Disentri Amoeba

5

Click here to load reader

Transcript of Disentri Amoeba

Page 1: Disentri Amoeba

Disentri amoeba

Bentuk histolitika (trofozoit) --> invasi ke sel epitel mukosa usus --> produksi nekrosis jaringan mukosa usus --enzim histolisin > invasi ke jaringan submukosa --> ulkus amoeba --> ulkus melebar dan saling berhubungan membentuk sinus-sinus submukosa --> kerusakan permukaan malabsorpsi --absorpsi > ↑ massa intraluminal --> tekanan osmotik intraluminal --> diare osmotik. 

 

Manifestasi Klinis 

 

Disentri basiler 

Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja. 

Panas tinggi (39,5 - 40 C), appear toxic. 

Muntah-muntah. 

Anoreksia. 

Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB. 

Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi). 

 

Disentri amoeba 

Diare disertai darah dan lendir dalam tinja. 

Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari) 

Sakit perut hebat (kolik) 

Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus). 

 

Diagnosis 

Page 2: Disentri Amoeba

Diagnosis klinis dapat ditegakkan semata-mata dengan menemukan tinja bercampur darah. Diagnosis etiologi biasanya sukar ditegakkan. Penegakan diagnosis etiologi melalui gambaran klinis semata sukar, sedangkan pemeriksaan biakan tinja untuk mengetahui agen penyebab seringkali tidak perlu dilakukan karena memakan waktu lama (minimal 2 hari) dan umumnya gejala membaik dengan terapi antibiotika empiris. 

 

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan : 

Pemeriksaan tinja 

Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk trofozoit dalam tinja 

Benzidin test 

Mikroskopis : fecal leukosit (petanda adanya kolitis), fecal blood. 

Biakan tinja : 

Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS. 

Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 – 15.000 sel/mm3), terkadang dapat ditemukan leucopenia. 

 

Komplikasi 

 

Dehidrasi 

Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia 

Kejang 

Protein loosing enteropathy 

Sepsis dan DIC 

Sindoma Hemolitik Uremik 

Malnutrisi/malabsorpsi 

Page 3: Disentri Amoeba

Hipoglikemia 

Prolapsus rektum 

Reactive arthritis 

Sindroma Guillain-Barre 

Ameboma 

Toxic megacolon 

Perforasi local 

Peritonitis 

 

Penatalaksanaan 

1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai adanya syok sepsis. 2. Komponen terapi disentri : a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit. b. Diet c. Antibiotika d. Sanitasi 

 

Ad. a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit 

Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit. 

 

Ad. b. Diet 

Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat seng oral8,9. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya resiko untuk memperpanjang masa sakit. 

Page 4: Disentri Amoeba

 

Ad. c. Antibiotika 

• Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan resiko komplikasi dan kematian. • Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimokasazol (trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari. • Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian kotrimoksazol dibandingkan placebo10. • Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. • Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain. • Terapi antiamubik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler. • Terapi yang dipilih sebagai antiamubik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi. 

 

Ad. d. Sanitasi 

Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih sehabis membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.