Eklampsia Case

download Eklampsia Case

of 35

Transcript of Eklampsia Case

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    1/35

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha

    Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa

    laporan kasus yang berjudul GIIP0A1 hamil 35-36 minggu dengan eklampsia

    dapat tersusun dan terselesaikan tepat pada waktunya.

    Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Arie Widiyasa, Sp.OG selaku

    pembimbing penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian laporan

    kasus ini.

    Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang

    diberikan selama masa kepaniteraan klinik penulis di RS TNI-AL Dr.

    Mintohardjo, juga untuk mendiskusikan kasus stroke, sehingga diharapkan dapat

    meningkatkan pemahaman dan mendukung penerapan klinis yang lebih baik

    dalam memberikan kontribusi positif sistem pelayanan kesehatan secara optimal.

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih

    banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan.

    Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

    membacanya.

    Jakarta,Februari 2013

    Penulis

    1

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    2/35

    BAB I

    STATUS PASIEN

    I. IDENTITAS PASIEN

    Nama : Ny. P

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Usia : 30 tahun

    Alamat : Kp. Parung RT/RW 05/03 Depok

    Status Pernikahan : Sudah menikah

    Pekerjaan : PNS

    Pendidikan Terakhir : S1

    Tanggal Masuk RS : 29 Januari 2013

    IDENTITAS SUAMI

    Nama : Tn. H

    Jenis kelamin : Laki-laki

    Usia : 25 tahun

    Alamat : Kp. Parung RT/RW 05/03 Depok

    Status Pernikahan : Sudah Menikah

    Pekerjaan : PNS

    Pendidikan terakhir : Diploma

    II. ANAMNESA

    Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal

    29 Januari 2013 pukul 06.30 WIB. Keluhan Utama

    Kejang sejak 4 jam sebelum masuk Rumah Sakit.

    Keluhan Tambahan

    Nyeri kepala, mual.

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien GIIP0A1 hamil 35-36 minggu datang ke Kamar Bersalin RS TNI-

    AL Dr. Mintohardjo dengan keluhan kejang sejak 4 jam sebelum masuk

    2

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    3/35

    Rumah Sakit. Menurut ibu pasien, pasien mengalami kejang yang timbul

    mulai dari kedua tangan dan kaki kaku lalu menyebar ke seluruh tubuh

    sehingga pasien kelojotan . Kejang berlangsung selama 5 menit sebanyak 2

    kali. Ibu pasien mengatakan pasien mengeluarkan busa dari mulutnya. Pasien

    mengaku tidak sadar saat mengalami kejang. Pasien mengeluh nyeri kepala

    terasa pada seluruh area kepala dan mual namun tidak muntah. Pasien merasa

    badannya menjadi bengkak saat kehamilan ini. Pasien mengatakan mules-

    mules, keluar lendir dan darah maupun air dari jalan lahir disangkal oleh

    pasien.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien mengaku belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.

    Pasien mengaku tidak memiliki riwayat hipertensi. Riwayat kencing manis,

    penyakit jantung, paru, ginjal, maupun alergi terhadap makanan maupun obat

    disangkal pasien.

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Ibu pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang memiliki

    gejala penyakit yang sama seperti pasien. Tidak terdapat riwayat hipertensi,

    riwayat kencing manis, penyakit jantung, paru, ginjal maupun alergi terhadap

    makanan atau obat di keluarga pasien.

    Riwayat Pengobatan

    Pasien sudah berobat ke RS lain dan sudah dipasang infus serta diberikan

    obat lalu pasien dirujuk ke RS TNI-AL Dr. Mintohardjo.

    Riwayat Haid

    Menarche : 18 tahun

    Dysmenorrhoe : tidak

    Siklus haid : 28 hari

    Lama haid : 7 hari

    Hari pertama haid terakhir : 22 Mei 2012

    Taksiran persalinan : 29 Februari 2013

    Riwayat Imunisasi

    Tetanus toxoid : 2x pada trimester pertama selang 1 bulan

    3

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    4/35

    Riwayat Kehamilan

    Keha

    milan

    ke

    Aterm/

    premature

    Tah

    un

    Berat

    bayi

    lahir

    Panja

    ng

    bayi

    Jenis

    kelamin

    Metode

    kelahira

    n

    Penolong

    persalinan

    G1 Abortus dan di curettage usia kehamilan 2 bulan

    G2 Hamil ini

    Riwayat Perkawinan

    Riwayat Perawatan Antenatal

    Pasien tidak rutin melakukan ANC di dokter

    Riwayat Keluarga Berencana

    Pasien tidak pernah menggunakan KB

    Riwayat Operasi

    Pasien tidak pernah operasi sebelumnya.

    Riwayat Kebiasaan dan Sosial Ekonomi

    Pasien bersuamikan PNS AL. Kesan kondisi sosial ekonomi baik.

    III. STATUS INTERNA SINGKAT

    1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

    2. Tanda Vital :

    a. Kesadaran : GCS E4M6V5

    b. Tekanan darah : 1150/110 mmHg

    c. Nadi : 100x/menit

    d. Suhu : 36,7 0C

    e. Pernapasan : 28x/menit

    3. Kepala :

    a. Bentuk : normosefali, simetris

    b. Rambut : lebat, warna hitam

    c. Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil

    bulat, isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks

    4

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    5/35

    cahaya tidak langsung +/+, eksoftalmus (-),

    endoftalmus (-), nistagmus (-).

    d. Telinga : bentuk normal, simetris, lesi atau cairan keluar (-)

    e. Hidung : bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)

    f. Mulut : bibir merah muda, mukosa mulut basah, halitosis

    (-)

    4. Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-)

    5. Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

    6. Paru : Suara napas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-)

    7. Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), bising usus

    (+) 3x/menit, organomegali (-), undulasi (+)

