Makalah Epilepsi

33
BAB I PENDAHULUAN A. Definisi Epilepsi Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal dengan berbagai macam etiologi. Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal dengan nama epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara paroksismal, 2 yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (“unprovoked”). Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk berulang. Sedangkan gejala dan tanda- tanda klinis tersebut sangat bervariasi dapat berupa gangguan tingkat penurunan kesadaran, gangguan sensorik (subyektif), gangguan motorik atau kejang (obyektif), gangguan otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku (psikologis). Semuanya itu tergantung

description

11556

Transcript of Makalah Epilepsi

Page 1: Makalah Epilepsi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi Epilepsi

Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis

yang muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi

akibat lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara

paroksismal dengan berbagai macam etiologi. Sedangkan serangan atau

bangkitan epilepsi yang dikenal dengan nama epileptic seizure adalah

manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara paroksismal, 2 yang

disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang

spontan dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (“unprovoked”).

Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan

sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan

cenderung untuk berulang. Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut

sangat bervariasi dapat berupa gangguan tingkat penurunan kesadaran,

gangguan sensorik (subyektif), gangguan motorik atau kejang (obyektif),

gangguan otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku (psikologis).

Semuanya itu tergantung dari letak fokus epileptogenesis atau sarang

epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenalkan bermacam jenis epilepsi.

B. Etiologi

Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di

otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan

sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan

sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi

desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi

kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum

diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.

Page 2: Makalah Epilepsi

C. Klasifikasi Epilepsi

Ada dua klasifikasi epilepsi yang direkomendasikan oleh ILAE yaitu pada

tahun 1981 dan tahun 1989.

International League Against Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981

menetapkan klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan

epilepsi):

1. Serangan parsial

a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)

Dengan gejala motorik

Dengan gejala sensorik

Dengan gejala otonom

Dengan gejala psikis

b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)

Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran

Gangguan kesadaran saat awal serangan

c. Serangan umum sederhana

Parsial sederhana menjadi tonik-klonik

Parsial kompleks menjadi tonik-klonik

Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik

2. Serangan umum

a. Absans (Lena)

b. Mioklonik

c. Klonik

d. Tonik

e. Atonik (Astatik)

f. Tonik-klonik

3. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang kurang

lengkap).

Klasifikasi ILAE tahun 1981 di atas ini lebih mudah digunakan untuk para

klinisi karena hanya ada dua kategori utama, yaitu:

Page 3: Makalah Epilepsi

Serangan fokal yaitu bangkitan epileptik yang dimulai dari fokus yang

terlokalisir di otak.

Serangan umum yaitu bangkitan epileptik terjadi pada daerah yang lebih

luas pada kedua belahan otak.

Klasifikasi menurut sindroma epilepsi yang dikeluarkan ILAE tahun 1989

adalah :

1. Berkaitan dengan letak fokus

a. Idiopatik

Epilepsi Rolandik benigna (childhood epilepsy with centro temporal

spike)

Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital

b. Simptomatik

Lobus temporalis

Lobus frontalis

Lobus parietalis

Lobus oksipitalis

2. Umum

a. Idiopatik

Kejang neonatus familial benigna

Kejang neonatus benigna

Kejang epilepsi mioklonik pada bayi

Epilepsi Absans pada anak

Epilepsi Absans pada remaja

Epilepsi mioklonik pada remaja

Epilepsi dengan serangan tonik-klonik pada saat terjaga

Epilepsi tonik-klonik dengan serangan acak

b. Simptomatik

Sindroma West (spasmus infantil)

Sindroma Lennox Gastaut

3. Berkaitan dengan lokasi dan epilepsi umum (campuran 1 dan 2)

Page 4: Makalah Epilepsi

Serangan neonatal

4. Epilepsi yang berkaitan dengan situasi

Kejang demam

Berkaitan dengan alkohol

Berkaitan dengan obat-obatan

Eklampsia

Serangan yang berkaitan dengan pencetus spesifik (refleks epilepsi)

D. Gejala Klinik

1. Gejala kejang yang spesifik, tergantung pada jenis kejang. Jenis kejang pada

setiap pasien dapat bervariasi, namun cenderung sama.

2. Somatosensori atau motor fokal terjadi pada kejang kompleks parsial.

3. Kejang kompleks parsial terjadi gangguan kesadaran.

4. Kejang absens mempunyai efek yang ringan dengan gangguan kesadaran

yang singkat.

5. Kejang tonik-klonik umum mempunyai episode kejang yang lama dan

terjadi kehilangan kesadaran.

