica gel bervariasi dari
300-1000 m2/g. Bersifat higroskopis, pada kelembaban relatif 45-75% dapat
mengikat air 7-20%. Macam-macam silka gel yang dijual dipasaran:
Silika gel dengan pengikat. Pada umumnya digunakan pengikat gypsum,
(CaSO4 5-15%). Jenis ini diberi nama Silika gel G. Ada juga menggunakan
pengikat pati (starch) dan dikenal Silika gel S, penggunaan pati sebagai
pengikat mengganggu penggunaan asam sulfat sebagai pereaksi penentuan bercak.
Silika gel dengan pengikat dan indicator flouresensi. Jenis silica gel ini
sama seperti silika gel diatas dengan tambahan zat berfluoresensi bila diperiksa
dibawah lampu UV A, panjang atau pendek. Sebagai indicator digunakan timah-
kadmium sulfida atau mangan-timah silikat. Jenis ini disebut Silika gel GF atau
Silika gel GF254 (berflouresensi pada 254 ,ג nm).
- Silika gel tanpa pengikat, dikenal dengan nama Silika gel H atau Silika
gel N.
- Silika gel tanpa pengikat tetapi dengan indicator
- flouresensi. Silika gel untuk keperluan pemisahan
preparative
b. Alumina
Banyak digunakan setelah silika gel, alumina termasuk kelompok fase diam
yang beraktifitas tinggi. Alumina yang digunakan TLC bersifat sedikit basa (pH
9), ada juga yang bersifat netral (pH 7) dan alumina yang bersifat asam (pH
4). Juga digunakan CaSO4 sebagai pengikat yang dapat menurunkan bebasaan
pada tinggkat tertentu. Sepertihalnya Silica gel, alumina dikenal dengan atau
tanpa pengikat dan bahan indicator. Pemberian namapun identik dengan silika
gel dengan code G.H.P.F.
c. Selulosa
Menggunakan selulosa sebagai fase diam maka mekanisme pemisahannya
sama seperti mekanisme pemisahan pada kromatografi kertas. Perbedaannya
hanya serat selulosenya pada TLC/KLT lebih pendek dari pada serat selulosa
kromatografi kertas. Panjang serat bervariasi 2-20 µ. Serat lebih pendek
menyebabkan difusi rendah selama elusi dan menghasilkan bercak yang sempit
(lebih kecil). Selulosa untuk TLC terdapat dim bentuk selulosa serat asli
(contohnya MN 300) dan selulosa mikrokristal (contohnya Avicel). Fase diam
selulosa biasanya digunakan senyawa yang bersifat polar.
2.5.2 FASE GERAK
Yang digunakan sebagai fase gerak biasanya adalah pelarut organik
(tabel 1). Dapat digunakan satu macam pelarut organic saja atau pun
campuran.
Bila mana fase gerak merupakan campuran pelarut organik dengan air
maka mekanisme pemisahan adalah partisi. Pemilihan pelarut organic ini sangat
penting karena akan menentukan keberhasilan pemisahan. Pendekatan
polaritas adalah yang paling sesuai untuk pemilihan pelarut. Senyawa polar
akan lebih mudah terelusi oleh fase gerak yang bersifat polar dari pada fase
gerak yang non polar. Sebaliknya, senyawa non polar lebih mudah terelusi oleh
fase gerak non polar dari pada fase gerak yang polar.
