Eastern Greenland Case

7
EASTERN GREENLAND CASE Pada 12 Juli 1919, Menteri Luar Negeri Norwegia, M. Ihlen, mengeluarkan deklarasi bahwa Pemerintah Denmark tidak mempersoalkan klaim Norwegia atas Spitzbergen dan Pemerintah Denmark memiliki kedaulatan penuh atas Greenland untuk menjalankan kepentingan politik dan ekonomi di seluruh Greenland dan tidak akan memperoleh kesulitan apapun dari Pemerintah Norwegia untuk menjalankan kepentingan tersebut. Deklarasi ini dikenal dengan Deklarasi Ihlen. Pada tahun 1920, Pemerintah Denmark berusaha untuk mendapatkan jaminan atas pengakuan kedaulatan Denmark atas seluruh Greenland. Dalam negosiasi yang terjadi antara Pemerintah Denmark, Swedia dan Norwegia di London, Paris, Roma dan Tokyo, Pemerintah Denmark tidak mendapatkan kesulitan dalam negosiasi tersebut dengan Pemerintah Swedia, akan tetapi lain halnya dengan negosiasi yang dilakukan dengan Pemerintah Norwegia, karena Pemerintah Norwegia menuntut agar Pemerintah Denmark tidak boleh mengintervensi kebebasan penduduk Norwegia yang telah mereka nikmati saat ini. Yakni kebebasan berburu dan memancing ikan di pantai timur (di luar batas daerah Angmagssalik). Namun Pemerintah Denmark tidak bersedia mengabulkan tuntutan Pemerintah Norwegia ini dengan alasan, tuntutan ini bertentangan dengan kebijakan Pemerintah Denmark atas Greenland. Sampai akhir

description

chases eastern greenland hokum internasional

Transcript of Eastern Greenland Case

Page 1: Eastern Greenland Case

EASTERN GREENLAND CASE

Pada 12 Juli 1919, Menteri Luar Negeri Norwegia, M. Ihlen, mengeluarkan deklarasi

bahwa Pemerintah Denmark tidak mempersoalkan klaim Norwegia atas Spitzbergen

dan Pemerintah Denmark memiliki kedaulatan penuh atas Greenland untuk

menjalankan kepentingan politik dan ekonomi di seluruh Greenland dan tidak akan

memperoleh kesulitan apapun dari Pemerintah Norwegia untuk menjalankan

kepentingan tersebut. Deklarasi ini dikenal dengan Deklarasi Ihlen.

Pada tahun 1920, Pemerintah Denmark berusaha untuk mendapatkan jaminan atas

pengakuan kedaulatan Denmark atas seluruh Greenland. Dalam negosiasi yang terjadi

antara Pemerintah Denmark, Swedia dan Norwegia di London, Paris, Roma dan

Tokyo, Pemerintah Denmark tidak mendapatkan kesulitan dalam negosiasi tersebut

dengan Pemerintah Swedia, akan tetapi lain halnya dengan negosiasi yang dilakukan

dengan Pemerintah Norwegia, karena Pemerintah Norwegia menuntut agar

Pemerintah Denmark tidak boleh mengintervensi kebebasan penduduk Norwegia

yang telah mereka nikmati saat ini. Yakni kebebasan berburu dan memancing ikan di

pantai timur (di luar batas daerah Angmagssalik). Namun Pemerintah Denmark tidak

bersedia mengabulkan tuntutan Pemerintah Norwegia ini dengan alasan, tuntutan ini

bertentangan dengan kebijakan Pemerintah Denmark atas Greenland. Sampai akhir

1921, hubungan diplomatik Pemerintah Denmark dan Norwegia menyangkut

Greenland terus dipertanyakan karena status Greenland yang tidak jelas. Hal ini

berlangsung selama 2 tahun.

Pada tanggal 13 Juli 1923, Menteri Luar Negeri Denmark memberitahukan kepada

Pemerintah Denmark mengenai resolusi Pemerintah Norwegia yang mengajak

Pemerintah Denmark untuk melakukan negosiasi mengenai Greenland. Pemerintah

Denmark menerima resolusi yang dilakukan oleh Pemerintah Norwegia untuk

melakukan negosiasi mengenai Greenland.

Pada bulan September 1923, negosiasi dimulai dan membahas mengenai pertanyaan

umum seputar Greenland, akan tetapi tidak dicapai kesepakatan dalam negosiasi ini.