E. Faktor Penybebab

Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan

penyebabnya

2. Epilepsi sekunder yaitu yang penyebabnya diketahui.

Pada Epilepsi primer tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga

terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf

pada area jaringan otak yang abnormal. Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala

yang timbul ialah sekunder, atau akibat dari adanya kelainan pada jaringan

otak.Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya

jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa

perkembangan anak.

Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :

Page 5: Makalah Epilepsi

1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu

menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami

infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.

2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang

mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.

3. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak

4. Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada

anak-anak.

5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak

6. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak

7. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan

neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.

8. Kecerendungan timbulnya epilepsy yang diturunkan. Hal ini disebabkan

karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan

pada anak.

F. Penegakan diagnosis

1. EEG (electroencephalogram) sangat berguna dalam diagnosis berbagai

macam jenis epilepsi.

2. EEG mungkin normal pada beberapa pasien yang secara klinis masih

terdiagnosis epilepsi.

3. MRI (magnetic resonance imaging) sangat bermanfaat (khususnya dalam

menggambarkan lobus temporal), tetapi CTscan tidak membantu, kecuali

dalam evaluasi awal untuk tumor otak atau perdarahan serebral.

G. Patofisiologi

Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling

berhubungan. Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik

dengan bahan perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter. Dalam

keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan

lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi

kacau dikarenakan breaking system pada otak terganggu maka neuron-neuron

Page 6: Makalah Epilepsi

akan bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan dalam

mekanisme pengaturan ini adalah:

Glutamat, yang merupakan brain’s excitatory neurotransmitter

GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brain’s

inhibitory neurotransmitter.

Epileptic seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls di

area otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa

yang disebut sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada

sekelompok kecil neuron atau kelompok neuron yang lebih besar atau

bahkan meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi yang

berbeda dari kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi

inilah yang secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis-

jenis serangan epilepsi. Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal ini

yaitu:

Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang

optimal sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan,

disebabkan konsentrasi GABA yang kurang. Pada penderita epilepsi

ternyata memang mengandung konsentrasi GABA yang rendah di otaknya

(lobus oksipitalis). Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi

potensial post sinaptik

Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi

pelepasan impuls epileptik yang berlebihan. Disini fungsi neuron

penghambat normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu

kuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di

otak. Pada penderita epilepsi didapatkan peningkatan kadar glutamat pada

berbagai tempat di otak.

Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk

mengadakan pelepasan abnormal impuls epileptik.

Page 7: Makalah Epilepsi

Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk timbulnya kejang sebenarnya ada tiga

kejadian yang saling terkait :

Perlu adanya “pacemaker cells” yaitu kemampuan intrinsic dari sel untuk

menimbulkan bangkitan.

Hilangnya “postsynaptic inhibitory controle” sel neuron.

Perlunya sinkronisasi dari “epileptic discharge” yang timbul.

Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal,

bermuatan listrik berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus

epileptogenesis (fokus pembangkit serangan kejang). Fokus epileptogenesis dari

sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron sekitarnya untuk bersama dan

serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.

Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak,

stroke, kelainan herediter dan lain-lain) sebagai fokus epileptogenesis dapat

terganggu fungsi neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan

akan menimbulkan kejang bila ada rangsangan pencetus seperti hipertermia,

hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia, stimulus sensorik dan lain-lain.

Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari fokus

epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer sebelahnya,

subkortek, thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk bersama-

sama dan serentak. dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Setelah

meluasnya eksitasi selesai dimulailah proses inhibisi di korteks serebri, thalamus

dan ganglia basalis yang secara intermiten menghambat discharge epileptiknya.

Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan dari polyspike menjadi

spike and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti. Dulu

dianggap berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya exhaustion neuron.

(karena kehabisan glukosa dan tertimbunnya asam laktat). Namun ternyata

serangan epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya neuronal exhaustion.

Page 8: Makalah Epilepsi

Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis

metabolik) depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan

aktivitas serangan yang berkepanjangan disebut status epileptikus.

H. Pencegahan

Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit Epilepsi,

seperti :

1. Infeksi pada masa kanak-kanak harus dikontrol dengan vaksinasi yang

benar, orang tua dengan anak yang pernah mengalami kejang demam harus

diinstruksikan pada metode untuk mengkontrol demam (kompres dingin,

obat anti peuretik).

