Filsafat pendidikan

220
A. Kata Pengantar B. Latar Belakang Filssafat Pendidikan 1. Pengantar Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the Mother of sciences) yang mampu menjawab segala pertanyaan permasalahan. Mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika dan kehidupanya. Namun karena banyak permasalahan yang tidak dapat dijawab lagi oleh filsafat, maka lahirlah cabang ilmu pengetahuan lain yang membantu menjawab segala macam permasalahan yang timbul. Disiplin ilmu pengetahuan yang lahir itu ternyata memiliki objek dan sasaran yang berbeda-beda, yang terpisah satu sama lain. Suatu didiplin ilmu pengetahuan pengurus dan mengembangkan bidang garapan sendiri-sendiri dengan tidak memperhatikan hubungan dengan bidang lainya. Akibatnya, terjadilah pemisahan antara berbagai macam bidang ilmu, hingga ilmu pengetahuan semakin kehilangan relevansinya dalam kehidupan masyarakat dan umat manusia dengan segala macam problematikanya. Diantara permasalahn yang tidak dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalah yang terjadi dilingkungan pendidikan. padahal menurut John Dewey, seorang filosof Amerika, filsafat merupakan teori umum dan landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan ((Barnadib,1990:15). tugas filsafat adalah mengajukan pertanyaa-peertanyaan dan 1

description

 

Transcript of Filsafat pendidikan

Page 1: Filsafat pendidikan

A. Kata Pengantar

B. Latar Belakang Filssafat Pendidikan

1. Pengantar

Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the Mother of sciences) yang

mampu menjawab segala pertanyaan permasalahan. Mulai dari masalah-masalah yang

berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika

dan kehidupanya. Namun karena banyak permasalahan yang tidak dapat dijawab lagi oleh

filsafat, maka lahirlah cabang ilmu pengetahuan lain yang membantu menjawab segala

macam permasalahan yang timbul.

Disiplin ilmu pengetahuan yang lahir itu ternyata memiliki objek dan sasaran yang

berbeda-beda, yang terpisah satu sama lain. Suatu didiplin ilmu pengetahuan pengurus

dan mengembangkan bidang garapan sendiri-sendiri dengan tidak memperhatikan

hubungan dengan bidang lainya. Akibatnya, terjadilah pemisahan antara berbagai macam

bidang ilmu, hingga ilmu pengetahuan semakin kehilangan relevansinya dalam kehidupan

masyarakat dan umat manusia dengan segala macam problematikanya.

Diantara permasalahn yang tidak dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalah yang

terjadi dilingkungan pendidikan. padahal menurut John Dewey, seorang filosof Amerika,

filsafat merupakan teori umum dan landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan

((Barnadib,1990:15). tugas filsafat adalah mengajukan pertanyaa-peertanyaan dan

menyelidiki faktor-faktor fealita dan pengalaman yang banyak terhadap dalam lapangan

pendidikan.

Apa yang dikatatakan John Dewey tersebut memang benar. Dan karena filsafat dan

pendidikan memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, maka berdirinya filsafat

pendidikan yang berusaha menjawab dan memcahkan persoalan-persoalan pendidikan

yang besifat filosofi dan memerlukan jawaban secara filosofis pula. Dengan kata lain,

kemunculan filsafat pendidikan ini disebebkan banyaknya perubahan dan permasalahan

yang timbul di lapangan pendidikan yang tidak mampu dijawab oleh ilmu filsafat.

ditambah dengan banyaknya ide-ide baru dalam dunia pendidikan dari tokoh-tokoh

filsafat Yunani

1

Page 2: Filsafat pendidikan

Menurut catatan sejarah, filsafat Barat bermula di Yunani. Bangsa Yunani mulai

mempergunakan akal ketika mempertanyakan mitos yang berkembang di masyarakat

sekitar abad VI SM. Perkembangan pemikiran ini menandai usaha manusia untuk

mempergunakan akal dalam memahami segala sesuatu. Pemikiran Yunani sebagai embrio

filsafat Barat berkembang menjadi titik tolak pemikiran Barat abad pertengahan, modern

dan masa berikutnya.

Di samping menempatkan filsafat sebagai sumber pengetahuan, Barat juga

menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun memang harus diakui bahwa

hubungan filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada abad pertengahan misalnya

dunia Barat didominasi oleh dogmatisme gereja (agama), tetapi abad modern seakan

terjadi pembalasan terhadap agama. Peran agama di masa modern digantikan ilmu-ilmu

positif. Akibatnya, Barat mengalami kekeringan spiritualisme. Namun selanjutnya, Barat

kembali melirik kepada peranan agama agar kehidupan mereka kembali memiliki makna

Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali berusaha menggunakan akal

untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau secara tidak langsung menjadi sebab

meluasnya tradisi berpikir bebas yang dimiliki bangsa Yunani.

Menurut Barthelemy, kebebasan berpikir bangsa Yunani disebabkan di Yunani

sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci. Keadaan tersebut

jelas berbeda dengan Mesir, Persia, dan India. Sedangkan Livingstone berpendapat

bahwa adanya kebebasan berpikir bangsa Yunani dikarenakan kebebasan mereka dari

agama dan politik secara bersamaan

Pada masa Yunani kuno, filsafat secara umum sangat dominan, meski harus diakui

bahwa agama masih kelihatan memainkan peran. Hal ini terjadi pada tahap permulaan,

yaitu pada masa Thales (640-545 SM), yang menyatakan bahwa esensi segala sesuatu

adalah air, belum murni bersifat rasional. Argumen Thales masih dipengaruhi

kepercayaan pada mitos Yunani. Demikian juga Phitagoras (572-500 SM) belum murni

rasional. Ordonya yang mengharamkan makan biji kacang menunjukkan bahwa ia masih

dipengaruhi mitos. Jadi, dapat dikatakan bahwa agama alam bangsa Yunani masih

dipengaruhi misteri yang membujuk pengikutnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa

mitos bangsa Yunani bukanlah agama yang berkualitas tinggi.

2

Page 3: Filsafat pendidikan

Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan yang pada mulanya mampu menjawab

segala pertanyaan tentang segala sesuatu dan segala macam masalah. Masalah-masalah yang

berhubungan dengan alam semesta, manusia dengan segala problematikanya dan kehidupan,

yang dibicarakan oleh filsafat. Kemudian karena perkembangan dan keadaan masayarakat,

banyak problem yang tidak bisa dijawab lagi oleh filsafat, maka lahirlah ilmu pengetahuan

yang sanggup memberi jawaban terhadap problem-problem perkembangan metodologi

ilmiah yang semakin pesat. Kemudian berkembanglah ilmu pengetahuan dalam bentuk

disiplin ilmu dengan keterkhususannya masing-masing. Setiap disiplin ilmu memilki obyek

dan sasaran yang berbeda-beda, yang terpisah satu sama lain.

Di atara banyak filsafat seperti filsafat Cina, India, juga ada filsafat Barat adalah

sesuatu yang tidak begitu jelas, karena tradisi filsafat Barat telah mulai di Asia kecil dan

memikat pikiran-pikiran dari Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika. Termasuk filsafat Barat,

Yunani, Helleinisme, kristiani, dan seterusnya. Sehingga dengan analisa, timbullah

bermacam-macam disiplin ilmu yang menggunakan analisa filsafat.

Dengan demikian, dengan menggunakan analisa fisafat, berbagai macam disiplin ilmu

yang berkembang sekarang ini, akan menemukankembali relevansinya dengan hidup dan

kehidupan masyarakat dan akan lebih mampu lagi meningkatkan fungsinya bagi

kesejahteraan hidup masyarakat.

John Dewey, seorang filosof Amerika yang menyatakan bahwa filsafat itu adlah teori

umum dai pendidikan, landasan mengenai beberapa pemikiran mengenai pendidikan . Tugas

filsafat adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan

pengalaman yang banyak terdapat dlam lapangan pendidikan.

Filsafat mulai berkembang dan berubah fungsinya dari sebagai induk ilmu

pengetahuan menjadi semacam pendekatan dan perekat kembali berbagai macam ilmu

pengetahuan yang telah berkembang pesat yang menjadi terpisah satu sama lainnya. Jadi

jelaslah bagi kita bahwa filsafat berkembang sesuai dengan perputaran dan perubahan

zaman.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang melatar belakangi

munculnya filsafat pendidikan adalah banyaknya perubahan-perubahan dan permasalahan

yang timbul dilapangan pendidikan, yang tidak mampu dijawab sendiri oleh ilmu oleh

3

Page 4: Filsafat pendidikan

filsafat saja. Selain itu juga yang melatar belakangi munculnya filsafat adalah banyaknya

ide-ide yang baru dalam dunia pendidikan. Adapun datangnya ide-ide tersebut di ataranya

berasal dari tokoh-tokoh filsafat Yunani.

2. Perkembangan Pemikiran Filsafat Spiritualisme Kuno

Sejarah menunjukan bahwa kini filsafat tidak lagi membawa pemikiran mengenai

adanya subjek besar sebagaimana masa lalu. Kemajuan ilmu pengetahuan, terutama ilmu

pengetahuan alam, telah menggoyahkan dasar-dasar filsafat. Banyak hal yang semula

menjadi bagian dari filsafat yang membahas tentang ilmu asal (epistemologi), kini

menjadi topik pokok perhatian dari ilmu-ilmu fisiologis dan psikologis.

Kosmologi telah berhasil meneliti dalam astronomi, fisika, dan logika dengan

cemerlang berhasil memodifikasikan diri lewat karya-karya tokoh-tokoh ahli matematika.

begitu juga metafisika dan etika, tanpa meninggalkan cacat sedikitpun tidak terhindar dari

kemajuan ilmu pengetahuan. banyak para ahli filsafat modern menolak sama sekali

seluruh pernyataan matfisika sebagai omong kosong, karena keyakinan terhadap

pernyataan-pernyataan itu tidak didasarkan pada penelitian yang biasa digunakan.Dengan

kata lain, pernyataan-pernyataan etis filosof itu tidak berdasarkan fakta, tetapi hanyalan

berbentuk kalimat-kalimat yang tidak bisa dibuktikan.

Jika kita memperhatikan pemikiran orang barat yang membahas filsafat, kita akan

mendapati mereka sama sekali lepas dari apa yang dikatakan agama. Bagi mereka, titik

berat filsafat adalah mencari hikmah. Hikmah itu dicari untuk mengetahui suatu keadaan

yang sebenarnya, apa itu, darimana, hendak kemana, bagaimana. dengan kata lain,

filsafaat untuk mengetahui hakekat sesuatu. namun kalau pertanyaan filosofis itu

diteruskan, akhirnya akan sampai dan berhenti pada sesuatu yang disebut agama. Baik

para filosof timur maupun barat, mereka memiliki pandangan yang sama bila sudah

sampai pada pertanyaan, “bilakah permulaan makhluk yang ada ini, dan apakah sesuatu

yang pertama kali terjadi, dan apakah yang terakhir sekali bertahan dalam alam ini”

(Rifai,1994:67). Akan tetapi, mereka tetap berusaha untuk mencari hikmah yang

sebenarnya supaya sampai kepada puncak pengetahuan yang tinggi, yaitu Tuhan Yang

Maha mengetahui dan Mahakuasa.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa filsafat mulai berkembang dan berubah

fungsi, dari sebagai induk ilmu pengetahuan menjadi semacam pendekatan dan perekat

4

Page 5: Filsafat pendidikan

kembali berbagai macam ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan terpisah satu

dengan lainya. Jadi, jelaslah bagi kita bahwa filsafat bekembang sesuai dengan perputar

derubahan zaman. Paling tidak, sejarah filsafat lama membawa manusia untuk

mengetahui salah satu cerita dalam kategori filsafat spiritualisme kuno. Kira-kira 1200-

1000 SM sudah terdapat cerita-cerita lahirnya Zarathusthra, dari keluarga Sapitama, yang

lahir di tepi sungai, yang ditolong oleh Ahura Mazda dalam masa pemerintahan raja-raja

Akhmania (550-530 SM).

1. Timur Jauh

Yang termasuk dalam wilayah timur jauh ialah China,India,Dan Jepan.di India,

berkembang filsafat spiritualisme Hinduisme dan Buddhisme. Sedangkan di Jepang

berkembang Shintoisme. Begitu juga di China, berkembang Taoisme dan

Konfusianisme (Gazalba,1986:60).

a) Hindu

Pemikiran spiritualiasme Hindu adalah konsep karma yang berarti setiap individu

telah dilahirkan kembali secara berulang dalam bentuk manusia atau binatang

sehingga ia menjadi suci dan sempurna sebagai bagian dari jiwa universal

(reinkarnasi). Karma tersebut pada akhirnya akan menentukan status seseorang

sebagai anggota suatu kasta. Poedjawitjatna (1986:54) mengatakan, bahwa para

filosof Hindu berfikir untuk mencari jalan lepas dari ikatan duniawi agar bisa

masuk dalam kebebasan(yang menurut mereka) sempurna.

Dengan demikian, disamping filosof-filosof Yunani, filosof-filosof Hindu pun

sangat berperan dalam dunia filsafat. Hindu juga benar-benar merasakan bahwa

dunia (alam) ini penuh rahasia dan manusia yang terhadap didalamnya

merupakan sesuatu yang amat kecil, namun manusia memiliki arti dan nilai yang

sangat besar bagi kehidupan. Karenanya, manusia didorong untuk menyelidiki

dan memahami alam semesta dan segala isinya.

Agama Hindu yang politeisma dan kuno itu telah berkembang selama ribuan

tahun. Dalam Hindu banyak dew yang dipuja, tetapi hanya tiga dewa utama,

yakni Brahmana, Shiwa, dan wishnu. Hinduisme merupakan kepercayaan yang

sangat populer di India, kira-kira sekitar 45Juta dari semua jumlah 520juta

penganutnya diseluruh dunia ( Pudjawijadna,1986:54).

5

Page 6: Filsafat pendidikan

b) Budha

Pencetus ajaran Buddha ialah Sidartagautama (kira-kira 563-483 SM) sebagai

akibat dari ketidak puasnya terhadap penjelasn para guru Hinduisme tentang

kejahatan yang sering menimpa manusia.

Meskipun di Indonesia telah disebut agama Buddha sebenarnya bukanlah agama

dalam asli sesungguhnya, karena dalam agama Buddha tidak ditemukan adanya

ajaran tentang Tuhan. Kitab Buddha, Tripitaka, Banyak meceritakan bakyak

kehidupan daripada pembawa agama ini, yaitu Sidartagautama.

Karena filsafat Buddha berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini

terliputi oleh sengsara yang disebebkan oleh “cinta” terhadap sesuatu yang

berlebihan.

c) Taoisme

Pendiri Taoisme Ialah Lao Tse, lahir pada tahun 604 SM. Tulisanya yang

mengandung makna filsafat adalah jalan Tuhan atau sabda Tuhan, Tao ada

dimana-mana, tetapi tidak berbentuk dan tidak dapat pula diraba, tidak dilihat dan

di dengar. Manusia harus hidup selaras dengan Taq dan harus bisa menahan

nafsunya sendiri. peperangan, menurut Lao Tse hanya memusnahkan manusia

saja, kebahagiaan hidup sulit dicapai dengan peperangan (Jumhur &

Danasaputra, 1979:18). Karenanya, dalam buku tentang Tao dijelaskan bahwa

kekuatan yang selalu berubah disebut Tao, yang jelas bekerja di seluruh jagat

raya, sedangkan kekuatan peribadi yang berasal dari kebersesuaian dengan Tao

disebut Te (Wing,1987).

Pengertian Tao dalam filsafat Lao Tse tersebut dapat dimasukan dalam aliran

spiritulisme. Dan, menurut aliran-aliran filsafat India dan Tiongkok, spiritualisme

itu berkaitan dengan etika, karena ia memberi petunjuk bagiman manusia mesti

bersikap dan bertindak didunia agar memperoleh bahagia dan kesempurnaan Ruh

(Gazalba,1986:60).

Para pengikut Toisme diajarkan untuk menerima dan menyesuikan diri secara

pasti dengan hubungan –hubungan dan cara bekerja alam. Ajaran-ajaran pokok

Taoisme dimuat dalam buku kecil Tao Te ching (ajaran-ajaran Tao), yaitu prinsip

yang menga tur alam raya buah, buah pikiran ahli filsafat Cina, Laos, Tse ( abad

6

Page 7: Filsafat pendidikan

ke-6 SM) menurut Wing (1987:11), Tao merupakan kekuatan yang selalu

berubah dan selalu bekerja diseluruh jagat raya. Tse merupakan kekuatan yang

berasal dari kesesuaian dengan Tao. Buku Tao Te ching tersebut ditulis oleh Tao

Tse, seorang penjaga arsip kerajaan selama pemerintahan dinasti Chou.

Taoisme menggangap behwa alam semesta dan ideal berjalan menurut kekuatan

bertuhan. Surga mempunyai hukum alam sendiri. Tetapi hukum tentang manusia

dan dunia semacam itu dibawah kekuasaan dan kendali Tao, yang memberi

petunjuk dan merupakan hukum yang memerintah alam semesta ini.

d) Shinto

Shinto merupakan salah satu kepercayaan yang banyak dipeluk masyarakat

Jepang. Shinto merupakan agama (kepercayaan) yang utama di Jepang,

disamping Buddisme. Sejak abad ke-19 Shinto telah mendapat status agama

resmi negara, yang menitikberatkan pemujaan alam dan pemujaan leluhur. agama

Shinto memiliki banyak memiliki upacara keagamaanyang sederhana, pemberian

kurban yang khidmat dan upacara ditempat suci yang di persembahkan kepada

dewa matahari, sungai-sungai, desa-desa, pohon-pohon, pahlawan-pahlawan, dan

sejenisnya dengan tujuan agar memperoleh panen yang baik, perlindungan

terhadap luka-luka atau pencurian dan kemurahan hati(Smith,1986:15).

Sebenarnya agama Shinto mempunyai hubungan yang kuat denan agama

(buddhisme). Kojiki kitab suci agama shinto, tidak hanya menerangkan proses

penciptaan alam semesta yang dilakukan oleh para dewa dan bahwa manusia itu

abadi, tapi ia juga menegaskan bahwa setiap orang harus memiliki dirinya

sendiri, melakukan hal-hal yang mengadung nilai budiluhur, dan mengajarkan

mencuci dangan air sebagai metode pencucian keagamaan (Smith,1986:16).

Agama shinto tumbuh dan berkembang di Japang, yang sangat respek terhadap

alam (nature) disebabkan ajaran-ajaran mengandung nilai antara lain kreasi

(Sozo, hidup dan kehidupan, mengandung nilai optimis.

Aplikasi nilai-nilai ajaran-ajaran Shinto telah menjadkan masyarakat jepang

menjadi religius. Hadipranata (1994:89) menjelaskan bahwa materi bukanlah

nilai tertinggi dalam budaya Jepang. Ada nilai-nilai lain yang lebih berharga

dalam kehidupan mereka sebagai landasan untuk bekerja keras, hidup

7

Page 8: Filsafat pendidikan

bermasyarakat dengan saling mempercayai dan selalu berusaha melaksanakan

kewajiban agar meraka memperoh nilai-nilai surgawi-spiritual, keruhanian.

Kepuasan yang mereka miliki bukan diukur dengan materi. Keyakinan itulah

yang mendorong mereka untuk bekerja sama dan menghasilkan yang lebih baik.

2. Timur Tengah

a) Yahudi

Yahudi berasal dari nama seorang putra Ya’kub, yahuda, putra keempat dari 12

orang bersaudara. 12 orang inilahyang kelak menjadi nenek moyang bangsa

Yahudi,yang terdiri dari 12 suku bangsa.bagsa Yahudi dinamakan bangsa Israel.

agama Yahudi pada perinsipnya sama dengan agama nasrani dan agama Islam,

karena itu agama Yahudi disebut juga agama kitab (Samawi), yang berarti agama

yang mempunyai kitab suci dari nabi. Pemikiran-pemikiran filsafat timur tengah

muncul sekitar 1000-150 SM. Tanda-tanda yang tampak atas keberadaan

pemikiran filsafat itu ialah adanya penguraian tentang bentuk-bentuk menindasan

moral dari monoteisme, beredaraan, kebenaran dan bernilai tinggi. Selama dua

ribu tahun lalu doktrin-doktrin monoteisme dan pengajaran tentang etnis yang

angap penting dari kaum yahudi, yang dikembangkan oleh nabi Musa dan para

nabi Elyah. Pendidikan dimulai guna mengangkat martabat dan pengharapan

kemanusiaan pada masa depan (Smith,1986:4)

Kaum Yahudi sangat mementingkan pendidikan bagi generasinya. Pendidikan

merupakan hal yang pokok dan lebih utama ketimbang kekuatan militer. Rasa

cinta kepada anak-anak, Kepercayaan terhadap keadilan, kebenaran dan potensi

masyarakat beserta ganjaran-ganjaranya di surga, tentu bisa dicapai hanya dengan

pendidikan.

Menuurut Philo, Sedikit manusia yang dapat menguraikan tentang allah secara

positif, yaitu bahwa Dia itu Esa, tidak tersusun dari bagian-bagian. Dia

mempunyai kesempurnaan yang sangat tinggi keindahan asali, kebaikan yang

mutlak dan ke Maha Kuasa pada Allah ada aksi kerja( Hadiwijono,1990:64).

Berbeda dengan Philo, Parsi, dalam riwayat-riwayat (Hakam)-nya yang nantinya

dikenal dengan nama Talmut, mengatakan, bahwa Allah telah menyesal atas

8

Page 9: Filsafat pendidikan

bencana yang telah ditimpahkan terhadap kaum Yahudi Haikal dan perampasan

terhadapan terhadap anak-anak-Nya. ishmah (terhindar dari kesalahan)

merupakan ciri sifat Allah, namun suatu ketika dia murka terhadap bani Israil

karena terlalu menuruti perasaan mereka sendiri, sehingga Dia bersumpah untuk

menyingkirkanya Bani Israil dari kehidupanya yang abadi. namun, menurut

Talmud, setelah marah-Nya reda, Dia menyesal atas perbuatan-Nya. Maka Dia

pun membatalkan sumpah-Nya karena Dia mengetahui bahwa Dia telah

melakukan perbuatan melanggar keadilan bagi diri-Nya (Shalaby,1991:279-280).

Pengakuan kaum Yahudi, sebagaimana dirinya ini kaum Parsi tersebut,

menunjukkan kesamaan-kesamaan dengan keyakinan umat lain (Kristen dan

Islam), misalnya allah memang terlepas dari sifat bersalah dan kekhilafan.

Seandainya Allah memang benar menunda atau membatalkan ancaman-Nya

terhadap bani Israil, tentunya agama kristen tidak turun kemuka bumi, sebagai

koreksi terhadap agama yahudi tersebut. lagi pula tidak terdapat sumber yang

aktual bahwa allah telah menyesali atas perbuatan keji Bani Israil pada masa lalu

itu. Terdapat banyak ayat dlam kitab suci Al-Qur’an misalnya, bahwa Allah

memang mengutuk kaum Yahudi.

Lebih kurang 200 tahun SM, di Plestina telah tumbuh berbagai lembaga

pendidikan yang membahas dan mempelajari syaria dan hukum-hukum Torah

(Rifai,1987:80). Lembaga pendidikan itu muncul dalam rangka untuk

mengimbangi pengaruh ajaran filsafat dan kebudayaan kaum Yahudi, yang sudah

mengalami kemajuan dibidang pendidikan. terbukti banyak berdiri sekolah dasar

bagi para anak laki-laki di setiap desa dan program pendidikan khusu bagi wanita

dirumah. Program pendidikan mereka sudah bersifat universal. Tak heran jika

doktrin-doktrin monoteisme dan pengajaran-pengajaran etis telah meresapi

pikiran-pikiran kaum Yahudi.

b) Kriten

Pengikut agama Kristen pada waktu itu tidak ubahnya seperti pengikut agama

lain, yaitu dari golongan rakyat jelata. Setelah berkembang, pengikutnya pun

merambah ke kalangan atas, ahli pikir (Filosof) dan kemudian para pemikir. atas

pemajuanya, zaman ini disebut zaman patristik. Pater berarti bapa, yaitu para

9

Page 10: Filsafat pendidikan

bapa keraja. Zaman Patristik adalah zaman Rasul (pada abad pertama) sampai

abad ke delapan.

Pertumbuhan agama Kristen ini unik. Dari satu sekte Yahudi, agama ini telah

menjadi suatu agama dunia dan menjadi agama utama dibagian dunia sebelah

barat (Roham,1993:3). Perkembangan agama ini sangatlah pesat berkat

keberanian, ketabahan dan ketekuna para pengikutnya, meskipun mereka

mengalami berbagai macam rintangan baik dari orang-orang Yahudi, yang tidak

mau mempercayai agama mereka, maupun dari kerajaan romawi. Penyebab

agama kristen diluar orang-orang Yahudi mula-mula dilakukan oleh Paulus,

bekas pendeta Yahudi yang berbalik menjadi penyiar di Eropa.

Agama Kristen ini mempunyai kitab suci yang dikenal dengan janjian lama dan

perjanjian baru. perjanjian lama (Old testament) diperkirakan sudah ada sejak

abak 16-40 SM. Bangsa yang dipakai yaitu bangsa ibrani.kitab suci agama

kristen ini bernama Injil, yang diturunkan kepada Isa Al-Masih. Guna dijadikan

tuntunan bagi bani Israil.

Disamping perjanjian lama, umat Kristen juga mengakui dan/atau memakai kitab

suci yang disebut perjanjian baru(New testement). Adanya perjanjian baru ini

disebebkan oleh perubahan zaman, atau karena adanya perombaka-perombakan

yang dihasilkan oleh karangan orang banyak.

Agama kristen ini juga mempunyai ajran-ajaran. Pokok ajaranya adalah

mengajarkan konsep Tuhan dalam arti monoteisme murni. dasar kepercayaan

keagamaan yang dijadikan sumber ajaran-ajaran agama kristen ini kemudian

dikembangkan oleh Paulus mengenai pokok keyakinan yang harus diimani dan

dipengang, yang tesimpul dalam doktrin-doktrin, yang diajarkan Paulus dalam

lingkungan Jemaat-Jemaat dia asia kecil (Sou’yab, 1993:329).

Memang illmu pengetahuan sudah berkembang lama sekali . bahkan, sejak

400SM sudah ditemukan kebudayaan yang maju dan ada hubunganya dengan

ilmu pengetahuan. Yesus Kristus dikenal sebagai guru, ajatan-ajaran yang

diberikan sangat mempengaruhi ilmu pengetahuan, dan cara-cara mengajar

disekolahan seluruh dunia sampai sekarang. Ini berarti, bahwa ilmu pengetahuan

10

Page 11: Filsafat pendidikan

pada agama Kristus sudah ada sejak lama atau dulu dan sampai sekarang masih

dipakai oleh masyarakat, terutama yang beragana Kristen

Namun sebaliknya, orang-orang Yahudi juga berusah keras untuk melestarikan

kepercayaan-kepercayaan dan adat istiadat kuno walaupun mereka telah

mengalami kekalahan militer. Mereka telah kehilangan banyak penganut setelah

titus memusnahkan tempat sembahyang mereka,di jerussalem.

3. Romawi dan Yunani : Antromorfisme

Antromofisme metupakan sesuatu benda, paham yang menyamakan sifat-sifat yang

ada pada manusia (yang diciptakan). Misalnya tangan Tuhan disamakan dengan

Tangan manusia. paham ini muncul pada zaman Patristik dan skolastik, pada akhir

zaman kuno atau zaman pertengahan filsafat barat yang dikuasa oleh kristiani.

Latar belakang biasanya identikkan dengan sejarah tentang suatu masalah yng akan

diteliti. Masalah sejarah sudah barang tentu adalah suatu peristiwa masa lampau yang

dipertanyakan dn sangat penting untuk dipecahkan, atau suatu yang mengandung

beberapa kemungkinan pemecahan dan jawabannya berdasarkan fakta-fakta masa

lampau. Dalam hai ini, uraian mengenai latar belakang suatu topik hanyalah garis

besarnya saja. Begitu pula latar sejarah itu secara kronologis hendaknya hanya

diseputar waktu terdekat dengan topik.[1]

Perkembanga filsafat dan kemajuan ilmu pengetahuan berkembang dengan baik

sampai seantero. Pada masa ini juga uncul filosof-filosof yang membantu perkembangan

dunia pendidikan Selain di yunani, Antromorpisme juga bekembang diRomawi. Namun

demikian, sifat-sifat persamaan manusia dengan Tuhan dengan paham Antromorpisme

Yunani dan Romawi itu tidak sama dengan paham yang dianut eh aliran teologi dalam

islam semisal qadariyah.

Sejarah Romawi kuno bersumber pada legnda yang dkisakan dalam bentuk syair

karya seseorang pujangga besar Romawi Vergelius yang berjudul Aenied(Aeneis). Aenied

karya Vergelius seolah-olah merupakan sumbangan dari Illiat karya pujangga besar

Yunani Homeros. Jika illiat mengisahkan peperangan dan kejatuhan troa maka Aenied

menceritakan pertualangan Aeneis, salah eorang palawan Toya, ya bisa menyelamatkan

diri saat kota telah mnjadi puing-puing sesudah dibakar habis oleh orang

Yahudi(Rapar,1989:5-6).

11[1] Jalaludin & Abdullah, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan),(Jakarta: Ar-ruzz Media, 2007), hal 41

Page 12: Filsafat pendidikan

Ketika Romawi telah tumbuh menjadi negara besar dan telah cukup kuat dan

tangguh, di susunlah suatu rencana besar untuk mewujudkan cita-cita menjdi penguasa

dikawasan laut tengah. Repoblik Roawi tumbuh begitu pesat menjadi suata negara

adikuas lewat rangkaian peperangan terus menerus selama lebih kurang lima ratus tahun.

Pada abad 22M, kekaisaran Romawi barat berada di puncak kejayaan. Namun, pada ke-4,

kekaisaran romawi sudah begitu merosot, bahkan telah berada diambenag pintu

kehancuran.

Bagi orang Romawi, kemanusiaan telah membuat kemajuan besar dlam bidang-

bidang eis sosial dan kultural. Pada pendidikan lama Romawi, anak laki-laki maupun

perempuan didik dirumah hingga umur tujuh tahun,untuk membiasakan yang baik dalam

hal pembicaraan dan perbuatan. Setelah bertambah umur, maka diajarkan berburu,

berlari, melompat, bergumul, melempar ba dan tombak, berkuda, menunggang kuda, dan

jua berenang. Saat itu, pendidikan yang penting bagi anak Romawi adalah yang berguna,

yang menguntungkan negara, menjaga agama dan kesusilaan. Kegiatan pendidikan itu

berlangsung di rumah masing-masing dan yang menjadi pendidik adalah orang tua

mereka sendiri. Pendidikan tidak menjadi tugas negara, yang dipentingkan adalah jasmani

dan kesusilaan. Atujuanya adalah untuk membentuk manusia yang selalu siap sedia

berkorban membela untuk kepentingan tanah airnya, membentuk warga negara menjadi

tentara.

Adapun tokoh-tokoh romawi yang termashur adalah Cicero dan Quintiliyanus. Selain

ahli pidato keduanya juga banyak memberikan banyak pemikiran kepada pendidikan dan

filsafat gagasan dan pemikiran Cicero tentang pendidikan banyak sekali, dan salah

satunya dijadikan seebagai contoh untuk mengajarkan pemakaian bahasa seecara efektif

dan filsafat oleh para cendekiawan seluruh Eropa. Dia jugalah yang telah memberikan

dorongan yang hebat untuk mempeelajari tulisan-tulisan Yunani dan Romawi kuno

terhadap unsur-unsur kebudayaan Renaisance. Menjawab, memecahkan, atau

menerangkan masalah yang telah diidentifikasikan itu, atau untuk merumuskan hipotesis.

Penyusunan landasan teori pada umumnya dapat berbentuk uraian kualifikasi, model

matematis, atau persamaan-persamaan yang langsung berkaitan dengan bidang ilmu yang

diteliti. Dalam penelitian sejarah, teori yang digunakan biasaya disusun sesuai dengan

pendekatan apa dan bidang sjarah mana yang diteliti. Bila yang diteliti adalah mengenai

12

Page 13: Filsafat pendidikan

sejarah soial, maka teori-teori yang relevan akan lebih tepat diambil dari sosiologi. Begitu

pula bidang sejarah yang lain seperti agama, kebudayaan, ekonomi, dan politik.

Menurut Mely G. Tan (dalam Koentjaraningrt, 1989: 19), teori-teori itu pada

dasarnya merupakan “pertanyaan mengenai sebab-akibat atau mengenai adanya suatu

hubungan positif antara gejala yang diteliti dan faktor-faktor tertentu dalam masyarakat”.

Salah satu contoh dikemukakan oleh G. Tan mengenai kegiatan ekonomis. Teori terkenal

dari Max Weber, yang menyatakan adanya hubungan positif antara agama protestan adan

bangkitnya kapitalisme, dapat dipergunakan sebagai landasan penyusunan kerangka

pemikiran atas persoalan ekonomi tersebut. Berdasarkan teori Webber banyak sekal

hipotesis yang dapat diperoleh, yakni dengan meluaskan konsep agama protestan dengan

agama-agama lain, termasuk islam, atau sistem nilai budaya pada umumnya, dan juga

meluaskan konsep kapitalisme dengan kegiatan ekonomis umumnya. Didalam sejarah

Islam di Indonesia khususnya, penelitian berdasarakan teori ini sangatlah mungkin

dilakukan. Misalnya, tentang pertumbuhan dan dinamika kelas menengah muslim di

Jawa, atau hubungan antara agama Islam dan kegiatan-kegiatan entrepreneur di suatu

daerah di Sumatra, dan sebagainya.

Penyusunan teori dapat juga dilakukan dengan penjelasan atas konsep-konsep

constructs. Dalam penelitian sejarah dan filosof yunani (Greek). Dari sinilah awal

munculnya filsafat. Dlam perkembangan selanjutnya, karena banyak para filosof ang

banyak mencurahkan pikirannya mengenai dunia spiritualisme (Bakry, 1992:56).

Spiritualisme meruapakan suatu aliaran filsafat yang mementingkan keruhanian,

lawan dari materialisme (Poerwadarminta, 1984:963). Karena itu, spiritualisme

mendasari yang ada di alam ini terdiri dari ruh, sukma, jiwa yang tidak berbentuk dan

tidak menempati ruangan. Jiwa mempunyai kekuatan dan dapat melakukan tanggapan

(voorsteling) atau sesuatu yang bukan berasal dari tangkapan panca indera, yang datang

secara tiba-tiba berbentuk gambaran. Dengan kata lain, jiwa adalah alat untuk menerima

sesuatu yang bersifat non-materi yang tidak bercampur dengan tangkapan-tangkapan

panca indera lahiriah. Jiwa ini menangkap angan-angan yang murni dan alami pada

lapangan metafisis (Suryadiputra, 1994:105). Maka dari itu, yang hendak dicapai oleh

jiwa adalah menentukan sesuatu yang nyata dengan melalui alam metafisis yang

keberadaannya di luar jangkauan rasio yang bersifat material.

13

Page 14: Filsafat pendidikan

Namun demikian, ternyata ada bebapa fiosofi yang merasa kurang puas dengan aliran

spiritualisme. Mereka merasa kurang puas dengan aliran spiritualisme yang dianggap

tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Maka,lahirlah aliran materialisme. Diantara

tokohnya adalah Leukipos dan Demokristus(460-370SM), yang menyakan bahwa semua

kejadian alam adalah atom, dan semuanya adalah materi. Kemudian, lahir pula aliran

Rasionalisme Rene descartes, menyatakan bawa pusat segala sesuatu terletak pada dunia

rasio, sementara yang lai alah objeknya. Demikianlah rankaian reaksi filosof terhadap

aliran Spiritualisme. Sebenarnya reaksi ini tidak saja bergulir di Yunani, tetapi di dunia

Barat dan Eropa.

a. Idealisme

Tokoh aliran Idealisme adalah Plato (427-374). Ia adalah murid Socrates (Ali,

1996:23). Aliran idealisme merupakan suatu aliran filsafah yang mengagungkan jiwa.

Menurut aliran ini, cita adalah gambaran asli yang bersifat rohani dan jiwa terletak

diantara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca

indera (Suryadiputra, 1994:133). Dari pertemuan jiwa dan cita, lahirlah suatu angan-

angan, yaitu dunia ideal. Aliran ini memandang dan menganggap yang nyata hanya

idea. Idea selalu tetap, tidak mengalami perubahan dan pergeseran yang mengalami

gerak yang tidak dikategorikan idea (Poedjawijatna, 1987:23). Keberadaan idea tidak

tampak dalam wujud lahiriah, dan gambaran aslinya hanya dapat dipotert oleh jiwa

murni. Menurut pandangan idealisme, alam adalah gambaran dari dunia idea

disebabkan posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah

hakikat murni dan asli dan dimana keberadaannya sangat absolut dan

kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material (Ali, 1986: 29).

Pada kenyataanya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk, sedangkan

jiwa bertempat di dunia yang bertubuh (ideal).

Kadang dunia idea adalah pekerjaan ruhani berupa angan-angan untuk

mewujudkan cita-cita dalam lapangan metafisis. Menurut Berguson, ruh merupakan

sasaran untuk mewujudkan seseatu fisi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi,

dengan melihat kenyataan bukan sebagi materi yang beku maupun dunia luar yang tak

dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978: 36).

14

Page 15: Filsafat pendidikan

Aliran idealisme sangat identik dengan alam dan lingkungan, karena itu aliran ini

melahirkan dunia macam realita. Pertama, yang tampak, yaitu apa yang dialami oleh

kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini ada yang datang dan pergi, ada yang

hidup dan ada yang mati, demikian seterusnya. Kedua, realitas sejati, yang merupakan

sifat yang kekal dan sempurna (idea). Gagasan dan pikiran yang utuh didalamnya

memiliki nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian

kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang

hakiki (Ibid, 1978: 61).

Prinsip aliran idealisme mendasari semua yang ada dan nyata dialam ini hanya

ideal, disebabkan dunia merupakan lapangan ruhani dan pembentuknya tidak sama

dengan alam nyata sebagaiman yang tampak dan yang tergambar. Sedangkan

ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah

arche, tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan tuhan. Arche

sifatnya kekal dan sedikitpun tidak mengalami perubahan.

Ini yang terpenting dari ajaran ini adalah bahwa manusia menganggap ruh atau

sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingakan dengan materi bagi kehidupan

manusia. Ruh merupakan gakikat yang sebernarnya, sementara benda atau materi

disebut sebagai penjelmaan dari ruh atau sukma. Aliran idealisme berusaha

menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metfisis yang baru berupa

gerakan-gerakan ruhaniah, dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat

yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi

individu dengan individu lainnya sehingga terbentuklah kebudayaan dan peradaban

baru (Bakry, 1992: 56).

Dengan demikian, apabila kita menganalisis berbagai macam pendapat tentant isi

aliran idealisme yang pada dasarnya membicarakan alam pikiran ruh yang berupa

angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, maka kita akan mengetahui bahwa sumber

pengetahuan terletak pada kenyataan ruh sehingga kepuasan hanya bisa dicapai dan

dirasakan dengan memiliki nilai-nilai keruhanian yang dalam idealisme disebut

dengan idea.