    8. Extremitas : Akral hangat (+/+/+/+), oedem (+/+/+/+)

    IV. STATUS OBSTETRI

    Usia gestasi : GIIP0A1 hamil 35-36 minggu

    Pemeriksaan luar :

    Inspeksi : buncit, striae gravidarum (+), linea nigra (+)

    Palpasi :

    Leopold I : TFU 27 cm, teraba satu bagian besar, bulat, lunak,

    tidak melenting

    Leopold II : Kanan : teraba bagian-bagian kecil janin

    Kiri : teraba bagian keras seperti papan

    Leopold III : teraba satu bagian besar, bulat, keras dan

    melenting

    Leopold IV : kepala belum masuk PAPTBJ : 2480 gram

    His : -

    Pergerakan janin : +

    Auskultasi : DJJ = 139 x/menit

    Pemeriksaan dalam tidak dilakukan

    5

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    6/35

    V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Pemeriksaan Laboratorium

    Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

    Hemoglobin 13,6 13 18

    Leukosit 26.500 4000 10000

    Trombosit 319.000 150000 400000

    Hematokrit 42,9 40 54

    Bleeding time 3 1 3 menit

    Clotting time 12 10 16 menit

    Kreatinin 0,79 0,67 1,36

    Urin

    Warna Kuning keruh

    Protein +3 -Glukosa - -

    Urobilinogen + +

    Bilirubin - -

    Urobilin - -

    Keton +1 -

    Nitrit - -

    Darah + -

    USG tanggal 28 Januari 2013

    JTH : letak kepala

    BPD : 88,00 mm

    FL : 68,8 mm

    EDD : 20 Februari 2013

    EFBW : 2687 gram

    Placenta : di fundus sampai corpus anterior

    Air Ketuban : cukup

    VI. RESUME

    Pasien GIIP0A1 hamil 35-36 minggu datang dengan mengeluh kejang sejak

    4 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Kejang timbul mulai dari kedua tangan

    dan kaki kaku lalu menyebar ke seluruh tubuh sehingga pasien kelojotan .

    Kejang berlangsung selama 5 menit sebanyak 2 kali. Pasien mengeluarkan

    6

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    7/35

    busa dari mulutnya. Pasien tidak sadar saat mengalami kejang. Nyeri kepala

    terasa pada seluruh area kepala (+), mual (+), muntah (-), badan bengkak

    (+), mules-mules (-), keluar lendir (-), darah (-), air (-). Pasien tidak pernah

    kejang sebelumnya, riwayat darah tinggi (-), riwayat penyakit jantung (-).

    Pasien tidak rutin mengikuti ANC di dokter. Pada pemeriksaan fisik

    ditemukan keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran :GCSE4M6V5,

    tanda vital : tekanan darah: 150/110 mmHg, nadi : 100x/menit, suhu : 36,7

    0C, pernapasan : 28x/menit, status obstetri : usia gestasi : GIIP0A1

    hamil 35-36 minggu, pada pemeriksaan luar : Inspeksi : buncit, striae

    gravidarum (+), linea nigra (+), Palpasi : Leopold I : TFU 27 cm, teraba

    satu bagian besar, bulat, lunak, tidak melenting, Leopold II : Kanan :

    teraba bagian-bagian kecil janin, Kiri : teraba bagian keras seperti papan,

    Leopold III : teraba satu bagian besar, bulat, keras dan melenting, Leopold

    IV : kepala belum masuk PAP, TBJ : 2480 gram, His: -, Pergerakan

    janin : +, Auskultasi : DJJ = 139 x/menit, pemeriksaan dalam tidak

    dilakukan. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan leukosit

    26.500, laboratorium urin didapatkan protein +3.

    VII. DIAGNOSIS

    Ibu : GIIP0A1 hamil 35-36 minggu dengan eklampsia

    Janin : Janin tunggal hidup intrauterin, letak kepala, TBJ 2480 gram.

    VIII. PENATALAKSANAAN

    Planning diagnosis : CTG

    Planning terapi : Rawat inap

    Sectio-Cesaria

    IVFD RL + 1 vial MgSO4 40% 10gr

    Inj Dexamethason 2 amp i.v

    Planning monitoring : tanda vital, denyut jantung janin

    Planning edukasi :

    Riwayat Persalinan

    7

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    8/35

    Pasien datang ke kamar bersalin jam 06.30 WIB sudah terpasang infus

    D5% + Catapres 2 mg + Valisanbe 4 ampul 20 tpm dan terpasang catheter

    kemudian terapi diganti menjadi IVFD RL + 1 vial MgSO4 40% dan inj

    Dexamethasone 2 amp iv. Kemudian pasien dilakukan tindakan SC jam 09.30

    WIB. Bayi lahir jam 10.00, laki-laki, a/s : 2/3, berat badan lahir 1900 gram

    dengan panjang 43 cm, a/c +/-, plasenta lahir normal. Setelah dilakukan SC,

    pasien dirawat di ICU terapi yang diberikan drip MgSO4 1-2 gram/jam (1x 24

    jam), Ceftriaxon 1gr/12 jam, Tramal 3x1, Alinamin F 3x1, Vit C 3x1.