2. Cidera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah,

tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi

juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cidera kepala

3. Untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, pencegahan

kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara

bijaksana dan memodifikasi daya hidup merupakan bagian dari rencana

pencegahan ini

I. Perawatan

1. Pertolongan pertama pada kejang

Jangan panik apabila menemukan seseorang di sekitar Anda mengalami

kejang. Berikut ini adalah pertolongan pertama yang harus dilakukan bila

seseorang di dekat Anda mengalami kejang.

Jangan takut, jangan panik, utamakan keselamatan dan bertindak tenang.

Pindahkan barang-barang berbahaya yang ada di dekat pasien. Jangan

pindahkan pasien kecuali berada dalam bahaya. Longgarkan kerah

kemeja atau ikat pinggang agar memudahkan pernafasan.

Jangan masukkan apapun ke mulut pasien, atau benda keras di antara gigi

karena benda tersebut dapat melukai pasien.

Bila pasien muntah atau mengeluarkan banyak liur, miringkan kepala

pasien ke salah satu sisi.

Page 9: Makalah Epilepsi

Observasi kondisi kejang. Perhatikan keadaan kesadaran, warna wajah,

posisi mata, pergerakan keempat anggota gerak, dan suhu tubuh, waktu

saat kejang mulai dan berakhir, serta lamanya kejang.

Tetap di samping pasien sampai keadaan pasien pulih sepenuhnya. Bila

setelah kejang berakhir tidak ada keluhan atau kelemahan, maka pasien

dapat dikatakan telah pulih. Namun bila pasien mengalami sakit kepala,

terlihat kosong atau mengantuk, biarkan pasien melanjutkan istirahatnya.

Jangan mencoba memberi stimulasi pada pasien jika keadaan pasien

belum sepenuhnya sadar. Biarkan pasien kembali pulih dengan tenang.

Obat supositoria (0bat yang pemakaiannya dengan cara memasukkan

melalui lubang/ celah pada tubuh, umumnya melalui rectum/ anus) dapat

diberikan untuk menghentikan kejang.

J. Pengobatan

Obat anti epilepsi (OAE) dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu OAE

generasi lama dan generasi baru. OAE diperkirakan dapat mengontrol kejang

pada 75% penderita. Prinsip terapi OAE adalah untuk mendapatkan efek

pengendalian kejang yang semaksimal mungkin dengan efek samping yang

minimal atau bahkan tanpa munculnya efek samping (WHO, 2006 cit Lahdjie,

2010).

Pengobatan untuk epilepsi bersifat jangka panjang, didasarkan atas

pemberian OAE yang sebenarnya memiliki potensial toksik. Dengan demikian,

setiap kali memutuskan untuk memberikan OAE kepada penderita epilepsi,

hal-hal berikut ini harus diperhatikan ialah risk-benefit ratio yang harus selalu

dievaluasi terus-menerus, penggunaan OAE harus sehemat mungkin dan

sedapat mungkin dalam jangka waktu yang lebih pendek, dan memilih obat

yang paling spesifik untuk jenis bangkitan yang akan diobati (Harsono, 2007

cit Lahdjie, 2010).

1. Memulai Terapi Obat Anti Epilepsi (OAE).

Page 10: Makalah Epilepsi

Dalam strategi pengobatan epilepsi, untuk mencapai hasil terapi yang

optimal perlu diperhatikan ialah pengobatan awal harus dimulai dengan obat

tunggal. Obat perlu dimulai dengan dosis kecil dan dinaikkan secara

bertahap sampai efek terapi tercapai atau timbul efek samping yang tidak

dapat ditoleransi lagi oleh pasien. Interval penyesuaian dosis tergantung dari

obat yang digunakan. Sebelum penggunaan obat kedua sebagai pengganti,

bila fasilitas laboratorium memungkinkan, sebaiknya kadar obat dalam

plasma diukur. Bila obat telah melebihi kadar terapi sedangkan efek terapi

belum tercapai atau efek toksik telah muncul maka penggunaan obat

pengganti merupakan keharusan. Obat pertama harus diturunkan secara

bertahap untuk menghindarkan status epileptikus. Bilamana dianggap perlu

terapi kombinasi masih dibenarkan (Utama,et al, 2007 cit Lahdjie, 2010).

2. Kombinasi terapi OAE

Kombinasi OAE dipakai apabila monoterapi telah dicoba. Apabila

kombinasi dua macam obat lini pertama tidak menolong, obat yang

mempunyai efek lebih besar dan efek samping lebih kecil tetap diteruskan,

sementara obat yang lain diganti dengan obat dari kelompok lini kedua.