Memang para filosof idealisme memulai sistemetika berpikir mereka dengan

pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran (Ali,

15

Page 16: Filsafat pendidikan

1991: 63), karena itu ruhani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksaan paham

ini. Dengan kata lain, alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Berbagai macam

pandangan para filosofi idealisme yang mengemukakan hakikat alam yang

sebenarnya adalah idea, yang digali dari pemikiran murni yang sangat sederhana yaitu

melalui pengamatan di luar benda yang nyata, pada dasarnya adalah untuk mengenal

alam raya itu sendiri. Dari sini didapatkan, bahwa dunia itu terbagi menjadi dua, yaitu

dunia nyata dan tidak nyata, atau dunia kelihatan (Boraton Genas) dan dunia yang

tidak kelihatan (Kosmos Neotos). Bagian inilah yang menjadi sasaran studi bagi

aliran filsafat idealisme (Van der wij, 1988:19).

b. Materialisme

Aliran Materialisme merupakan aliran kfilsafat yang berisikan tentang ajaran

kebendaan. menurut aliran ini, benda merupakan sumberb segalanya

(Poerwadarminta,1984:683). Aliran ini berpikir sederhana, bahwa segala sesuatu yang

ada dialam ini dapat dilihat atau di observasi, baik wujudnya, gerakanya, maupunya

peristiwa-peristiwanya.

Berdasarkan resepsi itu maka realitas semesta ini pastilah sebagaimana yang

tampak dihadapan kita. semuanya adalah materi, serbaset , serbabeda. Manusia

merupakan makhluk ilmiah yang tidak memiliki perbedaan dengan alam semesta,

karena itu tingkah laku manusia pada prosesya sejalan dengan sifat dan gerakan

peristiwa alamiah; menjadi bagian hukum alam.

Fokus aliran materialisme adalah benda, dan segala kyang berawal dari benda.

Karena itu yang nyata hanya dunia materi. Segala kenyataan yang didasarkan pada zat

atau unsur dan jiwa, ruh, sukma (idealisme), oleh aliran materialisme dianggap

materi. Meskipun mempunyai sifat yang berbeda dengan sifat meteri, jiwa, ruh, dan

sukma itu mempunyai naluri untuk bergerak sendiri, yang mempunyai gerakan yang

terbatas sehingga tidak bebas atau kaku.

Tokoh-tokohh aliran Metarialisme diantaranya adalah Leo Kipos dan Demokripus

(460-370SM). Mereka berpendapat bahwa kejaian seluruh alam terjadi karena atom

kecil, yang mempunyai ,bentuk dan bertubuh. Jiwa-pun dari atom kecil yang

mempunyai bentuk bulat dan mudah bereaksi untuk mengadakan gerak(Suryadipura,

1994:130). Atom-atoom tersebut membentuk satu kesatuan yang dikuasai oleh

16

Page 17: Filsafat pendidikan

hukum-hukum fisis kimiawi, dan atom-atom yang tertinggi nilainya dapat

membentuk manusia, dan kemungkinan yang dimiliki manusia tidak melebihi

kemungkinan kombinasi-kombinasi atom. Oleh karena itu, atom tidak pernah

melampaui ;potensi-potensi jasmani, karena keduanya memiliki sumber yang sama.

Demikian juga dengan keberakhiran atau kematian, disebebkan karena hancurnya

struktur atom-atom, peleburan dan kombinasi atom-atom yang ada pada manusia atau

alam lainya.

Menurut Karl Marx, kenyataan ang ada adalah dunia materi. Ide dan teori tumbuh

dari kehidupan nyata masyarakat. Hal ini disebebkan karena adanya daya dorong atau

daya mareti atau benda yang mendorong manusia untuk berbuat dan bertindak

( Hadijono,1986:121). Dalan hal ini, apapun yang dibicarakan oleh masyarakat,

mengenai rapat ekkonomi apabila dihubungkan dengan filsafat manusia, intinya

tidaak lain membicarakan bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh benda atau

materi.

Pada bagian ini, bila materi dihubungkan dengan sejarah, berasama-sama dengan

alamnya, yang digambarkan oleh kehidupan masyarakat, yang dihubungkan individu

dengan individu, maka melahirkan kebutuhan dan akan memberikan daya hidup yang

disebebkan oleh materi dan kecenderungan untuk memilikinya. Hal ini disebut

Thomas Hobbes dengan materialismus monistis, hiburan sangat mengagung-

agungkan kebedaan (Suryadipura, 1994:130). Bahkan, lanjutanya, perasaan dan

pikiran adalah materi dan gerakanya pun adalah gerak materi. Sementara apa yang

dikatakan dengan bendawi adalah segala yang mempunyai ketergantungan yang ada

ikeharusan yang disebabkan oleh faktor materi dan bendawi yang mengelilinginya.

Manusia pun hidup selama darahnya beredar dan jantungnya bekerja, yang

disebebkan oleh mekanis atmosfir dan itu merupakan lambang kehidupan manusia

dan alam mengerakkan tubuhnya. Disisi lain, Thomas Hobbes meninjau dunia akal.

Menurutnya, akal merupakan hasil perkembangan yang disebebkan adanya usaha

manusia yang bukan pembewaa, melainkan ada oleh karena berinteraksi dengan

alamnya(Hadi1991:33).

Pada kenyataanya, isi pemikiran Hobbes banyak diilhami oleh proses alam.

Karena filsafat ini banyak dihubungkan dengan kejadian-kejadian dan proses interaksi

17

Page 18: Filsafat pendidikan

manusia dengan alam, dimana prosesnya disebebkan oleh adanya pergeseran dan

perubahan atom, antara dimensi atom alam dengan atom manusia. keterpaduan

keduanya disebebkan karna manusia dan alam mempunyai dasar yang sama, yaitu

sama-sama terbentuk sekumpulan atom-atom.

Selanjutnya adalah filosof Julien Offray (Prancis:1709-1751). Menurut, alam dan

manusia merupakan mesin; manusia disebut mesin otomatis karena mempunyai

gerakan yang didorong oleh materi. Karena, menurutnya, jiwa tanpa badan tidak

mugkin ada, sedangkan badan tanpa jiwa masih dapat bergerak dan bertindak

(Ahmadi,1995:116). Demikian juga Herbert Spencer (1820-1903), yang mengatakan

bahwa manusia merupakan bagian dimensi alam, hidup dan berkembang karena

adanya proses evolusi yang disebebkan oleh atom materi, sedangkan materi itu

berkembang menurut hukum-hukum tertentu yang mengakibatkan adanya bentuk

baru.

Dengan merinci pendapat-pendapat dan pemikiran dari filosof-filosof aliran

materialisme diatas, dapatlah diambil pengertian bahwa adanya alam dan

strukturkehidupan disebabkan adanya kesatuan-kesatuan meteri yang terdiri dari

atom-atom. Gerakan atom-atom itu merupakan gerakan yeng teratur ;secara berkala

meurut hukum alam. Di satu sis, pendapat aliran ini sangat bnerlebihan, karena ia

membicarakan jiwa, sukma, dan ruh yang merupakan materi dan proses terjadinya

tidak berbeda dengan materi.

c. Rasionalisme

Berbagai ahli pikir telah berusaha menyajikan sebuah gambaran mengenai

pengetahuan manusia. Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan itu terletak

pada akal. Sedangkan kesadaran terbentuk dalam wadahh-wadah penegetahuan, yaitu

ide-ide. Penganut aliran ini yakin kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita,

bukanya di dalam diri sesuatu. Pengetahuan tersebut menjadi suatu hal yang hidup

karena mereka terus menerus menumpuhkan pemikiran mereka untuk mencari atau

menemukan hakikat di balik hakikat (Peursen, 1987:58). Dan untuk mencari atau

menemukan hakikat di balik hakekat tersebut, aliran ini menentukan satu alat tunggal

yang bisa digunakan untuk menganalisis dan membaca sesuatu yakni akal . sementara

18

Page 19: Filsafat pendidikan

pengalaman (Eksperimen),bagi aliran ini, merupakan perangsang bagi pemikiran

untuk menentukan kebenaran dalam menganalisis suatu objek.

Aliran rasionalisme ini lahir karena adanya usaha untuk membebaskan diri dari

bentuk pemikiran yang tradisional(Scolastis) yang tidak pernah mampu menangani

dan menemukan hasil terhadap ilmu pengetahuan.hal ini disebabkan aliran Scolatif

lebih banyak mengadakan praduga yang berisi angan-angan semata-mata.

Demikian halnya dengan Spinoza ( 1632-1677). Ia berpendapat bahwa akal

adalah tumpuan dari segala sesuatu , tidak ada pengetahuan yang terlepas dari akal,

bahwa Tuhan pun menjadi sasaran akal dengan interprestasi religius. Dengan catatan,

akal merupakan jalur utama dalam menghadapi substansi-substansi yang ada

(Mamersma,1986 ;11).

Memang akal merupakan karunia tuhan yang tettinggi.Akal lah yang

membedakan manusia dengan mahluk lainnya demikian derajat manusia, ditentukan

oleh akal.Dan sebagai mahluk hidup, manusia dilengkapi dengan empat hidayah

tuhan yang saling berhubungan satu sama lain.Pertama ,hidayah indrawi , kdeua ,

hidayat naluri, merupakan suatu kehendak untuk mengerakkan manusia sehingga

menimbulkan rangsangan yang akan diterima oleh indera.ketiga, hidayat aqliyah,

kyang biasa disebut rasio atau respont yang masuk dengan perantara naluri dan indra.

keempat hidayat agama, yaitu bimbingan agama untuk meluruskan pekerjaan akal

dengan memproses bahan-bahan yang masuk.

Keempat komponenn tersebut dapat dikategorikan sebagai hasil pengetahuan,

yang pada prinsipnya bekerja sama antara yang satu dengan yang lain; akal tidak bisa

sama sekali tanpa adanya indra dan akal pun tidak berfungsi jika jiwa seseoramg

menjadi rusak (Jalaludin dan Said,1994:160).[3]

C. Filsafat Pendidikan

1. Pengertian Filsafat Secara Umum

Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan

jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam

kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris;

“philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.

19[1] [2] Jalaludin & Abdullah, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan),(Jakarta: Ar-ruzz Media, 2007), hal 64

Page 20: Filsafat pendidikan

Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan

yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi

yaitu secara etimologi dan secara terminologi.

Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga

dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi

bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah

pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.

Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan

pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang

dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang

berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles

berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang

terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik,

dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu

( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang

Dengan demikian dapat ditarik suatu pengertian bahwa filsafat adalah cinta kepada

ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi orang

yang berfilsafat adalah orang yang mencintai kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli

hikmah dan bijaksana.

Orang yang ahli dalam berfilsafat disebut philosopher (Inggris), dan orang arab

menyebutnya Failasuf, kemudian dalam bahasa Indonesia manjadi filosof. Pemikiran

secara filsafat sering diistilakan dengan pemikiran filosofis.

Dalam pengertian yang lebih luas Harol Titus, mengemukakan pengertian filsafat

sebagai berikut:

1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang

biasanya diterima secara kritis.

2. Filsafat ialah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang

sangat kita junjung tinggi.

3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.

4. Filsafat adalah analisa logis dari bahasan serta penjelasan tentang arti konsep.

20

Page 21: Filsafat pendidikan

5. Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian

manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat (Jalaluddin dan Said, 1994: 9).

Selanjutnya, Imam Barnadib menjelaskan filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh

dan sistematis. Menyeluruh karena filsafat bukan hanya pengetahuan, melainkan juga

suatu pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahhuan itu sendiri.

Dengan pandangan yang lebih terbuka ini, hubungan dan pertalian antara semua unsure

yang mengarahkan perhatian dan kedalam mengenai kebajikan dimungkinkan untuk

dapat ditemukan. Sistematis, karena filsafat menggunakan berfikir secara sadar, teliti,

dan teratursesuai hokum-hukum yang ada (Imam Barnadib, 1994:11-12). Karena itu,

menurut Harun nasution, filsafat ialah berfikir menurut tata tertib (logika), bebas (tidak

terikat pada tradisi, dogma, serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai

dasar-dasar persoalan (Nasution, 1973:24)

Brpikir yang seperti ini, menurut Jujun S. Suriasumantri adalah sebagai karakteristik

dan berpikir filosofis. Ia berpandangan bahwa berpikir secara filsafat merupakan cara

berfikir merupakan cara berpikir radikal, sistematis, menyeluruh, dan mendasar untuk

suatu permasalahan yang mendalam. Begitupun berpikir secara spekulatif termasuk

dalam rangkaian berpikir filsafat. Maksud berpikir spekulatif disini adalah berpikir

dengan cara merenung, memikirkan segala sesuatu sedalam-dalamnya, tanpa keharusan

adanya kontak langsung dengan objek sesuatu tersebut. Tujuannya adalah untuk

mengerti hakkat sesuatu (Muhammad Nur Syam, 1986:25).

Karena pemikiran-pemikiran yang bersifat filsafat didasarkan atas pemikiran yang

bersifat spekulatif, maka nilai-nilai kebenaran yag dihasilkan juga tak terhindarkan dari

kebenaran yang spekulatif. Hasilnya akan sangat tergantung dari pandangan filosofis

yang bersangkutan. Oleh karena itu, pendapat yang baku dan diterima oleh semua orang

agak sulit diwujudkan. Padahal kebenaran yang ingin dicapai oleh filsafat ialah

kebenaran yang bersifat hakiki, sehingga nilai kebenaran tersebut dapat dijadikan

pandangan hidup manusia.

Mengingat dominasi penggunaan nalar manusia dalam berfilsafat, maka kebenaran

yang dihasilkannya didasarkan atas penilaian kemampuan maksimal menurut nalar

manusia. Namun karena nalar manusia bersifat terbatas, maka kebenaran yang

didapatpun bersifat relatife. Dalam kaitan itu Muhammad Noor Syam, menjelaskan

21

Page 22: Filsafat pendidikan

bahwa filsafat adalah suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat

luas. Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikiran manusia,

filsafat mencoba mengerti, menganalisa, menilai dan menyimpulkkan semua persoalan-

persoalan secara mendalam. Meskipun kesimpulan-kesimpulan filsafat bersifat hakiki

namun masih relatif dan subyektif. Kedua sifat ini tak mungkin dapat dihindarkan karena

adanya sifat-sifat alamiah (kodrat) pada subyek yang melakukan aktivitas filsafat itu

sendiri, yaitu manusia sebagai subyek selalu dalam proses perkembangan baik jasmani

dan rohani terutama pada subyek yang selalu cenderung memiliki watak subyektivitas,

akan melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang subyektivitas pula. Faktor-faktor inilah

yang melahirkan aliran-aliran filsafat dan perbedaan-perbedaan dalam filsafat.

Dengan demikian kebenaran filsafat adalah kebenaran yang relatif. Artinya kebenaran

itu sendiri selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan

peradaban manusia. Bagaimanapun penilaian tentang sesuatu kebenaran yang dianggap

benar itu masih sangat tergantung oleh ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar oleh

suatu masyarakat atau bangsa lain, belumlah tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran

oleh masyarakat atau bangsa lain, meskipun dalam kurun waktu yang sama. Sebaliknya

sesuatu yang dianggap benar oleh sesuatu masyarakat atau bangsa tertentu dalam suatu

zaman, akan berbeda pada zaman bertikutnya. Maka  wajar jika pengertian filsafat itu

selalu mangalami perubahan.[2]

Plato (427 – 347), Filsuf Yunani yang merupakan murid langsung dari Socrates

mengemukakan bahwa Filsafat adalah “Pengetahuan tentang segala yang ada” menurut

Plato filsafat berkenaan dengan upaya penemuan kenyataan atau kebenaran mutlak

melalui dialektika.

Aristoteles (384 – 322) berpendapat bahwa “filsafat itu menyelidiki sebab dan prinsip

segala sesuatu. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang

didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika. Logika, retorika, etika, ekonomi, politik,

dan estetika. Aristoteles memandang filsafat sebagai totalitas pengetahuan manusia.

Kattsoff (1963) di dalam bukunya Elements of Philosophy untuk melengkapi

pengertian kita tentang "filsafat":

1. Filsafat adalah berpikir secara kritis.

2. Filsafat adalah berpikir dalam bentuk sistematis.

22

Page 23: Filsafat pendidikan

3. Filsafat harus menghasilkan sesuatu yang runtut.

4. Filsafat adalah berpikir secara rasional.

5. Filsafat harus bersifat komprehensif.

Kemudian Windelband, seperti dikutip Hatta dalam pendahuluan Alam Pikiran

Yunani, "Filsafat sifatnya merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang suatu

keadaan atau hal yang nyata." Demikian kata Magnis, "Filsafat sebagai usaha tertib,

metodis, yang dipertanggungjawabkan secara intelektual untuk melakukan apa yang

sebetulnya diharapkan dari setiap orang yang tidak hanya mau membebek saja, yang

tidak hanya mau menelan mentah-mentah apa yang sudah dikunyah sebelumnya oleh

pihak-pihak lain.

Secara etimologis, pengertian filsafat seperti diuraikan Brubache adalah sebagai

berikut:

“Phylosophy was, as its etymology from the Greek words filos and sofia, suggest, love of wisdom or learning. More over its wa love of learning in generals, it sub-sumed under one heading what today we call science as well as we now call philosophy. It is for this reason that philosophy is often referred to to as the mother as well as the queen of the science (5:20). (Filsafat berasal dari perkataan Yunani; filos dan sofia yang berarti cinta kebijaksanaan atau belajar, ilmu pengetahuan. Lebih dari itu diartikan cinta belajar pada umumnya, dalam proses pertumbuhan ilmu-ilmu hanya ada di dalam apa yang disebut filsafat. Untuk alas an itulah sering dikatakan bahwa filsafat adalah induk atau ratu pengetahuan”).

Theodore Brameld (dalam Mohammad Nor Syam(1983:20):

“ filsafat sebagai aktivitas piker-murni (reflecktive-thinking), atau kegiatan akan manusia dalam usaha untuk menerima secara mendalam sebagai sesuatu”.

Berfilsafat merupakan daya dan tingkat berpikir manusia yang tertinggi dalam

memahami kesemestaan. Brameld menegaskan filsafat sebagai produk kegiatan berpikir

murni ini merupakan wujud dari “ilmu”, sebagai hasil pemikiran dan berfilsafat itu

sendiri. Filsafat dalam konteks ini adalah sebagai suatu bentuk perbendaharaan yang

terorganisir, memiliki sistematika tertentu sesuatu atau tentang segala sesuatu sebagai

suatu “ideologi”.

Menurut batasan modern, filsafat diartikan antar lain sebagai illmu yang berusaha

untuk memahami semua hal yang timbul di dalam keseluruhan lingkup hidup

pengalaman manusia. Tersirat di dalam yang tersurat., diharapkan manusia dapat

23

[2] Jalaludin & Abdullah, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan),(Jakarta: Ar-ruzz Media, 2007), hal 15

Page 24: Filsafat pendidikan

mengerti dan memiliki pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta

dan tempat manusia di dalamnya. Pengertian “di dalamnya” dalam hal ini menunjuk

bahwa manusia itu merupakan keseluruhan dari dunia. Oleh karena semestinya manusia

tentu mempunyai caranya berada (Imam Bernadib, 1992:11). Pandangan yang

menyeluruh dan sistematis yang diharapkan dapat dikuasai oleh manusia itu adalah

pengetahuan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri, dan yang

dapat menemukan saling hubungan dan pertalian (implication) dari semua unsure yang

dipertinggi. Dalamhubungan ini terdapat perhatian dan kedalaman dalam kebijakan.

Sesuai dengan makna filsafat seperti telaah disinggung di depan, berfilsafat adalah

berfikir, dan malahan sampai kepada berspekulasi. Berfilsafat berarti menghendaki olah

piker yang sadar, artinya teliri dan teratur. Hal ini berarti bahwa manusia menugaskan

pikirannya untuk bekerja sesuai dengan aturan dan hokum-hukum yang ada, berusaha

menyerap semua yang berada di alam, baik yang berasal dari dirinya maupun dari luar

dirinya. Diantar unsure-unsur yang diketemukan diperiksa adanya kesamaan dan

perbedaan, ditinjau dari keseluruhan, tidak sepotong-potong. Hal ini berarti bahwa

berspekulasi adalah suatu tingkatan berpikir filosofis yang lebih mendalam.

Pendekatan lain yang dikemukakan oleh Bruner dalam Burns (dalam M.Nor Syam

(1983:22), dalam buku “Problems in Education and Philosophy”, antara lain ditulis

sebagai beriku:

“To ask what is philosophy? ”is usually to ask “ What is the subject matter of philosophy?”. In one sense the sense of considering what philosopher have or used as their subject matter-the answer to that question must be anythink, ..” (3:7). Bertanya tentang apakh filsafat itu biasanya sama dengan menanyakan apakh materi atau objek itu? Dalam satu pengetian-pengaturan apakah yang di ambil atau digunakan oleh ahli filsafat itu sebagai sumber materi jawaban atas pertanyaan tersebut pastilah “sesuatu, segala sesuatu,….”

Para ahli menerangkan bahwa objek filsafat itu dapat dibedakan menjadi dua yaitu (a)

objek formal dan (b) objek material. Objek formal filsafat adalah menyelidiki segala

sesuatu untuk mengerti hakikat sedalam-dalamnya atau mengerti objek material secara

hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam (to know the nature of

everythink). Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada,

baik material konkrit (fisik), maupun yang non-materia abstrak (psikis). Termasuk juga

24

Page 25: Filsafat pendidikan

pengertian abstrak logis, konseptual, nilai-nilai. Oleh karena itu maka objek material

filsafat tak terbatas, yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.

Mengingat bahwa filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan itu semestinya

mempunyai objek material dan objek formal. Hanya objek material ilmu pengetahuan

amat terbata, tertentu maka dapat dengan mudah pula dibedakan ilmu satu dengan ilmu

lain.

Bertolak dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa objek materi suatu ilmu

dapat saja sama. Sebab objek forma ialah sudut pandangan, tujuan penyelidikan. Jadi

pada dasarnya untuk mengenal esensi ilmu, bukanlah pada objek materialnya, melainkan

pada objek formalnya (yang bersangkutan). Dengan demikian mempelajari filsafat

pendidikan artinya mengerti skope filsafat secara sederhana.

Sulit ditemukan kesepakatn para ahli mengenai makna dan hakikat filsafat, namun

paling tidak dapat ditemukan pemahaman umum, bahwa aktivitas filsafat selalu ditandai

dengan adanya upaya berpikir kritis, sungguh-sungguh, berhati-hati melalui system dan

tata cara tersendiri dalam mencari dan memahami berbagai realitas dengan sedalam-

dalamnya dan menyeluruh menuju suatu kesimpulan yang baik dan komperhensif.

Pendeknya, berpikir filsafat merupakan upaya berpikir sistematis dan radikal tentang

segala realitas yang ada dan atau diduga ada untuk menemukan kebenaran yang

sesungguhnya. Semakin komperhensif analisis yang dilakukan tentang suatu perkara

dalam realitas, maka semakin baik dan jernih pulalah kesimpulan atau keputusan yang

diperoleh yang secara niscaya akan berdampak pula pada nilai kebenaran yang akan

diraih dalam kativitasnya.

Aktivitas filsafat yang selalu ditandai dengan adanya proses tindakan akal budi

manusia yag sungguh-sungguh dan terarah melalui system berpikir logis dan sistematis

yang dapat dipertanggung jawabkan dalam menemukan kebenaran. Ini berarti bahwa

aksentuasi filsafat berada pada wilayah proses pencarian kebenaran. Produk filsafat

tergantung pada eksistensi aktivitas akal budi manusia dalam upaya mencari kebenaran.

Sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan bahwa ajaran filsafat mestilah dibedakan

dengan filsafat itu sendiri.

Dapat disimpulkan bahwa filsafat bukanlah pemikiran dan bukan pula ajaran, tetapi

lebih pada aktivitas berpikir secara sistematis menurut alur berfikir filsafat menuju

25

Page 26: Filsafat pendidikan

terbangunnya suatu pemikiran atau pemahaman yang tegas dan murni tentang suatu

realitas. Dan karenanya pula, maka aktivitas filsafat banyak bergerak pada wilayah

proses tempuh seseorang dalam memperoleh kebenaran dan bukan pada penekanan

ajaran, dogma atau pemikiran. Disinilah kemudian filsafat lebih terkonsentrasi pada

wilayah metodologi atau proses pelahiran suatu kebenaran.

Beradasarkan urain diatas dapat diambil kesimpulan filsafat adalah suatu proses

berpikir logis, kritis, dan sistematis tentang segala realitas yang ada dan yang mungkin

ada yang akan menjadi sikap dan keyakinan yang sangat dijunjung tinggi oleh

subjeknya. Filsafat adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan

pemahaman dan gambaran makna yang jelas dan benar tentang sesuatu dalam

keseluruhan hakikatnya. Filsafat adalah analisis yag diarahkan untuk mencari makna

kata dankalimat dalam suatu pemikiran, sehingga ditemukan apa yang dikehendaki oleh

pemikirnya. Filsafat adalah upaya mencari jawaban atas berbagai problematika yang

menjadi perhatian khusus manusia dalam kehidupannya.

2. Ruang Lingkup Filsafat

Berdasarkan objek kajiannya, kajian filsafat biasanya dibagi ke dalam tiga bidang

permasalahan: metafisika, epistemology, dam askiologi, sehingga setiap masalah filsafat

selalu masuk ke dalam salah satu bidang kajian ini.

a. Metafisika

Istilah metafisika sering digunakan dalam bahasa filsafat. Bahkan seolah-olah

istilah filsafat itu diidentikan dengan metafisika. Sebenarnya metafisika bukanlah disiplin

filsafat secara utuh, tetapi lebih untuk menamai suatu bagian kegiatan filsafat dari

keseluruhan bagian-bagian disiplinnya.

Metafisika merupakan cabang kajian filsafat yang mengkaji persoalan yang

berkenaan dengan hakikat realitas. Konsentrasi filsafat disini lebih diarahkan untuk

menelaah dan atau mengkaji secara mendalam dan menyeluruh tentang hakikat yang ada

dan dianggap ada. Jika fisika membicarakan segala sesuatu yang dapat disentuh oleh

pancaindra yang kebenarannya ditemukan oleh unsure pengamatan dimana

pengukurandan pengujiannya secara empiris, maka metafisika membincangkan sesuatu

26

Page 27: Filsafat pendidikan

yang tidak terjangkau olehnya. Metafisika terfokus telaahannya pada bidang esensi

sesuatu, apakah sesuatu benar-benar ada? Dan apa hakikat sesuatu itu?

Sekilas pertanyaan-pertanyaan seperti ini sangat sederhana, tetapi yang diinginkan oleh

metafisikawan bukanlah sederhana yang dipikirkan oleh fisikawan. Kaum fisikawan jika

dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan tentang realitas suatu bangunan umpamanya,

maka mereka pun akan menjawab bahwa itu tidak lain adalah susunan molekul-molekul

yang eksistensinya terdiri dari atom-atom, dalam atom terdapat pula electron, proton,

neutron dan lain sebagainya. Sedangkan jika pertanyaan yang sama dihadapkan pada

kelompok metafisikawan, maka mereka tidak melihat bangunan itu dari susunan material

yang membentuk dirinya, tetapi mereka akan menjawab persoalan itu dari sudut esensi

yang menjadi karakter dan atau sifat pokoknya yang lebih mendalam dan melekat dari

suatu bangunan itu.

Contoh ini mengilustrasikan bahwa istilah metafisika ini dipakai untuk mengungkapkan

masalah-masalah teoritis-intelektual filsafat dalam maknanya yang umum. Identitasnya

menyangkut pandangan tentang realitas yang melampaui dunia riil. Oleh karena itu, yang

termasuk bidang ini adalah kajian-kajian yang menyangkut persoalan kosmologis seperti

pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dunia, proses, dan perkembangan alam

semesta, pembicaraan seputar ketuhanan, seperti apakah Tuhan itu ada, kekuasaan dan

keadilah Tuhan, bagaimana proses piker tentang adanya Tuhan, bagaimana makhluk bisa

berhubungan dengan Tuhan dan lain-lainya.

Jadi, jika orang bertanya tentang metafisika ini, maka jawabannya tentu akan mengarah

pada bentuk pengetahuan yang akan memberikan pemahaman akan perbedaan-perbedaan

anatar riil dan yang ilusi, antara ppengetahuan tentang yang esensi dan yang substansi

dan empiris sebagai apa adanya. Pembicaraan metafisika selalu bermuara pada penemuan

hal yang esensi yang berada di ballik dunia riil. Capaian filsafat metafisika adalah

bagaimana melihat sesuatu realitas secara paripurna.

b. Epistemologi

Dalam bidang epistemology, konsentrasi filsafat tertuju pada pembicaraan

problem pengetahuan, apa pengetahuan itu? Apa sumber dan bagaimana prosedur

memperolehnya? Apa gunanya? Bagaimana nilainya? Bagaimana membentuk

27

Page 28: Filsafat pendidikan

pengetahuan yang valid? Apa kebenaran itu? Dan lain-lain. Epistemologi terkonsentrasi

untuk membicarakan persoalan yang berkenaan dengan hakikat dan struktur pengetahuan.

Secara akademis, epistemology merupkan kajian yang berkaitan tentang persoalan dasar

ilmu pengetahuan yang meliputi: (1) Hakkat ilmu;(2) Jenis ilmu pengetahuan yang

mungkin dapat diraih manusia;(3) Sumber ilmu pengetahuan itu;(4) Batas-batas ilmu

pengetahuan manusia.

Kajian epistemologi diperlukan terutama untuk membuat jaminan-jaminan suatu

keputusan itu dpaat dikatan benar. Kebenaran yang diambil atas dasar common sense atau

mungkin atas dasar pandangan dan atau pendapat ahli saja tidak dapat menjamin

seseorang untuk merasa puas akan temuannya. Kondisi ini meniscayakan seseorang ingin

melanjutkannya dengan mencari sesuatu yang tidak menjadikannya ragu dan bimbang

atas apa yang diketahuinya. Sehingga dapat diambil sebuah kesepakatan bahwa kajian-

kajian epistemology adalah kajian filsafat tentang ilmu pengetahuan dan segala hal yang

terkait dengannya.

c. Aksiologi

Dalam bidang aksiologi , pemikiran filsafat diarahkan pada persoalan nilai baik

dalam konteks estetika,, moral maupun agama. Yang menjadi pertanyaan dalam wilayah

ini terkait pada hakikat nilai, apakah ia absolu atau relative, bagaimana menentukan niai,

apakah sumber nilai itu, dan lain sebagainya. Persoalan nilai ini sesungguhnya adalah

mara bagi keseluruhan aktivitas filsafat dalam bidang metafisika maupun epistemology

ialah terwujudnya tingkah laku dan perbuatan-perbuatan manusia yang mengandung

nilai. Kearifan sebagai lambang orientasi kegiatan filsafat tidak akan terwujud jika

aktivitas filsafat hanya bergerak dalam dua bidang kajiannya saja dan menegasikan

wilayah aksiologi.

Dari keseluruhan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jika fokus telaah isi

diarahkan untuk mencari pemecahan masalah hakikat dan kebenaran dalam suatu realitas

yang ada, maka kajiannya termasuk dalam filsafat metafisik. Jika seseorang berupaya

memberikan jawaban atas persoalan-persoalan pengetahuan, baik hakikat, criteria,

validitas, sumber-sumber, prosedur maupun klasifikasi dan jenis-jenis ilmu, maka dalam

hal inni telaah filsafat berada dalam wilayah kajian epistemologi.

28

Page 29: Filsafat pendidikan

Problem lain yang juga masuk dalam lapangan epistemology ini adalah logika.

Logika adalah suatu disiplin dalam kajian filsafat yang mengajarkan tentang tata

hubungan antar gagasan dan ide yang dimiliki seseorang menuju pembentukan suatu

kesimpulan, pemahaman, dan keyakinan mendalam terhadap segala realitas. Dengan

logika seseorang akan memiliki pemahaman yang tegas dan jelas tentang bagaimana

membangun sebuah pemikiran yang logis, baik dalam struktur maupun dalam materi.

Sedemikian rpa sehingga dengan logika, seseorang dapat menyusun dan atau menata

idenya dengan struktur kalimat yang logis dan sistematis yang adalah juga sebagai

lambang utama dalam karakteristik filsafat.

Sedangkan jika yang menjadi fokus telaahannya penyangkut problem nikai dan

atau mencari nilai-nilai yang diperlukan dan dikehendaki manusia sebagai dasar pijakan

dan pegangan dalam hidup dan kehidupannya, maka kajiannya berada ke dalam lingkup

aksiologi. Untuk yang terakhir ini, diskursus penting disni adalah hal-hal yang berkenaan

dengan problem nilai kebenaran, nilai, kebaikan, dan nilai keindahan.

Mengingat bahwa universalitas filsafat itu memiliki hubungan erat dengan

berbagai bentuk problem hidup dan kehidupan manusia yang tampak dalam berbagai

dunia pengalaman dan wawasan yang meniscayakan munculnya berbagai jawaban atas

berbagai realita dan varian yang bergelayut di dalamnya, maka dalam tata cara dan

sistemnya, penyelesain filsafat pun tergantung pada problemnya. Jika problem berkenaan

dengan pencarian konseptual yang sifatnya universal, maka pendekatan filsafat yang

berhubungan dengan tata kehidupan dan perilaku manusia. Berdasarkan perwilayahn

objek filsafat ini, maka dalam tata kerja piker filsafat dapat pula dibagi kepada dua

bagian, yaitu filsafat teritis dan filsafat praktis.

Filsafat teoritis adalah pendekatan filsafat yang ditujukan untuk persoalan-

persoalan yang umum, baik tentang hakikat maupun pengetahuan. Hal ini dapat dilihat

umpamanya dalam bidang ontology, kosmogoni, kosmologi, antropologi, epistemology,

logika, teologi, filsafat agama, dan lain sebagainya. Yang praktis adalah pendekatan

filsafat yang ditujukan untuk menemukan kewajiban-kewajiban, kebutuhan-kebutuhan,

dan keinginan-keinginan humanitas. Yang termasuk dalam kelompok ini misalnya, etika,

sosiologi, filsafat sejarah, estetika, psikologi, psikologi agama, filsafat politik, dan lain

sebagaimya.

29

Page 30: Filsafat pendidikan

Kecuali itu, apabila dilihat pula dari segi teknis dan system aktivitasnya, filsafat

memiliki tiga corak, yaitu: spekulatif, analitik, dan prespektif. Filsafat spekulatif adalah

suatu system berpikir filsafa tentang segala sesuatu yang ada. Para filsuf tertarik dalam

hal ini karena mereka memandang bahwa pikiran manusia selalu hendak melihat segala

sesuatu secara utuh dan menyeluruh, tidak ada satu baianpun di dunia ini yang berdiri

sendiri. Eksistensinya selalu terkait dengan yang lain. Oleh karena itu, kebenaran yang

sesungguhnya tidak mungkin akan diperoleh seseorang, jika ia dalam aktivitasnya

melihat realitas yang satu terpisah dengan realitas yang lain. Filsafat analitik lebih

memfokuskan perhatiannya dalam upaya memaknai, menerjemahkan, dan membuat

interpretasi terhadap setiap kata yang digunakan dalam suatu ide, agar ide itu dapat

dipahami sesuai dengan keinginan dan maksud sesungguhnya dari pencetusnya. Berbeda

dengan dua domensi metodologi filsafat di atas, filsafat preskriptif adalah suatu tedensi

kegiatan filsafat yang ingin mencari standar yang kukuh dalam melihat suatu nilai dalam

kehidupan manusia, baik dalam konteks baik dan buruk; benar dan salah; indah dan

jeleknya suatu tindakan.

3. Filsafat Pendidikan

Berbagai pengertian tentang filsafat Pendidikan yang telah dikemukakan  oleh

para ahli, Al-Syaibany (1979 : 36) mengartikan bahwa filsafat pendidikan yaitu aktifitas

pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur,

menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya, bahwa filsafat pendidikan

dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk

mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor

yang integral atau satu kesatuan.

Filsafat pendidikan dalam arti luas dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu: (1)

filsafat praktek pendidikan dan (2) filsafat ilmu pendidikan (Mudyahardjo, 2001).

Filsafat praktek pendidikan adalah analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana

seharusnya pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia.

Filsafat praktek pendidikan dapat dibedakan menjadi: (a) filsafat proses pendidikan

(biasanya hanya disebut filsafat pendidikan) dan (b) filsafat sosial pendidikan. Filsafat

proses pendidikan adalah analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya

kegiatan pendidikan dilaksanakan dalam kehidupan manusia.

30

Page 31: Filsafat pendidikan

Filsafat proses pendidikan biasanya membahas tiga masalah pokok, yaitu: (1)

apakah sebenarnya pendidikan itu, (2) apakah tujuan pendidikan itu sebenarnya, dan (3)

dengan cara apakah tujuan pendidikan itu dapat dicapai (Henderson, 1959 dalam

Mudyahardjo, 2001). Filsafat sosial pendidikan merupakan analisis kritis dan

komprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dalam

mewujudkan tatanan manusia idaman. Filsafat sosial pendidikan, terkait dengan tiga

masalah pokok, antara lain: (1) hakekat kesamaan pendidikan dan pendidikan, (2)

hakekat kemerdekaan dan pendidikan, dan (3) hakikat demokrasi dan pendidikan.

Secara konsepsional filsafat ilmu pendidikan didefinisikan sebagai analisis kritis

komprehensif tentang pendidikan sebagai salah satu bentuk teori pendidikan yang

dihasilkan melalui riset, baik kualitatif maupun kuantitatif. Objek filsafat ilmu

pendidikan dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu:

1) Ontologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat substansi dan pola  organisasi

ilmu pendidikan.

2) Epistemologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat objek formal dan material

ilmu pendidikan.

3) Metodologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat cara-cara kerja dalam

menyusun ilmu pendidikan, dan

4) Aksiologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat nilai kegunaan teoritis dan

praktis ilmu pendidikan.

Status filsafat ilmu pendidikan dengan filsafat secara umum ditampilkan pada Gambar

1 (Mudyahardjo, 2001). Selanjutnya disebutkan bahwa, aliran-aliran filsafat pendidikan,

antara lain: aliran idealisme, realisme, scholatisisme, empirisme, pragmatisme dan aliran

neoposivitisme.

Menurut John Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu  pembentukan kemampuan

dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya

perasaan ( emosional), menuju arah tabi’at manusia. Jadi filasafat dapat pula diartikan

sebagai teori umum pendidikan.

Barnadib (1993 : 3) mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu

yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam

pendidikan. Secara filosofis pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisa filosofis

31

Page 32: Filsafat pendidikan

terhadap bidang pendidikan. Menurut seorang ahli filsafat Amerika Brubachen

sebagaimana diungkapkan oleh Arifin (1993 : 3) bahwa filsafat pendidikan adalah

seperti menaruh sebuah kereta di depan seekor kuda, dan filsafat dipandang sebagai

bunga, bukan sebagai akar tunggal pendidikan. Filsafat pendidikan itu berdiri secara

bebas dengan memperoleh keuntungan karena punya kaitan dengan filsafat umum.

Secara makro, (umun) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang

lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan alam

sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro

(khusus) yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:

1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan.

2. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan.

3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan

kebudayaan.

4. Merumuskan hubungan antara filsafat negara, filsafat pendidikan dan politik

pendidikan.

5. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.

6. Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan

pendidikan.

Dengan demikian, yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan itu ialah semua

aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat

pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan

yang baik dan bagaimana dengan tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-

citakan.

