DM

32
Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2010). Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang sangat memengaruhi kualitas hidup penyandangnya sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Sampai saat ini memang belum ditemukan cara atau pengobatan yang dapat menyembuhkannya diabetes secara menyeluruh. Namun harus diingat bahwa diabetes dapat dikendalikan, dengan cara: diet, olahraga dan dengan menggunakan obat antidiabetik (Perkeni, 2011). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun- tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun

Transcript of DM

Page 1: DM

Bab 1

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2010). Diabetes

melitus merupakan penyakit metabolik yang dapat menimbulkan berbagai

komplikasi yang sangat memengaruhi kualitas hidup penyandangnya sehingga

perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Sampai saat ini memang

belum ditemukan cara atau pengobatan yang dapat menyembuhkannya diabetes

secara menyeluruh. Namun harus diingat bahwa diabetes dapat dikendalikan,

dengan cara: diet, olahraga dan dengan menggunakan obat antidiabetik (Perkeni,

2011).

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.

WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup

besar pada tahun- tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah

penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3

juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation

(IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0

juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat

perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan

jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030. Laporan dari

hasil penilitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980-

an menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe 2 antara 0,8% di Tanah Toraja,

sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada rentang tahun

1980-2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai

contoh, pada penelitian di Jakarta (daerah urban), prevalensi DM dari 1,7% pada

Page 2: DM

tahun 1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagi menjadi 12,8%

pada tahun 2001 (Perkeni, 2011).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003,

diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta

jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2%, pada

daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 juta

penyandang diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya,

berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti

akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi

prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat

12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Laporan

hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan,

menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia di atas

15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar

1,7%, dan terbesar di Propinsi Maluku Utara dan Kalimanatan Barat yang

mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT),

berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat.

Data-data di atas menunjukkan bahwa jumlah penyandang diabetes di Indonesia

sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri

oleh dokter spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang

ada. Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber

daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka semua

pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, sudah seharusnya ikut serta dalam

usaha penanggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan (Perkeni).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, dirumuskan

masalah yang akan dibahas yaitu:

1. Apakah terdapat hubungan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 dengan

obesitas berdasarkan indeks massa tubuh dan lingkar perut ?

Page 3: DM

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 dengan obesitas

berdasarkan indeks massa tubuh dan lingkar perut di Puskesmas Belawan.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jumlah jumlah pasien Diabetes Melitus tipe 2

2. Untuk mengetahui jumlah pasien dengan obesitas di Puskesmas Belawan.

1.4. Mamfaat Penelitian

2. Sebagai informasi kepada pasien tentang faktor resiko yang mempengaruhi

penyakit Diabetes Melitus.

3. Sebagai informasi kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya tentang

hubungan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 berdasarkan indeks massa tubuh

dan lingkar perut.

4. Sebagai data untuk puskesmas, dinas kesehatan kota, dinas kesehatan provinsi,

dan pemerintah tentang hubungan kejadian Diabetes mellitus tipe 2

berdasarkan indeks massa tubuh dan lingkar perut.

Page 4: DM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.Diabetes Melitus1

1.1. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

kedua-duanya.

1.2. Epidemiologi1

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya

kecenderunganpeningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe2 di berbagai

penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang

diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi

kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000

menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International

Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah

penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030.

Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan

adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun

2030. Laporan dari hasil penilitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan

pada dekade 1980-an menunjukkan sebaranprevalensi DM tipe2 antara 0,8% di

Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada

rentang tahun 1980-2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam.

Sebagai contoh,pada penelitian di Jakarta (daerah urban), prevalensi DM dari

1,7% pada tahun 1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagi

menjadi 12,8% pada tahun 2001. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik

Page 5: DM

Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20

tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah

urban dan 7,2%, pada daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat

sejumlah 8,2 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah

rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada

tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk

yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban

(14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes

di daerah urban dan 8,1

juta di daerah rural. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban

Indonesia untuk usia diatas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di

Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di Propinsi Maluku Utara dan

Kalimanatan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa

terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8% di

Propinsi Papua Barat.

1.3. Faktor resiko2

1. Pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang

dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus.

konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi

insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam

darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes melitus.

2. Obesitas (Kegemukan)

Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki

peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes militus. Sembilan dari

sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang diabetes mellitus.

3. Faktor Genetis

Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen

penyebab diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya

Page 6: DM

menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya

bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.

4. Bahan-bahan Kimia dan Obat-obatan

Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang

pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas

menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses

metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang

terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas.

5. Penyakit dan infeksi pada pankreas

Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan

radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun

sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme

tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan dislipidemia

dapat meningkatkan resiko terkema diabetes mellitus.

6. Pola hidup

Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus.