Apabila obat lini kedua tersebut efektif, dipertimbangkan untuk menarik

obat pertama. Sebaliknya, obat lini kedua tersebut harus dihentikan apabila

ternyata tidak juga efektif. Apabila upaya tersebut di atas gagal, kasus

tersebut mungkin tergolong dalam epilepsi refrakter, kasus epilepsi yang

sulit disembuhkan. Berbagai obat OAE dapat terus dicoba pada kasus itu,

atau dipertimbangkan untuk tindakan bedah.

Penggantian OAE pertama dilakukan jika serangan terjadi kembali

meskipun OAE pertama sudah diberikan dengan dosis maksimal yang dapat

ditoleransi, maka obat antiepilepsi kedua harus segera dipilih dan jika terjadi

reaksi obat pertama baik efek samping, reaksi alergi ataupun efek

merugikan lainnya yang tidak dapat ditoleransi pasien.

Terapi dengan obat yang kedua harus dimulai dengan gambaran

sebagai berikut: pertama, dosis dari obat kedua harus dititrasi sampai pada

Page 11: Makalah Epilepsi

rentang dosis yang direkomendasikan. Obat yang pertama harus diturunkan

secara bertahap selama 1-3 minggu. Setelah obat yang pertama diturunkan,

dosis obat kedua (monoterapi) harus dinaikkan sampai serangan terkontrol

atau dengan efek samping yang minimal. Proses ini harus dilanjutkan

sampai monoterapi dengan dua atau tiga obat primer gagal. Setelah proses

tersebut dilakukan baru politerapi dipertimbangkan (Wibowo, dkk, 2008 cit

Lahdjie, 2010).

3. Pembagian OAE

Mekanisme kerja obat antiepilepsi sendiri menghambat proses inisiasi

dan penyebaran kejang. Meskipun pada umumnya obat anti epilepsi lebih

cendrung bersifat membatasi proses penyebaran kejang dibandingkan proses

inisiasi (letupan potensial aksi frekuensi tinggi yang melibatkan peranan

kanal ion Ca++ dan Na+ serta hiperpolarisasi yang dimediasi oleh reseptor

GABA atau kanal ion K+). Dengan demikian secara umum ada dua

mekanisme kerja yaitu peningkatan inhibisi (GABA nergik) dan penurunan

eksitasi yang kemudian memodifikasi konduksi ion: Na+, Ca+, K+, dan Cl-

atau aktifitas neurotransmitor (Utama,et al, 2007 cit Lahdjie, 2010).

Obat-obat anti epilepsi lini pertama antara lain:

a) Fenitoin : Fenitoin merupakan obat antiepilepsi non sedatif tertua

yang dikenal dengan difenilhidantoin (DPH). Mekanisme kerjanya

menghambat kanal Na+. Biasanya digunakan untuk kejang parsial dan

tonik-klonik umum, dan pada akhir-akhir ini efektif terhadap serangan

primer atau sekunder.

Efek Samping : nistagmus, kehilangan kemampuan ekstraokular

yang mengikuti gerakan mata, diplopia, hiperplasia ginggiva dan

hirsutisme, kulit dan muka menjadi kasar,osteomalasia, megaloblastik

anemia (Katzung, 2008 cit Lahdjie, 2010).

Dosis : untuk dewasa dimulai dengan 100-200 mg/hari, dan untuk

anak dimulai dengan 5 mg/kg. Dosis pemeliharaan untuk dewasa

adalah 100-300 mg-hari dan untuk anak-anak adalah 4-8 mg/kg. Obat

Page 12: Makalah Epilepsi

dapat diberikan 1-2 kali/hari. Kadar obat efektif dalam serum berkisar

antara 40-80 umol/L (Shorvon, 2000; Rho dan Sankar, 1999 cit

Lahdjie, 2010).

b) Fenobarbital : Obat epilepsi yang paling aman. Mekanisme kerja

potensiasi efek GABA pada GABA reseptor, banyak digunakan kejang

pada bayi, tonik-klonik umum (termasuk mioklonus dan lena)

bangkitan parsial.

Efek Samping : (pada anak) terjadi aktivitas hiperkinetik

paradoks, sedasi, nistagmus,ataxia, megaloblastik anemia (Katzung,

2008 cit Lahdjie, 2010).