Adanya aspek-aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah seperti disebut tadi

mengisyaratkan bahwa manusia dalam fenomena (situasi) pendidikan adalah paduan

antara manusia sebagai sebagai fakta dan manusia sebaai nilai. Tiap manusia bernilai

tertentu yuang bersifat luhur sehingga situasi pendidikan memiliki bobot nilai individual,

sosial dan bobot moral. Itu sebabnya pendidikn dalam praktek adalah fakta empiris yang

syarat nilai berhubung interaksi manusia dalam pendidikan tidak hanya timbal balik

dalam arti komunikasi dua arah melainkan harus lebih tinggi mencapai tingkat

maniusiawi seperti saya atau siswa mendidik diri sendiri atas dasar hubungan pribadi

32

Page 33: Filsafat pendidikan

dengan pribadi (higher order interactions) antar individu dan hubungan intrapersonal

secara afektif antara saya (yaitu I) dan diriku (diri sendiri yaitu my self atau the self).

Adapun manusia sebagai fakta empriris tentu meliputi berbagai variabel dan hubungan

variabel yang terbatas jumlahnya dalam telaah deskriptif ilmu-ilmu. Sedangkan jumlah

variabelnya amat banyak dan hubungan-hubungan antara variabel amat kompleks

sifatnya apabila pendidik memelihara kualitas interaksinya dengan peserta didik secra

orang perorang (personal).

Artinya sifat manusiawi dari pendidikan (manusia dalam pendidikan) harus terpelihara

demi kualitas proses dan hasil pendidikan. Pemeliharaan itulah yang menuntut agar

pendidik siap untuk bertindak sewaktu-waktu secara kreatif (berkiat menciptakan situasi

yang pas, apabila perlu. Misalnya atas dasar diagnostik klinis) sekalipun tanpa prognosis

yang lengkap namun utamanya berdasarkan sikap afektif bersahabat terhadap terdidik.

Kreativitas itu didasarkan kecintaan pendidik terhadap tugas mendidik dan mengajar, itu

sebabnya gejala atau fenomena pendidikan tidak dapat direduksi sebagai gejala sosial

atau gejala komunikasi timbal balik belaka. Apabila ilmu-ilmu sosial atau behavioral

mampu menerapkan pendekatan dan metode ilmiah (Pearson, 1900) secara termodifikasi

dalam telaah manusia melalui gejala-gejala sosial, sehingga ilmu pendidikan harus

bertindak serupa untuk mengatasi ketertinggalan-nya khususnya ditanah air kita.

Pendidik memang harus bertindak pada latar mikro termasuk dalam kelas atau di

sekolah kecil, mempengaruhi peserta didik dan itu diapresiasi oleh telaah pendidikan

berskala mikro, yaitu oleh paedagogik (teoritis) dan andragogi (suatu pedagogic praktis).

Itu sebabnya ilmu pendidikan harus lebih inklusif daripada pengajaran (yang makro)

lebih utama daripada mengajar dan mendidik. Bahkan kegiatan pengajaran disekolah

memerlukan perencanaan dalam arti penyusunan persiapan mengajar. Dalam pandangan

ilmu pendidikan yang otonom, ruang lingkup pengajaran tidak dengan sendirinya

mencakup kegiatan mendidik dan mengajar.

4. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan

Filsafat adalah studi secara kritis mengenai masalah-masalah yang timbul dalam

kehidupan manusia dan merupakan alat dalam mencari jalan keluar yang terbaik agar

dapat mengatasi semua permasalahan hidup dan kehidupan yang dihadapi. Dalam

33

Page 34: Filsafat pendidikan

pengertian yang luas, filsafat bertujuan memberikan pengertian yang dapat diterima oleh

manusia mengenai konsep-konsep hidup secara ideal dan mendasar bagi manusia agar

mendaptkan kebahagiaan dan kesejahteraan.

Dari uraian di atas, dapat dikatan bahwa ruang lingkup filsafat adalah semua lapangan

pemikiran manusia yang komprehensif. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-

benar (nyata), baik material konkrit maupun non material (abstrak). Jadi, objek filsafat

itu tidak terbatas (Muhammad Nur Syam, 1988:22).

Secara makro, apa yang menjadi objek pemikiran filsafat, yaitu permasalah kehidupan

manusia, alam semesta, dan alam sekitarnya, jua merupakan objek pemikiran filsafat

pendidikan. Namun secara mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:

1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan ( the nature of education)

2. Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan ( the

nature of man)

3. Merumuskan secara tegas hubungan natar filsaffat, filsafat pendidikan, ilmu, agama,

dan kebudayaan

4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan terori pendidikan

5. Merusmuskan hubungan antara filsafat Negara (ideology), filsafat pendidikan, dan

politik pendidikan (system pendidikan)

6. Merumuskan system nilai –norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan

pendidikan ( Tim Dosen IKIP Malang :65)

Dengan demikian, dari uraian di aasa dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa yang

menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan itu ialah semua aspek yang berhubungan

dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri,

yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik dan bagaimana

tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.

Keberadaan filsafat berbeda dengan ilmu. Ilmu ingin mengetahui sebab dan akibat dari

sesuatu. Sementara filsafat tidak terikat pada satu ketentuan dan tidak mau terkurung

pada ruang dan waktu dalam pembahasan dan penyelidikannya tentang hakikat sesuatu

yang menjadi objek dan materi dari pembahasannya. Pertanyaan yang diajukannya

berkisar sekitar apa itu, darimana dan kemana. Filsafat ingin memperoleh realita

34

Page 35: Filsafat pendidikan

mengenai apa hakikat benda, dari mana asal usulnya dan kemana tujuan akhirnya (Ali.

1986:7)

Memperhatikan tujuan atau ruang lingkup filsafat yang begitu luas, maka para ahli pun

membatasi ruang lingkupnya. Menurut Will Durant (Hamdani, Ali, 1986:7-8), ruang

lingkup studi filsafat itu ada lima: logika, estetika, etika, politik, dan metafisika.

a. Logika. Studi mengenai metode-metode ideal mengenai berpikir (thinking) dan

meneliti research dalam melakukan observasi, intripeksi, deduksi dan induksi,

hipotesis dan analisis eksperimental dan lain-lain yang merupakan bentuk-bentuk

aktivitas manusia melalalui upaya logika agar bisa dipahami. Studi logika kadang

kurang menarik perhatian sebagian orang, namun studi ini pada prinsipnya suatu

kejadian yang penting dalam sejarah berpikir umat manusia dan sebagai revisi

terhadap metode berfikir dan meneliti.

b. Estetika. Studi tentang bentuk dan keindahan atau kecantikan yang sesungguhnya dan

merupakan filsafat mengenai kesenian

c. Etika. Studi mengenai tingkah laku yang terpuji yang dianggap sebagai ilm

pengetahuan yang nilainya tinggi (sophisticated). Menurut Socrates, bahwa etika

sebagai pengetahuan tentang baik, buruk, jahat, dan mengenai kebijaksanaan hidup.

d. Politik. Suatu studi tentang organisasi social yang utama dan bukan sebagai mana

yang diperkiraka orang, tetapi juga sebagai seni dan pengetahuan dalam

melaksanakan pekerjaan kantor. Politik merupakan pengetahuan mengenai organisasi

social seperti monarki aristokrasi, demokrasi, sosialisme, marksisme, feminism dan

lain-lain, sebai ekspresi aktual filsafat politik

e. Metafisika. Suatu studi mengenai realita tertinggi dari hakikat semua benda (ultimate

reality of auting), nyata dari benda (antologi) dan dari akal pikiran manusia (ilmu jiwa

filsafat) serta suatu studi mengenai hubungan kokoh anatar pikiran seseorang dan

benda dalam proses pengamatan dan pengetahuan (epistemologi).

John S. Brubachen, seorang guru besar filsafat Amerika, mengatak behwa hubungan

antar filsafat dan pendidikan sangat erat sekali. Kuatnya hubungan tersebut disebabkan

arena kedua disiplin tersebut menghadapi menghadi problema-problema filsafat secara

bersama-sama. Menurut Imam Barnadib (1994:20), filsafat sebagai ilmu yang

mempelajari obkek dari segi hakikatnya, memilik beberapa problema pokok anatar lain:

35

Page 36: Filsafat pendidikan

(a). realita, yakni kenyataan yang selanjutnya mengarah kepada kebenaran, akan muncul

bila orang telah mampu mengambil suatu konklusi bahwa pengetahuan yang diperoleh

tersebut memang nyata. Realita dibagi oleh metafisika; (b). pengetahuan, yakni yang

menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya apakah pengetahuan, cara manusia

memperoleh dan menangkap pengetahuan tersebut, dan jenis-jenis pengetahuan.

Pengetahuan dibagi oleh epistemology; (c) Nilai, yang diperoleh oleh filsafat disebut

aksiologi. Pertanyaan-pertanyaan yang dicari jawabannya misalnya nilai yang

bagaimana yang diingini manusia sebagai dasar hidupnya. Disamping tiga problema

pokok tersebut, terdapat problema yang merupakan bagian dari pengetahuan dan

dipelajari atau dibagi oleh logika (ajaran berfikir), yakni problema yang berhubungan

dengan masalah hubungan yang benar dan tepat antara gagasan dan ide yang telah

dimilki oleh manusia.

Menurut Imam Barnadib (1994: 21), dalam penegembangan konsep-konsep

pendidikan dapat dugunakan sebagai dasar hasil-hasil yang diperoleh dari cabang-

cabang di atas. Lebih penting lagi, dalam menyelenggarakan pendidikan perlu

mengetahuai bagaimana pandangan dunia terhadap pendidikan yang diperlukan

masyarakat pada masanya. Hal ini merupakan kajian metafisika. Begitu juga halnya

dengan keberadaan epistemologi, aksiologi, dan logika dalam dunia pendidikan,

tentunya member kontribusi yang besar.

Filsafat pendidikan mempunyai akar filsafat klasik. Filsafat merupakan studi

melalui penggunaan kekuatan pemikiran, sebagai puncak akhir sebab-sebab sesuatu di

alam nyata. Filsafat membantu kita untuk menjawab pertanyaan, seperti apakah realita

itu? Bagaimana kita mengetahui segala sesuatu? Filsafat juga membantu kita mengatur

keyakinan pribadi kita agar dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.

Mempelajari filsafat pun member manfaat kepada kita agar lebih mengerti siapa kita,

kenapa kita disini, dan sejauh mana (dimana) kita berada.

Filsafat pendidikan memiliki perhatian terhadap filsafat klasik. Tetapi perhatian

filsafat ini fokus pada analisis dan penjelasan terhadap problema-problema pendidikan.

Hanya saja, sebagai suatu bnetuk dari filsafat umum mengenai kehidupan ia memiliki

upaya untuk mengembangkan berbagai masalah filsafat yang berhubungan dengan

pendidikan dan sekolah. Hamper setiap hari para pengajar tidak saja berhadapan

36

Page 37: Filsafat pendidikan

langsung dengan persoalan-persoalan pendidikan, tapi juga masalah pokok yang tidak

bersentuhan langsung dengan pendidikan (Ellis, 1986:111).

Sebagai filsafat umum, filsafat pendidikan juga memiliki beberapa sumber; ada

yang tampak jelas dan ada yang tidak jelas.

a. Manusia (people). Manusia kebanyakan mengalami kesulitan-kesulitan dalam proses

pendewasaan atau kemaatangan. Hal ini tentunya memiliki dampak yang signifikan

bagi keyakian manusia sebagai individu. Orang dua, guru, teman, saudara kandung,

anggota-anggota kelurga, tetangga dan orang lain dalam masyarakat akan

mempengaruhi pemikiran dan tingkah laku individu. Macam-macam hubungan dan

pengalaman seseorang bersama kelompok di atas membantu proses penciptaan sikap

dan system keyakiannya.

b. Sekolah. Pengelaman seseorang, jenis sekolah, dan guru-guru didalamnya merupakan

sumber-sumber pokok dari filsafat prndidikan. Banyak orang yang telah memutuskan

untuk perfrofesi guru karena meraka menyenangi sekolah, atau mungkin karena

dipengaruhi seseorang selama belajar di sekolah. Ada juga yang memilih mengejar

karir mengejar karena meraka yakin akan dapat menciptakan kondisi sekolah yang

lebih baik bagi anak didik dan generasi anak muda. Sekolah telah mempengaruhi dan

akan mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang.

c. Lingkungan (invironment). Lingkungan social budaya tempat tinggal seseorang dan

dibesarkan adalah sumber yang lain dari filsafat pendidikan. Jika sesorang dibesarkan

dalam masyarakat yang menempatkan suatu nilai pendidikan yang tinggi, hal ini akan

mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang.

Sumber-sumber yang disebutkan di atas merupakan sumber-sumber primer dari

filsafat hidup dan filsafat pendidikan yang dialami seseorang. Sumber-sumber ini akan

terus memiliki dampak karena seseorang individu terus tumbuh dan berkembang.

Filsafat mengkaji permasalahan yang menyangkut nilai dan ditentukan untuk

dijadikan pandangan hidup manusia. Dengan demikian, filsafat mempunyai ruang

lingkup yang lebih luas menuju asaran yang lebih luas, menjurus, total dan komprehensif.

Selanjutnya filsafat sebagai ilmu yang mengadakan tinjauan dan mempelajari objeknya

dari hakikat ini, lalu berhadap dengan problem. Problem tersebut meliputi realita,

pengetahuan dan nilai (Imam Barnadib, 1994: 20).

37

Page 38: Filsafat pendidikan

Filsafat pendidikan sesuai dengan peranannya merupakan landasan filosofis yang

menjiwai seluruh kebijakan dan pelaksanaan karena pendidikan. Sedangakan filsafat,

dengan cara kerjanya bersifat sistematis, yunifersal dan radikal, yang mengupas dan

menganalisis sesuatu secara mendalam (Jujun, 1982: 4), ternyata sangat relevan dengan

problematika hidup dan kehidupan manusia dan mampu menjadi perekat kembali antara

berbagai macam disiplin ilmu yang berkembang saat ini. Sehingga filsafat pendidikan

akan menemukan relevansinya dengan hidup dan kehidupan masyarakat dan akan lebih

mampu lagi meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan manusia.

Dengan demikian hubungan filsafat dan filsafat pendidikan menjadi begitu

penting. Karena masalah pendidikan merupakan massalah hidup dan kehidupan manusia.

Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan

kehidupan manusia. Dalam konteks ini filsafat pendidikan mempunyai ruang lingkup

yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.

Dari uraian di atas, dapat diambil suatu konklusi bahwa filsafat adalah studi kritis

tentang masalah-masalah kehidupan yang dilakukan untuk mencari jalan keluar yang

lebih baik bagaimana mengenai msalah tersebut. Dalam hal ini, filsafat bertujuan

memberikan yang lebih dapat diterima tentang konsep-konsep hidup yang meliputi suatu

kehidupan yang ideal dan lebih mendasar.

Sedangkan filsafat dan pendidikan, keduanya merupakan semacam usaha yang sama.

Berfilsafat ialah mencari nilai-nilai ide (cita-cita) yang lebih baik, sedangkan pendidikan

menyatakan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan pribadi manusia. Pendidikan bertindak

mencari arah yang terbaik, sedangkan filsafat dapat member latihan yang pada dasarnya

diberikan kepada anak. Hal ini bertujuan untuk membina manusia dlam membangun

nilai-nilai yang kritis dalam watak mereka. Dengan jalan ini, mereka mempunyai cita-cita

hidup yang tinggi dengan berubahnya filsafat yang tertanap dalam diri mereka. Dengan

demikian, filsafat pendidikan adalah mencari kesatuan pandangan untuk memecahkan

berbagai problem dalam lapangan pendidikan.

38

Page 39: Filsafat pendidikan

5. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan

1) Rekonstruksionisme

a) Rekonstruksionisme dalam Pengertian dan Sejarah

Kata rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris reconstruct yang berarti

menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme adalah

sebuah aliran yang berupaya merombak tata susunan lam adan membangun tata

susunan hidup kebudayaan yang bercocok modern. Aliran ini sering disebut dengan

aliran rekonstruksi social.

Rekonstruksionisme sebagai aliran pendidikan sejak awal sejarahnya di tahun

1920 dengan lahirnya sebuah karya John Dewey yang berjudul reconstruction in

philosophy yang kemudian digerakkan secara nyata oleh George Counts dan Harold

Rugg di tahun 1930-an selalu ingin menjadikan lembaga pendidikan sebagai wahana

rekonstruksi masyarakat. Rekonstruksionisme ini pun telah pula diformulasikan oleh

George S. Counts dalam sebuah karya klasiknya Dare the Schools Build a New Social

Order? Yang diterbitkan pada tahun 1932.

Aliran ini pada prinsipnya sependapat pada aliran perenialisme dalm mengungkap

krisis kebudayaan modern. Menurut Syam, kedua aliran tersebut memandang bahwa

keadaan sekarang merupakan zaman yang kebudayaannya terganggu oleh

kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran. Bila aliran perenialisme memilih cara

dan jalan pemecahan maslah dengan kembali kepada abad pertengahan, maka

rekonstruksionisme berupaya membina suatu consensus yang paling luas dan paling

mungkin tentang tujuan yang pertama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.

Halsenada juga di kemukakan oleh John Hendrik, bahwa rekonstruksionisme

merupakan revormasi social yang menghendaki budaya modern para pendidik.

Rekonstruksionisme memandang kurikulum sebagai problem sentral, dimana

pendidikan harus menjawab pertanyaan beranikah sekolah membangun suatu orde

social baru?

Tujuan utama dan tertinggi hanya melalui kerja sama semua bangsa. Penganut

aliran ini percaya telah tumbuh keinginan yang sama dari bangsa-bangsa yang

tersimpul dalam ide rekonstruksionisme. Hari depan bangsa-bangsa adalah sebuah

dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang

39

Page 40: Filsafat pendidikan

dikuasai suatu golongan. Cita-cita demokrasi ini bukan hanya sekedar teori tetapi

mesti menjadi kenyataan, karena hanya dengan cra demikian dapat diwujudkan

sebuah dunia dengan potensi-potensi teknologi yang mampu meningkatkan

kesejahteraan dan kemakmuran, keamanan dan jaminan hokum bagi masyarakat,

tanpa membeda-bedakan warna kulit, nasionalitas, dan kepercayaan.

Rekonstruksionisme di barat bercita-cita mewujudkan dan melaksanakan

perpaduan antara ajaran agama dan demokrasi modern dengan teknologi modern dan

seni modern dalam suatu kebudayaan yang dibina bersama oleh seluruh kedaulatan

bangsa-bangsa sedunia. Rekontruksionisme mencita-citakan terwujudnya suatu dunia

baru dengan suatu kebudayaan baru dari satu kadaulatan dunia dalam mengontrol

umat manusia.

Rekonstruksionisme berusaha mencari kesepakatan semua orang tentang tujuan

utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan yang baru di

seluruh lingkungannya, rekonstruksionisme ini juga ingin merombak tata susunan

lama dan membangun tata susunan kebudayaan baru melalui lembaga dan proses

pendidikan. John Dewey (1859-1952) dalam hal ini mengatakan, bahwa education as

reconstruction.

Muhammad Iqbal (w.1938) dalam hal ini mengungkapkan, bahwa perubahan

mendasar dalam pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang meliputi keseluruhan

system pendidikan guna untuk membentuk pandangan baru yang sesuai dengan

kebutuhan zaman. Menciptakan masyarakat baru melalui rekonstruksi pendidikan

merupakan suatu, karena dengan system pendidikan yang buruk yang

diselenggarakan pemerintahan india saat itu menurut Muhammad Iqbal tanpa

kesadaran untuk menanamkan pemahaman bagi pemuda akan pentingnya kecerdasan

guna merebut kepentingan individu, melalui prinsip idealism dan spirtualisme.

b) Landasan Filosofis Rekonstruksionisme

Aliran rekonstruksionisme memandang bahwa realitas itu bersifat universal,

realitas itu ada di mana saja dan sama di setiap tempat. Untuk memahami suatu

realitas dimulai dari sesuatu yang konkret menuju arah yang khusus yang

menampakkan diri dalam perwujudan sebagaimana yang kita lihat dihadapan kita dan

ditangkap oleh panca indra manusia. Misalnya hewan, tumbuh-tumbuhan atau benda-

40

Page 41: Filsafat pendidikan

benda lain disekeliling kita. Realitas tidak terlepas dari suatu system disamping

subtansi yang dimiliki bagi tiap-tiap benda tersebut yang dipilih melalui akal pikiran.

Pada prinsipnya aliran ini memandang alam metafisika dalam bentuk dualism

dimana alam nyata ini mengandung dua hakikat, jasmani dan rohani. Kedua macam

hakekat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, azali dan abadi, hubungan

antara keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Rine Dercartes seorang

tokohnya menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima prinsip dualism

ini menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh pancaindra

manusia sementara kenyataan batin segera diakui dengan adanya akal dan perasaan

hidup. Di balik realitas, sesungguhnya terdapat kualitas sebagai pendorongnya dan

merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima dalam konteks ini adalah

tuhan sebagai penggerak yang tidak digeraknya. Tuhan adalah aktualitas murni yang

sama sekali sunyi dari substansi.

Muhammad Iqbal sebagai tokoh rekonstruksionisme dari dunia islam

mengatakan, bahwa hakikat manusia adalah segenap kekuatan diri yang akan

menentukan siapa ia. Apabila ego seseorang dapat berkembang dengan baik, maka

eksistensinya dalam masyarakat dan dunia pun akan diakui. Jika manusia tidak

mengambil prakarsa dan berkeinginan untuk mengembangkan dirinya dan tidak ingin

merasakan gejolak batin hidup yang lebih tinggi, maka ruh yang ada padanya akan

mengkristal dan perlahan-perlahan akan menjadikan dirinya tereduksi kepada benda-

benda mati. Oleh karena itu Iqbal berpendapat, bahwa untuk membangun kembali

umat islam yang telah terpuruk pada kemrosotan humanitas, perlu menata dan

membangun kembali tata system baru dengan mengembangkan potensi diri dan akal

manusia yang akan menunjuk pada eksistensi manusia dalam memandang realitas.

Suatu yang riil bukan saja bersifat rasional-idealis seperti yang ditawarkan Plato,

tetapi juga sesuatu yang bersifat indrawi.

Muhammad Iqbal dalam hal ini percaya, bahwa gagasan semata tidak akan

memberikan pengaruh bagi gerak maju manusia, suatu gagasan memerlukan

penjabarann ke dalam bentuk tidakan nyata, karena memang amal perbuatanlah yang

akan membentuk kualitas kemanusiaan. Muhammad Iqbal dalam hal ini

menegaskan, bahwa hidup sesungguhnya adalah melakukan segala sesuatu yang

41

Page 42: Filsafat pendidikan

membawa manfaat bagi kehidupan manusia. Islam dalam hal ini memiliki aturan-

aturan yang disusun sedemikian rupa, sehingga individu dan masyarakat mana pun

yang melaksanakannya akan dapat memperoleh kemajuan yang paling besar dalam

menata kehidupannya menuju pada kesempurnaan manusia.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh John Dewey yang mengungkapkan bahwa

ide-ide dan gagasan-gagasan mestilah sesuatu yang dapat diterapkan dalam tindakan-

tindakan yang berguna bagi pemecahan berbagai problematika yang muncul dalam

masyarakat.

Kajian epistemology aliran ini tampaknya merujuk pada pendapat aliran

pragmatism di satu sisi dan perenialisme di sisi lain, karena menurut aliran ini bahwa

untuk memahami realitas alam nyata memerlukan sebuah azas tahu, dalam arti tidak

mungkin memahami realitas tanpa mengalami proses pengalaman dan hubungan

dengan realitas terlebih dahulu melalui penemuan suatu gerbang ilmu pengetahuan.

Karena itu, baik indra maupun rasio sama-sama berfungsi membentuk pengetahuan.

Aliran ini juga berpendapat bahwa dasar suatu kebenaran dapat dibuktikan dengan

self-evidence, yakni bukti yang ada pada dirinya sendiri, realitas dan eksistensinya.

Pemahamannya bahwa pengetahuannya yang benar buktinya ada di dalam

pengetahuan itu sendiri. Kajian tentang kebenaran itu, diperlukan suatu pemikiran dan

metode yang diperlukan untuk menuntut agar sampai pada pemikiran yang hakiki.

Ajaran yang dijadikan pedoman berasal dari Aristoteles yang membicarakan dua

hal pokok, yakni pikiran atau rasio dan bukti atau evidence dengan jalan

pemikirannya silogisme. Silogisme menunjukkan hubungan logis antara premis

mayor, premis minor dan kesimpulan dengan memakai cara pengembalian

kesimpulan deduktif dan induktif.

Pandangan aksiologi. Dalam interaksi sesame manusia diperlukan nilai, begitu

pula hubungan manusia dengan manusia dan alam secara sadar maupun tidak sadar

telah melakukan proses penilaian.

Aliran rekonstruksionisme memandang nilai berdasarkan pada supernatural yang

bersifat universal yang berdasarkan pada nilai-nilai teologis. Karena hakikat manusia

adalah emanasi yang secara potensial berasal dari dan dipimpin oleh tuhan, maka

peninjauan tentang kebaikan dan keburukan pun dapat dilakukan dan diketahuinya.

42

Page 43: Filsafat pendidikan

Sebagai objek, manusia telah memiliki kecenderungan untuk berbuat baik dan berbuat

buruk. Nilai kebaikan tertinggi adalah nilai-nilai yang terbebas dari penguasaan hawa

nafsu. Penentuan nilainya selalu ditentukan oleh akalnya semata, namun dalam

mencapai kebaikan tertinggi manusia perlu bersatu dengan tuhan dalam pemikirannya

rasionalnya. Kaitannya dengan estetika, bahwa hakikat keindahan yang sesungguhnya

adalah tuhan itu sendiri, sehingga nilai-nilai yang baik dan indah yang ada pada

manusia adalah nilai-nilai yang terpancar dari nilai-nilai universal yang abadi dari

tuhan.

Muhammad Iqbal menyebutkan, bahwa kesadaran diri dan individualitas

merupakan kata kunci bagi penyempurnaan kemanusiaan. Gerak sejarah manusia

selalu ditentukan oleh peran ego yang memiliki kebebasan untuk mengekspresikan

kebebasan dirinya. Individualitas adalah suatu gerak maju yang menjadi saluran

segala objek dan benda. Dengan memperkuat kepribadian, ego manusia dapat

menguasai lingkungan dan mendekati ego tuhan dengan sifat-sifatnya, sehingga

manusia itu pun mencapai kesempurnaannya. Jadi, perubahan sejarah, sangat

tergantung pada kualitas individu dalam memahami dan memaknai hakikat hidup.

Aristoteles dalam hal ini membedakan kebajikan kepada dua macam, yaitu

kebajikan moral dan kebajikan intelektual. Kebajikan moral diperoleh melalui

pembiasaan dan merupakan dasar dari kebajikan intelektual.

c) Pandangan Rekonstruksionisme tentang Pendidikan

Aliran ini yakin bahwa pendidikan tidak lain adalah tanggung jawab social. Hal

ini mengingat eksistensi pendidikan dalam keseluruhan realitasnya diarahkan untuk

pengembangan dan atau perubahan masyarakat. Rekonstruksionisme tidak saja

berkonsentrasi tentang hal-hal yang berkenan dengan hakikat manusia, tetapi juga

terhadap teori belajar yang dikaitkan dengan pembentukan kepribadian subjek didik

yang berorientasi pada masa depan. Oleh karena itu pula, maka idealitasnya terletak

pada filsafat pendidiknya. Bahkan penetapan tujuan dalam hal ini merupakan sesuatu

yang penting dalam aliran ini. Segala sesuatu yang diidamkan untuk masa depan

suatu masyarakat mesti ditentukan secara jelas oleh pendidikan.

Para rekonstruksionis menginginkan, bahwa pendidikan dapat memunculkan

kesadran para subjek didik untuk senantiasa memperhatikan persoalan social,

43

Page 44: Filsafat pendidikan

ekonomi dan politik dan menjelaskan kepada mereka bahwa memecahkan problem.

Tujuan aliran ini tidak lain adalah untuk membangun masyarakat baru, yakni suatu

masyarakat global yang memiliki hubungan interdependensi.

Rekonstruksionisme percaya bahwa manusia memiliki potensi fleksibel dan

kukuh baik dalam sikap maupun dalam tindakan. Adalah suatu hal yang paling

berharga dalam kehidupan manusia itu, jika ia memiliki kesempatan yang cukup

untuk mengembangkan potensi naturalnya secara sempurna. Pendidikan dalam hal ini

adalah jawaban atas keinginan potensial manusia itu.

Muhammad Iqbal menyebutkan, bahwa tujuan pendidikan adalah mampu

membangun dunia bagi masyarakat dengan menggunakan kemampuan akal, indra dan

intuisi. Oleh karena itu ketiga aspek ini mesti tertuang dalam kurikulum pendidikan

itu. Pendidikan harus menjadikan subjek didiknya mampu menggunakan ilmu

pengetahuan yang diperolehnya sebagai wahana bagi perealisasian nilai-nilai

spiritual. Pendidikan menurutnya mesti mampu memandang situasi actual dengan

tidak melihat manusia secara sebahagiaan-bagian. Pendidikan baru harus mampu

menjadikan ilmu-ilmu pengetahuan sebagai wahana bagi realisasi nilai-nilai spiritual.

Untuk itu perl;u adanya upaya integrasi intelektual dan cinta, sebab hidup bukanlah

ritinitas, tetapi seni yang kreatif, konstruktif, dan inovatif.

Jonh Dewey sebagai seorang tokoh awal pergerakan aliran ini mengatakan,

bahwa pengembangan watak manusia ini selalu berinteraksi dengan kondisi-kondisi

yang mengelilinginya dalam menghasilkan budaya. Oleh karena itu manusia selalu

beradaptasi dengan lingkungan masyarakatnya. Manusia adalah bagian terpenting

dalam sebuah masyarakat, sehingga apapun yang ia lakukan selalu berkenan dengan

pembentukan kebudayaannya. Masalah perbedaan biologis dan perbedaan individu

berfungsi dalam suatu bentuk sosiam namun itu bukanlah sifat asli yang dapat

memisahkan suatu bangsa, kelompok, dan kelas tertentu dari yang lainnya. Lebih

lanjut, ia mengatakan bahwa kebebasan adalah hak esensial manusia, namun dalam

pengembangannya memerlukan hubungan dengan sesuatu yang berbeda di luar

dirinya dan di sinilah manusia mesti menjadi bagian dalam suatu masyarakat.

Mengingat manusia adalah bagian masyarakat, maka pendidikan secara efisiensi

mesti mengacu pada kepentingan rekonstruksi masyarakat.

44

Page 45: Filsafat pendidikan

Rekonstruksionisme percaya bahwa pendidikan sebagian sesuatu lembaga

masyarakat tentulah diarahkan pada upaya rekayasa social, sehingga segala

aktivitasnay pun senantiasa merupakan solusi bagi berbagai problem kehidupan

dalam masyarakat. Sekolah dalam hal ini menjadi agen perubahan social, politik dan

ekonomi yang primer. Oleh karena itu, lembaga pendidikan mesti memiliki komitmen

untuk menciptakan masyarakat baru yang sarat denagn nilai-nilai dasar budaya dan

social ekonomi yang akan memebantuk harminisasi suatu masyarakat. Pendidikan

dalam hal ini mesti diarahkan pada perubahan pola piker masyarakat, sehingga

teknologi-teknologi yang begitu besar lebih dijadikan sebagai sumber kreativitas dari

pada untuk mengahancurkan. Tranformasi social merupakan suatu keniscayaan dan

ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan. Sebagai sebuah lembaga yang bebas

pendidikan tidak mungkin tanpa mekanisme.

Jonh Dewey mengungkapkan, bahwa demokrasi akan memperoleh legitimasi,

sebab ia bersentuhan langsung dengan standar dasar rasionalitas. Dengan pola

demokrasi, semua orang mempunyai hak mengeluarkan pendapat dan adu

argumentasi. Oleh karena itu, demokrasi merupakan suatu pola yang menjunjung

tinggi hakikat humanitis.

Dalam bidang pendidikan, bukan berarti semua subjek didik dianggap mempunyai

kapasitas yang sama dalam intelektual dan kreativitas, sehingga sekolah tidak mesti

harus diorganisasikan secara politis seperti pada masyarakat demokrasi-demokrasi,

sebab kendatipun kodrat manusia bebas belajar dan mengembangkan diri, bukan

berarti ia boleh berbuat apa saja tanpa dapat dibatasi dan diarahkan.

Muhammad Iqbal dalam hal ini tampaknya lebih menginginkan pendidikan

yang sesuai dengan watak manusia yakni suatu pendidikan yang mengaksentuasikan

aktivitasnya pada pemberian pengetahuan kepada subjek didik melalui metode

problem solving, suatu cara yang efektif ungtuk melatih berfikir kreatif, kritiss, dan

inovatif. Dengan cara ini menurutnya dapat menjadi manusi-manusia yang tangkap

akan berbagai problematika kehidupannya dalam masyarakat.

Guru menurut aliran ini bertugas meyakinkan subjek didiknya tentang urgensi

rekonstruksi dalam memajukan kehidupan social kemasyarakatan dan membiasakan

mereka untuk sensitive terhadap berbagai problem yang tumbuh dan berkembang

45

Page 46: Filsafat pendidikan

dalam masyarakat serta mencarikan solusi yang diperlukan menuju perbaikan dan

perubahan-perubahan. Untuk itu, seorang guru dituntut untuk memiliki keterampilan

dalam membantu dan menyediakan kondisi kepada subjek didik agar subjek didiknya

mampu dan keterampilan dalam memberikan solusi terhadap berbagai masalah social,

ekonomi, dan politik yang tumbuh dalam masyarakat. Seorang guru mesti berani

berbeda pandangan sebagai lambing dari suatu kreativitas dalam memberikan solusi

terhadap persoalan-persoalan yang dipikirkan.

Kinsley Price dalam hal ini menggaris bawahi, bahwa hal-hal mendasar dalam

aliran ini tercium dalam pemilihan corak aktivitas pembelajaran sebagai berikut:

a. Segala sesuatu yang bercorak otokrasi mesti dihindari, sehingga yang belajar

terhindar dari unsure pemaksaan.

b. Guru mesti dapat meyakinkan subjek didiknya akan kemampuannya dalam

memecahkan masalah yang ada dalam subject matters dapat dibatasi.

c. Untuk menumbuhkembangkan keinginan belajar subjek didik, seorang guru mesti

mampu mengenali setiap diri subjek didik secara individu.

d. Seorang guru mesti dapat menciptakan kondisi kelas sedemikian rupa segingga

interaksi guru dengan subjek didik dan semua yang hadir dalam suatu ruangan

kelas dapat berkomunikasi dengan baik, tanpa ada yang menunjukkan sikap

otoriter.

d) Dialog Antar – Aliran

Berbagai pemikiran yang ditampilakan oleh masing-masing aliran filsafat di atas

bergulir di atas bangunan epistomologi masing-masing. Progresivisme umpamanya

memiliki keyakinan ontologism bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki

kemampuan yang memadai secara potensial untuk mengahadapi dan mengatasi

berbagai problem kehidupannya menuju suatu perkembangan yang lebih baik dan

lebih sempurna yang mengarah pada yang progress. Pendidikan dalam hal ini di

pandang sebagai suatu motot bagi penumbuhkembangan kemampuan dasar subjek-

subjek didik ini agar fungsional dalam mengahadapi dan memecahkan berbagai

kesulitan hidup. Dengan demikian, meraka akan memiliki kemandirian dalam

pengambilan sikap berdasarkan cara-cara yang logis dan dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Berbagai ragam ilmu pengetahuan dan

46

Page 47: Filsafat pendidikan

teknologi adalah bukti nyata bagi fungsionalitas kemampuan manusia dalam

memecahkan problem-problem kehidupannya, dan sekaligus akan menjadi modal

bagi pengembangan kea rah pengetahuan dan teknologi baru yang adalah juga akan

menjadi langkah kemajuan-kemajuan selanjutnya tanpa henti.

Proses pendidikan dalam konteks progresivisme adalah memberikan pengalaman

empiris kepada subjek-subjek didik agar ia memiliki kemampuan ilmiah dalam

memecahkan berbagai problem kehidupan agar ia siap menghadapi berbagai

perubahan dalam suatu kehidupan di masyarakatnya. Progresivisme dalam hal ini

memandang ilmu pengetahuan sebatas mengembangkan paham pengetahuan yang

lebih ekstrim dengan mengatakan bahwa suatu pengetahuan yang berangkat dari

fakta-fakta yang terxerifikasi dan terukur secara ketat. Ketika paham ini dimaknai

dalam konteks studi ilmiah terhadap masyarakat di sini mesti pula dipandang sebagai

suatu realitas yang terpisah dari subjek peneliti dan berjalan seperti layaknya alam

yang deterministic.

Suatu keilmuan lahir selalu berkenaan dengan problem yang dihadapi oleh

manusia dalam kehidupannya. Pengembangan keilmuan sangat tergantung pada cara

pandang seseorang atau sekelompok orang dalam memandang realitas.

Di lain pihak, filsafat perenialisme dilandasi oleh keyakinan ontologism yang

dianutnya tentang manusia dan alam yang memandang bahwa hakikat manusia

sebagai makhlik rasional yang selalu sama bagi setiap manusia sepanjang

kesejarahannya, oleh karena itu perlakukan yang dianggap efektif di suatu masa tentu

akan efektif pula pada masa beikutnya. Kesuksesan masa lalu dapat pula diterapkan

untuk memecahkan problem masa sekarang dan akan datang bahkan sampai kapan

pun.

Aliran esensialisme, karena memandang bahwa etentitas manusia sangat

ditentukan oleh ragam struktur kebudayaan yang membentuknya, maka diperlukan

pendidikan yang bersendikan atas azas-azas yang tetap yang dapat mendatangkan

kestabilan. Azas-azas yang tetap ini hendaknya azas yang benar-benr telah teruji oleh

waktu.

Rekonstruksionisme percaya, bahwa pengembangan watak manusia mesti selalu

berinteraksi dengan kondisi-kondisi yang mengelilinginya. Suatu kebudayaan lahir

47

Page 48: Filsafat pendidikan

berdasarkan pada pola adaptasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan

lingkungan masyarakatnya. Mengingat manusia adalah bagian terpenting dalam

sebuah masyarakat, maka apa pun yang ia lakukan selalu berkenan dengan

pembentukan kebudayaannya. Pemebentukan kebudayaan ini sangat tergantung pada

aspek kebebasan yang memang merupakan hak esensial manusia. Untuk itu,

demokrasi mestilah menjadi atas penting dalam kehidupan social dalam skala apa

pun.

Mengingat manusia adalah bagian masyarakat, maka pendidikan secara efisiensi

mesti mengacu pada kepentingan rekonstruksi masyarakat. Pendidikan bagi

rekonstruksionisme mesti diarahkan untuk memampukan subjek-subjek didik

membangun dunia bagi masyarakat melalui pendayagunaan kemampuan akal, indra,

dan intuisi, sehingga pendidikan harus menjadikan subjek didiknya mamapu

menggunakan ilmu pengetahuan yang diperolehnya sebagai wahana bagi

perealisasian nilai-nilai spiritual. Untuk itu perlu adanya upaya integrasi intelektual

dan cinta, sebab hidup bukanlah rutinitas, tetapi seni yang kreatif, konstruktif, dan

inovatif.

Rekonstruksionisme percaya bahwa pendidikan sebagai suatu lembaga

masyarakat tentulah diarahkan pada upaya rekayasa social, sehingga segala

aktivitasnay pun senantiasa merupakan solusi bagi berbagai problematika kehidupan

dalam masyarakat. Sekolah dalam hal ini menjadi agen perubahan social, politik dan

ekonomi yang primer. Transformasi social sangat terkait dengan aktivitas

kependidikan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan mesti memiliki komitmen untuk

menciptakan masyarakat baru yang serat dengan nilai-nilai dasar budaya dan social

eekonomi yang akan membantu harminisasi suatu massyarakat. Pendidikan dalam hal

ini mesti diarahkan pada perubahan pola piker masyarakat, sehingga teknologi-

teknologi yang begitu besar lebih dijadikan sebagai sumber kreativitass dari pada

untuk mengahncurkan nilai-nilai dalam suatu masyarakat.