    Follow up

    30/1/2013

    S : Terpasang ventilator

    O : Kead. Umum : apatis

    Tanda vital

    TD : 130/70 mmHg

    Suhu : 37 C

    Paru : ronchi +/+, wheezing -/-

    Jantung : Reguler

    EKG : Sinus takikardi

    Foto thorax : edema paru dan efusi pleura duplex

    DL: Leukosit 23.900; Na : 125; Cl: 109

    A : P1A1 Post SC dengan eklampsia, edema paru, efusi pleura

    P : Lasix 20mg/jam

    Infus NaCl 0,9%

    Albumin 100 cc

    Dobutamin 5mg/jam

    30/1/2013

    S : Terpasang ventilator

    O : Kead. Umum : apatis

    Tanda vital

    TD : 101/75 mmHg

    8

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    9/35

    Suhu : 37 C

    CUP : +1

    Paru : ronchi +/+, wheezing -/-

    Jantung : Reguler

    EKG : Sinus takikardi

    Foto thorax : edema paru dan efusi pleura duplex

    AGD arteri: : pH : 7,37

    pCO2 : 41,1

    HCO3 : 19,5

    SO2 : 75,7

    Vena : pH : 7,308

    pO2 : 25,3

    pCO2 : 18,3

    SO2 : 30,1

    Elektrolit : Na : 125 (arteri); 106 (vena)

    Cl : 105 (arteri); 90 (vena)

    K : 4,36 (arteri), 3,79 (vena)

    A : P1A1 Post SC dengan eklampsia, edema paru duplex, efusi pleura

    P : lasix stop

    Dobutamin 5 mg/jam

    Infus NaCl 0,9%

    31/1/2013

    Pasien dalam keadaan apnoe, dilakukan resusitasi, NaCl 0,9% loading + SA 2

    ampul + adrenalin 2 ampul + RJPO : bagging = 30 : 2 15 menitTD : 144/32 mmHg

    HR : 150 x/menit (nadi teraba cepat dan halus)

    SO2 : 40%

    Pasien masih dalam keadaan apnoe

    NaCl 0,9% masih diguyur + SA 1 ampul + adrenalin 1 ampul + RJPO 15 menit,

    pasien masih dalam keadaan apnoe.

    TD : tidak terukur

    9

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    10/35

    HR : tidak terukur

    SO2 : 7%

    Pasien dinyatakan meninggal pukul 06.52 WIB, setelah dilakukan RJPO : bagging

    = 30 : 2 + Sulfas atropin 1 ampul + adrenalin 1 ampul pupil midriasis maksimal

    kanan dan kiri dihadapan keluarga pasiendan co-ass.

    PROGNOSIS

    Ad vitam : dubia ad malam

    Ad fungsionam : dubia ad malam

    Ad sanationam : dubia ad malam

    BAB II

    ANALISA KASUS

    10

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    11/35

    Penegakkan diagnosis Eklampsia pada kasus diatas berdasarkan gejala yang

    dimiliki oleh pasien yaitu hipertensi, edema, proteinuria (+3) serta timbulnya

    kejang.

    Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklampsia adalah kriteria

    Eden:

    1. Koma yang lama.

    2. Nadi > 120x/menit.

    3. Suhu > 40 C

    4. TD sistolik > 200 mmHg.

    5. Kejang > 10 kali.

    6. Proteinuria > 10 gr/dl.

    7. Tidak terdapat oedem.

    Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas. (1,2,6)

    Akan tetapi jika dilihat dari anamnesis pasien, dimana pasien mengaku

    telah menderita hipertensi sejak kelahiran anak pertama pesien memeriksakan diri

    ke Puskesmas mengindikasikan bahwa hipertensi pasien merupakan hipertensi

    kronik sebagaimana yang terlihat dari syarat syarat hipertensi kronik :

    1. Hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) sebelum hamil.

    2. Hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) yang terdeteksi sebelum usia

    kehamilan 20 minggu (kecuali apabila terdapat penyakit trofoblastik

    gestasional).

    3. Hipertensi yang menetap lama setelah melahirkan (setelah 12 minggupost

    partum).

    Kejang yang mendahuluinya memperberat preeklamsinya.Jika hipertensi kronik

    telah ditegakkan, maka diagnosisnya akan berubah dari Pre Eklamsia Berat

    menjadi Eklampsia dengan kejang berulang (superimposed eklampsia on chronic

    11

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    12/35

    seizure). Tidak digunakannya diagnosis superimposed preeclampsia mungkin

    dikarenakan penanganannya yang sama dengan preeklampsia eklampsia

    sehingga hanya digunakan diagnosis Eklampsia dengan riwayat kejang berulang.

    Atau mungkin juga dikarenakan anamnesis yang kurang cermat.

    Adanya penegakkan diagnosis eklampsia dengan riwayat kejang berulang

    ini penting karena akan mempengaruhi prognosis dan penatalaksanaan pasien.

    Penatalaksanaan pasien tidak hanya pada eklamsianya tetapi juga terhadap

    hipertensinya karena pada umumnya hipertensinya sukar disembuhkan dengan

    penatalaksanaan eklampsia. Hipertensi konik sendiri menyebabkan morbiditas

    (tanpa bergantung apakah wanita yang bersangkutan hamil atau tidak) seperti

    hipertrofi ventrikel dan dekompensatio kordis, cedera serebrovaskular, atau

    kerusakan intrinsik ginjal. Resiko solusio plasenta meningkat nyata pada

    kehamilan yang disertai oleh hipertensi kronik, terutama pada mereka yang

    kemudian mengalami preeklamsia. Lebih lanjut, janin pada wanita dengan

    hipertensi kronik beresiko lebih besar mengalami hambatan pertumbuhan dan

    kematian.

    Penegakkan diagnosis HELLP Syndrome pada pasien ini adalah

    berdasarkan bukti laboratoris adanya disfungsi hepar dan trombositopenia (hasil

    laboratorium tanggal 24 Okt 08). Sedangkan menurut klasifikasi Tennessee,

    sindrom HELLP yang diderita termasuk dalam golongan partial, karena hanya

    terdapat satu syarat yang memenuhi kriteria sindrom HELLP menurut klasifikasi

    Tennessee, yaitu nilai Trombosit 63.000 /l (

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    13/35

    Observasi TTV setiap jam, DJJ setiap 30 menit, HIS, dan tanda tanda

    perburukan PEB.

    MgSO4 40% 4 gr diencerkan dalam 20 cc cairan i.v dilanjutkan dengan

    MgSO4 40% 1 gr/jam s/d 24 jam pasca persalinan, sebagai anti kejang.

