Filsafat Pendidikan Behaviorisme

91
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan seseorang. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan pengetahuan yang nantinya menjadi bekal dalam kehidupan masyarakat. Dalam dunia pendidikan, teori dan praktik pendidikan dipengaruhi oleh aliran filsafat pendidikan. Beberapa aliran filsafat pendidikan yang dapat diaplikasikan dalam sistem pembelajaran adalah teori behavioristik dan teori libelarisme. Aliran behavioristik menekankan terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar, sedangkan aliran libelarisme meletakkan kebebasan individu sebagai nilai politik tertinggi Perbedaan dari kedua filsafat tersebut terkait dengan bagaimana pandangan manusia terkait dengan apa yang menimpanya. Hal ini akan berdampak pada metode dan cara pembelajaran yang diberikan oleh pendidikan dengan dasar filsafat tertentu. Selanjutnya penulis akan membahas tentang filsafat pendidikan behaviorisme dan libelarisme B. Rumusan Masalah Rumusan masalah makalah ini adalah : 1

description

Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Transcript of Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Page 1: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan

seseorang. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan

pengetahuan yang nantinya menjadi bekal dalam kehidupan masyarakat.

Dalam dunia pendidikan, teori dan praktik pendidikan dipengaruhi oleh

aliran filsafat pendidikan. Beberapa aliran filsafat pendidikan yang dapat

diaplikasikan dalam sistem pembelajaran adalah teori behavioristik dan teori

libelarisme. Aliran behavioristik menekankan terbentuknya perilaku yang

tampak sebagai hasil belajar, sedangkan aliran libelarisme meletakkan

kebebasan individu sebagai nilai politik tertinggi

Perbedaan dari kedua filsafat tersebut terkait dengan bagaimana

pandangan manusia terkait dengan apa yang menimpanya. Hal ini akan

berdampak pada metode dan cara pembelajaran yang diberikan oleh pendidikan

dengan dasar filsafat tertentu. Selanjutnya penulis akan membahas tentang

filsafat pendidikan behaviorisme dan libelarisme

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah makalah ini adalah :

1. Apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan behaviorisme dan

liberalisme?

2. apa saja ciri-ciri filsafat pendidikan behaviorisme dan liberalisme ?

3. Siapa saja tokoh-tokoh filsafat pendidikan behaviorisme dan liberalism?

4. Bagaimana aplikasi dan implikasi filsafat pendidikan behaviorisme dan

liberalism dalam pembelajaran?

1

Page 2: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

C.  Tujuan Penulisan Makalah

1. Untuk mengetahui pengertian dari filsafat pendidikan behaviorisme dan

liberalisme

2. Untuk mengetahui ciri-ciri filsafat pendidikan behaviorisme dan liberalisme ?

3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh filsafat pendidikan behaviorisme dan

liberalism?

4. Untuk menelaah bagaimana aplikasi dan implikasi filsafat pendidikan

behaviorisme dan liberalism dalam pembelajaran.

2

Page 3: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

BAB IIPEMBAHASAN

I. Filsafat Pendidikan Behaviorisme

A. Pengertian

Aliran behaviorisme sering disebut dengan aliran perilaku yang merupakan

filosofi dalam psikologi yang menganggap bahwa semua yang dilakukan

organisme (tindakan, pikiran dan perasaan) dapat dan harus dianggap sebagai

perilaku. Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada

tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.

Teori behavioristik merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan

Berliner. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang

berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang

dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya

perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,

mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau

perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.

Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan

menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika

dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.

Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa

stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah segala hal yang

diberikan oleh guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau

tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses

yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat

diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu sesuatu

yang diberikan oleh guru (stimulus) dan sesuatu yang diterima oleh pelajar

(respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,

sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat perubahan tingkah

laku tersebut terjadi atau tidak.

3

Page 4: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Aliran behavioristik menekankan pada terbentuknya perilaku yang

tampak sebagai hasil belajar. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan

pembelajaran tergantung dari tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,

karakteristik pembelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Aliran

ini juga memandang pengetahuan sebagai hal yang objektif, pasti, tetap dan

tidak berubah.

Behavioristik juga memandang bahwa belajar adalah perolehan

pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang

yang belajar. Fungsi mind (pikiran) adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan

yang sudah ada melalui proses berpikir. Apa yang dipahami guru itulah yang

harus dipahami oleh murid. Behavioristik memandang bahwa pembelajar atau

murid merupakan objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan

dari pendidik. Kurikulum dikembangkan secara terstruktur dengan

menggunakan standar tertentu

Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang meyakini

bahwa untuk mengkaji perilaku individu harus dilakukan terhadap setiap

aktivitas individu yang dapat diamati, bukan pada peristiwa hipotetis yang

terjadi dalam diri individu. Oleh karena itu, penganut aliran behaviorisme

menolak keras adanya aspek-aspek kesadaran atau mentalitas dalam individu.

Pandangan ini sebetulnya sudah berlangsung lama sejak jaman Yunani Kuno,

ketika psikologi masih dianggap bagian dari kajian filsafat. Namun kelahiran

behaviorisme sebagai aliran psikologi formal diawali oleh J.B. Watson pada

tahun 1913 yang menganggap psikologi sebagai bagian dari ilmu kealaman yang

eksperimental dan obyektif, oleh sebab itu psikologi harus menggunakan metode

empiris, seperti : observasi, conditioning, testing, dan verbal reports.

Behaviorisme merupakan kekuatan pendidikan sejak abad pertengahan.

Sebagai suatu pendekatan terhadap pendidikan, behaviorisme terbuka bagi

manusia modern yang mengutamakan metodologi ilmiah dan “obyektivitas”

seperti sektor yang dapat diukur dari komunitas bisnis yang menilai hasil,

efisiensi, dan ekonomi yang terlihat mendesak (Haryo, 2007).

4

Page 5: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Pengertian belajar menurut teori Behavioristik adalah perubahan tingkah

laku sebagai akibat dari adanya reaksi antara stimulus dan respon. Seseorang

dikatakan telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukan perubahan pada

tingkah lakunya, apabila dia belum menunjukkan perubahan tingkah laku maka

belum dikatakan bahwa ia telah melakukan proses belajar. Teori ini sangat

mementingkan adanya input yang berupa stimulus dan output yang berupa

respons. Dalam proses pembelajaran input ini bisa berupa alat peraga, gambar-

gambar, atau cara-cara tertentu untuk membantu proses belajar (Budiningsih,

2003). Jadi, Teori belajar Behavioristik adalah teori belajar yang lebih

menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk 

reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan

pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.

Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah

laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau

reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar

terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya.

Guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku siswa

merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku  adalah hasil belajar.

B. Ciri-Ciri Teori Belajar Behaviorisme

  Untuk mempermudah mengenal teori belajar behaviorisme digunakan ciri –

ciri sebagai berikut:

1. Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)

2. Mementingkan bagian – bagian (elentaristis)

3. Mementingkan peranan reaksi (respon)

4. Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar

5. Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu

6. Mementingkan pembentukan kebiasaan

7. Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal” atau 

“ trial and error”.

5

Page 6: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

C. Prinsip-Prinsip Teori Behaviorisme  

Obyek psikologi adalah tingkah laku

Semua bentuk tingkah laku dikembalikan pada reflek

Mementingkan pembentukan kebiasaan

D. Sejarah Perkembangan Filsafat Behaviorisme

Behaviorisme adalah aliran psikologi yang kemudian sangat berpengaruh

terhadap bidang pendidikan yang menekankan pada tingkah laku/perilaku

manusia (individu) sebagai makhluk yang reaktif yang memberikan respon

terhadap lingkungan di sekitarnya. Pengalaman dan pemeliharaan akan

membentuk perilaku orang tersebut.

Latar belajar teori behavioristis bersumber pada pandangan John Locke

mengenai jiwa anak yang baru lahir, ialah jiwanya dalam keadaan kosong.

Seperti meja lilin bersih, disebut tabularasa. Dengan demikian pengaruh dari luar

sangat menentukan perkembangan jiwa anak, dan pengaruh luar itu dapat

dimanipulasi (direatmen secara leluasa). Dari pandangan manusia menurut John

locke tersebut, pendekatan belajar menjadi behavioristic elementaristic, atau

pendekatan belajar behavioristic emperistic. Di samping itu ada pandangan

manusia lain, ialah fenomena, jadi fenomologis, sehingga pendekatan belajar

bercorak kognitif-totalistis, dasar psikologisnya adalah psikologi Gestalt.

Behaviorisme muncul awalnya melalui penelitian Psikolog Rusia bernama

Ivan Pavlov (1849-1936). Penelitian yang dilakukan Ivan Pavlov adalah

penelitian yang dilakukan terhadap beberapa anjing. Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Pavlov, anjing-anjing yang ada di laboratoriumnya mulai

mengeluarkan air liur pada saat mereka diberi makan, bahkan sebelum mereka

bisa melihat atau mencium aroma makanannya. Anehnya, mereka mengeluarkan

air liur ketika mereka melihat penjaganya atau pada saat mereka mendengar

langkah kaki penjaganya. Selanjutnya penelitian sederhana ini membimbing

Pavlov untuk melakukan serangkaian percobaan yang cukup terkenal; dia akan

membunyikan bel atau suara berdengung – yang dua-duanya tidak menyebabkan

anjing berliur – dan kemudian dengan Pavlov memberi makan anjing-anjingnya,

sebuah stimulus yang mengarah pada keluarnya liur. Dengan segera Pavlov

6

Page 7: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

menemukan bahwa apabila prosedur yang sama diulang sesering mungkin,

bunyi bel dan dengung saja sudah mengakibatkan keluarnya air liur. Penelitian

Pavlov ini kemudian menghasilkan teori stimulus-respon yang bernama classical

Condisioning.

John B. Watson (1878-1958), mengikuti petunjuk Pavlov, menegaskan

bahwa tingkah laku manusia adalah persoalan dari refleks-refleks yang

dikondisikan. Watson mendalilkan bahwa psikologi sebaiknya menghentikan

studi tentang apa yang manusia pikir dan rasakan, dan mulai mempelajari apa

yang dilakukan orang-orang. Bagi Watson, lingkungan adalah pembentuk

tingkah laku utama. Ia berpendapat bahwa lingkungan anak dapat dikendalikan,

kemudian ia dapat mengatur anak ke dalam banyak tipe manusia yang

diinginkan.

Tokoh Behavioris yang paling berpengaruh adalah BF. Skinner. Teori

tingkah laku Skinner yang terkenal bernama Operant Conditioning. Teori ini

berdasar dari Eksperimen yang dilakukan oleh Skinner. Dalam Eksperimen

tersebut, seekor tikus diletakkan dalam kotak (Skinner Box). Lefrancois

(2000.132) mengatakan untuk eksperimennya, kotak tersebut berisi sebuah

pengungkit, sebuah tali, sebuah jaring bermuatan listrik yang terletak di lantai,

dan sebuah baki makanan, semuanya diatur sedemikian rupa sehingga apabila

tikus menekan pengungkit, lampu akan menyala dan sebutir makanan akan

masuk ke dalam baki makanan. Pada kondisi seperti itu, kebanyakan tikus akan

dengan segera belajar menginjak pengungkit, lampu akan menyala dan sebutir

makanan akan masuk ke dalam baki makanan. Pada kondisi seperti itu,

kebanyakan tikus akan dengan segera belajar menginjak pengungkit, dan mereka

akan melakukan hal serupa selama beberapa waktu meskipun mereka tidak

selalu memperoleh makanan setiap kali mereka menekan pengungkit. Demikian

pula tikus tersebut dapat dengan tiba-tiba diarahkan untuk menolak pengungkit

jika pada saat menekannya akan mengaktifkan arus listrik pada lantai jaring.

Tetapi, tikus-tikus tadi juga akan belajar menekan pengungkit untuk

memadamkan arus listrik. Eksperimen ini menghasilkan teori tingkah laku yang

menekankan bahwa tindakan-tindakan seseorang dapat diarahkan melalui

reinforcement/penguatan dan punishment/hukuman.

7

Page 8: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

E. Prinsip-Prinsip Pendidikan Behaviorisme

Terhadap bidang pendidikan, behavorisme memberi pengaruh sangat

besar, terutama pada abad pertengahan. Berikut ini prinsip-prinsip pendidikan

behaviorisme, yaitu :

1. Manusia adalah binatang yang berkembang lebih dari lainnya dan ia belajar

dalam cara yang sama yang dipelajari oleh binatang-binatang lain. Manusia

tidak memiliki banyak martabat atau kebebasan yang khusus. Benar bahwa

manusia adalah organism alam yang kompleks, tetapi terutama ia masih

merupakan bagian dari kerajaan binatang. Tugas dari behavioris adalah

mempelajari hukum-hukum tingkah laku. Hukum-hukum ini sama bagi

semua binatang. termasuk manusia.

2. Pendidikan adalah proses pengaturan tingkah laku.

Dari perspektif behavioris orang diprogram untuk bertindak dengan cara-cara

tertentu melalui lingkungan mereka. Mereka diberi penghargaan karena

tindakan dari beberapa cara dan dihukum karena tindakan dengan cara lain.

Aktivitas-aktivitas yang menerima penghargaan positif tersebut cenderung

diulang, sementara penghargaan negatif cenderung dimatikan. Tugas

pendidikan adalah menciptakan lingkungan belajar yang mengarahkan pada

tingkah laku yang diinginkan. Pendidikan di sekolah dan institusi pendidikan

lainnya kemudian dipandang sebagai lembaga pendesainan budaya.