Tabel 1 : Pelarut organik yang sering digunakan sebagai fase gerak
(deret eluotropik)
non polar
Polar
P
a
Parafin cair
Petroleum eter
Sikloheksana
Karbon tetraklorida
Benzena
Toluena
Klorofor
m
Dietileter
Etilasetat
Aseton
n-propanol
etanol
asetonitril
methanol
air
a. Pembuatan plat (lempeng) silica gel
30 Gram phase diam berbentuk serbuk (dengan diameter tertentu dijual
dengan merk dagang tertentu misalnya Silica gel GF 254) dibuat bubur dengan air atau
pelarut lain sejumlah tertentu (lihat tabel 2) diratakan diatas 4-5 lempeng kaca ukuran
20X20 cm, dalam waktu tidak lebih dari 4 menit. Perataan ini dapat menggunakan alat
perata Stahl-Desaga untuk plat kaca ukuran 20X20 cm, 20X10 cm dengan
ketebalan dapat diatur 0,25-2,0 mm. Bila ukuran plat lebih kecil dapat dibuat dengan
mencelupkan ke dalam bubur adsorbent. Setelah lapisan bubur ini mengering
diruangan kemudian dipanaskan di dalam oven pada 100-120°C selama 60 menit,
dengan tujuan semua air akan enguap. Proses pengeringan atau penghilangan air
disebut proses mengaktifkan plat kromatografi (fase diam), selanjutnya didalam rak
penyimpan plat-plat ini dimasukkan kedalam exicator. Sehingga pada waktu
penyimpanan plat-plat tadi tidak menyerap lembab (air) dari udara. Dengan demikian
mekanisme pemisahan komponen (senyawa-senyawa) yang ditahan fase diam adalah
mekanisme absorption.
Tabel 2: Perbandingan berat fase diam dan cairan untuk pembuatan plat.
Fase diam Cairan PerbandinganFase diam : cairan =
1. Silika gel G atau GF Air 30:60-652. Silika gel H Air 30:80-903. Alumina G Air 30:404. Alumina H Air 30:80-905. Kiselgur Air 30:60-656. Serbuk selulosa MN Air 1:57. Serbuk poliamida Kloroform: metanol
= 2:3
1:9
Plat TLC yang siap pakai tersedia dipasaran, diantaranya dengan ukuran 20X20
diatas lembaran gelas, aluminium, plastik. Plat-plat ini dapat dipotong sesuai dengan
luas plat yang diperlukan. Untuk lembaran plastik tidak dapat dipanaskan pada waktu
pengamatan bercak/spot.
b. Penyiapan dan penotolan sampel
Sampel atau cuplikan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai (hampir pelarut organik
dapat digunakan dan biasanya dipilih yang mudah menguap), air digunakan hanya bila
tidak dapat dicari pelarut organik yang sesuai. Untuk keperluan analisis kuantitatif
sample harus ditimbang demikian juga pelarut yang digunakan. Kemudian larutan
sample disimpan dalam wadah yang tertutup rapat untuk menghindari penguapan.
Pada umumnya ditotolkan 1-20 µl larutan yang mengandung 50-100 µg sample tiap
bercak untuk kromatografi absorbsi dan 5-2Qµg sample untuk kromatografi partisi.
Penotolan dapat dilakukan dengan gelas kapiler yang dibuat sendiri atau dengan
pipet mikro. Untuk keperluan kuantitatif digunakan quantitative microsyringe.
Kepada plat TLC konvensional (20X20 cm, 5X20 cm, tebal 0,2 mm) sample
ditotolkan sebagai bercak bulat atau garis, 1,5-2,0 cm dari tepi bawah. Untuk
memudahkan penotolan dibuat garis lemah dengan pensil, disebut garis awal. Pada
garis awal ini biasanya ditotolkan bercak-bercak dengan garis tengah 3-6 mm, bercak-
bercak tadi diusahakan diameternya seragam. Penotolan bercak pada plat TLC
dapat dilakukan berulang-ulang dan haras berhati-hati dijaga plat tidak rusak.
Penotolan sample yang terlalu banyak (over loaded) menyebabkan bercak hasil
pengembangan berbentuk tidak bulat (asimetri) dan perubahan harga Rf. Bila totolan
sample sample telah kering maka plat siap untuk dielusi / dikembangkan.
