DM
-
Upload
andi-susilo -
Category
Documents
-
view
33 -
download
6
Transcript of DM
Bab 1
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2010). Diabetes
melitus merupakan penyakit metabolik yang dapat menimbulkan berbagai
komplikasi yang sangat memengaruhi kualitas hidup penyandangnya sehingga
perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Sampai saat ini memang
belum ditemukan cara atau pengobatan yang dapat menyembuhkannya diabetes
secara menyeluruh. Namun harus diingat bahwa diabetes dapat dikendalikan,
dengan cara: diet, olahraga dan dengan menggunakan obat antidiabetik (Perkeni,
2011).
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.
WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup
besar pada tahun- tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3
juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation
(IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0
juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat
perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan
jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030. Laporan dari
hasil penilitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980-
an menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe 2 antara 0,8% di Tanah Toraja,
sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada rentang tahun
1980-2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai
contoh, pada penelitian di Jakarta (daerah urban), prevalensi DM dari 1,7% pada
tahun 1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagi menjadi 12,8%
pada tahun 2001 (Perkeni, 2011).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003,
diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta
jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2%, pada
daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 juta
penyandang diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya,
berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti
akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi
prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat
12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Laporan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan,
menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia di atas
15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar
1,7%, dan terbesar di Propinsi Maluku Utara dan Kalimanatan Barat yang
mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT),
berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat.
Data-data di atas menunjukkan bahwa jumlah penyandang diabetes di Indonesia
sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri
oleh dokter spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang
ada. Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber
daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka semua
pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, sudah seharusnya ikut serta dalam
usaha penanggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan (Perkeni).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, dirumuskan
masalah yang akan dibahas yaitu:
1. Apakah terdapat hubungan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 dengan
obesitas berdasarkan indeks massa tubuh dan lingkar perut ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 dengan obesitas
berdasarkan indeks massa tubuh dan lingkar perut di Puskesmas Belawan.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jumlah jumlah pasien Diabetes Melitus tipe 2
2. Untuk mengetahui jumlah pasien dengan obesitas di Puskesmas Belawan.
1.4. Mamfaat Penelitian
2. Sebagai informasi kepada pasien tentang faktor resiko yang mempengaruhi
penyakit Diabetes Melitus.
3. Sebagai informasi kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya tentang
hubungan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 berdasarkan indeks massa tubuh
dan lingkar perut.
4. Sebagai data untuk puskesmas, dinas kesehatan kota, dinas kesehatan provinsi,
dan pemerintah tentang hubungan kejadian Diabetes mellitus tipe 2
berdasarkan indeks massa tubuh dan lingkar perut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.Diabetes Melitus1
1.1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
1.2. Epidemiologi1
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya
kecenderunganpeningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe2 di berbagai
penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang
diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International
Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030.
Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan
adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun
2030. Laporan dari hasil penilitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan
pada dekade 1980-an menunjukkan sebaranprevalensi DM tipe2 antara 0,8% di
Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada
rentang tahun 1980-2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam.
Sebagai contoh,pada penelitian di Jakarta (daerah urban), prevalensi DM dari
1,7% pada tahun 1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagi
menjadi 12,8% pada tahun 2001. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20
tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah
urban dan 7,2%, pada daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat
sejumlah 8,2 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah
rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada
tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk
yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban
(14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes
di daerah urban dan 8,1
juta di daerah rural. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban
Indonesia untuk usia diatas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di
Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di Propinsi Maluku Utara dan
Kalimanatan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa
terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8% di
Propinsi Papua Barat.
1.3. Faktor resiko2
1. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus.
konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi
insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam
darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes melitus.
2. Obesitas (Kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki
peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes militus. Sembilan dari
sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang diabetes mellitus.
3. Faktor Genetis
Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen
penyebab diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya
menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya
bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.
4. Bahan-bahan Kimia dan Obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang
pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas
menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses
metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang
terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas.
5. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan
radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun
sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme
tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan dislipidemia
dapat meningkatkan resiko terkema diabetes mellitus.
6. Pola hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus.
Jika orang malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena
penyakit diabetes mellitus karena olah raga berfungsi untuk membakar
kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam
tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes mellitus selain disfungsi
pankreas.
1.4. Klafisikasi
Tabel 1. Klasfikasi etiologi DM1
1.4. Diagnosis1,2
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis
DM, pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena.
Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan
pemantauan hasil pengobatan
dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:
1) Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
2) Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1) Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2) Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.
3) Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat
jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
1.5. Penatalaksanaan1
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO)
dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan
secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan
yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
Terapi nutrisi dapat diberikan dengan batasan berupa :
Karbohidrat
1. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupanenergi.
2. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
3. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yangberserat tinggi.
4. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetesdapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain
5. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
6. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula,
7. asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted- Daily Intake)
8. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidratdalam
sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau
makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
1. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
2. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
3. Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemaktidak jenuh
tunggal.
4. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh
(whole milk).
5. Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
Protein
1. Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
2. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu, dan tempe.
3. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi.
Natrium
1. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan
6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.
2. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.
3. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
1. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin,
mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
2. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.
Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak
berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula
alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. Dalam
penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan
pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah. Pemanis tak
berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin, acesulfame
potassium, sukralose, dan neotame. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak
melebihi batas aman (Accepted Daily Intake / ADI)
Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal
yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada
beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca
yang dimodifikasi adalah sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks massa
tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2)
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
1) Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita
sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
2) Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade
antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan
dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
3) Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat,
20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50%
dengan aktivitas sangat berat.
4) Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan
Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang
diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal
perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi
dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta
2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan
pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk
penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan
disesuaikan dengan penyakit penyertanya.
Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM
tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,
berkebun harus tetap dilakukan Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak
atau bermalas-malasan.
Terapi farmakologis1,2
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturanmakan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
1) Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosida alfa.
E. DPP-IV inhibitor
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan
normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat
badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai
keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta
penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara
oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan
dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion
perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin
>1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin
dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat
diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa
pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan
dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus
bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan
perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi
glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl
peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif.
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM
tipe 2. Peningkatan
konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat
kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau
analognya (analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan
DPP-4 inhibitor, mampu
menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi
dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta
menghambat penglepasan glukagon.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap
sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan
sampai dosis optimal
Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan
pertama
Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau
sebelum makan.
2) Suntikan
Insulin
1. Insulin diperlukan pada keadaan:
2. Penurunan berat badan yang cepat
3. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
4. Ketoasidosis diabetik
5. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
6. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
7. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
8. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
9. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
10. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
11. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
2. Insulin kerja pendek (short acting insulin)
3. Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
4. Insulin kerja panjang (long acting insulin)
5. Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah
6. (premixed insulin).
2. Agonis GLP-1/incretin mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakanpendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan
insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan
yang biasanya terjadi pada
pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin
menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat
penglepasan
glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan
binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping
yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.
2. Body Mass Index (BMI)3
2.1. Pengertian BMI
BMI adalah indeks sederhana yang sering digunakan untuk mengetahui
proporsi tubuh terutama pada orang dewasa. Dengan rumus (Uwaifo, 2011) :
BMI = weight (kg) / height (m)2
2.2. Klasifikasi
2.1. Klasifikasi menurut World health Organization (WHO)
Klasifikasi BMI (kg/m2)
Berat badan kurang < 18,5
Kisaran normal 18,5 – 24,9
Berat badan lebih >25
Pre-Obes 25,0 – 29,9
Obes tingkat I 30,0 – 34,9
Obes tingkat II 35,0 -39,9
Obes tingkat III >40
(Sumber: WHO technical series dalam Soegondo, 2009)
2.3. Klasifikasi berat badan lingkar perut menurut kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi BMI
(kg/m2)
Lingkar perut
<90cm(laki-laki)
<80cm(perempuan)
>90cm(laki-laki)
>80cm(perempuan)
Berat badan kurang <18,5 Rendah Sedang
Kisaran Normal 18,5 – 22,9 Sedang Meningkat
Berat badan lebih >23,0 Meningkat Moderat
Beresiko 23,0-24,9 Meningkat Moderat
Obes I 25,0-29,9 Moderat Berat
Obes II >30,0 Berat Sangat berat
(Sumber: WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific perspective:
Redefining Obsity and its treatment dalam Soegondo, 2009).