    Nifedipine 4 x 10 mg oral, sebagai anti hipertensi.

    Vit C 2 x 400 mg i.v, sebagai anti oksidan.

    Dexamethasone 2 x 6 mg i.v (2 hari), untuk pematangan paru.

    Terminasi kehamilan.

    Penatalaksanaan tersebut diatas sudah memenuhi penatalaksanaan Eklampsia.

    Produksi urin merupakan sesuatu yang penting karena Mg diekskresikan melalui

    ginjal. Jika produksi urin < 100 cc / 4 jam maka Mg dapat tertimbun dalam tubuh

    sehingga menjadi toksik.

    Terminasi kehamilan yang dilakukan pada pasien ini meliputi tindakan

    operatifsectio secarea. Tindakan ini diambil atas indikasi adanya gawat janin

    pada pasien ini sedangkan pasien belum dalam keadaan inpartu sehingga untuk

    menterminasi kehamilan pada keadaan ini diperlukan tindakan obstetri operatif.

    Pemberian Nifedipine dan Dexamethasone 2 x 10 mg sangat bermanfaat

    dalam mengobati HELLP Syndrome. Nifedipine merupakan antihipertensi post

    partum yang ideal karena merupakan kontrol tekanan darah yang baik,

    peningkatan diuresis, normalisasi trombosit post partum yang cepat dan tidak ada

    efek samping yang mengkhawatirkan. Sedangkan Dexamethasone 2 x 10 mg

    memberikan resolusi yang cepat terhadap HELLP Syndrome yang dapat diukur

    dari adanya peningkatan outputurin dan trombosit dan penurunan mean arterial

    pressure, LDH dan SGOT. Yang patut disayangkan ialah pasien pulang paksa

    sehingga tidak dapat dinilai apakah penatalaksanaan yang dilakukan memberikan

    hasil pengobatan atau efek terapeutik yang memadai atau tidak.

    13

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    14/35

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    14

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    15/35

    A. Definisi

    PREEKLAMPSIA merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil diatas

    20 minggu, bersalin, dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi,

    proteinuria, oedem atau keduanya.

    EKLAMPSIA adalah terjadinya kejang pada seorang wanita yang memenuhi

    kriteria preeklampsia dan disertai dengan kejang kejang ( yang bukan

    disebabkaan oleh penyakit neurologis seperti epilepsi ) dan atau koma. Ibu

    tersebut tidak menunjukkan tanda tanda kelainan vaskular atau hipertensi

    sebelumnya. Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum, selama,

    atau setelah persalinan. Namun, kejang yang timbul lebih dari 48 jam

    pascapartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari pascapartum

    (1,2,3)

    Kaki membengkak seringkali dialami wanita hamil, terutama pada akhir trimester

    ketiga hingga menjelang kelahiran. Pembengkakan di kaki ini, dianggap normal,

    jika tidak diikuti dengan kenaikan tekanan darah. (7,8,9)

    Kumpulan gejala ini berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi

    pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ. Kelainan yang berupa lesi

    vaskuler terdapat pada banyak sistem organ termasuk plasenta, juga terdapat

    peningkatan aktivasi trombosit dan aktivasi sitem koagulasi. (2)

    B. Etiologi

    15

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    16/35

    Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pasti.

    Banyak teori-teori dikemukakan tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban

    yang memuaskan tentang penyebabnya sehingga disebut sebagai penyakit teori.

    Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal tersebut:

    1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda,

    hidramnion, dan mola hidatidosa.Terpajan vilus korion untuk

    pertama kali

    2. sebab bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan.

    3. sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian

    janin dalam uterus.

    4. sebab jarangnya kejadian-kejadian pre-eklampsi pada kehamilan-

    kehamilan berikutnya.

    5. sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.

    Sampai saat ini etiologi preeklampsia masih belum jelas, terdapat 4 hipotesis

    mengenai etiologi preeclampsia-eklampsia: (1)

    1. Iskemia plasenta; invasi trofoblast yang tidak normal terhadap

    arteri spiralis menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta

    yang dapat berkembang menjadi iskemia plasenta.

    16

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    17/35

    17

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    18/35

    . Implantasi plasenta normal yang memperlihatkan proliferasi trofoblas

    ekstravilus membentuk satu kolom di bawah vilus penambat. Trofoblas

    ekstravilus menginvasi desidua dan berjalan sepanjang bagian dalam arteriol

    spiralis. Hal ini menyebabkan endotel dan dinding pembuluh vaskular diganti

    diikuti oleh pembesaran pembuluh darah

    2. Peningkatan toksisitas Very Low Density Lipoprotein

    3. Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri

    spiralis oleh sel sel sinsitiotrofoblast dan disfungsi sel endotel

    yang diperantarai oleh peningkatan pelepasan sitokin, enzim

    proteolitik dan radikal bebas.

    4. Genetik

    Teori yang dapat dikemukakan saat ini adalah akibat dari iskemia plasenta.

    Banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia, diantara faktor-faktor itu yang

    ditemukan seringkali sukar ditentukan mana yang sebab mana yang akibat. (1,2)

    Teori-teori tersebut antara lain :(4,5)

    1. Peran prostasiklin dan tromboksan.

    Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler

    sehingga penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal

    meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisin, yang kemudian diganti oleh

    trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga

    terjadi deposit fibrin. Aktivasi tombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan

    serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

    18

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    19/35

    2. Peran faktor imunologis

    Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi

    pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan

    pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak

    sempurna, yang makin sempurna adalah pada kehamilan berikutnya.

    3. Peran faktor genetik/familial

    Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa preeklampsia berat

    kemungkinan suatu sifat yang resesif. Walaupun belum dapat dipastikan diduga

    genotipe ibu dan janin merupakan faktor predisposisi penyakit tersebut.