2.5.3 Pengembangan (Elusi)
Hampir semua TLC dikembangkan dengan cara menaik dalam bejana (chamber)
pengembang dari gelas. Di dalam bejana ini dimasukkan fase gerak hingga
kedalaman 0,5 cm, pada dinding sebelah dalam bejana ditempelkan kertas saring
setinggi 20 cm yang ujung bawahnya tercelup fase diam. Fase diam akan
merambat keatas membasahi kertas saring, dengan demikian ruangan dalam
bejana tertutup ini akan lebih cepat dijenuhi dengan uap pelarut. Setelah ruangan
dalam bejana jenuh dengan uap fase gerak (terjadi kesetimbangan), plat TLC
dimasukkan dimulai pengembangan atau elusi. Bercak sample pada garis awal jangan
sampai tercelup dalam fase gerak. Fase gerak akan merambat naik membawa
komponen sample. Kecepatan merambat tiap- tiap komponen berbeda tergantung
kekuatan persaingan ikatan hydrogen yang organik adalah asam sulfat dalam
metanol, selanjutnya bercak dipanaskan didalam oven, sebaiknya digunakan oven
yang ada jendela kacanya sehingga cepat atau merambat lebih cepat. Sebaliknya kalau
ikatan hidrogennya lebih kuat dengan fase diam, komponen akan lebih lama
tertahan fase diam atau merambat lambat. Pengembangan dihentikan pada saat
fase gerak mencapai jarak tertentu, biasanya 1 cm sebelum ujung akhir plat. Batas
dicapainya fase gerak segera ditandai dengan pensil sebagai garis akhir. Lebih baik
batas akhir ini dibuat dahulu sebelum pengembangan, bila pelarut mencapai garis
akhir, plat segera diangkat dan dikeluarkan dari bejana.
Cara-cara pengembangan yang lain adalah :
1. Pengembangan berulang
Yaitu plat yang baru saja dielusi dikeringkan kemudian dielusi kembali dengan
fase gerak yang sama.
2. Pengembangan dua dimensi
Yaitu plat dikembangkan seperti biasa, setelah itu dikeringkan dan pelat
diputar 90° kemudian dikembangkan dengan fase gerak berbeda (pemisahan
flavone "Harbone")
Pengembangan sirkular
3. Contoh cara pengembangan ini adalah pada kromatotorn, sebenarnya termasuk
kromatografi planar juga. Perbedaan dengan KLT adalah cara
pengembangannya yaitu kromatotorn dikembangkan dengan cara
dipusingkan pada kecepatan tertentu. Sampel ditotolkan pada daerah dekat
sumbu putar, kemudian sambil dipusingkan fase gerak diteteskan dan diatur
kecepatannya, fase gerak ini akan keluar menetes dibagian tepi pelat yang
dipusing tersebut.
2.5.4 Pengamatan (mendeteksi) bercak / visualisasi
Cara mengamati bercak pada TLC dapat digolongkan menjadi dua :
Pertama dengan cara merusakkan / mereaksikan komponen/senyawa yang ada bercak
itu dan Kedua tanpa merusakkan komponen / senyawa. Cara pertama dengan
menyemprotkan pereaksi penanda. Banyak pereaksi-pereaksi yang digunakan
dapat dilihat dalam literature dan dijual dipasaran (niaga). Contoh pereaksi
semprot yang umum untuk senyawadapat diikuti perubahan bercak selama
pemanasan menjadi bercak warna hitam. Pada dasarnya adalah reaksi oksidasi pada
senyawa organic oleh asam sulfat. Pereaksi lain adalah dengan disemprot dengan
larutan lodium dan paling mudah adalah dengan memasukkan plat kedalam bejana
yang berisi uap lodium (kristal lodium diletakkan dalam bejana, tidak merusak 75%
senyawa). Contoh pereaksi semprot dan penggunaannya dapat dilihat pada tabel 3.
Cara ke dua, yang tidak merusak komponen/ senyawa di bercak. Untuk
senyawa berwarna atau berpendar dibawah lampu UV (berfluoresensi) tidak
ada masalah menggunakan silika tanpa tambahan zat berpendar. Sedang
untuk senyawa yang tidak berpendar dibawah lampu UV digunakan fase diam
dengan tambahan zat berpendar.
Tabel 3 : Macam pereaksi warna / penanda dan penggunaannya
No. Pereaksi warna Jenis senyawa Warna
1. Anilina ftalat Gula mereduksi Berbagai warna2. Anisaldehida dalam H2SO4
dan asam asetat
Karbohidrat Berbagai warna
3. Stibium triklorida dalam
kloroform
Steroid, glikosida steroid.
