Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

33
Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis Marco Handoko – 17120040007 LAPORAN KASUS NEUROLOGI Nama : Tn. F No. MR : SHLK 0000411182 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 35 tahun Kewargenaraan : WNI Agama : Kristen Pendidikan Terakhir : SMU Pekerjaan : Karyawan Toko Status Pernikahan : Menikah Status Sosial : Baik Status Ekonomi : Menengah Alamat : Perum Aneka Elok Cekat Tangan : Kanan Tanggal Masuk Rumah Sakit : 24 Oktober 2010 Tanggal Pemeriksaan : 26 Oktober 2010 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village Periode 11 Oktober – 14 Novermber 2010 1

Transcript of Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Page 1: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

LAPORAN KASUS NEUROLOGI

Nama : Tn. F

No. MR : SHLK 0000411182

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 35 tahun

Kewargenaraan : WNI

Agama : Kristen

Pendidikan Terakhir : SMU

Pekerjaan : Karyawan Toko

Status Pernikahan : Menikah

Status Sosial : Baik

Status Ekonomi : Menengah

Alamat : Perum Aneka Elok

Cekat Tangan : Kanan

Tanggal Masuk Rumah Sakit : 24 Oktober 2010

Tanggal Pemeriksaan : 26 Oktober 2010

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 20101

Page 2: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis.

KELUHAN UTAMA

Cegukan terus menerus dan mengompol sejak 4 hari yang lalu.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien mengeluh cekukan terus menerus dan mengompol sejak 4 hari yang lalu.

Keluhan ini dirasakan secara tiba-tiba 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Cekukan tidak

berhenti kecuali pasien tidur. Cekukan ini timbul sekitar 15 kali per menit. Selama 4 hari

yang lalu, cekukan tidak berkurang atau pun bertambah dalam frekuensi. Pasien tidak merasa

nyeri pada ulu hati, tidak ada batuk, nyeri pada saat menelan atau muntah. Pasien juga tidak

sedang mengalami stres.

Pasien tidak dapat menahan kencingnya sehingga selalu mengompol. Tidak ada nyeri

pada saat buang air kecil.

Pasien memiliki sedikit kelemahan pada anggota gerak kiri, khususnya pada tungkai.

Hipertensi dan Diabetes Melitus disangkal.

Saat pasien masuk rumah sakit, pasien mengalami demam tinggi sejak 1 hari sebelum

masuk rumah sakit. Demam ini turun sebentar saat diberi obat penurun panas namun akan

naik lagi. Selain itu, pasien mengeluh nyeri kepala dan keluarga pasien juga mengeluh bahwa

pasien cenderung tertidur dan sulit dibangunkan.

Pasien belum berobat sebelumnya untuk keluhan-keluhan di atas dan hanya

mengonsumsi obat penurun panas selama ini.

Pasien menderita Hepatitis C dan HIV-1 yang baru diketahui sejak masuk rumah

sakit.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 20102

Page 3: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti sekarang sebelumnya. Pasien tidak

mempunyai riwayat trauma pada kepala.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ditanyakan.

RIWAYAT KEBIASAAN / POLA HIDUP

Pasien mempunyai riwayat penggunaan alkohol yang berlebihan dan penggunaan

Narkoba (termasuk secara IV). Pasien mengaku sudah tidak menggunakan semua itu sejak 2

tahun yang lalu.

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan Umum : Sedang

Keadaan Gizi : Sedang

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x / menit

Pernapasan : 18 x / menit

Suhu : 36,3 oC

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 20103

Page 4: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

Berat Badan : Tidak ditimbang

Tinggi Badan : Tidak diukur

Kepala : Normosefali tanpa tanda trauma

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-. Pupil bulat isokor

2mm/2mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak

langsung +/+

Telinga : Tidak diperiksa

Hidung : Tidak diperiksa

Mulut : Tidak terdapat deviasi bibir. Mukosa rongga mulut merah tanpa

massa atau lesi lain. Tampak leukoplakia pada lidah. Hygiene baik.

Lidah tidak deviasi.

Leher : Tidak diperiksa

Thoraks : Tidak diperiksa

Abdomen : Tidak diperiksa

Punggung : Tidak diperiksa

Ekstremitas Atas : Tidak ada nyeri atau perasaan baal/berat. Tidak ada deformitas, akral

hangat.

Ekstremitas Bawah : Tidak ada nyeri atau perasaan baal/berat. Tidak ada deformitas, akral

hangat. Tungkai kiri sedikit melemah

STATUS NEUROLOGIS

GCS : 14 (E4 M6 V4)

Saraf Kranial

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 20104

Page 5: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

HASIL PEMERIKSAAN

N I Tidak didapatkan gangguan pada fungsi menghidu, bilateral dan simetris

N II Visus: Tidak diperiksa

Lapang pandang: normal

Pemeriksaan buta warna: tidak dilakukan

Pupil bulat, isokor, ukuran 2 mm / 2 mm.

Refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+

N III, IV, VI Gerakan bola mata baik ke segala arah

N V Sensorik : V1, V2, V3 sensasi raba wajah kanan dan kiri sama

Motorik : inspeksi: tidak terlihat hipotrofi, dapat membuka rahang

dengan baik.

palpasi: saat menggigit keras, kontraksi otot masseter kiri dan

kanan sama kuat.

N VII Inspeksi: Wajah pasien kanan dan kiri simetris.

Celah palpebra kanan dan kiri simetris.

Plika nasolabialis kanan dan kiri simetris.

Menaikkan alis dan menutup mata kuat simetris kanan dan kiri

Menggembungkan pipi dan menyeringai simetris

N VIII Tes pendengaran dengan gesekan jari : normal.

Tes Rinne, Weber, dan Schwabach tidak dilakukan.

Pemeriksaan keseimbangan: Baik

N IX & X Tidak ada disfoni dan disfagia.

Uvula terletak di tengah.

N XI Menoleh kanan-kiri dan menggerakkan bahu: baik, kiri dan kanan

N XII* Inspeksi: tidak terdapat deviasi ke satu sisi, fasikulasi dan atrofi.

Menjulurkan lidah tidak ada deviasi ke satu sisi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 20105

Page 6: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

Sensorik

Eksteroseptif : Nyeri dan raba pada bagian kanan dan kiri lainnya simetris. Sensasi

suhu tidak dilakukan.

Proprioseptif : Baik.

Motorik

Inspeksi : Posisi lengan dan tungkai simetris kanan dan kiri. Tidak terdapat atrofi

ataupun fasikulasi.

Palpasi : Tidak dilakukan.

Kekuatan Kanan Kiri

Lengan atas 5 5

Lengan bawah 5 5

Tangan 5 5

Jari tangan 5 5

Tungkai atas 5 4

Tungkai bawah 5 4

Kaki 5 4

Jari kaki 5 4

Refleks Fisiologis

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Refleks Tendon Biseps ++ ++

Refleks Tendon Triseps ++ ++

Refleks Tendon Lutut ++ ++

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 20106

Page 7: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

Refleks Patologis

Refleks Patologis Kanan Kiri

Refleks Babinsky + +

Koordinasi

Tes Koordinasi Dekstra Sinistra

Tes Tunjuk Hidung Tidak dapat dinilai Baik

PEMERIKSAAN TAMBAHAN

CD4 count : 75 /L

T-helper CD4 : 3%

anti HIV : reaktif

anti HCV : reaktif

RESUME

Pasien, laki-laki, usia 35 tahun mengeluh cekukan terus menerus dan mengompol

sejak 4 hari yang lalu. Keluhan ini dirasakan secara tiba-tiba 2 hari sebelum masuk rumah

sakit. Cekukan tidak berhenti kecuali pasien tidur. Cekukan ini timbul sekitar 15 kali per

menit. Selama 4 hari yang lalu, cekukan tidak berkurang atau pun bertambah dalam

frekuensi. Pasien mengalami urinary incontinence. Tidak ada nyeri pada saat buang air kecil.

Saat pasien masuk rumah sakit, pasien mengalami demam tinggi sejak 1 hari sebelum masuk

rumah sakit. Demam ini turun sebentar saat diberi obat antipiretik namun akan naik lagi.

Selain itu, pasien mengeluh nyeri kepala dan keluarga pasien juga mengeluh bahwa pasien

cenderung tertidur dan sulit dibangunkan. Keluhan demam, nyeri kepala, dan penurunan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 20107

Page 8: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

kesadaran sudah membaik. Pasien menderita Hepatitis C dan HIV-1 (CD4 count 75 /L).

Pada pemeriksaan fisik, terdapat refleks Babinski positif.

DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Hemiparese sinistra ringan, Hiccups (singultus) dan Inkontinensia

urin

Diagnosis Topis : Temporal lobe, Frontal lobe, Basal Ganglia

Diagnosis Etiologi : Gangguan pada sistem Imun

Diagnosis Patologis : Infeksi

Diagnosis Kerja : Susp. Toxoplasmosis Ensefalitis

Diagnosis Banding : Multiple Sklerosis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Magnetic resonance imaging (MRI)

CT Scan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 20108

Page 9: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

TATA LAKSANA

MEDIKAMENTOSA

Pyrimethamine

Sulfadiazine

PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia

Ad sanationam : dubia ad malam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 20109

Page 10: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

DISKUSI DAN ANALISA KASUS

CEGUKAN (HICCUPS)

Cegukan terlihat sepele, namun bila sudah berlangsung lama, menunjukkan ada

sesuatu yang tidak beres dalam tubuh. Karena tidak hanya menyangkut tenggorakan,

tapi juga organ-organ lain. Termasuk di dalamnya otot-otot diagfragma, katup di

tenggorokan, dan susunan saraf pusat (otak) serta saraf tepi.