Suatu yang rill bukan saja sesuatu yang ada sekarang, tetapi juga yang ada pada

masa silam dan aka nada di masa depan. Ada ketergantungan yang tidak terpisahkan

antara realitas-realitas yang ada. Bangunan suatu realitas selalu berhubungan pula

dengan realitas lain. Mempertautkan antar-realitas sebagai suatu prinsip selalu

48

Page 49: Filsafat pendidikan

mendasari suatu perubahan dalam kehidupan manusia. Menghubungkan antar fakta

dan realitas dalah karakteristik berfikir rasional yang menjaddi lambing bagi

kemanusiaan yang selalu akan memunculkan kreativitas dan aktivitas manusia dalam

kehidupannya. Kreativitas adalah daya dinamis dalam alam semesta ini yang akan

menjadi dasar logis untuk menerangkan berbagai perubahan dalam kehidupan. Oleh

karena itu, progresivisme tidak dapat serta merta mengabaikan prinsip yang

digunakan oleh aliran perenialisme dan esensialisme yang menginginkan para

partisipan pendidikan meninjau kondisi rill masa silam. Masa silam dan masa

sekarang di sini mesti menjadikan bahan pertimbangan untuk menciptakan situasi

yang kondusif dalam merangsang kreativitas dan inovai dalam berbagai kehidupan

yang menjadi arah bangun bagbi suatu upaya kependidikan.

Kendatipun terdapat kesamaan dengan aliran perenialisme yang menginginkan

upaya kependidikan memiliki system nilai yang kukuh dan bertradisi, namun

tampaknya tuntutan perenialisme terhadap dunia kependidikan lebih sulit terrealisasi.

Hal ini disebabkan tuntutannya membutuhkan tingkat intelektualisme yang tinggi,

seperti mempelajari berbagai tradisi berfikir para tokoh besar pada masa lalu sampai

sekarang yang kemudian dengan cara yang kritis akan membentuk suatu pemikiran

yang siap dalam menatap masa sekarang dan masa depan yang penuh dengan

dinamika problem kependidikan.perenialisme menyarankan pendidikan intelektual

tidak menyeluruh, karena kosentrasinya sebatas hubungan tata logika yang berada

pada wilayah pengembangan watak inteletualisme yang sarat dengan nuansa nilai-

nilai moral, namun kurang menyentuh problem keterkaitan eksistensi manusia

memandang dunia yang selalu tidak akan persis sama apa yang di butuhkan manusia-

manusia dalam suatu masa dengan masa lain yang secara niscaya akan membawa

pada perbedaan-perbedaan pola kerja rasio dalam mencari pemecahan-pemecahan

masalah yang tengah mereka hadapi .

2) Esensialisme

a) Esensialisme dalam pengertian sejarah

Filsafat esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang lebih merupakan perpaduan

ide filsafat idealisme-objektif di satu sisi dan realisme-objektif sisi lainnya.Oleh

karana itu,wajar jika ada yang mengatakan bahwa Plato lah sebagai peletak asas-asas

49

Page 50: Filsafat pendidikan

filosofis aliran ini,ataupun Aristoteles dan Democritis sebagai peletak dasar-

dasarnya.kendatipun kemunculan aliran ini didasari oleh pemikiran filsafat idealisme

Plato dan realisme Aristoteles,namun bukan berarti kedua aliran ini lebur kedalam

paham esensialisme.

Sebagai ssebuah aliran filsafat,esensialisme telah lahir sejak zaman

renaissance,bahkan dapat dikatakan sejak zaman Plato dan Aristotele.

Esensaliasme secara formal memang tidak dapat dihubungkan dengan berbagai

tradisi filsafat,tetapi compatible dengan berbagai pemikiran filsafat.Tahap-tahap

pertama dari perkembangan esensialisme dapat dilihat dari zaman renaissance .hal ini

me ngingat aliran ini menempatkan cirinya pada alam pemikiran pada manusia.Pada

zaman ini telah muncul upaya-upaya untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan

dan seni serta kebudayaan purbakala,terutama di zaman Yunani dan Romawi.

Dalam konteks filsafat Pendidikan ,aliran ini memiliki ciri utamanya yang

menekankan, bahwa Pendidikan mesti di bangun di atas nilai-nilai yang kukuh,tetap

dan stabil.kemunculannya adalah reaksi atas kecenderungan kehidupan manusia pada

yang serba duniawi,ilmiah,prualistik dan materialistik,akibat dari prinsip pendidikan

yang fleksibel,terbuka untuk segala bentuk perubahan,toleran serta tidak mempunyai

pegangan yang kukuh dengan doktrin tertentu.Kondisi dunia yang merusak tatanan

humanitas telah menjadi perhatian kelompok esensialisme.

Esensialisme pertama kali muncul sebagai reaksi atas simbolisme mutlak dan

dogmatisme abad pertengahan.Aliran ini beranggapan , bahwa manusia perlu kembali

kepada kebudayaan lama,yaitu kebudayaan yang telh ada sejak peradaban manusia

yang pertama.Hal ini mengingat kebudayaan lama itu telah banyak membuktikan

kebaikan-kebaikannya untuk manusia.

Tokoh-tokoh yang tercatat sepanjang sejarahnya , antara lain Desiderius

Erasmus,Johann Amos Comenuis(1592-1670),John Locke(1632-1704),John

Frederich Froebel,Immanuel Kant,Schopenhauer, Libneiz, Hangel ,Kandel, dan

lain-lain. Arthur K. Ellis dkk.menyebutkan bahwa esensialisme yang dikaitkan

dengan pendidikan diformasiakan oleh Prof.William C,Bagley , namun George F.

Kneller menambahkan dengan nama-nama seperti Thomas Briggs,Frederick Breed,

dan IsaacL. Kandel.

50

Page 51: Filsafat pendidikan

Menurut kneller,mereka ini tercatat sebagai orang-orang yang telah membentuk

Komite Esensialis guna untuk meningkatkan pendidikan di Amerika.Tradisi ini

dilanjutkan pula dengan adanya tulisan-tulisan William Bricman,editor buku Scool

and Society.Sejumlah nama lain yang tercatat sebagai penyokong aliran ini adalah

Arthur Beston dan Mortimer Smith.Kendatipun dua nama terakhir ini dikatakan

sangat skeptis terhadap nilai study pendidikan formal melalui pemikiran-pemikiran

pendidikan yang dikembangakan oleh aliran esensialisme ini,namun kenyataanya

mereka berpendapat bahwa pendidikan mesti dibangun nilainilai yang tetap.

b) Landasan Filosofis Esensialisme

Esensialisme memandang bahwa manusia sebagai bagian dari alam semesta yang

bersifat mekanis dan tunduk pada hukum-hukumnya yang objektif kausalitas,maka ia

pun secara nyata terlibat dan tunduk pula pada hukum-hukum alam.Dengan

demikian,manusia selalu bergerak dan berkembang sesuai dengan ketentuan-

ketentuan hukum natural yang bersifat universal.Hukum universallah yang mengatur

keseluruhan makrokosmos yang meliputi aturan benda-benda,energi,ruang dan waktu

bahkan juga pikiran manusia.Tuhan dalam hal ini mengatur eksistensi segala realitas

yang ada termasuk diri manusia dari “atas” .Semua hukum ilmu pengetahuan tidak

lain adalah perwujudan keharmonisasian dan validitas aktivitas Tuhan.

Berdasarkan tesisnya ini pulalah ,maka para essensialis melihat hakikat ilmu

pengetahuan tidak saja bersifat fisikis-naturalis yang bercorak empiris-realistis,tetapi

juga bersifat metafisikis-supranaturalis yang bercorak idealis-rasionalis.Para

esensialis memandang , bahwa ilmu pengetahuan mulai dari upaya manusia dalam

memandang realitas melalui bantuan panca inderanya .Atas dasar penggunaan alat

indrannya,manusia kemudian akan dapat memahami dan mengerti apa yang ia lihat

sehingga melahirkan ide dengan cara membuat relasi antar fakta dan realitas tidak lain

adalah melalui kesadaran jiwa dalam memandang fakta tersebut.oleh karna itu adalah

suatu hal mustahil ilmu pengetahuan tumbuh dan berkembang jika semata-mata

berdasarkan pada hal-hal yang bersifat indawi saja tanpa mengikut sertakan fungsi

akal manusia.

Aliran ini berpendapat, bahwa sumber segala pengetahuan manusia terletak pada

keteraturan li ngkungan hidupnya.Dalam bidang aksiologi, nilai bagi aliran ini ,seperti

51

Page 52: Filsafat pendidikan

kebenaran, berakar dalam dan berasal dari sumber objektif. Watak sumber merupakan

perpaduan pandangan idealisme dan realisme.Disatu sisi esensialisme , mengakui,

bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos , dan karenanya seseorang

dikatakan baik jika ia secara aktif, berada didalam dan melaksanakan hukum-hukum

itu.di sisi lain,pemahaman objektif atas fakta dan peristiwa dalam kehidupan juga

menjadi pertimbangan proporsional dalam ekspresi keinginan , rasa suka, kagum,

tidak suka dan penolakan yang akhirnya melahirkan predikat baik dn buruk terhadap

sesuatu.

Immanuel Kant seorang tokoh idealisme modern mengemukakan bahwa asas

dasar tindakan moral atas hukum moral adalah apa yang disebutnya sebagai

categorical-imperative, yaitu rasa kewajiban atas tugas tanpa syarat dan predikat

seperti taat atau loyal terhadap suatu norma.Dalam hukum moral, setiap manusia

harus melakukan sesuatu yang oleh semua orang wajib melakukannya dimana dan

kapanpun, sebab kebaikan senantiasa bersifat universal.

c) Pandangan Esensialisme Tentang Pendidikan

Tidak seperti perenialisme yang menolak progresivisme dalam keseluruhan aspek

yang menjadi karakteristiknya, esensialisme hanya memberikan penolakan dalam

beberapa aspek khusus saja, seperti pemberian konsentrasi aktivitas pembelajaran

semata-mata berpusat pada anak didik saja sehingga terlihat kesan pengabaian

fungsionalitas pendidik sebagai orang yang mengatur dan mengarahkan proses

pembelajaran itu sendiri.

Kelompok essensialis memandang , bahwa pendidikan yang didasari pada nilai-

nilai yang fleksibel dapat menjadikan pendidikan ambivalen dan tidak memiliki arah

dan orientasi yang jelas.Oleh karna itu,agar pendidikan memiliki tujuan yang jelas

dan kukuh diperlukan nilai-nilai yang kukuh yang akan mendatangkan

kestabilan.Untuk itu perlu dipilih nilai-nilai yang mempunyai tata yang jelas dan telah

teruji oleh waktu.

Esensialisme memberikan penekanan upaya kependidikan dalam hal pengujian

ulang materi-materi kurikulum, memberikan pembedaan-pembedaan esensial dan

non-esensial dalam berbagai program sekolah dan memberikan kembali pengukuan

autoritas pendidik dalam suatu kelas di sekolah.Esensialis percaya bahwa pelaksanaan

52

Page 53: Filsafat pendidikan

pendidikan memerlukan modifikasi,dan penyempurnaan sesuai dengan kondisi

manusia yang bersifat dinamis dan selalu berkembang, namun mengingat

pengembangan manusia akan selalu berada dibawah azaz ketetapan dan natural, maka

pendidiakan harus dibina atas dasar nilai-nilai yang kukuh dan tahan lama agar

memberikan kejelasan dan kestabilan aerah bangunannya.Pendidikan yang bersifat

fleksibel dan terbuka untuk perubahan,toleran, dan tidak berhubungan dengan doktrin

dan norma yang universal menjadikan eksistensinya mudah goyah dan tidak memiliki

arah yang jelas.Oleh karna itu,pendidikan mesti didasarkan pada asaz ang kukuh yang

secara nyata telah teruji kebenaran dan ketangguhannya dalam pelajaran sejarah.

Karena para esensialis meyakini bahwa manusia,alam jagad raya, dan Tuhan

merupakan tiga hal yang saling terkait dalam peraihan pengetahuan, seperti telah

diungkap didepan , maka Comenius (1592-1670) dalam hal ini pun mengandaikan ,

bahwa membina kesadaran manusia akan alam semesta dan duniannya untuk

membentuk kesadaran spiritual menuju Tuhannya adalah tugas pokok

pendidikan.John Lucke (632-1704) dalam hal ini menyebutkan, bahwa pendidikan

mesti mengutamakan faktor lingkungan dalam pengupayaan penyesuaian manusia

pada hal yang natural dan supranatural.Berdasarkan ini pulalah , maka esensialisme

mengemukakan , bahwa sistem sekolah mesti dengan mengutamakan realitas dunia

dimana ia hidup dan situasi praktis, karena memang pendidikan tidak lain adalah agar

anak-anak didiknya kelak mampu hidup di dalam masyarakatnya.

Untuk memutuskan hakikat belajar yang sesungguhnya esensialisme berupaya

untuk kembali pada psikologi pendidikan tentang pola dan cara manusia dalam

proses perahian pengetahuan melalui aktivitas belajar.Berdasarkan ini para essensialis

memaknai belajar sebagai melatih daya jiwa yang secara potensial sudah ada,seperti

daya pikir, ingat dan perasaan. Belajar bertujuan untuk mengisi subjek mengerti

berbagai realitas, nilai-nilai dan kebenaran baik secara warisan sosial maupun

makrokosmis.Pengenalan warisan masa lampau tersebut menurut Brakley dan Finey

dijadiakan sebagai dasar interpretasi bagi realitas yang ada sekarang.

Para esensialisme juga percaya bahwa proses belajar adalah proses penyesuaian

diri individu dengan lingkungan dalam pola stimulus dan respons.Dalam hal ini tugas

guru adalah sebagai agen untuk memperkuat pembentukan kebiasaan dalam rangka

53

Page 54: Filsafat pendidikan

penyesuaian dalam lingkungan tersebut.Berdasarkan konsep ini , para essensialis

sangat yakin, bahwa belajar mesti didasarkan pada disilin kerja keras yang ketat. Hal

ini disebabkan karena proses belajar akan berlangsung baik dengan adanya dedikasi

tinggi untuk meraih tujuan yang lebih jauh.Para esensialis menolak keras konsep

progresivisme yang menekankan pendidikan pada intres personal,Esensialis

memberikan perhatian bukan pada subjek belajar ,tetapi lebih pada subjek kurikulum.

Kurikulum dalam pandangan esensialisme adalah kurikulum yang kaya,bertingkat

dan sistematis yang didasarkan pada suatu kesatuan pengetahuan yang tidak

terjabarkan lagi, pada sikap yang berlaku pada suatu kebudayaan demokratis.

Ulrich menekankan”Core Curriculum”(inti kurikulum)termasuk bahasa asing ,

dalam rangka hubungan internasional ang lebih erat dan luas di masa depan di

samping juga dalam pengertian-pengerian religius untuk memahami alam

semesta .Home menganggap bahwa kurikulum pada dasarnya harus sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan anak.Yang utama adalah kajian-kajian tentang segala hal

yang esensialyang meliputi metode ilmiah dunia organis dan non-organis, lingkungan

manusia, budaya dan alamiah serta apresiasi terhadap seni.Semua itu didasarkan pada

pemikiran kita yang dapat mengerti dan memahami, serta yang dapat merasakan.dan

oleh karena itu harus dipergunakan dengan tepat pada segala sesuatu.

Menurut Brakly, kurikulum terdiri dari serangkaian bahan yang dimulai dari yang

sederhana seperti berhitung dan bahasa , sampai kepada yang lebih

komplit.Thordaik dan Boboit menekankan bahwa kurikulum adalah persiapan tugas

anak di dalam kehidupannya.

Esensialis berkeyakinan , bahwa inisiatif pendidikan tergantung sepenuhnya pada

guru, bukan pada subjek didik.Oleh karna itu , guru mesti mengambil peranan yang

paling besar untuk mengatur dan mengarahkan subjek didik ke arah

kedewasaan.Sedemikian besarnya tanggung jawab dan peranan guru, maka guru

mesti dibekali berbagai pengetahuan dan ketrampilan yang memadai untuk

menyokong kompetensinya dalam menjalankan tugas.

Para esensialis sepakat dengan apa yang dikemukakan oleh progresivisme bahwa

belajar tidak akan sukses tanpa didasarkan pada berbagai kapasitas,intres dan tujuan

subjek belajar, namun aliran ini yakin bahwa kesemuannya ini mesti melalui

54

Page 55: Filsafat pendidikan

kemampuan dan keterampilan mengajar guru, baik dalam merencanakan atau

mengorganisasikan subjek-subjek materi, maupun dalam memahami proses

pendidikan.Jadi , esensialisme lebih menekankan aspek guru dalam setiap gerak

aktivitas belajar di sekolah.Guru yang berkualitas akan dapat melahirkan subjek didik

berkualitas pula.

Kecuali itu, mengingat belajar dalam aliran esensialisme ini dimaknai dengan

proses asimilasi preskripsi subjek-subjek mattters seperti yang telah diuraikan

sebelumnya, maka peranan guru memang sangat mendominasi setiap gerak aktivitas

pembelajaran. Esensialis mengakui, bahwa pendidikan dalam hal ini esti menjadikan

subjek-subjek didiknya memiliki kemampuan untuk merealisasikan potensi-

potensinya dan bahkan mengupayakan bagaimana agar mereka menjadi subjek-subjek

yang mandiri dalam menghadapi berbagai problem kehidupannya. Hal ini semakin

nyata dengan konsepnya yang mengaksentuasikan adanya hubungan material manusia

secara luas dengan lingkungan sosial yang mengatur bagaimana ia mesti hidup yang

berkonsekuensi pada perhatiannya yang dalam atas upaya-upaya pendidikan dalam

membentuk subjek-subjek didik yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan

kehidupannya. Karena belajar adalah juga menyesuaikan individu-individu belajar

dengan lingkungannya, maka tentu aliran ini mesti juga menempatkan pengalaman

subjek didik dalam lingkungan masyarakatnya, sehingga ketika mereka

menyelesaikan pendidikannya, mereka memiliki kesimpulan mental dalam

menghadapi berbagai problem kehidupannya.

Metode yang paling cocok untuk tujuan di atas, menurut essensialis adalah

melalui metode trdisional, aitu mental discipline method, suatu metode yang

menggunakan pendekatan psikologis pendidikan yang mengutamakan latihan-latihan

berfikir logis, teratur, ajek, sistematis, menyeluruh menuju latihan penarikan

kesimpulan yang baik dan komprehesif.

3) Progresivisme

a) Progresivisme dalam pengertian dan sejarah

Progresivisme dalam bahasa dapat diartikan sebagai aliran yang menginginkan

kemajuan-kemajuan secara cepat. Dalam konteks filsafat pendidikan, progresivisme

merupakan suatu aliran yang menekankan bahwa pendidikan bukanlah sekedar upaya

55

Page 56: Filsafat pendidikan

pemberian sekumpulan ppengetahuan kepada subjek didik, tetapi hendaklah berisi

beragam aktivitas yang mengarah pada kemampuan berpikir mereka secara

menyeluruh, sehingga mereka dapat berpikir secara sstematis melalui cara-cara ilmiah

seperti penyediaan ragamdata empilis dan informasi teoritis, memberikan analisis,

pertimbangan, dan pembuatan kesimpulan menuju pemilihan alternatif yang paling

memungkinkan untuk pemecahan masalah yang tengah dihadapi. Dengan

kepemilikan kemampuan berpikir yang baik, sebjek-subjek didik akan terampil

membuat keputusan-keputusan terbaik pula untuk dirinya dan masyarakatnya serta

dengan mudah pula dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Para progresivis berkeyakinan, bahwa manusia secara alamiah memiliki

kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan atau mengatasi

berbagai problem kehiidupannya menuju siatu perkembangan yang lebih baik, yang

mengarah pada suatu yang progres. Pendidikan dalam hal ini dipandang sebagai suatu

motor bagi penumbuhkembangan kemampuan dasar subjek didik agar mampu

memecahkan kesulitan-kesulitan hidup yang dalam banyak varianya memiliki

hubungan strategis dengan penumbuhan sikap kemandirian subjek didik dalam

pengambilan keputusan berdasarkan cara-cara yang logis dan dapat dipertanggung

jawabkan secara ilmiah. Hanya dengan pemilikian kemampuan-kemampuan inilah

munculnya berbagai ilmu pengetahuan dan tekhnologi sebagai bukti bagi kemajuan

suatu masyarakat dan sebagai langkah pula bagi kemajuan-kemajuan berikutnya.

Slogan yang pantas untuk aliran ini adalah bahwa dari kepekaan sunjek didik

terhadap berbagai problem yang ada disekitarnya, akan muncul keinginan; dari

keinginan akan muncul kreativitas; daeri kreativitas akan muncul prediksi dan dari

prediksi akan muncul aksi yang akan membawa pada perubahan dan kemajuan-

kemajuan.

Secara historis, progresivisme ini telah muncul pada abad ke-19, namun

perkembangannya secara pesat baru terlihat pada awal abad ke-20, terutaa di Amerika

Serikat. Bahkan pemikiran yang dikembangkan aliran inipun sesungguhnya memiliki

benang merah yang secara tegas dapat dilihat sejak zaman Yunani Kuno, seperti

Heraklitos (+544-454 SM), Protagoras(+480-410 SM), Socrates(+469-391 SM)

dan Aristoteles(384-322 SM). Sebagai sebuah aliaran filsafat pendidikan,

56

Page 57: Filsafat pendidikan

progresivisme lahir sebagai protes terhadap kebijakan-kebijakan pendidikan

konvensional yang bersifat formalis tradisionalis yang telah diwariskan oleh filsafat

abad ke-19 yang dianggapnyankurang kondusif dalam melahirkan manusia-manusia

yang sejati. Aliran ini memandang bahwa metodologi pendidikan konvensional yang

menekankan pelaksanaan pendidikan melalui pendekatan mental dicpline, passive

learning yang telah menjadi karakteristik pendidikan selama ini tidak sesuai dengan

watak humanitas manusia yang sebenarnya.

Dalam kesejahteraannya, progresivisme muncul dari tokoh-tokoh filsafat

fragmatisme seperti Charles S. Peirc, William James, dan John Dewei ; dan

eksprimentalisme, seperti Francis Bacon. Tokoh lain yang juga memicu lahirnya

aliran ini adalah John Locke dengan ajaran filsafatnya tentang kebebasan politik dan

J.J.Rousseau dengan ajaran-ajarannya yang meyakini bahawa kebaikan berada

dalam diri manusia dan telah dibawanya sejak ia lahir dan oleh karena itu, ia pulalah

yang mesti mempertahankan kebaikan itu agar selalu ada dalam dirinya. Kebaikan

manusia memiliki hubungan signifikan dalam segala ruang gerak kehidupan dalam

diri manusia. Tuhan menganugerahkan manusia freedom sebagai suatu kapasitas yang

akan menggerakkan manusia itu untuk mampu memilih dan menetapkan mana

perbuatan yang baik dan bajik dan mana pula tindakan yang tidak baik dan tidak bajik

untuk dirinya. Bagi J.J.Rousseau, institusi-institusi dan keyakinan-keyakinan ini

memberikan fase-fase awal bagi perkembangan manusia menuju fase-fase yang lebih

tinggi.

Begitu juga Immanuel Kant yang melihat manusia sebagai makhluk yang

memiliki martabat yang tinggi dan Hegel yang mengajarkan bahwa alam bersifat

dinamis dan selalu berada dalam suatu gerak dalam proses perubahan dan

penyesuaian yang tidak ada hentinya. Hukum gerak manusia selalu dalam bentuknya

yang natural dengan gerakan yang pasti mengarah pada perbaikan dan taraf hidup.

Secara gerakan, tokoh-tokoh Amerika seperti Benjamin Franklin, Thomas

Phaine, Thomas Jefersson telah ikit mempengruhi progresivisme dengan sikapnya

menentang dokmatisme dan sikap positif yang menjunjung tinggi individualisme dan

nilai-nilai demokrasi.

57

Page 58: Filsafat pendidikan

Di samping tokoh-tokoh di atas, situasi pada saat itu pun turut memengaruhi

perkembangan progrevisme ini. Menurut Theodore Brameld, pengeruh budaya pun

sesungguhnya turut ambil bagian penting dalam perkembangan selanjutnya. Ia

menyatkan secara tegas bahwa diantara faktor kebudayaan yang memengaruhi

perkembangan progresivisme ini antara lain adalah revolusi industri di satu sisi dan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di sisi lainnya.

Pada dasarnya revolusi industri adalah suatu peristiwa sejarah yang mengubah

ekonomi dan mengubah sifat manusia atas alam dalam rangka eksplorasi alam dan

penggunaan tenaga mesin untuk produksi. Secara psikologis hal ini memberikan dasar

bagi kepercyaan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menguasai alam.

Manusia dalam hal ini mulai sensitif atas kebebasan dalam sistem ekonomi yang

didasrkan pada kompetisi persaingan bebas. Cara pandang ini memberi pengaruh

pada proses kehidupan manusia, termasuk didalamnya penyelenggaran pendidikan.

Kecuali itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dimulai

sejak zaman renaissance juga turut ambil bagian dalam membentuk pola pikir

manusia. Munculnya aliran progresivisme ini pun merupakan salah satu jawaban atas

berbagai persoalan yang berkenaan dengan problem pendidikan sebagai upaya

menjadikan manusia sebagai sejatinya.

Dalam konteks pendidikan, perkembangan progresivisme tidak dapat dilepaskan

dari pemikiran Jhon Dewey, karena bagaimana pun juga tulisannya yang berjudul

shcool of tomorrow yang belum diterbitkan sampai tahun 1915 beberapa tahun

sebelum didirikannya asosiasi pendidikan progresis turut ambil bagian dalam proses

sejarah progresivisme. Hal ini semakin nyata dengan pemikirannya yang nyatakan,

bahwa hidup selalu berupa dan selalu menuju pembaharuan-pembahuruan. Oleh

karena itu pendidikan mestilah diaanggap sebagai alat sekaligus juga dilihat sebagai

kebutuhan manusia untuk hidup dan sebagai pertumbuha dari gerak maju suatu

masyarakat. Bagi Jhon Dewey, aktivitas intelegensi manusia akan lebih

manyenangkan jika disentuhkan dengan praktik lian dalam kehidupan ini, yaitu seni.

Seseorang yang menempatkan imaji seninya dalam titik- titik fokus argumentasinya,

maka ia akan dengan mudah pula mengembangkan dirinya dlam pencaria-pencarian

sains. Dan bahkan Jhon Dewey memandang bahwa aktivitas intelek manusia baik

58

Page 59: Filsafat pendidikan

dalam proses produktivitasnya konsumsi dan ataupun pada level kritik,

keseluruhannya tidak lain adalah sebagi upaya seni.

Dalam aktivitas gerakan perubahan sosial, progresivisme muncul pada tahun 1930

an. Aliran ini meprlihatkan diri melaui upaya kerja sama Jhon E. Childs, George

Counts dan Boyd H. Bode, namun kemudian untuk beberapa waktu asosiasi

pendidikan progresif ini pun terpaksa dibubarkan. Kegiatannya terlihat kembali

terutama setelah bermunculan karya-karya tokoh kontemporer lainnya seperti George

Axtelle, William O. Stanley, Ernets Bayles, Lawrence G. Thomas, dan Frederick

C. Neff. Oleh karena itu, wajar jika kemudian banyak buku-buku filsafat pendidikan

yang menempatkan tokoh-tokoh terakhir ini sebagai tokoh progresivisme.

b) Landasan Filosofi Progresivisme

Progresivisme beranggapan bahwa kemjuan-kemajuan yang telah dicapai oleh

manusia tidak lain adalah karena kemampuan manusia dalam mengembangkan

berbagai ilmu pengetahuan berdasarkan tat logis dan sistematisasi berpikir ilmiah.

Oleh karena itu, tugas pendidikan adalah melatih kemampuan-kemampuan subjek

didiknya dalam memecahkan berbagai masalah kehidupan yang mengarah pada

pengemabangan ilmu pengetahuan yang berguna bagi kehidupannya dalam

masyarakat.

Ilmu pengetahuan diperoleh manusia dari proses interaksinya dengan berbagai

realitas, baik melalui pengalaman langsung maupun tidak langsung. Sebagai

prakmatisme, aliran ini memandang ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang

bermanfaat, karena pengetahuan itu adalah sarana bagi kemajuan manusia. Kendati

pun tokoh-tokoh pragmatis berbeda dalam epitemologi pengembangan pemikirannya,

namun mereka sepakat dalam aksentuasi pemikirannya pada fungsi pengetahuan,

bukan pada hakikat pengetahuan. Pengetahuan adalah sesuatu gambaran yang

diperoleh dari akiabat apa yang ditimbulkan. Nilanya sangat tergantung pada

penerapannya di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, ilmu pengetahuan

disini sangat dinamis dan berubah sesuai dengan perubahan-perubahan dalam

masyarakat. Ilmu pengetahuan adalah bukti nyata suatu kemajuan manusia dalam

menjalani kehidupan. Semakin banyak ilmu pengetahuan dan teknologi yang

dihasilkan oleh manusia maka semakin maju pulalah suatu masyarakat.

59

Page 60: Filsafat pendidikan

Aliran ini memandang, bahwa yang riil adalah segala sesuatu yang dapat dialami

dan dipraktikan dalam kehidupan nyata. Manusia adla makhluk fisik yang berevolusi

secara biologis, sosial, dan psikologis karena itu manusia terus menerus akan

berkembang ke arah yang lebih baik dan sempurna. Manusia hidup selalu

menunjukan proses pengembangan, karena memang ia adalah organisme yang aktif,

yang secara terus menerus merekontruksi, menginterprestasi dan mereorganisasikan

kembali berbagai pengalamnnya, sehingga manusia akan selalu menemukan

pengetahuan baru untuk kemajuan dirinya tanpa henti. Jadi, manusia sesuai dengan

hakikatnya ini akan selalu menunjukan ke arah kemajuan. Bahkan dapat dikatakan

bahwa esensi kemanusian tidak lain adalah semangat untuk mengadakan perubahan-

perubahan menuju kemajuan-kemajuan hidup dan oleh karana itu, lembaga

pendidikan mestilah berfungsi sebagai wahana penumbuhkembangan day kreatifitas

subjek didiknya agar memiliki kemampuan dalam mengatasi berbagai problem diri

dan masyarakatnya. Kondisi ini memiliki korelasi dengan kemunculan semangat dan

berbuat dan pembaharuan yang tentu berguna bagi pengembangan diri dan

masyarakatnya. Kondisi ini memiliki korelasi dengan pemunculan semangta berbuat

dan mengadakan pembaruhan yang tentu berguna bagi pengemabngan diri dan

msyarakatnya. Semangat mengadakan pembaharuan ini tidak akan dapat

dikembangan sedemikian rupa oleh dunia pendidikan tanpa memberikan perhatian

penuh pada kemampuan subjek didik secara individu.

Aliaran ini bersikap anti pada sikap otoritarianisme dan absolutisme dalam segala

bentuknya. Hal ini mengingatkan bahwa baginya sikap ini sangat tidak menghargai

kemapuan dasar manusia yang sangat natural akan selalu mampu menghadapi dan

memecahkan berbagai kesulitan hidup.

Progresivisme berpendapat bahwa akal manusia bersifat aktif dan selalu ingin

mencari tahu dan meneliti, sehingga ia tidak mudah menerima begitu saja suatu

pandangan atau pendapat sebelum ia benar-benar membuktikan kebenarannya secara

empiris. Ilmu pengatahuan lahir berdasarkan pada pembuktian-pembuktian di dunia

empiris.

60

Page 61: Filsafat pendidikan

c) Pandangan Progresivisme tentang Pendidikan

Asas pokok aliran ini adalah bahwa karena manusia selalu tetap survei terhadap

semua tantangan kehidupannya yang secara praktis akan senantiasa mengalami

kemajuan. Oleh karena itu alairan ini selalau memandang bahwa pendidikan tidak lain

adalah proses perkembangan,sehingga seorang pendidik mesti selalu siap untuk

senantiasa memodifikasi berbagai metode dan strategi dalam pengupayaan ilmu-ilmu

pengetahuan terbaru dan berbagai perubahan-perubahan yang menjadi kecenderungan

dalam suatu masyarakat. Kualitas pendidikan tidak dapat ditentukan semata-mata dari

standarisasi suatu nilai kebaikan, kebenaran ataupun keindahan yang bersifat perenial,

tetapi ditentukan oleh sejauh mana suatu pendidikan itu mampu untuk terus menerus

merekontruksi berbagai pengalaman.

Sebagai sebuah aliran pragmatis, aliran ini mengakui bahwa tidak ada perubahan

dalam setiap realitas yang bersifat permanen. Aliran ini memandang bahwa

pendidikan dalam hal ini mesti dipandang sebagai hidup itu sendiri, bukan sebagai

suatu aktivias untuk yang mempersiapkan subjek-subjek didiknya untuk hidup.

Mengingat kehidupan intelektual manusia selalu berada pada aktivitas interpretasi dan

rekonstruksi berbagai pengalaman, maka pendidikan mesti diarahkan pada

pembentukan situasi yang menumbuhkan kembangan sikap intelektual ini agar ia

dapat melakukan sesuatau yang berguna bagi masa-masa kehidupan setelah ia

dewasa.

Berdasarkan pada pandangan ini pula, maka aliran ini berpendapat bahwa

pendidikan mestilah dimaknai sebagai sebuah proses yang berlandaskan pada asas

pragmatis. Dengan sas ini, pendidikan bertujuan untuk memberikan pengalaman

empiris, kepada anal didik sehingga terbentuk pribadi yang selalu belajar dan berbuat.

Belajar mesti pula berpusat pada anak didik, bukan pada pendidik. Pendidik progresif

mesti mengiring pemahaman kepada anak didiknya, bahwa belajar adalah suatu

kebutuhan anak didik dan ialah yang ingin belajar. Oleh karena itu, anak didik

progresif mesti selalu mampu menghamburkan apa yang ia pelajari dengan

kehidupannya.

Inti proses pendidikan bagi aliran ini terdapat pada anak didik, karena anak didik

dalam konsepnya adalah manusia yang memiliki potensi rasio dan intelektual yang

61

Page 62: Filsafat pendidikan

akan berkembang melalui pengkondisian pendidikan. Anak didik adalah manusia

yang aktif, kreatif dan dinamis dalam menghadapi berbagai problem dalam

lingkungannya. Oleh karena itu, semua aktivitas kependidikan pun mesti diarahkan

pada penyediaan kondisi yang dpat memungkinkan setiap anak secara individu untuk

mengembangkan potensinya. Ini bukan berarti, bahwa anak didik mesti diarahkan

untuk mengikuti keinginan-keinginannya, bila kenyataannya bahwa ia tidak cukup

matang dalam menentukan tujuan-tujuan yang jelas. Kendatipun pada hakikatnya,

anak didik mesti menentukan sendiri proses belajarnya, namun ia bukanlah suatu

penentu fianl. Eksistensinya memerlukan bimbingan dan pengarahan dari para

pendidik.

Aliaran progresivisme beranggapan bahwa belajar adalah suatu proses yang

bertumpu pada kelebihan akal manusia yang bersifat kreatif dan dinamis sebagi

potensi dasra manusia dalam memecahkan berbagai problem kehidupannya. Karena

kehidupan anak selalu bergerak dari pengalaman-pengalaman di lingkungan sekitar,

maka pendidikan menurut aliran ini mestilah dipandang sebagai suatu proses

sosialisasi, yaitu suatu proses pertumbuahan dan pengembangan potensi intelektual

anak melalui berbagai pengalaman yang ada di lingkungan sekitarnya. Proses ini

mesti berlangsung terus menerus sepanjang hayat manusia, karena memnag manusia

selalu berada dalam proses menjadi. Oleh karena itu, sekolah yang ideal menurut

alirannya, adalah sekolah mengaksentuasikan ii pendidikannya pada persoalan-

persoalan yang terdapat di lingkungan masyarakat.

Aliaran progresivisme sangat memberiakan penghargaan yang tinggi terhadap

individualitas anak didik, namun ia pun menjunjung tinggi sikap sosialitas, sehingga

corak aktivitas pembelajaran yang ditonjolkan lebih pada kooperasi dari kompetisi.

Progresivisme tidak menolak nilai suatu kompetisi, karena memang anak-anak didik

memerlukan adanya sikap kompetisi ini dalam rangka pertumbuhan personalitasnya.

Namun demikian aliran ini beranggapan bahwa kooperasi lebih baik dari kompetisi

dalam pembentukan biological dan sosial yang menjadi hakikat kemanusiaan itu

sendiri. Berdasarkan pemikiran inin pulalah mak aliran ini memandang bahwa hanya

melalui corak demokrasilah kebebasan subjek didik dalam mengeluarkan ide dapat

dikembangkan. Dan ini sangat diperlukan untuk membentuk sikap mandiri anak didik

62

Page 63: Filsafat pendidikan

dalam memecahkan berbagai problem kehidupannya sebagai langkah penting dalam

pembentukan proses kehidupannya yang penuh dengan dinamiak dan perkembangan.

Jhon Dewey dalam hal ini mengungkapkan bahwa segala aktivitas pendidikan

semestinya berorientasi pada pengembangan nilai-nilai ideal sosial kemsyarakatan

jika menginginkan suatu sistem pendidikan itu eksis dalam kehidupan manusia.

Pendidikan di sini semacam rekayasa sosial menuju ke arah perbaikan-perbaikan,

sehingga perbagai problem sosial semestinya menjadi materi inti bagi setiap program

pendidikan. Bagi Jhon Dewey, agar subjek didik dapat memahami sains dengan baik

maka aktivitas pembalajaran yag disediakan kepada mereka janganlah sekedar

pemberitahuan dan latihan keterampilan saja, tetapi bagaimana materi-materinay

dikemas sedemikian rupa dalam konteks menyenangkan mereka, sehingga mereka

betah dan bertahan lama dalam proses pendidikan itu.

Progresivisme memandang bahwa kurikulum yang paling cocok untuk

kepentingan di atas adalah semacam laboraturium dimana ia terlliahat sebagai sebuah

kegiatan eksperimentasi yang semua kegiatan terinci sedemikian rupa sampai kepada

hal-hal yang sekecil-kecilnya, sehingga mencerminakan sebuah proses yang tidak

terpisah-pisah.

Progresivisme menempatkan pengajaran bahsa asing kuno dan modern sebagai

suatu yang dibutuhkan bagi subjek didik sekolah tingkat didik menengah pertama,

sebab hanya dengan cara demikian cara subjek didik akan dapat menganal duania

seacara biak dan luas. Sedangakan pada tingkat lanjuatan atas, subjek didik perlu

diberikan kelompok pengetahuan logika, tetorika, sastra, dan ilmu pasti; dan

pengetahuan yang akan mengenalkan tokoh-tokoh besar sepanjang erjalan sejarah

dunia. Hal ini sangat dibutukan subjek didik untuk meningkatkan kecerdasan akal

yang hanya dapat dicapai dengan kelompok ilmu pertama untuk mengenal isi hakiki

3) Perenialisme

a) Perenialisme dalam Pengertian dan Sejarah

Perenialisme dengan kata dasarnya perenial, yang berarti continuing throughout

the whole year atau lasting for a very long time, yakni abadi atau kekal yang terus ada

tanpa akhir.