    B. Insidens dan Faktor Resiko Preeklampsia

    Insidens preeklamsia relatif stabil antara 4-5 kasus per 10.000 kelahiran hidup

    pada negara maju. Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6-10 kasus

    per 10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu bervariasi antara 0%-4%.

    Kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem

    tubuh. Penyebab kematian terbanyak ibu adalah perdarahan intraserebral dan

    oedem paru. Kematian perinatal berkisar antara 10%-28%. Penyebab terbanyak

    kematian perinatal disebabkan karena prematuritas, pertumbuhan janin terhambat,

    dan meningkatnya karena solutio plasenta. Sekitar kurang lebih 75% eklampsi

    terjadi antepartum dan 25% terjadi pada postpartum. Hampir semua kasus ( 95% )

    eklampsi antepartum terjadi pada terjadi trisemester ketiga. (1,4,5)

    19

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    20/35

    Dilaporkan angka kejadian rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan dan 12

    % pada kehamilan primigravida. Lebih banyak dijumpai pada primigravida

    daripada multigravida terutama primigravida usia muda. (1,4,5)

    Pencegahan sangat penting dalam mengantisipasi kejadian preeklampsia,

    hal ini termasuk mengetahui wanita wanita hamil yang mana yang mempunyai

    faktor resiko tinggi untuk timbulnya preeklampsia (1).

    Faktor faktor resiko preeklampsia adalah: (1)

    1. Nullipara

    2. Kehamilan ganda

    3. Obesitas

    4. Riwayat keluarga preeklampsia eklampsia

    5. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya

    6. Abnormal uterine Doppler pada kehamilan 18 dan 24 minggu

    7. Diabetes mellitus gestasional

    8. Adanya trombofilia

    9. Adanya hipertensi atau penyakit ginjal

    D. Patofisiologi

    Perubahan pokok yang didapatkan pada preeclampsia-ekalmpsia adalah

    adanya spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila

    dianggap bahwa spasmus arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah

    dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat nampaknya merupakan usaha

    mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi.

    Peningkatan berat badan dan oedema yang disebabkan penimbunan cairan yang

    berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui sebabnya. Telah diketahuibahwa pada preeclampsia-eklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan

    kadar prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk

    mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada

    preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. (1,2,5,6)

    a. Perubahan Kardiovaskuler

    20

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    21/35

    Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi

    perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol, mungkin akibat

    meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar

    vasokonstriktor seperti angiotensin II dan adrenalin serta noradrenalin, dan atau

    menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor tersebut akan meningkatnya

    produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester

    ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal ke tekanan darah

    sebelum hamil. (1,5,6)

    Kurang lebih sepertiga pasien dengan preeklampsia akan terjadi

    pembalikan ritme diurnalnya, sehingga tekanan darahnya akan meningkat pada

    malam hari.

    b. Regulasi Volume Darah

    Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada preeklampsia.

    Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu tapi pada derajat mana

    hal ini terjadi adalah sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak

    dijumpai adanya oedem. Bahkan jika dijumpai oedem interstitial, volume plasma

    adalah lebih rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi

    hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan

    volume plasma dapat menjadi tanda awal hipertensi. (1,2,3,5,7)

    c. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah

    Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia-

    eklampsia dibandingkan hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya

    dengan wanita yang melahirkan BBLR.

    (1,3,5)

    d. Aliran Darah di Organ-Organ

    1. Aliran darah di otak

    Pada preeklampsia-eklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang

    20%. Hal ini berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin

    merupakan suatu faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia

    maupun perdarahan otak. (1,2,6)

    2. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal

    21

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    22/35

    Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi

    pertanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-

    rata berkurang 20% (dari 750 ml menjadi 600ml/menit) dan filtrasi glomerulus

    berkurang rata-rata 30% (dari 170 menjadi 120ml/menit) sehingga terjadi

    penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada

    sedikit kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal. (1,2,6,9,10)

    Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya mungkin

    untuk dicadangkan untuk menaikan tekanan darah dan menjamin perfusi plasenta

    yang adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen,

    angiotensinogen II dan aldosteron semuanya meningkat nyata diatas nilai normal

    wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat meningkatnya

    kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron

    diimbangi oleh renin, angiotensin dan aldosteron, namun keseimbangan ini tidak

    terjadi pada preeklampsia-eklampsia. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar

    terjadinya preeklampsia adalah iskemi uteroplasenter, dimana terjadi ketidak

    seimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi

    darah plasentanya yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan

    dihasilkan lebih banyak renin uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi dan

    meningkatnya kepekaan pembuluh darah, disamping itu angiotensin menimbulkan

    vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme

    kompensasi dari hipoperfusi uterus. (1,11)

    Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun pada

    preeklampsi tapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30%

    sampai 50%, maka nilai pada preeklampsi masih diatas atau sama dengan nilai

    wanita tidak hamil. Klirens fraksi asam urat juga menurun, kadang-kadangbeberapa minggu sebelum ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat

    merupakan gejala awal. Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein, biasanya

    ringan sampai sedang, namun preeklampsia merupakan penyebab terbesar

    sindrom nefrotik pada kehamilan. (1,2)

    Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian dari

    lesi morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler

    glomerulus, yang merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia. (1,2)

    22

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    23/35

    3. Aliran darah uterus dan choriodesidua

    Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan

    patofisiologi terpenting pada preeklampsia-eklampsia, dan mungkin merupakan

    faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan belum ada satupun

    metode pengukuran arus darah yang memuaskan baik di uterus maupun didesidua.

