DifTerI

36
DIFTERI Oleh: Muhammad Buchori

description

difteri

Transcript of DifTerI

  • DIFTERIOleh:Muhammad Buchori

  • DEFINISIIalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae.Mudah menular melalui udara, berupa infeksi droplet, eksudat kulit, selain itu dapat pula melalui benda atau makanan yang terkontaminasiTerutama pada traktus respiratorius bagian atasTanda khas terbentuknya pseudomembran dan dilepaskannya eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal.

  • INSIDENDi Amerika serikat dan eropa jarang imunisasi aktif ke anak-anak lebih gencarkira-kira 0,001 kasus per 100.000 populasi di AS sejak 1980, sebelum ada vaksin 100-200 kasus per 100.000 populasiDi negara berkembang dimana laju imunisasinya rendah masih sering terjadi difteri. Misal di pecahan uni soviet dilaporkan 150.000 kasus dalam suatu epidemik (1990)

  • ETIOLOGICorynebacterium diphtheriaebasil gr (+), polimorf, tidak bergerak , tidak berkapsul dan tidak membentuk spora.3 jenis: gravis, intermedius dan mitismati pada pemanasan 60 oC selama 10 menit, tahan beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering

  • Basil membentuk:Pseudomembranwarna putih keabu-abuan, sukar diangkat, mudah berdarah. terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan basil

    Eksotoksindapat meracuni jaringan setelah beberapa jam diabsorbsi dan terjadi perubahan jaringan yang khas terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf.MLD dari toksin ini 0,02 ml

  • PATOGENESIS

  • FAKTOR RESIKOAnak-anak dibawah usia 5 tahun dan dewasa usia di atas 60 tahun, terutama yang berhadapan dengan resiko:Anak-anak dan dewasa yang tidak diimunisasi atau imunisasi tidak lengkapTinggal di daerah yang sesak dan sanitasi yang burukKurang nutrisiImunocompromise

  • GEJALA KLINISMasa Inkubasi: 2-7 hariGejala Klinis: Gejala Umum Gejala Lokal Gejala akibat Eksotoksin

  • Gejala Umumdemam tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, nyeri kepala dan anoreksia penderita tampak sangat lemah sekali.Gejala Lokalpilek atau nyeri menelan atau sesak nafas dengan serak stridor.Gejala akibat Eksotoksinbergantung kepada jaringan yang terkena seperti miokarditis, paralisis jaringan saraf atau nefritis.

  • Difteri Hidunggejala paling ringan dan jarang (2%). Mula-mula pilek, hidung tersumbat kemudian sekret tercampur sedikit darah yang berasal dari pseudomembran. Pada pemeriksaan tampak membran putih pd daerah septum nasi. Dapat menyebar mencapai faring dan laring.Difteri Faring dan Tonsil (Difteri Fausial)paling sering (75%)Gejala yg ringan radang pd selaput lendir dan tidak membentuk pseudomembran, dapat sembuh sendiri dan memberikan imunitas pd penderita

  • Gejala yg lebih berat mulainya seperti radang akut tenggorok dgn suhu tidak terlalu tinggi, dapat ditemukan pseudomembran (mula-mula bercak putih keabu-abuan yg cepat meluas ke NF atau ke laring), nafas berbau dan timbul pembesaran kel regional sehingga leher tampak spt leher sapi (bull neck).Dapat terjadi susah menelan dan suara serak serta stridor insipirasi walaupun belum terjadi sumbatan laring. Hal ini disebabkan oleh paresis palatum mole.

  • Difteri Laring dan Trakealebih sering sebagai penjalaran difteri faring dan tonsil daripada primer mengenai laring.gangguan nafas suara serak dan stridor inspirasi jelas >berat sesak nafas >>, sianosis, dan retraksi suprasternal serta epigastrium. Pembesaran kelenjar regional bull neckPemeriksaan laring tampak kemerahan. Sembab, banyak sekret dan permukaan ditutupi pseudomembran.

