Encephalitis
-
Upload
siskasiska -
Category
Documents
-
view
373 -
download
2
Transcript of Encephalitis
ENCEPHALITIS
Astrid F. Seikka
030.04.034
DEFINISI
•Merupakan suatu proses inflamasi di otak
•Menimbulkan gangguan otak dan fungsi saraf spinal
•Perubahan kondisi neurologis anak, termasuk gangguan mental dan kejang
EPIDEMIOLOGI
Jarang (± 1 : 200.000 ) Sering menyerang:
Anak- anak
Lansia
Sistem imun rendah
ETIOLOGICause
Mikroorganisme
Virus
Bakteri, jamur, cacing, dll
Reaksi toxin
Typhoid, campak
Keracunan(CO, arsenik)
ETIOLOGI
Virus
Epidemik
Enterovirus
Arbovirus
Sporadik
Cth: rabies, herpes
PATOGENESIS
Penyebab (virus, toxin,racun)
Masuk melalui kulit, sal napas, sal cerna
Infeksi yang menyebar melalui darah
peradangan SSP
infeksi yang menyebar melalui sistem saraf
peradangan SSP
perubahan perfusi
Gangguan pertukaran gas
Gangguan transmisi
impuls
kejang
kelemahan
neurologis
gangguan integritas kulit imobilisasi
Gangguan prefusi jar. serebral
disfungsi hypothalamus
hipermetabolik
mual, muntah
gangguan cairan & elektrolit
nyeri kepala
gangguan rasa nyeri
Peningkatan suhu tubuh
Perubahan nutrisi
MANIFESTASI KLINIS
Trias ensefalitis: Demam Kejang Penurunan kesadaran
Data objektif yang perlu dicari antara lain: Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan
hiperpireksia Kesadaran dengan cepat menurun Muntah Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal
atau twitching saja (kejang-kejang di muka) Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul
sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya
DIAGNOSIS
Anamnesis•Riwayat penyakit dahulu •Riwayat imunisasi•Riwayat penyakit sekarang : pernapasan, pencernaan•Riwayat digigit kutu atau sering berada di sekitar binatang•Melakukan perjalanan ke daerah tertentu
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan urine dan faeces Pemeriksaan cairan serebrospinal. Warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar
antara 50-200 sel dengan dominasi sel limfosit. Protein agak meningkat sedangkan glucose
dalam batas normal. Pemeriksaan EEG. Memperlihatkan proses inflamasi yang difuse
“bilateral ” dengan aktivitas rendah.. Pemeriksaan virus. Ditemukan virus pada CNS didapatkan kenaikan titer
antibody yang spesifik terhadap virus penyebab
DIAGNOSIS BANDING
Meningitis TB Sindrom reye Abses otak Tumor otak Encephalopathy
PENATALAKSANAAN
Isolasi Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan.
Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter : Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen
antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan (Victor, 2001).
Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
PENATALAKSANAAN Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial,
manajemen edema otak Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan
jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari
disuntikkan dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak.
Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan
dosis yang sama Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang,
berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
PENATALAKSANAAN
Mempertahankan ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3l/menit).
Penatalaksanaan shock septik Mengontrol perubahan suhu lingkungan
Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.
KOMPLIKASI
Akut :Edema otakSIADHStatus konvulsi
Kronik :Cerebral palsyEpilepsyGangguan visus dan pendengaran
PROGNOSIS
Prognosis encephalitis tergantung dari beberapa faktor antara lain : Usia. Pada anak kecil akan didapatkan gejala sisa yang
lebih sering dan lebih banyak ragamnya daripada anak yang lebih besar
Gejala klinis. Gejala sisa yang timbul sangat erat kaitannya dengan berat ringannya gejala klinis pada stadium akut. Demam tinggi yang berlangsung lama, kejang yang hebat dan sering, depresi pernafasan yang timbul dini akan mengakibatkan prognosis buruk. Manifestasi gejala sisa dapat berupa gangguan mental, emosi yang labil, koreoatetosis, Parkinson, tremor, gangguan bicara, paresis, posisi deserebrasi, schizophrenia, paralisis dan retardasi mental
Hasil pemeriksaan cairan serebrospinal. Kadar protein yang tinggi prognosisnya kurang baik
Ensefalitis Herpes Simpleks
PENDAHULUAN
Merupakan infeksi SSP yang paling berat dan sering berakibat fatal.