Jika orang malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena

penyakit diabetes mellitus karena olah raga berfungsi untuk membakar

kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam

tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes mellitus selain disfungsi

pankreas.

Page 7: DM

1.4. Klafisikasi

Tabel 1. Klasfikasi etiologi DM1

1.4. Diagnosis1,2

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis

tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis

DM, pemeriksaan

glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik

dengan bahan darah plasma vena.

Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria

diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan

pemantauan hasil pengobatan

dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan

glukometer.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya

DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

Page 8: DM

1) Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

2) Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,

dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1) Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma

sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

2) Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan

klasik.

3) Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g

glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa

plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.

TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat

jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

1.5. Penatalaksanaan1

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama

beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai

sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO)

dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan

secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan

dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan

yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.

Terapi nutrisi dapat diberikan dengan batasan berupa :

Karbohidrat

1. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupanenergi.

2. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

3. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yangberserat tinggi.

4. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetesdapat

makan sama dengan makanan keluarga yang lain

Page 9: DM

5. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

6. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula,

7. asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted- Daily Intake)

8. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidratdalam

sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau

makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak

1. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak

diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

2. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

3. Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemaktidak jenuh

tunggal.

4. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung

lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh

(whole milk).

5. Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.

Protein

1. Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

2. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging

tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-

kacangan, tahu, dan tempe.

3. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8

g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya

bernilai biologik tinggi.

Natrium

1. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran

untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan

6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.

2. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.

3. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan

pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Page 10: DM

Serat

1. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan

mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta

sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin,

mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

2. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.

Pemanis alternatif

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak

berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula

alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. Dalam

penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya

sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan

pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah. Pemanis tak

berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin, acesulfame

potassium, sukralose, dan neotame. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak

melebihi batas aman (Accepted Daily Intake / ADI)

Kebutuhan kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang

diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal

yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada

beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca

yang dimodifikasi adalah sbb:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,

rumus dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

BB Normal : BB ideal ± 10 %

Kurus : < BBI - 10 %

Gemuk : > BBI + 10 %

Page 11: DM

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks massa

tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

1) Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita

sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.

2) Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade

antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan

dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.

3) Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.

Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat,

20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50%

dengan aktivitas sangat berat.

4) Berat Badan

Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan

Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk

meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang

diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal

perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi

dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta

2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan

pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk

penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan

disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

Page 12: DM

Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM

tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,

berkebun harus tetap dilakukan Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran

juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang

dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,

bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan

dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat,

intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat

komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak

atau bermalas-malasan.

Terapi farmakologis1,2

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturanmakan dan latihan

jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk

suntikan.

1) Obat hipoglikemik oral

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:

A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion

C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosida alfa.

E. DPP-IV inhibitor

A. Pemicu Sekresi Insulin

1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel

beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan

normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat

badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai

Page 13: DM

keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta

penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri

dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid

(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara

oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi

hiperglikemia post prandial.

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated

Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan

ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien

dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan

dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion

perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

C. Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.

Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin

>1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia

(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin

dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat

diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa

Page 14: DM

pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan

dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak

menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering

ditemukan ialah kembung dan flatulens.

E. DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang

dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus

bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan

perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi

glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl

peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif.

Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk

meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM

tipe 2. Peningkatan

konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat

kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau

analognya (analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan

DPP-4 inhibitor, mampu

menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi

dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta

menghambat penglepasan glukagon.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap

sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan

sampai dosis optimal

Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan

Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan

Page 15: DM

Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan

Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan

pertama

Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.

DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau

sebelum makan.

2) Suntikan

Insulin

1. Insulin diperlukan pada keadaan:

2. Penurunan berat badan yang cepat

3. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

4. Ketoasidosis diabetik

5. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

6. Hiperglikemia dengan asidosis laktat

7. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

8. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

9. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali

dengan perencanaan makan

10. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

11. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

2. Insulin kerja pendek (short acting insulin)

3. Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)

4. Insulin kerja panjang (long acting insulin)

5. Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah

6. (premixed insulin).

Page 16: DM

2. Agonis GLP-1/incretin mimetic

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakanpendekatan baru untuk

pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan

insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan

yang biasanya terjadi pada

pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin

menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat

penglepasan

glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan

binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping

yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.