Cegukan, dalam bahasa medisnya disebut Hiccup, disebabkan oleh kontraksi sekat

rongga tubuh, atau kerap disebut diagfragma, yang terjadi secara mendadak.

Kontraksi ini menimbulkan tarikan napas yang diakhiri secara refleks oleh

tertutupnya lubang di antara kedua pita suara. Tarikan napas akibat tertutupnya

lubang tersebut menimbulkan suara khas waktu cegukan. Kejadian ini dapat timbul

satu kali, dapat pula berupa rangkaian yang tak dapat dikendalikan.

Normalnya, saat kita menarik napas, otot-otot diafragma akan turun, dan saat itu

pula katup tenggorokan membuka, sehingga udara yang menekan ke atas tidak akan

berbunyi. Akan tetapi, pada cegukan, saat menarik napas, terjadi kontraksi atau

bahasa awamnya kram pada otot diafragma dan otot-otot antara tulang iga.

Akibatnya, keduanya akan naik. Pada saat bersamaan, epiglotis (katup/klep di

tenggorokan) pun tertutup, sehingga udara dari diagfragma yang naik ke atas akan

menekan klep ini. Akibatnya, terjadilah cegukan (Gambar 1).

Tertutupnya katup atau epiglotis ini terjadi karena adanya gangguan di lengkung

refleks, yaitu pada susunan saraf pusat dan saraf tepi. Kedua saraf ini mengatur

jalur pernafasan dalam tubuh manusia agar berjalan lancar. Tertutupnya klep ini

bukan merupakan kelainan susunan saraf pusat atau saraf tepi, namun merupakan

respon dari keduanya yang terganggu.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 201010

Page 11: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

Gambar 1 Mekanisme cegukan.

Oleh karena saraf tepi berukuran panjang dan berhubungan dengan organ-organ di

dalam tubuh, maka terkadang aktivitasnya terganggu oleh penyakit yang serius.

Sehingga, cegukan dapat pula menjadi gejala adaya radang di perut, penyakit di

ginjal, masalah hati atau tumbuhnya tumor di leher yang mengganggu saraf, yang

kemudian mengirim respon sehingga muncullah cegukan.

Pada dasarnya, cegukan itu ada 2 jenis. Jenis pertama disebut dengan cegukan

ringan dan hanya berlangsung 1-2 jam, kemudian hilang sendiri. Penyebabnya

paling sering karena adanya regangan di lambung; perubahan cuaca yang mendadak,

dari panas ke dingin atau sebaliknya; memakan makanan yang terlalu panas atau

dingin; minum alkohol, merokok atau mengalami stres.

Sedangkan jenis kedua, adalah cegukan permanen. Cegukan ini terjadi terus

menerus, tak hanya berhari-hari atau berbulan-bulan, tapi juga bertahun-tahun.

Cegukan jenis merupakan tanda atau gejala adanya gangguan di otak seperti gejala

tumor di batang otak; gejala stroke, pada penderita stroke sering timbul

cegukan; adanya infeksi di susunan saraf pusat; adanya herpes di dada sehingga

mengganggu saraf tepi.

Di samping itu, juga karena gangguan metabolik seperti pada penderita diabetes

dan hipertensi. Atau penderita kelainan ginjal, karena urenia. Juga karena

gangguan elektrolit (kurang kalium), termasuk pengaruh obat-obatan seperti

steroid atau obat tidur.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 201011

Page 12: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

INKONTINENSIA URIN

Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Gangguan ini lebih

sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan

(nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar panggul. Kebanyakan

penderita inkontinensia telah menderita desensus dinding depan vagina disertai sisto-

uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus total uterus dan vagina

dengan kontinensia urine yang baik.

Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya

keluarnya urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain dan jarang

ditemukan adanya inkontinensia desakan, dimana didapatkan keinginan miksi mendadak.

Keinginan ini demikian mendesaknya sehingga sebelum mencapai kamar kecil penderita

telah membasahkan celananya. Jenis inkontinensia ini dikenal karena gangguan neuropatik

pada kandung kemih. Sistitis yang sering kambuh, juga kelainan anatomik yang dianggap

sebagai penyebab inkontinensia stres, dapat menyebabkan inkontinensia desakan. Sering

didapati inkontinensia stres dan desakan secara bersamaan.