Pada tanggal 28 Januari 1924, negosiasi dilakukan lagi mengenai persetujuan konsep

kesepakatan yang direkomendasikan untuk diadopsi oleh masing-masing pihak.

Page 2: Eastern Greenland Case

Konsep ini terbagi atas dua, yaitu :

• Dari Pemerintah Denmark

“Denmark memiliki kedaulatan penuh atas seluruh Greenland yang harus diakui oleh

Norwegia”

• Dari Pemerintah Norwegia

“Semua bagian Greenland yang tidak pernah dipakai dalam kondisi terra nullius yaitu

daerah yang secara efektif tidak berada di bawah administrasi Pemerintah Denmark

harus tunduk di bawah kedaulatan Norwegia”

Pada tanggal 9 Juli 1924, terjadi penandatanganan konvensi yang berlaku untuk

seluruh pantai timur Greenland kecuali di daerah Angmagssalik.

Pada tahun 1925, Inggris dan Perancis meminta Pemerintah Denmark untuk

memberikan layanan ke Norwegia menyangkut beberapa daerah tertentu di Greenland

timur yang telah ditentukan oleh Pemerintah Denmark. Maka diadakan pertukaran

dua dokumen antara Norwegia dan Denmark. Dari adanya pertukaran dokumen

tersebut, Pemerintah Norwegia menyimpulkan bahwa Inggris dan Perancis

mengetahui bahwa Norwegia tidak mengakui kedaulatan Denmark atas seluruh

Greenland. Kesimpulan yang ditarik oleh Pemerintah Norwegia ini tidak pernah

diberitahukan pada Pemerintah Denmark sehingga setelah pertukaran dokumen itu,

Pemerintah Denmark tidak pernah lagi mempertanyakan kedaulatannya atas pantai

timur Greenland.

Pada awal musim panas 1930, angkatan laut Norwegia diberi kekuasaan untuk

melakukan pemeriksaan atau pengawasan atas nama Norwegia tentang perburuan di

daerah pantai timur Greenland. Denmark menjadi gelisah atas tindakan yang

dilakukan oleh Pemerintah Norwegia ini dan memberikan maklumat pada Pemerintah

Norwegia secara tertulis pada tanggal 26 Desember 1930, bahwa Pemerintah

Denmark tidak menyetujui pemberian kewenangan terhadap angkatan laut Norwegia

dalam melakukan pengawasan di wilayah tertentu, di mana dalam pandangan

Denmark, wilayah tersebut merupakan wilayah Denmark.

Pada tanggal 6 Januari 1931, Pemerintah Norwegia menjawab maklumat pemerintah

Denmark bahwa sesuai dengan kesepakatan 9 Juli 1924, daerah-daerah di Timur

Greenland adalah sebuah daerah terra nullius, sehingga Norwegia berhak sepenuhnya

Page 3: Eastern Greenland Case

untuk berinvestasi di wilayah tersebut.

Pada tanggal 3 juli 1931, Denmark memberikan balasan atas jawaban pemerintah

Norwegia tersebut. Denmark menilai Norwegia telah melakukan tindakan yang

melebihi batas yang ditentukan dalam konvensi 1924, serta menilai bahwa pemerintah

Norwegia tidak konsisten menerapkan konvensi tersebut, yang menyangkut

kedaulatan penuh pemerintah Denmark atas seluruh Greenland. Denmark

mengusulkan untuk menyelesaikan permasalahan ini secara damai ke PCIJ kepada

pemerintah Norwegia.

Pemerintah Nowergia setuju, dan pada tanggal 1 Juli 1931 meminta agar Mahkamah

harus mengadili berdasarkan situasi dan keadaan serta hukum yang selama ini

berlaku. Pengadilan harus memutuskan bahwa kedaulatan atas Greenland belum

diperoleh Denmark.

Pada tanggal 10 Juli 1931, dalam kutipan catatannya Pemerintah Denmark

mengharapkan perkara diperiksa sesuai dengan situasi dan keadaan serta hukum yang

selama ini berlaku. Mengenai permintaan Pemerintah Norwegia pada tanggal 1 Juli

1931 kepada Mahkamah, menurut Pemerintah Denmark merupakan tindakan sepihak

Pemerintah Norwegia dan mengharap tindakan tersebut tidak akan mempengaruhi

keputusan yang dikeluarkan oleh pengadilan.

Pihak yang terlibat    : Pemerintah Denmark dan Norwegia

· Pemerintah Denmark, diwakili oleh M. de Scavenius, Menteri Denmark di Den

Haag, dan MK Steglich-Peterson, advokat di Mahkamah Agung Denmark.

