Epilepsi

22
TINJAUAN PUSTAKA EPILEPSI I. DEFINISI Definisi konseptual Kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial. Definisi ini mensyaratkan terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptik. Bangkitan epileptik Terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak. Definisi operasional/definisi praktis Suatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut : 1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks dengan jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam. 2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan sama dengan (minimal 60%) bila terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi/ bangkitan refleks (misalkan bangkitan pertama yang terjadi 1 bulan setelah kejadian 1

description

ilmu penyakit saraf

Transcript of Epilepsi

TINJAUAN PUSTAKAEPILEPSI

I. DEFINISIDefinisi konseptualKelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial. Definisi ini mensyaratkan terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptik.

Bangkitan epileptik Terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak.

Definisi operasional/definisi praktisSuatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut : 1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks dengan jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam. 2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan sama dengan (minimal 60%) bila terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi/ bangkitan refleks (misalkan bangkitan pertama yang terjadi 1 bulan setelah kejadian stroke, bangkitan pertama pada anak yang disertai lesi struktural dan epileptiform dischargers) 3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi.

Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus spesifik, seperti stimulasi visual, auditorik, somatosensitf, dan somatomotor.

II. EPIDEMIOLOGIPrevalensi di negara sedang berkembang ditemukan lebih tinggi dari pada negara maju. Dilaporkan prevalensi dinegara maju berkisar antara 4-7/1000 orang dan 5-74/1000 orang dinegara sedang berkembang. Daerah pedalaman memiliki angka prevalensi lebih tinggi dibendingkan daerah perkotaan yaitu 15,4/1000 (4,8-49,6) dipedalaman dan 10,3 (2,8-37,7) diperkotaan. Prevalensi epilepsi pada usia lanjut (>65 tahun) dinegara maju diperkirakan sekitar >0,9%, lebih dari dekade 1 dan 2 kehidupan. Pada usia >75 tahun prevalensi meningkat 1,5%. Sebaliknya prevalensi epilepsi dinegara berkembang lebih tinggi pada usia dekade 1-2 dibandingkan pada usia lanjut. Kemungkinan penyebabnya adalah insiden yang rendah dan usia harapan hidup rata-rata di negara maju lebih tinggi. Prevalensi epilepsi berdasarkan jenis kelamin dinegara-negara Asia, dilaporkan laki-laki sedikit lebih tinggi daripada wanita.Insidens median epilepsi di dunia 50,4 per 100.000/tahun (33,6-75,6). Pada negara dengan pendapatan per kapita yang tinggi, insidensi median 45,0 (30,3-66,7) dan paada negara dengan pendapatan per kapita menengah dan rendah adalah 81,7 (28,0-239,5). Insiden epilepsi di negara maju mengikuti distribusi bimodal dengan puncak pertama pada usia balita dan puncak kedua pada usia 65 tahun. Angka insiden di negara maju dilaporkan >130/100.000 orang/tahun pada usia > 65 tahun, 160/100.000 orang/tahun pada usia >80 tahun. Insiden status epileptikus dilaporkan sebesar 60-80/100.000 orang/tahun setelah usia 60 tahun, dengan angka mortalitas 2 kali lebih besar dibandingkan dewasa muda. Sekitar 35% kasus epilepsi yang baru ditemukan pada usia lanjut (>75 tahun) adalah status epileptikus. Pada negara sedang berkembang insidens epilepsi lebih tinggi sekitar (100-190/100.000 orang/tahun). Distribusi bimodal tidak tampak pada negara berkembang. Beberapa negara berkembang melaporkan puncak insiden epilepsi tertinggi pada usia dewasa muda, tanpa peningkatan pada usia tua. Angka mortalitas akibat epilepsi di negara berkembang dilaporkan lebih tinggi dibandingkan negara maju. Insiden SUDEP (Sudden Unexpected Death) mencapai 1,21/1000 pasien, wanita leboih tinggi darai laki-laki. Jenis bangkitan dengan risiko SUDEP tertinggi adalah tonik klonik.

III. KLASIFIKASIKlasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi (ILAE) terdiri atas dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom epilepsi.

Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi1. Bangkitan parsial/fokal a. Bangkitan parsial sederhana Dengan gejala motorik Dengan gejala somatosensorik Dengan gejala otonom Dengan gejala psikis b. Bangkitan parsial kompleks Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran Bangkitan yang disertai gangguan kesadaran sejak awal bangkitan c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder Parsial sederhana yang menjadi umum Parsial kompleks menjadi umum Parsial sederhana menjadi parsial kompleks, lalu menjadi umum

2. Bangkitan umum a. Lena (absence) Tipikal lena Atipikal lena b. Mioklonik c. Klonik d. Tonik e. Tonik-klonik f. Atonik/astatik

3. Bangkitan tak tergolongkan

Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi 1. Fokal/partial (localized related) a. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan) Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal (childhood epilepsi with centrotemporal spikes) Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital. Epilepsi primer saat membaca (primary reading epilepsi) b. Simtomatis Epilepsi parsial kontinua yang kronis progresif pada anak-anak (Kojenikows Syndrome) Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan (kurang tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsi, stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca) Epilepsi lobus temporal Epilepsi lobus frontal Epilepsi lobus parietal Epilepsi oksipital c. Kriptogenik

2. Epilepsi umum a. Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan) Kejang neonates familial benigna Kejang neonates benigna Kejang epilepsi mioklonik pada bayi Epilepsi lena pada anak Epilepsi lena pada remaja Epilepsi mioklonik pada remaja Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat terjaga Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang spesifik

b. Kriptogenik atau simtomatis (berurutan sesuai dengan peningkatan usia) Sindrom West (spasme infantile dan spasme salam) Sindrom Lennox-Gastaut Epilepsi mioklonik astatik Epilepsi mioklonik lena c. Simtomatis Etiologi nonspesifik Ensefalopati mioklonik dini Ensefalopati pada infantile dini dengan dengan burst suppression Epilepsi simtomatis umum lainnya yang tidak termasuk di atas Sindrom spesifik Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain.

3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum a. Bangkitan umum dan fokal Bangkitan neonatal Epilepsi mioklonik berat pada bayi Epilepsi dengan gelombang paku kontinu selama tidur dalam Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner) Epilepsi yang tidak termasuk klasifikasi di atas b. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

4. Sindrom khusus a. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu Kejang demam Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sekali isolated Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic akut, atau toksis, alkohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi nonketotik. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesfik (epilepsi refrektorik)

IV. ETIOLOGIEtiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, sebagai berikut: 1. Idiopatik : tidak terdapat les struktural di otak atau defisit neurologis. Diperkirakan mempunyai predisposisi genetik dan umumnya berhubungan dengan usia. 2. Kriptogenik : dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk di sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus. 3. Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi struktural pada otak, misalnya; cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), metabolik, kelainan neurodegeneratif

V. PATOFISIOLOGI KEJANGVI. DIAGNOSISDiagnosis epilepsi ditegakkan terutama dari anamnesis, yang didukung dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Ada tiga langkah dalammenegakkan diagnosis epilepsi, yaitu sebagai berikut:1. Langkah pertama: pastikan adanya bangkitan epileptic 2. Langkah kedua: tentukan tipe bangkitan berdasarkan klasifikasi ILAE 1981 3. Langkah ketiga: tentukan sindroma epilepsi berdasarkan klasifikasi ILAE 1989

Dalam praktik klinis, langkah-langkah dalam penegakkan diagnosis adalah sebagai berikut: 1. Anamnesis : auto dan allo-anamnesis dari orang tua atau saksi mata mengenai hal-hal terkait dibawah ini:a. Gejala dan tanda sebelum, saat, dan pasca bangkitan: Sebelum bangkitan/gejala prodomal : Kondisi fisik dan psikis yang mengindikasikan akan terjadinya bangkitan, misalnya perubahan perilaku, perasaan lapar, berkeringat, hipotermi, mengantuk, menjadi sensitif, dan lain-lain.