JENIS INKONTINENSIA URINE

Terdapat beberapa macam klasifikasi inkontinensia urine, di sini hanya dibahas beberapa

jenis yang paling sering ditemukan yaitu :

A. Inkontinensia stres (Stres Inkontinence)

B. Inkontinensia desakan (Urgency Inkontinence)

C. Inkontinensia luapan (Overflow Incontinence)

D. Fistula urine

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 201012

Page 13: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

Inkontinensia Stres Inkontinensia stres biasanya disebabkan oleh lemahnya mekanisme

penutup. Keluhan khas yaitu mengeluarkan urine sewaktu batuk, bersin, menaiki tangga atau

melakukan gerakan mendadak, berdiri sesudah berbaring atau duduk.

Gerakan semacam itu dapat meningkatkan tekanan dalam abdomen dan karena itu juga di

dalam kandung kemih. Otot uretra tidak dapat melawan tekanan ini dan keluarlah urine.

Kebanyakan keluhan ini progresif perlahan-lahan; kadang terjadi sesudah melahirkan.

Akibatnya penderita harus sering menganti pakaian dalam dan bila perlu juga pembalut

wanita. Frekuensi berganti pakaian, dan juga jumlah pembalut wanita yang diperlukan setiap

hari, merupakan ukuran kegawatan keluhan inkontinensia ini.

Inkontinensia Desakan Inkontinensia desakan adalah keluarnya urine secara involunter

dihubungkan dengan keinginan yang kuat untuk mengosongkannya (urgensi). Biasanya

terjadi akibat kandung kemih tak stabil. Sewaktu pengisian, otot detusor berkontraksi tanpa

sadar secara spontan maupun karena dirangsang (misalnya batuk). Kandung kemih dengan

keadaan semacam ini disebut kandung kemih tak stabil. Biasanya kontraksinya disertai

dengan rasa ingin miksi. Gejala gangguan ini yaitu urgensi, frekuensi, nokturia dan nokturnal

enuresis.

Penyebab kandung kemih tak stabil adalah idiopatik, diperkirakan didapatkan pada

sekitar 10% wanita, akan tetapi hanya sebagian kecil yang menimbulkan inkontinensia karena

mekanisme distal masih dapat memelihara inkontinensia pada keadaan kontraksi yang tidak

stabil.

Rasa ingin miksi biasanya terjadi, bukan hanya karena detrusor (urgensi motorik),

akan tetapi juga akibat fenomena sensorik (urgensi sensorik). Urgensi sensorik terjadi karena

adanya faktor iritasi lokal, yang sering dihubungkan dengan gangguan meatus uretra,

divertikula uretra, sistitis, uretritis dan infeksi pada vagina dan serviks. Burnett, menyebutkan

penyebabnya adalah tumor pada susunan saraf pusat, sklerosis multipel, penyakit Parkinson,

gangguan pada sumsum tulang, tumor/batu pada kandung kemih, sistitis radiasi, sistitis

interstisial. Pengobatan ditujukan pada penyebabnya. Sedang urgensi motorik lebih sering

dihubungkan dengan terapi suportif, termasuk pemberian sedativa dan antikolinegrik.

Pemeriksaan urodinamik yang diperlukan yaitu sistometrik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 201013

Page 14: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

Inkontinensia Luapan Inkontinensia luapan yaitu keluarnya urine secara involunter ketika

tekanan intravesikal melebihi tekanan maksimal maksimal uretra akibat dari distensi kandung

kemih tanpa adanya aktifitas detrusor. Terjadi pada keadaan kandung kemih yang lumpuh

akut atau kronik yang terisi terlalu penuh, sehingga tekanan kandung kemih dapat naik tinggi

sekali tanpa disertai kontraksi sehingga akhirnya urine menetes lewat uretra secara

intermitten atau keluar tetes demi tetes.

Penyebab kelainan ini berasal dari penyakit neurogen, seperti akibat cedera vertebra,

sklerosis multipel, penyakit serebrovaskular, meningomyelokel, trauma kapitis, serta tumor

otak dan medula spinalis.

Corak atau sifat gangguan fungsi kandung kemih neurogen dapat berbeda, tergantung

pada tempat dan luasnya luka, koordinasi normal antara kandung kemih dan uretra

berdasarkan refleks miksi, yang berjalan melalui pusat miksi pada segmen sakral medula

spinalis. Baik otot kandung kemih maupun otot polos dan otot lurik pada uretra dihubungkan

dengan pusat miksi.

Otot lurik periuretral di dasar panggul yang menjadi bagian penting mekanisme

penutupan uretra juga dihubungkan dengan pusat miksi sakral. Dari pusat yang lebih atas di

dalam otak diberikan koordinasi ke pusat miksi sakral. Di dalam pusat yang lebih atas ini,

sekaligus masuk isyarat mengenai keadaan kandung kemih dan uretra, sehingga rasa ingin

miksi disadari.