    (1,2,12)

    4. Aliran darah di paru-paru

    Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsi biasanya oleh karena

    edema paru yang menimbulkan dekompensasi cordis. (2)

    5. Aliran darah di mata

    Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah. Bila terjadi

    hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya PEB. Gejala lain yang mengarah

    ke eklampsia adalah skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh

    adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau

    dalam retina.(2)

    6. Keseimbangan air dan elektrolit

    Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara,

    asam laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik

    dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik dengan

    23

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    24/35

    terbentuknya natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih

    kembali. (1,2,12,13)

    E. Manifestasi Klinis

    Dua gejala yang sangat penting pada preeclampsia-eklampsia yaitu

    hipertensi dan proteinuria, merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh

    wanita hamil. Pada waktu keluhan seperti sakit kepala, gangguan penglihatan atau

    nyeri epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat. (1,2,4,6,11,12,13)

    Tekanan darah

    Kelainan dasar pada preeklampsia-eklampsia adalah vasospasme arteriol,

    sehingga tidak mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa

    diandalkan adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin

    merupakan tanda prognostik yang lebih andal dibandingakan tekanan sistolik, dan

    tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan

    abnormal. (1,2,4,6,11,12,13)

    Kenaikan Berat badan

    Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan

    preeklampsia-eklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan

    merupakan tanda pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan

    sekitar 0,45 kg perminggu adalah normal tetapi bila melebihi dari 1 kilo dalam

    seminggu atau 3 kilo dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia

    harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan

    terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelumtimbul gejala edem non dependen yang terlihat jelas, seperti kelopak mata yang

    membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar. (1,2,4,6,11,12,13)

    Proteinuria

    Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab

    fungsional (vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal,

    proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus

    24

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    25/35

    yang paling berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt.

    Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan

    biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat badan yang berlebihan.

    (1,2,4,6,11,12,13)

    Nyeri kepala

    Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi

    pada kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah

    frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa.

    Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat

    hampir dipastikan mendahului serangan kejang pertama. (1,2,4,6,11,12,13)

    Nyeri epigastrium

    Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang

    sering ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang

    akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat

    oedem atau perdarahan. (1,2,4,6,11,12,13)

    Gangguan penglihatan

    Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian

    atau total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada

    korteks oksipital

    Mekanisme eklampsia terjadi akibat kesulitan adaptasi pembuluh darah otak

    terhadap kehamilan, berupa terjadinya autoregulasi yang berlebihan ataupun

    hilangnya kapasitas autoregulasi pada pembuluh darah otak. Keduanya mengarahpada edema vasogenik.

    Pada kehamilan, terjadi peningkatan peroxisome proliferated-activated receptor

    gamma (PPAR-gamma) yang menyebabkan remodelling arteriol otak. Pada saat

    bersamaan terjadi pula peningkatan aliran darah serebral. Remodelling ini

    menyebabkan vasokonstriksi yang tidak dapat mengimbangi peningkatan aliran

    darah tersebut, sehingga terjadi reaksi edema vasogenik. Edema ini menyebabkan

    rusaknya sawar darah-otak sehingga memberi akses terhadap zat-zat ekstraseluler

    25

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    26/35

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    27/35

    2. Proteinuria kuantitatif (Esbach) 2 gr / 24 jam, atau dipstick +2.

    3. Trombosit < 100.000 / mm3.

    4. Hemolisis mikroangiopathi ( peningkatan LDH )

    5. Peningkatan SGOT / SGPT.

    6. Adanya sakit kepala hebat atau gangguan serebral, gangguan penglihatan.

    7. Nyeri di daerah epigastrium yang menetap.

    Problem Mild Pre-Eclampsia Severe Pre-Eclampsia

    Blood Pressure >140/90 >160/110

    Proteinuria 1+ (300 mg/24 hours) 2+ (1000 mg/24 hours)

    Edema +/- +/-

    Increased reflexes +/- +

    Upper abdominal pain - +

    Headache - +

    Visual Disturbance - +

    Decreased Urine Output - +

    Elevation of Liver

    Enzymes

    - +

    Decreased Platelets - +

    Increased Bilirubin - +

    Elevated Creatinine - +

    H. PENATALAKSANAAN

    Pada dasarnya penangan preeklampsia-eklampsia terdiri atas pengobatan medik

    dan penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi

    pada saat yang optimal, yaitu sebalum janin mati dalam kandungan, akan tetapi

    sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus.

    Tujuan pengobatan PEB adalah : (1,2,5)

    1. Mencegah terjadinya eklampsi.

    2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.

    3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.

    4. Mencegah hipertensi yang menetap.

    27

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    28/35

    Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di rumah

    sakit ialah: (1,2,4,5)

    1. Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih.

    2. Proteinuria 1+ atau lebih.

    3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.

    4. Penambahan oedem berlebihan secara tiba-tiba.

    Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan

    karena tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya

    eklampsia dengan bayi yang masih premature.

    I. PENANGANAN PEB

    Pada preeklapmsia ringan pengobatan bersifat simtomatis dan istirahat yang

    cukup. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari dapat dilakukan bila tidak bisa tidur.

    Bila tekanan darah tidak turun dan ada tanda-tanda ke arah preeklamsi berat maka

    dapat diberikan obat antihipertensi serta dianjurkan untuk rawat inap. (1,4,5,6)

    Untuk preeklampsia yang berat, dapat ditangani secara aktif atau konservatif.

    Aktif berarti: kehamilan diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan terapi

    medikamentosa. Konservatif berarti: kehamilan dipertahankan bersamaan dengan

    terapi medikmentosa.

    1. Penanganan aktif

    Ditangani aktif bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut: ada tanda-tanda

    impending eklampsia, HELLP syndrome, tanda-tanda gawat janin, usia janin 35

    minggu atau lebih dan kegagalan penanganan konservatif. Yang dimaksud denganimpending eklampsia adalah preeklampsia berat dengan satu atau lebih gejala:

    nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan

    kenaikan tekanan darah progresif.