3. Peran guru menciptakan lingkungan belajar yang efektif

Skinner menyatakan bahwa murid-murid itu belajar dalam kehidupan sehari-

hari melalui konsekuensi dari tindakan mereka. Tugas guru itu mengatur

lingkungan belajar yang akan menyediakan penguatan untuk tindakan murid

yang diinginkan . Berikut ini contoh lingkungan belajar yang harus

dikondisikan guru:

4. Efisiensi, ekonomi, ketelitian, dan obyektifitas adalah pusat perhatian nilai

dalam pendidikan

Teknik-teknik tingkah laku dalam behaviorisme telah diaplikasikan untuk

praktek-praktek bisnis, seperti managemen sistem, periklanan, dan promosi

penjualan dengan banyak sukses. Hal ini mengarahkan sektor besar dari

komunitas untuk bekerjasama dengan kaum behavioris psikologis untuk

8

Page 9: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

menjadikan sekolah-sekolah dan pendidik-pendidik itu “bertanggungjawab”

(bisa melakukan pengkondisian). Gerakan bertanggungjawab ini telah

berusaha memperbaiki tanggungjawab hasil pendidikan – apa yang dipelajari

anak – pada mereka yang melaksanakan pengajaran. Hal ini telah

menstimulasikan perhatian dalam pengaplikasian teknik, obyektif, dan

pelaksanaan managemen usaha yang berdasarkan pengukuran dalam konteks

sekolah.

F. Tokoh-tokoh Behaviorisme

Tokoh-tokoh aliran behaviorisme diantaranya adalah Thorndike,

Watson,Clark hull, Edwin Guthrie, dan BF. Skinner. Berikut akan dibahas karya-

karya para tokoh aliran behaviorisme.

1. Edward Lee Thorndike (1874-1949)

Menurut Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus

dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar

seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat

indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar,

juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan.

Teori yang dikembangkan oleh Thorndike di kenal dengan istilah

koneksionisme (connectionism). Teori ini memandang bahwa yang menjadi

dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi atau menghubungkan antara

kesan indera (stimulus) dengan dorongan yang muncul untuk bertindak

(respon), yang di sebut dengan connecting. Dalam teori ini juga di kenal istilah

selecting, yaitu stimulus yang beraneka ragam di lingkungan melalui proses

mencoba-coba dan gagal (trial &error).

Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan

membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan

kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada

kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal

ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan

prestasi memuaskan.

9

Page 10: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Dengan adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberikan

sumbangan cukup besar di dunia pendidikan tersebut, maka ia dinobatkan

sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan. Selain itu, bentuk

belajar yang paling khas baik pada hewan maupun pada manusia menurutnya

adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan

berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.

Menurut Thorndike terdapat tiga hukum belajar yang utama yaitu :

a. The Law of Effect (Hukum Akibat)

Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung diperkuat

bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya

tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin

lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai

akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi.

Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan

cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.

Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat

menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang

pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan

muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum.

Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.

b. The Law of Exercise (Hukum Latihan)

Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih

(digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini,

hukum latihan mengandung dua hal yaitu The Law of Use ( hubungan-

hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat, kalau ada

latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu) dan The Law of

Disue (hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah

lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang

melemahkan hubungan tersebut).

c. The Law of Readiness (Hukum Kesiapan)

Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu

perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan

10

Page 11: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.

prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu

kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera

dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau

tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung

mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar

menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.

Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat

respon. Komponen-komponen pengajaran yang penting menurut pandangan

behaviorisme adalah kebutuhan akan:

Perumusan tugas atau tujuan belajar secara behaviorial

Membagi “task” menjadi “subtasks”

Menentukan hubungan dan aturan logis antara “subtasks”

Menetapkan bahan dan prosedur pengajaran tiap-tiap “subtasks”

Memberi “feedback” pada setiap penyelesaian “subtasks” atau tujuan-tujuan

tiap kompetensi dasar.

Salah satu fungsi guru yang terpenting setelah menganalisa ialah menentukan

tugas. Analisa tugas akan membantu guru dalam membimbing belajar murid.

Bagi penyusun program,analisa tugas membantu menentukan susunan bahan

pelajaran dalam mesin mengajar. Perencanaan kurikulum dapat mengatur

urutan unit-unit belajar.

2. John Watson (1878-1958)

Watson adalah seorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar

disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat

berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati

dan diukur. Setelah memperoleh gelar master dalam bidang bahasa (Latin dan

Yunani), matematika, dan filsafat di tahun 1900, ia menempuh pendidikan di

University of Chicago. Minat awalnya adalah pada filsafat, sebelum beralih ke

psikologi karena pengaruh Angell. Pemikiran Watson menjadi dasar bagi para

penganut behaviorisme berikutnya. Behaviorisme secara keras menolak unsur-

unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan

11

Page 12: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian,

Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti

yang dipercayai oleh strukturalism.Berarti juga behaviorisme sudah

melangkah lebih jauh dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa

dan masih memfokuskan diri pada proses-proses mental.

Meskipun pandangan Behaviorisme sekilas tampak radikal dan

mengubah pemahaman tentang psikologi secara drastis, Brennan (1991)

memandang munculnya Behaviorisme lebih sebagai perubahan evolusioner

daripada revolusioner. Dasar-dasar pemikiran Behaviorisme sudah ditemui

berabad-abad sebelumnya.

Menurut Watson, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus

dan respon, namun stimulus dan respon tersebut harus dapat diamati dan

diukur. Jadi perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses

belajar, tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Sebagai seorang

pembelajar, Watson mempunyai beberapa pandangan yaitu:

a. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang

dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk

juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang

dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana

hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang

overt dan covert, learned dan unlearned

b. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku.

Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat

penting (lihat pandangannya yang sangat ekstrim menggambarkan hal ini

pada Lundin, 1991 p. 173). Dengan demikian pandangan Watson bersifat

deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan

berdasarkan free will.

c. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya,

mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan

dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson

menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi

ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama

12

Page 13: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun

dalam derajat yang berbeda-beda. Pada titik ini sejarah psikologi mencatat

pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap

konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat

banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru

menjadi populer.

d. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus

menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah

observation, conditioning, testing, dan verbal reports.

e. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya

sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan

oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti

bersin, merangkak, dan lain-lain.

f. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan

Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan

dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama,

recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan

menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses

conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia

(subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya

banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.

g. Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan

William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan

oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauh mana

sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.

h. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking.

Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat

disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat

diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.

i. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku

dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adalah

ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus

13

Page 14: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya

pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat

obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris

pada eksperimen terkontrol.

Watson juga mengadakan perubahan besar dalam teori dan praktek

psikologi menurut pandangannya. Dengan pengalaman eksperimen….dalam

maze (kotak eksperimen) dia menolak metode instrospeksi sebab tidak dapat

dibuktikan. Watson mengadakan percobaan-percobaan belajar dengan hewan

dan manusia. Sarjana ini percaya, bahwa tingkah laku dapat dapat diterangkan

dengan terminology hubungan S-R dalam syaraf otak dalam karyanya:

Psiokology as the Behavioristist Views lt. (1913).

Belajar menurut Watson adalah jika S dan R ada bersamaan dan kontigu,

maka hubungannya akan diperkuat. Kekuatan hubungan S-R tergantung

kepada frekuensi ulangan adanya S-R. Watson mementingkan hukum ulangan

atau hukum latihan dalam belajar. Watson tidak menganggap penting Hukum

efek Thorndike. Watson menolak hukum efek dari Thornike, sebab dianggap

dasarnya mentalistik dan berdasar prinsip kenikmatan.

Hukum kedua yang dipententangkan oleh Watson adalah The Law of

Recency (hukum kebaruan). Artinya respon yang baru akan diperkuat dengan

ulangan hadirnya dari pada respon yang lebih awal. Dasar kegiatan belajar

adalah dengan conditioning. Belajar adalah memindahkan respon lama

terhadap stimuli baru.

Sumbangan Watson dalam perkembangan psikologi pendidikan antara

lain, ialah:

a. Mempunyai pengaruh besar dalam psikologi di USA.

b. Mempopulerkan ajaran behaviorisme.

c. Adanya tingkah laku, mesti ada hubungan syaraf di otak.

d. Untuk menjelaskan belajar perlu mengerti fungsi otak.

e. Menggerakkan studi dan tingkahlaku secara obyektif.

f.Mempertimbangkan faktor lingkungan .

g. Belajar adalah proses membentuk hubungan S-R.

14

Page 15: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

h. Banyak mendorong penelitian-penelitian eksperimen dengan conditoning di

USA.

3. Clark L. Hull (1884-1952)

Hull menamatkan Ph.D dalam bidang psikologi dari University of

Wisconsin dan mengajar di sana selama 10 tahun, kemudian mendapat gelar

professor dari Yale dan menetap di uni ini hingga masa pensiunnya. Sepanjang

karirnya, Hull mengembangkan ide di berbagai bidang psikologi, terutama

psikologi belajar, hipnotis, teknik sugesti.Metode yang paling sering digunakan

adalah eksperimental lab.

Clark Hull juga menggunakan variable hubungan antara stimulus dan

respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Menurut Clark Hull, semua

fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap

bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive)

dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan

menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus

(stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan

kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat

berwujud macam-macam.

Prinsip-prinsip utama teorinya adalah :

a. Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun

fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive

reduction daripada satisfied factor.

b. Dalam mempelajari hubungan S-R yang diperlu dikaji adalah peranan

dari intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsur O

(organisma). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang

disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa

output. Karena pandangan ini Hull dikritik karena bukan behaviorisme

sejati.

c. Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di sini

tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis

organisma.

15

Page 16: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

d. Hypothetico-deductive theory

Adalah teori belajar yang dikembangkan Hull dengan menggunakan

metode deduktif. Hull percaya bahwa pengembangan ilmu psikologi harus

didasarkan pada teori dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena

individual (induktif).Teori ini terdiri dari beberapa postulat yang

menjelaskan pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcement, habit,

reaksi potensial, dan lain sebagainya (Lundin, 1991, pp.193-195).

Sumbangan utama Hull adalah pada ketajaman teorinya yang detil, ditunjang

dengan hasil-hasil eksperimen yang cermat dan ekstensif. Akibatnya ide Hull

banyak dirujuk oleh para ahli behavioristik lainnya dan dikembangkan.

Namun demikian banyak pula kritik yang ditujukan kepada Hull, diantaranya

adalah :

Teorinya dianggap terlalu kompleks dan sulit dimengerti

Idenya tentang proses internal dianggap abstrak dan sulit dibuktikan

melalui eksperimen empiris

Partikularistic, usaha untuk menggeneralisasi hasil eksperimen secara

berlebihan.

4. Burrhus Frederic Skinner/BF. Skinner (1904 - 1990)

BF. Skinner terkenal dengan teori pengkondisian operan (operant

conditioning) atau juga disebut pengkondisian instrumental (instrumental

conditioning) yaitu suatu bentuk pembelajaran dimana konsekuensi perilaku

menghasilkan berbagai kemungkinan terjadinya perilaku tersebut.

Penggunaan konsekuensi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan

untuk mengubah perilaku itulah yang disebut dengan pengkondisian operan.

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih

mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep

belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner

hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan

lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku,

tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya.

Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena

16

Page 17: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar

stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang

diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi

inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.

Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar

harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta

memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi

yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan

bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk

menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah karena

perlu penjelasan lagi.

Prinsip teori Skinner ini adalah :

a. Prinsip hukum akibat menjelaskan bahwa perilaku yang diikuti hasil

positif akan diperkuat dan perilaku yang diikuti hasil negatif akan

diperlemah.

b. Penguatan merupakan suatu konsekuensi yang meningkatkan peluang

terjadinya suatu perilaku.

Penguatan ada 2 jenis yaitu :

1) Penguatan positif (positive reninforcement) : didasari prinsip bahwa

frekuensi dari suatu respon akan meningkat karena diikuti oleh suatu

stimulus yang mengandung penghargaan. Jadi, perilaku yang

diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh stimulus

menyenangkan.

Contoh : peserta didik yang selalu rajin belajar sehingga mendapat

rangking satu akan diberi hadiah sepeda oleh orang tuanya. Perilaku

yang ingin diulang atau ditingkatkan adalah rajin belajar sehingga

menjadi rangking satu dan penguatan positif/stimulus menyenangkan

adalah pemberian sepeda.

2) Penguatan negatif (negatve reinforcement) didasari prinsip bahwa

frekuensi dari suatu respon akan meningkat karena diikuti dengan suatu

stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan. Jadi,

17

Page 18: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti dengan

penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan

Contoh : peserta didik sering bertanya dan guru menghilangkan/tidak

mengkritik terhadap pertanyaan yang tidak berkenan dihati guru

sehingga peserta didik akan sering bertanta. Jadi, perilaku yang ingin di

ulangi atau ditingkatkan adalah sering bertanya dan stimulus yang tidak

menyenangkan yang ingin dihilangkan adalah kritikan guru sehingga

peserta didik tidak malu dan akan sering bertanya karena guru tidak

mengkritik pertanyaan yang tidak berbobot/melenceng.

c. Konsekuensi adalah suatu kondisi yang menyenangkan atau tidak

menyenangkan yang terjadi setelah perilaku dan memengaruhi frekuensi

prilaku pada waktu yang akan datang. Konsekuensi yang menyenangkan

disebut tindakan penguatan dan konsekuensi yang tidak menyenangkan

disebut hukuman.

d. Hukuman adalah suatu konsekuensi yang menurunkan peluang terjadinya

suatu perilaku. Jadi, perilaku yang tidak diharapkan akan menurun atau

bahkan hilang karena diberikan suatu stimulus yang tidak menyenangkan.