Angka kejadian di Amerika Serikat 1 dalam 250.000 – 500.000 per tahun.
Virus Herpes simplex (VHS) terdiri dari 2 tipe: VHS tipe 1 menyebabkan ensefalitis terutama
pada anak dan orang dewasa VHS tipe 2 menyebabkan infeksi pada neonatus.
20 % kasus terjadi pada usia di bawah 20 tahun dan setengahnya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun.
PATOGENESIS DAN PATOLOGI Penularan: jalan napas dan ludah Infeksi primer biasanya terjadi pada anak – anak dan
remaja berupa subklinis atau berupa stomatitis, faringitis atau penyakit saluran napas
VHS tipe 1 dapat menyebabkan ensefalitis pada semua umur, tetapi terbanyak pada pasien berumur lebih dari 20 tahun, sehingga dugaan ensefalitis terjadi akibat reaktivasi endogenus virus daripada infeksi primer.
Kelainan neurologis merupakan komplikasi dari reaktivasi. Pada infeksi primer, virus menjadi laten dalam ganglia trigeminal. Beberapa tahun kemudian, rangsangan nonspesifik menyebabkan reaktivasi, yang biasanya bermanifestasi sebagai herpes labialis; virus dapat mencapai otak melalui cabang saraf trigeminal ke basal meningen, menyebabkan lokalisasi dari ensefalitis di daerah temporal dan lobus frontalis orbital
PATOGENESIS DAN PATOLOGI
EHS pada neonatus biasanya karena infeksi VHS tipe 2 selama melalui jalan lahir dari ibu yang menderita herpes genital aktif; biasanya terbanyak menyebabkan meningitis.
MANIFESTASI KLINIS Fase prodromal: malaise dan demam berlangsung 1 – 7
hari Manifestasi ensefalitis
Didahului: sakit kepala, muntah, perubahan kepribadian dan gangguan daya ingat sulit terdeteksi pada anak-anak
Kejang (bisa fokal maupun umum) Penurunan kesadaran (bisa mencapai koma prognosis
buruk) Status neurologi:
Hemiparesis Afasia Ataksia Gangguan sistem autonom Paresis saraf kranialis Kaku kuduk Papil edema
DIAGNOSIS
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan serologi EEG Pencitraan Biopsi otak Polymerase chain reaction (PCR)
PENATALAKSANAAN
Pengobatan simtomatik dan suportif sama dengan pengobatan ensefalitis yang lain, termasuk pengobatan kejang, edema otak, peninggian tekanan intrakranial, hiperpireksia, gangguan respirasi, dan infeksi sekunder.
Perbedaan utama adalah pada EHS kita dapat memberikan antivirus yang spesifik.
Pengobatan dengan antivirus harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah terjadinya nekrosis hemoragik yang ireversibel yang biasanya terjadi 4 hari setelah awitan ensefalitis
PENATALAKSANAAN
Vidarabin telah diteliti dan dapat menurunkan mortalitas dari 70 % menjadi 40 %.
Asiklovir intravena: telah terbukti lebih baik dibandingkan vidarabin merupakan obat pilihan pertama Preparat: 250 mg dan 500 mg, yang harus
diencerkan dengan aquadest atau larutan garam fisiologis
Dosis: 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Pemberian: secara perlahan – lahan, diencerkan
menjadi 100 ml larutan, diberikan selama 1 jam. Efek samping: peningkatan kadar ureum dan
kreatinin, tergantung kadar obat dalam plasma.
PROGNOSIS
Prognosis EHS yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70 – 80 % setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90 % dalam 6 bulan.
Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28 %.
Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma; pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat.
Japanese Encephalitis
DEFINISI
Suatu penyakit yang menyerang susunan saraf pusat (otak, meningen, dan medulla spinalis) yang disebabkan oleh JEV yang ditularkan dari binatang melalui gigitan nyamuk.