    Terapi medikamentosa: (1,4,5)

    a. Diberikan anti kejang MgSo4 dalam infus 500 cc dextrose

    5% tiap 6 jam. Cara pemberian: dosis awal 2 gr iv dalam 10

    menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2

    28

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    29/35

    gram per jam drip infus. Syarat pemberian MgSO4: frekuensi

    nafas > 16x/menit, tidak ada tanda-tanda gawat nafas,

    diuresis >100 ml dalam 4 jam sebelumnya dan refleks patella

    positif. Siapkan juga antidotumnya, yaitu: Ca-glukonas 10%

    (1 gram dalam 10 cc NACL 0,9% IV, dalam 3 menit).

    b. Antihipertensi: nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral.

    Bila dalam 2 jam belum turun, dapat diberikan 10 mg lagi.

    c. Siapkan juga oksigen dengan nasal kanul 4-6 L /menit.

    Terminasi kehamilan dapat dilakukan bila penderita belum inpartu, dilakukan

    induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter foley atau

    prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau

    ada kontraindikasi persalinan pervaginam.

    2. Penanganan konservatif

    Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending

    eklampsia dengan kondisi janin baik, dilakukan penanganan konservatif. (1,4,5,6)

    Medikamentosa: sama dengan penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila tidak ada

    tanda-tanda preeklampsia berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah

    24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini harus dianggap sebagai kegagalan

    pengobatan dan harus segera diterminasi. Jangan lupa diberikan oksigen dengan

    nasal kanul 4-6 L/menit.

    J. EKLAMPSIA

    Preeklampsia yang dipersulit oleh kejang tonik-klonik generalisata disebut

    eklampsia. Koma fatal tanpa kejang juga pernah disebut eklampsia; namun,sebaiknya diagnosis dibatasi pada wanita dengan kejang dan menggolongkan

    kematian pada kasus non kejang sebagai kasus yang disebabkan oleh pre

    eklampsia berat. Eklampsia disebut antepartum, peripartum atau postpartum

    tergantung kapan kejangnya muncul.

    Serangan kejang biasanya dimulai disekitar mulut dalam bentuk kedut-

    kedutan (twitching). Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang

    berikutnya. Apabila kejangnya jarang wanita yang bersangkutan biasanya pulih

    29

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    30/35

    kesadarannya setelah tiap serangan. Meski jarang, satu kali kejang dapat diikuti

    koma yang berkepanjangan walaupun umumnya kematian tidak terjadi sampai

    setelah kejang berulang-ulang.

    Pada preeklampsia antepartum, tanda-tanda persalinan dapat dimulai

    dengan segera setelah kejang dan berkembang dengan cepat, kadang-kadang

    sebelum petugas menyadari bahwa wanita yang tidak sadar ini mengalami his.

    Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan intensitas his dapat sangat

    mneingkat, dan durasi persalinan dapat memendek. Karena ibu mengalami

    hipoksemia ada asidemia laktat akibat kejang janin dapat mengalami bradikardia

    setelah serangan kejang. Pada sebagian wanita dengan eklampsia kematian

    mendadak terjadi bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya akibat

    perdarahan otak massif. Perdarahan sub luteal dapat menyebabkan hemiplegia.

    Pengobatan

    Sebagian regimen eklampsia yang digunakan mempunyai dasar fisiologi

    yang sama, prinsip-prinsipnya mencakup :

    1. Pengendalian kejang dengan magnesium sulfat intravena dosis bolus.

    Terapi magnesium sulfat ini di lanjutkan dengan infuse kontinu atau dosis

    bolus intramuskular dan diikuti oleh suntikan intramuskular berkala

    2. Pemberian obat antihipertensi oral atau intravena intermiten utnuk

    menurunkan tekanan darah apabila tekanan diastolik dianggap terlalu

    berbahaya. Sebagian dokter mulai mengobati pada saat tekanan diastolik

    mencapai 100 mmHg

    3. Menghindari diuretik dan pembatasan cairan intravena kecuali apabila

    pengeluaran cairan berlebihan4. Pelahiran.

    Magnesium Sulfat Untuk Mengendalikan Kejang

    Cara pemberian Magnesium Sulfat untuk Preeklampsia Berat dan Eklampsia

    Infus intravena kontinu

    1. Berikan dosis bolus 4 C 6 gram MgSO4 yang di encerkan dalam 100 ml

    cairan IV dan diberikan dalam 15-20 menit.

    30

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    31/35

    2. Mulai infuse rumatan dengan dosis 2 gram /jam dalam 100 ml cairan IV

    3. Ukur kadar magnesium sulfat pada 4-6 jam setelahnya dan sesuaikan

    kecepatan infuse untuk mempertahan kadar antara 4 dan 7 mEq/l(4,8-8,4

    mg/dl)

    4. Magnesium sulfat dihentikan 24 jam setelah bayi lahir

    Injeksi intramuscular intermiten

    1. Berikan 4 g magnesium sulfat (MgSO4.7H2O USP) sebagai larutan 20 %

    secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 gram/menit

    2. Lanjutkan segera dengan 10 gram larutan Magnesium sulfat 50 %,

    separuhnya (5 g) disuntikkan dalam-dalam di kuadran lateral atas bokong

    dengan jarum ukuran 20 dengan sepanjang 3 inci. Apabila kejang menetap

    setelah 15 menit, berikan magnesium sulfat sampai 2 gram dalam bentuk

    larutan 20 % secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/mnt.

    Apabila wanita tersebut bertubuh besar dapat diberikan sampai 4 g secara

    perlahan-lahan.