Contoh : peserta didik yang berperilaku mencontek akan diberikan sanksi,

yaitu jawabannya tidak diperiksa dan nilainya 0 (stimulus yang tidak

menyenangkan/hukuman). Perilaku yang ingin dihilangkan adalah perilaku

mencontek dan jawaban tidak diperiksa serta nilai 0 (stimulus yang tidak

menyenangkan atau hukuman).

Hukuman hendaknya diberikan untuk perilaku yang sesuai. Terkadang

hukuman diberikan terlalu berat, terlalu ringan, bahkan bentuk hukuman

yang tidak ada kaitan dengan pperilaku yang ingin dihilangkan.

Contoh : peserta didik yang tidak mengerjakan PR harus keliling lapangan

10 X (hukuman tidak sesuai), mungkin hukuman yang cocok, peserta didik

diberikan PR yang lebih banyak daripada temannya

Perbedaan antara penguatan negatif dan hukuman terletak pada perilaku yang

ditimbulkan. Pada penguatan negatif, menghilangkan stimulus yang tidak

menyenangkan (kritik) untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan (sering

18

Page 19: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

bertanya). Pada hukuman, pemberian stimulus yang tidak menyenangkan nilai 0

untuk menghilangkan perilaku yang tidak diharapkan (perilaku mencontek).

Pemberian penguatan dapat dijadwalkan oleh guru. Ada beberapa macam

penjadwalan penguatan, diantaranya :

a. Continous Reinforcement, penguatan diberikan secara terus menerus setiap

pemunculan respon atau perilaku yang diharapkan.

Contoh : setiap anak mau mengerjakan PR (meskipun banyak yang salah),

orang tua selalu menghilangkan kritikan (menghilangkan stimulus tidak

menyenangkan/memberikan penguat negatif). Setiap anak mau membantu

memakai sepatu sendiri ketika akan berangkat sekolah, orang tua selalu

memuji (memberikan stimulus yang menyenangkan/penguat positif).

b. Partial Reinforcement, penguatan diberikan dengan menggunakan jadwal

tertentu.

c. Jadwal Rasio Tetap (Fixed interval Schedule – FI) yaitu pemberian penguatan

berdasarkan frekuensi atau jumlah respon/tingkah laku tertentu secara tetap.

Contoh : Guru TK berkata, “Jika kalian sudah selesai mengerjakan 10 soal,

kalian mendapat hadiah permen.” Tanpa peduli jumlah waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan soal tersebut. Siswa mampu menyelesaikan

10 soal (jumlah perilaku yang diharapkan) dan mendapat hadiah permen

(merupakan satu penguatan).

Dalam pembelajaran, pelaksanaan penguatan ini dapat ditingkatkan jumlah

perilakunya secara bertahap, misalnya meningkat mulai 5 soal dapat

dikerjakan mendapat satu penguatan (FR-5), meningkat menjadi 10 soal

mampu dikerjakan satu penguatan (FR-10)

Akhirnya, pesrta didik diharapkan mampu mengerjakan banyak soal dengan

satu penguatan atau bahkan tanpa adanya penguatan.

d. Jadwal Internal Tetap (Fixed Interval Schedule-FI) yaitu pemberian

penguatan berdasarkan jumlah waktu tertentu secara tetap. Dalam, FI jumlah

waktunya yang tetap.

Contoh : ini sangat cocok digunakan seorang ibu untuk melatih anak kecilnya

agar mengurangi kebiasaan makan atau minum susu berlebihan. Ibu berkata

pada susternya, “Si Badu hanya diberikan susu setiap 1 jam sekali”. Jadi,

19

Page 20: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

meskipun Si Bedu menangis, karena belum 1 jam, suster tidak boleh

memberikan susu. Minum susu setiap 1 jam (perilaku yang diharapkan) dan

pemberian susu oleh suster (penguatan yang diberikan). Jumlah waktu bisa

ditingkatkan nenjadi setiap 2 jam (FI-2), 3 jam (FI-3) sampai akhirnya

menjadi 4 sekali (FI-4).

e. Jadwal Rasio Variabel (Variable Ratio Schedule – VR) yaitu pemberian

penguatan berdasarkan perilaku, tetapi jumlah perilakunya tidak tetap. Jadi,

penguatan tetap diberikan untuk perilaku yang diharapkan, tetapi jumlah

perilakunya tidak tetap.

Contoh : paling tepat adalah permainan anak-anak dengan cara memasukkan

koin ke mesin untuk mendapatkan hidak tahu pada perilaku hadiah. Anak

tersebut tidak tahu pada perilaku memasukkan koin yang ke berapa kali, baru

memperoleh hadiah. Atau dalam pembelajaran adalah guru akan memberi

nilai tambahan setiap peserta didik (dari 40 peserta didik di kelas) yang

menjawab benar. Peserta didik akan mencoba untuk menjawab belum tentu

benar berkalli-kali- VR ) dan tambahan nilai (penguat VR).

f. Jadwal Interval Variabel (Variabel Interval Schedule – VI) yaitu pemberian

penguatan pada suatu perilaku, tetapi jumlah waktunya tidak tetap yaitu tidak

dapat ditentukan kapan waktunya tidak tetap. Jika dalam VR, jumlah

perilakunya tetap. Dalam VI, jumlah waktunya tidak tetap.

Contoh : guru secara acak melakukan pemeriksaan secara keliling di kelas

terhadap pekerjaan peserta didik yang menjawab benar dan guru memneri

pujian setiap menemukan jawaban benar peserta didik. Peserta didik tidak

tahu kapan guru menghampiri dan melihat pekerjaannya serta memujinya jika

jawabannya benar. Karena peserta didik tidak tahu kapan

gurunyamenghampiri, peserta didik tersebut selalu berusaha mengerjakan

dengan benar setiap saat. Peserta didik mengerjakan benarsetiap saat

(perilaku-VI) dan guru yang sempat menghampiri dan memberi pujian pada

waktu yang tidak tetap (penguatan-VI).

Prinsip-prinsip utama pandangan Skinner adalah:

20

Page 21: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Descriptive behaviorism, pendekatan eksperimental yang sistematis pada

perilaku yang spesifik untuk mendapatkan hubungan S-R. Pendekatannya

induktif. Dalam hal ini pengaruh Watson jelas terlihat

Empty organism, menolak adanya proses internal pada individu.

Menolak menggunakan metode statistical, mendasarkan pengetahuannya pada

subyek tunggal atau subyek yang sedikit namun dengan manipulasi

eksperimental yang terkontrol dan sistematis.

Konsep-konsep utama BF. Skinner adalah :

1) Proses operant conditioning:

Memilah perilaku menjadi respondent behavior dan operant behavior.

Respondent terjadi pada kondisioning klasik, dimana reinforcement

mendahului UCR/CR. Dalam kondisi sehari-hari yang lebih sering terjadi

adalah operant behavior dimana reinforcement terjadi setelah response.

Positive dan negative reinforcers [kehadirannya PR menguatkan perilaku

yang muncul, sedangkan justru ketidakhadiran NR yang akan menguatkan

perilaku].

Extinction: hilangnya perilaku akibat dari dihilangkannya reinforcers

Schedules of reinforcement, berbagai variasi dalam penjadwalan

pemberian reinforcement dapat meningkatkan perilaku namun dalam kadar

peningkatan dan intensitas yang berbeda-beda (lih Lundin, 1991 fig.

4.p.213)

Discrimination : organisma dapat diajarkan untuk berespon hanya pada

suatu stimulus dan tidak pada stimulus lainnya. Caranya adalah secara

konsisten memberi reinforcement hanya pada respon bagi stimulus yang

diinginkan dan tidak pada respon terhadap stimulus lainnya.

Secondary reinforcement, adalah stimulus yang sudah melalui proses

pemasangan/kondisioning dengan reinforcer asli sehingga akhirnya bisa

mendapatkan efek reinforcement sendiri. Dalam kenyataan riil kehidupan

manusia, hampir semua yang kita anggap sebagai reinforcement adalah

secondary reinforcer.

21

Page 22: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Aversive conditioning, proses kondisioning dengan melibatkan suasana

tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan punishment. Reaksi

organisme adalah escape atau avoidance.

2) Behavior Modification

Adalah penerapan dari teori Skinner, sering juga disebut sebagai behavior

therapy.Merupakan penerapan dari shaping (pembentukan TL bertahap),

penggunaan positive reinforcement secara selektif, dan extinction.Pendektan

ini banyak diterapkan untuk mengatasi gangguan perilaku.

Terdapat beberapa kritikan terhadap teori behaviorisme yang dicetuskan oleh

BF. Skinner, yaitu :

Pendekatannya yang lebih bersifat deskriptif dan kurang analitis dianggap

kurang valid sebagai sebuah teori

Validitas dari kesimpulan yang diambilnya yang merupakan generalisasi

berlebihan dari satu konteks perilaku kepada hampir seluruh perilaku

umum

Pandangan ‘empty organism’ mengundang kritik dari pendukung aspek

biologis dan psikologi kognitif yang percaya pada kondisi internal

mansuia, entah itu berupa proses biologis atau proses mental

Namun demikian BF. Skiner juga menyumbangkan pemikiran yang begitu

besar selama hidupnya. Sumbangan Skinner adalah :

Salah seorang psikolog yang pandangannya paling berpengaruh dan

banyak dirujuk oleh para psikolog lainnya

Mengembangkan sejumlah prinsip-prinsip psikologis yang cukup terbukti

aplikatif terhadap masalah-masalah perilaku yang nyata karena didukung

oleh hasil-hasil eksperimen yang jelas

Memberikan ide kreatif dan baru bagi metode dalam belajar dan terapi

yang konvensional

22

Page 23: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

5. Albert Bandura (1925 – ..)

Bandura lahir di Canada, memperoleh gelar Ph. D dari University of

Iowa dan kemudian mengajar di Stanford University. Sebagai seorang

behaviorist, Bandura menekankan teorinya pada proses belajar tentang respon

lingkungan. Oleh karenya teorinya disebut teori belajar sosial, atau

modeling.Prinsipnya adalah perilaku merupakan hasil interaksi resiprokal

antara pengaruh tingkah laku, koginitif dan lingkungan. Singkatnya, Bandura

menekankan pada proses modeling sebagai sebuah proses belajar.

Bandura menambahkan konsep belajar sosial (social learning). ia

mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar.

Teori belajar Bandura adalah teori belajar sosial atau kognitif sosial serta

efikasi diri yang menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru

perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori ini menjelaskan perilaku manusia

dalam konteks interaksi tingkah laku timbal balik yang berkesinambungan

antara kognitine perilaku dan pengaruh lingkungan. Faktor-faktor yang

berproses dalam observasi adalah perhatian, mengingat produksi motorik,

motivasi.

a. Teori utama Bandura:

Observational learning atau modeling adalah faktor penting dalam proses

belajar manusia.

Dalam proses modeling, konsep reinforcement yang dikenal adlaah

vicarious reinforcement, reinforcement yang terjadi pada orang lain dapat

memperkuat perilaku individu. Self-reinforcement, individu dapat

memperoleh reinforcement dari dalam dirinya sendiri, tanpa selalu harus

ada orang dari luar yang memberinya reinforcement.

Menekankan pada self-regulatory learning process, seperti self-

judgement, self-control, dan lain sebagainya.

Memperkenalkan konsep penundaan self-reinforcement demi kepuasan

yang lebih tinggi di masa depan

23

Page 24: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

b. Sumbangan Bandura:

Bandura membuka perspektif baru dalam aliran behavioristik dengan

menekankan pada aspek observasi dan proses internal individu. Bagi

mereka yang beraliran kognitif, pandangan Bandura ini dirasakan lebih

lengkap dibandingkan pandangan ahli behavioristik lainnya. Teorinya ini

juga didukung oleh percobaan eksperimental yang dapat

dipertanggungjawabkan

Kritik terhadap Bandura

Kritik terutama datang dari kelompok aliran behavioristik keras, yang

memandang Bandura lebih tepat untuk dimasukan dalam kelompok aliran

kognitif dan tidak diakui sebagai bagian dari behavioristik.Penyebab

utamanya karena pandangan Bandura yang kental aspek mentalnya.

6. Ivan Pavlov (1849-1936)

Ivan Pavlov mengemukakan teori kondisioning klasik (classical

conditioning) yaitu sejenis pembelajaran dimana sebuah organisme belajar

untuk menghubungkan atau mengasosiasikan stimulus dengan respon

Faktor yang juga penting dalam teori belajar pengkondisian klasik

Pavlov adalah:

a. generalisasi, yaitu melibatkan kecenderungan dari stimulus baru yang

serupa dengan stimulus terkondisi asli untuk menghasilkan respon serupa.

Contoh : seorang peserta didik merasa gugup ketika dikritik atas

hasil ujian yang jelek pada mata pelajaran matematika. Ketika

mempersiapkan ujian Fisika, peserta didik tersbut akan merasakan gugup

karena kedua pelajaran sama-sama berupa hitungan. Jadi kegugupan

peserta didik tersebut hasil generalisasi dari melakukan ujian mata

pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang mirip.

b. Deskriminasi, yaitu organisme merespon stimulus tertentu, tetapi tidak

terhadap yang lainnya.