Termasuk arbovirosis Reservoir: manusia Vektor: nyamuk (terutama nyamuk Culex)
EPIDEMIOLOGI
Sangat berkaitan dengan faktor lingkungan Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh
wilayah Asia
ETIOLOGI
Japanese encephalitis disebabkan oleh JEV, yang termasuk Arbovirus grup B, genus Flavivirus, famili Flavivivridae
Virus ini berbentuk sferis dengna diameter 40-60 nm, inti virion terdiri dari asam ribonukleat (RNA) berupa rantai tunggal yang sering bergabung dengan protein disebut nukleoprotein.
Sebagai pelindung inti virion terdapat kapsid yang terdiri dari polipeptida tersusun simetri ikosahedral yaitu bentuk tata ruang yang dibatasi oleh 20 segi sama sisi, mampunyai aksis rotasi berganda.
Di luar kapsid tersebut terdapat selubung
ETIOLOGI
Rentan terhadap berbagai pengaruh desinfektan, deterjen, pelarut lemak dan enzim proteolitik.
JEV berkembang biak dalam sel hidup yaitu di dalam nukleus dan sitoplasma
PATOGENESIS
Segera setelah Culex yang infektif menggigit manusia yang rentan, virus menuju sistem getah bening sekitar tempat gigigtan nyamuk (kelenjar regional) dan berkembang biak, kemudia masuk ke peredaran darah dan menimbulkan viremia pertama. Viremia ini sangat ringan dan berlangsung sebentar. Melalui aliran darah virus menyebar ke organ tubuh seperti susunan saraf pusat dan organ ekstraneural. Di dalam organ ekstraneural inilah virus berkembang biak
PATOGENESIS Virus dilepaskan dan masuk ke dalam peredaran
darah menyebabkan viremia kedua yang bersamaan dengan penyebaran infeksi di jaringan dan menimbulkan gejala penyakit sistemik
Virus kemudian menembus sawar darah otak. Setelah mencapai jaringan susunan saraf pusat, virus berkembang biak di dalam sel dengan cepat pada retikulum endoplasma yang kasar serta badan golgi dengan setelah itu menghancurkannya.
Akibat infeksi virus tersebut maka permeabilitas sel neuron, glia dan endotel meningkat, mengakibatakan cairan di luar sel mudah masuk ke dalam sel dan timbullah edema sitotoksik. Adanya edema dan kerusakan susunan saraf pusat ini memberikan manifestasi klinis berupa ensefalitis.
MORTALITAS DAN MORBIDITAS
♂:♀ = 1,5:1 Hanya 1 dari setiap 250 infeksi akan
memberikan gejala simptomatik Riwayat infeksi terhadap infeksi dengue
menurunkan morbiditas dan mortalitas karean terbentuknya proteksi parsial hasil reaksi silang antibodi antiflavivirus.
MANIFESTASI KLINIS
Perjalanan penyakit akan melalui 4 stadium klinis, yaitu:1. Stadium prodromal2. Stadium akut3. Stadium sub akut4. Stadium kovalesens
STAADIUM PRODROMAL
Stadium prodromal berlangsung 2-3 hari dimulai dari keluhan sampai timbulnya gejal terserangnya susunan saraf pusat
Gejala : Demam (kontinu dan tidak mudah diturunkan
dengan obat antipiretik) Nyeri kepala (hebat dan tidak bisa dihilangkan
dengan pemberia analgesik) Malaise Anoreksia Batuk, pilek Mual, muntah dan nyeri di daerah epigastrium
STADIUM AKUT
Berlangsung 3-4 hari Gejala:
Demam tinggi Kaku kuduk Peningkatan tekanan intrakranial
Tanda yang agak khas pada JE adalah terjadinya perubahan gejala susunan saraf pusat yang cepat, misalnya penderita hiperefleksi diikuti dengan hiporefleksi.