Refleks miksi juga dipengaruhi melalui pleksus pelvikus oleh persarafan simpatis dari

ganglion yang termasuk L1, L2, L3. Pada lesi, dapat terjadi dua jenis gangguan pada fungsi

kandung kemih yaitu :

Lesi Nuklear (tipe LMN)

Pada lesi di pusat sakral yang menyebabkan rusaknya lengkung refleks terjadi kelumpuhan

flasid pada kandung kemih dan dasar panggul. Sehingga miksi sebenarnya lenyap.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 201014

Page 15: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

Lesi Supranuklear (Tipe UMN)

Lesi terjadi di atas pusat sakral, dengan pusat miksi sakral dan lengkung refleks yang tetap

utuh, maka hilangnya pengaruh pusat yang lebih atas terhadap pusat miksi. Miksi sakral

menghilangkan kesadaran atas keadaan kandung kemih. Terjadi refleks kontraksi kandung

kemih yang terarah kepada miksi yang otomatis tetapi tidak efisien karena tidak ada

koordinasi dari pusat yang lebih atas. Sering kontraksi otot dasar panggul bersamaan

waktunya dengan otot kandung kemih sehingga miksi yang baik terhalang. Juga kontraksi

otot kandung kemih tidak lengkap sehingga kandung kemih benar-benar dapat dikosongkan.

Gambar 2 Persarafan Miksi.

Fistula urine Fistula urine sebagian besar akibat persalinan, dapat terjadi langsung pada

waktu tindakan operatif seperti seksio sesar, perforasi dan kranioklasi, dekapitasi, atau

ekstraksi dengan cunam. Dapat juga timbul beberapa hari sesudah partus lama, yang

disebabkan karena tekanan kepala janin terlalu lama pada jaringan jalan lahir di tulang pubis

dan simfisis, sehingga menimbulkan iskemia dan kematian jaringan di jalan lahir.

Operasi ginekologis seperti histerektomi abdominal dan vaginal, operasi plastik pervaginam,

operasi radikal untuk karsinoma serviks uteri, semuanya dapat menimbulkan fistula

traumatik. Tes sederhana untuk membantu diagnosis ialah dengan memasukan metilen biru

30 ml kedalam rongga vesika. Akan tampak metilen biru keluar dari fistula ke dalam vagina.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 201015

Page 16: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

TOXOPLASMOSIS ENSEFALITIS

ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI

Toxoplasma gondii hidup  dalam 3 bentuk: thachyzoite, tissue cyst (yang mengandung

bradyzoites) dan oocyst (yang mengandung sporozoites). Bentuk akhir dari parasit diproduksi

selama siklus seksual pada usus halus dari kucing. Kucing merupakan pejamu  definitif  dari

T gondii. Siklus hidup aseksual terjadi  pada pejamu perantara, (termasuk manusia ). Dimulai

dengan tertelannya tissue cyst atau oocyst diikuti oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh

bradyzoites atau sporozoites secara berturut-turut. Setelah bertransformasi menjadi

tachyzoites, organisme ini menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau limfatik.

Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan perifer. Bentuk ini

dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi untuk menetap pada otak,

myocardium, paru, otot skeletal dan retina. Tissue cyst ada dalam daging, tapi dapat dirusak

dengan pemanasan sampai 67oC, didinginkan sampai –20oC atau oleh iradiasi gamma.  Siklus

seksual entero-epithelial dengan bentuk oocyst hidup pada kucing yang akan menjadi

infeksius setelah tertelan daging yang mengandung tissue cyst. Ekskresi oocysts berakhir

selama 7-20 hari dan jarang berulang. Oocyst menjadi infeksius setelah diekskresikan dan

terjadi sporulasi. Lamanya proses ini tergantung dari kondisi lingkungan, tapi biasanya 2-3

hari setelah diekskresi. Oocysts menjadi infeksius di lingkungan selama lebih dari 1 tahun

(Gambar 3).

            Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba yang

mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau kontak

langsung dengan feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi

darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang imunokompeten biasanya

asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari

infeksi laten. yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi oportunistik dengan predileksi di

otak. Tissue cyst menjadi ruptur dan melepaskan invasive tropozoit (takizoit). Takisoit ini

akan menghancurkan  sel dan menyebabkan focus nekrosis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 201016