Contoh : dalam mengalami ujian dikelas yang berbeda, pesrta didik tidak

merasa sama gelisahnya ketika menghadapi ujian bahasa Indonesia dan

sejarah karena keduanya merupakan subjek yang berbeda.

24

Page 25: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

c. Pelemahan (extincition). proses melelahnya stimulus yang terkondisi

dengan cara menghilangkan stimulus tak terkondisi.

Contoh : kritikan guru yang terus menerus pada hasil ujian yang jelek,

membuat peserta didik tidak termotivasi belajar. Padahal, sebelumnya

peserta didik pernah mendapat nilai ujian yang bagus dan sangat

termotivasi belajar.

Dalam bidang pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk

mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap peserta didik untuk

termotivasi belajar dan membantu guru untuk melatih kebiasaan positif

peserta didik.

7. Edwin Guthrie (1886-19590

E.R Guthrie mengembangkan teori belajar kontiguitas S-R di

Universitas Washington. Menurut Guthrie, bahwa prinsip kontiguitas adalah

kombinasi stimuli yang telah menghasilkan respon diteruskan sehingga

stimulus yang dikontigukan tetap menghasilkan respon tadi. Guthrie menolak

hukum ulangan yang dianut Watson. Azas belajar Guthrie yang utama adalah

hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu

gerakan. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon

untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan

terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada

respon lain yang dapat terjadi.

Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, sehingga

dalam kegiatan belajar peserta didik perlu diberi stimulus dengan sering agar

hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga

percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam

proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu

mengubah tingkah laku seseorang.

Di dalam teori belajarnya, Guthrie berpendapat, bahwa organisme otot-

otot dan pengeluaran getah kelenjar-kelenjar. Respon semacam itu disebut

gerakan-gerakan. Guthrie mengatakan, suatu tindakan terdiri atas serentetan

gerakan-gerakan yang diasosiasikan bersama dengan hukum kontiguitas.

25

Page 26: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Guthrie menolak teori Thorndike yang mengatakan bahwa dasar respon

adalah tindakan-tindakan dan bukan gerakan-gerakan.

Dalam proses-belajar, yang diasosiasikan adalah suatu stimulus dengan

respon R, tepatnya adalah stimulus yang mengenai organ tubuh dan syarafnya

(sebagai sensasi) dan kemudian menimbulkan respon tersebut. Eksperimen

yang diadakan oleh Guthrie di Horton (1946) dengan kucing dalam sangkar.

Guthrie mengajukan prinsip-prinsip belajar, yakni :

a. yang terpenting adalah prinsip persyaratan (conditioning).

b. prinsip pengendalian persyaratan yakni respon akan dikendalikan jika

respon lain timbul dengan adanya S-R asli.

c. adanya persyaratan yang ditunda.

d. Pengembangan (perbaikan) performance atau tindakan merupakan hasil

praktek. Proses conditioning akan terjadi setelah percobaan pertama.

Penguatan hubungan S-R adalah hasil dari ulangan (praktek) dan bukan

karena peningkatan Stimulus.

Memang teori belajar Guthrie dipandang lebih sederhana sebab

ditekankan kepada adanya stimulus dan respon yang nampak dan belum atau

tidak memperhitungkan kegagalan dan hadiah (reinforcement). Dengan

begitu terori tersebut tidak mendorong untuk mengadakan penelitian-

penelitian menurut model Guthrie. Selain itu Guthrie tidak mengembangkan

motivasi belajar, sebab stimulus sendiri sudah berarti motif.

Menurut teori kontiguitas, bahwa lupa dapat terjadi karena kegiatan

hubungan S-R dipakai hal lainnya. Jadi lupa timbul karena ada interferensi

atau gangguan pembentukan hubungan S-R dalam syaraf. Guthrie juga

menganjurkan terjadinya transfer pengetahuan dari satu hal ke hal lain dengan

latihan pada bidang khusus atau praktek pada bidang yang lebih luas.

G. Prinsip-Prinsip Belajar Behaviorisme

Teknik Behaviorisme telah digunakan dalam pendidikan untuk waktu yang lama

untuk mendorong perilaku yang diinginkan dan untuk mencegah perilaku yang

tidak diinginkan.

26

Page 27: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

1. Stimulus dan Respons

Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya alat

peraga, gambar atau charta tertentu dalam rangka membantu belajarnya.

Stimulus ini dapat terintegrasi dengan baik melalui perencanaan program

pembelajaran yang baik lengkap dengan alat-alat yang membentu siswa

mencapai tujuan belajar.Sedangkan respons adalah reaksi siswa terhadap

stimulus yang telah diberikan oleh guru tersebut, reaksi ini haruslah dapat

diamati dan diukur.

2. Reinforcement (penguatan)

Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku disebut

penguatan (reinforcement) sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan

akan memperlemah perilaku disebut dengan hukuman (punishment).

3. Penguatan positif dan negatif

Pemberian stimulus positif yang diikuti respon disebut penguatan positif,

misalnya dengan memuji siswa setelah dapat merespon pertanyaan

guru.Sedangkan mengganti peristiwa yang dinilai negatif untuk memperkuat

perilaku disebut penguatan negatif, misalnya apabila siswa mampu

mengerjakan tugas dengan sempurna maka diperbolehkan tidak mengikuti

ulangan.

4. Penguatan primer dan sekunder

Penguat primer adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi

kebutuhan fisik seperti air, makanan, udara dll.Sedangkan penguatan

sekunder adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan non

fisik seperti pujian, pangkat, uang dll.

5. Kesegeraan memberi penguatan (immediacy)

Penguatan hendaknya diberikan segera setelah perilaku muncul karena akan

menimbulkan perubahan perilaku yang jauh lebih baik dari pada pemberian

penguatan yang diulur-ulur waktunya.

6. Pembentukan perilaku (Shapping)

Menurut skinner untuk membentuk perilaku seseorang diperlukan langkah-

langkah berikut : 1. Mengurai perilaku yang akan dibentuk menjadi tahapan-

tahapan yang lebih rinci; 2. menentukan penguatan yang akan digunakan; 3.

27

Page 28: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Penguatan terus diberikan apabila muncul perilaku yang semakin dekat

dengan perilaku yang akan dibentuk.

7. Kepunahan (Extinction)

Kepunahan akan terjadi apabila respon yang telah terbentuk tidak

mendapatkan penguatan lagi dalam waktu tertentu.

H. Aplikasi Dalam Pembelajaran Behaviorisme

 Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah

pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah

aliran behaviorisme. Aliran ini menekankan pada terbentukyaperilaku yang

tampak sebagai hasil belajar. Teori behaviorisme dengan model hubungan

stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang

pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau

pembiasaan semata. Munculnya perilaku atau semakin kuat bila diberikan

reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Aplikasi teori behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari

beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran,sifat materi pembelajar,media dan

fasilitas pembelajran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak

pada teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti,

tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,sehingga belajar

adalah perolehan pengetahuan,sedangkan mengajar adalah memindahkan

pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pembelajar.

Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang

sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,sehingga

makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti itu ditentukan oleh

karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki

pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang

dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai sebagai

objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh

karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan

menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus

28

Page 29: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pembelajar

diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang

bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi. Implikasi dan

teori behaviorisme dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan

ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan

mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut

bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga

terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu

untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.

Karena teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur

rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada

aturan-aturan yang jelas dan ditetapakan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan

dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih

banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan

dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu

dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk

perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan

dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik

adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar

harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.

 

I. Implikasi Teori Belajar Behaviorisme

Kurikulum berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat

diimplemantasikan dalam sisem pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang

pendidikan usia dewasa. Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk metode

pembelajaran bagi anak yang belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi

behaviorisme cenderung mengesampingkan aspek-aspek potensial dan

kemampuan manusia yang dilahirkan. Bahkan behaviorisme cenderung

menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada manusia baik sebagai subjek

maupun objek pendidikan yang netral etik dan melupakan dimensi-dimensi

spiritualitas sebagai fitrah manusia. Oleh karena itu behaviorisme cenderung

antropomorfis skularistik.

29

Page 30: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan

kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pelajar untuk berkreasi,

bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem

pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus

dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pelajar

kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri

mereka.

J. Tujuan Pembelajaran Behaviorisme

Tujuan pembelajaran menurut teori behaviorisme ditekankan pada

penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang

menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah

dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran

menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti

urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum

secara ketat, sehungga aktifitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku

teks/buku wajib  dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi

buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil

belajar. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan

biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut

jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai

dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan

tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari

kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan

pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara

individual.

 

K. Behaviorisme dan PLS

Pengertian dari pendidikan keluarga adalah proses transformasi prilaku dan

sikap di dalam kelompok atau unit sosial terkecil dalam masyarakat. Sebab

keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama dalam menanamkan

30

Page 31: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi

kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.

Fungsi pendidikan dalam keluarga tak terlepas dari peranan ayah dan ibu

yang memiliki beberapa turunan fungsi yang bersifat kultur (pendidikan budaya)

untuk mempartahankan budaya dan adat keluarga, bersifat religi (pendidikan

agama) agar kehidupan dalam keluarga berjalan dengan baik, sejahtera , tentram

dan terarah. Selain itu, bersifat ekonomis (pendidikan ekonomi) sehingga tidak

tercipta krisis keuangan keluarga, bersifat sosialisasi (pendidikan sosial) agar

menciptakan suasana yang kondusif baik secara internal maupun eksternal,

bersifat protektif (pendidikan proteksi) untuk melindungi wahana keluarga dari

pengaruh apapun atau faktor apapun yang  merugikan bagi keluarga dan lainya.

Beberapa hal yang memegang peranan penting keluarga sebagai fungsi

pendidikan dalam membentuk pandangan hidup seseorang meliputi pendidikan

berupa pembinaan akidah dan akhlak, keilmuan dan atau intelektual dan

kreativitas yang mereka miliki serta kehidupan pribadi dan sosial.

Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan yang pertama kali didapatkan

oleh seorang anak ketika dia dilahrikan keatas dunia bahkan semenjak dalam

kandungan. Seorang anak akan mencontoh apa saja yang diperbuat oleh orang –

orang sekelilingnya. Terlebih – lebih pengaruh lingkungan keluarga yang

diberikan oleh orang – orang terdekat.Semisal ayah, ibu, kakek, nenek dan famili

dekat lainnya.

Pandangan behaviorisme menjelaskan bahwa tingkah laku ( behavior ) 

manusia ditentukan oleh pengararuh lingkungan yang dialami oleh individu yang

bersangkutan. Lingkungan adalah penentu tunggal dari tingkah laku manusia.Jika

ingin merubah tingkah laku manusia, perlu persiapan kondisi lingkungan yang

mendukung kearah perubahan itu.

Pendidikan yang didapatkan oleh seorang anak dalam keluarga (pendidikan

nonformal) dalam istilah Pendidikan Luar Sekolahya. Jika kita menginginkan

seorang anak yang berkepribadian baik maka tempatkanlah anak dalam

lingkungan yang kondusif, disini dituntut peranan Ayah dan Ibu serta peranan

anggota keluarga lainnya.

31

Page 32: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

L. Aliran filsafat yang Mempengaruhi Psikologi Behavioristik

Behavioristik muncul dan tumbuh dengan cepat sebagai raksasa psikologi

dunia. Keberadaan ini tidak luput dari peran filsafat yang mempengaruhi

pembentukan akar filosofi behavior. Materialisme, empirisme, dan positifisme

adalah tiga aliran besar filsafat yang memberi pengaruh besar pada Behavioristik

1. Aliran filsafat materialisme memiliki pandangan ontologis bahwa segala

sesuatu dapat dikembalikan atau diasalmuasalkan apa hukum – hukum yang

bersifat material (hanurawan, 2006:67) kaum materialistik memiliki pandangan

bahwa manusia tak lebih dari sebuah susunan kompleks dari materi – materi.

Kelompok materialestik tidak mengakui adanya hal – hal yang bersifat spiritual

dan holistik. Bagi mereka, segala gejala – gejala psikologis seperti emosi,

persepsi, dan motivasi adalah tidak lebih dari manifesti ciri – ciri hukum dasar

materi. Pandangan ini memberikan konsekuensi filosofis dalam pandangan

mereka tentang problem – problem filosofis lain, seperti tidak mengakui Tuhan

(atheis) karena Tuhan tidak dapat dibuktikan secara materi.

2. Aliran filsafat pengetahuan (epistimologi) mengenalkan pada dunia tentang

metode induktif sebagai cara untuk memverifikasi ebenaran pengetahuan.

Metode induktif ini terlaksana melalui analisis terhadap informasi – informasi

yang bahan dasarnya berasal dari pencerapan inderawi terhadap objek – objek

pengetahuan (Earle, 1992)

3. Aliran positivisme menjelaskan posisi epistemologinya dengan menjelaskan

bahwa pengetahuan manusia tidak mungkin diperoleh berdasar pada keyakinan

– keyakian teologis maupun keyakinan – keyakinan yang berasal dari

pandangan filsafat – filsafat yang bersifat konvensional.