63

Page 64: Filsafat pendidikan

Dalam pengertiannya yang lebih umum dapat dikatakan bahwa tradisi dipandang

juga sebagai prinsip-prinsip yang abadi yang terus mengalir sepanjang sejarah

manusia, karena ia adalah anugrah Tuhan pada semua manusia dan memang

merupakan hakikat insaniah manusia.

Karena esensi aliran ini berupaya menerapkan nilai-nilai atau norma-norma yang

bersifat kekal dan abadi yang selalu seperti itu sepanjang sejarah manusia, maka

perenialisme dianggap sebagai suatu aliran yang ingin kembali atau mundur kepada

nilai-nilai kebudayaan masa lampau. Kembali kepada masa lampau dalam konteks

aliran ini, bukanlah dalam pengertian bernostalgia dan sekedar mengingat-ingat

kembali pola keidupan masa lalu, tetapi untuk membina kembali keyakinan akan

nilai-nilai asasi masa silam untuk menghadapi problematika kehidupan manusia saat

sekarang dan bahkan sampai kapanpun dan dimanapun.

Perenialisme, sesuai dengan namanya yang berarti segala sesuatu yang ada

sepanjang sejarah manusia, melihat bahwa tradisi perkembangan intelektual yang ada

pada zaman Yunani kuno dan abad pertengahan yang telah terbukti dapat

memberikan solusi bagi berbagai problem kehidupan masyarakat perlu digunakan dan

diterapkan dalam menghadapi alam modern yang sarat dengan problem kehidupan.

Kondisi dunia modern yang sangat mengandalkan rasionalitas empiris-positivistis

yang memandang kebenaran dalam konteksnya yang serba terukur, teramati dan teruji

secara inverensial dan yang melihat realitas sebagai sesuatu yang serba materi, telah

pula memunculkan berbagai problem kemanusiaan, seperti munculnya sikap

ambivalensi yang memcekam dan akan mendatangkan kebingungan,

kebimbangan,kekakuan, kecemasan, ketakutan dalam bertingkah laku, sehingga

manusia hidup dalam ketidakmenentuan dan cenderung kehilangan arah dan jati

dirinya. Pengabaian berpikir logis dalam hal ini telah pula memunculkan

ketidakmampuan manusia melihat pengetahuan yang sebenarnya. Hal ini mengingat

corak kehidupan yag serba rasional bertujuan dengan landasan empiris-positivistis

yang melihat realitas dunia dengan serba objektif dimana kebenaran ilmu berangkat

dari fakta-fakta yang terverifikasi dan terukur secara ketat, telah pula menjadikan

ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai orientasi kehidupan.

64

Page 65: Filsafat pendidikan

Kondisi dunia yang terganggu oleh budaya yang tak menentu, yang berada dalam

kebingungan dan kekacauan seperti diungkap diatas,memerlukan usaha seris untuk

menyelamatkan manusia dari kondisi yang mencekam dengan mencari dan

menemukan orientasi dan tujuan yang jelas, dan ini adalah tugas utama filsafat

pendidikan. Perenialis dalam hal ini mengambil jalan regresif dengan mengembalikan

arahya seperti yang menjadi prinsip dasar perilaku yang dianut pada masa kuno dan

abad pertengahan.

Perenialisme secara filosofis memiliki dasar pemikiran yang melekat pada aliran

filsafat klasik yang ditokohi oleh Plato, Aritoteles, Augustinus, dan Aquines;

namun menurut Sayyed Husein Nasr, istilah filsafat perenial ini pertama kali

digunakan oleh Augustinus (1497-1548) dalam sebuah karyanya yang berjudul De

Perennia Philosophia yang diterbitkan pada tahun 1540 M. Istilah menjadi lebih

populer ditangan Leibniz yang digunakan dalam suratnya kepada temanya Remundo

yang ditulisnya pada tahun 1715 M. Perenialisme dalam konteks pendidikan ditokohi

oleh Robert Maynard Hutchins, Mortimer J. Adler, dan Sir Richard Livingstone.

Prinsip mendasar perenialis kemudian dikembangkan pula oleh Sayyed Husein

Nasr, serang filsufislam kontemporer, yang mengatakan bahwa mausia memiliki

fitrah yang sama yang berpangkal pada asal kejadiannya yang fitri yang memiliki

konsekuensi logis pada kesucian dan kebaikan. Sifatnya tidak berubah karena prinsip-

prinsipnya mengandung kontinuitas dalam setiap ruang dan waktu menurutnya tradisi

mengisyaratkan kebenaran yang fitri yang langgeng, tetap, abadi dan

kesinambungan, sifatnya tidak akan lenyang bersamaan dengan lenyapnya waktu.

Perenialisme dalam konteks Sayyed Husein Nasr terlihat hendak mengembalikan

kesadaran manusia akan hakikatnya yang fitri akan membuatnya berwatak kesucian

dan kebaikan.

Dalam perjalanan sejarahnya, perenialisme berkembang dalam dua sayap yang

berbeda, dari golongan teologis yang ingin menegakkan suplemasi ajaran agama, dan

dari kelompok yang sekuler yang beregang teguh dengan ajaran Plato dan

Aristoteles

65

Page 66: Filsafat pendidikan

b) Landasan Filosofis Perenialisme

Sebagiamana pada perkembangan pemikiran filsafat umumnya, dasar pemikiran

filsafat perenenialisme ini pun terlihat dari keyakinan ontologism mereka tentang

manusia dan alam. Bagi mereka system gerak perkembangan manusia memiliki

hokum natural yang bersifat tetap dan teratur menurut hukum-hukumnya yang jelas

dan terarah.

Aliran ini memandang bahwa hakikat manusia sebagai makhluk rasional yang

akan selalu sama bagi sertiap manusia dimanapun dan sampai kapan pun dalam

pengembangan historisitasnya. Keyakinan ontologism sedemikian, membawa mereka

pada suatu pemikiran, ba\hwa kemajuan dan keharmonisan yang dialami oleh

manusia disuatu masa akan dapat pula diterapkan pada manusia-manusia lain pada

masa dan tempat yang berbeda, sehingga klesuksesan masa lalu dapat pula diterapkan

untuk memecahkan problem masa sekarang dan akan datang bahkan sampai kapan

pun dan dimana pun.

Menurut psikologi Plato, manusia pada hakikatnya memiliki tiga potensi dasar

yaitu nafsu, kemauan ,dan pemikiran. Ketiga potensi ini merupakan asaz bagi

kebagnuan kepribadia dan watak manusia. Ketiga potensi ini akan tumbuh dan

berkembang melalui pendidikan, sehingga ketiganya berjalan secara berimbang dan

harmponis. Manusia yang memilki potensi rasio yang besar akan manusia kelas

pemimpin, kelas social yang tinggi. Manusia yang besar potensi kemampuannya,

akan menjadi manusia-manusia prajurit, kelas manusi-manusia pekeja kelas rakyat

jelata. Pendidikan dalam hal ini hendalah berorientasi pada potensi psikologis

masyarakat, sehingga dapaty mewujudkan pemenuhan kelas-kelas social dalanm

masyarakat tersebut.

Hal yang senada juga diungkapkan oleh aristoteles dengan mengatakan, bahwa

kebahagiuan hidup sebagai tujuan pendidikan itu sendiri dapat terealisasi jika ketiga

komponern potensi dasarnya terdidik dan berkembang secara seimbang. Harmonisasi

fungsionalitas tiga potensi dasar manusia dalam aktifitasnya merupakan kukci dari

pengembangan kualitas, humanitas dalam hidupnnya. Oleh karena itu, pengisian

pendidikan dalam ketiga aspek ini merupakan suatu peniscayaan. Pendidik bertugas

memberikan bantuan pada subjek-sebjek didiknya untuk mewujudkan potensi-potensi

66

Page 67: Filsafat pendidikan

yang ada padanya agar menjadi aktif, nyata dan actual, melalui latihan dan berfiklir

secara baik dan benar. Pendeknya pembinaan dan latihan berfikir merupan teori dasar

pembelajarannya, sehingga demikian mental disiplin merupakan karakteristik pokok

teori belajaran aliran perenialisme.

Aliran ini berkeyakinan, bahwa pendatipun dalam lingkungan dan tempat yang

berbeda-beda, hakikat manusia tetap menunjukkan kesamaannya. Oleh karena itu,

pola dan corak pendidikan yang sama dapat diterapkan kepada siapapun dan dimana

pun dia berada. Menurutnya, setiap manusia memiliki fungsi kemanusiaan yang sama

karena memang terlahir dari hakikat yang sama sebagai makhluk rasional yang sama.

Aliran ini berpendapat, bahwa rasionalitas adalah hukum peretama yang akan tetap

benar disegala zaman dan tempat. Dengan prinsip rasionalitas ini pula perenialiosme

berhadapan dengan persoalan adanya prinsip kesadaran dan kebebasan dalam gerak

kehidupan manusia.

Kesadaran dan kebebasan adalah bukti nyata bagi fungsionalitas rasio manusia,

sebab kekuatan bertindak bebas tergtantung pada kekuatan berfikir, sehingga otoritas

berfikir adalah satu-satunya sumber kemerdekaan. Tugas pendidikan disini adalah

bagaimana menjadikan dan memajukan manusia-manusia yang ada pada suatu

masyarakat sehingga dia menjadi manusia utuh, yaitru manusia yang memiliki

kekuatan berfikir. Pendeknya, hakiukat pendidikan adalah upaya memanusiakan

manusia sebagai manusia yang memiliki kekuatan berfikir.

Pendidikan dalam teori ini dimaknai dalam sebagai suatu aktivitas yang

mengaksentuasikan programnya pada perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan.

Prestasi yang gemilang dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terus

diraih oleh manusia dialam modern dan telah menunjuk pada perkembangan tiada tara

dalam peradapan manusia. Prestasi manusia dibidang ilmu pengetahuan dan ilmu

tekhnologi ini akan selalu menunjukkan perkembangannnya dan bahkan tidak dapat

diketahui kapan upaya peraihannya akan berakhir.

Mortimer J. Adler sebagai salah seorang pendukung perenialisme ini mengatakan,

bahwa jika seorang manusia adalah makhluk rasional yang merupakan hakikat yang

senantiasa seperti itu di sepanjang sejarahnya, maka tentulah manusia memiliki

gambaran yang tetpa pula dalam hal program pendidikan dengan tidak mengikutkan

67

Page 68: Filsafat pendidikan

peradaban dan masa tertentu. Begitu pula Sayyed Husen Nasr menyebutkan, bahwa

karakteristik khusus manusia tidak lain adalah rasionalitas. Rasionalitas ini

merupakan sifat manusia yang hakiki dengan prinsip dasar ini pulala, maka aliran ini

berpendapat bahwa sesungguuhnya ilmu pengetahuan sebagai produk dan prestasi

manusia dimanapun dan kapan pun selalu akan sama, karena memang bersumber dari

hakikat yang sama.

Dalam hal ini Mortimer J Adler mengungkapkan, bahwa manusia adalah makhluk

rasional yang memilik kemampuan intelekltual yang tampak dalam kapasitasnya

sebagai subjek yang aktif dan dapat melakukan tindakan-tindakan seni, membaca dan

mendengar, menulis dan berbicara suka berfikir. Kecuali itu, mengingat manusia

adalah juga makhluk social, maka kehidupan intelektualnya juga hidup ditengah-

tengah komunitas yang akan menjadi eksis melalui komunikasi.

Aristoteles, sebagai salah satu tokoh yang menjadi rujukan aliran ini menekankan,

bahwa melatih dan membiasakan diri merupakan hal yang mendasar bagi

pengembangan kualitas manusia. Oleh karena itu kesadaran disiplin mesti ditanamkan

sejak dini. [4]

6. Beberapa Aliran Filsafat Pendidikan Modern Ditinjau dari Ontologi, Epistemologi

dan Aksiologi.

Ketika seseorang memperoleh pengetahuan tentang wujud atau memetik pelajaran

darinya, jika dia memahami sendiri gagasan-gagasan tentang wujud itu dengan

inteleknya, dan pembenarannya atas gagasan tersebut dilakukan dengan bantuan

demonstrasi tertentu, maka ilmu yang tersusun dari pengetahuan-pengetahuan ini disebut

filsafat .Tetapi jika gagasan-gagasan itu diketahui dengan membayangkannya lewat

kemiripan-kemiripan yang merupakan tiruan dari mereka, dan pembenaran terhadap apa

yang dibayangkan atas mereka disebabkan oleh metode-metode persuasif, maka orang-

orang terdahulu menyebut sesuatu yang membentuk pengetahan-pengetahuan ini agama.

Jika pengetahuan-pegetahuan itu sendiri diadopsi, dan metode-metode persuasif

digunakan, maka agama yang memuat mereka disebut filsafat populer, yang diterima

secara umum, dan bersifat eksternal.

Al-Fârâbî menghidupkan kembali klaim kuno yang menyatakan bahwa agama adalah

tiruan dari filsafat. Menurutnya, baik agama maupun filsafat berhubungan dengan

68[4] Muhmiyadeli,2011, FIlsafat Pendidikan ,(Bandung:PT.Refika Aditam), hal 149

Page 69: Filsafat pendidikan

realitas yang sama. Keduanya terdiri dari subjek-subjek yang serupa dan sama-sama

melaporkan prinsip-prinsip tertinggi wujud (yaitu, esensi Prinsip Pertama dan esensi dari

prinsip-prinsip kedua nonfisik). Keduanya juga melaporkan tujuan puncak yang

diciptakan demi manusia yaitu,kebahagiaan tertinggi dan tujuan puncak dari wujud-

wujud lain. Tetapi, dikatakan Al-Fârâbî, filsafat memberikan laporan berdasarkan

persepsi intelektual. Sedangkan agama memaparkan laporannya berdasarkan imajinasi.

Dalam setiap hal yang didemonstrasikan oleh filsafat, agama memakai metode-metode

persuasif untuk menjelaskannya.

Tujuan dari 'tiruan-tiruan' kebenaran wahyu kenabian dengan citra dan lambang telah

dijelaskan sebelumnya. Sifat dari citra dan lambang religius ini membutuhkan

pembahasan lebih lanjut. Menurut Al-Fârâbî, agama mengambil tiruan kebenaran

transenden dari dunia alami, dunia seni dan pertukangan, atau dari ruang lingkup

lembaga sosio-politik. Sebagai contoh, pengetahuan-pengetahuan yang sepenuhnya

sempurna, seperti Sebab Pertama, wujud-wujud malakut atau lelangit dilambangkan

dengan benda-benda terindra yang utama, sempuma, dan indah dipandang. Inilah

sebabnya mengapa dalam Islam, matahari melambangkan Tuhan, bulan melambangkan

nabi, dan bintang melambangkan sahabat nabi.

Fungsi dari tugas-tugas politis seperti raja dengan segenap hierarki bawahannya

berikut fungsi-fungsi kehormatannya memberikan citra dan lambang bagi pemahaman

akan hierarki wujud dan perbuatan-perbuatan ilahi saat menciptakan dan mengurus alam

semesta. Karya-karya seni dan pertukangan manusia memperlihatkan, tiruan-tiruan

gerakan kekuatan dan prinsip alami yang memungkinkan terwujudnya objek-objek

alami. Sebagai contoh, empat sebab Aristotelian yang disebut Al-Fârâbî sebagai empat

prinsip wujud, dapat dijelaskan dengan merujuk pada prinsip-prinsip pembuatan objek-

objek seni. Secara umum, menurut Al-Fârâbî, agama berusaha membawa tiruan-tiruan

kebenaran filosofis sedekat mungkin dengan esensi mereka.

Dalam Islam, pandangan mengenai perbedaan antara agama (millah) dan filsafat

(falsafah) umumnya diidentifikasi dengan mazhab masysyâ'î ilmuwan filosof di mana

Al-Fârâbî termasuk di dalamnya. Rahman telah memperlihatkan bahwa perbedaan ini

diikuti rumusan terinci menyangkut filsafat agama Yunani-Romawi dalam

perkembangan-perkembangan berikutnya. Namun, gagasan mendasar yang ingin

69

Page 70: Filsafat pendidikan

disampaikan melalui perbedaan ini bukan sesuatu yang asing bagi perspektif wahyu

Islam. Gagasan yang sama di ungkapkan para Sufi dalam kerangka perbedaan eksoterik-

esoterik. Gagasan itu berbunyi demikian: kebenaran atau realitas adalah satu namun

pemahamannya oleh pikiran manusia mempunyai derajat kesempurnaan yang bertingkat-

tingkat. Meskipun dia juga seorang Sufi, Al-Farabi di sini berbicara sebagai wakil dari

tradisi filosofis.

Dalam perspektif falâsifah, filsafat dan agama merupakan dua pendekatan mendasar

menuju pada kebenaran. Apa yang hendak dibedakan dengan tajam di sini bukan filsafat,

yang dipahami sebagai sistem rasional pemahaman (inteleksi) dan wahyu yang

dirumuskan secara bebas; dan agama, yang dipahami sebagai tradisi wahyu secara total.

Ini sangat jelas tampak dari perkataan dan Al-Fârâbî tentang filsafat dan agama. Istilah

yang digunakannya untuk menyatakan perbedaan agama dari filsafat adalah millah;

bukan dîn. Ini menunjukkan kehendak Al-Fârâbî membedakan filsafat secara kontras

tidak dengan tradisi wahyu dalam totalitasnya, melainkan dengan dimensi eksoterik

tradisi wahyu. Karena itu, dia lebih suka menggunakan istilah millah daripada dîn.

Millah lebih tepat karena dia mengacu pada komunitas religius di bawah sanksi ilahi

dengan seperangkat kepercayaan dan undang-undang atau perintah-perintah hukum

moral yang didasarkan pada wahyu. Dimensi ekstemal dari tradisi wahyu harus

diidentifikasi dengan kepercayaan-kepercayaan dan praktik-praktik komunitas religius

ini.

Dalam wacana yang dikutip di atas, Al-Fârâbî tampaknya berpendapat ada dua jenis

filsafat. Jenis pertama, filsafat yang disebutnya filsafat populer, diterima secara umum

dan eksternal. Dari paparannya tentang karakteristik filsafat tersebut dan kalâm,

khususnya penjelasan dalam Ihshâ' al-'ulûm, tidak diragukan bahwa Al-Fârâbî

menganggap kalâm sebagai contoh dari filsafat jenis pertama. Jenis kedua, filsafat

esoterik yang ditujukan bagi kaum elitek yaitu suatu filsafat yang hanya diperkenalkan

pada mereka yang telah siap secara intelektual dan spiritual. Filsafat dapat digambarkan

sebagai ilmu tentang realitas yang didasarkan atas metode demonstrasi yang meyakinkan

(al-burhân al-yaqînî), suatu metode yang merupakan gabungan dari intuisi intelektual

dan putusan logis (istinbâth) yang pasti. Karena itu, filsafat adalah sejenis pegetahuan

70

Page 71: Filsafat pendidikan

yang lebih unggul dibanding agama (millah), karena millah didasarkan atas metode

persuasif (al-iqnâ').

Kemudian, bagi Al-Fârâbî, filsafat merujuk pada kebenaran abadi atau kebijaksaaan

(al-hikmah) yang terletak pada jantung setiap tradisi. Ini dapat diidentifikasi dengan

philosophia perennis yang diajarkan oleh Leibniz dan secara komprehensif dijelaskan

dalam abad ini oleh Schuon, Berbicara mengenai beberapa tokoh kuno pemilik

kebijaksanaan tradisional ini. Al-Fârâbî menulis:

Konon, dahulu kala ilmu ini terdapat dikalangan orang-orang Kaldea, yang merupakan bangsa Irak, kemudian bangsa Mesir, dari sini lantas diteruskan pada bangsa Yunani, dan bertahan di situ hingga diwariskan pada bangsa Syria, dan selanjutnya, bangsa Arab. Segala sesuatu yang terkandung dalam ilmu tersebut dijelaskan dalam bahasa Yunani, kemudian Syria, dan akhirnya Arab.

Dikatakan Al-Fârâbî, bangsa Yunani menyebut pengetahuan tentang kebenaran abadi

ini kebijaksanaan "paripuma" sekaligus kebijaksanaan tertinggi. Mereka menyebut

perolehan pengetahuan seperti itu sebagai ilmu', dan mengistilahkan keadaan ilmiah

pikiran sebagai filsafat'. Yang dimaksud dengan yang terakhir ini adalah tidak lain

pencarian dan kecintaan pada kebijaksanaan tertinggi. Menurut Al-Fârâbî, orang-orang

Yunani juga berpendapat bahwa secara potensial kebijaksanaan ini memasukkan setiap

jenis kebajikan. Berdasarkan alasan ini, filsafat lantas disebut sebagai ilmu dari segala

ilmu, induk dari segala ilmu, kebijaksanaan dari segala kebijaksanaan dan seni dari

segala seni. Maksud mereka sebenarnya, tutur Al-Fârâbî, adalah seni yang

memanfaatkan segala kesenian, kebajikan yang memanfaatkan segala kebajikan, dan

kebijaksanaan yang memanfaatkan segala kebijaksanaan.

Al-Fârâbî agaknya sadar sepenuhnya akan fakta berikut: sementara esensi dari

kebijaksanaan abadi ini satu dan sama dalam setiap tradisi, sejauh ini tidak ditemukan

model pengungkapan yang sama pada tradisi-tradisi ini. Tetapi, Al-Fârâbî tidak

menjelaskan deskripsi cara pengungkapan ini dalam kasus tradisi pra-Yunani. Tetapi dia

menyebut filosof-filosof Yunani, tepatnya plato dan Aristoteles, khususnya lagi

Aristoteles, sebagai pencipta bentuk-bentuk pengungkapan dan penjelasan baru dari

kebijaksanaan kuno ini, berupa pengungkapan dialektis atau logis. Pengetahuan tentang

bentuk-bentuknya baru diwarisi oleh Islam melalui orang-orang Kristen Syria.

Sebagaimana telah kita lihat, Al-Fârâbî mendefinisikan kebijaksanaan tertinggi

sebagai "pengetahuan paling tinggi tentang Yang Maha Esa sebagai Sebab pertama dari

71

Page 72: Filsafat pendidikan

setiap eksistensi sekaligus Kebenaran pertama yang merupakan sumber dari setiap

kebenaran". Mengikuti Aristoteles, Al-Fârâbî menggunakan istilah filsafat untuk

merujuk pada pengetahuan metafisis yang diungkapkan dalam bentuk-bentuk rasional

serta ilmu-ilmu,yang dijabarkan dari pengetahuan metafisis yang didasarkan pada

metode demonstrasi yang meyakinkan. Karena itu, filsafat Al-Fârâbî terdiri dari empat

bagian: ilmu-ilmu matematis, fisika (filsafat alam), metafisika, dan ilmu tentang

masyarakat (politik). Perbedaan filsafat-agama oleh Al-Fârâbî dibayangkan dalam

konteks satu tradisi wahyu yang sama. Tetapi perbedaan itu memiliki keabsahan

universal, yang dapat diterapkan bagi setiap tradisi wahyu. Dengan meninjau tiap-tiap

tradisi dalam batas-batas pembagian hierarkis menjadi filsafat dan agama, Al-Farabi

memberikan teori untuk menjelaskan fenomena, keragaman agama. Menurutnya, agama

berbeda itu satu sama lain karena kebenaran-kebenaran intelektual dan spiritual yang

sama bisa jadi memiliki banyak penggambaran imajinatif yang berlainan. Kendati

demikian, terdapat kesatuan pada setiap tradisi wahyu didataran filosofis, karena

pengetahuan filosofis tentang realitas sesungguhnya hanya satu dan sama bagi setiap

bangsa dan masyarakat.

Pada saat yang sama, Al-Fârâbî menyukai gagasan keunggulan relatif satu lambang

religius atas lambang lainnya, dalam pengertian bahwa lambang-lambang dan citra-citra

yang dipakai dalam satu agama lebih mendekati kebeparan spiritual yang hendak

disampaikan-lebih tepat dan lebih efektif-ketimbang yang dipakai dalam agama lainnya.

renting dicatat, Al-Farabi diketahui tidak pernah mencela agama tertentu, meskipun dia

berpendapat bahwa sebagian dari lambang dan citra religius agama tersebut tak

memuaskan atau bahkan membahayakan. Tulisnya:

Tiruan dari hal-hal macam itu bertingkat-tingkat dalam keutamaannya; penggambaran imajinatif sebagian dari mereka lebih baik dan lebih sempurna, sementara yang lainnya kurang baik dan kurang sempurna; sebagian lebih dekat pada kebenaran, sebagian lain lebih jauh. Dalam beberapa hal, butir-butir pandangannya sedikit-atau bahkan tidak dapat-diketahui, atau malah sulit berpendapat menentang mereka, sementara dalam beberapa hal lainnya, butir-butir pandangannya banyak atau mudah dilacak, di samping mudah memahami pendapat tentang mereka atau untuk menolak mereka.

Perbedaan filsafat-agama sebagaimana telah dirumuskan Al-Fârâbî, lagi-lagi, menjadi

fokus pemusatan hierarki ilmu dalam pemikirannya. Ketika perbedaan ini diterapkan

baik pada dimensi teoretis maupun praktis dari wahyu, seperti dikemukakan sebelumnya,

72

Page 73: Filsafat pendidikan

kita akan sampai pada hasil yang menyoroti lebih jauh perlakuan Al-Fârâbî terhadap

ilmu-ilmu religius dalam klasifikasinya dikaitkan dengan ilmu-ilmu filosofis. Kalâm dan

fiqh, satu-satunya ilmu-ilmu religius yang muncul dalam klasifikasinya, Al-Fârâbî

adalah ilmu-ilmu eksternal atau eksoterik dari dimensi-dimensi wahyu secara teoretis

dan praktis. Metafisika (al-'ilm al-ilâhî) dan politik (al-'ilm al-madanî) berturut-turut

merupakan mitra filosofisnya.

Dalam proses pertumbuhannya, filsafat sebagai hasil pemikiran para ahli filsafat atau

para filosof sepanjang kurun waktu dengan objek permasalahan hidup di dunia, telah

melahirkan berbagai pandangan. Pandangan-pandangan filosof itu, adakalanya satu

dengan yang lain untuk bersifat saling kuat menguatkan, tetapi tidak jarang yang berbeda

atau berlawanan. Hal ini disebabkan terutama pendekatan yang dipakai oleh mereka

berbeda, walaupun untuk objek permasalahan sama; karena perbedaan dalam sistem

pendekatan itu, maka kesimpulan yang dihasilkan menjadi berbeda pula. Selain itu,

faktor zaman dan pandangan hidup yang melatarbelakangi mereka, serta tempat di mana

mereka bermukim juga ikut mewarnai pemikiran mereka.

Filsafat pendidikan dalam sejarahnya telah melahirkan berbagai pendangan atau aliran.

Pemikiran filsafat tidak pernah mandeg, maka keputusan atau kesimpulan yang

diperoleh pun tidak pernah merupakan kesimpulan final. Oleh sebab itu, dunia

percaturan filsafat pendidikan seringkali hanya berkisar pada permasalahan yang itu-itu

juga, baik sebagai bentuk persetujuan ataupun penolakan terhadap kesimpulan yang ada.

Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu pendidikan.

Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman

pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil ilmu

pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek

kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau

diharapokan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga

masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik. Ontologi memiliki arti ilmu hakikat

yang menyelidiki alam nyata ini dan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Ontologi

berupaya mengetahui tentang hakikat sesuatu. Anatara lain ingin mengetahui, bagaimana

realita yang ada ini, apakah materi saja, apakah wujud sesuatu ini bersifat tetap, kekal

73

Page 74: Filsafat pendidikan

tanpa perubahan, apakah realita berbentuk unsur yang banyak. Ontologi dibatasi adanya

mutlak, keterbatasan, umum, khusus.

Epistemologi adalah pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan

seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan

jenis-jenis pengetahuan. Menurut epistemologi, setiap pengetahuan manusia itu adalah

hasil dari benda atau diperiksa, diselidiki dan akhirnya diketahui (obyek), manusia juga

melakukan berbagai pemeriksaan dan penyelidikan dan akhirnya mengetahui (mengenal)

benda atau hal yang telah diselidiki tadi (subyek). Epistemologi membahas sumber,

proses, syarat, batas fasilitas dan hakikat pengetahuan yang memberikan kepercayaan

dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya. Inti

dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam menjelaskaan objek

formalnya, telaah ilmu pendidikan tidak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan

menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan sebgai ilmu otonom yang mempunyi

objek formil sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak dapat hnya menggunkaan

pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental (Campbell & Stanley, 1963). Dengan

demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara

koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall &Buchler,1942).

Aksiologi menyangkut nilai-nilai yang berupa pertanyaan, apakah yang baik atau

bagus itu. Definisi lain mengatakan aksiologi adalah suatu pendidikan yang menguji dan

mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan menjaganya,

membinanya di dalam kepribadian anak. (Ibid, 1986: 95). Ada 3 dasar pandangan filsafat

yang bersifat aksiologis dan berlaku universal yaitu: (1) sosialitas, (2) individualitas, dan

(3) moralitas. Kiranya khusus untuk Indonesia apabila dunia pendidikan nasional

didasarkan atas kebudayaan nasional yang menjadi konteks dari sistem pengajaran

nasional disekolah, tentu akan diperlukan juga dasar antropologis pelengkap yaitu (4)

religiusitas, yaitu pendidik dalam situasi pendidikan sekurang-kurangnya secara mikro

berhamba kepada kepentingan terdidik sebagai bagian dari pengabdian lebih besar

kepada Allah swt.

Dalam filsafat pendidikan modern dikenal beberapa aliran, yakni:

1. Aliran Progressivisme, yaitu aliran yang mengakui dan berusaha mengembangkan

asas progressivisme dalam semua realita, terutama dalam kehidupan manusia.

74

Page 75: Filsafat pendidikan

2. Aliran essensialisme, adalah pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan

yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Essensialisme memandang bahwa

pendidikan harus berpijak  pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama

yang meberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.

3. Aliran Perennialisme, yaitu suatu aliran yang memandang pendidikan itu sebagai

jalan kembali yakni sebagai suatu proses mengembalikan kebudayaan sekarang ini

terutama pendidikan zaman sekarang dikembalikan kemasa lampau. Perennialisme

merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, di mana susunannya

itu merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk

bersikap yang tegas dan lurus.

7. Hubungan antara Filsafat, Manusia dan Pendidikan

Jika kita mendengar kata filsafat maka konotasi kita akan segera pada sesuatu yang

bersifat prinsip yang juga sering dikaitkan pada suatu pandangan hidup yang

mengandung nilai-nilai dasar. Pada hakekatnya filsafat adalah hasil usaha manusia

dengankekuatan akal budinya untuk memahami sacara radikal, integral, dan universal

tntang hakikat sarwa yang ada (hakikat Tuhan, alam, dan hakikat manusia), serta sikap

manusia termasuk dari konsekwensi dari pemahamannya tersebut (Ashari, 1984: 12),

dan manusia tentu mempersoalkan dirinya sendiri, siapakah sebenarnya “aku”  ini?

(Salam. 1988: 12).

Pendidikan sangat erat hubungannya dengan filsafat. Filsafat pendidikan pada

hakikatnya merupakan suatu penerapan prinsip-prinsip filsafat ke dalam pendidikan.

Sebagaimana halnya, filsafat sebagai landasan untuk mempelajari guna memahami

filsafat pendidikan.

Menurut F.H. Sulaiman, pendidikan merupakan konsekuensi logis dari filsafat. Sorang

filosof selalu berusaha menyebarluaskan paham dan prinsip yang dianut dan untuk

mencapai maksud itu digunakan sarana pendidikan. Filsafat dan pendidikan tidak dapat

dipisahkan, keduanya saling bergantung. Pendidikan menyebarluaskan filsafat dan

mengajarkan kepada orang lain, sedangkan filsafat berperan mengarahkan tujuan sistem

pendidikan, merumuskan sarana dan metode guna mencapai tujuan tersebut.

Jika kita berbicara hubungan filsafat dengan pendidikan berarti kita berbicara adanya

pemikiran filsafat dalam pendidikan sebagai jembatan yang dapat menghubungkan

75

Page 76: Filsafat pendidikan

antara filsafat dengan pendidikan. Hal ini kita harus mengakui bahwa filsafat

memberikan pendangan terhadap pendidikan di satu pihak dan adanya aspek dalam

pendidikan yang memerlukan pemikiran filsafat di pihak lain.

Para filsuf berusaha mencari inti alam sehingga mereka disebut filsuf alam dan

filsafatnya dinamai filsafat alam. Filsafat mereka dapat dikatakan suatu pemikiran

pendidikan. Karena ahli pikir berusaha mencari intisari alam melalui pikiran . Adapun

filsuf-filsuf tersebut antara lain :

a. Thales (624-548), berpendapat bahwa dasar pertama atau intisari alam ialah air.

b. Anaximenes (590-528), mengatakan bahwa intisari alam atau dasarnya pertama ialah

udara, karena udaralah yang meliputi seluruh alam serta udara pulalah yang menjadi

dasar hidup bagi manusia yang amat diperlukan untuk bernafas.

c. Piatgoras (523), menurutnya dasar sesuatu ialah bilanga. Orang tahu dan mengerti

bilangan, tahu juga segala sesuatunya. Ia juga berpendapat bahwa manusia adalah

sesuatu yang bukan jasmani dan tak dapat mati, terus ada, jika sudah tak ada.

Pitagoras seorang ahli ilmu pasti dan ahli musik, penyelidikan alamnya memang

mendalam serta besar pengaruhnya dalam lingkungan ahli pikir zaman itu dan

kemudian.

d. Herakleitos (532-475) mengatakan bahwa di dunia ini segala sesuatu-Nya berubah.

Disimpulkan pula bahwa yang menjadi gerak, perubahan atau menjadi. Semuanya

bebas tak ada yang tetap, pendapat ini dirumuskan dengan istilah “panta rhei” sebab

itu filsafat Herakleitos disebut filsafat menjadi.

e. Parmenides (540-475), mengatakan bahwa pengetahuan itu ada dua yaitu

pengetahuan sebenarnya dan pengetahuan semu. Maka itu pengatahuan yang tetap

dan umum yang dapat dipercaya, kalau ia benar maka sesuai realitas. Sebab yang

realitas bukan yang berubah, melainkan yang tetap.

Perkembangan filsafat amat pesat diminati orang, karena minat terhadap kebijaksanaan

tinggi dan hendak memberikan kebijaksanaan kepada orang lain, sehingga sekarang ini ahli

pikir memang mencari kebenaran bukan mencapai kebenaran. Mereka berfilsafat demi

kebanaran.

Ada beberapa teori kebenaran menurut pandangan filsafat dalam bidang ontologi,

epistemologi, dan aksiologi, yakni:

76

Page 77: Filsafat pendidikan

1. Ontologi

Ontologi sering diidentikkan dengan metafisika yang juga sering disebuty dengan

Proto-filsafat atau filsafat yang pertama (ketuhanan) yang bahasanya adalah hakikat

sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat, realita, prima atau Tuhan dengan

segala sifatnya.

Untuk mengetahui realita semestaini di dalam ruang lingkup ontologi secara jelas,

disini dibedakan antara metafisika dengan kosmologi:

a. Ontologi, secara etimologi yag berarti di balik atau dibelakan fisika, maka yang

diselidiki adalah hakikat realita menjangkau sesuatu dibalik realita karena

metafisika ingin mengerti sedalam-dalamnya.

b. Kosmologi tentang realita. Kosmos yakni tentang keseluruhan sistem semesta raya

dan kosmologi terbatas pada realita yang lebih nyata dalam arti alam fisika

yangmaterial dalam memperkaya kepribadian manusia di dunia tidaklah di alam

raya dan isinya.

Menurut Magnis, "Filsafat sebagai usaha tertib, metodis, yang

dipertanggungjawabkan secara intelektual untuk melakukan apa yang sebetulnya

diharapkan dari setiap orang yang tidak hanya mau membebek saja, yang tidak hanya

mau menelan mentah-mentah apa yang sudah dikunyah sebelumnya oleh pihak-pihak

lain. Yaitu untuk mengerti, memahami, mengartikan, menilai, mengkritik data-data dan

fakta-fakta yang dihasilkan dalam pengalaman sehari-hari dan melalui ilmu-ilmu.

Filsafat sebagai latihan untuk belajar mengambil sikap, mengukur bobot dari segala

macam pandangan yang dari pelbagai penjuru ditawarkan kepada kita. Kalau kita

disuruh membangun masyarakat, filsafat akan membuka implikasi suatu pembangunan

yang misalnya hanya mementingkan kerohanian sebagai ideologi karena manusia itu

memang bukan hanya rohani saja. Atau, kalau pembangunan hanya material dan hanya

mengenai prasarana-prasarana fisik saja, filsafat akan bertanya sejauh mana

pembangunan itu akan menambah harapan manusia kongkrit dalam masyarakat untuk

merasa bahagia. Dan kalau pelbagai otoritas dalam masyarakat mau mewajibkan

sesuatu kepada kita, filsafat dapat membantu kita dalam mengambil sikap yang dewasa

dengan mempersoalkan hak dan batas mereka untuk mewajibkan sesuatu. Terhadap

ideologi kemajuan akan dipersoalkan apa arti maju bagi manusia. Atau orang yang mau

77

Page 78: Filsafat pendidikan

mengekang kebebasan kita atas nama Tuhan yang Mahaesa, filsafat akan menarik

perhatian kita pada fakta bahwa yang mau mengekang itu hanyalah manusia saja yang

mengatasnamakan Tuhan, dan bahwa Tuhan tidak pernah identik dengan suara manusia

begitu saja. Dan kalau suatu rezim fanatik mau membawahkan segala nilai pada

kemegahan negara saja, filsafat dapat saja menunjuk pada seorang filsuf yang dua ribu

tahun yang lalu telah berpikir ke arah itu, yaitu Plato, dan bagaimana dia dilawan oleh

seorang filsuf lain jaman itu, Aristoteles" (Franz Magnis-Suseno, Berfilsafat Dari

Konteks, Jakarta, Gramedia, 1999).

Untuk menutup pemahaman awal kita mengenai terminologi "filsafat", baiklah

dicatat nuansa perbedaan arti "filsafat" dengan istilah-istilah yang hampir serupa

dengan ini, yakni "falsafah", "falsafi" atau "filsafati", "berpikir filosofis" dan

"mempunyai filsafat hidup" yang sering kita dengar, kita baca, atau bahkan mungkin

kita pakai dalam hidup keseharian kita. "Falsafah" itu tidak lain filsafat itu sendiri.

"Falsafi" atau "filsafati" artinya: "bersifat sesuai dengan kaidah-kaidah filsafat".

"Berpikir filosofis", sesungguhnya begini: berpikir dengan dasar cinta akan

kebijaksanaan. Bijaksana adalah sifat manusia yang muncul sebagai hasil dari usahanya

untuk berpikir benar dan berkehendak baik. Berpikir benar saja ternyata belum

mencukupi. Dapat saja orang berpikir bahwa memfitnah adalah tindakan yang jahat.

Tetapi dapat pula ia tetap memfitnah karena meskipun diketahuinya itu jahat, namun ia

tidak menghendaki untuk tidak melakukannya. Cara berpikir yang filosofis adalah

berusaha untuk mewujudkan gabungan antara keduanya, berpikir benar dan

berkehendak baik. Sedangkan, "mempunyai filsafat hidup" mempunyai pengertian yang

lain sama sekali dengan pengertian "filsafat" yang pertama. Ia bisa diartikan

mempunyai suatu pandangan, seperangkat pedoman hidup atau nilai-nilai tertentu.

Misalnya, seseorang mungkin mempunyai filsafat bahwa "tujuan menghalalkan cara".