Page 17: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

Gambar 3 Definitif host dari T. gondii ialah kucing. Unsporulated oocysts dikeluarkan di

kotoran kucing .  Walaupun oocysts biasanya dikeluarkan hanya selama 1-2 minggu,

jumlah yang banyak dapat dikeluarkan. Oocysts memerlukan waktu 1-5 hari untuk sporulate

dalam lingkungan sebelum menjadi infektif. Host di lingkungan (termasuk burung dan tikus)

menjadi terinfeksi setelah menelan tanah, ait atau tumbuh-tumbuhan yang terkontaminasi

oleh oocysts .  Oocysts berubah menjadi tachyzoites setelah tertelan.  Tachyzoites ini

melekat pada jaringan neural dan otot dan menjadi tissue cyst bradyzoites .  Kucing

menjadi terinfeksi setelah menelan intermediate host yang membawa tissue cysts .  Kucing

juga dapat terinfeksi secara langsung dengan menelan sporulated oocysts.  Binatang yang

dipelihara untuk konsumsi manusia dan untuk permainan juga dapat terinfeksi oleh tissue

cysts setelah menelan sporulated oocysts dalam lingkungan .  Manusia dapat terinfeksi oleh

berbagai cara:

Memakan daging binatang yang membawa tissue cysts dan dimasak kurang matang

.

Memakan makanan atau air yang terkontaminasi oleh kotoran kucing atau oleh

sample kontaminasi lingkungan (seperti tanah yang terkontaminasi kotoran atau

menukar kotak kotoran kucing peliharaan) .

Transfusi darah atau transplantasi organ tubuh .

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 201017

Page 18: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

Secara transplacental dari ibu ke janin .

Dalam host manusia, parasit dari tissue cysts, terutama dalam otot rangka, miocadium, otak,

dan mata; cysts ini menetap seumur hidup host tersebut. Diagnosis biasanya dapat ditegakkan

oleh serologi, walaupun tissue cysts dapat ditemukan dalam spesimen biopsi yang diwarnai

.  Diagnosis dari infeksi kongenital dapat ditegakkan dengan deteksi DNA T. gondii dalam

air ketuban melalui cara PCR .

            Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi prediktor

untuk validasi kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200

sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi. Oportunistik infeksi

yang mungkin terjadi pada penderita dengan CD4 < 200 sel/mL adalah pneumocystis carinii,

CD4 <100 sel/mL adalah toxoplasma gondii, dan CD4 < 50 adalah M. avium Complex,

sehingga diindikasikan untuk pemberian profilaksis primer.  M. tuberculosis dan candida

species dapat menyebabkan infeksi oportunistik pada CD4 > 200 sel/mL.

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis toxoplasmosis pada penderita AIDS dapat berupa Toxoplasma

ensefalitis, Toxoplasma pneumonitis dan toxoplasma chorioretinitis. Dari ketiga manifestasi

ini, ensefalitis lebih sering terjadi pada penderita AIDS .

            Imunitas seluler yang diperantarai oleh sel T, makrofag dan aktivitas dari sitokin tipe

1 (interleukin [IL]-12 dan interferon [IFN]-gamma) berperan penting dalam infeksi T gondii

kronis. Interleukin 12 diproduksi oleh antigen presenting cells seperti sel dendrit dan

makrofag. IL-12 akan menstimulasi produksi dari IFN-gamma, suatu mediator mayor untuk

proteksi pejamu melawan intraseluler patogen. IFN-gamma kemudian akan menstimulasi anti

aktivitas T-gondii, tidak hanya dari makrofag tapi juga dari sel nonfagositosis. Produksi dari

IL-12 dan IFN-gamma distimulasi oleh CD-154 (juga dikenal sebagai ligand CD40) pada

infeksi T.gondii pada manusia. CD 154 (primer diekspresi pada aktivasi CD4 T sel) bekerja

dengan diperantarai oleh sel dendrit dan makrofag untuk mengsekresi IL-12, yang akan

kembali meningkatkan produksi dari IFN-gamma oleh sel T. TNF-alfa adalah sitokin esensial

lain untuk mengendalikan infeksi kronis T gondii.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 201018

Page 19: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti toxoplasmosis

sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4; kegagalan produksi IL-2, IL-12, dan

IFN-gamma; kegagalan aktivitas Limfosit T sitokin. Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIV

menunjukkan penurunan produksi IL-12 dan IFN-gamma  secara in vitro dan penurunan

ekspresi dari CD 154 sebagai respon terhadap T gondii. Hal ini memainkan peranan yang

penting dari perkembangan toxoplasmosis dihubungkan dengan infeksi HIV.

Ensefalitis toxolasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus HIV

dengan CD4 T sel < 100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang subakut.

Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%), nyeri kepala

(55%), bingung / kacau (52%), dan kejang (29%). Pada suatu studi didapatkan adanya tanda

ensefalitis global dengan perubahan status mental pada 75 % kasus, adanya defisit neurologis

pada 70% kasus, Nyeri kepala pada 50 % kasus, demam pada 45 % kasus dan kejang pada 30

% kasus. Defisit neurologis yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan gangguan

bicara. Bisa juga terdapat abnormalitas saraf otak, gangguan penglihatan, gangguan sensorik,

disfungsi serebelum, meningismus, movement disorders dan menifestasi neuropsikiatri.

DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan serologi, biopsy jaringan, isolasi T

gondii dari cairan tubuh atau darah dan pemeriksaan DNA parasit.

Pada pemeriksaan serologi didapatkan seropositif dari anti-T gondii IgG dan IgM.

Pemeriksaan yang sudah menjadi standar emas untuk mendeteksi titer IgG dan IgM T gondii

yang biasa dilakukan adalah dengan Sabin-Feldman dye test, tapi pemeriksaan ini tidak

tersedia di Indonesia. Deteksi antibodi juga dapat dilakukan dengan indirect fluorescent

antibody (IFA), agglutinasi, atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Titer IgG

mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah infeksi kemudian bertahan seumur hidup. Anti

bodi IgM hilang dalam beberapa minggu  setelah infeksi.

Pemeriksaan cairan serebrospinal pada penderita ensefalitis toxoplasma menunjukkan

adanya pleositosis ringan dari mononuclear predominan dan elevasi protein.

            Pemeriksaan Polymerase chain reaction (PCR) untuk mendeteksi DNA T gondii 

dapat berguna untuk diagnosis toxoplasmosis. Sensitifitas PCR pada cairan serebrospinal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 201019

Page 20: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

bervariasi dari 12-70% (biasanya 50-60%) dan spesifisitasnya hampir 100%. PCR untuk T

gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aqueous humor

dari penderita toxopasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan

otak tidak berarti terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapt bertahan lama berada di otak

setelah infeksi akut. PCR pada darah mempunyai sensitifitas yang rendah untukdiagnosis

pada penderita AIDS.

Toxoplasmosis juga dapat didiagnosis dengan isolasi T gondii dari kultur cairan tubuh

atau spesimen biopsy jaringan. Tapi diperlukan waktu lebih dari 6 minggu untuk

mendapatkan hasil kultur. Diagnosis pasti dari ensefalitis toxoplasma adalah dengan biopsi

otak, tapi karena keterbatasan fasilitas, waktu dan dana sering biosi otak ini tidak dilakukan.

AAN Quality Standards subcommittee (1998) merekomendasikan penggunaan terapi

empirik pada pasien yang diduga ensefalitis toxoplasma selama 2 minggu, kemudian

dimonitor lagi setelah 2 minggu, bila ada perbaikan secara klinis maupun radiologi, diagnosis

adanya ensefalitis toxoplasma dapat ditegakkan dan terapi ini dapat di teruskan. Lebih dari

90% pasien menunjukkan perbaikan klinis dan radiologik setelah diberikan terapi inisial

selama 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan lesi setelah 2 minggu, diindikasikan untuk

dilakukan biopsi otak.

TERAPI

Terapi ensefalitis toxoplasma yang direkomendasikan adalah kombinasi pirimetamin

50-100 mg perhari yang dikombinasikan dengan sulfadiazin 1-2 g tiap 6 jam. Pada pasien

yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari   dengan

clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam. Disamping itu perlu pemberian asam folinic 5-10 mg

perhari untuk mencegah depresi sumsum tulang. Bila pasien alergi terhadap sulfa dan

clindamicin, dapat diganti dengan Azitromycin 1200 mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12

jam, atau atovaquone 750 mg tiap 6 jam. Terapi ini diberikan selama 4-6 minggu atau 3

minggu setelah perbaikan gejala klinis.

Pemeriksaan CT scan menunjukkan adanya lesi hipodens, multiple, bilateral dan

menyangat setelah pemberian kontras, seperti ringlike pattern pada 70-80% kasus. Lesi ini

berpredileksi di ganglia basalis dan hemispheric corticomedullary junction. Pemeriksaan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 201020

Page 21: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

MRI lebih sensitif dibanding CT Scan. Ditemukannya lesi pada pemeriksaan CT Scan

ataupun MRI tidak patognomonik untuk ensefalitis toxoplasma. Lesi ini harus didiagnosis

banding dengan limfoma SSP dan criptococcus.

ANALISA KASUS

Pada pasien ini ditemukan adanya nyeri kepala, demam dan penurunan kesadaran

yang merupakan gejala kronik progresif dan menunjukkan adanya suatu lesi desak ruang

pada otak. Adanya demam menunjukkan adanya infeksi. Sehingga penurunan kesadaran pada

pasien ini diduga karena adanya lesi desak ruang intrakranial yang mungkin disebabkan oleh

infeksi.

Dengan ditemukan adanya riwayat penggunaan obat narkotika intravena yang

didukung dengan adanya needle track, dapat dipikirkan kemungkinan penderita ini terinfeksi

HIV, sehingga dilakukan pemeriksaan HIV dan pemeriksaan CT scan otak dengan kontras.