M.Penerapan Psikologi Behavioristik dalam Bidang Pendidikan

Salah satu tujuan psikologi adalah untuk mengendalikan, menelaah, dan

mengarahkan kondisi jiwa manusia sehingga mampu meraih kualitas hidup yang

lebih baik. Dalam konteks pendidikan maka psikologi mempunyai andil untuk

32

Page 33: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

membantu merumuskan sistem pendidikan yang mampu meningkatkan kualitas

intelejensi & spiritual manusia.

Pendidikan dalam behavioristik menekankan pada reinforcement stimulus-

response, conditioning, operant conditioing, modelling. Siswa dalam teori ini

dikondisikan sebagai jiwa yang aktif. Pendidikan baru dianggap berhasil jika

siswa mengalami perubahan perilaku seperti yang diharapkan muncul. Perilaku

dan respon itu diharapkan sama pada tiap siswa sehingga membentuk suatu

keteraturan antara stimulus dan respon.

Peran guru dalam behavioristik adalah sebagai fasilitator. Guru menciptakan

dan merekayasa perilaku – perilaku yang diharapkan muncul sesuai dengan

silabus pendidikan. Guru juga berperan dalam mengeliminasi sifat – sifat yang

tidak diharapkan. Perilaku siswa biasanya dikendalikan guru melalui penguatan

positif.

Objektif pendidikan adalah tujuan spesifik proses pendidikan yang

merupakan pengambangan lebih lanjut pengaruh langsung behavioristik dalam

bidang pengajaran. Behavior hanya meyakini hal empiris, tidak menghiraukan

kemajuan lain yang muncul namun tidak terukur. Hal ini menyebabkan teori

behavior menuai banyak tekanan. Keberhasilan pelajar yang hanya diukur

berdasarkan kuantitatif dinilai akan mematikan kretifitas pelajar, apalagi dalam

teori ini hasil – hasil belajar yang diharapkan sudah ditetapkan diawal.

Objektif instruksional terdiri dari beberapa komponen. Beberapa komponen

itu adalah: pertama, kondisi yang relevan atau rangsangan yang relevan yang

mampu memunculkan perilaku pelajar yang diharapkan. Kedua, penetapan hasil

perilaku siswa berdasarkan referensi umum. Ketiga adalah deskripsi tentang

penetapan kriteria penilaian terhadap perilaku yang diterima dan perilaku yang

tidak dapat diterima sebagai hasil proses pembelajaran.

 

N. Pendidikan Berbasis Kompetensi

Salah satu produk teori behavioristik adalah pendidikan berbasis kompetensi.

Kurikulum ini seakan menjadi bukti eksistensi behavioristik walaupun teori

pendidikan behavioristik dikatakan secara ekstrim sudah mati (straddon, 1993).

33

Page 34: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Kurikulum ini mendistribusikan paket pendidikan ke dalam sub – sub bagian

berupa standar kompetensi yang harus diraih oleh pelajar. Pencapaian pelajar

kemudian diukur dengan sebuah minimum passing grade yang harus dicapai

pelajar.

Teori behavioristik juga berkembang pesat di Indonesia, bahkan ditempatkan

sebagai mainstream pendidikan. Cendekiawan dan ahli pendidikan Indonesia

zaman dulu yang kebanyakan menempuh studi profesionalnya di benua Amerika

kemudian mengadopsi teori behavioristik yang memang sedang boom pada waktu

itu.

Keadaan ini juga diperkuat dengan tuntutan zaman dan globalisasi yang

menekankan pada hal – hal yang empiris –bisa dibuktikan/diukur-. Behavior

seakan memenuhi tuntutan tersebut. Konsep penekanan hasil yang harus dicapai

pada awal dan penggunaan passing grade diyakini mampu “memaksa”

peningkatan intelektual massal dan meningkatkan mutu pendidikan.

Pengukuran kualitas mutu pendidikan bukanlah hal yang mudah. Sehubungan

dengan sulitnya pengukuran terhadap mutu pendidikan tersebut, maka jika orang

berbicara tentang mutu pendidikan, umumnya hanya mengasosiasikan dengan

hasil belajar yang dikenal sebagai hasil UAN (yang biasa disebut dengan

instructional effect) karena ini yang mudah diukur. Padahal hasil belajar yang

bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses

belajar tidak optimal maka sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu.

Ini berarti bahwa pokok permasalahan mutu pendidikan terletak pada masalah

pemrosesan pendidikan.

Sudah sejak lama para ahli pendidikan dan kurikulum menyadari bahwa

kebudayaan adalah salah satu landasan pengembangan kurikulum (Taba, 1962) di

samping landasan lain seperti perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan,

teknologi, politik, ekonomi. Ki Hajar Dewantara (1936, 1945, 1946) menyatakan

bahwa kebudayaan merupakan faktor penting sebagai akar pendidikan suatu

bangsa. Ahli kurikulum lain seperti Print (1993:15) menyatakan pentingnya

kebudayaan sebagai landasan bagi kurikulum dengan mengatakan bahwa

curriculum is a construct of that culture. Kebudayaan merupakan keseluruhan

totalitas cara manusia hidup dan mengembangkan pola kehidupannya sehingga ia

34

Page 35: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

tidak saja menjadi landasan di mana kurikulum dikembangkan tetapi juga menjadi

target hasil pengembangan kurikulum. Longstreet dan Shane (1993:87) melihat

bahwa kebudayaan berfungsi dalam dua perspektif yaitu eksternal dan internal.

Lebih lanjut, keduanya menulis (Longstreet dan Shane, 1993:87):

The environment of the curriculum is external insofar as the social order in

general establishes the milieu within which the schools operate; it is internal

insofar as each of us carries around in our mind’s eye models of how the schools

should function and what the curriculum should be. The external environment is

full of disparate but overt conceptions about what the schools should be doing.

The internal environment is a multiplicity of largely unconscious and often

distorted views of our educational realities for, as individuals, we caught by our

own cultural mindsets about what should be, rather than by a recognition of our

swiftly changing, current realities.

Kedudukan kebudayaan dalam suatu proses kurikulum teramat penting tetapi

dalam proses pengembangan seringkali para pengembang kurikulum kurang

memperhatikannya. Dalam realita proses pengembangan kurikulum sering

diwarnai oleh pengaruh pandangan para pengembang terhadap perkembangan

ilmu dan teknologi. Pertimbangan mengenai kebutuhan anak didik dan

masyarakat sering dijawab dengan jawaban mengenai adanya perkembangan

dalam ilmu pengetahuan. Oleh karena, itu kedudukan yang penting dari

kebudayaan terabaikan pula seperti halnya landasan lainnya yang harus

diperhatikan dalam pengembangan kurikulum.

Secara intrinsik, filosofi, visi, dan tujuan pendidikan, para pengembang

kurikulum sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pandangan hidup,

dan keyakinan hidupnya. Faktor penentu filosofi, visi, dan tujuan tersebut sangat

ditentukan oleh akar budaya dan kebudayaan dari para pengembang kurikulum.

Ini yang dikatakan oleh Longsreet dan Shane (1993:162) dengan pernyataan we

are largely unaware of the numerous, culturally formed qualities that

characterize our behaviour. Oleh karena itu, baik secara langsung maupun tidak

langsung, proses internal pengembangan suatu kurikulum sangat pula dipengaruhi

oleh kebudayaan para pengembang kurikulum.

35

Page 36: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Landasan lain yang diperlukan dalam pengembangan kurikulum adalah teori

belajar yaitu teori tentang bagaimana siswa belajar. Selama ini, orang berbicara

tentang teori belajar yang dikembangkan terutama dari psikologi. Teori belajar

seperti yang dikenal dalam literatur dikembangkan dari berbagai aliran dan teori

dalam psikologi seperti behaviorisme (stimulus-response, conditioning, operant

conditioing, modelling, dan sebagainya), kognitif (skemata, akomodasi, dan

asimilasi dari Piaget, meaningful learning dari Ausubel, dan sebagainya). Teori

belajar yang dikembangkan dari pandangan ini tentu saja sangat berguna dan

dikembangkan berdasarkan hasil studi yang mendalam dan dalam waktu yang

cukup panjang.

Sayangnya, teori belajar yang dikembangkan berdasarkan pandangan

psikologi ini sering memiliki asumsi bahwa siswa belajar dalam suatu situasi yang

value free atau lebih tepat dikatakan cultural and societal free. Teori-teori belajar

itu tidak memperhitungkan bahwa siswa yang belajar adalah suatu pribadi yang

hidup dan bereaksi terhadap stimulus (apakah dikembangkan berdasarkan teori

behaviorisme atau kognitif) yang tidak dapat dilepaskan dari lingkungan sosial

dan budaya di mana ia hidup. Dalam bukunya yang berjudul sociocultural origins

of achievement, Maehr (1974) mengatakan bahwa keterkaitan antara kebudayaan

dan bahasa, kebudayaan dan persepsi, kebudayaan dan kognisi, kebudayaan dan

keinginan berprestasi, serta kebudayaan dan motivasi berprestasi merupakan

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap belajar siswa.

Lebih lanjut, studi Webb (1990) dan Burnett (1994) menunjukkan bahwa

proses belajar siswa yang dikembangkan melalui pertimbangan budaya

menunjukkan hasil yang lebih baik. Hal itu terjadi karena seperti yang

dikemukakan oleh Oliver dan Howley (1992) kebudayaan governs how people

share information and knowledge, as well as how they construct meaning. Peran

kebudayaan yang kuat dalam upaya seseorang memahami lingkungan dan belajar

dikemukakan oleh Delpit (Darling-Hammond, 1996:12) dengan mengatakan we

all interpret behaviors, information, and situation through our own cultural

lenses; these lenses operate involuntarily, below the level of conscious awareness,

making it seems that our own view is imply, the way it is. Pendapat yang sama

dikemukakan pula oleh Wloodkowski dan Ginsberg (1995) yang menyatakan

36

Page 37: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

bahwa kebudayaan adalah dasar dari intrinsic motivation dan mengembangkan

model belajar yang dinamakan a comprehensive model of culturally responsive

teaching yang menurut mereka adalah a pedagogy that crosses disciplines and

cultures to engage learners while respecting their cultural integrity.

II. FILSAFAT PENDIDIKAN LIBERALISME

A. Pengertian Filsafat Liberalisme

Liberalisme ialah falsafah yang meletakkan kebebasan individu sebagai

nilai politiktertinggi. Seseorang yang menerima fahaman liberalisme dipanggil

seorang liberal. Liberalisme menekankan hak-hak peribadi serta kesamarataan

peluang. Dalam fahaman liberalisme, pelbagai aliran dengan nama “liberal”

mungkin mempunyai dasar dan pandangan yang berlainan, tetapi secara

umumnya aliran-aliran ini bersetuju dengan prinsip-prinsip berikut termasuk

kebebasan berfikir dan kebebasan bersuara, batasan kepada kuasa kerajaan,

kedaulatan undang-undang, hak individu ke atas harta persendirian, pasaran

bebas dan ketelusan sistem pemerintahan. Mereka yang liberal menyokong

sistem kerajaan demokrasi liberal dengan pengundian yang adil dan terbuka, di

mana semua rakyat mempunyai hak-hak yang sama rata di bawah undang-

undang.

Faham liberalisme moden berakar umbi dari Zaman Kesedaran barat dan

kini mengandungi pemikiran politik yang luas dan kaya dari segi sumber.

Liberalisme menolak kebanyakan tanggapan asas dalam hampir semua teori

pembentukan kerajaan awal seperti seperti hak-hak raja yang diberikan oleh

tuhan, status yang berasaskan keturunan dan institusi-institusi

agama. Liberal beranggapan sistem ekonomi pasaran bebas lebih cekap dan

menjana lebih banyak kemakmuran.

Negara liberal moden awal adalah Amerika serikat, yang didirikan di bawah

prinsip “setiap manusia diciptakan sama taraf; bahawa mereka diberi pencipta

mereka hak-hak yang tidak boleh dinafikan; bahawa antara ini adalah kehidupan,

37

Page 38: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

kebebasan, dan mengejar kebahagiaan; bahawa untuk melindungi hak-hak ini,

kerajaan dibuat oleh manusia, yang menggunakan kuasa mereka secara adil

dengan izin mereka yang diperintah.”

Aliran liberalism meyakini bahwa sistem kebenaran bersifat terbuka,

menekankan jawaban yang diperoleh melalui tata cara rasional dan

eksperimental. Bagi aliran tersebut, masa kini dan masa depan adalah dua hal

yang sangat penting. Begitu pula dengan perubahan atau pembaruan dalam

berbagai bidang. Semua itu demi memajukan kebebasan individual dan

memaksimalkan potensi manusia seutuhnya. Oleh sebab itu, pendidikan

bertujuan untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial. Caranya adalah

dengan mengajarkan penyelesaian masalah secara mandiri. Pencetus liberalisme

diantaranya yaitu Maria Montessori dan John Dewey.

B. Tokoh Filsafat Liberalisme

1. John Locke

Filsafat politiknya sangat mempengaruhi semua filsuf Barat. Locke

mendasari kesimpulannya pada metode empiris dan mengembangkan teori

kedaulatan rakyat dengan kekuatan yang terpusat pada kehendak rakyat.