Ukuran lingkar perut digunakan untuk penegakan diagnosa obesitas. Pada
tahun 1995 penelitian di Belanda mendapatkan bahwa lingkar perut >102 cm pada
laki-laki dan pada perempuan >88 cm, sedangkan Asia-Pasifik memakai ukuran
lingkar pinggang laki-laki >90 cm dan perempuan >80 cm.
Berdasarkan letak geografis Indonesia di benua Asia-Pasifik maka BMI
yang cocok adalah BMI dengan kriteria Asia-Pasifik.
3. Hubungan obesitas dengan diabates melitus2,3
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktoral, yang terjadi akibat
akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Bila
seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah dan
jumlahnya bertambah banyak. Obesitas dapat meningkatkan resiko penyakit
kardiovaskular karena keterkaitannya dengan sindrom metabolik atau sindrom
resistensi insulin yang terdiri dari resistensi insulin/hiperinsulinemia, intoleransi
glukosa/diabetes melitus, dislipidemia, hiperurisemia, gangguan fibrinolisis,
hiperfibrogenemia dan hipertensi.
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
1.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep penelitian ini
adalah
1.2. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel independen : obesitas
Definisi operasional: obesitas adalah pasien yang memiliki IMT ≥ 25
kg/m2
Alat ukur : timbangan, tali meteran, staturmeter
Cara ukur: diukur dan dihitung dengan rumus yang telah tertera
Skala pengukuran: nominal
Variabel dependen Diabetes Mellitus
Definisi operasional: Diabetes melitus merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Alat ukur : Glukometer
Cara ukur: Observasi
Skala pengukuran: nominal
1.3. Hipotesis
1.3.1. Hipotesis Nol
Tidak ada hubungan kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan obesitas
berdasarkan indeks massa tubuh dan lingkar pinggang.
Obesitas Diabetes Melitus type 2
Variabel Independen Variabel Dependen
1.3.2. Hipotesis Alternatif
Ada hubungan kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan obesitas
berdasarkan indeks massa tubuh dan lingkar pinggang.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional,
dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara faktor resiko dan
efek dengan cara observasi dan pengumpulan data langsung sekaligus point time
approach (Notoadmojo, 2010).
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Belawan. Penelitian dilakukan pada
pasien-pasien yang didiagnosa dengan obesitas di Puskesmas Belawan.
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 10-14 Juni
2013.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi target dari penelitian ini adalah pasien yang didiagnosa menderita
obesitas di Puskesma Belawan pada tanggal 10-14 Juni 2013.
4.3.2. Sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan metode total sampling,
dimana sampel pasien yang didiagnosa obesitas pada tanggal 10-14 Juni 2013 di
Puskesmas Belawan dimasukkan sebagai subjek penelitian pada penelitian ini.
4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Pasien yang didiagnosa obesitas di Puskesmas Belawan
2. Pasien dengan umur diatas 18 tahun
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Pasien dengan diagnosa diabetes tipe 1 dan Diabetes insipidus
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengukuran terhadap
IMT dan lingkar pinggang pasien dengan obesitas. Kemudian observasi pada hasil
pemeriksaan laboratorium kadar gula darah dengan proses penegakkan diagnosa
oleh staf ahli atau rekam medik di Puskesmas Belawan.
4.5. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dimasukkan ke dalam
komputer. Data yang diperoleh, berupa kejadian diabetes mellitus tipe 2 dengan
obesitas , dianalisis dengan menggunakan program SPSS (Statistic Package for
Social Science) for Windows. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan uji
hipotesis chi square (Tumbelaka et al, 2007).