  • Difteri Kulit, konjungtiva, telinga, vulvovaginalsangat jarang. Berupa ulkus di kulit tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Difteri pd mata dengan lesi konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan bau

  • DIAGNOSISDitemukannya Corynebacterium diphtheriae pada preparat langsung atau biakan.

    Bila scr klinis terdapat persangkaan kuat adanya difteri tidak dibenarkan menunggu hasil pemeriksaan preparat langsung atau biakan penderita diobati sebagai penderita difteri.

  • Preparat langsung dibuat dari basis eksudat atau membran pewarnaan metilen blue atau toluidin blue atau pewarnaan dengan cara Ljubinski.Biakan negatif: belum dapat menyingkirkan infeksi difteri bila membran terlihat cepat menyebar, walaupun biakan atau preparat langsung negatif pengobatan terhadap difteri harus segera diberikan.

  • Cara > akurat identifikasi secara flourescent antibodyDiagnosis pasti isolasi kuman dengan pembiakan pada media Loeffler dilanjutkan dengan tes toksinogenesitas secara in vivo dan in vitro.Cara PCR dapat membantu diagnosis scr cepat mahal

  • DIAGNOSA BANDINGPerdarahan pd difteria nasal:DD luka dalam hidung, corpus alienum, atau sifilis kongenital

    Difteri fausial:DD :Tonsilitis folikularis atau lakunarisAngina Plaut VincentInfeksi tenggorok oleh mononukleus infeksiosaBlood dyscrasia (mis: agranulositosis dan leukimia)

    Difteri laring:DD laringitis akut, laringotrakeitis, laringitis membranosa atau benda asing

  • PENGOBATANPengobatan UmumBed rest total selama 2 mgIsolasi penderitaPemantauan berkala dan teratur terhadap: pernapasan, nadi, denyut jantung, hitung cairan masuk dan keluar (seimbang)Observasi terhadap komplikasi (bila ada aritmia, gallop, atau bradikardi cek EKGDietetik:peroral makanan lunak, mudah dicerna dan cairan yg sesuai dengan kebutuhanparenteral cairan dan elektrolit sesuai dengan kebutuhan

  • Pengobatan spesifik:Antitoksin : ADS- menggunakan preparat kuda- dilakukan tes kulit atau konjungtiva:tes kulit :disuntikkan 0,1 ml ADS dlm lar garam fisiologis scr intrakutan(+) bila dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm tes konjungtiva:diteteskan 1 tetes larutan serum 1:10 dlm garam faali(+) bila dalam 20 menit tampak gejala konjungtivitis dan lakrimasiTes kulit/konjungtivitis (-) diberikan scr tetesan iv Tes kulit/konjungtivitis (+) desensitisasi (Besredka)

  • ADS diberikan sekali dengan dosis empiris didasarkan pd derjat toksisitas, tempat dan ukuran membran dan lama sakit:

    Dasar Dosis(RSU Dr. Soetomo)Dosis ADS (IU)Difteri ringan (hidung, kulit, konjungtiva)Difteri sedang (pseudomembran terbatas pd tonsil, difteri laring)Difteri berat (pseudomembran meluas ke luar tonsil, keadaan anak yang toksikm disertai bull neck, disertai penyulit akibat efek toksin)20.000, im40.000, iv

    100.000, iv

  • Pemberian ADS scr iv dilakukan secara tetesan dalam 200 ml larutan NaCl 0,9% dalam waktu 4-6 jam atau dengan kecepatan 5-10 ml/kgBB/jamUntuk menghindari kemungkinan reaksi anafilaktik siapkan adrenalin 1:1000 dalam semprit dan peralatan resusitatif.