Pemerintah hanya merupakan perwalian di mana rakyat mendelegasikan

kekuasaannya dan rakyat dapat mencabutnya kembali apabila tidak

mempercayai pemerintahan tersebut. Dia membenarkan adanya pembatasan

terhadap kekuasaan kedaulatan rakyat, adanya hak rakyat dalam membentuk

hukum, adanya toleransi terhadap perbedaan agama yang tidak bertentangan

dengan kesatuan politik dan tertib ekonomi yang memberi kebebasan

berdagang kepada semua orang. Dia yakin bahwa negara akan menjaga hak-

hak asasinya. Ia menolak keabsahan politik pemerintahan gereja yang yakin

menyatakan perlunya toleransi agama, tidak termasuk elemen yang subversif

terhadap negara. Inti pemikiran inilah yang menjadikan sumber inspirasi bagi

revolusi Amerikadan Prancis serta banyak kata-kata Locke yang dikutip

dalam Deldarasi Kemerdekaan Amerika dan Hak-Hak Manusia Prancis.

38

Page 39: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

2. John Milton

Bukunya Aeropagiticia menyajikan kebebasan intelektual dalam tradisi

liberal yang intinya mengandung argumentasi kuat menentang teori otoriter.

Dasar asumsinya ialah manusia dengan akal pikirannya dapat membedakan

yang benar dan salah; antara yang baik dan buruk. Agar dapat menggunakan

kemampuannya itu maka manusia harus mempunyai hak-hak terbatas untuk

dapat mendengarkan pemikiran dan cita-cita orang lain sehingga kebenaran

akan tercapai dan dapat diperlihatkan dan dipertahankan asal diberi

kebebasan untuk mempertahankan diri dalam `pertemuan bebas dan terbuka’

sehingga lahirlah sebuah konsep berdasarkan pemikiran Milton terkenal

dengan “Pasar Ide Terbuka”. Konsep lain temuan Milton adalah “Konsep

Pelurusan Sendiri”, yaitu dalam pertemuan perdebatan bebas maka semua

yang hadir sebaiknya menyatakan pikiran dan perasaannya sebab pembahasan

kemudian akan berakhir dengan pendapat yang benar akan bertahan,

sedangkan yang salah akan hilang. Apabila yang salah akan menang maka

sifatnya akan sementara sebab yang benar akan mencari tambahan pertahanan

sehingga melalui proses pelurusan sendiri akhirnya akan menang. Maksud

Milton agar pemerintah tidak membatasi pendapat orang jujur tetapi berbeda

pandangan dengan pemerintah. Bahkan Milton meningkari kebebasan penuh

dari Gereja Katolik Roma karena mereka tidak memenuhi ukuran kejujuran

yang dibuatnya. Meskipun imbauan Milton tidak berpengaruh besar, pada

abad 18 bukunya beredar secara luas di Inggris dan Amerika.

3. John Stuart Mill

Ia mengingatkan bahwa kebebasan berarti hak setiap individu dewasa

untuk berpikir dan bertindak sesukanya, sepanjang itu tidak merugikan orang

lain. Semua tindakannya harus bertujuan untuk mencipta, memelihara, dan

meningkatkan kebahagiaan orang sebanyak-banyaknya karena masyarakat

39

Page 40: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

dikatakan balk bila terdapat sebanyak mungkin orang yang merasakan

kebahagiaan. Menurutnya, ada empat dalil pokok pandangan umum tentang

kebebasan berpendapat, yaitu (1) apabila kita membungkam sebuah opini

berarti bahwa kita membungkam kebenaran; (2) opini yang salah mungkin

mengandung kebenaran yang diperlukan di dalamnya agar memperoleh

kebenaran secara menyeluruh; (3) apabila opini yang diterima umum

merupakan kebenaran seluruhnya namun masyarakat masih cenderung

mencekalnya tidak menggunakan akal pikirannya, tetapi berdasarkan

prasangka, terkecuali apabila dia dipaksa mempertahankan kebenaran

tersebut; (4) kalau opini yang diterima umum tidak diperdebatkan dari waktu

ke waktu maka kekuatan dan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia

akan menyurut.

4. Paulo Freire (1921-1996)

Freire lahir tanggal 19 September 1921 di Recife, sebuah daerah miskin

di timur laut Brazil (Yamin, 2009: 139). Freire kuliah di University of Recife

untuk dididik menjadi pengacara. Nilai-nilai kekristenan relatif kental dalam

benak Freire seiring dengan keikutsertaannya dalam gerakan aksi Katolik

yang kemudian nantinya meletakkan dasar gerakan teologi pembebasan.

Beberapa karya yang memengaruhi ideologi Freire, seperti “The Wretched of

the Earth” karya Frantz Fanon, khususnya ketika akan menyelesaikan

“Pedagogy of the Oppressed”, kemudian juga terpengaruh Albert Memi

dengan bukunya “Colonizer and the Colonized”, setelah itu oleh Lev

Vygotsky melalui bukunya “Thought and Language”, dan juga Gramsci.

Selain itu, gagasan pemikiran pendidikan Freire dipengaruhi oleh gagasan

teologi pembebasan Katolik dan pemikiran-pemikiran “Marxian”.

Freire memulai aktivitas sosialnya pada tahun 1946 pada bagian pelayanan

sosial di Pernambuco, ia mendapat tanggung jawab pada program pendidikan

untuk masyarakat miskin kota dan pekerja industri, termasuk di daerah

Recife, tempat kelahirannya sendiri. Di situlah ia kali pertama tertarik pada

masalah pendidikan literasi orang dewasa dan pendidikan rakyat, di situ pula

ia mulai membaca dan mengembangkan gagasan pendidikannya.

40

Page 41: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Pada 1954 ia keluar dan mulai mengajar sejarah dan filsafat pendidikan

di University of Recife. Kemudian pada pemilihan politik tahun 1959, Freire

diberi kepercayaan untuk mengurus program pendidikan orang dewasa

(Movimento de Cultura Popular) oleh walikota Recife terpilih yang dikenal

progresif. Pada waktu yang sama ia mendapatkan gelar doktornya dari

University of Recife, dalam karya doktoralnya ia menggambarkan

perkembangan gagasan pendidikan orang dewasa yang ia formulasikan.

Lingkup gerakan pendidikannya makin meluas ketika ia diangkat menjadi

kepala dari program literasi nasional Brazil yang baru, melalui program itulah

tahun 1964 metode pendidikan literasinya disebarkan sangat luas menjangkau

lima juta orang yang buta huruf di seluruh Brazil. Sayangnya di tahun itu juga

karena kudeta politik, maka ia sebagai bagian dari pemerintahan diusir dari

Brazil. Ia kemudian ke Cili, seteah itu berangkat ke Harvard untuk mengajar

dan sekaligus menulis di situ.

Pada tahun 1970 ia bergabung dengan The World Council of Churches,

di Jenewa, setelah itu ia hampir selalu bepergian ke banyak bagian negara di

dunia untuk melihat dan mendampingi pengembangan program literasi yang

ia gagas, dan ia pun tetap menulis, sampai pada tahun 1980 dia boleh kembali

ke Brazil.

Beberapa karya Freire, yakni: (1) Pedagogy of the Oppressed; (2)

Pedagogy of The City (1993); Pedagogy of the Hope (1995); Pedagogy of the

Heart (1997); Pedagogy of the Freedom (1998); Pedagogy of the Indignation

(2004) (Freire, 2008: xvi).

Tepat tanggal 2 Mei 1997, Paulo Freire meninggal dunia du Rumah

Sakit Albert Enstein, Sao Paulo. Dia wafat dalam usia 75 tahun akibat

serangan jantung. Di samping berbagai karya yang telah dihasilkan, ia juga

mewariskan keteladanan hidup sebagai pribadi yang terbuka, jujur, lugas,

kreatif, dan penuh perjuangan. Dan yang lebih penting, Dia selalu berusaha

sungguh-sungguh agar tindakannya mencerminkan kata-katanya (Freire,

2008: xvii).

C. Filsafat Pendidikan Liberalisme

41

Page 42: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Ciri utama pendidikan yang berideologi liberal adalah selalu berusaha

menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan politik di luar dunia

pendidikan. Hal ini terlihat pada benang merah kebijakan Mendiknas beberapa

tahun terakhir. Oleh karenanya kompetensi yang harus dikuasai peserta didik

merupakan upaya untuk memenuhi dan menyesuaikan tuntutan dunia kerja

sebagaimana dikemukakan dalam setiap pergantian kurkulum baru kita

(Mansour Fakih, 2002).

D. Pengertian Ideologi Pendidikan Liberal

Ideologi adalah sebuah sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai

fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu. Bagi kaum liberalis pendidikan

adalah usaha untuk melestarikan dan meningkatkan mutu tatanan sosial yang ada

dengan cara mengajarkan pada setiap anak-anak bagaimana cara mengatasi

masalah-masalah kehidupannya sendiri secara efektif.

Liberal atau liberalisme adalah suatu pandangan yang menekankan

pengembangan kemampuan, melindungi hak dan kebebasan (freedom), serta

mengidentifikasi problem dan upaya perubahan sosial secara inskrimental demi

menjaga stabilitas jangka panjang.

Jadi, ideologi pendidikan liberal adalah suatu keyakinan dimana

pendidikan yang terbaik adalah yang ada untuk melatih anak agar berfikir secara

kritis dan objektif, mengikuti bentuk dasar proses ilmiah, dan melatih anak untuk

meyakini hal-hal tersebut berdasarkan pengetahuan ilmiah.

E. Corak-Corak Liberalisme Pendidikan

Dalam intisarinya, ada 3 corak utama liberalisme pendidikan, yaitu:

1. Liberalisme Metodis

Kaum liberalisme metodis adalah mereka yang mengambil sikap bahwa

selagi metode-metode pengajaran harus disesuaikan dengan zaman supaya

42

Page 43: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

mencakup renungan-renungan psikologis, baru dalam hakikat belajar oleh

manusia.

2. Liberalisme Direktif

Liberalisme direktif yang mencakup aliran utama liberalisme pendidikan di

Amerika Serikat. Pada dasarnya, kaum liberalis direktif menginginkan

pembaharuan mendasar dalam hal tujuan sekaligus dalam hal cara kerja

sekolah-sekolah sebagaimana adanya sekarang.

3. Liberalisme Non-Direktif

Kaum liberalis non-direktif akan sepakat dengan pandangan bahwa tujuan

dan cara-cara pelaksanaan pendidikan perlu diarahkan kembali secara radikal

dari orientasi otoritariannya yang tradisional ke arah sasaran pendidikan yang

mengajar siswa untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri secara

efektif.

F. Ciri-ciri Umum Liberalisme Pendidikan

1. Menganggap bahwa pengetahuan terutama berfungsi sebagai sebuah alat untuk

digunakan dalam pemecahan masalah secara praktis.

2. Menekankan kepribadian unik dalam diri tiap individu.

3. Menekankan pemikiran efektif (kecerdasan praktis)

4. Memandang pendidikan sebagai perkembangan dari keefektifan personal.

5. Memusatkan perhatian kepada tata cara pemecahan masalah secara individual

maupun berkelompok.

6. Menekankan perubahan sosial secara tak langsung, melalui perkembangan

kemampuan tiap orang berprilaku praktis dan efektif.

7. Berdasarkan kepada sebuah sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka.

8. Didirikan di atas tata cara pembuktian secara ilmiah rasional.

9. Menganggap bahwa wewenang intelektual tertinggi terletak pada pengetahuan

yang diperoleh dari pembuktian eksperimental.

G. Landasan Pendidikan Liberal

Berikut ini landasan pendidikan liberal, diantaranya sebagai berikut:

43

Page 44: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

1. Seluruh kegiatan belajar bersifat relatif terhadap sifat-sifat dan isi pengalaman

personal.

2. muncul dari proses-proses perkembangan personal, dan seluruh tindakan

belajar yang punya arti penting cenderung untuk bersifat subjektif.

3. Seluruh kegiatan belajar pada puncaknya mengakar pada keterlibatan dalam

pengertian inderawi yang aktif.

4. Seluruh kegiatan belajar pada dasarnya merupakan proses pengujian gagasan-

gagasan, dalam situasi-situasi pemecahan masalah secara praktis.

5. cara terbaik untuk mempelajari sesuatu dan sebagai implikasinya, juga cara

terbaik untuk hidup.

6. Pengalaman kejiwaan yang paling dini merupakan pengalaman yang dialami

oleh orang yang belajar pada waktu ia masih kanak-kanak, termasuk latihan-

latihan emosional dan kognitif.

7. tindakan belajar dikendalikan oleh konsekuensi-konsekuensi emosional dan

perilaku personal.

H. Dalil-dalil Pokok Liberalisme Pendidikan

1. Seluruh hasil kegiatan belajar adalah pengetahuan personal melalui

pengalaman personal.

2. Seluruh hasil kegiatan belajar bersifat subjektif dan selektif.

3. Seluruh hasil kegiatan belajar berakar pada pada keterbatasan pengertian

inderawi

4. Seluruh hasil belajar hasil kegiatan belajar didasari proses pemecahan masalah

secara aktif dalam polatrial dan error

5. Cara belajar terbaik diatur oleh penyelidikan kritis yang diarahkan oleh

perintah-perintah eksperimen yang mencirikan metode ilmiah

6. Pengalaman paling dini adalah yang paling berpengaruh terhadap

perkembangan selanjutnya.

7. Kegiatan belajar diarahkan dan dikendalikan oleh konsekuensi-konsekuensi

emosional dan perilaku.   

8. Sifat-sifat hakiki dan isi pengalaman sosial mengarahkan dan mengendalikan

sifat-sifat hakiki dan isi pengalaman personal

44

Page 45: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

9. Penyelidikan kritis dari jenis yang punya arti penting hanya bisa berkembang

dalam masyarakat yang terbuka dan democratis.