Selama bangkitan/iktal : Apakah terdapat aura, gejala yang dirasakan pada awal bangkitan, bagaimana pola/ bentuk bangkitan, mulai dari deviasi mata, gerakan kepala, gerakan tubuh, vokalisasi, aumatisasi, gerakan pada salah satu atau kedua lengan dan tungkai, bangkitan tonik/klonik, inkontinensia, lidah tergigit, pucat, berkeringat, dan lain-lain. Akan lebih baik bila keluarga dapat diminta menirukan gerakan bangkitan atau merekam video saat bangkitan, apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan, apakah terdapat perubahan pola dari bangkitan sebelumnya, aktivitas penyandang saat terjadi bangkitan, misalnya saat tidur, saat terjaga, bermain video game, berkemih, dan lain-lain.

Pasca bangkitan/ post- iktal : Bingung, langsung sadar, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, Todds paresis.

b. Faktor pencetus: kelelahan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis, alkohol. c. Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antara bangkitan, kesadaran antara bangkitan. d. Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya : Jenis obat antiepilepsi yang digunakan, dosisnya, jadwal minum obat, kepatuhane. Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit neurologis psikiatrik maupun sistemik yang mungkin menjadi penyebab maupun komorbiditas. f. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga g. Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan tumbuh kembang h. Riwayat bangkitan neonatal/ kejang demam i. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat (SSP), dll.

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologisPemeriksaan fisik umum Untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan dengan epilepsi, misalnya :- Trauma kepala - Tanda-tanda infeksi - Kelainan kongenital - Kecanduan alkohol atau napza - Kelainan pada kulit (neurofakomatosis) - Tanda-tanda keganasan.

Pemeriksaan neurologis Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah bangkitan, maka akan tampak pascabangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi, seperti: - Paresis Todd - Gangguan kesadaran pascaiktal - Afasia pascaiktal

3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG) Rekaman EEG merupakan pemeriksaan yang paling berguna pada dugaan suatu bangkitan untuk membantu menunjang diagnosis, menentukan jenis bangkitan maupun sintrom epilepsi. menentukan prognosis, menentukan perlu/tidaknya pemberian OAE.

Pemeriksaan pencitraan otak Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi lesi epileptogenik di otak. MRI beresolusi tinggi (minimal 1,5 Tesla) dapat mendiagnosis secara non-invasif berbagai macam lesi patologik misalnya mesial temporal sclerosis, glioma, ganglioma, malformasi kavernosus, DNET (dysembryoplastic neuroepithelial tumor), tuberous sclerosis. Fuctional brain imaging seperti Positron Emission Tomography (PET), Singel Photon Emission Computed Tomography (SPECT) dan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) bermanfaat dalam memberikan informasi tambahan mengenai dampak perubahan metabolik dan perubahan aliran darah regional di otak berkaitan dengan bangkitan. Indikasi pemeriksaan neuroimaging (CT scan kepala atau MRI kepala) pada kasus kejang adalah bila muncul kejang unprovoked pertama kali pada usia dewasa. Tujuan pemeriksaan neuroimaging pada kondisi ini adalah untuk mencari adanya lesi struktural penyebab kejang. CT scan kepala lebih ditujukan untuk kasus kegawatdaruratan, karena teknik pemeriksaannya lebih cepat. Di lain sisi MRI kepala diutamakan untuk kasus elektif, bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam menentukan lesi kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam menentukan lesi struktural, maka MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan kepala. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan hematologis Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, leukosit dan hitung jenis, hematokrit, trombosit, apusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium), kadar gula darah sewaktu, fungsi hati (SGOT/SGPT), ureum, kreatinin dan albumin. Awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam menyingkirkan diagnosis banding dan pemilihan OAE Dua bulan setelah pemberian OAE untuk mendeteksi samping OAE Rutin diulang setiap tahun sekali untuk memonitor samping OAE, atau bila timbul gejala klinis akibat efek samping OAE

Pemeriksaan kadar OAE Pemeriksaan ini idealnya untuk melihat kadar OAE dalam plasma saat bangkitan belum terkontrol, meskipun sudah mencapai dosis terapi maksimal atau untuk memonitor kepatuhan pasien.

Pemeriksaan penunjang lainnya dilakukan sesuai dengan indikasi misalnya, punksi lumbal, EKG.