Hasil pemeriksaan HIV, ditemukan pasien HIV positif dengan jumlah CD 4 75 sel/ml.

Berdasarkan manifestasi klinis dan jumlah CD 4 yang < 100 sel/ml, maka presumptive

diagnosis ensefalitis toxoplasma dapat ditegakkan dan dapat diberikan terapi empirik

toxoplasmosis pada pasien ini.

Ditemukan juga adanya movement disorder berupa hemiparese sinistra ringan pada

pasien ini diduga berhubungan dengan letak lesi, yaitu pada ganglia basalis. Movement

disorder terjadi akibat disfungsi dari struktur ganglia basalis.

Terapi ensefalitis toxoplasma yang lazim diberikan adalah (Sulfadoxin 500 mg +

Pyrimethamin 25 mg)  tiap 6 jam, Clindamicin 600 mg tiap 6 jam, dan asam folinic 10 mg

perhari.

            Terapi empirik yang diberikan pada pasien ini adalah kombinasi pirimetamin 50 mg

tiap 6 jam  dengan clindamisin 600 mg tiap 6 jam. Setelah pemberian selama 6 hari terdapat

perbaikan klinis. Dua minggu setelah pemberian terapi empirik dilakukan evaluasi ulang CT

Scan. Untuk menilai perbaikan secara radiologis, digunakan 2 parameter yaitu ukuran lesi

dan penyangatan lesi setelah pemberian kontras. Pada pasien ini, evaluasi CT scan terdapat

perbaikan, dimana ukuran lesi mengecil dan pada pemberian kontras tidak tampak adanya

penyangatan. Adanya perbaikan klinis dan radiologis pada penderita ini setelah terapi empirik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 201021

Page 22: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

toxoplasmosis selama 2 minggu, maka diagnosis definitive ensefalitis toxoplasma dapat

ditegakkan.  Terapi toxoplasmosis ini direncanakan untuk dilanjutkan sampai 6 minggu.

Flukonazol juga diberikan karena adanya infeksi opurtunistik berupa candidosis oral.

            Pada suatu penelitian di Tanzania (Fawzi et al) terhadap 1078 wanita hamil terinfeksi

HIV yang diberikan suplemen multivitamin berupa vitamin A, beta karoten, B, C dan E

menunjukkan adanya peningkatan CD 4 secara bermakna dan penurunan viral load secara

bermakna.  Sehingga pemberian multivitamin pada pasien yang terinfeksi HIV dapat

dipertimbangkan.

             Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIV

dengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit total kurang dari

1200.  Pada pasien ini, CD4 75, sehingga diberikan ARV.

DAFTAR PUSTAKA

 

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 201022

Page 23: Lapkas 2 -Toxoplasmosis Encephalitis

Laporan Kasus Neurologi – Toxoplasmosis Encephalitis

Marco Handoko – 17120040007

1. Wood AJJ, Masur H. Prophylaxis against opportunistic infections in patients with

human immunodeficiency virus infection. N Engl J Med 2000; 342 : 1416-26.

2. Berger JR. Therapy of the neurological complications of HIV infection. CD room

AAN 2004. 3FC-004-85.

3. Adam and Victor’s. Toxoplasmosis inHIV Infection. 702-703. 2009

4. Mamidi A, DeSimone J, Pomerantz R. Central Nervous system infections in

individuals with HIV-1 infection. J NeuroVirol 2002; 8: 158-67.

5. DaRosa IG, Toxoplasmosis in HIV/AIDS primary care guide, University of Florida,

2002, p.147-9.

6. Adam and Victor’s Clinical Effects of Frontal Lobe Lesions in Neurologic Disorder

Caused by Lesions. 437-438.2009

7. Sabauste CS. Toxoplasmosis and HIV in HIV insite knowledge base chapter.

University of Cincinati college of medicine. Jan 2004. Availlable at :

http://HIVinsite.com

8. Patterson TF, Patterson JE, Barry M, Bia FJ.Parasitic infections of the central nervous

system in infections of the nervous system. Springer Verlag.1990. p.234-37.

9. Wig Naveet, Wali JP. Central nervous system and HIV/AIDS. J Indian Academy Clin

Med 5; 2: 163-68.

10. Berger JP, Fayssal NGA, Cohen BA, Conant K, Deangelis LM, Dirocco A,et all. The

neurologic complication of AIDS.Continuum. 2000.p128-49.

11. Tebas P. Toxoplasmosis. theraupetic advances. HIV Newsline 1999; 5: 3.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran UPH – Siloam Hospital Lippo Village

Periode 11 Oktober – 14 Novermber 201023