Dosis : Untuk dewasa diawali dengan 30 mg/hari, dilanjutkan

dengan dosis pemeliharaan 30-180 mg/hari. Untuk anak, dosis

pemeliharaan adalah 3-8 mg/hari dan untuk neonatus berkisar antara 3-

4 mg/hari. Obat diberikan 1-2 kali/hari. Kadar efektif dalam serum

berkisar antara 40-170 umol/L (Shorvon, 2000; Rho dan Sankar, 1999;

Rogawski dan Porter, 1990 cit Lahdjie, 2010).

c) Karbamazepin : Pada awalnya dipasarkan untuk pengobatan

neuralgia trigeminal kini dapat digunakan untuk mengobati bangkitan

parsial dan jenis tertentu bangkitan umum. Mekanisme kerjanya

menghambat kanal Na+ (Katzung, 2008 cit Lahdjie, 2010).

Efek Samping : Efek samping kardiovaskular paling sering terjadi

pada pendeita lanjut usia (lansia), efek samping dermatologik berupa

ruam ringan (sekitar 3%). sampai dermatitis eksfoliativa, nekrolisis

epidermal toksika, systemic lupus erythematosus, dan sindrom Steven-

Johnson (Greist, 1999; Foldvary dan Wyllie, 1999 cit Lahdjie, 2010).

Dosis : Dosis awal adalah 100 mg, diberikan pada malam hari.

Dosis pemeliharaan adalah antara 400-1600 mg/hari, dengan dosis

maksimum 2400 mg/hari. Dosis pemeliharaan untuk anak adalah umur

< 1 tahun 100-2000 mg; 1-5 tahun 200-400 mg; 5-10 tahun 400-600

mg; dan 10-15 tahun 600-1000 mg. Untuk anak-anak dapat dipakai

dosis sebagai berikut, 10-40 mg/kg/hari. Dosis pemeliharaan

Page 13: Makalah Epilepsi

individual secara optimal akan ditentukan oleh reaksi klinis; dengan

demikian perkembangan klinis harus diperhatikan secara teliti (Greist,

1999; Foldvary dan Wyllie, 1999 cit Lahdjie, 2010).

d) Klonazepam : Mekanisme kerja klonazepam pada GABA resptor .

Biasanya digunakan untuk absence, antiepilepsi yang paling kuat

(Katzung,2008). Dapat pula pilihan untuk mioklonus, dan sering

digunakan pula untuk epilepsi umum maupun epilepsi parsial

(Harsono, 2007 cit Lahdjie, 2010).

Efek Samping : drowsy, letargy, inkoordinasi otot, dysatria,

dizziness, agresif, hiperaktif, iritable (Katzung, 2008).

Dosis : Dosis awal adalah 0,25 mg/hari. Dosis pemeliharaan

antara 0,5- 4 mg (dewasa), 1 mg (anak di bawah 1 tahun), 1-2 mg

(anak 1-5 tahun), 1-3 mg (anak 5-12 tahun). Dosis yang lebih tinggi

dapat diberikan, bergantung pada keadaan klinis penderita.

Klonazepam dapat diberikan sekali sehari atau dua kali sehari

(Shorvon, 2000; Rho dan Sankar, 1999; Rogawski dan Porter, 1990 cit

Lahdjie, 2010).

e) Asam valproat : mekanisme kerjanya meliputi menghambat kanal Na,

menghambat kanal Ca, Menurunkan metabolisme GABA di Gabaergik

neuron. Digunakan untuk absence, kejang tonik-klonik (Katzung,

2008). Valproat digunakan untuk mioklonus dan lena, sebagai drug of

choice, dan juga untuk bangkitan parsial, sindrom Lennox-Gastaut,

sindrom epilepsi pada anak, dan kejang demam (Harsono, 2007 cit

Lahdjie, 2010).

Efek Samping : mual, muntah, rasa terbakar di ulu hati, tremor

halus pada dosis tinggi, efek teratogenik pada ibu hamil yang

mengkonsumsi obat ini ( Katzung, 2008 cit Lahdjie, 2010).

Dosis : Dosis awal adalah 400-500 mg/hari (dewasa), 20 mg/kg

BB (anak < 20 kg), 40 mg/kg (anak > 20 kg). Dosis pemeliharaan

adalah sebagai berikut: 500-2500 mg/hari (dewasa), 20-40 mg/kg/hari

(anak, 20 kg), 20-30 mg/kg/hari (anak > 20 kg). Untuk anak tidak

Page 14: Makalah Epilepsi

dianjurkan bentuk slow-release. Obat dapat diberikan 2-3 kali/hari

(Shorvon, 2000; Rho dan Sankar, 1999; Rogawski dan Porter, 1990 cit

Lahdjie, 2010).