    3. Setiap 4 jam sesudahnya berikan 5 gram larutan magnesium sulfat 50 %

    yang disuntikkan dalam-dalam ke kuadran lateral aras bokong bergantian

    kiri dan kanan, tetapi hanya setelah dipastikan :

    a. reflek patella masih baik

    b. tidak terdapat depresi pernafasan

    c. pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml

    4. Magnesium sulfat di hentikan setelah 24 jam.

    Efektivitas klinis terapi magnesium sulfat

    Wanita yang mendapat terapi magnesium sulfat mengalami 50 % kejang berulangdibandingkan dengan mereka yang mendapat diazepam. Pada perbandingan lain

    wanita yang mendapat terapi magnesium sulfat lebih kecil kemungkinan

    memerlukan ventilasi buatan, terjangkit pneumonia dan dirawat di ruang

    perawatan intensif daripada mereka yang mendapat fenitoin.

    Mencegah eklampsia

    31

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    32/35

    Terapi magnesium sulfat lebih baik daripada fenitoin dalam mencegah kejang

    eklampsia. Masih terus terjadi silang pendapat mengenai apakah magnesium

    sulfat profilakis perlu diberikan secara rutin kepada semua wanita bersalin yang

    mengalami hipertensi. Perdebatan saat ini berpusat pada wanita preeklamptik

    mana yang perlu diberi profilaksis. Mamfaat magnesium sulfat profilaktik bagi

    wanita dengan preeklampsia ringan masih diperdebatkan karena resiko eklampsia

    yang diperkirakan adalah 1 dalam 100 atau kurang. Witlin dan Sibai baru-baru ini

    mengulas bukti efektivitas magnesium sulfat untuk mengobati dan mencegah

    kejang akibat gangguan hipertensi pada kehamilan. Mereka menyimpulkan bahwa

    walaupun magnesium sulfat jelas bermamfaat bagi wanita preeklampsia berat dan

    eklampsia, perlu tidaknya pemberian profilaktik bagi wanita dengan penyakit

    ringan masih belum jelas.

    K. KOMPLIKASI

    Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan

    bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang biasa terjadi :

    (1,2,5)

    1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi

    hipertensi akut.

    2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara

    berkala.

    3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.

    4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low

    platelet.

    5. Kelainan ginjal

    6. DIC.7. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine

    HELLP Syndrome

    Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low plateletadalah suatu

    komplikasi pada preeklampsia eklampsia berat. Kehamilan yang

    dikomplikasikan dengan sindroma HELLP juga sering dikaitkan dengan keadaan

    32

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    33/35

    keadaan yang mengancam terjadinya kematian ibu, termasuk DIC, oedema

    pulmonaris, ARF, dan berbagai komplikasi hemoragik. Insiden terjadinya

    sindroma ini sebanyak 9,7 % dari kehamilan yang mengalami komplikasi

    preeklampsia eklampsia. Sindroma ini dapat muncul pada masa antepartum (70

    %) dan juga post partum (30 %). Ciri ciri dariHELLP syndrome adalah: (1,8)

    Nyeri ulu hati

    Mual dan muntah

    Sakit kepala

    Tekanan darah diastolik 110 mmHg

    Menampakkan adanya oedema

    HELLP syndrome dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian: (8,12,13)

    1. Mississippi, dibagi menjadi 3 kelas:

    Thrombositopenia

    - Kelas 1: 50.000 / l

    - Kelas 2: > 50.000 100.000 / l- Kelas 3: > 100.000 150.000 / l

    Disfungsi hemolisis - hepatis

    - LDH 600 IU / L

    - SGOT dan / atau SGPT 40 IU / L

    - Ciri ciri tersebut harus semua terdapat

    2. Tennessee, dibagi menjadi 2 kelas:

    Complete

    - Trombosit < 100.000 / l

    - LDH 600 IU / L

    - SGOT 70 IU / L

    Parsial

    - Hanya satu dari ciri ciri di atas yang muncul

    33

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    34/35

    Penanganan sindroma HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan

    pada preeklampsia eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid

    dosis tinggi yang secara teoritis dapat berguna untuk : (13)

    1. Dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan dengan

    memberikan temporarisasi singkat dari status klinis maternal.

    2. Dapat meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara

    konvensional agar dapat dilakukan anestesi regional untuk persalinan

    vaginal maupun abdominal.

    Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg

    sampai persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2

    kali, dilanjutkan dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan. (13)

    L. PROGNOSIS

    Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklampsia adalah kriteria

    Eden:

    1. Koma yang lama.

    2. Nadi > 120x/menit.

    3. Suhu > 40 C

    4. TD sistolik > 200 mmHg.

    5. Kejang > 10 kali.

    6. Proteinuria > 10 gr/dl.

    7. Tidak terdapat oedem.

    Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas. (1,2,6

    BAB IV

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsia dan eklampsia. Ilmu Kandungan edisi

    ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2007. 281-

    301.

    34

  • 7/30/2019 Eklampsia Case

    35/35

    2. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F.Obstetri Patologi

    ilmu kesehatan reproduksi Edisi 2. Gestosis. Jakarta: EGC; 2005; h.64-82.

    3. Cunningham, FG et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams

    Obstetrics, 21st ed. Prentice Hall International Inc. Appleton andLange. Connecticut. 2001. 653 - 694.

    4. Jurnal penatalaksanaan Pre-eklampsi dan Eklampsi Bagian Obstetri dan

    Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS. Dr Cipto

    Mangunkusumo, Jakarta, April 1998.

    5. http://www.healthatoz.com/health/ency/pre-eclamptic.

    6. http://www.emedicine.com/health/topic1905.html

    7. http://www.emedicine.com/health/topic3250.html

    8.

    http://www.healthatoz.com/health/ency/pre-eclamptichttp://www.emedicine.com/health/topic1905.htmlhttp://www.emedicine.com/health/topic3250.htmlhttp://www.healthatoz.com/health/ency/pre-eclamptichttp://www.emedicine.com/health/topic1905.htmlhttp://www.emedicine.com/health/topic3250.html