  • Desensitisasi (Besredka)0,05 ml 1:20 s.k20 menit, dilanjutkan,0,1 ml1:20s.kdilanjutkan,0,1 ml1:10s.kdilanjutkan,0,1 mls.kdilanjutkan,0,3 mli.mdilanjutkan,0,5 mli.mdilanjutkan,sisanya diberikan i.v infusada reaksi berikan adrenalin 1:10.000 iv

  • 2. Antibiotikindikasi untuk menghentikan produksi toksin, mengobati infeksi yg terlokalisasi, dan mencegah penularan organisme pd kontak.AB diberikan selama 7-10 hari atau sampai hasil biakan 2 hr berturut-turut negatif.-eritromisin scr oral atau parenteral (40-50 mg/kg/24 jam, maksimal 2g/24 jam)-penisilin G scr im atau iv (100.000-150.000 U/kg/24 jam dibagi dalam 4 dosis)-penisilin prokain (25.000-50.000 U/kg/24 jam dibagi 2 dosis)

  • 3. KortikosteroidBelum terdapat persamaan pendapat mengunai kegunaan obat ini pd difteri. Di RSU dr.Soetomo diberikan pd penderita dgn gejala obstruksi sal napas bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.deksametason: mg/kgBB/hr/dibagi 3 dosis/im, ivprednison: 1-2 mg/kgBB/hr/dibagi 3 dosis/oral, selama 3 mg dan kemudian dihentikan bertahap.4. Pengobatan penyulitagar hemodinamika penderita tetap baik oleh krn penyulit yg disebabkan oleh toksin pd umumnya reversibel.sumbatan sal napas trakeostomi, atasi miokarditis, nefritis, bronkopneumoni, polineuritis.

  • 5. Pengobatan cariercarier orang yg asimptomatik, uji shick (-) tetapi mengandung basil diphteri dlm nasofaringnyapenisilin oral atau suntikan atau eritromisin selama 1 minggu. Mungkin diperlukan tindakan tonsilektomi atau adenoidektomi

    Bila ada komplikasi paralisis/paresis otot striknin mg dan vit B1 100 mg setiap hr selama 10 hr berturut-turut.

  • KOMPLIKASISaluran Pernapasan obstruksi jalan nafas, bronkopneumonia dan atelektasisKardiovaskular miokarditisUrogenital nefritisSaraf10% penderita, terutama sistem motorika.Paralisis/paresis palatum mole rinolalia, sukar menelan. Sifatnya reversibel dan terjadi minggu I dan II

  • b.Paralisis/paresis otot bola mata strabismus, gangguan akomodasi, dilatasi pupil atau ptosis. Timbul setelah minggu ke IIIc.Paralisis umum pada otot muka, leher, anggota gerak dan otot pernapasan (bahaya). Timbul minggu ke IV

  • PENCEGAHANDPT/DT: Primer atau ulangan pada saat penderita pulangKontak:asimptomatik:-biakan apus hidung dan tenggorokan-AB sambil menunggu hasil biakan (eritromisin 30-50 mg/hr/dibagi 4 dosis/ selama 7 hr)-Toksoid primer atau ulangan-Tidak dianjurkan antitoksin meski diimunisasi secara tidak adekuatsimptomatik:tatalaksana seperti penderita difteri

  • PROGNOSAKematian penderita sekitar 3-5%, dan sangat bergantung pada:Umur penderitaPerjalanan penyakitLetak lesi difteriKeadaan umum penderitaPengobatan

  • Uji Shick

    Pemeriksaan untuk mengetahui apakah seseorang telah mengandung antitoksin.Digunakan dosis 1/50 MLD, intrakutan dalam bentuk larutan yang telah diencerkan sebanyak 0,1 ml.Tidak mengandung antitoksin vesikel pada bekas suntikan dan akan hilang setelah beberapa minggu.Mengandung titer antitoksin rendah timbul warna merah kecoklatan pada bekas suntikan dalam 24 jam (Uji Shick (+))Uji shick (-) reaksi pada tempat suntikan (-) pada orang dengan imunitas atau mengandung antitoksin yg tinggiPositif palsu krn reaksi alergi terhadap protein antitoksin menghilang dalam 72 jam

  • KEPUSTAKAANSamsi, TK, dkk. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak: RS. Sumber Waras Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara. Jakarta: UPT Penerbitan Universitas Tarumanagara; 2000. hal 86-88Ismoedijanto, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: FK UNAIR; 2006. hal 333-340Behrman, R.E. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak vol. 2 Ed. 15. Jakarta: EGC; 1999. hal 954-959Hassan, R. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak vol.2. Jakarta: Infomedika jakarta; 2000. hal 550-556