Obat-obat anti epilepsi lini kedua antara lain:

a) Felbamat : Felbamat sempat ditarik dari pasaran di AS karena efek

anemia aplastik. Digunakan pada pasien kejang parsial (Katzung, 2008

cit Lahdjie, 2010).

Efek Samping : insomnia, mual, penurunan nafsu makan,

penurunan berat badan, lelah, ataksia, letargi, dan dizziness. Data klinik

menunjukkan bahwa pemberian felbamat dihentikan pada 12%

penderita epilepsi dewasa karena efek samping tersebut.

Dosis : Dosis awal adalah 1200 mg/hari (dewasa) dengan dosis

terbagi 3 atau 4 dan kemudian dapat dinaikkan menjadi 2400-3600

mg/hari dalam waktu satu minggu. Dosis pada anak adalah 15

mg/kg/hari. Dosis pemeliharaan antara 1200-3600 mg/hari (dewasa)

dan 45-80 mg/kg/hari (anak) (Shorvon, 2000; Marson, dkk, 1996;

Patsalon, 1993 cit Lahdjie, 2010).

b) Gabapentin : Gabapentin analog dengan GABA. Mekanisme kerjanya

GABA agonis sentral. Digunakan pada pasien kejang parsial dan kejang

umum tonik klonik dalam dosis tinggi (Katzung,2008). Tidak boleh

digunakan pada anak berusia kurang dari 12 tahun dan pada pasien

yang memiliki gangguan fungsi ginjal.

Efek Samping : Ataksia, pusing, sakit kepala, somnolen, tremor

(Utama,et al, 2007 cit Lahdjie, 2010).

Dosis : Dosis awal adalah 300 mg/hari, dosis pemeliharaan 900-

4800 mg/hari. Gabapentin dapat diberikan 2-3 kali/ hari. Dosis untuk

anak adalah 15-30 mg/kg/hari. Dosis pemeliharaan invidual optimal

ditentukan oleh perkembangan klinis, dosis awal yang rendah dapat

mengurangi kemungkinan ataksia atau rasa mengantuk (Taylor, dkk,

1998 cit Lahdjie, 2010).

Page 15: Makalah Epilepsi

c) Lamotrigin : Mekanisme kerjanya melalui menghambat kanal Na+, Ca+

dan mencegah pelepasan neurotransmiter glutamat dan aspartat.

Digunakan pada pasien bangkitan parsial, bangkitan lena dan

mioklonik.

Efek Samping : Kulit kemerahan (bila kombinasi dengan valproat),

pusing, sakit kepala, diplopia dan somnolen, tidak boleh digunakan

pada anak berusia kurang dari 12 tahun (Utama,et al, 2007 cit Lahdjie,

2010).

Dosis : Dosis awal adalah 12,5-25 mg/hari; dosis pemeliharaan

antara 100-200 mg, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi

dengan valproat, 200-400 mg bila dikombinasi dengan obat yang

menginduksi enzim. Lamotrigin diberikan 2 kali sehari. Di samping itu,

ada yang menyarankan bahwa bila lamotrigin dikombinasikan dengan

valproat maka dosisnya adalah 25 mg/hari selama 2 minggu kemudian

50 mg/hari selama 2 minggu, akhirnya dinaikkan secara bertahap

sampai 150 mg dua kali sehari. Bila dikombinasikan dengan

karbamazepin, fenitoin, fenobarbital atau pirimidon maka dosis awal

lamotrigin adalah 50 mg dua kali sehari, kemudian dinaikkan sampai

100-200 dua kali sehari. Pada anak, bila dikombinasikan dengan

valproat maka dosis awalnya adalah 0,5 mg/kg/hari dan dosis

pemeliharaan adalah 1-5 mg/kg/hari. Bila dikombinasikan dengan

karbamazepin, fenitoin, fenobarbital, atau pirinidon, maka dosis

awalnya adalah 2 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan antara 5-15

mg/kg/hari. Sementara itu, dosis pemeliharaan individual akan

ditentukan oleh perkembangan klinis penderita (Shorvon, 2000; Walker

dan Sanders, 1996 cit Lahdjie, 2010).

d) Okskarbazepin : Obat yang masih berhubungan dekat dengan

karbamazepin dan digunakan untuk tipe kejang yang sama (Katzung,

2008 cit Lahdjie, 2010).

Efek Samping : Mirip dengan efek samping pada karbamazepin

walaupun frekuensi dan beratnya efek samping lebih rendah. Efek

Page 16: Makalah Epilepsi

samping yang terkait dengan dosis meliputi rasa lelah, nyeri kepala,

dizziness, ataksia, peningkatan berat badan, alopesia, nausea, dan

gangguan gastro-intestinal (Shorvon, 2000 cit Lahdjie, 2010).