VII. DIAGNOSIS BANDINGAda beberapa gerakan atau kondisi yang menyerupai kejang epileptik, seperti pingsan (Syncope), reaksi konversi, panik dan gerakan movement disorder. Hal ini sering membingungkan klinisi dalam menentukan diagnosis dan pengobatannya.

Epilepsi Lobus TemporalisEpilepsi Lobus FrontalisEpilepsi Lobus ParietalisEpilepsi Lobus Oksipitalis

Karakteristik bangkitanParsial sederhanaParsial kompleksUmum sekunderatau kombinasiSederhanaKompleksUmum sekunderatau kombinasiParsial sederhanaUmum sekunderParsial sederhanaUmum sekunder

Riwayat penyakitKejang demam / kejang demam dalam keluarga (+)

Gangguan memori+/-

AwitanMasa kanak atau dewasa muda

Manifestasi bangkitanBersifat dasarBeberapa kali sehariUmumnya saat tidurBerlangsung singkatDapat terlokalisir atau menyebar secara jacksonian

Parsial sederhanaGejala autonomik (gangguan epigastrik) dan atau psikisFenomena sensorik tertentu (olfaktori atau auditori termasuk ilusi)Kadang ada sensasi intraabdominalUmumnya sensorik dengan fenomena positif (rasa geli, rasa kesetrum)Rasa nyeri terbakar superfisial dan halusinasiUmumnya visualNegatif : skotoma, hemianopsia, amaurosisPositif : percikan atau kilatan yang tampak di lapangan pandang kontralateral atau menyebar

VIII. PENATALAKSANAANHal yang perlu diperhatikan sebelum menentukan terapi obat anti epilepsi (OAE) adalah berapa besar kemungkinan terjadinya bangkitan berulang, berapa besar kemungkinan terjadinya konsekuensi psikososial, masalah pekerja, atau keadaan fisik akibat bangkitan selanjutnya dan pertimbangkan untung rugi antara pengobatan dan efek samping yang ditimbulkan. Ketepatan diagnosis merupakan dasar terapi, diagnosis yang kurang tepat dapat menyebabkan terapi yang tidak tepat juga.

TUJUAN TERAPI Tujuan utama terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup normal dan tercapai kualitas hidup optimal untuk penyandang mental yang dimilikinya. Harapannya adalah bebas bangkitan, tanpa efek samping Terapi pada epilepsi dapat berupa terapi farmakologi dan nonfarmakologi.

PRINSIP TERAPI FARMAKOLOGI OAE diberikan bila Diagnosis epilepsi sudah dipastikan Terdapat minimum dua bangkitan dalam setahun Penyandang dan/atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan. Penyandang dan/atau keluarga telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping yang timbul dari OAE. Bangkitan terjadi berulang walaupun faktor pencetus sudah dihindari (misalnya: alkohol, kurang tidur, stress, dll)

Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan (Tabel 1) dan jenis sindrom epilepsi (Tabel 2).

Pemberian obat dimulai dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping (Tabel 3).

Bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif o Diduga ada perubahan farmakokinetik OAE (disebabkan oleh kehamilan, penyakit hati, penyakit ginjal, gangguan absorpsi OAE) o Diduga penyandang tidak patuh pada pengobatan o Setelah penggantian dosis/regimen OAE o Untuk melihat interaksi antara OAE atau obat lain. Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan, maka diganti dengan OAE kedua. Caranya bila OAE telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off). Bila terjadi bangkitan saat penurunan OAE pertama maka kedua OAE tetap diberikan. Bila responsyang didapat buruk, kedua OAE hareus diganti dengan OAE yan g lain. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan bila terdapat respons dengan OAE kedua, tetapi respons tetap suboptimal walaupun pergunaan kedua OAE pertama sudah maksimal.9 OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila:10,11 o Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG o Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan bangkitan; misalnya meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak ensafalitis herpes. o Pada pemeriksaan neurologis dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan otak o Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua) o Riwayat bangkitan simtomatis o Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko kekambuhan tinggi seperti JME (Juvenile Myoclonic Epilepsi) o Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran stroke, infeksi SSP o Bangkitan pertama berupa status epileptikus

IX. X. AAA14