STADIUM SUBAKUT
Gejala gangguan susunan saraf pusat berkurang
Gangguan fungsi saraf dapat menetap, seperti paralisis spastik, hipotrofi otot, sebagai akibat perawatan lama dan pemasangan kateter urin, fasikulasi, gangguan saraf kranial dan gangguan ekstrapiramidal
STADIUM KOVALESENS
Stadium konvalesens berlangsung lama dan ditandai dengan kelemahan, letargi, gagnggua kordinasi, tremor dan neurosis
BB sangat menurun Gejala neurologik bisa menetap dan
cenderung membaik
SEKUELE
Sekuele atau gejala sisa ditemukan pada 5-70% kasus, umumnya pada anak usia dibawah 10 tahun, dan pada bayi akan lebih berat. Kekerapan terjadinya sekuele berhubungan langsung dengan beratnya penyakit. Sekuele tersebut dapat berupa gangguan pada: Sistim motorik: motorik halus (72%), kelumpuhan
(44%), gerakan abnormal (8%) Perilaku: agresif (72%), emosi tak terkontrol (72%),
gangguan perhatian (55%), depresi (38%) Intelektual: abnormal (72%), retardasi (22%) Fungsi neurologi lain: gangguan ingatan (46%),
afasia (38%), epilepsi (20%), paralisis saraf kranial (16%) dan kebutaan (2%)
DIAGNOSIS
Anamnesis: Anak tinggal di tempat yang memungkinkan
siklus JEV berlangsung dengan baik seperti kepadatan Culex yang tinggi, banyak babi piaraan atau peternakan bai atau di daerah yang sedang masa tanam padi. Atau memasuki musim penghujan
Anak tinggal di daerah endemis JE Anak menderita demam tinggi, nyeri kepala yang
hebat yang tidak bisa dihilangkan dengan obat antipiretik analgesik, disertai kejang
DIAGNOSIS
Gejala Klinis: Keluhan dini berupa demam, nyeri kepala, kuduk
kaku, kesadaran menurun, gerakan abnormal (tremor kasar, kejang)
Keluhan dan gejala yang timbul kemudian sekitar hari ke 3-5 berupa kekakuan otot, koma, pernafasan yang abnormal, dehidrasi, dan penurunan berat badan
Keluhan dan gejala lainnya seperti refleks tendon meningkat, paresis, suara pelan dan parau
DIAGNOSIS
Kriteria WHO: Demam lebih dari 38C Gejala rangsang meningeal (kaku kuduk, opitotonus,
Laseque, Kernique, Brudzinsky I dan II) Gejala rangsang korteks (kejang, gerakan involunter) Gangguan kesadaran (disorientasi, delirium,
somnolen sampai koma) Gangguan saraf otak (terutam N. IX dan N. X, berupa
suara pelan dan parau) Gejala piramidal (kelumpuhan) dan ekstrapiramidal
(kekakuan otot serta gerakan involunter) Cairan otak jernih, protein positif, glukosa < 100
mg/dl
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan lab Pemeriksaan darah Pemeriksaan LCS Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan pencitraan Pemeriksaa histologi
DIGANOSIS BANDING
Manifestasi klinis JE dapat pula ditemukan pada penyakit lain terutama yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat: malaria serebral meningitis bakteri meningitis aseptik kejang demam ensefalitis oleh Flavivirus lain
PENATALAKSANAAN
Pengobatan simptomatik Menghentikan kejang Menurunkan demam
Mencegah dan mengobati tekanan intrakranial meninggi Mengurangi edema otak Mempertahankan fungsi metabolisme otak
Pengobatan penunjang Perawatan jalan nafas Perawatan sistem kardiovaskular Pemberian cairan intravena Pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA Soedarmo Sumarmo S. Poorwo, Herry Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro,
Hindra Irawan Satari. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Ed kedua. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. h 259-275
Hay William W. Jr., Myron J. Levin, Judith M. Sondheimer, Robin R. Deterding. Current diagnosis and treatment pediatrics. 19th ed. Mc Graw Hill. 2009. h 728-730
Price Sylvia A., Lorraine M. Wilson. Patofisiologi volume 2. Konsep klinis proses – proses penyakit. Ed 6. Jakarta. EGC. 2003. h 1154-1155
Soetomenggolo, T. S. Neurologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2000.
Saing, B. Pemeriksaan Neurologi Anak. EGC. Jakarta: 2003 Pusponegoro, H. Pediatric Neurology and Neuroemergency in Daily
Practice. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM. Jakarta: 2006. Children’s Hospital Boston. Encephalitis.
http://www.children’shospitalboston.com Kid’s Health. Encephalitis. http://www.kidshealth.com The Eric Dolch Foundation. Encephalitis. http://www.faq.html.com
TERIMA KASIH