10. Jika dalam kondisi-kondisi yang optimal, anak yang berpotensi rata-rata bisa

menjadi efektif secara personal dan bertanggung jawab secara social.   

I. Komponen-Komponen Pendidikan Libelarisme

Pengaruh liberalisme dalam pendidikan dapat melihat komponen-komponennya,

diantaranya, sebagai berikut:

1. Komponen pertama, adalah komponen pengaruh filsafat barat tentang model

menuju manusia universal yaitu manusia yang "rational liberal".

2. Pengaruh liberal ini kelihatan dalam pendidikan yang mengutamakan prestasi

melalui proses persaingan antar murid. Perangkingan untuk menentukan murid

terbaik adalah implikasi dari paham pendidikan ini.

3. Komponen kedua adalah positivisme. Positivisme sebagai suatu paradigma

ilmu sosial yang dominan ini juga menjadi dasar bagi model pendidikan liberal.

Karena positivisme pada dasarnya adalah ilmu sosial yang dipinjam dari

pandangan, metode dan teknik ilmu alam memahami realitas.

4. Dengan kata lain, positivisme mensyaratkan pemisahan fakta dan nilai dalam

rangka menuju pada pemahaman obyektif atas realitas sosial

J. Ciri-ciri Umum Liberalisme Pendidikan 

1. Menganggap bahwa pengetahuan terutama berfungsi sebagai sebuah alat

untuk digunakan dalam pemecahan masalah secara praktis.

2. Menekankan kepribadian unik dalam diri tiap individu.

3. Menekankan pemikiran efektif (kecerdasan praktis)

4. Memandang pendidikan sebagai perkembangan dari keefektifan personal.

5. Memusatkan perhatian kepada tata cara pemecahan masalah secara individual

maupun berkelompok.

6. Menekankan perubahan sosial secara tak langsung, melalui perkembangan

kemampuan tiap orang berperilaku praktis dan efektif.

7. Berdasarkan kepada sebuah sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka.

8. Didirikan di atas tata cara pembuktian secara ilmiah rasional.

45

Page 46: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

9. Menganggap bahwa wewenang intelektual tertinggi terletak pada

pengetahuan yang diperoleh dari pembuktian eksperimental.

K. Landasan Pendidikan Liberal

Berikut ini landasan pendidikan liberal, diantaranya sebagai berikut:

1. Seluruh kegiatan belajar bersifat relatif terhadap sifat-sifat dan isi

pengalamanpersonal. Muncul dari proses-proses perkembangan personal, dan

seluruh tindakan belajar yang punya arti penting cenderung untuk bersifat

subjektif.

2. Seluruh kegiatan belajar pada puncaknya mengakar pada keterlibatan dalam

pengertian inderawi yang aktif.

3. Seluruh kegiatan belajar pada dasarnya merupakan proses pengujian gagasan-

gagasan, dalam situasi-situasi pemecahan masalah secara praktis.

4. cara terbaik untuk mempelajari sesuatu dan sebagai implikasinya, juga cara

terbaik untuk hidup.

5. Pengalaman kejiwaan yang paling dini merupakan pengalaman yang dialami

oleh orang yang belajar pada waktu ia masih kanak-kanak, termasuk latihan-

latihan emosional dan kognitif.

6. tindakan belajar dikendalikan oleh konsekuensi-konsekuensi emosional dan

perilaku personal.

Berkaitan dengan pendidikan, kaum liberal beranggapan bahwa persoalan

pendidikan terlepas dari persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Dan

pendidikan tidak memiliki kemudian lebih diarahkan pada penyesuaian atas

sistem dan struktur sosial yang berjalan. Yang lebih diperhatikan adalah

bagaimana meningkatkan kualitas dari proses belajar mengajar sendiri, fasilitas

dan kelas yang baru, modernisasi peralatan sekolah, penyeimbangan rasio guru-

murid.

Selain itu juga berbagai investasi untuk meningkatkan rnetodologi

pengajaran dan pelatihan yang lebih effisien dan partisipatif, seperti kelompok

dinamik (group dynamics) 'learning by doing', 'experimental learning', ataupun

bahkan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) sebagainya.usaha peningkatan tersebut

46

Page 47: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

terisolasi dengan svstem dan struktur ketidak adilan kelas dan gender, dominasi

budaya dan represi politik yang ada dalam masyarakat.

Kaum Liberal sama-sama berpendirian bahwa pendidiakan adalah politik,

dan “excellence" haruslah merupakan target utama pendidikan. Kaum Liberal

beranggapan bahwa masalah mayarakat dan pendidikan adalah dua masalah

yang berbeda. Mereka tidak melihat kaitan pendidikan dalam struktur kelas dan

dominasi politik dan budaya serta diskriminasi gender dimasyarakat luas.

Bahkan pendidikan bagi salah satu aliran liberal yakni `structural funrtionalisme'

justu dimaksud sebagai sarana untuk menstabilkan norma dan nilai masyarakat.

Pendidikan justru dimaksudkan sebagai media untuk mensosialisasikan dan

mereproduksi nilai nilai tata susila keyakinan dan nilai - nilai dasar agar

masyarakat luas berfungsi secara baik.

Pendekatan liberal inilah yang mendominasi segenap pemikiran tentang

pendidikan rti berbagai macam pelatihan. Akar dan pendidikan ini adalah

Liberalisme, yakni suatu pandangan yang menekankan pengembangan

kemampuan, melindungi hak, dan kebebasan (freedoms), serta mengidentifikasi

problem dan upaya perubahan sosial secara inskrimental demi menjaga stabilitas

jangka panjang.

Konsep pendidikan dalam tradisi liberal berakar pada cita cita Barat tentang

individualisme. Ide palitik liberalisme sejarahnya berkait erat dengan bangkitnya

kelas liberalisme dalam pendidikan dapat dianalisa dengan melihat komponen

komponennya.

Komponen pertama, adalah komponen pengaruh filsafat Barat tentang

model manusia universal yaitu manusia yang "rational liberal". Ada beberapa

asumsi yang mendukung konsep manusia "rasional liberal" seperti: pertama

bahwa semua manusia memiliki potensi sama dalam intelektual, kedua baik

tatanan alam maupun norma sosial dapat ditangkap oleh akal. Ketiga adalah

"individualis" yakni adanya angapan bahwa manusia adalah atomistik dan

atanom (Bay,1988). Menernpatkan individu socara atomistic, membawa pada

keyakinan bahwa hubungan sosial sebagai kebetulan, dan masyarakat dianggap

tidak stabil karena interest anggotanya yang tidak stabil.

47

Page 48: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Pengaruh liberal ini kelihatan dalam pendidikan yang mengutamakan

prestasi melalui proses persaingan antar murid. Perankingan untuk menentukan

murid terbaik, adalah implikasi dari paham pendidikan ini. Pengaruh pendidikan

liberal juga dapat dilihat dalam berbagai training management, kewiraswastaan,

dan training-training yang lain. Contoh kongkrit pendekatan liberal bisa kita

lihat pada Achievement Motivation Training (AMT) McClelland. McClelland

berpendapat bahwa akar masalah keterbelakangan dunia ketiga karena mereka

tidak memiliki apa yang dinamakannya N Ach. Oleh karena sarat pembangunan

bagi rakyat dunia ketiga adalah perlu virus "N ach" yang membuat individu

agresif dan rasional.

Komponen kedua adalah Positivisme. Positivisme sebagai suatu paradigma

ihnu sosial yang dominan dewasa ini juga menjadi dasar bagi model pendidikan

Liberal. Positivisme pada dasarnya adalah ilmu sosial yang dipinjam dari

pandangan, metode dan teknik ilmu alarn memahami realitas. Positivisme

sebagai suatu aliran filsafat berakar pada tradisi ilmu ilrnu sosial yang

dikembangkan dengan mengambil cara ilmu alam menguasai benda, yakni

dengan kepercayaan adanya universalisme and generalisasi, melalui metode

determinasi, 'fixed law' atau kumpulan hukum teori (Schoyer, 1973). Positivisme

berasumsi bahwa penjelasan tungal dianggap "appropriate" untuk semua

fenomena.

Oleh karena itu riset sosial ataupun pendidikan dan pelatihan harus didekati

dengan positivisme yang melibatkan unsur-unsur seperti obyektivitas, empiris,

tidak memihak, detachment, rasional dan bebas nilai. Pengetahuan selalu

menganut hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifisir dan

diveritikasi dengan metode "scientific". Dengan kata lain, positivism

mensaratkan pemisahan fakta dan nilai dalam rangka menuju pada pemahaman

obyektif atas realitas sosial.

Pendidikan dan pelatihan dalam positivistik bersifat fabrikasi dan

mekanisasi untuk memproduksi keluaran pendidikan yang harus sesuai dengan

`pasar kerja'. Dalam pola pemikiran positivistic Murid dididik untuk tunduk

pada struktur yang ada. Dari sana, bisa kita lihat bahwa pada paradigma liberal

48

Page 49: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

pendidikan biasanya lebih melanggengkan system yang ada dengan melahirkan

anak-anak didik yang berperan dalam mempertahankan system tersebut.

Tradisi liberal telah mendominasi konsep pendidikan hingga saat ini.

Pendidikan liberal adalah menjadi bagian dari globalisasi ekonomi 'liberal'

kapitalisme. Dalam kontek lokal, paradigma pendidikan liberal telah menjadi

bagian dari sistim developmentalisme, dimana sistim tersebut ditegakan pada

suatu asumsi bahwa akar 'underdevelopment' karena rakyat udak mampu terlibat

dalam sistim kapitalisme. Pendidikan harus membantu peserta didik untuk

masuk dalam sistim developmentalisme tersebut, sehingga masyarakat memiliki

kemampuan dalam kompetisi di system kapitalis.

L. Liberalisme dalam Pendidikan

Jika sementara kita kesampingkan perbedaan antara sudut pandang religius dan

sekular di dalam tradisi liberasionisme pendidikan, maka ideologi ini dasarnya

adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Pendidikan secara Menyeluruh

Tujuan utama pendidikan adalah untuk mendorong pembaharuan-

pembaharuan sosial yang perlu, dengan cara memaksimalkan kemerdekaan

personal di dalam sekolah, serta dengan cara membela kondisi-kondisi yang

lebih manusiawi dan memanusiakan di dalam masyarakat secara urnum.

2. Sasaran-Sasaran Sekolah

Sekolah ada lantaran tiga alasan utama yaitu :

a) untuk membantu para siswa mengenali dan menanggapi kebutuhan akan

pernbaharuan/perombakan sosial;

b) untuk menyediakan informasi dan keterampilan-keterampilan yang

diperlukan siswa supaya bisa belajar secara efektif bagi dirinya sendiri;

c) untuk mengajar para siswa tentang bagaimana caranya memecahkan

masalah-masalah praktis melalui penerapan teknik-teknik penyelesaian

masalah secara individual maupun kelompok yang didasari oleh metode-

metoda ilmiah-rasional.

Pada ranah ini, oleh James A. Bank (1977) menegaskan bahwa dalam sosial

studies diperlukan metode-metode ilmiah rasional dalam mengembangkan

pembelajaran IPS, khususnya pada sekolah menengah. Metode ilmiah itu

49

Page 50: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

disebutnya dengan metode inquiry, dengan langkah-langkah: identifikasi

masalah-masalah sosial, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dan

mengevaluasi data. Tujuan metode ini adalah agar pendidikan IPS dapat

menghasilkan peserta didik yang rasional, memiliki keterampilan sosial dan

tepat mengambil keputusan (decision making) dalam kehidupan pribadi dan

sosialnya.

3. Ciri-ciri Umum Liberasionisme Pendidikan

Ada sembilan ciri-ciri umum liberasionisme pendidikan, yaitu:

a) Menganggap bahwa pengetahuan adalah alat yang diperlukan untuk

melakukan pembaharuan/perombakan sosial.

b) Menekankan manusia sebagai sebentuk keluaran budaya;, budaya

merupakan penentu-sosial kedirian;

c) Menekankan analisis obyektif (ilmiah-rasional) serta evaluasi/penilaian

terhadap kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik sosial yang ada;

d) Menganggap pendidikan sebagai perujudan yang paling utuh dari potensi-

potensi khas tiap orang sebagai mahluk manusia;

e) Memusatkan perhatian kepada kondisi-kondisi sosial yangmenghalang-

halangi perujudan paling penuh dari potensi-potensi individu, menekankan

masa depan (yakni, perubahan-perubahan dalam sistem yang ada sekarang,

yang perlu untuk mendirikan masyarakat yang lebih memanusiakan

manusia);

f) Menekankan perubahan-perubahan ruang lingkup besar yang segera harus

dilakukan di dalam masyarakat yang ada sekarang, menekankan

perubahan-perubahan penting yang akan mempengaruhi sifat-sifat hakiki

dan pelaksanaan sistem sosial yang mapan;

g) Didasarkan pada sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka

(pembuktian pengetahuan secara ilmiah-rasional) dan/atau prakiraan-

¬prakiraan yang sesuai dengan sistem penyelidikan semacam itu; (8)

Didirikan di atas landasan prakiraan-prakiraan Manos atau Marxis baru

(neo-Marxis) tentang seluruh kesadaran personal yang ditentukan oleh

faktor sosio-ekonomis;

50

Page 51: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

h) Menganggap bahwa wewenang intelektual tertinggi ada di tangan mereka

yang memahami konsekuensi-konsekuensi patologis (bersifat

merusak/berpenyakit) dari kapitalisme kontemporer dan segenap sikap

sosial yang dihubungkan dengannya.