· Pemerintah Norwegia, diwakili oleh M. Jens Bull, Kanselor dari kedutaan, dan oleh

MM. Arne Sunde dan Per Rygh, advokat di Mahkamah Agung Norwegia.

Yurisprudensi            :

Penasehat Denmark menyatakan bahwa Deklarasi Ihlen adalah bentuk pengakuan

akan adanya kedaulatan Denmark atas Greenland. Pengadilan tidak dapat menerima

pandangan ini. Pemeriksaan yang teliti yang dilakukan berdasarkan penggunaan kata-

kata yang digunakan, berdasarkan keadaan, dan berdasarkan perkembangan yang

terjadi selanjutnya menunjukkan bahwa M. Ihlen tidak bersungguh-sungguh untuk

memberikan pengakuan yang pasti atas kedaulatan Denmark terhadap Greenland, dan

Page 4: Eastern Greenland Case

juga menunjukkan bahwa M. Ihlen tidak memahami maksud Pemerintah Denmark.

Dalam laporan M. Ihlen yang dilaporkan pada pemerintah Norwegia, tidak

dipermasalahkan oleh Pemerintah Denmark. Kalimat yang digunakan oleh Ihlen

dituliskan dalam bentuk future tense. Ne fera pas de difficulties. M. Ihlen telah

diberitahukan bahwa Pemerintah Denmark akan membawa masalah tersebut : dan dua

tahun kemudian, Pemerintah Denmark membuat permintaan berikutnya pada

Pemerintah Norwegia untuk memperoleh pengakuan yang Pemerintah Denmark

inginkan atas kedaulatan seluruh Greenland.

Walaupun demikian, hal yang betul-betul harus dipertimbangkan adalah apakah

Deklarasi Ihlen, - meskipun tidak menetapkan pengakuan yang pasti akan kedaulatan

Denmark – tidak terdapat perjanjian yang pasti dari Norwegia untuk menahan diri

terhadap pendudukan sebagian wilayah Greenland.

Sikap pemerintah Denmark terhadap masalah Spitzbergen yang diklaim oleh

Norwegia dan masalah kedaulatan Greenland yang diklaim oleh Pemerintah Denmark

sendiri, menurut Denmark saling ketergantungan. Dan ketergantungan ini juga

dimunculkan dalam laporan M. Ihlen. Bahkan jika ketergantungan ini tidak terlaksana

atau tidak ada maka tidak dapat disangkal bahwa apa yang diminta oleh Pemerintah

Denmark sama halnya dengan klaim Norwegia atas Spitzbergen. Apa yang Denmark

inginkan dari Norwegia seharusnya tidak menghalangi rencana Denmark yang

berkaitan dengan Greenland. Deklarasi yang diberikan Menteri Luar Negeri

Norwegia pada tanggal 22 Juli 1919, atas nama Pemerintah Norwegia, dengan

pasti setuju : “ Saya berbicara dengan Kementerian Denmark hari ini, bahwa

Pemerintah Norwegia tidak akan mempersulit penyelesaian masalah ini.”

Pengadilan mempertimbangkannya di luar dari semua sengketa bahwa jawaban yang

diberikan oleh Menteri Luar Negeri atas nama Pemerintahannya melalui perwakilan

diplomatik bahwa Menlu memiliki kekuasaan ke luar dalam hal permasalahan yang

berada di lingkup kekuasaannya akan mengikat negaranya.

Berdasarkan hal itu, sebagai hasil dari keikutsertaan dalam Deklarasi Ihlen tanggal 22

Juli 1919, Norwegia berkewajiban untuk menahan diri dalam hal menentang

kedaulatan Denmark terhadap keseluruhan Greenland, dan untuk menahan diri dari

pendudukan sebagian wilayah Denmark.

Page 5: Eastern Greenland Case

Keterkaitan antara The Eastern Greenland Case dengan Vienna Conventions :

The Eastern Greenland Case ini berkaitan dengan Article 3 dari Vienna Convention

1969. Dalam pasal 3 Vienna Conventions 1969 dijelaskan bahwa “Perjanjian

internasional yang tidak dalam bentuk tertulis, tidak akan mempengaruhi kekuatan

hukum perjanjian tersebut, sehingga tetap berlaku mengikat.” Sehingga Deklarasi

yang diberikan Menteri Luar Negeri Norwegia pada tanggal 22 Juli 1919, atas nama

Pemerintah Norwegia, tetap berlaku dan mengikat.