Lipid alifatik, vit. A dll.
Berbagai warna
4. Hijau brom kresol Asam karboksilat Bercak kuning pada
dasar hijau5. 2,4-Dinitrofenilhidrazin Aldehida dan keton Bercak kuning
sampai merah6. Deagendorf Alkaloid dan basa organic Jingga
7. Besi III klorida Fenol Berbagai warna8. Flourescein;Br2 Senyawa tak jenuh Bercak kuning pada
dasar merah jambu
9. Ninhidrin Asam amino, gulaamino,
asamfosfatida
Biru
2.6 Metode identifikasi senyawa Xanton
Xanton merupakan derivat difenil-γ-pyron, yang memiliki nama IUPAC 9H-Xantin-
9-on. Xanton merupakan senyawa polifenol yang memiliki hubungan dekat dengan flavonoid
(hostettman et al. In antus et al., 1995). Distribusi xanton terdapat pada tumbuhan tinggi,
tumbuhan paku, jamur dan tumbuhan lumut. Sebagian besar xanton ditemukan pada
tumhuhan tinggi yang dapat diisolasi dari empat jenis suku, yaitu Guttiferae, Moraceae,
Polygalaceae dan Gentianaceae.
Struktur zanton tersusun atas C6-C1-C6. Karena pada hidroksinya, xanton menunjukan
kaitan biogenesis dengan flavonoid. Atas dasar tersebut jalur biosintesisnya xanton sangat
terkait denagn jalur biosintesis flavonoid.
Xanton merupakan turunan dari benzofenon. Diperkirakan neoflavonoid merupaka
prazat dari benzofenon dan benzofenon merupakan prazat dari xanton. Xanton terbentuk dua
cara yang berlainan, yaitu dengan menambahkan dua satuan C ke prazat C6-C3 atau
menambahkan tiga satuan ke turunan asam benzoat.
Kemungkinan jalur biosintesis xanton yang berasal dari suku Gentianaceae
dipostulatkan oleh Inouye & Nakamura (1971). Jalur biosintesis tersebut berasal dari jalur
sikimat dan malonat dengan benzofenon sebagai intermedietnya.
Studi pada suku Moraceae dan polygalaceae menunjukan keterbatasan
penyebarannya hanya pada beberapa jenis saja. Kebanyakan xanton terdistribusi luas pada
tumbuhan tinggi dan tumbuhan paku dalam bentuk tetra-oksigenasi xanton-C-glukosida,
sebagai contoh adalah mangiferin. Tetapi untuk O-glikosida dari jenis xanton tersebut dapat
ditemukan juga.
Xanton dilaporkan memiliki berbagai efek farmakologi di dalam tubuh. Difurananton
merupakan hepatotoksik dan karsinogenik yang kuat, seperti aflatoksin. Xanton yang
ditemukan pada suku Guttiferae dilaporkan memiliki aktivitas antileukimia dan memilki
aktivitas terhadap sistem saraf pusat. Xanton pada suku Gentianaceae memiliki aktivitas
antibakteri dan berpengaruh pada sistem saraf pusat. Aglikon xanton yang ditemukan pada
Canscora decussata (suatu tumbuhan yang digunakan pada sistem pengobatan Indian)
memiliki aktivitas antituberkulosis secara in vitro terhadap Mycobacterium tuberculosis H37.
Xanton-C-glukosida mangiferin memiliki efek stimulasi terhadap sistem saraf pusat. Xanton
jenis gentisin dari akar Gentiana Iutea dan glukosida-C-mangiferin berasal dari akar
Mangifera indica memiliki aktivitas sebagai antitumor dan inhibitor monoamin oksidase.
Beberapa xanton memiliki aktivitas antifungi, antiinflamasi dan menginhibisi agregasi
platelet. Xanton yang ditemukan pada kulit buah manggis dilaporkan memiliki aktivitas HIV
I prot8ease dan menghambat cAMP fosfodiesterase.