Sekarang kita melangkah untuk melihat lebih dekat tentang hubungan antara

filsafat, ilmu dan agama. Masalah tentang hubungan antara ketiganya adalah suatu

masalah yang sering dipersoalkan. Ada yang menyatakan pendapat bahwa filsafat

hendak menyaingi sains dan agama, demikian pula sebaliknya. Akhirnya, terjadi saling

curiga mencurigai antara ketiganya, yang tak jarang merugikan bagi kepentingan

pencarian akan kebenaran itu sendiri.

78

Page 79: Filsafat pendidikan

2. Epistemologi

Epistemologi pertama kali di pakai oleh J.F. Farier di abad ke 19 di dalam Istitut Of

Metaphisics (1854). Pencipta sesungguhnya adalah Plato sebab beliau telah berusaha

membahas pertanyaan dasar, seperti apakah panca indera dapat memberikan

pengetahuan. Dapatkah akal menyediakan ilmu pengetahuan. The Encylopedia of

Pholosophy memdefenisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang bersangkutan

dengan sifat dasar dari ruang lingkup pengetahuan pra-anggapan dan dasar-dasarnya

serta realitas umum Epistemologi ini adalah nama lain dari logika material atau logika

mayor yang membahas dari isi pikiran manusia yakni pengetahuan (Dardini, 1986:18).

Defenisi lain dari, epistemologi ialah studi tentang pengetahuan, bagaimana kita

mengetahui tentang benda-benda. Epistemologi adalah pengetahuan yang berusaha

menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia

memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan. Menurut

epistemologi, setiap pengetahuan manusia itu adalah hasil dari benda atau diperiksa,

diselidiki dan akhirnya diketahui (objek). Kemudian, epistemologi  membahas sumber,

proses, syarat, batas fasilitas dan hakikat pengetahuan yang memberikan kebenaran

kepada murid-muridnya (Noor Syam, 1986: 32)

Pendekaatan fenomenologis lebih bersifat kualitaatif, artinya melibatkan pribadi

dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena

itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagaai

pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya. Karena penelitian tertuju tidak hnya

pemahaman dan pengertian (verstehen, Bodgan & Biklen, 1982) melainkan unuk

mencapai kearifan (kebijaksanaan atau wisdom) tentang fenomen pendidikan maka

vaaliditas internal harus dijaga betul dalm berbagai bentuk penlitian dan penyelidikan

seperti penelitian koasi eksperimental, penelitian tindakan, penelitian etnografis dan

penelitian ex post facto.

Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam

menjelaskaan objek formalnya, telaah ilmu pendidikan tidak hanya mengembangkan

ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan sebgai ilmu

otonom yang mempunyi objek formil sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak

dapat hnya menggunkaan pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental (Campbell &

79

Page 80: Filsafat pendidikan

Stanley, 1963). Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara

korespondensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall

&Buchler,1942).

3. Aksiologi

Dalam pembahasan mengenai aksiologi, maka manusia diperhadapkan pada sebuah

pertanyaan: Apakah kegunaan ilmu bagi manusia? Tak dapat disangkal bahwa ilmu

telah banyak merubah dunia dalam memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan dan

berbagai wajah kehidupan yang duka. Namun demikian, apakah ilmu selalu merupakan

berkat dan penyelamat bagi kehidupan manusia? Memang, dengan jalan mempelajari

atom, manusia bisa memanfaatkan wujud tersebut sebagai sumber energi bagi

keselamatannya, tetapi dipihak hal ini bisa juga berakibat sebaliknya, yakni membawa

manusia kepada penciptaan bom atom yang menimbulkan malapetaka.

Untuk mengaplikasikan ilmu itu dalam kehidupan manusia dengan memperhatikan

perkembangan dan pertumbuhannya, maka dapat diketahui bahwa kecenderungan ilmu

itu selalu dikaitkan dengan sesuatu tujuan.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memiliki fungsi sebagai sarana, di

samping memberikan kemudahan bagi hidup dan kehidupan umat manusia sebagai

sebuah berkah, juga sekaligus mambawa kutuk yang berupa malapetaka. Jadi, tujuan

ilmu di suatu ketika membawa dampak yang positif dan pada ketika yang lain

membawa dampak yang negatif bagi kehidupan manusia.

Dampak ilmu pengetahuan dan teknologi dalam perspektif sejarah kemanusia, maka

dapat ditemukan bahwa kegunaan ilmu itu bukan saja untuk menguasaai alam

sebagaimana adanya, tetapi juga untuk memerangi sesama manusia dan menguasainya.

Oleh karena itu, maka untuk menemukan dan mempertahankan kebenaran ilmu itu,

diperlukan keberanian moral dan tanggung jawab sosial ilmuan agar produk keilmuan

mereka itu dapat sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. 

Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi

juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai

proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu pendidikan

tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai

80

Page 81: Filsafat pendidikan

ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek

mmelalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang

positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai

mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan ilmu pendidikan dan

tugas pendidik sebagi pedagok. Dalam hal ini relevan sekali untuk memperhatikan

pendidikan sebagai bidang yang sarat nilai seperti dijelaskan oleh Phenix (1966). Itu

sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula tetapi pendidikan bukanlah bagian

dari iptek. Namun harus diakui bahwa ilmu pendidikan belum jauh pertumbuhannya

dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu prilaku. Lebih-lebih di

Indonesia.

Implikasinya ialah bahwa ilmu pendidikan lebih dekat kepada ilmu prilaku kepada

ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam kesatuan ilmu-ilmu

terdapat unifikasi satu-sayunyaa metode ilmiah (Kalr Perason,1990).

Aksiologi adalah suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (volume). Brameld

membedakan tiga bagian dalam aksiologi, yaitu:

1. Moral Conduct, tindakan moral; bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika.

2. Esthetic Ekspresion, ekspresi keindahan; yang melahirkan estetika.

3. Socio-political Life, kehidupan sosio-politik, bidang ini melehirkan ilmu filsafat

sosio-politik (Syam, 1986: 34-36).

Nilai dan implikasi aksiologi di dalam pendidikan ialah pendidikan menguji dan

mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam kegidupan manusia dan membinanya di

dalam kepribadian anak. Karena untuk mengatakan sesuatu itu berniali baik, bukanlah

suatu yang mudah. Apalagi menilai dalam arti yang mendalam untuk membina dalam

kepribadian ideal.

Ilmu yang mempelajari tentang hakikat manusia disebut antropologi filsafat. Hakikat

berarti adanya berbicara mengenai apa manusia itu, ada empat aliran yang dikemukakan

yaitu: aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, aliran eksistensialisme.

Aliran serba zat mengatakan bahwa yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau

materi, alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka manusia

adalah zat atau materi (ibid, 1991).

81

Page 82: Filsafat pendidikan

Aliran serba ruh berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini ialah

ruh, juga hakikat manusia adalah ruh, adapun zat itu adalah manifestasi dari pada ruh di atas

dunia ini. Fiche mengemukakan bahwa segala sesuatu yang lain yang rupanya ada dan hidup

hanyalah suatu jenis perumpamaan, perubahan atau penjelmaan dari ruh . Dasar pikiran

aliran ini ialah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya daripada materi.

Aliran dualisme menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua

subtansi yaitu jasmani dan rohani. Kedua subtansi ini masing-masing merupakan unsur asal,

yang adanya tidak tergantung satu sama lain.

Aliran eksistensialisme memandang manusia dari sudut serba zat atau serba ruh atau

dualisme dari dua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri

ddunia ini. Filsafat berpandangan bahwa hakikat manusia ialah manusia merupakan kaitan

antara badan dan ruh. 

Sistem adalah merupakan suatu himpunan gagasan atau prinsip-prinsip yang saling

bertautan, yang tergabung menjadi suatu keseluruhan. Nilai merupakan suatu norma tertentu

yang mengatur ketertiban kehidupan sosial.

Niali adalah sesuatu yang selalu muncul apabila manusia sebagai makhluk sosial

mengadakan hubungan sosial atau dengan kata lain hidup bermasyarakat dengan manusia

lain. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh aliran Progressivisme “masyarakat

menjadi wadah nilai-nilai”. Secara umum, Scope menguraikan bahwa nilai adalah tak

terbatas. Maksudnya bawa segala sesuatu yang ada dalam raya ini adalah bernilai namun

kalau kita lihat kembali bahwasanya, nilai adalah bagian dari filsafat pendidikan yang

dikenal dengan aksiologi.

Filsafat sebagai ilmu yang mengadakan tinjauan dan mempelajari objeknya dari sudut

hakikat juga mengadakan tinjauan dari segi sistemantik, artinya tinjauan dengan

memperoleh pandangan mengenai problem-problemnya yang utama dan lapangan

penyelidikannya yang saling berhubungan.

Filsafat sebagai ilmu dalam tinjauan dari segi sitematik, maka filsafat berhadapan

dengan tiga problem utama, yakni:

1. Realita, ialah mengenai kenyataan, yang selanjutnya menjurus kepada masalah

kebenaran. Kebenaran akan timbul bila orang telah dapat menarik kesimpulan bahwa

pengetahuan yang telah dimiliki ini telah nyata.

82

Page 83: Filsafat pendidikan

2. Pengetahuan, ialah yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apa hak

pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan itu, dan jenis-

jenis pengetahuan.

3. Nilai, yang dipelajari oleh oleh cabang filsafat yang disebut aksiologi. Pertanyaan

dicari jawabnya antara lain adalah seperti: nilai-nilai yang bagaimanakah yang

dikehendaki oleh manusia dan yang dapat digunakan sebagai dasar hidupnya.  

Uraian di atas jika dipahami lebih jauh memberikan pengertian bahwa filsafat

mencakup nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dan dijadikan pedoman dalam perbuatan,

terutama dalam pekerjaan mendidik. Atau dengan kata lain, mendidik tidak lain adalah

merealisasikan nilai-nilai yang dimiliki guru selama nilai-nilai tersebut tidak bertentangan

dengan hakikat anak didik.

Nilai-nilai dalam pendidikan adalah bersumbar pada filsafat atau ajaran filsafat yang

telah berakar dalam sosio-kultural atau kepribadian suatu bangsa yang akan tumbuh sebagai

realita dan filsafat hidup. Jadi, jelaslah bahwa ide-ide filsafat menetukan pendidikan. Dan

jika masalah pendidikan adalah merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan

hidup dan kehidupan manusia, berarti masalah kependidikan juga mempunyai ruang lingkup

yang luas yang di dalamnya terdapat masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan juga

menghadapi persoalan-persoalan yang tidak mungkin dijawab dengan menggunakan analisa

dan pemikiran yang mendalam atau analisa secara filosofis pula.      

D. Filsafat Ilmu

1. Pengertian Ilmu dan Filsafat Ilmu

Sebelum membahas apa itu filsafat ilmu akan diabahas terleih dahulu apa itu ilmu? Kata

ilmu dalam bahasa Arab "ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui.Dalam

kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan,

dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya.

Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,

menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam

alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu

memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu

diperoleh dari keterbatasannya.

83

Page 84: Filsafat pendidikan

Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan

pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji

dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut

filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan

yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.

Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang

bahani (material saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika

lingkup pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret.

Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak

matahari dan bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi

perawat.

Banyak definisi dari para ahli tentang apa pengertian dari ilmu itu sendiri. Beberapa

pengertian ilmu menurut para ahli adalah sebagai berikut :

1. M. IZUDDIN TAUFIQ

Ilmu adalah penelusuran data atau informasi melalui pengamatan, pengkajian dan

eksperimen, dengan tujuan menetapkan hakikat, landasan dasar ataupun asal usulnya.

2. THOMAS KUHN

Ilmu adalah himpunan aktivitas yang menghasilkan banyak penemuan, bail dalam

bentuk penolakan maupun pengembangannya.

3. Dr. MAURICE BUCAILLE

Ilmu adalah kunci untuk mengungkapkan segala hal, baik dalam jangka waktu yang

lama maupun sebentar.

4. NS. ASMADI

Ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan yang padat dan proses mengetahui melalui

penyelidikan yang sistematis dan terkendali (metode ilmiah).

5. POESPOPRODJO

Ilmu adalah proses perbaikan diri secara bersinambungan yang meliputi

perkembangan teori dan uji empiris.

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa

penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai

84

Page 85: Filsafat pendidikan

ilmu[4]. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam

yang telah ada lebih dahulu.

1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang

sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat

bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji

objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek,

sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau

subjek penunjang penelitian.

2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan

terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara

tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani

“Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang

digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.

3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek,

ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga

membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu

menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun

secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.

4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat

umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya

universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari

kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam

mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat

universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.

Selanjutnya jika dikaitkan dengan filsafat, para ahli juga meberikan berbagai definisi

tentang apa itu filsafat ilmu. Berikut beberapa definisi para hali tentang pengertian filsafat

ilmu:

1. Robert Ackerman

Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat

ilmiah dewasa ini dengan perbandingn terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah

85

Page 86: Filsafat pendidikan

dibuktikan atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-

pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian bukan suatu cabang yang bebas dari

praktek ilmiah senyatanya.

2. Peter Caws

Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang

filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia.

3. Lewis White Beck

Filsafat ilmu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta

mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.

4. John Macmurray

5. Filsafat ilmu terutama bersangkutan dengan pemeriksaan kritis terhadap pandangan-

pandangan umum, prasangka-prasangka alamiah yang terkandung dalam asumsi-asumsi

ilmu atau yang berasal dari keasyikan dengan ilmu.

Ilmu berusaha menjelaskan tentang apa dan bagaimana alam sebenarnya dan bagaimana

teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di alam. Untuk tujuan ini,

ilmu menggunakan bukti dari eksperimen, deduksi logis serta pemikiran rasional untuk

mengamati alam dan individual di dalam suatu masyarakat.

2. Aliran- aliran Filsafat Ilmu

1) Empirisme

Salah satu konsep mendasar tentang filsafat ilmu adalah empirisme, atau ketergantungan

pada bukti. Empirisme adalah cara pandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari

pengalaman yang kita alami selama hidup kita. Di sini, pernyataan ilmiah berarti harus

berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman. Hipotesa ilmiah dikembangkan dan diuji

dengan metode empiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimentasi. Setelah

pengamatan dan eksperimentasi ini dapat selalu diulang dan mendapatkan hasil yang

konsisten, hasil ini dapat dianggap sebagai bukti yang dapat digunakan untuk

mengembangkan teori-teori yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena alam.

Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua

pengetahuan berasal dari pengalaman manusia dan mengecilkan peranan akal.

Empirisme dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman.

86

Page 87: Filsafat pendidikan

Sebagai suatu doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme

berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh

melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu

mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang

sesuai dengan pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah

membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Paham empirisme ini

mempunyai ciri-ciri pokok yaitu:

a. Teori tentang makna

Teori pada aliran empirisme biasanya dinyatakan sebagai teori tentang asal

pengetahuan yaitu asal usul ide atau konsep. Pada abad pertengahan, teori ini

diringkaskan dalam rumus Nihil Est in Intellectu Quod Non Prius Feurit in Sensu

(tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman). Pernyataan

ini merupakan tesis Locke yang terdapat dalam bukunya “An Essay Concerning

Human Understanding” yang dikeluarkan tatkala ia menentang ajaran ide bawaan

(Innate Idea) kepada orang-orang rasional. Jiwa (Mind) itu tatkala dilahirkan

keadaannya kosong laksana kertas putih yang belum ada tulisan di atasnya dan setiap

ide yang diperolehnya mestinya datang melalui pengalaman, yang dimaksud di sini

adalah pengalaman indrawi. Hume mempertegas teori ini dalam bab pembukaan

bukunya “Treatise of Human Nature (1793)” dengan cara membedakan antara ide dan

kesan. Semua ide yang kita miliki itu datang dengan kesan-kesan, dan kesan itu

mencakup penginderaan, passion dan emosi.

b. Teori pengetahuan

Menurut rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian tertentu

mempunyai sebab, dasar-dasar matematika dan beberapa prinsip dasar etika dan

kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah

kebenaran a priori yang diperoleh keluar intuisi rasional. Empirisme menolak hal

demikian karena tidak ada kemampuan intuisi rasional itu. Semua kebenaran yang

disebut tadi adalah kebenaran kebenaran yang diperoleh lewat observasi, jadi ia

kebenaran posteriori.

87

Page 88: Filsafat pendidikan

Poedjawijatna (1997:105) menyatakan bahwa empirisme berguna dalam filsafat pada

umumnya karena dengan empirisme ini filsafat memperhatikan lebih cermat lagi manusia

sebagai keseluruhan. Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu:

a. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan

menggabungkan apa yang dialami.

b. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau

rasio.

c. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.

d. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung

dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).

e. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa

acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi

mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.

f. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-

satunya sumber pengetahuan.

Dari beberapa pandangan mengenai paham empirisme tersebut diatas, menurut penulis

empirisme adalah yang suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman

dalam memperoleh pengetahuan. Sehingga setiap orang yang menyatakan telah memiliki

pengetahuan dia harus bisa membuktikan apa itu pengetahuan berdasarkan pengalaman

yang dapat di ketahui oleh indra manusia

2) Rasionalisme

Rasionalisme adalah mashab filsafat ilmu yang berpandangan bahwa rasio adalah

sumber dari segala  pengetahuan. Dengan demikian, kriteria kebenaran  berbasis pada

intelektualitas. Strategi pengembangan ilmu model rasionalisme, dengan demikian,

adalah mengeksplorasi gagasan dengan kemampuan intelektual manusia.

Sejak abad pencerahan, rasionalisme diasosiasikan dengan pengenalan metode

matematika (Rasionalisme continental). Tokoh-tokoh rasionalisme diantaranya adalah

Descartes, Leibniz dan Spinoza.

Benih rasionalisme sebenarnya sudah ditanam sejak jaman Yunani kuno. Salah satu

tokohnya, Socrates, mengajukan sebuah proposisi yang terkenal bahwa sebelum manusia

88

Page 89: Filsafat pendidikan

memahami dunia ia harus memahami dirinya sendiri. Kunci untuk memahami dirinya itu

adalah kekuatan rasio. Para pemikir rasionalisme berpandangan bahwa tugas dari para

filosof diantaranya adalah membuang pikiran irasional dengan rasional. Pandangan ini

misalnya disokong oleh Descartes yang menyatakan bahwa pengetahuan sejati hanya

didapat dengan menggunakan rasio. Tokoh lain, Baruch Spinoza secara lebih berani

bahkan mengatakan : “God exists only philosophically” (Calhoun, 2002).

Sumbangan rasionalisme tampak nyata dalam membangun ilmu pengetahuan

modern yang didasarkan pada kekuatan pikiran atau rasio manusia. Hasil-hasil teknologi

era industri dan era informasi tidak dapat dilepaskan dari andil rasionalisme untuk

mendorong manusia menggunakan akal pikiran dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan untuk kesejahteraan manusia.

Pengertian lain rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang

menyatakan bahwa kebenaran ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang

berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme

mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme,

dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus

sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada

perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada masyarakat

manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih

penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang

dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik. Atheisme adalah suatu

keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak

menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak

kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang

kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.

Di luar konteks religius, rasionalisme dapat diterapkan secara lebih umum,

umpamanya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti ini,

yang menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para rasionalis adalah penolakan terhadap

perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang populer.

Pada pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang

dipengaruhi secara besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme

89

Page 90: Filsafat pendidikan

modern hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang

diterangkan René Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan

rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan,

suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali.

Latarbelakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri

dari segala pemikiran tradisional (scholastic), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak

mampu mengenai hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Para tokoh aliran

Rasionalisme diantaranya adalah :

1) Rene Descartes ( 1596- 1650 M )

Descartes disamping tokoh rasionalisme juga dianggap sebagai bapak filsafat,

terutama karena dia dalam filsafat-filsafat sungguh-sungguh diusahakan adanya

metode serta penyelidikan yang mendalam. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan

ilmu kedokteran.

Ia yang mendirikan aliran Rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang

dapat dipercayai adalah akal. Ia tidak puas dengan filsafat scholastik karena dilihatnya

sebagai saling bertentangan dan tidak ada kepastian. Adapun sebabnya karena tidak

ada metode berpikir yang pasti.Descartes merasa benar-benar ketegangan dan ketidak

pastian merajalera ketika itu dalam kalangan filsafat. Scholastic tak dapat memberi

keterangan yang memuaskan kepada ilmu dan filsafat baru yang dimajukan ketika itu

kerapkali bertentangan satu sama lain. Descartes mengemukakan metode baru yaitu

metode keragu-raguan. Seakan- akan ia membuang segala kepastian, karena ragu-ragu

itu suatu cara berpikir. Ia ragu- ragu bukan untuk ragu-ragu, melainkan untuk

mencapai kepastian. Adapun sumber kebenaran adalah rasio. Hanya rasio sejarah yang

dapat membawa orang kepada kebenaran. Rasio pulalah yang dapat memberi

pemimpin dalam segala jalan pikiran. Adapun yang benar itu hanya tindakan budi

yang terang-benderang, yang disebutnya ideas claires et distinctes. Karena rasio saja

yang dianggap sebagai sumber kebenaran, maka aliran ini disebut Rasionalisme.

2) Spinoza (1632- 1677 M)

Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 M. Nama aslinya adalah barulah Spinoza ia

adalah seorang keturunan Yahudi di Amsterdam. Ia lepas dari segala ikatan agama

maupun masyarakat, ia mencita- citakan suatu sistem berdasrkan rasionalisme untuk

90

Page 91: Filsafat pendidikan

mencapai kebahagiaan bagi manusia.menurut Spinoza aturan atau hukum ynag

terdapat pada semua hal itu tidak lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea.

Baik Spinoza maupun lebih ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu, dua tokoh

terakhir ini juga menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika, dan

kedua juga mengikuti metode Descantes.

3) Leibniz

Gottfried Eilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun

1716 M. ia filosof Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarawan. Lama menjadi

pegawai pemerintahan, pembantu pejabat tinggi Negara. Waktu mudanya ahli piker

Jerman ini mempelajari scholastik. Ia kenal kemudian aliran- aliran filsafat modern

dan mahir dalam ilmu. Ia menerima substansi Spinoza akan tetapi tidak menerima

paham serba Tuhannya (pantesme). Menurut Leibniz substansi itu memang

mencantumkan segala dasar kesanggupannya, dari itu mengandung segala

kesungguhan pula. Untuk menerangkan permacam- macam didunia ini diterima oleh

Leibniz yang disebutnya monaden. Monaden ini semacam cermin yang

membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan cara sendiri.

3) Realisme

Dalam pemikiran filsafat, realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah

terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam. Dengan

demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim

idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan

teori dengan metode induksi empiris. Gagasan utama dari realisme dalam konteks

pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu

observasi dan pengembangan pemikiran baru dari observasi yang dilakukan. Dalam

konteks ini, ilmuwan dapat saja menganalisa kategori fenomena-fenomena yang secara

teoritis eksis walaupun tidak dapat diobservasi secara langsung.

Tradisi realisme mengakui bahwa entitas yang bersifat abstrak dapat menjadi

nyata (realitas) dengan bantuan symbol-simbol linguistik dan kesadaran manusia.

Gagasan ini sejajar dengan filsafat modern dari pendekatan pengetahuan versi

Kantianism fenonomologi sampai pendekatan struktural (Ibid, 2002). Mediasi bahasa

91

Page 92: Filsafat pendidikan

dan kesadaran manusia yang bersifat nyata inilah yang menjadi ide dasar ‘Emile

Durkheim’ dalam pengembangan ilmu pengetahuan sosial. Dalam area linguistik atau

ilmu bahasa, de Saussure adalah salah satu tokoh yang terpengaruh mengadopsi

pendekatan empirisme Durkheim. Bagi de Saussure, obyek penelitian bahasa yang

diteliti diistilahkan sebagai ‘la langue’ yaitu simbol-simbol linguistic yang dapat

diobservasi (Francis & Dinnen, 1996)

Ide-ide kaum realis seperti ini sangatlah kontributif pada abad 19 dalam

menjembatani antara ilmu alam dan humaniora, terutama dalam konteks perdebatan

antara klaim-klaim kebenaran dan metodologi yang disebut sebagai ‘methodenstreit’

(Calhoun, 2002).  Kontribusi lain dari tradisi realisme adalah sumbangannya terhadap

filsafat kontemporer ilmu pengetahuan, terutama melalui karya Roy Bashkar, dalam

memberikan argument-argument terhadap status ilmu pengetahuan spekulatif yang

diklaim oleh tradisi empirisme.

4) Idealisme

Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa doktrin

tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari kesadaran manusia.

Dengan kata lain kategori dan gagasan eksis di dalam ruang kesadaran manusia terlebih

dahulu sebelum adanya pengalaman-pengalaman inderawi. Pandangan Plato bahwa

semua konsep eksis terpisah dari entitas materinya dapat dikatakan sebagai sumber dari

pandangan idealism radikal. Karya dan pandangan Plato memberikan garis demarkasi

yang jelas antara pikiran-pikiran idealis dengan pandangan materialis. Aritoteles menjadi

orang yang memberikan tantangan pemikiran bagi gagasan-gagasan idealis Plato.

Aristoteles mendasarkan pemikiran filsafatnya berdasarkan materi dan fisik.

Salah satu sumbangan dari tradisi filsafat idealisme adalah pengaruh idealism

platonic dalam agama kristen. Dalam Perjanjian Baru terdapat gagasan yang diagungkan,

yakni “Permulaan adalah kata-kata” (Ibid, 2002). Pada gilirannya, dalam sejarah,

pemikiran Kristen turut memberikan andil dalam membentuk tradisi idealis terutama

gagasan-gagasan dari Sain Augustine dengan pengembangan konsep penyucian jiwa.

Selain Kristen, pemikiran yang turut memberikan saham bagi tradisi idealis adalah

mistisisme Yahudi, mistisisme Kristen dan pengembangan pemikiran matematika oleh

92

Page 93: Filsafat pendidikan

bangsa-bangsa Arab. Gerakan-gerakan pemikiran inilah yang kemudian membentuk

dialektika modern antara idealisme dan materialism sejak era renaisans.

Sumbangan idealism terhadap ilmu pengetahuan modern sangatlah jelas. Ilmu

pengetahuan modern diniscayakan oleh kohesi antara bukti-bukti empiris dan formasi

teori. Kaum materialis mendasarkan pemikirannya pada bukti-bukti empiris sedangkan

kaum idealis pada formasi teori. Sebagai sebuah tradisi filosofi, idealisme tak bisa

dipisahkan dengan gerakan Pencerahan dan filsafat Pasca Pencerahan Jerman. Salah satu

tokoh pemikir idealis yang tersohor adalah Immanuel Kant. Melalui bukunya “Critique of

pure reason” yang diterbitakan tahun 1781, Kant menentang pendapat tradisi tokoh

empiris seperti David Hume dan lain-lainnya. Kant mengatakan bahwa pengetahuan dan

pemahaman dunia memerlukan kategori dan pandangan yang berada dalam ruang

kesadaran manusia (ibid, 2002). Gagasan Kant yang terkenal adalah ‘idealisme

transedental’. Dalam konsep ini Kant berargumen bahwa ide-ide rasional dibentuk tidak

saja oleh ‘phenomenal’ tapi juga ‘noumenal’, yakni kesadaran transedental yang berada

pada pikiran manusia (ibid, 2002). Generasi idealis berikutnya dipelopori oleh, Georg

Hegel. Hegel mengenalkan gagasan pendekatan dialektis yang tidak memihak baik

gagasan ‘kesadaran mental’ Kant maupun ‘bukti-bukti material’ dari kaum empiris.

Pikiran-pikiran Hegel inilah  yang kemudian melahirkan konsep ‘spirit’-sebuah konsep

yang integral dengan kelahiran tradisi ‘idealisme absolut’ (ibid, 2002).

Dengan demikian, pemikiran filsafat idealisme dibangun terutama oleh gagasan-

gagasan Hegel dan Kant. Namun demikian, bangunan filsafat politik modern yang

berpaham bahwa manusia dapat mengatur dunia melalui ilmu pengetahuan telah

membuktikan vitalitas aliran idealisme Kantian. Tokoh-tokoh  yang meletakkan batu

pertama bagi fondasi filsafat politik modern antara lain John Rawls yang menulis tentang

teori keadilan dan Habermas (1987) yang membuahkan karya ‘Communication action’.

Melalui karya ini Habermas menjadi tokoh idealis yang mengoreksi idealisme

konvensional. Bagi kaum idealis konvensional, kenyataan sejarah merupakan

determinisme sejarah yang statis dan tidak dapat ditolak. Namun bagi Habermas,

kenyataan sejarah adalah hasil dari dialektika dan komunikasi antar manusia. Dengan

kata lain, Habermas memposisikan manusia menjadi subyek aktif dalam praktek-praktek

politik dan dalam membangun institusi-institusi sosial.

93

Page 94: Filsafat pendidikan

5) Positivisme

Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang

menempatkan peran sentral pengalaman dan bukti empiris sebagai basis dari ilmu

pengetahuan dan penelitian. Terminologi positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte

untuk menolak doktrin nilai subyektif, digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta

penerapan metode ini untuk membangun ilmu pengetahuan yang diabdikan untuk

memperbaiki kehidupan manusia.

Salah satu bagian dari tradisin positivism adalah sebuah konsep yang disebut

dengan positivisme logis. Positivisme ini dikembangkan oleh para filosof yang

menamakan dirinya ‘Lingkaran Vienna’ (Calhoun, 2002) pada awal abad ke duapuluh.

Sebagai salah satu bagian dari positivisme, positivisme logis ingin membangun kepastian

ilmu pengetahuan yang disandarkan lebih pada deduksi logis daripada induksi empiris.

Kerangka pengembangan ilmu menurut tradisi positivisme telah memunculkan

perdebatan tentang apakah ilmu pengetahuan sosial memang harus “diilmiahkan”. Kritik

atas positivism berkaitan dengan penggunaan fakta-fakta yang kaku dalam penelitian

sosial. Menurut para oponen positivism, penelitian dan pengembangan ilmu atas realitas

sosial dan kebudayaan manusia tidak dapat begitu saja direduksi kedalam kuantifikasi

angka yang bisa diverikasi karena realitas sosial sejatinya menyodorkan nilai-nilai yang

bersifat kualitatif (Calhoun, 2002). Menjawab kritik ini, kaum positivis mengatakan

bahwa metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian sosial tidak menemukan

ketepatan karena sulitnya untuk di verifikasi secara empiris.

Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme

adalah Thomas Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, and filosof lainnya. Pikiran-

pikiran para tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam

membangun pengetahuan dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.

6) Pragmatisme

Pragmatisme adalah mashab pemikiran filsafat ilmu yang dipelopori oleh C.S

Peirce, William James, John Dewey, George Herbert Mead, F.C.S Schiller dan Richard

Rorty. Tradisi pragmatism muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis yang dominan yang

menganggap kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis dan refleksi dari realitas.

Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalkan ilmu

94

Page 95: Filsafat pendidikan

pengetahuan transendental dan menggantinya dengan aktifitas manusia sebagai sumber

pengetahuan. Bagi para penganut mashab pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran

adalah sebuah perjalanan dan bukan merupakan tujuan.

Pada awalnya pragmatisme dengan tokoh-tokohnya mengambil jalan berpikir

yang berbeda antara satu dengan lainnya. Peirce (dalam Calhoun, 2002), misalnya, lebih

tertarik dalam meletakkan praktek dalam bentuk klarifikasi gagasan-gagasan. Peirce

adalah tokoh yang menggagas konsep bahasa sebagai media dalam relasi instrumental

antara manusia dengan benda. Gagasan ini kemudian disebut sebagai semiotik. James,

tokoh yang mempopulerkan pragmatism, lebih tertarik dalam menghubungkan antara

konsepsi kebenaran dengan area pengalaman manusia yang lain seperti; kepercayaan dan

nilai-nilai kemasyarakatan. Tokoh selanjutnya, Dewey, menjadikan pragmatisme sebagai

basis dari praktek-praktek berpikir secara kritis. Pendekatan Dewey (1916) yang

pragmatis dalam pendidikan, misalnya, menitikberatkan pada penguasaan proses berpikir

kritis daripada metode hafalan materi pelajaran.

Sumbangan dari pragmatisme yang lain adalah dalam praktek demokrasi. Dalam

area ini pragmatisme memfokuskan pada kekuatan individu untuk meraih solusi kreatif

terhadap masalah yang dihadapi.

7) Falsifiabilitas

Kemudian apa perbedaan anatara ilmu filsafat dengan filsafat ilmu ?Banyak ilmuwan dan

golongan akademis yang masih belum memahami perbedaan antara ilmu filsafat dan filsafat

ilmu secara ‘utuh’. Jika direnungkan kembali, perkembangan IPTEK saat ini sudah lebih

cepat dari sebuah kedipan mata.

Yang paling mencengangkan lagi adalah tidak hanya sekadar sekat-sekat antar disiplin

ilmu dan arogansi ilmu saja yang terjadi saat ini, tetapi yang paling mendasar adalah

terpisahnya ilmu itu dengan nilai luhur ilmu yaitu untuk menyejahterakan umat manusia

(Bakhtiar, 2011).

Jika dicermati lebih lanjut, ilmu filsafat harus dipahami terlebih dahulu secara mendalam

dan holistik, sebelum menerapkan ilmu filsafat ke dalam suatu ilmu (filsafat ilmu). Pada

hakikatnya, ilmu filsafat memiliki peran yang sangat vital bagi perkembangan ilmu-ilmu

sebab ilmu filsafatlah yang telah melahirkan ilmu-ilmu. Oleh sebab itu, ilmu filsafat

95

Page 96: Filsafat pendidikan

dikatakan sebagai ‘induk ilmu’. Menurut Setia (1997) filsafat berasal dari Bahasa Yunani

yaitu dari akar kata; ‘philein’ (cinta) dan ‘shopos’ (hikmah, kebijaksanaan, kebenaran).

Jadi filsafat bermakna cinta akan kebijaksaan (love to the wisdom). Sebagai manusia, kita

adalah mahluk yang senantiasa berpikir karena memiliki ‘idep’ (pikiran). Dengan

kemampuan berpikir inilah, pada awalnya manusia merasa keheranan dengan segala sesuatu

yang ada dan terjadi di alam. Hingga akhirnya dengan kemampuan berpikir inilah yang

menghantarkan manusia untuk memperoleh suatu jawaban yang bersifat logis.

Proses berfilsafat adalah proses berpikir, tetapi tidak semua proses berpikir adalah proses

berfilsafat. Berpikir yang bagaimana dapat dikatakan berfilsafat? Berfilsafat adalah berpikir

yang radikal, universal, konseptual, koheren, konsisten, sistematik, komperehensif, kritis,

bebas, bertanggung jawab, dan bijaksana. Ilmu filsafat yang diterapkan ke dalam suatu ilmu

(filsafat ilmu) memperhatikan tiga penelahaan dasar ilmu yaitu aspek ontologi (teori hakikat /

theory of being), epistemologi (teori pengetahuan/ theory of knowledge), dan aksiologi (teori

nilai/ theory of meaning). Kajian ilmu filsafat dalam suatu ilmu (filsafat ilmu) sangat penting

dan fundamental.

Keramas (2008) membedakan antara kajian ilmu filsafat dan kajian filsafat ilmu dengan

menyatakan bahwa kajian ilmu filsafat ditujukan untuk mendapatkan kebenaran mutlak

(absolut) yaitu benar dilihat dari berbagai sudut pandang dan benar pula untuk sepanjang

masa sedangkan kajian filsafat pada ilmu (filsafat ilmu) bertujuan untuk memegang etika

keilmuan, mencari kegunaan yang terbaik dari ilmu itu untuk kesejahteraan manusia,

mencegah agar ilmu tidak menghancurkan manusia tetapi menyejahterakannya, serta mencari

kebenaran common sense (bukan kebenaran mutlak/ kebenaran yang masuk akal/ kebenaran

sementara/ kebenaran dalam praktek), namun tetap diupayakan mencari kajian-kajian yang

mendekati kebenaran mutlak.

Lalu, apakah manfaat mempelajari ilmu filsafat dan filsafat ilmu?  Menurut Purwati

(2011) manfaat mempelajari ilmu filsafat adalah membantu kita untuk mencari kebenaran

dari segala fenomena yang ada, memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup

dan pandangan dunia, memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam

kehidupan memahami diri sendiri dan dunia, mengembangkan kemampuan kita dalam

menalar, dan memberikan bekal untuk memperhatikan pandangan kita sendiri dan orang lain

dengan kritis sedangkan manfaat mempelajari filsafat ilmu adalah memberikan pandangan

96

Page 97: Filsafat pendidikan

yang luas sehingga dapat membendung egoisme dan ego-sentrisme, membebaskan manusia

dari belenggu cara berpikir yang mistis dan dogma, memberikan landasan historis-filosofis

bagi setiap kajian disiplin ilmu yang ditekuni, filsafat ilmu memberikan nilai dan orientasi

yang jelas bagi setiap disiplin ilmu.

Jika dilakukan suatu kontemplasi lebih lanjut, maka manfaat ilmu filsafat secara radikal

adalah menjadikan seseorang bijaksana dalam hal menyikapi masalah hidup dan kehidupan

karena telah ‘berteman’ dengan kebijaksanaan, serta mengetahui dengan benar apa tujuan

mereka berbuat (tidak merugikan orang lain dan untuk kemashlatan diri sendiri) sehingga

ilmu filsafat berperan sebagai pandangan hidup, pegangan hidup bahkan sebagai pedoman

hidup.

Sedangkan manfaat filsafat ilmu adalah agar kita sebagai manusia lebih bijaksana dalam

memanfaatkan suatu ilmu sehingga dapat menyejahterakan kehidupan manusia atau dengan

kata lain agar suatu ilmu tetap terintegrasi dengan nilai luhur ilmu yaitu untuk

menyejahterakan umat manusia.

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara

spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan

yang mempunyai cirri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan

antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu social, namun karena permasalahn-permasalahan

teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu sering menjadi filsafat ilmu alam dan filsafat-

filsafat ilmu social. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing-masing bidang yang

ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam dak filsafat ilmu-ilmu social. Ilmu memang berbeda dari

pengetahuan-pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang prinsip antara

ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu social, dimana keduanya mempunyai cirri-cirikeilmuan yang

sama.

Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan

mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi

dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat

ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk

dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan

pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana

ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara

97

Page 98: Filsafat pendidikan

menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah;

macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta

implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu

sendiri.

Filsafat ilmu merupakan telaah secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan

mengenai hakikat ilmu seperti:

a) Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut?

Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berfikir,

merasa dan menginderakan) yang membuahkan pengetahuan?

b) Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan yang berupa ilmu?

Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan

pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya?

Cara./ Teknik/ sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahan yang

berupa ilmu?

c) Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kajian antar

penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang

ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antar teknik procedural

yang merupakan operasionalisai metodeilmiah dengan norma-norma moral/

professional?

Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok pertanyaan yang pertama (a)

disebut landasan ontologism; kelompok kedua (b) disebut landasan epistemologis; dan

kelompok ketiga dalam aksiologis. Semua pengetahuan apakh itu ilmu, seni, atau

pengetahuan apa saja pada dasarnya mempunyai ketiga landasan ini. Yang berbedda adalah

materi perwujudnya serta sejauh mana landasan-landasan adri ketiga aspek ini

diperkembangkan dan dilaksanakan.