Dosis : Dosis awal adalah 600 mg/hari. Tingkat titrasi adalah 600

mg/minggu. Dosis pemeliharaan yang biasa diberikan adalah 900-2400

mg/hari. Obat ini diberikan 2 kali/hari (Shorvon, 2000 cit Lahdjie,

2010).

e) Topiramat : Topiramat lebih dipilih untuk menolong penderita epilepsi

yang termasuk kualifikasi “berat” termasuk sindrom Lennox-Gastaut

(Buck, 2001; Kellet, dkk, 1999 cit Lahdjie, 2010).

Efek Samping : Meliputi ataksia, gangguan konsentrasi, bingung,

dizziness, rasa lelah, parastesia ekstremitas, mengantuk, gangguan

memori, depresi, agitasi dan kelambanan bicara (Shorvon, 2000; Buck,

2001; Kellet, dkk, 1999 cit Lahdjie, 2010).

Dosis : Dosis awal adalah 25-50 mg/hari (dewasa), 0,5-1

mg/kg/hari (anak). Dosis pemeliharaannya adalah 200-600 mg/hari

(dewasa). dan 9-11 mg/kg/hari (anak). OAE ini diberikan 2 kali/hari

(Shorvon, 2000 cit Lahdjie, 2010).

4. Withdrawl OAE

Penghentian pengobatan epilepsi dapat dilakukan apabila penderita

bebas dari serangan dalam jangka waktu tertentu, konsep penghentian obat

minimal 2 tahun terbebas serangan pada umumnya dapat diterima oleh

kalangan praktisi, penghentian obatpun dilakukan secara bertahap

disesuaikan dengan keadaan klinis penderita (Harsono, 2005). Dan konsep

ini juga dapat menggambarkan kesembuhan adalah bebas serangan (remisi

terminal) setelah melakukan pengobatan OAE minimal 2 tahun (Gilliam,

2001 cit Lahdjie, 2010).

Sekitar 70% anak-anak dan 60% dewasa yang epilepsinya terkontrol

dengan OAE dapat menghentikan pengobatan. Penghentian pengobatan

dapat dilakukan jika memenuhi syarat:

Page 17: Makalah Epilepsi

a. bebas kejang selama 2-5 tahun dengan penggunaan OAE (rata-rata 3,5

tahun)

b. hanya memiliki satu tipe kejang epilepsi parsial (parsial sederhana atau

kompleks parsial atau kejang umum sekunder tonik-klonik) atau satu

tipe kejang umum primer tonik-klonik

c. pemeriksaan neurologis normal atau normal IQ

d. rekaman EEG normal (Gilroy, 2000 cit Lahdjie, 2010).

Penghentian pengobatan OAE harus selalu dipertimbangkan, karena

OAE mempunyai resiko timbulnya efek samping seperti dizziness, fatique,

dan kesulitan membangkitkan memori. Juga adanya efek teratogenik bagi

maternal yang mendapatkan OAE meski belum diketahui mekanismenya.

Pertimbangan biaya yang terus meningkat perlu dipertimbangkan untuk

kontinuitas pengobatan epilepsi. Serta efek psikologis penderita yang

kadang masih merasa kondisi tubuhnya harus bergantung terhadap OAE

(Britton, 2002).

5. Tapering OAE

Dalam tapering OAE dikenal 2 cara yang digunakan, yaitu :

a. Rapid tapering

- Dilakukan selama 6 minggu dengan penurunan dosis OAE 25%

setiap 2 mingggu.

- Dilakukan selama 1 bulan dengan penurunan dosis OAE 25%

setiap 10 hari.

b. Slow tapering

- Dilakukan selama 9 bulan dengan penurunan dosis OAE 25%

setiap 3 bulan.

- Dilakukan selama 6 bulan dengan penurunan dosis OAE 25%

setiap 2 bulan (Mathew, 2008).

Dalam berbagai penelitian, tapering OAE dilakukan ketika penderita

telah mencapai target bebas bangkitan. Dan cara melakukan tapering yang

umum digunakan adalah dengan membagi periode tapering ke dalam 3

Page 18: Makalah Epilepsi

rentang waktu yang seimbang, yaitu setiap 2 minggu untuk kelompok

periode tapering 6 minggu dan setiap 3 bulan untuk kelompok periode

tapering 9 bulan. Dimana dosis OAE yang digunakan selama tapering

diseduaikan dengan sediaan yang ada di pasaran. Jika penderita

mendapatkan dua atau lebih OAE, maka obat ditapering dengan rentang

waktu yang sama untuk setiap jenis obat. Namun apabila didapatkan OAE

golongan barbiturat, maka golongan tersebut merupakan yang terakhir

ditapering (Tennison, 2011).