4. Anak-anak sebagai Pelajar

Anak-anak condong untuk menjadi baik (yakni, ke arah tindakan yang

efektif dan tercerahkan) jika diasuh dalam sebuah masyarakat yang baik

(yakni bersifat rasional dan berkemanusiaan). Perbedaan-perbedaan

individual lebih penting ketimbang kesamaan-kesamaan individual, dan

perbedaan-perbedaan itu bersifat menentukan dalam penetapan program-

program pendidikan.

Anak-anak secara moral setara dan mereka musti mendapatkan

kesempatan yang setara untuk berjuang demi ganjaran¬-ganjaran sosial dan

intelektual yang lebih luas, lebih mudah diakses, dan dibagikan secara lebih

adil/merata. Kedirian (kepribadian) tumbuh dari pengkondisian sosial, dan

dari yang bersifat sosial ini menjadi landasan bagi penentuan ‘diri’ lanjutan;

anak hanya bebas di dalam konteks determinisme sosial dan psikologis.

5. Administrasi dan Pengendalian

Wewenang pendidikan musti ditanamkan di tangan minoritas yang

tercerahkan, yang terdiri atas para intelektual yang bertanggung-jawab, yang

sepenuhnya sadar akan kebutuhan objektif bagi perubahan¬-perubahan sosial

yang konstruktif, dan yang mampu menanamkan perubahan-perubahan

semacam itu melalui sekolah-sekolah.

Upaya meningkatkan kompetensi pendidik oleh berbagai bangsa telah

dilakukan dengan berbagai macam metode dan strategi. Di Indonesia

misalnya, melalui amandemen Undang-Undang, khususnya UU Sisdiknas,

telah dihasilkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar

Nasional Pendidikan. Dalam Permendiknas tersebut dikatakan bahwa setiap

guru minimal memiliki empat kompetensi dasar, yakni: (a) kompetensi

pedagogik; (b) kompetensi profesional; (c) kompetensi kepribadian, dan (d)

kompetensi sosial (UU Sisdiknas, Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2005

Pasal 28 Ayat 3).

51

Page 52: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Sebagaimana yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya bahwa

diperlukan pendidik yang mampu membawa perubahan (sosial) bagi peserta

didik, adalah sejalan dengan upaya Indonesia melalui UU Sisdiknas,

khususnya mengenai kompetensi guru yang saat ini telah (mulai) dijalankan.

6. Sifat-sifat Hakiki Kurikulum

Sifat hakiki kurikulum tergambar sebagai berikut,

a) Sekolah harus menekankan pembaharuan/perombakan sosio-ekonomis;

b) Sekolah musti memusatkan perhatian pada pemahaman diri serta tindakan

sosial sekaligus;

c) Penekanan harus diletakkan pada tindakan yang cerdas dalam mengejar

keadilan sosial;

d) Mata pelajaran harus bersifat pilihan dalam batas-batas penentuan yang

umum;

e) Penekanan harus diletakkan pada penerapan praktis dari yang sifatnya

intelektual (praksis) melebihi apa yang secara sempit bersifat praktis

ataupun akademis;

f) Sekolah musti menekankan problema-problema sosial yang kontroversial,

menekankan pengenalan dan analisis terhadap nilai-nilai dan prakiraan-

prakiraan dasar yang menggarisbawahi isu-isu sosial, dan memperagakan

kepedulian khusus terhadap penerapan apa yang dipelajari di dalam ruang

kelas kepada kegiatan-kegiatan yang punya arti penting secara sosial di

luar sekolah; sekolah musti secara tipikal menampilkan

pendekatan¬pendekatan antar-disiplin keilmuan yang berpusat pada

problema, yang meliputi wilayah kajian seperti filosofi, psikologi,

kesusasteraan konternporer, sejarah, dan ilmu-ilmu behavioral dan sosial.

7. Metode-metode Pengajaran serta Penilaian Hasil Belajar

Harus ada penekanan yang kurang-Iebih seimbang atau setara pada

pemahaman problema (pengenalan dan analisis terhadap Problema-problema

secara tepat) serta pemecahan masalah. Disiplin dan hapalan mungkin

52

Page 53: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

kadang-kadang perlu supaya bisa menguasai sebuah keterampilan yartg akan

diperlukan demi menangani problema-problema personal atau sosial yang

penting secara efektif, namun kegiatan belajar pada dasarnya adalah kegiatan

sampingan dan kegiatan yang bermakna, dan hapalan harus diminimalisir

dan/atau dihapus sama sekali jika mungkin.

Kegiatan belajar-mengajar yang diarahkan oleh siswa dalam kerangka

kerja kurikulum yang ditentukan berdasarkan relevansi sosialnya adalah lebih

tinggi/lebih balk daripada belajar dengan ditentukan dan diarahkan oleh guru.

Sang guru harus dipandang sebagai panutan dalam hal komitmen intelektual

serta keterlibatan sosialnya. Ujian yang didasarkan kepada perilaku para

siswa yang tanpa dilatih/dipersiapkan lebih dulu sebagai tanggapan atas

persoalan¬-persoalan sosial yang penting adalah lebih disukai ketimbang

ujian yang dinilai berdasarkan tes-tes biasa di ruang kelas.

Persaingan antarpribadi dan penyusunan peringkat nilai siswa secara

tradisional harus diminimalisir dan/atau dihapus sama sekali jika mungkin,

sebab hal-hal semacam itu menuntun siswa pada sikap-sikap buruk dan

motivasi did yang merosot.

Bimbingan dan penyuluhan personal, serta terapi kejiwaan, sebagaimana ada

di luar sekolah di saat ini, umumnya berfungsi sebagai bentuk tersembunyi

dari kontrol sosial dan pelatihan penyesuaian diri anak, yang menghalangi

kesadaran anak akan kondisi-kondisi sosial yang melatarbelakanginya, yang

melahirkan problema-problema kejiwaan individual.

8. Kendali di Ruang Kelas

Para siswa musti dianggap bertanggung-jawab atas tindakan-tindakan

mereka sendiri dalam arti seketika, namun musti diakui bahwa

pertanggungjawaban siswa pada puncaknya tidak bisa dituntut dalam arti

menurut konsep ‘kehendak bebas’ tradisional. Para guru harus bersifat

demokratis dan obyektif dalam menentukan tolok ukur perilaku. Tolok ukur

itu harus ditentukan bersama-sama dengan siswa sebagai cara

mengembangkan tanggung jawab moral mereka.

53

Page 54: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Lantaran tindakan yang bermoral adalah tindakan yang paling cerdas,

dalam situasi apapun, maka peningkatan kecerdasan paktis adalah corak

pendidikan moral yang paling efektif. Di sisi lain, tindakan yang cerdas,

sebagai sebuah cita-cita atau corak ideal secara sosial yang dianjurkan,

memerlukan adanya masyarakat yang cerdas (yang obyektif) dimana setiap

orang diberi kesempatan yang setara untuk membuat pilihan-pilihan

tercerahkan berdasarkan kesempatan-kesempatan pendidikan yang setara.

BAB IIIPENUTUP

54

Page 55: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara, begitu definisi pendidikan yang

terkandung dalam ketentuan umum di Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional (UU Sisdiknas).

Untuk mencapai tujuan berdirinya Negara Indonesia yaitu mencerdaskan

kehidupan bangsa, instrument yang digunakan adalah pendidikan. Pendidikan

yang berkualitas akan melahirkan manusia-manusia cerdas, kemudian akan

menjadi agen perubahan untuk kehidupan berbangsa yang lebih baik. Paolo Freire

seorang tokoh pendidikan menyatakan ada dua pandangan dunia yang

mempersepsikan manusia dalam dunia pendidikan.Pandangan pertama melihat

manusia sebagai objek, yang dapat dibentuk dan disesuaikan.Pandangan lainnya

melihat manusia sebagai subyek, mahluk yang bebas dan mampu melampaui

dunianya.

Proses belajar pada dunia pendidikan dianggap sebagai transfer of

knowledge, beranggapan bahwa peserta didik adalah botol kosong yang dapat

diisi sesuai dengan kehendak pendidik. Pendidik dan anak didik  terlihat seperti

relasi antara penguasa dan yang dikuasai.  Paradigma ini lebih dipengaruhi oleh

teori behaviorisme. Behaviorisme memandang pengetahuan sebagai suatu yang

eksternal dan proses belajar sebagai kegiatan internalisasi pengetahuan. Hasil dari

proses belajar  teori ini adalah perubahan tingkah laku, layaknya mesin yang

dimasukkan program kemudian program itu berjalan sebagaimana program yang

telah dibuat tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

55

Page 56: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Abraham Maslow, 2004, Psikologi Sains. Teraju. Jakarta.Abudin Nata, 2008, Manajemen Pendidikan-Mengatasi Pendidikan Islam di

Indonesia. Media Grafika. Jakarta._____________, 2005, Filsafat Pendidikan Islam. Gaya Media Pratama. Jakarta.Assegaf Abdurrachman & Suyadi, 2008, Pendidikan Islam Madzhab Kritis-

Perbandingan Teori Pendidikan Timur dan Barat. Gama Media. Yogyakarta.Beane, James A., et. all, 1986, Curriculum Planning and Development. Boston. Allyn

and Bacon, Inc.Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Rineka Cipta. JakartaBurhanuddin, dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta An-Ruzz

MediaBarnadib, Imam, 1988, Kearah Prospektif baru Pendidikan, Jakarta,Dep Dik Bud.

Ditjen P.T. P2LPTK.Bank, James A. 1977. Teaching Strategies for Sosial Studies: Inquary, Valuing, and

Decision Making. Addison-Wesley Publishing Company.Freire, Paulo. 2001. Pedagogi Pengharapan. (terj.) Yogyakarta: Kanisius.Freire, Poulo. 2008. Pendidikan Kaum Tertindas. (terj.).Yogyakarta: LP3ES.

Freire, Paulo, Ivan Illich, dan Erich Fromm. Menggugat Pendidikan: Fundamentalis, Konservatif, Liberal, Anarkis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009/.Fudyartanto, Ki RBS., 2002, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Global Pustaka Utama. Jogjakarta.

George, R. Knight. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Gama Media.Iksan, Rumtini. 2011. “Pemikiran Pendidikan John Dewey” (1859-1952), Jurnal

Pendidikan dan Kebudayaan Balitbang Depdiknas, No. 046, tahun ke-10, Januari 2001. (online). http://journal.uii.ac.id/index.php/JPI/article/view/191, diakses tanggal 3 November 2011.

“Ivan Illich: Deschooling, Conviviality And The Possibilities For Informal Education And Lifelong Learning” (online), http://www.infed.org/thinkers/et-illic.htm, diakses tanggal 3 November 2011.

Knight, R. George. Isu-Isu Alternatif dalam Filosofi Pendidikan. (Bogor: Penerbit Yayasan Kasih Abadi, 2000)Oemar Hamalik, 2008, Manajemen Pengembangan Kurikulum. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Jalaluddin Rahmat. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosda Karya_____________, 2008, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. PT. Remaja

Rosdakarya. Bandung.M. Ihsan Dacholfany dan Ayi Sofyan. 2009 KURIKULUM BERDASARKAN

FILSAFAT BEHAVIORISME. Tugas Makalah Bidang Studi Manajemen Kurikulum Program S3 PPS Universitas Islam Nusantara Dari Dosen: Prof. Dr. Harry Soedrajat

Nemiroff, Greta Hofmann. 1992. Reconstructing education : toward a pedagogy of critical humanism. New York, NY 10010, An imprint of Greenwood Publishing Group, Inc.

O’Neil, William F. 2008. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Purwanto, M. Ngalim, 2007, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. PT. Remaja

Rosdakarya. Bandung.

56

Page 57: Filsafat Pendidikan Behaviorisme

Schubert, William H., 1986, Curriculum: Perspective, Paradigm and Possibility. New York: McMillan Publishing Co.

Sukmadinata, Nana Saodih, 2008, Pengembangan Kurikulum-Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Syaiful Sagala, 2007, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Alfabeta. Bandung.

Tim Dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), 2009, Manajemen Pendidikan. Alfabeta. Bandung.

Ratna Syifa’a Rachmahana. 2011. “Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan”, (online). Jurnal Pendidikan Islam “el Tarbawi”, NO. 1. VOL. I. 2008. Diakses tanggal 3 November 2011.

Rizky. Behaviorisme Dipandang dari Segi Psikologi Islam. Http/: [email protected]. Internet

Subagyo, Bambang. Pengantar Riset Kuantatif dan Kualitatif (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2001)

Tilaar, H.A.R. dan Riant Nugroho. 2009. Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

UU Sisdiknas, Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 28 Ayat 3.Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia: Belajar dari Paulo Freire dan

Ki Hajar Dewantara. Yogyakarta: Ar Ruz Media.Uyoh Sadulloh,  2007, Pengantar Filsafat Pendidikan. Alfabeta. Bandung.Zidniyati. Behaviorisme And Social Learning Theory . intern http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/05/12/kurikulum-berdasarkan-filsafat-

behaviorisme/http://makalahkuliahgue.blogspot.com/2010/09/mengenal-behaviorisme-sebuah-

filsafat.htmlhttp://puterikeraton.wordpress.com/2008/11/29/filsafat-behaviorisme-dan-dunia-

pendidikan/http://puterikeraton.wordpress.com/2008/11/29/filsafat-behaviorisme-dan-dunia-pendidikan/

57