Jadi untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dengan yang lain maka pertanyaan

yang diajukan adalah: apa yang dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi)? Bagaimana caranya

mendapatkan pengetahuan termaksud dipergunakan ( aksiologi)? Dengan mengetahi

jawaban dari ketiga pertanyaan ini maka dengan mudah kita dapat membedakan berbagai

jenis pengetahuan.[5]

98[5] Ihsan, Fuad, Filsafat Ilmu, 2010 (Jakarta: PT. Rineka Cipta) hal 150

Page 99: Filsafat pendidikan

3. Sistem, Struktur, dan susunan Ilmu Pengetahuan

Peter R Senn  dalam Ilmu Dalam Perspektif (Jujun Suriasumantri) meskipun tidak

secara gamblang ia menyampaikan bahwa ilmu memiliki bangunan struktur Van Peursen

menggambarakan lebih tegas bahwa “Ilmu itu bagaikan bangunan yang tersusun dari batu

bata. Batu atau unsur dasar tersebut tidak pernah langsung di dapat di alam sekitar. Lewat

observasi ilmiah batu-batu sudah dikerjakan sehingga dapat dipakai kemudian digolongkan

menurut kelompok tertentu sehingga dapat dipergunakan. Upaya ini tidak dilakukan dengan

sewenang wenang, melainkan merupakan hasil petunjuk yang menyertai susunan limas ilmu

yang menyeluruh akan makin jelas bahwa teori secara berbeda- beda meresap sampai dasar

ilmu.

Hidayat Nataatmaja menggambarkan dalam bahasanya sendiri mengenai hal tersebut

di atas bahwa “ilmu memiliki struktur dan struktur ilmu itu beberapa lapis. Beliau membagi

lapisan ilmu ke dalam 2 golongan/ kategori yaitu lapisan yang bersifat terapan dan lapisan

yang bersifat paradigmatik. Kedua kategori memiliki karakter sendiri-sendiri. Lapisan

terapan besifat praktikal dan lapisan paradigmatik bersifat asumtif spekulatif.

Dalam penerapannya, ilmu dapat dibedakan atas berikut di bawah ini:

1. Ilmu Murni (pure science)

Yang dimaksud dengan Ilmu murni adalah ilmu tersebut hanya murni bermanfaat untuk

ilmu itu sendiri dan berorientasi pada teoritisasi, dalam arti ilmu pengetahuan murni

tersebut terutama bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan

secara abstrak yakni untuk mempertinggi mutunya.

2. Ilmu Praktis (applied science)

Yang dimaksud dengan ilmu praktis adalah ilmu tersebut praktis langsung dapt

diterapkan kepada masyarakat karena ilmu itu sendiri bertujuan untuk mempergunakan

hal ikhwal ilmu pengetahuan tersebut dalam masyarakat banyak.

3. Ilmu Campuran

Yang dimaksud dengan ilmu campuran dalam hal ini adalah sesuatu ilmu yang selain

termasuk ilmu murni juga merupakan ilmu terapan yang praktis karena dapat

dipergunakan dalam kehidupan masyarakat umum.

Sedangkan dalam fungsi kerjanya, ilmu juga dapat dibedakan atas berikut ini:

99

Page 100: Filsafat pendidikan

1. Ilmu teoritis rasional

Ilmu teoritis rasional adalah ilmu yang memakai cara berpikir dengan sangat dominan,

deduktif dan mempergunakan silogisme, misalnya dogmatis hukum.

2. Ilmu empiris praktis

Ilmu empiris praktis adalah ilmu yang cara penganalisaannya induktif saja, misalnya

dalam pekerjaan social atau dalam mewujudkan kesejahteraan umum dalam masyarakat.

3. Ilmu teoritis empiris

Ilmu teoritis empiris adalah ilmu yang memakai cara gabungan berpikir, induktif-

deduktif atau sebaliknya deduktif-induktif.

Saat ini tampaknya sebagian besar para pakar membagi ilmu atas ilmu-ilmu eksakta

dan ilmu-ilmu hukum yang pada satu titik tertentu sangat sulit dibedakan, namun pada titik

yang lain sangat berbeda satu sama lain.

Ilmu-ilmu eksakta kesemuanya mempunyai objek fakta-fakta, dan benda-benda alam

serta hukum-hukumnya pasti dan tidak dapat dipengaruhi oleh manusia. Ilmu-ilmu eksakta

meliputi antara lain yaitu berbagai ilmu teknik (seperti teknik permesinan kapal, nuklir,

perminyakan, metalurgi, gas, petrokimia, informatika, computer, planologi, kelautan,

industry, pertambangan, kimia, sipil, mesin, elektro, arsitektur, pertanian, geodesi, geologi,

geofisika, dan meteorologi), berbagai ilmu kedokteran (seperti kedokteran gigi, anak,

penyakit dalam, penyakit khusus, bedah, kebidanan, bedah mulut, kesehatan masyarakat,

keperawatan, kelamin, dan penyakit mata), berbagai ilmu alam (seperti geofisika, bumi,

ruang angkasa, dan pesawat), berbagai ilmu matematika (seperti ilmu ukur ruang, ilmu ukur

sudut dan aljabar), berbagai ilmu hewan (seperti kedokteran hewan, biologi, lingkungan dan

peternakan), berbagai ilmu tumbuh-tumbuhan (seperti pertanian dan kehutanan), berbagai

ilmu kimia, ilmu tanah, ilmu komputer, farmasi, agronomi, geografi dan statistik.

Sedangkan ilmu-ilmu sosial hukum-hukumnya relatif tidak sama dalam berbagai ruang

dan waktu, dibandingkan ilmu-ilmu eksakta (ilmu pasti) dalam arti selalu ada perubahan

yang tergantung pada situasi dan kondisi dan lingkungan, bahkan bisa dipengaruhi dan

diatur (rekayasa) oleh manusia. Ilmu-ilmu social meliputi antara lain berbagai ilmu

administrasi (seperti administrasi pembangunan, Negara, fiskal, niaga, kepegawaian dan

perkantoran), berbagai ilmu ekonomi (seperti ekonomi pertanian, mikro, makro, social,

akuntansi dan keuangan), berbagai ilmu hukum (seperti hukum perdata, hukum pidana,

100

Page 101: Filsafat pendidikan

hukum adat, hukum islam dan hukum waris), serta disiplin ilmu social lainnya seperti ilmu

politik, ilmu pemerintahan, ilmu jiwa (psikologi), sosiologi, jurnalistik, perhotelan,

kepariwisataan, sejarah, antropologi, arkeologi, komunikasi, manajemen, akuntansi,

perpustakaan, hubungan internasional dan ilmu negara.

4. Jenis – jenis Ilmu pengetahuan dan sifatnya

1. Jenis jenis Ilmu Pengetahuan

Sehubungan dengan adanya berbagai sumber, sifat-sifat, karakter dan susunan ilmu

pengatahuan, maka dalam pandangan tentang ilmu pengetahuan itu orang mengutarakan

pembagian ilmu pengetahuan (classification). Ini tergantung kepada cara dan tempat

para ahli itu meninjaunya. Menurut pembagian klasik, maka ilmu pengetahuan

dibedakan atas:

a) Natural Sciences (kelompok ilmu-ilmu alam)

b) Social Sciences (kelompok ilmu-ilmu sosial)

Sedang Dr. C. A. Van Peurson membedakan ilmu pengetahuan atas:

a) Ilmu pengetahuan kemanusiaan

b) Ilmu pengetahuan alam

c) Ilmu pengetahuan hayat

d) Ilmu pengetahuan logic-deduktif

Di dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan tentang Perguruan Tinggi Nomor: 22

Tahun 1961 di Indonesia mengklasifikasikan ilmu pengetahuan atas empat kelompok

sebagai berikut:

a) Ilmu Agama/Kerohanian, yang meliputi:

1. Ilmu agama

2. Ilmu jiwa

3. Ilmu Kebudayaan, yang meliputi:

1) Ilmu sastra

2) Ilmu sejarah

3) Ilmu pendidikan

4) Ilmu filsafat

101

Page 102: Filsafat pendidikan

b) Ilmu Sosial, yang meliputi:

1. Ilmu hukum

2. Ilmu ekonomi

3. Ilmu sosial politik

4. Ilmu ketatanegaraan dan ketataniagaan

c) Ilmu Eksakta dan Teknik, yang meliputi:

1. Ilmu hayat

2. Ilmu kedokteran

3. Ilmu farmasi

4. Ilmu kedokteran hewan

5. Ilmu pertanian

6. Ilmu pasti alam

7. Ilmu teknik

8. Ilmu geologi

9. Ilmu oceanografi

Pengklasifikasian ilmu pengetahuan menurut subjek dan objeknya:

a) Menurut Subjeknya

1. Teoritis

1) Nomotetis: ilmu yang menetapkan hukum-hukum yang universal berlaku,

mempelajari objeknya dalam keabstrakan dan mencoba menemukan unsur-

unsur yang selalu terdapat kembali dalam segala pernyataan yang konkrit

bilamana dan dimana saja. Misalnya, ilmu alam, ilmu kimia, sosiologi, ilmu

hayat.

2) Ideografis (ide: cita-cita, grafis: lukisan), ilmu yang mempelajari objeknya

dalam konkrit menurut tempat dan waktu tertentu, dengan sifat-sifatnya yang

menyendiri (unik), misalnya: ilmu sejarah, etnografi (ilmu bangsa-bangsa),

sosiografi, dsb.

2. Praktis (Applied Science/ Ilmu Terapan): Ilmu yang langsung ditujukan kepada

pemakaian atau pengalaman pengetahuan itu, jadi menentukan bagaimanakah orang

harus berbuat sesuatu. Maka ini pun diperinci lebih lanjut yaitu:

102

Page 103: Filsafat pendidikan

1) Normatif, ilmu yang memesankan bagaimanakah kita harus berbuat,

membebankan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan, misalnya: etika

(filsafat kesusilaan/ filsafat moral).

2) Positif (“applied” dalam arti sempit): ilmu yang mengatakan bagaimanakah

orang harus berbuat sesuatu, mencapai hasil tertentu, misalnya: ilmu pertanian,

ilmu teknik, ilmu kedokteran,sb.

b) Menurut Objeknya (terutama objek formalnya atau sudut pandangnya)

1. Universal/ umum: meliputi keseluruhan yang ada, seluruh hidup manusia,

misalnya: Teologi/agama dan Filsafat.

2. Khusus: hanya mengenai salah satu lapangan tertentu dari kehidupan manusia, jadi

objek terbatas, hanya ini saja atau itu saja. Inilah yang biasa disebut “ Ilmu

Pengetahuan ”. ini diperinci lagi atas:

1) Ilmu-ilmu alam (natural science, natuurwetenscappen): yang mempelajari

barang-barang menurut keadaannya di alam kodrat saja, terlepas dari pengaruh

manusia dan mencari hukum-hukum yang mengatur apa yang terjadi di dalam

alam, jadi terperinci lagi menurut objeknya, misalnya: ilmu alam, ilmu fisika,

ilmu kimia, ilmu hayat, dsb.

2) Ilmu pasti (Mathmatics), yang memandang barang-barang, terlepas dari isinya

hanya menurut besarnya. Jadi mengadakan abstraksi barang-barang itu. Ilmunya

dijabarkan secara logis berpangkal pada beberapa asas-asas dasar (axioma).

Misalnya, ilmu pasti, ilmu ukur, ilmu hitung, ilmu aljabar,dsb.

3) Ilmu-ilmu kerohanian/kebudayaan (Geisteswissen-schaf-ten/social-science).

Ilmu yang mempelajari hal-hal dimana jiwa manusia memegang peranan yang

mementukan. Yang dipandang bukan barang-barang seperti di alam dunia,

terlepas dari manusia, melainkan justru sekedar mengalami pengaruh dari

manusia. Dan karena manusia berbuat dengan berdasarkan kekuatan jiwanya

dan jiwa dalam Bahasa Jerman disebut “Geist”, maka gerombolan ilmu-ilmu

yang memandang perbuatan manusia dan hasil-hasil kegiatannya itu disebut

“Geisteswissenscaften”. Misalnya: ilmu sejarah, ilmu mendidik, ilmu hukum,

ilmu ekonomi, ilmu sosiologi, ilmu Bahasa, dsb.

2. Sifat-sifat ilmu pengetahuan

103

Page 104: Filsafat pendidikan

Sejarah membuktikan, bahwa dengan metode ilmu, akn membawa manusia

kepada kemajuan dalam pengetahuannya. Kemajuan dalam pengetahuan yang dihasilkan

oleh ilmu itu memungkinkan, karena beberapa sifat, atau cirri khas yang dimiliki oleh

ilmu.

Dalam hal ini, Randall mengemukakan beberapa ciri umum daripada ilmu, di

antaranya ialah:

a) Hasil ilmu sifatnya akumulatif dan merupakan milik bersama. Artinya, hasil daripada

ilmu yang telah lalu dapat dipergunakan untuk penyelidikan dan penemuan hal-hal

yang baru, dan tidak menjadi monopoli bagi yang menemukannya saja, setiap orang

dapat menggunakan, memanfaatkan hasil penyelidikan atau hasil penemuan orang

lain.

b) Hasil ilmu, kebenarannya tidak mutlak, dan bisa terjadi kekeliruan, karena yang

menyelidikinya adalah manusia. Namun yang perlu diketahui, kesalahan-kesalahan

itu bukan karena metodenya, melainkan terletak pada manusia yang menggunakan

metode tersebut.

c) Ilmu itu objektif, artinya prosedur cara penggunaan mtode ilmu tidak tergantung

kepada yang menggunakannya, tidak tergantung kepada pemahaman secara pribadi.

Berbeda dengan prosedur otoritas dan intuisi, yang tergantung kepada pemahaman

secara pribadi.

Selanjutnya, Ralph Ross dan Ernest Van den Hagg yang disunting oleh Prof.

Drs. Harsojo, mengemukakan ciri-ciri umum daripada ilmu, yaitu:

1) Bahwa ilmu itu rasional

2) Bahwa ilmu itu Bersifat empiris

3) Bahwa ilmu itu Umum

4) Bahwa ilmu itu Akumulatif

d) Ilmu dikatakan rasional, karena ilmu merupakan hasil dari proses berpikir dengan

menggunakan akal, atau hasil berpikir secara rasional.

Pada umumnya, orang-orang menggolongkan filsafat itu pasti ke dalam ilmu-ilmu

pengetahuan. Walaupun filasafat iu muncul sebagai salah satu ilmu pengetahuan, akan

tetapi ia mempunyai struktur tersendiri dan tidak dapat begitu saja dianggap sebagai

“ilmu pengetahuan”.

104

Page 105: Filsafat pendidikan

Tentu saja sedikit banyak bagi setiap ilmu pengetahuan berlaku, bahwa ilmu itu

mempunyai struktur dan karakteristik tersendiri. Studi tentang ilmu kedokteran adalah

sesuatu yang berbeda sekali dengan sejarah kesenian, dan ilmu pasti/matematika sesuatu

yang berlainan sekali dengan ilmu pendidikan. Akan tetapi untuk filsafat, hal yang

“tersendiri” ini berlaku dengan cara yang dasarnya lain.

5. Batasan-batasan Pengkajian Ilmu Pengetahuan

Apakah batasan yang merupakan lingkup penelajahan ilmu? Dimanakah ilmu berhenti?

Apakah yang menjadi karakter objek ontologis ilmu yang membedakan ilmu dan

pengetahuan pengetahuan yang lain? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah

sederhana: ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas

pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari ikhwal surga dan neraka. Sebab ikhwal surga

dan neraka berada diluar Jangkauan pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari sebab

musabab terciptanya manusia sebab kejadian itu terjadi diluar jangkauan pengalamann

manusia. Baik hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun hal-hal yang terjadi setelah

kematian manusia, semua itu berada di luar penjelajahan ilmu.

Ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam batas pengalaman kita

karena fungsi ilmu sendiri dalam hidup manusia yaitu sebagai alat bantu manusia dalam

menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari

kemudian tidak akan kita tanyakan pada ilmu, melainkan kepada agama. Sebab agamalah

pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu.

Ilmu membatasi batas penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan

pada metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah diuji kebenarannya secara

empiris. Sekiranya ilmu memasukkan daerah di luar batas pengalaman empirisnya, maka

pembuktian metodologis tidak dapat dilakukan.

Ilmu tanpa bimbingan moral agama adalah buta. Kebutaan moral dari ilmu mungkin

membawa kemanusiaan ke jurang malapetaka. Contoh penyalahgunaan teknologi nuklir

yang  telah merenggut jutaan jiwa.

Ruang penjelajahan keilmuan kemudian kita menjadi “kapling kapling”  berbagai disiplin

keilmuan. Kapling ini makin lama makin sempit sesuai dengn perkembangan kuantitatif

disiplin keilmuan. Dahulu ilmu dibagi menjadi dua, ilmu alam dan ilmu sosial. Kini telah

105

Page 106: Filsafat pendidikan

terdapat lebih dari 650 cabang keilmuan. Oleh karena itu, seorang ilmuwan harus tahu benar

batas-batas penjelajahan cabang keilmuan maing-masing.

Mengenai batas-batas kapling ini, disamping menunjukkan kematangan keilmuan dan

profesional kita, juga dimaksudkan agar kita mengenal tetangga-tetangga kita. Dengan makin

sempitnya  daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan, maka sering sekali diperlukan

“pandangan”  dari disiplin-disiplin yang lain. Saling pandang memandang ini  atau

pendekatan multi disipliner, membutuhkan pengetahuan tentang tetangga-tetangga yang

berdekatan. Artinya harus jelas bagi semua, dimana disiplin seseorang berhenti dan dimana

disiplin orang lain mulai. Tanpa kejelasan batas-batas ini maka pendekatan multi disipliner

akan berubah menjadi sengketa kapling.

6. Periodesasi Filsafat Ilmu

Awal timbulnya filsafat tidak diketahui secara pasti. Namun, filsafat pertama kali hanya

dapat diketahui dari permulaan orang-orang yang menamakan dirinya Sophia pada tahun

500-400 SM. Sokrates yang melanjutkan filsafat Sophia hidup pada tahun 469-399 SM.

Kemudian, datang filosof lain, yaitu Plato tahun 427-357 SM. Dari Plato menurun kepada

Aristoteles yang hidup antara tahun 384-322 SM.

Beberapa ahli filsafat ini meletakkan dasar-dasar pemikiran filsafat. Setelah masa Plato

dan Aristoteles, berlalulah satu kurun panjang manakala murid-murid kedua tokoh itu

tenggelam dalam pengumpulan, pengaturan dan pengupasan pendapat-pendapat kedua guru

mereka. Murid-murid ini turut meramaikan pasar filsafat. Namun tidak lama berselang,

keramaian itu berganti dg kemandekan, kegairahan berangsur hilang dari peredaran. Di

Yunani tinggal segelintir konsumen yang berminat kepada ilmu pengetahuan. Guru-guru

seni dan ilmu berpindah ke dan menetap di Aleksandaria.Kota ini menjadi pusat ilmu sampai

abad ke 4 SM.

Abad pertengahan abad 2 SM sampai abad 14 M, termasuk di dalamnya kejayaan dunia

Islam. Kalau sebelum abad pertengahan adalah abad Yunani Kuno dengan tiga tokoh

besarnya, maka sejak Rasulullah diutus oleh Allah melalui tanah Arab, orang-orang yang

paling pertama memperoleh pencerahan dari kenabian Muhammad SAW tersebut. Pada

abad ke 6 M, Islam mendorong umatnya untuk memperoleh ilmu dan kebijakan atau

106

Page 107: Filsafat pendidikan

hikmah, maka dengan serta merta di abad ke 7 perkembangan kemajuan bangsa Arab

(Islam) semakin tampak di belahan dunia.

Filsafat ilmu terus tumbuh dan berkembang dari zaman ke zaman. Perkembangan

filsafat ilmu dapat dibagi menjadi beberapa periode, yakni zaman pra Yunani kuno, Yunani

kuno, abad pertengahan, zaman islam, zaman renaissans (abad 14 – 17 M), zaman modern

(abad 17 – 19 M),zaman kontemporer (abad 20- sekarang). Dalam makalah ini akan dibahas

filsafat ilmu pada abad pertengahan yang merupakan masa kejayaan Islam dan sumbangan

Islam dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

1. Filsafat Abad Pertengahan

Filsafat abad pertengahan lazim di sebut filsafat skolastik. Kata tersebut di ambil

dari kataschuler yang berarti ajaran atau sekolahan. Pasalnya sekolah yang

diselanggarakan oleh Karel Agung mengajarkan apa yang di istilahkan sebagai artes

liberalis, meliputi mata pelajaran, gramatika, arithmatika, astronomia, musika, dan

dialektika. Dialektika ini sekarang disebut logika dan kemudian meliputi seluruh filsafat.

Belakangan kata skolastik menjadi istilah bagi filsafat pada abad 9-15 yang mempunyai

corak khusus yaitu filsafat yang di pengaruhi Agama.Filsafat barat abad pertengahan

(476-1492) juga dapat dikatakan sebagai abad gelap. Berdasarkan pada pendekatan

sejarah gereja sangat membelenggu kehidupan manusia. Manusia tidak lagi memiliki

kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli pikir

saat itu juga tidak memiliki kebebasan berfikir. Apalagi terdapat pemikiran-pemikiran

yang bertentangan dengan agama ajaran gereja. Siapa pun orang yang mengemukakannya

akan mendapat hukuman yang berat. Pihak geraja melarang diadakannya penyelidikan-

penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu kajian terhadap agama

(teologi) yang tidak berdasarkan pada ketentuan gereja akan mendapat larangan yang

ketat. Yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja.

Kendati demikian, ada juga yag melanggar peeraturan tersebut dan mereka dianggap

orang murtad dan kemudian diadakan pengajaran (inkuisisi). Pengejaran terhadap orang-

orang murtad ini mencapai puncaknya pada saat paus Innocentius III di akhir abad XII,

dan yang paling berhasil di Spanyol.

Pendapat-pendapat mengenai ilmu di abad tengah simpang siur. Para sejarawan

terdahulu memandang ilmu di zaman itu belum terbebaskan dari beban dogmatisme dan

107

Page 108: Filsafat pendidikan

takhayul, sementara sejarawan lainnya mencoba menunjukkan bahwa banyak fakta dan

prinsip pokok ilmu modern ditemukan pada waktu itu. Persoalannya menjadi jelas ketika

disadari bahwa orang terpelajar pada zaman itu tidak semuanya mencoba melaksanakan

penelitian ilmiah seperti yang dipahami sekarang ini. Filsafat alamiah dan fakta-fakta

khusus dipelajari terutama dalam hubungan dengan agama.

Untuk mengetahui corak pemikiran filsafat abad pertengahan, perlu dipahami

karateristik dan ciri khas pemikiran filsafatnya. Beberapa karateristik yang perlu

dimengerti adalah:

a) Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja.

b) Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles.

c) Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus.

Abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh

dengan upaya mengiring manusia kedalam kehidupan sistem kepercayaan yang picik dan

fanatic, dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itulah

perkembangan ilmu pengetahuan terhambat. Secara garis besar filsafat abad pertengahan

ini dibagi dua periode, yaitu periode skolastik Islam dan periode skolastik Kristen.

1) Periode Filsafat Skolastik Islam ( Arab )

Kendati islam sudah dikenal oleh dunia sejak awal abad VII Masehi, namun

filsafat dikalangan kaum muslim baru dimulai pada awal abad VIII. Ini disebabkan

karena pada abad pertama perkembangan islam tidak terdapat isme- isme atau paham-

paham selain melayu. Di kalangan kaum muslim filsafat dianggap berkembang dengan

baik mulai abad IX Masehi hingga abad XII. Keberadaan filsafat pada masa ini juga

menandai masa kegemilangan dunia islam, yaitu selama masa Daulah Abbasiyah di

Baghdad 750-1258) dan Daulah Amawiyah di Spanyol (755-7492).

Menurut Hasbullah Bakry, istilah Skolastik islam jarang di pakai dalam khazanah

pemikiran islam. Istilah yang sering dipakai adalah ilmukalam atau filsafat Islam.

Kedua ilmu tersebut dalam pembahasannya dipisahkan, periode skolastik Islam dapat

kedalam empat masa, yaitu:

1. Periode Kalam Pertama

108

Page 109: Filsafat pendidikan

Periode ini ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok mutakallimin / aliran-

aliran dalam ilmu kalam, yakni:

a. Khawarij

b. Murjiah

c. Qadariyah

d. Jabariyah

e. Mu’tazilah

f. Ahli Sunnah

2. Periode Filsafat Pertama

Periode ini ditandai dengan munculnya ilmuwan dan ahli-ahli dalam berbagai

bidang yang menaruh perhatian terhadap filsafat Yunani, terutama filsafat

Aristoteles. Periode filsafat Islam pertama adalah periode munculnya filsuf-filsuf

muslim di wilayah Timur, masing-masing adalah:

a. Al-Kindi (806-873 M)

b. Al-Razi (865-925 M)

c. Al-Farabi (870-950 M)

d. Ibn Sina (980-1037 M).

3. Periode kalam kedua

Periode ini ditandai dengan tampilnya tokoh-tokoh kalam penting dan besar

pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu kalam berikutnya, mereka antara lain:

a. Al-Asy’ari (873-957 M)

b. Al-Ghazali (1065-1111)

4. Periode Filsafat Kedua

Periode ini ditandai dengan tampilnya sarjana-sarjana dan ahli-ahli dalam berbagai

bidang yang juga meminati filsafat. Mereka hidup dalam masa Daulah Amawiyah

di Spanyol (Eropa) pada saat Eropa sedang dalam masa kegelapan. Dengan

tampilnya para filsuf muslim di Eropa ini, ilmu dan peradaban tumbuh

berkembang dan terus meningkat. Mereka adalah:

a. Ibnu Bajjah (1100-1138 M), di barat di kenal Avempace

b. Ibnu Thufail(m.1185 M), di barat di kenal Abubacer

109

Page 110: Filsafat pendidikan

c. Ibnu Rusyd(1126-1198), di barat di kenal Averroce

Perlu dicatat di sini bahwa pada masa ini Ibn Rusyd menunjukan sikap

pembelaannya terhadap filsafat dan para filsuf atas serangan-serangan Al-Ghazali

dalam buku Tahafut al-Falasifah dengan bukunya yang berjudul Tahafut al-

Tahafut (kerancuan {kitab} tahafut)

5. Periode kebangkitan

Periode ini dibangkitkan kembali dunia islam setelah mengalami kemerosotan

alam pikiran sejak abad XV hingga abad X1X. Oleh karenanya, periode ini di

sebut juga sebagai Renaissans islam. Di antara tokoh yang mempengaruhi adalah

Jamaludin Al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Muhamad Iqbal dan

masih banyak lagi.

2) Periode Filsafat Skolastik Kristen

Periode skolastik Kristen dalam sejarah perkembangannya dapat di bagi menjadi tiga,

yaitu masa skolastik awal, masa skolastik keemasan, dan masa skolastik akhir.

1. Masa skolastik awal (Abad 9-12 M)

Masa ini merupakan kebangkitan pemikiran abad pertengahan abad pertengahan

setelah terjadi kemerosotan. Kemorosotan pemikiran Filsafat pada masa pra-

Yunani di sebabkan kuatnya dominasi golongan gereja. Pada saat ini muncul ilmu

pengetahuan yang dikembangkan di sekolah-sekolah. Mulanya skolastik timbul

pertama kalinya di biara selatan dan akhirnya berpengaruh ke daerah-daerah lain.

2. Masa Skolastik keemasan

Pada masa skolastik awal, Filsafat bertumpu pada alam pikiran dan karya-karya

Kristiani. Tetapi sejak pertengahan abad ke12 karya nya non kristiani mulai

muncul dan filsuf islam mulai berpengaruh dari tahun 1200-1300 M. Masa ini juga

disebut juga masa berbunga disebabkan bersamaan dengan munculnya beberapa

universitas dan ordo-ordo yang menyelanggarakan pendidikan ilmu

pengetahuan.Secara umum ada beberapa faktor yang menjadikan masa skolastik

mencapai keemasan yaitu :

a) Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu sina sejak abad ke 12

hingga pada abad ke 13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.

110

Page 111: Filsafat pendidikan

b) Tahun 1200 M didirikan Universitas Alamameter di Prancis. Universitas ini

merupakan gabungan dari beberapa sekolah. Alamameter inilah sebagai

embrio berdirinya universitas di Paris, Oxpod, Montpellier, Cambridge, dan

lain-lainya.

c) Berdirinya ordo-ordo karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu

pengetahuan sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan

suasana yang semarak pada abad ke -13. Hal ini akan berpengaruh terhadap

kerohanian saat kebanyakan tokoh-tokohnya memegang peranan dibidang

filsafat dan teologi, seperti Albertus de Grote, Thomas Aquinas, Binaventura,

J.D.Scontus, William Ocham.

3. Masa Skolastik Akhir

Masa skolastik akhir ditandai dengan kemalasan berfikir filsafati sehingga

menyebabkan filsafat skolastik Kristen. Meskipun demikian, masih muncul tokoh

yang terkenal pada masa ini, yaitu Niccolaus Cusanus (1401-1404). Dari

pemikiran filsafatnya ia membedakan tiga macam pengenalan yang kurang

sempurna.

4. Periode Filsafat Skolastik Thomas Aquinas

Puncak tradisi pemikiran skolastisisme adalah pada masa Thomas Aquinas. Ia

adalah seorang pendeta dominikian Gereja Katolik. Karya Filsafatnya yang

terpenting adalah multicolume summa contra gentiles (sebuah rangkuman

melawan orang kafir) sedangkansumma theological (rangkuman teologi) menjadi

karya teologinya yang di sajikan secara sistematis yang dipersembahkan bagi

orang-orang yang ingin menjadi biarawan dan pendeta.

2. Perkembangan Ilmu Zaman Islam

Sebelum di uraikan sejarah dan perkembangan ilmu dalam islam, ada baiknya di

uraikan sedikit tentang pandangan islam terhadap ilmu. Sejaka awal kelahirannya, islam

sudah memberikan penghargaan yang begitu besar kepada ilmu.sebagaimana sudah

diketahui, bahwa Nabi Muhammad Saw. Ketika diutus oleh Allah sebagai Rasul, hidup

dalam masyarakat yang terbelakang, dimana paganisme tumbuh menjadi sebuah identitas

yang melekat pada masyarakat Arab masa itu. Kemudian islam datang menawarkan

111

Page 112: Filsafat pendidikan

cahaya penerang yang mengubah masyarakat Arab Jahiliyah menjadi masyarakat yang

berilmu dan beradab.

Kalau dilacak akar sejarahnya, pandangan islam tentang pentingnya ilmu tumbuh

bersamaan dengan munculnya islam itu sendiri. Ketika Rasulullah Saw, menerima wahyu

pertama, yang mula-mula di perintahkan kepadanya adalah “membaca” jibril

memerintahkan. Muhammad dengan bacalah dengan menyebut nama Tuhan yang

menciptakan “. Perintah ini tidak hanya sekali di ucapkan jibril tetapi berulang-ulang

sampai Nabi dapat menerima wahyu tersebut. Dari kata Iqra inilah kemudian lahir aneka

makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu

dan membaca teks baik yang tertulis maupun tidak. Wahyu pertama itu menghendaki

umat islam untuk senantiasa “membaca” dengan dilandasi Bismi Rabbik, dalam arti hasil

bacaan itu nantinya dapat bermanfaat untuk kemanusiaan. Lebih lagi sumber pokok

ajaran islam ini memeainkan peran ganda dalam penciptaan dan pengembanagan ilmu-

ilmu. Peran itu adalah pertama, prinsip-prinsip semua ilmu dipandang kaum muslimin

terdapat dalam Al-Qur’an, terdapat pula penafsiran yang bersifat esoteric lebih mendalam

terhadap kitab suci ini, yang memumngkinkan tidak hanya misteri yang dikandungnya

tetapi juga pencarian makna secara mendalam. Kedua, al-quran dan hadits menciptakan

iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu dengan menekankan kebajikan dan

keutamaan ilmu, pencarian ilmu dalam segi apapun pada akhirnya akan bernuara pada

penegasan Tauhid.

Dalam perjalanan ilmu dan juga filsafat didunia islam, pada dasarnya terdapat upaya

rekonsilasi–dalam arti mendekatkan dan mempertemukan dua pandangan yang berbeda,

bahkan seringkali ekstrim–antara pandangan filsafat Yunani, seperti filsafat Plato dan

Arisoteles, dengan pandangan keagamaan dalam islam yang seringkali menimbulkan

benturan-benturan. Sebagai contoh konkret dapat disebutkan bahwa Plato dan Aristoteles

telah memerikan pengaruh yang besar pada mazhab-mazhab islam. Al-Farabi, dalam hal

ini, memiliki sikap yang jelas karena ia percaya pada kesatuan filsafat dan bahwa tokoh-

tokoh filsafat harus bersepakat diantra mereka sepanjang yang menjadi tujuan mereka

adalah kebenaran. Bahkan bisa dikatakan para filsof Muslim mulai dari Al-Kindi sampai

ibnu Rusyd terlibat dalam upaya rekonsiliasi tersebut, dengan cara mengemukakan

pandangan-pandangan yang relative baru dan menarik. Usaha-usaha mereka pada

112

Page 113: Filsafat pendidikan

dilirannya menjadi alat dalam penyebaran filsafat dan penetrasinya kedalam-studi-studi

keislaman lainnya, dan tidak diragukan lagi upaya rekonsiliasi oleh para filsof Muslim ini

menghasilkan afinitas dan ikatan yang kuat anatara filsafat Yunani.

Selain itu, pada masa ini juga didapati pusat-pusat ilmu pengetahuan seperti Ariokh,

Ephesus, dan Iskandariah, dimana buku-buku-buku Yunani purba masih dibaca dan

diterjemahkan kedalam berbagai bahasa , terutama, siriani, bahkan setelah pusay-pusat

ini dikatakan oleh umat islam, pengaruh pemukiran Yunani tetap mendalam dan meluas.

Pada masa ini juga didapai seorang tokoh Kristen bernama Nestorius, yang melakukan

dekontruksi atas pemahaman teologi kalanga Kristen konservatif ortodoks, setelah ia

terpengaruh oleh alam pikiran Yunani tersebut. Ia bersama pengikutnya kemudian hijrah

ke Suriah dan melanjutkan kegiatan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani.

Hal ini menunjukkan bahwa islam tidak hanya mendukung adanya kebebasan

intelektual , tetapi juga membuktikkan kecintaan umat islam terhadap ilmu pengetahuan

dan sikap hormat mereka kepada ilmuwan, tetapi memandang agama mereka.

Islam adalah peristiwa Fitnah al-kubra, yang ternyata tidak hnaya membawa

konsekuensi- logis dari segi polotis an-sich seperti yang dipahami selama ini tapi ternyata

juga membawa perubahan besar bagi pertumbuhan dan perkembangan ilmu di dunia

Islam pasca terjadinya Fitnah al-kubra,muncul berbagai golongan yang memilikia aliran

teologis tersendiri yang pada dasarnya berkembang karena alasan-alasan politis. Pada

saat itu muncul alairan syi’ah yang membela Ali, aliran Khawarij , dan kelompok

Muawiyah. Namun, di luar konflik yang munculpada saat itu, sejarah mencatat dua orang

tokoh besar yang tidak ikut terlibat dalam perdebatan teologis yang cenderung

mengkafirkan satu sama lain, tetapi justru mencurahkan perhatinnya pada bidang ilmu

agama. Kedua tokoh itu adalah Abdullah Ibnu Umar dan Abdullah Ibnu Abbas . yang

disebut pertama mencurahkan perhatinnya dalam bidangilmu hadis, sementara yang

disebut belakangan lebih berorientasi pada ilmu Tafsir. Kedua tokoh ini sering disebut

sebagi pelapor tumbuhnya intuisi keulamaan dalam islam, sekaligus berarti pelapor

kajian mendlam dan sistematis tentang agama islam. Mereka juga sering disbut sebagai

“moyang” golongan sunni atau Ath-al-Sunnah wa al-Jama’ah.

Seperti sudah di aliran singgung diatas , pasca Fitnah al-kubra bermunculan

bermunculan berbagai polotik dan teologi.dari sini kemudian dapat dikatakan bahwa

113

Page 114: Filsafat pendidikan

sejak awal islam kajian-kajian dalam bidag teologi sudah berkembang, meskipun masih

berbentuk embrio. Embrio inilah yang pada masa kemudian menemukan bentuknya yang

lebih sistematis dalam kajian–kajian teologis dalam islam. Sebagai contoh, persoalan

tentang hukum orang yang berdosa besar, apakah mu’min atau kafir, masalah kebebasan

atau ketidakbebasan manusia dalam menentukan perbutannya, sudah diwakilli sejak dini

perdebatan antara kalangan Mu’Tazilah dan Khawarij. Dari sini tampaknya , seperti

ditulis Naution, peranan akal dalam pergaulan pemikiran dan keilmuan dalam tradisi

islam dimulai.

3. Perkembangan Ilmu pada Masa Kejayaan Islam

Dalam sejarah islam, kita mengenal nama-nama seperti Al-Mansur, Al-Ma’mun,

dan Harun Rasyid, yang memberikan perhatian teramat besar bagi perkembangan ilmu di

dunia Islam. Pada masa pemerintahan Al-Mansur, misalnya proses penerjemahan karya-

karya filsof Yunani ke dalam bahas Arab berjalan dengan pesat. Dikabarkan bahwa Al-

mansur telah memerintahkan penerjemahan naskah-naskah Yunani mengenai filsafat dan

ilmu, dengan memberikan imbalan yang besar kepada para ahli bahasa (penerjemah).

Pada masa Harun Al-Rasyid (786-809) proses penerjemahan itu juga masih terus

berlangsung. Harun memerintahkan Yuhanna (Yahya) Ibn Musawayh (w.857), seorang

dokter Istana, untuk menterjemahkan buku-buku kuno mengenai kedokteran. Dimasa itu

juga dierjemahkan karya-karya dalam bidang astronomi, seperti Siddanta, sebuah risalah

india yang diterjemahkan oleh Muhammad Ibn Ibrahim al-Fazari (w. 806). Pada masa

selanjutnya oleh al-khawarizmi Siddhanta ini dibuat versi baru terjemahannya dan

diberikan komentar-komentar. Selain itu juga ada Quadripartituskarya Purdemy, dan

karya-karya bidang astrologi yang diterjemahkan oleh satu tim sarjana.

Dalam bukunya, The Reconstruction of Religious Thougt in Islam Iqbal

menyatakan bahwa salah satu penyebab utama kematian semangat ilmuwan dikalangan

umat islam adalah diterimanya paham Yunani mengenai realitas yang pada pokoknya

bersifat statis, sementara jiwa islam adalah dinamis dan berkembang. Ia selanjutnya

mengungkapkan bahwa semua aliran pemikiran muslim bertemu dalam suatu teori Ibn

Miskawasih mengenai kehidupan sebagai suatu gerak evolusi dan pandangan Ibn

Khaldun mengenai sejarah.

114

Page 115: Filsafat pendidikan

7. Ruang LIngkup Filsafat Ilmu

Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi

tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

1. Ontologi ilmu

Meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren

dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan

bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah

menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme dengan berbagai

nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat

bahkan keyakinan kita masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada

sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.

Tokoh yang membuat istilah ontologi adalah Cristian Wolff (1679-1714).Istilah

ontologi berasal dari bahasa yunani, yaitu ta onta bararti”yang barada”, dan logi berarti

ilmu pengetahuan atau ajaran. Dengan demikian, antologi adalah ilmu paengetahuan atau

ajaran tentang yang berbeda. Adapun dapat diartikan juga yaitu, antologi adalah ilmu

yang mencari asensi dan eksentasi yang terakhir. Antologi adalah bagian dari Metafisika.