Tapering OAE sebaiknya dilakukan di rentang waktu yang sesuai dan

nyaman bagi penderita, keluarga, jadwal sekolah, dan juga dokter yang

menangani. Perkiraan waktu untuk melakukan tapering adalah :

- Lebih baik dilakukan pada saat liburan sekolah agar orang tua mudah

memberikan pengawasan.

- Sebelum penderita belajar mengemudi agar mendapatkan waktu bebas

obat yang signifikan.

- Dilakukan saat musim panas jika pemicu bangkitan adalah cuaca

musim dingin (Smith,2006).

Dan tidak dilakukan pada saat penderita merencanakan perjalanan

lintas wilayah, sedang mendapatkan stresor fisik atau emosional yang tinggi,

sedang dalam perayaan hari besar, ketika penderita sedang beraktifitas

diluar lingkungan rumah, atau dokter yang menangani sedang tidak ada di

tempat untuk melakukan evaluasi. Keluarga juga dipersiapkan dan

dijelaskan mengenai tapering OAE dan kemungkinan keberhasilannya.

Serta dapat mengupayakan penanganan awal bila penderita kembali

mendapatkan bangkitan (Smith, 2006). Selain itu keluarga penderita juga

harus mendapatkan penjelasan untuk tetap memiliki beberapa dosis OAE

untuk persiapan selama 6 bulan pertama pasca pemberhentian OAE serta

mengetahui dengan jelas tipe epilepsi penderita yang bersangkutan untuk

memudahkan penggalian informasi jika terjadi rekurensi (Camfield, 2005).

Angka remisi pada anak-anak yang mendapatkan tapering OAE

hingga lepas dari pengobatan adalah 50% bebas bangkitan selama 6 bulan

Page 19: Makalah Epilepsi

dengan probabilitas 66-96% pada tahun pertama dan 61-91% pada dua

tahun. Sehingga tetap direkomendasikan untuk melakukan pengawasan

terhadap penderita pada aktifitas tertentu seperti berenang. Penghentian

OAE melaui tapering merupakan hal yang baik untuk direncanakan terhadap

penderita epilepsi meski sering menimbulkan kekhawatiran bagi penderita

sendiri maupun keluarga, dan umumnya mempunyai angka keberhasilan

yang lebih tinggi pada epilepsi idiopatik. Prinsip terbaik tapering adalah

menurunkan minimal selama 6 bulan untuk setiap jenis OAE (Smith, 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Britton, Jeffrey W. 2002. Antiepileptic drug withdrawl : literatur review. Mayo Clin Proc 77: 1378-1338.

Page 20: Makalah Epilepsi

Camfield, Peter R. Et al,. 2005. Antiepileptic drugs in chilhood epilepsy in Current Management in Child Neurology, Third Edition . Bernard L. Maria, BC Decker Inc : 148–150

Lahdjie, Nur Azizah. 2010. Hubungan kepatuhan pengobatan terhadap kegagalan pengobatan epilepsi setelah 2 tahun pada pasien epilepsi di poli saraf RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. Samarinda.

Mathew, Joseph L. 2008. Tapering of anticonvulsant therapy in children. EVIDENCE THAT IS UNDERSTANDABLE, RELEVANT, EXTENDIBLE, CURRENT, AND APPRAISED (under IAP- RCPCH Collaboration). Indian Pediatrics volume 45 : 845-848

Smith, Robert L. 2006. Withdrawing antiepileptic drugs from seizure-free children. Australian Presciber volume 29 no 1 : 20.

Tennison, Michael et al,. 2011. Discontinuitating antiepileptic drugs in children with epilepsy, a comparison of a six-week and a nine-month taper period. The New England Journal of Medicine volume 330 no 220.

MAKALAH PRAKTIKUM

KOMUNIKASI DAN KONSELING

“EPILEPSI”

Page 21: Makalah Epilepsi

Disusun Oleh:

1. Agnesyanti Dwi P 1308020070

2. Adri Nurrakhmat S 1308020072

3. Nur Ardiyati K 1308020074

Program Studi Profesi Aptoeker XIX

Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadyah Purwokerto

2013