2. Body Mass Index (BMI)3

2.1. Pengertian BMI

BMI adalah indeks sederhana yang sering digunakan untuk mengetahui

proporsi tubuh terutama pada orang dewasa. Dengan rumus (Uwaifo, 2011) :

BMI = weight (kg) / height (m)2

2.2. Klasifikasi

2.1. Klasifikasi menurut World health Organization (WHO)

Klasifikasi BMI (kg/m2)

Berat badan kurang < 18,5

Kisaran normal 18,5 – 24,9

Berat badan lebih >25

Pre-Obes 25,0 – 29,9

Obes tingkat I 30,0 – 34,9

Obes tingkat II 35,0 -39,9

Obes tingkat III >40

(Sumber: WHO technical series dalam Soegondo, 2009)

Page 17: DM

2.3. Klasifikasi berat badan lingkar perut menurut kriteria Asia Pasifik

Klasifikasi BMI

(kg/m2)

Lingkar perut

<90cm(laki-laki)

<80cm(perempuan)

>90cm(laki-laki)

>80cm(perempuan)

Berat badan kurang <18,5 Rendah Sedang

Kisaran Normal 18,5 – 22,9 Sedang Meningkat

Berat badan lebih >23,0 Meningkat Moderat

Beresiko 23,0-24,9 Meningkat Moderat

Obes I 25,0-29,9 Moderat Berat

Obes II >30,0 Berat Sangat berat

(Sumber: WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific perspective:

Redefining Obsity and its treatment dalam Soegondo, 2009).

Ukuran lingkar perut digunakan untuk penegakan diagnosa obesitas. Pada

tahun 1995 penelitian di Belanda mendapatkan bahwa lingkar perut >102 cm pada

laki-laki dan pada perempuan >88 cm, sedangkan Asia-Pasifik memakai ukuran

lingkar pinggang laki-laki >90 cm dan perempuan >80 cm.

Berdasarkan letak geografis Indonesia di benua Asia-Pasifik maka BMI

yang cocok adalah BMI dengan kriteria Asia-Pasifik.

3. Hubungan obesitas dengan diabates melitus2,3

Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktoral, yang terjadi akibat

akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Bila

seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah dan

jumlahnya bertambah banyak. Obesitas dapat meningkatkan resiko penyakit

kardiovaskular karena keterkaitannya dengan sindrom metabolik atau sindrom

resistensi insulin yang terdiri dari resistensi insulin/hiperinsulinemia, intoleransi

glukosa/diabetes melitus, dislipidemia, hiperurisemia, gangguan fibrinolisis,

hiperfibrogenemia dan hipertensi.

Page 18: DM

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

1.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep penelitian ini

adalah

1.2. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel independen : obesitas

Definisi operasional: obesitas adalah pasien yang memiliki IMT ≥ 25

kg/m2

Alat ukur : timbangan, tali meteran, staturmeter

Cara ukur: diukur dan dihitung dengan rumus yang telah tertera

Skala pengukuran: nominal

Variabel dependen Diabetes Mellitus

Definisi operasional: Diabetes melitus merupakan suatu kelompok

penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Alat ukur : Glukometer

Cara ukur: Observasi

Skala pengukuran: nominal

1.3. Hipotesis

1.3.1. Hipotesis Nol

Tidak ada hubungan kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan obesitas

berdasarkan indeks massa tubuh dan lingkar pinggang.

Obesitas Diabetes Melitus type 2

Variabel Independen Variabel Dependen

Page 19: DM

1.3.2. Hipotesis Alternatif

Ada hubungan kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan obesitas

berdasarkan indeks massa tubuh dan lingkar pinggang.

Page 20: DM

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional,

dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara faktor resiko dan

efek dengan cara observasi dan pengumpulan data langsung sekaligus point time

approach (Notoadmojo, 2010).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Belawan. Penelitian dilakukan pada

pasien-pasien yang didiagnosa dengan obesitas di Puskesmas Belawan.

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 10-14 Juni

2013.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi target dari penelitian ini adalah pasien yang didiagnosa menderita

obesitas di Puskesma Belawan pada tanggal 10-14 Juni 2013.

4.3.2. Sampel

Jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan metode total sampling,

dimana sampel pasien yang didiagnosa obesitas pada tanggal 10-14 Juni 2013 di

Puskesmas Belawan dimasukkan sebagai subjek penelitian pada penelitian ini.

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Pasien yang didiagnosa obesitas di Puskesmas Belawan

2. Pasien dengan umur diatas 18 tahun

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Pasien dengan diagnosa diabetes tipe 1 dan Diabetes insipidus

Page 21: DM

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengukuran terhadap

IMT dan lingkar pinggang pasien dengan obesitas. Kemudian observasi pada hasil

pemeriksaan laboratorium kadar gula darah dengan proses penegakkan diagnosa

oleh staf ahli atau rekam medik di Puskesmas Belawan.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dimasukkan ke dalam

komputer. Data yang diperoleh, berupa kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan

obesitas , dianalisis dengan menggunakan program SPSS (Statistic Package for

Social Science) for Windows. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan uji

hipotesis chi square (Tumbelaka et al, 2007).