Persoalan dalam keberadaan menurut Ali Mudhofir (1996) ada tiga pandangan,

yang masing-masing menimbulkan aliran yang berada. Tiga segi pandangan itu adalah

sebagai berikut.

a. Keberadaan Dipandang dari Segi Jumlah (Kuantitas)

Keberadaan dipandang dari segi jumlah (Kuantitas), artinya berapa banyak kenyataan

yang paling dalam itu. Pandangan ini malahirkan beberapa aliran filasafat sebagai

jawabannya, yaitu sebagai berikut.

a) Monoisme

Aliran yang menyatakan bahwa hanya satu kenyataan yang fundamental.

Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau subtansi lainnya yang

tidak dapat diketahui. Tokohnya antara lain: Thales (625-545 SM) yang

berpendapat bahwa kenyataan yang terdalam adalah sebuah subtansi, yaitu air.

Aniximander (610-547 SM) berkeyakinan bahwa yang merupakan kenyataan

terdalam adalah Aperion, yaitu sesuatu yang tanpa batas, tidak dapt ditentukan

dan tidak memiliki persamaan dengan salah satu benda yang ada dalam dunia .

115

Page 116: Filsafat pendidikan

Anaximenes (585-528 SM) berkeyakinan bahwa yang merupakan unsur

kenyataan yang sedalam-dalamnya adlah udara. Filuf modern yang ternasuk

monisme adalah B.Spinoza, berpendapat bahwa hanya ada satu subtansi, yaitu

Tuhan. Dalam hal ini Tuhsn dididentikkan dengan alam (naturans naturata)[7].

b) Dualiasme (Serba Dua)

Aliran yang menganggap adanya dua subtabsi yang masing-masing berdiri sndiri.

Tokoh-tokoh yang termasuk aliran ini adalah Plato (428-348 SM), yang

membadakan dua dunia, yaitu dunia indra (bayang-bayang) dan dunia ide (dunia

yang terbuka bagi rasio manusia). Rene Descrates (1596-1650 M) yang

membedakan subtansi pikiran dan subtabsi keluasan. Leibniz (1646-1716 M) yang

membadakan antara dunia dunia yang sesungguhnya dan dunia yang mungkin.

Imanuel  Kant (1724-1804) yang membedakan antara dunia gejala (fenomena)

dan dunia hakiki (naumena).

c) Pluralisme (Serba Banyak)

Aliran yang tidak mengakui adanya satu subtansi atau dua subtansi melainkan

banyak subtansi. Para filsuf yang termasuk pluralisme diantaranya Empedokles

(490-430 SM) yang mrnyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri atas 4 unsur,

yaitu udara, api, air, dan tanah. Anaxagoras (500-428 SM) yang menyatakan

bahwa hakikat  hakikat kenyataan terdiri atas unsur-unsur yang tidak terhitungg

banyaknya, sebanyak sejumlah sifat benda dan semuanya dikuasai oleh suatu

tenaga yang dinamakan nous. Dikataknnya bahwa nous adalah suatu zat yang

paling halus yang memiliki sifat pandai bergerak dan mengatur.

b. Keberadaan Dipandang dari Segi Sifat (Kualitas)

Keberadaan dipandang dari segi sifat (kualis) menimbulkan beberapa aliran sebagai

barikut.

a) Spiritualisme

Spiritualisme mengandung beberapa arti, yaitu:

1) Ajaran yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah roh

(Pneuma, Nous, Reason, Logos), yakni roh yang mendasari dan mengisi

seluruh alam. Spirituliasme dalam arti ini dilawankan dengan materialisme.

116

Page 117: Filsafat pendidikan

2) Kadang-kadang dikenakan pada pandangan idealistis yang menyatakan

adanya roh mutlak. Dunia indra dalam pengertian ini sebagai dunia ide.

3) Dipakai dalam istilah keagamaan untuk menekankan pengaruh langsung dari

roh suci dalam bidang agama.

4) Kepercayaan bahwa roh orang mati berkomunikasi dengan roh orang yang

masih hidup melalui perantara atau orang tertenntu dan melalui bentuk wujud

yang lain. Istilah spiritualisme lebih tepat dikenakan bagi kepercayaan

semacam ini. Aliran spiritualisme juga disebut idealisme (serba cita). Tokoh

aliran ini diantaranya Palto dengan ajarannya tentang idea(cita) dan jiwa. Idea

atau cita adalah gambaran asli segala benda.   halSemua yang ada dalam

dunia hanyalah penjelmaan atau bayangan saja.

b) Materialisme

Adalah pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang nyata kecuali

materi. Pikiran dan kesadaran hanyalah penjelmaan materi yang dapat

dikembalikan pada unsur-unsur fisik.  Materi adalah sesuatu yang kelihatan, dapat

diraba, berbentuk, dan menempati ruang.  Hal-hal yang bersifat keharmonian

seperti pikiran, jiwa, keyakinan rasa sedih, dan rasa senang tidak lain hanyalah

pengungkapan proses kebendaan. Tokoh aliran ini antara lain Demokritos (460-

370 SM), Berkeyakinan bahwa alam semesta tersusun atas atom-atom kedil yang

memiliki bentuk dan badan. Atom ini mempunyai sifat yang sama, perbedaannya

hanya hanya besar, bentuk, dan letaknya. Thomas  ahobbes (1588-1679)

berpendapat bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia merupakan gerak dari

materi. Termasuk juga pikiran, perasaan adalah gerak materi belaka karena segala

sesuatu yang terjadi dari benda-benda kecil. Bagi Thomas Hobbes, filsafat sama

dengan ilmu yang mempelajari benda-benda.

c. Keberadaan Dipandang dari Segi Proses, Kejadian, atau Perubahan

Aliran yang berusaha menjawab persoalan ini adalah sebagai berikut.

c) Mekanisme

Menyatakan bahwa semua gejala dapat dijelaskan berdasarkan asas-asas

mekanik(mesin). Semua peristiwa adalah hasil dari materi yang bergerak dan

dapat dijelaskan menurut kaidahnya. Aliran ini jua menerangkan semua peritiwa

117

Page 118: Filsafat pendidikan

berdasar pada sebab kerja (efficient cause), yang dilawankan sebab tujuan (final

cause). Alam dianggap sebuah mesin yang keseluruha fungsinya ditentukan

secara otomatis oleh bagian-bagiannya. Pandangan yang bercorak mekanistik

dalam kosmologi pertama kali diajukan oleh Leucippus dan Demokritus yang

berpendirian bahwa alam dapat diterangkan berdasarkan pada atom-atom yang

bergerak dalm ruang kosong. Pandangan ini dianut oleh Galileo Galilei (1564-

1641) dan filsuf lainnya dalam abad ke-17 sebagai filsafat mekanik.

d) Teleologi (Serba- Tujuan)

Berpendirian bahwa yang berlaku dalam kejadian alam bukanlah kaidah sebab

akibat, akan tetapi sejak semula memang ada suatu kemauan atau kekuatan yang

mengarahkan alam kesuatu tujuan. Plato membedakan antara idea dan materi.

Tujuan berlaku di dalam ide, sedangkan kaidah sebab-akibat berlaku dalm materi.

Menurut Aristoteles, untuk melihat kenyataan yang sesungguhnya kita harus

memahami  empat sebab, yaitu sebab bahan (materia cause), sebab bentuk

(formal cause), sebab kerja (efficient cause), dan sebab tujuan (final cause). Sebab

bahan adalah bahan yang menjadikan sesuatu itu ada; sebab bentuk adalah yang

menjadikan sesuatu itu berbentuk; sebab kerja adalah yang menyebabkan bentuk

itu bekerja atas bahan; sebab tujuan adalah yang menyebabkan tujuan semat-mata

karena perubahan tempat atau gerak. Dibidang ini semata-mata berkuasa yang

kaidah sebab akibat yang pasti. Sebaliknya, segala kejadian tujuannya adalah

menimbulkan sesuatu bentuk atau sesuatu tenaga. Namun, di katakan juga bahwa

kegiatan alam maengandung suatu tujuan. Sehubungan dengan masalah ini kaidah

sebab akibat hanyalah alat bagi alam untuk mencapai tujuannya

e) Vitalisme

Memandang bahwa kehidupan tidak dapat sepenuhnya secara fisika-kimiawi,

karena hakikatnya berbeda dengan yang tidak hidup. Filsuf vitalisme seperti

Henry Bergson (1859-1941) menyebutkan elan vital. Dikatakannya bahwa ela

vital merupakan sumber dari sebab kerja dan perkembangan dalam alam. Asas

hidup ini mamimpin dan mengatur gejala hidup dan menyesuiakannya dengan

tujuan hidup. Oleh karena itu, vitalisme sering juga dinamakan finalisme.

f) Organisme

118

Page 119: Filsafat pendidikan

Aliran ini biasanya dilawankan dengan mekanisme dan vitalisme. Menurut

organisisme, hidup adalah suatu sturktur yang dinamis, suatu kebetulan yang yang

memiliki bagian yang heterogen, akan tetapi yang utama adalah adanya sistem

yang teratur. Semua bagian bekerja dibawah kebulatannya.

2. Epistemologi ilmu

Meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai

pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan

sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih.

Akal (Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan

pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga

dikenal adanya model-model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme

atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya.

Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik be-

serta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori koherensi, korespondesi,

pragmatis, dan teori intersubjektif.

a. Pengertian Epistemologi

Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiridari dua kata, yaitu

epistemeyang berarti pengetahuan, dan logos, yang berarti pikiran, teori atau ilmu.

Jadi, epistemologi berarti pikiran atau teori tentang pengetahuan atau ilmu

pengetahuan. Istilah lain juga biasa digunakan, yaitu teori pengetahuan (theory of

knowledge) atau filsafat pengetahuan (philosophy of knowledge) (Susanto,

2011:136).

Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan

pengetahuan: Apakah sumber-sumber pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan dan

ruang lingkup pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan untuk mendapatkan

pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap

manusia (William S. Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965 dalam

Suriasumantri, 2007:119).

Menurut Surajiyo (2010:26), epistemologi adalah bagian filsafat yang

membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula

119

Page 120: Filsafat pendidikan

pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan. Dan menurut

Pidarta (2009:77) epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan

dan kebenaran.

Dari berbagai pendapat ahli di atas dapat disimpulkan dengan bahasa sederhana

epistemologi merupakan cara mendapatkan pengetahuan yang benar.

b. Jarum Sejarah Pengetahuan

Sejarah pengetahuan berjalan sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia.

Dengan mengetahui sejarah akan pengetahuan, kita akan dibantu bagaimana

menetapkan suatu metode untuk memperoleh pengetahuan yang benar nantinya.

Secara garis besar, sejarah pengetahuan terbagi menjadi tiga fase, yaitu :

1) Pengetahuan abad primitif

Pada abad primitif manusia sudah mulai mengenal dengan yang namanya

pengetahuan. Mereka menfungsikan pengetahuan tersebut sebagai alat dan cara

mereka untuk menyelesaikan masalah yang terjadi disekitar mereka. Akan tetapi,

pada abad ini pengetahuan masih berupa satu kesatuan yang bulat. Tidak adanya

pengklasifikasian antara suatu pengetahuan tertentu dengan pengetahuan yang

lainnya. Akibatnya, pada masa itu, seorang yang dianggap mampu dibidang

kedokteran, dia juga akan dianggap mampu dibidang pertanian, keagamaan,

pemerintahan dan lainnya. Seorang pemimpin pada masa itu adalah mereka yang

ahli atau pakar dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat yang berada dibawah

kepemimpinanya.

2) Pengetahuan abad penalaran (age of reason)

Pada abad ini manusia telah mengalami perkembangan pemikiran yang cukup

pesat setelah terlewatnya masamasa pemikiran primitif. Pada abad ini manusia

mulai melakukan pembedaan pembedaan antara satu pengetahuan dengan

pengetahuan yang lainnya. Mereka membedakan pengetahuan pengetahuan

tersebut dalam wadahnya yang terpisah. Artinya, antara satu pengetahuan dengan

pengetahuan yang lainnya memiliki ranahnya masing masing untuk dikaji. Tidak

ada hubungan antara satu pengetahuan dengan pengetahuan yang lainnya dalam

rangka menyelesaikan suatu masalah. Metode yang berkembangpun antara satu

pengetahuan dengan pengetahuan yang lainnya sangat berbeda. Intinya, pada

120

Page 121: Filsafat pendidikan

masa ini pengetahuan mengalami diferensiasi dan memiliki ranahnya masing

masing tanpa berhubungan atau berkait dengan pengetahuan lainnya.

3) Pengetahuan abad modern

Fase terakhir ini adalah fase pengetahuan yang masih berlaku hingga sekarang ini.

Manusia mulai menggabungkan antara metode primitif dengan metode yang

digunakan oleh manusia masa penalaran. Dengan penggabungan dua cara

tersebut, munculah metode inter-disipliner dalam pengetahuan. Tidak seperti

metode yang dipergunakan pada masa penalaran, masa ini, pengetahuan lebih

diperlakukan sebagai suatu rangkaian penyelesaian masalah yang berkaitan antara

satu pengetahuan dengan pengetahuan yang lainnya. Artinya, wilayah antara satu

pengetahuan dengan pengetahuan yang lainnya tetap dibedakan untuk kajian

telaahnya. Akan tetapi, dalam perannya sebagai alat untuk menyelesaikan masalah

yang dihadapi manusia, pengetahun memiliki semacam ikatan yang erat antara

satu wilayah kajian keilmuan dengan yang lain. Demikianlah jarum sejarah

perjalanan pengetahuan dalam perannya sebagai alat untuk menyelesaikan

permasalahan-permasalahan manusia yang terjadi pada kehidupan sehari hari.

c. Pengetahuan

Sama seperti sejarah pada perkembangan pengetahuan dari masa ke masa, metode

epistemologi juga berkembang seiring dengan berkembangnya cara berpikir manusia.

Dimulai dengan nenek moyang kita yang hidup di masa-masa purba yang mana

masih sangat primitif. Usaha mereka dalam mendapatkan pengetahuan yang benar

terutama dalam penafsiran dan memahami alam adalah dengan meletakkan dewa

dewa pada setiap gejala yang terjadi di alamini. Hujan deras yang merusak pertanda

bahwa dewa hujan sedang dalam keadaan badmood. Entah itu karena manusia yang

lupa memberikannya sesajen atau dia sedang ada masalah dengan dewa lainnya.

Tahap selanjutnya adalah masa dimana manusia mulai berusaha untuk melepas

belenggu mitos dalam setiap gejala alam yang mereka rasakan dan mereka lihat. Dari

usaha ini berkembanglah epistemologicommon sense dan trial-and-error. Ada dua

ciri dari epistemologi manusia zaman ini untuk mendapatkan pengetahuan yang

benar. Yang pertama dengan menggunakan common sense atau akal sehat. Pada

121

Page 122: Filsafat pendidikan

tahap ini mereka mulai menggunakan akal mereka untuk menafsirkan alam dengan

melepas belenggu belenggu mitos yang diwariskan generasi sebelumnya. Kedua

adalah dengan trial-and-error yaitu metode praktek lapangan dengan mencoba-coba.

Artinya sebelum mengkaji tentang tentang sesuatu mereka masih belum dibekali

dengan suatu teori tentang hal tersebut. Yang ada hanyalah bekal akal yang sehat dan

keberanian untuk mencoba-coba. Akibatnya sistem epistemologi seperti ini tidaklah

mendatangkan sebuah pengetahuan yang benar akan objek yang dikaji. Contoh :

ketika Copernicus mengatakan bahwa bumilah yang mengelilingi matahari.

Masyarakat setempat tidak mempercayainya. Sebab, menurut akal sehat mereka

mataharilah yang mengelilingi bumi. Jadi, akal sehat selamanya tidak selalu

memberikan kebenaran. Akan tetapi, epistemology seperti ini berperan penting

dalam usaha manusia untuk menemukan penjelasan mengenai berbagai gejala alam.

Dilanjutkan dengan tumbuh rasionalisme untuk merontokkan dasar dasar pikiran

yang masih bersifat mitos. Lalu, karena adanya beberapa kelemahan pada metode

seperti ini, berkembanglah empirisme. Sama seperti rasionalisme, empirisme juga

terdapat celah-celah dalam metode penemuan kebenarannya.Selanjutnya, munculah

metode eksperimen yang menengahi antara merode rasionalisme dan empirisme.

Bagaimana kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Yaitu dengan mengadakan

penjelasan-penjelasan teoritis dalam ranah rasio dan melakukan pembuktian

pembuktian dalam ranah empiris. Inilah yang disebut dengan metode eksperimen

yang menjembatani antara rasionalisme dan empirisme. Konsep epistemologi ini

dikembangkan para sarjana muslim ketika masa keemasan islam dan

dimasyarakatkan oleh Francis Bacon. Dari metode eksperimen inilah nanti timbul

“metode ilmiah” yang menggabungkan antara cara berpikir deduktif dan cara

berpikir induktif.

d. Metode Ilmiah

Kata metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta

(menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan, cara,

arah) kata methodos sendiri lalu berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah,

uraian ilmiah.

122

Page 123: Filsafat pendidikan

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang

disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode

ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan

pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu

tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah (Suriasumantri,

2007:119).

Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam

beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka

berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi ini pada

dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:

1) Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai obyek empiris yang

jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di

dalamnya;

2) Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan

argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai

faktor yang saling mengkait dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka

berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah

teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan

dengan permasalahan;

3) Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap

pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka

berpikir yang dikembangkan;

4) Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta ynag relevan

dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta

yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak;

5) Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang

diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam pengujian terdapat fakta yang

cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya

sekiranya dalam proses pengujian tidak tedapat fakta yang cukup mendukung

hipotesis maka hipotesis itu ditolak. Hipotesis yang diterimakemudian dianggap

123

Page 124: Filsafat pendidikan

menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan

keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisiten dengan

pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Pengertian

kebenaran di sini harus ditafsirkan secara pragmatis artinya bahwa sampai saat ini

belum terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya.

Metode Ilmiah ini tidak dapat digunakan pada pengetahuan yang tidak termasuk

kedalam kelompok ilmu, contohnya matematika dan bahasa tidak mempergunakan

metode ilmiah dalam penyusunan pengetahuannya, karena matematika hanyalah

pengetahuan yang menjadi sarana dalam berfikir ilmiah. bagitu juga halnya dengan

bidang sastra yang termasuk kedalam humoniora yang jelas tidak mempergunakan

metode ilmiah dalam penyusunan tubuh pengetahuannya.

e. Struktur Pengetahuan Ilmiah

Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah merupakan pengetahuan yang

memenuhi syarat-syarat keilmuan, dan dengan demikian dapat disebut pengetahuan

ilmiah atau ilmu. Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan yang

bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan

serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang

ada. Penjelasan keilmuan memungkinkan kita meramalkan apa yang akan terjadi dan

berdasarkan ramalan tersebut kita bisa melakukan upaya untuk mengontrol agar

ramalan itu menjadi kenyataan atau tidak. Jadi pengetahuan ilmiah pada hakikatnya

mempunyai tiga fungsi, yakni menjelaskan, meramalkan dan mengontrol.

Secara garis besar terdapat empat jenis pola penjelasan yakni deduktif,

probabilistik, fungsional atau teleologis, dan genetik (Ernest Nagel, 1961, dalam

Suriasumantri, 2007:142).

1) Penjelasan deduktif mempergunakan cara berpikir deduktif dalam menjelaskan

suatu gejala dengan menarik kesimpulan secara logis dari premis-premis yang

telah ditetapkan sebelumnya.

2) Penjelasan probabilistik merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif dari

sejumlah kasus yang dengan demikian tidak memberikan kepastian seperti

124

Page 125: Filsafat pendidikan

penjelasan deduktif melainkan penjelasan yang bersifat peluang seperti

“kemungkinan”, „kemungkinan besar” atau “hampir dapat dipastikan”.

3) Penjelasan fungsional atau teleologis merupakan penjelasan yang meletakkan

sebuah unsur dalam kaitannya dengan sistem secara keseluruhan yang mempunyai

karakteristik atau arah perkembangan tertentu.

4) Penjelasan genetik mempergunakan faktor-faktor yang timbul sebelumnya dalam

menjelaskan gejala yang muncul kemudian.

Struktur pengetahuan ilmiah terdiri dari:

1) Teori

Merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor

tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.

2) Hukum

Pada hakikatnya merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua

variabel atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat.

3) Prinsip

Dapatdiartikan sebagai pernyataan yang berlaku secara umum bagi sekelompok

gejala-gejala tertentu, yang mampu menjelaskan kejadian yang terjadi,

umpamanya saja hukum sebab akibat sebuah gejala.

4) Postulat

Merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa dituntut

pembuktiannya. Bila postulat dalam pengajuannya tidak memerlukan bukti

tentang kebenarannya maka hal ini berlainan dengan asumsi yang harus

ditetapkan dalam sebuah argumentasi ilmiah. Asumsi harus merupakan

pernyataan yang kebenarannya secara empiris dapat diuji.

3. Aksiologi llmu

Meliputi nilal-nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna

terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang

menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasansimbolik atau pun

fisik-material. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu

conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan

125

Page 126: Filsafat pendidikan

penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu. Dalam perkembangannya Filsafat llmu

juga mengarahkan pandangannya pada Strategi Pengembangan ilmu, yang menyangkut

etik dan heuristik. Bahkan sampal pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja

kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan.

E. Bubungan Antara Filsafat Ilmu Dengan Filsafat Pendidikan

Pendidikan sebagai pengetahuan atau ilmu mempunyai bagian yang terdiri atas dasar dan

fakta. Lazimnya dasar bersifat abstrak. Pendidikan di Indonesia dinyatakan berdasarkan

Pancasila. Pancasila yang dimaksud adalah nilai-nilai dan norma-norma yang bersumber

pada Pancasila, misalnya keadilan. Keadilan sebagai nilai bersifat abstrak dan baru akan

menjadi konkret bila diterapkan dalam bidang tertentu, seperti dalam bidang hukum.

Akan terasa janggal bila dalam mendidik seseorang tanpa dibekali terlebih dahulu dengan

teori-teori yang bersifat abstrak. Dalam mendidik perlu diketahui tujuan yang ingin dicapai.

Pendidikan adalah serangkaian tindakan yang disengaja. Seseorang yang terpaksa

menghukum anaknya perlu mengetahui makna dan kegunaaan hukuman dalam pendidikan,

misalnya untuk membuat jera atau untuk membuat peserta didiknya sakit, dan sebagainya.

Bagian yang abstrak ini pemaknaannya banyak yang perlu diambil dari bidang filsafat. Pada

hakikatnya, hubungan antara filsafat dan pendidikan merupakan hubungan keharusan, bukan

hanya hubungan insidental semata. Berikut ini ditampilkan beberapa contoh.

Dalam bidang pendidikan, manusia atau khususnya peserta didik adalah subjek

pendidikan. Pendidikan perlu mengetahui dengan jelas pengertian tentang manusia atau

peserta didik tersebut. Dengan sendirinya muncullah pertanyaan mengenai apa manusia dan

peserta didik itu. Pertanyaan ini perlu dijawab dengan jelas, namun besifat umum. Karena

bersifat abstrak maka dengan sendirinya jawaban itu tidak akan memuaskan bila dijawab

dengan data konkret, tetapi seyogianya dijawab secara umum, kemudian dilanjutkan dengan

penjabaran secara konkret. Jawaban ini berasal dari bidang filsafat, misalnya manusia adalah

makhluk monodualis, mono-multi-dimensional, dan sebagainya.

126

Page 127: Filsafat pendidikan

Dari contoh-contoh tersebut dapat dijabarkan menjadi lebih konkret, misalnya manusia

adalah makhluk monodualis. Yang dimaksud di sini adalah manusia terdiri atas jiwa dan raga

yang keduanya tidak terpisah satu sama lain. Keduanya saling menunjang dan saling

berhubungan. Masing-masing juga mempunyai sifat saling ketergantungan.

Selain itu, yang dimaksud mono-multidimensional adalah manusia terdiri atas berbagai

komponen, jiwa-raga, tampak dan tidak tampak, serta mempunyai sifat yang bermacam-

macam. Namun semua itu menyatu dalam suatu ikatan sehingga pada hakikatnya manusia

mempunyai pribadi yang utuh dan tunggal.

Kedua jawaban tersebut berasal dari metafisika, yaitu suatu cabang dari ilmu filsafat.

Dengan demikian, antara pendidikan dan filsafat mempunyai hubungan keharusan. Contoh

lain yang dapat menjelaskan hubungan keharusan adalah masalah pengetahuan. Pada

hakikatnya, hubungan antara filsafat dan pendidikan merupakan hubungan keharusan, bukan

hanya hubungan insidental semata. Berikut ini ditampilkan beberapa contoh. Dengan

pengajaran, seorang guru dapat menyampaikan berbagai pengetahuan kepada peserta didik.

Penyampaiannya dapat juga menggunakan bermacam-macam cara. Oleh karena itu, perlu

dirumuskan dengan cermat tentang makna dari pengetahuan. Dengan dasar inilah dapat

diperkirakan metode mana yang sebaiknya digunakan atau diterapkan. Sebagai contoh, bila

pengetahuan dicari maknanya berdasarkan sumber-sumbernya maka akan muncul beberapa

jenis pengetahuan.

Pengetahuan dapat bersumber pada wahyu yang berasal dari Tuhan. Secara sederhana

diartikan pengetahuan bersumber pada agama. Karena manusia berkedudukan sebagai

penganut agama maka semakin banyak pengetahuan agama yang dipelajari, diharapkan

keimanan dan ketakwaannya menjadi semakin tebal. Oleh karena itu, guru yang mengajarkan

pengetahuan agama selain mentransfer pengetahuan juga bertugas untuk meningkatkan

keimanan dan ketakwaan. Materi pengajaran yang diberikan perlu diusahakan selalu menarik

dan memperkuat keinginan untuk memperoleh pahala dari yang bersendian wahyu perlu

dihindarkan dari kemungkinan timbulnya keragu-raguan pada peserta didik.

Sebaliknya, bila pengetahuan yang diajarkan bersumber pada pengelaman yang

terkendali, seperti ilmu pengetahuan alam dan berbagai pengetahuan dalam bidang teknologi

maka harus disampaikan secara mantap. Pengetahuan ini dihimpun atas dasar pengamatan

atau observasi yang teratur. Bila pengamat atau observer menjumpai gejala atau data itu

127

Page 128: Filsafat pendidikan

benar-benar yang dicari. Pengujian itu didasarkan atas kriteria yang telah ditetapkan, dan

sampailah ia pada kesimpulan tentang sesuai atau tindaknya pengetahuan tersebut. Dengan

demikian, jelaslah bila jenis pengetahuan yang diajarkan guru bersumber pada pengalaman

yang terkendali.

Beberapa contoh yang telah dipaparkan di atas menunjukkan bahwa jenis pengetahuan

merupakan dasar tentang bagaimana dan apa yang perlu dikembangkan pada diri peserta

didik. Hal-hal tersebut perlu dilakukan agar pengajaran dapat berhasil. Dengan demikian,

semakin jelas bahwa pengajaran perlu memperhatikan epistemologi, yaitu salah satu cabang

filsafat mengenai pengetahuan.

Berikut akan dikemukakan contoh yang berhubungan dengan pengembangan bidang

kecerdasan. Sebagaimana telah diketahui bahwa pendidikan selalu berusaha agar peserta

didik menjadi cerdas dan pandai. Tujuan pendidikan nasional di Indonesia menunjukkan hal

tersebut dalam tujuan utama pendidikan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia seutuhnya. Salah satu kemungkinan untuk pengembangan

kecerdasan adalah adanya kemampuan berpikir logis. Berpikir logis adalah berpikir atau

mengambil keputusan dengan logis. Logis berarti lurus dan benar. Jadi, berpikir pun perlu

memperhatikan efisiensi.

Oleh karena itu, agar peserta didik memiliki penguasaan tersebut perlu dikenalkan

dengan logika. Ada beberapa logika yang perlu dikenalkan sejak kecil, misalnya logika

tradisional. Logika ini ditemukan dan dikembangkan oleh Aristoteles atau logika yang lebih

mutakhir, seperti logika modern atau logika simbolik.

Dari contoh tersebut, jelaslah bahwa pengajaran perlu memerhatikan logika yang

menyelidiki dan mengembangkan kemampuan berpikir yang lurus dan benar.

Aspek lain yang perlu diperhatikan dari salah satu cabang filsafat dalah pendidikan yang

berkecimpung dalam bidang nilai. Pengembangan watak serta kepribadian memegang peran

penting dalam menntun dan mengembangkan peserta didik. Peserta didik perlu memiliki

sopan santun dan tingkah laku yang terpuji sehingga guru perlu terus-menerus memberi

teladan. Cabang ilmu lainyang perlu diperhatikan adalah aksiologi, yaitu filsafat yang

membahas tentang nilai. Aksiologi meliputi dua aspek, yaitu etika dan estetika. Aspek

pertama mengenai baik dan buruk ditinjau dari tingkah laku manusia. Aspek yang kedua

mengeanai keindahan. Kedua aspek ini perlu hadir dalam kancah pendidikan.

128

Page 129: Filsafat pendidikan

Rasa keindahan, termasuk keharmonisan perlu dikembangkan secara teratur. Salah satu

cara yang ditempuh guru-guru adalah memberikan tugas kepada murid agar setiap hari secara

bergiliran membersihkan kelas. Bila siswa-siswa dapat menghayati hal tersebut maka tidak

mustahil bila pengahayatan akan tertanam dengan baik dalam hati sanubari peserta didik.

Baik buruk yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia merupakan salah satu perekat

hubungan yang harmonis di antara mereka. Dengan kata lain, etika perlu ditegakkan agar

pergaulan menjadi harmonis dan serasi. Dalam filsafat ada beberapa pendekatan tentang hal

ini. Sebagai contoh, pendekatan yang menyatakan bahwa sesuatu itu dikatakan baik bila

hasilnya menunjukkan kebaikan. Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan konsekuensialis,

misalnya makan makanan yang bergizi dapat dipandang baik bila yang dimakan itu dapat

berakibat baik bagi kesehatan. Contoh yang lain, mengikuti pertandingan sepak bola

antarnegara baru dapat dipandang baik bila hasilnya dapat meningkatkan martabat bangsa

yang diwakili, yaitu berhasil menang dengan gemilang.

Pendekatan yang lain adalah nonkonsekuensialis. Pandangan ini tidak meletakkan

tinjauan baik dan buruk pada hasil perbuatan seseorang, melainkan pada landasan ideal yang

menjadi dasar perbuatannya. Pendekatan ini bersendikan atas teori kategori imperatif yang

berasal dari Immanuel Kant, seorang tokoh pemikir yang hidup di Jerman (1724-1804). Ia

berpendapat bahwa pada dasarnya setiap manusia mempunyai watak atau panggilan hati

untuk berbuat kebaikan. Panggilan ini bersifat universal. Siapa pun terpanggil untuk berbuat

hal-hal yang terpuji, seperti kejujuran, kesusilaan, kesederhanaan, keterusterangan,

keterbukakan, dan sebagainya. Tingkah laku yang dilandasi oleh cita-cita yang mulai ini akan

berwujud secara nyata pada tingkah laku dan perbuatan orang yang bersangkutan. Kendati

pendekatan tersebut berbeda, tetapi tidak berlawanan. Bahkan dengan pertimbangan yang

matang, keduanya dapat dipertemukan dan saling mengisi. Misalnya tentang cita-cita

pembangunan yang dapat menyejahterakan orang banyak. Karena ideal maka dapat

dikatakan bahwa cita-cita itu terbentang jauh ke depan tanpa batas. Namun bats itu

merupakan sesuatu yang sulit untuk dibanyangkan. Pembangunan dilaksanakan dengan

tahapan-tahapan. Setiap satu tahapan selesai dikerjakan akan dievaluasi keberhasilan serta

kegagalannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada awal penyusunan,

pembangunan bersifat nonkonsekuensialis, tetapi sampai pada penilaian suatu tahapan,

pandangan yang digunakan bersifat konsekuensialis.

129

Page 130: Filsafat pendidikan

George F. Kneller dalam bukunya Introduction to the Philosophy of Education (1971),

menyatakan adanya 3 modus dalam mempelajari hubungan antara filsafat dan pendidikan.

Artinya, modus yang lazim ada dalam filsafat juga berlaku bagi filsafat pendidikan, modus

itu adalah spekulatif, preskriptif, dan analitis.

Spekulatif berarti pemikiran yang sistematis terhadap apa saja yang ada, baik abstrak

maupun konkret. Filsafat berusaha menemukan koherensi antarberbagai keadaan, pemikiran,

dan pengalaman. Dengan pencaharian koherensi, dunia pikiran diharapkan dapat

dipertemukan dengan pengalaman nyata.

Modus yang kedua adalah preskriptif. Dengan modus ini tercipta standar untuk

mempelajari adanya peranan nilai bagi pendidikan. Kedudukan nilai dalam kehidupan sangat

fundamental sehingga perlu diusahakan agar kualitas dan penerapannya selalu meningkatkan

mutu kehidupan. Dengan modus ini pendidikan akan memperoleh gambaran yang jelas

tentang nilai serta pemahaman tentang baik buruknya tingkah laku dan sebagainya. Nilai-

nilai tersebut merupakan sebuah gambaran atau proyeksi pemikiran orang atau siapa pun

yang berada di luar hal atau benda itu. Misalnya, bila membicarakan masalah kemanusiaan

yang beradab akan diperoleh deskripsi yang lebih kurang sebagai berikut.

Manusia adalah makhluk yang mempunyai pembawaan. Immanuel Kant mengatakan

bahwa manusia mempunyai impertif kategoris, yaitu pembawaan untuk mempunyai wawasan

dan pendapat tentang kebaikan. Berdasarkan hal ini maka imperatif kategoris itu inheren

pada diri manusia.

Contoh lain dapat kita lihat pada pengawsan melekat. Tiap jenis pekerjaan seyogianya

selalu diawasi agar kuantitas dan kualitasnya terjaga. Bila ada kualiatas yang menurun, hal

ini dapat diketahui dari pengawasan sehingga dapat segara dapat ditingkatkan kembali.

Karena orang-orang yang berbeda pada pekerjaan tersebut sudah berada pada suatu jaringan

kerja dan masing-masing telah mengetahui mana yang boleh dan mana yang melanggar

disiplin maka pengawasan dapat dilakukan oleh pimpinan beserta orang-orang yang

membantunya. Pengawasan yang dimaksud bukan eksternal seperti yang dilakukakn oleh tim

pengawas dari kantor pengawasan. Pengawasan diharapkan dapat dilakukan sendiri sehingga

merupakan sesuatu yang inheren pada masing-masing anggota pimpinan beserta orang-orang

yang membantunya. Dengan adanya pengawasan yang inheren ini maka tugas tim dari kantor

pengawasan akan lebih ringan.

130

Page 131: Filsafat pendidikan

Dari contoh tersebut disimpulkan bahwa pendidikan perlu mengembangkan kriteria-

kriteria tentang nilai, baik yang burk maupun baik, serta apresiasi-apresiasi terhadap karya

seni tertentu. Agar tujuan tersebut dapat dikembangkan secara proporsional, perlu didukung

pemahamna dan penerapan mengenai aksiologi.

Modus yang ketiga adalah analisis. Modus ini berkenaan dengan kata-kata dan mkana.

Dalam bidang pendidikan, istilah-istilah baku, seperti sekolah, persekolahan, kebebasan,

kedewasaan, otonomi, atau kebebesan mimbar dapat berubah-ubah maknanya adari waktu ke

waktu atau dari negara ke negara lain. Kata sekolah biasanya menunjukan kepada satuan

pendidikan yang setara dengan sekolah dasar dan sekolah menengah. Tetapi selain itu, ada

istilah scola materna sebagaimana dikemukakan oleh Johan Amos Comenius. Istilah ini lebih

kurang sama dengan play group. Persekolahan, sebagaimana lazimnya meliputi jenjang studi

yang telah dikemukakan, namun sekarang ini persekolahan apa saja dapat dihubungkan

dengan pendidikan, misalnya kursus. Saat ini kursus dapat digolongkan ke dalam

persekolahan.

Kebebasan ada kaitannya dengan pola asuh dalam pendidikan. Sampai sekarang ini pola

asuh yang dipandang memadai adalah pola asuh demokratis, bukan yang otokratis atau laises

faire. Dalam demokrasi terkandung pengertian kebebasan. Dengan terpenuhinya kebebasan

dalam praktik pendidikan maka peserta didik akan berkembang ke pemilikan kepribadian dan

kemandirian. Namun, timbul pertanyaan tentang seberapa jauhkah kebebasan perlu diberikan

kepada pesreta didik. Karena pendidikan sebagai proses pada hakikatnya bergerak di antara

pemberian kebebasan penuh dan pemaksaan maka bagaimana makna kebebasan yang

sesungguhnya?

Salah satu telaah yang perlu dilakukan secara analitis adalah mencermati perkembangan

makna secara historis. Dari situ akan dijumpai kenyataan bahwa kebebasan bila ditinjau dari

maknanya dapat berubah-ubah dalam keterkaitannya dengan lingkungan dan waktu. Secara

historis serta dikaitkan dengan keadaan masyarakat yang tradisional dan paternalistik,

kebebasan lebih banyak diikat oleh tata cara pergaulan dan sikap yang kaku, yang seolah-

olah tidak pernah berubah. Namun dalam alam modern sekarang ini, hal yang peternalistik

sudah mulai kabur dan penguasaan pengetahuan boleh dikatakan tanpa akhir sehingga

diperlukan pemberian kebebasan yang cukup agar peserta didik mampu menyerap

pengetahuan yang diperlukan. Saat ini, tradisi seolah-olah tidak lagi sepenuhnya mengikat,

131

Page 132: Filsafat pendidikan

terlebih hal-hal yang merupakan ekspresi paternalisme tidak mampu membatasi cita-cita

peserta didik. Akibatnya pada masa sekarang kebebasan banyak ditentukan oleh kemampuan

peserta didik dalam mencapai cita-citanya. Hal ini didukung lingkungan yang memberi jalan

ke arah yang dituju oleh peserta didik.

Makna kedewasaan berbeda dalam masyarakat tradisional dan modern. Dalam

masyarakat tradisional, kedewasaan dapat dikatakan stabil dan pencapaiannya terkait dengan

norma-norma yang telah mapan dan digunakan sebagai pegangan oleh masyarakat pada

umumnya. Dalam masyarkat modern, nilai kedewasaan menjadi relatif. Dalam banyaka hal

pemilihan norma dan nilai oleh peserta didik dapat berubah karena didesak oleh berbagai

perkembangan yang meliputi berbagai hal yang sifatnya lebih baru, lebih memberikan

harapan, dan sebagainya.

Otonomi mempunyai hubungan dengan kebebasan karena otonomi mengandung

pengertian kebebasan dalam pengelolaan mengenai sesuatu. Namun, kebebasaan terikat

dengan struktur dan tata kerja suatu masyarakat atau lembaga dengan organisasinya. Dalam

masyarakat yang perubahan dan perkembangannya dikendalikan secara terpusat, yang ada

hanyalah gerak diantara yang boleh dan kemungkinan yang diperbolehkan. Jadi, ruang gerak

otonomi sangat terbatas.

F. Daftar Pustaka

Alwasilah, Chaedar. 2007. Filsafat Bahasa da Pendidikan. Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA

Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Barnadib, Imam. 2002. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: PT. Mitra Gama Widya

Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta

Jalaludi dan Idi, Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan). Jakarta: AR-RUZZ MEDIA

132

Page 133: Filsafat pendidikan

Mufid, Muhamad. 2009. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Muhmidayeli.2011. Filsafat Pendidikan. Pekanbaru: PT. Refika Aditama

Tim Model IKIP PGRI Madiun. 2010. Landasan Filosofis Pendidikan. Madiun: Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Madiun

G. Kurikulum Vitae

133